tifoid

31
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTIFIKASI Nama : An. J Umur : 6 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Perum kembar lestari Kebangsaan : Indonesia MRS : 12 Desember 2014 B. ANAMNESIS (alloanamnesis) Keluhan utama : Demam 3 hari yang lalu Keluhan tambahan : Riwayat perjalanan penyakit : Sejak ± 3 hari SMRS penderita demam, demam awalnya tidak terlalu tinggi tetapi makin lama makin tinggi. Demam tinggi terutama pada malam hari, pada siang hari demam agak turun tetapi tidak pernah mencapai normal. Menggigil tidak ada, keringat dingin tidak ada, kejang tidak ada, penurunan kesadaran tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, mual muntah ada lebih dari 10x. Sakit kepala 1

Upload: anya-aulia-fatihah

Post on 07-Apr-2016

222 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

fever of tiphoid

TRANSCRIPT

Page 1: Tifoid

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI

Nama : An. J

Umur : 6 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Perum kembar lestari

Kebangsaan : Indonesia

MRS : 12 Desember 2014

B. ANAMNESIS (alloanamnesis)

Keluhan utama :

Demam 3 hari yang lalu

Keluhan tambahan :

Riwayat perjalanan penyakit :

Sejak ± 3 hari SMRS penderita demam, demam awalnya tidak terlalu

tinggi tetapi makin lama makin tinggi. Demam tinggi terutama pada malam

hari, pada siang hari demam agak turun tetapi tidak pernah mencapai normal.

Menggigil tidak ada, keringat dingin tidak ada, kejang tidak ada, penurunan

kesadaran tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, mual muntah ada lebih

dari 10x. Sakit kepala ada, nyeri menelan tidak ada, nyeri ulu hati ada. Nafsu

makan menurun. BAB cair tidak ada. BAK seperti biasa. Penderita dibawa

berobat ke puskesmas, diberi obat penurun panas, demam turun sebentar tapi

kemudian naik lagi.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit dan gejala yang sama yang pernah diderita disangkal.

1

Page 2: Tifoid

Riwayat penyakit dalam keluarga:

Riwayat penyakit dan gejala yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat sosial ekonomi :

Penderita adalah anak kedua dari ayah Tn. A berusia 28 tahun, pendidikan

SMA, pekerjaan buruh dan ibu Ny. R berusia 30 tahun, pendidikan terakhir

SMP, pekerjaan ibu rumah tangga.

Kesan : status sosial ekonomi kurang

Riwayat kehamilan

Lahir cukup bulan, spontan, langsung menangis, ditolong bidan, BBL dan

PBL ibu penderita tidak ingat.

Riwayat makanan

Umur 0-6 bulan : ASI

Umur 6 bulan-8 bulan : Bubur susu

Umur 8 bulan-sekarang : Nasi biasa

Kesan : Kualitas dan kuantitas pemberian gizi cukup

Riwayat tumbuh kembang

Tengkurap : Umur 4 bulan

Duduk : Umur 7 bulan

Berdiri : Umur 10 bulan

Berjalan : Umur 14 bulan

Kesan: perkembangan motorik dalam batas normal.

Riwayat imunisasi

BCG : (+), skar (-)

DPT I, II, III : (+)

2

Page 3: Tifoid

Polio I, II, III, IV : (+)

Hepatitis B I, II, III : (+)

Campak : (+)

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan darah : 110/60 mmHg, isi dan tegangan cukup

Denyut jantung : 102 x/menit, reguler

Pernapasan : 24 x/menit

Suhu tubuh : 38,3ºC

Berat badan : 22 kg

Tinggi badan : 132 cm

BB/U : 22/29.5 x 100% = 74.5%

TB/U : 132/133 x 100% = 99.2%

BB/TB : 22/ 29 x 100% = 75.8%

Kesan : Status gizi baik

Anemis : Tidak ada

Sianosis : Tidak ada

Ikterus : Tidak ada

Pemeriksaan khusus :

Kulit : Warna kulit sawo matang, pucat (-), turgor baik.

Kepala

Bentuk : Bulat, simetris.

Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.

3

Page 4: Tifoid

Mata : Tidak cekung, konjungtiva palpebra tidak pucat, sklera tidak

ikterik, pupil bulat, isokor, reflek cahaya positif, edema

palpebra (-).

