tim penyusun kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/kajian...paska reformasi dengan...

31
0

Upload: others

Post on 26-Dec-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

0

Page 2: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

1

Tim Penyusun Kajian

Kajian Menyoal Paradigma Rancangan Perubahan

Undang-Undang Bank Indonesia

disusun oleh:

1. Adelia Susanto

2. Aqshal Adzka

3. Christina C Intania

4. Glenn Tanny

5. Kevin Daffa Athila

6. Muhammad Aqshal

7. Sukma Hadi Wijaya

8. Tariq Hidayat Pangestu

Page 3: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

2

Daftar Isi

TIM PENYUSUN KAJIAN ................................................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................................................... 2

EXECUTIVE SUMMARY ....................................................................................................................................................... 3

PENGANTAR......................................................................................................................................................................... 4

KONSEP INDEPENDENSI BI ............................................................................................................................................ 5

KONSEP PENGAWASAN BANK ....................................................................................................................................... 8

KONSEP KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL ......................................................................................................... 10

PEMBENTUKAN DEWAN MONETER: TINJAUAN HISTORIS DAN PERMASALAHANNYA ......................... 12

IMPLIKASI SOBEKNYA INDEPENDENSI BANK INDONESIA ............................................................................... 17

PENGALIHAN KEWENANGAN PENGAWASAN BANK DARI OJK KE BI ............................................................ 19

PROBLEMATIKA PENGHAPUSAN BSBI .................................................................................................................... 22

HAK BICARA DAN HAK SUARA DALAM RAPAT DEWAN GUBERNUR ............................................................ 23

PERLUASAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA ................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................................... 27

Page 4: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

3

Executive Summary

Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang

kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

semangat yang di bawa adalah independensi dan akuntabilitas Bank Indonesia sebagai otoritas

moneter. Namun, wacana akan dibentuknya RUU Perubahan terhadap Undang-Undang Bank

Indonesia beberapa materi muatannya perlu diberikan catatan karena berpotensi mengganggu

dua hal tersebut. Beberapa ketentuan dalam RUU a quo yang menjadi suatu diskursus yang

problematika diantaranya mengenai pembentukan kembali Dewan Moneter yang secara

keanggotaan peran eksekutif sangatlah besar. Dengan kewenangan yang sangat besar dalam

hal kebijakan moneter kekhawatiran akan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dipaksakan

kepada Bank Indonesia yang secara historis berdampak buruk pada perekonomian nasional

akan berulang. Ditambah lagi dalam Rapat Dewan Gubernur, pemerintah yang sebelumnya

hanya memiliki hak bicara sebagai suatu implementasi fungsi konsultatif pada perubahan ini

juga diberikan hak suara dalam menetapkan kebijakan umum di bidang moneter. Catatan

lainnya akan dipaparkan mengenai bagaimana konsep kebijakan moneter dan kebijakan fiskal

yang dalam konstruksi RUU ini peran pemerintah sangatlah besar. Poin perubahan selanjutnya

adalah mengenai pengawasan terhadap bank yang pada status quo secara mikroprudensial

menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali dialihkan kepada Bank Indonesia.

Padahal hadirnya OJK sebagai pengawas kegiatan jasa keuangan, salah satunya perbankan

adalah meweujudkan pengawasan secara menyeluruh dan terpadu. Kemudian pada poin

perubahan selanjutnya adalah dihapuskannya Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) yang

secara original intent dibentuk dalam rangka membantu DPR dalam melaksanakan fungsi

pengawasan di bidang tertentu terhadap BI untuk meningkatkan akuntabilitas, independensi,

transparansi, dan kredibilitas BI. Terakhir, mengenai tugas dan wewenang Bank Indonesia

yang diperluas membuat peran BI sebagai otoritas moneter menjadi kabur akibat kurang

jelasnya tugas dan wewenangnya serta kurangnya independensi dari BI akibat terlalu banyak

turut campur dalam penentuan kebijakan fiskal.

Page 5: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

4

Pengantar

Isu akan adanya RUU BI sudah santer beredar sejak awal bulan September 2020. Hal

ini dikarenakan beredarnya naskah sementara Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 23 Tahun

1999 tentang Bank Indonesia (UU BI), sudah mengalami tiga kali perubahan,1 yang sudah

sampai tahap pembahasan di Badan Legislasi DPR. Naskah sementara yang beredar tersebut

berisi usulan awal dan memiliki nomor serta tahun terbit. Namun, sebenarnya usulan revisi UU

BI pertama kali muncul saat rapat antara Baleg, Panitia Perancang UU DPD, bersama

Kementerian Hukum dan HAM pada 2 Juli 2020.2 Dalam rapat tersebut terdapat keputusan

yang tidak diperhatikan yaitu permintaan dari pemerintah agar RUU 21/2011 tentang Otoritas

Jasa Keuangan dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas dan sebagai gantinya dimunculkan revisi

kedua UU 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Prof. Hendrawan Supratikno, seorang

anggota Badan Legislasi DPR, pada awal September lalu mengatakan kepada media bahwa

draft RUU tersebut hanyalah rancangan awal. Singkatnya draft tersebut belum mendapatkan

masukan dari lembaga lainnya. Tujuannya dilakukan revisi RUU BI tersebut adalah megatur

ulang kerangka, esensi, dan batas-batas independensi bank sentral. Di sisi lain, Sri Mulyani,

pada saat konferensi pers virtual (4/9) menegaskan bahwa saat ini pemerintah belum membahas

inisiatif revisi UU tersebut karena inisiatif revisi RUU tersebut berasal dari DPR.3

Munculnya wacana revisi UU BI ditanggapi secara langsung oleh Gubernur Bank

Indonesia Perry Warjiyo, ia tak memberi jawaban pasti apakah Bank Indonesia akan menerima

atau menolak revisi UU BI tersebut. Namun, ia memilih untuk mempercayakan revisi UU BI

seperti yang sudah diterangkan Presiden Joko Widodo kepada koresponden asing bahwa

pemerintah menjamin independensi Bank Indonesia, terlepas dari respon negatif yang

diberikan oleh para investor.4 Respon lainnya diberikan oleh Fraksi Golkar yang tidak

menyetujui revisi UU BI, Fraksi Golkar menyuarakan agar parlemen saat ini tidak membahas

revisi UU BI karena revisi UU BI belum pernah dibahas sekalipun dalam forum formal maupun

1 JDIH BPK, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia”,

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45332/uu-no-23-tahun-1999, diakses pada 4 Desember 2020. 2 Rizki, Mochammad Januar, “14 Poin Perubahan dalam RUU BI yang Dikhawatirkan Hilangkan Independensi

Bank Sentral”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f4f6aad8fcca/14-poin-perubahan-dalam-ruu-bi-

yang-dikhawatirkan-hilangkan-independensi-bank-sentral/, diakses pada 24 November 2020 3 Thomas, Vincent Fabian, “Sri Mulyani Klaim Pemerintah Belum Bahas RUU BI Inisiatif DPR”,

https://tirto.id/sri-mulyani-klaim-pemerintah-belum-bahas-ruu-bi-inisiatif-dpr-f3uw, diakses pada 24 November

2020 4 Thomas, Vincent Fabian, “Perry Warjiyo Angkat Bicara RUU BI yang Direspon Negatif”, https://tirto.id/perry-

warjiyo-angkat-bicara-ruu-bi-yang-direspons-negatif-pasar-f4Dc, diakses pada 24 November 2020

Page 6: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

5

informal di Komisi XI yang bertugas sebagai komisi keuangan dan perbankan DPR. Adanya

ketidaksatuan suara antara internal DPR dan pemerintah ini menunjukkan bahwa sebenarnya

DPR dan pemerintah belum memiliki keseriusan untuk melakukan revisi pada UU BI karena

masih simpang siur kesepakatan antara satu pihak dan pihak lainnya. 5

Setidaknya terdapat lima poin dalam revisi UU BI yang dikhawatirkan menghilangkan

independensi bank sentral. Poin-poin tersebut yaitu:

a. Pembentukan Dewan Moneter yang beranggotakan OJK, Bank Indonesia, dan

Menteri Keuangan untuk membantu bank sentral merencanakan dan menertibkan

kebijakan moneter

b. Mengalihkan kewenangan pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

ke Bank Indonesia

c. Penghapusan Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI)

d. Pemberian hak kepada Menteri Keuangan untuk ikut dalam rapat dewan Gubernur

Bank Indonesia

Poin-poin tersebut akan dijabarkan lebih lanjut dalam kajian kali ini.

