tht.doc
DESCRIPTION
thtTRANSCRIPT
Bisno et al, pada protap Perkumpulan Penyakit Infeksius Amerika (Infectious
Diseases Society of America – IDSA), menegaskan bahwa utnuk mengidentifikasi
pasien dengan faringitis GABHS dipertimbahkan gambaran klinis dan
epidemiologisnya. Bila gambaran klinis dan epidemiologis mengarah ke infeksi
GABHS, uji laboratorium (kultur atau RADT) harus dilakukan dan, apabila
positif, terapi antibekaterial harus diberikan kebapad pasien. Gambar 2
menunjukan bagan rekomendasi oleh Bisno et al pada protap IDSA. Snow et al,
pada protap Kedokteran Universitas Amerika (American College of Physicians –
ACP), menyarankan penggunan nilai Centor untuk mengidentifikasi pasien
dengan faringitis GABHS. Bila nilai Centor ≥ 2, uji mikrobiologik harus
dilakukan. Pasien dewasa dengan nilai Centor ≥ 4 harus diterapi tanpa perulu
adanya konfirasi mikrobiologis. Bagan yang diusulkan oleh Snow et al pada
protap ACP diilustrasikan pada gambar 3. Bagaimanapun, masih diperdebatkan
apakah pendekatan lanjut ini akan menjadi terapi berlebih (over treatment) karena
hanya 50% dari pasien dengan nilai Centor 4 benar0benar menderita faringitis
streptokokus.
Gerber et al pada pernyataan ilmiah dari Asosiasi Jantung Amerika (American
Heart Association), menyarankan untuk skrining pasien dengan kriteria klinik dan
epidemiologis dan utnuk melakukan RADT atau kultur tenggorok pada semua
pasien berisiko.
Pada anak-anak, American Academy of Pediatrics merekomendasikan butuh
konfirmasi laboratioum untuk mendiagnosa GABHS> Dalam pengambilan
keputusan, dibutuhkan spesimen swab tenggorok, dokter harus memastikan bahwa
umurnya lebih dari 3 tahun, adanya tanda klinis dan gejala faringitis, epidemiologi
komunitas dan musim, termasuk kontak dengan infeksi GABHS atau adanya
keluarga atau prang dengan riwayat ARF atau post glomerulonefritis
streptokokus. Anak dengan gejala atau tanda yang menunjukan infeksi viras
(coryza, konjungtivitis, sakit tenggorokan, batuk, stomatitis atau diare) tidak boleh
diuji.
Menganggap bahwa kebutuhan konfirmasi hasil RADT negatif, Snow dan Bisno
menyarankan untuk melakukan kultur tenggorok pada anak, sedangkan pada
dewasa tidak diperlukan inverstigasi lebih lanjut. Sebaliknya, Gerber et al
menyatakan bahwa bila RADT negatif, kultur tenggorok harus dilakukan baik
pada anak ataupun dewasa. Kbeutuhan untuk mengkonfirmasi hasil RADT yang
negatif dengan kultur tenggorok juga disarankan oleh American Academy of
Pediatrics. Sebaliknya, karenya tingginya spesifitias, tidak perlu lagi utnuk
mengkonfirmasi hasil uji RADT yang positif.
Telah dilaporkan sebelumnya bahwa RADT tidak terlalu bermanfaat
dibandingkan dengan indikasinya seperti yang terdapat pada protap Amerika.
Studi retrospektif luas di USA yang diprakarsai oleh Linder et al termasuk jumlah
total 4158 anak dengan faringitis berumur 3-17 tahun menunjukan bahwa hasil uji
GABHS hanya 63% pasien dengan sakit tenggorokan dan diobati antibiotik pada
53% anak., melebihi ekspektasi maksimum dari prevalensi GABHS. Terdapat
perbedaan signifikan pada peresepan antibiotik antara anak dengan uji GABHS
dan yang tidak : uji GABHS berkaitan dengan rendahnya pemeberian antibiotik.
Perlu dipertimbangkan bahwa di ITAli, protap regional oelh Emilia Romagna
menyarankan untuk melakukan RADT ketika nilai Centor ≥ 2. Bila RADT positif,
lalu terapi antibiotik harus dimulai; bila RADT negatif dan kecurigaan klinis
untuk faringitis GABHS tinggi, kultur tenggorok harus dilakukan. Ketika nilai
Centor 5, langsung lakukan uji mikrobial. Bagan ini diilustrasikan pada gambar 4.
