tm anat
DESCRIPTION
tm anat smt 1TRANSCRIPT
2.1 ANATOMI OTOT PENGUNYAH TIARA
Otot merupakan salah satu jaringan yang banyak terdapat didalam tubuh.
Karena otot mempunyai fungsi untuk menggerakkan bagian-bagian pada tubuh, misal
: menggerakkan tulang, sendi , dll.
Otot dibagi menjadi 5 macam, yaitu :
a) Otot mimik
b) Otot pengunyah
c) Otot perut
d) Otot panggul dan
e) Otot dada
Otot pengunyah dan otot mimik mempunyai hubungan yang sangat erat
karena sama-sama berada di daerah facial serat sama-sama mempunyai fungsi
menggerakkan bagian facial.
Otot bercorak yang membentuk wajah mempunyai sifat yang berbeda dengan
otot yang lain. Otot-otot yang menggerakkan pipi, wajah dan mulut dapat diatur
kontraksinya melalui mekanisme yang sama dengan otot-otot lain yang ada didalam
tubuh. Disamping itu otot-otot ini dapat diatur gerakannya oleh emosi seseorang.
Otot-otot ini akan berkontraksi sesuai dengan ekspresi wajah seseorang. Oleh karena
itu otot ini dinamakan dengan otot mimik (Daniel,2005 ;38).
Selain otot mimik juga ada otot pengunyah yang juga berada di daerah facial.
Otot pengunyah ini mempunyai fungsi untuk menggigit makanan serta membantu
proses pengunyahan makanan agar proses masuknya makanan ke organ selanjutnya
dapat berjalan dengan baik.
Kelompok otot pengunyah dan otot mimik perlu dibedakan karena sama-sama
terletak di rahang bawah dan pipi.
Otot pengunyah di bagi menjadi 4 macam, tetapi ada 1 macam yang berfungsi
sebagai otot pembantu pada proses pengunyahan , yaitu :
a. M.masseterica mengangkat rahang bawah pada saat rongga mulut terbuka
b. M.pterygoideus menarik rahang bawah ke depan
c. M.temporalis menarik rahang bawah ke atas dank e belakang
d. M.buccinator (otot pembantu ) membentuk dinding seperti rongga mulut.
Origo pada proccesus sifoid pada mandibular dan insersio pada muskulus
orbicularis oris. Mempunyai fungsi menahan makanan pada saat mengunyah.
Otot pengunyah dan otot mimik mendapat persyarafan yang berbeda. Jika ada
salah satu kerusakan pada salah satu otot tersebut, maka tidak akan mengganggu otot
yang lain serta tidak akan menimbulkan efek kepada otot yang lain.
Karena sebagian besar otot pengunyah dipersyarafi oleh cabang motoris saraf
cranial dan proses pengunyahan diatur oleh nuclei pada otot tulang belakang.
Rangsangan pada hypothalamus, amigdala serta nuclei akan merangsang otot-otot
pengunyah untuk bekerja sesuai dengan fungsinya (Mohammad and Rizky, 2001).
Citta
Otot pengunyah merupakan salah satu jenis otot terkuat yang ada dari seluruh
otot yang ada pada tubuh (Seeley, 2006). Otot pengunyah ini terbagi menjadi otot
pengunyah primer dan otot pengunyah sekunder (pembantu). Otot pengunyah utama
terdiri atas otot temporalis, masseter, pterygoideal lateralis, dan pterygoideal medialis
seperti yang disebutkan sebelumnya (Fehrenbach & Herring, 2002), sedang otot
pengunyah sekunder terdiri atas digastricus venter anterior, geniohyoid, mylohyoid,
dan buccinator (Gaillard, 2014).
Otot-otot pengunyah ini bertanggung jawab dalam pergerakan menutup
rahang, menggerakkan rahang bawah (mandibula) ke depan dan belakang, dan
menggerakkan rahang bawah ke salah satu sisi. Pergerakan rahang ini hanya
melibatkan rahang bawah, sedang bagian cranium lainnya relatif stabil (Fehrenbach
& Herring, 2002).
2.1.1 Otot pengunyah primer
1. Otot Temporalis
Otot temporalis adalah otot yang luas, berbentuk seperti kipas, dan superior
terhadap arkus zygomaticus. Otot temporalis berorigo pada seluruh fossa temporalis
yang terikat pada sisi atas dari garis/linea temporal inferior dan di sisi bawah dari
krista infratemporalis. Kemudian secara inferior lewat dan berinsersio dengan proses
coronoideus (Fehrenbach & Herring, 2002).
Otot temporal dipersyarafi oleh nervus temporal dalam bagian depan dan
belakang yang merupakan cabang dari N.mandibula yang merupakan bagian dari
N.trigemus (Norton & Netter, 2012). Selain mendapat suplai saraf, otot masseter juga
dmendapat suplai arteri dari arteri maxilla (Tejaswi, 2013).
Gambar 1. Origo dan Insertio Otot Temporalis (Fehrenbach & Herring, 2006. P.111 )
2. Otot Masseter
Otot masseter merupakan otot yang letaknya paling superfisial dan merupakan
salah satu otot yang paling kuat. Otot masseter merupakan otot yang luas, tebal dan
berbentuk persegi panjang di setiap sisi wajah, dan anterior dari glandula parotid
(Fehrenbach & Herring, 2002).
