tokoh sufi ibn arabi jalaludin rumi al ghazali abdul qadir

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya filsafat di Dunia Islam memang tidak dapat dipisahkan dari tradisi ilmu kalam yang mendahuluinya. Sebelumnya, para mutakallimin memang telah menggunakan mantiq (logika) dalam tradisi kalam mereka, baik untuk membantah maupun menyusun argumentasi. Dalam hal ini, bukti paling akurat dapat dilacak dalam kitab al-Fiqh al- Akbar, karya Abu Hanifah (w. 147 H/768 M). Selain menggunakan mantiq, beliau juga menggunakan istilah filsafat, seperti jawhar (substansi) dan ‘aradh (aksiden), yang notabene banyak digunakan Aristoles dalam buku-bukunya. Dalam suasana kehidupan politik dan pemikiran yang berkembang pesat itu, lahirlah sosok filosof Arab atau filosof Muslim Pertama dalam sejarah pemikiran Islam. Dialah Ya'qub ibn Ishaq AI-Kindi. Riwayat Hidup Abu Yusuf Yakub ibn Ishaq ibn al-Shabbah ibn Imran ibn Musa ibn al-Asy'ats ibn Qais al-Kindi, atau lebih populer dengan sebutan AI-Kindi adalah filosof Muslim pertama. 1

Upload: boneeta-bfashion

Post on 21-Oct-2015

225 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahirnya filsafat di Dunia Islam memang tidak dapat dipisahkan dari tradisi

ilmu kalam yang mendahuluinya. Sebelumnya, para mutakallimin memang telah

menggunakan mantiq (logika) dalam tradisi kalam mereka, baik untuk

membantah maupun menyusun argumentasi. Dalam hal ini, bukti paling akurat

dapat dilacak dalam kitab al-Fiqh al-Akbar, karya Abu Hanifah (w. 147 H/768

M). Selain menggunakan mantiq, beliau juga menggunakan istilah filsafat, seperti

jawhar (substansi) dan ‘aradh (aksiden), yang notabene banyak digunakan

Aristoles dalam buku-bukunya.

Dalam suasana kehidupan politik dan pemikiran yang berkembang pesat itu,

lahirlah sosok filosof Arab atau filosof Muslim Pertama dalam sejarah pemikiran

Islam. Dialah Ya'qub ibn Ishaq AI-Kindi. Riwayat Hidup Abu Yusuf Yakub ibn

Ishaq ibn al-Shabbah ibn Imran ibn Musa ibn al-Asy'ats ibn Qais al-Kindi, atau

lebih populer dengan sebutan AI-Kindi adalah filosof Muslim pertama.

Sejarah mencatat. AI-Kindi mengalami lima masa pernerintahan Daulah

Abbasiyah - Al-Amin (809-813 M); Al-Ma'mun (813-833 M); Al-Mu'tashim

(833-842 M); Al-Watsiq (842-847 M); dan Al-Mutawakkil (-861 M) - suatu masa

kejayaan Dinasti Abbasiyah dan berkernbang pesatnya khazanah intelektual.

Di Baghdad - pusat pemerintahan Daulah Abbasiyah - inilah ketajaman

intelektual Al-Kindi semakin terasah dan karir intelektualnya pun berkembang

pesat. Hal ini bermula dari perkenalannya dengan Al-Ma'mun, khalifah pada masa

itu yang sedang rnenggalakkan kegiatan-kegiatan ilmiah berupa pengkajian ilmu

pengetahuan, dan yang paling monumental adalah proyek penerjemahan secara

besar-besaran di bawah naungan sebuah lembaga yang disebut dengan "Bayt al-

Hikmah" (Pustaka Kebijaksanaan). Khalifah meminta AI-Kindi untuk terlibat

aktif dalam lembaga tersebut, baik sebagai tenaga edukatif, maupun sebagai

1

Page 2: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

peneliti dan penerjemah. Bahkan ia diminta menjadi guru pribadi Ahmad, putra

AI-Mu'tashim.

