tetanus

14
TETANUS 1. ETIOLOGI Tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani, bakteri ini merupakan basil gram positif yang bersifat anaerob obligat, berbentuk batang lurus, ramping, panjangnya 2-5 mikron dan lebarnya 0,4-0,5 mikron, dan dapat membentuk spora. Spora dari C. tetani resisten terhadap sinar matahari, antiseptik, phenol dan agen kimia lainnya serta bertahan pada autoclave pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15 menit. Bakteri ini hidup di tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang. C. tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan tetanolisin. (1)(2)(3) Tetanospamin bersifat neurotoksik, toksin ini mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Perkiraan dosis mematikan minimal dari kadar toksin (tenospamin) adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan. Tetanospamin merupakan rantai polipeptida, ketika terjadi autolisis rantai ini dilepaskan membentuk heterodimer yang terdiri dari rantai berat (100kDa) yang memediasi pengikatannya dengan reseptor sel saraf dan masuknya kedalam sel, sedangkan rantai ringan (50kDa) berperan dalam memblokir pelepasan neurotrasmiter. (3) 1

Upload: wy-wawan-lismana

Post on 30-Jun-2015

167 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: TETANUS

TETANUS

1. ETIOLOGI

Tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani, bakteri ini merupakan basil gram

positif yang bersifat anaerob obligat, berbentuk batang lurus, ramping, panjangnya 2-

5 mikron dan lebarnya 0,4-0,5 mikron, dan dapat membentuk spora. Spora dari C.

tetani resisten terhadap sinar matahari, antiseptik, phenol dan agen kimia lainnya

serta bertahan pada autoclave pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15 menit.

Bakteri ini hidup di tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang.

C. tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan tetanolisin.(1)(2)(3)

Tetanospamin bersifat neurotoksik, toksin ini mula-mula akan menyebabkan kejang

otot dan saraf perifer setempat. Perkiraan dosis mematikan minimal dari kadar toksin

(tenospamin) adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan. Tetanospamin

merupakan rantai polipeptida, ketika terjadi autolisis rantai ini dilepaskan membentuk

heterodimer yang terdiri dari rantai berat (100kDa) yang memediasi pengikatannya

dengan reseptor sel saraf dan masuknya kedalam sel, sedangkan rantai ringan

(50kDa) berperan dalam memblokir pelepasan neurotrasmiter.(3) Sedangkan

tetanolisin merupakan toksin yang dapat merusak jaringan yang masih hidup dan

mengoptimalkan kondisi untuk multiplikasi bakteri.(4)

2. EPIDEMIOLOGI

Tetanus merupakan penyakit yang terjadi hampir diseluruh dunia terutama negara-

negara yang beriklim tropis dan negara berkembang. Tetanus terjadi secara sporadis

dan menimpa individu yang mempunyai sistem imun yang lemah, individu dengan

imunitas parsial, dan bahkan individu yang imunitasnya normal akan tetapi gagal

mempertahankan sistem imun tubuhnya. Umumnya penyakit ini terjadi di daerah

pedesaan yang sebagin besar penduduknya petani. Pada negara-negara yang gagal

menjalankan program imunisasi yang komperhensif, tetanus terutama terjadi pada

neonates dan anak-anak. The World Health Organization (WHO) memperkirakan

1

Page 2: TETANUS

bahwa pada tahun 1999, terdapat setidaknya 377.000 kematian akibat tetanus,

kebanyakan terjadi pada masa neonatus.(1) Angka tersebut tersebar terutama di

negara-negara berkembang. Negara-negara maju penyakit tetanus jarang dijumpai. Di

Amerika sendiri kasus tetanus sebagian besar terjadi akibat trauma akut seperti luka

tusuk, abrasi atau laserasi. Trauma atau luka baik luka yang berat atau ringan jika

tidak ditangai secara benar bisa menyebabkan tetanus. Pada tahun 1940an dilaporkan

kejadian kasus tetanus 300 sampai 600 per tahun di Amerika Serikat. Akan tetapi

sejak tahun 1976 kurang dari 100 kasus dilaporkan setiap tahun .(3)

Penyakit tetanus ini terjadi paling tinggi pada usia tua. Di Amerika dilakukan survey

serologis skala luas terhadap antibodi tetanus dan difteri pada tahun 1988-1994

menunjukkan 91% anak-anak usia 6-12 tahun terlindungi terhadap tetanus, persentase

tersebut menurun seiring bertambahnya usia, hanya 30% individu umur 70 tahun

keatas yang memiliki antibodi yang adekuat.(3)

3. PATOGENESIS

Penyakit tetanus terjadi melalui kontaminasi luka, baik luka terbuka, luka bakar, luka

bekas operasi dan pada bayi dapat melalui tali pusar. Kondisi anaerob pada jaringan

nekrotik semakin mendukung terjadinya infeksi bakteri C. tetani yang menyebabkan

penyakit tetanus ini.(3)(5) Bakteri C. tetani saat menginfeksi jaringan mengeluarkan 2

jenis toksin, yaitu tetanospamin dan tetanolisin. Tetanolisin merupakan toksin yang

dapat merusak jaringan yang masih hidup dan mengoptimalkan kondisi untuk

multiplikasi bakteri.(4)

Tetanospamin merupakan toksin yang dikeluarkan oleh baktri C. tetani yang bersifat

neurotoksin. Tetanospamin merupakan protein yang massa molekul 150kDa yang

dapat membelah menjadi rantai berat (100kDa) dan ringan (50kDa). (7) Toksin ini

mungkin mencangkup 5 % dari berat bakteri itu sendiri. Pada rantai berat ujung

karbosilnya berikatan pada membran saraf dan ujung aminonya memfasilitasi untuk

masuk ke dalam sel. Sedangkan rantai ringan mencegah pelepasan neurotransmiter

2

Page 3: TETANUS

dari presinap. Kemudian tetanospamin akan tersebar dan terikat pada GD1b dan

GT1b pada membran ujung saraf lokal. (3)( 4)

Tetanospamin rantai ringan membelah sinaptobrevin yang merupakan protein

membran yang diperlukan untuk pengeluaran neurotransmiter. (3)(4) Toksin ini dapat

menyebrangi sinapsis untuk mencapai presinaptik, untuk memblokir pelepasan

neurotransmiter inhibitor yaitu glisin dan asam aminobutirik (GABA). (7) Interneuron

yang menghambat neuron motorik alfa yang pertama kali dipengaruhi, selain itu

neuron motorik juga dipengaruhi dengan cara yang sama dan pelepasan asetilkolin ke

dalam celah neuromuskuler dikurangi. (3)(6)

Tidak terkendalinya aliran eferen dari saraf motorik akan menyebabkan spasme

muskuler dan kekakuan. Reflek inhibisi dari kedua kelompok otot antagonis hilang,

sedangkan otot-otot agonis dan antagonis berkontraksi secara multan. Spasme otot

dapat menyebabkan nyeri dan dapat menyebabkan fraktur atau rupture tendon. Otot

rahang, wajah dan kepala pertama kali terpengaruh karena aksonnya pendek. (3)( 4)

4. MANIFESTASI KLINIK

Secara umum masa inkubasi dari infeksi bakteri C. tetani 4-10 hari, tetapi bisa lebih

pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu ). Penyakit ini khas ditandai

dengan adanya tonik pada otot, yang biasanya dimulai dari daerah sekitar perlukaan.

Secara bertahap kejang tersebut akan melibatkan semua otot seran lintang sehingga

akan terjadi kejang tonik.(2)(6) Adanya rangsangan dari luar dapat memacu timbulnya

kekejangan. Kejang dapat bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap

selama 5-7 hari. Pada awalnya ketegangan terjadi terutama pada daerah rahang dan

leher, kemudian timbul gejala kesulitan dalam membuka mulut Kemudian

kekejangan otot berlanjut ke kaku kuduk, spasme otot muka dengan gambaran alis

tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat, lengan

kaku dan biasanya kesadaran tetap baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat,

dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna

vertebralis ( pada anak ).(6)

3

Page 4: TETANUS

Tetanus dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu tetanus generalisata, tetanus neonatrum,

tetanus lokal dan tetanus sefalik.(7) Tetanus generalisata atau tetanus umum

merupakan tetanus yang bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul

mendadak, trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai, timbul secara

mendadak dengan kaku kuduk, mudah tersinggung, gelisah dan sakit kepala

merupakan manifestasi awal. Trismus yang menetap dapat menyebabkan ekspresi

wajah berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut

menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan

opistotonus. Selain itu dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan

aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada

dalarn kesadaran penuh.(2)(3)(6)

Tetanus neonatrum merupakan tetanus pada bayi baru lahir yang mempunyai gejala

yang sama dengan tetanus umum, tetapi dapat berefek fatal jika tidak diterapi.

Tetanus ini terjadi pada saat persalinan yang tidak steril menggunakan alat-alat yang

terkontaminasi oleh bakteri C. tetani terutama saat pemotongan tali pusar.(3)(6) Gejala

awal muncul saat 2 minggu awal kehidupan bayi, ditandai dengan kesulitan dalam

menyusui,iritabilitas dan spasme.(3)

Tetanus lokal merupakan tetanus yang ditandai dengan rasa nyeri dan spasme otot

terbatas pada daerah sekitar luka. Gejalanya dapat bertahan berbulan-bulan tetapi

hanya bersifat ringan. Tetanus ini dapat menjadi tetanus umum namun dalam bentuk

yang ringan dan jarang menimbulkan kematian.(2)(3)(6)

Tetanus sefalik merupakan tetanus yang jarang dijumpai, biasanya terjadi akibat luka

di kepala dan otitis media kronik.(2)(3)(6) Masa inkubasinya hanya 1-2 hari, dijumpai

trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, disfagia dan paralisis otot

ekstraokular dapat terjadi. Biasanya prognosisnya buruk.(3)

5. DIAGNOSIS

4

Page 5: TETANUS

Untuk mendiagnosis tetatus dapat dilihat dari gejala-gejala klinis yang khas terjadi.

Diagnosis awalnya ditegakkan dari menganamesa pasien untuk mengetahui penyebab

terjadinya tetanus, seperti luka, trauma, infeksi dan mendapatkan gejala spesifik yang

dialami pasien.(5) Dari pemeriksaan fisik dapat dilihat adanya kejang tetani, trismus,

dispagia, risus sardonicus, dan biasanya ketegangan awalnya terjadi pada daerah

mulut dan leher. Tes laboratorium dapat dilakukan dengan mengkultur secret luka

untuk menemukan bakteri C. tetani, tetapi sulit sekali mengisolasi bakteri ini. Tes lab

yang lainya seperti SGOT, CPK meninggi, dijumpai myoglobinuria, leukosit

meningkat, pemeriksaan cairan cerebrospinal menunjukkan hasil yang normal, enzim

otot meningkat dan elektomyogram mungkin menunjukkan impuls unit-unit motorik.(2)(3)(6)

Diagnosis banding dapat berupa meningitis yaitu kejang yang terjadi, namun dapat

dibedakan berdasarkan hasil tes cairan serebrospinal. Trismus dapat pula terjadi pada

argina yang berat, abses retrofaringeal, abses gigi yang hebat dan pembesaran

kelenjar getah bening leher. Kondisi lain yang mungkin sama dengan tetanus seperti

rabies, ensefalitis dan proses intraabdominal akut.(2)(3)(6)

6. TERAPI

Terapi dilakukan untuk menghilangkan organismenya agar tidak mengeluarkan toksin

lebih lanjut, menghilangkan toksin yang ada dalam tubuh, dan menghilangkan efek

toksin yang telah terikat pada sistem saraf pusat.(3) Penatalaksaan umum dari penyakit

ini yaitu dengan merawat luka dengan baik, bersihkan dengan hati-hati dan dilakukan

debridemen (eksisi jaringan nekrotik) secara menyeluruh, irigasi luka, kompres luka

dengan hidrogen peroksida (H2O2), disekitar luka disuntikkan ATS, pemberiaan

antibiotika dapat dilakukan untuk membunuh bakterinya, pernafasan buatan atau

oksigen dan trachcostomi bisa diberikan bila diperlukan.(3)

Antibiotika

Pemberiaan antibiotika dimaksudkan untuk menghilangkan bakteri. Dapat diberikan

penisilin dengan dosis 1,2juta unit / hari selama 10 hari intramuskular, dosis pada

5

Page 6: TETANUS

anak-anak 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam intramuskular diberikan selama 7-10 hari.(2)(6)

Jika penisilin menunjukkan efek antagonis terhadap GABA, dapat diberikan

metronidazol dengan dosis 500 mg tiap 6 jam atau 1 gr setiap 12 jam. Bila pasien

alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin, tetrasiklin, klorafenikol dan

klidamisin.(3)

Antitoksin

Antitoksin diberikan dengan maksud untuk menghilangkan efek toksin yang beredar

di dalam tubuh. Immunoglobulin tetanus manusia (TIG) segera diberikan dengan

dosis 3000-6000 unit intramuscular.(2)(3)(6) Antitoksin dari hewan dapat diberikan jika

tidak ada TIG dengan dosis 2000 unit dicampur dengan 200 cc NaCl fisiologis

intravena dan 2000 unit secara intramuskular pada daerah sebelah luar.(2)(6)

Tetanus toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) pertama kali diberikan secara intramuskular

bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda. Tetanus

toksoid harus dilanjutkan pemberiaannya sampai imunisasi dasar terhadap tetanus

selesai diberikan.( 2)(6)

Antikonvulsan

Antikonvulsan diberikan untuk menghilangkan kejang klonik yang hebat, muskular

dan laryngeal spasme beserta komplikasinya.(6)

JENIS ANTIKONVULSAN

Jenis Obat Dosis Efek Samping

Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Stupor, Koma

Berat badan / 4 jam (IM)

Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada

Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi

Fenobarbital 50-100 mg/ 4 jam (IM) depresi pernapasan

Sumber :Tetanus Dr. KIKING RITARWAN

6

Page 7: TETANUS

7. PENCEGAHAN

Seorang pasien tetanus yang sudah sembuh kemungkinan dapat terinfeksi lagi jika

terpapar bakteri untuk kedua kalinya karena toksin yang masuk ke dalam tubuh tidak

mampu merangsang tubuh untuk membuat antitoksinnya.(6) Untuk itu diperlukan

pemberiaan vaksinasi toksoid baik pada pasien maupun intividu sehat. Imunisasi

dapat diberikan sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi

aktif( DPT atau DT ). Selain itu jika terjadi luka hendaknya dirawat dengan baik

untuk mencegah infeksi bakteri C. tetani.(2)(3)(6)

8. PROGNOSIS

Angka kematian akibat tetanus masih tinggi di negara berkembang. Tetapi dengan

penanganan ICU yang baik angka kematian dapat dikurangi.(3) Masa inkubasi, onset,

dan umur pasien merupakan indikator penting untuk menentukan prognosis pasien.

Pasien tetanus dengan gejala trismus dan spasme otot ringan biasanya sembuh dengan

baik. Pasien dengan trismus, dhyspagia, kejang, dan spasme otot intermiten biasanya

prognosisnya lumayan baik. Sedangkan prognosisnya buruk terjadi bila pasien

dengan konvulsi dan terjadinya gagal napas.(7)

RINGKASAN

Penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang menghasilkan 2

eksotosin yaitu tetanospamin bersifat neurotoksik dan tetanolisin merupakan toksin

yang dapat merusak jaringan yang masih hidup . Tetanus terjadi secara sporadis dan

menimpa individu yang mempunyai sistem imun yang lemah, individu dengan

imunitas parsial, dan bahkan individu yang imunitasnya normal akan tetapi gagal

mempertahankan sistem imun tubuhnya. Penyakit tetanus terjadi melalui kontaminasi

luka, baik luka terbuka, luka bakar, luka bekas operasi dan pada bayi dapat melalui

tali pusar. Secara umum masa inkubasi dari infeksi bakteri C. tetani 4-10 hari tetapi

bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu ).

7

Page 8: TETANUS

Penyakit ini khas ditandai dengan adanya tonik pada otot, yang biasanya dimulai dari

daerah sekitar perlukaan. Tetanus dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu tetanus

generalisata, tetanus neonatrum, tetanus lokal dan tetanus sefalik. Untuk

mendiagnosis tetanus dapat dilihat dari gejala-gejala klinis yang khas terjadi. Terapi

dilakukan untuk menghilangkan organismenya agar tidak mengeluarkan toksin lebih

lanjut, menghilangkan toksin yang ada dalam tubuh, dan menghilangkan efek toksin

yang telah terikat pada sistem saraf pusat. Dalam terapi dapat diberikan antibiotika,

antitoksin, tetanus toksoid, dan antikonvulsan. Untuk mencegah penyakit tetanus

diperlukan pemberiaan vaksinasi toksoid baik pada pasien maupun intividu sehat.

Angka kematian akibat tetanus masih tinggi di negara berkembang. Tetapi dengan

penanganan ICU yang baik angka kematian dapat dikurangi

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2008. CLOSTRIDIUM TETANI. http://www.tiberias.or.id/main.php?id=49. Diakses tanggal 26 November 2009

2. Arditayasa, I Wayan. 2008. CLOSTRIDIUM TETANI. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/i-wayan-arditayasa-078114135.pdf. diakses tanggal 26 November 2009

8

Page 9: TETANUS

3. Aru W. Sudoyo, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FakultasKedokteran Universitas Indonesia

4. Cook, Protheroe & Handel. 2001. Tetanus: a review of the literature. Br J Anaesth 2001;87: 177 87

5. Ratihrochmat. 2008. TETANUS. http://ratihrochmat.wordpress.com/2008/06/. Diakses tanggal 26 November 2009

6. Ritarwan, Kiking. 2008. Penyakit Saraf.

http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking2.pdf. diakses tanggal 26

November 2009

7. Sherwood L. Gorbach, MD, et al. 2004. Infectious Disease Third Edition. USA: Lippincott William and Wilkins

9