tinjauan yuridis regulasi investasi asing dalam

93
TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM PENYELENGGARA LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI (PEER TO PEER LENDING) KONVENSIONAL DAN SYARIAH DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : HARLIE SUBEKTI NIM: 11150480000031 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

PENYELENGGARA LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG

BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI (PEER TO PEER LENDING)

KONVENSIONAL DAN SYARIAH DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

HARLIE SUBEKTI

NIM: 11150480000031

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2020 M

Page 2: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM
Page 3: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM
Page 4: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM
Page 5: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

v

ABSTRAK

Harlie Subekti. NIM 11150480000031. TINJAUAN YURIDIS REGULASI

INVESTASI ASING DALAM PENYELENGGARA LAYANAN PINJAM

MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI (PEER TO

PEER LENDING) KONVENSIONAL DAN SYARIAH DI INDONESIA.

Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,1440H/2019 M. ix + 74 halaman.

Skripsi ini bertujuan untuk meninjau regulasi terkait investasi asing yang

ada dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 tentang

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Hal yang

memberatkan apabila diinterpretasikan secara sistematis dengan peraturan

perundang-undangan lainnya. Serta implementasi dari penyelenggara berdasarkan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 dan market conduct (etika

perilaku) yang diatur oleh asosiasi dalam hal ini Asosiasi Fintech Pendanaan

Bersama Indonesia (AFPI)

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

perundang-undangan (Statute Approach). Jenis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian normatif empiris dengan menggunakan metoda

pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa investasi asing pada Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan bertentangan dengan aturan diatasnya dan implementasi

untuk penyelenggara tergolong kurang maksimal, karena terhalang dengan

kewenangan Otoritas Jasa Keuangan yang terbatas karena hanya tergolong

peraturan otoritas bukan undang-undang.

Kata Kunci : Peer to Peer Lending, Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

Teknologi Informasi, Fintech, Otoritas Jasa Keuangan, Urgensi

undang-undang perlindungan data pribadi, Investasi asing, Pusat

data dan pusat pemulihan bencana

Pembimbing Skripsi : Dr. M. Bukhori Muslim, M.A.

Faris Satria Alam, M.H.

Sumber rujukan : Tahun 1967 sampai Tahun 2019

Page 6: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

vi

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحن الرحيم

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya

kepada kita semua sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“PENGUATAN KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM

PENGAWASAN DAN EVALUASI PERDA SERTA RAPERDA”.

Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi

Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Tamrin,

S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. M. Bukhori Muslim, M.A. dan Faris Satria Alam, M.H. pembimbing

skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi, sehingga dapat

terselesaikan dengan baik.

4. Pimpinan Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam menyediakan fasilitas

yang memadai untuk peneliti mengadakan studi kepustakaan guna

menyelesaikan skripsi ini. Karena, Tanpa bantuannya dalam

menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti, maka skripsi ini

tidak akan dapat dilanjutkan untuk diteliti oleh peneliti.

5. Kedua orang tua, Haryanto dan Sulistyowati serta Ayah Chandra yang

selalu menyemangati disaat titik jenuh kuliah. Pun terimakasih kepada

seluruh keluarga yang senantiasa mendengar keluh kesah.

Page 7: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

vii

6. Semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak langsung

dalam proses penulisan skripsi ini, yang tidak dapat peneliti sebutkan

satu persatu. Hanya doa serta ucapan terimakasih yang dapat peneliti

sampaikan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan-kebaikan

kalian.

Besar harapan peneliti agar skripsi ini dapat memberikan manfaat yang

berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang hukum tata

negara. Kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan dari para

pembaca sehingga dapat menyempurnakan penelitian ini.

Jakarta, 20 Januari 2020

Harlie Subekti

Page 8: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ............................................................................................vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .............................. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 9

D. Metode Penelitian ................................................................................. 9

E. Sistematika Pembahasan ......................................................................13

BAB II TINJAUAN UMUM FINANCIAL TECHNOLOGY PEER TO PEER

LENDING

A. Kerangka Konseptual.............................................................................15

B. Kerangka Teori …..................................................................................16

1. Teori Perlindungan Hukum ……………………………………….. 16

2. Teori Hierarki Peraturan Perundang-undangan (Stufenbau Theory) ..16

3. Tinjauan Umum Financial Technology ............................................ 17

a. Sejarah Financial Technology ………………………………… 19

b. Jenis-jenis Financial Technology ……………………………… 23

c. Pengertian Peer to Peer Lending……………………………….. 27

Page 9: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

ix

d. Pihak-pihak Yang Dapat Menjadi Penyelenggara Peer to Peer

Lending di Indonesia……………………….. ................................ 31

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu.................................................... 32

BAB III TINJAUAN UMUM INVESTASI ASING DI INDONESIA

A. Sejarah Investasi Asing Di Indonesia............................................... .35

B. Pengaturan Regulasi Investasi Asing …………………………….... 39

1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

..................................................................................................... 39

2. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

..................................................................................................... 40

3. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang

Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan

Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal…………………….. 41

BABaIVaREGULASI INVESTASI ASING DALAM PENYELENGGARA

LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI

INFORMASI (PEER TO PEER LENDING) DI INDONESIA

A. Analisis Yuridis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun

2016 ……………………………………………..………………... 42

B. Analisis Investasi Asing Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional

– Majelis Ulama Indonesia Nomor 177 Tahun 2018 …………….. 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 66

B. Rekomendasi ...................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 68

LAMPIRAN ……………………………………………………………………. 76

Page 10: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ekonomi rakyat Indonesia memerlukan eskalasi setiap tahunnya, baik

didapatkan dengan pendapatan hasil bekerja setiap pribadi, dan/atau dengan

kebijakan-kebijakan pemerintahan yang mendorong perekonomian rakyat.

Kebijakan pemerintah dapat dituangkan dalam ketetapan ataupun peraturan-

peraturan yang bersinggungan secara langsung dengan rakyat atau dengan

institusi pemerintahan dan swasta. Pemerintahan dapat berupa BUMN (Badan

Usaha Milik Negara), BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), sedangkan institusi

swasta dapat berupa perusahaan dalam lingkup PMDN (Penanaman Modal

Dalam Negeri) dan PMA (Penanaman Modal Asing) atau dapat dikategorikan

sebagai UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Dengan diperhatikannya

ekonomi rakyat, maka dapat berkembang secara pesat seperti yang dicita-

citakan oleh para founding father Indonesia yang menginginkan adanya

kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang terdapat dalam sila ke-

5 Pancasila. Keinginan tersebut harus dimanifestasikan oleh para pemimpin

bangsa Indonesia saat ini dan pemimpin yang akan datang, agar terciptanya

kemakmuran yang adil untuk rakyat.

Secara historis keberadaan penanaman modal asing di Indonesia bukan

merupakan fenomena yang baru, mengingat modal asing sudah hadir di

Indonesia sejak zaman kolonial dahulu. Namun tentunya kehadiran penanaman

modal asing pada masa kolonial berbeda dengan masa setelah kemerdekaan,

karena tujuan dari penanaman modal asing di masa kolonial tentu didedikasikan

untuk kepentingan pihak penjajah dan bukan untuk kesejahteraan bangsa

Indonesia.1 Penanaman modal asing pada saat ini diwujudkan untuk

kesejahteraan dan kemajuan negara dan bangsa Indonesia.

1 David Kairupan, Aspek Penanaman Modal Asing Di Indonesia, (Jakarta: Kencana

Prenadamedia Group, 2013) h.1

Page 11: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

2

Sebagai negara yang sedang dalam masa pertumbuhan, Indonesia

memerlukan penanaman modal asing sebagai usaha yang tepat untuk

meningkatkan perekonomian Indonesia ke segala lini daerah, mengingat

topografi Indonesia yang luas serta perekonomian nasional Indonesia yang

didasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Untuk

menjangkau seluruh bagian lapisan masyarakat secara finansial, dibutuhkan

pembiayaan, salah satunya dalam bentuk pinjaman. Modernisasi yang telah

meningkatkan peradaban manusia dari awal kemunculan hingga saat ini dan

masa mendatang salah satunya merupakan teknologi. Ekonomi pun tak luput

dari aspek modernisasi teknologi. Dengan memaksimalkan teknologi, membuat

inovasi pinjam meminjam yang lebih efektif dan efisien, yaitu berupa layanan

pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi / Peer to Peer Lending.

Masuknya teknologi dalam pinjam meminjam merupakan bagian dari disrupsi

inovasi yang memiliki arti fenomena dimana suatu produk atau layanan yang

berinovasi dengan berbasis teknologi atau aplikasi yang berupa kemudahan

untuk mengakses dan biaya yang lebih murah, serta berkembang tanpa henti

menghadapi petahana atau incumbent yang dalam hal ini merupakan pemain

lama yang telah ada sebelumnya.2 Hasil dari disruptif inovasi dalam pinjam

meminjam menjadikannya berbasis teknologi informasi.

Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016

tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi dijalankan oleh

penyelenggara yang merupakan badan hukum Indonesia yang menyediakan,

mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis

teknologi informasi. Penyelenggara yang merupakan fasilitator untuk

mempertemukan antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam

2 Clayton Christensen Institute, Disruptive Innovation. Diakses pada tanggal 21 Agustus

2019 dari https://www.christenseninstitute.org/disruptive-innovations/

Page 12: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

3

rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah.

Khusus untuk Penyelenggara P2PL berbasis syariah, maka harus mengikuti

ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-

MUI) Nomor 117 Tahun 2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis

Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Penyelenggara dinyatakan sebagai lembaga jasa keuangan lainnya,

badan hukum penyelenggara berbentuk perseroan terbatas atau koperasi.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77

Tahun 2016 penyelenggara yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas

dapat didirikan dan dimiliki oleh;

1. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.

2. Warga negara asing dan /atau badan hukum.

Penyelenggara pada dasarnya merupakan perusahaan rintisan atau

startup. Istilah startup berasal dari bahasa Inggris yang berarti “The act or

process of starting a process or machine; a new organization or business

venture” atau “tindakan untuk memulai sebuah proses, sebuah organisasi baru

atau usaha bisnis.3 Perusahaan startup memiliki karakteristik antara lain:

1. Usia perusahaan kurang dari 3 tahun.

2. Jumlah pegawai kurang dari 20 orang.

3. Pendapatan kurang dari $100.000/ tahun.

4. Masih dalam tahap berkembang.

5. Umumnya beroperasi dalam bidang teknologi.

6. Produk yang dibuat berupa aplikasi dalam bentuk digital.

7. Biasanya beroperasi melalui website.4

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 merupakan

produk hukum yang dibuat secara mendadak atau mendesak dikarenakan belum

adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kegiatan bisnis

3Purnama Alamsyah, Reportase Startup Indonesia 2010, (Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indoneisa/LIPI), 2011), h.2. Diakses pada tanggal 1 Mei 2019 dari

https://id.scribd.com/doc/52816348/Reportase-Startup-Indonesia-2010 4 Karakter dan Perkembangan Bisnis Startup di Indonesia. Diakses pada tanggal 1 Mei 2019

dari https://www.jurnal.id/id/blog/2017-karakter-dan-perkembangan-bisnis-startup-di-indonesia/

Page 13: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

4

layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi, yang mana kondisi tersebut

dikhawatirkan dapat menimbulkan kerugian bagi Pengguna. Dengan realitas ini

maka peneliti tertarik untuk membahas implementasi dari Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016, oleh karenanya Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan ini belum mengakomodir secara keseluruhan aturan main yang

bersifat teknis. Kendati aturan main akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran

Otoritas Jasa Keungan dan Market Conduct dari asosiasi, yang memiliki

dampak terhadap para penyelenggara khususnya penyelenggara yang berupa

PMA. Seperti fintech P2PL ilegal yang tidak dapat dijangkau oleh Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 ini, padahal fintech P2PL ilegal

merupakan issue krusial yang karenanya tidak ada regulator/pengawas serta

tidak tunduk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016,

maka fintech P2PL ilegal bertindak sewenang-wenang. Layaknya bunga &

denda yang tinggi dan tidak transparan, pengurus yang tidak mempunyai

standar atau sertifikasi, cara penagihan yang tidak manusiawi, tidak terdaftar

dalam asosiasi, tidak mempunyai lokasi kantor, pengaduan konsumen yang

tidak ditanggapi dengan baik, dan akses data pribadi yang sangat masif.5

Selain dilihat dari hal-hal yang dilakukan oleh Penyelenggara Layanan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, terdapat juga Pasal 25

ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 yang

mewajibkan penyelenggara menempatkan pusat data dan pusat pemulihan

bencana di Indonesia. Aturan dan definisi terkait dengan pusat data dan pusat

pemulihan bencana telah diatur oleh peraturan yang lebih tinggi yakni Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan

Transaksi Elektronik. Dalam Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun

2019, dijelaskan bahwa Penyelenggara P2PL masuk ke dalam penyelenggara

sistem elektronik lingkup privat yang mana dapat melakukan pengelolaan,

pemrosesan, dan/atau penyimpanan sistem elektronik dan data elektronik di

5 Otoritas Jasa Keuangan, Fintech Lending Ilegal vs Fintech Lending Terdaftar/Berizin.

Diakses pada tanggal 16 Desember 2019 dari https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-

statistik/direktori/fintech/Documents/Fintech%20Lending%20Legal%20vs.%20Ilegal.pdf#search=

microphone

Page 14: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

5

Wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah Indonesia. Dengan syarat bahwa

penyelenggara sistem elektronik lingkup privat wajib memastikan efektivitas

pengawasan oleh Kementerian atau Lembaga Penegakan hukum.

Sebelumnya aturan terkait dengan pusat data dan pusat pemulihan

bencana diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 17 ayat (2)

yaitu “Penyelenggara sistem elektronik untuk pelayanan publik wajib

menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia

untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan

negara terhadap data warga negaranya”. Dalam penjelasan Pasal 17 ayat (2)

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tersebut, yang dimaksud dengan

pusat data (data center) adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk

menempatkan sistem elektronik dan komponen terkaitnya untuk keperluan

penempatan, penyimpanan, dan pengolahan data. Sedangkan yang dimaksud

dengan pusat pemulihan bencana (disaster recovery center) adalah suatu

fasilitas yang digunakan untuk memulihkan kembali data atau informasi serta

fungsi-fungsi penting Sistem Elektronik yang terganggu atau rusak akibat

terjadinya bencana yang disebabkan oleh alam atau manusia. Pasal 17 ayat (2)

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 menyatakan bahwa hanya

penyelenggara sistem elektronik untuk pelayanan publik yang diwajibkan untuk

menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di Indonesia.

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik memberikan definisi “Pelayanan publik adalah kegiatan atau

rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk

atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh

penyelenggara pelayanan publik”. Maka penyelenggara pelayanan publik

adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen

yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik,

dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan

publik. Ruang lingkup pelayanan publik dalam Undang-Undang Nomor 25

Page 15: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

6

Tahun 2009 meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan

administratif. Dengan mengintepretasikan secara sistematis yang merupakan

penafsiran yang dapat terjadi jika naskah hukum yang satu dan naskah hukum

yang lain, dimana keduanya mengatur hal yang sama, dihubungkan dan

dibandingkan satu sama lain.6 Dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor

71 Tahun 2019 telah memberikan penegasan kepada penyelenggara P2PL

bahwa penyelenggara masuk dalam lingkup privat.

Pusat data dan pusat pemulihan bencana yang ditempatkan di Indonesia

memiliki perhatian khusus, Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi

Masyarakat (ELSAM) mengatakan bahwa data center dalam negeri dianggap

rawan karena sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung dalam negeri

dianggap belum siap, rawan diekspolitasi atau disalahgunakan untuk

kepentingan pihak tertentu.7 Terlebih belum ada perangkat undang-undang

yang komprehensif dan memadai untuk perlindungan data pribadi sebagai salah

satu indikasi perlindungan data dalam negeri yang masih lemah, karena

perlindungan data pribadi baru diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam

Sistem Elektronik. Seperti yang telah diketahui, dalam Pasal 15 Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan bahwa materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat

dalam undang-undang, Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota. Dengan tidak adanya materi pidana, maka tidak ada upaya

represif terhadap pelanggaran atas data pribadi dalam hal ini ancaman pidana.

Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip Civil Law. Sistem

hukum Indonesia memandang sumber hukum utama adalah undang-undang,

kodifikasi, atau hukum tertulis, hukum dengan demikian dapat ditemukan

dalam hukum positif atau hukum yang berlaku. Hal ini kausalitas sistem hukum

6 Afif Khalid, Penafsiran Hukum Oleh Hakim Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia,

(Kalimantan: Jurnal Hukum Al’ Adl, 2014), h.17 7 Mochamad Januar Rizki, Untung Rugi Penempatan Data Center di Dalam Negeri.

Diakses pada tanggal 15 mei 2019 dari

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bec14072274b/untung-rugi-penempatan-data-

center-di-dalam-negeri

Page 16: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

7

Indonesia yang menganut prinsip Civil Law.8 Adanya kodifikasi tersebut maka

terdapati hierarki daripada peraturan perundang-undangan yang disebutkan

dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan. Pada dasarnya kedudukan Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan terdapat dalam Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan, dimana OJK merupakan lembaga yang independen.

Independensi OJK memang dapat diartikan tidak termasuk dalam wilayah

kekuasaan eksekutif dan tidak adanya campur tangan dari pihak manapun,

namun bukan berarti tidak ada lembaga yang memiliki hubungan kordinasi

dengan OJK. eksekutif dalam hal ini adalah pemerintah tidak memiliki

hubungan koordinasi dengan OJK. Kordinasi ini dilakukan dalam rangka

membentuk komitmen bersama terhadap pelaksanaan kebijakan guna

memelihara stabilitas perekonomian dan memperkuat daya tahan perekonomian

Indonesia.9

Hal ini sangat menarik untuk dilakukan penelitian, dengan adanya

disharmonisasi peraturan dan belum terakomodir dengan baik muatan-muatan

yang ada di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016,

merupakan hal krusial dalam pengaturan Fintech P2PL. Terlebih target

pemasaran dari layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi

merupakan masyarakat kecil dan UMKM. Berdasarkan uraian latar belakang di

atas, peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai implementasi Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam

Meminjam Berbasis Teknologi Informasi, yang dituangkan dalam bentuk

penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Regulasi Investasi Asing

Dalam Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

8 Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, (Jakarta: Sinar

Grafika Offset, 2018), h.53 9 Anthonius Adhi Soedibyo, Kedudukan Bank Indonesia Dan Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan Perundang-Undangan Terhadap Produk Perbankan, (Surabaya: Jurnal Hukum Kajian

Hukum & Keadilan, 2017) h.3

Page 17: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

8

Teknologi Informasi (Peer to Peer Lending) Konvensional Dan Syariah Di

Indonesia.”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, terdapat beberapa masalah yang

dapat diidentifikasikan yang terkait dengan tema yang diteliti, antara lain:

a. Muatan aturan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77

Tahun 2016 yang belum maksimal.

b. OJK tidak dapat mengatur fintech P2PL ilegal.

c. Disharmonisasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun

2016 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 terkait

penempatan data elektronik di Indonesia.

d. Kedudukan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan terhadap hierarki

peraturan perundang-undangan.

e. Pusat data dan pusat pemulihan bencana yang wajib ditempatkan di

Indonesia.

f. Penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi

merupakan usaha rintisan.

g. Tidak adanya undang-undang yang mengatur perlindungan data pribadi.

2. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan masalah dalam penelitian ini lebih terfokus dan

tidak meluas, peneliti membatasi masalah yang akan dibahas sehingga

pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai yang diharapkan peneliti.

Disini peneliti hanya akan membahas Investasi asing dalam Financial

Technology Peer to Peer Lending berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Uang Meminjam

Berbasis Teknologi Informasi.

