translate jurnal
TRANSCRIPT
Surviving Sepsis Campaign: Pedoman Internasional untuk
Pengelolaan Sepsis Berat dan Syok Septik: 2008
Tujuan: Untuk memberikan pembaharuan pada pedoman
pengelolaan klinis Surviving Sepsis Campaign yang asli, "Surviving Sepsis
Campaign: Pedoman untuk Pengelolaan Sepsis Berat dan Syok Septik,” yang
diterbitkan pada tahun 2004.
Desain: metode Delphi yang dimodifikasi dengan konferensi
konsensus dari 55 ahli internasional, beberapa pertemuan berikutnya dari
subkelompok dan individu kunci, telekonferensi, dan diskusi berbasis
elektronik diantara subkelompok dan diantara seluruh komite. Proses ini
dilakukan secara independen dari beberapa industri pendanaan.
Metode: Kami menggunakan sistem GRADE yaitu Tingkat
Rekomendasi (Grades of Recommendation), Penilaian (Assessment),
Pengembangan (Development), dan Evaluasi (Evaluation) untuk memandu
penilaian kualitas bukti yang bernilai dari tinggi (A) hingga sangat rendah
(D) dan untuk menentukan kekuatan rekomendasi. Rekomendasi yang kuat
(1) menunjukkan bahwa efek yang diinginkan dari suatu intervensi jelas
lebih besar daripada efek yang tidak diinginkan (risiko, beban, biaya).
Rekomendasi yang lemah (2) menunjukkan bahwa batas antara efek yang
diinginkan dan tidak diinginkan kurang jelas. Tingkat kuat atau lemah
dipertimbangkan dari kepentingan klinis yang lebih besar daripada
perbedaan dalam kualitas bukti. Di daerah tanpa kesepakatan yang lengkap,
1
proses formal dari resolusi telah dikembangkan dan diterapkan.
Rekomendasi dikelompokkan ke dalam kelompok yang menargetkan sepsis
berat secara langsung, rekomendasi yang menargetkan perawatan umum
pada pasien sakit kritis yang dianggap memiliki prioritas tinggi pada sepsis
berat, dan pertimbangan pediatrik.
Hasil: Rekomendasi utama, terdaftar dalam kategori, termasuk
resusitasi early goal-directed pada pasien sepsis selama 6 jam pertama setelah
diketahui (1C); kultur darah sebelum terapi antibiotik (1C), pencitraan yang
dilakukan segera untuk mengkonfirmasi sumber potensial dari infeksi (1C),
pemberian terapi antibiotik spektrum luas dalam waktu 1 jam dari diagnosis
syok septik (1B) dan sepsis berat tanpa syok septik (1D), penilaian ulang dari
terapi antibiotik dengan data klinis dan mikrobiologi untuk
mempersempitnya, ketika sudah tepat (1C), biasanya 7-10 hari terapi
antibiotik diikuti oleh respon klinis (1D), kontrol sumber dengan
memperhatikan keseimbangan risiko dan manfaat dari metode yang dipilih
(1C); pemberian resusitasi cairan dari kristaloid atau koloid (1B), tantangan
cairan untuk memulihkan tekanan rata-rata dari pengisian sirkulasi (1C),
penurunan tingkat pemberian cairan pada peningkatan tekanan pengisian
tanpa ada perbaikan dalam perfusi jaringan (1D); vasopressor yang
dianjurkan norepinefrin atau dopamin untuk mempertahankan target awal
dari tekanan arteri rata-rata > 65 mm Hg (1C), terapi inotropik dobutamin
ketika cardiac output tetap rendah meskipun resusitasi cairan dan terapi
gabungan inotropik/ vasopressor (1C), terapi steroid stress-dose hanya
2
diberikan pada syok septik setelah tekanan darah yang dinilai kurang
responsif terhadap cairan dan terapi vasopressor (2C); activated protein C
rekombinan pada pasien dengan sepsis berat dan penilaian klinis risiko
tinggi untuk kematian (2B, kecuali 2C untuk pasien pasca operasi). Dengan
tidak adanya hipoperfusi jaringan, penyakit arteri koroner, atau perdarahan
akut, target hemoglobin 7-9 g/dL (1B), volume tidal yang rendah (1B) dan
keterbatasan dari strategi tekanan plateau inspirasi (1C) untuk cedera paru
akut (acute lung injury/ ALI) atau sindrom distress saluran pernapasan akut
(acute respiratory distress syndrome/ ARDS), penerapan setidaknya jumlah
minimal pada tekanan positif akhir respirasi pada ALI (1C), kepala pada
posisi elevasi saat berbaring pada pasien dengan ventilasi mekanik kecuali
ada kontraindikasi (1B); menghindari penggunaan rutin kateter arteri
pulmonalis pada ALI/ ARDS (1A), untuk mengurangi lamanya penggunaan
ventilasi mekanik dan lama tinggal di ICU, strategi cairan konservatif untuk
pasien dengan ALI/ ARDS yang tidak dalam kondisi syok (1C), protokol
untuk menghentikan sedasi/ analgesia (1B); menggunakan bolus sedasi
intermiten atau infus sedasi kontinu (1B); menghindari penghambat
neuromuskular, jika mungkin (1B), kontrol glikemik (1B), menargetkan
glukosa darah <150 mg/dL setelah stabilisasi awal (2C); penyetaraan veno-
veno hemofiltration yang kontinyu atau hemodialisis intermiten (2B);
profilaksis untuk deep vein thrombosis (1A), penggunaan profilaksis stress
ulcer untuk mencegah perdarahan saluran cerna bagian atas menggunakan
H2 bloker (1A) atau inhibitor pompa proton (1B), dan pertimbangan
3
membatasi dukungan yang tepat (1D). Rekomendasi khusus untuk sepsis
berat pada pediatrik termasuk penggunaan yang lebih besar dari
pemeriksaan fisik pada titik akhir terapi (2C), dopamin sebagai obat pilihan
pertama untuk hipotensi (2C), steroid hanya pada anak-anak dengan
insufisiensi adrenal yang dicurigai atau sudah terbukti (2C), dan
rekomendasi terhadap penggunaan activated protein C rekombinan pada
anak-anak (1B).
Kesimpulan: Ada kesepakatan yang kuat diantara ahli internasional
cohort mengenai banyak rekomendasi tingkat 1 untuk perawatan terbaik
saat ini pada pasien dengan sepsis berat. Rekomendasi evidence-based
mengenai manajemen akut sepsis dan syok septik merupakan langkah
pertama menuju perbaikan hasil untuk kelompok yang penting pada pasien
yang sakit kritis. (Crit Care Med 2008; 36:296-327)
KATA KUNCI: sepsis, sepsis berat, syok septik, sindrom sepsis,
infeksi; Tingkat Rekomendasi, Penilaian, Pengembangan dan kriteria
Evaluasi; GRADE, pedoman, pengobatan evidence-based, Surviving Sepsis
Campaign; bundel sepsis
Sepsis berat (disfungsi organ akut dengan infeksi sekunder) dan syok
septik (sepsis berat ditambah hipotensi yang tidak membaik dengan resusitasi
cairan) merupakan masalah kesehatan yang utama, yang mempengaruhi jutaan
individu di seluruh dunia setiap tahunnya, membunuh satu dari empat (dan sering
kali lebih), dan meningkat dalam insiden (1-5). Mirip dengan politrauma, infark
4
miokard akut, atau stroke, kecepatan dan ketepatan pemberian terapi pada jam-
jam awal setelah sepsis berat berkembang mungkin dapat mempengaruhi hasil.
Pada tahun 2004, sekelompok ahli internasional dalam diagnosis dan pengelolaan
infeksi dan sepsis, yang mewakili 11 organisasi, menerbitkan pedoman pertama
yang diterima secara internasional menyatakan bahwa dokter praktik bisa
memperbaiki luaran pada sepsis berat dan syok septik (6,7). Pedoman ini
mewakili fase II dari Surviving Sepsis Campaign (SSC), sebuah upaya
internasional untuk meningkatkan kesadaran dan meningkatkan hasil pada sepsis
berat. Bergabung dengan organisasi tambahan, kelompok-kelompok ini bertemu
lagi pada tahun 2006 dan 2007 untuk memperbarui dokumen pedoman yang
menggunakan sistem metodologi evidence-based terbaru untuk menilai kualitas
bukti dan kekuatan rekomendasi (8 -11).
Rekomendasi ini dimaksudkan untuk memberikan panduan untuk dokter
dalam merawat pasien dengan sepsis berat atau syok septik. Rekomendasi dari
pedoman ini tidak dapat menggantikan kemampuan pengambilan keputusan
klinisi saat dia dilengkapi dengan perlengkapan unik pada variabel klinis.
Sebagian besar rekomendasi ini sesuai untuk pasien sepsis berat pada unit
perawatan intensif (Intensive Care Unit/ ICU) dan non-ICU. Bahkan, komite
percaya bahwa saat ini, peningkatan hasil terbesar dapat dilakukan melalui
pendidikan dan proses perubahan untuk yang merawat pasien sepsis berat di-non
ICU dan seluruh spektrum dari perawatan akut. Hal ini juga harus dicatat bahwa
keterbatasan sumber daya di beberapa lembaga dan negara-negara dapat
mencegah dokter melaksanakan rekomendasi tertentu.
5
METODE
Sepsis didefinisikan sebagai infeksi sistemik ditambah manifestasi infeksi
(Tabel 1) (12). Sepsis berat didefinisikan sebagai sepsis ditambah disfungsi organ
yang diinduksi sepsis atau hipoperfusi jaringan. Ambang batas untuk disfungsi ini
sedikit bervariasi dari satu studi penelitian sepsis berat dengan yang lain. Contoh
identifikasi ambang batas yang khas pada sepsis berat ditunjukkan pada Tabel 2
(13). Hipotensi yang diinduksi sepsis didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik
(systolic blood pressure/ SBP) <90 mmHg atau tekanan arteri rata-rata <70
mmHg atau penurunan SBP >40 mmHg atau <2 SD di bawah normal menurut
usia dengan tidak adanya penyebab lain dari hipotensi. Syok septik didefinisikan
sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis yang bertahan meskipun dengan resusitasi
cairan yang adekuat. Hipoperfusi jaringan yang diinduksi sepsis didefinisikan
sebagai syok septik, peningkatan laktat, atau oliguria.
Tabel 1. Penentuan Kualitas Bukti
Metodologi yang mendasari
A. RCT
B. RCT dengan tingkat yang lebih rendah atau studi observasional tingkat
tinggi
C. Studi observasional well-done
D. Serial kasus atau pendapat ahli
Faktor yang mungkin dapat menurunkan kekuatan bukti
1. Kualitas yang buruk dari perencanaan dan implementasi dari RCT yang
ada, menyatakan bias yang cukup tinggi
2. Hasil yang tidak konsisten (termasuk masalah dengan analisis
subkelompok)
3. Bukti yang tidak langsung (membedakan populasi, intervensi, kontrol,
6
hasil, perbandingan)
4. Hasil yang tidak tepat
5. Pelaporan bias yang lebih tinggi
Faktor utama yang mungkin meningkatkan kekuatan bukti
1. Efek yang besar (bukti langsung, RR >2 tanpa kesalahan yang masuk akal)
2. Efek yang sangat besar dengan RR >5 dan tidak ada ancaman validitas
(oleh 2 tingkat)
3. Respon dosis yang tinggi
RCT, randomized controlled trial; RR, relative risk
Tabel 2. Faktor yang Menentukan Rekomendasi yang Kuat dan Lemah
Apa yang Harus
Dipertimbangkan
Proses yang Direkomendasikan
Kualitas bukti Kualitas bukti yang lebih rendah, memiliki
rekomendasi yang kurang kuat
Kepentingan relatif dari hasil Jika nilai dan preferensinya sangat luas,
memiliki rekomendasi yang kurang kuat
Risiko dasar dari hasil Risiko yang lebih tinggi, manfaat yang lebih
besar
Besarnya risiko relatif, termasuk
manfaat, kerugian dan beban
Pengurangan risiko relatif yang lebih besar
atau peningkatan risiko relatif kerugian yang
lebih besar masing-masing membuat
rekomendasi yang lebih kuat atau kurang
kuat
Besarnya efek yang absolut Manfaat dan kerugian absolut yang lebih
besar, masing-masing memiliki rekomendasi
yang lebih kuat dan kurang kuat
Ketepatan dalam efek yang
diperkirakan
Ketepatan yang lebih besar memiliki
rekomendasi yang kuat
Biaya Biaya pengobatan yang lebih tinggi memiliki
rekomendasi yang kurang kuat
7
Pedoman praktik klinis saat ini telah membangun edisi pertama dan kedua
dari 2001 (dibahas kemudian) dan 2004 (6,7,14). Publikasi 2001 tergabung dalam
MEDLINE yang mencari uji klinis 10 tahun sebelumnya, dilengkapi dengan
pencarian manual untuk jurnal lain yang relevan (14). Publikasi 2004 dimasukkan
dalam bukti yang tersedia melalui akhir tahun 2003. Publikasi saat ini didasarkan
pada pencarian yang diperbaharui pada tahun 2007 (lihat metode dan aturan
berikut).
Pedoman tahun 2001 dikoordinasikan oleh International Sepsis Forum,
pedoman tahun 2004 tersebut didanai oleh hibah pendidikan terbatas dari industri
dan dikelola melalui Society of Critical Care Medicine (SCCM), the European
Society of Intensive Care Medicine (ESICM), dan International Sepsis Forum.
Dua dari organisasi yang memberikan SSC menerima dana industri terbatas untuk
mendukung kegiatan SSC (ESICM dan SCCM), namun tidak satupun dari dana
ini digunakan untuk mendukung pertemuan komite 2006/ 2007.
Penting untuk membedakan antara proses revisi pedoman dan SSC. SSC
ini sebagian didanai oleh hibah industri pendidikan terbatas, termasuk dari
Edwards Life-Sciences, Eli Lilly and Company, dan Philips Medical Systems. SSC
juga menerima dana dari Coalition for Critical Care Excellence of the Society of
Critical Care Medicine. Sebagian besar pendanaan industri datang dari Eli Lilly
and Company.
Dana industri untuk SSC saat ini diarahkan pada inisiatif peningkatan
kinerja. Tidak ada pendanaan industri yang digunakan dalam proses revisi
pedoman.
8
Untuk upaya tahun 2004 dan 2006/ 2007, tidak ada anggota panitia dari
industri, tidak ada masukan industri ke dalam pengembangan pedoman, dan tidak
ada kehadiran industri di salah satu pertemuan. Kesadaran atau komentar industri
pada rekomendasi tidak diperbolehkan. Tidak ada anggota panitia pedoman
menerima honorarium apapun untuk peran apapun dalam proses pedoman tahun
2004 atau 2006/ 2007. Panitia mempertimbangkan penolakan dari anggota komite
selama musyawarah dan pengambilan keputusan di daerah dimana anggota komite
telah memiliki uang atau kepentingan persaingan akademis; namun, konsensus
sebagai ambang batas untuk pengecualian tidak bisa dihubungi. Atau, panitia
sepakat untuk memastikan pengungkapan penuh dan transparansi dari semua
konflik potensial anggota komite pada saat publikasi. (Lihat pengungkapan pada
akhir dokumen ini.)
Proses pedoman termasuk metode Delphi yang dimodifikasi, konferensi
konsensus, beberapa pertemuan selanjutnya dari subkelompok dan individu kunci,
telekonferensi dan diskusi berbasis elektronik diantara subkelompok dan anggota
seluruh komite, dan dua pertemuan sejumlah kelompok pada tahun 2007.
Subkelompok telah terbentuk, masing-masing dibebankan dengan
memperbarui rekomendasi di daerah tertentu, termasuk kortikosteroid, produk
darah, activated protein C, terapi penggantian ginjal, antibiotik, sumber kontrol,
dan kontrol glukosa. Setiap subkelompok bertanggung jawab untuk memperbarui
bukti (pada tahun 2007, dengan unsur-unsur tambahan utama dari informasi yang
dimasukkan ke dalam naskah berkembang sepanjang tahun 2006 dan 2007).
Sebuah pencarian terpisah dilakukan untuk masing-masing pertanyaan yang jelas.
9
Kursi komite bekerja dengan kepala subkelompok untuk mengidentifikasi istilah
pencarian terkait yang selalu disertakan, minimal, sepsis, sepsis berat, syok septik,
dan sindrom sepsis yang bertentangan terhadap wilayah topik umum dari
subkelompok seperti kata kunci yang bersangkutan dari pertanyaan spesifik yang
diajukan. Semua pertanyaan dari publikasi pedoman sebelumnya telah dicari,
seperti pertanyaan baru yang relevan yang dihasilkan oleh pencarian terkait topik
umum atau percobaan terbaru. Kualitas bukti dinilai oleh standar kriteria Tingkat
Rekomendasi (Grades of Recommendation), Penilaian (Assessment),
Pengembangan (Development), dan Evaluasi (Evaluation) atau GRADE (dibahas
kemudian). Penjelasan signifikan dari anggota komite pada pendekatan GRADE
dilakukan melalui e-mail sebelum pertemuan komite pertama dan pada pertemuan
pertama. Aturan yang dibagikan mengenai penilaian bukti, dan ahli GRADE telah
tersedia untuk seluruh proses melalui pertanyaan. Subkelompok menyetujui
rancangan elektronik yang dihadirkan ke pertemuan komite untuk diskusi umum.
Pada bulan Januari 2006, seluruh kelompok bertemu dalam SCCM Critical Care
Congress yang ke-35 di San Francisco, California. Hasil diskusi yang dimasukkan
ke dalam versi berikutnya dari rekomendasi dan dibahas lagi dengan
menggunakan surat elektronik. Rekomendasi yang diselesaikan dalam pertemuan
sejumlah kelompok (terdiri dari subset dari anggota panitia) pada SCCM 2007
(Orlando, FL) dan pertemuan 2007 International Symposium on Intensive Care
and Emergency Medicine (Brussels) dengan putaran kembali dari musyawarah
dan keputusan untuk seluruh kelompok untuk memberikan komentar atau
persetujuan. Pada kebijaksanaan suatu kursi dan diikuti diskusi yang adekuat,
10
persaingan proposal untuk kata-kata dari rekomendasi kekuatan bukti diselesaikan
melalui pemungutan suara. Pada suatu kesempatan, pemungutan suara dilakukan
untuk memberikan komite rasa untuk menyalurkan pendapat serta memfasilitasi
diskusi tambahan. Naskah ini diubah dalam suatu gaya yang dibentuk oleh panitia
yang menulis dengan persetujuan akhir oleh pimpinan bagian untuk masing-
masing kelompok tugas dan kemudian oleh seluruh panitia.
Pengembangan pedoman dan tingkat rekomendasi untuk proses
pengembangan pedoman tahun 2004 yang berdasarkan pada sistem yang
diusulkan oleh Sackett (15) pada tahun 1989, selama salah satu dari konferensi
American College of Chest Physicians (ACCP) yang pertama pada penggunaan
terapi antitrombotik. Rekomendasi pedoman yang direvisi didasarkan pada sistem
GRADE, sistem yang terstruktur untuk penilaian kualitas bukti dan tingkat
kekuatan rekomendasi dalam praktik klinis (8-11). Komite Pengarah SSC dan
masing-masing penulis berkolaborasi dengan perwakilan GRADE untuk
menerapkan sistem GRADE ke proses revisi pedoman SSC. Para anggota
kelompok GRADE yang terlibat langsung, baik secara langsung atau melalui e-
mail, dalam semua diskusi dan musyawarah antara anggota komite pedoman
untuk penilaian keputusan. Selanjutnya, penulis SSC menggunakan bahan tertulis
yang disiapkan oleh kelompok GRADE dan dirundingkan dengan anggota
kelompok GRADE yang tersedia pada pertemuan komite pertama dan sejumlah
pertemuan kelompok selanjutnya. Perwakilan GRADE juga digunakan sebagai
sumber daya di seluruh subkelompok musyawarah.
11
Sistem GRADE didasarkan pada penilaian berurutan dari kualitas bukti,
yang diikuti dengan penilaian keseimbangan antara manfaat dengan risiko, beban,
dan biaya, dan, berdasarkan pada pengembangan, dan tingkat dari pengelolaan
rekomendasi (9-11). Menjaga tingkat kualitas bukti dan kekuatan rekomendasi
secara eksplisit terpisah menjadi fitur penting dan berarti dari pendekatan
GRADE. Sistem ini mengklasifikasikan kualitas bukti sebagai tinggi (kelas A),
sedang (kelas B), rendah (kelas C), atau sangat rendah (kelas D). Randomized
trials dimulai sebagai bukti berkualitas tinggi tetapi dapat diturunkan karena
keterbatasan dalam pelaksanaan, inkonsistensi atau ketidaktepatan dari hasil, bukti
yang tidak langsung, dan kemungkinan bias pada laporan (Tabel 1). Contoh bukti
yang tidak langsung termasuk populasi yang dipelajari, intervensi yang
digunakan, hasil yang terukur, dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
kepentingan pertanyaan. Penelitian observasional (nonrandomized) dimulai
sebagai bukti berkualitas rendah, namun tingkat kualitas dapat ditingkatkan pada
efek dasar yang berkekuatan besar. Contohnya adalah kualitas bukti untuk
pemberian awal antibiotik.
