transformasi rutinitas kurban

Upload: priyo-widodo

Post on 03-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 Transformasi Rutinitas Kurban

    1/3

    Transformasi Rutinitas Kurban

    A Busyro KarimPengasuh Ponpes Al-Karimiyah, Gapura, Sumenep

    Jawa Pos, 15 Oktober 2013

    UMAT beriman kembali merayakan Hari Raya Idul Adha atau dikenaldengan Idul Kurban. Kita seraya mengenang momen sejarah NabiIbrahim serta pelaksanaan haji di Baitullah. Tentu, harapan kita semua,semoga peristiwa sakral ini tidak menjadi rutinitas religius semata.Namun, lebih jauh, umat Islam dituntut mampu memaknai secara

    filosofis hakikat hari raya Idul Kurban serta mentransformasikannyadalam keseharian. Dengan demikian, tujuan perayaan Idul Kurbansebagaimana yang tersurat dalam Alquran dan al Hadis tercapai.

    Keikhlasan menyembelih hewan, dalam pandangan saya, tidak ada apa-apanya jika dibanding pengorbanan Nabi Ibrahim yang diperintahmenyembelih putra kesayangannya, Nabi Ismail. Dalam perspektifteologis, pengorbanan Nabi Ibrahim adalah bentuk totalitas ketaatan

    kepada Allah, sedangkan dalam perspektif sosiologis humanis merupakanrefleksi membangun semangat kemanusiaan untuk saling berbagi.

    Dua hikmah tersebut sangat jelas mengandung keseimbangan hubunganmanusia kepada Sang Pencipta (vertikal) dan sesama manusia(horizontal). Hubungan transendental tidak semata-mata mendekatkandiri kepada Tuhan. Namun, di balik itu, ada ajaran yang membangunkesadaran berhikmah dengan sesama manusia. Sebaliknya, hubungankemanusiaan juga merupakan ijtihad keseharian untuk mendekatkan diri

    kepada Tuhan.

    Dalam perspektif sosiologi agama, pelaksanaan penyembelihan kurbansenyawa dengan lima fungsi agama. Pertama, fungsi edukatif. Yakni, ada

  • 7/21/2019 Transformasi Rutinitas Kurban

    2/3

    tatanan nilai pembelajaran bimbingan agama kepada manusia seperti sifattaat, sabar, dan semangat membangun persaudaraan.

    Kedua, fungsi penyelamatan bahwa kehadiran agama mempunyai nilai-nilai kebajikan yang jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari akanselamat dunia-akhirat.

    Ketiga, pengawasan sosial. Agama sebagai social control mempunyaikaidah-kaidah sosial yang bertujuan membangun masyarakat harmonis(solidaritas). Anjuran menyembelih hewan kurban bagi yang mampumerupakan bagian dari social control agar manusia tidak tamak danmelupakan lingkungan sosial atau masyarakat marginal.

    Penyembelihan hewan kurban menjadi simbol refleksi terhadap sifatmanusia yang cenderung tamak harta dan kedudukan serta hiduphedonistis. Pesan agama, harta yang diberikan kepada manusia adalahtitipan dan amanah Tuhan untuk ''dikembalikan'' kepada masyarakatsesuai dengan ajaran Tuhan. Zamakhsyari Dhofier dan AbdurrahmanWahid berpandangan bahwa agama tidak mengandung nilai-nilai di dalamdirinya, tetapi mengandung ajaran-ajaran yang menanamkan nilai-nilai

    sosial kepada penganutnya sehingga ajaran-ajaran agama tersebutmerupakan salah satu elemen yang membentuk sistem nilai budaya.

    Keempat, fungsi memupuk persaudaraan bahwa hakikat penyembelihanhewan kurban adalah membangun semangat solidaritas, toleran, adilsesama manusia, dan saling berbagi kebahagiaan.

    Kelima, fungsi transformatif. Yaitu, kurban mampu mentransformasi

    kehidupan masyarakat secara objektif dan mampu membaca problemsosial secara kritis. Kesadaran bertransformasi harus dibangun agarpemahaman agama tidak sekadar bersifat dogmatis (doktrin), namundiimbangi dengan nalar kesadaran diri sebagai manusia yang mempunyaitanggung jawab sebagai makhluk Tuhan dan makhluk sosial.

    Sebab, sebagaimana pandangan Machasin (2011), agama yang sekadardisakralkan akan mengakibatkan kemandekan dalam penghayatankehidupan keagamaan sendiri. Agama semestinya berfungsi memberikan

    tuntunan kepada para pemeluknya dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan, bukan menjadi beban yang memberatkanpemeluknya atau belenggu yang membatasi kreativitas serta dayahidupnya. Mengembalikan agama kepada fungsi pokoknya sebagai

  • 7/21/2019 Transformasi Rutinitas Kurban

    3/3

    pemberi arahan hidup ini menghendaki perubahan terhadap rumusanajarannya.

    Posisi agama sebagaimana pandangan Weber memiliki peran signifikandalam perubahan sosial pembentukan sistem etika baru, khususnyadalam sosial ekonomi. Demikian juga konsep agama Islam yang samasekali tidak menganjurkan umatnya hidup miskin.

    Seiring dengan adanya problem sosial seperti pengangguran, kemiskinan,dan kaum marginal yang terus meningkat, kepekaan dan kepedulian sosialharus ditingkatkan dengan pendekatan berbasis program produktif(bukan konsumtif ) secara sistemis. Keterlibatan lembaga sosial danpemerintah penting membuat program sinergis yang bersifat mutualis.Program dibuat berdasar hasil need assessment, bottom up, dan sistemmonitoring yang baik.

    ''Perkawinan'' nilai-nilai agama sebagai sistem sosial dengan pemerintahsebagai regulator kebijakan sangat penting untuk dibumikan. Dengandemikian, program pemerintah tidak semata-mata menjadi kewajiban''ritual birokrasi'', namun juga berdimensi ibadah. Menurut hipotesis saya,

    jika dijadikan roh dalam berbirokrasi, agama akan berdampak padaperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama seperti tidak korupsi,disiplin, amanah, serta produktif. Demikian juga bila agamadimanifestasikan dalam kehidupan sosial, cita-cita agama membentukmasyarakat harmonis, damai, dan sejahtera akan tercapai.