tinjauan pustaka-syok septik

32
TINJAUAN PUSTAKA SYOK SEPTIK - Definisi dan kriteria diagnosis Bakteremia: Bakteremia adalah suatu kondisi dimana terdapatnya bakteri di dalam darah. Hal itu dibuktikan dengan adanya kultur darah yang positif. Darah secara normal merupakan lingkungan yang steril, maka jika terdeteksi adanya bakteri di dalam darah, hal itu merupakan keadaan yang abnormal. Septicemia: Pada tahun 1914, Schottmueler menulis, “septicemia adalah suatu keadaan invasi mikroba dari portal entry ke aliran darah yang menyebabkan tanda-tanda kesakitan”. Dalam buku Harrison, septicemia adalah suatu kondisi dimana terdapatnya mikroba atau toxinnya di dalam darah. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) SIRS merupakan suatu keadaan yang minimal memenuhi 2 kriteria, yang mungkin saja dengan etiologi non infeksi: Demam (Temperatur oral >38⁰C) atau hipotermia (<36⁰C) Takipnea (>24 x/menit) Takikardia (HR >90 bpm) Leukositosis (>12.000/uL), leukopenia (<4.000/uL), atau >10% neutrofil batang.

Upload: putri-zulmiyusrini

Post on 07-Dec-2014

157 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

TINJAUAN PUSTAKA

SYOK SEPTIK

- Definisi dan kriteria diagnosis

Bakteremia:

Bakteremia adalah suatu kondisi dimana terdapatnya bakteri di dalam darah. Hal

itu dibuktikan dengan adanya kultur darah yang positif. Darah secara normal

merupakan lingkungan yang steril, maka jika terdeteksi adanya bakteri di dalam

darah, hal itu merupakan keadaan yang abnormal.

Septicemia:

Pada tahun 1914, Schottmueler menulis, “septicemia adalah suatu keadaan invasi

mikroba dari portal entry ke aliran darah yang menyebabkan tanda-tanda

kesakitan”. Dalam buku Harrison, septicemia adalah suatu kondisi dimana

terdapatnya mikroba atau toxinnya di dalam darah.

SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)

SIRS merupakan suatu keadaan yang minimal memenuhi 2 kriteria, yang mungkin

saja dengan etiologi non infeksi:

Demam (Temperatur oral >38⁰C) atau hipotermia (<36⁰C)

Takipnea (>24 x/menit)

Takikardia (HR >90 bpm)

Leukositosis (>12.000/uL), leukopenia (<4.000/uL), atau >10% neutrofil

batang.

Sepsis

Sepsis merupakan suatu kondisi SIRS yang etiologi mikrobanya sudah dibuktikan

atau dicurigai. Tidak semua pasien dengan bakteremia memiliki tanda-tanda

sepsis.

Sepsis berat (sindrom sepsis): sepsis dengan minimal 1 tanda disfungsi organ,

seperti:

Kardiovaskular: Tekanan darah sistolik arteri 90 mmHg atau MAP 70

mmHg yang berespon terhadap pemberian cairan intravena.

Renal: Urine output <0,5 mL/kgBB/per jam untuk 1 jam pemberian cairan

yang adekuat.

Page 2: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

Respiratori: Pa02/FI02 250 atau, jika paru-paru merupakan satu-satunya

organ yang mengalami gangguan fungsi, 200.

Hematologi: Platelet <80.000/L atau menurun 50% selama 3 hari.

Asidosis metabolik yang tidak dapat dijelaskan: pH 7.30 atau basa

menurun 5.0 mEq/L dan kadar laktat plasma >1.5 kali batas atas normal.

Resusitasi cairan yang adekuat: tekanan darah pulmonal 12 mmHg atau

tekanan darah central 8 mmHg.

Syok septik: sepsis dengan hipotensi (TD sistolik arteri <90mmHg, atau 40

mmHg lebih rendah dari TD pasien biasanya) pada minimal setelah dilakukan

resusitasi cairan selama 1 jam, atau membutuhkan vasopresor untuk

mempertahankan TD sistolik ≥90mmHg atau MAP ≥70 mmHg.

Syok septik refraktori: syok sepsis minimal >1 jam dan tidak berespon dengan

pemberian vasopressin.

MODS: disfungsi multi organ dan dibutuhkan intervensi untuk mempertahankan

homeostasis.

- Etiologi

Sepsis berat bisa jadi merupakan respon terhadap berbagai kelas

mikroorganisme. Pada kenyataannya, kultur bakteri atau jamur ditemukan hanya pada

20-40 kasus sepsis berat dan 40-70% kasus syok septik. Gram negatif atau gram

positif ditemukan 70%, sisanya jamur atau campuran mikroorganisme lain. Pada

pasien dengan kultur darah negatif, agen etiologi kadang dibuat dari kultur atau

pemeriksaan mikroskopik dari tempat yang lokal.

Bakteri gram negatif: Enterobacteriaceae, psudomonas, Haemophilus spp., dll

Bakteri gram positif: Staphylococcus aureus, staphylococci coagulase-negative,

enterococci, Streptococcus pneumonia, dan lain-lain

Patogen klasik: Neisseria meningitidis, S. Pneumoniae, H. Influenzae, dan

Streptococcus pyogenes.

Agen mikroba penyebab syok septik pada 15% pasien dengan infeksi saluran

cerna:

o E. Coli

o Streptococcus faecalis

o Bacteroides fragilis

Page 3: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

o Acinetobacter sp.

o Pseudomonas sp.

o Enterobacter sp.

o Salmonella sp.