Konsep Independensi BI

Seperti yang dapat kita ketahui di sini bahwa, Bank Indonesia merupakan tiang utama

dalam stabilitas ekonomi yang ada di Indonesia, yang mana institusi ini bekerja secara

independen dan mandiri untuk menunjang ketiga pilar tersebut agar menguatkan rupiah dalam

praktik perekonomian baik yang berdampak ke dalam negeri maupun luar negeri. Makna

independensi sendiri memiliki banyak spektrum yang tidak dapat kita interpretasi secara pasti,

bagaimana sebuah “Bank Sentral” ini dapat bekerja sendiri, atau mungkin membuat kebijakan

sendiri yangmana suatu lembaga independensi ini tak lepas dari undang-undang dari legislatif

bagaiman suatu institusi independen ini dapat bergerak.6 Seperti dapat kita tinjau dari Pasal 4

ayat (2) UU Nomor 3 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa Bank Indonesia merupakan

lembaga independen, yang mana dapat kita ketahui juga bahwa suatu legislasi undang-undang

5 Setiawan, Kodrat, “Fraksi Golkar Tidak Setujui Revisi UU BI”, https://bisnis.tempo.co/read/1388109/fraksi-

golkar-tidak-setuju-revisi-uu-bank-indonesia, diakses pada 24 November 2020 6 Ottmar Issing, “Central Bank Independence – Economic and Political Dimensions”, Cambridge University

Press, No. 196, April 2006, hlm. 67-68

Page 7: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

6

juga tidak lepas dari faktor politik saat proses perancangannya.7 Lalu, bagaimana konsep

independensi itu sendiri dalam Bank Indonesia?

Dalam konstitusi, masalah independensi dari Bank Indonesia sendiri tidak diatur secara

rigid. Di mana menurut ketentuan dalam Pasal 23D UUD NRI 1945 menyatakan bahwa

mengenai Independensi dari bank sentral, in casu Bank Indonesia, diatur dengan undang-

undang.8 Maknanya bahwa independensi dari Bank Indonesia sendiri secara politis dapat

ditentukan serta dimungkinkan untuk diubah sesuai dari kehendak para pembentuk undang-

undang, in casu Presiden bersama DPR. Apabila meninjau dari Pasal 10 ayat (1) jo. Pasal 4

ayat (2) UU BI, BI memiliki kewenangan dalam bekerja yang sudah diatur dalam undang-

undang dengan berperan sebagai lembaga independen yang memiliki hak untuk mengerjakan

kewenangan tersebut tanpa ada intervensi atau bantuan dari pihak eksternal.9 Pasal 7 (2) UU

BI juga menyatakan bahwa:

“Bank Indonesia melaksankaan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten,

transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang

perekonomian”10

Dalam independensi tersebut, Bank Indonesia juga harus memberikan pertanggungjawabannya

kepada elemen masyarakat luas agar kinerja Bank Indonesia dalam mengatur bidang moneter

negara dapat mencapai tujuannya dengan baik. Alasan Bank Indonesia sendiri harus

independen tidak lepas dari tiga hal, yaitu mencegah adanya campur tangan politik dan

pengaruh eksternal, bertujuan merealisasikan tujuan utamanya yaitu menjamin stabilitas harga

untuk mencegah adanya kepentingan tidak penting yang mengacu pada tujuan yang tidak jelas,

serta menjaga kerangka kebijakan moneter untuk menjaga stabilitasnya tersebut.11 Seperti kita

ketahui, pada periode-periode lalu, gejolak politik serta pihak-pihak luar berusaha menguasai

dan mengintervensi Bank Indonesia sampai dirilisnya UU BI, di mana BI diatur dan

7 Vide Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 8 Lihat ketentuan dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9 Vide Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 10 Vide Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 11 Ibid, hlm. 69

Page 8: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

7

diamanatkan dalam undang-undang tersebut.12 Lalu, bagaimana marwah independensi yang

seharusnya dimiliki oleh Bank Indonesia? Sejatinya, independensi tidak dapat kita tafsirkan

bahwa Bank Indonesia tidak ada kaitannya dengan lembaga negara lainnya, seperti suatu klausa

sebab akibat, eksistensi Bank Indonesia sebagai suatu lembaga independen melahirkan suatu

tanggung jawab untuk melakukan check and balance dengan lembaga lainnya. Di mana Bank

Indonesia dapat menjadi lembaga yang ikut serta dalam pembahasan ekonomi yang ada

sangkut pautnya dengan Bank Indonesia, serta dapat berpendapat dan memberikan

pertimbangan tentang tindakan pemerintah yang menyangkut anggaran negara dan tugas serta

wewenang Bank Indonesia.13 Seperti yang dapat kita lihat dari Pasal 41 ayat (1) UU BI bahwa

Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur merupakan usulan dari Presiden

dengan persetujuan dari DPR, di mana pada Pasal 41 ayat (3) jika DPR tidak menghendaki

maka Presiden wajib mengajukan calon baru yang sekiranya piawai. Dengan faktor-faktor yang

sudah disebutkan, Bank Indonesia merupakan suatu lembaga yang bergerak secara independen

yang sudah memiliki kewenangan sendiri tanpa ada intervensi eksternal khususnya politik.

Dapat ditarik garis bahwa Bank Indonesia sebagai lembaga independen, yang secara

struktural tidak berada dalam lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif di Indonesia,

dapat dan harus bekerja secara mandiri dalam membangun dan menetapkan kebijakan moneter

yang berguna untuk menunjang perkembangan dan kesinambungan ekonomi yang ada di

Indonesia. Kinerja Bank Indonesia sudah diatur dalam hukum positif yang di mana Bank

Indonesia diberi hak secara mandiri untuk melaksanakan tugasnya tersebut tanpa ada intervensi

dari pihak lain yang akan mengganggu kinerja dari Bank Indonesia itu sendiri. Akan tetapi,

karena tindakan Bank Indonesia merupakan tindakan yang krusial yaitu dalam ekonomi makro

yang dapat berdampak bagi masyarakat luas, Bank Indonesia juga masih membutuhkan

keputusan Presiden dan/atau DPR untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat luas,

yangmana dapat disimpulkan bahwa konsep independensi Bank Indonesia terletak dalam

implementasi kebijakan serta perannya sebagai stabilitator ekonomi untuk menunjang

kehidupan rakyat banyak. Akan tetapi, tak bisa dipungkiri juga bahwa sebagai pengambil

12 Lely Savitri Dewi, “Kajian Independensi Bank Indonesia dalam Kedudukannya sebagai Bank Sentral Menurut

Tinjauan Hukum Berdasarkan UUBI Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Coopetition, Vol.9, No.1,

Mei 2018, hlm. 45 13 Febriansyah Fredi Alsabah, Siluh Putu Dawisni Manik Pinatih, “Analisis Yuridis tentang Independensi Bank

Indonesia Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

1999 Tentang Bank Indonesia”, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 1, Februari 2014, hlm. 3-4

Page 9: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

8

keputusan yang vital tersebut, Bank Indonesia masih membutuhkan pertimbangan Presiden

dan/atau DPR agar tujuannya dapat diimplementasikan dengan baik.

Konsep Pengawasan Bank

Dalam praktiknya, bank berfungsi untuk menghimpun dana masyarakat dan dapat

diklasifikasikan sebagai direct investment bagi para nasabah untuk mendapatkan profit dari

bunga yang diberikan oleh bank. Bank dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dana

karena dalam kehidupan sehari-hari mudah untuk digunakan seperti pada halnya kartu ATM.

Masyarakat akan mudah melakukan transaksi tanpa harus memegang uang secara tunai untuk

dibawa ke mana-mana dan secara praktis uang tersebut tersimpan dalam kartu ATM tersebut.

Akan tetapi, harus diperhatikan juga proses bekerja dalam bank itu sendiri. Mungkin dari para

karyawan, pimpinan, ataupun direksi dari bank yang melakukan tindakan menyimpang yang

dapat mengganggu kesehatan bank serta dapat menyebabkan kehancuran pada bank itu sendiri.

Seperti kasus yang sedang terjadi yaitu hilangnya uang Winda Lunardi sekitar Rp 22 Miliar

pada PT. Maybank Indonesia.

Sejatinya, independensi suatu lembaga menurut hukum diukur dari empat aspek yaitu

independensi institusional, fungsional, organisasional, dan finansial. Lebih lanjut,

independensi institusional disebut sebagai political atau goal independence yang mana terpisah

dari lembaga eksekutif atau pemerintah dan memiliki tujuan yang tidak terpengaruhi pihak

eksternal.14 Dalam Pasal 24 UU Nomor 23 Tahun 1999,15 disebutkan Bank Indonesia

merupakan lembaga yang berwenang dalam mengawasi jalannya bank, yang diatur juga pada

Pasal 8 poin c UU a quo bahwa Bank Indonesia memiliki tugas untuk mengatur dan mengawasi

bank. Seperti kita ketahui juga, Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki haknya pada

pengawasan bank umum yang ada di masyarakat. Pengawasan oleh Bank Indonesia juga

memiliki dua prinsip, yaitu macro-economic supervision yang berarti pengawasan dilakukan

dalam rangka mendorong bank-bank untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan

menjaga kestabilan moneter dan prudential supervision yaitu pengawasan yang mendorong

bank secara individual agar tetap sehat dan dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan

14 Sulistyandari, “Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan di Indonesia”, Mimbar Hukum, Vol. 24, No. 2,

Juni 2012, hlm. 233 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843)

Page 10: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

9

baik.16 Jika kita lihat pada fungsi/tugas pengaturan dan pengawasan oleh Bank Indonesia kala

itu, Bank Indonesia mengawasi dalam 4 (empat) kelompok besar yaitu pengaturan,

pengawasan, perizinan, dan pemberian saksi yang diimplementasikan yaitu berupa tindakan

hukum sepihak yang berupa keputusan yang ditujukan untuk umum/keputusan yang bersifat

umum dan tugas Bank Indonesia memberikan izin usaha bank merupakan tindakan hukum

sepihak.17 Akan tetapi, dengan dirilisnya UU 3/2004 atas perubahan UU 23/199918, lembaga

pengawasan bank dilakukan oleh OJK (yang kemudia diciptakan tahun 2011) dengan

penjelasan Pasal 34 (1) UU a quo bahwa terdapat lembaga pengawasan jasa keuangan yang

independen baik terhadap sektor perbankan dan sektor ekonomi lainnya. Yang di mana akan

berperna sebagai supervisory board dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia sebagai bank

sentral.

