toleransi dan demokrasi dalam pandangan islam
DESCRIPTION
toleransi agamaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kemunduran dunia Islam yang masih terus berlangsung hingga saat ini, tidak dapat
dipungkiri, telah berdampak negatif terhadap kondisi umat Islam secara internasional. Kaum
muslim di berbagai belahan dunia terus menjadi bulan-bulanan para musuh Islam (baca:
jaringan Zionis internasional dan Barat), tanpa mampu memberikan perlawanan yang berarti.
Meski sejak paruh terakhir abad keduapuluh penetrasi secara fisik (militer) terhadap wilayah-
wilayah Islam telah banyak menurun intensitasnya, namun tidak berarti umat Islam dapat
bernapas lega. Ini dikarenakan para musuh Islam telah menyiapkan bentuk-bentuk penjajahan
baru (new imperialism) yang efeknya tidak kalah mengerikan dari peperangan secara fisik.
Hegemoni di bidang ekonomi, politik, budaya, dan pemikiran, yang terus dibangun oleh para
penentang Islam tersebut, hanyalah sebagian, untuk sekedar menyebut contoh, dari bentuk-
bentuk konspirasi mutakhir untuk tetap memposisikan kaum muslim sebagai pihak yang
inferior.
Terutama dalam bidang pemikiran, umat Islam pada saat sekarang tengah berada di
pusaran arus perang pemikiran (al-ghazwu al-fikriy) yang dahsyat. Jaringan global musuh-
musuh Islam gencar melakukan upaya “pencucian otak” terhadap umat Islam dengan cara
menyerang konsep-konsep/ajaran-ajaran Islam di satu sisi, dan pada saat bersamaan
mendesakkan konsep-konsep pemikiran mereka. Targetnya adalah menjadikan umat Islam
secara perlahan-lahan terjauh, atau setidak-tidaknya mengalami pendangkalan pemahaman,
dari ajaran-ajaran agamanya.
Pada akhir dasawarsa abad ke-20, demokratisasi menjadi salah satu isu yang paling
populer diperbincangkan. Indikasi nyata dari kepopuleran isu itu adalah berlipat gandanya
1
jumlah negara yang menganut sistem pemerintahan demokratis. Negara yang awalnya tidak
demokratis, serta merta merubah haluan negaranya menjadi demokratis.
Demokrasi pada substansinya adalah sebuah proses pemilihan yang melibatkan
banyak orang untuk mengangkat seseorang yang berhak memimpin dan mengurus tata
kehidupan komunal mereka. Dan tentu saja yang akan mereka angkat atau pilih hanyalah
orang yang mereka sukai. Mereka tidak boleh dipaksa untuk memilih suatu sistem ekonomi,
sosial atau politik yang tidak mereka kenal atau tidak mereka sukai. Mereka berhak
mengontrol dan mengevaluasi pemimpin yang melakukan kesalahan, berhak mencopot dan
menggantinya dengan orang lain jika menyimpang.
Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,
partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari sini
kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality (keadilan),
liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia), dan setereusnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud toleransi?
2. Apa prinsip toleransi dalam islam?
3. Apa batasan-batasan toleransi dalam islam?
4. Bagaimana perilaku Rasulullah dalam mencontohkan toleransi?
5. Apa yang dimaksud teokrasi, demokrasi, dan monarchi?
6. Bagaimana sejarah demokrasi dalam islam?
7. Bagaimana Al-Qur’an dan sunnah menilai demokrasi?
2
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian toleransi
2. Mengetahui prinsip toleransi dalam islam
3. Mengetahui batasan toleransi dalam islam
4. Mengetahui perilaku Rasulullah dalam mencontohkan toleransi
5. Mengetahui pengertian teokrasi, demokrasi, dan monarchi
6. Mengetahui sejarah demokrasi dalam islam
7. Mengetahui penilaian Al-Qur’an dan sunnah terhadap demokrasi
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN TOLERANSI
Toleransi adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari
aturan, di mana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain
lakukan.
Menurut istilah, pengertian toleransi yang mencakup keseluruhan aspek berarti
"Pemberian kebebasan kepada sesama manusia/kepada sesama warga masyarakat untuk
menjalankan agamanya atau keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan
nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan menentukan sikap itu tidak
melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat asas terciptanya ketertiban dan
perdamaian dalam masyarakat" (Umar, Hasyim).
Sedangkan pengertian Toleransi beragama yang dikutip dari Departemen Agama
dalam ajaran agama Islam adalah pengakuan adanya kebebasan setiap warga negara untuk
memeluk suatu agama yang menjadi keyakinannya dan kebebasan untuk menjalankan
ibadahnya.
Islam dan umatnya selalu bersikap toleran dan selalu bekerja sama berbuat seperti yang
diperbuat oleh warga masyarakat lainnya, selagi hal tersebut menyangkut masalah
kemasyarakatan. Sikap Islam terhadap umat lain tetap hormat, mereka diperlakukan dengan
penuh persaudaraan sebagai manusia meskipun mereka berbeda agama.
