tr 11 illegal logging review(1)

Upload: maslakhatun-nisakdiyah

Post on 14-Feb-2018

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    1/32

    REVIEW TENTANG ILLEGAL LOGGING SEBAGAI

    ANCAMAN TERHADAP SUMBERDAYA HUTAN DAN

    IMPLEMENTASI KEGIATAN PENGURANGAN EMISI DARI

    DEFORESTASI DAN DEGRADASI (REDD+) DI INDONESIA

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan KebijakanBadan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,

    Kementerian Kehutanan, IndonesiaKerjasama Dengan:

    International Tropical Timber Organization (ITTO)Bogor, 2011

    TIM BADAN LITBANG KEHUTANAN DANTAMAN NASIONAL MERUBETIRI

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    2/32

    i

    REVIEW TENTANG ILLEGAL LOGGING SEBAGAI ANCAMANTERHADAP SUMBERDAYA HUTAN DAN IMPLEMENTASI

    KEGIATAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DANDEGRADASI (REDD) DI INDONESIA

    Oleh.

    Tim Badan Litbang Kehutanan danTaman Nasional Meru Betiri

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan KebijakanBadan Penelitian dan Pengembangan KehutananKementerian Kehutanan, Indonesia

    Kerjasama DenganInternational Tropical Timber Organization (ITTO)

    Bogor, 2011

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    3/32

    ii

    REVIEW TENTANG ILLEGAL LOGGING SEBAGAI ANCAMAN TERHADAPSUMBERDAYA HUTAN DAN IMPLEMENTASI KEGIATAN PENGURANGANEMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI (REDD+) DI INDONESIA

    ISBN: 978-602-99985-5-9

    Laporan Teknis No 11, November 2011.

    Oleh : Tim Badan Litbang Kehutanan dan Taman Nasional Meru BetiriReview ini merupakan bagian dari kegiatan 1.3.3. Program ITTO PD 519/08 Rev.1(F): Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions From Deforestation AndForest Degradation And Enhancing Carbon Stocks In Meru Betiri National Park,Indonesia.

    Kerjasama Antara:

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Centerfor Climate Change and Policy Research and Development)Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor Jawa Barat IndonesiaTel: +62-251-8633944Fax: +62-251-8634924Email:[email protected]: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id

    LATINTthe Indonesian Tropical InstituteJl. Sutera No. 1 Situgede Bogor Jawa Barat IndonesiaTel: +62-251-8425522/8425523Fax: +62-251-8626593

    Email:[email protected]@latin.or.idWebsite: www.latin.or.id

    Taman Nasional Meru Betiri, Kementerian KehutananJalan Siriwijaya 53, Jember, Jawa Timur, IndonesiaTel: +62-331-335535Fax: +62-331-335535Email:[email protected]:www.merubetiri.com

    Copyright 2011.

    Diterbitkan Oleh:Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan KebijakanBadan Penelitian dan Pengembangan KehutananJl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610Tel/Fax: +62-251-8633944Email:[email protected] site: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]://www.latin.or.id/http://www.latin.or.id/mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]://www.merubetiri.com/http://www.merubetiri.com/http://www.merubetiri.com/mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]://www.merubetiri.com/mailto:[email protected]://www.latin.or.id/mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]
  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    4/32

    iii

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI .................................................................................................. iiiDAFTAR TABEL ............................................................................................ iv

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ivRINGKASAN .................................................................................................. vI. PENDAHULUAN .................................................................................... 1II. POTENSI SUMBER DAYA HUTAN, MANFAATNYA DAN

    PERANANNYA DALAM PERUBAHAN IKLIM........................................ 22.1. Luas dan Tipe Hutan ...................................................................... 22.2. Ekosisitem Hutan dan Manfaatnya ............................................... 32.2. Peran Hutan dalam Perubahan Iklim ............................................. 5

    III. MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DAN REDD .. 83.1. Kegiatan Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Kehutanan ................... 83.2. REDD Sebagai Kegiatan Mitigasi GRK ......................................... 11

    IV. ILLEGAL LOGGING .............................................................................. 114.1. Definisi dan Latar Belakang Terjadinya Illegal Logging .................. 124.2. Faktor Pendukung Dan Pelaku Terjadinya Penebangan Liar ........ 134.3. Pola dan Dampak Illegal Logging .................................................. 154.5. Illegal Logging di Jawa ................................................................... 174.6. Pengendalian Illegal Logging ......................................................... 194.7. Upaya Pengendalian Illegal Logging di TN Meru Betiri .................. 23

    VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 25Daftar Pustaka ............................................................................................... 26

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    5/32

    iv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Luas hutan di Indonesia berdasarkan fungsinya (Sumber :Departemen Kehutanan, 2009).............................................. 3

    Tabel 2. Biomasa pada beberapa kategori lahan (ton/ha)................... 7

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Deforestasi di Indonesia (Sumber : KementerianKehutanan, 2010) ................................................................ 7

    Gambar 2. Kayu dari hasil penebangan liar yang ditangkap olehkepolisian dan BKSDA Riau ................................................. 17

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    6/32

    v

    RINGKASAN

    Kawasan hutan di Indonesia mencapai luas 134 juta ha atau sekitar 60 persen dariluas total Indonesia. Hutan mempunyai manfaat langsung dan tidak langsung yang

    telah dikenal secara luas. Hutan juga berperan penting dalam perubahan iklim, baiksebagai penyerap/penyimpan karbon (sink) maupun pengemisi karbon (source ofemission). Deforestasi dan degradasi meningkatkan emisi, sedangkan aforestasi,reforestasi dan kegiatan penanaman lainnya serta konservasi hutan meningkatkanserapan. REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) adalahmekanisme yang sedang dibangun oleh masyarakat internasional guna mencegahterjadinya kerusakan hutan berupa deforestasi atau degradasi yang berkontribusinyata terhadap peningkatan GRK di dunia. Minat akan mekanisme ini ditunjukkandengan banyaknya kegiatan percontohan (DA REDD) di Indonesia selama masapersiapan (readiness phase) sampai tahun 2012. Salah satu DA REDD+ yangdilaksanakan adalah di TNMB yang mewakili kawasan konservasi. Praktek

    penebangan liar atau illegal logging dapat mengancam kelestarian hutan dankeberhasilan pelaksanaan mitigasi perubahan iklim melalui skema REDD.Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mengatasi masalah penebanganliar yaitu melalui upaya preventif, dengan pendekatan peningkatan kesadaran sertakesejahteraan masyarakat, upaya perbaikan sistem pengelolaan kehutanan,danperangkat perundang-undangan. Selain itu perlu adanya sistem deteksi dalampengendalian ilegal loging serta yang terpenting adalah upaya penegakan hukum.

    Kata Kunci: Illegal logging, kegiatan percontohan REDD+, mitigasi perubahan iklim

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    7/32

    1

    1. PENDAHULUAN

    Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia,

    dan Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebutMegadiversity Country. Hutan Indonesia merupakan rumah bagi ribuan jenisflora dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik di Indonesia.

    Kawasan hutan di Indonesia mencapai luas 133,7 juta ha atau sekitar 60persen dari luas total Indonesia (Departemen Kehutanan, 2009). Hutanmempunyai manfaat langsung dan tidak langsung yang telah dikenal secaraluas. Manfaat langsung dari hutan adalah penghasil kayu dan non kayu,sedangkan manfaat tidak langsung adalah sebagai pengatur iklim mikro,pengatur tata air dan kesuburan tanah, serta sumber plasma nutfah yangsangat penting bagi kehidupan manusia saat ini dan dimasa yang akan datang.

    Hutan juga berperan penting dalam perubahan iklim. Dalam konteksperubahan iklim, hutan dapat berperan baik sebagai penyerap/penyimpankarbon (sink) maupun pengemisi karbon (source of emission). Deforestasi dandegradasi meningkatkan emisi, sedangkan aforestasi, reforestasi dan kegiatanpenanaman lainnya serta konservasi hutan meningkatkan serapan.

    Tekanan terhadap sumberdaya hutan cenderung semakin meningkat.Deforestasi dan degradasi hutan merupakan penyebab utama kerusakansumber daya hutan di Indonesia. Terjadinya deforestasi dan degradasi hutan di

    Indonesia antara lain disebabkan oleh kebakaran dan perambahan hutan;illegal loging dan illegal trading yang antara lain didorong oleh adanyapermintaan yang tinggi terhadap kayu dan hasil hutan lainya di pasar lokal,nasional dan global; Adanya konversi kawasan hutan secara permanen untukpertanian, perkebunan, pemukiman, dan keperluan lain; Adanya penggunaankawasan hutan di luar sektor kehutanan melalui pinjam pakai kawasan hutandan pemanenan hasil hutan yang tidak memperhatikan prinsip-prinsippengelolaan hutan lestari (PHL).

    Deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di indonesia mendorongberkembangnya isu sebagai penyumbang emisi karbon yang cukup signifikan.

    Di sisi lain, sebagaimana negara berkembang lainnya, hutan masih diposisikansebagai sumberdaya pembangunan ekonomi yang dikhawatirkan akanmempercepat laju deforestasi dan degradasi hutan yang memperbesar emisigas rumah kaca dari sektor kehutanan.

    REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) adalahmekanisme yang sedang dibangun oleh masyarakat internasional gunamencegah terjadinya kerusakan hutan berupa deforestasi atau degradasi yangberkontribusi nyata terhadap peningkatan GRK di dunia. Mekanisme REDDsejalan dengan prinsip pengelolaan hutan lestari sehingga Indonesia sangatberperan dan berkepentingan dalam mewujudkan pelaksanaan mekanisme ini.

