tingkat pengetahuan dokter gigi terhadap …

55
TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP PENANGANAN AWAL PERFORASI SINUS MAKSILARIS DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA PADA TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : BELLA RISQI MAULIA NIM : 130600054 Pembimbing : drg.Hendry Rusdy.,Sp. BM., M.Kes FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP

PENANGANAN AWAL PERFORASI SINUS MAKSILARIS DI

KECAMATAN MEDAN HELVETIA PADA TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

BELLA RISQI MAULIA

NIM : 130600054

Pembimbing :

drg.Hendry Rusdy.,Sp. BM., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2017

Bella Risqi Maulia

Tingkat pengetahuan dokter gigi terhadap penanganan awal perforasi sinus

maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia pada tahun 2017

xi + 32 halaman

Peforasi sinus maksilaris merupakan salah satu komplikasi yang terjadi akibat

pencabutan gigi yang dapat membuat terjadi hubungan antara antrum dan rongga

mulut (oroantral communication). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi terhadap penanganan awal perforasi sinus

maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia pada tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah

survei deksriptif dengan populasi adalah seluruh dokter gigi yang praktik di

Kecamatan Medan Helvetia. Seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling),

sehingga jumlah keseluruhan adalah 56 orang. Hasil penelitian menunjukkan

sebanyak 69,64% dokter gigi dikategorikan berpengetahuan baik, 30,36

berpengetahuan cukup mengenai penanganan awal perforasi sinus maksilaris. Tingkat

pengetahaun dokter gigi harus tetap ditingkatkan agar mendapatkan hasil yang lebih

baik..

Kata kunci : Pengetahuan, dokter gigi, perforasi sinus maksilaris, oroantral

communication

Daftar rujukan : 27 (2003-2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Proposal skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji proposal skripsi

Medan, 03 Juli 2017

Pembimbing Tanda Tangan

Hendry Rusdy,drg.,Sp. BM., M.Kes ……………………

NIP : 19800517 200312 1 005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi Ini Telah Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji

Pada Tanggal 03 Juli 2017

TIM PENGUJI SKRIPSI

KETUA : Isnandar,drg.,Sp.BM.

ANGGOTA : 1. Hendry Rusdy,drg.,Sp.BM.,M.kes.

2. Ahyar Riza ,drg.,Sp.BM.

3. Indra Basar Siregar,drg.,M.kes.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat

dan karunia-Nya serta segala kemudahan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran

Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan

bimbingan, pengarahan, motivasi, dukungan, doa serta arahan dari berbagai pihak,

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sedalamnya kepada :

1. Eddy A.Kataren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan

Maksilofasial Fakultas Kedokterna Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala

saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Hendry Rusdy,drg.,Sp.BM.,M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, saran dan dukungan yang sangat

berharga untuk membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

3. Siti Wahyuni,drg.,MDSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP (K) selaku ketua Komisi Etik

Penelitian bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

persetujuan pelaksanaan penelitian.

5. Teristimewa kepada orang tua tercinta, ayahanda Yulian Kamahendra SE

dan ibunda Lucyana Pulungan SE yang selalu memberikan dukungan moril dan doa

kepada penulis.

6.Saudara saudari saya dr.Bob Rambe, Raisya Diva dan Panji Arya atas doa,

dukungan, kebaikan dan kasih sayang untuk kebahagiaan penulis dan sahabat sahabat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

v

terbaik penulis Luthiyah , Amel, Indri, Karin, Lili, Cornelia, Ruth,Silvia, Natasya,

Revanas.

Penulis menyadari bahwa penulis masih dalam proses pembelajaran sehingga

skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Namun, dengan kerendahan hati penulis

mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan

pikiran yang berguna bagi fakultas, masyarakat, pengembangan ilmu pengetahuan,

dan kebutuhan klinis.

Medan, 03 Juli 2017

Penulis,

Bella Risqi Maulia

NIM :130600054

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah. ....................................................................... 3

1.3 Tujuan ......................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencabutan Gigi .......................................................................... 4

2.1.1 Komplikasi Pencabutan Gigi ..................................................... 4

2.2 Oroantral Communication .......................................................... 6

2.2.1 Sinus Maksilaris ........................................................................ 7

2.2.1.1 Pneumatisasi dan Gigi Geligi ................................................. 9

2.2.2 Etiologi dan Patogenesis Oroantral Communication ............... 10

2.2.3 Diagnosis dan Gejala Klinis ...................................................... 11

2.2.4 Pencegahan ................................................................................ 12

2.2.5 Penatalaksanaan ........................................................................ 12

2.3 Kerangka Teori ............................................................................ 15

2.4 Kerangka Konsep ........................................................................ 16

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

vii

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 17

3.2.1 Lokasi Penelitian ....................................................................... 17

3.2.2 Waktu Penelitian ...................................................................... 17

3.3 Populasi dan Sampel .................................................................... 17

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .............................. 18

3.5 Metode Pengambilan Data ........................................................... 18

3.6 Pengolahan dan Analisis ............................................................. 18

3.7 Pengukuran Data .......................................................................... 18

3.8 Ethical Clearance ......................................................................... 19

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden .................................................................. 20

4.2 Pengetahuan Responden Tentang Penanganan Awal Perforasi

Sinus Maksilaris .......................................................................... 20

BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................ 23

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Oroantral Communication (OAC) akibat pencabutan gigi ........... 7

2. Ilustrasi variasi morfologi sinus maksilaris ................................... 7

3. Radiografi occipiomental .............................................................. 8 4. Radiografi periapikal ..................................................................... 9 5. Oroantral Fistula .......................................................................... 10 6. Diagram cara mendiagnosis terjadinya OAC ................................ 11 7. OAC berdiameter lebih dari 6 mm ................................................ 13 8. Bukal Flap .................................................................................... 13

9. Palatal flap ..................................................................................... 13 10. Buccal fat pad ............................................................................... 14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Variabel dan Definisi Operasional ............................................. 18

2. Kategori Nilai Pengetahuan ........................................................ 19

3. Distribusi Karakteristik Responden Dokter Gigi ....................... 20

4. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Penanganan Awal

Perforasi Sinus Maksilaris .......................................................... 21

5. Kategori Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penanganan

Awal Perforasi Sinus Maksilaris ................................................ 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian

2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

3. Lembar Persetujuan Menjadi Subjek (Informed Consent)

4. Daftar Riwayat Hidup

5. Tabel Waktu Penelitian

6. Rincian Anggaran Penelitian

7. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Komisi Etik FK USU

8. Hasil Penelitian

9. Ethical Clearance

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencabutan gigi adalah salah satu proses pengeluaran gigi dari alveolus

dimana pada gigi tersebut tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi

merupakan tindakan bedah minor pada bidang kedokteran gigi yang melibatkan

jaringan lunak maupun jaringan keras.1Tindakan pencabutan gigi memiliki kesulitan

yang multifaktorial, salah satu hal yang perlu dinilai adalah kedalaman dan sudut

gigi. Faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat keputusan dalam tindakan

pencabutan gigi adalah usia pasien, kesehatan umum pasien, anatomi rongga mulut

(gigi, ukuran lidah), keadaan psikologis serta kooperatif pasien. Kesulitan dalam

pencabutan gigi dapat meningkat apabila terjadi penurunan densitas tulang, morfologi

akar yang rumit, gigi dengan restorasi yang besar dan gigi yang rapuh karena adanya

perawatan endodontik. Terdapat beberapa komplikasi pencabutan gigi seperti

pendarahan, pembengkakan akibat infeksi, dry socket, kerusakan saraf, tertinggalnya

akar gigi pada sinus maksilaris, serta terjadinya perforasi sinus maksilaris. 2

Salah satu komplikasi dari pencabutan gigi adalah perforasi sinus maksilaris.

