the historical buildings utilization as heritage tourism in makassar city
TRANSCRIPT
1
TESIS
PEMANFAATAN BANGUNAN BERSEJARAH
SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA
MAKASSAR
RAFIKA HAYATI
NIM 1291061011
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
2
PEMANFAATAN BANGUNAN BERSEJARAH
SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA
DI KOTA MAKASSAR
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
RAFIKA HAYATI
NIM 1291061011
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
3
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS
Lembar Pengesahan
Tesis ini Telah Disetujui
Pada Tanggal 3 Juli 2014
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, SU Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt
Nip. 194409231976021002 Nip. 196112051986031004
Mengetahui
Ketua Program Studi Kajian Pariwisata Direktur
Program Pascasarjana ProgramPascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt Prof. Dr. dr. A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
Nip. 196112051986031004 Nip 195902151985102001
4
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal 3 Juli 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No: 1996/UN14.4/HK/2014 Tanggal: 30 Juni 2014
Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, SU
Anggota :
1. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt
2. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS,
3. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP
4. Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc
5
K ATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT serta shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
tesis ini dapat diselesaikan dengan judul “Pemanfaatan Bangunan Bersejarah
sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar”. Pada Kesempatan ini
menghaturkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD Rektor Universitas Udayana
atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di
Universitas Udayana.
2. Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk menjadi karyasiswa Program Magister pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana.
3. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt selaku Ketua Program Studi
Magister Kajian Pariwisata sekaligus pembimbing II atas kesabaran,
dorongan, arahan serta bimbingan yang diberikan kepada penulis dalam
penyelesaian tesis ini.
4. Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, SU selaku pembimbing I atas
dukungan, masukan serta arahan kepada penulis untuk penyempurnaan
tesis ini.
6
5. Para dosen penguji Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS., Dr. I Nyoman
Madiun, M.Sc dan Dr. Ir. I Made Adhika, MSP yang telah memberikan
banyak masukan, saran dan koreksi untuk menyempurnakan tesis ini.
6. Seluruh dosen pengajar dan staf administrasi pada Program Studi
Magister Kajian Pariwisata
7. Drs. Syarifuddin Rahim. M.Si selaku Sekretaris Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan atas waktu dan informasi yang
diberikan untuk penyelesaian tesis ini.
8. Drs. Nuryadin selaku Kepala UPTD Museum La Galigo atas bantuan
serta waktu yang diberikan sehingga mendapatkan informasi yang
dibutuhkan untuk penyelesaian tesis ini.
9. Dra Hj. Nurul Chamisany selaku Kepala UPTD Museum Kota Makassar
atas bantuan dan ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian di
Museum Kota Makassar.
10. Dr. Muslimin, M.Hum selaku Kapokja Dokumentasi dan Publikasi Balai
Pelestarian Cagar Budaya Kota Makassar atas waktu, saran dan
informasi yang telah diberikan untuk menyelesaikan tesis ini.
11. Arman Dewarti dan Sukma Sillanan selaku Seniman Pengelola Gedung
Kesenian Kota Makassar atas bantuan dan informasi yang telah
diberikan.
12. Yadi Mulyadi. S.S., MA selaku Anggota Ujung Pandang Heritage
Society atas bantuan, waktu dan Informasi yang diberikan selama
melakukan penelitian.
7
13. Seluruh Staff UPTD Museum La Galigo, Museum Kota Makassar dan
Balai Pelestarian Cagar Budaya atas bantuannya selama melaksanakan
penelitian ini.
14. Kedua orang tua tercinta dan seluruh keluarga atas doa dan dukungan
yang telah diberikan selama ini. Hanya rasa syukur yang dapat
dipanjatkan dapat lahir dan besar dalam kasih sayang kalian
15. Sahabatku tersayang Maryam Yusuf, SE, Putri Nabilla, Wulandari
Lestari, Margareth Elisabeth, Restu Wijaya dan Emma Rejeki atas
bantuannya selama melaksanakan penelitian ini.
16. Seluruh rekan-rekan Program Studi Magister Kajian Pariwisata, serta
berbagai pihak yang telah membantu penelitian serta penyusunan tesis
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan
mohon maaf apabila masih ada kekurangan dalam penulisan dan penyusunan tesis
ini.
Denpasar, Juli 2014
Penulis
8
ABSTRAK
PEMANFAATAN BANGUNAN BERSEJARAH
SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA MAKASSAR
Masa kolonial di Indonesia mewariskan sejumlah bangunan seperti sekolah, bank
dan perkantoran. Bangunan-bangunan yang kini menjadi warisan budaya itu
memiliki nuansa arsitektur Belanda dan menjadi daya tarik wisata. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan bangunan-bangunan bersejarah di Kota
Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan namun dalam penelitian ini hanya dipilih
tiga yang sudah dikembangkan sebagai daya tarik wisata warisan budaya, yaitu
Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar. Alasan pemilihan
ketiga bangunan sebagai lokasi penelitian karena memiliki potensi fisik berupa
arsitektur bangunan yang dilengkapi dengan potensi non fisik yaitu nilai sejarah
dan budaya. Penelitian ini menggunakan teori manajemen daya tarik wisata, siklus
hidup destinasi wisata oleh Butler dan pemasaran pariwisata untuk mengetahui
tahap perkembangan masing-masing bangunan yang kemudian disusun strategi
yang efektif untuk meningkatkan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung
Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar.
Hasil penelitian menujukkan bahwa pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai daya
tarik wisata tergolong dalam tahap pengembangan. Fort Rotterdam telah beberapa
kali direnovasi, ditambah pembangunan Museum La Galigo di dalamnya sehingga
menambah daya tariknya dan telah dilakukan berbagai promosi oleh pemerintah
daerah. Museum Kota Makassar dan Gedung Kesenian berada pada tahap
eksplorasi, oleh karena kedua bangunan bersejarah ini memerlukan perbaikan
fisik bangunan, penataan ruang pamer dan fasilitas perawatan koleksi untuk
Museum Kota, kepastian pengelolaan gedung dan perawatan bagi Gedung
Kesenian. Berdasarkan hasil penelitian Fort Rotterdam, Museum Kota dan
Gedung Kesenian tidak hanya memiliki potensi secara fisik bangunan dan nilai
sejarah akan tetapi untuk menjadi daya tarik wisata yang menarik diperlukan
perbaikan dengan mempertahankan semaksimal mungkin identitas arsitekturnya,
menyediakan fasilitas penunjang yang diperlukan wisatawan serta meningkatkan
promosi oleh pemerintah daerah.
Kata Kunci: Pemanfaatan, Bangunan Bersejarah, Wisata Warisan budaya.
9
ABSTRACT
THE HISTORICAL BUILDINGS UTILIZATION
AS HERITAGE TOURISM IN MAKASSAR CITY
Colonial period in Indonesia bequeathed a number of buildings such as schools,
bank and offices. The buildings have nuance of Dutch architecture, therefore
becoming cultural heritages and tourist attractions. The aim of this research is to
find out the historical buildings utilization in Makassar city, South Sulawesi
Province, however in this research selected three bulidings which developed as
heritage tourism, namely Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian
Makassar. The three historical buildings were selected as research objects because
of the physical potency is building architecture which completed with non
physical potency is historical and cultural value. This research applied tourist
attraction management, tourism area life cycle by Butler and tourism marketing
theory to find out evolution life cycle of each buildings then arrange the effective
strategy to develop Fort Rotterdam, Museum Kota and Gedung Kesenian as
heritage tourism in Makassar city.
The results of the research indicate that the utilization of Fort Rotterdam as a
tourist attraction is classified into development phase. Fort Rotterdam has been
renovated several times by developing La Galigo Museum inside to increase the
attractiveness. Local government has also a lot of promotions. Museum Kota and
Gedung Kesenian Makassar are classified into exploration phase since the two
historical buildings need physical improvement, structuring showroom and
facilities to handle collections of Museum Kota and the assurance of building
management and maintenance of Gedung Kesenian. Based on the result of the
research Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar do not
only have physical potency of building and historical value but also to become
interesting tourist attraction which need improvement by maintaining architecture
identity as much as possible, providing supporting facilities needed by tourists
and increasing promotion by local government.
Key Word: utilization, historical buildings, heritage tourism.
10
RINGKASAN
Sejarah panjang peninggalan masa kolonial di Indonesia berupa bangunan tua
yang terdapat hampir di seluruh kota di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka
bangunan-bangunan tersebut mulai digunakan untuk kantor pemerintahan
Republik Indonesia atau dihancurkan untuk pembangunan kota yang lebih
modern. Bangunan tua kemudian disebut sebagai bangunan bersejarah dan
beberapa bangunan ditetapkan sebagai benda cagar budaya karena memiliki kaitan
erat dengan sejarah perkembangan manusia dan di dalamnya terdapat nilai-nilai
budaya.
Bangunan-bangunan bersejarah atau benda cagar budaya saat ini diatur
melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, mengatur
bahwa pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang dapat memanfaatkan cagar
budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,
teknologi, kebudayaan dan pariwisata. Pemanfaatan bangunan bersejarah
merupakan bagian dari pengembangan pariwisata budaya yang merupakan salah
satu faktor penarik wisatawan mengangkat karateristik budaya daerah sebagai
daya tarik wisata. Keberadaan bangunan sejarah, situs atau monumen merupakan
potensi terhadap pengembangan heritage tourism atau disebut sebagai wisata
warisan budaya sebagai alternatif pengembangan pariwisata di perkotaan.
Kota-kota di Indonesia memiliki bangunan bersejarah baik yang merupakan
peninggalan masa kerajaan atau peninggalan masa kolonial. Salah satunya Kota
Makassar merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan merupakan kota tua
dengan cerita sejarah, budaya tradisional yang berpotensi sebagai sumber daya
11
pariwisata. Beberapa bangunan peninggalan Belanda yang masih berdiri saat ini
yang kemudian difungsikan sebagai kantor pemerintah atau daya tarik wisata,
antara lain Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar.
Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata andalan di Kota Makassar telah
banyak dikunjungi oleh wisatawan dan menjadi tempat berkumpul bagi organisasi
masyarakat lokal dan himpunan pramuwisata Sulawesi Selatan. Museum Kota
yang dulunya adalah Kantor Walikota Makassar sebagai museum lebih banyak
dikunjungi oleh siswa sekolah sedangkan untuk wisatawan mancanegara masih
terbatas. Gedung Kesenian seperti namanya merupakan tempat pertunjukan seni
tradisional dan modern. Pada kenyataannya Gedung Kesenian memiliki kondisi
yang cukup memprihatinkan puing-puing bangunan yang bertumpuk sisa
perbaikan pada beberapa bagian bangunan yang belum diselesaikan. Dinyatakan
oleh Meutia Hatta dalam sebuah seminar di Makassar bahwa jika ingin Kota
Makassar menuju kota dunia, pemerintah daerah harus memelihara kultur budaya
dan memiliki prinsip. Prinsip tersebut pemerintah harus memperhatikan
kemiskinan, kesejahteraan rakyat dan menjaga nuansa-nuansa budaya salah
satunya ialah bangunan yang dianggap sangat bersejarah.
Dipandang perlu untuk melakukan kajian tentang pemanfaatan bangunan
bersejarah yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai
wisata warisan budaya yang dijabarkan melalui persepktif ruang, waktu dan sosial
budaya. Kemudian, ditentukan tingkat keberhasilan sesuai dengan teori siklus
hidup destinasi wisata dengan sebelumnya dijabarkan faktor penyebab
keberhasilannya yang terdiri dari faktor atraksi wisata, aksesibilitas, fasilitas
12
penunjang pariwisata, ketersediaan paket wisata, kegiatan di daya tarik wisata,
pelayanan pendukung dan promosi wisata. Pada akhirnya dapat ditentukan strategi
yang sesuai untuk pengembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung
Kesenian sebagai wisata warisan budaya.
Penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi
dalam mengumpulkan data. Pemilihan informan berdasarkan pertimbangan bahwa
informan memiliki pengetahuan tentang ketiga bangunan bersejarah dan banyak
terlibat dalam pelestarian serta pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata. Adapun
informan berasal dari pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kota
Makassar, Balai Pelestarian Cagar Budaya, akademisi pariwisata, pramuwisata,
organisasi pencinta benda cagar budaya. Hasil penelitian menujukkan bahwa
pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata telah dimulai dari masa
kolonial, salah satu gedung bekas tempat tinggal Cornelius Speelman difungsikan
sebagai museum yang diberi nama Museum Celebes. Museum tersebut memiliki
koleksi permainan rakyat, keramik, piring emas, destar tradisional dan beberapa
mata uang. Masa kekuasaan Jepang di Makassar Fort Rotterdam dimanfaatakan
sebagai Kantor Pusat Penelitian Ilmiah dalam Ilmu Pertanian dan Bahasa. Pada
masa itu dibangun sebuah gedung dengan arsitektur yang sama.
Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengeluarkan keputusan resmi
tahun 1974 menjadikan Fort Rotterdam sebagai Pusat Kebudayaan Sulawesi
Selatan. Sebelum keputusan tersebut dikeluarkan Fort Rotterdam dibenahi anatara
lain pembangunan jalan setapak yang menghubungkan antar gedung, pemugaran
beberapa gedung yang rusak, pembangunan arena terbuka yang berfungsi sebagai
13
tempat latihan dan pertunjukan tari serta pembukaan kembali Museum Celebes
yang berganti nama menjadi Museum La Galigo. Pemanfaatan Fort Rotterdam
yang menjadi daya tarik wisata sampai saat ini, telah banyak dilaksanakan
langkah pelestarian antara lain revitalisasi tahun 2010-2011 pada seluruh
bangunan di dalam kompleks Fort Rotterdam.
Museum Kota Makassar pada awal pembangunannya oleh pemerintah
kolonial dimanfaatkan sebagai Kantor Walikota (Gementeehuis) Makassar,
sampai masa kekuasaan Belanda berakhir di Indonesia gedung ini tidak berubah
fungsinya. Pemanfataan Gementeehuis setelah Indonesia merdeka sebagai kantor
pemerintahan yaitu kantor BAPPEDA dan kantor catatan sipil kemudian tahun
2000 diresmikan menjadi Museum Kota Makassar. Museum Kota Makassar yang
masih dalam status museum persiapan menyebabkan pemanfatan museum kota
memiliki beberapa hambatan, antara lain: kerusakan pada atap yang menyebabkan
kebocoran di salah satu bagian ruangan. Kelembapan pada dinding yang
mengakibatkan timbulnya jamur, toilet bagi pengunjung yang tidak begitu
terawat. Pembangunan awal gedung memiliki konsep garden city yang membuat
areal depan Museum Kota di kelilingi oleh pohon besar sehingga halaman
Museum Kota Makassar akhirnya dimanfaatkan sebagai lahan parkir dan
terkadang mobil-mobil yang terparkir di depan museum menutupi pemandangan
ke dalam bangunan.
Museum Kota Makassar memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai daya
tarik wisata yang berkualitas. Bangunan bersejarah, koleksi benda cagar budaya
secara keseluruhan memerlukan pengelolaan yang baik. Gedung Kesenian
14
Makassar awal pendiriannya bertujuan sebagai gedung yang dapat
mengakomodasi acara-acara resmi pemerintah kolonial dengan mitra dagangnya.
Pemanfaatan dengan tujuan tersebut oleh pemerintah Belanda berlangsung dari
awal pembuatan Gedung Kesenian Makassar tahun 1980-an hingga pada tahun
1910 direnovasi menjadi bentuknya saat ini. Pemanfaatan sebagai tempat
diselenggarakan acara resmi kemudian terhenti setelah masa kekuasaan Jepang
tahun 1942-1953 yang memanfaatkan Gedung Kesenian sebagai Balai Pertemuan
Masyarakat. Setelah Indonesia merdeka Gedung Kesenian beberapa kali menjadi
kantor pemerintahan dari tahun 1953-2000 (Natsir dkk, 2010:40).
Pemerintah memutuskan Gedung Kesenian kembali dimanfaatkan sebagai
tempat pagelaran dan perkembangan seni sampai dengan saat ini. Selama proses
pemanfaatan tersebut tidak banyak penambahan bangunan, hanya terdapat
perubahan dan pembuatan beberapa ruangan sesuai dengan pemanfaatan
bangunan pada saat tersebut. Pemanfaatan Gedung Kesenian sebagai pusat
pengembangan kegiatan seni tradisional maupun kegiatan lainnya memiliki
banyak kendala. Secara fisik bangunan tidak memadai, tampak depan bangunan
Gedung Kesenian Makassar terlihat sudah usang termakan oleh megahnya
beberapa bangunan-bangunan baru di sekitarnya. Sebelah timur aula terdapat
ruangan yang di dalamnya banyak tumpukan kayu, bambu dan sampah. Sebelah
barat aula terlihat lemari yang menyimpan buku-buku kesenian dan ruangan yang
dijadikan kantin.
Keberadaan Fort Rotterdam yang telah ditata dengan baik sebagai daya tarik
wisata telah diakui oleh wisatawan dan menjadi wisata andalan Kota Makassar.
15
Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar masih terus tertatih di antara
perkembangan daya tarik wisata lainnya oleh karena keadaan fisik dan fasilitasnya
sebagai daya tarik wisata yang kurang memadai.
Tingkat perkembangan Fort Rotterdam diklasifikasikan dalam tahap
pengembangan, Museum Kota dan Gedung Kesenian pada tahap eksplorasi. Hal
tersebut dikarenakan bahwa Fort Rotterdam telah ditata dengan apik dan Fort
Rotterdam sebagai cagar budaya telah memiliki aturan zonasi tersendiri. Museum
Kota walaupun sudah dilakukan perbaikan hanya saja masih memerlukan pentaan
dan dilengkapi dengan fasilitas pendukung sebagai museum. Gedung Kesenian
walaupun memiliki potensi tetapi kondisi fisik yang tidak memadai membuat
pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata menjadi terhambat.
Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar terletak
pusat kota dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari anjungan Pantai Losari
serta dapat ditempuh dengan angkutan umum pete-pete, taksi atau becak. Ketiga
bangunan tersebut saling berdekatan karena dahulu daerah tersebut merupakan
pusat pemerintahan dan pemukiman orang-orang Belanda. Fasilitas penunjang
pariwisata di Kota Makassar telah tersedia lengkap, seperti akomodasi berbintang
sampai dengan melati, restoran dengan kualitas yang baik dengan berbagai pilihan
menu baik khas Makassar dan internasional, adanya pramuwisata dengan berbagai
jenis pilihan bahasa dan tempat hiburan malam.
Fort Rotterdam telah menjelma menjadi daya tarik wisata andalan Kota
Makassar. Paket wisata yang ditawarkan biro perjalanan wisata baik itu berwisata
di Sulawesi Selatan pasti mengunjungi Fort Rotterdam. Sayangnya, bagi Museum
16
Kota dan Gedung Kesenian masih menjadi konsumsi bagi beberapa kalangan
tertentu. Dinyatakan oleh pramuwisata bahwa bagi Museum Kota dan Gedung
Kesenian pramuwisata hanya menjelaskan sedikit ketika bangunan dilewati.
Atraksi lainnya yang dilaksanakan di Fort Rotterdam adalah pagelaran tarian
setiap akhir pekan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif selain itu kegiatan
yang banyak dilaksanakan oleh pihak pengelola Museum La Galigo. Museum
Kota yang berada dibawah Dinas Kebudayaan dan Pendidikan Kota Makassar
lebih banyak aktivitas kunjungan oleh siswa sekolah dan pagelaran seni. Gedung
Kesenian sesuai fungsinya menggelar pertujukan seni atau film akan tetapi
kondisi gedung yang belum terselesaikan renovasinya menjadi kendala.
Pelayanan pendukung berupa bank internasional, layanan kesehatan,
penukaran uang, telekomunikasi dan tourist information telah tersedia. Promosi
yang dilaksanakan pada masing-masing bangunan berbeda. Fort Rotterdam yang
dibawahi oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan
dipromosikan dalam buku informasi wisata, brosur peta wisata dan melalui event
wisata atau travel mart internasional. Museum Kota promosi yang lebih banyak
dilaksanakan berupa pembuatan brosur dan dibagikan kepada pengunjung, siswa
sekolah serta berita Museum Kota dimuat pada beberapa harian online dan
website asosiasi museum Indonesia. Gedung Kesenian tidak banyak
dipromosikan, diakui oleh kalangan seniman bahwa mereka lebih banyak
mempromosikan secara lisan bahwa Gedung Kesenian dan masih dapat digunakan
setelah perbaikannya diselesaikan.
17
Perumusan strategi terhadap ketiga bangunan bersejarah berdasarkan pada
kenyataan yang didapatkan selama melaksanakan observasi dan proses
pengumpulan data penelitian. Strategi yang digunakan untuk penelitian ini adalah
strategi intensif yang terdiri dari pengembangan produk, penetrasi pasar dan
pengembangan pasar. Dirumuskan strategi bagi Fort Rotterdam tentang
penegakan aturan zonasi, pengadaan atraksi budaya yang lebih intesif,
peningkatan standarisasi pelayanan bagi wisatawan dan pembukaan target pasar
baru bagi wisatawan kawasan Asia dengan meanfaatkan penerbangan langsung
dari Malaysia dan Singapura. Bagi Museum Kota Makassar dirumuskan strategi
pembenahan fisik bangunan, pembaharuan fasilitas museum, peningkatan kualitas
pelayanan museum, melebarkan target pasar tidak hanya bangi siswa sekolah tapi
juga wisatawan asing. Gedung Kesenian dirumuskan target berupa perbaikan
menyeluruh pada bangunan tanpa meninggalkan keaslian arsitektur bangunan,
pengadaan fasilitas galeri, pengelolaan yang lebih jelas, menjalin kerjasama
dengan organisasi pariwisata dan biro perjalanan wisata dalam pengembangannya
sebagai wisata warisan budaya dan pengadaan website khusus untuk memudahkan
penyebaran informasi.
18
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ..................................................................................... i
PRASYARAT GELAR ............................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................ iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT............................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................................. ix
ABSTRACT ................................................................................................ x
RINGKASAN ............................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xx
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xxiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xxv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xxvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, MODEL
PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................... 10
2.2 Konsep ............................................................................................... 13
2.2.1 Bangunan Bersejarah ............................................................... 14
2.2.2 Wisata Warisan Budaya ........................................................... 16
2.2.3 Daya Tarik Wisata ................................................................... 18
2.2.4 Strategi .................................................................................... 20
2.3 Landasan Teori .................................................................................. 22
2.3.1 Teori Manajemen Daya Tarik Wisata..................................... 22
19
2.3.2 Teori Siklus Hidup Destinasi Wisata ...................................... 24
2.3.3 Teori Pemasaran Pariwisata .................................................... 27
2.4 Model Penelitian ................................................................................ 32
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ........................................................................ 34
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................... 34
3.3 Jenis dan Sumber Data....................................................................... 35
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................................ 36
3.4.1 Teknik Observasi ..................................................................... 36
3.4.2 Teknik Wawancara .................................................................. 37
3.4.3 Teknik Dokumentasi ................................................................ 37
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ..................................................... 37
3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Data ......................................... 38
BAB IV KOTA MAKASSAR GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
4.1 Sejarah Kota Makassar ...................................................................... 40
4.1.1 Letak Geografis Makassar ....................................................... 43
4.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar ................................... 45
4.1.3 Visi dan Misi Kota Makassar .................................................. 49
4.1.4 Pariwisata Kota Makassar........................................................ 50
4.2 Sejarah Fort Rotterdam ...................................................................... 55
4.2.1 Konstruksi Bangunan Fort Rotterdam ..................................... 57
4.3 Sejarah Museum Kota........................................................................ 64
4.3.1 Konstruksi Bangunan Museum Kota ....................................... 66
4.4 Sejarah Gedung Kesenian Makassar ................................................. 68
4.4.1 Konstruksi Bangunan Gedung Kesenian Makassar ................. 70
20
BAB V PEMANFAATAN FORT ROTTERDAM, MUSEUM KOTA
GEDUNG KESENIAN SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA
DI KOTA MAKASSAR
5.1 Pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai Wisata Warisan Budaya ........ 73
5.2 Pemafaatan Museum Kota Makassar sebagai Wisata Warisan Budaya 77
5.3 Pemanfaatan Gedung Kesenian Makassar sebagai Wisata
Warisan Budaya ................................................................................. 78
BAB VI TAHAP PERKEMBANGAN FORT ROTTERDAM, MUSEUM
KOTA, GEDUNG KESENIAN SEBAGAI WISATA WARISAN
BUDAYA DI KOTA MAKASSAR
6.1 Faktor Atraksi Wisata ........................................................................ 82
6.1.1 Fort Rotterdam ......................................................................... 83
6.1.2 Museum Kota Makassar .......................................................... 88
6.1.3 Gedung Kesenian Makassar .................................................... 90
6.2 Faktor Aksesibilitas ........................................................................... 92
6.2.1 Fort Rotterdam .......................................................................... 93
6.2.2 Museum Kota Makassar .......................................................... 94
6.2.3 Gedung Kesenian Makassar .................................................... 94
6.3 Faktor Fasilitas Penunjang Pariwisata ............................................... 97
6.4 Faktor Ketersediaan Paket Wisata ..................................................... 101
6.5 Faktor Aktivitas di Daya Tarik Wisata .............................................. 102
6.6 Faktor Pelayanan Pendukung ............................................................ 106
6.7 Faktor Promosi Wisata ...................................................................... 107
6.7.1 Fort Rotterdam ......................................................................... 108
6.7.2 Museum Kota Makassar .......................................................... 110
6.7.3 Gedung Kesenian Makassar .................................................... 112
6.8 Tahap Perkembangan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata
Warisan Budaya di Kota Makassar.................................................... 112
6.8.1 Fort Rotterdam ......................................................................... 113
6.8.2 Museum Kota Makassar .......................................................... 113
6.8.3 Gedung Kesenian Makassar .................................................... 114
21
BAB VII STRATEGI YANG EFEKTIF UNTUK MENINGKATKAN
FORT ROTTERDAM, MUSEUM KOTA, GEDUNG KESENIAN
SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA
MAKASSAR
7.1 Faktor Internal dari Tingkat Keberhasilan ........................................... 115
7.2 Faktor Eksternal dari Tingkat Keberhasilan ........................................ 117
7.3 Strategi Pengembangan Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar ... 119
7.3.1 Fort Rotterdam ........................................................................... 119
7.3.2 Museum Kota Makassar ............................................................ 123
7.3.3 Gedung Kesenian Makassar ....................................................... 124
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan ............................................................................................ 127
8.2 Saran .................................................................................................. 130
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 133
LAMPIRAN ............................................................................................... 137
22
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1.1 Daftarbenda/situs/kawasan cagar budaya di Kota Makassar 4
4.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar Berdasarkan
PDRB Harga Konstan Tahun 2001-2010 ........................ 45
4.2 Daftar dan Jumlah Kamar Hotel Berbintang di Kota Makassar 47
4.3 Tingkat Hunian Kamar Hotel di Kota Makassar
Tahun 2012-2013 ............................................................. 48
4.4 Angka Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara
Kota Makassar melalui Bandar Udara dan Pelabuhan Laut
2012-2013 ........................................................................ 53
6.1 Jumlah Pengunjung Domestik dan Mancanegara
ke Fort Rotterdam 2012-2013 .......................................... 84
6.2 Jumlah Pengunjung Domestik dan Mancangera
ke Museum Kota Makassar 2013 .................................... 88
6.3 Kondisi Aktual Fort Rotterdam, Museum Kota,
Gedung Kesenian Makassar tahun 2014.......................... 91
6.4 Daftar Tetap Kapal Pelni Rute Ke Makassar Tahun 2014 95
6.5 Daftar Penerbangan Domestik dan Internasional dari Kota-Kota
besar di Indonesia ke Makassar Tahun 2014 ................... 96
6.6 Kegiatan Pihak Pengelola Museum La Galigo 2008-2013 103
23
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
2.1 Evolusi Destinasi Wisata ................................................. 27
2.2 Model Penelitian .............................................................. 33
3.1 Lokasi Fort Rotterdam, Gedung Kesenian
Museum Kota Makassar .................................................. 35
4.1 Lambang Kota Makassar saat ini ..................................... 50
4.2 Lambang Kota Makassar 1932-1952 ............................... 50
4.3 Bandara Sultan Hasanuddin dan Trans Mall Makassar ... 51
4.4 Hotel Imperial Aryaduta dan Restoran Jepang di Makassar 54
4.5 Kompleks Fort Rotterdam ............................................... 59
4.6 Gerbang Fort Rotterdam dahulu dan saat ini ................... 60
4.7 Bagian Barat (Pintu Masuk) Fort Rotterdam ................... 61
4.8 Museum La Galigo (gedung M) ...................................... 63
4.9 Bagian Timur Fort Rotterdan .......................................... 64
4.10 Gedung Gemeenthuis Tahun 1960 .................................. 65
4.11 Denah Museum Kota Makassar Lantai 1......................... 67
4.12 Denah Museum Kota Makassar Lantai 2......................... 68
4.13 Gedung Kesenian Makassar tahun 1890-an .................... 69
4.14 Gedung Kesenian Makassar sekitar tahun 1930 .............. 70
5.1 Arena Terbuka di bagian selatan Fort Rotterdam ............ 75
5.2 Kondisi Gedung Kesenian Saat ini .................................. 79
6.1 Kawasan Zonasi Fort Rotterdam Makassar ..................... 87
6.2 Komentar Wisatawan setelah Mengunjungi Fort Rotterdam 104
6.3 Tahap Perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota,
Gedung Kesenian ............................................................ 114
24
DAFTAR LAMPIRAN
Daftar Informan Penelitian ........................................................ 137
Pedoman Wawancara I .............................................................. 138
Pedoman Wawancara II ............................................................ 140
Pedoman Wawancara III ........................................................... 142
Pedoman Wawancara IV ........................................................... 144
Pedoman Wawancara V ............................................................ 146
Pedoman Wawancara VI ........................................................... 148
Pedoman Wawancara VII ......................................................... 150
Pedoman Wawancara VIII ........................................................ 152
Gambar Lokasi Penelitian ......................................................... 154
25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah panjang peninggalan masa kolonial di Indonesia masih dapat dilihat
sampai dengan saat ini yang terdapat hampir di seluruh kota di Indonesia, berupa
bangunan bbersejarah yang dibangun oleh pemerintah kolonial selama kurang
lebih 350 tahun. Dahulu bangunan-bangunan tersebut berupa kantor
pemerintahan, sekolah bangsawan atau penjara untuk para pemberontak. Setelah
Indonesia merdeka bangunan-bangunan tersebut mulai digunakan untuk kantor
pemerintahan Republik Indonesia atau dihancurkan untuk pembangunan kota
yang lebih modern. Perkembangan ilmu pengetahuan dan pola pikir masyarakat
saat ini membawa perubahan pandangan terhadap bangunan peninggalan kolonial
atau masa kerajaan di Indonesia yang menganggap bangunan tersebut, merupakan
bagian dari peradaban dan indentitas budaya suatu bangsa dan memiliki nilai
sejarah.
Bangunan-bangunan bersejarah atau yang disebut benda cagar budaya saat
ini diatur melalui Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Dijelaskan bahwa
Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia,
baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau
bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan
kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 88 ayat 1 bahwa
26
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan
Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.
Dewasa ini benda cagar budaya banyak dimanfaatkan sebagai daya tarik
wisata oleh karena meningkatnya kebutuhan akan kegiatan pariwisata budaya.
Dinyatakan MacDonald (2004, dalam Pitana dan Diarta, 2009:32)
Pada kenyataannya pariwisata telah berkembang menjadi sebuah mega
bisnis. Jutaan orang mengeluarkan triliunan dollar Amerika, meninggalkan
rumah dan pekerjaan untuk memuaskan atau membahagiakan diri (pleasure)
dan untuk menghabiskan waktu luang (leisure).
Pariwisata budaya merupakan salah satu faktor penarik wisatawan yang
mengangkat karateristik budaya daerah sebagai daya tarik wisata. Sumber daya
budaya yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata (Pitana dan Diarta,
2009:74) antara lain:
Bangunan bersejarah, monumen, seni patung kontemporer, arsitektur,
kerajinan tangan, pertujukan seni, peninggalan keagamaan, cara hidup dan
kegiatan masyarakat lokal, perjalanan ke tempat-tempat bersejarah
menggunakan alat transportasi unik dan mencoba serta membuat atau
menyajikan kuliner masyarakat.
Keberadaan bangunan sejarah, situs atau monumen merupakan potensi
terhadap pengembangan heritage tourism atau wisata warisan budaya sebagai
alternatif pengembangan pariwisata di perkotaan. Menurut Pederson (2002, dalam
Southall dan Robinson, 2011:177) heritage tourism as embracing both eco
tourism and cultural tourism, with an emphasis on conservation and cultural
heritage. Melalui definisi tersebut dijelaskan bahwa wisata warisan budaya dapat
merangkul ekowisata dan wisata budaya pada saat bersamaan dan menitikberatkan
kepada konservasi dan warisan budaya itu sendiri. Pengembangan wisata warisan
budaya di perkotaan sangat ideal dilaksanakan karena suatu kota tidak akan
27
kehilangan identitas lokal, serta memberikan pemahaman dan rasa kebanggaan
terhadap sejarah kota dan kebudayaan lokal masyarakat setempat.
Kota-kota di Indonesia memiliki bangunan bersejarah baik yang merupakan
peninggalan masa kerajaan atau peninggalan masa kolonial. Salah satunya Kota
Makassar merupakan kota tua dengan cerita sejarah, budaya tradisional yang
berpotensi sebagai sumber daya pariwisata. Dahulu Kota Makassar dipimpin oleh
Kerajaan kembar Gowa Tallo, kemudian pada tahun 1511 bangsa Portugis
berlabuh di Makassar. Bangsa Portugis memiliki tujuan menyebarkan agama
Kristen, berdagang dan membuktikan nama besar bangsa portugis sebagai pelaut
yang hebat. Kedatangan bangsa Portugis akhirnya diikuti oleh beberapa bangsa
lainnya, seperti Belanda, Inggris dan Cina dengan tujuan berdagang. Pada
akhirnya Belanda memonopoli perdagangan dan merebut kekuasaan kerajaan
Gowa Tallo di Makassar dengan politik adu domba (Tika dkk, 2013:17)
Beberapa bangunan peninggalan Belanda yang masih berdiri saat ini yang
kemudian difungsikan sebagai kantor pemerintah atau daya tarik wisata. Pada
Tabel 1.1 adalah daftar benda atau situs cagar budaya di Kota Makassar.