Otot masseter memiliki dua kepala yakni kepala superfisial yang berukuran
lebih besar daripada kepala bagian dalam (Netter, 2012). Kepala superfisial dari otot
masseter berorigo dari 2/3 anterior dari batas bawah arkus zygomaticus, sedangkan
kepala bagian dalam berorigo dari 1/3 posterior dan seluruh permukaan medial dari
arkus zygomaticus (Fehrenbach & Herring, 2002).
Kedua kepala dari otot masseter ini secara inferior berinsersio dengan
mandibula (Fehrenbach & Herring, 2002). Bagian kepala superfisial berinsersio di
inferior angulus mandibula dan bagian lateral ramus mandibula, sedang bagian kepala
dalam berinsersio di superolateral dari ramus mandibula prosesus coronoideus
(Norton & Netter ,.2012).
Otot masseter mendapat suplai saraf dari nervus masseter yang merupakan
cabang dari bagian anterior nervus mandibula dari N. trigeminus, dan mendapat
suplai arteri dari cabang bagian kedua arteri maxilla (Tejaswi, 2013).
Gambar 2. Otot Masseter (Netter, 2012. P.226)
3. Otot Pterygoidea Lateralis
Otot pterygoidea lateralis merupakan otot yang pendek, tebal, berbentuk
kerucut, dan memanjang secara horizontal, posterior, dan lateral di antara fossa
infratemporalis dan condyl mandibula (Gaillard, 2014).
Otot pterygoidea lateralis memiliki dua kepala yang terpisah, yakni kepala
superior dan inferior. Keduanya dipisahkan oleh jarak kecil di bagian depan tetapi
tersambung kembali di bagian belakang (Fehrenbach & Herring, 2002).
Otot pterygoidea lateralis bagian atas berorigo di greater wing dari krista
sphenoid infra temporal dan berinsersio di diskus artikularis dan kapsula dari TMJ
(Temporo Mandibular Joint) (Norton & Netter, 2012).
Otot ini dipersarafi oleh bagian N.mandibularis yang merupakan bagian dari
N.trigeminus yang keluar dari foramen ovale dan membujur (lying medial) ke
pterygoidea lateralis (Norton & Netter, 2012). Otot ini juga mendapat suplai arteri
oleh cabang dari bagian kedua arteri maxillaris (Tejaswi, 2013).
Gambar 3. Otot Pterygoideus (Fehrenbach & Herring, 2002. P.111)
4. Otot Pterygoidea Medialis
Otot pterygoidea medialis terletak di dalam, akan tetapi memiliki bentuk yang
sama dengan otot masseter superficial (Fehrenbach & Herring, 2002). Otot ini
memiliki dua kepala yakni bagian dalam dan superficial. Pada bagian dalam, otot ini
berorigo di permukaan medial dari plate pterygoideus lateralis sedang untuk bagian
yang superfisial berorigo di tuberositas maksilaris of piramidal prosesus palatina.
Kedua kepala berinsersio di permukaan medial dari ramus dan angulus mandibula
(tuberkulum pterygoidea) (Norton & Netter, 2012). Otot ini dipersarafi oleh cabang
dari badan utama dari nervus mandibula dan dipervaskularisasi oleh bagian kedua
dari arteri maxillaris (Tejaswi, 2013).
2.1.2 Otot Pengunyah Sekunder (Pembantu)
1. Otot Digastricus Venter Anterior
Otot digastricus venter anterior memiliki fungsi sekunder pada proses
mengunyah sebagai otot depressor yang membantu aksi otot pterygoideus lateralis
ketika mulut akan terbuka dan membantu mengangkat tulang hyoid (Tejaswi, 2013).
Otot ini berorigo di mandibula dan berinsersio di tulang hyoid melalui tendon
interemdius serta mendapat suplai saraf dari nervus mandibularis yang berasal nervus
trigeminus (CN V.3) dan arteri dari cabang submentalis dari arteri facialis
(Weerakkody & Jeremy, 2014).
2..Otot..Geniohyoid
Otot Geniohyoid termasuk dalam otot dasar mulut (Norton & Netter, 2012).
Otot ini berfungsi dalam membantu menaikkan tulang hyoid dan menarikknya maju,
lalu ketika posisi hyoid tetap maka mandibula akan berdepresi (Tejaswi, 2013). Otot
ini posisinya lebih superior dari muskulus mylohiod dan berorigo di tuberkulum
genial inferior serta berinsersio di badan dari tulang hyoid. Selain itu Geniohyoid
dipersyarafi oleh ramus ventral C1 yang mengikuti nervus hypoglossus (CN XII)
(Norton & Netter, 2012).
3. Otot mylohyoid
Otot Mylohyoid merupakan otot dasar mulut yang berukuran besar dan
berbentuk seperti kipas. Otot ini berorigo di linea mylohyoid dari mandibula dan
berinsersio di symphysis menti sulcus mylohyoid dari corpus tulang hyoid (Netter,
2012). Peran dari Otot ini adalah untuk menaikkan dasar mulut untuk proses
penelanan makanan dan menaikkan tulang hyoid (Tejaswi, 2013). Otot ini
dipersyarafi oleh nervus mylohyoid dari calveolar inferior dari cabang
N.mandibularis dari N.trigeminus (CN V3) (Norton & Netter, 2012).