Terapi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terapi antibiotik tidak selalu rutin
direkomendasikan, berdasarkan prevalensi etiologi dari virus penyebab faringitis.
Bagaimanapun, ketika terapi antimikrobial telah diindikasikan, penting untuk
memiolih terapi yang baik.
Semua penulis dan protap nasional setuju untuk menyarankan penisilin sebagai
terapi lini pertama, sejak GABHS tetap secara global masih sensitif terhadap
penisilin. Meskipun penicilin V merupakan terapi pilihan, ampicilin atau
amoxicilin masih sama efektif dan, karena rasanya yang lebih enak, menjadi
pilihan yang pas utnuk anak-anak. Lebih lagi, kita harus mengingat bahwa
suspensi penilisin masih belum tersedian secara komersil pada beberapa negara
termasuk Italia, sehingga amoxicilin masih sering diresepkan.
Gerber et al menyatakan bahwa pemebrian segera terapi penicilin jangka pendek
pada klinis, mengurangi insidensi sekuel supuratif, risiko transmisi dan mencegah
ARF meskipun diberikan hingga 9 hari setelah onset awal penyakit.
Pilihan terapi dengan dosis dan durasi yang direkomendasikan oleh American
Academy of Pediatrics diilustrasikan pada tabel 4.
Penting untuk diingat bahwa macrolids tidak diindikasikan sebagai terapi
faringitis, berdasarkan tingginya resistensi terhadap erythromycin diantara
GABHS di USA dan Eropa. Indikasi penggunaan macrolids pada faringitis
berpindah untuk pasien yang alergi dengan antibiotik β- laktam. Alergi ini harus
dibuktikan dengan uji laboratorioum. Bila hipersensitivitas pasien terhadap
penicilin bukanlah hipersensitivitas tipe I, cephalosporiun harus dipertimbangkan
sebagai pilihan terapi yang baik.
Indikasi penggunaan Amoxicilin sekali per hari, diajukan oleh Gerber et al dan
secara luas dilakukan di USA, tidak diterima secara global. Amoxicilin yang
diberikan sekali sehari tidak diterimoa dari Food and Drug Administration (FDA)
dan European Medicines Agency (EMEA) untuk profilaksis primer dari ARF.
Durasi standar untuk terapi antibiotik ialah 10 hari. Telah diajukan utnuk
memendekannya menjadi 3-6 hari saja, untuk meningkatkan penyesuaian. Review
dari Chochrane pada 20 studi melibatkan sejumlah 13.102 kasus GABHS akut
telah dipublikasikan di tahun 2009. Penulis membandingkan terapi durasi pendek
(3-6 hari) untuk antibiotik oral (termasuk semua tipe) dengan terapi berdurasi
standar. Ditemukan bahwa terapi berdurasi pendek menghasilkan risiko yang
lebih rendah untuk kegagaln terapi klinis dan tidak ada perbedaan signifikan pada
kegagalan terapi bakteriologikal awal, atau rekurensi klinis lanjut. Bagaimanapun,
risiko kesulurhan dari rekurensi bakteriologis lanjut menjadi lebih buruk pada
terapi berdurasi pendek, meskipun tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan
dengan studi dimana azitromicin dosis rendah telah dieliminasi (10 mg/kg).
Penulis menyimpulkan bahwa pemberian jangka pendek (2-6 hari) antibiotik orah
memilik efisiensi dibandingkan dengan terapi berdurasi standar dalam menerapi
pasien dengan faringitis GABHS akut.
Namun, hasil dari pengamatan ini masih dikritik luas. Shad D. Mengarisbawahi
paling tidak dibutuh satu uji yang sesuai prosedur dan satu meta-analisis tidak
termasuk. Selain itu, kebanyakn dari uji coba ini methodolginya tidak akurat
(contoh randomisasi tidak dideskripsikan secara baik, hanya 3 dari 20 studi yang
blinded). Lebih lanjutnya ARF diangggap sebagai hasill tama hanya pada 3 dari
20 termask studi dari total 3 peristiwa yang telah dicatat sebelumnya (tidak cukup
kuat untuk membuat kesimpulan). Fagalas et al pada meta analysis terbaru pada
uji random (8 RCT, 1607 pasien) menemukan bahwa terapi jangka pendek untuk
faringitis GABHS berkaitan dengan kurangnya tingkat eradikasi bakterial. Setela
terapi yang adekuat, kultur lanjutan tidak dibutuhkan kecuali terdapat gejala
ulangan.