- Epidemiologi

Sepsis bertanggung jawab atas kontribusinya terhadap >200.000 kematian per

tahun di US. Insidensi sepsis berat dan syok septik telah meningkat dalam waktu 20

tahun, dan saat ini angka kejadiannya mencapai >700.000 (3:1.000 populasi). Kira-

kira 2/3 kasus terjadi pada pasien dengan penyakit yang mendasarinya.

- Patofisiologi Syok Septik

Patofisiologi syok septik melibatkan interaksi kompleks antara patogen

dengan sistem imun dari host. Respon fisiologi normal terhadap infeksi yang

terlokalisasi termasuk di dalamnya aktivasi mekanisme pertahanan host yang

menyebabkan influks dari neutrofil dan monosit yang teraktivasi, pengeluaran

mediator-mediator inflamasi, vasodilatasi lokal, peningkatan permeabilitas endotel,

dan aktivasi jalur koagulasi.

Mekanisme ini juga bermain dalam skala sistemik, mengakibatkan gangguan

endotel yang menyebar, permeabilitas vaskular, vasodilatasi, dan trombosis pada

kapiler end-organ. Kerusakan endotel sendiri dapat menyebabkan aktivasi cascades

inflamasi dan koagulasi yang lebih jauh, menyebabkan efek positif feedback, dan

berujung pada kerusakan endotel dan organ yang lebih jauh lagi.

Mekanisme host untuk merasakan mikroba

Hewan memiliki mekanisme sensitif dalam mengenali dan merespon molekul

mikroba. Sebagai contoh, tubuh host dapat mengenal sebagian lipopolisakarida dalam

lipid A. Protein dalam tubuh host (LPS-binding protein) akan berikatan dengan lipid

A, kemudian membawa LPS itu ke permukaan monosit, makrofag, dan neutrofil. LPS

kemudian ditransfer ke MD-2, yang berinteraksi dengan Toll-like receptor (TLR) 4

untuk membentuk kompleks molekul yang mentransduksi sinyal LPS menjadi bentuk

yang dikenali. Sinyal ini akan memicu pembentukan dan pengeluaran mediaor, seperti

Page 4: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

TNF yang kemudian akan mengamplifikasi sinyal LPS dan mentransmisikannya ke

sel dan jaringan lain.

Kemampuan host untuk mengenali mikroba tertentu dapat mempengaruhi,

baik kemampuan pertahanan host, maupun patogenesis sepsis berat. Sebagai contoh,

MD-2-TLR4 memiliki sense terbaik pada LPS yang memiliki lipid A. Kebanyakan

dari bakteri gram negatif aerobik komensal dan anaerobik fakultatif yang memicu

sepsis berat dan syok (termasuk E.Coli, Klebsiella, dan enterobacter) membuat

struktur lipid A ini. Saat mereka menginvasi tubuh host, dengan cara menghancurkan

barier epitel, infeksi yang ditimbulkannya biasanya bersifat lokal terhadap jaringan

subepitel. Bakteremia, biasanya sebentar-sebentar dan dalam skala rendah, karena

bakteri ini dibersihkan secara efisien dari aaliran darah oleh sel kupfer yang

mengekspresikan TLR4 dan makrofag splenic. Komensal mukosa sepertinya

menginduksi sepsis berat dengan cara memicu peradangan jaringan lokal yang berat

daripada bersirkulasi dalam aliran darah.

Mediator-mediator yang terinduksi saat terjadi kerusakan sel

Tahapan pertama dalam aktivasi imun innate adalah sintesis de novo dari

polipeptida kecil, yang disebut sitokin, yang dapat mencetuskan manifestasi protein

dari berbagai tipe sel. Semua sel yang memiliki nukleus, terutama sel endo/epitel dan

makrofag merupakan penghasil IL-1, IL-6, dan TNF-α yang poten. Bahkan, beberapa

sitokin, seperti IL-6, dapat meningkat hingga 1.000 kali lipat saat trauma atau infeksi.

Sitokin (TNF dan IL-1) membantu agar infeksi tetap bersifat lokal, sekalinya infeksi

menjadi sistemik, efeknya akan memburuk. Kadar IL-6 yang tinggi berhubungan

dengan mortalitas. Sedangkan IL-8 merupakan regulator yang penting dalam

mengatur fungsi neutrofil, disintesis dan dikeluarkan selama sepsis.

TNF-α merupakan mediator sentral yang berkontribusi dalam pertahanan

tubuh host. TNF-α menstimulasi leukosit dan sel endotel vaskular untuk

mengeluarkan sitokin lainnya, mengekspresikan molekul permukaan sel yang akan

mempercepat adesi neutrofil-endotel di tempat terjadinya infeksi, dan untuk

meningkatkan produksi prostaglandin dan leukotrien. Kadar TNF meningkat pada

pasien dengan sepsis berat atau syok septik. Pada hewan, kadar TNF dalam jumlah

yang besar dapat menginduksi syok, DIC, dan kematian.

Selain TNF- α, terdapat juga kemokin lain yang memiliki berbagai fungsi, antara

lain:

Page 5: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

o IL-8 berfungsi untuk menarik neutrofil yang bersirkulasi ke tempat terjadinya

infeksi.

o IL-1 memiliki aktivitas yang sama dengan TNF- α, IFN, IL-12, dan sitokin

lainnya untuk bersinergis satu sama lain.

o Grup B-1, faktor transkripsi, juga dikeluarkan dari sel dan berinteraksi dengan

produk mikroba untuk menginduksi respon lambat dari host pada respon

sepsis.