Sistem GRADE mengklasifikasikan rekomendasi sebagai kuat (kelas 1)
atau lemah (kelas 2). Tingkat kuat atau lemah dipertimbangkan dari kepentingan
klinis yang lebih besar daripada perbedaan dalam tingkat kualitas bukti. Panitia
menilai apakah efek yang diinginkan akan lebih besar daripada efek yang tidak
diinginkan, dan kekuatan rekomendasi mencerminkan derajat kepercayaan
kelompok dalam penilaian tersebut. Sebuah rekomendasi yang kuat dapat
mendukung intervensi yang mencerminkan bahwa efek yang diinginkan dari
12
rekomendasi (hasil kesehatan yang menguntungkan, kurangnya beban staf dan
pasien, dan penghematan biaya) akan jelas lebih besar daripada efek yang tidak
diinginkan (merugikan, beban lebih, dan biaya yang lebih besar). Rekomendasi
lemah dalam mendukung suatu intervensi menunjukkan bahwa efek yang
diinginkan dari rekomendasi mungkin akan lebih besar daripada efek yang tidak
diinginkan, namun tidak ada kepercayaan diri mengenai batas karena beberapa
bukti memiliki kualitas rendah (dan masih ada ketidakpastian mengenai manfaat
dan risiko) atau manfaat dan kerugian seimbang. Sementara tingkat kepercayaan
berkelanjutan dan tidak ada batas yang tepat antara rekomendasi yang kuat dan
lemah, adanya kekhawatiran yang penting tentang satu atau lebih faktor
sebelumnya yang membuat rekomendasi yang lemah lebih memungkinkan.
Rekomendasi yang kuat diistilahkan sebagai "kami merekomendasikan" dan
rekomendasi yang lemah sebagai "kami menyarankan."
Implikasi dari menggunakan rekomendasi yang kuat yaitu kebanyakan
pasien yang mudah diberikan informasi akan menerima intervensi tersebut,
kebanyakan dokter harus menggunakannya dalam situasi kebanyakan. Mungkin
ada situasi dimana rekomendasi yang kuat tidak bisa atau tidak harus diikuti untuk
pasien karena preferensi atau karakteristik klinis pasien yang membuat
rekomendasi menjadi kurang berlaku. Menjadi rekomendasi yang kuat tidak
secara otomatis menyiratkannya sebagai suatu standar perawatan. Sebagai contoh,
rekomendasi kuat untuk pemberian antibiotik dalam 1 jam dari diagnosis sepsis
berat, meskipun diinginkan, ini bukan merupakan standar perawatan yang
diverifikasi oleh praktek saat ini (M Levy, komunikasi personal, dari 8.000 pasien
13
pertama yang masuk secara internasional ke database peningkatan kinerja SSC).
Implikasi dari rekomendasi yang lemah yaitu meskipun mayoritas pasien yang
mudah diberikan informasi akan menerimanya (tapi substansial proporsi tidak),
dokter harus mempertimbangkan penggunaannya sesuai dengan keadaan tertentu.
Perbedaan pendapat diantara anggota komite mengenai interpretasi dari
bukti, kata-kata proposal, atau kekuatan dari rekomendasi telah diselesaikan
dengan menggunakan seperangkat aturan yang dikembangkan secara khusus.
Kami akan menggambarkan proses ini secara rinci dalam publikasi terpisah.
Singkatnya, pendekatan utama untuk mengubah pendapat yang beragam mengenai
rekomendasi adalah sebagai berikut: 1) memberikan rekomendasi sebuah arah
(untuk atau melawan tindakan yang diberikan), mayoritas pemungutan suara harus
mendukung ke arah itu, dengan <20% yang lebih memilih arah yang berlawanan
(suara netral masih diperbolehkan), 2) menyatakan rekomendasi yang diberikan
kuat daripada yang lemah, >70% suara "kuat" yang diperlukan, 3) jika <70%
suara menunjukkan preferensi "kuat", rekomendasi ditandai sebagai kategori
lemah dari suatu kekuatan. Kami menggunakan kombinasi dari proses Delphi
yang dimodifikasi dan sejumlah (ahli) teknik kelompok untuk memastikan
kedalaman dan luasnya suatu ulasan. Seluruh kelompok tinjauan (bersama dengan
organisasi induknya seperti yang dipersyaratkan) berpartisipasi dalam proses
Delphi yang dimodifikasi yang lebih besar, dan berulang. Pertemuan kelompok
kerja yang lebih kecil, yang berlangsung secara pribadi, berfungsi sebagai
sejumlah kelompok. Jika konsensus yang jelas tidak bisa diperoleh dengan
pemungutan suara dalam sejumlah pertemuan kelompok, kelompok yang lebih
14
besar secara khusus diminta untuk menggunakan proses pemungutan suara. Hal
ini hanya diperlukan untuk kortikosteroid dan kontrol glikemik. Kelompok yang
lebih besar memiliki kesempatan untuk meninjau semua hasil. Dengan cara ini
seluruh tinjauan digabungkan secara intens yang fokus pada diskusi (sejumlah
kelompok) dengan tinjauan yang luas dan pemantauan dengan menggunakan
proses Delphi.
Catatan: Lihat Tabel 3-5 untuk ringkasan rekomendasi pada pasien
dewasa.
Tabel 3. Resusitasi Inisial dan Masalah Infeksi
Kekuatan rekomendasi dan kualitas bukti yang dinilai menggunakan kriteria
GRADE yang terlihat di dalam kurung pada tiap pedoman
Mengarahkan pada rekomendasi yang kuat, atau “kami merekomendasikan”
Mengarahkan pada rekomendasi yang lemah, atau “kami menyarankan”
Resusitasi inisial (6 jam pertama)
Mulai resusitasi dengan segera pada pasien dengan hipotensi atau laktat serum
yang meningkat >4 mmol/L, jangan ditunda untuk menunggu ICU (1C)
Tujuan resusitasi (1C)
CVP 8-12 mmHg*
Tekanan arterial rata-rata >65 mmHg
Urine output >0.5 ml.kg-1.hr-1
Saturasi oksigen vena sentral (vena cava superior) >70% atau mixed venous
>65%
Jika target saturasi oksigen vena tidak tercapai (2C)
Pertimbangkan penambahan cairan
Transfusi packed red blood cells jika diperlukan hingga hematokrit >30%
dan/atau
Mulai infus dobutamin, maksimal 20 µg.kg-1.min-1
Diagnosis
15
Diperlukan kultur yang sesuai sebelum pemberian antibiotik, ini tidak
menunda pemberian antibiotik secara signifikan (1C)
Mengambil dua atau lebih BC
Satu atau lebih BC secara perkutan
Satu BC dari perangkat akses vaskuler yang dipasang >48 jam
Kultur dari bagiani lain yang bermakna secara klinis
Menunjukkan studi pencitraan untuk mengkonfirmasi sumber infeksi lainnya,
jika aman untuk dilakukan (1C)
Terapi antibiotik
Mulai antibiotik intravena secepat mungkin dan dalam satu jam pertama dari
sepsis berat (1D) dan syok septik (1B) yang telah diketahui
Spektrum luas: satu atau lebih agen aktif untuk melawan bakteri/ jamur dan
dengan penetrasi yang baik ke dalam sumber yang dicurigai (1B)
Menilai kembali rejimen antibiotik setiap hari untuk mengoptimalkan
efektivitas, mencegah resistensi, menghindari toksisitas, dan meminimalkan
biaya (1C)
Pertimbangkan terapi kombinasi pada infeksi Pseudomonas (2D)
Pertimbangkan terapi empiris kombinasi pada pasien neutropenia (2D)
Terapi kombinasi <3-5 hari dan ditingkatkan kembali mengikuti tingkat
kerentanan (2D)
Durasi terapi dibatasi 7-10 hari, lebih lama bila responnya lambat atau ada
fokus undrainable dari infeksi atau defisiensi imunologis (1D)
Hentikan terapi antibiotik jika penyebab yang ditemukan noninfeksius (1D)
Kontrol dan identifikasi sumber
Bagian anatomis yang spesifik dari infeksi harus ditentukan secepat mungkin
(1C) dan dalam 6 jam pertama (1D)
Evaluasi pasien untuk fokus infeksi yang dapat dilakukan tindakan kontrol
sumber (misalnya drainase abses, debridemen jaringan) (1C)
Melaksanakan tindakan kontrol sumber secepat mungkin mengikuti resusitasi
inisial yang berhasil (1C) (pengecualian: nekrosis pankreatik yang terinfeksi,
dimana intervensi bedah lebih baik ditunda) (2B)
16
Memilih tindakan kontrol sumber dengan efektivitas maksimal dan gangguan
fisiologis yang minimal (1D)
Mengganti perangkat akses intravaskuler jika terinfeksi secara potensial (1C)
GRADE, Grades of Recommendation, Assesment, Development and
Evaluation; ICU, intensive care unit; CVP, central venous pressure; BC, blood
culture.
* Target CVP yang lebih tinggi dari 12-15 mmHg direkomendasikan pada
ventilasi mekanik atau penurunan compliance ventrikel yang sudah ada
sebelumnya.
Tabel 4. Dukungan Hemodinamik dan Terapi Tambahan
Kekuatan rekomendasi dan kualitas bukti yang dinilai menggunakan kriteria
GRADE yang terlihat di dalam kurung pada tiap pedoman
Mengarahkan pada rekomendasi yang kuat, atau “kami merekomendasikan”
Mengarahkan pada rekomendasi yang lemah, atau “kami menyarankan”
Terapi cairan
Resusitasi cairan menggunakan kristaloid atau koloid (1B)
Target CVP >8 mmHg (>12 mmHg jika dengan ventilasi mekanik) (1C)
Menggunakan teknik tantangan cairan yang dikaitkan dengan peningkatan
hemodinamik (1D)
Berikan tantangan cairan 1000 mL kristaloid atau 300-500 mL koloid lebih
dari 30 menit. Volume yang lebih banyak dan lebih cepat mungkin diperlukan
pada hipoperfusi jaringan yang diinduksi sepsis (1D)
Tingkat pemberian cairan harus diturunkan jika tekanan pengisian jantung
meningkat tanpa diikuti peningkatan hemodinamik (1D)
Vasopressor
Mempertahankan MAP >65 mmHg (1C)
Norepinefrin dan dopamin yang diberikan secara sentral merupakan pilihan
vasopresor inisial (1C)
Epinefrin, fenilefrin, atau vasopressin tidak harus diberikan sebagai
vasopressor inisial pada syok septik (2C). Vasopressin 0.03 unit/menit dapat
ditambahkan pada norepinefrin dengan antisipasi efek yang sama dengan
17
pemberian norepinefrin tunggal
Gunakan epinefrin sebagai agen pilihan pertama pada syok septik saat tekanan
darah tidak berespon terhadap norepinefrin atau dopamin (2B)
Jangan gunakan dopamin dosis rendah untuk proteksi ginjal (1A)
Pada pasien yang membutuhkan vasopressor, pasang kateter arterial
secepatnya (1D)
Terapi inotropik
Gunakan dobutamin pada pasien dengan disfungsi miokard yang didukung
oleh peningkatan tekanan pengisian jantung dan cardiac output yang rendah
(1C)
Jangan tingkatkan indeks jantung untuk mengantisipasi tingkat di atas normal
(1B)
Steroid
Pertimbangkan hidrokortison intravena pada pasien syok septik bila hipotensi
tidak berespon dengan resusitasi cairan yang adekuat dan vasopressor (2C)
Uji stimulasi ACTH tidak direkomendasikan untuk mengidentifikasi pasien
syok septik yang tidak mendapat hidrokortison (2B)
Hidrokortison lebih disukai daripada deksametason (2B)
Fludrokortison (50 µg per oral sekali sehari) dapat dimasukkan jika pilihan
hidrokortison yang telah digunakan mengurangi aktivitas mineralkortikoid
secara signifikan. Fludrokortison menjadi pilihan jika hidrokortison sudah
digunakan (2C)
Terapi steroid dapat dihentikan bertahap saat vasopressor tidak lagi diperlukan
(2D)
Dosis hidrokortison harus <300 mg/hari (1A)
Jangan gunakan kortikosteroid untuk mengatasi sepsis tanpa adanya syok
kecuali ada riwayat penggunaan kortikosteroid atau masalah endokrin (1D)
Recombinant human activated protein C
Pertimbangkan rhAPC pada pasien dewasa dengan disfungsi organ yang
diinduksi sepsis dengan penilaian klinis dari risiko tinggi kematian (APACHE
II >25 atau kegagalan organ multipel) jika tidak ada kontraindikasi (2B, 2C
18
untuk pasien pasca operasi)
Pasien dewasa dengan sepsis berat dan risiko rendah kematian (APACHE II
<20 atau kegagalan satu organ) tidak harus menerima rhAPC (1A)
GRADE, Grades of Recommendation, Assesment, Development and
Evaluation; CVP, central venous pressure; MAP, mean arterial pressure; ACTH,
adrenocorticotropic hormone; rhAPC, recombinant human activated protein C;
APACHE, Acute Physiology and Chronic Health Evaluation.
Tabel 5. Terapi Suportif Lainnya pada Sepsis Berat
Kekuatan rekomendasi dan kualitas bukti yang dinilai menggunakan kriteria
GRADE yang terlihat di dalam kurung pada tiap pedoman
Mengarahkan pada rekomendasi yang kuat, atau “kami merekomendasikan”
Mengarahkan pada rekomendasi yang lemah, atau “kami menyarankan”
Pemberian produk darah
Berikan sel darah merah bila hemoglobin <7.0 g/dL (<70 g/L) untuk mencapai
target hemoglobin 7.0-9.0 g/dL pada orang dewasa (1B). Nilai hemoglobin
yang lebih tinggi mungkin diperlukan pada kondisi khusus (misalnya iskemia
miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, penyakit jantung sianosis, atau
asidosis laktat)
Jangan gunakan eritropoietin untuk mengatasi anemia karena sepsis.
Eritropoietin mungkin digunakan untuk alasan lain yang dapat diterima (1B)
Jangan gunakan fresh frozen plasma untuk memperbaiki gangguan
pembekuan kecuali ada perdarahan atau prosedur invasif yang direncanakan
(2D)
Jangan gunakan terapi antithrombin (1B)
Berikan trombosit bila (2D)
Jumlahnya <5000/mm3 (5x109/L) tanpa melihat perdarahan
Jumlahnya 5000-30,000/mm3 (5-30x109/L) dan ada risiko perdarahan yang
signifikan
Jumlah trombosit lebih tinggi (>50,000/mm3 [50x109/L]) yang memerlukan
19
pembedahan atau prosedur invasif
Ventilasi mekanik pada ALI/ ARDS yang diinduksi sepsis
Target volume tidal 6 mL/kg berat badan (diprediksi) pada pasien dengan
ALI/ ARDS (1B)
Target batas atas tekanan plateau <30 cm H2O. Pertimbangkan compliance
dinding dada saat menilai tekanan plateau (1C)
Membiarkan PaCO2 untuk meningkat di atas normal, jika diperlukan, untuk
meminimalkan tekanan plateau dan volume tidal (1C)
Atur PEEP untuk mencegah kolaps paru yang luas pada akhir ekspirasi (1C)
Pertimbangkan menggunakan posisi pronasi pada pasien ARDS yang
membutuhkan nilai yang berbahaya secara potensial dari FiO2 atau tekanan
plateau, mereka tidak diletakkan pada risiko perubahan posisi (2C)
Pertahankan pasien dengan ventilasi mekanik dalam posisi semirecumbent
(kepala ditinggikan dari tempat tidur 45o) kecuali ada kontraindikasi (1B),
antara 30o-45o (2C)
Ventilasi noninvasif dapat dipertimbangkan pada sebagian kecil pasien dengan
ALI/ ARDS dengan gagal napas hipoksemia ringan sampai sedang. Pasien ini
perlu distabilkan secara hemodinamik, nyaman, mudah dibangunkan, dapat
melindungi jalan napasnya, dan diharapkan dapat sembuh dengan cepat (2B)
Gunakan protokol untuk penghentian bertahap dan SBT secara teratur untuk
mengevaluasi penghentian ventilasi mekanik (1A)
- Pilihan SBT termasuk dari nilai yang rendah dari tekanan yang didukung
dengan tekanan jalan napas positif kontinyu 5 cm H2O atau T-piece
- Sebelum SBT, pasien harus
Mudah dibangunkan
Stabil secara hemodinamik tanpa vasopressor
Tidak ada kondisi serius baru yang potensial
Memiliki kebutuhan ventilasi dan tekanan akhir ekspirasi yang rendah
Membutuhkan nilai FiO2 yang aman diterima dengan masker wajah atau
kanul nasal
Jangan gunakan kateter arteri pulmonal untuk pemantauan rutin pada pasien
20
dengan ALI/ ARDS (1A)
Gunakan strategi cairan konservatif untuk pasien dengan ALI yang tidak
terbukti mengalami hipoperfusi jaringan (1C)
Sedasi, analgesia dan blokade neuromuskuler pada sepsis
Gunakan protokol sedasi dengan tujuan sedasi pada pasien yang sakit kritis
dengan ventilasi mekanik (1B)
Gunakan bolus sedasi intermiten atau infus sedasi kontinyu untuk
mengantisipasi titik akhir (skala sedasi), dengan interupsi harian/ penurunan
untuk menghasilkan kesadaran. Titrasi kembali jika diperlukan (1B)
Hindari penghambat neuromuskuler jika mungkin. Pantau kedalaman blok
dengan train-of-four saat menggunakan infus kontinyu (1B)
Kontrol glukosa
Gunakan insulin intravena untuk mengontrol hiperglikemia pada pasien
dengan sepsis berat yang distabilkan di ICU (1B)
Tujuannya untuk menjaga glukosa darah <150 mg/dL (8.3 mmol/L)
menggunakan protokol yang telah divalidasi untuk pemberian dosis insulin
(2C)
Berikan sumber kalori glukosa dan pantau nilai glukosa darah setiap 1-2 jam
(4 jam bila sudah stabil) pada pasien yang menerima insulin intravena (1C)
Hasil nilai glukosa yang rendah diperoleh dari nilai uji dimana teknik ini akan
memberikan hasil yang berlebihan pada darah arteri atau plasma (1B)
Penggantian ginjal
Hemodialisis intermiten dan CVVH dapat sama-sama dipertimbangkan (2B)
CVVH menawarkan penanganan yang lebih mudah pada pasien yang tidak
stabil secara hemodinamik (2D)
Terapi bikarbonat
Jangan gunakan terapi bikarbonat untuk tujuan meningkatkan hemodinamik
atau menurunkan kebutuhan vasopressor saat menangani acidemia laktat yang
diinduksi hipoperfusi dengan pH >7.15 (1B)
Profilaksis deep vein thrombosis
Gunakan dosis rendah UFH atau LMWH, kecuali ada kontraindikasi (1A)
21
Gunakan perangkat profilaksis mekanik, seperti kompresi stocking atau
kompresi intermiten, bila ada kontraindikasi heparin (1A)
Gunakan kombinasi dari terapi farmakologis dan mekanik untuk pasien yang
memiliki risiko tinggi mengalami deep vein thrombosis (2C)
Pada pasien dengan risiko yang lebih tinggi, LMWH harus digunakan
daripada UFH (2C)
Profilaksis stress ulcer
Berikan profilaksis stress ulcer menggunakan H2 bloker (1A) atau inhibitor
pompa proton (1B). Manfaat untuk mencegah perdarahan saluran cerna bagian
atas harus dipertimbangkan untuk melawan perkembangan ventilator-acquired
pneumonia
Pertimbangan untuk membatasi dukungan
Diskusikan rencana penanganan selanjutnya dengan pasien dan keluarga.
Gambarkan hasil yang mungkin dan tunjukkan perkiraan yang realistis (1D)
GRADE, Grades of Recommendation, Assesment, Development and
Evaluation; ALI, acute lung injury; ARDS, acute respiratory distress syndrome;
PEEP, positive end-expiratory pressure; SBT, spontaneous breathing trial; ICU,
intensive care unit; CVVH, continuous veno-venous hemofiltration; UFH,
unfractioned heparin; LMWH, low-molecular weight heparin.
I. PENGELOLAAN SEPSIS BERAT
A. Resusitasi Awal
1. Kami merekomendasikan protokol resusitasi pada pasien dengan syok yang
diinduksi sepsis, didefinisikan sebagai hipoperfusi jaringan (hipotensi masih
bertahan setelah pemberian cairan awal atau konsentrasi laktat darah >4
22
mmol/L). Protokol ini harus dimulai begitu hipoperfusi terjadi dan tidak boleh
ditunda untuk menunggu masuk ICU. Selama 6 jam pertama resusitasi, tujuan
resusitasi awal pada hipoperfusi yang diinduksi sepsis harus mencakup semua
hal berikut sebagai salah satu bagian dari protokol pengobatan:
Tekanan vena sentral 8-12 mmHg
Tekanan arteri rata-rata (MAP/Mean Arterial Pressure) >65 mmHg
Urine output >0,5 mL.kg-1.jam-1
Saturasi oksigen vena sentral (vena cava superior) atau mixed venous masing-
masing >70% atau >65% (kelas 1C)
Dasar Pemikiran. Resusitasi early goal-directed telah terbukti untuk
meningkatkan kelangsungan hidup untuk pasien gawat darurat dengan syok septik
dalam studi randomized, controlled, dan single-center (16). Resusitasi diarahkan
ke tujuan yang telah disebutkan sebelumnya untuk periode resusitasi 6 jam
pertama mampu mengurangi tingkat kematian 28-hari. Konsensus Panel menilai
penggunaan target vena sentral dan saturasi oksigen vena menjadi setara.
