tingkat pengetahuan dokter gigi terhadap …
TRANSCRIPT
TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP
PENANGANAN AWAL PERFORASI SINUS MAKSILARIS DI
KECAMATAN MEDAN HELVETIA PADA TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
BELLA RISQI MAULIA
NIM : 130600054
Pembimbing :
drg.Hendry Rusdy.,Sp. BM., M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2017
Bella Risqi Maulia
Tingkat pengetahuan dokter gigi terhadap penanganan awal perforasi sinus
maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia pada tahun 2017
xi + 32 halaman
Peforasi sinus maksilaris merupakan salah satu komplikasi yang terjadi akibat
pencabutan gigi yang dapat membuat terjadi hubungan antara antrum dan rongga
mulut (oroantral communication). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi terhadap penanganan awal perforasi sinus
maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia pada tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah
survei deksriptif dengan populasi adalah seluruh dokter gigi yang praktik di
Kecamatan Medan Helvetia. Seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling),
sehingga jumlah keseluruhan adalah 56 orang. Hasil penelitian menunjukkan
sebanyak 69,64% dokter gigi dikategorikan berpengetahuan baik, 30,36
berpengetahuan cukup mengenai penanganan awal perforasi sinus maksilaris. Tingkat
pengetahaun dokter gigi harus tetap ditingkatkan agar mendapatkan hasil yang lebih
baik..
Kata kunci : Pengetahuan, dokter gigi, perforasi sinus maksilaris, oroantral
communication
Daftar rujukan : 27 (2003-2017)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Proposal skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji proposal skripsi
Medan, 03 Juli 2017
Pembimbing Tanda Tangan
Hendry Rusdy,drg.,Sp. BM., M.Kes ……………………
NIP : 19800517 200312 1 005
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi Ini Telah Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji
Pada Tanggal 03 Juli 2017
TIM PENGUJI SKRIPSI
KETUA : Isnandar,drg.,Sp.BM.
ANGGOTA : 1. Hendry Rusdy,drg.,Sp.BM.,M.kes.
2. Ahyar Riza ,drg.,Sp.BM.
3. Indra Basar Siregar,drg.,M.kes.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya serta segala kemudahan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran
Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan, pengarahan, motivasi, dukungan, doa serta arahan dari berbagai pihak,
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sedalamnya kepada :
1. Eddy A.Kataren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial Fakultas Kedokterna Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala
saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Hendry Rusdy,drg.,Sp.BM.,M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, saran dan dukungan yang sangat
berharga untuk membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
3. Siti Wahyuni,drg.,MDSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP (K) selaku ketua Komisi Etik
Penelitian bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
persetujuan pelaksanaan penelitian.
5. Teristimewa kepada orang tua tercinta, ayahanda Yulian Kamahendra SE
dan ibunda Lucyana Pulungan SE yang selalu memberikan dukungan moril dan doa
kepada penulis.
6.Saudara saudari saya dr.Bob Rambe, Raisya Diva dan Panji Arya atas doa,
dukungan, kebaikan dan kasih sayang untuk kebahagiaan penulis dan sahabat sahabat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
terbaik penulis Luthiyah , Amel, Indri, Karin, Lili, Cornelia, Ruth,Silvia, Natasya,
Revanas.
Penulis menyadari bahwa penulis masih dalam proses pembelajaran sehingga
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Namun, dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pikiran yang berguna bagi fakultas, masyarakat, pengembangan ilmu pengetahuan,
dan kebutuhan klinis.
Medan, 03 Juli 2017
Penulis,
Bella Risqi Maulia
NIM :130600054
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah. ....................................................................... 3
1.3 Tujuan ......................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencabutan Gigi .......................................................................... 4
2.1.1 Komplikasi Pencabutan Gigi ..................................................... 4
2.2 Oroantral Communication .......................................................... 6
2.2.1 Sinus Maksilaris ........................................................................ 7
2.2.1.1 Pneumatisasi dan Gigi Geligi ................................................. 9
2.2.2 Etiologi dan Patogenesis Oroantral Communication ............... 10
2.2.3 Diagnosis dan Gejala Klinis ...................................................... 11
2.2.4 Pencegahan ................................................................................ 12
2.2.5 Penatalaksanaan ........................................................................ 12
2.3 Kerangka Teori ............................................................................ 15
2.4 Kerangka Konsep ........................................................................ 16
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 17
3.2.1 Lokasi Penelitian ....................................................................... 17
3.2.2 Waktu Penelitian ...................................................................... 17
3.3 Populasi dan Sampel .................................................................... 17
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .............................. 18
3.5 Metode Pengambilan Data ........................................................... 18
3.6 Pengolahan dan Analisis ............................................................. 18
3.7 Pengukuran Data .......................................................................... 18
3.8 Ethical Clearance ......................................................................... 19
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Responden .................................................................. 20
4.2 Pengetahuan Responden Tentang Penanganan Awal Perforasi
Sinus Maksilaris .......................................................................... 20
BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................ 23
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Oroantral Communication (OAC) akibat pencabutan gigi ........... 7
2. Ilustrasi variasi morfologi sinus maksilaris ................................... 7
3. Radiografi occipiomental .............................................................. 8 4. Radiografi periapikal ..................................................................... 9 5. Oroantral Fistula .......................................................................... 10 6. Diagram cara mendiagnosis terjadinya OAC ................................ 11 7. OAC berdiameter lebih dari 6 mm ................................................ 13 8. Bukal Flap .................................................................................... 13
9. Palatal flap ..................................................................................... 13 10. Buccal fat pad ............................................................................... 14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Variabel dan Definisi Operasional ............................................. 18
2. Kategori Nilai Pengetahuan ........................................................ 19
3. Distribusi Karakteristik Responden Dokter Gigi ....................... 20
4. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Penanganan Awal
Perforasi Sinus Maksilaris .......................................................... 21
5. Kategori Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penanganan
Awal Perforasi Sinus Maksilaris ................................................ 22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian
2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
3. Lembar Persetujuan Menjadi Subjek (Informed Consent)
4. Daftar Riwayat Hidup
5. Tabel Waktu Penelitian
6. Rincian Anggaran Penelitian
7. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Komisi Etik FK USU
8. Hasil Penelitian
9. Ethical Clearance
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencabutan gigi adalah salah satu proses pengeluaran gigi dari alveolus
dimana pada gigi tersebut tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi
merupakan tindakan bedah minor pada bidang kedokteran gigi yang melibatkan
jaringan lunak maupun jaringan keras.1Tindakan pencabutan gigi memiliki kesulitan
yang multifaktorial, salah satu hal yang perlu dinilai adalah kedalaman dan sudut
gigi. Faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat keputusan dalam tindakan
pencabutan gigi adalah usia pasien, kesehatan umum pasien, anatomi rongga mulut
(gigi, ukuran lidah), keadaan psikologis serta kooperatif pasien. Kesulitan dalam
pencabutan gigi dapat meningkat apabila terjadi penurunan densitas tulang, morfologi
akar yang rumit, gigi dengan restorasi yang besar dan gigi yang rapuh karena adanya
perawatan endodontik. Terdapat beberapa komplikasi pencabutan gigi seperti
pendarahan, pembengkakan akibat infeksi, dry socket, kerusakan saraf, tertinggalnya
akar gigi pada sinus maksilaris, serta terjadinya perforasi sinus maksilaris. 2
Salah satu komplikasi dari pencabutan gigi adalah perforasi sinus maksilaris.