B. Tujuan

Berdasarkan Latar Belakang dan Rumsan Masalah di atas maka, kami

dalam menulis makalah ini bertujuan untuk mengungkap dan mengetahui

1. Untuk mengetahui Bagaimana biografi dan pemikiran Ibn –Arabi

2. Untuk mengetahui Bagaimana biografi dan pemikiran Jalaludin Rum

3. Untuk mengetahui Bagaimana biografi dan pemikiran Imam Al-Ghazali

4. Untuk mengetahui Bagaimana biografi dan pemikiran Abdul Qadir Al-Jailani

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang dipaparkan di atas maka, Rumusan Masalah

dapat kami tuliskan sebagai berikut:

5. Bagaimana biografi dan pemikiran Ibn –Arabi?

6. Bagaimana biografi dan pemikiran Jalaludin Rum?

7. Bagaimana biografi dan pemikiran Imam Al-Ghazali?

8. Bagaimana biografi dan pemikiran Abdul Qadir Al-Jailani?

2

Page 3: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ibn –Arabi

Nama lengkap beliau adalah Muhyiddin Abu Abdullah Muhammad bin Ali

bin Muhammad bin Abdullah Ath-Tha’i al-Haitami. Ia lahir di Murcia,

Andalusia, Spanyol, pada 17 Ramadhan 560 H / 28 Juli 1165 dan wafat pada 28

Rabiul Awal 638 H / 16 Nopember 1240. Beliau berasal dari keluarga berpangkat,

hartawan dan ilmuwan. Namanya disebut tanpa “Al” untuk membedakan dengan

Abu Bakar Al-Arabi seorang qodhi dari Sevilla yang wafat 543.

Pada masa kecilnya ia diajar oleh dua wanita suci yaitu Yasmin dari Marcena

dan Fatima dari Cordova. Ketika ia berumur 8 tahun keluarganya pindah ke

Sevilla, tempat Ibnu Arabi kecil mulai belajar Al-Qur'an dan Fiqh. Karena

kecerdasannya yang luar biasa, pada usia belasan tahun ia pernah menjadi

sekretaris (katib) beberapa gubernur di Sevilla. Di kota ini pula ia berkenalan

dengan Ibnu Rusyd, yang menjadi qodhi di Sevilla dan berguru kepadanya.

Setelah usianya menginjak 30 tahun, Ibnu Arabi mulai berkelana untuk

menuntut ilmu. Mula-mula ia mendatangi pusat-pusat ilmu pengetahuan Islam di

semenanjung Andalusia kemudian ia pergi ke Tunis untuk menemani Abdul Aziz

al-Mahdawi (seorang ahli tasawuf). Pada tahun 594 H / 1198 M ia pergi ke Fez,

Maroko. Di tahun berikutnya ia kembali ke Cordova dan sempat menghadiri

pemakaman gurunya Ibnu Rusyd, kemudian ia pergi ke Almeira.

Tahun 598 H / 1202 M, Ibnu Arabi pergi lagi ke Tunis, Kairo, Yerussalem

dan Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Ketika berada di Tunis, Ibnu Arabi

sempat mempelajari kitab Khal’u an-Nailami karya Abdul Qasim bin Qisyi yang

kemudian disyarah (diberi uraian penjelasan tertulis) olehnya.

Menurut pengakuan Ibnu Arabi, keberangkatannya ke Makkah untuk menunaikan

ibadah haji berdasarkan ilham yang diterimanya dari Allah SWT. Ia tinggal di

Makkah selama 2 tahun. Hari-hari kehidupannya di Makkah diisi dengan kegiatan

3

Page 4: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

tasawuf, membaca Al-Qur'an dan iktikaf (menciptakan suasana kerohanian yang

syahdu, membuat adanya kontak antara dia dan yang ghaib).

Pada 612 H / 1215 M, Ibnu Arabi pergi lagi ke Malatya dan bermukim sampai

618 H / 1221 M. Di sini ia sempat menikah dengan janda bernama Majiduddin

Ishaq dan mempunyai anak yang bernama Sa’addin Muhammad (618 H ./ 1221

M). Ibnu Arabi pernah disebut beberapa kali menikah dan mempunyai beberapa

anak, tetapi anaknya yang dikenal dalam sejarah hanya Sa’addin Muhammad dan

Imaddin Abu Abdullah (wafat di Damaskus, 667H/ 1269 M).”.

Di sevila ini Ibn arabi banyak mempelajari sufi dari para Ulama tasawuf.

Disamping sevilla menjadi tempat tinggal permanennya, Ibn arabi menyinggahi

banyak tempat di Spanyol dan al-Maghribi. Di Kordoba dia bersahabat dengan

Ibn Rusyd, yang kemudian menjadi hakim dikota itu.

