tesis wewenang auditor badan pengawasan …

115
i TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN MENGUNGKAP KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DIWILAYAH HUKUM KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI SELATAN DAN BARAT FINANCIAL SUPERVISION AUTHORITY BOARD AND AUDITOR OF STATE IN THE REVEAL ANY FINANCIAL CRIME CORRUPTION JURISDICTIONS SOUTH AND WEST REGIONAL POLICE Oleh: IRYANA ANWAR P09.0221.0003 KONSENTRASI HUKUM PIDANA PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

Upload: others

Post on 25-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

i

TESIS

WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN MENGUNGKAP KERUGIAN

KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DIWILAYAH HUKUM KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI

SELATAN DAN BARAT

FINANCIAL SUPERVISION AUTHORITY BOARD AND

AUDITOR OF STATE IN THE REVEAL ANY FINANCIAL

CRIME CORRUPTION JURISDICTIONS SOUTH AND WEST

REGIONAL POLICE

Oleh:

IRYANA ANWAR

P09.0221.0003

KONSENTRASI HUKUM PIDANA PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2012

Page 2: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

ii

Page 3: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

iii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kepada Allah, SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya kepada penulis sehingga tesis yang berjudul “ Wewenang

Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

Mengungkap Kerugian Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi

di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat”

dapat terselesaikan.

Berbagai hambatan yang dialami Penulis sejak penyusunan

proposal hingga rampungnya tesis ini, namun dengan ketabahan dan

kesabaran penulis, seiring dengan bantuan bimbingan dan arahan komisi

pembimbing sehingga semua hambatan dan rintangan baik dari suguhan

materi penelitian maupun teknis penulisan dapat diatasi dengan baik.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa penyelesaian tesis

ini dapat terlaksana adalah berkat bantuan dan dorongan dari berbagai

pihak dan oleh karena itu saya pada kesempatan ini ingin mengucapkan

terima kasih dan hormat yang sebesar-besarnya atas segala perhatian,

bantuan, bimbingan, arahan yang diberikan oleh Komisi Pembimbing

yakni Bapak Prof. Dr. H. M. Djafar Saidi, S.H., M.H. dan Bapak Prof. Dr.

H. M. Said Karim, S.H.,M.H. sebagi sekretaris komisi pembimbing. Selain

itu penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih dan penghargaan

Page 4: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

iv

kepada yang terhormat Bapak Akp. H. Mas‟ud, S.sos. sebagai kanit

Tipikor Dir.III Reskrimsus Polda Sulawesi Selatan., Bapak Joko Suprianto,

S.E., Ak. Sebagai Kabid Investigasi BPKP Perwakilan Sulawesi selatan,

dan juga bapak Suganda, S.E.. Bapak Hadi Suyatno, S.E. selaku Kasi

Kepegawaian yang selalu membantu atas kelengkapan data yang saya

butuhkan selama penelitian. Orang tuaku, saudaraku tercinta, dan juga

keluarga besarku yang senantiasa memanjatkan doa, dan memberi

dorongan, nasehat sehingga penulis tabah, sabar, dalam menyelesaikan

tesis ini. Teman-teman seperjuanganku yang tidak dapat saya sebut satu-

persatu namanya di Pascasarjana Unhas terima kasih atas motivasinya.

Atas segala bantuannya yang telah diberikan, maka penulis mengucapkan

terima kasih dan memohon kepada Allah SWT, agar bantuan tersebut

dapat bernilai ibadah.

Makassar, Juni 2012

Iryana Anwar

Page 5: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

v

ABSTRAK

IRYANA ANWAR, Wewenang Auditor Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan ( BPKP ) Mengungkap Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah (POLDA) Sulawesi Selatan (dibimbing oleh M. Djafar Saidi dan M. Said Karim ).

Penelitian ini bertujuan megetahui, hubungan kewenangan kerja antara Auditor BPKP provinsi Sulawesi Selatan dengan Institusi kepolisian Polda Sulawesi selatan, kedudukan hukum hasil audit auditor BPKP dihubungkan dengan alat bukti dalam hukum acara pidana, serta faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan audit auditor BPKP perwakilan Provinsi Sulawesi selatan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bersumber dari data sekunder yaitu, bahan hukum primer, sekunder, tersier, dan untuk mendukung data sekunder maka digunakan teknik wawancara kepada penyidik Institusi kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Barat, dan Auditor BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan Barat.

Hasil penelitian menunjukkan wewenang kerja antara Auditor BPKP perwakilan Provinsi Sul-Selbar dan Institusi Kaepolisian Daerah Sul-Selbar hanya berdasarkan permintaan bantuan untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan dan perekonomian Negara yang dilandasi dalam kesepakatan kerjasama atau Memorandum of Understanding (MOU) diantara Institusi Polri dan BPKP, sehingga disimpulkan BPKP perwakilan Sulawesi Selatan memang memiliki peranan dalam mengungkap adanya indikasi tindak pidana korupsi namun kewenangan yang dimiliki BPKP hanya berdasar pada hubungan permintaan penghitungan kerugian keuangan Negara dan atau perekonomian negara diwilayah hukum Polda sul-sel, dimana apabila laporan hasil audit dari auditor BPKP perwakilan Sulawesi Selatan menyatakan sudah terdapat kerugian negara maka Penyidik Polri Polda meningkatkan tahap penyelidikan ke tahap Penyidikan untuk melakukan serangkaian tindakan penyidikan, namun apabila laporan hasil audit yang diterbitkan Auditor BPKP perwakilan Sulawesi Selatan menyatakan tidak ada kerugian Negara maka penyelidikan akan dihentikan dengan kesimpulan bukan merupakan tindak pidana korupsi.

Kata Kunci : Wewenang, BPKP, Tindak Pidana Korupsi

Page 6: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

vi

ABSTRACT

IRYANA ANWAR, the Authority Auditor Financial and Development

Supervisory Agency (BPKP) Disclose Financial Loss In State of Corruption

in Police Jurisdiction Regional Police (POLDA) South Sulawesi ( guided by

M. Djafar Saidi and M. Said Karim )

This study aims to know, the authority relationship between the work of

South Sulawesi province BPKP Auditor with the Institute for South

Sulawesi police the police, the legal position of auditor BPKP audit results

associated with the evidence in the criminal procedure law, as well as

constraints in the implementation of the audit the auditor BPKP

representatives southern Sulawesi province.

The research was done using descriptive analysis method, using data

collection techniques are derived from secondary data, primary legal

materials, secondary, tertiary, and secondary data to support the use of

interviewing techniques to investigators South Sulawesi Regional Police

Institute, and representatives Auditors BPKP South Sulawesi.

The results showed that the authorized representatives of labor between

the Auditor BPKP-cell Sul Province and Regional Institutions Kaepolisian

Sul-cell based solely on the request for assistance to perform the

calculation of financial losses and the State's economy is based in an

agreement or Memorandum of Understanding (MOU) between the Police

and BPKP Institutions , so it is concluded BPKP South Sulawesi

representative does have a role in exposing an indication of corruption, but

the authority is BPKP demand relationship is based solely on the

calculation of financial losses and the State or region of the country's

economy sul-law police cell, where an audit report of the auditor BPKP

representatives of South Sulawesi stated there have been losses to the

state police Investigator Police then improve the investigation stage to the

stage of investigation to conduct a series of investigative actions, but if the

audit reports issued by the Auditor BPKP South Sulawesi representative

stated there was no loss to the State then the investigation will be

terminated with the conclusion is not a criminal corruption.

Keywords: Authority, BPKP, Corruption

Page 7: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ ii

KATA PENGANTAR ............................................................................ iii

ABSTRAK ............................................................................................ iv

ABSTRACT .......................................................................................... v

DAFTAR ISI ......................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................... 11

C. Tujuan Penelitian ............................................................ 12

D. Kegunaan Penelitian ....................................................... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendekatan Teori Hukum .............................................. 14

1. Teori Pembagian Kekuasaan .................................. 17

2. Teori Sistem Peradilan Pidana ................................ 16

B. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) ........................................................................... 20

C. Tindak Pidana Korupsi Dalam Undang-Undang Nomor

31 Tahun 1999 Sebagaimana Telah Diubah Dengan

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.......................... 28

D. Kerugian Negara ............................................................. 33

E. Keuangan Negara .......................................................... 34

F. Sistem Pembuktian ........................................................ 36

Page 8: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

viii

G. Kerangka Pikir ............................................................... 41

H. Defenisi Operasional .................................................... 44

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian ............................................................. 46

B. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan ....................... 46

C. Jenis Dan Sumber Data ................................................ 47

D. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 49

E. Teknik Analisa Data ........................................................ 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan kewenangan Kerja antara BPKP

Perwakilan Sulawesi selatan dengan Institusi

Kepolisian Daerah dalam Indikasi Tindak Pidana

Korupsi ......................................................................... 50

a. Gambaran Umum Wilayah Hukum Polda Sulawesi

Selatan Barat .......................................................... 50

b. Gambaran Umum Wilayah Kerja BPKP Perwakilan

Sulawesi Selatan Barat .......................................... 51

c. Kewenangan Penyidik Polri dalam Penanganan

Tindak Pidana Korupsi sebagai sub-Sistem

Peradilan Pidana .................................................... 53

d. Tugas, Fungsi, dan Wewenang BPKP ................... 59

e. Kerjasama Penyidik Polri Kepolisian Daerah

Sulawesi Selatan Dengan BPKP Perwakilan

Sulawesi Selatan Barat ......................................... 64

1. Permintaan Bantuan Audit Penghitungan Kerugian

Negara .............................................................. 64

2. Permintaan bantuan Audit Investigatif ............... 65

B. Kedudukan Hukum Hasil Audit BPKP Terhadap

Indikasi Kerugian Negara Dihubungkan Dengan

Page 9: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

ix

Sistem Pembuktian ..................................................... 80

a. Karakteristik Bukti Audit .......................................... 86

b. Hasil Audit sebagai Alat Bukti Surat ....................... 85

c. Hasil Audit sebagai Alat Bukti surat Dengan

Keterangan

Ahli ......................................................................... 93

C. Faktor-Faktor yang menjadi Kendala Dalam Pelaksanaan

Audit Auditor BPKP ...................................................... 96

a. Faktor Eksternal ..................................................... 96

b. Faktor Internal ........................................................ 98

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................... 103

B. Saran ........................................................................ 104

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terwujudnya penyelenggaraan negara yang bersih merupakan

salah satu tuntutan yang penting di era reformasi ini. Hal itulah yang

kemudian melandasi semangat para anggota MPR di awal era

reformasi, dalam melahirkan ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998

tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme.1

Sebagai bentuk pelaksanaanya kemudian diberlakukan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, untuk

mendukung pelaksanaan Undang-Undang tersebut, telah pula

ditetapkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah

diubah menjadi Undang- Undang No. 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menggantikan Undang-

Undang korupsi yang telah ada yaitu Undang-undang Nomor 3 Tahun

1971 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan

kebutuhan masyarakat di era reformasi.2

Untuk dapat mencapai good governance maka salah satu hal

yang harus dipenuhi adanya transparansi atau keterbukaan dan

1 Bachrul Amiq, Aspek Hukum Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah, Yogyakarta,

2010 .

2 Ibid. Hlm. 2

Page 11: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

2

akuntabilitas dalam berbagai aktivitas baik aktivitas sosial, politik,

ekonomi dan penegakan hukum.

Beberapa kelemahan dalam proses tercapainya good

governance selama ini, diantaranya adalah tingginya perbuatan

korupsi yang terjadi. Korupsi sangat merajalela terutama dikalangan

birokrasi pada instansi publik atau lembaga pemerintah baik

departemen maupun bukan departemen. Korupsi biasanya yang

terjadi disertai dengan tindakan kolusi, dan nepotisme. Kemudian di

Indonesia dikenal dengan nama istilah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

(KKN).

Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC)

menyebutkan Indonesia mencetak nilai 9,07 dari angka 10 sebagai

negara paling korup 2010. Indonesia mendapat citra semakin

memprihatinkan dalam hal tindakan korupsi. Pada tahun 2008,

Indonesia menduduki posisi ke-3 dengan nilai tingkat korupsi 7.98

setelah Filipina (tingkat korupsi 9.0) dan Thailand (tingkat korupsi 8.0).

Angka tingkat korupsi Indonesia semakin meningkat ditahun 2009

dibanding tahun 2008. Pada tahun 2009, Indonesia „berhasil‟

menyabet prestasi sebagai negara terkorup dari 16 negara Asia

Tenggara dari Political and Economic Risk Consultancy (PERC)

2009. Indonesia mendapat nilai korupsi 8.32 disusul Thailand

(7.63), Kamboja (7,25), India (7,21) and Vietnam (7,11), Filipina

(7,0). Sementara Singapura (1,07) , Hongkong (1,89), dan Australia

Page 12: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

3

(2,4) menempati tiga besar negara terbersih, meskipun ada dugaan

kecurangan sektor privat. Sementara Amerika Serikat menempati

urutan keempat dengan skor 2,89.3

Jadi, dari data Political and Economic Risk Consultancy (PERC)

2010, maka dalam kurun 2008-2010, peringkat korupsi Indonesia

meningkat dari 7.98 (2008.), 8.32 (2009) dan naik menjadi 9.07 (2010)

dibanding dengan 16 negara Asia Pasifik lainnya. ini bukanlah hal

yang mengejutkan.4

Tabel 1. : Indeks hasil survei PERC tentang Tingkat Korupsi

Indonesia.

NO. TAHUN INDEKS

1.

2.

3.

4.

5

2006

2007

2008

2009

2010

2,4

2,3

7,98

8,32

9,07

Sumber :Survei PERC 2010 : Indonesia Negara Terkorup http:///file Memalukan Indonesia Negara terkorup PERC 2010. Diakses tanggal 22 Juli 2011

3 Surya Santana ” Memalukan Indonesia Sebagai Negara Terkorup “

file:///C:/Users/Surya%20Santana/Downloads/Memalukan%E2%80%A6%20Indonesia%20Negara%20Terkorup%20Asia%20Pasifik%20%C2%AB%20Nusantaraku.htm. Diakses tgl 22 Juli 2011.

4 Ibid.

Page 13: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

4

Untuk dapat memberantas korupsi sehingga upaya good

governance dapat lebih cepat tercapai sepertinya tidaklah mudah

perlu adanya dukungan dan upaya dari berbagai pihak, diperlukan

adanya komitmen dan integritas dari berbagai pihak yang terkait

dengan upaya pemberantasan korupsi.

Pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan melalui tindakan

preventif dan tindakan represif. Peran Aparat pengawasan

pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditekankan kepada

tindakan preventif, tanpa mengabaikan peran melalui tindakan

represif.

Tindakan preventif, dilaksanakan melalui pengawasan internal

pemerintah dilaksanakan melalui: audit kinerja, monitoring, evaluasi,

reviuw, konsultasi, Sosialisasi dan asistensi (bimbingan teknis).5

Kegiatan ini menghasilkan rekomendasi kepada pimpinan

instansi pemerintah dan unit kerja yang bersifat memperbaiki sistem

pengendalian intern (organisasi, perencanaan, kebijakan, dan reviwe

intern), penyempurnaan metoda pelaksanaan kegiatan dan koreksi

secara langsung atas penyimpangan yang dijumpai dilapangan.

Tindak lanjut atas rekomendasi kegiatan pengawasan ini merupakan

langkah yang efektif untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Kegiatan konsultasi, sosialisasi dan asistensi bertujuan meningkatkan

5 Yuhendra , Peningkatan Peran Pengawas Dalam Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.

Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan. Sub. Rolap. 2011. hlm. 2

Page 14: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

5

kapasitas obyek pengawasan dalam pelaksanaan tugas, terutama

dalam hal yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan

dan administrasi keuangan.6

Tindakan represif, dilaksanakan melalui pemberian rekomendasi

kepada pimpinan instansi pemerintah, berupa sanksi sehubungan

dengan adanya temuan terjadinya tindak pidana korupsi atau kerugian

negara melalui audit. Selain itu rekomendasi kepada pimpinan instansi

pemerintah dapat berupa pelimpahan hasil audit kepada aparat

penegak hukum apabila terjadi tindak pidana korupsi.7

Peranan Polri sebagai penyidik pada criminal justice system

tindak pidana korupsi pada hakikatnya merupakan fungsionalisasi

hukum dari hukum pidana itu sendiri artinya Institusi Kepolisian sangat

memegang peranan yang penting dalam suatu penegakan hukum.

Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa fungsionalisasi hukum pidana

dapat berfungsi beroperasi atau bekerja dan terwujud secara nyata.

Fungsionalisasi hukum pidana identik dengan operasionalisasi atau

konkretisasi hukum pidana, yang hakikatnya sama dengan penegakan

hukum8.

Fungsionalisasi Hukum pidana terhadap peran Institusi Polri hal

yang sangat urgen adalah mengenai kedudukan penyidik Polri dalam

mengungkapkan suatu tindak pidana termasuk salah satunya tindak

6 Ibid.

7 Ibid.

8 Barda Nawawi Arief, Teori-teori Kebijkan Pidana, bandung, Alumni, 1994, hlm. 157.

Page 15: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

6

pidana korupsi yang merupakan persoalan besar dan ruwet yang

dihadapi oleh negara kita saat ini.9

Dari segi tingkat kemampuan dari sumber daya manusia polisi

itu sendiri juga terbatas, untuk itu perlu adanya alat bukti dalam

mengungkap indikasi adanya kerugian negara terhadap tindak pidana

korupsi itu sendiri, maka dalam hal ini Penyidik Polri membutuhkan

lembaga lain yang berkompeten dalam melakukan tugas audit. Dan

salah satu lembaga yang memiliki kompetensi dibidang auditor

tersebut adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP).

