tinjauan pustaka belimbing wuluh averrhoa bilimbi l.) · menggunakan evaporator vakum. bubuk sari...

16
3 TINJAUAN PUSTAKA Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Buah belimbing adalah nama Melayu untuk jenis tanaman buah dari keluarga Oxalidaceae, marga Averrhoa. Tanaman belimbing dibagi menjadi dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan belimbing asam (Averrhoa bilimbi) atau lazim disebut belimbing wuluh. Klasifikasi ilmiah untuk belimbing wuluh adalah sebagai berikut. Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua) Ordo : Oxalidales (suku belimbing-belimbingan) Famili : Oxalidaceae Genus : Averrhoa Spesies : Averrhoa bilimbi Linnaeus (belimbing wuluh) Belimbing wuluh merupakan tanaman yang dapat berbuah sepanjang tahun. Tinggi pohon dapat mencapai 5-10 m. Batang utama pendek, bergelombang dan bercabang rendah. Daunnya majemuk, menyirip berselang-seling dengan jumlah 21- 45 pasang anak daun. Buah berbentuk silinder agak pentagonal dengan panjang 5-10 cm dengan bobot sekitar 20 gram. Buah pertama muncul setelah tanaman berumur 4 sampai 5 tahun. Buah belimbing wuluh mengandung banyak air dan rasanya asam segar. Buah muda berwarna hijau dengan sisa kelopak bunga menempel di ujungnya. Buah masak berwarna kuning atau kuning pucat (Subhadrabandhu, 2001). Gambar 1. Tanaman dan Buah Belimbing Wuluh. Sumber : http://www.toptropicals.com

Upload: hanga

Post on 03-Mar-2019

259 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

3

TINJAUAN PUSTAKA

Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Buah belimbing adalah nama Melayu untuk jenis tanaman buah dari keluarga

Oxalidaceae, marga Averrhoa. Tanaman belimbing dibagi menjadi dua jenis, yaitu

belimbing manis (Averrhoa carambola) dan belimbing asam (Averrhoa bilimbi) atau

lazim disebut belimbing wuluh. Klasifikasi ilmiah untuk belimbing wuluh adalah

sebagai berikut.

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)

Ordo : Oxalidales (suku belimbing-belimbingan)

Famili : Oxalidaceae

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi Linnaeus (belimbing wuluh)

Belimbing wuluh merupakan tanaman yang dapat berbuah sepanjang tahun.

Tinggi pohon dapat mencapai 5-10 m. Batang utama pendek, bergelombang dan

bercabang rendah. Daunnya majemuk, menyirip berselang-seling dengan jumlah 21-

45 pasang anak daun. Buah berbentuk silinder agak pentagonal dengan panjang 5-10

cm dengan bobot sekitar 20 gram. Buah pertama muncul setelah tanaman berumur 4

sampai 5 tahun. Buah belimbing wuluh mengandung banyak air dan rasanya asam

segar. Buah muda berwarna hijau dengan sisa kelopak bunga menempel di

ujungnya. Buah masak berwarna kuning atau kuning pucat (Subhadrabandhu, 2001).

Gambar 1. Tanaman dan Buah Belimbing Wuluh.

Sumber : http://www.toptropicals.com

4

Zakaria et al. (2007) melaporkan bahwa buah belimbing wuluh mengandung

golongan senyawa oksalat, minyak menguap, fenol, flavonoid dan pektin.

Susunan kimia yang terkandung dalam belimbing wuluh yaitu asam amino, asam

sitrat, fenolat, ion kalium, gula serta vitamin dan mineral, juga terdiri dari serat, abu

dan air (Ikram et al., 2009). Menurut Zakaria et al. (2007) dalam buah belimbing

wuluh terkandung sekitar 6 mg/kg total senyawa volatil. Carangal et al. (1961)

melaporkan bahwa belimbing wuluh mengandung senyawa asam organik yang

ditampilkan pada Tabel 1. Kandungan zat gizi belimbing wuluh menurut Direktorat

Gizi Departemen Kesehatan RI (1996) ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 1. Kandungan Senyawa Organik pada Buah Belimbing Wuluh

Asam Organik Satuan Jumlah

Asam Asetat mEq/100 g total padatan 1,6-1,9

Asam Sitrat mEq/100 g total padatan 92,6-133,8

Asam Format mEq/100 g total padatan 0,4-0,9

Asam Laktat mEq/100 g total padatan 0,4-1,2

Asam Oksalat mEq/100 g total padatan 5,5-8,9

Sumber : Carangal et al. (1961)

Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Belimbing Wuluh (per 100 g bahan segar)

