bab ii tinjauan tentang rutinitas membaca al-qur’an dan...

27
11 BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN MENTAL A. Rutinitas Membaca Al-Qur’an 1. Pengertian Membaca Al-Qur’an Telah diungkapkan di berbagai tulisan bahwasannya kitabullah yang agung itu merupakan obat bagi ketentraman jiwa manusia. Tentunya hal ini akan terjadi jika al-Qur’an itu dikaji, dibaca, dipahami serta direalisasikan dalam tingkah laku. Membaca al-Qur’an terdiri dari dua kata yaitu “membaca” dan “al-Qur’an”. Membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis yaitu dengan melisankan atau hanya dihati. 1 Sedangkan menurut Henry Guntur membaca adalah suatu proses yang dilakukan sarta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis melalui media kata-kata atau bahasa lisan. 2 Soedarsono mendefinisikan membaca adalah aktifitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah, meliputi orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati dan mengingat-ingat. 3 Mahmud mendefinisikan membaca adalah materi pertama dalam dustur (undang-undang sistem ajaran) Islam yang sarat dengan makna, bimbingan dan pengarahan. 4 Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu upaya untuk dapat mengerti apa yang tertulis. 1 Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi I, Jakarta, Balai pustaka, 1994. hlm. 72 2 Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa, Bandung, Angkasa, 1985. hlm. 7 3 Soedarso, Sistem Membaca Cepat dan Efektif, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993. hlm. 4 4 Ahmad Halim Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, Yogyakarta, Mandiri Pustaka Hikmah, 2000. hlm. 11

Upload: nguyendieu

Post on 18-May-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

11

BAB II

TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN

DAN KESEHATAN MENTAL

A. Rutinitas Membaca Al-Qur’an

1. Pengertian Membaca Al-Qur’an

Telah diungkapkan di berbagai tulisan bahwasannya kitabullah

yang agung itu merupakan obat bagi ketentraman jiwa manusia. Tentunya

hal ini akan terjadi jika al-Qur’an itu dikaji, dibaca, dipahami serta

direalisasikan dalam tingkah laku.

Membaca al-Qur’an terdiri dari dua kata yaitu “membaca” dan

“al-Qur’an”. Membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang

tertulis yaitu dengan melisankan atau hanya dihati.1 Sedangkan menurut

Henry Guntur membaca adalah suatu proses yang dilakukan sarta

dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak

disampaikan penulis melalui media kata-kata atau bahasa lisan.2

Soedarsono mendefinisikan membaca adalah aktifitas yang kompleks

dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah, meliputi

orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati dan

mengingat-ingat.3 Mahmud mendefinisikan membaca adalah materi

pertama dalam dustur (undang-undang sistem ajaran) Islam yang sarat

dengan makna, bimbingan dan pengarahan.4 Dari pendapat tersebut di atas

dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu upaya untuk dapat

mengerti apa yang tertulis.

1 Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi I, Jakarta,

Balai pustaka, 1994. hlm. 72 2 Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa, Bandung,

Angkasa, 1985. hlm. 7 3 Soedarso, Sistem Membaca Cepat dan Efektif, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993.

hlm. 4 4 Ahmad Halim Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, Yogyakarta, Mandiri

Pustaka Hikmah, 2000. hlm. 11

Page 2: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

12

Adapun pengertian al-Qur’an secara etimologis berarti bacaan

atau yang dibaca. Sedangkan secara terminologis adalah kalam Allah SWT

yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan

bahasa Arab melalui Malaikat Jibril sebagai mukjizat sebagai pedoman

hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.5 Dalam kamus

besar bahasa Indonesia, kata al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam.6

M.A. Fuadi Sya’ban mendefinisikan al-Qur’an adalah kalamullah yang

merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) oleh Allah SWT

kepada Nabi Muhammad SAW dengan lantaran malaikat Jibril sebagai

sumber hukum syara’ dan ajaran agama Islam yang telah dibawa oleh

rosulullah SAW dan membacanya saja adalah termasuk ibadah.7

Istilah al-Qur’an menurut bahasa berarti bacaan, telah

dipaparkan dalam ayat-ayat al-Qur’an. Dalam arti demikian sebagian

tersebut dalam surat al-Qiyamah ayat 17-18 yang berbunyi :

هءانقرو هعما جنلي7إن عهءانقر بعفات اهأنفإذا قر Artinya : ”Sesungguhnya mengumpulkan al-Qur’an (didalam diri kamu)

dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami, jika kami telah membacakannya hendaklah kamu ikuti bacaannya”

Dari pengertian membaca al-Qur’an, maka dapat dipahami

bahwa yang dimaksud membaca al-Qur’an adalah suatu upaya untuk dapat

mengerti apa yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW

dalam pemakaian sehari-hari membaca al-Qur’an dapat disebut juga

dengan tilawah yang artinya membaca al-Qur’an atau beberapa ayat dari

al-Qur’an, karena al-Qur’an itupun merupakan do’a, bahkan di dalamnya

banyak terdapat ayat-ayat yang tersusun daripada do’a-do’a para Nabi

yang monumental dan dalam arti yang tidak dapat ditiru susunannya.8

5 Muslim Nurudin, dkk, Moral dan Kognisi Islam, Bandung, CV. Al-Fabeta, 1995. hlm. 49 6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.Cit, hlm. 805 7 M.A. Fuadi Sya’ban, Al-Qur’an Membina Jiwa dan Moral Manusia Seutuhnya, Kudus,

menara Kudus, hlm. 10 8 Aboe Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat, Solo, CV. Ramadhani, 1985, hlm. 94

Page 3: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

13

2. Dalil Tentang Membaca al-Qur’an

Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang

mengajarkan kepada umat manusia untuk membiasakan membaca al-

Qur’an dan mempelajarinya. Di antara ayat-ayat al-Qur’an tentang

membaca al-Qur’an sebagai berikut :

مهل واء الليات الله ءانلون ءايتة ية قائماب أمل الكتأه اء منووا سسلي يسجدون

Artinya : “Mereka itu tidak sama di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah SWT, pada beberapa waktu malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang)”. (QS. Ali Imran : 113).

لرجيمفإذا قرأت القرءان فاستعذ بالله من الشيطان ا

Artinya : “Apabila kamu membaca al-Qur’an hendaklah kamu meminta perlidungan kepada Allah SWT dari syaitan yang terkutuk” (QS. An-Nahl : 98)

ءان كرميلقر هإن Artinya : “Sesungguhnya al-Qur’an itu adalah bacaan yang sangat

mulia” (QS. Waqi’ah : 77)

اقرأ كتابك كفى بنفسك اليوم عليك حسيبا

Artinya : “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu” (QS. Al-Isra’ : 14)

Sedangkan diantara hadits-hadits Nabi tentang membaca al-

Qur’an antara lain :

اقرا : سمعت رسول اهللا صلعم يقول: ع قال.عن ابي امامة ر )رواه مسلم(القران فانه يأتى يوم القيامة شفيعا الصحابه

Artinya : “Dari Abi Ummamah Ra berkata: aku mendengar rasulullah

SAW bersabda : bacalah al-Qur’an karena dia akan datang

Page 4: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

14

pada hari kiamat sebagai pembela bagi orang-orang yang membacanya” (HR. Muslim).9