Sejak diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983

tanggal 30 Mei 1983. Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan

Negara (DJPKN) ditransformasikan menjadi Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebuah lembaga pemerintah

non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab

langsung kepada Presiden. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya

Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah

diperlukannya badan atau lembaga pengawasan yang dapat

melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami

kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi

obyek pemeriksaannya. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983

9 Wantjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi Dan Suap, Jakarta, Ghalia Indonesi,1971, hlm 1

Page 16: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

7

tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah telah meletakkan struktur

organisasi BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)

sesuai dengan proporsinya dalam konstelasi lembaga-lembaga

Pemerintah yang ada. BPKP dengan kedudukannya yang terlepas

dari semua departemen atau lembaga sudah barang tentu dapat

melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan objektif.

Tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103

tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan

Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen

sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan

Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52 disebutkan, Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mempunyai

tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan

keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan.10

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

memiliki kedudukan sebagai auditor internal pemerintah yang

memperoleh amanah dalam hal lembaga yang berwenang memeriksa

dan mengevaluasi kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah.11

Korupsi paling banyak ditemukan dalam pengadaan barang dan

jasa pemerintah. Salah satunya karena jumlah anggaran untuk

pengadaan barang dan jasa memang selalu besar setiap tahunnya,

10 BPKP. Profil Organisasi. http:///www.goegle.bpkp html. Diakses tanggal 15 juli 2008.

11

Ibid.

Page 17: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

8

yakni sekitar 10% dari anggaran pengadaan barang dan jasa itu setiap

tahunnya selalu rawan, audit yang dilakukan Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang temuannya terdapat

indikasi merugikan Negara. Apabila hal tersebut sudah memenuhi

salah satu unsur korupsi dimana perbuatan tersebut terdapat unsur

melawan hukum dan unsur merugikan keuangan Negara atau

perekonomian Negara. Jadi tinggal mencari apakah pada perbuatan

tersebut terdapat unsur sebagaimana disebutkan sebelumnya.

Kepolisian selalu menindak lanjuti laporan hasil audit investigativ

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kasus

korupsi menjadi prioritas pengusutan kepolisian, jika ditemukan alat

bukti maka akan segera diproses.12

Audit investigatif dalam tindak pidana korupsi sebenarnya

bukan merupakan domain Badan Pengawasa Keuangan dan

Pembangunan (BPKP). Kewenangan audit investigatif secara atributif

ada pada BPK sebagaimana dalam Undang-undang No. 1 Tahun

2004 Tentang Perbendaharan Negara, Undang-Undang No. 15 Tahun

2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara, dan juga Undang-undang No. 15 tahun 2006

Tentang Badan Pemeriksaan Keuangan.

Dalam Undang-undang No.15 tahun 2004 Tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara diatur mengenai

12 Ibid.

Page 18: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

9

kewenangan Badan Pengawas Keuangan Negara yang dapat

melaksanakan audit Investigatif guna mengungkap adanya indikasi

kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana, dan apabila dalam

pemeriksaan ditemukan unsur pidana maka Badan Pemeriksa

Keuangan harus segera melaporkan hal tersebut kepada instansi

yang berwenang13

Sebagai suatu sisi yang melakukan pembahasan tentang

hubungan kerja antara pihak Kepolisian Daerah (Polda) dengan

Badan Pengawasa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan

Sulawesi Selatan Hasil audit investigatif di wilayah hukum Provinsi

Sulawesi Selatan. Jumlah Pelaksanaan audit sesuai dengan

permintaan penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan

pada tahun 2010 adalah sebanyak 13 kasus yang ditangani dan total

kerugian negara sebanyak Rp. 8.279.793.883,31. Dalam Kurung

waktu 2010 ini, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) juga mengklaim telah berhasil mendorong optimalisasi

anggaran daerah Rp. 79.600.314.194,25 peningkatan yang cukup

banyak dari tahun 2009 sebesar Rp. 63.211.594.394,25.14

Sehubungan dengan peranan polri sendiri sebagai penyidik

pada tindak pidana korupsi khususnya diwilayah hukum Sulawesi

Selatan Kepolisian daerah (POLDA) selain bertugas menyelidiki

13

Pasal 13 dan 14 UU. No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

14 BPKP, Laporan Akuntabilitas Kinerja Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan Tahun

2010

Page 19: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

10

adanya perbuatan koruptor oleh oknum-oknum tertentu dibantu oleh

auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan, dimana hasil audit investigasi

yang dilakukan oleh auditor Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) juga berfungsi sebagai alat bukti bagi penyidik

Polri, yang berupa surat-surat yang menjelaskan tentang telah

terjadinya suatu tindak pidana korupsi. Selain hasil audit yang dapat

dijadikan sebagai alat bukti auditor Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan (BPKP) pun juga dapat diminta keterangannya

untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti.

Dari penjabaran tersebut diatas memberikan gambaran

kenyataan bahwa kerjasama antara Institusi Kepolisian dengan Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) amat sangat

penting khususnya dalam menemukan sebuah kebenaran adanya

perbuatan korupsi yang merugikan keuangan negara terhadap tindak

pidana korupsi yang marak terjadi dalam masyarakat.

Banyak hal bagi penulis sangat tertarik untuk mengadakan

Penelitian ini diantaranya penulis ingin melihat bagaimana bentuk

hubungan kewenangan kerja antara Kepolisian dan Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) karena, beberapa

kasus menggambarkan suatu fakta akan pentingnya adanya

koordinasi yang harus dibangun antar Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan (BPKP) dengan Kepolisian karena seringkali ada

Page 20: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

11

kesan bahwa beberapa kasus hanya mengakui BPKP sebagai satu-

satunya alat bukti yang dapat menentukan besarnya kerugian negara.

Jadi fungsi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

membantu penyidik dalam rangka audit investigatif yaitu audit terhadap

kegiatan-kegiatan yang diduga mengandung penyimpangan-

penyimpangan dan berindikasi Tindak Pidana Korupsi sehingga fungsi

dan wewenang, serta mekanisme koordinasi antara BPKP dan

Kepolisian dinilai menarik untuk diangkat dalam sebuah penelitian.

A. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut maka terdapat beberapa

masalah dalam kajian tesis ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah hubungan kewenangan kerja antara Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan

Sulawesi Selatan dengan Institusi Kepolisian Daerah (Polda)

Sulawesi Selatan dalam mengungkap kerugian keuangan

negara terhadap tindak pidana korupsi?

2. Bagaimanakah kedudukan hukum hasil audit auditor Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap

indikasi kerugian negara dihubungkan dengan sistem

pembuktian dalam hukum acara pidana?

3. Faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi dan

peranan audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) perwakilan provinsi Sulawesi Selatan

Page 21: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

12

dalam mengungkap kerugian negara terhadap Tindak Pidana

Korupsi di wilayah hukum Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi

Selatan?

B. Tujuan Penelitian

Bertitik tolak dari permasalahan yang telah dilakukan diatas,

maka tujuan yang ingin dicapai dalam tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui kewenangan kerja antara Badan Pengawasan

Keuangan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Selatan

dengan Institusi Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi selatan

dalam tindak pidana korupsi.

2. Untuk mengetahui kedudukan hukum hasil audit Auditor Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap

indikasi kerugian negara dikaitkan dalam alat bukti hukum acara

pidana.

3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam

pelaksanaan fungsi dan peranan audit investigasi Auditor Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan

provinsi Sulawesi Selatan dalam pengungkapan Tindak Pidana

Korupsi di wilayah hukum Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi

Selatan.

Page 22: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

13

C. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut :

a. Secara teoritis bahwa kiranya hasil penelitian ini dapat

menambah khasanah keilmuan terutama dalam bidang hukum

yang kelak dapat mengembangkan disiplin ilmu hukum pidana

khusus serta kaitannya dengan tindak pidana korupsi, lebih

khusus lagi penelitian ini akan memberikan masukan kepada

kalangan akademis dan praktisi dalam rangka penyempurnaan

peraturan perundang-undangan dalam bidang tindak pidana

korupsi.

b. Secara praktis bahwa kiranya hasil penelitian ini diharapkan

bermanfaat bagi masayrakat pada umumnya dan lembaga

aparat penegak hukum di Indonesia terutama dalam

meningkatkan kualitas pengawasan penegakan hukum

pemberantasan korupsi, khususnya dalam mengkaji fungsi dan

peranan BPKP dalam mengungkap kerugian negara terhadap

tindak pidana korupsi di wilayah hukum Kepolisian Daerah

(Polda) Sulawesi Selatan dan Barat.

Page 23: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendekatan Teori Hukum

1. Teori Pembagian Kekuasaan

Salah satu ciri negara hukum, yang disebut the rule of law atau

dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut rechtsstaat, adalah

adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan

kekuasaan negara. Pembatasan itu dilakukan dengan hukum yang

kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme modern. Oleh

karena itu, konsep negara hukum juga disebut sebagai negara

konstitusional atau constitutional state, yaitu negara yang dibatasi oleh

konstitusi. Dalam gagasan yang sama, gagasan negara demokrasi

atau kedaulatan rakyat disebut pula dengan istilah constitutional

democracy yang dihubungkan dengan pengertian negara demokrasi

yang berdasarkan atas hukum.

Upaya untuk mengadakan pembatasan terhadap kekuasaan

dilakukan dengan pola-pola pembatasan di dalam pengelolaan

internal kekuasaan negara itu sendiri, yaitu dengan mengadakan

pembedaan dan pemisahan kekuasaan negara kedalam fungsi-fungsi

yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini, yang dapat dianggap paling

berpengaruh pemikirannya dalam mengadakan pembedaan fungsi-

fungsi kekuasaan itu adalah Montesquieu dengan teori trias politica-

Page 24: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

15

nya. yaitu cabang kekuasaan legislatif, cabang kekuasaan eksekutif

atau administratif, dan cabang kekuasaan yudisial.

Menurut Montesquieu, 15 dalam bukunya “L’Espirit des Lois”

(1784) atau dalam bahasa Inggris-nya “The Spirit of The Laws“, yang

mengikuti jalan pikiran John Locke, membagi kekuasaan negara

kedalam tiga cabang, yaitu:

1. Kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang.

2. Kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan.

3. Kekuasaan untuk menghakimi atau yudikatif.

Dari klasifikasi Montesquieu inilah dikenal pembagian

kekuasaan negara modern dalam tiga fungsi, yaitu legislatif (the

legislative function), eksekutif (the executive or administrative function),

dan yudisial (the judicial function).

Sebelumnya, John Locke 16 dalam bukunya “Two Treatises of

Government” (1689), juga membagi kekuasaan negara dalam tiga

fungsi, tetapi berbeda isinya. Menurutnya, fungsi-fungsi kekuasaan

negara meliputi :

1. Fungsi Legislatif.

2. Fungsi Eksekutif.

3. Fungsi Federatif.

15 Miriam budiadjo.Dasar-dasar ilmu politik,(Jakarta: Gramedia pustaka utama,2006.hal:8

16

Ibid

Page 25: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

16

Dalam bidang legislatif dan eksekutif, pendapat dua sarjana itu

nampaknya mirip. Tetapi dalam bidang yang ketiga, pendapat mereka

berbeda. John Locke mengutamakan fungsi federatif, sedangkan

Baron de Montesquieu mengutamakan fungsi kekuasaan kehakiman

(yudisial). Montesquieu lebih melihat pembagian atau pemisahan

kekuasaan itu dari segi hak asasi manusia setiap warga negara,

sedangkan John Locke lebih melihatnya dari segi hubungan kedalam

dan keluar negara-negara lain. Bagi John Locke, penjelmaan fungsi

defencie baru timbul apabila fungsi diplomacie terbukti gagal. Oleh

sebab itu, yang dianggap penting adalah fungsi federatif. Sedangkan

fungsi yudisial bagi Locke cukup dimasukkan kedalam kategori fungsi

legislatif, yang itu terkait dalam fungsi pelaksanaan hukum. Tetapi bagi

Montesquieu, fungsi pertahanan (defence) dan hubungan luar

negerilah (diplomasi) yang termasuk dalam fungsi eksekutif, sehingga

tidak perlu dianggap tersendiri. Justru dianggap penting oleh

Montesquieu adalah fungsi yudisial atau fungsi kekuasaan kehakiman.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, Miriam Budiardjo

menjabarkan legislatif sebagai kekuasan untuk membentuk undang-

undang, eksekutif untuk menyelenggarakan undang-undang, dan

yudikatif adalah kekuasaan untuk mengadili pelanggaran undang-

undang. Selanjutnya, baik mengenai tugas (fungsi) maupun mengenai

alat perlengkapan (lembaga) yang menyelenggarakannya, ketiganya

harus terpisah satu sama lain.

Page 26: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

17

2. Teori Sistem Peradilan Pidana Kontemporer

Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum maka

bekerjanya sistem peradilan pidana (criminal justice system)

menjadi prioritas utama dalam bidang penegakan hukum. Oleh

sebab itu diperlukan keterpaduan antara sub sistem-sub sistem di

dalam criminal justice system guna menanggulangi meningkatnya

kualitas maupun kuantitas kejahatan yang terjadi di tengah-tengah

masyarakat. Tujuan dari sistem peradilan pidana adalah :

a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan.

b.Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga

masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang

bersalah dipidana.

c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan

tidak mengulangi lagi kejahatannya.

Istilah “criminal justice system” menunjukkan mekanisme kerja

dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar

pendekatan sistem.

Remington dan Ohlin mengemukakan:

“Criminal justice system dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme pendekatan sistem mekanisme administrasi peradilan pidana. Sebagai suatu sistem peradilan pidana merupakan suatu interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sikap itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasan”.

Page 27: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

18

Istilah sistem dari bahasa yunani “systema” yang mempunyai

pengertian suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak

bagian whole compounded of several parts. Secara sederhana

sistem ini merupakan sekumpulan unsur-unsur yang saling

berkaitan untuk mencapai tujuan bersama, yang tersusun secara

teratur dan saling berhubungan dari yang rendah sampai yang

tinggi. Stanford Optner menyebutkan bahwa sistem tersusun dari

sekumpulan komponen yang bergerak bersama-sama untuk

mencapai tujuan keseluruhan.

Hagan membedakan pengertian antara “Criminal Justice

Process” dan “Criminal Justice System” yang pertama adalah :

setiap tahap dari suatu putusan yang menghadapkan seorang

tersangka ke dalam proses yang membawanya pada penentuan

pidana. Sedangkan yang kedua adalah interkoneksi antar

keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam proses

peradilan.

Di Indonesia Sistem peradilan Pidana setelah berlakunya

Undang-undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

mempunyai 4 (empat) subsistem, yaitu : subsistem Kepolisian

yang secara administratif di bawah Presiden, Kejaksaan di bawah

Kejaksaan Agung, Pengadilan di bawah Mahkamah Agung dan

Lembaga Pemasyarakatan di bawah Departemen Kehakiman.

Seluruh komponen sistem peradilan pidana, termasuk pengadilan

Page 28: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

19

dan lembaga pemasyarakatan, ikut bertanggung jawab untuk

melaksanakan tugas menanggulangi kejahatan atau

mengendalikan terjadinya kejahatan. Meski demikian, menilik

tugas dan wewenangnya masing-masing, tugas pencegahan

kejahatan secara spesifik lebih terkait dengan sub sistem

kepolisian. Sementara tugas lainnya lebih terkait dengan

subsistem lembaga pemasyarakatan. Adapun tugas

menyelesaikan kejahatan yang terjadi sangat terkait dengan tugas

dua komponen sistem, yaitu polisi dan jaksa (pada tahap

prajudisial) dan pengadilan (pada tahap judisial). Berikut ini dilihat

skema Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)

berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum

Acara Pidana.

Criminal Justice system pada hakikatnya merupakan sistem

yang berupaya menjaga keseimbangan perlindungan kepentingan,

baik kepentingan negara, masyarakat maupun individu termasuk

kepentingan pelaku tindak pidana dan korban kejahatan.

Penegakan hukum pidana dalam sistem peradilan pidana (criminal

justice system) itu sendiri pada hakikatnya merupakan bagian dari

politik kriminal yang menjadi bagian integral dari kebijakan sosial.

Politik kriminal ini merupakan suatu usaha yang rasional dari

masyarakat dalam menanggulangi kejahatan

Page 29: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

20

B. Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP)

Salah satu lembaga negara yang memiliki peran terhadap

pemberantasan tindak pidana korupsi selain Kepolisian, Kejaksaan,

dan KPK (Komisi Pemberantaran Korupsi) adalah badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Yang telah berdiri pada tahun

1983 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 31 Tahun 1983.

Sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Presiden No. 64

Tahun 2005, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) merupakan pembaga Pemerintan Non Departemen yang

berfungsi sebagai auditor internal pemerintah yang berkedudukan di

bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Dasar hukum Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP), melakukan audit berdasarkan Keputusan

Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi,

kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintah

non depertemen sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir

dengan Keputusan Presiden No. 9 Tahun 2004.

Pasal 114 ayat (4) Kepres No. 9 Tahun 2004 tersebut berbunyi

“sebagian tugas pemerintahan yang dilaksanakan oleh BPKP di

daerah tetap dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka

pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang

Page 30: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

21

keuanganya masih melekat pada pemerintah sesuai dengan

ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku.

Untuk dalam hal mengoptimalisasikan kinerja Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), memiliki

perwakilan di tingkat Provinsi. saat ini Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan (BPKP) mempuyai 25 Perwakilan di tingkat

Provinsi. Organisasi dan tata kerja perwakilan Badan Pengawasn

Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditetapkan dengan Keputusan

Kepala BPKP No. Kep-06.00.00-286/K/2001 tanggal 30 Mei 2001.

perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

mempunyai tugas melaksanakan pengawasan keuangan dan

pembangunan serta penyelenggaran akuntabilitas di daerah sesuai

dengan perarutan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan diterbitkan keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983

tanggal 30 Mei 1983 maka Direktorat Djendral Pengawasan

Keuangan Negara (DJPKN) ditransformasikan menjadi Badan

Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP), sebuah Lembaga

Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berada di bawah dan

bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Salah satu

pertimbangan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun

1983 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) adalah diperlukannya badan atau lembaga pengawasan

yang dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa

Page 31: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

22

mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah

yang menjadi obyek pemeriksaannya. Keputusan Presiden Nomor

31 Tahun 1983 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP), tersebut menunjukan bahwa Pemerintah

telah meletakkan struktur organisasi Badan Pengawasan Keuangan

Pembangunan (BPKP) sesuai dengan proporsinya dalam konstelasi

lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dengan kedudukanya yang

terlepas dari semua departeman atau lembaga sudah barang tentu

dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.

Tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103

Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,

Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintan Non

Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir

dengan Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005. dalam Pasal 52

disebutkan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di

bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sesuai dengan Pasal 52, Pasal 53, dan Pasal 54 Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 Tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan

Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan

Page 32: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

23

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mempunyai

tugas melaksanakan tugas Pemerintahan di bidang pengawasan

keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

adalah lembaga pemerintahan non departemen yang berada di

bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan Wakil

Presiden. Tugas Utama Badan Pengawasan Keuangan

Pembangunan (BPKP) adalah membantu Presiden dan Wakil

Presiden mengawasi pengelolaan dan pertanggung jawaban

keuangan negara dan pembangunan, agar sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku, sekaligus memberikan masukan

bagi pembuatan kebijakan terkait dengan itu.

Sesuai dengan Pasal 52, Pasal 53 dan Pasal 54 Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 Tentang

Kependudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,

Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mempunyai

tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan

keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangan-undangan yang berlaku.

Page 33: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

24

Berdasarkan Kepres Nomor 103 Tahun 2001 yang telah

diubah menjadi Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,

dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, BPKP

adalah institusi pemerintah yang diberika tanggung jawab luas di

tingkat pemerintah pusat untuk merumuskan dan menyusun

rencana dan program-program pengendalian, melaksanakan

pengendalian umum atau keuangan pemerintah pusat dengan

mengadakan audit intern atas kegiatan kementrian-kementrian

negara dan kantor-kantor proyek mereka.

Kemudian berdasarkan Kepres Nomor 9 tahun 2004 tentang

Peruibahan atas Keppres Nomor 103 tahun 2001, dalam Pasal 52

disebutkan, Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP)

mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewenangan Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan

(BPKP) tidak hanya sampai disitu saja, juga dapat melakukan

pemeriksaan khusus atau audit investigasi untuk membongkar

kasus-kasus yang terkait dengan penyalahgunaan wewenang yang

mengakibatkan kerugian negara atau menguntungkan sebagian

orang. Bila ada indikasi terjadinya tindak pidana korupsi maka

acuan yang digunakan Badan Pengawasan Keuangan

Page 34: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

25

Pembangunan (BPKP) dalam melakukan audit investigasinya

adalah UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi

UU. No. 20 Tahun 2001 mengenai pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Berdasarkan fungsi dan wewenangnya, disini terlihat bahwa

peran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

dalam upaya pemberantasan korupsi dapat dijadikan modal dasar

yang kuat dalam memerangi kejahatan korupsi yang sudah

mewabah di negari ini.

Saat ini, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) boleh dibilang adalah lembaga pemerintahan yang paling

canggih dalam fungsi pengawasan di lingkungan pemerintahan.

Bagaimana tidak, Didukung dengan tata kerja organisasi yang

sudah cukup mapan dalam perencanaan, penugasan,

pertanggungjawaban. Tidak Cuma itu, Badan Pengawasan

Keuangan Pembangunan (BPKP) juga memiliki kapasitas besar

dalam hal audit investigasi yang kiranya dapat diandalkan untuk

melacak berbagai penyimpangan dan kebocoran dalam

pengelolaan keuangan negara.

Page 35: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

26

C.Tindak Pidana Korupsi Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Korupsi berasal dari kata latin “Corruptio” atau “Corruptus”,

dalam bahasa Prancis dan Inggris disebut “Corruption”, dalam

bahasa Belanda disebut “Corruptie” Menurut beberapa sarjana

korupsi dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Carl J. Friesrich, mengatakan bahwa pola korupsi dapat dikatakan ada apa bila seorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk melakukan hal-hal tertentu seperti seorang pejabat yang bertanggung jawab melalui uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang, membujuk untuk mengambil langkah yang menolong siapa saja yang menyediakan hadiah dan dengan demikian benar-benar membahayakan kepentingan umum.

b. Bayley menyatakan perkataan korupsi dikaitkan dengan perbuatan penyuapan yang berkaitan dengan penyalah gunaan wewenang atau kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi.

c. M.Mc. Mullan seorang pejabat pemerintah dikatakan “korup” apabila ia menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang bisa lakukan dalam tugas jabatannya pada hal ia selama menjalankan tugasnya seharusnya tidak boleh berbuat demikian. Atau dapat berarti menjalankan kebijaksanaannya secara sah untuk alasan yang tidak benar dan dapat merugikan kepentingan umum. Yang menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan. Selanjutnya menurut Vito Tanzi sebagaimana dikutip oleh

Chaeruddin menyebutkan bahwa ada 7 (tujuh) jenis-jenis korupsi

yaitu :

a. Korupsi transaktif yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan diantara seorang donor dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak.

b. Korupsi ekstortif yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan pemaksaan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan pelaku korupsi.

Page 36: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

27

c. Korupsi investif yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi untuk mengantisipasi adanya keuntungan dimasa datang.

d. Korupsi nepotisik yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat

e. Korupsi otogenik yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungankarena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan.

f. Korupsi supportif yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan

g. Korupsi defensif yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan.

Memperhatikan rumusan Pasal 2 sampai dengan Pasal 17

dan Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 Undang-undang No. 31

Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka

pelaku tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang berarti

orang perseorangan atau korporasi.

Bila diperhatikan ketentuan yang tercantum dalam Undang-

undang No. 31 Tahun 1999 dan Undang-undang No. 20 Tahun

2001, tindak Pidana Korupsi dapat dibagi ke dalam dua segi, yaitu

aktif dan pasif.

Dari segi aktif maksudnya pelaku tindak pidana korupsi

tersebut langsung melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau korporasi dengan melakukan penyalahgunaan

kewenangan, kesempatan atau sarana. Sedangkan tindak pidana

korupsi yang bersifat pasif yaitu yang menerima pemberian atau

janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya

yang bertentangan dengan kewajibannya.

Page 37: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

28

Dari segi aktif dapat dilihat dari beberapa ketentuan pasal-

pasal dalam kedua undang-undang tersebut yaitu :

a. Pasal 2 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain

atau korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

b. Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

suatu korporasi menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

c. Pasal 4 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan

mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.

d. Pasal 15 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Percobaan pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.

e. Pasal 5 ayat (1) huruf (a) Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

f. Pasal 5 ayat (1) huruf (b) Undang-undang No.20 Tahun 2001 Memberi sesuatu kepada Pegawa Negeri atau penyelenggara Negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

g. Pasal 6 ayat (1) huruf (a) Undang-undang No.20 Tahun 2001 Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

h. Pasal 7 ayat (1) huruf (a) Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang.

i. Pasal 7 ayat (1) huruf (b) Undang-undang No.20 Tahun 2001 Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf (a)

Page 38: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

29

j. Pasal 7 ayat (1) huruf (c) Undang-undang No.20 Tahun 2001 Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.

k. Pasal 7 ayat (1) huruf (d) Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf (c)

l. Pasal 8 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Pegawai Negeri atau orang lain selain Pegawai Negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

m. Pasal 9 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Pegawai Negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi.

n. Pasal 10 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, surat atau daftar tersebut, atau membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, surat atau daftar tersebut.

o. Pasal 12 Undang-undang No. 12 Tahun 2001 1. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain

secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. (Pasal 12 Undang-undang No.20 Tahun 2001 huruf (e)).

2. Pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (Pasal 12 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 huruf (1))

Page 39: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

30

3. Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seolah-olah merupakan hutang pada dirinya, pada hal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (Pasal 12 Undang-undang No. 20 Tahun 2001, huruf (g)).

4. Pada waktu menjalankan tugas oleh menggunakan tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, pada hal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau.

5. Baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, penggandaan atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk keseluruhannya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (Pasal 12 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 huruf (i)

P. Pasal 13 Undang-undang No.31 Tahun 1999 Memberi hadiah kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu. Selain dari ketentuan-ketentuan di atas, ditemukan pula

dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Tindak

Pidana Korupsi yang bersifat passif berupa :

a. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

b. Pasal 6 ayat (2) Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Hakim atau Advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

c. Pasal 7 ayat (2) Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Orang yang menerima penyerahan bahan atau keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (a) atau huruf (c) Undang-undang No.20 Tahun 2001.

d. Pasal 11 Undang-undang No. 20 Tahun 2001

Page 40: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

31

Pegawai atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji pada hal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang memberikan, hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

e. Pasal 12 huruf (a) dan huruf (b) Undang-undang No.20 Tahun 2001 Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji pada hal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, atau sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

f. Pasal 12 huruf (c) Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Hakim yang menerima hadiah atau janji pada hal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan kepadanya untuk diadili.

g. Pasal 12 huruf (d) Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Advokat yang menerima hadiah atau janji pada hal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

h. Pasal 12 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Setiap Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka jelaslah bahwa menurut

perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan

dalam 13 (tiga belas) Pasal dalam Undang-undang No. 31 Tahun

1999 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan

pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis

tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara

Page 41: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

32

terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana

karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi

tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Kerugian keuangan negara b. Suap-menyuap c .Penggelapan dalam jabatan d. Pemerasan e. Perbuatan curang f. Benturan kepentingan dalam pengadaan

g.Gratifikasi

Dalam ketentuan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa tindak pidana korupsi

merupakan tindak pidana yang luar biasa (extra ordinary crime)

sehingga untuk memberantasnya diperlukan tindakan yang luar

biasa pula (extra ordinary measures). Oleh karena itu, sebagai

tindak pidana luar biasa menggunakan undang-undang yang

khusus, yaitu untuk seluruh kasus tindak pidana korupsi maka yang

dipergunakan adalah undang-undang tindak pidana korupsi, yaitu

UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 21 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena tindak pidana

korupsi adalah tindak pidana khusus, sehingga menggunakan

undang-undang yang bersifat lex specialis. Untuk penindakan (law

enforcement) kiga tidak cukup dengan institusi yang ada

(Kepolisian dan Kejaksaan), tapi dibentuk Komisi Pemberantasan

Page 42: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

33

Korupsi (KPK). Bahkan untuk mengadili pun harus dibentuk

peradilan khusus yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)

.

D. Kerugian Negara

Setelah disebutkan mengenai pengertian keuangan negara

penting menurut penulis merangkaikan dengan defenisi dari

kerugian Negara yaitu :dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2004 tentang perbendaharaan Negara Pasal 1 Angka 22, adalah

kekurangan uang, surat berharaga, dan barang, yang nyata dan

pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik

sengaja maupun lalai. Dengan demikian Kerugian Keuangan

Negara adalah berkurangnya kekayaan Negara yang disebabkan

oleh suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang/

kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan

atau kedudukan , kelalian seseorang dan atau disebabkan oleh

keadaan di luar kemampuan manusia (force majeure).17

Undang-Undang No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah

menjadi Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memuat ketentuan yang

terkait dengan perbuatan yang menimbulkan kerugian negara dan

memerlukan penyelesaian yang berkaitan dengan kerugian Negara

yaitu:

17 BPKP. SOP Bantuan Penghitungan Kerugian Negara, Sub. Rolap, Tahun 2008. Hlm. 1

Page 43: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

34

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana paling singkat empat tahun dan paling lama dua tahun dan denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu milyar.” 18

E. Keuangan Negara

Pengertian keuangan negara dapat dilihat dalam Pasal 1

Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

yang mendefinisikan keuangan negara adalah semua hak dan

kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala

sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat

dijadikan milik negara berhubung pelaksanaan hak dan kewajiban

tersebut. Sedangkan keuangan negara sebagaimana dimaksud

dalam Penjelasan Pasal 2 dan 3 Undang-undang No. 31 Tahun

1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah

seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan

atau yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian

kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul,

karena :

a. berada dalam penguasaan, pengurusan dan

pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik tingkat

pusat maupun di daerah.

18 Djafar saidi, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008,

hlm. 95

Page 44: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

35

b. berada dalam penguasaan, pengurusan dan tanggung jawab

Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah,

yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan

modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal

pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

pengertian keuangan negara dalam Undang-undang No. 17 Tahun

2003 dan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 adalah sejalan.

Keuangan negara tidak semata-mata berbentuk uang, tetapi

termasuk segala hak dan kewajiban (dalam bentuk apapun) yang

dapat diukur dengan nilai uang. Pengertian keuangan negara juga

Pengertian keuangan negara memiliki substansi yang dapat ditinjau

dalam arti luas maupun dalam arti sempit. Keuangan negara dalam

arti luas mencakup:

a) Anggaran pendapatan dan belanja negara b) Anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan c) Keuangan negara pada badan usaha milik negara/ badan

usaha milik daerah. Sementara keuangan negara dalam arti sempit mencakup keuangan negara yang dikelola oleh tiap-tiap badan hukum dan dipertanggungjawabkan masing-masing.19

Jika menggunakan pendekatan proses, keuangan negara dapat

diartikan sebagai segala sesuatu kegiatan atau aktifitas yang

berkaitan erat dengan uang yang diterima atau dibentuk

berdasarkan hak istimewa negara untuk kepentingan publik.

19

Djafar saidi, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 2

Page 45: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

36

F. Sistem Pembuktian

Salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya mengusut

tindak pidana korupsi adalah sulitnya menemukan bukti atau

membuktikan adanya tindak pdiana korupsi. Membuktikan menurut

Martiman Prodjohamidjojo mengandung maksud dan usaha untuk

menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dapat

diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut. 20

Sedangkan Bambang Poernomo menyatakan bahwa : hukum

pembuktian adalah keseluruhan aturan hukum atau peraturan

undang-undang mengenai kegiatan untuk rekonstruksi suatu

kenyataan yang benar dari setiap kejadian masa lalu yang relevan

dengan persangkaan terhadap orang yang diduga melakukan

perbuatan pidana dan pengesahan setiap sarana bukti menurut

ketentuan hukum yang berlaku untuk kepentingan peradilan dalam

perkara pidana.21

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukakn

perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting

acara pidana. Dalam hal inipun hak asasi dapat dipertaruhkan.

Untuk inilah maka Hukum Acara Pidana bertujuan untuk mencari

kebenaran materiil berbeda dengan Hukum Acara Perdata yang

20 Martiman Prodjohamidjojo. Sistem Pembuktian dan Alat Bukti, (Jakarta : Ghalia

Indonesia, 1983), hlm.11 21

Bambang Poernomo, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di luar Kodifikasi Hukum Pidana (Jakarta : Bina Aksara. 1984). Hal. 38

Page 46: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

37

cukup puas dengan kebenaran formil. Kebenaran dalam perkara

pidana merupakan kebenaran yang disusun dan didapatkan dari

jejak, kesan, dan refleksi dari keadaan dan/atau benda yang

berdasarkan ilmu pengetahuan dapat berkaitan dengan kejadian

masa lalu yang diduga menjadi perbuatan pidana.

Suatu pembuktian yang benar-benar sesuai dengan

kebenaran tidak mungkin dicapai, maka Hukum Acara Pidana

sebenarnya hanya menunjukkan jalan untuk berusaha mendekati

sebanyak mungkin persesuaian dengan kebenaran. Hukum

pembuktian memberi petunjuk bagaimana hakim dapat

menetapkan sesuatu hal cenderung kepada kebenaran. Dalam

menilai kekuatan pembuktian tersebut dikenal beberapa sistem

atau teori pembuktian, yaitu :

1. Teori pembuktian yang hanya berdasarkan kepada alat-alat

pembuktian yang disebut oleh undang-undang secara positif

(positief wenelijk bewijstheorie). Artinya jika telah terbukti suatu

perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh

undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama

sekali. Teori ini disebut juga teori pembuktian formil (formele

bejidtheorie). Teori ini berusaha menyingkirkan segala

pertimbangan hakim yang bersifat subyektif, oleh karena itu

mengikat secara tegas supaya hakim hanya tergantung pada

Page 47: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

38

ada atau tidak adanya sejumlah alat bukti yang formil tercantum

dalam undang-undang cukup untuk menjatuhkan putusan.22

Wirjono Prodjodikoro dalam Andi Hamzah menolak teori

ini untuk dianut di Indonesia, karena menurutnya hakim hanya

dapat menetapkan kebenaran dengan cara mengatakan kepada

keyakinanya tentang kebenaran itu, lagi pula keyakinan seorang

hakim yang jujur dan berpengalaman mungkin sekali adalahs

esuai dengan keyakinan masyarakat.23

2. Teori pembuktian berdasar keyakinan hakim semata-mata

(conviction intime). Artinya jika dalam pertimbangan keputusan

hakim telah menganggap terbukti sesuatu perbuatuan sesuai

dengan keyakinan yang timbul dari hati nurani seorang hakim,

maka dapat dijatuhkan putusan. Sistem ini menurut Martiman

Prodjohamidjojo tidak dianut dalam peradilan umum ataupun

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Contoh dari sistem ini dipergunakan dalam peradilan yuri. 24

Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro dalam Andi Hamzah

sistem pembuktian demikian pernah dianut di Indonesia yaitu

pada peradilan distrik dan peradilan Kabupaten. Sistem ini

22

Ibid. hal. 40 23

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia. (Jakarta : CV. Sapta Artha Jaya. 1996).hal. 24

Martiman Prodjohamidjojo. Op.Cit. hal. 16

Page 48: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

39

memungkinkan hakim apa saja yang menjadi dasar

keyakinannya, misalnya keterangan medium atau dukun.25

3. Teori pembuktian berdasar keyakinan hakim dalam batas-batas

tertentu atas adalan yang logis (conviction raisonee). Teori ini

disandarkan pada keyakinan hakim atas dasar pertimbangan

akal atau menurut logika yang tepat (berendeneerde

overtuinging) dan memberikan keleluasan kepada hakim secara

bebas utuk menggunakan alat bukti yang lain.