Zat Gizi Satuan Jumlah

Berat Dapat Dimakan % 100,00

Air % 93,00

Energi kalori 32,00

Protein g 0,40

Lemak g -

Karbohidrat g 7,00

Serat g 0,60

Abu g 0,30

Kalsium (Ca) mg 3,40

Fosfor (P) mg 11,10

Zat Besi (Fe) mg 0,40

Natrium (Na) mg 4,00

Kalium (K) mg 148,00

Vitamin A SI -

Tiamin (Vitamin B1) mg 0,01

Riboflavin (Vitamin B2) mg 0,02

Asam Askorbat (Vitamin C) mg 25,00

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)

5

Belimbing wuluh merupakan buah yang memiliki keunggulan kandungan

kimia sebagai antioksidan alami dan penghambat produksi nitrooksida (NO) (Abas et

al., 2006). Ekstrak buah belimbing wuluh memiliki daya inhibisi pembentukan

nitrooksida sebesar 22,3%±4,01%. Belimbing wuluh digolongkan sebagai buah yang

memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Abas et al., 2006). Belimbing wuluh

memiliki kandungan fenol sebanyak 1261,63±31,41 mg GAE/100 g dan memiliki

nilai aktivitas antioksidan sebesar 91,89%±0,01% (Ikram et al., 2009).

Sari Buah atau Fruit Juice

Sari buah atau jus atau fruit juice adalah cairan buah jernih atau keruh yang

tidak difermentasi yang diperoleh dari proses ekstraksi buah dengan proses mekanis

dan memiliki karakteristik warna, bau dan flavor seperti buah asalnya (Syamsir,

2010). Sari buah dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu sari buah, nektar dan

minuman buah. Perbedaan ketiga produk tersebut terletak pada jumlah padatan juice

di dalam total padatannya. Sari buah mengandung 100% padatan juice didalam total

padatannya. Nektar dan minuman buah mengandung padatan juice lebih sedikit dan

sisa padatannya adalah gula atau pemanis (Syamsir, 2010).

Berdasarkan teknologi proses yang digunakan, dikenal tiga bentuk produk

sari buah yaitu : sari buah, konsentrat sari buah dan bubuk sari buah (Syamsir, 2010).

Konsentrat sari buah memiliki konsentrasi total padatan yang lebih tinggi daripada

sari buah. Pemekatan dilakukan dengan menguapkan sebagian air dari sari buah

menggunakan evaporator vakum. Bubuk sari buah diperoleh dengan mengeringkan

konsentrat sari buah menggunakan spray dryer atau freeze dryer (Syamsir, 2010).

Pembuatan sari belimbing meliputi berbagai proses yaitu : penerimaan dan

penyortiran bahan baku, pemotongan buah dan trimming (biji dan serat), pencucian,

blansir atau pencelupan dalam air (80 °C; 3 menit), penghancuran (ekstraksi) dan

penyaringan (Aminah, 2011). Pembuatan minuman buah skala industri dilakukan

dengan beberapa langkah tambahan yaitu pengenceran dengan air 80 °C (1:2 v/v),

penambahan gula (10% b/b), penambahan asam sitrat (1 gram/liter), penambahan

CMC (0,03% per volume total), pemanasan sari buah atau pasteurisasi (80 °C; 15

menit), penyaringan (kain ukuran 10 mesh), pembotolan, sterilisasi, pelabelan dan

penyegelan serta penyimpanan (Aminah, 2011).

6

Dendeng Sapi

Dendeng adalah produk olahan daging tradisional khas Indonesia yang

tergolong pangan semi basah atau intermediate moisture meat product (Huang dan

Nip, 2001). Pangan semi basah bersifat plastis, lebih awet, berbentuk siap konsumsi

juga tidak memerlukan rehidratasi atau pemasakan terlebih dahulu sebelum

dikonsumsi. Pangan semi basah memiliki kadar air sebesar 15%-50% dan aktivitas

air sekitar 0,60-0,92 sehingga stabil tanpa penyimpanan pada suhu dingin ataupun

proses pemanasan (Huang dan Nip, 2001). Produk pangan tersebut umumnya

resisten terhadap bakteri pembusuk karena kadar air yang rendah juga kandungan

garam dan gula yang tinggi. Dendeng menjadi alot dan kurang elastis setelah

penyimpanan 3 bulan pada suhu 50 °C (Obanu, 1988).

Dendeng merupakan produk olahan daging (pengawetan) yang dibuat melalui

proses pembumbuan (curing) dan pengeringan (Hung dan Nip, 2001). Dendeng

memiliki rasa manis karena komposisi gula yang tinggi, diperkuat oleh rasa yang

diperoleh dari bumbu dan rempah. Daging segar diiris setebal ± 2 mm dan direndam

dalam larutan bumbu (terbuat dari gula aren, garam, bawang putih, lengkuas,

ketumbar dan rempah lainnya) sekitar 6 jam (Huang dan Nip, 2001; Bintoro et al.,

1987). Pengurangan kadar air baik secara pengeringan atau penambahan bahan

penguap air bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan dengan mengurangi air

bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme (Purnomo, 1995).

