translate jurnal

151
Surviving Sepsis Campaign: Pedoman Internasional untuk Pengelolaan Sepsis Berat dan Syok Septik: 2008 Tujuan: Untuk memberikan pembaharuan pada pedoman pengelolaan klinis Surviving Sepsis Campaign yang asli, "Surviving Sepsis Campaign: Pedoman untuk Pengelolaan Sepsis Berat dan Syok Septik,” yang diterbitkan pada tahun 2004. Desain: metode Delphi yang dimodifikasi dengan konferensi konsensus dari 55 ahli internasional, beberapa pertemuan berikutnya dari subkelompok dan individu kunci, telekonferensi, dan diskusi berbasis elektronik diantara subkelompok dan diantara seluruh komite. Proses ini dilakukan secara independen dari beberapa industri pendanaan. Metode: Kami menggunakan sistem GRADE yaitu Tingkat Rekomendasi (Grades of Recommendation), Penilaian (Assessment), Pengembangan (Development), dan Evaluasi (Evaluation) untuk memandu penilaian kualitas bukti yang bernilai dari tinggi (A) hingga sangat rendah (D) dan 1

Upload: ina-maniz

Post on 01-Dec-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Surviving Sepsis Campaign: Pedoman Internasional untuk

Pengelolaan Sepsis Berat dan Syok Septik: 2008

Tujuan: Untuk memberikan pembaharuan pada pedoman

pengelolaan klinis Surviving Sepsis Campaign yang asli, "Surviving Sepsis

Campaign: Pedoman untuk Pengelolaan Sepsis Berat dan Syok Septik,” yang

diterbitkan pada tahun 2004.

Desain: metode Delphi yang dimodifikasi dengan konferensi

konsensus dari 55 ahli internasional, beberapa pertemuan berikutnya dari

subkelompok dan individu kunci, telekonferensi, dan diskusi berbasis

elektronik diantara subkelompok dan diantara seluruh komite. Proses ini

dilakukan secara independen dari beberapa industri pendanaan.

Metode: Kami menggunakan sistem GRADE yaitu Tingkat

Rekomendasi (Grades of Recommendation), Penilaian (Assessment),

Pengembangan (Development), dan Evaluasi (Evaluation) untuk memandu

penilaian kualitas bukti yang bernilai dari tinggi (A) hingga sangat rendah

(D) dan untuk menentukan kekuatan rekomendasi. Rekomendasi yang kuat

(1) menunjukkan bahwa efek yang diinginkan dari suatu intervensi jelas

lebih besar daripada efek yang tidak diinginkan (risiko, beban, biaya).

Rekomendasi yang lemah (2) menunjukkan bahwa batas antara efek yang

diinginkan dan tidak diinginkan kurang jelas. Tingkat kuat atau lemah

dipertimbangkan dari kepentingan klinis yang lebih besar daripada

perbedaan dalam kualitas bukti. Di daerah tanpa kesepakatan yang lengkap,

1

proses formal dari resolusi telah dikembangkan dan diterapkan.

Rekomendasi dikelompokkan ke dalam kelompok yang menargetkan sepsis

berat secara langsung, rekomendasi yang menargetkan perawatan umum

pada pasien sakit kritis yang dianggap memiliki prioritas tinggi pada sepsis

berat, dan pertimbangan pediatrik.

Hasil: Rekomendasi utama, terdaftar dalam kategori, termasuk

resusitasi early goal-directed pada pasien sepsis selama 6 jam pertama setelah

diketahui (1C); kultur darah sebelum terapi antibiotik (1C), pencitraan yang

dilakukan segera untuk mengkonfirmasi sumber potensial dari infeksi (1C),

pemberian terapi antibiotik spektrum luas dalam waktu 1 jam dari diagnosis

syok septik (1B) dan sepsis berat tanpa syok septik (1D), penilaian ulang dari

terapi antibiotik dengan data klinis dan mikrobiologi untuk

mempersempitnya, ketika sudah tepat (1C), biasanya 7-10 hari terapi

antibiotik diikuti oleh respon klinis (1D), kontrol sumber dengan

memperhatikan keseimbangan risiko dan manfaat dari metode yang dipilih

(1C); pemberian resusitasi cairan dari kristaloid atau koloid (1B), tantangan

cairan untuk memulihkan tekanan rata-rata dari pengisian sirkulasi (1C),

penurunan tingkat pemberian cairan pada peningkatan tekanan pengisian

tanpa ada perbaikan dalam perfusi jaringan (1D); vasopressor yang

dianjurkan norepinefrin atau dopamin untuk mempertahankan target awal

dari tekanan arteri rata-rata > 65 mm Hg (1C), terapi inotropik dobutamin

ketika cardiac output tetap rendah meskipun resusitasi cairan dan terapi

gabungan inotropik/ vasopressor (1C), terapi steroid stress-dose hanya

2

diberikan pada syok septik setelah tekanan darah yang dinilai kurang

responsif terhadap cairan dan terapi vasopressor (2C); activated protein C

rekombinan pada pasien dengan sepsis berat dan penilaian klinis risiko

tinggi untuk kematian (2B, kecuali 2C untuk pasien pasca operasi). Dengan

tidak adanya hipoperfusi jaringan, penyakit arteri koroner, atau perdarahan

akut, target hemoglobin 7-9 g/dL (1B), volume tidal yang rendah (1B) dan

keterbatasan dari strategi tekanan plateau inspirasi (1C) untuk cedera paru

akut (acute lung injury/ ALI) atau sindrom distress saluran pernapasan akut

(acute respiratory distress syndrome/ ARDS), penerapan setidaknya jumlah

minimal pada tekanan positif akhir respirasi pada ALI (1C), kepala pada

posisi elevasi saat berbaring pada pasien dengan ventilasi mekanik kecuali

ada kontraindikasi (1B); menghindari penggunaan rutin kateter arteri

pulmonalis pada ALI/ ARDS (1A), untuk mengurangi lamanya penggunaan

ventilasi mekanik dan lama tinggal di ICU, strategi cairan konservatif untuk

pasien dengan ALI/ ARDS yang tidak dalam kondisi syok (1C), protokol

untuk menghentikan sedasi/ analgesia (1B); menggunakan bolus sedasi

intermiten atau infus sedasi kontinu (1B); menghindari penghambat

neuromuskular, jika mungkin (1B), kontrol glikemik (1B), menargetkan

glukosa darah <150 mg/dL setelah stabilisasi awal (2C); penyetaraan veno-

veno hemofiltration yang kontinyu atau hemodialisis intermiten (2B);

profilaksis untuk deep vein thrombosis (1A), penggunaan profilaksis stress

ulcer untuk mencegah perdarahan saluran cerna bagian atas menggunakan

H2 bloker (1A) atau inhibitor pompa proton (1B), dan pertimbangan

3

membatasi dukungan yang tepat (1D). Rekomendasi khusus untuk sepsis

berat pada pediatrik termasuk penggunaan yang lebih besar dari

pemeriksaan fisik pada titik akhir terapi (2C), dopamin sebagai obat pilihan

pertama untuk hipotensi (2C), steroid hanya pada anak-anak dengan

insufisiensi adrenal yang dicurigai atau sudah terbukti (2C), dan

rekomendasi terhadap penggunaan activated protein C rekombinan pada

anak-anak (1B).

Kesimpulan: Ada kesepakatan yang kuat diantara ahli internasional

cohort mengenai banyak rekomendasi tingkat 1 untuk perawatan terbaik

saat ini pada pasien dengan sepsis berat. Rekomendasi evidence-based

mengenai manajemen akut sepsis dan syok septik merupakan langkah

pertama menuju perbaikan hasil untuk kelompok yang penting pada pasien

yang sakit kritis. (Crit Care Med 2008; 36:296-327)

KATA KUNCI: sepsis, sepsis berat, syok septik, sindrom sepsis,

infeksi; Tingkat Rekomendasi, Penilaian, Pengembangan dan kriteria

Evaluasi; GRADE, pedoman, pengobatan evidence-based, Surviving Sepsis

Campaign; bundel sepsis

Sepsis berat (disfungsi organ akut dengan infeksi sekunder) dan syok

septik (sepsis berat ditambah hipotensi yang tidak membaik dengan resusitasi

cairan) merupakan masalah kesehatan yang utama, yang mempengaruhi jutaan

individu di seluruh dunia setiap tahunnya, membunuh satu dari empat (dan sering

kali lebih), dan meningkat dalam insiden (1-5). Mirip dengan politrauma, infark

4

miokard akut, atau stroke, kecepatan dan ketepatan pemberian terapi pada jam-

jam awal setelah sepsis berat berkembang mungkin dapat mempengaruhi hasil.

Pada tahun 2004, sekelompok ahli internasional dalam diagnosis dan pengelolaan

infeksi dan sepsis, yang mewakili 11 organisasi, menerbitkan pedoman pertama

yang diterima secara internasional menyatakan bahwa dokter praktik bisa

memperbaiki luaran pada sepsis berat dan syok septik (6,7). Pedoman ini

mewakili fase II dari Surviving Sepsis Campaign (SSC), sebuah upaya

internasional untuk meningkatkan kesadaran dan meningkatkan hasil pada sepsis

berat. Bergabung dengan organisasi tambahan, kelompok-kelompok ini bertemu

lagi pada tahun 2006 dan 2007 untuk memperbarui dokumen pedoman yang

menggunakan sistem metodologi evidence-based terbaru untuk menilai kualitas

bukti dan kekuatan rekomendasi (8 -11).

Rekomendasi ini dimaksudkan untuk memberikan panduan untuk dokter

dalam merawat pasien dengan sepsis berat atau syok septik. Rekomendasi dari

pedoman ini tidak dapat menggantikan kemampuan pengambilan keputusan

klinisi saat dia dilengkapi dengan perlengkapan unik pada variabel klinis.

Sebagian besar rekomendasi ini sesuai untuk pasien sepsis berat pada unit

perawatan intensif (Intensive Care Unit/ ICU) dan non-ICU. Bahkan, komite

percaya bahwa saat ini, peningkatan hasil terbesar dapat dilakukan melalui

pendidikan dan proses perubahan untuk yang merawat pasien sepsis berat di-non

ICU dan seluruh spektrum dari perawatan akut. Hal ini juga harus dicatat bahwa

keterbatasan sumber daya di beberapa lembaga dan negara-negara dapat

mencegah dokter melaksanakan rekomendasi tertentu.

5

METODE

Sepsis didefinisikan sebagai infeksi sistemik ditambah manifestasi infeksi

(Tabel 1) (12). Sepsis berat didefinisikan sebagai sepsis ditambah disfungsi organ

yang diinduksi sepsis atau hipoperfusi jaringan. Ambang batas untuk disfungsi ini

sedikit bervariasi dari satu studi penelitian sepsis berat dengan yang lain. Contoh

identifikasi ambang batas yang khas pada sepsis berat ditunjukkan pada Tabel 2

(13). Hipotensi yang diinduksi sepsis didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik

(systolic blood pressure/ SBP) <90 mmHg atau tekanan arteri rata-rata <70

mmHg atau penurunan SBP >40 mmHg atau <2 SD di bawah normal menurut

usia dengan tidak adanya penyebab lain dari hipotensi. Syok septik didefinisikan

sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis yang bertahan meskipun dengan resusitasi

cairan yang adekuat. Hipoperfusi jaringan yang diinduksi sepsis didefinisikan

sebagai syok septik, peningkatan laktat, atau oliguria.

Tabel 1. Penentuan Kualitas Bukti

Metodologi yang mendasari

A. RCT

B. RCT dengan tingkat yang lebih rendah atau studi observasional tingkat

tinggi

C. Studi observasional well-done

D. Serial kasus atau pendapat ahli

Faktor yang mungkin dapat menurunkan kekuatan bukti

1. Kualitas yang buruk dari perencanaan dan implementasi dari RCT yang

ada, menyatakan bias yang cukup tinggi

2. Hasil yang tidak konsisten (termasuk masalah dengan analisis

subkelompok)

3. Bukti yang tidak langsung (membedakan populasi, intervensi, kontrol,

6

hasil, perbandingan)

4. Hasil yang tidak tepat

5. Pelaporan bias yang lebih tinggi

Faktor utama yang mungkin meningkatkan kekuatan bukti

1. Efek yang besar (bukti langsung, RR >2 tanpa kesalahan yang masuk akal)

2. Efek yang sangat besar dengan RR >5 dan tidak ada ancaman validitas

(oleh 2 tingkat)

3. Respon dosis yang tinggi

RCT, randomized controlled trial; RR, relative risk

Tabel 2. Faktor yang Menentukan Rekomendasi yang Kuat dan Lemah

Apa yang Harus

Dipertimbangkan

Proses yang Direkomendasikan

Kualitas bukti Kualitas bukti yang lebih rendah, memiliki

rekomendasi yang kurang kuat

Kepentingan relatif dari hasil Jika nilai dan preferensinya sangat luas,

memiliki rekomendasi yang kurang kuat

Risiko dasar dari hasil Risiko yang lebih tinggi, manfaat yang lebih

besar

Besarnya risiko relatif, termasuk

manfaat, kerugian dan beban

Pengurangan risiko relatif yang lebih besar

atau peningkatan risiko relatif kerugian yang

lebih besar masing-masing membuat

rekomendasi yang lebih kuat atau kurang

kuat

Besarnya efek yang absolut Manfaat dan kerugian absolut yang lebih

besar, masing-masing memiliki rekomendasi

yang lebih kuat dan kurang kuat

Ketepatan dalam efek yang

diperkirakan

Ketepatan yang lebih besar memiliki

rekomendasi yang kuat

Biaya Biaya pengobatan yang lebih tinggi memiliki

rekomendasi yang kurang kuat

7

Pedoman praktik klinis saat ini telah membangun edisi pertama dan kedua

dari 2001 (dibahas kemudian) dan 2004 (6,7,14). Publikasi 2001 tergabung dalam

MEDLINE yang mencari uji klinis 10 tahun sebelumnya, dilengkapi dengan

pencarian manual untuk jurnal lain yang relevan (14). Publikasi 2004 dimasukkan

dalam bukti yang tersedia melalui akhir tahun 2003. Publikasi saat ini didasarkan

pada pencarian yang diperbaharui pada tahun 2007 (lihat metode dan aturan

berikut).

Pedoman tahun 2001 dikoordinasikan oleh International Sepsis Forum,

pedoman tahun 2004 tersebut didanai oleh hibah pendidikan terbatas dari industri

dan dikelola melalui Society of Critical Care Medicine (SCCM), the European

Society of Intensive Care Medicine (ESICM), dan International Sepsis Forum.

Dua dari organisasi yang memberikan SSC menerima dana industri terbatas untuk

mendukung kegiatan SSC (ESICM dan SCCM), namun tidak satupun dari dana

ini digunakan untuk mendukung pertemuan komite 2006/ 2007.

Penting untuk membedakan antara proses revisi pedoman dan SSC. SSC

ini sebagian didanai oleh hibah industri pendidikan terbatas, termasuk dari

Edwards Life-Sciences, Eli Lilly and Company, dan Philips Medical Systems. SSC

juga menerima dana dari Coalition for Critical Care Excellence of the Society of

Critical Care Medicine. Sebagian besar pendanaan industri datang dari Eli Lilly

and Company.

Dana industri untuk SSC saat ini diarahkan pada inisiatif peningkatan

kinerja. Tidak ada pendanaan industri yang digunakan dalam proses revisi

pedoman.

8

Untuk upaya tahun 2004 dan 2006/ 2007, tidak ada anggota panitia dari

industri, tidak ada masukan industri ke dalam pengembangan pedoman, dan tidak

ada kehadiran industri di salah satu pertemuan. Kesadaran atau komentar industri

pada rekomendasi tidak diperbolehkan. Tidak ada anggota panitia pedoman

menerima honorarium apapun untuk peran apapun dalam proses pedoman tahun

2004 atau 2006/ 2007. Panitia mempertimbangkan penolakan dari anggota komite

selama musyawarah dan pengambilan keputusan di daerah dimana anggota komite

telah memiliki uang atau kepentingan persaingan akademis; namun, konsensus

sebagai ambang batas untuk pengecualian tidak bisa dihubungi. Atau, panitia

sepakat untuk memastikan pengungkapan penuh dan transparansi dari semua

konflik potensial anggota komite pada saat publikasi. (Lihat pengungkapan pada

akhir dokumen ini.)

Proses pedoman termasuk metode Delphi yang dimodifikasi, konferensi

konsensus, beberapa pertemuan selanjutnya dari subkelompok dan individu kunci,

telekonferensi dan diskusi berbasis elektronik diantara subkelompok dan anggota

seluruh komite, dan dua pertemuan sejumlah kelompok pada tahun 2007.

Subkelompok telah terbentuk, masing-masing dibebankan dengan

memperbarui rekomendasi di daerah tertentu, termasuk kortikosteroid, produk

darah, activated protein C, terapi penggantian ginjal, antibiotik, sumber kontrol,

dan kontrol glukosa. Setiap subkelompok bertanggung jawab untuk memperbarui

bukti (pada tahun 2007, dengan unsur-unsur tambahan utama dari informasi yang

dimasukkan ke dalam naskah berkembang sepanjang tahun 2006 dan 2007).

Sebuah pencarian terpisah dilakukan untuk masing-masing pertanyaan yang jelas.

9

Kursi komite bekerja dengan kepala subkelompok untuk mengidentifikasi istilah

pencarian terkait yang selalu disertakan, minimal, sepsis, sepsis berat, syok septik,

dan sindrom sepsis yang bertentangan terhadap wilayah topik umum dari

subkelompok seperti kata kunci yang bersangkutan dari pertanyaan spesifik yang

diajukan. Semua pertanyaan dari publikasi pedoman sebelumnya telah dicari,

seperti pertanyaan baru yang relevan yang dihasilkan oleh pencarian terkait topik

umum atau percobaan terbaru. Kualitas bukti dinilai oleh standar kriteria Tingkat

Rekomendasi (Grades of Recommendation), Penilaian (Assessment),

Pengembangan (Development), dan Evaluasi (Evaluation) atau GRADE (dibahas

kemudian). Penjelasan signifikan dari anggota komite pada pendekatan GRADE

dilakukan melalui e-mail sebelum pertemuan komite pertama dan pada pertemuan

pertama. Aturan yang dibagikan mengenai penilaian bukti, dan ahli GRADE telah

tersedia untuk seluruh proses melalui pertanyaan. Subkelompok menyetujui

rancangan elektronik yang dihadirkan ke pertemuan komite untuk diskusi umum.

Pada bulan Januari 2006, seluruh kelompok bertemu dalam SCCM Critical Care

Congress yang ke-35 di San Francisco, California. Hasil diskusi yang dimasukkan

ke dalam versi berikutnya dari rekomendasi dan dibahas lagi dengan

menggunakan surat elektronik. Rekomendasi yang diselesaikan dalam pertemuan

sejumlah kelompok (terdiri dari subset dari anggota panitia) pada SCCM 2007

(Orlando, FL) dan pertemuan 2007 International Symposium on Intensive Care

and Emergency Medicine (Brussels) dengan putaran kembali dari musyawarah

dan keputusan untuk seluruh kelompok untuk memberikan komentar atau

persetujuan. Pada kebijaksanaan suatu kursi dan diikuti diskusi yang adekuat,

10

persaingan proposal untuk kata-kata dari rekomendasi kekuatan bukti diselesaikan

melalui pemungutan suara. Pada suatu kesempatan, pemungutan suara dilakukan

untuk memberikan komite rasa untuk menyalurkan pendapat serta memfasilitasi

diskusi tambahan. Naskah ini diubah dalam suatu gaya yang dibentuk oleh panitia

yang menulis dengan persetujuan akhir oleh pimpinan bagian untuk masing-

masing kelompok tugas dan kemudian oleh seluruh panitia.

Pengembangan pedoman dan tingkat rekomendasi untuk proses

pengembangan pedoman tahun 2004 yang berdasarkan pada sistem yang

diusulkan oleh Sackett (15) pada tahun 1989, selama salah satu dari konferensi

American College of Chest Physicians (ACCP) yang pertama pada penggunaan

terapi antitrombotik. Rekomendasi pedoman yang direvisi didasarkan pada sistem

GRADE, sistem yang terstruktur untuk penilaian kualitas bukti dan tingkat

kekuatan rekomendasi dalam praktik klinis (8-11). Komite Pengarah SSC dan

masing-masing penulis berkolaborasi dengan perwakilan GRADE untuk

menerapkan sistem GRADE ke proses revisi pedoman SSC. Para anggota

kelompok GRADE yang terlibat langsung, baik secara langsung atau melalui e-

mail, dalam semua diskusi dan musyawarah antara anggota komite pedoman

untuk penilaian keputusan. Selanjutnya, penulis SSC menggunakan bahan tertulis

yang disiapkan oleh kelompok GRADE dan dirundingkan dengan anggota

kelompok GRADE yang tersedia pada pertemuan komite pertama dan sejumlah

pertemuan kelompok selanjutnya. Perwakilan GRADE juga digunakan sebagai

sumber daya di seluruh subkelompok musyawarah.

