tht.doc

9
Bisno et al, pada protap Perkumpulan Penyakit Infeksius Amerika (Infectious Diseases Society of America – IDSA), menegaskan bahwa utnuk mengidentifikasi pasien dengan faringitis GABHS dipertimbahkan gambaran klinis dan epidemiologisnya. Bila gambaran klinis dan epidemiologis mengarah ke infeksi GABHS, uji laboratorium (kultur atau RADT) harus dilakukan dan, apabila positif, terapi antibekaterial harus diberikan kebapad pasien. Gambar 2 menunjukan bagan rekomendasi oleh Bisno et al pada protap IDSA. Snow et al, pada protap Kedokteran Universitas Amerika (American College of Physicians –ACP), menyarankan penggunan nilai Centor untuk mengidentifikasi pasien dengan faringitis GABHS. Bila nilai Centor ≥ 2, uji mikrobiologik harus dilakukan. Pasien dewasa dengan nilai Centor ≥ 4 harus diterapi tanpa perulu adanya konfirasi mikrobiologis. Bagan yang diusulkan oleh Snow et al pada protap ACP diilustrasikan pada gambar 3. Bagaimanapun, masih diperdebatkan apakah pendekatan lanjut ini akan menjadi terapi berlebih (over treatment) karena hanya 50% dari pasien dengan nilai Centor 4 benar0benar menderita faringitis streptokokus. Gerber et al pada pernyataan ilmiah dari Asosiasi Jantung Amerika (American Heart Association), menyarankan untuk skrining pasien dengan kriteria klinik dan

Upload: himonoona

Post on 27-Nov-2015

4 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

Page 1: THT.doc

Bisno et al, pada protap Perkumpulan Penyakit Infeksius Amerika (Infectious

Diseases Society of America – IDSA), menegaskan bahwa utnuk mengidentifikasi

pasien dengan faringitis GABHS dipertimbahkan gambaran klinis dan

epidemiologisnya. Bila gambaran klinis dan epidemiologis mengarah ke infeksi

GABHS, uji laboratorium (kultur atau RADT) harus dilakukan dan, apabila

positif, terapi antibekaterial harus diberikan kebapad pasien. Gambar 2

menunjukan bagan rekomendasi oleh Bisno et al pada protap IDSA. Snow et al,

pada protap Kedokteran Universitas Amerika (American College of Physicians –

ACP), menyarankan penggunan nilai Centor untuk mengidentifikasi pasien

dengan faringitis GABHS. Bila nilai Centor ≥ 2, uji mikrobiologik harus

dilakukan. Pasien dewasa dengan nilai Centor ≥ 4 harus diterapi tanpa perulu

adanya konfirasi mikrobiologis. Bagan yang diusulkan oleh Snow et al pada

protap ACP diilustrasikan pada gambar 3. Bagaimanapun, masih diperdebatkan

apakah pendekatan lanjut ini akan menjadi terapi berlebih (over treatment) karena

hanya 50% dari pasien dengan nilai Centor 4 benar0benar menderita faringitis

streptokokus.

Gerber et al pada pernyataan ilmiah dari Asosiasi Jantung Amerika (American

Heart Association), menyarankan untuk skrining pasien dengan kriteria klinik dan

epidemiologis dan utnuk melakukan RADT atau kultur tenggorok pada semua

pasien berisiko.

Pada anak-anak, American Academy of Pediatrics merekomendasikan butuh

konfirmasi laboratioum untuk mendiagnosa GABHS> Dalam pengambilan

keputusan, dibutuhkan spesimen swab tenggorok, dokter harus memastikan bahwa

umurnya lebih dari 3 tahun, adanya tanda klinis dan gejala faringitis, epidemiologi

komunitas dan musim, termasuk kontak dengan infeksi GABHS atau adanya

keluarga atau prang dengan riwayat ARF atau post glomerulonefritis

streptokokus. Anak dengan gejala atau tanda yang menunjukan infeksi viras

(coryza, konjungtivitis, sakit tenggorokan, batuk, stomatitis atau diare) tidak boleh

diuji.

Page 2: THT.doc

Menganggap bahwa kebutuhan konfirmasi hasil RADT negatif, Snow dan Bisno

menyarankan untuk melakukan kultur tenggorok pada anak, sedangkan pada

dewasa tidak diperlukan inverstigasi lebih lanjut. Sebaliknya, Gerber et al

menyatakan bahwa bila RADT negatif, kultur tenggorok harus dilakukan baik

pada anak ataupun dewasa. Kbeutuhan untuk mengkonfirmasi hasil RADT yang

negatif dengan kultur tenggorok juga disarankan oleh American Academy of

Pediatrics. Sebaliknya, karenya tingginya spesifitias, tidak perlu lagi utnuk

mengkonfirmasi hasil uji RADT yang positif.