Sinus maksilaris merupakan daerah yang berpotensi terjadinya komplikasi saat

tindakan pencabutan gigi molar atas. 2Perforasi sinus maksilaris dapat menyebabkan

terbentuknya oroantral communication (OAC). OAC adalah suatu keadaan patologis

terjadinya hubungan antara rongga hidung/antrum dengan rongga mulut. Keadaan ini

merupakan komplikasi pencabutan gigi posterior rahang atas yang insidennya

berkisar 0.31%-3.8%. 3

Terbentuknya OAC dapat menyebabkan beberapa gejala pada pasien seperti,

air dan udara yang melewati hidung dan mulut. Diameter dari OAC biasanya akan

menurun namun sering juga jalur dari antrum ke mulut gagal untuk sembuh dan akan

menjadi epitel berlapis, apabila hal ini terjadi hubungan antara antrum dan hidung

tersebut dapat menjadi fistula (oroantral fistula atau OAF). Fistula tersebut berperan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

2

sebagai jalan bagi infeksi dan dapat menyebabkan sinusitis akut yang menghambat

penyembuhan. 4

Etiologi terjadinya OAC adalah komplikasi paska ekstraksi gigi posterior

rahang atas atau patahnya akar palatal gigi molar, destruksi dasar sinus akibat

kelainan periapikal, dan juga perforasi dasar sinus dan membran sinus akibat

pemakaian instrumen yang salah. Akar gigi molar pertama dan kedua rahang maksila

diduga memiliki hubungan yang dekat dengan sinus maksilaris. Saat pencabutan gigi

tersebut, besar kemungkinan sebagian dasar sinus yang terbuka sehingga OAC

terjadi. Pada tindakan bedah lainnya seperti odontektomi gigi molar ketiga maksila

yang impaksi, apikoektomi, enukleasi suatu kista atau kuretase radikal suatu tumor

dapat juga menyebabkan terjadinya OAC. Dalam kondisi normal, jika OAC terjadi

akibat pencabutan gigi, penyembuhan akan terjadi dengan baik bila bekuan darah

dalam soket tidak terganggu. Jika bekuan darah terlepas atau terjadi defisiensi akibat

infeksi, maka saluran akan dilapisi epitel dan akan berkembang menjadi oroantral

fistula atau OAF. Jika OAC terjadi, seorang dokter gigi harus mampu mengevaluasi

OAC dan menilai seberapa jauh OAC terjadi.5

Hirata Y dkk melakukan penelitian tentang frekuensi perforasi sinus pada

2.038 gigi maksila yang diekstraksi dari 1.337 pasien (473 laki-laki, 864 perempuan)

di Tokyo Medical and Dental Univeristy mendapatkan hasil bahwa perforasi sinus

terjadi pada 77 gigi dari 2.038 gigi (3.8%), 38 laki-laki, dan 39 perempuan.6Daniel

Rothamel dkk melakukan penelitian tentang insiden perforasi sinus maksilaris pada

tindakan pencabutan gigi molar tiga impaksi 1.057 gigi molar tiga yang impaksi di

Universitas of Bonn, Germany mendapatkan hasil dari 465 gigi yang diesktraksi dan

592 osteotomi gigi molar 3 atas impaksi, 134 gigi (13%) didiagnosis mengalami

perforasi sinus maksilaris.7

Kejadian OAC segera paska pencabutan gigi posterior rahang atas sering

dijumpai oleh dokter gigi dalam praktik sehari-hari ,oleh karena itu seorang dokter

gigi harus memiliki pengetahuan tentang anatomi dan morfologi gigi rahang atas serta

sinus maksilaris agar terhindar dari komplikasi yang tidak diinginkan. Setelah

diagnosis OAC ditegakkan, maka penatalaksanaan terhadap OAC harus segera

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

3

dilakukan. Oleh karena itu, seorang dokter gigi harus memiliki pengetahuan tentang

penatalaksaan serta penangan awal terbentuknya OAC akibat perforasi sinus

maksilaris. 5

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti gambaran

tingkat pengetahuan dokter gigi tentang penanganan awal perforasi sinus maksilaris

di Kecamatan Medan Helvetia tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi tentang penanganan

awal perforasi sinus maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia pada tahun 2017?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi tentang

penanganan awal perforasi sinus maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia pada tahun

2017 .

1.4 Manfaat Penelitian

1. Meningkatkan pengetahuan dokter gigi terhadap penanganan awal

perforasi sinus maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia.

2. Sebagai tambahan referensi dan masukan di Departemen Bedah Mulut

Fakultas Kedokteran Gigi USU.

3. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti dan sebagai bahan

perbandingan antara praktik dan teori.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencabutan Gigi

Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, di

mana gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi juga

merupakan sutu tindakan pembedahan yang melibatkan suatu tindakan pembedahan

yang melibatkan jaringan keras dan jaringan lunak dari rongga mulut. Pencabutan

pencabutan gigi secara utuh atau akar gigi dengan trauma seminimal mungkin

terhadap jaringan pendukung gigi sehingga pencabutan dapat tumbuh sempurna dan

tidak menimbulkan komplikasi.Pencabutan gigi merupakan tindakan pembedahan

yang harus dilakukan oleh dokter gigi dan harus diperhatikan karena dapat

menimbulkan efek samping atau komplikasi yang tidak diinginkan.8,9

2.1.1 Komplikasi Pencabutan Gigi

Dalam tindakan pencabutan gigi terdapat kesulitan yang tidak dapat di

prediksi, untuk itu Dokter gigi harus selalu mengikuti prosedur teknik pencabutan

yang benar dan mengetahui komplikasi yang akan terjadi agar komplikasi tersebut

tidak menyebabkan keparan untuk pasien. Terdapat beberapa komplikasi pencabutan

gigi, yaitu:2,8

A. Pendarahan

Pendarahan merupakan salah satu komplikasi post-operative yang paling

sering terjadi.Komplikasi ini biasanya terjadi karena pendarahan vena pada tulang

pendukung, namun juga dapat bersumber dari arteri. Penanganan awal dari kasus ini

adalah pemeriksaan secara visual daerah yang mengalami pendarahan. Untuk

mengehentikan pendarahan dapat digunakan cara yang berbeda-beda tergantung

sumber pendarahan.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

5

B. Pembengkakan dan Infeksi

Pembengkakan post-operative jaringan lunak merupakan hal yang normal

karena merupakan bagian proses penyembuhan. Luka akan sembuh setelah

mengalami proses inflamasi. Untuk mengurangi pembengkakan dapat dikompres

dengan es selama setiap tiga puluh menit setelah 48 jam post-operative dan

pemberian steroid juga dapat dilakukan untuk mengurangi pembengkakan. Namun,

apabila terjadi infeksi yang ditandai dengan adanya demam, meningkatnya rasa sakit

yang dapat diakibatkan oleh pasien yang mengalami imunokompromais (HIV, pasien

kemoterapi), kesalahan teknik pencabutan gigi, serta tidak sterilnya alat yang

digunakan, perawatan yang dilakukan tergantung keparahan infeksi. Apabila infeksi

akut dapat diberi antibiotik dan apabila infeksi kronis dapat dirawat dengan beberapa

macam obat. 2

C. Dry Socket

Dry socket atau yang juga disebut dengan alveolar osteitis merupakan

tertundanya proses penyembuhan pada area pencabutan dan tulang alveolar setelah

pencabutan gigi.8 Rasa sakit yang timbul biasanya terjadi 3-5 hari post-operative.

Rasa sakit biasanya berupa nyeri yang tumpul dan tidak dapat dikontrol. Penanganan

dry socket menggunakan obat analgesik, di mana sebelumnya soket dibersihkan

dengan larutan salin.2

D. Kerusakan Saraf

Pada tindakan pencabutan, saraf-saraf di rongga mulut seperti nervus

aveolaris inferior dan nervus lingualis dapat mengalami trauma. Penanganan

kerusakan saraf harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan gejala yang dialami

pasien dan daerah kerusakan saraf harus dapat diketahui dengan pasti. Banyak

kerusakan saraf yang terjadi akibat pencabutan gigi sembuh secara spontan tanpa

adanya intervensi.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

6

E. Tertinggalnya Sisa Akar di Sinus Maksilaris

Teknik yang salah saat pencabutan gigi atas dapat menyebabkan terdorongnya

akar gigi molar rahang atas ke dalam sinus maksilaris hal ini diakibatkan adanya

perforasi sinus maksilaris. 2Sinus maksilaris memiliki hubungan anatomi yang dekat

dengan rongga mulut, oleh karena itu seorang dokter gigi harus memiliki

pengetahuan tentang anatomi dan morfologi gigi rahang atas serta sinus maksilaris

agar terhindar dari komplikasi yang tidak diinginkan.5

F. Perforasi Sinus Maksilais

Sinus maksilaris merupakan salah satu yang berpotensi terkena komplikasi

akibat perforasi sinus maksilaris akibat pencabutan gigi molar.2 Perforasi sinus

maksilaris dapat menyebabkan terbentuknya OAC dan OAF yang merupakan

komplikasi iatrogentik.10

Komplikasi paska ekstraksi gigi posterior rahang atas atau

patahnya akar palatal gigi molar dan destruksi dasar sinus akibat kelainan periapikal

merupakan salah satu etiologi terjadinya OAC.5

2.2 Oroantral Communication (OAC)

Oroantral communication (OAC) (Gambar 1) atau yang disebut sebagai

komunikasi oroantral adalah suatu keadaan patologis terjadinya hubungan antara

rongga hidung/antrum dengan rongga mulut. Keadaan ini merupakan komplikasi

paska pencabutan gigi akibat pencabutan gigi posterior rahang atas yang insidennya

berkisar 0.31%-3.8% dan sering menyebabkan ketidaknyamanan karena dapat

menjadi masalah yang serius.3,5

Menurut kepustakaan, akar gigi molar pertama dan kedua rahang atas

memiliki kemungkinan paling tinggi terhadap hubungannya dengan sinus maksilaris.5