Ibn Arabi memiliki dua putra, Sa’dud-Din, seorang penyair terkenal, dan

Immadud-Din. Sa’addudin wafat tahun 656 H, dan Immaduddin wafat tahun 667

H, dan keduanya dimakamkan berdampingan dengan ayahnya. Sedangkan

muridnya yang tekenal ialah Shadr al-Din al-Qunawi (w.673 H/1274 M) dan Afif

al-Din al-Tilimsani (w. 690 H/1291 M).

Ibnu Al Ral ’ berpandangan bahwa manusia membutuhkan orang lain dalam

memenuhi kebutuhan alaminya. Ia tidak mungkin memenuhinya sendirian. Oleh

karena itum , sebagian manusia membutuhkan sebagian lainnya. Saling

ketergantungan ini menyebabkan sebagian besar mereka berkumpul di satu

tempat untuk melakukan transaksi. Mereka lalu mendirikan kota sebagai tempat

untuk melakukan barter.

Kebutuhan-kebutuhan yang mendorong manusia untuk berkumpul dan

membentuk Negara adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan pangan, untuk mengganti energi yang digunakan manusia ketika

bergerak dan olahraga.

2. Kebutuhan sandang, untuk melindungi manusia dari hawa panas, hawa

dingin, dan angin.

4

Page 5: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

3. Kebutuhan tempat tinggal, untuk menjaga manusia dari marabahaya.

4. Kebutuhan reproduksi, untuk menjamin kelangsungan eksistensi manusia.

5. Kebutuhan pelayanan kesehatan karena berubah-ubahnya konidisi fisik

manusia.

Jelaslah , manusia tidak akan mampu mencukupi semua kebutuhannya

sendirian. Kebutuhan – kebutuhan ini sendiri mengharuskan adanya keahlian,

ilmu, dan orang-orang dengan keterampilan yang berbeda-beda. Sebenarnya,

Plato pernah mengemukakan pemikiran seperti ini sebelumnya, yakni ketika

ia berbicara tentang pembentukan Negara atau kota. Beliau menegaskan

bahwa manusia tidak dapat berdiri sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Ia

membutuhkan orang lain. Inilah dua faktor yang menyebabkan berdirinya

Negara atau kota. Masyarakat yang sehat memang seharusnya di bentuk untuk

memenuhi kebutuhan alami kita.

Namun , Ibnu Al Ral ’ berbeda dengan Plato tentang watak manusia. Ia

menjelaskan ,

’’ Allah telah menciptakan manusia dengan watak yang cenderung untuk

berkumpul dan bermasyarakat. Ia tidak mampu mencukupi kebutuhannya

sendiri tanpa bantuan orang lain, ketika manusia berkelompok di kota-kota

dan berinteraksi dengan latar belakang masing-masing yang beragam, Allah

meletakkan pemimpin-pemimpin yang mengatur hak dan kewajiban tiap

anggota masyarakat sebagai rujukan dan yang harus di patuhi. Allah pun

mengangkat untuk mereka penguasa yang melaksanakan peraturan-peraturan

itu dan mempergunakannya guna menjaga tata tertib kehidupan masyarakat

dan kebutuhannya, serta mengikis pelanggaran dan penganiayaan

antaranggota masyarakat yang dapat merusak kebutuhannya.”

Memerhatikan paparan diatas , kita akan melihat bahwa Ibnu Al Ral ’

berpendapat bahwa watak manusia cenderung untuk bermasyarakat , yakni

manusia adalah makhluk adalah makhluk social dan berbudaya. Pendapat ini

dikemukakan pula oleh Aristoteles dalam bukunya, Politics, tetapi yang baru

5

Page 6: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

dari Ibnu Al Ral ’ adalah ketika menyebutkan bahwa kecenderungan yang

alami ini diciptakan Allah untuk manusia , yakni Allah memberikan tal at ini.

Inilah yang tidak kami temukan pada pemikiran Aristoteles atau pemikir

Yunani lainnya. Orientasi agama ini semakin tampak ketika ibnu al ral ’

berpendapat bahwa Allah telah menetapkan berbagai aturan untuk ditaati

manusia. Aturan itu terdapat pada kitab suci-Nya yang menghimpun setiap

hukum dan ketentuan ilahiyah. Selain itu, ia berpendapat bahwa Allah telah

mengangkat pemimpin-pemimpin yang bertugas menjaga pemberlakuan

aturan-aturan- Nya itu dan yang bertindak seiring dengannya. Dengan

demikian , Ibnu Al Ral ’ memasukkan sentuhan-sentuhan ketuhanan ke

dalam pemikirannya tentang Politik.