Faktor Koagulasi

Trombosis intravaskular menjadi tanda terjadinya respon inflamasi lokal. Hal

tersebut dapat membatasi invasi mikroba serta mencegah infeksi dan inflamasi

menyebar ke jaringan lainnya. Mekanisme ini dibantu oleh IL-6 dan mediator lainnya

dalam meningkatkan koagulasi intravaskular dengan cara mengindukasi monosit dan

sel endotel untuk mengekspresikan faktor jaringan. Saat faktor jaringan diekspresikan

pada permukaan sel, jalur clotting ekstrinsik dan intrinsik akan teraktivasi dan

terjadilah percepatan produksi trombin. Endotoksin akan meningkatkan aktivitas dari

inhibitor fibrinolisis (Plasminogen Activator Inhibitor (PAI-1) dan Thrombin

Activatable Fibrinolysis Inhibitor (TAFI)). Ketidakseimbangan antara inflamasi,

koagulasi, dan fibrinolisis inilah yang mengakibatkan koagulopati meluas, trombosis

mikrovaskular, dan tersupresinya fibrinolisis. Hal ini akan menyebabkan disfungsi

organ multiple dan kematian.

Abnormalitas sirkulasi

Pada sepsis, terjadi kerusakan pada endotel. Hal itu disebabkan oleh gabungan

dari beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah adanya stimulus dari berbagai

sitokin yang menarik neutrofil datang ke tempat terjadinya inflamasi dan berikatan

dengan sel endotel. Hal tersebut juga akan menarik fagosit ke tempat yang terinfeksi

dan mengaktifkan sistem antimikrobial. Aktivasi sel endotel juga dapat menyebabkan

peningkatan permeabilitas vaskular, trombosis mikrovaskular, DIC, dan hipotensi.

Selain itu, faktor yang mempengaruhi kerusakan endotel adalah pembentukan

trombus platelet-leukosit-fibrin karena teraktivasinya sistem koagulasi.

Syok septik masuk dalam kategori syok distributif, yang dikarakteristikan

dengan vasodilatasi patologis dan bergesernya aliran darah dari organ vital ke

Page 6: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

jaringan non vital, seperti kulit, otot skeletal, dan adiposa. Hal ini mengakibatkan

jaringan global mengalami hipoksia atau kurangnya pengantaran oksigen ke jaringan

vital. Sebagai tambahan, mitokondria menjadi disfungsional.

Syok septik terjadi karena vasodilatasi arteri yang disebabkan oleh aktivasi

channel kalium yang sensitif adenosine triiphosphate (ATP) pada sel otot polos

pembuluh darah dan aktivase NO sintase.

Channel kalium yang sensitif terhadap ATP teraktivasi oleh asidosis laktat.

NO juga mengaktifkan channel kalium. Aktfinya channel kalium mengakibatkan

relaksasi otot polos. Karena menurunnya tonus pembuluh darah arteri perifer, maka

tekanan darah bergantung pada cardiac output, namun jika cardiac output tidak bisa

mengkompensasi, terjadilah hipotensi dan syok.

- Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis sepsis pada pasien berbeda-beda, tergantung dari penyakit

yang mendasari dan infeksi primer pada pasien. Manifestasi sepsis bertahap dari

gejala SIRS, syok septik, hingga multiple organ dysfunction syndrome (MODS).

Riwayat

Gejala sepsis non spesifik, biasanya terdiri atas demam, menggigil, kaku,

lemah badan, mual, muntah, kesulitan bernapas, cemas, atau bingung.

Demam adalah gejala umum dari sepsis, namun mungkin saja absen pada

orang tua, pasien yang immunocompromised, neonatus, atau pada pasien dengan

uremia.

Hiperventilasi juga seing menjadi tanda awal pada respon sepsis yang

biasanya terjadi karena adanya stimulasi pusat respirasi di medulla oleh endotoxin dan

mediator lainnya.

Disorientasi, bingung, dan gejala encephalopathy juga dapate terjadi, terutama

pada pasien-pasien lanjut usia. Penyebab pasti ensefalopati metabolik belum

diketahui, tapi mungkin berhubungan dengan metabolisme asam amino.

Hipotensi dan DIC mempengaruhi terjadinya acrocyanosis dan nekrosis iskemik pada

jaringan perifer.

Manifestasi pada saluran pencernaan, seperti mual, muntah, diare, dan ileus

juga mengarah kepada akut gastroenteritis. Ulserasi stres dapat menyebabkan terjadi

Page 7: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

perdarahan saluran cerna atas. Jaundice kolestatik, dengan peningkatan serum

bilirubin dan ALP, juga mendahului proses sepsis.

Gejala lokal pada suatu sistem organ tertentu dapat membantu untuk menentukan

penyebab sepsis:

o Infeksi kepala dan leher – nyeri kepala hebat, kaku leher, perubahan status

mental,, nyeri telinga, sakit tenggorokan, nyeri sinus, limfadenopati

submandibular.

o Infeksi dada dan paru – batuk (biasanya berdahak), nyeri dada pleuritik,

dispneu

o Infeksi abdomen dan saluran cerna – nyeri abdomen, mual, muntah,

diare

o Infeksi pelvis dan genitourinari – nyeri pelvis atau pinggang, vaginal atau

iretral discharge, disuria, urgensi dan frekuensi

o Infeksi tulang dan jaringan lunak – nyeri tekan tungkai, eritema fikal, edema,

dan bengkak sendi.

Pemeriksaan Fisik

o Keadaan umum menilai ABC dan status mental. Status mental biasanya

berubah. Jika sudah terjadi perubahan status mental, hal itu menunjukan sudah

adanya gangguan organ dan meningkatnya mortalitas.

o Tanda vital observasi tanda-tanda hipoperfusi, periksa suhu badan pasien.

