tinjauan pustaka pmd

22
TINJAUAN PUSTAKA A. Ampas Tahu 1. Pengertian Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu dengan bahan utamanya kacang kedele (Glycine max Merr). Proses pembuatan tahu meliputi tahap perendaman kedelai, penggilingan, pendidihan bubur kedele, penyaringan atau pemerasan, penggumpalan sari kedelai dan pengempresan. Pada proses pembuatan tahu diperoleh limbah yaitu ampas tahu yang berupa padatan putih (Prabowo, 1983). Menurut Suhartini (2005) ampas tahu merupakan limbah dalam proses pembuatan tahu yang berbentuk padat dan diperoleh dari bubur kedelai yang diperas. Di dalam ampas tahu masih terdapat kandungan protein yang relative tinggi. Hal itu disebabkan pada proses pembuatan tahu, tidak semua bagian protein dapat diekstrak. Ampas Tahu adalah sisa barang yang telah diambil sarinya atau patinya atau limbah industri pangan yang telah diambil sarinya melalui proses pengolahan secara basah seperti ampas kecap,ampas tahu, ampas bir, dan ampas ubi kayu. Masyarakat kita umumnya ampas tahu tersebut digunakan sebagai pakan ternak dan sebagian dipakai sebagai bahan dasar pembuataan tempe gembus. 2. Kandungana Zat Gizi Ampas Tahu

Upload: risa-molida

Post on 08-Feb-2016

159 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Pmd

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ampas Tahu

1. Pengertian Ampas Tahu

Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu dengan bahan

utamanya kacang kedele (Glycine max Merr). Proses pembuatan tahu meliputi

tahap perendaman kedelai, penggilingan, pendidihan bubur kedele, penyaringan

atau pemerasan, penggumpalan sari kedelai dan pengempresan. Pada proses

pembuatan tahu diperoleh limbah yaitu ampas tahu yang berupa padatan putih

(Prabowo, 1983).

Menurut Suhartini (2005) ampas tahu merupakan limbah dalam proses

pembuatan tahu yang berbentuk padat dan diperoleh dari bubur kedelai yang

diperas. Di dalam ampas tahu masih terdapat kandungan protein yang relative

tinggi. Hal itu disebabkan pada proses pembuatan tahu, tidak semua bagian

protein dapat diekstrak.

Ampas Tahu adalah sisa barang yang telah diambil sarinya atau patinya

atau limbah industri pangan yang telah diambil sarinya melalui proses pengolahan

secara basah seperti ampas kecap,ampas tahu, ampas bir, dan ampas ubi kayu.

Masyarakat kita umumnya ampas tahu tersebut digunakan sebagai pakan ternak

dan sebagian dipakai sebagai bahan dasar pembuataan tempe gembus.

2. Kandungana Zat Gizi Ampas Tahu

Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai

sumber protein. Ampas tahu lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan kacang

kedelai. Menurut Prabowo dkk (1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu

mempunyai nilai biologis lebih tinggi dari pada protein biji kedelai dalam

keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak.

Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro

yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang

dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm. Ampas tahu dalam keadaan segar berkadar air

Page 2: Tinjauan Pustaka Pmd

sekitar 84,5 % dari bobotnya. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan umur

simpannya pendek. Ampas tahu basah tidak tahan disimpan dan akan cepat

menjadi asam dan busuk selama 2-3 hari, sehingga ternak tidak menyukai lagi.

Ampas tahu kering mengandung air sekitar 10,0 - 15,5 % sehingga umur

simpannya lebih lama dibandingkan dengan ampas tahu segar (Widjatmoko,

1996).

Tabel 1. Komposisi Nutrisi / Kimia Ampas Tahu

Nutrisi Ampas Tahu

Basah (%) Kering (%)

Bahan. Kering

Protein Kasar

Serat. Kasar

Lemak kasar

Abu

BETN

14,69

2,91

3,76

1,39

0,58

6,05

88,35

23,39

19,44

9,96

4,58

30,48

Sumber : Suprapti (2005)

Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan

menggumpal bila bereaksi dengan asam. Penggumpalan protein oleh asam cuka

akan berlangsung secara cepat dan bersamaan diseluruh bagian cairan sari

kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai

akan terkumpul di

dalamnya. Pengeluaran air yang terkumpul tersebut dapat dilakukan dengan

memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air

dapat dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein itulah yang disebut

dengan tahu (Suprapti, 2005). Sebagai akibat proses pembuatan tahu, sebagian

protein terbawa atau menjadi produk tahu, sisanya terbagi menjadi dua, yaitu

terbawa dalam limbah padat (ampas tahu) dan limbah cair.

Kandungan gizi dalam kedelai, tahu dan ampas tahu masing-masing dapat

dilihat dalam Tabel 2.

Page 3: Tinjauan Pustaka Pmd

Tabel 2. Kandungan Unsur Gizi dan Kalori dalam Kedelai, Tahu dan Ampas Tahu

No Unsur Gizi Kadar 100 gram bahan

Kedelai Tahu Ampas Tahu

1 Energi (kal) 382 79 393

2 Air (g) 20 84,4 4,9

3 Protein (g) 30,2 7,8 17,4

4 Lemak (g) 15,6 4,6 5,9

5 Karbohidrat (g) 30,1 1,6 67,5

6 Mineral (g) 4,1 1,2 4,3

7 Kalsium (g) 196 124 19

8 Fosfor (g) 506 63 29

9 Zat besi (mg) 6,9 0,8 4

10 Vitamin A (mg) 29 0 0

11 Vitamin B (mg) 0,93 0,06 0,2

Sumber : Suprapti (2005)

3. Keunggulan dan Kelemahan Ampas Tahu

Menurut Nasliniwaty (2001) beberapa keunggulan lain dari ampas tahu,

adalah ampas tahu lebih murah, mudah diperoleh dan memiliki nilai gizi yang

cukup tinggi. Dan kelemahan dari ampas tahu yaitu tidak dapat disimpan lama

dan hanya bertahan sekitar 6 jam. Sedangkan menurut Suhartini (2005)

kelemahan lain ampas tahu yaitu akan terasa pahit/ getir apabila salah dalam

penanganannya. Untuk menghindari hal itu, sebelum diolah menjadi suatu prodak

pangan, ampas tahu terlebih dahulu dikukus atau dijemur (dibuat tepung).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan produk olahan kedelai kurang

disukai. Antara lain aroma langu atau aroma kacang, rasa pahit dan rasa seperti

kapur. Menurut Hartoyo (2005) rasa dan bau itu ditimbulkan oleh kerja enzim

lipogsiginase yang ada dalam biji kedelai. Enzim itu akan bereaksi dengan lemak

pada waktu penggilingan kedelai, terutama jika menggunakan air dingin. Hasil

Page 4: Tinjauan Pustaka Pmd

reaksinya paling sedikit berupa delapan senyawa volatile (mudah menguap)

terutama etil- fenil- keton. Jika dibuat dengan cara yang tidak baik, maka kedelai

masih mengandung senyawa- senyawa anti gizi dan senyawa penyebab off- flavor

yaitu penyimpanan cita rasa dan aroma pada produk olah kedelai berasal dari

bahan bakunya, yaitu kedelai. Senyawa- senyawa anti gizi itu diantaranya

antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, dan aligosakarida penyebab flatulensi

(timbulnya gas dalam perut sehingga perut menjadi kembung). Senyawa- senyawa

tersebut membatasi kapasitas protein untuk diserap oleh tubuh tetapi dapat diatasi

dengan proses perendaman, perebusan atau fermentasi. Sehingga aman untuk

dikonsumsi manusia (Astawan, 1991).

4. Macam – Macam Olahan Makanan dari Ampas Tahu

Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu yang

banyak terdapat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Oleh karena itu untuk

menghasilkan ampas tahu tidak terlepas dari proses pembuatan tahu. Ampas tahu

yang dihasilkan dari pabrik tahu di Indonesia cukup melimpah, dimana kacang

kedelai yang diimpor oleh Indonesia pada tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton.

Indonesia pada tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton, sedangkan Jawa Barat

sebanyak 85.988 ton. Bila 50% kacang kedelai tersebut digunakan untuk

membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu sebesar 100-

112%, maka jumlah ampas tahu tercatat 731.501,5 ton secara nasional. Dari

sekian banyak ampas tahu yang dihasilkan belum semuanya terolah dengan baik,

baik sebagai pakan ternak maupun bahan makanan lainnya. Ampas ini biasanya

digunakan oleh beberapa masyarakat pedesaan untuk diolah menjadi bahan

pembuatan tempe gembus. (Anonim, 2000)

Menurut Arief (2003) dalam 100 gr ampas tahu basah mengandung

protein 18,12 gr; lemak 11,25 gr; karbohidrat 26,84 gr; dan air 40,80%. Di dalam

ampas tahu masih terdapat kandungan protein yang relative tinggi. Hal itu

disebabkan pada proses pembuatan tahu, tidak semua bagian protein dapat

diekstrak. maka sangat memungkinkan ampas tahu dapat diolah menjadi bahan

makanan yang beragam variasinya (Suhartini, 2005)

Page 5: Tinjauan Pustaka Pmd

Ampas tahu adalah salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan kembali

melalui daur ulang atau dikonversikan keproduk lain yang berguna seperti kecap,

bakso, kerupuk, stik, cookies, abon dan sebagainya yang memiliki nilai jual lebih

tinggi dibanding dengan pemanfaatan ampas tahu sebagai pakan ternak atau

sebagai tempe gembus (menjes) (Suhartini, 2005).

B. Bakso Ampas Tahu

1. Pengertian Bakso

Selama ini pemanfaatnnya ampas tahu sebagai substituent makananan

olahan hanya terbatas sebagai cemilan dalam bentuk “ tempe gembus “ sebagian

lagi digunakan sebagai pakan ternak atau dibuang. Bila dilihat dari nilai gizi

ampas tahu masih mempunyai kandungan protein yang cukup dan kandungan

seratnya juga cukup tinggi. Disebutkan dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan,

kandungan zat gizi ampas tahu sebenarnya cukup tinggi yaitu mengandung 26,6

% protein, 18,3 % lemak, 41,3 % karbohidrat dalam 100 gr berat kering.

Kandungan zat gizi ampas tahu yang masih cukup tinggi dan terdapat dalam

jumlah yang banyak memberikan peluang yang sangat besar untuk dimanfaatkan

sebagai substituent dalam pengolahan makanan seperti bakso (Handasari dan

Syamsiyah, 2010).

Bakso merupakan produk olahan daging/ ikan/ tahu/ bahan lain yang telah

dihaluskan, dicampur dengan bumbu- bumbu dan tepung kemudian dibentuk

bulat-bulat dengan diameter 2 – 4 cm atau sesuai dengan selera (Suprapti, 2003).

Bakso merupakan salah satu dari makanan sepinggan yang sangat popular

dan digemari oleh masyarakat. Hal ini tercermin dari banyaknya penjual mie

bakso mulai dari restoran sampai ke warung-warung kecil dan gerobak dorong.

Pada umumnya bakso terbuat dari daging sapi, ayam atau ikan. Tidak semua

orang dapat memperoleh bakso yang berkualitas baik karena bakso yang

berkualitas baik dijual dengan harga yang mahal sehingga hanya konsumen

tingkat ekonomi menengah keatas saja yang mampu mengkonsumsinya. Agar

bakso berkualitas juga dapat dikonsumsi oleh konsumen tingkat ekonomi

Page 6: Tinjauan Pustaka Pmd

menengah kebawah maka harga jual bakso perlu ditekan. Salah satu usaha untuk

menekan harga jual bakso adalah dengan mengganti sebagian daging dengan

bahan lain yang mempunyai kandungan protein tinggi. Bahan lain yang

berpotensi tinggi dari berserat tinggi tetapi mempunyai nilai ekonomi yang

relative rendah adalah ampas tahu (Handasari dan Syamsiyah, 2010).

2. Bahan Tambahan Pembuatan Bakso dari Ampas Tahu

Kualitas bakso ditentukan oleh kualitas bahan- bahan yang digunakan,

serta perbandingan didalam adonan. Bahan-bahan bakso terdiri atas bahan utama

dan bahan tambahan. Faktor lain seperti, pemakaian bahan tambahan dan cara

pemasakan, juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan. Pada

pembuatan bakso tidak harus menggunakan campuran tepung tapioca dengan

daging murni, namun penggunaan daging dapat disubstitusikan dengan ampas

tahu, sedangkan bahan tambahan yang digunakan adalah bahan pengisi, garam, es

atau air es, bumbu-bumbu seperti lada serta bahan penyedap (Sunarlim, 1992).

a. Bahan Pengisi

Bahan pengisi dan bahan pengikat diperlukan dalam pembuatan

bakso. Perbedaan antara bahan pengikat dan bahan pengisi terletak pada

fraksi utama dan kemampuannya mengemulsikan lemak. Bahan pengisi

mempunyai kandungan karbohidrat yang lebih tinggi, sedangkan bahan

pengikat mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi. Bahan pengikat

memiliki kemampuan untuk mengikat air dan mengemulsikan lemak

(Kramlich, 1971).

Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso

adalah tepung dari pati, seperti tepung tapioca dan tepung sagu. Tepung

dari pati dapat meningkatkan daya mengikat air karena memiliki

kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan

(Tarwotjo et al., 1971). Menurut Forrest et al. (1975), penambahan bahan

pengisi dimaksudkan untuk mereduksi penyusutan selama pemasakan,

memperbaiki stabilitas emulsi, meningkatkan cita rasa, memperbaiki sifat

irisan dan mengurangi biaya produksi. SNI 01-3818-1995 menetapkan

Page 7: Tinjauan Pustaka Pmd

penggunaan bahan pengisi dalam pembuatan bakso maksimum 50% dari

berat daging yang digunakan.

b. Garam Dapur (NaCl)

Sunarlim (1992) menyatakan bahwa hasil olahan daging biasanya

mengandung 2-3% garam. Aberle et al. (2000) menambahkan bahwa

garam yang ditambahkan pada daging yang digiling akan meningkatkan

protein myofibril yang terekstraksi. Protein ini memiliki perasaan penting

sebagai pengemulsi. Fungsi garam adalah menambahakan atau

meningkatkan rasa dan memperpanjang umur simpan produk.

c. Es atau Air Es

Peningkatan suhu selama proses pelumatan daging akan

mencairkan es, sehingga suhu daging atau adonan dapat dipertahankan.

Selain itu, penambahan es atau air juga penting untuk menjaga

kelembaban produk akhir agar tidak kering, meningkatkan sari minyak

(juiceness) dan keempukan daging (Forrest et al., 1975). Jumlah es yang

ditambahkan ke dalam adonan akan mempengaruhi kadar air, daya

mengikat air, kekenyalan dan kekompakan bakso (Indarmono, 1987). Oleh

sebab itu, penggunaan es atau air es harus dibatasi.

Salah satu tujuan penambahan air dan es pada produk emulsi

daging adalah menurunkan panas produk yang dihasilkan akibat gesekan

selama penggilingan, melarutkan dan mendistribusikan garam ke seluruh

bagian massa daging secara merata, mempermudah ekstraksi proterin otot,

membantu proses pembentukan emulsi, dan mempertahankan suhu adonan

agar tetap rendah. Jika panas ini berlebih maka emulsi akan pecah, karena

panas yang terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya denaturasi protein.

Akibatnya produk tidak akan bersatu selama pemasakan (Aberle et al.,

2001).

d. Bumbu

Menurut Forrest et al. (1975), penambahan bumbu dalam

pembuatan produk daging dimaksudkan untuk mengembangkan rasa dan

aroma serta memperpanjang umur simpan produk. Merica dan bawang

Page 8: Tinjauan Pustaka Pmd

putih sering digunakan dalam beberapa resep produk daging olahan seperti

sosis, bakso dan lain sebagainya. Tujuan utama penambahan bumbu

adalah untuk meningkatkan citarasa produk yang dihasilkan dan sebagai

bahan pengawet alami (Schmidt, 1988). Selain itu, bumbu juga

mempunyai pengaruh pengawetan terhadap produk daging olahan karena

pada umumnya bumbu mengandung zat yang bersifat bakteristatik dan

antioksidan (Soeparno, 1998).

Merica adalah buah dari tanaman Piper nigrum L. dan memiliki

rasa yang sangat pedas (Pungent) dan berbau (aromatic). Rasa pedas

dihasilkan oleh zat piperin dan aroma sedap dihasilkan oleh terpen. Merica

mengandung minyak essensial 1% - 2,7%. Bawang putih adalah umbi dari

tanaman allium Sativum L. dan memiliki rasa pedas (Pungent). Bawang

putih mengandung sekitar 0,1% - 0,25% zat volatile, yaitu alil sulfide yang

terbentuk secara enzimatik ketika butiran umbi bawang putih dihancurkan

atau dipecah. Di dalam bawang putih juga terdapat S-(2-propenil)-L-

cistein sulfoksida yang merupakan prekursor utama dalam pembentukan

alil thiosulfat (allicin) (Reinnenccius, 1994).

3. Manfaat Pembuatan Bakso dari Ampas Tahu

Penggunaan ampas tahu sebagai bahan pembuatan bakso sangat

menguntungkan, hal ini di sebabkan karena dapat mengurangi dampak dari

pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari ampas tahu yaitu aromanya yang

tidak sedap, selain itu ampas tahu mudah didapat, memiliki harga yang relative

murah dan yang terpenting pada ampas tahu masih terdapat kandungan zat gizi

yang cukup baik, khususnya protein. Menurut Nasliniwaty (2001) ampas tahu

juga memiliki kelemahan yaitu tidak dapat disimpan lama dan hanya bertahan

sekitar 6 jam dalam keadaan basah.

Substitusi ampas tahu pada pembuatan bakso daging sapi ditujukan untuk

menekan harga jual bakso dan meningkatkan nilai guna ampas tahu sehingga

limbah tahu dapat dimanfaatkan secara maksimal, selain itu substitusi ampas tahu

ditujukan untuk memanfaatkan kandungan protein yang masih tersimpan

Page 9: Tinjauan Pustaka Pmd

didalamnya. Sehingga bakso memiliki harga yang relatif murah namun tetap

memilki kandungan protein yang cukup bahkan lebih tinggi. Menurut Arief

(2003) ampas tahu basah mengandung zat gizi yang cukup banyak yaitu protein

18,12 gr%; lemak 11,25 gr; karbohidrat 26,84 gr; air 40,18 %. dan menurut

DKBM pada 100 gr daging sapi segar mengandung 18,80 gr protein; lemak 14,00

gr; energi 207,00 kal; air 68 %.

C. Abon Ampas Tahu

1. Pengertian Abon

Industri tahu yang menghasilkan limbah merupakan salah satu sumber

pencemaran udara berupa bau busuk dan pencemaran sungai yang ada di

sekitar pabrik.Limbah yang dihasilkan pabrik tahu berupa kulit kedelai,

ampas dan air tahu masih dapat dimanfaatkan menjadi produk-produk yang

bermanfaat. Pada proses pengolahan tahu akan dihasilkan limbah berupa ampas

tahu yang apabila tidak segera ditangani, dapat menimbulkan bau tidak sedap.

Ampas tahu masih mengandung zat gizi yang tinggi yaitu protein (26.6%), lemak

(18.3%), karbohidrat (41.3%), fosfor (0.29%), kalsium (0.19%), besi (0.04%) dan

air (0.09%) (Daftar Komposisi Bahan Makanan, 1992). Oleh karena itu masih

memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar atau campuran pada

proses pengolahan pada poduk tertentu (Ridayanti, dkk., 2010)

Pada tahun 1990 ditemukan cara pemanfaatan limbah cair tahu

menjadi nata de soya yang jika dilakukan bersama-sama oleh pengusaha tahu

dapat mengurangi pencemaran sungai akibat pembuangan limbah cair tahu di

sekitar pabrik. Ampas tahu dapat diolah menjadi produk makanan, salah satu

alternatifnya adalah dibuat abon ampas tahu.

Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging

(sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau

dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu

selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu

Page 10: Tinjauan Pustaka Pmd

jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat,

dibumbui, digoreng dan dipres.

Abon sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama

dikenal masyarakat. Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukan bahwa

abon merupakan produk nomor empat terbanyak diproduksi. Abon termasuk

makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh

masyarakat umum sejak dulu.