ة القرتالو ا منوه اكثرا فيقرالي الذى تيفان الب تكمويان فى ب )رواه دارقطىن(القران يقل خيره ويكثر شره ويضيق على اهله

Artinya : “Perbanyaklah membaca al-Qur’an dirumahmu, maka

sesungguhnya rumah yang didalamnya tidak dibaca al-Qur’an maka sedikit sekali kebaikannya dan banyak keburukannya” (HR. Daruquthi dari Anas).10

لعم قال انما مثل صاحب عن عبد اهللا ابن عمر ان رسول اهللا صالقران كمثل االبل المعقلة ان عاهد عليها امسكها وان اطلقها

تبرواه مسلم(ذه(

Artinya : “Sesungguhnya perumpamaan orang yang hafal al-Qur’an (shohibul Qur’an) itu diibaratkan seperti unta yang diikat, apabila hendak menjaga keutuhannya maka pegang teguh dan apabila melepaskannya dia pun akan hilang” (HR. Muslim).11

Jelaslah bahwa membaca al-Qur’an itu merupakan amalan utama

yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Orang yang membaca al-

Qur’an, besok pada hari kiamat akan memperoleh pembelaan dari al-

Qur’an

Al-Qur’an merupakan bacaan yang mulia yang didalamnya

terdapat petunjuk bagi manusia untuk mengarungi hidup, orang tidak akan

dapat mengambil manfaat dari al-Qur’an kecuali dengan membacanya

yang akan dapat memberikan sentuhan terhadap kehidupan dimasa

mendatang.12 Jelaslah bahwa dengan membaca al-Qur’an maka akan dapat

9 Imam Abu Zakariya Yahya An-Nawawy, Riyadush Shalihin, Beirut, Darul Fikr, tth, hlm.

430 10 Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Mahtarul Ahadits An-Nabawiyah, Lebanon, Beirut, Darul Fikr,

tth, hlm. 27 11 Imam Muslim Ibnu Hajjaj An-Naisaburi, Shahih Muslim, Lebanon, Beirut, Darul Fikr, Juz

I, hlm. 350. 12 Sholeh Abdul Fatah, Kunci Menguak Al-Qur’an, Solo, Pustaka Mantiq, 1991, hlm. 74

Page 5: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

15

memetik manfaat darinya, ia akan memperoleh petunjuk untuk hidup baik

di dunia maupun di akhirat.

3. Adab atau Tata Cara Membaca Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang agung dan mulia. Oleh

karena itu, dalam membacanya juga sudah barang tentu diperlukan adab

atau tata sopan santun agar hati dan pikiran saat membacanya benar-benar

terpusat pada ayat-ayat al-Qur’an yang dihadapinya.

Diantara adab-adab lahiriyah membaca al-Qur’an sebagaimana

dikemukakan oleh Syaikh Muhammad Djamaluddin Al-Qosyimiy dalam

terjemahan kitab Mauidhotul Mu’min min Ihya’ Ulumuddin adalah sebagai

berikut :

a. Menyangkut pembacanya yakni hendaklah ia berwudlu terlebih

dahulu.

b. Tartil yakni membaca dengan tertib dan perlahan-lahan.

c. Menangis, ini sangat dianjurkan dalam membaca al-Qur’an

d. Memelihara hak-hak ayat yang akan dibacanya.

e. Pada permulaan membaca hendaklah mengucapkan :

لشيطان الرجيماعوذ باهللا السميع العليم من ا

Artinya : “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan syaitan yang terkutuk.

f. Merendahkan bacaan adalah lebih menjauhkan dari sikap riya’ dan

dibuat-buat (tidak dibuat-buat)

g. Memperindah bacaan dan menertibkannya.13

Hasbi Ash-Shidieqy menambahkan bahwa dalam membaca al-

Qur’an hendaklah :

a. Ditempat bersih dan mulia, terutama di dalam masjid

b. Membaca al-Qur’an dengan menghadap ke kiblat.

13 Syaikh Muhammad Djamaluddin Al-Qosyimiy (Terj). Abu Ridho, Mauidotul Mukminin

min Ihya’ Ulumuddin, Semarang, CV. Asy-Syifa’, 1993, hlm. 144-146.

Page 6: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

16

c. Membersihkan mulut terlebih dahulu.

d. Mentafkhimkan suara yakni membaca dengan suara yang agak keras.14

Selain adab-adab lahiriyah, ada juga yang dinamakan adab batin

dalam membaca al-Qur’an. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh imam

An-Nawawi :

a. Ikhlas ketika membacanya, hanya karena Allah SWT semata.

b. Berpegang teguh dengan memelihara adab terhadap al-Qur’an.

c. Sepenuh hati ia munajat kepada Allah SWT.

d. Ia membaca al-Qur’an dalam keadaan sebagai orang yang memandang

Allah SWT, maka Allah yang selalu memandang kepadanya.

ري نال ملى حا عقرفياهرالى يعفان اهللا ت اهري ان لم هى اهللا فان

Artinya : “Maka membaca al-Qur’an itu dengan cara seakan-akan dalam kondisi melihat Allah, apabila tidak bisa menghadirkannya, maka yakinlah bahwa sesungguhnya Allah itu melihatnya”. 15

4. Manfaat Membaca Al-Qur’an

Tentang manfaat dan kelebihan membaca al-Qur’an, Rosulullah

telah menyatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari

dan Muslim, yang maksudnya demikian :”Ada dua golongan manusia

yang sungguh-sungguh orang dengki kepadanya, yaitu orang yang diberi

oleh Allah kitab suci al-Qur’an, dibacanya siang dan malam, dan orang

yang dianugerahi Allah kekayaan harta, siang dan malam kekayaan itu

digunakannya untuk segala sesuatu yang diridloi oleh Allah.

Di dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan

Muslim pula, Rosulullah menyatakan tentang kelebihan martabat dan

keutamaan orang yang membaca al-Qur’an, demikianlah maksudnya :”

14 T.M. Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Dzikir dan Do’a, Jakarta, Bulan Bintang, 1990, hlm. 143

15 muhyidin Abi Zakariya Yahya An-Nawawi, Al-Adzkar, Lebanon, Beirut, Darul Fikr, 1994,

hlm. 106

Page 7: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

17

Perumpamaan orang mukmin yang suka membaca al-Qur’an ialah seperti

buah utrujjah, baunya harum dan rasanya lezat, orang mukmin yang tidak

suka membaca al-Qur’an ialah seperti buah kurma, tidak ada baunya akan

tetapi rasanya manis, orang munafik yang membaca al-Qur’an ibarat

sekuntum bunga yang berbau harum tetapi rasanya pahit dan orang

munafik yang tidak membaca al-Qur’an tidak ubahnya seperti buah

hanzhalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali.

