tipus pochi
DESCRIPTION
dsfsfsdTRANSCRIPT
I. Tidur
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan
mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan
tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Semua makhluk hidup
mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama
yang seiring dengan rotasi boladunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama
sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian susunan saraf pusat yang
mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo
oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan
sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat
penggugah atau aurosal state. Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh
fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-
7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari,
kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada
orang dewasa.
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium Satu
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak
mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini
hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri
dari gelombang campuran alfa, beta dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah.
Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K
2. Tidur stadium dua
1
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur
lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris.
Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak
gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh
gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 berlangsung
lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur
REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila
dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah
dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan
seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur.
Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai
4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40%
hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awal tidur yang
didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur
sebagai berikut:
NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13%
REM; 25 %.
Peranan Neurotransmiter
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary
Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur.
Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat
2
dipengaruhi olehaktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik,
kholonergik, histaminergik.
• Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino trypthopan.
Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat
akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan terhambat
pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi
yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang
mana terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
• Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus
cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi
penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas
neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan
peningkatan keadaan jaga.
• Sistem Kholinergik
Pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi
jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga.
Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat
pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik
(scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk
gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
• Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur
• Sistem hormon
3
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti ACTH,
GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar
pituitary anterior melalui hipotalamus patway.Sistem ini secara teratur mempengaruhi
pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas menagtur
mekanisme tidur dan bangun
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa gangguan hormonal seperti menopause
mempengaruhi kualitas tidur pada lansia wanita. Pada wanita dengan perimenopause terdapat
persentase REM yang lebih lama dan terbangun dari fase REM yang tidak adekuat sehingga
didapatkan tidur yang tidak nyaman. Pada wanita postmenopause didapatkan waktu yang lebih
lama lagi dan fase terbangun dari REM yang lebih tidak adekuat lagi. Hal hal tersebut juga
berpengaruh apabila didapatkan lansia menopause yang mengalami depresi. (Toffol E, Kalleinen
N, Urrila AS, Himanen SL, Heiskanen TP, Partonen T. The Relationship between Mood and
Sleep in Different Female Reproductive States. BMC Psychiatry. 2014;14:177)
II. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut
tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman
di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah,
sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk. Kualitas didefinisikan sebagai suatu fenomena
kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan
kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi
terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur.
Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat
dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Di sisi
lain, kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada
malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur
tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari,
perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur
baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.
4
Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasaan laboraorium yaitu EEG
yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari permukaan otak atau
permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus menerus timbul
dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur,
keadaan siaga atau karena penyakit lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan
sebagai gelombang alfa, betha, tetha dan delta.
Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda
kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur
dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa saja
tanda fisik dan psikologis yang dialami.
Tanda fisik
Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva
kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu
untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur,
mual dan pusing.
Tanda psikologis
Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara,
daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran,
kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.
Kualitas tidur yang baik salah satunya dibantu oleh pemberian obat yang mempunyai
efek untuk melepaskan hormone melatonin lebih lama sehingga darah hipokampus yang sensitif
terhadap hormone tersebut akan bekerja sehingga seseorang akan mengantuk dan bisa tidur. obat
tersebut sudah dietiliti pada orang orang yang mengalami penyakit Alzheimer dimana pada
penyakit tersebut menyebabkan seseorang mempunyai kualitas tidur yang buruk. Efektifitasnya
akan muncul setelah diberikan obat tersebut selama 24 minggu. Obat tersebut aman untuk
diberikan pada lansia. (Wade AG, Farmer M, Harari G, Fund N, Laudon M, Nir T, et all. Add-on
Prolonged-Release Melatonin for Cognitive Function and Sleep in Mild to Moderate
5
Alzheimer’s disease : a 6-month, Randomized, Placebo-Controlled, Multicenter Trial. Clinical
Interventions in Aging. 2014;9:947-61.)
Lansia yang mempunya fungsi kognitif yang masih baik relatif mempunyai kualitas tidur
yang cukup yaitu sekitar 6-8 jam. Sebaliknya, lansia yang mempunyai fungsi kognitif yang
kurang atau buruk relatif mempunyai waktu tidur yang cepat yaitu kurang dari 6 jam atau
membutuhkan waktu tidur yang lebih lama untuk mencapai kualitas tidur yang baik yaitu sekitar
> 8 jam. Hal tersebut lebih signifikan pada lansia yang sudah mempunyai kemunduran dalam hal
mengingat. Mereka akan cenderung mempunyai kualitas tidur yang kurang. ( Miller MA, Wright
H, Ji C, Cappuccio FP. Cross-Sectional Study of Sleep Quantity and Quality and Amnestic and
Non-Amnestic Cognitive Function in an Ageing Population: The English Longitudinal Study of
Ageing (ELSA). PLoS ONE. 2014;9(6): e100991. doi:10.1371/journal.pone.0100991).
Aktivitas fisik sederhana seperti berjalan santai atau jalan cepat yang dilakukan rutin
dapat memperbaiki kualitas tidur yang kurang memadai. Hal tersebut juga dapat didukung
dengan tidur siang yang singkat tidak berlebihan dengan maksimal 90 menit. Hal-hal tersebut
akan memperbaiki mood seseorang sehingga seseorang tersebut mempunyai kecenderungan
tenang saat akan memulai tidur. Saat keadaan tenang maka fase-fase tidur akan terlewati dengan
baik. (Monteiro NT, Neri AL, Coelim MF. Insomnia Symptoms, Daytime Naps and Physical
Leisure Activities in The Elderly: Fibra Study Campinas. Rev Esc Enferm. 2014;48(2):19-22.)
UNTUK DI BAB LAIN :
Lansia yang mengalami Nyeri Pinggang dalam jangka waktu yang lama atau kronik cenderung
mempunyai gangguan dalam kualitas tidurnya. Biasanya orang tersebut akan fokus terhadap rasa
sakitnya yang hebat sehingga ia mencari posisi tidur yang nyaman atau menunggu sampai rasa
sakit tersebut hilang. Gangguan tidur tersebut sejalan dengan rasa nyeri. Semain hebat rasa nyeri
yang dirasakan maka lansia tersebut akan mempunyai waktu tidur yang tidak memadai.
Selanjutnya akan mempengaruhi kualitas hidup dari masing masing lansia tadi. (Choi YS, Kim
DJ, Lee KY, Park YS, Cho KJ, Lee JH, et all. How Does Chronic Back Pain Influence Quality of
Life in Koreans: A Cross-Sectional Study. Asian Spine J. 2014;8(3):346-52.). Selain dengan
obat-obatan, dapat diberikan beberapa tempat tidur yang sesuai dengan keadaan pasien yang
mengalami nyeri pinggang atau kelainan semacamnya. Karena dengan bantuan tersebut terbukti
6
membantu dalam prosesn masuk ke fase REM yang adekuat dan memiliki fase bangun dari REM
yang mendekati normal. ( Chen Z, Li Y, Liu R, Gao D, Chen Q, Hu Z, et all. Effects of Interface
Pressure Distribution on Human Sleep Quality. PLoS One;9(6):969-99.)
Pasien yang mengalami osteoarthritis (OA) juga mengalami hal yang sama dengan pasien yang
mempunyai keluhan nyeri pinggang. Nyeri yang hebat walaupun sudah dibawa istirahat menjadi
gangguan dalam memulai tidur. Selain itu mereka juga akan terbangun apabila di pagi hari sendi
yang mengalami OA menimbulkan gejala nyeri. Hal-hal tersebut yang akan mempengaruhi
kualitas tidur dan fase fase tidur yang sudah dijelaskan diatas. Dengan tatalaksana seperti Total
Knee Arthroplasty (TKA), pasien tersebut mempunyai peningkatan kualitas tidur yang
signifikan. Inteverensi bedah tersebut terbukti mengurangi nyeri yang timbul. (Sanchez MDH,
Inigo MCG, Nuno BS, Fernandez C, Alburquerque F. Association between Ongoing Pain
Intensity, Health Related Quality of Life, Disability and Quality of Sleep in Elderly People with
Total Knee Artrhoplasty. Science Caude Colectiva. 2014;19(6):1413-23.)
Seseorang dengan Parkinson mempunyai kecenderungan terhadap gangguan pada REM.
(Neikrug AB, Avanzino JA, Liu L, Maglione JE, Natarjan L, Bloom JC, et all. Parkinson’s
Disease and REM Sleep Behavior Disorder Result in Increased Non-Motor Symptoms. Sleep
Medicine. 2014;10:1-8.) Selain itu pasien dengan penyakit Parkinson mempunyai kecenderungan
gangguan kognitif sehingga selanjutnya dapat mempengaruhi kualitas tidur tersebut. (Kim EJ,
Baek JH, Shin DJ, Park HM, Lee YB, Park KH, et all. Correlation of Sleep Disturbance and
Cognitive Impairment in Patients with Parkinson’s Disease. J Mov Disord. 2014;7(1):13-8.)
(Okubo N, Takahashi I, Sawada K, Sato S, Akimoto N, Umeda T, et all. Relationship between Self-Reported Sleep Quality and Metabolic Syndrome in General Population. BMC Public Health. 2014;14:562.)
7