Demam mungkin bisa tidak ada, tapi pasien biasanya mengalami takipneu dan

takikardia.

o Warna kulit pucat, keabu-abuan, atau mottled menunjukkan kurangnya

perfusi jaringan pada syok septik. Cari tanda-tanda hipoperfusi. Ptechiae atau

purupura bisa terjadi, berhubungan dengan DIC.

o Tanda-tanda lainnya:

Infeksi CNS – Depresi status mental, tanda-tanda meningismus (kaku

leher)

Infeksi kepala dan leher – peradangan atau pembengkakan membran

timpani, nyeri tekan sinus, kongesti nasal atau eksudat, eritema faring,

stridor inspiratori, limfadenopati servikal.

Page 8: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

Infeksi dada dan paru – perkusi dullness, suara napas bronkial, rales

terlokalisasi, adanya konsolidasi.

Infeksi kardiak – adanya murmur baru, terutama pada pasien dengan

riwayat IDU.

Infeksi abdomen dan saluran cerna – distensi abdomen, nyeri

lokal, nyeri lepas, nyeri dan bengkak pada rectal.

Infeksi pelvis dan genitourinari – nyeri tekan kostovertebra, nyeri

tekan pelvis, nyeri gerak servik, massa atau nyeri tekan adneksa,

cervical discharge.

Infeksi tulang dan jaringan lunak – eritema fokal, edema, nyeri tekan,

krepitus, fluktuans, nyeri gerak sendi, efusi sendi.

Infeksi kulit – ptechiae, purpura, eritema, ulserasi, pembentukan bula,

fluktuans

- Komplikasi

o Komplikasi kardiopulmonal

Menurunnya P02

Acute Respiratory Distress Syndrome

Iskemik miokardial

o Komplikasi renal

Acute Renal Failure oliguria, azotemia, proteinuria

o Koagulopati

o Komplikasi neurologi

Polineuropati

- Terapi

Penatalaksanaan pasien dengan syok septik terdiri atas 3 tujuan utama:

o Resusitasi pasien dari syok septik untuk memperbaiki hipoksia, hipotensi, dan

gangguan oksigenasi jaringan

o Identifikasi sumber infeksi dan pengobatan dengan antibiotik, pembedahan,

atau keduanya.

o Menjaga fungsi sistem organ secara adekuat denan monitor kardiovaskular

dan interupasi patogenesis dari MODS.

Page 9: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

Prinsip manajemen syok septik:

o Pengenalan dini

o Terapi antibiotik secara dini dan adekuat

Antimikroba (sumber infeksi ?, renal normal):

Dewasa sistem imun baik:

Reg I:ceftrikason/ ticarcillin-clavulanate/ piperacillin-

tazobactam

Reg II: Meropenem/ imipenem-cilastin/ cefepime

Dapat ditambahkan: gentamicin/ tobramicin pada regimen I/II

Alergi b-lactam: cipropfloxacin/ levofloxacin+clindamycin

MRSA: +vancomycin

Neutropeni:

Reg I: imipenem-cilastin/ meropenem/ cefepime

Reg II: ticarcillin-clavulanate/ piperacillin-tazobactam

Ditambahkan: tobramycin pada I/II

MRSA/ Phlebitis susp stapilococcus inf/ kerusakan mukosa

pada kemoterapi: +vancomycin

Splenektomi:

cefotaxime/ ceftriakson, bila terdapat pneumococcus resisten

terhadap sefalosporin + vancomycin

Alergi terhadap b-lactam:

vancomycin+ciprofloxacin/levofloxacin/aztreonam

Pengguna obat suntik:

Nafcillin/oxacillin+gentamicin

MRSA/alergi b-lactam: gentamicin+vancomycin

AIDS:

Reg I: Cefepime+ticarcillin-clavulanate

Reg II: piperacillin-tazobactam+tobramycin

Alergi b-lactam: ciprofloxacin/levofloxacin+vancomycin+tobramycin

o Kontrol sumber infeksi

o Resusitasi hemodinamik dini

Cairan IV: NaCL 1-2L dalam 1-2jam

Bila perlu: vasopressor (vasopressin/ ADH 0,01-0,04U/mnt))

Page 10: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

Bila Ht rendah: transfusi eritrosit Ht>30%

Bila ke-3 cara di atas belum berhasil: dobutamin (2,5-10mcg/kg/mnt)

Pantau adekuasi perfusi (TD,mental,SvO2,akral,urine,CVP)

Pada pasien sepsis dengan shock refrakter: pertimbangkan terjadi

insufisiensi adrenal berikan hidrokortison tapp off

Bila hipoksemia, hipercapnia, perburukan neurologis, gagal otot

pernafasan: ventilator

Profilaksis stress ulcer: H2 bloker

DIC: transfusi trombosit dan FFP

ARF: hemodialisis

o Drotrecogin alpha

o Kontrol glikemik ketat

o Managemen ventilator dengan volume tidak rendah pada pasien dengan

ARDS

Page 11: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Perdarahan dari Traktus Gastrointestinal dapat bermanifestasi dalam 5 bentuk,

Hematemesis, yaitu muntah darah atau muntah seperti “coffee-grounds”. Melena, yaitu

buang air besar hitam seperti ter dan berbau busuk. Hematochezia, yaitu keluarnya darah

berwarna merah terang atau merah tua dari rektum. Perdarahan gastrointestinal

tersembunyi; yang dapat diidentifikasi walau tanpa adanya perdarahan yang jelas dari

pemeriksaan feses secara khusus (tes Guaiac). Terakhir adalah manifestasi hanya berupa

gejala kehilangan darah atau anemia, seperti kepala terasa melayang, pingsan, angina,

atau dispnea.

