tinea kruris mahardika

25
REFERAT TINEA KRURIS Disusun Oleh : Mahardika Aji Nugroho 201320401011136 Pembimbing : dr. Andri Catur Jatmiko, SpKK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN 1

Upload: mahardika-a-nugraha

Post on 12-Dec-2015

163 views

Category:

Documents


42 download

DESCRIPTION

tinea

TRANSCRIPT

Page 1: Tinea Kruris mahardika

REFERAT

TINEA KRURIS

Disusun Oleh :

Mahardika Aji Nugroho

201320401011136

Pembimbing :

dr. Andri Catur Jatmiko, SpKK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RSUD KABUPATEN JOMBANG

2015

1

Page 2: Tinea Kruris mahardika

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh dermatofit yang

memiliki kemampuan untuk melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai

sumber nutrisi. Dermatofitosis adalah salah satu penyakit kulit yang tersebar

diseluruh dunia dimana prevalensinya berbeda-beda pada tiap negara. Dermatofit

adalah kelompok dari tiga jenis jamur antara lain anthropophilic, zoophilic, dan

geophilic. Contoh dari infeksi dermatofit yang paling umum adalah athletes foot

(tinea pedis), tinea kruris (groin area). (Abbas, 2012)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh World Health Organization

(WHO) terhadap insiden dari infeksi dermatofit, 20% orang dari seluruh dunia

mengalami infeksi kutaneus. Diantara infeksi tinea, tipe yang paling dominan

adalah tinea korporis atau tinea circinata, diikuti dengan tinea kruris, tinea pedis,

dan onychomycosis. (Lakshmipathy, 2010)

Dinegara yang beriklim tropis dengan kelembaban udara relatif tinggi,

akan menyebabkan mudah memicu terjadinya penyakit jamur. Pada infeksi kulit

karena jamur selain gatal gejalanya berupa bercak putih bersisik halus atau bintil

merah. Tanda awal kulit terkena infeksi jamur adalah rasa gatal yang hebat saat

kulit berkeringat. Gejala penyakit jamur pada kulit juga bergantung pada bagian

kulit yang terkena serta jenis jamur penyebabnya.

Pada dasarnya jamur paling sering menyerang lokasi yang lembab dan

orang yang kurang menjaga kebersihannya. Tinea adalah penyakit pada jaringan

yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan teratas pada kulit pada epidermis,

rambut dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita (jamur yang

2

Page 3: Tinea Kruris mahardika

menyerang kulit). Tinea kruris sendiri merupakan penyakit kulit yang disebabkan

oleh jamur pada daerah genitokrural (selangkangan), sekitar anus, dan kadang-

kadang sampai perut bagian bawah. (Djuanda, 2007)

3

Page 4: Tinea Kruris mahardika

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi

Tinea Kruris adalah infeksi jamur dermatofita pada daerah lipat paha,

daerah perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun.

Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitor-krural saja atau meluas ke daerah

sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain.

(Abbas, 2012)

2.2 Etiologi

Penyebab utama dari tinea kruris adalah Trichopyhton rubrum (90%) dan

Epidermophython fluccosum, Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichophyton

tonsurans (6%). (Djuanda, 2007)

Tabel 3.1

Dermatophyte Gambaran klinis

Trichophyton

rubrum

Penyebab paling utama di USA

Biasanya penyakit akan berkembang

menjadi kronis

Jamur tidak dapat bertahan pada (perabotan,

karpet dan linen) dalam jangka waktu yang lama

Sering melebar ke gluteus, pinggang dan

paha

Epidhermophyton

fluccosum

Umumnya berhubungan dengan

“epidemics” seperti menyebar pada kamar ganti

dan asrama

4

Page 5: Tinea Kruris mahardika

Infeksi akut( jarang kronis)

