tri hita karana dalam bahasa visual - isi dps

78
SKRIP KARYA TUGAS AKHIR TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL Oleh I Kadek Arka Dwipayana NIM : 200604032 Minat Seni Lukis Program Studi Seni Rupa Murni FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2011

Upload: others

Post on 16-Jan-2022

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

i

SKRIP KARYA TUGAS AKHIR

TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL

Oleh

I Kadek Arka Dwipayana

NIM : 200604032

Minat Seni Lukis

Program Studi Seni Rupa Murni

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

2011

Page 2: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

ii

SKRIP KARYA TUGAS AKHIR

TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL

Karya tulis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana

Seni pada Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar

Oleh

I Kadek Arka Dwipayana

NIM : 200604032

Minat Seni Lukis

Program Studi Seni Rupa Murni

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

2011

Page 3: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

iii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Skrip Karya/Pengantar Karya Tugas Akhir ini disusun oleh

Nama : I Kadek Arka Dwipayana

NIM : 200604032

Minat : Seni Lukis

Program Studi : Seni Rupa Murni

Judul :

TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL

Telah diperiksa dan diuji sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni pada Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar.

Denpasar, 10 Juni 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. I Wayan Kondra, M.Si I Wayan Setem, S.Sn., M.Sn. NIP. 196608101992031003 NIP. 197209201999031001

Page 4: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

iv

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAGA

Skrip Karya/Pengantar Karya Tugas Akhir ini disusun oleh

Nama : I Kadek Arka Dwipayana NIM : 200604032 Minat : Seni Lukis

Program Studi : Seni Rupa Murni

Judul :

TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Ujian Sarjana Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar pada tanggal 10 Juni 2011, dan

dinyatakan sah.

Dewan Penguji

Nama Lengkap NIP Tanda Tangan

Ketua Sidang : Drs. I Wayan Kondra, M.Si. 19660810199203100 …………….

Sekretaris : I Wayan Setem, S.Sn., M.Sn. 197209201999031001 …………….

Penguji Utama : Drs. I Made Bendi Yudha, M,Sn. 196112251993031002 …………….

Anggota : Drs. I Nyoman Wiwana, M.Si. 195308281985031004 …………….

Anggota : Drs. D. A. Tirta Ray, M.Si. 195704231987101001 …………….

Mengetahui

Ketua Program Studi Seni Rupa Murni

Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar

Drs. I Wayan Kondra, M.Si.

NIP. 19660810199203100

Mengesahkan Denpasar, 10 Juni 2011

Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain

Institut Seni Indonesia Denpasar

Dra. Ni Made Rinu, M.Si. NIP. 195702241986012002

Page 5: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

v

Kata Persembahan :

Skrip Karya ini dipersembahkan kepada semesta, keluarga

dan lelaki kecilku, Putu Ang Gawi Jaya Pelangan

Page 6: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

vi

Motto :

Diri kita adalah akibat dari apa yang sudah kita pikirkan

(Budha)

Page 7: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi

Wasa, karena rahmat-Nya penyusunan karya Tugas Akhir (TA) ini dapat

terselesaikan pada waktunya.

Adapun tujuan dari skrip karya ini adalah sebagai salah satu persyaratan

untuk dapat mengikuti ujian Tugas Akhir program S-1 pada Program Studi Seni

Lukis, Jurusan Seni Rupa Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni

Indonesia Denpasar, Tahun Akademik 2010/2011.

Penyusunan ini terwujud berkat adanya dukungan berbagai pihak. Pada

kesempatan ini dengan segala kerendahan hati pencipta menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. I Wayan Rai S., MA., selaku Rektor Institut Seni Indonesia

Denpasar.

2. Ibu Dra. Ni Made Rinu, M.Si., selaku Dekan Fakultas Seni Rupa dan

Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar.

3. Bapak Drs. I Wayan Kondra, M.Si., selaku Ketua Program Studi Seni

Rupa Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia

Denpasar sekaligus dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skrip karya seni ini.

4. Bapak Drs. A. A. Ngurah Gde Surya Buana, M.Sn., selaku Ketua Minat

Seni Lukis, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia

Denpasar.

5. Bapak I Wayan Setem, S.Sn., M.Sn., selaku dosen Pembimbing II yang

juga banyak memberikan bimbingan dan motivasi dalam penulisan skrip

karya seni ini.

6. Bapak Drs. Gde Yosef Tjokropramono, M.Si., selaku pembimbing

akademik yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian tugas-

tugas akademik untuk menempuh pendidikan Strata-1 Program Studi Seni

Rupa Murni (Seni Lukis), Institut Seni Indonesia Denpasar.

Page 8: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

ii

7. Bapak dan ibu dosen Institut Seni Indonesia Denpasar yang selama ini

telah membimbing pencipta dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.

8. Seluruh Civitas Akademika Institut Seni Indonesia Denpasar.

9. Seluruh staf pegawai perpustakaan Institut Seni Indonesia Denpasar.

10. Keluarga pencipta yang telah banyak membantu sehingga terwujudnya

skrip karya Tugas Akhir.

11. Rekan dan sahabat yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam

penyelesaian skrip karya Tugas Akhir.

Pencipta menyadari dalam penulisan ini masih banyak kekurangan serta

jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran sangat pencipta harapkan guna

penyusunan karya tulis selanjutnya. Semoga kehadiran karya tulis ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Denpasar, Juni 2011

Pencipta

Page 9: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

iii

ABSTRAK

TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL

Oleh I Kadek Arka Dwipayana

Kehidupan memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan dan dinamis. Pada salah satu konsep ajaran Hindu mengajarkan tentang keharmonisan dalam berketuhanan (parhyangan), alam lingkungan (palemahan) dan antar manusia

(pawongan) yang lebih dikenal dengan Tri Hita Karana. Ini adalah kearifan untuk menghormati ketiga unsur tersebut baik dengan ritual keagamaan dan yang

terpenting adalah pelaksanaan pemahaman konsep Tri Hita Karana dalam keseharian. Penerapan nilai Tri Hita Karana akan membangun keseimbangan hidup karena memiliki sifat yang universal. Pada kenyataannya manusia sebagai

pemegang kunci keberhasilan Tri Hita Karana, tetapi akhir-akhir ini ada kecenderungan pergeseran pola pikir dan perilaku manusia. Dampak terbesar dari

fenomena ini adalah kerusakan lingkungan yang semakin parah. Eksploitasi alam berimbas kepada terganggunya keharmonisan lingkungan. Berangkat dari esensi Tri Hita Karana dan dampak kontradiksi yang menyebabkan terganggunya

ketidakseimbangan lingkungan mendorong lahirnya ide-ide untuk mewujudkannya ke dalam karya seni. Hal ini sekiranya dapat memberikan

sumbangsih pemikiran tentang konsep Tri Hita Karana dan dampak kontradiksi pelaksanaannya melalui karya seni lukis dan instalasi. Konsep Tri Hita Karana memberikan banyak ruang untuk ditransformasikan ke dalam bahasa visual.

Sehubungan dalam proses perwujudan karya yang bersumber dari ide-ide yang mendasari penciptaan karya, pencipta menggabungkannya dengan penerapan

unsur-unsur seni rupa seperti garis, warna, tekstur dengan pengolahan beberapa media sebagai karya lukis dan instalasi. Sedangkan proses penciptaannya melalui tahapan penjajagan (eksploration), percobaan (experiment) dan pembentukan

(forming). Dalam wujud karya pencipta mengandung aspek ideoplastis yaitu

menyangkut wilayah gagasan atau ide dan aspek Fisioplastis yang meliputi teknik penggarapan elemen visual atau perwujudan fisik karya.

Kata kunci : Tri Hita Karana dan bahasa visual.

Page 10: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

iv

ABSTRACT

TRI HITA KARANA IN A VISUAL LANGUAGE By I Kadek Arka Dwipayana

Life has many kinds of aspect and they are all connected and dynamic.

One of the Hinduism teach us how to make a harmony connection between God, human being and their environment, known well as Tri Hita Karana. This is a philosophy to respect these three aspect, God (parhyangan), human being

(pawongan) and environment (palemahan) in any religion rituals and the important thing is how to understanding the essence of Tri Hita Karana into daily

activities. The application of this philosophy would balance our life because it is a universal value.

In fact the human being as key holder to make Tri Hita Karana in

successful way but nowadays, there is a trend of changing of human being mind set and behaviour. The biggest effect is the destruction of our environment. This

inspires to take the concept of Tri Hita Karana into art works by using an abstract visual language. It should give ideas about the concept of Tri Hita Karana and the effect of its contradiction into art.

The art works is combined by the aspects of art, such as lines, colours, textures, and mixed any medium into painting and installation. The concept of Tri

Hita Karana gives much more space to transform into a visual language. Meanwhile, the process to creating art works is by exploration, experiment and forming. My art contains an aspect of ideoplastic and physioplastic, a combination

between ideas and physics, which contains visual elements.

Keywords : Tri Hita Karana and visual language.

Page 11: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

ABSTRAK/ABSTRACT ................................................................................. iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

DAFTAR FOTO ............................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2 Ide Penciptaan ......................................................................... 3

1.3 Rumusan Masalah ................................................................... 4

1.4 Tujuan dan Manfaat ................................................................. 5

1.5 Ruang Lingkup ........................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 7

2.1 Tinjauan Sumber Tertulis ...................................................... 7

2.1.1 Pengertian Judul “Tri Hita Karana Dalam Bahasa Visual” 8

2.1.2 Tinjauan Tentang Tri Hita Karana ............................. 8

2.1.3 Kajian Tentang Seni .................................................... 10

2.1.4 Tinjauan Tentang Seni Lukis dan Instalasi .................. 11

2.1.5 Tinjauan Tentang Seni Lukis Abstrak ......................... 12

2.1.6 Unsur-unsur dan Prinsip Penyusunan Seni Rupa ........ 13

2.2 Kajian Sumber-sumber Lain ................................................... 18

BAB III PROSES PENCIPTAAN ................................................................ 21

3.1 Penjajagan (Exploration) ........................................................ 21

3.2 Percobaan (Experiment) ......................................................... 22

3.3 Pembentukan (Forming) ......................................................... 24

BAB IV WUJUD KARYA ........................................................................... 28

4.1 Aspek Ideoplastis ................................................................... 28

4.2 Aspek Fisioplastis .................................................................. 29

4.3 Ulasan Karya .......................................................................... 29

Page 12: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

vi

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 59

5.1 Kesimpulan ............................................................................ 59

5.2 Saran-saran ............................................................................. 60

DAFTAR PUSTAKA

GLOSSARIUM

LAMPIRAN

Page 13: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

vii

DAFTAR FOTO

FOTO KAJIAN SUMBER

Foto 1. Karya Lukis Jackson Pollock ........................................................... 18

Foto 2. Karya Lukis Willem De Kooning .................................................... 19

Foto 3. Karya Lukis Nyoman Erawan ........................................................ 20

FOTO PROSES PENCIPTAAN

Foto 4. Eksperimen Pada Media Kardus ...................................................... 22

Foto 5. Eksperimen Pada Media Fiber ........................................................ 23

Foto 6. Eksperimen Pada Media Plat Besi ................................................... 23

Foto 7. Alat dan Bahan Lukis ...................................................................... 25

Foto 8. Proses Pembentukan Karya ............................................................. 26

FOTO KARYA

Foto 9. Karya 1 : Dialog Tidak Terlihat .................................................... 30

Foto 10. Karya 2 : Merasakan Merah .......................................................... 32

Foto 11. Karya 3 : Ramah Tanahku Terjamah ............................................. 34

Foto 12. Karya 4 : Mutilasi Pertiwi ............................................................. 36

Foto 13. Karya 5 : Pohon yang Tersisa ....................................................... 38

Foto 14. Karya 6 : Melihat Diri ................................................................... 40

Foto 15. Karya 7 : Tangga-tangga ke Rumah .............................................. 42

Foto 16. Karya 8 : Ritus Ruang .................................................................... 44

Page 14: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

viii

Foto 17. Karya 9 : Tarian Semesta .............................................................. 45

Foto 18. Karya 10 : Jiwa yang Bergerak ..................................................... 47

Foto 19. Karya 11 : Daun Kehidupan .......................................................... 49

Foto 20. Karya 12 : Mendaki Tanah Kelahiran ........................................... 51

Foto 21. Karya 13 : Vertikal Horisontal ...................................................... 53

Foto 22. Karya 14 : Pohon Hayat ................................................................ 55

Foto 23. Karya 15 : Harmoni Dalam Tiga ................................................... 57

Page 15: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Bali, hampir dalam seluruh pelaksanaan ritual pemujaan Hindu yang

mengiringinya berkaitan dengan simbol dan kesenian. Rerajahan (seni lukis),

kekawin (seni suara), gamelan (seni musik) dan lain- lain turut memberi aura

magis pada pelaksanannya. Jalan ritual adalah tradisi tertua dalam Hindu

(Suwantana, 2011: 81). Banyak ritus perayaan diciptakan sebagai momentum

untuk senantiasa menjaga kesadaran dalam menghormati lingkungan, sebagai

peristiwa spiritual untuk refleksi diri.