Bangunan-bangunan bersejarah di Kota Makassar menurut Tabel 1.1 adalah
bangunan yang telah ditetapkan sebagai benda/bangunan/kawasan cagar budaya
menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.59/PW.007/MKP/2010.
28
Tabel 1.1
Daftar benda/situs/kawasan cagar budaya di Kota Makassar
No Nama Bangunan Tahun Letak
1 Benteng Rotterdam 1545/1673 Jalan Ujung Pandang
2 Klenteng Ibu Agung Bahari 1738 Jalan Sulawesi
3 Gereja Immanuel 1885 Jalan Balai Kota
4 Gereja Katedral 1892 Jalan Kajaolalido
5 Societiet de Harmonie 1896 Jalan Riburane
6 Rumah Sarang Semut awal abad ke-20 Jalan Ince Nurdin
7 Kantor Direktorat Jendral Anggaran 1910 Jalan Riburane
8 Kantor Pengadilan Negeri Makassar 1915 Jalan Kartini
9 Asrama Lompobattang 1915 Jalan Rajawali
10 Rumah Tahanan Militer 1915 JalanRajawali
11 Museum Kota Makassar 1918 Jalan Balai Kota
12 Kantor Polisi Militer 1935 Jalan Jenderal Sudriman
13 Menara air PDAM 1920 Jalan Ratulangi
14 Kantor Pos Divisi Paket 1925 Jalan Balai Kota
15 Kantor Dinas Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Prov. Sulawesi Selatan Gedung
MULO
1927 Jalan Jenderal Sudirman
16 Rumah Jabatan Walikota Makassar 1933 Jalan Penghibur
17 Rumah Jabatan Gubernur 1937 Jalan Jenderal Sudirman
18 Rumah Sakit Stella Maris 1938 Jalan Penghibur
19 Kantor Jemaat GPIB 1885 Jalan Balai Kota Bangunan yang ditandai huruf tebal: lokasi penelitian
Sumber: Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. 2010
Beberapa bangunan pada Tabel 1.1 difungsikan sebagai kantor
pemerintahan, rumah jabatan dan rumah sakit serta bangunan untuk tujuan
keagamaan. Bangunan cagar budaya pada tabel 1.1 beberapa bangunan masih
terlihat bentuk arsitektur aslinya sedangkan beberapa yang lainnya selain
fungsinya yang telah berubah juga tidak lagi terlihat arsitektur aslinya atau telah
ditambahkan bangunan baru dengan arsitektur moderen, antara lain Kantor Pos
Divisi Paket. Lokasi keberadaan bangunan-bangunan bersejarah di Kota Makassar
sebagian besar berada di pusat kota karena sebelumnya merupakan daerah
pemukiman Belanda.
29
Meningkatnya pembangunan fasilitas modern berupa gedung pertemuan
dengan kapasitas ribuan orang, perkantoran dengan belasan lantai, theme park
serta perluasan kawasan reklamasi Pantai Losari bertujuan menjadikan Kota
Makassar sebagai „kota dunia‟. Dalam salah satu seminar di Kota Makassar
Meutia Hatta yang tampil sebagai pembicara menyatakan,
Jika ingin Kota Makassar menuju kota dunia, pemerintah daerah harus
memelihara kultur budaya dan jika pemerintah Kota Makassar mau
memberikan yang terbaik seperti slogan menuju kota dunia harus memiliki
prinsip. Prinsip tersebut pemerintah harus memperhatikan kemiskinan,
kesejahteraan rakyat dan menjaga nuansa-nuansa budaya salah satunya ialah
bangunan yang dianggap sangat bersejarah1.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa slogan „kota dunia‟ tidak berupa
fasilitas yang moderen, akan tetapi bagaimana kemajuan teknologi dapat
diaplikasikan terhadap pemanfaatan bangunan bersejarah sehingga tidak
memudarkan budaya dan sejarah serta membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Pariwisata merupakan salah satu jalan dalam melestarikan bangunan bersejarah di
Kota Makassar sehingga memiliki nilai ekonomi untuk membantu pelestariannya.
Kota Makassar dalam pengembangan pariwisata patut mencontoh upaya Kota
Surabaya dalam mewujudkan wisata warisan budaya sebagai pariwisata alternatif.
Kota Surabaya memanfaatkan keberadaan bangunan bersejarah sebagai daya tarik
wisata perkotaan. Kesadaran akan pentingnya mempertahankan bangunan
bersejarah tidak hanya melibatkan pemerintah akan tetapi mahasiswa sebagai
akademisi.
1Borahim, Khaeruddin 2013. Mau Jadi Kota Dunia, Makassar Perlu Perhatikan Bangunan Sejarah
dan Kemiskinan, [Diunduh 10 November 2013]. Sumber: URL:
http://rri.co.id/index.php/berita/69514/Mau-Jadi-Kota-Dunia-Makassar-Perlu-Perhatikan-
Bangunan-Sejarah-dan-Kemiskinan.
30
Bangunan-bangunan sejarah di Kota Surabaya difungsikan sebagai daya
tarik wisata dengan tema Surabaya heritage trail. Program tersebut
diselenggarakan oleh karena kurangnya kesadaran masyarakat selaku pemilik
gedung untuk mempertahankan bangunannya. Tingginya pajak serta tidak
dirasakan adanya keuntungan oleh pemilik merupakan alasan pemilik
membiarkan bangunan hancur atau dijual. Program Surabaya heritage trail yang
diselenggarakan oleh mahasiswa universitas Petra, diharapkan menjadi acuan bagi
pelaku pariwisata lainnya untuk mengembangkan kreatifitas mengemas produk
wisata, baik yang serupa atau produk wisata warisan budaya yang lebih bervariatif
(Indrianto, 2008:357-366).
Penelitian ini bertujuan untuk mengangkat peran beberapa bangunan
bersejarah di Kota Makassar sebagai daya tarik wisata. Bangunan yang
difokuskan pada tiga bangunan bersejarah yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota
dan Gedung Kesenian. Alasan pemilihan ketiga bangunan sebagai fokus
penelitian karena ketiga bangunan tersebut memiliki potensi fisik berupa
arsitektur asli bangunan masih tampak yang dilengkapi dengan potensi non fisik
berupa nilai sejarah dan budaya, lokasi ketiga bangunan yang berdekatan
memungkinkan dikembangkan sebagai wisata kota lama. Semakin tingginya
minat akan pariwisata budaya diharapkan Kota Makassar dapat berpartisipasi
sebagai salah satu destinasi wisata warisan budaya di Indonesia.
Fort Rotterdam sebagai salah satu daya tarik wisata andalan di Kota
Makassar tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan, akan tetapi menjadi tempat
berkumpul bagi organisasi masyarakat lokal dan himpunan pramuwisata Sulawesi
31
Selatan. Bangunan-bangunan di dalam kompleks Fort Rotterdam difungsikan
sebagai Museum La Galigo dan kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya. Museum
Kota yang dulunya adalah kantor walikota Makassar menawarkan berbagai
koleksi bersejarah perkembangan Kota Makassar akan tetapi masih memerlukan
penataan yang lebih baik serta dilengkapi fasilitas perawatan koleksi. Gedung
Kesenian seperti namanya merupakan tempat pertunjukan seni tradisional dan
modern. Pada kenyataannya Gedung Kesenian memiliki kondisi yang cukup
memprihatinkan puing-puing bangunan yang bertumpuk sisa perbaikan pada
beberapa bagian bangunan yang belum diselesaikan. Kenyataan tersebut
berbanding terbalik dengan Undang-undang nomor 11 tahun 2010 pasal 59 ayat 3
yang menyatakan:
Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang yang melakukan
penyelamatan wajib menjaga dan merawat cagar budaya dari pencurian,
pelapukan, atau kerusakan baru.
Pemanfaatan bangunan bersejarah sebagai produk pariwisata merupakan
salah satu jalan keluar bangunan-bangunan tersebut dapat terus bertahan dengan
semakin banyaknya fasilitas modern di sekelilingnya. Bangunan bersejarah
sebagai daya tarik wisata juga memiliki tantangan yang berat, karena selain harus
membawa dampak ekonomi bagi masyarakat juga memerlukan langkah-langkah
pelestarian. Hal serupa dinyatakan Nuryanti (2009:8)
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, sebagai salah satu muara
akhir dari hasil keterkaitan simbiotik mutualistik antara kegiatan
pengembangan arsitektur dan warisan budaya melalui pariwisata seringkali
tidak bisa dimungkiri memiliki fungsi multidimensi. Fungsi tersebut terkait
erat dengan persoalan pilihan mendasar di satu sisi ditujukan untuk
memperkuat pelestarian, sedangkan di sisi lain harus pula berperan dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan dampak
pembangunan ekonomi dalam arti luas.
32
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa tantangan dalam pengembangan
bangunan bersejarah dalam industri pariwisata tidaklah mudah. Diperlukan kajian
terlebih dahulu sehingga pemanfaatan yang telah dilakukan sebagai daya tarik
wisata dengan alasan mensejahterakan masyarakat tidak mengesampingkan
langkah-langkah pelestarian yang seharusnya diutamakan dalam proses
pemanfaatan bangunan-bangunan bersejarah di Kota Makassar sebagai daya tarik
wisata.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini mengangkat tiga
rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana pemanfaatan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung
Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
2. Bagaimana tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan
Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
3. Apakah strategi yang efektif untuk meningkatkan Fort Rotterdam,
Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di
Kota Makassar?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
33
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui secara umum
pemanfaatan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian
sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pemanfaatan Fort Rotterdam, Museum Kota dan
Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar
b. Untuk mengetahui tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum
Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota
Makassar
c. Untuk mengetahui strategi yang efektif untuk meningkatkan Fort
Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata
warisan budaya di Kota Makassar
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
Manfaat akademik yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai pengembangan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan
kepariwisataan.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemanfaatan Fort
Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian bagi pemerintah dan
masyarakat sebagai wisata warisan budaya.
34
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Kajian mengenai pariwisata sebelumnya telah banyak dilakukan oleh
peneliti sebagai bagian dari pengabdian terhadap ilmu pengetahuan dan
menambah khasanah keilmuan pariwisata. Terdapat tiga penelitian yang
dipandang memiliki keterkatitan dengan rumusan masalah yang sedang diteliti
sehingga dapat menjadi rujukan terhadap penelitian ini.
Penelitian pertama berjudul “Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam
Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu dan Kawasan Strategis Konservasi
Warisan Budaya di Kota Makassar” (2007). Penelitian Mulyadi membahas bahwa
pelestarian benda cagar budaya di Kota Makassar bukan lagi hak mutlak bagi
kalangan terbatas saja. Memahami landasan hukum keberadaan benda cagar
budaya serta kaidah-kaidah yang harus dipatuhi dalam pelestarian cagar budaya,
yang terdiri dari piagam Burra, UNESCO, pedoman internasional, Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992 tentang cagar budaya. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 10 tahun 1993 tentang pelaksanaan
Undang-undang RI No. 5/1992 pasal 22, 23 ayat (1), pasal 36 serta kewenangan
pemerintah daerah dalam pemanfaatan benda cagar budaya sebagai objek wisata.
Penelitian Mulyadi menjelaskan dalam pelaksanaan pemanfaatan dan
pelestarian cagar budaya masih menyisakan beberapa persoalan sebagai obyek
wisata yang harus dicarikan jalan keluar. Dibutuhkan adanya model pengelolaan
35
kawasan budaya yang melibatkan kalangan akademisi jurusan arkeologi, sejarah
dan arsitektur serta instansi arkeologi terkait. Penelitian Mulyadi tidak berfokus
pada satu bangunan sejarah akan tetapi mencakup keseluruhan bangunan
bersejarah yang berada di Kota Makassar. Penelitian saat ini fokus pada tiga
bangunan yang berada di Kota Makassar yaitu Fort Rotterdam, Gedung Kesenian
dan Museum Kota Makassar. Penelitian ini mengkaji pemanfaatannya sebagai
wisata warisan budaya sehingga hasil penelitian ini penting dilaksanakan karena
dapat diterapkan terhadap bangunan lain yang memiliki potensi yang sama dan
terwujud keberagaman daya tarik wisata di Kota Makassar. Penelitian Mulyadi
dijadikan sebagai acuan karena terdapat data-data berupa bangunan bersejarah
yang ada di Kota Makassar yang kemudian ditinjau lebih lanjut dalam penelitian
ini apakah unsur-unsur bersejarah masih dipertahankan serta landasan hukum
yang dibahas dalam penelitian Mulyadi dalam pengelolaan bangunan bersejarah
juga dijadikan sebagai informasi tambahan dalam penelitian ini.
Penelitian kedua oleh Rita Poedji Rahajoe (2007) dengan judul “Strategi
Pengembangan Wisata Heritage Sebagai Daya Tarik Wisata di Kota Surabaya”.
Penelitian Rita membahas kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman wisata
heritage dan strategi yang tepat dalam pengembangan wisata heritage di Kota
Surabaya. Teknik penelitian Rahajoe menggunakan analisis Matrik IFE (Internal
Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation) untuk mengetahui dan
menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Penelitian Rahajoe
berkonsentrasi pada Monumen Tugu Pahlawan dan Masjid Agung Sunan Ampel.
Hasil penelitian Rahajoe menujukkan bahwa kedua daya tarik wisata tersebut
36
keberadaannya dapat digunakan sebagai icon dan starting point untuk mendukung
bangunan kuno dan monumen bersejarah yang ada di Kota Surabaya dalam
pengembangan wisata heritage. Penelitian Rahajoe memiliki kesamaan topik
dengan penelitian ini yaitu tentang wisata heritage atau warisan budaya sehingga
dijadikan sebagai acuan dalam penelitian saat ini. Selain itu, Kota Makassar dan
Kota Surabaya memiliki potensi terhadap pengembangan wisata warisan budaya
dengan adanya bangunan bersejarah yang masih berdiri. Perbedaan antara
penelitian Rahajoe menggunakan analisa matrik untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan sedangkan penelitian ini menggunakan reduksi data, penyajian data
serta proses penarikan kesimpulan dari data yang diperoleh selama penelitian
untuk menjawab rumusan masalah. Penelitian ini menggunakan penelitian
penelitian Rahajoe sebagai acuan di dalam mencari konsep dan teori yang
memiliki keterkaitan dengan judul penelitian saat ini.
Penelitian ketiga dengan judul “Pemanfaatan Puri Sebagai Objek dan Daya
Tarik Wisata serta Implikasinya terhadap Desa Pakraman Ubud Gianyar Bali”
(2008) oleh Ni Made Ary Widiastini. Penelitian ini mengangkat masalah
perkembangan Puri Ubud menjadi objek dan daya tarik wisata, implikasinya
terhadap kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik dan lingkungan Desa
Pakraman Ubud dan sekitarnya. Penelitian Widiastini menggunakan analisis
deskriptif kualitatif yang terdiri dari tiga langkah yaitu proses reduksi, penyajian
data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian Widiastini menyatakan bahwa
keterlibatan Puri Ubud dalam pariwisata dimulai sejak kepemimpinan puri
dipegang oleh Tjokorda Gede Raka Sukawati yang memperkenalkan seni budaya
37
Ubud ke dunia internasional. Didukung oleh adanya syarat-syarat perkembangan
pariwisata yaitu attraction, accessibilities, amenities, ancillary service dan
promosi menjadikan Ubud mampu berkembang menjadi objek dan daya tarik
wisata budaya di Bali. Saat Puri Ubud berkembang menjadi objek wisata sehingga
terjadi pergeseran fungsi puri dari ruang yang pribadi dan bersifat religius magis
menjadi ruang publik yang bercorak desakralisasi. Penelitian Widiastini dan
penelitian saat ini memiliki kesamaan metode analisis data yang digunakan yaitu
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Penelitian Widiastini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dan acuan
bagi penelitian ini karena kesamaan metode penelitian serta konsep pemanfaatan
terhadap bangunan yang memiliki nilai sejarah dan budaya di tengah-tengah
masyarakat . Perbedaan antara penelitian saat ini dan Widiastini adalah membahas
dampak dari berbagai segi terhadap Desa Pakraman Ubud terhadap pemanfaatan
Puri sebagai daya tarik wisata yang telah berjalan. Penelitian saat ini membahas
bentuk pemanfaatan serta strategi yang efektif untuk meningkatkan ketiga
bangunan bersejarah di Kota Makassar setelah sebelumnya mengetahui tahap
perkembangan masing-masing dari ketiga bangunan bersejarah sebagai wisata
warisan budaya.
2.2 Konsep
Agar tidak terjadi kesalahan tafsir dalam penelitian ini, dipandang perlu
menjelaskan batasan pengertian judul dengan mengedepankan beberapa istilah
yang bersifat operasional. Konsep digunakan untuk menggambarkan secara
38
abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu sosial.
Sumber bacaan yang relevan untuk mendukung penelitian ini sangat
diperlukan sebagai sumber kritik pagar nilai keilmuan penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan (credible) serta dapat diterima dan pantas (acceptable)
sebagai karya ilmiah. Beberapa sumber kepustakaan yang relevan adalah sebagai
berikut:
2.2.1 Bangunan Bersejarah
Adanya bangunan sejarah kolonial di Indonesia tidak lepas dari pengaruh
masa penjajahan yang berlangsung selama ratusan tahun di Indonesia. Bangunan
tersebut dijadikan cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah melalui Undang-
Undang Nomor 11 tentang Cagar Budaya tahun 2010 pasal 1 ayat 3 menyatakan
“Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam
atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau
tidak berdinding, dan beratap”.
Terdapat kriteria menurut Undang-undang nomor 11 tahun 2010 pada bab
III bagian 1 bahwa suatu benda dapat dikategorikan sebagai benda cagar budaya
apabila:
(1) berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih (2) mewakili masa gaya paling
singkat berusia 50 (lima puluh) tahun (3) memiliki arti khusus bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan dan memiliki
nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Indonesia memiliki kekayaan budaya berupa tinggalan fosil di Sangiran
yang merupakan salah satu sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di
39
dunia, Candi Borobudur yang saat ini merupakan salah satu situs warisan budaya
dunia. Bangunan-bangunan bersejarah tersebut merupakan saksi perkembangan
kebudayaan dan memiliki nilai sejarah terhadap perjuangan bangsa Indonesia.
Ditegaskan oleh Waterson (1998, dalam Nuryanti, 2009:5) bahwa
Kombinasi antara kekayaan keanekaragaman arsitektur dengan bentang
keindahan alam dan keunikan tradisi budayanya seabagai ekspresi budaya
yang hidup di dalamnya adalah sumber motivasi mengapa wisatawan
melakukan kunjungan perjalanan.
Adanya permintaan dari wisatawan akan keberagaman daya tarik wisata budaya
ikut memotivasi para pelaku pariwisata untuk memanfaatkan sumber daya budaya
yang tersedia.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia manfaat berarti faedah, guna, laba,
untung, sedangkan pemanfaatan adalah proses dan perbuatan memanfaatkan
sesuatu (Chulsum dan Novia, 2006:446). Bangunan sejarah merupakan sumber
daya budaya yang terdapat hampir seluruh wilayah Indonesia. Pemanfaatan
bangunan bersejarah sebagai daya tarik wisata harus sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan. Menurut Undang-undang nomor 11 tahun 2010 bagian keempat
pasal 85 bahwa:
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan
Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata (2) Pemerintah dan
Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya
yang dilakukan oleh setiap orang (3) fasilitasi sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 berupa izin pemanfaatan, dukungan tenaga ahli pelestarian, dukungan
dana, dan/atau pelatihan (4) dimaksud pada ayat 2 dilakukan untuk
memperkuat identitas budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan
pendapatan masyarakat.
Benda cagar budaya tidak ternilai harganya karena hanya dibuat sekali pada
satu peristiwa di masa lalu dan tidak dapat diulang kembali. Diperlukan tenaga
40
ahli serta pengemasan produk yang menarik. Menurut Mundardjito (dalam
Wahyudi, 2006:318) Benda cagar budaya setidaknya dapat dimanfaatkan dalam
tiga nilai diantaranya:
(1) nilai ideologis adalah hasil penelitian yang berasal dari kebudayaan
masa lalu berguna untuk memperkuta jati diri bangsa (2) nilai akademis
bahwa kegiatan penelitian terhadap benda-benda bersejarah dapat
mendukung pengembangan ilmu pengetahuan (3) nilai ekonomis terhadap
benda cagar budaya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pariwisata.
Pemanfaatan terhadap bangunan bersejarah juga lekat dengan pelestarian
seperti yang dinyatakan Joedodibroto:
Istilah pemanfaatan bangunan bersejarah erat kaitannya dengan konservasi
atau pelestarian bangunan bersejarah. Dasar dari keterkaitan tersebut adalah
bahwa memanfaatkan bangunan bersejarah, terlebih dahulu harus melakukan
pelestarian bangunan tersebut dan upaya pelestarian bangunan2.
Pernyataan tersebut memberi makna betapa pentingnya sebuah pelestarian
terhadap bangunan bersejarah yang dimanfaatkan untuk nilai ekonomi. Potensi
yang dimiliki oleh bangunan bersejarah tidak hanya arsitekturnya akan tetapi
potensi non fisik yang melekat kepada bangunan, seperti cerita kesejarahan
bangunan yang dirangkai dengan perjuangan masyarakat serta budaya yang
melekat di dalamnya.
2.2.2 Wisata Warisan Budaya
Peningkatan akan permintaan terhadap pariwisata dengan sumber daya
budaya merupakan kesempatan bagi daerah tujuan wisata untuk menggali lebih
2Bayu Artin. 2011. Konsep Pemanfaatan Bangunan bersejarah. [diunduh 2 November 2013].
Sumber: URL: http://artinbayu.blogspot.com/2011/03/konsep-pemanfaatan-bangunan-
bersejarah.html.
41
dalam potensi yang dimiliki. Indonesia sebagai negara berkembang berupaya
memaksimalkan setiap sektor industri salah satunya adalah sektor pariwisata.
tourism is a powerful economic development tool. Tourism creates jobs,
provides new business opportunities and strengthens local economies. When
cultural heritage tourism development is done right, it also helps to protect
our nation’s natural and cultural treasures and improve the quality of life
for residents and visitors alike3
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pariwisata merupakan alat
pembangunan yang kuat. Pariwisata menciptakan lapangan kerja, menyediakan
kesempatan bisnis baru dan memperkuat ekonomi lokal. Lebih lanjut dinyatakan
ketika wisata warisan budaya dikembangkan dengan baik, dapat membantu
melindungi harta kekayaan alam, budaya bangsa dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat dan pengunjung pada saat bersamaan.
Kata warisan budaya atau heritage dalam pengertian luas mengandung arti
sebagai warisan atau peninggalan bernilai sejarah atau benda cagar budaya.
Dinyatakan (Nuryanti, 2009:8-9)
Kata warisan sendiri seringkali diasosiasikan dengan sesuatu (nilai) yang
diturunkan ("temurun")/ditransferkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Mengingat perannya sebagai pembawa nilai sejarah masa lalu,
maka heritage atau warisan budaya dalam perkembangannya dipandang
sebagai bagian penting dari tradisi kebudayaan suatu masyarakat baik
menyangkut hal-hal yang sifatnya berwujud (tangible) maupun tak-berwujud
(intangible).
Dallen dan Boyd (2003, dalam Southall dan Carol, 2011:177) menyatakan
heritage is not simply the past but the modern day use of elements of the past,
pernyataan tersebut berarti warisan budaya tidak saja masa lalu tapi juga masa
3Anonim. 2011. Getting Started: How to Succeed in Cultural Heritage Tourism. [Diunduh 2
November 2013]. Sumber: URL: http://www.culturalheritagetourism.org/howToGetStarted.htm.
42
kini yang memiliki elemen masa lalu. Dipaparkan oleh Ritcher (2001, dalam
Indrianto, 2008:357) bahwa konsep dari wisata warisan budaya adalah istilah
yang dapat diterapkan pada banyak objek yang dikunjugi dan berkenaan dengan
masa lalu, termasuk museum, kawasan bersejarah, Pura, Patung dan juga
peristiwa yang menggambarkan sejarah.
Pengembangan wisata warisan budaya tidak bersifat mudah, pengemasan
sebuah bangunan bersejarah menjadi daya tarik wisata harus dilakukan dengan
baik. Diperlukan unsur pendukung baik berupa taman, museum atau fasilitas
pendukung wisata pada area tertentu sehingga mampu menarik minat wisatawan
untuk berkunjung tanpa melupakan tindakan pelestarian. Dinyatakan Wahyudi
(2006:319)
Pada dasarnya benda cagar budaya hanyalah merupakan benda-benda mati
yang tidak dapat „berbicara apa-apa‟. Hal seperti ini tentu tidak dapat
memberi daya tarik apapun bagi para wisatawan. Benda cagar budaya baru
dapat berdaya guna tinggi bagi dunia pariwisata apabila dikemas dengan baik.
2.2.3 Daya Tarik Wisata
Sebuah daya tarik wisata merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari
suatu perjalanan wisata. Dinyatakan oleh Page dan Brunt (2001:176) bahwa the
atrraction at a destination are the reason for visiting pernyataan tersebut berarti
atraksi pada destinasi wisata adalah alasan kunjungan dari wisatawan. Definisi
daya tarik wisata pada awalnya terbatas pada “segala sesuatu yang menarik dan
bernilai untuk dikunjungi dan dilihat” (Pendit, 1994:16). Kemudian lebih spesifik
daya tarik wisata menurut Undang undang nomor 10 tahun 2009,
Daya tarik wisata dijelaskan sebagai segala sesuatu yang memiliki
keunikan, kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan
43
alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau
kunjungan wisatawan.
Daya tarik wisata dapat diartikan sebagai produk dari industri pariwisata.
Produk wisata berarti pelayanan-pelayanan yang didapatkan dan dirasakan oleh
wisatawan selama melaksanakan kegiatan wisata sampai dengan kembali ke
tempat asalnya. Dinyatakan oleh Marioti (dalam Yoeti, 1996:174-176)
Tourism resources disebut dengan istilah attractive spontanee yaitu segala
sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik
agar orang-orang mau datang berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan
wisata. Daya tarik tersebut berupa benda-benda yang tersedia dan terdapat
di alam semesta yang dalam istilah pariwisata disebut dengan istilah natural
amenities, merupakan iklim, bentuk tanah, hutan belukar (the sylan
elements), fauna dan flora dan pusat-pusat kesehatan (health centre). Selain
itu, hasil ciptaan manusia (man made supply) yang terdiri dari benda
bersejarah, tata cara hidup masyarakat.
Sebuah daya tarik wisata selain memiliki potensi yang dapat menarik
wisatawan untuk berkunjung juga bergantung pada bagaimana daya tarik wisata
tersebut dipresentasikan dan disuguhkan kepada wisatawan. Mempresentasikan
atraksi wisata dapat dilakukan dengan cara mengatur perspektif ruang, sosial dan
budaya (Soekadijo, 1996:66-68).
Mengatur perspektif ruang bermaksud agar daya tarik wisata lebih berkesan
bagi wisatawan. Berkesan tersebut dapat dengan cara mengatur bentuk, warna dan
posisi pada ruang tertutup dan terbuka. Mengatur bentuk dan warna berarti
mengatur obyek-obyek yang ada di daya tarik wisata sehingga menarik perhatian..
Koleksi museum akan bertambah daya tariknya apabila dibuat sebuah dekorasi
dan penataan yang sesuai dengan tema koleksi atau mengatur keserasian tanaman
dengan obyek.
44
Mengatur perspektif waktu dijelaskan bahwa daya tarik wisata akan
meninggalkan kesan lebih dalam bagi wisatawan apabila diketahui sejarahnya.
Pengunjung Kebun Raya Bogor yang terkenal akan lebih menarik apabila
diketahui bahwa kebun raya itu didirikan pada awal abad ke-19 oleh seorang
berkebangsaan Jerman, C.G.Creinwardt. Perspektif pada waktu itu dapat
dituangkan melalui lisan oleh pramuwisata atau secara tertulis serta secara
visualisasi. Mengatur perspektif sosial budaya berarti mengangkat pesona daya
tarik wisata melalui kedudukannya di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat
dari zaman dahulu hingga sekarang. Pengaturan perspektif waktu dan sosial
budaya itu serta perspektif ruang seharusnya diserahkan kepada ahli-ahli yang
bersangkutan. Diperlukan ialah ahli sejarah dan ahli sosial, sedang untuk
visualisasi perlu ditambahkan tenaga seniman
Permintaan akan daya tarik wisata budaya yang semakin meningkat oleh
karena semakin beragamnya kebutuhan wisatawan. Kesadaran bahwa suatu daya
tarik wisata tidak hanya bergantung pada keindahan alam atau keunikan bangunan
bersejarah sehingga dibutuhkan pengelolaan yang baik sehingga wisatawan tidak
pernah bosan berkunjung. Pembangunan daya tarik wisata menurut Suwatoro
(1997 dalam Suwena dan Widyatmaja, 2010:85-86) harus dirancang dengan
bersumber pada potensi daya tarik yang dimiliki objek tersebut dengan mengacu
pada kriteria keberhasilan pengembangan.
2.2.4 Strategi
Strategi merupakan alat pencapaian tujuan jangka panjang maupun jangka
pendek sehingga diperlukan perencanaan strategi secara matang sehingga
45
menghasilkan pelaksanaan yang maksimal dan hasil yang diharapkan. Strategi
menurut Rangkuti (2005:3) adalah
Alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan
perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak
lanjut serta prioritas alokasi sumber daya.
Jenis-jenis strategi akan dibagi dalam empat kelompok Menurut David
(2004:231-256) antara lain:
(1) strategi integrasi terdiri dari strategi ke depan (forward integration)
bertujuan memiliki atau meningkatkan kendali atas distributor. Integrasi ke
belakang (backward integration) merupakan strategi integrasi yang
mencoba memiliki atau meningkatankan kendali atas perusahaan pemasok
produk. Integrasi horisontal (horizontal integration)adalah strategi yang
bertujuan mencoba memiliki dan meningkatkan kendali perusahaan pesaing.
(2) strategi intensif merupakan strategi yang dibuat karena semuanya
memerlukan usaha intensif. Strategi ini terdiri dari penetrasi pasar, strategi
pengembangan pasar dan strategi pengembangan produk (3) strategi
diversifikasi yang terdiri dari strategi diversifikasi konsentratsi, strategi
deversifikasi horizontal dan konglomerat. (4) strategi defensif yang terdiri
dari rasionalisasi biaya, divestasi, likuidasi dan joint venture strategy.
Pembangunan pariwisata yang semakin meningkat menjadikan persaingan
bisnis industri yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata. Persaingan tidak
hanya terjadi pada bisnis pariwisata tetapi destinasi wisata semakin beragam
sehingga dalam pembangunan pariwisata dibutuhkan perencanaan strategis yang
sesuai dengan potensi daerah tujuan wisata tersebut. Dinyatakan oleh Yoeti
(2005:22) bahwa,
Perencanaan strategis suatu daerah tujuan wisata dilakukan analisis
lingkungan dan analisis sumber daya. Tujuan analisis ini tidak lain adalah
mengetahui dan mengidentifikasi sumber daya utama, terutama mengenai
kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) organisasi atau lembaga yang
bertanggung jawab terhadap pengembangan pariwisata di daerah tujuan
wisata tersebut
46
Strategi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan langkah-langkah
yang disusun berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal suatu daya tarik
wisata. Strategi sebagai alat pencapaian tujuan jangka panjang yang dibuat oleh
pemangku kepentingan dalam pariwisata sehingga dalam perumusannya telah
dipertimbangkan dampak-dampak yang mungkin akan terjadi secara fisik dan
masyarakat di sekitar daya tarik wisata.
2.3 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori yang relevan dalam menganalisis
pemanfaatan bangunan bersejarah di Kota Makassar sebagai wisata warisan
budaya, adapun teori yang digunakan adalah teori manajemen daya tarik wisata,
siklus hidup destinasi wisata dan pemasaran pariwisata
2.3.1 Manajemen Daya Tarik Wisata
Manajemen atau pengelolaan menurut Leiper (1990, dalam Pitana dan
Diarta, 2009:80) adalah seperangkat peranan yang dilaksanakan oleh seseorang
atau sekelompok orang dan fungsi-fungsi yang merujuk pada peran tersebut.
Fungsi tersebut berupa perencanaan, mengarahkan, pengorganisasian dan
pengawasan.
Manajemen daya tarik wisata merupakan pengelolaan sebuah destinasi
wisata sesuai dengan fungsi manajemen, mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Pengelolaan daya tarik wisata
tidak hanya memperhatikan aspek permintaan dari wisatawan tetapi juga nilai
kelestarian dan nilai manfaatnya bagi masyarakat lokal. Fungsi dari pengelolaan
47
pariwisata menurut Liu (1994) dan Western (1993) (dalam Pitana dan Diarta,
2009:84) adalah (1) perlindungan terhadap sumber daya alam dan lingkungan.
Pembangunan industri pariwisata yang terus menerus akan dibarengi dengan
kerusakan lingkungan sehingga dibutuhkan pengelolaan yang baik bagi sisi
ekonomi dan perlindungan sumber daya alam dan lingkungan. (2) Keberlanjutan
ekonomi bagi masyarakat lapisan bawah. Pariwisata diharapkan mampu
memberikan pendapatan yang lebih baik bagi masyarakat lokal pada destinasi
wisata. (3) Peningkatan integritas budaya berarti adanya rasa saling menghormati
dan tercipta dialog budaya antara wisatawan dan komunitas lokal. (4) Nilai
pendidikan dan pembelajaran bagi semua pemangku kepentingan di bidang
pariwisata. Keberlajutan dan kelestarian dapat diwujudkan dengan pemahaman
terhadap perlindungan sumber daya pendukung pariwisata.
Pengelolaan terhadap daya tarik wisata warisan budaya memiliki kesulitan
tersendiri karena pembangunan sarana prasarana pendukung kegiatan wisata harus
memperhatikan prinsip-prinsip pelestarian bangungan bersejarah. Menurut Liu
(1994 dalam Pitana dan Diarta, 2009:90) bahwa terdapat strategi manajemen
sumber daya antara lain, pertama adalah menggunakan sumber daya yang dapat
diperbaharui. Sumber daya yang dimaksud matahari, pemanfaatan ikan dan
sumber daya laut yang tidak langka dan tidak terlarang. Kedua yaitu pemanfaatan
untuk berbagai kepentingan. Pemakaian sumber daya secara bersamaan seperti
pantai dan kawasan pesisir yang dapat dijadikan kawasan budidaya ikan, terumbu
karang dan rumput laut. Ketiga adalah penetapan daerah zona sebagai pembatasan
kawasan tertentu dengan fungsi serta peruntukannya masing-masing. Pembagian
48
kawasan bertujuan meminimalisasi dampak terhadap adanya kegiatan wisata.