Jamur dapat bertahan pada (perabotan,

karpet dan linen) dalam jangka waktu yang lama

Penyebaran jamur tidak melewati daerah

inguinal

T.mentagrophytes Infeksi lebih parah dan akut, akan

menyebabkan peradangan dan pustul

Jamur cepat menyebar ke tubuh dan

extremitas inferior, menyebabkan inflamasi berat

Biasanya didapatkan pada bulu binatang

Gambaran Dermatofit

Trichophyton Rubrum

5

Page 6: Tinea Kruris mahardika

A B

Gambar 3.1 : (A) Gundukan pusat berwarna putih dengan pinggiran merah

marun. Pigment berwarna merah marun. (B) mikrokonidia berbentuk tetesan air

mata. Makrokonidia berbentuk pensil. perforasi rambut negatif.

Sumber: Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical

Dermatology, 7th edition

Epidermophyton Floccossum

A B

Gambar 3.2 : (A) koloni berbulu rata dengan lipatan dan warna pigmen kuning kusam,

dan pada pusatnya berwarna hijau keabu-abuan. Pigmen berwarna kuning sampai coklat

pada penampang belakang. (B) Tidak terdapat mikrokonidia, banyak yang tipis dan

berdinding tebal, makrokonidia membentuk kelompok.

Sumber: Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical

Dermatology, 7th edition

Trichophyton Mentagrophytes

6

Page 7: Tinea Kruris mahardika

A B

Gambar 3.3 : (A) berwarna putih krem dan nampak halus, permukaan seperti undakan.

tidak ada cahaya pigmen coklat. tidak ada pigmen di PDA. urease positif. (B)

microconidia membentuk klaster, makrokonidia jarang berbentuk cerutu, kebanyakan

hifa berbentuk spiral. rambut perforasi positif

Sumber: Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical

Dermatology, 7th edition

2.3 Patofisiologi

Dermatofit menggunakan keratin sebagai sumber gizi, mereka umumnya

tidak menyerang jaringan yang bagus. Mereka menjajah keratin di stratum

korneum dan jaringan sekitarnya biasanya merupakan hasil dari respon host alergi

atau peradangan terhadap kehadiran jamur. Beberapa dari infeksi tersebut

menyebabkan lesi melingkar yang dihasilkan dari reaksi inflamasi memaksa

dermatofit luar untuk peradangan daerah bebas. Didukung dengan faktor

predisposisi infeksi jamur, seperti bertambahnya usia dengan mobilitas yang

terbatas, imunosupresi, defisit neurologis, dan kondisi iatrogenik disertai penyakit

lain yang mendasari. (Djuanda, 2007)

Jalur infeksi yang diduga sebagai tempat dermatofit untuk menginfeksi

pejamu ialah melalui kulit yang terluka misalnya : luka gores atau luka bakar.

Bagian dari dermatofit yang menginfeksi ialah atrokonidia atau konidia. Kuman

7

Page 8: Tinea Kruris mahardika

patogen menyerang stratum korneum, memproduksi exo-enzym keratinase, dan

menginduksi reaksi inflamasi pada lokasi infeksi. (Lakshmipathy, 2010)

Tanda-tanda inflamasi ialah kemerahan, pembengkakan, panas dan

alopesia dapat ditemukan didaerah yang terinfeksi. Penyebab inflamasi dapat

berpindah dari lokasi infeksi ketempat yang belum terinfeksi. Perpindahan

patogen ini menyebabkan lesi seperti cincin. Tinea kruris dapat menular secara

langsung melalui kontak langsung dengan penderita atau secara tidak langsung

melalui barang atau benda yang telah terinfeksi. (Lakshmipathy, 2010)

Gambar 4.1 Patogenesis infeksi dermatofit. (Lakshmipathy, 2010)

2.4 Manifestasi Klinis

8

Page 9: Tinea Kruris mahardika

Tinea kruris biasanya dimulai dengan patch merah tinggi di bagian dalam

dari salah satu atau kedua paha. Pada laki-laki biasanya pada daerah skrotum

menyebar di tengah dengan daerah tepi luar yang sedikit lebih tinggi, merah, dan

memiliki perbatasan yang tajam. (Risdianto, 2013)