Setelah perubahan tersebut, pengawasan sektor perbankan diawasi oleh Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) untuk menggantikan tugas dari Bank Indonesia, yang diatur dalam UU

21/2011 tentang OJK.19 Pasal 5 UU a quo sudah menjelaskan bahwa OJK berfungsi untuk

melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam sektor jasa keuangan. Yang

selanjutnya diatur dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 UU a quo yang terlihat lebih spesifik

diatur dibanding pengawasan oleh Bank Indonesia pada UU 23/1999. Pada Pasal 7 UU OJK

disebutkan bahwa OJK memiliki kewenangan sendiri dalam bertindak mengawasi bank umum

yang ada di Indonesia.20 Terdapat pelimpahan kekuasaan dari Bank Indonesia kepada OJK

sebagai lembaga independen yang dapat berfungsi untuk mengawasi sektor keuangan. Akan

tetapi, pada Pasal 40 (1) UU OJK mengatakan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan

pemeriksaan dapat dilakukan secara independen tanpa ada pemberitahuan kepada OJK. Tentu

hal ini cukup kontradiktif mengingat sudah terdapat pelimpahan kekuasaan yang ada dari Bank

16 Ahmad Solahudin, “Pemisahan Kewenangan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam

Pengawasan Bank”, Jurnal IUS, Vol. 3, No. 7, April 2015, hlm. 112-113 17 Sulistyandari, op. cit. hlm. 231 18 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357) 19 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5253)

20 Vide Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Page 11: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

10

Indonesia kepada OJK yang mana seharusnya hanya terdapat satu lembaga independen dalam

sektor pengawasan.

Konsep Kebijakan Moneter dan Fiskal

Kebijakan moneter diartikan sebagai instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia

sebagai Bank Sentral dalam bentuk pengaturan likuiditas untuk mengatur jumlah uang yang

beredar di masyarakat.21 Pada hakikatnya, kebijakan moneter merupakan suatu instrumen BI

yang bertujuan untuk mencapai kestabilan tingkat harga melalui kebijakan kredit ketat,

pembelian/penjualan surat berharga, penetapan giro wajib minimum, dan imbauan moral.

Tujuan ini sesuai dengan yang sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia.22 Kestabilan mata uang tersebut tercermin dari perkembangan harga barang

dan/atau jasa serta tingkat inflasi di suatu negara berdasarkan jumlah uang beredar di

masyarakat.23 Kebijakan moneter dibagi menjadi dua. Pertama, moneter ekspansif, sebuah

instrumen moneter yang berfungsi untuk meningkatkan jumlah uang yang beredar. Kedua,

moneter kontraktif, sebuah instrumen moneter yang berfungsi untuk menurunkan jumlah uang

yang beredar.24

Sementara itu, konsep kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan perekonomian yang

dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini menteri keuangan, dalam perannya untuk

mengelola, mengarahkan, dan menstabilisasi kondisi perekonomian suatu negara kepada arah

yang lebih baik.25 Adapun tujuan dari kebijakan fiskal merupakan tercapainya kestabilan

perekonomian nasional, strategi untuk mengatasi penganguran, mewujudkan keadilan sosial

dan distribusi pendapatan, dan mendorongnya laju investasi serta kesempatan kerja yang luas.26

Pengklasifikasikan kebijakan fiskal terbagi menjadi dua jenis. Pertama, fiskal ekspansif, yakni

21 Perry Warjiyo, Solikin (2003). Kebijakan Moneter di Indonesia. Pusat Pendidikan Dan Studi Kebankstralan

Bank Indonesia. hlm. 2. 22 Vide Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 23 BI, “Tujuan Kebijakan Moneter”, https://www.bi.go.id/id/moneter/tujuankebijakan/Contents/Default.aspx,

diakses pada 23 November 2020. 24 Simorangkir, Iskandar. "Koordinasi kebijakan moneter dan fiskal di Indonesia: Suatu kajian dengan pendekatan

game theory." Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan 9.3 (2007): 5-30. 25 Jurnal.id, Jurnal Entrepreneur, Pengertian Kebijakan Fiskal dan Tujuannya,

https://www.jurnal.id/id/blog/pengertian-kebijakan-fiskal-dan-tujuannya/, diakses pada 23 November 2020. 26 Ibid.

Page 12: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

11

serangkaian tindakan fiskal melalui instrumen perpajakan dan/atau pengeluaran pemerintah

guna menstabilisasi perekonomian. Hal ini dimaksudkan agar suatu negara tetap memiliki

pertumbuhan ekonomi berkelanjutan progresif dan baik.27 Kedua, fiskal kontraktif, yakni

instrumen fiskal guna mengurangi daya beli masyarakat dengan kebijakan perpajakan dan/atau

pengeluaran pemerintah agar tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat penganguran tetap

terkendali pula.28

Menilik dari jenis dan tujuan daripada kedua kebijakan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa latar belakang dan tujuan dari kedua kebijakan tersebut pada hakikatnya memiliki

perbedan. Kebijakan moneter terfokus pada kebijakan BI untuk mengendalikan stabilitas harga

melalui instrumen giro wajib minimum, pembelian/penjualan surat berharga, kebijakan kredit

ketat, dan imbauan moral.29 Sementara itu, kebijakan fiskal lebih terkait dengan rencana

pemerintah untuk menstabilisasi perekonomian negara secara makro demi terwujudnya

pertumbuhan ekonomi, rendahnya tingkat penganguran, iklim investasi yang baik, dan

menghindari resesi ekonomi.30 Oleh karena itu, kedua kebijakan tersebut sebaiknya tidak

dilaksanakan oleh pihak yang sama demi menghindari penyatuan fungsi dalam pelaksanaan

instrumen kebijakan.

Sebagai contoh, apabila kedua kebijakan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah, besar

kemungkinan bahwa tujuan daripada kebijakan moneter tidak akan tercapai dengan efektif. Hal

ini dikarenakan adanya potensi pemanfaatan instrumen moneter oleh pemerintah demi

mendukung pelaksanaan kebijakan fiskal yang merupakan kebijakan pemerintah.31 Dengan

adanya eksistensi Dewan Moneter di mana terdapat komposisi pemerintah di dalamnya,

dikhawatirkan akan terjadi penyelewengan fungsi moneter yang akan mengakibatkan tidak

efektifnya pelaksanaan instrumen moneter untuk menstabilisasi harga mengingat pada saat

yang sama terdapat potensi banyaknya kepentingan politik yang dapat mengintervensi

27 Yuniwinsah, Fadhliah, and Ali Anis. "ANALISIS KAUSALITAS KEBIJAKAN FISKAL EKSPANSIF,

KEBIJAKAN MONETER EKSPANSIF DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA", Jurnal Kajian

Ekonomi dan Pembangunan 2.1 (2020). 28 Ibid. 29 Sudirman, I. Wayan, and SU SE. Kebijakan Fiskal dan Moneter: Teori dan Empirikal. Prenada Media, 2017. 30 Ibid. 31 Sabirin, Syahril. "Upaya Pemulihan Ekonomi Melalui Strategi Kebijakan Moneter-Perbankan dan Independensi

Bank Indonesia." Makalah Disampaikan Dalam Seminar Nasional:“Strategi Pemulihan Ekonomi Era

Pemerintahan Baru. 2000.

Page 13: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

12

kebijakan sektoral pemerintahan.32 Maka dari itu, independensi lembaga, dalam hal ini adalah

Bank Indonesia sangat krusial dalam melaksanakan tugasnya untuk mengendalikan jumlah

uang beredar guna mencapai tujuan instrumen moneter, yakni stabilisasi tingkat harga. Selain

itu, hal ini demi menunjang efektivitas berkelanjutan dari kebijakan fiskal agar tetap mendapat

fokus utama dari pemerintah selaku pembuat kebijakan.33 Perihal lain yang perlu

dipertimbangkan adalah mengingat dapat digunakannya instrumen moneter demi kepentingan

politik, misalnya mendorong pertumbuhan ekonomi secara berlebihan. Hal ini dapat

berdampak buruk dalam jangka panjang bagi negara. Oleh sebab itu, independensi Bank

Indonesia adalah fundamental dalam pelaksanaan kebijakan moneter.34

Pembentukan Dewan Moneter: Tinjauan Historis dan Permasalahannya

Dewan Moneter berawal di Indonesia pada tahun 1953 berdasarkan Undang-Undang

No. 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia. Dewan

Moneter dipimpin oleh Menteri Keuangan dan beranggotakan Menteri bidang ekonomi dan

Gubernur Bank Indonesia.35 Dewan Moneter merupakan bagian dari Pimpinan Bank Indonesia,

yang terdiri dari Dewan Moneter, Direksi, dan Dewan Penasehat.36 Dewan Moneter, dalam

melaksanakan tugasnya, dibantu oleh Dewan Penasehat.