4
2.2 PRINSIP TOLERANSI DALAM ISLAM
Allah Ta’ala berfirman,
وتقسطوا وهم تبر أن دياركم من يخرجوكم ولم الدين في يقاتلوكم لم ذين ال عن الله ينهاكم ال
المقسطين ( يحب ه الل إن من) 8إليهم وأخرجوكم الدين في قاتلوكم ذين ال عن الله ينهاكم ما إن
الظالمون ( هم فأولئك هم يتول ومن وهم تول أن إخراجكم على وظاهروا )9دياركم
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena
agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.
Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)
Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat baik
pada lainnya selama tidak ada sangkut pautnya dengan hal agama.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non
muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang
lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang
berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 247). Ibnu Jarir Ath
Thobari rahimahullah mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada
setiap agama. Lihat Tafsir Ath Thobari, 14: 81.
Sedangkan ayat selanjutnya yaitu ayat kesembilan adalah berisi larangan untuk loyal
pada non muslim yang jelas adalah musuh Islam. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 248.
Bagaimana toleransi atau bentuk berbuat baik yang diajarkan oleh Islam?
1. Islam mengajarkan menolong siapa pun, baik orang miskin maupun orang yang sakit.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
5
أجر رطبة كبد كل فى
“Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR.
Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244). Lihatlah Islam masih mengajarkan peduli sesama.
2. Tetap menjalin hubungan kerabat pada orang tua atau saudara non muslim.
Allah Ta’ala berfirman,
معروفا الدنيا في وصاحبهما تطعهما فال علم به لك ليس ما بي تشرك أن على جاهداك وإن
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15). Dipaksa syirik, namun tetap kita disuruh
berbuat baik pada orang tua.
Lihat contohnya pada Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ibuku
pernah mendatangiku di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan membenci
Islam. Aku pun bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap jalin hubungan
baik dengannya. Beliau menjawab, “Iya, boleh.” Ibnu ‘Uyainah mengatakan bahwa tatkala
itu turunlah ayat,
الدين فى يقاتلوكم لم ذين ال عن الله ينهاكم ال
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu ….” (QS. Al Mumtahanah: 8) (HR. Bukhari no. 5978).
3. Boleh memberi hadiah pada non muslim.
Lebih-lebih lagi untuk membuat mereka tertarik pada Islam, atau ingin mendakwahi
mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
يوم – – تلبسها ة الحل هذه ابتع وسلم عليه الله صلى بى للن فقال تباع رجل على ة حل عمر رأى
ه . » « . – الل رسول فأتى اآلخرة فى له خالق ال من هذا يلبس ما إن فقال الوفد جاءك وإذا الجمعة
قلت – . وقد ألبسها كيف عمر فقال ة بحل منها عمر إلى فأرسل بحلل منها وسلم عليه الله صلى
6
من » « . له أخ إلى عمر بها فأرسل تكسوها أو تبيعها ، لتلبسها أكسكها لم ى إن قال قلت ما فيها
يسلم أن قبل ة مك أهل
“’Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, “Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari
Jum’at dan ketika ada tamu yang mendatangimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampun
berkata, “Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan mendapatkan
bagian sedikit pun di akhirat.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam didatangkan beberapa pakaian dan beliau pun memberikan sebagiannya pada ‘Umar.
‘Umar pun berkata, “Mengapa aku diperbolehkan memakainya sedangkan engkau tadi
mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di akhirat?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku tidak mau mengenakan pakaian ini agar
engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual saja atau tetap
mengenakannya.” Kemudian ‘Umar menyerahkan pakaian tersebut kepada saudaranya di
Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. (HR. Bukhari no. 2619). Lihatlah sahabat
mulia ‘Umar bin Khottob masih berbuat baik dengan memberi pakaian pada saudaranya yang
non muslim.
2.3 BATASAN TOLERANSI DALAM ISLAM
Toleransi dalam bahasa agama adalah tasamuh. Istilah toleransi ini janganlah
didramatisir, dibuat suatu konsep sedemikian pula lalu mecampur aduknya. Jadi sudah ada
petunjuk jelas di dalam agama, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Dalam Islam
ada ajaran aqidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan). Akhir-akhir ini memang
banyak orang memberikan makna toleransi sengaja agar masyarakat tidak faham. Ada orang
yang sengaja mendistorsi makna toleransi dengan tujuan tertentu sehingga membuat makna
toleransi menjadi rancu. Sehingga ada suatu kelompok yang mengusulkan pada saat bulan
7
suci Ramadan umat Nasrani boleh mengadakan shalat tarawih kemudian buka bersama di
dalam Gereja. Ini secara faktual memang ada upaya, dengan dalih kerukunan umat beragama.