Ruam bisa menyebar ke paha, sampai ke daerah kemaluan dan bahkan

memanjang sampai ke pantat. Pasien juga merasakan gatal yang menyebabkan

ketidaknyamanan dan iritasi yang memberikan sensasi terbakar di daerah yang

terkena. Pada kulit pangkal paha biasanya mengalami pengelupasan atau pecah-

pecah, kemungkinan juga menyebar ke daerah anus. (Hainer, 2003)

Gambar 5.1 : terdapat plak eritematosa

berbatas tegas di daerah inguinal

dan pubis.

Sumber: Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical

Dermatology, 7th edition

Gambar 5.2 : Lesi berbatas tegas, polisiklis, polimorfis dengan tepi aktif.

9

Page 10: Tinea Kruris mahardika

Sumber: Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical

Dermatology, 6th edition

Gambar 5.3 Tinea kruris: Eritema dengan area atrofi dan skala di sebelah kanan medial paha atas

yang berbatasan dengan daerah inguinal.

Sumber: Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical

Dermatology, 6th edition

2.5 Diagnosis

Anamnesis

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: rasa

gatal hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat perineum, bokong dan dapat ke

genitalia; ruam kulit berbatas tegas, eritematosa dan bersisik, semakin hebat jika

banyak berkeringat. (Siregar, 2008)

Pemeriksaan fisis

Lokalisasi : Regio inguinalis bilateral, simetris. Meluas ke perineum,

sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke suprapubis dan

abdomen bagian bawah. Effloresensi/sifat-sifatnya: Makula eritematosa numular

sampai geografis, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau

pustul. Jika kronik macula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya.

(Siregar, 2008)

10

Page 11: Tinea Kruris mahardika

Pemeriksaan penunjang

- Lampu Wood

Lampu wood pertama kali digunakan dalam praktek dermatologi untuk

mendeteksi jamur infeksi hair oleh Margaret dan Deveze tahun 1925. Lampu

Wood memancarkan radiasi UV gelombang panjang (UVR), juga disebut cahaya

hitam, yang dihasilkan oleh tinggi tekanan busur merkuri dilengkapi dengan filter

senyawa terbuat dari barium silikat dengan 9% nikel oksida, yang Filter Wood.

Filter ini terlihat buram pada semua sinar kecuali sebuah band antara 320 dan 400

nm dengan puncak pada 365 nm. Dermatofita yang menyebabkan fluoresens

umumnya anggota genus Microsporum. Namun, tidak adanya fluoresensi tidak

selalu mengesampingkan tinea capitis seperti kebanyakan spesies Trichophyton,

dengan pengecualian T. schoenleinii, yang nonfluoresens. Gambaran Tinea kruris

tidak terlihat pada pemeriksaan ini. (Gupta, 2004)

- KOH (potassium hidroksida): tampak elemen jamur seperti hifa, spora dan

miselium.

11

Page 12: Tinea Kruris mahardika

Gambar 6.1 : preparat KOH: Multipel, bersepta dan struktur

seperti tuba.

Sumber: Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical

Dermatology, 6th edition

2.6 Diagnosis Banding

2.6.1 Kandidosis Intertriginosa

Kandidosis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut

disebabkan oleh spesies candida, biasanya oleh spesies candida albicans dan

dapat mengenai mulut, vagina,kulit, kuku, bronchi atau paru, kadang-kadang

dapat menyebabkan septicemia, endokarditis , atau meningitis. Kandidosis lesi

intertrigenosa, didaerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat

payudara, antara jari tangan atau kaki, glands penis dan umbilikus, berupa bercak

yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh

satelit berupa vesikel-vesikel dan pustule-pustul kecil atau bulla yang bila pecah

meninggalknan daerah yang erosi, dengan pinggir yang kasar dan berkembang

seperti lesi primer. (Djuanda, 2007)

Gambar 7.1: kandidosis

intertriginosa. (A).

eritem , erosi, pustule

12

Page 13: Tinea Kruris mahardika

menjadi plak di skrotum dan inguinal, (B) eritem, erosi dan lesi satelit, (C).merah, erosi di area

vulva, (D).eritem dan erosi di sela jari.