Tugas dari Dewan Moneter adalah untuk menetapkan kebijakan umum moneter dari

Bank Indonesia dan memberi arahan kepada direksi berkaitan dengan kebijakan bank.37 Dewan

Moneter memastikan pengendalian jumlah uang beredar dan jumlah yang dibutuhkan bisa

seimbang. Dewan Moneter memiliki dua fungsi sebagai executing body, yang berarti

mengeluarkan keputusan yang mengikat sebagai pertanggungjawaban akhir dari pemerintah,

dan coordinating body, yaitu mengkoordinir fungsi yang mempengaruhi kondisi moneter untuk

32 Kompas.id, ‘RUU BI Mengancam Independensi Bank Sentral”, https://kompas.id/baca/riset/2020/09/09/ruu-

bi-mengancam-independensi-bank-sentral/, diakses pada 24 November 2020. 33 Gusman, Delfina, and MH SH. "Independensi Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral Dalam Sistem

Ketatanegaraan Indonesia”." Jurnal Normative (2010). 34 Katadata, “Revisi UU BI ala DPR, Upaya Intervensi Kebijakan Moneter?”, diakses pada 23 November 2020,

https://katadata.co.id/sortatobing/finansial/5f4f6da54fdba/revisi-uu-bi-ala-dpr-upaya-intervensikebijakan-

moneter 35 Mengintip Sejarah Dewan Moneter dan Dampaknya Pada Ekonomi Indonesia | merdeka.com (2020). Available

at: https://www.merdeka.com/uang/mengintip-sejarah-dewan-moneter-dan-dampaknya-pada-ekonomi-

indonesia.html (Accessed: 20 November 2020).

36 Vide Pasal 21 Undang-Undang No. 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia. 37 Vide Pasal 22 Undang-Undang No. 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia.

Page 14: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

13

membantu pemerintah dalam hal kebijakan yang berbentuk peraturan pemerintah.38 Dalam

Undang-Undang No. 11 Tahun 1953, keputusan Dewan Moneter diambil dengan suara

terbanyak, anggota Dewan Moneter yang kalah suara dalam satu minggu berhak meminta agar

pokok pertikaian itu diajukan kepada Dewan Menteri untuk diputuskan.39

Adanya Dewan Moneter dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1953 tidak sesuai

dengan pemikiran Mr. Sjafruddin Prawiranegara selaku Gubernur Bank Indonesia pertama.40

Sjafruddin mengatakan bahwa keberadaan Dewan Moneter dalam jajaran pimpinan Bank

Indonesia membuat batas organisatoris antara pemerintah dan Bank Indonesia menjadi tidak

jelas.41 Menurutnya, untuk menghubungkan antara pemerintah dan Bank Indonesia diperlukan

adanya suatu Dewan Koordinasi yang berisikan wakil dari pemerintah dan wakil dari direksi

Bank Indonesia yang berada di luar struktur kepemimpinan bank sentral untuk mencegah

adanya intervensi dari pemerintah dan supaya bank sentral tidak terlalu independent.42 Namun

konsep dewan ini tidak pernah terwujud.43

Pada tahun 1953-1959, Dewan Moneter telah menghasilkan ketentuan-ketentuan

sebagai berikut:44

a. Keputusan Dewan Moneter tentang Tambahan Pembayaran Impor untuk pemasukan

barang impor golongan III (golongan mewah) dan golongan IV, sebesar 200% dan

400%;

b. Keputusan Dewan Moneter yang berisi pengaturan umum tentang pembataasan kredit

oleh badan kredit partikelir;

c. Keputusan Dewan Moneter yang mengatur tentang pendirian cabang bank wajib

dengan persetujuan Bank Indonesia;

d. Menetapkan syarat-syarat umum mengenati penutupan cabang badan kredit.

38 Bank Indonesia, n.d. Sejarah Bank Indonesia: Kelembagaan Periode 1953-1959. Jakarta, p.4. 39 Vide Pasal 24 Undang-Undang No. 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia. 40 Bank Indonesia, n.d. Sejarah Bank Indonesia: Kelembagaan Periode 1953-1959. Jakarta, p.4.

41 Bank Indonesia, n.d. Sejarah Bank Indonesia: Kelembagaan Periode 1953-1959. Jakarta, p.4.

42 Bank Indonesia, n.d. Sejarah Bank Indonesia: Kelembagaan Periode 1953-1959. Jakarta, p.4.

43 Bank Indonesia, n.d. Sejarah Bank Indonesia: Kelembagaan Periode 1953-1959. Jakarta, p.4. 44 Bank Indonesia, n.d. Sejarah Bank Indonesia: Kelembagaan Periode 1953-1959. Jakarta, p.7.

Page 15: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

14

Keanggotaan Dewan Moneter beberapa kali berganti seiring pergantian kabinet yang terjadi

saat Indonesia menganut sistem parlementer sampai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden

1959.45

Pada tahun 1960 setelah dikeluarkannya Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1960,

dilakukan pengelompokkan kembali Kabinet Kerja II, dimana intervensi pemerintah dalam

tugas dan tata kerja Bank Indonesia menjadi lebih kuat. Hal ini semakin diperkuat dengan

pengelompokkan Kembali Kabinet Kerja II pada 6 Maret 1962 sampai 13 November 1963

berdasarkan Keputusan Presiden No. 94 Tahun 1962 yang menyebutkan bahwa bidang

keuangan dipimpin oleh seorang Wakil Perdana Menteri yang meliputi urusan pendapatan,

pembiayaan, dan pengawasan; urusan anggaran negara; dan urusan bank sentral. Karena

perubahan struktur ini dan pengangkatan Mr. Soemarno menjadi Menteri Urusan Bank Sentral

yang kemudian menggunakan aparatur Bank Indonesia, maka Dewan Moneter dinonaktifkan

dan wewenangnya untuk menentukan kebijakan moneter dialihkan ke kabinet.46 Pada periode

tahun 1966-1983, Dewan Moneter diadakan kembali dengan otoritasnya di bidang moneter

sehingga Bank Indonesia memiliki independensi yang relatif.47 Dewan Moneter bertugas

menyiapkan kebijaksanaan moneter dan ditetapkan oleh Presiden.48

Pada tahun 1966 terjadi inflasi dan sanering.49 Terjadi devaluasi di tahun 1971 dengan

devaluasi 10%, tahun 1978 dengan devaluasi 50%, tahun 1983 dengan devluasi 38%, dan tahun

1986 dengan devaluasi 47%.50 Inflasi juga terjadi di tahun 1973 sebesar 31%, tahun 1974

sebesar 40%, tahun 1976 sebesar 20%, tahun 1975 sebesar 20%, tahun 1976 sebesar 20%,

tahun 1979 sebesar 16% dan tahun 1980 sebesar 18%.51 Puncak inflasi terjadi di tahun 1998

dengan inflasi sebesar 58%.52 Menurut Anthony Budiawan, Direktur Manajemen Political

45 Bank Indonesia, n.d. Sejarah Bank Indonesia: Kelembagaan Periode 1953-1959. Jakarta, p.6. 46 Bank Indonesia, n.d. Sejarah Bank Indonesia: Kelembagaan Periode 1959-1966. Jakarta, p.8. 47 Bank Indonesia, n.d. Sejarah Bank Indonesia: Kelembagaan Periode 1966-1983. Jakarta, p.4. 48 Bank Indonesia, n.d. Sejarah Bank Indonesia: Kelembagaan Periode 1966-1983. Jakarta, p.4. 49 Dewan Moneter Pernah Ada dan Gagal Jalankan Tugas, Ini Sejarahnya (2020). Available at:

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4354101/dewan-moneter-pernah-ada-dan-gagal-jalankan-tugas-ini-

sejarahnya (Accessed: 20 November 2020).

50 Ibid.

51 Ibid.

52 Ibid.

Page 16: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

15

Economy and Policy Studies (PEPS), Bank Indonesia akhirnya dibuat independent

dikarenakan trauma krisis tersebut.53

Keberadaan Dewan Moneter sebelum adanya krisis ekonomi di tahun 1997 menjadikan

status dan peranan Bank Indonesia dipandang tidak cocok lagi dalam menghadapi

perkembangan dan dinamika perekonomian nasional dan internasional saat itu dan di masa

yang akan datang.54 Maka dari itu, dirasa dibutuhkan dasar hukum baru yang memberikan

status, tujuan, dan tugas yang sesuai pada Bank Indonesia sebagai bank sentral.55 Pada tahun

1999, ditetapkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dimana

penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter termasuk dalam tiga tugas pokok Bank

Indonesia.56 Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia

berwenang untuk menetapkan sassaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter

dengan: a) operasi pasar terbuka; b) penetapan tingkat diskonto; c) penetapan cadangan wajib

minimu; dan d) pengaturan kredit atau pembiayaan.57 Maka dari itu, efektivitas pelaksanaan

kebijakan mneter menjadi tergantung pada system nilai tukar dan system devisa yang dipilih,

dan Bank Indonesia mendapat kewenangan untuk menjalankan kebijakan nilai tukar dan

pengelolaan cadangan devisa yang sejalan dengan tujuan kebijakan moneter untuk mendukung

sinergi pelaksanaan pembangunan ekonomi.58

Sebelum melakukan analisa pasal terkait, perlu Penulis memberikan disclaimer bahwa sumber

primer berupa RUU Perubahan ini beserta naskah akademiknya tidak dapat ditemukan dalam

kanal-kanal terkait sampai ditulisnya kajian ini. Oleh sebab itu, penulis melihat pasal-pasal

yang diubah melalui Laporan Singkat beserta Dokumen Pendukung Lain oleh Badan Legislasi

DPR-RI. Tertan.ggal 31 Agustus 2020.59 Dalam dokumen tersebut dapat ditemukan bahwa

salah satu materi muatan perubahan dalam RUU ini adalah untuk mengembalikan keberadaan

Dewan Moneter. Secara umum esensi yang hendak dibawa dalam agenda perubahan yang

53 Ibid.

54 Wariyo, P., 2003. Kebijakan Moneter Di Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank

Indonesia, p.41.