Dendeng sapi memiliki dua kali lipat nilai kalori jika dibandingkan dengan

daging segar (Tabel 5). Kadar lemak dendeng menurun setengahnya dari kadar

lemak daging segar. Peningkatan kadar protein dan karbohidrat (per berat basah)

terjadi sejalan dengan menurunnya kandungan air. Kadar kalsium, fosfor, serta zat

besi meningkat sedangkan vitamin A menjadi rusak total (Direktorat Gizi, 1996).

Standar Mutu Dendeng Sapi

Dendeng berkualitas baik harus memenuhi standar. Komponen standar mutu

dendeng sapi menurut SNI 01-2908-1992 yaitu : warna dan bau, kadar air, kadar

protein dan cemaran fisik. Syarat mutu dendeng sapi ditampilkan pada Tabel 3.

Standar mutu dendeng sayat berkaitan langsung dengan sifat kimia, mikrobiologi dan

kandungan gizi yang ditampilkan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

7

Tabel 3. Syarat Mutu Dendeng Sapi

Syarat Mutu Persyaratan

Mutu I Mutu II

Warna dan bau khas dendeng khas dendeng

Kadar air maks 12% maks 12%

Kadar protein min 30% min 25%

Abu maks 1% maks 1%

Benda asing maks 1% maks 1%

Kapang dan serangga tidak nampak tidak nampak

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992)

Tabel 4. Sifat Kimia dan Total Bakteri Dendeng Sapi

Komposisi Bintoro et al.

(1987)

Huang dan Nip

(2001)

Purnomo

(1995)

Kadar air (%) 20,9±0,8 26,0 9,9-35,5

Kadar protein (%) 21,8±0,6 35,0 -

Kadar lemak (%) 5,5±0,4 10,0 1,0-17,4

Abu (%) 1,5±0,1 - -

Karbohidrat (%) 46,7 ±0,4 - -

Nitrit (ppm) 5-93 - -

Nitrat (ppm) 1.010-2.480 - -

Aktivitas air 0,54-0,65 0,52-0,67 -

Total bakteri (koloni/100 g) 0,4-1,75 x103 - -

pH - 5,6 -

Gula (%) - 35,0 20-52,2

Garam (%) - 8,0 0,4-0,6

Tabel 5. Kandungan Gizi Daging Sapi dan Dendeng Sapi (per 100 g)

Kandungan Gizi Satuan Daging Sapi Dendeng Sapi

Kalori kkal 207,00 433,00

Protein g 18,80 55,00

Lemak g 14,00 9,00

Karbohidrat g 0,00 0,50

Kalsium mg 11,00 30,00

Fosfor mg 170,00 370,00

Besi mg 2,80 5,10

Vitamin A SI 30,00 0,00

Vitamin B1 mg 0,08 0,00

Air g 66,00 25,00

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)

8

Pembuatan Dendeng Sapi

Inti dari pembuatan dendeng sayat adalah proses pengirisan daging,

pembumbuan dan pengeringan. Pembuatan dendeng sayat berupa proses pengirisan

daging (lembaran tipis setebal ± 2 mm) diikuti dengan pencampuran dengan bumbu

atau perendaman dan pengeringan (Purnomo, 1995). Menurut Bintoro et al. (1987)

pembuatan dendeng sapi meliputi proses pengirisan daging (lembaran tipis setebal ±

2 mm) diikuti perendaman dalam larutan bumbu (gula aren, garam, bawang putih,

lengkuas, ketumbar dan rempah lainnya) sekitar 6 jam serta pengeringan.

Pengirisan daging (slicing) bertujuan untuk memperluas permukaan daging

sehingga mempercepat pengeringan. Pengirisan juga bertujuan untuk membersihkan

daging dari kotoran, lapisan lemak maupun urat. Dendeng sayat umumnya memiliki

ketebalan 2-5 mm.

Pembumbuan dilakukan untuk mempersiapkan daging sebelum diolah lebih

lanjut, menghambat aktivitas mikroba dan memunculkan rasa (Winarno, 1993).

Bumbu dan rempah berperan dalam menambah cita rasa dan peningkatan nutrisi

serta bersifat antioksidan, antifungi dan antimikrobial (Tassou et al., 2004). Bumbu

dan rempah yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula merah, gula putih,

garam, bawang putih, ketumbar, lada, jintan putih dan lengkuas.

Pengeringan adalah proses menurunkan kadar air daging menggunakan panas

matahari atau menggunakan oven sampai kadar air sesuai standar. Pengeringan

bertujuan agar bahan menjadi awet dan volume menjadi lebih kecil, sehingga

mempermudah dan menghemat ruang dalam distribusi. Dendeng yang dikeringkan

dengan sinar matahari membutuhkan waktu 5 hari sedangkan pengeringan dengan

oven 70 °C memerlukan waktu 3 jam. Metode pengeringan dapat mempengaruhi

komposisi kimia dendeng seperti yang ditampilkan pada Tabel 6 (Hadiwiyoto, 1994).

