toxic relationship

1

Click here to load reader

Upload: anthony-dio-martin

Post on 06-Aug-2015

667 views

Category:

Lifestyle


71 download

TRANSCRIPT

Page 1: Toxic Relationship

Pada saat liburan tahun baru lalu, pasangan ini membawa anak-anak kembali ke kampung halaman mereka. Di sana, sang

suami, menurutnya, mulai menjelek-jelekkan dirinya di depan teman dan keluarga sebagai perempuan karier yang tidak peduli anak. Peristiwa si bungsu dirawat di rumah sakit gara-gara keracunan dijadikan isu besar oleh sang suami, sehingga ia mulai disalahkan oleh keluarga besar.

Kasus lain terjadi pada ibu tiga anak yang harus merelakan kehilangan mimpi dan karier demi keluarganya. Sayangnya, sang suami sama sekali tidak peduli. Bahkan, ketika bisnis impian suaminya mulai rontok, sang suami mengatakan: “Di balik seorang pria yang sukses ada perempuan yang hebat. Di balik aku yang gagal, ada seorang perempuan yang bodoh!”. Kata-kata itu betul-betul meyakiti hatinya.

Pembaca, berbagai kisah dan kejadi-an nyata di atas membawa saya pada pembahasan penting yang ingin saya angkat pada topik kali ini, yaitu toxic relationship, atau kalau diterjemahkan, hubungan yang beracun (bermasalah).

Permasalahan antara pasangan bukan lagi sekadar persoalan biasa, tetapi mulai mengarah pada hal yang destruktif, bahkan saling menghan-curkan. Biasanya toxic relationship menjadi awal malapetaka keluarga yang bermuara pada perceraian.

Tujuh CiriMenurut salah satu pakar hubungan,

Marni Kinrys, ada beberapa ciri penting dalam toxic relationship yang bisa terjadi dalam hubungan perkawinan. Ciri-ciri tersebut adalah:

Pertama, ketika masing-masing mulai sering saling menyerang.

Itu dilakukan sebagai bentuk pelampiasan ketidaksenangan, rasa frustrasi, ataupun kejengkelan yang selama ini ditumpuk. Kadang penyebab pertengkaran adalah hal sepele. Selama bertengkar, masing-masing merasa berada pada posisi yang benar.

Kedua, ketika Anda menjadi harus

mulai ekstra hati-hati dengan apa yang diucapkan ataupun dikatakan.

Di rumah, tempat seharusnya Anda bisa lepas berekspreasi, Anda harus berhati-hati mengungkapkan diri. Seperti takut mengekspresikan sesuatu, khawatir akan menjadi pemicu pertengkaran. Akibatnya, terjadi aksi diam.

Ketiga, ketika pasangan tidak lagi memberikan pujian ataupun dukung-an, tetapi lebih banyak mencela dan tragisnya, pasangan penuh dengan penghinaan.

Itulah alarm tanda bahaya. Daripada memberikan energi, hubungan ini mulai banyak menghabiskan energi.

Keempat, ketika pasangan mulai menjauhkan Anda dari mimpi, aktualisasi, ataupun sesuatu membuat Anda bermakna.

Setelah masa pernikahan sekian lama, justru Anda merasa semakin terpuruk ataupun semakin tak berkembang. Hal ini juga berlaku kala Andapun takut melakukan sesuatu Anda sukai lantaran khawatir dengan pandangannya yang negatif.

Kelima, ketika pasangan mulai me-lakukan kebiasaan ataupun tindakan yang berlebihan, namun cenderung negatif.

Contohnya, ia mulai curiga secara berlebihan, ataupun cemburu secara berlebihan.

Keenam, ketika pasangan mulai bersikap seenaknya, cuek, masa bodoh, bahkan tidak lagi menunjukkan penghargaan atas diri Anda.

Dia bahkan menganggap diri Anda sekan-akan tidak ada, sehingga cenderung berlaku semau gue, tanpa peduli perasaan Anda.

Ketujuh, ketika pasangan mulai membawa persoalan hubungan Anda ke depan umum, kepada keluarga ataupun teman-teman dekatnya.

Dalam status facebook, misalnya, atau dalam lelucon dan perbincangan dengan teman dan keluarga, dia terang-terangan mulai menyerang dan mempersalahkan Anda. ◗

Baru-baru ini, seorang ibu menceritakan soal relasi dengan suaminya yang mulai bermasalah. Menurutnya, hubungan mereka ibarat “hidup segan mati tak mau”. Satu-satunya alasan mereka bertahan adalah kedua anaknya.