Keempat adalah konservasi dan preservasi sumber daya yang berarti harus
dilaksanakan kegiatan perlidungan serta pelestarian sumber daya yang mendekati
kondisi aslinya.
2.3.2 Teori Siklus Hidup Destinasi Wisata
Pengembangan daerah tujuan wisata bermaksud membuatnya menarik
untuk dikunjungi oleh wisatawan. Faktor ketertarikan tersebut dinyatakan oleh
Yoeti (1996:178) salah satunya harus memenuhi tiga syarat yaitu something to
see, something to do dan something to buy (Yoeti, 1996:178).
Potensi-potensi yang dimiliki oleh daerah tujuan wisata seharusnya
dikembangkan secara maksimal. Menurut Cooper (1993, dalam 41 dkk, 2010:5)
terdapat empat komponen dalam pengembangan sebuah destinasi wisata
attractions, accessibility, amenities dan ancillary service. Lebih lanjut komponen
tersebut dikembangkan oleh Buhalis (1999:98)4 dengan menambahkan activities,
dan available package. Dijelaskan oleh Buhalis bahwa attraction atau atraksi
merupakan daya tarik wisata yang dapat berupa daya tarik wisata alam, buatan
berupa bangunan yang dibangun untuk tujuan tertentu, benda warisan budaya dan
event khusus. Aksesibiltas atau accessibility merupakan keseluruhan sistem
transportasi berupa rute jalan, terminal dan jenis kendaraan yang menunjang
aktivitas pariwisata. Amenities berupa penunjang kegiatan wisata. Fasilitas
4Buhalis, Dimitros. 1999. Marketing the Competitive destination of the Future. (Serial online),
[Diunduh 24 November 2013]. Sumber: URL:
http://www.academia.edu/164837/Marketing_the_competitive_destination_of_the_future.
49
tersebut berupa akomodasi, restoran dan pramuwisata. Available packages
merupakan pengaturan serta kerjasama dalam mempromosikan suatu daya tarik
wisata ke dalam bentuk sebuah paket perjalanan wisata oleh pihak biro perjalanan
wisata.
Activities adalah aktifitas yang tersedia di destinasi wisata selain dari daya
tarik wisata utama. Kegiatan-kegiatan lain yang dapat dilakukan wisatawan
selama waktu kunjungannya, seperi bersepeda saat mengunjungi pantai. Ancilary
service merupakan pelayanan pendukung berupa pelayanan perbankan,
telekomunikasi, kesehatan dan penukaran uang di daerah tujuan wisata. Sebuah
destinasi wisata tidak hanya harus memiliki sumber daya alam, budaya yang
menarik akan tetapi komponen-komponen pendukung dalam proses kegiatan
wisata sehingga dapat menahan wisatawan lebih lama serta meninggalkan kesan
terhadap wisatawan tersebut.
Destinasi wisata memiliki siklus evolusi perkembangan yang bertujuan
memahami kelemahan dan kelebihan destinasi wisata. Salah satu model siklus
hidup destinasi menurut Butler (2011:4) terdiri dari tujuh tahap eksplorasi,
keterlibatan, pengembangan, konsolidasi, stagnasi, kemunduran dan peremajaan.
Tahap pertama adalah eksplorasi (exploration) dimana sebuah destinasi wisata
mulai diperkenalkan dan jumlah kunjungan wisatawan yang mulai berkunjung
masih sedikit. Tahap kedua merupakan keterlibatan (involvement) adalah tahap
destinasi wisata mulai merasakan dampak akan kunjungan wisatawan yang
meningkat. Adanya musim dimana wisatawan ramai berkunjung dan sikap
masyarakat secara ekonomi dan sosial mulai menyesuaikan dengan adanya
50
wisatawan. Tahap ketiga adalah pengembangan (development), ketika investor
mulai menanamkan modalnya untuk fasilitas pariwisata di destinasi. Aksesibiltas
mengalami perbaikan, periklanan yang semakin meningkat dan adanya atraksi
wisata buatan serta kurangnya partisipasi masyarakat lokal
Tahap keempat merupakan konsolidasi (consolidation) dimana
peningkatan jumlah kunjungan wisatawan terus terjadi dengan rata-rata kenaikan
yang menurun. Pada tahap ini ekonomi lokal telah bergantung pada pariwisata,
usaha pemasaran diperluas untuk menarik wisatawan yang semakin jauh dari
sebelumnya dan fasilitas sudah mulai kurang diominati wisatawan. Tahap kelima
adalah stagnasi (stagnation), salah satu tahap dimana jumlah wisatawan yang
telah mencapai batas maksimal menyebabkan daya tarik wisata tidak lagi begitu
menarik. Daya tarik wisata buatan menggantikan daya tarik wisata alam dan
budaya serta timbulnya masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Tahap keenam
disebut kemunduran (decline) merupakan tahap wisatawan tertarik pada destinasi
baru. Atraksi wisata menjadi semakin kurang menarik dan fasilitas pariwisata
menjadi kurang bermanfaat. Tahap ketujuh adalah peremajaan (rejuvenation)
terhadap daya tarik wisata yang telah mengalami kemuduran. Pada tahap ini
jumlah wisatawan menurun yang menyebabkan perubahan terhadap penggunaan
dan pemanfaatan sumber daya pariwisata. Terjadi penciptaan seperangkat atraksi
wisata artifisial baru yang tidak tereksploitasi sebelumnya.
51
Gambar 2.1 Evolusi Destinasi Wisata. 1980
Sumber: Tourism Area Life Cycle. 2011
Pengembangan
Area kritis untuk elemen daya
tampung wisatawan
Keterlibatan
Peremajaan
Kemunduran
Eksplorasi
Stagnasi
Konsolidasi
Pengembangan suatu destinasi wisata dapat berdampak pada ekploitasi
secara terus-menerus, dampak lingkungan, sosial masyarakat. Kaitannya dengan
pemanfaatan terhadap bangunan bersejarah di Kota Makassar adalah bahwa
melalui model siklus Butler dapat diketahui tahap perkembangan ketiga bangunan
bersejarah di Kota Makassar sebagai wisata warisan budaya kemudian
menentukan strategi yang efektif untuk meningkatkan ketiga bangunan bersejarah.
2.3.3 Teori Pemasaran Pariwisata
Pemasaran secara umum diartikan sebagai kegiatan memperkenalkan suatu
produk kepada konsumen. Pemasaran industri pariwisata tidak hanya
memperkenalkan sebuah produk akan tetapi pemasaran juga meliputi bagaimana
memotivasi dan memberikan kemudahan bagi konsumen mendapatkan informasi
tentang produk yang ditawarkan. Pemahaman terhadap pemasaran dijelaskan
melalui konsep yang saling berkaitan (Yoeti, 2003:22-23)
52
Marketing as an exchange dimana pemasaran pada dasarnya di anggap
sebagai media pertukaran barang dan jasa yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) manusia pada umumnya dan
konsumen pada khususnya. Pertukaran tersebut dapat berupa barang dan
jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhannya.
Marketing as a system merupakan pengertian pemasaran sebagai suatu
sistem dapat diartikan sebagai seluruh aktifitas bisnis untuk mencari
keuntungan. Aktifitas tersebut berupa perencanaan dan menetapkan harga,
promosi, distribusi barang dan jasa kepada konsumen.
Bauran pemasaran adalah bukti perkembangan aktivitas pemasaran secara
menyeluruh. Menurut Fuad dkk (2006:128) bauran pemasaran sebagai kegiatan
pemasaran yang terpadu dan saling menunjang satu sama lain.
Bauran pemasaran sering disebut sebagai konsep 4P yang terdiri dari
produk (product), harga (price), saluran distribusi (place), promosi
(promotion). Keempat unsur tersebut saling mendukung guna mewujudkan
suatu kepuasan konsumen.
Unsur pertama adalah produk (product) yang merupakan barang atau jasa
yang bisa ditawarkan untuk mendapatkan perhatian, permintaan pemakaian, atau
konsumsi dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan (Fuad dkk, 2006:128).
Produk seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen yang diimbangi
dengan kualitas dan kemasan. Produk pariwisata dalam hal ini daya tarik wisata
tidak hanya memerlukan promosi tetapi fasilitas yang menunjang dan dapat
menahan wisatawan lebih lama. Unsur kedua adalah harga (price) merupakan
sejumlah kompensasi (uang maupun barang, kalau mungkin) yang dibutuhkan
untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa (Fuad dkk, 2006:129).
Harga sampai saat ini masih merupakan salah satu penentu utama bagi konsumen
dalam mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk. Penetapan harga
suatu produk harus mempertimbangkan biaya produksi serta laba yang ingin
dihasilkan oleh produsen. Penetapan harga yang terlalu tinggi mengakibatkan
53
konsumen akan pindah ke produk yang lebih murah tetapi hal tersebut sesuai
dengan daya beli masing-masing konsumen. Unsur ketiga adalah saluran
distribusi (place) merupakan saluran yang digunakan oleh produsen untuk
menyalurkan produk sampai ke konsumen atau berbagai aktivitas perusahaan
yang mengupayakan agar agar produk sampai pada tangan konsumen. Kemudian
unsur terakhir adalah promosi (promotion) sebagai bagian dari bauran pemasaran
memiliki peran yang besar. Promosi bersifat informatif dan persuasi kepada
konsumen untuk menggunakan suatu produk.
Pemasaran dalam industri pariwisata tidak hanya bertujuan
memperkenalkan daya tarik wisata tetapi menilai kualitas, membuat kesan dan
membujuk wisatawan untuk kembali berkunjung. Dinyatakan Middleton
(1997:216) bahwa,
Marketing in the travel and tourism industry is increasingly recognised for
its significant contributions designing, delivering, and monitoring product
quality and achieving visitor satisfaction and repeat visits
Pernyataan tersebut bermakna bahwa pemasaran dalam industri perjalanan dan
pariwisata semakin diakui dalam memberikan kontribusi yang signifikan
merancang, mengirimkan dan memantau kualitas produk untuk mencapai
kepuasan wisatawan dan kunjungan kembali.
Pemasaran di dalam pariwisata berfungsi untuk mengetahui segmen pasar
suatu destinasi wisata, menganalisa kebutuhan wisatawan dan mengetahui
kemampuan sumber daya manusia. Demikian luas suatu kegiatan pemasaran
dalam industri pariwisata sehingga di dalam penelitian ini pemasaran daya tarik
54
wisata warisan budaya akan dibatasi pada unsur promosi. Dinyatakan Bloom5
(2004) dibutuhkan empat langkah dalam perencanaan pemasaran wisata warisan
budaya antara lain humas, periklanan, materi grafis dan promosi. Langkah
pertama adalah public relation atau humas merupakan cara yang efektif untuk
menyampaikan pesan melalui media. Menambah sisi “menjual cerita” tentang
masyarakat, event, bangunan, makanan atau aktivitas baru dapat menjadi laporan
pihak ketiga yang memiliki kredibilitas yang lebih baik untuk daerah tujuan
wisata
Mempersiapkan alat bantu promosi bagi media, seperti buku informasi yang
berisi sejarah, Gambar dan tujuan dari promosi tersebut. Terdapat beberapa
kegiatan tambahan yang dapat dilaksanakan untuk memperkenalkan suatu daya
tarik wisata warisan budaya yaitu: mengorganisir sebuah educational tour bagi
siswa, mahasiswa dan pegawai pemerintah setempat untuk memahami dan
menghargai warisan budaya, merencanakan acara khusus untuk umum dengan
tujuan membangun antusiasme dan dapat menambah jumlah sukarelawan dalam
kegiatan dan membuka akses bagi masyarakat umum.
Langkah kedua adalah advertising atau periklanan merupakan kegiatan
pemasaran kepada target pasar yang memerlukan biaya tetapi efektif untuk
dilaksanakan. Kegiatan periklanan membutuhkan ketelitian dalam menetukan
jenis cara beriklan yang sesuai anggaran tetapi efektif dan frekuensi yang sesering
mungkin untuk menyampaikan pesan. Kerjasama dalam periklanan layak untuk
5Bloom, Susan dkk. 2004. Cultural Heritage Tourism Market for Success. [Diunduh 20 Desember
2013]. Sumber: URL: http://www.culturalheritagetourism.org/steps/step4.htm
55
dilaksanakan untuk meringankan biaya dan mendapatkan target pasar yang lebih
banyak. Periklanan dapat dilaksanakan dengan organisasi pariwisata nasional atau
daerah, majalah nasional atau daerah, dinas pariwisata pemerintah setempat, pusat
perbelanjaan atau kerjasama dengan perusahaan lain. Selain itu dapat
menggunakan media eletronik seperi radio, televisi dan internet
Langkah ketiga adalah adalah penetapan graphic material yang merupakan
Gambar-Gambar yang dimiliki setiap daerah yang dapat memperlihatkan
kelebihan yang dimiliki daerah tersebut dan diolah menjadi sebuah materi grafis.
Skema warna serta desain yang unik merupakan elemen yang harus diperlihatkan
sebagai pengGambaran terhadap suatu daya tarik wisata warisan budaya.
Pemilihan logo atau simbol grafis untuk mengidentifikasi program serta
mengembangkan website yang merupakan komponen dalam memperkenalkan
wisata warisan budaya kepada banyak orang. Membuat brosur yang menarik, akan
tetapi harus mengetahui dimana brosur akan ditempatkan atau dibagikan dan siapa
yang akan dipilih sebagai target pasar.
Membuat brosur dan website perlu diperhatikan bahwa diperlukan staff yang
dapat menangani permintaan langsung untuk kunjungan kepada daya tarik wisata.
Selain itu perlu disiapkan juga penanganan terhadap wisatawan dalam kelompok
besar dan kerjasama yang baik dengan biro perjalanan wisata sangat dibutuhkan.
Langkah keempat adalah promotion dapat berupa keikutsertaan dalam sebuah
pameran pariwisata. Pameran dapat membawa pesan langsung kepada wisatawan
dan keuntungan ikut serta dalam pameran adalah dapat menjumpai banyak orang
merupakan pelaku pariwisata dalam satu hari. Diperlukan pembelajaran terhadap
56
warisan budaya karena jenis pertanyaan oleh wisatawan akan sangat beragam
sehingga memerlukan banyak permintaan melalui korespondensi elektronik atau
telepon setelah pameran. Selain itu kegiatan sales mission kepada biro perjalanan
wisata, jurnalis untuk berbagi informasi tentang wisata warisan budaya yang
sedang dikembangkan penting untuk dilaksanakan.
2.4 Model penelitian
Model penelitian menggambarkan langkah-langkah dalam penelitian untuk
memecahkan rumusan masalah. Bangunan bersejarah memiliki potensi
dikembangkan menjadi wisata warisan budaya. Kota Makassar memiliki potensi
sumber daya budaya berupa bangunan bersejarah yaitu Fort Rotterdam, Museum
Kota dan Gedung Kesenian. Adanya kesenjangan keadaan fisik bangunan,
fasilitas penunjang dan pengelolaan pada akhirnya menyebabkan
ketidakseimbangan jumlah kunjungan wisatawan sehingga pada akhirnya dapat
berdampak pemeliharaan kelestarian ketiga bangunan bersejarah tersebut.
Penelitian ini mengangkat pemanfaatan bangunan bersejarah di Kota
Makassar dalam rangka pengembangan wisata warisan budaya dan diharapkan
bahwa melalui kegiatan pariwisata pelestarian bangunan bersejarah mendapatkan
perhatian dari pemerintah dan masyarakat lokal. Penelitian ini mengangkat tiga
rumusan masalah, pertama bagaimana pemanfaatan ketiga bangunan bersejarah
sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar. Masalah kedua adalah tahap
perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar,
sehingga masalah ketiga diketahui strategi yang efektif untuk meningkatkan
ketiga bangunan bersejarah sebagai wisata warisan budaya. Teori yang digunakan
57
dalam penelitian ini adalah teori manajemen daya tarik wisata, siklus hidup
destinasi wisata dan pemasaran pariwisata yang dikombinasikan dengan
penjabaran konsep sehingga didapatkan temuan penelitian untuk menjawab ketiga
rumusan masalah.
Gambar 2.2 Model Penelitian
Wisata warisan budaya
di Kota Makassar
Konsep:
Bangunan Bersejarah
Wisata warisan budaya
Strategi
Daya Tarik Wisata
Fort Rotterdam
Museum Kota
Gedung Kesenian
Teori:
Manajemen Daya Tarik Wisata
Siklus Hidup Destinasi Wisata
Pemasaran Pariwisata
Keadaan Fisik dan
Pengelolaan bangunan
bersejarah
Fasilitas Penunjang
daya tarik wisata
Temuan Penelitian
Pemanfaatan Fort
Rotterdam, Museum Kota
dan Gedung Kesenian
sebagai wisata warisan
budaya
Tahap perkembangan
Fort Rotterdam, Museum
Kota dan Gedung
Kesenian sebagai wisata
warisan budaya
Strategi yang efektif
untuk meningkatkan
Fort Rotterdam,
Museum Kota dan
Gedung Kesenian
sebagai wisata warisan
budaya
58
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang mendeskripsikan objek
penelitian secara rinci dan mendalam dengan maksud mengembangkan konsep
atau pemahaman dari suatu gejala (Sandjaja dan Heriyanto, 2006:49). Data
diambil dari hasil observasi sistematik dan wawancara semi terstruktur kepada
informan kemudian hasil penelitian dijabarkan secara deskriptif untuk
mendapatkan jawaban dari rumusan masalah
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tiga bangunan bersejarah di Kota Makassar
yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian. Ketiga bangunan
bersejarah tersebut berlokasi tidak jauh satu satu sama lain karena dahulu kawasan
tersebut adalah pusat pemerintahan Belanda. Jarak tempuh dari fasilitas umum
seperti Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin sekitar 25 km, apabila
menggunakan kendaraan pribadi sekitar 45 menit perjalanan dan dari Pelabuhan
Soekarno Hatta sekitar 2 km. Lokasi ketiga bangunan sangat strategis karena
dekat dengan landmark Kota Makassar yaitu anjungan Pantai Losari. Pada
Gambar 3.1 merupakan lokasi Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung
Kesenian.
59
Gambar 3.1 Lokasi Fort Rotterdam, Gedung Kesenian dan Museum Kota Makassar
Sumber: https://maps.google.co.id/
Gedung Kesenian
Fort Rotterdam
Museum Kota
Anjungan Pantai Losari
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data kualitatif dan data
kuantitatif dan sumber data dibagi menjadi sumber data primer dan sekunder.
Data kualitatif dalam penelitian ini berupa hasil wawancara kegiatan renovasi
yang telah dilakukan pada ketiga bangunan, fasilitas yang dimiliki, bentuk
promosi yang telah dilaksanakan seperti brosur atau media eletronik untuk Fort
Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian.
Data kuantitatif adalah data yang didapatkan dari hasil perhitungan model
statistik untuk menyelesaikan suatu rumusan masalah (Sandjaja dan Heriyanto,
2006:54). Dalam penelitian ini, data kuantitatif adalah data jumlah wisatawan
60
Kota Makassar. Jumlah wisatawan yang mengunjungi Fort Rotterdam dan
Museum Kota, daftar benda-benda bersejarah di Museum Kota dan la galigo (Fort
Rotterdam) beserta jumlahnya, jumlah kamar di hotel berbintang Makassar.
Sumber data kualitatif dan kuantitatif diperoleh melalui informan yang dipilih
secara purposif. Informan merupakan pemerintah yaitu Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Kota
Makassar, Balai Pusat Statistik Kota Makassar, penhelola Museum Kota dan
Gedung Kesenian. Informasi lainnya berasal dari akademisi pariwisata dan Ujung
Pandang Heritage Society serta melalui studi kepustakaan tentang ketiga
bangunan bersejarah. Alasan pemilihan informan tersebut adalah karena memiliki
keterkaitan dengan kegiatan pemanfaatan, pengembangan dan pelestarian Fort
Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai gedung bersejarah serta
bagian dari wisata warisan budaya.
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
3.4.1 Teknik Observasi
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi sistematik.
Peneliti telah terlebih dahulu membuat dan mengatur kerangka yang memuat
faktor-faktor dari subyek penelitian berupa pemanfaatan, tahap perkembangan
Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian.
61
3.4.2 Teknik Wawancara
Metode wawancara di dalam penelitian ini adalah wawancara semi
terstruktur. Wawancara dimulai dengan isu bentuk pemanfaatan Fort Rotterdam,
Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya yang telah
dicakup dalam pedoman wawancara. Pedoman wawancara berfokus pada subyek
yang diteliti, tetapi dapat direvisi setelah wawancara karena ide yang baru muncul
belakangan tetapi harus tetap berpusat pada tujuan penelitian serta topik yang
telah dibuat. Penentuan informan di dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposif, yaitu sampling yang dilaksanakan pada cara ini berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu oleh peneliti (Sandjaja dan Heriyanto,
2006:183), adapun informan di dalam penelitian ini berjumlah sebelas orang dari
pihak pemerintah, organisasi warisan budaya, pengelola Museum Kota, seniman
dari Gedung Kesenian, himpunan pramuwisata dan akademisi pariwisata. Daftar
informan terdapat pada lampiran.
3.4.3 Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi yang dilakukan dengan menelusuri kondisi bangunan-
bangunan di dalam kompleks Fort Rotterdam serta Museum La Galigo, Museum
Kota dan Gedung Kesenian yang diabadikan dalam Gambar. Dokumentasi
dilaksanakan beberapa kali selama melaksanakan penelitian.
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Terdapat tiga jalur analisis data di dalam penelitian kualitatif, yaitu teknik
reduksi data, penyajian data dan proses penarikan kesimpulan (Miles dan
Huberman dalam Agusta, 1998:29). Pertama adalah teknik reduksi data
62
merupakan proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di
lapangan. Data berupa hasil observasi pada ketiga bangunan bersejarah dan
wawancara terhadap informan dikumpulkan dan dikelompokan untuk
memudahkan pemilihan data untuk menjawab rumusan masalah.
Teknik penyajian data adalah langkah selanjutnya dalam proses analisis data
yang telah didapatkan. Informasi atas rumusan masalah pemanfaatan yang
dijabarkan secara bertahap dari awal pembangunan hingga saat ini terhadap Fort
Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian, tahap perkembangan masing-
masing bangunan sebagai daya tarik wisata. Pembahasan tersebut disusun dalam
bentuk naratif dengan memperhatikan kenyataan yang terjadi di lapangan
kemudian disusun strategi yang efektif untuk meningkatkan Fort Rotterdam,
Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya.
3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis diuraikan dalam delapan bab secara naratif. Bab I berupa
pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah yang menjelaskan dasar dari
penelitian ini. Bab I juga memuat rumusan masalah yaitu bentuk pemanfaatan,
dan tahap perkembangan bangunan bersejarah yang dikembangkan menjadi
strategi yang efektif untuk meningkatkan ketiga bangunan bersejarah sebagai
wisata warisan budaya serta tujuan dan manfaat penelitian.
Pada bab II terdiri dari kajian pustaka yang menguraikan penelitian
sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian saat ini, dilanjutkan
dengan konsep, teori serta model penelitian. Bab III merupakan metode penelitian
63
yang menjelaskan pendekatan penelitian ini secara kualitatif serta lokasi penelitian
yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar serta
pendekatan penelitian. Jenis data yaitu data kualitatif dan kuantitatif juga metode
pengumpulan serta metode analisis data.
Bab IV menguraikan sejarah, geografis, perkembangan ekonomi dan
pariwisata Kota Makassar. Sejarah, konstruksi bangunan Fort Rotterdam,
Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai daya tarik wisata. Bab V
menjelaskan pembahasan tentang pemanfaatan ketiga bangunan sejarah yang
diuraikan melalui perspektif ruang, waktu dan sosial budaya. Bab VI diuraikan
tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian.
Dijelaskan pada bab VII strategi yang efektif untuk memajukan Fort Rotterdam,
Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya. Pada bab
VIII merupakan simpulan serta saran.
64
BAB IV
KOTA MAKASSAR
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Bagian ini menguraikan Gambaran umum Kota Makassar serta lokasi
penelitian yaitu Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian. Uraian ini
dimaksudkan untuk menjabarkan sejarah Kota Makassar dan perkembangannya
yang sangat berhubungan dengan keberadaan Fort Rotterdam, Museum Kota dan
Gedung Kesenian. Ketiga bangunan juga sebagai lokasi penelitian diuraikan
masing-masing sejarah, konstruksi bangunan dan fungsi banguanan sebagai daya
tarik wisata saat ini.
4.1 Sejarah Kota Makassar
Keberadaan Kota Makassar saat ini sebagai salah satu kota besar di Indonesia
tidak terlepas dari sejarah panjang masa pemerintahan Kerajaan Majapahit yang
telah memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke timur Indonesia. Hal tersebut
tertulis dalam buku Negarakartagama karangan Mpu Prapanca dinyatakan bahwa
Selawesi Selatan merupakan daerah taklukan keenam Kerajaan Majapahit. Pada
masa itu yaitu sekitar abad ke VI sampai dengan abad ke 15 Makassar belum
dipimpin oleh kerajaan kembar Gowa Tallo. Nama Kota Makassar belum lahir
akan tetapi yang tercatat adalah Suku Makassar, lebih lanjut dalam buku
Negarakartagama wilayah Makassar berada di daerah pesisir yang kemudian saat
ini bernama Kota Makassar. Buku tersebut juga menggambarkan bahwa wilayah
65
Makassar dihuni oleh jiwa-jiwa yang bersemangat, peramu dan pemburu yang
pantang mundur dan mampu menghadapi tantangan berat sekalipun.
Sejarah keberadaan nama Kota Makassar memiliki banyak versi cerita yang
berkembang dari tulisan-tulisan ahli sejarah. Salah satu legenda yang berkembang
pada suku bugis yang ditulis oleh Koro (2005, dalam Tika dkk, 2013:1-2) bahwa
dulunya adalah seorang Raja yang memiliki dua orang anak tapi kedua anak lelaki
tersebut memiliki sifat yang berbeda. Anak pertama memiliki sifat kasar
kemudian diberi nama Makkasara sedangkan anak kedua yang memiliki sifat
lemah lebut atau ugi kemudian diberi nama Maugi kemudian berkembang menjadi
suku bugis. Anak pertama yaitu I Makkasara dan Maugi lari ke daerah utara
Sulawesi Selatan yang kemudian anak cucunya berkembang menjadi suatu
komunitas yang cukup besar. Kemudian keturunannya mengabadikan nama nenek
moyangnya masing-masing menjadi makassar dan bugis dan dari legenda tersebut
lahir suku makassar dan bugis yang berasal dari satu rumpun.
Legenda lain menyebutkan bahwa agama Islam masuk ke kerajaan Gowa
yang disebarkan oleh orang-orang melayu. Ketika raja Gowa XIV Manga‟rangi
Daeang Manrabbia yang bergelar Sultan Alauddin bersama mengkubuminya I
Mallingkaan Daeng Nyonri Sultan Awwalul Islam atau yang dikenal sebagai
Karaeng Matowaya (1593-1639) memproklamirkan Islam sebagai agama
kerajaan. Saat itu, timbul istilah Makkasaraki Nabiya ri Butta Gowa yang artinya
semakin berkembang atau nyatalah ajaran Nabi Muhammad SAW (agama Islam)
di bumi kerajaan Gowa. Kata Makkasaraki Nabiya ri Butta Gowa awal
munculnya nama Makassar.
66
Kedatangan bangsa Portugis di Makassar pada tahun 1511 setelah
mengusai wilayah Ternate karena mendengar adanya tambang emas di Pulau
Makassar. Jendral Portugis Alfonso Albuquerque melakukan ekspedisi ke Pulau
Makassar yang kemudian singgah di Manado dan menyangka Manado sebagai
Makassar. Masa keemasan kerajaan Makassar (Gowa Tallo) terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Malikussaid dengan mangkunbuminya I Mangadacinna
Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang. Saat itu Makassar menjadi kota dunia
karena telah banyak berdiri kantor perwakilan dagang berbagai negara diantaranya
Inggris, Denmark, Portugis, Cina, Belanda dan beberapa negara lainnya. Belanda
menginginkan hak monopoli perdagangan sehingga dengan berbagai cara
membujuk raja Gowa akan tetapi selalu ditolak. Puncak pertentangan Belanda dan
Gowa pecah pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin yang dikenal sebagai
perang Makassar. Belanda kemudian menerapkan politik adu domba antara
kerajaan Gowa dan kerajaan Bone yang dipimpin oleh Aru Palakka. Pada masa itu
walaupun kerajaan Gowa memiliki persenjataan yang lengkap dan prajurit yang
gagah berani tetapi Sultan Hasanuddin akhirnya dikalahkan oleh bangsanya
sendiri. Kemenangan kerajaan Bone ditandai dengan peledakan benteng induk
somba opu yang akhirnya memaksa Sultan Hasanuddin menandatangani
perjanjian bungaya pada tanggal 18 November 1667.
Perjanjian Bungaya menjadikan Belanda sebagai pemegang otoritas dari
perdagangan dan pemerintahan di Makassar. Salah satu dari isi perjanjian tersebut
adalah menghancurkan benteng-benteng di Makassar kecuali benteng Ujung
Pandang. Belanda tidak menghancurkan benteng tersebut adalah karena letak
67
benteng Ujung Pandang yang strategis berada di tepi laut kemudian
menjadikannya sebagai tempat tinggal. Benteng Ujung pandang atau dikenal
dengan nama benteng panyua karena bentuknya yang menyerupai penyu diubah
namanya oleh Speelman menjadi Fort Rotterdam yang diambil dari nama kota
kelahirannya di Belanda. Belanda terus berkuasa di tanah Makassar serta
membangun banyak gedung untuk kepentingan pemerintahan Belanda. Bangsa
Jepang datang pada tahun 1942 dan merebut kekuasaan pemerintahan di Indonesia
termasuk di Makassar sampai dengan tahun 1945.
Kemerdekaan yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak
lantas membawa kebebasan bagi masyarakat Indonesia. Belanda yang membawa
tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) berusaha menjajah
Indonesia kembali. Perlawanan dari bangsa Indonesia di masing-masing daerah
akhirnya dapat mengusir Belanda dari tanah air. Makassar setelah penjajahan di
bawah pemerintah Indonesia ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II di Sulawesi
Selatan melalui Undang-undang nomor 9 tahun 1959. Pada tahun 1971 nama Kota
Makassar berubah menjadi Ujung Pandang, menyebabkan banyak kekecewaan
bagi budayawan, sejarawan serta masyarakat. Perjuangan untuk mengembalikan
nama Makassar melalui seminar, jurnal dan tulisan di media massa akhirnya
membuahkan hasil. Pada tanggal 13 Oktober 1999, Presiden B.J Habibie
mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang pengembalian nama Makassar
sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (Tika, 2013: 17-18 )
68
4.1.1 Letak Geografis Kota Makassar
Kota Makassar terletak di wilayah Sulawesi selatan dan merupakan ibukota
dari Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah Kota Makassar berada koordinat 119
derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang
bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kota Makassar merupakan
daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0 - 5 derajat ke arah barat, diapit dua
muara sungai yakni Sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan Sungai
Jeneberang yang bermuara di selatan kota6. Luas wilayah daratan kota Makassar
seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 km2
dan termasuk 11 pulau di selat
Makassar. Wilayah Kota Makasar berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah
barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di
sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan. Jumlah kecamatan di kota
Makassar sebanyak 14 kecamatan dan memiliki 143 kelurahan. Jumlah penduduk
di Kota Makassar pada tahun 2013 sebanyak 1.387.302 jiwa. Jumlah penduduk
tersebut belum termasuk penduduk pendatang yang belum tercatat secara
administratif di daerah pinngiran Kota Makassar. Peningkatan jumlah penduduk
dalam kurun waktu 4 tahun sebesar 9,24%7.
Iklim di Kota Makassar terdiri dari musim hujan dan kemarau seperti wilayah
lainnya di Indonesia. Kota Makassar berada pada daerah khatulistiwa maka suhu
udara berkisar antara 20º C - 36º C dengan curah hujan antara 2.000 - 3.000 mm,
6Anonim. 2011. Geografis Makassar. [diunduh 1 Februari 2014]. Sumber: URL:
http://bahasa.makassarkota.go.id/index.php/article/85-tentang-makassar/85-geografis-makassar.
7Anonim. 2014. Waspadai Ledakan Penduduk. [diunduh 02 April]. Sumber: URL:
http://www.fajar.co.id/kotadunia/3162146_6443.html
69
dan jumlah hari hujan rata-rata 108 hari pertahun. Musim hujan rata-rata
berlangsung dari bulan Oktober sampai April yang dipengaruhi muson barat dan
musim kemarau rata-rata berlangsung dari bulan Mei sampai dengan September
yang dipengaruhi angin muson.
4.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar
Makassar tidak lagi hanya menjadi pusat perdagangan bagi kota-kota di
kawasan Indonesia timur tetapi menjelma menjadi salah satu kota metropolitan.
Hal tersebut ditandai dengan pesatnya pembangunan pusat perdagangan,
perbelanjaan, pergudangan, industri makanan serta usaha kecil lainnya.
Perkembangan ekonomi di Kota Makassar pada pada Tabel 4.1 menjelaskan laju
pertumbuhan ekonomi Kota Makassar berdasarkan PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto dalam Milyar) atas dasar harga konstan selama periode 2001-
2010.
Tabel 4.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar Berdasarkan PDRB Harga
Konstan Tahun 2001-2010
Tahun PDRB Pertumbuhan Ekonomi (%)
2001 7.633.906.000 -
2002 8.178.880.000 7,14
2003 8.882.256.000 8,60
2004 9.785.333.000 10,17
2005 10.492.540.000 7,23
2006 11.341.848.000 8,09
2007 12.261.538.000 8,11
2008 13.561.827.000 10,52
2009 14.798.187.000 9,20
2010 16.252.451.000 9,83
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), Makassar dalam Angka berbagai edisi
70
Diperoleh Gambaran umum pertumbuhan ekonomi yang dicapai di Kota
Makassar melalui Tabel 4.1 selama periode tahun 2001-2010. Pada tahun 2001
dan tahun 2002 PDRB meningkat dari 7,6 miliar meningkat menjadi 8.1 miliar
dengan persentase pertumbuhan ekonomi sebesar 7,14%. Pada tahun-tahun
berikutnya pertumbuhan ekonomi di Kota Makassar terus mengalami peningkatan
dengan persentase tertinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar 10,52%. Penurunan
persentase pertumbuhan ekonomi terjadi pada tahun 2005 sebesar 7,23%.