Pengukuran saturasi oksigen yang dinilai, baik secara intermiten atau kontinyu
dapat diterima. Meskipun konsentrasi laktat darah mungkin mengurangi presisi
sebagai pengukur status metabolisme jaringan, jumlah yang meningkat pada
sepsis mendukung resusitasi yang agresif. Pada pasien dengan ventilasi mekanik
atau pasien dengan compliance ventrikel yang menurun, target yang lebih tinggi
dari tekanan vena sentral dari 12-15 mmHg telah disarankan untuk
memperhitungkan kemampuan pengisian (17). Pertimbangan yang sama dapat
dibenarkan dalam keadaan peningkatan tekanan abdominal atau disfungsi
23
diastolik (18). Peningkatan tekanan vena sentral juga dapat dilihat pada hipertensi
arteri pulmonalis yang secara klinis sudah ada sebelumnya. Meskipun penyebab
takikardi pada pasien sepsis mungkin multifaktorial, penurunan denyut nadi yang
meningkat dengan resusitasi cairan seringkali menjadi penanda yang berguna
untuk meningkatkan pengisian intravaskular. Penelitian observasional terbaru
yang telah diterbitkan menunjukkan hubungan antara hasil klinis yang baik pada
syok septik dan MAP >65 mmHg serta saturasi oksigen vena sentral >70%
(ScvO2, diukur pada vena cava superior, secara intermitten atau kontinyu) (19).
Banyak penelitian terbaru mendukung nilai dari protokol resusitasi awal pada
sepsis berat dan hipoperfusi jaringan yang diinduksi sepsis (20-25). Studi
menunjukkan bahwa pasien dengan syok mempunyai saturasi oksigen mixed
venous (SVO2) 5-7% lebih rendah dari saturasi oksigen vena sentral (ScvO2) (26)
dan protokol resusitasi early goal-directed dapat digunakan di sebuah praktek
umum (27).
Adanya keterbatasan pada tekanan pengisian ventrikel diperkirakan
sebagai pengganti untuk resusitasi cairan (28,29). Namun, pengukuran tekanan
vena sentral merupakan target yang paling mudah dibaca untuk resusitasi cairan.
Ada beberapa keuntungan yaitu untuk menargetkan resusitasi cairan mengalir dan
mungkin untuk indeks volumetrik (dan bahkan untuk perubahan mikrosirkulasi)
(30-33). Teknologi saat ini ada yang memungkinkan pengukuran aliran di tempat
tidur (34, 35). Tujuan untuk masa yang akan datang harus membuat teknologi ini
lebih mudah diakses selama periode resusitasi awal yang kritis dan penelitian
24
untuk memvalidasi utilitas. Teknologi ini sudah tersedia untuk resusitasi awal
ICU.
2. Kami menyarankan bahwa selama 6 jam pertama resusitasi pada sepsis berat
atau syok septik, jika ScvO2 atau SVO2 masing-masing 70% atau 65%, maka
tidak dapat diatasi dengan resusitasi cairan untuk target tekanan vena sentral,
maka transfusi dari packed red blood cells untuk mencapai hematokrit >30%
dan atau pemberian infus dobutamin (sampai maksimal 20 µgkg-1.min-1)
digunakan untuk mencapai tujuan ini (kelas 2C).
Dasar Pemikiran. Protokol yang digunakan dalam studi dikutip
sebelumnya ditargetkan pada peningkatan ScvO2 >70% (16). Hal ini dapat dicapai
dengan proses berurutan mulai dari resusitasi cairan awal, packed red blood cells,
dan kemudian dobutamin. Protokol ini dikaitkan dengan peningkatan
kelangsungan hidup. Berdasarkan penilaian klinis dan preferensi pribadi, seorang
dokter mungkin akan menganggap baik transfusi darah (jika hematokrit <30%)
atau dobutamin merupakan pilihan awal yang terbaik untuk meningkatkan
penerimaan oksigen dan otomatis meningkatkan ScvO2, saat resusitasi cairan
diyakini sudah adekuat. Rancangan percobaan tersebut tidak memungkinkan
untuk melakukan penilaian terhadap kontribusi relatif dari dua komponen (yaitu
meningkatkan konten oksigen atau meningkatkan cardiac output) dari protokol
pada pencapaian hasil yang lebih baik.
B. Diagnosis
25
1. Kami merekomendasikan kultur yang sesuai sebelum terapi antibiotik dimulai
jika beberapa kultur tidak menyebabkan keterlambatan signifikan dalam
pemberian antibiotik. Untuk mengoptimalkan identifikasi organisme
penyebab, kami sarankan setidaknya dua kultur darah diperoleh sebelum
antibiotik dengan setidaknya satu diambil secara perkutan dan satu diambil
melalui masing-masing akses vaskular, yang baru digunakan (<48 jam).
Kultur dari tempat lain (sebaiknya kuantitatif jika perlu), seperti urin, cairan
serebrospinal, luka, sekret pernapasan, atau cairan tubuh lainnya yang
mungkin menjadi sumber infeksi juga harus diperoleh sebelum terapi
antibiotik jika tidak terkait dengan keterlambatan yang signifikan dalam
pemberian antibiotik (kelas 1C).
Dasar Pemikiran. Meskipun pengambilan sampel tidak harus menunda
pemberian antibiotik tepat waktu pada pasien dengan sepsis berat (misalnya,
tusukan lumbal pada yang dicurigai meningitis), mendapatkan kultur yang sesuai
sebelum pemberian antibiotik sangat penting untuk mengkonfirmasi infeksi dan
patogen yang bertanggung jawab dan memungkinkan pemberian terapi antibiotik
setelah diterimanya profil kerentanan. Sampel dapat didinginkan atau dibekukan
jika pengolahan tidak dapat dilakukan dengan segera. Pengiriman segera ke
laboratorium mikrobiologi sangat diperlukan. Karena sterilisasi yang cepat dari
kultur darah dapat terjadi dalam beberapa jam setelah dosis pertama antibiotik,
diperlukan kultur sebelum memulai terapi sangat penting jika organisme
penyebab untuk diidentifikasi. Dua atau lebih kultur darah yang
direkomendasikan (36). Pada pasien dengan kateter indwelling (untuk >48 jam),
26
setidaknya satu biakan darah harus diambil melalui setiap lumen dari masing-
masing akses vaskular. Memperoleh kultur darah melalui perifer dan melalui
akses vaskular merupakan strategi penting. Jika organisme yang sama terlihat
pada kedua kultur, kemungkinan bahwa organisme yang menyebabkan sepsis
berat meningkat. Selain itu, jika kultur yang diambil melalui akses pembuluh
darah positif jauh lebih awal dari kultur darah perifer (yaitu >2 jam sebelumnya),
data mendukung konsep bahwa perangkat akses vaskular adalah sumber infeksi
(37). Kultur kuantitatif dari kateter dan darah perifer juga berguna untuk
menentukan apakah kateter adalah sumber infeksi. Volume darah yang diambil
dengan tabung kultur harus >10 mL (38). Kultur kuantitatif (atau semikuantitatif)
sekret saluran pernapasan yang direkomendasikan untuk diagnosis ventilator-
associated pneumonia (39). Gram-negatif stain dapat berguna, khususnya untuk
spesimen saluran pernapasan, untuk membantu menentukan mikroorganisme yang
menjadi sasaran. Peran potensial dari biomarker untuk diagnosis infeksi pada
pasien dengan sepsis berat belum berarti. Tingkat procalcitonin, meskipun sering
berguna, bermasalah pada pasien dengan pola inflamasi akut dari penyebab
lainnya (misalnya, pasca operasi, syok) (40). Dalam waktu dekat, metode
diagnostik cepat (polymerase chain reaction, micro-arrays) mungkin terbukti
sangat membantu untuk identifikasi patogen lebih cepat dan menentukan
resistensi antibiotik utama (41).
2. Kami merekomendasikan bahwa studi pencitraan dilakukan segera dalam
upaya untuk mengkonfirmasi sumber infeksi potensial. Sampling dari sumber
infeksi potensial harus terjadi saat mereka diidentifikasi, namun beberapa
27
pasien mungkin tidak terlalu stabil untuk dilakukan prosedur invasif tertentu
atau dibawa keluar dari ICU. Penelitian bedside, seperti USG, berguna dalam
keadaan ini (kelas 1C).
Dasar Pemikiran. Studi diagnostik mungkin mengidentifikasi sumber
infeksi yang memerlukan penghancuran dari benda asing atau drainase untuk
memaksimalkan kemungkinan yang memuaskan terhadap respon terapi. Namun,
di fasilitas kesehatan yang paling terorganisir dan tenaga kesehatan yang baik
sekalipun, pemindahan pasien bisa berbahaya, karena dapat menempatkan pasien
di luar unit perangkat pencitraan yang sulit untuk diakses dan diawasi.
Menyeimbangkan risiko dan manfaat wajib diatur untuk tindakan tersebut.
C. Terapi Antibiotik
1. Kami merekomendasikan bahwa terapi antibiotik intravena harus dimulai
sedini mungkin dan dalam satu jam pertama dari pembuktian syok septik (1B)
dan sepsis berat tanpa syok septik (1D). Kultur yang sesuai harus diperoleh
sebelum memulai terapi antibiotik tetapi tidak harus mencegah pemberian
terapi antibiotik (kelas 1D).
Dasar Pemikiran. Membangun akses vaskular dan memulai resusitasi
cairan yang cepat adalah prioritas pertama ketika mengelola pasien dengan sepsis
berat atau syok septik. Namun, pemberian agen antibiotik melalui infus juga harus
menjadi prioritas dan mungkin memerlukan akses vaskular tambahan (42, 43).
Pada keadaan syok septik, setiap jam penundaan dalam pemberian antibiotik yang
efektif berhubungan dengan peningkatan angka kematian (42). Jika agen
28
antibiotik tidak dapat dicampur dan dikirimkan segera dari apotek,
mengumpulkan pasokan antibiotik yang belum dicampur untuk situasi mendesak
adalah strategi yang tepat untuk menjamin pemberian yang cepat. Dalam memilih
rejimen antibiotik, dokter harus menyadari bahwa beberapa agen antibiotik
memiliki manfaat dalam pemberian bolus, sementara yang lainnya memerlukan
infus yang lebih lama. Dengan demikian, jika akses pembuluh darah terbatas dan
banyak agen yang berbeda harus diinfus, obat-obatan secara bolus mungkin
menawarkan keuntungan.
2a. Kami merekomendasikan bahwa terapi anti-infektif empiris inisial meliputi
satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas terhadap semua kemungkinan
patogen (bakteri dan/ atau jamur) dan yang menembus dalam konsentrasi
adekuat ke dalam yang dicurigai sebagai sumber sepsis (kelas 1B).
Dasar Pemikiran. Pilihan antibiotik empiris tergantung pada isu-isu
kompleks terkait riwayat pasien, termasuk intoleransi obat, penyakit yang
mendasarinya, sindrom klinis, dan kerentanan pola patogen di masyarakat, di
rumah sakit, dan yang sebelumnya telah dilaporkan dapat menyerang atau
menginfeksi pasien. Ada rentang yang sangat luas dari berbagai patogen potensial
untuk pasien neutropenia.
Antibiotik yang baru digunakan harus dihindari secara keseluruhan. Ketika
memilih terapi empiris, dokter harus menyadari virulensi dan prevalensi
pertumbuhan dari oxacillin (methicillin)-resistant Staphylococcus aureus (ORSA
atau MRSA) di beberapa pusat kesehatan masyarakat (terutama di Amerika
Serikat). Jika prevalensinya signifikan, dan dengan mempertimbangkan virulensi
29
dari organisme ini, terapi empiris yang adekuat untuk patogen ini akan
dibenarkan. Dokter juga harus mempertimbangkan apakah candidemia adalah
patogen yang mungkin ketika memilih terapi inisial. Ketika dianggap diperlukan,
pemilihan terapi antijamur empiris (misalnya, flukonazol, amfoterisin B, atau
echinocandin) akan disesuaikan dengan pola lokal yang paling lazim dari
prevalensi spesies Candida yang paling sering dan beberapa pemberian obat-
obatan golongan azoles (44). Faktor risiko untuk candidemia juga harus
dipertimbangkan ketika memilih terapi inisial.
Karena pasien dengan sepsis berat atau syok septik memiliki batas yang
sempit untuk kesalahan dalam pilihan terapi, seleksi awal terapi antibiotik harus
cukup luas untuk mencakup semua patogen yang mungkin. Ada banyak bukti
bahwa kegagalan untuk memulai terapi yang tepat (misalnya, terapi dengan
aktivitas melawan patogen yang kemudian diidentifikasi sebagai agen penyebab)
berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas (45-48).
Pasien dengan sepsis berat atau syok septik memerlukan terapi spektrum
luas sampai organisme penyebab dan kerentanan antibiotik yang didapatkan.
Pembatasan antibiotik sebagai strategi untuk mengurangi perkembangan resistensi
antibiotik atau untuk mengurangi biaya bukan merupakan strategi awal yang
sesuai pada populasi pasien ini.
Semua pasien harus menerima dosis penuh dari masing-masing antibiotik.
Namun, pasien dengan sepsis atau syok septik sering memiliki fungsi ginjal atau
hati yang abnormal dan mungkin memiliki volume distribusi yang abnormal
karena resusitasi cairan yang agresif. Pemantauan konsentrasi serum obat dapat
30
berguna dalam ICU untuk obat tersebut yang dapat diukur segera. Seorang dokter
yang berpengalaman atau apoteker klinis harus berkonsultasi untuk memastikan
bahwa konsentrasi serum yang dicapai dapat memaksimalkan efektivitas dan
meminimalkan toksisitas (49-52).
2b. Kami merekomendasikan bahwa rejimen antibiotik ditinjau kembali setiap
hari untuk mengoptimalkan aktivitas, untuk mencegah pengembangan
resistensi, untuk mengurangi toksisitas, dan untuk mengurangi biaya (kelas
1C).
Dasar Pemikiran. Meskipun pembatasan antibiotik sebagai strategi untuk
mengurangi resistensi antibiotik atau mengurangi biaya bukan merupakan strategi
awal yang tepat pada populasi pasien ini, saat patogen penyebab telah
diidentifikasi, mungkin menjadi jelas bahwa tidak ada obat empiris menawarkan
terapi yang optimal; yaitu, mungkin ada obat lain yang terbukti menghasilkan
hasil klinis yang lebih unggul yang dapat menggantikan agen empiris.
Mempersempit cakupan spektrum antibiotik dan mengurangi durasi terapi
antibiotik akan mengurangi kemungkinan bahwa pasien akan mengembangkan
superinfeksi dengan organisme patogen atau resisten, seperti spesies Candida,
Clostridium difficile, atau vancomycin-resistant Enterococcus faecium. Namun,
keinginan untuk meminimalkan superinfeksi dan komplikasi lainnya tidak harus
didahulukan dari kebutuhan untuk memberikan pasien terapi yang adekuat untuk
menyembuhkan infeksi yang menyebabkan sepsis berat atau syok septik.
31
2c. Kami menyarankan terapi kombinasi untuk pasien dengan infeksi
Pseudomonas yang diketahui atau diduga sebagai penyebab sepsis berat (kelas
2D).
2d. Kami menyarankan terapi kombinasi empiris untuk pasien neutropenia dengan
sepsis berat (kelas 2D).
2e. Ketika digunakan secara empiris pada pasien dengan sepsis berat, kami
sarankan terapi kombinasi tidak boleh diberikan selama >3-5 hari. Pemberian
pada terapi tunggal yang sesuai yang harus diberikan secepatnya setelah profil
kerentanan telah diketahui (kelas 2D).
Dasar Pemikiran. Meskipun tidak ada penelitian atau meta-analisis yang
meyakinkan untuk menunjukkan bahwa terapi kombinasi menghasilkan hasil
klinis yang lebih unggul bagi patogen individu dalam kelompok pasien tertentu,
terapi kombinasi menghasilkan sinergi in vitro terhadap patogen dalam beberapa
model (meskipun sinergi seperti ini sulit untuk didefinisikan dan diprediksi).
Dalam beberapa skenario klinis, seperti dua sebelumnya, terapi kombinasi secara
biologis masuk akal dan kemungkinan klinis berguna bahkan jika bukti tidak
menunjukkan hasil klinis yang membaik (53-56). Terapi kombinasi untuk
Pseudomonas yang dicurigai menunda sensitivitas dapat meningkatkan
kemungkinan bahwa pada obat yang paling efektif terhadap jenis itu
mempengaruhi hasil secara positif (57).
3. Kami merekomendasikan bahwa durasi terapi biasanya 7-10 hari; pemberian
yang lebih lama mungkin tepat pada pasien yang memiliki respon klinis
32
lambat, fokus infeksi yang tidak dapat ditentukan, atau defisiensi imunologis,
termasuk neutropenia (kelas 1D).
4. Kami merekomendasikan bahwa jika sindrom klinis yang terlihat ditentukan
untuk menjadi penyebab yang tidak infeksius, terapi antibiotik dihentikan
segera untuk meminimalkan kemungkinan pasien akan menjadi terinfeksi
dengan patogen yang resisten antibiotik atau akan mengembangkan efek
samping obat (kelas 1D).
Dasar Pemikiran. Dokter harus menyadari bahwa kultur darah akan negatif
dalam >50% kasus sepsis berat atau syok septik, namun banyak dari kasus-kasus
ini kemungkinan disebabkan oleh bakteri atau jamur. Dengan demikian,
keputusan untuk melanjutkan, mempersempit, atau menghentikan terapi antibiotik
harus dilakukan berdasarkan pertimbangan dokter dan informasi klinis.
D. Kontrol Sumber
1a. Kami merekomendasikan bahwa diagnosis anatomis tertentu dari infeksi
membutuhkan pertimbangan untuk memunculkan kontrol sumber (misalnya,
necrotizing fascilitis, peritonitis difus, kolangitis, infark usus) akan dicari dan
didiagnosis atau disingkirkan secepat mungkin (kelas 1C) dan dalam 6 jam
pertama setelah muncul (kelas 1D).
1b. Kami lebih merekomendasikan bahwa semua pasien dengan sepsis berat
dievaluasi untuk adanya fokus pada infeksi setuju untuk tindakan kontrol
sumber, khususnya drainase abses atau fokus lokal pada infeksi, debridemen
yang jaringan nekrotik yang terinfeksi, pengambilan dari perangkat yang
33
berpotensi terinfeksi, atau kontrol definitif dari sumber kontaminasi mikroba
yang sedang berlangsung (kelas 1C). (Lampiran A memberikan contoh situs
potensial yang membutuhkan kontrol sumber.)
2. Kami menyarankan bahwa ketika nekrosis peripankreatik terinfeksi
diidentifikasi sebagai sumber infeksi potensial, intervensi definitif yang paling
baik ditunda sampai penentuan adekuat dari jaringan yang layak dan tidak
layak telah dilakukan (kelas 2B).
3. Kami merekomendasikan bahwa ketika kontrol sumber diperlukan, intervensi
yang efektif terkait dengan tindakan fisiologis yang sebaiknya dilakukan
(misalnya, drainase perkutan lebih baik daripada drainase bedah untuk sebuah
abses) (kelas 1D).
4. Kami merekomendasikan bahwa ketika perangkat akses intravaskular adalah
kemungkinan sumber sepsis berat atau syok septik, mereka akan segera
dilepaskan setelah akses vaskular lainnya telah dipasang (kelas 1C).
Dasar Pemikiran. Prinsip dari kontrol sumber dalam pengelolaan sepsis
meliputi diagnosis yang cepat dari situs infeksi tertentu dan identifikasi fokus
infeksi yang mungkin untuk dilakukan tindakan kontrol sumber (khususnya
drainase abses, debridemen dari jaringan nekrotik yang terinfeksi, menghilangkan
perangkat yang berpotensi untuk terinfeksi, dan kontrol definitif sumber
kontaminasi mikroba yang sedang berlangsung) (58). Fokus infeksi yang mudah
untuk dilakukan tindakan kontrol sumber mencakup abses intraabdomen atau
perforasi gastrointestinal, kolangitis atau pielonefritis, iskemia usus atau infeksi
nekrotikan jaringan lunak dan infeksi ruang lainnya, seperti empiema atau arthritis
34
septik. Beberapa fokus infeksius harus dikendalikan sesegera mungkin seiring
dengan resusitasi awal yang berhasil (59), mencapai tujuan kontrol sumber dengan
fisiologis yang mungkin (misalnya, bedah perkutan lebih baik daripada drainase
bedah untuk sebuah abses [60], endoskopi lebih baik daripada drainase bedah
untuk saluran empedu), dan mengganti perangkat akses intravaskuler yang
berpotensi menjadi sumber sepsis berat atau syok septik segera setelah memasang
akses vaskular lainnya (61, 62). Penelitian randomized controlled trial
membandingkan intervensi bedah awal dengan yang ditunda untuk nekrosis
peripankreatik menunjukkan hasil yang lebih baik pada intervensi yang ditunda
(63). Namun, ada daerah ketidakpastian, seperti dokumentasi yang definitif dari
infeksi dan lama yang sesuai dari keterlambatan. Pemilihan dari metode kontrol
sumber yang optimal harus mempertimbangkan manfaat dan risiko dari intervensi
spesifik serta risiko transfer (64). Intervensi kontrol sumber intervensi dapat
menyebabkan komplikasi lanjut, seperti perdarahan, fistula, atau kerusakan organ
yang disengaja. Intervensi bedah harus dipertimbangkan ketika pendekatan
intervensi yang lebih rendah tidak adekuat atau bila ketidakpastian diagnostik
terus berlanjut meskipun dengan evaluasi radiologis. Situasi klinis yang spesifik
membutuhkan pertimbangan dari pilihan yang tersedia, preferensi pasien, dan
keahlian klinisi.
