(the neurosciences of glutamte) 55 61-- racikan neuro glutamate dito taruna

7
RACIKAN 55 Semijurnal Farmasi & Kedokteran ETHICAL DIGEST NO. 120 Thn. X Februari 2014 A rtikel ini memaparkan glutamate ditinjau dari perspektif neurosains klasik dan modern. Dimulai dari sejarah glutamate, peran glutamate di tingkat seluler (misalnya: peran dalam neurotransmisi klasik, neuromodulasi, nekrosis, proses cedera, peristiwa presinaptik, sinaps listrik, ritme sirkadian, energy failure). Kemudian, klasifikasi reseptor glutamate, aspek klinis glutamate, hipotesis asam amino eksitatori, eksitotoksisitas glutamate, peran glutamate pada multiple sclerosis dan epilepsi. Sejarah Glutamate Peningkatan konsentrasi glutamate di otak, pertama kali dikenal tahun 1930-an. Saat itu, di otak glutamate lebih diper- timbangkan berperan dalam metabolisme energi, yang hubung- annya sama mesranya antara asam amino dengan siklus Krebs. Hayashi (1954) menunjukkan, injeksi glutamate ke otak atau pembuluh darah arteri karotid dapat menimbulkan kejang (con- vulsion). Muncul spekulasi bahwa glutamate adalah suatu trans- mitter di sistem saraf pusat hewan mamalia. Di kemudian hari diketahui, ternyata banyak zat atau agen kimiawi yang dapat menyebabkan konvulsi, termasuk yang ber- interaksi (ikut campur) dengan metabolisme oksidatif normal. Glutamate, yang secara struktur relatif mirip GABA, yang pada mulanya dikenal sebagai inhibitor aktivitas neuronal, ternyata dapat menjadi depressant. Peristiwa yang berkaitan dengan aspek historis berbagai reseptor glutamate dan modu- lator mereka, dapat dilihat dalam tabel berikut: Glutamate adalah major excitatory neurotransmitter dari sistem saraf pusat, yang terbukti berperan penting di jaringan komunikasi yang kompleks, yang ditetapkan di antara semua sel-sel yang mendiami otak, termasuk berbagai neuron, astrosit, oligodendrosit dan mikroglia. Karena itu, gangguan homeostasis glutamate dapat mempengaruhi semua fungsi fisiologis dan interaksi sel-sel otak, menuju berbagai kejadian patologis yang heterogen. Peran Glutamate di Tingkat Seluler Di berbagai jaringan dan sel-sel tubuh, glutamate berperan penting, misalnya: * Sebagai neurotransmitter otak. Bila glutamate berperan sebagai major excitatory transmitter di otak, GABA (gamma-aminobutyric acid) berperan sebagai major inhibi- tory transmitter di otak. * Sel-sel pyramidal adalah tipe neuron “major excitatoryyang menggunakan glutamate sebagai neurotransmitter. * Di sel “spiny stellate”, yang menyerupai sel pyramidal dan The Neuroscience of Glutamate Dito Anurogo 1,2 , Taruna Ikrar 1,2,3 1866 : Asam glutamat pertama kali diisolasi sebagai substansi murni oleh ahli kimia Jerman, Ritthausen. 1886 : Identifikasi Monosodium Glutamate (MSG) dimulai dengan isolasi asam glutamat dari massa protein gandum, yang disebut gluten. 1890 : Struktur kimiawi asam glutamat, suatu asam amino yang terjadi secara natural ditetapkan. 1936 : Kemampuan penguat rasa MSG ditemukan oleh ahli kimia Jepang, Ikeda Kibunae. 1926 : Phencyclidine yang menyebabkan kerusakan otak, yang disebut lesi Olney, pertama kali disintesis. 1930 : Glutamate di otak pertama kali dikenal. 1940 : Riset pada diet glutamate dan glutamine pada terapi gangguan belajar dan epilepsi. 1952 : Phencyclidine dipatenkan oleh perusahaan obat Parke- Davis dan diperdagangkan dengan nama Sernyl. 1953 : Asam kainic diisolasi dari rumput laut (seaweed) yang disebut “Kainin-sou” atau “Makuri” di Jepang. 1954 : Glutamate sebagai transmiter di sistem saraf pusat mamalia, dideskripsikan oleh Hayashi. 1958 : Asam domoic mula-mula diisolasi dari alga merah yang dinamakan “doumoi”, atau “hanayanagi” di Jepang. 1960 : NMDA pertama kali disintesis sebagai suatu eksitotoksin. 1968 : Monosodium glutamate untuk terapi lesi otak dan gangguan neuroendokrin, dilaporkan di laboratorium oleh John W Olney. 1966 : Amantadine disetujui FDA, sebagai agen profilaktik melawan influenza Asian. 1970 : Reseptor EAA pada mulanya diklasifikasikan menjadi reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) dan reseptor non- NMDA, yang terakhir dibagi lagi menjadi quisqualate (kemudian AMPA) dan reseptor kainate. 1980 : Reseptor NMDA terbukti terlibat di beberapa “central synaptic pathways”, beraksi bersama dengan berbagai reseptor non-NMDA. 1982 : Penemuan AMPA oleh Tage Honore dan kolega, dipublikasi di Journal of Neurology. 1985 : Demonstrasi pertama bahwa glutamate dapat mengin- duksi pembentukan molekul, termasuk sistem messen- ger kedua yang utama (mayor). 1987 : Keberadaan berbagai reseptor glutamate metabotropik. 1989 : Famili besar subunit iGluR ditemukan. 1991 : Reseptor glutamate metabotropik pertama dari tujuh domain transmembran dikloning (cloned). 2000 : Reseptor glutamate yang dimodifikasi dari otak ditemukan, -mGluR4. 2005 : Modulator allosteric dan orthostheric dari berbagai reseptor glutamate metabotropik 1 (mGlu1). 2006 : Kemajuan perkembangan obat-obat baru pada penyakit Alzheimer. 2010 : Subunit mGluR1-mGluR8 ditemukan. 2011 : Reseptor glutamate dalam riset preklinis penyakit Alzheimer. 2011 : Kemajuan terkini dalam model (design) dan perkembang- an modulator allosteric negatif dari mGlu(5). Sumber: Mehta A, dkk (2012), Yamamoto S, dkk (2009), Magistretti (2009) 55-61-- Racikan Neuro Glutamate Dito Taruna.pmd 1/20/2014, 4:18 PM 55

