triase dan primary survey

13
1 Tingkat respons atas bencana. Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian : Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal tanpa memerlukan bantuan dari luar organisasi. Respons Tingkat II : Bencana yang melebihi atau sangat membebani petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal hingga membutuhkan pendukung sejenis serta koordinasi antar instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban. Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber sistim gawat darurat dan penyelamat baik lokal atau regional. Korban yang tersebar pada banyak lokasi sering terjadi. Diperlukan koordinasi luas antar instansi. TRIASE. Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase. Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia, dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan peningkatan pelayanan

Upload: dp-elmiyana

Post on 05-Aug-2015

166 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Triase Dan Primary Survey

1

Tingkat respons atas bencana. 

Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian : 

Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh petugas sistim gawat darurat dan

penyelamat lokal tanpa memerlukan bantuan dari luar organisasi.

Respons Tingkat II : Bencana yang melebihi atau sangat membebani petugas sistim gawat darurat

dan penyelamat lokal hingga membutuhkan pendukung sejenis serta koordinasi antar instansi. Khas

dengan banyaknya jumlah korban.

Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber sistim gawat darurat dan

penyelamat baik lokal atau regional. Korban yang tersebar pada banyak lokasi sering terjadi.

Diperlukan koordinasi luas antar instansi.

TRIASE.

Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan

yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas

perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk

tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini

berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat

darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat

dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila

kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase. 

Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia, dan keadaan

yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan peningkatan pelayanan

antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan

jatung-paru yang diderita sebelumnya. 

Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam satu kelompok

triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih dibanding amputasi traumatik yang

stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga

waktu yang diperlukan untuk menilai dan menstabilkan pasien berkurang.

Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga berpengaruh

pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien yang

bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera serius harus diabaikan

hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit

dilaksanakan dengan baik.

Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara

METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage

And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan

kombinasi keduanya lebih layak digunakan.

Page 2: Triase Dan Primary Survey

2

Tag Triase

Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk

mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban.

Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.

Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.

Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan

medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera

kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).

Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan

dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami

cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa

gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat,

serta luka bakar ringan).

Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera,

memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera jaringan

lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta

gawat darurat psikologis).

Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai Prioritas Keempat (Biru)

yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak

memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima (Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti

tewas.

Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan

kekelompok sesuai.

Triase Sistim METTAG. 

Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban. Resusitasi ditempat.

Triase Sistem Penuntun Lapangan START.

Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM : R=

status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban

(lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak

mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan

korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport

segera. Resusitasi diambulans.

Page 3: Triase Dan Primary Survey

3

Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START.

Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian

dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai

keadaan.

PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE

Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat pelayanan, pasien dengan

masalah mengancam jiwa dan cedera sistem berganda ditindak lebih dulu. Bila jumlah korban serta

parahnya cedera melebihi kemampuan *) dst dibawah algoritma

Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed (Tunda) ; Hijau =

Minor.

Semua korban diluar algoritma diatas : Kuning.

Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control.

Satu pasien maks. 60 detik. Segera pindah kepasien berikut setelah tagging.

Pada sistem ini tag tidak diisi, kecuali jam dan tanggal. Diisi petugas berikutnya.

*) tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesar dengan paling sedikit

manghabiskan waktu, peralatan dan persediaan, ditindak lebih dulu. Ketua Tim Medik mengatur Sub

Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secara cepat menilai dan men tag

korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tag.

Page 4: Triase Dan Primary Survey

4

(Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga melakukan

tindakan pasca triase setelah triase selesai).

1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.

2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah

korban dan kebutuhan untuk menentukan tingkat respons yang memadai (Rapid Health Assessment /

RHA).

3. Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk mengumumkan bencana serta

mengirim kebutuhan dan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian (dari

kesimpulan RHA).

4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :

- Petugas Komando Bencana.

- Petugas Komunikasi.

- Petugas Ekstrikasi/Bahaya.

- Petugas Triase Primer.

- Petugas Triase Sekunder.

- Petugas Perawatan.

- Petugas Angkut atau Transportasi.

5. Kenali dan tunjuk area sektor bencana :

- Sektor Komando / Komunikasi Bencana.

- Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).

- Sektor Bencana.

- Sektor Ekstrikasi / Bahaya.

- Sektor Triase.

- Sektor Tindakan Primer.

- Sektor Tindakan Sekunder.

- Sektor Transportasi.