    Mekanisme ini bersifat sukarela (voluntary) dan memungkinkan dimasa yang

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    8/32

    2

    akan datang adanya reward atau insentif bagi negara yang mempertahankankelestarian hutannya. Minat akan mekanisme ini ditunjukkan denganbanyaknya kegiatan percontohan (DA REDD) di Indonesia selama masapersiapan (readiness phase) sampai tahun 2012. Meskipun demikian,

    mekanisme ini mendapat ancaman potensial dari masih besarnya deforestasiserta degradasi.

    Secara umum kesadaran untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitasserta kuantitas hutan terus meningkat. Hal ini tercermin dalam programprioritas Kementerian Kehutanan untuk tahun 2009-2014 (Peraturan MenteriKehutanan Nomor: P.70/Menhut-II/2009) yaitu:

    1. Pemantapan Kawasan Hutan.2. Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan Daya Dukung Daerah Aliran Sungai

    (DAS).

    3. Pengamanan Hutan dan Pengendalian Kebakaran Hutan.4. Konservasi Keanekaragaman Hayati.5. Revitalisasi Pemanfaatan Hutan dan Industri Kehutanan.6. Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan.7. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Kehutanan.8. Penguatan Kelembagaan Kehutanan.

    Kajian ini membahas permasalahan ilegal loging sebagai ancaman terhadapkelestarian hutan dan juga ancaman terhadap keberhasilan program mitigasiperubahan iklim sektor kehutanan yang memasukkan kegiatan penguranganemisi dari deforestasi dan degradasi (REDD) sebagai kegiatan penting dalam

    skema penurunan emisi.

    2. POTENSI SUMBER DAYA HUTAN, MANFAATNYA DAN PERANANNYADALAM PERUBAHAN IKLIM

    2.1. Luas dan Tipe Hutan

    Indonesia adalah negara dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia setelahBrazil and Zaire, yaitu seluas 133,7 juta hektar, yang meliputi 10% dari totalhutan tropis di dunia. Hutan mempunyai fungsi utama sebagai paru-paru duniaserta penyeimbang iklim global. Dalam tataran global, keanekaragaman hayatiIndonesia menduduki posisi kedua di dunia setelah Columbia sehinggakeberadaannya perlu dipertahankan. Di Indonesia luas hutan meliputi 60 % dariluas seluruh wilayah Indonesia. Hutan di Indonesia memiliki peranan yangpenting, tidak hanya sebagai sumber pembangunan ekonomi dan sumberkehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global.Indonesia juga merupakan negara yang memiliki mega diversity dan memilikilahan gambut yang sangat luas. Luas hutan menurut fungsinya dapat dilihatpada Tabel 1.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    9/32

    3

    Berdasarkan Undang Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan, kawasan hutandibagi ke dalam kelompok hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksidengan pengertian sebagai berikut:

    Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yangmempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dansatwa serta ekosistemnya.

    Hutan Konservasi terdiri dari; Kawasan suaka alam berupa cagar alam (CA)dan suaka margasatwa (SM), kawasan pelestarian alam berupa TamanNasional (TN), Taman Hutan Raya (THR) dan Taman Wisata Alam (TWA);serta Taman Buru.

    Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokoksebagai perlindungsn sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan

    memelihara kesuburan tanah

    Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokokmemproduksi hasil hutan. Hutan Produksi terdiri dari Hutan Produksi Tetap(HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang DapatDikonversi (HPK).

    Tabel 1 Luas hutan di Indonesia berdasarkan fungsinya (Sumber :Departemen Kehutanan, 2009)

    No Fungsi Hutan Luas (Ha)

    1 Kawasan suaka alam + KawasanPelestarian Alam

    19.908.235

    2 Hutan Lindung 31 604 032

    3 Hutan Produksi Terbatas 22 502 724

    4 Hutan Produksi Tetap 36 649 918

    5 Hutan Produksi yang DapatDikonversi

    22 795 961

    Jumlah 133.694.685

    2.2. Ekosisitem Hutan dan Manfaatnya

    Ekosistem hutan merupakan pengertian yang luas yang mempunyai hubunganketergantungan dan hubungan sebab akibat di dalam hutan. Hutan merupakantempat berkembangnya berbagai flora dan fauna yang mulai dari yangberbentuk mikro sampai binatang besar seperti gajah. Interaksi dari komponen-komponen yang terdapat dalam ekosistem hutan terus berjalan.

    Berdasarkan ekosistemnya hutan di Indonesia dibagi dalam kategori sebagaiberikut :

    Hutan hujan dataran rendah : Jenis hutan ini banyak ditemukan di bagianbarat Indonesia, Sumaterav dan Kalimantan yang dicirikan dengan curahhujan tinggi, pada dataran rendah. Jenis tanah podsolik, latosol dan aluvial.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    10/32

    4

    Jenis pohonnya antara lain : Shorea spp, Eusideroxylon zwagery, Pometiapinnata, Intsia bijuga, Agathis spp., Pterocarpus indicus, Octomelessumatrana, Diospyros celebica, dan jenis lainnya.

    Hutan rawa: Dijumpai di dekat muara sungai, sering tergenang air dankaya bahan organik. Jenis tanah Gley humus, dan aluvial. Jenis penting:Alstonia pneumatopora, Campnosperma macrohylla, Dyera lowii,Palaquium leiocarpum, Shorea balangeran, dan Lophopetalummultinervium.

    Hutan rawa gambut: Jenis tanah tanah gambut yang kaya bahan organikketebalan 1 20 m. Tanah tergenang air gambut berwarna coklatkekuningan. Jenis tanah organosol, dengan jenis pohon penting yaituramin (Gonystylus bancanus).

    Hutan mangrove atau bakau: Ditemukan pada tanah aluvial berpasir di tepi

    pantai dan dipengaruhi oleh air laut/payau. Jenis yang penting antara lainAvicenia spp., Sonneratia spp., Rhizophora spp., Bruguiera spp. Ceriopstagal danXylocarpus granatum.

    Hutan hujan dataran tinggi : Hutan yang berada pada ketinggian 5001000m di atas permukan laut. Jenis tanah latosol, podsolik atau litosol dan iklimbasah. Jenis penting diantaranya Quercus spp., Agathis damara, Altingiaexelsa dan jenis lain.

    Keberadaan hutan mempunyai hubungan erat dengan peningkatan kesuburantanah, berkurangnya banjir, ketersediaan air dan udara bersih. Hara diperolehdengan pencucian daun oleh air hujan, serasah yang terdekomposisi serta

    bagian tanaman (batang, cabang, ranting, buah, dan bunga) yang jatuh danmelapuk. Tanaman hutan juga berperan dalam peningkatan infiltrasi air hujankedalam tanah sehingga pada waktu hujan tidak terjadi banjir dan pada musimkemarau air masih tersedia sebagai mata air.

    Hutan juga berperan sebagai pengemisi dan juga penyerap karbon yang erathubungannya dengan perubahan iklim global. Emisi di bidang kehutanantermasuk lahan gambut per tahun diperkirakan mencapai 1,24 Gt CO2e,sedangkan kemampuan menyerap karbon dari atmosfir diperkirakan hanyamencapai 0,707 Gt CO2e pada tahun 2020. Pengelolaan hutan yangberkelanjutan sesuai dengan fungsinya, perubahan hutan menjadi areal non

    hutan, pengelolaan hutan yang berada di lahan gambut dan pencegahankebakaran hutan, berkontribusi dalam penurunan emisi GRK.

    Hutan juga merupakan areal penghasil kebutuhan manusia baik berupapangan, papan dan sandang. Hutan diketahui mempunyai fungsi untukmengurangi peristiwa banjir dan kekeringan. Hutan juga berperan menahanangin sehingga evaporasi dari permukaan tanah tidak terlalu besar danevapotranspirasi dari tanaman yang ada di dalam hutan tidak terlalu tinggi.Didaerah sub tropis keberadaan hutan dapat meningkatkan jumlah curah hujan,karena angin yang datang ke daerah hutan ditahan dan angin naik ke atas danterjadi kondensasi dan selanjutnya terjadi butir-buti curah hujan.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    11/32

    5

    Kualitas air yang berasal dari kawasan hutan umumnya masih baik karena airhujan yang diinfiltrasikan seperti terjadi penyaringan oleh akar tanaman dantanah hutan. Hasil penelitian Hardiwinanto (2007), DAS yang penutupanhutannya lebih luas memperlihatkan beberapa parameter sifat fisik maupun

    kimia lebih baik dibanding dengan DAS yang penutupan hutannya lebih kecil.Juga diperoleh informasi bahwa aliran permukaan pada semak belukar, alang-alang, ladang tanaman semusim dan hutan lembab tropis yang belum ditebang,yang semuanya mempunyai kelerengan 30% dan tanahnya Ultisol/Podzolik diKalimantan Timur, aliran permukaannya berturut-turut 0,5%, 1,6%, 4,0% dan11,1% dari total curah hujannya. Fluktuasi aliran air terendah terjadi di DASyang ditutupi hutan lindung dan diikuti Pengusahaan Hutan Produksi,Pengusahaan Hutan Tanaman Industri, dan kombinasi peruntukan sepertiHPH, HTI, Perkebunan, Pertambangan dan lain-lain.

    Dari peran hutan dalam meningkatkan kesuburan tanah, mengatur ketersediaan

    air dan menyerap karbon, maka keberadaan hutan sangat berhubungandengan keberhasilan usaha pertanian dalam arti luas dan kesejahteraan umatmanusia.

    2.3. Peran Hutan dalam Perubahan Iklim

    Terjadinya perubahan iklim telah banyak dibuktikan secara ilmiah. Saat ini,perubahan iklim telah menimbulkan bencana baru bagi manusia. Musimkemarau yang semakin panjang serta musim penghujan yang relatif pendekdengan intensitas hujan yang tinggi merupakan bukti nyata adanya perubahaniklim. Hal ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia seperti

    kekeringan yang berkepanjangan, gagal panen, krisis pangan, air bersih,pemanasan muka laut serta banjir dan longsor. Berbagai studi menyebutkanbahwa negara berkembang yang akan paling menderita karena tidak mampumembangun struktur untuk beradaptasi, walaupun dampak perubahan iklimjuga dirasakan negara maju (Stern, 2007).