3. Perumusan Masalah

Page 18: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

9

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan

masalah di atas, perumusan masalah yang diangkat adalah Tinjauan Yuridis

Regulasi Investasi Asing dalam Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

Teknologi Informasi, maka peneliti mempertegas perumusan masalah yang

dituangkan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaturan investasi asing berbasis teknologi informasi

(peer to peer lending) di Indonesia?

b. Bagaimana implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77

Tahun 2016?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Untuk menjawab seluruh pertanyaan penelitian di atas, dirumuskan tujuan

penelitian yang ingin dicapai, antara lain:

a. Untuk mengetahui pengaturan investasi asing berbasis teknologi

informasi (peer to peer lending) di Indonesia.

b. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 77 Tahun 2016.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini memiliki manfaat untuk perkembangan

ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan hukum bisnis di bidang

penanaman modal pada layanan pinjam meminjam uang berbasis

teknologi informasi.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan agar dapat diteliti lebih dalam oleh pihak lain sebagai bahan

penelitian lanjutan.

D. Metode Penelitian

Page 19: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

10

Untuk memperoleh data yang diperlukan, digunakan metode pengumpulan

data sebagai berikut :

1. Pendekatan Penelitian

Dalam kaitannya dengan penelitan normatif, dapat digunakan pendekatan

sebagai berikut :

Pendekatan Perundang-Undangan

Suatu penelitan empiris tentu harus menggunakan pendekatan perundang-

undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang

menjadi fokus suatu penelitian. Pendekatan ini dilakukan dengan mengacu

pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 Tentang

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian normatif empiris, yaitu dengan menggunakan norma-norma

hukum tertulis yang bersifat menjelaskan dengan cara menelaah dan

membahas peraturan-peraturan hukum yang berlaku saat ini. Menurut

Soerjono Soekanto, penelitian normatif adalah penelitian hukum

kepustakaan.10 Penelitian empiris merupakan penelitian yang bertitik tola

pada data primer Lebih ditekankan pada perundang-undangan mengenai

investasi asing dalam peer to peer lending dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang

Berbasis Teknologi Informasi yang dilakukan penelitian lapangan untuk

mencari kesenjangan (gap) antara hukum yang seharusnya (das sollen)

dengan hukum yang senyatanya (das sein) dan peraturan pendukung lainnya

seperti : Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi

Elektronik, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan

10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset, 2011) h. 23

Page 20: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

11

Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Jasa Keuangan, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang

Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah

Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi

Elektronik dan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar

Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan

Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

3. Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk menjawab

semua permasalahan yang ada dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,

meliputi peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau

risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan

hakim.11 Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan

terdiri dari :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan

Transaksi Elektronik

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi

Elektronik

5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan

6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005), h.

141

Page 21: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

12

8. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang

Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik

9. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik

10. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang

Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Tebuka Dengan

Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal

11. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 tentang

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

b. Bahan Hukum Sekunder, Bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum

primer, yaitu hasil wawancara dengan beberapa informan yang memiliki

kompetensi dalam bidang fintech Peer to Peer Lending, materi dari

buku, artikel pada jurnal, publikasi media yang terdapat di internet,

hasil-hasil penelitian seperti makalah, skripsi, tesis dan disertasi.

c. Bahan Hukum Tersier, Bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekuder, seperti

kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah teknik studi kepustakaan dengan menggunakan bahan buku-buku

yang berkaitan dengan Financial Technology dan investasi asing serta

aturannya, baik staatsfundamentalnorm, staatsgrundgesetsz, formell gesetz

dan verordnung & autonome satzung.12 Serta dokumen hasil audiensi dari

Direktorat Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology

(DP3F) Otoritas Jasa Keuangan dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama

Indonesia (AFPI)

5. Teknik Pengolahan Data

12 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan, (Yogyakarta: Kanisisus,

2010), h. 41

Page 22: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

13

Pengolahan data berdasarkan dari peraturan perundang-undangan

yang dilakukan penafsiran secara sitematis secara keseluruhan peratuan

perundang-undangan yang terkait dan hasil wawancara/audiensi.

6. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis yang bersifat deskripstif

kualitatif yang berusaha menyimpulkan dengan menarik bagian atau hal

yang bersifat khusus dan berdasarkan kepada data yang bersifat umum. Dan

karenanya penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute

approach) maka dilakukan dengan menelaah undang-undang dan regulasi

yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani yang

didasari atas fakta-fakta hasil audiensi/wawancara. Teknik analisis dengan

pendekatan undang-undang untuk penelitian untuk kegiatan praktis,

membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi

dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya

atau antara undang-undang dan Undang-undang Dasar atau antara regulasi

dan undang-undang dan hasil wawancara yang mana dijadikan suatu

argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi.13

7. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti mengacu kepada

sistematika penulisan dalam Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum Tahun 2017. Supaya sesuai dengan skripsi-skripsi yang

telah ada dan tetap dalam koridor penulisan akademis.

E. Sistematika Pembahasan

Berdasarkan berbagai uraian di atas, Peneliti merumuskan rancangan

sistematika penelitian yang terdiri dari lima bab. Adapun urutan dan tata letak

masing-masing bab terdiri atas :

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, ... h. 94

Page 23: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

14

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini dikemukakan Latar Belakang Masalah

Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah, Tujuan

dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Rancangan

Sistematika Pembahasan.

BAB II : TENTANG TINJAUAN UMUM FINANCIAL

TECHNOLOGY PEER TO PEER LENDING

Bab ini berisikan Kajian Konsep dan Review Studi

Terdahulu, peneliti memaparkan kerangka konsep, sejarah

dan jenis-jenis Financial Technology khusunya Peer to Peer

Lending, teori perlindungan hukum, teori stufenbau theory,

serta review kajian terdahulu yang relevan dengan tema

penelitian dengan menganalisis persamaan dan perbedaan

studi-studi terdahulu.

BAB III : TINJAUAN UMUM INVESTASI ASING DI

INDONESIA

Bab ini berisikan tinjauan investasi asing di Indonesia, baik

sejarah, dan regulasi investasi asing.

BAB IV : REGULASI INVESTASI ASING PEER TO PEER

LENDING DI INDONESIA

Bab ini berisikan regulasi investasi asing dalam

penyelenggara peer to peer lending, seperti implementasi

dair Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun

2016 dan faktor lain yang akan diinterpretasi dengan

peraturan perundang-undangan lainnya. Dan Fatwa DSN-

MUI Nomor 117 Tahun 2018.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan Kesimpulan dan Rekomendasi dari

permasalahan dalam penelitian ini.

Page 24: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

15

BAB II

TINJAUAN UMUM FINANCIAL TECHNOLOGY

A. Kerangka Konseptual

a. Financial Technology yang selanjutnya disebut Fintech adalah inovasi

layanan dalam lembaga keuangan non bank yang memanfaatkan teknologi

informasi sebagai alat untuk menjangkau komsumennya.

b. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

(LPMUBTI) atau dikenal dengan Peer to Peer Lending (P2PL) adalah

penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi

pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian

pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem

elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

c. Pedoman Perilaku (Market Conduct) adalah seperangkat prinsip, proses,

dan panduan yang disepakati secara bersama, sukarela, dan mengikat untuk

memberikan panduan etika serta perilaku bertanggung jawab bagi

Penyelenggara yang menawarkan layanan pinjam meminjam uang berbasis

teknologi informasi.

d. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi yang selanjutnya disebut Penyelenggara LPMUBTI/P2PL adalah

badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan

mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi.

e. Penerima Pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai

utang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

Teknologi Informasi.

f. Pemberi Pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang

mempunyai piutang karena perjanjian Layanan Pinjam Mmeinjam Uang

Berbasis Teknologi Informasi.

Page 25: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

16

g. Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

yang selanjutnya disebut Pengguna adalah pemberi Pinjaman dan Penerima

Pinjaman yang menggunakan Layanan Pinjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi.

h. Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk

melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan

oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing

sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam

negeri.

B. Kerangka Teori

1. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan untuk memberikan

pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan

perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat

menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan

perlindungan hukum dengan kata lain perlindungan hukum adalah upaya

hukum yang harus dibeerikan oleh aparat penegak untuk memberikan rasa

aman baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman

dari pihak manapun.1 Adapun perlindungan hukum menurut Philipus M.

Hadjon yakni perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah

yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum yang preventif

bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan

pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan

diskresi dan perlindungan yang represif bertujuan untuk mencega terjadinya

sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.2

2. Teori Hierarki Peraturan Perundang-undangan (Stufenbau Theory)

1 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 53 2 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, … h. 54

Page 26: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

17

Hans Kelsen sebagai tokoh yang dikenal dengan salah satunya

stufenbau theory. Menurut Hans Kelsen, norma dasar (basic

norm/grundnorm) yang merupakan norma tertinggi dalam sistem norma

tersebut tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi

grundnormitu ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma

dasar yang merupakan gantungan bagi norma-norma yang berada di

bawahnya sehingga suatu norma dasar itu dikatakan presupposed.3

Teori tersebut dikembangkan oleh Hans Nawiasky murid Hans

Kelsen yang menyatakan bahwa norma hukum dalam negara selalu

berjenjang, yakni sebagai berikut:4

1. Norma fundamental negara (Staats fundamentalnorm);

2. Aturan-aturan dasar Negara/aturan pokok Negara (staatsgrundgesetz)

3. Undang-undang (formell gesetz); dan

4. Peraturan pelaksana serta peraturan otonom (verordnung & autonome

satzung).

Apabila dibandingkan dengan struktur hierarki tata hukum

Indonesia dengan menggunakan teori Nawiasky, maka struktur tata hukum

Indonesia adalah:5

1. Staatsfundamentalnorm : Pancasila (pembukaan UUD 1945).

2. Staafsgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi

Ketatanegaraan.

3. Formell Gesetz : Undang-undang

4. Verordnung en Autonome Satzung. Secara hierarkis mulai dari Peraturan

Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.

3. Tinjauan Umum Financial Technology

Financial Technology atau dalam bahasa Indonesia Teknologi

Finansial (TekFin) adalah inovasi layanan dalam lembaga non bank yang

memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat untuk menjangkau

3 Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, … h. 41 4 Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, … h. 41 5 Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, … h. 42

Page 27: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

18

konsumennya6, sedangkan menurut Agus Pribadiono, Financial

Technology merupakan perpaduan antara teknologi dan fitur keuangan atau

dapat juga diartikan inovasi pada sektor finansial dengan sentuhan teknologi

modern.7 Teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem

keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model

bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem

keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem

pembayaran.8 Maka berdasarkan penjelasan yang ada bahwa fintech

merupakan inovasi bisnis yang memanfaatkan keadaan berdasarkan

perkembangan zaman yaitu teknologi serta keadaan empiris pasar yang

mendukung inovasi tersebut.

Inovasi dalam bentuk financial technology yakni sebagai refleksi

industri keuangan terhadap dinamisnya perkembangan teknologi yang

termasuk dalam era digital yang dalam praktiknya telah memasuki segala

sendi kehidupan termasuk ekonomi baik mikro ataupun makro. Dengan

labeling bahwa orang atau perusahaan yang bergerak dalam bidang

Financial Technology merupakan perusahaan rintisan (startup) yang

memungkinkan membuka peluang berinvestasi. Peluang ini didukung

dengan adanya survei yang dilakukan oleh Google dan Temasek pada tahun

2018 bahwa pengguna internet di Asia Tenggara meningkat sebanyak lebih

dari 350 juta pengguna internet di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,

Thailand dan Vietnam, meningkat 90 juta lebih banyak dari tahun 2015. Hal

ini didukung9 secara simultan dengan ketersediaan harga handphone atau

6 I Wayan Bagus Pramana, Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Lembaga

Keuangan Non Bank Berbasis Financial Technologi Jenis Peer to Peer Lending, Jurnal Hukum:

Kertha Semaya Vol. 06 Nomor 03, h.3 7 Agus Pribadino, Transportasi Online VS Transportasi Tradisional Non-Online

Persaingan Tidak Sehat Aspek Pemanfaatan Aplikasi Oleh Penyelenggara Online, Jurnal Hukum :

Lex Jurnalica, Vol. 13 Nomor 2, h.5 8 Bank Indonesia, Teknologi Finansial. Diakses pada tanggal 14 Agustus 2019 dari

https://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/fintech/Contents/default.aspx 9 Google dan Temasek, E-conomy SEA 2018: Southeast Asia’s Internet Economy. Diakses

pada tanggal 23 Agustus 2019 dari

https://www.thinkwithgoogle.com/qs/documents/6730/Report_e-Conomy_SEA_2018_by Google

_Temasek_v.pdf

Page 28: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

19

smartphone yang terjangkau dan mulai tersedianya kecepatan dan

pelayanan telekomunikasi mobile yang dapat diandalkan. Serta survei yang

dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia),

jumlah pengguna internet Indonesia mengalami penambahan, pada tahun

2017 pengguna internet Indonesia sebanyak 143,26 juta jiwa10 dan

mengalami peningkatan sebesar 10,12% persen pada tahun 2018 sebanyak

171,17 juta jiwa.11

a. Sejarah Financial Technology

Fintech sebagai pelopor atau inovator atas transformasi terhadap

efisiensi dan efektivitas dalam bentuk digital yang merupakan sebuah

usaha rintisan atau start up. Start up dalam hal ini sebagai antitesis

pelayanan pembiayaan atau keuangan secara tradisional yang

menawarkan pelanggan berupa pelayanan yang berpusat pada

kemampuan mengintegrasikan kecepatan dan kemudahan yang

mendunia.12

Fintech hadir sebagai konsep yang modern yang mana fintech

memiliki sejarah yang dapat ditarik ke pertengahan abad 19, dimulai

pada telegram pada tahun 1838 dan kemudian atas kesuksesan

penemuan kabel translantik (kabel komunikasi bawah laut) pada tahun

1866, yang mana dua inovasi teknologi tersebut sebagai dasar atas

globalisasi finansial pada akhir abad 1800.13 Perkembangan jaman yang

membuat fintech sebagai sebuah inovasi disruptif yang menantang atau

merambat masuk ke pasar dengan mengambil sudut pandang yang

berbeda yang berperan menggantikan perusahaan incumbent. Semisal

ATM (Automatic Teller Machine) yang merupakan produk perbankan

10 Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Buletin APJII, (Edisi 33, 2019), h.5.

diakses pada tanggal 9 Agustus 2019 dari https://apjii.or.id/content/read/104/398/BULETIN-APJII-

EDISI-33---Januari-2019 11 Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Buletin APJII, (Edisi 40, 2019), h.1.

Diakses pada tanggal 9 Agustus 2019 dari

https://apjii.or.id/downfile/file/BULETINAPJIIEDISI40Mei2019.pdf 12 Bernardo Nicoletti, The Future Of Fintech, (Switzerland: Springer Nature, 2017) h.1 13 Bernardo Nicoletti, The Future Of Fintech, … h. 14

Page 29: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

20

sebagai sebuah industri yang mengadopsi lebih dulu komputer untuk

penggunaan komersial, komputer digunakan untuk meningkatkan dan

mempercepat proses yang telah ada.14 Penggunaan komputer pada

dasarnya karena kesadaran atas sektor perbankan yang rentan akan

disrupsi.15

Disrupsi menurut Prof. Clayton M. Chistensen, yang merupakan

fenomena dimana suatu produk atau layanan yang berinovasi yang

berbasis teknologi atau aplikasi yang berupa kemudahan untuk

mengakses dan biaya yang lebih murah, serta berkembang tanpa henti

menghadapi incumbent atau petahana atau dalam hal ini ialah pemain

lama yang telah mapan dalam pasar yang telah ada.16 Rhenal Kasali

menggambarkan fenomena bahwa dunia tengah mengalami shifting

yang begitu cepat dan mengejutkan yang bila dulu kita menyebutnya

sebagai change atau transformasi, kini kita menyebutnya sebagai

disruption.17

Pada dasarnya disrupsi terdapat akhir yang berbeda yakni yang

terancam kehilangan besar-besaran dan ada yang memaksa masuk

dengan pesat. Karena tidak setiap usaha yang berupa inovasi disrupstif

membawa kemenangan dan tidak setiap kemenangan pendatang

mengikuti alur disrupsi.18 Sebagai refleksi untuk meningkatkan dan

mempercepat proses yang telah ada yang dimanifestasikan menjadi

ATM dalam sektor perbankan, hal tersebut menunjukan bahwa sektor

perbankan mengikuti arus globalisasi disrupsi dengan mengurangi

intensitas pertemuan nasabah dengan pihak bank dan hal ini terbukti

mempertahankan pasar bersangkutan. Seperti yang dikatakan oleh Paul

14 Bernardo Nicoletti, The Future Of Fintech, … h. 14 15 Susanne Chishti & Janos Barberis, The Fintech Book: The Financial Technology

Handbook For Investors, Entrepreneurs and Visionaries, (Cornwal: Great Britain, 2016), h.7 16 Clayton Christensen Institute, Disruptive Innovation. Diakses pada tanggal 21 Agustus

2019 dari https://www.christenseninstitute.org/disruptive-innovations/ 17 Prof. Rhenald Kasali, Ph, D., Rumah Perubahan. Diakses pada tanggal 21 Agustus dari

http://www.rumahperubahan.co.id/wp-content/uploads/Brosur_Rumah_Perubahan_2016.pdf 18 Clayton M. Christensen, Michael E, Raynor, dkk, What Is Disruptive Innovation, diakses

pada tanggal 21 Agustus 2019 dari https://hbr.org/2015/12/what-is-disruptive-innovation

Page 30: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

21

Volcker, “the most important financial innovation that I have seen the

past 20 years is the automatic teller machine, that really helps people

and prevents visits to the bank and it a rel convenience.”19

Terkait persaingan antara perusahaan fintech dan perusahaan

incumbents, World Economic Forum (2017) menganalisis bahwa irisan

antara fintech dan perusahaan incumbents membawa ketergantungan

diantara keduanya, begitu pula dengan regulator yang harus membuat

kerangka kebijakan yang dapat mengatur, baik disisi institusi keuangan

incumbent maupun perusahaan fintech,20 yang masing-masing memiliki

mandat tersendiri terhadap pembuat regulasi. Maka dari itu Perusahaan

incumbents tidak dapat menutup mata terhadap perkembangan teknologi

apabila ingin tetap bertahan pada pasar yang telah didapatkan.