Sumber – Sumber Perdarahan Gastrointestinal

Perdarahan dari traktus gastrointestinal bagian atas

Insiden perdarahan gastrointestinal bagian atas pada penderita yang datang ke

Rumah Sakit di Amerika dan Eropa sekitar 0,1%, dengan mortality rate sekitar 5–10%.

Ulcus Pepticum merupakan penyebab tersering dari Perdarahan Gastrointestinal bagian

atas. Kematian penderita jarang karena kehabisan darah, tetapi justru akibat

dekompensasi dari penyakit dasar lainnya. Angka kematian penderita berusia <60 tahun

tanpa keganasan atau gagal organ <1%. Gastropati hemoragik atau erosif (misalnya

karena NSAID atau alkohol) dan esofagitis erosif sering hanya menyebabkan perdarahan

gastrointestinal atas yang ringan, jarang berupa perdarahan mayor.

Sumber Perdarahan Saluran Cerna pada Pasien yang dirawat :

Sumber Perdarahan Persentase

Ulkus peptik 31-59 %

Varises esofagus 7-20 %

Robekan Mallory-Weiss 4-8 %

Erosi gastroduodenal 2-7 %

Esofagitis erosif 1-13 %

Keganasan 2-7 %

Ektasias vaskuler 0-6%

Sumber tidak teridentifikasi 8-14 %

Ulkus peptikum

Page 12: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

Ulkus peptikum merupakan penyebab perdarahan gastrointestinal bagian atas

yang tersering. Gambaran klinis yang memberikan prognosis kurang baik berupa:

instabilitas hemodinamik, jumlah unit darah yang ditranfusikan, adanya darah yang

berwarna merah pada muntahan atau feses, umur lanjut, dan adanya penyakit penyerta,

serta karakteristik ulkus yang dilihat pada endoskopi.

Sepertiga penderita dengan perdarahan aktif atau dengan pembuluh darah yang

terlihat tampaknya tidak berdarah, ternyata mengalami perdarahan kemudian, yang

memerlukan pembedahan segera bila sebelumnya mereka hanya diterapi secara

konservatif saja. Para penderita tersebut baru berkurang perdarahannya, lebih cepat

dipulangkan dari Rumah Sakit, biaya dan mortalitasnya lebih rendah, dengan dilakukan

terapi endoskopik dengan elektrokoagulasi bipoler, heater probe, atau terapi injeksi

dengan (alkohol absolut; epinefrin 1:10.000).

Sebaliknya penderita dengan dasar ulkus yang bersih, yang mengalami perdarahan

berulang hampir mendekati nol. Bila penderita tidak memiliki alasan lain untuk dirawat di

Rumah Sakit, penderita yang keadaanya stabil dapat dipulangkan pada hari pertama.

Penderita ulkus peptik dengan dasar ulkusnya yang tidak bersih, biasanya sebaiknya tetap

tinggal di Rumah Sakit selama 3 hari, karena kebanyakan episode perdarahan ulang

sering terjadi dalam 3 hari.

Pada controlled-trials di Eropa dan Asia baru-baru ini, pemberian omeprazole

dosis tinggi i.v. digunakan untuk menaikkan pH intragastrik menjadi 6-7 dan

mempercepat stabilisasi bekuan darah sehingga mengurangi perdarahan selanjutnnya

(bukan mortalitas), bahkan setelah terapi endoskopik dilaksanakan.

Hampir 1/3 penderita dengan ulkus berdarah akan mengalami perdarahan ulang

dalam 1-2 tahun berikutnya. Pencegahan perdarahan ulang ditekankan pada 3 faktor

utama dalam patogenesis ulkus, yaitu : Helicobacter pylori, NSAIDs, dan asam. Eradikasi

H. pylori pada penderita dengan ulkus berdarah secara dramatis mengurangi angka

perdarahan ulang sampai <5%. Bila ulkus yang berdarah terjadi pada penderita yang

mengkonsumsi NSAID, sebaiknya NSAID tsb. dihentikan bila memungkinkan. Bila

penggunaan NSAID tetap harus dilanjutkan, harus diberikan terapi inisial dengan PPI

(proton pump inhibitor), dan terapi profilaksis selanjutnya memakai PPI atau misoprostol

selama penderita tsb. menggunakan NSAID. Perubahan dari pemakaian NSAID standar ke

penggunaan inhibitor spesifik COX-2, seharusnya secara bermakna mengurangi resiko

perdarahan ulang traktus gastrointestinal bagian atas. Penderita dengan ulkus berdarah

Page 13: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

yang tidak berkaitan dengan H. pylori maupun NSAID, tetap harus mendapatkan dosis

penuh terapi antisekresi untuk seumur hidup.

Terapi untuk ulkus peptikum yang berkaitan dengan H. Pylori dikenal dengan

triple therapy (clarithromycin, PPI, dan antibiotik amoksisilin atau metronidazol) selama

10–14 hari. Strategi lainnya yang juga digunakan untuk terapi H. Pylori adalah quadruple

therapy, yang terdiri atas PPI, bismuth subsalicylate, dan antibiotik tetrasiklin dan

metronidazol selama 10–14 hari. Quadruple therapy digunakan jika pasien tidak bisa

menggunakan antibiotik turunan penisilin, yang sebelumnya mendapat terapi macrolide,

seperti clarithromycin, atau masih terinfeksi H. Pylori karena gagalnya triple therapy

gagal membunuh bakteri.