Tabel 6. Komposisi Kimia Dendeng Sapi dengan Metode Pengeringan yang Berbeda

Parameter Matahari Oven 40 °C

(4,5 jam)

Oven 55 °C

(3,5 jam)

Oven 70 °C

(3 jam)

Kadar Air (%) 16,47 20,93 24,29 18,23

Kadar Gula (%) 36,58 35,18 34,29 39,67

Kadar NaCl (%) 8,61 8,89 8,35 8,85

Malonaldehida (mg/Kg) 246,26 289,17 243,86 206,43

Sumber : Hadiwiyoto (1994)

9

Bumbu Dendeng Sapi

Pembuatan dendeng dalam penelitian ini menggunakan gula merah, gula

putih, garam, bawang putih, ketumbar, lada, jintan putih dan lengkuas. Penambahan

gula kelapa dan garam dapur berfungsi untuk menurunkan nilai aktivitas air (aw) dan

kadar air daging sedangkan bumbu dan rempah berperan dalam pembentukan cita

rasa khas dendeng (Purnomo, 1995). Penambahan gula merah, gula putih dan garam

berfungsi untuk memodifikasi rasa dan meningkatkan aroma, dan menjaga tekstur.

Penambahan gula berfungsi untuk mencegah penguapan air agar tidak terlalu kering

(Soeparno, 1994). Konsentrasi larutan gula 30%-40%, serta konsentrasi garam

sekitar 2% dapat menyebabkan osmosis air dalam sel bakteri, ragi dan kapang

sehingga akan menghambat pertumbuhannya (Winarno, 1993).

Bawang putih (Allium sativum L.) termasuk tumbuhan berbatang lunak yang

digunakan sebagai rempah. Bawang putih mengandung beberapa senyawa aktif,

salah satunya allisin yang memiliki daya anti bakteri dan anti radang (Bozin et al.,

2008). Bawang putih memiliki cita rasa sangat khas yang ditimbulkan oleh

komponen sulfur yang ada dalam minyak volatil bawang putih dengan aroma dan

rasa pedas (Brodnitz et al., 1971). Dialil disulfida dapat menghambat pembentukan

kolesterol dan asam lemak sedangkan dialil trisulfida berfungsi sebagai anti radang

dan anti kanker (Brodnitz et al., 1971). Bawang putih mengandung total fenolat

dengan kisaran 0,05-0,98 g GAE/100 g (Bozin et al., 2008).

Ketumbar (Coriandum sativum L.) mempunyai aroma khas yang menyengat

pada bagian batang, daun dan buah (Sharma dan Sharma, 2004). Ketumbar

mempunyai kandungan minyak volatil sebanyak 0,3%-1,7% serta minyak non volatil

sekitar 19,6% (Sharma dan Sharma, 2004). Ekstrak etanol ketumbar dan minyak

ketumbar masing masing memiliki kandungan fenol sebesar 0,15 ± 0,01 g GAE/100

g dan 0,14 g ± 0,01 GAE/100 g (Helle et al., 2004).

Lada putih atau merica (Piper nigrum L.) adalah rempah berwujud biji-bijian

yang termasuk ke dalam suku Piperaceae (sirih-sirihan). Sifat kimiawi lada adalah

pedas, berbau khas, dan aromatik karena mengandung senyawa piperin. Kandungan

kimia pada lada putih antara lain : piperin, saponin, flavonoida dan minyak atsiri

(Tassou et al., 2004). Kandungan total fenolat pada lada putih sebesar 850 mg

cathecin ekuivalen/100 mg ekstrak (Chatterjee et al., 2007).

10

Jintan putih (Cuminum cyminum L.) merupakan tumbuhan berbunga dari

famili Apiaceae. Jintan putih memiliki sifat sebagai antibakteri dan antioksidan.

Jintan putih umum digunakan sebagai bumbu karena aromanya yang kuat dan efek

pedas yang dihasilkan. Buah jintan putih mengandung minyak menguap (volatil)

sekitar sekitar 8% serta mengandung total fenolat sebanyak 3,74 ± 0,32 g /100 g

(Hinneburg et al., 2006).

Rimpang lengkuas (Alpinia galangal L.) dapat digunakan untuk mengobati

penyakit kulit, salah cerna, disentri dan kolera karena bersifat antifungi, antiprotozoa

dan antibakteri (Ravindran et al., 2004). Rimpang lengkuas mengandung resin yang

disebut galangol, kristal berwarna kuning yang disebut kamfor, galangin dan

senyawa flavonoid (Gholib dan Darmono, 2008). Senyawa volatil pada rimpang

lengkuas adalah 1,8-sineol, fensil asetat dan β-pinen (Ravindran et al., 2004).