E. Terapi Cairan
35
1. Kami merekomendasikan resusitasi cairan baik dengan koloid alami/ buatan
atau kristaloid. Tidak ada evidence-based yang mendukung untuk salah satu
jenis cairan atas cairan yang lain (kelas 1B).
Dasar Pemikiran. Studi SAFE menunjukkan bahwa pemberian albumin
adalah aman dan sama efektifnya seperti kristaloid (65). Ada penurunan
signifikan dalam angka kematian dengan penggunaan koloid dalam subset analisis
pada pasien sepsis (p = .09). Meta-analisis sebelumnya dari penelitian kecil pada
pasien ICU telah menunjukkan tidak ada perbedaan antara resusitasi dengan
cairan kristaloid dan koloid (66-68). Meskipun pemberian hydroxyethyl dapat
meningkatkan risiko gagal ginjal akut pada pasien dengan sepsis, temuan variabel
menghalangi rekomendasi definitif (69, 70). Karena volume distribusi jauh lebih
besar untuk kristaloid dibandingkan koloid, resusitasi dengan kristaloid
membutuhkan lebih banyak cairan untuk mencapai titik akhir yang sama dan lebih
sering menyebabkan edema. Kristaloid yang lebih murah.
2. Kami merekomendasikan bahwa resusitasi cairan secara inisial menargetkan
tekanan vena sentral >8 mmHg (12 mmHg pada pasien dengan ventilasi
mekanik). Terapi cairan lanjutan sering diperlukan (kelas 1C).
3a. Kami merekomendasikan bahwa teknik tantangan cairan diterapkan dimana
pemberian cairan dilanjutkan selama ada perbaikan hemodinamik yang
berlanjut (misalnya, tekanan arteri, denyut jantung, urine output) (kelas 1D).
3b. Kami merekomendasikan bahwa tantangan cairan pada pasien yang diduga
mengalami hipovolemia dimulai dengan >1000 mL kristaloid atau 300-500
mL koloid lebih dari 30 menit. Pemberian yang lebih cepat dan jumlah cairan
36
yang lebih besar mungkin diperlukan pada pasien dengan hipoperfusi jaringan
yang disebabkan sepsis (lihat Rekomendasi Resusitasi Inisial) (kelas 1D).
3c. Kami merekomendasikan bahwa tingkat pemberian cairan dikurangi secara
substansial ketika tekanan pengisian jantung (tekanan vena sentral atau
tekanan balloon-occluded arteri pulmonalis) meningkat tanpa diikuti
perbaikan hemodinamik (kelas 1D).
Dasar Pemikiran. Tantangan cairan harus jelas dipisahkan dari pemberian
cairan yang sederhana; itu adalah teknik di mana sejumlah besar cairan yang
diberikan selama periode waktu yang terbatas di bawah pemantauan ketat untuk
mengevaluasi respon pasien dan menghindari berkembang menjadi edema paru.
Tingkat defisit volume intravaskular pada pasien dengan sepsis berat bervariasi.
Dengan venodilation dan kebocoran kapiler yang berkelanjutan, kebanyakan
pasien memerlukan resusitasi cairan agresif terus-menerus selama 24 jam pertama
dari penanganan. Input biasanya jauh lebih besar dari output, dan rasio input/
output tidak dapat menilai kebutuhan resusitasi cairan selama periode waktu ini.
F. Vasopressors
1. Kami merekomendasikan bahwa tekanan arterial rata-rata (Mean Arterial
Pressure/ MAP) dipertahankan >65 mmHg (kelas 1C).
Dasar Pemikiran. Terapi vasopressor diperlukan untuk mempertahankan
hidup dan mempertahankan perfusi dalam menghadapi hipotensi yang
mengancam hidup, bahkan ketika hipovolemia belum diselesaikan. Di bawah
tekanan arterial rata-rata tertentu, autoregulasi dalam berbagai vaskular bisa
37
hilang, dan perfusi dapat menjadi linear tergantung pada tekanan. Dengan
demikian, beberapa pasien mungkin memerlukan terapi vasopressor untuk
mencapai tekanan perfusi minimal dan menjaga aliran yang adekuat (71, 72).
Titrasi norepinefrin yang digunakan minimal mencapai MAP 65 mmHg telah
ditunjukkan untuk menjaga perfusi jaringan (72). Selain itu, ada komorbiditas
harus dipertimbangkan untuk target MAP yang paling tepat. Misalnya, MAP 65
mmHg mungkin terlalu rendah pada pasien dengan hipertensi berat tidak
terkontrol, dan pada pasien yang masih muda yang sebelumnya normotensif,
MAP yang lebih rendah mungkin adekuat. Titik akhir tambahan, seperti tekanan
darah, dengan penilaian perfusi regional dan global, seperti konsentrasi laktat
dalam darah dan urine output, adalah penting. Resusitasi cairan yang adekuat
adalah aspek dasar dari penanganan hemodinamik pasien dengan syok septik dan
idealnya harus dicapai sebelum vasopressors dan inotropik digunakan, namun
menggunakan vasopressors lebih awal sebagai tindakan darurat pada pasien
dengan syok berat sering diperlukan. Ketika itu terjadi, upaya yang besar harus
diarahkan untuk penghentian bertahap vasopressors dengan melanjutkan resusitasi
cairan.
2. Kami merekomendasikan baik itu norepinefrin atau dopamin sebagai agen
vasopressor pilihan pertama untuk memperbaiki hipotensi pada syok septik
(diberikan melalui kateter sentral segera bila salah satu tersedia) (kelas 1C).
3a. Kami menyarankan bahwa epinefrin, fenilefrin, atau vasopresin tidak boleh
diberikan sebagai vasopressor inisial pada syok septik (kelas 2C). Vasopresin
38
0.03 unit/ menit dapat ditambahkan pada norepinefrin yang selanjutnya
dengan mengantisipasi efek yang setara dengan penggunaan norepinefrin saja.
3b. Kami menyarankan epinefrin yang menjadi agen alternatif pilihan pertama
pada syok septik yang kurang responsif terhadap norepinefrin atau dopamin
(kelas 2B).
Dasar Pemikiran. Tidak ada bukti primer yang berkualitas tinggi untuk
merekomendasikan satu katekolamin di atas yang lainnya. Banyak literatur ada
yang kontras terhadap efek fisiologis dari pilihan vasopressor dan kombinasi
inotropik/ vasopressors pada syok septik (73-85). Studi manusia dan hewan
menyarankan beberapa keuntungan dari norepinefrin dan dopamin diatas epinefrin
(yang terakhir dengan potensial untuk takikardi serta efek merugikan pada
sirkulasi splanknikus dan hiperlaktemia) dan fenilefrin (penurunan pada stroke
volume). Bagaimanapun, tidak ada bukti klinis bahwa epinefrin dihasilkan pada
hasil yang lebih buruk, dan harus menjadi pilihan alternatif pertama untuk
dopamin atau norepinefrin. Fenilefrin adalah agen adrenergik yang paling tidak
mungkin untuk menghasilkan takikardi tetapi sebagai vasopressor murni
diharapkan dapat mengurangi stroke volume. Dopamin meningkatkan tekanan
arterial rata-rata dan cardiac output, terutama karena adanya peningkatan stroke
volume dan denyut jantung. Norepinefrin meningkatkan tekanan arterial rata-rata
akibat efek vasokonstriksinya, dengan sedikit perubahan dalam denyut jantung
dan kurang meningkatkan stroke volume dibandingkan dengan dopamin. Salah
satu dapat digunakan sebagai agen lini pertama untuk memperbaiki hipotensi pada
sepsis. Norepinefrin lebih kuat dari dopamin dan mungkin lebih efektif mengatasi
39
hipotensi pada pasien dengan syok septik. Dopamin mungkin akan sangat berguna
pada pasien dengan gangguan fungsi sistolik tetapi menyebabkan takikardi dan
mungkin arrhythmogenic (86). Hal ini juga dapat mempengaruhi respon endokrin
melalui aksis hipotalamus-pituitari dan memiliki efek imunosupresif.
Jumlah vasopresin pada syok septik telah dilaporkan lebih rendah daripada
yang diantisipasi untuk keadaan syok (87). Dosis rendah dari vasopressin
mungkin efektif dalam meningkatkan tekanan darah pada pasien refrakter
dibandingkan vasopressors lainnya dan mungkin manfaat fisiologis potensial
lainnya (88-93). Terlipressin memiliki efek yang sama tetapi lebih lama (94).
Studi menunjukkan bahwa konsentrasi vasopressin meningkat pada awal syok
septik, tetapi dengan syok berkelanjutan konsentrasi menurun pada rentang
normal pada mayoritas pasien antara 24 dan 48 jam (95). Ini disebut defisiensi
vasopressin relatif karena dengan adanya hipotensi, vasopressin diharapkan akan
meningkat. Pentingnya temuan ini tidak diketahui. Percobaan terakhir VASST,
randomized controlled trial membandingkan norepinefrin tunggal dengan
norepinefrin ditambah vasopressin 0.03 unit/menit, menunjukkan tidak ada
perbedaan dalam hasil mengobati populasi. Pada suatu analisis subkelompok
utama menunjukkan bahwa kelangsungan hidup pasien menerima <15 µg/menit
norepinefrin pada saat pengacakan lebih baik dengan penggunaan vasopressin.
Namun, dasar pemikiran untuk stratifikasi ini didasarkan pada eksplorasi manfaat
potensial dalam >15 µg norepinefrin. Dosis yang lebih tinggi dari vasopressin
telah dikaitkan dengan jantung, digital, dan iskemia splanknikus dan harus
disediakan untuk situasi dimana vasopressors alternatif telah gagal (96).
40
Pengukuran cardiac output untuk memungkinkan pemeliharaan aliran yang
normal atau meningkat diperlukan ketika vasopressors murni telah diresmikan.
4. Kami merekomendasikan bahwa dopamin dosis rendah tidak digunakan untuk
melindungi ginjal (kelas 1A).
Dasar Pemikiran. Sebuah randomized trial besar-besaran dan meta-analisis
yang membandingkan dosis rendah dopamin dengan plasebo menemukan tidak
ada perbedaan baik dalam hasil utama (kreatinin serum puncak, diperlukan untuk
pengganti ginjal, urine output, waktu untuk pemulihan dari fungsi ginjal yang
normal) atau hasil sekunder (bertahan hidup baik itu keluar dari ICU maupun dari
rumah sakit, rawat inap di ICU, tinggal di rumah sakit, aritmia) (97, 98). Dengan
demikian, data yang tersedia tidak mendukung pemberian dosis rendah dopamin
semata-mata untuk menjaga fungsi ginjal.
5. Kami merekomendasikan bahwa semua pasien yang memerlukan vasopressors
memiliki kateter arteri yang dapat ditempatkan secepatnya jika sumber
dayanya tersedia (kelas 1D).
Dasar Pemikiran. Pada stadium syok, estimasi tekanan darah
menggunakan manset secara umum tidak akurat; penggunaan kanul arteri lebih
tepat dan memudahkan pengukuran tekanan arteri. Kateter ini juga
memungkinkan analisis berkelanjutan sehingga keputusan mengenai terapi dapat
didasarkan pada informasi langsung dari tekanan darah.
41
G. Terapi Inotropik
1. Kami merekomendasikan bahwa infus dobutamin dapat diberikan pada
disfungsi miokard yang ditunjukkan oleh peningkatan tekanan pengisian
jantung dan cardiac output yang rendah (kelas 1C).
2. Kami merekomendasikan perlawanan penggunaan strategi untuk
meningkatkan indeks jantung yang ditentukan atas tingkat normal (kelas 1B).
Dasar Pemikiran. Dobutamin adalah inotropik pilihan pertama untuk
pasien dengan cardiac output yang terukur atau diduga rendah dengan adanya
tekanan pengisian ventrikel kiri yang adekuat (atau penilaian klinis dari resusitasi
cairan yang adekuat) dan tekanan arterial rata-rata yang adekuat. Pasien sepsis
yang tetap hipotensi setelah resusitasi cairan mungkin memiliki cardiac output
yang rendah, normal, atau meningkat. Oleh karena itu, pengobatan dengan
kombinasi inotropik/ vasopressor, seperti norepinefrin atau dopamin, disarankan
jika cardiac output tidak terukur. Ketika ada kemampuan untuk memantau
cardiac output selain tekanan darah, vasopressor, seperti norepinefrin, mungkin
digunakan secara terpisah untuk menargetkan tingkat tertentu dari tekanan arterial
rata-rata dan cardiac output. Dua uji klinis prospektif yang mencakup pasien kritis
di ICU yang memiliki sepsis berat gagal menunjukkan manfaat dari peningkatan
penerimaan oksigen dengan target diatas normal dengan menggunakan dobutamin
(99, 100). Studi ini tidak menargetkan pasien secara khusus dengan sepsis berat
dan tidak menargetkan 6 jam pertama resusitasi. Enam jam pertama dari resusitasi
pada hipoperfusi yang diinduksi sepsis harus diperlakukan secara terpisah dari
tahap selanjutnya dari sepsis berat (lihat Rekomendasi Resusitasi Inisial).
42
H. Kortikosteroid
1. Kami menyarankan bahwa hidrokortison intravena hanya diberikan untuk
pasien syok septik yang dewasa setelah dikonfirmasi bahwa tekanan darah
mereka kurang responsif terhadap resusitasi cairan dan terapi vasopressor
(kelas 2C).
Dasar Pemikiran. Multisenter One French, randomized controlled trial
(RCT) pada pasien dengan syok septik yang tidak responsif terhadap vasopressor
(hipotensi meskipun diberikan resusitasi cairan dan vasopressors) menunjukkan
kembalinya syok yang signifikan dan penurunan angka kematian pada pasien
dengan insufisiensi adrenal relatif (didefinisikan sebagai postadrenocorticotropic
hormone [ACTH] kortisol yang meningkat <9 µg/dL) (101). Dua RCT tambahan
yang lebih kecil juga menunjukkan efek yang signifikan pada kembalinya syok
dengan terapi steroid (102, 103). Namun, baru-baru ini, European multicenter
trial (CORTICUS), yang telah disajikan dalam bentuk abstrak tetapi belum
diterbitkan, gagal untuk menunjukkan manfaat terhadap kematian dengan terapi
steroid pada syok septik (104). CORTICUS memang menunjukkan resolusi lebih
cepat pada syok septik pada pasien yang menerima steroid. Penggunaan tes
ACTH (responder dan nonresponder) tidak memprediksi resolusi lebih cepat pada
syok. Yang penting, tidak seperti percobaan French, yang hanya pasien syok
dengan tekanan darah yang tidak responsif terhadap terapi vasopressor, studi
CORTICUS tersebut memasukkan pasien dengan syok septik, terlepas dari
bagaimana tekanan darah menanggapi vasopressors. Meskipun kortikosteroid
muncul untuk mempromosikan kembalinya syok, kurangnya perbaikan yang jelas
43
pada angka kematian, ditambah dengan efek samping steroid yang diketahui,
seperti peningkatan risiko infeksi dan miopati, umumnya tidak disukai pada
penggunaan yang luas. Dengan demikian, ada kesepakatan bahwa rekomendasi
harus diturunkan dari pedoman sebelumnya (Lampiran B). Ada diskusi yang
dipertimbangkan oleh panitia pada pilihan yang mendorong penggunaan pada
pasien yang tekanan darahnya tidak responsif terhadap cairan dan vasopressors,
sementara ada syok yang memiliki respon baik terhadap cairan dan pressors.
Namun, rekomendasi yang lebih kompleks ini ditolak oleh rekomendasi
sebelumnya (Lampiran B).
2. Kami menyarankan bahwa stimulasi tes ACTH tidak dapat digunakan untuk
mengidentifikasi subset dari pasien dewasa dengan syok septik yang harus
menerima hidrokortison (kelas 2B).
Dasar Pemikiran. Meskipun satu penelitian menyatakan mereka yang tidak
merespon ACTH dengan peningkatan cepat dari kortisol (kegagalan untuk
mencapainya atau >9 µg/dL meningkat pada kortisol 30-60 menit setelah
pemberian ACTH) lebih mungkin memperoleh manfaat dari steroid dibandingkan
mereka yang tidak menanggapi, populasi percobaan secara keseluruhan
memunculkan keuntungan terlepas dari hasil ACTH, dan pengamatan interaksi
potensial antara penggunaan steroid dan tes ACTH tidak signifikan secara statistik
(101). Selain itu, tidak ada bukti pada perbedaan antara responder dan
nonresponder dalam percobaan multisenter baru-baru ini (104). Umumnya
digunakan total pengukuran kortisol immunoassays kortisol (terikat-protein dan
bebas), sementara kortisol bebas adalah pengukuran yang bersangkutan.
44
Hubungan antara kortisol bebas dan total bervariasi dengan konsentrasi protein
serum. Bila dibandingkan dengan metode referensi (spektrometri massa),
immunoassays kortisol mungkin berlebihan atau merendahkan tingkat kortisol
yang sebenarnya, yang mempengaruhi penilaian dari pasien untuk responder atau
nonresponder (105). Meskipun signifikansi klinis tidak jelas, sekarang diakui
bahwa etomidat, bila digunakan untuk induksi, untuk intubasi, akan menekan
aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (106).
3. Kami menyarankan bahwa pasien dengan syok septik seharusnya tidak
menerima deksametason jika tersedia hidrokortison (kelas 2B).
Dasar Pemikiran. Meskipun sering diajukan untuk digunakan sampai tes
stimulasi ACTH dapat diberikan, kami tidak lagi menyarankan tes ACTH dalam
situasi klinis ini (lihat poin 3 sebelumnya). Selain itu, deksametason dapat
menyebabkan penekanan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal segera dan
berkepanjangan setelah pemberian (107).
4. Kami menyarankan penambahan harian dari fludrokortison per oral (50 µg)
jika hidrokortison tidak tersedia dan steroid penggantinya tidak memiliki
aktivitas mineralokortikoid yang signifikan. Fludrokortison dianggap sebagai
pilihan jika hidrokortison telah digunakan (kelas 2C).
Dasar Pemikiran. Satu studi menambahkan 50 µg fludrokortison per oral
(101). Sejak hidrokortison memiliki aktivitas mineralokortikoid intrinsik, ada
kontroversi apakah fludrokortison harus ditambahkan.
5. Kami menyarankan agar dokter menghentikan ketergantungan pasien dari
terapi steroid saat vasopressors tidak lagi diperlukan (kelas 2D).
45
Dasar Pemikiran. Belum ada studi perbandingan antara durasi tetap dan
regimen yang dipandu secara klinis atau antara penghentian steroid yang bertahap
dan tiba-tiba. Tiga RCT menggunakan protokol durasi tetap untuk pengobatan
(101, 103, 104), dan pada dua RCT, terapi dikurangi setelah resolusi syok (102,
108). Pada empat RCT steroid yang diturunkan bertahap selama beberapa hari
(102-104, 108), dan pada dua RCT (101, 109) steroid dihentikan tiba-tiba. Satu
studi crossover menunjukkan efek rebound dari hemodinamik dan imunologis
setelah penghentian kortikosteroid secara tiba-tiba (110). Ini masih belum jelas
apakah hasil dipengaruhi oleh penurunan steroid yang bertahap.
6. Kami merekomendasikan bahwa dosis kortikosteroid sebanding dengan >300
mg hidrokortison sehari-hari tidak digunakan dalam sepsis berat atau syok
septik untuk tujuan mengobati syok septik (kelas 1A).
Dasar Pemikiran. Dua uji klinis prospektif randomized dan meta-analisis
menyimpulkan bahwa untuk terapi dari sepsis berat atau syok septik, terapi
kortikosteroid dosis tinggi tidak efektif atau berbahaya (111-113). Alasan untuk
mempertahankan dosis yang lebih tinggi dari kortikosteroid untuk kondisi medis
selain syok septik mungkin ada.
7. Kami merekomendasikan bahwa kortikosteroid tidak diberikan untuk
pengobatan sepsis tanpa adanya syok. Bagaimanapun, tidak ada kontraindikasi
untuk melanjutkan terapi pemeliharaan dari steroid atau menggunakan steroid
dengan penekanan dosis jika ada gangguan endokrin atau riwayat pemberian
kortikosteroid pada pasien (kelas 1D).