Sinus maksilaris merupakan daerah yang berpotensi terjadinya komplikasi saat
tindakan pencabutan gigi molar atas. 2Perforasi sinus maksilaris dapat menyebabkan
terbentuknya oroantral communication (OAC). OAC adalah suatu keadaan patologis
terjadinya hubungan antara rongga hidung/antrum dengan rongga mulut. Keadaan ini
merupakan komplikasi pencabutan gigi posterior rahang atas yang insidennya
berkisar 0.31%-3.8%. 3
Terbentuknya OAC dapat menyebabkan beberapa gejala pada pasien seperti,
air dan udara yang melewati hidung dan mulut. Diameter dari OAC biasanya akan
menurun namun sering juga jalur dari antrum ke mulut gagal untuk sembuh dan akan
menjadi epitel berlapis, apabila hal ini terjadi hubungan antara antrum dan hidung
tersebut dapat menjadi fistula (oroantral fistula atau OAF). Fistula tersebut berperan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
sebagai jalan bagi infeksi dan dapat menyebabkan sinusitis akut yang menghambat
penyembuhan. 4
Etiologi terjadinya OAC adalah komplikasi paska ekstraksi gigi posterior
rahang atas atau patahnya akar palatal gigi molar, destruksi dasar sinus akibat
kelainan periapikal, dan juga perforasi dasar sinus dan membran sinus akibat
pemakaian instrumen yang salah. Akar gigi molar pertama dan kedua rahang maksila
diduga memiliki hubungan yang dekat dengan sinus maksilaris. Saat pencabutan gigi
tersebut, besar kemungkinan sebagian dasar sinus yang terbuka sehingga OAC
terjadi. Pada tindakan bedah lainnya seperti odontektomi gigi molar ketiga maksila
yang impaksi, apikoektomi, enukleasi suatu kista atau kuretase radikal suatu tumor
dapat juga menyebabkan terjadinya OAC. Dalam kondisi normal, jika OAC terjadi
akibat pencabutan gigi, penyembuhan akan terjadi dengan baik bila bekuan darah
dalam soket tidak terganggu. Jika bekuan darah terlepas atau terjadi defisiensi akibat
infeksi, maka saluran akan dilapisi epitel dan akan berkembang menjadi oroantral
fistula atau OAF. Jika OAC terjadi, seorang dokter gigi harus mampu mengevaluasi
OAC dan menilai seberapa jauh OAC terjadi.5
Hirata Y dkk melakukan penelitian tentang frekuensi perforasi sinus pada
2.038 gigi maksila yang diekstraksi dari 1.337 pasien (473 laki-laki, 864 perempuan)
di Tokyo Medical and Dental Univeristy mendapatkan hasil bahwa perforasi sinus
terjadi pada 77 gigi dari 2.038 gigi (3.8%), 38 laki-laki, dan 39 perempuan.6Daniel
Rothamel dkk melakukan penelitian tentang insiden perforasi sinus maksilaris pada
tindakan pencabutan gigi molar tiga impaksi 1.057 gigi molar tiga yang impaksi di
Universitas of Bonn, Germany mendapatkan hasil dari 465 gigi yang diesktraksi dan
592 osteotomi gigi molar 3 atas impaksi, 134 gigi (13%) didiagnosis mengalami
perforasi sinus maksilaris.7
Kejadian OAC segera paska pencabutan gigi posterior rahang atas sering
dijumpai oleh dokter gigi dalam praktik sehari-hari ,oleh karena itu seorang dokter
gigi harus memiliki pengetahuan tentang anatomi dan morfologi gigi rahang atas serta
sinus maksilaris agar terhindar dari komplikasi yang tidak diinginkan. Setelah
diagnosis OAC ditegakkan, maka penatalaksanaan terhadap OAC harus segera
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
dilakukan. Oleh karena itu, seorang dokter gigi harus memiliki pengetahuan tentang
penatalaksaan serta penangan awal terbentuknya OAC akibat perforasi sinus
maksilaris. 5
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti gambaran
tingkat pengetahuan dokter gigi tentang penanganan awal perforasi sinus maksilaris
di Kecamatan Medan Helvetia tahun 2017.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi tentang penanganan
awal perforasi sinus maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia pada tahun 2017?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi tentang
penanganan awal perforasi sinus maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia pada tahun
2017 .
1.4 Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan pengetahuan dokter gigi terhadap penanganan awal
perforasi sinus maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia.
2. Sebagai tambahan referensi dan masukan di Departemen Bedah Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi USU.
3. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti dan sebagai bahan
perbandingan antara praktik dan teori.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencabutan Gigi
Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, di
mana gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi juga
merupakan sutu tindakan pembedahan yang melibatkan suatu tindakan pembedahan
yang melibatkan jaringan keras dan jaringan lunak dari rongga mulut. Pencabutan
pencabutan gigi secara utuh atau akar gigi dengan trauma seminimal mungkin
terhadap jaringan pendukung gigi sehingga pencabutan dapat tumbuh sempurna dan
tidak menimbulkan komplikasi.Pencabutan gigi merupakan tindakan pembedahan
yang harus dilakukan oleh dokter gigi dan harus diperhatikan karena dapat
menimbulkan efek samping atau komplikasi yang tidak diinginkan.8,9
2.1.1 Komplikasi Pencabutan Gigi
Dalam tindakan pencabutan gigi terdapat kesulitan yang tidak dapat di
prediksi, untuk itu Dokter gigi harus selalu mengikuti prosedur teknik pencabutan
yang benar dan mengetahui komplikasi yang akan terjadi agar komplikasi tersebut
tidak menyebabkan keparan untuk pasien. Terdapat beberapa komplikasi pencabutan
gigi, yaitu:2,8
A. Pendarahan
Pendarahan merupakan salah satu komplikasi post-operative yang paling
sering terjadi.Komplikasi ini biasanya terjadi karena pendarahan vena pada tulang
pendukung, namun juga dapat bersumber dari arteri. Penanganan awal dari kasus ini
adalah pemeriksaan secara visual daerah yang mengalami pendarahan. Untuk
mengehentikan pendarahan dapat digunakan cara yang berbeda-beda tergantung
sumber pendarahan.2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
B. Pembengkakan dan Infeksi
Pembengkakan post-operative jaringan lunak merupakan hal yang normal
karena merupakan bagian proses penyembuhan. Luka akan sembuh setelah
mengalami proses inflamasi. Untuk mengurangi pembengkakan dapat dikompres
dengan es selama setiap tiga puluh menit setelah 48 jam post-operative dan
pemberian steroid juga dapat dilakukan untuk mengurangi pembengkakan. Namun,
apabila terjadi infeksi yang ditandai dengan adanya demam, meningkatnya rasa sakit
yang dapat diakibatkan oleh pasien yang mengalami imunokompromais (HIV, pasien
kemoterapi), kesalahan teknik pencabutan gigi, serta tidak sterilnya alat yang
digunakan, perawatan yang dilakukan tergantung keparahan infeksi. Apabila infeksi
akut dapat diberi antibiotik dan apabila infeksi kronis dapat dirawat dengan beberapa
macam obat. 2
C. Dry Socket
Dry socket atau yang juga disebut dengan alveolar osteitis merupakan
tertundanya proses penyembuhan pada area pencabutan dan tulang alveolar setelah
pencabutan gigi.8 Rasa sakit yang timbul biasanya terjadi 3-5 hari post-operative.