Upload: taruna-ikrar

Post on 29-Jun-2015

151 views

Category:

Health & Medicine


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: (The neurosciences of glutamte) 55 61-- racikan neuro glutamate dito taruna

RACIKAN

55Semijurnal Farmasi & KedokteranETHICAL DIGEST � NO. 120 � Thn. X � Februari 2014

Artikel ini memaparkan glutamate ditinjau dari perspektifneurosains klasik dan modern. Dimulai dari sejarahglutamate, peran glutamate di tingkat seluler (misalnya:peran dalam neurotransmisi klasik, neuromodulasi,

nekrosis, proses cedera, peristiwa presinaptik, sinaps listrik,ritme sirkadian, energy failure). Kemudian, klasifikasi reseptorglutamate, aspek klinis glutamate, hipotesis asam aminoeksitatori, eksitotoksisitas glutamate, peran glutamate padamultiple sclerosis dan epilepsi.

Sejarah GlutamatePeningkatan konsentrasi glutamate di otak, pertama kali

dikenal tahun 1930-an. Saat itu, di otak glutamate lebih diper-timbangkan berperan dalam metabolisme energi, yang hubung-annya sama mesranya antara asam amino dengan siklus Krebs.

Hayashi (1954) menunjukkan, injeksi glutamate ke otak ataupembuluh darah arteri karotid dapat menimbulkan kejang (con-vulsion). Muncul spekulasi bahwa glutamate adalah suatu trans-mitter di sistem saraf pusat hewan mamalia.

Di kemudian hari diketahui, ternyata banyak zat atau agenkimiawi yang dapat menyebabkan konvulsi, termasuk yang ber-interaksi (ikut campur) dengan metabolisme oksidatif normal.

Glutamate, yang secara struktur relatif mirip GABA, yangpada mulanya dikenal sebagai inhibitor aktivitas neuronal,ternyata dapat menjadi depressant. Peristiwa yang berkaitandengan aspek historis berbagai reseptor glutamate dan modu-lator mereka, dapat dilihat dalam tabel berikut:

Glutamate adalah major excitatory neurotransmitter dari sistemsaraf pusat, yang terbukti berperan penting di jaringan komunikasiyang kompleks, yang ditetapkan di antara semua sel-sel yangmendiami otak, termasuk berbagai neuron, astrosit, oligodendrositdan mikroglia. Karena itu, gangguan homeostasis glutamate dapatmempengaruhi semua fungsi fisiologis dan interaksi sel-sel otak,menuju berbagai kejadian patologis yang heterogen.

Peran Glutamate di Tingkat SelulerDi berbagai jaringan dan sel-sel tubuh, glutamate berperan

penting, misalnya:* Sebagai neurotransmitter otak. Bila glutamate berperan

sebagai major excitatory transmitter di otak, GABA(gamma-aminobutyric acid) berperan sebagai major inhibi-tory transmitter di otak.

* Sel-sel pyramidal adalah tipe neuron “major excitatory”yang menggunakan glutamate sebagai neurotransmitter.

* Di sel “spiny stellate”, yang menyerupai sel pyramidal dan

The Neuroscienceof Glutamate

Dito Anurogo1,2, Taruna Ikrar1,2,3

1866 : Asam glutamat pertama kali diisolasi sebagai substansimurni oleh ahli kimia Jerman, Ritthausen.

1886 : Identifikasi Monosodium Glutamate (MSG) dimulaidengan isolasi asam glutamat dari massa protein gandum,yang disebut gluten.

1890 : Struktur kimiawi asam glutamat, suatu asam amino yangterjadi secara natural ditetapkan.

1936 : Kemampuan penguat rasa MSG ditemukan oleh ahli kimiaJepang, Ikeda Kibunae.

1926 : Phencyclidine yang menyebabkan kerusakan otak, yangdisebut lesi Olney, pertama kali disintesis.

1930 : Glutamate di otak pertama kali dikenal.1940 : Riset pada diet glutamate dan glutamine pada terapi

gangguan belajar dan epilepsi.1952 : Phencyclidine dipatenkan oleh perusahaan obat Parke-

Davis dan diperdagangkan dengan nama Sernyl.1953 : Asam kainic diisolasi dari rumput laut (seaweed) yang

disebut “Kainin-sou” atau “Makuri” di Jepang.1954 : Glutamate sebagai transmiter di sistem saraf pusat

mamalia, dideskripsikan oleh Hayashi.1958 : Asam domoic mula-mula diisolasi dari alga merah yang

dinamakan “doumoi”, atau “hanayanagi” di Jepang.1960 : NMDA pertama kali disintesis sebagai suatu eksitotoksin.1968 : Monosodium glutamate untuk terapi lesi otak dan

gangguan neuroendokrin, dilaporkan di laboratorium olehJohn W Olney.

1966 : Amantadine disetujui FDA, sebagai agen profilaktikmelawan influenza Asian.

1970 : Reseptor EAA pada mulanya diklasifikasikan menjadireseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) dan reseptor non-NMDA, yang terakhir dibagi lagi menjadi quisqualate(kemudian AMPA) dan reseptor kainate.

1980 : Reseptor NMDA terbukti terlibat di beberapa “centralsynaptic pathways”, beraksi bersama dengan berbagaireseptor non-NMDA.

1982 : Penemuan AMPA oleh Tage Honore dan kolega, dipublikasidi Journal of Neurology.

1985 : Demonstrasi pertama bahwa glutamate dapat mengin-duksi pembentukan molekul, termasuk sistem messen-ger kedua yang utama (mayor).

1987 : Keberadaan berbagai reseptor glutamate metabotropik.1989 : Famili besar subunit iGluR ditemukan.1991 : Reseptor glutamate metabotropik pertama dari tujuh

domain transmembran dikloning (cloned).2000 : Reseptor glutamate yang dimodifikasi dari otak

ditemukan, -mGluR4.2005 : Modulator allosteric dan orthostheric dari berbagai

reseptor glutamate metabotropik 1 (mGlu1).2006 : Kemajuan perkembangan obat-obat baru pada penyakit

Alzheimer.2010 : Subunit mGluR1-mGluR8 ditemukan.2011 : Reseptor glutamate dalam riset preklinis penyakit

Alzheimer.2011 : Kemajuan terkini dalam model (design) dan perkembang-

an modulator allosteric negatif dari mGlu(5).

Sumber: Mehta A, dkk (2012), Yamamoto S, dkk (2009), Magistretti (2009)

55-61-- Racikan Neuro Glutamate Dito Taruna.pmd 1/20/2014, 4:18 PM55

Page 2: (The neurosciences of glutamte) 55 61-- racikan neuro glutamate dito taruna

RACIKAN

56 Semijurnal Farmasi & Kedokteran ETHICAL DIGEST � NO. 120 � Thn. X � Februari 2014

menyediakan sinaps asimetris yang dianggap bersifat excita-tory, glutamate digunakan juga sebagai neurotransmitter.

* Proses reuptake glutamate dilakukan sebagian besar olehastrocytes. Astrocytes mengubah glutamate menjadi gluta-mine, kemudian melepasnya ke ruang ekstraseluler. Glutamineditangkap/diambil oleh neuron, yang menggunakannya untukmenghasilkan glutamate dan gamma-aminobutyric acid(GABA), secara berturut-turut.

* Karakteristik neurofilament adalah keberadaan daerah yangkaya akan glutamate (glutamate-rich region) di bagian ujung(tail), berdekatan dengan tengah (core rod domain). Bagiilmuwan, terutama neuroscientist, daerah glutamate memilikiarti penting, karena menjadi dasar reaksi pewarnaan perakklasik (classic neurofibrillary silver stains) untuk neuron.

* Glutamate berperan dalam “alternative tryptophan meta-bolic pathways”Ada dua metabolite utama triptofan, yang dihasilkan oleh

kynurenine shunt: asam quinolinic dan asam kynurenic. Asamquinolinic adalah agonis kuat (potent agonist) di reseptorglutamate tertentu, dan bertindak melalui reseptor glutamatemenyebabkan hilangnya sel (cell loss) dan kejang (convulsion).Sebaliknya, kynurenine adalah suatu antagonis pada berbagaireseptor ini. Senyawa-senyawa ini adalah fokus kajian utamapada berbagai gangguan neuropsikiatris.* Berbagai neuron melepaskan sinyal neurokimiawi, termasuk

glutamate dan ion potassium (K+), yang mencapai astrositmelalui cairan ekstraseluler. Aktivitas neuronal memicu bebe-rapa perubahan di astrosit termasuk influks ion-ion K+, me-ningkatkan volume sel, aktivasi metabolisme glukosa, pe-ningkatan konsentrasi intraseluler dari ion-ion kalsium (Ca2+).Beragam astrosit ini, pada gilirannya, menyediakan glukosadan laktat untuk mendukung (men-support) metabolismeenergi pada neuron-neuron.

Mereka juga mengatur lingkungankecil di persarafan (neuronal microen-vironment), dengan memindahkan glu-tamate dan transmiter neurokimiawi laindari sinaps dan melakukan buffering ex-tracellular K+ untuk memelihara rang-sang persarafan (neuronal excitability),mencegah akumulasi amonia dengancara mensintesis glutamine dari gluta-mate, dan melepaskan substansi-subs-tansi vasodilator, seperti: nitric oxide,yang meningkatkan aliran darah setempatsebagai respon terhadap aktivitas neu-ronal. Astrosit saling berkomunikasi satusama lain melalui gap junctions dan pem-bebasan ATP. Jadi, astrosit berperanpenting dalam memelihara penggabung-an erat (tight coupling), di antaraaktivitas neuronal metabolisme energidan aliran darah otak (cerebral bloodflow), yang diperlukan untuk fungsisistem persarafan.* Sebagian besar proses komunikasi di

otak, melibatkan transmisi cepat pada sinaps-sinaps excita-tory yang diperantarai (dimediasi) asam amino L-glutamate.Sekitar 80% ATP dikonsumsi oleh ion sodium (Na+), K+-AT-Pase, suatu pompa membran yang memperbaiki ataumemulihkan gradien ionik dan potensial membran yang diubaholeh transmisi excitatory. Pompa tergantung ATP (ATP-de-pendent pump) ini, juga mencegah akumulasi berlebihanglutamat di ruang sinaptik dan aktivasi berlebihan dari reseptor-reseptor postsynaptic, yang dapat menghasilkan akumulasiCa2+ yang berlebihan di sitosol.

* ATP juga penting untuk mencegah akumulasi glutamateyang berlebihan di ruang sinaptik dan akumulasi kelebihanCa2+ di sitosol.

Glutamate Berperan dalam Neurotransmisi KlasikContoh penting dari neurotransmiter excitatory yang meng-

aktivasi “cation channels”, adalah glutamate dan asetilkolin.Glutamate beraksi melalui berbagai reseptor ionotropik yangberbeda, sedangkan asetilkolin beraksi melalui berbagai reseptornicotinic.

NeuromodulasiKelas kedua reseptor neurotransmiter, G protein-coupled

receptors, menengahi (memediasi) efek-efek monoamin, neu-ropeptide, dan beberapa efek asetilkolin, glutamate, serta GABA.

Peran glutamate pada proses nekrosis.Deplesi akut ATP memicu kerusakan neuronal dari akumulasi

L-glutamate yang berlebihan. Proses ini dinamakan excitoto-xicity, melibatkan aktivasi reseptor-reseptor glutamate, akumulasisitosol Ca2+, aktivasi kaskade yang dipicu oleh Ca2+, generasiradikal bebas oksigen, dan kegagalan mitokondria.