11

Sistem GRADE didasarkan pada penilaian berurutan dari kualitas bukti,

yang diikuti dengan penilaian keseimbangan antara manfaat dengan risiko, beban,

dan biaya, dan, berdasarkan pada pengembangan, dan tingkat dari pengelolaan

rekomendasi (9-11). Menjaga tingkat kualitas bukti dan kekuatan rekomendasi

secara eksplisit terpisah menjadi fitur penting dan berarti dari pendekatan

GRADE. Sistem ini mengklasifikasikan kualitas bukti sebagai tinggi (kelas A),

sedang (kelas B), rendah (kelas C), atau sangat rendah (kelas D). Randomized

trials dimulai sebagai bukti berkualitas tinggi tetapi dapat diturunkan karena

keterbatasan dalam pelaksanaan, inkonsistensi atau ketidaktepatan dari hasil, bukti

yang tidak langsung, dan kemungkinan bias pada laporan (Tabel 1). Contoh bukti

yang tidak langsung termasuk populasi yang dipelajari, intervensi yang

digunakan, hasil yang terukur, dan bagaimana hal ini berhubungan dengan

kepentingan pertanyaan. Penelitian observasional (nonrandomized) dimulai

sebagai bukti berkualitas rendah, namun tingkat kualitas dapat ditingkatkan pada

efek dasar yang berkekuatan besar. Contohnya adalah kualitas bukti untuk

pemberian awal antibiotik.

Sistem GRADE mengklasifikasikan rekomendasi sebagai kuat (kelas 1)

atau lemah (kelas 2). Tingkat kuat atau lemah dipertimbangkan dari kepentingan

klinis yang lebih besar daripada perbedaan dalam tingkat kualitas bukti. Panitia

menilai apakah efek yang diinginkan akan lebih besar daripada efek yang tidak

diinginkan, dan kekuatan rekomendasi mencerminkan derajat kepercayaan

kelompok dalam penilaian tersebut. Sebuah rekomendasi yang kuat dapat

mendukung intervensi yang mencerminkan bahwa efek yang diinginkan dari

12

rekomendasi (hasil kesehatan yang menguntungkan, kurangnya beban staf dan

pasien, dan penghematan biaya) akan jelas lebih besar daripada efek yang tidak

diinginkan (merugikan, beban lebih, dan biaya yang lebih besar). Rekomendasi

lemah dalam mendukung suatu intervensi menunjukkan bahwa efek yang

diinginkan dari rekomendasi mungkin akan lebih besar daripada efek yang tidak

diinginkan, namun tidak ada kepercayaan diri mengenai batas karena beberapa

bukti memiliki kualitas rendah (dan masih ada ketidakpastian mengenai manfaat

dan risiko) atau manfaat dan kerugian seimbang. Sementara tingkat kepercayaan

berkelanjutan dan tidak ada batas yang tepat antara rekomendasi yang kuat dan

lemah, adanya kekhawatiran yang penting tentang satu atau lebih faktor

sebelumnya yang membuat rekomendasi yang lemah lebih memungkinkan.

Rekomendasi yang kuat diistilahkan sebagai "kami merekomendasikan" dan

rekomendasi yang lemah sebagai "kami menyarankan."

Implikasi dari menggunakan rekomendasi yang kuat yaitu kebanyakan

pasien yang mudah diberikan informasi akan menerima intervensi tersebut,

kebanyakan dokter harus menggunakannya dalam situasi kebanyakan. Mungkin

ada situasi dimana rekomendasi yang kuat tidak bisa atau tidak harus diikuti untuk

pasien karena preferensi atau karakteristik klinis pasien yang membuat

rekomendasi menjadi kurang berlaku. Menjadi rekomendasi yang kuat tidak

secara otomatis menyiratkannya sebagai suatu standar perawatan. Sebagai contoh,

rekomendasi kuat untuk pemberian antibiotik dalam 1 jam dari diagnosis sepsis

berat, meskipun diinginkan, ini bukan merupakan standar perawatan yang

diverifikasi oleh praktek saat ini (M Levy, komunikasi personal, dari 8.000 pasien

13

pertama yang masuk secara internasional ke database peningkatan kinerja SSC).

Implikasi dari rekomendasi yang lemah yaitu meskipun mayoritas pasien yang

mudah diberikan informasi akan menerimanya (tapi substansial proporsi tidak),

dokter harus mempertimbangkan penggunaannya sesuai dengan keadaan tertentu.

Perbedaan pendapat diantara anggota komite mengenai interpretasi dari

bukti, kata-kata proposal, atau kekuatan dari rekomendasi telah diselesaikan

dengan menggunakan seperangkat aturan yang dikembangkan secara khusus.

Kami akan menggambarkan proses ini secara rinci dalam publikasi terpisah.

Singkatnya, pendekatan utama untuk mengubah pendapat yang beragam mengenai

rekomendasi adalah sebagai berikut: 1) memberikan rekomendasi sebuah arah

(untuk atau melawan tindakan yang diberikan), mayoritas pemungutan suara harus

mendukung ke arah itu, dengan <20% yang lebih memilih arah yang berlawanan

(suara netral masih diperbolehkan), 2) menyatakan rekomendasi yang diberikan

kuat daripada yang lemah, >70% suara "kuat" yang diperlukan, 3) jika <70%

suara menunjukkan preferensi "kuat", rekomendasi ditandai sebagai kategori

lemah dari suatu kekuatan. Kami menggunakan kombinasi dari proses Delphi

yang dimodifikasi dan sejumlah (ahli) teknik kelompok untuk memastikan

kedalaman dan luasnya suatu ulasan. Seluruh kelompok tinjauan (bersama dengan

organisasi induknya seperti yang dipersyaratkan) berpartisipasi dalam proses

Delphi yang dimodifikasi yang lebih besar, dan berulang. Pertemuan kelompok

kerja yang lebih kecil, yang berlangsung secara pribadi, berfungsi sebagai

sejumlah kelompok. Jika konsensus yang jelas tidak bisa diperoleh dengan

pemungutan suara dalam sejumlah pertemuan kelompok, kelompok yang lebih

14

besar secara khusus diminta untuk menggunakan proses pemungutan suara. Hal

ini hanya diperlukan untuk kortikosteroid dan kontrol glikemik. Kelompok yang

lebih besar memiliki kesempatan untuk meninjau semua hasil. Dengan cara ini

seluruh tinjauan digabungkan secara intens yang fokus pada diskusi (sejumlah

kelompok) dengan tinjauan yang luas dan pemantauan dengan menggunakan

proses Delphi.

Catatan: Lihat Tabel 3-5 untuk ringkasan rekomendasi pada pasien

dewasa.

Tabel 3. Resusitasi Inisial dan Masalah Infeksi

Kekuatan rekomendasi dan kualitas bukti yang dinilai menggunakan kriteria

GRADE yang terlihat di dalam kurung pada tiap pedoman

Mengarahkan pada rekomendasi yang kuat, atau “kami merekomendasikan”

Mengarahkan pada rekomendasi yang lemah, atau “kami menyarankan”

Resusitasi inisial (6 jam pertama)

Mulai resusitasi dengan segera pada pasien dengan hipotensi atau laktat serum

yang meningkat >4 mmol/L, jangan ditunda untuk menunggu ICU (1C)

Tujuan resusitasi (1C)

CVP 8-12 mmHg*

Tekanan arterial rata-rata >65 mmHg

Urine output >0.5 ml.kg-1.hr-1

Saturasi oksigen vena sentral (vena cava superior) >70% atau mixed venous

>65%

Jika target saturasi oksigen vena tidak tercapai (2C)

Pertimbangkan penambahan cairan

Transfusi packed red blood cells jika diperlukan hingga hematokrit >30%

dan/atau

Mulai infus dobutamin, maksimal 20 µg.kg-1.min-1

Diagnosis

15

Diperlukan kultur yang sesuai sebelum pemberian antibiotik, ini tidak

menunda pemberian antibiotik secara signifikan (1C)

Mengambil dua atau lebih BC

Satu atau lebih BC secara perkutan

Satu BC dari perangkat akses vaskuler yang dipasang >48 jam

Kultur dari bagiani lain yang bermakna secara klinis

Menunjukkan studi pencitraan untuk mengkonfirmasi sumber infeksi lainnya,

jika aman untuk dilakukan (1C)

Terapi antibiotik

Mulai antibiotik intravena secepat mungkin dan dalam satu jam pertama dari

sepsis berat (1D) dan syok septik (1B) yang telah diketahui

Spektrum luas: satu atau lebih agen aktif untuk melawan bakteri/ jamur dan

dengan penetrasi yang baik ke dalam sumber yang dicurigai (1B)

Menilai kembali rejimen antibiotik setiap hari untuk mengoptimalkan

efektivitas, mencegah resistensi, menghindari toksisitas, dan meminimalkan

biaya (1C)

Pertimbangkan terapi kombinasi pada infeksi Pseudomonas (2D)

Pertimbangkan terapi empiris kombinasi pada pasien neutropenia (2D)

Terapi kombinasi <3-5 hari dan ditingkatkan kembali mengikuti tingkat

kerentanan (2D)

Durasi terapi dibatasi 7-10 hari, lebih lama bila responnya lambat atau ada

fokus undrainable dari infeksi atau defisiensi imunologis (1D)

Hentikan terapi antibiotik jika penyebab yang ditemukan noninfeksius (1D)

Kontrol dan identifikasi sumber

Bagian anatomis yang spesifik dari infeksi harus ditentukan secepat mungkin

(1C) dan dalam 6 jam pertama (1D)

Evaluasi pasien untuk fokus infeksi yang dapat dilakukan tindakan kontrol

sumber (misalnya drainase abses, debridemen jaringan) (1C)

Melaksanakan tindakan kontrol sumber secepat mungkin mengikuti resusitasi

inisial yang berhasil (1C) (pengecualian: nekrosis pankreatik yang terinfeksi,

dimana intervensi bedah lebih baik ditunda) (2B)

16

Memilih tindakan kontrol sumber dengan efektivitas maksimal dan gangguan

fisiologis yang minimal (1D)

Mengganti perangkat akses intravaskuler jika terinfeksi secara potensial (1C)

GRADE, Grades of Recommendation, Assesment, Development and

Evaluation; ICU, intensive care unit; CVP, central venous pressure; BC, blood

culture.

* Target CVP yang lebih tinggi dari 12-15 mmHg direkomendasikan pada

ventilasi mekanik atau penurunan compliance ventrikel yang sudah ada

sebelumnya.

Tabel 4. Dukungan Hemodinamik dan Terapi Tambahan

Kekuatan rekomendasi dan kualitas bukti yang dinilai menggunakan kriteria

GRADE yang terlihat di dalam kurung pada tiap pedoman

Mengarahkan pada rekomendasi yang kuat, atau “kami merekomendasikan”

Mengarahkan pada rekomendasi yang lemah, atau “kami menyarankan”

Terapi cairan

Resusitasi cairan menggunakan kristaloid atau koloid (1B)

Target CVP >8 mmHg (>12 mmHg jika dengan ventilasi mekanik) (1C)

Menggunakan teknik tantangan cairan yang dikaitkan dengan peningkatan

hemodinamik (1D)

Berikan tantangan cairan 1000 mL kristaloid atau 300-500 mL koloid lebih

dari 30 menit. Volume yang lebih banyak dan lebih cepat mungkin diperlukan

pada hipoperfusi jaringan yang diinduksi sepsis (1D)

Tingkat pemberian cairan harus diturunkan jika tekanan pengisian jantung

meningkat tanpa diikuti peningkatan hemodinamik (1D)

Vasopressor

Mempertahankan MAP >65 mmHg (1C)

Norepinefrin dan dopamin yang diberikan secara sentral merupakan pilihan

vasopresor inisial (1C)

Epinefrin, fenilefrin, atau vasopressin tidak harus diberikan sebagai

vasopressor inisial pada syok septik (2C). Vasopressin 0.03 unit/menit dapat

ditambahkan pada norepinefrin dengan antisipasi efek yang sama dengan

17

pemberian norepinefrin tunggal

Gunakan epinefrin sebagai agen pilihan pertama pada syok septik saat tekanan

darah tidak berespon terhadap norepinefrin atau dopamin (2B)

Jangan gunakan dopamin dosis rendah untuk proteksi ginjal (1A)

Pada pasien yang membutuhkan vasopressor, pasang kateter arterial

secepatnya (1D)

Terapi inotropik

Gunakan dobutamin pada pasien dengan disfungsi miokard yang didukung

oleh peningkatan tekanan pengisian jantung dan cardiac output yang rendah

(1C)

Jangan tingkatkan indeks jantung untuk mengantisipasi tingkat di atas normal

(1B)

Steroid

Pertimbangkan hidrokortison intravena pada pasien syok septik bila hipotensi

tidak berespon dengan resusitasi cairan yang adekuat dan vasopressor (2C)

Uji stimulasi ACTH tidak direkomendasikan untuk mengidentifikasi pasien

syok septik yang tidak mendapat hidrokortison (2B)

Hidrokortison lebih disukai daripada deksametason (2B)

Fludrokortison (50 µg per oral sekali sehari) dapat dimasukkan jika pilihan

hidrokortison yang telah digunakan mengurangi aktivitas mineralkortikoid

secara signifikan. Fludrokortison menjadi pilihan jika hidrokortison sudah

digunakan (2C)

Terapi steroid dapat dihentikan bertahap saat vasopressor tidak lagi diperlukan

(2D)

Dosis hidrokortison harus <300 mg/hari (1A)

Jangan gunakan kortikosteroid untuk mengatasi sepsis tanpa adanya syok

kecuali ada riwayat penggunaan kortikosteroid atau masalah endokrin (1D)

Recombinant human activated protein C

Pertimbangkan rhAPC pada pasien dewasa dengan disfungsi organ yang

diinduksi sepsis dengan penilaian klinis dari risiko tinggi kematian (APACHE

II >25 atau kegagalan organ multipel) jika tidak ada kontraindikasi (2B, 2C

18

untuk pasien pasca operasi)

Pasien dewasa dengan sepsis berat dan risiko rendah kematian (APACHE II

<20 atau kegagalan satu organ) tidak harus menerima rhAPC (1A)

GRADE, Grades of Recommendation, Assesment, Development and

Evaluation; CVP, central venous pressure; MAP, mean arterial pressure; ACTH,

adrenocorticotropic hormone; rhAPC, recombinant human activated protein C;

APACHE, Acute Physiology and Chronic Health Evaluation.

Tabel 5. Terapi Suportif Lainnya pada Sepsis Berat

Kekuatan rekomendasi dan kualitas bukti yang dinilai menggunakan kriteria

GRADE yang terlihat di dalam kurung pada tiap pedoman

Mengarahkan pada rekomendasi yang kuat, atau “kami merekomendasikan”

Mengarahkan pada rekomendasi yang lemah, atau “kami menyarankan”

Pemberian produk darah

Berikan sel darah merah bila hemoglobin <7.0 g/dL (<70 g/L) untuk mencapai

target hemoglobin 7.0-9.0 g/dL pada orang dewasa (1B). Nilai hemoglobin

yang lebih tinggi mungkin diperlukan pada kondisi khusus (misalnya iskemia

miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, penyakit jantung sianosis, atau

asidosis laktat)

Jangan gunakan eritropoietin untuk mengatasi anemia karena sepsis.

Eritropoietin mungkin digunakan untuk alasan lain yang dapat diterima (1B)

Jangan gunakan fresh frozen plasma untuk memperbaiki gangguan

pembekuan kecuali ada perdarahan atau prosedur invasif yang direncanakan

(2D)

Jangan gunakan terapi antithrombin (1B)

Berikan trombosit bila (2D)

Jumlahnya <5000/mm3 (5x109/L) tanpa melihat perdarahan

Jumlahnya 5000-30,000/mm3 (5-30x109/L) dan ada risiko perdarahan yang

signifikan

Jumlah trombosit lebih tinggi (>50,000/mm3 [50x109/L]) yang memerlukan

19

pembedahan atau prosedur invasif

Ventilasi mekanik pada ALI/ ARDS yang diinduksi sepsis

Target volume tidal 6 mL/kg berat badan (diprediksi) pada pasien dengan

ALI/ ARDS (1B)

Target batas atas tekanan plateau <30 cm H2O. Pertimbangkan compliance

dinding dada saat menilai tekanan plateau (1C)

Membiarkan PaCO2 untuk meningkat di atas normal, jika diperlukan, untuk

meminimalkan tekanan plateau dan volume tidal (1C)

Atur PEEP untuk mencegah kolaps paru yang luas pada akhir ekspirasi (1C)

Pertimbangkan menggunakan posisi pronasi pada pasien ARDS yang

membutuhkan nilai yang berbahaya secara potensial dari FiO2 atau tekanan

plateau, mereka tidak diletakkan pada risiko perubahan posisi (2C)

Pertahankan pasien dengan ventilasi mekanik dalam posisi semirecumbent

(kepala ditinggikan dari tempat tidur 45o) kecuali ada kontraindikasi (1B),

antara 30o-45o (2C)

Ventilasi noninvasif dapat dipertimbangkan pada sebagian kecil pasien dengan

ALI/ ARDS dengan gagal napas hipoksemia ringan sampai sedang. Pasien ini

perlu distabilkan secara hemodinamik, nyaman, mudah dibangunkan, dapat

melindungi jalan napasnya, dan diharapkan dapat sembuh dengan cepat (2B)

Gunakan protokol untuk penghentian bertahap dan SBT secara teratur untuk

mengevaluasi penghentian ventilasi mekanik (1A)

- Pilihan SBT termasuk dari nilai yang rendah dari tekanan yang didukung

dengan tekanan jalan napas positif kontinyu 5 cm H2O atau T-piece

- Sebelum SBT, pasien harus

Mudah dibangunkan

Stabil secara hemodinamik tanpa vasopressor

Tidak ada kondisi serius baru yang potensial

Memiliki kebutuhan ventilasi dan tekanan akhir ekspirasi yang rendah

Membutuhkan nilai FiO2 yang aman diterima dengan masker wajah atau

kanul nasal

Jangan gunakan kateter arteri pulmonal untuk pemantauan rutin pada pasien

20

dengan ALI/ ARDS (1A)

Gunakan strategi cairan konservatif untuk pasien dengan ALI yang tidak

terbukti mengalami hipoperfusi jaringan (1C)

Sedasi, analgesia dan blokade neuromuskuler pada sepsis

Gunakan protokol sedasi dengan tujuan sedasi pada pasien yang sakit kritis

dengan ventilasi mekanik (1B)

Gunakan bolus sedasi intermiten atau infus sedasi kontinyu untuk

mengantisipasi titik akhir (skala sedasi), dengan interupsi harian/ penurunan

untuk menghasilkan kesadaran. Titrasi kembali jika diperlukan (1B)

Hindari penghambat neuromuskuler jika mungkin. Pantau kedalaman blok

dengan train-of-four saat menggunakan infus kontinyu (1B)

Kontrol glukosa

Gunakan insulin intravena untuk mengontrol hiperglikemia pada pasien

dengan sepsis berat yang distabilkan di ICU (1B)

Tujuannya untuk menjaga glukosa darah <150 mg/dL (8.3 mmol/L)

menggunakan protokol yang telah divalidasi untuk pemberian dosis insulin

(2C)

Berikan sumber kalori glukosa dan pantau nilai glukosa darah setiap 1-2 jam

(4 jam bila sudah stabil) pada pasien yang menerima insulin intravena (1C)

Hasil nilai glukosa yang rendah diperoleh dari nilai uji dimana teknik ini akan

memberikan hasil yang berlebihan pada darah arteri atau plasma (1B)

Penggantian ginjal

Hemodialisis intermiten dan CVVH dapat sama-sama dipertimbangkan (2B)

CVVH menawarkan penanganan yang lebih mudah pada pasien yang tidak

stabil secara hemodinamik (2D)

Terapi bikarbonat

Jangan gunakan terapi bikarbonat untuk tujuan meningkatkan hemodinamik

atau menurunkan kebutuhan vasopressor saat menangani acidemia laktat yang

diinduksi hipoperfusi dengan pH >7.15 (1B)

Profilaksis deep vein thrombosis

Gunakan dosis rendah UFH atau LMWH, kecuali ada kontraindikasi (1A)

21

Gunakan perangkat profilaksis mekanik, seperti kompresi stocking atau

kompresi intermiten, bila ada kontraindikasi heparin (1A)

Gunakan kombinasi dari terapi farmakologis dan mekanik untuk pasien yang

memiliki risiko tinggi mengalami deep vein thrombosis (2C)

Pada pasien dengan risiko yang lebih tinggi, LMWH harus digunakan

daripada UFH (2C)

Profilaksis stress ulcer

Berikan profilaksis stress ulcer menggunakan H2 bloker (1A) atau inhibitor

pompa proton (1B). Manfaat untuk mencegah perdarahan saluran cerna bagian

atas harus dipertimbangkan untuk melawan perkembangan ventilator-acquired

pneumonia

Pertimbangan untuk membatasi dukungan

Diskusikan rencana penanganan selanjutnya dengan pasien dan keluarga.

Gambarkan hasil yang mungkin dan tunjukkan perkiraan yang realistis (1D)

GRADE, Grades of Recommendation, Assesment, Development and

Evaluation; ALI, acute lung injury; ARDS, acute respiratory distress syndrome;

PEEP, positive end-expiratory pressure; SBT, spontaneous breathing trial; ICU,

intensive care unit; CVVH, continuous veno-venous hemofiltration; UFH,

unfractioned heparin; LMWH, low-molecular weight heparin.