Dalam kesempatan ini kami menjawab, bahwa hal seperti itu tidak boleh. Haram. Sebab yang
ingin dibangun oleh Islam dalam hal toleransi adalah masalah-masalah sosial, misalnya
ketika orang terkena musibah, atau problem yang menyangkut masalah kemanusiaan, umat
Islam tidak mempermasalahkan. Ketika kita bertetangga dengan orang non muslim,
kemudian dia sakit, kita boleh membesuk, kita boleh membawa oleh-oleh untuknya. Atau
ketika dia punya hajat mantu, kita boleh untuk menyumbang (Jawa:buwuh). Atau ketika umat
Islam menemui orang yang sedang kecelakaan harus menolong dan tidak perlu menanyakan
terlebih dahulu agamanya apa. Jadi secara kemanusiaan, umat Islam memberikan toleransi
untuk saling menolong dan membantu yang membutuhkan bantuan. (Al Maidah:2) Ketika
menyangkut masalah aqidah dan syirik Islam sangat tegas, sebagaimana ditegaskan dalam-
Al-Kafirun:1-6.
Jadi jika umat Islam diminta untuk hadir dalam acara natalan, MUI (Majelis Ulama
Indonesia) telah mengeluarkan fatwa pada tanggal 7 Maret 1981 yang waktu itu ketuanya
Buya HAMKA, dengan tegas menyatakan bahwa menghadiri natalan bersama adalah haram.
Dan keputusan hukum itu sampai sekarang tidak dicabut. Jadi kalau umat Islam sapapun dan
mempunyai jabatan apapun jika diundang oleh umat Kristiani, haram menghadirinya.
Mengamini doa umat lain yang berkeyakinan beda, yang mempunyai tuhan berbeda, jika kita
mengamini, berarti menyetujui mereka, inilah yang menjurus kepada perbuatan syirik.
Rasulullah SAW bersabda : Ad du’aa’u muhhul ibaadah (doa adalah otaknya ibadah). Kalau
kita cermati kegiatan doa bersama ini adalah merupakan taktik, dan merupakan skenario
global, yang tujuan utamanya adalah merusak aqidah umat Islam di Indonesia yang
mayoritas. Karena mereka tidak akan mungkin memeranginya dengan fisik, karena akan sia-
8
sia. Untuk itu, umat Islam harus memahami betul, sehingga tidak salah dalam bersikap. ( Al
Hujurat : 13)
2.4 PERILAKU RASULULLAH DALAM MENCONTOHKAN TOLERANSI
Rasulullah adalah tokoh teladan terbaik dalam mengajarkan sikap toleransi kepada
umatnya. Toleransi merupakan sikap untuk mengayomi orang-orang yang berbeda keyakinan
dan kedudukan yang tidak menebar permusuhan. Rasulullah tidak hanya sebagai Nabi, beliau
juga kepala keluarga, panglima perang, dan kepala negara. Kedudukan dan kekuasaan yang
diperolehnya tidak menjadikannya sebagai orang yang bertindak kasar dan keras.
Sebagai Nabi, sikap toleransi yang beliau tunjukkan ialah memaafkan dan bahkan
mendoakan kaum yang telah berbuat jahat kepada beliau ketika berdakwah. Setelah wafatnya
paman beliau, Abu Thalib, Nabi SAW berkunjung ke perkampungan Thaif. Beliau menemui
tiga orang dari pemuka suku kaum Tsaqif, yaitu Abdi Yalel, Khubaib, dan Mas'ud.
Nabi mengajak mereka untuk melindungi para sahabatnya agar tidak diganggu oleh suku
Quraisy. Namun, kenyataan pedih yang dialami beliau. Nabi diusir dan dilempari batu oleh
kaum Tsaqif. Akibatnya, darah pun mengalir dari tubuh beliau.
Menyaksikan kejadian itu, Malaikat Jibril memohon izin untuk menghancurkan kaum
Tsaqif karena telah menyiksa Nabi. Namun, apa jawaban Nabi? “Jangan! Jangan! Aku
berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan
menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun.”
Beliau pun berdoa untuk kaum Tsaqif. "Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena
mereka belum mengetahui (kebenaran).” (HR Baihaqi).
Pada lain kesempatan, sebagai pemimpin negara, Rasulullah SAW juga menunjukkan
sikap tolerannya. Ketika terjadi keributan antara kaum Muslim dan kaum Quraisy serta
Yahudi, Rasul menawarkan solusi dengan membuat Piagam Madinah untuk mencari
9
kedamaian dan ketenteraman kehidupan di masyarakat. Seperti yang terdapat pada pasal 16
yang tertulis, “Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan
santunan, sepanjang (kaum mukminin) tidak terzalimi dan ditentang.”
Selain Piagam Madinah, pada peristiwa penaklukkan Kota Makkah (Fathu Makkah),
Rasulullah SAW juga menunjukkan toleransi yang sangat indah. Penduduk Makkah yang
selama ini memusuhi Rasulullah, ketakutan ketika umat Islam berhasil menaklukkan Kota
Makkah. Sebab, sebelum penaklukan itu, umat Islam sering ditindas oleh kaum kafir Quraisy
Makkah. Tak jarang, mereka juga menghalang-halangi dakwah Rasul, bahkan hingga-
bermaksud-membununya.