6. Rencana Pasca Kejadian Bencana :

7. Kritik Pasca Musibah.

8. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).

Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama dimana korban kelompok merah dan

kuning yang menunggu transport dikumpulkan untuk lebih mengefisienkan persedian dan tenaga

medis dalam resusitasi-stabilisasi.

TINDAKAN DAN EVAKUASI MEDIK

Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan triase) mulai

melakukan stabilisasi dan tindakan bagi korban berdasar prioritas triase, dan kemudian mengevakuasi

Page 5: Triase Dan Primary Survey

5

mereka ke Area Tindakan Utama sesuai kode prioritas. Kode merah dipindahkan ke Area Tindakan

Utama terlebih dahulu.

TRANSPORTASI KORBAN

Koodinator Transportasi mengatur kedatangan dan keberangkatan serta transportasi yang sesuai.

Koordinator Transportasi bekerjasama dengan Koordinator Medik menentukan rumah sakit tujuan,

agar pasien trauma serius sampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode emas hingga tindakan

definitif dilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan melebihi

kemampuannya. Cegah pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan pindahkan bencana

ke RS).

PERIMETER

Perimeter Terluar.

Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan mengatur perimeter sekitar lokasi untuk

mencegah masyarakat dan kendaraan masuk kedaerah berbahaya. Perimeter seluas mungkin untuk

mencegah yang tidak berkepentingan masuk dan memudahkan kendaraan gawat darurat masuk dan

keluar.

Jalur untuk Transport Korban

Petugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter sekitar lokasi bencana yang disebut

Zona Panas. Ditentukan jalur yang dinyatakan aman untuk memindahkan korban ke perimeter kedua

atau zona dimana berada Area Tindakan Utama. Tidak seorangpun diizinkan melewati perimeter

Zona Panas untuk mencegah salah menempatkan atau memindahkan pasien secara tidak aman tanpa

izin. Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas antaranya lontaran material, api, jalur

listrik, bangunan atau kendaraan yang tidak stabil atau berbahaya.

Keamanan.

Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur semua kegiatan dalam keadaan

aman bagi petugas rescue, pemadaman api, evakuasi, bahan berbahaya dll. Bila petugas keamanan

Page 6: Triase Dan Primary Survey

6

melihat keadaan berpotensi bahaya yang bisa membunuh penolong atau korban, ia punya wewenang

menghentikan atau merubah operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut.

Semua anggota Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan efektif dibawah satu

sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk menyelamatkan hidup, untuk meminimalkan

risiko cedera serta kerusakan. 

PENILAIAN AWAL. 

Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer, resusitasi-stabilisasi, survei

sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai. Diagnostik absolut tidak dibutuhkan untuk

menindak keadaan klinis kritis yang diketakui pada awal proses. Bila tenaga terbatas jangan lakukan

urutan langkah-langkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa diutamakan.

Survei Primer.

Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing, circulation and

hemorrhage control, disability, exposure/environment).

Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan

kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran.

Tindakan bisa hanya membersihkan jalan nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau

trakheostomi.

Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis bisa tiadanya

ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada yang hipperresonans

atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada atau adanya defek yang mengganggu

pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan

ventilasi mekanik.

Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber perdarahan eksternal. Lihat

vena leher apakah terbendung atau kolaps, apakah bunyi jantung terdengar, pastikan sumber

perdarahan eksternal sudah diatasi. Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL

secara cepat melalui 2 kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan

eksternal dengan penekanan langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai indikasi.

Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan motorik. Tentukan adakah

cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya.

Cedera spinal bisa diperiksa dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas

spontan. Pupil yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta adanya

hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial yang memerlukan

konsultasi bedah saraf segera.

Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia menunjukkan cedera kord

spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam

Page 7: Triase Dan Primary Survey

7

sejak cedera (kontroversial). Bila usaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher,

lakukan intubasi endotrakheal.

Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol lingkungan segera. Buka seluruh

pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama mulai tindakan pencegahan hipotermia

yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan memberikan infus hangat, selimut, lampu

pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas.

Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama survei primer.

Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter denyut. Monitor memberi data

penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung

serta mengurangi kemungkinan aspirasi cairan lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra

cedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia major, prostat terdorong keatas). Lakukan

urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral sebelum kateterisasi.

RESUSITASI DAN PENILAIAN KOMPREHENSIF

Fase Resusitasi.

Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan melakukan intervensi, lanjutkan sampai

kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis sudah lengkap, dan prosedur resusitatif serta tindakan bedah

sudah selesai. Usaha ini termasuk kedalamnya monitoring tanda vital, merawat jalan nafas serta

bantuan pernafasan dan oksigenasi bila perlu, serta memberikan resusitasi cairan atau produk darah.

Pasien dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid dalam 24 jam untuk mempertahankan

volume intravaskuler, perfusi jaringan dan organ vital, serta keluaran urin. Berikan darah bila

hipovolemia tidak terkontrol oleh cairan. Perdarahan yang tidak terkontrol dengan penekanan dan

pemberian produk darah, operasi. Titik capai resusitasi adalah tanda vital normal, tidak ada lagi

kehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada bukti disfungsi end-organ.

Parameter (kadar laktat darah, defisit basa pada gas darah arteri) bisa membantu.

Survei Sekunder.

Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi. Pada saat

ini kenali semua cedera dengan memeriksa dari kepala hingga jari kaki. Nilai lagi tanda vital, lakukan

survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui

perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.

Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan medikasi

sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini

membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar

atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum.

Page 8: Triase Dan Primary Survey

8

Pemeriksaan Fisik Berurutan.

Diktum “jari atau pipa dalam setiap lubang“ mengarahkan pemeriksaan. Periksa setiap bagian tubuh

atas adanya cedera, instabilitas tulang, dan nyeri pada palpasi. Periksa lengkap dari kepala hingga jari

kaki termasuk status neurologisnya.

PEMERIKSAAN PENCITRAAN DAN LABORATORIUM.

Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik penting yang menuntun penilaian awal. Saat

serta urutan pemeriksaan adalah penting namun tidak boleh mengganggu survei primer dan resusitasi.

Pastikan hemodinamik cukup stabil saat membawa pasien keruang radiologi.

Pemeriksaan Laboratorium saat penilaian awal.

Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai dalam 20 menit. Gas darah arterial

juga penting namun kegunaannya dalam pemeriksaan serial digantikan oleh oksimeter denyut.

Pemeriksaan Hb dan Ht berguna saat kedatangan, dengan pengertian bahwa dalam perdarahan akut,

turunnya Ht mungkin tidak tampak hingga mobilisasi otogen cairan ekstravaskuler atau pemberian

cairan resusitasi IV dimulai.

Urinalisis dipstick untuk menyingkirkan hematuria tersembunyi. Skrining urin untuk penyalahguna

obat dan alkohol, serta glukosa, untuk mengetahui penyebab penurunan kesadaran yang dapat

diperbaiki. Pada kebanyakan trauma, elektrolit serum, parameter koagulasi, hitung jenis darah, dan

pemeriksaan laboratorium umum lainnya kurang berguna saat 1-2 jam pertama dibanding setelah

stabilisasi dan resusitasi.

PENUTUP.

Indonesia adalah super market bencana. Semua petugas medis bisa terlibat dalam pengelolaan

bencana. Semua petugas wajib melaksanakan Sistim Komando Bencana dan berpegang pada

SPGDT-S/B pada semua keadaan gawat darurat medis baik dalam keadaan bencana atau sehari-hari.

Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan sempurna dalam peran khusus dan

pertanggung-jawabannya dalam usaha penyelamatan pasien.

Karena banyak keadaan bencana yang kompleks, dianjurkan bahwa semua petugas harus berperan-

serta dan menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan bencana agar lebih terampil dan mampu

saat bencana sebenarnya.

RUJUKAN.

1. Seri PPGD. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General Emergency Life Support (GELS).

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan Ketiga. Direktorat Jenderal Bina

Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I. 2006.

Page 9: Triase Dan Primary Survey

9

2. Penanggulangan Kegawatdaruratan sehari-hari & bencana. Departemen Kesehatan R.I. Jakarta :

Departemen Kesehatan, 2006.

3. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community). Departemen Kesehatan R.I. Jakarta : Departemen

Kesehatan, 2006.

4. Prosedur Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan Penaanganan Pengungsi.

Departemen Kesehatan R.I. Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan. Tahun 2002.

5. Advanced Trauma Life Support. Course for Physicians 6th. edition. American College of

Surgeons, 55 East Erie Street, Chicago, IL 60611-2797.

6. Multiple Casualty Insidents. Available at http://www.vgernet.net/bkand/state/multiple.html.