    Perubahan iklim ini terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca(GRK) yaitu CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan SF6di atmosfer. Peningkatan emisidiakibatkan oleh proses pembangunan dan industri berbahan bakar migas yangsemakin meningkat dan kegiatan penggunaan lahan serta alih guna lahan dankehutanan (Land Use, Land Use Change and Forestry). Hasil studi oleh Stern

    (2007) untuk tingkat dunia, menunjukkan sumber emisi terbesar berasal darisektor energi yaitu pembangkit listrik 24 %, industri 14 %, transportasi 14 %,konstruksi 8 % dan sumber energi lain 5 %. Emisi dari sektor non energi yaituperubahan lahan termasuk kehutanan 18 %, pertanian 14 % dan limbah 3 %. DiIndonesia, sektor kehutanan mengemisi gas rumah kaca yang cukup besar,sekitar 48 % emisi GRK di Indonesia dihasilkan dari sektor LULUCF (KLH,2009).

    Indonesia menandatangani United Nations Framework Convention on ClimateChange (UNFCCC) pada tanggal 5 Juni 1992, dan mengeluarkan Undang-Undang No. 6/1994 tentang Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja PBB

    tentang Perubahan Iklim. Sebagai negara berkembang yang tidak termasuk

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    12/32

    6

    dalam negara Anex I UNFCCC, Indonesia berkomitmen untuk melaksanakanmandat Konvensi berdasarkan prinsip common but differentiatedresponsibilities. Indonesia sangat mendukung tujuan dari UNFCCC yaitumencegah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer agar tidak

    membahayakan kehidupan manusia di bumi. Indonesia juga telah menyatakanuntuk menurunkan emisinya sebesar 26% tahun 2020.

    Dalam konteks perubahan iklim, hutan dapat berperan baik sebagai sink(penyerap/penyimpan karbon) maupun source (pengemisi karbon). Deforestasidan degradasi meningkatkan source, sedangkan aforestasi, reforestasi dan

    kegiatan pertanaman lainnya serta konservasi hutan meningkatkan sink.

    2.3.1. Sebagai Sumber Emisi Gas Rumah Kaca

    Emisi GRK yang terjadi di sektor kehutanan Indonesia bersumber dari

    deforestasi (konversi hutan untuk penggunaan lain seperti pertanian,perkebunan, pemukiman, pertambangan, prasarana wilayah) dan degradasi(penurunan kualitas hutan akibat illegal logging, kebakaran, over cutting,perladangan berpindah (slash and burn), serta perambahan. Deforestasi dinegera berkembang khususnya di negara tropik tercatat berkontribusi terhadapsekitar 18 % emisi karbon global. Dari hasil review oleh Stern (2007), emisi darideforestasi dapat mencapai 40 Gt CO2 antara 2008-2012. Hal ini akanmeningkatkan kadar CO2di atmosfer sebanyak 2 ppm jika upaya-upaya mitigasitidak dilakukan dengan baik.

    Deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di indonesia mendorong

    berkembangnya isu sebagai penyumbang emisi karbon yang cukup signifikan.Hasil inventarisasi GRK yang dilaporkan dalam SNC (KLH, 2009) menunjukkanemisi yang besar dari sektor kehutanan yaitu 48% dari total emisi belumtermasuk emisi dari kebakaran pada lahan gambut.

    Departemen Kehutanan melaporkan selama tahun 1990-2006 rata-ratadeforestasi setiap tahun di indonesia adalah 1,09 juta ha.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    13/32

    7

    Gambar 1. Deforestasi di Indonesia (Sumber : Kementerian Kehutanan, 2010)

    2.3.2. Peranan Hutan sebagai Penyerap Karbon (Carbon Sink)

    Kegiatan di sektor kehutanan yang secara potensial dapat menekan besarnyaemisi GRK dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu peningkatan serapan karbonmelalui berbagai kegiatan penanaman, mempertahankan stok karbon yang adadi hutan (konservasi), dan substitusi penggunaan bahan bakar fosil dengan

    biomas. Kegiatan konservasi meliputi perlindungan hutan dari deforestasi dandegradasi akibat aktivitas manusia. Peningkatan serapan dilakukan melaluikegiatan perluasan hutan tanaman. Kegiatan ini misalnya pembangunan hutantanaman, hutan rakyat, agroforestry dan kegiatan penanaman lainnya.

    Hutan di Indonesia yang berada pada kawasan seluas lebih dari 134 juta hamerupakan cadangan karbon yang sangat besar. Sebagai gambaran, biomasabeberapa jenis pemanfaatan lahan terlihat pada Tabel.

    Tabel 2. Biomasa pada beberapa kategori lahan (ton/ha)

    No Kelas penutupan lahan / lokasi Stokkarbon(ton C/ha)

    Sumber

    1 Hutan lahan kering primer

    Areal kerja IUPHHK-HA PT.Sarpatim, Sampit, Tengah

    230,10 -264,70

    Dharmawan danSiregar (2009)

    Hutan Lindung Sungai Wain,Kalimantan Timur

    211,86 Nooran (2007)

    2 Hutan lahan kering sekunder

    Hutan Pendidikan Bukit Soeharto,Kalimantan Timur

    7,555,3 Hiratsuka et al.(2006)

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    14/32

    8

    Gunung Gede Pangrango SeksiWilayah Nagrak, Sukabumi, JawaBarat

    113,20 Dharmawan danSiregar (2009)

    Cagar Biosfer, Pulau Siberut 48,77 Bismark, dkk (2008)

    3 Hutan rawa primer

    Sumatera 179 Dephut (2008)

    Kalimantan Tengah 196 Dephut (2008)

    Kalimantan Tengah 111 Istomo et al (2006)dalam Bappenas(2010)

    3. MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DAN REDD

    3.1. Kegiatan Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

    Pada prinsipnya kegiatan sektor kehutanan yang terkait dengan mitigasiperubahan iklim adalah kegiatan yang mengarah kepada pengelolaan hutanyang lestari (PHL, Sustainable Forest Management). Fungsi hutan dalamkonteks perubahan iklim yang dapat berfungsi sebagai sumber emisi atauserapan gas rumah kaca, dalam PHL adalah berupa deforestasi atau degradasiyang mengakibatkan menurunnya jumlah areal dan kualitas hutan. Sedangkanfungsi hutan sebagai sink atau serapan karbon, dalam PHL adalah kegiatanuntuk mempertahankan/meningkatkan jumlah dan kualitas hutan.

    Kegiatan mitigasi perubahan iklim dapat dibedakan kedalam tiga kategori utamayaitu peningkatan serapan karbon (upaya penanaman), konservasi karbonhutan (mempertahankan cadangan karbon yang ada pada hutan darikehilangan akibat deforestasi, degradasi dan akibat praktek manajemenlainnya) dan memanfaatkan biomas sebagai pengganti bahan bakar fosil secaralangsung melalui produksi energi biomas atau secara`tidak langsung melaluisubstitusi bahan yang industrinya menggunakan bahan bakar fosil.

    Kegiatan peningkatan jumlah stok karbon umumnya dilakukan melaluipembuatan tanaman. Mekanisme pembangunan bersih yang dihasilkan dari

    pertemuan Kyoto (Kyoto Protokol) memungkinkan negara berkembang ikutserta dalam mekanisme ini, melalui pengembangan proyek AR CDM(Afforestation Reforestation Clean Developmetn Mechanism).

    Berbagai kegiatan kehutanan yang telah dilaksanakan selama ini yang dapatdianggap sebagai kegiatan mitigasi adalah pembangunan HTI, hutan rakyat,hutan tanaman rakyat, reboisasi (penghutanan kembali kawasan hutan yangtelah rusak), dan penghijauan (penanaman tanaman tahunan di lahan milik).Selain itu secara nasional kegiatan telah dilaksanakan kegiatan yangmenyangkut penanaman pohon. Instruksi Presiden tentang Reboisasi danPenghijauan dilaksanakan selama Orde Baru dan Gerakan Nasional

    Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) sejak tahun 2003. Kegiatan lain

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    15/32

    9

    diantaranya adalah Penanaman satu juta pohon, gerakan Penanaman 80juta pohon sebelum diselenggarakannya CoP 13 Desember 2007 kegiatanOne Man One Tree (OMOT) dengan target 230 juta pohon, dan saat inipenanaman semilyar pohon.

    Kegiatan mitigasi yang penting adalah upaya konservasi karbon hutan, yangpada prinsipnya adalah mencegah dan mengendalikan agar cadangan karbonyang tersimpan dalam hutan tidak terlepas ke atmosfer. Kegiatannya dapatberupa; mencegah terjadinya deforestasi dan degradasi (REDD), menetapkankawasan konservasi dan lindung, praktek teknik silvikultur hutan yang lebih baikdan kegiatan lainnya.

    Sampai dengan tahun 1996 jumlah kawasan hutan yang ditetapkan sebagaikawasan konservasi mencapai 9.67 juta ha, dan 6.65 juta ha ditetapkansebagai Taman Nasional dan Taman Hutan Raya. Pada tahun 2009, luas

    kawasan konservasi di Indonesia seluas 22,811,070 ha (Dephut, 2009).Penetapan kawasan lindung dan kawasan konservasi tidak secara langsungmenghasilkan keuntungan berupa kayu, akan tetapi hal ini akanmengkonservasi karbon di hutan, mempertahankan biodiversity dan bermanfaatdalam mengatur tata air, mencegah erosi dan banjir.