Sumber: Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical

Dermatology, 7th edition

2.6.2 Psoriasis Vulgaris

Psoriasis adalah peradangan menahun yang ditandai dengan plak

eritematosa dengan skuama lebar, kasar, berlapis dan putih seperti mika.

Perjalanan penyakit ini kronis residif. Dapat menyerang perempuan maupun laki-

laki dengan resiko yang sama. Mengenai semua umur terutama 30-40 tahun.

Faktor genetik mempunyai keterkaitan yang besar dengan psoriasis tipe satu: yaitu

psoriasis dengan awitan sebelum berumur 40 tahun. Biasanya psoriasis

menempati daerah ekstensor, skalp, siku, lutut, dan bokong. Dapat juga mengenai

lipatan (psoriasis inversa) atau palmo-plantar (psoriasis plamoplantar).

Berbagai bentuk ragam psoriasis dapat dijumpai: Bila ukuran lesi

lentikular disebut psoriasis gutata, bentuk tersering adalah psoriasis vulgaris

dengan ukuran lebih besar dari lentikular. Selain kulit badan, psoriasis juga

menyerang kulit kepala, kuku, sendi dan mukosa (geographic tounge). (Djuanda,

2007)

A B

Gambar 7.2 : (A,B) Plak kronik psoriasis

13

Page 14: Tinea Kruris mahardika

Sumber: Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical

Dermatology, 6th edition

2.7 Penatalaksanaan

Dalam kebanyakan kasus tinea kruris dapat dikelola dengan pengobatan

topikal. Steroid topikal tidak direkomendasikan. Agen topikal memiliki efek

menenangkan, yang akan meringankan gejala lokal. (Palacio, 2005)

Terapi topikal untuk pengobatan tinea corporis atau tinea kruris

termasuk: terbinafine, butenafine, ekonazol, miconazole, ketoconazole,

klotrimazole, ciclopirox. Formulasi topikal dapat membasmi area yang lebih kecil

dari infeksi, tetapi terapi oral diperlukan di mana wilayah infeksi yang lebih luas

yang terlibat atau di mana infeksi kronis atau berulang. (Nadalo, 2006)

a. Griseovulfin: pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat

diatasi dengan pemberian griseovulvin. Obat ini bersifat fungistatik. Secara

umum griseovulfin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 –

1 untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g untuk anak- anak sehari atau 10 – 25 mg

per kg berat badan. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab

penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis di lanjutkan 2

minggu agar tidak residif.

b. Butenafine adalah salah satu antijamur topikal terbaru diperkenalkan

dalam pengobatan tinea kruris dalam dua minggu pengobatan dimana angka

kesembuhan sekitar 70%.

c. Flukonazol (150 mg sekali seminggu) selama 4-6 minggu terbukti efektif

dalam pengelolaan tinea kruris dan tinea corporis karena 74% dari pasien

mendapatkan kesembuhan.

14

Page 15: Tinea Kruris mahardika

d. Itrakonazol dapat diberikan sebagai dosis 400 mg / hari diberikan

sebagai dua dosis harian 200 mg untuk satu minggu.

e. Terbinafine 250 mg / hari telah digunakan dalam konteks ini klinis

dengan rejimen umumnya 2-4 minggu.

f. Itrakonazol diberikan 200 mg / hari selama 1 minggu dianjurkan,

meskipun

rejimen 100 mg / hari selama 2 minggu juga telah dilaporkan efektif.

g. Ketokonazol Obat ini bersifat fungistatik. Pada kasus resisten terhadap

griseovulfin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama 10 hari

– 2 minggu pada pagi hari setelah makan. (Gupta, 2008)