Dalam sebuah hadits, Rosulullah juga menerangkan bagaimana

besarnya rahmat Allah terhadap orang-orang yang membaca al-Qur’an di

rumah-rumah peribadatan (masjid, musholla, dan lain-lain). Hal ini

dikuatkan oleh sebuah hadits yang masyhur lagi shahih, yang artinya

sebagai berikut :”kepada kaum yang suka berjama’ah di rumah-rumah

peribadatan, membaca al-Qur’an secara bergiliran, dan ajar

mengajarkannya terhadap sesamanya, akan turunlah kepadanya

ketenangan dan ketentraman, akan berlilmpah kepadanya rahmat dan

mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan selalu mengingat

mereka”.(diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah)

Dengan hadits diatas nyatalah, bahwa membaca al-Qur’an, baik

mengetahui artinya ataupun tidak, adalah termasuk ibadah, amal shaleh

dan memberi rahmat serta manfaat bagi yang melakukannya, memberi

cahaya ke dalam hati yang membacanya hingga terang benderang, juga

memberi cahaya kepada keluarga rumah tangga tempat al-Qur’an itu

dibaca. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Anas

ra.,Rosulullah bersabda:”Hendaklah kamu beri Nur (cahaya) rumah

tanggamu dengan shalat al-Qur’an dan dengan membaca al-Qur’an. Dalam

hadits yang diriwayatkan oleh Daru Quthni dari Anas ra, Rosulullah

memerintahkan :”Perbanyaklah membaca al-Qur’an di rumahmu,

sesungguhnya di dalam rumah yang tidak ada orang yang membaca al-

Qur’an, akan sedikit sekali dijumpai kebaikan di rumah itu, dan akan

banyak sekali kejahatan, serta penghuninya selalu merasa sempit dan

susah.

Page 8: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

18

Di dalam hadits yang lain lagi, yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a:

Rasulullah s.a.w pernah bersabda: Orang yang pandai membaca al-Qur’an

itu akan bersama para Rosul yang mulia di akhirat nanti, adapun orang

yang lemah dan terlekat-lekat ketika membaca al-Qur’an dan dia memang

berkeinginan untuk membaca al-Qur’an, maka dia berhak mendapat dua

pahala.

Mengenai pahala membaca al-Qur’an, Ali Bin Abi Thalib

mengatakan bahwa, tiap-tiap orang yang membaca al-Qur’an dalam shalat,

akan mendapat lima puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang

diucapkannya, membaca al-Qur’an di luar shalat dengan berwudlu,

pahalanya dua puluh lima kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang

diucapkannya, dan membaca al-Qur’an di luar shalat dengan tidak

berwudlu, pahalanya sepuluh kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang

diucapkannya.16

B. Tinjauan Tentang Kesehatan mental

1. Pengertian Kesehatan Mental

Pengertian kesehatan mental menurut para tokoh psikologi terdapat

banyak pengertian. Menurut Dr. Zakiyah Darajat kesehatan mental adalah

terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurosis) dan dari

gejala-gejala penyakit jiwa (psikosis). Kemudian ia menambahkan lagi

bahwa kesehatan mental adalah terhindar dari gangguan dan penyakit

kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-

masalah dan kegoncangan biasa, adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa

(tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, serta dapat

menggunakan potensi yang ada pada dirinya sendiri seoptimal mungkin.17

Menurut Utsman Najati, mental adalah organisasi dinamis dari peralatan

16 Maimunah Hasan, Al-Qur’an dan Pengobatan Jiwa, Yogyakarta, Bintang Cemerlang,

2001. hlm. 130-132 17 Zakiyah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta, Gunung Agung, 1982, hlm. 07

Page 9: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

19

fisik dalam diri individu yang membentuk karakternya yang unik dalam

penyesuaian dengan lingkungannya.18 Menurut Mursal dan M Tahir,

kesehatan mental adalah identik dengan kepribadian yang merupakan

kebulatan dinamik seseoarang yang tercermin dalam cita-cita sikap dan

perbuatannya.19

Dari pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa mental

adalah keseluruhan dan unsur kejiwaan (psikis) seseorang seperti cara

berfikir, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang kesemuanya itu akan

tercermin dalam tingkah laku atau perbuatannya.

2. Dasar dan Faktor Kesehatan Mental

1. Dasar Kesehatan Mental

- Dasar Agama

Unsur terpenting membantu pertumbuhan dan perkembangan

kejiwaan manusia adalah iman yang direalisasikan dalam bentuk

ajaran agama. Maka dalam Islam prinsip pokok yang menjadi

sumbu kehidupan manusia adalah iman. Karena iman menjadi

pengendali sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan, tanpa kendali

tersebut akan mudahlah orang terdorong melakukan hal-hal yang

merugikan dirinya atau orang lain dan akan menimbulkan

penyesalan dan kecemasan yang menyebabkan tergoncangnya

kesehatan jiwa.20 Sebaliknya, jika nilai-nilai yang diterima itu jauh

dari agama, maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh pula dari

kebaikan dan akan menjadi goncang.21

2. Faktor Kesehatan Mental

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Kesehatan mental

menurut para ahli ada beberapa macam pendapat. Untuk

18 Usman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Bandung, Pustaka Bandung, 1985, hlm. 240 19 H. Mursal dan H.M. Tahir, Ilmu Kalam, Jakarta, Wijaya, hlm. 121 20 Zakiyah Daradjat, Op. Cit. hlm. 11 21 Zakiyah Daradjat, Peranan Agama Islam dalam Kesehatan mental, Jakarta, CV. Mas

Agung, 1982, hlm. 90

Page 10: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

20

mempermudah dan sekaligus menyederhanakan, maka disini penulis

akan kemukakan tiga pendapat para ahli, yaitu :

a. Aliran Nativisme

Para ahli yang mengikuti aliran ini berpendapat bahwa

perkembangan individu termasuk perkembangan mentalnya

ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir. Jadi perkembangan

itu semata-mata ditentukan oleh dasar atau bawaan. Tokoh utama

dalam aliran ini adalah Schoupenhaeur. Aliran ini mempertahankan

konsepsi dengan menunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan

antara orang tua dengan anak-anaknya, keistimewaan-

keistimewaan yang dimiliki oleh orang tuanya tersikap dalam

tingkah lakunya yang akan dimiliki oleh anak-anaknya.

b. Empirisme

Para ahli yang mengikuti aliran ini berpendapat bahwa

perkembangan individu termasuk mentalnya ditentukan oleh faktor

lingkungannya, sedangkan faktor dasar tidak memegang peranan

sama sekali. Tokoh utama dalam aliran ini adalah John Lock.

c. konvergensi

Faham atau aliran ini berpendapat berpendapat bahwa di

dalam perkembangan individu, baik dasar atau pembawaan dan

juga peran lingkungan merupakan hal yang penting. jadi dalam

perkembangan individu termasuk mentalnya banyak dipengaruhi

oleh dasar atau pembawaan maupun lingkungan. Tokoh aliran ini

adalah W. Stern. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada

masing-masing individu, akan tetapi bakat atau pembawaan yang

sudah ada perlu ditunjang oleh lingkungan yang sesuai agar dapat

berkembang dengan baik. Di samping bakat sebagai kemungkinan

yang harus dijawab oleh lingkungan yang sesuai, perlu juga

dipertimbangkan soal kematangan.22

22 Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta, CV. Rajawali, 1984, hlm. 177-180

Page 11: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

21

Dari ketiga pendapat jelas bahwa pendapat pertama dan kedua

saling bertentangan. Kedua pendapat itu bukan merupakan pilihan penulis.

Dalam pembahasannya kedua pendapat ini mempunyai kekurangan

masing-masing, penulis berpendapat bahwa perkembangan individu tidak

hanya ditentukan atau dipengaruhi oleh salah satu dari kedua faktor

tersebut secara mutlak, akan tetapi perkembangan itu ditentukan oleh

kedua-duanya, yaitu faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Oleh

karena itu penulis cenderung kepada aliran yang mengambil jalan tengah,

yaitu aliran konvergensi yang menyatakan bahwa faktor pembawaan

maupun faktor lingkungan sama-sama berpengaruh, sehingga jika kembali

kepada pokok permasalahan di atas, maka dapat dikaatakan bahwa

perkembangan mental seseorang dipengaruhi oleh kedua faktor yang

dimunculkan oleh aliran konvergensi.

Dengan demikian maka dapatlah dikatakan bahwa dalam

pembentukan mental yang Islami itu dapat dibentuk lewat pendidikan

agama Islam. Sebagai alatnya akan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu ;

lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah.

3. Materi Kesehatan Mental

Inti dari kesehatan mental adalah kesemuanya tercantum dalam

materi pendidikan agama Islam, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak. Materi

ini diajarkan agaar manusia senantiasa dalam hidupnya akan terbimbing

dan akan terbentuk mental yang islami, yang akan menentukan bentuk

lahir atau akan tercermin tingkah laku yang agamis.

Jika mental seseorang sudah tertanam, mental atau jiwa yang

agamis sudah terisi dengan aqidah Islamiyah yang kuat maka ia akan

bertindak sesuai dengan ajaran agama tersebut.

a. Materi Aqidah (keimanan)

Penanaman aqidah ke dalam jiwa manusia merupakan prioritas

yang pertama kali ditanamkan oleh para rosul dalam menyiarkan

agama Islam sekaligus Aqidah (iman) juga sebagai dasar agama Islam.

Page 12: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

22

Dalam aplikasinya penanaman materi aqidah sangat determinan bagi

kehidupan manusia, yang mana mereka harus mampu memahami

unsur ajaran agama Islam secara keseluruhan meliputi materi aqidah,

syari’ah, dan akhlak. Dan yang paling fundamental adalah keimanan.

Sayyid Abul A’la Maududi mengemukakan sembilan pengaruh

keimanan terhadap mental seseorang, yaitu sebagai berikut :

1. Orang yang percaya kepada kalimat atau pernyataan ini “percaya

kepada Allah SWT, tidak mempunyai pandangan yang sempit dan

picik”.

2. Kepercayaan ini menimbulkan sifat penghargaan dan

penghormatan pada diri sendiri.

3. Bersamaan dengan hormat kepada diri sendiri, pernyataan ini juga

menimbulkan rasa rendah diri dan kesederhanaan.

4. Kepercayaan (keimanan) ini membuat manusia menjadi baik

(shahih) dan adil (jujur).

5. Orang yang percaaya (beriman) tidak menjadi murung atau patah

hati dalam segala hal/keadaan.

6. kepercayaan (tauhid) menimbulkan keimanan tingkat tinggi,

ketabahan hati dan kepercayaan kepada Tuhan.

7. Pernyataan ini akan menimbulkan keberanian pada diri sendiri

seseorang.

8. Kepercayaan kepada “La Ilaha Ilallah” menimbulakan sikap damai

dan puas hati, membersihkan sikap hasud dan cemburu, sakit hati

dan tamak serta menjauhkan diri dari memuja jalan yang hina,

jalan yang tidak lurus atau tidak layak untuk mencapai

kemenangan. Efek atau kesan terpenting dari kalimat “La Ilaha

Ilallah” ialah membuat manusia patuh dan waspada terhadap

peraturan-peraturan atau hukum-hukum Tuhan.23

b. Materi Akhlak

23 Sayyid Abul A’la Al Maududi, Toward Understanding Islam, Kuwait, Al Faisal Press,

1992, hlm. 74-78

Page 13: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

23

Materi akhlak Meskipun pengaruhnya tidak seperti aqidah, tetapi

mempunyai urgensi yang banyak juga. Sebagaimana yang telah

dijelaskan Ahamd Amin yang dikutip oleh Ismail Thaib bahwa urgensi

ilmu akhlak itu banyak sekali, antara lain meliputi :

1. Ilmu akhlak dapat menyinari orang dalam memecahkan masalah

yang dihadapi manusia yaitu kesulitan-kesulitan rutin dalam hidup

sehari-hari.

2. Dapat menjelaskan kepada orang sebab untuk memilih perbuatan

yang baik dan lebih bermanfaat.

3. Dapat membendung dan mencegah secara kontinyu untuk tidak

terperangkap kepada keinginan-keinginan hawa nafsu dan

mengarahkannya kepada yang positif dengan menguatkan unsur

irodah.

4. Manusia atau orang banyak mengerti benar-benar akan sebab-

sebab melakukan sesuatu perbuatan yang nilai kebaikannya lebih

besar.

5. Mengerti perbuatan baik akan menolong untuk menuju dan

menghadapi perbuatan itu dengan penuh minat dan kemajuan.

6. Orang yang mengkaji ilmu akhlak akan tepat dalam menvonis

perilaku orang banyak dan tidak akan mengekor dan mengikuti

sesuatu tanpa pertimbangan yang matang terlebih dahulu.24

4. Permasalahan Kesehatan Mental.

Jika seseorang mendapatkan masalah batin, mengalami

maladjusment (tidak mampu mengontrol daan menyesuaikan diri),25

konflik-konflik dalam diri sendiri yang serius atau mengidap bentuk-

bentuk kekalutan mental lainnya, atau kurang sehat mentalnya maka ada

beberapa prinsip atau metode yang harus diberikan.

24 Ismail Thaib, Risalah Akhlak, Yogyakarta, CV. Bina Usaha, 1984, hlm. 19 25 M. Dimyati Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar, Yogyakarta, BPI E, 1990, hlm. 212

Page 14: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

24

a. Berusaha Memahami Pribadi Individu.

Setiap peribadi itu merupakan satu unitas multi-pleks (totalitas

kepribadian yang rumit dan kompleks dengan ciri-cirinya yang khas).

Masing-mssing mempunyai cara dan respons khusus dalam menggapai

kesulitan hidupnya. Karena itu selidikilah pribadi itu, apakah ia normal

atau sebagai orang yang lemah ingatannya atau seorang yang aneh

(eksentrik). Berusaha menemukan motif-motif perjuangannya, prinsip-

prinsip hidupnya kemudian berusaha mendapatkan kepercayaan

daripadanya agar dia menceritakan segala kesulitan daan tekanan

batinnya, diusahakan memahami dan ikut merasakan segala

ekspresinya (ada proses tepo sliro).

b. Mencari sebab-sebab timbulnya frustasi

Apaila ada seorang dewasa atau anak yang mempunyai cacat

jasmaniah dan menimbulkan frustasi, maka harus ditolong dengan

jalan menumbuhkan harga diri dan rasa kepercayaan diri yang besar

dan bahwa cacatnya itu merupakan ujian hidup serta bentuk rahmat

Illahi yang tetap harus dimanfaatkan.

Pada saat dihadapkan dengan realitas dan konteks yang harus

dihadapi pemuda atau remaja, maka mereka dalam perkembangan dan

pertumbuhan mentalnya banyak terdapat ketegangan-ketegangan dan

konflik-konflik batin dalam usaha untuk menemukan diri pribadi

(internal) dan menemukan norma-norma kedewasaan.26 Jika terjadi

konflilk antara anak-anak muda dengan orang tua hendaklah

diusahakan menemukan satu jalan keluar. Solusi konflik ini sebaiknya

saling adanya sikap saling menghargai satu sama lain sehingga ada

suasana harmonis di antara keduanya.27

c. Membuat rencana kerja untuk mendapatkan pengalaman positif

Hendaknya dikurangi persaingan-persaingan secara

perorangan, sebagai gantinya menyibukkan diri secara positif dengan

26 Kartini kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan mental, Bandung, CV. Mandar Maju, 1989, hlm. 251-252

27 Ibid, hlm. 253

Page 15: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

25

kerja sama dan kegiatan yang bisa menimbulkan persaingan secara

kelompok. Semua peristiwa tadi untuk menumbuhkan rasa solidaritas

daan kegotong royongan yang terasa amat kurang dalam zaman

modern yang serba materialistis dan individulistis. Oleh karena itu,

orang tua, guru dan para pembimbing harus mampu menjadi contoh

yang baik bagi siapapun juga. Susunlah rencana kerja untuk

memberikan kesibukan positif agar bisa menjadi kanalisasi sosial yang

baik.28

d. Memberikan cinta kasih dan simpati secukupnya

Penyelidikan dan eksperimen-eksperimen menunjukkan bahwa

anak-anak yang sejak kecil memperoleh pemeliharaan berdasarkan

cinta kassih dan kemesraan akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih

stabil dari pada anak-anak yang tidak pernah merasakan cinta kasih itu

menjadi steril kehidupan afeksinya (emosional) dan menjadi asosial.29

e. Menggunakan mekanisme penyelesaian positif

Jika seseoraang mengalami kekalutan mental usahakanlah agar

bisa menyelesaikan konflik dengan menggunakan mekanisme

pemecahan (solving mechanism) yang positif yaitu dengan resignasi,

bekerja lebih giat dan berusaha lebih tekun dan mau sikap rela,

legowo, dan nerimo (ikhlas).30

f. Menanamkan nilai-nilai spiritual dan keagamaan.

Nilai-nilai spiritual dan renungan-renungan tentang hakikat

abadi atau Ilahi (hidup beragama) itu bisa memberikan kekuatan dan

stabilitas bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai metafisik ini

memberikan kemampuan atau daya tahan dan transendental yang

tersembunyi di balik atau jauh di belakang nilai-nilai materiil dan sifat

inderawi pada hakikatnya selalu mengandung unsur kebenaran serta

keabadian sejati kepada segenap umat manusia.

28 Ibid, hlm. 254 29 Ibid, hlm 256 30 Ibid, hlm. 255

Page 16: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

26

Barang siapa bisa menangkap nilai-nilai serta arti abadi

tersebut pasti akan menemukan kebahagiaan dan kesenangan sejati,

imannya akan teguh dan kokoh sentosa menghadapi segala cobaan

hidup serta macam-macam kesulitan karena ia bersifat pasrah

menerima segala cobaan hidup dan penuh keyakinan pada kekuasaan

ilahi .Ia akan selalu tawakal kepada kehendak yang maha kuasa dalam

memberikan amal dan beribadah setiap hari sehingga sehatlah lahir

batin.31

a. Ciri Mental Yang Sehat

Kalau diperhatikan kehidupan orang sehari-hari, bermacam-

macam yang dapat terlihat. Ada yang kelihatannya selalu gembira dan

bahagia, serta selalu disenangi orang, tidak ada yang membencinya atau

menyakiti. Sebaliknya ada juga yang selalu mengeluh dan bersedih hati,

tidak cocok dengan orang lain dalam pekerjaan, tidak bersemangat serta

tidak dapat memikul tanggung jawab, hidupnya dipenuhi kegelisahan,

kecemasan dan ketidakpuasan, mudah terserang penyakit yang sulit

disembuhkan. Mereka tidak pernah merasakan kebahagiaan di samping itu

ada pula yang dalam hidupnya suka menganggu dan melanggar hak

ketenangan orang lain, megadu domba, menfitnah dan menyeleweng,

menipu, menganiaya serta melakukan tindakan yang lainnya. Berkaitan

dengan ciri mental yang sehat ada beberapa hal yang mendukung mental

seseorang menjadi baik dan sehat. Adapun karakteristik mental yang sehat

adalah sebagai berikut :

a. Kondisi mental yang didasari dengan keyakinan yang kuat.

b. Kondisi mental yang didasari dengan akhlak yang baik.

c. Kondisi mental yang tenang dan jauh dari kecemasan-kecemasan.

Untuk memperjelas pendapat penulis di atas, penulis mengutip

pendapat dari maslow dan Mittelmen dalam bukunya “Principles of

31 Ibid, hlm. 257-258

Page 17: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

27

Abnormal psychology” yang mengatakan bahwa karakteristik mental yang

terbina adalah :

1. Memiliki rasa aman (sense of security) yang tepat, mampu berkontak

dengan orang lain dalam bidang kerja, di tengah pergaulan dan dalam

lingkungan keluarga.

2. Memiliki penilaian diri (self evaluation) dan wawasan diri yang

raional, dengan rasa harga diri yang sedang, cukup, tidak berlebihan,

memiliki rasa sehat secara moril dan tidak dihinggapi rasa dosa dan

bersalah.

3. Memiliki spontanitas dan emosionalitas yang sehat.

4. Mempunyai kontak relaitas secara efisien tanpa ada fantasi dan angan-

angan yang berlebihan.

5. Memiliki dorongan dan nafsu-nafsu jasmaniyah yang sehat dan

mampu memuaskannya dengan cara yang sehat pula.

6. mempunyai pengetahuan diri yang cukup dengan motif-motif hidup

yang sehat dan kesadaran yang tinggi.

7. Memiliki tujuan hidup yang tepat dan bisa dicapai dengan kemampuan

sendiri, sebab sifatnya yang wajar dan realistis.

8. Dapat memiliki kemampuan belajar dari pengalaman hidupnya yaitu :

mengolah dan menerima pengalamannya dengan sikap yang luwes.

9. Ada kesanggupan untuk memuaskan tuntutan-tuntutan dan kebutuhan

dari kelompoknya.

10. Ada sikap emansipasi yang sehat terhadap kebudayaan namun dia

memiliki originilitas dan individualitas yang khas, sebab mampu

membedakan yang baik dari yang buruk.

11. Ada integritas dalam kepribadiannya, yaitu kebulatan unsur

jasmaniyah dan rohaniyah.32

32 Kartini Kartono, Patologi Sosial 3 : Gangguan-gangguan Kejiwaan, Jakarta, Rajawali

Press, 1986, hlm. 8-10

Page 18: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

28

Selanjutnya mental yang sehat selalu memperhatikan reaksi-reaksi

personal yang cocok, tepat terhadap stimulasi eksternal karena itu reaksi

kenormalan pada tingkat psikologis dan sosial biasanya diukur dengan

kelakuan individu daan kelompok daari tempat hidupnya, reaksi tersebut

normal, bila tepat dan sesuai dengan ide dan pada tingkah laku kelompok, dan

cocok dengan kesejahteraan umum dan kemajuan.

Dari pendapat Maslow di atas dapat penulis simpulkan bahwa mental

yang sehat ditandai oleh beberapa hal :

a. Integrasi kejiwaan (keserasian, kesesuaian antaara fungsi-fungsi jiwa)

b. Kesesuaian tingkah laku sendiri dengan tingkah laku sosial.

c. Adanya kesanggupan melaksanakan tugas-tugas hidup dan tanggung

jawab sosial.

d. Efisiensi dalam menanggapi realitas hidup dalam segala bidang yang

berupa tantangan-tantangan.

C. MANFAAT AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN

AL-QUR’AN MERUPAKAN KITAB TERAKHIR YANG DITURUNKAN OLEH

ALLAH KE BUMI UNTUK MEMBAHAGIAKAN MANUSIA. SEHINGA TIDAK HERAN

KALAU AL-QUR’AN MENAMAKAN DIRINYA SEBAGAI HUDA AN LINNAS (PETUNJUK

BAGI MANUSIA), TAPI TOH SEMUA ITU TERGANTUNG PADA MANUSIA ITU

SENDIRI, APAKAH MANUSIA MAU MEMPELAJARINYA DAN MENGAMALKAN ATAU

TIDAK. OLEH KAREANA ITU BANYAK SEKALI UPAYA UNTUK MEMPELAJARI

KANDUNGAN AL-QUR’AN DAN JUGA CARA MELAKSANAKANNYA, SALAH SATU

CONTOH ADALAH SEPERTI YANG DILAKUKAN DI PONDOK PESANTREN. OLEH

KARENA ITU DARI HASIL PENELITIAN PENULIS, MAKA PENULIS DAPAT

MENGELOMPOKKAN MENGENAI PENTINGNYA AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN.

ADAPUN ANALISA TERSEBUT MELIPUTI SEGI-SEGI ANTARA LAIN :

1. KEBUTUHAN PSIKOLOGIS

a. KEIMANAN

SEBELUM DATANGNYA NABI MUHAMMAD SAW MEMBACA

AJARAN AL-QUR’AN MAYORITAS MASYARAKAT ARAB BANYAK

Page 19: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

29

BERKEPERCAYAAN DINAMISME DAN ANIMISME YANG MENYEMBAH PADA

BENDA-BENDA DAN ARCA-ARCA. MAKA PADA ZAMAN INI SERING

DISEBUT JAMAN JAHILIYAH BAIK DIBIDANG AQIDAH, IBADAH DAN

AKHLAQ.

- BIDANG AQIDAH MEREKA PERCAYA BAHWA BENDA-BENDA ITU

ADALAH YANG MEMBERI KEKUATAN/MEMPUNYAI KEKUATAN GHAIB

YANG LUAR BIASA.

- BIDANG IBADAH, MEREKA MENYEMBAH ARCA-ARCA DAN

MENUHANKAN BENDA-BENDA.

- BIDANG AKHLAQ, KARENA MEROSOTNYA AKHLAQ MEREKA YANG

KALAH DITINDAS YANG MENANG, SIAPA YANG KUAT ITU YANG

MENANG, ADANYA ANAK PEREMPUAN YANG DITANAM HIDUP-HIDUP

JADI ORANG PEREMPUAN TIDAK ADA GANYANYA.

DEMIKIAN PULA DI PONDOK PESANTREN AL-ASY’ARIYAH DALAM

RANGKA MEMASYARAKATKAN AL-QUR’AN INI ADALAH UNTUK

MENANAMKAN KEIMANAN, AQIDAH SERTA MEMBINA AKHLAQ KARENA

BANYAK DI INDONESIA AJARAN ISLAM YANG BERCAMPUR DENGAN ADAT

ISTIADAT, MEMUJA ROH HALUS, DAN SEBAGAINYA. UNTUK

MELURUSKAN MENTAL MUSLIM YANG MASIH MENYIMPANG DARI

AJARAN UMAT ISLAM.

LAWAN ADALAH TITIK TOLAK DARI PERMULAAN MUSLIM UNTUK

MENGABDIKAN DIRI PADA ALLAH SEBAB TIDAK MUNGKIN SEORANG ITU

AKAN MENYEMBAH/MENGABDI KEPADA ALLAH TANPA DIDASARI RASA

PERCAYA ATAU JUGA DIKATAKAN AQIDAH. JADI SEORANG ITU AKAN

MENGABDI PADA ALLAH SETELAH MEREKA BENAR-BENAR PERCAYA

ADANYA ALLAH SEBAGAI PENCIPTA MANUSIA DAN DUNIA SEISINYA.

FIRMAN ALLAH :

الر نونءاممنؤالمه وبر ه منزل إليا أنول بمس

Page 20: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

30

ARTINYA : ROSUL TELAH BERIMAN KEPADA AL-QUR’AN YANG DITURUNKAN KEPADANYA DARI TUHANNYA, DEMIKIAN PULA ORANG-ORANG BERIMAN. (Q.S. AL-BAQARAH : 285)

b. IBADAH

DI PONDOK PESANTREN AL-ASY’ARIYAH DI SAMPING SANTRI

MENDAPATKAN PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN TENTANG KEIMANAN DAN

AQIDAH MEREKA JUGA MENDAPATKAN PELAJARAN TENTANG IBADAH.

KARENA IBADHA MERUPAKAN REALISASI DARIPADA IMAN, SEBAB IMAN

ITU TIDAK HANYA CUKUP DENGAN PERCAYA ATAU MEMBENARKAN

DALAM HATI SAJA AKAN TETAPI IMAN HARUS DIUCAPKAN DENGAN

LISAN DAN MEMBENARKAN DALAM HATI SAJA AKAN TETAPI IMAN

HARUS DIUCAPKAN DENGAN LISAN DAN MEMBENARKAN DALAM HATI

SERTA MENGAMALKAN ATAU MELAKUKAN DENGAN ANGGOTA BADAN,

OLEH KARENA ITU SANTRI YANG ADA DI PONDOK PESANTREN AL-

ASY’ARIYAH DIDIDIK DAN DIBINA TENTANG HUBUNGAN ANTARA

AKHLAQ DENGAN KHALIQ-NYA YANG ASLINYA DISEBUT DENGAN

IBADAH.

2. SOSIAL KEMASYARAKATAN.

DALAM MASALAH KEBUTUHAN SOSIOLOGIS KEMASYARAKATAN INI

DIBAGI MENJADI DUA HAL, YAITU :

a. MORAL

SEBAGAIMANA DIURAIKAN DI ATAS BAHWA AL-QUR’AN MEMBINA

MANUSIA KE JALAN YANG DIRIDLOI OLEH ALLAH SWT DAN

MENGAJARKAN KEPADA MANUSIA UNTUK BERAKHALAQ YANG MULIA

DAN BERBUDI LUHUR. SEHUBUNGAN DENGAN ADANYA PONDOK

PESANTREN AL-ASY’ARIYAH YANG MENGKAJI MASALAH AGAMA

TERUTAMA ADALAH MASALAH PELAJARAN TENTANG AL-QUR’AN DAN

MAYORITAS ADALAH MENGHAPAL AL-QUR’AN, MAKA DITUNTUT UNTUK

MENGAMALKAN AJARAN-AJARAN AGAMA (SYARIAT ISLAM) YANG

DIDALAMNYA MENYANGKUT MASALAH AKHLAQ DAN BUDI PEKERTI

YANG BERSUMBER PADA AL-QUR’AN. KARENA MASALAH AKHLAQ

Page 21: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

31

ADALAH MASALAH YANG MENJADI PERHATIAN DIMANA SAJA, BAIK

PADA MASYARAKAT YANG SUDAH OTOMATIS DIJADIKAN CERMIN

MASYARAKAT TERUTAMA DALAM HAL TINGKAH LAKU (MORAL).