Dalam perkembangannya dari awal era fintech, dapat dibagi

menjadi 3 tahap yang pada dasarnya saling keterkaitan dan saling

memperkuat setiap tahapan selanjutnya, yakni:21

1. Dari tahun 1866 sampai tahun 1967, industri jasa keuangan, pada

masa ini terikat erat dengan teknologi akan tetapi tetap sebagian

besar merupakan industri analog. Dalam persepsi publik yaitu

sebuah periode yang disebut sebagai Fintech 1.0. sebagai contoh

Pengembangan dari World Wide Web (WWW) dan pergantian dari

telegrap dengan mesin fax dan kemudian dengan email/ pesan instan

yang meningkatkan komunikasi kesepanjang dunia, yang membuat

tahap yang lebih kuat dalam hubungan finansial.22

19 Paul Volcker, The Only Thing useful banks have invented in 20 years is the ATM. Diakses

pada tanggal 22 Agustus 2019 dari https://nypost.com/2009/12/13/the-only-thing-useful-banks-

have-invented-in-20-years-is-the-atm/ 20 Berry A. Harahap, Pakasa Bary Idham, dkk, Perkembangan Financial Technology

Terkait Central Bank Digital Currency (CBDC) Terhadap Transmisi Kebijakan Moneter Dan

Makroekonomi, BI Institute, h. 32. Di akses pada tanggal 10 September 2019 dari

https://www.bi.go.id/id/publikasi/wp/Pages/WP-2-2017.aspx 21 Douglas Arner, J. Barberis, dkk, The Evolution Of Fintech: A New Post-Crisis Paradigm,

University of Hongkong Faculty of Law, Research Paper No. 2015/047, h. 6. Diakses pada tanggal

26 Agustus 2019 dari

https://www.researchgate.net/publication/313365410_The_Evolution_of_Fintech_A_New_Post-

Crisis_Paradigm 22 Bernardo Nicoletti, The Future Of Fintech, … h. 16

Page 31: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

22

2. Dari tahun 1967, sebuah pengembangan dari teknologi digital untuk

komunikasi dan proses transaksi yang meningkat,

mentransformasikan keuangan dari sebuah analog menuju sebuah

industri digital. Tepat pada akhir tahun 1987, layanan keuangan

yang paling tidak berada di negara berkembang, yang tidak hanya

sangat mendunia, tapi juga digitalkan. Periode ini kita sebut sebagai

Fintech 2.0 yang berlangsung hingga tahun 2008. Selama periode

ini, fintech didominasi terutama oleh aturan tradisional industri

layanan keuangan yang menggunakan teknologi untuk

meningkatkan produk dan lanyanan finansial. Yang menurut Fithri

Hadi selaku Direktur Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa

Keuangan, bahwa perusahaan keuangan yang berinovasi

menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan akses pasarnya

yang mana perkembangan teknologi ini dimanfaatkan oleh

perusahaan jasa keuangan untuk mengjangkau konsumen dan juga

untuk menurunkan biaya operasional mereka.23

3. Sejak 2008 yang kita sebut sebagai Fintech 3.0, perusahaan start up

baru dan perusahaan teknologi yang didirikan telah mulai

mengirimkan produk dan layanan finansial secara langsung untuk

bisnis dan khalayak ramai. Karena perusahaan-perusahaan dan

layanan yang ditawarkan belum ada sebelumnya. Menurut Jamie

Dimon, “ratusan perusahaan start up menawarkan beragam

alternatif ke dalam perbankan tradisional.”24

Pada era sekarang yang kita kenal sebagai revolusi industri 4.0

yang mendorong sistem otomatisasi di dalam semua proses aktivitas

yang tidak dapat dihindari. Teknologi internet yang semakin masif tidak

hanya menghubungkan jutaan manusia di seluruh dunia tetapi juga telah

menjadi basis bagi transaksi perdagangan dan transportasi secara

23 Fintech 2.0 dan 3.0, Apa Bedanya?. Diakses pada tanggal 27 Desember 2019 dari

https://ekonomi.kompas.com/read/2017/09/25/183423826/fintech-20-dan-30-apa-bedanya 24 Muliaman D. Hadad, Financial Technology (Fintech) di Indonesia, Presentasi

disampaikan pada Indonesia Banking School (IBS), Indonesia 2 Juni 2017, h. 5

Page 32: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

23

online.25 Industi 4.0 yang membuat semua terkoneksi dan membagikan

informasi dengan yang lain yang memberikan keuntungan bahwa

memang informasi cepat diakses dan permintaan dapat dilakukan

dengan segera yang berarti keseluruhan terhubung dengan setiap orang

dengan mudah dan pertukaran data yang cepat.26 Maka dalam tahapan

ini akan melihat perusahaan fintech dan inisiatif fintech (asosiasi fintech)

dalam institusi finansial tradisional terkoneksi lebih intens, yakni

sistematisasi dari solusi sebuah teknologi dan integrasi dari asosiasi

fintech dalam mendirikan sistem finansial.27 Sedangkan di Indonesia,

Pertumbuhan fintech yang semakin pesat ditandai dengan terbentuknya

Asosiasi Fintech Indonesia yang telah terdaftar secara sah sebagai badan

hukum sejak 10 Maret 2016.28 Asosiasi Fintech Indonesia hadir sebagai

wadah yang menghimpun perusahaan dan institusi para pelaku sektor

jasa keuangan yang menggunakan kemajuan teknologi dalam

menjalankan usahanya.29

b. Jenis-jenis Financial Technology

Fintech menawarkan beberapa jenis usaha atau bidang yang

terintegrasi dengan teknologi, seperti payments, pinjaman (lending),

kredit, capital market, crowd funding, dan sebagainya.30 Perkembangan

teknologi yang sangat cepat yang dimanfaatkan para pengusaha untuk

25 Dr. Slamet Rosyadi, Revolusi Industri, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Jenderal Soedirman. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019 dari

https://www.researchgate.net/publication/324220813_REVOLUSI_INDUSTRI_40 26 Jan Schlechtendahl, Matthias Keinert, dkk, Making Existing Production Systems Industry

4.0- ready. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019 dari

https://www.researchgate.net/publication/267271828_Making_existing_production_systems_Indu

stry_40-ready 27 Bernardo Nicoletti, The Future Of Fintech, … h. 18 28 Berry A. Harahap, Pakasa Bary Idham, dkk, Perkembangan Financial Technology

Terkait Central Bank Digital Currency (CBDC) Terhadap Transmisi Kebijakan Moneter Dan

Makroekonomi, BI Institute, h. 13. Di akses pada tanggal 26 Agustus 2019 dari

https://www.bi.go.id/id/publikasi/wp/Pages/WP-2-2017.aspx 29 Fintech Indonesia. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2019 dari https://fintech.id/about-

us/ 30 KPMG, 2018 Fintech100: Leading Global Fintech Innovators. Diakses pada tanggal 28

Agustus 2019 dari https://h2.vc/wp-content/uploads/2018/11/Fintech100-2018-Report_Final_22-

11-18sm.pdf

Page 33: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

24

melakukan perubahan yang mengikuti perkembangan jaman

menghasilkan jenis usaha baik inovasi baru ataupun meningkatkan daya

saing dengan menggabungkan teknologi ke dalam kegiatan usaha demi

menjaga pasar yang telah dikuasai. Dengan melihat jika sebuah

teknologi seperti mempunyai potensi untuk membantu konsumen dan

membuat hidup konsumen lebih mudah, maka ada kesempatan yang

bagus untuk akan diadopsi oleh perusahaan.31 Jenis-jenis Industri fintech

diklasfikasikan oleh OJK sebagai berikut32:

1. Deposit & Lending, usaha ini berupa peer to peer lending dan

underwriting platform, seperti platform Amartha, Danakita,

Crowdo, Investree, Modalku.

2. RegTech merupakan model pengawasan aturan yang dinamis untuk

jaringan keuangan.33 Berbeda perspektif dalam regtech di indonesia

yang merupakan smart legal tool yang menggunakan teknologi

inovatif untuk membantu masyarakat dan bisnis pada umumya

memahami dan patuh terhadap peraturan yang berlaku.34 Di

Indonesia sudah ada asosiasi yang mewadahi perusahaan regtech

dan juga Legaltech yang bernama IRLA (Indonesian Regtech and

Legaltech Association). IRLA sendiri memiliki misi untuk

meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kepatuhan hukum

melalui berbagai inovasi yang telah dikembangkan oleh perusahaan

yang bergerak dalam bidang ini di Indonesia. Usaha berupa audit,

risiko dan regulatory compliance software, seperti platform

Lawbale.

31 Derek Corcoran, Avoka – An Overnight Success, 13 Years In The Making, dalam Susanne

Chishti & Janos Barberis, The Fintech Book: The Financial Technology Handbook For Investors,

Entrepreneurs and Visionaries, (Cornwal: Great Britain, 2016), h. 214 32 Dr. Widyo Gunadi, Regulasi Fintech Pada Era Industri 4.0. Presentasi disampaikan pada

Politeknik Negeri Surabaya, Indonesia 9 Nopember 2018, h. 7 33 Susanne Chishti & Janos Barberis, The Fintech Book: The Financial Technology

Handbook For Investors, Entrepreneurs and Visionaries, … h. 12-13 34 Daily Socialid, Perusahaan Teknologi Bidang Hukum Inisiasi Pendirian Asosiasi

Regtech dan Legaltech Indonesia. Diakses pada tanggal 2 September tahun 2019 dari

https://dailysocial.id/post/asosiasi-regtech-dan-legaltech-indonesia

Page 34: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

25

3. Personal Finance, fintech jenis ini ingin membuat keuangan pribadi

lebih baik, lebih mudah diatur, lebih transparant, lebih berguna dan

lebih terjangkau untuk pengguna.35 Hal ini dikarenakan kebutuhan

mendesak untuk membuat perencanaan keuangan oleh masyarakat.

Platform ini dibuat untuk mendapatkan informasi yang dicari

dengan cepat terkait berapa banyak uang yang telah dikeluarkan

pada semua financial account dan langsung dikalkulasikan.36

Konsumen atau pengguna dapat langsung memasukkan transaksi

pemasukan/ pengeluaran yang telah dilakukan berupa nominal dan

keterangan penggunaan dan bukti transaksi berupa foto, serta

konsumen dapat melihat laporan hasil rekapitulasi transaksi

keuangan.37 Seperti platform Jojonomic, yang merupakan platform

produktivitas bisnis untuk mempermudah mengelola perusahaan

dengan gabungan aplikasi HR, Payroll, expense dan business travel

management sebagai solusi dalam pengelolaan administrasi HR &

Finance yang akurat, real-time dan mudah digunakan kapanpun

dimanapun.38

4. Payments adalah platform pembayaran yang diintegrasikan dengan

teknologi dalam bentuk e-money. Payment yang merupakan solusi

cashless payment yang mana uang dapat ditransfer melalui sebuah

perangkat tanpa kontak seperti telepon seluler, smartphone atau wifi,

yang dapat digunakan di restoran atau toko lainnya, yang hanya

apabila toko tersebut telah menyediakannya.39 Seperti platform,

Gopay, Ovo, Cashlez, Kartuku, Espay, Dana.

35 Oanh Truong, How Fintech Industry Is Changing The World, (Tesis S-2 Program Bisnis

Management, Centria University) h. 31 36 Tim Maurer, Level: Can A Budgeting App Change The Way We Bank?. Diakses pada

tanggal 4 September 2019 dari https://www.forbes.com/sites/timmaurer/2015/05/22/level-can-a-

budgeting-app-change-the-way-we-bank/#7b5a56d27b93 37 OJK, Perlindungan Konsumen Pada Fintech, h. 45. Diakses pada tanggal 11 September

2019 dari

https://konsumen.ojk.go.id/MinisiteDPLK/images/upload/201807131451262.%20Fintech.pdf 38 Diakses tanggal 4 September 2019 dari https://jojonomic.com/ 39 Wen Cao, Fintech Acceptance Research in Finland – Case Company Plastc. Thesis S-2,

information and Secvice Economy Aalto University, 2016), h.9

Page 35: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

26

5. Insurance, banyak perusahaan asuransi yang masih memegang

model bisnis berdasarkan memupuk resiko, menghitung harga rata

rata dan menghasilkan pendapatan premi bruto yang mana diancam

eksistensinya oleh teknologi digital.40 Asuransi yang memanfaatkan

teknologi digital merupakan alternative jaminan, claims, distribusi

dan platform pialang yang memotong biaya dalam pelaksanaan

dengan mengandalkan platfom sebagai fasilitas modern.

6. Capital Market, yaitu layanan sekuritas pasar modal atau saham

yang berbasis internet yang memudahkan dalam melakukan trading

saham atau kegiatan lainnya di pasar modal.41

7. Wealth Management, adalah investasi berkelanjutan dari seorang

yang ahli yang mana meliputi perencanaan keuangan dan jasa

keuangan yang berupa mengelola pendapatan ditambah mengelola

gaya hidup.42 Seperti platform Ngaturduit.com, Bareksa.

8. Market Provisioning, yang mana fintech akan berperan sebagai

pembanding produk keuangan yang akan mengumpulkan dan

mengoleksi data finansial untuk dijadikan referensi oleh pengguna,

ini juga dapat disebut sebagai comparison site atau financial

aggregator.43 seperti Aturduit.com, Cermati, Cekaja.com, Privyid

9. Capital Raising atau biasa disebut crowd funding (penggalangan

dana), merupakan proses mengumpulkan sejumlah uang untuk suatu

proyek atau usaha oleh sejumlah besar orang yang biasanya

dilakukan melalui platform online. Terdapat beberapa

crowdfunding, reward-based crowdfunding yang berbasis hadiah

40 Accenture, Fintech and The Evolving Landscape: Landing Points For The Industry.

Diakses pada tanggal 2 September 2019 dari https://s24708.pcdn.co/wp-

content/uploads/2017/05/Fintech_Evolving_Landscape_2016.pdf 41 Muhammad Yusuf, Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan Pinjaman

Uang Berbasis Financial Technology. (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019) h. 103 42 Peter Garlans Sina, Wealth Management Untuk Pensiun Yang Sejahtera, Jurnal

Ekonomi: Economia, Vol. 11 Nomor 2, h. 189 43 Nurul Febriani, Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perkembangan Financial

Technology (Studi pada 3 Perusahaan Financial Technoloogy Di Indonesia). (Skripsi S-1 Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan Bandung, 2018) h. 33

Page 36: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

27

atau penghargaan, donation-based crowdfunding adalah bentuk

crowdfunding tanpa imbalan, equity-based crowdfunding yaitu

bentuk crowdfunding dimana penggalang dana akan memberikan

imbalan berupa saham keapada crowd investor, revenue sharing

crowdfunding yang merupakan bentuk crowdfunding dimana emiten

mengajukan kewajiban untuk melunasi kreditur yang bervariasi dari

pendapatan atau keuntungan perusahaan.44 seperti Akseleran,

Kitabisa.com, WeCare.id

c. Pengertian Peer to Peer Lending

Peer to Peer Lending (P2PL) atau biasa disebut dengan layanan

pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang merupakan

penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan

pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan

perjanjian Pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung

melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet. Peer

to Peer Lending diatur di Indonesia dengan Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam

Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Pertemuan antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman

difasilitasi oleh penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis

teknologi informasi (penyelenggara P2PL) yang merupakan badan

hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan

layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang

termaktub dalam Pasal 1 Angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 77 Tahun 2016. Penyelenggara dapat disebut juga sebagai

intermediator mengingat penyelenggara melakukan usaha dengan cara

intermediasi. Dengan memfasilitasi pengguna untuk bertemu

44 Muhammad Afdi Nizar, Teknologi Keuangan (Fintech) : Konsep dan Implementasinya

Di Indonesia. Diakses pada tanggal 3 September 2019 dari

https://www.researchgate.net/publication/323629323_Teknologi_Keuangan_Fintech_Konsep_dan

_Implementasinya_di_Indonesia

Page 37: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

28

menyebabkan timbulnya hubungan hukum. Hubungan hukum memiliki

definisi hubungan yang terhadapnya hukum meletakkan hak pada satu

pihak dan meletakan kewajiban pada pihak lainnya.45 Penyelenggara

dalam hal ini memfasilitasi dikarenakan ketertarikan pengguna untuk

memiliki akses terhadap kondisi finansial yang lebih baik dengan aman,

transparan dan mudah.46 Pengguna P2PL dibagi menjadi dua, yakni47:

1. Pemberi pinjaman.

Pemberi pinjaman biasanya adalah individu yang mencari tingkat

pengembalian yang lebih tinggi daripada yang dapat dikumpulkan

dari akun berbunga lainnya.

2. Penerima pinjaman.

Penerima Pinjaman hanyalah warga negara indonesia (WNI),

mengingat dilakukan dengan mata uang rupiah. Penerima pinjaman

sering kali adalah individu yang mencari pinjaman untuk membiayai

kembali hutangnya dengan rate yang wajar atau usaha kecil yang

kesulitan mendapatkan pinjaman bernilai rendah dari lembaga

tradisional.

Gambar 1 : Model Peer to Peer Lending

45 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka

Publisher, 2006), h. 221 46 Bernardo Nicoletti, The Future of Fintech, … h.39 47 Evan Bakker, Peer to Peer Lending: How Digital Lending Marketplaces Are Disrupting

The Predominant Banking Model. Diakses pada tanggal 11 September 2019 dari

https://www.businessinsider.com/peer-to-peer-lending-how-digital-lending-marketplaces-are-

disrupting-the-predominant-banking-model-2015-5?IR=T

Page 38: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

29

Fintech P2PL merupakan sebuah disrupsi inovasi dari bisnis

pinjaman yang tidak efisien, seperti suku bunga yang tidak individual,

biaya penjaminan pinjaman yang tinggi, pilihan pinjaman yang

mengambil beberapa bulan dan bisnis kecil yang pada dasarnya tidak

tersentuh oleh bank.48 Fintech P2PL lebih murah biaya operasinalnya

daripada bank dan modal yang diminta juga lebih sedikit dan

memfasilitasi orang perseorangan dan/atau small and medium-sized

enterprises (SMEs) atau usaha kecil dan menengah (UMKM). Di

negara-negara berkembang, perusahaan fintech P2PL membantu

menjangkau populasi underbanked yang diharapkan dapat menjangkau

populasi unbanked dalam jangka panjang.49

Bill Gates mengatakan:

“The World Needs Banking Secvices But Not Necessarily Bank”

Gambar 2 : Model inovasi disruptif

48 Evan Bakker, Peer to Peer Lending: How Digital Lending Marketplaces Are Disrupting

The Predominant Banking Model. Diakses pada tanggal 8 September 2019 dari

https://www.businessinsider.com/peer-to-peer-lending-how-digital-lending-marketplaces-are-

disrupting-the-predominant-banking-model-2015-5?IR=T 49 Berry A. Harahap, Pakasa Bary Idham, dkk, Perkembangan Financial Technology BI

Institute, h. 32. Di akses pada tanggal 10 September 2019 dari

https://www.bi.go.id/id/publikasi/wp/Pages/WP-2-2017.aspx

Page 39: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

30

Penyelenggara P2PL tidak hanya yang bersifat konvensional,

akan tetapi terdapat opsi lain yakni yang berbasis syariah dengan

keseluruhan proses menggunakan prinsip syariah. Selain mayoritas

bangsa Indonesia yang merupakan muslim sebanyak 87,2%.50 Adanya

fintech P2PL syariah juga dilatarbelakangi oleh disrupsi yang mana

penyaluran biaya syariah tidak semuanya dapat dilakukan oleh

perbankan syariah dikarenakan adanya persyaratan yang tidak mampu

dipenuhi oleh UMKM.51 Melihat dari sisi modal dalam kategori UMKM

dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.

P2PL berbasis syariah diperbolehkan berdasarkan Fatwa Dewan

Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 177/DSN-

MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi

Informasi berdasarkan prinsip syariah. Ketentuan prinsip syariah untuk

P2PL ini ialah:52

1. Terhindar dari riba, gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi),

tadlis (menyembunyikan cacat), dharar (merugikan pihak lain), dan

haram.

2. Akad baku memenuhi prinsip keseimbangan, keadilan, dan

kewajaran sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

3. Akad yang digunakan selaras dengan karakteristik layanan

pembiayaan seperti al-bai’, ijarah, mudharabah, musyarakah,

wakalah bi al ujrah, dan qardh.

4. Terdapat bukti transaksi yaitu berupa sertifikat elektronik dan harus

divalidasi oleh pengguna melalui tanda tangan elektronik yang sah.

5. Transaksi harus menjelaskan ketentuan bagi hasil yang sesuai

dengan syariah.

50 Diakses pada tanggal 12 September 2019 dari https://www.indonesia.go.id/profil/agama 51 Jadzil Baihaqi, Financial Technology Peer to Peer Lending Berbasis Syariah Di

Indonesia, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah: Tawazun, Vol. 1 Nomor 2, h. 117 52 Jadzil Baihaqi, Financial Technology Peer to Peer Lending Berbasis Syariah Di

Indonesia, … h. 120

Page 40: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

31

6. Penyelenggara layanan boleh mengenakan biaya (ujrah) dengan

prinsip ijarah.

d. Pihak-pihak Yang Dapat Menjadi Penyelenggara Peer to Peer Lending

di Indonesia

Penyelenggara P2PL sebagai intermediator atau fasilitator wajib

memiliki kredibilitas kepada pengguna khususnya penerima pinjaman

supaya tidak dilanggar hak-haknya yang termaktub dalam peraturan

perundang-undangan dan akuntabilitas sebagai bentuk pengembalian

pinjaman kepada pemberi pinjaman. Penyelenggara dalam hal ini

dinyatakan sebagai lembaga jasa keuangan yakni pergadaian, lembaga

penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan

pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan

pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi

penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan,

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai

pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia,

perusahaan pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang

menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib,

serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pihak yang dapat menjadi penyelenggara adalah badan hukum

yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 77 Tahun 2016

yakni berupa:

1. Perseroan Terbatas.

Perseroan terbatas sebagai salah satu bentuk penyelenggara, dapat

didirikan dan dimiliki oleh

a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;

dan/atau

b. Warga negara asing dan/atau badan hukum asing.