Rasa sakit biasanya berupa nyeri yang tumpul dan tidak dapat dikontrol. Penanganan
dry socket menggunakan obat analgesik, di mana sebelumnya soket dibersihkan
dengan larutan salin.2
D. Kerusakan Saraf
Pada tindakan pencabutan, saraf-saraf di rongga mulut seperti nervus
aveolaris inferior dan nervus lingualis dapat mengalami trauma. Penanganan
kerusakan saraf harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan gejala yang dialami
pasien dan daerah kerusakan saraf harus dapat diketahui dengan pasti. Banyak
kerusakan saraf yang terjadi akibat pencabutan gigi sembuh secara spontan tanpa
adanya intervensi.2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
E. Tertinggalnya Sisa Akar di Sinus Maksilaris
Teknik yang salah saat pencabutan gigi atas dapat menyebabkan terdorongnya
akar gigi molar rahang atas ke dalam sinus maksilaris hal ini diakibatkan adanya
perforasi sinus maksilaris. 2Sinus maksilaris memiliki hubungan anatomi yang dekat
dengan rongga mulut, oleh karena itu seorang dokter gigi harus memiliki
pengetahuan tentang anatomi dan morfologi gigi rahang atas serta sinus maksilaris
agar terhindar dari komplikasi yang tidak diinginkan.5
F. Perforasi Sinus Maksilais
Sinus maksilaris merupakan salah satu yang berpotensi terkena komplikasi
akibat perforasi sinus maksilaris akibat pencabutan gigi molar.2 Perforasi sinus
maksilaris dapat menyebabkan terbentuknya OAC dan OAF yang merupakan
komplikasi iatrogentik.10
Komplikasi paska ekstraksi gigi posterior rahang atas atau
patahnya akar palatal gigi molar dan destruksi dasar sinus akibat kelainan periapikal
merupakan salah satu etiologi terjadinya OAC.5
2.2 Oroantral Communication (OAC)
Oroantral communication (OAC) (Gambar 1) atau yang disebut sebagai
komunikasi oroantral adalah suatu keadaan patologis terjadinya hubungan antara
rongga hidung/antrum dengan rongga mulut. Keadaan ini merupakan komplikasi
paska pencabutan gigi akibat pencabutan gigi posterior rahang atas yang insidennya
berkisar 0.31%-3.8% dan sering menyebabkan ketidaknyamanan karena dapat
menjadi masalah yang serius.3,5
Menurut kepustakaan, akar gigi molar pertama dan kedua rahang atas
memiliki kemungkinan paling tinggi terhadap hubungannya dengan sinus maksilaris.5
Namun, OAC juga dapat terjadi akibat pencabutan gigi premolar.10
(Gambar 2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
2.2.1 Sinus Maksilaris
Keberadaan sinus maksilaris atau antrum of highmore telah dikenal bahkan
sebelum Highmore menerangkannya pada tahun 1651. Meskipun demikian,
Highmore yang menjelaskan hubungannya dengan kavitas nasal. Pada abad ke 18,
John Hunter pertama kali mengobservasi bahwa infeksi gigi dapat menyebar ke
daerah terdekat dan diprediksi sangat erat hubungan antara infeksi antrum dengan
kelainan atau infeksi gigi. 5,25,26
Gambar 2. Ilustrasi variasi morfologi sinus
maksilaris. Gambar a dan b
menunjukkan tidak ada hubungan yang
dekat antara gigi dan sinus maksilaris, c
dan d ada hubungan dekat.12
Gambar 1. Oroantral communication
(OAC) akibat pencabutan
gigi.11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Sinus maksilaris merupakan sinus paranasalis yang terbesar meliputi body of
maxilla berbentuk piramid. Sebelah inferior berbatasan dengan prosesus alveolaris
maksilaris, sebelah superior dengan dasar orbita, sebelah posterior dengan permukaan
infratemporal maksilaris dan sebelah anterolateral dengan permukaan fasial
maksilaris. 5
Sinus maksilaris (antrum) memiliki hubungan anatomi dan patologis yang
dekat dengan rongga mulut. Sinus maksilaris berbentuk piramid saat dewasa. Pada
saat kelahiran, sinus maksilaris berukuran sangat kecil lalu tumbuh ke arah lateral di
atas tulang inferior turbinate. Saat berusia sembilan tahun, sinus maksilaris meluas
sampai ke zigoma. Pertumbuhan ke arah lateral berhenti saat berusia lima belas
tahun. Pada gambaran radiografis dengan foto oksipitomental , sinus maksilaris
terlihat radiolusen dengan bentuk triangular (Gambar 3). Pada radiografi periapikal
daerah molar kiri atas dasar sinus normal terlihat di atas gigi molar ,dengan septum
vertical tepat berada di atas molar pertama.Terdapat daerah radiolusen melengkung
membentang pada dasar lantai sinus, ini mewakili saluran yang mengandung saraf
nervus alveolar pada postero superior. (Gambar 4)13,25,26
Gambar 3. Radiografi occipiomental
sinus maksilaris.13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
2.2.1.1 Pneumatisasi dan Gigi Geligi
Sinus maksilaris berkembang sejak prenatal dan berlanjut sampai tahap
pneumatisasi hingga dewasa. Sinus maksilari dimulai dari invaginasi ektodermal di
tengah-tengah alur meatus dan berukuran hanya 7x4x4 mm saat kelahiran. Anak-anak
memiliki jarak yang besar antara lantai sinus maksilaris dengan akar gigi geligi,
namun pneumatisasi yang cepat terjadi antara usia 12-14 tahun. Pneumatisasi yang
cepat ini terjadi paralel dengan erupsi gigi permanen demikian juga hubungan antara
lantai hidung dengan akar gigi.14
Derajat pneumatisasi bervariasi, namun dapat
meluas ke segala arah termasuk tulang zigomatik, palatum, dan dentoalveolar.
Pneumatiasai kearah inferior yang mengarah ke alveolus dapat meluas ke akar gigi.
14-17 Pneumatisasi dari sinus maksilaris berkaitan dengan erupsi gigi geligi permanen.
Pneumatisasi dimulai dari bawah orbita. Pneumatisasi kemudian menyebar ke tempat
yang rendah dimana gigi yang permanen mengambil tempat mereka. Pneumatisasi
sangat luas sampai akar gigi dan hanya suatu lapisan yang tipis dari jaringan halus
yang mencakup mereka. Pencabutan gigi rahang atas posterior dapat menyebabkan
ekspansi inferior sinus maksilaris dan berkaitan dengan anatomi , sehingga
membuktikan bahwa terdapat pengaruh pneumatisasi setelah kehilangan gigi.17
Gambar 4. Radiografi periapikal gigi
molar kiri rahang atas dan
hubungannya dengan sinus
maksilaris.13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
2.2.2 Etiologi dan Patogenesis Oroantral Communication
Etiologi terjadinya OAC adalah komplikasi paska ekstraksi gigi posterior
rahang atas atau patahnya akar palatal gigi molar, destruksi dasar sinus akibat
kelainan periapikal, perforasi dasar sinus dan membran sinus akibat pemakaian
instrumen yang salah, mendorong gigi atau akar gigi ke dalam sinus, proses
pembedahan pada sinus maksilaris, infeksi kroniks sinus maksilaris seperti
osteomielitis atau keganasan.5
Akar gigi molar pertama dan kedua rahang atas diduga memiliki hubungan
yang dekat dengan sinus maksilaris. Sering terjadi akar tidak dilapisi lamina dura
akibat infeksi periapikal kronis sehingga apeks gigi berkontak langsung dengan tepi
sinus. Saat pencabutan gigi besar kemungkinan terdapat sebagian dasar sinus yang
terbuka sehingga OAC terjadi. Pada tindakan bedah lainnya seperti odontektomi gigi
molar ketiga atas yang terpendam, enukleasi suatu kista atau kuretase radikal suatu
tumor dapat juga menyebabkan OAC. Dalam kondisi normal, jika OAC terjadi akibat
pencabutan gigi, penyembuhan akan terjadi dengan baik apabila bekuan darah pada
soket tidak terganggu. Jika bekuan darah terlepas atau terjadi defisiensi akibat adanya
infeksi, maka saluran akan dilapisi epitel dan akan berkembang menjadi fistula kronis
atau yang sering disebut oroantral fistula (OAF) (Gambar 5).5
Gambar 5. Oroantral Fistula (OAF).18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
2.2.3 Diagnosis dan Gejala Klinis
Penentuan diagnosis terjadinya OAC dapat dilakukan dengan cara menekan
hidung pasien dengan mulut terbuka lebar dan menyuruh pasien untuk bernafas, lalu
gunakan penglihatan secara langsung dengan menggunakan kaca mulut untuk melihat
adanya gelembung udara berdarah.2
Tindakan lain yang dapat dilakukan probing
silver secara hati-hati, nose blowing test yaitu selembar kapas didekatkan pada soket
dan pasien diinstruksikan untuk meniup dari hidung sambil menutup hidung dan
membuka mulut. Akan tampak gerakan pada selembar kapas tadi atau akan tampak
busa pada darah di soket, selama berkumur, cairan akan keluar lewat hidung.