46
Dasar Pemikiran. Tidak ada penelitian yang secara khusus menargetkan
sepsis berat tanpa adanya syok dan mendukung penggunaan steroid dengan
penekanan dosis pada populasi pasien ini. Steroid dapat diindikasikan pada
riwayat terapi steroid atau disfungsi adrenal. Sebuah studi awal terbaru mengenai
steroid dengan penekanan dosis pada community-acquired pneumonia dapat
diberikan tetapi memerlukan konfirmasi lebih lanjut (114).
I. Recombinant Human Activated Protein C (rhAPC)
1. Kami menyarankan bahwa pasien dewasa dengan disfungsi organ yang
diinduksi sepsis terkait dengan penilaian klinis dari risiko tinggi kematian,
sebagian besar dari mereka akan memiliki Acute Physiology and Chronic
Health Evaluation (APACHE) II >25 atau kegagalan organ multipel,
menerima rhAPC jika ada tidak ada kontraindikasi (kelas 2B kecuali untuk
pasien dalam waktu 30 hari dari operasi, untuk itu adalah kelas 2C).
Kontraindikasi relatif juga harus dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan.
2. Kami merekomendasikan bahwa pasien dewasa dengan sepsis berat dan risiko
rendah kematian, sebagian besar dari mereka akan memiliki APACHE II <20
atau satu kegagalan organ, tidak menerima rhAPC (kelas 1A).
Dasar Pemikiran. Bukti mengenai penggunaan rhAPC pada orang dewasa
terutama didasarkan pada dua RCT: PROWESS (1.690 pasien dewasa, dihentikan
lebih awal untuk keberhasilan) (115) dan ADDRESS (dihentikan lebih awal untuk
kesia-siaan) (116). Informasi tambahan yang aman berasal dari sebuah studi
47
observasional yang terbuka, ENHANCE (117). Percobaan ENHANCE juga
menyarankan bahwa pemberian rhAPC lebih awal dikaitkan dengan hasil yang
lebih baik.
PROWESS melibatkan 1.690 pasien dan didokumentasikan 6.1% pada
pengurangan total angka kematian absolut dengan pengurangan risiko relatif dari
19.4%, interval kepercayaan 95%, 6.6-30.5%, dan jumlah yang diperlukan untuk
mengobati 16 (115). Kontroversi terkait dengan hasil difokuskan pada sejumlah
analisis subkelompok. Analisis subkelompok memiliki potensi untuk melakukan
kesalahan karena tidak adanya maksud untuk mengobati, bias sampling, dan
pemilihan kesalahan (118). Analisis menyarankan peningkatan pengurangan
risiko relatif dan absolut dengan risiko kematian lebih besar menggunakan nilai
APACHE II yang lebih tinggi dan jumlah yang lebih besar dari kegagalan organ
(119). Hal ini menyebabkan persetujuan obat untuk pasien dengan risiko tinggi
kematian (seperti APACHE II >25) dan lebih dari satu kegagalan organ di Eropa.
Percobaan ADDRESS melibatkan 2.613 pasien yang dinilai memiliki
risiko rendah kematian pada saat pendaftaran. Pada hari ke-28, angka kematian
dari semua penyebab adalah 17% pada plasebo dengan 18.5% pada APC, risiko
relatif 1.08, interval kepercayaan 95% 0.92-1.28 (116). Sekali lagi, perdebatan
difokuskan pada analisis subkelompok; analisis dibatasi untuk subkelompok kecil
pasien dengan nilai APACHE II >25 atau lebih dari satu kegagalan organ, yang
gagal untuk menunjukkan manfaat. Namun, kelompok-kelompok pasien ini juga
memiliki angka kematian lebih rendah daripada di PROWESS.
48
Pengurangan risiko relatif dari kematian lebih rendah secara numerik pada
subkelompok pasien dengan operasi terakhir (n=502) pada percobaan PROWESS
(30.7% plasebo dengan 27.8% APC) (119) bila dibandingkan dengan keseluruhan
studi populasi (30.8% plasebo dengan 24.7% APC) (115). Pada percobaan
ADDRESS, pasien dengan operasi terakhir dan disfungsi organ tunggal yang
menerima APC memiliki tingkat kematian pada hari ke-28 yang lebih tinggi
secara signifikan (20.7% dengan 14.1%, p = .03, n=635) (116).
Efek samping yang serius tidak berbeda dalam studi ini (115-117) dengan
pengecualian perdarahan yang serius, yang terjadi lebih sering pada pasien yang
diobati dengan APC: 2% dengan 3.5% (PROWESS; p = .06) (115); 2.2% dengan
3.9% (ADDRESS; p < .01) (116); 6.5% (ENHANCE, label terbuka) (117).
Percobaan pediatrik dan implikasinya dibahas di bagian pertimbangan pediatrik
dari artikel ini. (Lampiran C menyediakan kontraindikasi absolut untuk
penggunaan rhAPC dan informasi untuk kontraindikasi relatif.)
Perdarahan intrakranial (intracranial hemorrhage/ ICH) terjadi pada
percobaan PROWESS dalam 0.1% (plasebo) dan 0.2% (APC) (tidak signifikan)
(106); dalam percobaan ADDRESS 0.4% (plasebo) dengan 0.5% (APC) (tidak
signifikan) (116), dan dalam ENHANCE 1.5% (108). Pendaftaran studi rhAPC
melaporkan tingkat perdarahan yang lebih tinggi dibandingkan randomized
controlled trial, menunjukkan bahwa risiko perdarahan dalam praktek yang
sebenarnya mungkin lebih besar dibandingkan yang dilaporkan dalam PROWESS
dan ADDRESS (120, 121).
49
Dua RCT pada pasien dewasa yang secara metodologis kuat dan tepat dan
menyediakan bukti langsung tentang angka kematian. Kesimpulan yang terbatas,
bagaimanapun, inkonsistensi yang tidak adekuat diselesaikan oleh analisis
subkelompok (dengan demikian penunjukan bukti berkualitas moderat). Hasil,
bagaimanapun, secara konsisten gagal untuk menunjukkan manfaat untuk
subkelompok pasien yang berisiko kematian lebih rendah dan secara konsisten
menunjukkan peningkatan perdarahan yang serius. RCT pada sepsis berat
pediatrik gagal untuk menunjukkan manfaat dan tidak memiliki keterbatasan yang
penting. Dengan demikian, untuk pasien risiko rendah dan pediatrik, kami menilai
bukti sebagai kualitas tinggi.
Untuk penggunaan dewasa ada kemungkinan pengurangan angka
kematian pada pasien dengan penilaian klinis memiliki risiko tinggi kematian,
sebagian besar siapa yang memiliki APACHE II >25 atau kegagalan organ
multipel. Kemungkinan tidak terdapat manfaat pada pasien dengan risiko rendah
kematian, kebanyakan dari mereka akan memiliki APACHE II <20 atau disfungsi
organ tunggal. Efek pada pasien dengan lebih dari satu kegagalan organ tapi
APACHE II <25 tidak jelas, dan dalam keadaan yang satu dapat menggunakan
penilaian klinis dari risiko kematian dan jumlah kegagalan organ untuk
mendukung keputusan. Ada peningkatan tertentu dari risiko perdarahan dengan
pemberian rhAPC, yang mungkin lebih tinggi pada pasien bedah dan dalam
konteks prosedur invasif. Keputusan tentang pemanfaatan tergantung pada
penilaian kemungkinan pengurangan kematian dengan peningkatan perdarahan
dan biaya. (Lampiran D menunjukkan jumlah suara panitia pada rekomendasi
50
untuk rhAPC). Sebuah peraturan Eropa memerintahkan RCT dari rhAPC dengan
plasebo pada pasien dengan syok septik sekarang sedang berlangsung (122).
J. Pemberian Produk Darah
1. Setelah hipoperfusi jaringan telah diselesaikan dan tidak ada keadaan khusus,
seperti iskemia miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, penyakit jantung
sianosis, atau asidosis laktat (lihat rekomendasi untuk resusitasi inisial), kami
merekomendasikan bahwa transfusi sel darah merah dilakukan bila hemoglobin
menurun hingga <7.0 g/dL (<70 g/L) untuk menargetkan hemoglobin 7.0-9.0
g/dL (70-90 g/L) pada orang dewasa (kelas 1B).
Dasar Pemikiran. Meskipun hemoglobin optimal untuk pasien dengan
sepsis berat belum diselidiki secara khusus, Transfusion Requirement in Critical
Care trial menyarankan bahwa hemoglobin 7-9 g/dL (70-90 g/L) bila
dibandingkan dengan 10-12 g/dL (100-200 g/L) tidak terkait dengan peningkatan
mortalitas pada pasien dewasa (123). Transfusi sel darah merah pada pasien sepsis
meningkatkan penerimaan oksigen namun biasanya tidak meningkatkan konsumsi
oksigen (124-126). Ambang transfusi ini dari 7 g/dL (70 g/L) berlawanan dengan
protokol early goal-directed resuscitation yang menggunakan target hematokrit
30% pada pasien dengan ScvO2 yang rendah (diukur pada vena kava superior)
selama 6 jam pertama resusitasi pada syok septik.
2. Kami merekomendasikan bahwa eritropoietin tidak digunakan sebagai
pengobatan khusus anemia yang berhubungan dengan sepsis berat tetapi dapat
digunakan ketika pasien sepsis memiliki alasan lain yang dapat diterima untuk
51
pemberian eritropoietin, seperti kurangnya produksi sel darah merah yang
disebabkan gagal ginjal (kelas 1B).
Dasar Pemikiran. Tidak ada informasi spesifik yang tersedia mengenai
eritropoietin yang digunakan pada pasien sepsis, tetapi uji klinis pada pasien sakit
kritis menunjukkan penurunan pada keperluan transfusi sel darah merah tanpa
adanya pengaruh pada hasil klinis (127, 128). Pengaruh eritropoietin pada sepsis
berat dan syok septik tidak akan diharapkan lebih menguntungkan daripada
kondisi kritis lainnya. Pasien dengan sepsis berat dan syok septik mungkin telah
hidup bersama kondisi yang memang harus menggunakan eritropoietin.
3. Kami menyarankan bahwa fresh frozen plasma tidak dapat digunakan untuk
memperbaiki kelainan pembekuan pada laboratorium tanpa adanya perdarahan
atau prosedur invasif yang direncanakan (kelas 2D).
Dasar Pemikiran. Meskipun studi klinis belum menilai dampak transfusi
fresh frozen plasma pada pasien sakit kritis, organisasi profesional
merekomendasikan fresh frozen plasma untuk koagulopati ketika
didokumentasikan ada kekurangan faktor koagulasi (peningkatan waktu
prothrombin, international normalized ratio, atau waktu tromboplastin parsial)
dan adanya perdarahan aktif atau sebelum pembedahan atau prosedur invasif (129
-131). Selain itu, transfusi fresh frozen plasma pada pasien tanpa perdarahan
dengan kelainan ringan dari waktu prothrombin biasanya gagal untuk
memperbaiki waktu prothrombin (132). Tidak ada studi yang menunjukkan bahwa
koreksi dari kelainan koagulasi yang lebih parah memberikan manfaat pada pasien
yang tidak ada perdarahan.
52
4. Kami merekomendasikan melawan pemberian antithrombin untuk pengobatan
sepsis berat dan syok septik (kelas 1B).
Dasar Pemikiran. Sebuah fase III percobaan klinis dari dosis tinggi
antithrombin tidak menunjukkan efek menguntungkan pada hari ke-28 yang dapat
menimbulkan kematian pada orang dewasa dengan sepsis berat dan syok septik.
Antithrombin dosis tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko pendarahan bila
diberikan dengan heparin (133). Meskipun analisis post hoc subkelompok pasien
dengan sepsis berat dan risiko tinggi kematian menunjukkan kelangsungan hidup
yang lebih baik pada pasien yang menerima antithrombin, antithrombin tidak
dianjurkan sampai uji klinis yang lebih lanjut dilakukan (134).
5. Pada pasien dengan sepsis berat, kami sarankan trombosit diberikan ketika
jumlahnya <5000/mm3 (5x109/L) tanpa perdarahan jelas. Transfusi trombosit
dapat dipertimbangkan ketika jumlahnya 5000-30.000/mm3 (5-30x109/L) dan
ada risiko perdarahan yang signifikan. Jumlah trombosit yang lebih tinggi
(>50.000/mm3 [50x109/L]) biasanya diperlukan untuk operasi atau prosedur
invasif (kelas 2D).
Dasar Pemikiran. Pedoman untuk transfusi trombosit berasal dari pendapat
konsensus dan pengalaman pada pasien yang menjalani kemoterapi. Rekomendasi
memperhitungkan etiologi trombositopenia, disfungsi platelet, risiko perdarahan,
dan adanya gangguan yang bersamaan (129, 131).
II. TERAPI SUPORTIF SEPSIS BERAT
53
A. Ventilasi Mekanik dari Cedera Paru Akut (Acute Lung Injury/ ALI)/
Sindrom Distress Pernapasan Akut (Acute Respiratory Distress Syndrome/
ARDS) yang Diinduksi Sepsis
1. Kami merekomendasikan bahwa target klinisi adalah volume tidal 6 mL/kg
berat badan (diprediksi) pada pasien dengan ALI/ ARDS (kelas 1B).
2. Kami merekomendasikan bahwa tekanan plateau diukur pada pasien dengan
ALI/ ARDS dan bahwa tujuan batas atas inisial agar tekanan plateau pada
pasien yang ditingkatkan secara pasif <30 cmH2O. Compliance dinding dada
harus dipertimbangkan dalam penilaian tekanan plateau (kelas 1C).
Dasar Pemikiran. Selama 10 tahun, beberapa randomized trial multisenter
telah dilakukan untuk mengevaluasi efek tekanan inspirasi terbatas melalui
moderasi dari volume tidal (135-139). Studi-studi ini menunjukkan hasil yang
berbeda yang mungkin disebabkan oleh perbedaan antara tekanan saluran udara
dalam pengobatan dan kelompok kontrol (135, 140). Percobaan terbesar dari
strategi pembatasan tekanan dan volume menunjukkan penurunan 9% dari semua
penyebab kematian pada pasien dengan ALI atau ARDS yang berventilasi dengan
volume tidal 6 mL/kg berat badan yang diprediksi (predicted body weight/ PBW),
berlawanan dengan 12 mL/kg, dan bertujuan agar tekanan plateau <30 cmH2O
(135). Penggunaan strategi perlindungan paru untuk pasien dengan ALI didukung
oleh percobaan klinis dan telah diterima secara luas, namun pilihan tepat volume
tidal untuk individu pasien dengan ALI mungkin memerlukan penyesuaian untuk
faktor-faktor seperti tekanan plateau yang dicapai, tingkat tekanan positif akhir
ekspirasi yang dipilih, compliance dari kompartemen torakoabdominal, dan
54
tenaga dari usaha bernapas pasien. Beberapa klinisi percaya mungkin aman untuk
ventilasi dengan volume tidal >6 mL/kg PBW selama tekanan plateau dapat
dipertahankan <30 cm H2O (141, 142). Validitas dari nilai tertinggi ini akan
tergantung pada upaya pernapasan, sebagai orang-orang yang inspirasi secara
aktif menghasilkan tekanan transalveolar lebih tinggi untuk memberikan tekanan
plateau pada mereka yang meningkat secara pasif. Sebaliknya, pasien dengan
dinding dada yang sangat kaku mungkin memerlukan tekanan plateau >30 cm
H2O untuk memenuhi tujuan klinis penting. Satu studi retrospektif menunjukkan
bahwa volume tidal harus diturunkan bahkan dengan tekanan plateau <30 cm H2O
(143). Sebuah penelitian observasional tambahan menyarankan bahwa
pengetahuan tentang tekanan plateau dikaitkan dengan tekanan plateau yang lebih
rendah; namun, dalam percobaan itu, tekanan plateau tidak terkait secara
independen dengan tingkat kematian di berbagai tekanan plateau yang diberi
batas 30 cm H2O (144). Uji klinis terbesar mengerjakan strategi perlindungan paru
yang menggabungkan tekanan yang terbatas dengan volume tidal yang terbatas
untuk menunjukkan manfaat mortalitas (135).
Volume tidal yang tinggi yang digabungkan dengan tekanan plateau harus
dihindari pada ALI/ ARDS. Klinisi harus menggunakannya sebagai titik awal
tujuan untuk mengurangi volume tidal lebih dari 1-2 jam dari nilai awalnya
mengarah ke tujuan volume tidal yang "rendah" (= 6 mL/kg PBW) dicapai dalam
hubungannya dengan tekanan plateau akhir inspirasi <30 cm H2O. Jika tekanan
plateau tetap >30 setelah pengurangan volume tidal sampai 6 mL/kgPBW,
volume tidal harus dikurangi lebih lanjut serendah-rendahnya 4 mL/kg PBW.
55
(Lampiran E menyediakan manajemen ventilator ARDSNet dan formula untuk
menghitung berat badan yang diprediksi.)
Tidak ada mode tunggal ventilasi (kontrol tekanan, kontrol volume,
tekanan saluran napas yang melepaskan ventilasi, ventilasi berfrekuensi tinggi)
telah secara konsisten menunjukkan keuntungan bila dibandingkan dengan yang
lain yang menggunakan prinsip yang sama dari perlindungan paru.
3. Kami merekomendasikan bahwa hiperkapnia (memungkinkan PaCO2
meningkat di atas dasar premorbidnya, disebut hiperkapnia permisif)
diperbolehkan pada pasien dengan ALI/ ARDS jika diperlukan untuk
meminimalkan tekanan plateau dan volume tidal (kelas 1C).
Dasar Pemikiran. Suatu peningkatan PaCO2 secara akut mungkin memiliki
konsekuensi fisiologis yang meliputi vasodilatasi serta peningkatan denyut
jantung, tekanan darah, dan cardiac output. Membiarkan hiperkapnia sederhana
dalam hubungannya dengan membatasi volume tidal dan ventilasi menit telah
dibuktikan aman pada randomized trial kecil-kecilan (145, 146). Pasien yang
dirawat pada uji coba yang lebih besar memiliki tujuan membatasi volume tidal
dan tekanan saluran udara telah menunjukkan hasil yang lebih baik, tapi
hiperkapnia permisif bukan tujuan utama pengobatan dalam studi ini (135).
Penggunaan hiperkapnia terbatas pada pasien dengan asidosis metabolik yang
sudah ada sebelumnya dan merupakan kontraindikasi pada pasien dengan tekanan
intrakranial yang meningkat. Infus sodium bikarbonat atau trometamin (THAM)
dapat dipertimbangkan dalam memilih pasien untuk memfasilitasi penggunaan
permisif hiperkarbia (147, 148).
56
4. Kami merekomendasikan bahwa tekanan positif akhir ekspirasi (positive end-
expiratory pressure/ PEEP) diatur sehingga dapat menghindari kolaps paru
yang luas pada ekspirasi akhir (kelas 1C).
Dasar Pemikiran. Meningkatkan PEEP pada ALI/ ARDS membuat unit
paru terbuka untuk berpartisipasi dalam pertukaran gas. Hal ini akan
meningkatkan PaO2 saat PEEP diterapkan baik melalui suatu endotrakeal tube
atau masker wajah (149-151). Pada percobaan hewan, menghindari kolaps
alveolar pada akhir ekspirasi membantu meminimalkan cedera paru yang
diinduksi ventilator ketika tekanan plateau yang relatif tinggi sedang digunakan.
Satu percobaan multisenter yang besar pada penggunaan protokol dari PEEP yang
lebih tinggi dalam hubungannya dengan volume tidal yang rendah tidak
menunjukkan manfaat atau kerugian bila dibandingkan dengan tingkat PEEP yang
rendah (152). Baik itu kelompok kontrol maupun kelompok eksperimental dalam
penelitian, bagaimanapun, secara jelas terpapar pada tekanan plateau yang
berbahaya. Suatu percobaan multicenter Spanyol membandingkan PEEP tinggi,
pendekatan volume tidal rendah-sedang yang menggunakan volume tidal
konvensional dan setidaknya PEEP mencapai oksigenasi yang adekuat. Suatu
keuntungan kelangsungan hidup yang disukai melakukan pendekatan yang
dibentuk pada pasien ARDS dengan akuitas tinggi (153). Dua pilihan yang
direkomendasikan untuk titrasi PEEP. Salah satu pilihan adalah untuk titrasi
PEEP (dan volume tidal) sesuai dengan pengukuran compliance torakopulmonal
dengan tujuan memperoleh compliance terbaik, mencerminkan keseimbangan
yang menguntungkan dari recruitment dan distensi paru yang berlebihan (154).
57
Pilihan kedua adalah untuk titrasi PEEP didasarkan pada keparahan defisit
oksigenasi dan ditentukan oleh FiO2 yang diperlukan untuk mempertahankan
oksigenasi yang adekuat (135) (Lampiran D). Indikator yang manapun,
compliance atau oksigenasi, merekrut manuver yang wajar untuk mengerjakan
proses seleksi PEEP. Tekanan darah dan oksigenasi harus dipantau dan rekrutmen
dihentikan jika penurunan pada variabel-variabel telah terlihat. A PEEP >5 cm
H20 biasanya diperlukan untuk menghindari kolaps paru (155).