Telah dilaporkan sebelumnya bahwa RADT tidak terlalu bermanfaat

dibandingkan dengan indikasinya seperti yang terdapat pada protap Amerika.

Studi retrospektif luas di USA yang diprakarsai oleh Linder et al termasuk jumlah

total 4158 anak dengan faringitis berumur 3-17 tahun menunjukan bahwa hasil uji

GABHS hanya 63% pasien dengan sakit tenggorokan dan diobati antibiotik pada

53% anak., melebihi ekspektasi maksimum dari prevalensi GABHS. Terdapat

perbedaan signifikan pada peresepan antibiotik antara anak dengan uji GABHS

dan yang tidak : uji GABHS berkaitan dengan rendahnya pemeberian antibiotik.

Perlu dipertimbangkan bahwa di ITAli, protap regional oelh Emilia Romagna

menyarankan untuk melakukan RADT ketika nilai Centor ≥ 2. Bila RADT positif,

lalu terapi antibiotik harus dimulai; bila RADT negatif dan kecurigaan klinis

untuk faringitis GABHS tinggi, kultur tenggorok harus dilakukan. Ketika nilai

Centor 5, langsung lakukan uji mikrobial. Bagan ini diilustrasikan pada gambar 4.

Terapi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terapi antibiotik tidak selalu rutin

direkomendasikan, berdasarkan prevalensi etiologi dari virus penyebab faringitis.

Bagaimanapun, ketika terapi antimikrobial telah diindikasikan, penting untuk

memiolih terapi yang baik.

Semua penulis dan protap nasional setuju untuk menyarankan penisilin sebagai

terapi lini pertama, sejak GABHS tetap secara global masih sensitif terhadap

penisilin. Meskipun penicilin V merupakan terapi pilihan, ampicilin atau

Page 3: THT.doc

amoxicilin masih sama efektif dan, karena rasanya yang lebih enak, menjadi

pilihan yang pas utnuk anak-anak. Lebih lagi, kita harus mengingat bahwa

suspensi penilisin masih belum tersedian secara komersil pada beberapa negara

termasuk Italia, sehingga amoxicilin masih sering diresepkan.

Gerber et al menyatakan bahwa pemebrian segera terapi penicilin jangka pendek

pada klinis, mengurangi insidensi sekuel supuratif, risiko transmisi dan mencegah

ARF meskipun diberikan hingga 9 hari setelah onset awal penyakit.

Pilihan terapi dengan dosis dan durasi yang direkomendasikan oleh American

Academy of Pediatrics diilustrasikan pada tabel 4.

Penting untuk diingat bahwa macrolids tidak diindikasikan sebagai terapi

faringitis, berdasarkan tingginya resistensi terhadap erythromycin diantara

GABHS di USA dan Eropa. Indikasi penggunaan macrolids pada faringitis

berpindah untuk pasien yang alergi dengan antibiotik β- laktam. Alergi ini harus

dibuktikan dengan uji laboratorioum. Bila hipersensitivitas pasien terhadap

penicilin bukanlah hipersensitivitas tipe I, cephalosporiun harus dipertimbangkan

sebagai pilihan terapi yang baik.

Indikasi penggunaan Amoxicilin sekali per hari, diajukan oleh Gerber et al dan

secara luas dilakukan di USA, tidak diterima secara global. Amoxicilin yang

diberikan sekali sehari tidak diterimoa dari Food and Drug Administration (FDA)

dan European Medicines Agency (EMEA) untuk profilaksis primer dari ARF.

Durasi standar untuk terapi antibiotik ialah 10 hari. Telah diajukan utnuk

memendekannya menjadi 3-6 hari saja, untuk meningkatkan penyesuaian. Review

dari Chochrane pada 20 studi melibatkan sejumlah 13.102 kasus GABHS akut

telah dipublikasikan di tahun 2009. Penulis membandingkan terapi durasi pendek

(3-6 hari) untuk antibiotik oral (termasuk semua tipe) dengan terapi berdurasi

standar. Ditemukan bahwa terapi berdurasi pendek menghasilkan risiko yang

lebih rendah untuk kegagaln terapi klinis dan tidak ada perbedaan signifikan pada

kegagalan terapi bakteriologikal awal, atau rekurensi klinis lanjut. Bagaimanapun,

risiko kesulurhan dari rekurensi bakteriologis lanjut menjadi lebih buruk pada

Page 4: THT.doc

terapi berdurasi pendek, meskipun tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan

dengan studi dimana azitromicin dosis rendah telah dieliminasi (10 mg/kg).

Penulis menyimpulkan bahwa pemberian jangka pendek (2-6 hari) antibiotik orah

memilik efisiensi dibandingkan dengan terapi berdurasi standar dalam menerapi

pasien dengan faringitis GABHS akut.

Namun, hasil dari pengamatan ini masih dikritik luas. Shad D. Mengarisbawahi

paling tidak dibutuh satu uji yang sesuai prosedur dan satu meta-analisis tidak

termasuk. Selain itu, kebanyakn dari uji coba ini methodolginya tidak akurat

(contoh randomisasi tidak dideskripsikan secara baik, hanya 3 dari 20 studi yang

blinded). Lebih lanjutnya ARF diangggap sebagai hasill tama hanya pada 3 dari

20 termask studi dari total 3 peristiwa yang telah dicatat sebelumnya (tidak cukup

kuat untuk membuat kesimpulan). Fagalas et al pada meta analysis terbaru pada

uji random (8 RCT, 1607 pasien) menemukan bahwa terapi jangka pendek untuk

faringitis GABHS berkaitan dengan kurangnya tingkat eradikasi bakterial. Setela

terapi yang adekuat, kultur lanjutan tidak dibutuhkan kecuali terdapat gejala

ulangan.

Faringitis rekuren mungkin muncul sebagai relaps aau hasi dari paparan baru.

Dalam hal relaps, cephalosporin lebih efektif daripada penisilin.

Beberapa penulis neyarankan bahwa cephalosporin memiliki efektifitas lebih

tinggi daripada penicilin pada faringitis GABHS. Pada meta-analisis dari 9 RCT,

melibatkan 2113 pasien dewasa denan faringitis GABHS, Casey dan Pichichero

mengindikasikan bahwa kecenderungan penyembuhan bakteriologis dan klinis

untuk tonsilofaringitis GABHS pada dewasa secara signifikan lebih tinggi setelah

10 hari terapi dengan cephalosporin oral dibandingkan penicilin oral. Mereka

melaporkan bahwa terdapat perbedaan absolut pada tingkat kegagalan

bakteriologik antara cephalosporin dan penisilin sekitar 5,4%. Mereka juga

memprakasi sebuat meta-analisis untuk RCT cepalosporis dibandingkan dengan

penicilin sebagai terapi faringitis GABHS pada anak-anak. Hal ini

mengidikasikan bahwa kecenderungan bakteriologis dan kegagalan klnis secara

Page 5: THT.doc

signifikan lebih rendah bila diresepi cephalosporin oral, dibandingkan dengan

penisilin oral.

Tetapi, harus diingat juga bahwa tidak ada protap yang merekomendasikan

cephalosporin sebagai terapi pilihan pertama untuk faringitis GABHS karena

tingginya biaya dibandingan penisilin dan risiko resistensi strain. Rekomendasi

pada protap terbatas pada pasien dengan hipersensibilitas terhadap β-laktam non

tipe-I.

Opini penulis dan kesimpulan

Diagnosis dan terapi yang tepat untuk faringitis GBHS merupakan kunci utama

untuk mencapai pemakaian antibiotik yang tepat dan mencegah sekuel supuratif

dan non supuratif. Ditambah, secara bijaksa kami peraya bahwa spesialis anak

akan mellkukan paling tidak salah satu uji micriobiologis (RADT atau kultur

tenggorok) pada suspek faringitis GABS< untuk membuat diagnosis yang tepat.

Kebanyakan RADT hasilnya keluar dalam waktu beberapa menit dan

sensitivitasnya sangat tigngi. Secar praktis, kami menyarankan bahwa RADT

negatif harus dikonfismasi dengna kultur tenggorok hanya bila suspek klinis utnuk

faringitis GABHS tinggi. Faringitis dengna etiologi bakteri harus mendapatkan

terapi antibiotik. Penicilin V merupakan obat pilihan perama, tetapi suspensi olra

tidak tersedia di Italia. Amoxicilan sama efektifnya dan mengambarkan

palatabilitas, sehingga dapat digunakan sebagai terapi lini pertama. Makrolid tidak

diindikasikan untuk terapi faringitis GABHS kecuali dengan pasien yang alergi

terhadap penisilin (konfirmasi laboratorium dibutuhkan). Untuk kelompok pasien

yang diberikan Cephalosporin, menggambarkan alternatif yang baik (tidak

dihitung kasus hipersenstifias tipe I terhadap penisilin). Ketidaksesuaian

penggunaan makrolid utnuk terapi faringitis GABHS menjadi sebab uama

resistensi strain pada negara bara. Hal ini penting untuk digarisbawahi bahwa

durasi terapi harus paling tidak 10 hari. Untuk meningkatkan pemenuhan pasien

dokter harus menjelaskan pentingnya terapi penh (10 hari) untuk mengeradikasi

bakteri meskipun terdapat peningkatan klinis selama 4-5 terapi.

Page 6: THT.doc

Walau tidak ada protap Italia yang tersedia, tetapi kita percaya bahwa

fundamental untuk menerbitkan pendekatan yang rasional dan seragam sebagai

manajeman utnuk menerapi faringitis GABHS di seluruh negara.