Ibnu Al Ral ’ berpendapat bahwa manusia bukanlah malaikat yang kebal

godaan dan tidak pernah berbuat kejahatan (Kecuali Para Rasul Allah Swt).

Bahkan manusia sering melakukan kejahatan. Ia lalu membagi kejahatan ke

dalam tiga macam :

1. Kejahatan yang berasal dari dalam diri manusia.

2. Kejahatan yang berasal dari warga masyarakat.

3. Kejahatan yang berasal dari warga masyarakat luar.

Adapun cara mengatasi tiga macam kejahatan itu, menuru Ibnu Al Ral ’,

berbeda satu sama lain. Kejahatan pertama dapat dihalangi dengan mengikuti

perilaku atau pola hidup yang terpuji, pengendalian diri, dan penggunaan akal

dalam penyelesaian segala persoalan. Kejahatan kedua dapat dicegah dengan

memberlakukan hukum atau undang-undang dan peraturan yang telah

diletakkan (oleh Allah) untuk kepentingan manusia dan kesejahteraan umum.

Adapun kejahatan ketiga dapat dihalangi dengan membangun pagar-pagar

tembok yang tinggi dan menggali parit-parit dalam , serta membangun

angkatan bersenjata.

6

Page 7: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

B. Jalaludin Rumi

Fariduddin Attar, salah seorang ulama dan tokoh sufi, ketika berjumpa dengan

Rumi yang baru berusia 5 tahun pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak akan

menjadi tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian mencatat, ramalan Fariduddin

Attar itu tidak meleset. Rumi, Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30

September 1207. Mawlana Rumi menyandang nama lengkap Jalaluddin

Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi. Adapun panggilan Rumi

karena sebagian besar hidupnya dihabiskan di Konya (kini Turki), yang dahulu

dikenal sebagai daerah Rum (Roma).

Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah seorang

ulama besar bermadzhab Hanafi. Dan karena kharisma dan tingginya penguasaan

ilmu agamanya, ia digelari Sulthanul Ulama. Namun rupanya gelar itu

menimbulkan rasa iri pada sebagian ulama lain. Dan mereka pun melancarkan

fitnah dan mengadukan Bahauddin ke penguasa. Celakanya sang penguasa

terpengaruh hingga Bahauddin harus meninggalkan Balkh, termasuk keluarganya.

Ketika itu Rumi baru berusia lima tahun. Sejak itu Bahauddin bersama

keluarganya hidup berpindah- pindah dari suatu negara ke negara lain. Mereka

pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad,

Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap di

Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai

penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan

agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika

Rumi berusia 24 tahun.

Di samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin

Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan pengganti ayahnya memimpin perguruan.

Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu. Beliau baru

kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut mengajar di perguruan tersebut. Setelah

Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya. Dengan

pengetahuan agamanya yang luas, di samping sebagai guru, beliau juga menjadi

7

Page 8: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

da'i dan ahli hukum Islam. Ketika itu banyak tokoh ulama yang berkumpul di

Konya. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat

berkumpul para ulama dari berbagai penjuru dunia.

Kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika beliau sudah berumur

cukup tua, 48 tahun. Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin

sebuah madrasah yang punya murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana seorang

ulama, beliau juga memberi fatwa dan tumpuan ummatnya untuk bertanya dan

mengadu. Kehidupannya itu berubah seratus delapan puluh derajat ketika beliau

berjumpa dengan seorang sufi pengelana, Syamsuddin alias Syamsi dari kota

Tabriz.

Suatu saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan khalayak dan

banyak yang menanyakan sesuatu kepadanya. Tiba-tiba seorang lelaki asing--

yakni Syamsi Tabriz--ikut bertanya, "Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan

ilmu?" Mendengar pertanyaan seperti itu Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu

jitu dan tepat pada sasarannya. Beliau tidak mampu menjawab. Akhirnya Rumi

berkenalan dengan Tabriz. Setelah bergaul beberapa saat, beliau mulai kagum

kepada Tabriz yang ternyata seorang sufi.

Sultan Salad, putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu,

"Sesungguhnya, seorang guru besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap

hari sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski sebenarnya beliau cukup

alim dan zuhud. Tetapi itulah kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itu

melihat kandungan ilmu yang tiada taranya."

Rumi telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan Tabriz.

Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu

telah ikut berperan mengembangkan emosinya, sehingga beliau menjadi penyair

yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, beliau tulis

syair-syair, yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams

Tabriz. Beliau bukukan pula wejangan-wejangan gurunya, dan buku itu dikenal

dengan nama Maqalat Syams Tabriz.

8

Page 9: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syaikh

Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, selama 15

tahun terakhir masa hidupnya beliau berhasil menghasilkan himpunan syair yang

besar dan mengagumkan yang diberi nama Masnavi. Buku ini terdiri dari enam

jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran

tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda,

anekdot, dan lain-lain. Bahkan Masnavi sering disebut Qur’an Persia. Karya

tulisnya yang lain adalah Ruba'iyyat (sajak empat baris dengan jumlah 1600 bait),

Fiihi Maa fiihi (dalam bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang

metafisika), dan Maktubat (himpunan surat-suratnya kepada sahabat atau

pengikutnya).

Bersama Syaikh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan Thariqat

Maulawiyah atau Jalaliyah. Thariqat ini di Barat dikenal dengan nama The

Whirling Dervishes (para Darwisy yang berputar-putar). Nama itu muncul karena

para penganut thariqat ini melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh

gendang dan suling, dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase.

C. Imam Al-Ghazali

Imam Al Ghazali, sebuah nama yang tidak asing di telinga kaum muslimin.

Tokoh terkemuka dalam kancah filsafat dan tasawuf. Memiliki pengaruh dan

pemikiran yang telah menyebar ke seantero dunia Islam. Ironisnya sejarah dan

perjalanan hidupnya masih terasa asing. Kebanyakan kaum muslimin belum

mengerti. Berikut adalah sebagian sisi kehidupannya. Sehingga setiap kaum

muslimin yang mengikutinya, hendaknya mengambil hikmah dari sejarah hidup

Al-Ghazali.

Al-Ghazali bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad

Ath Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’

19/323 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191). Para ulama nasab

berselisih dalam penyandaran nama Imam Al Ghazali. Sebagian mengatakan,

9

Page 10: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

bahwa penyandaran nama Al-Ghazali kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat

kelahiran Al-Ghazali. Ini dikuatkan oleh Al Fayumi dalam Al Mishbah Al Munir.

Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al Ghazali.

Sebagian lagi mengatakan penyandaran nama Al-Ghazali kepada pencaharian

dan keahlian keluarganya yaitu menenun. Sehingga nisbatnya ditasydid (Al

Ghazzali). Demikian pendapat Ibnul Atsir. Dan dinyatakan Imam Nawawi,

“Tasydid dalam Al Ghazzali adalah yang benar.” Bahkan Ibnu Assam’ani

mengingkari penyandaran nama yang pertama dan berkata, “Saya telah bertanya

kepada penduduk Thusi tentang daerah Al Ghazalah, dan mereka mengingkari

keberadaannya.” Ada yang berpendapat Al Ghazali adalah penyandaran nama

kepada Ghazalah anak perempuan Ka’ab Al Akhbar, ini pendapat Al Khafaji.

Yang dijadikan sandaran para ahli nasab mutaakhirin adalah pendapat

Ibnul Atsir dengan tasydid. Yaitu penyandaran nama kepada pekerjaan dan

keahlian bapak dan kakeknya. Dilahirkan di kota Thusi tahun 450 H dan memiliki

seorang saudara yang bernama Ahmad

Pemikiran Filsafat Al-Ghazali

a) Filsafat metafisika.

Al Ghazali menghantam pendapat filsuf-filsuf yunani, dan juga ibnu

sina c.s., dalam dua puluh masalah, diantara yang terpenting adalah:

- Al ghazali menyerang dalil-dalil aristoteles tentang azalinya dunia dan

alam. Disini Al Ghazali berpendapat bahwa alam dari tidak ada menjadi

ada sebab diciptakan oleh tuhan,

- Al ghazali menyerang kaum filsuf ( aristoteles ) tentang pastinya

keabadian alam. Ia berpendapat bahwa kepastian keabadian alam terserah

kepada tuhan semata-mata, mungkin saja alam itu terus menerus tiada

akhir apabila tuhan menghendaki. Akan tetapi, bukanlah suatu kepastian

adanya keabadian alam disebabkan oleh dirinya sendiri diluar kehendak

tuhan.

10

Page 11: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

- Al Ghazali menyerang pendapat kaum filsuf bahwa tuhan hanya

mengetahui hal-hal yang besar saja, tetapi tidak mengetahui hal-hal yang

lecil (juziat).

- Al Ghazali juga menentang pendapat kaum filsuf yang mengatakan

bahwa segala sesuatu terjadi dengan kepastian hukum sebab akibat

semata-mata, dan mustahil ada penyelewengan dari hukum itu. Bagi Al

Ghazli segala pristiwa yang serupa dengan hukum sebab akibat itu

hanyalah kebiasaan (adat) semata, dan bukan hukum kepastian. Dalam

halini jelas Al Ghazali menyokong pendapat izraul adat dari al asyari.

Dalam buku tahafut al Falasifah Al Ghazali memberikan argument

dengan metode polemic yang logis, ilmiah dan terkonstruktur, dia adalah

filsuf yang trkenal sebagai ulama’ logika yang memiliki kemampuan

mujadalah yang baik daan teratur.

3. Etika/ Akhlak.

Apabila kita ingin menemukan ilsafat moral dari pemikiran yang

dituangkan oleh Al Ghazali, maka masalah ini akan kita dapatkan dalam kitab

ihya ulumuddin yang berisi teori tasawuf Al Ghazali. Mengenai tujuan pokok

dari moral Al Ghazali kita jumpai pada semboyan tasawuf yang terkenal: al

takhalluk bi akhlaqillahi ala thaqatil basyariyah.

Menurut Al Ghazali, ada tiga tujuan mempelajari akhlak,yaitu:

a. Mempelajari akhlak hanya sekedar sebagai setudi murni teoritis, yang

berusaha memahami ciri murni kesusilaan (moralitas), tetapi tanpa

bermaksud mempengaruhi prilaku orang yang mempelajarinya.

b. Memplajari akhlak sehingga meningkatkan sikap dan prilaku sehari-hari.

c. Karna akhalak trutama merupakan subyek teoritis yang berkenan dengan

usaha menemukan kebenaran tentang hal-hal moral, maka dalam

mempelajari akhlak harus mendapat kritik terus-menerus menenai standar

moralitas yang ada, sehingga akhlak menjadi suatu subyek praktis, seakan-

akan tanpa maunya sendiri. Al Ghazali setuju dengan teori kedua. Dia

11

Page 12: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

megatakan bahwa setudi tentang ilm al muammalat dimaksudkan guna

latihan kebiasaan; tujuan latihan adalah untuk meningkatkan keadaan jiwa

agar kebahagiaan dapat dicapai diakherat.

Tanpa kajian ilmu ini, kebaikan tak dapat dicari, dan keburukan takdapat

dihindari dengan sempurna. Prinsip-prinsif moral tidak dapat dipelajari dengan

maksud untuk diterapkan semuanya didalam kehidupan sehri-hari. Al Ghazali

mengatakaan pengetahuan yang tidak diamalkan tidak lebih baik dari

kebodohan.

Berdasarkan pendapatnya ini, dapat dikatakn bahwa akhalak yang

dikembangkan Al Ghazali bercorak teleologis (ada tujuannya), sebab ia menilai

amal dengan mengacu pada akibatnya. Corak etika ini mengajarkan , bahwa

manusia mempunyaitujuan yang agung, yaitu kebahagiaan di akhirat, dan amal

itu baik apabila ia mempunnyai pengruh pada jiwa yang amrmbuatnya menjurus

ketujuan tersebut, dan dikatakan amal itu buruk apabila menghalangi jiwa

mencapai tujuan itu. Bahkan amal ibadah seperti solat, zakat, puasa, maupun

haji adalah baik disebabkan akibatnya bagi jiwa. Derajat baik dan buruk

berbagai amal berbeda oleh sebab berbeda dalam hal pengaruh yang

ditimbulkan dalam jiwa pelakunya.

Adapun masalah kebahagiaan, menurut Al Ghazali tujuan manusia adalah

kebahagiaan ukhrawi (as saadah al ukhrawiyah), yang biasa diperoleh jika

persiapan yang perlu untuk dilakukan dalam hidup ini dengan mengendalikan

sifat-sifat manusia dan bukan dengan membuangnya. Kelakuan manusia

dianggap baik, jika itu membantu dalam kehidupan akhiratnya. Kebahagiaan

ukhrawi adalah tema sentral ajaran para rasul dan demi menggerakkan orang

kearah itulah, maka semua kitab suci diwahyukan. Karna itu, ilmu danakal

adalah syarat pokok untuk mencapai kebahagiaan. Kemuliaan menurut Allah

terletak pada usaha mencapai kebahagiaan ukhrawi, barang siapa yang gagal

mencapainya maka lebih hina dari hewan yang hina. Karna hewan-hewan akan

musnah dan orang yang gagal tersebut akan menderita dan sengsara.

12

Page 13: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

Kebahagiaan ukhrawi mempunyai empat ciri khas, yakni: berkelanjutan

tanpa akhir, kegembiraan tanpa duka cita, pengetahuan tapa kebodohan dan

kecukupn (ghina) yang tdak memutuhkan apa-apa lagi guna keputusan yang

sempurna. Tentu saja kebahagiaan yang di maksud Al Quran dan Al Hadis

adalah surga, sedangkan tempat kesengsaraan adalah Neraka. Nasib setiap

orang akan ditentukan pada hari kebangkitan, tetapi akibat kebhagiaan dan

kesengsaraan itu akan dimulai setelah kematian. Pada haari kebangkitan, jiwa

itu dikembalikn pada suatu jasad; orang yang bangkit itu akan mempunnyai

badan dan jiwa, dan akan hidup abadi dalam bentuk ini.

D. Abdul Qadir Al-Jailani

Ada dua riwayat sehubungan dengan tanggal kelahiran al-Ghauts al A'zham

Syekh Abdul Qodir al-Jilani Amoli. Riwayat pertama yaitu bahwa ia lahir pada 1

Ramadhan 470 H. Riwayat kedua menyatakan Ia lahir pada 2 Ramadhan 470 H.

Tampaknya riwayat kedua lebih dipercaya oleh ulama. Silsilah Syekh Abdul

Qodir bersumber dari Khalifah Sayyid Ali al-Murtadha r.a ,melalui ayahnya

sepanjang 14 generasi dan melaui ibunya sepanjang 12 generasi. Syekh Sayyid

Abdurrahman Jami rah.a memberikan komentar mengenai asal usul al-Ghauts al-

A'zham r.a sebagi berikut : "Ia adalah seorang Sultan yang agung, yang dikenal

sebagial-Ghauts al-A'zham. Ia mendapat gelar sayyid dari silsilah kedua orang

tuanya, Hasani dari sang ayah dan Husaini dari sang ibu". Silsilah Keluarganya

adalah Sebagai berikut : 

Dari Ayahnya(Hasani):

  Syeh Abdul Qodir bin Abu Shalih bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin

Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdul

Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib,

Suami Fatimah binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam

13

Page 14: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

Dari ibunya(Husaini): 

Syeh Abdul Qodir bin Ummul Khair Fathimah binti Abdullah Sum'i bin Abu

Jamal bin Muhammad bin Mahmud bin Abul 'Atha Abdullah bin Kamaluddin Isa

bin Abu Ala'uddin bin Ali Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja'far al-Shadiq bin

Muhammad al-Baqir bin Zainal 'Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, Suami

Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam

Dasar Pemikiran Syekh Abdul Qadir Al-Jailani

Sam'ani berkata, " Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota

Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini

pada masa hidup beliau." Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh

Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, dan menukilkan perkataan

Syeikh sebagai berikut,"Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku,

dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat."

Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan

Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan

beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, "Intinya

Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-

kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas

kesalahan-kesalahan orang beriman. Namun sebagian perkataannya merupakan

kedustaan atas nama beliau. Imam Adz Dzahabi juga berkata, " Tidak ada

seorangpun para kibar masyayikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih

banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara

riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi".

Syeikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul

Fashil,hal.136, " Aku telah mendapatkan aqidahnya ( Syeikh Abdul Qadir Al

Jaelani ) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah

I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan

nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf.

Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah,

14

Page 15: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf." (At

Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir

bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8

April 1995 M.) 4 golongan manusia menurut syekh abdul qadir al jailani :

1. Manusia yang tidak mempunyai lisan dan hati, senang berbuat maksiat,

menipu serta dungu. Berhati-hatilah terhadap mereka dan jangan

berkumpul dengannya, karena mereka adalah orang-orang yang mendapat

siksa.

2. Manusia yang mempunyai lisan, tapi tidak mempunyai hati. Ia suka

membicarakan tentang hikmah atau ilmu, tapi tidak mau mengamalkannya.

Ia mengajak manusia ke jalan Allah Swt. tapi ia sendiri justru lari dari-

Nya. Jauhi mereka, agar kalian tidak terpengaruh dengan manisnya

ucapannya, sehingga kalian terhindar dari panasnya kemaksiatan yang

telah dilakukannya dan tidak akan terbunuh oleh kebusukan hatinya.

3. Manusia yang mempunyai hati, tapi tidak mempunyai ucapan (tidak

pandai berkata-kata). Mereka adalah orang-orang yang beriman yang

sengaja ditutupi oleh Allah Swt. dari makhluk-Nya, diperlihatkan

kekurangannya, disinari hatinya, diberitahukan kepadanya akan bahaya

berkumpul dengan sesama manusia dan kehinaan ucapan mereka. Mereka

adalah golongan waliyullah (kekasih Allah) yang dipelihara dalam tirai

Ilahi-Nya dan memiliki segala kebaikan. Maka berkumpullah dengan dia

dan layanilah kebutuhannya, niscaya kamu juga akan dicintai oleh Allah

Swt.

4. Manusia yang belajar, mengajar dan mengamalkan ilmunya. Mereka

mengetahui Allah dan ayat-ayat-Nya. Allah Swt. memberikan ilmu-ilmu

asing kepadanya dan melapangkan dadanya agar mudah dalam menerima

ilmu. Maka takutlah untuk berbuat salah kepadanya, menjauhi serta

meninggalkan segala nasihatnya.

 

15

Page 16: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemikiran Ibn ‘Arabi telah menyebar begitu luas melintasi batas-batas

regional ataupun kontinental, jejak-jejak pemikirannya ada pada tiap-tiap generasi,

bahkan pada saat ini pemikiran Ibn ‘Arabi diapresiasi secara luas di Barat, yaitu

Amerika dan Eropa, sehingga memunculkan himpunan Ibn ‘Arabi Society, yaitu

suatu himpunan yang bertujuan menyelenggarakan riset, seminar dan penerbitan

mengenai sejarah dan pemikiran Ibn ‘Arabi, serta pengaruhnya dalam filsafat

mistik.

Meluasnya pengaruh Ibn ‘Arabi pada zaman ini seiring dengan terjadinya

degradasi dan dehidrasi spritual dalam alam modern. Manusia yang telah terlepas

dari akar kediriannya ingin menemukan kembali roh kesadaran yang merupakan

pancaran dari pusat lingkaran ketuhanan.

Kegelisahan tidak lain dari kerinduan yang tersumbat, saluran menuju

Tuhan kembali menjadi pencarian, setiap hamba yang rindu ingin berkomunikasi

dalam “bahasa” Tuhannya, yaitu komunikasi roh dengan pemilik roh.

B. Saran

Dari penulisan makalah di atas, mungkin masi banyak kerancauan dan

kesalahanya, baik kesalahan dalam penulisan, kebakuan kata dan lain sebagainay.

Maka kami selaku penulis memohon saran dari para pembaca semuanya karena

saran dan masukan adalah merupakan tongkat utama dalam belajar dan dengan

masukan dan saran maka kami bisa belajar lebih baik lagi.

16

Page 17: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

DAFTAR PUSTAKA

William C Chittik, “Ibn Arabi” dalam Seyyed H. Nasser, ed. Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam Bandung: Mizan, 2006

Affifi, A.E. Filsafat Mistis Ibn Arabi. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1995.

Arabi, Ibn. Cahaya Penakluk Surga. Surabaya: Pustaka Progessif, 2002.

Arief, Syamsudin. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. Jakarta: Gema Insani Press,

2008.

Syamsudin Arief. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran Jakarta :Gema Insani Press, 2008

Nasution, Harun. Falsafat dan Mistisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 2005.

17

Page 18: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Tokoh Sufi” tepat pada

waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah

membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah memberi

motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak

terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan

saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Bengkulu, Januari 2014

Penyusun

i18

Page 19: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFATR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................ 1

B. Tujuan ..................................................................................................2

C. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Ibn –Arabi .................................................................................................. 3

B. Jalaludin Rumi ........................................................................................... 6

C. Imam Al-Ghazali........................................................................................ 9

D. Abdul Qadir Al-Jailani............................................................................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................... 16

B. Kritik dan Saran ................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... iii

i

ii

19

Page 20: Tokoh Sufi Ibn Arabi Jalaludin Rumi Al Ghazali Abdul Qadir

MAKALAHTASAWUF

Tokoh Tokoh Sufi

Di susun oleh :Linda Junita212 352 9033

Dosen pembimbing Ahmad Suradi, M. Ag

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAHFAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU (IAIN)2014

20