Gambaran umum yang berkembang dari Hindu salah satunya adalah

kosmos organis yang tumbuh dan bergerak secara ritmis dari sebuah alam semesta

(Capra, 2001: 223). Dari sekian banyak konsep Hindu, salah satu yang mencakup

hubungan kehidupan adalah Tri Hita Karana, yang melingkupi hubungan manusia

dengan Tuhan, alam lingkungan dan hubungan manusia dengan manusia. Konsep

tersebut sebagai bentuk kearifan dalam menempatkan kesatuan hubungan. Kata

kearifan hendaknya dimengerti dalam arti luas, yaitu tidak hanya berupa norma

dan nilai budaya melainkan segala unsur gagasan, yang berimplikasi pada

teknologi, kesehatan dan estetika (Sedyawati, 2006: 382).

Rumusan lingkungan rohani (parhyangan), alam (palemahan) dam sosial

(pawongan) sebagai wadah penjabaran unsur-unsur Tri Hita Karana yang

semestinya bisa dipahami sebagai filosofi hidup untuk mewujudkan

keseimbangan yang utuh bukan kepada eksistensi fisik semata. Pencipta meyakini

pada dasarnya esensi Tri Hita Karana bisa diterapkan pada segala aspek

kehidupan dan keyakinan karena memiliki sifat universal. Hal tersebut menjadi

ketertarikan pencipta karena konsep Tri Hita Karana merangkum unsur-unsur

hubungan ketuhanan, manusia dan lingkungan untuk terciptanya kebahagiaan

hidup.

Page 16: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

2

Berangkat dari kearifan nilai Tri Hita Karana, pencipta belum melihat

sepenuhnya kesatuan antara konsep dengan penjabarannya dalam masyarakat.

Bisa kita lihat berbagai dampak dari kontradiksi nilai dengan pelaksanaannya.

Berketuhanan sebagai bentuk hubungan yang abstrak dan bersifat sangat pribadi,

oleh komunitas tertentu seringkali dimaknai sebagai kekuatan untuk melemahkan

keyakinan manusia atau masyarakat minoritas terhadap tuhannya. Agama

dijadikan tameng untuk melegalkan kekerasan fisik dan mental kepada kaum di

luar keyakinannya. Fenomena tersebut yang terjadi di beberapa daerah di

Indonesia mengindikasikan kebuntuan komunikasi dengan lebih mengedepankan

kekerasan. Disisi lain, masyarakat dalam melakukan ritus keagamaan terkesa n

hanya di wilayah fisik semata, gemerlap pada ritual tetapi kering pemaknaan.

Di samping agama, masalah suku dan ras seringkali memicu hadirnya

konflik dalam masyarakat. Bahkan dalam intern keluarga kekerasan muncul

sedemikian rupa. Pelecehan, pembunuhan dan sebagainya telah merendahkan

derajat manusia lainnya. Kesenjangan sosial yang mencolok, rendahnya cara

berpikir, memudarnya nilai-nilai kemanusiaan adalah bagian yang bisa

menghadirkan ketersinggungan yang akan bermuara pada konflik-konflik sosial.

Permasalahan lain, manusia sebagai faktor utama keberhasilan konsep Tri

Hita Karana juga belum mampu memperlakukan alam sebagai sebuah kehidupan.

Dewasa ini sering manusia tidak memperdulikan pentingnya fungsi lingkungan

bagi kelangsungan hidup. Eksploitasi besar-besaran terhadap hutan dan lahan

pertanian untuk industri pariwisata yang hanya menguntungkan segelintir orang

tetapi berimbas kepada bencana tanah longsor, banjir, polusi semakin parah,

pemanasan global yang berefek pada cuaca yang tidak menentu. Proses

kehancuran lingkungan disebabkan perilaku manusia yang menjadikan alam

sebagai objek penderita. Lebih parahnya lagi permasalahan lingkungan tidak

hanya sekedar perambahan hutan, pencurian kayu, pengalihfungsian lahan

pertanian tetapi juga masuk ke wilayah yang disucikan (pura). Lagi- lagi alasannya

untuk memajukan pariwisata dan menambah pendapatan asli daerah yang

bersangkutan. Fenomena kerusakan lingkungan yang saat ini sering terjadi

Page 17: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

3

diakibatkan buruknya hubungan manusia dalam memperlakukan alam. Semuanya

terjadi karena rendahnya kesadaran masyarakat dalam memahami fungsi lingkungan.

Hal-hal yang telah dipaparkan terkait Tri Hita Karana dan dampak dari

kontradiksi pelaksanaannya yang mengarah kepada ketidakseimbangan alam

lingkungan menarik perhatian pencipta menjadikan latar belakang dalam proses

penciptaan karya. Sehubungan dalam proses perwujudan karya yang bersumber

dari ide- ide yang mendasari penciptaan, pencipta menggabungkannya dengan

penerapan unsur-unsur seni rupa seperti garis, warna, tekstur dengan pengolahan

beberapa media sebagai karya lukis dan instalasi.

Pada perwujudannya pencipta merujuk pada karya lukis Jackson Pollock

tentang pengungkapan emosi dengan spontanitas garis dan torehan yang mampu

mencerminkan kedinamisan gerak. Selanjutnya pencipta merujuk kepada karya

lukis Willem De Kooning tentang pengolahan warna dan garis ekspresif dalam

sapuan kuas yang kuat serta seniman Nyoman Erawan dengan lebih banyak

berangkat dari konsep-konsep Hindu dalam karyanya. Pada karya pencipta,

pengolahan warna dan garis ekspresif disamping sebagai ekspresi spontanitas

hadir sebagai tanda atau simbol yang bisa mewakili ide ke dalam wujud karya.

1.2 Ide Penciptaan

Ide merupakan gagasan yang ingin disampaikan yang masih bersifat

abstrak karena belum ditampilkan menjadi karya (Djelantik, 1999: 60). Ide

sebagai langkah awal dari penciptaan sangat diperlukan karena berperan penting

untuk menentukan muatan karya selanjutnya. Ide menjadi dasar yang berisi

pemikiran melalui pengamatan, pemahaman serta perenungan berbagai hal yang

bisa menginspirasi penciptaan karya.

Spriritual adalah nuansa alam transenden yang meliputi rasa manusia

sehingga karya yang lahir oleh getaran-getaran batin dan tidak semata-mata fisik

(Artadi, 2003: 26). Pikiran manusia dapat menampung dua hal; pengetahuan

(rasio, sains) dan kesadaran (intuisi, spiritual) dalam satu tempat sekaligus. Tetapi

wilayah rasio hanya bisa mengukur dan menganalisis semata hal-hal yang terjadi.

Setiap individu akan berbeda dalam menyelesaikan masalah walaupun

Page 18: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

4

karakteristik masalah tersebut sama. Pengalaman sangat mempengaruhi reaksi

individu terhadap masalah yang dihadapinya. Apa yang sebelumnya dilewati

dengan harmonis, maka perhatiannya diarahkan kepada pendidikan batin dan

kemasyarakatan.

Terbatasnya kehidupan kita menyebabkan apa yang dapat kita ketahui

hanya perwujudan dari Tuhan (sekala) tetapi tidak keadaanNya (niskala), yang

mengatasi semua bentuk, yang tunggal abadi, di belakang semua perubahan-

perubahan di dunia ini (Mantra, 1987: 125). Kedekatan pencipta terhadap

berbagai upacara perayaan Hindu yang telah dikenalkan sejak kecil serta aura

ritual masyarakat Bali, langsung atau tidak, telah mengendap pada kesadaran

meski pada hakekatnya pencipta memahami bahwa semua keyakinan tentang

ketuhanan serta kehidupan yang menyertainya bersumber pada satu.

Ide penciptaan karya berdasarkan konsep Tri Hita Karana sebagai

pedoman dalam interaksi vertikal (ketuhanan) dan horizontal (manusia serta

lingkungan) serta dampak kontradiksi pelaksanaannya yang menyebabkan

terganggunya keseimbangan alam. Berangkat dari spirit pemikiran tersebut

pencipta ungkapkan dalam wujud karya lukis abstrak dan instalasi. Konsep Tri

Hita Karana memberi banyak ruang untuk ditransformasikan ke dalam bahasa

visual. Ini memungkinkan pencipta melakukan eksperimen media dalam usaha

mewujudkan ide- ide melalui visual karya, baik sebagai karya lukis abstrak

maupun instalasi. Hal ini sekiranya bisa memberikan sumbangsih pemikiran

tentang konsep Tri Hita Karana serta gambaran atas dampak kontradiksi

pelaksanaannya yang berimbas kepada ketidakseimbangan alam lingkungan.

1.3 Rumusan Masalah

Dalam proses penciptaan karya seni lukis yang mengangkat Tri Hita

Karana dalam bahasa visual, berikut pencipta merumuskan beberapa

permasalahan yang berkaitan dalam perwujudan karya seni dari ide- ide yang

disatukan dengan kemampuan olah rasa dan estetika.

Page 19: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

5

Adapun permasalahan yang dapat pencipta rumuskan adalah:

1.3.1 Bagaimana mewujudkan ide yang bersumber dari nilai Tri Hita Karana

dalam penciptaan karya seni lukis?

1.3.2 Kajian apa yang diperlukan untuk memperkuat struktur karya yang

mengambil Tri Hita Karana sebagai konsep berkarya seni lukis?

1.3.3 Bagaimana pemilihan media dan teknik penciptaan untuk bisa

memvisualisasikan ide kreatif yang dapat mewakilkan pesan yang ingin

disampaikan?

1.4 Tujuan dan Manfaat

1.4.1 Tujuan Penciptaan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penciptaan karya seni lukis dari pijakan

ide tentang konsep Tri Hita Karana dalam bahasa visual, adalah:

a. Mewujudkan ide yang bersumber dari hubungan vertikal (ketuhanan) dan

horizontal (manusia dan alam lingkungan) dengan menerapkan elemen seni

rupa dalam mewujudkan karya seni lukis dan instalasi.

b. Mencari sumber kajian yang diperlukan untuk memperkuat struktur karya

yang mengambil Tri Hita Karana sebagai konsep berkarya seni.

c. Memperluas penggunaan media dalam mewujudkan ide- ide kreatif sehingga

bisa diapresiasi masyarakat penikmat seni.