Namun, setelah penaklukkan Kota Makkah itu, Rasul memaafkan sikap mereka.
Tidak ada balas dendam. Kekuasaan yang dimilikinya, tak menjadikan diri Rasul menjadi
sombong atau bertindak sewenang-wenang. Ketika penduduk Quraisy menanti keputusan
beliau, Rasul bersabda, “Saya hanya katakan kepada kalian sebagaimana ucapan Nabi Yusuf
kepada para saudaranya, 'Tiada celaan atas kalian pada hari ini'. Pergilah! Kalian semua
bebas.” (HR Baihaqi). Itulah di antara contoh toleransi Rasulullah. Pantaslah bila beliau
menjadi suri teladan bagi umat Islam dalam berbagai hal. (QS al-Ahzab: 21).
2.5 PENGERTIAN TEOKRASI, DEMOKRASI, DAN MONARCHI
Dalam kehidupan bernegara, kita menemukan banyak sistem-sistem pemerintahan
yang diterapkan oleh berbagai negara di muka bumi. Di antaranya ada teokrasi, monarki dan
demokrasi. Setiap golongan yang mengusung sistem-sistem tersebut mengklaim bahwa
teorinyalah yang paling benar. Namun jika diteliti, setiap teori memiki kelemahan-kelemahan
yang sangat fatal. Di sini islam hadir menawarkan suatu sistem pemerintahan yang
menggabungkan antara sistem-sistem pemerintahan yang ada di bumi sekaligus memberikan
10
penambahan unsur-unsur yang penting dalam sistem pemerintahannya. Sistem tersebut
adalah sistem khilafah.
A. Teokrasi
Teokrasi berasal dari bahasa Yunani theo yang berarti tuhan dan cratein yang berarti
pemerintahan. Secara sederhana, teokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan oleh tuhan..
Secara epistemologi, teokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang dijalankan oleh
seseorang dengan mengatasnamakan tuhan. Dalam teokrasi, kedaulatan tertinggi bersifat
mutlak dan suci karena kedaulatan tertinggi berada di tangan tuhan dan pemimpinnya
mengklaim dirinya “mendapatkan kekuasaan dari tuhan”. Teokrasi muncul pertama kali di
daratan eropa pada abad pertengahan (medieval age) yang dipelopori oleh seorang kaisar
romawi bernama Augustinus. Pada akhir abad ke enam, gereja romawi mulai
mengorganisasikan institusi kepausannya di bawah komando paus Gregory I yang dikenal
sebagai “the Great”. Dialah yang membangun awal mula birokrasi kepausan (papacy’s
power).
B. Monarki
Monarki merupakan sistem pemerintahan tertua yang pernah ada di muka bumi ini.
Kalimat monarki berasal dari bahasa Yunani monos yang berarti satu dan archein yang
berarti pemerintah. Dengan demikian, monarki adalah suatu sistem pemerintahan yang
diperintah oleh satu orang, dalam hal ini seorang raja. Dalam monarki, raja yang berperan
sebagai kepala negara memiliki kekuasaan penuh atas Negara tersebut. Raja dapat menjabat
sebagai kepala Negara sepanjang hayatnya. Selain itu, raja berhak menentukan siapa yang
akan menjadi penggantinya ketika ia meninggal dunia. Biasanya, tahta kerajaan akan
berpindah tangan kepada keturunan raja itu sendiri.
11
C. Demokrasi
Konsep demokrasi sendiri telah lahir sejak zaman Yunani kuno dan terus berkembang
hingga zaman modern. Kata demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan
cratein yang berarti pemerintahan. Secara sederhana, arti demokrasi adalah pemerintahan
oleh rakyat atau menurut istilah Abraham Lincoln, presiden Amerika ke 16, demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (democracy is a government of the
people, by the people and for the people). Dalam teori demokrasi, kedaulatan tertinggi berada
di tangan rakyat. Dengan demikian, rakyat dapat berpartisipasi dalam jalannya pemerintahan
Negara. Pada kenyataanya, beberapa orang yang terpilih sebagai wakil rakyatlah yang akan
menjalankan roda pemerintahan di Negara tersebut. Meskipun hanya beberapa orang saja
yang melaksanakan pemerintahan, jika ditemukan indikasi-indikasi yang bertentangan
dengan aspirasi rakyat, maka rakyat berhak mengkritisi bahkan memprotes mereka. Dengan
demikian, para negarawan berpendapat bahwasanya teori demokrasi merupakan teori Negara
yang paling sempurna karena rakyat dapat menuangkan aspirasinya dalam pemerintahan.
D. Khilafah, di Antara Teokrasi, Monarki dan Demokrasi
a. Pengertian Khilafah
Khilafah berasal dari bahasa arab yang berarti pemerintahan. Dari segi epistemologi,
khilafah adalah suatu sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang khalifah yang
berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam sistem khilafah, kedaulatan
tertinggi berada di tangan Tuhan, dalam hal ini syara’, dan kekuasaan tertinggi berada di
tangan rakyat. Negara dengan sistem khilafah merupakan negara yang terbentuk dari
sekumpulan manusia yang memiliki ideologi yang sama (di sini berarti ideologi islam) yang
taat dan patuh kepada hukum Allah SWT. Kemudian kumpulan manusia tersebut, atau yang
12
disebut kaum muslimin, memilih salah seorang di antara mereka yang paling pantas untuk
menjadi khalifah. Sistem khilafah sendiri merupakan sistem yang lahir dari ajaran agama
islam. Allah telah menjanjikan tonggak kekuasaan di bumi ini pada manusia-manusia yang
beriman dan beramal soleh. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nur ayat 55:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
mala-amal yang salehbahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di
bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa”
Teori khilafah sendiri telah diterapkan sejak zaman Rasulullah SAW yang dilanjutkan
oleh Khulafaur Rasyidin. Di zaman mereka, uamt islam hidup ma’mur, tentram dan sejahtera.
Syari’at islam ditegakkan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits.
b. Keunggulan Khilafah, Perpaduan Teokrasi, Monarki dan Demokrasi
Pemerintahan islam yang berkonsep khilafah ini berbeda dengan konsep-konsep
negara yang telah muncul sebelumnya. Dalam konsep khilafah, seluruh manusia merupakan
pemimpin, seperti sabda Rasulullah SAW:
“Semua dari kalian adalah pemimpin dan semua dari kalian bertanggung jawab atas rakyat
kalian”
Berdasarkan hadits tersebut, tidak ada seorangpun yang berhak untuk memaksakan
kehendaknya kepada orang lain. Islam tidak mengenal istilah diktator dalam
pemerintahannya. Seluruh umat muslim berhak untuk mengutarakan pendapat serta bebas
berekspresi selama tingkah laku mereka tidak bertentangan dengan hukum-hukum Allah
SWT. Seluruh kegiatan kenegaraan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintahan pusat maupun
oleh pihak swasta, dilaksanakan hanya untuk menggapai ridho Allah SWT dan bukan untuk
13
yang lain. Selain itu, bila dicermati sistem khilafah merupakan perpaduan antara teokrasi,
monarki dan demokrasi. Dalam khilafah, kedaulatan tertinggi berada di tangan Allah SWT.
Negara khilafah dipimpin oleh seorang khalifah yang mempunyai hak-hak tertentu dalam
menjalankan pemerintahannya, seperti melakukan tabanni (adopsi) hukum-hukum syari’ah ke
dalam pemerintahan. Meski demikian, bukan berarti seorang khalifah bebas berbuat seperti
layaknya seorang raja, namun kekuasaannya dibatasi oleh Al-qur’an dan hadits. Dalam
sistem khilafah, rakyat mempunyai hak untuk mengkritisi dan memprotes kebijakan khalifah
yang dianggap menyalahi syara’. Sistem khilafah juga menjunjung tinggi asas-asas
musyawarah dalam setiap pengambilan keputusannya. Dari sini dapat disimpulkan,
bahwasanya sistem khilafah merupakan perpaduan sempurna antara teokrasi, monarki dan
demokrasi.
Dari berbagai macam sistem pemerintahan yang ada di dunia, sistem khilafah terbukti
merupakan suatu sistem yang paling sempurna di antara semua sistem pemerintahan yang ada
di dunia. Seluruh kebaikan yang ada dalam setiap sistem diambil dan seluruh kekurangannya
disisihkan. Inilah bukti kedaulatan Allah SWT atas hamba-hambanya di dunia.
2.6 SEJARAH DEMOKRASI DALAM ISLAM
DEMOKRATISME MUHAMMAD
Sebenarnya tanpa mengiblat bangsa barat, Islam sendiri mempunyai sebuah gambaran
sebuah sistem tata negara yang sangat demokratis apabila ditelaah secara mendalam. Hal itu
terefleksi dari kandungan ayat-ayat Al Qur’an dan petunjuk-petunjuk dari Nabi Muhammad
SAW. Dan telah terbukti sebagaimana Rasulullah telah menyatukan Bangsa Arab yang
bersuku-suku, bertabiat keras dan mengelompok dengan kepemimpinannya yang demokratis.
14
Buku-buku sejarah mencatat bahwa di luar otoritas keagamaan yang menjadi tugas
utamanya sebagai rasulullah, Nabi Muhammad SAW merupakan tokoh yang demokratis
dalam berbagai hal. Bahkan ketika terjadi kasus-kasus yang tidak mempunyai sandaran
keagamaan (wahyu) Beliau bersikap demokratis dengan mengadopsi pendapat para
sahabatnya, hingga memperoleh arahan ketetapan dari Allah.
Sikap demokratis Nabi Muhammad SAW ini barangkali merupakan sikap demokratis
pertama di Semenanjung Arabia, di tengah-tengah masyarakat padang pasir yang
paternalistik, masih menjunjung tinggi status-status sosial klan dan non egaliter. Sebagai
contoh bukti kedemokratisan Beliau adalah sebagai berikut:
1. Ketika Nabi Muhammad SAW diminta suku-suku Arab menjadi penguasa sipil (non-
agama) di luar status beliau sebagai pemegang otoritas agama, beliau mengambil
pernyataan setia orang-orang yang ingin tunduk dalam kekuasaan Beliau sebagi
tehnik memperoleh legitimasi kekuasaan. Perjanjian ini dikenal dengan “Perjanjian
Aqobah”. Perjanjian ini didikuti oleh 12 orang dan pada perjanjian Aqobah II diikuti
oleh 73 orang. Dari titik ini para ulama Islam sejak dulu menegaskan bahwa
kekuasaan pada asalnya di tangan rakyat, karena itu kekuasaan tidak boleh
dipaksakan tanpa ada kerelaan dari hati rakyat. Dan kerelaan itu dinyatakan dalam
sumpah setia tersebut.
2. Ketika Beliau membentuk negara pertama kali dalam Islam, yaitu Negara Madinah—
yang multi agama—Beliau tidak menggunakan Al Qur’an sebagai konstitusi negara.
Karena Al Qur’an hanya berlaku bagi orang-orang yang mempercayainya. Beliau
menyusun “Piagam Madinah” berdasarkan kesepakatan dengan orang-orang Yahudi
sebagai konstitusi Negara Madinah. Pada masa Negara Madinah ini pula Beliau
15
mengenalkan konsep “Bangsa” (al Ummah) sebagai satu kesatuan warga negara
Madinah tanpa membedakan asal usul suku.
3. Ketika muncul pihak-pihak yang bersikap intoleran dan khianat terhadap perjanjian
yang telah disepakati bersama maupun dari masyrakat Arab, sehingga meletus
berbagai peperangan seperti perang Badar, Uhud dan Ahzab serta hingga terjadi Fath
al-Makkah (8 H). Pada serangkaian peristiwa tersebut, sikap yang diberikan umat
Islam pada pihak lawan sangatlah penuh penghargaan dan diplomasi yang bijaksana.
Sebelum Beliau wafat (11 H/632 M) seluruh jazirah Arab telah bersatu dibawah satu
kekuatan politik, hal ini menarik untuk dikaji. Belum pernah dalam sejarah orang-orang
nomad padang pasir itu dapat dipersatukan. Watak mereka yang keras akibat gemblengan
alam yang tidak ramah, sifat egois, dan angkuh tidak mau diperintah, dapat dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW melalui ajaran Islam. Bahkan pula sejak waktu itu masyarakat Arab
Baduwi yang tidak dikenal, kini muncul sebagai satu kekuatan yang membawa obor penerang
sehingga dunia pun menjadi kaget.
Dari kenyataan sejarah tersebut, Maka benarlah mengapa Nabi Muhammad SAW
termasuk dalam predikat tokoh yang sangat berpengaruh di dunia. Dengan sikap
kepemimpinan yang penuh diplomatis, yang tidak hanya diperuntukkan kepada umatnya,
namun juga kepada pihak-pihak yang selalu oposisi terhadap Beliau.
DEMOKRASI PASCA NABI
Sebelum Nabi Muhammad SAW wafat, ternyata Beliau tidak memberi
petunjuk/wasiat tentang bagaimanakah sistem tatanan negara yang harus dijalankan oleh
umat Islam, apakah semisal bangsa-bangsa Yunani atau Romawi. Karena pada waktu Beliau
memimpin umat Islam, tidak ada sebuah sistem yang jelas dalam ketatanegaraan. Karena
16
pada waktu itu integritas umat sangatlah kental dan karena adanya sebuah paradigma yang
masih sangat kuat untuk senantiasa taat kepada Allah dan rasul-Nya.
Meskipun demikian, sebenarnya Nabi SAW telah memberikan contoh bagaimana
sebuah negara dijalankan, yaitu asas musyawarah. Beliau senantiasa bermusyawarah dengan
para sahabat setiap akan menghadapi sebuah peperangan, tidak semata-mata atas pemikiran
Beliau. Beliau senantiasa membuka lebar pendapat sahabat-sahabatnya. Sehingga tanpa
disusun adanya teori, Nabi Muhammad SAW menganjurkan—bahkan menurut ahli fiqih,
anjuran Nabi SAW bisa berarti perintah—asas musyawarah yang tiada lain sama dengan
demokrasi.
