thesis diajukan kepada sekolah pasca sarjana uin syarif...

34
i EUTHANASIA DI INDONESIA DALAM PESPEKTIF SYARIAH Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Bidang Pengkajian Islam Oleh: Niswatul Khasanah 12.2.00.0.01.01.0170 Pembimbing: Dr. JM. Muslimin, MA. Konsentrasi Syariah Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2018M/1439H

Upload: trandat

Post on 08-Aug-2019

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

i

EUTHANASIA DI INDONESIA

DALAM PESPEKTIF SYARIAH

Thesis

Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Magister

dalam Bidang Pengkajian Islam

Oleh:

Niswatul Khasanah

12.2.00.0.01.01.0170

Pembimbing:

Dr. JM. Muslimin, MA.

Konsentrasi Syariah

Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2018M/1439H

Page 2: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

iii

لبسم اهلل الرمحن الرحيمKATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya,

sehingga penulisan tesis tentang Euthanasia di Indonesia dalam Perspektif Syariah

dapat diselesaikan dengan sebagaimana mestinya. Tesis ini merupakan hasil

penelitian penulis untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 di Sekolah

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mengambil konsentrasi

Agama dan Hukum.

Ide dalam penggarapan penelitian ini berawal dari rasa keingintahuan

penulis tentang praktik euthanasia yang sedang menimbulkan keresahan dan

permasalahan, tidak hanya dari sudut pandang agama, namun juga dari sudut

pandang hukum yang berlaku di Indonesia. Baik medis maupun undang-undang.

Secara tidak langsung melakukan euthanasia pada seorang pasien, berarti

membunuh pasien tersebut, sedangkan sesuai dengan sumpah dokter setiap dokter

wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya dalam melindungi makhluk hidup

insani, seorang dokter dilarang menggugurkan kandungan (abortus profokatus)

tanpa indikasi medis yang membahayakan kelangsungan hidup ibu dan janin atau

mengahiri hidup seseorang yang menurut ilmu pengetahuan tidak mungkin akan

sembuh (euthanasia)”. Jadi dalam pandangan kode etik kedokteran euthanasia

dilarang.

Melihat kondisi seperti ini penulis mencoba menawarkan sebuah saran

agar, bagi para dokter sebaiknya tetap berpegang teguh pada sumpah jabatannya

sebagai dokter yang bertujuan untuk memberi pengobatan dan perawatan

pasiennya sampai batas kemampuannya. Bagi pasien yakinlah dengan kuasa

Tuhan, bahkan dari pihak medis sendiri (Indonesia hususnya) tidak ada

kewenangan melakukan tindakan euthanasia. Apapun yang terjadi tidak

seharusnya mencampuri urusan tuhan dengan memperpendek kehidupan manusia.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada semua

pihak yang telah memberikan dukungan baik materil maupun moril dalam

penyelesaian penelitian ini. Pertama, kepada bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA

selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. Masykuri Abdillah

selaku Direktur SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran pimpinan,

Prof. Dr. Didin Syaefuddin, M.A., dan Dr. JM. Muslimin, M.A., juga kepada

seluruh civitas akademika dan Perpustakaan SPs UIN Jakarta.

Kedua, Dr. JM. Muslimin, M.A. Selaku dosen pembimbing, penulis

haturkan banyak terima kasih atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan

bimbingan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini dan terima

kasih atas ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk penulis. Tidak lupa para dosen

Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta yang telah memberikan ilmunya, Prof. Dr.

Azyumardi Azra, MA; Prof. Dr. Suwito, MA; Prof. Dr. Iik Arifin Mansyurnoor,

MA; Prof. Zainun Kamal, MA; Prof. Dr. M. Bambang Pronowo, MA; Prof. Dr. M.

Atho Mudzhar, MSPD; Prof. Dr. Sukron Kamil, MA; Prof. Dr. Salman Harun;

Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA; Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawar, MA;

Page 3: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

iv

Suparto, M.Ed, Ph.D; Prof. Dr, Yunasril Ali, MA; Prof. Dr. Huzaimah T. Yanggo,

MA; Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, MA; Prof. Dr. Amany Burhanudin Lubis, MA;

Prof. Dr. Murodi, MA; Dr. Asep Syaifuddin Jahar; Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA;

dan Dr. Achmad Ubaedillah, MA.

Ketiga, terima kasih kepada lembaga yang telah memberikan data-data

serta informasi dan pihak yang berkenaan dalam memberikan wawancara mengenai

tesis ini, yaitu beberapa Dosen Fakultas Ilmu Kedokteran Uin Syarif Hidayatullah

diantaranya, dr. Femmy Nurul akbar, Dosen tetap fakultas kedokteran Uin Syarif

Hidayatullah Jakarta, dr. Marita Fadilah phD, Dosen tetap PNS Prodi Kedokteran

dan Profesi Dokter, FKIK Uin Jakarta, dr. Agus Rahmadi M.Biomedik. Direktur

Utama PT. Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat, Dosen di AKBID

Bunda Auni. dan dr. Mahesa Paranadipa, M.H, Ketua Bidang Keorganisasian dan

Sistem Informasi Kelembagaan PB IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia), dan beberapa tokoh pemuka Agama diantaranya; Prof. Dr. KH. Hasanuddin AF,

MA. Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Dr. Iik Arifin

Mansurnoor, MA. Dosen Pasca sarjana Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.

Said Agil Husin Al-Munawar, MA. Dosen Pasca Sarjana Uin Syarif hidayatullah

Jakarta, Dr. Sahabuddin, MA. Dosen Fakultas Dirasah UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Prof. Dr. Huzaimah T.Yanggo, MA. Dosen Pasca Sarjana Uin Syarif

hidayatullah Jakarta.

Keempat, rasa terima kasih yang sangat mendalam kepada Ayahanda

tercinta H.Ahmad Ali, Ibunda tercinta HJ.Maftuhah dan suami tercinta Muhkamat

wawan suhandi SPd yang telah memberikan motivasi sampai ke jenjang Perguruan

Tinggi. Atas dukungan moril dan materil, kesabaran, keikhlasan, perhatian serta

kasih sayangnya yang tak pernah habis bahkan doa munajatnya yang tak henti-

henti kepada Allah SWT senantiasa agar penulis mendapatkan kesuksesan dalam

menyelesaikan studi.

Pada akhir pengantar ini, penulis mengharapkan saran dan masukan dari

para pembaca agar karya ini lebih baik lagi. Semoga karya ini memberi kontribusi

positif terhadap perkembangan keilmuan di bidang Syariah.

Jakarta, Maret 2018M/1439H

Penulis,

Niswatul Khasanah

Page 4: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Niswatul Khasanah

NIM : 12.2.00.0.01.01.0170

Jenjang Pendidikan : Program Magister (S2)

Konsenterasi : Syari’ah

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul “EUTANASIA

DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SYARI’AH”, adalah karya saya, kecuali

kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila di dalamnya terdapat

kesalahan dan kekeliruan, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya. Selain

itu, apabila di dalamnya terdapat plagiasi, maka saya siap dikenakan sanksi yang

berlaku.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta: Maret 2018

Yang membuat pernyataan,

Niswatul Khasanah

Page 5: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

vii

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “EUTHANASIA DI INDONESIA DALAM

PERSPEKTIF SYARI’AH” yang ditulis oleh:

Nama : Niswatul Khasanah

NIM : 12.2.00.0.01.01.0170

Jenjang Pendidikan : Program Magister (S2)

Konsentrasi : Syariah

Telah melalui Ujian Proposal, Work in Progress (WIP) Tesis 1, 2,

Pendahuluan dan Promosi, serta telah diperbaiki sesuai saran sebagaimana

mestinya. Dengan ini, saya menyetujui untuk dicetak dalam bentuk buku ISBN.

Jakarta, 27 Maret 2018

Yang membuat pernyataan,

Dr. JM. Muslimin, M.A

Page 6: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

ix

PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Niswatul Khasanah

Nim : 12.2.00.0.01.01.0170

Judul Tesis :Euthanasia di Indonesia dalam Perspektif

Syari’ah.

Menyatakan bahwa tesis ini telah diverifikasi oleh Prof. Dr. Ahmad

Rodoni, MA. padatanggal 16 Maret 2018.

Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran verifikasi meliputi :

1. Tambah referensi 2018

2. Perbaiki lagi olah bahasa

Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dijadikan

pertimbangan untuk menempuh Ujian Tesis.

Jakarta, 16 Maret 2018

Saya yang membuat pernyataan,

Niswatul Khasanah

Page 7: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

xi

PERSETUJUAN PENGUJI

Tesis dengan Judul “EUTHANASIA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF

SYARIAH” yang disusun oleh Niswatul Khasanah, NIM: 12.2.00.0.01.01.0170 dinyatakan LULUS dalam Ujian Tesis pada tanggal 23 Maret 2018 dan telah

selesai diperbaiki sesuai dengan saran dan rekomendasi dari Tim Penguji Ujian

Tesis, serta disetujui untuk dicetak dalam bentuk buku ber ISBN.

TIM PENGUJI

No Nama Penguji Keterangan/Tandatangan

1

Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA

(Ketua sidang/merangkap Penguji)

.../03/2018

2

Prof. Dr. Huzaimah T. Yanggo, MA

(Penguji 1)

.../03/2018

3

Dr. Khamami Zada, MA

(Penguji 2)

.../03/2018

4

Dr. JM Muslimin, MA

(Pembimbing/merangkap Penguji)

.../03/2018

Page 8: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

xiii

ABSTRAK

Penelitian ini membuktikan bahwa : Euthanasia sudah mulai di praktikkan

di Indonesia, tetapi hanya pada euthanasia pasif yaitu dengan dicabutnya terapi

bantuan hidup. Akan tetapi belum banyak dokter yang berani melakukannya.

Masalah dari dilemanya dokter adalah adanya pro dan kontra atas tindakan

yang mereka lakukan terhadap pasien, jika dokter mematikan alat bantu pernafasan

pasien, itu berarti dokter melakukan tindakan euthanasia, yang akan menjerat

dokter dalam pasal 338, 340 dan 359 KUHP, adapun isi dari pasal tersebut adalah;

pasal 338 bunyi pasalnya “barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang

lain, dihukum karena makar mati dengan penjara selama-lamanya lima belas

tahun”, pasal 340 bunyi pasalnya “barang siapa dengan sengaja dan direncanakan

lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan yang

direncanakan, dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya dua puluh

tahun”, dan pasal 359 bunyi pasalnya “barang siapa karena salahnya menyebabkan

matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-

lamanya satu tahun”. Namun ada Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES)

bab 3 pasal 14 ayat 1, mengenai penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup,

bunyi pasalnya “pada pasien yang berada dalam keadaan yang tidak dapat

disembuhkan akibat penyakit yang di deritanya (terminal state) dan tindakan

dokter sudah sia-sia (futile) dapat dilakukan penghentian atau penundaan terapi

bantuan hidup”.

Penelitian ini ingin menggambarkan fakta empiris bahwa euthanasia pasif

sebagai salah satu praktik yang sudah mulai diterima dalam hukum medis

Indonesia, meskipun belum ada ketetapan hukum yang mengatur euthanasia pasif

baik dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Fatwa Majelis

Ulama Indonesia (MUI).

Penelitian ini sependapat dengan Chris Gastman, Komariyah Among,

Haryadi, Hasan Basri, Alwi Shihab yang berpendapat bahwa yang diatur dalam

KUHP adalah euthanasia aktif dan sukarela, sehingga sulit diterapkan untuk

menyaring perbuatan euthanasia sebagai tindak pidana, sebab euthanasia yang

sering terjadi di Indonesia adalah euthanasia pasif sedangkan peraturan yang ada

melarang euthanasia aktif dan sukarela, begitu juga dengan fatwa Majelis Ulama

Indonesia (MUI) lebih pada aturan untuk euthanasia aktif. euthanasia

bertentangan, baik dari sudut pandang agama, dan undang-undang, persoalan hidup

dan mati sepenuhnya hak penciptanya.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif

yaitu pendekatan yang digunakan untuk menganalisis praktik-praktik euthanasia

di Indonesia dan kesesuaiannya dengan hukum Islam. Sumber data primer dalam

penelitian ini adalah data wawancara dari pihak badan medis dan beberapa pakar

Islam. Data sekunder berupa catatan, karya ilmiah, jurnal dan buku yang

mendukung penelitian ini.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa Euthanasia yang berlaku di Indonesia

sudah sesuai dengan syariah, dengan tidak meninggalkan usaha pengobatan yang

Page 9: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

xiv

lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa pertimbangan maslahat dan

mudaratnya, kalau mudaratnya lebih besar dari maslahatnya maka tindakan

euthanasia pasif bisa diterima.

Kata Kunci : Euthanasia, KUHP, MUI dan PERMENKES

Page 10: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

xv

مستخلص البحثبدأت في إندونيسيا، ولكنيا تقتصر عمى القتل يؤيد ىذا البحث إلى أن ممارسة القتل الرحيم

.الرحيم السمبي أي إزالة العالج لمساعدة الحياة. وىناك العديد من األطباء لم يجرؤوا عمى القيام بذلكلممرضى. عندما أطفأ ومن المأزق الذي يواجيو األطباء ىي االحتالفات في ما يقومون بو

الطبيب جياز التنفس لممريض، وىذا يشير إلى أعمال القتل الرحيم، والتي سوف يوقع الطبيب في تنص عمى "من 333من القانون الجنائي. في حين أن مضمون المادة 353و 343و 333المواد

وت اآلخرين وألقي في قتل عمدا اآلخرين، أفرضت عميو العقوبة لتورطو في المكر الذي يؤدي إلى مالتي تنص عمى "من قتل الناس عمدا ومخططا 343السجن بمدة خمسة عشر عاما"، والمادة

التي 353يعاقب عمى القتل المخطط ليا، مع السجن إلقائو في السجن لمدة عشرين عاما، والمادة س لمدة سنة". تنص عمى" من تسبب في وفاة شخص تمقى عقوبة السجن لمدة خمس سنوات أو بالحب

بشأن 44في الفقرة األولى المادة 44الفصل الثالث في المادة ولكن ىناك الئحة وزارة الصحةإيقاف وتأخير عالج لمساعدة الحياة ، حيث تنص عمى "أن المرضى الذين يكونوا في حالة ال يمكن

فيمكن لألطباء وقف أو عالجيم بسبب الداء الذي يعانون منو وتصرفات األطباء لم تأت بأي نتائج تأخير العالج لمساعدة الحياة.

تصف ىذه الدراسة الواقع العممي أن القتل الرحيم السمبي يعتبر واحدا من الممارسات التي يجد إقباال في القانون الطبي إندونيسيا، عمى الرغم من عدم وجود أحكام قانونية تنظم القتل الرحيم

. (MUI) ات )القانون الجنائي( وفتوى لمجمس العمماء اإلندونيسيالسمبي إما من قانون العقوب

مع كريس غاستمان، قمرية أمونج، ىاريادي، حسن بصري، عموي توافق ىذه الدراسةشياب، الذين قالوا أن المنصوص عمييا في قانون العقوبات ىو القتل الرحيم النشط والطوعي، مما

ائية، ألن غالبا ما يحدث ىو القتل الرحيم السمبي في حين أن يصعب تطبيق القتل الرحيم كجريمة جن (MUI) الموائح السارية تحظر القتل الرحيم النشط والطوعي، وكذلك فتوى مجمس العمماء اإلندونيسي

يصمح في قواعد لمقتل الرحيم النشط. والقتل الرحيم يخالف لمشرع والقانون المتعمقة بالحياة ألن الحياة لق. كميا حق لمخا

استخدم ىذا البحث المنيج النوعي عمى النيج المعياري الذي يحمل الممارسات القتل الرحيم في إندونيسيا وتطابقيا مع القانون اإلسالمي. فقد أخذت الباحثة بعض المراجع األساسية من بينيا

ع الثانوية، فقد بيانات المقابالت الشخصية من الييئات الطبية وبعض الخبراء المسممين. أما المراج أخذىا الباحثة من مذكرات والبحث العممي والمجالت والكتب المتعمقة بيا.

Page 11: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

xvi

وتوصمت الباحثة إلى نتيجة تقول إن القتل الرحيم الموجود في إندونيسيا يتوافق مع الشريعة ح اإلسالمية مع عدم ترك الجيد في البحث عن عالج آخر. ويمكننا أن نثبت ىذا باعتبارات المصال

. والمضرات. إن كانت المضرة أكبر من المصمحة فقبمت ممارسات القتل الرحيم السمبي

الكلمات المفتاحية القتل الرحيم، القانون الجنائي، مجلس العلماء اإلندونيسي

Page 12: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

xvii

Abstract

This research will prove that: Euthanasia has started to be practiced in

Indonesia, but only on passive euthanasia that is by lifting life support therapy.

And not many doctors brave to do it.

The problem of the doctor's dilemma is pros and cons of the actions they

take on the patient, if the doctor turn off the patient's respiratory aids, it means

the doctor make a euthanasia, which will trap doctors in articles 338, 340 and 359

of the Criminal Code. And the contents of the article is; chapter 338 the chapter

said that "whoever deliberately removes the souls of others, is punished for treason

for fifteen years", chapter 340 of the chapter said that "Whoever deliberately and

deliberately removed the souls of others, was punished, for murder which is

planned, with the death penalty or imprisonment for twenty years ", and chapter

359 the revelation said that " whoever for his fault led to the death of a man

sentenced to five years in prison or a one-year-old imprisonment ". However, there

is a Regulation of the Minister of Health (PERMENKES) chapter 3, article 14,

paragraph 1, regarding the termination or delay of life support therapy, the article

sais that "in patients who are incurable due to terminal illness and physicians' -sia

(futile) can be terminated or delayed life support therapy ".

This research wishes to illustrate the empirical fact that passive euthanasia

is one of the accepted practices in Indonesian medical law, although there is no

legal provision governing passive euthanasia either from the Criminal Code

(KUHP) or the Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) .

This research is agree with Chris Gastman, Komariyah Among, Haryadi,

HasanBasri, Alwi Shihab who argue that what is stipulated in the Criminal Code is

active and voluntary euthanasia, making it difficult to apply euthanasia as a

criminal act, because euthanasia is common in Indonesia is passive euthanasia

while regulations which prohibits active and voluntary euthanasia, as well as the

fatwa of the Indonesian Council of Ulama (MUI) more on rules for active

euthanasia. euthanasia is contradictory, both from the point of view of religion,

and the laws, the problems of life and the fullness of its creator.

The research uses a qualitives method with a normative approach withies

used to analyze euthanasia practices in Indonesia and their conformity with Islamic

law. Primary data sources in this study are interview data from medical institutions

and some Islamic experts. Secondary data are notes, scientific papers, journals and

books that support this research.

This study concludes that the prevailing Euthanasia in Indonesia is in

accordance with the shari'ah, leaving no other treatment effort. This can be proved

by some considerations of interest and damage, if the damage greater than interest

then passive euthanasia action can be accepted.

Keywords: Euthanasia, Criminal Code, MUI and PERMENKES

Page 13: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

xviii

Page 14: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

xix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedomantransliterasi Arab-Latin yang digunakandalampenelitianiniadalah ALA-

LC ROMANIZATION tables yaitu sebagai berikut:

A. Konsonan

Initial Romanization Initial Romanization

}D ض A ا

{T ط B ب

}Z ظ T ت

‘ ع Th ث

Gh غ J ج

F ف }H ح

Q ق Kh خ

K ك D د

L ل Dh ذ

M م R ر

N ن Z ز

H ه،ة S س

W و Sh ش

Y ي }S ص

B. Vokal

1. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fatḥah A A

Kasrah I I

Ḑammah U U

2. Vokal Rangkap

Tanda Nama GabunganHuruf Nama

... ي Fatḥah dan ya Ai A dan I

... و Fatḥah dan wau Au A da U

Page 15: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

ix

Contoh:

H{aul :حول H{usain :حسني

C. Vokal Panjang

Tanda Nama GabunganHuruf Nama

Fatḥah dan alif a> a dan garis di atas ــا

ي Kasrah dan ya ī I dan garis di atas ــ

Ḑamah dan wau ū u dan garis di atas ــ و

D. Ta’ Marbūţah

Transliterasi ta’ marbūţah (ة) di akhir kata, bila dimatikan ditulis h.

Contoh:

Madrasah :مدرسة Mar’ah : مرأة

(ketentuan ini idak digunakan terhadap kata-kata Arab yang sudah diserap ke

dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat dan sebagainya, kecuali

dikehendaki lafadz aslinya)

E. Shiddah

Shiddah/Tashdīd di transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf

yang sama dengan huruf bershaddah itu.

Contoh:

Shawwa>l :شوال <Rabbana :ربنا

F. Kata SandangAlif + La>m

Apabila diikuti dengan huruf qamariyah, ditulis al.

Contoh: لقلما : al-Qalam

Page 16: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

xxi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR iii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI v

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING vii

PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIVIKASI ix

PERSETUJUAN HASIL UJIAN xi

ABSTRAK xiii

ABSTRAK ARAB xv

ABSTRAK INGGRIS xvii

PEDOMAN TRANSLITERASI xix

DAFTAR ISI xxi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Permasalahan 10

C. Tujuan Penelitian 11

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian 11

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan 12

F. Metodologi Penelitian 16

G. Sistematika Penulisan 16

BAB II EUTHANASIA 19

A. Konsep Euthanasia 19

B. Sejarah Euthanasia 24

C. Jenis dan Macam Euthanasia 30

D. Alasan Dilakukannya Euthanasia 32

E. Syarat Dilakukannya Euthanasia 37

F. Kriteria Mati 39

1. Mati Menurut Ilmu Kedokteran 41

2. Mati Menurut Hukum Islam 42

G. Perdebatan Etis Euthanasia Oleh Pihak Medis 44

H. Euthanasia di bebeapa Negara 53

BAB III KASUS PEMOHON EUTHANASIA 65

A. Beberapa Pemohon Euthanasia di Indonesia 65

B. Kasus I (Berlin Silalahi) 67

C. Kasus II (Again Isna Nauli) 69

D. Kasus III (Siti Zulaiha) 70

E. Kasus IV ( Ignatus Ryan Tumiwa) 71

BAB IV WACANA DAN PENDAPAT TENTANG EUTHANASIA 75

A. Tanggapan dan Analisis dari Pemaparan Beberapa

Page 17: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

xxii

Tenaga Medis 75

B. Tanggapan dan Analisis dari Pemaparan Beberapa

Pakar Islam 90

BAB V PENUTUP 109

A. Kesimpulan 109

B. Saran 109

DAFTAR PUSTAKA 111

GLOSARIUM 137

INDEKS 147

BIODATA PENULIS 151

LAMPIRAN

Page 18: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi mengatakan bahwa; Allah SWT telah

menjadikan kematian sebagai bukti adanya penciptaan.1 Setiap mahluk hidup,

termasuk di dalamnya yaitu manusia akan mengalami dan melalui suatu proses

siklus kehidupan. Siklus kehidupan tersebut dimulai dari proses pembuahan, proses

kelahiran, kemudian berlanjut kepada proses kehidupannya di dunia dan siklus

kehidupan manusia diahiri dengan kematian.

Manusia akan mengalami semua siklus kehidupan, yaitu adanya kehidupan

dan kematian. Kematian merupakan suatu proses siklus manusia yang mengandung

suatu misteri atau tanda tanya yang besar.2 Menyentuh soal kematian, menurut

kronologoisnya kematian terbagi menjadi tiga yaitu; kematian yang terjadi karna

proses alamiah (Orthothanasia),3 kematian yang terjadi secara tidak wajar

(Dysthanasia), dan kematian yang terjadi dengan berbantuan atau tidak dengan

berbantuan perobatan (Euthanasia).4

Euthanasia tidak terlepas dari perkembangan dunia kedokteran yaitu yang

berkaitan dengan konsep kematian. Secara garis besar euthanasia terbagi menjadi

dua, yaitu; pertama, euthanasia aktif, 5 euthanasia aktif adalah, suatu usaha atau

perbuatan yang dilakukan secara medik melalui intervensi aktif oleh seorang

dokter dengan tujuan untuk mengahiri hidup manusia; dan kedua, euthanasia

pasif,6 euthanasia pasif adalah, perbuatan menghentikan atau mencabut segala

tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia.

1 Ali Muhammad Lagha, Perjalanan Kematian (Jakarta:: Serambi, 2000), 27.

2 Pinkan K. Paulus, “Kajian Euthanasia menurut HAM, (Study Banding Hukum

Nasional Belanda)”, Jurnal Hukum Usrat 21, No.3, (April-Juni 2013). 3 Leo Pessini, Ibero American Bioethics History and perspectives (New York:

Springer Dordrecht Heidelberg, 2010), 83. 4 Robert H. Blank, And of Life Decision Making A cross National Study (London:

MIT Press, 2005), 19. 5 Euthanasia aktif disebut juga, suatu tindakan mempercepat proses kematian, baik

dengan memberikan suntikan ataupun melepaskan alat-alat pembantu medika,seperti

saluran asam, melepas pemacu jantung dan sebagainya, Euthanasia aktif terbagi menjadi

dua, Euthanasia aktif langsung yaitu, cara pengahiran kehidupan melalui tindakan medis

yang diperhitungkan akan langsung mengahiri kehidupan pasien, misalnya dengan memberi

tablet sianida atau suntikan zat yang segera mematikan. Euthanasia aktif tidak langsung

ialah, suatu tindakan medis yang dilakukan tetapi tidak langsung mengahiri hidup pasien,

misalnya mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan yang lainnya. NY Chan, “Euthanasia

Revisited”, Journal Family Practice 19, No.2 (2002), 128. 6 Euthanasia pasif disebut juga, baik atas permintaan pasien ataupun tidak atas

permintaan pasien ketika dokter atau tenaga kesehatan secara sengaja tidak lagi

memberikan bantuan medis yang dapat membantu pasien untuk bertahan hidup lebih

Page 19: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

2

Usaha manusia memperpanjang kehidupan dan menghindari kematian

dengan menggunakan kemajuan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi)

kedokteran telah membawa masalah baru dalam euthanasia, terutama yang

berkenaan dengan penentuan kapan seseorang dinyatakan telah mati.7 Pada era

reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.8 Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1981

tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat

dan Jaringan Tubuh Manusia, menyatakan bahwa, mati adalah berhentinya fungsi

jantung dan paru-paru.

Konsep mati yang dianut dalam aturan hukum ini tidak dapat lagi

dipertahankan, karena teknologi kedokteran telah memungkinkan jantung dan

paru-paru yang semua berhenti dapat dipacu untuk berdenyut kembali dan paru-

paru dapat dipompa untuk berkembang kempis kembali. Ikatan Dokter Indonesia

(IDI) pada tahun 1990 mengeluarkan pernyataan bahwa; manusia dinyatakan mati

jika batang otaknya tidak berfungsi lagi. Konsep ini dijadikan pernyataan resmi

dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Kriteria yang dianut oleh Ikatan Dokter

Indonesia (IDI) tersebut berlandaskan pada alasan bahwa, batang otak terletak

pada pusat penggerak nafas dan jantung. Sehingga, apabila batang otak telah mati,

maka jantung dan paru-paru hanya bisa bergerak dengan bantuan alat penompang.9

Dewan kesehatan Belanda pada tahun 1974 telah memberikan kriteria

kapan seseorang dapat dinyatakan mati otak, yaitu, pertama; jika otak mutlak

tidak lagi berfungsi, dan kedua; jika fungsi otak tidak lagi dapat dipulihkan

kembali. Pusat penggerak jantung dan paru-paru dalam tubuh manusia itu terletak

di batang otak. Oleh sebab itu, jika batang otak10

sudah mati, dapat di yakini

lama”, Hal ini penting untuk dicatat bahwa tidak semua kasus penarikan atau pemotongan

pengobatan yang memperpanjang hidup adalah kasus euthanasia pasif. Alasan untuk

euthanasia pasif, seperti yang kita telah melihat, kepentingan pasien, di mana mereka

diharapkan kualitas hidup sangat miskin sehingga kehidupan akan lebih buruk bagi mereka

daripada kematian. Tetapi ada banyak alasan lain untuk menarik atau pemotongan alat

bantu, yang pertatama, pengobatan mungkin hanya sia-sia dan karenanya tidak mampu

menguntungkan pasien. Kedua, pengobatan mungkin tidak efektif biaya. Ketiga,

pengobatan dapat ditahan atau ditarik karena terlalu memberatkan atau berbahaya bagi

pasien. E Garrard, S Wilkinson, “Passive Euthanasia”, Journal medical Ethic 3, No.2, 65. 7 Jusuf Hanafiyah, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan (Jakarta: PT. Buku

Kedokteran EGC, 2007), 118. 8 Sri Siswati, Etika dan Hukum Kesehatan dalam Perspektif Undang-Undang

Kesehatan, Cet. Ke-1(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, Oktober 2013), 7. 9 Haryadi, “Masalah Euthanasia dalam hubungannya dengan Hak Asasi Manusia”,

Jurnal Ilmu Hukum 4, No.5 (2011) 10

Brain Stem disebut juga sebagai batang Otak, Brain Stem berperan sebagai

pusat kewaspadaan, Kesadaran, Pernapasan, tekanan darah, sistem saraf tengkorak,

Pencernaan, denyut jantung, fungsi-fungsi otonomi serta penggantian atau pertukaran

system saraf pusat dan system saraf tepi. Brainstem terdiri atas pons, spinal cord, dan medulla oblongata, pons sering disebut ebagai pons Varolli, pons adalah struktur yang

berada di brain stem yang superior terhadap modulla oblongata dan inferior dari otak

tengah, Pons varolli berperan dalam pertukaran atau pergantian informasi pengindraan

Page 20: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

3

bahwa manusia itu sudah mati. Itulah awal dari kriteria mati batang otak sebagai

pedoman untuk menghentikan mesin-mesin pembantu.

Setelah tanda-tanda mati batang otak sudah dapat dibuktikan, fatwa Ikatan

Dokter Indonesia (IDI) menyatakan bahwa, dokter boleh menghentikan segala

tindakan penopang. Ketika batang otak sudah mati, maka tindakan menghentikan

pertolongan bukan dinamakan euthanasia. Sekalipun ilmu hukum menyatakan

bahwa batang otak sudah mati, teknologi dan ilmu kedokteran yang berkembang

demikian pesat, mendorong perlunya perumusan soal ini.11

Euthanasia tidak dapat dianggap sebagai masalah murni moral, walaupun

banyak argumen menyatakan hal ini adalah amoral (tidak bermoral). Ada dilema

medis yang harus diketahui, seperti seorang pasien dinyatakan memiliki penyakit

yang tidak dapat disembuhkan, perlu bagi pasien untuk menjalani penilaian medis

yang tepat. Jika euthanasia itu harus dilegalkan, pasien harus menjalani penilaian

medis yang ketat sebelum pasien dinyatakan menderita penyakit yang tidak dapat

disembuhkan. Peringatan dalam hal ini, tentu saja bahwa euthanasia hanya akan

mendapatkan izin pada pasien dengan penyakit terminal.12

Jan Remmelink (jaksa agung Belanda) ditugaskan oleh Pemerintah Belanda

untuk melakukan studi tentang euthanasia dan praktik medis lain yang terkait

dengan masa akhir kehidupan dalam sebuah acara nasional 1990-1991. Hasil dari

studi yang dilakukannya adalah, bahwa euthanasia telah dipraktikan secara massif

dan terbuka di Negara Belanda, sekalipun secara teknis aktivitas itu dianggap

illegal.13

Penelitian Jan Remmelike, dapat menarik banyak perhatian karena yang

pertama; menggambarkan secara lengkap keputusan medis tentang akhir hidup di

suatu negara dan yang kedua; adanya prosedur baru untuk melaporkan setiap

diantara cerebrum (otak besar) dan cerebellum (otak kecil), Spnal Cord dilindungi oleh

ruas-ruas tulang belakang dan posisinya sambung menyambung dari otak hingga ujung ruas

tulang ekor manuia, dan jMedula oblongata berperan mengontrl fundsi otonomi tubuh serta

pegantian atau pertukaran sinyal rangsang diantara otak dan saraf tulang belakang. Nia

Haryanto, Ada Apa Dengan Otak Tengah (Jakarta: PT. Gradienmediatama, Agustus 2010):

25-25. 11

Medis Belanda pada tahun 1974 mengusulkan kriteria mati otak, yaitu; otak

mutlak tidak lagi berfungsi dan fungsi otak mutlak tidak lagi dapat dipulihkan. Dalam

keadaan seperti itu tidak ada lagi tindakan euthanasia, karena sebenarnya pasien telah

meninggal dunia dengan tidak berfungsinya otak. Chrisriono M. Achadiat, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan Zaman (Jakarta: Penerbit. Buku Kedokeran

EGC, 2007), 185. 12

Maaike A. Hermsen, “euthanasia In Paliative care Journals”, Journal Of Pain and SymptomManagemen 23, No.6 (June, 2012)

13 Paul J. Vandermaas, “Euthanasia Phisician Assisted Suicide, and Other Medical

Practices Involving The End Of Life In The Netherlands, 1990–1995”, Journal of Medicine 335, No.22 (Nopember, 1996)

Page 21: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

4

kasus-kasus euthanasia. Sebagai hasilnya, jumlah kasus yang dilaporkan pada kasus

euthanasia meningkat, dari 486 pada tahun 1990 menjadi 1466 pada tahun 199514

.

Pasal-pasal KUHP yang membicarakan masalah kejahatan terhadap nyawa

manusia hususnya dalam BAB XIX BUKU II mulai dari pasal 338 sampai dengan

pasal 350 KUHP> dari rentetan pasal tersebut yang mengatur tentang kejahatan

nyawa manusia maka pasal yang dianggap paling mendekati pengertian euthanasia

adalah pasal 344 KUHP, adapun bunyi pasalnya adalah sebagai berikut; “barang

siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas

dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama

dua belas tahun ”.15

Perdebatan euthanasia yang cukup luas, menyebabkan beberapa fenomena

bermunculan, yaitu, akibat dari adanya program euthanasia, justru menambah

penderitaan pada pasien. Pasien dapat sangat dipengaruhi oleh dokter, yang mana

dokter adalah satu-satunya sumber informasi tentang penyakit mereka. diagnosis16 (penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti, memeriksa gejala-gejalanya) dan

intervensi17 (campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak) yang mungkin

terjadi, sehingga putus asa dengan mudah dapat dirasakan oleh pasien dan

keluarga, begitu juga\ dengan ungkapkan dokter yang pesimisme (paham yang

beranggapan atau memandang segala sesuatu dari sudut buruknya saja) tentang

diagnosis pada pasien.

Kondisi pesimisme pada dokter akan berdampak pada keputusan pasien

dan keluarga dalam melakukan euthanasia. Beberapa dokter telah menyatakan

menyesali keputusan mereka untuk melaksanakan euthanasia. Ketidaktahuan,

kesulitan dalam mendiagnosis, kegagalan dalam mengevaluasi tekanan eksternal pada penyakit pasien yang tidak biasa, dan ahirnya memberikan keputusan yang

berefek negatif.

Perubahan pada norma-norma dan tekanan sosial mengakibatkan

setidaknya sepertiga dari penderita dengan acquired immunodeficiency Sindrome

(AIDS)18

(penyakit sistem kekebalan tubuh karena infeksi retro virus hiv) yang

ahirnya hampir seluruh dunia meminta dilakukan euthanasia. Di Sudan acquired immunodeficiency Sindrome (AIDS) dilihat oleh beberapa ulama sebagai hukuman

oleh Allah untuk kegiatan homoseksual19 (dalam keadaan tertarik terhadap orang

14

Paul J. Vandermaas, “Euthanasia Phisician Assisted Suicide, and Other Medical

Practices Involving The End Of Life In The Netherlands, 1990–1995”, Journal of Medicine, 335, No.22 (Nopember, 1996).

15 KUHP dan KUHAP, Kejahatan terhadap nyawas, BAB XIX, Pasal 344 (Jakarta:

Sinar Grafika, Mei 2000), 116. 16

Ringsven MK,”Diagnosis dan Terapi Cairan Pada Demam Berdarah Dengue”,

Scientific Journal 22, No.1 (Maret –Mei, 2009) 17

Anita Novianty, Sofia Retnowati, “Intervensi Psikologi di Layanan Kesehatan

Primer”, Buletin Psikologi 24, No.1 (2016): 49-63. 18

Elly Nurachman, “Faktor Pencegahan HIV/AIDS Akibat Perilaku Berisiko

Tertular Pada Siswa SLTP ”, Makara Kesehatan 13, No.2 (Desember, 2009): 63-68. 19

Yogestri Rakhmahappin dan Adhyatman Prabowo, “Kecemasan Sosial Kaum

Homoseksual Gay dan Lesbian”, Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan 02, No.02 (Januari, 2014)

Page 22: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

5

dari jenis kelamin yang sama), ini telah menghasilkan beberapa kasus pasien

acquired immunodeficiency Sindrome (AIDS) yang dibiarkan mati sendiri tanpa

perawatan.20

Euthanasia telah menjadi fokus dari tindakan legislatif21 dan yudikatif22. Di

Michigan (sebuah negara di amerika serikat) selama beberapa tahun terakhir

didorong oleh tindakan Jack Kevorkian. Selain itu, tindakan euthanasia sukarela

(euthanasia diminta oleh pasien) terus banyak dibahas dalam literatur medis dan

bioetika23(penerapan etika dalam ilmu-ilmu biologis).

Tindakan medis dan biotika menimbulkan beberapa permasalahan yang

cukup mendasar, yaitu diantaranya apakah masyarakat harus mengizinkan segala

bentuk praktik euthanasia?. Pernyataan ini memiliki argumen di kedua sisi.

Pertama; Pihak pendukung praktik euthanasia menekankan bahwa euthanasia

adalah bantuan dari penderitaan, otonomi individu, dan hak pasien untuk bebas

dari gangguan negara paternalistik24. Pendukung euthanasia juga berpendapat

bahwa, memungkinkan sejumlah kecil kasus bunuh diri yang dibantu dikendalikan

dengan secara hati hati. Kedua; pihak yang tidak sepakat menyatakan bahwa,

legalisasi25 (pembuatan undang-undang) bunuh diri yang dibantu akan mewakili

perubahan besar dalam nilai-nilai sosial.

Legalisasi euthanasia secara serius akan memiliki konsekuensi yang tidak

diinginkan. Sebab setiap keuntungan dari praktik yang diterima tidak sebanding

dengan risiko.26

Karena sesungguhnya kematian, ajal, berada di bawah kendali

Allah dan manusia tidak memiliki andil dalam hal ini. Manusia tidak dapat dan

tidak harus berusaha untuk mempercepat atau menunda ajal tersebut. Larangan

kehidupan berlaku sama, baik apakah bunuh diri untuk diri sendiri, orang lain, atau

20

A.M. Ahmed, M.M. Kheir, “Attitudes towards Euthanasia and assisted suicide

among Sudanese Doctors”, Eastern Mediterranean Health Journal 7, No.3 (2001) 21

Legislatif adalah, dewan yang berwenang membuat undang-undang. Moh.

Dermawan, “Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah Dalam Kelembagaan Legislatif

Menurut Undang-Undang Dasar 1945”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion 2, No. 4 (2014) 22

Yudikatif adalah, bersangkutan dengan badan yang bertugas mengadili perkara.

Nawa Angkasa, “Analisis Kedudukan dan Fungsi Yudikatif Sebagai Pemegang Kekuasaan

Kehakiman Dalam Sistem Negara Hukum Di Indonesia”, Nizham 2, No.1 (Januari-Juni,

2013) 23

Erwin G. Kristanto, “Pendekatan Bioetik Tentang Euthanasia”, Jurnal Biomedik

5, No.1 (2013) 24

Paternalistik adalah, kepemimpinan yang berdasarkan hubungan antara

pemimpin dan yang di pimpin, seperti hubungan antara ayah dan anak. Dionisius Felenditi,

“Paternalisme Dalam Tindakan Medis”, Jurnal Biomedik 2, No.3 (November, 2010): 162-

168. 25

Ratnia Solihah, “Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Pasca

Pemilu 2014: Permasalahan dan Upaya Pengatasannya”, Jurnal Ilmu Pemerintahan 2, No.2

(Oktober, 2016) 26

Jerald G. Bachman, “Attitudes of Michigan Physicians and the Public toWard

Legalizing Phisician Assisted Suicide and Voluntary Euthanasia”, Journal Of Medicine

334, No.5 (February, 1996) , diakses pada tanggal 7 juli 2015.

Page 23: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

6

bahkan pembunuhan genosida27(pembunuhan besar-besaran secara berencana

terhadap suatu bangsa atau ras). Konsep otonomi, kebebasan dan pilihan individu

tidak berlaku di sini untuk dua alasan, yaitu; pertama, hidup bukan milik manusia;

dan kedua, mengambil hidup akan membahayakan keluarga dan masyarakat pada

umumnya.

Belanda adalah negara yang secara resmi memperbolehkan secara luas dan

transparan dilakukannya praktik euthanasia. Meskipun euthanasia dilarang oleh

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Belanda. Pada tahun 1984 terdapat

seorang dokter yang membunuh pasien dan mungkin dalam keadaan tertentu

berhasil mengungkapkan bahwa euthanasia adalah sebagai suatu kebutuhan, dan

terkandung juga dalam kode etik untuk membenarkan pembunuhan. Di Belanda,

tepatnya pada tahun yang sama, Royal Medical Association Belanda (KNMG)28

(organisasi profesi dokter Belanda) menerbitkan pedoman untuk euthanasia. Sejak

saat itu kehidupan ribuan pasien Belanda telah sengaja dipersingkat oleh dokter

mereka.29

Kasus euthanasia hampir saja terjadi di Indonesia, putusan pengadilan yang

disampaikan oleh ketua tim pengkajian aspek-aspek hukum euthanasia yaitu, Cicut

Sutiarso di PN Jakarta Pusat, senin (08-11-2004) telah menunda putusan

permohonan suntik mati (euthanasia) yang diajukan oleh Hasan kusuma kepada

istrinya Again Isna Nauli yang telah mengalami koma selama lima bulan dan

mengalami kerusakan otak permanen yang disebabkan malpraktik30 pada saat

Again melakukan sesar31.32

Permohonan euthanasia dilakukan juga oleh Rudi Hartono dimohonkan

untuk Istrinya Siti Zulaikha 20 february 2005, permohonan ini diajukan atas

dorongan lembaga bantuan hukum (LBH) kesehatan dengan alasan dianggap tidak

lagi memiliki harapan hidup normal, atas kegagalan operasi pada kehamilan di luar

kandungan zulaikha, tepatnya di Rumah Sakit Umum Pasar Rebo, Jakarta Timur.33

27

William A. Schabas, “Akhirnya Pengadilan Tingkat Nasional Mulai

Menyidangkan Kejahatan Terbesar: “Genosida”, Jurnal HAM 2, No.2 (Nopember, 2004) 28

Dewi Septiana, “Implementasi Penghentian Bantuan Hidup Pada Pasien

Terminal Dalam Perspektif Perlindungan Hak Hidup”, Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS

5, No.2 (Juli-Desember, 2017) 29

John Keown, “Euthanasia in the Netherlands: Sliding Down the slippery Slope”,

Journal of law & Ethics 9, No.2 (Januari, 2012). 30

Malpraktik adalah, kelalaian dokter atau tenaga kesehatan lainnya dalam

menggunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim di lakukan dalam

proses pengobatan pasien. Priharto Adi, “Formulasi Hukum Penanggulangan Malpraktik

Kedokteran”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 60 (Agustus, 2013) 31

Sesar adalah, proses persalinan dengan melalui pembedahan di mana irisan di

lakukan di perut ibu dan rahim untuk mengeluarkan bayi. Nurul Mutmainah, “Evaluasi

Penggunaan dan Efektifitas Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Besar di Rumah

Sakit Surakarta Tahun 2010”, Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Vol. 3, No. 2: 44-49. 32

Nusantara,“Ditunda, Putusan Permohonan Suntik Mati”, Bali Post, 9

(Nopember, 2004)

Page 24: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

7

Permohonan euthanasia telah diajukan juga oleh salah satu mahasiswa UI

yang bernama Ignatius Riyan Tumiwa (48), Mahasiswa S2 UI pada tahun 1998,

dikabarkan sempat menjadi dosen, akibat depresi, Riyan mengajukan permohonan

uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 344 terhadap Undang-

Undang Dasar 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Pasal itu digugat karena di anggap

tidak melegalkan upaya bunuh diri.34

Hak hidup, Negara sudah mengatur sebagaimana dijamin dalam pasal 28A

dinyatakan bahwa; hak yang mendasar bagi setiap manusia, setiap orang berhak

untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.35

Menurut Zuhroni (2003) secara

normatif36 memudahkan proses kematian secara aktif (euthanasia aktif) tidak di

benarkan oleh syara’. Hal ini dikarenakan dokter melakukan tindakan aktif dengan

tujuan membunuh pasien dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat

secara over dosis37. Islam sangat menghargai jiwa terlebih pada jiwa manusia.

38

Ayat al-Qur’an maupun hadis mengharuskan untuk menghormati dan

memelihara jiwa manusia (h}ifdz} al-anfs). Dalam surat al-An’am ayat 151

disebutkan;39

Artinya, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".

Konsep euthanasia yang telah dirumuskan oleh para ahli dapat ditelaah

baik dari kalangan pakar Islam maupun di luar Islam, dasar-dasar perumusannya

dapat ditemukan di dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi. Hal ini sejalan dengan

fleksibilitas40 (kelenturan) sumber ajaran agama Islam.

Kewajiban dokter terhadap pasien pada bab II Pasal 10 Kode Etik

Kedokteran Indonesia menyatakan bahwa; seorang dokter harus senantiasa ingat

34

Abba Gabrilian, “Pria yang Minta Suntik Mati Lulusan S-2 UI dengan IPK

3,37”, Kompas (Agustus, 2014) 35

Todung Mulya Lubis, “Kontroversi Hukuman Mati, Perbedaan pendapat Hakim KOnstitusi” (Jakarta: Pt. Kompas Media Nusanmtara, Januari 2009), 387.

36 Normatif adalah, berpegang teguh pada norma, menurut norma atau kaidah yang

berlaku. Ismah Tita Ruslin, “Eksistensi Negara Dalam Islam(Tinjauan Normatif dan

Historis)”, Jurnal Politik Profrtik 6, No.2 (2015) 37

Over dosis adalah, gejala terjadinya keracunan akibat obat yang melebihi dosis

yang diterima oleh tubuh. Fajriansyah, “Kajian Drug relation Problem (DPRs) Kategori

Interaksi Obat, Over Dosis dan Dosis subterapi Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di

RSUP Universitas Hasanuddin”, Jurnal Ilmiah Farmasi-Usrat 5, No.1 (Februari, 2016) 38

Baca Q.S al-Maidah ayat 32, ayat ini menjelaskan bahwa : Hukum ini berlaku

untuk manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah

seperti membunuh manusia seluruhnya, karena orang seorang itu adalah anggota

masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya. 39

Baca Q.S al-an’am ayat 151, maksud dari ayat tersebut adalah yang dibenarkan

oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya. 40

Dwi Aprilianto, “Fleksibilitas Hukum Islam Berdasarkan Illat dan Maslahah”,

Akademika 9, No.1 (Juni, 2015)

Page 25: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

8

kewajiban melindungi hidup makhluk insani (Keputusan Mentri Kesehatan RI

No.434/Men.Kes/SK/X/1983,1988:8) dan dinyatakan juga bahwasannya; pertama,

dokter tidaklah diperbolehkan menggugurkan kandungan (abortus provocatus); dan

kedua, dokter dilarang mengahiri hidup seorang pasien yang menurut ilmu dan

pengalaman tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia) (Keputusan Mentri

Kesehatan RI No.434 /Men.Kes SK/X/1983,1988:18).41

Kedudukan euthanasia dalam hukum Islam, para tokoh Islam Indonesia

sangat menentang di lakukannya euthanasia. Namun, di antara sekian banyak

ulama yang menentang, ada beberapa ulama yang mendukung adanya euthanasia.

Dia adalah ketua komisi Fatwa MUI, Ibrahim Hosen, menurut pendapatnya,

euthanasia boleh dilakukan apalagi terhadap penderita penyakit menular dan tidak

bisa disembuhkan, pendapat ini didasarkan pada kaidah Ushul Fiqh; al-Irtifa>qu Akhaffu D{arurain (melakukan yang teringan dari dua madlarat) menegaskan bahwa

langkah ini boleh dipilih karena hal ini merupakan pilihan dari dua hal yang

buruk.42

Mufti Arab Saudi Abdul Aziz bin Abdulla>h bin Baz telah menetapkan

bahwa euthanasia atau Qatl al-rah}mah43 adalah berlawanan dengan syar’i.

44 Pihak

Mahkamah Agung Arab Saudi yang diketuai oleh Abdul Aziz bin Baz memutuskan

bahwa “menentukan kematian seorang pasien sebelum ia benar-benar mati adalah

bertentangan dengan syariah”, beliau berkata bahwa, “tidak ada satu nyawapun

yang boleh diambil dengan apapun alasannya”.

Muzzami Siddiqi mantan Presiden Persatuan Masyarakat Islam Amerika

Utara (The Islamic Society of North America) telah menulis dan menyatakan

bahwa, “jika pasien terus bergantung hidup pada alat sokongan nyawa, maka

menghentikan alat tersebut dibenarkan utuk membiarkan pasien mati secara tabi’i. Untuk merekontruksi metodologi hukum Islam yang sistematis dan

komprehensif45, hal yang harus dilakukan dalam merumuskan permasalahan ini

adalah, memformulasikan46 (merumuskan atau menyusun dalam bentuk yang tepat)

tentang pandangan al-Qur’an terhadap dunia, hal ini menyangkut hubungan tuhan

dengan manusia dan alam.

41

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia ( IDI ) , Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, Pasal 7d, (Jakarta: Samratulangi 2006), 26.

42 Arifin Rada, “Euthanasia dalam Perspektif Hukum Islam”, JurnalRada 18, No.2

(Mei, 2013) 43

Qatl al-rahmah adalah, menghentikan penggunaan alat penyokong nyawa

pasien yang tidak memiliki harapan untuk sembuh atau dalam keadaan koma. Abulfadl Mohsin Ebrahim, “Euthanasia (Qatl al-rahma)”, Journal Of the Islamic Medical Association of North America 39, No.4 (2007)

44 Kiarash Aramesh and Heydar Shadi, “Euthanasia: An Islamic Ethical

Perspective”,Iranian Journal Of Allergy 6, No.5 (February, 2007) 45

Desi Mulyasari, “Layanan Komprehensif Berkesinambungan Terhadap Anak

dengan HIV/AIDS di Kota Surakarta”, Jurnal Sosiologi Dilema 31, No.1 (2016) 46

Anisa Puspa Juwita, “Formulasi Krim Ekstrak Etanol Daun Lamun

(Sryingodium Isoetifolium)”, Jurnal Ilmiah Farmasi-Unsrat 2, No.2 (Mei, 2013)

Page 26: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

9

Eksistensi47 manusia atau suatu analisis sestematis terhadap ajaran-ajaran

moral al-Qur’an pada gilirannya akan menghasilkan etika al-Qur’an dengan

menyelaraskan tiap-tiap putusan kontemporer dengan etika tersebut.48

Para Ulama

Ushul termasuk Asy-Syaukani melihat bahwa bahaya yang dapat menghalalkan

yang haram atau mengharamkan yang halal itu dapat menghancurkan keturunan49

dalam arti masa depan bangsa. Perubahan pada tradisi zaman yang menjadi

landasan hukum juga telah banyak berubah. Negara serta umat memiliki banyak

kemaslahatan dan kebutuhan yang tidak ada di zaman para imam atau zaman

kodifikasi50 fiqih madzhab. Kemaslahatan dan kebutuhan tersebut bisa menjadi

kemudlaratan51 dan kerusakan yang tidak pernah terjadi di zaman mereka.

52

Peranan Hukum Islam dalam pembentukan Hukum Nasional dapat dilihat

dari dua sisi, yaitu; pertama, hukum Islam sebagai salah satu sumber pembentukan

Hukum Nasional; dan kedua, dari sisi diangkatnya Hukum Islam sebagai Hukum

Negara.53

Ulama di seluruh penjuru negara bisa dinyatakan melarang adanya praktik

euthanasia (Qatl rah}mah). Hal itu di sebabkan karena berlawanan dengan kaidah

Islam yang ada. Adapun bunyi kaidahnya yaitu; “Ad}-d}aru>rati t}ubi<h}ul-mah}d}u>rah” (kondisi yang darurat akan memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang) kecuali

tiga hal yang dilarang, yakni kufur, membunuh dan berzina. Ketiga jenis perbuatan

tersebut tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun termasuk kondisi d}aru>rat,54

dan euthanasia termasuk dalam kategori pengecualian tersebut.

Euthanasia dalam perspektif sosiologis55 bertentangan dan tidak dianjurkan

untuk dilakukan. Hidup dan mati seseorang telah ditentukan oleh Allah SWT.

47

Eksistensi adalah, segala sesuatu yang di alami dan menekankan bahwa

sesuatu itu ada. Syaiful Hamali, “Eksistensi Psikologi Agama dalam Perkembangan

Masyarakat Islam”, Jurnal TAPIs 8, No.1 (Januari-Juni, 2012) 48

Akh. Minhaji, Ijtihad dan legislasi muslim kontemporer, (Yogyakarta: UII Perss,

2004), 126. 49

Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al- Syaukani, Cet Pertama (Jakarta: PT. Logos

wacana Ilmu, 1999), 200. 50

Kodifikasi adalah, penggolongan hukum dan undang-undang berdasarkan

asas-asas tertentu dalam buku undang-undang yang baku. Zainuddin Mz, “Inkar al-

Sunnah Pada Aspek Kodifikasi Hadits”, Jurnal Keilmuan Tafsir Hadits 3, No.2 (Desember,

2013) 51

Wahyu Wibisana, “Konsekuenso Logis Qiyas Terhadap Kemaslahatan Umat”,

Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta’lim 11, No.2 (2013) 52

Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Maqasyaid Syari’ah, Moderasi Islam antara Aliran Tekstual dan aliran Liberal, Penterjemah: Arif Munandar Riswanto (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2007), 247. 53

Amir Syarifudin, Meretas Kebekuan Ijtihad, Isu-isu penting Hukum Islam Kontemporer Di Indonesia (Jakarta: Ciputat Perss, Juli 2002), 30.

54 Maimoen Zubair, Formulasi Nalar Fiqih, Cetakan ke II (Surabaya: PT. Khalista,

Maret 2006) 55

Ayu Kusumastuti, “Modal sosial dan Mekanisme Adaptasi Masyarakat

Pedesaan dalam Pengelolaan dan Pembangunan Infrastruktur ”, Jurnal Sosiologi 20, No.1

(Januari, 2015): 81-97.

Page 27: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

10

Menurut perspektif yuridis56 euthanasia sulit diterapkan di Indonesia karena

bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 344 dan

ketentuan Undang-Undang No 39 tahun 1999. Hak hidup merupakan hak mutlak

setiap manusia. Menurut perspektif filosofis euthanasia tidak sesuai dengan

landasan filosofis57 Indonesia yaitu pancasila yang menjunjung tinggi nilai

kemanusiaan.

Pada kitab Qawaid al-ah}kam58 ditegaskan bahwa memilah dan memilih

mana saja pekerjaan yang bernilai maslahat dan mana yang tidak. Sebab bila

maslah}at dan mafsadat hanya dinilai melalui penalaran akal an-sikh, kemungkinan

akan terjerumus pada kemauan akal semata. Terkadang apa yang sebenarnya

bernilai mashlahat dianggap sebagai mafsadat karena tidak sesuai dengan selera

manusia dan hal yang hakikatnya adalah mafsadat akan dinilai maslah}at karena

sesuai dengan keinginannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu kiranya permasalahan praktik

euthanasia ini diteliti dan dibahas lebih lanjut dalam konteks hukum pada

Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Bab 3 pasal 14 ayat (1). Kemudian

Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Bab 3 pasal 14 ayat (1) ini akan

dilihat kedudukannya dalam kaidah hukum Syariah. Permasalahan ini akan dibahas

dalam bentuk tesis yang berjudul “Euthanasia di Indonesia dalam Perspektif

Syariah”.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di identifikasikan beberapa

masalah sebagai berikut:

a. Paradigm hukum euthanasia

b. Kategori euthanasia di Indonesia

c. Pandangan medis mengenai euthanasia di Indonesia

d. Pandangan Islam mengenai euthanasia di Indonesia

e. Identifikasi hukum medis atas penerimaan dan penolakan terhadap praktek

euthanasia

f. Pertimbangan MUI dalam penolakan euthanasia

2. Perumusan Masalah

Masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah.

1. Bagaimana bentuk praktik euthanasia di Indonesia?

56

Tamsil Iskandar, “Tinjauan Yuridis Tentang Pembuktian Seorang Dokter Dalam

Melakukan Malpraktek Pelayanan Medis”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion 2, No. 4

(2014) 57

Syahrul Kirom, “Filsafat Ilmu dan Arah Pengembangan Pancasila: Relevansinya

Dalam Mengatasi Persoalan Kebangsaan”, Jurnal Filsafat 21, No.2 (Agustus, 2011) 58

Qawaid al-ahkam adalah, pembahasan yang terdapat dalam materi usul

fiqh. Johari, “Konsep Maslahah IzzudinIbn Abdi Salam Telaah Kitab Qowaid al-Ahkam

Limashalih al-Anam”, Episteme Jurnal 8, No.1 (Juni, 2013)

Page 28: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

11

2. Apakah praktik euthanasia di Indonesia sesuai dengan Syari’at Islam?

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini dibatasi agar lebih

spesifik, terarah dan mendalam. Meliputi:

a. Fokus Penelitian

Penelitian ini membahas tentang model praktik euthanasia yang ada di

Indonesia, yaitu sebuah model euthanasia yang berupa euthanasia pasif.

b. Lokasi Penelitian

Penelitian ini hanya membahas tentang bentuk praktik euthanasia yang ada

di Indonesia. Sedangkan bentuk praktik euthanasia selain di Indonesia tidak

dibahas dalam penelitian ini.

c. Waktu Penelitian

Penelitian yang membahas tentang bentuk praktik euthanasia yang ada di

Indonesia ini, dibatasi pada tahun 2017/2018, atau dimulai dari bulan Maret 2017

sampai dengan February 2018.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus dan pokok permasalahan yang telah disebutkan di atas,

maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk memahami hubungan teknologi medis dan Syariah Islam di Indonesia.

2. Untuk mengetahui beberapa faktor penghambat implementasi tindakan

euthanasia di Indonesia.

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Signifikansi, atau arti penting yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran model euthanasia yang dapat dilakukan khususnya bagi

masyarakat umat muslim dan umumnya kepada mayoritas masyarakat

Indonesia.

2. Memberikan kontribusi atau sumbangan pemikiran tentang hubungan antara

agama dan dilema masyarakat sebagai sarana untuk menyelesaikan sebuah

solusi yang ada di masyarakat.

Selanjutnya, manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini dibedakan

menjadi dua, yaitu: manfaat teoritis dan manfaat praktis:

a. Manfaat Teoritis

Dari gambaran latar belakang diatas, maka penelitian ini akan

menghasilkan sebuah teori bahwa “agama adalah tempat yang tepat dalam

menemukan sebuah solusi”. Teori ini perlu dikaji lebih dalam, agar pengembangan

penanaman keilmuan keagamaan semakin dinamis dan sesuai dengan konteks

masyarakat Indonesia yang plural-multikultural.

b. Manfaat Praktis

Konsekuensi dari hasil penelitian ini adalah: adanya sebuah model

euthanasia yang mampu memberikan sebuah solusi dan dapat diterima oleh agama

Page 29: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

12

Islam, tetapi disaat yang sama tidak berniat untuk menghilangkan nyawa. Dan

model euthanasia ini adalah euthanasia pasif.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian oleh Arifin rada, dengan judul “Euthanasia dalam Perspektif Hukum Islam”, disini ditulis bahwa para Ulama telah sepakat jika euthanasia aktif

yang berarti mengahiri hidup seseorang pada saat yang bersangkutan masih

menunjukan tanda-tanda kehidupan, Islam mengharamkannya. Tinjauan akan

hukum Islam mengenai euthanasi diharamkan karena dikategorikan sebagai

perbuatan bunuh diri yang di haramkan dan di ancam oleh Allah SWT, dengan

hukuman neraka selama-lamanya, karena yang berhak mengahiri hidup seseorang

hanyalah Allah SWT. Oleh karena itu, orang yang mengahiri hidupnya atau orang

yang membantu mempercepat suatu kematian seseorang sama saja dengan

menentang Tuhan. Melihat pada alasan dan perdebatan klasik, menyatakan

bahwasannya, mereka percaya bahwa yang berhak menentukan kematian itu

hanyalah Allah SWT.

Syed Qamar Abbas, Zafar Abbas, dalam penelitiannya yang berjudul

“Attitudes Towards Euthanasia and Physician Assisted Suicide Among Pakistani and Indian Doctors: A Survey”,

59 menjelaskan bahwa survei penulis menunjukkan

bahwa mayoritas dokter tidak setuju dengan gagasan euthanasia atau bunuh diri

dengan bantuan dokter. Dapat dipostulasikan bahwa, di kedua negara Asia Selatan

ini, dukungan keluarga dan sosial lebih menonjol seperti pengaruh kepercayaan

agama dalam praktik kedokteran. Sangat menarik bahwa, para dokter merasa

sangat yakin bahwa kewajiban moral mereka untuk membuat pendapat khusus

mereka. Dokter dari Pakistan juga melihat alasan keagamaan sebagai alasan kuat

untuk tidak mempercepat kematian, yang muncul sesuai dengan tradisi Islam yang

kuat di negara tersebut.

Ladan Naseh, Hossein Rafiei, dalam penelitiannya yang berjudul “Nurses Attitudes Towards Euthanasia: a Cross Sectional Study in Iran”,

60 menyimpulkan

bahwa perawat memiliki peran penting dalam merawat pasien yang sakit parah.

Mereka sering dihadapkan dengan euthanasia, tapi sedikit yang diketahui tentang

sikap mereka terhadap praktik euthanasia. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti

sikap perawat muslim Iran terhadap euthanasia. Menyimpulkan bahwa, mayoritas

perawat muslim ditemukan memiliki sikap negatif terhadap euthanasia. Ladan

Naseh, dkk, merekomendasikan agar studi masa depan harus dilakukan untuk

memeriksa sikap perawat muslim terhadap euthanasia dalam budaya yang berbeda

untuk menentukan peran budaya dan keyakinan agama terhadap sikap terhadap

euthanasia.

59

Syed Qamar Abbas, Zafar Abbas, “Attitudes Towards Euthanasia and Physician

assisted Suicide Among Pakistani and Indian doctors: A Survey”, Indian Journal Of Palliative Care 14, No.2 (2008): 71-74.

60 Ladan Naseh, Hossein Rafiei, “Nurses attitudes Towards Euthanasia: a Cross

Sectional Study in Iran”, International Journal Of Palliative Nursing 21, No.1(January,

2015): 43-48.

Page 30: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

13

Nazila Isgandarova, dalam penelitiannya yang berjudul “Physician Assisted Suicide and Other Forms Of Euthanasia in Islamic Spiritual Care”,

61

menyimpulkan bahwa ajaran dalam Al-Qur'an dan Hadits melarang keras bunuh

diri, baik dengan alasan rasa sakit yang tak tertahankan, bahkan jika tindakan ini

dilakukan dengan tujuan menghilangkan penderitaan. Beberapa interpretasi

sumber-sumber Islam bahkan memberi himbauan bagi pembunuh dibandingkan

dengan orang-orang yang melakukan bunuh diri karena setidaknya, pembunuh

memiliki kesempatan untuk bertobat atas dosa mereka. Namun, orang-orang yang

melakukan bunuh diri 'diberi label' karena kehilangan kepercayaan di alam baka

tanpa memiliki kesempatan untuk bertobat atas tindakannya.

Penelitian oleh Kiarash Aramesh yang berjudul “Euthanasia: An Islamic Ethical Perspektif ,

62 Kiarash menyimpulkan bahwa posisi Islam adalah bahwa

kehidupan milik Allah, dialah yang memberi dan menghilangkan kehidupan. Tidak

ada manusia yang bisa memberikan atau mengambil kehidupan. Muslim

menentang euthanasia. Mengelola analgesik63 (sejenis obat yang dibuat untuk

menghilangkan rasa nyeri tanpa harus menghilangkan kesadaran seseorang) yang

mungkin memperpendek hidup pasien, dengan tujuan mengurangi rasa sakit fisik

atau tekanan mental, dan menarik perawatan sia-sia dengan persetujuan (dari

anggota keluarga dekat yang bertindak atas nasihat dari profesional dokter yang

bertanggung jawab atas kasus), Jika pasien diperkirakan meninggal secara medis,

apa yang dikenal sebagai kematian otak, menghentikan dukungan kehidupan

mungkin diperbolehkan, dengan konsultasi terhadap dokter, terutama bila sudah

jelas bahwa dukungan hidup mesin menjadi tidak berguna bagi pasien yang sudah

meninggal atau dalam hal sumbangan organ dan jaringan untuk membantu

kehidupan orang lain yang merupakan praktik rutin di Iran dan beberapa negara

Muslim lainnya.

Peneliti sependapat dengan peneliti diatas, para Ulama telah sepakat

bahwa jika euthanasia aktif yang berarti mengahiri hidup seseorang pada saat yang

bersangkutan masih menunjukan tanda-tanda kehidupan, Islam mengharamkannya.

Tinjauan akan hukum Islam mengenai euthanasi diharamkan karena dikategorikan

sebagai perbuatan bunuh diri yang di haramkan dan di ancam oleh Allah SWT.

Judith A. C. Rietjens, dalam penelitiannya yang berjudul “Two Decades Of Research on Euthanasia From the Netherlands. What Have We Learnt and What Questions Remain?”,

64 menyimpulkan bahwa dua dekade penelitian tentang

euthanasia di Belanda telah menghasilkan wawasan yang jelas mengenai frekuensi

dan karakteristik euthanasia dan keputusan akhir hidup medis Belanda. Studi

61

Nazila Isgandarova, “Physician assisted Suicide and Other Forms Of Euthanasia

in Islamic Spiritual Care”, Journal Of Pastoral Care &Counseling 69, No.4 (2015): 215-221. 62

Kiarash Aramesh, “Euthanasia: An Islamic Ethical Perspective” , IRANIAN JOURNAL OF ALLERGY 6, No.5 (February, 2007): 37-38.

63 Longifolia Lamk, “Analgesic Actifity Study Of Ethanolic Extract Of

Callicarpa”, Traditional Medicine Journal 21, No.2 (May-Agustus, 2016): 99-103. 64

Judith A. C. Rietjens, “Two Decades Of Research on Euthanasia From the

Netherlands. What Have We Learnt and What Questions Remain?”, Journal Of Bioethical Inquiry 6, No.3 (September, 2009): 271-283.

Page 31: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

14

empiris ini telah berkontribusi pada kualitas debat publik, dan kontrol pemerintah

mengenai euthanasia dan bunuh diri yang dibantu dokter. Tidak ada perbedaan

yang terjadi. Dokter tampaknya mematuhi kriteria untuk perawatan dalam

sebagian kasus besar. Selanjutnya, telah ditunjukkan bahwa sebagian besar dokter

berpikir bahwa Undang-undang euthanasia telah meningkatkan kepastian hukum

mereka dan berkontribusi pada kehati-hatian dalam tindakan penghentian hidup.

Pada tahun 2005, 80% kasus euthanasia dilaporkan ke komite peninjau, dengan

demikian, transparansi yang dibayangkan oleh UU tersebut masih belum mencakup

semua kasus. Kasus yang tidak dilaporkan hampir semuanya melibatkan

penggunaan opioid, dan tidak dianggap euthanasia oleh dokter. Penelitian periodik

yang sistematis sangat penting untuk meningkatkan pemahaman tentang

perawatan akhir zaman dalam pengobatan modern, di mana pencarian kualitas mati

yang baik saat ini diakui secara luas sebagai tujuan penting, di samping tujuan

tradisional seperti menyembuhkan penyakit dan memperpanjang umur.

M. Kuuppelomaki, dalam penelitiannya yang berjudul “Attitudes Of Cancer Patients, Their Family Members and Health Professionals Toward Active Euthanasia”,

65 menyimpulkan bahwa studi kualitatif ini menggambarkan sikap

empat kelompok orang dalam perawatan kanker terhadap euthanasia aktif. Pasien

dengan kanker yang tidak dapat disembuhkan, anggota keluarga, perawat dan

dokter berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan di dua rumah sakit pusat dan

di empat pusat kesehatan di Finlandia. Lebih dari setengah peserta mengatakan

bahwa mereka dapat secara etis membenarkan euthanasia aktif. Sebagian besar

adalah anggota keluarga dan perawat. Alasan utama pembenaran etis adalah;

pertama, penyakit terminal pasien; kedua, adanya penderitaan dan rasa sakit; dan

ketiga, permintaan pasien sendiri. Mereka yang tidak bisa membenarkan

euthanasia aktif mengatakan bahwa satu manusia tidak memiliki hak untuk

memutuskan kematian orang lain. Potensi pelecehan, ketidakpastian tentang

situasi finalitas, dll. Hasil penelitian ini mendukung asumsi yang dibenarkan pada

literatur sebelumnya bahwa, sikap terhadap euthanasia aktif paling positif dimana

dapat membantu pasien kanker yang sakit parah.

Bozidar Banovic, dalam penelitian yang berjudul “ Euthanasia: Murder or Not: A Comparative Approach”,

66 menjelaskan bahwa euthanasia dalam sepanjang

sejarah kemanusiaan muncul sebagai pertanyaan yang menarik perhatian para

pengacara, dokter, sosiolog di seluruh dunia. Pada tahap perkembangan peradaban

tertentu, hal itu merupakan bentuk yang diijinkan untuk merampas nyawa orang

lain, sementara di tahap lain dilarang keras. Di negara-negara Islam, seperti Iran,

Turki dan sebagian Bosnia dan Herzegovina, euthanasia adalah pembunuhan biasa,

dapat dihukum dengan sanksi pidana berat. Pihak yang berlawanan, adalah

diantaranya; negara-negara Eropa Barat, lebih khusus lagi negara-negara Benelux

65

M. Kuuppelomaki, “Attitudes Of Cancer Patients, Their Family Members and

Health Professionals Toward Active euthanasia”, European Journal Of Cancer Care 9, No.1

(March, 2000): 16-21. 66

Bozidar Banovic, “Euthanasia: Murder or Not: A Comparative Approach”,

Iranian Journal Of Public Health 43, No.10 (October, 2014): 1316-1323.

Page 32: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

15

(Belanda, Belgia dan Luksemburg), di mana perampasan hidup dari belas kasih

tidak merupakan kejahatan, jika dilakukan sesuai dengan hukum yang ditetapkan

dengan jelas peraturan dan prosedur medis. Dengan cara ini, kami menunjukkan

bagaimana situasi kehidupan di berbagai bidang hukum diatur dengan cara yang

sangat berbeda. Kurangnya keharmonisan dalam solusi legislatif di beberapa

negara Eropa dan Amerika, telah menyebabkan beberapa kejadian buruk, seperti

pariwisata kematian. Untuk menghindari hal ini, perlu untuk mencapai tingkat

harmonisasi legislasi tertentu, atau menetapkan batas yang sesuai dalam undang-

undang yang melegalkan euthanasia. Namun, bagaimana hal itu bisa dicapai, butuh

waktu lama.

Charlotte Verpoort, dalam penelitian yang berjudul “Palliative Care Nurses Views on Euthanasia”,

67 menyimpulkan bahwa dalam debat tentang legalisasi

euthanasia di Belgia, suara perawat hampir tidak didengar. Namun, penelitian telah

menunjukkan bahwa perawat terlibat dalam proses peduli seputar euthanasia.

Akibatnya, mereka berada dalam posisi untuk menawarkan gagasan berharga

tentang masalah euthanasia. Untuk alasan euthanasia, pandangan perawat penting

karena keahlian paliatif dan konfrontasi sehari-hari mereka lakukan dengan pasien

yang sekarat, ditemukan sebagian besar perawat tidak priori untuk melawan

euthanasia, ternyata pandangan mereka sangat bergantung pada situasi. Argumen

yang mendasari perlawanan termasuk penghormatan terhadap kehidupan dan

kepercayaan akan kemampuan perawatan paliatif. Perawat berkomentar bahwa

bekerja dalam perawatan paliatif memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap

pendapat seseorang tentang euthanasia. kesimpulannya ialah, sehubungan dengan

perdebatan euthanasia di seluruh dunia, penting untuk mengetahui bagaimana

perawat menghadapi pasien yang sakit parah setiap hari dan memikirkannya.

Peneliti tidak sependapat dengan penelitian diatas, bahwa euthanasia

(aktif) bukan hanya perkara yang tidak bisa dibenarkan oleh agama melainkan juga

dari sisi sosial etik maupun kode etik kedokteran, dalam perspektif hipocrates,

euthanasia aktif juga tidak bisa dibenarkan, karena dokter akan dipertaruhkan jika

pasien tidak sepenuhnya mempercayai dokternya. Secara tradisional, tujuan

pengobatan adalah untuk menyembuhkan, untuk perawatan dan untuk

meringankan sakit pasien. Akibat adanya euthanasia moralitas internal obat akan

dipertanyakan jika tujuan dasarnya adalah diubah dengan cara yang tidak sesuai

dengan perlindungan martabat manusia, seperti mengakhiri hidup pasien. Jika

secara global aktual etika medis diabaikan di beberapa negara dan budaya, etika

medis mungkin akan sangat rusak dalam waktu dekat.

Adapun distingsi penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang

sebelumnya adalah, pertama; penelitian ini ingin melihat sudah adakah bentuk-

bentuk praktik euthanasia di Indonesia, kedua; peneliti ingin melihat dalam bentuk

apa euthanasia di Indonesia yang sudah mulai berlaku, ketiga; peneliti ingin

melihat relevansinya dalam hukum Islam.

67

Charlotte Verpoort, “Palliative care Nurses Views on Euthanasia”, Journal Of

Advanced Nursing 47, No.6 (September, 2004): 592-600.

Page 33: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

16

F. Metodologi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research)

dengan melacak literatur-literatur yang berupa buku-buku dan kitab-kitab yang

berhubungan dengan masalah euthanasia dan tanggapan dari beberapa negara baik

muslim maupun non muslim terhadap euthanasia, dan juga mengumpulkan data-

data di lapangan guna mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif dan jelas.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan

normatif. Menurut Khairudin Nasution, pendekatan normatif adalah studi Islam

yang memandang masalah dari sudut legal formal dan atau normatifnya. Maksud

legal formal adalah hubungannya dengan halal-haram, boleh atau tidak, dan

sejenisnya. Sementara normatifnya adalah seluruh ajaran yang terkandung dalam

nash.68

Penulis menggunakan pendekatan ini guna sebagai pendekatan yang

digunakan untuk menganalisis praktik-praktik euthanasia di Indonesia dan

kesesuaiannya dengan hukum Islam

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah para pemuka agama dan para

tenaga medis.

Sumber data yang digunakan adalah sumber primer dan sekunder. Sumber

primer terdiri dari; pertama, wawancara terhadap para pemuka agama; kedua,

wawancara pada petugas kesehatan dan beberapa ilmuan dibidang ini. Sumber data

primer tersebut akan ditambah dengan data sekunder yang terdiri dari, tulisan,

karya ilmiah, dan jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini.

Teknik pengumpulan dan pengolahan data, teknik pengumpulan data yang

digunakan dengan penelusuran buku-buku yang terdapat diperpustakaan kemudian

dilanjutkan dengan penggolongan-penggolongan kedalam dua golongan yaitu data

primer dan data sekunder.

Disamping itu dipergunakan pula metode wawancara sebagai bentuk

pengambilan data yang dibutuhkan dalam pengumpulan data. wawancara adalah

teknik pengumpulan data pada sebuah penelitian baik dilakukan dengan face to face maupun dengan menggunakan pesawat telepon untuk menemukan

permasalahan yang harus diteliti,69

dalam hal ini peneliti mengadakan wawancara

dengan para tokoh agama, petugas kesehatan dan beberapa ilmuan dibidang ini.

Teknik penulisan tesis ini berpedoman pada “Pedoman Akademik Program

Megister dan Doktor Pengkajian Islam Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah ”.

G. Sistematika Penelitian

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan penulisan

penelitian, maka secara garis besar dapat digunakan sistematika penulisan sebagai

berikut:

Bab Pertama merupakan bab pendahuluan yang didalamnya dipaparkan

latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

68

Khoirudin, nasution, pengantar studi islam, (yogyakarta: Rosda, 2009) 69

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung :

Alfabeta CV, 2011)

Page 34: Thesis Diajukan Kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44930/1/Niswatun...Indonesia Sehat Sejahtera, Dokter di Klinik Sehat,

17

penelitian terdahulu yang relevan, metodologi penelitian dan sistematika penulisan

penelitian.

Bab kedua menjelaskan tentang hakikat euthanasia yang menjelaskan

konsep euthanasia yang terdiri dari; sejarah euthanasia, jenis dan macam

euthanasia, alasan dilakukannya euthanasia, syarat dilakukannya euthanasia,

kriteria mati meliputi; mati menurut ilmu kedokteran dan mati menurut hukum

islam, perdebatan etis euthanasia oleh pihak medis, dan euthanasia di bebeapa

Negara.

Bab ketiga yaitu mengupas tentang kasus pemohon euthanasia; beberapa

pemohon euthanasia di Indonesia, kasus 1 (Berlin Silalahi), kasus II (Agian Isna

Nauli), kasus III (Siti Zulaikha), dan kasus IV (Ignatius Ryan Tumiwa).

Bab keempat, wacana dan pendapat tentang euthanasia, analisis tanggapan

beberapa tenaga medis, dan analisis tanggapan beberapa pakar Islam.

Bab Kelima adalah penutup yang didalamnya berisi kesimpulan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan dan beberapa rekomendasi penulis.