Faringitis rekuren mungkin muncul sebagai relaps aau hasi dari paparan baru.
Dalam hal relaps, cephalosporin lebih efektif daripada penisilin.
Beberapa penulis neyarankan bahwa cephalosporin memiliki efektifitas lebih
tinggi daripada penicilin pada faringitis GABHS. Pada meta-analisis dari 9 RCT,
melibatkan 2113 pasien dewasa denan faringitis GABHS, Casey dan Pichichero
mengindikasikan bahwa kecenderungan penyembuhan bakteriologis dan klinis
untuk tonsilofaringitis GABHS pada dewasa secara signifikan lebih tinggi setelah
10 hari terapi dengan cephalosporin oral dibandingkan penicilin oral. Mereka
melaporkan bahwa terdapat perbedaan absolut pada tingkat kegagalan
bakteriologik antara cephalosporin dan penisilin sekitar 5,4%. Mereka juga
memprakasi sebuat meta-analisis untuk RCT cepalosporis dibandingkan dengan
penicilin sebagai terapi faringitis GABHS pada anak-anak. Hal ini
mengidikasikan bahwa kecenderungan bakteriologis dan kegagalan klnis secara
signifikan lebih rendah bila diresepi cephalosporin oral, dibandingkan dengan
penisilin oral.
Tetapi, harus diingat juga bahwa tidak ada protap yang merekomendasikan
cephalosporin sebagai terapi pilihan pertama untuk faringitis GABHS karena
tingginya biaya dibandingan penisilin dan risiko resistensi strain. Rekomendasi
pada protap terbatas pada pasien dengan hipersensibilitas terhadap β-laktam non
tipe-I.
Opini penulis dan kesimpulan
Diagnosis dan terapi yang tepat untuk faringitis GBHS merupakan kunci utama
untuk mencapai pemakaian antibiotik yang tepat dan mencegah sekuel supuratif
dan non supuratif. Ditambah, secara bijaksa kami peraya bahwa spesialis anak
akan mellkukan paling tidak salah satu uji micriobiologis (RADT atau kultur
tenggorok) pada suspek faringitis GABS< untuk membuat diagnosis yang tepat.
Kebanyakan RADT hasilnya keluar dalam waktu beberapa menit dan
sensitivitasnya sangat tigngi. Secar praktis, kami menyarankan bahwa RADT
negatif harus dikonfismasi dengna kultur tenggorok hanya bila suspek klinis utnuk
faringitis GABHS tinggi. Faringitis dengna etiologi bakteri harus mendapatkan
terapi antibiotik. Penicilin V merupakan obat pilihan perama, tetapi suspensi olra
tidak tersedia di Italia. Amoxicilan sama efektifnya dan mengambarkan
palatabilitas, sehingga dapat digunakan sebagai terapi lini pertama. Makrolid tidak
diindikasikan untuk terapi faringitis GABHS kecuali dengan pasien yang alergi
terhadap penisilin (konfirmasi laboratorium dibutuhkan). Untuk kelompok pasien
yang diberikan Cephalosporin, menggambarkan alternatif yang baik (tidak
dihitung kasus hipersenstifias tipe I terhadap penisilin). Ketidaksesuaian
penggunaan makrolid utnuk terapi faringitis GABHS menjadi sebab uama
resistensi strain pada negara bara. Hal ini penting untuk digarisbawahi bahwa
durasi terapi harus paling tidak 10 hari. Untuk meningkatkan pemenuhan pasien
dokter harus menjelaskan pentingnya terapi penh (10 hari) untuk mengeradikasi
bakteri meskipun terdapat peningkatan klinis selama 4-5 terapi.
Walau tidak ada protap Italia yang tersedia, tetapi kita percaya bahwa
fundamental untuk menerbitkan pendekatan yang rasional dan seragam sebagai
manajeman utnuk menerapi faringitis GABHS di seluruh negara.