Pemberitaan media massa tentang aksi anarkis mahasiswa atau oknum yang tidak
bertanggung jawab tidak lantas menghentikan kepercayaan investor untuk
berinvestasi di Kota Makassar.
Berbagai sektor industri banyak bermunculan meliputi industri makanan,
minuman, tekstil, dan olahan kayu serta industri lainnya. Peningkatan juga terjadi
pada sektor perhubungan berupa semakin banyaknya usaha penyedia transportasi
umum (bus) yang melayani perjalanan antar kabupaten sampai dengan Provinsi
Sulawesi Barat. Sektor perhubungan ini juga meliputi meningkatnya sarana
pelabuhan bongkar muat. Pusat perbelanjaan merupakan salah satu usaha yang
semakin menjamur. Pembangunan pusat perbelanjaan mall yang di dalamnya
terdiri dari fasilitas seperti toko pakaian, tas, jam tangan, alat olahraga, bioskop
dan restoran cepat saji serta pusat jajanan. Hal tersebut merupakan salah satu
bukti dari peningkatan permintaan masyarakat terhadap suatu produk. Industri
pariwisata juga semakin meningkat dengan dibukanya penerbangan internasional
dari Malaysia dan Singapura ke Kota Makassar. Semakin banyaknya jumlah biro
perjalanan wisata dan pembangunan hotel yang berlokasi di depan Pantai Losari
71
semakin banyak. Pada Tabel 4.2 adalah daftar dan jumlah kamar pada 17 hotel
berbintang di Kota Makassar.
Tabel 4.2
Daftar dan Jumlah Kamar Hotel Berbintang di Kota Makassar
No Hotel Klasifikasi Jumlah Kamar
1 Hotel Imperial Aryaduta ***** 224
2 Hotel Quality Plaza *** 90
3 Hotel Makassar Golden ** 60
4 Hotel Pantai Gapura *** 64
5 Hotel Kenari *** 64
6 Hotel Banua *** 87
7 Hotel Clarion ***** 400
8 Hotel Sahid Jaya **** 220
9 Hotel Singgasana *** 193
10 Hotel Aston *** 177
11 Hotel Mercure *** 72
12 Hotel Santika *** 108
13 Hotel Swiss Belinn *** 183
14 Hotel Fave *** 141
15 Hotel Colonial *** 57
16 Hotel Best Western Makassar *** 162
17 Hotel Amaris *** 94
TOTAL 2.396
Sumber: www.booking.com. Diunduh 8 Februari 2014
Jumlah ketersediaan kamar pada 17 hotel berbintang saat ini di Kota
Makassar pada tahun 2014 sebanyak 2.396 kamar apabila dibandingkan dengan
jumlah ketersediaan kamar hotel di Kota Makassar pada tahun 2010 sebanyak
3.661 yang berarti terjadi peningkatan 11% selama kurun waktu hampir 4 tahun.
Pesatnya peningkatan pembangunan hotel di Kota Makassar merupakan potensi
yang dimiliki Makassar sebagai destinasi wisata kota di Indonesia. Adapun
jumlah perhitungan kamar yang terjual selama periode 2012-2013 pada Tabel 4.3
72
Tabel 4.3
Tingkat Hunian Kamar Hotel di Kota Makassar
Tahun 2012-2013
Sumber: Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar. 2014
Berdasarkan jenis hotel sesuai dengan bintang, maka hotel berbintang empat
pada tahun 2012 menjadi pilihan oleh wisatawan, sebanyak 242.931 kamar
terjual. Pada tahun 2013 jumlah kamar yang terjual pada hotel bintang lima,
empat dan melati mengalami penurunan. Pada tahun 2012 hotel bintang lima
terjual 126.057 kamar sedangkan tahun 2013 terjual 122.057 kamar terjadi
penurunan sebesar 0,03%. Pada hotel bintang 1 dan 2 mengalami kenaikan
sebesar 0,04%. Penurunan yang terjadi terhadap tingkat hunian kamar dari tahun
2012 ke tahun 2013 salah satu penyebabnya adalah peningkatan jumlah hotel
dalam satu tahun sebesar 65% sedangkan tingkat hunian kamar hanya tidak
mengalami banyak peningkatan. Alasan pembangunan hotel yang meningkat
adalah untuk menyambut Kota Makassar sebagai Kota MICE akan tetapi pada
kenyataannya event berskala nasional dan internasional dilaksanakan pada waktu
tertentu sedangkan hunian kamar harus dipenuhi setiap harinya.
Tipe Hotel berdasarkan
bintang 2012 2013 Satuan
Hotel bintang 5 126.592 122.057 Kamar/malam
Hotel bintang 4 242.931 233.654 Kamar/malam
Hotel bintang 3 159.130 149.328 Kamar/malam
Hotel bintang 1 & 2 110.509 115.598 Kamar/malam
Hotel melati 50.529 52.703 Kamar/malam
Jumlah 689.691 673.340 Kamar/malam
73
4.1.3 Visi dan Misi Kota Makassar
Visi Kota Makassar disusun dengan memperhatikan kewenangan otonomi
daerah serta merujuk pada visi jangka panjang Kota Makassar tahun 2005-2025.
Maka ditetapkan visi Kota Makassar sebagai “kota dunia berlandaskan kearifan
lokal (Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin, 2008:3). Lebih lanjut
disampaikan oleh Walikota Makassar bahwa Penyusunan visi tersebut oleh karena
terinspirasi oleh kejayaan Kota Makassar di masa lalu sehingga untuk
membangun Kota Makassar dibutuhkan pembangunan yang berkarakter. Adapun
beberapa kriteria pembangunan berkarakter antara lain: (1) perlakukan
pembangunan sesuai kebutuhan (2) mempergunakan potensi lokal (3) fokus dan
penyelesaian masalah (4) terintegrasi (5) memiliki nilai pragmatis dan filosofis.
Berdasarkan Visi Kota Makassar maka dirumuskan Misi Kota Makassar.
Adapun misi tersebut adalah:) Tahun 2009
1. Mewujudkan kota bermartabat
2. Mewujudkan warga kota yang sehat, terdidik, produktif dan berdaya saing.
3. Mewujudkan warga kota yang demokratis berlandaskan hukum
4. Mewujudkan Makassar kota aman, lestari, maju dan kuat berbasis
kemaritiman
5. Mewujudkan Kota Makassar yang berperan penting dalam dunia
internasional yang berkarakter dalam dunia perniagaan, barang, jasa,
industri, konvensi dan pendidikan.
Melalui sejarah tersebut pula lambang Kota Makassar dibuat yang mewakili
sejarah, budaya dan falsafah masyarakat Makassar. Lambang Kota Makassar pada
74
Gambar 4.1 Lambang Kota Makassar saat ini.
Sumber: .http:// http://bahasa.makassarkota.go.id Gambar 4.2 Lambang Kota Makassar 1932-1952
Sumber: .http:// http://bahasa.makassarkota.go.id
Gambar 4.1 terdiri atas enam bagian, pertama adalah perisai putih sebagai dasar
melambangkan kesucian. Lambang kedua adalah perahu yang memiliki lima layar
yang sedang terkembang melambangkan bahwa Kota Makassar sejak dahulu kala
adalah salah satu pusat pelayaran di Indonesia. Lambang ketiga merupakan buah
padi dan kelapa mengartikan kemakmuran. Benteng yang terbayang di belakang
perisai merupakan lambang keempat yang menegaskan kejayaan Kota Makassar.
Warna merah, putih dan jingga disepanjang tepi perisai melambangkan kesatuan
dan kebesaran bangsa Indonesia. Tulisan “sekali layar terkembang, pantang biduk
surut ke pantai mengartikan semangat kepribadian yang pantang mundur.
4.1.4 Pariwisata Kota Makassar
Makassar dahulu dikenal sebagai kota maritim dan merupakan pintu masuk
bagi kota-kota di Indonesia Timur. Pemerintah Kota Makassar bermaksud
mengubah cara pandang tersebut menjadi Kota Makassar sebagai the family room
of Indonesia atau ruang keluarga Indonesia. Kota Makassar tidak hanya sebagai
pusat transit bagi kota-kota lain di Indonesia timur lebih dari itu Kota Makassar
dapat menjadi sebagai tempat yang aman tenteram, damai sangat kondusif sebagai
tempat tinggal dan berinvestasi serta melakukan berbagai aktivitas dan khususnya
75
Gambar 4.3 Bandara Sultan Hasanuddin dan Trans Mall Makassar
Sumber: http://static.panoramio.com/photos/large/28511848.jpg
http://www.transstudioworld.com/images/ilus-ext.jpg
pariwisata. Pengembangan pariwisata di Kota Makassar kenyataannya baru
beberapa tahun mulai dikembangkan. Pembangunan bandara internasional Sultan
Hasanuddin merupakan salah satu bukti dari keseriusan pemerintah untuk
menjadikan Makassar sebagai salah satu destinasi wisata utama di Indonesia.
Pembangunan hotel, pusat perbelanjaan, taman bermain merupakan bukti nyata
bahwa investor melihat peluang Kota Makassar sebagai tujuan wisata.
Aksesibilitas dari kota-kota besar di Indonesia merupakan salah satu faktor
yang mampu meningkatkan jumlah wisatawan. Penerbangan dari Jakarta dengan
tujuan Makassar dapat menggunakan berbagai pilihan maskapai penerbangan
yang sesuai dengan daya beli masyarakat. Maskapai penerbangan dengan rute ke
Makassar antara lain Garuda Indonesia, Lion Air, Express Air, Sriwijaya Air dan
Citilink. Penerbangan internasional yang beroperasi langsung dari bandara Sultan
76
Hasanuddin saat ini baru rute Makassar-Kuala Lumpur oleh Indonesia Air Asia
dan Silk Airlines dengan rute Makassar-Singapura8
Pintu masuk melalui pelabuhan laut mulai tahun 2010 di Kota Makassar telah
mulai disinggahi oleh kapal pesiar. Pada tahun 2009-2014 kapal pesiar Costa
Allegra yang mampu menampung 753 pemumpang dan sekitar 453 kru kapal
berlabuh sebanyak 12 kali mulai bulan September sampai dengan bulan April.
Kemudian pada tahun 2010-2014 beberapa kapal pesiar yang singgah di
pelabuhan Soekarno Hatta yaitu MV Costa Romantica, MV Orion II, MV
Volendam, MV Artemis. Aksesibilitas melalui kapal pelni dengan tujuan Kota
Makassar saat ini belum banyak dipergunakan sebagai transportasi bagi wisata ke
Kota Makassar karena terbatasnya fasilitas serta lamanya waktu tempuh
perjalanan.
Pelayanan transportasi umum untuk wisatawan di dalam Kota Makassar
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar telah berkerjasama dengan
penyedia jasa taksi bosowa. Taksi bosowa akan dilengkapi oleh flyer peta Kota
Makassar yang di dalamnya terdapat daftar lokasi wisata yang menarik baik
wisata sejarah maupun wisata kulinernya sangat beranekaragam9. Transportasi
umum lainnya yang ada di Kota Makassar yaitu pete-pete (angkutan umum) yang
melayani berbagai rute hampir seluruh wilayah Kota Makassar, becak, bentor
(becak motor) untuk perjalanan jarak dekat. Becak adalah salah satu angkutan
8Anonim. 2013. Penerbangan Makassar ke Singapura Februari. [diunduh 6 Februari 2014].
Sumber: URL: http://www.skyscanner.co.id/transportasi/penerbangan/upg/sin
9Radityo Yulia. 2013. Pemkot Makassar Gandeng Taksi Bosowa. [diunduh 5 Februari 2014].
Sumber: URL: http://infomoneter.com/pemkot-makassar-gandeng-taksi-bosowa.
77
tradisional yang biasa digunakan wisatawan asing akan tetapi karena kurang
pemahaman bahasa yang digunakan maka seringkali terjadi perbedaan pendapat
masalah harga dan rute perjalanan. Meningkatnya jumlah transportasi ke
Makassar membawa peningkatan terhadap jumlah wisatawan di Kota Makassar.
Tabel 4.4 menjabarkan jumlah wisatawan tahun 2012-2013.
Tabel 4.4
Angka Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara
Kota Makassar Melalui Bandar Udara dan Pelabuhan Laut 2012 – 2013
No Keterangan Tahun
Satuan 2012 2013
1
Jumlah Wisatawan Kota Makassar melalui
Pintu Masuk Bandara Sultan Hasanuddin
Mancanegara 57.836 46.121 orang
Domestik 3.361.671 3.123.274 orang
2
Jumlah Wisatawan Kota Makassar melalui
pintu masuk Pelabuhan Soekarno Hatta
Mancanegara
Domestik 289.377 266.964 orang
Sumber: Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar, 2014
Jumlah wisatawan pada Tabel 4.4 diambil melalui pintu masuk bandara dan
pelabuhan dengan tujuan bahwa tidak ada wisatawan yang tidak terhitung.
Wisatawan nusantara merupakan wisatawan yang mayoritas berkunjung ke Kota
Makassar pada tahun 2012 sebanyak 3.361.671 orang, pada tahun 2013
mengalami penurunan walaupun tidak begitu signifikan sebanyak 3.123.274
orang. Wisawatan nusantara tersebut datang dengan berbagai tujuan tidak hanya
untuk berwisata akan tetapi pada awalnya untuk tujuan bisnis seperti pertemuan,
konfrensi kemudian dikombinasikan dengan kegiatan wisata. Wisatawan
mancanegara yang berjumlah 57.836 orang pada tahun 2012 turut mengalami
78
Gambar 4.4 Hotel Imperial Aryaduta dan Restoran Jepang di Makassar
Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-UsKQHIg500c/UPEQCnh-III/AAAAAAAAROc.jpg
penurunan pada tahun 2013 sebanyak 46.121. Penurunan jumlah wisatawan
domestik dapat dikarenakan event yang diadakan dengan skala nasional dan
internasional juga telah berkurang.
Keberadaan fasilitas hotel yang saat ini mencapai 180 buah (Badan Pusat
Statistik, 2013:227) juga disertai dengan meningkatnya bisnis kuliner.
Perkembangan bisnis kuliner di Kota Makassar tidak hanya berupa makanan
Indonesia tetapi sajian kuliner internasional semakin menjamur. Berbagai sudut
kawasan Kota Makassar dibangun restoran mulai dari masakan western, Jepang,
Korea serta perkembangan warung kopi (warkop) dengan fasilitas wi-fi sampai
dengan kafe yang memiliki konsep pelayanan seperti starbucks. Perkembangan
bisnis kuliner di Makassar mengisnpirasi media “Makassar Terkini” mengadakan
Makassar most favourite culinary award setiap tahunnya.
Kuliner tradisional Kota Makassar juga tidak kalah kreatif untuk menarik
pengunjung. Pisang epe merupakan jajanan khas Kota Makassar terbuat dari
pisang yang dibakar dan dipipihkan kemudian dicampur dengan gula merah cair
serta dapat dicampur dengan coklat, keju atau durian. Penjual pisang epe banyak
79
ditemukan sepanjang jalan Pantai Losari. Penelitian Arsyad (2013) menyatakan
bahwa banyak dari penjual pisang epe di Pantai Losari adalah pendatang dari desa
ke Makassar untuk berjualan pisang epe. Kondisi yang dihadapi bahwa dengan
tingkat pendidikan yang rendah dengan penghasilan sebagai penjual pisang epe
telah mampu memenuhi kondisi pangan, pakaian, tempat tinggal dan air bersih.
Fasilitas-fasilitas yang menunjang kehadiran pariwisata di Kota Makassar
disiapkan dalam bentuk yang modern. Makassar masih kekurangan daya tarik
wisata kota yang mewakili kesenian, kebudayaan suku bugis makassar. Salah satu
contoh adalah Kota Bandung yang memiliki Saung Angklung Udjo (SAU)
merupakan pertunjukan angklung paling terkenal di Kota Bandung. SAU
menyajikan pertunjukan musik dengan alat musik tradisional Jawa Barat.
Makassar juga memiliki kesenian dan alat musik tradisional yang dapat dibuat
dalam suatu pertunjukan sehingga kesenian tersebut dapat dikenal oleh generasi
muda.
4.2 Sejarah Fort Rotterdam
Benteng Ujung Pandang atau yang saat ini dikenal sebagai Fort Rotterdam
merupakan lambang kemegahan dan kejayaan Raja Gowa pada abad ke 16 dan 17.
Benteng Ujung Pandang pembuatannya dirintis oleh Raja Gowa IX Tumaparisi
Kalonna yang kemudian diselesaikan oleh Raja Gowa X Tunipalangga Ulaweng
pada tahun 1545. Benteng Ujung Pandang memiliki beberapa nama yang
diberikan dari masa ke masa. Benteng panyua diberikan oleh rakyat Gowa karena
bentuk benteng Ujung Pandang yang menyerupai penyu yang sedang merayap
turun ke laut. Bentuk penyu tersebut mengandung makna tentang cita-cita
80
kerajaan Gowa yang ingin memegang hegemoni baik di darat dan di laut. Cita-cita
tersebut mulai diwujudkan melalui usaha Raja Gowa IX Tumaparisi Kalonna dan
Raja Gowa ke XI Manriwa Gau Daeng Bonto Karaeng Tinupalangga yang
menguasai hampir seluruh daratan Pulau Sulawesi.
Nama Fort Rotterdam diberikan kepada benteng Ujung Pandang ketika
benteng ini dikuasai oleh pihak Belanda. Setelah ditandatanganinya perjanjian
bungaya yang merupakan perjanjian perdamaian antara Belanda dan kerajaan
Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin pada tanggal 18 November 1667
pada pasal 11 menyebutkan bahwa “benteng ujung pandang harus diserahkan
kepada kompeni dalam keadaan baik bersama dengan desa dan tanah yang
menjadi wilayahnya”10
.
Kota Rotterdam dipilih karena merupakan kota kelahiran dari Cornelius
Speelman yang berhasil menaklukan kekuasaan kerajaan Gowa di Sulawesi. Fort
Rotterdam dijadikan pusat kegiatan pemerintahan, militer dan kegiatan Belanda.
Pada awal dibangun bahan dasar dari benteng ini hanya berupa tanah liat setelah
itu dipugar oleh Sultan Alauddin dengan memasang batu sendimen dan batu
merah untuk memperkuat bangunan dan menambah arsitektur Makassar.
Cornelius Speelman yang diangkat sebagai gubernur mengubah secara total
seluruh bangunan benteng. Pemugaran yang dilakukan Belanda terhadap bagian
dalam benteng berjalan lambat yaitu selama kurang lebih 10 tahun disebabkan
perang yang terus menerus. Fort Rotterdam selesai dipugar baru pada tahun 1677
dan bangunan kediaman gubernur baru berdiri pada tahun 1686. Masa penjajahan
10
Al Maruzy Amir. 2010. Isi Perjanjian Bungaya. [diunduh 9 Februari. 2014]. Sumber: URL:
http://www.katailmu.com/2010/10/isi-lengkap-perjanjian-bungaya-i.html.
81
Jepang tahun 1942 Fort Rotterdam juga tidak luput dari pemugaran. Perang antara
Jepang dan Belanda mengakibatkan rusaknya sebagian besar bangunan. Jepang
menambahkan gedung berlantai satu di dalam benteng pada bagian selatan yaitu
Bastion Mandarsyah dengan arsitektur Eropa (Masdoeki dkk, 1986:2-4).
4.2.1 Konstruksi Bangunan Fort Rotterdam
Fort Rotterdam memiliki dua gerbang terdapat di sebelah barat menghadap
ke laut dan pintu kecil terdapat di sebelah timur. Fort Rotterdam terdapat lima
buah sudut yang disebut dengan bastion. Kelima sudut tersebut adalah (1) bastion
bone terletak di sebelah barat yang merupakan kepala penyu (2) bastion bacan
yang terletak di sudut barat daya yang merupakan kaki depan kiri penyu (3)
bastion buton berada di barat laut benteng atau kaki kanan depan penyu (4)
bastion mandarsyah berada di sudut timur laut atau kaki belakang kanan penyu
(5) bastion amboina yang terletak di sudut tenggara atau kaki kiri belakang penyu.
Bastion merupakan dinding yang lebih tinggi dari dinding lainnya dengan
tebal sekitar 2 meter. Jalan dibuat menanjak yang disusun dari batu padas atau
batu bata merah bertujuan untuk menarik atau menurunkan meriam. Bastion
bacan dan mandarsyah adalah bastion ruang terbuka sehingga tidak dihubungkan
dengan dinding. Terdapat 16 buah bangunan di dalam Fort Rotterdam, 15 dari
bangunannya adalah peninggalan Belanda dan 1 bangunan peninggalan Jepang
dengan arsitektur Belanda. Luas areal keseluruhan dari Fort Rotterdam sekitar
28.595,55 meter persegi. Masing-masing pada sisi benteng tidak memiliki ukuran
yang sama karena pada saat dibangun disesuaikan dengan kebutuhan pertahanan.
Dinding bagian barat panjangnya 225 meter, bagian utara panjangnya 164,2
82
meter, dinding bagian timur panjangnya 193,2 meter dan sebelah selatan yaitu
jarak antara bastion amboina dan bacan 153,35 meter.
Konstruksi bangunan dari Fort Rotterdam merupakan batu padas yang
memiliki ukuran yang berbeda. Batu yang paling besar memiliki panjang sekitar
62 cm sedangkan yang terkecil memiliki panjang 44 cm. Proses pembangunan
Fort Rotterdam pada masa Belanda berlangsung cukup lama. Pembangunan awal
dimulai dengan cara timbun yaitu bagian dalam terlebih dahulu diberi batu karang
dan tanah. Kemudian ditutup menggunakan balok-balok batu padas hingga rapi
dan disatukan dengan menggunakan campuran semen kapur dan pasir. Ditemukan
sejumlah batu-bata dengan berbagai ukuran sebagai bahan tambahan untuk
pembuatan dinding.
Bangunan yang pertama didirikan oleh Belanda adalah bangunan yang
berada di tengah yang dulunya adalah sebuah gereja. Kemudian dibangun gedung-
gedung lain berlantai 2 dan 3. Proses pembangunan yang tidak menggunakan
trasram menyebabkan perembesan air pada dinding sehingga mempercepat
kerusakan bangunan. Fort Rotterdam dibangun dengan arsitektur Eropa yang
mengadopsi gaya gotik dari abad XVII dengan ciri pilar teras bundar dan kastel.
Beberapa pintu dan jendela tinggi yang melengkung bagian atasnya merupakan
ciri bangunan Belanda di Indonesia pada masa itu (Masdoeki, 1986:16-20).
Fort Rotterdam saat ini telah berkembang menjadi daya tarik wisata dan
Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar menempati beberapa gedung sebagai
perkantoran dan juga museum. Pada Gambar 4.5 dijabarkan fungsi masing-
masing bangunan di dalam kompleks Fort Rotterdam saat ini.
83
Kode huruf alfabet pada bangunan di Fort Rotterdam menjelaskan fungsi
bangunan saat ini. Bangunan dengan kode A menujukkan gerbang barat yang
merupakan bagian kepala penyu. Beberapa dokumen menyebutkan bahwa pintu
masuk sebelah barat dulunya terdiri dari tiga gerbang sedangkan saat ini hanya
ada dua gerbang dan di sebelah kiri sebelum memasuki kompoleks Fort
Rotterdam terdapat pos penjagaan yang mengambil data pengunjung setiap
harinya.
Gambar Bangunan yang ditandai dengan huruf B pada Gambar 4.5 dulunya
tempat perwakilan dagang dan bagian bawah berfungsi sebagai sel. Saat ini
sebagian bangunan tersebut telah hancur dan yang tersisa saat ini adalah penjara
yang difungsikan sebagai kantin dan tempat berkumpulnya polisi pariwisata serta
Keterangan:
A: Pintu Masuk sebelah Barat
B: Pos Jaga
C: Gedung Dewan Kesenian Makassar
D: Museum La Galigo
E: Kantor BPCB Makassar
F: Gedung Laboratorium koleksi Museum La
Galigo
G: Gedung Sekretariat Kesultanan Tallo
H: Penginapan
I: Gedung Pengelolaan Teknis Permuseuman dan
Musallah
J: Kantor dan Perpustakaan BPCB Makassar
K: Kantor Kepala BPCB Makassar
L: Gudang dan Bengkel Peralatan Taman BPCB
Makassar
M: Museum La Galigo
N: Kantor Pengelola Museum La Galigo
O: Kantor Pengelola Museum La Galigo dan Ruang
Pamer BPCB Makassar
P: Aula
Gambar 4.5 Gambar Kompleks Fort Rotterdam saat ini
Sumber: Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. 2012
84
Gambar 4.6 Gerbang Fort Rotterdam dahulu dan saat ini
Sumber: Ujung Pandang Heritage Society dan Balai Pelestarian Cagar Budaya
anggota HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia). Bangunan yang telah hancur
tidak dilakukan renovasi karena bangunan tersebut tidak memiliki dokumentasi
sehingga tidak memungkinkan di revitalisasi.
Bangunan C pada Gambar Gambar 4.5 terletak di sebelah selatan dekat
dengan pintu gerbang bagian barat. Bangunan digunakan oleh Dewan Kesenian
Makassar sebagai tempat berlatih dan berkumpul. Bangunan dengan luas 495 m2
dahulu ditempati oleh tamu-tamu Belanda dari kerajaan Buton. Gedung
selanjutnya adalah gedung dengan kode D yang sekarang berfungsi sebagai
Museum La Galigo. Bangunan yang dipergunakan sebagai Museum La Galigo
adalah gedung kode D dan M. Dahulu gedung ini di bagian belakang merupakan
rumah sakit bagi orang Belanda kemudian dirubah fungsinya sebagai wisma
tentara. Bagian depan gedung ini sebagai tempat tinggal Cornelius Speelman,
bagian depan dan belakang dihubungkan oleh selasar. Pada tahun 1938 didirikan
sebuah museum di bekas tempat tinggal Cornelius Speelman yang bernama
Celebes Museum merupakan asal muasal dari Museum La Galigo saat ini.
85
Gambar 4.7 Bagian Barat (Pintu Masuk) Fort Rotterdam
Sumber: www.nl.wikipedia.com
Museum La Galigo yang berlokasi di sebelah utara merupakan tempat pemeran
peninggalan para penyebar agama islam di Makassar. Terdapat naskah riwayat
Nabi dan Rasul dalam bahasa arab, kumpulan doa, peninggalan berupa baju,
tasbih, stempel kerajaan Bone, mata uang kuno serta piring keramik dengan lafal
arab.
Gedung kode E pada Gambar 4.5 merupakan gedung perkantoran dari Balai
Pelestarian Cagar Budaya Makassar. Dahulu gedung E digunakan sebagai
kediaman bagi pimpinan perdagangan dan pendeta. Renovasi yang dilaksanakan
pada tahun 1977 yang mengubah fungsi gedung ini menjadi museum untuk seni
rupa dan auditorium. Bangunan dengan luas 2.554,7 m2 terdiri atas dua lantai
yang sebenarnya terbagi atas dua gedung yang dipisahkan oleh dinding tanpa
pintu penghubung. Gedung F merupakan laboratorium atau konservasi koleksi
Museum La Galigo. Dahulu gedung dengan luas 556 m2
dahulu adalah tempat
tinggal dokter-dokter Belanda.
86
Gedung G adalah sekertariat Kesultanan Tallo. Pada masa Belanda gedung
ini digunakan sebagai gedung pertukangan yang kemudian berubah menjadi
gudang. Gedung ini berukuran 171 m2
dan terdiri atas tiga lantai. Pada bagian
bawah sebagai ruang bagi perkumpulan untuk pelukis dari tanah liat. Gedung H
merupakan bangunan yang difungsikan sebagai penginapan bagi tamu Balai
Pelestarian Cagar Budaya. Gedung dengan kode H memiliki luas 905,84 m2 dan
dahulu sebagai tempat untuk menerima tamu dari Mandarsyah (Ternate). Gedung
ini terdiri atas 4 lantai. Bangunan berkode I pada Gambar Gambar 4.5 adalah
ruang pengelolaan teknis permuseuman sejarah dan pubakala dan mushallah.
Bangunan dengan luas 426,4 m2 ini adalah bangunan yang dibuat pada oleh
Jepang namun tetap memiliki arsitektur Belanda.
Gedung lain yang berada di komplek Fort Rotterdam adalah gedung J yang
berfungsi sebagai perpustakaan pada lantai dua dan perkantoran pegawai Balai
Pelestarian Cagar Budaya Makassar. Fungsi bangunan ini pada masa Belanda
adalah sebagai tempat bagi pemegang buku Germising yang direhabilitasi pada
tahun 1976 dan memiliki luas 838,24 m2. Dahulu bangunan dengan kode K adalah
balaikota dengan luas keseluruhan 556,5 m2. Bangunan ini sekarang adalah kantor
bagi kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar.
Awalnya bangunan dengan kode L pada Gambar 4.5 adalah tahanan bagi
orang-orang yang menentang pemerintah Belanda. Bangunan ini terpisah oleh
lorong menuju Bastion Amboina, sehingga terbagi menjadi dua bangunan dimana
terdapat dua pintu persegi panjang dan sebuah jendela dengan terali. Bangunan ini
sekarang menjadi gudang dan bengkel peralatan taman Balai Pelestarian Cagar
87
Gambar 4.8 Museum La Galigo (Gedung M)
Sumber: http://museumlagaligo.com/wp-content
Budaya Makassar. Gedung M dahulu merupakan pusat perdagangan Belanda
dengan luas 2.520 m2. Fungsi gedung M saat ini adalah sebagai Museum La
Galigo yang terletak di sebelah selatan Fort Rotterdam. Museum La Galigo ini
memiliki 3 lantai dan tersimpan benda-benda bersejarah dari berbagai daerah di
Provinsi Sulawesi Selatan. Museum La Galigo pada gedung M memamerkan
sejarah Sulawesi Selatan dari masa ke masa, terdapat ruangan dengan tema
perkampungan adat ruangan dengan koleksi untuk tema agraris dan bahari.
Bangunan dengan kode N dengan luas 336 m2pada masa kolonial adalah
tempat bagi tamu dari Ternate atau Bacan. Lantai dasar adalah ruang tahanan bagi
Pangeran Diponegoro. Saat ini bangunan tersebut dipergunakan oleh pengelola
Museum La Galigo.
Rehabilitasi yang dilaksanakan pada tahun 1974 mengalihfungsikan gedung
dengan kode O menjadi Kantor Pengelola Museum La Galigo dan ruang pamer
Balai Pelestarian Cagar Budaya. Gedung O memiliki luas 962,17 m2 dan terdiri
88
Gambar 4.9 Bagian Timur Fort Rotterdam
Sumber: www.utiket.com
atas dua lantai, bangunan ini dahulu adalah ruang kerja gubernur. Bangunan yang
memiliki lantai dua dan terletak di tengah kompleks Fort Rotterdam berfungsi
sebagai gereja pada zaman Belanda. Gereja ini adalah gereja yang pertama kali
dibangun di Kota Makassar. Saat ini ruangan di lantai dua difungsikan sebagai
aula dan ruang bawah sebagai ruang pamer akan tetapi telah ditutup untuk
pengunjung.
4.3 Sejarah Museum Kota Makassar
Usaha Belanda yang telah berhasil menaklukan Kerajaan Gowa Tallo
akhirnya menjadikan Makassar sebagai pusat pemerintahan kolonial untuk
Indonesia timur. Belanda mulai membangun fasilitas untuk kepentingan
kelancaran pemerintahan dan perdagangan. Gedung Gemeentehuis dibangun pada
tahun 1906 dibarengi dengan peningkatan status Makassar sebagai kota besar dan
selesai pada tahun 1918. Walikota pertama yang menempati gedung
Gemeentehuis berkebangsaan Belanda adalah J.E Danbrik dengan masa jabatan
89
Gambar 4.10 Gedung Gemeentehuis tahun 1960
Sumber: Ujung Pandang Heritage Society
1918-1927. Beberapa walikota selanjutnya yang menempati gedung
Gemeentehuis adalah J.H De Groot (1927-1931), G.H.J Beikenkanp (1931-1932),
Ir. F.C. Van Lier (1932-1933), Ch. H. Ter Laeag (1933-1934), J. Leewis (1934-
1936), H.F Brune (1956-1942).
Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia walikota Makassar yang
berkebangsaan Jepang dan menempati Gemeentehuis adalah Yamazaki (1942-
1945). Setelah Indonesia merdeka gedung Gemeentehuis ini tetap dijadikan
sebagai kantor walikota tahun 1947-1993. Pada tahun 1993 kantor walikota
dipindahkan ke kantor gubernur yang letaknya tidak jauh dari gedung
Gemeentehuis di jalan Ahmad Yani, sedangkan kantor gubernur dipindahkan ke
gedung baru di jalan Urip Sumoharjo. Setelah itu gedung Gemeentehuis sempat
difungsikan menjadi kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
(Bappeda) dan Kantor Catatan Sipil. Prakarsa oleh H.B Amiruddin Maula yang
merupakan walikota Makassar 1999-2004 akhirnya pada tanggal 7 Juni 2000
90
Museum Kota Makassar dibuka secara resmi. Museum Kota Makassar
menyimpan berbagai benda bersejarah perkembangan Kota Makassar.
4.3.1 Konstruksi Bangunan Museum Kota Makassar
Kondisi gedung Gemeentehuis saat ini cukup terawat. Bangunan ini
menerapkan konsep garden city yaitu bangunan di kelilingi oleh halaman dari
depan dan belakang. Dinyatakan oleh Asmunandar (2008:99) bahwa Ciri khas
lain bangunan yang menggunakan konsep garden city adalah pintu, jendela, dan
ventilasi yang berukuran lebar, yang mengelilingi keempat sisinya. Ciri bangunan
tropis gedung Gemeentehuis dapat dilihat pada atapnya yang berbentuk limasan
dengan kemiringan yang tajam.
Luas bangunan Museum Kota Makassar adalah 2.108 meter2 sedangkan luas
tanah 2.709 meter2. Konsep bangunan bergaya neo klasik campuran antara
renaissance dan gotik yang terlihat pada dinding yang dibatasi oleh pilaster,
jendela yang melengkung pada bagian atas dan hiasan pada kaki pilaster yang
berupa molding. Ciri khas gotik juga tampil pada konsol tritisan dan hiasan
lainnya pada gedung utama dan gedung pendukung. Gedung utama terletak di
bagian depan, pada saat masuk terdapat ruangan besar dan untuk memberikan
kesan simetris tangga utama menuju lantai 2 terletak di tengah ruangan. Museum
Kota Makassar pada lantai dasar memiliki lima ruangan pada lantai dasar. Pada
Gambar 4.11 merupakan denah dari Museum Kota Makassar pada lantai dasar.