Namun, OAC juga dapat terjadi akibat pencabutan gigi premolar.10

(Gambar 2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

7

2.2.1 Sinus Maksilaris

Keberadaan sinus maksilaris atau antrum of highmore telah dikenal bahkan

sebelum Highmore menerangkannya pada tahun 1651. Meskipun demikian,

Highmore yang menjelaskan hubungannya dengan kavitas nasal. Pada abad ke 18,

John Hunter pertama kali mengobservasi bahwa infeksi gigi dapat menyebar ke

daerah terdekat dan diprediksi sangat erat hubungan antara infeksi antrum dengan

kelainan atau infeksi gigi. 5,25,26

Gambar 2. Ilustrasi variasi morfologi sinus

maksilaris. Gambar a dan b

menunjukkan tidak ada hubungan yang

dekat antara gigi dan sinus maksilaris, c

dan d ada hubungan dekat.12

Gambar 1. Oroantral communication

(OAC) akibat pencabutan

gigi.11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

8

Sinus maksilaris merupakan sinus paranasalis yang terbesar meliputi body of

maxilla berbentuk piramid. Sebelah inferior berbatasan dengan prosesus alveolaris

maksilaris, sebelah superior dengan dasar orbita, sebelah posterior dengan permukaan

infratemporal maksilaris dan sebelah anterolateral dengan permukaan fasial

maksilaris. 5

Sinus maksilaris (antrum) memiliki hubungan anatomi dan patologis yang

dekat dengan rongga mulut. Sinus maksilaris berbentuk piramid saat dewasa. Pada

saat kelahiran, sinus maksilaris berukuran sangat kecil lalu tumbuh ke arah lateral di

atas tulang inferior turbinate. Saat berusia sembilan tahun, sinus maksilaris meluas

sampai ke zigoma. Pertumbuhan ke arah lateral berhenti saat berusia lima belas

tahun. Pada gambaran radiografis dengan foto oksipitomental , sinus maksilaris

terlihat radiolusen dengan bentuk triangular (Gambar 3). Pada radiografi periapikal

daerah molar kiri atas dasar sinus normal terlihat di atas gigi molar ,dengan septum

vertical tepat berada di atas molar pertama.Terdapat daerah radiolusen melengkung

membentang pada dasar lantai sinus, ini mewakili saluran yang mengandung saraf

nervus alveolar pada postero superior. (Gambar 4)13,25,26

Gambar 3. Radiografi occipiomental

sinus maksilaris.13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

9

2.2.1.1 Pneumatisasi dan Gigi Geligi

Sinus maksilaris berkembang sejak prenatal dan berlanjut sampai tahap

pneumatisasi hingga dewasa. Sinus maksilari dimulai dari invaginasi ektodermal di

tengah-tengah alur meatus dan berukuran hanya 7x4x4 mm saat kelahiran. Anak-anak

memiliki jarak yang besar antara lantai sinus maksilaris dengan akar gigi geligi,

namun pneumatisasi yang cepat terjadi antara usia 12-14 tahun. Pneumatisasi yang

cepat ini terjadi paralel dengan erupsi gigi permanen demikian juga hubungan antara

lantai hidung dengan akar gigi.14

Derajat pneumatisasi bervariasi, namun dapat

meluas ke segala arah termasuk tulang zigomatik, palatum, dan dentoalveolar.

Pneumatiasai kearah inferior yang mengarah ke alveolus dapat meluas ke akar gigi.

14-17 Pneumatisasi dari sinus maksilaris berkaitan dengan erupsi gigi geligi permanen.

Pneumatisasi dimulai dari bawah orbita. Pneumatisasi kemudian menyebar ke tempat

yang rendah dimana gigi yang permanen mengambil tempat mereka. Pneumatisasi

sangat luas sampai akar gigi dan hanya suatu lapisan yang tipis dari jaringan halus

yang mencakup mereka. Pencabutan gigi rahang atas posterior dapat menyebabkan

ekspansi inferior sinus maksilaris dan berkaitan dengan anatomi , sehingga

membuktikan bahwa terdapat pengaruh pneumatisasi setelah kehilangan gigi.17

Gambar 4. Radiografi periapikal gigi

molar kiri rahang atas dan

hubungannya dengan sinus

maksilaris.13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

10

2.2.2 Etiologi dan Patogenesis Oroantral Communication

Etiologi terjadinya OAC adalah komplikasi paska ekstraksi gigi posterior

rahang atas atau patahnya akar palatal gigi molar, destruksi dasar sinus akibat

kelainan periapikal, perforasi dasar sinus dan membran sinus akibat pemakaian

instrumen yang salah, mendorong gigi atau akar gigi ke dalam sinus, proses

pembedahan pada sinus maksilaris, infeksi kroniks sinus maksilaris seperti

osteomielitis atau keganasan.5

Akar gigi molar pertama dan kedua rahang atas diduga memiliki hubungan

yang dekat dengan sinus maksilaris. Sering terjadi akar tidak dilapisi lamina dura

akibat infeksi periapikal kronis sehingga apeks gigi berkontak langsung dengan tepi

sinus. Saat pencabutan gigi besar kemungkinan terdapat sebagian dasar sinus yang

terbuka sehingga OAC terjadi. Pada tindakan bedah lainnya seperti odontektomi gigi

molar ketiga atas yang terpendam, enukleasi suatu kista atau kuretase radikal suatu

tumor dapat juga menyebabkan OAC. Dalam kondisi normal, jika OAC terjadi akibat

pencabutan gigi, penyembuhan akan terjadi dengan baik apabila bekuan darah pada

soket tidak terganggu. Jika bekuan darah terlepas atau terjadi defisiensi akibat adanya

infeksi, maka saluran akan dilapisi epitel dan akan berkembang menjadi fistula kronis

atau yang sering disebut oroantral fistula (OAF) (Gambar 5).5

Gambar 5. Oroantral Fistula (OAF).18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

11

2.2.3 Diagnosis dan Gejala Klinis

Penentuan diagnosis terjadinya OAC dapat dilakukan dengan cara menekan

hidung pasien dengan mulut terbuka lebar dan menyuruh pasien untuk bernafas, lalu

gunakan penglihatan secara langsung dengan menggunakan kaca mulut untuk melihat

adanya gelembung udara berdarah.2

Tindakan lain yang dapat dilakukan probing

silver secara hati-hati, nose blowing test yaitu selembar kapas didekatkan pada soket

dan pasien diinstruksikan untuk meniup dari hidung sambil menutup hidung dan

membuka mulut. Akan tampak gerakan pada selembar kapas tadi atau akan tampak

busa pada darah di soket, selama berkumur, cairan akan keluar lewat hidung.