4. Otot Buccinator
Otot buccinator sebenarnya termasuk ke dalam jenis otot mimik atau ekspresi
wajah (Norton & Netter, 2012). Otot ini berorigo pada proccesus sifoid pada
mandibular dan insersio pada muskulus orbicularis oris. Otot ini nempunyai fungsi
menahan bolus di antara pipi dan gigi dan dipersyarafi oleh nervus facialis (CN VII)
(Norton & Netter, 2012).
Dapus Tiara:
Wibowo,Daniel.2005.Anatomi Tubuh Manusia.Jakarta;PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Judha Mohammad NS dan Rizky Erwanto.2001.Anatomi dan Fisiologi Manusia
Sederhana.Yogyakarta;Gosyen Publishing.
Dapus Citta:
Fehrenbach, Margaret J & Herring, Susan W. 2006. Illustrated Anatomy of The Head and Neck. 3rd Ed. USA : Elsevier Science Health Science div. pp. 108-111
Gaillard, Frank. 2014. Muscle of Mastication. [Online] Available from: http://radiopaedia.org/articles/muscles-of-mastication. [Accessed: 7th December, 2014, 6.37 PM]
Norton, Neil S & Netter, Frank H. 2012. Netter’s Head and Neck Anatomy for Dentistry. 2nd Ed. PA: Elsevier Saunders. Pp. 162, 224-226, 339
Tejaswi, K. L. (2013). Muscles of Mastication. [Online] October 2013. Available from: http://ptbd.in/images/Muscles%20of%20Mastication.pdf. [Accessed : 7th December, 2014, 6.37 PM]
Seeley, Rod R., Stephens, T. D., Tate, Philip. 2002. Essentials of Anatomy & Physiology, 4th Ed. NY: McGraw Hill. P.171
Weerakkody, Yuranga & Jones Jeremy. 2014. Digastric Muscle. [Online] Available from: http://radiopaedia.org/articles/digastric-muscle. [Accessed: 10th December 2014, 9.15 AM]
2.2 FISIOLOGI OTOT PENGUNYAH AJENG
Musculi masticatorii menggerakkan rahang bawah ke atas dan ke bawah ketika
menggigit, juga ke samping,ke depan, dan ke belakang saat mengunyah. Otot-otot
tersebut adalah Musculus masseter yang berasal dari lengkung zygomaticus menuju
ke sudut rahang bawah, Musculus temporalis yang berasal dari tulang temporal dan
berinsersi ke rahang bawah, dan musculus-musculus yang lebih kecil, yang juga
berasal dari tengkorak kepala ke arah rahang bawah. (Watson, 2002)
Fungsi masing-masing otot pengunyah (Wibowo dan Paryana, 2009)
1. Musculus Masseter mempunyai origo pada arcus zygomaticus dan berinsertio
pada permukaan lateral ramus mandibulae sekitar angulus mandibulae. Otot
ini merupakan otot penutup mulut yang kuat dan dipergunakan untuk
memeriksa fungsi motorik nervus trigeminus.
2. Musculus pterygoideus lateralis berorigo pada lamina lateralis processus
pterygoideus dan ala magna ossis sphenoidalis, serabutnya mengarah ke
belakang berinsertio pada condylus mandibularis. Kontraksi otot ini akan
menarik processus condyloideus ke belakang sehingga mulut terbuka
3. Musculus pterygoideus medialis berorigo pada lamina medialis processus
pterygoideus dan berinsertio pada permukaan dalam ramus mandibulae dekat
angulus mandibulae. Kontraksi otot ini akan menutup mulut.
4. Musculus temporalis melekat ada squadma ossis temporalis dan berinsertio
pada processus coronoideus mandibulae.
Dari keempat otot pengunyah ini, hanya musculus pterygoideus lateralis yang
berfungsi membuka mulut, pada hakekatnya gerakan membuka mulut adalah pasif
dibantu gravitasi dan gerakan menutup mulut adalah aktif.
Otot yang terlibat pada pergerakan rahang (Wijaya,2011)
1. Depresi Mandibula
Aktifitas bilateral yang bersamaan dari bagian inferior m.pterigoideus lateralis dan
m.digastricus serta suprahioideus yang lain, dengan antagonis dari elevator yang
terkoordinasi. Pada umumnya pergerakan ini dimulai oleh m.pterigoideus lateralis
dan m.digastricus baru bekerja kemudian. Moller (1966), pada suatu penelitian
elektromiografikal klasik menemukan bahwa digastrikus itu diaktifkan lebih dulu dari
m. pterigoideus lateralis pada depresi fungsional, misalnya pengunyahan.
2. Gerakan protrusi.
Aktivitas bilateral yang bersamaan dari bagian inferior m.pterigoideus lateralis,
dibantu oleh m.masseter dan m.pterigoideus medialis. m.digastrikus dan m.temporalis
posterior mengakibatkan efek antagonis.
3. Gerakan retrusi
Aktivitas bilateral yang bersamaan dari bagian posterior dan tengah m.temporalis dan
m. digastrikus serta suprahioideus yang lain. Aktivitas bersamaan yang bilateral dari
bagian superior m.pterigoideus lateralis mengontrol retrusi diskus dalam sendi
Temporomandibula. Bagian inferior dari pterigoideus lateralis sebagai antagonis.
4. Pergerakan lateral mandibula
Pergerakan lateral mandibula dicapai dengan mengkoordinasikan pergerakan-
pergerakan secara bersamaan pada saat yang sama dari sisi kerja m.temporalis dan
sisi istirahat m.pterigoideus, misalnya m.pterigoideus medialis dan bagian inferior m.
pterigoideus lateralis. Yang terakhir ini memutar mandibula menyebrangi garis
tengah dalam bidang horizontal sementara sisi kerja m. temporalis membantu putaran
lateral dan menstabilkan kerja kondil, membantunya untuk bekerja sebagai suatu
poros untuk pergerakan lateral. Aktivitas kerja yang terkoordinir dari elevator dan
depressor dari kedua sisi menempatkan bidang vertikal, dimana pergerakan lateral
menjadi datar.
5. Elevasi
Pada waktu yang sama, aktivitas bilateral m.masseter, m.pterigoideus medialis dan
m.temporalis dengan antagonis yang disatukan dari kelompok suprahioideus.
Aktivitas gabungan yang terkoordinasi dari bagian superior m.pterigoideus lateralis.
Dafpus
Watson Roger. Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat. 2002. ed 10. Penerbit Buku
Kedokteran egc. pp 201
Wibowo Daniel S dan Paryana Wijaya.Anatomi Tubuh Manusia.2009. Graha Ilmu.
pp 552-554
Wijaya Muhammad Fajrin.Gangguan psychophysiologic sebagai salah satu penyebab
kelainan pada sendi temporomandibula.2011.Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin.pp 14-15
2.3 PATOLOGI
2.3.1 HIPERTROFI MASSETER (FIRZA & ERIN)
ERIN
Pengertian
Otot masseter penting untuk pengunyahan adekuat dan berada di bagian
lateral ramus mandibula, dan penting untuk estetik wajah (Kebede & Magersa, 2001).
Hipertrofi masseter diakui sebagai pembesaran asimtomatik dari salah satu atau
kedua otot masseter (Bas et al., 2010).
Secara klinis, hipertrofi masseter muncul sebagai pembengkakan atas ramus
mandibula yang menuju ke atas, yang karakteristiknya menjadi lebih menonjol dan
tegas ketika pasien clenching gigi (Laskaris, 1994).
Hipertrofi masseter merupakan kondisi yang jinak dimana otot tersebut
membesar simetris maupun asimetris, dengan intensitas sinyal yang normal saat
dibandingkan dengan otot yang tidak membesar (Mandel & Tharakan, 1999) Kondisi
ini jinak, tanpa gejala, dan harus dibedakan dari penyakit kelenjar parotid, masalah
odontogenik, dan neoplasma langka jaringan otot (Kebede & Magersa, 2001).
Hipertrofi masseter dapat mengubah garis wajah, dan menghasilkan ketidaknyamanan
dan memberi dampak negatif kosmetik untuk banyak pasien. Alasan mengapa pasien
meminta konsultasi medis sebagian besar adalah terkait dengan estetika, terutama jika
hipertrofi adalah sepihak karena asimetri terlihat dari sepertiga bagian bawah wajah.
(Kebede & Magersa, 2001).
Jenis
Sebagian besar kasus hipertrofi masseter yaitu bilateral dan simetris. Namun
asimetris juga tidak jarang terjadi (Bas et al., 2010). Bilateralisme sangat sugestif
untuk hipertrofi jinak. Namun, hipertrofi masseter juga dapat terjadi secara unilateral
(Mandel & Tharakan, 1999). Menurut Teixeira, ada dua jenis masseter hipertrofi otot,
yaitu bawaan atau keluarga dan diperoleh karena hipertrofi fungsional (Rispolil et al.,
2008). Hipertropi masseter dapat berupa bawaan atau fungsional sebagai hasil dari
fungsi peningkatan otot, bruxism, atau kebiasaan pengunyahan yang berlebihan oleh
masseter (Laskaris, 1994).
Penyebab
Penyebab kondisi ini masih belum diketahui. Beberapa penulis
menghubungkan hipertrofi idiofatik masseter dengan berbagai kondisi (Rispolil et al.,
2008). Pembesaran otot tersebut biasanya merupakan hipertrofi kerja yang paling
sering menyebabkan adalah clenching, kebiasaan yang tidak disadari. Bruxing saat
tidur, mengunyah permen karet dengan konstan, dan pengunyahan makanan yang
keras juga bisa menyebabkan hipertrofi masseter. Namun, aktivitas yang tidak
bertujuan seperti clenching dan bruxing, lebih mungkin dapat menyebabkan
peningkatan massa otot daripada mengunyah (Baert et al., 2008). Gigi yang rusak,
disfungsional pengunyahan, gangguan sendi temporomandibular juga dapat
menyebabkan hipertrofi masseter (Rispolil et al., 2008). Hipertrofi masseter sering
dikaitkan dengan atrisi gigi yang tampat maju karena keausan kronis dari clenching
dan bruxing. Masalah sendi temporomandibular dan kerusakan periodental mungkin
juga terlihat. (Baert et al., 2008)
Pembesaran otot masseter secara unilateral dapat terjadi karena adanya
malformasi vaskuler (Mandel & Tharakan, 1999) dan juga bisa karena pasien
mengunyah terutama pada satu sisi mulut.(Bas et al., 2010)
Penyembuhan
Ada banyak cara untuk memanajemen hipertrofi masseter termasuk bedah dan
non-bedah. Non-bedah berarti manajemen dengan penggunaan berbagai obat, seperti
botulinum toxin-A (botox) yang disuntikkan secara lokal di otot yang hipertrofi,
radiofrekuensi elektrokoagulasi, obat antianxiety, peregang otot, penggunaan belat,
fisioterapi, dan penyesuaian oklusal. Pilihan bedah saat ini mencakup reseksi otot
masseter, mereduksi sudut mandibula dan neuroctomy saraf masseter (Kumar &
Pillai, 2012).
Metode pengobatan tradisional untuk hipertrofi masseter adalah eksisi parsial
bedah otot masseter di bawah anestesi umum. Komplikasi dari bedah eksisi masseter
termasuk pembentukan hematoma, kelumpuhan saraf wajah, infeksi, keterbatasan
membuka mulut dan gejala sisa dari anestesi umum (Bas et al., 2010).
Injeksi botulinum toksin tipe A ke dalam otot masseter pertama kali diperkenalkan
oleh Smyth, Moore, dan Wood pada tahun 1994. Toksin botulinum tipe A adalah
injeksi yang menjadi modalitas pengobatan yang aman dan efektif dalam distonias
orofasial, sialorrhea, sindrom frey itu, hipertropi otot, dan lain-lain (Bas et al., 2010).
No. Etiologi Metode Non-bedah Metode Bedah
1 Emosional stress,
kegelisahan, dan
hiperfungsi masseter
Farmakoterapi-
anxiolytics, relaksan otot,
dan antidepresan
2 Gangguan oklusal,
bruxism kronis, dan
kebiasaan fungsional
Manajemen dental dan
ortodonti, koreksi kontal
oklusal prematur, belat,
pencegahan dan koreksi
kebiasaan parafungsional
dan maloklusi
3 Penurunan estetika akibat
hipertrofi unilateral atau
bilateral
Penyuntikan Botulinum
toxian-A ke otot
Pembedahan
reseksi intraoral
dan ekstraoral
mengenai ukuran
otot, penghilangan
sudut mandibula,
neurektomi saraf
masseter, reseksi
bukal pad lemak
4 Hipertrofi masseter parah
dengan gangguan estetik
dan fungsional
Radiofrekuesi
elektrokoagulasi untuk
reduksi volumetrik
Sumber: Masseteric Hypertrophy: An Orthodontic Perspective. The Journal of Indian
Orthodontic Society.Vol. 46
Pengobatan klinis didasarkan pada konseling psikologis untuk pasien dengan
gangguan kejiwaan, penggunaan mouthguards, anti kejang, dan obat anxiolytic,
Tabel 1. Macam-macam penyembuhan hipertrofi masseter
analgesik, dan terapi fisik. Hasil tersebut baik untuk pasien dengan hipertrofi ringan.
Belum ada laporan terpercaya mengenai literatur tentang tingkat keberhasilan terapi
klinis terisolasi. Pembedahan diusulkan untuk pertama kalinya oleh Gurney tahun
1947. Prosedur ini terdiri dari irisan submandibula dan penghilangan 3/4 sampai 2/3
dari semua jaringan otot yang ada dari otot aponeurosis atas ke perbatasan mandibula
lebih rendah. Sudut osteotomi mandibula didukung oleh Adams tahun 1950.
Penghilangan penyisipan otot masseter melalui sayatan segitiga dipekerjakan oleh
Martensson, tahun 1950 pada pasien dengan riwayat bruxism dan hipertrofi masseter
unilateral (Rispolil et al., 2008).
Manajemen pembedahan melibatkan bedah eksisi massa otot dengan atau
tanpa tonjolan tulang, yaitu prosedur yang disebut angloplasty, terutama bertujuan
untuk meningkatkan penampilan estetika pasien. Pada awalnya, pendekatan
ekstraoral menyediakan akses yang baik ke otot dan sudut mandibula. Hal tersebut
juga memiliki kelemahan yaitu menghasilkan bekas luka bedah yang mungkin tidak
bisa diterima, sejalan dengan risiko kerusakan pada saraf wajah cabang mandibula.
Pendekatan intraoral mengurangi kemungkinan cedera langsung ke cabang marginal.
Bagaimanapun, dengan perkembangan material dan teknik yang baru tentang
pembedahan (instrumen rotasi, pisau bedah, retraktor spesifik, dan yang paling baru,
intraoral endoskopi), pendekatan intraoral menjadi pilihan yang baik (Kumar & Pillai,
2012).
Daftar Pustaka
Baert, A. L., L. W. Brady, H. P. Heilmann, M. Knauth, M. Molls, C. Nieder, K.
Sartor. (2008) Medical Radiologi, Diagnostic and Radiation Oncology: Head
and Neck Cancer Imaging. Berlin: Springer
Baş, Burcu, Bora Özan, Mehtap Muğlalı, Nükhet Çelebi. (2010) Treatment of
Masseteric Hypertrophy with Botulinum Toxin: A report of Two Cases.
Medicina Oral Patologia Oral y Cirugia Bucal. [Online] Vol. 15. p.649.
Available from
http://www.medicinaoral.com/pubmed/medoralv15_i4_p649.pdf. [Accessed:
7 Desember 2014].
Kebede, Biruktawil, Shimalis Magersa. (2001) Idiophatic Masseter Muscle
Hypertrophy. Ethio J Health Sci. [Online] Vol. 21 (3,11) pp.209,210.
[Accessed: 7 Desember 2014].
Kumar, G. Sreejith, Babukkuttan Pillai. (2012) Masseteric Hypertrophy: An
Orthodontic Perspective. The Journal of Indial Orthodontic Society.Vol. 46
(4,10-12) p.235.
Laskaris, George. (1994) Color Atlas of Oral Diseases, 2nd Ed. New York: Thieme
Medical Publishers, Inc.
Mandel, Louis, Marsha Tharakan. (1999) Treatment of unilateral Masseteric
Hypertrophy with Botulinum Toxin: Case Report. Journal Oral Maxillofacial
Surgeon.[Online] p.1017. [Accessed: 7 Desember 2014].
Rispolil, Daniel Zeni, Paulo M. Camargo, José L. Pires Jr, Vinicius R. Fonseca,
Karina K. Mandelli, Marcela A.C. Pereira. (2008) Benign Masseter Muscle
Hypertrophy. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology. [Online] Vol. 74
(5,9-10) p.791. [Accessed: 7 Desember 2014].
MASSETER HIPERTROFI FIRZA
1. DEFINISI
Hipertrofi otot masseteric (MMH) pertama kali dijelaskan oleh Legg pada
tahun 1880 yang melaporkan kasus seorang gadis 10 tahun dengan bersamaan
idiopatik hipertrofi otot temporalis. Otot masseter sangat penting untuk
pengunyahan yang terletak lateral ke ramus mandibula, sehingga penting dalam
estetika wajah. Masseter hipertrofi akan mengubah garis wajah, menghasilkan
ketidaknyamanan dan dampak negatif kosmetik untuk banyak pasien (Arthur,
1954 & Daniel 2008).
Hipertropi masseter adalah suatu kondisi yang relatif jarang yang dapat terjadi
secara sepihak atau bilateral. Hipertrofi Unilateral- atau bilateral dari otot
masseter ditandai dengan peningkatan volume massa otot. Kondisi ini jinak, tanpa
gejala, dan harus dibedakan dari penyakit kelenjar parotid, masalah odontogenik,
dan neoplasma langka jaringan otot. Alasan mengapa pasien meminta konsultasi
medis sebagian besar adalah terkait dengan estetika, terutama jika hipertrofi
adalah sepihak karena asimetri terlihat dari sepertiga bagian bawah wajah
(Rispoli, 2008 & Rocco 1994).
Orang yang memiliki masseter besar (hipertrofi) memiliki rahang yang
berbentuk persegi. Hipertrofi otot masseter adalah asimtomatik, pembesaran jinak
otot satu atau kedua masseter. Ini adalah kondisi yang relatif jarang, dengan
sekitar 130 kasus yang dilaporkan dalam literatur sejak pertama kali dijelaskan.
Hal ini paling sering terlihat pada akhir masa remaja dan dewasa awal. Temuan
dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dari 90 pasien 4% berusia kurang
dari 10 tahun dan 3% lebih dari 40. Para pasien yang tersisa memiliki usia rata-
rata 30 tahun. Lima puluh tujuh persen dari pasien adalah laki-laki dan 43%
adalah perempuan (Riefkohl, R et al, 1984).
Gambar 5. Masseter Hypertrofi pada angulus mandibula kiri
2. PENYEBAB
Hipertrofi idiopatik otot masseter adalah gangguan langka yang penyebabnya
tidak diketahui. Beberapa penulis mengasosiasikannya dengan gigi rusak,
kebiasaan mengunyah permen karet, kelainan sendi temporo mandibular,
hipertropi bawaan dan fungsional, dan gangguan emosional (stres dan gugup).
Kasus ini biasanya terjadi pada orang yang mengunyah di sisi kiri (sisi yang
terkena) sejak kecil karena meyakini bahwa mengunyah di sisi kanan adalah
keluar dari norma. Kebanyakan pasien mengeluhkan perubahan kosmetik yang
disebabkan oleh asimetri wajah, juga disebut wajah persegi, namun, gejala seperti
trismus, tonjolan dan bruxism juga dapat terjadi (Waldhart, 1971).
Ada beberapa pertimbangan teoritis tentang etiologi hipertrofi otot masseter,
namun penyebab pastinya masih belum jelas. Beberapa penulis mengklaim bahwa
hasil stress emosional dalam mengepalkan kuat kronis rahang dan bruxism, yang
menyebabkan hipertrofi kerja otot. Mengunyah makanan seperti cumi-cumi
kering atau gusi dan rahang grinding (bruxism) dapat menyebabkan otot-otot
yang berlebihan di garis rahang yang dapat menyebabkan hipertrofi otot masseter
(Hitam MJ, 1985).
3. GEJALA
Pembatasan membuka mulut dan juga ketegangan di wilayah otot hipertrofi.
4. PENGOBATAN
Dr Gianpaolo Tartaro dan rekannya dari Seconda Università degli Studi di
Napoli, Italia, menggunakan toksin botulinum tipe A untuk mengobati pasien
dengan Hipertrofi Otot Masseteric (MMH). Pasien dengan MMH mengalami
pembesaran pada pipi, tepatnya pada otot masseter yang menyebabkan wajah
menjadi bengkak atau "berwajah persegi". Di masa lalu, pilihan pengobatan
hanya operasi plastik untuk menghilangkan bagian dari otot masseter atau rahang.
Hipertropi masseter dapat ditangani dengan suntikan Botox. Dalam
prakteknya operasi plastik Indianapolis, biasanya mulai memberikan 25 unit per
masseter. Hal ini tidak memberikan rasa sakit, dilakukan dengan 30 jarum
pengukur panjang yang digunakan pada bagian yang paling menonjol dari otot
dekat sudut rahang. Jarum dimasukkan ke tulang di mana ia kemudian ditarik dan
disuntikkan. Hal ini ditujukan agar injeksi dilakukan tepat ke dalam otot dan
tidak ke dalam ruang subkutan. Biasanya sekitar empat atau lima suntikan
diberikan per sisi berdasarkan perasaan bagian yang paling menonjol dari otot
sebagai mengepalkan pasien.
Rahang contouring nonsurgical dengan BOTOX ® bekerja dengan
menghambat impuls saraf ke masseter. Hal ini memungkinkan masseter untuk
bersantai sehingga secara bertahap dapat mengurangi ukurannya. Peningkatan
rahang menjadi jelas sampai 6 minggu setelah sesi dan hasil dapat berlangsung
dari 4-6 bulan, meskipun dalam beberapa kasus bahkan bisa bertahan hingga satu
tahun penuh tergantung pada individu.
DAFTAR PUSTAKA
Snell, 1991. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Alih Bahasa: Jan
Tambajong dari Clinical Anatomy For Medical Students. Jakarta : EGC
Riefkohl R, Georgiade GS, Georgiade NG. Hipertrofi otot masseter. Ann Plast Surg
1984; 12:528-532
Hitam MJ, Scholss MD. Hipertrofi otot masseter. J Otolaryngol 1985; 14:. 203-205
Arthur B K. hipertrofi otot masseter AMA Arch Derm Syphilol 1954; 69
(5):... 558-562
Daniel ZR, Paulo MC, José L, Pires JR, Vinicius RF, Mandelli Karina K, Marcela
AC. Jinak hipertrofi otot masseter Rev Bras Otorrinolaringol 2008; 74 (5):.. 790
793.
Rispoli DZ, Camargo PM, Pires JL, Fonseca VR, Mandelli KK, Pereira MA. Jinak
hipertrofi otot masseter Braz J Otorhinolaryngol 2008; 74 (5):... 790-793
Rocco RA. . Hipertrofi otot masseter: Laporan kasus dan kajian literatur Jurnal Mulut
dan Maksilofasial Bedah 1994; 52 (11):. 1199-1202
Waldhart E. hipertrofi jinak otot masseter dan sudut rahang bawah AMA Arch Surg
1971; 102 (2):... 115-118
2.3.2. FIBROMYOLGIA (LARAS & VIO)
2.3.2.1 Pengertian Fibromyalgia
Menurut Jones (2009), tanda timbulnya kondisi fibromyalgia (FM)
adalah termasuk adanya beberapa titik nyeri (umumnya pada ligamen otot dan
tendon) dan kelelahan pada beberapa lokasi di sekujur tubuh, dan juga
ditandai dengan adanya nyeri muskuloskeletal yang meluas. Para peneliti
meyakini bahwa sistem saraf pusat merupakan salah satu faktor penting dalam
terjadinya penyakit ini.
Fibromyalgia melibatkan sakit yang muncul dari selubung fibrosa
otot,otot,tendon, dan ligamen. Namun, anehnya tidak ada bukti inflamasi pada
jaringan.(Liebgott,2011)
Di Amerika Serikat, sekitar 2 persen dari penduduknya mengalami
fibromyalgia. Perempuan lebih sering terkena gangguan ini daripada laki-laki,
perempuan yang terkena penyakit ini iasanya berumur sekitar 20an atau ketika
mendekati menopause.(Liebgott,2011) Risiko fibromyalgia juga akan
meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Gejala fibromyalgia biasanya
muncul setelah mengalami trauma fisik atau emosional. Akan tetapi banyak
juga kasus fibromyalgia yang terjadi meskipun tidak ada peristiwa yang
menjadi pemicunya. Tanda dan gejala fibromyalgia dapat bervariasi,
tergantung pada cuaca, stres, aktivitas fisik, atau waktu.
Rasa sakit yang terkait dengan fibromyalgia digambarkan sebagai
nyeri yang konstan pada otot-otot tubuh. Akan dianggap menyebar dan luas,
jika rasa sakit terjadi pada kedua sisi tubuh serta di atas dan di bawah
pinggang. Fibromyalgia juga ditandai dengan nyeri ketika area-area tertentu
dari tubuh ditekan, yang disebut tender points.
Lokasi tender points meliputi:
1. Belakang kepala
2. Di antara tulang belikat
3. Bahu bagian atas
4. Sisi leher bagian depan
5. Dada atas
6. Siku bagian luar
7. Pinggul bagian atas
8. Sisi pinggul
9. Lutut bagian dalam
Gambar 5. Lokasi tender points
Fibromyalgia juga sering terjadi pada daerah pengunyahan yang
melibatkan otot – otot pengunyah.
Orang yang mengalami fibromyalgia sering bangun dalam kondisi
yang masih lelah, meskipun mereka banyak tidur. Para ahli meyakini bahwa
banyak orang yang jarang mencapai tahap restoratif dalam tidur. Gangguan
tidur juga dikaitkan dengan fibromyalgia termasuk Restless Legs Syndrome
(RLS) dan sleep apnea.
Efek yang paling terlihat pada penyakit ini adalah munculnya bruxism
yaitu gigi yang berkertak seperti sedang mengunyah makanan saat tidur yang
dilakukan secara tidak sadar. (Liebgott,2011)
Berikut adalah 10 kondisi yang mungkin muncul bersama fibromyalgia:
1. Sindrom kelelahan kronis
2. Kaku otot dan sendi
3. Depresi
4. Endometriosis
5. Sakit kepala, termasuk migrain
6. Insomnia
7. Gangguan pada keseimbangan
8. Irritable Bowel Syndrome (IBS)
9. Lupus
10. Kerusakan fungi temporomandibular joint
11. Osteoartritis
12. Post-traumatik stress disorder
13. Restless Legs Syndrome (RLS)
14. Rheumatoid arthritis
2.3.2.2 Pengobatan dan perawatan
Penelitian yang akan membantu penderita pulih dari fibromyalgia
sangat populer saat ini. Namun tidak ada satu pun obat yang dapat
menyembuhkan penderita dari penyakit fibromyalgia dan mengembalikan
penderita pada kehidupan mereka yang normal seperti sebelumnya. Solusi
penyembuhan penyakit ini membutuhkan kesesuaian antara apa yang kita
percaya mengenai fibromyalgia sebelumnya dan kemudian mengambil sebuah
penelitian lebih dalam.
Setelah didapatkan hasil diagnosis, sangat penting untuk memulai pengobatan
untuk mengurangi sakit atau nyeri dan menghilangkan kondisi yang muncul
menyertai fibromyalgia.
U.S. Food and Drug Administration telah menyetujui tiga obat untuk
pengobatan fibromyalgia. Dua diantaranya adalah obat yang mengubah zat kimia
dalam otak seperti serotonin dan epinefrin yang akan mengkontrol rasa sakit. Obat
lain yang disetujui cocok untuk fibromyalgia adalah Pregabalin (Lyrica) yang bekerja
dengan cara memblok keaktifan sel nervus pada perpindahan rasa sakit. Obat – obat
ini akan menyebabkan pusing, kantuk, pembengkakan , dan naiknya berat badan.
(Leslie,2013)
Selain pengobatan melalui obat, penderita fibromyalgia seharusnya juga
melakukan beberapa terapi yang dokter sarankan. Peneliti mengatakan bahwa terapi
tubuh seperti Tai Chi dan yoga dapat mengurangi gejala fibromyalgia. Walaupun
sebenarnya terapi – terapi ini belum di tes dengan pasti pada penderita fibromyalgia.
(Leslie,2013)
Hasil pengobatan bisa didapatkan dari terapis fisik, akupunturis, psikolog, dan
lainnya yang paham mengenai penyakit fibromyalgia dan yang bisa berhubungan
dengan dokter ataupun perawat. Dengan melakukan senam aerobik, latihan
peregangan otot, dan latihan fisik lainnya, bisa sangat membantu dibandingkan hanya
dengan mendapatkan penanganan dari dokter dan pengkonsumsian obat saja.
Menurut Mari (2007), hal-hal penting yang menunjang penyembuhan
fibromyalgia antara lain:
1. Tim dokter dan terapis yang baik
2. Program pengendalian nyeri
3. Makanan sehat
4. Teman-teman baik yang memberi support
5. Latihan secara rutin
6. Memahami langkah dari segala aspek kehidupan
Tidak ada satupun cara pengobatan dan penanganan fibromyalgia yang
optimal. Pengobatan oleh dokter dan memberian obat tidak dapat berhasil
dengan maksimal, salah satu cara memaksimalkan penyembuhan penderita
fibromyalgia adalah dengan adanya sebuah “tim” orang-orang yang selalu
mensupportnya.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5 Lokasi tender points...................................................................
DAFTAR PUSTAKA
Jones, Kim D. 2009. Fibromyalgia; Biographics of Disease. California: ABC-CLIO,
LLC
Trock, David H. 2007. Healing Fibromyalgia – The 3 Step Solution. New Jersey:
John Wiley & Sons, Inc.
Mari, Skelly. 2007. Alternative Treatments for Fibromyalgia and Chronic Fatigue
Syndrome. Canada: Hunter House, Inc.
Leslie J.2013.Fibromyalgia.Atlanta:American College of Rheumatology.pp.1-6
Gerwin RD.2005. A review of myofascial pain and fibromyalgia –factors that
promote their persistence. Acupunture in Medicine:23(3):121-134.