thyfoid

53
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Demam Tifoid Definisi Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh panas berkepanjangan, di topang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch. 1 Epidemiologi Demam typhoid masih merupakan masalah kesehatan sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam typhoid di dunia ini sangat sukar di tentukan, sebab penyakit ini di kenal mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Di perkirakan angka kejadian dari150/100.000/tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di Asia. Umur di Indonesia ( daerah endemis ) di laporkan antara 3 sampai 19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang kurang lebih sama juga di laporkan dari Amerika Selatan. 1 Salmonella Typhi dapat hidup dalam tubuh manusia ( manusia sebagai natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella 1

Upload: armand-prasetya

Post on 04-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dd

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Demam Tifoid

Definisi

Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan

oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh panas berkepanjangan, di topang dengan

bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri

sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus

dan peyer’s patch.1

Epidemiologi

Demam typhoid masih merupakan masalah kesehatan sedang berkembang. Besarnya

angka pasti kasus demam typhoid di dunia ini sangat sukar di tentukan, sebab penyakit ini di

kenal mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Di perkirakan angka kejadian

dari150/100.000/tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di Asia. Umur di

Indonesia ( daerah endemis ) di laporkan antara 3 sampai 19 tahun mencapai 91% kasus. Angka

yang kurang lebih sama juga di laporkan dari Amerika Selatan.1

Salmonella Typhi dapat hidup dalam tubuh manusia ( manusia sebagai natural reservoir).

Manusia yang terinfeksi Salmonella Typhi dapat mengeksresikanya melalui sekret saluran

nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella Typhi yang

berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es,

debu atau kotoran yang kering maupun pada pakian. Akan tetapi Salmonella Typhi hanya dapat

hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah di matikan dengan klorinasi dan

pasteurisasi (temperatur 63ºC ).1

Terjadinya penularan salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang

tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar

bersama-sama dengan tinja (melalui rute fekal=jalur oro-fekal).1

1

Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam

bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu

pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari

laboratorium penelitian.1

Etiologi

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram negatif

mempunyai flagella, tidak berkapsul dan tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai

anti gensomatik ( O ) yang terdiri darioligosakarida, flagelar antigen ( H ) yang terdiri dari

protein dan envelope antigen ( K ) yang tediri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler

lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari dinding sel yang dinamakan

endotoksin. Salmonella Typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan

dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.1

Patogenesis

Patofisiologi demam typhoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme Yaitu:

(1) Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch, (2) mikroorganisme bertahan hidup dan

bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus limfatikus mesenterikus dan organ-organ

ekstra intestinal sistem retikuloendotelial, (3) mikroorganisme bertahan hidup di dalam aliran

darah, (4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan

menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.1

Mikroorganisme Salmonella Typhi dan Salmonella parathyphi masuk ke dalam tubuh

manusia melalui makanan atau minuman terkontaminasi. Sebagian mikroorganisme di

musnahkan dalam lambung dengan suasana asam (pH <2) sebagian lolos masuk ke dalam

usus dan selanjutnya berkembang biak. Di usus halus bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan

kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-

sel M,sel epitel khusus yang melapisi peyer patch merupakan tempat internalisasi Salmonella

thypi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika

bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.

2

Salmonela typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuclear di dalam folikel limfe,

kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.1

Setelah periode inkubasi , yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman

serta respon imun pejamu maka salmonella thypi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus

thorasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organism dapat mencapai organ

manapun, akan tetapi tempat yang disukai adalah hati,limpa,sumsum tulang,kandung empedu

dan peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung

dari darah atau penyebaran retrogad dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat

menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.1

Manifestasi Klinis

3

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-14.

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan

perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan

faktor galur salmonela, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit di rumahnya.1

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Pada era

pemakaian antibiotic belum seperti pada saat ini, penampilan demam pada kasus demam tifoid

mempunyai istilah khusus yaitu step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam

timbul insidious, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada

akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam

turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi focus infeksi seperti kolesistisis, abses jaringan

lunak maka demam akan menetap. Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa

demam lebih tinggi pada sore atau malam hari dibandingkan pagi harinya. Pada saat demam

sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat,seperti kesadaran

berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apati sampai koma.1

Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise,

anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus yang berpenampilan

klinis berat, pada saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan dapat juga dijumpai

penderita demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai akibat kurang masukan

cairan dan makanan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien

dapat mengeluh diare,obstipasi atau obstipasi kemudian disusul episode diare, pada sebagian

pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan. Banyak

dijumpai gejala meteorismus, hepatomegali dan splenomegali.1

Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm.

seringkali dijumpai pada daerah abdomen, thoraks,ekstremitas dan punggung pada orang kulit

putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke-7 -

10 dan bertahan selama 2-3 hari. Bronchitis banyak dijumpai pada demam tifoid sehingga buku

ajar lama bahkan menganggap sebagai bagian dari demam tifoid. Bradikardi relative jarang

dijumpai pada anak.1

4

Gambaran Darah Tepi

Anemia nomokromik normositik terjadi sebagai akibat perdarahan usus atau supresi sumsum

tulang. Jumlah leukosit rendah , namun jarang di bawah 3000/uL. Apabila terjadi abses piogenik

maka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000-25.000/uL. Trombositopenia sering

dijumpai, kadang-kadang berlangsung beberapa minggu.1

Diagnosis1,2

Anamnesis2

- Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu

pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi

- Anak sering mengigau (delirium),malaise,letargi,anoreksia,nyeri kepala,nyeri perut,diare

atau konstipasi, muntah, perut kembung

- Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus

Diagnosis di tegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam,gangguan

gastrointestinal dan mungkin di sertai perubahan dan gangguan kesadaran dengan kriteria ini

maka seorang klinis dapat membuat diagnosis tersangka demam typhoid. Diagnosis pasti di

tegakkan melalui isolasi ( Salmonella Typhi ) dari darah. Pada dua minggu pertama

sakit,kemungkinan mengisolasi ( Salmonella Typhi ) dari dalam darah pasien lebih besar

dari pada minggu berikutnya. Biakan spesimen yang beasal dari aspirasi sumsum tulang

mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil positif di dapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini

sangat invasif sehingga tidak di gunakan dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat

dilakukan biakan spesimen empedu yang di ambil dari duodenum dan memberikan hasil

yang cukup baik.1

Uji serologi widal suatu metode serologic yang memeriksa antibody aglutinasi terhadap

antigen somatic (O), flagella (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid. Di

Indonesia pengambilan angka titer O agglutinin ≥ 1/40 dengan memakai uji widal slide

agglutination menunjukan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus

benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negative tidak menyingkirkan. Banyak senter 5

mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa ≥1/200 atau pada titer sepasang terjadi

kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Agglutinin H banyak dikaitkan

dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedangkan Vi agglutinin dipakai deteksi

pembawa kuman S.Thypi (karier)1

Akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis Pemeriksaan untuk mendeteksi

atibodi ( Salmonella Typhi ) dalam serum antigen tehadap Salmonella Typhi dalam darah,

serum, urin dan DNA ( Salmonella Typhi ) dalam darah dan faeses. polymerase chain reaction

telah di gunakan untuk memperbanyak gen salmonella sel. Typhoid secara spesifik pada

darah pasien dan hasil dapat di peroleh hanya dalam beberapa jam. Metode ini spesifik dan

lebih sensitif di banding dengan biakan darah.1

Tatalaksana1,2

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring,isolasi

yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotic. Sedangkan

untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektolit serta nutrisi

disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama.1

1. Kloramfenikol (drug of choice) : 50-100mg/kgBB/hari oral atau iv dibagi dalam 4

dosis selama 10-14 hari

2. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral atau iv, selama 10 hari

3. Kotrimoksasol 6mg/kgBB/hari, oral, selama 10 hari

4. Seftriakson 80 mg/kgBB/hari, IV atau IM, sekali sehari selama 5 hari

5. Sefiksim 10 mg/kgBB/hari, Oral, dibagi dalam 2 dosis,selama 10 hari

6. Dexametashone (pada kasus berat (delirium,stupor,koma)) : 3mg/kg diberi dalam

30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan dengan 1mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam

7. Jika terjadi perforasi : Laparotomi

Anemia Defisiensi Besi

6

Definisi

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang

di perlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering

ditemukan di dunia, terutama di dunia yang sedang berkembang3.

Etiologi

Terjadi ADB sangat di tentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung

besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.3

Kekurangan besi dapat disebabkan :

1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologi

Pertumbuhan

Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja

kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini inside ADB meningkat.

Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meninggat 3 kali dan masa hemoglobin

dalam sirkulasi mencapai 2 kali dibanding saat lahir. Bayi premature dengan

pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun beratnya dapat mencapai 6 kali dan

masa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali disbanding saat lahir .

Menstruasi

Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan

darah lewat menstruasi.

2. Kurangnya besi yang diserap

Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat

Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan yang

banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200 mg besi

selama 1 tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama di gunakan untuk

pertumbuhannya. Bayi yang mendapatkan ASI ekslusif jarang menderita kekurangan

besi pada 6 bulan pertama,. Hal ini disebabkan besi yang terkandung dalam ASI lebih

mudah diserap dibandingkan dengan susu yang terkandung susu formula.

7

Di perkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsorpsi bayi, sedangkan dalam PASI

10% besi yang dapat diabsorpsi

Malabsorpsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami

perubahan secara histilogi dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami

gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapatkan

makanan yang cukup besi. Hal dini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung

dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan

besi hame dan non hame.

3. Perdarahan

Kehilangan darah akibat perdarahan adalah penyebab sangat penting terjadinya ADB.

Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilanga darah 1 ml akan

mengakibatkan kehilangan beso 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/hari (1,5-2mg

besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi.

Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced entropahty, ulkus

peptikum, karna obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroit, indometasin, obat anti

implatasi non steroit) dan infestasi cacing (Ancylostoma du0denale dan Necator americanus)

yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah

submukosa usus.

4. Tranfusi fero-maternal

Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir

masa fetus pada awal masa neonates.

5. Hemoglobinuria

Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Proxismal

Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mg.hari.

6. Iatrogenic blood loss

Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium resiko untuk

menderita ADB.

7. Idiopathic pulmonary hemosidrosis

8

Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini di tandai dengan perdarahan paru yang hebat dan

berulanf serta adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat

menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.

8. Latihan yang berlebihan

Pada atilt yang berolahraga berat seperti olahraga lintas alam, sekitar 40% remaja perempuan

dan 17% remaja lakilaki kadar firitin serumnya < 10 ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang

tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat

terjadi pada 50% pelari.

← Penyebab Anemia Defisiensi Menurut Umur :6

o Bayi di bawah umur 1 tahun

- Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah atau lahir kembar.

o Anak berumur 1-2 tahun

- Masukan (intake) besi yang kurang karena tidak mendapat makanan tambahan (hanya

minum susu)

- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun

- Malabsorbsi

- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit dan

divertikulum Meckeli.

o Anak berumur 2-5 tahun

- Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme

- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun.

- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit dan

divertikulumMeckeli.

o Anak berumur 5 tahun – masa remaja

- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit dan

poliposis.

o Usia remaja – dewasa

- Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan.

9

Epidemiologi

Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi pada bayi dan

anak. Hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi

terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dalam pengobatan3.

Setiap kelompok usia anak rentan terhadap defisiensi besi (DB). Kelompok usia yang

paling tinggi mengalami DB adalah usia balita (0-5 tahun) sehingga kelompok usia ini menjadi

prioritas pencegahan DB. Kekurangan besi dengan atau tanpa anemia, terutama yang

berlangsung lama dan terjadi pada usia 0-2 tahun dapat mengganggu tumbuh kembang anak,

antara lain menimbulkan defek pada mekanisme pertahanan tubuh dan gangguan pada

perkembangan otak yang berdampak negatif terhadap kualitas sumber daya manusia pada masa

mendatang. Direkomendasikan pemberian suplemen besi kepada semua anak, dengan prioritas

usia balita (0-5 tahun), terutama usia 0-2 tahun.3

Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di Negara yang sedang berkembang

sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah

dan infestasi parasite yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia anemia defisiensi

besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-

protein,vitamin A dan yodium.3

Berdasarkan penelitian yang pernah di lakukan di Indonesia prevalens ADB pada anak

sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalens ADB pada anak balita di Indonesia

adalah 55,5%.3

Patofisiologi

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negative besi yang

berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi Yang negatif ini menetap akam

menyababkan cadangan besi berkurang. Pada table 1.2-1 dapat dilihat 3 tahap defiensi besi,

yaitu3 :

Tahap pertama

10

Tahap ini disebut iron depletion atau strong iron deficiency, di tandai dengan kurangnya

cadanagan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi

lainnya masih nor,al. pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin

serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi

masih normal.

Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited

erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari

hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dab saturasi transferin

menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte

porphyrin (FEP) meningkat.

Tahap ketiga

Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi

yang menuju eritroit sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar

Hb. Dari gambar darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokrimik yang progresif. Pada

tahap ini telah terjadi perubhan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

Tabel 2. Tahapan kekurangan besi

Hemoglobin Tahap 1normal

Tahap 2sedikit

menurun

Tahap 3menurun jelas

(mikrositik/hipokromik)

Cadangan besi (mg) < 100 0 0

Fe serum (ug/dl) Normal <60 <40

TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410

Saturasi transferin (%) 20-30 <15 <10

Feritin serum (ug/dl) <20 <12 <12

Sideroblas (%) 40-60 <10 <10

FEP (ug/dl sel darah merah) >30 >100 >200

11

MCV Normal normal menurun

Dikutip dari Lukens (1995,) Hillman (1995)

Manifestasi Klinis

Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu dipehatikan oleh penderita dan

keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari temuan laboratorium saja. Gejala

yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi

yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun < 5 g/dl gejala

iritabel dan anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi

takikardi, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang kadar Hb < 3-4 g/dl

pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan kompensasi, sehingga beratnya gejala

ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb.3

Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi seperti

Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk kuku konkaf atau

spoon shaped nail) atropi papilla lidah, postcricoid oesophageeal webs dan perubahan

mukosa lambung dan usus halus.

Intoleransi terhadap latihan : penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh.

Thermogenesis yang tidak normal : terjadi ketidakmampuan untuk mempertahankan suhu

tubuh normal pada saat udara dingin.

Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi leukosit yang

tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai kemampuan untuk fagositosis

tetapi kemampuan untuk membentuk E.coli dan S. aureus menurun.

Limpa hanya teraba pada 10-15% pasien dan pada kasus kronis bisa terjadi pelebaran

diploe tengkorak. Perubahan ini dapat di perbaiki dengan terapi yang adekuat.3

Diagnosis

Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesa, pemeriksaan fisik

dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang seringtidak

khas.3

12

Ada beberapa kriteria diagnosis yan dipakai untuk menentukan ADB :

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO :

1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia

2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N: 32-35%)

3. Kadar Fe serum < 50 Ug/dl (N: 80-180ug/dl)

4. Saturasi transferin (ST) < 15% (N: 20-50%)

Kadar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen

1. Anemia hipokromik mikrositik

2. Saturasi transferin < 16%

3. Nilai FEP >100 ug/dl eritrosit

4. Kadar feritin serum < 12 ug/dl

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, ferritin serum dan FEP)

harus dipenuhi.

Lanzkowsky menyipulkan ADB dapat diketahui melalui

1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikomfirmasi dengan kadar

MCV MCH dan MCHC yang menurun

Red cell distribution width (RDW) . 17%

2. FEP meningkat

3. Ferritin serum menurun

4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 16%

5. Respon terhadap pemberian preparat besi

Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi

Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV meningkat

13

1%/hari

6. Sumsum tulang

Tertundanya maturasi sitoplasma

Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang.

Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi.

Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat respons

gemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitif dan

ekonomis terutama pada anak yang beresiko tinggi menderita ADB. Bila dengan pemberian

preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl

maka dapat di pastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.3

Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia

hipokrom mikrositik lain, keadaan yang sering memberikan keadaan klinis dan laboraturium

yang hampir sama ADB adalah talesemia minor dan anemia karena penyakit kronis. Keadaan

lainnya adalah leatpoisoning / keracunan timbal dan anemia sederoblastik. Untuk

membedakannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan ditunjang dengan pemeriksaan

laboratutiom.3

Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara sederhana

untuk membedakan penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah sel darah merah yang

meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah

merah menurun sejajar dengan kadan Hb dan MCV. Cara mudah dapat diperoleh dengan cara

membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila nilainya <13 menunjukkan talasemia minor

sedangkan bila >13 merupakan ADB. Pada talasemia minor didapatkan basophilic stippling,

peningkatan kadar bilirubin, dan peningkatan kadar HbA2.3

Gambaran morfologi darah tepi anemi karena penyakit kronis biasanya normokrom

normositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokromik mikrositik. Terjadinya anemia pada penyakit

kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum

dan TIBC menuun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga nilai saturasi

14

transferin normal atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor

transferin / transferin reseptor (TfR) sangat bergunan dalam membedakan ADB dengan anemia

karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR normal karena pada

inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan

rasio TfR atau ferritin sensisitif dalam medeteksi ADB.3

Table 3. Pemeriksaan laoraturium untuk membedakan ADB

Pmeriksaan lab. ADB Talasemia minor Anemia peny. Kronis

MCV

Fe serum

TIBC

Saturasi transferin

FEP

Ferritin serum

N

N

N

N

N

N,

N,

Dikutip dari lukens (1995)

Tatalaksana

Prinsip penatalakanaan ADB adalah mengetahui penyebab dan mengatasinya dan

memberikan terapi penggantian dengan terapi besi. Sekitar 80 - 85% penyebab ADB dapat

diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat

secara peroral atau perenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya

denngan pemberian parenteral. Pemberian parenteral diberikan pada pasien yang tidak dapat

memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi akibat ada gangguan

pencernaan.3

1. Pemberian preparat besi peroral

Garam ferrous diabsorbsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan dengan garam

feri. Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering 15

dipakai adalah sulfat karena harganya yang lebi murah. Untuk mendapatkan respon

pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6mg besi elemental/kgBB/hari. Obat diberikan

dalam 2-3 dosis sehari. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah

anemia pada penderita teratasi.

Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi elemental yang ada dalam garam

ferrous. Garam ferrous sulfat mengandung besi elemental sebanyak 20%. Dosis obat

yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak

memeberikan efek kesembuhan yang lebih cepat. Absorbs besi yang terbaik adalah pada

saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek

samping pada saluran cerna. Untuk mengatasinya hal tersebut pemberian preparat besi

dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi

absorbi obat sekitar 40-50%.

Table 4. Respon terhadap pemberian besi pada ADB

Waktu setelah

pemberian besi

Respon

12-24 jam

36-48 jam

48-72 jam

4-30 hari

1-3 bulan

Penggantian enzim besi intraseluler; keluhan subjektif berkurang,

nafsu makn bertambah.

Respon awal dari sumsung tulang. Hyperplasia eritroid

Retikulositosis, puncaknya pada hari ke 5-7

Kadar Hb meningkat

Penambahan cadangan besi

Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering pada orang dewasa

dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat sementara dapat dihindari

dengan meletakkan larutan tersebut ke bagian belakang lidan dengan cara tetesan.

2. Pemberian preparat besi parenteral

Pemberian besi secara intramuskuler menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal.

Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk 16

menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral. Preparat yang sering dipakai

adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. dosis dihitung

berdasarkan :

Transfuse darah jarang diperlukan. Transfuse darah hanya diberikan pada keadaan aneia

yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi repon terapi. Pemberian

PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai

tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat

dengan kadar Hb<4 g/dl hanya diberikan PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian

disertai pemberian diuretic seperti furosemid. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat

dipertimbangkan pemberian transfusi tukar menggunakan PRC yang segar.

Prognosis

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui

penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan

manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.3

Jika terjadi kegagalan dalam terapi, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan

sebagai berikut :

Diagnosis salah

Dosis obat tidak adekuat

Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa

Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung

menetap.

Disertai penyakit yang mempengaruhi absobsi dan pemakaian besi seperti

infeksi,kegaganasan, penyakit hati,penyakit ginjal.

Gangguan absorbsi saluran cerna seperti pemberian antasod yang berlebihan pada

ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi.

Pencegahan

17

Dosis besi (mg) = BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5

Tingginya prevalensi anemia defisiensi besi baik pada bayi, anak-anak bahkan remaja,

sehingga Ikatan Dokter Anak Indoneisa merekomendasikan pemberian suplementasi besi

berdasarkan kelompok umur yaitu sebagai berikut :3

Tabel 5. Dosis dan lama pemeberian besi

Usia (tahun) Dosis besi elemental Lama pemberian

Bayi* : BBLR (< 2.500 g)

Cukup bulan

3 mg/kgBB/hari

2 mg/kgBB/hari

Usia 1 bulan sampai 2 tahun

Usia 4 bulan sampai 2 tahun

2 - 5 (balita) 1 mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan berturut-turut setiap 3 tahun

>5-12 tahun (usia sekolah) 1 mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan berturut-turut setiap 3 tahun

12-18 tahun (remaja) 60 mg/hari# 2x/minggu selama 3 bulan berturut-turut setiap 3 tahun

Keterangan: * Dosis maksimum untuk bayi: 15 mg/hari, dosis tunggal

# Khusus remaja perempuan ditambah 400 µg asam folat

TRANSFUSI DARAH

Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari seseorang

(donor) ke orang lain (resipien). Fokus utama dari proses ini adalah transfusi darah atau produk

darah yang aman serta konservasi darah (mengurangi kebutuhan transfusi darah).4

Transfusi untuk kepentingan profilaksis tidak direkomendasikan, sedangkan nilai ambang

dilakukannya transfusi adalah kadar hemoglobin di bawah 7 atau 8 gr/dl, kecuali pada pasien

dengan penyakit kritis. Kadar hemoglobin 8 gr/dl adalah ambang batas transfuse untuk pasien

yang dioperasi yang tidak memiliki factor resiko iskemia; sementara untuk pasien dengan resiko

iskemia, ambang batasnya dapat dinaikkan sampai 10 gr/dl. Pemberian transfusi untuk

menambah kapasitas pengiriman oksigen juga tidak dianjurkan, karena dari studi pada pasien

sepsis melaporkan bahwa transfuse tidak menyebabkan perubahan kapasitas pengiriman oksigen

6 jam setelah transfusi. 4

18

Mendukung penjabaran diatas, dari sebuah sumber dikatakan bahwa transfusi merupakan pedang bermata dua; yang jika diberikan dengan tepat pada

penderita yang tepat dalam waktu yang tepat akan dapat menyelamatkan penderita; namun jika salah diberikan dapat menimbulkan efek samping atau reaksi transfusi

(akan dijelaskan lebih lanjut sebagai komplikasi). Indikasi pemberian transfusi sel darah merah adalah sebagai berikut: 4

No Indikasi Transufusion Guidelines

1 Anemia simtomatik (pusing,

takikardia, takipnea, sianosis)

Indikasi jelas

2 Kehilangan darah > 15% dari

volume darah

Mungkin ada indikasi transfusi sel darah merah,

terutama jika diperkirakan perdarahan berlanjut

3 Anemia hipoproliferatif kronik Mungkin memerlukan transfusi periodik

4 Penyakit sel sabit Mungkin memerlukan transfusi selama krisis

atau untuk mencegah krisis

Sedangkan indikasi pemberian transfusi plasma adalah:

a. Defisiensi factor pembekuan

b. DIC

c. Mengatasi efek warfarin berlebih

d. Koagulopati delusional

e. Perdarahan pada penyakit hati

f. TTP

Bahan-bahan yang dapat ditransfusikan adalah:5,6

- Darah (whole blood)

1 unit darah berisi sekitar 250 – 450 ml, dengan antikoagulan sebanyak 15 ml/100 ml

darah. Jika dilihat dari masa penyimpanannya maka whole blood dapat dibagi menajdi

dua, yaitu:

o Darah segar (fresh blood) darah yang disimpan kurang dari 6 jam, masih

lengkap mengandung mengandung trombosit dan factor pembeku

o Darah yang disimpan (stored blood) darah yang sudah disimpan lebih dari 6

jam

19

Darah dapat disimpan hingga 35 hari, dan darah simpan ini telah menurun kandungan

trombosit serta sebagian factor pembeku (terutama factor yang labil). Pada orang dewasa,

1 unit darah lengkap akan meningkatkan Hb sekitar 1 g/dl atau hematokrit 3-4%. Pada

anak-anak, darah lengkap 8 ml/kg akan meningkatkan Hb sekitar 1 g/dl. Pemberiannya

sebaiknya melalui filter darah dengan kecepatan tetesan tergantung keadan klinis pasien,

namun setiap unitnya sebaiknya diberikan dalam 4 jam.

- Komponen darah

1. Komponen darah seluler

o Preparat sel darah merah

Sel darah merah yang dimampatkan (packed red cell : PRC). Darah

dipekatkan sehingga menjadi hematokrit 70-80 %, yang berarti

menghilangkan 125 – 150 ml plasma dari satu unitnya. PRC merupakan

pilihan utama untuk anemia kronik, karena volumenya yang lebih kecil

dibandingkan dengan whole blood.6

Pada orang dewasa, 1 unit sel darah merah pekat akan meningkatkan Hb

sekitar 1 g/dl atau hematokrit 3-4%, dan pemberiannya harus melalui filter

darah standar (170 µ). Hematokrit yang tinggi dapat menyebabkan

hiperviskositas dan menyebabkan kecepatan transfuse menurun, sehingga

perlu diberikan normal saline 50-100 ml sebagai pencampur di dalam CPD

atau CPD-1 untuk mengatasinya (harus hati-hati karena bias terjadi

kelebihan beban) 6

Washed red cell : leukocyte-platelet and plasma poor RBC. Preparat ini

berguna untuk mencegah reaksi febris, dan dapat diberikan untik AIHA

dan untuk mengurangi sensitisasi terhadap antigen leukosit. Pemberian

komponen sel darah ini paling baik diberikan dengan menggunakan filter.

o Konsentrat trombosit (platelet concentrate) 6

Preparat ini dipakai untuk mengatasi keadaan trombositopenia berat, misalnya

pada leukemia akut, anemia aplastik atau ITP. Dosisyang biasa digunakan pada

perdarahan yang disebabkan karena trombositopenia adalah 1 unit/10 kg BB,

biasanya diperlukan 5-7 unit pada orang dewasa. Satu kantong konsentrat

20

trombosit yang berasal dari 450 ml darah lengkap diperkirakan dapat menaikkan

jumlah trombosit sebanyak 9000-11.000/µl/m2 luas permukaan tubuh (contohnya

pada dewasa dengan BB 70 kg; diperkirakan akan terdapat kenaikan 5000-

10.000/µl. penghitungan peningkatan jumlah trombosit yang dikoreksi (corrected

count increment = CCI) adalah dengan rumus sebagai berikut: 5,6

CCI = ( post tx plt ct ) – ( pre tx plt ct ) x BSA

( plt transfused x 1011 )

Keterangan:

Post tx : pascatransfusi

Pre tx : pretransfusi

BSA : body surface area

Keberhasilan transfuse trombosit dapat dipantau dengan menghitung jumlah

trombosit (CCI) 1 jam pasca transfuse; dimana CCI > 7,5 – 10 x 109/L, atau CCI

> 4,5 x 109/L yang diperiksa 18 – 24 jam pascatransfusi.

o Konsentrat granulosit (granulocyte concentrate)

Dipakai untuk leucopenia berat dengan netrofil < 0,5x109/L.

2. Komponen plasma

o 5% albumin solution (plasma protein fraction) preparat ini dipakai untuk

penggantian volume plasma pada luka bakar, kedaruratan abdomen dan trauma

jaringan yang luas. 6

o Fresh frozen plasma mengandung plasma dan factor koagulasi labil (factor V

dan factor VIII). Preparat ini dibuat dari donor tunggal sehingga resiko penularan

hepatitis rendah. 6

o Cryoprecipitate mengandung factor VIII (80-100 unit), factor von Willebrand,

factor IX, fibronektin, dan fibrinogen. Digunakan untuk:

Hemofili

Penyakit von Willebrand

Sumber fibrinogen pada acute defibrination syndrome

21

o Lyophilized (freeze-dried) factor VIII concentrate dipakai untuk terapi

hemofili A. preparat ini dibuat dari pooled plasma sehingga ada resiko penularan

hepatitis dan HIV (AIDS). 6

o Lyophilized (freeze-dried) factor IX-prothrombin concentrate mengandung

prothrombin, factor IX, factor VII, dan factor X. Dipakai untuk mengatasi

hemofili B. 6

o Fibrinogen (freeze-dried) dipakai untuk mengatasi DIC

o Immunoglobulin (gamma globulin)

Immune gamma globulin

Hyperimmune gamma globulin

Rh immunoglobulin

Komplikasi Transfusi

Suatu penelitian melaporkan bahwa reaksi transfusi yang tidak diharapakn ditemukan

pada 6,6% resipien, dengan demam sebagai reaksi terbanyak (55%). Gejala lainnya berupa

menggigil tanpa demam (14%), reaksi alergi treuatam urtikaria (20%), hepatitis serum positif

(6%), reaksi hemolitik (4%), serta overload sirkulasi (1%). Berikut ini penjelasan lebih lanjut

dari komplikasi-komplikasi diatas:5,6

- Demam

Peningkatan suhu tubuh resipien dapat terjadi karena antibody leukosit, antibody

trombosit, atau senyawa pirogen. Usaha awal yang dapat dilakukan untuk pencegahannya

adalah dengan melakukan uji cocok silang antara leukosit donor dengan serum resipien

(pada pasien yang akan sitransfusi leukosit); ataupun dengan pemberian darah yang

mengandung sedikit leukosit (minimal dibuang 90% dari jumlah seluruh leukosit). Selain

itu dapat pula dipasang mikrofiltrasi yang memiliki pori 40 mm, yang dapat memfiltrasi

leukosit hingga 60%. Pemberian prednisone 50 mg atau lebih sehari atau 50 mg kortison

oral tiap 6 jam selama 48 jam sebelum transfusi, atau aspirin 1 gr saat mulai menggigil

atau 1 jam sebelum transfuse, dapat mencegah timbulnya demam.5,6

- Reaksi alergi

22

Syok anafilaktik terjadi 1 per 20.000 transfusi. Reaksi bervariasi, mulai dari reaksi alergi

ringan hingga yang berat. Reaksi ringan dapat berupa urtikaria yang muncul pada 3%

pasien; sedangkan reaksi berat dapat terjadi sebagai akibat interaksi antara IgA pada

darah donor dengan anti-IgA spesifik pada plasma resipien. 5,6

- Reaksi hemolitik

Reaksi ini muncul akibat destruksi sel darah merah setelah transfusi akibat darah yang

tidak cocok; atau bias juga disebabkan oleh sel darah merah yang rusak akibat paparan

dekstrosa 5%, injeksi air ke dalam sirkulasi, transfusi darah yang lisis, transfuse darah

dengan pemanasan berlebihan, trasnfusi darah beku, trasnfusi darah yang terinfeksi, atau

transfuse darah dengan tekanan tinggi. Selain itu, pada keadaan seorang resipien yang

ditransfusi dengan darah dengan antigen eritrosit yang berbeda dengan donornya (atau

bias juga janin yang menerima antigen eritrosit yang berbeda dari ibunya), akan terbentuk

antibody pada tubuh resipien atau bayi tersebut. Reaksi yang terjadi akan menyebabkan

antubodi merusak eritrosit, dan destruksi yang meningkat ini akan melepaskan

hemoglobin bebas ke dalam plasma, yang lambat laun akan menyebabkan kerusakan

ginjal, toksemia, bahkan kematian. Reaksi ini muncul pada 1 dari 250.000 – 1 juta

transfuse, yang separuhnya disebabkan oleh inkompatibilitas ABO karena kesalahan

administrasi. 1 dari 1000 pasien menunjukkan reaksi transfusi lambat; dan 1 dari 260.000

pasien menunjukkan reaksi hemolitik yang nyata karena adanya antibody terhadap

antigen eritrosit minor donor yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan sebelum transfusi.

Resiko meningkat pada populasi dengan resiko sickle cell disease. 4,5,6

- Penularan penyakit

Transfusi dapat menyebabkan timbulnya penularan penyakit yang sifatnya dapat

ditularkan melalui darah; seperti HIV, hepatitis B, hepatitis C, dan virus lainnya. Bakteri

juga dapat mengontaminasi eritrosit dan trombosit, sehingga dapat terjadi infeksi atau

sepsis setelah transfuse. 4,5,6

- Kontaminasi

Kontaminasi bakteri pada eritrosit yang paling sering disebabkan oleh Yersinia

enterocolitica, dengan angka kontaminasi di Amerika Serikat dan Selandia Baru masing-

masing 1 per 1 juta unit sel darah merah dan 1 per 65.000 sel darah merah. Resiko

23

kontaminasi berkaitan erat dengan lamanya penyimpanan. Resiko sepsis pada transfuse

trombosit adalah 1 per 12.000, dan angka tersebut akan meningkat pada transfuse yang

menggunakan konsentrat trombosit yang berasal dari beberapa donor. 4,5,6

- Cedera paru akut

Disebut juga TRALI (transfusion-related acute lung injury) dengan gejala klinis

hipoksemia akut dan edema pulmonal bilateral yang terjadi 6 jam setelah transfuse.

Masnifestasi klinis yang dapat ditemui antara lain dispnea, takipnea, demam, takikardia,

hipotensi atau hipertensi, serta leucopenia akut sementara. Angka kejadiannya adaah

sekitar 1 dari 1.200 – 25.000 transfusi. Beberapa mekanisme yang dianggap menjadi

penyebab kondisi ini adalah adanya reaksi antara neutrofil resipien dengan antibody

donor yang memiliki HLA atau antigen neutrofil spesifik. Hal ini berimbas pada

meningkatnya permeabilitas kapiler pada sirkulasi mikro di paru. 4,5

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama Lengkap : An. F

Umur : 6 tahun, 6 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

TTL : 15 April 2008

Alamat : Desa Barejulat, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah

Status dalam keluarga : Anak Kandung

Masuk RS tanggal : 17 Oktober 2014

24

Keluar RS tanggal : Pasien masih rawat inap

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Sanimah A. Fathoni

Umur 26 th 32 th

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan IRT wiraswasta

ANAMNESIS (tanggal 18 September 2014, diberitahu oleh bapak, nenek, dan bibi pasien)

Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUP NTB atas rujukan Puskesmas Bonjeruk. Pasien

dirujuk dengan diagnosis Thypoid dan anemia. Pasien dikeluhkan demam sejak 2 minggu

yang lalu, demam awalnya naik perlahan dan kemudian tinggi pada hari ke-5 demam.

Demam biasanya dirasakan naik sore sampai malam hari, sehingga pasien masih bisa

sekolah dan bermain. Namun setelah satu minggu, pasien dikeluhkan tambah lemah.

Pasien sering mengeluh mual namun tidak sampai muntah. Pasien pernah mencret saat

demam hari ke-5 sampai hari ke-8, BAB saat itu 4 sampai 5 kali dalam sehari semalam,

ampas (+), darah (-), lendir (-). Pada saat yang sama pasien juga mengeluh nyeri perut,

terutama dibagian ulu hati. Saat ini pasien tidak pernah BAB sejak 3 hari yang lalu. BAK

terakhir sekitar 1 jam sebelum pemeriksaan dengan jarak 5 jam dari kencing sebelumnya.

Pasien tidak mengeluh nyeri kepala (-), nyeri otot (-), pilek (-), batuk (-), kejang

(-), mimisan (-), perdarahan gusi (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Pasien tidak pernah mengalami keluhan muntah-muntah sebelumnya.

- Pasien pernah mengalami demam sekitar 8 bulan yang lalu, disertai batuk pilek dan

sembuh setelah minum Bodrexin

- Riwayat alergi makanan dan obat-obatan (-)

25

Riwayat Pengobatan

Selama dua minggu sakit pasien tidak pernah dibawa berobat. Pasien hanya

diberikan bodrexin saat demam, demam dikatakan sempat turun namun naik lagi. Untuk

keluhan mencret pasien juga tidak diberikan apa-apa. Pasien hanya diberikan banyak

minum oleh neneknya.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga ataupun tetangga dengan keluhan serupa. Penyakit keluarga

yang diturunkan (-)

Riwayat Keluarga (Ikhtisar)

Pasien adalah anak pertama dari ayah ibunya yang sekarang sudah bercerai. Pasien

tinggal dengan kakek nenek dari ayahnya.

Riwayat Pribadi

1. Riwayat Kehamilan dan persalinan

Ibu pasien mengaku rajin ANC ke Posyandu dan Puskesmas Bonjeruk. Ibu

pasien rajin mengkonsumsi vitamin yang diberikan di Puskesmas. Ibu pasien tidak pernah

mengkonsumsi obat-obatan lain dan jamu selama hamil. Ibu pasien juga mengaku tidak

pernah sakit berat saat hamil. Ibu mengandung selama hamil 39-40 minggu. Pasien lahir

normal tanggal 14 April 2008 di Polindes. Pasien langsung menangis dengan berat badan

lahir 3500 gram.

2. Riwayat Nutrisi

Pasien mendapat ASI eksklusif (6 bulan) dan melanjutkan ASI sampai 2 tahun

dengan dibantu susu formula. Sebelum sakit, nafsu makan pasien memang kurang, pasien 26

Pasien

lebih suka ngemil. Pasien makan nasi 2 kali sehari dengan porsi sedikit + 1 sendok besar

atau sendok nasi dengan lauk, tempe, atau ikan, pasien jarang makan daging dan tidak

suka makan sayur. Nafsu makan pasien ketika sakit menurun, pasien mengeluh terasapahit

di pangkal lidah. Pasien tidak pernah mengkonsumsi nasi sejak 1 hari yang lalu.

3. Perkembangan dan Kepandaian

Motorik Kasar Motorik Halus Bicara Sosial

Pasien bermain

dengan teman

sebayanya,

seperti bermain

bola dan

bersepeda

Pasien sudah

bisa menulis

Pasien sudah

bisa membaca

walaupun

tidak lancar

Pasien bermain

dengan teman

sebayanya.

4. Vaksinasi

A. Dasar : B. Ulangan

BCG (1 bulan) ibu pasien mengaku

pernah diimunisasi di lengan dan

terbentuk gelembung

Hepatitis Pasien mengatakan rutin

mengimunisasi anaknya setiap bulan dip

aha sampai umur 4 bulan. Demam setelah

imunisasi (-)

PolioPasien mengatakan rutin

27

mengimunisasi anaknya setiap bulan

dipuskesmas, dimana pasien diberikan

obat tetes ke mulutnya

DPT Pasien mengatakan rutin

mengimunisasi anaknya setiap bulan dip

aha sampai umur 4 bulan. Demam setelah

imunisasi (-)

Campak ibu pasien mengaku imunisasi

terakhir pasien saat umur sembilan bulan

dan disuntik dilengan.

Pasien diakui selalu mendapat imunisasi sesuai jadwal.

Riwayat Sosial

Pasien tinggal dengan kakek nenek setelah orang tuanya bercerai sekitar 2 tahun yang

lalu. Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan + Rp. 1.000.000,00/ bulan.

Ayah pasien sudah menikah lagi dan sudah mempunyai anak. Ibu pasien seorang IRT juga

sudah menikah dan mempunya anak lagi. Ibu pasien jarang melihat anaknya. Rumah kakek

nenek pasien memiliki 1 kamar tidur, dan ruang keluarga sekaligus ruang tamu. Kamar

mandi dan dapur terpisah dari rumah. Pasien tidur bersama neneknya. Kakek pasien perokok

aktif. Sumber mata air pasien dari air sumur dimana dikatakan air minum jarang direbus.

Pasien juga tidak pernah mencuci tangan dengan sabun setelah BAB dan BAK atau sebelum

makan.

PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 18 Oktober 2014)

o Kesan umum : Lemah

o Kesadaran : Compos Mentis

o Fungsi Vital

Nadi : 88 kali/menit, isi dan tegangan kuat, irama teratur

Pernapasan : 24 kali/menit, tipe thorakoabdominal

28

T ax : 37,3oC

TD :100/70 mmHg

CRT : <3 detik

Rumple leed : negatif

Status Gizi

Berat Badan : 10,5 kg;

Panjang Badan: 113 cm

Lingkar Kepala: 47 cm

Edema : -

Z-score :

BB/TB : 10/16 x 100 % = 62,5 % (malnutrisi berat)

BB/U : 10,5/21 x 100 % = 50 % (malnutrisi berat)

TB/U : 113/116 x 100 % = 97 % (normal)

Status General :

Kepala :

- Bentuk dan ukuran : normocephali (LK = 47 cm LK/U= 0- (-1) SD),

- Ubun-ubun besar : tertutup

- Rambut : normal

Mata :

- Simetris

- Udema palpebra (-)

- Konjungtiva : anemia (+)

- Sklera : ikterus (-),

- Pupil : isokor, RP +/+, miosis (-), midriasis (-)

Telinga :

- Bentuk : normal

- Lubang telinga : normal, otorhea (-), serumen (+) sedikit

Hidung :

29

- Simetris, deviasi septum (-)

- Napas cuping hidung (-), rinorhea (-)

Mulut :

- Mulut terbuka, Bibir : sianosis (-), tampak pucat, stomatitis angularis (-)

- Lidah : glositis (-),thyphoid tongue (-)

- Gigi : Tak tampak perdarahan gusi

Leher :

- Kaku kuduk (-)

- Scrofuloderma (-)

- Pemb.KGB (-)

Thorax

Pulmo :

Inspeksi :

- Bentuk dan ukuran : normal, deformitas (-), iga gambang (-)

- Pergerakan dinding dada : simetris

Palpasi :

- Pergerakan dinding dada simetris

Perkusi :

- Pulmo : Sonor +/+- Cor :

Batas Atas : Intercostal space 2

Batas bawah : Intercostal space 4-5

Batas kanan : garis parasternal kanan

Batas kiri : Garis midcalvicula kiri

Auskultasi :

- Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

- Cor : S1S2, regular, tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi :

30

- distensi (-)

- Umbilicus normal

Auskultasi :

- Bising usus (+) normal

Palpasi :

- Turgor : normal ( < 2 detik)

- Nyeri tekan (+) epigastrium

- Tonus : normal

- Hepar tak teraba, lien teraba schuffner 1, konsistensi lunak, permukaan

halus

Perkusi :

- Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen

Anggota Gerak:

Tungkai Atas Tungkai Bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral hangat + + + +

Edema - - - -

Pucat - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks Fisiologis + (normal) + (normal) + (normal) + (normal)

Refleks Patologis - - - -

Muscle Wasting - - - -

o Kulit : Ikterus (-), pustula (-), peteki ( -), sklofuloderma (-), tampak confluens

ptekie rash pada kedua tungkai bawah

o Urogenital : tidak tampak kelainan

31

o Vertebrae : tidak tampak kelainan

Pemeriksaan Laboratorium

Darah lengkap:

Parameter 17/10/14

Demam hari ke-

15

21/10/14

Demam hari ke-

19

23/10/14

Demam hari ke-21

Parameter 23/10/14

Demam hari ke-

21

Hb (g/dL) 6,18 8,62 10,4 Urea (mg/dl)

21,8

HCT (%) 18,7 26,6 30,9 Kreatinin (mg/dl)

0,51

WBC (103/uL)

10,7 7,06 7,10 Albumin (g/dl)

3,03

Neu (%) 53,4 49,9 55,6 Gol Darah

AB

Lym (%) 41,2 42,5 35,8

Mono(%) 3,91 6,49 7,03

PLT (103/uL)

150 201 177

Widal O 1/80

Widal H 1/320

Widal AH

1/160

RESUME

Pasien laki-laki, usia 6 tahun dirujuk dengan diagnosis Thypoid dan anemia.

demam sejak 2 minggu yang lalu, awalnya naik perlahan dan kemudian tinggi pada hari

ke-5. Biasanya dirasakan naik sore sampai malam hari. Setelah satu minggu, pasien

32

dikeluhkan tambah lemah. Mual (+) Muntah (-). Mencret (+) saat demam hari ke-5 sampai

hari ke-8, BAB saat itu 4 sampai 5 kali dalam sehari semalam, ampas (+), darah (-), lendir

(-). Nyeri perut kanan bawah (+). BAB (-) sejak 3 hari yang lalu. BAK terakhir sekitar 1

jam sebelum pemeriksaan dengan jarak 5 jam dari kencing sebelumnya.Pasien tidak

mengeluh nyeri kepala (-), nyeri otot (-), pilek (-), batuk (-), kejang (-), mimisan (-),

perdarahan gusi (-). Vital sign, HR : 88 RR: 24 T : 37,6, pemeriksaan fisik didapatkan

splenomegali (+), nyeri tekan (+) Epigastrium.

DIAGNOSIS KERJA

- Diagnosis Primer : Malnutrisi Berat

- Diagnosis Sekunder : Demam Tifoid

- Diagnosis Komplikasi : Suspek Anemia Defisiensi Besi

DIAGNOSIS BANDING

DHF

Anemia Aplastik

RENCANA AWAL

Planning diagnostik

- Pemeriksaan Darah Lengkap

- Elektrolit

- Hapusan darah tepi

- Feses lengkap

- SI, TIBC

Planning terapi

- RL 20 tpm

- Cefotaxim 2x200

- Ampicilin 4x500

- PCT 3x1 Cth atau jika demam

33

- Suplementasi besi 2x20 mg

- Edukasi keluarga pasien mengenai:

1. Lapor jika ada tanda bahaya, misalnya pasien muntah, akral dingin, susah bernafas,

dan tidak BAK lebih dari 6 jam

2. Nutrisi anak harus cukup, makan-makanan yang bergizi jangan berikan anak terlalu

banyak ngemil dan jangan makan sembarangan.

3. Cuci tangan menggunakan sabun setelah BAB dan BAK dan sebelum makan.

Planning Monitoring

- Monitoring Keadaan umum dan vital sign

Tanggal Subject Object Assesment Planning

18/10/14 Pasien masih

dikeluhkan

demam, muntah

(-), mual (-), nyeri

perut (-),

HR : 88 x/m

RR : 20x/menit

Temp : 37,3º

- RL 20 tpm

- Cefotaxim 2x200

- Ampicilin 4x500

- PCT 3x1

- Transfusi PRC

I 100 cc

II 75 cc

III 75 cc

20/10/2014

21/10/2014

Demam (+) naik

turun, mual (-)

muntah (-), BAB

(+) tadi pagi, rewel

(+)

Demam (+),

transfuse sdudah

masuk 1x, pasca

transfuse

HR : 132 x/m

RR : 22x/menit

Temp : 36,7º

HR : 128 x/m

RR : 21x/menit

- Tx Lanjut

- tx Lanjut

34

22/10/2014

23/10/2014

demam(-), mual

muntah(-).

demam (-), pasca

transfuse ke II

tidak ada keluhan

demam dan gatal2

Demam (-), edem

palpebra (+),

distensi abdomen,

shifting dullness

(+)

Temp : 36,2º

HR : 96m

RR : 22x/menit

Temp : 36,0ºc

HR : 132 x/m

RR : 22x/menit

Temp : 36,7º

-Tx.Lanjut

cek DL, Bun/SC

Lasix 2 x ½

Eritromisin 3x1

PROGNOSIS

Dubia ad bonam

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumarmo,S et all. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Edisi Kedua.IDAI.2010

2. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia,Jilid 1, IDAI,2010

3. Buku Ajar Hematologi-OnkologiAnak. IDAI,2006

4. Bakta, I Made, 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

5. Sudoyo, Aru W, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:

Penerbit FKUI

6. WHO, 2002. The Clinical Use of Blood: Handbook. Geneva.

36