Senyawa bioaktif pada bumbu dan rempah ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Senyawa Bioaktif pada Bumbu dan Rempah

Bumbu/Rempah Senyawa Bioaktif Sumber

Lada piperilin, piperolein, piperonal dan

monoterpen

Tassou et al., 2004

Ketumbar linalool (67,7%), α-pinen (10,5%),

γ-terpinen (9,0%), geranil asetat

(4,0%), kamfor (3,0%) dan geraniol

(1,9%)

Sharma dan Sharma, 2004

Jintan Putih kuminaldehid, safranal, monoterpen Hinneburg et al., 2006

Bawang Putih dialil disulfida, dialil trisulfida, alil

propil disulfida

Brodnitz et al., 1971

Lengkuas sineol (28,4%), α-fensil asetat (18,

4%), kamfor (7,7%), metil sinamat

(4,2%) dan guaiol (3,3%)

Ravindran et al., 2004

Karakteristik Sensori Dendeng Sapi

Daging dan produk olahan daging memenuhi syarat untuk dikonsumsi jika

memiliki daya tarik dan cita rasa khas selain juga ditentukan oleh kandungan gizinya.

Kriteria palatabilitas daging atau kualitas makan dari daging ditentukan oleh aroma

dan rasa, warna (penampilan), keempukan atau tekstur, dan sifat juiceness (Price dan

Schweigert, 1971). Kualitas makan dari daging juga ditentukan oleh water holding

capacity sebelum dan sesudah pemasakan (Lawrie, 2003).

11

Pentingnya kualitas makan pada daging dan produk olahan daging akan

ditentukan oleh preferensi regional dan pandangan dari individu konsumen (Lawrie,

2003). Menurut SNI 01-2908-1992, karakteristik dendeng yang memiliki kualitas

makan yang baik yaitu : warna merah kecokelatan, aroma khas daging dan bumbu,

tekstur yang tidak terlalu empuk serta rasa manis yang khas dari bumbu dan rempah

yang ditambahkan. Intensitas warna, aroma, dan rasa pada dendeng dipengaruhi oleh

metode, lama waktu dan suhu pemasakan (Price dan Schweigert, 1971).

Suhu pemasakan mempengaruhi tingkat konversi pigmen warna daging.

Daging sapi yang dimasak pada suhu internal 60 °C mempunyai warna merah cerah

di bagian interior; inferior berwarna pink pada suhu internal 60-70 °C dan berwarna

cokelat keabu-abuan di bagian interior pada suhu internal lebih dari 70 °C (Jensen,

1949). Daging yang dimasak pada suhu 65 °C selama 400 menit akan mengalami

denaturasi mioglobin hingga mencapai 70% (Bernofsky et al., 1959). Metmioglobin

adalah pigmen berwarna cokelat sering terjadi di permukaan daging apabila sekitar

60% mioglobin sudah terdenaturasi (Cross dan Overby, 1988). Produksi

metmioglobin dari mioglobin dipercepat oleh panas, garam dan cahaya ultraviolet.

Pigmen pada daging masak adalah globin hemikromogen (Cross dan Overby, 1988).

Aroma dan rasa adalah sensasi penginderaan yang saling terkait. Aroma dan

rasa pada dendeng didominasi oleh komponen volatil pada daging, bumbu dan

rempah yang digunakan. Komponen volatil pada daging sapi masak setidaknya

terdiri dari 57 senyawa diantaranya senyawa cincin pirazin dan senyawa yang

mengandung sulfur dan oksigen (Yueh dan Strong, 1960). Komponen volatil dari

bumbu dan rempah antara lain senyawa sulfur pada bawang putih (Brodnitz et al.,

1971), kuminal dan safranal pada jintan putih (Hinneburg et al., 2006), piperilin pada

lada putih dan sineol pada lengkuas (Tassou et al., 2004).

Kadar Air dan Aktivitas Air

Peranan air dalam bahan pangan dapat dinyatakan sebagai kadar air maupun

aktivitas air. Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah

dilakukan pemanasan. Aktivitas air (water activity = aw) adalah besaran yang

menyatakan jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh

mikroorganisme (Purnomo, 1995). Kandungan air, aktivitas air, tingkat oksidasi

lemak dan reaksi lainnya berpengaruh terhadap kualitas produk pangan (Gambar 2).

12

Gambar 2. Laju Reaksi Sebagai Fungsi dari Kadar Air dan Aktivitas Air Sumber : Schmidt (2004)

Menurut SNI 01-2908-1992 kadar air dendeng memiliki nilai maksimal

sebesar 12%. Nilai tersebut jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan literatur

lain. Dendeng memiliki kadar air sekitar 25% (Winarno, 1993); 26% (Huang dan

Nip, 2001); 15%-25% (Soeparno, 1994), dan 20,9±0,8% menurut Bintoro et al.

(1987). Aktivitas air (aw) pada dendeng sapi sebesar 0,54-0,65 (Bintoro et al., 1987)

dan 0,52-0,67 menurut Huang dan Nip (2001). Produk dengan kisaran nilai aw

tersebut masih memungkinkan untuk ditumbuhi kapang.

Kadar air, rendemen dan aktivitas air pada produk olahan daging (dendeng)

berkaitan secara langsung dengan proses pemanasan, susut masak, dan daya ikat air

oleh protein atau water holding capacity. Susut masak merupakan fungsi dari

temperatur dan lama pemasakan yang juga ditentukan oleh metode dan waktu

pemasakan. Suhu tinggi yang terlibat akan menyebabkan denaturasi protein,

melelehkan lemak, dan banyak menurunkan kapasitas memegang air (Baker, 1942).

Kehilangan karena pemasakan (% berat) berbanding lurus dengan

peningkatan suhu (Sanderson & Vail, 1963). Daging dengan susut masak yang

lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik karena kehilangan nutrisi

selama pemasakan lebih sedikit. Kapasitas mengikat air menurun karena adanya

solubilitas protein seiring meningkatnya temperatur. Water holding capacity

mengalami penurunan pada pemanasan 60 °C (Hamm, 1977).

13

Tabel 8. Pengaruh Temperatur Daging Internal terhadap Susut Masak

Parameter Suhu Internal Daging (°C)

60 70 80

Total Kehilangan Karena Pemasakan (% berat) 10,5 28,8 40,5

Kehilangan Kadar Air (% berat) 5,6 9,6 14,0

Sumber : Sanderson dan Vail (1963)

Oksidasi Lemak dan Produk Oksidasi Lemak

Lemak daging sapi mempunyai perbedaan pada komposisi asam lemak jenuh

dan asam lemak tak jenuh. Daging sapi memiliki asam lemak tak jenuh sekitar 45%

dari total asam lemak (Yuanita, 2006). Perubahan fisik dan kimia pada lemak daging

disebabkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi. Hidrolisis lemak terutama terjadi

pada lemak yang banyak mengandung asam lemak jenuh akibat kerja lipase daging

atau mikroba sedangkan oksidasi lemak terutama terjadi pada lemak yang

mengandung asam lemak tak jenuh yang disebut autooksidasi (Yuanita, 2006).

Oksidasi Lemak

Proses oksidasi terjadi pada ikatan rangkap dan mengakibatkan terbentuknya

asam lemak rantai pendek, senyawa aldehid atau keton sehingga menimbulkan

ketengikan. Ketengikan lemak terjadi melalui autooksidasi, lipolisis oleh lipase dan

lipooksidasi oleh lipooksidase. Oksidasi lemak adalah reaksi radikal yang terdiri dari

reaksi inisiasi, propagasi dan terminasi sesuai Gambar 3 (Raharjo dan Sofos, 1993).

Selama fase inisiasi reactive oxygen species (ROS) berfungsi sebagai

inisiator. Pembentukan radikal asam lemak (reaksi 1), yaitu munculnya suatu

senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari

hilangnya satu atom hidrogen (Frankel, 1998). Alkil radikal dari lemak tak jenuh

yang berisi hidrogen labil bereaksi cepat (reaksi 2) dengan molekul oksigen (O2)

membentuk radikal peroksi terjadi pada tahap propagasi.

Radikal peroksi lebih lanjut akan bereaksi (reaksi 3) dengan asam lemak

menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (Frankel, 1998).

Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi lebih lanjut

menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton

yang bertanggungjawab atas flavor pada makanan berlemak (Raharjo dan Sofos,

1993). Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi

melalui reaksi antar radikal bebas membentuk kompleks bukan radikal (reaksi 4).

14

Gambar 3. Reaksi Oksidasi Lemak

Salah satu metode untuk menentukan kualitas lemak adalah metode analisis

kimia. Metode kimia diklasifikasikan menjadi dua yaitu berdasarkan produk turunan

lemak yaitu produk oksidasi utama dan produk oksidasi sekunder. Produk oksidasi

utama berupa hidroperoksida. Produk oksidasi sekunder berupa malonaldehida yang

terbentuk dari tiga senyawa karbon dialdehida (Raharjo dan Sofos, 1993).

Produk oksidasi lemak utama terbentuk selama autooksidasi asam lemak tak

jenuh. Hidroperoksida memiliki sedikit atau tidak memiliki dampak langsung

terhadap aroma dan rasa. Produk oksidasi utama dikuantifikasi sebagai bilangan

peroksida. MDA terbentuk dari tiga senyawa karbon dialdehida. Oksidasi lemak

menghasilkan malonaldehida dan setelah bereaksi dengan hidrogen menghasilkan

asam thiobarbituriat. Kandungan MDA pada bahan pangan dan dikuantifikasi

sebagai bilangan TBA (Nollet dan Toldra, 2009).

Bilangan Peroksida

Keberadaan senyawa peroksida digunakan sebagai indikator terjadinya

oksidasi lemak dan tingkat kerusakan lemak. Semakin tinggi bilangan peroksida

maka semakin tinggi pula tingkat kerusakan lemak. Peroksida terbentuk pada asam

lemak tak jenuh akibat terikatnya oksigen pada rantai rangkapnya (Frankel, 1998).

Analisis bilangan peroksida adalah pengukuran iod yang dibebaskan dari

kalium iodida akibat reaksi oksidasi oleh peroksida pada sampel dalam medium asam

asetat-kloroform seperti yang dijelaskan pada Gambar 4 (Horwitz dan Latimer,

2005). Penentuan angka peroksida dilakukan dengan metode iodometri, dengan cara

melarutkan sejumlah lemak dalam campuran asetat:kloroform yang mengandung

KI sehingga terjadi pelepasan iodin (I2). Iodin yang bebas ditritasi dengan

natrium thiosulfat menggunakan indikator amilum sampai warna biru hilang.

Larutan amilum digunakan sebagai indikator karena mampu menangkap iodium

sehingga membentuk kompleks warna biru (Horwitz dan Latimer, 2005).

Inisiasi : RH — R* + H* (1)

Propagasi : R* + O2 —–ROO* (2)

ROO* + RH —–ROOH +R* (3)

Terminasi : ROO* +ROO* — non radikal (4)

R* + ROO* — non radikal

R* + R* —– non radikal

15

Gambar 4. Reaksi Iodometri Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida dendeng daging sapi giling lebih tinggi dibandingkan

dengan dendeng daging sapi iris. Daging giling mempunyai permukaan yang lebih

luas. Pemanfaatan oksigen pada dendeng giling menjadi lebih banyak dan

memudahkan terjadinya oksidasi (Soputan, 2000).

Bilangan TBA (Thio Barbituric Acid)

Oksidasi lemak dapat menyebabkan degradasi asam lemak tidak jenuh juga

menghasilkan senyawa baru produk oksidasi lemak seperti malonaldehida, keton,

timbulnya bau dan rasa tengik (Du dan Li, 2008). Prinsip analisis bilangan TBA

adalah mengukur absorbansi kromogen merah yang terbentuk oleh reaksi antara

asam tiobarbiturat dengan malonaldehida yang dikuantifikasi menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm seperti yang dijelaskan pada

Gambar 5 (Sørensen dan Jørgensen, 1996). Intensitas warna merah berbanding

lurus dengan tingkat ketengikan pada bahan pangan.

Gambar 5. Reaksi MDA dengan Pereaksi TBA Sumber : http://www.biotek.com

Faktor Penyebab Oksidasi Lemak

Faktor-faktor yang mempercepat oksidasi lemak yaitu: (1) radiasi, misalnya

oleh panas atau cahaya, (2) bahan pengoksidasi, misalnya peroksida, perasid, ozon,

asam nitrat, (3) katalis metal, khususnya garam mineral dari beberapa jenis logam

berat dan (4) sistem oksidasi, misalnya adanya katalis organik yang labil terhadap

panas (Hamilton, 1983). Faktor tersebut menyebabkan hidrogen terlepas dari ikatan

lemak dan terbentuklah radikal alkil, sejenis radikal bebas. Radikal itu berikatan

dengan oksigen membetuk radikal peroksi yang dapat membentuk hidroperoksida

setelah bereaksi dengan asam lemak tak jenuh (Raharjo, 2006).

Pelepasan iodin : R-COOH + KI → R-CO + H2O + I2 + K+

Titrasi natrium thiosulfat : I2 + 2 Na2S2O3 → 2 NaI + Na2S4O6

16

Terdapat tiga tipe ketengikan yaitu: oksidatif, hidrolisis dan enzimatis

(Raharjo, 2006). Semakin tinggi kandungan asam lemak tidak jenuh dan jumlah

ikatan ganda, ketengikan makin cepat terjadi. Ketengikan hidrolisis disebabkan oleh

kandungan air dalam minyak bahan pangan maupun udara bebas (kelembaban

udara). Lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak dengan adanya

air yang dapat dipercepat oleh basa, asam, dan enzim. Lemak hewani dan nabati

mengandung enzim lipase dan lipoksigenase (Raharjo, 2006).

Lemak atau minyak yang terpapar cahaya akan mengalami reaksi oksidasi

yang menyebabkan kerusakan lemak. Lemak yang disimpan dalam jangka waktu

yang lama dalam keadaan kontak dengan faktor inisiator (panas, oksigen, cahaya,

logam) oksidasi masih dapat terjadi yang dapat menimbulkan ketengikan, perubahan

rasa dan aroma. Bahan pangan lemak pada umumnya mengandung logam dalam

jumlah yang sangat kecil dalam bentuk garam komplek, garam organik maupun

garam anorganik. Logam yang mempunyai valensi dua atau lebih, misalnya Fe, Cu,

Co, Mn, Ni umumnya mempercepat periode induksi kerusakan lemak dalam bahan

pangan yang mengkibatkan off flavor yang khas (Hamilton, 1983).

Aktivitas Antioksidan

Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,

memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipida karena dapat menyumbangkan

satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas dapat

diredam (Sunardi dan Kuncahyo, 2007). Penambahan antioksidan (AH) dapat

menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi (Brand-Williams et al., 1995).

Antioksidan berperan sebagai pemberi atom hidrogen secara cepat ke radikal

lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil (Molyneux, 2003).

Turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil

dibanding radikal bebas (Brand-Williams et al., 1995). Penambahan antioksidan

dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi dan propagasi (Gambar 6).

Radikal antioksidan (A*) yang terbentuk relatif stabil dan tidak mempunyai

cukup energi untuk dapat bereaksi membentuk radikal bebas baru.

Gambar 6. Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer Terhadap Radikal Bebas

Inisiasi : R* + AH R-H + A*

Propagasi : ROO* + AH ROOH + A*

17

Aktivitas antioksidan diketahui melalui uji pengkapan radikal bebas

(scavenging activity) dan uji kandungan senyawa antioksidan. Prinsip uji aktivitas

antioksidan adalah mengevaluasi adanya aktivitas penghambatan proses oksidasi

oleh senyawa antioksidan yang terkandung dalam bahan pangan. Salah satu

metode yang dapat digunakan yaitu scavenging activity difenilpikrilhidrazil (DPPH).

Prinsip uji kandungan senyawa antioksidan adalah menghitung jumlah senyawa yang

tergolong senyawa antioksidan misalnya dengan dengan menghitung total fenolat.

Scavenging Activity DPPH

DPPH akan bereaksi dengan senyawa antioksidan dan akan berubah

menjadi difenilpikrilhidrazin yang bersifat nonradikal. Meningkatnya jumlah

difenilpikrilhidrazil akan ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan

menjadi warna kuning pucat. Peredaman warna ungu menjadi kuning pucat ketika

elektron bebas radikal bebas menjadi berpasangan dengan hidrogen dari antioksidan

yang menyerang radikal bebas sehingga membentuk DPPH-H seperti yang dijelaskan

pada Gambar 7 (Molyneux, 2003).

Gambar 7. Struktur DPPH Sebelum dan Sesudah Reaksi dengan Antioksidan (AOH) Sumber : http://www.baltic-analytics.de

Peredaman warna DPPH sebanding dengan banyaknya elektron yang

tertangkap. Perubahan warna larutan menunjukkan aktivitas penangkapan

radikal bebas DPPH. Aktivitas penangkapan radikal bebas diketahui dengan

menghitung perbedaan absorbansi pada sampel dengan absorbansi standar yang

dinyatakan dalam persentase scavenging activity (%SA) (Molyneux, 2003).

18

Kandungan Total Fenolat

Fenol (C6H5OH) atau asam karbolat atau benzenol memiliki gugus hidroksil

(OH) yang berikatan dengan cincin fenil (Vermerris dan Nicholson, 2007). Senyawa

polifenol merupakan senyawa yang memiliki lebih dari satu gugus fenol dan

berkontribusi terhadap sifat antioksidan sehingga pengujian kandungan total fenolat

berkorelasi dengan kandungan antioksidan pada bahan pangan (Medina, 2011).

Fenol merupakan salah satu senyawa bioaktif yang banyak terkandung pada

tumbuhan (Vermerris dan Nicholson, 2007).

Senyawa turunan fenol (fenolat) terdiri dari : fenolat sederhana, asam fenolat

dan aldehida, asetofenon, asam fenilasetat, asam sinamat, kumarin, flavonoid,

biflavonil, benzofenon, benzokuinon, betasianian, lignin, lignan dan tanin (Vermerris

dan Nicholson, 2007). Senyawa fenolik sederhana memiliki sifat bakterisidal,

antiseptik dan antihelmintik. Fungsi senyawa fenol pada tanaman adalah sebagai

sistem pertahanan yang berada dalam bentuk bebas atau polimer dalam dinding sel

(Vermerris dan Nicholson, 2007).

Metode Folin-Ciocalteu merupakan salah satu metode untuk mengukur

kandungan total fenolat dengan cara mengurangi kapasitas komponen dari sampel

makanan atau minuman (Medina, 2011). Fenol dan polifenol terdeteksi melalui

transfer elektron dari senyawa fenolat kepada asam fosfomolibdat (MoO42-

) dan

asam fosfotungsat (WO42-

) dalam media basa (Medina, 2011). Gugus fenolik

hidroksil bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteu membentuk kompleks

fosfotungstat-fosfomolibdat berwarna biru. Semakin besar konsentrasi senyawa

fenolik maka semakin banyak konsentrasi ion fenolat sehingga warna biru semakin

pekat (Vermerris dan Nicholson, 2007).

Gambar 8. Reaksi Senyawa Fenol dengan Folin-Ciocalteu Sumber : (Vermerris dan Nicholson, 2007).