91
Keterangan:
A: Ruang Pengelola Museum
B: Ruang Pengelola Museum
C: Aula Depan Pintu Masuk
D: Ruang Pamer Sejarah Kota
Makassar
E: Ruang Pamer Foto dan
Pemerintahan Kota Makassar
F: Ruang Pamer Foto dan
Pemerintahan Kota Makassar
G: Ruang Pamer Seni Budaya
Makassar
Gambar 4.11 Denah Museum Kota Makassar Lantai 1
Sumber: Mansyur. 2010
E
G
U
Gambar 4.11 adalah denah lantai satu Museum Kota Makassar. Ruangan A
dan ruang B memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai ruang bagi pengelola
museum. Ruang C merupakan aula di depan pintu masuk yang memamerkan
sepeda tua, piano yang dibuat pada tahun 1926 dan lukisan Sultan Hasanuddin.
Pada bagian belakang ruang C di bawah tangga merupakan ruangan bagi Kepala
Museum Kota Makassar.
Pada ruang D adalah ruang pamer sejarah Kota Makassar yang terdapat
foto Makassar dari udara yang tertempel di dinding, batu bata Benteng Somba
Opu dan Perjanjian Bungaya. Ruang E dipamerkan koleksi numismatik baik mata
uang koin maupun mata uang kertas dari masa kerajaan Gowa-Tallo, masa
Pemerintahan Belanda dan setelah kemerdekaan. Pada ruang E juga dipamerkan
foto pemerintahan di Kota makassar dari masa ke masa.
92
Keterangan:
H: Patompo Memorial Room
I: Ruang Pertemuan
Gambar 4.12 Denah Museum Kota Makassar Lantai 2
Sumber: Mansyur. 2010
I
U
Pada lantai dua bangunan Museum Kota Makassar yaitu Gambar 4.12
fungsi ruangan dulu dan saat ini masih sama. Ruangan H diberi nama Patompo
Memorial Room memiliki fungsi sebagai tempat pameran foto, seragam dan
barang-barang Walikota Makassar H.M Daeng Patompo (1965-1978) selama
masa jabatannya. Ruang I adalah ruang pertemuan yang dimanfaatkan bagi
pengelola Museum Kota Makassar memberikan informasi kepada tamu
rombongan.
4.4 Sejarah Gedung Kesenian Makassar
Gedung Kesenian atau banyak dikenal dengan nama societiet de harmonie
adalah tempat pertemuan, perkumpulan, pesta pertunjukan sandiwara, dan acara
resmi lainnya yang diselenggarakan oleh Belanda pada masa kolonial. Gedung ini
menurut para ahli dibangun sekitar tahun 1896 yang kemudian direnovasi sekitar
tahun 1910-an dan terletak di jalan Riburanne yang dulunya bernama jalan Prins
Hendrik Pad (Nuraeda dkk, 2008:17).
93
Gambar 4.13 Gedung Kesenian Makassar tahun 1890-an
Sumber: Ujung Pandang Heritage Society
Gambar 4.13 adalah bentuk Gedung Kesenian pada tahun 1890an, bentuk
bangunan saat ini adalah bentuk bangunan tahun 1930 yang telah mengalami
renovasi sebanyak tiga kali selama masa pemerintahan Belanda. Gedung Kesenian
yang asli terbuat dari batu bata, kayu, sirap seng dan kaca
Pesta dan jamuan yang diadakan di Gedung Kesenian hanya diperuntukkan
bagi bangsawan dan orang-orang Asia yang merupakan tamu penting bangsa
Belanda. Setelah masa kedudukan Belanda di Kota Makassar usai tahun 1942-
1953 oleh Jepang Gedung Kesenian dipergunakan sebagai Balai Pertemuan
Masyarakat. Pada tahun 1953-1955 gedung ini digunakan khusus oleh keturunan
orang-orang Belanda, Cina dan bangsawan yang bertempat tinggal di Kota
Makassar sebagai tempat pertemuan. Gedung Kesenian mulai dapat dipergunakan
oleh masyarakat pribumi pada tahun 1955. Pada tahun-tahun berikutnya gedung
ini digunakan sebagai gedung perkantoran. Tahun 1960-1978 Gedung Kesenian
difungsikan sebagai kantor DPRD tingkat I Priovinsi Sulawesi Selatan, tahun
94
Gambar 4.14 Gedung Kesenian Makassar sekitar tahun 1930
Sumber: Ujung Pandang Heritage Society
1978-1980 sebagai Kantor KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) dan Dinas
Pendapatan Daerah. Tahun 1980-1990 Gedung Kesenian menjadi kantor bagi
perkumpulan seniman yaitu Dewan Kesenian Makassar, selanjutnya tahun 1990-
2000 digunakan sebagai kantor pembantu gubernur wilayah III dan kantor badan
kooordinasi penanaman modal daerah (BKPMD) Sulawesi Selatan. Pengembalian
fungsi gedung ini menjadi Gedung Kesenian setelah era reformasi di Indonesia
(Natsir dkk, 2012:40).
4.4.1 Konstruksi Bangunan Gedung Kesenian Makassar
Gedung Kesenian Makassar memiliki luas 55,7 x 42,5 meter dan telah
dipugar setelah diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Gedung Kesenian yang
telah dipugar pada Gambar 4.14 pada bagian depan gedung terdapat pilar-pilar
besar dan menara tinggi dengan atap bersusun tiga yang adalah ciri dari bangunan
Eropa abad XVII.
95
Bentuk dari Gedung Kesenian menyerupai huruf L dan terdapat teras pada
pintu masuk gedung di sisi sebelah barat gedung. Terdapat aula yang dulu
digunakan sebagai tempat berdansa. Sebelah kiri aula dulu merupakan ruang
terbuka, di sisi kiri aula yang disatukan dengan taman dipergunakan sebagai
tempat bersantai, makan dan bermain bilyar. Saat ini sisi tersebut telah direnovasi
dan dibangun beberapa ruangan sebagai kantor pengelola. Tempat pertunjukan
terletak di tengah gedung yang berbentuk seperti auditorium dan terdapat
panggung untuk menggelar teater atau pentas seni lainnya.
96
BAB V
PEMANFAATAN FORT ROTTERDAM, MUSEUM KOTA,
GEDUNG KESENIAN SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA
DI KOTA MAKASSAR
Pada zaman kolonial, Kota Makassar merupakan pusat pemerintahan
Belanda untuk kawasan Indonesia Timur. Pembangunan berbagai gedung untuk
mendukung pemerintahan Belanda pada saat itu banyak dilakukan. Gedung yang
sampai saat ini masih dapat bertahan seperti dengan bentuk aslinya adalah
Benteng Ujung Pandang yang kemudian berubah nama menjadi Fort Rotterdam,
Gedung Kesenian dan Museum Kota Makassar, Pengadilan Negeri Kota
Makassar, Gereja Katedral, Balaikota Makassar, Gedung MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs), Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan.
Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian memiliki keterkaitan
sejarah satu sama lain dalam pembangunan Kota Makassar sendiri dan masih
dapat digunakan untuk kepentingan umum. Ketiga bangunan bersejarah ini
merupakan potensi dalam mengembangkan wisata warisan budaya karena
keunikan arsitektur bangunan dan benda bersejarah yang tersimpan di dalamnya.
Potensi non fisik (intangible) adalah nilai sejarah, perjuangan masyarakat
makassar merupakan cerita dan menjadi ilmu pengetahuan bagi masyarakat.
Menurut Nuryanti (2009:9) bahwa heritage atau warisan budaya dalam
perkembangannya menjadi bagian penting dari tradisi masyarakat yang berwujud
(tangible) dan tidak berwujud (intangible).
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam industri pariwisata menjadi wadah
pelestarian bangunan tersebut bersama dengan nilai budaya lokal yang terkandung
97
di dalamnya. Secara nyata memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat
lokal di sekitarnya. Dinyatakan oleh Fletcher dalam Nuryanti. 2009:13-14) bahwa,
Sebagai suatu sumber daya pariwisata, warisan budaya memiliki banyak
sekali nilai kekuatan dan kelebihan dibandingkan dengan sumber daya lain,
yaitu (1) kualitas atau nilai daya tarik (attractiveness) yang unik serta
bersifat universal mampu menarik wisatawan dengan skala yang lebih luas
(2) Tidak adanya ketergantungan terhadap musim kunjungan pariwisata
tertentu. Keleluasaan kunjungan dapat dilakukan sepanjang waktu (3)
Adanya kelompok yang memiliki ketertarikan terhadap wisata warisan
budaya berasal dari wisatawan yang memiliki pendidikan yang lebih baik.
Berkecenderungan memiliki ketertarikan pula terhadap produk lokal.
5.1 Pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai Wisata warisan budaya
Awal pemanfaatan bangunan pada abad 16 dan 17 Benteng Ujung Pandang
adalah sebagai benteng pertahanan dari Kerajaan Gowa, setelah direbut oleh
Belanda pada tahun 1667 nama benteng diubah menjadi Fort Rotterdam. Setelah
direbut oleh Belanda Fort Rotterdam mengalami pemugaran awal dengan dan
berfungsi sebagai pusat petahanan, pemerintahan serta pusat kegiatan perdangan
Belanda. Pembangunan gedung-gedung di dalam kompleks Fort Rotterdam
dilaksanakan cukup lama dan keseluruhan bangunan selesai dibangun tahun 1686.
Pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata sebenarnya telah
dimulai dari masa kolonial, setelah rumah kediaman Cornelius Speelman yang
berada di luar Fort Rotterdam selesai dibangun bekas tempat tinggalnya di dalam
kompleks Fort Rotterdam digunakan sebagai museum tahun 1937. Museum
tersebut bernama Museum Celebes dan menyimpan beberapa benda antara lain
peralatan permainan rakyat, keramik, piring emas, destar tradisional dan beberapa
mata uang. Masa kekuasaan Jepang di Makassar Fort Rotterdam dimanfaatakan
98
sebagai Kantor Pusat Penelitian Ilmiah dalam Ilmu Pertanian dan Bahasa.
Dibangun sebuah gedung berlantai satu dengan arsitektur yang sama.
Pemanfaatan Fort Rotterdam untuk kepentingan kebudayaan dan dapat
dikunjungi oleh masyarakat adalah setelah Indonesia Merdeka. Dinyatakan oleh
Masdoeki dkk (1986:22) bahwa seluruh pemanfaatan dari Benteng Ujung
Pandang harus dikaitkan dengan usaha pembinaan dan pengembangan
kebudayaan bangsa. Sebelum pemerintah mengeluarkan keputusan resmi tentang
pemanfaatan Fort Rotterdam terlebih dahulu telah dibuat beberapa perbaikan
terhadap bangunan dengan tujuan sebagai sarana kebudayaan dan pengembangan
wisata. Pemugaran beberapa gedung yang hancur dan pembangunan jalan setapak
yang menghubungkan antar gedung.
Pada tahun 1962 atas prakarsa Kepala Inspeksi Kebudayaan Daerah
Sulawesi Selatan dan Tenggara Abdul Rahim Mone, disertai dukungan
pemerintah daerah dan budayawan di Makassar yang merintis kembali pendirian
Museum Celebes dengan koleksi sumbangan dari beberapa budayawan, antara
lain mata uang kuno, gelang perak, pakaian adat pengantin, keris, badik dan
beberapa koleksi Yayasan Mathes, Yayasan Pusat Kebudayaan Indonesia Timur,
dan milik Inspeksi Kebudayaan Daerah Sulawesi Tenggara. Museum Celebes
diakui sebagai museum daerah setelah delapan tahun sebagai museum dengan
status persiapan. Pada tanggal 1 Mei 1970 museum Celebes diresmikan dan
berganti nama dengan Museum La Galigo. Pada tahun yang sama juga
pemanfaatan salah satu gedung yang terletak di sebelah Utara Fort Rotterdam
sebagai Taman Budaya Ujung Pandang. Kemudian tahun 1972 dibangun sebuah
99
Gambar 5.1 Arena terbuka di bagian selatan Fort Rotterdam
Sumber: Dokumentasi Penulis
arena terbuka di bagian selatan Fort Rotterdam. Arena tersebut difungsikan
sebagai tempat untuk berlatih pada para kelompok seni dan setiap malam minggu
digunakan oleh Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan untuk menampilkan
kegiatan seni tradisional. Ramainya masyarakat mengembangkan Fort Rotterdam
sebagai pusat kegiatan seni dan pengembangan kebudayaan, tahun 1974
pemerintah meresmikan Fort Rotterdam sebagai Pusat Kebudayaan Sulawesi
Selatan.
Hingga saat ini pemanfaatan Fort Rotterdam telah berkembang menjadi
daya tarik wisata andalan Kota Makassar serta sebagai objek bagi penelitian
bidang arkeologi, arsitektur dan pariwisata. Pemanfaatan tersebut sejalan dengan
beberapa usaha pelestarian antara lain membuat taman pada lahan terbuka di
tengah-tengah bangunan Fort Rotterdam. Pada tahun 2010 dilaksanakan
pelestarian berupa revitalisasi yang merupakan salah satu jalan untuk melestarikan
Fort Rotterdam. Pelaksanaan revitalisasi berdasarkan pertimbangan bahwa
struktur bangunan yang rapuh seperti pengelupasan plester dinding karena
100
rembesan air serta kandungan garam. Seluruh bangunan yang terletak di dalam
benteng diperbaiki mulai dari dinding, atap dan cat. Keseluruhan kegiatan
revitalisasi bangunan Fort Rotterdam berkonsep pada pelestarian cagar budaya
karena sesuai dengan Undang-undang nomor 11 tahun 2010 pasal 1 menyatakan
bahwa
Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi
cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan
adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan
pelestarian.
Melalui revitalisasi Fort Rotterdam kanal tersebut berusaha dikembalikan
tetapi baru pada bagian selatan Fort Rotterdam karena banyaknya bangunan baru
yang telah dibangun di sekeliling Fort Rotterdam. Sentuhan modern yang
ditambahkan pada kanal adalah penataan sisi kiri kanal dilengkapi dengan taman
kecil dan tempat duduk bagi pengunjung. Fort Rotterdam saat ini berada dibawah
pengelolaan Balai Pelestarian Cagar budaya pemanfaatannya sebagai daya tarik
wisata oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan.
Revitalisasi dilaksanakan Museum La Galigo berupa penambahan fasilitas di
dalamnya.
Pemanfaatan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata merupakan jalan
bagi Fort Rotterdam untuk tetap berdiri di tengah derasnya arus pembangunan
bangunan-bangunan modern. Fort Rotterdam setelah tidak lagi difungsikan oleh
pemerintah kolonial secara perlahan difungsikan sebagai pusat kebudayaan yang
berkembang menjadi daya tarik wisata oleh karena keunikan arsitektur dan nilai
kesejaharaannya.
101
5.2 Pemanfaatan Museum Kota Makassar sebagai Wisata warisan budaya
Museum Kota Makassar pada awal pembangunannya oleh pemerintah
kolonial dimanfaatkan sebagai Kantor Walikota (Gementeehuis) Makassar,
sampai masa kekuasaan Belanda berakhir di Indonesia gedung ini tidak berubah
fungsinya. Pemanfataan Gementeehuis setelah Indonesia merdeka sebagai kantor
pemerintahan yaitu kantor BAPPEDA dan kantor catatan sipil kemudian tahun
2000 diresmikan menjadi Museum Kota Makassar yang saat ini berada di bawah
pengelolaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar. Meskipun
bangunannya tidak seluas Fort Rotterdam akan tetapi koleksi benda bersejarah
menjelaskan sejarah Kota Makassar dengan lebih rinci.
Pemanfaatan Museum Kota sebagai wisata warisan budaya adalah salah satu
jalan dalam melestarikan bangunannya dan dilengkapi dengan fasilitas penunjang
fungsi museum. Melalui pemanfaatannya museum kota dalam memamerkan
koleksinya dilengkapi dengan beberapa fasilitas seperti lemari yang menyimpan
benda-benda bersejarah sesuai dengan tema ruang pamer. Museum Kota Makassar
yang masih dalam status museum persiapan menyebabkan pemanfatan museum
kota memiliki beberapa hambatan, antara lain: kerusakan pada atap yang
menyebabkan kebocoran di salah satu bagian ruangan. Kebocoran tersebut dapat
menyebabkan kerusakan pada koleksi karena proses kelembapan pada dinding
yang mengakibatkan timbulnya jamur. Toilet bagi pengunjung yang berlokasi di
ruangan pameran pemerintahan dari masa ke masa tidak begitu terawat (Gambar 1
pada lampiran). Pembangunan awal gedung memiliki konsep garden city yang
membuat areal depan Museum Kota di kelilingi oleh pohon besar sehingga
102
halaman Museum Kota Makassar akhirnya dimanfaatkan sebagai lahan parkir dan
terkadang mobil-mobil yang terparkir di depan museum menutupi pemandangan
ke dalam bangunan.
Museum Kota dalam pemanfaatannya sebagai tempat menyimpan juga
memamerkan koleksi benda bersejarah sehingga nilai kesejarahaan yang dimiliki
diinformasikan kepada masyarakat umum melalui berbagai sarana. Sarana yang
saat ini dipergunakan oleh pengelola Museum Kota Makassar adalah brosur yang
berisi informasi sejarah dan koleksi Museum Kota Makassar. (Gambar 3 pada
lampiran). Pramuwisata adalah pihak yang memberikan informasi tentang
keberadaan suatu daya tarik wisata. Museum Kota dalam hal ini belum memiliki
kerjasama dengan pihak pramuwisata dan menurut salah satu pramuwisata bahwa
kunjungan ke bangunan-bangunan bersejarah merupakan wisata minat khusus
yang masih cukup jarang di Kota Makassar.
Museum Kota Makassar memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai daya
tarik wisata yang berkualitas. Bangunan bersejarah, koleksi benda cagar budaya
secara keseluruhan memerlukan pengelolaan yang baik. Potensi-potensi tersebut
hanya akan tersimpan sebagai milik pemerintah apabila tidak banyak langkah
dalam meperbaiki kualitas secara fisik terhadap bangunan serta penataan di
dalamnya.
5.3 Pemanfaatan Gedung Kesenian Makassar sebagai Wisata Warisan
Budaya
Gedung Kesenian Makassar awal pendiriannya bertujuan sebagai gedung
yang dapat mengakomodasi acara-acara resmi pemerintah kolonial dengan mitra
103
Gambar 5.2 Kondisi Gedung Kesenian Makassar saat ini
Sumber: Dokumentasi Penulis
dagangnya. Pemanfaatan dengan tujuan tersebut oleh pemerintah Belanda
berlangsung dari awal pembuatan Gedung Kesenian Makassar tahun 1890-an
hingga pada tahun 1910 direnovasi menjadi bentuknya saat ini. Pemanfaatan
sebagai tempat diselenggarakan acara resmi kemudian terhenti setelah masa
kekuasaan Jepang tahun 1942-1953 yang memanfaatkan Gedung Kesenian
sebagai Balai Pertemuan Masyarakat. Setelah Indonesia merdeka Gedung
Kesenian beberapa kali menjadi kantor pemerintahan dari tahun 1953-2000.
Setelah itu pemerintah memutuskan Gedung Kesenian kembali dimanfaatkan
sebagai tempat pagelaran dan perkembangan seni sampai dengan saat ini. Selama
proses pemanfaatan tersebut tidak banyak penambahan bangunan, hanya terdapat
perubahan dan pembuatan beberapa ruangan sesuai dengan pemanfaatan
bangunan pada saat tersebut.
Pemanfaatan Gedung Kesenian sebagai pusat pengembangan kegiatan seni
tradisional maupun kegiatan lainnya memiliki banyak kendala, kendala tersebut
104
antara lain secara fisik bangunan tidak memadai, tampak depan bangunan Gedung
Kesenian Makassar menggambarkan kesan usang yang termakan oleh megahnya
beberapa bangunan-bangunan baru di sekitarnya. Kendala lainnya adalah
pengelolaan Gedung Kesenian yang belum jelas, tidak adanya pihak yang
menjembatani harapan seniman terhadap dengan pemerintah selaku pemiliki
Gedung Kesenian.
Renovasi pertama Gedung Kesenian dilaksanakan pada tahun 2000 yang
difokuskan pada mengembalikan kondisi gedung teater tertutup, pendirian
beberapa kantor di sebelah barat gedung serta perbaikan aula. Renovasi kedua
pada tahun 2002 pada area terbuka dimanfaatkan sebagai teater arena dan
pengadaan beberapa fasilitas di dalam ruangan. Renovasi terakhir pada akhir
tahun 2008 sampai dengan 2009 merupakan perbaikan bertahap dan pengecatan.
Pengecatan gedung berkerjasama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
dan perhimpunan arsitektur bangunan-bangunan bersejarah sehingga warna
gedung mendekati warna aslinya. Pada tahun 2014 penanganan renovasi Gedung
Kesenian Makassar diambil alih oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Provinsi Sulawesi Selatan. Kesan terabaikan dapat terlihat mulai dari aula gedung,
sebelah timur aula terdapat ruangan yang di dalamnya banyak tumpukan kayu,
bambu dan sampah. Sebelah barat aula terlihat lemari yang menyimpan buku-
buku kesenian dan ruangan yang dijadikan kantin.
Pemanfaatan Gedung Kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya
memiliki potensi, dinyatakan oleh seniman pengelola bahwa setelah tidak
105
beroperasi terlihat beberapa wisatawan yang berniat untuk berkunjung ke Gedung
Kesenian. (Arman. 2014)
Tidak ada event sering wisatawan datang untuk melihat bangunannya tapi
saya tidak tau pendapatnya mungkin kecewa yah, karena tidak ada apa-apa,
tidak ada semacam galeri”.
Pariwisata merupakan salah satu jalan pelestarian terhadap Fort Rotterdam,
Museum Kota dan Gedung Kesenian, akan tetapi memerlukan usaha dan
kerjasama dari berbagai pihak karena pengembangan daya tarik wisata
menuntutnya tidak hanya memiliki keunikan akan tetapi layak untuk dikunjungi
bagi wisatawan. Daya tarik wisata moderen seperti Trans Studio yang diresmikan
tahun 2009 dan dilengkapi dengan mall serta pembangunan wahana permainan
air, antara lain Bugis Waterpark dan Gowa Discovery Park yang beroperasi tahun
2012 dan pembangunan beberapa pusat perbelanjaan lainnya. Keberadaan daya
tarik wisata moderen tersebut dengan penataan yang apik, bersih serta hiburan
sehingga pengunjung merasa betah menghabiskan waktu lama di lokasi-lokasi
tersebut. Pada kenyataannya adanya daya tarik wisata moderen tidak memberikan
dampak penurunan atau kenaikan pada kunjungan di Fort Rotterdam, Museum
Kota dan Gedung Kesenian Makassar.
Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian merupakan daya tarik
wisata khusus bagi beberapa kalangan yang memiliki ketertarikan khusus kepada
sejarah dan kebudayaan suatu daerah. Trans Studio, Bugis Waterpark dan Gowa
Discovery Park lebih banyak digemari oleh pengunjung dengan tipe keluarga oleh
karena dalam satu tempat dapat mencakup seluruh kebutuhan wisata keluarga.
106
BAB VI
TAHAP PERKEMBANGAN FORT ROTTERDAM, MUSEUM KOTA,
GEDUNG KESENIAN SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA
DI KOTA MAKASSAR
Penelusuran terhadap pemanfaatan ruang, waktu serta sosial budaya
terhadap Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian pada bab
sebelumnya menjadi acuan menjabarkan tahap perkembangan masing-masing
bangunan.
Tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian
Makassar ditentukan melalui siklus hidup destinasi wisata oleh Butler. Sebelum
menentukan tahap perkembangan masing-masing bangunan sebagai daya tarik
wisata terlebih dahulu dijabarkan faktor attraction, accessibility, amenities,
available packages, activities, ancilary service yang ditambah dengan faktor
promosi wisata.
6.1 Faktor Atraksi Wisata
Keberadaan bangunan bersejarah yang telah ditetapkan sebagai bangunan
cagar budaya dalam pengembangannya, telah diatur sebagai dalam Peraturan
Daerah Kota Makassar nomor 6 tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Makassar tahun 2005-2015. Pasal 10 ayat 5 menyatakan bahwa salah satu
dari kawasan pengembangan khusus adalah kawasan khusus konservasi budaya
yang letak posisinya tersebar di beberapa titik di Kota Makassar. Lebih lanjut misi
kawasan pengembangan khusus konservasi warisan budaya adalah
Merivitalisasi kawasan-kawasan budaya (heritage) Makassar, Merenovasi
bangunan-bangunan yang ditetapkan sebagai heritage Makassar, melarang
107
pembongkaran bangunan-bangunan yang telah ditetapkan sebagai heritage
Makassar. Memanfaatkan kemungkinan memproduktifkan kawasan-
kawasan dan atau bangunan-bangunan yang ditetapkan sebagai heritage
Makassar dan mewujudkan kawasan-kawasan dan bangunan-bangunan
heritage Makassar sebagai motor dan inti dari kegiatan wisata budaya dan
sejarah Kota Makassar.
Faktor atraksi wisata akan menguraikan kondisi aktual dan langkah-langkah
pengembangan yang telah dilaksanakan oleh pengelola Fort Rotterdam, Museum
Kota dan Gedung Kesenian sebagai daya tarik wisata.
6.1.1 Fort Rotterdam
Potensi daya tarik wisata alam, buatan manusia dan masyarakatnya yang
memliki keunikan dan keindahan merupakan faktror penarik wisatawan untuk
melakukan perjalanan wisata. Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung
Kesenian adalah daya tarik wisata warisan budaya buatan manusia yang memiliki
keunikan arsitektur serta kesejarahan. Dinyatakan (Southall dan Robinson,
2011:177) bahwa peninggalan arkeologi industri, rumah megah, Gedung
Kesenian, medan perang, kastil, gereja katedral, situs sejarah dan prasejarah serta
museum merupakan bentuk fisik dari wisata warisan budaya.
Perkembangan daya tarik wisata dapat diukur melalui peningkatan jumlah
wisatawan harus didukung pula dengan penataan daya tarik wisata yang baik. Fort
Rotterdam sebagai bangunan bersejarah kondisinya saat ini terawat dengan baik,
penataan di dalam kompleks bangunan Fort Rotterdam memiliki taman bunga
sehingga memungkinkan pengunjung atau wisatawan untuk berlama-lama
menghabiskan waktu di dalam kompleks Fort Rotterdam. Menurut salah satu
akademisi bidang pariwisata di Kota Makassar (Farid. 2014) bahwa,
108
Wisatawan dan beberapa teman dari Asia seperti Singapura, Malaysia, Cina,
Jepang yang datang ke Kota Makassar menyatakan Fort Rotterdam adalah
satu-satunya obyek wisata yang tertata apik, rapi dan layak jual lainnya
belum layak jual.
Pada Tabel 5.1 dijabarkan jumlah pengunjung domestik dan nusantara di
Fort Rotterdam. Pada kenyataannya jumlah wisatwan belum tercatat dengan baik
di Fort Rotterdam. Jumlah wisatawan dihitung dari wisatawan yang mencatatkan
dirinya melalui pos penjagaan di gerbang sebelah barat. Penjaga pos akan
menghitung dan melaporkan jumlah wisatawan pada bagian pemeliharaan Balai
Pelestarian Cagar Budaya Makassar.
Tabel 6.1
Jumlah Pengunjung Domestik dan Mancanegara
ke Fort Rotterdam 2012-2013
Bulan
2012 2013
Pegunjung
Domestik
Pegunjung
Mancanegara
Pegunjung
Domestik
Pegunjung
Mancanegara
Januari - - 10.878 791
Februari - - 12.793 739
Maret - - 19.935 584
April - - 15.301 501
Mei - - 18.194 397
Juni - - 19.131 576
Juli 17.710 296 10.230 1.134
Agustus 13.204 794 13.790 1.334
September 11.565 816 14.722 842
Oktober 11.565 816 16.161 913
November 14.408 544 19.585 567
Desember 3.390 425 16.389 345
Sumber: Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. 2014
Data pada Tabel 6.1 menujukkan bahwa tahun 2012 tercatat selama bulan
Januari-Juni data jumlah pengunjung yang masuk ke Fort Rotterdam tidak tercatat
109
pada laporan Bulan Januari-Desember 2012. Jumlah pengunjung tertinggi pada
bulan Juli 2012 yaitu 18.006. Pengunjung domestik merupakan akumulasi dari
total kunjungan dari pelajar atau mahasiswa dan wisatawan umum. pengunjung
mancanegara dengan jumlah tertinggi pada bulan September yaitu 816 orang.
Tahun 2013 pencatatan jumlah kunjungan wisata lengkap setiap bulannya
sepanjang tahun. Terjadi lonjakan pengunjung dari bulan Juni sebanyak 576
wisatawan menjadi 1.134 wisatawan pada bulan Juli dan Agustus.
Besaran jumlah kunjungan tersebut terjadi karena adanya pada bulan Juli
dan Agustus high season bagi wisatawan asing juga dapat terjadi karena adanya
wistawan kapal pesiar yang berkunjung. Wisatawan kapal pesiar dalam satu kali
kunjungannya di Kota Makassar dapat membawa ratusan wisatawan mancanegara
serta lokasi Fort Rotterdam yang dekat dari Pelabuhan Laut Soekarno Hatta.
Keberadaan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata yang ramai
dikunjungi oleh wisatawan merupakan potensi perkembangan bisnis di sekitar
Fort Rotterdam. Kerusakan yang terjadi pada fisik bangunan Fort Rotterdam tidak
hanya karena usia bangunan yang sudah tua dan rapuh tetapi juga dapat
disebabkan ramainya pembangunan gedung-gedung baru disekitarnya. Balai
Pelestarian Cagar Budaya telah menetapkan aturan zonasi terhadap Fort
Rotterdam, pembagian zonasi untuk kawasan cagar budaya Fort Rotterdam dibagi
menjadi zona inti dan zona pengendalian (Yusriana, 2011:74-82). Zona tersebut
antara lain, zona inti merupakan zona yang batas dan luasnya mengikuti luas
lahan situs itu sendiri. Komplek Fort Rotterdam serta kawasan disekitarnya pada
kenyataannya merupakan areal cagar budaya. Zona inti oleh Balai Pelestarian
110
Cagar Budaya dibagi menjadi beberapa zona cagar budaya. Zona cagar budaya I
adalah seluruh bangunan di dalam Fort Rotterdam. Zona cagar budaya II adalah
kawasan sekitar benteng Jl. Riburane, Jl. Slamet Riadi, Jl. W.R Supratman, Jl.
Ujung Pandang. Zona cagar budaya II meliputi bagian barat benteng hingga garis
pantai selat makassar. Saat ini kawasan ini sudah berdiri ruko yang menjadi milik
perseorangan dan di depan pintu masuk Fort Rotterdam juga terdapat bangunan
permanen kafe serta penjual makanan lainnya.
Zonasi selanjutnya disebut zona pengendalian luas dan batas pengendalian
Fort Rotterdam disesuaikan untuk kepentingan masyarakat dan pembangunan di
sekitar situs bersejarah. Zona pengendalian dibagi menjadi empat antara lain zona
pengendalian I meliupti wilayah pecinan Makassar terletak di sebelah utara Fort
Rotterdam. Zona pengendalian II meliputi area sebelah timur dan sebagian dari
sebelah selatan Fort Rotterdam. Bagian timur Fort Rotterdam meliputi bangunan
bersejarah lainnya yaitu Museum Kota, kantor pos bagian ekspedisi dan balaikota
Makassar. Zona pengendalian III adalah lapangan karebosi yang merupakan
natural landscape. Zona pengendalian IV adalah areal pengendalian laut dengan
luas 245 Ha, dimulai dari tepi pantai sampai kearah barat Pulau Kayangan dan
Lae Lae. Gambar 6.1 adalah kawasan zonasi Fort Rotterdam.
111
Gambar 6.1 Kawasan zonasi Fort Rotterdam Makassar
Sumber Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar dalam Yusriana. 2011
Pembangunan ruang-ruang di Kota Makassar yang pesat dengan bangunan
modern, pusat perbelanjaan terbesar semakin menggusur ruang-ruang terbuka
bagi masyarakat. Fort Rotterdam tidak hanya sebagai bangunan bersejarah akan
tetapi lebih dari pada itu, taman bunga di dalam Fort Rotterdam menjadi ruang
terbuka hijau yang butuhkan masyarakat lokal. Dinyatakan oleh Kapokja bagian
Dokumentasi dan Publikasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar (Muslimin.
2014)
Banyak pengunjung di benteng Ujung Pandang yang sebenarnya tidak
hanya ingin menikmati koleksi museum tapi bangunannya, contohnya
pengunjung datang untuk sekedar melihat bangunan benteng Ujung
Pandang, berfoto, diskusi, anjangsana, bersenda gurau, plesiran atau hanya
untuk menikmati suasana keaslian dan kelamaan bentengnya.
Penataan yang tertata baik memiliki ruang terbuka hijau yang rindang
menjadi salah satu faktor yang dapat menahan pengunjung atau wisatawan lebih
lama. Fort Rotterdam juga telah dilengkapi dengan sebuah tempat pembelian
112
souvenir yang terletak di pintu keluar Museum La Galigo. Fasilitas umum yang
tersedia seperti toilet saat ini menggunakan toilet yang sama dengan pegawai.
Kondisinya cukup bersih akan tetapi pihak pengelola tentu saja tetap harus
meningkatakan pelayanan terhadap kebutuhan fasilitas umum dan menyediakan
fasilitas umum bagi wisatawan di sekitar kompleks Fort Rotterdam.
6.1.2 Museum Kota Makassar
Bangunan bersejarah di Kota Makassar yang saat ini masih dapat disaksikan
keutuhannya adalah Museum Kota Makassar. Museum sebagai salah satu daya
tarik wisata selain memamerkan koleksi benda cagar budaya juga memerlukan
pengaturan yang baik sehingga pengunjung tidak merasa bosan. Pada Tabel 6.2
adalah jumlah pengunjung domestik dan mancanegara di Miseum Kota Makassar.
Tabel 6.2
Jumlah Pengunjung Domestik dan Mancanegara
ke Museum Kota Makassar 2013
Bulan
2013
Pengunjung
Domestik
Pengunjung
Mancanegara
Januri 28 2
Februari 134 1
Maret 189 13
April 142 3
Mei 286 9
Juni 173 6
Juli 51 4
Agustus 11 1
September 382 10
Oktober 125 3
November 404 8
Desember 108 -
Total 2.033 60
Sumber: UPTD Museum Kota Makassar. 2014
113
Pada Tabel 6.2 dijabarkan jumlah pengunjung tahun 2013 pada Museum
Kota, pengunjung domestik tertinggi pada bulan November 2013 sebanyak 404
orang. Akumulasi kunjungan di dominasi oleh kegiatan siswa sekolah dasar
sampai dengan menengah pertama. Pengunjung mancanegara selama tahun 2013
hanya sebanyak 60 orang. Lokasi yang berada di pusat kota, dekat dengan
beberapa tempat wisata terkenal lainnya tidak memberikan jaminan bahwa hal
tersebut membawa pengaruh terhadap peningkatan jumlah kunjungan wisatawan
di Museum Kota Makassar.
Penataan ruang pamer pada Museum Kota memerlukan fasilitas yang
mendukung tidak hanya menunjang kenyamanan bagi pengunjung tapi koleksi
yang disimpan. Kondisi museum yang tidak memiliki pendingin ruangan dengan
suhu yang sesuai untuk suatu barang yang berusia lama serta pencahayaan yang
hanya mengandalkan cahaya matahari dapat membawa kerusakan bagi benda-
benda bersejarah. Menurut Khasirun bahwa merawat koleksi museum
membutuhkan ketelatenan, pengetahuan dan memahami tentang museum. Koleksi
di museum membutuhkan suhu dan kelembapan tertentu yang termasuk sebagai
aktifitas perawatan terhadap koleksi.
Agar koleksi di dalam museum tetap terawat, diperlukan pengaturan suhu,
kelembaban dan penyinaran yang tepat. "Biasanya suhunya 20-25 derajat,
kelembabannya 65, penyinarannya 50 lux, ultraviolet nya 30," katanya. Jika
suhu, kelembapan, dan penyinaran museum tidak sesuai dengan standar,
atau berlebih, maka kata Khasirun, dampaknya sangat beresiko11
.
11
Anonim. Rumitnya Merawat Museum. [diunduh 15 April 2014]. Sumber: URL:
http://travel.kompas.com/read/2010/05/30/17052138/Rumitnya.Merawat.Museum.
114
Atraksi wisata buatan seperti museum, istana, candi atau bangunan
bersejarah lain membutuhkan modernitas baik segi fisik bangunan, pengelolaan
yang membawa kesan dan pengalaman bagi wisatawan. Museum tidak hanya
dipergunakan sebagai wadah penyimpanan benda bersejarah dan budaya akan
tetapi museum juga diharapkan sebagai daya tarik wisata yang mampu menarik
wisatawan. Menurut Ardika (2007:64) “promosi dan publikasi tentang berbagai
koleksi benda-benda budaya yang dimiliki oleh suatu museum dapat dipakai
sebagai media untuk menarik wisatawan”. Museum Kota Makassar merupakan
salah satu wadah bagi wisatawan dan masyarakat untuk mengenal sejarah panjang
Kota Makassar.
6.1.3 Gedung Kesenian Makassar
Bangunan bersejarah lainnya yang masih dapat dilihat di Kota Makassar
adalah Gedung Kesenian (societiet de harmonie) yang terletak tidak jauh dari Fort
Rotterdam dan Museum Kota Makassar. Gedung Kesenian dengan kondisi saat ini
dapat dikatakan belum layak sebagai daya tarik wisata atau pusat pertunjukan seni
di Kota Makassar. Kondisi bangunan yang terbengkalai, kurangnya data-data
event yang pernah dilaksanakan dan pengelolaan yang masih belum jelas
merupakan kendala utama. Tahun 2014 Gedung Kesenian Makassar direncanakan
direvitalisasi oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi
Selatan. Dinyatakan oleh Sekretaris Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Sulawesi Selatan (Syafruddin. 2014) bahwa “di Gedung Kesenian sementara
penataan di sana, memperbaiki gedung dan pengelolaan, seperti gedung
pertunjukan indoor, lighting”.
115
Rancangan bagian depan Gedung Kesenian setelah revitalisasi akan
mengembalikan beberapa bentuk asli bangunan tahun 1930. Jendela bagian depan
bangunan akan dihilangkan juga pintu masuk ke aula akan diganti dengan pintu
kaca yang saat ini menggunakan pintu teralis besi. Dilaksanakan pula pengecatan
bangunan sesuai dengan rancangan yang telah disetujui oleh pihak seniman dan
pemerintah (Gambar 4 pada lampiran). Dinyatakan pula oleh Sekretaris Kepala
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan bahwa setelah
direvitalisasi tidak menutup kemungkinan kegiatan seni yang diselenggarakan
pada Gedung Kesenian Makassar menjadi bagian dari calender event pariwisata
Sulawesi Selatan. Pada tabel 6.3 dijabarkan rangkuman dari kondisi Fort
Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar sebagai atraksi wisata.
Tabel 6.3
Kondisi Aktual Fort Rotterdam, Museum Kota,
Gedung Kesenian Makassar tahun 2014
Atraksi Jumlah
Kunjungan
Tata Bangunan Kondisi
Bangunan
Fasilitas umum di
dalam DTW
Pengelola
Fort
Rotterdam
Peningkatan dari
tahun 2012-
2013
Terdiri dari 15
bangunan dengan
arsitektur gaya gotik
XVII masih
dipertahankan
Terawat - Museum La
Galigo
- Tourist
Information
(Pengelolaan HPI
Sulawesi Selatan)
- Souvenir Shop
- Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
Sulawesi Selatan
- Balai Pelestarian
Cagar Budaya
Makassar
Museum
Kota
Kunjungan
masih rendah
dan didominasi
oleh siswa
sekolah
Bangunan Lantai 2 dan
masih mempertahankan
arsitektur gaya gotik
Cukup
terawat
Ruang Pamer
Koleksi
Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota
Makassar
Gedung
Kesenian
Tidak terdata Bangunan dengan gaya
Eropa abad XVII yang
tersisa pada bagian
depan
Proses
Perbaikan
Tidak ada Revitalisasi di bawah
Pengawasan Dinas
Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
Sulawesi Selatan
Sumber: Hasil Observasi Penulis. 2014
116
Melalui faktor atraksi wisata sebagai salah satu penyebab dalam penentuan
tahap perkembangan dinyatakan bahwa Fort Rotterdam telah ditata dengan baik
dan mendapatkan perawatan fisik bangunan serta telah dimanfaatkan tidak hanya
sebagai daya tarik wisata, tapi sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan seni dan
event internasional. Museum Kota dari beberapa fungsinya antara lain
menyimpan, merawat dan memamerkan koleksi telah berjalan. Fasilitas yang
belum memadai dalam hal memamerkan koleksi dan perawatan serta adanya
kerusakan pada beberapa bagian museum sehingga pengunjung ke Museum Kota
hanya kalangan tertentu yaitu siswa sekolah atau mahasiswa. Gedung Kesenian
sebagai bangunan bersejarah dengan kondisi fisiknya yang belum memadai
sehingga pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata masih terhambat.
Atraksi wisata tidak hanya dapat harus memiliki daya tarik terhadap fisik
bangunan tetapi selama wisatawan berkunjung memberikan rasa nyaman dan pada
akhirnya memberikan kesan. Ketiga bangunan bersejarah memiliki perbedaan
dalam penataannya sebagai daya tarik wisata sehingga menyebabkan perbedaan
jumlah kunjungan wisatawan serta perbedaan kegiatan pelestarian pada masing-
masing bangunan.
6.2 Faktor Aksesibilitas
Pada masa Makassar telah jatuh ke tangan VOC (Vereenigde Ootindische
Compagnie) Fort Rotterdam adalah pemukiman awal VOC yang dikenal dengan
istilah intramuros yaitu kota di dalam benteng. Setelah kondisi perlawanan dari
kerajaan Gowa telah berkurang dan kondisi mulai aman, pemukiman mulai
bergeser ke luar Fort Rotterdam. Dibangun rumah jabatan gubernur Belanda,
117
gemeentehuis (kantor walikota), dan bangunan daerah pecinan termasuk Gedung
Kesenian. pemerintah Belanda saat itu membagi pemukiman melayu atau
masyarakat lokal berada di sebelah Selatan dan pemukiman Belanda berada di
bagian Utara Fort Rotterdam, oleh karena itu Museum Kota dan Gedung Kesenian
berada tidak jauh dari Fort Rotterdam.
6.2.1 Fort Rotterdam
Fort Rotterdam terletak di jalan Ujung Pandang nomor 1 Makassar, jarak
dari Anjungan Pantai Losari ke Fort Rotterdam sekitar 1 km dan dapat ditempuh
dengan berjalan kaki atau menggunakan angkutan umum seperti becak dan pete-
pete. Fort Rotterdam terletak tidak jauh dari Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar
sehingga ketika kapal pesiar singgah, Fort Rotterdam merupakan daya tarik wisata
yang paling sering dikunjungi. Mencapai Fort Rotterdam dari pelabuhan cukup
dekat akan tetapi karena jalan satu arah sehingga harus memutar melalui jalan
Sulawesi dan Pasar Butung Makassar. Hal tersebut memberi nilai tambah oleh
karena wisatawan dapat melihat kegiatan masyarakat lokal di pasar kemudian
melewati Jalan Sulawesi yang merupakan daerah pecinan dan cukup banyak
Klenteng dengan arsitektur khas Tionghoa dan salah satu klenteng yang
ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya adalah Klenteng Ibu Agung Bahari
yang terletak di jalan tersebut. Keberadaan hotel-hotel di Pantai Losari juga
menjadi salah satu nilai tambah oleh karena wisatawan dapat mencapai Fort
Rotterdam dengan mudah.
118
6.2.2 Museum Kota Makassar
Museum Kota Makassar terletak di jalan Balaikota Makassar tepat di
sebelah timur Fort Rotterdam. Mencapai Museum Kota sangat ideal apabila
berjalan kaki dari Fort Rotterdam karena lokasinya yang tidak begitu jauh dan
sepanjang jalan dapat melihat beberapa bangunan bersejarah lainnya. Museum
Kota bersebelahan dengan Kantor Walikota Makassar yang juga bangunan
bersejarah, Gereja Immanuel dan Kantor Pos Ekspedisi. Museum Kota Makassar
dapat pula ditempuh dengan menggunakan taksi atau becak.
6.2.3 Gedung Kesenian Makassar
Gedung Kesenian Makassar terletak di jalan Riburane Makassar sebelah
utara Fort Rotterdam dan di samping pintu masuk ke Kawasan Pecinan Makassar.
Letak Gedung Kesenian yang berada di pinggir jalan membuatnya mudah
ditemukan. Terdapat bus yang melayani perjalanan dari Bandara Sultan
Hasanuddin Makassar ke pusat kota yang halte terakhir bus tersebut terletak di
depan Gedung Kesenian Makassar.
Jarak Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung kesenian Makassar dari
fasilitas umum seperti pelabuhan kapal laut tidak begitu jauh sekitar sekitar 2
kilometer. Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar melayani kapal penumpang dari
berbagai daerah yang dioperasikan oleh PT. Pelayaran Nasional Indonesia
(PELNI). Pada Tabel 6.4 merupakan daftar tetap kapal Pelni yang beroperasi dari
beberapa kota di Indonesia ke Makassar.
119
Tabel 6.4
Daftar Tetap Kapal Pelni Rute Ke Makassar Tahun 2014
Nama Kapal Rute Kapal
Siguntang Tarakan-Balikpapan-Pare pare- Makassar
Nggapulu Fak-fak-Ambon-Namlea-Baus-Makassar
Labobar Surabaya – Makassar
Umsini Tanjung Priuk-Surabaya-Makassar
Ciremai Surabaya-Makassar
Sinabung Bau bau-Makassar
Sirimau Batu Licin – Makassar
Tilong Kabila Gorontalo-Kolonedale-Raha-Makassar
Dobonsolo Manokwari-Sorong-Bau bau-Makassar
Tidar Banda-bau bau-Makassar
Wilis Selayar-Makassar
Gunung Dempo Jayapura-Biak-Sorong-Ambon-Makassar
Sumber: Agus Travel Makassar. 2014
Moda transportasi dengan kapal laut di Indonesia masih belum menjadi
transportasi utama bagi wisatawan. Perjalanan yang cukup lama serta fasilitas
yang terdapat di dalam kapal nasional Indonesia masih kurang memadai.
Makassar sebagai pintu masuk bagi kota-kota lain di Indonesia timur sehingga
jadwal pelayaran lebih banyak ke daerah di Indonesia timur, seperti Ternate,
Ambon atau Jayapura. Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar juga merupakan
pelabuhan persinggahan kapal pesiar yang merapat di pagi hari dan berangkat
kembali sore hari menjelang malam.
Transportasi udara adalah jenis transportasi yang banyak diminati oleh
wisatawan karena meminimalisasi waktu perjalanan serta cukup nyaman selama
perjalanan. Ketersediaan berbagai jenis transportasi menuju daerah tujuan wisata
adalah satu dari sekian faktor penunjang peningkatan wisatawan. Dinyatakan
Cooper dkk (2005: 462) bahwa transportasi di dalam pariwisata tidak hanya
120
sebagai alat untuk mencapai daerah tujuan wisata. Transportasi juga berarti
perpindahan wisatawan di dalam destinasi wisata dan dapat dikategorikan sebagai
daya tarik wisata itu sendiri. Pada Tabel 6.5 adalah daftar penerbangan domestik
dan internasional dari kota-kota besar di Indonesia ke Makassar.
Tabel 6.5
Daftar Penerbangan Domestik dan Internasional dari Kota-Kota besar
di Indonesia ke Makassar Tahun 2014
Maskapai
Penerbagan Rute
Jumlah Penerbangan setiap
hari*
Garuda Indonesia Jakarta-Makassar
Denpasar –Makassar
Surabaya-Makassar
Medan-Makassar
Manado-Makassar
Setiap hari (8x) Setiap Hari (2x)
Setiap hari (4x)
Setiap hari (1x)
Setiap hari (1x)
Citilink Jakarta-Makassar Setiap hari (2x)
Lion Air Jakarta-Makassar
Denpasar Makassar
Surabaya-Makassar
Yogyakarta-Makassar
Manado – Makassar
Setiap hari (13x)
Setiap hari (1x)
Setiap hari (8x)
Setiap hari (1x)
Setiap hari (3x)
Sriwijaya Air Jakarta-Makassar
Surabaya-Makassar
Setiap hari (4x)
Setiap hari (4x)
Air Asia Kuala Lumpur-Makassar Setiap hari (1x)
Silk Air Singapura-Makassar 3x Seminggu *Penerbangan Langsung
Sumber: www.utiket.com. 2014
Tabel 6.5 menjelaskan bahwa aksesibilitas menuju Kota Makassar
khususnya melalui transportasi udara tidaklah sulit saat ini. Beberapa kota besar di
Indonesia antara lain Jakarta, Surabaya, Medan, Denpasar, Yogyakarta, Manado
telah melayani penerbangan langsung ke Makassar. Ketersediaan harga promo
tiket pesawat dan mudahnya akses melalui internet merupakan faktor
meningkatnya jumlah penumpang pesawat saat ini. Jarak dari Bandara
internasional Sultan Hasanuddin pusat Kota Makassar dimana Fort Rotterdam,
Museum Kota dan Gedung Kesenian berlokasi sekitar 25 kilometer. Lokasi ketiga
121
bangunan bersejarah sangatlah strategis yaitu terletak di pusat Kota Makassar.
Mencapai Kota Makassar dari berbagai kota besar di Indonesia dan dari Malaysia
serta Singapura tidaklah sulit karena tersedianya penerbangan langsung dengan
jarak tempuh yang tidak begitu lama. Faktor aksesibilitas saat ini tidak lagi
menjadi hambatan dalam pengembangan Kota Makassar sebagai destinasi wisata.
6.3 Faktor Fasilitas Penunjang Pariwisata
Pembangunan industri pariwisata berawal dari adanya permintaan (demand)
sehingga hadir produsen untuk memenuhi permintaan tersebut. Kebutuhan
wisatawan tidak hanya berupa daya tarik wisata tetapi juga kebutuhan akan jasa.
Dinyatakan Soekadijo (1996:26)
Permintaan lain dari konsumen wisata yang harus dipenuhi terletak di
bidang jasa, yang berupa kegiatan-kegiatan dan fasilitas-fasilitas untuk
memenuhi kebutuhan hidup wisatawan selama ia dalam perjalanan.
Misalnya yang berupa kawan perjalanan, fasilitas hotel, restoran,
pramuwisata, dan sebagainya.
Keberadaan jasa akomodasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam
pariwisata. Alasan peningkatan jumlah akomodasi baik berbintang atau dengan
taraf melati salah satunya adalah karena menyambut Kota Makassar sebagai kota
MICE. Pilihan akomodasi kemudian meningkat dan sangat beragam mulai dari
hotel berbintang sampai dengan penginapan dengan budget rendah.
Beberapa tahun terakhir, puluhan hotel berbintang menjulang tinggi dan
menawarkan kemewahan. Kondisi real dapat dilihat dari trend pertambahan
jumlah kamar yang terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Jika pada
2011 hanya 5.525 kamar, bertambah 1.393 kamar atau tumbuh 25% pada
2012. Untuk 2013, jika mengacu pada jumlah hotel yang sudah terbangun
122
dan sedang dalam proses sebanyak 33 hotel maka akan ada tambahan 4.468
kamar atau terjadi peningkatan 65%.12
Peningkatan hotel di Kota Makassar sebagian besar adalah hotel dengan
jenis hotel bisnis dengan klasifikasi pada bintang tiga. Hotel dengan bangunan
tinggi serta memiliki ruang meeting atau ballroom dengan kapasitas ratusan
bahkan ribuan orang sedangkan hotel dengan jenis resort jumlahnya belum cukup
banyak. Beberapa hotel yang terletak tepat di depan Pantai Losari menawarkan
pemandangan indahnya matahari terbenam. Hotel imperial aryaduta adalah satu-
satunya hotel berbintang empat terletak tepat di depan Pantai Losari dan hotel
pantai gapura dengan istilah hotel terapung karena dibangun diatas perairan Pantai
Losari dengan arsitektur kamar rumah adat Suku Bugis Makassar. Kedua hotel
tersebut berlokasi tidak jauh dari Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung
Kesenian.
Hotel atau penginapan yang telah tersedia adalah salah satu bukti dari
kesiapan Kota Makassar sebagai daerah tujuan wisata di kawasan Indonesia timur.
Selain kebutuhan akan akomodasi komponen lainnya merupakan keberadaan
pramuwisata yang tidak hanya teman perjalanan bagi wisatawan tetapi lebih dari
itu pramuwisata sebagai pihak yang membawa image Kota Makassar.
Pramuwisata di Kota Makassar sendiri dihimpun dalam asosiasi himpunan
pramuwisata Makassar Sulawesi Selatan (HPI). Keberagaman bahasa yang
dikuasai oleh pramuwisata di Kota Makassar bagi kebutuhan akan wisatawan
asing cukup lengkap. Pramuwisata yang tersedia di Makassar adalah bahasa
12
Dammar, Suwarny. Booming Hotel Di Makassar-Bencana atau Peluang?. [diunduh 18 April
2014]. Sumber: URL: http://m.koran-sindo.com/node/321586.
123
Italia, Inggris, Spanyol, Jepang, Arab, Perancis, Mandarin, Jerman, Belanda.
Dinyatakan oleh Sekretaris HPI Sulawesi Selatan Mukhtar bahwa di Sulwesi
Selatan terdapat 280 pramuwisata yang mempunyai lisensi madya (menengah)
menurut data dari HPI Sulawesi Selatan13
.
Pramuwisata sebagai kebutuhan dalam perjalanan wisata di Kota Makassar
telah tersedia dan dalam berbagai bahasa. Hal tersebut melengkapi berbagai
fasilitas akomodasi yang telah tersedia. Fasilitas lainnya dalam mendukung
kegiatan pariwisata yaitu berbagai tempat pilihan kuliner dan hiburan.
Perkembangan bisnis kuliner dan hiburan di Kota Makassar beberapa tahun ini
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dimuat dalam salah satu harian
online bahwa “bisnis usaha restoran di Kota Makassar tampaknya semakin
menjanjikan. Hal itu dapat dilihat dari perkembangan jumlah usaha tersebut.
Jumlah restoran yang ada saat ini sekitar 600 wajib pajak. Geliat bisnis sektor ini
juga memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap pendapatan pajak perkotaan
Kota Makassar14
.
Jenis restoran atau kafe yang mulai bermunculan di Makassar juga beragam
baik makanan internasional, khas daerah Makassar dan berbagai daerah di
Provinsi Sulawesi Selatan. Restoran waralaba internasional yang banyak diminati
oleh masyarakat lokal adalah masakan Italia dan Jepang sedangkan makanan
daerah juga terus berbenah mengembangkan kualitas yang dimiliki.
13
Anonim. Sulsel miliki 280 pemandu wisata berlisensi. [diunduh 21 April 2014]. Sumber: URL:
http://antara-sulawesiselatan.com/berita/24076/sulsel-miliki-280-pemandu-wisata-berlisensi.
14
W, Ronald. Bisnis Restoran Makin Menjanjikan. [diunduh 21 April 2014]. Sumber: URL:
http://beritakotamakassar.com/index.php/more/arsip-berita-kota-makassar/15844-bisnis-restoran-
makin-menjanjikan.html.
124
Perkembangan kuliner di Kota Makassar tidak banyak disebabkan oleh adanya
kegiatan pariwisata melainkan masyarakat di Kota Makassar telah mengadopsi
gaya hidup metropolitan.
Kafe dan tempat hiburan malam telah menjadi kebutuhan bagi beberapa
kalangan sebagai bagian kebutuhan hidup sehari-hari. Di samping itu,
ketersediaan restoran, kafe ataupun tempat hiburan malam lainnya akhirnya dapat
menjadi nilai tambah bagi kegiatan wisata di Kota Makassar, dinyatakan oleh
Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Syafruddin. 2014) bahwa
Entertainment itu kan pariwisata wisatawan datang ke sini pagi sampai sore
mereka tour dan malamya biasanya mencari hiburan, tetapi itu pun
sebenarnya memang satu ciri kota metropolitan, hiburan itu selalu ada, kota
harus itu hidup 24 jam.
Kampung Popsa adalah restoran dengan pemandangan Pantai Losari yang
berada tepat di depan Fort Rotterdam. Pembangunannya mendapatkan tentangan
dari para arkeolog karena berada di daerah zona cagar budaya II Fort Rotterdam
dan Zona Cafe adalah salah satu tempat hiburan malam yang berlokasi tidak jauh
dari Kampung Popsa. (Gambar 5 pada lampiran).
Fasilitas penunjang wisata sebagai salah satu landasan dalam penentuan
tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian
sebagai wisata warisan budaya tidak menjadi kendala. Secara umum Kota
Makassar telah berbenah dengan membangun fasilitas hotel, restoran, tempat
hiburan malam dan penyediaan pramuwisata.
125
6.4 Faktor Ketersediaan Paket Wisata
Industri pariwisata tidak bisa lepas dari adanya biro perjalanan wisata
sebagai salah satu pihak yang mendatangkan wisatawan ke daerah tujuan wisata.
Wisatawan baik itu mancanegara atau nusantara membutuhkan biro atau agen
perjalanan wisata untuk memudahkan wisatawan mendapatkan informasi dan
mendapatkan pelayanan terhadap kebutuhan akan perjalanan wisata.
Biro atau agen perjalanan wisata dapat dikatakan sebagai perantara untuk
wisatawan mencapai daerah tujuan wisata. Perantara yang dimaksud sebagai
pihak yang mengurus kebutuhan akomodasi, transportasi, pramuwisata, dokumen
perjalanan serta asuransi bagi wisatawan. Terdapat tiga jenis perantara antara lain
biro perjalanan wisata, agen perjalanan wisata, dan yang disebut agen penyalur
khusus termasuk perusahaan-perusahaan insentif, perencana rapat dan konvensi,
perwakilan hotel, kantor pariwisata, asosiasi atau organisasi pariwisata (Vellas
dan Becherel, 2008:353-354)
Bisnis biro perjalanan wisata di Kota Makassar beberapa tahun ini
semakin meningkat, jumlahnya sudah mencapai sekitar 325 buah saat ini.
Kebutuhan akan tiket pesawat udara yang semakin tinggi karena murahnya harga
tiket tersebut dan penawaran paket wisata memberikan pelayanan lengkap kepada
wisatawan. Pelayanan tersebut mulai dari akomodasi, makan, transportasi dan
pramuwisata selama kegiatan perjalanan wisata berlangsung. Paket wisata
Makassar di yang ditawarkan oleh biro perjalanan wisata dengan target pasar
wisatawan mancanegara merupakan paket wisata adventure yang mengunjungi
beberapa provinsi di Pulau Sulawesi. Perjalanan dimulai dari Makassar sampai ke
126
Tanjung Karang di Sulawesi Tengah selama 12 hari/11 malam (Gambar 6 pada
lampiran).
Daya tarik wisata di Kota Makassar yang banyak ditawarkan oleh
wisatawan antara lain, Fort Rotterdam, taman anggrek dan koleksi kerang,
pelabuhan tradisional paotere. Paket wisata lainnya yang ditawarkan kepada
wisatawan oleh biro perjalanan wisata adalah perjalanan di Makassar selama 4
hari/3 malam dengan mengujungi beberapa tempat bersejarah antara lain benteng
somba opu, istana Raja Gowa Balla Lompoa, masjid katangka yang merupakan
mesjid tertua di Makassar. Daya tarik wisata alam seperti bantimurung berlokasi
sekitar 1 jam berkendara dari Kota Makassar. (Gambar 7 pada lampiran)
Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata yang lebih banyak ditawarkan
kepada wisatawan oleh biro perjalanan wisata. Keberadaan beberapa bangunan
bersejarah dekat dengan Fort Rotterdam kenyataannya belum dimanfaatkan
sebagai wisata kota lama. Museum Kota dan Gedung Kesenian memiliki potensi
yang sama seperti Fort Rotterdam untuk dimaksimalkan sebagai daya tarik wisata,
akan tetapi untuk ditawarkan sebagai daya tarik wisata diperlukan pembenahan
dan peningkatan pengelolaan.
6.5 Faktor Aktivitas di Daya tarik wisata
Aktivitas pada suatu daya tarik wisata adalah sisi lain yang menambah
minat wisatawan untuk mengunjungi daya tarik wisata tersebut. Menurut
Soekadijo (1996:71) bahwa pembangunan obyek wisata juga harus meliputi usaha
untuk menahan wisatawan selama mungkin. Obyek penangkap wisatawan (tourist
catcher) harus ditingkatkan atau dilengkapi sehingga menjadi atraksi penahan
127
wisatawan. Keramahtamahan pramuwisata, tata kelola daya tarik iwsata yang asri
dan ditambah aktivitas yang menarik sehingga wisatawan betah dan
meninggalkan kesan terhadap daya tarik wisata tersebut.
Aktivitas yang saat ini dapat dilakukan oleh pengunjung di sekitar Fort
Rotterdam tidak begitu banyak, pengunjung yang sebagian besar mahasiswa atau
organisasi pemuda duduk dan menikmati waktu sore atau sekedar mencari sudut
gambar yang menarik di beberapa sisi bangunan. Museum La Galigo yang berada
di dalam Fort Rotterdam sebagai selain tugas utamanya yaitu memamerkan dan
menginformasikan benda bersejarah terdapat pula aktivitas lain yang dilaksanakan
oleh pengelola. Pada tabel 6.5 adalah kegiatan yang dilaksanakan pihak pengelola
Museum La Galigo yang umum dilaksanakan bagi pelajar dan mahasiswa dengan
tujuan mengenal dan mengajak untuk mengunjungi museum.
Tabel 6.5
Kegiatan Pihak Pengelola Museum La Galigo 2008 -2013
Tahun Nama kegiatan
2010
- Lomba rekonstruksi Gambar koleksi museum
- Ceramah museum
- Sosialisasi museum
2011
- Lomba cerdas cermat museum
- Sosialisasi museum untuk guru-guru SD, SMP, SMA bidang
studi IPS, sejarah se Kota Makassar
2012
- Pemilihan duta museum‟
- Sosialisasi museum pada usia remaja
- Lomba mewarnai Gambar koleksi dan rekonstruksi Gambar
koleksi museum
2013
- Sosialisasi dan ceramah museum
- Pameran temporer Museum La Galigo
- Focus group discussion
Sumber: Museum La Galigo Makassar. 2014
Salah satu tugas museum sebagai sarana pembelajaran bagi siswa sekolah
sehingga kegiatan-kegiatan tersebut bermanfaat bagi keikutsertaan generasi muda
128
Gambar 6.2 Komentar wisatawan setelah mengunjungi Fort Rotterdam
Sumber: http://www.tripadvisor.com/Attraction_Review-g297720-d1599792-Reviews-or20-
Fort_Rotterdam-Makassar_South_Sulawesi_Sulawesi.html#REVIEWS
untuk datang mengunjungi dan turut serta melestarikan keberadaan museum. Pada
kenyataannya Museum La Galigo sebagai bagian dari Fort Rotterdam
membutuhkan aktivitas yang dapat dinikmati oleh wisatawan setiap harinya.
Pagelaran seni yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Provinsi Sulawesi Selatan setiap akhir pekan efektif akan tetapi tidak dapat
dinikmati oleh wisatawan yang datang setiap harinya.
Gambar 6.2 adalah kesan yang ditinggalkan wisatawan mancanegara yang
telah berkunjung ke Fort Rotterdam melalui situs tripadvisor. Wisatawan dari
Belanda menyatakan bahwa Fort Rotterdam merupakan bangunan bersejarah yang
terawat akan tetapi hambar kemudian wisawatawan lainnya menyatakan bahwa
lokasi Fort Rotterdam dapat mudah dijangkau, kondisinya bangunannya bagus
dan tidak dimanfaatkan secara maksimal sebagai atraksi wisata juga bahwa Fort
129
Rotterdam satu-satunya tempat yang menginformasikan sejarah Kota Makassar.
Pernyataan dari wisatawan tersebut tentunya bertolak belakang dengan kenyataan
bahwa ada dua bangunan bersejarah lainnya yang dapat menceritakan sejarah
Kota Makassar.
Museum Kota Makassar selain memamerkan benda-benda bersejarah belum
banyak memiliki aktivitas tambahan yang dapat dilakukan di museum.
Pengunjung hanya melihat koleksi museum melalui lemari kaca dan foto Kota
Makassar zaman kolonial dan pejabat daerah dari masa ke masa. Dinyatakan oleh
salah satu staff Museum Kota Makassar bahwa pada awal-awal berdirinya
museum tahun 2001 kegiatan tarian tradisional diadakan setiap minggu oleh pihak
pengelola museum dan pihak biro perjalanan wisata membawa penumpang kapal
yang transit untuk melihat kegiatan tersebut. Kegiatan lainnya adalah Pagelaran
seni budaya oleh siswa sekolah di Museum Kota Makassar. Kegiatan berupa
pagelaran musik angklung, tarian empat etnis dalam rangka gerakan cinta
budaya15
.
Kegiatan-kegiatan tersebut yang dibutuhkan bagi museum bahwa ada
aktivitas yang dapat disaksikan oleh wisatawan sehingga memberikan kesan bagi
wisatawan tersebut. Kegiatan berkesenian para seniman lokal adalah satu-satunya
kegiatan yang dapat menghidupkan Gedung Kesenian Makassar. Aktivitas yang
banyak dilakukan di gedung tersebut tentunya kegiatan yang berhubungan dengan
kegiatan seni berupa teater atau pemutaran film.
15
Anonim. Musik Angklung Bergema di Museum Kota. [diunduh 25 April 2014]. Sumber: URL:
http://www.kabarmakassar.com/wisata-budaya/item/13963-musik-angklung-bergema-di-museum-
kota.html.
130
Aktivitas wisata di Gedung Kesenian Makassar belum banyak yang dapat
dilakukan karena kondisi gedung yang masih proses perbaikan yang belum
terselesaikan. Potensi aktivitas seni di Gedung Kesenian tentunya juga dapat
menarik wisatawan untuk berkunjung karena keunikan seni tradisional merupakan
sumber daya budaya di dalam industri pariwisata.
Faktor aktivitas di daya tarik wisata memiliki keterkaitan dengan faktor
atraksi wisata. Penentuan aktivitas harus berdasarkan pertimbangan bahwa
aktivitas tersebut memiliki keterkaitan serta mendukung atraksi wisata itu sendiri.
Aktivitas yang dilaksanakan di Fort Rotterdam telah dilaksanakan berupa kegiatan
seni tradisional, Museum Kota menyelenggarakan kegiatan untuk siswa sekolah
sedangkan Gedung Kesenian pertunjukan seni tidak lagi dapat dilaksanakan oleh
karena kondisi bangunan yang sudah tidak layak.
6.6 Faktor Pelayanan Pendukung
Ancillary service merupakan pelayanan tambahan yang dibutuhkan
wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata. Pelayanan tambahan berupa
layanan telekomunikasi, perbankan, pos, penukaran uang dan layanan lainnya.
Kota Makassar dikenal sebagai pusat bisnis Indonesi Timur sehingga keberadaan
bank jumlahnya cukup banyak. Bank nasional yaitu BNI, Mega, Panin, Danamon,
BRI, Mandiri, Permata, BCA, Sinarmas. Pelayanan oleh bank internasional yaitu
BII, HSBC, ANZ, Commonwealth. Untuk pengambilan uang dengan ATM
(Automatic Teller Machine) bagi wisatawan asing dapat menggunakan beberapa
bank yang bekerjasama dengan Visa atau Master. Pelayanan penukaran mata uang
dapat dilakukan pada beberapa money changer seperti BMC, H. La Tunrung,
131
Marazavalas. Lokasi ketiga penukaran uang tersebut terletak di pusat kota
sehingga memudahkan bagi wisatawan untuk mengakses.
Pelayanan kesehatan di Kota Makassar saat ini telah berdiri rumah sakit
internasional Siloam yang berlokasi di sebelah selatan Pantai Losari. Pelayanan
rumah sakit setempat juga telah memiliki fasilitas yang cukup lengkap, beberapa
rumah sakit besar di Kota Makassar antara lain RS Awal Bros, RS Pendidikan, RS
Wahidin Sudirohusodo, RS Pelamonia. Pelayanan lainnya adalah telekomunikasi
seperti hal di kota-kota besar lainnya, Makassar sendiri pelayanan telekomunikasi
bagi wisatawan internasional dengan nomor telefon dari negaranya secara
otomatis akan tersambung dengan Telkomsel sehingga nomor asing dapat tetap di
hubungi dari negaranya. Bagi wisatawan untuk mencari informasi wisata di
Sulawesi Selatan dan Pulau Sulawesi tersedia Sulawesi Tourist Information
Centre (STIC) di kantor Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi
Selatan yang menyediakan pelayanan internet, brosur wisata dari berbagai
kabupaten di Sulawesi Selatan dan Tourist Information juga terdapat di Fort
Rotterdam yang dikelola oleh Himpunan Pramuwisata Indonesia.
Pelayanan pendukung yang telah tersedia di Kota Makassar bagi wisatawan
dapat dikatakan cukup lengkap akan tetapi peningkatan justru harus dilakukan
pada daya tarik wisata sehingga dapat meninggalkan kesan pada wisatawan.
6.7 Faktor Promosi Wisata
Promosi merupakan salah satu bagian dari langkah pemasaran yang
diperlukan bagi daya tarik wisata untuk memperkenalkan tetapi membuat kesan
bagi wisatawan untuk kembali berkunjung. Promosi wisata terhadap ketiga
132
bangunan bersejarah akan dijabarkan melalui komponen humas (public relation),
periklanan (advertising), penetapan graphic material, promosi (promotion).
6.7.1 Fort Rotterdam
Fort Rotterdam sebagai destinasi wisata unggulan di Kota Makassar telah
banyak dipromosikan. Alat bantu promosi seperti brosur yang dicetak oleh Dinas
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan setiap tahunnya baik dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang memuat destinasi wisata utama
berbagai daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Brosur-brosur tersebut
diperuntukan bagi kegiatan promosi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Provinsi Sulawesi Selatan di dalam atau luar negeri.
Beberapa kegiatan promosi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi
Selatan adalah MATTA (Malaysia’s Premiere Travel Extravaganza) di Kuala
Lumpur dan NATAS (National Association Of Travel Agents Singapore) Travel
Fair di Singapura dan Pameran Pariwisata International Tourism Bourse (ITB)
Berlin, Jerman oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar.
Kegiatan MATTA dan NATAS travel fair dipilih karena semakin mudah akses
dari Malaysia dan Singapura ke Kota Makassar dengan adanya penerbangan
langsung serta disampaikan oleh Sekretaris Kepala Dinas (Syarifuddin. 2014) di
Malaysia dan Afrika Selatan terdapat sekitar 10 juta warga keturunan Sulawesi
Selatan yang tergabung dalam Perhimpunan Keluarga Sulawesi Selatan. sehingga
potensial Pengembangan wisata mudik. Brosur-brosur pariwisata yang dibuat saat
ini masih secara umum belum memiliki pembagian sesuai minat wisatawan.
133
Lebih lanjut dinyatakan oleh Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi
kreatif Sulawesi Selatan (Syarifuddin, 2014) bahwa tahun 2014 sudah ada rencana
untuk mengelompokkan pembuatan alat bantu promosi seperti brosur sesuai minat
wisatawan, seperti wisata alam, budaya atau sejarah. Brosur yang saat ni dimiliki
berupa peta wisata untuk wilayah Makassar dan Toraja, brosur visit South
Sulawesi yang memuat informasi tentang daya tarik wisata di seluruh kabupaten,
alamat hotel, biro perjalanan wisata, toko oleh-oleh, alamat kantor maskapai
penerbangan, restoran, bioskop dan pemesanan taxi. Kemudian terdapat pula buku
informasi dengan judul Potential Tourism of South Sulawesi.
Kegiatan lain berupa kunjungan oleh jurnalis dari luar negeri dalam rangka
mempromosikan pariwisata di Kota Makassar. Kunjungan 12 Jurnalis wisata dari
Malaysia baik media cetak dan eletronik serta sebanyak 50 jurnalis dari seluruh
Indonesia berkunjung ke makassar untuk meliput berbagai daya tarik wisata.
Kegiatan lainnya yang dapat dilakukan dalam komponen public relation
adalah mengadakan educational tour bagi siswa sekolah. Pengorganisasian
educational tour ini dilaksanakan oleh pengelola Museum La Galigo, beberapa
kegiatan tersebut antara lain dari tahun 2008-2013 pameran gerakan sayang
museum, ceramah museum di Kabupaten Bone dan Kabupaten Sinjai, sosialisasi
museum pada usia remaja, lomba mewarnai, pameran temporer Museum La
Galigo. Kegiatan periklanan saat ini kerjasama dengan pihak lain yaitu
perusahaan sido muncul akan membuat iklan dengan latar budaya Sulawesi
Selatan.
Kita sudah lihat beberapa iklan Kuku Bima Energi dengan latar wisata di
Indonesia. Kami juga akan buat iklan yang bisa angkat wisata Sulawesi
134
Selatan,” ujar Irwan, ini komitmen kami dalam hal ikut membantu
pembangunan, disamping kegiatan sosial yang sering kami gelar. Kami akan
buat apa saja bisa untuk membantu masyarakat dan pembangunan
Indonesia16
Pemilihan materi grafis untuk bahan promosi pariwisata untuk bangunan
bersejarah seperti Fort Rotterdam merupakan bagian dari program Visit South
Sulawesi oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan
dan program visit Makassar great expectation and beyond 2011-2014. Hal
tersebut dituangkan dalam website pariwisata masing-masing lembaga. Website
kedua lembaga pariwisata tersebut bersama-sama memuat Fort Rotterdam sebagai
destinasi wisata di Kota Makassar.
6.7.2 Museum Kota Makassar
Kegiatan humas yang banyak dilakukan oleh Museum Kota sendiri adalah
kerjasama untuk educational tour. Siswa-siswa dari berbagai sekolah di Kota
Makassar banyak melalukan kunjungan secara rombongan atau individu. Alat
promosi seperti brosur yang menginformasikan koleksi yang dimiliki Museum
Kota dan melalui media sosial yang digunakan oleh pihak pengelola. Museum
Kota juga menjadi salah satu daya tarik wisata melalui website Dinas Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar, selain itu terdapat beberapa website yang
memuat tentang Museum Kota Makassar17
. Kunjungan beberapa jurnalis lokal
16
Anonim. 2013. Sido Muncul Akan Buat Iklan Latar Budaya Sulawesi Selatan. [Diunduh 25 April
2014]. Sumber URL: http://www.celebesonline.com/index/2014/04/12/sido-muncul-akan-buat-
iklan-latar-budaya-sulawesi-selatan.
17Anonim. 2014. Website yang menginformasikan tentang Museum Kota Makassar. [Diunduh 25
April 2014]. Sumber URL: www.indonesia.travel.com, www.asosiasimuseumindonesia.org,
www.museumku.wordpress.com dan www.wisatamelayu.com.
135
dan nasional ke Museum Kota merupakan sarana yang membantu promosi dari
pihak pengelola.
Sebuah bangunan bergaya art deco berdiri dengan tegak di Jalan Balaikota
nomer 11, Makassar, Sulawesi Selatan. Bangunan itu adalah museum yang
mengoleksi benda-benda bersejarah di kota Anging Mamiri (julukan
Makassar), karena itulah diberi nama Museum Kota Makassar18
.
Adapun berita lainnya dimuat dalam berita online oleh detik travel bahwa tidak
sah apabila ke Makassar belum kelima tempat yaitu Pantai Losari, Fort
Rotterdam, Museum La Galigo, Museum Kota dan china town19
. Selain berita
yang ditulis oleh jurnalis beberapa komunitas di Kota Makassar juga turut
membantu dalam usaha promosi Museum Kota.
Blogger Anging Mammiri menggelar tudang sipulung dengan mengunjungi
Museum Kota, Jl Balai Kota, Makassar. Kunjungan ini mereka sebut
sebagai „menjenguk‟ lantaran museum ini terbilang sepi dikunjungi warga
kota. Ahmad mengajak 20 orang anggota komunitasnya, dan sejumlah
komunitas-komunitas lain di Makassar seperti JJS Makassar, Akademi
Berbagi (Akber) dan KPAJ. Dengan kunjungan ini ia berharap teman-
temannya bisa mempromosikan Museum Kota dengan menuliskannya di
blog20
.
Kegiatan promosi lainnya yang dilaksanakan oleh pihak pengelola adalah
keikutsertaan dalam pameran di luar daerah sehingga dapat memperlihatkan
18
Anonim. Berwisata Edukasi dan Sejarah Museum Kota Makassar. [diunduh 25 April 2014].
Sumber: URL: http://destindonesia.com/2013/12/09/berwisata-edukasi-dan-sejarah-di-museum-
kota-makassar. 19
Ramadhanny, Fitraya. 2013. Belum Sah ke Makassar Sebelum ke 5 Tempat ini. [diunduh 25
April 2014] Sumber: URL:
http://travel.detik.com/read/2013/03/21/090943/2199654/1383/3/belum-sah-ke-makassar-sebelum-
ke-5-tempat-ini.
21
Untung, Muhaimin A. 2014. Blogger Anging Mammiri „Jenguk‟ Museum Kota Makassar.
[diunduh 25 April 2014]. Sumber: URL: http://klikmakassar.com/2014/03/01/blogger-anging-
mammiri-jenguk-museum-kota-makassar/.
136
koleksi yang dimiliki dan diharapkan dapat merangsang wisatawan untuk
berkunjung ke Makassar.
6.7.3 Gedung Kesenian Makassar
Belum banyak kegiatan promosi bagi Gedung Kesenian Makassar dalam
usahanya sebagai salah satu destinasi wisata di Kota Makassar. Gedung Kesenian
selama ini masih menjadi rumah bagi para seniman lokal untuk mengembangkan
karyanya. Kegiatan promosi yang dilakukan lebih banyak datang dari jurnalis dan
masyarakat yang menulis dalam blog, salah satu website panduan wisata dari
Yogyakarta menulis tentang sejarah dan fungsi dari Gedung Kesenian serta
kegiatan pagelaran film pendek karya sutradara dari Makassar juga dimuat pada
harian online. Kegiatan lainnya yang pernah diselenggarakan adalah festival jalan
ribura‟ne yang menggelar pameran foto-foto Makassar tempo dulu yang
bekerjasama dengan sanggar seni serta Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Kota Makassar. Kegiatan promosi dari pihak seniman lebih banyak informasi dari
mulut ke mulut bahwa Gedung Kesenian masih beroperasi dan dapat digunakan
sebagai tempat pagelaran seni.
6.8 Tahap perkembangan Bangunan Bersejarah di Kota Makassar
Melalui enam komponen antara lain activities, accessibilty, amenities,
available package, activities, ancillary service ditambah dengan komponen
promosi wisata, disimpulkan tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota
dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar.
137
6.8.1 Fort Rotterdam
Fort Rotterdam sebagai bangunan bersejarah merupakan salah satu daya
tarik wisata andalan di Kota Makassar. Fort Rotterdam tidak hanya banyak
dikunjungi oleh wisatawan melainkan masyarakat lokal. Fort Rotterdam telah
direnovasi beberapa kali setelah masa kemerdekaan dan revitalisasi secara besar-
besaran baru saja dilakukan tahun 2010-2011. Lokasi strategis berada tepat di
depan Pantai Losari, hotel-hotel berbintang serta fasilitas umum lainnya
menjadikan Fort Rotterdam salah satu landmark wisata Kota Makassar. Melalui
siklus hidup destinasi wisata oleh Butler, Fort Rotterdam diklasifikasikan dalam
tahap development (pengembangan). Fort Rotterdam dalam pengelolaannya dan
perbaikan telah melibatkan tidak hanya kalangan pemerintah tapi pihak luar. Di
sekitar area luar kompleks Fort Rotterdam telah banyak dibangun restoran, hotel
dan tempat hiburan dan juga banyak dipromosikan sebagai daya tarik wisata baik
oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan juga oleh biro
perjalanan wisata.
6.8.2 Museum Kota Makassar
Museum Kota Makassar sebagai bagian dari sejarah Kota Makassar
merupakan sarana edukasi serta wisata. Keberadaannya membantu pengunjung
untuk lebih memahami sejarah Kota Makassar sehingga dibutuhkan tidak hanya
pelestarian tapi juga memaksimalkan potensi yang dimiliki di dalamnya. Melalui
siklus hidup destinasi wisata Museum Kota Makassar dapat di klasifikasikan ke
dalam tahap exploration (eksplorasi). Jumlah wisatawan yang tidak begitu besar,
aksesibilitas sudah sangat baik dan faktor eksternal lainnya telah mendukung akan
138
tetapi daya tariknya sendiri harus banyak melakukan pembenahan baik secara
fisik dan non fisik sehingga daya tariknya dapat lebih ditonjolkan kepada
wisatawan.
6.8.3 Gedung Kesenian Makassar
Gedung Kesenian Makassar merupakan peninggalan sejarah yang telah
lama difungsikan sebagai Gedung Kesenian bagi masyarakat lokal akan tetapi
pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata cenderung masih baru. Oleh karena itu,
Gedung Kesenian dapat klasifikasikan sebagai daya tarik yang masih bersifat
exploration (eksplorasi) karena jumlah wisatawan yang masih sangat minim,
secara fisik dan pengelolaan membutuhkan banyak perbaikan sehingga layak
dikunjungi oleh wisatawan serta difungsikan untuk kegiatan berkesenian. Gambar
6.3 merupakan tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung
Kesenian pada evolusi destinasi wisata yang dikembangkan oleh Butler.
Tahap
Pengembangan
Fort Rotterdam
AREA KRITIS UNTUK ELEMEN DAYA TAMPUNG WISATAWAN
Keterlibatan
Peremajaan
Kemunduran
Tahap Eksplorasi
Stagnasi
Konsolidasi
Museum Kota & Gedung Kesenian
Gambar 6.3 Tahap Perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian
Sumber: Tourism Area Life Cycle Butler yang disesuaikan dengan Penelitian ini. 2014
139
BAB VII
STRATEGI YANG EFEKTIF UNTUK MENINGKATKAN
FORT ROTTERDAM, MUSEUM KOTA, GEDUNG KESENIAN
SEBAGAI WISATA WARISAN BUDAYA DI KOTA MAKASSAR
Strategi merupakan keseluruhan gagasan yang berkaitan dengan
perencanaan sampai dengan pelaksanaan gagasan tersebut. Strategi yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah gagasan-gagasan yang diperuntukkan bagi
masing-masing bangunan bersejarah dalam pemanfaatannya sebagai wisata
warisan budaya. Terlebih dahulu telah dijabarkan tahap perkembangan ketiga
bangunan bersejarah sebagai wisata warisan budaya yang diuraikan melalui
konsep 6A ditambah dengan faktor promosi pariwisata. Konsep 6A tersebut
kemudian dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal dari tahap
perkembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian yang
bertujuan memudahkan penentuan strategi yang efektif dalam peningkatan ketiga
bangunan sebagai wisata warisan budaya .
7.1 Faktor Internal dari Tahap perkembangan
Faktor internal terhadap tahap perkembangan Fort Rotterdam, Museum
Kota dan Gedung Kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya dirangkum
dari faktor atraksi dan kegiatan di daya tarik wisata. Berdasarkan hasil analisis
diketahui bahwa Fort Rotterdam merupakan bangunan bersejarah yang paling
terawat dibandingkan dengan Museum Kota dan Gedung Kesenian. Kondisi
bangunan Fort Rotterdam yang telah mengalami revitalisasi di seluruh
bangunannya, perawatan area terbuka hijau yang terletak di dalam kompleks Fort
140
Rotterdam, revitalisasi Museum La Galigo sebagai bagian dari daya tarik Fort
Rotterdam sehingga lebih nyaman dan terlihat lebih modern. Fort Rotterdam juga
difungsikan sebagai tempat perkumpulkan beberapa organisasi mahasiswa,
aktivitas seni dan budaya baik dari pemerintah dan penyelenggara kegiatan
lainnya sehingga Fort Rotterdam semakin dikenal oleh masyarakat dan
wisatawan. Pada kenyataannya masih terdapat kekurangan interaksi yang dapat
membangun hubungan secara emosional wisatawan dengan benda bersejarah serta
budaya lokal.
Kondisi bangunan Museum Kota yang masih terlihat terawat adalah satu
nilai tambah bagi keberadaan bangunan bersejarah di antara pesatnya
pembangunan Kota Makassar. Memasuki bagian dalam museum dan melihat
kekayaan koleksi yang dimiliki sangat kontras terlihat kekurangan fasilitas bagi
perawatan benda bersejarah. Ruang pamer pada lantai bawah tidak dilengkapi
dengan pendingin ruangan yang suhunya sesuai serta pencahayaan yang
mengandalkan cahaya seadanya dari alam serta kebocoran di tempat memamerkan
foto-foto sejarah pemerintahan Kota Makassar sehingga dapat berbahaya bagi
koleksi yang disimpan. Aktivitas yang banyak dilaksanakan di Museum Kota
adalah kegiatan kunjungan dari siswa sekolah atau mahasiswa yang merupakan
target pengunjung dan penampilan alat musik tradisional oleh siswa.
Gedung Kesenian sebagai tempat perkembangan seni di Kota Makassar
adalah bangunan dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Perbaikan bertahap
yang belum terselesaikan menjadi kendala bagi seniman untuk mengadakan
kegiatan seni. Banyak ruangan di dalam gedung sudah tidak layak digunakan,
141
panggung ruang pertunjukan tertutup masih dalam proses perbaikan dan
tumpukan sisa bangunan yang dibiarkan begitu saja di ruang pertunjukan tertutup.
Atraksi seni yang dulunya menghidupkan bangunan ini sudah lama tidak lagi
dapat diselenggarakan karena kondisi bangunan.
7.2 Faktor Eksternal dari Tahap perkembangan
Faktor eksternal terhadap tahap perkembangan ketiga bangunan bersejarah
diambil dari faktor aksesibilitas, fasilitas penunjang pariwisata, ketersediaan paket
wisata, pelayanan pendukung dan promosi wisata. Fort Rotterdam, Museum Kota
dan Gedung Kesenian terletak di pusat kota dan berdekatan satu sama lain
sehingga mudah dijangkau menggunakan angkutan umum dan fasilitas umum
seperti bandar udara. Nilai tambah lainnya bahwa ketiga bangunan bersejarah
terletak dekat dengan fasilitas penunjang seperti sarana akomodasi yang terus
mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 peningkatan jumlah hotel di Kota
Makassar mencapai 65% ditambah dengan peningkatan restoran dengan berbagai
jenis pilihan menu western, Japanese dan masakan lokal Indonesia dan khas
Makassar. Ketersediaan pramuwisata dengan pilihan berbagai bahasa Jerman,
Italia, Spanyol, Belanda, Perancis, Arab, Inggris, Jepang dan Mandarin.
Paket wisata ke Kota Makassar yang ditawarkan oleh biro perjalanan wisata
bagi wisatawan mancanegara dan nusantara pasti mengunjungi Fort Rotterdam.
Gedung Kesenian dan Museum Kota belum banyak ditawarkan sehingga menjadi
konsumsi bagi kalangan tertentu. Secara umum pelayanan pendukung dalam
kegiatan pariwisata di Kota Makassar telah tersedia. Pelayanan bank
internasional, penukaran uang, pelayanan kesehatan berstandar internasional,
142
saran telekomunikasi serta tourist informaion centre telah tersedia seiring dengan
pesatnya perkembangan kota.
Fort Rotterdam dan Gedung Kesenian sebagai pemanfaatannya dalam
pariwisata berada di bawah pengelolaan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan promosi Dinas Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan memperkenalkan secara umum seluruh daya
tarik wisata di Provinsi Sulawesi Selatan dengan keikutsertaan dalam MATTA di
Kuala Lumpur, NATAS travel fair di Singapura. Brosur, tourist map, buku
informasi wisata dibuat untuk mempermudah wisatawan dan bagian dari alat
pembantu promosi. Selain itu, dibuat website khusus untuk pariwisata di Sulawesi
Selatan. Adanya kunjungan jurnalis dari dalam dan luar negeri ke beberapa daya
tarik wisata termasuk Fort Rotterdam. Museum La Galigo sebagai bagian dari
Fort Rotterdam memiliki program sendiri berupa educational tour bagi siswa
sekolah, pemilihan duta museum dan keikutsertaan dalam pameran temporer di
berbagai kota.
Museum Kota pengelolaannya di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kota Makassar. Promosi yang banyak dilaksanakan lebih menargetkan kunjungan
siswa sekolah dan mahasiswa. Brosur dibuat sebagai salah satu alat bantu
promosi, kunjungan dari jurnalis lokal dan organisasi pemuda serta Museum Kota
menjadi salah satu destinasi wisata pada website Dinas Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Kota Makassar.
Kegiatan promosi yang dilaksanakan oleh seniman pengelola Gedung
Kesenian tidak banyak, promosi lebih mengandalkan informasi yang beredar
143
antara sesama seniman. Promosi yang banyak dilakukan oleh pihak lain seperti
jurnalis majalah wisata dari Yogyakarta menulis tentang Gedung Kesenian serta
kegiatan seni yang dilaksanakan di Gedung Kesenian kemudian dimuat pada
beberapa harian online.
7.3 Strategi Pengembangan Wisata warisan budaya di Kota Makassar
Perumusan strategi terhadap ketiga bangunan bersejarah berdasarkan pada
kenyataan yang didapatkan selama melaksanakan observasi dan proses
pengumpulan data penelitian. Strategi yang efektif untuk penelitian ini adalah
strategi intensif yang terdiri dari pengembangan produk, penetrasi pasar dan
pengembangan pasar. Strategi intesif dipilih sebagai strategi pengembangan Fort
Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian karena ketiga bangunan
bersejarah tersebut memiliki potensi sebagai produk pariwisata sehingga
memerlukan usaha-usaha intensif untuk dapat bersaing dengan daya tarik wisata
lainnya di berbagai daerah di Indonesia.
7.3.1 Fort Rotterdam
Langkah-langkah dalam implementasi strategi pengembangan produk pada
Fort Rotterdam antara lain:
1. Fort Rotterdam yang terletak di pusat kota dan berlokasi di depan Pantai
Losari sehingga banyak pengusaha melihat potensi bisnis baik berupa
akomodasi, restoran dan kafe. Perlu adanya penegakan aturan yang telah
dibuat oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya tentang zonasi di areal Fort
Rotterdam sehingga pembangunan fasilitas kota dan usaha penunjang
144
pariwisata tidak mengganggu keberadaan bangunan bersejarah. Selain itu,
dinyatakan dalam Peraturan Daerah Kota Makassar nomor 6 tahun 2006
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar bahwa strategi
pengembangan kawasan khusus konservasi budaya adalah mendukung
program pelestarian budaya (lingkungan dan bangunan) melalui penataan
kembali kawasan konservasi budaya yang bisa tetap bersinergi dengan
pertumbuhan lingkungan sekitarnya. Pernyataan terebut seharusnya menjadi
landasan dalam pengembangan kawasan sekitar Fort Rotterdam oleh karena
terdapat beberapa bangunan cagar budaya di sekitar Fort Rotterdam.
2. Kota Makassar kaya akan budaya dari beberapa suku yaitu suku makassar,
bugis, mandar dan Toraja sehingga benda-benda bersejarah yang tersimpan di
dalam Museum La Galigo sangat beragam. Perlu adanya atraksi yang dapat
bersentuhan langsung dengan wisatawan yang mengunjungi museum seperti
peragaan terhadap alat musik yang juga bisa dipraktekan oleh wisatawan.
Baju adat yang dapat dikenakan dan diabadikan dalam sebuah foto sehingga
meninggalkan kesan. Hal tersebut dapat memberdayakan masyarakat sekitar
sebagai pengusaha fotografi dengan regulasi yang tegas dari pengelola
sehingga terkesan tidak memaksa wisatawan.
3. Meningkatan standarisasi kualitas pelayanan yang telah ada, yaitu pelayanan
mulai dari wisatawan masuk ke kompleks Fort Rotterdam dan Museum La
Galigo. Memberikan informasi yang tepat, harga tiket yang sesuai dengan
peraturan daerah yang diberlakukan pemerintah, penguasaan bahasa asing
seperti bahasa inggris. Pembaharuan terhadap sumber daya manusia pada
145
pengelola Museum La Galigo yang diharapkan dapat memberi ide-ide baru
dalam mengembangkan Fort Rotterdam dan Museum La Galigo.
4. Peningkatan fasilitas umum seperti toilet yang berstandar internasional
sehingga nyaman digunakan bagi wisatawan asing dan perpustakaan untuk
menyimpan buku-buku tentang sejarah Kota Makassar, Sulawesi Selatan dan
hasil penelitian.
5. Peningkatan perawatan terhadap kebersihan lingkungan di sekitar kompleks
Fort Rotterdam. Adanya sampah yang awalaupun terdapat dibeberapa sudut
yang tak terlihat, seperti parit kecil di sisi bangunan akan tetapi memerlukan
perhatian sehingga tidak mengurangi keindahan sekeliling bangunan.
6. Memberikan pemahaman dan sanksi yang tegas kepada pengunjung sehingga
aksi vandalisme yang masih banyak terjadi pada dinding-dinding bangunan
Fort Rotterdam dapat diminimalisasi.
7. Pengembangan wisata kota lama yang sampai saat ini belum dikembangkan
pada wilayah di sekitar Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian
dengan target pasar bagi siswa sekolah dan mahasiswa pada awalnya. Setelah
fasilitas mulai ditingkatkan kemudian target pasar dikembangkan kepada
wisatawan.
Langkah-langkah implementasi pada strategi penetrasi dan pengembangan
pasar terhadap Fort Rotterdam tertuju pada Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Sulawesi Selatan selaku pihak pengelola dalam pemanfaatan Fort Rotterdam
sebagai daya tarik wisata, antara lain:
146
1. Wisatawan dari Belanda adalah jumlah wisatawan dari Eropa yang terbanyak
mengunjungi Kota Makassar, sedangkan untuk wisatawan asing dari Asia
sebagian besar berasal dari Jepang dan Malaysia. Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan hampir setiap tahun telah turut serta dalam
Tong-Tong Fair di Belanda untuk mempromosikan daya tarik wisata di Kota
Makassar yang memiliki arsitektur Belanda. Promosi yang telah dilaksanakan
tidak hanya berhenti setelah selesainya travel fair akan tetapi kegiatan
promosi yang telah ada ditingkatkan dengan perbaikan terhadap pelayanan
informasi website yang tersedia dalam berbagai bahasa, pengelompokan daya
tarik wisata sesuai dengan jenis, seperti wisata warisan budaya, alam atau
minat khusus dan informasi tentang event pariwisata tahunan yang selalu
diperbaharui.
2. Menjalin kerjasama dengan mitra kerja dari berbagai travel fair yang telah
dihadiri. Dibuat sebuah newsletter yang dikirimkan melalui email sehingga
kegiatan promosi yang terus-menerus dapat dilakukan dan memberikan
informasi terbaru tentang wisata di Sulawesi Selatan dan event yang
diselenggarakan.
3. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan saat ini
mengembangkan wisata mudik terhadap warga negara Malaysia dan
Singapura keturunan Sulawesi Selatan. Pembukaan penerbangan langsung
dari Malaysia dan Singapura ke Kota Makassar merupakan salah satu alasan
wisatawan Malaysia termasuk dalam wisatawan asing terbanyak urutan ketiga
setelah Belanda dan Jepang yang mengunjungi Kota Makassar.
147
Pengembangan wisata mudik dapat dilakukan di beberapa negara lainnya
seperti Australia dan negara-negara Asia tenggara lainnya. Hal tersebut dapat
menjadi peluang untuk menambah penerbangan internasional langsung ke
Makassar.
4. Pengadaan website tersendiri bagi Fort Rotterdam yang memuat tidak hanya
informasi, lokasi dan jadwal event yang akan berlangsung di Fort Rotterdam
dan Museum La Galigo.
5. Meningkatkan kerjasama yang telah ada dengan sekolah-sekolah dari
berbagai tingkatan sekolah dasar, menegah pertama dan menengah atas untuk
mengunjungi Fort Rotterdam dan menanamkan kecintaan kepada bangunan
bersejarah.
7.3.2 Museum Kota Makassar
Hasil dari temuan yang didapatkan selama observasi menghasilkan
penyusunan langkah-langkah strtaegi pengembangan produk terdiri dari:
1. Perbaikan fisik bangunan Museum Kota Makassar berupa perbaikan terhadap
kerusakan langit-langit, pengelupasan cat pada dinding yang meninggalkan
kesan tidak terawat pada bangunan. Perbaikan tentunya harus sesuai dengan
aturan dan Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.
2. Pembaharuan fasilitas museum berupa lemari atau kotak yang digunakan
untuk memamerkan koleksi, pencahayaan dan suhu ruangan yang sesuai
untuk benda-benda bersejarah, dibutuhkan storage yang memadai bagi
penyimpanan koleksi museum yang tidak dipamerkan.
148
3. Peningkatan kualitas pelayanan kualitas sumber daya manusia berupa
penguasaan bahasa asing dan penyediaan ahli perawatan koleksi museum.
4. Pengadaan website khusus bagi Museum Kota sehingga pengelola memiliki
keleluasaan dalam memberikan informasi terhadap event yang akan diadakan,
pelayanan program edukasi yang disediakan serta koleksi yang dimiliki.
5. Guna meningkatkan kontribusi pendapatan, diperlukan penjualan tiket masuk
museum setelah adanya perbaikan Museum Kota Makassar. Dengan adanya
pendapatan akan terdapat pula anggaran perawatan dan perbaikan.
Implementasi pada strategi penetrasi dan pengembangan pasar terhadap
Museum Kota Makassar, antara lain:
1. Museum Kota Makassar yang target utama kunjungannya oleh siswa sekolah
melalui strategi perbaikan fisik bangunan dan pembenahan kualitas museum
dapat meningkatkan tingkat kunjungan wisatawan mancanegara dan
nusantara dengan mengadakan kerjasama terhadap pihak HPI, ASITA, PHRI
serta organisasi pariwisata lainnya.
2. Target pasar untuk siswa sekolah yang telah dilaksanakan saat ini,
dikembangkan kepada siswa sekolah di luar Kota Makassar seperti kabupaten
Gowa, Maros, Pangkep, Takalar dan Malino yang waktu jarak tempuhnya
sekitar 1-2 jam ke Kota Makassar.
7.3.3 Gedung Kesenian Makassar
Terdapat beberapa langkah yang perlu dilaksanakan dalam rangka
pengembangan Gedung Kesenian sebagai produk wisata di Kota Makassar, antara
lain:
149
1. Perbaikan terhadap tampilan fisik Gedung Kesenian, mulai dari
menghilangkan kesan kumuh terhadap warna dinding, perbaikan panggung
ruang pertunjukan tertutup, perbaikan ruang pertunjukan terbuka, perbaikan
langit-langit yang telah mengalami kebocoran. Perbaikan Gedung Kesenian
bertujuan membuatnya menjadi layak untuk dikunjungi dan sebagai pusat
perkembangan seni di Kota Makassar.
2. Penambahan fasilitas modern tanpa meninggalkan keaslian dan tetap
mempertahankan arsitektur bangunan. Fasilitas yang dimaksud adalah
pencahayaan panggung, tata suara dan fasilitas lain yang mendukung
pertunjukan seni.
3. Adanya fasilitas galeri yang bertujuan memberikan pemahaman sejarah
bangunan, perkembangan seni dan perpustakaan.
4. Pengembangan Gedung Kesenian sebagai pusat pengembangan seni
tradisional dengan adanya pengelola yang lebih jelas. Pengelola dapat
merangkul sanggar seni untuk datang dan melaksanakan latihan dan
pertunjukan di Gedung Kesenian. event musik jazz dan teater yang berskala
internasional juga dapat dilaksanakan di Gedung Kesenian.
Langkah-langkah bagi strategi penetrasi pasar dan pengembangan pasar untuk
Gedung Kesenian yaitu:
1. Gedung Kesenian merupakan bagian dari sejarah Kota Makassar sehingga
memiliki potensi yang dapat dikembangkan bagi produk wisata. Revitalisasi
sangat diperlukan untuk mengembangkan target pasar pengunjung Gedung
150
Kesenian, dari hanya penggiat seni menjadi wisatawan mancanegara dan
nusantara.
2. Menjalin kerjasama dengan biro perjalanan wisata dan organisasi pariwisata
seperti ASITA, PHRI dan HPI sehingga informasi tentang pertunjukan seni
dapat informasikan kepada wisatawan.
3. Adanya website khusus bagi Gedung Kesenian yang menyajikan jadwal
pertunjukan seni, pemutaran film dan pertunjukan tarian tradisional sehingga
mudah diakses oleh wisatawan.
151
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya
maka akan diuraikan simpulan dan saran terkait dengan bentuk pemanfaatan,
tahap perkembangan serta strategi yang efektif untuk meningkatkan ketiga
bangunan bersejarah sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar.
8.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan terhadap ketiga rumusan masalah yang diangkat
di dalam penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan, sebagai berikut:
Pemanfaatan beberapa bangunan bersejarah di Kota Makassar saat ini
berfungsi sebagai daya tarik wisata. Beberapa bangunan bersejarah tersebut
adalah Fort Rotterdam dan Museum Kota yang dahulu sebagai pusat
pemerintahan dan Gedung Kesenian Makassar sebagai lambang kehidupan sosial
pemerintahan kolonial. Pemanfaatan Fort Rotterdam pada awalnya adalah sebagai
benteng bagi Kerajaan Gowa kemudian oleh pemerintah Belanda difungsikan
sebagai pusat pemerintahan, pemukiman dan perdagangan. Pemanfaatan Fort
Rotterdam setelah Indonesia merdeka adalah sebagai daya tarik wisata,
pemerintah kemudian melaksanakan banyak perbaikan dalam usaha pelestarian
serta menjadikan Fort Rotterdam layak dikunjungi oleh wisatawan. Pemanfaatan
Museum Kota (Gementeehuis) awalnya merupakan kantor walikota yang
dibangun pemerintah Belanda. Gementeehuis setelah beberapa kali berubah fungsi
pada tahun 2000 dijadikan Museum Kota yang menyimpan koleksi bersejarah
152
yang menceritakan sejarah awal dan perkembangan Kota Makassar. Pemanfaatan
Gedung Kesenian Makassar pada awal perkembangannya merupakan tempat
penyelenggaraan acara resmi, pertunjukan sandiwara, dansa bagi pemerintah
kolonial. Selama beberapa tahun setelah Indonesia merdeka Gedung Kesenian
dimanfaatakan sebagai kantor pemerintahan, setelah masa reformasi Gedung
Kesenian Makassar dimanfaatkan kembali sebagai pusat berkesenian.
Tahap perkembangan Fort Rotterdam sebagai daya tarik wisata warisan
budaya digolongkan pada tahap pengembangan (development). Fort Rotterdam
telah ditata apik dengan adanya ruang terbuka hijau, perawatan bangunan dan
keberadaan Museum La Galigo yang berlokasi di dalam kompleks Fort Rotterdam
menambah daya tariknya. Museum Kota Makassar sebagai daya tarik wisata
warisan budaya berada pada tahap eksplorasi (exploration) selain karena status
museum yang masih dalam tahap persiapan, keadaan fisik bangunan serta fasilitas
ruang pamer museum masih memerlukan peningkatan. Gedung Kesenian
Makassar dikelompokkan dalam tahap eksplorasi (exploration) karena saat ini
kondisi gedung yang masih dalam proses perbaikan menyebabkan beberapa
ruangan masih dalam kondisi rusak.
Keberadaan daya tarik wisata moderen seperti Trans Studio, Bugis
Waterpark dan Gowa Discovery Park tidak memberi peningkatan dan penurunan
terhadap kunjungan ketiga bangunan bersejarah, oleh karena kunjungan terhadap
Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian memiliki pengunjung
dengan minat khusus terhadap sejarah dan budaya sedangkan Trans Studio, Bugis
Waterpark dan Gowa Discovery Park lebih banyak diminati oleh pengunjung,
153
khususnya pengunjung domestik karena dalam satu tempat telah terdapat fasilitas
lengkap bagi kebutuhan wisata keluarga.
Strategi yang efektif untuk meningkatkan ketiga bangunan bersejarah
sebagai wisata warisan budaya adalah dengan strategi intensif yang terdiri dari
strategi pengembangan produk, penetrasi pasar dan pengembangan pasar. Strategi
pada pengembangan Fort Rotterdam yang telah dilaksanakan pihak pengelola
kemudian memerlukan peningkatan antara lain peningkatan pelayanan melalui
peningkatan kualitas sumber daya manusia, fasilitas umum, kebersihan di dalam
dan sekitar Fort Rotterdam, penegakan aturan zonasi dan perda tentang rencana
tata ruang wilayah, memperbaharui dan meningkatkan informasi di dalam website
pariwisata Kota Makassar kemudian pengembangan target pasar wisata mudik ke
beberapa negara Asia dan Australia. Strategi baru yang perlu serta dilaksanakan
adalah Pemahaman dan sanksi tegas terhadap aksi vandalisme, menjalin
kerjasama secara terus menerus dengan mitra kerja dari travel fair yang telah
dihadiri sehingga informasi serta event wisata dapat diketahui.
Strategi pengembangan pada Museum Kota yang telah dilaksanakan dan
perlu di tingkatkan dengan serius adalah perbaikan dan penataan terhadap
bangunan Museum Kota, fasilitas pencahayaan dan suhu ruangan serta museum
dilengkapi dengan storage yang memadai. Strategi baru yang dapat diterapkan
pada antara lain pengembangan target pasar yaitu dari pengunjung siswa sekolah
diperluas menjadi wisatawan dengan kerjasama intensif kepada BPW dan
organisasi pariwisata lainnya serta sarana pendukung seperti website khusus bagi
Museum Kota Makassar. Strategi pengembangan bagi Gedung Kesenian
154
Makassar yang telah ada saat ini dan memerlukan perhatian dari pihak pengelola
adalah perbaikan terhadap fisik bangunan, pengadaan fasilitas galeri yang
memberikan penjelasan tetang sejarah Gedung Kesenian, dan adanya kejelasan
struktur pengelola gedung sehingga terdapat jembatan komunikasi antara seniman
dan pemerintah selaku penanggung jawab benda cagar budaya. Strategi baru yang
dapat diterapkan yaitu kerjasama dengan BPW dan organisasi pariwisata serta
pengadaan website khusus bagi Gedung Kesenian Makassar.
8.2 Saran
Optimalisasi terhadap pemanfaatan ketiga bangunan bersejarah sebagai
wisata warisan budaya di Kota Makassar yang mengacu pada data yang
didapatkan selama penelitian, maka dapat disarankan anatara lain:
Bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kota Makassar bahwa
penerapan tentang aturan tata ruang pengembangan pariwisata dan kawasan cagar
budaya seharusnya dapat berjalan bersinergi. Bangunan bersejarah seperti Fort
Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian adalah potret perkembangan
Kota Makassar serta mengandung nilai sejarah, budaya dan perjuangan
masyarakat terdahulu. Pembangunan fasilitas wisata sangat diperlukan dalam
menyukseskan pariwisata tetapi tidak boleh dilupakan bahwa kelestarian
bangunan bersejarah menjadi tanggung jawab bersama.
Bagi pengelola Fort Rotterdam dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Sulawesi Selatan beserta unit pelaksanan teknik dinas Museum La Galigo
perlunya perekrutan sumber daya manusia baru di museum sehingga terdapat ide-
ide baru dalam mengembangkan museum sebagai daya tarik wisata. Keberadaan
155
aktivitas pertunjukan seni tradisional di Fort Rotterdan sangat baik akan tetapi
perlu kaji kembali tentang keberadaan panggung moderen yang berlokasi di
tengah-tengah bangunan karena mengurangi nilai kesejaharaan Fort Rotterdam.
Pertunjukan seni dapat diselenggarakan di arena kecil sebelah selatan kompleks
Fort Rotterdam sehingga lebih menyatu dengan atmosfer sejarah di sekelilingnya.
Pengembangan wisata warisan budaya tidak hanya melibatkan akademisi
pariwisata tetapi juga arkeolog dan ahli sejarah sehingga dapat menghasilkan
pariwisata yang berkelanjutan.
Bagi Pengelola Museum Kota dalam hal ini Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Makassar bahwa Museum Kota yang menyimpan benda dengan
nilai sejarah dan budaya Kota Makassar sangat memerlukan perbaikan,
pembenahan dan penataan. Peningkatan kualitas museum akan menjadi acuan dan
semangat baru bagi pengelola museum setempat dalam membuat kegiatan yang
lebih baik dan menarik pengunjung lebih banyak.
Bagi Pengelola Gedung Kesenian yang saat ini dipegang oleh Dinas
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Selatan bahwa Gedung Kesenian dapat
menjadi destinasi wisata baru bagi Kota Makassar setelah adanya revitalisasi.
Gedung Kesenian dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan dan pementasan seni
tradisional dan modern sehingga wisatawan tentunya tidak hanya akan
menghabiskan satu malam di Makassar setelah perjalanan dari Toraja melainkan
beberapa hari di Kota Makassar
Bagi Pelaku pariwisata bahwa dukungan terhadap peningkatan wisata
warisan budaya di Kota Makassar merupakan salah satu tanggung jawab pelaku
156
industri pariwisata. Kota Makassar tidak hanya dapat menjadi daerah tujuan
wisata kedua setelah Toraja bagi wisatawan asing tetapi juga menjadi destinasi
wisata utama yang melengkapi kekayaan budaya di Sulawesi Selatan.
157
DAFTAR PUSTAKA
Agusta Ivanovich. 1998. Metode Kualitatif. Lokakarya Metode Kualitatif. Bogor
11 Oktober 2005
Anonim. 2005. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2006 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015. Pemerintah
Republik Indonesia.
Anonim. 2007. Pengelolaan Koleksi Museum. Jakarta: Direktorat Museum,
Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata.
Anonim. 2009. Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009.
Pemerintah Republik Indonesia
Anonim. 2010. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor:
PM.59/PW.007/MKP/2010. Pemerintah Republik Indonesia
Anonim. 2010. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
Pemerintah Republik Indonesia
Anonim. 2011. Indikator Ekonomi Sulawesi Selatan Tahun 2000-2010. Makassar:
Badan Pusat Statistik.
Anonim. 2011. Museum La Galigo. Makassar: Gramajapa Bersaudara Mandiri.
Anonim. 2013. Makassar dalam Angka 2013. Makassar: Badan Pusat Statistik
Kota Makassar.
Ardika, I Wayan. 2007. Pusaka Budaya dan Pariwisata. Denpasar: Pustaka
Larasan
Arysad Nurul Ifada. 2013. “Penjual Pisang Epe di Kota Makassar (Suatu Studi
Antropologi Perkotaan)”. (Skripsi Jurusan Antropologi). Makassar:
Universitas Hasanuddin
Asmunandar. 2008. “Membangun Identitas Makassar Melalui Kota Kuna
Makassar”. (Tesis Program Studi Arkeologi). Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada
158
Butler, R.W. 2011. Tourism Area Life Cycle. Dalam: Cooper Chris, editor.
Contemporary Tourism Reviews. Oxford: Goodfellow Publisher Limited.
Hal: 6-7
Chulsum, Umi dan Novia Windy. 2006. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”
Jakarta: Kashiko.
Cooper, Chris dkk. 2005. Tourism: Principles and Practice. England: Prentice
Hall.
David, Fred R. 2009. Manajemen Strategi Konsep. Jakarta: Salemba Empat
Fuad M dkk. 2000. Pengantar Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Heriyanto Albertus dan B. Sandjaja. 2006. Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Indrianto Agoes. 2007. Interpreting the Past-Creating Surabaya Heritage Trail.
Dalam: Janet Cochrane, editor. Asian Tourism: Growth and Change. United
Kingdom: Elsevier. Hal: 357-368
Mansyur, Syahruddin. 2010. “Konstruksi Baru Pameran Museum Kota
Makassar”. (Tesis Program Studi Arkeologi). Jakarta: Universitas Indonesia
Masdoeki, Abdul Muttalib dan Bahru Kallupa. 1986. Benteng Ujung Pandang
(Fort Rotterdam). Makassar: Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Sulawesi Selatan.
Middleton, Victor TC. 1996. Marketing Issues in Heritage Tourism: an
International Persepctive. dalam: Nuryanti Wiendu. 1997. Tourism and
Heritage Management. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 216
Mulyadi, Yadi. 2007. Pentingnya Partisipasipasi Masyarakat dalam
Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu dan Kawasan Strategis
Konservasi Warisan Budaya di Kota Makassar. (Serial online), [Diunduh 08
November 2013]. Sumber: URL: http://repository.unhas.ac.id/Pentingnya-
Partisipasi.html
Natsir, Mohammad, Syahrawi Mannan dan Nurbuayh Abubakar. 2010. Bangunan
Bersejarah di Kota Makassar. Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya.
159
Nuraeda, Siti, Muhammad Masrury dan Agung Mokobombang. 2008. Album
Sejarah dan Kepurbakalaan Sulawesi Selatan (Wisata Kultural Historis).
Makassar: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan.
Nuryanti, Wiendu. 2009. Sinergi Arsitektur dan Pariwisata dalam Membangun
Indonesia Kreatif. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta 8 Juni 2009.
Page, Stephen J, Paul Brunt, Graham Busby, Jo Connell 2001. Tourism a Modern
Synthesis. First Edition. Cengage Learning.
Pendit, S Nyoman. 1994. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Pitana, I Gede dan Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Cetakan
Pertama. Yogyakarta: Andi Offset.
Pitana, I Gede dan Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi
offset.
Rahajoe, Rita Poedji. 2007. “Strategi Pengembangan Wisata Heritage Sebagai
Daya Tarik wisata di Kota Surabaya” (Tesis Program Studi Kajian
Pariwisata). Denpasar: Universitas Udayana
Rangkuti Freedy. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Rukendi Cecep dkk. 2010. Destination Management of Urban Cultural Heritage
Tourism from Stakeholders‟ Perspective: A case Study of Jakarta Old Town,
Indonesia. [Diunduh 23 November 2013]. Sumber: URL:
storage.globalcitizen.net/.../2012012816531870
Sirajuddin, Ilham Arief. 2008. Penyampaian Visi dan Misi Calon Walikota
Makassar 2009-2014. Makassar 12 Oktober 2008.
Soekadijo, R.G. 1996. Anatomi Pariwisata Memahami Pariwisata Sebagai
“systemic linkage”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Southall, Carol dan Peter Robinson. 2011. Heritage Tourism. Dalam Robinson
Peter, Heitmann Sine, Dieke Dr Peter. Research Theme for Tourism. CAB
International: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data. Hal: 177
160
Suwena, I Ketut dan I Gusti Ngurah Widyatmaja. 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu
Pariwisata. Denpasar: Udayana University Press.
Tika, Zainuddin dkk. 2013. Makassar Tempo Doeloe. Makassar: Kantor Arsip,
Perpustakaan dan Pengolahan Data Pemerintah Kota Makassar bekerjasama
dengan Lembaga Kajian dan Penulisan Sejarah Budaya Sulawesi Selatan.
Vellas Francois dan Lionel Becherel. 2008. Pemasaran Pariwisata Internasional:
Sebuah Pendekatan Strategis. (Indriati, Penerjemah). Jakarta: Yayasan Obor.
Wahyudi, Wanny Rahardjo 2006. Pengemasan Benda cagar Budaya Sebagai Aset
Pariwisata. dalam: Yoeti Oka A, editor. Pariwisata Budaya Masalah dan
Solusinya. Jakarta: Pradnya Paramita. Hal: 315-321
Widiastini, Ni Made Ary. 2008. “Pemanfaatan Puri sebagai Objek dan Daya
Tarik Wisata serta Implikasinya terhadap Desa Pakraman Ubud Gianyar
Bali”. (Tesis Program Studi Kajian Pariwisata). Denpasar: Universitas
Udayana.
Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Edisi Revisi. Bandung: Angkasa.
Yoeti, Oka A. 2003. Tours and Travel Marketing. Jakarta: Pradnya Paramitha.
Yoeti, Oka A. 2005. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata.
Jakarta: Pradnya Paramitha
Yusriana. 2011. “Arahan Kebijakan Revitalisasi Kawasan Benteng Ujung
Pandang”. (Tesis Program Studi Arkeologi). Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
161
DAFTAR INFORMAN PENELITIAN
Nama Peneliti : Rafika Hayati
Judul Peneltian :Pemanfaatan Bangunan Bersejarah sebagai Wisata
Warisan Budaya di Kota Makassar
Waktu Penelitian : Januari – Februari 2014
Lokasi Penelitian : Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian
No Nama Informan Jabatan Instansi
1. Drs. Syarifuddin Rahim. M.Si Sekretaris Kepala
Dinas
Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Provinsi
Sulawesi Selatan
2. Drs. Abdul Rahim. M.Si Kasi Sejarah dan Nilai
Tradisional
Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Provinsi
Sulawesi Selatan
3. Maryam Yusuf. SE Pegawai Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Provinsi
Sulawesi Selatan
4. Drs. Mohammad Natsir, M.Pd Kapokja Pemanfaatan
dan Pengembangan
Balai Pelestarian Cagar
Budaya Kota Makassar
5. Dr. Farid Said, S.Pd., M.Pd Ketua Jurusan
Manajemen
Perjalanan
Akademi Pariwista
Makassar
6. Dr. Muslimin, M.Hum Kapokja Dokumentasi
dan Publikasi
Balai Pelestarian Cagar
Budaya Kota Makassar
7. Drs. Nuryadin Kepala Museum UPTD Museum La Galigo
8. Dra. Hj. Andi Sainarwana Kasubag Tata Usaha UPTD Museum La Galigo
9. Muhammad Nasir Staff Seksi Koleksi
dan Pemberdayaan
Museum
UPTD Museum La Galigo
10. Dra. Nurharlah Dahlan, M.Hum Pengelola Kurator UPTD Museum Kota
11. Arman Dewarti Manajer Artistik Gedung Kesenian
12. Sukma Sillanan Staff Gedung Kesenian
13. Yadi Mulyadi. S.S., MA Anggota Ujung Pandang Heritage
Society
14. Suhardi. S.Pd Ketua Himpunan Pramuwisata
Sulawesi Selatan
162
PEDOMAN WAWANCARA I
Judul Penelitian:
Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota
Makassar
Informan:
Sekretaris Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi
Selatan
Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Nama :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang
1. Bagaimana peran Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi
Selatan dalam rekonstruksi/perbaikan Fort Rotterdam dan Gedung Kesenian
bertujuan untuk pemanfaatannya sebagai wisata warisan budaya?
2. Apakah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan
memiliki peran dalam penentuan benda-benda bersejarah yang akan disimpan
di dalam musem La GaligoFort Rotterdam?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Waktu
3. Apakah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan
pernah mengadakan pertemuan berupa pelatihan untuk pramuwisata tentang
sejarah Fort Rotterdam dan Gedung Kesenian?
4. Apakah pihak Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi
Selatan memiliki brosur/buku informasi wisata untuk Fort Rotterdam dan
Gedung Kesenian yang berguna untuk memberikan informasi kepada
wisatawan?
5. Apakah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan
memiliki atraksi pendukung dalam menyampaikan sejarah bangunan dari masa
ke masa kepada wisatawan?
163
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial Budaya
6. Apakah mitos atau legenda yang melekat pada Fort Rotterdam menjadi salah
satu nilai tambah pada saat dipromosikan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan?
Tahap perkembangan Fort Rotterdam sebagai wisata warisan budaya
7. Bagaimana pelaksanaan kawasan zonasi terhadap kegiatan wisata di Apakah
Fort rotterdam?
8. Apakah Fort Rotterdam, pernah dijadikan sebagai tempat terselenggaranya
event pariwisata?
9. Apakah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan
memiliki program pemberdayaan bagi transportasi umum untuk memudahkan
wisatawan berkunjung ke Fort Rotterdam?
10. Apakah terdapat peningkatan jumlah hotel atau jenis akomodasi lainnya di
sekitar Fort rotterdam?
11. Apakah Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan
memiliki tourist information service di area publik untuk memperkenalkan
Fort rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian?
12. Apakah pemerintah memiliki kerjasama dengan biro perjalanan wisata, hotel
atau organisasi pariwisata lainnya untuk memperkenalkan Fort rotterdam?
13. Apakah Gedung Kesenian telah dipromosikan sebagai daya tarik wisata di
Kota Makassar?
14. Langkah-langkah apa saja serta yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi Selatan dalam mempromosikan Fort
Rotterdam? (Humas, Periklanan, Material grafis dan promosi)
15. Bagaimana langkah kedepannya Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Provinsi Sulawesi Selatan untuk pengembangan Fort Rotterdam dan Gedung
Kesenian sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
164
PEDOMAN WAWANCARA II
Judul Penelitian:
Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota
Makassar
Informan:
Pengelola Kurator UPTD Museum Kota Makassar
Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Nama :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang
1. Apakah gedung Museum Kota pernah diperbaiki/revitalisasi/renovasi
sebelumnya? Apabila pernah, sudah berapa kali?
2. Bagaimana pengelola Museum Kota menata koleksi museum? Apakah
terdapat tema tertentu di setiap ruangan?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Waktu
3. Apakah pengelola pernah mengadakan pertemuan untuk pramuwisata tentang
sejarah Museum Kota Makassar dan memperkenalkan koleksi di dalamnya?
4. Apakah Museum Kota memiliki brosur/buku winformasi yang berguna untuk
memberikan informasi kepada wisatawan?
5. Apakah pengelola Museum Kota memiliki atraksi pendukung dalam
menyampaikan sejarah bangunan dari masa ke masa kepada wisatawan?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial Budaya
6. Apakah mitos atau legenda yang melekat pada Museum Kota menjadi salah
satu nilai tambah pada saat dipromosikan?
165
Tahap perkembangan Museum Kota Makassar sebagai wisata warisan
budaya
7. Apakah terdapat aturan terhadap pengembangan gedung-gedung di sekitar
Museum Kota oleh karena bangunan merupakan benda cagar budaya?
8. Apakah Museum Kota Makassar, pernah dijadikan sebagai tempat
terselenggaranya event pariwisata?
9. Apakah pengelola bekerjasama dengan instansi terkait memiliki program
pemberdayaan bagi transportasi umum untuk memudahkan wisatawan
berkunjung ke Museum Kota Makassar?
10. Apakah peningkatan jumlah hotel atau jenis akomodasi lainnya di sekitar
Museum Kota Makassar memberikan pengaruh terhadap jumlah kunjungan?
11. Apakah pengelola Museum Kota memiliki kerjasama dengan biro perjalanan
wisata, hotel atau organisasi pariwisata lainnya?
12. Langkah-langkah apa saja serta yang dilakukan oleh pengelola dalam
mempromosikan Museum Kota Makassar sebagai wisata warisan budaya?
(Humas, Periklanan, Material grafis dan promosi)
13. Apa harapan pengelola dalam pengembangan Museum Kota Makassar
sebagai wisata warisan budaya?
166
PEDOMAN WAWANCARA III
Judul Penelitian:
Pemanfaatan Bangunan Bersejarah di Kota Makassar Sebagai Wisata Warisan
Budaya
Informan:
- Kapokja Pemanfaatan dan Pengembangan Balai Pelestarian Cagar Budaya
Makassar
- Kapokja Dokumentasi dan Publikasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar
Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Nama :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang
1. Bagaimana peran Balai Pelestarian Cagar Budaya dalam
rekonstruksi/perbaikan bangunan bersejarah di Kota Makassar yang
bertujuan untuk pemanfaatannya sebagai wisata warisan budaya? Fort
rotterdam, Gedung Kesenian dan Museum Kota
2. Bagaimana peran balai pelestarian cagar budaya terhadap perawatan atau
penentuan benda-benda bersejarah yang ada di Museum Lagaligo?
3. Bagaimana penerapan aturan zonasi Fort Rotterdam dalam rangka
pelestarian banguan Fort Rotterdam dan bangunanbersejarah lain di area
Fort Rotterdam?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Waktu
4. Apakah Balai Pelestarian Cagar Budaya memiliki kegiatan pelatihan atau
pertemuan dengan pramuwisata dalam rangka pengenalan terhadap Fort
Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian?
5. Apakah Balai Pelestarian Cagar Budaya dilibatkan dalam penyusunan
informasi terhadap brosur atau buku informasi wisata berkaitan dengan
Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian?
167
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial
Budaya
6. Apakah mitos atau legenda yang melekat di dalam Fort Rotterdam saat ini
banyak dipublikasikan sehingga mengundang semakin banyak
pengunjung?
Tahap perkembangan Fort Rotterdam sebagai wisata warisan budaya
7. Apakah terdapat kerjasama pemerintah, Balai Pelestarian Cagar Budaya
sebagai pengelola serta pihak stakeholder pariwisata dalam pengembangan
Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian sebagai wisata
warisan budaya?
8. Apakah terdapat dampak negatif dari wisatawan pada area Fort Rotterdam
Museum Kota dan Gedung Kesenian?
9. Apa harapan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya terhadap pengembangan
Fort Rotterdam sebagai wisata warisan budaya di Kota Makassar?
168
PEDOMAN WAWANCARA IV
Judul Penelitian:
Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota
Makassar
Informan:
Pengelola Museum Kota Makassar
Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Nama :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang
1. Apakah terdapat rekonstruksi/perbaikan gedung Museum Kota Makassar?
2. Bagaimana kriteria pemilihan benda-benda yang terdapat di Museum Kota
Makassar?
3. Bagaimana pihak pengelola menata benda-benda yang terdapat di Museum
Kota? Apakah terdapat cerita atau alur yang ingin ditonjolkan oleh
pengelola?
4. Bagaimana perawatan terhadap benda-benda bersejarah di Museum Kota
Makassar?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Waktu
5. Apakah pihak pengelola mengadakan pertemuan dan kerjasama dengan
pramuwisata dalam rangka pengenalan terhadap Museum Kota?
6. Apakah pihak pengelola dilibatkan dalam penyusunan informasi terhadap
brosur atau buku informasi wisata berkaitan dengan benda-benda
bersejarah yang tersimpan di Museum Kota Makassar?
7. Apakah pihak pengelola memiliki buku atau brosur yang memuat benda-
benda yang disimpan di Museum Kota Makassar?
169
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial Budaya
8. Apakah mitos atau legenda yang melekat di dalam Museum Kota saat ini
banyak dipublikasikan sehingga mengunda semakinbanyak pengunjung?
Tahap perkembangan Museum Kota Makassar sebagai wisata warisan
budaya
9. Apakah terdapat kerjasama pemerintah atau stakeholder dengan pihak
pengelola Museum Kota Makassar?
10. Apakah terdapat aktivitas lainnya di Museum Kota yang mendukung nilai-
nilai sejarah yang tersimpan didalamnya?
11. Bagaimana pihak pengelola menangani dampak negatif yang mungkin
terjadi dari pemanfaatannya menjadi wisata warisan budaya?
12. Apa harapan pengembangan Museum Kota Makassar sebagai wisata
warisan budaya di Kota Makassar?
170
PEDOMAN WAWANCARA V
Judul Penelitian:
Pemanfaatan Bangunan Bersejarah sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota
Makassar
Informan:
Pengelola Gedung Kesenian Makassar (Societiet de harmonie)
Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Nama :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang
1. Apakah terdapat rekonstruksi/perbaikan Gedung Kesenian Makassar? Sudah
berapa kali dilakukan?
2. Bagaimana fungsi bangunan kesenian saat ini? Bagaimana sistem
penggunaannya sebagai tempat pertunjukan seni?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Waktu
3. Apakah pengelola memiliki kerjasama dengan pramuwisata dalam rangka
pengenalan terhadap sejarah di Gedung Kesenian Makassar?
4. Apakah pengelola memiliki brosur atau buku tentang sejarah Gedung Gedung
Kesenian Makassar?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial Budaya
5. Apakah mitos atau legenda yang melekat di dalam Gedung Kesenian saat ini
banyak dipublikasikan sehingga mengundang semakin banyak pengunjung?
171
Tahap perkembangan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya
6. Bagaimana sistem pengelolaan dan perlindungan terhadap Gedung Kesenian
makassar sebagai benda cagar budaya dan bagian dari wisata warisan
budaya?
7. Bagaimana pengelolaan Gedung Kesenian Makassar (SDM, biaya masuk
gedung, penggunaan gedung untuk pagelaran, dana dari pemerintah)
8. Apakah Gedung Kesenian memiliki aktivitas yang dapat dilakukan oleh
pengunjung selain untuk fungsi utamanya sebagai tempat pertunjukkan seni?
9. Apakah terdapat langkah promosi yang dilakukan oleh pihak pengelola?
10. apakah bentuk kerjasama pihak pengelola dengan pihak stakeholder?
11. Apa harapan bagi pengembangan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan
budaya di Kota Makassar?
172
PEDOMAN WAWANCARA VI
Judul Penelitian:
Pemanfaatan Bangunan Bersejarah sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota
Makassar
Informan:
Ketua HPI Sulawesi Selatan/Pramuwisata
Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Nama :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang
1. Bagaimana menurut anda secara fisik bangunan Fort Rotterdam, Museum
Kota Makassar dan Gedung Keseniandikatakan layak untuk menjadi
wisata warisan budaya?
2. Bagaimana pendapat anda dengan kondisi ketiga bangunan bersejarah Fort
Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian Makassar?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif waktu
3. Apakah terdapat pengarahan/pelatihan tentang sejarah ketiga bangunan
bersejarah kepada pramuwisata yang dilaksanakan oleh pemerintah/Balai
Pelestarian Cagar Budaya/pengelola bangunan?
4. Apakah anda memiliki alat bantu selama memberikan informasi kepada
wisatawan berupa buku, brosur tentang ketiga bangunan bersejarah di
Kota Makassar?
173
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif Sosial Budaya
5. Apakah mitos atau cerita yang dikenal oleh masyarakat lokal juga
diceritakan oleh pramuwisata kepada wisatawan? apakah hal tersebut
memberi kesan kepada wisawatan?
Tahap perkembangan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya
6. Bagaimana menurut anda tanggapan wisatawan yang anda tangani dan
bawa untuk berkunjung ketiga bangunan bersejarah di Kota Makassar?
7. Bagaimana pendapat anda sebagai pelaku pariwisata sistem pengelolaan
(SDM, kebersihan, biaya masuk) di Fort Rotterdam, Museum Kota dan
Gedung Kesenian sebagai daya tarik wisata?
8. Apakah menurut wisatawan fasilitas yang dimiliki di Fort Rotterdam,
Museum Kota dan Gedung Kesenian telah memadai dalam menjamin
kenyamanan wisatawan selama berada di sana?
9. Apakah terdapat aktivitas lain yang dapat dilakukan oleh wisatawan
selama berada di Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian
yang dapat menahan wisatawan lebih lama berkunjung?
10. Apa harapan pramuwisata terhadap keberadaan Rotterdam, Museum Kota
dan Gedung Kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya
kedepannya?
174
PEDOMAN WAWANCARA VII
Judul Penelitian:
Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota
Makassar
Informan:
Akademisi bidang Pariwisata
Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Nama :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang
1. Apakah dalam rekonstruksi/perbaikan Fort Rotterdam, Gedung Kesenian
dan Museum Kota Makassar yang bertujuan untuk pemanfaatannya
sebagai wisata warisan budaya melibatkan akademisi pariwisata?
2. Bagaimana pendapat anda tentang kondisi pemanfaatan ketiga bangunan
tersebut saat ini? Kondisi secara fisik dan desainnya sebagai daya tarik
wisata?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif waktu
3. Apakah terdapat peran pihak akademisi pariwisata berupa bentuk
pelatihan/seminar dalam memperkenalkan sejarah sebagai potensi non
fisik dari daya tarik wisata warisan budaya ketiga bangunan bersejarah?
4. Apakah dalam pembuatan brosur/buku petunjuk tentang sejarah/cerita
ketiga bangunan sejarah mengadakan kerjasama dengan akademisi
pariwisata?
5. Apakah menurut anda diperlukan satu kegiatan atau aktivitas lain yang
berhubungan dengan benda-benda bersejarah yang dapat menahan
wisatawan di tempat tersebut?
175
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk perspektif sosial budaya
6. Apakah mitos atau cerita yang dikenal oleh masyarakat dapat menambah
daya tarik Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian?
Tahap perkembangan ketiga bangunan bersejarah di Kota Makassar sebagai
wisata warisan budaya
7. Apakah terdapat kerjasama dalam pelaksanaan aturan zonasi pihak balai
pelestarian cagar budaya dan akademisi pariwisata?
8. Bagaimana menurut anda promosi yang dilakukan pemerintah dan pihak
pengelola telah maksimal? Apakah pihak akademisi diikut sertakan dalam
langkah-langkah promosi yang dilakukan?
9. Menurut anda hal-hal apa saja yang harus di tingkatkan baik dalam
pengelolaan dan bentuk fisik serta pengelolaan dari Fort Rotterdam,
Museum Kota dan Gedung Kesenian saat ini?
10. Apa saran bagi pengembangan Fort Rotterdam, Museum Kota Makassar
dan gedung Kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya di Kota
Makassar?
176
PEDOMAN WAWANCARA VIII
Judul Penelitian:
Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Sebagai Wisata Warisan Budaya di Kota
Makassar
Informan:
Ujung Pandang Heritage Society
Identitas Informan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Nama :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pertanyaan (ditanyakan secara lisan oleh pewawancara)
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif ruang
1. Apakah dalam rekonstruksi/perbaikan Fort Rotterdam, Gedung Kesenian
dan Museum Kota Makassar melibatkan organisasi Ujung Pandang
Heritage Society?
2. Apakah peran dan bentuk keterlibatan Ujung Pandang Heritage Society
dalam pemanfaatan dan pengembangan Fort Rotterdam, Museum Kota
dan Gedung Kesenian sebagai wisata warisan budaya?
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk Perspektif waktu
3. Apakah pihak Ujung Pandang Heritage Society berperan berupa
pelatihan/seminar dalam memberikan pemahaman secara rinci kepada
pramuwisata tentang Fort Rotterdam, Museum Kota dan Gedung
Kesenian?
4. Apakah pernah dilaksanakan kegiatan oleh Ujung Pandang Heritage
Society dalam menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap Fort
Rotterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian?
177
Pemanfaatan bangunan bersejarah dalam bentuk perspektif sosial budaya
5. Bagaimana pandangan anda tentang mitos atau cerita yang dikenal oleh
masyarakat dapat menambah daya tarik Fort Rotterdam, Museum Kota
dan Gedung Kesenian diberikan kepada wisatawan?
Tahap perkembangan ketiga bangunan bersejarah di Kota Makassar sebagai
wisata warisan budaya serta
6. Apakah terdapat kerjasama dalam pelaksanaan aturan zonasi pihak balai
pelestarian cagar budaya dan Ujung Pandang Heritage Society?
7. Bagaimana menurut anda promosi yang dilakukan pemerintah dan pihak
pengelola telah maksimal? Apakah pihak Ujung Pandang Heritage Society
diikut sertakan dalam langkah-langkah promosi yang dilakukan?
8. Apakah Ujung Pandang Heritage Society memiliki cara promosi tersendiri
terhadap Fort Ritterdam, Museum Kota dan Gedung Kesenian?
9. Menurut anda hal-hal apa saja yang harus di tingkatkan baik dalam
pengelolaan dan bentuk fisik serta pengelolaan dari Fort Rotterdam,
Museum Kota dan Gedung Kesenian saat ini?
10. Apa harapan bagi pengembangan Fort Rotterdam, Museum Kota dan
gedung kesenian Makassar sebagai wisata warisan budaya?
178
GAMBAR LOKASI PENELITIAN
Gambar 1 Brosur yang berisi informasi Fort Rotterdam
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan. 2014
Gambar 2 Toilet dan Kebocoran salah satu ruang pamer di Museum Kota Makassar
Sumber: Dokumentasi Penulis
179
Gambar 3 Brosur Museum Kota Makassar
Sumber: Dokumentasi Penulis
Gambar 4 Gambar Rancangan Revitalisasi Gedung Kesenian Makassar
(Bagian Depan)
Sumber: Anggota Seniman Pengelola Gedung Kesenian Makassar
180
Gambar 6 Paket wisata Makassar sampai ke Sulawesi tengah 12 hari/11 malam
Sumber:http://www.alfaprimatours.com/packagescelebesdetail.php?id=3&title=SOUTH%20T
O%20CENTRAL%20SULAWESI%20OVERLAND%20TOUR%2012%20DAYS%20/11%2
0NIGHTS
Gambar 5 Kampung Popsa dan Zona Cafe Makassar
Sumber: http://gohitzz.com/assets/media/KampungPopza dan http://4.bp.blogspot.com
181
ffcx
Gambar 7 Paket Wisata Makassar 4 hari/3 malam
Sumber:http://www.pakemtours.com/index.php?option=com_content&view=article&id=85:pak
et-tour-makassar