Robekan Mallory-Weiss

Anamnesis klasik yaitu adanya muntah-muntah atau batuk yang mendahului

hematemesis, khususnya pada penderita bukan alkoholik. Robekan ini biasanya terjadi

secara linear pada gastro-esophageal junction karena esofagus dan lambung berbentuk

silindrikal. Perdarahan dari robekan ini, yang biasanya terjadi di bagian mukosa lambung

yang dekat dengan gastroesophageal-junction, berhenti spontan pada 80-90%

penderitanya dan terjadi perdarahan ulang hanya pada 0-7% penderitanya.

Robekan ini terjadi karena adanya peningkatan tekanan dan distensi intragastik

secara cepat, yang akan meningkatkan pengeluaran cairan yang sangat kuat melalui

esofagus. Robekan ini juga dapat terjadi karena tekanan transgastrik akibat tekanan

negatif intratoraksik dan tekanan positif intragastrik yang mengakibatkan distorsi dari

kardiak lambung.

Pada perdarahan aktif robekan Mallory-Weiss, terapi endoskopik efektif. Terapi

angiografik dengan infus vasopressin intraarterial atau embolisasi juga berguna. Jarang

diperlukan terapi operasi menjahit kembali robekan.

Varises esofagus

Varises esofagus adalah dilatasi vena sub mukosa yang ekstrem pada 1/3 bahwa

esofagus. Hal ini biasanya terjadi karena hipertensi portal, umumnya akibat dari sirosis.

Pasien dengan varises esofagus memiliki kecenderungan untuk terjadi perdarahan.

Pasien perdarahan saluran pencernaan bagian atas dengan bukti klinik yang

menyokong kepada kemungkinan penyakit liver, seharusnya dilakukan endoskopi dini

untuk menentukan apakah sumber perdarahan dari varises yang pecah, karena pasien

Page 14: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

dengan perdarahan varises mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan

pasien perdarahan saluran pencernaan bagian atas oleh sebab lain.

Pada saat ini terapi endoskopi akan menurunkan timbulnya perdarahan lebih

lanjut, dan terapi endoskopi sesi berulang untuk menghilangkan varises esofagus secara

nyata akan menurunkan kejadian perdarahan ulang dan angka kematian. Terapi ligasi

endoskopik merupakan terapi endoskopi pilihan untuk varises esofagus karena akan lebih

menurunkan kejadian perdarahan ulang, akan menurunkan angka kematian, dengan lebih

sedikit komplikasi lokal, dan mempersingkat waktu/sesi pengobatan dibandingkan

dengan eradikasi varises menggunakan skleroterapi.

Terapi akut dengan octreotide (50 g bolus dan 50 g/jam/infus i.v., selama 2-5

hari) atau somatostatin dapat membantu dalam mengontrol perdarahan akut, dan obat-

obat ini telah menggantikan vasopresin sebagai pilihan terapi medis untuk kasus

perdarahan varises akut. Selama ini terapi dengan -bloker nonselektif (propanolol) juga

telah menunjukkan berkurangnya kekambuhan perdarahan dari varises esofagus. Obat-

obat ini biasanya diberikan bersama dengan terapi endoskopi kronik.

Pada pasien dengan perdarahan persisten atau berulang selain terapi endoskopi

dan medis disarankan juga untuk dilakukan terapi yang lebih invasif. Transjugular

intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) mengurangi perdarahan ulang lebih efektif

daripada terapi endoskopi, walaupun ensefalopati hepatik lebih sering terjadi dan

mortalitasnya kira-kira sebanding. Kebanyakan pasien dengan TIPS mengalami stenosis

shunt dalam waktu 1-2 tahun dan memerlukan reinstrumentasi. Karenanya TIPS paling

sesuai untuk penderita dengan penyakit hati yang lebih berat dan kepada mereka yang

merencanakan transplantasi. Pasien dengan sirosis yang lebih ringan dan kompensata

mungkin seharusnya menjalani pembedahan dekompresi (distal splenorenal shunt).

Hipertensi portal juga bertanggung jawab terhadap terjadinya perdarahan dari

varises lambung, varises ektopik di usus halus dan usus besar, serta gastropati hipertensif

portal dan enterokolopati.

Gastropati Hemoragika dan Erosiva (“Gastritis”)

Gastropati hemoragika dan erosiva atau gastritis mengacu kepada perdarahan dan

erosi subepitelial yang tampak secara endoskopik. Ini merupakan lesi mukosa dan karenanya

tidak mengakibatkan perdarahan mayor. Kelainan ini dapat karena berbagai latar belakang,

tetapi terutama karena pemakaian NSAID, alcohol, dan stress. Separuh penderita yang

mengkonsumsi NSAID secara kronis, mengalami erosi (15-30% mengalami ulkus),

Page 15: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

sedangkan sampai 20% penderita alkoholik aktif yang mengalami perdarahan gastrointestinal

bagian atas, terbukti terdapat erosi dan perdarahan subepitel.

Jejas mukosa gaster yang berhubungan dengan stress terjadi hanya pada penderita

yang sakit berat; yaitu mereka yang mengalami trauma serius, operasi mayor, luka bakar >1/3

luas permukaan tubuh, penyakit intrakranial mayor dan penyakit medis berat (ketergantungan

pada ventilator, koagulopati). Perdarahan yang bermakna mungkin tidak akan timbul sampai

ulserasi terjadi. Mortalitas pada penderita ini cukup tinggi akibat dari penyakit dasarnya yang

serius.

Pada tahun-tahun terakhir ini, insiden perdarahan yang bersumber dari jejas atau

ulserasi mukosa gaster yang berhubungan dengan stress, telah berkurang secara dramatis

karena lebih baiknya penanganan penderita yang sakit kritis. Prinsip dari terapi farmakologis

pada gastritis erosiva adalah dengan menurunkan kadar asam lambung. Terapi tersebut

diharapkan dapat mengurangi gejala yang menyertai gastritis dan mempercepat

penyembuhan lapisan lambung. Profilaksis farmakologik untuk terjadinya perdarahan, harus

dipertimbangkan pada penderita resiko tinggi seperti yang disebutkan di atas. Data klinis

yang terbaik menunjukkan bahwa terapi antagonis reseptor H2 i.v. merupakan terapi pilihan

walaupun sukralfat juga efektif. Terapi profilaksis mengurangi terjadinya perdarahan, tetapi

tidak menurunkan mortalitas. Pengobatan dengan antasid, antagonis reseptor H2, dan PPI

merupakan pilihan terapi pada gastritis erosiva berdarah.

Penyebab-penyebab lain

Penyebab perdarahan gastrointestinal atas yang lebih jarang meliputi : duodenitis

erosiva, neoplasma, fistula aortoenterik, lesi-lesi vaskuler (termasuk telengektasi hemoragik

herediter = Osler-Weber-Rendu dan pelebaran pembuluh darah antrum gaster = “water melon

stomach”), lesi Dieulafoy’s (dimana pembuluh darah aberan di dalam mukosa berdarah

karena suatu pin-point mucosal defect), gastropati prolaps (prolaps bagian proksimal gaster

ke dalam esofagus, disertai muntah-muntah, khususnya pada penderita alkoholik), serta

hemobilia dan hemosuccus pancreaticus (perdarahan dari saluran empedu atau saluran

pankreas).

Sumber-sumber perdarahan dari usus halus

Asal perdarahan dari usus halus (perdarahan dari sisi bawah endoskop standar untuk

bagian atas) adalah sulit untuk didiagnosis dan merupakan penyebab mayoritas kasus

perdarahan gastrointestinal yang tidak jelas. Perdarahan dari usus halus tidak biasanya terjadi.

Page 16: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

Penyebab yang tersering meliputi: pelebaran pembuluh darah dan tumor (misalnya:

adenokarsinoma, leiomioma, limfoma, polip jinak, karsinoid, metastase, dan lipoma).

Penyebab lainnya yang lebih jarang yaitu: penyakit Crohn’s, infeksi, iskemi, vaskulitis,

varises usus halus, divertikula, divertikula Meckel’s, kista duplikasi, serta intususepsi.

NSAID menginduksi terjadinya erosi dan ulkus pada usu halus, dan mungkin menyebabkan

perdarahan gastrointestinal kronik yang tidak jelas.

Pada anak-anak, divertikulum Meckel’s merupakan penyebab perdarahan

gastrointestinal bagian bawah yang signifikan, yang berkurang frekuensinya sebagai

penyebab perdarahan dengan bertambahnya umur.

Pada orang dewasa di bawah 40-50 tahun, tumor-tumor usus halus sering

menyebabkan perdarahan saluran cerna bawah yang tidak jelas. Sedangkan pada penderita di

atas 50-60 tahun, pelebaran pembuluh darah adalah penyebabnya.

Pelebaran pembuluh darah harus diobati dengan terapi endoskopik bila mungkin.

Terapi operatif dapat dikerjakan bila pelebaran pembuluh darah tersebut terisolasi pada

segmen usus halus dimana terapi endoskopik tidak berhasil; dapat dicoba juga kombinasi

estrogen/progesteron.

Lesi-lesi terisolasi seperti tumor, divertikula, atau duplikasi, umumnya diobati dengan

reseksi bedah.

Penatalaksanaan

Pengukuran denyut jantung dan tekanan darah adalah cara terbaik dalam menilai

penderita dengan perdarahan saluran cerna. Perdarahan yang secara klinis bermakna terlihat

dari perubahan postural denyut jantung atau tekanan darah, takikardi, dan akhirnya hipotensi

dalam posisi berbaring. Penderita juga mungkin mengalami reaksi vasovagal dengan

bradikardi selama episode perdarahan.

Secara kontras Hb tidak segera turun pada perdarahan gastrointestinal akut

sehubungan dengan berkurangnya plasma dan volume sel darah merah secara proporsional

(terbuangnya seluruh komponen darah). Dengan demikian Hb dapat normal atau berkurang

sedikit pada presentasi awal dari episode perdarahan yang berat. Ketika cairan ekstravaskular

memasuki ruang intravaskular untuk memperbaiki volume darah, Hb akan turun, tetapi

proses ini terjadi dalam >72 jam setelah perdarahan. Pasien dengan perdarahan

gastrointestinal yang lambat, kronik, mempunyai Hb yang sangat rendah meskipun tekanan

Page 17: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

darah dan heart ratenya normal. Dengan terjadinya anemia kekurangan besi, mean

corpuscular volume akan rendah dan luasnya distribusi sel darah merah akan meningkat.

Perbedaan perdarahan gastrointestinal atas dan bawah

Hematemesis menunjukkan sumber perdarahan yang berasal dari gastrointestinal

bagian atas (di atas ligamentum Treitz). Melena menunjukkan bahwa darah telah berada di

saluran gastrointestinal selama paling sedikit 14 jam. Karena itu makin proksimal tempat

perdarahan, makin mungkin melena akan terjadi. Hematochezia biasanya menunjukkan

perdarahan gastrointestinal sebelah bawah, meskipun bisa saja terjadi pada perdarahan

gastrointestinal sebelah atas yang sangat cepat sehingga darah tidak tinggal dalam waktu

yang cukup lama di dalam usus untuk dapat menimbulkan melena. Ketika hematochezia

merupakan gejala dari perdarahan gastrointestinal bagian atas, hal itu akan berhubungan

dengan ketidakstabilan hemodinamik dan turunnya Hb. Perdarahan karena lesi di usus kecil

bisa menampakkan presentasi sebagai melena atau hematochezia.

Tidak didapatkannya darah pada aspirasi nasogastrik terjadi pada >16% pasien

dengan perdarahan gastrointestinal bagian atas, biasanya dari ulkus duodenum. Bahkan bile

stained appearance tidak menyingkirkan perdarahan lesi post pyloric sejak dilaporkan

empedu pada cairan aspirasi adalah tidak benar (bukan empedu) pada sekitar 50% kasus. Uji

cairan aspirasi yang bukan darah secara keseluruhan untuk mencari perdarahan tersembunyi

tidak memiliki nilai klinis. Petunjuk lain untuk perdarahan gastrointestinal atas meliputi

bising usus yang hiperaktif dan meningkatnya BUN (sehubungan dengan berkurangnya

volume dan diabsorpsinya protein darah.

Evaluasi diagnostik untuk penderita perdarahan saluran cerna

Perdarahan gastrointestinal bagian atas

Anamnesis dan pemeriksaan fisik jarang mendiagnosis sumber perdarahan

gastrointestinal. Endoskopi atas adalah uji pilihan pada penderita perdarahan gastrointestinal

bagian atas dan harus dilaksanakan segera pada penderita dengan hemodinamik tidak stabil

(hipotensi, takikardi, atau perubahan postural denyut jantung atau tekanan darah). Endoskopi

rutin secara dini juga bermanfaat dalam kasus perdarahan yang lebih ringan untuk

memutuskan tatalaksana. Penderita dengan perdarahan mayor dan penemuan endoskopiknya

beresiko tinggi (varises, ulkus dengan perdarahan aktif atau terlihat pembuluh darahnya)

mendapat manfaat dari terapi hemostatik endoskopik. Sedangkan pasien dengan lesi resiko

rendah (ulkus yang berdasar bersih, robekan Mallory-Weiss yang tidak berdarah, gastropati

Page 18: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

erosiva atau hemoragika) dengan tanda-tanda vital dan Hb yang stabil serta tidak mempunyai

problem medis lainnya dapat dipulangkan.

Perdarahan gastrointestinal bagian bawah

Pasien dengan hematochezia dan instabilitas dinamik harus melakukan pemeriksaan

endoskopi atas untuk menyingkarkan sumber perdarahan dari GI bagian atas.

Page 19: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

Perdarahan gastrointestinal dengan asal yang tidak jelas

Perdarahan saluran cerna yang tidak jelas sumbernya didefinisikan sebagai

perdarahan akut berulang atau kronis yang sumber perdarahannya tidak dapat diidentifikasi

dengan endoskopi rutin dan studi kontras. Enteroskopi dorong, dengan enteroskop yang di

disain khusus atau kolonoskop anak-anak untuk melihat seluruh duodenum dan bagian dari

yeyunum, pada umumnya merupakan langkah berikutnya. Enteroskopi dorong dapat

mengidentifikasi kemungkinan tempat perdarahan pada 20-40% penderita perdarahan saluran

Page 20: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

cerna yang asalnya tidak jelas. Bila enteroskopi hasilnya negatif atau tidak tersedia, harus

dilakukan pemeriksaan radiografik khusus untuk usus halus (misalnya enteroclysis).

Penderita dengan perdarahan berulang yang membutuhkan tranfusi atau rawat inap

berulang harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Skintigrafi eritrosit berlabel 99MTc harus

dikerjakan. Angiografi berguna bahkan ketika perdarahan sudah reda karena prosedur ini

dapat membedakan anomali vascular atau pembuluh darah tumor. Skintigrafi 99MTc

pertechnetate untuk menegakkan diagnosis divertikulum Meckel’s harus dikerjakan,

khususnya dalam mengevaluasi penderita muda dengan perdarahan saluran cerna bagian

bawah. Bila semua uji tidak dapat mengungkapkan diagnosis, maka endoskopi intraoperatif

merupakan indikasi pada pasien dengan perdarahan berulang atau persisten yang berat yang

memerlukan tranfusi darah berulang.

Perdarahan gastrointestinal tersembunyi

Perdarahan gastrointestinal tersembunyi bermanifestasi baik sebagai uji positif pada

pemeriksaan darah samar feses atau anemia defisiensi besi. Kecuali bila penderita mengalami

gejala gastrointestinal atas, evaluasi perdarahan tersembunyi pada umumnya harus dimulai

dengan kolonoskopi, khususnya pada penderita >40 tahun. Bila evaluasi kolonnya negatif,

beberapa ahli mengerjakan endoskopi atas hanya bila terdapat anemia defisiensi besi atau

gejala-gejala gastrointestinal atas; sementara ahli-ahli lainnya menganjurkan endoskopi atas

pada semua pasien sejak >25-40% penderita-penderita ini memiliki beberapa abnormalitas

pada endoskopi bagian atas. Bila uji endoskopi standar tidak juga mengungkapkan diagnosis,

enteroskopi dan atau enteroclysis dapat dipertimbangkan pada anemia defisiensi besi.

Page 21: Tinjauan Pustaka-Syok Septik

Daftar Pustaka

Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2008.

Gastrointestinal Bleeding. Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th

Edition. USA: McGraw-Hill International.

Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2008. Severe

Sepsis and Septic Shock. Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th

Edition. USA: McGraw-Hill International.

http://emedicine.medscape.com/article/168402-overview

http://www.news-medical.net/health/What-are-Cytokines.aspx

http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hpylori/#7