4. Teori pembuktian berdasar keyakinan hakim yang timbul dari alat-

alat bukti dalam undang-undang secara negatif (negatief wettlijk

bewijstheori). Dalam sistem ini ada dua hal yang merupakan

syarat, yaitu :

a. Wettelijk, yaitu alat-alat bukti yang sah dan ditetapkan oleh

undang-undang.

b. Negatief, maksudnya dengan alat-alat bukti yang sah dan

ditetapkan undang-undang saja, belum cukup untuk memaksa

hakim pidana menganggap bukti sudah diberikan, tapi masih

dibutuhkan adanya keyakinan hakim.26

Dari keempat teori pembuktian di atas, ketentuan Hukum

Acara Pidana Indonesia mengikuti prinsip dari teori negatief

wettelijk bewijstheorie. Hal ini bisa dilihat dari ketentuan Pasal

183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) :

25

Andi Hamzah, Op.Cit.hal. 260 26

Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit. Hal. 14

Page 49: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

40

“Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan pidana kepada

seseorang kecuali apabial dengan sekurang-kurangnya dua alat

bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yag bersalah

dalam melakukannya.”

Berdasarkan ketentuan di atas, maka dalam Pasal 183

Kitab Undang-Undang Hukum Acara) KUHAP terdapat dua

unsur, yaitu :

i. Sekurang-kuranga ada dua alat bukti yang sah.

j. Dengan dasar alat bukti yang sah itu hakim yakin bahwa :

i. Tindak pidana telah terjadi.

ii. Terdakwa telah bersalah.

Sehingga dengan demikian antara alat-alat bukti dan

keyakinan hakim harus ada hubungan causal (sebab-akibat). Hal

tersebut sama dnegan ketentuan dalam Pasal 294 Ayat (1) HIR yang

menyatakan : “Tidak seorang pun boleh dikenakan pidana selain jika

hakim mendapat keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa

benar telah terjadi perbuatan yang dapat dipidana dan bahwa orang-

orang yang didakwa itulah yang bersalah melakukan perbuatan itu.”

Page 50: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

41

G. Kerangka Pikir

Tindak pidana korupsi adalah rangkaian perbuatan yang dapat

merugikan negara. Untuk mencegah terjadinya perbuatan korupsi

dan menanggulangi terjadinya kerugian negara atas perbuatan

korupsi yang terjadi, serta guna meminta pertanggung jawaban

oknum-oknum yang melakukan korupsi, maka dibentuk Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-

Undang No. 20 tahun 2001. Tentang Perubahan atas Undang-

undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi Penyidik Polri berdasarkan kewenangannya masing-

masing melakukan penindakan terhadap para pelaku tindak pidana

korupsi guna dihadapkan ke persidangan.

Penyidik Polri yang menerima informasi dan atau

mengetahui langsung adanya kasus yang berindikasi korupsi,

terlebih dahulu meminta Auditor Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit investigasi atas

kasus yang sedang diselidiki untuk mengetahui apakah perbuatan

seseorang/orang lain terdapat kerugian keuangan negara atau

perekonomian negara dan apabila laporan hasil audit dari Auditor

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

menyatakan telah terdapat kerugian negara tentunya dengan

menyatakan nilai kerugian negara, maka Penyidik Polri akan

meningkatkan tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan,

Page 51: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

42

namun apabila laporan hasil audit yang dimiliki oleh Auditor Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan

tidak terdapat kerugian negara maka penyelidikan dihentikan

dengan dasar bukan merupakan tindak pidana korupsi.

Page 52: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

43

KERANGKA PIKIR

Dasar Hukum

1. UU. No. 31 Tahun 1999 Yang Telah diubah

dengan UU. No. 20 Tahun 2001

2. UU. No. 8 Tahun 1981

3. PP Nomor 60 Tahun 2008

4. Perpres Nomor 64 tahun 2005

5.

Kedudukan Hukum hasil

Audit Auditor BPKP

Dalam Sistem

Pembuktian

(X2)

Hubungan

Kewenangan Kerja

BPKP dengan

dengan Institusi

Polda Sul-Sel.

(X1)

Faktor-faktor Yang

Berpengaruh dalam

Pelaksanaan Fungsi

dan Wewenang BPKP

(X3)

Kewenangan BPKP dalam

Mengungkap Kerugian

Negara hanya berdasarkan

pada hubungan permintaan

(Y)

1. Karakteristik Bukti

1. Faktor SDM

2. Faktor Biaya

Operasional

1. Permintaan

bantuan

penghitungan

Kerugian

Negara

2. Permintaan

bantuan

Investigatif

1. Alat bukti sebagai

Surat

2. Alat bukti sebagai

Surat Dengan

Keterangan Ahli

1. Faktor Internal

-Kapasitas SDM

-Biaya Lumpsun

Audit

2. Faktor Eksternal

- Minimnya Bukti

Audit

- Prosedur Laporan

Hasil Audit.

Page 53: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

44

H. Defenisi Operasional

1. Auditor BPKP adalah Pegawai pada lingkungan BPKP yang

melakukan audit untuk mengenal dan mengidentifikasi kasus

penyimpangan dalam rangka pembuktian atas dugaan

penyimpangan yang dapat merugikan keuangan negara serta

ketaatannya pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Polri adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan

Lembaga Polisi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

3. Tindak Pidana (Strafbaar feit) dimaksudkan untuk menunjukkan

suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang

disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu.

4. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang

dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, merugikan

kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi demi keuntungan

pribadi, salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah

urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan

menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya

dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya

diri sendiri.

5. Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk

apapun, termausk bagian kekayaan negara dan segala hal dan

kewajiban yang timbul karena berada dalam penguasaan

pengurusan dan pertanggungjawaban pejabata lembaga negara,

Page 54: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

45

BUMN/D, Yayasan, Badan Hukum, Perusahaan yang menyertakan

modal negara atau perusahaan yang menyertakan modal pihak

ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

6. Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharaga, dan

barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan

melawan hukum baik sengaja maupun lalai

7. Auditing adalah proses pengumpulan dan penevaluasi bahan bukti

tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas

ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen

untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi

dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.

Page 55: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi SuLawesi Selatan dan

Institusi Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, dan Kepolisian Daerah

Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan

selain Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

hanya memiliki satu perwakilan disetiap Provinsi khususnya diwilayah

Sulawesi Selatan. Di samping itu peneliti menganggap Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan

Provinsi Sulawesi Selatan, Institusi Kepolisian Daerah ( POLDA)

Sulawesi Selatan, dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan cukup

representatif untuk memperoleh data yang dibutuhkan.

B. Sifat Penelitian Dan Metode Pendekatan

Penelitian ini diarahkan kepada penelitian hukum normatif

dengan pendekatan yuridis normatif, artinya kajian pada tesis ini

berorientasi kepada norma-norma hokum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan tentang fungsi dan wewenang Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan

Provinsi Sulawesi Selatan dalam mengungkapkan tindak pidana

korupsi di wilayah Polda Sulawesi Selatan dan Barat.

Page 56: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

47

Penelitian tesis ini merupakan penelitian yang bersifat

deskriptif analitis, artinya penelitian ini bukan saja menggambarkan

suatu keadaan atau gejala, baik pada tataran hukum positif

maupun empiris tetap juga ingin memberikan pegaturan yang

seharusnya (das Sollen) dan memecahkan permasalahan hukum

yang berkaitan dengan penanganan tindak pidana korupsi.

C. Jenis dan Sumber Data

Sehubungan dengan sifat penelitian ini yang bersifat normatif

maka bahan dan materi yang dipakai dalam tesis ini diperoleh

melalui penelitian kepustakaan. Dari hasil penelitian kepustakaan

diperoleh data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam konteks ini data

sekunder mempunyai peranan yakni melalui data sekunder tersebut

akan tergambar bagaimana penerapan Peraturan Perundang-

undangan tentang Korupsi dan profesional auditor Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Adapun data sekunder dalam penelitian tesis ini terdiri dari

bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31

Page 57: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

48

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

Undang-undang No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Instruksi Presiden No. 15

Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, Keputusan

Presiden Republik Indonesia No. 31 Tahun 1983 tentang

Pembentukan Badan Pengawasan keuangan dan Pembangunan

(BPKP), dan juga Penetapan Presiden No. 64 Tahun 2005 tentang

Tugas, Fungsi, Wewenang, dan tata kerja lembaga pemerintah Non

Departemen.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan yang diberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti misalnya buku-buku yang relevan dengan penelitian,

hasil-hasil penelitian serta penelitian yang relevan dengan penelitian

ini, SOP ( Standar Pelaksanaan Prosedur ), Juklak dan Juknis BPKP

dan Polri dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa kamus

umum, kamus hukum, jurnal-jurnal hukum.

Page 58: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

49

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian tesis ini menggunakan studi

dokumen, artinya data yang diperoleh melalui penelusuran

kepustakaan berupa data sekunder dan Untuk mendukung dan

memperoleh pandangan tentang penyidikan Polri pada tindak pidana

korupsi dan juga peranan auditor BPKP, juga digunakan wawancara

kepada penyidik Polri di Polda Sulawesi Selatan dan Auditor BPKP

Perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu,

data yang diperoleh dari data sekunder yang berupa bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier akan

disajikan secara deskriptif terhadap variabel yang ada yaitu,

menjelaskan, menguraikan, menggambarkan sesuai dengan

permasalahan yang ada.

Page 59: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan Kerja Antara Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Selatan dengan

Institusi Kepolisian Daerah (POLDA) Sulawesi Selatan dalam

Tindak Pidana Korupsi.

a. Gambaran Umum Wilayah Hukum Kepolisian Daerah

Sulawesi Selatan Barat.

Secara historis Kepolisian Republik Indonesia lahir pada

1 Juli 1946 sebagai jawatan yang langsung berada di bawah

Perdana Menteri. Pulau Sulawesi sebagai bagian teritorial

Indonesia yang cukup luas menjadi pertimbangan dari

terbentuknya kepolisian daerah Sulawesi pada kurun waktu tahun

1950 hingga 1960. Seiring dengan percepatan kemajuan bangsa

Indonesia, maka tugas serta tanggung jawab kepolisian semakin

berat. Dengan dikeluarkannya keputusan Kapolri No. Pol.

Keputusan/06/IX/1996 tanggal 16 September 1996 terbentuklah

Polda Sulawesi Selatan yang berkedudukan di Makasar.

Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan hingga kini telah dipimpin

oleh 31 orang Kapolda. Wilayah Hukum yang menjadi kekuasaan

dari Polda mencakup Kepolisian Resor (Polres) di tiap wilayah

yang ada pada 2 (dua) Provinsi, 3 ( Tiga) Kota dan 27 ( Dua

puluh tujuh ) Kabupaten diantaranya:

Page 60: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

51

Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari:

1. Polres Bantaeng 2. Polres Barru 3. Polres Bone 4. Polres Bulukumba 5. Polres Enrekang 6. Polres Gowa 7. Polres Jeneponto 8. Polres Kepulauan Selayar 9. Polres Luwu 10. Polres Luwu Timur 11. Polres Luwu Utara 12. Polres Maros 13. Polres Pangkajene dan Kepulauan 14. Polres Pinrang 15. Polres Sidenreng Rappang 16. Polres Sinjai 17. Polres Soppeng 18. Polres Takalar 19. Polres Tana Toraja 20. Polres Toraja Utara 21. Polres Wajo 22. Polrestabes Makassar 23. Polresta Palopo 24. Polresta Parepare

Provinsi Sulawesi Barat Terdiri dari : 1. Polres Mamuju Utara 2. Polres Mamuju 3. Polres Mamasa 4. Polres Polewali Mandar 5. Polres Majene

b. Gambaran Umum Wilayah BPKP perwakilan Sulawesi Selatan

Barat.

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan atau yang

biasa disingkat dengan BPKP terbentuk atas berdasarkan Kepres

Nomor 103 Tahun 2001 yang telah diubah menjadi peraturan

Page 61: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

52

Presiden Nomor 64 tahun 2005 adalah sebuah pengawasan yang

dilakukan dalam rangka mendorong terwujudnya tata kelola

pemerintahan yang baik, meningkatnya kinerja program pemerintah,

serta terwujudnya iklim yang mencegah KKN untuk keberhasilan

pencapaian target-target dan prioritas pembangunan nasional.

Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan adalah peran

consulting untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan instansi

pemerintah pusat/daerah dan BUMN/D di wilayah Sulawesi Selatan

dan wilayah Sulawesi Barat. Sedangkan peran assurance berupa

audit keuangan atas Loan/Grant yang dilakukan atas permintaan

Lender telah dapat diselesaikan secara tepat waktu dengan kualitas

audit/hasil audit yang baik. Demikian halnya dengan audit dalam

rangka optimalisasi atas penerimaan negara dan daerah. Peran

dalam upaya mewujudkan iklim pencegahan dan pemberantas

korupsi telah memberikan hasil yang cukup siginfikan dengan

meningkatnya jumlah kasus yang diserahkan ke Instansi Penegak

Hukum, baik melalui audit investigasi, hasil penghitungan kerugian

keuangan negara, pemberian keterangan ahli termasuk tindakan

preventif berupa meningkatnya pemahaman dan kepedulian

masyarakat peserta sosialisasi anti korupsi terhadap bahaya korupsi,

dimana wilayah Kerja yang menjadi kewenangan BPKP itu sendiri

adalah di dua Provinsi dan 27 Kabupaten dan 3 Kotamadya.

Page 62: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

53

c. Kewenangan Penyidik polri dalam penanganan Tindak Pidana

Korupsi sebagai Sub-Sistem Peradilan Pidana.

Hakekat fungsi kepolisian dalam suatu negara yang beradar

hukum seperti Indonesia maka Polri adalah aparatur penegak hukum

sesuai Pasal 2 UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, yang berbunyi : “Fungsi kepolisian adalah salah

satu fungsi pemeirntahan negara di bidang pemeliharaan keamanan

dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”, maka terlihat

bahwa Polri mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu, preemtif,

preventif dan represif. Dimana yang dimaksud preemtif adalah

mencari dan menemukan akar permasalahan yang ada di

masyarakat yang bersifat lintash sektoral (etnis, sosial, budaya,

politik), preventif adalah tindakan pencegahan yang berorientasi

kepada hasil akhir berupa kegiatan deteksi dini (early warning)

sebagai landasan pengambilan kebijakan langkah antisipasi,

sedangkan represif suatu bentuk kegiatan penegakan hukum. Dalam

hal fungsi represif penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat

Polri terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu

terhadap pengelolaan keuangan negara dalam bentuk korupsi.

Nilai-nilai kepercayaan dan kaidah-kaidah yang membentuk

budaya organisasi polisi merupakan kombinasi antara perilaku

hukum yang diharapkan secara formal dan informal organisasi.

Page 63: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

54

Dengan demikian maka jelaslah bahwa budaya suatu organisasi

sangat berpengaruh terhadap strategi penampilan organisasi yang

lebih baik dari maksimal tentunya.

Demikian pula dengan Polri, dalam mengemban fungsi

penegakan hukum untuk melindungi keuangan negara harus

menjaga jangan sampai jalannya kegiatan yang ditujukan bagi

mensejahterakan masyarakat dan jalannya roda pembangunan

terganggu atau terhenti dengan adanya tindak pidana korupsi.

Apapun alasannya korupsi jelas merugikan kepentingan

masyarakat dan hanya menguntungkan pelaku korupsi itu sendiri

atau orang lain. Polri sebagai pengemban fungsi pelindung,

pengayom dan pelayan masyarakat serta penegak hukum, dengan

terbitnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

pemberantaran Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang No. 20

Tahun 2001 rentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki

wilayah tugas penegakan hukum. Hal ini dikarenakan undnag-

undang tersebut merupakan produk negara yang harus ditegakkan

pada substansi yang ada di dalamnya. Undang-Undang ini

merupakan salah satu bentuk kebijaksanaan resmi pembangunan

yang diharapkan menjadi landasan struktur yang kuat, sehat dan

demokratis berkait dengan pembangunan masyarakat Indonesia

seutuhnya.

Page 64: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

55

Tugas kepolisian terhadap masyarakat yang melanggar

hukum ialah melakukan penegak hukum itu sendiri. Penegakan

hukum oleh Polri dilakukan olah Satuan Fungsi Reserse yang ada

pada organisasi Polri. Pelanggaran hukum tersebut merupakan

awal perputaran dari suatu proses peradilan pidana.27

Proses peradilan pidana ini diatur dalam suatu sistem yang

disebut sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System). Dalam

sistem peradilan pidana ini penyidik Polri diberi wewenang untuk

melakukan penyidikan dengan berdasar pada landasan hukumyang

tercantum pada:

1. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia (pasal 14 ayat (1) huruf g dan pasal 16).

2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (Pasal 7),

Dasar hukum tersebut di atas memberikan wewenang kepada Polri

untuk melakukan penyidikan yang pelaksanaannya didelegasikan kepada

Penyidik Polri (Satuan Reserse Kriminal). Perenan Penyidik Polri dalam

sistem peradilan Pidana berada pada bagian terdepan dan merupakan

tahap awal mekanisme proses peradilan pidana yaitu : pemeriksaan

pendahuluan. Tugas-tugas penyidikan itu berhubungan dengan

penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat,

27

Malcoml Devies, Hazel and Jane Tyrer, Criminal Justice, London Logman, 1995, page 4-6. seperti terpetik dalam Sidik Sunaryo, Kapita Selecta Sistem Peradilan Pidana, UMM Pres, (Malang, 2004), hlm, 257-261.