5. Kami menyarankan posisi pronasi pada pasien ARDS yang memerlukan
jumlah FiO2 yang merugikan secara potensial atau tekanan plateau yang tidak
berisiko tinggi untuk konsekuensi yang merugikan dari perubahan posisi pada
fasilitas yang memiliki pengalaman dengan beberapa praktek (kelas 2C).
Dasar Pemikiran. Beberapa studi kecil dan satu studi yang lebih besar
menunjukkan bahwa mayoritas pasien dengan ALI/ ARDS merespon pada posisi
pronasi dengan oksigenasi lebih baik (156-159). Satu percobaan multisenter yang
besar dari posisi pronasi selama rata-rata 7 jam/hari tidak menunjukkan
peningkatan angka kematian pada pasien dengan ALI/ ARDS, namun, analisis
post hoc menyatakan perbaikan pada pasien ini dengan hipoksemia paling berat
oleh rasio PaO2/FIO2, pada mereka yang terpapar volume tidal yang tinggi, dan
pada mereka yang meningkatkan pertukaran CO2 sebagai hasil dari pronasi (159).
Sebuah percobaan besar kedua dari posisi pronasi, dilakukan rata-rata 8 jam/hari
selama 4 hari pada orang dewasa dengan gagal napas hipoksemia dari akuitas
rendah-sedang, mengkonfirmasi peningkatan dalam oksigenasi tetapi juga gagal
untuk menunjukkan manfaat kelangsungan hidup (160). Namun, studi randomized
58
yang memperpanjang jangka waktu dari pronasi setiap hari dengan rata-rata 17
jam selama rata-rata 10 hari mendukung manfaat pronasi, dengan pengacakan
untuk posisi supinasi merupakan faktor risiko independen untuk mortalitas oleh
analisis multivariat (161). Posisi pronasi mungkin berhubungan dengan
komplikasi ancaman hidup secara potensial, termasuk dislodgment yang tidak
sengaja dari endotrakeal tube dan kateter vena sentral, namun komplikasi ini
biasanya dapat dihindari dengan tindakan pencegahan yang tepat.
6a. Kecuali dikontraindikasikan, kami menyarankan bahwa pasien dengan
ventilasi mekanik dipertahankan dengan kepala di tempat tidur ditinggikan
untuk membatasi risiko aspirasi dan untuk mencegah perkembangan
ventilator-associated pneumonia (kelas 1B).
6b. Kami menyarankan bahwa kepala di tempat tidur ditinggikan sekitar 30-45°
(kelas 2C).
Dasar Pemikiran. Posisi semirecumbent telah ditunjukkan untuk
mengurangi kejadian ventilator-associated pneumonia (VAP) (162). Pemberian
makan secara enteral meningkatkan risiko VAP; 50% pasien yang diberi makan
secara enteral dalam posisi supinasi berkembang menjadi VAP (163). Namun,
posisi tidur hanya dipantau sekali sehari, dan pasien yang tidak ditinggikan tidak
dimasukkan dalam analisis (163). Studi terakhir tidak menunjukkan perbedaan
pada insiden VAP antara pasien yang dipertahankan dalam posisi supinasi dan
posisi semirecumbent (164). Dalam studi ini, pasien dengan posisi semirecumbent
tidak mencapai secara konsisten elevasi kepala yang diinginkan, dan elevasi
kepala pada kelompok supinasi mendekati kelompok semirecumbent pada hari ke-
59
7 (164). Bila perlu, pasien dapat diletakkan datar untuk prosedur, pengukuran
hemodinamik, dan selama episode hipotensi. Pasien tidak boleh makan secara
enteral dengan kepala pada tempat tidur di 0°.
7. Kami menyarankan bahwa masker ventilasi noninvasif (noninvasive mask
ventilation/ NIV) hanya dipertimbangkan pada sebagian kecil pasien ALI/
ARDS dengan gagal napas hipoksemia ringan-sedang (responsif terhadap
rendahnya tingkat dukungan tekanan dan PEEP) dengan hemodinamik stabil
yang dapat dibuat nyaman dan mudah dibangunkan, yang mampu melindungi
jalan napas dan membersihkan saluran udara dari sekret secara spontan, dan
yang diantisipasi untuk cepat pulih dari faktor pencetus. Ambang batas yang
rendah untuk intubasi jalan nafas harus dipelihara (kelas 2B).
Dasar Pemikiran. Menghindari kebutuhan untuk intubasi jalan napas
memberikan beberapa keuntungan: komunikasi yang lebih baik, insiden infeksi
yang lebih rendah, mengurangi persyaratan untuk sedasi. Dua RCT menunjukkan
peningkatan hasil dengan penggunaan NIV saat berhasil digunakan (162, 165).
Sayangnya, hanya sebagian kecil pasien dengan hipoksemia yang mengancam
jiwa dapat dikelola dengan cara ini.
8. Kami merekomendasikan bahwa penyapihan protokol berada di tempatnya
dan pasien dengan ventilasi mekanik dengan sepsis berat menjalani uji
pernapasan spontan secara teratur untuk mengevaluasi kemampuan untuk
menghentikan ventilasi mekanik ketika mereka memenuhi kriteria berikut: a)
mereka mudah dibangunkan, b) mereka stabil secara hemodinamik (tanpa
agen vasopressor), c) mereka tidak memiliki kondisi serius baru secara
60
potensial, d) mereka memiliki ventilasi rendah dan memerlukan tekanan
positif akhir ekspirasi, dan e) keperluan FiO2 mereka bisa diberikan dengan
aman dengan menggunakan masker wajah atau kanul nasal. Jika percobaan
pernapasan spontan berhasil, pertimbangan harus diberikan untuk ekstubasi
(Lampiran E). Pilihan percobaan pernapasan spontan meliputi tekanan
dukungan yang rendah, tekanan jalan napas positif terus menerus (=5 cm
H2O), atau T-piece (kelas 1A).
Dasar Pemikiran. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa percobaan
pernapasan spontan harian pada pasien yang dipilih dengan tepat mengurangi
durasi ventilasi mekanik (166-169). Penyelesaian yang berhasil dari percobaan
pernapasan spontan mengarah pada kemungkinan keberhasilan yang tinggi untuk
menghentikan ventilasi mekanik.
9. Kami merekomendasikan melawan penggunaan rutin dari kateter arteri
pulmonalis untuk pasien dengan ALI/ ARDS (kelas 1A).
Dasar Pemikiran. Pemasangan kateter arteri pulmonalis dapat memberikan
informasi yang berguna tentang status volume pasien dan fungsi jantung, manfaat
potensial dari informasi tersebut dapat dikacaukan oleh perbedaan interpretasi
hasil (170-172), kurangnya korelasi dari tekanan oklusi arteri pulmonalis dengan
respon klinis (173), dan tidak adanya strategi yang terbukti untuk menggunakan
kateter yang dihasilkan untuk meningkatkan luaran pasien (174). Dua randomized
trial multisenter, salah satu pada pasien dengan syok atau cedera paru akut (175)
dan satunya pada pasien dengan cedera paru akut (176), gagal untuk menunjukkan
manfaat penggunaan rutin dari kateter arteri pulmonalis pada pasien dengan
61
cedera paru akut. Selain itu, penelitian lain di berbagai jenis pasien yang sakit
kritis telah gagal menunjukkan manfaat definitif pada rutinitas penggunaan kateter
arteri pulmonalis (177-179). Pasien yang diseleksi dengan baik merupakan
kandidat yang tepat untuk pemasangan kateter arteri pulmonalis ketika jawaban
pada keputusan pengelolaan yang penting tergantung dari informasi yang hanya
diperoleh dari pengukuran langsung yang dilakukan dalam arteri pulmonalis.
10. Untuk mengurangi hari-hari penggunaan ventilasi mekanik dan lamanya
rawat inap di ICU, kami merekomendasikan strategi cairan konservatif untuk
pasien dengan cedera paru akut yang tidak memiliki bukti adanya hipoperfusi
jaringan (kelas 1C).
Dasar Pemikiran. Mekanisme untuk pengembangan edema paru pada
pasien dengan cedera paru akut meliputi peningkatan permeabilitas kapiler,
meningkatkan tekanan hidrostatik, dan penurunan tekanan onkotik (180, 181).
Studi prospektif kecil pada pasien dengan penyakit kritis dan cedera paru akut
telah menyarankan bahwa berat badan yang kurang dikaitkan dengan peningkatan
oksigenasi (182) dan hari yang lebih sedikit pada penggunaan ventilasi mekanik
(183, 184). Penggunaan strategi cairan konservatif diarahkan untuk
meminimalkan cairan infus dan berat badan pada pasien dengan cedera paru akut
berdasarkan pada kateter vena sentral atau kateter arteri pulmonalis bersama
dengan variabel klinis untuk memandu strategi pengobatan yang menyebabkan
hari yang lebih sedikit pada penggunaan ventilasi mekanik dan mengurangi
lamanya rawat inap di ICU tanpa mengubah insiden gagal ginjal atau tingkat
kematian (185). Dari catatan, strategi ini hanya digunakan pada pasien dengan
62
cedera paru akut, beberapa diantaranya terdapat syok. Upaya aktif untuk
mengurangi volume cairan yang dilakukan hanya selama periode bebas syok.
B. Sedasi, Analgesia, dan Blokade Neuromuskular pada Sepsis
1. Kami merekomendasikan protokol sedasi dengan tujuan sedasi saat sedasi pada
pasien sakit kritis dengan ventilasi mekanik dan dengan sepsis diperlukan
(kelas 1B).
Dasar Pemikiran. Sejumlah bukti-bukti menunjukkan bahwa penggunaan
protokol untuk sedasi pasien sakit kritis dengan ventilasi mekanik dapat
mengurangi durasi dari ventilasi mekanik dan lamanya tinggal di ICU dan rumah
sakit (186 -188). Suatu randomized controlled trial menemukan bahwa protokol
yang digunakan untuk mengurangi durasi ventilasi mekanik, lamanya tinggal, dan
angka trakeostomi (186).
Sebuah laporan menjelaskan pelaksanaan protokol, termasuk sedasi dan
analgesia, menggunakan metodologi peningkatan siklus pendek dalam
pengelolaan pasien sakit kritis yang menunjukkan penurunan dalam biaya per hari
pasien dan penurunan lamanya tinggal di ICU (187). Selain itu, studi prospektif
sebelum dan setelah tentang pelaksanaan protokol sedasi menunjukkan
peningkatan kualitas sedasi dengan mengurangi biaya obat. Meskipun protokol
juga telah memberikan kontribusi untuk durasi yang lebih lama pada ventilasi
mekanik, pemulangan dari ICU tidak ditunda (188). Meskipun kurangnya bukti
mengenai penggunaan dari metode subjektif dari evaluasi sedasi pada pasien
septik, tujuan penggunaan sedasi telah terbukti untuk menurunkan durasi
63
penggunaan ventilasi mekanik pada pasien yang sakit kritis (186). Beberapa skala
sedasi yang subjektif telah dijelaskan dalam literatur medis. Saat ini,
bagaimanapun, tidak ada metodologi evaluasi sedasi yang jelas terhadap skala
sedasi yang dapat dievaluasi (189). Manfaat dari protokol sedasi tampaknya lebih
besar dari risikonya.
2. Kami merekomendasikan sedasi bolus intermiten atau infus sedasi kontinyu
untuk menentukan titik akhir (misalnya, skala sedasi) dengan gangguan
sehari-hari/ keringanan dari infus sedasi kontinu dengan peningkatan dan
retitrasi jika diperlukan untuk pemberian sedasi pada pasien septik dengan
ventilasi mekanik (kelas 1B).
Dasar Pemikiran. Meskipun tidak secara khusus dipelajari pada pasien
sepsis, pemberian sedasi intermiten, interupsi harian, dan retitrasi atau titrasi
sistemik ke titik akhir yang telah ditetapkan, telah ditunjukkan untuk mengurangi
durasi ventilasi mekanik (186, 189, 190). Pasien yang menerima agen blokade
neuromuskular (neuromuscular blocking agents/ NMBAs) harus dinilai secara
individual mengenai penghentian obat sedatif obat-obatan yang memblok
neuromuskular juga harus dihentikan dalam situasi itu. Penggunaan metode
intermiten dengan kontinyu untuk pemberian sedasi pada pasien yang sakit kritis
telah diperiksa. Studi observasional dari pasien dengan ventilasi mekanik
menunjukkan bahwa pasien yang menerima sedasi kontinyu memiliki durasi
penggunaan ventilasi mekanik dan lama tinggal di ICU dan rumah sakit yang
lebih lama (191).
64
Demikian pula, suatu studi prospektif mempelajari 128 pasien dewasa
dengan ventilasi mekanik yang menerima sedasi intravena kontinyu menunjukkan
bahwa gangguan sehari-hari pada infus sedatif kontinyu sampai pasien terjaga
mengurangi durasi penggunaan ventilasi mekanik dan lama tinggal di ICU (192).
Meskipun pasien menerima infus sedatif kontinyu dalam penelitian ini, interupsi
harian diperbolehkan untuk titrasi sedasi, yang mengakibatkan dosis yang
intermiten. Titrasi sistematis (sesuai protokol) untuk titik akhir yang telah
ditetapkan juga telah ditunjukkan untuk mengubah hasil (186). Selain itu, studi
observasional randomized prospective blinded menunjukkan bahwa meskipun
miokard iskemia sering terjadi pada pasien yang sakit kritis dan menggunakan
ventilasi, interupsi sedatif harian tidak terkait dengan peningkatan terjadinya
iskemia miokard (193). Dengan demikian, manfaat dari interupsi harian dari
sedasi tampak lebih besar dari resikonya. Manfaat ini termasuk durasi lebih
pendek yang potensial dari ventilasi mekanik dan lama tinggal di ICU, penilaian
yang lebih baik dari fungsi neurologis, dan mengurangi biaya.
3. Kami merekomendasikan bahwa NMBAs jika mungkin dapat dihindari pada
pasien septik karena risiko blokade neuromuskular yang berkepanjangan
setelah dihentikan. Jika NMBAs harus dipertahankan, baik bolus intermiten
atau infus kontinyu dengan memantau kedalaman blokade dengan pemantauan
train-of-four yang harus digunakan (kelas 1B).
Dasar Pemikiran. Meskipun NMBAs sering diberikan kepada pasien yang
sakit kritis, peran mereka di ICU tidak didefinisikan dengan baik. Tidak ada bukti
bahwa mempertahankan blokade neuromuskuler pada populasi pasien ini
65
mengurangi mortalitas atau morbiditas utama. Selain itu, tidak ada penelitian yang
diterbitkan secara khusus membahas penggunaan NMBAs pada pasien sepsis.
Indikasi yang paling umum untuk penggunaan NMBA di ICU adalah
untuk memfasilitasi ventilasi mekanik (194). Ketika digunakan secara tepat,
NMBAs dapat meningkatkan compliance dinding dada, mencegah dis-
sinkronisasi pernapasan, dan mengurangi tekanan puncak jalan napas (195).
Kelumpuhan otot juga dapat mengurangi konsumsi oksigen oleh penurunan kerja
pernapasan dan aliran darah otot pernapasan (196). Namun, randomized trial,
placebo-controlled clinical trial pada pasien dengan sepsis berat menunjukkan
bahwa penerimaan oksigen, konsumsi oksigen, dan pH intramukosa lambung
tidak membaik selama blokade neuromuskuler yang mendalam (197).
Hubungan antara penggunaan antara NMBA dan miopati dan neuropati
telah disarankan oleh studi kasus dan studi observasional prospektif pada populasi
dengan perawatan kritis (195, 198-201). Mekanisme dimana NMBAs diproduksi
atau berkontribusi untuk miopati dan neuropati pada pasien kritis saat ini belum
diketahui. Tampaknya ada hubungan tambahan dengan penggunaan bersamaan
NMBAs dan steroid. Meskipun tidak ada penelitian khusus untuk populasi pasien
septik, tampaknya secara klinis berbasis pada pengetahuan yang ada bahwa
NMBAs tidak akan diberikan kecuali ada indikasi yang jelas untuk blokade
neuromuskuler yang tidak dapat dicapai dengan sedasi dan analgesia yang tepat
(195).
Hanya satu percobaan kinis randomized prospektif telah mengevaluasi
stimulasi saraf perifer dengan penilaian klinis standar pada pasien ICU. Rudis et
66
al. (202) secara randomized 77 pasien sakit kritis membutuhkan blokade
neuromuskular di ICU untuk menerima dosis vecuronium berdasarkan stimulasi
train-of-four atau penilaian klinis (kontrol). Kelompok stimulasi saraf perifer
menerima sedikit obat-obatan dan memulihkan fungsi neuromuskular dan
ventilasi spontan yang lebih cepat daripada kelompok kontrol. Studi observasional
nonrandomized menunjukkan bahwa pemantauan saraf perifer mengurangi atau
tidak berpengaruh pada pemulihan klinis dari NMBAs di ICU (203, 204).
Manfaat bagi pemantauan neuromuskuler, termasuk pemulihan lebih cepat
dari fungsi neuromuskular dan waktu intubasi lebih pendek. Sebuah potensi untuk
penghematan biaya (mengurangi dosis total dari NMBAs dan waktu intubasi lebih
pendek) juga mungkin ada, meskipun hal ini belum dipelajari secara formal.
B. Kontrol Glukosa
1. Kami merekomendasikan bahwa stabilisasi inisial selanjutnya, pasien dengan
sepsis berat dan hiperglikemia yang dibawa ke ICU menerima terapi insulin
intravena untuk menurunkan glukosa darah (kelas 1B).
2. Kami menyarankan penggunaan protokol yang divalidasi untuk penyesuaian
dosis insulin dan penargetan kadar glukosa pada rentang <150 mg/dL (kelas
2C).
3. Kami merekomendasikan bahwa semua pasien yang menerima insulin
intravena menerima sumber kalori glukosa dan bahwa nilai glukosa darah
dipantau setiap 1-2 jam sampai nilai glukosa dan tingkat infus insulin stabil
dan kemudian setiap 4 jam setelahnya (kelas 1C).
67
4. Kami merekomendasikan bahwa kadar glukosa yang rendah diperoleh dengan
angka pengujian kapiler darah yang ditafsirkan dengan hati-hati, karena
pengukuran tersebut dapat melebih-lebihkan nilai glukosa darah arteri atau
plasma (1B grade).
Dasar Pemikiran. Konsensus pada kontrol glukosa untuk sepsis berat
dicapai pada pertemuan komite yang pertama dan kemudian disetujui oleh seluruh
komite. (Lampiran G menunjukkan suara komite.) Satu randomized trial
singlecenter yang besar yang didominasi bedah jantung ICU menunjukkan
penurunan pada mortalitas ICU dengan insulin intravena intensif (protokol
Leuven) yang menargetkan glukosa darah untuk 80-110 mg/dL (untuk semua
pasien, penurunan mortalitas relatif 43% dan absolut 3.4%; bagi mereka dengan
>5 hari di ICU, penurunan mortalitas relatif 48% dan absolut 9.6%) (205).
Penurunan pada disfungsi organ dan lama tinggal di ICU (length of stay/ LOS)
(dari rata-rata 15 sampai 12 hari) juga diamati pada subset dengan LOS ICU >5
hari. Randomized trial yang kedua dari terapi insulin intensif menggunakan
protokol Leuven pada pasien yang terdaftar di ICU dengan LOS ICU yang
diantisipasi >3 hari pada tiga ICU medis (206). Mortalitas secara keseluruhan
tidak berkurang, namun LOS ICU dan rumah sakit berkurang terkait dengan
penyapihan sebelumnya dari ventilasi mekanik dan kerusakan ginjal akut. Pada
pasien dengan LOS ICU >3 hari, mortalitas di rumah sakit berkurang dengan
terapi insulin intensif (43% dengan 52.5%; p = .009). Namun, peneliti tidak
berhasil dalam memprediksi LOS ICU, dan 433 pasien (36%) memiliki LOS ICU
<3 hari. Selanjutnya, penggunaan dari protokol Leuven di ICU menghasilkan
68
angka hipoglikemia hampir tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan pengalaman
aslinya (18% dengan 6.2% pasien) (205, 206).
Satu percobaan observasional sebelum-dan-setelah yang cukup besar
menunjukkan penurunan mortalitas relatif 29% dan absolut 6.1% dan 10.8%
penurunan pada median LOS ICU (207). Dalam subkelompok dari 53 pasien
dengan syok septik, ada penurunan mortalitas absolut 27% dan penurunan relatif
45% (p = .02?). Dua studi observasional tambahan melaporkan hubungan dari
kadar glukosa rata-rata dengan penurunan angka kematian, polineuropati, gagal
ginjal akut, bakteremia nosokomial, dan jumlah transfusi, dan mereka
menyarankan bahwa ambang batas glukosa untuk meningkatkan angka terletak di
antara 145 dan 180 mg/dL (208, 209). Namun, sebuah studi observasional besar
(n=7,049) menyatakan bahwa rata-rata glukosa yang lebih rendah dan glukosa
darah yang kurang bervariasi mungkin penting (210). Sebuah meta-analisis dari
35 percobaan pada terapi insulin pada pasien yang sakit kritis, termasuk 12
randomized trial, menunjukkan 15% penurunan kematian jangka pendek (risiko
relatif 0.85, interval kepercayaan 95% 0.75-0.97), tetapi tidak mencakup beberapa
studi dari terapi insulin di ICU (211).
Dua RCTs multisenter tambahan dari terapi insulin intensif, salah satu
fokus pada pasien dengan sepsis berat (VISEP) dan yang kedua pasien ICU medis
dan bedah, gagal untuk menunjukkan perbaikan dalam mortalitas tetapi belum
dipublikasikan (212, 213). Keduanya dihentikan lebih awal dari yang
direncanakan karena angka hipoglikemia yang tinggi dan efek samping pada
kelompok insulin intensif. Suatu RCT besar yang direncanakan untuk
69
membandingkan target 80-110 mg/dL (4.5-6.0 mmol/L) dengan 140-180 mg/dL
(8-10 mmol/L) dan merekrut >6,000 pasien (Normoglycemia in Intensive Care
Evaluation and Survival Using Glucose Algorithm Regulation, atau NICE-
SUGAR) sedang berlangsung (214).
Beberapa faktor dapat mempengaruhi akurasi dan kemampuan untuk
memproduksi pengujian glukosa darah kapiler darah, termasuk jenis dan model
perangkat yang digunakan, keahlian pengguna, dan faktor pasien, termasuk
hematokrit (elevasi palsu dengan anemia), PaO2 dan obat-obatan (215). Satu
laporan menunjukkan nilai glukosa plasma dari arteri yang terlalu tinggi dengan
pengujian kapiler yang cukup untuk menghasilkan titrasi dosis insulin dalam
berbagai protokol yang berbeda. Ketidaksepakatan antara dosis insulin yang
direkomendasikan protokol paling besar ketika nilai glukosa rendah (216). Sebuah
tinjauan pustaka terbaru dari 12 protokol infus insulin yang diterbitkan untuk
pasien yang sakit kritis menunjukkan variabilitas luas dalam rekomendasi dosis
insulin, dan kontrol glukosa bervariasi selama simulasi (217). Kurangnya
konsensus tentang dosis optimal dari insulin intravena mungkin mencerminkan
variabilitas dalam faktor pasien (keparahan penyakit, bedah dengan medis) atau
pola praktik (misalnya, pendekatan untuk pemberian makan, dekstrosa intravena)
di lingkungan dimana protokol-protokol dikembangkan dan diuji. Atau, beberapa
protokol mungkin lebih efektif daripada yang lain. Kesimpulan ini didukung oleh
variabilitas yang luas pada angka hipoglikemia yang dilaporkan dengan protokol
(205-207, 212, 213). Dengan demikian, penggunaan protokol insulin intensif yang
divalidasi dan aman dirasa penting tidak hanya untuk perawatan klinis, tetapi juga
70
untuk pelaksanaan uji klinis untuk menghindari hipoglikemia, efek samping, dan
penghentian dini uji coba ini sebelum sinyal efek, jika ada, dapat ditentukan.
Penemuan morbiditas dan mortalitas yang berkurang pada lama tinggal di
ICU dengan biaya yang diterima sangat membebani rekomendasi kami untuk
mencoba kontrol glukosa setelah stabilisasi awal pada pasien dengan
hiperglikemia dan sepsis berat. Namun, manfaat mortalitas dan keamanan terapi
insulin intensif (tujuan untuk menormalkan darah glukosa) telah ditanyakan oleh
dua percobaan terbaru, dan kami sarankan untuk mempertahankan kadar glukosa
<150 mg/dL sampai percobaan terbaru dan sedang berlangsung diterbitkan atau
telah diselesaikan. Studi lebih lanjut tentang protokol yang telah divalidasi
menjadi aman dan efektif untuk mengendalikan konsentrasi glukosa darah dan
variasi glukosa darah pada populasi sepsis berat masih dibutuhkan.
D. Penggantian Ginjal
1. Kami menyarankan bahwa terapi penggantian ginjal terus-menerus dan
hemodialisis intermiten yang setara pada pasien dengan sepsis berat dan gagal
ginjal akut (kelas 2B).
2. Kami menyarankan penggunaan terapi kontinyu untuk memfasilitasi
pengelolaan dari keseimbangan cairan pada pasien septik yang tidak stabil
secara hemodinamik (kelas 2D).
Dasar Pemikiran. Meskipun banyak studi nonrandomized telah
melaporkan kecenderungan peningkatan yang tidak signifikan terhadap
kelangsungan hidup menggunakan metode kontinyu (218 -225), dua meta-analisis
71
(226, 227) melaporkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada angka
kematian rumah sakit antara pasien yang menerima terapi penggantian ginjal
kontinyu dan intermiten. Ketiadaan dari adanya manfaat nyata dari satu modalitas
atas yang lain tetap ada bahkan ketika analisis dibatasi hanya berupa studi
randomized trial (227). Sampai saat ini, lima penelitian randomized prospektif
telah dipublikasikan (228-232). Empat dari mereka tidak menemukan perbedaan
signifikan pada angka kematian (229 -232). Satu studi menemukan mortalitas
pada kelompok pengobatan kontinyu secara signifikan lebih tinggi (228), tetapi
keseimbangan pengacakan telah menyebabkan dasar keparahan penyakit yang
lebih tinggi pada kelompok ini. Ketika model multivariabel ini digunakan untuk
menyesuaikan tingkat keparahan penyakit, tidak ada perbedaan dalam angka
kematian yang muncul antara kelompok (228). Kebanyakan studi
membandingkan jenis penggantian ginjal pada sakit kritis yang termasuk sejumlah
kecil pasien dan beberapa kelemahan utama (kegagalan pengacakan, modifikasi
dari protokol terapi selama masa studi, kombinasi dari berbagai jenis terapi
penggantian ginjal kontinyu, sejumlah kecil dari kelompok heterogen dari pasien
yang terdaftar). Penelitian randomized yang terbaru dan terbesar (232) terdaftar
360 pasien dan tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam kelangsungan
hidup antara kedua kelompok. Selain itu, tidak ada bukti saat ini untuk
mendukung penggunaan terapi kontinyu pada sepsis independen dari kebutuhan
penggantian ginjal.
Mengenai toleransi hemodinamik masing-masing metode, tidak ada bukti
untuk mendukung toleransi yang lebih baik dengan terapi kontinyu. Hanya dua
72
studi prospektif (230, 233) telah melaporkan toleransi hemodinamik yang lebih
baik dengan terapi kontinyu, tanpa adanya perbaikan perfusi regional (233) dan
tidak ada manfaat survival (230). Empat studi prospektif lainnya tidak
menemukan perbedaan signifikan pada tekanan arterial rata-rata atau penurunan
tekanan sistolik antara dua metode (229, 231, 232, 234). Mengenai pengelolaan
keseimbangan cairan, dua studi melaporkan peningkatan yang signifikan dalam
pencapaian tujuan dengan metode kontinyu (228, 230). Singkatnya, bukti saat ini
tidak cukup untuk menarik kuat kesimpulan mengenai jenis terapi penggantian
untuk gagal ginjal akut pada pasien sepsik.
Empat randomized controlled trial telah membahas apakah dosis
penggantian ginjal kontinyu mempengaruhi hasil pada pasien dengan gagal ginjal
akut (235-238). Tiga menemukan angka kematian meningkat pada pasien yang
menerima dosis yang lebih tinggi dari penggantian ginjal (235, 237, 238),
sedangkan satunya tidak (236). Tidak ada satu pun dari percobaan ini dilakukan
secara khusus pada pasien dengan sepsis. Meskipun beratnya bukti menunjukkan
bahwa dosis yang lebih tinggi dari penggantian ginjal dapat berhubungan dengan
hasil yang lebih baik, hasil ini mungkin tidak mudah digeneralisasikan. Hasil dari
dua percobaan multisenter randomized yang sangat besar membandingkan dosis
penggantian ginjal (ATN di Amerika Serikat dan RENAL di Australia dan New
Zealand) akan tersedia pada tahun 2008 dan akan memberikan informasi praktek
dengan baik.
E. Terapi Bikarbonat
73
1. Kami merekomendasikan melawan penggunaan terapi sodium bikarbonat
yang bertujuan untuk meningkatkan hemodinamik atau mengurangi kebutuhan
vasopresor pada pasien dengan acidemia laktat yang diinduksi hipoperfusi
dengan pH >7.15 (kelas 1B).
Dasar Pemikiran. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan terapi
bikarbonat dalam pengobatan acidemia laktat yang diinduksi hipoperfusi yang
berhubungan dengan sepsis. Dua studi randomized, blinded, crossover yang
membandingkan ekuimolar garam dan bikarbonat pada pasien dengan asidosis
laktat gagal untuk mengungkapkan perbedaan dalam variabel hemodinamik atau
kebutuhan vasopressor (239, 240). Jumlah pasien dengan pH <7.15 dalam studi
ini sedikit. Pemberian bikarbonat telah dikaitkan dengan kelebihan sodium dan
cairan, peningkatan laktat dan PCO2, dan penurunan kalsium serum terionisasi,
namun relevansi variabel-variabel terhadap hasil masih tidak pasti. Pengaruh
pemberian bikarbonat pada kebutuhan hemodinamik dan vasopressor pada pH
yang lebih rendah serta berpengaruh pada hasil klinis pada pH yang tidak
diketahui sekalipun. Tidak ada studi telah meneliti pengaruh dari pemberian
bikarbonat pada hasil luaran.
F. Profilaksis Deep Vein Thrombosis
1. Kami merekomendasikan bahwa pasien dengan sepsis berat mendapat
profilaksis deep vein thrombosis (DVT), baik itu a) dosis rendah dari
unfractionated heparin (UFH) yang diberikan dua kali atau tiga kali per hari;
atau b) pemberian low-molecular weight heparin (LMWH) setiap hari kecuali
74
ada kontraindikasi (yaitu trombositopenia, koagulopati berat, perdarahan aktif,
perdarahan intraserebral yang sedang berlangsung) (kelas 1A).
2. Kami merekomendasikan bahwa pasien sepsis yang memiliki kontraindikasi
untuk penggunaan heparin menerima perangkat profilaksis mekanik, seperti
perangkat kompresi stocking atau intermiten, kecuali dikontraindikasikan
(kelas 1A).
3. Kami menyarankan bahwa pasien yang berisiko sangat tinggi, seperti mereka
yang memiliki sepsis berat dan riwayat DVT, trauma, atau bedah ortopedi,
kombinasi dari terapi farmakologis dan mekanik akan digunakan kecuali ada
kontraindikasi atau tidak praktis (kelas 2C).
4. Kami menyarankan bahwa pada pasien dengan risiko sangat tinggi, LMWH
lebih digunakan daripada UFH karena LMWH terbukti lebih unggul pada
pasien berisiko tinggi lainnya (kelas 2C).
Dasar Pemikiran. Pasien ICU memiliki risiko DVT (241). Ada bukti yang
signifikan tentang manfaat dari profilaksis DVT pada pasien ICU secara umum.
Tidak ada alasan yang menunjukkan bahwa pasien sepsis berat berbeda dengan
populasi pasien umum.
Sembilan uji klinis randomized placebo-controlled dari profilaksis DVT
pada populasi umum dari pasien yang sakit secara akut (242-250). Kesembilan
percobaan menunjukkan penurunan pada DVT atau emboli. Prevalensi infeksi/
sepsis 17% pada semua studi dimana ini dapat diketahui, dengan prevalensi 52%
dari pasien infeksi/ sepsis dalam penelitian yang termasuk pasien ICU saja.
Manfaat profilaksis DVT juga didukung oleh meta-analisis (251, 252). Dengan
75
pertimbangan tersebut, profilaksis DVT akan memiliki nilai tinggi dalam kualitas
bukti (A). Karena risiko pemberian pada pasien kecil, daya dari hasil potensial
tanpa pengelolaan cukup besar, dan biaya rendah, tingkat kekuatan
rekomendasinya kuat. Bukti mendukung keseimbangan dari LMWH dan UFH
pada populasi medis yang umum. Suatu meta-analisis terbaru membandingkan
pemberian UFH dua kali sehari dan tiga kali sehari menunjukkan bahwa
pemberian UFH tiga kali sehari menghasilkan efek yang lebih baik dan pemberian
dua kali sehari menghasilkan perdarahan yang sedikit (253). Praktisi harus
menggunakan risiko yang mendasari untuk VTE dan perdarahan untuk memilih
secara individual dua kali sehari dengan tiga kali sehari.
Biaya LMWH lebih besar dan frekuensi injeksi kurang. Pemberian UFH
lebih disukai daripada LMWH pada pasien dengan disfungsi ginjal yang moderat
hingga berat.
Metode mekanik (perangkat kompresi stocking atau intermiten)
direkomendasikan ketika antikoagulasi merupakan kontraindikasi atau sebagai
tambahan untuk antikoagulasi pada pasien berisiko sangat tinggi (254-256). Pada
pasien yang berisiko sangat tinggi, LMWH lebih disukai daripada UFH (257-
259). Pasien yang menerima heparin harus dipantau untuk perkembangan dari
trombositopenia yang diinduksi heparin.
G. Profilaksis Stress Ulcer
1. Kami merekomendasikan bahwa profilaksis stress ulcer menggunakan H2
bloker (kelas 1A) atau inhibitor pompa proton (kelas 1B) diberikan kepada
76
pasien dengan sepsis berat untuk mencegah perdarahan saluran pencernaan
bagian atas. Manfaat dari pencegahan perdarahan saluran cerna bagian atas
harus dipertimbangkan terhadap dampak potensial dari peningkatan pH
lambung pada perkembangan ventilator-associated pneumonia.
Dasar Pemikiran. Meskipun tidak ada penelitian yang telah dilakukan
secara khusus pada pasien dengan sepsis berat, percobaan ini mengkonfirmasi
manfaat dari profilaksis stress ulcer dalam mengurangi perdarahan saluran cerna
bagian atas populasi ICU umum akan menunjukkan bahwa 20% sampai 25% dari
pasien yang terdaftar pada jenis percobaan ini menderita sepsis (260-263).
Manfaat ini harus berlaku untuk pasien dengan sepsis berat dan syok septik.
Selain itu, kondisi ini menunjukkan manfaat dari profilaksis stress ulcer
(koagulopati, ventilasi mekanik, hipotensi) sering terdapat pada pasien dengan
sepsis berat dan syok septik (264, 265).
Meskipun ada percobaan individu yang belum menunjukkan manfaat dari
profilaksis stress ulcer, berbagai percobaan dan meta-analisis menunjukkan
penurunan yang signifikan secara klinis pada perdarahan saluran cerna bagian
atas, yang kita anggap signifikan bahkan tanpa adanya manfaat mortalitas yang
terbukti (266-269). Manfaat pencegahan perdarahan saluran cerna bagian atas
harus dipertimbangkan terhadap pengaruh potensial dari pH lambung yang
meningkat pada insiden yang lebih besar dari ventilator-associated pneumonia
(270). Pasien dengan sepsis berat yang memiliki risiko terbesar dari perdarahan
saluran cerna bagian atas cenderung yang paling menguntungkan dari profilaksis
stress ulcer. Dasar pemikiran untuk menekan produksi asam selain sulkrafat
77
didasarkan pada studi 1,200 pasien oleh Cook et al. (271, 272) membandingkan
H2 bloker dan sulkrafat dan meta-analisis. Dua penelitian mendukung persamaan
antara H2 bloker dan inhibitor pompa proton. Satu penelitian termasuk pasien
ICU yang sangat sakit; studi kedua lebih besar dan menunjukkan noninferioritas
dari suspensi omeprazol untuk perdarahan stress ulcer yang signifikan secara
klinis (273, 274). Tidak ada data yang berkaitan dengan utilitas dari pemberian
makan secara enteral pada profilaksis stress ulcer. Pasien harus dievaluasi secara
berkala untuk meneruskan kebutuhan profilaksis.
H. Dekontaminasi Saluran Pencernaan Selektif (Selective Digestive Tract
Decontamination/ SDD)
Kelompok pedoman terbagi rata pada masalah SDD, dengan jumlah yang
lemah dalam mendukung dan melawan rekomendasi penggunaan SDD (Lampiran
H). Oleh karena itu, panitia tidak memilih untuk membuat rekomendasi untuk
penggunaan SDD secara khusus pada sepsis berat saat ini. Konsensus akhir
mengenai penggunaan SDD pada sepsis berat dicapai pada sejumlah pertemuan
komite terakhir dan kemudian disetujui oleh seluruh komite (Lampiran H
menyajikan suara komite).
Dasar Pemikiran. Kesimpulan kumulatif dari literatur menunjukkan bahwa
penggunaan profilaksis dari SDD (antimikroba enteral nonabsorbable dan
antibiotik intravena jangka pendek) dapat mengurangi infeksi, terutama
pneumonia, dan angka kematian pada populasi umum dari pasien yang sakit kritis
dan pasien trauma (275-286) tanpa memicu munculnya bakteri gram negatif yang
78
resisten. Analisis subkelompok post hoc (287, 288) dari dua studi prospektif
blinded (289, 290) menyatakan bahwa SDD mengurangi infeksi nosokomial
(sekunder) pada pasien ICU yang dirawat dengan infeksi primer (268) dan dapat
mengurangi mortalitas (288). Tidak ada studi khusus dari SDD difokuskan pada
pasien dengan sepsis berat atau syok septik. Penggunaan SDD pada pasien sepsis
berat akan ditargetkan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Sebagai efek
utama SDD dalam mencegah ventilator-associated pneumonia (VAP), studi
membandingkan antara SDD dengan intervensi nonantimikroba, seperti bundel
ventilator untuk mengurangi VAP. Penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan efektivitas perbandingan dari dua intervensi, secara terpisah atau
dalam kombinasi. Meskipun studi menggabungkan vankomisin enteral dalam
rejimen yang muncul untuk keamanan (291-293), kekhawatiran bertahan tentang
potensi munculnya infeksi bakteri gram positif yang resisten.
I. Pertimbangan untuk Membatasi Dukungan
1. Kami merekomendasikan bahwa perencanaan perawatan, termasuk
komunikasi dari hasil dan tujuan realistis dari pengobatan, akan dibahas
dengan pasien dan keluarga (kelas 1D).
Dasar Pemikiran. Keputusan untuk dukungan yang kurang agresif atau
penarikan dukungan mungkin ada dalam ketertarikan pasien (294 -296).
Seringnya, komunikasi dokter/ keluarga yang tidak adekuat mencirikan akir
79
kehidupan dalam perawatan di ICU. Tingkat dukungan hidup yang diberikan
kepada pasien ICU mungkin tidak konsisten dengan keinginan mereka. Diskusi
yang lebih awal dan sering dengan pasien yang menghadapi kematian di ICU dan
dengan orang yang mereka cintai dapat memfasilitasi aplikasi yang sesuai dan
penarikan terapi penopang hidup. Suatu RCT terbaru menunjukkan penurunan
kecemasan dan depresi pada anggota keluarga saat akhir pertemuan yang
direncanakan dan dilakukan dengan hati-hati, termasuk perencanaan, dan
memberikan informasi yang relevan tentang diagnosis, prognosis, dan pengobatan
(297).
III.Pertimbangan Pediatrik pada Sepsis Berat
Sepsis pada anak-anak adalah penyebab kematian utama, keseluruhan
angka kematian dari sepsis berat pada anak-anak jauh lebih rendah daripada orang
dewasa, diperkirakan sekitar 10% (298). Definisi untuk sepsis berat dan syok
septik pada anak-anak serupa tetapi tidak identik dengan definisi pada orang
dewasa (299). Di samping tanda-tanda vital yang sesuai dengan perbedaan usia,
definisi sindrom respon inflamasi sistemik membutuhkan adanya suhu atau
leukosit yang abnormal. Adanya sepsis berat membutuhkan sepsis ditambah
disfungsi kardiovaskular atau ARDS atau dua atau lebih disfungsi organ lainnya
(299).
A. Antibiotik
80
1. Kami merekomendasikan antibiotik diberikan dalam 1 jam dari identifikasi
sepsis berat, setelah kultur yang sesuai telah diperoleh (kelas 1D).
Terapi antibiotik lebih awal penting untuk anak-anak dengan sepsis berat
sama seperti orang dewasa.
B. Ventilasi Mekanik
Tidak ada rekomendasi yang dinilai.
Karena kapasitas residu fungsional yang rendah, bayi muda dan neonatus
dengan sepsis berat mungkin memerlukan intubasi dini (300). Obat yang
digunakan untuk intubasi memiliki efek samping yang penting pada pasien ini,
misalnya, kekhawatiran yang telah dikemukakan tentang keamanan menggunakan
etomidate pada anak-anak dengan sepsis meningokokus karena efek supresi
adrenal (301). Prinsip dari strategi perlindungan paru diterapkan kepada anak-
anak seperti pada orang dewasa.
C. Resusitasi Cairan
1. Kami menyarankan bahwa resusitasi awal dimulai dengan infus kristaloid
dengan bolus dari 20 mL/kg selama 5-10 menit, dititrasi ke monitor klinis dari
cardiac output, termasuk denyut jantung, urine output, pengisian kapiler, dan
tingkat kesadaran (kelas 2C).
81
Akses intravena untuk resusitasi cairan dan infus inotropik/ vasopressor
lebih sulit untuk dilakukan pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. The
American Heart Association dan American Academy of Pediatrics telah
mengembangkan pedoman dukungan hidup lanjutan pediatrik untuk kondisi
darurat dari akses intraosseous lebih awal yang mendukung akses intravaskular
(302). Berdasarkan sejumlah penelitian, telah diterima bahwa resusitasi cairan
agresif dengan kristaloid atau koloid sangat penting untuk kelangsungan hidup
syok septik pada anak-anak (303-308). Tiga randomized controlled trial
membandingkan penggunaan resusitasi koloid dengan kristaloid pada anak
dengan syok dengue (303, 307, 308). Tidak ada perbedaan yang ditunjukkan
dalam mortalitas antara resusitasi koloid atau kristaloid.
Anak-anak biasanya memiliki tekanan darah lebih rendah daripada orang
dewasa, dan turunnya tekanan darah dapat dicegah dengan vasokonstriksi dan
meningkatkan denyut jantung. Oleh karena itu, tekanan darah dengan sendirinya
tidak dapat diandalkan untuk menilai kecukupan resusitasi. Namun, setelah
hipotensi terjadi, kolaps kardiovaskular akan segera menyusul. Hepatomegali
terjadi pada anak-anak yang kelebihan cairan dan dapat menjadi pertanda dari
kecukupan cairan resusitasi. Defisit cairan yang tinggi biasanya ada, dan resusitasi
volume inisial biasanya membutuhkan 40-60 mL/kg namun bisa jauh lebih tinggi
(304-308). Namun, tingkat pemberian cairan harus dikurangi secara substansial
ketika ada tanda-tanda (klinis) pengisian jantung yang adekuat tanpa perbaikan
hemodinamik.
82
D. Vasopressors/ inotropik (Harus Digunakan pada Pasien dengan
Kelebihan Volume dengan Syok Refrakter Cairan)
1. Kami menyarankan dopamin sebagai pilihan pertama untuk pasien pediatrik
dengan hipotensi refrakter terhadap resusitasi cairan (kelas 2C).
Pada tahap resusitasi inisial, terapi vasopressor mungkin diperlukan untuk
mempertahankan tekanan perfusi, bahkan ketika hipovolemia belum terselesaikan.
Anak-anak dengan sepsis berat dapat muncul dengan cardiac output yang rendah
dan resistensi vaskular sistemik yang tinggi, cardiac output yang tinggi dan
resistensi vaskular sistemik yang rendah, atau cardiac output yang rendah dan
syok resistensi vaskular sistemik yang rendah. Pada berbagai tahap sepsis atau
pengobatannya, seorang anak bisa berpindah dari satu tahap hemodinamik ke
tahap lainnya. Vasopressor atau terapi inotropik harus digunakan sesuai dengan
keadaan klinis anak.
Syok dopamin-refractory mungkin membaik dengan infus epinefrin atau
norepinefrin (309).
2. Kami menyarankan bahwa pasien dengan cardiac output yang rendah dan
peningkatan tahap resistensi vaskular sistemik (ekstremitas dingin, pengisian
kapiler berkepanjangan, penurunan urine output tapi tekanan darah normal
setelah resusitasi cairan) dapat diberikan dobutamin (kelas 2C).
Pemilihan agen vasoaktif ditentukan oleh pemeriksaan klinis. Untuk anak
dengan tahap cardiac output yang rendah secara persisten dengan resistensi
vaskular sistemik yang tinggi resistensi meskipun resusitasi cairan dan inotropik,
terapi vasodilator dapat mengatasi syok (310). Ketika pasien pediatrik tetap dalam
83
cardiac output rendah yang normotensif dan tahap resistensi vaskuler yang tinggi
meskipun terapi epinefrin dan vasodilator, penggunaan phosphodiesterase
inhibitor dapat dipertimbangkan (311-313). Pada kasus resistensi vaskular
sistemik yang sangat rendah meskipun penggunaan norepinefrin, penggunaan
vasopressin telah dijelaskan pada sejumlah laporan kasus. Tidak ada bukti yang
jelas untuk penggunaan vasopressin pada sepsis pediatrik (314, 315).
E. Titik Akhir Terapeutik
1. Kami menyarankan bahwa titik akhir terapeutik dari resusitasi syok septik
yaitu normalisasi denyut jantung, pengisian kapiler <2 detik, denyut nadi
normal dengan tidak ada perbedaan antara denyut perifer dan sentral,
ekstremitas hangat, urine output >1 mL.kg-1.hr-1, dan status mental yang
normal (290) (kelas 2C).
Pengisian kapiler mungkin kurang dapat diandalkan pada lingkungan yang
dingin. Titik akhir lain yang telah banyak digunakan pada orang dewasa dan dapat
berlaku secara logis untuk anak-anak termasuk penurunan laktat dan
meningkatkan basis defisit, ScvO2 >70% atau SVO2 >65%, tekanan vena sentral
8-12 mm Hg, atau metode lainnya untuk menganalisis pengisian jantung.
Mengoptimalkan preload indeks jantung. Dalam mengidentifikasi cardiac output
pada anak-anak dengan hipoksemia arterial sistemik, seperti penyakit jantung
bawaan sianotik atau penyakit paru yang berat, perbedaan konten oksigen arteri-
vena merupakan penanda yang lebih baik daripada saturasi hemoglobin mixed
venous. Seperti dijelaskan sebelumnya, tekanan darah dengan sendirinya bukanlah
84
titik akhir yang dapat diandalkan untuk resusitasi. Jika kateter thermodilution
digunakan, titik akhir terapeutik adalah indeks jantung >3.3 dan <6.0 L.min-1.m-2
dengan tekanan perfusi koroner yang normal (tekanan arterial rata-rata dikurangi
tekanan vena sentral) berdasarkan usia (290). Menggunakan titik akhir klinis,
seperti perbaikan hipotensi dan pemulihan pengisian kapiler, untuk resusitasi awal
pada tingkat komunitas rumah sakit sebelum dikirim ke pusat tersier dikaitkan
dengan tingkat ketahanan hidup yang meningkat secara signifikan pada anak-anak
dengan syok septik (305). Perkembangan sistem transportasi termasuk publikasi
ke rumah sakit lokal dan dibawa dengan pelayanan kesehatan yang mobile secara
signifikan menurunkan angka fatalitas kasus dari penyakit meningokokus di
Inggris (316).
F. Pendekatan pada Syok Septik Pediatrik
Gambar di bawah menunjukkan diagram alur yang menyimpulkan
pendekatan pada syok septik pediatrik (317).
85
G. Steroid
1. Kami menyarankan bahwa terapi hidrokortison disediakan untuk digunakan
pada anak-anak dengan resistensi katekolamin dan insufisiensi adrenal yang
dicurigai atau telah terbukti (kelas 2C).
Pasien yang beresiko untuk insufisiensi adrenal termasuk anak-anak
dengan syok septik yang berat dan purpura (318, 319), anak-anak yang
sebelumnya telah menerima terapi steroid untuk penyakit kronis, dan anak-anak
dengan kelainan hipofisis atau adrenal. Anak-anak yang memiliki faktor risiko
yang jelas untuk insufisiensi adrenal harus diperlakukan dengan steroid stress-
dose (hidrokortison 50 mg/m2/24 jam).
Insufisiensi adrenal pada sepsis berat pediatrik dikaitkan dengan prognosis
yang buruk (320). Tidak ada definisi ketat, tapi insufisiensi adrenal absolut dalam
kasus syok septik resisten katekolamin diasumsikan pada konsentrasi kortisol total
yang random <18 µg/dL (496 nmol/L). Setelah 30- atau 60-menit uji stimulasi
ACTH akan meningkatkan kortisol <9 µg/dL (248 mmol/L) telah digunakan
untuk mendefinisikan insufisiensi adrenal relatif. Pengobatan dari insufisiensi
adrenal relatif pada anak-anak dengan syok septik kontroversial. Sebuah studi
retrospektif dari database administrasi yang besar terbaru melaporkan bahwa
penggunaan kortikosteroid pada anak-anak dengan sepsis berat dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas (odds rasio 1.9, interval kepercayaan 95%, 1.7-2.2) (321).
Steroid mungkin telah diberikan untuk anak-anak yang sakit lebih berat,
penggunaan steroid adalah prediktor independen dari angka kematian pada
analisis multivariabel (321). Mengingat kurangnya data pada anak-anak dan risiko
87
potensial, steroid tidak boleh digunakan pada anak-anak yang tidak memenuhi
kriteria minimal untuk insufisiensi adrenal. Suatu randomized controlled trial
pada anak dengan syok septik sangat sangat dibutuhkan.
H. Protein C dan Activated Protein C
1. Kami merekomendasikan perlawanan terhadap penggunaan rhAPC pada anak-
anak (kelas 1B).
Konsentrasi protein C pada anak-anak mencapai nilai dewasa pada usia 3
tahun. Ini mungkin menunjukkan bahwa pentingnya suplementasi protein C baik
sebagai konsentrat protein C atau sebagai rhAPC bahkan lebih besar pada anak-
anak dibandingkan pada orang dewasa (322). Ada satu dosis yang ditemukan,
studi randomized placebo-controlled dilakukan dengan menggunakan konsentrat
protein C. Penelitian ini tidak didukung untuk menunjukkan pengaruh pada angka
kematian tetapi menunjukkan pengaruh positif terhadap gangguan koagulasi yang
diinduksi sepsis (323). Suatu RCT dari rhAPC pada pasien sepsis berat pediatrik
dihentikan oleh rekomendasi dari Data Monitoring Committee setelah pendaftaran
dari 399 pasien: semua penyebab kematian pada hari ke-28 adalah kelompok
plasebo 18% dengan 17% kelompok APC. Amputasi utama terjadi pada 3% dari
kelompok plasebo dengan 2% pada kelompok APC (324). Karena peningkatan
risiko perdarahan (7% dengan 6% pada percobaan pediatrik) dan kurangnya bukti
dari efektivitas, rhAPC tidak dianjurkan untuk digunakan pada anak-anak.
88
I. Profilaksis DVT
1. Kami menyarankan penggunaan profilaksis DVT pada anak-anak
pascapubertas dengan sepsis berat (kelas 2C).
Kebanyakan DVT pada anak-anak dikaitkan dengan kateter vena sentral.
Kateter vena femoralis umumnya digunakan pada anak-anak, dan DVT yang
diinduksi kateter vena sentral terjadi pada sekitar 25% anak-anak dengan kateter
vena sentral femoralis. Kateter heparin-bonded dapat mengurangi risiko DVT
yang diinduksi kateter dan harus dipertimbangkan untuk digunakan pada anak-
anak dengan sepsis berat (325, 326). Tidak ada data tentang efektivitas dari
profilaksis UFH atau LMWH untuk mencegah DVT yang diinduksi kateter pada
anak-anak yang ada di ICU.
J. Profilaksis Stress Ulcer
Tidak ada rekomendasi yang dinilai.
Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat perdarahan gastrointestinal
yang penting secara klinis pada anak-anak terjadi pada tingkat yang sama untuk
orang dewasa (327, 328). Seperti pada orang dewasa, koagulopati dan ventilasi
mekanik merupakan faktor risiko dari perdarahan gastrointestinal yang penting
secara klinis. Strategi profilaksis stress ulcer umumnya digunakan pada anak-anak
dengan ventilasi mekanik, biasanya dengan H2 bloker. Efeknya tidak diketahui.
K. Terapi Penggantian Ginjal
Tidak ada rekomendasi yang dinilai.
89
Continuous veno-venous hemofiltration (CVVH) mungkin berguna secara
klinis pada anak-anak dengan anuria/ oliguria berat dan kelebihan cairan, namun
tidak ada studi RCT yang besar telah dilakukan untuk membandingkan CVVH
dengan dialisis intermiten. Sebuah studi retrospektif dari 113 anak yang sakit
kritis melaporkan bahwa anak-anak dengan kelebihan cairan sebelum
menggunakan CVVH memiliki kelangsungan hidup yang lebih baik, terutama
pada anak-anak dengan disfungsi dari tiga atau lebih organ (329). CVVH atau
terapi penggantian ginjal lainnya harus diberikan pada anak-anak dengan anuria/
oliguria berat sebelum kelebihan cairan yang signifikan terjadi.
L. Kontrol Glikemik
Tidak ada rekomendasi yang dinilai.
Secara umum, bayi beresiko untuk mengalami hipoglikemia ketika mereka
bergantung pada cairan intravena. Ini berarti bahwa asupan glukosa 4-6 mg.kg-
1.min-1 atau asupan cairan pemeliharaan dengan glukosa 10%/cairan yang
mengandung NaCl disarankan. Hubungan telah dilaporkan antara hiperglikemia
dan peningkatan risiko kematian dan lama tinggal yang lebih lama (330). Studi
ICU pediatrik retrospektif terbaru melaporkan adanya hubungan dari
hiperglikemia, hipoglikemia, dan variabilitas glukosa dengan lama tinggal dan
angka kematian (331). Tidak ada studi pada pasien pediatrik (tanpa diabetes
mellitus) menganalisis efek kontrol glikemik yang ketat menggunakan insulin.
Pada orang dewasa, rekomendasi untuk mempertahankan glukosa serum <150
mg/dL. Terapi insulin untuk menghindari waktu yang lama dari hiperglikemia
90
tampaknya masuk akal pada anak-anak juga, tetapi tujuan glukosa yang optimal
tidak diketahui. Namun, terapi insulin kontinyu hanya boleh dilakukan dengan
pemantauan glukosa yang sering mengingat risiko hipoglikemia.
M. Sedasi/ Analgesia
1. Kami merekomendasikan protokol sedasi dengan tujuan sedasi saat sedasi dari
pasien yang sakit kritis yang menggunakan ventilasi mekanik dengan sepsis
diperlukan (kelas 1D).
Sedasi dan analgesia yang tepat merupakan standar perawatan bagi anak-
anak dengan ventilasi mekanik. Meskipun tidak ada data pendukung terhadap obat
atau rejimen tertentu, perlu dicatat bahwa propofol tidak boleh digunakan untuk
sedasi jangka panjang pada anak-anak karena dilaporkan adanya hubungan
dengan asidosis metabolik yang fatal (332, 333).
N. Produk Darah
Tidak ada rekomendasi yang dinilai.
Hemoglobin yang optimal untuk anak yang sakit kritis dengan sepsis berat
tidak diketahui. Sebuah percobaan multisenter terbaru yang melaporkan hasil
yang sama pada anak yang sakit kritis yang dikelola dengan ambang batas
transfusi 7 g/dL dibandingkan dengan yang dikelola dengan ambang transfusi 9.5
g/dL (334). Apakah pencetus transfusi yang lebih rendah aman atau sesuai pada
resusitasi awal syok septik belum ditentukan.
91
O. Immunoglobulin Intravena
1. Kami menyarankan imunoglobulin dipertimbangkan pada anak dengan sepsis
berat (kelas 2C).
Pemberian dari imunoglobulin intravena poliklonal telah dilaporkan untuk
mengurangi angka kematian dan menjanjikan ajuvan dalam pengobatan sepsis dan
syok septik pada neonatus. Sebuah studi randomized controlled terbaru dari
imunoglobulin poliklonal pada pasien sindrom sepsis pediatrik (n=100)
menunjukkan penurunan yang signifikan pada mortalitas dan LOS dan
mengurangi komplikasi, terutama disseminated intravascular coagulation (335).
P. Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO)
1. Kami menyarankan bahwa penggunaan ECMO menjadi terbatas pada syok
septik pediatrik refrakter dan/atau gagal napas yang tidak dapat didukung oleh
konvensional terapi (kelas 2C).
ECMO telah digunakan pada syok septik pada anak-anak, namun
dampaknya tidak jelas. Kelangsungan hidup dari syok refrakter atau gagal napas
yang terkait dengan sepsis adalah 80% pada neonatus dan 50% pada anak-anak.
Di satu studi menganalisis 12 pasien dengan sepsis meningokokus pada ECMO, 8
dari 12 pasien selamat, dengan 6 mengarah pada hidup normal secara fungsional
pada median 1 tahun (kisaran, 4 bulan sampai 4 tahun) dari tindak lanjut. Anak-
anak dengan sepsis pada ECMO tidak terlihat lebih buruk dari anak tanpa sepsis
pada tindak lanjut jangka panjang (336, 337).
92
Meskipun bagian pertimbangan pediatrik dari artikel ini menawarkan
informasi penting kepada klinisi pediatrik yang terlatih untuk pengelolaan dari
anak yang sakit kritis dengan sepsis, pembaca diarahkan ke daftar referensi untuk
deskripsi lebih mendalam dari manajemen yang tepat pada pasien sepsis pediatrik.
RINGKASAN DAN ARAH MASA DEPAN
Meskipun dokumen ini adalah statis, pengobatan optimal pada sepsis berat
dan syok septik merupakan proses yang dinamis dan berkembang. Intervensi baru
akan terbukti dan, seperti yang dinyatakan dalam rekomendasi saat ini, pemberian
intervensi mungkin perlu modifikasi. Publikasi ini merupakan proses yang
berkelanjutan. The Surviving Sepsis Campaign dan anggota komite konsensus
berkomitmen untuk memperbarui pedoman secara teratur sebagai intervensi baru
yang diuji dan dipublikasikan.
Meskipun rekomendasi berbasis bukti sering diterbitkan di literatur medis,
dokumentasi dari dampak pada hasil pasien terbatas (338). Namun, ada bukti yang
berkembang bahwa implementasi protokol terkait dengan pendidikan dan kinerja
umpan balik tidak mengubah perilaku klinisi dan dapat meningkatkan hasil dan
mengurangi biaya dalam sepsis berat (20, 24, 25). Tahap III dari target The
Surviving Sepsis Campaign menargetkan pelaksanaan dari seperangkat inti
rekomendasi sebelumnya di lingkungan rumah sakit dimana perubahan perilaku
dan dampak klinis sedang diukur. Bundel sepsis dikembangkan dan bekerja sama
dengan Institute of Healthcare Improvement (339). Peninjauan bagan retrospektif
atau bersamaan akan mengidentifikasi dan melacak perubahan dalam hasil
93
praktek dan klinis. Software dan dukungan software tersedia tanpa biaya dalam
tujuh bahasa, yang memungkinkan pemasukan data pasien rawat inap dan
memungkinkan penciptaan laporan rutin untuk kinerja umpan balik. SSC juga
menawarkan dukungan program yang signifikan dan material pendidikan tanpa
biaya kepada pengguna (www.survivingsepsis.org).
Melahirkan perubahan berbasis bukti dalam praktek klinis melalui strategi
multifaset sementara praktik audit dan memberikan umpan balik kepada praktisi
kesehatan adalah kunci untuk meningkatkan hasil pada sepsis berat. Tidak ada
yang lebih jelas daripada antusiasme seluruh dunia untuk fase III dari SSC,
kinerja meningkatkan program menggunakan bundel sepsis pedoman berbasis
SSC. Menggunakan pedoman sebagai dasar, bundel membentuk praktek terbaik
global untuk penatalaksanaan pasien yang sakit kritis dengan sepsis berat. Pada
November 2007, hampir 12,000 pasien telah dimasukkan ke database pusat SSC,
mewakili upaya dari 239 rumah sakit di 17 negara. Perubahan dalam praktek dan
efek potensial pada kelangsungan hidup sedang diukur.
UCAPAN TERIMA KASIH
Seperti disebutkan sebelumnya, The Surviving Sepsis Campaign (SSC)
secara parsial didanai oleh hibah dari industri pendidikan, termasuk dari Edwards
LifeSciences, Eli Lilly and Company, dan Philips Medical Systems. SSC juga
menerima dana dari Coalition for Critical Care Medicine. Sebagian besar
pendanaan industri yang dimiliki datang dari Eli Lilly and Company.
94
Dana industri saat ini untuk The Surviving Sepsis Campaign diarahkan ke
peningkatan kinerja menjadi lebih inisiatif. Tidak ada pendanaan industri yang
digunakan untuk pertemuan komite. Tidak ada honor yang diberikan kepada
anggota komite. Proses revisi didanai terutama oleh Society of Critical Care
Medicine, dengan mensponsori organisasi profesional yang menyediakan biaya
perjalanan untuk delegasi mereka ke pertemuan revisi pedoman yang diperlukan.
UCAPAN TERIMA KASIH LAINNYA
Selain itu, kami berterima kasih pada Toni Piper dan Rae McMorrow
untuk bantuan mereka dalam membawa naskah bersama-sama; dan Gordon
Guyatt dan Henry Masur, MD, atas bimbingan dalam pemeringkatan rekomendasi
bukti dan antibiotik, masing-masing.
Sembilan dari 11 organisasi yang disponsori pedoman pertama adalah
sponsor revisi tersebut. Empat tambahan organisasi nasional (Canadian Critical
Care Society, Japanese Association for Acute Medicine, Japanese Society of
Intensive Care Medicine, dan Society of Hospital Medicine), the World
Federation of Intensive and Critical Care Societies, dan dua organisasi sepsis
(German Sepsis Society dan the Latin American Sepsis Institute) juga telah datang
di papan sebagai sponsor. Dua organisasi yang disponsori pedoman pertama
(American Thoracic Society dan Australian and New Zealand Intensive Care
Society) tidak terpilih untuk mensponsori revisi.
95