I. PENGELOLAAN SEPSIS BERAT

A. Resusitasi Awal

1. Kami merekomendasikan protokol resusitasi pada pasien dengan syok yang

diinduksi sepsis, didefinisikan sebagai hipoperfusi jaringan (hipotensi masih

bertahan setelah pemberian cairan awal atau konsentrasi laktat darah >4

22

mmol/L). Protokol ini harus dimulai begitu hipoperfusi terjadi dan tidak boleh

ditunda untuk menunggu masuk ICU. Selama 6 jam pertama resusitasi, tujuan

resusitasi awal pada hipoperfusi yang diinduksi sepsis harus mencakup semua

hal berikut sebagai salah satu bagian dari protokol pengobatan:

Tekanan vena sentral 8-12 mmHg

Tekanan arteri rata-rata (MAP/Mean Arterial Pressure) >65 mmHg

Urine output >0,5 mL.kg-1.jam-1

Saturasi oksigen vena sentral (vena cava superior) atau mixed venous masing-

masing >70% atau >65% (kelas 1C)

Dasar Pemikiran. Resusitasi early goal-directed telah terbukti untuk

meningkatkan kelangsungan hidup untuk pasien gawat darurat dengan syok septik

dalam studi randomized, controlled, dan single-center (16). Resusitasi diarahkan

ke tujuan yang telah disebutkan sebelumnya untuk periode resusitasi 6 jam

pertama mampu mengurangi tingkat kematian 28-hari. Konsensus Panel menilai

penggunaan target vena sentral dan saturasi oksigen vena menjadi setara.

Pengukuran saturasi oksigen yang dinilai, baik secara intermiten atau kontinyu

dapat diterima. Meskipun konsentrasi laktat darah mungkin mengurangi presisi

sebagai pengukur status metabolisme jaringan, jumlah yang meningkat pada

sepsis mendukung resusitasi yang agresif. Pada pasien dengan ventilasi mekanik

atau pasien dengan compliance ventrikel yang menurun, target yang lebih tinggi

dari tekanan vena sentral dari 12-15 mmHg telah disarankan untuk

memperhitungkan kemampuan pengisian (17). Pertimbangan yang sama dapat

dibenarkan dalam keadaan peningkatan tekanan abdominal atau disfungsi

23

diastolik (18). Peningkatan tekanan vena sentral juga dapat dilihat pada hipertensi

arteri pulmonalis yang secara klinis sudah ada sebelumnya. Meskipun penyebab

takikardi pada pasien sepsis mungkin multifaktorial, penurunan denyut nadi yang

meningkat dengan resusitasi cairan seringkali menjadi penanda yang berguna

untuk meningkatkan pengisian intravaskular. Penelitian observasional terbaru

yang telah diterbitkan menunjukkan hubungan antara hasil klinis yang baik pada

syok septik dan MAP >65 mmHg serta saturasi oksigen vena sentral >70%

(ScvO2, diukur pada vena cava superior, secara intermitten atau kontinyu) (19).

Banyak penelitian terbaru mendukung nilai dari protokol resusitasi awal pada

sepsis berat dan hipoperfusi jaringan yang diinduksi sepsis (20-25). Studi

menunjukkan bahwa pasien dengan syok mempunyai saturasi oksigen mixed

venous (SVO2) 5-7% lebih rendah dari saturasi oksigen vena sentral (ScvO2) (26)

dan protokol resusitasi early goal-directed dapat digunakan di sebuah praktek

umum (27).

Adanya keterbatasan pada tekanan pengisian ventrikel diperkirakan

sebagai pengganti untuk resusitasi cairan (28,29). Namun, pengukuran tekanan

vena sentral merupakan target yang paling mudah dibaca untuk resusitasi cairan.

Ada beberapa keuntungan yaitu untuk menargetkan resusitasi cairan mengalir dan

mungkin untuk indeks volumetrik (dan bahkan untuk perubahan mikrosirkulasi)

(30-33). Teknologi saat ini ada yang memungkinkan pengukuran aliran di tempat

tidur (34, 35). Tujuan untuk masa yang akan datang harus membuat teknologi ini

lebih mudah diakses selama periode resusitasi awal yang kritis dan penelitian

24

untuk memvalidasi utilitas. Teknologi ini sudah tersedia untuk resusitasi awal

ICU.

2. Kami menyarankan bahwa selama 6 jam pertama resusitasi pada sepsis berat

atau syok septik, jika ScvO2 atau SVO2 masing-masing 70% atau 65%, maka

tidak dapat diatasi dengan resusitasi cairan untuk target tekanan vena sentral,

maka transfusi dari packed red blood cells untuk mencapai hematokrit >30%

dan atau pemberian infus dobutamin (sampai maksimal 20 µgkg-1.min-1)

digunakan untuk mencapai tujuan ini (kelas 2C).

Dasar Pemikiran. Protokol yang digunakan dalam studi dikutip

sebelumnya ditargetkan pada peningkatan ScvO2 >70% (16). Hal ini dapat dicapai

dengan proses berurutan mulai dari resusitasi cairan awal, packed red blood cells,

dan kemudian dobutamin. Protokol ini dikaitkan dengan peningkatan

kelangsungan hidup. Berdasarkan penilaian klinis dan preferensi pribadi, seorang

dokter mungkin akan menganggap baik transfusi darah (jika hematokrit <30%)

atau dobutamin merupakan pilihan awal yang terbaik untuk meningkatkan

penerimaan oksigen dan otomatis meningkatkan ScvO2, saat resusitasi cairan

diyakini sudah adekuat. Rancangan percobaan tersebut tidak memungkinkan

untuk melakukan penilaian terhadap kontribusi relatif dari dua komponen (yaitu

meningkatkan konten oksigen atau meningkatkan cardiac output) dari protokol

pada pencapaian hasil yang lebih baik.

B. Diagnosis

25

1. Kami merekomendasikan kultur yang sesuai sebelum terapi antibiotik dimulai

jika beberapa kultur tidak menyebabkan keterlambatan signifikan dalam

pemberian antibiotik. Untuk mengoptimalkan identifikasi organisme

penyebab, kami sarankan setidaknya dua kultur darah diperoleh sebelum

antibiotik dengan setidaknya satu diambil secara perkutan dan satu diambil

melalui masing-masing akses vaskular, yang baru digunakan (<48 jam).

Kultur dari tempat lain (sebaiknya kuantitatif jika perlu), seperti urin, cairan

serebrospinal, luka, sekret pernapasan, atau cairan tubuh lainnya yang

mungkin menjadi sumber infeksi juga harus diperoleh sebelum terapi

antibiotik jika tidak terkait dengan keterlambatan yang signifikan dalam

pemberian antibiotik (kelas 1C).

Dasar Pemikiran. Meskipun pengambilan sampel tidak harus menunda

pemberian antibiotik tepat waktu pada pasien dengan sepsis berat (misalnya,

tusukan lumbal pada yang dicurigai meningitis), mendapatkan kultur yang sesuai

sebelum pemberian antibiotik sangat penting untuk mengkonfirmasi infeksi dan

patogen yang bertanggung jawab dan memungkinkan pemberian terapi antibiotik

setelah diterimanya profil kerentanan. Sampel dapat didinginkan atau dibekukan

jika pengolahan tidak dapat dilakukan dengan segera. Pengiriman segera ke

laboratorium mikrobiologi sangat diperlukan. Karena sterilisasi yang cepat dari

kultur darah dapat terjadi dalam beberapa jam setelah dosis pertama antibiotik,

diperlukan kultur sebelum memulai terapi sangat penting jika organisme

penyebab untuk diidentifikasi. Dua atau lebih kultur darah yang

direkomendasikan (36). Pada pasien dengan kateter indwelling (untuk >48 jam),

26

setidaknya satu biakan darah harus diambil melalui setiap lumen dari masing-

masing akses vaskular. Memperoleh kultur darah melalui perifer dan melalui

akses vaskular merupakan strategi penting. Jika organisme yang sama terlihat

pada kedua kultur, kemungkinan bahwa organisme yang menyebabkan sepsis

berat meningkat. Selain itu, jika kultur yang diambil melalui akses pembuluh

darah positif jauh lebih awal dari kultur darah perifer (yaitu >2 jam sebelumnya),

data mendukung konsep bahwa perangkat akses vaskular adalah sumber infeksi

(37). Kultur kuantitatif dari kateter dan darah perifer juga berguna untuk

menentukan apakah kateter adalah sumber infeksi. Volume darah yang diambil

dengan tabung kultur harus >10 mL (38). Kultur kuantitatif (atau semikuantitatif)

sekret saluran pernapasan yang direkomendasikan untuk diagnosis ventilator-

associated pneumonia (39). Gram-negatif stain dapat berguna, khususnya untuk

spesimen saluran pernapasan, untuk membantu menentukan mikroorganisme yang

menjadi sasaran. Peran potensial dari biomarker untuk diagnosis infeksi pada

pasien dengan sepsis berat belum berarti. Tingkat procalcitonin, meskipun sering

berguna, bermasalah pada pasien dengan pola inflamasi akut dari penyebab

lainnya (misalnya, pasca operasi, syok) (40). Dalam waktu dekat, metode

diagnostik cepat (polymerase chain reaction, micro-arrays) mungkin terbukti

sangat membantu untuk identifikasi patogen lebih cepat dan menentukan

resistensi antibiotik utama (41).

2. Kami merekomendasikan bahwa studi pencitraan dilakukan segera dalam

upaya untuk mengkonfirmasi sumber infeksi potensial. Sampling dari sumber

infeksi potensial harus terjadi saat mereka diidentifikasi, namun beberapa

27

pasien mungkin tidak terlalu stabil untuk dilakukan prosedur invasif tertentu

atau dibawa keluar dari ICU. Penelitian bedside, seperti USG, berguna dalam

keadaan ini (kelas 1C).

Dasar Pemikiran. Studi diagnostik mungkin mengidentifikasi sumber

infeksi yang memerlukan penghancuran dari benda asing atau drainase untuk

memaksimalkan kemungkinan yang memuaskan terhadap respon terapi. Namun,

di fasilitas kesehatan yang paling terorganisir dan tenaga kesehatan yang baik

sekalipun, pemindahan pasien bisa berbahaya, karena dapat menempatkan pasien

di luar unit perangkat pencitraan yang sulit untuk diakses dan diawasi.

Menyeimbangkan risiko dan manfaat wajib diatur untuk tindakan tersebut.

C. Terapi Antibiotik

1. Kami merekomendasikan bahwa terapi antibiotik intravena harus dimulai

sedini mungkin dan dalam satu jam pertama dari pembuktian syok septik (1B)

dan sepsis berat tanpa syok septik (1D). Kultur yang sesuai harus diperoleh

sebelum memulai terapi antibiotik tetapi tidak harus mencegah pemberian

terapi antibiotik (kelas 1D).

Dasar Pemikiran. Membangun akses vaskular dan memulai resusitasi

cairan yang cepat adalah prioritas pertama ketika mengelola pasien dengan sepsis

berat atau syok septik. Namun, pemberian agen antibiotik melalui infus juga harus

menjadi prioritas dan mungkin memerlukan akses vaskular tambahan (42, 43).

Pada keadaan syok septik, setiap jam penundaan dalam pemberian antibiotik yang

efektif berhubungan dengan peningkatan angka kematian (42). Jika agen

28

antibiotik tidak dapat dicampur dan dikirimkan segera dari apotek,

mengumpulkan pasokan antibiotik yang belum dicampur untuk situasi mendesak

adalah strategi yang tepat untuk menjamin pemberian yang cepat. Dalam memilih

rejimen antibiotik, dokter harus menyadari bahwa beberapa agen antibiotik

memiliki manfaat dalam pemberian bolus, sementara yang lainnya memerlukan

infus yang lebih lama. Dengan demikian, jika akses pembuluh darah terbatas dan

banyak agen yang berbeda harus diinfus, obat-obatan secara bolus mungkin

menawarkan keuntungan.

2a. Kami merekomendasikan bahwa terapi anti-infektif empiris inisial meliputi

satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas terhadap semua kemungkinan

patogen (bakteri dan/ atau jamur) dan yang menembus dalam konsentrasi

adekuat ke dalam yang dicurigai sebagai sumber sepsis (kelas 1B).

Dasar Pemikiran. Pilihan antibiotik empiris tergantung pada isu-isu

kompleks terkait riwayat pasien, termasuk intoleransi obat, penyakit yang

mendasarinya, sindrom klinis, dan kerentanan pola patogen di masyarakat, di

rumah sakit, dan yang sebelumnya telah dilaporkan dapat menyerang atau

menginfeksi pasien. Ada rentang yang sangat luas dari berbagai patogen potensial

untuk pasien neutropenia.

Antibiotik yang baru digunakan harus dihindari secara keseluruhan. Ketika

memilih terapi empiris, dokter harus menyadari virulensi dan prevalensi

pertumbuhan dari oxacillin (methicillin)-resistant Staphylococcus aureus (ORSA

atau MRSA) di beberapa pusat kesehatan masyarakat (terutama di Amerika

Serikat). Jika prevalensinya signifikan, dan dengan mempertimbangkan virulensi

29

dari organisme ini, terapi empiris yang adekuat untuk patogen ini akan

dibenarkan. Dokter juga harus mempertimbangkan apakah candidemia adalah

patogen yang mungkin ketika memilih terapi inisial. Ketika dianggap diperlukan,

pemilihan terapi antijamur empiris (misalnya, flukonazol, amfoterisin B, atau

echinocandin) akan disesuaikan dengan pola lokal yang paling lazim dari

prevalensi spesies Candida yang paling sering dan beberapa pemberian obat-

obatan golongan azoles (44). Faktor risiko untuk candidemia juga harus

dipertimbangkan ketika memilih terapi inisial.

Karena pasien dengan sepsis berat atau syok septik memiliki batas yang

sempit untuk kesalahan dalam pilihan terapi, seleksi awal terapi antibiotik harus

cukup luas untuk mencakup semua patogen yang mungkin. Ada banyak bukti

bahwa kegagalan untuk memulai terapi yang tepat (misalnya, terapi dengan

aktivitas melawan patogen yang kemudian diidentifikasi sebagai agen penyebab)

berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas (45-48).

Pasien dengan sepsis berat atau syok septik memerlukan terapi spektrum

luas sampai organisme penyebab dan kerentanan antibiotik yang didapatkan.

Pembatasan antibiotik sebagai strategi untuk mengurangi perkembangan resistensi

antibiotik atau untuk mengurangi biaya bukan merupakan strategi awal yang

sesuai pada populasi pasien ini.

Semua pasien harus menerima dosis penuh dari masing-masing antibiotik.

Namun, pasien dengan sepsis atau syok septik sering memiliki fungsi ginjal atau

hati yang abnormal dan mungkin memiliki volume distribusi yang abnormal

karena resusitasi cairan yang agresif. Pemantauan konsentrasi serum obat dapat

30

berguna dalam ICU untuk obat tersebut yang dapat diukur segera. Seorang dokter

yang berpengalaman atau apoteker klinis harus berkonsultasi untuk memastikan

bahwa konsentrasi serum yang dicapai dapat memaksimalkan efektivitas dan

meminimalkan toksisitas (49-52).

2b. Kami merekomendasikan bahwa rejimen antibiotik ditinjau kembali setiap

hari untuk mengoptimalkan aktivitas, untuk mencegah pengembangan

resistensi, untuk mengurangi toksisitas, dan untuk mengurangi biaya (kelas

1C).

Dasar Pemikiran. Meskipun pembatasan antibiotik sebagai strategi untuk

mengurangi resistensi antibiotik atau mengurangi biaya bukan merupakan strategi

awal yang tepat pada populasi pasien ini, saat patogen penyebab telah

diidentifikasi, mungkin menjadi jelas bahwa tidak ada obat empiris menawarkan

terapi yang optimal; yaitu, mungkin ada obat lain yang terbukti menghasilkan

hasil klinis yang lebih unggul yang dapat menggantikan agen empiris.

Mempersempit cakupan spektrum antibiotik dan mengurangi durasi terapi

antibiotik akan mengurangi kemungkinan bahwa pasien akan mengembangkan

superinfeksi dengan organisme patogen atau resisten, seperti spesies Candida,

Clostridium difficile, atau vancomycin-resistant Enterococcus faecium. Namun,

keinginan untuk meminimalkan superinfeksi dan komplikasi lainnya tidak harus

didahulukan dari kebutuhan untuk memberikan pasien terapi yang adekuat untuk

menyembuhkan infeksi yang menyebabkan sepsis berat atau syok septik.

31

2c. Kami menyarankan terapi kombinasi untuk pasien dengan infeksi

Pseudomonas yang diketahui atau diduga sebagai penyebab sepsis berat (kelas

2D).

2d. Kami menyarankan terapi kombinasi empiris untuk pasien neutropenia dengan

sepsis berat (kelas 2D).

2e. Ketika digunakan secara empiris pada pasien dengan sepsis berat, kami

sarankan terapi kombinasi tidak boleh diberikan selama >3-5 hari. Pemberian

pada terapi tunggal yang sesuai yang harus diberikan secepatnya setelah profil

kerentanan telah diketahui (kelas 2D).

Dasar Pemikiran. Meskipun tidak ada penelitian atau meta-analisis yang

meyakinkan untuk menunjukkan bahwa terapi kombinasi menghasilkan hasil

klinis yang lebih unggul bagi patogen individu dalam kelompok pasien tertentu,

terapi kombinasi menghasilkan sinergi in vitro terhadap patogen dalam beberapa

model (meskipun sinergi seperti ini sulit untuk didefinisikan dan diprediksi).

Dalam beberapa skenario klinis, seperti dua sebelumnya, terapi kombinasi secara

biologis masuk akal dan kemungkinan klinis berguna bahkan jika bukti tidak

menunjukkan hasil klinis yang membaik (53-56). Terapi kombinasi untuk

Pseudomonas yang dicurigai menunda sensitivitas dapat meningkatkan

kemungkinan bahwa pada obat yang paling efektif terhadap jenis itu

mempengaruhi hasil secara positif (57).

3. Kami merekomendasikan bahwa durasi terapi biasanya 7-10 hari; pemberian

yang lebih lama mungkin tepat pada pasien yang memiliki respon klinis

32

lambat, fokus infeksi yang tidak dapat ditentukan, atau defisiensi imunologis,

termasuk neutropenia (kelas 1D).

4. Kami merekomendasikan bahwa jika sindrom klinis yang terlihat ditentukan

untuk menjadi penyebab yang tidak infeksius, terapi antibiotik dihentikan

segera untuk meminimalkan kemungkinan pasien akan menjadi terinfeksi

dengan patogen yang resisten antibiotik atau akan mengembangkan efek

samping obat (kelas 1D).

Dasar Pemikiran. Dokter harus menyadari bahwa kultur darah akan negatif

dalam >50% kasus sepsis berat atau syok septik, namun banyak dari kasus-kasus

ini kemungkinan disebabkan oleh bakteri atau jamur. Dengan demikian,

keputusan untuk melanjutkan, mempersempit, atau menghentikan terapi antibiotik

harus dilakukan berdasarkan pertimbangan dokter dan informasi klinis.

D. Kontrol Sumber

1a. Kami merekomendasikan bahwa diagnosis anatomis tertentu dari infeksi

membutuhkan pertimbangan untuk memunculkan kontrol sumber (misalnya,

necrotizing fascilitis, peritonitis difus, kolangitis, infark usus) akan dicari dan

didiagnosis atau disingkirkan secepat mungkin (kelas 1C) dan dalam 6 jam

pertama setelah muncul (kelas 1D).

1b. Kami lebih merekomendasikan bahwa semua pasien dengan sepsis berat

dievaluasi untuk adanya fokus pada infeksi setuju untuk tindakan kontrol

sumber, khususnya drainase abses atau fokus lokal pada infeksi, debridemen

yang jaringan nekrotik yang terinfeksi, pengambilan dari perangkat yang

33

berpotensi terinfeksi, atau kontrol definitif dari sumber kontaminasi mikroba

yang sedang berlangsung (kelas 1C). (Lampiran A memberikan contoh situs

potensial yang membutuhkan kontrol sumber.)

2. Kami menyarankan bahwa ketika nekrosis peripankreatik terinfeksi

diidentifikasi sebagai sumber infeksi potensial, intervensi definitif yang paling

baik ditunda sampai penentuan adekuat dari jaringan yang layak dan tidak

layak telah dilakukan (kelas 2B).

3. Kami merekomendasikan bahwa ketika kontrol sumber diperlukan, intervensi

yang efektif terkait dengan tindakan fisiologis yang sebaiknya dilakukan

(misalnya, drainase perkutan lebih baik daripada drainase bedah untuk sebuah

abses) (kelas 1D).

4. Kami merekomendasikan bahwa ketika perangkat akses intravaskular adalah

kemungkinan sumber sepsis berat atau syok septik, mereka akan segera

dilepaskan setelah akses vaskular lainnya telah dipasang (kelas 1C).

Dasar Pemikiran. Prinsip dari kontrol sumber dalam pengelolaan sepsis

meliputi diagnosis yang cepat dari situs infeksi tertentu dan identifikasi fokus

infeksi yang mungkin untuk dilakukan tindakan kontrol sumber (khususnya

drainase abses, debridemen dari jaringan nekrotik yang terinfeksi, menghilangkan

perangkat yang berpotensi untuk terinfeksi, dan kontrol definitif sumber

kontaminasi mikroba yang sedang berlangsung) (58). Fokus infeksi yang mudah

untuk dilakukan tindakan kontrol sumber mencakup abses intraabdomen atau

perforasi gastrointestinal, kolangitis atau pielonefritis, iskemia usus atau infeksi

nekrotikan jaringan lunak dan infeksi ruang lainnya, seperti empiema atau arthritis

34

septik. Beberapa fokus infeksius harus dikendalikan sesegera mungkin seiring

dengan resusitasi awal yang berhasil (59), mencapai tujuan kontrol sumber dengan

fisiologis yang mungkin (misalnya, bedah perkutan lebih baik daripada drainase

bedah untuk sebuah abses [60], endoskopi lebih baik daripada drainase bedah

untuk saluran empedu), dan mengganti perangkat akses intravaskuler yang

berpotensi menjadi sumber sepsis berat atau syok septik segera setelah memasang

akses vaskular lainnya (61, 62). Penelitian randomized controlled trial

membandingkan intervensi bedah awal dengan yang ditunda untuk nekrosis

peripankreatik menunjukkan hasil yang lebih baik pada intervensi yang ditunda

(63). Namun, ada daerah ketidakpastian, seperti dokumentasi yang definitif dari

infeksi dan lama yang sesuai dari keterlambatan. Pemilihan dari metode kontrol

sumber yang optimal harus mempertimbangkan manfaat dan risiko dari intervensi

spesifik serta risiko transfer (64). Intervensi kontrol sumber intervensi dapat

menyebabkan komplikasi lanjut, seperti perdarahan, fistula, atau kerusakan organ

yang disengaja. Intervensi bedah harus dipertimbangkan ketika pendekatan

intervensi yang lebih rendah tidak adekuat atau bila ketidakpastian diagnostik

terus berlanjut meskipun dengan evaluasi radiologis. Situasi klinis yang spesifik

membutuhkan pertimbangan dari pilihan yang tersedia, preferensi pasien, dan

keahlian klinisi.

E. Terapi Cairan

35

1. Kami merekomendasikan resusitasi cairan baik dengan koloid alami/ buatan

atau kristaloid. Tidak ada evidence-based yang mendukung untuk salah satu

jenis cairan atas cairan yang lain (kelas 1B).

Dasar Pemikiran. Studi SAFE menunjukkan bahwa pemberian albumin

adalah aman dan sama efektifnya seperti kristaloid (65). Ada penurunan

signifikan dalam angka kematian dengan penggunaan koloid dalam subset analisis

pada pasien sepsis (p = .09). Meta-analisis sebelumnya dari penelitian kecil pada

pasien ICU telah menunjukkan tidak ada perbedaan antara resusitasi dengan

cairan kristaloid dan koloid (66-68). Meskipun pemberian hydroxyethyl dapat

meningkatkan risiko gagal ginjal akut pada pasien dengan sepsis, temuan variabel

menghalangi rekomendasi definitif (69, 70). Karena volume distribusi jauh lebih

besar untuk kristaloid dibandingkan koloid, resusitasi dengan kristaloid

membutuhkan lebih banyak cairan untuk mencapai titik akhir yang sama dan lebih

sering menyebabkan edema. Kristaloid yang lebih murah.

2. Kami merekomendasikan bahwa resusitasi cairan secara inisial menargetkan

tekanan vena sentral >8 mmHg (12 mmHg pada pasien dengan ventilasi

mekanik). Terapi cairan lanjutan sering diperlukan (kelas 1C).

3a. Kami merekomendasikan bahwa teknik tantangan cairan diterapkan dimana

pemberian cairan dilanjutkan selama ada perbaikan hemodinamik yang

berlanjut (misalnya, tekanan arteri, denyut jantung, urine output) (kelas 1D).

3b. Kami merekomendasikan bahwa tantangan cairan pada pasien yang diduga

mengalami hipovolemia dimulai dengan >1000 mL kristaloid atau 300-500

mL koloid lebih dari 30 menit. Pemberian yang lebih cepat dan jumlah cairan

36

yang lebih besar mungkin diperlukan pada pasien dengan hipoperfusi jaringan

yang disebabkan sepsis (lihat Rekomendasi Resusitasi Inisial) (kelas 1D).

3c. Kami merekomendasikan bahwa tingkat pemberian cairan dikurangi secara

substansial ketika tekanan pengisian jantung (tekanan vena sentral atau

tekanan balloon-occluded arteri pulmonalis) meningkat tanpa diikuti

perbaikan hemodinamik (kelas 1D).

Dasar Pemikiran. Tantangan cairan harus jelas dipisahkan dari pemberian

cairan yang sederhana; itu adalah teknik di mana sejumlah besar cairan yang

diberikan selama periode waktu yang terbatas di bawah pemantauan ketat untuk

mengevaluasi respon pasien dan menghindari berkembang menjadi edema paru.

Tingkat defisit volume intravaskular pada pasien dengan sepsis berat bervariasi.

Dengan venodilation dan kebocoran kapiler yang berkelanjutan, kebanyakan

pasien memerlukan resusitasi cairan agresif terus-menerus selama 24 jam pertama

dari penanganan. Input biasanya jauh lebih besar dari output, dan rasio input/

output tidak dapat menilai kebutuhan resusitasi cairan selama periode waktu ini.

F. Vasopressors

1. Kami merekomendasikan bahwa tekanan arterial rata-rata (Mean Arterial

Pressure/ MAP) dipertahankan >65 mmHg (kelas 1C).

Dasar Pemikiran. Terapi vasopressor diperlukan untuk mempertahankan

hidup dan mempertahankan perfusi dalam menghadapi hipotensi yang

mengancam hidup, bahkan ketika hipovolemia belum diselesaikan. Di bawah

tekanan arterial rata-rata tertentu, autoregulasi dalam berbagai vaskular bisa

37

hilang, dan perfusi dapat menjadi linear tergantung pada tekanan. Dengan

demikian, beberapa pasien mungkin memerlukan terapi vasopressor untuk

mencapai tekanan perfusi minimal dan menjaga aliran yang adekuat (71, 72).

Titrasi norepinefrin yang digunakan minimal mencapai MAP 65 mmHg telah

ditunjukkan untuk menjaga perfusi jaringan (72). Selain itu, ada komorbiditas

harus dipertimbangkan untuk target MAP yang paling tepat. Misalnya, MAP 65

mmHg mungkin terlalu rendah pada pasien dengan hipertensi berat tidak

terkontrol, dan pada pasien yang masih muda yang sebelumnya normotensif,

MAP yang lebih rendah mungkin adekuat. Titik akhir tambahan, seperti tekanan

darah, dengan penilaian perfusi regional dan global, seperti konsentrasi laktat

dalam darah dan urine output, adalah penting. Resusitasi cairan yang adekuat

adalah aspek dasar dari penanganan hemodinamik pasien dengan syok septik dan

idealnya harus dicapai sebelum vasopressors dan inotropik digunakan, namun

menggunakan vasopressors lebih awal sebagai tindakan darurat pada pasien

dengan syok berat sering diperlukan. Ketika itu terjadi, upaya yang besar harus

diarahkan untuk penghentian bertahap vasopressors dengan melanjutkan resusitasi

cairan.

2. Kami merekomendasikan baik itu norepinefrin atau dopamin sebagai agen

vasopressor pilihan pertama untuk memperbaiki hipotensi pada syok septik

(diberikan melalui kateter sentral segera bila salah satu tersedia) (kelas 1C).

3a. Kami menyarankan bahwa epinefrin, fenilefrin, atau vasopresin tidak boleh

diberikan sebagai vasopressor inisial pada syok septik (kelas 2C). Vasopresin

38

0.03 unit/ menit dapat ditambahkan pada norepinefrin yang selanjutnya

dengan mengantisipasi efek yang setara dengan penggunaan norepinefrin saja.

3b. Kami menyarankan epinefrin yang menjadi agen alternatif pilihan pertama

pada syok septik yang kurang responsif terhadap norepinefrin atau dopamin

(kelas 2B).

Dasar Pemikiran. Tidak ada bukti primer yang berkualitas tinggi untuk

merekomendasikan satu katekolamin di atas yang lainnya. Banyak literatur ada

yang kontras terhadap efek fisiologis dari pilihan vasopressor dan kombinasi

inotropik/ vasopressors pada syok septik (73-85). Studi manusia dan hewan

menyarankan beberapa keuntungan dari norepinefrin dan dopamin diatas epinefrin

(yang terakhir dengan potensial untuk takikardi serta efek merugikan pada

sirkulasi splanknikus dan hiperlaktemia) dan fenilefrin (penurunan pada stroke

volume). Bagaimanapun, tidak ada bukti klinis bahwa epinefrin dihasilkan pada

hasil yang lebih buruk, dan harus menjadi pilihan alternatif pertama untuk

dopamin atau norepinefrin. Fenilefrin adalah agen adrenergik yang paling tidak

mungkin untuk menghasilkan takikardi tetapi sebagai vasopressor murni

diharapkan dapat mengurangi stroke volume. Dopamin meningkatkan tekanan

arterial rata-rata dan cardiac output, terutama karena adanya peningkatan stroke

volume dan denyut jantung. Norepinefrin meningkatkan tekanan arterial rata-rata

akibat efek vasokonstriksinya, dengan sedikit perubahan dalam denyut jantung

dan kurang meningkatkan stroke volume dibandingkan dengan dopamin. Salah

satu dapat digunakan sebagai agen lini pertama untuk memperbaiki hipotensi pada

sepsis. Norepinefrin lebih kuat dari dopamin dan mungkin lebih efektif mengatasi

39

hipotensi pada pasien dengan syok septik. Dopamin mungkin akan sangat berguna

pada pasien dengan gangguan fungsi sistolik tetapi menyebabkan takikardi dan

mungkin arrhythmogenic (86). Hal ini juga dapat mempengaruhi respon endokrin

melalui aksis hipotalamus-pituitari dan memiliki efek imunosupresif.

Jumlah vasopresin pada syok septik telah dilaporkan lebih rendah daripada

yang diantisipasi untuk keadaan syok (87). Dosis rendah dari vasopressin

mungkin efektif dalam meningkatkan tekanan darah pada pasien refrakter

dibandingkan vasopressors lainnya dan mungkin manfaat fisiologis potensial

lainnya (88-93). Terlipressin memiliki efek yang sama tetapi lebih lama (94).

Studi menunjukkan bahwa konsentrasi vasopressin meningkat pada awal syok

septik, tetapi dengan syok berkelanjutan konsentrasi menurun pada rentang

normal pada mayoritas pasien antara 24 dan 48 jam (95). Ini disebut defisiensi

vasopressin relatif karena dengan adanya hipotensi, vasopressin diharapkan akan

meningkat. Pentingnya temuan ini tidak diketahui. Percobaan terakhir VASST,

randomized controlled trial membandingkan norepinefrin tunggal dengan

norepinefrin ditambah vasopressin 0.03 unit/menit, menunjukkan tidak ada

perbedaan dalam hasil mengobati populasi. Pada suatu analisis subkelompok

utama menunjukkan bahwa kelangsungan hidup pasien menerima <15 µg/menit

norepinefrin pada saat pengacakan lebih baik dengan penggunaan vasopressin.

Namun, dasar pemikiran untuk stratifikasi ini didasarkan pada eksplorasi manfaat

potensial dalam >15 µg norepinefrin. Dosis yang lebih tinggi dari vasopressin

telah dikaitkan dengan jantung, digital, dan iskemia splanknikus dan harus

disediakan untuk situasi dimana vasopressors alternatif telah gagal (96).

40

Pengukuran cardiac output untuk memungkinkan pemeliharaan aliran yang

normal atau meningkat diperlukan ketika vasopressors murni telah diresmikan.

4. Kami merekomendasikan bahwa dopamin dosis rendah tidak digunakan untuk

melindungi ginjal (kelas 1A).

Dasar Pemikiran. Sebuah randomized trial besar-besaran dan meta-analisis

yang membandingkan dosis rendah dopamin dengan plasebo menemukan tidak

ada perbedaan baik dalam hasil utama (kreatinin serum puncak, diperlukan untuk

pengganti ginjal, urine output, waktu untuk pemulihan dari fungsi ginjal yang

normal) atau hasil sekunder (bertahan hidup baik itu keluar dari ICU maupun dari

rumah sakit, rawat inap di ICU, tinggal di rumah sakit, aritmia) (97, 98). Dengan

demikian, data yang tersedia tidak mendukung pemberian dosis rendah dopamin

semata-mata untuk menjaga fungsi ginjal.

5. Kami merekomendasikan bahwa semua pasien yang memerlukan vasopressors

memiliki kateter arteri yang dapat ditempatkan secepatnya jika sumber

dayanya tersedia (kelas 1D).

Dasar Pemikiran. Pada stadium syok, estimasi tekanan darah

menggunakan manset secara umum tidak akurat; penggunaan kanul arteri lebih

tepat dan memudahkan pengukuran tekanan arteri. Kateter ini juga

memungkinkan analisis berkelanjutan sehingga keputusan mengenai terapi dapat

didasarkan pada informasi langsung dari tekanan darah.

41

G. Terapi Inotropik

1. Kami merekomendasikan bahwa infus dobutamin dapat diberikan pada

disfungsi miokard yang ditunjukkan oleh peningkatan tekanan pengisian

jantung dan cardiac output yang rendah (kelas 1C).

2. Kami merekomendasikan perlawanan penggunaan strategi untuk

meningkatkan indeks jantung yang ditentukan atas tingkat normal (kelas 1B).

Dasar Pemikiran. Dobutamin adalah inotropik pilihan pertama untuk

pasien dengan cardiac output yang terukur atau diduga rendah dengan adanya

tekanan pengisian ventrikel kiri yang adekuat (atau penilaian klinis dari resusitasi

cairan yang adekuat) dan tekanan arterial rata-rata yang adekuat. Pasien sepsis

yang tetap hipotensi setelah resusitasi cairan mungkin memiliki cardiac output

yang rendah, normal, atau meningkat. Oleh karena itu, pengobatan dengan

kombinasi inotropik/ vasopressor, seperti norepinefrin atau dopamin, disarankan

jika cardiac output tidak terukur. Ketika ada kemampuan untuk memantau

cardiac output selain tekanan darah, vasopressor, seperti norepinefrin, mungkin

digunakan secara terpisah untuk menargetkan tingkat tertentu dari tekanan arterial

rata-rata dan cardiac output. Dua uji klinis prospektif yang mencakup pasien kritis

di ICU yang memiliki sepsis berat gagal menunjukkan manfaat dari peningkatan

penerimaan oksigen dengan target diatas normal dengan menggunakan dobutamin

(99, 100). Studi ini tidak menargetkan pasien secara khusus dengan sepsis berat

dan tidak menargetkan 6 jam pertama resusitasi. Enam jam pertama dari resusitasi

pada hipoperfusi yang diinduksi sepsis harus diperlakukan secara terpisah dari

tahap selanjutnya dari sepsis berat (lihat Rekomendasi Resusitasi Inisial).

42

H. Kortikosteroid

1. Kami menyarankan bahwa hidrokortison intravena hanya diberikan untuk

pasien syok septik yang dewasa setelah dikonfirmasi bahwa tekanan darah

mereka kurang responsif terhadap resusitasi cairan dan terapi vasopressor

(kelas 2C).

Dasar Pemikiran. Multisenter One French, randomized controlled trial

(RCT) pada pasien dengan syok septik yang tidak responsif terhadap vasopressor

(hipotensi meskipun diberikan resusitasi cairan dan vasopressors) menunjukkan

kembalinya syok yang signifikan dan penurunan angka kematian pada pasien

dengan insufisiensi adrenal relatif (didefinisikan sebagai postadrenocorticotropic

hormone [ACTH] kortisol yang meningkat <9 µg/dL) (101). Dua RCT tambahan

yang lebih kecil juga menunjukkan efek yang signifikan pada kembalinya syok

dengan terapi steroid (102, 103). Namun, baru-baru ini, European multicenter

trial (CORTICUS), yang telah disajikan dalam bentuk abstrak tetapi belum

diterbitkan, gagal untuk menunjukkan manfaat terhadap kematian dengan terapi

steroid pada syok septik (104). CORTICUS memang menunjukkan resolusi lebih

cepat pada syok septik pada pasien yang menerima steroid. Penggunaan tes

ACTH (responder dan nonresponder) tidak memprediksi resolusi lebih cepat pada

syok. Yang penting, tidak seperti percobaan French, yang hanya pasien syok

dengan tekanan darah yang tidak responsif terhadap terapi vasopressor, studi

CORTICUS tersebut memasukkan pasien dengan syok septik, terlepas dari

bagaimana tekanan darah menanggapi vasopressors. Meskipun kortikosteroid

muncul untuk mempromosikan kembalinya syok, kurangnya perbaikan yang jelas

43

pada angka kematian, ditambah dengan efek samping steroid yang diketahui,

seperti peningkatan risiko infeksi dan miopati, umumnya tidak disukai pada

penggunaan yang luas. Dengan demikian, ada kesepakatan bahwa rekomendasi

harus diturunkan dari pedoman sebelumnya (Lampiran B). Ada diskusi yang

dipertimbangkan oleh panitia pada pilihan yang mendorong penggunaan pada

pasien yang tekanan darahnya tidak responsif terhadap cairan dan vasopressors,

sementara ada syok yang memiliki respon baik terhadap cairan dan pressors.

Namun, rekomendasi yang lebih kompleks ini ditolak oleh rekomendasi

sebelumnya (Lampiran B).

2. Kami menyarankan bahwa stimulasi tes ACTH tidak dapat digunakan untuk

mengidentifikasi subset dari pasien dewasa dengan syok septik yang harus

menerima hidrokortison (kelas 2B).

Dasar Pemikiran. Meskipun satu penelitian menyatakan mereka yang tidak

merespon ACTH dengan peningkatan cepat dari kortisol (kegagalan untuk

mencapainya atau >9 µg/dL meningkat pada kortisol 30-60 menit setelah

pemberian ACTH) lebih mungkin memperoleh manfaat dari steroid dibandingkan

mereka yang tidak menanggapi, populasi percobaan secara keseluruhan

memunculkan keuntungan terlepas dari hasil ACTH, dan pengamatan interaksi

potensial antara penggunaan steroid dan tes ACTH tidak signifikan secara statistik

(101). Selain itu, tidak ada bukti pada perbedaan antara responder dan

nonresponder dalam percobaan multisenter baru-baru ini (104). Umumnya

digunakan total pengukuran kortisol immunoassays kortisol (terikat-protein dan

bebas), sementara kortisol bebas adalah pengukuran yang bersangkutan.

44

Hubungan antara kortisol bebas dan total bervariasi dengan konsentrasi protein

serum. Bila dibandingkan dengan metode referensi (spektrometri massa),

immunoassays kortisol mungkin berlebihan atau merendahkan tingkat kortisol

yang sebenarnya, yang mempengaruhi penilaian dari pasien untuk responder atau

nonresponder (105). Meskipun signifikansi klinis tidak jelas, sekarang diakui

bahwa etomidat, bila digunakan untuk induksi, untuk intubasi, akan menekan

aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (106).

3. Kami menyarankan bahwa pasien dengan syok septik seharusnya tidak

menerima deksametason jika tersedia hidrokortison (kelas 2B).

Dasar Pemikiran. Meskipun sering diajukan untuk digunakan sampai tes

stimulasi ACTH dapat diberikan, kami tidak lagi menyarankan tes ACTH dalam

situasi klinis ini (lihat poin 3 sebelumnya). Selain itu, deksametason dapat

menyebabkan penekanan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal segera dan

berkepanjangan setelah pemberian (107).

4. Kami menyarankan penambahan harian dari fludrokortison per oral (50 µg)

jika hidrokortison tidak tersedia dan steroid penggantinya tidak memiliki

aktivitas mineralokortikoid yang signifikan. Fludrokortison dianggap sebagai

pilihan jika hidrokortison telah digunakan (kelas 2C).

Dasar Pemikiran. Satu studi menambahkan 50 µg fludrokortison per oral

(101). Sejak hidrokortison memiliki aktivitas mineralokortikoid intrinsik, ada

kontroversi apakah fludrokortison harus ditambahkan.

5. Kami menyarankan agar dokter menghentikan ketergantungan pasien dari

terapi steroid saat vasopressors tidak lagi diperlukan (kelas 2D).

45

Dasar Pemikiran. Belum ada studi perbandingan antara durasi tetap dan

regimen yang dipandu secara klinis atau antara penghentian steroid yang bertahap

dan tiba-tiba. Tiga RCT menggunakan protokol durasi tetap untuk pengobatan

(101, 103, 104), dan pada dua RCT, terapi dikurangi setelah resolusi syok (102,

108). Pada empat RCT steroid yang diturunkan bertahap selama beberapa hari

(102-104, 108), dan pada dua RCT (101, 109) steroid dihentikan tiba-tiba. Satu

studi crossover menunjukkan efek rebound dari hemodinamik dan imunologis

setelah penghentian kortikosteroid secara tiba-tiba (110). Ini masih belum jelas

apakah hasil dipengaruhi oleh penurunan steroid yang bertahap.

6. Kami merekomendasikan bahwa dosis kortikosteroid sebanding dengan >300

mg hidrokortison sehari-hari tidak digunakan dalam sepsis berat atau syok

septik untuk tujuan mengobati syok septik (kelas 1A).

Dasar Pemikiran. Dua uji klinis prospektif randomized dan meta-analisis

menyimpulkan bahwa untuk terapi dari sepsis berat atau syok septik, terapi

kortikosteroid dosis tinggi tidak efektif atau berbahaya (111-113). Alasan untuk

mempertahankan dosis yang lebih tinggi dari kortikosteroid untuk kondisi medis

selain syok septik mungkin ada.

7. Kami merekomendasikan bahwa kortikosteroid tidak diberikan untuk

pengobatan sepsis tanpa adanya syok. Bagaimanapun, tidak ada kontraindikasi

untuk melanjutkan terapi pemeliharaan dari steroid atau menggunakan steroid

dengan penekanan dosis jika ada gangguan endokrin atau riwayat pemberian

kortikosteroid pada pasien (kelas 1D).

46

Dasar Pemikiran. Tidak ada penelitian yang secara khusus menargetkan

sepsis berat tanpa adanya syok dan mendukung penggunaan steroid dengan

penekanan dosis pada populasi pasien ini. Steroid dapat diindikasikan pada

riwayat terapi steroid atau disfungsi adrenal. Sebuah studi awal terbaru mengenai

steroid dengan penekanan dosis pada community-acquired pneumonia dapat

diberikan tetapi memerlukan konfirmasi lebih lanjut (114).

I. Recombinant Human Activated Protein C (rhAPC)

1. Kami menyarankan bahwa pasien dewasa dengan disfungsi organ yang

diinduksi sepsis terkait dengan penilaian klinis dari risiko tinggi kematian,

sebagian besar dari mereka akan memiliki Acute Physiology and Chronic

Health Evaluation (APACHE) II >25 atau kegagalan organ multipel,

menerima rhAPC jika ada tidak ada kontraindikasi (kelas 2B kecuali untuk

pasien dalam waktu 30 hari dari operasi, untuk itu adalah kelas 2C).

Kontraindikasi relatif juga harus dipertimbangkan dalam pengambilan

keputusan.

2. Kami merekomendasikan bahwa pasien dewasa dengan sepsis berat dan risiko

rendah kematian, sebagian besar dari mereka akan memiliki APACHE II <20

atau satu kegagalan organ, tidak menerima rhAPC (kelas 1A).

Dasar Pemikiran. Bukti mengenai penggunaan rhAPC pada orang dewasa

terutama didasarkan pada dua RCT: PROWESS (1.690 pasien dewasa, dihentikan

lebih awal untuk keberhasilan) (115) dan ADDRESS (dihentikan lebih awal untuk

kesia-siaan) (116). Informasi tambahan yang aman berasal dari sebuah studi

47

observasional yang terbuka, ENHANCE (117). Percobaan ENHANCE juga

menyarankan bahwa pemberian rhAPC lebih awal dikaitkan dengan hasil yang

lebih baik.

PROWESS melibatkan 1.690 pasien dan didokumentasikan 6.1% pada

pengurangan total angka kematian absolut dengan pengurangan risiko relatif dari

19.4%, interval kepercayaan 95%, 6.6-30.5%, dan jumlah yang diperlukan untuk

mengobati 16 (115). Kontroversi terkait dengan hasil difokuskan pada sejumlah

analisis subkelompok. Analisis subkelompok memiliki potensi untuk melakukan

kesalahan karena tidak adanya maksud untuk mengobati, bias sampling, dan

pemilihan kesalahan (118). Analisis menyarankan peningkatan pengurangan

risiko relatif dan absolut dengan risiko kematian lebih besar menggunakan nilai

APACHE II yang lebih tinggi dan jumlah yang lebih besar dari kegagalan organ

(119). Hal ini menyebabkan persetujuan obat untuk pasien dengan risiko tinggi

kematian (seperti APACHE II >25) dan lebih dari satu kegagalan organ di Eropa.

Percobaan ADDRESS melibatkan 2.613 pasien yang dinilai memiliki

risiko rendah kematian pada saat pendaftaran. Pada hari ke-28, angka kematian

dari semua penyebab adalah 17% pada plasebo dengan 18.5% pada APC, risiko

relatif 1.08, interval kepercayaan 95% 0.92-1.28 (116). Sekali lagi, perdebatan

difokuskan pada analisis subkelompok; analisis dibatasi untuk subkelompok kecil

pasien dengan nilai APACHE II >25 atau lebih dari satu kegagalan organ, yang

gagal untuk menunjukkan manfaat. Namun, kelompok-kelompok pasien ini juga

memiliki angka kematian lebih rendah daripada di PROWESS.

48

Pengurangan risiko relatif dari kematian lebih rendah secara numerik pada

subkelompok pasien dengan operasi terakhir (n=502) pada percobaan PROWESS

(30.7% plasebo dengan 27.8% APC) (119) bila dibandingkan dengan keseluruhan

studi populasi (30.8% plasebo dengan 24.7% APC) (115). Pada percobaan

ADDRESS, pasien dengan operasi terakhir dan disfungsi organ tunggal yang

menerima APC memiliki tingkat kematian pada hari ke-28 yang lebih tinggi

secara signifikan (20.7% dengan 14.1%, p = .03, n=635) (116).

Efek samping yang serius tidak berbeda dalam studi ini (115-117) dengan

pengecualian perdarahan yang serius, yang terjadi lebih sering pada pasien yang

diobati dengan APC: 2% dengan 3.5% (PROWESS; p = .06) (115); 2.2% dengan

3.9% (ADDRESS; p < .01) (116); 6.5% (ENHANCE, label terbuka) (117).

Percobaan pediatrik dan implikasinya dibahas di bagian pertimbangan pediatrik

dari artikel ini. (Lampiran C menyediakan kontraindikasi absolut untuk

penggunaan rhAPC dan informasi untuk kontraindikasi relatif.)

Perdarahan intrakranial (intracranial hemorrhage/ ICH) terjadi pada

percobaan PROWESS dalam 0.1% (plasebo) dan 0.2% (APC) (tidak signifikan)

(106); dalam percobaan ADDRESS 0.4% (plasebo) dengan 0.5% (APC) (tidak

signifikan) (116), dan dalam ENHANCE 1.5% (108). Pendaftaran studi rhAPC

melaporkan tingkat perdarahan yang lebih tinggi dibandingkan randomized

controlled trial, menunjukkan bahwa risiko perdarahan dalam praktek yang

sebenarnya mungkin lebih besar dibandingkan yang dilaporkan dalam PROWESS

dan ADDRESS (120, 121).

49

Dua RCT pada pasien dewasa yang secara metodologis kuat dan tepat dan

menyediakan bukti langsung tentang angka kematian. Kesimpulan yang terbatas,

bagaimanapun, inkonsistensi yang tidak adekuat diselesaikan oleh analisis

subkelompok (dengan demikian penunjukan bukti berkualitas moderat). Hasil,

bagaimanapun, secara konsisten gagal untuk menunjukkan manfaat untuk

subkelompok pasien yang berisiko kematian lebih rendah dan secara konsisten

menunjukkan peningkatan perdarahan yang serius. RCT pada sepsis berat

pediatrik gagal untuk menunjukkan manfaat dan tidak memiliki keterbatasan yang

penting. Dengan demikian, untuk pasien risiko rendah dan pediatrik, kami menilai

bukti sebagai kualitas tinggi.

Untuk penggunaan dewasa ada kemungkinan pengurangan angka

kematian pada pasien dengan penilaian klinis memiliki risiko tinggi kematian,

sebagian besar siapa yang memiliki APACHE II >25 atau kegagalan organ

multipel. Kemungkinan tidak terdapat manfaat pada pasien dengan risiko rendah

kematian, kebanyakan dari mereka akan memiliki APACHE II <20 atau disfungsi

organ tunggal. Efek pada pasien dengan lebih dari satu kegagalan organ tapi

APACHE II <25 tidak jelas, dan dalam keadaan yang satu dapat menggunakan

penilaian klinis dari risiko kematian dan jumlah kegagalan organ untuk

mendukung keputusan. Ada peningkatan tertentu dari risiko perdarahan dengan

pemberian rhAPC, yang mungkin lebih tinggi pada pasien bedah dan dalam

konteks prosedur invasif. Keputusan tentang pemanfaatan tergantung pada

penilaian kemungkinan pengurangan kematian dengan peningkatan perdarahan

dan biaya. (Lampiran D menunjukkan jumlah suara panitia pada rekomendasi

50

untuk rhAPC). Sebuah peraturan Eropa memerintahkan RCT dari rhAPC dengan

plasebo pada pasien dengan syok septik sekarang sedang berlangsung (122).

J. Pemberian Produk Darah

1. Setelah hipoperfusi jaringan telah diselesaikan dan tidak ada keadaan khusus,

seperti iskemia miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, penyakit jantung

sianosis, atau asidosis laktat (lihat rekomendasi untuk resusitasi inisial), kami

merekomendasikan bahwa transfusi sel darah merah dilakukan bila hemoglobin

menurun hingga <7.0 g/dL (<70 g/L) untuk menargetkan hemoglobin 7.0-9.0

g/dL (70-90 g/L) pada orang dewasa (kelas 1B).

Dasar Pemikiran. Meskipun hemoglobin optimal untuk pasien dengan

sepsis berat belum diselidiki secara khusus, Transfusion Requirement in Critical

Care trial menyarankan bahwa hemoglobin 7-9 g/dL (70-90 g/L) bila

dibandingkan dengan 10-12 g/dL (100-200 g/L) tidak terkait dengan peningkatan

mortalitas pada pasien dewasa (123). Transfusi sel darah merah pada pasien sepsis

meningkatkan penerimaan oksigen namun biasanya tidak meningkatkan konsumsi

oksigen (124-126). Ambang transfusi ini dari 7 g/dL (70 g/L) berlawanan dengan

protokol early goal-directed resuscitation yang menggunakan target hematokrit

30% pada pasien dengan ScvO2 yang rendah (diukur pada vena kava superior)

selama 6 jam pertama resusitasi pada syok septik.

2. Kami merekomendasikan bahwa eritropoietin tidak digunakan sebagai

pengobatan khusus anemia yang berhubungan dengan sepsis berat tetapi dapat

digunakan ketika pasien sepsis memiliki alasan lain yang dapat diterima untuk

51

pemberian eritropoietin, seperti kurangnya produksi sel darah merah yang

disebabkan gagal ginjal (kelas 1B).

Dasar Pemikiran. Tidak ada informasi spesifik yang tersedia mengenai

eritropoietin yang digunakan pada pasien sepsis, tetapi uji klinis pada pasien sakit

kritis menunjukkan penurunan pada keperluan transfusi sel darah merah tanpa

adanya pengaruh pada hasil klinis (127, 128). Pengaruh eritropoietin pada sepsis

berat dan syok septik tidak akan diharapkan lebih menguntungkan daripada

kondisi kritis lainnya. Pasien dengan sepsis berat dan syok septik mungkin telah

hidup bersama kondisi yang memang harus menggunakan eritropoietin.

3. Kami menyarankan bahwa fresh frozen plasma tidak dapat digunakan untuk

memperbaiki kelainan pembekuan pada laboratorium tanpa adanya perdarahan

atau prosedur invasif yang direncanakan (kelas 2D).

Dasar Pemikiran. Meskipun studi klinis belum menilai dampak transfusi

fresh frozen plasma pada pasien sakit kritis, organisasi profesional

merekomendasikan fresh frozen plasma untuk koagulopati ketika

didokumentasikan ada kekurangan faktor koagulasi (peningkatan waktu

prothrombin, international normalized ratio, atau waktu tromboplastin parsial)

dan adanya perdarahan aktif atau sebelum pembedahan atau prosedur invasif (129

-131). Selain itu, transfusi fresh frozen plasma pada pasien tanpa perdarahan

dengan kelainan ringan dari waktu prothrombin biasanya gagal untuk

memperbaiki waktu prothrombin (132). Tidak ada studi yang menunjukkan bahwa

koreksi dari kelainan koagulasi yang lebih parah memberikan manfaat pada pasien

yang tidak ada perdarahan.

52

4. Kami merekomendasikan melawan pemberian antithrombin untuk pengobatan

sepsis berat dan syok septik (kelas 1B).

Dasar Pemikiran. Sebuah fase III percobaan klinis dari dosis tinggi

antithrombin tidak menunjukkan efek menguntungkan pada hari ke-28 yang dapat

menimbulkan kematian pada orang dewasa dengan sepsis berat dan syok septik.

Antithrombin dosis tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko pendarahan bila

diberikan dengan heparin (133). Meskipun analisis post hoc subkelompok pasien

dengan sepsis berat dan risiko tinggi kematian menunjukkan kelangsungan hidup

yang lebih baik pada pasien yang menerima antithrombin, antithrombin tidak

dianjurkan sampai uji klinis yang lebih lanjut dilakukan (134).

5. Pada pasien dengan sepsis berat, kami sarankan trombosit diberikan ketika

jumlahnya <5000/mm3 (5x109/L) tanpa perdarahan jelas. Transfusi trombosit

dapat dipertimbangkan ketika jumlahnya 5000-30.000/mm3 (5-30x109/L) dan

ada risiko perdarahan yang signifikan. Jumlah trombosit yang lebih tinggi

(>50.000/mm3 [50x109/L]) biasanya diperlukan untuk operasi atau prosedur

invasif (kelas 2D).

Dasar Pemikiran. Pedoman untuk transfusi trombosit berasal dari pendapat

konsensus dan pengalaman pada pasien yang menjalani kemoterapi. Rekomendasi

memperhitungkan etiologi trombositopenia, disfungsi platelet, risiko perdarahan,

dan adanya gangguan yang bersamaan (129, 131).

II. TERAPI SUPORTIF SEPSIS BERAT

53

A. Ventilasi Mekanik dari Cedera Paru Akut (Acute Lung Injury/ ALI)/

Sindrom Distress Pernapasan Akut (Acute Respiratory Distress Syndrome/

ARDS) yang Diinduksi Sepsis

1. Kami merekomendasikan bahwa target klinisi adalah volume tidal 6 mL/kg

berat badan (diprediksi) pada pasien dengan ALI/ ARDS (kelas 1B).

2. Kami merekomendasikan bahwa tekanan plateau diukur pada pasien dengan

ALI/ ARDS dan bahwa tujuan batas atas inisial agar tekanan plateau pada

pasien yang ditingkatkan secara pasif <30 cmH2O. Compliance dinding dada

harus dipertimbangkan dalam penilaian tekanan plateau (kelas 1C).

Dasar Pemikiran. Selama 10 tahun, beberapa randomized trial multisenter

telah dilakukan untuk mengevaluasi efek tekanan inspirasi terbatas melalui

moderasi dari volume tidal (135-139). Studi-studi ini menunjukkan hasil yang

berbeda yang mungkin disebabkan oleh perbedaan antara tekanan saluran udara

dalam pengobatan dan kelompok kontrol (135, 140). Percobaan terbesar dari

strategi pembatasan tekanan dan volume menunjukkan penurunan 9% dari semua

penyebab kematian pada pasien dengan ALI atau ARDS yang berventilasi dengan

volume tidal 6 mL/kg berat badan yang diprediksi (predicted body weight/ PBW),

berlawanan dengan 12 mL/kg, dan bertujuan agar tekanan plateau <30 cmH2O

(135). Penggunaan strategi perlindungan paru untuk pasien dengan ALI didukung

oleh percobaan klinis dan telah diterima secara luas, namun pilihan tepat volume

tidal untuk individu pasien dengan ALI mungkin memerlukan penyesuaian untuk

faktor-faktor seperti tekanan plateau yang dicapai, tingkat tekanan positif akhir

ekspirasi yang dipilih, compliance dari kompartemen torakoabdominal, dan

54

tenaga dari usaha bernapas pasien. Beberapa klinisi percaya mungkin aman untuk

ventilasi dengan volume tidal >6 mL/kg PBW selama tekanan plateau dapat

dipertahankan <30 cm H2O (141, 142). Validitas dari nilai tertinggi ini akan

tergantung pada upaya pernapasan, sebagai orang-orang yang inspirasi secara

aktif menghasilkan tekanan transalveolar lebih tinggi untuk memberikan tekanan

plateau pada mereka yang meningkat secara pasif. Sebaliknya, pasien dengan

dinding dada yang sangat kaku mungkin memerlukan tekanan plateau >30 cm

H2O untuk memenuhi tujuan klinis penting. Satu studi retrospektif menunjukkan

bahwa volume tidal harus diturunkan bahkan dengan tekanan plateau <30 cm H2O

(143). Sebuah penelitian observasional tambahan menyarankan bahwa

pengetahuan tentang tekanan plateau dikaitkan dengan tekanan plateau yang lebih

rendah; namun, dalam percobaan itu, tekanan plateau tidak terkait secara

independen dengan tingkat kematian di berbagai tekanan plateau yang diberi

batas 30 cm H2O (144). Uji klinis terbesar mengerjakan strategi perlindungan paru

yang menggabungkan tekanan yang terbatas dengan volume tidal yang terbatas

untuk menunjukkan manfaat mortalitas (135).

Volume tidal yang tinggi yang digabungkan dengan tekanan plateau harus

dihindari pada ALI/ ARDS. Klinisi harus menggunakannya sebagai titik awal

tujuan untuk mengurangi volume tidal lebih dari 1-2 jam dari nilai awalnya

mengarah ke tujuan volume tidal yang "rendah" (= 6 mL/kg PBW) dicapai dalam

hubungannya dengan tekanan plateau akhir inspirasi <30 cm H2O. Jika tekanan

plateau tetap >30 setelah pengurangan volume tidal sampai 6 mL/kgPBW,

volume tidal harus dikurangi lebih lanjut serendah-rendahnya 4 mL/kg PBW.

55

(Lampiran E menyediakan manajemen ventilator ARDSNet dan formula untuk

menghitung berat badan yang diprediksi.)

Tidak ada mode tunggal ventilasi (kontrol tekanan, kontrol volume,

tekanan saluran napas yang melepaskan ventilasi, ventilasi berfrekuensi tinggi)

telah secara konsisten menunjukkan keuntungan bila dibandingkan dengan yang

lain yang menggunakan prinsip yang sama dari perlindungan paru.

3. Kami merekomendasikan bahwa hiperkapnia (memungkinkan PaCO2

meningkat di atas dasar premorbidnya, disebut hiperkapnia permisif)

diperbolehkan pada pasien dengan ALI/ ARDS jika diperlukan untuk

meminimalkan tekanan plateau dan volume tidal (kelas 1C).

Dasar Pemikiran. Suatu peningkatan PaCO2 secara akut mungkin memiliki

konsekuensi fisiologis yang meliputi vasodilatasi serta peningkatan denyut

jantung, tekanan darah, dan cardiac output. Membiarkan hiperkapnia sederhana

dalam hubungannya dengan membatasi volume tidal dan ventilasi menit telah

dibuktikan aman pada randomized trial kecil-kecilan (145, 146). Pasien yang

dirawat pada uji coba yang lebih besar memiliki tujuan membatasi volume tidal

dan tekanan saluran udara telah menunjukkan hasil yang lebih baik, tapi

hiperkapnia permisif bukan tujuan utama pengobatan dalam studi ini (135).

Penggunaan hiperkapnia terbatas pada pasien dengan asidosis metabolik yang

sudah ada sebelumnya dan merupakan kontraindikasi pada pasien dengan tekanan

intrakranial yang meningkat. Infus sodium bikarbonat atau trometamin (THAM)

dapat dipertimbangkan dalam memilih pasien untuk memfasilitasi penggunaan

permisif hiperkarbia (147, 148).

56

4. Kami merekomendasikan bahwa tekanan positif akhir ekspirasi (positive end-

expiratory pressure/ PEEP) diatur sehingga dapat menghindari kolaps paru

yang luas pada ekspirasi akhir (kelas 1C).

Dasar Pemikiran. Meningkatkan PEEP pada ALI/ ARDS membuat unit

paru terbuka untuk berpartisipasi dalam pertukaran gas. Hal ini akan

meningkatkan PaO2 saat PEEP diterapkan baik melalui suatu endotrakeal tube

atau masker wajah (149-151). Pada percobaan hewan, menghindari kolaps

alveolar pada akhir ekspirasi membantu meminimalkan cedera paru yang

diinduksi ventilator ketika tekanan plateau yang relatif tinggi sedang digunakan.

Satu percobaan multisenter yang besar pada penggunaan protokol dari PEEP yang

lebih tinggi dalam hubungannya dengan volume tidal yang rendah tidak

menunjukkan manfaat atau kerugian bila dibandingkan dengan tingkat PEEP yang

rendah (152). Baik itu kelompok kontrol maupun kelompok eksperimental dalam

penelitian, bagaimanapun, secara jelas terpapar pada tekanan plateau yang

berbahaya. Suatu percobaan multicenter Spanyol membandingkan PEEP tinggi,

pendekatan volume tidal rendah-sedang yang menggunakan volume tidal

konvensional dan setidaknya PEEP mencapai oksigenasi yang adekuat. Suatu

keuntungan kelangsungan hidup yang disukai melakukan pendekatan yang

dibentuk pada pasien ARDS dengan akuitas tinggi (153). Dua pilihan yang

direkomendasikan untuk titrasi PEEP. Salah satu pilihan adalah untuk titrasi

PEEP (dan volume tidal) sesuai dengan pengukuran compliance torakopulmonal

dengan tujuan memperoleh compliance terbaik, mencerminkan keseimbangan

yang menguntungkan dari recruitment dan distensi paru yang berlebihan (154).

57

Pilihan kedua adalah untuk titrasi PEEP didasarkan pada keparahan defisit

oksigenasi dan ditentukan oleh FiO2 yang diperlukan untuk mempertahankan

oksigenasi yang adekuat (135) (Lampiran D). Indikator yang manapun,

compliance atau oksigenasi, merekrut manuver yang wajar untuk mengerjakan

proses seleksi PEEP. Tekanan darah dan oksigenasi harus dipantau dan rekrutmen

dihentikan jika penurunan pada variabel-variabel telah terlihat. A PEEP >5 cm

H20 biasanya diperlukan untuk menghindari kolaps paru (155).

5. Kami menyarankan posisi pronasi pada pasien ARDS yang memerlukan

jumlah FiO2 yang merugikan secara potensial atau tekanan plateau yang tidak

berisiko tinggi untuk konsekuensi yang merugikan dari perubahan posisi pada

fasilitas yang memiliki pengalaman dengan beberapa praktek (kelas 2C).

Dasar Pemikiran. Beberapa studi kecil dan satu studi yang lebih besar

menunjukkan bahwa mayoritas pasien dengan ALI/ ARDS merespon pada posisi

pronasi dengan oksigenasi lebih baik (156-159). Satu percobaan multisenter yang

besar dari posisi pronasi selama rata-rata 7 jam/hari tidak menunjukkan

peningkatan angka kematian pada pasien dengan ALI/ ARDS, namun, analisis

post hoc menyatakan perbaikan pada pasien ini dengan hipoksemia paling berat

oleh rasio PaO2/FIO2, pada mereka yang terpapar volume tidal yang tinggi, dan

pada mereka yang meningkatkan pertukaran CO2 sebagai hasil dari pronasi (159).

Sebuah percobaan besar kedua dari posisi pronasi, dilakukan rata-rata 8 jam/hari

selama 4 hari pada orang dewasa dengan gagal napas hipoksemia dari akuitas

rendah-sedang, mengkonfirmasi peningkatan dalam oksigenasi tetapi juga gagal

untuk menunjukkan manfaat kelangsungan hidup (160). Namun, studi randomized

58

yang memperpanjang jangka waktu dari pronasi setiap hari dengan rata-rata 17

jam selama rata-rata 10 hari mendukung manfaat pronasi, dengan pengacakan

untuk posisi supinasi merupakan faktor risiko independen untuk mortalitas oleh

analisis multivariat (161). Posisi pronasi mungkin berhubungan dengan

komplikasi ancaman hidup secara potensial, termasuk dislodgment yang tidak

sengaja dari endotrakeal tube dan kateter vena sentral, namun komplikasi ini

biasanya dapat dihindari dengan tindakan pencegahan yang tepat.

6a. Kecuali dikontraindikasikan, kami menyarankan bahwa pasien dengan

ventilasi mekanik dipertahankan dengan kepala di tempat tidur ditinggikan

untuk membatasi risiko aspirasi dan untuk mencegah perkembangan

ventilator-associated pneumonia (kelas 1B).

6b. Kami menyarankan bahwa kepala di tempat tidur ditinggikan sekitar 30-45°

(kelas 2C).

Dasar Pemikiran. Posisi semirecumbent telah ditunjukkan untuk

mengurangi kejadian ventilator-associated pneumonia (VAP) (162). Pemberian

makan secara enteral meningkatkan risiko VAP; 50% pasien yang diberi makan

secara enteral dalam posisi supinasi berkembang menjadi VAP (163). Namun,

posisi tidur hanya dipantau sekali sehari, dan pasien yang tidak ditinggikan tidak

dimasukkan dalam analisis (163). Studi terakhir tidak menunjukkan perbedaan

pada insiden VAP antara pasien yang dipertahankan dalam posisi supinasi dan

posisi semirecumbent (164). Dalam studi ini, pasien dengan posisi semirecumbent

tidak mencapai secara konsisten elevasi kepala yang diinginkan, dan elevasi

kepala pada kelompok supinasi mendekati kelompok semirecumbent pada hari ke-

59

7 (164). Bila perlu, pasien dapat diletakkan datar untuk prosedur, pengukuran

hemodinamik, dan selama episode hipotensi. Pasien tidak boleh makan secara

enteral dengan kepala pada tempat tidur di 0°.

7. Kami menyarankan bahwa masker ventilasi noninvasif (noninvasive mask

ventilation/ NIV) hanya dipertimbangkan pada sebagian kecil pasien ALI/

ARDS dengan gagal napas hipoksemia ringan-sedang (responsif terhadap

rendahnya tingkat dukungan tekanan dan PEEP) dengan hemodinamik stabil

yang dapat dibuat nyaman dan mudah dibangunkan, yang mampu melindungi

jalan napas dan membersihkan saluran udara dari sekret secara spontan, dan

yang diantisipasi untuk cepat pulih dari faktor pencetus. Ambang batas yang

rendah untuk intubasi jalan nafas harus dipelihara (kelas 2B).

Dasar Pemikiran. Menghindari kebutuhan untuk intubasi jalan napas

memberikan beberapa keuntungan: komunikasi yang lebih baik, insiden infeksi

yang lebih rendah, mengurangi persyaratan untuk sedasi. Dua RCT menunjukkan

peningkatan hasil dengan penggunaan NIV saat berhasil digunakan (162, 165).

Sayangnya, hanya sebagian kecil pasien dengan hipoksemia yang mengancam

jiwa dapat dikelola dengan cara ini.

8. Kami merekomendasikan bahwa penyapihan protokol berada di tempatnya

dan pasien dengan ventilasi mekanik dengan sepsis berat menjalani uji

pernapasan spontan secara teratur untuk mengevaluasi kemampuan untuk

menghentikan ventilasi mekanik ketika mereka memenuhi kriteria berikut: a)

mereka mudah dibangunkan, b) mereka stabil secara hemodinamik (tanpa

agen vasopressor), c) mereka tidak memiliki kondisi serius baru secara

60

potensial, d) mereka memiliki ventilasi rendah dan memerlukan tekanan

positif akhir ekspirasi, dan e) keperluan FiO2 mereka bisa diberikan dengan

aman dengan menggunakan masker wajah atau kanul nasal. Jika percobaan

pernapasan spontan berhasil, pertimbangan harus diberikan untuk ekstubasi

(Lampiran E). Pilihan percobaan pernapasan spontan meliputi tekanan

dukungan yang rendah, tekanan jalan napas positif terus menerus (=5 cm

H2O), atau T-piece (kelas 1A).

Dasar Pemikiran. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa percobaan

pernapasan spontan harian pada pasien yang dipilih dengan tepat mengurangi

durasi ventilasi mekanik (166-169). Penyelesaian yang berhasil dari percobaan

pernapasan spontan mengarah pada kemungkinan keberhasilan yang tinggi untuk

menghentikan ventilasi mekanik.

9. Kami merekomendasikan melawan penggunaan rutin dari kateter arteri

pulmonalis untuk pasien dengan ALI/ ARDS (kelas 1A).

Dasar Pemikiran. Pemasangan kateter arteri pulmonalis dapat memberikan

informasi yang berguna tentang status volume pasien dan fungsi jantung, manfaat

potensial dari informasi tersebut dapat dikacaukan oleh perbedaan interpretasi

hasil (170-172), kurangnya korelasi dari tekanan oklusi arteri pulmonalis dengan

respon klinis (173), dan tidak adanya strategi yang terbukti untuk menggunakan

kateter yang dihasilkan untuk meningkatkan luaran pasien (174). Dua randomized

trial multisenter, salah satu pada pasien dengan syok atau cedera paru akut (175)

dan satunya pada pasien dengan cedera paru akut (176), gagal untuk menunjukkan

manfaat penggunaan rutin dari kateter arteri pulmonalis pada pasien dengan

61

cedera paru akut. Selain itu, penelitian lain di berbagai jenis pasien yang sakit

kritis telah gagal menunjukkan manfaat definitif pada rutinitas penggunaan kateter

arteri pulmonalis (177-179). Pasien yang diseleksi dengan baik merupakan

kandidat yang tepat untuk pemasangan kateter arteri pulmonalis ketika jawaban

pada keputusan pengelolaan yang penting tergantung dari informasi yang hanya

diperoleh dari pengukuran langsung yang dilakukan dalam arteri pulmonalis.

10. Untuk mengurangi hari-hari penggunaan ventilasi mekanik dan lamanya

rawat inap di ICU, kami merekomendasikan strategi cairan konservatif untuk

pasien dengan cedera paru akut yang tidak memiliki bukti adanya hipoperfusi

jaringan (kelas 1C).

Dasar Pemikiran. Mekanisme untuk pengembangan edema paru pada

pasien dengan cedera paru akut meliputi peningkatan permeabilitas kapiler,

meningkatkan tekanan hidrostatik, dan penurunan tekanan onkotik (180, 181).

Studi prospektif kecil pada pasien dengan penyakit kritis dan cedera paru akut

telah menyarankan bahwa berat badan yang kurang dikaitkan dengan peningkatan

oksigenasi (182) dan hari yang lebih sedikit pada penggunaan ventilasi mekanik

(183, 184). Penggunaan strategi cairan konservatif diarahkan untuk

meminimalkan cairan infus dan berat badan pada pasien dengan cedera paru akut

berdasarkan pada kateter vena sentral atau kateter arteri pulmonalis bersama

dengan variabel klinis untuk memandu strategi pengobatan yang menyebabkan

hari yang lebih sedikit pada penggunaan ventilasi mekanik dan mengurangi

lamanya rawat inap di ICU tanpa mengubah insiden gagal ginjal atau tingkat

kematian (185). Dari catatan, strategi ini hanya digunakan pada pasien dengan

62

cedera paru akut, beberapa diantaranya terdapat syok. Upaya aktif untuk

mengurangi volume cairan yang dilakukan hanya selama periode bebas syok.

B. Sedasi, Analgesia, dan Blokade Neuromuskular pada Sepsis

1. Kami merekomendasikan protokol sedasi dengan tujuan sedasi saat sedasi pada

pasien sakit kritis dengan ventilasi mekanik dan dengan sepsis diperlukan

(kelas 1B).

Dasar Pemikiran. Sejumlah bukti-bukti menunjukkan bahwa penggunaan

protokol untuk sedasi pasien sakit kritis dengan ventilasi mekanik dapat

mengurangi durasi dari ventilasi mekanik dan lamanya tinggal di ICU dan rumah

sakit (186 -188). Suatu randomized controlled trial menemukan bahwa protokol

yang digunakan untuk mengurangi durasi ventilasi mekanik, lamanya tinggal, dan

angka trakeostomi (186).

Sebuah laporan menjelaskan pelaksanaan protokol, termasuk sedasi dan

analgesia, menggunakan metodologi peningkatan siklus pendek dalam

pengelolaan pasien sakit kritis yang menunjukkan penurunan dalam biaya per hari

pasien dan penurunan lamanya tinggal di ICU (187). Selain itu, studi prospektif

sebelum dan setelah tentang pelaksanaan protokol sedasi menunjukkan

peningkatan kualitas sedasi dengan mengurangi biaya obat. Meskipun protokol

juga telah memberikan kontribusi untuk durasi yang lebih lama pada ventilasi

mekanik, pemulangan dari ICU tidak ditunda (188). Meskipun kurangnya bukti

mengenai penggunaan dari metode subjektif dari evaluasi sedasi pada pasien

septik, tujuan penggunaan sedasi telah terbukti untuk menurunkan durasi

63

penggunaan ventilasi mekanik pada pasien yang sakit kritis (186). Beberapa skala

sedasi yang subjektif telah dijelaskan dalam literatur medis. Saat ini,

bagaimanapun, tidak ada metodologi evaluasi sedasi yang jelas terhadap skala

sedasi yang dapat dievaluasi (189). Manfaat dari protokol sedasi tampaknya lebih

besar dari risikonya.

2. Kami merekomendasikan sedasi bolus intermiten atau infus sedasi kontinyu

untuk menentukan titik akhir (misalnya, skala sedasi) dengan gangguan

sehari-hari/ keringanan dari infus sedasi kontinu dengan peningkatan dan

retitrasi jika diperlukan untuk pemberian sedasi pada pasien septik dengan

ventilasi mekanik (kelas 1B).

Dasar Pemikiran. Meskipun tidak secara khusus dipelajari pada pasien

sepsis, pemberian sedasi intermiten, interupsi harian, dan retitrasi atau titrasi

sistemik ke titik akhir yang telah ditetapkan, telah ditunjukkan untuk mengurangi

durasi ventilasi mekanik (186, 189, 190). Pasien yang menerima agen blokade

neuromuskular (neuromuscular blocking agents/ NMBAs) harus dinilai secara

individual mengenai penghentian obat sedatif obat-obatan yang memblok

neuromuskular juga harus dihentikan dalam situasi itu. Penggunaan metode

intermiten dengan kontinyu untuk pemberian sedasi pada pasien yang sakit kritis

telah diperiksa. Studi observasional dari pasien dengan ventilasi mekanik

menunjukkan bahwa pasien yang menerima sedasi kontinyu memiliki durasi

penggunaan ventilasi mekanik dan lama tinggal di ICU dan rumah sakit yang

lebih lama (191).

64

Demikian pula, suatu studi prospektif mempelajari 128 pasien dewasa

dengan ventilasi mekanik yang menerima sedasi intravena kontinyu menunjukkan

bahwa gangguan sehari-hari pada infus sedatif kontinyu sampai pasien terjaga

mengurangi durasi penggunaan ventilasi mekanik dan lama tinggal di ICU (192).

Meskipun pasien menerima infus sedatif kontinyu dalam penelitian ini, interupsi

harian diperbolehkan untuk titrasi sedasi, yang mengakibatkan dosis yang

intermiten. Titrasi sistematis (sesuai protokol) untuk titik akhir yang telah

ditetapkan juga telah ditunjukkan untuk mengubah hasil (186). Selain itu, studi

observasional randomized prospective blinded menunjukkan bahwa meskipun

miokard iskemia sering terjadi pada pasien yang sakit kritis dan menggunakan

ventilasi, interupsi sedatif harian tidak terkait dengan peningkatan terjadinya

iskemia miokard (193). Dengan demikian, manfaat dari interupsi harian dari

sedasi tampak lebih besar dari resikonya. Manfaat ini termasuk durasi lebih

pendek yang potensial dari ventilasi mekanik dan lama tinggal di ICU, penilaian

yang lebih baik dari fungsi neurologis, dan mengurangi biaya.

3. Kami merekomendasikan bahwa NMBAs jika mungkin dapat dihindari pada

pasien septik karena risiko blokade neuromuskular yang berkepanjangan

setelah dihentikan. Jika NMBAs harus dipertahankan, baik bolus intermiten

atau infus kontinyu dengan memantau kedalaman blokade dengan pemantauan

train-of-four yang harus digunakan (kelas 1B).

Dasar Pemikiran. Meskipun NMBAs sering diberikan kepada pasien yang

sakit kritis, peran mereka di ICU tidak didefinisikan dengan baik. Tidak ada bukti

bahwa mempertahankan blokade neuromuskuler pada populasi pasien ini

65

mengurangi mortalitas atau morbiditas utama. Selain itu, tidak ada penelitian yang

diterbitkan secara khusus membahas penggunaan NMBAs pada pasien sepsis.

Indikasi yang paling umum untuk penggunaan NMBA di ICU adalah

untuk memfasilitasi ventilasi mekanik (194). Ketika digunakan secara tepat,

NMBAs dapat meningkatkan compliance dinding dada, mencegah dis-

sinkronisasi pernapasan, dan mengurangi tekanan puncak jalan napas (195).

Kelumpuhan otot juga dapat mengurangi konsumsi oksigen oleh penurunan kerja

pernapasan dan aliran darah otot pernapasan (196). Namun, randomized trial,

placebo-controlled clinical trial pada pasien dengan sepsis berat menunjukkan

bahwa penerimaan oksigen, konsumsi oksigen, dan pH intramukosa lambung

tidak membaik selama blokade neuromuskuler yang mendalam (197).

Hubungan antara penggunaan antara NMBA dan miopati dan neuropati

telah disarankan oleh studi kasus dan studi observasional prospektif pada populasi

dengan perawatan kritis (195, 198-201). Mekanisme dimana NMBAs diproduksi

atau berkontribusi untuk miopati dan neuropati pada pasien kritis saat ini belum

diketahui. Tampaknya ada hubungan tambahan dengan penggunaan bersamaan

NMBAs dan steroid. Meskipun tidak ada penelitian khusus untuk populasi pasien

septik, tampaknya secara klinis berbasis pada pengetahuan yang ada bahwa

NMBAs tidak akan diberikan kecuali ada indikasi yang jelas untuk blokade

neuromuskuler yang tidak dapat dicapai dengan sedasi dan analgesia yang tepat

(195).

Hanya satu percobaan kinis randomized prospektif telah mengevaluasi

stimulasi saraf perifer dengan penilaian klinis standar pada pasien ICU. Rudis et

66

al. (202) secara randomized 77 pasien sakit kritis membutuhkan blokade

neuromuskular di ICU untuk menerima dosis vecuronium berdasarkan stimulasi

train-of-four atau penilaian klinis (kontrol). Kelompok stimulasi saraf perifer

menerima sedikit obat-obatan dan memulihkan fungsi neuromuskular dan

ventilasi spontan yang lebih cepat daripada kelompok kontrol. Studi observasional

nonrandomized menunjukkan bahwa pemantauan saraf perifer mengurangi atau

tidak berpengaruh pada pemulihan klinis dari NMBAs di ICU (203, 204).

Manfaat bagi pemantauan neuromuskuler, termasuk pemulihan lebih cepat

dari fungsi neuromuskular dan waktu intubasi lebih pendek. Sebuah potensi untuk

penghematan biaya (mengurangi dosis total dari NMBAs dan waktu intubasi lebih

pendek) juga mungkin ada, meskipun hal ini belum dipelajari secara formal.

B. Kontrol Glukosa

1. Kami merekomendasikan bahwa stabilisasi inisial selanjutnya, pasien dengan

sepsis berat dan hiperglikemia yang dibawa ke ICU menerima terapi insulin

intravena untuk menurunkan glukosa darah (kelas 1B).

2. Kami menyarankan penggunaan protokol yang divalidasi untuk penyesuaian

dosis insulin dan penargetan kadar glukosa pada rentang <150 mg/dL (kelas

2C).

3. Kami merekomendasikan bahwa semua pasien yang menerima insulin

intravena menerima sumber kalori glukosa dan bahwa nilai glukosa darah

dipantau setiap 1-2 jam sampai nilai glukosa dan tingkat infus insulin stabil

dan kemudian setiap 4 jam setelahnya (kelas 1C).

67

4. Kami merekomendasikan bahwa kadar glukosa yang rendah diperoleh dengan

angka pengujian kapiler darah yang ditafsirkan dengan hati-hati, karena

pengukuran tersebut dapat melebih-lebihkan nilai glukosa darah arteri atau

plasma (1B grade).

Dasar Pemikiran. Konsensus pada kontrol glukosa untuk sepsis berat

dicapai pada pertemuan komite yang pertama dan kemudian disetujui oleh seluruh

komite. (Lampiran G menunjukkan suara komite.) Satu randomized trial

singlecenter yang besar yang didominasi bedah jantung ICU menunjukkan

penurunan pada mortalitas ICU dengan insulin intravena intensif (protokol

Leuven) yang menargetkan glukosa darah untuk 80-110 mg/dL (untuk semua

pasien, penurunan mortalitas relatif 43% dan absolut 3.4%; bagi mereka dengan

>5 hari di ICU, penurunan mortalitas relatif 48% dan absolut 9.6%) (205).

Penurunan pada disfungsi organ dan lama tinggal di ICU (length of stay/ LOS)

(dari rata-rata 15 sampai 12 hari) juga diamati pada subset dengan LOS ICU >5

hari. Randomized trial yang kedua dari terapi insulin intensif menggunakan

protokol Leuven pada pasien yang terdaftar di ICU dengan LOS ICU yang

diantisipasi >3 hari pada tiga ICU medis (206). Mortalitas secara keseluruhan

tidak berkurang, namun LOS ICU dan rumah sakit berkurang terkait dengan

penyapihan sebelumnya dari ventilasi mekanik dan kerusakan ginjal akut. Pada

pasien dengan LOS ICU >3 hari, mortalitas di rumah sakit berkurang dengan

terapi insulin intensif (43% dengan 52.5%; p = .009). Namun, peneliti tidak

berhasil dalam memprediksi LOS ICU, dan 433 pasien (36%) memiliki LOS ICU

<3 hari. Selanjutnya, penggunaan dari protokol Leuven di ICU menghasilkan

68

angka hipoglikemia hampir tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan pengalaman

aslinya (18% dengan 6.2% pasien) (205, 206).

Satu percobaan observasional sebelum-dan-setelah yang cukup besar

menunjukkan penurunan mortalitas relatif 29% dan absolut 6.1% dan 10.8%

penurunan pada median LOS ICU (207). Dalam subkelompok dari 53 pasien

dengan syok septik, ada penurunan mortalitas absolut 27% dan penurunan relatif

45% (p = .02?). Dua studi observasional tambahan melaporkan hubungan dari

kadar glukosa rata-rata dengan penurunan angka kematian, polineuropati, gagal

ginjal akut, bakteremia nosokomial, dan jumlah transfusi, dan mereka

menyarankan bahwa ambang batas glukosa untuk meningkatkan angka terletak di

antara 145 dan 180 mg/dL (208, 209). Namun, sebuah studi observasional besar

(n=7,049) menyatakan bahwa rata-rata glukosa yang lebih rendah dan glukosa

darah yang kurang bervariasi mungkin penting (210). Sebuah meta-analisis dari

35 percobaan pada terapi insulin pada pasien yang sakit kritis, termasuk 12

randomized trial, menunjukkan 15% penurunan kematian jangka pendek (risiko

relatif 0.85, interval kepercayaan 95% 0.75-0.97), tetapi tidak mencakup beberapa

studi dari terapi insulin di ICU (211).

Dua RCTs multisenter tambahan dari terapi insulin intensif, salah satu

fokus pada pasien dengan sepsis berat (VISEP) dan yang kedua pasien ICU medis

dan bedah, gagal untuk menunjukkan perbaikan dalam mortalitas tetapi belum

dipublikasikan (212, 213). Keduanya dihentikan lebih awal dari yang

direncanakan karena angka hipoglikemia yang tinggi dan efek samping pada

kelompok insulin intensif. Suatu RCT besar yang direncanakan untuk

69

membandingkan target 80-110 mg/dL (4.5-6.0 mmol/L) dengan 140-180 mg/dL

(8-10 mmol/L) dan merekrut >6,000 pasien (Normoglycemia in Intensive Care

Evaluation and Survival Using Glucose Algorithm Regulation, atau NICE-

SUGAR) sedang berlangsung (214).

Beberapa faktor dapat mempengaruhi akurasi dan kemampuan untuk

memproduksi pengujian glukosa darah kapiler darah, termasuk jenis dan model

perangkat yang digunakan, keahlian pengguna, dan faktor pasien, termasuk

hematokrit (elevasi palsu dengan anemia), PaO2 dan obat-obatan (215). Satu

laporan menunjukkan nilai glukosa plasma dari arteri yang terlalu tinggi dengan

pengujian kapiler yang cukup untuk menghasilkan titrasi dosis insulin dalam

berbagai protokol yang berbeda. Ketidaksepakatan antara dosis insulin yang

direkomendasikan protokol paling besar ketika nilai glukosa rendah (216). Sebuah

tinjauan pustaka terbaru dari 12 protokol infus insulin yang diterbitkan untuk

pasien yang sakit kritis menunjukkan variabilitas luas dalam rekomendasi dosis

insulin, dan kontrol glukosa bervariasi selama simulasi (217). Kurangnya

konsensus tentang dosis optimal dari insulin intravena mungkin mencerminkan

variabilitas dalam faktor pasien (keparahan penyakit, bedah dengan medis) atau

pola praktik (misalnya, pendekatan untuk pemberian makan, dekstrosa intravena)

di lingkungan dimana protokol-protokol dikembangkan dan diuji. Atau, beberapa

protokol mungkin lebih efektif daripada yang lain. Kesimpulan ini didukung oleh

variabilitas yang luas pada angka hipoglikemia yang dilaporkan dengan protokol

(205-207, 212, 213). Dengan demikian, penggunaan protokol insulin intensif yang

divalidasi dan aman dirasa penting tidak hanya untuk perawatan klinis, tetapi juga

70

untuk pelaksanaan uji klinis untuk menghindari hipoglikemia, efek samping, dan

penghentian dini uji coba ini sebelum sinyal efek, jika ada, dapat ditentukan.

Penemuan morbiditas dan mortalitas yang berkurang pada lama tinggal di

ICU dengan biaya yang diterima sangat membebani rekomendasi kami untuk

mencoba kontrol glukosa setelah stabilisasi awal pada pasien dengan

hiperglikemia dan sepsis berat. Namun, manfaat mortalitas dan keamanan terapi

insulin intensif (tujuan untuk menormalkan darah glukosa) telah ditanyakan oleh

dua percobaan terbaru, dan kami sarankan untuk mempertahankan kadar glukosa

<150 mg/dL sampai percobaan terbaru dan sedang berlangsung diterbitkan atau

telah diselesaikan. Studi lebih lanjut tentang protokol yang telah divalidasi

menjadi aman dan efektif untuk mengendalikan konsentrasi glukosa darah dan

variasi glukosa darah pada populasi sepsis berat masih dibutuhkan.

D. Penggantian Ginjal

1. Kami menyarankan bahwa terapi penggantian ginjal terus-menerus dan

hemodialisis intermiten yang setara pada pasien dengan sepsis berat dan gagal

ginjal akut (kelas 2B).

2. Kami menyarankan penggunaan terapi kontinyu untuk memfasilitasi

pengelolaan dari keseimbangan cairan pada pasien septik yang tidak stabil

secara hemodinamik (kelas 2D).

Dasar Pemikiran. Meskipun banyak studi nonrandomized telah

melaporkan kecenderungan peningkatan yang tidak signifikan terhadap

kelangsungan hidup menggunakan metode kontinyu (218 -225), dua meta-analisis

71

(226, 227) melaporkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada angka

kematian rumah sakit antara pasien yang menerima terapi penggantian ginjal

kontinyu dan intermiten. Ketiadaan dari adanya manfaat nyata dari satu modalitas

atas yang lain tetap ada bahkan ketika analisis dibatasi hanya berupa studi

randomized trial (227). Sampai saat ini, lima penelitian randomized prospektif

telah dipublikasikan (228-232). Empat dari mereka tidak menemukan perbedaan

signifikan pada angka kematian (229 -232). Satu studi menemukan mortalitas

pada kelompok pengobatan kontinyu secara signifikan lebih tinggi (228), tetapi

keseimbangan pengacakan telah menyebabkan dasar keparahan penyakit yang

lebih tinggi pada kelompok ini. Ketika model multivariabel ini digunakan untuk

menyesuaikan tingkat keparahan penyakit, tidak ada perbedaan dalam angka

kematian yang muncul antara kelompok (228). Kebanyakan studi

membandingkan jenis penggantian ginjal pada sakit kritis yang termasuk sejumlah

kecil pasien dan beberapa kelemahan utama (kegagalan pengacakan, modifikasi

dari protokol terapi selama masa studi, kombinasi dari berbagai jenis terapi

penggantian ginjal kontinyu, sejumlah kecil dari kelompok heterogen dari pasien

yang terdaftar). Penelitian randomized yang terbaru dan terbesar (232) terdaftar

360 pasien dan tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam kelangsungan

hidup antara kedua kelompok. Selain itu, tidak ada bukti saat ini untuk

mendukung penggunaan terapi kontinyu pada sepsis independen dari kebutuhan

penggantian ginjal.

Mengenai toleransi hemodinamik masing-masing metode, tidak ada bukti

untuk mendukung toleransi yang lebih baik dengan terapi kontinyu. Hanya dua

72

studi prospektif (230, 233) telah melaporkan toleransi hemodinamik yang lebih

baik dengan terapi kontinyu, tanpa adanya perbaikan perfusi regional (233) dan

tidak ada manfaat survival (230). Empat studi prospektif lainnya tidak

menemukan perbedaan signifikan pada tekanan arterial rata-rata atau penurunan

tekanan sistolik antara dua metode (229, 231, 232, 234). Mengenai pengelolaan

keseimbangan cairan, dua studi melaporkan peningkatan yang signifikan dalam

pencapaian tujuan dengan metode kontinyu (228, 230). Singkatnya, bukti saat ini

tidak cukup untuk menarik kuat kesimpulan mengenai jenis terapi penggantian

untuk gagal ginjal akut pada pasien sepsik.

Empat randomized controlled trial telah membahas apakah dosis

penggantian ginjal kontinyu mempengaruhi hasil pada pasien dengan gagal ginjal

akut (235-238). Tiga menemukan angka kematian meningkat pada pasien yang

menerima dosis yang lebih tinggi dari penggantian ginjal (235, 237, 238),

sedangkan satunya tidak (236). Tidak ada satu pun dari percobaan ini dilakukan

secara khusus pada pasien dengan sepsis. Meskipun beratnya bukti menunjukkan

bahwa dosis yang lebih tinggi dari penggantian ginjal dapat berhubungan dengan

hasil yang lebih baik, hasil ini mungkin tidak mudah digeneralisasikan. Hasil dari

dua percobaan multisenter randomized yang sangat besar membandingkan dosis

penggantian ginjal (ATN di Amerika Serikat dan RENAL di Australia dan New

Zealand) akan tersedia pada tahun 2008 dan akan memberikan informasi praktek

dengan baik.

E. Terapi Bikarbonat

73

1. Kami merekomendasikan melawan penggunaan terapi sodium bikarbonat

yang bertujuan untuk meningkatkan hemodinamik atau mengurangi kebutuhan

vasopresor pada pasien dengan acidemia laktat yang diinduksi hipoperfusi

dengan pH >7.15 (kelas 1B).

Dasar Pemikiran. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan terapi

bikarbonat dalam pengobatan acidemia laktat yang diinduksi hipoperfusi yang

berhubungan dengan sepsis. Dua studi randomized, blinded, crossover yang

membandingkan ekuimolar garam dan bikarbonat pada pasien dengan asidosis

laktat gagal untuk mengungkapkan perbedaan dalam variabel hemodinamik atau

kebutuhan vasopressor (239, 240). Jumlah pasien dengan pH <7.15 dalam studi

ini sedikit. Pemberian bikarbonat telah dikaitkan dengan kelebihan sodium dan

cairan, peningkatan laktat dan PCO2, dan penurunan kalsium serum terionisasi,

namun relevansi variabel-variabel terhadap hasil masih tidak pasti. Pengaruh

pemberian bikarbonat pada kebutuhan hemodinamik dan vasopressor pada pH

yang lebih rendah serta berpengaruh pada hasil klinis pada pH yang tidak

diketahui sekalipun. Tidak ada studi telah meneliti pengaruh dari pemberian

bikarbonat pada hasil luaran.

F. Profilaksis Deep Vein Thrombosis

1. Kami merekomendasikan bahwa pasien dengan sepsis berat mendapat

profilaksis deep vein thrombosis (DVT), baik itu a) dosis rendah dari

unfractionated heparin (UFH) yang diberikan dua kali atau tiga kali per hari;

atau b) pemberian low-molecular weight heparin (LMWH) setiap hari kecuali

74

ada kontraindikasi (yaitu trombositopenia, koagulopati berat, perdarahan aktif,

perdarahan intraserebral yang sedang berlangsung) (kelas 1A).

2. Kami merekomendasikan bahwa pasien sepsis yang memiliki kontraindikasi

untuk penggunaan heparin menerima perangkat profilaksis mekanik, seperti

perangkat kompresi stocking atau intermiten, kecuali dikontraindikasikan

(kelas 1A).

3. Kami menyarankan bahwa pasien yang berisiko sangat tinggi, seperti mereka

yang memiliki sepsis berat dan riwayat DVT, trauma, atau bedah ortopedi,

kombinasi dari terapi farmakologis dan mekanik akan digunakan kecuali ada

kontraindikasi atau tidak praktis (kelas 2C).

4. Kami menyarankan bahwa pada pasien dengan risiko sangat tinggi, LMWH

lebih digunakan daripada UFH karena LMWH terbukti lebih unggul pada

pasien berisiko tinggi lainnya (kelas 2C).

Dasar Pemikiran. Pasien ICU memiliki risiko DVT (241). Ada bukti yang

signifikan tentang manfaat dari profilaksis DVT pada pasien ICU secara umum.

Tidak ada alasan yang menunjukkan bahwa pasien sepsis berat berbeda dengan

populasi pasien umum.

Sembilan uji klinis randomized placebo-controlled dari profilaksis DVT

pada populasi umum dari pasien yang sakit secara akut (242-250). Kesembilan

percobaan menunjukkan penurunan pada DVT atau emboli. Prevalensi infeksi/

sepsis 17% pada semua studi dimana ini dapat diketahui, dengan prevalensi 52%

dari pasien infeksi/ sepsis dalam penelitian yang termasuk pasien ICU saja.

Manfaat profilaksis DVT juga didukung oleh meta-analisis (251, 252). Dengan

75

pertimbangan tersebut, profilaksis DVT akan memiliki nilai tinggi dalam kualitas

bukti (A). Karena risiko pemberian pada pasien kecil, daya dari hasil potensial

tanpa pengelolaan cukup besar, dan biaya rendah, tingkat kekuatan

rekomendasinya kuat. Bukti mendukung keseimbangan dari LMWH dan UFH

pada populasi medis yang umum. Suatu meta-analisis terbaru membandingkan

pemberian UFH dua kali sehari dan tiga kali sehari menunjukkan bahwa

pemberian UFH tiga kali sehari menghasilkan efek yang lebih baik dan pemberian

dua kali sehari menghasilkan perdarahan yang sedikit (253). Praktisi harus

menggunakan risiko yang mendasari untuk VTE dan perdarahan untuk memilih

secara individual dua kali sehari dengan tiga kali sehari.

Biaya LMWH lebih besar dan frekuensi injeksi kurang. Pemberian UFH

lebih disukai daripada LMWH pada pasien dengan disfungsi ginjal yang moderat

hingga berat.

Metode mekanik (perangkat kompresi stocking atau intermiten)

direkomendasikan ketika antikoagulasi merupakan kontraindikasi atau sebagai

tambahan untuk antikoagulasi pada pasien berisiko sangat tinggi (254-256). Pada

pasien yang berisiko sangat tinggi, LMWH lebih disukai daripada UFH (257-

259). Pasien yang menerima heparin harus dipantau untuk perkembangan dari

trombositopenia yang diinduksi heparin.

G. Profilaksis Stress Ulcer

1. Kami merekomendasikan bahwa profilaksis stress ulcer menggunakan H2

bloker (kelas 1A) atau inhibitor pompa proton (kelas 1B) diberikan kepada

76

pasien dengan sepsis berat untuk mencegah perdarahan saluran pencernaan

bagian atas. Manfaat dari pencegahan perdarahan saluran cerna bagian atas

harus dipertimbangkan terhadap dampak potensial dari peningkatan pH

lambung pada perkembangan ventilator-associated pneumonia.

Dasar Pemikiran. Meskipun tidak ada penelitian yang telah dilakukan

secara khusus pada pasien dengan sepsis berat, percobaan ini mengkonfirmasi

manfaat dari profilaksis stress ulcer dalam mengurangi perdarahan saluran cerna

bagian atas populasi ICU umum akan menunjukkan bahwa 20% sampai 25% dari

pasien yang terdaftar pada jenis percobaan ini menderita sepsis (260-263).

Manfaat ini harus berlaku untuk pasien dengan sepsis berat dan syok septik.

Selain itu, kondisi ini menunjukkan manfaat dari profilaksis stress ulcer

(koagulopati, ventilasi mekanik, hipotensi) sering terdapat pada pasien dengan

sepsis berat dan syok septik (264, 265).

Meskipun ada percobaan individu yang belum menunjukkan manfaat dari

profilaksis stress ulcer, berbagai percobaan dan meta-analisis menunjukkan

penurunan yang signifikan secara klinis pada perdarahan saluran cerna bagian

atas, yang kita anggap signifikan bahkan tanpa adanya manfaat mortalitas yang

terbukti (266-269). Manfaat pencegahan perdarahan saluran cerna bagian atas

harus dipertimbangkan terhadap pengaruh potensial dari pH lambung yang

meningkat pada insiden yang lebih besar dari ventilator-associated pneumonia

(270). Pasien dengan sepsis berat yang memiliki risiko terbesar dari perdarahan

saluran cerna bagian atas cenderung yang paling menguntungkan dari profilaksis

stress ulcer. Dasar pemikiran untuk menekan produksi asam selain sulkrafat

77

didasarkan pada studi 1,200 pasien oleh Cook et al. (271, 272) membandingkan

H2 bloker dan sulkrafat dan meta-analisis. Dua penelitian mendukung persamaan

antara H2 bloker dan inhibitor pompa proton. Satu penelitian termasuk pasien

ICU yang sangat sakit; studi kedua lebih besar dan menunjukkan noninferioritas

dari suspensi omeprazol untuk perdarahan stress ulcer yang signifikan secara

klinis (273, 274). Tidak ada data yang berkaitan dengan utilitas dari pemberian

makan secara enteral pada profilaksis stress ulcer. Pasien harus dievaluasi secara

berkala untuk meneruskan kebutuhan profilaksis.

H. Dekontaminasi Saluran Pencernaan Selektif (Selective Digestive Tract

Decontamination/ SDD)

Kelompok pedoman terbagi rata pada masalah SDD, dengan jumlah yang

lemah dalam mendukung dan melawan rekomendasi penggunaan SDD (Lampiran

H). Oleh karena itu, panitia tidak memilih untuk membuat rekomendasi untuk

penggunaan SDD secara khusus pada sepsis berat saat ini. Konsensus akhir

mengenai penggunaan SDD pada sepsis berat dicapai pada sejumlah pertemuan

komite terakhir dan kemudian disetujui oleh seluruh komite (Lampiran H

menyajikan suara komite).

Dasar Pemikiran. Kesimpulan kumulatif dari literatur menunjukkan bahwa

penggunaan profilaksis dari SDD (antimikroba enteral nonabsorbable dan

antibiotik intravena jangka pendek) dapat mengurangi infeksi, terutama

pneumonia, dan angka kematian pada populasi umum dari pasien yang sakit kritis

dan pasien trauma (275-286) tanpa memicu munculnya bakteri gram negatif yang

78

resisten. Analisis subkelompok post hoc (287, 288) dari dua studi prospektif

blinded (289, 290) menyatakan bahwa SDD mengurangi infeksi nosokomial

(sekunder) pada pasien ICU yang dirawat dengan infeksi primer (268) dan dapat

mengurangi mortalitas (288). Tidak ada studi khusus dari SDD difokuskan pada

pasien dengan sepsis berat atau syok septik. Penggunaan SDD pada pasien sepsis

berat akan ditargetkan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Sebagai efek

utama SDD dalam mencegah ventilator-associated pneumonia (VAP), studi

membandingkan antara SDD dengan intervensi nonantimikroba, seperti bundel

ventilator untuk mengurangi VAP. Penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk

menentukan efektivitas perbandingan dari dua intervensi, secara terpisah atau

dalam kombinasi. Meskipun studi menggabungkan vankomisin enteral dalam

rejimen yang muncul untuk keamanan (291-293), kekhawatiran bertahan tentang

potensi munculnya infeksi bakteri gram positif yang resisten.

I. Pertimbangan untuk Membatasi Dukungan

1. Kami merekomendasikan bahwa perencanaan perawatan, termasuk

komunikasi dari hasil dan tujuan realistis dari pengobatan, akan dibahas

dengan pasien dan keluarga (kelas 1D).

Dasar Pemikiran. Keputusan untuk dukungan yang kurang agresif atau

penarikan dukungan mungkin ada dalam ketertarikan pasien (294 -296).

Seringnya, komunikasi dokter/ keluarga yang tidak adekuat mencirikan akir

79

kehidupan dalam perawatan di ICU. Tingkat dukungan hidup yang diberikan

kepada pasien ICU mungkin tidak konsisten dengan keinginan mereka. Diskusi

yang lebih awal dan sering dengan pasien yang menghadapi kematian di ICU dan

dengan orang yang mereka cintai dapat memfasilitasi aplikasi yang sesuai dan

penarikan terapi penopang hidup. Suatu RCT terbaru menunjukkan penurunan

kecemasan dan depresi pada anggota keluarga saat akhir pertemuan yang

direncanakan dan dilakukan dengan hati-hati, termasuk perencanaan, dan

memberikan informasi yang relevan tentang diagnosis, prognosis, dan pengobatan

(297).

III.Pertimbangan Pediatrik pada Sepsis Berat

Sepsis pada anak-anak adalah penyebab kematian utama, keseluruhan

angka kematian dari sepsis berat pada anak-anak jauh lebih rendah daripada orang

dewasa, diperkirakan sekitar 10% (298). Definisi untuk sepsis berat dan syok

septik pada anak-anak serupa tetapi tidak identik dengan definisi pada orang

dewasa (299). Di samping tanda-tanda vital yang sesuai dengan perbedaan usia,

definisi sindrom respon inflamasi sistemik membutuhkan adanya suhu atau

leukosit yang abnormal. Adanya sepsis berat membutuhkan sepsis ditambah

disfungsi kardiovaskular atau ARDS atau dua atau lebih disfungsi organ lainnya

(299).

A. Antibiotik

80

1. Kami merekomendasikan antibiotik diberikan dalam 1 jam dari identifikasi

sepsis berat, setelah kultur yang sesuai telah diperoleh (kelas 1D).

Terapi antibiotik lebih awal penting untuk anak-anak dengan sepsis berat

sama seperti orang dewasa.

B. Ventilasi Mekanik

Tidak ada rekomendasi yang dinilai.

Karena kapasitas residu fungsional yang rendah, bayi muda dan neonatus

dengan sepsis berat mungkin memerlukan intubasi dini (300). Obat yang

digunakan untuk intubasi memiliki efek samping yang penting pada pasien ini,

misalnya, kekhawatiran yang telah dikemukakan tentang keamanan menggunakan

etomidate pada anak-anak dengan sepsis meningokokus karena efek supresi

adrenal (301). Prinsip dari strategi perlindungan paru diterapkan kepada anak-

anak seperti pada orang dewasa.

C. Resusitasi Cairan

1. Kami menyarankan bahwa resusitasi awal dimulai dengan infus kristaloid

dengan bolus dari 20 mL/kg selama 5-10 menit, dititrasi ke monitor klinis dari

cardiac output, termasuk denyut jantung, urine output, pengisian kapiler, dan

tingkat kesadaran (kelas 2C).