DENGAN DEMIKIAN SEORANG SANTRI HARUS BENAR-BENAR

MENGAMALKAN ILMUNYA UNTUK PRIBADI MAUPUN MASYARAKAT.

SESUAI DENGAN HARAPAN PENGASUH PONDOK PESANTREN AL-

ASY’ARIYAH BAHWA SANTRI YANG MASIH TINGGAL DI PONDOK MAUPUN

YANG SUDAH PULANG KERUMAH (SELESAI) HARUS BENAR-BENAR

MENJADI SURI TAULADAN BAGI MASYARAKAT DAN MENGAMALKAN

ILMU PENGETAHUAN YANG DIPEROLEH DARI PONDOK PESANTREN DI

MASYARAKAT SEMAMPUNYA.

b. SOSIAL KEMASAYARAKATAN

PARA SANTRI YANG DISAMPING MENDAPATKAN PENDIDIKAN MENGENAI

MASALAH BERHUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH (IBADAH) JUGA

DIDIDIK UNTUK SALING KENAL MENGENAL, TOLONG MENOLONG DAN

SALING BANTU MEMBANTU SERTA BERBUAT BAIK BAIK PADA MANUSIA.

DENGAN ADANYA PENDIDIKAN DAN PEMBINAAN MENTAL

SPIRITUAL DAN SOSIAL KEMASYARAKATAN, AGAR SANTRI YANG MASIH

BERADA DI PONDOK PESANTREN AL-ASY’ARIYAH MAUPUN YANG SUDAH

SELESAI SESUAI DENGAN APA YANG DIHARAPKAN OLEH PENGASUH,

USTADZ YAITU UNTUK KEPENTINGAN MASYARAKAT, AGAMA DAN

NEGARA.

c. KESEHATAN MENTAL

Menurut Kartini Kartono kata mental hygiene atau kesehatan

mental berasal dari kata mental dan hygeia. Hygeia adalah dewi

kesehatan Yunani. Sedangkan mental (dari kata Latin mens, mentis)

artinya jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat. Adapun mental

hygiene/kesehatan mental sentralnya adalah bagaimana caranya orang

memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh

macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan

kebersihan jiwa; dalam pengertian tidak tergangu oleh bermacam-

Page 22: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

32

macam ketegangan, ketakutan dan konflik terbuka, serta konflik batin.

Jadi secara bahasa kesehatan mental berarti ilmu yang mempelajari

tentang kesehatan jiwa/mental.

Menurut pandangan ahli psikoanalisis, kesehatan mental yang

wajar itu terletak pada kesanggupan Aku Yang Agung (ego) dalam

memadukan antara berbagai alat-alat pribadi (naluri-naluri dan

dorongan-dorongan) dan tuntutan masyarakat, atau untuk sampai

kepada penyelesaian terhadap pertarungan yang timbul di antara

berbagai alat-alat pribadi. Dengan membaca Al qur'an problematika

yang muncul di dalam diri atau emosi seseorang dapat dikendalikan.

Kesehatan mental itu berhubungan dengan kemampuan orang

untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan dengan

masyarakat lingkungannya, hal ini membawanya kepada kehidupan

yang sunyi dari kegoncangan, penuh vitalitas. Dia dapat menerima

dirinya dan tidak terdapat padanya tanda-tanda yang menunjukkan

ketidak serasian sosial, dia juga tidak berkelakukan wajar yang

menunjukkan kestabilan jiwa, emosi dan pikiran dalam berbagai

lapangan dan di bawah pengaruh semua keadaan.

Secara singkat, menurut penulis kurang lebih ada tujuh

macam manfaat tilawah Al-Qur'an.

Pertama manfaat konsultatif yakni; tilawah Al-Qur'an

merupakan media komunikasi antara hamba (pentilawah) dengan Sang

Kholik.

Dengan demikian penderita dapat merasa lega karena sikap

dan perasaannya yang menekan terungkap keluar, serta keadaannya

diketahui, diperhatikan dan diterima konsultan. Demikian halnya

dengan membaca Al-Qur’an. Pembaca dapat merasakan ketenangan

Page 23: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

33

batin karena ia merasa Allah mendengar, mengetahui, memperhatikan

bacaan-bacaannya, dan mengetahui perasaannya.

Dengan manfaat konsultatif dalam tilawah Al-Qur'an ini

maka manfaat ini dapat dikatakan mempunyai relevansi dengan semua

ciri-ciri kesehatan mental, dan juga relevansi dengan semua tolak ukur

kesehatan mental.

Kedua, manfaat kontrol yakni, dengan adanya manfaat

konsultatif, individu senantiasa merasa diawasi dan dikontrol oleh

Allah , dan selalu merasakan kehadiran Allah dan selalu merasa

diawasi oleh-Nya, membuat pembaca merasa dekat, dilihat, dan

diperhatikan oleh Allah, sehingga akan membuat pembaca

mengadakan perhitungan dan kritik terhadap amal shaleh yang sudah,

sedang, dan akan dilakukannya agar sejalan dengan syari’ah. Keadaan

demikian akan mendorong pembaca untuk berlaku taat dan

mendekatkan diri kepada Allah dalam setiap amalnya.

Merasakan kehadiran Allah menurut Amin akan berimplikasi

pada jiwa seseorang yakni tidak akan merasa kesepian, dimana merasa

kesepian adalah merupakan salah satu penyakit yang dialami oleh

manusia modern.33 Disamping itu dalam perawatan kejiwaan

menghendaki agar manusia dapat mengadakan kontrol dan kritik diri

yang sehat terhadap dirinya karena hal itu merupakan prinsip dari

kesehatan mental. Seseorang yang tidak mampu mengadakan kontrol

terhadap tingkah laku dan kritik terhadap kekurangan dirinya

merupakan gejala dari gangguan jiwanya. Orang yang tidak memiliki

pengawasan dan perhitungan diri dalam hidupnya akan mengalami

penyesalan dan penderitaan batin karena ia tidak memikirkan dan

tidak memperhitungkan diri dan tingkah laku yang diwujudkannya.

33 M.Rusli Amin, MA, Pencerahan Spiritual Sukses Membangun Hidup Damai dan

Bahagia, Al-mawardi Prima, Jakarta, 2002, hlm. 38.

Page 24: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

34

Dengan mengadakan kontrol dan kritik diri dalam hidup, seseorang

dapat memperoleh kesehatan mental. 34

Dengan demikian, menurut penulis manfaat kontrol

mempunyai relevansi dengan semua tolak ukur kesehatan mental, dan

mempunyai relevansi dengan ciri-ciri kesehatan mental terutama pada

(a) terhindar dari gangguan kejiwaan; (b) mampu menyesuaikan diri;

(d) adanya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan; (e) dapat

merasakan kebahagiaan; (f) memiliki ketahanan mental yang kuat dan

tabah dalam menghadapi cobaan; (g) dapat menjawab tantangan

hidupnya; (h) beriman dan bertaqwa.

Ketiga, manfaat fragmatis yakni; dengan adanya manfaat

kontrol pembaca akan senantiasa menyelesaikan problematikanya

berdasarkan petunjuk Ilahi.

Untuk pembinaan dan pengembangan kesehatan mental

manusia membutuhkan agama, seperangkat cita-cita yang konsisten

dan pandangan hidup yang kukuh. Dengan petunjuk Ilahi (agama)

manusia dapat terbantu dalam mengatasi persoalan hidup yang berada

diluar kesanggupan dirinya sebagai manusia yang lemah. Dengan cita-

cita manusia dapat bersemangat dan bergairah dalam perjuangan hidup

yang berorientasi ke masa depan., membentuk kehidupan secara tertib,

dan mengadakan perwujudan diri dengan baik.

Dengan demikian, dapat dikatakan manfaat pragmatis ini

mempunyai relevansi dengan semua ciri-ciri dan tolak ukur kesehatan

mental.

Keempat, manfaat preventif, yaitu; dengan adanya petunjuk

Ilahi pembaca dapat menyelesaikan permasalahan hidupnya, sehingga

ia akan terhindar dari problematika hidup yang dapat menyebabkan

gangguan mental.

34 Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Bulan Bintang,

Jakarta, 1982, hlm. 74-79.

Page 25: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

35

Kelima, manfaat kuratif yakni; tilawah Al-Qur'an merupakan

media tazkiyatun nafs atas segala penyakit- penyakit hati. Yang

dimaksud sarana tazkiyah adalah berbagai amal perbuatan yang

mempengaruhi jiwa secara langsung dengan menyembuhkannya dari

penyakit, membebaskannya dari “tawanan“ atau merealisasikan

akhlak padanya. Artinya buah dari tazkiyah adalah munculnya

akhlaq-akhlaq yang terpuji dan terkendalinya lidah.35 Sifat-sifat yang

terpuji inilah yang merupakan obat atau kebutuhan jiwa yang dapat

membantu mewujudkan keharmonisan dan penyesuaian terhadap diri

sendiri, orang lain lingkungan dan Allah. Dapat pula dikatakan bahwa

tilawah Al-Qur'an merupakan ibadah yang bertujuan membersihkan

kesucian dan penyakit-penyakit jiwa manusia, yang dengannya

manusia akan mampu mencapai kehidupan abadi dan sejahtera di

kemudian hari.

Menurut penulis, manfaat kontrol lebih mempunyai relevansi

dengan ciri-ciri kesehatan mental pada: (a) terhindar dari gangguan

kejiwaan; (b) mampu menyesuaikan diri; (c) adanya keserasian antara

fungsi-fungsi kejiwaan; (d) dapat merasakan kebahagiaan; (e)

memiliki ketahanan mental; (f) dapat menjawab tantangan hidup.

Sedangkan pada tolak ukur kesehatan mental, lebih pada point; (2)

terhindar dari perbuatan tercela; (4) mampu mengembangkan potensi-

potensi sifat yang terpuji.

Keenam, manfaat evaluasi yakni; Dengan tilawah Al-Qur'an

pentilawah dapat melihat dirinya sendiri sebagai sosok yang baik atau

yang buruk. Dalam hal ini berarti ada proses introspeksi terhadap

perbuatan sendiri, tingkah laku, kehidupan batin, pikiran, perasaan

sendiri, keinginan dan segenap unsur kejiwaan lainnya merupakan

pemahaman primer yang diperlukan dalam upaya pencegahan

35 Ibid, hlm. 459.

Page 26: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

36

gangguan kejiwaan.36 Juga menurut Ahmad Amin bahwa, orang yang

telah mengetahui dirinya baik harga diri/kelemahannya dalam

masyarakat dapat mengubah seseorang dari penyakit mental.37

Ketujuh, manfaat eskatologis yakni, tilawah Al-Qur'an dapat

menghasilkan pahala. Setiap mukmin yakin, bahwa membaca Al-

Qur'an saja, sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan

mendapat pahala yang berlipat ganda, sebab yang dibacanya itu adalah

kitab suci Ilahi. Disamping itu, membacanya merupakan amal ibadah

sunnah yang besar pengaruhnya pada jiwa. Karena Qur’an firman

Allah dan sebagai hasilnya cinta Allah akan tumbuh dalam jiwa.

Mengingat Allah ini tercapai meskipun orang tidak paham arti Al-

Qur'an itu.

Dengan keimanan seseorang akan merasa aman dan merasa tidak

ada gangguan dalam dirinya (sesuai dengan arti dari kata A–m–n), dan

dengan iman seseorang akan merasa lega dan puas (sesuai dengan makna

mutmain).38

Dari penjelasan di atas, nampak ada korelasi positif antara

terhindarnya gangguan mental dengan keimanan seseorang. Faktor

keimanan inilah yang mendorong seseorang untuk merealisasikan ajaran-

ajaran Islam sehingga akan membantu pertumbuhan dan perkembangan

jiwanya. Dengan memenuhi dan merealisasikan nilai-nilai itu diharapkan

seseorang akan menemukan dan mengembangkan makna hidupnya,

sehingga mengalami hidup secara bermakna (The meaning full life) yang

merupakan pintu terbuka ke arah kebahagiaan (happiness).39

Tidak hanya itu, menurut Zakiyah Darajat, dalam psiko–terapi

(perawatan jiwa) ternyata bahwa, yang menjadi pengendali utama dalam

36 Kartini Kartono, Patologi Sosial 3; Gangguan-gangguan Kejiwaan, CV. Rajawali,

Jakarta, 1981, hlm. 4. 37 Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak), Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 76. 38 Tafsir Dkk, Moralitas Al-Qur'an dan Tantangan Modernitas, Gema Media,

Yogyakarta, Cet. I, 2002, hlm. 116. 39 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi

Islami, Pusaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm. 31.

Page 27: BAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN ...library.walisongo.ac.id/.../15/...747-Bab2_410-2.pdfBAB II TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN

37

sikap, tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal (pikiran) semata-

mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat

menentukan adalah perasaan.40 Untuk menciptakan keserasian

(keharmonisan) antara pikiran, perasaan, dan perbuatan dibutuhkan

keimanan. Keimanan di sini yang akan mengontrol pikiran, perasaan, dan

perbuatan, sehingga akan terciptalah rasa aman dan tenteram.41 Dalam

agama Islam, terkenal enam macam pokok keimanan (arkanul iman).

Menurut Zakiah Darajat, semua rukun iman tersebut mempunyai fungsi

yang menentukan dalam kesehatan mental seseorang.42 Ini, dikarenakan,

keimanan merupakan proses kejiwaan yang tercakup di dalamnya semua

fungsi jiwa, perasaan dan pikiran sama-sama menyakinkannya. Apabila

iman tidak sempurna, maka manfaatnya bagi kesehatan mental pun kurang

sempurna pula.43 Keimanan (rukun iman) juga mengajarkan seseorang

untuk bersifat menerima (positive thinking), terhadap Allah, sehingga akan

membebaskan orang dari segala macam ketegangan jiwa.44

Jadi, untuk terhindar dari gangguan mental, diperlukan perangkat

keimanan untuk mewujudkannya. Faktor keimanan ini bisa diperoleh dari

membaca Al-Qur'an, karena pembaca Al-Qur'an sendiri merupakan

rangkaian iman dalam Islam.

40 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, Gunung Agung, Jakarta, 1982, hlm.

12-13. 41 Ibid. 42 Ibid, hlm. 14. 43 Ibid, hlm. 15. 44 Kelompok Studi Mahasiswa Psikologi Surakarta, Melihat S. Freud dari Jendela Lain,

Studi, Solo, Cet. III, 1991, hlm. 65.