2. Koperasi.

Page 41: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

32

Penyelenggara yang berbentuk badan hukum koperasi terbatas pada

jenis koperasi jasa. Koperasi Jasa ialah koperasi yang menkhususkan

kegiatannya dalam memproduksi dan memasukkan kegiatan jasa

tertentu.53 Karena berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1992 tentang Perkoperasian bahwa jenis koperasi didasarkan

pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya.

Secara empiris, tidak terdapat koperasi yang bergerak dalam bidang

P2PL ini.

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Peneliti menemukan beberapa kajian terdahulu yang berkaitan dengan

keterbukaan informasi di pasar modal, diantaranya adalah :

1. Skripsi oleh Radian Adi Nugraha54 yang berjudul Analisis Yuridis

Mengenai Perlindugan Data Pribadi Dalam Cloud Computing System

Ditinjau Dari Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Eleektronik,

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tahun 2012. Dalam Skripsi ini

peneliti membahas mengenai penerapan pasal perlindungan data pribadi

yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik yang dikaitkan dengan layanan

komputasi awan. Persamaan dengan peneletian ini, yaitu adanya kesamaan

membahas perlindungan data pribadi. Peneliti menjadikan skripsi ini

sebagai pembanding, karena substansi penulis juga tentang data pribadi.

Terdapat perbedaan mengenai penyimpanannya. Dalam skripsi diatas,

menempatkan data pribadi pada sistem komputasi awan, sedangkan

penelitian peneliti menempatkan penyimpanan secara langsung oleh

perusahaan.

53 Usman Moonti, Bahan Ajar Mata Kuliah Dasar-Dasar Koperasi, (Yogyakarta: Interpena

Yogyakarta, 2016) h.31 54 Radian Adi Nugraha, Analisis Yuridis Mengenai Perlindungan Data Pribadi Dalam

Cloud Computing System Ditinjau Dari Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik,

Skripsi S1 Kearsipan Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2012

Page 42: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

33

2. Skripsi oleh Astiti Swanitarini55 yang berjudul Analisis Faktor-Faktor

Yang Mepengaruhi Investasi Asing Langsung di Indonesia Tahun

2011-2014,Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta, tahun 2016.

Dalam skripsi ini peneliti membahas tentang faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi investasi asing langsung di Indonesia tahun 2011-2014.

Yang mengambil data sekunder dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian

Perdagangan dengan menggunakan metode dokumentasi. Persamaannya

dengan penelitian ini yaitu keduanya membahas faktor yang memengaruhi

Investasi.

Terdapat perbedaan, dalam skripsi ini membahas keseluruhan faktor-faktor

yang memengaruhi investasi asing di Indonesia dengan rentang waktu

antara 2011-2014, sedangkan penelitian ini membahas hambatan investasi

asing dalam penempatan pusat data dan pusat pemulihan bencana.

3. Artikel jurnal oleh I Wayan Bagus Pramana, Ida Bagus Putra Atmadja, Ida

Bagus Putu Sutama56 yang berjudul Peranan Otoritas Jasa Keuangan

Dalam Mengawasi Lembaga Keuangan Non Bank Berbasis Financial

Technology Jenis Peer to Peer Lending, Universitas Udayana, tahun 2018.

Dalam Jurnal ini peneliti membahas terkait analisa upaya OJK dalam

mengawasi lembaga keuangan non bank berbasis Financial Technology

jenis Peer to Peer Lending dan akibat hukum untuk yang tidak melakukan

pendaftaran dan perizinan di Otoritas Jasa Keuangan. Persamaan dengan

penelitian ini, bahwa peneliti juga menyinggung terkait dengan pendaftaran

dan perizinin yang ada di Otoritas Jasa Keuangan.

Perbedaannya terletak pada, jurnal ini membahas layanan pinjam meminjam

berbasis teknologi informasi dari aspek pengawasan, sedangkan penelitian

55 Astiti Swanitarini, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Asing

Langusng Di Indonesia Tahun 2011-2014, Skripsi S1 Kearsipan Fakultas Ekonomi, Universitas

Negeri Yogyakarta, 2016 56 I Wayan Bagus Pramana, Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Lembaga

Keuangan Non Bank Berbasis Financial Technologi Jenis Peer to Peer Lending, Jurnal Hukum:

Kertha Semaya Vol. 06 Nomor 03, 2018

Page 43: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

34

ini berfokus pada regulasi penempatan pusat data dan pusat pemulihan

bencana.

Terdapat perbedaan, dalam skripsi ini membahas keseluruhan faktor-faktor

yang memengaruhi investasi asing di Indonesia dengan rentang waktu

antara 2011-2014, sedangkan penelitian ini membahas hambatan investasi

asing dalam penempatan pusat data dan pusat pemulihan bencana.

4. Artikel jurnal oleh Lia Sautunnida57 yang berjudul Urgensi Undang-

Undang Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: Studi Perbandingan

Hukum Inggris dan Malaysia, Universitas Syiah Kuala, tahun 2018.

Jurnal ini membahas pentingnya penetapan aturan hukum yang tegas dan

komprehensif yang dapat memberikan perlindungan terhadap data pribadi

yang berlangsung melalui media elektronik di Indonesia. Persamaan dengan

penelitian ini yaitu bahwa peneliti menyinggung perlindungan data pribadi

dari aturan hukum yang telah ada di Indonesia.

Perbedaannya terletak pada, jurnal ini membahas pentingnya suatu aturan

terkait perlindungan data pribadi di Indonesia, sedangkan penelitian ini

membahas pusat data yang terkait dengan data pribadi.

57 Lia Sautunnida, Urgensi Udang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: Studi

Perbandingan Hukum Inggris dan Malaysia, Univesitas Syiah Kuala, 2018

Page 44: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

35

BAB III

TINJAUAN UMUM INVESTASI ASING DI INDONESIA

A. Sejarah Investasi Asing Di Indonesia

Semua negara selalu berusaha untuk meningkatkan pembangunan,

kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan berbeda-

beda antara negara satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu

dilakukan oleh suatu negara adalah dengan menarik sebanyak-banyaknya

investasi asing agar masuk ke negaranya.1 Upaya menarik penanaman modal

asing marak dilakukan karena penanaman modal asing lebih baik apabila

dibandingkan dengan pinjaman.2 Investasi asing sebagai cara instan untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan iklim berinvestasi di suatu

negara.

Investasi merupakan bentuk dari sebuah fasilitas yang disediakan oleh

suatu negara untuk membuka rongga bidang-bidang yang dapat diisi oleh orang

perseorangan atau badan hukum dalam lingkup privat untuk dapat menanamkan

modalnya. Hal ini senada dengan Ida Bagus Rahmadi Supanca yang

memberikan pengertian investasi sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh

orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person), dalam

upaya meningkatkan dan atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang

berbentuk tunai (cash money), peralatan (equipment), aset tak bergerak, hak

kekayaan intelektual, maupun keahlian.3

Keberadaan penanaman modal pertama kali diawali dengan meletusnya

revolusi industri di Eropa pada 1760, khususnya di Inggris dan kemudian

menjalar ke Amerika pada 1860. Sebelum meletusnya revolusi industri keadaan

masyarakat sangat memprihatinkan terlebih para pekerja industri dikuasai oleh

tuan tanah, terlebih kegiatan perekonomian pada waktu itu diatur secara ketat

1 Ahmad Yulianto, Peranan Mulitlateral Invesment Guarantee Agency (MIGA) dalam

kegiatan Investasi, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 5 Tahun 2003, h. 39 2 Yulianto Syahyu, Pertumbuhan Investasi Asing di Kepulauan Batam: Antara Dualisme

Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 5 Tahun 2003, h. 46 3 Ida Bagus Rahmadi Supanca, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di

Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006), h. 2

Page 45: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

36

oleh negara sehingga masyarakat pada masa itu menginginkan adanya suatu

struktur baru yang dapat mengikutsertakan mereka dalam kegiatan

perekonomian yang telah diatur oleh negara bertehun-tahun lamanya. Hal itu

pula yang menjadi alasan pertimbangan terjadinya demonstrasi dan

pemberontakan para pekerja waktu itu, sehingga melahirkan sistem baru

dimana masyarakat atau pihak swasta mulai diperkenankan untuk ikut serta

dalam kegiatan perekonomian negara. Dengan keikutsertaan pihak swasta

dalam kegiatan perekonomian negara itulah menandai awal mulanya

penanaman modal atau investasi dari pihak swasta ke dalam bidang industri.4

Sejarah penanaman modal asing di Indonesia telah dimulai sejak jaman

kolonialisasi oleh Belanda yang dikenal pertama kali melalui kebijaksanaan

pemerintah hindia-belanda yang mempekenankan masuknya modal asing Eropa

untuk menanamkan usahanya dalam bidang perkebunan pada tahun 1870.5

Dengan adanya agrarische wet pada tahun 1870, memungkinkan tanah-tanah

pertanian yang dahulunya tertutup mulai dibuka, dan keberadaan peraturan

tersebut juga memungkinkan penanaman modal asing khususnya yang datang

dari Eropa yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah Hindia-

Belanda mulai diizinkan untuk melakukan usahanya di Indonesia.6 Akan tetapi

keberadaan investasi asing ini sebagai bentuk upaya pemerintahan Hindia-

Belanda semata-mata hanya untuk mendapatkan keuntungan karena

orientasinya bukan untuk rakyat. Tujuan dari penanaman modal asing di masa

kolonial didedikasikan untuk kepentingan pihak penjajah dan bukan untuk

kesejahteraan bangsa Indonesia.7 Kemudian transisi kolonialisasi dengan

hadirnya pemerintahan jepang yang membuat iklim investasi menjadi kacau

yang menyebabkan penanaman modal terhenti dan mulai menghancurkan

struktur yang telah dibangun oleh pemerintah Hindia-Belanda.

4 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.

4 5 Jochen Roppke, Kebebasan Yang Terhambat; Perkembangan Ekonomi dan Perilaku

Kegiatan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1986), h. 157 6 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, … h. 16 7 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, … h. 1

Page 46: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

37

Indonesia setelah mengalami masa kolonialisasi yang agak panjang,

pada awal kemerdekaannya mencoba untuk melaksanakan pembangunan

ekonomi yang mana peran negara sangat sulit diharapkan sepenuhnya untuk

dapat membiayai sendiri pembangunan yang akan dilakukan, kenyataan

menunjukkan bahwa tingkat ketersediaan modal yang dimiliki sangat tidak

mencukupi untuk dapat melaksanakan pembangunan nasional. Perkembangan

investasi atau penanaman modal asing paska kemerdekaan dimulai dari Kabinet

Ali Sastroamdjojo Pertama (1952-1953) Indonesia yang dipimpin oleh Ir.

Soekarno yang merupakan bapak proklamator yang kemudian menjabat

presiden pertama Indonesia, dengan mempersiapkan peraturan untuk menarik

penanaman modal asing di Indonesia, namun peraturan ini belum sempat

diajukan ke parlemen oleh karena jatuhnya kabinet ini. Pada kabinet Ali

Sastroamdjojo kedua, tepatnya pada tahun 1953 mengajukan kembali Rencana

Undang-Undang Penanaman Modal Asing, yang mengandung syarat-syarat

sedemikian rupa, agar jangan sampai penanaman modal asing menghambat

pembangunan masyarakat Indonesia. Rencana Undang-Undang Penanaman

Modal Asing ini juga tidak memperoleh persetujuan parlemen.8

Selanjutnya Kabinet Karya dibawah PM Djuanda mengeluarkan

Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing.

Akan tetapi kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda membuat

undang-undang ini jadi tak berarti yang ditambah masih kentara masalah politik

dalam menegakkan negara yang baru merdeka, keamanan dalam negeri

dikarenakan adanya gerakan atau aksi tentara Belanda yang masih ingin

mencoba menjajah Indonesia.9 Hingga munculnya Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1960 yang menggantikan

Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 pun tidak mempunyai arti lebih baik

mengingat pemerintah melakukan nasionalisasi modal dari Amerika dan Inggris

sebagai dampak konfrontasi dengan Malaysia. Amerika dan Inggris dianggap

8 C.F.G Sunarjati Hartono, Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal

Asing di Indonesia, (Bandung: Binatjipta, 1972), h.3 9 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, ... h. 19-20

Page 47: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

38

sebagai pendukung utama pembentukan Negara Malaysia, yang oleh

pemerintah Soekarno dianggap neo kolonialisme dan neo imperialisme karena

politik luar negeri Indonesia pada waktu itu anti barat.10 Hal ini sejalan dengan

perkataan Thee Kian Wie “Seperti kebanyakan kaum nasionalis Indonesia

lainnya, para pembuat kebijakan ekonomi di masa awal kemerdekaan amat

terpikat oleh cita-cita kaum sosialis. Mereka menolak kapitalisme karena

kapitalisme diasosiasikan dengan kekuasaan kolonial.”11

Drama nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing berakhir saat

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman

Modal asing yang diberlakukan pada masa orde baru yang berisi insentif dan

jaminan kepada calon investor asing. Materil undang-undang tersebut juga

termasuk masa bebas pajak dan jaminan tidak adanya nasionalisasi, kecuali

dianggap perlu bagi kepentingan nasional dengan kompensasi penuh sesuai

hukum internasional yang berlaku (Sadli 1972: 204).12 Investasi asing di

Indonesia mendapatkan angin segar, karena setelah Tiga bulan diberlakukan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, Freeport Sulphur Incorporated menjadi

perusahaan asing pertama yang menandatangani kontrak dengan pemerintah

orde baru dengan menandatangani sebuah kontrak karya untuk mengeskplorasi

dan menambah cadangan emas dan tembaga di Irian Jaya.13

Seiring dengan perubahan perekonomian global dan keikutsertaan

Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional, perlu diciptakan ilkim

penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum,

keadilan dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi

nasional, maka Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 diubah karena tidak

sesuai dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan

10 Suparji, Pengaturan Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Universitas Al Azhar

Indonesia, 2010), h. 89-90 11 Thee Kian Wie, Pelaku Berkisah: Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an, (Jakarta:

Kompas, 2005), h.xxix 12 Thee Kian Wie, Pelaku Berkisah, … h. 1 13 M. F. Mukhti, Riwayat Masuknya Modal Asing Ke Indonesia. Diakses pada tanggal 3

Oktober 2019 dari https://historia.id/politik/articles/riwayat-masuknya-modal-asing-ke-indonesia-

DWVy1

Page 48: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

39

pembagunan hukum nasional khususnya bidang penanaman modal. Maka

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal hadir

sebagai integrasi peraturan yang penanaman modal asing dan penanaman modal

negeri, yang mana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman

Modal Dalam Negeri juga ikut dicabut.

B. Pengaturan Regulasi Investasi Asing

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Penanaman modal menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian

nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, mendorong pembangunan

ekonomi kerakyatan. Dan tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya

dapat tercapai bila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman

modal dapat diatasi, antara lain: perbaikan koordinasi antara instansi

pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian

hukum dibidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing

tinggi, iklim usaha yang kondusif dibidang ketenagakerjaan dan keamaan

berusaha. Hal inilah yang mendasari digantikannya Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang

Nomorr 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970.14

Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal,

baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing

untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia beradasarkan Pasal

1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Sedangkan penanaman

modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di

wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal

asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang

14 Rahayu Hartini, Analisis Yuridis Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal, Jurnal Humanity Vol. 4 No. 1 Tahun 2009, h. 48

Page 49: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

40

berpatungan dengan penanam modal dalam negeri, sebagaimana termaktub

dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Yang

melaksanakan penanaman modal asing merupakan perseorangan warga

negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan

penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 bahwa

penanam modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan

hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah negara Republik

Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Selanjutnya dalam

Pasal 5 ayat (3), penanaman modal dalam negeri dan asing yang melakukan

penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan :

a. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;

b. Membeli saham; dan

c. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 yang mengamanatkan

setiap penanam modal baik penanam modal dalam negeri dan penanam

modal asing yang berbentuk perseroan terbatas yang diatur lebih lanjut

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Adapun dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 diatur permodalan

yakni dalam Pasal 32 bahwa Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp.

50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Aturan permodalan ini telah diatur oleh

pemerintah dengan menerbitkan aturan yang lebih fleksibel yakni Peraturan

Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar

Perseroan Terbatas yang mengatur besaran modal dasar Perseroan Terbatas

ditentukan berdasarkan kesepakatan para pendiri Perseroan Terbatas. Akan

tetapi masih dalam frame peraturan yang sama yakni Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007, terdapat kegiatan usaha tertentu yang dapat

menentukan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada

Page 50: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

41

ketentuan modal dasar yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007.

3. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha

Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di

Bidang Penanaman Modal

Penanaman modal baik penanam modal dalam negeri dan/atau

penanam modal asing memerlukan pembatasan dan persyaratan dalam

percepatan pembangunan dengan tetap melindungi bagi usaha mikro, kecil

dan menengah, serta koperasi dan berbagai sektor strategis nasional serta

meningkatkan daya saing ekonomi dalam menghadapi masyarakat Ekonomi

ASEAN dan dinamika globalisasi ekonomi, dipandang perlu mengganti

ketentuan mengenai daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha

yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal. Bidang usaha

yang dalam aturan ini terdiri dari:

a. Bidang Usaha Yang Terbuka;

b. Bidang Usaha Yang Tertutup; dan

c. Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan.

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu dalam Pasal

2 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 yaitu:

a. Batasan kepemilikan modal asing;

b. Lokasi tertentu;

c. Perizinan khusus;

d. Modal dalam negeri 100% (seratus persen) dan/atau

e. Batasan kepemilikan modal dalam kerangka kerjasama Association of

Southeast Asiang Nations (ASEAN)

Page 51: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

42

BAB IV

REGULASI INVESTASI ASING DALAM PENYELENGGARA LAYANAN

PINJAM MEMIMJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

A. Analisis Yuridis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016

tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

Otoritas Jasa Keuangan sebagai instansi yang memiliki fungsi

menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi

terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan berdasarkan Pasal

5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Salah satu kegiatan jasa keuangan yang dibawah pengaturan dan pengawasan

OJK berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 adalah

kegiatan jasa keuangan di sektor lembaga jasa keuangan lainnya. Pasal 2 ayat

(1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan bahwa Penyelenggara P2PL dinyatakan

sebagai lembaga jasa keuangan lainnya. Atas dasar tersebut, OJK berhak

berdasarkan kewenangannya menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

Teknologi Informasi. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini sebagai jaring

pengaman untuk pelaku usaha dalam menjalankan usaha P2PL.1

Selain kewenangan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2011, OJK untuk pendaftaran dan perizinan terkait fintech p2pl diberikan

kewenangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 25

Ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, “Perusahaan penanaman

modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki

kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang”

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 yang hadir

sebagai kebutuhan mendesak yang akan realitas yang dihadapkan Era 4.0 yang

1 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan dan

Pengawasan Financial Technology (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 27 November

2019 di Wisma Mulia 2

Page 52: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

43

membuat keseluruhan aktivitas dapat diintegrasikan dengan teknologi yang

dalam hal ini pinjam meminjam telah memasuki tahap disrupsi inovatif yakni

fintech P2PL. Adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan merupakan salah satu

langkah yang tepat dan harus ditaati oleh para penyelenggara P2PL secara

keseluruhan mengingat Indonesia menganut prinsip civil law yang

mengedepankan adanya peraturan kemudian baru dapat dilaksanakan. Hal ini

merupakan hal yang baik sebagai dasar perlindungan hukum baik pada lingkup

preventif ataupun represif. Keadaan mendesak yang dijelaskan dalam

penjelasan umum Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016,

mengakibatkan substansinya kurang komprehensif sehingga perlindungan

hukumnya kurang maksimal.