Page 65: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

56

pemeriksaan saksi/tersangka, bantuan seorang ahli. 28 Pemeriksana

pendahuluan dilakukan dalam arti bahwa suatu penyidikan dilakukan

terhadap seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana.29

Tindakan pemberantasan dan penanganan tindak pidana korupsi

oleh lembaga kepolisian sebagai penyidik adalah salah satu proses

penegakan hukum pidana dalam sistem peradilan pidana (criminal justice

system), sebagaimana yang dirumuskan pada Pasal 1 ayat (2) Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa penyidikan yang

dilakukan oleh penyidik adalah “serangkaian tindakan penyidikan dalam

hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari

serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti ini membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

Ketentuan penyidikan dan proses peradilank pidana sebagaimana yang

terdapat di dalam KUHAP adalah hal yang sangat fundamental pada

proses penegakan hukum di bidang korupsi, hal ini dapat dilihat dalam

ketentuan Pasal 25 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang

menyatakan : “Penyidikan, penututan dan pemeriksaan di sidang

pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari

perkara lain guna penyelesaian secepatnya”. Oleh karena UUTPK tidak

mengatur secara khusus tentang proses sistem peradilan pidana maka

dapat dikontruksikan ketentuan tentang proses peradilan pidana mengacu

28

Soerjono Dirdjosisoworo, “Polisi Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia”, Majalah Bhayangkara No. 05. Juli 1998, hlm. 54.

29 Loeby Loqman, Pra Peradilan Indonesia Indonesia, (Jakarta ; Ghalia Indonesia, 1987),

hlm. 25

Page 66: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

57

kepada hukum acara pidana, misalnya penyidikn untuk tindak pidana

korupsi adalah POLRI.30 Kecuali untuk tindak pidana korupsi yang sulit

pembuktiannya maka diterapkan ketentuan Pasal 27 UUTPK” dalam hal

ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dapat

dibentuk tim gabungan dibawah koordinasi Jaksa Agung”.

Suatu perkara tindak pidana sampai ketangan penyidik Polri pada

umumnya bagitu juga tindak pidana korupsi pada khususnya dapat

melalui 3 (tiga) kemungkinan yaitu : mungkin dilaporkan oleh si pelaku

sendiri (karena keinsyafan) atau dilaporkan oleh saksi/masyarakat atau

mungkin juga karena diketahui oleh Polisi sendiri setelah adanya indikasi

korupsi. Proses penanganan tindak pidana korupsi oleh penyidik Polri

harus mengacu pada norma hukum yang ada, dimana norma hukum

memberikan suatu hak yang seimbang oleh hukum acara pidana bagi

tersangka yang diduga melakukan pidana, 31 hal ini merupakan

konsekuensi dari perlindungan hak dasar tersangka pada proses

penyidikan dan penyelidikan.32

Peran penyidik Polri pada penanganan suatu tindak pidana adalah

untuk menemukan kebenaran materil dalam rangka untuk menyelesaikan

perkara, sehingga penanganannya seringkali kurang memperhatikan hak-

30

Sutanto, “Peran POLRI Untuk Peningkatan Efektivitas Penerapan UU TPPU”, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Keynote Address Pada Pelatihan Anti Tindak Pidana Pencucian Uang, Medan, tanggal 15 September 2005, hlm. 7

31 Soeharto, Perlindungan Hakm Tersangka, Terdakwa dan Korban Tindak Pidana

Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana, (Bandung : Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran, 2006), hlm, 41.

32 Marjono Reksodiputro, dalam, Soehato, Perlindungan Hak Tersangka. Terdakwa dan

Korban Tindak Pidana Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana, Ibid, hal. 40.

Page 67: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

58

hak seorang tersangka untuk membela dirinya terhadap kemungkinan

persangaan atau pendakwaan yang kurang benar, misalnya pada Pasal

16-19 KUHP (hak penangkapan), Pasal 20-31 KUHAP (hak menahan),

Pasal 32-37 KUHAP (hak penggeledahan), dan Pasal 38-49 KUHAP (Hak

penyitaan).

Dalam hukum acara pidana ada pembagian fungsi antara Kepolisian

dan kejaksaan secara horisontal; fungsi penyidikan di tangan Kepolisian

meliputi baik sarana hukum maupun sarana tekniknya. Pengecualian

terhadap padal pasal 284 KUHAP yang berkaitan dengan delik-delik

dalam perundang-undangn Pidana Khusus Penyidikan dengan

menggunakan sarana hukum antara lain dalam hal melakukan tindakan-

tindakan Kepolisian. Pembagian tugas ini tidak dapat dilepaskan dari

desain prosedual (procedural desain) sistem peradilan pidana (criminal

justice system) yang ditata melalui Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana. Sistem ini dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu prajudikasi (pre-

ajudication), tahap ajukasi (ajudication) dan tahap purna-ajudikan (post-

ajudication). Tahap pra-ajudikasi ditentupan Pasal 102-136 Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana (Kepolisian, penyidikan) dan tahap ajudikasi

Pasal 137-144 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Penuntut

Umum), sedangkan tahap purna-ajudikasi adalah pasal 145-232 Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (pemeriksaan di sidang

pengadilan).

Page 68: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

59

Wilayah kerja Polri dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak

Pidana Korupsi, yang berbunyi : “Penyidikan, penuntutan dan

pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi,

dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali

ditentukan lain dalam undang-undang ini”.

Dengan demikian maka Polri berpedoman pada UU Np. 31 Tahun

1999 akan tetap melaksanakan tindakan represif sebagai pengemban

fungsi penegak hukum.

d. Tugas, Fungsi, dan Wewenang BPKP

Dengan diterbitkan keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983

tanggal 30 Mei 1983 maka Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan

Negara (DJPKN) ditransformasikan menjadi BPKP, sebuah Lembaga

Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berada di bawah dan

bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Salah satu pertimbangan

dikeluarkannya Keputusan Presiden Noor 31 Tahun 1983 tentang BPKP

adalah diperlukannya badan atau lembaga pengawasan yang dapat

melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan

hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek

pemeriksaannya. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tersebut

menunjukan bahwa Pemerintah telah meletakkan struktur organisasi

BPKP sesuai dengan proporsinya dalam konstelasi lembaga-lembaga

Pemerintah yang ada. BPKP dengan kedudukanya yang terlepas dari

Page 69: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

60

semua departeman atau lembaga sudah barang tentu dapat

melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.

Tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata

Kerja Lembaga Pemerintan Non Departemen sebagaimana telah

beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden No. 64 Tahun

2005. dalam Pasal 52 disebutkan, BPKP mempunyai tugas melaksanakan

tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sesuai dengan Pasal 52, 53 dan 54 Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah

Non Departemen, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas

Pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun

sesuai dengan Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 60 tahun

2008:

Dalam melaksanakan tugas, BPKP menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan rencana dan program kerja pengawasan

b. Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja

negara dan pengurusan barang milik kekayaan negara,

Page 70: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

61

c. Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja

daerah dan pengurusan barang milik kekayaan daerah.

d. Pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas pemerintahan yang

bersifat strategis dan/atau lintas departemen lembaga wilayah.

e. Pemberian asistensi penyusunan laporan akuntabilitas kinerja

pemerintah pusat dan daerah.

f. Evaluasi atas laporan akuntabilitas kinerja pemerintah pusat dan

daerah.

g. Pemeriksaan terhadap badan usaha milik daerah, Pertamina, Cabang

Usaha Pertamina, kontraktor bagi hasil, dan kontrak kerja sama,

badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah,

pinjaman bantuan luar negeri yang diterima pemerintah pusta, dan

badan usaha milik daerah atas permintaan daerah sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

h. Evaluasi terhadap pelaksanan good corporate governance dan laporan

akuntabilitas kinerja pada badan usaha milik negara, Pertamina,

Cabang Usaha Pertamina, kontraktor bagi hasil, dan kontrak kerja

sama, badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan

pemerintah.

i. Inevastigas terhadap indikasi penyimpangan yang merugikan negara,

badan usaha milik, dan badan-badan lain yang di dalamnya terdapat

kepentingan pemerintah, pemeriksaan terhadap hambatan kelancaran

Page 71: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

62

pembangunan, pemberian bantuan pemeriksaan terhadap instansi

penyidikan dan instansi pemerintah lainya.

j. Pelaksanaan analisis dan penyusunan laporan hasil pengawasan serta

pengendalian mutu pengawasan.

k. Pelaksanaan administrasi Perwakilan BPKP.

Dalam penyelenggaraan fungsi tersebut, BPKP mempunyai

kewenangan :

a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.

b. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan

secara makro.

c. Penetapan sistem informasi di bidangnya.

d. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah

yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan

supervisi di bidangnya.

e. Pentapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi

tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidangnya.

f. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yaitu :

1. Memasuki semua kantor, bengkel, gudang, bangunan, tempat-

tempat penimbunan, dan sebagainya.

2. Meneliti semua catatn, data elektronik, dokumen, buku perhitungan,

surat-surat bukti, notulen rapat panitia dan sejenisnya, hasil survei

Page 72: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

63

laporan-laporan pengelolaan, dan surat-surat lainnya yang

diperlukan dalam pengawasan.

3. Pengawasan kasa, surat-surat berharga, gudang persediaan dan

lain-lain.

4. Meminta keterangan tentang tindak lanjut hasil pengawasan, baik

hasil pengawasan BPKP sendiri maupun hasil pengawasan Badan

Pemeriksaan Keuangan, dan lembaga pengawasan lainnya.

Hubungan kerja antara Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) Perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan dengan

institusi Polri Polda Sulawesi Selatan dalam menyidik tindak pidana

korupsi, dimunculkan dari efektivitas penyidikan terhadap indikasi korupsi

itu sendiri. Sehingga dengan adanya kerjasama tersebut akan lebih

meningkatkan kinerja instansi terkait dalam hubungannya dengan

penyidikan tindak pidana korupsi.

Suatu hal yang harus dipahami dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia adalah adanya pembagian tugas dan wewenang bagi suatu

lembaga negara sehingga tugas dan wewenang tersebut dapat secara

baik dilaksanakan, serta adanya hambatan-hambatan dalam pelaksaan

tugas tersebut seperti kurangnya tingkat kemampuan sumber daya

sehingga dibutuhkan pihak lain untuk mengurusnya. Demikian juga halnya

di bidang penyidikan korupsi, maka penyidik kepolisian tentunya

mengalami hambatan dalam hal mengaudit catatan, angka-angka yang

akan disidiknya tentang suatu tindak pidana korupsi, maka berdasarkan

Page 73: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

64

keadaan tersebut kepolisian membutuhkan instansi yang memiliki

kompeten terhadap pengelolaan dan pengolahan angka-angka tersebut.

Salah satu instansi yang kompoten untuk hal tersebut adalah auditor

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

e. Kerjasama Penyidik Polri Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan

dengan Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan mengungkap

Kerugian Keuangan Negara.

Hubungan kerja antara instansi penyidik kepolisian dengan Auditor

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dituangkan

dalam berbagai kesepakatan yang salah satunya dapt dilihat dari uraian

selanjutnya:

Sesuai SE-853/D/VII/1995 tanggal 16 Juni 1995 tentang Bantuan

Pemeriksaan/Bantuan Tenaga Pemeriksaan BPKP kepada instansi

penyidik, ditetapkan bahwa apabila permintaan bantuan dari instansi

penyidik berupa :

1. Permintaan Bantuan Menghitung Jumlah Kerugian Keuangan

Negara.

Pelaksanaan dan hasilnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab

instansi penyidik, baik dalam hal penertiban surat tugas maupun

penyusunan laporannya. Petugas Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) yang diperbantukan cukup menyerahkan

secara tertulis hasil perhitungannya dengan sebuah nota/surat

Page 74: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

65

pengantar tersebut kepada atasan di BPKP yang memberi penugasan

perbantuan, sebagai tanggung jawab telah berakhirnya penugasan.

Sedangkan atasan yang bersangkutan tidak perlu meneruskan

tembusan tersebut ke instansi manapun.

2. Permintaan Bantuan sebagai Audit Investigatif

Pelaksanaan dan hasilnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab

BPKP, baik dalam hal penerbitan surat tugas maupun dalam

penyusunan laporan hasil pemeriksaannya. Oleh karena itu, sebelum

memenuhi permintaan instansi penyidik, harus diteliti dengan seksama

dan harus dipertimbangkan bukti-bukti terkait denagn kasus

penyimpangan yang berindikasikan merugikan keuangan Negara,

untuk memperoleh simpulan yang mendukung tindakan litigasi atau

tindakan korektif manajemen. 33

Agar pelaksanaan tugas sebagaimana dijelaskan di atas dapat

berjalan lebih efisien dan terarah, Deputi Kepala BPKP Bidang

Pengawasan Khusus/Kepala Perwakilan BPKP terlebih dahulu meminta

data kepada instansi penyidik:

1. Resume permasalahan.

2. Kasus posisi dan modus operandi beserta uraiannya.

3. Bukti pendukung untuk menghitung kerugian keuangan Negara.

33

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Deputi Bidang Investigasi. Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus Kasus Penyimpangan Yang Berindikasi Merugikan Keuangan/Kekayaan Negara dan/Atau Perekonomian Negara, Jakarta, 2001, hlm. 47

Page 75: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

66

Disamping itu, petugas pemeriksa BPKP harus mempunyai

kebebasan penuh untuk menentukan alat/barang bukti yang perlu

diperiksa dan tidak membatasi diri hanya pada alat/ barang bukti yang

diperoleh dari pihak instansi penyidik.

Selain kerjasama sebagaimana disebutkan diatas kerjasama

yang terbaru dibuat oleh BPKP dengan Kepolisian adalah Keputusan

Bersama Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepala

Badan Pengawasan dan Keuangan No. Pol. Kep/12/IV/2002, tanggal

12 April 2002, Nomor Kep. 04.02.00-219/K?2002 tanggal 29 April 2002

tentang Kerjasama dalam penanganan Kasus yang Berindikasikan

Tindak Pidana, dan Nota kesepahamam yang terakhir antara

Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,

dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No. KEP-

109/A/JA/09/2007 tentang Kerjasama Dalam Penanganan Kasus

Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Negara Yang Berindikasi

Tindak Pidan Korupsi Termasuk Dana Nonbudgeter.

Ruang lingkup kerjasama antara Institusi Kepolisian Daerah

(POLDA) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

meliputi:

1. Penerusan kasus penyimpangan yang berindikasikan tindak pidana

hasil audit BPKP untuk ditindaklanjuti oleh Polri.

Page 76: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

67

2. Permintaan bantuan audit investigasi dari Polri kepada BPKP guna

memperjelas adanya indikasi tindak pidana khususnya yag berkaitan

dengan kerugian keuangan.

3. Permintaan keterangan ahli dari Polri kepada BPKP dalam penyidikan

tindak pidana.

4. Permintaan bantuan tenaga auditor dari Polri kepada BPKP untuk

menghitung kerugian keuangan dalam rangka penyelidikan atau

penyidikan tindak pidana.

5. Kerjasama lain yang disepakati oleh Polri dan BPKP sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.34

Adapun proses kerjasama penyidikan kasus korupsi tersebut

adalah 35 Penyidik Polri yang menerima laporan dan atau mengetahui

tentang adanya suatu perbuatan yang diduga korupsi, melakukan

serangkaian tindakan penyidikan dengan mencari dan mengumpulkan

fakta-fakta dan bukti-bukti tentang korupsi tersebut. Setelah mendapat

dan memperoleh fakta/bukti tentang dugaan perbuatan merugikan

keuangan atau perekonomian negara, maka penyidik Polri meminta

bantuan kepada auditor BPKP untuk melakukakn audit investigasi untuk

mengetahui apakah terdapat kerugian keuangan negara atau

perekonomian negara.

34

Hasil Wawancara dengan Joko Suprianto, Ak, Auditor Muda BPKP Perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan, tanggal 03 Januari 2012.

35Ibid.

Page 77: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

68

Pihak BPKP setelah menerima surat dari penyidik meminta kepada

penyidik untuk melakukan ekspose/paparan tentang kasus dan bukti/fakta

yang sudah diperoleh. Setelah menerima penjelasan dan gambaran kasus

didukung fakta/bukti yang diperoleh penyidik, maka team auditor BPKP

datang ke tempat instansi penyidik yang meminta melakukan audit atas

fakta-fakta/bukti yang ada, dan melihat ke lokasi/TKP apabila dianggap

perlu.

Setelah melakukan audit, maka auditor mengkaji dan kemudian

membuat laporan hasil audit investigasi (LHAI) dan perhitungan kerugian

keuangan negara dan menyerahkan kepada penyidik yang bersangkutan.

Penyidik akan mempelajari hasil laporan auditor dan apabila hasil audit

menyimpulkan terdapat kerugian keuangan negara, maka perbuatan

tersebut masuk kategori pidana korupsi, dan penyidik akan meningkatkan

tahap penyidilikan menjadi penyidikan, dan akan ditetapkan siapa orang

yang bertanggung jawab atas kerugian negara tersebut atau dengan kata

lain ditetapkan tersangkanya.

Apabila audit dari auditor menyatakan tidak terdapat kerugian

negara, berarti perbuatan tersebut bukan tindak pidana korupsi. Laporan

hasil audit tersebut akan berfungsi sebagai alat bukti surat dan berfungsi

sebagai salah satu dari 5 (lima) alat bukti sebagaimana di atur dalam

Pasal 184 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 dan peranannya sangat

menentukan dalam pengungkapan tindak pidana korupsi.

Page 78: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

69

Apabila hasil audit belum ada maka suatu kasus tidak bisa

disimpulkan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana korupsi dan

juga tidak bisa ditetapkan seseorang sebagai tersangkanya.

Setelah penyidik menerima laporan hasil audit dari auditor BPKP,

kemudian penyidik meminta keterangan saksi dari auditor yang

bersangkutan untuk memperkuat dan menjelaskan temuannya atau hasil

auditnya, dan keterangan tersebut dibuat dalam Berita Acara

Pemeriksaan ahli dan berfungsi sebagai salah satu dari alat bukti pada

Pasal 184 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yaitu

sebagai alat bukti keterangan ahli.

Sehinga dari auditor BPKP ini akan diperoeh 2 alat bukti ditambah

dengan keterangan saksi yang tentunya pasti ada, sehingga dengan

adanya 3 alat bukti sudah dapat menggiring seseorang menjadi tersangka

untuk disidangkan di Pengadilan, karena menurut Pasal 183 Undang-

Undang No. 8 Tahun 1981 bahwa dengan 2 alat bukti saja ditambah

keyakinannya, hakim sudah dapat menjatuhkan pidana kepada

seseorang.36

Berikut ini akan dipaparkan hasil dari rekapitulasi investiasi BPKP

atas permintaan penyidik Polda Sulawesi Selatan tentang tindak pidana

korupsi dalam wilayah hukum Polda Sulawesi Selatan dan belum dari

masing-masing Polres Tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.

36

Wawancara Dengan Penyidik Tindak Pidana Korupsi Polda Sulsel, Bapak AKP Mas’ud, S.os, Kanit III/Tipikor Dit. Reskrimsus Polda Sul-Sel, Selasa/31 januari 2012

Page 79: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

70

Tabel 2 : Permintaan Audit Investigasi Dari Penyidik Polda Sulawesi

Selatan Kepada Auditor BPKP Perwakilan Propinsi Sulawesi

Selatan Tahun 2007-2011

No Tahun Jlh. Permintaan

Audit

Jlh. Audit Yang

Dipenuhi BPKP Ket

1

2

3

4

5

2007

2008

2009

2010

2011

4 kasus

5 kasus

7 kasus

13 kasus

12 kasus

4 kasus

5 kasus

7 kasus

9 kasus

9 kasus

Sidik

Sidik

Sidik

Sidik

Sidik

Jlh 41 kasus 34 kasus Sidik

Sumber : Data Sat III/Tipikor Dit Reskrim Sus Polda Sulsel

Tabel 3 : Realisasi Audit Investigasi BPKP Atas Permintaan Penyidik

Polda Tahun 2007 s/d 2011

No. Tahun Jumlah Kasus yang diaudit

Nilai Temuan Kerugian Negara (Rp)

1. 2007 4 Kasus -

2. 2008 5 Kasus -

3. 2009 7 Kasus -

4. 2010 9 Kasus 2.119.144.051.00

5. 2011 12 kasus 8.279.793.88331

Sumber : Data BPKP Perwakilan Propinsi Sulsel.

Page 80: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

71

Tabel 4 : Permintaan audit investigasi dari penyidik Kejaksaan Tinggi

Sul-sel kepada Auditor BPKP Provinsi Perwakilan Sul-sel

Tahun 2007 s/d 2011.

No. Tahun Jumlah Permintaan Audit

Jumlah Audit Yang dipenuhi BPKP

1. 2007 6 Kasus 6 kasus

2. 2008 4 Kasus 4 kasus

3. 2009 8 Kasus 8 kasus

4. 2010 10 Kasus 10 kasus

5. 2011 7 kasus 7 kasus

Jumlah 35 Kasus 35 Kasus

Sumber : Data Bag. Pidsus Kejaksaan Tinggi Sul-sel.

Tabel 5 : Realisasi Audit Investigasi BPKP Atas Permintaan Penyidik

Kejaksaan tinggi Sul-sel Tahun 2007 s/d 2011

No. Tahun Jumlah Kasus yang diaudit

Nilai Temuan Kerugian Negaran (Rp)

1. 2007 6 Kasus -

2. 2008 4 Kasus -

3. 2009 8 Kasus -

4. 2010 10 Kasus 9.547.218.844.00

5. 2011 7 kasus 12.129.321.922.00

Sumber : Data BPKP Perwakilan Propinsi Sulsel.

Page 81: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

72

Dari tabel di atas dapat dilihat audit investigasi yang dilakukan oleh

BPKP Perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan telah sesuai dengan jumlah

permintaan penyidik Polda Sulawesi Selatan. Sedangkan rata-rata

permintaan audit investigasi yang ditujukan kepada BPKP Perwakilan

Sulawesi Selatan mengalami kenaikan yang signifikan. Hal tersebut

terlihat dari perubahan jumlah permintaan audit investigasi yang diajukan

oleh Penyidik Polda Sulsel kepada auditor BPKP perwakilan provinsi

Sulawesi Selatan dimana pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2010

mengelami kenaikan dari 8 (delapan) kasus hanya 6 (enam) kasus yang

berhasil dipenuhi oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan) 2 (dua ) dari 8 (delapan) kasus tersebut bukan

merupakan kerugian Negara menurut pihak BPKP Perwakilan Provinsi

Sulawesi Selatan, kemudian dari tahun 2011 mengalami kenaikan yang

signifikan kalau dibandingkan dengan tahun 2010. Tetapi permintaan

investigasi kembali mengalami kenaikan drastis pada tahun 2011 yaitu

dari 12 kasus korupsi yang dilidik oleh Polda Sulsel, hanya 9 kaus yang

dapat diminta audit investigasi oleh BPKP Perwakilan Provinsi Sulsel,

sedangkan 3 kasus diantaranya dalam proses penyelidikan dan untuk

melihat pelaksanaan audit BPKP atas permintaan penyidik kepolisian

maka dapat dilihat dari skema berikut ini :

Page 82: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

73

Gambar 3.1 Skema Pelaksanaan Audit BPKP atas Permintaan Penyidik

Polri.37

37

Wawancara dengan Penyidik Tindak Pidana Korupsi Polda Sulsel, Bapak Kompol. Mas’ud, S.sos, Kanit 3 Sat III/Tipikor Dit. Reskrim Poldasu/Penyidik, Selasa/31 Januari 2012

Periksa Auditor

Sebagai Ahli

Hentikan

Penyelidikan

(bukan Korupsi)

Penyidik

Lanjutkan ke

Tahap

Penyidik

Polri

Kumpulan

BuktiBukti

Petunjuk/Informas

Minta Audit

Kasus Indikasi

Korupsi (taraf

Penyelidikan)

Ada kerugian

Negara

Tidak ada

Kerugian

BPKP Bentuk

Team Auditor &

Lakukan audit

BPKP Undang

Penyidik Untuk

Paparkan Kasus

Auditor BPKP

terbitkan

Laporan Hasil

BPKP serahkan Laporan

Hasil Audit Kepada

Penyidik

Page 83: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

74

Skema di atas menjelaskan pada titik awal dimulainya pelaksanaan

audit BPKP atas pemintaan penyidikan Polda yaitu ditemukan kasus

indikasi korupsi (Tahap penyidikan) oleh penyidik Polda. Selanjutnya dari

skema tersebut berdasarkan adanya indikasi korupsi maka penyidik Polda

mengumpulkan bukti-bukti, petunjuk maupun informasi. Berdasarkan

pengumpulan bukti, petunjuk dan informasi, maka BPKP mengundang

penyidik untuk memaparkan kasusnya. Setelah mendapatkan paparan

atas kasus tersebut maka BPKP membentuk suatu team auditor yang

melakukan pekerjaan audit investigatif.

Setelah BPKP melakukan pekerjaan audit maka auditor membuat

laporan hasil audit, kemudian hasil audit tersebut diserahkan kepada

penyidik Polda. Apabila hasil dari laporan BPKP yang menjelaskan tidak

ada kerugian negara maka oleh penyidik Polri direspon dengan

memberhentikan penyelidikan karena indikasi yang ditemukan bukan

korupsi. Dan apabila laporan hasil audit tersebut ketahap penyidikan

kasus korupsi. Selain hasil audit dapat dijadikan alat bukti maka auditor

juga dapat dihadirkan sebagai saksi ahli.

Berdasarkan wawancara dengan penyidik tindak pidana korupsi

pada Dit. Reskrimsus Polda Sulsel Masud, S.Sos, mengatakan bahwa

dalam rangka pengungkapan tindak pidana korupsi sudah menjadi

keharusan bahwa setelah penyidik melakukan penyidikan terhadap suatu

kasus yang diduga ada indikasi tindak pidana korupsi, Penyidik wajib

meminta bantuan kepada Auditor BPKP untuk melakukan audit

Page 84: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

75

investigasi yang ditujukan untuk mengetahui apakah telah terdapat

kerugian negara atau kerugian perekonomian negara. Apabila laporan

hasil auditor BPKP menyatakan bahwa sudah terdapat kerugian keuangan

negara dengan mencantumkan angka-angka/nilai nominal meningkatkan

dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan, sehingga perananan auditor

BPKP sangatlah strategi dan sangat menentukan dimana suatu kasus

yang sedang diselidiki dapat dikatakan ada indikasi tindak pidana korupsi

hanyalah sesudah auditor menyatakan dalam laporan hasil audit bahwa

atas kasus yang sedang diselidiki oleh penyidik ada ditemukan kerugian

keuangan negara.38

38

Wawancara Dengan Penyidik Tindak Pidana Korupsi Polda Sulsel, Bapak Kompol, Mas’ud, S.sos Kanit 3 Sat III/Tipikor Dit. Reskrimsus Polda/Penyidik, Selasa/31 Desember 2012.

Page 85: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

76

Lanjut AKP Masud, S.Sos bahwa terjadi indikasi tindak pidana

korupsi, proses awalnya mulai dari penyidikan dan selalu bekerja sama

dengan BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan, alasannya karena

BPKP mitra Polri berdasarkan atas kerja sama yang tertuang dalam satu

nota kesepakatan atau disebut Momarandum Of Undarstanding ( MOU ),

selain itu juga setiap permintaan audit investigativ dalam hal menghitung

kerugian keuangan negara prosesnya tidak terlalu lama dan prosedurnya

tidak tidak berbelit-belit, berbeda dengan lembaga BPK prosesurnya

permintaan audit investigasi harus prosedurnya melalui BPK pusat, dan

prosesnya terlalu lama, lagi pula tugas dan wewenangnya berpusat pada

audit keuangan Negara di daerah-daerah dan bukan pengauditannya

pada anggaran yang digunakan oleh daerah.

Lanjut dikatakan AKP Masud, S.Sos mengatakan bahwa mengenai

syarat seorang auditor BPKP harus memiliki sertifikat auditor lalu bisa

berhak melakukan audit investigative terhadap dugaan tindak pidana

korupsi dalam hal menghitung kerugian keuangan Negara atau

perekonomian Negara, untuk itu ada dua macam audit menurut Masud

yaitu : pertama Investigasi khusus dibidang barang dan kedua Investigasi

khusus dibidang konstruksi.

Kerja sama berdasarkan MOU menurut M. Ahsan, SH. (Aspidsus

Kasi Penuntutan Kejaksaan Tinggi Sul-Sel) bahwa setiap permintaan audit

investigasi kerugian keuangan Negara baik dari Kepolisian maupun dari

Penyidik Kejaksaan wilayah hukum Sulawesi Selatan begitu banyak,

Page 86: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

77

sedangkan peronil auditor BPKP tidak cukup atau sangat minim

jumlahnya untuk memenuhi permintaan audit kerugian keuangan Negara,

sehingga memakan waktu yang cukup lama untuk tuntasnya

penghitungan kerugian keuangan Negara maupun kerugian

perekonomian Negara, meskipun hal tersebut tidak diatur dalam Undang-

undang, namun dalam praktek selama ini digunakan oleh pihak Kejaksaan

di pengadilan, lain halnya dengan lembaga BPK, menurut Ahsan bahwa

Kejaksaan pernah melukan permintaan kepada BPK Perwakilan Provinsi

Sulsel untuk menghitung kerugian Keuangan Negara, akan tetapi

prosesnya terlalu lama karena harus ada ijin dari BPK pusat, intinya

proses dan prosedur terlalu birokratis dan memakan waktu lama, berbeda

dengan BPKP yang prosedur dan prosesnya tidak terlalu lama dan tidak

berbelit belit apabila setiap permintaan audit investigative oleh Kejaksaan

maupun Kepolisian.

Ruang lingkup kerja sama dalam nota kesepakatan (MOU)

diantaranya sangat terkait langsung dengan masalah tukar menukar

informasi menyangkut kasus/masalah dan penanganan perkara

penyimpangan pengelolaan keuangan Negara yang berindikasi tindak

pidana korupsi, termasuk dana nonbudgeter, termasuk dalam hal

penanganan kasus/masalah yang dapat menghambat laju pembangunan

nasional.

Berdasarkan hasil wawancara dengan M Joko Supriyanto, Ak.

( Auditor Madya Kabid. Investigasi BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi

Page 87: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

78

Selatan) mengatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan audit oleh BPK,

biasa menunggu hasil audit dari APIP (Aparat Pengawas Internal

Pemerintah) lembaga BPKP, sedangkan kedudukan lembaga BPK

lembaga tinggi Negara, tugas BPKP dalam mengaudit kerugian keuangan

Negara adalah atas permintaan dari Kejaksaan dan Kepolisian, karena

yang mempunyai kwalifikasi audit hanyalah BPK, adapun kerja sama

antara BPKP, Kejaksaan dan Kepolisian sebagaimana dituangkan dalam

MOU Nomor : Kep-109/A/JA/09/2007, No.Pol : B/2718/IX/2007 Nomor :

Kep-1093/K/D6/2007 tanggal 28 September 2007. Tentang Kerja Sama

Dalam Penanganan Kasus Penyimpangan Pengelolaan Keungan Negara

Yang berindikasi Tindak Pidana Korupsi Termasuk dana Nonobudketer,

artinya bahwa posisi masing, yaitu dalam Bab VI Gelar Kasus dan Gelar

Perkara Pasal 6 ayat (3) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) instansi penyidik menetapkan pelanggaran hukum, sedangkan BPKP

menetapkan ada/tidaknya indikasi kerugian keuangan Negara, sehingga

dapat ditetapkan status kasus yang berindikasi tindak pidana korupsi atau

bukan tindak pidana korupsi.

Kerjasama antara BPKP dengan penyidik Polri yang sudah

berlangsung sejak tahun 2002 sangat efektif dimana seluruh permintaan

penyidik wilayah hukum Polda kepada BPKP untuk mengaudit selalu

dipenuhi dan hasilnya diserahkan kepada penyidik Polda Sulsel.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa BPKP adalah lembaga pengawas

keuangan yang ada selain BPK. Dimana kedua lembaga yakni BPK dan

Page 88: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

79

BPKP memiliki kompetensi yang berbeda atas tindak lanjut kerugian

negara melalui audit investigatif dalam kaitannya dengan unsur pidana.

BPK memperoleh kewenangan berdasarkan Pasal 23 E Undang-Undang

Dasar 1945, sebagai lembaga pemeriksa keuangan yang memperolah

kewenangan berdasarkan atributif melalui undang-undang. Pemeriksa

menurut Undang-undang No. 15 Tahun 2004 adalah orang yang

melakukan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab

keuangan negara untuk dan atas nama BPK yang dapat melakukan

pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian

negara/daerah dan atau unsur tindak pidana korupsi.

Berbeda dengan BPKP yang memperoleh kewenangan melakukan

audit investigatif berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008 yang hanya

merupakan bagian dari sistem pengendalian intern pemerintah dalam

kaitannya dengan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan

fungsi instansi pemerintah yang bersifat preventif. Artinya BPKP tidak

memiliki kewenangan yang kuat dalam melakukan pemeriksaan

investigatif berkaitan dengan unsur tindak pidana korupsi. Sehingga ketika

ditemukana adanya kerugian negara yang mengandung unsur pidana,

maka kewenangan tindak lanjut atas temuan tersebut sampai pada proses

hukumnya adalah menjadi kewenangan BPK. Dalam hal ini BPK sebagai

pihak yang paling berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian negara

yang berkaitan dengn tindak pidana korupi setelah memperoleh laporan

dari lembaga pengawasan internal seperti Inspektorat Jenderal,

Page 89: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

80

Inspektorat Propinsi/Kabupaten/Kota dan BPKP, maupun atas temuan

hasil audit investigatif BPK itu sendiri.

B. Kedudukan Hukum Hasil Bukti Audit Auditor Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap indikasi Kerugian

Negara dihubungkan dalam Sistem Pembuktian.

a. Karakteristik Bukti Audit

Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka

atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan yang dapat

digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya.

Bukti audit ini menghasilkan hasil audit yang menginformasikan

kepada pemakai informasi mengenai apa yang dilakukan oleh auditor dan

kesimpulan yang diperolehnya.

Tentang syarat-syarat yang menjadi bukti audit tersebut terdapat empat

syarat yaitu39:

1. Relevan

Bukti yang relevan maksudnya adalah bukti yang secara logis

mempunyai hubungan dengan permasalahannya Kompeten tidaknya

suatu bukti dipengaruhi oleh sumber bukti, cara mendapatkan bukti

dan kelengkapan persyaratan juridis bukti tersebut. Dilihat dari

sumbernya bukti tetang kepegawaian yang didapat dari Bagian

39

Arens, Auditing, pendekatan terpadu, adaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, Jakarta: Salemba Empat,2003.

Page 90: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

81

Kepegawaian lebih kompeten dibanding dengan bukti yang didapat

dari pihak lain, bukti yang jelas sumbernya lebih kompeten dari bukti

yang didapat dari sumber yang tidak jelas. Bukti buatan pihak luar

(bukti ekstern) pada umumnya lebih kompeten dari bukti buatan

auditan (bukti intern).

Dilihat dari cara auditor mendapatkan bukti, bukti yang didapat

auditor dari pihak luar auditor lebih kompeten daripada bukti yang

didapat dari auditan, bukti yang didapat melalui pengamatan langsung

oleh auditor sendiri lebih kompeten dari bukti yang didapat oleh melalui

pihak lain.

Dilihat dari persyaratan yuridis, bukti yang ditandatangani,

distempel, ada tanggal, ada tanda persetujuan, dan lain-lain lebih

kompeten dari bukti yang tidak memenuhi syarat hukum. Bukti asli

lebih meyakinkan daripada foto copian. Bukti yang dilegalisir oleh

auditan lebih kompeten daripada foto copiannya.

Ada suatu pandangan bahwa Sistem Pengendalian Manajemen

(SPM) menentukan pula kehandalan bukti. Bukti yang didapat dari

suatu organisasi yang memiilki SPM ( Sistem Pengendalian

Manajemen ) yang baik lebih dapat diandalkan daripada bukti-bukti

yang didapat dari organisasi yang SMP-nya kurang baik. Kompeten

atau tidaknya bukti dilihat dari satu persatu bukti. Ada bukti yang

kompetensinya tinggi dan ada bukti yang kompetensinya rendah.