Tanpa oksigen atau glukosa, produksi ATP mitokondria

Komunikasi glutamat di otak.

Mekanisme signaling reseptor glutamate pada berbagai neuron postsynaptic,seperti: neuron dopamine, neuron cholinergic, neuron raphe, neuron GABAergic,dsb, menunjukkan peran pentingnya di seluruh otak.(Sumber: Mehta,A.,et.al., 2012)

55-61-- Racikan Neuro Glutamate Dito Taruna.pmd 1/20/2014, 4:18 PM56

Page 3: (The neurosciences of glutamte) 55 61-- racikan neuro glutamate dito taruna

RACIKAN

57Semijurnal Farmasi & KedokteranETHICAL DIGEST � NO. 120 � Thn. X � Februari 2014

berhenti, persediaan ATP dihabiskan dengan cepat. Akibatnya,beberapa fungsi terganggu atau menurun. Tanpa kebutuhanenergi untuk bahan bakar pompa Na+, K+, gradien ion tidak dapatdipertahankan (maintained) dan neurons menjadi didepolarisasi.Ini menimbulkan hilangnya “neuronal excitability” danpembebasan (release) glutamate secara besar-besaran (masif).

Kekurangan energi juga mengurangi uptake glutamate yangdilakukan oleh astrosit. Timbunan (build-up) glutamate yangberlebihan di sinaps, mempercepat kematian nekrotik dari berba-gai neuron yang merupakan target sinaps. Akibat kegagalan energipada mulanya fungsional dan berpotensi bersifat reversible.

Jika penyebabnya tidak dikoreksi, berbagai perubahan inidiikuti oleh akumulasi Ca2+ di sitosol dan mitokondria, yangmemicu perubahan irreversible seperti: kerusakan seluler,mitokondria, dan membran-membran lainnya; disorganisasisitoskeleton, dan degradasi DNA.

Akumulasi Ca2+ di mitokondria mengganggu rantai respirasidan produksi ATP, serta memacu pembentukan radikal bebasoksigen. Kalsium mengaktivasi beberapa fosfolipase, yangbersama dengan “oxidative stress”, merusak membran fosfolipid.Kalsium mengaktifkan produksi nitric oxide, yang bereaksidengan radikal bebas oksigen dan menghasilkan oksidasi dannitrasi lebih lanjut, serta proses nitrasi dari beberapa proteinesensial. Kalsium juga mengaktifkan calpain, di mana proteasesmerusak submembrane cytoskeleton, mikrotubuli, neurofilamen,dan endonuklease yang menyebabkan kerusakan DNA.

Akumulasi laktat dari glukolisis anaerobik memicupenurunan pH intraseluler, yang menekan aktivitas neuronal,menimbulkan pembengkakan sel, dan meningkatkan produksiradikal bebas. Nekrosis melibatkan mekanisme glutamate-in-duced excitotoxicity.

Glutamate berperan pada proses cederaSebagai respon terhadap cedera (injury), sel-sel

mikroglia berproliferasi, menjadi hipertrofi, memperli-hatkan beberapa pertanda (marker) molekul, termasukmajor histocompatibly complex antigens danmolekul costimulatory untuk limfosit T, dan pelepasansitokin proinflammatory, enzim-enzim proteolitik,komplemen, glutamate, nitric oxide, superoxide,berbagai mediator inflamasi lainnya, serta berbagaisubstansi toksik terhadap neuron.* Membran sel secara terus-menerus diserangdengan sinyal-sinyal kimiawi dari sejumlah neuro-transmiter yang dilepaskan dari vesikel presinaptik,termasuk asam amino (glutamate, gama-amino-butyric acid [GABA], dan glisin), asetilkolin, mono-amin (dopamin, norepinefrin, serotonin, histamin),neuropeptida dan purin, termasuk ATP.

Peristiwa PresinaptikNeurotransmiter asam amino (glutamate, GABA,

dan glisin) dan asetilkolin disintesis dari siklus Krebsintermediate. Namun berbagai monoamin yangberbeda disintesis dari prekursor asam amino esensialmelalui aksi enzim-enzim spesifik. Neurotransmitermonoamin dan asam amino, dipersatukan menuju

vesikel sinaptik pada level presynaptic terminal.

Sinaps listrik (Electrical Synapses)Aktivitas sinaps mempengaruhi fungsi astrosit, yang

merupakan komponen integral dari unit sinaptik. Misalnya,sinaps membebaskan (me-release) neurotransmiter excitatory(glutamate) bukan hanya mendatangkan /mendapatkan (meng-elicits) depolarisasi neuron postsynaptic, melainkan jugamenyediakan sinyal untuk astrosit yang mengelilingi sinaps.

Sinyal ini menghasilkan sebagian dari K+ ekstraseluler yangterakumulasi dari aksi potensial di neuron postsynaptic, olehefek-efek glutamate yang terdapat di astrosit, proses reuptakeaktif glutamate oleh astrosit.

Aktivitas sinaptik menghasilkan depolarisasi, meningkatkanCa2+ intraseluler, dan meningkatkan metabolisme energi di astrosit.Semua sinyal ini ditransmisikan melalui “gap junctions” yangberada di dalam jaringan astrosit. Sebagian besar proses komu-nikasi yang berada di sistem saraf, terjadi melalui sinaps kimiawi.

Ritme SirkadianCahaya adalah isyarat waktu utama dari jam endogen pada

manusia, hewan, dan tumbuhan. Sistem sirkadian manusia lebihsensitif terhadap cahaya hijau-biru gelombang pendek daripadaspektrum gelombang merah. Input cahaya afferent mayorterhadap suprachiasmatic nuclei (SCN), terdiri dari subset yangmengandung melanopsin dari sel-sel ganglion retina yangbersifat photosensitive, yang aksonnya membelokkan opticchiasm ke sinaps di sel-sel SCN.

Traktus retinohypothalamic ini mentransmisikan informasinon-visual, light–dark (terang-gelap) ke SCN, yang dimediasimelalui glutamate.

Mekanisme utama yang terlibat pada nekrosis dan apoptosis. Ca2+, ionkalsium; NO, nitric oxide.

(Sumber: Benarroch EE. Basic neurosciences with clinical applications. Philadelphia:

Elsevier; 2006)

55-61-- Racikan Neuro Glutamate Dito Taruna.pmd 1/20/2014, 4:18 PM57

Page 4: (The neurosciences of glutamte) 55 61-- racikan neuro glutamate dito taruna

RACIKAN

58 Semijurnal Farmasi & Kedokteran ETHICAL DIGEST � NO. 120 � Thn. X � Februari 2014

Energy FailureNeuron menggunakan ATP (adenosin-52 -trifosfat) untuk

mempertahankan gradien ion, yang membolehkan reuptakepresinaptik aktif dari berbagai neurotransmiter, seperti: asamamino eksitatori L-glutamate.

Dalam kondisi kegagalan energi (energy failure), glutamateterakumulasi di sinaps dan memroduksi aktivasi yang memanjang(prolonged) dari berbagai reseptor postsynaptic-nya, memicudepolarisasi neuronal dan akumulasi Ca2+ di sitosol. KekuranganATP juga mengganggu transpor aktif Ca2+ menuju retikulumendoplasmik atau menuju cairan ekstraseluler, akumulasi Ca2+

mengakibatkan cedera sel (cell injury).

Dua reseptor utama yang amat dikenal, yaitu:1. reseptor iGlu dan2. reseptor mGlu.

Kita bahas satu per satu, sebagai berikut:1. Reseptor ionotropic glutamate (iGlu) adalah reseptor yang

memediasi (menjadi perantara) respon sinaptik cepat, denganmembuka ion channels (saluran-saluran ion).

Kelas-kelas utama dari berbagai reseptor iGlu sekarangditerima sebagai:1.a. NMDA (N-methyl-D-aspartic acid)

Reseptor NMDA telah dipelajari secara ekstensif. Telah lamadiketahui bahwa aktivasi reseptor excitatory amino acid (EAA),mendasari berbagai bentuk plastisitas sinaps (synaptic plastic-ity) yang berbeda.

Antagonis reseptor NMDA (misalnya: ketamine) terbuktisukses menghentikan fase pemeliharaan (maintenance) dari self-sustaining status epilepticus (SE) pada tikus (rats). Senyawaini memiliki peran yang menjanjikan sebagai terapi SE, namuntetap perlu memperhatikan efek samping yang mungkin muncul.

1.b. AMPA [(S)-alpha-amino-3-hydroxy-5-methylisoxazole-4-propionic acid] yang menggantikan quisqualate sebagaiprototip, di dalam gambaran /pandangan selektivitasnya yang

lebih besar. AMPA disebut juga reseptor non-NMDA.Reseptor-reseptor non-NMDA dibagi menjadi reseptor

quisqualate dan kainate, berdasarkan respon fisiologis istimewaterhadap agonis alkaloid. Berbagai subtipe reseptor quisqualate,digambarkan oleh pertaliannya (linkage) terhadap “Na+-con-ducting channels” (ionotropic site), atau phosphoinositol (PI)hydrolysis (metabotropic site).

Tempat ionotropik diaktivasi secara selektif oleh alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionate (AMPA) dan mem-perantarai (memediasi) beragam respon sinaptik cepat. Tempatmetabotropik tidak sensitif terhadap AMPA dan memroduksirespon berlangsung lama yang tertunda (delayed long-lasting

response), dengan stimulasi metabolisme PImemicu ke generasi pembawa pesan kedua (sec-ond messenger generation) dan mobilisasikalsium intraseluler.

Agonis endogen selektif dari berbagaireseptor quisqualate dan kainate belumdideskripsikan, dan tempat-tempat inimemberikan profil antagonis yang umum (a com-mon antagonist profile).

Setiap subtipe reseptor glutamate, memilikidistribusi yang unik di otak. Kadar tertinggiumumnya dijumpai di korteks, ganglia basal, danhipokampus. Kadar terendah dijumpai di hind-brain. Hindbrain adalah nama nonteknis untukrhombencephalon. Hindbrain adalah bagian dariotak embrionik, di mana metencephalon dan my-elencephalon berkembang; atau daerah belakang(hind) atau lebih rendah dari otak dewasa yangberisi pons dan medulla oblongata.

Reseptor-reseptor AMPA hanya terdiri darisubunit GluR1 dan GluR3, menunjukkan hantaran (conductance)Ca2+ yang signifikan, sedangkan kehadiran subunit GluR2membuat reseptor kalsium tidak tembus atau kedap air (imper-meable).

Reseptor-reseptor AMPA dapat diaktifasi mengikuti prosespengikatan L-glutamate dan agonis-agonis lainnya. Reseptor-reseptor AMPA adalah reseptor yang bertanggung-jawab untuksebagian besar transmisi eksitatori yang cepat, dalam sistemsaraf pusat vertebrate. Afinitas reseptor-reseptor AMPA untukL-glutamate, ligand endogen untuk berbagai reseptor ini, sedikitlebih rendah daripada afinitas reseptor-reseptor NMDA.

Riset dengan antagonis reseptor AMPA selektif mengindika-sikan bahwa reseptor-reseptor AMPA, berpotensi sebagai tar-get-target obat antikonvulsan yang menjanjikan.1.c. Reseptor kainate.

Seperti reseptor-reseptor AMPA dan NMDA, ada dua ago-nist-binding sites di setiap reseptor yang berkaitan erat denganion channel. Keduanya, reseptor dengan afinitas rendah maupun tinggi, telah teridentifikasi. Semua reseptor secara luasdidistribusikan dengan level ekspresi tinggi di beberapa areaforebrain. Forebrain adalah nama nonteknis untuk prosen-cephalon, yaitu segmen otak dewasa yang berkembang dariforebrain embrionik dan termasuk serebrum, talamus, danhipotalamus.