Masa Kholifah Abu Bakar ash-Shiddiq
Setelah Nabi wafat, umat Islam terjadi konflik yang kritis mengenai siapakah
pengganti Rasulullah SAW. Rasulullah SAW tidak menunjuk siapa-siapa yang akan
menggantikan Beliau, bahkan bagaimana memilih dan mencari sosok tersebut Beliau tidak
memberikan petunjuk. Dalam menanggapi masalah ini para sahabat yang terbagi menjadi
empat kelompok (Kaum Anshor, Muhajirin, keluarga dekat Nabi/Ahlul Bait dan kelompok
Aristokrat Mekkah) berkumpul untuk membicarakan siapa yang akan memegang
kepemimpinan umat.
Kemudian mereka berkumpul di Saqifah Bani Saidah untuk membicarakan lebih
lanjut mengenai kepemimpinan sepeninggal Nabi SAW. Awalnya diwarnai ketegangan
diantara golongan karena masih diwarnai semangat golongan/kelompok. Masing-masing
mengangggap kelompoknya yang paling baik dan berjasa terhadap Islam, sehingga berhak
menduduki jabatan khalifah. Namun pada akhirnya semua mufakat—bukan sekedar suara
terbanyak—kepemimpinan umat akan dipegang oleh Abu Bakar.
17
Musyawarah yang menghasilkan “mufakat bulat” itu merupakan suatu tradisi baru
dalam musyawarah yag berdasarkan ukhuwah. Menurut Fazlur Rahman bahwa sistem syura
dalam Al-Qur’an adalah mengubah syura dari sebuah institusi suku menjadi institusi
komunitas, karena ia menggantikan hubungan darah dengan hubungan iman. Dilihat dari
perspektif ini, maka pilihan kelompok muslim modernis kepada demokrasi bukanlah sesuatu
yang dibuat-buat, atau sesuatu yang bersifat akomodatif terhadap institusi politik demokratik
Barat, tetapi Al-Qur’an memang mengajar demikian, sebagaimana yang dilakukan oleh para
sahabat pada masa awal kepemimpinan umat.
Kepemimpinan Abu Bakar sangat diwarnai jiwa yang demokratis. Selama masa dua
tahun memegang tampu pemerintahan, sangatlah nampak kedemokrasian Abu Bakar.
Kepemimpinannya dapat disimpulkan dari salah satu isi pidatonya pada hari pembaiatan
bahwa ia akan mengakui kekurangan dan kelemahannya serta memberikan hak berpendapat
untuk menegur dan memperbaiki khalifah bila berbuat salah.
Masa Kholifah Umar bin Khathab
Pemilihan Umar bin Khathab sebagai khalifah berbeda sebagaimana pemilihan Abu
Bakar. Abu Bakar terpilih melalui forum musyawarah untuk mufakat, dalam forum terbuka
yang dihadiri oleh rakyat pada umumnya di Bani Saidah. Umar menjadi khalifah atas
penunjukan langsung oleh khalifah Abu Bakar.
Khalifah Abu Bakar melakukan hal tersebut sudah barang tentu tidak dibuat-buat,
tetapi justru dilandasi argumentasi dan pertimbangan khusus, antara lain: (1) Situasi politik di
dalam negeri masih dianggap rawan, sebab banyk pembesar yang berambisi untuk
menduduki jabatan khalifah; (2) Trauma psikologis Abu Bakar terhadap peristiwa di Saqifah
Bani Saidah; (3) Negara dalam keadaan perang yang memiliki dua kubu militer, satu pihak
18
menghadapi tentara Persia, dan di lain pihak berhadapan dengan pihak Romawi, sehingga
dikhawatirkan bahwa kekuatan militer akan digunakan untuk mendukung interest politik.
Namun demikian, tidaklah Abu Bakar meninggalkan tradisi dari Nabi SAW untuk
senantiasa bermusyawarah. Sebelum Abu Bakar memutuskan hal tersebut, terlebih dahulu dia
bermusyawarah dengan tokoh-tokoh masyarakat, antara lain: Abdurrahman bin Auf, Usman
bin Affan, Usaid bin Hudhair al Anshori, Said bin Zaid, dan lain-lain dari kaum Muhajirin
dan Anshor. Ternyata mereka tidak keberatan untuk mencalonkan Umar.
2.7 PENILAIAN AL-QUR’AN DAN SUNNAH TERHADAP DEMOKRASI
Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan ketundukan kepada syariat Islam sebagai
salah satu syarat keimanan seorang hamba. Allah berfirman:
قضيت مما حرجا أنفسهم في يجدوا ال ثم بينهم شجر فيما موك يحك ى حت يؤمنون ال ك ورب فال
تسليما موا ويسل
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya.” [QS An Nisa`:65]
Di dalam ayat yang lain, Allah berfirman:
فردوه شيء في تنازعتم فإن منكم األمر وأولي سول الر وأطيعوا ه الل أطيعوا آمنوا ذين ال ها أي يا
تأويال وأحسن خير ذلك اآلخر واليوم ه بالل تؤمنون كنتم إن سول والر الله إلى
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kalian. Jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik
19
akibatnya.”[QS.An-Nisa`:59]
Inilah yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, yaitu untuk hanya
berpedoman dan berhukum dengan hukum syariat Allah. Allah berfirman:
يعلمون ال ذين ال أهواء بع تت وال بعها فات األمر من شريعة على جعلناك ثم
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama
itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.”[QS.Al-Jatsiyah:18]
Di dalam ayat lain, Allah berfirman:
قلوبكم بين ف فأل أعداء كنتم إذ عليكم ه الل نعمت واذكروا قوا تفر وال جميعا الله بحبل واعتصموا
آياته لكم ه الل ن يبي كذلك منها فأنقذكم ار الن من حفرة شفا على وكنتم إخوانا بنعمته فأصبحتم
تهتدون كم لعل
“Berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati-hati kalian, lalu menjadilah
kalian karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi
jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk.” [QS Alu
Imran:103]
Di dalam ayat di atas jelas sekali Allah itu telah mempersatukan umat manusia
dengan Islam setelah sebelumnya mereka berpecah belah di dalam kekafiran. Lantas,
mengapa sekarang kita ingin kembali kepada masa dahulu -masa perpecahan- dengan
kembali kepada syariat kaum kafir (demokrasi) dan meninggalkan tali agama Allah
demokrasi adalah Thaghut
20
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan definisi thaghut. Beliau mengatakan bahwa
thaghut adalah apa saja yang seorang hamba itu bersikap melampaui batas terhadapnya, baik
itu berupa sesuatu yang disembah (ma’bud), atau sesuatu yang diikuti (matbu’).
Dalam hal ini, demokrasi digolongkan sebagai thaghut karena dianggap sebagai
sesuatu yang wajib untuk diikuti dan dipatuhi, dan tidak boleh dilanggar. Pengagungan dan
penghormatan yang berlebihan terhadap demokrasi dan menganggapnya sebagai sumber
hukum yang paling benar di atas hukum Allah, keyakinan seperti ini telah menjadikan
demokrasi ini sebagai thaghut dan ini merupakan suatu bentuk kesyirikan yang paling besar.
Buktinya, sangat banyak orang yang mengaku beriman kepada Allah, namun anehnya
ketika mereka diseru untuk berhukum dengan hukum Allah, mereka menolak dengan sekeras-
kerasnya. Mereka lebih memilih untuk berhukum dengan hukum Jahiliyyah,
mengagungkannya, dan membelanya mati-matian.
Orang-orang seperti ini telah Allah sebutkan di dalam Al Quran:
إلى يتحاكموا أن يريدون قبلك من أنزل وما إليك أنزل بما آمنوا هم أن يزعمون ذين ال إلى تر ألم
بعيدا ( ضالال هم يضل أن يطان الش ويريد به يكفروا أن أمروا وقد تعالوا) 60الطاغوت لهم قيل وإذا
صدودا عنك يصدون المنافقين رأيت سول الر وإلى ه الل أنزل ما إلى
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka beriman
kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu, lalu
mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk
mengingkari thaghut itu. Syaitan itu bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan
yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kalian (tunduk) kepada
hukum yang Allah telah turunkan dan kepada (hukumnya) Rasul!” , niscaya kamu melihat
orang-orang munafik berusaha menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari [QS.An-
Nisa:60-61]
21
Padahal Allah telah dengan jelas-jelas melarang kita untuk berhukum dengan hukum thaghut.
Allah berfirman:
لها انفصام ال الوثقى بالعروة استمسك فقد ه بالل ويؤمن بالطاغوت يكفر فمن
“Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya
dia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” [QS Al Baqarah:
256]
Bahkan perintah untuk menjauhi segala bentuk thaghut merupakan dakwah yang dibawa oleh
para rasul. Allah berfirman:
الطاغوت واجتنبوا ه الل اعبدوا أن رسوال أمة كل في بعثنا ولقد
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Thaghut itu!” [QS An Nahl: 36]
22
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak sepenuhnya
bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam. Prinsip dan konsep demokrasi yang
sejalan dengan islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan
menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya.
Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak
sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari ketetapan
Hukum Allah.
Akhirnya, agar sistem demokrasi ini dapat terwujud diatas nilai – nilai islam yang mulia,
maka langkah yang harus dilakukan adalah :
- Seluruh warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam
sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.
- Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi oleh orang-orang yang beriman dan
beriman dan berilmu.
Kurangnya rasa toleransi dapat menyebabkan berbagai ketidak harmonisan hubungan
yang berujung pada kekerasan fisik. Banyaknya, konflik yang berkedok agama adalah bukti
betapa pentingnya toleransi. Invasi Israel (yang penduduknya mayoritas beragama yahudi)
terhadap Palestina (yang mayoritas muslim), adalah satu dari sekian banyaknya tragedi
kemanusiaan yang melibatkan agama di dalamnya. Pemupukan rasa tersebut haruslah dimulai
sejak dini, karena akan sangat berpengaruh pada masa depan seseorang.
23
24