1.4.2 Manfaat Penciptaan

Manfaat yang ingin didapat dalam penciptaan karya seni lukis yang

mengangkat Tri Hita Karana dalam bahasa visual, antara lain:

a. Dapat memberi sumbangsih pemikiran tentang Tri Hita Karana dan dampak

dari kontradiksi pelaksanaannya yang disampaikan melalui karya seni lukis.

b. Bisa menambah pengetahuan dan pengalaman dalam proses penciptaan karya

seni lukis untuk selanjutnya berguna bagi peningkatan kreativitas dan

memantapkan mental berkesenian.

c. Diharapkan bisa menyumbangkan manfaat akademis bagi mahasiswa dan

masyarakat serta dapat dijadikan referensi bagi pencipta-pencipta yang lain.

Page 20: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

6

1.5 Ruang Lingkup

Mengingat luasnya ajaran Hindu yang berkembang di Bali serta apa yang

pencipta ungkapkan di tingkat ini bukanlah bentuk penelitian yang sifatnya kajian

ilmiah, melainkan pemahaman serta cara pandang pencipta dengan kemampuan

oleh estetik yang pencipta dapatkan di perguruan tinggi seni. Oleh karena itu

pencipta membatasi pembahasan hanya pada wilayah konsep Tri Hita Karana

yang merupakan penggambaran konteks hubungan vertikal (ketuhanan) dan

horizontal (manusia serta alam lingkungan) serta dampak dari kontradiksi

pelaksanaannya yang divisualisasikan pada karya seni lukis dalam bahasa abstrak

sesuai pilihan estetika pencipta.

Page 21: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kehadiran buku sebagai referensi yang berkaitan dengan proses

penciptaan karya seni lukis diperlukan untuk memperdalam landasan pemahaman

terhadap terciptanya karya dan memperkuat struktur karya. Kajian yang pencipta

jadikan acuan dalam penciptaan karya adalah kajian sumber kepustakaan dan

kajian tentang karya-karya seniman lain. Berikut uraian kajian sumber sebagai

bahan referensi dalam penciptaan karya seni lukis.

2.1 Tinjauan Sumber Tertulis

Karya seni sebagai bahasa ungkap pada tatanan tertentu bisa mewakilkan

kondisi psikologis penciptanya dan wujud karya menjadi satu kesatuan bersama

muatan yang terkandung di dalamnya. Guna terciptanya karya lukis yang

berkualitas, sangat diperlukan landasan atau pedoman berupa kajian ilmu. Satu

diantaranya adalah sumber tertulis yang mendukung dan melandasi konsep

penciptaan karya yang berjudul “Tri Hita Karana Dalam Bahasa Visual”.

Selain sebagai makhluk individu, manusia juga dikenal sebagai makhluk

sosial. Ini berarti bahwa manusia memiliki ruang interaksi bersama lingkungan

sekitarnya. Seperti Capra dalam buku Tao Of Physics menyebutkan :

“Ajaran-ajaran utama timur juga selaras dengan pandangan bahwa alam

semesta merupakan unsur-unsur yang saling berhubungan dan tidak ada satu bagian pun yang lebih fundamental dari bagian yang lain, sehingga properti – properti setiap satu bagian ditentukan oleh properti bagian yang

lain. Dalam pengertian itu, kita bisa mengatakan bahwa setiap bagian “mengandung “ semua bagian lainnya dan inilah visi dari kandungan

mutual yang menjadi karakteristik tentang alam” (2001: 345). Di sini pencipta mencoba memaknai nilai-nilai yang menjadi dasar

pemahaman antara unsur-unsur yang berhubungan (ketuhanan, alam lingkungan

dan kemanusiaan) di mana masing-masing unsur ditentukan oleh bagian unsur

yang lainnya.

Page 22: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

8

2.1.1 Pengertian Judul

Dalam mengangkat judul “Tri Hita Karana Dalam Bahasa Visual”, pencipta

memakai sumber kajian yang dapat menguraikan pengertian judul yang diangkat.

Wiana (2007: 5) menyebutkan secara etimologis dalam bahasa Sanskerta,

istilah Tri Hita Karana berasal dari kata “Tri, Hita dan Karana”.

Tri : Tiga

Hita : Bahagia

Karana : Penyebab

Dengan demikian Tri Hita Karana sebagai istilah berarti tiga penyebab

kebahagiaan, yaitu keharmonisan hubungan ketuhanan, alam lingkungan dan antar

manusia.

Selanjutnya pada kalimat “dalam bahasa visual” memiliki makna sebagai berikut :

Dalam : Sebagai kata depan untuk menandai sesuatu yang dianggap

mengandung isi (KBBI, 2002: 231).

Bahasa : Merupakan sistem lambang bunyi yang dipakai oleh suatu

masyarakat untuk berinteraksi (Kamus Lengkap Bahasa

Indonesia, 2000: 51).

Visual : Mempunyai makna dapat dilihat dengan indera penglihat

(mata) (KBBI, 2002: 1038).

Berdasar kajian judul pencipta dapat memaknai “Tri Hita Karana Dalam

Bahasa Visual” sebagai pemahaman yang dijadikan pedoman untuk menciptakan

harmonisasi dalam tiga bentuk hubungan; ketuhanan (parhyangan), alam

lingkungan (palemahan) dan manusia (pawongan). Dari konsep tersebut pencipta

jadikan ide atau landasan dasar dalam penciptaan karya yang pengungkapannya

disampaikan dalam karya seni lukis.

2.1.2 Tinjauan Tentang Tri Hita Karana

Dalam ajaran Hindu kita bisa menemukan hubungan yang harmonis

dengan Tuhan, sesama manusia dan alam lingkungan untuk mewujudkan

kebahagiaan hidup lahir bathin. Ketiga upaya tersebut banyak ditemukan dan

diajarkan dalam berbagai pustaka Hindu. Tiga hubungan itulah yang disebut

Tri Hita Karana. (Wiana, 2007: 5).

Page 23: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

9

Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember

1966 pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah I Badan Perjuangan Umat

Hindu Bali bertempat di Perguruan Tinggi Dwijendra Denpasar. Konferensi

tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat Hindu akan kewajibannya ikut

berperan dalam pembangunan bangsa menuju kesejahteraan masyarakat

berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita Karana berkembang, meluas

dan memasyarakat. Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu di

Bali dapat dijumpai dalam perwujudan parhyangan, palemahan dan pawongan.

Konsep Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup yang bijaksana. Setiap

hubungan memiliki pedoman hidup menghargai aspek sekelilingnya. Dengan

menerapkan falsafah tersebut diharapkan dapat menggantikan pandangan hidup

modern yang lebih mengedepankan individualisme, sifat konsumtif manusia,

pertikaian dan gejolak karena dalam penerapannya manusia memiliki peran

sentral yang bisa dikatakan sebagai kunci keberhasilan terwujudnya keharmonisan

unsur-unsur dalam Tri Hita Karana.

Tri Hita Karana sebagai doktrin Hindu, mengajarkan umat mengenal

hidup di dunia yang mempunyai hubungan timbal balik dalam tiga arah. Tri Hita

Karana menuntun manusia hidup berketuhanan, menjaga kelangsungan

lingkungan dan bertoleransi dalam masyarakat (Pendit, 1996: 14). Pada

kenyataannya terdapat tempat pemujaan, tempat tinggal manusia, dan tempat

makhluk lain yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana dalam satu pekarangan

rumah. Konsepsi Tri Hita Karana merupakan landasan yang kuat dalam

pembangunan umat Hindu di Bali (Arwati, 2006: 6).

Penerapan nilai-nilai Tri Hita Karana secara sadar dan dinamis akan

membangun proses hubungan kehidupan yang seimbang. Pada dasarnya hakikat

ajaran Tri Hita Karana menekankan pada keharmonisan hubungan manusia

dengan Tuhan, sesama manusia dan alam lingkungan yang menjadi keterkaitan

satu sama lain. Dalam penerapannya manusia memiliki peran sentral yang bisa

dikatakan sebagai kunci untuk keberhasilan terwujudnya kebahagiaan. Dalam

konteks kehidupan sosial, implementasi konsep Tri Hita Karana dapat dilihat dari

pelaksanaan upacara keagamaan, gotong royong dalam kehidupan masyarakat

Page 24: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

10

serta memanfaatkan alam lingkungan untuk kesejahteraan manusia dengan tetap

memperhatikan keseimbangannya, misalnya menanam dua atau tiga pohon untuk

menggantikan satu pohon yang ditebang.

2.1.3 Kajian Tentang Seni

Di Bali, usaha untuk mewujudkan sesuatu telah berlangsung turun

temurun baik sebagai kepentingan upacara, pemenuhan kebutuhan hidup atau

memenuhi kebutuhan lainnya yang tidak terlepas dari wilayah seni.

Seni patung, relief, lukisan dan gambar merupakan bidang – bidang

kesenian yang paling fleksibel dan mudah dipakai mengembangkan sifat

kepribadian berdasar sifat – sifat khas dan mutu yang tinggi. Sifat khas itu tidak

hanya dapat dikaitkan dengan wujud lahiriah dari bidang kesenian tetapi juga

dengan isi dan konsepsi intelektualnya (Koentjaraningrat, 2004: 116).

Sem C. Bangun dalam buku Kritik Seni Rupa menyatakan seni

merupakan ekspresi yang paling kental dengan nilai penghayatan hidup. Dalam

seni, manusia menunjukkan eksistensi dirinya (Bangun, 2000: 1).

Seni merupakan ekspresi sekaligus sebagai alat komunikasi. Dalam hal ini seni adalah merupakan ungkapan pengalaman emosional atau ungkapan

pengalaman batin sang seniman ke dalam bentuk karyanya. Ungkapan tersebut merupakan informasi simbolis yang dapat ditangkap oleh penghayatnya dengan cara memahami setiap lambang yang diinformasikan

oleh seniman dalam wujud karyanya (Kartika, 2004: 7).

Berikut pencipta akan memaparkan pengertian seni menurut beberapa

tokoh yang pandangan-pandangannya telah menginsipirasi pencipta dalam

berkarya.

Seorang tokoh revolusioner Rusia, G. Plekhanov menyatakan seni adalah

suatu gejala sosial (Plekhanov, 2006: 76). Hal yang bisa ditangkap dari pernyataan

itu bahwa seni hadir sebagai representasi dari apa yang terjadi di tengah

masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Suzanne K. Langer yang dirujuk dalam buku berjudul The Principles Of

Art oleh Collingwood (1974) (dalam Kartika, 2004: 2) mengatakan seni

merupakan simbol dari perasaan. Seni merupakan kreasi bentuk simbolis dari

Page 25: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

11

perasaan manusia, bentuk-bentuk simbolis yang mengalami transformasi yang

merupakan universalisasi dari pengalaman dan bukan merupakan terjemahan dari

pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman

emosionalnya yang bukan dari pikirannya semata.

Thomas Munro seorang filsup dan teori seni bangsa Amerika (dalam Jana,

2005: 5) menyebutkan bahwa seni alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-

efek psikologis atas manusia lain yang melihatnya. Efek tersebut mencakup

tanggapan-tanggapan yang berwujud pengamatan, pengenalan, imajinasi yang

rasional maupun emosional.

Dari beberapa definisi seni yang telah dipaparkan di atas dapat pencipta

simpulkan bahwa seni sebagai kreasi manusia dalam upayanya menterjemahkan ide-

ide ke dalam wujud karya baik sebagai representasi lingkungan sekitar maupun

pengalaman emosionalnya yang bisa menimbulkan efek psikologis yang melihatnya.

2.1.4 Kajian Tentang Seni Lukis dan Instalasi

Seni lukis sebagai media penyampaian tentang rasa; sesuatu yang bersifat

abstrak. Rasa adalah alam imajinasi yang melahirkan inspirasi (Artadi, 2003: 49).

Seni lukis dapat dikatakan sebagai suatu ungkapan pengalaman estet ik seseorang

yang dituangkan dalam bidang dua dimensi (dwi matra) dengan menggunakan

medium rupa, yaitu garis, warna, tekstur dan sebagainya (Kartika, 2004: 36). Hal

tersebut dipertegas oleh pendapat Mayers (dalam Susanto, 2002: 71) yang

mengatakan bahwa secara teknis seni lukis merupakan tebaran pigmen atau warna

cair pada permukaan bidang untuk menghasilkan sensasi atau ilusi keruangan,

gerakan, tekstur, bentuk sama baiknya dengan tekanan yang dihasilkan kombinasi

unsur-unsur tersebut.

Pringgodigdo (dalam Susanto, 2002: 71) menyatakan bahwa seni lukis

memiliki pengertian pada dasarnya adalah bahasa ungkapan dari pengalaman estetik

seseorang maupun ideologi yang menggunakan warna dan garis mengekspresikan

emosi, gerak, ilusi maupun ilustrasi dari kondisi subjektif seseorang.

Terkait tentang seni instalasi, Susanto dalam buku Membongkar Seni Rupa

mengatakan bahwa hal terpenting dalam karya seni instalasi adalah proses berkarya

Page 26: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

12

merupakan kesatuan unit penilaian yang turut menentukan ukuran dan nilai karya

seni. Secara kebentukan, instalasi masih merupakan sebuah seni yang mengalami

perkembangan, mulai dari ide dan konsep ekspresi-ekspresinya hingga pada tingkat

praksisnya seperti pada penggunaan efek teknologi multimedia, gerakan-gerakan

(kinetik), lampu, musik (bunyi), tari dan video dalam efek sebuah asemblasi yang kini

terus bertiup pada kehidupan seni yang ada saat ini (2003: 116-117).

Dari kesimpulan tersebut dapat dipahami bahwa seni lukis dan instalasi

tidak semata bentuk peniruan secara tepat apa yang terlihat tetapi kehadirannya

menyajikan wilayah proses penjelajahan serta kemampuan oleh rasa yang bersifat

sangat pribadi untuk dihadirkan kembali sebagai perwakilan karakter masing-

masing penciptanya melalui wujud karya.

2.1.5 Tinjauan Seni Lukis Abstrak

Perkembangan seni lukis abstrak dimulai pada abad ke-20, tepatnya pada

tahun 1915, dipelopori Wassily Kandinsky yang pertama kali menggunakan

pendekatan geometrik dalam karya seni abstraknya. Tokoh-tokoh seniman abstrak

geometris selain Wassily Kandinsky, antara lain Kazimir Malevich, Alexander

Rodchenko dan Frantisek Kupka.

Kartika dalam buku Seni Rupa Modern menyatakan :

Seni abstrak merupakan ciptaan yang terdiri dari susunan unsur-unsur rupa yang sama sekali terbebas dari ilusi atas bentuk-bentuk alam.

Jika pada aliran sebelumnya seniman masih bertitik tolak dari objek nyata, maka pada aliran abstrak seniman berusaha mengungkap sesuatu kenyataan yang ada di dalam batin seniman. Karena sesuatu muncul dari

dunia dalam, yaitu dunia batin seseorang, maka yang muncul biasanya akan berbeda dengan dunia luar (kenyataan). Sehingga karya-karya seni

abstrak ini akan bersifat individualistis dan sangat pribadi (2004: 99).

Seni abstrak dalam arti murni adalah ciptaan-ciptaan yang terdiri dari

susunan garis, bentuk dan warna yang sama sekali terbebas dari ilusi atau bentuk-

bentuk alam. Secara lebih umum, ialah seni dimana bentuk-bentuk alam itu tidak

lagi berfungsi sebagai objek melainkan sebagai motif saja (Susanto, 2002: 11).

Latar belakang perkembangan seni rupa modern Amerika didasari tendensi

para pelukis dalam menggunakan kuas dan cara yang berhubungan dengan isyarat

Page 27: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

13

atau gerak kuas dan tekstur. Selama tahun 1930-an seni rupa modern Amerika

bersifat eksperimen yang mengarah pada abstrak geometris, seperti seniman Piet

Mondrian (yang menjadi tokoh bagi seniman abstrak Amerika). Kemudian

muncul abstrak ekspresionis sebagai bentuk pertentangan terhadap adanya abstrak

geometris.

Pada tahun 1942 di Museum of Modern Art (MOMA), ekspresionisme

abstrak resmi dikenal umum hingga pada pameran seni lukis dan patung tahun

1951 di Amerika, berkembang menjadi gerakan paling kuat dan orisinil dalam

sejarah seni rupa Amerika. Pada tahun 1950-an di Amerika terdapat dua golongan

pelukis yaitu pelukis aksi (action painters) seperti Jackson Pollock, De Kooning,

Yves Klein, Gorky, dan pelukis yang menggunakan bidang warna yang luas atau

imaji abstrak, seperti Mark Rothko, Clyfford Still dan Robert Motherwell.

2.1.6 Unsur-unsur dan Prinsip Penyusunan Seni Rupa

Unsur-unsur dan prinsip penyusunan seni rupa yang mendukung

terciptanya karya seni lukis adalah :

a. Garis (Line)

Garis merupakan dua titik yang dihubungkan, pada dunia seni rupa

kehadiran “garis” bukan saja sebagai garis tetapi sebagai simbol emosi yang

diungkapkan lewat garis, atau lebih tepat disebut goresan. Goresan yang dibuat

seorang seniman akan memberikan kesan psikologis berbeda (Kartika, 2004: 40).

Setiap garis pada karya seni mempunyai kekuatan tersendiri dan untuk bisa

merasakan intensitas goresan tersebut diperlukan latihan kepekaan (daya

sensitivitas) yang terus menerus. Kehadiran garis bisa sebagai pembatas, penanda

atau pun menampilkan bermacam karakter.

Dalam karya pencipta kehadiran garis di samping sebagai pengungkapan

simbol, dalam beberapa variasi garis hadir sebagai goresan spontanitas yang

berefek pada lelehan dan cipratan. Garis diorganisir sedemikian rupa untuk

menunjang keartistikan perwujudan karya.

Page 28: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

14

b. Ruang (Space)

Ruang dalam unsur rupa merupakan wujud tiga matra yang mempunyai

panjang, lebar dan tinggi (punya volume) (Kartika, 2004: 53).

Di dalam suatu susunan ada ruang positif yaitu ruang yang dibatasi oleh

suatu batas tepi yang berupa garis, sedang ruang negatif adalah ruang yang berada

di antara ruang-ruang positif (Jana, 2005: 21). Keberadaan ruang bisa terlihat jika

ada bentuk dan batas. Pada karya pencipta, keberadaan ruang terbentuk dari

permainan garis dan pengolahan warna untuk mencapai kesan menarik dan dinamis.

c. Bentuk (Form)

Bentuk ada dua macam yaitu bentuk dua dimensi dan tiga dimensi. Bentuk

dua dimensi adalah bidang di antara yang dibatasi oleh garis sedangkan bentuk

tiga dimensi adalah ruang yang bervolume dibatasi oleh permukaan. Kedua

bentuk ini memiliki dua macam sifat yaitu bentuk yang bersifat geometris dan

organis (Jana, 2005: 22).

Dalam bidang dua dimensi, bentuk yang merupakan perwujudan unsur-

unsur seni rupa dapat dicapai melalui penyinaran dan warna. Bentuk dalam karya

pencipta hadir melalui bentuk organis sebagai pengolahan objek benda sekitar dan

yang tercipta secara tidak terduga dari alam bawah sadar (transendential).

d. Tekstur (Texture)

Tekstur adalah unsur rupa yang menunjukkan rasa permukaan bahan yang

sengaja dibuat dan dihadirkan dalam susunan untuk mencapai bentuk rupa,

sebagai usaha untuk memberikan rasa tertentu pada permukaan bidang karya seni

rupa secara nyata atau semu (Kartika, 2004: 47).

Kualitas visual dapat kita rasakan pada permukaan yang kelihatan

mengkilap, licin dan transparan. Dari tekstur inilah dapat ditentukan bagaimana

mencurahkan dan peran tesktur dalam karya tersebut (Jana, 2005: 33).

Keberadaan tekstur nyata dalam karya pencipta melalui penggunaan media

sebagai kolase juga permukaan bidang lukis. Tampilan tekstur semu pada karya,

pencipta lebih banyak menggunakan sapuan warna untuk mendapatkan kesan

lembut atau pun kasar pada permukaan bidang lukis.

Page 29: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

15

e. Warna (Colour)

Demikian eratnya hubungan warna dengan kehidupan manusia, maka

warna mempunyai peran yang sangat penting, yaitu : warna sebagai warna, warna

sebagai representasi alam, warna sebagai lambang/simbol dan warna sebagai

ekspresi (Kartika, 2005: 49). Warna pada benda yang ditangkap indera mata jika

diamati maka warna tersebut tidak mutlak melainkan dipengaruhi cahaya yang

dipantulkan dari permukaan benda.

Warna yang ditampilkan pada karya pencipta disamping hadir sebagai

lambang atau simbol juga warna hadir sebagai warna yang diwujudkan dalam

penerapan keragaman dan intensitas warna.

f. Komposisi (Composition)

Komposisi terjadi akibat suatu integrasi antara elemen-elemen yang

dipakai di dalam menyusun sebuah karya seni (garis, bidang, warna, tekstur) dan

disusun sesuai dengan selera pencipta untuk mencapai kesan yang dinamis dan

harmonis, sehingga mampu mencapai capaian yang artistik (Susanto, 2002: 64).

Pada karya pencipta, komposisi mengarah pada penyusunan warna, garis

dan wujud elemen lainnya.

g. Proporsi (Proportion)

Proporsi adalah hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya

atau sesuatu yang berhubungan erat dengan keseimbangan, irama, harmoni serta

kesatuan (Susanto, 2002: 20). Proporsi tergantung kepada tipe dan besarnya

bidang, warna, garis dan tekstur dalam beberapa area (Kartika, 2004: 65). Proporsi

dapat dipahami sebagai ukuran antara seluruh bagian dalam suatu kesatuan.

Kehadiran proporsi dalam karya pencipta sebagai pengolahan atas

besarnya bidang lukis dan juga usaha menciptakan kesan atau suasana yang

ditampilkan pada karya.

h. Kesatuan (Unity)

Kesatuan adalah keutuhan yang merupakan isi pokok dari komposisi.

Kesatuan merupakan efek yang dicapai dalam suatu susunan atau komposisi di

Page 30: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

16

antara hubungan unsur pendukung karya, sehingga secara keseluruhan

menampilkan kesan tanggapan yang utuh. Berhasil tidaknya pencapaian bentuk

estetik suatu karya ditandai oleh menyatunya unsur-unsur estetik, yang ditentukan

oleh kemampuan memadukan keseluruhan (Kartika, 2004: 59).

Kesatuan pada karya pencipta diwujudkan pada pengolahan elemen seni

rupa sehingga menjadi keterkaitan yang melahirkan keserasian antara ide dan

wujud karya.

i. Irama (Rhytem)

Irama atau repetisi merupakan pengulangan unsur-unsur pendukung karya

seni (Kartika, 2004: 57). Menurut E.B. Feldman (dalam Susanto, 2002: 98) irama

(ryhtem) adalah perulangan yang teratur dari sebuah elemen atau unsur-unsur

dalam karya.

Dalam karya pencipta, irama bisa dilihat pada kehadiran garis ekspresif

dalam variasi bentuk dan ukuran serta pengolahan warna melalui sapuan kuas

(brush stroke) yang kuat pada permukaan bidang lukis.

j. Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan dalam penyusunan adalah keadaan atau kesamaan antara

kekuatan yang berhadapan dan menimbulkan kesan seimbang secara visual atau

pun intensitas kekaryaan. Bobot visual ditentukan oleh ukuran, wujud, warna,

tekstur dan kehadiran semua unsur (Kartika, 2004: 60).

Keseimbangan dalam karya pencipta lebih bersifat non formal dengan tujuan

agar unsur-unsur yang terkandung dalam karya lebih bersifat bebas dan dinamis.

Keseimbangan dalam hal ini disusun lewat warna, garis, bentuk dan ruang.

k. Harmoni (Harmony)

Harmoni merupakan keselarasan antara bagian-bagian komponen yang

bertentangan, semua cocok dan terpadu, tidak ada pertentangan dalam segi

bentuk, jarak, warna dan tujuannya (Djelantik, 1999: 46).

Page 31: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

17

Keharmonisan wujud karya pencipta merupakan pemberdayaan ide-ide

dengan potensi bahan dan teknik. Selain itu harmoni hadir sebagai keselarasan dari

penampilan keseluruhan yang diciptakan antara garis, bidang, warna serta tekstur.

l. Kontras (Contras)

Kontras merupakan perbedaan elemen-elemen dalam tanda yang ada pada

sebuah komposisi atau disain. Kontras dapat dimunculkan dengan menggunakan

warna, bentuk, tekstur, ukuran dan ketajaman. Kontras digunakan untuk

memberikan ketegasan dan mengandung oposisi seperti gelap terang, cerah

buram, besar kecil dan sebagainya.

Penerapan warna kontras pada beberapa karya pencipta untuk

menghasilkan kekuatan warna, permainan garis, gelap terang untuk menjadikan

karya tidak monoton tetapi ada dinamika perubahan kekuatan warna.

m. Pusat Perhatian (Centre Point)

Pusat perhatian dari karya lukis yang penekanannya merupakan kreasi

suatu titik pusat dimana aspek-aspek yang lain menjadi pendukungnya

(Suryahadi, 1994: 9). Pusat perhatian dapat berarti pandangan utama yang

menampilkan penekanan berbagai elemen-elemen seni rupa dalam suatu

komposisi.

Pusat perhatian pada karya pencipta hadir melalui warna dan garis yang

digabung dalam pengolahan media.

n. Kerumitan (Complexity)

Kerumitan berarti benda estetis atau karya seni yang bersangkutan tidak

sederhana sekali, melainkan kaya akan isi maupun unsur-unsur yang saling

berlawanan atau “mengandung” perbedaan-perbedaan yang halus (Gie, 1999: 48).

Bagi pencipta, complexity adalah bagian dari penentuan dan cara

pengolahan media untuk mendukung ide penciptaan sehingga kandungan isi

(makna) karya menjadi suatu kesatuan dengan tampilan karya. Pada karya pencipta

kekuatan isi yang dikandungnya secara visual diwujudkan melalui warna,

pengolahan garis dan pemakaian media yang mendukung ide penciptaan karya.

Page 32: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

18

2.2 Kajian Sumber-sumber Lain

Selain berpedoman pada beberapa sumber kajian yang telah disebutkan,

pencipta memakai sumber dari karya-karya seniman lain yang berkaitan dengan

proses perwujudan karya pencipta, antara lain :

Foto 1. Jackson Pollock, Number 1A 1948, 1948,

Oil and enamel paint on canvas, 68" x 8' 8" (172.7 x 264.2 cm).

(Sumber : Pollock-Krasner Foundation / Artists Rights Society, New

York, www.google.com)

Paul Jackson Pollock (28 Januari 1912 – 11 Agustus 1956) adalah pelukis

Amerika Serikat yang cukup berpengaruh dan merupakan tokoh utama dalam

gerakan abstrak ekspresionis.

Karya-karya abstrak Pollock menginspirasi pencipta tentang

pengungkapan emosi baik secara sadar maupun tidak, dengan ekspresi kebebasan,

eksperimen, spontanitas, garis dan torehan yang mampu mencerminkan

kedinamisan gerak.

Page 33: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

19

Foto 2. Willem De Kooning, Woman I, 1950-52,

Oil on canvas, 6' 3 7/8" x 58" (192.7 x 147.3 cm).

(Sumber : The Willem de Kooning Foundation / Artists Rights

Society, New York, www.google.com)

Willem De Kooning (24 April 1904 – 19 Maret 1997) adalah seniman

abstrak ekspresionis yang lahir di Rotterdam, Belanda.

Pengolahan bentuk, warna dan garis ekspresif dalam sapuan kuas (brush

stroke) yang kuat dalam karya-karya De Kooning telah menginspirasi pada karya-

karya pencipta.

Page 34: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

20

Foto 3. Nyoman Erawan, Furious, 2009, 300 cm x 400 cm, acrylic on canvas

(Sumber : Integritas Jiwa Tampak, Katalog, Bentara Budaya Bali, 2010)

Erawan, seorang perupa Bali kelahiran Gianyar tahun 1958 dengan karya-

karya lukis abstraknya lebih mengetengahkan konsep-konsep Hindu (Bali). Ini

memiliki kesamaan dengan konsep karya pencipta tetapi dengan jejak visual karya

yang berbeda meski sama-sama diungkap dalam wujud bahasa visual abstrak.

Page 35: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

21

BAB III

PROSES PENCIPTAAN

Setiap penciptaan, penemuan dan kreasi berasal dari cinta d i dalam hati

manusia (Rhonda, 2010: 8). Djelantik dalam buku Estetika Sebuah Pengantar

menyebutkan bahwa penciptaan adalah pengadaan karya seni dari “tidak ada”

menjadi wujud nyata sehingga dapat dinikmati oleh orang (Djelantik, 1999: 63). Di

sini pencipta akan menjelaskan proses kreativitas dalam usaha penciptaan karya

seni lukis yang menggabungkan ide dengan penerapan unsur-unsur serta prinsip

penyusunan seni rupa.

Perwujudan karya seni lukis pencipta mengacu kepada teori Alma Hawkin

dalam buku Creating Through Dance (RM. Soedarsono dalam Yudha, 2005: 35)

menyatakan bahwa penciptaan seni tari yang baik memakai atau melewati metode

yang terdiri dari tiga tahapan yaitu Exploration (eksplorasi), Improvisation

(improvisasi) dan Forming (pembentukan).

Dengan tidak mengurangi intisari dari apa yang diajukan oleh Hawkins,

Hadi menerjemahkan metode tersebut meliputi: eksplorasi, improvisasi dan

forming (pembentukan). Dalam tahap improvisasi memungkinkan untuk

melakukan berbagai macam percobaan-percobaan (eksperimen) dengan berbagai

seleksi material dan penemuan bentuk-bentuk artistik untuk mencapai integritas

dari hasil percobaan yang telah dilakukan (Yudha, 2005: 35).

Berikut adalah uraian mengenai proses penciptaan karya Tugas Akhir

pencipta :

3.1 Penjajagan (Exploration)

Penjajagan merupakan proses awal penciptaan karya dengan membuka

ruang pengamatan terhadap kehidupan yang menyangkut Tri Hita Karana, yakni

kegiatan manusia dalam berketuhanan, interaksi sesama manusia dan alam

lingkungan. Di sisi lain berbagai kerusakan lingkungan yang intinya hampir

disebabkan oleh ketimpangan tingkah laku manusia dalam memperlakukan alam

itu sendiri. Bencana alam dan pemanasan global adalah contoh nyata efek perilaku

Page 36: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

22

manusia yang tidak memperdulikan kelangsungan kehidupan alam. Apa yang

pencipta lihat dan rasakan telah menginspirasi untuk dijadikan perenungan yang

melahirkan gagasan sebagai titik tolak penciptaan karya.

Pengamatan yang dilakukan untuk mendukung ide pencipta dibedakan

pada dua bagian yaitu

Pertama : Pengamatan langsung, merupakan pengamatan yang dilakukan

dengan cara melihat langsung objek yang menjadi sumber ide.

Kedua : Pengamatan secara tidak langsung yang dilakukan melalui media

televisi, buku, koran dan internet.

3.2 Percobaan (Experiment)

Pada tahap ini pencipta melakukan eksperimen dalam penggunaan media

lukis. Pada beberapa benda seperti kertas majalah, kardus dan plat besi, pencipta

gunakan sebagai bahan untuk mewujudkan ide ke dalam karya seni lukis. Ini

pencipta lakukan untuk merangsang lebih jauh kreativitas penciptaan karya dan

kepedulian terhadap lingkungan.

Foto : 4

Eksperimen lukis pada media kardus

Ukuran : 50 cm x 70 cm Bahan : Akrilik pada kardus Tahun : 2011

Page 37: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

23

Foto : 5

Eksperimen lukis pada media fiber

Ukuran : 50 cm x 70 cm Bahan : Akrilik pada fiber Tahun : 2011

Foto : 6

Eksperimen lukis pada media plat besi

Ukuran : 30 cm x 50 cm Bahan : Akrilik pada plat besi

Tahun : 2011

Page 38: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

24

3.3 Pembentukan (Forming)

Tahap pembentukan adalah tahap utama penciptaan karya seni yang

sesungguhnya atas ide yang muncul melalui proses penjajagan sebelumnya. Pada

proses ini segala hasil visual yang ditemukan dalam tahap eksperimen biasanya

akan mengalami berbagai proses pengembangan. Pengembangan-pengembangan

yang terjadi merupakan respon dari pencapaian artistik sebelumnya sehingga

menghasilkan bentuk maupun efek yang juga berbeda.

Dalam tahapan awal pembentukan pencipta menyiapkan berbagai alat dan

bahan yang dipakai sebagai media ungkap dalam proses mewujudkan gagasan-

gagasan ke dalam karya lukis.

Alat dan bahan yang digunakan adalah :

1. Pensil

2. Pastel

3. Arang

4. Cat Akrilik (Acrylic)

Penggunaan keempat bahan tersebut pada karya pencipta untuk memberikan

aksen-aksen tertentu dan juga menghadirkan karakter garis pada bidang lukis

dengan ketebalan dan kapasitas warna yang berbeda.

5. Paku

6. Kayu

7. Plat besi

Pencipta gunakan sebagai bahan dalam penciptaan karya instalasi dua

dimensi.

8. Majalah dan kain

Pada beberapa karya memakai teknik kolase dari penempelan kertas majalah

dan kain pada permukaan media.

9. Kuas

10. Pisau Palet

Page 39: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

25

Kuas dan pisau palet dipakai untuk memasang warna. Pemakaian kuas dan

palet dalam berbagai ukuran memudahkan pencipta menentukan intensitas

warna dan garis.

11. Lem

Lem sebagai perekat kertas untuk membuat kolase.

12. Palet

Palet untuk menaruh atau mencampur cat.

13. Fiber

14. Kertas dan Kardus

15. Kanvas

Bahan-bahan tersebut pencipta pakai sebagai permukaan bidang dalam

penciptaan karya lukis.

16. Air

Air sebagai pengencer (pelarut) warna akrilik untuk memudahkan pengolahan

warna pada bidang lukis, salah satunya dalam membuat teknik lelehan.

Di samping itu air juga dipakai untuk mencuci kuas dan pisau palet.

Foto 7. Alat dan Bahan Lukis

(Sumber foto pencipta)

Page 40: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

26

Setelah mempersiapkan alat dan bahan, sehubungan dengan proses

perwujudan karya, pencipta melakukan dalam beberapa tahapan yaitu

1) Tahap Pertama

Pencipta menggunakan warna-warna acrylic dengan sapuan kuas dan tangan

dengan gerakan spontanitas pada bidang lukis. Percampuran warna-warna dari

gerak spontan tersebut disamping memungkinkan untuk menghasilkan warna-

warna yang lebih variatif juga menimbulkan lelehan dan bentuk-bentuk tidak

terduga yang bisa menambah keartistikan karya. Untuk karya lukis yang

menggabungkan teknik kolase dan instalasi, sebelum proses melukis

dilakukan, pencipta telah merangkainya sesuai dengan ide penciptaan.

2) Tahap Kedua

Pada tahap ini, pencipta memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan dalam

seni rupa. Menentukan komposisi, bidang dan lain- lain yang merespon warna-

warna sebelumnya dengan penambahan warna dan variasi garis ekspresif

dengan menggunakan alat-alat lukis seperti pensil, pastel, arang serta cat

akrilik untuk menambah kesan warna dan garis. Pada tahapan ini pencipta

memberikan penekanan pada bagian-bagian yang dipandang perlu dengan

pewarnaan dan garis serta memberi aksen untuk memperkuat wujud karya.

Foto 8. Proses pembentukan karya lukis (Sumber foto Suyadnya)

Page 41: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

27

3) Tahap Ketiga

Pada tahapan ini pencipta melakukan evaluasi terhadap karya. Di sini pencipta

mengamati wujud karya secara keseluruhan sekiranya diperlukan respon untuk

kematangan warna, pengaturan komposisi, menegaskan kembali pusat

perhatian dan lain- lain. Dalam penciptaan karya seni pencipta selalu

mengerjakan dengan maksimal. Setelah respon yang dilakukan dapat

memuaskan perasaan pencipta dalam mewujudkan ide ke dalam wujud karya

maka selanjutnya pencipta mencantumkan tanda tangan dan tahun pembuatan

sebagai pertanggungjawaban dalam penciptaan karya.

Page 42: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

28

BAB IV

WUJUD KARYA

Dalam seni lukis, hadirnya wujud karya merupakan gambaran nyata dari

penuangan ide ke dalam media melalui teknik dan kepekaan rasa, digabung

dengan elemen seni rupa yang bisa dinikmati oleh indera manusia. Artinya bahwa

ide yang menjadi dasar penciptaan dapat dipahami melalui wujud karya yang

dihadirkan.

Wujud karya pencipta adalah karya seni lukis serta instalasi dua dimensi

dengan media dan ukuran bervariasi. Karya seni pencipta merupakan representasi

pemahaman keluhuran nilai Tri Hita Karana serta kontradiksi pelaksanaannya

yang memberi dampak negatif kepada alam lingkungan. Pencipta berusaha

mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan nilai dan permasalahannya

melalui visual bahasa abstrak, didukung kemampuan olah estetik yang b isa

mewakilkan karakter pencipta.

Wujud karya mencakup aspek ideoplastis (gagasan atau ide) dan aspek

fisioplastis (menyangkut teknik penggarapan elemen seni rupa yang terkandung di

dalamnya). Suwarjono mengatakan bahwa aspek ideoplastis lahir atas dasar ide

sang pencipta dalam melahirkan bentuk, menuntun kelahiran perwujudannya (seni

secara visual) sedangkan aspek fisioplastis merupakan penghampiran bentuk seni

melalui aspek teknis tanpa mementingkan segi ide terciptanya seni itu sendiri

(1985: 9).

4.1 Aspek Ideoplastis

Aspek ideoplastis merupakan gambaran tentang ide atau konsep yang

menjadi dasar pemikiran dalam penciptaan karya seni lukis. Pada karya pencipta,

aspek ideoplastis meliputi nilai Tri Hita Karana serta dampak kontradiksi

pelaksanaannya.

Berkaitan dengan hal tersebut, pencipta mencoba menghayati apa yang

menjadi konsep karya guna mendapatkan ide- ide untuk selanjutnya pencipta

Page 43: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

29

kembangkan dalam penciptaan karya. Di antaranya adalah nilai tentang

keharmonisan hubungan vertikal (ketuhanan) dan horisontal (manusia dan

lingkungan) yang terangkum dalam konsep Tri Hita Karana. Di sisi lain,

kontradiksi pelaksanaannya memberikan efek buruk terutama terganggunya

kehidupan alam lingkungan.

Untuk mewujudkan gambaran setiap ide, pencipta menggabungkan

perwujudan karakter dan ekspresi. Kehadiran karakter bertujuan memberikan

susunan yang digambarkan dengan kombinasi teknik serta elemen seni rupa

seperti warna, garis, tekstur dan lain- lain. Sedangkan perwujudan ekspresi sebagai

ruang tampilan yang datang dari dalam diri.

4.2 Aspek Fisioplastis

Dalam aspek fisioplastis diuraikan mengenai wujud fisik karya yang

merupakan penyusunan dari elemen-elemen seni rupa. Pada umumnya setiap

individu menggunakan unsur fisik yang sama tetapi ditentukan oleh ide yang

berbeda sehingga melahirkan wujud karya yang tidak sama.

Pada karya lukis pencipta, penerapan garis serta beberapa bidang warna

dengan sapuan tangan dan penekanan kuas (brush stroke) mampu memberikan

efek keras atau lembut di atas permukaan bidang lukis. Penampilan garis dan

warna mewakilkan kandungan makna karya serta di sisi lain sebagai ekspresi

spontanitas yang menambah keartistikan karya.

Tekstur yang diterapkan adalah tekstur nyata dan semu sebagai efek

penggunaan media dan teknik melukis. Demikian juga dalam penyusunan seperti

komposisi, proporsi dan lain- lain namun secara sadar pencipta berusaha pula

melepaskan proses keterkaitan terhadap hal tersebut mengingat dalam seni lukis

abstrak sudah terbuka ruang pembebasan. Hal ini membantu pencipta untuk terus

berkreasi dalam pembebasan ekspresi berkarya.

4.3 Ulasan Karya

Berikut merupakan wujud dan penjelasan masing-masing karya yang

ditinjau dari aspek ideoplastis dan fisioplastis :

Page 44: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

30

Foto 9 : Karya 1

Judul : Dialog Tidak Terlihat

Ukuran : 145 cm x 185 cm Media : Akrilik pada kanvas Tahun : 2010

Foto : Pencipta

Ide dari karya ini adalah keyakinan pencipta tentang adanya alam

lingkungan yang tidak bisa dilihat kasat mata (niskala). Kecenderungan perilaku

kita yang berdampak negatif bagi lingkungan seperti pengerusakan hutan,

pencipta yakini memberikan pengaruh buruk pula kepada alam niskala.

Ketidakharmonisan hubungan ini sejatinya akan berimbas kembali terhadap

kelangsungan hidup manusia. Ketika semakin tidak terkendalinya ulah manusia

memperlakukan lingkungan, disadari atau tidak, alam niskala telah menyiapkan

rencana atas perlakuan buruk manusia terhadap lingkungan.

Pada tampilan karya, ide tersebut pencipta wujudkan dengan dua sosok

menyerupai wajah yang disamarkan seolah melakukan dialog sebagai pembahasan

Page 45: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

31

alam niskala. Warna merah dan hijau yang dominan gelap serta variasi goresan

hitam sebagai simbol alam lingkungan yang telah terkontaminasi, dampak dari

perilaku buruk manusia.

Page 46: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

32

Foto 10 : Karya 2

Judul : Merasakan Merah

Ukuran : 150cm x 185cm Media : Akrilik pada kanvas

Tahun : 2011 Foto : Pencipta

Cuaca akhir-akhir ini yang semakin panas menjadi ide dalam penciptaan

karya ini. Tidak mengherankan hal itu terjadi karena semakin berkurangnya lahan

hijau, baik keberadaan hutan, pepohonan maupun daerah pertanian yang telah

dieksploitasi untuk kepentingan industri, perumahan dan lain–lain sebagainya. Ini

memungkinkan kandungan oksigen berkurang karena lebih banyak sirkulasi gas

buang (karbondioksida) yang dihasilkan. Keberadaan ini memberikan efek panas

pada cuaca seperti yang kita rasakan.

Page 47: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

33

Hal tersebut pencipta hadirkan melalui sapuan warna merah dan hitam

yang dituang secara ekspresif mendominasi bidang lukis sebagai simbol semakin

sedikitnya ruang hijau yang tersisa di tengah kehidupan kita sekarang ini. Warna

putih dihadirkan sebagai simbol menipisnya udara akibat pemanasan global. Garis

merah yang membentuk tanda silang sebagai penekanan pesan bahwa kita berada

pada kondisi lingkungan yang memprihatinkan.

Page 48: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

34

Foto 11 : Karya 3

Judul : Ramah Tanahku Terjamah

Ukuran : 210 cm x 180 cm (3 panel) Media : Mixed media

Tahun : 2011 Foto : Pencipta

Bali yang dikenal sebagai daerah ramah dengan keindahan alam dan

kebudayaannya, sekarang menjadi objek penderita oleh orang-orang yang lebih

banyak berorientasi kepada keuntungan materi semata tanpa peduli dengan

keseimbangan lingkungannya. Menjamurnya daerah industri, kawasan pariwisata,

bertambahnya pembangunan pemukiman penduduk adalah contoh bagaimana

manusia telah mengorbankan lingkungannya.

Page 49: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

35

Manusia cenderung tidak lagi menempatkan kearifan nilai Tri Hita Karana

yang seharusnya menjadi bingkai dalam segala bentuk perilaku manusia di

dalamnya.

Dari hal tersebut pencipta wujudkan dalam karya instalasi dua dimensi yang

ditampilkan dalam tiga panel. Media kayu yang dibakar pada bagian atas panel, di

mana masing-masing kayu pada panel mewakilkan warna merah, putih dan hitam

sebagai bagian dari Tri Datu melambangkan bagaimana manusia cenderung

merusak nilai kearifan lokal (Hindu) salah satunya konsep Tri Hita Karana.

Goresan serta sapuan warna merah dan hitam pada bidang lukis melambangkan

kondisi alam Bali secara keseluruhan telah mengalami penyusutan lahan hija u.

Paku-paku yang tertancap pada bidang lukis sebagai pertanda berbagai

kepentingan manusia yang telah mencederai Bali.

Page 50: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

36

Foto 12 : Karya 4

Judul : Mutilasi Pertiwi Ukuran : 50 cm X 70 cm

Media : Mixed Media Tahun : 2011 Foto : Pencipta

Melihat Bali dengan permasalahannya sekarang menimbulkan kesan

miris pada pencipta. Hilangnya bagian-bagian yang sejatinya menjadi unsur

keharmonisan menjadikan Bali sebagai korban mutilasi. Pemahaman nilai

berketuhanan dengan mengedepankan eksistensi fisik, pengerusakan alam

lingkungan yang mengarah kepada kondisi lebih parah serta pergeseran moral

manusia di dalamnya menjadikan Bali lambat laun akan kehilangan ruh.

Dalam wujud karya, ide tersebut dihadirkan dengan teknik kolase dimana

pencipta sengaja komposisikan dengan penempelan potongan-potongan kertas

yang menampilkan gambar bagian-bagian tubuh manusia sebagai simbol mutilasi

Page 51: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

37

yang mewakilkan kondisi Bali yang tidak utuh lagi. Warna hitam di atas tempelan

gambar potongan tubuh dihadirkan sebagai lambang kegelapan (hilangnya ruh).

Susunan warna hitam putih sebagai simbol Rwa Bhineda yang mengelilingi

bidang karya dimana pada beberapa bagiannya direspon dengan warna merah

melambangkan telah terenggutnya sisi Bali melalui perilaku manusia yang tidak

lagi menghormati keberadaannya, baik sekala maupun niskala.

Page 52: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

38

Foto 13 : Karya 5

Judul : Pohon yang Tersisa

Media : Mixed Media Tahun : 2011

Foto : Pencipta

Eksploitasi hutan memberi pengaruh yang besar terhadap keberadaan

lingkungan. Keberlanjutan proses tersebut hanya akan meninggalkan sisa dan

mengganggu keseimbangan alam secara keseluruhan. Ini tidak akan

membutuhkan waktu lama untuk melihat kehancuran hutan tersebut, yang tersisa

hanyalah lahan gersang dan kering.

Hal itu diwujudkan melalui karya instalasi dengan media kayu yang

bagian atasnya dibakar sebagai simbol sisa-sisa pohon yang telah mati. Kehadiran

warna cokelat dan merah pada beberapa batang kayu serta karakter daun dari

Page 53: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

39

potongan pelat besi memberi kesan suasana gersang dan kering. Paku-paku yang

menancap pada beberapa batang kayu menyimbolkan keberadaan pohon yang

telah disakiti. Susunan warna hitam dan putih sebagai simbol Rwa Bhineda yang

mengelilingi satu pohon menegaskan bahwa kerusakan hutan (lingkungan) akan

mengganggu keharmonisan alam sekala dan niskala.

Page 54: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

40

Foto 14 : Karya 6 Judul : Melihat Diri

Ukuran : 50 cm x 70 cm Media : Mixed Media

Tahun : 2011 Foto : Pencipta

Beragam kejadian yang mengganggu keharmonisan pada keseimbangan

setiap hubungan sesungguhnya lebih banyak sebagai dampak perilaku manusia.

Ini mestinya bisa dicermati sebagai kekeliruan kita memposisikan diri dalam

interaksi, baik terhadap alam sekala maupun niskala. Naluri untuk menguasai

sering menjebak manusia berbuat di luar hak atau kapasitasnya. Di tengah

permasalahan tersebut, akan lebih arif jika kita bisa mengambil waktu untuk

introspeksi diri, menentukan yang terbaik untuk keseimbangan kehidupan.

Page 55: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

41

Ide tersebut diwujudkan dalam karya dengan teknik kolase dimana

pencipta menempelkan potongan-potongan kertas yang direspon dengan warna

dan garis membentuk figur manusia yang duduk bersila sebagai simbol sedang

melakukan introspeksi diri. Bidang hitam yang mengelilingi keseluruhan karya

sebagai lambang keberadaan alam niskala. Susunan warna hitam putih sebagai

simbol Rwa Bhineda yang berdampingan dengan kehidupan kita. Dengan

menyadari keadaan tersebut diharapkan manusia bisa menentukan sikap untuk

terciptanya keseimbangan alam lingkungan, sekala niskala.

Page 56: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

42

Foto 15 : Karya 7

Judul : Tangga-tangga ke Rumah

Ukuran : 145 cm x 155 cm Media : Akrilik pada kanvas Tahun : 2010

Foto : Pencipta

Hadirnya berbagai keyakinan dan agama hendaknya tidak dimaknai

sebagai perbedaan yang keberadaannya harus dimusuhi. Ketidaksamaan itu bisa

dilihat sebagai pilihan yang pada akhirnya nanti membawa kita ke satu tempat

yang sama. Semua yang ada akan kembali kepada Tuhan. Yang terpenting

bagaimana kita mewujudkan keharmonisan dalam setiap unsur hubungan ;

berketuhanan, alam lingkungan dan antar manusia.

Page 57: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

43

Pada karya pencipta, keragaman agama dan keyakinan dilambangkan

dengan pengolahan garis hitam yang membentuk tangga-tangga yang

dikomposisikan menyebar pada permukaan bidang lukis. Dominasi warna merah,

putih dan hitam sebagai lambang keteguhan, kemurnian diri dan pencarian jiwa

untuk “menaiki tangga-tangga” menuju satu tempat, rumah Tuhan. Kehadiran tiga

garis hitam yang melengkung sebagai tanda kedinamisan unsur-unsur hubungan

tersebut.

Page 58: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

44

Foto 16 : Karya 8

Judul : Ritus Ruang Ukuran : 90 cm x 120 cm Media : Akrilik pada kanvas

Tahun : 2011 Foto : Pencipta

Aktifitas keagamaan umat Hindu di Bali identik dengan perayaan hari. Suatu

bentuk penghormatan kepada Sang Pencipta dan semua ciptaannya, dalam dunia

nyata (sekala) maupun alam yang tidak kasat mata (niskala). Pencipta meyakini

semua itu terangkum dalam ruang maha luas, yakni alam semesta.

Dalam tampilan karya, sapuan dan variasi goresan ekspresif dengan warna

hitam sebagai simbol jiwa yang meruang. Tiga pengasapan dihadirkan melalui

goresan ekspresif sebagai simbol Tri Murti (Brahma sebagai pencipta, Wisnu

sebagai pemelihara dan Siwa sebagai pelebur). Warna coklat, ungu dan merah

dihadirkan untuk menambah kesan magis.

Page 59: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

45

Foto 17 : Karya 9

Judul : Tarian Semesta Ukuran : 185cm x 210cm Media : Akrilik pada kanvas

Tahun : 2011 Foto : Pencipta

Kehidupan dengan segala yang ada di dalamnya sebagai rangkaian

dinamis. Ide dari karya ini berasal dari keberadaan Tri Murti yang ada dalam

ajaran Hindu. Kehadiran, keberadaan dan proses kembali kepada awal diciptakan,

bisa “dicerna” sebagai “tarian” yang disuguhkan semesta dimana semua telah

diletakkan pada tempat yang semestinya.

Dalam tampilan karya dihadirkan melalui garis-garis putih berjejer pada

sebelah kanan atas karya sebagai simbol air hujan yang melambangkan

berlangsungnya kehidupan serta simbol api pada sebelah kiri atas karya yang

Page 60: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

46

melambangkan proses peleburan (pengembalian kepada asal). Di antara

kedua simbol tersebut hadir goresan yang membentuk karakter kepala manusia

sehingga menciptakan kesan sedang menari dengan kedua tangan terangkat

dimana masing-masing tangan seolah menghadirkan air hujan dan api yang

melambangkan kedinamisan hidup.

Page 61: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

47

Foto 18 : Karya 10

Judul : Jiwa yang Bergerak Ukuran : 145cm x 155cm Media : Akrilik pada kanvas

Tahun : 2010 Foto : Pencipta

Jiwa yang tidak bisa terlihat kasat mata tetapi keberadaannya dapat

dirasakan sebagai suatu paling mendasar yang dimiliki setiap makhluk. Ia menjadi

nafas yang menggerakkan unsur-unsur kehidupan. Dalam konteks Tri Hita

Karana, manusia sebagai pemegang peran terpenting terciptanya keharmonisan

setiap hubungan hendaknya menjaga kejujuran jiwa dengan selalu memberi ruang

interaksi dalam berketuhanan, alam lingkungan dan hubungan antar manusia.

Page 62: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

48

Pada tampilan karya titik merah, putih dan hitam (pada kanan atas karya)

dipresentasikan sebagai perwujudan jiwa. Tanda tambah tapak dara (+) hadir

sebagai keharmonisan antara hubungan ketuhanan (vertikal), alam lingkungan

serta antar manusia (horisontal).

Page 63: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

49

Foto 19 : Karya 11 Judul : Daun Kehidupan

Ukuran : 145 cm x 155 cm Media : Arang, akrilik pada kanvas

Tahun : 2011 Foto : Pencipta

Tidak bisa dipungkiri jika kita membutuhkan oksigen untuk bernafas.

Salah satu unsur yang membantu terciptanya oksigen adalah tumbuhan atau

pepohonan dari lembar-lembar daun yang dimilikinya. Setiap lembar daun

berperan penting dalam proses terciptanya oksigen untuk kehidupan semesta.

Page 64: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

50

Dalam wujud karya, dengan karakter daun sebagai simbol kehidupan yang

dihadirkan melayang yang melambangkan pencarian esensi hidup itu sendiri.

Warna merah yang membentuk garis melintang pada atas bidang lukis memiliki

asosiasi kekuatan yang menaungi serta pengolahan warna putih sebagai latar

belakang melambangkan kesucian hidup.

Page 65: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

51

Foto 20 : Karya 12

Judul : Mendaki Tanah Kelahiran Ukuran : 80 cm x 100 cm

Media : Akrilik pada kanvas Tahun : 2011

Foto : Pencipta Setiap tempat atau daerah memiliki kearifan ajaran yang bisa diambil

sebagai pegangan dalam perjalanan hidup. Ketika manusia hadir dalam kekinian

lengkap dengan segala permasalahannya maka menjadi kearifan juga bagi kita

lebih mengenal kembali tutur leluhur yang diwariskan dalam bentuk ajaran atau

pemahaman untuk mencapai keharmonisan dalam setiap unsur kehidupan.

Pada wujud karya, ide tersebut dihadirkan melalui dominasi warna merah,

putih dan hitam (Tri Datu) sebagai simbol tanah kelahiran pencipta. Dua karakter

tangga yang dihadirkan, yang pertama anak tangga dengan garis-garis hitam

melambangkan hidup sebagai perjalanan yang misterius dan susunan anak tangga

Page 66: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

52

kedua dengan garis-garis merah melambangkan keteguhan dalam menjalani

kehidupan. Warna putih yang dikomposisikan pada bagian atas karya

melambangkan kemurnian yang menaungi setiap perjalanan dalam menapak

kembali kearifan-kearifan ajaran yang diwariskan.

Page 67: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

53

Foto 21 : Karya 13

Judul : Vertikal Horizontal Ukuran : 185cm x 150cm Media : Arang, akrilik pada kanvas

Tahun : 2011 Foto : Pencipta

Di dalam tatanan kehidupan sosial maupun keagamaan kita bisa

menemukan banyak tanda atau lambang. Salah satunya adalah tanda tambah tapak

dara (+) yang terbentuk melalui garis vertikal dan horisontal dimana dalam

pemikiran pencipta melambangkan hubungan ketuhanan (vertikal) dan hubungan

Page 68: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

54

antar manusia serta alam lingkungan (horisontal) yang dalam ajaran Hindu lebih

dikenal sebagai konsep Tri Hita Karana.

Pada wujud karya, tanda tambah tapak dara (+) tidak dihadirkan secara

utuh sebagai respon belum seimbangnya pelaksanaan konsep Tri Hita Karana

dalam kehidupan. Putih sebagai warna latar belakang melambangkan kemurnian,

bahwa pelaksanaan hubungan tersebut hendaknya didasari kejujuran dan

kemurnian diri. Kehadiran warna merah diasosiasikan sebagai kekuatan dan

keteguhan hati untuk terus berupaya menyeimbangkan hubungan tersebut guna

terciptanya keharmonisan.

Page 69: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

55

Foto 22 : Karya 14

Judul : Pohon Hayat

Ukuran : 152 cm x 112 cm Media : Mixed media Tahun : 2011

Foto : Pencipta

Karya ini terinspirasi dari keberadaan pohon yang memegang peran

penting dalam kehidupan. Pohon bisa menjadi penyangga bencana tanah longsor,

banjir, penghasil oksigen dan lain sebagainya. Dalam perspektif Hindu di Bali,

pohon juga memiliki tempat khusus dengan adanya perayaan hari Tumpek Uduh

yaitu hari sebagai penghormatan kepada pepohonan (tumbuhan) untuk

keseimbangan alam.

Page 70: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

56

Ide tersebut diwujudkan dalam bidang lukis dengan media fiber yang

dibentuk mewakili karakter pohon. Pengolahan warna melalui sapuan maupun

goresan mampu menampilkan beragam warna yang melambangkan dinamika

kehidupan. Tanda tambah tapak dara (+) dengan warna putih melambangkan

kehadiran pohon yang berperan dalam menciptakan keharmonisan vertikal

(ketuhanan) dan horisontal (alam lingkungan serta kehidupan manusia).

Page 71: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

57

Foto 23 : Karya 15

Judul : Harmoni Dalam Tiga Ukuran : 185 cm x 330 cm (3 panel)

Media : Akrilik pada kanvas Tahun : 2010 - 2011

Foto : Pencipta

Nilai yang tercakup dalam konsep Tri Hita Karana adalah keharmonisan

hubungan ketuhanan, alam lingkungan dan antar manusia. Ketiganya bisa hadir

dalam keharmonisan ketika kita sebagai manusia mampu menghormati dan

menempatkan setiap unsur tersebut dalam tatanan keseimbangan.

Karya “Harmoni Dalam Tiga” terdiri dari tiga panel yang mewakili

masing-masing unsur dalam konsep Tri Hita Karana. Panel pertama sebagai

unsur ketuhanan diwakilkan oleh garis melengkung dengan warna putih

(melambangkan kesucian) dengan latar belakang warna hitam (melambangkan

misteri) pada bagian atas bidang lukis. Panel kedua diwakilkan oleh karakter daun

sebagai lambang alam lingkungan dan panel ketiga melalui goresan ekspresif

figur kepala dan tangan manusia yang sedang bersujud sebagai lambang

penghormatan kepada masing-masing unsur tersebut.

Page 72: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

58

Secara keseluruhan warna pada tampilan karya mewakili keterkaitan

terhadap kehidupan. Merah melambangkan cinta, putih sebagai kemurnian, coklat

perlambang rendah hati, hitam lambang misteri, serta hijau dan ungu yang

melambangkan perenungan dan kepercayaan (agama).

Page 73: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

59

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Dalam Tri Hita Karana keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan

(parhyangan), alam lingkungan (palemahan) dan antar manusia

(pawongan) menjadi unsur-unsur yang dapat menciptakan kebahagiaan

lahir bathin. Tetapi di sisi lain pencipta mengamati adanya fenomena

terbalik bahwa dalam keseharian masyarakat belum sepenuhnya ada dalam

tatanan konsep yang mengakibatkan terganggunya kualitas hubungan

ketiga unsur tersebut. Dampak terbesar ketidakseimbangan perilaku

manusia adalah terganggunya alam lingkungan yang langsung atau tidak

akan berpengaruh juga kepada kualitas hidup manusia. Hal ini pencipta

jadikan landasan menciptakan karya seni sebagai ekspresi atas esensi nilai

Tri Hita Karana serta dampak dari kontrakdiksi penjabarannya.

Gencarnya pemerintah beserta instansi terkait memasyarakatkan konsep

Tri Hita Karana, kiranya akan lebih efektif jika didukung “aksi kultural”

(salah satunya seni rupa) yang bisa menyentuh dan mengilhami

masyarakat luas. Ini menjadi ide penciptaan karya yang dalam

perwujudannya menggabungkan unsur-unsur seni rupa dengan pengolahan

beberapa media menjadi karya seni lukis abstrak dan instalasi.

5.1.2 Dalam rangka memperkuat struktur karya yang mengambil Tri Hita

Karana sebagai konsep penciptaan diperlukan beberapa sumber kajian

yaitu tinjauan sumber tertulis yang bisa dihadirkan dari buku-buku yang

berhubungan dengan Tri Hita Karana dan konsep penciptaan sebagai

bahan referensi serta sumber kajian dari karya-karya seniman lain yang

berkaitan dengan proses perwujudan karya pencipta.

Page 74: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

60

5.1.3 Proses penciptaan karya seni lukis pencipta menggunakan elemen seni

rupa seperti garis, warna, tekstur, bidang, pusat perhatian dan lain- lain.

Dalam perwujudannya di samping karya pencipta hadir sebagai karya lukis

dengan menggunakan berbagai bidang media seperti kanvas, kardus, fiber

dan kertas juga hadir dalam karya instalasi dua dimensi dengan media

kayu, paku dan plat besi. Kemampuan teknik baik dari segi pengolahan

bahan maupun memvisualkan ide-ide dalam wujud karya melalui elemen-

elemen seni rupa menjadi hal yang menentukan terciptanya karya yang

sarat nilai estetis.

5.2 Saran-saran

5.2.1 Kepada Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar diharapkan terus

mengusahakan pengadaan sumber informasi yang berguna dalam proses

belajar mengajar seperti pengadaan buku, jurnal, katalog dan literatur lain

yang berkaitan dengan wilayah seni rupa untuk perkembangan wawasan

mahasiswa.

5.2.2 Bagi mahasiswa (khususnya yang mengambil jurusan seni lukis)

hendaknya lebih menggali kearifan budaya lokal untuk menambah

referensi konsep yang bisa dijadikan pertimbangan untuk proses

penciptaan karya seni lukis. Di samping itu diharapkan terus

meningkatkan kecerdasan yang salah satunya dengan memanfaatkan

pendidikan kampus sebagai sarana pembelajaran untuk memperluas

wawasan kesenian dan wacana yang berkembang.

5.2.3 Untuk masyarakat luas sekiranya mesti kembali memahami esensi nilai

kehidupan yang diterapkan kepada setiap bentuk hubungan dalam hal

berketuhanan, alam lingkungan dan interaksi antar manusia sehingga

keharmonisan pada setiap unsur kehidupan dapat terlaksana dengan baik.

Page 75: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

61

DAFTAR PUSTAKA

Artadi, I Ketut. 2003. Batas Kebudayaan Religi dan Kebajikan, Sinay, Denpasar.

Arwati, Ni Made. 2006. Membangun Perumahan Umat Hindu, Paramita,

Surabaya. Bangun, Sem. C. 2000. Kritik Seni Rupa, ITB, Bandung

Bentara Budaya Bali. 2010. Integritas Jiwa Tampak, Katalog, Bentara Budaya

Bali. Byrne, Rhonda. 2010. Secret The Power, terj. Rani Moediarta, PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Capra, Fritjof. 2001. Tao Of Physics : Menyingkap Paralelisme Fisika Modern dan Mistisme Timur, terj. Pipit Maizier, Edisi Pertama, Jalasutra Offset. Yogyakarta.

Djelantik, A. A. M. 1999. Estetika Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni

Pertunjukan Indonesia, Bandung. Gie, The Liang. 1999. Filsafat Seni, Pusat Belajar Ilmu Berguna (PUBIB),

Yogyakarta.

Jana, I Made. 2005. Dasar-Dasar Keindahan Desain Dalam Seni Rupa, Buku Ajar, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar, Denpasar.

Kartika, Dharsono Sony. 2004. Seni Rupa Modern, Rekayasa Sains, Bandung.

Koentjaraningrat. 2004. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan,

PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Mantra, I.B. 1987. Bhagawadgita : Naskah Sanskerta, Pemda Tingkat I Bali.

Marhiyanto, Bambang. 2000. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Media Centre,

Surabaya.

Pendit, Nyoman S. 1996. Hindu Dharma Abad XXI : Kesejahteraan Global Bagi

Umat Manusia, Cetakan Pertama, Yayasan Dharma Naradha, Denpasar. Plekhanov, G. 2006. Seni dan Kehidupan Sosial terj. Samanjaya, Ultimus,

Bandung.

Page 76: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

62

Pollock-Krasner Foundation / Artists Rights Society, New York, www.google.com

Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suryahadi. 1994. Pengembangan Kreativitas Melalui Karya Seni Rupa,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa : Kumpulan Istilah Seni Rupa, Kanisius,

Yogyakarta.

____________. 2003. Membongkar Seni Rupa, Jendela, Yogyakarta. Suwantana, I Gede. 2011. Upacara Persembahan dan Tendensi Perubahannya,

Media Hindu, Edisi 84 Halaman 8, Bekasi.

Suwarjono, Dan. 1985. Seni Rakyat Yang Kreatif, Apresiasi Seni, PT. Pembangunan Jaya, Jakarta.

Tim. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta.

Yudha, I Made Bendi. 2005. Skrip, Program Pascasarjana Penciptaan Seni, Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Wiana, I Ketut. 2007. Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu, Paramita, Surabaya.

Willem de Kooning Foundation / Artists Rights Society, New York,

www.google.com

Page 77: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

63

GLOSSARIUM

Brahma : Manifestasi Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi yang menciptakan

alam semesta.

Gamelan : Seperangkat alat musik tradisional yang dimainkan pada saat tertentu, misalnya untuk mengiringi prosesi upacara keagamaan dan pelaksanaan kegiatan lain.

Kekawin : Karya sastra yang merupakan gubahan yang berbentuk puisi

yang struktur pembentukannya berpedoman pada guru lagu. Niskala : Alam gaib. Keberadaan alam yang tidak bisa dilihat melalui

penglihatan kasat mata.

Palemahan : Lingkungan atau wilayah territorial dari suatu tempat yang telah ditentukan secara definitif.

Parhyangan : Tempat atau kawasan yang disucikan (pura) untuk pemujaan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi.

Pawongan : Manusia yang bermasyarakat dan bertempat tinggal pada

satu wilayah tertentu.

Pengasapan : Alat yang dipakai tempat dupa atau kemenyan yang telah

dibakar untuk melengkapi sarana ritual persembahan atau upacara keagamaan.

Rerajahan : Gambar atau lukisan yang diwujudkan pada media tembaga, perak, emas, kertas, kain dan media lain yang mengandung

kekuatan gaib/magis. Pada rerajahan bisa juga dikombinasikan dengan aksara Bali.

Rwa Bhineda : Dua hal yang berbeda, mengandung arti yang berlawanan yang selalu ada pada kehidupan, misalnya atas bawah, baik

buruk, sekala niskala dan lain- lain. Sekala : Alam nyata. Lingkungan yang bisa dilihat melalui indera

mata.

Siwa : Tuhan/Sang Hyang Widhi yang diyakini bertugas dalam proses peleburan alam beserta isinya.

Page 78: TRI HITA KARANA DALAM BAHASA VISUAL - ISI DPS

64

Tapak Dara : Tanda yang dibentuk dari garis vertikal dan horisontal yang

dikomposisikan membentuk tanda tambah (+) yang dalam ajaran Hindu sebagai simbol keselamatan.

Tri Datu : Warna merah, putih dan hitam, simbol Tri Murti (Brahma, Wisnu dan Iswara) sebagai lambang kekuatan dan kesehatan.

Tri Hita Karana : Tiga penyebab kebahagiaan, yaitu keharmonisan hubungan

ketuhanan (parhyangan), antar manusia (pawongan) dan

lingkungan (palemahan).

Tri Murti : Tiga kekuatan Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi yang menjadi satu kesatuan; Brahma sebagai pencipta yang dilambangkan dengan warna merah, Wisnu sebagai pemeliharaan yang

dilambangkan dengan warna hitam dan Siwa sebagai pelebur yang dilambangkan dengan warna putih.

Tumpek Uduh : Salah satu hari raya dalam ajaran Hindu di Bali sebagai

upacara penghormatan terhadap keberadaan pepohonan atau

tumbuhan (lingkungan) untuk terciptanya keseimbangan alam.

Wisnu : Manifestasi Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi yang memelihara

alam beserta isinya.