fakultas keguruan dan ilmu pendidikan universitas … · 2013-07-22 · perpustakaan.uns.ac.id...

83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PERKEMBANGAN PERKOTAAN DI PRAJA MANGKUNEGARAN ( STUDI TENTANG KEBIJAKAN MANGKUNEGORO VII , 1916 1944 ) SKRIPSI Oleh: Nova Yunanto Putro NIM: K 4407032 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: others

Post on 04-Feb-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERKEMBANGAN PERKOTAAN DI PRAJA MANGKUNEGARAN

( STUDI TENTANG KEBIJAKAN MANGKUNEGORO VII , 1916 – 1944 )

SKRIPSI

Oleh:

Nova Yunanto Putro

NIM: K 4407032

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERKEMBANGAN PERKOTAAN DI PRAJA MANGKUNEGARAN

( STUDI TENTANG KEBIJAKAN MANGKUNEGORO VII , 1916 – 1944 )

Oleh :

Nova Yunanto Putro

NIM: K 4407032

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRACT

Nova Yunanto Putro. K4407032. URBAN DEVELOPMENT OF

MANGKUNEGARAN (VII Mangkunegara Policy Studies, 1916 - 1944).

Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Eleven

March Surakarta University, April 2011.

The purpose of this research was to describe: (1) Development of the city

of Mangkunegaran 1916-1944, (2) Layout of the city of Mangkunegaran 1916-

1944.

The purpose of the research, was historical method with the heuristic step,

critical, interpretation, and historiography. The data of the study were primary

sources and secondary sources. Collecting data technique was by literature

studies. The technical analysis data was historical analysis, by conducting internal

and external criticism.

Based on this research, it can be concluded that: (1) Financial condition

Praja Mangkunegaran which gradually improved and the surplus is pushed

Mangkunegoro VII to perform the allocation of funds for development, especially

in Praja Mangkunegaran. Development carried out in the field of education,

irrigation, agriculture, urban infrastructure construction. Since the early twentieth

century in Praja Mangkunegaran has done a series of reforms in the areas of

government policy. Although all Mangkunagoro policy and its implementation in

the field is not free from the supervision of the Dutch colonial government.

Renewal in various fields, especially the urban development of facilities for

Mangkunagoro VII is seen as a requirement that can not be put off again, for the

development of the world requires people to follow the times. In the reign of

Mangkunegoro VII for 28 years (1916-1944) occurred toward the development of

modernization in education, transportation, urban infrastructure, and irrigation, (2)

Cultural and philosophical outlook on life and the concept of Java is evident in

every policy taken Mangkunegoro VII in development in Praja Mangkunegaran.

Surakarta has the dualism in his hometown of spatial concepts. First as a center of

power of Mataram apply the concept of Javanese cosmology, while the city since

its foundation has received intervention by foreign powers, the city is also

applying the concept of the colonial city. The concept of "civic center" has been

applied in urban areas Mangkunegaran. In this concept of constitutional

government headquarters of the municipal complex located in one region.

Construction of facilities, infrastructure and office buildings were also constructed

in Praja Mangkunegaran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRAK

Nova Yunanto Putro. K4407032. PERKEMBANGAN PERKOTAAN DI

PRAJA MANGKUNEGARAN ( Studi Tentang Kebijakan Mangkunegara

VII , 1916 – 1944 ). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) Pembangunan

kota di Praja Mangkunegaran tahun 1916-1944; (2) Tata ruang di Praja

Mangkunegaran tahun 1916-1944.

Sejalan dengan metode dan tujuan penelitian, maka penelitian ini

dilaksanakan dengan menggunakan metode historis dengan langkah-langkah

heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber data yang digunakan

dalam penelitian ini berupa sumber primer dan sumber sekunder. Teknik

pengumpulan data dengan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan

adalah teknik analisis historis, dengan melakukan kritik ekstern dan intern.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Kondisi keuangan

Praja Mangkunegaran yang berangsur-angsur membaik dan mengalami surplus ini

mendorong Mangkunegoro VII untuk melakukan alokasi dana bagi pembangunan

khususnya di Praja Mangkunegaran. Pembangunan dilakukan di bidang

pendidikan, irigasi, pertanian, pembangunan sarana perkotaan. Sejak awal abad

XX di Praja Mangkunegaran telah dilakukan serangkaian kebijakan pembaharuan

dalam bidang pemerintahan. Walaupun segala kebijaksanaan Mangkunagoro dan

pelaksanaannya dalam lapangan tidak bebas dari pengawasan Pemerintah

Kolonial Belanda. Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan

sarana perkotaan bagi Mangkunagoro VII dipandang sebagai kebutuhan yang

tidak dapat ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat

untuk mengikuti perkembangan zaman. Pada masa pemerintahan Mangkunegoro

VII selama 28 tahun (1916-1944) terjadi perkembangan ke arah modernisasi di

bidang pendidikan, transportasi, infrastruktur perkotaan , dan irigasi ; (2) Budaya

dan pandangan hidup serta konsep filosofis Jawa terlihat jelas dalam setiap

kebijaksanaan yang diambil Mangkunegoro VII dalam pembangunan di Praja

Mangkunegaran. Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata ruang

kotanya. Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep

kosmologi Jawa, sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan

intervensi oleh kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial.

Konsep ”civic center” telah diterapkan di wilayah kota Mangkunegaran. Pada

konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan ketatanegaraan kota praja berada

di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-

gedung perkantoran juga dibangun.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

Lila lamun kelangan ora getun

Trimo yen ketaman sokserik sameng dumadi

Legowo nelangsa srahing Batara

( Wedatama )

Tuwuh saking katresnan dhumateng para leluhur

Mangesthi kukuh adeging Nusa lan Bangsa

( KGPAA Mangkunegoro VII )

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta

2. Dek agung, dan dek kikis tersayang

3. Sahabat-sahabatku

4. Almamater

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat

diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana

pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian

penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya

kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu, atas segala bentuk

bantuannya, disampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi;

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Surakarta yang telah menyetujui permohonan ijin

penyusunan skripsi;

3. Ketua Program Studi Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan ijin demi kelancaran penyusunan skripsi;

4. Dr. Hermanu Joebagyo, M.Pd., selaku Pembimbing Skripsi I yang telah

memberikan nasehat, waktu, serta kritikan yang membangun selama

memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi;

5. Drs. Tri Yuniyanto, M.Hum., selaku Pembimbing Skripsi II yang telah

memberikan waktu, dan motivasi selama memberikan bimbingan dalam

penyusunan skripsi;

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan

Sosial yang secara tulus memberikan ilmu kepada penulis selama ini, mohon

maaf atas segala tindakan dan perkataan yang tidak berkenan di hati.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

Disadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, tetapi

diharapkan penulisan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

dan mahasiswa Program Pendidikan Sejarah pada khususnya.

Surakarta, April 2011

Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……………………………………………………. i

HALAMAN PENGAJUAN…………………………………………….. ii

HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………….. iii

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………… iv

HALAMAN ABSTRAK………………………………………………… v

HALAMAN MOTTO…………………………………………………… vii

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………. viii

KATA PENGANTAR…………………………………………………… ix

DAFTAR ISI…………………………………………………………….. xi

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….. xiii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah…………………………….. 1

B. Perumusan Masalah………………………………….. 7

C. Tujuan Penelitian…………………………………….. 7

D. Manfaat Penelitian……………………………………. 8

BAB II LANDASAN TEORI…………………………………….. 9

A. Tinjauan Pustaka……………………………………… 9

B. Kerangka Berpikir……………………………………. 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………….. 26

A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………… 26

B. Metode Penelitian…………………………………….. 26

C. Sumber Data………………………………………….. 28

D. Teknik Pengumpulan Data……………………………. 29

E. Teknik Analisis Data………………………………….. 30

F. Prosedur Penelitian……………………………………. 31

BAB IV HASIL PENELITIAN…………………………………….. 34

A. Pembangunan Kota di Praja Mangukunegaran

Tahun 1916-1944 .......…….......................................... 34

B. Tata Ruang Kota di Praja Mangukunegaran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

Tahun 1916-1944........................................................... 57

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN………………… 65

A. Kesimpulan………………………………………….. 65

B. Impikasi……………………………………………… 68

C. Saran………………………………………………… 69

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 71

LAMPIRAN…………………………………………………………….. 74

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Autorisatie begrooting van kosten. 1941. Arsip

Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka .............. 75

Lampiran 2 : Autorisatie begrooting van kosten. 1940. Arsip

Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka .............. 76

Lampiran 3 : Supletie begrooting. 1941. Arsip Mangkunegaran.

Surakarta : Rekso Pustaka. .............. 77

Lampiran 4 : Overzichkaart Tirtonadi. Tanpa tahun. Arsip

Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka .............. 78

Lampiran 5 : Gambar R.M.A Soeryo Soeparto .............. 79

Lampiran 5 : Gambar Pasukan Kavaleri Legiun Mangkunegaran .............. 79

Lampiran 6 : Gambar Suasana Kota Surakarta Awal Abad XX .............. 80

Lampiran 6 : Gambar Benteng Vastenberg .............. 80

Lampiran 7 : Gambar Waduk Tirtomarto dan Waduk Tengklik .............. 81

Lampiran 8 : Gambar Gedung SSS dan komplek puro

MangkunegaranKawasan Partinituin di Manahan .............. 82

Lampiran 9 : Gambar Kios-kios toko dikawasan Pasar Pon dan

Partinituin di Manahan .............. 83

Lampiran 10 : Gambar Kawasan Koesoemowardani plein dan

Gambar Gedung Sekolah Siswo ( H.I.S ) .............. 84

Lampiran 11 : Gambar KGPAA Mangkunegoro VII ( 1916 –

1944 ) .............. 85

Lampiran 12 : Peta Pulau Jawa, disertai batas-batas Praja M.N .............. 86

Lampiran 13 : Peta Praja M.N dengan skala 1 : 750.000 .............. 87

Lampiran 14 : Laporan Kontrolir Wonogiri A. Muhlenfeld,

tertanggal 1 Maret 1914 .............. 88

Lampiran 15 : De Plechtigheid in het Mangkoenegoroschie

Vorstenhuis .............. 89

Lampiran 16 : PUSTAKA PRAJA ( RIJSBLAD) tahun 1920

No.17 .............. 91

Lampiran 17 : Z.H.K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII G.K. Ratoe

Timoer. Dharmo Kondho. 19 Mei 1941. .............. 92

Lampiran 18 : Gambar Silsilah Keluarga MN VII .............. 97

Lampiran 19 : Surat permohonan ijin menyusun skripsi .............. 98

Lampiran 20 : Surat keputusan Dekan FKIP tentang ijin

penyusunan skripsi .............. 99

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

Halaman 75 : Autorisatie begrooting van kosten. 1941. Arsip

Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka

Halaman 76 : Autorisatie begrooting van kosten. 1940. Arsip

Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka

Halaman 77 : Supletie begrooting. 1941. Arsip Mangkunegaran. Surakarta :

Rekso Pustaka.

Halaman 78

Halaman 79

Halaman 79

Halaman 80

Halaman 80

Halaman 81

:

:

:

:

:

:

Overzichkaart Tirtonadi. Tanpa tahun. Arsip

Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka

Gambar R.M.A Soeryo Soeparto

Gambar Pasukan Kavaleri Legiun Mangkunegaran

Gambar Suasana Kota Surakarta Awal Abad XX

Gambar Benteng Vastenberg

Gambar Waduk Tirtomarto dan Waduk Tengklik

Halaman 81

Halaman 82

Halaman 82

Halaman 83

:

:

:

:

Gambar Kawasan Partinituin di Manahan

Gambar Kawasan Koesoemowardani plein

Gambar Gedung Sekolah Siswo ( H.I.S )

Gambar KGPAA Mangkunegoro VII ( 1916 – 1944 )

Halaman 84 : Peta Pulau Jawa, disertai batas-batas Praja M.N

Halaman 85 : Peta Praja M.N dengan skala 1 : 750.000

Halaman 86 : Laporan Kontrolir Wonogiri A. Muhlenfeld, tertanggal 1

Maret 1914

Halaman 87 : De Plechtigheid in het Mangkoenegoroschie Vorstenhuis

Halaman 90 : PUSTAKA PRAJA ( RIJSBLAD) tahun 1920 No.17

Halaman 93 : Z.H.K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII G.K. Ratoe Timoer.

Dharmo Kondho. 19 Mei 1941.

Halaman 97 : Gambar Silsilah Keluarga MN VII

Halaman 98

Halaman 99

:

:

Surat permohonan ijin menyusun skripsi

Surat keputusan Dekan FKIP tentang ijin penyusunan skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdirinya Pura Mangkunegara merupakan hasil dari sebuah peristiwa

besar, pecahnya kerajaan Mataram di Jawa menjadi Kasunanan Surakarta dan

Praja Mangkunegaran. Praja Mangkunegara berdiri sejak 1757 pada saat RM.

Said sebagai penguasa pertama di Praja Mangkunegara. Selanjutnya tahun demi

tahun pemerintahan di Mangkunegaran dipegang oleh para Mangkunegara yang

bergelar K.G.P.A.A. Mangkunegara (Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati

Mangkunegara). Dalam kebijakan pemerintahan yang dijalankan pada setiap masa

pemerintahan inilah, muncul berbagai bangunan fasilitas publik yang berfungsi

sebagai penunjang kehidupan masyarakat, stabilisator kerajaan dan kepentingan

politik yang dijalankan bersama-sama dengan pemerintah Kolonial Belanda di

Surakarta ( Budihardjo, Eko, 1989 : 26 ).

Garis politik Pemerintah Kolonial Belanda yang bertujuan mengusahakan

kemakmuran serta perkembangan sosial dari penduduk Indonesia melalui Politik

Etis telah memberi dampak ekonomi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya

dan Praja Mangkunegaran pada khususnya( Marwati Djoened, 1984 : 34 ).Tahun-

tahun permulaan abad XX awal dilaksanakannya Politik Etis ditandai dengan

perkembangan ekonomi yang pesat dan perluasan-perluasan jabatan Pemerintah

Kolonial di Indonesia. Politik baru pemerintah Kolonial Belanda ini dikenal

dengan “ Politik Etis” yang bertujuan untuk menunjukkan adanya Een Eereschuld

( hutang kehormatan ) negara Belanda terhadap jajahannya sehingga mempunyai

kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan

otonomi penduduk Hindia Belanda ( Robert van Niel, 1984 : 51 ).Selama periode

1900-1925 telah banyak kemajuan yang dicapai oleh pemerintah kolonial, yaitu

dengan dijalankannya perubahan dan pembangunan yang cukup besar.

Pembangunan ini merupakan keharusan, antara lain desentralisasi, perbaikan

pertanian, pembangunan irigasi dan perbaikan kesehatan ( Sartono K, 1976 : 35 ).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Politik Etis lahir atas desakan golongan konservatif yang bersatu dengan golongan

agama, mempunyai tujuan :

1. Meningkatkan kesejahteraan penduduk pribumi,

2. Berangsur-angsur menumbuhkan otonomi serta disentralisasi politik di

Hindia Timur – Belanda ( Akira N,1989 : 11 ).

Dengan adanya perubahan ini pemerintah Belanda mulai memperhatikan

kemakmuran dan kemajuan penduduk pribumi, dan menganggap dirinya sebagai

pelindung yang bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan kepada

penduduk daerah kolonial dalam usaha ke arah kemajuan dan kesejahteraan

mereka.

Perkembangan politik kolonial sangat mempengaruhi keadaan di

Vorstenlanden. Efisiensi, kemakmuran, dan ekspansi adalah slogan dari politik

baru kolonial yang memerlukan campurtangan yang lebih langsung dan lebih

tegas dari pemerintah Belanda dalam kehidupan masyarakat. Di Vorstenlanden

para residen berpandangan bahwa mereka mempunyai tugas utama untuk

menyadarkan pemerintah Vorstenlanden untuk selalu memperhatikan kepentingan

dan kemakmuran rakyat, dan jika perlu meminta campur tangan pemerintah

kolonial Belanda ( Larson,G.D, 1990 : 28 ).

Mangkunegaran yang merupakan salah satu daerah swapraja tentu saja

mempunyai progam kerja untuk memajukan kesejahteraan dan kemakmuran

rakyatnya. Mangkunegaran berusaha memperkuat ekonominya dengan jalan

mengelola perkebunan maupun perusahaan milik Praja sendiri. Sedangkan

sumber-sumber keuangan lainnya adalah hasil penarikan pajak, retribusi, bunga

dan pelunasan modal, dan surat-surat berharga ( Th.M.Metz,1986 : 96 ). Dengan

adanya sumber-sumber keuangan inilah perekonomian Mangkunegaran menjadi

kuat dan mendukung pembangunan di Praja Mangkunegaran. Mangkunegoro VI

pada tahun 1912 telah berhasil mengembalikan Mangkunegaran menjadi Praja

yang cukup kaya. Beberapa tahun setelah keberhasilannya ini Mangkunegoro VI

berniat untuk turun tahta, dan ia menyatakan keinginannya kepada residen

Belanda di Surakarta, karena terjadinya pergantian tahta di daerah Swapraja saat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

itu harus mendapat persetujuan pemerintah Belanda. Keinginannya tersebut baru

dikabulkan satu tahun kemudian, dan sebagai penggantinya ditunjuklah Raden

Mas Soeryo Soeparto, anak angkatnya, yang sebenarnya putra Mangkunegoro V

dari selir, seperti diuraikan oleh Parto Hudoyo :“ Ingkang kakarsakaken

anggentosi keprabon jumeneng ngasto pusaraning praja Mangkunegaran kaleres

putro kapenakan, putro dalem swargi KGPAA Mangkunegoro V saking garwa R

Purnamaningrum “( Parto Hudoyo,tt : 74 ).

Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan secara bebas sebagai berikut

: “ Yang ditunjuk untuk menduduki tahta kerajaan Mangkunegaran adalah

keponakan Mangkunegoro VI yang merupakan putra KGPAA Mangkunegoro V

yang lahir dari selir R.Purnamaningrum”. Jadi sebenarnya Soeryo Soeparto

adalah keponakan Mangkunegoro VI, yang kemudian diangkat sebagai anak.

Dengan mempertimbangkan berbagai pengalaman serta kecakapan yang dimiliki

oleh Soeryo Soeparto , maka dari itu para pembesar kadipaten Mangkunegaran

dengan persetujaun pemerintah Belanda mengangkatnya sebagai kepala

pemerintahan di Praja Mangkunegaran, menggantikan Mangkunegoro VI. Ia

dinobatkan sebagai pemegang tahta Mangkunegaran pada 3 Maret 1916, dengan

gelar Pangeran Adipati Prang Wadono , suatu gelar yang dipakai oleh pemegang

tahta Praja Mangkunegaran yang pada saat dinobatkan belum mencapai usia 40

tahun ( Citrosentono, 1921 : 15 ). Pada masa Mangkunegoro VII ( 1916-1944 ),

pada tahun pertama pemerintahan dikeluarkan dana yang cukup besar untuk

membangun jembatan, jalan, bangunan irigasi, pendirian sekolah-sekolah, dan

pembangunan sarana kepentingan umum lainnya. Setiap tahun pada hari

peringatan penobatannya, Mangkunegoro VII mengumpulkan keluarganya,

pegawai, para perwira dan tamu dari kalangan rakyat dengan memberi wejangan

kepada mereka dan menguraikan rencana kerja untuk mengadakan perbaikan pada

tahun berikutnya ( Larson,G.D, 1990 : 105 ).

Sejak awal abad XX di Praja Mangkunegaran telah dilakukan serangkaian

kebijakan pembaharuan dalam bidang pemerintahan. Berbeda dengan

pembaharuan-pembaharuan dalam bidang lainnya seperti: birokrasi, pengaturan

keuangan, pembangunan, maka bidang pendidikan secara politis tidak banyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

mendapatkan pencekalan dari Pemerintah Kolonial Belanda. Walaupun segala

kebijakan Mangkunagara dan pelaksanaannya dalam lapangan tidak bebas dari

pengawasan Pemerintah Kolonial Belanda. Beberapa bangunan fasilitas publik

dibangun oleh Pura Mangkunegaran dan Pemerintahan Kolonial Belanda, untuk

menunjang stabilitas pemerintahan dan harkat hidup masyarakat.

Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan sarana

perkotaan bagi Mangkunegara VII dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat

ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk

mengikuti perkembangan zaman. Pembangunan sarana dalam bidang pendidikan

dilakukan Mangkunegara VII dengan melanjutkan pengelolaan Sekolah Siswo

dan Studiefonds, serta memprakarsai berdirinya Sekolah Siswarini dan Sekolah

Van Deventer, juga memperkenalkan pendidikan non formal berupa les-les bahasa

asing, khususnya bahasa Belanda dan kursus keterampilan (menjahit, melukis,

membuat patung, mengukir).

Pembangunan sarana dalam bidang irigasi ditandai dengan adanya

perbaikan sistem irigasi di pabrik gula milik Mangkunegaran. Untuk

meningkatkan produksi pangan dibangun sarana irigasi karena daerah Praja

Mangkunegaran bagian selatan (Wonogiri) terdiri dari daerah yang berbukit-bukit

dan hutannya telah mengalami kerusakan. Sebagai akibatnya ketika hujan, airnya

tidak sempat tersimpan oleh tanah. Pada musim kemarau keadaan tanah menjadi

kering kerontang, akibatnya tanah itu tidak dapat ditanami. Selama lima tahun

Dinas Irigasi Praja (Rijk Waterstaat) yang dipimpin oleh seorang arsitek Belanda,

bernama F.E Wolf telah mendirikan sejumlah sarana perairan di wilayah Praja

Mangkunegaran. Adapun bangunan ini ialah: Temon, Wiroko, Kebon Agung,

Kedung Uling, dan Plumbon.

Pada awalnya Kota Surakarta secara tidak disadari berkembang mengikuti

pola pemukiman Belanda di daerah seberang, yang berkembang dari sebuah loji

kecil kecil, menjadi kota faktori, dan kota dagang besar. Kota-kota di Jawa, pada

perkembangan sejarahnya memiliki berbagai karakter dan sifatnya yang khas.

Surakarta dan Yogyakarta yang dulunya adalah sebuah kerajaaan besar , yaitu

Kerajaan Mataram Islam ( Sri Margana, 2010 : 28 ). Konsep kota Surakarta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

sebagai “Solo Berseri” sebenarnya telah muncul sejak masa pemerintahan

Mangkunegara VII. Hal in ditandai dengan pembangunan sarana umum antara

lain: Taman Tirtonadi, Minapadi, Partimah Park, Societeit Sasono Suko (SSS).

Taman Tirtonadi dibangun dengan memanfaatkan air Kali Pepe yang terjun

melalui pintu air Kali Anyar. Nama Partimah Park berasal dari nama puteri

bungsu Mangkunegara VII. Taman ini berada di sebelah timur Taman Tirtonadi.

Dan setiap sore menjadi area bermain bagi anak-anak dengan beraneka ragam

permainan seperti ombak banyu, timbangan (jungkat-jungkit), bandulan (ayunan).

Societeit Sasono Suko (SSS) mulai dibangun pada tahun 1918 oleh seorang

arsitek pribumi yang bernama Atmodirono. Masyarakat awam menamakan

gedung ini dengan “Kamar Bola” karena bangunan klasik yang bagian depannya

dilengkapi dengan ornamen candi ini setiap malam selalu dipakai oleh orang-

orang Belanda untuk bermain bola sodok atau billiard.

Pembagian wilayah kota atas kampung-kampung yang memiliki

spesifikasi tertentu membentuk toponimi yang dapat dibagi dalam beberapa

kelompok menurut nama atau gelar figur penting, nama kelompok abdi dalem,

aktivitas setempat, maupun bentukan baru (Hari Mulyadi, dan Soedarmono dkk,

1999: 178-180). Secara historis kota kolonial, termasuk Surakarta, memisahkan

pemukiman penduduk berdasarkan garis warna. Namun pada perkembangan

berikutnya kota tidak lagi membagi berdasarkan ras (etnis). Dengan adanya

pembangunan perumahan, perbaikan ekonomi, mobilitas sosial masyarakat

pribumi, telah menjurus pada pemisahan pemukiman berdasarkan kelas sosial.

Wilayah kelas teratas tidak lagi dihuni orang Eropa saja, tetapi juga oleh

usahawan-usahawan lokal, jenderal-jenderal pribumi, dan pejabat-pejabat tinggi

pemerintah. Dengan kata lain pemukiman kelas atas terdiri dari berbagai macam

etnis (Evers, 1986: 57).

Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata ruang kotanya.

Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep kosmologi Jawa,

sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan intervensi oleh

kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial. Kedua konsep ini

tumpang tindih, konsep tata ruang yang mencerminkan filosofi masyarakat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

penghuninya tentu saja mengalami disorientasi dengan adanya percampuran cara

hidup yang boleh dikatakan memiliki jarak budaya yang berseberangan yaitu

antara budaya Timur dan budaya Barat (Kusumastuti, 2004: 28). Pada pola

pemukiman di Praja Mangkunegaran, konsep pembuatan jaringan jalan dibangun

menurut model tata ruang Eropa yang telah meninggalkan konsep arah jalan

tradisional. Daerah kota Mangkunegaran menunjukkan model pembangunan jalan

bergaya Eropa dengan pembuatan taman-taman di antara pertigaan dan

perempatan jalan (Het Begrooting van Mangkoenagoroshe Rijk over het jaar

1920).

Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga

dibangun. Di zona civic center ini dibangun : Soos Mangkunegaran yaitu gedung

pertemuan untuk para pegawai, Soos Militer yang digunakan sebagai gedung

pertemuan untuk para bintara, tempat ibadah, gudang untuk legiun

Mangkunegaran, tiga gedung kelurahan, kantor polisi, beberapa pos jaga, dan

beberapa rumah dinas untuk para pejabat dari bupati, wedana, hingga camat.

Seluruh pembangunan sarana dan prasarana ini diatur oleh Dinas Pekerjaan

Umum Mangkunegaran.

Dengan berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mengambil

Judul : “ Perkembangan Perkotaan Di Praja Mangkunegaran ( Studi tentang

kebijakan Mangkunegara VII , 1916 – 1944 ) “

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,

maka penulis merumuskan beberapa masalah antara lain :

1. Bagaimana pembangunan Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-

1944.

2. Bagaimana tata ruang Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-

1944.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pambangunan Kota di Praja Mangukunegaran Tahun

1916-1944.

2. Mengetahui tata ruang Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-

1944.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Menambah khasanah pengetahuan, yaitu dapat memberikan

pengetahuan tentang pembangunan Kota di Praja Mangkunegaran

tahun 1916 – 1944.

2. Menambah wawasan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi

pembaca tentang pembangunan Kota dan tata ruang Kota di Praja

Mangkunegaran tahun 1916 – 1944.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

2. Manfaat Praktis

1. Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana

Kependidikan Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Untuk menambah koleksi perpustakaan Progam Studi Pendidikan

Sejarah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kota

Menurut Bintarto ( 1984: 36 ), kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan

kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan

diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang

materialistis; atau dapat diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh

unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang

cukup besar dengan corak kehidupan yang heterogen dan materialistis

dibandingkan bengan baerah belakangnya.

Mater melihat kota sebagai tempat pemukiman penduduknya; baginya yang

penting dengan sendirinya bukanlah rumah tinggal, jalan raya, rumah ibadat,

kantor, taman, kanal dan sebagainya, melainkan penghuni yang menciptakan

segalanya itu. Mumfort lebih melihat kota sebagai suatu tempat pertemuan yang

berkiblat keluar. Max Weber memandang suatu tempat itu kota, jika penghuninya

sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhannya lewat pasar setempat.

Christaller menunjukan fungsi kota sebagai penyelenggaran dan penyediaan jasa-

jasa bagi sekitarnya; kota itu pusat pelayanan ( Short, 1982 : 3-6). Sjoberg melihat

lahirnya kota lebih dari timbulnya suatu golongan spesialis non-agraris, di mana

yang berpendidikan merupakan bagian penduduk yang terpenting. Mereka itu

adalah para literati yakni golongan pujangga, sastrawan dan ahli keagamaan.

Sedangkan Harris dan Ullman melihat kota sebagai pusat untuk permukiman dan

pemanfaatan bumi oleh manusia; buktinya pertumbuhan kota pesat dan mekarnya

terus-menerus. Tetapi sambil mekar terjadi masalah pemiskinan bagi manusianya,

sehingga muncul berbagai masalah sosial ( Bintarto,1984 : 8 ). Sehingga dapat

dikatakan kota adalah suatu kawasan yang biasanya memiliki ciri-ciri: jumlah

penduduk yang relatif padat dibanding dengan kawasan sekitarnya, hubungan

kekerabatan masyarakatnya longgar, penduduknya memiliki berbagai ragam

profesi yang bersifat nonagraris, terdapat berbagai macam fasilitas umum relatif

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

lebih beragam dan modern dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Penduduknya

dalam bekerja menggunakan manajemen yang lebih profesional dan

masyarakatnya lebih memiliki kompleksitas kebutuhan dan kepentingan.

Pemahaman kota untuk kurun waktu tertentu dengan kurun waktu yang lain juga

berbeda.

Di Jawa istilah kota dapat di identikan dengan sistem pemerintahan yang

berpolitik, yaitu keraton. Orang Jawa zaman dahulu jika menyebut kota atau

keraton dan penduduk sekitarnya menggunakan istilah negari ( bahasa Jawa

).Pada awalnya kota dapat di identikkan dengan keraton. Istilah nagari mirip

dengan bunyi negara yang berarti , suatu lembaga yang memiliki sistem

pemerintahan yang berpolitik dan memiliki warga. Istilah ini memiliki

keterkaitan asal usul kata sehingga akan semakin jelas bahwa kota terbentuk

karena menonjol sistem pemerintahannya. Menurut J. Gonta ( 1973 : 480 ) dalam

bahasa Sansekerta, kota dapat diartikan sebagai benteng atau pertahanan. Dalam

bahasa Melayu, kota diartikan sebagai desa yang dipertahankan, atau sebagai satu

kesatuan politik. Dengan demikian, cirri khas kota yang menonjol adalah peran

politiknya. Seiring perkembangan zaman khususnya di Jawa tidak hanya memiliki

sistem politik saja, tetapi juga sebagai pusat industri, perdagangan dan sebagainya.

Di Jawa ciri kota antara lain meliputi : 1) keraton ( pusat pemerintahan ); 2) alun-

alun yang terletak di depan keraton; 3) masjid disebelah kiri alun-alun ; dan 4)

pasar tradisional di depan alun-alun keraton. Secara sosial, di Jawa, cirri - ciri

lokasi pusat-pusat kegiatan diatas cenderung memiliki lokasi yang berdekatan,

karena kebiasaan masyarakat Jawa hidup secara komunal ( Hariyono , 2007 : 59 ).

Awal terjadinya permukiman disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah perpindahan penduduk hingga menetap pada suatu wilayah.

Kota tumbuh dengan sendirinya selanjutnya manusia mengembangkan untuk

kebutuhannya, selain itu ada juga kota yang tumbuh karena direncanakan. Dengan

demikian kota dapat diartikan sebagai berikut. Dalam arti sempit, kota merupakan

perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial,

ekonomi, politik dan budaya di suatu wilayah.Dalam arti luas, kota merupakan

perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

ekonomi, politik, dan budaya di suatu wilayah dalam hubungannya dan pengaruh

timbal balik dengan wilayah lain.Kota, adalah tempat tinggal dari beberapa ribu

penduduk atau lebih. Kota, menurut definisi universal, adalah sebuah area urban

yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan

penduduk, kepentingan, atau status hukum.

Kota ditinjau dari segi fisik morfologis adalah suatu daerah tertentu dengan

karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan dimana

sebagian besar tertutup oleh bangunan, kepadatan bangunan khususnya

perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan

pemukiman yang kompak dan relatif lebih besar dari satuan pemukiman kedesaan

di sekitarnya. Sementara itu daerah yang bersangkutan sudah/mulai terjamah

fasilitas kota. Sedangkan secara fisik kota adalah area-area terbangun di perkotaan

yang terletak saling berdekatan, yang meluas dari pusatnya hingga keluar daerah

pinggiran kota. Ditinjau dari segi yuridis administrative kota dapat didefinisikan

sebagai suatu daerah tertentu dalam wilayah Negara dimana keberadaannya diatur

oleh Undang-Undang (peraturan tertentu), daerah mana dibatasi oleh batas-batas

administrative yang jelas yang keberadaannya diatur oleh Undang-

Undang/peraturan tertentu dan ditetapkan berstatus sebagai kota dan

berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan kewajibannya dalam mengatur

wilayah kewenangannya.

Menurut Sujarto (1970 : 18 ), kota merupakan kesatuan masyarakat yang

heterogin dan masyarakat kota mempunyai tingkat tuntutan kebutuhan yang lebih

banyak apabila dibandingkan dengan penduduk pedesaan. Sedangkan menurut

Bintarto (1977 : 35 ) kota adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh

unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup

besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogin dan materialistis dibandingkan

dengan daerah belakangnya.

Bagi masyarakat di Praja Mangkunegaran, praja atau kota praja bukan

hanya suatu pusat politik dan budaya, tetapi merupakan pusat keramat. Keraton

adalah tempat bersemayam raja dan raja merupakan sumber-sumber kekuatan

kosmis yang mengalir di daerah-daerah yan membawa ketentraman, keadilan, dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

kesuburan. Paham ini terungkap dengan sangat jelas dalam gelar para penguasa

keempat wilayah Jawa Tengah hasil perpecahan kerajaan Mataram. Kedua

penguasa di Yogyakarta menyebut diri Hamengku Buwana (yang memangku

jagad raya), dan Paku Alam. Para penguasa Surakarta menyebut dirinya Paku

Buwana dan Mangkunagoro (yang memangku negara). Pandangan tentang

keraton sebagai pusat kekuasaan kosmis menentukan paham negara, kekuatan

yang ada di pusat semakin menjauh akan semakin redup, dan bahkan hilang.

Begitu juga menurut filsafat politik Jawa, negara itu paling padat di pusat, didekat

raja. Dari ibukota kekuatan raja memancar sampai kedesa-desa. Kekuatan itu ada

karena seluruh kekuatan itu menjaga keraton dan memberikan perlindungan serta

memberi keselamatan pada para penghuninya.

Fungsi kota di Praja Mangkunegaran sebagai pusat pemerintahan yang

menerapkan konsep ”civic center”. Berbagai kantor pusat pemerintahan

ketatanegaraan kota praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana

dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Pembagian

wilayah kota atas kampung-kampung yang memiliki spesifikasi tertentu

membentuk toponimi yang dapat dibagi dalam beberapa kelompok menurut nama

atau gelar figur penting, nama kelompok abdi dalem, aktivitas setempat, maupun

bentukan baru. Di wilayah Praja Mangkunegaran, beberapa kampung juga

berfungsi sebagai tempat pemukiman kompleks pejabat praja seperti kampung

Tumenggungan. Kampung Tumenggungan merupakan tempat tinggal para pejabat

yang memegang peranan dalam sistem birokrasi pemerintahan Praja

Mangkunegaran, mengingat para pejabat yang tinggal di kampung ini bergelar

Tumenggung. Sementara kampung Punggawan merupakan tempat pemukiman

para pejabat tingkat rendah dan abdi dalem.

Tempat pemikiman lain yang terdapat di Mangkunegaran menunjukkan

nama-nama para bangsawan lama yang sebelum era P.A.A Mangkunagoro IV

memperoleh lahan sebagai tempat tinggalnya. Kampung Mangkubumen dahulu

merupakan tempat tinggal Mangkubumi. Kampung Timuran yang berarti tempat

tinggal putra dari selir Mangkunagoro ketika masih kecil (alit : masih timur)

Wilayah pemukiman lain adalah kampung Stabelan yang merupakan tempat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

pemukiman pasukan artileri Mangkunegaran (constable). Kampung Jageran

sebagai tempat pemukiman pasukan penggempur Mangkunegaran dan kampung

Kestalan sebagai tempat kandang kuda (staal) milik pasukan kavaleri legiun

Mangkunegaran.

Pada wilayah kota Mangkunegaran terdapat daerah elite orang Eropa yang

dikenal dengan Villapark. Lingkungan Villapark dinyatakan sebagai lingkungan

elit dengan peraturan tersendiri yang dapat dilihat dari Undang-Undang tentang

penggunaan tanah negara di Surakarta, khususnya daerah Mangkunegaran.

Peraturan tentang penggunaan tanah negara di Mangkunegaran tidak meliputi

daerah Villapark, karena daerah ini sudah mempunyai peraturan tersendiri yang

ditetapkan tanggal 1 November 1913 (Rijksblad Mangkunegaran, 15 Januari

1918. No 1. Tahun 1918, artikel no.2 Pasal 3). Lingkungan Villapark dihuni oleh

sebagian besar orang Eropa yang bekerja di sektor perkebunan.

2. Tata Ruang Kota

Tata ruang kota dikatakan sebagai ilmu interdisiplin. Maksudnya,

pengetahuan dan ilmu tata ruang tidak semata meliputi satu disiplin ilmu

pengetahuan. Disiplin pengetahuan adalah suatu kecanggihan yang

dikembangkan untuk memikirkan dan mendalami permasalahan yang sudah

lama menarik perhatian dan menjadi kepedulian pemerhati yang gemar

berpikir. Tata ruang kota adalah bentuk penggunaan lahan yang ada dikota untuk

keperluan tertentu ( jalan , perkantoran, taman, pemukiman dsb ). Daerah

perkotaan umumnya mempunyai tata ruang yang terencana dengan baik, terutama

peningkatan praarana perkotaan yang meliputi tujuh bidang (penyediaan air

bersih, drainase yang baik, pengolahan sampah, sanitasi lingkungan, perbaikan

kampung, pemeliharaan jalan kota, perbaikan sarana dan fungsi pasar).

Tata ruang merupakan kegiataan untuk menjadikan suatu ruang itu

menjadi seperti yang direncanakan. Tata atau penataan dapat diartikan sebuah

perencanaan yang disusun secara berurutan dan terarah. Sedangkan pengertian

ruang terdapat dua pengertian, yaitu ruang tak terbatas dan ruang terbatas. Para

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

pemikir Barat cenderung memahami ruang yang bersifat tak terbatas, sedangkan

para pemikir Timur, khususnya Jawa cenderung memehami ruang secara terbatas.

Kecenderungan ini disebabkan paham rasianalisme yang bersifat progresif telah

lama berkembang di Barat, sedangkan di Timur paham rasionalisme baru

berkembang akhir-akhir ini ( Hariyono , 2007 : 5 ). Ruang merupakan alih kata

space untuk Bahasa Indonesia. Dalam Oxford English Dictionary disebutkan

,space berasal dari kata Latin spatium yang berarti terbuka luas, memungkinkan

orang melakukan kegiatan dan bergerak leluasa didalamnya, dan dapat

berkembang tak terhingga. Ruang dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah rong

yang bererti suatu keadaan kosong yang terdapat pada batasan dua kerangka

utama yang menunjang atap. Rong juga berarti lubang tempat serangga bersarang

dan gua. Gagasan tersebut mengacu pada sesuatu yang terbatas, bervolume dan

nyata. Rong menurunkan kata rongga yang berarti ruang kosong yang terdapat

pada suatu benda. Dengan demikian, ruang dalam budaya Jawa memiliki batasan

yang sifatnya terbatas dan konkret. Secara mitos, ruang dalam pemahaman Jawa

adalah tempat yang bersifat konkret yang dihuni oleh makhluk hidup maupun

makhluk halus ( Tjahyono, 1990 : 29 ).

Tata ruang kota-kota di Jawa khususnya sebagian besar masih menganut

konsep kosmologi Jawa yang merupakan bagian dari konsep kosmogoni. Seorang

raja sering dianggap sebagai representasi dewa sekaligus penguasa kota.

Kepercayaan ini membawa pengaruh konsep kosmogoni untuk merancang

kotanya. Konsep kosmogoni adalah suatu pemahaman tentang kesejajaran antara

alam makrokosmos dan mikrokosmos dalam suatu pertautan dimuka bumi. Alam

semesta atau jagad raya diimitasikan dengan dunia manusia di alam jagad kecil.

Dalam konsep kosmogoni disebutkan bahwa kemakmuran dan ketentraman dunia

dapat dicapai dengan menyusun dunia manusia sebagai replica alam semesta.

Sebagai konsekuensinya kota kerajaan harus dirancang sesuai dengan gambaran

bagian – bagian alam semesta yang dihayati. Ibukota atau istana raja tidak hanya

sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan, melainkan juga sebagai pusat

kekuatan magis dari seluruh wilayah kerajaan. Dalam konsep kosmologi Jawa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

yang digunakan untuk tata ruang terdapat kesatuan antara masyarakat, alam, dan

alam adikodrati serta kedudukan raja sebagai pemusatan kekuatan kosmis.

Dalam lingkaran pertama pandangan dunia Jawa, dunia luar dihayati

sebagai lingkungan kehidupan individu yang homogen, yang di dalamnya

manusia menjamin keselamatannya dengan menempatkan dunia ini sebagai

penghayatan terhadap masyarakat, alam dan alam adikodrati sebagai satu kesatuan

yang tak terpecah-belah. Dari tingkah laku yang tepat terhadap kesatuan itu

tergantung keselamatan manusia. Masyarakat dan alam merupakan lingkup

kehidupan masyarakat Jawa sejak lahir. Melalui masyarakat, manusia

berhubungan dengan alam.

Konsep kehidupan masyarakat bagi orang Jawa merupakan sumber rasa

aman, begitu pula alam dihayati sebagai kekuasaan yang menentukan keselamatan

sekaligus kehancurannya. Dasar kepercayaan Jawa atau Jawanisme adalah

keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini pada hakekatnya adalah

satu, atau merupakan suatu kesatuan hidup. Jawanisme memandang kehidupan

manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian hidup

manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman

yang religius (Mulder, 1973 : 36 ). Apa yang dialami manusia sejak dilahirkan

sampai pada kematian atau kejadian yang dialami manusia selama manusia hidup

selalu terkait dengan kekuatan dari alam lain (adikodrati/gaib). Alam pikiran Jawa

merumuskan bahwa kehidupan manusia berada dalam dua kosmos yaitu

makrokosmos (jagad gede) dan mikrokosmos (jagad cilik) yang saling

berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Makrokosmos merupakan lukisan atau

gambaran dari mikrokosmos, sebaliknya mikrokosmos pun adalah lukisan dari

makrokosmos. Hal ini didasarkan bahwa hakekat segala yang ada di dunia ini

adalah satu. Di satu pihak, makrokosmos adalah sikap dan pandangan hidup

terhadap alam semesta yang dianggap sebagai alam yang mengandung kekuatan

supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat wadi (misterius). Di lain

pihak, mikrokosmos adalah sikap dan pandangan hidup terhadap jagad cilik

(manusia). Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan

keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

mikrokosmos, dalam mewujudkan ”keselamatan” dan ”kedamaian” seperti yang

sesuai dengan sifat-sifat ilahi.

Alam inderawi bagi orang Jawa merupakan ungkapan alam gaib. Alam

adalah ungkapan kekuasaan yang akhirnya menentukan kehidupan manusia.

Dalam alam ini manusia mengalami betapa sangat tergantung dari kekuasaan-

kekuasaan adidunia yang tidak diperhitungkan, yang disebut dengan alam gaib.

Kosmos, termasuk kehidupan benda-benda, peristiwa-peristiwa di dunia

merupakan suatu kesatuan eksistensi dimana setiap materiil dan spiritual

mempunyai arti yang jauh melebihi apa yang nampak (Mulder, 1984 : 18.) Bagi

orang Jawa alam empiris berhubungan erat dengan alam dengan alam metampiris

(alam gaib), mereka saling meresapi. Kepekaan terhadap dimensi gaib dunia

empiris menemukan ungkapannya dalam berbagai cara, misalnya upacara-upacara

religius. Kesatuan antara masyarakat, alam, dan alam adikodrati dilaksanakan

orang Jawa dalam sikap hormat terhadap nenek moyang (leluhur), roh-roh, dan

kekuatan halus. Bagi orang Jawa, kehidupan di dunia ini merupakan tempat

dimana kesejahteraannya tergantung dari apakah manusia berhasil menyesuaikan

diri dengan kekuatan-kekuatan gaib itu. Supaya roh-roh itu berkenan kepadanya

maka pada waktu-waktu tertentu dipersembahkan sesajen.

Masyarakat Jawa percaya bahwa tidak mungkin memisahkan sesuatu yang

sakral dari yang profan, yang bersifat kodrati dari yang bersifat adikodrati.

Kehidupan dalam kosmos alam raya dipandang sebagai sesuatu yang telah teratur

dan telah tersusun secara bertingkat (hierarkis). Kewajiban moril daripada segala

sesuatu yang ada ialah menjaga keselarasan hidup dengan segala tata tertib yang

dilambangkan dalam susunan alam semesta. Kekuasaan ilahi tersebut dinyatakan

dalam paham ketuhanan yang antara lain disebut sebagai kekuatan Brahma, Gusti,

Hyang Maha Kuasa, Hyang Murbeng Jagad, Hyang Tunggal, dan banyak lagi

sebutan lain yang merupakan perwujudan dari rasa Ketuhanan dalam alam pikir

Jawa.

Adapun sikap dan pandangan terhadap dunia manusia (mikrokosmos)

adalah tercermin pada kehidupan manusia dan lingkungannya, susunan manusia

dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

nampak mata (kasat mata). Tanpa adanya tata kehidupan yang nyata dan teratur

dalam dunia manusia (mikrokosmos), kehidupan manusia senantiasa berusaha

memahami arti dan kehidupan serta berusaha menemukan nilai-nilai baru untuk

diterapkan dalam bentuk kehidupan yang lebih sempurna. Keberhasilan manusia

dalam menjalani kehidupan yang baik dan benar di dunia ini tergantung pada

kekuatan batin jiwanya.

Bagi orang Jawa, masyarakat, alam, dan alam adikodrati dirasakan sebagai

kesatuan terungkap dalam kepercayaan bahwa semua peristiwa alam empiris

berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di alam metampiris (Franz Magnis Suseno,

1985:90). Apa yang terjadi di sisi realitas yang satu mempunyai kecocokan

dengan sisi satunya. Oleh karena itu manusia tidak boleh bertindak gegabah

seakan-akan masalahnya terbatas pada dimensi sosial dan alamiah saja. Dalam

segala tindak-tanduk manusia harus bersikap sedemikian rupa sehingga tidak

bertabrakan dengan berbagai roh dan kekuatan halus. Kepercayaan akan

keterkaitan antara peristiwa-peristiwa di dunia dan di alam gaib barangkali

merupakan salah satu latar belakang kepopuleran berbagai upacara.

Alam pikiran, sikap serta pandangan hidup tentang alam semesta

(makrokosmos) merupakan peninggalan konsep dari paham Hindu Jawa. Pada

dasarnya apabila setiap manusia melaksanakan tugas dan kewajiban hidupnya

(Dharma), dan berpegang pada aturan ilahi atau kekuatan Brahma yang berkuasa

atas kehidupan alam semesta, maka dia akan menuju pada keselamatan dunia serta

menciptakan kehidupan yang ”tata tenterem, kerta raharja” yaitu kehidupan yang

bahagia, aman, dan sejahtera. Di situlah letak hubungan khusus serta penyatuan

antara makrokosmos dan mikrokosmos dalam kehidupan orang Jawa.

3. Pembangunan Di Praja Mangkunegaran

Pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan

pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu

Negara bangsa menuju modernitas. Dari pengertian tersebut, maka muncul enam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

ide pokok. Pertama : pembangunan merupakan suatu proses. Berarti

pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara

berkelanjutan dan terdiri dari tahap – tahap yang di satu pihak bersifat independen

akan tetapi di pihak lain merupakan „ bagian‟ dari sesuatu yang bersifat tanpa

akhir . Kedua : pembangunan merupakan upaya secara sadar yang ditetapkan

sebagai suatu untuk dilaksanakan. Ketiga : pembangunan dilakukan secara

terencana. Keempat : rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan

dan perubahan. Kelima : pembangunan mengarah pada modernitas. Modernitas

disini diartikan antara lain sebagai cara hidup yang baru dan lebih baik dari

sebelumnya, cara berfikir yang rasional dan sistem budaya yang kuat tetapi

fleksibel.Keenam : modernitas yang ingin dicapai melalui bergai kegiatan

pembangunan bersifat multidimensional ( Siagan.P, 2000 : 5 ).

Kadipaten Mangkunegaran didirikan dan ditegakkan di atas hasil

perjuangan, bukan hadiah, sekalipun Mangkunegaran adalah vassal kompeni dan

di bawah Kasunanan Surakarta, bahwa dalam perjalan sejarahnya pengaruh

kompeni sangat besar terhadap Kadipaten Mangkunegaran. Namun semua ini

pada dasarnya karena kompeni ketakutan terhadap timbulnya kekuatan baru yang

menentangnya. Oleh karena perjuangan itu dijalankan bersama antara yang

dipimpin dan yang memimpin, tegasnya antara R. M. Said dan para pengikutnya,

maka hasil- hasil perjuangan tidak dimiliki oleh seseorag atau sekelompok orang,

melainkan dimiliki oleh bersama. Atas dasar inilah maka Praja Mangkunegaran

tidak menjadi milik pribadi pihak yang memimpin perjuangan, dan kemudian naik

tahta memimpin Mangkunegaran, tetapi juga milik para pengikutnya yang ikut

dalam perjuangan. Dengan pemahaman inilah, maka kontinuitas atau

kelanggengan menjadi target atau tujuan yang terus- menerus diperjuangakan

demi kelangsungan Praja Mangkunegaran sendiri. Ia diangkat menjadi raja

bergelar Pangeran Adipati Mangkunegoro, dan menguasai suatu daerah yang pada

tanggal 17 Maret 1757 luasnya 4000 cacah.Wilayah Kasunanan dan Kasultanan

dikemudian hari dikurangi oleh Deandels, yang harus mempertahankan Pulau

Jawa dari Inggris. Kemudian jaman Inggris, Sir Thomas Stamford Rafles

mendirikan kerajaan Paku-Alaman tahun 1813 dengan tanah diambil dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Kasultanan, dengan menunjuk Yogyakarta sebagai istananya. Setelah

pembentukan Paku Alaman, kemudian pada 21 Oktober 1813, daerah

Mangkunegaran diperluas, serta Pangeran Mangkunegoro memperoleh kebebasan

lebih banyak. Yang menjadi alasan untuk itu adalah suatu persekutuan antara

Sunan dan Sultan untuk melawan pemerintah Inggris. Alasan ini pula yang

digunakan untuk mendirikan Paku Alaman. Setelah perang Jawa ( 1825 – 1830 ),

maka pada 22 Pebruari 1830 wilayah Mangkunegaran diperluas lagi, yaitu dengan

tanah Ngawen. Yang memperluas ini adalah pihak Belanda , dengan mengambil

wilayah Sultan. Dan pada 22 September 1830 telah ditatapkan batas – batas

wilayah Mangkunegaran hingga tahun 1934. Namun setelah tahun 1900, batas –

batas wilayah Mangkunegaran diubah lagi dengan menukarkan beberapa tanah

dengan tanah Kasunanan, hal ini untuk menghindari adanya en clave ( tamah yang

terkurung oleh wilayah negara lain ).

Landasan juang RM.Said atau K.G.P.A.A Mangkunagoro I serta para

kawulanya tertumpu pada 3 langkah :

1. Mulat Sarira Hangrasa Wani (kenalilah dirimu sendiri)

2. Rumangsa melu Handarbeni (merasa ikut memiliki)

3. Wajib Melu Hangrungkebi (berkewajiban untuk siap membela

kepentingan Praja)

Mulat sarira, hangrasa wani, sesungguhnya merupakan candrasengkala tahun

pendirian Mangkunegaran yakni tahun 1757 Masehi. Mulat sarira berarti

mengetahui diri sendiri dengan melakukan introspeksi yang perlu dihayati agar

dapat mengatasi rintangan yang menghalang-halangi perbaikan pribadi kita.

Introspeksi juga menimbulkan kesadaran kita akan keakraban kita dengan sesama,

alam, dan Tuhan.

Prinsip kedua Tri Darma ialah : Rumangsa Melu Handarbeni. Ucapan ini

disampaikan oleh RM. Said setelah dinobatkan sebagai Mangkunagoro I. Ucapan

ini ditujukan kepada para pengikut setianya untuk diteruskan kepada

keturunannya, serta rakyat. Rakyat harus menganggap daerah Praja

Mangkunegaran sebagai miliknya sendiri, tempat mereka akan memperoleh

sumber kehidupan dari tanah itu. Antara raja dan rakyat diadakan persekutuan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

sehingga terjadi persatuan antara mereka, yang mencakup dalam manunggaling

kawula gusti Prinsip ini memuat bahwa Mangkunagoro dan rakyat bersama-sama

memiliki daerah Praja Mangkunegaran. Mangkunagoro yang memimpin Praja

Mangkunegaran akan berusaha menyejahterakan rakyat. Negara bukan milik

perorangan, tetapi merupakan tempat berlindung seluruh rakyat, sehingga setiap

orang dapat melakukan pekerjaannya. Negara dipandang sebagai milik kolektif,

maka setiap warganya perlu turut berusaha mengembangkannya,

mempertahankannya serta menjaga dari berbagai bentuk ancaman.

Prinsip ketiga Tri Dharma, ialah : Wajib Melu Hangrungkebi. Prinsip

ketiga ini erat hubungannya dengan prinsip pertama dan kedua. Kedua pihak

bertanggung jawab penuh atas kelestarian negara, maka rakyat diharapkan

menjalankan tugas bagi negara dengan semangat berkorban, penuh dedikasi dan

mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Ketiga gatra tersebut merupakan pedoman langkah dimana satu sama lain

saling bergandengan, mengisi dan melengkapi. Falsafah tersebut dikenal dengan

sebutan Tri Dharma yang berarti juga mawas diri dan merasa berani. Pada

dasarnya Tri Dharma bermakna sebagai berikut :

1. Tri Dharma pada hakekatnya adalah dasar utama berdirinya Praja

Mangkunegaran.

2. Tri Dharma adalah sikap hidup dan pola tingkah laku serta tingkah karya

bagi pimpinan negara, narapraja, punggawa, dan kerabat Mangkunegaran.

3. Tri Dharma merupakan dasar bertindak dalam pembinaan dan

pengembangan Praja Mangkunegaran.

4. Tri Dharma adalah pengarah bagi kehidupan kerabat dan orang-orang

Mangkunegaran dalam menghadapi pasang surutnya keadaan serta dalam

menyesuaikan diri dengan zaman dan situasi ( NN, 1969 : 9 ).

Mangkunegaran memperoleh perluasan wilayah oleh Belanda yang tidak

diperoleh oleh kerajaan lain. Tetapi tetap ada pengurangan kekuasaan seperti di

kerajaan lain. Para Raja di Mangkunegaran diangkat menurut “ Acte van Verband

“ yang harus mereka tanda tangani dihadapan wakil Pemerintah Hindia- Belanda

sebelum mereka dinobatkan. Mereka yang menjadi Raja di Mangkunegaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

haruslah keturunan dari Raja pertama dari negaranya. Meskipun hak – haknya

dibatasi oleh Belanda, namun Raja- raja di Mangkunegaran berhasil mendirikan

negara yang kuat karena kemampuannya. Sampai tahun 1934 Mangkunegaran

mempunyai tujuh orang Raja yang dalam setiap pemerintahannya terdapat tahapan

pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan wilayah Mangkunegaran

dilakukan secara bertahap di segala bidang pada masing-masing Raja, ketujuh

Raja tersebut adalah sebagai berikut :

1. Mangkunegoro I ( 1757 – 1795 ), sebelum dinobatkan sebagai raja, ia

bernama dan bergelar Raden Mas Said dan Pangeran Suryokusumo.Ia

adalah cucu dari Sunan Mangkurat IV dari Mataram.

2. Mangkunegoro II ( 1796 – 1835 ), adalah cucu dari pendahulunya, dan

naik tahta dengan gelar Pangeran Ario Prabu Prangwadono.

3. Mangkunegoro III ( 1835 – 1853 ), adalah seorang putra dari seorang putri

Mangkunegoro II. Ia naik tahta dengan gelar Pangeran Adipati Ario Prabu

Prangwadono, dan pada tahun 1842 bergelar Mangkunegoro.

4. Mangkunegoro IV ( 1853 – 1881 ), adalah putra dari putri Mangkunegoro

II yang lebih muda. Gelarnya sama dengan pendahulunya, baru pada tahun

1857 bergelar Mangkunegoro.

5. Mangkunegoro V ( 1881 – 1896 ) , adalah putera Mangkunegoro IV.

6. Mangkunegoro VI ( 1896 – 1916 ), adalah saudara Mangkunegoro V.

Sejak ini Mangkunegaran berdiri lepas dari Keraton dan Susuhunan

Surakarta. Pada masa ini terjadi perbaikan ekonomi di Praja

Mangkunegaran , sehingga keuangan Mangkunegaran berangsur pulih

kembali. Pembangunan di berbagai bidang mulai dilakukan, tidak hanya

bidang keuangan, tetapi juga bidang pendidikan, kesehatan, pangan dan

pembangunan fisik terus dilakukan di Praja Mangkunegaran sampai masa

kekuasaaan Mangkunegoro VI berakhir dan diteruskan oleh penggantinya

nanti.

7. Mangkunegoro VII ( 1916 – 1944 ), adalah putra ke tiga dari

Mangkunegoro V. Ia adalah seorang aktivis organisasi bersifat kebudayaan

sebelum dinobatkan sebagai Raja di Mangkunegaran. Ia menjadi anggota

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

redaksi harian Jawa “ Darmo Kondo “, anggota Dewan Pengawas

perkumpulan “ Budi Utomo “. Dan menjadi ketua Dewan Hindia (

volksraad ). Setelah dinobatkan menjadi Raja, ia pun berhenti dari

kegiatan tersebut. Pada masa pemerintahannya, banyak kebijakan yang

dikeluarkan. Yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan di Praja

Mangkunegaran dan wilayahnya. Pembangunan kota dengan peningkatan

sarana perkotaan, pembuatan taman – taman kota dan pembaharuan irigasi

dengan membuat bendungan dan waduk, merupakan progam – progam

dalam kebijakannya.

Daerah Mangkunegaran terletak di tanah Swapraja ( Vorstenlanden ) di

bagian Timur dari Jawa Tengah. Dan ditanah Swapraja itu juga di bagian

Timurnya. Daerah itu meliputi lereng Barat dan Selatan dari Gunung Lawu yang

meluas sampai daerah hulu dari Bengawan Solo menuju Gunung Kidul. Sebanyak

35.183 orang tinggal di Kota Mangkunegaran. Sedangkan luas daerah dari

Mangkunegaran adalah 2.815,14 Km2.

Seperti tercantum dalam perjanjian yang sudah disetujui, wilayah

kekuasaan Praja Mangkunegaran adalah daerah Keduwang, Laroh, Matesih dan

Gunung Kidul. Baru pada masa pemerintahan Mangkunagoro II (1796-1835)

daerah Praja Mangkunegaran bertambah 240 jung dan kemudian bertambah lagi

500 cacah (1 cacah = 4 bau. 1 bau = 0,7096 ha. 1jung = 4 karya = 16 bau).

Mangkunagoro II telah berjasa kepada Rafflesh, membantu mengadakan

perlawanan terhadap Sultan Hamengku Buwono II. Sebagai hadiah atas jasa-

jasanya, maka Rafflesh memperluas daerah Mangkunegaran yang meliputi :

1. Keduwang 72 jung

2. Sembuyan 12 jung

3. Mataram 2,5 jung

4. Sukowati Timur 95,5 jung

5. Sukowati Barat 28,5 jung

6. Sebelah Timur Merapi 29,5 jung

Jumlah 240 jung

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Setelah terjadi perang Diponegoro (1825-1830), daerah Mangkunegaran

diperluas dengan 500 cacah, semuanya milik Yogyakarta yang ada di Sukowati.

Selama berlangsungnya perang Diponegoro, Mangkunagoro II membantu Belanda

kemudian setelah perang usai daerah yang telah dikuasai oleh Belanda diserahkan

sebagai hadiah atas jasa-jasanya. Dengan tambahan itu daerah Mangkunegaran

luasnya menjadi 5.500 karya, yang meliputi :

1. Keduwang 141 jung

2. Laroh 115,25 jung

3. Matesih 218 jung

4. Wiraka 60,5 jung

5. Hariboyo 82,5 jung

6. Hanggabayan 25 jung

7. Gunung Kidul 71,5 jung

8. Sembuyan 113 jung

Jumlah 846,75 jung

Sedang mengenai letak geografis wilayah Praja Mangkunagaran dibatasi

dengan sebelah utara dengan pegunungan kapur Kendeng, sebelah selatan dengan

Samudra Hindia dan tanah datar wilayah Yogyakarta,sebelah timur dengan

Gunung Lawu,sebelah barat dengan Gunung Merapi dan Merbabu. ( Moh,

Dalyono, 1939 : 105 ).

Untuk menghindari adanya enclave (tanah yang terkurung oleh wilayah

negara lain), pada tanggal 27 September 1830 dibuatlah kontrak yang

mengakibatkan swapraja di Surakarta dan Yogyakarta memiliki wilayah yang

terpisah dengan daerah yang lain oleh garis batas. Adapun caranya yaitu dengan

menukarkan beberapa tanah wilayah Praja Mangkunegaran dengan Kasunanan.

Sejak tahun 1917 berdasarkan Rijksblad Mangkunegaran tahun 1917 No. 331,

Mangkunegaran terdiri dari tiga kabupaten yaitu Wonogiri, Karanganyar, dan

Kabupaten Kota Mangkunegaran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

B. Kerangka Berpikir

Keterangan :

Berbagai pembaharuan yang dilakukan Mangkunegara VII, tidak lepas

dari pendahulunya yang bernama GRM Soejitno yang bergelar Mangkunegara VI

, hal ini dilakukan juga karena ada intervensi oleh kekuatan asing dalam hal ini

adalah Belanda. (Sarwanto Wiryosuputra, 1981: 1). Perekonomian Praja

Mangkunegaran yang mengalami kebangkrutan, telah pulih kembali keadaannya.

Beliau juga telah dapat kembali menempatkan pemerintahannya pada martabat

ekonomi yang terhormat. Kerja keras Mangkunegara VI yang bertujuan untuk

Perbaikan Pembangunan

Ekonomi MN VI

MN VII 1916-1944

Pembangunan di Praja

Mangkunegaran

Transportasi

Kesehatan

Pendidikan

Prasarana

Perkotaan

Tata Ruang Kota di Praja

Mangkunegaran

Konsep Kosmologi

Jawa

Konsep Kota

Kolonial

Macapat

Civic Center

Intervensi oleh Kolonial

Belanda

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

memajukan praja Mangkunegaran ini dijadikan suri dan teladan bagi

Mangkunegara VII.

K.G.P.A.A. Mangkunegara VII naik tahta pada tahun 1916, menggantikan

kedudukan K.G.P.A.A. Mangkunegara VI yang pensiun dan pindah ke Surabaya.

Tugas Mangkunegara VII adalah melanjutkan masa pemerintahan gemilang

Mangkunegara VI. Sebagai seorang pribadi terpelajar yang juga pernah

mengenyam pendidikan di negeri Belanda, beliau sadar bahwa untuk memajukan

kehidupan rakyatnya harus segera dilakukan pembaharuan. Ada beberapa faktor

yang mempengaruhi pembangunan perkotaan di wilayah Praja Mangkunegaran

yaitu : faktor politik, faktor ekonomi, dan faktor sosial.

Sejalan dengan kemajuan di sektor pendidikan, transportasi, kehutanan,

dan irigasi, Mangkunegara VII juga sangat memperhatikan tata kota di wilayah

Mangkunegaran. Konsep ”civic center” telah diterapkan di wilayah kota

Mangkunegaran. Pada konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan

ketatanegaraan kota praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana

dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Di zona civic

center ini dibangun : Soos Mangkunegaran yaitu gedung pertemuan untuk para

pegawai, Soos Militer yang digunakan sebagai gedung pertemuan untuk para

bintara, tempat ibadah, gudang untuk legiun Mangkunegaran, tiga gedung

kelurahan, kantor polisi, beberapa pos jaga, dan beberapa rumah dinas untuk para

pejabat dari bupati, wedana, hingga camat. Seluruh pembangunan sarana dan

prasarana ini diatur oleh Dinas Pekerjaan Umum Mangkunegaran.

Di kawasan Banjarsari dibangun perumahan elit yang disebut Villapark.

Seiring dengan pembangunan jalan-jalan, beliau juga membangun beberapa taman

yaitu : Taman Tirtonadi, Partimah Park, Partinituin, dan Partinah Bosch.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Dalam penelitian historis yang berjudul “ Perkembangan Perkotaan Di

Praja Mangkunegaran ( Studi Tentang Kebijakan Mangkunegara VII , 1916 –

1944 ) “, penulis melakukan teknik pengumpulan data , baik data primer maupun

sekunder melalui studi pustaka. Adapun perpustakaan yang digunakan dalam

mencari data – data tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

c. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

d. Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

e. Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang direncanakan untuk penelitian ini adalah sejak bulan

Oktober 2010 sampai dengan sekitar bulan April 2011.

B. Metode penelitian

Dalam suatu penelitian, peranan metode ilmiah sangat penting karena

keberhasilan tujuan yang akan dicapai tergantung dari penggunaan metode yang

tepat. Kata metode berasal dari bahasa Yunani, methodos yang berarti cara atau

jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara

kerja, yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang

bersangkutan (Koentjaraningrat, 1977 : 16).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Sedangkan menurut Helius Sjamsudin (1996 : 6), yang dimaksud dengan

metode adalah suatu prosedur teknik atau cara melakukan penyelidikan yang

sistematis yang dipakai oleh suatu ilmu (sains), seni atau disiplin ilmu yang lain.

Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan,

mendiskripsikan dan memaparkan krisis ekonomi Mangkunegaran. Mengingat

peristiwa yang menjadi pokok penelitian adalah peristiwa masa lampau, maka

metode yang digunakan adalah metode historis atau sejarah. Dengan melihat

peristiwa di masa lampau sehingga dapat menghasilkan historiografi sejarah yang

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Menurut Louis Gottschalk yang dikutip Dudung Abdurrahman (1999: 44)

menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian

sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha

sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya.

Menurut Helius Syamsuddin dan Ismaun (1996: 61), yang dimaksud metode

sejarah adalah proses menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalan-

peninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan data-

data yang ada sehingga menjadi penyajian dan ceritera sejarah yang dapat

dipercaya.Sedangkan menurut Nugroho Notosusanto (1971: 23) mengatakan

bahwa “metode penelitian sejarah merupakan proses pengumpulan, menguji,

menganalisis secara kritis rekaman-rekaman dan penggalian-penggalian masa

lampau menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya, metode ini merupakan proses

merekonstruksi peristiwa-peristiwa masa lampau, sehingga menjadi kisah yang

nyata”.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode

penelitian sejarah adalah kegiatan pemecahan masalah dengan mengumpulkan

sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji.

Sehingga dapat memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji dan

menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai dalam

bentuk tertulis dari sumber sejarah tersebut, agar dapat dijadikan suatu cerita

sejarah yang obyektif, menarik dan dapat dipercaya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data

sejarah. Sumber data sejarah sering disebut juga data sejarah. Menurut

Kuntowijoyo (1995 : 94) kata ”data” merupakan bentuk jamak dari kata tunggal

datum (bahasa latin) yang berarti pemberitaan.

Menurut Helius Syamsuddin dan Ismaun (1996 : 61) sumber sejarah ialah

bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang

peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

Helius Syamsuddin ( 1994: 73) mengemukakan tentang pengertian sumber

sejarah, yaitu:

Segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada

kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu (past

actuality). Sumber sejarah merupakan bahan-bahan mentah (raw

materials) sejarah yang mencakup segala macam evidensi (bukti) yang

telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas

mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata

yang diucapkan (lisan).

Dalam usaha untuk mengunpulkan data, penulis menggunakan sumber

tertulis. Sumber tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu sumber tertulis primer dan

sumber tertulis sekunder. Louis Gottshalck (1986: 35) mengemukakan bahwa

sumber tertulis primer adalah kesaksian dari seorang saksi dengan mata kepala

sendiri. Sumber tertulis primer juga dapat diartikan sebagai data yang didapatkan

dari masa yang sejaman dan berasal dari orang yang sejaman. Sedangkan sumber

tertulis sekunder merupakan kesaksian dari pada siapapun yang bukan merupakan

saksi mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir dari peristiwa yang

dikisahkannya. Sumber tertulis sekunder juga dapat diartikan sebagai data yang

ditulis oleh orang yang tidak sejaman dengan peristiwa yang dikisahkannya.

Dalam skripsi ini sumber-sumber yang digunakan adalah surat kabar dan

beberapa literatur lain baik arsip, buku maupun artikel mengenai Praja

Mangkunegaran masa Mangkunegaran VII, antara lain arsip : Overzichtkaart

Tirtonadi Complex, Verkorte stamboom van Zijne Hoogheid PAA

Mangkoenagoro de Zevende, Rijksblad Tahun 1920 No.17.Arsip Mangkunegaran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Surakarta : Rekso Pustaka. Buku : A.K. Pringgodigdo. 1983. Lahir Serta

Tumbuhnya Praja Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka., Hadisoebroto.

1960. KGPAA Mangkunegara VI. Surakarta : Rekso Pustaka., Mohammad

Dalyono. 1939. Ketataprajaan Mangkunegaran. Surakarta : Rekso Pustaka.,

Notodhiningrat. 1939. “Pengairan Di Mangkunegaran Selama Tiga Windu”.

Supllement Triwindoe Gedenkboek Mangkunagara VII. Sala : Rekso Pustaka,

Sarwanto Wiryoseputro. 1981. KGPAA Mangkunegara VII. Surakarta : Rekso

Pustaka, Roeshadi Sambojo. Tanpa tahun. Serat Warsitatama. Surakarta : Rekso

Pustaka. Kesemua sumber data tersebut dikaji, kemudian dianalisis maka

diperoleh data yang digunakan untuk menyusun cerita sejarah yang obyektif.

D. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka

dalam melakukan teknik pengumpulan data digunakan teknik kepustakaan atau

studi pustaka. Studi pustaka berperan penting sebagai proses bahan penelitian,

tujuannya sebagai pemahaman secara menyeluruh tentang topik permasalahan

yang sedang dikaji. Studi pustaka adalah suatu teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data atau fakta sejarah, dengan cara

membaca buku-buku literatur, majalah, dokumen atau arsip, surat kabar atau

brosur yang tersimpan di dalam perpustakaan (Koentjaraningrat, 1983: 3).

Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan studi pustaka menurut

Koentjaraningrat (1986: 18) ada 4 yaitu:

(1) Memperdalam kerangka teoritis yang digunakan sebagai landasan teori

pemikiran

(2) Memperdalam pengetahuan tentang masalah yang diteliti

(3) Mempertajam konsep yang digunakan, sehingga mempermudah dalam

perumusannya

(4) Menghindari terjadinya pengulangan suatu penelitian

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai

berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

(1) Pencarian dan pengumpulan sumber-sumber data yang dibutuhkan baik itu

sumber primer maupun sumber sekunder

(2) Membaca dan mencatat sumber primer maupun sekunder

(3) Penggalian terhadap bahan-bahan pustaka lainnya seperti buku, majalah,

artikel, yang dilakukan di perpustakaan yang dianggap penting dan relevan

dengan masalah yang diteliti.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik

analisis historis. Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman

(1999: 64), interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut dengan juga

analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis

berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Analisis dan sintesis, dipandang

sebagai metode-metode utama dalam interpretasi. Menurut Helius Syamsuddin

(1996: 89) teknik analisis data historis adalah analisis data sejarah yang

menggunakan kritik sumber sebagai metode untuk menilai sumber-sumber yang

digunakan dalam penulisan sejarah.

Menurut Berkhofer yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 64),

analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh

dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta

itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Menurut Sartono Kartodirdjo

(1992: 2) mengatakan bahwa analisis sejarah ialah menyediakan suatu kerangka

pemikiran atau kerangka referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang

akan dipakai dalam membuat analisis itu. Data yang telah diperoleh

diinterpretasikan, dianalisis isinya dan analisis data harus berpijak pada kerangka

teori yang dipakai sehingga menghasilkan fakta-fakta yang relevan dengan

penelitian.

Di dalam penelitian ini setelah dilakukan pengumpulan data, peneliti

melakukan analisis data dan membandingkan data satu dengan yang lain sesuai

data yang diinginkan sehingga didapatkan fakta-fakta sejarah yang benar-benar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Histoiografi

relevan fakta-fakta itu kemudian di seleksi, diklarifikasi dan ditafsirkan, baru

kemudian merangkaikan fakta-fakta tersebut untuk dijadikan bahan penulisan

penelitian yang utuh dalam sebuah karya ilmiah.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian awal yaitu

persiapan pembuatan proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Karena

penelitian ini menggunakan metode historis, maka ada empat tahap yang harus

dipenuhi. Empat langkah itu terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan

historiografi. Prosedur penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Heuristik Kritik Interpretasi

Fakta Sejarah Cerita Sejarah

Keterangan :

a. Heuristik

Heuristik berasal dari kata Yunani yang artinya memperoleh. Dalam

pengertiannya yang lain adalah suatu teknik yang membantu kita untuk mencari

jejak-jejak sejarah. Menurut G. J Rener (1997:37), heuristik adalah suatu teknik,

suatu seni dan bukan suatu ilmu. Heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan

umum, dan sedikit mengetahui tentang bagian-bagian yang pendek. Sidi Gazalba

(1981 :15) mengemukakan bahwa heuristik adalah kegiatan mencari bahan atau

menyelidiki sumber sejarah untuk mendapatkan hasil penelitian.Dengan demikian

heuristik adalah kegiatan pengumpulan jejak-jejak sejarah atau dengan kata lain

kegiatan mencari sumber sejarah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Pada tahap ini peneliti berusaha mencari dan menemukan sumber-

sumber tertulis berupa buku-buku serta bentuk kepustakaan lain yang relevan

dengan penelitian. Sumber tertulis primer, berupa arsip Mangkunegaran maupun

sumber sekunder berupa buku-buku dan literatur yang diperoleh dari beberapa

perpustakaan diantaranya: Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret,

Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Perpustakaan Program

Studi Sejarah FKIP UNS, Perpustakaan Rekso Pustaka Mangkunegaran.

b. Kritik

Setelah mengumpulkan data atau bahan, tahap berikutnya adalah

langkah verifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Menurut

Helius Sjamsudin (1884 :103) keabsahan sumber dicari melalui pengujian

mengenai kebenaran atau ketetapan sumber. Kritik terhadap sumber data

dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern.

Kritik ekstern pada sumber tertulis dilihat dari pengarangnya. Kritik

ekstern yaitu kritik terhadap keaslian sumber (otensitas) yang berkenaan dengan

segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan, seperti: bahan (kertas atau tinta) yang

digunakan, jenis tulisan, gaya bahasa, hurufnya, dan segi penampilan yang lain.

Kritik intern adalah kritik yang berhubungan dengan kredibilitas dari

sumber sejarah apakah isi, fakta dan ceritanya dapat dipercaya dan dapat

memberikan informasi yang dibutuhkan.

c. Interpretasi

Dalam penelitian ini, interpretasi dilakukan dengan cara menghubungkan

atau mengaitkan sumber sejarah yang satu dengan sumber sejarah lain, sehingga

dapat diketahui hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa masa lampau yang

menjadi obyek penelitian. Kemudian sumber tersebut ditafsirkan, diberi makna

dan ditemukan arti yang sebenarnya sehingga dapat dipahami makna tersebut

sesuai dengan pemikiran yang logis berdasarkan obyek penelitian yang dikaji.

Dengan demikian dari kegiatan kritik sumber dan interpretasi tersebut dihasilkan

fakta sejarah atau sintesis sejarah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

d. Historiografi

Langkah terakhir prosedur penelitian dalam metode sejarah adalah

historiografi. Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan

hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Dudung Abdurrahman, 1999: 67).

Dalam tahap ini seorang penulis harus dapat mengungkapkan hasil penelitiannya

dengan bahasa yang baik dan benar, menyajikan data-data yang akurat dan

membuat garis-garis umum yang akan diikuti secara jelas oleh pemikiran

pembaca. Selain itu penulis harus mengungkapkan hasil penelitiannya secara

kronologis dan sistematis. Dalam proses historiografi ini diperlukan imajinasi

dari penulis agar fakta-fakta yang diperoleh dapat dirangkaikan menjadi sebuah

kisah yang menarik untuk dibaca dan dapat dipercaya kebenarannya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Pembangunan Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-1944

1. Pengaruh Kebijakan Kolonial Belanda terhadap Perbaikan

Ekonomi Praja Mangkunegaran masa Mangkunegoro VI

Politik baru pemerintah Kolonial Belanda ini dikenal dengan “ Politik Etis”

yang bertujuan untuk menunjukkan adanya Een Eereschuld ( hutang kehormatan )

negara Belanda terhadap jajahannya sehingga mempunyai kewajiban untuk

mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan otonomi penduduk

Hindia Belanda ( Robert Niel van, 1984 : 51 ).Selama periode 1900-1925 telah

banyak kemajuan yang dicapai oleh pemerintah kolonial, yaitu dengan

dijalankannya perubahan dan pembangunan yang cukup besar. Pembangunan ini

merupakan keharusan, antara lain desentralisasi, perbaikan pertanian,

pembangunan irigasi dan perbaikan kesehatan ( Sartono K, 1976 : 35 ).

Tokoh-tokoh yang melancarkan politik progresif ini antara lain, Van Kol,

Van Deventer, dan Brooschorft. Mereka ingin mengubah pandangan yang

beranggapan bahwa Indonesia tidak lagi menjadi suatu daerah yang

menguntungkan Belanda, tetapi menjadi suatu wilayah yang harus dikembangkan

dan ditingkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pandangan tersebut terkandung dalam

slogan dari Politik Etis yaitu : “Irigasi, Edukasi, dan Emigrasi.” ( Sartono

Kartodirdjo, 1972 : 21 ). Slogan tersebut bukan hanya sekadar tulisan di atas

kertas saja, ternyata Pemerintah Hindia Belanda ingin mewujudkannya. Secara

bertahap Pemerintah Hindia Belanda mewujudkan slogan politik etis tersebut.

Misalnya di bidang pendidikan (edukasi), pemerintah Hindia Belanda memperluas

kesempatan bagi rakyat Indonesia khususnya golongan atas (priyayi), untuk

mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah yang berbahasa Belanda. Sekolah-

sekolah berbahasa Belanda hanya menerima siswa dari rakyat Indonesia pada

tingkat dasar dan menengah saja. Sejak saat itu perluasan dan perkembangan

pendidikan bagi rakyat Indonesia semakin pesat, hal ini ternyata membawa akibat

timbulnya beragam elit di Indonesia ( Robert Niel van, 1984 : 74-75 ) Salah

satunya adalah sekolah “Dokter Jawa” yang mengadakan reorganisasi pada tahun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

1900-1902, yang kemudian muncul sebagai sekolah untuk mendidik dokter

pribumi, School Tot Opleiding Vor Inlandsche Artsen (STOVIA).

Perkembangan politik kolonial sangat mempengaruhi keadaan di

Vorstenlanden. Efisiensi, kemakmuran, dan ekspansi adalah slogan dari politik

baru kolonial yang memerlukan campurtangan yang lebih langsung dan lebih

tegas dari pemerintah Belanda dalam kehidupan masyarakat. Di Vorstenlanden

para residen berpandangan bahwa mereka mempunyai tugas utama untuk

menyadarkan pemerintah Vorstenlanden untuk selalu memperhatikan kepentingan

dan kemakmuran rakyat, dan jika perlu meminta campur tangan pemerintah

kolonial Belanda ( Larson,G.D, 1990 : 28 ).

Mangkunegaran yang merupakan salah satu daerah swapraja tentu saja

mempunyai progam kerja untuk memajukan kesejahteraan dan kemakmuran

rakyatnya. Mangkunegaran berusaha memperkuat ekonominya dengan jalan

mengelola perkebunan maupun perusahaan milik Praja sendiri. Sedangkan

sumber-sumber keuangan lainnya adalah hasil penarikan pajak, retribusi, bunga

dan pelunasan modal, dan surat-surat berharga ( Th.M.Metz, 1984 : 96 ).Garis

politik Pemerintah Kolonial Belanda yang bertujuan mengusahakan kemakmuran

serta perkembangan sosial dari penduduk Indonesia melalui Politik Etis telah

memberi dampak ekonomi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan Praja

Mangkunegaran pada khususnya( Marwati Djoened, 1984 : 34 ).Tahun-tahun

permulaan abad XX awal dilaksanakannya Politik Etis ditandai dengan

perkembangan ekonomi yang pesat dan perluasan-perluasan jabatan Pemerintah

Kolonial di Indonesia. Berbagai peraturan dan lembaga dibuat, seperti lumbung

desa, bank kredit serta bank koperasi yang didirikan pada tahun 1901. Kemudian

pada tahun 1903 didirikan dinas pegadaian. Selanjutnya penghapusan kerja rodi

secara beranngsur-angsur, yang berakhir pada tahun 1918( Marwati Djoened,

1984 : 59 ).

Kondisi politik kolonial yang baru, yaitu Politik Etis sangat berpengaruh

di lingkungan Praja Mangkunegaran. Pemegang pemerintahan saat itu ialah

K.G.P.A.A. Mangkunagoro VI melakukan salah satu terobosan besar yaitu

pembangunan sarana di bidang pendidikan (edukasi). Salah satu usaha

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Mangkunagoro VI adalah mendirikan sekolah bagi kaum kerabat dan hamba di

lingkungan Praja Mangkunegaran. Sekolah ini dinamakan sekolah “Siswo” dan

pada perkembangannya tidak hanya terbatas bagi kaum kerabat dan hamba tetapi

juga terbuka bagi masyarakat umum, asal mampu memenuhi persyaratan yang

ada. Selain mendirikan sekolah, Mangkunagoro VI juga memikirkan nasib para

sentono, abdi dalem dan hambanya yang tidak mampu melanjutkan sekolah

karena kekurangan biaya. Sebagai tindak lanjut dari pemikirannya tersebut,

didirikanlah suatu badan yang memberikan pinjaman uang untuk melanjutkan

sekolah bagi anak-anak putera, sentono, abdi dalem, dan hamba Mangkunegaran

yang tidak mampu tetapi berprestasi. Ide Mangkunagoro VI tersebut juga

mendapat dukungan dari Residen Surakarta pada waktu itu, G.F. Van Wijk.

Badan ini secara resmi berdiri pada tahun 1912. Dasar aturan bagi pemberian

bantuan dana belajar tersebut diundangkan dalam Pranatan Pustaka Praja

(Rijksblad) No. 26 Tahun 1917. Untuk pelaksanaannya. Mangkunagoro VI

membentuk suatu Panitia Penasehat (Commissie Van Advies). Usaha

Mangkunagoro VI benar-benar merupakan suatu terobosan maju bagi dunia

pendidikan di Praja Mangkunegaran yang sangat menguntungkan bagi mereka

yang berprestasi tetapi tidak mampu secara finansial.

Di Praja Mangkunegaran, kondisi perekonomian yang sulit berhasil dilalui

Mangkunagoro VI. Beban berat yang harus dipikul Mangkunagoro VI adalah

membangun kembali keuangan Praja Mangkunegaran yang mengalami

kemerosotan. Keadaan ini terjadi karena perkebunan-perkebunan yang menjadi

andalan Praja Mangkunegaran terserang wabah hama yang hebat dan

menimbulkan kerugian yang cukup besar. Selain itu Pemerintah Kolonial Belanda

mempermainkan harga barang yang dijual kepihak Belanda, yaitu memberi harga

serendah mungkin. Sehingga menimbulkan kekosongan kas di Praja

Mangkunegaran. Praja Mangkunegaran dililit banyak hutang sehingga tidak

mampu memberikan gaji kepada pegawainya( Roeshadi Sambojo,tt : 23 ). Untuk

menghadapi keadaan perekonomian yang bangkrut itu, tindakan pertama yang

dilakukan oleh Mangkunagoro VI adalah penghematan yang dilakukan dengan

sungguh-sungguh. Perubahan yang dijalankan Mangkunagoro VI antara lain:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

1. Gaji/pepancer yang biasanya para pendahulu Mangkunagoro VI menerima

10.000 Gulden, maka atas permintaannya sendiri hanya menerima 2.000

Gulden saja.

2. Memberi batasan yang tegas antara keperluan pribadi dengan praja pribadi

dengan praja dan mendirikan Reksobusono, yaitu kantor yang mengurusi

keperluan pribadi (Hadisoebroto,1960 : 59 ).

Untuk kepentingan-kepentingan keluarga, bukan lagi menjadi tanggungan

Praja Mangkunegaran, tetapi memakai uang pribadi. Adapun maksud dari

tindakan perubahan yang dilakukannya itu bukan untuk kepentingan pribadinya,

melainkan kembali untuk kesejahteraan rakyat, serta memperkuat kondisi

keuangan perusahaan-perusahaan dan keuangan praja. Pemikiran Mangkunagoro

VI tersebut sedikit demi sedikit telah menampakkan hasilnya. Beliau telah dapat

mengembalikan kemakmuran bagi Pemerintahan Praja Mangkunegaran. Hutang-

hutang yang menumpuk telah dapat dilunasi, bahkan kondisi keuangan kas Praja

Mangkunegaran mengalami surplus.

Sumber pendapatan Praja Mangkunegaran terbagi menjadi dua, yaitu

sumber pendapatan praja yang berasal dari keuntungan perusahaan-perusahaan

melalui Dana Milik dan sumber pendapatan lainnya. Sumber pendapatan lain

diperoleh dari penarikan pajak, sewa, dan sumber retribusi, serta penjualan

barang-barang milik Praja Mangkunegaran.

Sumbangan dana milik atau perusahaan-perusahaan milik Praja

Mangkunegaran terhadap pemerintahan praja dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

sumbangan secara langsung dan secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan

sumbangan secara langsung dalam hal ini adalah sejumlah dana yang diberikan

kepada Praja melalui anggaran pada tiap-tiap tahunnya. Adapun yang dimaksud

dengan sumbangan secara tidak langsung adalah manfaat dari kehadiran

perusahaan-perusahaan itu terhadap wilayah dan rakyat di Praja Mangkunegaran.

Mangkunegoro VI pada tahun 1912 telah berhasil mengembalikan

Mangkunegaran menjadi Praja yang cukup kaya. Beberapa tahun setelah

keberhasilannya ini Mangkunegoro VI berniat untuk turun tahta, dan ia

menyatakan keinginannya kepada residen Belanda di Surakarta, karena terjadinya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

pergantian tahta di daerah Swapraja saat itu harus mendapat persetujuan

pemerintah Belanda. Keinginannya tersebut baru dikabulkan satu tahun kemudian,

dan sebagai penggantinya ditunjuklah Raden Mas Soeryo Soeparto, anak

angkatnya, yang sebenarnya putra Mangkunegoro V dari selir.

2. Mangkunegoro VII Memegang Kekuasaan di Praja Mangkunegaran

Setelah Mangkunegoro VI mengundurkan diri dari tahta, karena puteranya

berdasarkan alasan dinasti tidak dapat menggantikannya, maka Pemerintah Hindia

Belanda Memilih Raden Mas Soeryo Soeparto sebagai penggantinya. Raden Mas

Soeryo Soeparto merupakan putera kedelapan dari Mangkunegoro V yang lahir

pada hari Kamis Wage, 4 Sapar tahun Dal Windu Kuntara atau 15 Agustus 1885

dari Garwa Pangrembe Bendara Raden Purnamaningrum. Sebelum bergelar Rden

Mas Soeryo Soeparto ia bernama Bendara Raden Mas Soeparto. Pada usia 6 tahun

ia bersekolah di Belanda, yaitu di Legere School dan belajar disana selama 10

tahun ( H.G. Cannegieter, 1986 : 10 ).

Karena dilarang pamannya yaitu Mangkunegoro VI untuk melanjutkan

sekolah di sekolah menengah ( Hogere Burger School atau HBS ) maka Raden

Mas Soeparto memutuskan untuk keluar kraton dan mengembara bersama seorang

abdi dalem yang setia mengikutinya. Dalam pengembaraan inilah ia mengenal

dari dekat bangsanya, dari rakyat jelata sampai kaum priyayi. Ia menyadari bahwa

kehidupan dari sebagian besar bangsanya tidaklah aman dan tentram, apalagi bila

dibandingkan kehidupan di istana. Ia melihat kesengsaraan, keburukan, kelaparan,

kemiskinan, penyakit dan kematian yang terjadi pada bangsanya ( Reksopustoko,

1985 : 9 ).

Pada tahun 1901 Raden Mas Soeparto mengikuti ujian pada Klein

Ambtenaars-examen dan berhasil lulus. Kemudian ia magang di Kabupaten

Demak sebagai seorang juru tulis dan pada tahun 1906 naik pangkat menjadi

mantri. Tetapi pada tahun itu juga ia berhenti bekerja dan kembali ke Surakarta

untuk belajar kesusastraan Jawa dan bahasa asing. Berkat kepandaiannya

menggunakan bahasa asing, Raden Mas Soeparto diterima menjadi juru bahasa

dikantor Karisidenan Surakarta. Pada saat inilah ia mulai mengenal pemuda-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

pemuda yang bercita-cita mengadakan pembaharuan di kalangan rakyat yang

tergabung dalam Budi Utomu, diantaranya Pangeran Notodirojo dari Pakualaman.

Raden Mas Soeparto giat dalam Budi Utomo dan menolak paham chauvinisme

yaitu cinta tanah air yang berlebihan, tetapi ia menganjurkan agar para pemuda

lebih mendewasakan diri. Ia mengajak para pemuda untuk menjunjung tinggi

kebudayaan yang merupakan tujuan dari semua usaha kearah perbaikan bangsa (

H.G.Cannegieter,1986 : 11 ). Raden Mas Soeparto menuangkan pemikiran dan

pendapatnya untuk mendukung serta mempropagandakan Budi Utomo di

lingkungan masyarakat Jawa Tengah, khususnya Mangkunegaran, dalam harian

Darmo Kondo ( Bernardinah, 1985 : 10 ).

Pada tahun 1913 Raden Mas Soeparto pergi ke Belanda walaupun dengan

biaya sendiri. Kemudian ia kuliah di Universitas Leiden mengambil jurusan Sastra

Jawa. Sewaktu pecah Perang Dunia I ia mendaftarkan diri sebagai tentara

cadangan kerajaan Belanda dan ditempatkan sebagai Grenadier, yaitu tentara

pelempar granat. Disinilah ia menunjukkan kedisiplinan dan kecakapannya

sebagai seorang tentara sehingga pangkatnya dinaikkan menjadi kopral, kemudian

sersan dan akhirnya letnan dua ( H.G.Cannegieter,1986 : 14 ). Pada bulan Mei

1915 Raden Mas Soeparto kembali ke Surakarta dan bekerja sebagai Adjunct

Controleur Agrarische Zaken ( Pembantu Kontrolir Jawatan Agraria ). Dari

pengalaman yang ia peroleh sewaktu mengembara, belajar, maupun bekerja telah

menjadikannya seseorang pemimpin yang baik dan mengerti akan kondisi

rakyatnya. Pengalaman seperti ini akan sangat berguna di kelak kemudian pada

saat ia naik tahta, memegang kekuasaan di Praja Mangkunegaran.

Dalam kongres Budi Utomo di Bandung 1915, Raden Mas Soeparto

terpilih menjadi ketua Budi Utomo menggantikan Dr.Rajiman Widiodiningrat.

Pengalamannya sebagai tentara sangat mempengaruhi pemilihannya sebagai ketua

Budi Utomo. Pada saat itu Budi Utomo sedang mengajukam mosi kepada

pemerintah Belanda bahwa milisi ( wajib militer ) perlu pula diadakan bagi

bangsa Indonesia agar dapat membantu tentara Belanda dalam Perang Dunia

maupun untuk mempertahankan diri ( Bernardinah, 1985 : 13 ).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Raden Mas Soeparto telah terjun langsung dalam perjuangan bangsa.

Seperti tujuan Budi Utomo , maka pada bulan Oktober 1915 ia meminta kepada

pemerintah Hindia Belanda untuk menungkatkan pengetahuan para guru desa.

Dengan meningkatkan mutu guru-guru desa ini diharapkan akan membentuk

landasan hidup yang kuat bagi anak-anak di pedesaan. Selain itu jumlah guru

harus diperbanyak sehingga dapat memperluas pendidikan dikalangan rakyat

jelata. Budi Utomo telah dapat mengobarkan dan memantapkan progan

pendidikan bagi seluruh bangsa Indonesia terbukti dengan meningkatnya jumlah

sekolah maupun kursus-kursus guru desa ( Bernardinah, 1985 : 12 ).

Pada tanggal 3 Maret 1916 Bendara Raden Mas Soeryo Soeparto

dinobatkan sebagai seorang penguasa dan berhak naik tahta di Praja

Mangkunegaran. Ia bergelar Pangeran Adipati Aryo Prabu Prangwadono dan baru

pada tanggal 4 September 1924 bergelar Adipati Aryo Mangkunegoro VII.

Sebagai panglima Legiun Mangkunegaran berpangkat Kolonel ( Kolonel-

Commandant ) dan selain di kraton Kasunanan ia berhak menggunakan gelar

Kanjeng Gusti ( Th.M.Metz, 1986 : 8 ).

Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII inilah Praja Mangkunegaran

kembali mengalami masa kejayaan seperti pada masa pemerintahan

Mangkunegoro IV. Mangkunegoro VII melaksanakan pembangunan diberbagai

bidang seperti ekonomi,pendidikan, sosial, budaya dan kesehatan ( Bernardinah,

1985 : 30 ).Di bidang perekonomian ditandai dengan adanya peningkatan areal

penanaman tebu danpengaturan air yang lebih baik dengan dibangunkannya

waduk-waduk dan saluran air. Mangkunegoro VII merupakan pendukung

emansipasi wanita sehingga ia mengeluarkan peraturan bahwa anak perempuan

hendaknya diberikan hak yang sama untuk dapat menikmati pendidikan di

sekolah. Sekolah Sisworini yang telah didirikan tahun 1912, pada tahun 1923

ditingkatkan menjadi Huishoudkursus Sisworini ( Kursus Kerumahtanggaan ).

Kursus ini dimaksudkan untuk mempersiapkan anak wanita menjadi ibu dan

pengatur rumahtangga yang baik. Kursus ini kemudian ditingkatkan lagi menjadi

Huishoudschool ( Sekolah Kepandaian Putri ).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Kemajuan dan peningkatan pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan

rakyat. Bila pada tahun 1918 hanya terdapat 3 buah sekolah desa, maka pada

tahun 1939 telah terdapat 103 buah Volkschool ( Sekolah Rakyat ) dengan 13.000

orang murid. Seluruh biaya sekolah-sekolah ini ditanggung oleh Praja

Mangkunegaran, karena sebagian besar desa di wilayah Mangkunegaran bukanlah

desa yang kaya. Pada tahun 1920 juga didirikan perpuetakaan umum yang

bertempat di Sositeit Mangkunegaran. Untuk pihak-pihak lain di luar

Pemerintahan Praja Mangkunegaran yang ingin mendirikan sekolahan diberikan

tanah dengan percuma. Dengan demikian daerah Mangkunegaran banyak berdiri

sekolah-sekolah baru , seperti Algemeene Midelbare School, Christelijke Mulo,

Neutrale HIS, Van Deventer School, Koningin Wilhelmina School dan masih

banyak lagi sekolah yang ada.

Mangkunegoro VII adalah seorang penguasa Praja yang berjiwa

kerakyatan. Jiwa kerakyatan ini tertanam pada diri Mangkunegoro VII karena ia

mempunyai darah rakyat yang mengalir dari Ibunya dan dalam pengembaraannya

dapat merasakan serta mempelajari kehidupan rakyat jelata. Wujud dari jiwa

kerakyatannya antara lain dengan mengurangi jumlah sembah yang dihaturkan

pada diri dan keluarganya bila seseorang menghadap. Ia hanya mau menerima

sembah pada waktu dating dan pergi. Ia juga menganjurkan penggunaan bahasa

Jawa inggil terhadap satu sama lain sehingga dapat saling menghargai.

Mangkunegoro VII juga dikenal sangat dekat dengan rakyatnya. Ia sering

mengadakan kunjungan kerja kedaerah – daerah terutama daerah yang tergolong

minus seperti Wonogiri, Wuryantoro, dan Ngadirojo yang memerlukan perhatian

khusus. Ia juga sering melakukan penyamaran untuk mendapatkan informasi

langsung dari rakyat. Ia pernah menyamar dengan duduk – duduk di warung

mendengarkan pembicaraan rakyatnya tentang apa yang mereka harapkan dalam

hidupnya. Selain itu ia juga mengumpulkan orang – orang cacat dari kampong –

kampong sekali seminggu dan diberi pakaian yang pantas ( Soehatmoko, 1936 :

46 ). Mangkunegoro VII mempunyai keinginan dalam bidang kebudayaan untuk

menggali budaya dan filsafat Jawa untuk dapat dijadikan sarana dan dasar

perjuangan bangsa. Tetapi karena waktu itu budaya Barat telah berpengaruh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

dalam kehidupan rakyat, maka ia ingin membentuk suatu wadah untuk

mempertemukan dan memadukan budaya Jawa dengan budaya Barat tersebut (

H.G.Cannegieter, 1986 : 32 ). Budaya Barat yang mempengaruhi kehidupan

rakyat adalah hal – hal yang langsung dilihat dalam bentuk yang nyata, yaitu ilmu

pengetahuan dan teknologi ( Bernardinah, 1985 : 40 ). Kontak antara budaya

Barat dan Jawa hanya mungkin dapat dilakukan jika bangsa Jawa dan bangsa

Barat masing – masing menggali dan mendalami kebudayaannya sendiri. Dengan

menggali dan mendalami kebudayaan sendiri maka akan ditemukan hubungan

yang lebih erat dalam suasana saling pengertian terutama dalam bahaya yang

mengancap kepentingan bersama. Usaha yang dilakukan untuk mewujudkan

kontak budaya ini adalah dengan mengadakan pertemuan – pertemuan rutin yang

dihadiri oleh orang Jawa, Belanda maupun Cina yang dimulai tahun 1917. Dalam

pertemuan ini biasanya membicarakan bidang politik yang langsung menyangkut

kepentingan bersama ( Bernardinah, 1985 : 40 ).

Pada tahun 1931 dibentuk wadah baru untuk mengadakan kontak budaya

yang diberi nama Lingkungan Budaya dan Filsafat Mangkunegaran atau sering

disebut Mangkunegaran Studie Kring. Mangkunegoro VII secara pribadi

memberikan penjelasan mengenai arti simbolik dan mistik dari wayang yang

mempengaruhi kehidupan kejiwaan dan kerohanian bangsa Jawa. Melalui

penjelasan inilah Mangkunegoro VII ingin membuktikan kepada bangsa Barat

betapa luas dan luhurnya kebudayaan Jawa. Cerita pewayangan mampu

mengutarakan penjabaran kehidupan batin manusia yang ingin mengungkap arti

kehidupan ( Bernardinah, 1985 : 28 ).

Mangkunegoro VII tidak hanya menjadi seorang budayawan tetapi ia juga

merupakan seorang kepala pemerintahan yang cakap dan disegani. Dalam upacara

penobatan dari Pangeran Adipati Aryo Prangwadono menjadi Kanjeng Gusti

Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VII, Residen Nieuwenhuys menekankan

bahwa dengan penobatan ini membuktikan keberhasilan pemerintahan

Mangkunegoro VII ( Th M Metz, 1986 : 9 ).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

3. Pembangunan Kota di Praja Mangkunegaran masa

Mangkunegoro VII 1916-1944

Berbagai pembaharuan yang dilakukan Mangkunegara VII, tidak lepas

dari pendahulunya yang bernama GRM Soejitno yang bergelar Mangkunegara VI

(Sarwanto Wiryosuputra, 1981: 1). Perekonomian Praja Mangkunegaran yang

mengalami kebangkrutan, telah pulih kembali keadaannya. Beliau juga telah dapat

kembali menempatkan pemerintahannya pada martabat ekonomi yang terhormat.

Kerja keras Mangkunegara VI yang bertujuan untuk memajukan praja

Mangkunegaran ini dijadikan suri dan teladan bagi Mangkunegara VII. Satu tahun

setelah penobatannya, yaitu pada tanggal 21 Februari 1917 K.G.P.A.A.

Mangkunegaran VII menyampaikan pidatonya yang tertuju kepada keluarga

Mangkunegaran, para prajurit, nara Praja, dan orang – orang Belanda yang

bertugas di Mangkunegaran. Bunyi pidato antara lain :

“ Saiki wis ora cundhuk karo jamane yen kang juneneng

Adipati iku mung merlokake nggone nengenake kawibawan bae

sarta panggaweyan tumrap pangolahing Praja mung

kapasrahake marang para nara Praja. Ing mangka yen benera

ing jaman saiki kang jumeneng Adipati kudu dadi tuladha

tumrap para putra sentana, legium, nara Praja, lan para

kawula ing ataase kawekalaning pakaryan lan kautamaning

budi. Aku kudu tansah manggalinh lakuning Praja lan melu

ngasta ( tumindak ) dhewe.

Kang perlu dak galih dhisik iku panguripane para kawula

kang wiwit biyen tumeko saiki gawe sugihe Praja

Mangkunegaran mangka salawase panguripane tansah rekasa,

bumine kurang pametune amarga saka kekurangan banyu. Para

nara karya uripe tanpa nganggo kabungahan, omahe mung

emplek – emplek kang saru dinulu, ora oleh piwilang lan

pamaegi kang prayoga sarta ora ana kang nuntuni. Mula aku

kudu ngudi marang kamulyane kawulaku wong cilik. Kowe

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

kabeh kudu sayuk ambiyantu kalayan temen, padha

anggedhekna kaantepanmu, supaya Praja Mangkunegaran bisa

mundhak raharja sarta kawulaku wong cilik bisa kepenak uripe

lan tentrem ayem atine, ora nemungake kaya kang wis kelakon,

nangin malah luwiho saka samono, sarta kowe kabeh kudu

ambudidaya kalayan anderpati murih udakin rasamu : bisa

mentas dhewe, bisa nganakake ada-ada tumrap paedahing akeh

lan weruh ing wajib, sarta murih undhaking rasamu adil lan

tentrem marang wong cilik “( Citrosentono,1921 : 29 ).

Artinya :

“Sekarang sudah tidak cocok lagi dengan jamannya jika

Adipati hanya mementingkan kewibawaan, serta pekerjaan

mengelola Praja hanya diserahkan kepada para pegawai. Pada

jaman sekarang yang benar, siapa yang menjadi Adipati harus

menjadi teladan para kerabat, tentara, para pegawai, dan

seluruh rakyat dalam hal kesungguhan bekerja serta keluhuran

budi. Aku harus selalu memikirkan kegiatan Praja

Mangkunegaran serta ikut bertindak sendiri.

Terlebih dahulu aku harus memikirkan kehidupan rakyat

kecil yang sejak dahulu sampai sekarang membuat

Mangkunegaran menjadi kaya, padahal selama hidupnya selalu

sengsara, hasil bumi sangat kurang karena kekurangan air.

Penghidupan para buruh sangat menyedihkan, rumahnya

sangat jelek dan sangat tidak pantas, mereka tidak

mendapatkan pendidikan dan pelayanan yang baik, yang

membina pun tidak ada. Oleh karena itu aku harus

mengusahakan kesejahteraan rakyat kecil. Engkau harus

gotong royong membantu dengan sungguh-sungguh

memperbesar semangat agar Mangkunegaran bertambah

sejahtera serta kehidupan rakyat kesil dapat enak dan tenteram

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

hatinya, tidak hanya puas dengan penghasilan tetapi harus

lebih daripada itu. Engkau semua harus berusaha sampai titik

darah penghabisan agar perasaanmu meninggkat dapat

mandiri, mempunyai inisiatif untuk kepentingan orang banyak

dan tahu kewajiban serta berusaha meningkatkan keadilan

serta ketenteraman bagi rakyat kecil”.

Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan sarana

perkotaan bagi Mangkunagoro VII dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat

ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk

mengikuti perkembangan zaman. Langkah awal yang dilakukan oleh K.G.P.A.A.

Mangkunegaran VII menuju kesejahteraan rakyat adalah membangun prasarana

perhubungan di Praja Mangkunegaran, yaitu penambahan jumlah jalan.Jalan yang

melewati sungai juga dibuat jembatan. Sudut-sudut jalan dibuat melengkung,

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tabrakan kendaraan. Tanah- tanah

kosong yang berada di dekat jalan juga dibuat taman-taman agar memperindah

lingkungan kota.

Pembaharuan dalam berbagai bidang, khususnya pembangunan sarana

perkotaan bagi Mangkunegara VII dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat

ditunda-tunda lagi, sebab perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk

mengikuti perkembangan zaman. Pembangunan sarana dalam bidang pendidikan

dilakukan Mangkunegara VII dengan melanjutkan pengelolaan Sekolah Siswo

dan Studiefonds, serta memprakarsai berdirinya Sekolah Siswarini dan Sekolah

Van Deventer, juga memperkenalkan pendidikan non formal berupa les-les bahasa

asing, khususnya bahasa Belanda dan kursus keterampilan (menjahit, melukis,

membuat patung, mengukir). Jumlah Sekolah Desa ( Sekolah Dasar Kelas Rendah

) ditambah, semula hanya 19 buah menjadi 127 buah, sedangkan Sekolah Rakyat (

Sekolah Dasar kelas atas ) berjumlah lima buah. Untuk memenuhi jumlah guru

yang dibutuhkan, dibuka Kursus Guru Desa. Disamping itu juga membuka

sekolah – sekolah Putri Kopschool dan Siswarini ( tanpa pelajaran bahasa

Belanda), Sekolah Dasar dengan pelajaran bahasa Belanda ( HIS ) dan Sekolah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Menengah Umum Pertama ( MULO ). Dalam perkembangannya K.G.P.A.A

Mangkunegaran VII menganggap bahwa sebuah HIS di Mangkunegaran tidak

mampu menampung siswa yang begitu banyak jumlahnya, maka K.G.P.A.A

Mangkunegaran VII bermaksud membuka sebuah HIS lagi di Wonogiri. Begitu

pula sekolah putrid Siswarini dianggap belum dapat memenuhi kebutuhan untuk

memajukan kaum putrid, maka pada tahun 1923 ditutup, kemudian dibuka

Sekolah Kerumahtanggaan ( Huishoud School ) dengan tujuan agar putrid-putri

lulusan Sekolah Kerumahtanggan menjadi ibu rumah tangga yang pandai

mengelola rumah tangga sendiri. Pemberantasan buta huruf dilakukan pada tahun

1934. Perkumpulan Muhammadiyah diberikan tanah untuk mendirikan sekolah,

sedangkan Sekolah Menengah juga diberikan tanah untuk membangun asrama

pelajar. Anggaran pendidikan diperbesar untuk membangun sekolah-sekolah baru

dan memberi subsidi pada sekolah-sekolah swasta.

Dalam sebuah pidatonya di tahun 1931, Mangkunagoro VII mengakui

bahwa jumlah anak sekolah yang terdapat di wilayah Praja Mangkunegaran lebih

kecil jika dibandingkan dengan kabupaten di daerah gupermen yang terbanyak

muridnya, namun hal ini disebabkan karena pendirian sekolah-sekolah itu lebih

lambat jika dibandingkan dengan daerah gupermen tersebut. Betapapun hasilnya,

namun usaha pembangunan pendidikan atas inisiatif seorang bangsawan pribumi

seperti Mangkunagoro VII merupakan suatu prestasi cemerlang pada jamannya.

Hal ini merupakan suatu hal yang unik, karena di daerah-daerah lain umumnya

inisiatif pembangunan pendidikan berasal dari Pemerintah Kolonial Belanda.

Untuk menunjang pengembangan pendidikan di Praja Mangkunegaran,

dikeluarkan anggaran yang cukup besar dari Praja Mangkunegaran. Tabel 1

menunjukkan jumlah anggaran yang dikeluarkan bagi perkembangan pendidikan

di Praja Mangkunegaran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Tabel 1.

Anggaran Pendidikan Praja Mangkunegaran Tahun 1916-1939

Tahun SeluruhAnggaran

(ƒ)

Anggaran

Pendidikan

Presentase

1916

1917

1918

1919

1920

1921

1922

1923

1924

1925

1926

1927

1928

1929

1930

1931

1932

1933

1934

1935

1936

1937

1938

1939

4.251.573

5.558.264

2.917.022

1.718.053

2.275.889

2.665.154

2.419.294

2.518.046

2.514.353

2.334.864

2.542.837

2.458.313

3.745.767

3.422.700

2.910.000

2.506.083

2.218.446

1.914.634

1.536.478

1.544.646

1.419.029

1.513.097

1.709.488

1.785.313.

31.886,80

56.694,29

81.969,29

73.532,67

65.773,19

79.954,62

108.868,23

99.966,43

110.631,53

116.743,20

127.141,85

117.999,02

119.864,54

106.103,70

128.040,00

157.382,01

139.318,41

98.603,65

71.446,23

63.948,34

63.856,31

61.885,67

68.208,57

73.733,43

0,75

1,02

2,81

4,28

2,89

3,00

4,50

3,97

4,40

5,00

5,00

4,80

3,20

3,10

4,40

6,28

6,28

5,15

4,65

4,14

4,50

4,09

3,99

4,13

Sumber : Anggaran Pendidikan Praja Mangkunegaran mulai tahun 1916-1939

dalam Rijksblad tahun 1916-1939.

Sebagai ilustrasi dapat kita perhatikan perkembangan anggaran pendidikan

di Praja Magkunegaran. Tahun 1916 anggaran pendidikan hanya 31,887 gulden

atau 0,75% dari seluruh anggaran praja, kemudian mengalami kenaikan yang

fluktuatif sampai denga tahun 1921. namun rata-rata masih di bawah 100.000

gulden. Kenaikan yang sangat menyolok adalah anggaran tahun 1922 sampai

tahun 1932, dan mendapai puncaknya pada tahun 1931 dan 1932 yaitu 157.382

gulden (6,28%) dan 139,318 gulden (6,28%).

Para pemuda di Praja Mangkunegaran diwajibkan memperluas

pengetahuan dengan membaca buku-buku, majalah, dan Koran. Untuk memenuhi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

kebutuhan pemuda dan melayani masyarakat umum dibuka perpustakaan Sana

Pustaka dan Panti Pustaka. Sekolah Pertukangan ( Ambachtschool ) pun dibuka

dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di pabrik gula, dan

dimaksudkan pula untuk mencetak tukang-tukang yang terdidik. Pembangunan

sarana dalam bidang irigasi ditandai dengan adanya perbaikan sistem irigasi di

pabrik gula milik Mangkunegaran. Untuk meningkatkan produksi pangan

dibangun sarana irigasi karena daerah Praja Mangkunegaran bagian selatan

(Wonogiri) terdiri dari daerah yang berbukit-bukit dan hutannya telah mengalami

kerusakan. Sebagai akibatnya ketika hujan, airnya tidak sempat tersimpan oleh

tanah. Pada musim kemarau keadaan tanah menjadi kering kerontang, akibatnya

tanah itu tidak dapat ditanami. Selama lima tahun Dinas Irigasi Praja (Rijk

Waterstaat) yang dipimpin oleh seorang arsitek Belanda, bernama F.E Wolf telah

mendirikan sejumlah sarana perairan di wilayah Praja Mangkunegaran. Adapun

bangunan ini ialah: Temon, Wiroko, Kebon Agung, Kedung Uling, dan Plumbon.

a Pembangunan Sarana Irigasi

Seperti diketahui bahwa wilayah Surakarta secara geografis merupakan

wilayah yang rawan banjir. Hampir setiap tahun wilayah ini selalu mengalami

banjir. K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII menyadari bahwa sistem drainase

merupakan salah satu komponen infrastruktur yang sangat penting. Kemajuan

sebuah kota dapat dinilai dari kondisi sistem drainasenya. Sebelum dilakukan

pengelolaan sistem drainase, limbah cair rumah tangga, baik itu hasil cucian dan

cairan limbah dapur langsung masuk ke satu saluran. Kondisi ini pada musim

kemarau, saat debit drainase di dalam kota menurun diperparah dengan penuhnya

tumpukan sampah padat, menyebabkan terjadinya penyumbatan aliran air. Akibat

tersumbat, limbah ini berbau busuk dan menyengat. Sementara saat musim

penghujan datang, air akan meluap karena limbah ini bercampur dengan beban

sampah padat. K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII sadar bahwa sistem drainase di

Praja Mangkunegaran perlu diperbaiki. Di sekeliling Pura Mangkunegaran

dibangun saluran-saluran khusus untuk mengatur pembuangan limbah.

Pembangunan saluran-saluran ini diteruskan hingga daerah Gilingan, daerah yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

setiap musim hujan selalu digenangi air. Dari waduk Cengklik juga dibangun

saluran induk yang mengalir ke arah timur hingga Balekambang. Saluran itu

diatur dengan pintu-pintu air yang sewaktu-waktu bisa dibuka dan ditutup.

Tanggul untuk mencegah banjir pertama kali dibangun pada tahun 1900.

Tanggul ini dibangun dengan cara mengalirkan air di Kali Pepe. Di desa

Munggung dibangun sebuah pintu air, aliran air Kali Pepe diarahkan ke timur

melalui Kali Anyar disebelah utara kota sampai ke Bengawan Solo. Air Kali Pepe

yang mengalir ke kota, pada musim penghujan ditutup. Di kampung Demangan,

Sangkrah juga dibangun pintu air. Pintu air ini juga ditutup saat musim penghujan

supaya air yang mengalir dari Bengawan Solo tidak dapat masuk ke kota (

Soedarmono ,2006 : 47).

Di sebelah selatan kota, Kali Palemwulung yang mengalir ke kota yang

kemudian disebut Kali Jenes dialirkan ke arah timur. Aliran airnya menuju ke

Bengawan Solo melalui daerah Nusupan sebelah utara. Adapun yang dibuat

tanggul mulai dari Tipes, kampung Mipitan, dan Semanggi kemudian sampai ke

Sorogenen Wetan.

Disebelah utara kota, tanggul dibangun mulai dari sebelah utara

Balekambang di Sumber menuju ke timur sampai Kentingan yaitu disepanjang

pinggiran sungai. Dana untuk pembangunan tanggul ini sangat besar sehingga

biaya pembangunan ini ditanggung oleh Pemerintah Istana Kasunanan, Pura

Mangkunegaran, dan dibantu oleh Pemerintah Belanda. Pembangunan ini

dilaksanakan pada masa PB X dan Mangkunagoro VI ( Soedarmono,2006 : 47 ).

Di era Mangkunagoro VII juga dilakukan beberapa perbaikan serta pemeliharaan

tanggul-tanggul tersebut. Perbaikan dilakukan pada kurun waktu antara tahun

1922-1924.

b. Pembangunan Jaringan Jalan

Sejak tahun 1872, setelah jalur transportasi sungai mulai surut, sistem

transportasi darat mulai berkembang di Surakarta. Sistem transportasi darat

menghubungkan Surakarta dengan Semarang, Yogyakarta, Batavia, Purwodadi,

Wonogiri, dan Surabaya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Di Karanganyar, jalan yang melewati Jumapolo serta jalan dari

Mojogedang ke Batujamus lewat Kemuning diperbaiki. Selain itu dilakukan

pembangunan jalan baru ke Tawangmangu. Tahun 1924-1927 bus mulai memiliki

andil yang besar dalam sarana angkutan perkotaan (Th.M.Metz, 1939 : 68-70 ).

Tahun 1914 direncanakan jembatan Jurang-Gempol di jalan Wonogiri – Jatisrono

– Ponorogo sebagai suatu proyek agar jalan ini bisa dilewati pedati yang ditangani

oleh arsitek Belanda, Ir. Van Oort dari Madiun (Autorisatie begrooting van

kosten. 1940. Arsip Mangkunegaran ).

Perhatian terhadap pembangunan jaringan jalan dan jembatan ini semakin

intensif sejak K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII memegang tampuk pemerintahan.

Pada tahun 1916 terdapat 433 km jalan kuda yang diperlebar, 60 km jalan yang

tidak dikeraskan. Keadaan ini mengalami banyak perubahan pada tahun 1931

yakni setelah Mangkunagoro VII memegang tampuk pemerintahan selama 15

tahun. Di Praja Mangkunegaran terdapat 530 km jalan yang dapat dilalui

kendaraan bermotor. Antara tahun 1909-1924 dibangun dan diresmikan jembatan

Kali Pepe di dekat stasiun Balapan yang memperpendek jalan dari Villa Park

menuju Purwosari.

Usaha pembangunan jalan dan jembatan yang dilakukan K.G.P.A.A.

Mangkunagoro VII telah membawa hasil yang sangat memuaskan. Dalam

pidatonya pada hari ulang tahun penobatannya beliau menjadi penguasa Praja

Mangkunegaran yang ke-16, pada tahun 1931 beliau menyampaikan rencana

pembangunan jalan aspal sepanjang 70 kilometer. Sehingga dalam jangka waktu

20 tahun tidak diperlukan biaya pemeliharaan jalan dari praja. Akan tetapi karena

terjadi krisis, maka diadakan kebijakan penghematan dalam anggaran belanja

Praja hingga pelaksanaan pembangunan itu menjadi terhambat. Hingga tahun

1940-antara lain ketika situasi dunia menjadi panas menjelang PD II, sudah tidak

ada pembangunan jalan dalam skala besar yang direncanakan dari anggaran praja.

c. Pembangunan Gedung Societed

Secara fisik pengaruh budaya Eropa pada bangunan soos dapat ditelusuri

dari adanya jendela-jendela yang berukuran besar. Contohnya adalah bangunan

soos Harmoni, yang terletak di timur benteng Vastenberg, atau soos

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Mangkunegaran. Hampir pada semua bangunan soos memiliki ciri seperti ini, baik

yang dikota-kota besar maupun dikota-kota kecil.

Kesan Indis tidak saja terlihat dari fisik bangunannya saja, nmun lebih dari

itu tersirat dari berbagai macam kegiatan dan aktivitas dari pengguna bangunan

tersebut. Bangunan soos selain menjadi tempat interaksi sosial, juga merupakan

perwujudan akan kebutuhan tempat untuk mendukung gaya hidup mereka. Pesta-

pesta dansa serta perjamuan makan yang dulu sering dilakukan di rumah tinggal

Indis yang luas dan megah sudah jarang dilakukan, karena terbatasnya ruang

yang ada. Namun karena para pendukung budaya Indis ini menganggap perlunya

menggunakan budaya Barat demi karier, jabatan, dan prestise dalam kehidupan

masyarakat kolonial, maka mereka menganggap perlunya budaya masa lampau

yang dibanggakan.

Dengan munculnya organisasi modern, para priyayi yang tergabung dalam

organisasi-organisasi tersebut sering berkumpul di satu tempat pertemuan. Tempat

pertemuan ini dikenal dengan nama Soos, yang diambil dari kata Belanda

Societeit, yaitu tempat pertemuan bangsa Belanda yang eksklusif. Di samping

untuk keperluan rapat, soos juga menjadi tempat pertemuan publik yang dapat

digunakan untuk berbagai keperluan seperti kegiatan rekreasi, pementasan

sandiwara, pesta sekolah, pertandingan permainan, dan lain sebagainya.

Pada awalnya kebiasaan-kebiasaan berkumpul di soos merupakan

kebiasaan orang-orang Belanda. Mereka berkumpul di gedung yang cukup luas

untuk melakukan berbagai kegiatan, yang kebanyakan merupakan pesta-pesta

diakhir pekan. Selain pesta permainan yang sangat digemari adalah permainan

bola sodok. Hampir setiap kali orang-orang Belanda berkumpul mereka

memainkan permainan ini. Berawal dari permainan inilah kemudian banyak orang

awam memakai istilah Kamar Bola sebagai nama lain dari societeit.

Dengan dimulainya abad 20, sebuah zaman dimana semangat modernitas

seperti yang ditujukkan oleh orang-orang Belanda dipahami sebagai peradaban

Barat yang telah mengikis sikap penghormatan terhadap orang tua. Mereka

menyebut diri dengan istilah kaum muda, yang lebih modern dan maju ketimbang

orangtua mereka dan orang-orang yang tidak berpendidikan Barat. Namun semua

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

itu tidak berarti mereka kehilangan identitasnya sebagai orang Jawa. Yang

terpenting pada masa ini adalah hal-hal tradisional telah kehilangan maknanya

yang utuh dan mereka dipaparkan berdampingan dengan hal-hal yang modern

(Takashi shiraishi,1987: 41).

K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII menginginkan sebuah societed dibangun

di kawasan Mangkunegaran. Oleh sebab itu mulai tahun 1918, mulai diadakan

pembangunan societed. Sasono Suka Societed (SSS) dibanguna oleh seorang

arsitek pribumi yang berasal dari seorang arsitek pribumi yang berasal dari

Semarang yang bernama Atmodirono. Sasono Suko Societed (SSS) merupakan

bangunan yang berbeda dengan soos lain di Surakarta, karena SSS

menggabungkan antara elemen Hindu-Jawa dan Eropa. Hal ini terlihat dari bentuk

SSS yang menyerupai candi dan dilengkapi dengan arca.Bangunan ini juga

memiliki ornamen berbentuk stupa candi dan beberapa punden berundak.

Pengaruh Eropa tercermin dari peletakan pintu dan jendela yang besar, yang

merupakan ciri khas bangunan-bangunan Eropa. Gedung ini kemudian menjadi

gedung untuk siaran radio di Surakarta yang diprakarsai oleh Mangkunegoro VII,

dikenal dengan SRV. Sejak saat itu hari radio diperingati di Indonesia. Namun

sekarang sudah beralih fungsi menjadi gedung perpustakaan yang dikenal dengan

Monumen Pers.

d. Pembangunan Taman Kota

1) Taman Tirtonadi

Taman Tirtonadi terletak di kampung Gondang Wetan Kelurahan Manahan,

Kecamatan Banjarsari. Taman ini dibangun pada zaman Mangkunagoro VII dan

berada di pinggir Kali Pepe dan Kalianyar.

Obyek wisata ini dibangun untuk memanfaatkan air yang berasal dari Kali

Pepe yang terjun melalui pintu air Kali Anyar atau banjir kanal (Suara Merdeka,

Sabtu 19 Maret 1983 ). Sebelum dibangun tanggul, setiap musim hujan air dari

Kali Pepe selalu meluap sehingga mengakibatkan banjir diwilayah sekitar kali

tersebut . Oleh karena itu, untuk mengatasi banjir maka mulai tahun 1903, digali

banjir kanaal yang menjurus ke timur langsung ke Bengawan Solo, dan bersamaan

pula dengan pembangunan tanggul dari utara Balekambang ke arah timur sampai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

di daerah Kandangsapi. Proyek kolosal ini akhirnya baru dapat diselesaikan pada

tahun 1911.

Taman Tirtonadi dibangun dengan konsep taman air (water castle), karena

latar belakang pembangunan taman ini ialah untuk memanfaatkan air di banjir

kanal. Selain Taman air, di kompleks ini juga tersedia obyek wisata bagi anak-

anak yaitu Partimah Park dan telaga yang diberi nama Minapadi. Taman air

Tirtonadi terdiri dari :

1. Taman Labirin (Doolhof)

Taman Labirin ini terletak di pusat atau di tengah kompleks taman

Tirtonadi. Labirin ini terinspirasi dari taman di Eropa, khususnya di

Inggris yang terbuat dari tanaman yang diatur sedemikian rupa sehingga

membentuk jalan yang berkelok-kelok dan memiliki nilai estetika yang

sangat tinggi (Overzicht Kaart Tirtonadi Complex, tanpa tahun, koleksi

arsip Mangkunegaran no 421 ).

2. Kolam Teratai (Berceau)

Pembangunan taman ini adalah menggunakan konsep taman air

maka tidak mengherankan bila unsur utama taman ini adalah kolam air.

Kolam air di Taman Tirtonadi dihias dengan bunga teratai, sehingga

menimbulkan kesan indah, asri, dan romantis. Kolam teratai ini berjumlah

enam dan tersebar di seluruh penjuru arah.

3. Struiken

Selain taman Labirin dan kolam teratai, di taman ini tumbuh

dengan subur berbagai pepohonan dan semak belukar yang ditanam dan

dirawat dengan baik untuk menambah kesan asri di Taman Tirtonadi.

Sebagian besar pepohonan yang tumbuh adalah pohon cemara.

4. Jalan setapak

Bagi para pengunjung Taman Tirtonadi, dibangun jalan setapak

yang menghubungkan taman Labirin, kolam teratai dan taman cemara

Jalan setapak yang beraada di Taman Tirtonadi ini terdiri dari tiga jalur

utama.

5. Jembatan Senggol/Kreteg senggol

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Jembatan ini dibangun untuk menghubungkan Taman Tirtonadi

dengan Minopadi. Jembatan Senggol disebut demikian karena jembatan ini

sempit dan melintang di atas banjir kanaal, sehingga setiap orang yang

berjalan berpapasan di jembatan ini saling bersenggolan.

2) Partimah Park

Partimah Park adalah taman rekreasi bagi anak-anak yang dibangun

K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII dan juga terletak satu kompleks dengan Taman

Tirtonadi. K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII memberi nama taman bermain ini

sesuai dengan nama puteri bungsunya, B.R.A. Partimah. Taman bermain ini

terletak di sebelah timur kolam teratai. Taman Partimah ini berfungsi sebagai

taman rekreasi bagi anak-anak. Sesuai dengan fungsi utamanya, yakni sebagai

taman bermain maka disediakan berbagai macam sarana bermain bagi anak-anak

antara lain :

1. Kolam Renang Anak-Anak (Kinder Badplaats)

Pembangunan sarana kolam renang ini dilengkapi dengan papan

berseluncur serta pelampung yang terbuat dari ban karet. Setiap sore dan

akhir pekan anak-anak ramai berenang di tempat ini dengan ditunggui orang

tuanya. Di sekitar kolam renang ditanami berbagai macam bunga yang

menambah keindahan suasana taman.

2. Timbangan/Jungkat-Jungkit

Timbangan merupakan salah satu sarana bermain di area Partimah Park

yangdisukai anak-anak.

3. Bandulan/Ayunan

4. Lapangan Terbuka

Di lapangan terbuka ini, anak-anak bebas bermain. Biasanya mereka bermain

lompat tali, engklek, dan kucing-kucingan (Autorisatie begrooting van kosten.

1941. Arsip Mangkunegaran ).

3) Partini Tuin dan Partinah Bosch

Partini Tuin dibangun K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII sebagai hadiah

untuk putrinya, B.R.A. Partini ketika menikah dengan Prof.Dr. Husein

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Joyodiningrat. Taman Partini merupakan sarana rekreasi yang juga dilengkapi

dengan lapangan olahraga dan pemandian. Di taman tersebut diadakan hiburan

pertunjukan wayang orang dan ketoprak Sesuai dengan kebiasaan K.G.P.A.A.

Mangkunagoro VII yang memberi nama sesuai dengan nama puteri-puterinya,

Partinah Bosch dibangun untuk B.R.A. Partinah. Partinah Bosch merupakan hutan

kecil yang terdiri dari berbagai macam pepohonan. Keistimewaan hutan ini

terletak pada fungsinya, yaitu untu mengenalkan dan mendidik anak-anak agar

mengetahui nama-nama ilmiah dari setiap pohon yang ditanam di Partinah Bosch.

Di setiap pohon yang ditanam, dicantumkan nama ilmiah tanaman tersebut.

Sehingga selain berfungsi sebagai hutan botani juga berfungsi bagi sarana rekreasi

bagi anak-anak dan mampu mencerdaskan anak.

4) Minopadi

Minopadi adalah telaga kecil buatan yang ditaburi bibit ikan yang juga

terletak di kompleks Taman Tirtonadi dan digunakan sebagai sarana untuk

memancing ikan dan olah raga sampan.

e. Pembangunan Pasar

Kota Surakarta pada abad 20 sudah terdapat banyak pasar. Pasar yang

terbesar adalah Pasar Gede yang terletak di Kasunanan Surakarta. Pasar Gede

dibangun tahun 1927 menjadi pasar berlantai dua yang pertama di Indonesia.

Pasar yang terletak di wilayah Kasunanan selain Pasar Gede adalah Pasar Kliwon

dan Pasar Klewer. Pasar Kliwon dahulu merupakan pasar hewan, khususnya

untuk jual –beli kambing. Pasar ini dinamakan Pasar Kliwon karena setiap

pasaran Kliwon pasar ini selalu ramai. Pasar Klewer terletak di sebelah selatan

alun-alun utara dan merupakan pusat tekstil.

Selain di wilayah Kasunanan, di wilayah Mangkunegaran juga terdapat

beberapa pasar. Adapun pasar yang terletak di wilayah Mangkunegaran antara

lain :Pasar Legi, Pasar Pon, dan Pasar Triwindu.

1) Pasar Legi

Pasar Legi terletak di wilayah kota Mangkunegaran tepatnya disebelah

timur. Dari lokasinya Pasar Legi diibaratkan sebagai tempat pemenuhan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

kebutuhan duniawi karena di lokasi ini masyarakat berbaur untuk mencari

kebutuhan duniawinya. Sesuai dengan namanya, pasar ini dinamakan demikian

karena pasar ini ramai pada hari pasaran Legi. Para pedagang biasanya datang dari

desa-desa. Pada tahun 1936, K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII melakukan renovasi

pada pasar ini sehingga kondisi pasar menjadi lebih rapi, indah dan tertib.

2) Pasar Pon

Pasar Pon juga terletak di wilayah kota Mangkunegaran, biasanya para

pedagang berduyun-duyun datang pada hari pasaran Pon. Tetapi sejak tahun 1929,

pasar ini berubah menjadi pusat pertokoan yang terdiri dari kios-kios toko yang

menjual berbagai macam kebutuhan barang. Kios-kios ini terletak di tepi jalan

depan Pura Mangkunegaran ( sekarang Jalan Diponegoro ). Suasananya sangat

ramai dan sebagian besar pedagang adalah bangsa Cina.

3) Pasar Triwindu.

Pasar Triwindu adalah pasar yang dibangun K.G.P.A.A. mangkunagoro

VII untuk memperingati 24 tahun kenaikan tahtanya. Pasar ini diresmikan tahun

1939. Pasar Triwindu terletak di sebelah selatan Pura Mangkunegaran. Pasar ini

menjual berbagai barang yang terbuat dari logam, besi, tembaga, emas, dan perak.

B. Tata Ruang Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-1944

1. Konsep Kosmologi Jawa di Praja Mangkunegaran

Konsep kosmologi Jawa atau juga dikenal konsep projo kejawen, masih

dijadikan acuan dalam membangun tata ruang kota di Praja Mangkunegaran yang

mengutamakan sumbu poros sakral utara-selatan sebagaimana prinsip tata ruang

perkotaan Mataram. Puro Mangkunegaran sebagai sentrum dari teori sentrifugal

yang menghadap ke utara, dibangun jalan poros lurus sampai pada titik teleologis

tugu pemandengan ndalem. Hal ini dimaknai sebagai pertama, untuk

membedakan nilai kosmis magis antara ruang-ruang publik bagi rakyat (njobo)

sebagai lingkungan mikrokosmos dengan istana kerajaan (njeron) makrokosmos

yang bernuansa sakral magis. Kedua, sumbu poros ini juga dimaknai sebagai

simbol pemisahan antara prinsip dunia sekuler (Pasar Legi) di timur jalan dengan

dunia spiritual (Masjid Wustho) dibarat jalan yang ditandai dengan keberadaan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

kampung Kauman, hunian abdi dhalem reh pangulon.Dalam pengertian kiblat

kulon (arah matahari terbenam) sebagai simbol abdi dhalem urusan akherat.

Budaya dan pandangan hidup serta konsep filosofis Jawa terlihat jelas dalam

setiap kebijaksanaan yang diambil Mangkunagoro VII dalam pembangunan di

Praja Mangkunegaran.

Kosmologis dari keseluruhan negeri dapat diwujudkan dengan jumlah dan

letak propinsi serta simbol dari peguasaan daerah. Tapi arsitektur bisa dibentuk

sebagai gambaran yang lebih riil menyerupai jagad raya. Susunan kosmis

bangunan adalah sebagai berikut, tempat tinggal raja merupakan titik pusat

lingkaran pertama yang disebut kuthagara selanjutnya disekitarnya merupakan

lingkaran kedua yang disebut negaragung yang secara harfiah berarti kota besar.

Lingkaran ketiga adalah daerah mancanegara. Lingkaran berikutnya adalah

daerah pesisir dan yang terakhir disebut tanah seberang atau samudra raya. Hal

itu melukiskan bahwa keraton diartikan sebagai perwujudan dari dua alam

pikiran, makrokosmos dan mikrokosmos. Dipandang dari sudut kebenaran,

perlambangan tersebut tidak begitu jelas dan nyata namun dalam alam pemikiran

Hindu Jawa konsep perkembangan tersebut tetap dipertahankan.

Bagi masyarakat di Praja Mangkunegaran, praja bukan hanya suatu pusat

politik dan budaya, tetapi merupakan pusat keramat. Keraton adalah tempat

bersemayam raja dan raja merupakan sumber-sumber kekuatan kosmis yang

mengalir di daerah-daerah yan membawa ketentraman, keadilan, dan kesuburan

(Franz Magnis Suseno, 1985 : 90 ). Paham ini terungkap dengan sangat jelas

dalam gelar para penguasa keempat wilayah Jawa Tengah hasil perpecahan

kerajaan Mataram. Kedua penguasa di Yogyakarta menyebut diri Hamengku

Buwana (yang memangku jagad raya), dan Paku Alam. Para penguasa Surakarta

menyebut dirinya Paku Buwana dan Mangkunagoro (yang memangku negara).

Pandangan tentang keraton sebagai pusat kekuasaan kosmis menentukan

paham negara, kekuatan yang ada di pusat semakin menjauh akan semakin redup,

dan bahkan hilang. Begitu juga menurut filsafat politik Jawa, negara itu paling

padat di pusat, didekat raja. Dari ibukota kekuatan raja memancar sampai kedesa-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

desa. Kekuatan itu ada karena seluruh kekuatan itu menjaga keraton dan

memberikan perlindungan serta memberi keselamatan pada para penghuninya.

Kekuatan yang berawal dari berbagai kekuatan makhluk hidup, unsur alam

semesta dari arah timur, selatan, utara, barat yang disatupadukan di keraton untuk

dipanjatkan dengan suatu persembahan melalui upacara ritual kepada sumber dari

segala sumber kekuatan yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Esa. Dengan

adanya kekuatan-kekuatan yang melingkupi keraton tersebut, keberadaan keraton

akan tetap langgeng (tidak punah) meskipun saat ini kekuasaannya diibaratkan

hanya seluas ”mekarnya payung” disamping itu keraton dipercaya dilindungi dan

dijaga oleh kekuatan halus yang berada di keblat empat (keblat sekawan). Adapun

kekuatan itu terletak di empat arah mata angin, yaitu: disebelah utara: Kanjeng

Ratu Kalayuwati di hutan Krendhawahana, disebelah Timur Kanjeng Sunan Lawu

digunung Lawu, disebelah selatan Kanjeng Ratu Kencana Sari (Kanjeng Ratu

Kidul) di Samudera Hindia, disebelah barat Kanjeng Ratu Kedhaton di Gunung

Merapi dan Merbabu.

Puro Mangkunegaran sendiri terletak ditengah-tengah Surakarta di

wilayah Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari. Puro Mangkunegaran

berdiri diatas tanah seluas 93,396 meter persegi. Bangunan dalam puro dibagi

menjadi dua, bangunan utama model joglo atau limasan dan bangunan di

sekelilingnya didirikan berdasarkan arsitektur Belanda. Bangunan kedua

digunakan sebagai asrama tentara kavaleri. Bangunan yang berada di Puro

Mangkunegaran antara lain :

1. Pamedan yaitu halaman luas yang berfungsi sebagai tempat latihan

militer legiun Mangkunegaran.

2. Reksa Wahana yaitu sebagai tempat menyimpan kereta-kereta dan

memelihara kuda, terletak disebelah kanan pamedan.

3. Pendopo Ageng yang terletak ditengah-tengah bangunan utama dan

merupakan tempat pertunjukan kesenian, menyimpan gamelan, dan

terutama sebagai tempat jamuan dan upacara-upacara resmi.

4. Pringgitan yang disebut juga sebagai beranda dalem, yang letaknya lebih

tinggi dari pendopo. Pringgitan ini berbentuk kutuk ngambang, sering

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

dipakai untuk pertunjukan wayang tetapi fungsi utamanya sebagai tempat

menerima tamu.

5. Panetan yang terletak diantara pendopo dengan pringgitan merupakan

jalan bagi kereta tamu.

6. Dalem Ageng yaitu bangunan yang terletak disebelah dalam pringgitan,

merupakan tempat diadakannya upacara-upacara resmi.

7. Dimpil yaitu tempat pemujaan nenek moyang dan menyimpan pusaka.

8. Bale Warni, merupakan tempat tinggal permaisuri dan putri-putrinya.

9. Pracimusana yaitu tempat untuk menerima tamu sehari-hari dan tempat

tinggal keluarga Puro Mangkunegaran.

10. Bale Peni merupakan tempat tinggal Mangkunegoro dan menerima tamu

laki-laki.

11. Purwosana, terletak diseputar bale warni dan bale peni merupakan tempat

tinggal para wanita yang mempunyai hubungan keluarga dengan

Mangkunegoro yang sudah memerintah.

12. Panti Putra yaitu tempat tinggal putra-putra yang masih ada hubungan

keluarga dengan Mangkunegoro.

13. Prangwedanan merupakan tempat tinggal putra mahkota calon pengganti

Mangkunegoro yang sedang memerintah. Letaknya diantara perkantoran

mandrapura dan panti putra.

14. Mandrapura, terletak diantara timur dan barat pendapa merupakan

perkantoran dimana semua pekerjaan yang berhubungan dengan penataan

dan pengaturan administrasi.

15. Rekso Pustaka yaitu perpustakaan yang terletak disebelah timur pendapa.

Perpustakaan ini berdiri tahun 1868 (pada waktu Mangkunegoro IV).

Sedangkan letak geografis wilayah Praja Mangkunagaran dibatasi dengan

sebelah utara dengan pegunungan kapur Kendeng, sebelah selatan dengan

Samudra Hindia dan tanah datar wilayah Yogyakarta,sebelah timur dengan

Gunung Lawu,sebelah barat dengan Gunung Merapi dan Merbabu (Moh.

Dalyono, 1939 : 105 ).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

2. Konsep Civic Center di Praja Mangkunegaran

Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata ruang kotanya.

Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep kosmologi Jawa,

sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan intervensi oleh

kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial. Kedua konsep ini

tumpang tindih, konsep tata ruang yang mencerminkan filosofi masyarakat

penghuninya tentu saja mengalami disorientasi dengan adanya percampuran cara

hidup yang boleh dikatakan memiliki jarak budaya yang berseberangan yaitu

antara budaya Timur dan budaya Barat.

Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran dipisahkan oleh

jalan poros (groote weg) yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai

jalan berbaris pasukan militer belanda. Dalam menangani persoalan yang

langsung menyangkut eksistensi Praja Mangkunegaran, wewenang dipegang oleh

P.A.A Mangkunagoro. Oleh sebab itu P.A.A Mangkunagoro merasa berwenang

untuk mengadakan penataan ruang wilayahnya dengan inisiatif sendiri. Langkah

besar yang diambil dan sangat menentukan dalam perkembangan dan keberadaan

Praja Mangkunegaran adalah kebijakan pendahulu Mangkunagoro VII yaitu

P.A.A Mangkunagoro IV yang menghapuskan tanah apanase dan mengganti tanah

lungguh ini dengan gaji berupa uang kepada para bangsawan. Penghapusan tanah

apanase dilakukan oleh P.A.A. Mangkunagoro IV pada tahun 1862. Kebijakan ini

diambil untuk memperbaiki kondisi keuangan praja yang sangat buruk.

Bersamaan dengan hal itu, Mangkunagoro juga menghapus gelar pangeran di

antara kerabatnya sehingga bisa mengurangi jumlah wewenang dan gaji yang

membebani anggaran kadipaten. Tanah-tanah lungguh yang kembali kemudian

dijadikan sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan pabrik dan

perkebunan gula di Colomadu dan Tasikmadu. Dengan dua pabrik gula tersebut,

Praja Mangkunegaran berhasil memperoleh dana yang besar untuk mendanai

pembangunan wilayahnya. Pada pola pemukiman di Praja Mangkunegaran,

konsep pembuatan jaringan jalan dibangun menurut model tata ruang Eropa yang

telah meninggalkan konsep arah jalan tradisional. Daerah kota Mangkunegaran

menunjukkan model pembangunan jalan bergaya Eropa dengan pembuatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

taman-taman diantara pertigaan dan perempatan jalan. Pembangunan jalan di

Mangkunegaran secara besar-besaran dilakukan pada tahun 1917, ketika P.A.A

Mangkunagoro VII naik tahta. Atas keinginan Mangkunagoro VII pembuatan

jalan-jalan di wilayah Mangkunagoro harus menambah keindahan estetika ruang

kota. Biaya penggarapan proyek pembangunan jalan diambil dari dana

Mangkunegaran (Mangkoenagaransche Fonds) seperti yang terdapat dalam Het

Begrooting van Mangkoenagoroshe Rijk over het jaar 1920

Daerah sebelah utara pamedan wilayah Mangkunegaran telah menjadi

perumahan elit Eropa dengan nama Villapark. Lingkungan Villapark dinyatakan

sebagai lingkungan elit dengan peraturan tersendiri yang dapat dilihat dari

Undang-Undang tentang penggunaan tanah negara di Surakarta, khususnya daerah

Mangkunegaran. Peraturan tentang penggunaan tanah negara di Mangkunegaran

tidak meliputi daerah Villapark, karena daerah ini sudah mempunyai peraturan

tersendiri yang ditetapkan tanggal 1 November 1913. Lingkungan Villapark

dihuni oleh sebagian besar orang Eropa yang bekerja di sektor perkebunan.

Memang awalnya daerah Villapark merupakan daerah yang diperuntukkan bagi

orang-orang Belanda, namun karena perkembangan dan kemajuan zaman telah

membuat golongan pribumi masuk kedalam lingkungan tersebut. Hal ini sesuai

dengan peraturan yang dikeluarkan pada tanggal 1 November 1913 :

”...bahwa yang boleh bertempat tinggal di daerah Villapark hanyalah

bangsa Belanda, namun jika karena kemajuan zaman bangsa Jawa juga

boleh bertempat tinggal seperti juga layaknya orang-orang Belanda”

(M.N Rijkwaterstaat, 29 November 1936, Koleksi Arsip

Mangkunegaran, tanpa nomor catalog).

Adapun tahap perkembangan kota yang dipengaruhi oleh situasi kolonial,

digambarkan oleh Abdurachman Surjomihardja sebagai berikut:

”Bermula dari sebuah jalan raya kemudian didirikan kantor-kantor

pemerintahan kolonial dan sebuah benteng, selanjutnya dibangun daerah

pemukiman orang-orang Eropa, sebuah klub dan arena balap kuda.

Daerah sekitar kota menjadi usaha orang Eropa dalam bentuk

perkebunan, pertanian, dan industri. Jalan kereta api dan jembatan-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

jembatan penghubungnya banyak didirikan, demikian juga halnya

dengan gudang –gudang penimbunan. Kota menjadi pusat pemrintahan

kolonial dan berdatangan kaum imigran baru” (Abdurachman

Surjomihardja, dalam Ibrahim Alfian, 1987: 256-270).

Jalan poros lurus yang dibangun sampai titik tugu pemandengan ndalem

memiliki arti khusus yang dihubungkan dengan kosmologi Jawa. Jalan poros lurus

ini memisahkan wilayah di sebelah timur jalan dan barat jalan. Wilayah di sebelah

timur jalan puro ini adalah daerah Pasar Legi. Di Pasar Legi aktivitas seluruh

masyarakat tumpah ruah. Pasar Legi merupakan simbol kehidupan duniawi

dimana manusia memikirkan dan mencari cara untuk memenuhi kebutuhan

jasmani. Dalam konsep kosmologis harus selalu ada keseimbangan antara dunia

sekuler dan dunia spiritual. Bila daerah timur diibaratkan sebagai dunia sekuler,

sebaliknya daerah sebelah barat merupakan simbol kehidupan spiritual. Hal ini

ditandai dengan keberadaan masjid di kampung Kauman. Kampung Kauman

merupakan tempat pemukiman abdi dalem reh pangulon yaitu penghulu dan kaum

alim ulama.

Konsep ”civic center” telah diterapkan di wilayah kota Mangkunegaran.

Pada konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan ketatanegaraan kota praja

berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana dan prasarana serta

gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Di zona civic center ini dibangun :

Soos Mangkunegaran yaitu gedung pertemuan untuk para pegawai, Soos Militer

yang digunakan sebagai gedung pertemuan untuk para bintara, tempat ibadah,

gudang untuk legiun Mangkunegaran, tiga gedung kelurahan, kantor polisi,

beberapa pos jaga, dan beberapa rumah dinas untuk para pejabat dari bupati,

wedana, hingga camat. Seluruh pembangunan sarana dan prasarana ini diatur oleh

Dinas Pekerjaan Umum Mangkunegaran.

Kantor kelurahan di wilayah kota Mangkunegaran letaknya selalu berada

di pojok. Hal ini secara filosofis melambangkan bahwa sebagai pemimpin harus

selalu mengayomi rakyatnya. Makna filosofis ini erat kaitannya dengan konsep

Tri Dharma yang dianut Praja Mangkunegaran.Konsep Tri Dharma tersebut

adalah Mulat Sarira Hangrasa Wani (kenalilah dirimu sendiri), Rumangsa melu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Handarbeni (merasa ikut memiliki), Wajib Melu Hangrungkebi (berkewajiban

untuk siap membela kepentingan Praja).

Pelayanan bagi masyarakat di bidang transportasi, khususnya kereta api

berada di wilayah Balapan. Sebelum di Balapan didirikan stasiun kereta api,

dahulu daerah itu merupakan area khusus pacuan kuda yang dilengkapi dengan

tribun terbuka yang dibangun pada masa Mangkunagoro IV, tetapi kemudian area

pacuan kuda dipindah ke wilayah Manahan. Stasiun kereta api Balapan dikelola

oleh perusahaan swasta yakni NIS. Pembangunan jalur kereta api yang ada di kota

dilakukan pada tahun 1923, setelah dibangun jalur kereta api oleh NIS yang

menghubungkan Solo-Wonogiri-Baturetno dengan panjang rel 79 kilometer

(Metz, Th. M, 1939 : 68 ). Pembangunan jalur kereta api ini bagi perkembangan

kota adalah aspek modernisasi, dari hewan ke mesin, walaupun ada unsur

diskriminasi etnis dan sosial sebab tidak semua orang dapat menggunakan fasilitas

ini dengan bebas karena ada keterbatasan-keterbatasan seperti mahalnya ongkos

naik kerata saat itu sehinga hanya orang-orang Eropa dan kaum bangsawan saja

yang dapat bepergian dengan fasilitas ini. Bagi kaum pribumi yang mampu

menjangkau fasilitas ini mendapatkan perbedaan dalam pelayanan. Untuk kaum

pribumi gerbong yang disediakan lebih sedikit sehingga harus digunakan melebihi

kapasitas. Sementara orang Eropa dan kaum bangsawan dapat duduk dengan

leluasa, menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Hal ini semakin terlihat

jelas dari lokasi stasiun yang berada di wilayah pemukiman Eropa. Stasiun

Purwosari terletak didekat pemukiman Eropa dan etnis Cina di sepanjang jalan

poros utama (sekarang jalan slamet riyadi). Stasiun balapan terletak di dekat

pemukiman Eropa di Villapark.

Pembangunan fasilitas kesehatan di bawa oleh misi zending dengan

membuka rumah sakit di Jebres dan Mangkubumen . Rumah sakit Mangkubumen

terletak dekat barak militer Belanda, tepatnya di timur Masjid Kota Barat

(sekarang). Selain rumah sakit milik zending di wilayah Mangkunegaran dibuka

pula klinik kesehatan yang terletak di sebelah barat Puro Mangkunegaran dan

selain rumah sakit dalam kota juga dibangun klinik di wilayah perkebunan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN

A. KESIMPULAN

1. Di Praja Mangkunegaran, kondisi perekonomian yang sulit berhasil dilalui

Mangkunagoro VI. Beban berat yang harus dipikul Mangkunagoro VI adalah

membangun kembali keuangan Praja Mangkunegaran yang mengalami

kemerosotan. Keadaan ini terjadi karena perkebunan-perkebunan yang menjadi

andalan Praja Mangkunegaran terserang wabah hama yang hebat dan

menimbulkan kerugian yang cukup besar. Selain itu Pemerintah Kolonial

Belanda mempermainkan harga barang yang dijual kepihak Belanda, yaitu

memberi harga serendah mungkin. Sehingga menimbulkan kekosongan kas di

Praja Mangkunegaran. Praja Mangkunegaran dililit banyak hutang sehingga

tidak mampu memberikan gaji kepada pegawainya. Pemikiran Mangkunagoro

VI tersebut sedikit demi sedikit telah menampakkan hasilnya. Beliau telah

dapat mengembalikan kemakmuran bagi Pemerintahan Praja Mangkunegaran.

Hutang-hutang yang menumpuk telah dapat dilunasi, bahkan kondisi keuangan

kas Praja Mangkunegaran mengalami surplus. Kondisi keuangan Praja

Mangkunegaran yang berangsur-angsur membaik dan mengalami surplus ini

mendorong Mangkunagoro VII untuk melakukan alokasi dana bagi

pembangunan khususnya di Praja Mangkunegaran. Pembangunan dilakukan di

bidang pendidikan, irigasi, pertanian, pembangunan sarana perkotaan. Sejak

awal abad XX di Praja Mangkunegaran telah dilakukan serangkaian kebijakan

pembaharuan dalam bidang pemerintahan. Berbeda dengan pembaharuan-

pembaharuan dalam bidang lainnya seperti : birokrasi, pengaturan keuangan,

pembangunan, maka bidang pendidikan secara politis tidak banyak

mendapatkan pencekalan dari Pemerintah Kolonial Belanda. Walaupun segala

kebijaksanaan Mangkunagoro dan pelaksanaannya dalam lapangan tidak bebas

dari pengawasan Pemerintah Kolonial Belanda. Pembaharuan dalam berbagai

bidang, khususnya pembangunan sarana perkotaan bagi Mangkunagoro VII

dipandang sebagai kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, sebab

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

perkembangan dunia menuntut masyarakat untuk mengikuti perkembangan

zaman. Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII selama 28 tahun (1916-

1944) terjadi perkembangan ke arah modernisasi di bidang pendidikan,

transportasi, infrastruktur perkotaan , dan irigasi. Modernisasi di bidang

pendidikan dilakukan Mangkunagoro VII dengan melanjutkan program

studiefonds. Beliau juga memprakarsai berdirinya sekolah Van de Venter dan

Siswa Rini serta memberikan kursus-kursus bagi para perwira Legiun. Di

bidang transportasi ditandai dengan pembangunan jalan serta jalur kereta api.

Pembangunan di sektor irigasi yang bermanfaat bagi sektor pertanian

dilakukan dengan membangun lima waduk yaitu : Kedung Uling, Plumbon,

Tirto Marto, Cengklik, dan Jombor. Di bidang infrastruktur perkotaan seiring

dengan pembangunan jalan-jalan, beliau juga membangun beberapa taman

yaitu : Taman Tirtonadi, Partimah Park, Partinituin, dan Partinah Bosch. Selain

berfungsi sebagai jantung kota yang mampu memperindah wajah kota

Mangkunegaran, taman-taman itu adalah tempat dimana masyarakat umum

dapat menikmati dan menghabiskan waktu senggang. Taman Tirtonadi

dibangun dengan konsep taman air yang dilengkapi dengan labirin dan kolam

teratai. Partimah Park adalah taman rekreasi bagi anak-anak yang dilengkapi

dengan kolam renang serta berbagai sarana permainan. Partinituin merupakan

sarana rekreasi yang dilengkapi dengan lapangan olahraga dan pemandian

umum. Partinah Bosch merupakan hutan kecil yang berfungsi sebagai pusat

berbagai tanaman biologi. Selama masa pemerintahan Mangkunagoro VII

seluruh taman ini dirawat dengan baik. Setelah beliau meninggal dan terjadi

revolusi kondisi seluruh sarana-sarana ini mengalami kerusakan karena tidak

terpelihara dengan baik.

2. Tata ruang kota di Praja Mangkunegaran yang mengutamakan sumbu poros

sakral utara-selatan sebagaimana prinsip tata ruang perkotaan Mataram. Puro

Mangkunegaran sebagai sentrum dari teori sentrifugal yang menghadap ke

utara, dibangun jalan poros lurus sampai pada titik teleologis tugu

pemandengan ndalem. Hal ini dimaknai sebagai pertama, untuk membedakan

nilai kosmis magis antara ruang-ruang publik bagi rakyat (njobo) sebagai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

lingkungan mikrokosmos dengan istana kerajaan (njeron) makrokosmos yang

bernuansa sakral magis. Kedua, sumbu poros ini juga dimaknai sebagai simbol

pemisahan antara prinsip dunia sekuler (Pasar Legi) di timur jalan dengan

dunia spiritual (Masjid Wustho) dibarat jalan yang ditandai dengan keberadaan

kampung Kauman, hunian abdi dhalem reh pangulon.Dalam pengertian kiblat

kulon (arah matahari terbenam) sebagai simbol abdi dhalem urusan akherat.

Budaya dan pandangan hidup serta konsep filosofis Jawa terlihat jelas dalam

setiap kebijaksanaan yang diambil Mangkunagoro VII dalam pembangunan di

Praja Mangkunegaran. Kota Surakarta memiliki dualisme dalam konsep tata

ruang kotanya. Pertama sebagai pusat kekuasaan Mataram menerapkan konsep

kosmologi Jawa, sementara sebagai kota yang sejak berdiri telah mendapatkan

intervensi oleh kekuatan asing, kota ini juga menerapkan konsep kota kolonial.

Kedua konsep ini tumpang tindih, konsep tata ruang yang mencerminkan

filosofi masyarakat penghuninya tentu saja mengalami disorientasi dengan

adanya percampuran cara hidup yang boleh dikatakan memiliki jarak budaya

yang berseberangan yaitu antara budaya Timur dan budaya Barat. Pada pola

pemukiman di Praja Mangkunegaran, konsep pembuatan jaringan jalan

dibangun menurut model tata ruang Eropa yang telah meninggalkan konsep

arah jalan tradisional. Daerah kota Mangkunegaran menunjukkan model

pembangunan jalan bergaya Eropa dengan pembuatan taman-taman diantara

pertigaan dan perempatan jalan. Konsep ”civic center” telah diterapkan di

wilayah kota Mangkunegaran. Pada konsep ini berbagai kantor pusat

pemerintahan ketatanegaraan kota praja berada di satu kompleks wilayah.

Pembangunan sarana dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga

dibangun. Di zona civic center ini dibangun : Soos Mangkunegaran yaitu

gedung pertemuan untuk para pegawai, Soos Militer yang digunakan sebagai

gedung pertemuan untuk para bintara, tempat ibadah, gudang untuk legiun

Mangkunegaran, tiga gedung kelurahan, kantor polisi, beberapa pos jaga, dan

beberapa rumah dinas untuk para pejabat dari bupati, wedana, hingga camat.

Seluruh pembangunan sarana dan prasarana ini diatur oleh Dinas Pekerjaan

Umum Mangkunegaran. Kantor kelurahan di wilayah kota Mangkunegaran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

letaknya selalu berada di pojok. Hal ini secara filosofis melambangkan bahwa

sebagai pemimpin harus selalu mengayomi rakyatnya. Makna filosofis ini erat

kaitannya dengan konsep Tri Dharma yang dianut Praja

Mangkunegaran.Konsep Tri Dharma tersebut adalah Mulat Sarira Hangrasa

Wani (kenalilah dirimu sendiri), Rumangsa melu Handarbeni (merasa ikut

memiliki), Wajib Melu Hangrungkebi (berkewajiban untuk siap membela

kepentingan Praja).

B. IMPLIKASI

1. Teoretis

Pada masa pemerintahan Mangkunagoro VI terjadi kesulitan keuangan di

Praja Mangkunegaran. Salah satu keberhasilan MangkunagoroVI adalah mampu

memperbaiki kondisi keuangan praja dan tahun 1912 mendirikan sebuah lembaga

yang diberi nama studiefonds. Tugas Mangkunagoro VII adalah melanjutkan masa

pemerintahan gemilang Mangkunagoro VI. Sebagai seorang pribadi terpelajar

yang juga pernah mengenyam pendidikan di negeri Belanda, beliau sadar bahwa

untuk memajukan kehidupan rakyatnya harus segera dilakukan

pembaharuan.Berbagai pembaharuan dilaksanakan baik di bidang pendidikan,

kesehatan dan juga sarana perkotaan. Sebagai seorang raja, Mangkunagoro VII

telah dapat memberi teladan dan mengutamakan kebutuhan rakyat melalui

pembangunan yang dilakukannya. Hal ini tidak lain dilakukan untuk mencapai

kesejahteraan bagi rakyatnya. Pembangunan perkotaan yang dilakukan di Praja

Mangkunegaran masih tetap mengandung makna filosofis kosmologi jawa.

Meskipun pada akhirnya menampilkan kosep kota kolonial, yaitu konsep “ civic

center “ yang mana pada konsep ini berbagai kantor pusat pemerintahan

ketatanegaraan kota Praja berada di satu kompleks wilayah. Pembangunan sarana

dan prasarana serta gedung-gedung perkantoran juga dibangun. Dalam

pembangunan ini Mangkunegoro VII sangat memperhatikan tata ruang kota Praja

nya. Hal ini karena tata ruang kota merupakan cerminan wajah kota tersebut dan

penghuni didalamnya.Maka pembangunan yang dilakukan selalu memperhatikan

konsep tata ruang kota tersebut seperti di Praja Mangkunegaran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

2. Praktis

Pendahulu Mangkunagoro VII, yaitu Mangkunagoro VI telah berhasil

membangun kembali kas Praja Mangkunegaran yang mengalami kemerosotan.

Bahkan sejak Mangkunagoro VII memerintah, kondisi keuangan praja sangat

stabil bahkan mengalami surplus. Kondisi keuangan yang mantap ini mendorong

Mangkunagoro VII untuk melakukan berbagai alokasi dana bagi pembangunan di

bidang pendidikan. irigasi, dan pembangunan berbagai macam sarana dan

infrastruktur di Praja Mangkunegaran. Pembangunan ini tidak dapat berjalan

dengan baik jika tidak adanya kesatuan yang utuh dalam Praja Mangkunegaran.

Selain itu peran seorang raja yang berpribadi juga menentukan dalam

pembangunan yang dilakukan. Sebagai pemimpin, Mangkunagoro VII wajib

membangun Praja Mangkunegaran kearah modernisasi demi terciptanya

kesejahteraan rakyatnya.

C. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran-saran yang dapat penulis kemukakan

adalah sebagai berikut:

1. Bagi para pembaca

Bagi para pembaca, terutama pendidik dan pelajar, penelitian ini diharapkan

bisa menambah pengetahuan kesejarahan mengenai pembangunan perkotaan di

Praja Mangkunegaran. Selain itu, dalam perkembangan pendidikan sejarah, belum

banyak materi yang membahas tentang keberadaan Praja Mangkunegaran

sehingga dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif materi

pelajaran yang disampaikan kepada siswa.

2. Bagi para peneliti

Bagi para peneliti, diharapkan ada yang tertarik untuk meneliti lebih jauh

mengenai pembangunan di Praja Mangkunegaran dari berbagai sudut pandang

yang berbeda. Mengingat bahwa penelitian yang membahas mengenai Praja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Mangkunegaran khususnya pembangunan dan tata ruang di Praja Mangkunegaran

masih terbatas. Bagi mahasiswa yang tertarik untuk melakukan penelitian tentang

Praja Mangkunegaran dapat mengumpulkan sumber-sumber primer di Reksa

Pustaka Mangkunegaran.

3. Bagi Pemerintah

Bagi Pemerintah Daerah Kota Surakarta, diharapkan dapat memberikan

perhatian terhadap pelestarian budaya di Mangkunegaran khususnya sarana

perkotaan dan tata ruang yang sudah dibangun di Praja Mangkunegaran serta

menjaga dan mengambil nilai-nilai luhur yang diwariskan masa pemerintahan

Mangkunegara VII.