tht
DESCRIPTION
presusTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada
orang tua ( geriatri ), menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang
terjadi pada kelompok geriatri umumnya adalah tuli saraf, namun juga dapat
berupa tuli konduktif atau tuli campur. Presbikusis adalah tuli sensorineural pada
usia lanjut yang pada umumnya terjadi mulai usia 65 tahun akibat proses
degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara berangsur-angsur dan simetris
di kedua sisi telinga (Suwento et Hendarmin, 2011).
Presbikusis merupakan salah satu masalah kesehatan yang terpenting
dalam masyarakat. Hampir 40 % penderita usia 65 tahun ke atas mengalami
gangguan pendengaran. Akibat gangguan pendengaran tersebut, penderita
mengalami gangguan masalah sosial seperti frustasi, depresi , cemas, paranoid,
merasa kesepian dan meningkatnya angka kecelakaan.
Kehilangan pendengaran akan berpengaruh pada situasi psikososial.
Ancaman yang terjadi bila pendengaran terganggu adalah isolasi lingkungan
sosial, depresi dan kehilangan kepercayaan diri. Gangguan pendengaran akan
berimplikasi pada demensia, meskipun banyak faktor yang lain yang
mempengaruhinya (Basihiruddin, 2008).
Beberapa penelitian menunjukkan adanya gangguan pendengaran pada
usia di atas 60 tahun. Adanya gangguan tersebut tertu mempengaruhi proses
pengertian akan pembicaran dan secara tidak langsung mempengaruhi proses
komunikasi (Bashiruddin, 2008). Jonsson R menyatakan bahwa penurunan
ketajaman pendengaran yang bersifat progresif lambat terbanyak pada usia 70 80
tahun. Pada usia 70 tahun pada biasanya penderita belum merasakan adanya
gangguan pendengaran namun ketika usia mencapai 80 tahun gangguan pada
pendengaran terasa lebih nyata.
Pada penelitian sebelumnya tentang tuli sensorineural dengan metode
cross-sectional, dari 24 laki-laki yang diteliti, usia termuda 61 tahun dan tertua
81 tahun. Sedangkan pada kelompok perempuan 38 orang, termuda 6l tahun dan
tertua 89 tahun- Sebanyak 35,5 % subjek berpendidikan Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan 37,1 % dulu bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Suku Jawa
merupakan kelompok terbanyak yaitu 59,7 % (Bashiruddin, 2008).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tuli perseptif merupakan kelainan pendengaran yang disebabkan
karena kelainan pada koklea dan atau kelainan pada organ retrokoklea
(Nervus Vestibulochohlea atau otak) (Soetirto et al, 2011). Presbikus adalah
tuli sensorineural pada usia lanjut yang pada umumnya terjadi mulai usia 65
tahun akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara
berangsur-angsur dan simetris di kedua sisi telinga (Suwento et Hendarmin,
2011).
Gambar 1. Pembagian koklea dan retrokoklea (Bull, 2003).
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Tuli perseptif dapat disebabkan oleh berbagai etiologi. Tuli
perseptif akibat kelainan pada koklea dapat diakibatkan oleh aplasia atau
kelainan kongenital, infeksi oleh bakteri atau virus misal labirinitis,
intoksikasi obat (streptomisin, kanamisin, neomisin, kina) atau alkohol.
Selain itu dapat disebabkan oleh trauma, pajanan bising dan tuli mendadak
(Soetirto et al, 2011).
Ada beberapa penyebab tuli sensorineural, yaitu diantaranya
ototoksik presbikusis, penyakit Meniere, trauma lahir, trauma bising,
multiple sklerosis, penyakit autoimun, kelainan congenital dan tuli
mandadak idiopatik. Faktor-faktor penyebab pasti gangguan pendengaran
sensorineural usia lanjut yang tepat belum diketahui hingga saat ini, tetapi
secara umum penyebabnya multifaktor, diantaranya adalah penyakit
kardiovaskuler (KVS), Diabetes Melitus (DM), dan hiperlipidemia
(Bashiruddin, 2008).
Gambar 2. Organ korti pada telinga normal (Bull, 2003).
Gambar 3. Meniere Disease (Bull, 2003).