(Gambar 6)5

Setelah terjadi OAC, maka pasien akan merasakan gejala-gejala subjektif

seperti regurgitasi cairan dan hilangnya udara melalui hidung dari mulut, epistaksis

unilateral sebagai akibat keluarnya darah dari sinus melalui hidung lewat ostium,

perubahan pada suara karena adanya perubahan resonansi vokal serta rasa sakit pada

daerah yang terkena. 5

Gambar 6. Diagram cara mendiagnosis terjadinya OAC.5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

12

2.2.4 Pencegahan

Pencegahan terhadap terjadinya OAC dapat dilakukan dengan persiapan diri

yang lebih baik. Pertama, adalah pentingnya penguasaan anatomi gigi-gigi posterior

rahang atas dan sinus maksilaris. Kedua, pembuatan radiografi periapikal untuk

mengetahui morfologi gigi atau radiografi periapikal dan panoramik untuk analisis

morfometrik pra pencabutan gigi, sehingga jika diketahui jarak sinus terlalu dekat dan

akar gigi divergen, maka hindarkan pencabutan gigi secara intraalveolar, namun

lakukan dengan cara separasi gigi. Ketiga, penggunaan instrumen ekstraksi yang tepat

dan tidak menggunakan tenaga berlebihan, dan yang terakhir adalah pemberian

instruksi paska pencabutan gigi yang jelas pada pasien untuk tidak berkumur-kumur

secara berlebihan, merokok, maupun menyedot-nyedot selama beberapa waktu.5,16

Informed consent sebelum tindakan pencabutan gigi posterior rahang atas

merupakan salah satu tindakan yang paling penting, mengingat tingginya risiko

terjadinya OAC paska pencabutan gigi. Apabila dari gambaran radiografi telah

diketahui ukuran sinus maksilaris yang melebar karena usia serta morfologi akar gigi

yang divergen, maka hindari pencabutan gigi secara intraalveolar. Lakukan teknik

separasi gigi terlebih dahulu dan keluarkan bagian-bagian gigi satu per satu sehingga

trauma paska pencabutan gigi dapat diminimalkan. 5

2.2.5 Penatalaksanaan Awal

Jika OAC telah terjadi, seorang dokter gigi harus mampu mengevaluasi

terjadinya OAC dan menilai seberapa jauh OAC itu terjadi pada pasien dengan

keadaan umum yang baik tanpa kelainan sinus, maka jika diameter OAC yang terjadi

kurang dari 2 mm, maka tindakan yang perlu dilakukan hanya menekan soket dengan

tampon selama 1-2 jam dan memberikan instruksi paska pencabutan gigi dengan

perlakukan khusus pada sinus yaitu hindari meniup, menyedot-nyedot ludah,

menghisap-hisap soket, minum melalui sedotan, atau merokok selama 24 jam

pertama. Jika OAC yang terjadi berukuran sedang yaitu berdiameter 2-6 mm, maka

perlu tindakan tambahan yaitu meletakkan sponge gauze serta penjahitan soket gigi

angka delapan untuk menjaga agar bekuan darah tetap berada dalam soket dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

13

ditambah dengan instruksi sinus precaution selama 10-14 hari dan pemberian obat-

obatan antibiotika, seperti penisilin atau klindamisin selama lima hari, serta

dekongestan oral maupun nasal spray untuk menjaga ostium tetap dalam keadaan

baik sehingga tidak terjadi sinusitis maksilaris. Jika ukuran OAC lebih besar dari 6

mm (Gambar 7) Maka sebaiknya dilakukan tindakan penutupan soket dengan flep

supaya terjadi penutupan primer. Flep harus bebas dari tarikan dan posisi flep

sebaiknya terletak di atas tulang. Variasi jenis flep yang sering dilakukan untuk

penutupan OAC antara lain flep bukal(Gambar 8), flep palatal (Gambar 9), buccal fat

pad (Gambar 10),gold foil, dan lain sebagainya.5,24

Gambar 7. OAC berdiameter lebih dari 6

mm.19

Gambar 8. Flep bukal.20

Gambar 9. Flep palatal.21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

14

Pada pasien dengan riwayat sinusitis kronis, maka terjadinya OAC yang

berdiameter kecil sekalipun akan sukar sembuh dan dapat menyebabkan OAC

permanen serta terepitelialisasi menjadi fistula. Pada pasien dengan riwayat penyakit

tersebut segera dilakukan penjahitan angka delapan dan beri instruksi sinus

precaution. Apabila OAC tidak ditatalaksana dengan baik akan berakibat timbulnya

OAF atau terjadi infeksi pada sinus maksilaris.5,16

Gambar 10. Buccal fat pad.22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

15

2.3 Kerangka Teori

Pencabutan Gigi

Definisi Komplikasi

Dry socketKerusakan

saraf

Perforasi Sinus

Maksilaris

Akar gigi

tertinggal

Pembengkakan

& Infeksi

Oroantral Communication (OAC)

Etiologi Penanganan Awal Gambaran Klinis

Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi

Terhadap Penanganan Awal Perforasi Sinus

di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

16

2.4 Kerangka Konsep

Penanganan Awal Perforasi

Sinus Maksilaris

Pengetahuan dokter gigi

Kuesioner

Kurang

<5

Cukup

5-7

Baik

7-10

Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Terhadap

Penanganan Awal Perforasi Sinus Makasilaris di

Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

17

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif untuk menggambarkan tingkat

pengetahuan dokter gigi terhadap penanganan awal perforasi sinus maksilaris di

praktik dokter gigi di Kecamatan Medan Helvetia.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di praktik dokter gigi yang ada di Kecamatan Medan

Helvetia.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh dokter gigi yang praktik di

Kecamatan Medan Helvetia. Seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling),

sehingga jumlah keseluruhan adalah 56 orang. Data didapatkan dari PDGI Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

18

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

1 Pengetahuan Pengetahuan diukur dalam bentuk

pertanyaan yang telah dipersiapkan

dengan pilihan jawaban yang benar.

Pertanyaan yang diajukan mengenai

penanganan awal perforasi sinus.

2 Dokter Gigi Yang berkompeten dalam melakukan

tindakan perawatan gigi.

3 Perforasi Sinus Maksilaris Perforasi sinus maksilaris dapat

menyebabkan terjadinya OAC yang

merupakan komplikasi pencabutan gigi

posterior rahang atas.

4 Penanganan Awal Perforasi

Sinus

Langkah-langkah awal yang harus

dilakukan ketika terjadi perforasi sinus

maksilaris akibat pencabutan gigi.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner, di mana kuesioner

diberikan secara langsung ke pada responden dan diisi langsung oleh responden.

Kuesioner yang diberikan meliputi pertanyaan yang berhubungan dengan tingkat

pengetahuan tentang penanganan awal perforasi sinus maksilaris akibat dari salah

satu komplikasi pencabutan gigi.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara komputerisasi dan

dihitung dalam bentuk persentase.

3.7 Pengukuran Data

a. Tingkat Pengetahuan

Untuk mengetahui pengetahuan dokter gigi mengenai kegawatdaruratan medis

diukur melalui 10 pertanyaan. Pertanyaan dengan jawaban yang benar, nilainya 1 dan

pertanyaan dengan jawaban yang salah, nilainya 0. Sehingga nilai tertinggi dari 10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

19

pertanyaan yang diberikan adalah 10. Kemudian nilai selanjutnya dikategorikan

dengan pengetahuan baik, cukup dan kurang. Katagori baik apabila mendapatkan

nilai benar 80%-100%, kategori cukup apabila mendapatkan nilai benar 50%-70%

dan kategori kurang apabila mendapatkan nilai benar <50.23

Tabel 2. Kategori Nilai Pengetahuan

Alat Ukur Hasil

Ukur

Kategori Penilaian Skor

Kuesioner

(10 Pertanyaan)

Benar = 1

Salah = 0

Baik (apabila skor jawaban

responden benar 80%-100%

dari seluruh pertanyaaan)

08-Okt

Cukup (apabila skor jawaban

responden benar 50%-70%

dari seluruh pertanyaan)

05-Jul

Kurang (apabila skor

jawaban responden benar

<50% dari seluruh

pertanyaan)

<5

3.8 Ethical Clearance

Ethical clearance adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Komisi Etik

Penelitian untuk penelitian yang melibatkan makhluk hidup (manusia, hewan,

tumbuhan) yang menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah

memenuhi persyaratan tertentu. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi

Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

20

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Gambaran responden terhadap penanganan awal perforasi sinus di Kecamatan

Medan Helvetia diketahui pada penelitian ini terdapat 56 dokter gigi, sejumlah

responden adalah perempuan yaitu sebanyak 32 orang (75,14%) dan laki-laki

sebanyak 24 orang (42,86%). (Tabel 3)

Tabel 3. Distribusi Karakteristik Responden Dokter Gigi

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 24 42,86%

Perempuan 32 57,14%

Total 56 100%

4.2 Pengetahuan Responden Tentang Penanganan Awal Perforasi Sinus

Maksilaris

Tingkat pengetahuan responden tentang pengertian perforasi sinus maksilaris

atau oroantral communication (OAC) dikategorikan baik, karena 96,43% responden

menjawab dengan benar dan hanya 3,57% yang menjawab tidak tepat. Pengetahuan

responden tentang etiologi OAC dikategorikan baik, karena 92,8% responden

menjawab dengan benar dan 7,14% menjawab salah. Tingkat pengetahuan responden

tentang komplikasi awal dari perforasi sinus maksilaris dikategorikan cukup karena

hanya 55,36% responden yang menjawab dengan tepat dan 44,64% menjawab salah.