Secara norma hukum bahwa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

77 Tahun 2016 ini bernafaskan norma individual-konkret yaitu suatu norma

hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang-orang tertentu dan

perbuatannya bersifat konkret.2 Norma individual dapat dilihat pada subyek

yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yakni Penyelenggara

yang telah terdaftar sebagai anggota asosiasi yakni AFPI (Asosiasi Fintech

Pendanaan Bersama Indonesia) atau penyelenggara yang telah terdaftar atau

terizin baik berdasarkan modal dalam negeri atau joint venture. Penyelenggara

P2PL yang terdaftar dan terizin merupakan penyelenggara yang legal

berdasarkan hukum. Hal ini didukung dengan pernyataan Juru Bicara OJK,

Sekar Putih Djarot bahwa OJK hanya dapat memberikan tindakan tegas untuk

penyelenggara yang telah terdaftar atau berizin, sedangkan untuk yang ilegal

dilakukan penindakan oleh Satuan Tugas Waspada Investasi yang menaungi 13

kementerian dan lembaga.3

AFPI sebagai satu-satunya asosiasi yang ditunjuk oleh OJK berdasarkan

S-5/D.05/2019 dengan Latar belakang penunjukan tersebut bahwa sebelum

2 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,

(Jakarta: Kanisius, 2013), h. 29 3 OJK: Penagihan Fintech Legal Tak Sesuai Aturan Bisa Dicabut Izinnya. Diakses pada

tanggal 27 November 2019 dari https://tirto.id/ojk-penagihan-fintech-legal-tak-sesuai-aturan-bisa-

dicabut-izinnya-ee4J

Page 53: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

44

adanya AFPI, secara fungsi AFPI berada dibawah AFTECH (Asosiasi Fintech

Indonesia) yang mana anggota dari AFTECH sebanyak 50% bergerak dalam

bidang fintech P2PL. Untuk mempermudah organisasi fintech P2PL maka AFPI

dipisah menjadi entitas tersendiri.4 Pada saat penunjukan AFPI sebagai asosiasi,

OJK melihat bahwa hanya AFPI yang dapat menjadi asosiasi untuk mewadahi

para penyelenggara P2PL yang saat bersamaan terdapat AFTECH dan AFSI

(Asosiasi Fintech Syariah Indonesia). karena apabilia dilihat dari ketiga asosiasi

tersebut, AFPI merupakan asosiasi yang memfokuskan pada fintech P2PL

selain dari nama dan perilaku pasar yang dikeluarkan.5

Sinergi antara OJK selaku regulator dan AFPI selaku asosiasi, terkait

dengan aturan yang berlaku untuk para penyelenggara P2PL. OJK mengatur

terkait dengan framework (garis besar) dan AFPI untuk perilaku pasar yang

bersifat teknis berdasarkan perkembangan riset terkait dengan kebutuhan

industri yang dilihat dari masalah-masalah di lapangan yang merupakan salah

satu usaha untuk proaktif membantu OJK dalam meregulasi fintech P2PL.6 Pun

juga didasari bahwa saat pembentukan Departemen Fintech di OJK,

departemen tersebut telah menentukan industri fintech P2PL ini akan lebih

banyak dilakukan sesuai dengan market conduct (perilaku pasar). Dan

karenanya harapan OJK agar ketentuan dan praktik didasarkan atas kebutuhan

industri, layaknya idiom dari industri untuk industri.

Fintech P2PL ada yang legal dan ilegal. P2PL ilegal sangat jelas dan

meyakinkan bahwa tidak mempunyai itikad baik sebagai penyelenggara P2PL

untuk melakukan usaha di Indonesia dengan tidak melakukan pendaftaran atau

perizinan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan AFPI. P2PL ilegal menghindari

ketentuan-ketentuan yang dapat merestriksi aktivitas penyelenggara. Hal ini

selaras dengan aduan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Pada 23

4 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Pengurus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama

Indonesia (AFPI), pada tanggal 18 November 2019 di Kantor AFPI 5 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan dan

Pengawasan Financial Technology (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 27 November

2019 di Wisma Mulia 2 6 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Pengurus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama

Indonesia (AFPI), pada tanggal 18 November 2019 di Kantor AFPI

Page 54: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

45

Maret tahun 2019, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengumumkan telah

menerima sekitar 3000 pengaduan terkait permasalahan penyelenggaran fintech

P2PL yang telah mereka terima sejak Mei tahun 2018. Berdasarkan pengaduan-

pengaduan tersebut, LBH Jakarta menemukan banyak pelanggaran hukum dan

hak asasi manusia yang dialami oleh korban pengguna aplikasi pinjaman online

atau fintech P2PL ini, sebagian besar mengalami tindak pidana yang dilakukan

oleh penyelenggara dan pihak-pihak yang bekerja sama dengan penyelenggara

aplikasi fintech P2PL, hal itu meliputi, namun tidak terbatas pada :

1. Penyebaran data pribadi melalui media elektronik (Pelanggaran Pasal 32 jo

Pasal 48 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik & Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika

Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi)

2. Pengancaman (Pasal 368 KUHP)

3. Penipuan (Pasal 378 KUHP)

4. Fitnah (Pasal 311 ayat (1) KUHP)

5. Pelecehan seksual melalui media elektronik (Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45

Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik).7

Berdasarkan hasil investigasi OJK dalam permasalahan ini bahwa

banyaknya debitur yang menjadi korban dalam masalah ini merupakan

pengguna aplikasi pinjaman yang tidak legal atau tidak terdaftar izin usahanya

di OJK. AFPI sebagai asosiasi menghimbau kepada masyarakat untuk sadar dan

melihat pada platform tersebut biaya bunga yang dikenakan, suku bunga dan

layanannya untuk apa saja serta adakah customer service berserta kantor dari

penyelenggara tersebut.8 Selain dibutuhkan kesadaran dari masyarakat,

tindakan represif dilakukan oleh Satgas Waspada Investasi yang dibentuk

berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor

01/KDK.01/2016 tanggal 1 Januari 2016 yang bekerja sama dengan

7 Laporan LBH Jakarta, Tindak Pidana Korban Pinjaman Online. Diakses pada tanggal 27

November 2019 dari https://www.bantuanhukum.or.id/web/laporan-tindak-pidana-korban-pinjol/ 8 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Pengurus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama

Indonesia (AFPI), pada tanggal 18 November 2019 di Kantor AFPI

Page 55: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

46

Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika,

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kejaksaan, Kepolisian

RI dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang telah melakukan

koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika

(Kemenkominfo), hingga pertengahan Maret 2019, sudah memblokir 803

fintech illegal.9 Sedangkan disebutkan pada sumber lain, bahwa Satgas

Waspada Investasi telah memblokir situs ataupun aplikasi sebanyak 1.773

fintech ilegal.10

Hegemoni P2PL illegal pada pasar aplikasi dalam hal ini yakni Google

Play atau yang lebih akrab disebut PlayStore milik perusahaan raksasa Google

merupakan hal yang wajar. Mengingat tidak sulit untuk pemgembang aplikasi

mendaftarkan aplikasinya untuk dipublikasikan di PlayStore. Hanya dengan

mengunjungi Google Play Console11 dengan cara membuat akun google baik

yang telah ada atau buat akun baru, menyetujui persyaratan distribusi

pengembang Google Play12, membayar biaya pendaftaran dan melengkapi data

akun. Selanjutnya hanya mengikuti langkah yang tergolong mudah untuk

memasukkan aplikasi ke PlayStore13, maka dengan adanya hal tersebut, akan

sulit untuk melakukan upaya preventif terhadap P2PL illegal. Fintech ilegal

pada dasarnya mempunyai ciri-ciri:14

1. Tidak memiliki izin resmi.

9 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan dan

Pengawasan Financial Technology (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 27 November

2019 di Wisma Mulia 2 10 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan dan

Pengawasan Financial Technology (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 27 November

2019 di Wisma Mulia 2 11 Google Play Console. Diakses pada tanggal 29 November 2019 dari

https://play.google.com/apps/publish/signup/ 12 Google Play, Google Play Developer Distribution Agreement. Diakses pada tanggal 29

November 2019 dari https://play.google.com/about/developer-distribution-agreement.html 13 Klik Mania, Cara Mempublikasikan Aplikasi Sendiri Ke Google Play Store Terbaru.

Diakses pada tanggal 29 November 2019 dari https://www.klikmania.net/cara-mempublikasikan-

aplikasi-ke-google-play-store/ 14 Siaran Pers Nomor SP 05/VII/SWI/2019, Otoritas Jasa Keuangan dan Bareskrim Polri

Sepakat berantas Fintech Peer to Peer Lending ilegal dan Investasi ilegal. Diakses pada tangal 29

November 2019 pada pukul https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/Siaran-

Pers-OJK-dan-Bareskrim-Polri-Sepakat-Berantas-Fintech-Peer-To-Peer-Lending-Ilegal-dan-

Investasi-Ilegal.aspx

Page 56: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

47

2. Tidak ada identitas dan alamat kantor yang jelas.

3. Pemberian pinjaman sangat mudah.

4. Informasi bunga dan denda tidak jelas.

5. Bunga tidak terbatas.

6. Denda tidak terbatas

7. Penagihan tidak batas waktu

8. Akses ke seluruh data yang ada di ponses

9. Ancaman teror kekerasan, penghinaan, pencemaran nama baik,

menyebarkan foto/video pribadi.

10. Tidak ada layanan pengaduan.

Sebelum menjadi terdaftar di OJK, ada beberapa Checklist Permohonan

Pendaftaran Penyelenggara LPMUBTI, dalam formulir tersebut mengharuskan

adanya Rekomendasi dari AFPI. Prasayarat ini merupakan hal wajib karena

AFPI sebagai satu-satunya asosiasi P2PL yang ditunjuk oleh OJK. Proses agar

dapat dirilis surat rekomendasi, penyelenggara harus ikut seminar dan

sertifikasi dasar mengenai fintech P2PL yang diwajibkan untuk seluruh direksi,

komisaris dan pemegang saham. Dan harus lulus dari semua proses ini.

Sertifikasi ini dilakukan sebagai upaya Penyelenggara P2PL mendapatkan

pemahaman awal terkait ketentuan P2PL yang ada dalam pedoman perilaku.

Pun rekomendasi dari AFPI memerlukan legal dokumen lain dan penyelenggara

diundang untuk melakukan audiensi terkait pengecekan rekam jejak. OJK

memandatkan kepada AFPI bahwa OJK ingin semua platform yang terdaftar di

OJK atau AFPI dapat diketahui oleh anggota AFPI yang telah ada dan semua

penyelenggara dapat melihatnya. Sehingga apabila ada seseorang yang telah

dipecat Perusahaan P2PL yang dilarang dan kemudian membuka usaha P2PL

baru, hal tersebut dapat dijadikan sebuah rekam jejak kemudian diblacklist

orang tersebut. Hasil dari rekam jejak dikirim via email, dan apabila tidak

mempunyai rekam jejak yang dicek selama proses rekam jejak, maka dapat

dikeluarkan surat rekomendasi dari AFPI.15 Seluruh perusahaan yang ingin

15 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Pengurus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama

Indonesia (AFPI), pada tanggal 18 November 2019 di Kantor AFPI

Page 57: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

48

bergerak dibidang P2PL harus melalui proses ini dan ini seleksi awal demi

terciptanya iklim usaha yang baik.

Surat rekomendasi dari AFPI pun dapat diserahkan kepada KOMINFO,

karena kominfo telah meminta untuk kerjasama dengan AFPI untuk

keseluruhan platform harus mendapatkan bukti pendaftaran PSE

(Penyelenggara Sistem Elektronik) yang merupakan tanda pengenal bahwa

penyelenggara merupakan penyelenggara berbasis sistem elektronik.

Pendaftaran PSE sangat mudah, hanya sekedar memasukkan nama perusahaan

dan kelompok bisnis, maka dapat dikeluarkan PSE. apabila platform tersebut

telah berproses di AFPI dan saat AFPI ingin mengeluarkan surat rekomendasi

maka AFPI akan kontak ke Kominfo bahwa PSE dapat diterbitkan.16 Adanya

AFPI sebagai double checking untuk mendapatkan PSE karena dikhawatirkan

penyelenggara dari yang sudah diberikan PSE ternyata membuat platform P2PL

ilegal. Tanda bukti terdaftar PSE juga merupakan salah satu syarat mendapatkan

bukti terdaftar di OJK.

AFPI sebagai asosiasi penyelenggara P2PL memiliki market conduct

atau pedoman perilaku yang mengikat semua anggota yang bergabung di

dalamnya. Dalam menegakkan pedoman perilaku tersebut, dibentuk sebuah

Majelis Etika. Platform Do-it atau PT. Glotech Prima Vista menerima teguran

tertulis dari Majelis Etika AFPI terkait pelanggaran pelampauan maksimal

pengenaan biaya 0,8% setara bunga flat/hari pada tanggal 9 Mei tahun 2019,

yang dibacakan oleh Majelis Etika AFPI. Platform wajib mengembalikan bunga

yang berlebih kepada peminjam melalui uang kembali (cashback). Bahwa

Majelis etika dalam memberikan sanksi akan berkonsultasi terlebih dahulu

mengingat majelis etika ini beranggotakan pihak independen dan pakar yang

mengetahui model dan penyelenggaraan bisnis. Penetapan bunga 0,8%

merupakan angka yang telah diperhitungkan dengan merujuk praktek yang telah

ada selain akibat dari relevansi atas refleksi terhadap fintech P2PL di Inggris,

akan tetapi dalam waktu dekat angka bunga ini akan dikaji kembali dengan

16 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Pengurus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama

Indonesia (AFPI), pada tanggal 18 November 2019 di Kantor AFPI

Page 58: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

49

melihat kondisi ekonomi, inflasi, makro ekonomi, jumlah borrowers, jumlah

transaksi yang ada dalam fintech P2PL.17 Selain Do-it, ada pula platform yang

terkena sanksi dari majelis etika AFPI, akan tetapi tidak dipublikasikan karena

berbeda klasifikasi sanksi dari majelis etika. Sanksi yang diberikan oleh majelis

etika AFPI terdiri dari 4 (empat) jenis sanksi:

1. Peringatan/teguran tertulis, peringatan ini bersifat tertutup yang mana

teguran ini langsung ke penyelenggara P2PL. Apabila telah ditanggapi

dengan itikad baik, maka sudah selesai peringatan tertulis ini.

2. Pemberitahuan kepada masyarakat dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

3. Pemberhentian keanggotan sementara.

4. Pembehentian keanggotaan secara permanen.

Hingga saat ini sudah jarang penyalahgunaan pedoman perilaku.

Adapun pelanggaran terhadap pedoman perilaku lebih banyak saat awal

tersistematisasi dan terstruktur aturan-aturan terkait dengan fintech P2PL

karena adanya pemahaman yang berbeda. Kemudian untuk meminimalisir

pelanggaran, AFPI secara intensif memberikan edukasi berupa seminar seperti

penghitungan biaya, bunga yang dikenakan, apa saja yang boleh dan tidak

boleh, dan terbukti secara gradual tingkat pelanggaran terhadap pedoman

perilaku telah menurun dan walaupun ada yang melanggar hanya sedikit dan

diinfokan oleh AFPI serta langsung disesuaikan oleh platform atau masuk

dalam kategori sanksi ke-1 (kesatu) dari AFPI.18

Pada tahun 2018, sebanyak 6 platform terdaftar yang dicoret oleh OJK,

5 fintech P2PL secara sukarela membatalkan tanda bukti terdaftar, antara lain:

1. PT Relasi Perdana Indonesia (Relasi)

Surat Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial

Technology Nomor S-615/NB.213/2018

2. PT Tunaiku Fintech Indonesia (Tunaiku)

17 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Pengurus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama

Indonesia (AFPI), pada tanggal 18 November 2019 di Kantor AFPI 18 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan dan

Pengawasan Financial Technology (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 27 November

2019 di Wisma Mulia 2

Page 59: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

50

Surat Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial

Technology Nomor S-616/NB.213/2018

3. PT Dynamic Credit Asia (Dynamic Credit)

Surat Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial

Technology Nomor S-617/NB.213/2018

4. PT Progo Puncak Group (Pinjamwinwin)

Surat Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial

Technology Nomor S-618/NB.213/2018

5. PT Karapoto Teknologi Finansial (Karapoto)

Surat Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial

Technology Nomor S-619/NB.213/201819

Pencabutan status terdaftar 4 entitas perusahaan fintech P2PL ini karena

terbukti melakukan pergantian pemegang saham tanpa persetujuan OJK. Saham

diklasifikasikan sebagai dasar daftar kepemilikan yang harus terlebih dahulu

mendapatkan persetujuan dari OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016. Yang dalam

penjelasan pasal tersebut bahwa persetujuan atas perubahan kepemilikan

Penyelenggara dilakukan untuk menilai kelayakan dan kesesuaian calon

pemilik dengan memperhatikan persyaratan yang lain. PT Tunaiku Fintech

Indonesia (Tunaiku) menurut Hendrikus Passagi, bahwa Tunaiku melanggar

ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 yakni tidak

melaporkan kinerja keuangan kepada OJK setiap 3 (tiga) bulan sekali20

sebagaimana termaktub dalam Pasal 9:

Pasal 9

(1) Penyelenggara yang telah terdaftar wajib menyampaikan laporan secara

berkala setiap 3 (tiga) bulan untuk periode yang berakhir pada tanggal 31

19 OJK Batalkan Tanda Terdaftar 5 Penyelenggara Fintech. Diakses pada tanggal 5

Desember 2019 dari https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-terkini/Pages/OJK-

Batalkan-Tanda-Terdaftar-5-Penyelenggara-Fintech-.aspx 20 Langgar Keimigrasian, OJK Cabut Status Terdaftar Fintech Danakita. Diakses pada

tanggal 5 Desember 2019 dari https://keuangan.kontan.co.id/news/langgar-keimigrasian-ojk-cabut-

status-terdaftar-fintech-danakita

Page 60: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

51

Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember kepada OJK dengan

informasi yang paling sedikit memuat:

a. Jumlah Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman;

b. Kualitas pinjaman yang diterima oleh Penerima Pinjaman berikut dasar

penilaian kualitas pinjaman; dan

c. Kegiatan yang telah dilakukan setelah terdaftar di OJK

(2) Laporan berkala setiap 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disampaikan kepada OJK paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung

sejak jatuh tempo tanggal pelaporan.

Dengan dibatalkannya tanda terdaftar 5 entitas perusahaan fintech P2PL

oleh OJK, maka PT Relasi Perdana Indonesia, PT Tunaiku Fintech Indonesia,

PT Dynamic Credit Asia, PT Progo Puncak Group, dan PT Karapoto Teknologi

Finansial harus menghentikan seluruh kegiatan layanan pinjam meminjam uang

berbasis teknologi informasi, menyelesaikan hak dan kewajiban pengguna, dan

dilarang mencantumkan logo OJK serta pernyataan terdaftar dan diawasi oleh

OJK dalam setiap kegiatannya serta OJK mengimbau masyarakat yang

merupakan Pengguna layanan tersebut untuk menghubungi perusahaan terkait

dalam rangka penyelesaian hak dan kewajiban Pengguna.21

Terdapat 1 (satu) entitas fintech P2PL yakni PT. Danakita Data Prima

(DanaKita) dicabut status terdaftarnya oleh OJK. DanaKita mendapatkan

penolakan dan pembatalan yang dituangkan dalam Surat Direktur Pengaturan,

Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology (DP3F) Nomor S-

539/NB.213/2018 tertanggal 13 Juli 2018. OJK telah melakukan pemeriksanaan

dan evaluasi pada tanggal 25 Juni 2018, serta verifikasi ke lapangan pada

tanggal 2 Juli - 4 Juli 2018 untuk mengetahui secara objektif dan lengkap tekait

kepatuhan, kepatutan, kebenaran, serta kelayakan bisnis model dan sistem

elektronik PT Danakita Data Prima.22 Dari hasil analisis tersebut, PT Danakita

21 OJK Batalkan Tanda Terdaftar 5 Penyelenggara Fintech. Diakses pada tanggal 5

Desember 2019 dari https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-terkini/Pages/OJK-

Batalkan-Tanda-Terdaftar-5-Penyelenggara-Fintech-.aspx 22 OJK Tolak dan Batalkan Tanda Terdaftar Danakita. Diakses pada tanggal 5 Desember

2019 dari https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-terkini/Pages/OJK-Tolak-

Permohonan-Izin-dan-Batalkan-Tanda-Terdaftar-Danakita.aspx

Page 61: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

52

Data Prima dinyatakan melanggar Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016:

Pasal 10

(1) Penyelenggara yang telah terdaftar di OJK, wajib mengajukan permohonan

izin sebagai Penyelenggara dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

sejak tanggal terdaftar di OJK.

(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah

berakhir, Penyelenggara yang telah mendapatkan surat tanda bukti terdaftar

dan tidak menyampaikan permohonan perizinan atau tidak memenuhi

persyaratan perizinan, surat tanda bukti terdaftar Penyelenggara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) dinyatakan batal.

(3) Penyelenggara yang surat tanda bukti terdaftarnya dinyatakan batal

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat lagi menyampaikan

permohonan pendaftaran kepada OJK.

(4) Penyelenggara yang surat tanda bukti terdaftarnya dinyatakan batal

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus menyelesaikan hak dan

kewajiban Pengguna sesuai dalam surat pernyataan rencana penyelesaian.

(5) Penyelenggara yang masih terdaftar dan menyatakan tidak mampu

meneruskan kegiatan operasionalnya, harus mengajukan permohonan

kepada OJK disertai dengan alasna ketidakmampuan dan rencana

penyelesaian hak dan kewajiban Pengguna.

Sanksi yang dikenakan kepada PT Danakita Data Prima mengakibatkan

PT Danakita Data Prima diwajibkan melaksanakan penyelesaian hak dan

kewajiban seluruh penggunanya, dilarang melakukan kegiatan usaha sebagai

Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

dan Menghentikan seluruh operasional sistem elektroniknya. PT Danakita Data

Prima juga dilarang mencantumkan logo OJK pada kantor pusat, outlet, setiap

penawaran, promosi layanan maupun media pemasaran lainnya, serta wajib

tunduk dan patuh pada perundang-undangan yang berlaku dalam

menyelesaikan hak dan kewajiban Pengguna. Atas adanya pencabutan kepada

Page 62: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

53

para penyelenggara kepada para konsumen, OJK pun mengimbau23 kepada

masyarakat yang merupakan Pengguna layanan tersebut untuk menghubungi

Perusahaan terkait dalam rangka penyelesaian hak dan kewajiban Pengguna.

Penyelenggara P2PL dapat berbentuk perseroan terbatas atau koperasi.

Penyelenggara P2PL yang diharuskan berbentuk perseroan terbatas, sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan

diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Dalam Pasal

32 bahwa Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta

rupiah). Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat

menentukan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada

ketentuan modal dasar yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007. Seperti dalam Pasal 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

77 Tahun 2016, bahwa penyelenggara yang berbentuk perseroan terbatas wajib

memiliki modal disetor paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

pada saat pendaftaran dan memiliki modal disetor paling sedikit Rp.

2.500.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) pada saat mengajukan

permohonan perizinan. walaupun telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah

Nomor 29 Tahun 2016 Tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas

yang mengatur besaran modal dasar Perseroan Terbatas ditentukan berdasarkan

kesepakatan para pendiri Perseroan Terbatas, akan tetapi karena belum ada

undang-undang fintech yang mengatur secara keseluruhan dan usaha ini

merupakan kategori padat modal bukan padat karya.

Penyelenggara yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas dapat

didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum

Indonesia dan/atau warga negara asing dan/atau badan hukum asing asing.

Kepemilikan saham penyelenggara oleh warga negara asing dan/atau badan

hukum asing, baik secara langsung atau tidak langsung paling banyak 85% dari

modal disetor dan dihitung dari jumlah lembar saham yang dikeluarkan. Hal ini

23 OJK Tolak dan Batalkan Tanda Terdaftar Danakita. Diakses pada tanggal 5 Desember

2019 dari https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-terkini/Pages/OJK-Tolak-

Permohonan-Izin-dan-Batalkan-Tanda-Terdaftar-Danakita.aspx

Page 63: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

54

untuk menyelaraskan dengan konsep hukum mengenai saham yang berlaku

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Saham dengan maksimal 85% dalam hal ini diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang

Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

Permodalan yang hanya berlaku dalam nominal tertentu dan mengharuskan

dengan dalam checklist Permohonan Pendaftaran Penyelenggara LPMUBTI

(revisi Februari 2019) selain persyaratan jumlah permodalan, warga negara

asing atau badan hukum asing juga wajib melampirkan dokumen setara Surat

Keterangan Cakap Kelakuan (SKCK) yang diterbitkan oleh otoritas asli negara

asal WNA atau badan hukum asing tersebut. Dilegalisasi oleh Kedutaan Besar

Republik Indonesia di negara asal WNA atau badan hukum asing tersebut dan

disertai terjemahan ke dalam bahasa indonesia.

Pada dasarnya, tidak ada perbedaan yang signifikan antara P2PL yang

didirikan oleh penanam modal dalam negeri dengan penanam modal asing

karena sama-sama mendirikan badan hukum Indonesia dan pada Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 bahwa semua yang terdaftar di

OJK merupakan P2PL yang sah,24 Akan tetapi dalam menempatkan pusat data

dan pusat pemulihan bencana di Indonesia berdasarkan Pasal 25 Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 merupakan suatu hal yang

memerlukan pembahasan lebih lanjut. Apabila merujuk pada Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan

Transaksi Elektronik

Pasal 21

(1) Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dapat melakukan

pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan Sistem Elektronik dan

Data Elektronik di Wilayah Indonesia dan /atau di Luar wilayah Indonesia.

(2) Dalam hal Sistem Elektronik dan Data Elektronik dilakukan pengelolaan,

pemrosesan, dan/atau penyimpanan di luar wilayah Indonesia,

24 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Pengurus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama

Indonesia (AFPI), pada tanggal 18 November 2019 di Kantor AFPI

Page 64: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

55

Penyelenggara sistem Elektronik Lingkup Privat wajib memastikan

efektivitas pengawasan oleh Kementerian atau Lembaga penegakan hukum.

(3) Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat wajib memberikan Akses

terhadap Sistem Elektronik dan Data Elektronik dalam rangka pengawasan

dan penegakkan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(4) Ketentuan mengenai pengelolaan, pemrosesan, dan penyimpanan Sistem

Elektronik dan Data Elektronik bagi Penyelenggara Sistem Elektronik

Lingkup Privat di sektor keuangan diatur lebih lanjut oleh otoritas pengatur

dan pengawas sektor keuangan.

Penyelenggara P2PL termasuk ke dalam Penyelenggara Sistem

Elektronik Lingkup Privat, yang merupakan penyelenggaraan sistem elektronik

oleh Orang, Badan Usaha, dan masyarakat berdasarkan Pasal 1 angka 6

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019. Yang sebelumnya pada Peraturan

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan

Transaksi Elektronik dalam Pasal 17 ayat (2) bahwa yang wajib menempatkan

pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia adalah

Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik. Apabila

diinterpretasikan secara sistematis dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2009, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau

pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Pelayanan publik berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2009 terdiri dari pelayanan barang publik dan jasa publik yang

berdasarkan ayat (4) Pasal tersebut bahwa pelayanan atas jasa publik meliputi:

a. Penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh

dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau

anggaran pendapatan dan belanja daerah;

Page 65: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

56

b. Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya

sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau

kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

c. Penyediaan jas publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran

pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja

daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya

bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan,

tetapi ketersediannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan

Dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang mencabut Peraturan

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan

Transaksi Elektronik menegaskan bahwa Penyelenggara P2PL merupakan

sektor privat atau penyelenggara sistem elektronik lingkup privat. Pada

dasarnya ketentuan terkait pusat data tidak terdapat perubahan melainkan hanya

diatur lebih tegas yakni diberikan kebebasan untuk menaruh pusat datanya di

dalam atau luar Indonesia. Selanjutnya bahwa PSE lingkup privat yang harus

mematuhi aturan untuk memberikan akses terhadap data saat dibutuhkan oleh

pemerintah, dimanapun lokasi pusat datanya.25

Akses terhadap data terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 2 bahwa

“Undang-undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan

hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik yang berada di

wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang

memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah

hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia” kemudian penjelasan

pasal tersebut yakni “Undang-undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak

semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau

25 Kominfo Jawab Kritik Soal Aturan Transaksi Elektronik. Diakses pada tanggal 10

Desember 2019 dari https://inet.detik.com/law-and-policy/d-4771928/kominfo-jawab-kritik-soal-

aturan-transaksi-elektronik

Page 66: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

57

dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perubatan

hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh

warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum

Indonesia mupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia,

mengingat pemanfaatan Teknologi informasi untuk Informasi Elektronik dan

Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal. Dan yang

dimaksud dengan ‘merugikan kepentingan Indonesia’ adalah meliputi tetapi

tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan

data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara,

kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.

OJK telah menjadi satu-satunya regulator yang membawahi fintech

P2PL, dan dalam Pasal 21 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019

Bahwa ketentuan mengenai pengelolaan, pemrosesan, dan penyimpanan sistem

elektronik dan Data Elektronik bagi Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup

Privat di sektor keuangan diatur lebih lanjut oleh otoritas pengatur dan

pengawas sektor keuangan. Walaupun bertentangan dengan aturan-aturan yang

berada diatasnya yang merupakan suatu kesatuan hierarki yang terdapat dalam

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan dan Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya merupakan

lembaga yang independen yang memiliki aturan yakni berupa Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan

hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan berdasarkan Pasal 8

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan. OJK dalam hal ini menanggapi26 bahwasannya hal-hal

yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan merupakan lex specialis,

karena yang diatur dalam undang-undang atau peraturan pemerintah merupakan

hal umum yang memiliki arti bukan hanya untuk fintech P2PL saja. Atas dasar

26 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan dan

Pengawasan Financial Technology (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 27 November

2019 di Wisma Mulia 2

Page 67: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

58

tersebut maka pusat data tetap harus ditempatkan di Indonesia. Lex specialis

derogat legi generalis adalah salah satu asas hukum yang mengandung makna

bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang

umum.27 Penyelenggara harus telah memiliki pusat data yang siap terhubung

dengan pusat data Asosiasi dan OJK yang terdapat di checklist perizinan, maka

checklist yang ada di OJK merupakan syarat kelengkapan atau katalisator

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016, untuk mengatur lebih

lanjut apa saja yang diperlukan baik dalam proses pendaftaran dan/atau

perizinan.

Peratuan Otoritas Jasa Keuangan memiliki sifat spesialis akan tetapi

tidak boleh bertentangan dengan aturan diatasnya yang mana dalam hal ini

peraturan pemerintah lebih tinggi. Hal ini dikarenakan adanya aturan yang

bersifat lebih general dan harus diikuti dengan peraturan dibawahnya

berdasarkan stufenbau theory yang diaplikasikan pada tataran hukum Indonesia

yang berupa hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang terdapat

dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Independensi OJK memang dapat diartikan tidak termasuk dalam

wilayah kekuasaan eksekutif dan tidak adanya campur tangan dari pihak

manapun, namun bukan berarti eksekutif dalam hal ini adalah pemerintah tidak

memiliki hubungan koordinasi dengan OJK. Kordinasi ini dilakukan dalam

rangka membentuk komitmen bersama terhadap pelaksanaan kebijakan guna

27 Letezia Tobing, Mengenai Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis. Diakses pada

tanggal 10 Desember 2019 dari

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt509fb7e13bd25/lex-spesialis-dan-lex-

genralis/

Page 68: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

59

memelihara stabilitas perekonomian dan memperkuat daya tahan perekonomian

Indonesia.28

Perlindungan terhadap data pribadi pada dasarnya setiap konsumen -

dalam hal ini peminjam- berhak atas keamanan dalam menggunakan jasa

pilihannya. Sebagai penyelenggara P2PL yang telah memiliki legalitas

walaupun hanya dalam bentuk terdaftar, tidak diperkenankan untuk mengakses

data pribadi peminjam sesuai dengan Pasal 26 Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 terkait kerahasiaan data bahwa penyelenggara

wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data

transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data

tersebut dimusnahkan dengan rentang waktu paling singkat 5 (lima) tahun

sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (3) Pemenkominfo Nomor 20 Tahun 2016

tentang Perlindugan Data Pribadi. Serta wajib diperoleh berdasarkan

persetujuan pemilik data tersebut, hal ini sesuai dengan pasal 26 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE.

Pembahasan pusat data selalu berkaitan dengan perlindungan data

pribadi yang mana perlindungan data pribadi dalam sektor teknologi belum

mempunyai peraturan perundang-undangan yang komprehensif dan memadai.

Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 bahwa setiap orang yang

dilanggar haknya dalam hal menyangkut data pribadi seseorang, maka dapat

mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan. Dalam Pasal 14 ayat (5)

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 jika terjadi kegagalan dalam

pelindungan terhadap data pribadi yang dikelolanya, Penyelenggara Sistem

Elektronik wajib memberitahukan secara tertulis kepada pemilik Data Pribadi

tersebut. Aturan lebih lanjut terkait data pribadi dalam Peraturan Menteri

Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Perlindungan

Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik dalam Pasal 36 yang hanya dikenakan

28 Anthonius Adhi Soedibyo, Kedudukan Bank Indonesia Dan Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan Perundang-Undangan Terhadap Produk Perbankan, Jurnal Lex: Kajian Hukum &

Keadilan Vol. 1 Nomor 2, 2017, h.3

Page 69: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

60

sanksi administratif. Keseluruhan sanksi administratif dan jalur perdata yang

dipakai dan diselaraskan dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa yang

mengandung materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya undang-undang,

perda provinsi dan perda kabupaten/kota. Maka berdasarkan hal tersebut

merupakan suatu urgensi untuk segera disahkannya RUU Perlindungan Data

Pribadi untuk mengikat para penyelenggara P2PL dan fintech lainnya supaya

memiliki cakupan yang lebih masif jangkauannya serta dapat dikenakan kepada

fintech yang ilegal.29

Hak perlindungan data pribadi merupakan perkembangan dari hak untuk

menghormati kehidupan pribadi atau disebut the right to private life.30 Hak

perlindungan data pribadi masuk ke dalam perlindungan hukum yang harus

dipenuhi oleh Pemerintah dalam hal apapun. Dalam penjelasan Pasal 26 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Hak pribadi mengandung

pengertian sebagai berikut:

1. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas

dari segala macam gangguan.

2. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain

tanpa tindakan meamta-matai.

3. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang

kehidupan pribadi dan data seseorang.

Dengan tidak adanya undang-undang terkait dengan perlindungan data

pribadi, maka selain tidak adanya efek jera dikarenakan hanya diatur dalam

peraturan menteri yang memiliki sanksi administratif, fintech ilegal pun tidak

dapat dijangkau dan para penyelengara P2PL ilegal akan berdalih bahwa tidak

ada aturan yang dapat mengikat mereka serta pemerintah tidak dapat melakukan

apapun atas pelanggaran tersebut. Urgensi Undang-Undang Perlindungan Data

29 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan dan

Pengawasan Financial Technology (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 27 November

2019 di Wisma Mulia 2 30 Sinta Dewi Rosadi & Garry Gumelar Pratama, Perlindungan Privasi dan Data Pribadi

Dalam Era Ekonomi Digital Di Indonesia, (Bandung : Jurnal Hukum Veritas Et Justitia, 2018), h.

94

Page 70: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

61

Pribadi sangat diperlukan untuk generalisasi, mengingat undang-undang

merupakan salah satu produk hukum dari salah satu lembaga trias politica yakni

legislatif dan undang-undang sebagai formell gesetz yang didalamnya memiliki

norma-norma yang sudah merupakan norma hukum yang lebih konkret dan

terinci serta sudah dapat langsung berlaku di dalam masyarakat. Norma-norma

hukum dalam undang-undang tidak saja norma hukum yang bersifat tunggal,

tetapi norma-norma hukum itu dapat merupakan norma hukum yang

berpasangan, sehingga terdapat norma hukum sekunder di samping norma

hukum primernya, dengan demikian dalam suatu undang-undang sudah dapat

dicantumkan norma-norma yang bersifat sanksi, baik itu sanksi pidana maupun

sanksi pemaksa.31

B. Analisis Investasi Asing Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis

Ulama Indonesia Nomor 177 Tahun 2018

P2PL berbasis syariah diperbolehkan berdasarkan Pasal 11 Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 dan terdapat dalam checklist

pendaftaran dan checklist perizinan mengenai model bisnis. Pada dasarnya tidak

ada perbedaan permodalan dalam investasi asing antara fintech P2PL

konvensional dengan fintech P2PL syariah di Indonesia. Penyelenggara P2PL

yang ingin menjalankan model bisnis syariah, harus memenuhi fatwa yang telah

dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia. Karena

selain berlandaskan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016,

penyelenggara P2PL syariah juga berpedoman pada Fatwa Dewan Syariah

Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 177/DSN-MUI/II/2018

tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan

Prinsip Syariah. AFSI yang merupakan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia

yang bergerak di bidang fintech P2PL, akan tetapi untuk penyelenggara P2PL

yang ingin terdaftar harus mendaftarkannya ke AFPI, dan AFSI hanya sebagai

salah satu wadah untuk fintech P2PL syariah serta AFSI yang turut serta

31 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,

(Jakarta: Kanisius, 2013), h. 52

Page 71: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

62

bergabung ke dalam AFPI untuk integrasi market conduct.32 Karena AFPI

merupakan satu-satunya asosiasi yang ditunjuk oleh OJK.

Dalam presentasi Dr. Oni Sahroni, terkait dengan Fatwa DSN-MUI No.

117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi

Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah, bahwa para pihak wajib mematuhi

pedoman umum sebagai berikut :

1. Penyelenggara Layanan Pinjam Pembiayaan berbasis teknologi informasi

tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah, yaitu antara lain terhindar

dari riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm, dan haram;

2. Akad Baku yang dibuat Penyelenggara wajib memenuhi prinsip

keseimbangan, keadilan dan kewajaran sesuai syariah dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

3. Akad yang digunakan oleh para pihak dalam penyelenggaraan layanan

pembiayaan berbasis teknologi informasi dapat berupa akad-akad yang

selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan, antara lain akad al-bai’,

ijarah, mudharabah, musyarakah, wakalh bi al ujra, dan qardh;

4. Penggunaan tanda tangan elektronik dalam sertifikat elektronik yang

dilaksanakan oleh Penyelenggara wajib dilaksanakan dengan syarat

terjamin validitas dan autentifikasinya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

5. Penyelenggara boleh mengenakan biaya (ujrah/rusum) berdasarkan prinsip

ijarah atas penyediaan sistem dan sarana prasarana Layanan Pembiayaan

Berbasis Teknologi Informasi; dan

6. Jika informasi pembiayaan atau jasa yang ditawarkan melalui media

elektronik atau diungkapkan dalam dokumen elektronik berbeda dengan

kenyataannya, maka pihak yang dirugikan memiliki hak untuk tidak

melanjutkan transaksi.33

32 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan dan

Pengawasan Financial Technology (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 27 November

2019 di Wisma Mulia 2 33 Oni Sahroni, Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018,

dipresentasikan pada 3rd Annual Islamic Finance Conference 5 Juli 2018. Diakses pada tanggal 16

Desember 2019 dari https://fiskal.kemenkeu.go.id/aifc2018/seminar-files/

Page 72: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

63

Pada fintech P2PL setidaknya terdapat enam jenis akad yang

diperbolehkan34 :

1. Al-bai’ (jual-beli) yaitu akad antara penjual dan pembeli yang

mengakibatkan berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan

(barang dan harga).

2. Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau

jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah.

3. Mudharabah yaitu akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal

(shahibu al maaf) yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola

(‘amil/mudharib) dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai

nisbah yang disepakati dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung oleh

pemilik.

4. Musyarakah yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu

usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi dana/modal

usaha (ra’s al maf) dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai

nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian

ditanggung oleh para pihak secara proporsional.

5. Wakalah bi al ujrah yaitu akad pelimpahan kuasa untuk melakukan

perbuatan hukum tertentu yang disertai dengan imbalan berupa ujrah

(upah).

6. Qardh yaitu akad pinjaman dari pemberi pinjaman dengan ketentuan bahwa

penerima pinjaman wajib mengembalikan uang yang diterimanya sesuai

dengan waktu dan cara yang disepakati.

Mekanisme fintech P2PL syariah pada dasarnya sama dengan fintech

P2PL konvensional, karena masih dalam satu payung hukum yakni Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016, akan tetapi terdapat

penyesuaian mekanisme dan nomenklatur berdasarkan Fatwa DSN-MUI

Nomor 117 Tahun 2018, sebagai berikut :

34 Muchamad Januar Rizki, Ada Fintech Syariah, Bagamaina Payung Hukumnya?. Diakses

pada tanggal 19 Desember 2019 dari

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ce64abd0e1bc/ada-fintech-syariah--bagaimana-

payung-hukumnya/

Page 73: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

64

1. Calon penerima pembiayaan atas dasar pengajuan pembiayaan kepada

penyelenggara P2PL;

2. Atas dasar pengajuan pembiayaan pada angka 1, penyelenggara P2PL

melakukan penawaran kepada calon Pemberi Pembiayaan untuk membiayai

pengajuan tersebut;

3. Dalam hal calon pemberi pembiayan menyetujui penawaran pada angka 2,

dilakukan akad wakalah bi al-ujrah antara penyelenggara P2PL dengan

pemberi pembiayaan;

4. Penyelenggara melakukan pembiayaan dengan penerima pembiayaan

berdasarkan akad jual-beli, musyarakat, atau mudharabah;

5. Penerima pembiayaan membayar pokok dan imbal hasil (margin atau bagi

hasil) sesuai dengan kesepakatan dalam akad;

6. Penyelenggara wajib menyerahkan pokok dan imbal hasil (margin atau bagi

hasil) kepada pemberi pembiayaan.35

Salah satu praktik yang dilarang dalam fatwa DSN-MUI Nomor 117

Tahun 2018 adalah gharar yang terdapat dalam Surah al baqarah ayat 188 :

لكم بينكم بٱلبطل وتدلوا بها موكلوا أ

ول تأ

ن أ كلوا فريقا م

م لأ ل ٱلنااس إل ٱلكا مو

نتم تعلمون ثم وأ بٱل

Artinya : “Dan janganlah (saling) memakan harta diantara kalian dengan

(cara yang) batil dan (jangan pula) membawa (urusan harta) itu kepada hakim

(untuk kalian menangkan) dengan (cara) dosa agar kalian dapat memakan

sebagahian harta orang lain, padahal kalian mengetahui.”

Di dalam ayat di atas dijelaskan bahwa apabila melakukan perniagaan

kita mestinya harus dilakukan suka sama suka agar tidak ada yang dirugikan.

Gharar adalah keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan

35 Oni Sahroni, Fatwa Desan Syariah Nasional-MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018,

dipresentasikan pada 3rd Annual Islamic Finance Conference 5 Juli 2018. Diakses pada tanggal 16

Desember 2019 dari https://fiskal.kemenkeu.go.id/aifc2018/seminar-files/

Page 74: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

65

pihak lain. suatu akad yang mengandung unsur penipuan karena tidak ada

kepastian, baik yang mengenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecil jumlah

maupun menyerahkan objek akad tersebut.36 Dalam Fatwa DNS-MUI Nomor

117 Tahun 2018, gharar adalah ketidakpastian dalam suatu akad, baik

mengenai kualitas atau kuantitas obyek akad maupun mengenai penyerahannya.

Akad dalam fatwa DSN-MUI sangat diperhatikan karena akad yang

menentukan syariah untuk pertama kali. Akad wakalah bi ujrah sebagai akad

pertama dalam hal penyelenggaraan layanan pinjam meminjam uang berbasis

teknologi informasi karena akad wakalah dilakukan antara penyelenggara P2PL

dengan pemberi pinjaman. Akad wakalah tegaskan dalam surah al kahfi ayat

19:

نهم كم لثتم قالوا لثنا يوما وكذلك بعثنهم لتساءلوا بينهم قال قائل م قالوا و بعض ي أ وم

حدكم بورقكم علم بما لثتم فٱبعثوا أ

ه ربكم أ ي

زك طعاما هذهۦ إل ٱلمدينة فلينظر أ

ا أ

ف ول يشعرنا بكم نه ولتلطا تكم برزق م فليأ

حدا أ

Artinya : “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling

bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka:

sudah berapa lamakah kamu berada (disini)”. Mereka menjawab “kita berada

(disini) sehari atau setengah hari”. Berkata (kepada yang lain lagi: “Tuhan

kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (disini). Maka suruhlah

salah seorang diantara kamu untuk pergio ke kota dengan membawa uang

perakmu ini, dan hendaklah ia membawa makanan untukmu dan hendaklah ia

berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada

seorangpun.”

36 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004),

h. 147

Page 75: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil analisis yang telah dilakukan, maka

dapat ditarik kesimpulan dari pokok permasalahan yang telah dikemukakan

dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut :

1. Pengaturan regulasi investasi asing terkait dengan peer to peer lending

cukup baik terkait dengan penanaman modal tidak adanya pembedaaan satu

sama lain. hanya terkait dengan pusat data dan pusat pemulihan bencana

yang menjadi faktor penghambat penanaman modal asing.

2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 yang dibuat secara

mendesak menjadikan substansi atau materi Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan tersebut menjadi kurang maksimal yang menyebabkan tidak

dapat menjangkau hal-hal yang dilakukan oleh fintech P2PL ilegal sehingga

implementasi atau manifestasi POJK Nomor 77 Tahun 2016 masih jauh dari

apa yang diharapkan atau das sollen.

B. Rekomendasi

Berdasarkan pembahasan di bab empat dan kesimpulan di bab lima,

maka peneliti akan memberikan rekomendasi atas hal-hal yang dianggap perlu

untuk memperbaiki permasalahan tersebut, yaitu :

1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 harus segera

direvisi untuk mencakup penyelenggara P2PL secara keseluruhan dan

substansi lebih jelas. Atau membuat undang-undang tentang fintech agar

dapat menjadi satu kesatuan dan memberikan perlindungan hukum yang

lebih merata.

2. OJK selaku satu-satunya regulator untuk fintech P2PL harus melakukan

sinergi yang lebih baik dengan institusi atau pihak manapun, seperti

terobosan OJK ke depan untuk meningkatkan peranan Asosiasi Fintech

Page 76: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

67

Pendanaan Bersama Indonesia supaya OJK pun memiliki asosiasi yang

memang dapat besanding dengan baik bersama OJK.

3. Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi harus segera

disahkan atau dibahas dengan lebih komprehensif supaya dapat diterapkan

mengingat dinamisnya teknologi sebagai bagian dari 4.0.

Page 77: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

68

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Chisti, Susanne dan Janos Barberis. The Fintech Book: The Financial Technology

Handbook For Investors, Entrepreneurs and Visionaries. Cornwal: Great

Britain. 2016

Corcoran, Derek. An Overnight Success, 13 Years In The Making, dalam Susanne

Chishti & Janos Barberis, The Fintech Book: The Financial Technology

Handbook For Investors, Entrepreneurs and Visionaries. Cornwal: Great

Britain. 2016,

Farida, Maria Indrati Soeprapto. Ilmu Perundang-Undangan. Yogyakarta:

Kanisius. 2010.

-------------------------------------------, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi,

dan Materi Muatan. Jakarta: Kanisius. 2013

Fuady, Munir. Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti. 1997

Hartono, C.F.G Sunarjati. Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman

Modal Asing di Indonesia. Bandung: Binatjipta. 1972

Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

2004

H.S, Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. Jakarta:

Sinar Grafika. 2003

Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal Di Indonesia. Jakarta: Kencana.

2017

Kairupan, David. Aspek Penanaman Modal Asing Di Indonesia. Jakarta: Kencana

Prenadamedia Group. 2013

Mahmud, Peter Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media.

2005

Moonti, Usman. Bahan Ajar Mata Kuliah Dasar-Dasar Koperasi. Yogyakarta:

Interpena Yogyakarta. 2016

Nicoletti, Bernardo. The Future Of Fintech. Switzerland: Springer Nature. 2017

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2000

Redi, Ahmad. Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jakarta:

Sinar Grafika Offset. 2001

Page 78: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

69

Roppke, Jochen. Kebebasan Yang Terhambat: Perkembangan Ekonomi dan

Perilaku Kegiatan Usaha di Indonesia. Jakarta: Gramedia. 1986

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset. 2011

Sunny, Ismail dan Rudioro Rochmat. Tinjauan dan Pembahasan UU PMA dan

Kredit Luar Negeri. Jakarta: Pradnya Paramita. 1967

Suparji, Pengaturan Penanaman Modal Di Indonesia. Jakarta: Universitas Al

Azhar Indonesia. 2010

Sopyan, Yayan. Pengantar Metode Penelitian. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010

Supanca, Ida Bagus Rahmadi. Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung

Di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2006

Tutik, Tititk Triwulan, Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia. Jakarta: Prestasi

Pustaka Publisher. 2006

Wie, Thee Kian. Pelaku Berkisah: Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an.

Jakarta: Kompas. 2005

Jurnal

Adha, Lalu Hadi. Kontrak Build Operate Transfer Sebagai Perjanjian Kebijakan

Pemerintah Dengan Pihak Swasta. Purwokerto: Universitas Jenderal

Soedirman, 2011.

Baihaqi, Jadzil. Financial Technology Peer to Peer Lending Berbasis Syariah Di

Indonesia. Kudus: Institut Agama Islam Negeri Kudus, 2018

Khalid, Afif. Penafsiran Hukum Oleh Hakim Dalam Sistem Peradilan Di

Indonesia. Banjarmasin: Universitas Islam Kalimantan Banjarmasin, 2014

Pramana, I Wayan Bagus. Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi

Lembaga Keuangan Non Bank Berbasis Financial Technologi Jenis Peer

to Peer Lending. Bali: Universitas Udayana, 2018

Pratiwi, Puspa. Kerjasama Garuda Food Indonesia Dengan Suntory Beverage And

Food Dalam Bidang Industri Makanan Dan Minuman Ringan Di

Indonesia. Riau: Universitas Riau, 2016

Pribadino, Agus. Transportasi Online VS Transportasi Tradisional Non-Online

Persaingan Tidak Sehat Aspek Pemanfaatan Aplikasi Oleh Penyelenggara

Online. Jakarta: Universitas Esa Unggul, 2016

Page 79: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

70

Rosadi, Sinta Dewi dan Garry Gumelar Pratama, Perlindungan Privasi dan Data

Pribadi Dalam Era Ekonomi Digital Di Indonesia. Bandung: Universitas

Katolik Parahyangan, 2018.

Sina, Peter Garlans. Wealth Management Untuk Pensiun Yang Sejahtera.

Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2015.

Soedibyo, Anthonius Adhi. Kedudukan Bank Indonesia Dan Otoritas Jasa

Keuangan Berdasarkan Perundang-Undangan Terhadap Produk

Perbankan. Surabaya: Universitas Dr. Soetomo, 2018

Syahyu, Yulianto. Pertumbuhan Investasi Asing di Kepulauan Batam: Antara

Dualisme Kepemilikan Hukum. Bali: Universitas Pendidikan Nasional,

2003

Yulianto, Ahmad. Peranan Mulitlateral Invesment Guarantee Agency (MIGA)

dalam kegiatan Investasi. Bali: Universitas Pendidikan Nasional, 20003

Internet / Artikel

Accenture. Fintech and The Evolving Landscape: Landing Points For The Industry.

Diakses pada tanggal 2 September 2019 dari https://s24708.pcdn.co/wp-

content/uploads/2017/05/Fintech_Evolving_Landscape_2016.pdf

Alamsyah, Purnama. Reportase Startup Indonesia 2010. Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia/LIPI. 201. Diakses pada tanggal 1 mei 2019 dari

https://id.scribd.com/doc/52816348/Reportase-Startup-Indonesia-2010

Arner, Douglas, dkk. The Evolution Of Fintech: A New Post-Crisis Paradigm,

University of Hongkong Faculty of Law. Research Paper No. 2015/047.

Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019 dari

https://www.researchgate.net/publication/313365410_The_Evolution_of

_Fintech_A_New_Post-Crisis_Paradigm

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Buletin APJII. (Edisi 33, 2019).

Diakses pada tanggal 9 Agustus 2019 dari

https://apjii.or.id/content/read/104/398/BULETIN-APJII-EDISI-33---

Januari-2019

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Buletin APJII. (Edisi 40, 2019).

Diakses pada tanggal 9 Agustus 2019 dari

https://apjii.or.id/content/read/104/398/BULETIN-APJII-EDISI-33---

Januari-2019

Bakker, Evan. Peer to Peer Lending: How Digital Lending Marketplaces Are

Disrupting The Predominant Banking Model. Diakses pada tanggal 11

September 2019 dari https://www.businessinsider.com/peer-to-peer-

Page 80: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

71

lending-how-digital-lending-marketplaces-are-disrupting-the-

predominant-banking-model-2015-5?IR=T

Bank Indonesia. Teknologi Finansial. https://www.bi.go.id/id/sistem-

pembayaran/fintech/Contents/default.aspx

Clayton Christensen Institute, Disruptive Innovation. Diakses pada tanggal 21

Agustus 2019 dari https://www.christenseninstitute.org/disruptive-

innovations/

Christensen, Clayton, dkk. What Is Disruptive Innovation?. Diakses pada tanggal

21 Agustus 2019 dari https://hbr.org/2015/12/what-is-disruptive-

innovation

Daily Socialid. Perusahaan Teknologi Bidang Hukum Inisiasi Pendirian Asosiasi

Regtech dan Legaltech Indonesia. Diakses pada tanggal 2 September

tahun 2019 dari https://dailysocial.id/post/asosiasi-regtech-dan-legaltech-

indonesia

DetikInet. Kominfo Jawab Kritik Soal Aturan Transaksi Elektronik. Diakses pada

tanggal 10 Desember 2019 dari https://inet.detik.com/law-and-policy/d-

4771928/kominfo-jawab-kritik-soal-aturan-transaksi-elektronik

Fintech Indonesia. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2019 dari

https://fintech.id/about-us/

Google dan Temasek. E-conomy SEA 2018: Southeast Asia’s Internet Economy.

Diakses pada tanggal 23 Agustus 2019 dari

https://www.thinkwithgoogle.com/qs/documents/6730/Report_e-

Conomy_SEA_2018_by Google _Temasek_v.pdf

Google Play, Google Play Developer Distribution Agreement. Diakses pada tanggal

29 November 2019 dari https://play.google.com/about/developer-

distribution-agreement.html

Google Play Console. Diakses pada tanggal 29 November 2019 dari

https://play.google.com/apps/publish/signup/

Harahap, Berry A, dkk. Perkembangan Financial Technology Terkait Central Bank

Digital Currency (CBDC) Terhadap Transmisi Kebijakan Moneter Dan

Makroekonomi. BI Institute. Di akses pada tanggal 10 September 2019

dari https://www.bi.go.id/id/publikasi/wp/Pages/WP-2-2017.aspx

Indonesia.Go.Id. Portal Informasi Indonesia. Diakses pada tanggal 12 September

2019 dari https://www.indonesia.go.id/profil/agama

Jojonomic, https://jojonomic.com/

Karakter dan Perkembangan Bisnis Startup di Indonesia. Diakses pada tanggal 1

Mei 2019 dari https://www.jurnal.id/id/blog/2017-karakter-dan-

perkembangan-bisnis-startup-di-indonesia/

Page 81: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

72

Kasali, Rhenald. Rumah Perubahan. Diakses pada tanggal 21 Agustus 2019 dari

http://www.rumahperubahan.co.id/wp-

content/uploads/Brosur_Rumah_Perubahan_2016.pdf

Klik Mania. Cara Mempublikasikan Aplikasi Sendiri Ke Google Play Store

Terbaru. Diakses pada tanggal 29 November 2019 dari

https://www.klikmania.net/cara-mempublikasikan-aplikasi-ke-google-

play-store/

Kontan. Langgar Keimigrasian, OJK Cabut Status Terdaftar Fintech Danakita.

Diakses pada tanggal 5 Desember 2019 dari

https://keuangan.kontan.co.id/news/langgar-keimigrasian-ojk-cabut-

status-terdaftar-fintech-danakita

Kompas, Fintech 2.0 dan 3.0, Apa Bedanya?. Diakses pada tanggal 27 Desember

2019 dari

https://ekonomi.kompas.com/read/2017/09/25/183423826/fintech-20-

dan-30-apa-bedanya

KPMG. 2018 Fintech100: Leading Global Fintech Innovators. Diakses pada

tanggal 28 Agustus 2019 dari https://h2.vc/wp-

content/uploads/2018/11/Fintech100-2018-Report_Final_22-11-18sm.pdf

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Laporan Tindak Pidana Korban Pinjaman

Online. Diakses pada tanggal 27 November 2019 dari

https://www.bantuanhukum.or.id/web/laporan-tindak-pidana-korban-

pinjol/

Maurer, Tim. Level: Can A Budgeting App Change The Way We Bank?. Diakses

pada tanggal 4 September 2019 dari

https://www.forbes.com/sites/timmaurer/2015/05/22/level-can-a-

budgeting-app-change-the-way-we-bank/#7b5a56d27b93

Mukhti, M. F. Riwayat Masuknya Modal Asing Ke Indonesia. Diakses pada tanggal

3 Oktober 2019 dari https://historia.id/politik/articles/riwayat-masuknya-

modal-asing-ke-indonesia-DWVy1

Nizar, Muhammad Afdi. Teknologi Keuangan (Fintech) : Konsep dan

Implementasinya Di Indonesia. Diakses pada tanggal 3 September 2019

dari

https://www.researchgate.net/publication/323629323_Teknologi_Keuang

an_Fintech_Konsep_dan_Implementasinya_di_Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan. Fintech Lending Ilegal vs Fintech Lending

Terdaftar/Berizin. Diakses pada tanggal 16 Desember 2019 dari

https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-

statistik/direktori/fintech/Documents/Fintech%20Lending%20Legal%20

vs.%20Ilegal.pdf#search=microphone

Page 82: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

73

Otoritas Jasa Keuangan. OJK Batalkan Tanda Terdaftar 5 Penyelenggara Fintech.

Diakses pada tanggal 5 Desember 2019 dari

https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-terkini/Pages/OJK-

Batalkan-Tanda-Terdaftar-5-Penyelenggara-Fintech-.aspx

Otoritas Jasa Keuangan. Siaran Pers Nomor SP 05/VII/SWI/2019. Otoritas Jasa

Keuangan dan Bareskrim Polri Sepakat berantas Fintech Peer to Peer

Lending ilegal dan Investasi ilegal. Diakses pada tangal 29 November

2019 pada pukul https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-

pers/Pages/Siaran-Pers-OJK-dan-Bareskrim-Polri-Sepakat-Berantas-

Fintech-Peer-To-Peer-Lending-Ilegal-dan-Investasi-Ilegal.aspx

Otoritas Jasa Keuangan. Perlindungan Konsumen Pada Fintech. Diakses pada

tanggal 11 September 2019 dari

https://konsumen.ojk.go.id/MinisiteDPLK/images/upload/201807131451

262.%20Fintech.pdf

Otoritas Jasa Keuangan. OJK Tolak dan Batalkan Tanda Terdaftar Danakita.

Diakses pada tanggal 5 Desember 2019 dari

https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-terkini/Pages/OJK-

Tolak-Permohonan-Izin-dan-Batalkan-Tanda-Terdaftar-Danakita.aspx

Rizky, Muchamad Januar Rizki. Ada Fintech Syariah, Bagamaina Payung

Hukumnya?. Diakses pada tanggal 19 Desember 2019 dari

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ce64abd0e1bc/ada-fintech-

syariah--bagaimana-payung-hukumnya/

Rizky, Mochamad Januar. Untung Rugi Penempatan Data Center Di Indonesia.

Diakses pada tanggal 1 mei 2019 dari

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bec14072274b/untung-

rugi-penempatan-data-center-di-dalam-negeri

Rosyadi, Slamet. Revolusi Industri. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Jenderal Soedirman. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019

dari

https://www.researchgate.net/publication/324220813_REVOLUSI_IND

USTRI_40

Schlechtendahl, Jan, dkk. Making Existing Production Systems Industry 4.0- ready.

Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019 dari

https://www.researchgate.net/publication/267271828_Making_existing_p

roduction_systems_Industry_40-ready

Tirto. OJK: Penagihan Fintech Legal Tak Sesuai Aturan Bisa Dicabut Izinnya.

Diakses pada tanggal 27 November 2019 dari https://tirto.id/ojk-

penagihan-fintech-legal-tak-sesuai-aturan-bisa-dicabut-izinnya-ee4J

Tobing, Letezia. Mengenai Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis. Diakses

pada tanggal 10 Desember 2019 dari

Page 83: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

74

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt509fb7e13bd25/lex-

spesialis-dan-lex-genralis/

Volker, Paul. The Only Thing Useful Banks Have Invented in 20 Years Is The ATM.

Diakses pada tanggal 22 Agustus 2019 dari

https://nypost.com/2009/12/13/the-only-thing-useful-banks-have-

invented-in-20-years-is-the-atm/

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi

Elektronik

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem Dan

Transaksi Elektronik

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem Dan

Transaksi Elektronik

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam

Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 117 Tahun 2018

Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan

Prinsip Syariah

Workshop / Seminar Yang Dipublikasikan :

Gunadi, Widyo. Regulasi Fintech Pada Era Industri 4.0. 9 Nopember 2018.

Indonesia: Politeknik Negeri Surabaya

Hadad, Muliaman D. Financial Technology (Fintech) di Indonesia. 2 Juni 2017.

Indonesia: Indonesia Banking School (IBS)

Page 84: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

75

Sahroni, Oni. Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018.

5 Juli 2018. Indonesia: 3rd Annual Islamic Finance Conference 5 Juli 2018.

Skripsi / Tesis

Cao, Wen. “Fintech Acceptance Research in Finland – Case Company Plastc.”

Tesis S-2 Program Information and Service Economy. Aalto University.

2016

Febriani, Nurul. “Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perkembangan Financial

Technology (Studi pada 3 Perusahaan Financial Technoloogy Di

Indonesia). Skripsi S-1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas

Pasundan Bandung. 2018

Hasanudin, Aminuddin. “Perusahaan Joint Venture Dalam Penanaman Modal

Asing di Indonesia.” Tesis S-2 Fakultas Hukum. Universitas Indonesia.

2010

Truong, Oanh. “How Fintech Industry Is Changing The World.” Tesis S-2 Program

Bisnis Management. Centria University. 2016.

Yusuf, Muhammad. Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan

Pinjaman Uang Berbasis Financial Technology. Skripsi S-1 Fakultas

Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2019

Audiensi & Interview

Audiensi dan Interview Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan, dan

Pengawasan Financial Technology (DP3F) dengan Bapak Irfan Nurhadi

Satria, Gedung Wisma Mulia 2 II (OJK), 27 November 2019

Audiensi dan Interview Bersama Pengurus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama

Indonesia (AFPI), Kantor AFPI Centenial Tower, 18 November 2019

Page 85: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

76

LAMPIRAN

Page 86: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

77

Page 87: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

78

Lampiran Tanya-Jawab

Otoritas Jasa Keuangan

1. Berdasarkan penjelasan umum POJK 77 Tahun 2016, bahwa dibuatnya

aturan tersebut sebagai kondisi yang mendesak, mendesak yang seperti

apa yang gambarkan oleh OJK?

Bahwa aturan OJK ini dibuat karena Penyelenggara p2pl sudah banyak dan

untuk melindungi para pengguna platform yang telah melakukan transaksi,

namun POJK ini masih banyak kekosongan sehingga diatur lebih lanjut dalam

checklist saat pendaftaran dan perizinan serta dalam Surat Edaran OJK. POJK

77 Tahun 2016 sedang dilakukan rancangan perubahan supaya dapat

mengakomodir lebih baik para Penyelenggara. Karena fintech p2pl ini telah

banyak membantu UMKM, mengingat ada 5C dalam bank yang membuat

peminjam sulit untuk mendapatkan dana segar dari bank dan di p2pl ini tidak

memerlukan jaminan.

2. Menurut OJK, apakah sudah maksimal Peraturan Menteri Komunikasi

dan Informasi Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi

Dalam Sistem Elektronik? Kalau belum, apakah ini merupakan salah satu

urgensi untuk disahkannya RUU Perlindungan Data Pribadi

UU data Pribadi memang diperlukan untuk lebih mengikat para penyelenggara

dan fintech lainnya supaya memiliki cakupan aturan yang lebih masif

jangkauannya, jadi dapat dikenakan kepada fintech-fintech yang ilegal, karena

saat ini fintech ilegal tidak tersentuh oleh OJK ataupun Asosiasi.

3. OJK menunjuk AFPI sebagai Asosiasi untuk Penyelenggara P2PL

berdasarkan S-5/D.05/2019, apa yang melatarbelakangi atau mendasari

Surat tersebut?

Saat pemilihan AFPI sebagai Asosiasi, pada dasarnya OJK melihat bahwa

hanya AFPI yang dapat menjadi asosiasi untuk mewadahi para penyelenggara

disaat ada AFTECH dan AFSI (Asosiasi Fintech Syariah Indonesia). Apabila

dilihat dari ketiga asosiasi tersebut, AFPI merupakan asosiasi yang

memfokuskan pada p2pl Selain dari nama dan pemfokusan terhadap

Page 88: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

79

pembiayaan. Maka akibat dari keputusan ini, keseluruhan Penyelenggara P2PL

harus terdaftar di AFPI bahkan penyelenggara p2pl syariah sekali pun. Dalam

praktiknya, pihak AFSI ikut bergabung atau terlibat dengan AFPI untuk

integrasi market conduct.

4. Adakah penyelenggara LPMUBTI yang melanggar aturan-aturan terkait

dengan POJK atau aturan lainnya? Kalau ada, siapa dan pelanggaran apa

saja?

Ada, pada dasarnya apabila terdapat pengaduan baik oleh AFPI atau OJK,

kedua institusi tersebut memiliki 2 cara yang berbeda. Yang melanggar terdapat

dalam berita di web OJK.

5. Adakah penyelenggara P2PL yang telah dikenai sanksi oleh OJK? Apakah

setelah adanya putusan majelis etika, maka OJK yang akan mengenai

sanksi?

Ada yang telah melanggar, dan sanksi bersifat administratif. Dan OJK tidak

langsung dapat mencabut izin usaha, ada hak dan kewajiban dari para pengguna

dan penyelenggara yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Penyelenggara

yang terdaftar pun ada yang melanggar dan telah dikembalikan bukti

pendaftaran oleh OJK.

6. SATGAS Waspada Investasi mempunyai tugas untuk hal-hal yang ilegall,

sudah berapa banyak Penyelenggara LPMUBTI yang telah diblokir? Dan

kebanyakan perihal apa saja?

Total entitas fintech lending ilegal yang ditangani Satgas Waspada Investasi

sampai dengan 31 Oktober 2019 sebanyak 1.369 entitas sedangkan total yang

telah ditangani Satgas sejak tahun 2018 s.d. 31 Oktober 2019 sebanyak 1.773

entitas fintech lending ilegal

7. Pasal 25 POJK 77/2016, Pusat data dan pusat pemulihan bencana wajib

ditempatkan di Indonesia. Dengan adanya PP Nomor 71 Tahun 2019

tentang Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik, apakah

sejalan PP tersebut dengan POJK terkait dengan pusat data dan pusat

pemulihan bencana?

Page 89: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

80

Hal-hal yang diatur dalam POJK merupakan lex specialis, karena yang diatur

dalam UU atau PP merupakan hal umum yang memiliki arti bukan hanya untuk

p2pl lending saja. Penyelenggara tetap harus menempatkan pusat data di

Indonesia.

8. Apa saja terobosan dari OJK kedepan terhadap iklim investasi P2PL ini?

OJK ingin memperkuat peran asosiasi, sehingga asosiasi lebih mempunyai

kewenangan yang lebih banyak. Mengingat OJK telah mengurus keseluruhan

mulai dari pendaftaran, perizinan dan lain sebagainya. Jadi Asosiasi diperkuat

supaya ada check and balances yang tercipta. Karena pada kenyataannya bahwa

asosiasi yang lebih mengetahui kebutuhan pasar daripada OJK yang memang

regulator.

Lebih concern untuk memberikan masukan ke pemerintah mengenai

pembentukan UU Fintech, supaya OJK atau lembaga lain mempunyai ruang

gerak yang lebih banyak dan lebih memadai. Mengingat adanya teror,

intimidasi atau tindakan tidak menyenangkan lainnya yang mengancam para

pengguna P2PL ilegal.

Page 90: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

81

Lampiran Tanya-Jawab

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia

(AFPI)

1. OJK menujuk asosiasi untuk penyelenggara P2PL dalam hal ini ialah

AFPI berdasarkan S-5/D.05/2019, apa yang melandasi atau

melatarbelakangi AFPI sebagai mitra strategis OJK?

Pertama, saat pembentukan Departemen Fintech OJK bahwa OJK telah

menentukan bahwa Industri ini akan lebih banyak dilakukan sesuai dengan

market conduct (perilaku pasar), karena harapan OJK supaya ketentuan dan

prakteknya berdasarkan apa kebutuhan Industri, seperti dari Industri dan untuk

Industri. Dari OJK bahwa ketentuan POJK yang ada hanya mengatur secara

garis besar atau framework akan tetapi secara teknis diserahkan kepada AFPI

yang dalam hal ini mengeneralisasi market conduct dari para Penyelenggara

P2PL. Alasan yang melandasi karena kebutuhan OJK sendiri untuk

mempraktekan market conduct yakni AFPI. Bahwa AFPI secara fungsi berada

dibawah AFTECH yang mana membernya sebanyak 50% anggotanya yakni

P2PL. dan secara OJK pun fungsi yang membawahi P2PL hadir berdiri sendiri

dan untuk mempermudah kordinasi maka AFPI dipisah sendiri. Kalau untuk

selain P2PL berada di bawah OJK IKD, untuk P2PL berada di Departemen

Fintech.

2. Apa saja yang menjadi syarat untuk penyelenggara P2PL dapat menjadi

anggota AFPI dan prasyarat yang diberikan oleh AFPI untuk terdaftar

atau terizin di OJK? Apakah sama untuk Penyelenggara P2PL Asing?

Pertama, harus telah terdaftar di OJK, lalu harus terdaftar di AFPI. Prasyarat

untuk terdaftar sebagai terdaftar dan terizin di OJK secara garis besar,

dichecklist pendaftaran untuk OJK yang mana salah satunya adalah

rekomendasi dari AFPI. Maka saat ingin mendaftar Penyelenggara harus

mendapatkan rekomendasi dari AFPI. Proses di AFPI agar bisa dirilis surat

rekomendasi, penyelenggara harus ikut seminar dan sertifikasi dasar mengenai

Fintech P2PL yang diwajibkan untuk seluruh direksi, komisaris dan pemegang

Page 91: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

82

saham. Dan harus LULUS. Selanjutnya kelengkapan legal dokumen di AFPI

yang lebih mudah/simple dari OJK, lalu dipanggil penyelenggara untuk

audiensi terkait pengecekan rekam jejak. OJK memandatkan kepada AFPI

bahwa mereka ingin semua platform yang terdaftar di OJK atau AFPI dapat

diketahui oleh Member AFPI yang telah ada dan semua penyelenggara dapat

melihatnya. Sehingga apabila ada seseorang yang telah dipecat Perusahaan

P2PL yang dilarang dan kemudian membuka usaha P2PL, dan hal tersebut

dapat dijadikan rekam jejak kemudian diblacklist orang tersebut. OUTPUT

Rekam jejak dikirim via email, dan apabila tidak mempunyai rekam jejak yang

dicheck selama rekam jejak, maka dapat dikeluarkan surat rekomendasi.

Surat rekomendasi dapat diserahkan kepada OJK dan KOMINFO, karena

Kominfo telah meminta untuk kerjasama AFPI untuk keseluruhan Platform

harus mendapatkan PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) atau tanda

pengenal bahwa mereka (penyelenggara) merupakan penyelenggara berbasis

sistem elektronik dan di Kominfo hanya sekedar pendaftaran saja, input nama

PT dan kelompok bisnis, maka dapat dikeluarkan PSE. Mereka dikhawatirkan

dari yang sudah diberikan PSE ternyata membuat platform P2P ilegal, maka

setelah platform tersebut telah berproses di AFPI dan saat AFPI ingin

mengeluarkan surat rekomendasi maka AFPI akan kontak ke kominfo bahwa

PSE dapat diterbitkan. PSE dan rekomendasi tersebut bersama dengan checklist

lainnya untuk mendapatkan tanda terdaftar di OJK.

3. Menurut AFPI, apakah sudah maksimal Peraturan Menteri Komunikasi

dan Informasi Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi

Dalam Sistem Elektronik? Kalau belum, apakah ini merupakan salah satu

urgensi untuk disahkannya RUU Perlindungan Data Pribadi?

Urgensi RUU. Karena yang membedakan legal dan illegal terkait dengan akses

data. Jangan sampai ilegal beralasan bahwa mereka tidak terdaftar di OJK, maka

hal ini dapat diakses, maka UU dibutuhkan untuk mencakup keseluruhan

Penyelenggara P2PL baik legal dan ilegal selama bisnisnya berkaitan dengan

sistem elektronik dan ada pengaksesan data nasabah maka harus tunduk ke

perlindungan data pribadi.

Page 92: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

83

4. Bunga 0,8% perhari yang telah ditetapkan oleh AFPI, apakah batas bunga

ini sesuai dengan Pasal 17 Ayat (1) POJK 77 Tahun 2016 yang

mempertimbangkan kewajaran dan perkembangan perekonomian

nasional yang diukur dengan inflasi atau kepentingan nasional?

Hitungannya terdapat kajian terdahulu yang refers terhadap praktek yang ada.

Di luar Indonesia berkaca dari P2PL yang berkembang pesat di Inggris dan U.S.

dan ternyata kondisi Indonesia lebih relate ke Inggris, akan tetapi dalam waktu

dekat akan dikaji kembali terkait dengan angka bunga ini, apakah angka ini

masih relate dengan kondisi ekonomi, inflasi, makro ekonomi, jumlah

borrowers, jumlah transaksi yang akan mempengaruhi hal ini.

5. Terkait dengan PUSDAFIL, apakah para Penyelenggara P2PL dapat

mengaksesnya sebagai langkah preventif?

Pusat Data Fintech Lending, nantinya akan dimiliki oleh OJK, server dan data

berada di OJK. Fintech Data Center akan ada di AFPI, hanya untuk BI Checking

atau SLIK terhadap transaksi Borrower, terdapat gagal bayar atau tidak dan

telah minjam berapa banyak platform. Sistemnya sama, yang berbeda hanya

aksesnya. Kalau OJK dari data yang disubmit oleh penyelenggara, maka OJK

dapat melakukan apapun dari data tersebut atau supervisi untuk melakukan

transaksi

6. Dengan dipilihnya AFPI sebagai asosiasi yang ditunjuk oleh OJK, sinergi

dalam bentuk apa diantara AFPI dan OJK?

Terkait kebijkan, kedepan OJK mengharapkan AFPI dapat mensupport update

riset terkait dengan kebutuhan industri yang hadir dengan solusi, dapat dilihat

masalah-masalah di lapangan. AFPI mensolusikan kepada OJK atau proaktif

untuk membantu OJK dalam meregulasi Fintech P2PL.

7. Terakhir, apa terobosan AFPI ke depan terhadap iklim investasi P2PL

ini?

Terbosan lebih kearah bagaimana AFPI memerangi Fintech p2pl ilegal yang

harus dilihat berbagai sisi salah satunya masyarakat. Literasi dan edukasi

masyarakat masih rendah, dan difokuskan kesana baik AFPI dan OJK untuk

melakukan literasi sosialisasi ke beberapa daerah yang telah ditunjuk yang

Page 93: TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM

84

berupa informasi yang transparan. Masyarakat harus aware bahwa diplatform

tersebut berapa biaya yang dikenakan, suku bunganya dan layanan untuk apa

saja. Hal ini telah diminta oleh OJK untuk ditampilkan oleh penyelenggara.

Agar terhindar dari hidden cost yang tiba tiba setelah minjam dikenakan

bunga yang unormal. Terkait maslaah pinjaman, adakah customer service dan

adakah kantornya.

8. Adakah Penyelenggara yang mendapatkan teguran dsbnya?

Teguran pertama berupa teguran tertulis dari AFPI langsung ke Penyelenggara,

apabila telah direspon dengan itikad baikmaka sudah selesai. Dan AFPI

memberitahukan ke OJK terkait dengan putusan OJK Level 3 telah disebarkan

ke luar dan merupakan hal yang fatal. Atau dapat disebarkan ke media.

AFPI melakukan random checking dari beberapa platform atau dari pengaduan,

dan dilihat apa ada yang melanggar pedoman perilaku atau tidak. Dan apabila

ada, langsung disurati dan telah dikonfirmasi serta disesuaikan langsung oleh

P2PL, maka sudah selesai. Semua harus dikonfirmasi sebagai kesatuan asas

praduga tidak bersalah. Dan apabila tetap melanggar, maka akan diberikan

teguran. eseluruhan putusan Majelis Etika harus dinoticed ke OJK.

Untuk saat ini sudah jarang penyalahgunaan pedoman perilaku, lebih banyak

saat awal-awal yang disebabkan oleh pemahaman yang berbeda dan AFPI lebih

mengedukasi dengan seminar seperti penghitungan biaya, bunga yang

dikenakan, apa saja yang boleh dan tidak boleh. Dan seiring adanya seminar

dan sertifikasi telah menurun. apabila ada yang melanggar hanya sedikit dan

diinfokan oleh AFPI dan langsung disesuaikan.

9. Adakah rencana keikuksertaan AFPI untuk aturan p2pl?

OJK telah mendapat pandangan dari industri dan dalam pembahasan selalu

melibatkan AFPI yang awalnya oleh Asosiasi kemudian dishare keseluruh

member AFPI. Point-point yang ingin diatur selalu mendapat pandangan dari

industri kendati keputusan terdapat di OJK.