55 Wariyo, P., 2003. Kebijakan Moneter Di Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank

Indonesia, p.41.

56 Vide Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 57 Vide Pasal 10 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 58 Wariyo, P., 2003. Kebijakan Moneter Di Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank

Indonesia, p.42. 59 https://www.dpr.go.id/uu/detail/id/389. Diakses pada 4 Desember 2020.

Page 17: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

16

menghadirkan kembali Dewan Moneter dalam kelembagaan bank sentral tak ubahnya adalah

agar pemerintah dapat terlibat secara besar dalam kebijakan-kebijakan moneter yang diambil.

Hal ini dapat dilihat dari beberapa ketentuan seperti dalam pasal 7 ayat (3) RUU ini yang

menyatakan bahwa:

“Penetapan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Dewan

Moneter”

Adapun ketentuan pasal 7 ayat (2) yang direfer tidak mengalami perubahan melainkan masih

sama dengan materi muatan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 yang menyatakan

bahwa:

“Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan

kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mendukung

kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian”

Sebelum menganalisa lebih jauh, konstruksi pasal 7 ayat (3) RUU ini yang memberikan

konstruksi bahwa Dewan Moneter menetapkan kebijakan moneter berpotensi bertentangan

dengan pasal 9A ayat (1) RUU ini menyatakan bahwa:

“Dewan Moneter membantu Pemerintah dan Bank Indonesia dalam merencanakan dan

menetapkan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7”

Dari konstruksi pasal 9A ayat (1) tersebut memiliki definisi yang berbeda dimana Dewan

Moneter hanya memiliki tugas “membantu merencanakan dan menetapkan kebijakan

moneter”. Permasalahan selanjutnya dengan konstruksi pasal demikian pemegang otoritas

moneter jika RUU ini disahkan adalah Bank Indonesia dan pemerintah. Hal ini menjadi logis

pula dikarenakan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang melarang

tegas pihak lain termasuk pemerintah melakukan segala bentuk campur tangan terhadap

pelaksanaan tugas Bank Indonesia selaku otoritas moneter.

Spirit yang ingin dibawa dalam RUU ini, terkhusus dengan adanya Dewan Moneter,

tidak lain adalah untuk mengembalikan intervensi pemerintah terhadap bank sentral. Setelah

tadi secara eksplisit dinyatakan bahwa pemerintah juga berwenang merencanakan dan

menetapkan kebijakan moneter, struktur keanggotaan Dewan Moneter yang menjadi fokus

pembahasan ini juga kuat dengan nuansa eksekutif. Hal ini dapat ditemukan dalam beberapa

ketentuan seperti dalam pasal 9A ayat (3) RUU a quo yang menyatakan bahwa:

Page 18: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

17

“Dewan Moneter terdiri dari 5 (lima) anggota, yaitu Menteri Keuangan dan 1 (satu)

orang menteri yang membidangi perekonomian; Gubernur Bank Indonesia dan Deputi

Gubernur Senior Bank Indonesia; serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan”

Pasal 9A ayat (4):

“Jika dipandang perlu, Pemerintah dapat menambah beberapa orang menteri

sebagai anggota penasehat kepada Dewan Moneter”

Pasal 9B ayat (1):

“Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan.”

Premis di awal dapat dibuktikan dengan tiga ketentuan di atas yang mana secara keanggotaan

Dewan Moneter yang merupakan unsur pemerintah terdapat Menteri Keuangan yang juga

sebagai ketua serta seorang menteri bidang perekonomian. Belum lagi dengan

dimungkinkannya menambah penasehat Dewan Moneter juga menjadi domain pemerintah

untuk mengisinya dengan beberapa atau dapat lebih dari satu menteri. Dalam hal ini dengan

strategisnya kewenangan Dewan Moneter dalam kebijakan moneter membawa problematika

tersobeknya tirai independensi bank sentral ini. Hal ini sebenarnya dapat langsung ditangkap

ketika secara historis dahulu dihapuskannya keberadaan Dewan Moneter yang tugas dan

fungsinya digantikan oleh lembaga Dewan Gubernur Bank Indonesia yang diketuai oleh

seorang Gubernur dibantu Deputi Gubernur Senior merupakan satu bentuk ikhtiar penegasan

independensi Bank Indonesia secara organisatoris.60 Bisa saja dengan campur tangan

pemerintah yang berpengaruh langsung pada lemahnya independensi Bank Indoensia

kelemahan-kelemahan yang terjadi di masa lalu dapat kembali terjadi.

Implikasi Sobeknya Independensi Bank Indonesia

“Ketentuan independensi Bank Indonesia paska reformasi mendapat ujian yang berat dari

mereka yang tidak menghendaki terjadinya reposisi Bank Indonesia dalam struktur

ketatanegaraan Republik Indonesia. Mereka berupaya untuk campur tangan terhadap

independensi Bank Indonesia, baik melalui jalur hukum formal dan jalur politik formal, yang

kesemuanya itu bermaksud “mengobok-obok” Bank Indonesia”

-Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, 2012.

60 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 103

Page 19: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

18

Bank Indonesia sebagai lembaga yang independen sebagaimana digariskan pasal 23D

UUD NRI Tahun 1945. Lebih lanjut independensi Bank Indonesia ini sendiri juga ditegaskan

dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia bahwa:

“bahwa untuk menjamin keberhasilan tujuan memelihara stabilitas nilai rupiah diperlukan

bank sentral yang memiliki kedudukan yang independen”

Secara historis Undang-Undang tersebut dibentuk sebagai tindak lanjut amanat Sidang

Istimewa MPR yang kala itu masih menjadi lembaga tertinggi negara yang pada intinya

menyatakan dalam rangka pengelolaan ekonomi nasional yang sehat maka diperlukan bank

sentral yang mandri, bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak luar lainnya.61 Secara

komparatif status independen seperti ini juga mengikuti trend bank sentral di seluruh dunia

kala itu diantaranya bank sentral Inggris, bank sentral Jepang, dan bank sentral Jerman.62

Tujuan utama pemberian status independen Bank Indonesia ini tidak lain, sekurang-kurangnya

dari aspek hukum, agar dapat melaksanakan tugasnya dalam bidang moneter secara efektif

sekaligus memberikan jaminan kepastian hukum status kelembagaan Bank Indonesia.63

Semangat inilah yang coba dibawa dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 yang

memberikan status independen kepada bank Indonesia agar lebih fokus dalam hal moneter,

perbankan, dan sistem pembayaran.64 Pengaturan seperti ini dapat dibaca dengan melihat

konteks ketika keterlibatan pemerintah dalam tubuh Bank Indonesia besar ekses buruk yang

terjadi juga sama besarnya.

Dengan tidak otonominya Bank Indonesia pada masa lalu menjadikan tugas dan fungsi

yang harus ia laksanakan justru tidak optimal. Salah satu faktor utamanya adalah tak jarang

pada periode orde lama maupun orde baru dengan kuatnya campur tangan pemerintah dalam

hal kebanksentralan menjadikan posisi Bank Indonesia seringkali difungsikan sebagai

subordinatif dari kekuatan dan kekuasaan pemerintah.65 Selain itupula implikasi positif lainnya

dengan adanya independensi ini memberikan suatu corak tidak lagi ada kebijakan pemerintah

yang ditipkan apalagi dipaksakan kepada Bank Indonesia.66 Tanpa bermaksud menganggap

61 Op cit, hlm.99 62 Bambang Murdadi, “Independensi Bank Indonesia di Persimpangan Jalan”, Vol. 9 Np. 1, September 2012,

hlm. 1. 63 M. Dawam Rahardjo, 2001, Independensi Bank Indonesia dalam Kemelut Politik, Pustaka Cidesindo, Jakarta,

hlm. 47-48 64 Didik J Rachbini dkk, 2000, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, Mardi Mulyo, Jakarta, hlm.

15 65 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 100 66 Didik J. Rachbini dan Suwidi Tono, op.cit hlm. 168-169.

Page 20: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

19

semua kebijakan pemerintah buruk, terlalu naif jika hal tersebut diutarakan. Namun, dengan

kapasitas pemerintah yang harus fokus megurus kebijakan fiscal ditambah lagi dengan

kemungkinan kencangnya kepentingan-kepentingan politik membuat baying-bayang buruk

intervensi pemerintah berupa kebijakan titipan semakin menganga. Di masa silam hal ini

pernah terjadi, contohnya pada saat pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 Bank Indonesia

mempunyai kewenangan untuk menyalurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan

Kredit Likuiditas Bank Indonesia. Saat itu juga, bank Indonesia merupakan bagian dari

pemerintah. Menyikapi krisis keuangan yang terjadi pada 1997 bantuan diberikan kepada

Bank-Bank yang bermasalah dengan total bantuan sebesar RP. 144,536 triliun dan dalam

tataran praktiknya disalahgunakan hampir sebesar 95,5% atau senilai Rp. 138,442 Tririliun.67

Dalam hal ini, peran pemerintah terkait kebijakan BLBI sangatlah besar karena di masa itu

dalam rezim hukum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 wewenang BI berada dalam

lingkup kebijakan moneter yang ditetapkan Dewan Moneter yang jelas domain kuat pihak

eksekutif. Dapat disimpulkan konstruksi tersebut adalah dengan tugas pokok Bank Indonesia

yang ‘membantu’ pemerintah dan secara sruktural juga independensinya yang bias

menyebabkan kebijakan yang harusnya ia tetapkan dan laksanakan sebagai bank sentral akan

memiliki berbagai macam rintangan untuk mencapai tujuan.

Pengalihan Kewenangan Pengawasan Bank dari OJK ke BI

Pada akhir masa orde baru, Indonesia memusatkan perkembangan perekonomiannya

pada sektor perbankan (banking centric) yang sebenarnya menyimpan risiko sistemik terhadap

jasa keuangan lain sehingga dapat mengganggu stabilitas finansial negara secara keseluruhan.68

Krisis moneter 1998 menjadi bukti seberapa bahaya ketergantungan suatu negara terhadap satu

sektor ekonomi saja, dalam hal ini Indonesia hanya mengandalkan sektor perbankan.

Krisis ini bermula pasca penerbitan paket deregulasi perbankan pada bulan Oktober

1988 yang mendorong pertumbuhan sektor perbankan seiring dengan semakin mudahnya

67 Nurhayani, “Upaya Penyelesaian BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia”, Jurnal Lex Jurnalica Vol. 4 No.

1, Desember, 2006. Hlm. 31 68

Paripurna Suganda,” Status Hukum dan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan”

Page 21: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

20

perizinan di dalam mendirikan bank (liberalisasi perbankan).69 Kebijakan liberalisasi

perbankan ditambah dengan jaminan bahwa setiap pinjaman dijamin pelunasannya oleh

pemerintah melalui Kepres No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban

Pembayaran Bank Umum mendorong semakin banyak debitur yang mengajukan pinjaman

kepada bank-bank di Indonesia.70 Namun, liberalisasi sistem keuangan yang tidak dibarengi

dengan penguatan budaya kredit yang baik membuat banyak debitur yang mengajukan

pinjaman banyak yang tidak mengembalikan pinjamannya.71 Peningkatan pinjaman macet ini

kemudian meningkatkan kerugian pinjaman yang berakhir pada menurunnya modal bank-bank

tersebut. Dengan modal yang kian menipis, bank-bank tersebut akhirnya terpaksa menolak

pinjaman dari para debitur yang justru benar-benar membutuhkan pinjaman tersebut sehingga

mereka tidak dapat membiayai kegiatan mereka. Hal ini menyebabkan menurunkan daya beli

debitur (masyarakat) yang kemudian berdampak pada menurunnya perekonomian secara

umum.72

Pelemahan ekonomi ini kemudian dipandang sebagai sebuah kesempatan oleh investor

pasar valuta asing yang justru bertaruh untuk mengambil keuntungan dari adanya selisih antara

dolar AS dan rupiah yang sedang terdepresiasi sebesar-besarnya.73 Dengan atau tanpa disadari,

kegiatan ini kian membanjiri pasar valuta asing dengan mata uang rupiah sehingga semakin

mendepresiasi nilai rupiah di antara mata uang lain di dunia. Penurunan nilai mata uang rupiah

ini kemudian berdampak buruk pada perusahaan di Indonesia yang memiliki utang dengan

perusahaan asing sebab utang mereka secara riil meningkat seiring dengan menurunnya nilai

mata uang rupiah sehingga banyak perusahaan bangkrut dan memulangkan para karyawannya

karena tidak mampu untuk membayarnya. Hal ini mendorong krisis yang semakin besar,

mengingat angka pengangguran kemudian meningkat tetapi harga barang pokok juga

meningkat sebagai imbas dari adanya inflasi.

Perlu dicatat bahwa sebelum terjadinya krisis BI, sebagai pengawas perbankan,

menggunakan konsep pengawasan mikroprudensial. Pengawasan mikroprudensial adalah

69

Dupla Kartini, “Perbankan Dalam Pusaran Krisis Moneter”,

https://lipsus.kontan.co.id/v2/perbankan/read/320/Perbankan-dalam-pusaran-krisis-moneter-1997-1998, diakses

25 September 2020. 70

Ibid. 71

Frederic S. Mishkin, 2007, The Economics of Money, Banking, and Financial Markets, Pearson, New York,

hlm. 255 72

Ibid. 73

Ibid.

Page 22: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

21

sebuah konsep pengawasan yang hanya berfokus pada penilaian kesehatan finansial dan resiko

dari lembaga-lembaga keuangan, yang dalam hal ini bank, secara individual yang terpisah satu

sama lain.74 Pengawasan mikroprudensial memperhatikan tingkat resiko dari aktivitas-aktivitas

yang dilakukan bank-bank tersebut dan juga yang terpenting adalah memperhatikan apakah

bank-bank tersebut sesuai dengan persyaratan rasio kecukupan modal bank yang sudah

ditentukan BI. Jika tidak memenuhi, maka BI dapat memberikan tindakan korektif agar bank-

bank tersebut dapat meningkatkan modalnya atau menutup bank-bank tersebut.75

Banyaknya debitur yang tidak memenuhi kewajiban pengembalian utangnya

menunjukan adanya kesalahan dalam konsep pengawasan mikroprudensial. Sebab pengawasan

prudensial hanya mengawasi bank-bank secara individual, namun tidak melihat permasalahan

secara utuh. Pengawasan mikroprudensial hanya bertujuan untuk menjaga kesehatan lembaga-

lembaga keuangan dan melindungi nasabah terkait.76 Pengawasan seperti ini berpotensi

mengakibatkan kegiatan yang dilakukan dalam wilayah abu-abu (grey area) oleh grup

konglomerasi yang dapat membahayakan sistem keuangan nasional sebab tidak terdeteksi oleh

lembaga pengawas.77 Hal ini kemudian yang mendasari pembentukan OJK sebagai pengawas

kegiatan jasa keuangan, salah satunya perbankan, secara menyeluruh dan terpadu.78 Konsep

pengawasan yang menyeluruh dan terpadu oleh OJK inilah yang disebut dengan konsep

pengawasan makroprudensial.79 Pengawasan makroprudensial merupakan konsep yang

kompleks dan multidimensional yang bergerak pada tataran sistem keuangan yang berdampak

pada perekonomian secara luas sebab pengawasan makroprudensial memiliki tujuan untuk

menjaga stabilitas sistem keuangan jangka panjang.80 Maka dari itu konsep pengawasan

makroprudensial oleh OJK ini merupakan jawaban atas krisis maupun potensi krisis yang akan

terjadi sebab pengawasan makroprudensial mengawasi kegiatan jasa keuangan antar bank

74

Ibid. 75

Ibid. 76

Dirk Schoenmaker dan Peter Wierts, “Macroprudential Supervision: From Theory to Policy”, National Institute

Economic Review, Vol. 235, 2016 77

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. 78

Perry Warjiyo, “Indonesia: The Macroprudential Framework and The Central Bank’s Policy Mix”, Paper Riset,

Social Science Research Network. 79

Ibid. 80

Dirk Schoenmaker, Loc. cit.

Page 23: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

22

maupun kegiatan jasa keuangan secara menyeluruh sehingga menutup celah-celah yang

tadinya tidak terlindungi oleh pengawasan mikroprudensial.

Problematika Penghapusan BSBI

BSBI dibentuk melalui Pasal 58A UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU

No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dalam rangka membantu DPR dalam

melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap BI untuk meningkatkan

akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas BI.81 Adanya pengawasan juga

merupakan implementasi dari check and balances guna mereduksi kemungkinan suatu

lembaga memiliki kekuasaan yang eksesif. Sebelum adanya BSBI, kedudukan BI dirasa terlalu

kuat sebab tidak ada yang mengawasi BI di dalam pengambilan keputusan. Terlebih, BI sebagai

bank sentral juga harus memenuhi prinsip tata kelola pemerintahan publik (good governance).

Sehingga dengan kata lain BSBI dibentuk agar otoritas moneter ini tidak menjadi otoritas

superbody yang tak tersentuh dengan memastikan bahwa BI tetap independen dan transparan.

Dengan kata lain, independensi yang diamini, dengan adanya check and balances, dapat

diartikan sebagai tanpa intervensi atau kepentingan politik tertentu dan terkoordinir dengan

lembaga lain yang berkedudukan setara. Bertalian dengan hal tersebut, perlu disoroti perubahan

terhadap Pasal 4 ayat (2) UU BI sebagaimana berbunyi sebagai berikut.

"BI adalah lembaga negara yang independen yang berkoordinasi dengan pemerintah

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali

untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini."82

Redaksi dari pasal tersebut mengindikasikan bahwa independensi yang dimaknai adalah yang

terkoordinir dengan badan pemerintahan yang lainnya dimana ini merupakan hal yang cukup

baik. Akan tetapi frasa “kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang

ini” dapat saja menjadi frasa pembenar terkait bolehnya intervensi-intervensi lainnya oleh

pemerintah terhadap BI.

81 Vide Pasal 58A ayat (1) Undan-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 82 Diambil dari hasil laporan Rapat Baleg kepada CNBC, Lidya Julita, “Bocoran Draf RUU BI: Dewan Moneter

Hingga OJK Tak Awasi Bank”, https://www.cnbcindonesia.com/news/20200901152301-4-183599/bocoran-draf-

ruu-bi-dewan-moneter-hingga-ojk-tak-awasi-bank, diakses pada 8 Oktober 2020.

Page 24: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

23

Salah satu contoh kasus yang menunjukan kebutuhan BI atas suatu badan pengawas

adalah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (kasus BLBI). Pada tahun 2013, tiga pejabat

BI dijebloskan penjara terkait kasus BLBI akibat kongkalikong yang dilakukan dalam

pemberian bantuan likuiditas yang merugikan negara sebesar Rp.138,7 triliun. Meskipun

kewenangan yang ada pada BSBI saat ini masih sangat terbatas, tetapi dengan dihapusnya

BSBI bukan tidak mungkin kasus serupa dapat terjadi di kemudian hari. Sehingga diperlukan

suatu penguatan terhadap kewenangan BSBI yang dapat memaksimalkan perannya tanpa harus

menghilangkan badan tersebut secara keseluruhan.

Hak Bicara dan Hak Suara dalam Rapat Dewan Gubernur

Dalam praktiknya, memang antara Bank Indonesia dengan Pemerintah memiliki

hubungan yang cukup erat karena memang pada dasarnya dalam menjalankan kewenangannya

baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal, baik otoritas moneter maupun fiskal, sedikit

banyaknya akan saling bersinggungan. Tidak heran bahwa ini menjadi hal yang layak ketika

kedua pemegang otoritas moneter dan fiskal tersebut untuk saling berkoordinasi dengan baik

agar arah kebijakan moneter dan kebijakan fiskal tidak saling berseberangan.83 Hubungan

antara Pemerintah dan Bank Indonesia adalah koordinasi yang bersifat konsultatif yang mana

hal ini menjadi konsepsi dasar dalam pengaturan yang ada pada UU BI saat ini.84 Konsep

koordinasi yang bersifat konsultatif itulah yang menjadi konsepsi dasar dalam setiap

implementasi hubungan tugas dan wewenang dari Bank Indonesia dan Pemerintah selaku

pemegang otoritas moneter dan fiskal. Artinya bahwa sifat konsultatif dari koordinasi tersebut

adalah hanya sebatas konsultasi maupun pertimbangan saja. Implementasi dari adanya

koordinasi yang bersifat konsultatif tersebut adalah dengan adanya ketentuan mengenai Rapat

Dewan Gubernur BI yang ada dalam Pasal 43 ayat (1) huruf a UU BI. Bahwa dalam pasal

tersebut, menentukan bahwa seorang menteri atau lebih sebagai wakil Pemerintah dapat hadir

dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara.85

83 Sugiyono, F.X., 2003, Kelembagaan Bank Indonesia, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK)

Bank Indonesia, Jakarta, hlm. 22 84 Ibid, hlm. 23. 85 Bank Indonesia, “Hubungan Kelembagaan: Kedudukan Bank Indonesia sebagai Lembaga Negara”,

https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/hubungan-kelembagaan/negara/Contents/Default.aspx, diakses 24 November

2020.

Page 25: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

24

Salah satu muatan perubahan yang diatur dalam RUU BI adalah terkait dengan hak

bicara tanpa hak suara dari Pemerintah pada saat Rapat Dewan Gubernur. Dalam materi

perubahan tersebut, Pemerintah tidak hanya memiliki hak bicara saja, melainkan juga diperkuat

dengan adanya hak suara dalam Rapat Dewan Gubernur tersebut.86 Materi perubahan tersebut

diatur dalam perubahan Pasal 43 ayat (1) huruf a RUU BI, yang berbunyi demikian, “Sekurang-

kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter yang

dihadiri oleh seorang atau lebih Menteri di bidang perekonomian serta Menteri Keuangan

yang mewakili Pemerintah dengan hak bicara dan hak suara”.87 Sehingga berdasarkan

perubahan pasal di RUU tersebut, kini yang mewakili Pemerintah dalam Rapat Dewan

Gubernur tersebut adalah Menteri di bidang perekonomian dan Menteri Keuangan.

Pada sisi lainnya, kewenangan dari Pemerintah yang tidak hanya terkait hak bicara

melainkan juga hak suara ini sedikit banyaknya juga akan mempengaruhi independensi dari

Bank Indonesia terutama dalam hal kewenangannya untuk menetapkan kebijakan umum di

bidang moneter. Turut andilnya peran pemerintah yang memiliki hak suara dalam Rapat Dewan

Gubernur tersebut membawa pada kemungkinan adanya potensi untuk mengancam

perimbangan kedua otoritas tersebut yakni antara otoritas moneter dan otoritas fiskal yang saat

ini terpisah yang di satu sisi ada pada Bank Indonesia dan di sisi lain ada pada Pemerintah.

Adanya potensi percampuran antara kewenangan fiskal dan moneter ini memang bisa

memberikan dampak yang menguntungkan maupun merugikan. Dalam aspek keuntungannya,

memang dalam hal mengeluarkan kebijakan ekonomi nasional akan memberikan keuntungan

tersendiri. Dari segi efektivitas maupun efisiensi dalam hal menetapkan kebijakan ekonomi

nasional memang bisa dibilang lebih mudah dan bisa memperkecil adanya tumpang tindih

antara kedua otoritas tersebut, yakni fiskal dan moneter. Hal ini memang menjadi konsekuensi

logis ketika ranah fiskal dan moneter diintegrasikan ke dalam satu pintu. Sehingga secara

mudahnya dapat mendukung Pemerintah dalam mendorong laju ekonomi ataupun menciptakan

lapangan kerja.88 Namun jika ditinjau dari segi kekurangannya, bahwa hal ini akan berimbas

pada kurang adanya control system dalam hal penetapan kebijakan ekonomi nasional sehingga

86 Lidya Julita dan Cantika Adinda, “Bakal Ikut RDG BI, Pemerintah Punya Hak Suara”,

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200831152710-4-183310/bakal-ikut-rdg-bi-pemerintah-punya-hak-

suara, diakses 24 November 2020. 87 Lihat Bahan Rapat Baleg perihal RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia, tanggal 31 Agustus 2020. 88 M Fajar Marta, Op. Cit.

Page 26: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

25

mekanisme check and balances menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pentingnya

control system ini berkaitan juga dengan fokus utama dari Bank Indonesia terutama dalam hal

untuk menjaga inflasi serta mengontrol pertumbuhan ekonomi nasional. 89

Perluasan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia

Menurut J. Soedradjad Djiwandono, alasan ketentuan dalam RUU BI ini memperluas

tugas dan wewenang BI dikarenakan tugas BI yang saat ini hanya menyangkut kestabilan

moneter saja, yang mana hal tersebut dinilai terlalu sempit sehingga dalam RUU BI ini

diperluas seperti dengan menambahkan tugas BI untuk menunjang pembangunan ekonomi

nasional.90 Pada mulanya memang kewenangan BI yang diatur dalam Pasal 7 UU BI saat ini

hanya terbatas pada tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Namun,

hal tersebut diperluas lagi dalam perubahan Pasal 7 RUU BI yang memberikan tugas dan

wewenang yang tidak hanya sekadar mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, tetapi

juga terkait hal-hal seperti meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja

yang berkelanjutan.91 Hal ini secara tegas dimuat dalam perubahan Pasal 7 ayat (1) yang

menyatakan:

“Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah serta

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang

berkelanjutan”.92

Memang apabila diperhatikan bahwa perluasan tugas dan wewenang BI ini tidak hanya

meliputi kewenangan dalam aspek moneter melainkan juga sudah masuk ke ranah otoritas

fiskal sehingga memang secara logis hal ini berpotensi untuk terjadinya percampuran antara

kewenangan dari otoritas moneter dengan otoritas fiskal. Hal ini pun lebih lanjut juga

ditegaskan dalam perubahan materi muatan yang diatur dalam Pasal 10 huruf a yang

menyatakan demikian:

89 Ibid. 90 Soedradjad Djiwandono, “Apa yang Diharapkan dari Bank Indonesia”, Harian Kompas, Rubrik Opini, Halaman

6, 17 September 2020. 91 Vincent Fabian Thomas, “Perry Warjiyo Angkat Bicara RUU BI yang direspons Negatif Pasar”,

https://tirto.id/perry-warjiyo-angkat-bicara-ruu-bi-yang-direspons-negatif-pasar-f4Dc, diakses 24 November

2020. 92 Lihat Bahan Rapat Baleg perihal RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia, tanggal 31 Agustus 2020.

Page 27: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

26

“Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi,

pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja yang ditetapkan”.93

Jika ditinjau dari kedua pasal perubahan tersebut, memang terdapat upaya untuk menghidupkan

kewenangan fiskal kepada Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter. Lantas apakah

hal tersebut memberikan akibat yang menguntungkan ataukah justru dapat menghambat kinerja

dari bank sentral tersebut?

Jika kita telaah baik secara teoritis maupun praktisnya, ketika masih dalam kewenangan

yang terpisah antara otoritas fiskal maupun moneter, sering terjadi permasalahan karena adanya

konflik antara keharusan untuk pencapaian satu kebijakan dengan kebijakan lainnya.94 Masalah

yang justru akan timbul apabila kedua kewenangan moneter dan fiskal tersebut diintegrasikan

adalah akan berimplikasi pada tidak fokusnya penanganan suatu kebijakan. Sehingga

konsekuensi lebih lanjut justru akan menimbulkan masalah pembentukan kebijakan moneter

dan fiskal yang kurang efektif dan efisien. Implikasi tersebut dapat terjadi dengan

menitikberatkan pada beberapa faktor. Pertama, bahwa peran BI sebagai otoritas moneter

menjadi kabur akibat kurang jelasnya tugas dan wewenangnya; kedua, bahwa fungsi sebagai

otoritas moneter menjadi kurang fokus karena harus terpecah pada kewenangan fiskalnya; dan

ketiga, bahwa kurangnya independensi dari BI akibat terlalu banyak turut campur dalam

penentuan kebijakan fiskal.95

93 Ibid. 94 Sugiyono, F.X., Op. Cit., hlm. 13 95 Ibid.

Page 28: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

27

Daftar Pustaka

Ahmad Solahudin, “Pemisahan Kewenangan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa

Keuangan dalam Pengawasan Bank”, Jurnal IUS, Vol. 3, No. 7, April 2015

Ottmar Issing, “Central Bank Independence – Economic and Political Dimensions”,

Cambridge University Press, No. 196, April 2006.

Lely Savitri Dewi, “Kajian Independensi Bank Indonesia dalam Kedudukannya sebagai

Bank Sentral Menurut Tinjauan Hukum Berdasarkan UUBI Nomor 3 Tahun 2004 Tentang

Bank Indonesia, Coopetition, Vol.9, No.1, Mei 2018.

Febriansyah Fredi Alsabah, Siluh Putu Dawisni Manik Pinatih, “Analisis Yuridis

tentang Independensi Bank Indonesia Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia”, Kertha

Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 1, Februari 2014.

Sulistyandari, “Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan di Indonesia”, Mimbar

Hukum, Vol. 24, No. 2, Juni 2012.

Perry Warjiyo, Solikin (2003). Kebijakan Moneter di Indonesia. Pusat Pendidikan Dan

Studi Kebankstralan Bank Indonesia.

Bank Indonesia, “Tujuan Kebijakan Moneter”,

https://www.bi.go.id/id/moneter/tujuankebijakan/Contents/Default.aspx, diakses pada 23

November 2020.

Yuniwinsah, Fadhliah, and Ali Anis. "Analisis Kausalitas Kebijakan Fiskal Ekspansif,

Kebijakan Moneter Ekspansif dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia ", Jurnal Kajian

Ekonomi dan Pembangunan 2.1 (2020).

Sudirman, I. Wayan, and SU SE. Kebijakan Fiskal dan Moneter: Teori dan Empirikal.

Prenada Media, 2017.

Sabirin, Syahril. "Upaya Pemulihan Ekonomi Melalui Strategi Kebijakan Moneter-

Perbankan dan Independensi Bank Indonesia." Makalah Disampaikan Dalam Seminar

Nasional:“Strategi Pemulihan Ekonomi Era Pemerintahan Baru. 2000.

Bank Indonesia, n.d. Sejarah Bank Indonesia: Kelembagaan Periode 1966-1983.

Jakarta,

Wariyo, P., 2003. Kebijakan Moneter Di Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan dan

Studi Kebanksentralan Bank Indonesia.

Page 29: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

28

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta.

Bambang Murdadi, “Independensi Bank Indonesia di Persimpangan Jalan”, Vol. 9 Np.

1, September 2012..

M. Dawam Rahardjo, 2001, Independensi Bank Indonesia dalam Kemelut Politik,

Pustaka Cidesindo, Jakarta.

Didik J Rachbini dkk, 2000, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, Mardi

Mulyo, Jakarta.

Nurhayani, “Upaya Penyelesaian BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia”, Jurnal

Lex Jurnalica Vol. 4 No. 1, Desember, 2006.

Frederic S. Mishkin, 2007, The Economics of Money, Banking, and Financial Markets,

Pearson, New York, hlm. 255

Dirk Schoenmaker dan Peter Wierts, “Macroprudential Supervision: From Theory to

Policy”, National Institute Economic Review, Vol. 235, 2016.

Perry Warjiyo, “Indonesia: The Macroprudential Framework and The Central Bank’s

Policy Mix”, Paper Riset, Social Science Research Network.

JDIH BPK, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia”, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45332/uu-no-23-tahun-1999, diakses

pada 4 Desember 2020.

Rizki, Mochammad Januar, “14 Poin Perubahan dalam RUU BI yang Dikhawatirkan

Hilangkan Independensi Bank Sentral”,

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f4f6aad8fcca/14-poin-perubahan-dalam-ruu-bi-

yang-dikhawatirkan-hilangkan-independensi-bank-sentral/, diakses pada 24 November 2020

Thomas, Vincent Fabian, “Sri Mulyani Klaim Pemerintah Belum Bahas RUU BI

Inisiatif DPR”, https://tirto.id/sri-mulyani-klaim-pemerintah-belum-bahas-ruu-bi-inisiatif-dpr-

f3uw, diakses pada 24 November 2020

Thomas, Vincent Fabian, “Perry Warjiyo Angkat Bicara RUU BI yang Direspon

Negatif”, https://tirto.id/perry-warjiyo-angkat-bicara-ruu-bi-yang-direspons-negatif-pasar-

f4Dc, diakses pada 24 November 2020

Setiawan, Kodrat, “Fraksi Golkar Tidak Setujui Revisi UU BI”,

https://bisnis.tempo.co/read/1388109/fraksi-golkar-tidak-setuju-revisi-uu-bank-indonesia,

diakses pada 24 November 2020

Page 30: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

29

Kompas.id, ‘RUU BI Mengancam Independensi Bank Sentral”,

https://kompas.id/baca/riset/2020/09/09/ruu-bi-mengancam-independensi-bank-sentral/,

diakses pada 24 November 2020.

Gusman, Delfina, and MH SH. "Independensi Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral

Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”." Jurnal Normative (2010).

Katadata, “Revisi UU BI ala DPR, Upaya Intervensi Kebijakan Moneter?”, diakses

pada 23 November 2020, https://katadata.co.id/sortatobing/finansial/5f4f6da54fdba/revisi-uu-

bi-ala-dpr-upaya-intervensikebijakan-moneter

Mengintip Sejarah Dewan Moneter dan Dampaknya Pada Ekonomi Indonesia |

merdeka.com (2020). Available at: https://www.merdeka.com/uang/mengintip-sejarah-dewan-

moneter-dan-dampaknya-pada-ekonomi-indonesia.html (Accessed: 20 November 2020).

Dupla Kartini, “Perbankan Dalam Pusaran Krisis Moneter”,

https://lipsus.kontan.co.id/v2/perbankan/read/320/Perbankan-dalam-pusaran-krisis-moneter-

1997-1998, diakses 25 September 2020.

Laporan Rapat Baleg kepada CNBC, Lidya Julita, “Bocoran Draf RUU BI: Dewan

Moneter Hingga OJK Tak Awasi Bank”,

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200901152301-4-183599/bocoran-draf-ruu-bi-

dewan-moneter-hingga-ojk-tak-awasi-bank, diakses pada 8 Oktober 2020.

Sugiyono, F.X., 2003, Kelembagaan Bank Indonesia, Pusat Pendidikan dan Studi

Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, Jakarta, hlm. 22

Bank Indonesia, “Hubungan Kelembagaan: Kedudukan Bank Indonesia sebagai

Lembaga Negara”, https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/hubungan-

kelembagaan/negara/Contents/Default.aspx, diakses 24 November 2020.

Lidya Julita dan Cantika Adinda, “Bakal Ikut RDG BI, Pemerintah Punya Hak Suara”,

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200831152710-4-183310/bakal-ikut-rdg-bi-

pemerintah-punya-hak-suara, diakses 24 November 2020.

Soedradjad Djiwandono, “Apa yang Diharapkan dari Bank Indonesia”, Harian Kompas,

Rubrik Opini, Halaman 6, 17 September 2020.

Vincent Fabian Thomas, “Perry Warjiyo Angkat Bicara RUU BI yang direspons Negatif

Pasar”, https://tirto.id/perry-warjiyo-angkat-bicara-ruu-bi-yang-direspons-negatif-pasar-f4Dc,

diakses 24 November 2020.

Page 31: Tim Penyusun Kajiandemajusticia.org/wp-content/uploads/2020/12/Kajian...Paska reformasi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang ... (OJK) kembali dialihkan kepada

30

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3843)

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4357)

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan