tokoh tasawuf »an filsafat agama · tasawwuf terbesar dalam dunia islam. ... sebagaimana kita...

68
»AN TOKOH TASAWUF FILSAFAT AGAMA OUH H.ABOEBAKARATJEH

Upload: phamdieu

Post on 08-Mar-2019

262 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

»AN TOKOH TASAWUF FILSAFAT AGAMA

OUH H.ABOEBAKARATJEH

'', BIBLIOTHEEK KITLV

0058 3045

w$$M%

3 ^oc \ &~)rM$ "W

| B N A R A B I

Tokoh Tasawwuf

j f T ", Filsafat Ag« lama vcet

% K \ ^ ^ ^ / oleb : H. Aboebakar Atjeb

Tiutofetoa P™*rhü H W m W i U W Djakarta

n0 i%.8g

L PENDAHULUAN

"Of the writings of all ancient scholars, whose works are available in such a large measure, the exact nature of Ibn al 'Arabi's writings is the least known to the modern world. Til l now, as far as my knowledge goes, and eminent scholars lik e R.A. Nicholson and E.G. Browne have also declared, no systematic study of Ibn ul 'Arabi 's works has been at tempted".

Demikian kata Moulvi S.A.Q. Husaini, M.A., dalam sebuah risalah ketjil menge-nai Ibn Arabi, sebagai pemikir dan ahli tasawwuf terbesar dalam dunia Islam. Perkataan itu art in ja : Dari segala tulisan pudjangga-pudjangga lama, jang sekian Lanjak djumlahnja, isi dar ipada tulisan-tulisan Ibn Arabi sedikit sekali diketahui oleh dunia modern. Sampai sekarang, se-banjak jang saja ketahui dan jang diakui

3

djuga oleh penulis-penulis besar, seperti R.A Nicholson dan E.G. Browne, tidak pernah diadakan penjelidikan jang tera-tur mengenai karangan-karangan Ibn Ara-bi.

Utjapan ini menggerakkan hati saja un-tuk membatja karangan-karangan Ibn Arabi, jang kebetulan ada dalam perpus-takaan saja atau dipindjamkan teman-te-man kepada saja, terutama dikala saja hendak menjempurnakan cJjilid jang keti-ga daripada karangan saja mengenai ta-sawwuf hakikat dan ma'rifat. Lalu kelihat-anlah kepada saja banjak kekeliruan-ke-keliruan jang diperbuat orang terhadap Ibn Arabi, dengan menuduhnja, bahwa ia dalam tasawwuf menganut mazhab hului dan iltihad, dimana zat Tuhan dan manu-sia itu bersatu padu. Dan dengan demiki-an itu lalu ia dikafirkan dan dalam masa-masa pemerintahan Islam jang lampau banjak kitabnja dibakar, sehingga kita sekarang tidak dapat membatja dan mc-njelidiki lagi pendapat-pendapatnja untuk mengambil kesimpulan jang lebih sem-

4.

purna dalam masa manusia diberi kemer* dekaan berpikir, seperti jang terdjadi da-lam abad keduapuluh ini.

Djik a Tuhan kuridai saja kesempatan, insja Allah akan saja penuhi, apa jang di-keluhkan oleh pengarang diatas, karena saja memiliki beberapa banjak daripada karangan pudjangga itu dan kebetulan saja menguasai djuga bahasa Arab serta perbandingan ilmu tasawwuf. Tetapi Sdr. Al i Audah dari penerbit "Tintamas" me-minta kepada saja untuk meringkaskan lebih dahulu beberapa perkara mengenai kehidupan dan tjara berpikir Ibn Arabi guna penerbitan serie ketjU jang lebih ber-sifat ilmiah, jang diselenggarakan oleh Tintamas, agar umum dapat mengambil manfa'at. Meskipun bagi saja agak sukar memenuhi permintaan ini karena tidak melihat orang dapat memahami tjara ber-piki r Ibn Arabi, sebelum memahami ane-ka ragam aliran hakikat dalam tasawwuf, seperti aliran ittishal, ittihad, hului, 'ain rnutamassidj, hubbul Ilahi, bermatjam pe-nafsiran fana dan baqa, pusat pertengkar-

5

an antara golongan fiqh, golongan salaf, golongan sufi, golongan tasawwuf sunni, dan golongan zahiriah dengan bathiniah, tetapi permintaan itu saja penuhi djuga, karena ada faedahnja jaitu untuk men-d jenuhkan pengertian tentang tasaw-wuf, dalam rangka membasmi gerakan batin atau klenik dalam masjarakat kita.

Maka saja hidangkanlah tjorat-tjoret ini kepada pembatja. Mudah-mudahan ada faedahnja.

Djakarta, 11 Djuli 1965

H. Aboebakar Atjeh

<>

n. SIAPA B3N ARABI ?

Suatu kekeliruan jang diperbuat oleh pengarang-pengarang Barat dan Timur mengenai sedjarah hidup Ibn Arabi ialah mentjampur adukkan antara dua nama jang hampir sama, jaitu Ibn Arabi dan Ibn Al-'Arabi. Jang pertama, jaitu ihn Arabi, ialah pribadi jang kila bitjarakan dalam buku ini, jaitu seorang tokoh fil -safat agama serta tasawwuf, jang termasuk pentjipta ilmu kebatinan. Adapun jang ke-dua, Ibn Al-'Arabi, jaitu seorang Qadhi dan seorang ahli hukum, jang pernah mendjabat pekerdjaan qadhi itu di Seville di Spanjol atau Andalus, bernama lengkap Abu Bahar Ibn Al-'Arabi. Ibn Arabi se-bagai tokoh filsafat dan tasawwuf jang kita bitjarakan sekarang ini bernama Muhjiddin Muhammad bin Ali bin Mu-hammad bin Ahmad bin Abdullah al-Hati-

7

mi, lahir di Murcia di Spanjol atau An-dalus. Sebagaimana kita katakan, di Barat ia terkenal dengan nama Ibn Al-'Arabi, suatu nama jang keliru, dan di Andalus ia disebut Ibn Suraqah, sedang di Timur, jaitu didaerah Abbasijah, ia disebut Ibn Arabi.

S.A.Q. Husaini, M.A., dalam bukunja Ibn Al-'Arabi, The Great Muslim Mystic and Thinker (Lahore, 1931), mentjerite-rakan bahwa ajahnja bernama Ali tidak punja anak beberapa lamanja. Pada suatu hari konon ajahnja itu bertemu dengan seorang wali Abdul Qadir Djailani, jang djuga bernama Muhjiddin, dan meminta dengan perantaraannja mendo'akan, agar ia dianugerahi seorang anak laki-laki. Maka Sjeich Abdul Qadir Djailani, jang sudah mendekati achir umurnja, meminta kepada Tuhan agar Ali beroleh seorang anak laki-laki, dan memesan kepa-danja supaja anak jang akan lahir itu di-beri bernama Muhjiddin, pembangkit agama.

Dongeng ini mentjeriterakan djuga,

U

bahwa Sjeich Abdul Qadir Djailani sudah menggambarkan, bahwa anak Ali jang akan lahir i lu akan mendjadi orang besar dan wali dalam ilmu Ketuhanan.

Dengan demikian pada hari Senin, (anggai 17 Ramadhan th. 560 II . (29 Dju-Ii 1165), lahirlah di Marseille, suatu ne-geri dalam wilajah Andalus, seorang anak laki-laki, jang kemudian tumbuh mendjadi seorang besar, seorang wali, seorang ahli filsafat Islam, seorang ahlil hakikat dan ma'rifat dalam tasawwuf, jang tidak ada taranja. Dengan utjapan-utjapannja dan penanja ia membina suatu tembok aqidah dalam dunia lasawwuf, jang menggempar-kan seluruh dunia Islam.

Disebut orang djuga, bahwa Marseille dikala itu sebuah kota Islam jang diba-ngun dalam masa pemerintahan Bani Umaijah, terletak disebelah timur Andalus, beroleh kehormatan menampung baji t jalon wàli besar itu. Kota Marseille sangat indah, penuh dengan taman-taman bunga dan pemandangan-pemandangan alam jang permai, dengan penduduknja jang terdiii

dari umat-umat Islam Andalusia jang ber-achlak dan berbudi baik. Kemadjuan ilmu pengetahuan disana merupakan per-saingan terhadap kota Seville dan Grana-da, jang terletak disebelah barat Andafus.

Anak jang tumbuh dalam keindahan alam itu merupakan kesajangan orang tuan ja jang tidak terbatas. Ia menghirup udara jang luas d su bersih, mcnga a i ina-tanja dengan lukisan alam jang indahnja tidak terperi, djelitanja tidak terkatakan, bunga-bunga dalam taman jang aneka warna, burung-burung margasatwa jang kiijauannja berbagai ragam, semuanja ru-panja turut membentuk ketumbuhan pribadi Ibn Arabi, penjempurnaan sifat-sifat dan achlak jang pernah dimilik i oleh suku At-Tha'i kedalam suku mana terma-suk nenek mojang Muhjiddin, jang turut membangun tanah dan peradaban Anda-lusia Islam. Ada pengarang berpendapat, bahwa ajah Ibn Arabi dikala hidupnja adalah seorang tukang kaju, jang berasal dari daerah Maria, dan tinggal di Seville sampai tahun 597 H.

10

Sedjak ketjil Muhjiddin adalah seorang anak jang baik sekali tingkah lakunja, ia memperlihatkan sikap jang salih dan ta'at dalam melakukan ibadat, ia menundjuk-kan budi pekerti jang luhur dan perangai jang mulia dalam pergaulan. Ia teliti se-kali dalam mempeladjari sesuatu, serta tidak mau berhenti ditengah-tengah peia-djaran.

Otaknja sangat tjerdas dan tadjam, ia seorang jang menggunakan akal dan iman dengan sesungguh-sungguhnja.

Pada waktu mudanja ia bekerdja keras mengumpulkan ilmu pengetahuan, jang digunakannja pada hari-hari tuanja untuk mengadjar dan mengarang buku-buku jang akan kita bitjarakan nanti dalam ba-hagian lain. Ia menguasai bahasa dan ke-susasteraan Arab jang berdjiwa hidup de-ngan susunan kalimat jang indah-indah, penuh ibarat dan hikmat, jang sukar di-kupas dan ditafsirkan orang karena men-dalam dan melaut isinja. Sadjak-sadjak dan susunan kalimatnja berdjalin dan berpilin

11

dengan ajat-ajat Quran, hadis-hadis Nabi, uljapan-utjapan i'uqaha' dan hukuma', tertuang dalam bentuk-bentuk irama ilmu alat, sehmgga menjukarkan memahaminja bagi mereka jang tidak all round, tidak sempurna ilmunja dalam segala bidang Islam. Karangan-karangannja sukar dipa-hami djika tidak dibatja berulang-ulang, dikunjah bertubi-tubi, letak lemaknja ti-dak dalam kata jang tergurat tetapi dalam sulaman jang tersira'. Baik dalan kara-ngan proza, jang disusun dengan kalimat-kalimat jang bidah dan berisi, maupun dalam gubaham poésie, jang ditjurahkan dalam bentuk sadjak berirama, kelihatan keindahan dan keahliannja dalam karang-mengarang, dalam mengemukakan serta mengupas sesuatu persoalan, jang bersifat bukan menikam otak tapi menusuk djiwa dan perasaan. Gubahan-gubahan jang ber-sifat demikian itulah, jang olehnja sendiri dikatakan langsung diterimanja daripada Tuhan, memasjhurkannja dalam dunia ilmu pengetahuan Islam, dan jang oleh orang-orang Sufi disamakan nilainja de-ngan suara-siaara sutji, jang terpantjar ke-

12

luar dari kepribadian Ibn Arabi jang chas. Inilah jang menjebabkan Prcf. A.J.

Arberry dan Pembroke College, Cambrid-ge, dikala men jambul publikas: befo;r.ipa karangan Ibn Arabi oleh Osmania Orien-tal Publications Bureau, Hyderab-d, Dej can, 1949, menghamburkan pudj annja : "The shadow cast by Ihn al-'Arabi's bril-liant mind is seen to lengthen, as each successive publication on his writings dis-closes more and more of his personality and achievements. The pages which follow provide a feast of new material for lha de-lectation of the ardent researcher."

III . PENDD3IKAN DAN PENGADJARAN

Pada achir kitab Fuluhalul Makkijah, dalam sebuah scdjarah hidup jang pendek mengenai Ibn Arabi didjelaskaa, bahwa Ibn Arabi itu dilahirkan pada hari Senin, tiuljuh belas Ramadlian, tahun lima ra:us enam puluh hidjrah, di Marseille, dikala itu sebuah negeri Islam keradjaan Anda-

13

lus, jang diperintah oleh Bani Umajjah, terletak disebelah timur Spanjol, suatu daerah jang penuh dengan pemandangan-pemandangan jang indah dan kebun buah-buahan dan bunga-bungaan jang tjantik permai. Ibn Arabi dikenal orang di Andalus dengan nama Ibn Suraqah.

Ia mula-mula mempeladjari Quran pa-da seorang ulama bernama Abu Bakar bin Chalaf di Seville, dan kemudian dalam usia tudjuh tahun sudah mulai berkenalan dengan kitab "Al-Kafi " (apakah kitab Al-Kafi ini salah sebuah daripada empat buah kitab Hadis dan fiqh Sji'ah ?). Ia banjak djuga meriwajatkan hadis dari Abui Ha-san, Sjuraih bin Muhammad bin Sjuraih Ar-Ra'ini melalui ajahnja. Kitab ini diba-tja dengan pimpinan seorang ulama Ali Abui Qasim Asj-Sjarrath al-Qurlhubi di Seville. Seville adalah djuga salah satu kota jang terkenal disebelah barat Anda-lus, suatu kota jang dipagari batu dengan dua belas buah pintu, djauh dari Cordova selama empat hari perdjalanan.

Diterangkan djuga bahwa Ibn Arabi ke-

14

mudian mempcladjai i k i tab „At-Taisir fil Laddani" dari Al i Abu Bakar Muhammà« bin Abi Djumrah. »elandjutnja ia pernah berguru kepada Ihn Zarqun, Abu Muham-mad Abdul Haq al-Isjbili al-Azdi, dan ba-njak ulama-ulama lain di l imur dan diba-rat, t idak diketahui orang djumlahnja.

Imam Sjam*uddin Ibn Musadda mene-rangkan dalam sedjarah hidupnja, bahwa Ihn Arabi seorang jang t jan tik, seorang jang teliti , banjak mengetahui i lmu penge-tahuan dalam segala bidang, tjepat me-nangkap sesuatu dengan pikirannja, ter-masuk anak jang termadju dan terpintar dalam negerinja. Diantara gurunja dise-butnja Ibn Zarqun, Ibnul Djad dan Abui V a hd al-Hadhrami, di Maghrib pada Abu Muhammad bin Abdullah. Pernah djuga bertemu dan bergaul dengan dia di Seville Abu Muhammad Abdul Mun' im bin Mu-hammad al-Chazradji, dan pernah heladjar kepadanja Abu Dja'far bin Musalli.

Ibn Musadda menerangkan djuga, bah-wa Ibn Arabi dalam mazhab ibadat menga-nut paham Zahiri dan dalam i'tiqad paham Balhini, jang sangat dipcrdulanmja dan

1.)

dilaksanakan nienghidupkanii ja dalam karang-karangannja, jang dapat disaksikan oleh banjak tjerdik pandai tentang kema-djuannja dan ludjuannja kemana ia hen-dak membawa ummat Islam.

Ibn Arabi per: iah djuga mengikuti pe-ladjaran Hadis dari Aüui Qasim Al-Lhaz-astani dan ulama-ulama lain, dan chusus mempeladjari Sahih Muslim pada bje.eh Abui Hasan bin Abu Nasar dalam bulan Sjawal th. 605 II . Konon ia mendapat dju-ga idjazah u m um dari Abu Thahir As-Salafi. Dalam ilmu lasawwuf pengetahuan Ibn Arabi sangat mendalam, sehingga banjak ia meninggalkan karang-karangan-^ dalam bidang itu, seperti ki tab Al'VJ"*m

wat T af sil fi UaqHqll Tanzil, Al-Djuz-watul Muqlabisah ival Chalhralul Muchla-h;„h, Kasiful Ma?na f i Tafasiri! Asma il Husna, Kilabul Ma'arifil llahijah dan lain-lain nama kitabnja jang kita sebutkan dalam bahagian tersendiri mengenai ka-rangannja.

Meskipun demikian per lu saja djelaskan disini tentang ki tab "Fu tuha l ", jang aljap-

16

kali kita dapati disebut setjara r ingkas dalam kitab-kitab tasawwuf. Ada dua kitab "Fu tuha t" karangan Ibn Arabi, sebuah bernama Futuhatul Makkijah dan jang „ebuah lagi bernama Futuhatul Madinah. Jang atjapkali disebut dengan keringkas-an "Futuhat" itu ialah Futuhatul Mak-kijah , bukan Futuhatul Madinah , jang hanja terdiri dari sepuluh lembar, ditulis pada waktu ia ziarah ke Madinah sebagai t jurahan i lham. Kitab Futuhatul Mak-kijah , jang sangat tebal merupakan ki tab kar ja pokok dari Ibn Arabi. Dua kali ki-tab inf dir ingkaskan, pertama oleh Abdul Wahhab bin Ahmad Asj-Sja'rani (mngï. 973 H) jang dinamakan Lawaqihul An-war U Qudsijah, kedua dir ingkaskan lagi mendjadi ki tab jang bernama Al-Kibn-tul Ahmar. Menurut Abu Thaj j ib Al-Madani (mngl. 955 H ) , keringkasan itu sama dengan aslinja.

Lain daripada itu ada sebuah kitab Ibn Arabi jang bernama Al-Ahadisul Qud-sijah ditulis di Mekkah th. 599 H., di kala ia tidak puas dengan hadis riwajat

.17

dari Djibri i FadlufUil Arba'in, tetapi ia ingin menjelidiki isi hadis jang lang-sung datang dari Tuhan dengan tidak ber-peran! araan kepada Nabi Muhamad, jang dinamakan Hadis Qudsi. Maka di-kumpulkanlah kedalam kitabnja itu kira-kira seratus satu Hadis Qudsi jang baik. Agaknja Hadis-hadis ini dipeladjari dalam rangka menjelidiki hakikat dan ma'rifat, karena dalam Hadis Qudsi itu banjak di-bit jarakan hubungan jang langsung antara Tuhan dengan Nabinja.

Keberangkatannja dari Marseille ke Seville terdjadi dalam ih. 598 H., kemu-dian ia pergi kelimur, sambil naik hadji di Mekkah, dan tidak kembali lagi ke Andalus.

Banjak ulama-ulama jang memberikan idjazah kepadanja, diantaranja Hafiz As-Salafi, Ihn A ak r dan Abui Faradj ibnal Djauzi. Ia pernah mengundjungi Mesir, kemudian tinggal beberapa waktu di Mek-kah, mendalangi Baghdad, Mousul dan kota-kota Rumawi. Al-Munziri menerang-kan, bahwa ia pernah memperoleh ilmu

di Cordova dari Abui Qasim bin Bisjku-wal dan ulama-ulama lain, kemudian me-ngelilingi negeri-negeri disekitarnja, dian-taranja negeri-negeri pemerintahan Ru-mawi. Cordova jang menarik hatinja itu relalah sebuah kota Andalus jang indah, "berpagarkan tembok jang bertatahkan batu upam dan marmar, kelilingnja tidak kurang dari tiga puluh ribu hasta, dan terdapat didalamnja banjak sekali mesdjid dan tempat mandi, seribu enam ratus buah mesdjid dan sembilan ratus buah tempat mandi. Pintu gerbangnja ada tu-djuh buah jang basar. Demikian menurut keterangan Abui Fida' dalam kitabnja Taqwimid Buldan

Menurut Ibnal Ibaranah banjak sekali ulama-ulama ja'.ig datang beladjar kepa-danja.

Selengah penulis sedjarah mengatakan bahwa ia masuk ke Bagdad dalam «h. 608 H. Ia diterima disana dengan penuh ke-hormatan karena dikagumi ilmunja me-ngenai ma'rifal, mengenai djalan-djalan ahli hakikat, pengetahuannja mengenai

19

rijadhah dan mudjahadah, lidahnja jang lantjar dan halus dalam menjampaikaii ilmu tasawwuf, begitu djuga ia dipudji oleh ulama-ulama Sjam, Hedjaz dan mu-rid-murid pernah mendapat ilmu dari-padanja dan melihat Nabi dalam mimpi-itja jang memudji akan Ibu Arabi. Dalam :.::i-angan Ibnal Djauzi kita dapati keterang-an, bahwa Ihn Arabi menghafal Ismul A'-zam dan bahwa ia beroleh ilmu jang pe-lik-pelik itu bukan setjara bela.ljar tetapi langsung sebagai ilham.

Ihn lYndjdjar menerangkan, bahwa Ibn Arabi termasuk orang Sufi, ahli penjakit hati, ahli tharikat, banjak bergaul dengan orang-orang miskin, naik hadji berkali-kali dan banjak bekali menulis kitab-kitab jang berfaedah bagi golongan tasawwuf. Sjair-sjairnja indah dan dalam, bahasanja

' halus dan menarik, dan Ibn Nadjdjar per-nah bergaul dengan Ibn Arabi dalam per-djalanan ke Damaskus serta menerangkan kepadanja bahwa Ibn Arabi masuk ke Bagdad th. 601 H. dan tinggal disana dua belas hari, kemudian naik hadji tahun

20

607 H. Ia menulis untuk Ibn Nadjdjar se-buah sjair sebb.

Selama engkau terkatung-katung, Diantara ilmu dan sjahwat, Engkau tidak akan beruntung, Berhubungan langsung tadjallijat.

Sebelum hidungmu mengeluarkan angin.

Membersihkannja dari diri. Djanganïah engkau merasa ingin, Menghirup mentjium bau kasturi.

Al-Chuli menerangkan, bahwa Ibn Arabi incubai ulama-ulama fiqh dalam mimpi-nja jang bertanja kepadanja, bagaimana keadaan keluarganja, lalu bersadjak de-mikian :

Dikala aku pulang membawa karung mas,

Mereka tersenjum, mereka gembira, Hilanglah bingung, hilanglah tjemas, Sukatjitanja tidak terkira.

21

Tetapi dikala berhampa tangan, Mereka mengetjam, mereka menje-

rang, Dinarlah baginja angan-angan, Disitu terselip suka dan girang.

Sebuah karangan jang penting jang tidak dapat diselesaikannja ialah kitab At-Taf-sirul Kabir jang dikerdjakan hanja sam-pai Surat Al-Kahfi , pada ajat jang berbu-nji : "Kami adjarkan dia ilmu dari kami langsung (lad-unna)". Pada ajal jang berisi rahasia Tuhan ini, ia meletakkan penanja jang masih basah, berhenti untuk selama-lamanja, ia kembali kepada Tuhan untuk tidak membuka rahasia Tuhan itu lebih banjak kepada manusia.

Inilah sedjarah pendidikan wali jang banjak dikafirkan orang karena tidak mcngenalnja. Kadang-kadang dibuat orang fitnah, misalnja dengan mengatakan, bah-wa Izzuddin Abdussalam, seorang mufti besar Sjafi'i, telah mengkafnkannja, tetapi sesudah diperiksa dengan seksama, ternja-18 ia tidak ada mengkafirkan Ibn Arabi. (Lih. Chatimah Futuhalul Makkijah, tjetak-

22

an Darut Tkaba'ah Al-Misrijah, Mesir, 1329 H.) Seban jak orang jang ment jela, sebanjak itu pula jang memudji Ibn Arabi. Qadil Qudah Sjafi'i jang terbesar dalam masanja, Sjamsuddin Ahmad Al-Chuli, berbuat chidmat kepadanja sebagai seorang budak, Qadil Qudah Maliki mengawinkan nnaknja kepada Ibu Arabi, dan banjak ulama mengarang sedjarah hldupnja, jang tidak sampai kepada kita, seperti As-Safa-di, As-Sujuthi dan Az-Zahabi.

IV . IBN ARABI DAN TASAWWUF

Ibn Arabi terkenal djuga sebagai tokoh besar dalam tasawwuf aqidah, mengenai ilmu ketuhanan. Ia salah seorang pelopor dalam memper tahankan paham wihdatul wudjud, adjaran hanja ada satu jang wu-djud, jaitu Tuhan. Ia menerangkan, bahwa tasawwuf itu ialah perp indahai a:au per-al ihan dari suatu keadaan kepada suatu keadaan jang lain, p indah dari alam keban. daan bumi kepada alam kerohanian langit.

i

Ti

Perpindahan atau peralihan ini selalu ke-lihatan pada diri manusia. Sedjalan de ngan perubahan umurnja, berubah pula alam pikirannja. Tentu jang demikian " " terdjadi djika manusia itu memperguna-kan akalnja.

Ibn Arabi mengambil tjontoh pada di-i inja sendiri. Sebagaimana manusia jang lain iapun pada waktu muda pernah di-pengaruhi oleh keindahan alam sekitarnja dikelilingi penuh randjau dan onak kehi-dupan benda jang memalingkan perhati-annja kepada keindahan lahir. Kita ambil babakan hidupnja tatkala ia berumur 33 tahun, jaitu tahun peralihan antara muda remadja dan tua, suatu waktu jang ham-pir matang untuk beralih dari suaiu alam pikiran kealam pikiran jimg lain. Ketika itu ia pergi ke Hedjaz dan tinggal serta berguru pada seorang ulama Mekkah. Gu-run ja itu mempunjai seorang anak perem-puan, jang menarik pikiran Ibn Arabi karena tjantiknja, karena budinja dan ka-rena ilmunja serta petah lidahnja. Perte-muan ini pernah menggelisahkan djiwf

24

ihn Arabi, sehingga sekian banjak lemba-ran karangannja dipergunakan untuk menggambarkan kekagumannja atas ke-tjanlikan anak perempuan jang pernah diljintninj a itu. Demikian mdahnja uraian jang diberikan Ibn Arabi, sehingga dapat mendjelaskan kepada kita bagaimana be-sar kekuatan tjinta dan keindahan alam lahir dapat mempengaruhi seorang manu-sia. Sallah satu kalimat diantara tjurahan hawa nafsu dan kegemaran duniawi Ibn Arabi tersimpul dalam pcrkaîaannja : "Demikian rupa, hatiku terpikat olehnja, pikiran dan djiwaku seakan-akan terbe-lenggu, sehingga tiap nama jang kusebut, namanjalah jang kukehendaki, tiap kam-pung jang kutudju, kampungnjalah dju-ga seakan-akan jang kumasuki".

Hamburan kata-kata Ibn Arabi menun-djukkan, bagaimana keadaan seseorang telah tenggelam dalam merasakan niknia: pendengaran, penglihatan dan perasaan hati. Djika pengaruh itu tidak lekas-lekaj ditjutj i dibersihkan, maka manusia itu akan tidak dapat terlepas lagi daripada

25

titaan dan kesempurnaan bumi jang dapat diraba dan dirasa itu.

Ibn Arabi mentjeri terakan kesadàrannj « kembali kepada tudjuan dan Idam idaman hidupn ji: semula tatkala ia datang «ke Mek-kah, daivmentjer i terakan djuga daja-upaja melepaskan dirinja dar ipada belenggu sjahwat jang telah niengikatnja dalam alam pikirannja jang dapat kita anggap sebagai deradjat kcsutj ian per tama, peral ihan dari kel jenderungaii jang bersifat bumi venada ket jenderungan jang meningkat kelangit. Iclitiar ini dapat kita kalakan permulaan mendj'auhkan diri dar ipada kesenangan lahir dan mener ima kesenang-an rohani, jin? boleh kita anggap tingkat

iman jang lebih tinggi, karena puntjaknja ketj intaan dan keindahan ini t idaklah ter-letak dalam kesenangan atau keindahan jang dana! diraba« jang biasa dapat dili -hat mata manusia itu.

Perhat ian Ibn Arabi beral ih dari bumi keangkasa raja, meningkat bersama pang-gilan djiwanja kelangit, kepada keindahan

26

bintang-bintang jang bertaburan ditjakra-wala. kJandangan berpindah dari ruang bili k jang sempit keluar dunia jang lebih kias dan kepada keindahan jang lebih mengagumkan serta meiiakdjubkan. Ia djaluh tjinta jang mesra, Ijinta jang ber-padu dengan kepuasan rohani. Ia duduk termenung pada malam hari jang sepi, sambil bertopang dagu, melihat keindah-an bintang-bintang itu sedjauh-djauh mala memandang, la mengaku dalam karangan-nja : "Pada suatu malam aku mengawini bintang-bintang itu, tidak ada sebuahpun diantaranja jang tidak aku nikahi dengan kelezatan rohani jang mesra. Sesudah aku bernikah dengan bintang-bintang ilu, aku dikurniai huruf-hurufnja, jang aku ikat pula dengan perkawinan. Aku tjinta ke-pada bintang-bintang jang gemerlapan itu, sehingga siang mcndjadi buah tutur dan malam mendjadi buah mimpiku. Kuke-mukakan mimpiku h i kepada mereka jang arif-bidjaksana, d^n disambutnja de-ngan pudjîan dan sandjungan. Katanja inilah lautan jang dalam, inilah dia samu-dera jang luas, jang tak, dapat diselami

27

dan diadjuk dalamnja. Katanja pula : jang empunja mimpi ini lelah dibukakan kepadanja ilmu jang tinggi, pengetahuan tentang rahasia jang dalam, hikmah bulan bintang jang luas, tidak ada jang dapat berbuat demikian seorangpun dari ternan-ti ja jang semasa. Kemudian ia berdiam diri sedjenak. Lalu berkata pula : djika terda-pat jarîg empunja mimpi itu diantara ki n ini , maka tak dapat tidak orang itu ialah pemuda Andalus, karena ialah jang dapat sampai kesana".

Ibn Arabi sudah mengalami perubahan, ia sudah beralih dari suatu babakan hi-dup kepada babakan hidup jang lain, dari babakan hidup tjinta kepada machluk bumi kepada tjinta terhadap kawakib, mendjadi buah mimpinja pada malam hari. v

Adapun mimpi itu ibarat jang pernah diniimipikan oleh Nabi Jusuf, tatkala ia berkata kepada ajahnfa : "Wahai ajshku! Aku melihat dalam mimpiku sebelas bin-tang, matahari dan bulan, semuanja su-djud kepadaku" (Quran XII:4) .

28

Memang, kata Dr. Zaki Mubarak, per-bedaan antara dua chajal ini seperti per-bedaan antara dua roh itu, sama-inenja-mai. Dalam hal ini Jusuf tidak berdusta, hanja Ibn Arabi bcrpanûjang-pandjang dalam uljapannja.

Daripada tjontoh ini kita ketahui bahwa orang-orang Sufi meletakkan makna hidup itu lebih tinggi daripada hidup biasa, kadang-kadang demikian tingginja sehing-ga orang biasa tak dapat memahaminja. Djika mereka membitjarakan sesuatu hu-kum dalam Islam, maka jang dipenting-kannja ialah tudjuan daripada hukum itu, dan dengan demikian idjiihadnja aljapkali berbeda atau kelihaian berbeda dengan nengadjaraii-pengadjaran ilmu fiqh biasa. Sebagai tjontoh kita kemukakan kembali Ibn Arabi berbitjara tentang kiblat sebagai sjarat sah sembahjang. Ia sanggup berka-ta : "Orang-orang Islam telah sepakat mengarahkan mukanja kepada kiblat, jaitu Ka'bah, sebagai salah satu daripada sjarat sah sembahjang. Djikalau kepulus-san idjma' jang demikian itu belum dise-

29

pakali, aku tidak akan mengatakan, bah-wa jang demikian itu merupakan suatu sjaral, karena Allah Ta'ala , berfirman : "Kenianapun engkau memalingkan mu-kamu, disana engkau menghadapi Allah", suatu ajat untuk dasar hukum, jang ditu-runkan di Mekkah kemudian, dan udak mansuch perintah»ja" (kitabnja AM'um-hat, dj. 1:518)

Djikalau kita lihat sepintas lalu, seakan-akan Ibn Arabi akan menentang Keputus-an berkiblat kepada Ka'bah, tetapi djika-lau kita renungkan lebih dalam kelihatan maksudnja jang lain, jang nienundjukkan kekuatan pribadinja untuk mengutjapkan-nja itu nienundjukkan pandangan tasaw-wuf jang sudah mempengaruhi adjaran fiqhnja, sehingga pembahasan itu lebih ba-njak ditudjukan kepada pemeliharaan hati dan niat daripada kepada asuhan dan keseragaman badan belaka.

Sebagaimana Ibn Arabi, begitu d juga orang-orang tasawwuf jang lain melihat sjari'at itu sebagai kepentingan bagi orang awam, dan melihat hakikat itu sebagai ke-

30

i

imluhan bagi orang chawas, sehingga pe-Ugadjaran-pengadjaran sjari 'at itu meru-pakan suatu pendjélasan bagi hakikat, dan ilmu fiqh itu baginja tidak lain dari-pada suatu mukajjdirnah bagi peladjaran keadaan hati.

Dalam hai ini ibu Arabi mendahului pendapat Ghazali. Dan memang meskipun sama-sama Sufi terdapat perbedaan besar antara dua mereka itu. Ghazali menghor-mati hukum-hukum dan pengadjaran fiqh, sesudah itu harulah ia pindah kepada pe-ngertian Sufi, seuang Ibn Arabi dalam satu kaligus dengan keberanian jang luar biasa, mengupas kedua ilmu itu, menge-tjani dan mengerit iknja. Orang menjang-ka bahwa sebabnja ialah bahwa GhazaEi mengarang kitabnja sesudah ia sulji dan baik dalam pengert iannja, sedang Ibn Arabi mengarang kitabnja dengan me-ngemukakan dirinja sebagai penutup au-lia, disampîng Muhammad penutup ambia. Kitab-kitab Ghazali penuh dengan utjap-nn-uljapan ulama-ulama salaf, sedang Ibn Arabi dengan keberaniannja selalu ia ber-

31

bitjara sendiri, meskipun pendapatnja ber-tentangan dengan ulama-ulama besar jang lain.

V. IBN ARABI DAN WIHDATUL WU- f DJUD |

Ibn Arabi tidaklah dapat disebut me-nganut paham Hului atau Jttihad, ia mem-punjai pendirian tersendiri terhadap Tu-han dan machluk.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Hu-lui itu ialah suatu keadaan menurut ke-jalvinan orang sufi, bahwa Tuhan itu ber-ada dimana-mana, diluar dan didalam machluk (tnuhith tersebut dalam Quran dan immanent dalam ilmu filsafat). Qur-an mengatakan, bahwa Tuhan meliputi segala sesuatu, dan suatu aliran dalam se-djarah filsafat menerangkan, bahwa zat pcntjipta itu terdapat dalam machluk. i Ojuga ada ajal Quran jang menjebutkan, \ bahwa Tuhan itu lebih dekat daripada urat leher manusia, bahkan Nabi Muham-mad pernah mendjawab pertanjaan se-

32

orang Arab, dîmana Tuhan, bahwa Tuban il u dalam hati orang mu'min. Setengah mazhab Sufi menafsirkan keterangan ini seljara lahir dan umum, lalu menganggap, bahwa Tuhan itu dapat menempatkan di-rittja, halia, pada tiap machluk, terutama manusia. Mazhab ini dinamakan maskah Hului dan oleh ulama-ulama Ahli Sunnah wal Djama'ah (Asj'ari) dianggap menje-leweng dari adjaran Islam jang sebenar-nja, karena zat Tuhan dan zat manusia dengan demikian mend jadi. berpadu, sua-tu hal jang mustahil terdjadi antara qadim dan hadis.

Djuga Ibn Arabi tidak dapat dikatakan menganut mazhab Iltihad dalam arti kata jang sebenamja, meskipun ia seorang ah-li filsafat jang ulung. Itiihad artinja da-lam istilah sufi berpadu, apalagi merupa-kan suatu kesatuan jang bulat. Zat ma-nusia tetap zat manusia, dan zat Tuhan tetap zat Tuhan, karena tidak mungkin berpadu antara zat manusia jang hadis de-ngan zat Tuhan, jang qadim. Tetapi ahli-ahli filsafat Islam mengatakan, bahwa per-

33

hubungan itu mungkin sekali-sekali ler-djadi dengan perantaraan akal umum ('a<{-iul kul, active intel l igent), jang demikian ilu untuk memungkinkan manusia mene-rima wahju atau ilham langsung dari Tu-han, jang dinamakan ' i lmu ladunni atau ' i lmu wahbi. Mazhab ini d inamakan maz-hab Itt ihad. Ihn Arabi tidak menempuh djalan ini , karena belum merupakan tau-hid tanzih, dan karena dianggapnja sjirk, sebab ada t jampur tangan zat lain dalam pentj iptaan disamping zat Tuhan jang mutlak tunggal adanja.

Ibn Arabi membuat teori Wihdah de-ngan maksudnja, hanja ada satu zat Tu-han jang berkuasa dalam segala-galanja, selain itu tidak ada. Semua machluk itu hanjalah akibat dan gambaran, mirah. daripada kekuasaan pentjipta jang amal hebat itu, jang bernama Allah. Sepintas lalu kelihatan, bahwa kejakinan Ibn Arabi itu bersamaan dengan Hului atau Ittihad, apalagi dengan utjapannja, bahwa Hal. itu adalah 'ainnl chalk, jang dapat dita'-wilkan orang dengan : Hak itu adalah

34

intipali segala ijiptaaii, jang lalu diart ikan, bahwa Ihn Arabi menjamakan machluk dengan chalik, serta atas dasar ini menu-(îuhnja kafir atau sindiq.

Ihn Arabi mejakini "Wihdatul Wudjud dalam segala jang bersifat kebendaan dan kerohanian, dan berkata, bahwa wudjud itu adalah intipati dari segala jang ada, dan bersama dari segala jang baharu itu adalah ketinggian bagi zaluja, bukan lain nwdainkan dia sendir i, dia jang tertinggi, karena segala jang bersifat a'jan jang bi-nasa atau 'adam itu akan kekal kepa-da» ja, tidak ada baginja wudjud jang aba-di, meskipun keadaannja aneka rupa dan hilangannja amat banjak, dalam tj iptaan dan keadaan, melainkan jang kekal ada-

i "ain atau sumber intipatinja, jang me-rupakan satu daripada kumpulan, akan lenjap kedalam kumpulan. Wudjud jang banjak itu hanja merupakan nama, meru-pakan turunan, jaitu merupakan urusan jang bersifat binasa atau 'adam, tidak ada semua itu melainkan 'ain jang tungal da-ripada zat-zal itu sendiri, tidak dlhubUhg-

35

'hubungkan melainkan satu tunggal dalam zat jang banjak itu. Itulah jang dikatakan : Dia, bukan Dia ! Engkau, bukan Engkan !" (Fushushul Hikam, hal 72-74, atau Mash-ra'ul Tasawwuj, hal. 62-63).

Kalimat jang bersifat filsafat dari Ibn Arabi ini tidak mudah diartikan dengan pengertian biasa. Boleh diartikan kalimat itu dengan : Segala sesuatu itu, melihat kepada isinja dan keadaaunja, disebut Tu-han, tetapi melihat kepada nama Allah jang chas, bukan Tuhan, hanja suatu ke-njataan zatnja, bukan pula seluruhnja. Tentu boleh pula diartikan dengan arti kata-kata biasa, bahwa segala sesuatu itu adalah Allah djua atau dengan kata-kata kiasan, bahwa segala sesuatu itu berasal dari Allah, semuanja akan binasa ketjuali wadjah Allah itu sendiri (Quran).

' Abu Sa'id al-Charraz (mgl. 286 I I ) , se-orang sufi jang terdahulu di Bagdad, lebih djelas menafsirkan pengertian itu dengan keterangan, bahwa segala sesuatu tjiplaan alam itu merupakan suatu wadjah daripa-da uljapan-utjaponnja, jang menerangkan

36

i dirinja sendiri : bahwa Allah itu tidak di-kenal melainkan dengan meliputi segala sesuatu tjiptaannja, dialah awal dan achir, dialah lahir dan bathin, dialah zat jang tersembunji dalam keadaannja jang njata. Semuanja dari Allah dan tidak ada sesuatu melainkan Allah jang tampak dan tidak tampak.

Inilah pendirian mazhab Wihdatul Wu-djud. Peiiganutnja tidak menganggap pe-nuh tauhid utjapan jang tersimpul dalam kalimat "l a ilaha-illallah", "tidak ada Tu-han melainkan Allah", karena didalamnja masih terdapat perbandingan Allah dengan Tuhan lain. Mereka lebih djazab menjebut ''Sai a iliallah", jang berarti "tiuak ada melainkan Allah", atau "bukan dia me-lainkan Dia".

Imam Ghazali membenarkan tauhid tan-zih ini dan berkata dalam Misjkatul An-war : "Huwallah", "Dialah Allah" atau "Iluwa" , "Dia itu Dia" setjara sjuhudijah atau wudjudijah.

Memang sudah mendjadi pendirian orang sufi, bahwa Hak itu lahir pada tiap-

37

hap tjiptaan, dialah jam; lahir dalam tiap-tiap sesuatu jang dapat dipahami, dialah jang batin daripada segala paham, sam-pai kepada paham orang jang berkala, bahwa alam ini rupanja dan huwijahnja.

Ibnul Katib dikala menjebut nama Ku-sabari menggunakan gelaran jang ter-hormat "Penghulu Kami Abu* Ali" . Orang berian ja kepadanja,'mengapa ia memakai gelar jang demikian tingginja. Ia mendja-Mab : "Karena Abu Ali pergi daripada ilmu sjari'at kepada ilmu hakikat, sedang kita kembali daripada ilmu hakikat kepa-da ilmu sjari'at !" (Tarich Bagdad).

Demikianlah keadaan dengan Ibn Ara-bï, diserang, dikutuk dan dikafirkan, te-tapi dikala orang berhadapan dengannja, dan ia mengupas salah satu persoalan Is-lam, ulama dalam îûasanja mengatakan bahwa ia adalah seorang quthub atau bin-tang ulama.

Diantara kitab jang paling tadjani me-muat serangan-serangan dan ketjaman terhadap Ibn Arabi ialah Tanbihul Ghabi ila Tak f iri Ibn Arabi dan kitab Tahzirul

38

{bod min Ahlil inad bi Bid'alil Ittihad', lang kedua-duanja dikarang oleh Burhan-uddiu al-Buqa"i (809-885 H ) , kedua-dua-nja (litjelak kembali mend jadi sebuah ki-lah dengan d judul „Masra'ut Tasawtvuf" (Cairo, 1953), diterl>itkan oleh gerakan jang menamakan diriiij a Ansharus Sun-natul Muhammadijah, sejrta diberi komen-tar dan tjalatan oleh Abdurrahman al-Wa-kil , salah seorang daripada anggota gera-kan tersebut.

Siapa Al-Buqa'i ? Dalam kitab Sja-zaratus Zahab di terangkan bahwa ia bernama Ibrahim bin Umar Burhanuddiu al-Buqa'i mazhab Sjafi' i, ahli hadis, ahli fafsir dan ahli sedjarah. Ia lahir daiam tahun 809 H. dalam sebuah desa bernama Charbah, daerah Buqa\ Kemudian ia pergi ke Damaskus mempelad jari Quran, pemhatjaan dan pengert iannja, mempe-lad jari nah u, fiqh dan ilmu-ilmu lain. Dianlara gurunja disebut Ibïi Nashiruddin dan II)i i I lad jar. Banjak ia menulis kitab-kitab jang bertal ian dengan pengert ian dim tafsir Quran, sebuah kitabnja berna-

39

ma Intcanus Zaman, berisi riwajat hi-dup ulama-ulama dalam segala bidang dan masa. Diantara kitabnja jang lain ia-lah risalah jaJig kita sebutkan namanja diatas, berisi tantangan terhadap Ibnn> Faridh dan Ibn Arabi. Lama ia tinggal di Baitul Maqdis dan di Mesir. Ia meninggal di Damaskus dalam bulan Radjah tahun 885 dalam umur 76 tahun.

Sebagaimana kita lihat, bahwa dalam se-djarah hidupnja tidak disebut ada ia mem-peladjari tasawwuf atau memahami tjara berpikir ulama-ulama sufi. Oleh karena itu saja mengambil kesimpulan, bahwa serangan-serangamija itu semata-mata di-dasarkan atas ilmu-ilmunja, jang memang berlainan bidang dengan ilmu batin atau ilmu tasawwuf.

Dalam kitabnja itu dimuat kalimat-kalimat dan utjapan Ibn Arabi, terutama jang bert-sal dari karya-karyanja Fusliu-shul Hikani, terutama kalimat-kalimat jang dapat did jadikan dasar untuk meng-gelarkan Ibn Arabi kafir, setan dan zindiq, bersama dengan ulama-ulama jang lain

40

dalam bidang tasawwuf, seperti Ibnal Far idh.

Orang sufi, sebagaimana diterangkan oleh Al-Djil i dalam "Insanul Kamu"*1

(1 :67), mengart ikan huwijah itu dengan kegaibannja jang tidak mungkin tampak-nja dengan mata, tetapi dapat didjelaskan dengan menjebut djumlah nama dan sifat. Djurdjarii dalam At-Ta'rifat memberi arti kepada huwijah itu jaitu hakikat jang mel ingkupi seluruh hakikat dan jang me-liputi pusat seluruh pokok dalam kegaib-an jang mut lak pula. Lalu setjara kasar mereka menjebut alam ini kenjataan dan batinnja atau Iukisannja ialah hakikatnja.

Nadjmuddm Ihn Israil (563-677 H) menerangkan dalam bentuk sadjak sbb.

Engkau tak lain dari kauni, Engkau "Ainnja, Engkau sumbernja, Engkau rahasia jang tersembunji, Bagi jang dapat mcrasainja.

Ibnal Far idh (576-632 H ) , jang djuga dianggap I iudjdjah Ahli l Wihdah da»i di-tuduh kafir bersama Ibn Arabi, bersjair jang sama maksudnja :

41

Segala apa tampak dan djelas. Diljiptakan oleh satu djua, Tertutup terkurung, tidak terulas, Oleh mala terlihat djua.

Pada tempat jang lain Ibnal Far idh menerangkan bahwa dalam hakikat ia be-lum pernah sembahjang sendiri, selalu ada imam dan selalu aila jang mengawasi-nya dibelakang, k ir i dan kanan, ked.ua-duanja berh impun dalam ssidjud, bukan orang lain jang sembahjang dan sembah-jang i lu bukan untuk orang lain, tetapi untuk kesatuan jang diakui dalam perdjan-djian semula azali. Sja' ir ini jang sukar kit a pahami karena berpi l in pengerl iannja dengan maksud beberapa ajat Qur 'an dan Hadis mengenai hakikat sembahjang, di-tutup oleh Ibnal Far idh dengan sadjak, jang djika saja lerdjemahkau kira-kira demikian isinja :

Dalam sadar sesudah jana, Aku merasa aku men jana, Diriku lak lain melainkan serona, Satu djua seluruh buana.

42

D jika zatku dengan satku, Telah berpadu mendjadi beku, Hilanglah sahaja lahirlah aku, Satu djuga engkau dan aku.

Kemudian ia bersjair pula :

Semua tjiplaan semua jang ada, Semua alam majapada, Seluruhnja adalah dari jang ada,

(terdj. wudjud) Karena hid jab tampak tiada.

D jika hidjab sudah terangkat, Tak tampalf lagi matjam dan

tingkat, Semua ke n jat aan djika disingkat, Keserupaan djuga s muanja bakal.

VI . KITA B DAN KARANG2ANNJA.

Tidak boleh kita lupakan, bahwa Ion Arabi dalam fiqh berpegang kepada maz-hab Az-Zahiri, sepaham dengan Ihn Hazni, letapi sangat menentang taqlid, dalam tasawwuf berpegang kepada pendir ian Wihdatul Wudjud, semua Tuhan dan

45

alam mendjadi satu, tak ada jang mewu-djudkan melainkan Allah sadja, dan sete-lah saja ikuli beberapa karangannja, saja menjangka, bahwa mazhab i'tikadnja ialah D jabari jah a Sau mendekati D jabari jah. Sebagai seorang anak Andalus jang ter-peladjar dan mempunjai pergaulan luas, djuga mengundjungi hampir seluruh ne-gara-negara Islam jang terpenting dalam masa hidupnja, kitab dan karangan-k. rangannja bermutu tinggi dan tersiar luas dalam kalangpn ulama-ulama Isiam, mes-kipun tidak kurang beroleh ketjaman dan heiangan dari kanan kiri , bahkan antjaman akan membunuhnja.

Sebagaimana kita terangkan dialas kitab dan karasigan-karangannja itu tidak terle-pas dari pokok-pokok pendiriannja, di-samping semuanja bersifat mystik, keli-liaEan ia bebas menafsir ajat-ajat Quran dan Hadis setjara zahir, tidak mau tunduk kepada sesuatu pengertian aiau paham ulama sebelunuija, terlepas daripada ika-tan mazhab dan berpendirian, bahwa Tu-han-lah jang mempunjai kemauan dan ke-

44

kualan maha tinggi, sehingga manusia tidak berdaja upaja apa-apa. Dalam bi-dang inilah Ibn Arabi mend j adi besar dan - masjhur, dan terutama karena filsafatnja ialah tersiar Panthéisme dalam adjaran tasawwuf, sehingga ia digelarkan Sjeichul Akbar dalam bidang hakikat dan menje-but namanja dengan penuh hormat.

Sebagaimana orang Sufi biasa Ihn Arabi menganggap ilmu sjari'al ilu hauja dipe-ladjari sekedar perlu, karena dia melihat iebih djauh dengan adjaran tasawwufnja akan arti penjembahan manusia dan alam dalam bidang hakikat jang lebih menda-lam, sehingga banjak orang menuduh dia zindiq atau murtad dengan' pendirian-nja dalam Wihdatul Adijan, kesatuan aga-ma dalam penjembahan maehluk kepada chaliknja.

Bagi mereka jang lelah bergelimang dengan orang-orang Sufi dan memahami adjaran-adjarannjâ, akan tidak kaget, ajia-bila disana sini dalam kitabnja Ibn Arabi menerangkan ia bermimpi bertemu de-ngan Tuhan atau dengan Nabi Muham-

45

mad, jang memberikan kepadanja sesuatu pudjian berkenaan dengan perdjuangan-nja.

Dalam kilal» Fuluhulul Makkijah, ka-rangannja jang terpokok mengenai tasaw-wuf, diterangkan, bahwa ia pernah berte-mu dengan Tuhan. Tatkala ia berlanja kepada Tuhan, mengapa ia mendjadikan Ibn Arabi seperii kepada manusia, konon Tuhan berkata, bahwa ia berbuat sesuka-nja. Seorang jang belum mengenal kehi-dupan Sufi dan tidak mejakini kehidupan wali-wali, akan segera mengambil kepatuh-an, bahwa Ibn Arabi berbuat sesuatu se-bagai orang gila atau seorang sjirk. Begi-tu djuga, bahwa kita dapati tjeriîeranja dalam pendahuluan kitabnja jang berna-ma Fushushul Hikam, bahwa ia pernah melihat dan bertemu dengan Rasulullah di Damaskus pada achir 10 bulan Mu-harram tahun 627, sedang ditangannja ada kitab Fushushul Hikam. Rasulullah berkata : "Ini kilab Fushushul Hikam. Terimalah dan siarkkanlah kepada semu u manusia, agar mereka beroleh manfaat".

46

Aku berkata, katanja, bahwa : "Dengan segala patuh dan taat bagi Allah dan Ra-sulnja dan bagi Uli l Amri jang memerin-tahkan daku. Maka kutetapkanlah keja-kinanku, kuichlaskan niatku, qasad dan hasratku, untuk menjelcsaikan kitab itu, sebagai jang digariskan oleh Rasulullah dengan tidak berlebih dan berkurang, Ia datang dari Allah, dengarlah dan kembali kepada Allah, kamupun akan kembali kepadanja".

Kali jang ketiga konon ia bertemu Nabi-Nabi pada suatu tempat dalam tahun 586 H. tetapi ia tidak hrrbitjara dengan Nabi-Nabi itu ketjuali dengan Nabi Hud. Ia berkata : "Nabi Hud itu seorang jang halus pergaulannja, paham segala perso-alan, banjak beroleh ilmu dan mukasjafah dar; Tuhan. Ia mentafsirkan kepadaku firman Tuhan jang tersebut dalam Qur-an : "Tidak ada sesuatu jang merangkak dimuka bumi ini, melainkan adalah ia (Tuhan) jang mcnguasainja. Sesungguh-nja Tuhanku itu ada dialas djalan jang lurus" (Quran XI : 56), jang konon sa-

47

ugal membesarkan halinja beroleh tafsir-an itu atas kurnia Tuhan melalui salah seorang Nabifoija. Tjerilera inipun dise-butkan dalam kitab Fushushul Hikam. Kata Ihn Arabi selandju'.nja, bahwa tat-kala Tuhan sudah memperlihatkan kepa-daku Hak dan memperlihatkan kepada-ku 'Ain Rasul-Rasul dan Nabi-Nabi, semua-nja manusia sedjak dari Adam sampai ke-pada Nabi Muhammad ; lalu ia menetap di Cordova dalam tahun 586, dan tidak seorang jang berbitjara denganuja melain-kan hanja Nabi Hud jang memberikan dia beberapa tafsiran.

Kitab Futuhalul Makkijah, jang meru-pakan karya pokok dan buah tangannja jang terpenting dalam bidang ilmu tasaw-wuf, dan jang diringkaskan oleh seorang ulama besar, Sja'rani (mgl. 973 H), ter-diri dari 560 bab, diantara mana 559 bab merupakan intisari dari seluruh isi kitab itu. Pernah Ibn Arabi pada suatu kali bertanja kepada temannja Ibn Faridh, apakah ia sedia memberikan tafsir menge-nai kitabnja Ta'ija, Ibnal Faridh (mgl.

48 J

632 II ) mend jawab, bahwa tafsir untuk kitab itu sudah ada, jaitu kitab Fuluhatul Makkijah, karangan Ibn Arabi sendiri. Kitab Futuhalul Makkijah ditjetak di Bu-laq dalam tahun 1274, di Cairo dalam tahun 1329, kedua-duanja di Mesir, Saja merasa berbahagia dapat membatja kitab ini , dan dapat mempeladjari pendapat lbn Arabi langsung dari karyanja sendiri.

Lebih menggemparkan dunia fiqh dan gerakan Salaf ialah kitabnja Fushushul Uikam, jang katanja naschah itu berasap dari Nabi Muhammad ditermianja dalam mimpi. Memang Fushushul Htkam milah jang terutama didjadikan alasan oleh mu-suh-musuh Ibn Arabi untuk me^kaf "kan-nja, sebagaimana Nazam Suluk Ta yah untuk mengkafirkan Ibnal Faridh. Kitab ini mengupas persoalan-persoalan menge-nai hakikat Tuhan dan Insan, dalam su-sunan bahasa jang demikian dalam fusa-fatnja, sehingga banjak menimbulkan «alah pengertian dalam kalangan ulama-ulama fiqh dan ulama-ulama jang terma-8uk aliran Salaf, seperti lbn Taim.jah,

4V

jang membentji kepada ilmu tasawwuf. Serangan-serangan terhadap kitab ini al.au kita bitjarakan dalam bahagian chusus dari risalah ini. * )

Dalam tahun 598 H (1201-1202 M) ia kembali lagi ke Mekkah. Ia berkenalan dengan seorang wanita jang tjantik dan sangat terpeladjar. Ibn Arabi demikian tertarik kepadanja sehingga sekembali dari sana tahun 611 H (1214-1215) ia me-mihs sekumpulan sadjak jang berisi ke-tjerdasan, ketjantikan dan pergaulan wa-nita itu dengan tjara dan bahasa jang sangat menarik sekali. Dalam tahun ber-ikutnja ia memperpandjang karya ini de-ngan komentar jang bersifat mystik. Baik

* ) Kitab Fushushul Hikam mulai dikarang di Damas-kus pada permulaan tahun 627H (1229M), ditje-tak kembali dua kali, dengan sjarah dalam bahasa Turki di Bulaq th. 1252 M, dan sekali dengan komentar seorang ulama besar Abdurrazak al-Kasjani di Cairo tahun 1309, bahkan kemudian diulang lagi tjetakannja dalam tahun 1321 M.

50

nasehatnja maupun komentarnja diter-bitkan kembali dalam bahasa Inggeris «>Ieh

. Nicholson (The Tarjuman al-Âshwaq, a Collection of Mystical Odes, in Or. J*ansl. Fund, New Ser., vol XX (London. Nil) .

Selain daripada Fushushul Hikam ba-njak kitab-kitab Ibn Arabi jang penting ^ î i g hilang karena tidak disalin dan di-'Jetak kembali. Di Eropah dikenal orang S ebuah kitabnja mengenai istilah Sufi jang diterbitkan bersama-sama Ta'rifat, susun-an Al-Djurdjani, diterbitkan oleh Flügel dalam tahun 1845, sebuah risalah pen-dek masih tersimpan di Glasgow MS, jatig d inamakan kitab Al-Adjtviba, jang hudah pula diterbitkan dalam bahasa Ing-Seris (JRAS 1901), dan djuga satu kum-PUlan karangan jang diterbitkan oleh H.S. Nyberg, dengan nama Kleinere Schriften des Ibn Arabi (Leiden, 1919).

Moulvi S.A.Q. Husaini menerangkan beberapa nama kitab karya Ibn Arabi da-lam buku biografinja The Great Muslim Mystic and Thinker lbn Al-Arabi itu. Di-

51

antaranja ia menerangkan, bahwa kita£ Futuhatul Makkijah jang diringkaskan oleh Abdul Wahhab Asj-Sja'rani bernamfo Al-Jawaqilu wal Djawahir lengkap men gift, langi garis-garis besar tentang isi kitaj}! karya pokok. Sja'rani djuga menulis dlj lam kitab ini beberapa keterangan untufc mempertahankan isinja dan pengarangnL dari serangan-serangan musuh lbn ArabN

Husaini djuga menerangkan, bahw' ILA . Nicholson pernah mempeladjari kitaj, Fushushul Ilikam dan menguraikan bü berapa isinja dalam S:udies in Islami. Mysticism. Fushushul Hikam dibahagi ia' nja atas dua puluh tudjuh bab menu r/ nama Nabi-Nabi. Khaja Khan perns!0

membuat keringkasan tcrdjemahannjr

kedalam bahasa Inggeris dan membeo nama Wisdom of the Prophets. '

Kedua kitab Futuhat dan Fushush aka* kita bitjarakan kembali dalam uraian jaöl lebih lengkap. j

Kitab-kitab Ibn Arabi jang lain meni< rut Husaini adalah Masjhadul Asrar, Matii ali'ul Anwaril Ilahijah, jang ditulisnja d'

62

»onia dalam tahun 1209 M., Insja'ud Da-'«'ir mengenai kedudukan manusia da-'m tj iptaan dan alam, 'Uqlatul Muslafid, 'engenai ura ian tentang penduduk langit 'an bumi, 'arasj dan kurs i, bulan bintang 'an bumi setjara mystiek, Tuhfalus Safa-ah, tentang ment jahari i lmu Tuhan, Hil-atul Abdal, mengenai pelundjuk bagi »fang-orang jang salib, ditulis di Tha'if lekat Mekkah dalam tahun 1202 M, Ki-nijalus Sd'adah, tentang sifat-sifat jang >aik mengenai iman kepada Tuhan, Ifa-iah, mengenai tiga pokok dasar i lmu Tu-'lan, akal dan perasaan, selandjutnja ada barangan mengenai Al i bin Abi Thal ib, Mengenai filsafat angka, Muhadaratul Ab-rar, mengenai kesusasteraan, Kitabul Achlak, mengenai budi pekert i, Amar Mu-hakkam, mengenai hukum, Madjmu'ur Rasa'il Al-Ilahijah, mengenai persoalan hakikat dan ma'r i fat, MatvaqVun Nudjum, jang ditulis di Maria dikala ia mengun-djungi kota ini dalam tahun 595 H., se-»Uuanja kebanjakan terambil dari ki tab C. Huart, A. History of Arabic Literature.

53

TcJapi Al-Maqarri menerangkan djuga nama-nama ki tab Ibn Arabi jang lain, jai-tu Al-Djam'u wat Taf si! fi Haqa'iqit Tansiti

Al-Djadwatul Muqtabisat, Al-Ma'ariful IIa-hijah, Al-Isra ila Maqamil Asra, Fada'il Ab' dil Aziz al-Mahduwi, dll .

Kitab-kitab Ibn Arabi itu terlalu ban jak untuk kita sebutkan dan kita bit jarakan satu persatu. Ia sendiri menjebut dalam tahun 1234 M. suatu djumlah 289 buah, tetapi ki tab Nafhatul Uns, karangannja sendiri, memberi angka l ima ratus buah. A.C. Brockelmann menjebut banjak sekali nama-nama ki tab Ibn Arabi dalam buku-nja jang terkenal "Geschichte der Arabi-schen Litteratur, dan sebahagian daripada karangannja djuga sudah diterbitkan da-lam bahasa Arab oleh The Dairalu'l Ma-'arif-'l-Osmania, Hyderabad-Deccan, 1948.

VII. TANTANGAN TERHADAP IBN ARABI

Pertentangan paham antara Ahl i Fiqh dengan Ahl i Tasawwuf tidak mengheran-kan kita, karena memang berbeda tempat

54

bertolak kedua aliran ini sedjak mala lerdjadi ilmu ini dibahas dan dibukukan sekitar abad jang ke II II . Jang pettasra bertolak dari sudut hukum sjari'at dan jang kedua bertolak dari hakikat tudjup.n daripada kejakinan dan amal. Jang per-tama dengan tidak s adar memperbaiki lahir manusia, sedang jang kedua memperbaiki batinnja, sehingga sebagaimana jang per-nah kita singgung disana-sini terdjadilah ilmu lahir dan ilmu batin. Ulama lahir ini sudah menganggap sah sesuatu amal jang sudah memenuhi sjarat dan rukun« nja sepandjang hukum agama, sedang ulama batin lebih menitik beratkan kepa-da tudjuan dan rahasia jang terselip di-belakang amal itu. Ulama-ulama hakikat-pun mengakui bahwa sjari'at atau i mu lahir itu tidak dapat dipisahkan daripada ilmu hakikat atau tudjuan jang tersembu-nji , sebagaimana jang pernah diutjapkan oleh Al-Djunaid, sjeich golongan mereka : ''Sjari'at itu terpilin dengan hakikat dan hakikat terpilin dengan sjari'at".

Meskipun demikian ulania-ulnrna fiqh

55

sebahagian masih menentang djuga ilmu tasawwuf dan ilmu hakikat ini terus mené-rus, Uun metigtcai iman ueüurapa mainan ia

jang mereka sangka menjelewcng daripada adjaran sjari'at mereka jang lahir. Dian-tara mereka jang hebat sekali diserang kita sebutkan disini Ibn Arabi dan Ibn Faridh. Saja tidak pertjaja, bahwa serang-an-serangan terhadap ulama- tasawwuf lebih diperbesar oleh rasa hasad, karena adjaran-adjarannja jang berd„iwa dan le-kas menemui sasarannja, lebih tjepal dan lebih banjak mendapat sambutan umat, jang dalam abad-abad kerusakan achlak daripada pengadjaran-pcngadjaran fiqh jang kering, meskipun ada orang jang menjangka demikian. Tatkala Abu Jazid ditanja oleh muridnja, mengapa mundnja itu dapat mendengar uraian gurunja itu berdjam-djam lamanja dengan Udak bo-san, dan tidak dapat menahan lama me-ngikuti pengadjian jang diberikan oleh se°orang ulama fiqh, Abu Jazid mendua-wab : "Karena pengadjaran S ™ » 1 / " sasarannja otakmu, sedang Pe nf ^ a r s m k U

sasarannja djiwamu" Al-'I z bin Abdussalam

56

menjerang lbn Arabi luar biasa dan me-ngatakan, bahwa Ibn Arabi itu aindiq. Se-orang sahabatnja berkata kepadanja : "Baiklah, tetapi aku ingin engkau menim-djukkan kepadaku seorang quthub l" Ibn Abdussalam mengatakan : "Jaitu Ibn Arabi !" Orang itu berkata pula : "Tetapi engkau menjerang Ibn Arabi !" Ibn Ab-dussalam mendjawab : "Aku ingin me-melihara sjari'at lahir !"

Seorang Sufi berkata kepada muridnja : "Djik a engkau menghendaki sorga, per-gilah beladjar fiqh kepada Ibn Madian, tetapi djika engkau mengingini Tuhan jang mempunjai sorga, datanglah bela-djar kepadaku. Untuk mentjapai sorga djalannja sjari'at dan djalan kepada Tu-han adalah tasawwuf".

Sjari'at dan lain-lain, jang konon de-ngan maksud untuk mengembalikan umat Islam kepada tauhid Tuhan jang bersih, menurut orang tasawwuf banjak kali tidak tertjapai, sjari'at-sjari'at itu ha-nja dikerdjakan dengan tidak membawa perubahan diri seorang. Maka oleh karena

57

itu ulama-ulama tasawwuf menundjukkau-lah hakikat-hakikat dan hikmah daripada sjari'at itu, untuk membawa manusia jang mengerdjakan ibadat menebalkan iman-nja terhadap Tuhan. Tetapi kedua dunia ini kadang-kadang tidak kenal-mengenal satu sama lain, sehingga serang-menjerang dan kafir-mengkafirkan.

Demikianlah kita lihat djuga a.Janja serangan-serangan terhadap Ibu Arabi. Diantara lain kitab Tanbihul Ghabi ila Takfir lbn Arabi, ditulis oleh Burhanud-din Al-Buqa'i, diterbitkan kembali oleh Abdurrahman al-Wakil atas nama Panitia "Ansharus Sunnatil Muhammadijah" (Cairo J952). sematiam Gerakan Salaf jang sudah kita ketahui menentang apa jang bersifat tasawwuf. Isi kitab itu tidak begitu penting, sebab kita sudah ketahui beberapa banjak ulama-ulama semasanja menjerang Ibn Arabi dengan risalah-risa-lahnja, sebagaimana djuga peperangan ri-salah ini terdi^di jmtara Imam Ghazali dengan Ibn Sina dan teman-temannja. Tetapi tjatatan-tjatatan jang diberikan oleh

53

gerakan Salaf dari Abdurrahman al-Wakil terlalu menjolok dan terlalu kurang sopan terhadap seorang pudjangga tauhid kaliber besar seperti Ibn Arabi. Dalam tjatatau-tjatatannja dibawa nama-nama ulama se-kian banjaknja, dan diletakkan dalam mu-lutnja kata-kata tjerita terhadap walijullah itu, jang kalau dibatja oleh orang jang ti-dak mengikuti aliran tasawwuf dan me-ngetahui sedjarah hidup daripada ulama-ulama jang digunakan itu, segera turut mengkafirkan Ibn Arabi.

Ada keterangan pada achir kitab Futu-hatul Makkijah, dimana murid-murid Al-'Iz ibn Abdussalam tidak pernah mengka-firkan Ibn Arabi dengan kejakinannja, sedang dalam kitab jang diterbitkan oleh Abdurrahman al-Wakil dengan matan dari Al-Buq'i (809-885 H), kita seakan-akan diinsafkan, bahwa ulama Sjafi'i terbesar itu mengkafirkan Ibn Arabi. Dalam sjarah Al-Buq'i, jang dinamakan Mashrd'ut Ta-sawivtij kita batja selandjutnja nama-nama orang jang diadjak mengkafirkan Ibn Ara-bi dengan Wihdatul Wudjudnja dan meng-

59

kafirkan Ibnul Faridh dengan Ilubbul flahi-nja maka disebutlah nama-nama de-ngan utjapan-utjapannja tentang pengka-firan itu dari At-Tilmisani (Hanafi), As-Sa'udi (Sufi), Al-Harrani, Ibnul Ahdal, 'Azzuddin ibn Abdussalam (Sjafi'i), Ibn Daqiq, Ibn Al-Djazari (Sjafi'i), Subki, Ibn Taimijah, Al-Wasithi, Ibn Hajjan al-Andalusi, Az-Zawawi, Al-Bakri (Sjafi'i) Al-Balisi (Sjafi'i), Ibn Nuqqasj (Sjafi'i), Ibn Hisjam, pengarang Al-Muglini, Ibn Chaldun, Al-'Izari, Ibnul Chathib (Maliki) , Al-Mushili , Al-Bashathi, Ibn Hadjar, Al-Balqini, Az-Zahabi dan banjak sekali jang lain-lain, jang meskipun hanja pernah me-njatakan pendapatnja dengan sepatah kata tentang Wihdatul Wudjud, diadjak dan dikumpulkan namanja dalam golong-an orang-orang jang mengkafirkan Ibn Arabi.

Sementara suara-suara dan ketjaman-ketjaman membubung keangkasa, Ibn Arabi lenjap dalam kejakinan Wihdatul Wudjud, karena ia sendiri tidak ada, jang ada hanja Tuhan, dan Dialah jang maha

60

kuasa dan jang mendengar segala ket ja-man itu.

VIII . WAFAT IBN ARABI

Kit a tidak membitjarakan ulama-ulama jang membela Ibn Arabi dalam pendirian-nja dan memudji kitab-kitabnja, jang di-anggap peladjaran jang melaut mengenai hakikat dan ma'rifat. Sebanjak mereka jang menentang sebanjak itu pula mereka jang membelanja, baik dikala hidup mau-pun sesudah ia wafat. Tidak ada suatu kitab tasawwuf jang membitjarakan haki-kat dan ma'rifat tidak mengambil pikiran-pikiran Ibn Arabi, jang biasanja didjadi-kan pegangan terachir, sambil menjebut namanja dengan penuh kehormatan.

Pada achir kitab Fuluhatul Makkijah kita dapati kata penutup atau chatimah, dimana disebut dengan hormat sjair-sjair jang dihamburkan orang untuk memudji ulama besar ini. Orang pernah bertanja kepada seorang ahli hakikat Suhrawardi

a

apakah katanja tentang Ibn Arabi. la men-djawab, bahwa ia tidak dapat berbitjara tentang orang besar ini, ketjuali menjim-pulkan segala kehormatan kedalam satu nama : "Lautan Hakikat". Al-Jafi'i mela-rang murid-muridnja membatja kilab-kitab Ibn Arabi, sebelum mereka mena-matkan dan paham betu-betul akan kara-ngan-karangan ulama lain tentang tasaw-wuf, karena katanja : "Kamu tidak akan paham utjapan Sjeich Besar itu, sebagai mana kamu tidak dapat memahami selu-ruh alam ini." Ia memudji Ibn Arabi dan membesarkannja serta mengaguminja lak-sana bintang jang kilau-kemilau tergan-tung djauh diangkasa, tidak sebarang orang dapat mentjapainja. Maka tidak heran orang menggelarkannja dengan nama bintang, sedang Ibn 'Atha'illah orang hanja menamakannja dengan mah-kota.

Ibn Faridh mentjeriterakan, bahwa Ibn Arabi mendjadikan wirid menulis kitab Futuhatul Makkijah tiga kuras sehari, Ra-dja Hamas membantunja seratus dirham

(A

, tetapi seluruh dirham i!u disede-kahkan kepada fakir miskin.

Al-Kasjsjaai menerangkan, bahwa Ibn Arabi wafal di Damaskus pada malam Djnm'at, dua puluh delapan Rabi 'ulachir, tahun 638 H, dan d ikuburkan pada suatu tempat di Damaskus jang terkenal dengan nama Safah Oasijun. AI-Kasjsjani mengukir sebuah sjair pada nisannja, jang kalau di terdjemahkan kira-kira demikian isinja :

Satu-salunja dialas dunia, Merupakan ghaus, sajjidil aulija, Adalah Hatimi jang amat mulia, Penghulu dan imam segala manusia.

la beroleh limpah kurnia, Dari pada Tuhan jang maha

kaja, Ilmu ghaib seria rahasia, Lautan tauhid jang maha djaja.

Bila kaulanja kepada saja, Manakala ia meninggal dunia. Semua orang sekata seia. 638 itulah dia.

fi3

Dikatakan orang, bahwa ia mempunjai dua orang anak, pertama bernama Sa'ad Sa'duddin Muhammad, lahir di Mauqijah atau Malta dalam bulan Ramadhan tahun 618, seorang ahli hadis dan sjair jang terkenal, meninggal di Damaskus tahun 656 H, jaitu tahun kedatangan Radja Tar-tar Hulagu ke Bagdad dan menghancur-kan kota kebudajaan Islam itu serta mem-bunuh Chalifah Al-Mu'tasim, kedua, ber-nama 'Imaduddin Abu Abdullah Muham-mad meninggal di Sahilijah tahun 667 H. K c dua-dua anak itu dikuburkan dekat ajahnja Ibn Arabi di Safah Qasijun, Da-maskus, tempat dikuburkan wali-wali besar.

Demikianlah beberapa tjatatan sepintas lalu mengenai Ibn Arabi, jang oleh sete-ngah orang dikafirkan, oleh setengah orang diangkat mendjadi wali jang terbe-sar. Dr. Zaki Mubarak dalam karangan-nja "At-Tasawwuful Islami" mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah Chatamul Anbija, sedang Bm Arabi digelarkannja Chatamul Aulija.

64

Y

v-

p.t Alma'arif —