Klasifikasi Reseptor Glutamate

EAA: excitatory amino acids

Skema Klasifikasi Reseptor GlutamateSumber: Watkins JC, Jane DE 2006, page: S106

55-61-- Racikan Neuro Glutamate Dito Taruna.pmd 1/20/2014, 4:18 PM58

Page 5: (The neurosciences of glutamte) 55 61-- racikan neuro glutamate dito taruna

RACIKAN

59Semijurnal Farmasi & KedokteranETHICAL DIGEST � NO. 120 � Thn. X � Februari 2014

2. Reseptor metabotropic glutamate (mGlu) adalah reseptoryang menyebabkan efek sinaptik yang lebih lambat, berkaitandengan perubahan kimiawi.Berbagai reseptor ini secara kuat mempengaruhi induksi,

propagasi, dan terminasi aktivitas epilepsi di dalam sistem sarafpusat. Sebagian karena peran mereka dalam regulasi neurotrans-misi glutamatergic dan GABA-ergic. Berbagai reseptor mGlu,berkaitan dengan protein-protein G dan terdiri dari tiga kelompok:

2.a. Kelompok I, terdiri dari mGlu1 dan mGlu5, terkait denganaktivasi fosfolipase C dan menyebabkan peningkatankonsentrasi inositol trisphosphate intraseluler dan mobilisasikalsium. Kelompok ini secara umum berkaitan erat denganrespon-respon sinaptik excitatory.

2.b. Kelompok II (mGlu2 dan mGlu3)2.c. Kelompok III (mGlu4, mGlu6, mGlu7, dan mGlu8), yang

menghambat aktivitas adenylyl cyclase, menghasilkanpenurunan konsentrasi cAMP intraseluler.

Kelompok II dan III berkaitan erat dengan depressionberbagai respon sinaptik, melalui inhibisi dari pelepasanglutamate. Sedangkan berbagai kelompok subunit proteinspesifik yang telah teridentifikasi, yang mendasari berbagaisubtipe reseptor iGlu dan mGlu yang berbeda, dapat dilihat padaskema di atas.

Berbagai subtipe reseptor mGlu dan iGlu spesifik, terbuktiberperan penting dalam bermacam-macam proses sinaptik.Penjelasan selengkapnya dapat dilihat pada uraian berikut:

Kelompok I reseptor mGlu di LTP (long-term potentiation)dan LTD (long-term depression) di pathway hipokampus CA3–CA1, dalam asosiasinya dengan berbagai reseptor iGlu AMPAdan NMDA yang sebelumnya teridentifikasi, juga mGlu5 sebagai

subtipe khusus yang terlibat di dalam “tripping” suatu molekularyang diusulkan sebagai pengganti (switch), yang diperlukanuntuk induksi dari bentuk LTP ini.

Kelompok II reseptor mGlu (yaitu: mGlu2 dan mGlu3) sebagaipengendali pelepasan transmiter (control of transmitter release),termasuk glutamate, GABA (gamma-aminobutyric acid), dan 5HT(5-hydroxytryptamine). Berbagai agonis dan modulator alosterikpositif dari reseptor-reseptor ini, memiliki aplikasi potensial digangguan yang terkait dengan cemas dan schizophrenia.

Kelompok III reseptor mGlu, termasuk mGlu8, pada depresisinaptik di sumsum tulang belakang (spinal cord). Bukti terkinimenunjukkan bahwa cemas (anxiety) dan gangguan yang terkaitdengan stres, merupakan target terapeutik yang bermanfaatuntuk agonis mGlu8. Subtipe mGlu7 terbukti terlibat dalam kontrolpelepasan glutamate (the control of glutamate release) di sel-sel cerebellar granule, melalui inhibisi PICK1 coupled dari P/QCa2+ channels.

Reseptor GluR5 (kainate) iGlu pada NMDA receptor-inde-pendent form dari LTP di “serabut berlumut” mossy fibre/CA3synapse yang berada di hipokampus, dan keterlibatan proteinreseptor glutamate ini juga pada proses modulasi transmisi exci-tatory dan inhibitory. Antagonisme subtipe reseptor ini besertaLY382884, berpotensi untuk terapi nyeri kronis, epilepsi, iskemiaserebral, dan migrain.

Dewasa ini, klasifikasi / skema glutamate telah berkembangpesat. Berbagai antagonis dan agonis selektif untuk subtipereseptor iGlu dan mGlu spesifik,telah berkembang denganprogresif (lihat tabel di bawah ini). Hal ini memicu identifikasiberbagai subtipe reseptor yang berlainan (discrete receptor sub-types), yang terlibat dalam rangkaian proses dan pathways

Informasi lebih lanjut dan detail tentang berbagai ligand reseptor iGlu dan mGlu yang selektif, tercantum dalam tabel berikut:

a Untuk struktur dapat ditelusuri secara online.b Positive allosteric modulator.c Negative allosteric modulator.

Tabel Ligand Reseptor iGlu dan mGluSumber: Watkins JC, Jane DE 2006, page: S107

55-61-- Racikan Neuro Glutamate Dito Taruna.pmd 1/20/2014, 4:18 PM59

Page 6: (The neurosciences of glutamte) 55 61-- racikan neuro glutamate dito taruna

RACIKAN

60 Semijurnal Farmasi & Kedokteran ETHICAL DIGEST � NO. 120 � Thn. X � Februari 2014

(siklus kecil) neuronal (persarafan) yang bersifat particular(teliti).

Aspek KlinisGlutamate dan aspartat penting pada patofisiologi berbagai

penyakit dan kelainan neurologis, yang berkaitan dengankematian neuronal dan glial. Gangguan sawar darah-otak (blood-brain barrier), kerusakan metabolik dan fungsional dari astrosit,neuron, serta lisis sel yang memungkinkan peningkatanglutamate dan aspartate ekstraseluler serta menyebabkan edemasitotoksik dan vasogenik spinal atau serebral.

Glutamate dan aspartate meningkat dua kali lipat (doubled)pada kondisi meningitis viral, multipel sklerosis akut, danmielopati dibandingkan dengan subjek kontrol dan pasiendengan palsi nervus fasial perifer. Kondisi ini tidak berhubungandengan lisis sel. Juga tidak bertepatan dengan terjadinya gang-guan sawar darah-otak (blood-brain barrier), namun indepen-den (bebas) dari prekursor-prekursor mereka (yaitu: glutamine,asparagine), seperti diestimasikan oleh rasio albumin.

Pada keadaan pembengkakansel yang diinduksi glutamate(glutamate-induced cell swell-ing), taurine dilepaskan, sece-patnya bertindak sebagai markeruntuk kerusakan yang berkaitandengan eksitotoksin (excitotoxin-related damage). Terjadinyakerusakan sel memicu pening-katan kadar cairan serebrospinal(cerebrospinal fluid, CSF) daritransmiter eksitatori dan inhibitori,yang ditentukan oleh pengukuranlaktat dehidrogenase (LDH), mar-ker yang populer pada kematiansel dan lisis sel.

Secara klinis, pemberian glutamate receptor-modulatingagents bermanfaat untuk penderita yang memperlihatkanpeningkatan kadar eksitotoksin CSF. Saling ketergantunganglutamate dan taurin, dijumpai pada penderita multipel sklerosisakut, meningitis viral dan mielopati mensugesti interaksifungsional, terutama pada keadaan in vitro. Peningkatan kadarglutamate merangsang (overstimulate) neuron dan astrosit,mempengaruhi pembengkakan sel. Hal ini dapat memicu kondisi“counter-regulatory release” dari berbagai transmiter inhibitor danpengaturan volume, yang bertujuan memelihara homeostasisseluler dan mencegah menyebarnya kerusakan glial dan neuronal.

Tidak berubahnya kadar glutamine dan asparagine di CSFserta tidak adanya korelasi kebalikan, membuat kadar glutamatedan aspartate meningkat dimungkinkan karena transformasienzimatik.

Hipotesis asam amino eksitatori (excitatory amino acidhypothesis)

Pendekatan neurobiologi modern, berhasil membangkitkanperspektif yang baru dan berbeda. Pelepasan asam amino exci-tatory yang berlebihan, menyebabkan terjadinya proliferasi

kerusakan neuronal.Anggapan utama (major assumption) dari hipotesis ini

adalah pelepasan neurotransmiter yang berlebihan. Seperti yangdicontohkan oleh glutamate, mengikuti berbagai variasiterjadinya kerugian (insults), termasuk trauma. Selain itu,akumulasi asam amino excitatory yang berlebihan memulai(meng-inisiasi) proses kompleks cedera seluler (cellular injury),yang bila berkelanjutan akan menghasilkan influx (“banjir”)kalsium menuju neuron-neuron dan kematian sel.

Excitotoxicity dipicu oleh pelepasan glutamate yangberlebihan dari terminal saraf pre-sinaps dan astrosit menujuruang ekstraseluler. Akibatnya, terjadi over-stimulation reseptor-reseptor glutamate, terutama reseptor-reseptor NMDA.

Over-stimulasi reseptor memicu influx Ca2+ (dan Na+) yangberlebihan melalui “glutamate receptor-gated ion channels”,diikuti secara pasif oleh pergerakan Cl- dan air. Hasil kombinasidari peningkatan volume intraseluler dan overload Ca2+,menginduksi berbagai kekacauan metabolik letal (lethal meta-bolic derangements), pembengkakan organel internal, dan

kegagalan membran plasma, yangmemicu terjadinya nekrosis.

Eksitotoksisitas GlutamateHipotesis “eksitotoksisitas

glutamate” (glutamate excitoto-xicity) melukiskan fenomena yangterjadi, di mana kadar glutamateyang berlebihan menyebabkandegenerasi dan disfungsi neuronal(gangguan sistem persarafan),mengaktivasi secara berlebihan(overactivates) berbagai reseptorselulernya dan menginduksikematian sel.

Hipotesis ini juga berkaitan erat dengan gangguan neurode-generative seperti: amyotrophic lateral sclerosis (ALS), mul-tiple sclerosis, penyakit Parkinson, dan gangguan saraf lain.

Peran Glutamate pada Multiple Sclerosis (MS)Pemahaman MS selama ini sebatas pada neuroinflamasi dan

efeknya yang berbahaya. Bagaimana pun, berbagai datamengindikasikan pentingnya bebas-inflamasi (inflammation-independent), mekanisme neurodegenerative yang berkaitandengan malfungsi mitokondria, endapan zat besi (iron deposi-tion), dan stres oksidatif.

Baru-baru ini, dipostulasikan bahwa eksitotoksisitas gluta-mate dapat menjadi “rantai yang hilang” (missing link) antaraperadangan (inflammatory) dan proses-proses neurodegenera-tive yang nyata pada MS.

Eksitotoksisitas glutamate terlibat dalam hilangnyaoligodendrosit secara progresif pada multiple sclerosis. Adaaktivasi mikroglia di semua tahap (stage) MS, sehingga di manaterdapat produk mikroglia, interleukin-1beta, maka mekanisme“glutamate excitotoxicity” dapat terjadi.

Mengingat interleukin-1beta tidak membunuh oligodendrosit dibiakan murni (pure culture), diproduksi apoptosis oligodendrosit

55-61-- Racikan Neuro Glutamate Dito Taruna.pmd 1/20/2014, 4:18 PM60

Page 7: (The neurosciences of glutamte) 55 61-- racikan neuro glutamate dito taruna

RACIKAN

61Semijurnal Farmasi & KedokteranETHICAL DIGEST � NO. 120 � Thn. X � Februari 2014

dalam biakan bersama (coculture) dengan astrosit dan mikroglia.Persyaratan untuk lingkungan glia yang bercampur (mixed)

membuktikan bahwa interleukin-1beta mengganggu kondisi“glutamate-buffering capacity of astrocytes” yang telahdideskripsikan dengan baik.