Abon merupakan salah satu bentuk diversifikasi makanan berbahan baku

ampas tahu. Abon adalah produk hasil olahan dengan menggunakan tehnik

pengeringan untuk menghilangkan air yang terdapat dalam bahan sehingga

produk menjadi renyah. Pembuatan abon adalah salah satu cara dalam

berbagai macam tehnik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomi

ampas tahu. Produk yang dihasilkan ini diharapkan memiliki kandungan gizi

yang tinggi dengan umur simpan yang lama. Abon memiliki umur simpan yang

relatif lama, karena berbentuk kering. Dengan cara pengolahan yang baik,

abon dapat disimpan berbulan-bulan tanpa mengalami banyak penurunan mutu.

Pada dasarnya masyarakat lebih menyukai produk pangan yang siap

dikonsumsi dan bergizi tinggi. Abon dapat dijadikan pilihan sebagai makanan

yang siap dikonsumsi karena abon bisa disajikan sebagai lauk, bahan isi utama

dalam pangan tradisional atau hanya sebagai taburan dalam berbagai produk

pangan atau menu makanan. Abon sebagai salah satu bentuk produk olahan

kering sudah dikenal masyarakat luas karena harganya cukup terjangkau dan

rasanya lezat (Ridayanti, dkk., 2010).

2. Bahan Tambahan Pembuatan Abon dari Ampas Tahu

Abon sebagai salah satu produk industri pangan yang memiliki standar

mutu yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian. Penetapan standar

mutu merupakan acuan bahwa suatu produk tersebut memiliki kualitas yang baik

dan aman bagi konsumen. Para produsen abon disarankan membuat produk abon

dengan memenuhi Standar Industri Indonesia (SII). Standar SII dapat dilihat pada

tabel 3.

Page 11: Tinjauan Pustaka Pmd

Tabel 3. Standar Industri Indonesia untuk Abon No 0368-80,0368-85

Komponen NilaiLemak (maksimum) 30%Gula (maksimum) 30%Protein 20%Air (maksimum) 10%Abu (maksimum) 9%Aroma, warna dan rasa KhasLogam berbahaya (Cu, Pb, Mg, Zn dan As) NegatifJumlah bakteri (maksimum) 3000/gBakteri bentuk koli NegatifJamur Negatif

Sumber : Standar Industri Indonesia

Faktor-faktor yang mempengaruhi standar mutu abon antara lain :

a. Kadar air – berpengaruh terhadap daya simpan dan keawetan abon.

b. Kadar abu – menurunkan derajat penerimaan dari konsumen.

c. Kadar protein – sebagai petunjuk beberapa jumlah daging/ikan yang

digunakan untuk abon.

d. Kadar lemak – berhubungan dengan bahan baku yang digunakan, ada

tidaknya menggunakan minyak goreng dalam penggorengan.

Menurut Suryani (2007), bahan utama pembuatan abon adalah daging atau

ikan, namun sejalan dengan mahalnya harga daging maka pembuatan abon bisa

disubtitusikan dengan menggunakan ampas tahu. Selain itu, ada beberapa bumbu

tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan abon ikan adalah santan

kelapa, rempah-rempah (bumbu), gula, garam, minyak goreng.

a. Santan kelapa

Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang terkandung

dalam kelapa yang berwarna putih yang diperoleh dari daging buah

kelapa. Kepekatan santan kelapa yang diperoleh tergantung pada tua atau

muda kelapa yang akan digunakan dan jumlah dalam pembuatan air yang

ditambahkan.

Page 12: Tinjauan Pustaka Pmd

Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi

suatu produk yang akan dihasilkan oleh abon. Santan akan menambah rasa

gurih karena kandungan lemaknya yang tinggi. Berdasarkan hasil

penelitian abon yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa akan

lebih gurih rasanya dibandingkan abon yang dimasak tidak menggunakan

santan kelapa.

b. Rempah-rempah

Rempah-rempah (bumbu) yang ditambahkan pada pembuatan abon

bertujuan memberikan rasa dan aroma yang dapat membangkitkan selera

makan. Jenis rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan abon

adalah bawang merah, bawang putih, kemiri, sereh dan daun salam.

Manfaat lain penggunaan rempah-rempah adalah sebagai pengawet

dikarenakan beberapa rempah-rempah dapat membunuh bakteri.

c. Gula dan garam

Penggunaan gula dan garam dalam pembuatan abon bertujuan

menambah cita rasa dan memperbaiki tekstur suatu produk abon. Pada

pembuatan abon, gula mengalami reaksi millard. Sehingga menimbulkan

warna kecoklatan yang dapat menambah daya tarik suatu produk abon dan

memberikan rasa manis.

Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir

selalu digunakan untuk membuat suatu masakan. Rasa asin yang

ditimbulkan oleh garam dapur berfungsi sebagai penguat rasa yang

lainnya. Garam dapat berfungsi sebagai pengawet karena berbagai

mikroba pembusuk, khususnya yang bersifat proteolitik sangat peka

terhadap kadar garam.

d. Minyak goreng

Fungsi minyak goreng dalam pembuatan abon adalah sebagai

pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah nilai gizi, khususnya

kalori yang ada dalam bahan pangan.

Page 13: Tinjauan Pustaka Pmd

3. Manfaat Pembuatan Abon dari Ampas Tahu

Abon adalah produk hasil olahan dengan menggunakan tehnik

pengeringan untuk menghilangkan air yang terdapat dalam bahan sehingga

produk menjadi renyah. Pembuatan abon adalah salah satu cara dalam

berbagai macam tehnik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomi

ampas tahu. Produk yang dihasilkan ini diharapkan memiliki kandungan gizi

yang tinggi dengan umur simpan yang lama. Abon memiliki umur simpan yang

relatif lama, karena berbentuk kering. Dengan cara pengolahan yang baik,

abon dapat disimpan berbulan-bulan tanpa mengalami banyak penurunan mutu.

Page 14: Tinjauan Pustaka Pmd

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, H. B. Forrest, J. C., E. D. Hendrick., M. D. Judge dan R. A. Merkel. 2000. Principle of

Meat Science. 4th Edit. Kendal/Hunt Publishing, Iowa.

Astawan, M dan M.W. Astawan, 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna.

Akademi Pressido, Jakarta.

Direktorat Gizi Depkes, RI. 2000. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta. Bharata

Forrest, J. G., E. D. Alberle., H. B. Hendrick., M. D. Judge dan R. A. Merkel. 1975. Principles of

Meat Science. W. H. Freeman, San Fansisco.

Handarsari, Erma., Syamsiyanah, Agustin. 2010. Analisis Kadar Zat Gizi, Uji Cemaran Logam

Dan Organoleptik Pada Bakso Dengan Substituen Ampas Tahu. Prosding Seminar

Nasional UNIMUS 2010. ISBN : 978.979.704.883.9

Hartoyo, T., 2005. Susu kedelai dan aplikasi olahannya. Trubus Agrisarana, Surabaya

Indarmono, T. P. 1987. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas serta jumlah es yang

ditambahkan ke dalam adonan fisikokimia bakso sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kramlich, W. E., A. M. Pearson dan F. W. Tauber. 1973. Processed Meat. The AVI Publishing,

Connecticut.

Reinnencius, G. 1994. Source Book of Flavours. 2nd Edition. Chapman and Hall, New York.

Ridayanti., Patmawati, Ai., Lisnawati, Elin. 2010. Pembuatan Abon Ampas Tahu Sebagai

Upaya Pemanfaatan Limbah Industri Pangan.PKMP-1-16-1. PS Teknologi Pangan dan

Gizi, Teknologi Pertanian, Universitas Djuanda, Bogor

Schmidt, G. R. 1988. Processing. Dalam: Cross, H. R. and A. J. Oberby. (Eds). Meat Science,

Milk Science and Technology. Elsevier Science Publishers, New York.

Page 15: Tinjauan Pustaka Pmd

Sianturi, R. 2000. Kandungan Gizi dan Uji Palatabilitas Abon Daging Sapi dengan Kacang

Tanah (Arachis hypogeae L) Sebagai Bahan Pencampur. Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu

Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Standar Industri Indonesia untuk Abon No 0368-80,0368-85

Sunarlim, R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapi dan pengaruh penambahan natrium

klorida dan natrium tripolifosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi. Program Pasca

Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suryani, A, Erliza Hambali, Encep Hidayat. 2007. Membuat Aneka Abon. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Suprapti, Lies. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta : Penerbit

Kanisius.

Suprapti, L. 2003. Pembuatan Tempe. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Tarwotjo, I. S., Hartini, S., Soekirman & Sumartono. 1971. Komposisi Tiga Jenis Bakso di

Jakarta. Akademi Gizi, Jakarta.