Tip Cara Mengatasi

Ingin berkonsultasi langsung? Silakan

hubungi via facebook di www.anthonydiomartin.

com/go/facebook

Apa saja yang bisa dilakukan untuk mengatasi dan berkembangnya toxic relationship sebelum menjadi parah?

1. Ubah Diri Anda Dulu Pepatah mengatakan “It takes

two for Tango”. Sesuatu tidak terjadi sendiri. Jadi, jangan-jangan, pemicu sikap buruk dari pasangan berasal dari perilaku yang justru tidak Anda sadari. Coba cek, kalau perlu minta masukan dari rekan-rekan soal sikap Anda yang berpotensi bikin masalah. Jangan-jangan kesalahan yang bisa dilihat oleh teman-teman Anda itulah juga yang Anda tunjukkan kepada partner Anda.

2. Padamkan Apinya Sebelum Besar

Jangan biarkan masalah jadi berlarut-larut. Saat Anda merasakan adanya ketidakwajaran dalam hubungan, cobalah berkata jujur. Beranikan diri untuk mengonfrontasikan isunya sebelum masalah menjadi runyam. Memang hal ini terkadang tidak menyenangkan, tetapi harus dilakukan kalau Anda masih berminat menyelamatkan hubungan.

3. Fokus pada Masalah, Bukan Orangnya

Ketika bertengkar, seringkali yang diserang adalah ego ataupun pribadi pasangan. Itu tidak benar. Akibatnya, masalahnya yang sesungguhnya menjadi tidak pernah beres. Katakan padanya hal yang tidak Anda sukai serta bagaimana solusi yang Anda harapkan.

4. Tetapkan Hati untuk Melihat Perubahan

Intinya, pada saat pasangan diberi

masukan, mungkin akan membuat ia bereaksi secara berlebihan. Jika sudah demikian, jangan cepat menyerah. Kembalilah pada harapan dan keinginan Anda. Tetap ungkapkan dengan tegas, apa yang Anda harapkan darinya.

5. Lakukan Time Out Ketika Anda sudah memberikan

masukan tetapi tidak ada perubahan, mungkin saatnya Anda perlu memikirkan “time out” dalam hubungan Anda. Coba mencari waktu masing-masing untuk tidak kontak selama jangka waktu tertentu, bisa dari beberapa hari hingga sebulan. Setelah itu, cobalah kontak dan tegaskan lagi keinginan Anda. Namun, jika pasangan ternyata menolak juga berubah, ada baik melibatkan pihak yang cukup netral untuk membantu.

6. Jangan Terburu Cerai Banyak orang yang memutuskan

“cerai” sebagai solusi atas toxic relationship mereka. Tahukah Anda, fakta statistik dari University of Chicago mengatakan, orang yang bercerai kebanyakan tidaklah lebih bahagia setelah berpisah. Setelah itu, peluang terjadinya perceraian dalam pernikahan yang kedua juga menjadi semakin rentan.

Lebih jauh, Prof. Mavis Hetherington dari University of Virginia mengatakan bahwa 70 persen anak yang orangtuanya bercerai akan memutuskan perceraian sebagai solusi atas masalah pernikahan mereka kelak.

Jadi, perceraian tidak selalu jadi solusi.

Toxic RelationshipCiri dan Cara Mengatasinya

20 | TAHUN XII, No.46 / 10 - 16 FEBRUARI 2012

AHLI PSIKOLOGI & MOTIVATORANTHONY DIO MARTIN

THIN

KSTO

CK

Baru-baru ini, seorang Baru-baru ini, seorang ibu menceritakan soal relasi dengan suaminya

Baru-baru ini, seorang ibu menceritakan soal relasi dengan suaminya relasi dengan suaminya

Baru-baru ini, seorang Baru-baru ini, seorang ibu menceritakan soal relasi dengan suaminya relasi dengan suaminya relasi dengan suaminya yang mulai bermasalah.

Baru-baru ini, seorang ibu menceritakan soal Baru-baru ini, seorang ibu menceritakan soal ibu menceritakan soal ibu menceritakan soal relasi dengan suaminya ibu menceritakan soal relasi dengan suaminya

Baru-baru ini, seorang ibu menceritakan soal Baru-baru ini, seorang ibu menceritakan soal

MIN

D A

ND

SO

UL