Sebesar 89,29% responden mengetahui tentang cara diganosa awal terjadinya

perforasi sinus maksilaris, sementara 10,71% belum menjawab dengan tepat. Tingkat

pengetahuan responden tentang cara diagnosa perforasi sinus maksilaris

dikategorikan baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

21

Tingkat pengetahuan dokter tentang penanganan awal apabila terdapat gambaran

radiografi dengan pelebaran sinus dan morfologi akar divergen dikategorikan cukup,

karena 58,93% responden menjawab dengan tepat dan 41,07% menjawab tidak tepat.

Tingkat pengetahuan responden tentang cara mencegah terjadinya OAC

dikategorikan baik, karena 92,86% responden menjawab dengan tepat sementara

7,14% responden menjawab tidak tepat. Seluruh responden dikategorikan memiliki

tingkat pengetahuan baik tentang pencegahan apabila terjadi OAC, karena 100%

responden menjawab dengan tepat.

Tingkat pengetahuan responden mengenai penanganan OAC berdiameter 2

mm dikategorikan cukup, karena 57,14% menjawab dengan tepat dan 42,86%

menjawab tidak tepat. Sebesar 73,21% responden menjawab dengan tepat tentang

penangan OAC berdiameter 2-6 mm dan 26,79% menjawab tidak tepat. Tingkat

pengetahuan responden dikategorikan baik. Tingkat pengetahuan responden tentang

penanganan OAC berdiameter lebih dari 6 mm dikategorikan baik karena 92,86%

responden menjawab dengan tepat dan 7,14% menjawab tidak tepat. (Tabel 4.)

Tabel 4. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Penanganan Awal Perforasi

Sinus Maksilaris

Perilaku Tahu Tidak Tahu

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 Pengertian perforasi

sinus maksilaris dan

OAC

54 96,43% 2 3,57%

2 Etilogi perforasi sinus

maksilaris 52 92,86% 4 7,14%

3 Komplikasi awal

perforasi sinus maksilaris 31 55,36% 25 44,64%

4 Cara mendiagnosa telah

terjadi perforasi sinus

maksilaris

50 89,29% 6 10,71%

5 Tindakan apabila

diketahui terdapat

pelebaran sinus

maksilaris dan akar yang

divergen

33 58,93% 23 41,07%

6 Pencegahan OAC akibat

perforasi sinus maksilaris 52 92,86% 4 7,14%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

22

7 Cara pemberian sinus

precaution 100 100% 0 0%

8 Penangan awal OAC

yang berukuran 2 mm 32 57,14% 24 42,86%

9 Penanganan awal OAC

yang berukuran 2-6 mm 41 73,21% 15 26,79%

10 Penanganan awal PAC

yang berukuran lebih dari

6 mm

52 92,86% 4 7,14%

Hasil penelitan terhadap tingkat pengetahuan tentang penanganan awal

perforasi sinus maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia didapatkan bahwa

responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 69,64% dan berpengetahuan cukup

30,36%. Tidak ada responden yang memiliki pengetahuan kurang pada penelitian ini.

(Tabel 5 dan Diagram 1)

Tabel 5. Kategori Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penanganan Awal

Perforasi Sinus Maksilaris

Kategori Jumlah Responden Persentase

Baik 39 69,64%

Cukup 17 30,36%

Kurang 0 0%

Total 56 100%

Diagram 1. Kategori Pengetahuan Responden

70%

30% 0%

Tingkat Pengetahuan

Baik

Cukup

Kurang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

23

BAB 5

PEMBAHASAN

Dari segi pengetahuan menunjukkan bahwa sebanyak 96,43% responden

mengetahui apa yang dimaksud dengan perforasi sinus maksilaris. Pengertiannya

adalah keadaan patologis terjadinya hubungan antara rongga hidung dengan rongga

mulut, yang merupakan komplikasi paska pencabutan gigi posterior rahang atas.

Kondisi ini mungkin disebabkan karena perforasi sinus maksilaris merupakan suatu

pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh dokter gigi.3,5

Pengetahuan responden tentang etiologi OAC juga dikategorikan baik karena

92,8% responden menjawab benar. Keadaan itu disebabkan karena responden

mengetahui bagaimana OAC dapat terjadi, hal tersebut sebanding dengan

pengetahuan responden mengetahui yang dimaksud dengan perforasi sinus

maksilaris.Etiologi terjadinya OAC adalah komplikasi paska ekstraksi gigi posterior

rahang atas atau patahnya akar palatal gigi molar, destruksi dasar sinus akibat

kelainan periapikal dan juga perforasi dasar sinus dan membrane sinus akibat

pemakaian instrumen yang salah.5

Tingkat pengetahuan responden tentang komplikasi awal dari perforasi sinus

maksilaris dikategorikan cukup karena hanya 55,36% responden yang menjawab

dengan tepat. Komplikasi awal dari perforasi sinus maksilaris adalah terbentuknya

hubungan antara rongga hidung dengan rongga mulut.3

Keadaan tersebut mungkin

disebakan karena responden kebanyakan menjawab fistula oroantral yang merupakan

komplikasi akhir apabila OAC tidak ditangani, namun 89,29% responden mengetahui

tentang cara diganosa awal terjadinya perforasi sinus maksilaris, sementara 10,71%

belum menjawab dengan tepat. Kondisi tersebut masih tergolong baik, karena

responden mengetahui bagaimana menentukan suatu keadaan terjadi perforasi sinus

maksilaris yaitu dengan cara menekan hidung pasien dengan jari serta mulut terbuka

lebar dan menyuruh pasien untuk bernafas melalui hidung lalu gunakan penglihatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

24

secara langsung dengan kaca mulut untuk melihat adanya hembusan udara yang

bercampur darah yang keluar dari lubang tersebut.2

Tingkat pengetahuan dokter tentang penanganan awal apabila terdapat

gambaran radiografi dengan pelebaran sinus dan morfologi akar divergen

dikategorikan cukup, karena 58,93% responden menjawab dengan tepat. Kondisi

apabila terdapat akar gigi yang divergen seorang dokter gigi harus membuat informed

consent dan memberitahu pasien tentang komplikasi apa saja yang dapat terjadi.

Informed consent sebelum tindakan pencabutan gigi posterior rahang atas merupakan

salah satu tindakan yang paling penting, mengingat tingginya risiko terjadinya OAC

paska pencabutan gigi. Informed consent sebelum tindakan pencabutan gigi posterior

rahang atas merupakan salah satu tindakan yang paling penting, mengingat tingginya

risiko terjadinya OAC paska pencabutan gigi , apabila dari gambaran radiografi telah

diketahui ukuran sinus maksilaris yang melebar karena usia serta morfologi akar gigi

yang divergen, maka hindari pencabutan gigi secara intraalveolar dan lakukan teknik

separasi gigi terlebih dahulu dan keluarkan bagian-bagian gigi satu per satu sehingga

trauma paska pencabutan gigi dapat diminimalkan.5,24

Sebanyak 23 orang responden menjawab dengan melakukan pencabutan gigi

secara intraalveolar, seharusnya pencabutan gigi dengan teknik intraalveolar pada

gigi geligi yang paling dekat dengan sinus harus dihindari untuk mengurangi tekanan

terhadap dinding sinus dan lakukan teknik separasi.5 Menurut Kanagasabapathy

Thirumurugan, dkk pada tahun 2013 terdapat beberapa komplikasi dari pencabutan

gigi maksila dengan teknik intraalveolar adalah masuknya gigi dan akar ke rongga

sinus maksilaris, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksilaris, intraorbital

hematoma, dan terbentuknya oroantral communication (OAC).27

Keadaan tersebut

mungkin disebakan responden tidak memahami pengertian dari teknik pencabutan

gigi secara intraalveolar yang seharusnya dilakukan dengan teknik separasi .