Sebagai dukungan, antagonis AMPA/kainate glutamate re-ceptors yaitu: NBQX dan CNQX mengha-langi toksisitas interleukin-1beta terhadapoligodendrosit. Sitokin makrofag /mikro-glia lain, yakni tumor necrosis factor-al-pha, membangkitkan apoptosisoligodendrosit di lingkungan glia yangbercampur di “NBQX-blockable man-ner”. Hasil ini menyediakan mata rantaimekanistik (mechanistic link), antaraaktivasi mikroglia yang tersembunyi (in-sidious) dan menetap (persistent), yangnyata di semua stadium MS, denganpemahaman baru bahwa glutamateexcitotoxicity memicu destruksi oligoden-drosit pada MS.

Riset histopatologis MS menun-jukkan bukti bahwa terdapat hubunganantara cedera aksonal di lesi aktif dangangguan (impaired) metabolisme glutamate. Oligodendrosityang matang berperan dalam uptake glutamate, untukmempertahankan homeostasis glutamate. Pada kasus MS, whitematter kehilangan ekspresi transporter glutamate di sekitar lesi(lesion vicinity) sehingga menyebabkan pembuangan glutamatetidak efektif (ineffective glutamate removal).

Dengan teknik “magnetic resonance spectroscopy” yang

RUJUKAN

1. thmann A, Maier-Hauff K, Schurer L, Lange M, Guggenbichler C,

Vogt W, Jacob K, Kempski O. Release of glutamate and free fatty

acid in vasogenic brain edema. J Neurosurg 1989;70:578-91.

2. Benarroch EE, Daube JR, Flemming KD, Westmoreland BF. Mayo

Clinic Medical Neurosciences. 5th Edition. 2008. Mayo Clinic

Scientific Press and Informa Healthcare USA.

3. Bittigau P, Ikonomidou C. Topical Review: Glutamate in Neu-

rologic Diseases. J Child Neurol 1997;12:471.

4. Chapman AG. Glutamate receptors in epilepsy. Progress in

Brain Research 1998;116:371–383.

5. Chapman AG. Glutamate and epilepsy. Journal of Nutrition

2000;130:1043S–1045S.

6. Doherty J, Dingledine R. The roles of metabotropic glutamate

receptors in seizures and epilepsy. Current Drug Targets:

CNS and Neurological Disorders 2002;1:251–260.

7. Hannibal J. Neurotransmitters of the retino-hypothalamic

tract. Cell Tissue Res 2002; 309(1):73–88.

8. Hayashi, T. Effects of sodium glutamate on the nervous sys-

tem. Keio J Med. 1954;3:192–193.

9. McDonald JW, Johnston MV. Physiological and pathophysiologi-

cal roles of excitatory amino acids during central nervous

system development. Brain Research Reviews 1990;15:41-70.

10. Mehta,A.,etal., Excitotoxicity: Bridge to various triggers in

neurodegenerative disorders. Eur J Pharmacol 2012, http:/

/dx.doi.org/10.1016/j.ejphar.2012.10.032.

11. Platt SR. The role of glutamate in central nervous system health

and disease: A review. The Veterinary Journal 2007;173:278–286.

12. Rothstein JD, Martin LJ, Kunci RW. Decreased glutamate trans-

port by the brain and spinal cord in amyotrophic lateral scle-

rosis. N Engl J Med 1992;326:1464-8.

13. Squire LR, Bloom FE, Spitzer NC, du Lac S, Ghosh A, Berg D.

Fundamental Neuroscience. 2008. Elsevier: USA.

14. Srinivasan R, Sailasuta N, Hurd R, Nelson S, Pelletier D. Evidence

of elevated glutamate in multiple sclerosis using magnetic reso-

nance spectroscopy at 3T. Brain 2005;128:1016–1025.

15. Stover JF, Pleines UE, Morganti-Kossmann MC, Kossmann T,

Lowitzsch K, Kempski OS. Neurotransmitters in cerebrospi-

nal fluid reflect pathological activity. European Journal of

Clinical Investigation 1997;27:1038-1043.

16. Takahashi JL, Giuliani F, Power C, Imai Y, Yong VW. Interleukin-

1â promotes oligodendrocyte death through glutamate

excitotoxicity. Ann Neurol 2003;53(5):588–595.

17. Watkins JC, Jane DE. The glutamate story. British Journal of

Pharmacology 2006;147:S100–S108.

mengisolasi glutamate resonance pada 3T dijumpai, konsentrasiglutamate meningkat di lesi akut, normal di white matter, dantidak ada peningkatan signifikan di lesi kronis. Kadar N-acetyl-aspartate di lesi kronis turun secara signifikan, dibandingkandengan lesi akut, dan tampak normal di white matter. Kadarcholine di lesi akut meningkat secara signifikan dibandingkan

dengan lesi kronis. Aktivitas glial jugameningkat pada MS, dengan kadar myo-inositol yang meningkat secarasignifikan pada lesi akut, dibandingkandengan white matter sebagai kontrol.Hasil in vivo ini mendukung hipotesisbahwa terjadi perubahan metabolismeglutamate, di otak penderita MS.

Peran glutamate pada epilepsiTanpa memperhatikan penyebab

primer, glutamate yang dibebaskansecara sinaptik beraksi pada reseptor-reseptor ionotropic dan metabotropic,berperan penting dalam inisiasi danpenyebaran aktivitas kejang (seizure).

Pada model tikus (rodent),perubahan reseptor glutamate atau

ekspresi transporter glutamate dengan prosedur knockout atauknockdown, dapat menginduksi atau menekan (mensupresi)terjadinya kejang epileptik (epileptic seizures).

1 Neuroscience Department, Surya University, Indonesia2 Brain Circulation Institute of Indonesia (BCII), Surya University,

Indonesia3 School of Medicine, University of California, Irvine, USA

55-61-- Racikan Neuro Glutamate Dito Taruna.pmd 1/20/2014, 4:18 PM61