Pencegahan :

a. Menggunakan baju yang tidak ketat.

b. Keringkan seluruh badan setelah mandi.

c. Menurunkan berat badan jika obesitas.

d. Mencuci pakaian dan handuk yang telah digunakan oleh penderita

e. atau melalui kontak langsung selama hubungan seksual dengan seseorang

yang tidak memiliki infeksi. (Nadalo, 2006)

2.8 Prognosis

Prognosis bagus jika diagnosis tepat dan pengobatan yang teratur.

Rekurensi dapat terjadi apabila di daerah predileksi kelembapannya tidak terjaga.

(Gupta, 2008)

15

Page 16: Tinea Kruris mahardika

BAB III

KESIMPULAN

Tinea Kruris adalah infeksi jamur dermatofita pada daerah lipat paha,

daerah perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun.

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: rasa gatal

hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat perineum, bokong dan dapat ke

genitalia dan semakin hebat jika banyak berkeringat..

Karakteristik Effloresensi/sifat-sifatnya: Makula eritematosa numular

sampai geografis, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau

pustul. Jika kronik macula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya.

Penatalaksanaan pada tinea kruris adalah dengan terapi topikal:

terbinafine, butenafine, ekonazol, miconazole, ketoconazole, klotrimazole,

ciclopirox. Formulasi topikal dapat membasmi area yang lebih kecil dari infeksi,

tetapi terapi oral diperlukan di mana wilayah infeksi yang lebih luas yang terlibat

atau di mana infeksi kronis atau berulang. Prognosis bagus jika diagnosis tepat

dan pengobatan yang teratur. Rekurensi dapat terjadi apabila di daerah predileksi

kelembapannya tidak terjaga.

16

Page 17: Tinea Kruris mahardika

DAFTAR PUSTAKA

Abbas KA, Mohammed AZ, Mahmoud SI. Superficial Fungal infections.

Mustansiriya Medical Journal. Vol. 11 Issue 1 June 2012. p. 75-7

Lakshmipathy TD, Kannabiran K. Review on dermatomycosis: pathogenesis and

treatment. Natural Science. [serial online] 2010 [cited august 26 2015];

2(7): [4 screens]. Available from: URL:

http://www.scirp.org/journal/NS/

Verma S, Heffernan PM. Fungal Disease. In: Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS,

Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD, editors. Fitzpatrick’s Dermatology

In General Medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008. p. 1807-25

Risdianto A, Kadir D, Amin S. Tinea corporis and Tinea cruris Cause by

Trichophyton Mentagrophytes Type Granular in Asthma Bronchiale

Patient. IJDV 2013; 2(2): p. 31-8

Hainer LB. Dermatophyte Infections. American Family Physician. January 1

2003; 67(1). p. 101-8

Havlickova B, Czaika AV, Friedrich M. Epidemiological trends in skin mycosis

worldwide. Journal compilation Blackwell Publishing. July 2008.

51(suppl 4). p. 2-15

Djuanda, adhi Prof.Dr.dr.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5 Fakultas

kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2007.

Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology. 6th ed. New York: McGraw Hill; (?). p. 695-704, 177

17

Page 18: Tinea Kruris mahardika

Siregar SR. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC; (?). p.

29-31

Gupta KL, Singhi KM. Wood’s Lamp. Indian J Dermatol Venereol Leprol. April

2004; 70(2). p. 131-5

Palacio DA, garau M, Escalada GA, Calvo T. Trends in the treatment of

dermatophytosis. Departement of Microbiology, Hospital Universitario

12 October. p. 155

Nadalo D, Montoya C. What is the best way to treat tinea kruris?. The journal of

Family Practice. March 2006; 55(3). p. 256-7

Gupta KA, Cooper EA. Update in Antifungal Therapy of Dermatophytosis.

Mycopathologia. 2008; 166:353-367.

18