Page 91: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

82

1. Cukup

Bukti yang cukup berkaitan dengan jumlah kuantitas dan atau nilai

keseluruhan bukti. Bukti yang cukup berarti dapat

mewaliki/menggambarkan keseluruhan keadaan/kondisi yang

dipermasalahkan.

2. Material

Bukti yang material adalah bukti yang mempunyai nilai yang cukup

berarti dan penting bagi pencapaian tujuan organisasi. Materialitas

atau keberartian tersebut dapat dilihat antara lain dari :

a. Besarnya nilai uang atau yang bernilai uang besar.

b. Pengaruhnya terhadap kegiatan (walaupun nilainya tidak

seberapa).

c. Hal yang menyangkut tujuan audit.

d. Pentingnya menurut peraturan perundang-undangan (selisih kas

tidak boleh terjadi, karena itu seandainya terdapat selisih kas,

berapapun besanya harus dicari sebab-sebabnya).

e. Keinginan pemanfaatan laporan

f. Kegiatan yang pada saat audit dilakukan sedang jadi perhatian

umum.

Syarat-syarat bukti audit relevan, komputer, cukup, dan material

(rekocuma) tidak sendiri tetapi merupakan satu kesatuan yang

menyeluruh. Bukti audit agar dapat mendukung kesimpulan/pendapat

auditor harus mengandung unsur relevan, kompeten, cukup, dan material.

Page 92: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

83

Bukti yang relevan, cukup dan material tidak ada gunanya bila tidak

kompeten. Bukti yang kompeten tidak ada gunanya bila tidak relevan.

Bukti yang relevan dan kompeten tidak adanya gunanya bila tidak cukup

mewakili.

Bukti audit dapat dibedakan dalam beberapa jenis atau golongan

sebagai berikut : 40

1. Bukti fisik.

Bukti fisik adalah bukti yang diperoleh melalui pengamatan langsung

dengan mata kepala auditor sendiri menyangkut harta berwujud.

Pengamanan langsung oleh auditor dilakukan dengan cara inventarisasi

fisik (dikenal pula dengan sebutan opname) dan inspeksi ke lapangan (on

the spot). Hasil pengamatan fisik oleh auditor tersebut dikukuhkan ke

dalam suatu media pengganti fisik yaitu Berita Acara Pemeriksaan Fisik.

Hasil Inspeksi Lapangan, Foto. Surat Pernyataan, Denah Lokasi atau Peta

Lokasio, dan lain-lain.

Pengamatan fisik dapat dilakukan untuk meyakinkan mengenai

keberasannya (kuantitatif) dan mutu (kualitatif) dari aktiva berwujud.

Namun kehandalannya sangat tergantung dari kemampuan auditor yang

bersangkutan dalam memahami harta berwujud yang diaudit. Misalnya,

seorang auditor yang ditugaskan menguji fisik berbagai jenis obat tentu

saja tidak efektif apabila auditor tersebut sama sekali tidak memahami

40

Ibid., hlm. 34

Page 93: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

84

obat-obatan. Di dalam keadaan tertentu hasil pengamatan fi sik saja

belum sepenuhnya dapat dipakai untuk mengambil kesimpulan audit,

karena itu perlu didukung dengan bukti yang lain.

2. Bukti dokumen

Bukti audit yang paling banyak dityemui oleh auditor adalah bukti

dokumen. Bukti dokumen pada umumnya tersebut dari kertas yang

mengandung huruf, angka dan informasi, serta simbol-simbol dan lain-lain.

Bukti dokumen pada umumnya terbentuk lembaran-lembaran kertas, baik

berdiri sendiri maupun yang digabungkan.

Dalam menilai atau mengevaluasi bukti dokumen, auditor sebaiknya

memperhatikan pengendalian intern sumber dokumen tersebut dan

terpenuhinya persyaratan juridis. Kelemahan sistem pengendalian

manajemen memungkinkan dokumen mengandung kesalahan atau

kelalaian yang tidak disengaja, tetapi tidak tertutup kemungkinan

terjadinya dokumen palsu yang dibuat oleh karyawan yang tidak jujur.

Makin mudah dokumen dibuat, tanpa prosedur pengendalian manajemen

yang baik, makin besar kemungkinan dokumen itu mengandung kesalahn

dan atau kecurangan. Jika sistem pengendalian manajemen lemah,

auditor tidak sepenuhnya mempercayai bukti dokumen tetapi harus

menambah pengujian dengan dokumen lain.

Page 94: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

85

Dilihat dari sumbernya, bukti dokumen dapat berupa :

a. Bukti intern yang aslinya telah diserahkan ke pihak ketiga (antara lain

bukti kas masuk).

b. Bukti eskteren yang aslinya ada di auditan (antara lain bukti kas keluar

faktur).

c. Bukti yang didapat auditor langsung dari pihak ketiga (antara lain

rekening koran bank).

d. Bukti audit yang masih disimpan auditan (antaralain anggaran,

prosedur, tembusan dokumen).41

Dalam bukti dokumen termasuk bukti catatan. Bukti catatan adalah

bukti yang berbentuk buku-buku atau catatan yang sengaja dibuat untuk

kepentingan auditan. Bukti dokumen digunakan sebagai sumber

pencatatan (buku-buku), atau sebaliknya dari catatan (buku-buku) dapat

digunakan sebagai dasar pembuatan dokumen. Dari catatan selanjutnya

dapat dibuath pertanggungjawaban atau akuntabilitas atau laporan

berbagai bentuknya. Karena itu catatan juga merupakan bukti yang

penting sebagai pembanidng atau penguji kewajaran bukti lainnya dan

pertanggung jawaban.

3. Bukti keterangan

Yang termasuk bukti keterangan adalah bukti kesaksian, bukti lisan

dan bukti spesialis (ahli). Bukti kesaksian adalah bukti peyakin yang

didapat dari pihak lain karena diminta oleh auditor. Peyakin maksudnya

41

Ibid., hlm. 36-37

Page 95: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

86

adalah untuk mendukung bukti-bukti lain yang telah didapatkan oleh

auditor, biasanya bukti fisik, bukti dokumen, atau bukti lisan, kemudian

dilengkapi dengan bukti kesaksian.

Bukti lisan adalah bukti yang didapat oleh auditor dari orang lain

melalui pembicaraan secara lisan. Orang lain tersebut mungkin bebrasal

dari luar auditan maupun dari pihak auditan sendiri. Informasi lisan ini

perlu di catat oleh auditor dengan seksama termasuk nara sumbernya.

Banyak infomasi lisan yang didapat oleh auditor tetapi pihak

memberikan informasi tidak bersedia memberikan pernyataan tertulis yang

ditandatanganinya.

Bukti spesialis adalah bukti yang didapat dari tenaga ahli, baik

seorang pribadi maupun suatu instansi atau institusi yang memiliki

keahlian yang kompeten dalam bidangnya. Tenaga spesialis yang dapat

digunakan adalah semua profesi seperti ahli pertambangan, doktor, ahli

purbakala, ahli pertanian, ahli hukum, ahli perbankan dan lain sebagainya.

Untuk memenuhi syarat kompetensi buku audit, maka kompetensi tenaga

spesialis tersebut harus terjamin, betul-betul ahli yang diakui oleh umum.

b. Kedudukan Hasil Audit Sebagai Alat Bukti Surat

Pembuktian memegang peranan yang cukup signifikan pada suatu

proses penegakan hukum pidana, karena alat bukti didasarkan atas suatu

perbuatan yang dituduhkan pada seorang tersangka dan terdakwa.

Dengan alat-alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan

Page 96: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

87

pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya

suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa.42 Hukum acara pidana

mengatur tentang beberapa alat bukti, yakni Pasal 184 KUHAP, Pasal 185

KUHAP (keterangan saksi), Pasal 186 KUHP (keterangan ahli), Pasal 187

KUHAP (surat), Pasal 188 KUHAP (petunjuk), Pasal 189 KUHAP

(Keterangan terdakwa). Pada pembuktian perkara tindak pidana korupsi

berpedoman pada KUHAP dan Undang-Undang No. 31 tahun 1999

tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang No.

20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Alat-alat bukti

sebagaimana dirumuskan di dalam KUHAP tersebut menjadi pegangan

aparat penegak hukum khususnya Polri untuk menemukan dan mencari

kebenaran materil (Subtantial Truth) dengan mengumpulkan bukti, melalui

bukti ini akan membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan

guna menemukan tersangkanya. Dalam rangka penanganan tindak

pidana korupsi secara represif yang diberikan oleh undang-undang

mensyaratkan kepada Polri untuk menemukan bukti, peran penyidik Polri

yang merupakan bagian dari riminal justice system terhadap

penanggulangan tindak pidana korupsi harus juga didasarkan pada

pencapaian suatu usaha untuk melakukan pemberantasan dan

penanggulangan tindak pidana korupsi dan tetap mengarahkan secara

integrited (terpadu) seluruh komponen perangkat kepolisian itu sendiri.

42 Subkti, Hukum Pembuktian, (Jakarta, Pradya Pramata, 1987), hal. 119.Martiman

Projokwidjojo dalam Sangsaka Hari dan Rasita Lily, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana , (Bandung : Mandar Maju, 2003),. Hal 15.

Page 97: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

88

Prinsip hukum acara pidana yang didasarkan kepada beberapa

sistem pembuktian yang dianut. Pada sistem peradilan pidana Indonesia

mengandung pembuktian negatif lebih dominan untuk penanganan suatu

peristiwa pidana. Konsekuensi yang timbul adalah penekanan pada alat

bukti yang cukup untuk dimulainya proses sistem peradilan pidana

(penekanan pada pembebanan pembuktian).43

KUHAP sedikit sekali mengatur tentang alat bukti surat. Hanya dua

pasal yakni Pasal 184 dan secara khusus Pasal 187. HIR juga demikian,

secara khusus diatur dalam tiga pasal saja, yakni Pasal 304, 305 dan 306.

Walaupun hanya 3 pasal yang isinya hampir sama dengan Pasal 187

KUHAP, dalam Pasal 304 HIR, disebutkan bahwa aturan tentang nilai

kekuatan dari alat buktisurat pada umumnya dan surat resmi (openbaar)

dalam hukum acara pidana. Dengan demikian, mengenai surat-surat pada

umumnya (maksudnya dibawah tangan) dan surat-surat resmi (akta

otentik) mengenai nilai pembuktiannya dalam perkara pidana harus

menurut hukum antara perdata. Tetapi ketentuan seperti Pasal 304 HIR

ini, tidak ada dalam KUHAP.44

Dulu ketika HIR masih berlaku, berdasarkan Pasal 304 ini praktek

hukm perkara pidana mengenai penggunaan dan penilaian alat bukti surat

dapat meniru pembuktian dengan alat bukti surat dalam hukum acara

43

Satoelid Kartanegara dalam Tb. Irman. Hukum Pembuktian Pencucuain Uang, (Bandung : MQS Publishig & Ayyccs Group, 2006)., hal, 135-137,

44 Adami Chazawi. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, (Bandung : Alumni, 2006),.

Hlm. 68

Page 98: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

89

perdata. Artinya, pembuktian dengan surat dalam hukum acara perdata

berlaku pula pada pembuktian dengan surat dalam perkara pidana, tetapi

sekarang setelah berlakunya KUHAP, sudah tidak lagi. Segala

sesuatunya diserahkan pada kebijakan hakim, dengan alasan bahwa alat-

alat bukti dalam perkara pidana adalah merupakan alat bukti bebas. Tidak

ada suatu alat buktipun yang mengikat hakim, termasuk akta otentik dan

penilaiannya diserahkan kepada hakim.

Memang, prinsip hukum pembuktian dalam hukum acara pidana

berbeda dengan pembuktian hukum acara perdata, mengingat dalam

hukum pembuktian perkara pidana diperlukan keyakinan hakim atas dasar

minimal alat bukti, sedangkan dalam hukum pembuktian perkara perdata

tidak diperlukan kayakinan hakim. Karena apa yang dicara dari

pembuktian dalam hukum acara pidana adalah kebenaran material,

sedangkan dalam hukum acara perdata kebenaran formil sudahlah cukup,

seperti hanya nilai alat bukti akta otentik sebagai alat bukti sempurna yang

mengikat hakim. Dengan didapatnya kebenaran material dari minimal dua

alat bukti yang sah, dapat lebih terjaminnya kebenaran dan tepatnya

bentukan keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa, sebagai syarat

untuk menjatuhkan pidana.45

Berdasarkan sistem pembuktian yang berbeda, apapun alat buktinya

seperti akta otentik yang menurut hukum acara perdata adalah alat bukti

45

Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi, (Bandung : Mandar Maju, 2001)., hlm. 121

Page 99: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

90

sempurna, tetapi dalam hukum pembuktian perkara pidana satu akta

otentik saja akan lumpuh kekuatan buktinya apabila tidak ditunjang oleh

alat bukti lain, walaupun hakim yakin kebenaran dari akta otentik tersebut,

karena dalam hukum pembuktian perkara pidana didikat dengan beberapa

ketentuan yakni :

1. Adanya syarat minimal pembuktian. Satu alat bukti saja tidaklah cukup

dalam perkara pidana, melainkan harus minimal dua alat bukti (Pasal

184 jo 185 ayat 2 KUHAP).

2. Diperlukan adanya keyakinan hakim. Dari minimal dua alat bukti

terbentuklah keyakinan tentang 3 hal (terjadi tindak pidana, terdakwa

melakukannya, dan ia dapat dipersalahkan atas perbuatannya

itu(Pasal 183 KUHAP).46

Menurut Pasal 187 ada 4 (empat) surat yang dapat dipergunakan

sebagai alat bukti. Tiga surat harus dibuat di atas sumpah atau dikuatkan

dengan sumpah (Pasal 187 huruf a, b d c), sedangkan surat yang

keempat adalah surat di bawah tangan (Pasal 187 huruf d KUHAP).47

46

Adami Chazawi, Op. Cit., hlm. 69 47

Pasal 187 KUHP berbunyi : surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah : a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuatu oleh pejabat umum yang

berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termausuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan.

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta, secara resmi daripadanya.

Page 100: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

91

Dari hasil wawancara dengan Laporan Hasil Pengauditan yang

dibuat auditor adalah berfungsi sebagai alat bukti surat sebagaimana

dimaksudkan dalam Pasal 184 KUHAP.48

Hasil audit dapat digolongkan kepada bentuk ketiga dari Pasal 187

huruf c KUHAP. Karena surat hasil audit tersebut adalah surat yang dibuat

oleh seorang ahli yang isinya berupa pendapat mengenai hal tertentu

dalam bindag keahliannya itu yang hak tersebut berhubungan dengan

suatu perkara pidana. Surat ini dibuat memenuhi permintaan penyidik

secara resmi, seperti pada permintaan untuk melakukan audit.

Pasal 187 huruf a KUHAP adalah surat yang mengandung unsur

sebagai berikut :

1. Dibuat di atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah pejabat

yang membuatnya.

2. Dibuat oleh pejabat umum atau dibuat dihadapannya.

3. Surat dalam bentuk resmi

4. Isinya surat adalah keterangan mengenai kejadian atau keadaan yang

didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, yang disertai alasan

yang jelas dan tegas dari keterangan dalam surat itu.

Suatu yang dimaksud Pasla 187 huruf a ini misalnya, akta perjanjian

yang dibuat oleh para pihak atau dihadapan notaris berupa partijakte.

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian

yang lain. 48

Wawancara Dengan Penyidik Tindak Pidana Korupsi Polda Sulsel, Bapak AKP.Mas’ud, S.sos. Kanit 3 Sat III/Tipikor dit. Reskrimsus Polda/Penyidik, Selasa/31 Januari 2012.

Page 101: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

92

Juga akta-akta yang dibuat oleh pejabat umum itu sendiri (akta abtelijk)

seperti berita acara penyitaan yang dibuat oleh penyidik. Hasil audit tidak

dapat digolongan dalam Pasal 187 huruf a ini karena hasil audit bukan

merupakan suatu perjanjian yang diterangkan dalam suatu akta.

Surat yang disebut Pasal 187 huruf b adalah surat-surat yang dibuat

oleh pejabat umum mengenai hal-hal yang masuk bidang tata lasana

umum mengenai hal-hal yang masuk bidang tata laksana (administrasi)

yang menjadi tugas dari pejaba umum tersebut. Tujuan dibuatnya surat

semacam ini untuk pembuktian mengenai suatu hal atau suatu keadaan.

Misalnya, untuk membuktikan adanya perkawinan disebut surat nikah,

untuk membuktikan adanya kematian disebut akta kematian. Hasil audit

tidak dapat digolongkan dalam Pasal 187 huruf b ini karena ia tidak masuk

bidang tata laksana administrasi yang menjadi tugas pejabat umum.

Sedangkan surat lain yang dimaksud huruf d sebenarnya bukan

surat yang dibuat oleh pejabat umum atau dihadapannya, tetapi berupa

surat biasa, yang bukan merupakan akta yang dimaksud huruf a, b dan c.

Surat inid ibuat bukan untuk membuktikan tentang keadaan atau kejadian

tertentu. Dan hasil audit tidak dapat digolongkank dalam surat ini karena

hasil audit bukan dibuat untuk membuktikan keadaan atau kejadian

tertentu apabila diperlukan, tetapi dibuat dengan sengaja untuk

membuktikan adanya tindakan korupsi.

Page 102: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

93

Surat yang dimaksud huruf d ini juga hanya mengandung nilai

pembuktian apabila isi surat itu ada hubungannya dengan isi dari alat

bukti yang lain. Artinya surat ini baru mempunyai nilai pembuktian jika

isinya bersesuain dengan isis dari alat bukti lain. Jika dihubungkan

dengan syarat minimal pembuktian untuk menjatuhkan pidana, maka

sesungguhnya ketentuan harus mempunyai hubungan ini, hanya untuk

menegaskan saja. Lagipula surat-sura lain juga tidak bernilai jika

berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 183 jo Pasal 185

ayat (2) KUHAP.

c. Kedudukan Hasil Audit Sebagai Alat Bukti Surat dengan

Keterangan Ahli.

Sebagaimana diuraikan pada awal pembahasan sub bab ini

bahwa hasil audit adalah hasil kerja seorang auditor yang memiliki

keahlian dalam bidang pekerjaannya.

Auditornya yang melakukan perhitungan/audit akan diminta

keterangan ahli yang diterangkan dalam berita acara pemeriksaan

ahli, maka pada saat persidangan auditor akan tampil di persidangan

dan keterangan tersebut juga berfungsi sebagai alat bukti yaitu

keterangan ahli sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.49

49

Wawancara Dengan Penyidik Tindak Pidana Korupsi Polda Sulawesi Selatan, Bapak Kompol mas’ud, Sos,Kanit 3 Sat III/Tipikor Dit. Reskrimsus Polda/Penyidik, Selasa/7 Februari 2011.

Page 103: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

94

Sehingga laporan auditor dan keterangan auditor pada sistem

pembuktian Pasal 184 KUHAP sudah merupakan 2 alat bukti,

sehingga penyidik cukup mencari keterangan saksi yang mendukung

maka hakim sudah dapat menjatuihkan hukuman kepada seseorang

walaupun terdakwanya tidak mengakui perbuatannya.

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seseorang

yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk

membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan

pemeriksaan.50 Apa isi yang harus diterangkan oleh ahli, serta syarat

apa yang harus dipenuhi agar keterangan ahli mempunyai nilai

tidaklah diatur dalam KUHAP, tetapi dapat dipikirkan bahwa

Berdasarkan Pasal 1 angka 28 KUHAP, secara khususnya ada 2

syarat dari keterangan seorang ahli ialah :

1. Bahwa apa yang diterangkan haruslah mengenai segala sesuatu

yang masuk dalam ruang lingkup keahliannya.

2. Bahwa yang diterangkan mengenai keahliannya itu adalah

berhubungan erat dengan perkara pidana yang sedang diperiksa.

Kekuatan alat bukti keterangan ahli secara khusus adalah

terletak pada 1 syarat tersebut, tetapi secara umum juga terletak

50

Pasal 1 angka 28 Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

Page 104: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

95

pada syarat-syarat umum pembuktian dari alat-alat bukti lain,

terutama keterangan saksi.51

Syarat umum dari kekuatan alat bukti termasuk keterangan ahli

auditor BPKP adalah :

1. Harus didukung atau bersesuaian dengan fakta-fakta yang didapat dari

bukti lain. Suatu alat bukti hasil audit harus memiliki kesamaan dengan

alat bukti keterangan ahli seorang auditor BPKP. Sesuai dengan

ketentuan Pasal 183 jo Pasal 185 ayat (2) KUHAP, maka satu-satunya

alat bukti, keterangan ahli tidaklah dapat dipergunakan sebagai dasar

utuk membentuk keyakinan hakim. Kekuatan bukti keterangan ahli

bukanlah sebagai tambahan bukti seperti saksi tidak disumpah

sebagaimana saksi keluarga menurut Pasal 185 ayat 7 KUHAP atau

saksi anak dan saksi yang sakit ingatan (Pasal 171). Mengapa

demikian, karena keterangan ini adalah merupakan alat bukti terdiri

seperti juga alat-alat bukti yang lain yang disebutkan dalam Pasal 184

KUHAP. Nilai kekuatan keterangan ahli mangandung kekuatan bukti

bebas, bebas dalam menilainya, bukan mengandung nilai sempurna

seperti akta otentik bagi para pihak dalam perkara perdata (Pasal 1868

BW).

2. Keterangan ahli seorang auditor BPKP harus di atas dumpah sama

dengan alat bukti keterangan saksi (Pasal 160 ayat 4 jo 179 ayat 2).

51

Adami Zhazawi, Op. Cit., hlm. 63. Karena merupakan syarat, maka apabila ada keterangan seorang ahli yang tidak memenuhi salah satu syarat atau kedua syarat, maka keterangan ahli itu tidaklah berharga dan harus diabaikan.

Page 105: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

96

Keterangan ahli yang diberikan di muka sidang tetap wajib disumpah,

walaupun seorang ahli telah disumpah ketika ahli akan memberikan

keterangan di tingkat penyidikan berdasarkan Pasal 120 ayat (2)

KUHAP. Hal ini wajar karena menurut Pasla 185 keterangan ahli ialah

apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Oleh karena itu,

sumpah di tingkat penyidikan adalah ditujukan hanya untuk

melatakkan kebenaran keterangan ahli yang diberikan di tingkat

penyidikan saja.

C.Faktor kendala Dalam Pelaksanaan Fungsi dan Peranan Audit

Investigatif Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) Perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan Dalam

Pengungkapan Kerugian Negara di Wilayah Hukum Kepolisian

Daerah (POLDA) Sulawesi Selatan.

Berkaitan dengan pelaksanaan permintaan audit investigative

yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan,

terdapat beberapa kendala yang menghambat atau mempengaruhi

penyelesaian suatu audit penghitungan kerugian Negara atau audit

investigative adanya indikasi tindak pidana korupsi antara lain :

1. Faktor Eksternal

1. Penanganan permintaan audit investigatif yang dilakukan oleh

BPKP terhadap suatu tindak pidana korupsi apabila permintaan

melalui permohonan dari kepolisian maupun dari kejaksaan,

kendalanya adalah lamanya proses penyelidikan oleh kedua

Page 106: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

97

institusi tersebut, yaitu kepolisian dan kejaksaan, kemudian

setiap kali hasil pemeriksaan suatu tindak pidana korupsi terlalu

lama baru diserahkan kepada BPKP untuk mengaudit dan

hasilnya juga tidak langsung diserahkan kepada institusi

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan/dan atau Kejaksaan Negeri

Sulawesi Selatan dan Kapolda Sulawesi Selatan/dan atau

Kapolres Sulawesi Selatan, namun hasil audit investigative

tersebut BPKP pusat yang membuat lambatnya penanganan

terhadap suatu perkara tindak pidana korupsi tersebut, yang

mestinya dari hasil audit investigative BPKP Perwakilan Provinsi

Sulawesi Selatan langsung diserahkan kepada Kapolda

Sulawesi Selatan/ atau Polres Sulawesi Selatan dan Kejaksaan

Tinggi Sulawesi Selatan/atau Kejaksaan Negeri Sulawesi

Selatan.

2. Apabila BPKP sebelum menerima berkas atau bikti-bukti

melalui permintaan audit investigasi terhadap dugaan suatu

perkara tindak pidana korupsi yang biasanya ditangani institusi

Kejaksaan Tinggi maupun Polda harus terlebih dahulu melalui

gelar perkara, setelah itu baru diserahkan kepada BPKP untuk

menindaklanjuti dalam hal audit investigative terhadap dugaan

suatu perkara tindak pidana korupsi setelah memenuhi syarat

untuk dilakukan audit investigative oleh BPKP Perwakilan

Provinsi Sulawesi Selatan, kemudian hasil audit BPKP tersebut

Page 107: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

98

diserahkan kepada Polda Sulawesi Selatan atau Kejaksaan

Tinggi Sulawesi Selatan dan atau Kejaksaan Negeri Sulawesi

Selatan.

3. Ada juga kendala yang sering ditemukan dilapangan oleh BPKP

adalah mengenai kesiapan data-data atau bukti audit yang

merupakan dasar audit investigative oleh BPKP untuk

menghitung kerugian keuangan Negara yang disiapkan oleh

kedua institusi, yaitu Polda maupun Kejaksaan Tinggi, termasuk

penentuan tersangka saat proses penyelidikan oleh Polda dan

Kejaksaan Tinggi, ada juga saat dilakukan audit investigative

oleh BPKP terhadap tersangka biasanya tersangka berbelit-

belit saat memberikan keterangan dihadapan BPKP, kadang-

kadang juga tersangka banyak alasan yang dibuat seperti,

alasan sakit yang membuat sehingga sering terhambatnya

proses pembuatan laporan penghitungan kerugian keungan

Negara oleh BPKP.

2. Faktor Internal

1. Jumlah Team auditor yang terbatas pendidikan dan pelatihan

audit investigative yang belum memadai, sehingga BPKP

hingga saat ini sedang giat-giatnya melakukan pelatihan di

bidang audit investigative, intinya bahwa pada saat ini proses

pelatihan mengenai ketrampilan dan keahlian dalam hal audit

investigative di berbagai lembaga BPKP masih minim.

Page 108: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

99

2. Biaya audit bagi auditor investigative sama dengan

lumpsum audit secara keseluruhan sehingga menunggu

untuk diajukannya biaya audit yang harus dipenuhi.

Berdasarkan beberapa hal yang menjadi kendala baik

secara eksternal maupun internal sebagaimana diuraikan

diatas, khususnya bagi lembaga BPKP dalam melaksanakan

tugasnya fungsinya sebagai lembaga auditor dalam hal

permintaan audit investigative oleh institusi Kepolisian maupun

Kejaksaan untuk mengitung kerugian keuangan Negara adalah

terdapat indikasi yang sangat potensial dan merupakan kendala

dalam memfungsikan peranan BPKP saat ini sangat minimnya

tindak lanjut atas temuan BPKP, hal inilah menjadi kendala

selama ini yang dihadapi oleh BPKP, sehingga sebagian

masyarakat merasakan optomalisasi peran BPKP kurang

maksimal. Minimnya tindak lanjut atas temuan hasil audit

investigative oleh BPKP ini karena sering kali terjadi hasil

temuan BPKP dikaji oleh institusi terkait yaitu Kepolisian dan

Institusi Kejaksaan, dan sering kali oleh hasil temuan tersebut

hanya diartikan sebagai tugas operasional lembaga BPKP

sehari-hari, sehingga hasil audit investigative tersebut kurang

diperhitungkan pertanggungjawabannya, selain itu juga

ditemukan alasan bahwa status BPKP yang hanya memiliki

payung hukum setingkat inpres sehingga kurang memberikan

Page 109: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

100

pengaruh hasil temuan yang dilakukan oleh BPKP tersebut,

yang seharusnya BPKP dapat dipayungi dengan legitimasi

hukum yang lebih kuat seperti Undang-undang.

Selain itu juga, dalam laporan temuan pemeriksaan BPKP

tidak sedikit yang mengakibatkan kerugian Negara seharusnya

merupakan syarat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi,

Institusi Kepolisian dan Kejaksaan serta KPK yang memiliki

kekuatan untuk melakukan eksekusi lebih optimal dalam

memanfaatkan hasil temua audit investigative BPKP.

Landasan operasional audit investigasi yang dilakukan oleh

lemabaga BPKP adalah berdasarkan Memorandum Of

Undrstand ( MOU ) yang dilakukan baru-baru ini bersama

Kepolisian Republik Indonesia membuka celah baru bagi

optimalisasi pemanfaatan laporan hasil temuan audit investigasi

BPKP, kerja sama antara BPKP dan POLRI bertujuan untuk

mempercepat dilakukannya proses penegakan hokum terhadap

hasil pemeriksaan BPKP sesuai ketentuan perundang-

undangan, serta untuk mewujudkan terciptanya kepastian

hokum terhadap hasil pemeriksaan BPKP, kesepakatan ini

mengatur bahwa hasil audit investigative BPKP yang diserahkan

kepada POLRI harus disertai dengan pemaparan / penjelasan

mengenai pemeriksaan tersebut.

Page 110: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

101

Seperti dijelaskan sebelumnya. Indonesia merupakan Negara

yang paling parah penyakit korupsinya. Penyakit ini tidak hanya

dimonopoli oleh kalangan pemerintah, akan tetapi hal ini juga

dilakukan oleh kalangan swasta dan keberadaan tindak pidana

korupsi di Indonesia ini, khususnya dilembaga pemerintah harus

disoroti sejalan dengan keinginan untuk menciptakan system

pemerintahan yang bersih (good governance). Sebenarnya

Indonesia mempunyai lembaga-lembaga sebagai perangkat

untuk mengawasi keuangan mulai dari tertinggi seperti Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan juga

diberbagai tingkat inspektorat sektoral dan lintas sektoral serta

kantor angkutan publik yang dapat diminta untuk melaksanakan

audit jika dirasakan ada indikasi tindak pidana korupsi. Akan

tetapi yang terjadi sampai saat ini,kasus korupsi baik kecil

maupun besar masih saja sulit untuk diberantas, bahkan

cenderung meningkat. Faktor yang menjadi penyebab utama

kemungkinan adalah disebabkan karena kelemahan audit

dalam lembaga yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia.

Ada beberapa kelemahan yang disebabkan, khususnya

dalam audit yang dilakukan pemerintahan Indonesia yaitu,

pertama kurang tersedianya performance indicator yang

memadai sebagai dasar untuk mengukur kinerja pemerintah,

baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah didaerah. Hal

Page 111: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

102

tersebut umumnya dialami oleh organisasi publik, karena output

yang dihasilkannya berupa pelayanan publik yang tidak mudah

diukur. Kelemahan yang pertama ini bersifat interen. Kedua

adalah terkait dengan masalah struktur lembaga audit terhadap

pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia. Hal

tersebut disebabkan karena banyaknya lembaga pemeriksa

fungsional yang overlapping satu dengan lainnya yang

menyebabkan tidak efisien dan tidak efektif pelaksanaan audit.

Untuk menciptakan lemabaga audit yang optimal dan efisien,

maka diperlukan reposisi lembaga audit ada, yaitu pemisahan

fungsi dan tugas yang jelas dari lembaga-lembaga pemeriksa

pemerintah tersebut, apakah sebagai internal auditor atau

eksternal auditor. Berdasarkan kedudukannya terhadap

pemerintah, kita mengenal adanya audit internal maupun audit

eksternal, audit eksternal dilaksanakan oleh Inspektorat

Jendral Departemen. Satuan Pengawas Intern (SPI)

dilingkungan lembaga Negara/BUMN/BUMD. Inspektorat

Wilayah Provinsi (Itwilprov) Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota

(Itwilkab/Itwilko) dan BPKP.

Page 112: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

103

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian bab-bab di muka maka penulis menarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Wewenang Hubungan kerja antara auditor BPKP Perwakilan

Provinsi Sulawesi Selatan adalah hubungan permintaan bantuan

untuk mengetahui ada tidaknya kerugian keuangan Negara atas

suatu kasus yang diselidiki oleh penyidik Polda Sulawesi Selatan.

Dimana peran auditor BPKP sendiri telah banyak membantu dalam

proses pemberantasan korupsi dimana tindak pidana korupsi yang

diduga dilakukan seseorang pelaku haruslah dibuktikan terlebih

dahulu apakah ada kerugian Negara yang pengauditaannya

dilakukan oleh auditor BPKP. Kerjasama antara penyidik Polda

Sulawesi Selatan dengan auditor BPKP mutlak adanya dan hal ini

sudah diatur dalam MOU (memorandum of understanding) antara

Kapolri dan Kepala BPKP pusat yang pelaksanaannya telah

dilaksanakan di tingkat propinsi atau daerah.

2. Hasil audit auditor BPKP dapat digolongkan kepada alat bukti surat

dalam hukum pembuktian berdasarkan KUHAP. Karena surat hasil

audit tersebut adalah surat yang dibuat oleh seorang ahli yang

isinya berupa pendapat mengenai hal tertentu dalam bidang

Page 113: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

104

keahliannya itu yang hak tersebut berhubungan dengan suatu

perkara pidana. Surat ini dibuat memenuhi permintaan penyidik

secara resmi, seperti pada permintaan untuk melakukan audit

investigasi. Keberadaan alat bukti surat yang dihasilkan dari hasil

audit tersebut akan diikuti pula dengan alat bukti keterangan saksi.

Berdasarkan hal tersebut maka dari auditor BPKP akan diperoleh 2

alat bukti yaitu, hasil audit sebagai alat bukti surat dan keterangan

ahli auditor BPKP sendiri.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan audit investigasi

BPKP perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan adalah:

a. Faktor Eksternal

- Minimnya Bukti Audit yang diperoleh dari Penyidik

- Prosedural pelaporan Hasil Audit yang menyita waktu yang

lama.

b. Faktor Internal

- Kapasitas Sumber Daya Manusia yang masih minim

- Biaya lumpsum audit yang sama dengan biaya keseluruhan

audit.

B. Saran

1. Sebagai tindak lanjut memfungsikan peranan BPKP, terutama dalam

meningkatkan kwalitas pengawasan penegakan pemberantasan

korupsi, khususnya dalam mengkaji fungsi dan peranan BPKP dalam

pengungkapan tindak pidana korupsi di wilayah hukum Polda

Page 114: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

105

Sulawesi Selatan. Hendakya memiliki payung hukum yang mendasari

tugas dan wewenang BPKP dapat lebih diperkuat yaitu tidak hanya

sebatas instruksi presiden, dan Peraturan Pemerintah tetapi tugas

dan wewenang lebih lebih kuat seharusnya diatur dalam suatu

undang-undang sebagai payung hukum yang meligitimasi tugas,

fungsi dan wewenang BPKP.

2. Diharapkan adanya penyempurnaan mengenai Alat Bukti dalam

KItab Undang-Undang Hukum Acara khususnya pada Kualifikasi Alat

Bukti Surat dalam Tindak Pidana Korupsi yang memegang peranan

penting dalam pembuktian untuk menyatakan ada tidaknya

perbuatan korupsi.

3. Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas dan wewenang

BPKP dalam penentuan unsur kerugian keuangan negara terhadap

tindak pidana korupsi secara internal adalah pemerintah perlu

menciptakan suatu aturan hukum seragam dalam hal peningkatan

Kualitas Sumber Daya Manusia dalam bidang Auditor yang

dilaksanakan oleh BPKP agar seluruh proses dalam hal

Pemberantasan Koriups dapat lebih efisien dan adanya sistem

pengawasan dalam seluruh prosesnya.

Page 115: TESIS WEWENANG AUDITOR BADAN PENGAWASAN …

106