(Gambar 6)5
Setelah terjadi OAC, maka pasien akan merasakan gejala-gejala subjektif
seperti regurgitasi cairan dan hilangnya udara melalui hidung dari mulut, epistaksis
unilateral sebagai akibat keluarnya darah dari sinus melalui hidung lewat ostium,
perubahan pada suara karena adanya perubahan resonansi vokal serta rasa sakit pada
daerah yang terkena. 5
Gambar 6. Diagram cara mendiagnosis terjadinya OAC.5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
2.2.4 Pencegahan
Pencegahan terhadap terjadinya OAC dapat dilakukan dengan persiapan diri
yang lebih baik. Pertama, adalah pentingnya penguasaan anatomi gigi-gigi posterior
rahang atas dan sinus maksilaris. Kedua, pembuatan radiografi periapikal untuk
mengetahui morfologi gigi atau radiografi periapikal dan panoramik untuk analisis
morfometrik pra pencabutan gigi, sehingga jika diketahui jarak sinus terlalu dekat dan
akar gigi divergen, maka hindarkan pencabutan gigi secara intraalveolar, namun
lakukan dengan cara separasi gigi. Ketiga, penggunaan instrumen ekstraksi yang tepat
dan tidak menggunakan tenaga berlebihan, dan yang terakhir adalah pemberian
instruksi paska pencabutan gigi yang jelas pada pasien untuk tidak berkumur-kumur
secara berlebihan, merokok, maupun menyedot-nyedot selama beberapa waktu.5,16
Informed consent sebelum tindakan pencabutan gigi posterior rahang atas
merupakan salah satu tindakan yang paling penting, mengingat tingginya risiko
terjadinya OAC paska pencabutan gigi. Apabila dari gambaran radiografi telah
diketahui ukuran sinus maksilaris yang melebar karena usia serta morfologi akar gigi
yang divergen, maka hindari pencabutan gigi secara intraalveolar. Lakukan teknik
separasi gigi terlebih dahulu dan keluarkan bagian-bagian gigi satu per satu sehingga
trauma paska pencabutan gigi dapat diminimalkan. 5
2.2.5 Penatalaksanaan Awal
Jika OAC telah terjadi, seorang dokter gigi harus mampu mengevaluasi
terjadinya OAC dan menilai seberapa jauh OAC itu terjadi pada pasien dengan
keadaan umum yang baik tanpa kelainan sinus, maka jika diameter OAC yang terjadi
kurang dari 2 mm, maka tindakan yang perlu dilakukan hanya menekan soket dengan
tampon selama 1-2 jam dan memberikan instruksi paska pencabutan gigi dengan
perlakukan khusus pada sinus yaitu hindari meniup, menyedot-nyedot ludah,
menghisap-hisap soket, minum melalui sedotan, atau merokok selama 24 jam
pertama. Jika OAC yang terjadi berukuran sedang yaitu berdiameter 2-6 mm, maka
perlu tindakan tambahan yaitu meletakkan sponge gauze serta penjahitan soket gigi
angka delapan untuk menjaga agar bekuan darah tetap berada dalam soket dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
ditambah dengan instruksi sinus precaution selama 10-14 hari dan pemberian obat-
obatan antibiotika, seperti penisilin atau klindamisin selama lima hari, serta
dekongestan oral maupun nasal spray untuk menjaga ostium tetap dalam keadaan
baik sehingga tidak terjadi sinusitis maksilaris. Jika ukuran OAC lebih besar dari 6
mm (Gambar 7) Maka sebaiknya dilakukan tindakan penutupan soket dengan flep
supaya terjadi penutupan primer. Flep harus bebas dari tarikan dan posisi flep
sebaiknya terletak di atas tulang. Variasi jenis flep yang sering dilakukan untuk
penutupan OAC antara lain flep bukal(Gambar 8), flep palatal (Gambar 9), buccal fat
pad (Gambar 10),gold foil, dan lain sebagainya.5,24
Gambar 7. OAC berdiameter lebih dari 6
mm.19
Gambar 8. Flep bukal.20
Gambar 9. Flep palatal.21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
Pada pasien dengan riwayat sinusitis kronis, maka terjadinya OAC yang
berdiameter kecil sekalipun akan sukar sembuh dan dapat menyebabkan OAC
permanen serta terepitelialisasi menjadi fistula. Pada pasien dengan riwayat penyakit
tersebut segera dilakukan penjahitan angka delapan dan beri instruksi sinus
precaution. Apabila OAC tidak ditatalaksana dengan baik akan berakibat timbulnya
OAF atau terjadi infeksi pada sinus maksilaris.5,16
Gambar 10. Buccal fat pad.22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
2.3 Kerangka Teori
Pencabutan Gigi
Definisi Komplikasi
Dry socketKerusakan
saraf
Perforasi Sinus
Maksilaris
Akar gigi
tertinggal
Pembengkakan
& Infeksi
Oroantral Communication (OAC)
Etiologi Penanganan Awal Gambaran Klinis
Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi
Terhadap Penanganan Awal Perforasi Sinus
di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
2.4 Kerangka Konsep
Penanganan Awal Perforasi
Sinus Maksilaris
Pengetahuan dokter gigi
Kuesioner
Kurang
<5
Cukup
5-7
Baik
7-10
Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Terhadap
Penanganan Awal Perforasi Sinus Makasilaris di
Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif untuk menggambarkan tingkat
pengetahuan dokter gigi terhadap penanganan awal perforasi sinus maksilaris di
praktik dokter gigi di Kecamatan Medan Helvetia.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di praktik dokter gigi yang ada di Kecamatan Medan
Helvetia.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh dokter gigi yang praktik di
Kecamatan Medan Helvetia. Seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling),
sehingga jumlah keseluruhan adalah 56 orang. Data didapatkan dari PDGI Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional
1 Pengetahuan Pengetahuan diukur dalam bentuk
pertanyaan yang telah dipersiapkan
dengan pilihan jawaban yang benar.
Pertanyaan yang diajukan mengenai
penanganan awal perforasi sinus.
2 Dokter Gigi Yang berkompeten dalam melakukan
tindakan perawatan gigi.
3 Perforasi Sinus Maksilaris Perforasi sinus maksilaris dapat
menyebabkan terjadinya OAC yang
merupakan komplikasi pencabutan gigi
posterior rahang atas.
4 Penanganan Awal Perforasi
Sinus
Langkah-langkah awal yang harus
dilakukan ketika terjadi perforasi sinus
maksilaris akibat pencabutan gigi.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner, di mana kuesioner
diberikan secara langsung ke pada responden dan diisi langsung oleh responden.
Kuesioner yang diberikan meliputi pertanyaan yang berhubungan dengan tingkat
pengetahuan tentang penanganan awal perforasi sinus maksilaris akibat dari salah
satu komplikasi pencabutan gigi.
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara komputerisasi dan
dihitung dalam bentuk persentase.
3.7 Pengukuran Data
a. Tingkat Pengetahuan
Untuk mengetahui pengetahuan dokter gigi mengenai kegawatdaruratan medis
diukur melalui 10 pertanyaan. Pertanyaan dengan jawaban yang benar, nilainya 1 dan
pertanyaan dengan jawaban yang salah, nilainya 0. Sehingga nilai tertinggi dari 10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
pertanyaan yang diberikan adalah 10. Kemudian nilai selanjutnya dikategorikan
dengan pengetahuan baik, cukup dan kurang. Katagori baik apabila mendapatkan
nilai benar 80%-100%, kategori cukup apabila mendapatkan nilai benar 50%-70%
dan kategori kurang apabila mendapatkan nilai benar <50.23
Tabel 2. Kategori Nilai Pengetahuan
Alat Ukur Hasil
Ukur
Kategori Penilaian Skor
Kuesioner
(10 Pertanyaan)
Benar = 1
Salah = 0
Baik (apabila skor jawaban
responden benar 80%-100%
dari seluruh pertanyaaan)
08-Okt
Cukup (apabila skor jawaban
responden benar 50%-70%
dari seluruh pertanyaan)
05-Jul
Kurang (apabila skor
jawaban responden benar
<50% dari seluruh
pertanyaan)
<5
3.8 Ethical Clearance
Ethical clearance adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Komisi Etik
Penelitian untuk penelitian yang melibatkan makhluk hidup (manusia, hewan,
tumbuhan) yang menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah
memenuhi persyaratan tertentu. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi
Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Responden
Gambaran responden terhadap penanganan awal perforasi sinus di Kecamatan
Medan Helvetia diketahui pada penelitian ini terdapat 56 dokter gigi, sejumlah
responden adalah perempuan yaitu sebanyak 32 orang (75,14%) dan laki-laki
sebanyak 24 orang (42,86%). (Tabel 3)
Tabel 3. Distribusi Karakteristik Responden Dokter Gigi
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 24 42,86%
Perempuan 32 57,14%
Total 56 100%
4.2 Pengetahuan Responden Tentang Penanganan Awal Perforasi Sinus
Maksilaris
Tingkat pengetahuan responden tentang pengertian perforasi sinus maksilaris
atau oroantral communication (OAC) dikategorikan baik, karena 96,43% responden
menjawab dengan benar dan hanya 3,57% yang menjawab tidak tepat. Pengetahuan
responden tentang etiologi OAC dikategorikan baik, karena 92,8% responden
menjawab dengan benar dan 7,14% menjawab salah. Tingkat pengetahuan responden
tentang komplikasi awal dari perforasi sinus maksilaris dikategorikan cukup karena
hanya 55,36% responden yang menjawab dengan tepat dan 44,64% menjawab salah.
Sebesar 89,29% responden mengetahui tentang cara diganosa awal terjadinya
perforasi sinus maksilaris, sementara 10,71% belum menjawab dengan tepat. Tingkat
pengetahuan responden tentang cara diagnosa perforasi sinus maksilaris
dikategorikan baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
Tingkat pengetahuan dokter tentang penanganan awal apabila terdapat gambaran
radiografi dengan pelebaran sinus dan morfologi akar divergen dikategorikan cukup,
karena 58,93% responden menjawab dengan tepat dan 41,07% menjawab tidak tepat.
Tingkat pengetahuan responden tentang cara mencegah terjadinya OAC
dikategorikan baik, karena 92,86% responden menjawab dengan tepat sementara
7,14% responden menjawab tidak tepat. Seluruh responden dikategorikan memiliki
tingkat pengetahuan baik tentang pencegahan apabila terjadi OAC, karena 100%
responden menjawab dengan tepat.
Tingkat pengetahuan responden mengenai penanganan OAC berdiameter 2
mm dikategorikan cukup, karena 57,14% menjawab dengan tepat dan 42,86%
menjawab tidak tepat. Sebesar 73,21% responden menjawab dengan tepat tentang
penangan OAC berdiameter 2-6 mm dan 26,79% menjawab tidak tepat. Tingkat
pengetahuan responden dikategorikan baik. Tingkat pengetahuan responden tentang
penanganan OAC berdiameter lebih dari 6 mm dikategorikan baik karena 92,86%
responden menjawab dengan tepat dan 7,14% menjawab tidak tepat. (Tabel 4.)
Tabel 4. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Penanganan Awal Perforasi
Sinus Maksilaris
Perilaku Tahu Tidak Tahu
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 Pengertian perforasi
sinus maksilaris dan
OAC
54 96,43% 2 3,57%
2 Etilogi perforasi sinus
maksilaris 52 92,86% 4 7,14%
3 Komplikasi awal
perforasi sinus maksilaris 31 55,36% 25 44,64%
4 Cara mendiagnosa telah
terjadi perforasi sinus
maksilaris
50 89,29% 6 10,71%
5 Tindakan apabila
diketahui terdapat
pelebaran sinus
maksilaris dan akar yang
divergen
33 58,93% 23 41,07%
6 Pencegahan OAC akibat
perforasi sinus maksilaris 52 92,86% 4 7,14%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
7 Cara pemberian sinus
precaution 100 100% 0 0%
8 Penangan awal OAC
yang berukuran 2 mm 32 57,14% 24 42,86%
9 Penanganan awal OAC
yang berukuran 2-6 mm 41 73,21% 15 26,79%
10 Penanganan awal PAC
yang berukuran lebih dari
6 mm
52 92,86% 4 7,14%
Hasil penelitan terhadap tingkat pengetahuan tentang penanganan awal
perforasi sinus maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia didapatkan bahwa
responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 69,64% dan berpengetahuan cukup
30,36%. Tidak ada responden yang memiliki pengetahuan kurang pada penelitian ini.
(Tabel 5 dan Diagram 1)
Tabel 5. Kategori Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penanganan Awal
Perforasi Sinus Maksilaris
Kategori Jumlah Responden Persentase
Baik 39 69,64%
Cukup 17 30,36%
Kurang 0 0%
Total 56 100%
Diagram 1. Kategori Pengetahuan Responden
70%
30% 0%
Tingkat Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
BAB 5
PEMBAHASAN
Dari segi pengetahuan menunjukkan bahwa sebanyak 96,43% responden
mengetahui apa yang dimaksud dengan perforasi sinus maksilaris. Pengertiannya
adalah keadaan patologis terjadinya hubungan antara rongga hidung dengan rongga
mulut, yang merupakan komplikasi paska pencabutan gigi posterior rahang atas.
Kondisi ini mungkin disebabkan karena perforasi sinus maksilaris merupakan suatu
pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh dokter gigi.3,5
Pengetahuan responden tentang etiologi OAC juga dikategorikan baik karena
92,8% responden menjawab benar. Keadaan itu disebabkan karena responden
mengetahui bagaimana OAC dapat terjadi, hal tersebut sebanding dengan
pengetahuan responden mengetahui yang dimaksud dengan perforasi sinus
maksilaris.Etiologi terjadinya OAC adalah komplikasi paska ekstraksi gigi posterior
rahang atas atau patahnya akar palatal gigi molar, destruksi dasar sinus akibat
kelainan periapikal dan juga perforasi dasar sinus dan membrane sinus akibat
pemakaian instrumen yang salah.5
Tingkat pengetahuan responden tentang komplikasi awal dari perforasi sinus
maksilaris dikategorikan cukup karena hanya 55,36% responden yang menjawab
dengan tepat. Komplikasi awal dari perforasi sinus maksilaris adalah terbentuknya
hubungan antara rongga hidung dengan rongga mulut.3
Keadaan tersebut mungkin
disebakan karena responden kebanyakan menjawab fistula oroantral yang merupakan
komplikasi akhir apabila OAC tidak ditangani, namun 89,29% responden mengetahui
tentang cara diganosa awal terjadinya perforasi sinus maksilaris, sementara 10,71%
belum menjawab dengan tepat. Kondisi tersebut masih tergolong baik, karena
responden mengetahui bagaimana menentukan suatu keadaan terjadi perforasi sinus
maksilaris yaitu dengan cara menekan hidung pasien dengan jari serta mulut terbuka
lebar dan menyuruh pasien untuk bernafas melalui hidung lalu gunakan penglihatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
secara langsung dengan kaca mulut untuk melihat adanya hembusan udara yang
bercampur darah yang keluar dari lubang tersebut.2
Tingkat pengetahuan dokter tentang penanganan awal apabila terdapat
gambaran radiografi dengan pelebaran sinus dan morfologi akar divergen
dikategorikan cukup, karena 58,93% responden menjawab dengan tepat. Kondisi
apabila terdapat akar gigi yang divergen seorang dokter gigi harus membuat informed
consent dan memberitahu pasien tentang komplikasi apa saja yang dapat terjadi.
Informed consent sebelum tindakan pencabutan gigi posterior rahang atas merupakan
salah satu tindakan yang paling penting, mengingat tingginya risiko terjadinya OAC
paska pencabutan gigi. Informed consent sebelum tindakan pencabutan gigi posterior
rahang atas merupakan salah satu tindakan yang paling penting, mengingat tingginya
risiko terjadinya OAC paska pencabutan gigi , apabila dari gambaran radiografi telah
diketahui ukuran sinus maksilaris yang melebar karena usia serta morfologi akar gigi
yang divergen, maka hindari pencabutan gigi secara intraalveolar dan lakukan teknik
separasi gigi terlebih dahulu dan keluarkan bagian-bagian gigi satu per satu sehingga
trauma paska pencabutan gigi dapat diminimalkan.5,24
Sebanyak 23 orang responden menjawab dengan melakukan pencabutan gigi
secara intraalveolar, seharusnya pencabutan gigi dengan teknik intraalveolar pada
gigi geligi yang paling dekat dengan sinus harus dihindari untuk mengurangi tekanan
terhadap dinding sinus dan lakukan teknik separasi.5 Menurut Kanagasabapathy
Thirumurugan, dkk pada tahun 2013 terdapat beberapa komplikasi dari pencabutan
gigi maksila dengan teknik intraalveolar adalah masuknya gigi dan akar ke rongga
sinus maksilaris, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksilaris, intraorbital
hematoma, dan terbentuknya oroantral communication (OAC).27
Keadaan tersebut
mungkin disebakan responden tidak memahami pengertian dari teknik pencabutan
gigi secara intraalveolar yang seharusnya dilakukan dengan teknik separasi .
92,86% responden mengetahui tentang cara pencegahan terjadinya OAC,
yaitu dengan persiapan diri yang baik, pembuatan radiografi periapikal untuk
mengetahui morfologi akar dan jarak gigi dengan sinus maksilaris dan penggunaan
instrumen yang tepat. Kondisi ini mungkin disebabkan karena pertanyaan tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
merupakan hal dasar yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
akibat pencabutan gigi khususnya perforasi sinus maksilaris.