C. Patofisiologi
Tuli sensorineural pada usia lanjut disebabkan oleh berkurangnya
sel-sel rambut dan elemen penunjang. Degenerasi yang tejadi di basal
membran menyebabkan penurunan pada frekuensi tinggi. Pada usia lanjut
ditemukan atrofi stria vaskularis yang memberikan gambaran audiometri
nada murni berbentuk flat. Kekakuan membran basal juga memberikan
gambaran penurunan audiometri nada murni yang berbentuk kurva menurun,
kerusakan bisa juga mengenai nervus koklearis. Kerusakan terjadi akibat
adanya lesi yang disebabkan oleh infeksi atau penyakit sistemik, sehingga
menghambat impuls yang ditansmisikan ke otak. (Bashiruddin, 2008).
Selain itu proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur
koklea dan N. VIII. Pada koklea perubahan yang mencolok adalah atrofi.
Proses atrofi disertai pula dengan perubahan vascular pada stria vaskularis
serta berkurangnya jumlah dan ukuran sel ganglion dan saraf. Hal yang
serupa juga terjadi pada myelin akson saraf (Suwento et Hendarmin, 2011).
Faktor herediter, hipertensi, penyakit sistemik, multifaktor
Atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ corti, perubahan vaskular pada stria vakularis, jumlah dan ukuran sel ganglion saraf menurun
Bila intensitas suara tinggi dapat timbul nyeri, disertai tinitus dan vertigo
Proses degenerasi telinga dalam pada lansia
Perubahan struktur koklea dan nervus akustik
Pendengaran berkurang secara perlahan, progresif, dan simetris pada kedua telinga
Telinga berdenging, pasien dapat mendengar tapi sulit memahami
Gambar 4. Skema perbedaan respon pendengaran pada keadaan hilangnya sel-sel rambut. OHC (Outer Hair Cell) (Van De Water, 2006).
D. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala gangguan pendengaran pada usia lanjut pertama kali adalah
kesulitan untuk mengerti percakapan. Lama-kelamaan kemampuan untuk
menentukan jenis dan arah suara akan berkurang. Kehilangan sensitivitas
dimulai dari frekuensi tinggi, sehingga menimbulkan kesulitan untuk
mengerti percakapan pada lingkungan bising (cocktail party deafness).
Penurunan yang progresif terlihal pada frekuensi 24 kHz. Frekuensi ini
sangat penting untuk dapat mengerti vokal konsonan (Bashiruddin, 2008).
Gejala yang timbul pada penderita presbikusis adalah penurunan
ketajaman pendengaran pada usia lanjut, bersifat sensorineural, simetris
bilateral dan progresif lambat. Kadang-kadang dosertai dengan tinitus
yaitu persepsi munculnya suara baik di telinga atau di kepala (Suwento,
2011).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita biasanya normal setelah pengambilan
serumen yang merupakan problem pada penderita usia lanjut dan
penyebab kurang pendengaran terbanyak (Gates, 2005).
Pada pemeriksaan otoskopi, tampak membran timpani normal atau bisa
juga suram, dengan mobilitas yang berkurang. Pada tes penala didapatkan
tuli sensorineural (Bashiruddin, 2008).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan adalah pemriksaan
audiometri nada murni. Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan
suatu tuli sensorineural nada tinggi bilateral dan simetris. Pemeriksaan
audiometri nada murni ditemukan perurunan ambang dengar nada murni
yang menunjukkan gambaran tuli sensorineural. Pada tahap awal terdapat
penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 1000 Hz. Gambaran ini
khas pada gangguan pendengaran jenis sensorik dan neural. Kedua jenis
ini paling sering ditemukan (Bashiruddin, 2008).
Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih
mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi
penurunan. Semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan
pada frekuensi yang lebih rendah. Audiometri tutur menunjukkan adanya
gangguan diskriminasi wicara (speech discriminatin) dan biasanya
keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear. Variasi
nilai ambang audiogram antara telinga satu dengan yang lainnya pada
presbikusis ini dapat terjadi sekitar 5-10 dB (Paris et al, 2008).
Pada kasus presbikusis sentral, pemeriksaan audiometri tutur didapatkan
pemahaman bicara normal sampai tingkat phonetically balanced words
dan akan memburuk seiring dengan terjadinya overstimulasi pada koklea
ditandai dengan adanya roll over. Pada intensitas tinggi, penderita
presbikusis sentral menunjukkan penurunan dalam nilai ambang tutur
sebesar 20% atau lebih (Gates, 2005).
E. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Obat-obatan yang digunakan seperti asam nikotinat menyebabkan
vasodilatsi perifer dan pemberian dengan dosis tinggi dalam waktu yang
lama akan menurunkan profil lipid dalam darah.
2. Non medikamentosa
a) Rehabilitasi
Penatalaksanaan pada pasien ini bertujuan untuk memperbaiki
efektifitas pasien dalam berkomunikasi, atau yang biasa disebut
dengan rehabilitasi. Rehabilitasi ini bertujuan sebagai upaya untuk
mengembalikan fungsi pendengaran dengan pemasangan alat bantu
dengar (hearing aid). Pemasangan alat bantu dengar ini hasilnya akan
lebih memuaskan bila dikombinasikan dengan latihan membaca
(speech reading) maupun latihan mendengar (auditory training), hal
tersebut dilakukan oleh ahli terapi wicara di rehabilitasi.Program
rehabilitasi ini agar mencapai tujuan, dibutuhkan penilaian
menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara individual,
seperti partisipasi dan motivasinya. Motivasi ini melibatkan
keikutsertaan kerabat maupun keluarga dekat.
Dalam rehabilitasi ini, salah satunya adalah membaca gerak bibir dan
latihan pendengaran, dimana pasien diarahkan untuk memanfaatkan
secara maksimal isyarat-isyarat visual dan pembacaan gerak bibir.
Selama latihan pendengaran ini, pasien dapat melatih bicara, yaitu
dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan
yang sunyi dan bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada suatu
lokalisasi, seperti pemakaian telepon (George, et al, 2000).
Program rehabilitasi ini efektif dilakukan secara perorangan atau
individual, sedangkan latihan secara berkelompok melatih agar
berkomunikasi sebagaimana di lingkungan atau situasi sehari-hari.
Yang harus diperhatikan pada rehabilitasi ini adalah mengembangkan
kesadaran terhadap isyarat-isyarat lingkungan dan bagaimana isyarat
tersebut dapat membantu kekurangan informasi dengarnya (George, et
al, 2000).
b) Alat bantu dengar
Berkenaan dengan tidak dapat disembuhkannya presbikus ini, salah
satu tujuan dari penatalaksanaannya adalah memperbaiki kemampuan
mendengarnya dengan menggunakan alat bantu dengar. Alat ini
berfungsi untuk membantu sisa pendengaran untuk berkomunikasi.
Alat bantu dengar ini digunakan apabila terjadi penurunan
pendengaran >40 dB.
c) Alat pelindung telinga.
d) Hindari paparan terhadap bising.
F. Prognosis
Telah diketahui bahwa presbikus ini merupakan tuli sensoris yang
mana mengganggu kerja dari saraf, maka sifatnya tetap atau irreversible,
sehingga tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan,
maka prognosisnya kurang baik. Maka dari itu penting diperhatikan tentang
gejala ketuliannya, diusahakan jangan sampai pada keadaan tuli yang
memburuk (Yunita, 2003).
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu tuli perseptif menetap.
BAB III
KESIMPULAN
1. Penyakit gangguan pendengaran pada lansia akibat proses degenerasi saraf
pendengaran adalah tuli sensorineural (presbikusis).
2. Presbikusis merupakan penyakit degeneratif yang sifatnya multifaktorial.
3. Penegakan diagnosis presbikusis berdasarkan anamnesis gejalanya,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
4. Presbikus ini merupakan tuli sensoris yang mana mengganggu kerja dari
saraf, maka sifatnya tetap atau irreversible.
DAFTAR PUSTAKA
Bashiruddin, Jenny. Alviandi, Widayat. Bramantyo Brasto et Yossa M.P. 2008. Gambaran Audiometri Nada Murni pada Penderita Gangguan Pendengaran Sensorineural Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia. Volum: 58. No: 8
Bull, Tony R. 2003. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th Edition. London: Thieme
Gates, GA, Mills, JH. 2005. Presbycusis. Lancet. 366 : 1111-20
George L Adams, Lawrence R Boies, Peter A Higler. 2000. Otomikosis.Buku Ajar Penyakit THT.Jakarta : EGC
Paris, JR, Ballay, C, Inserra, M, Stidham, K, Colen, T, Roberson, J, et al. 2008. Genetic analysis of Presbycusis by Arrayed primer extension. Annals of Science &Lab. 38: 352-360
Soetirto, Indro. Hendarmin, Hendarto et Bashiruddin, Jenny. 2011. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tengorok dan Leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI
Suwento, Ronny et Hendarmin, Hendarto. 2011. Gangguan Pendengaran Pada Geriatri. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tengorok dan Leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI
Van De Water, Thomas R et Staecker, Hinrich. 2006. Otolaryngology Basic Sciene and Clinical Review. New York: Thieme
Yunita, A.2003.Gangguan Pendengaran Akibat Bising.FK USU