    Perbaikan praktek pengelolaan hutan diantaranya dilakukan melalui kegiatanteknik silvikultur dan pemanenan hutan yang lebih baik (reduce impact logging).Reduced-impact logging (RIL) adalah teknologi pemanenan yang berupayauntuk mengurangi kerusakan hutan akibat pohon yang ditebang sertakerusakan tanah. Kerusakan dapat dikurangi melalui pengaturan arah tebang

    yang lebih baik dan jalan saran yang terencana dengan baik. Selain itu upayapengayaan juga dilakukan pada areal yang rusak agar kondisi hutan dapat pulihseperti semula.

    Saat ini juga sedang dikembangkan sistem silvikultur intensif yang didasarkankepada tiga unsur utama yakni jenis yang sesuai / kualitas bibit yang dipakai(pemuliaan jenis), manipulasi lingkungan dari areal yang akan ditanam danpengendalian hama terpadu. Dengan mempraktekkan usaha tersebut makaSoekotjo (2007) dapat membuktikan bahwa riap tanaman akan meningkat.Tanaman Shorea leprosula dengan diameter 50 cm pada umur 30 tahun danjumlah pohon 160 pohon per ha dapat menghasilkan 400 m3/ha. Untuk areal

    1000 ha dengan beda riap 1% saja dapat mendatangkan hasil Rp 3 milyar pertahun.

    Dari 188 juta ha luas daratan Indonesia, sekitar 21 juta ha diantaranya adalahlahan gambut dengan kedalaman yang bervariasi. Lahan gambut mempunyaicadangan karbon yang tinggi. Gambut dengan kedalaman satu metermempunyai kandungan karbon sekitar 600 ton C/ha (Page et al, 2002),sedangkan biomas hutan gambut hanya mengandung sekitar 200 ton C/ha.Sebagai pembanding, tanah mineral hanya mengandung 20-80 ton C/ha danhutan primer diatasnya mengandung sekitar 300 t C/ha (Agus, 2007).

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    16/32

    10

    Mengingat kandungan karbon yang sangat tinggi di hutan gambut, perlupenanganan lahan gambut yang lebih hati-hati. Mitigasi pada lahan gambutdilaksanakan dengan upaya konservasi lahan gambut, dan untuk itupemerintah telah mengeluarkan aturan yaitu Keputusan Presiden No. 32/1990

    tentang larangan pengembangan di lahan gambut yang lebih tebal dari 3 m.Upaya konservasi di lahan gambut dilakukan dengan menghindari deforestasihutan gambut dan memperbaiki sistem pengelolaan lahan.

    Kegiatan mitigasi sektor kehutanan juga dapat dihasilkan dari kontribusisubstitusi Bahan Bakar Fosil dengan Biomas/Bioenergi. Hutan dapatmenghasilkan energi yang berperan penting sebagai pengganti penggunaaanbahan bakar fosil. Kayu bakar sebagai sumber energi terbarukan memilikiperan yang penting bagi masyarakat pedesaan di Indonesia dalam menunjangkesinambungan pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kayu bakardigunakan untuk memasak dan pemanasan (pendiangan). Kayu bakar bagi

    masyarakat di pedesaan belum akan tergantikan secara total oleh jenis energilain seperti minyak tanah dan gas karena kemampuan daya beli masyarakatyang masih rendah dan sulitnya memperoleh pekerjaan dan tambahanpendapat alternatif lain di luar usahatani (Dwiprabowo, et al, 2010)

    Meskipun bahan bakar biomas juga mengemisi karbon, tetapi hal ini dianggapsebagai karbon netral karena emisi yang dihasilkan akan dikompensasikandengan absorbsi dalam jumlah yang sama melalui pertumbuhan kembali bahanbakar biomas. Sehingga konsumsi energi yang berpindah dari bahan bakar fosilke bahan bakar biomas akan menghasilkan penurunan emisi bersih.

    Untuk pengembangan substitusi bahan bakar fosil dengan biomas ataubioenergi, sektor kehutanan mendukung dengan pencadangan kawasan hutanyang dapat dikonversi. Hutan konversi ini dapat digunakan untuk kepentingannon kehutanan seperti pertanian, transmigrasi, perkebunan dan keperluanlainnya. Total areal yang dicadangkan adalah 18,3 juta ha. Dari luasantersebut, 6,815 juta ha dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bioenergi(Baplan, 2007).

    Sejalan dengan program Pemerintah yang mendorong substitusi bahan bakarfosil, belakangan ini berkembang upaya mengembangkan bahan bakar nabatisebagai pengganti bahan bakar fosil. Jenis tanaman yang banyak

    dimanfaatkan untuk memrpoduksi bioethanol dan biogas adalah kelapa sawit,jarak pagar, tebu dan singkong serta yang saat ini sedang banyakdikembangkan nyamplung.

    Secara umum, pengembangan biomas dan bioenergi memiliki beberapakeuntungan yaitu: memiliki potensi mitigasi gas rumah kaca, mengurangi polusiakibat penggunaan bahan bakar fosil, meningkatkan program rehabilitasi lahandan reboisasi. Akan tetapi pengembangan program ini juga berpotensi negatif,yaitu : berkurangnya biodiversity, terjadi deforestasi, kebakaran hutan,kelangkaan air, dan polusi dari pertanian (penggunaan pupuk). Selain itu,dalam pengembangan biodiesel dari jarak pagar terdapat permasalahan

    diantaranya adalah ketiadaan bibit unggul dan bibit terserang hama, proses

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    17/32

    11

    teknologi, sistem tata niaga, harga yang terlalu murah, dan tidak adanyastandar harga biji dan produk minyak dari jarak pagar, belum adanya rantaipemasaran, serta masalah ketidakmampuan petani jarak untuk memiliki mesinpengolah, sehingga perlu diupayakan ditawarkan kredit lunak untuk memiliki

    mesin tersebut

    3.2. REDD Sebagai Kegiatan Mitigasi GRK

    REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) adalahmekanisme yang sedang dibangun oleh masyarakat internasional gunamencegah terjadinya kerusakan hutan berupa deforestasi atau degradasi yangberkontribusi nyata terhadap peningkatan GRK di dunia. Deforestasi di negaraberkembang meskipun latar belakangnya beragam, namun secara umumadalah alasan ekonomi, antara lain kebutuhan pembangunan sejalan denganbertambahnya populasi tidak terkecuali Indonesia. Dengan laju deforestasitahunan yang mencapai rata-rata 1.1 juta ha, Indonesia memiliki potensi besaruntuk mengurangi laju deforestasi dan mendapatkan kompensasi.

    Upaya pengurangan emisi dari deforestasi memerlukan pendekatan kebijakaninternasional yang tidak akan mengancam pembangunan ekonomi negara yangbersangkutan dan kehidupan masyarakat lokalnya. Dengan demikian negaraberkembang akan terdorong melaksanakan upaya pengurangan emisi darideforestasi dan degradasi hutan apabila insentif yang diberikan setidaknyasetara dengan opportunity costsdari pemanfaatan lahan/hutan tersebut.

    Sampai saat ini mekanisme REDD masih dibahas ditingkat internasional,meskipun demikian, kegiatan REDD di Indonesia telah berkembang melaluipelaksanaan berbagai kegiatan percontohan (Demonstration Activities). TamanNasional Meru Betiri merupakan salah satu kegiatan DA REDD+ yangdilaksanakan di kawasan konservasi dan mendapat pembiayaan dari ITTO.

    4. ILLEGAL LOGGING

    Deforestasi dan degradasi merupakan ancaman utama terhadap kelestarianhutan di Indonesia. Deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di indonesiamendorong berkembangnya isu sebagai penyumbang emisi karbon yang cukup

    signifikan. Di sisi lain, sebagaimana negara berkembang lainnya hutan masihdiposisikan sebagai sumberdaya pembangunan ekonomi yang dikhawatirkanakan mempercepat laju deforestasi dan degradasi hutan yang memperbesaremisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan. Sampai saat ini, di Indonesiamasih terjadi deforestrasi dan degradasi hutan yang meyebabkan penurunanpenutupan vegetasi hutan. Laju deforestasi dan degradasi hutan di Indonesiamencapai 1,1 juta hektar per tahun untuk periode 1997-2006 (KementerianKehutanan, 2010) .

    Penyebab utama deforestasi adalah adanya konversi kawasan hutan secarapermanen untuk pertanian, perkebunan, pemukiman, dan keperluan lain; Selain

    itu terjadi penggunaan kawasan hutan di luar sektor kehutanan melalui pinjam

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    18/32

    12

    pakai kawasan hutan dan pemanenan hasil hutan yang tidak memperhatikanprinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari. Sedangkan degradasi ataupenurunan kualitas hutan di Indonesia antara lain disebabkan oleh kebakarandan perambahan hutan; illegal loging dan perdagangan ilegal yang antara lain

    didorong oleh adanya permintaan yang tinggi terhadap kayu dan hasil hutanlainya.

    Dari berbagai penyebab deforestasi dan degradasi, pokok bahasan dalamreview ini adalah praktek penebangan liar atau illegal logging yang dapatmengancam kelestarian hutan dan keberhasilan pelaksanaan mitigasiperubahan iklim melalui skema REDD karena terjadi degradasi atau penurunankualitas hutan.

    4.1. Definisi dan Latar Belakang Terjadinya Illegal Logging

    Menurut konsep manajemen hutan sebetulnya penebangan adalah salah saturantai kegiatan yaitu memanen proses biologis dan ekosistem yang telahterakumulasi selama daur hidupnya. Penebangan sangat diharapkan atau jaditujuan, tetapi harus dicapai dengan rencana dan dampak negatif seminimalmungkin (reduced impact logging). Penebangan dapat dilakukan oleh siapasaja asal mengikuti kriteria pengelolaan hutan lestari (sustainable forestmanagement), tetapi kegiatan penebangan liar (illegal logging) bukan dalamkerangka konsep manajemen hutan yang lestari.