Telinga : Bentuk dan ukuran dalam batas normal, sekret tidak ada.

Hidung : Bentuk dan ukuran normal, sekret tidak ada.

Mulut : Rhagaden ada, thyphoid tongue ada.

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis.

Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran KGB.

Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : Statis-dinamis simetris, retraksi dinding dada tidak ada.

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi : Vesikuler (+) normal kanan-kiri, wheezing (-), ronkhi (-).

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Thrill tidak teraba.

Auskultasi : HR 102x/menit, murmur tidak ada, gallop tidak ada.

Abdomen

Inspeksi : Datar.

Palpasi : Lemas, hepar teraba 1/2 -1/2 permukaan rata, tepi tumpul,

dan lien tidak teraba.

Perkusi : Tympani.

Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Lipat paha : Pembesaran KGB tidak ada

4

Page 5: Tifoid

Ekstremitas

Akral dingin : Tidak Ada

Sianosis : Tidak ada

Piting edema : Tidak ada

Ptechie : Tidak ada

Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan Tungkai kanan Tungkai kiri Lengan kanan Lengan kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - -

Reflek fisiologis (+) Normal (+) Normal (+) Normal (+) Normal

Reflek patologis - - - -

Fungsi sensorik : Dalam batas normal

Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal

Gejala rangsang meningeal : Tidak ada

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 12 Desember 2014

Darah Rutin

WBC : 3,2 L 103/mm3 (3,5-10,0)

RBC : 4,49 106/mm3 (3,8-5,8)

HGB : 11,1 g/dl (11,0-16,5)

HCT : 33,0 L % (35,0-50,0)

PLT : 170 103/mm3 ( 150-390)

5

Page 6: Tifoid

PCT : .124 % (.100-.500)

DDR : Plasmodium tidak ditemukan

Tanggal 13 Desember 2014

Darah Rutin

WBC : 2,0 L 103/mm3 (3,5-10,0)

RBC : 4,42 106/mm3 (3,8-5,8)

HGB : 11,1 g/dl (11,0-16,5)

HCT : 32,8 L % (35,0-50,0)

PLT : 213 103/mm3 ( 150-390)

PCT : .189 % (.100-.500)

Imunologi :

Tubex TF : Hasil : dalam kisaran rujukan : -

diluar kisaran rujukan : 6

Nilai rujukan : < 2 negatif

3 borderline

4-5 (positif demam tifoid aktif)

6-10 ( indikasi kuat infeksi demam tifoid aktif )

E. RESUME

Sejak ± 3 hari SMRS penderita demam, demam awalnya tidak terlalu

tinggi tetapi makin lama makin tinggi. Demam tinggi terutama pada malam

hari, pada siang hari demam agak turun tetapi tidak pernah mencapai normal.

Menggigil tidak ada, keringat dingin tidak ada, kejang tidak ada, penurunan

kesadaran tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, mual muntah ada lebih

dari 10x. Sakit kepala ada, nyeri menelan tidak ada, nyeri ulu hati ada. Nafsu

makan menurun. BAB cair tidak ada. BAK seperti biasa. Penderita dibawa

berobat ke puskesmas, diberi obat penurun panas, demam turun sebentar tapi

kemudian naik lagi.

6

Page 7: Tifoid

Dari riwayat penyakit dahulu riwayat penyakit dengan gejala yang

sama disangkal. Riwayat penyakit yang sama didalam keluarga disangkal dan

riwayat sosial ekonomi kurang. Riwayat kelahiran os cukup bulan, spontan,

langsung menangis, ditolong bidan, BBL dan PBL ibu penderita lupa.

Perkembangan motorik dalam batas normal. Riwayat imunisasi dasar lengkap.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan

darah 110/80 mmHg, denyut jantung: 102 x/menit, reguler, isi dan tegangan

cukup, frekuensi pernapasan 24 x/menit, suhu tubuh 38,3°C, berat badan 22

kg, tinggi badan 132 cm, status gizi kurang, turgor baik. Pada pemeriksan

khusus tiap organ didapatkan pada mulut terdapat rhagaden dan typhoid

tongue, hepar teraba 1/2 -1/2 permukaan rata, tepi tumpul sedangkan organ

lain dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan.

Dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12 Desember 2014WBC

3,2 L 103/mm3 , HCT 33,0 L % , PLT 170 103/mm3 ( 150-390) dan

DDR Plasmodium tidak ditemukan.