81

Akses intravena untuk resusitasi cairan dan infus inotropik/ vasopressor

lebih sulit untuk dilakukan pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. The

American Heart Association dan American Academy of Pediatrics telah

mengembangkan pedoman dukungan hidup lanjutan pediatrik untuk kondisi

darurat dari akses intraosseous lebih awal yang mendukung akses intravaskular

(302). Berdasarkan sejumlah penelitian, telah diterima bahwa resusitasi cairan

agresif dengan kristaloid atau koloid sangat penting untuk kelangsungan hidup

syok septik pada anak-anak (303-308). Tiga randomized controlled trial

membandingkan penggunaan resusitasi koloid dengan kristaloid pada anak

dengan syok dengue (303, 307, 308). Tidak ada perbedaan yang ditunjukkan

dalam mortalitas antara resusitasi koloid atau kristaloid.

Anak-anak biasanya memiliki tekanan darah lebih rendah daripada orang

dewasa, dan turunnya tekanan darah dapat dicegah dengan vasokonstriksi dan

meningkatkan denyut jantung. Oleh karena itu, tekanan darah dengan sendirinya

tidak dapat diandalkan untuk menilai kecukupan resusitasi. Namun, setelah

hipotensi terjadi, kolaps kardiovaskular akan segera menyusul. Hepatomegali

terjadi pada anak-anak yang kelebihan cairan dan dapat menjadi pertanda dari

kecukupan cairan resusitasi. Defisit cairan yang tinggi biasanya ada, dan resusitasi

volume inisial biasanya membutuhkan 40-60 mL/kg namun bisa jauh lebih tinggi

(304-308). Namun, tingkat pemberian cairan harus dikurangi secara substansial

ketika ada tanda-tanda (klinis) pengisian jantung yang adekuat tanpa perbaikan

hemodinamik.

82

D. Vasopressors/ inotropik (Harus Digunakan pada Pasien dengan

Kelebihan Volume dengan Syok Refrakter Cairan)

1. Kami menyarankan dopamin sebagai pilihan pertama untuk pasien pediatrik

dengan hipotensi refrakter terhadap resusitasi cairan (kelas 2C).

Pada tahap resusitasi inisial, terapi vasopressor mungkin diperlukan untuk

mempertahankan tekanan perfusi, bahkan ketika hipovolemia belum terselesaikan.

Anak-anak dengan sepsis berat dapat muncul dengan cardiac output yang rendah

dan resistensi vaskular sistemik yang tinggi, cardiac output yang tinggi dan

resistensi vaskular sistemik yang rendah, atau cardiac output yang rendah dan

syok resistensi vaskular sistemik yang rendah. Pada berbagai tahap sepsis atau

pengobatannya, seorang anak bisa berpindah dari satu tahap hemodinamik ke

tahap lainnya. Vasopressor atau terapi inotropik harus digunakan sesuai dengan

keadaan klinis anak.

Syok dopamin-refractory mungkin membaik dengan infus epinefrin atau

norepinefrin (309).

2. Kami menyarankan bahwa pasien dengan cardiac output yang rendah dan

peningkatan tahap resistensi vaskular sistemik (ekstremitas dingin, pengisian

kapiler berkepanjangan, penurunan urine output tapi tekanan darah normal

setelah resusitasi cairan) dapat diberikan dobutamin (kelas 2C).

Pemilihan agen vasoaktif ditentukan oleh pemeriksaan klinis. Untuk anak

dengan tahap cardiac output yang rendah secara persisten dengan resistensi

vaskular sistemik yang tinggi resistensi meskipun resusitasi cairan dan inotropik,

terapi vasodilator dapat mengatasi syok (310). Ketika pasien pediatrik tetap dalam

83

cardiac output rendah yang normotensif dan tahap resistensi vaskuler yang tinggi

meskipun terapi epinefrin dan vasodilator, penggunaan phosphodiesterase

inhibitor dapat dipertimbangkan (311-313). Pada kasus resistensi vaskular

sistemik yang sangat rendah meskipun penggunaan norepinefrin, penggunaan

vasopressin telah dijelaskan pada sejumlah laporan kasus. Tidak ada bukti yang

jelas untuk penggunaan vasopressin pada sepsis pediatrik (314, 315).

E. Titik Akhir Terapeutik

1. Kami menyarankan bahwa titik akhir terapeutik dari resusitasi syok septik

yaitu normalisasi denyut jantung, pengisian kapiler <2 detik, denyut nadi

normal dengan tidak ada perbedaan antara denyut perifer dan sentral,

ekstremitas hangat, urine output >1 mL.kg-1.hr-1, dan status mental yang

normal (290) (kelas 2C).

Pengisian kapiler mungkin kurang dapat diandalkan pada lingkungan yang

dingin. Titik akhir lain yang telah banyak digunakan pada orang dewasa dan dapat

berlaku secara logis untuk anak-anak termasuk penurunan laktat dan

meningkatkan basis defisit, ScvO2 >70% atau SVO2 >65%, tekanan vena sentral

8-12 mm Hg, atau metode lainnya untuk menganalisis pengisian jantung.

Mengoptimalkan preload indeks jantung. Dalam mengidentifikasi cardiac output

pada anak-anak dengan hipoksemia arterial sistemik, seperti penyakit jantung

bawaan sianotik atau penyakit paru yang berat, perbedaan konten oksigen arteri-

vena merupakan penanda yang lebih baik daripada saturasi hemoglobin mixed

venous. Seperti dijelaskan sebelumnya, tekanan darah dengan sendirinya bukanlah

84

titik akhir yang dapat diandalkan untuk resusitasi. Jika kateter thermodilution

digunakan, titik akhir terapeutik adalah indeks jantung >3.3 dan <6.0 L.min-1.m-2

dengan tekanan perfusi koroner yang normal (tekanan arterial rata-rata dikurangi

tekanan vena sentral) berdasarkan usia (290). Menggunakan titik akhir klinis,

seperti perbaikan hipotensi dan pemulihan pengisian kapiler, untuk resusitasi awal

pada tingkat komunitas rumah sakit sebelum dikirim ke pusat tersier dikaitkan

dengan tingkat ketahanan hidup yang meningkat secara signifikan pada anak-anak

dengan syok septik (305). Perkembangan sistem transportasi termasuk publikasi

ke rumah sakit lokal dan dibawa dengan pelayanan kesehatan yang mobile secara

signifikan menurunkan angka fatalitas kasus dari penyakit meningokokus di

Inggris (316).

F. Pendekatan pada Syok Septik Pediatrik

Gambar di bawah menunjukkan diagram alur yang menyimpulkan

pendekatan pada syok septik pediatrik (317).

85

86

G. Steroid

1. Kami menyarankan bahwa terapi hidrokortison disediakan untuk digunakan

pada anak-anak dengan resistensi katekolamin dan insufisiensi adrenal yang

dicurigai atau telah terbukti (kelas 2C).

Pasien yang beresiko untuk insufisiensi adrenal termasuk anak-anak

dengan syok septik yang berat dan purpura (318, 319), anak-anak yang

sebelumnya telah menerima terapi steroid untuk penyakit kronis, dan anak-anak

dengan kelainan hipofisis atau adrenal. Anak-anak yang memiliki faktor risiko

yang jelas untuk insufisiensi adrenal harus diperlakukan dengan steroid stress-

dose (hidrokortison 50 mg/m2/24 jam).

Insufisiensi adrenal pada sepsis berat pediatrik dikaitkan dengan prognosis

yang buruk (320). Tidak ada definisi ketat, tapi insufisiensi adrenal absolut dalam

kasus syok septik resisten katekolamin diasumsikan pada konsentrasi kortisol total

yang random <18 µg/dL (496 nmol/L). Setelah 30- atau 60-menit uji stimulasi

ACTH akan meningkatkan kortisol <9 µg/dL (248 mmol/L) telah digunakan

untuk mendefinisikan insufisiensi adrenal relatif. Pengobatan dari insufisiensi

adrenal relatif pada anak-anak dengan syok septik kontroversial. Sebuah studi

retrospektif dari database administrasi yang besar terbaru melaporkan bahwa

penggunaan kortikosteroid pada anak-anak dengan sepsis berat dikaitkan dengan

peningkatan mortalitas (odds rasio 1.9, interval kepercayaan 95%, 1.7-2.2) (321).

Steroid mungkin telah diberikan untuk anak-anak yang sakit lebih berat,

penggunaan steroid adalah prediktor independen dari angka kematian pada

analisis multivariabel (321). Mengingat kurangnya data pada anak-anak dan risiko

87

potensial, steroid tidak boleh digunakan pada anak-anak yang tidak memenuhi

kriteria minimal untuk insufisiensi adrenal. Suatu randomized controlled trial

pada anak dengan syok septik sangat sangat dibutuhkan.

H. Protein C dan Activated Protein C

1. Kami merekomendasikan perlawanan terhadap penggunaan rhAPC pada anak-

anak (kelas 1B).

Konsentrasi protein C pada anak-anak mencapai nilai dewasa pada usia 3

tahun. Ini mungkin menunjukkan bahwa pentingnya suplementasi protein C baik

sebagai konsentrat protein C atau sebagai rhAPC bahkan lebih besar pada anak-

anak dibandingkan pada orang dewasa (322). Ada satu dosis yang ditemukan,

studi randomized placebo-controlled dilakukan dengan menggunakan konsentrat

protein C. Penelitian ini tidak didukung untuk menunjukkan pengaruh pada angka

kematian tetapi menunjukkan pengaruh positif terhadap gangguan koagulasi yang

diinduksi sepsis (323). Suatu RCT dari rhAPC pada pasien sepsis berat pediatrik

dihentikan oleh rekomendasi dari Data Monitoring Committee setelah pendaftaran

dari 399 pasien: semua penyebab kematian pada hari ke-28 adalah kelompok

plasebo 18% dengan 17% kelompok APC. Amputasi utama terjadi pada 3% dari

kelompok plasebo dengan 2% pada kelompok APC (324). Karena peningkatan

risiko perdarahan (7% dengan 6% pada percobaan pediatrik) dan kurangnya bukti

dari efektivitas, rhAPC tidak dianjurkan untuk digunakan pada anak-anak.

88

I. Profilaksis DVT

1. Kami menyarankan penggunaan profilaksis DVT pada anak-anak

pascapubertas dengan sepsis berat (kelas 2C).

Kebanyakan DVT pada anak-anak dikaitkan dengan kateter vena sentral.

Kateter vena femoralis umumnya digunakan pada anak-anak, dan DVT yang

diinduksi kateter vena sentral terjadi pada sekitar 25% anak-anak dengan kateter

vena sentral femoralis. Kateter heparin-bonded dapat mengurangi risiko DVT

yang diinduksi kateter dan harus dipertimbangkan untuk digunakan pada anak-

anak dengan sepsis berat (325, 326). Tidak ada data tentang efektivitas dari

profilaksis UFH atau LMWH untuk mencegah DVT yang diinduksi kateter pada

anak-anak yang ada di ICU.

J. Profilaksis Stress Ulcer

Tidak ada rekomendasi yang dinilai.

Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat perdarahan gastrointestinal

yang penting secara klinis pada anak-anak terjadi pada tingkat yang sama untuk

orang dewasa (327, 328). Seperti pada orang dewasa, koagulopati dan ventilasi

mekanik merupakan faktor risiko dari perdarahan gastrointestinal yang penting

secara klinis. Strategi profilaksis stress ulcer umumnya digunakan pada anak-anak

dengan ventilasi mekanik, biasanya dengan H2 bloker. Efeknya tidak diketahui.

K. Terapi Penggantian Ginjal

Tidak ada rekomendasi yang dinilai.

89

Continuous veno-venous hemofiltration (CVVH) mungkin berguna secara

klinis pada anak-anak dengan anuria/ oliguria berat dan kelebihan cairan, namun

tidak ada studi RCT yang besar telah dilakukan untuk membandingkan CVVH

dengan dialisis intermiten. Sebuah studi retrospektif dari 113 anak yang sakit

kritis melaporkan bahwa anak-anak dengan kelebihan cairan sebelum

menggunakan CVVH memiliki kelangsungan hidup yang lebih baik, terutama

pada anak-anak dengan disfungsi dari tiga atau lebih organ (329). CVVH atau

terapi penggantian ginjal lainnya harus diberikan pada anak-anak dengan anuria/

oliguria berat sebelum kelebihan cairan yang signifikan terjadi.

L. Kontrol Glikemik

Tidak ada rekomendasi yang dinilai.

Secara umum, bayi beresiko untuk mengalami hipoglikemia ketika mereka

bergantung pada cairan intravena. Ini berarti bahwa asupan glukosa 4-6 mg.kg-

1.min-1 atau asupan cairan pemeliharaan dengan glukosa 10%/cairan yang

mengandung NaCl disarankan. Hubungan telah dilaporkan antara hiperglikemia

dan peningkatan risiko kematian dan lama tinggal yang lebih lama (330). Studi

ICU pediatrik retrospektif terbaru melaporkan adanya hubungan dari

hiperglikemia, hipoglikemia, dan variabilitas glukosa dengan lama tinggal dan

angka kematian (331). Tidak ada studi pada pasien pediatrik (tanpa diabetes

mellitus) menganalisis efek kontrol glikemik yang ketat menggunakan insulin.

Pada orang dewasa, rekomendasi untuk mempertahankan glukosa serum <150

mg/dL. Terapi insulin untuk menghindari waktu yang lama dari hiperglikemia

90

tampaknya masuk akal pada anak-anak juga, tetapi tujuan glukosa yang optimal

tidak diketahui. Namun, terapi insulin kontinyu hanya boleh dilakukan dengan

pemantauan glukosa yang sering mengingat risiko hipoglikemia.

M. Sedasi/ Analgesia

1. Kami merekomendasikan protokol sedasi dengan tujuan sedasi saat sedasi dari

pasien yang sakit kritis yang menggunakan ventilasi mekanik dengan sepsis

diperlukan (kelas 1D).

Sedasi dan analgesia yang tepat merupakan standar perawatan bagi anak-

anak dengan ventilasi mekanik. Meskipun tidak ada data pendukung terhadap obat

atau rejimen tertentu, perlu dicatat bahwa propofol tidak boleh digunakan untuk

sedasi jangka panjang pada anak-anak karena dilaporkan adanya hubungan

dengan asidosis metabolik yang fatal (332, 333).

N. Produk Darah

Tidak ada rekomendasi yang dinilai.

Hemoglobin yang optimal untuk anak yang sakit kritis dengan sepsis berat

tidak diketahui. Sebuah percobaan multisenter terbaru yang melaporkan hasil

yang sama pada anak yang sakit kritis yang dikelola dengan ambang batas

transfusi 7 g/dL dibandingkan dengan yang dikelola dengan ambang transfusi 9.5

g/dL (334). Apakah pencetus transfusi yang lebih rendah aman atau sesuai pada

resusitasi awal syok septik belum ditentukan.

91

O. Immunoglobulin Intravena

1. Kami menyarankan imunoglobulin dipertimbangkan pada anak dengan sepsis

berat (kelas 2C).

Pemberian dari imunoglobulin intravena poliklonal telah dilaporkan untuk

mengurangi angka kematian dan menjanjikan ajuvan dalam pengobatan sepsis dan

syok septik pada neonatus. Sebuah studi randomized controlled terbaru dari

imunoglobulin poliklonal pada pasien sindrom sepsis pediatrik (n=100)

menunjukkan penurunan yang signifikan pada mortalitas dan LOS dan

mengurangi komplikasi, terutama disseminated intravascular coagulation (335).

P. Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO)

1. Kami menyarankan bahwa penggunaan ECMO menjadi terbatas pada syok

septik pediatrik refrakter dan/atau gagal napas yang tidak dapat didukung oleh

konvensional terapi (kelas 2C).

ECMO telah digunakan pada syok septik pada anak-anak, namun

dampaknya tidak jelas. Kelangsungan hidup dari syok refrakter atau gagal napas

yang terkait dengan sepsis adalah 80% pada neonatus dan 50% pada anak-anak.

Di satu studi menganalisis 12 pasien dengan sepsis meningokokus pada ECMO, 8

dari 12 pasien selamat, dengan 6 mengarah pada hidup normal secara fungsional

pada median 1 tahun (kisaran, 4 bulan sampai 4 tahun) dari tindak lanjut. Anak-

anak dengan sepsis pada ECMO tidak terlihat lebih buruk dari anak tanpa sepsis

pada tindak lanjut jangka panjang (336, 337).

92

Meskipun bagian pertimbangan pediatrik dari artikel ini menawarkan

informasi penting kepada klinisi pediatrik yang terlatih untuk pengelolaan dari

anak yang sakit kritis dengan sepsis, pembaca diarahkan ke daftar referensi untuk

deskripsi lebih mendalam dari manajemen yang tepat pada pasien sepsis pediatrik.

RINGKASAN DAN ARAH MASA DEPAN

Meskipun dokumen ini adalah statis, pengobatan optimal pada sepsis berat

dan syok septik merupakan proses yang dinamis dan berkembang. Intervensi baru

akan terbukti dan, seperti yang dinyatakan dalam rekomendasi saat ini, pemberian

intervensi mungkin perlu modifikasi. Publikasi ini merupakan proses yang

berkelanjutan. The Surviving Sepsis Campaign dan anggota komite konsensus

berkomitmen untuk memperbarui pedoman secara teratur sebagai intervensi baru

yang diuji dan dipublikasikan.

Meskipun rekomendasi berbasis bukti sering diterbitkan di literatur medis,

dokumentasi dari dampak pada hasil pasien terbatas (338). Namun, ada bukti yang

berkembang bahwa implementasi protokol terkait dengan pendidikan dan kinerja

umpan balik tidak mengubah perilaku klinisi dan dapat meningkatkan hasil dan

mengurangi biaya dalam sepsis berat (20, 24, 25). Tahap III dari target The

Surviving Sepsis Campaign menargetkan pelaksanaan dari seperangkat inti

rekomendasi sebelumnya di lingkungan rumah sakit dimana perubahan perilaku

dan dampak klinis sedang diukur. Bundel sepsis dikembangkan dan bekerja sama

dengan Institute of Healthcare Improvement (339). Peninjauan bagan retrospektif

atau bersamaan akan mengidentifikasi dan melacak perubahan dalam hasil

93

praktek dan klinis. Software dan dukungan software tersedia tanpa biaya dalam

tujuh bahasa, yang memungkinkan pemasukan data pasien rawat inap dan

memungkinkan penciptaan laporan rutin untuk kinerja umpan balik. SSC juga

menawarkan dukungan program yang signifikan dan material pendidikan tanpa

biaya kepada pengguna (www.survivingsepsis.org).

Melahirkan perubahan berbasis bukti dalam praktek klinis melalui strategi

multifaset sementara praktik audit dan memberikan umpan balik kepada praktisi

kesehatan adalah kunci untuk meningkatkan hasil pada sepsis berat. Tidak ada

yang lebih jelas daripada antusiasme seluruh dunia untuk fase III dari SSC,

kinerja meningkatkan program menggunakan bundel sepsis pedoman berbasis

SSC. Menggunakan pedoman sebagai dasar, bundel membentuk praktek terbaik

global untuk penatalaksanaan pasien yang sakit kritis dengan sepsis berat. Pada

November 2007, hampir 12,000 pasien telah dimasukkan ke database pusat SSC,

mewakili upaya dari 239 rumah sakit di 17 negara. Perubahan dalam praktek dan

efek potensial pada kelangsungan hidup sedang diukur.

UCAPAN TERIMA KASIH

Seperti disebutkan sebelumnya, The Surviving Sepsis Campaign (SSC)

secara parsial didanai oleh hibah dari industri pendidikan, termasuk dari Edwards

LifeSciences, Eli Lilly and Company, dan Philips Medical Systems. SSC juga

menerima dana dari Coalition for Critical Care Medicine. Sebagian besar

pendanaan industri yang dimiliki datang dari Eli Lilly and Company.

94

Dana industri saat ini untuk The Surviving Sepsis Campaign diarahkan ke

peningkatan kinerja menjadi lebih inisiatif. Tidak ada pendanaan industri yang

digunakan untuk pertemuan komite. Tidak ada honor yang diberikan kepada

anggota komite. Proses revisi didanai terutama oleh Society of Critical Care

Medicine, dengan mensponsori organisasi profesional yang menyediakan biaya

perjalanan untuk delegasi mereka ke pertemuan revisi pedoman yang diperlukan.

UCAPAN TERIMA KASIH LAINNYA

Selain itu, kami berterima kasih pada Toni Piper dan Rae McMorrow

untuk bantuan mereka dalam membawa naskah bersama-sama; dan Gordon

Guyatt dan Henry Masur, MD, atas bimbingan dalam pemeringkatan rekomendasi

bukti dan antibiotik, masing-masing.

Sembilan dari 11 organisasi yang disponsori pedoman pertama adalah

sponsor revisi tersebut. Empat tambahan organisasi nasional (Canadian Critical

Care Society, Japanese Association for Acute Medicine, Japanese Society of

Intensive Care Medicine, dan Society of Hospital Medicine), the World

Federation of Intensive and Critical Care Societies, dan dua organisasi sepsis

(German Sepsis Society dan the Latin American Sepsis Institute) juga telah datang

di papan sebagai sponsor. Dua organisasi yang disponsori pedoman pertama

(American Thoracic Society dan Australian and New Zealand Intensive Care

Society) tidak terpilih untuk mensponsori revisi.

95