    Penebangan liar dapat didefinisikan sebagai tindakan menebang kayu denganmelanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah kejahatan yang

    mencakup kegiatan seperti menebang kayu di wilayah yang dilindungi, arealkonservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa ijin di hutan-hutanproduksi. Mengangkut dan memperdagangkan kayu illegal dan produk kayuillegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan. Dengan kata lain,batasan/pengertian illegal logging adalah meliputi serangkaian pelanggaranperaturan yang mengakibatkan eksploitasi sumber daya hutan yang berlebihan.

    Pelanggaran-pelanggaran ini terjadi di semua lini tahapan produksi kayu,misalnya pada tahap penebangan, tahap pengangkutan kayu gelondongan,tahap pemrosesan dan tahap pemasaran; dan bahkan meliputi penggunaancara-cara yang korup untuk mendapatkan akses ke kehutanan danpelanggaran-pelanggaran keuangan, seperti penghindaran pajak. Pelanggaran-pelanggaran juga terjadi karena kebanyakan batas-batas administratif kawasanhutan nasional, dan kebanyakan unit-unit hutan produksi yang disahkan secaranasional yang beroperasi di dalam kawasan ini, tidak didemarkasi di lapangandengan melibatkan masyarakat setempat.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    19/32

    13

    4.2. Faktor Pendukung Dan Pelaku Terjadinya Penebangan Liar

    4.2.1. Faktor Pendukung

    Lemahnya Supremasi Hukum

    Penebangan liar merupakan tindakan yang melanggar hukum. Meskipundemikian pada kenyataannya penerapan hukum tidak berjalan dengan baik,bahkan pada banyak kasus, aparat penegak hukum bekerjasama atau salingmendukung dengan para pelaku penebangan liar. Ketidak-efektifan penegakanhukum ini disebabkan juga oleh kurangnya pengawasan yang memadaiterhadap kegiatan penebangan, terbatasnya hukuman dan tuntutan dalambanyak kasus, dan kekurangan pendataan atau bukti seperti: tata batas danlokasi rinci kejahatan. Hal ini menjadikan para penebang liar semakin beranimelakukan dan memperluas kegiatan mereka.

    Akibat Sistem HPH

    Indonesia mengeluarkan izin HPH pertama kali pada akhir tahun 1960-anberdasarkan ketentuan UU 5/1967, ketika Instansi Kehutanan menjadi bagiandari Departemen Pertanian. Pada saat itu, sumberdaya manusia yangdibutuhkan untuk mengelola kawasan hutan yang sangat luas sangat kurang,dan negara perlu memobilisasi modal untuk melaksanakan program-programpembangunan. Jumlah HPH tercatat 584 yang meliputi areal sekitar 68 juta hapada awal tahun 1990-an. Setelah reformasi banyak HPH yang dicabut ijinnyadan tidak lagi ada yang mengelola. Sampai saat ini jumlah HPH telah jauhberkurang, tercatat HPH aktif sejumlah 308 HPH (Departemen Kehutanan,2009). Kawasan HPH yang telah dicabut ijinnya dan ditinggalkan pengelolanyamenjadi seperti areal tak bertuan yang rawan terhadap penjarahan.

    Permintaan log yang tidak dapat dipenuhi.

    Terdapat kesenjangan penyediaan bahan baku kayu bulat untuk kepentinganindustri dan kebutuhan domestik, telah mendorong terjadinya penebangan kayusecara liar. Kapasitas produksi industri perkayuan melebihi kemampuan hutanuntuk menghasilkan bahan baku secara lestari, baik dari HPH maupun HTI,yang kemudian merangsang terjadinya penebangan liar. Secara nasional,

    kebutuhan bahan baku kayu bulat pada saat ini (kapasitas terpasang industri)setiap tahunnya mencapai 63 juta m3. Sedangkan produksi kayu bulat darihutan produksi adalah sekitar 31,9 juta m3/tahun (Departemen Kehutanan,2009), sehingga terdapat kesenjangan sekitar 30 juta m3 per tahun. Disampingitu, pertumbuhan industri pengolahan kayu di luar negeri seperti Malaysia,Taiwan, Korea, dan RRC yang juga membutuhkan bahan baku kayu bulat dankayu gergajian dari Indonesia, menambah kesenjangan yang memacu kegiatanpenebangan liar dan mengakibatkan terjadinya penyelundupan kayu dalamjumlah besar.

    Sejak ketentuan resmi bahwa pasokan kayu hanya untuk memenuhi kebutuhan

    unit-unit yang berorientasi ekspor, kebutuhan domestik sebagian besar dipenuhi

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    20/32

    14

    dari hasil penebangan liar. Kehadiran sawmill liar yang menjamur di kawasanhutan makin memperburuk keadaan. Selain itu, kurang memadainya rencanapembangunan dan lemahnya struktur industri pengolahan kayu serta kurangnyapengawasan menjadi penyebab ketidak-seimbangan pasokan/permintaan

    (supply/demand) yang serius.

    Keuntungan besar yang diperoleh dari kegiatan penebangan liar.

    Penebangan liar tidak membayar iuran/pungutan, dan tidak perlu mengeluarkanbiaya untuk perencanaan dan pembangunan infrastruktur, oleh karena itu biayaproduksi kayu ilegal jauh lebih murah dari kayu legal. Dengan demikiankegiatan penebangan liar cenderung memberikan keuntungan yang besar, baikbagi penjual maupun pembeli.

    Keinginan investor untuk meperoleh keuntungan besar dalam waktu singkat

    telah mendorong untuk melakukan kegiatan ilegal, dan proses tersebut dapatmenyeret berbagai unsur pada instansi pemerintah yang terkait, pengusahadan penduduk setempat.

    Adanya jaringan perdagangan kayu ilegal

    Jaringan perdagangan kayu ilegal yang ada juga telah mendorong pengusahauntuk melakukan perdagangan kayu ilegal yang menguntungkan.Environmental Investigation Agency dan Telapak, (2005), telah melakukaninvestigasi yang rinci tentang pasar luar negeri dan rute perdagangan kayu liardari Indonesia. Kayu-kayu gelondongan dari Papua dan Kalimantan Barat

    umumnya diselundupkan ke RRC, Malaysia, India, dan Korea. Kayu-kayu inidengan memakai ponton atau kapal dibawa dari Papua atau Kalimantan Baratmenuju beberapa pelabuhan transit. Pelabuhan transit yang tergolong besardan sibuk dengan kegiatan kayu selundupan dari Indonesia, antara lainPelabuhan Labuan, yang terletak di pulau Labuan salah satu pulau kecil diMalaysia berbatasan dengan Teluk Brunei yang merupakan pelabuhan strategisyang langsung menghadap Laut Cina Selatan, serta Pelabuhan Mati, yangterletak di Teluk Mavo, di Davao, Filipina Selatan.

    Kemiskinan dan pengangguran.

    Sekitar 60 juta orang Indonesia menggantungkan hidupnya pada kawasanhutan. Kebanyakan mereka termasuk ke dalam golongan pra-sejahtera.Kemiskinan ini dimanfaatkan investor dengan memprovokasi mereka untukmelakukan penebangan liar. Kurangnya alternatif mata pencaharian sertaterbatasnya tingka pendidikan dan keterampilan menjadikan sebagianmasyarakat menggantungkan hidupnya pada kegiatan penebangan liar. Kondisitersebut kemudian dimanfaatkan oleh para pemodal yang tidak bertanggungjawab, untuk mengeruk keuntungan cepat dengan menggerakkan masyarakatuntuk melakukan penebangan liar. Hal ini diperburuk dengan datangnya erareformasi dan demokratisasi, yang disalah tafsirkan sebagai kebebasan yang

    mendorong terjadinya anarki melalui pergerakan massa.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    21/32

    15

    Lemahnya Koordinasi

    Kelemahan koordinasi antara lain terjadi dalam hal pemberian ijin industripengolahan kayu antara instansi perindutrian dan instansi kehutanan serta

    dalam hal pemberian ijin eksplorasi dan eksploitasi pertambangan antarainstansi pertambangan dan instansi kehutanan. Koordinasi juga dirasakankurang dalam hal penegakan hukum antara instansi terkait, seperti kehutanan,kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Banyak kasus-kasus penebangan liaryang diputuskan bebas di pengadilan.

    4.2.2. Pelaku Penebangan Liar

    Banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan illegal logging. Pelaku utama yangterlibat dalam penebangan liar adalah :

    Sebagian pemilik pabrik pengolahan kayu (industri perkayuan), skala besar,sedang dan kecil : sebagai pembeli kayu curian (penadah), termasuksawmillilegal yang marak terdapat di sekitar lokasi hutan.

    Pemegang HPH yang mengambil kayu diluar ketentuan jatah tebang dariblok tebangan yang sudah direncanakan dan disetujui DepartemenKehutanan melalui mekanisme Rencana Karya Perusahaan (RKPH),Rencana Karya Lima Tahunan (RKL) dan Rencana Karya Tahunan (RKT).

    Pengusaha yang hanya mencari keuntungan cepat, dimana aspek legaltidak menjadi perhatian. Pengusaha ini, baik domestik maupunmancanegara, berkolusi dalam perdagangan dan ekspor kayu ilegal lintasbatas.

    Unsur-unsur dari instansi penegak hukum yang tidak jujur, yangmendukung dan melindungi mereka yang terlibat dalam penebangan liar.

    Cukong yaitu pemilik modal yang membiayai kegiatan penebangan liar danyang memperoleh keuntungan besar dari hasil penebangan liar.

    Sebagian masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar kawasan hutanmaupun yang didatangkan, sebagai pelaku penebangan liar (penebang,penyarad, pengangkut kayu curian)

    Pengusaha asing : penyelundupan kayu hasil curian ke Malaysia, Cina, dll.

    Pelaku lain yang mendukung terjadinya penebangan liar termasuk:masyarakat miskin dan pengangguran yang mencari penghasilan,

    kelompok masyarakat yang dirugikan dan tertinggal, masyarakat yangkecewa dan tidak memiliki pekerjaan, tokoh masyarakat, buruh angkut, dandistributor kayu ilegal.

    4.3. Pola dan Dampak Illegal Logging

    4.3.1. Pola Illegal Logging

    Aktivitas penebangan liar pada masa lalu sebagian besar dilakukan oleh sistemHPH, sedangkan setelah reformasi di berbagai daerah dilakukan secaraterbuka. Masyarakat mencuri kayu secara berkelompok dengan menggunakangergaji mesin (chain saw), menyarad dan menaruh kayu bulat di pinggir jalanangkutan HPH/HTI secara terang-terangan. Sebagian kayu bulat curian ada

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    22/32

    16

    yang diolah langsung dekat lokasi hutan tempat pencurian kayu, banyak sawmill liar yang baru didirikan diberbagai lokasi di sekitar kawasan hutan.Sebagian kayu bulat dan kayu gergajian hasil curian diangkut di jalan umumsecara terbuka dan dokumen angkutan kayu bulat maupun kayu olahan (kayu

    gergajian) dipalsukan bekerjasama dengan aparat kehutanan daerah/propinsisetempat.

    4.3.2. Dampak Illegal Logging

    Kegiatan illegal logging tanpa mengindahkan kaidah-kaidah manajemen hutanuntuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan berbagaidampak negatif dalam berbagai aspek. Sumber daya hutan kian menjadi rusakakibat maraknya penebangan liar dalam jumlah yang sangat besar. Kerugianakibat penebangan liar memiliki dimensi yang luas tidak saja terhadap masalahekonomi, tetapi juga terhadap masalah sosial, budaya, politik dan lingkungan.

    Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal logging telah mengurangi penerimaandevisa negara dan pendapatan negara. Permasalahan ekonomi yang munculakibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat hilangnya pohon,tidak terpungutnya DR dan PSDH akan tetapi lebih berdampak pada ekonomidalam arti luas, seperti hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragamanproduk dimasa depan (opprotunity cost).

    Illegal logging juga mengancam industri sektor kehutanan, karena ancamankekurangan bahan baku dimasa yang akan datang. Dinyatakan oleh (Suripto,2005) bahwa laporan dari Pengelolaaan Sumber Daya Alam (PSDA) Watchmenemukan penebangan liar yang menyumbang 67 juta m

    3kayu tiap tahunnya.

    Studi lain mengungkapkan bahwa illegal logging telah mengakibatkan kerugianmaterial sebesar paling tidak Rp. 30 triliun per tahun. Bahkan penelitianGreenpeaceseperti dikutip Radius dan Wadrianto (2011) melaporkan bahwa 88persen kayu-kayu yang masuk ke industri perkayuan di Indonesia disinyalirilegal.

    Kerugian dari segi lingkungan yang paling utama adalah hilangnya sejumlahtertentu pohon sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibatpada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya produktivitaslahan, erosi dan banjir. Data Departemen Kehutanan (2009), menunjukkan luas

    lahan kritis mencapai 77,8 juta dengan luas lahan sangat kritis mencapai 47,6juta ha. Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat menyebabkankepunahan suatu spesies termasuk flora dan fauna langka. Seluruh biodiversitydan kekayaan alam (termasuk kayu) dapat punah, sehinggga generasimendatang tidak bisa menyaksikan langsung kekayaan mega-biodiversityhutantropika Indonesia.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    23/32

    17

    Gambar 2. Kayu dari hasil penebangan liar yang ditangkap oleh kepolisiandan BKSDA Riau (Foto M. Bismark)

    4.3.3. Dampak Illegal Logging Terhadap REDD

    Keberhasilan mekanisme REDD sebagai upaya mitigasi perubahan iklim dapatdilihat dari keberhasilan program ini dalam menurunkan emisi GRK. Emisi GRKdari sektor kehutanan terbesar disumbangkan oleh terjadinya deforestasi dandegradasi. Sehingga keberhasilan program REDD sangat bertumpu kepadakeberhasilan dalam menurunkan deforestasi dan degradasi. Deforestasiterutama disebabkan oleh konversi kawasan hutan secara permanen untukpertanian, perkebunan, pemukiman, dan keperluan lain. Sedangkan degradasiatau penurunan kualitas hutan di Indonesia antara lain disebabkan olehkebakaran dan perambahan hutan, serta perdagangan dan penebangan ilegal.

    Terjadinya illegal logging berarti terjadinya pengambilan kayu secara ilegal darikawasan hutan. Dalam perhitungan emisi GRK, pengambilan kayu atau loggingmerupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi besarnya emisi.Semakin besar kayu yang diambil akan semakin besar emisi yang dihasilkan,yang berarti akan mengurangi keberhasilan program REDD dalam menurunkanemisi.

    4.4. Illegal Logging di Jawa

    Jawa adalah sebuahpulau diIndonesia dengan penduduk 136 juta orang atausekitar 60% dari penduduk Indonesia, sehingga pulau ini merupakan salah satuwilayah berpenduduk terpadat di dunia. Kepadatan penduduk Jawa adalah 887jiwa/km2. Ada 6.381 desa di Jawa yang berbatasan dengan hutan atau beradadi tengah hutan. Jumlah desa hutan ini mencapai 25% dari jumlah desa diJawa.

    Departemen Kehutanan (2009) melaporkan hutan rusak dan lahan kritis yangberada di Daerah Aliran Sungai kritis di Jawa seluas 3.2 juta ha. Sekitar 0,6 jutaha berada di kawasan hutan negara (22 % dari seluruh kawasan hutan negara),

    dan seluas 2,6 juta ha terjadi di luar kawasan hutan negara. Data ini

    http://id.wikipedia.org/wiki/Pulauhttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pulau
  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    24/32

    18

    menujukkan besarnya masalah lingkungan yang berkaitan dengan hutan sepertikejadian banjir, longsor, kerusakan habitat, kepunahan jenis dan lain-lain diJawa.

    Pengelolaan hutan di Jawa saat ini dilaksanakan pada PT. Perhutani untukkawasan hutan produksi dan sebagian hutan lindung, pemerintah daerah(pemda) untuk kawasan lindung dan hutan hak (milik masyarakat), maupunKementerian Kehutanan untuk kawasan konservasi

    Konflik tenurial di Jawa, terutama pada desa-desa yang berada di kawasanhutan terutama disebabkan oleh banyaknya petani yang miskin tanah ataulazim disebut petani gurem yang menguasai tanah kurang dari 0,5 Ha. Jumlahpetani gurem ini meningkat terus dari tahun ke tahun diakibatkan olehpertambahan penduduk, sementara tingkat ketersediaan lahan untuk pertanianberbanding terbalik dengan laju pertambahan penduduk. Apalagi, khususnya di

    Jawa, laju konversi tanah-tanah pertanian kepada peruntukan lain lebih tinggidari pulau-pulau lain. Penguasaan tanah juga lebih banyak terkonsentrasi padakelompok-kelompok pengusaha perkebunan berupa BUMN ataupun BUMSmelalui HGU, HGB, HGP dan lainnya. Permasalah tenurial sering terjadidengan Perum Perhutani sebagai perusahaan pengusahaan hutan di Jawa danTaman Nasional. Selain itu masalah atau konflik tenurial juga terjadi denganperkebunan yang ada di Jawa.

    Faktor utama penyebab konflik dan penjarahan adalah kesenjangan sosial yangberkembang menjadi kecemburuan sosial. Penjarahan terjadi karena hutanmerupakan aset terbuka dengan nilai ekonomi yang tinggi, terutama hutan jati.

    Hal lain yang mempengaruhi masyarakat untuk melakukan jarah hutan adalahkarena masyarakat belum merasakan secara langsung manfaat yang diberikanoleh hutan. Selain itu, konflik antara Perhutani dengan masyarakat jugadisebabkan oleh ketatnya peraturan yang ada di Perhutani dan birokrasi yangpanjang

    Penyelesaian konflik yang dilakukan oleh pihak Perhutani melalui pendekatansosial dan keamanan tampaknya belum mampu menyelesaikan permasalahandengan masyarakat. Pendekatan ini belum sepenuhnya menyentuh akarmasalah yang menyebabkan konflik, yaitu ruang kelola yang terlalu kecil untukmasyarakat, kebutuhan dasar masyarakat yang masih belum terpenuhi, dan

    kecemburuan sosial. Sejauh ini solusi yang dihasilkan untuk kasus-kasuskehutanan Jawa baru pada lingkup pemberian hak pengelolaan, belum sampaipada hak untuk mengontrol kawasan tersebut. Kewenangan untuk mengontrolpengelolaan hutan serta kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atasbaik dan buruknya pengelolaan pada kawasan-kawasan yang sebagian besarberbatas atau terletak pada ruang kelola desa-desa hutan di Jawa, tetap peradaditangan Perhutani.

    Perolehan hak pengelolaan atas hutan produksi di Jawa dengan skemaPengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), tidak serta mertamemberikan kepastian hak pemanfaatan kepada masyarakat desa. Selain kritikterhadap kecilnya persentase pembagian hasil, PHBM juga tidak sepenuhnyamenyelesaikan masalah penebangan liar.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    25/32

    19

    4.5. Pengendalian Illegal Logging

    Ada beberapa alasan mengapa aktivitas penebangan liar sulit untuk dihentikanoleh pemerintah, yaitu :

    Penebangan liar didukung oleh penyokong dana, atau cukong, yang beroperasilayaknya institusi kejahatan yang terorganisir (organized crimes). Para penegakhukum kehutanan mempunyai keterbatasan sumber daya dalam menghadapicukong-cukong tersebut. Penegak hukum hanya memfokuskan pada penemuanbukti-bukti fisik dari adanya kayu ilegal, seperti kepemilikan, penyimpanan danpengangkutan kayu dan produk hutan lainnya yang tanpa surat-surat dokumenyang sah. Oleh karena itu target mudah dalam usaha penegakan hukumkehutanan adalah di lapangan misalnya supir truk yang sedang mengangkutkayu ilegal, atau pekerja yang sedang melakukan penebangan liar. . Dengantertangkapnya supir truk masih sulit dibuktikan keterlibatan penyokong dana

    dan aktor intelektual lainnya dari pembalakan liar.

    Pembalakan liar dan praktek-praktek terkait lainnya semakin marak karenaadanya korupsi. Penyokong dana yang mengoperasikan pembalakan liar danaktivitas perdagangan kayu ilegal mengerti dengan siapa mereka harusmembayar untuk melindungi bisnis kayu ilegal. Berbagai institusi atau oknummenjadi rawan terhadap korupsi dan suap terkait penerbangan liar. Meskipundemikian, sesungguhnya masih banyak petugas atau aparat yang bekerja baikdan bertanggung jawab dalam upaya pemberantasan pembalakan liar sertamasalah yang terkait dengannya, walaupun mereka menghadapi resikotermasuk perlawanan dari yang diuntungkan oleh adanya pembalakan liar.

    Penanggulangan illegal logging tetap harus diupayakan hingga kegiatan iniberhenti sebelum habisnya sumber daya hutan. Penanggulangan illegallogging ini dapat dilakukan melalui kombinasi dari upaya monitoring (deteksi),upaya pencegahan (preventif), dan upaya penanggulangan (represif).

    1. Tindakan prefentif untuk mencegah terjadinya illegal logging

    Peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakato Pemberian akses terhadap pemanfaatan sumber daya hutan agar

    masyarakat dapat ikut menjaga hutan dan merasa memiliki, termasukpendekatan kepada pemerintah daerah untuk lebih bertanggung jawabterhadap kelestarian hutan.

    o Pengembangan sosial ekonomi masyarakat seperti menciptakanpekerjaan dengan tingkat upah/pendapatan yang melebihi upahmenebang kayu liar.

    o Pemberian insentif bagi masyarakat yang dapat memberikan informasiyang menjadikan pelaku dapat ditangkap.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    26/32

    20

    Perbaikan manajemen kehutanano Pembangunan kelembagaan (capacity building) yang menyangkut

    perangkat lunak, perangkat keras dan SDM termasuk sistem rewarddanpunishment.

    o Penegasan penataan batas kawasan hutan dan fungsi kawasan hutandengan lebih rasional.

    o Mengembangkan sarana, prasarana dan kemampuan ujung tombakpenegakan hukum di daerah perbatasan dan kawasan konservasi. Diseluruh Indonesia tersebar 14.000 orang jagawana yang merupakanpersonil pemerintah. Dengan dilengkapi senjata, pelatihan dandukungan logistik, mereka dapat dijadikan kekuatan yang efektif untukmelindungi daerah-daerah rawan. Kekuatan ini dapat ditingkatkan dimasing-masing lokasi melalui dukungan tim sukarelawan setempatdengan diberikan insentif yang memadai.

    o Restrukturisasi pengelolaan hutan dan industri pengolahan kayu.

    Termasuk penyempumaan kelemahan sistem HPH.o Mengaplikasikan sistem pengelolaan hutan yang lestari dengan

    memanfaatkan badan akreditasi nasional independen untuk pemberianekolabel di Indonesia.

    o Optimalisasi penggunaan sumberdaya hutan misalnya melaluidivesifikasi non kayu, menuju perdagangan karbon dan ekoturisme

    Perbaikan sistem perundangan dan pendidikano Evaluasi dan review peraturan dan perundang-undangan.o Mengefektifkan instrument CITES sebagai konvensi yang mengatur

    perdagangan internasional jenis-jenis flora dan fauna yang dilindungi.o Langkah tindakan yang bersifat edukatif ditempuh dengan

    dimasukkannya pengetahuan dan pengertian tentang peranan danfungsi hutan ke dalam kurikulum pendidikan, mulai dari tingkat sekolahdasar hingga perguruan tinggi. Langkah tindakan yang serupa jugadilakukan melalui penyuluhan dan ditujukan bagi masyarakaat luasdengan mengunakan media cetak maupun media elektronik.

    o Membangun pusat informasi penebangan liaro Menerapkan moratorium konversi hutan alam menjadi bentuk

    penggunaan lain, yang sering dijadikan alat untuk menutup-nutupipenebangan liar.

    2. Deteksi terhadap adanya kegiatan penebangan liar

    Deteksi sangat diperlukan untuk mengetahui secara dini adanya illegal logging.Deteksi dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan:

    Deteksi makro, misalnya melalui potret udara untuk mengetahui adanyaindikator penebangan liar seperti perambahan, jalur logging, base camp,sawmill dan lainnya.

    Patroli rutin melalui jalur darat (ground checking)

    Pemeriksaan tempat-tempat yang diduga terjadi penebangan liar

    Pemeriksaan di sepanjang jalur-jalur pengangkutan

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    27/32

    21

    Inspeksi di lokasi penimbunan layu, log pond dan lokasi Industri

    Melakukan lacak balak (timber tracking)

    Menerima dan menindaklanjuti adanya informasi yang datang darimasyarakat

    Pemeriksaan intensif dokumen (ijin, angkutan dan laporan) . Mengefektifkan pengawasan, termasuk pemeriksaan melalui udara dan

    darat, penelusuran angkutan log;

    3. Tindakan represif melalui penegakan hukum

    Upaya memberantas kegiatan illegal logging telah dilakukan tetapi belummeperlihatkan hasil yang maksimal karena masih lemahnya penegakan hukumdi Indonesia. Terdapat beberapa kasus penebangan liar dan korupsi yangberhasil dibawa ke pengadilan, namun hampir semuanya mendapat hukumanringan atau bahkan bebas sama sekali. Tindakan represif merupakan tindakan

    penegakan hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan sampai ke pengadilan.Untuk itu harus ada kesamaan persepsi antara masing-masing unsur penegakhukum yaitu penyidik (Polri dan PPNS), jaksa penuntut dan hakim. Karenabesarnya permasalahan illegal logging, tindakan represif harus mampumenimbulkan efek jera sehingga pemberian sanksi hukum harus tepat.Tindakan yang perlu dilakukan diantaranya :

    Adanya komitmen politik untuk memberantas penebangan liar dimulai daripimpinan tertinggi negara karena pemberantasan penebangan liar danperedaran hasil hutan ilegal memerlukan upaya yang sungguh-sungguhdengan penegakan supremasi hukum secara adil dan konsisten.

    Shock terapy dengan penutupan sawmill ilegal, dan penggerebekanterorganisir ke tempat-tempat yang dicurigai. Adanya eksekusi, yaitumereka yang terbukti terlibat harus dieksekusi melalui proses pengadilanuntuk menghukum pelaku.

    Meningkatkan hukuman (termasuk denda, kurungan, penyitaan hartabenda, pembatalan ijin terhadap para pelaku kejahatan) dan meningkatkankesadaran tentang akibat penebangan liar.

    Perbaikan perangkat hukum dan memecahkan permasalahan tindakkorupsi pada instansi penegak hukum.

    Untuk mendukung penegakan hukum, sesungguhnya telah ada berbagaiaturan, diantaranya:

    UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati danEkosistemnya.

    UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan.

    UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.

    UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

    PP No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan.

    PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru.

    PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan KawasanPelestarian Alam.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    28/32

    22

    PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

    PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan SatwaLiar.

    Inpres Nomor 5 tahun 2001 Tentang Pemberantasan penebangan kayu

    illegal (illegal logging) dan peredaran hasil hutan illegal di kawasanekosistem Leuser dan taman nasional tanjung puting

    Inpres Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Pemberantasan Penebangan KayuSecara Ilegal Di Kawasan Hutan Dan Peredarannya Di Seluruh WilayahRepublik Indonesia.

    Inpres Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Pemberantasan Penebangan KayuSecara Ilegal Di Kawasan Hutan Dan Peredarannya Di Seluruh WilayahRepublik Indonesia menginstruksikan kepada para pejabat terkait untukmelakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal dikawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia,melalui penindakan terhadap setiap orang atau badan yang melakukankegiatan:

    Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan kayu yangberasal dari kawasan hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yangberwenang.

    Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,menyimpan, atau memiliki dan menggunakan hasil hutan kayu yangdiketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil ataudipungut secara tidak sah.

    Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidakdilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutankayu.

    Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patutdiduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasanhutan tanpa izin pejabat yang berwenang.

    Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong ataumembelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yangberwenang.

    Inpres ini juga menginstruksikan kepada para pejabat terkait untuk melakukan

    percepatan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutandan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia, melalui penindakanterhadap setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan:

    Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan kayu yangberasal dari kawasan hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yangberwenang

    Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,menyimpan, atau memiliki dan menggunakan hasil hutan kayu yangdiketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil ataudipungut secara tidak sah.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    29/32

    23

    Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidakdilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutankayu.

    Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut

    diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasanhutan tanpa izin pejabat yang berwenang

    Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong ataumembelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yangberwenang

    4.6. Upaya Pengendalian Illegal Logging di TN Meru Betiri

    Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) merupakan salah satu kawasankonservasi yang ada di Prov. Jawa Timur yang telah ditetapkan sebagai proyek

    percontohan pengurangan emisi dari pencegahan deforestasi dan degradasi(REDD) yang dibiayai oleh ITTO. Sebagai satu kesatuan ekosistem hutanpegunungan dan kawasan pantai yang merupakan kawasan konservasi yangmasih asli, keberadaan TNMB harus dapat dijaga untuk kepentingan lokal,nasional dan bahkan internasional.

    Pada kenyataannya, TNMB sering mengalami berbagai gangguan yang dapatmengancam kelestarian dan keanekaragaman hayati hutan yang pada akhirnyaakan mengurangi kemampuan hutan dalam mempertahankan stok karbon danberpengaruh terhadap perubahan iklim. Berbagai permasalahan yang seringterjadi adalah penebangan liar, perambahan, kebakaran hutan, dan longsor

    yang terus mengancam kelestarian TNMB. Kekurang pedulian sebagian kecilmasyarakat terhadap konservasi TNMB serta himpitan masalah ekonomimerupakan salah satu faktor kenapa kegiatan illegal logging masih seringterjadi.

    Penebangan liar (illegal logging) merupakan kegiatan penebangan kayu yangtidak sah atau tidak memiliki izin. Praktek illegal logging yang tidakmengindahkan kelestarian menyebabkan kerusakan sumber daya hutan.Beberapa dampak ekologi dapat dikaitkan dengan praktek illegal logging initermasuk degradasi, deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati danperubahan iklim.

    Upaya-upaya perlindungan hutan di TNMB dilakukan mengingat TNMBmerupakan salah satu ekosistem Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah yangtersisa di Propinsi Jawa Timur. Upaya pemberdayaan masyarakat dilakukanuntuk meningkatkan kinerja kelembagaan yang ada di masyarakat dalammencegah dan mengurangi tekanan terhadap hutan. Berbagai upaya yangterus dilakukan dalam mengurangi pembalakan liar di TNMB adalahmeningkatkan peran serta dan keterlibatan masyarakat di dalam pengelolaanTNMB. Pembentukan Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dan pembentukankelembagaan SPKP di masing-masing Seksi Pengelolaan Taman Nasionalmerupakan salah satu upaya meningkatkan peran serta masyarakat di dalam

    pengelolaan TNMB.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    30/32

    24

    Kegiatan Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TNMB telah banyakdilakukan namun masih belum memberikan hasil yang optimal. Pada tahun2007, di desa penyangga TNMB telah berdiri Sentra Penyuluhan Kehutanan

    Pedesaaan (SPKP) di desa Wonoasri dan Sanenrejo yang kemudiandikembangkan di desa penyangga lainnya, desa Kandangan, desa Sarongan,desa Kebonrejo, desa Curahnongko dan desa Andongrejo pada tahun 2010.Namun pengurus klembagaan SPKP terbentur masalah anggaran dan sumberdaya manusia (SDM) yang belum mumpuni.

    Ke depan diharapkan dengan semakin menguatnya kelembagaan SPKP akanmenjadi wadah dalam merumuskan setiap kegiatan/program dan memecahkanpermasalahan yang ada di desa penyangga TNMB sehingga ketergantunganmasyarakat terhadap kawasan hutan akan semakin berkurang dan dapatmeningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam upaya konservasi.

    5. KESIMPULAN DAN SARAN

    Kawasan hutan di Indonesia mencapai luas 134 juta ha atau sekitar 60persen dari luas total Indonesia. Hutan mempunyai manfaat langsung dantidak langsung yang telah dikenal secara luas. Hutan juga berperan pentingdalam perubahan iklim sebagai penyerap/penyimpan karbon (sink) maupunpengemisi karbon (source of emission).

    REDD adalah mekanisme yang sedang dibangun oleh masyarakatinternasional guna mencegah terjadinya kerusakan hutan berupadeforestasi atau degradasi yang berkontribusi nyata terhadap peningkatanGRK di dunia. Dari berbagai penyebab deforestasi dan degradasi, praktekpenebangan liar atau illegal logging dapat mengancam kelestarian hutandan keberhasilan pelaksanaan mitigasi perubahan iklim melalui skemaREDD, karena berkurangnya stok karbon atau terjadi peningkatan emisidari hutan yang ditebang dan dijarah.

    Masalah penebangan liar di Indonesia merupakan masalah serius yangmengancam kelestarian hutan. Hal ini sudah menjadi permasalahan

    nasional sehingga komitmen dari pemerintah di tingkat nasional dan daerahharus ditingkatkan. Di Jawa, faktor utama yang sangat mempengaruhikejadian illegal logging adalah konflik tenurial hutan, karena tingginya angkakemiskinan dan rendahnya kepemilikan lahan sehingga sebagian besarpetani adalah petani gurem.

    Secara ekonomi kegiatan ini sangat merugikan, dan kerugian lain yangbesar juga terjadi karena rusaknya lingkungan dan moral masyarakat.Upaya penanggulangan penebangan liar memerlukan komitmen yang kuatdari Pemerintah, penegakkan supremasi hukum, perbaikan sistempengelolaan hutan dan kegiatan lain yang perlu diprogramkan untuk jangka

    pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    31/32

    25

    Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mengatasi masalahpenebangan liar yaitu melalui upaya preventif, dengan pendekatankesadaran dan kesejahteraan masyarakat, upaya perbaikan sistempengelolaan kehutanan dan perangkat perundang-undangan. Selain itu

    perlu adanya sistem deteksi dalam pengendalian illegal logging serta yangterpenting adalah upaya penegakan hukum.

    Terkait dengan masyarakat, diperlukan kejelasan dan penegasan atasstatus lahan hutan negara, adat maupun hak milik. Hal ini untuk kepastiandan kejelasan kepemilikan lahan. Pendekatan terhadap kesejahteraanmasyarakat juga diperlukan agar tekanan masyarakat terhadap hutanberkurang.

    Di TNMB, upaya-upaya perlindungan hutan dilakukan mengingat TNMBmerupakan salah satu ekosistem Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah yangtersisa di Propinsi Jawa Timur. Berbagai upaya yang terus dilakukan dalammengurangi pembalakan liar di TNMB adalah meningkatkan peran sertadan keterlibatan masyarakat di dalam pengelolaan TNMB. PembentukanMasyarakat Mitra Polhut (MMP) dan pembentukan kelembagaan SPKP dimasing-masing Seksi Pengelolaan Taman Nasional.

    DAFTAR PUSTAKA

    Agus, F. 2007. Cadangan, Emisi, dan Konservasi Karbon pada Lahan Gambut.Makalah pada Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air. Pengurus Pusat

    Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia 2004-2007. Jakarta.

    Baplan, 2007. Sustainable Forestry For Bioenergy Program. Paper. WorldRenewable Energy Regional Congress And Exhibition (WRERCE).November 57, Grand HyatJakarta

    Bappenas. 2010. Policy Scenario of Reducing Carbon Emissions fromIndonesia Peatland. Bappenas. Jakarta.

    Bismark, M., N.M. Heriyanto dan S. Iskandar. 2008. Biomasa dan KandunganKarbon pada Hutan Produksi di Cagar Biosfer Pulau Siberut, Sumatera

    Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam V (5): 397 407.Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

    Departemen Kehutanan. 2009. Statistik Kehutanan Indonesia 2008.Departemen Kehutanan, Jakarta.

    Departemen Kehutanant. 2008. IFCA Consolidation Report : ReducingEmissions from Deforestation and Forest Degradation in Indonesia.Forestry Research and Development Agency. Jakarta.

    Dharmawan, I. W. S. dan C. A. Siregar. 2009. Teknik evaluasi kandungan

    karbon hutan alam dipterocarpaceae. Pusat Penelitian Hutan danKonservasi Alam. Bogor. Manuskrip.

  • 7/23/2019 TR 11 Illegal Logging Review(1)

    32/32

    Dwiprabowo, H, Hakim, I, Bangsawan, I dan Astana, S. 2010. Potensi ProduksiDan Konsumsi Kayu Bakar Sebagai Sumber Energi Terbarukan DiPedesaan Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian.

    EIA dan Telapak. 2005. The Last frontier : Illegal Logging in Papua and Chinasmassive timber theft. Jakarta, Indonesia

    Hardwinarto, S. 2007. Sumbangan Hutan Terhadap Hasil Air. ProsidingWorkshop Peran Hutan dan Kehutanan dalam Meningkatkan DayaDukung DAS. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan danKonservasi Alam, Bogor :pp 113-132.

    Hiratsuka, M., T. Toma, R. Diana, D. Hardriyanto and Y. Morikawa. 2006.Biomass Recovery of Naturally Regenerated Vegetation after the 1998Forest Fire in East Kalimantan, Indonesia. JARQ 40 (3), 277 282

    (2006).

    Inpres No. 4 Thn 2005 Ttg Illegal Logging Instruksi Presiden Republik IndonesiaNomor 4 Tahun 2005 Tentang Pemberantasan Penebangan Kayu SecaraIlegal Di Kawasan Hutan Dan Peredarannya Di Seluruh Wilayah RepublikIndonesia

    Kementerian Kehutanan. 2010. Penentuan Tingkat Referensi Emisi SektorKehutanan. Lokakarya Direktorat PJLWA-TNC. Bogor.

    KLH. 2009. Indonesia: Second National Communication under the UnitedNation Framework Convention on Climate Change. KLH, Jakarta.

    Menteri Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.70/Menhut-II/2009 tentang program prioritas Kementerian Kehutanan untuk tahun2009-2014.

    Nooran, R. F. 2007. Potensi biomasa karbon di Hutan Lindung Sungai Wain,Kalimantan Timur. Laporan Hasil Penelitian. Balai Besar PenelitianDipterokarpa. Samarinda.

    Page SE, Siegert F, Rieley JO, Bohm HDV, Jaya A, Limin S (2002) Theamount of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during

    1997. Nature 420:6165.

    Radius, D.B dan Wadrianto, G.K. 2011. 88 Persen Penebangan di Indonesia,Liar.

    Soekotjo, 2007. Pengalaman dari Uji jenis Dipterocarps Umur 4,5 tahun di PTSari Bumi Kusuma, Kalteng. Dipresentasikan pada Seminar Dipterocarpsdi Samarinda pada tanggal 3-5 September 2007.

    Stern, N. 2007. The Stern Review: The Economics of Climate Change.Cambridge University Press. Cambridge.