92,86% responden mengetahui tentang cara pencegahan terjadinya OAC,

yaitu dengan persiapan diri yang baik, pembuatan radiografi periapikal untuk

mengetahui morfologi akar dan jarak gigi dengan sinus maksilaris dan penggunaan

instrumen yang tepat. Kondisi ini mungkin disebabkan karena pertanyaan tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

25

merupakan hal dasar yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi

akibat pencabutan gigi khususnya perforasi sinus maksilaris.

100% responden mengetahui tentang sinus precaution yaitu hindari meniup,

menyedot-nyedot ludah, menghisap-hisap soket, minum melalui sedotan, atau

merokok.5Pencegahan terhadap terjadinya OAC dapat dilakukan dengan persiapan

diri yang lebih baik dan pentingnya penguasaan anatomi gigi-gigi posterior rahang

atas dan sinus maksilaris. Kondisi ini mungkin disebabkan karena pertanyaan ini

merpakan pengetahuan dasar dan sinus precaution merupakan salah satu intruksi

yang sering diberikan oleh dokter gigi kepada pasien paska pencabutan gigi.

Pengetahuan responden mengenai penanganan OAC berdiameter 2 mm

dikategorikan cukup, karena 57,14% menjawab dengan tepat dan 42,86% menjawab

tidak tepat. Tindakan yang perlu dilakukan hanya menekan soket dengan tampon

selama 1-2 jam dan memberikan instruksi paska pencabutan gigi dengan perlakukan

khusus pada sinus atau (sinus precaution) selama 24 jam pertama. Sebesar 73,21%

responden menjawab dengan tepat tentang penangan OAC berdiameter 2-6 mm.

Tingkat pengetahuan responden dikategorikan baik. Tindakan yang perlu dilakukan

adalah meletakkan sponge gauze serta penjahitan soket gigi secara angka delapan

untuk menjaga agar bekuan darah tetap berada dalam soket, ditambah dengan

instruksi sinus precaution selama 10-14 hari dan pemberian obat-obatan antibiotika,

seperti penisilin atau klindamisin selama lima hari, serta dekongestan oral maupun

nasal spray untuk menjaga ostium tetap dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi

sinusitis maksilaris.5

Tingkat pengetahuan responden tentang penanganan OAC berdiameter lebih

dari 6 mm dikategorikan baik karena 92,86% responden menjawab dengan tepat,

tindakan yang perlu dilakukan adalah penutupan soket dengan flep supaya terjadi

penutupan primer. Flep harus bebas dari tarikan dan posisi flep sebaiknya terletak di

atas tulang. Variasi jenis flep yang sering dilakukan untuk penutupan OAC antara

lain flep bukal, flep palatal, buccal fat pad, gold foil, dan lain sebagainya.5

Kondisi ini

mungkin disebabkan karena pertanyaan yang diberikan merupakan pengetahuan dasar

namun pada OAC yang berukuran 2 mm berpengetahuan cukup, hal tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

26

mungkin disebabkan responden tidak mengetahui perbedaan penanganan awal OAC

antara yang berukuran 2 mm dengan yang berukuran 2-6 mm.

Berdasarkan kategori tingkat pengetahuan, tentang penanganan awal perforasi

sinus maksilaris didapatkan bahwa responden memiliki pengetahuan baik sebanyak

69,64% dan berpengetahuan cukup 30,36%. Tidak ada responden yang memiliki

pengetahuan kurang pada penelitian ini. Keadaan tersebut sama dengan penelitian

Hirata Y dkk melakukan penelitian tentang frekuensi perforasi sinus pada 2.038 gigi

maksila yang diekstraksi dari 1.337 pasien (473 laki-laki, 864 perempuan) di Tokyo

Medical and Dental Univeristy mendapatkan hasil bahwa perforasi sinus terjadi pada

77 gigi dari 2.038 gigi (3.8%), 38 laki-laki, dan 39 perempuan.6 Hal tersebut

menunjukkan minimnya kasus perforasi sinus maksilaris karena tingkat pengetahuan

dokter gigi sudah baik. Kondisi ini mungkin disebabkan pertanyaan yang diberikan

merupakan pertanyaan-pertanyaan dasar dan merupakan hal yang penting untuk

diketahui dokter gigi agar komplikasi paska pencabutan berupa perforasi sinus

maksilaris dapat dihindari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

27

BAB 6

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

1. Pengetahuan dokter gigi mengenai pengertian, etiologi, cara diagnosa,

pencegahan oroantral communication, cara pemberian sinus precaution, serta

penanganan awal OAC yang berukuran sedang (2-6mm) dan berukuran besar (lebih

dari 6 mm) masuk ke dalam kategori baik, yaitu 76-100%.

2. Pengetahuan dokter gigi mengenai komplikasi awal perforasi sinus maksilaris,

tindakan apabila diketahui terdapat pelebaran sinus maksilaris dan akar yang

divergen, serta penanganan awal OAC yang berukuran 2 mm masuk ke dalam

kategori cukup, yaitu 56-75%.

3. Tingkat pengetahuan dokter gigi terhadap penanganan awal perforasi sinus

maksilaris di Kecamatan Medan Helvetia pada tahun 2017, 69,64% dikategorikan

berpengetahuan baik dan 30,36% berpengetahuan cukup.

4. Tidak ada dokter gigi yang dikategorikan berpengetahuan kurang.

6.2 Saran

1. Dokter gigi di Kecamatan Medan Helvetia diharapkan mampu memahami

komplikasi awal dari perforasi sinus maksilaris agar tidak terjadi keparahan.

2. Dokter gigi di Kecamatan Medan Helvetia diharapkan melakukan informed

consent apabila terdapat keadaan yang dapat mempersulit pencabutan dan

meningkatkan risiko terjadinya perforasi sinus maksilaris, seperti pelebaran sinus dan

akar yang divergen.

3. Dokter gigi di Kecamatan Medan Helvetia diharapkan mampu melakukan

penanganan awal OAC yang berukuran 2 mm.

4. Diharapkan pada penelitian berikutnya bisa dilakukan tentang prevalensi

perforasi sinus maksilaris di luar dari praktik dokter gigi di Kecamatan Medan

Helvetia dengan sampel yang lebih banyak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

28

5. Diharapkan penelitian berikutnya dapat membandingkan tingkat pengetahuan

terhadap penanganan awal perforasi sinus maksilaris pada dokter gigi yang

mempunyai praktik pribadi, praktik di puskesmas, dan dokter gigi yang praktik di

rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Lande R, Kepel BJ, Siagian KV. Gambaran faktor risiko dan komplikasi

pencabutan gigi di RSGM PSPDG FK Unsrat. J e-Gigi 2015; 3(2): 476-81.

2. Woo I, Le BT. Management of complications of dental extraction. California:

Academy of Dental Therapeutics and Stomatology a Division of Pennwell, 2008:

1-8.

3. Ogunsalu C. A new surgical management for oro-antral communication the

resorbable guided tissue regeneration membrane – bone substitute sandwich

technique. West Indian Med J 2005; 54(4): 261-3.

4. Logan RM, Coates EA. Non-surgical management of an oro-antral

communication in a patient with HIV infection. Aust Dent J 2003; 48(4): 255-8.

5. Poedjiastuti W. Komunikasi oroantral; etiologi dan penatalaksanaannya. J Gigi

2006; 4(8): 116-9.

6. Y Hirata, K Kino, S Nagaoka, R Miyamoto, H Yoshimasu, T Amagasa. A

cilinical investigation of oro-maxillary sinus-perforation due to tooth extraction. J

of Stomatological Society Japan 2011; 68(3): 249-53.

7. Rothamel D, Wahl G, D’hoedt B, Nentwig GH, Schwarz F, Becker J. Incidence

and predictive factors for perforation of the maxillary antrum in operations to

remove upper wisdom teeth: prospective multicenter study. British Association

Oral Maxillofacial Surg 2006; 45: 387-91.

8. Chandra MH. Buku petunjuk praktis pencabutan gigi. Jakarta: Agung Seto, 2014:

1-2.

9. Balaji, S.M. Texbook of Oral and Maxillofacial Surgery, Elsevier: New Dehli

2007;211-13.

10. Kumar N, Bhutani H, Jain P, Verma A, Tomar S, Chaterjee S, dkk. Accidental

entry of foreign body in maxillary sinus a case report. J Stomatology 2015; 5: 1-5.

11. Miloro M, Kolokythas A. Management of complications in oral and maxillofacial

surgery. West Sussex: Willey Black Well, 2012: 29-30.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

30

12. Bell G. Oro-antral fistulae and fractured tuberosities. British Dent J 2011; 211(3):

119-23.

13. Coulthard P, Horner K, Sloan P, Theaker ED. Master dentistry oral and

maxillofacial surgery, radiology, pathology, and oral medicine. Philadelphia:

Chruchill Livingstone, 2003: 108-9.

14. Sataloff RT. Sataloff’s comprehensive textbook of otolaryngology head & neck

surgery rhinology allergy and immunology. India: Jaypee Brothers Publisher,

2016: 479-80.

15. Chang CC, Incaudo GA, Gershwin ME. Disease of the sinuses 2nd

ed. USA:

Springer, 2014: 4.

16. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR.Contemporary Oral and Maxillofacial Surger.

6th

Ed. St.Louis : Mosby Elsevier 2014;382-92.

17. Ghom A, Tikekar S. Textbook of oral medicine. India: Jaypee Brothers Publisher,

2014: 640.

18. Borgonovo AE, Berardinelli FV, Favale M, Maiorana C. Surgical option in

oroantral fistula treatment. Open Dentistry J 2012; 6: 94-8.

19. Candamourly R, Jain MK, Sankar K, Babu MRS. Double layered closure fistula

using buccal fat pad and buccal advancement flap. J Natural Sci 2017; 3(2): 203-

5.

20. Hariram, Mohammad S, Singh RK, Singh G, Malkunje LR. Buccal fat pad versus

sandwich graft for treatment of oroantral defects a comparison. Natl J Maxillofac

Surg 2010; 1(1): 6-14.

21. Dergin G, Emes Y, Dellibast C, Gurler G. A textbook of advanced oral and

maxillofacialsurgery.http://www.intechopen.com/books/a-textbook-of-advanced-

oral-and-maxillofacial-surgery-volume-3/management-of-the-oroantral-fistula (12

Jaunari 2016).

22. Oliviera, Almeida RS, Faverani LP, Bassi APF, Sonoda CS, Luvizuto ER. Oro

nasal communication closure in smoker patient case report. Dentistry 2014; 4(5):

1-3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

31

23. Dahlan M. Besar sampel dan cara pengambilan sampel. Edisi 3, Jakarta: Salemba

Medika, 2013: 138-9.

24. Fragiskos D. Fragiskos.Oral Surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Germany 2007 ; 115-8.

25. Malik Neelima Anil. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. New

Delhi India : Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2008 ; 567-8.

26. Berkovitz, B; Moxham, B; Linden, R; Sloan, A. Master dentistry volume three.

Elsevier 2011 ; 2.

27. Thirumurugan K, Munzanoor RRB, PrasadGA, Sankar K. Maxillary tuberosity

fracture and subconjunctival hemorrhage following extraction of maxillary third

molar. J Nat Sci Biol Med 2013; 4(1): 242-5.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

LAMPIRAN I

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nomor :

Tanggal :

TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP PENANGANAN

AWAL PERFORASI SINUS MAKSILARIS DI KECAMATAN MEDAN

HELVETIA PADA TAHUN 2017

Nama :

Usia :

Jenis kelamin : a. Perempuan

b. Laki-laki

PETUNJUK PENGISIAN

1. Pengisisan kuisioner dilakukan oleh Dokter gigi yang berpraktk di Kecamatan

Medan Helvetia.

2. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan melingkari jawaban yang

dianggap benar.

3. Semua pertanyaan harus dijawab.

4. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

5. Bila ada pertanyaan yang kurang dimengerti silahkan tanya pada peneliti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

LINGKARI JAWABAN PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA

1. Apakah yang dimaksud dengan perforasi sinus

atau oroantral communication (OAC)?

a. Keadaan patologis terjadinya hubungan

antara rongga hidung/antrum dengan rongga

mulut, yang merupakan komplikasi pasca

pencabutan gigi posterior rahang atas.

b. Keadaan patologis terjadinya hubungan

antara rongga hidung/antrum dengan rongga

mulut, yang merupakan komplikasi pasca

penyerutan akar dan pencabutan gigi anterior

rahang atas.

c. Keadaan patologis terjadinya hubungan

antara rongga hidung/antrum dengan rongga

mulut, yang merupakan komplikasi pasca

penskeleran gigi.

2. Menurut Dokter apakah salah satu etiologi

terjadinya perforasi sinus?

a. Komplikasi pasca kuretase akar dan

pencabutan gigi anterior rahang atas

b. Komplikasi pasca penskeleran gigi.

c. Komplikasi pencabutan gigi posterior rahang

atas.

3. Menurut Dokter apakah akibat yang pertama kali

terjadi akibat perforasi sinus maksilaris?

a. Terbentuknya fistula oroantral.

b. Terbentuknya hubungan antara antrum

dengan rongga mulut. Gigi sulit untuk

dilakukan pencabutan.

c. Gigi sulit dilakukan pencabutan .

4. Menurut Dokter, bagaimana cara awal

mendiagnosa telah terjadi perforasi sinus

maksilaris?

a. Dengan radiografi panoramik.

b. Dengan menekan hidung pasien dengan

mulut terbuka lebar dan menyuruh pasien

untuk bernafas, dengan menggunakan kaca

mulut untuk melihat adanya gelembung

udara berdarah.

c. Dengan menggunakan radiografi periapikal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

5. Menurut Dokter apakah yang harus dilakukan

apabila dari gambaran radiografi telah diketahui

ukuran sinus maksilaris melebar serta morfologi

akar divergen?

a. Tidak melakukan pencabutan gigi karena

akan membahayakan diri pasien.

b. Melakukan pencabutan gigi dengan teknik

intraalveolar namun dengan hati-hati.

c. Melakukan Pencabutan Gigi disertai dengan

melakukan Inform Consent terlebih dahulu .

6. Menurut Dokter bagaimana cara mencegah

terjadinya OAC akibat perforasi sinus

maksilaris?

a. Dengan berhati-hati menggunakan

instrument yang tepat dan baik.

b. Dengan persiapan diri yang baik.

c. Dengan persiapan diri yang baik, pembuatan

radiografi periapikal untuk mengetahui

morfologi akar dan jarak gigi dengan sinus

maksilaris, sdan penggunaan instrument yang

tepat.

7. Menurut Dokter apakah sinus precaution yang

harus diinformasikan kepada pasien apabila

sudah terbentuk OAC?

a. Mengkonsumsi obat obatan yang di resepkan

dokter.

b. Tidak boleh meniup, menyedot-nyedot

ludah, menghisap-hisap soket, minum

melalui sedotan, dan tidak merokok.

c. Dianjurkan Memakan makanan yang dingin .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

8. Menurut Dokter bagaimana penanganan awal

OAC jika berdiamater kurang dari 2 mm?

a. Menekan soket dengan tampon selama 1-2

jam dan memberikan instruksi pasca

pencabutan gigi dengan perlakukan khusus

pada sinus atau (sinus precaution) selama 24

jam pertama.

b. Meletakkan sponge gauze serta penjahitan

soket gigi angka delapan untuk menjaga agar

bekuan darah tetap berada dalam soket.

Selain itu, ditambah dengan instruksi sinus

precaution selama10-14 hari.

c. Penutupan soket dengan flep supaya terjadi

penutupan primer. Flep harus bebas dari

tarikan dan posisi flep sebaiknya terletak di

atas tulang. Variasi jenis flep yang sering

dilakukan untuk penutupan OAC antara lain

flep bukal, flep palatal , buccal fat pad, gold

foil, dan lain sebagainya.

9. Menurut Dokter bagaimana penanganan awal

OAC jika berdiameter 2-6 mm?

a. Meletakkan sponge gauze serta penjahitan

soket gigi secara angka delapan untuk

menjaga agar bekuan darah tetap berada

dalam soket. Selain itu, ditambah dengan

instruksi sinus precaution selama10-14 hari

dan pemberian obat-obatan antibiotika,

seperti penisilin atau klindamisin selama

lima hari, serta dekongestan oral maupun

nasal spray untuk menjaga ostium tetap

dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi

sinusitis maksilaris.

b. Menekan soket dengan tampon selama 1-2

jam dan memberikan instruksi pasca

pencabutan gigi dengan perlakukan khusus

pada sinus atau (sinus precaution) selama 24

jam pertama.

c. Penutupan soket dengan flep supaya terjadi

penutupan primer. Flep harus bebas dari

tarikan dan posisi flep sebaiknya terletak di

atas tulang. Variasi jenis flep yang sering

dilakukan untuk penutupan OAC antara lain

flep bukal , flep palatal , buccal fat pad, gold

foil, dan lain sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

10. Menurut Dokter bagaimana penanganan awal

OAC jika berdiameter lebih dari 6 mm?

a. Meletakkan sponge gauze serta penjahitan

soket gigi secara angka delapan untuk

menjaga agar bekuan darah tetap berada

dalam soket. Selain itu, ditambah dengan

instruksi sinus precaution selama10-14 hari

dan pemberian obat-obatan antibiotika,

seperti penisilin atau klindamisin selama

lima hari, serta dekongestan oral maupun

nasal spray untuk menjaga ostium tetap

dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi

sinusitis maksilaris.

b. Menekan soket dengan tampon selama 1-2

jam dan memberikan instruksi pasca

pencabutan gigi dengan perlakukan khusus

pada sinus atau (sinus precaution) selama 24

jam pertama.

c. Penutupan soket dengan flep supaya terjadi

penutupan primer. Flep harus bebas dari

tarikan dan posisi flep sebaiknya terletak di

atas tulang. Variasi jenis flep yang sering

dilakukan untuk penutupan OAC antara lain

flep bukal , flep palatal , buccal fat pad, gold

foil, dan lain sebagainya.

11. Jumlah total skor pengetahuan

12. Kategori pengetahuan

a. Baik: 8-10

b. Cukup: 6-7

c. Kurang:<6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

LAMPIRAN II

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Salam hormat,

Saya yang bernama Bella Risqi Maulia, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi

USU, ingin melakukan penelitian tentang “TINGKAT PENGETAHUAN

DOKTER GIGI TERHADAP PENANGANAN AWAL PERFORASI SINUS

MAKSILARIS DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA PADA TAHUN 2017”.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran mengenai pengetahuan

dokter gigi dalam penanganan awal perforasi sinus maksilaris di Kecamatan Medan

Helvetia.

Perforasi sinus maksilaris merupakan salah satu komplikasi pencabutan

gigi.Untuk itu setiap dokter gigi harus mengetahui penatalaksaan awal dalam

penanganan perforasi sinus maksilaris .Proses penelitian memerlukan kerjasama yang

baik dari Bapak/Ibu untuk meluangkan sedikit waktunya. Saya akan memberikan

kuesioner mengenai gambaran tingkat pengetahuan penanganan perforasi sinus.

Bapak/Ibu diperlukan menjawab soal-soal pada kuesioner yang diberikan. Ini hanya

membutuhkan waktu kira-kira 5- 10 menit untuk menjawab.

Pertama Bapak/Ibu akan ditanya mengenai identitas Bapak/Ibu. Setelah itu,

Bapak/Ibu akan menjawab 10 soal pada kuesioner kemudian langsung akan

dikumpulkan kepada saya.

Jika Bapak/Ibu bersedia, Lembar Persetujuan Menjadi Subjek Penelitian

terlampir harap ditandatangani dan dikembalikan. Perlu diketahui bahwa surat

ketersediaan tersebut tidak mengikat dan Bapak/Ibu dapat mengundurkan diri dari

penelitian ini selama penelitian berlangsung.

Demikian penjelasan dari saya, atas partisipasi dan ketersediaan waktu

Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

Bella Risqi Maulia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

LAMPIRAN III

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama :

Jenis Kelamin : L/P

Alamat Praktek :

Setelah membaca dan mendapatkan penjelasan serta memahami sepenuhnya apa yang

akan dilakukan dan didapatkan pada penelitian yang berjudul

“TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP PENANGANAN

AWAL PERFORASI SINUS MAKSILARIS DI KECAMATAN MEDAN

HELVETIA PADA TAHUN 2017’’

Maka saya menyatakan bersedia ikut berpartisipasi menjadi salah satu subyek

penelitian ini yang diketahui oleh Bella Risqi Maulia sebagai mahasiswa Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara secara sadar dan tanpa paksaan, dengan

catatan apabila suatu ketika saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak

membatalkan persetujuan ini.

Medan,.............................

Yang menyetujui,

Subjek penelitian

(..................................)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

LAMPIRAN IV

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Bella Risqi Maulia

Tempat /Tanggal Lahir : Tebing Tinggi / 06 Desember 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jalan Tanjung Permai XI NO 54 Komplex BTN

Tanjung Gusta Medan Helvetia

Orang Tua

Ayah : Yulian Kamahendra SE

Ibu : Lucyana Pulungan

Riwayat Pendidikan

1. SD IKAL (2001-2007)

2. SMP Negeri 16 Medan (2007-2010)

3. SMA Negeri 3 Medan (2010-2013)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

LAMPIRAN V

JADWAL KEGIATAN

No

Kegiatan

Waktu Penelitian

September

2016

Oktober

2016

November

2016

Desember

2016

Januari

2017

Februari

2017

Maret

2017

April

2017

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penulusuran Kepustakaan

2 Pembuatan Proposal

3 Seminar Proposal

4 Pengumpulan Data

5 Pengolahan Data

6 Analisis Data

7 Penulisan Laporan

Penelitian

8 Diskusi Tim

9 Perbaikan dan Penyerahan

Laporan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

LAMPIRAN VI

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

Rincian Harga

1 Biaya Pembuatan Proposal Rp 80.000

2 Biaya Print Dan Fotokopi Rp 350.000

3 Biaya Transportasi Rp 600.000

4 Biaya Bahan Habis Pakai Rp 175.000

5 Biaya Penjilidan Dan Penggandaan Rp 100.000

6 Biaya Seminar Proposal Rp 250.000

7 Biaya Lain-Lain Rp 250.000

Rp 1.805.000

CATATAN :

Semua biaya ditanggung oleh Peneliti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

LAMPIRAN VIII

HASIL PENELITIAN

No Jenis

Kelamim

Soal

1

Soal

2

Soal

3

Soal

4

Soal

5

Soal

6

Soal

7

Soal

8

Soal

9

Soal

10

Total

Jawaban

benar

(skor)

1 P O X X O O O O X O O 7

2 L O X O O O O O X X O 6

3 L O O X O O X O X X O 6

4 P X O X O X O O O X O 6

5 P O O X O X O O X O O 7

6 L O O X O X O O X O O 7

7 L O O O O O O O O O O 10

8 P O O O O O O O O O O 10

9 L O O X O X O O O O O 8

10 L O O O X O O O O X O 8

11 L O O O O X O O X X O 7

12 P O O O O O X O X X X 6

13 P O O O O O O O O O O 10

14 P O O X O X O O X O O 7

15 L O O O O X O O O O O 9

16 L O O O O O O O O O O 10

17 L O O X O X O O O O O 8

18 P O O X X O X O O X O 7

19 P O O O O O O O X O O 9

20 P O O O O X O O O O O 9

21 L O O O X X O O O O O 8

22 P O O X O O O O O O O 9

23 P O O O O O O O X O O 9

24 L O O O O X X O O O O 8

25 P O O O O O O O X O O 9

26 P O O O O O O O X X O 8

27 P O X O O X O O O O O 9

28 P O X X O X O O X O O 6

29 P O O O O O O O X X O 8

30 L O O O O O O O X X X 7

31 L O O O X X O O O O O 8

32 L O O X O X O O O O O 8

33 P X O O O X O O X O O 7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

34 L O O X O O O O X X X 6

35 P O O X O O O O X X X 6

36 P O O O X O O O O O O 9

37 L O O O O X O O O O O 9

38 P O O O O X O O X O O 8

39 P O O O O O O O X X O 8

40 L O O X O O O O O O O 9

41 L O O O O O O O O X O 9

42 L O O X O X O O X O O 7

43 L O O X X O O O X O O 7

44 P O O O O O O O O O O 10

45 P O O O O O O O X O O 9

46 P O O O O O O O O O O 10

47 P O O X O O O O O O O 9

48 P O O X O O O O X O O 8

49 P O O X O X O O O O O 8

50 L O O O O X O O O O O 9

51 P O O O O X O O O X O 8

52 P O O X O O O O X O O 8

53 P O X X O O O O O O O 8

54 L O O X O O O O O O O 9

55 L O O X O O O O O O O 9

56 P O O X O X O O O O O 8

Total 2 4 25 6 23 4 - 25 15 4

Keterangan :

P : Perempuan

L : Laki- laki

O : Jawaban Benar

X : Jawaban Salah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP …

LAMPIRAN IX

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA