trauma urogenitalia

38
Trauma Urogenitalia Secara anatomis sebagian besar organ urogenitalia terletak di rongga ekstraperitoneal (kecuali genitalia eksterna), dan terlindung oleh otot-otot dan organ-organ lain. Oleh karena itu jika didapatkan cedera organ urogenitalia, harus diperhitungkan pula kemungkinan adanya kerusakan organ lain yang mengelilinginya. Sebagian besar cedera organ genitourinaria bukan cedera yang mengancam jiwa kecuali cedera berat pada ginjal yang menyebabkan kerusakan parenkim ginjal yang cukup luas dan kerusakan pembuluh darah ginjal. Cedera yang mengenai organ urogenitalia bisa merupakan cedera dari luar berupa trauma tumpul maupun trauma tajam, dan cedera iatrogenik akibat tindakan dokter pada saat operasi atau petugas medik yang lain. Pada trauma tajam, baik berupa truma tusuk maupun trauma tembus oleh peluru, hams difikirkan untuk kemungkinan melakukan eksplorasi; sedangkan trauma tumpul sebagian besar hampir tidak diperlukan tindakan operasi. TRAUMA GINJAL Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriomya;

Upload: wenny-ariusnita-roni

Post on 02-Aug-2015

274 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Urogenitalia

Trauma Urogenitalia

Secara anatomis sebagian besar organ urogenitalia terletak di rongga

ekstraperitoneal (kecuali genitalia eksterna), dan terlindung oleh otot-otot dan organ-

organ lain. Oleh karena itu jika didapatkan cedera organ urogenitalia, harus

diperhitungkan pula kemungkinan adanya kerusakan organ lain yang mengelilinginya.

Sebagian besar cedera organ genitourinaria bukan cedera yang mengancam jiwa kecuali

cedera berat pada ginjal yang menyebabkan kerusakan parenkim ginjal yang cukup luas

dan kerusakan pembuluh darah ginjal.

Cedera yang mengenai organ urogenitalia bisa merupakan cedera dari luar berupa

trauma tumpul maupun trauma tajam, dan cedera iatrogenik akibat tindakan dokter pada

saat operasi atau petugas medik yang lain. Pada trauma tajam, baik berupa truma tusuk

maupun trauma tembus oleh peluru, hams difikirkan untuk kemungkinan melakukan

eksplorasi; sedangkan trauma tumpul sebagian besar hampir tidak diperlukan tindakan

operasi.

TRAUMA GINJAL

Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot punggung

di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriomya; karena

itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. Trauma

ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari

trauma pada abdomen mencederai ginjal.

Definisi

Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam

rudapaksa baik tumpul maupun tajam.

Page 2: Trauma Urogenitalia

Etiologi

Cedera ginjal dapat terjadi secara:

1. Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau

2. Tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara

tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.

Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk, atau luka

tembak.

1. Trauma tajam

Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau

pinggang merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.

2. Trauma iatrogenic

Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau

radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,

percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin

meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma

iatrogenik semakin meningkat, tetapi kemudian menurun setelah

diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .

3. Trauma tumpul

Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan

lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian

trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Trauma tumpul

ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung

biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau

perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga

mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari

ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam

rongga peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau

robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.

Page 3: Trauma Urogenitalia

Faktor-faktor Trauma Ginjal

Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya trauma ginjal.

1. Ginjal yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus vertebrae,

baik karena trauma langsung ataupun tidak langsung akibat deselerasi.

2. Trauma yang demikian dapat menyebabkan peningkatan tekanan subcortical dan

intracaliceal yang cepat sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur.

3. Keadaan patologis dari ginjal itu sendiri.

Sebagai tambahan, jika base line dari tekanan intrapelvis meningkat maka kenaikan

sedikit saja dari tekanan tersebut sudah dapat menyebabkan terjadinya trauma ginjal. Hal

ini menjelaskan mengapa pada pasien yang yang memiliki kelainan pada ginjalnya

mudah terjadi trauma ginjal.

Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel

ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan

memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan

trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya.

Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal,

antara lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.

Klasifikasi Trauma Ginjal

Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan pegangan dalam

terapi dan prognosis.

Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan

menjadi:

1. Cedera minor

2. Cedera major

3. Cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal.

Page 4: Trauma Urogenitalia

Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera ginjal dibagi

dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan pencitraan maupun hasil

eksplorasi ginjal (terlihat pada tabel 6-1 dan Gambar 6-1). Sebagian besar (85%) trauma

ginjal merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera major (derajat III

dan IV), dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.

Tabel 6-1. Penderajatan Trauma Ginjal

Derajat Jenis kerusakan

Derajat I

Derajat II

Derajat III

Derajat IV

Derajat V

Derajat V

Kontusio ginjal / hematoma perirenal

Laserasi ginjal terbatas pada korteks

Laserasi ginjal sampai pada medulla ginjal, mungkin terdapat

trombosis arteri segmentalis

Laserasi sampai mengenai sislem kalises ginjal

o Avulsi pedikel ginjal,mungkin terjadi trombosis arteria

renalis

o Ginjal terbelah (shatered)

Page 5: Trauma Urogenitalia

Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh

Federle :

Grade I

Lesi meliputi

a. Kontusi ginjal

b. Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem pelviocalices

c. Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)

75 – 80 % dari keseluruhan trauma ginjal

Grade II

Lesi meliputi

a. Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga terjadi

extravasasi urine

b. Sering terjadi hematom perinefron

Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla

10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal

Grade III

Lesi meliputi

a. Ginjal yang hancur

b. Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal

5 % dari keseluruhan trauma ginjal

Grade IV

Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu:

a. Avulsi pada ureteropelvic junction

b. Laserasi dari pelvis renal

Page 6: Trauma Urogenitalia

Diagnosis

Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat:

1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas

dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu.

2. Hematuria

3. Fraktur kosta sebelah bawah (T8.i2) atau fraktur prosesus spinosus vertebra

4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang

5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.

Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi

tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ Iain yang

menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan luas kerusakan

yang terjadi.

Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah pinggang,

terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik ataupun

mikroskopik. Pada trauma major atau ruptur pedikel seringkali pasien datang dalam

keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama makin

membesar. Dalam keadan ini mungkin pasien tidak sempat menjalani pemeriksaan PIV

karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik seringkali tidak membuahkan hasil

akibat perdarahan yang keluar dari ginjal cukup deras. Untuk itu harus segera dilakukan

ekslorasi laparotomi untuk menghentikan perdarahan.

Keluhan dan Gejala Klinis

Pada trauma tumpul dapat ditemukan adanya jejas di daerah lumbal, sedangkan

pada trauma tajam tampak luka.

Pada palpasi didapatkan nyeri tekan daerah lumbal, ketegangan otot pinggang ,

sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat menyebar luas disertai tanda

kehilangan darah merupakan petunjuk adanya cedera vaskuler.

Nyeri abdomen umumya ditemukan di daerah pinggang atau perut bagian atas ,

dengan intenitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa

Page 7: Trauma Urogenitalia

ditemukan adanya tanda perdarahan dalam perut. Bila terjai cedera Tr. Digestivus

ditemukan adanya tanda rangsang peritoneum.

Fraktur costae terbawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini ditemukan

sebaiknya diperhatikan keadaan paru apakah terdapat hematothoraks atau

pneumothoraks.

Hematuria makroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih. Derajat

hematuria tidak berbanding dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu diperhatikan

bila tidak ada hematutia, kemungkinan cedera berat seperti putusnya pedikel dari

ginjal atau ureter dari pelvis ginjal.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda shock.

Gambar 6-1. Klasifikasi trauma ginjal A. Kontusio ginjal terlihat kapsul ginjal masih utuh

dan terdapat hematoma subkapsuler, B. Laserasi minor : terdapat robekan perankim yang

terbatas pada korteks ginjal, C. Laserasi perankim sampai mengenai sistem kaliks ginjal,

D. Fragmentasi ginjal (ginjal terbelah menjadi beberapa bagian), E. Ruptur pedikel ginjal.

Page 8: Trauma Urogenitalia

Pemeriksaan Radiologi /Pencitraan

Jenis pencitraan yang diperiksa tergantung pada keadaan klinis dan fasilitas yang

dimiliki oleh klinik yang bersangkutan. Pemeriksaan pencitraan dimulai dari PIV (dengan

menyuntikkan bahan kontras dosis tinggi ± 2 ml/kg berat badan) guna menilai tingkat

kerusakan ginjal dan melihat keadaan ginjal kontralateral.

Ada beberapa tujuan pemeriksaan radiologis pada pasien yang dicurigai menderita

trauma ginjal, yaitu

1. Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan yang tepat

dan menentukan prognosisnya

2. Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma

3. Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral

4. Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya

Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :

Grade I

Hematom minor di perinephric , pada IVP, dapat memperluhatkan gambaran

ginjal yang abnomal

Kontusi dapat terlihat sebagai massa yang normal ataupun tidak

Laserasi minor korteks ginjal dapat dikenali sebagai dfek linear pada parenkim

atau terlihat mirip dengan kontusi ginjal

Yang lebih penting, pencitraan IVP pada pasien trauma ginjal grade I dapat

menunjukkan gambaran ginjal normal. Hal ini tidak terlalu menimbulkan masalah

karena penderit grade I memang tidak memerlukan tindakan operasi .

Pada CT Scan, daerah yang mengalami kontusi terlihat seperti massa cairan

diantara parenkim ginjal

Page 9: Trauma Urogenitalia

Grade II

Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah yang mengalami laserasi

Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus renalis atau meluas sampai ke

daerah perinefron atau bahkan sampai ke anterior atau posterior paranefron.

Yang khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar.

Dengan pemeriksaan CT Scan , fraktur parenkim ginjal dapat terlihats

Akumulasi masif dari kontras, terutama pada ½ medial daerah perinefron, dengan

parenkim ginjal yang masih intak dan nonvisualized ureter, merupakan duggan

kuat terjadinya avulsi ureteropelvic junction

Grade III

Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil. Kdang kadang dapat terjadi

shock dan sering teraba massa pada daerah flank.dapt diertai dengan hematuria.

Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP, dimana terlihat

gangguan fungsi ekskresi baik parsial maupun total

Ada 2 tipe lesi pada pelvis renalis yaitu trombosis A.Renalis dan avulsi A.

Renalis. Angiografi dapat memperlihtkan gambaran oklusi A.Renalis.

Viabilitas dari fragmen ginjal dapat dilihat secara angiografi. Arteriografi

memperlihatkan 2 fragmen ginjal yang terpisah cukup jauh.fragmen yang viabel

akan terlihat homogen karena masih mendapat perfusi cukup baik. Fragmen

diantaranya berarti merupaka fragmen yang sudah tidak viable lagi.

Grade IV

Grade IV meliputi avulsi dari ureteropelvic junction.

Baik IVP maupun CT Scan memeperlihatkan adanya akumulasi kontras pada

derah perinefron tanpa pengisian ureter.

Sebagai kesimpulan, sampai sekarang belum ada pembatasan yang jelas kapan

seorang penderita yang diduga trauma ginjal memerlukan IVP atau CT Scan sebagai

pemeriksaan penunjangnya. Keputusan tersebut harus didasarkan kepada pemeriksaan

manakah yang lebih tersedia.

Page 10: Trauma Urogenitalia

CT San biasanya diambil sebagai pemeriksaan penunjang pertama pada psien

yang mengalami trauma multiple organ intra abdomen, dan pasien yang diduga trauma

ginjal Grade III atau IV. CT Scan berfungsi sebagai pemeriksaan kedua setelah IVP pada

pasien yang pada IVP memperlihtkan gambaran kerusakan luas parenkim ginjal dan

pasien yang keadaan umumnya menurun.

Pembuatan PIV dikerjakan jika diduga ada:

1. Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal

2. Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria

makroskopik

3. Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria

mikroskopik dengan disertai syok

Pada beberapa klinik, dugaan cedera tumpul pada ginjal yang menjukkan tanda

hematuria mikroskopik tanpa disertai syok melakukan pemeriksaan ultrasonografi

sebagai pemeriksaan penyaring. Pemeriksaan USG ini diharapkan dapat menemukan

adanya kontusio parenkim ginjal atau hematoma subkapsuler. Dengan pemeriksaan ini

dapat pula diperlihatkan adanya robekan kapsul ginjal.

Jika PIV belum dapat menerangkan keadaan ginjal (misalkan pada ginjal non

visualized) perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau arteriografi. Pemeriksaan PIV

pada kontusio renis sering menunjukkan gambaran sistem pelvikalises normal. Dalam

keadaan ini pemeriksaan ultrasonografi abdomen dapat menunjukkan adanya hematoma

parenkim ginjal yang terbatas pada subkapsuler dan dengan kapsul ginjal yang masih

utuh. Kadang kala kontusio renis yang cukup luas menyebabkan hematoma dan edema

parenkim yang hebat sehingga memberikan gambaran sistem pelvikalises yang spastik

atau bahkan tak tampak (non visualized). Sistem pelvikalises yang tak nampak pada PIV

dapat pula terjadi pada ruptura pedikel atau pasien yang berada dalam keadaan syok berat

pada saat menjalani pemeriksaan PIV.

Pada derajat IV tampak adanya ekstravasasi kontras, hal ini karena terobeknya

sistem pelvikalises ginjal. Ekstravasasi ini akan tampak semakin luas pada ginjal yang

mengalami fragmentasi (terbelah) pada cedera derajat V.

Page 11: Trauma Urogenitalia

Di klinik-klinik yang telah maju, peranan PIV sebagai alat diagnosis dan

penentuan derajat trauma ginjal mulai digantikan oleh CT scan. Pemeriksaan ini dapat

menunjukkan adanya robekan jaringan ginjal, ekstravasasi kontras yang luas, dan adanya

nekrosis jaringan ginjal. Selain itu pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya trauma pada

organ lain.

Pengelolaan

Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus difikirkan untuk

melakukan tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul, sebagian besar tidak

memerlukan operasi.

Lesi minor, grade 1, biasanya diobati secara konservatif. Pengobatan konservatif

tersebut meliputi istirahat di tempat tidur, analgesik untuk menghilangkan nyeri, serta

observasi status ginjal dengan pemeriksaan kondisi lokal, kadar hemoglobin, hematokrit

serta sedimen urin.

Penanganan trauma ginjal grade 2 masih menimbulkan suatu kontroversi.

Penenganan secara konservatif, seperti yang dipilih oleh kebanyakan dokter,

mengandalkan kemampuan normal ginjal untuk menyembuhkan dirinya sendiri.

Penenganan secara operatif biasanya dilakukan apabila pasien tidak memberikan respond

positif terhadap pengobatan konservatif, seperti kehilangan darah yang terus bertambah,

bertambah besarnya massa pada regio flank, rasa sakit yang terus menerus dan disertai

dengan adanya demam. Pengecualian dari indikasi diatas adalah oklusi pada A. Renalis

( grade 3 ). Tindakan konservatif ini dilakukan untuk menghindari dilakukannya tindakan

nephrektomi. Sedangkan dokter yang memilih tindakan operatif secara dini

mengemukakan bahwa finsidens terjadinya komplikasi lanjut dapat diturunkan dengan

tindakan nephrektomi.

Penanganan trauma ginjal unuk grade 3 dan 4 memerlukan tindakan operatif

berupa laparotomi.

Page 12: Trauma Urogenitalia

Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah:

1. Konservatif

Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan

observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, dan suhu tubuh), kemungkinan adanya

penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut, penurunan

kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna urine pada pemeriksaan urine serial.

Jika selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan atau kebocoran

urine yang menimbulkan infeksi, harus segera dilakukan tindakan operasi seperti

terlihat pada gambar 6-2.

Observasi

Didapatkan

Gambar Tatalaksana tindakan selama observasi trauma ginjal

Tanda vital ↓Massa di pinggang ↑

Hb ↓Urine > pekat

Merupakan Tanda perdarahan > hebat

Segera eksplorasi Untuk menghentikan

perdarahan

Suhu tubuh ↑Massa di pinggang ↑

Merupakan Tanda dari kebocoran urine

Draunase urine segera

Page 13: Trauma Urogenitalia

2. Operasi

Operasi ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk segera

menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debridement,

reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus

dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang

sangat berat.

Penyulit

Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma major dan trauma

pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan kematian.

Selain itu kebocoran sistem kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi urine hingga

menimbulkan urinoma, abses perirenal, urosepsis, dan kadang menimbulkan fistula reno-

kutan. Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan penyulit berupa

hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau pielonefritis kronis.

TRAUMA URETER

Lokasi ureter berada jauh di dalam rongga abdomen dan dilindungi oleh tulang

danotot, sehingga cidera ureter karena trauma tidak umum terjadi. Cidera pada

ureterkebanyakan terjadi karena pembedahan. Perforasi dapat terjadi karena

insersiintraureteral kateter atau instrumen medis lainnya. Luka tusuk dan tembak

jugadapat juga membuat ureter mengalami trauma. Dan meskipun tidak umum,tumbukan atau

decelerasi tiba-tiba seperti pada kecelakaan mobil dapat merusakstruktur ureter. Tindakan

kateterisasi ureter yang menembus dinding ureter ataupemasukan zat asam atau alkali

yang terlalu keras dapat juga menimbulkan traumaureter.

Trauma ini kadang tidak ditemukan sebelum manifestasi klinik muncul.

Hematuriadapat terjadi, tapi indikasi umum adalah nyeri pinggang atau

manifestasiekstravasasi urine. Saat urine merembes masuk ke jaringan, nyeri dapat

terjadipada abdomen bagian bawah dan pinggang. Jika ekstravasasi berlanjut,

mungkinterjadi sepsis, ileus paralitik, adanya massa intraperitoneal yang dapat diraba,

danadanya urine pada luka terbuka. IVP dan ultrasound diperlukan untuk

mendiagnosetrauma ureter ini. Pembedahan merupakan tindakan utama untuk

Page 14: Trauma Urogenitalia

memperbaikikerusakan, mungkin dengan membuat anastomosis. Kadang-kadang

prosedurradikal seperti uterostomy cutaneus, transureterotomy, dan reimplantasi

mungkindilakukan.

 

Etiologi

a. Luka tembak atau tusuk.

b. Ruda paksa ureter disebabkan oleh ruda paksa tajam atau tumpul dari luar

maupuniatrogenik terutama pada pembedahan rektum, uterus, pembuluh darah panggul

atau tindakanendoskopikManifestasi Klinik- Pada umumnya tanda dan gejala klinik

umumnya tidak spesifik.- Hematuria menunjukkan cedera pada saluran kemih.- Bila terjadi

ekstravasasi urin dapat timbul urinom pada pinggang atau abdomen, fistel uretero-kutan

melalui luka atau tanda rangsang peritoneum bils urin masuk ke rongga intraperitoneal.-

Pada cedera ureter bilateral ditemukan anuria

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan trauma uretra meliputi pembedahan dengan pemakaian

kateterureter atau suprapubik sebelum sembuh, atau pemasangan kateterureter/suprapubik

dan membiarkan ureter sembuh sendiri selama 2 – 3 minggu tanpa pembedahan.

Diagnosis (Post operatif)

1. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya

stoma,aliran/rembesan urine dari stoma, reaksi terhadap produk kimia urine. 2. Gangguan

body image berhubungan dengan adanya stoma, kehilangan kontroleliminasi urine,

kerusakan struktur tubuh ditandai dengan menyatakan perubahan terhadap body

imagenya, kecemasan dan negative feeling terhadap badannya.3. Nyeri berhubungan

dengan disrupsi kulit/incisi/drains, proses penyakit(cancer/trauma), ketakutan atau

kecemasan ditandai dengan menyatakan nyeri,kelelahan, perubahan dalam vital signs.4.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan inadekuatnya pertahanan tubuhprimer (karena

kerusakan kulit/incisi, refluk urine).5. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan

trauma jaringan, edemapostoperative ditandai dengan urine output sedikit, perubahan

karakter urine,retensi urine.6. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan

Page 15: Trauma Urogenitalia

struktur body danfungsinya, response pasangan yang tidak adekuat, disrupsi respon seksual

misalnya kesulitan ereksi. 7. Deficit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk menangkap informasi,

misinterpretasi terhadap informasi ditandai dengan menyatakan

miskonsepsi/misinterpretasi, tidak mampu mengikuti intruksi secara adekuat

TRAUMA BULI-BULI

Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen. Namunsemakin

bertambahnya usia, tempatnya turun dan terlindung di dalam kavum pelvis; sehinggakemungkinan

mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi.

Etiologi

Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi

buli- buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat

sehinggacedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan

(seperti padafraktur pelvis), dapat merobek buli-buli. Robeknya buli-buli karena fraktur

pelvis bisa pulaterjadi akibat fragmen tulang pelvis merobek dindingnya.Dalam keadaan penuh terisi

urin, buli-buli mudah sekali robek jiak mendapatkantekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah

bawah. Buli-buli akan robek padadaerah fundus dan menyebabkan ekstravasasi uri ke rongga

intraperitoneum.Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic

antara lain pada reseksi buli-buli transurethral (TUR buli-buli) atau pada litotripsi.

Demikian pula partus kasep atau tindakan operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan

trauma iatrogenic pada buli- buli.

Klasifikasi

Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi:

1) kontusio buli-buli

2) cedera buli-buli ekstraperitoneal 45-60%

3) cedera intraperitoneal 25-45%

2-12% cederanya cedera buli-buli ekstraperitoneal+cedera intraperitoneal. Jikat

tidak mendapatkan perawatan dengan segera 10-20% cedera buli-buli akan berakibat

kematiankarena peritonitis atau sepsis.

 

Page 16: Trauma Urogenitalia

GRADE JENIS KERUSAKAN DESKRIPSI KERUSAKAN

I HematomaLaserasi

Kontusio dan hematom intramuralLaserasi sebagian dari dinding buli-buli

II Laserasi Laserasi dari dinding ekstraperitoneal buli <2 cm

III Laserasi Ekstraperitoneal (> 2cm) atau intraperitoneal (< 2cm) laserasi

IV Laserasi Laserasi Intraperitoneal dinding buli > 2cm

V Laserasi Laserasi Intraperitoneal atau ekstraperitoneal dari dinding buli sampai ke leher buli atau trigonum vesicadan orificium urethra

Page 17: Trauma Urogenitalia

Grade I Grade II Grade IIIa Gtade IIIb

Page 18: Trauma Urogenitalia

Grade IV Grade V

Diagnosis

Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh nyeri didaerah

suprasimfisis, miksi bercampur darah atau mungkin pasien tidak dapat miksi.Gambaran klinis yang lain

tergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli yang mengalami cedera yaitu

intra/ekstraperitoneal, adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit yang

terjadi akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis,

syok,hematoma perivesika, atau tanpa tanda sepsis dari suatu peritonitis atau abses

perivesika.Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan kontras

kedalam buli-buli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui kateter

Page 19: Trauma Urogenitalia

per-uretram.Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu (1) foto pada saat buli-buli terisi kontras dalam

posisianterior-posterior (AP), (2) pada posisi oblik, dan (3) wash out film yaitu foto setelah kontras

dikeluarkan dari buli-buli.

Terapi

Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan

untuk memberikan instirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli sembuh

setelah 7-10 hari. Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparatomi untuk

mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak

dioperasi ekstravasasi urin ke rongga intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis.

Rongga

4 intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang

kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparatomi .Pada cedera ekstraperitoneal,

robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal) dianjurkan untuk memasang kateter

selama 7-10 hari, tetapi sebagian ahli lain menganjurkan untuk melakukan penjahitan

buli-buli denagn pemasangan kateter sistostomi. Namun tanpa tindakan pembedahan kejadian

kegagalan penyembuhan luka ± 15%, dan kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada rongga

perivesika sebesar 12%. Oleh karena itu jika bersamaandengan rupture buli-buli terdapat

cedera organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan penjahitan buli-buli

dan pemasangan kateter sistostomi.Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh,

Page 20: Trauma Urogenitalia

sebelum melepas kateter uretra atau kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan

pemeriksaan sistografi guna melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin.

Sistografi dibuat pada hari ke 10-14 pascatrauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi

dipertahankan sampai 3 minggu.

Penyulit

Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urin ke rongga pelvis yang

dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis. Yang lebih berat lagi adalah

robekan buli-buli intraperitoneal, jika tidak segera dilakukan operasi, dapatmenimbulkan

peritonitis akibat dari ekstravasasi urin pada rongga intraperitoneum. Kedua keadaan itu

dapat menyebabkan sepsis yang dapat mengancam jiwa

TRAUMA URETRA

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui

proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian, yaitu uretra posterior

yang terdiri dari prostatic dan membranous portions,dan uretra anterior yang terdiri

dari bulbous dan pendulous portion. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam

menyalurkan cairan mani. Pada laki-laki, urethra berjalan melalui kandung kemih dan

kemudian memanjang melalui kelenjar prostat, perineum dan berakhir pada ujung penis.

Pada wanita, urethra lebih pendek dan memanjang dari vesica urinaria sampai vagina.

Normalnya, laju urin dapat dikontrol, pancarannya kuat, dan urin bersih tak tampak

adanya darah.

Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, dengan diameter 8 mm, sedangkan

uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan

hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria.

Di bagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat tonjolan verumontanum, dan

disebelah distal dan proksimal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian

akhir dari vas deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan

verumontanum., sedangkan sekresi prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang

tersebar di uretra prostatika.

Uretra pars membranosa terletak di bagian anterior dari puncak diafragma

urogenital dan menjadi bagian proksimal dari uretra anterior. Uretra anterior dibungkus

Page 21: Trauma Urogenitalia

oleh korpus spongiosum penis, terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa

navikularis, dan meatus uretra eksterna. Uretra pars bulbosa merupakan suatu

pembengkakan di bagian anterior proksimal, berjalan di antara proksimal korpus

spongiosum dan berlanjut sampai penile uretra. Drainase dan kelenjar cowper bermuara

di uretra pars bulbosa. Uretra pars pendularis berjalan sepanjang penis sampai fosa

navikularis dan meatus uretra.

Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma

uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi

trauma, tanda klinis, pengelolaan, serta prognosisnya.

Etiologi

Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera

iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur

tulang pelvis menyebabkan ruptura uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul

pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan ruptura uretra pars bulbosa.

Pemasangan kateter atau businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan

robekan uretra karena false route atau salah jalan; demikian pula tindakan operasi trans-

uretra dapat menimbulkan cedera uretra iatrogenik.

Berkaitan dengan usia, trauma urethra berkaitan dengan fraktur pelvis yang

tersering pada remaja muda usia dibawah 15 tahun. Sugesti disebabkan karena terdapat

perbedaan fraktur pelvis pada anak-anak dan dewasa. Pada anak muda, 56% kasus fraktur

pelvis beresiko tinggi untuk terjadinya trauma uretra. Pada dewasa, hanya 24% yang

beresiko tinggi menjadi trauma uretra.

Gambaran klinis

Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan per-uretram,

yaitu terdapat darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah mengalami trauma.

Perdarahan per-uretram ini harus dibedakan dengan hematuria yaitu urine bercampur

darah. Pada trauma uretra yang berat, seringkali pasien mengalami retensi urine. Pada

keadaan ini tidak diperbolchkan melakukan pemasangan kateter, karena tindakan

pemasangan kateter dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah.

Page 22: Trauma Urogenitalia

Gejala trauma uretra :

1. Terdapat darah pada urin

2. Kesulitan miksi

3. Swelling, inflamasi, infeksi dan nyeri abdomen yang disebabkan karena

kebocoran urin di sekitar jaringan.

Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan kontras

melalui uretra, guna mengetahui adanya ruptura uretra.

Ruptura Uretra Posterior

Ruptura uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.

Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada

cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. Fraktur pelvis

dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis menyebabkan

hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut

terobek, prostat beserta buli-buli akan terangkat ke kranial (Gambar 6-4).

Klasiflkasi

Melalui gambaran uretrogram (Gambar 6-5), Colapinto dan McCollum (1976)

membagi derajat cedera uretra dalam 3 jenis:

1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan). Foto

uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak

memanjang

2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-membranasea, sedangkan

diafragma urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi

kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis.

3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal

ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga di

bawah diafragma urogenitalia sampai ke perineum

Page 23: Trauma Urogenitalia

Gambar 6-4 Ruptura uretra pars bulbo-membranasea, tampak adanya ruptur ligamnetum

pubo-prostatikum dan hematoma perivesika yang menyebabkan buli-buli dan prostat

terdorong ke kranial

Diagnosis

Pasien yang menderita cedera uretra posterior seringkali datang dalam keadaan

syok karena terdapat fraktur pelvis/cedera organ lain yang menimbulkan banyak

perdarahan.

Ruptura uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang khas berupa: (1)

perdarahan per-uretram, (2) retensi urine, dan (3) pada pemeriksaan colok dubur

didapatkan adanya floating prostate (prostat melayang) di dalam suatu hematom. Pada

pemeriksaan uretrografi relrograd mungkin terdapat elongasi uretra atau ekstravasasi

kontras pada pars prostato-membranasea (Gambar 6-5).

Page 24: Trauma Urogenitalia

Gambar 6-5 Derajat rupture uretra posterior menurut Colapinto McCollum

Tindakan

Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain (abdomen dan

fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan. Oleh karena itu sebaiknya di

bidang urologi tidak perlu melakukan tindakan yang invasif pada uretra. Tindakan yang berlebihan

akan menyebabkan timbulnya perdarahan yang lebih banyak pada kavum pelvis dan prostat serta

menambah kerusakan pada uretra dan struktur neurovaskuler di sekitarnya. Kerusakan

neurovaskuler menambah kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi dan inkontinensia.

Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi untuk diversi

urine. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan primary endoscopic

r e a l i gmen l yaitu melakukan pemasangan kateter uretra sebagai splint melalui tuntunan

uretroskopi. Dengan cara ini diharapkan kedua ujung uretra yang terpisah dapat saling didekatkan.

Page 25: Trauma Urogenitalia

Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca ruptura dan kateter uretra dipertahankan selama

14 hari.

Sebagian ahli lain mengerjakan reparasi uretra (uretroplasti) setelah 3 bulan pasca trauma

dengan asumsi bahwa jaringan parut pada uretra telah stabil dan matang sehingga tindakan

rekonstruksi membuahkan hasil yang lebih baik.

Penyulit

Penyulit yang terjadi pada ruptura uretra adalah striktura uretra yang seringkali kambuh,

disfungsi ereksi, dan inkontinensia urine. Disfungsi ereksi terjadi pada 13-30% kasus disebabkan

karena kerusakan saraf parasimpatik atau terjadinya insufisiensi arteria. Inkontinensia urine lebih

jarang terjadi, yaitu 2-4% yang disebabkan karena kerusakan sfingter uretra eksterna.

Setelah rekonstruksi uretra seringkali masih timbul striktura (12-15%) yang dapat diatasi

dengan uretrotomia interna (sachse). Meskipun masih bisa kambuh kembali, striktura ini biasanya

tidak memerlukan tindakan uretroplasti ulangan.

Ruptura Uretra Anterior

Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah straddle

injury (cedera selangkanganj yaitu uretra tercepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis

kerusakan uretra yang terjadi berupa: kontusio dinding uretra, ruptur parsial, atau ruptur total

dinding uretra.

Patologi

Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongiosum penis. Korpus spongiosum

bersama dengan korpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia Buck dan fasia Colles.

Jika terjadi ruptur uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urine keluar dari uretra

tetapi masih terbatas pada fasia Buck, clan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada

penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urine dan darah hanya dibatasi oleh fasia

Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu

robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau

hematoma kupu-kupu (Gambar 6-6).

Page 26: Trauma Urogenitalia

Diagnosis

Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria.

Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau

hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi.

Pemeriksaan uretrografi retrograd pada kontusio uretra tidak menunjukkan adanya

ekstravasasi kontras, sedangkan pada ruptur uretra menunjukkan adanya ekstravasasi

kontras di pars bulbosa.

Tindakan

Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini

dapat menimbulkan penyulit striktura uretra di kemudian hari, maka setelah 4 - 6 bulan

perlu dilakukan pemeriksaan uretrografi ulangan. Pada ruptur uretra parsial dengan

ekstravasasi ringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urine. Kateter

sistostomi dipertahankan sampai 2 minggu, dan dilepas setelah diyakinkan melalui

Page 27: Trauma Urogenitalia

pemeriksaan uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi kontras atau tidak timbul

striktura uretra. Namun jika timbul striktura uretra, dilakukan reparasi uretra atau saclue.

Tidak jarang ruptur uretra anterior disertai dengan ekstravasasi urine dan

hematom yang luas sehingga diperlukan debridement dan insisi hematoma untuk

mencegah infeksi. Reparasi uretra dilakukan setelah luka menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar – Dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto

Reksoprodjo, Soelarto. dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Binarupa Aksara.

Sjamsuhidayat. R & Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah. edisi revisi. Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC, 1997.