F. DIAGNOSIS KERJA

Observasi febris hari ke III e.c Typhoid

VI. DIAGNOSIS BANDING

Observasi febris hari ke III e.c Typhoid

Observasi febris hari ke III e.c Malaria

G. PENATALAKSANAAN

o Terapi suportif :

Tirah baring.

IVFD D5% NaCl 15% 4:1 gtt 20 x/menit.

Diet bebas serat dan tidak merangsang.

7

Page 8: Tifoid

o Terapi medikamentosa

Chloramphenicol 4 x 275 mg .

o Observasi vital sign

H. RENCANA PEMERIKSAAN

Tes Mantoux

Gall kultur

I. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungtionam : bonam

BAB II

ANALISIS KASUS

Seorang anak perempuan berumur 9 tahun datang dengan keluhan utama

demam lama, dari anamnesis didapatkan penderita telah menderita demam selama 2

minggu hari sebelum masuk rumah sakit, sifat demam naik turun, demam tinggi

terutama pada malam hari, tidak menggigil, kejang tidak ada, penurunan kesadaran

tidak ada, sakit kepala ada, nyeri menelan tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada,

mual dan muntah tidak ada, nyeri ulu hati ada, nafsu makan menurun, BAK dan BAB

seperti biasa. Dari keluhan utama yakni demam lama yang naik turun terutama pada

malam hari maka dapat dipikirkan penyebab demam lama adalah suatu proses infeksi,

seperti malaria ataupun demam tifoid.

Diagnosis malaria dapat disingkirkan karena dari anamnesis diketahui bahwa

pasien tidak mengalami menggigil dan keringat dingin sehingga tidak memenuhi trias

malaria. Selain itu, pada pemeriksaan DDR tidak ditemukan parasit plasmodium.

Dari sifat demam yang naik turun, demam tinggi terutama pada sore/malam hari

serta hasil pemeriksaan fisik berupa raghaden pada bibir dan typhoid tongue serta

pembesaran hepar ½ - ½ , permukaan rata, tepi tumpul tanpa pembesaran limpa,

8

Page 9: Tifoid

diagnosa sementara pasien ini adalah demam thypoid. Untuk lebih memastikan maka

dilakukan pemeriksaan serologi Widal yang ditujukan untuk mendeteksi adanya

antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi

(reagen). Uji ini dilakukan pada awal minggu kedua sakit dan dinyatakan positif bila

titer O antigen >1/160 atau meningkat 4 kali dalam interval 1 minggu. Dari hasil

pemeriksaan serologi widal pada tanggal 28 September 2010 didapatkan titer Pada

pemeriksaan sero-imonologi Widal didapatkan Typhi O 1/160, Typhi H 1/320, Para

typhi A-O 1/80, Para typhi B-O 1/320, dan Para typhi C-O 1/80, Para typhi A-H +,

Para typhi B-H +, Parathypi C-H 1/80. Pada pemeriksaan seroimunologi Widal pada

tanggal 31 Agustus 2010 didapatkan Typhi O 1/320, Typhi H 1/640, Parathypi A-O

1/160, Parathypi B-O 1/640, Parathypi C-O 1/160, Parathypi A-H 1/160, Parathypi B-

H 1/80, dan Parathypi C-H 1/320 sehingga dinyatakan widal positif.

Untuk mendiagnosis pasti tifoid dilakukan pemeriksaan gall kultur dan

didapatkan hasil biakan Salmonella. Maka diagnosis kerja demam tifoid dapat

ditegakkan.

Penatalaksanaan demam tifoid terdiri dari pengobatan suportif dan pengobatan

medikamentosa. Pengobatan suportif berupa istirahat tirah baring, IVFD, diet

makanan bebas serat dan tidak merangsang. Istirahat bertujuan untuk mencegah

komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai

minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan

bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pemberian IVFD D5% NaCl 15%

4:1 gtt 20 xmenit dirasakan perlu karena anak tersebut sulit untuk makan dan minum

sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan cairan pada penderita. Selain itu

sebagai IV line tempat obat masuk secara IV.

Pengobatan medikamentosa yang diberikan adalah kloramfenikol sebagai drug

of choice/pilihan pertama pada pengobatan demam tifoid. Kloramfenikol diberikan

karena tidak terdapat kontraindikasi pemberian yaitu tidak terdapat depresi sumsum

tulang, dan pada penderita ini Hb > 8 g%, leukosit >2000/mm3. kloramfenikol

diberikan dengan dosis 50 – 100 mg/kgBB/hari IV dalam 4 dosis sampai tujuh hari

9

Page 10: Tifoid

bebas demam. Pada penderita ini kloramfenikol kapsul diberikan dengan dosis 4 x

275 mg IV.

Prognosis pasien ini ialah quo ad vitam bonam dan quo ad fungtionam bonam

karena pada pasien ini tidak terdapat komplikasi dari demam tifoid.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Demam TyphoidA. Definisi

Demam tifoid atau typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi sistemik

yang disebabkan oleh kuman batang gram negatif Salmonella typhi maupun

Salmonella paratyphi A,B,C.

B. Epidemiologi

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2003

memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia

dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang,

kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan

kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih

besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar

secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan

358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000

penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Demam tifoid

10

Page 11: Tifoid

dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak

besar,umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan

perbandingan 2-3 : 1.

Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai

dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang

dikonsumsi kurang bersih.

C. Etiologi

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram

negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif

anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar

antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari

polisakarida. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang

membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella

typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi

terhadap multipel antibiotik.

D. Manifestasi Klinik

Umumnya gejala klinis timbul 8-14 hari setelah infeksi yang ditandai dengan

demam yang tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola

demam yang khas adalah kenaikan tidak turun selama lebih dari 1 minggu

terutama sore hari, pola demam yang khas adalah kenaikan tidak langsung tinggi

tetapi bertahap seperti anak tangga (stepladder), sakit kepala hebat, nyeri otot,

kehilangan selera makan (anoreksia), mual, muntah, sering sukar buang air besar

(konstipasi) dan sebaliknya dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

peningkatan suhu tubuh, debar jantung relative lambat (bradikardi), lidah kotor,

pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan splenomegali), kembung

(meteorismus), radang paru (pneumomia) dan kadang-kadang dapat timbul

11

Page 12: Tifoid

gangguan jiwa. Penyulit lain yang dapat terjadi adalah pendarahan usus, dinding

usus bocor (perforasi), radang selaput perut (peritonitis) serta gagal ginjal.

E. Patofisiologi

Masuknya kuman Salmonella typhi (S. Typhi) dan Salmonella paratyphi (S.

Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi

kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke

dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral

mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel

(terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman

berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.

Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya

dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening

mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia

pertama yang simtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial

tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini, kuman meninggalkan sel-sel

fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan

selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteriemia yang

kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,

dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen

usus. Sebagian kuman dikeluarkan melaui feses dan sebagian masuk lagi ke

dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,

berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman

Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan

menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,

sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.

12

Page 13: Tifoid

Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia

jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

hyperplasia jaringan, dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi

akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami

nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus.

Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,

serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat

timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,

pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

F. Penegakkan Diagnosis

Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang

didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dan diperkuat oleh pemeriksaan

laboratorium penunjang. Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali

tidak khas dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid.

Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau

yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan

bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik

yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perforasi

usus atau perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan

gambaran klinisnya saja. Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting

yang timbul pada semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara

tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai

septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi.

Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita yang

hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh

malaria. Namun demikian demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada

13

Page 14: Tifoid

satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat

menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat menembus sawar

darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang

mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri

perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat

muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.

G. Pemeriksaan Laboratorium Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam

tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu :

(1) Pemeriksaan darah tepi

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal,

bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan

hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin

didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut.

Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan

jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas,

spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam

membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya

leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam

tifoid.

(2) Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi

dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau

dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan

lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,

sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.Pada keadaan

tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen empedu yang diambil dari

14

Page 15: Tifoid

duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan

secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak. Walaupun

spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah

dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta

peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis

dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan

penderita.

(3) Uji serologis

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam

tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S.

typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji serologis yang

dapat digunakan pada demam tifoid ini, salah satunya ialah uji Widal. Uji

Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun

1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin

dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda

terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah

yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih

menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Widal

dinyatakan positif bila titer O antigen >1/160 atau meningkat 4 kali dalam

interval 1 minggu.

H. Penatalaksanaan

Pengobatan penderita Demam Tifoid terdiri dari pengobatan suportif (meliputi

istirahat dan diet), medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang

terjadi). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas

demam atau kurag lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai

dengan pulihnya kekuatan pasien. (Mansjoer, 2001)

15

Page 16: Tifoid

Permberian cairan iv (IVFD) bila dehidrasi, keadaan umum lemah, tidak dapat

makan peroral, atau timbul syok.

Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur

saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat

kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian

makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang

sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga perlu diberikan

vitamin dan mineral untuk mendukung keadaan umum pasien. (Mansjoer, 2001)

Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan

intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi

beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid

perlu diberikan pada renjatan septik. (Mansjoer, 2001)

 

Pengobatan Medakamentosa

Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol. Apabila terdapat depresi

pada sumsum tulang Hb <8 g% dan atau leukosit <2000/mm3, maka

kloramfenikol diganti dengan ampisilin, kotrimoksasol, atau cefixim. Obat pilihan

kedua adalah sefalosporin generasi III (ceftriakson) untuk demam tifoid berat.

Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.

Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 - 100 mg/kg BB/hari, terbagi dalam

4 kali pemberian, oral atau intravena (dosis maksimal 2 g/hari) sampai tujuh hari

bebas panas minimal sepuluh hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian

kloramfenikol, diberi ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 4

kali, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau kotrimoksasol

dengan dosis (tmp) 10 mg/kbBB/hari atau 50 mg/kgBB/hari (SMX) oral dalam 2

dosis selama 14 hari bila alergi penisilin.

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 80 mg/kg BB/kali dan

diberikan sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga

16

Page 17: Tifoid

mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan

fluoroquinolon. (Darmowandowo, 2006)

Bila panas tidak turun dalam 5 hari, pertimbangkan komplikasi, fokal infeksi

lain, resistensi, dosis tidak optimal, diagnosis tidak tepat sehingga pengobatan

perlu disesuaikan.

Pada ensefalopati tifoid diberikan juga dexamethason dengan dosis awal 3

mg/kgBB/kali, dilanjutkan 1 mg/kgBB/6 jam, sebanyak 8 kali (selama 48 jam),

lalu di stop tanpa tapering off, reduksi cairan 4/5 kebutuhan, lakukan pemeriksaan

elektrolit, dan dilakukan Lumbal Punksi bila tidak terdapat kontraindikasi.

Bila terdapat peritonitis atau perdarahan saluran cerna maka pasien

dipuasakan, pasang pipa nasogastrik, nutrisi parenteral, transfusi darah (atas

indikasi bila Hb <6 g% atau gejala perdarahan jelas), foto abdomen, antibiotic

generasi III parenteral. Bila terjadi perforasi usus maka segera lakukan

laparatomi.

I. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :

1. Komplikasi intestinal

Perdarahan usus

Perforasi usus

Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstraintetstinal

Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis),

miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi

intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.

Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.

Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.

Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

17

Page 18: Tifoid

Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.

Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis,

polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom

katatonia.

Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan

umum, bila perawatan pasien kurang sempurna. (Mansjoer, 2001)

J. Pencegahan

Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan

khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene

dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan

insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan

sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut

(diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai

transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling)

minuman/makanan. (Darmowandowo, 2006)

Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin

yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua

adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral.

Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanta

direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang

demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan

pekerja laboratorium. (Department of Health and human service, 2004)

Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada

anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh

karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum bepergian

18

Page 19: Tifoid

supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan

diperlukan setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit.

(Department of Health and human service, 2004)

Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-

anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah

diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-kurangnya

satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk

bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih

memiliki resiko terjangkit. (Department of Health and human service, 2004)

Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus

menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi)

adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin

sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya.

Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral)

adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya

maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki sistem

imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya

boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah

penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyerang sistem imunitas, orang

yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi

sistem imunitas tubuh semisal steroid selama 2 minggu atau lebih, penderita

kanker dan orang yang mendapatkan perawatan kanker dengan sinar X atau obat-

obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan

dengan pemberian antibiotik. (Department of Health and human service, 2004)

Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem

serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan

bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua

jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi

ringan yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada

19

Page 20: Tifoid

(sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi

(sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang

dapat terjadi adalah demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak,

mual, muntah-muntah atau ruam-ruam (jarang terjadi). (Department of Health and

human service, 2004)

20