100% responden mengetahui tentang sinus precaution yaitu hindari meniup,
menyedot-nyedot ludah, menghisap-hisap soket, minum melalui sedotan, atau
merokok.5Pencegahan terhadap terjadinya OAC dapat dilakukan dengan persiapan
diri yang lebih baik dan pentingnya penguasaan anatomi gigi-gigi posterior rahang
atas dan sinus maksilaris. Kondisi ini mungkin disebabkan karena pertanyaan ini
merpakan pengetahuan dasar dan sinus precaution merupakan salah satu intruksi
yang sering diberikan oleh dokter gigi kepada pasien paska pencabutan gigi.
Pengetahuan responden mengenai penanganan OAC berdiameter 2 mm
dikategorikan cukup, karena 57,14% menjawab dengan tepat dan 42,86% menjawab
tidak tepat. Tindakan yang perlu dilakukan hanya menekan soket dengan tampon
selama 1-2 jam dan memberikan instruksi paska pencabutan gigi dengan perlakukan
khusus pada sinus atau (sinus precaution) selama 24 jam pertama. Sebesar 73,21%
responden menjawab dengan tepat tentang penangan OAC berdiameter 2-6 mm.
Tingkat pengetahuan responden dikategorikan baik. Tindakan yang perlu dilakukan
adalah meletakkan sponge gauze serta penjahitan soket gigi secara angka delapan
untuk menjaga agar bekuan darah tetap berada dalam soket, ditambah dengan
instruksi sinus precaution selama 10-14 hari dan pemberian obat-obatan antibiotika,
seperti penisilin atau klindamisin selama lima hari, serta dekongestan oral maupun
nasal spray untuk menjaga ostium tetap dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi
sinusitis maksilaris.5
Tingkat pengetahuan responden tentang penanganan OAC berdiameter lebih
dari 6 mm dikategorikan baik karena 92,86% responden menjawab dengan tepat,
tindakan yang perlu dilakukan adalah penutupan soket dengan flep supaya terjadi
penutupan primer. Flep harus bebas dari tarikan dan posisi flep sebaiknya terletak di
atas tulang. Variasi jenis flep yang sering dilakukan untuk penutupan OAC antara
lain flep bukal, flep palatal, buccal fat pad, gold foil, dan lain sebagainya.5
Kondisi ini
mungkin disebabkan karena pertanyaan yang diberikan merupakan pengetahuan dasar
namun pada OAC yang berukuran 2 mm berpengetahuan cukup, hal tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
mungkin disebabkan responden tidak mengetahui perbedaan penanganan awal OAC
antara yang berukuran 2 mm dengan yang berukuran 2-6 mm.
Berdasarkan kategori tingkat pengetahuan, tentang penanganan awal perforasi
sinus maksilaris didapatkan bahwa responden memiliki pengetahuan baik sebanyak
69,64% dan berpengetahuan cukup 30,36%. Tidak ada responden yang memiliki
pengetahuan kurang pada penelitian ini. Keadaan tersebut sama dengan penelitian
Hirata Y dkk melakukan penelitian tentang frekuensi perforasi sinus pada 2.038 gigi
maksila yang diekstraksi dari 1.337 pasien (473 laki-laki, 864 perempuan) di Tokyo
Medical and Dental Univeristy mendapatkan hasil bahwa perforasi sinus terjadi pada
77 gigi dari 2.038 gigi (3.8%), 38 laki-laki, dan 39 perempuan.6 Hal tersebut
menunjukkan minimnya kasus perforasi sinus maksilaris karena tingkat pengetahuan
dokter gigi sudah baik. Kondisi ini mungkin disebabkan pertanyaan yang diberikan
merupakan pertanyaan-pertanyaan dasar dan merupakan hal yang penting untuk
diketahui dokter gigi agar komplikasi paska pencabutan berupa perforasi sinus
maksilaris dapat dihindari.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
BAB 6
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
1. Pengetahuan dokter gigi mengenai pengertian, etiologi, cara diagnosa,
pencegahan oroantral communication, cara pemberian sinus precaution, serta
penanganan awal OAC yang berukuran sedang (2-6mm) dan berukuran besar (lebih
dari 6 mm) masuk ke dalam kategori baik, yaitu 76-100%.
2. Pengetahuan dokter gigi mengenai komplikasi awal perforasi sinus maksilaris,
tindakan apabila diketahui terdapat pelebaran sinus maksilaris dan akar yang
divergen, serta penanganan awal OAC yang berukuran 2 mm masuk ke dalam
kategori cukup, yaitu 56-75%.
3. Tingkat pengetahuan dokter gigi terhadap penanganan awal perforasi sinus
maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia pada tahun 2017, 69,64% dikategorikan
berpengetahuan baik dan 30,36% berpengetahuan cukup.
4. Tidak ada dokter gigi yang dikategorikan berpengetahuan kurang.
6.2 Saran
1. Dokter gigi di Kecamatan Medan Helvetia diharapkan mampu memahami
komplikasi awal dari perforasi sinus maksilaris agar tidak terjadi keparahan.
2. Dokter gigi di Kecamatan Medan Helvetia diharapkan melakukan informed
consent apabila terdapat keadaan yang dapat mempersulit pencabutan dan
meningkatkan risiko terjadinya perforasi sinus maksilaris, seperti pelebaran sinus dan
akar yang divergen.
3. Dokter gigi di Kecamatan Medan Helvetia diharapkan mampu melakukan
penanganan awal OAC yang berukuran 2 mm.
4. Diharapkan pada penelitian berikutnya bisa dilakukan tentang prevalensi
perforasi sinus maksilaris di luar dari praktik dokter gigi di Kecamatan Medan
Helvetia dengan sampel yang lebih banyak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
5. Diharapkan penelitian berikutnya dapat membandingkan tingkat pengetahuan
terhadap penanganan awal perforasi sinus maksilaris pada dokter gigi yang
mempunyai praktik pribadi, praktik di puskesmas, dan dokter gigi yang praktik di
rumah sakit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Lande R, Kepel BJ, Siagian KV. Gambaran faktor risiko dan komplikasi
pencabutan gigi di RSGM PSPDG FK Unsrat. J e-Gigi 2015; 3(2): 476-81.
2. Woo I, Le BT. Management of complications of dental extraction. California:
Academy of Dental Therapeutics and Stomatology a Division of Pennwell, 2008:
1-8.
3. Ogunsalu C. A new surgical management for oro-antral communication the
resorbable guided tissue regeneration membrane – bone substitute sandwich
technique. West Indian Med J 2005; 54(4): 261-3.
4. Logan RM, Coates EA. Non-surgical management of an oro-antral
communication in a patient with HIV infection. Aust Dent J 2003; 48(4): 255-8.
5. Poedjiastuti W. Komunikasi oroantral; etiologi dan penatalaksanaannya. J Gigi
2006; 4(8): 116-9.
6. Y Hirata, K Kino, S Nagaoka, R Miyamoto, H Yoshimasu, T Amagasa. A
cilinical investigation of oro-maxillary sinus-perforation due to tooth extraction. J
of Stomatological Society Japan 2011; 68(3): 249-53.
7. Rothamel D, Wahl G, D’hoedt B, Nentwig GH, Schwarz F, Becker J. Incidence
and predictive factors for perforation of the maxillary antrum in operations to
remove upper wisdom teeth: prospective multicenter study. British Association
Oral Maxillofacial Surg 2006; 45: 387-91.
8. Chandra MH. Buku petunjuk praktis pencabutan gigi. Jakarta: Agung Seto, 2014:
1-2.
9. Balaji, S.M. Texbook of Oral and Maxillofacial Surgery, Elsevier: New Dehli
2007;211-13.
10. Kumar N, Bhutani H, Jain P, Verma A, Tomar S, Chaterjee S, dkk. Accidental
entry of foreign body in maxillary sinus a case report. J Stomatology 2015; 5: 1-5.
11. Miloro M, Kolokythas A. Management of complications in oral and maxillofacial
surgery. West Sussex: Willey Black Well, 2012: 29-30.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
12. Bell G. Oro-antral fistulae and fractured tuberosities. British Dent J 2011; 211(3):
119-23.
13. Coulthard P, Horner K, Sloan P, Theaker ED. Master dentistry oral and
maxillofacial surgery, radiology, pathology, and oral medicine. Philadelphia:
Chruchill Livingstone, 2003: 108-9.
14. Sataloff RT. Sataloff’s comprehensive textbook of otolaryngology head & neck
surgery rhinology allergy and immunology. India: Jaypee Brothers Publisher,
2016: 479-80.
15. Chang CC, Incaudo GA, Gershwin ME. Disease of the sinuses 2nd
ed. USA:
Springer, 2014: 4.
16. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR.Contemporary Oral and Maxillofacial Surger.
6th
Ed. St.Louis : Mosby Elsevier 2014;382-92.
17. Ghom A, Tikekar S. Textbook of oral medicine. India: Jaypee Brothers Publisher,
2014: 640.
18. Borgonovo AE, Berardinelli FV, Favale M, Maiorana C. Surgical option in
oroantral fistula treatment. Open Dentistry J 2012; 6: 94-8.
19. Candamourly R, Jain MK, Sankar K, Babu MRS. Double layered closure fistula
using buccal fat pad and buccal advancement flap. J Natural Sci 2017; 3(2): 203-
5.
20. Hariram, Mohammad S, Singh RK, Singh G, Malkunje LR. Buccal fat pad versus
sandwich graft for treatment of oroantral defects a comparison. Natl J Maxillofac
Surg 2010; 1(1): 6-14.
21. Dergin G, Emes Y, Dellibast C, Gurler G. A textbook of advanced oral and
maxillofacialsurgery.http://www.intechopen.com/books/a-textbook-of-advanced-
oral-and-maxillofacial-surgery-volume-3/management-of-the-oroantral-fistula (12
Jaunari 2016).
22. Oliviera, Almeida RS, Faverani LP, Bassi APF, Sonoda CS, Luvizuto ER. Oro
nasal communication closure in smoker patient case report. Dentistry 2014; 4(5):
1-3.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
23. Dahlan M. Besar sampel dan cara pengambilan sampel. Edisi 3, Jakarta: Salemba
Medika, 2013: 138-9.
24. Fragiskos D. Fragiskos.Oral Surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Germany 2007 ; 115-8.
25. Malik Neelima Anil. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. New
Delhi India : Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2008 ; 567-8.
26. Berkovitz, B; Moxham, B; Linden, R; Sloan, A. Master dentistry volume three.
Elsevier 2011 ; 2.
27. Thirumurugan K, Munzanoor RRB, PrasadGA, Sankar K. Maxillary tuberosity
fracture and subconjunctival hemorrhage following extraction of maxillary third
molar. J Nat Sci Biol Med 2013; 4(1): 242-5.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN I
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
Nomor :
Tanggal :
TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP PENANGANAN
AWAL PERFORASI SINUS MAKSILARIS DI KECAMATAN MEDAN
HELVETIA PADA TAHUN 2017
Nama :
Usia :
Jenis kelamin : a. Perempuan
b. Laki-laki
PETUNJUK PENGISIAN
1. Pengisisan kuisioner dilakukan oleh Dokter gigi yang berpraktk di Kecamatan
Medan Helvetia.
2. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan melingkari jawaban yang
dianggap benar.
3. Semua pertanyaan harus dijawab.
4. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.
5. Bila ada pertanyaan yang kurang dimengerti silahkan tanya pada peneliti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LINGKARI JAWABAN PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA
1. Apakah yang dimaksud dengan perforasi sinus
atau oroantral communication (OAC)?
a. Keadaan patologis terjadinya hubungan
antara rongga hidung/antrum dengan rongga
mulut, yang merupakan komplikasi pasca
pencabutan gigi posterior rahang atas.
b. Keadaan patologis terjadinya hubungan
antara rongga hidung/antrum dengan rongga
mulut, yang merupakan komplikasi pasca
penyerutan akar dan pencabutan gigi anterior
rahang atas.
c. Keadaan patologis terjadinya hubungan
antara rongga hidung/antrum dengan rongga
mulut, yang merupakan komplikasi pasca
penskeleran gigi.
2. Menurut Dokter apakah salah satu etiologi
terjadinya perforasi sinus?
a. Komplikasi pasca kuretase akar dan
pencabutan gigi anterior rahang atas
b. Komplikasi pasca penskeleran gigi.
c. Komplikasi pencabutan gigi posterior rahang
atas.
3. Menurut Dokter apakah akibat yang pertama kali
terjadi akibat perforasi sinus maksilaris?
a. Terbentuknya fistula oroantral.
b. Terbentuknya hubungan antara antrum
dengan rongga mulut. Gigi sulit untuk
dilakukan pencabutan.
c. Gigi sulit dilakukan pencabutan .
4. Menurut Dokter, bagaimana cara awal
mendiagnosa telah terjadi perforasi sinus
maksilaris?
a. Dengan radiografi panoramik.
b. Dengan menekan hidung pasien dengan
mulut terbuka lebar dan menyuruh pasien
untuk bernafas, dengan menggunakan kaca
mulut untuk melihat adanya gelembung
udara berdarah.
c. Dengan menggunakan radiografi periapikal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Menurut Dokter apakah yang harus dilakukan
apabila dari gambaran radiografi telah diketahui
ukuran sinus maksilaris melebar serta morfologi
akar divergen?
a. Tidak melakukan pencabutan gigi karena
akan membahayakan diri pasien.
b. Melakukan pencabutan gigi dengan teknik
intraalveolar namun dengan hati-hati.
c. Melakukan Pencabutan Gigi disertai dengan
melakukan Inform Consent terlebih dahulu .
6. Menurut Dokter bagaimana cara mencegah
terjadinya OAC akibat perforasi sinus
maksilaris?
a. Dengan berhati-hati menggunakan
instrument yang tepat dan baik.
b. Dengan persiapan diri yang baik.
c. Dengan persiapan diri yang baik, pembuatan
radiografi periapikal untuk mengetahui
morfologi akar dan jarak gigi dengan sinus
maksilaris, sdan penggunaan instrument yang
tepat.
7. Menurut Dokter apakah sinus precaution yang
harus diinformasikan kepada pasien apabila
sudah terbentuk OAC?
a. Mengkonsumsi obat obatan yang di resepkan
dokter.
b. Tidak boleh meniup, menyedot-nyedot
ludah, menghisap-hisap soket, minum
melalui sedotan, dan tidak merokok.
c. Dianjurkan Memakan makanan yang dingin .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8. Menurut Dokter bagaimana penanganan awal
OAC jika berdiamater kurang dari 2 mm?
a. Menekan soket dengan tampon selama 1-2
jam dan memberikan instruksi pasca
pencabutan gigi dengan perlakukan khusus
pada sinus atau (sinus precaution) selama 24
jam pertama.
b. Meletakkan sponge gauze serta penjahitan
soket gigi angka delapan untuk menjaga agar
bekuan darah tetap berada dalam soket.
Selain itu, ditambah dengan instruksi sinus
precaution selama10-14 hari.
c. Penutupan soket dengan flep supaya terjadi
penutupan primer. Flep harus bebas dari
tarikan dan posisi flep sebaiknya terletak di
atas tulang. Variasi jenis flep yang sering
dilakukan untuk penutupan OAC antara lain
flep bukal, flep palatal , buccal fat pad, gold
foil, dan lain sebagainya.
9. Menurut Dokter bagaimana penanganan awal
OAC jika berdiameter 2-6 mm?
a. Meletakkan sponge gauze serta penjahitan
soket gigi secara angka delapan untuk
menjaga agar bekuan darah tetap berada
dalam soket. Selain itu, ditambah dengan
instruksi sinus precaution selama10-14 hari
dan pemberian obat-obatan antibiotika,
seperti penisilin atau klindamisin selama
lima hari, serta dekongestan oral maupun
nasal spray untuk menjaga ostium tetap
dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi
sinusitis maksilaris.
b. Menekan soket dengan tampon selama 1-2
jam dan memberikan instruksi pasca
pencabutan gigi dengan perlakukan khusus
pada sinus atau (sinus precaution) selama 24
jam pertama.
c. Penutupan soket dengan flep supaya terjadi
penutupan primer. Flep harus bebas dari
tarikan dan posisi flep sebaiknya terletak di
atas tulang. Variasi jenis flep yang sering
dilakukan untuk penutupan OAC antara lain
flep bukal , flep palatal , buccal fat pad, gold
foil, dan lain sebagainya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10. Menurut Dokter bagaimana penanganan awal
OAC jika berdiameter lebih dari 6 mm?
a. Meletakkan sponge gauze serta penjahitan
soket gigi secara angka delapan untuk
menjaga agar bekuan darah tetap berada
dalam soket. Selain itu, ditambah dengan
instruksi sinus precaution selama10-14 hari
dan pemberian obat-obatan antibiotika,
seperti penisilin atau klindamisin selama
lima hari, serta dekongestan oral maupun
nasal spray untuk menjaga ostium tetap
dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi
sinusitis maksilaris.
b. Menekan soket dengan tampon selama 1-2
jam dan memberikan instruksi pasca
pencabutan gigi dengan perlakukan khusus
pada sinus atau (sinus precaution) selama 24
jam pertama.
c. Penutupan soket dengan flep supaya terjadi
penutupan primer. Flep harus bebas dari
tarikan dan posisi flep sebaiknya terletak di
atas tulang. Variasi jenis flep yang sering
dilakukan untuk penutupan OAC antara lain
flep bukal , flep palatal , buccal fat pad, gold
foil, dan lain sebagainya.
11. Jumlah total skor pengetahuan
12. Kategori pengetahuan
a. Baik: 8-10
b. Cukup: 6-7
c. Kurang:<6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN II
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Salam hormat,
Saya yang bernama Bella Risqi Maulia, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
USU, ingin melakukan penelitian tentang “TINGKAT PENGETAHUAN
DOKTER GIGI TERHADAP PENANGANAN AWAL PERFORASI SINUS
MAKSILARIS DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA PADA TAHUN 2017”.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran mengenai pengetahuan
dokter gigi dalam penanganan awal perforasi sinus maksilaris di Kecamatan Medan
Helvetia.
Perforasi sinus maksilaris merupakan salah satu komplikasi pencabutan
gigi.Untuk itu setiap dokter gigi harus mengetahui penatalaksaan awal dalam
penanganan perforasi sinus maksilaris .Proses penelitian memerlukan kerjasama yang
baik dari Bapak/Ibu untuk meluangkan sedikit waktunya. Saya akan memberikan
kuesioner mengenai gambaran tingkat pengetahuan penanganan perforasi sinus.
Bapak/Ibu diperlukan menjawab soal-soal pada kuesioner yang diberikan. Ini hanya
membutuhkan waktu kira-kira 5- 10 menit untuk menjawab.
Pertama Bapak/Ibu akan ditanya mengenai identitas Bapak/Ibu. Setelah itu,
Bapak/Ibu akan menjawab 10 soal pada kuesioner kemudian langsung akan
dikumpulkan kepada saya.
Jika Bapak/Ibu bersedia, Lembar Persetujuan Menjadi Subjek Penelitian
terlampir harap ditandatangani dan dikembalikan. Perlu diketahui bahwa surat
ketersediaan tersebut tidak mengikat dan Bapak/Ibu dapat mengundurkan diri dari
penelitian ini selama penelitian berlangsung.
Demikian penjelasan dari saya, atas partisipasi dan ketersediaan waktu
Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
Bella Risqi Maulia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN III
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama :
Jenis Kelamin : L/P
Alamat Praktek :
Setelah membaca dan mendapatkan penjelasan serta memahami sepenuhnya apa yang
akan dilakukan dan didapatkan pada penelitian yang berjudul
“TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP PENANGANAN
AWAL PERFORASI SINUS MAKSILARIS DI KECAMATAN MEDAN
HELVETIA PADA TAHUN 2017’’
Maka saya menyatakan bersedia ikut berpartisipasi menjadi salah satu subyek
penelitian ini yang diketahui oleh Bella Risqi Maulia sebagai mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara secara sadar dan tanpa paksaan, dengan
catatan apabila suatu ketika saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak
membatalkan persetujuan ini.
Medan,.............................
Yang menyetujui,
Subjek penelitian
(..................................)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN IV
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Bella Risqi Maulia
Tempat /Tanggal Lahir : Tebing Tinggi / 06 Desember 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jalan Tanjung Permai XI NO 54 Komplex BTN
Tanjung Gusta Medan Helvetia
Orang Tua
Ayah : Yulian Kamahendra SE
Ibu : Lucyana Pulungan
Riwayat Pendidikan
1. SD IKAL (2001-2007)
2. SMP Negeri 16 Medan (2007-2010)
3. SMA Negeri 3 Medan (2010-2013)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN V
JADWAL KEGIATAN
No
Kegiatan
Waktu Penelitian
September
2016
Oktober
2016
November
2016
Desember
2016
Januari
2017
Februari
2017
Maret
2017
April
2017
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penulusuran Kepustakaan
2 Pembuatan Proposal
3 Seminar Proposal
4 Pengumpulan Data
5 Pengolahan Data
6 Analisis Data
7 Penulisan Laporan
Penelitian
8 Diskusi Tim
9 Perbaikan dan Penyerahan
Laporan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN VI
ANGGARAN BIAYA PENELITIAN
Rincian Harga
1 Biaya Pembuatan Proposal Rp 80.000
2 Biaya Print Dan Fotokopi Rp 350.000
3 Biaya Transportasi Rp 600.000
4 Biaya Bahan Habis Pakai Rp 175.000
5 Biaya Penjilidan Dan Penggandaan Rp 100.000
6 Biaya Seminar Proposal Rp 250.000
7 Biaya Lain-Lain Rp 250.000
Rp 1.805.000
CATATAN :
Semua biaya ditanggung oleh Peneliti.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN VIII
HASIL PENELITIAN
No Jenis
Kelamim
Soal
1
Soal
2
Soal
3
Soal
4
Soal
5
Soal
6
Soal
7
Soal
8
Soal
9
Soal
10
Total
Jawaban
benar
(skor)
1 P O X X O O O O X O O 7
2 L O X O O O O O X X O 6
3 L O O X O O X O X X O 6
4 P X O X O X O O O X O 6
5 P O O X O X O O X O O 7
6 L O O X O X O O X O O 7
7 L O O O O O O O O O O 10
8 P O O O O O O O O O O 10
9 L O O X O X O O O O O 8
10 L O O O X O O O O X O 8
11 L O O O O X O O X X O 7
12 P O O O O O X O X X X 6
13 P O O O O O O O O O O 10
14 P O O X O X O O X O O 7
15 L O O O O X O O O O O 9
16 L O O O O O O O O O O 10
17 L O O X O X O O O O O 8
18 P O O X X O X O O X O 7
19 P O O O O O O O X O O 9
20 P O O O O X O O O O O 9
21 L O O O X X O O O O O 8
22 P O O X O O O O O O O 9
23 P O O O O O O O X O O 9
24 L O O O O X X O O O O 8
25 P O O O O O O O X O O 9
26 P O O O O O O O X X O 8
27 P O X O O X O O O O O 9
28 P O X X O X O O X O O 6
29 P O O O O O O O X X O 8
30 L O O O O O O O X X X 7
31 L O O O X X O O O O O 8
32 L O O X O X O O O O O 8
33 P X O O O X O O X O O 7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34 L O O X O O O O X X X 6
35 P O O X O O O O X X X 6
36 P O O O X O O O O O O 9
37 L O O O O X O O O O O 9
38 P O O O O X O O X O O 8
39 P O O O O O O O X X O 8
40 L O O X O O O O O O O 9
41 L O O O O O O O O X O 9
42 L O O X O X O O X O O 7
43 L O O X X O O O X O O 7
44 P O O O O O O O O O O 10
45 P O O O O O O O X O O 9
46 P O O O O O O O O O O 10
47 P O O X O O O O O O O 9
48 P O O X O O O O X O O 8
49 P O O X O X O O O O O 8
50 L O O O O X O O O O O 9
51 P O O O O X O O O X O 8
52 P O O X O O O O X O O 8
53 P O X X O O O O O O O 8
54 L O O X O O O O O O O 9
55 L O O X O O O O O O O 9
56 P O O X O X O O O O O 8
Total 2 4 25 6 23 4 - 25 15 4
Keterangan :
P : Perempuan
L : Laki- laki
O : Jawaban Benar
X : Jawaban Salah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN IX
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA