tesis - usd repository
TRANSCRIPT
TESIS
HIDUPBERSAMARADIASINUKLIR:SIASATWARGAJEPANGMENGELOLAINGATAN
UntukmemenuhipersyaratanmendapatgelarMagisterHumaniora(M.Hum)di
ProgramMagisterIlmuReligidanBudaya,UniversitasSanataDharmaYogyakarta
disusunolehTimoteusAnggawanKusno
146322006
ProgramMagisterIlmuReligidanBudaya
UniversitasSanataDharmaYogyakarta
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HIDUP BERSAMA RADIASI NUKLIR: SIASAT WARGA JEPANG MENGELOLA INGATAN
Timoteus Anggawan Kusno
ABSTRAK
Teknologi nuklir dalam rupa bom atom yang dijatuhkan Sekutu (Amerika Serikat), telah menjumpai Jepang melalui wujud paling celaka pada penghujung Perang Dunia II (PD II). Ledakan dahsyat yang meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki pada 1945 tersebut sekaligus menandai berakhirnya serial ekspansi dan ambisi militer Kekaisaran Jepang di Asia. Selepas PD II, di bawah paradigma Atoms for Peace yang diperkenalkan Amerika Serikat, Jepang akhirnya mampu bangkit melaju dalam bidang ekonomi. Di tengah kelangkaan sumber daya, nuklir telah menjadi jawaban kebutuhan energi di Jepang, menghantarkan negara ini menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia di masa paruh-akhir Perang Dingin. Pada tahun 2011, gempa Tohoku yang berkekuatan 9 SR menghantam pesisir timur Jepang. Guncangan dahsyat ini berimbas pada rentetan bencana besar lain: gelombang tsunami dan meledaknya reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daichii. Meledaknya 3 reaktor nuklir Fukushima telah mengakibatkan bocornya radiasi yang memiliki dampak kesehatan, ekologi dan sosial yang panjang & kompleks. Paska bocornya radiasi, sejumlah kota terdampak segera dikosongkan, diikuti proses dekontaminasi yang epik dan masih berlangsung hingga sekarang. Ideologi dan keputusan teknologi nuklir Jepang (kembali) menghadapi pertanyaan besar. Penelitian ini melacak sejarah ketergantungan Jepang dengan teknologi nuklir, serta menelusuri proses pewacanaan nuklir yang dilakukan pemerintah Jepang paska PD II. Dengan konsep ideologi yang dikembangkan Louis Althusser, pewacanaan nuklir sebagai ideologi negara Jepang berikut segenap aparatusnya diperiksa kembali. Pada saat bersamaan, penelitian ini juga memberi ruang khusus dalam mencatat antagonisme, serta siasat sejumlah warga yang hidup dalam ketegangan ingatan atas nuklir dan segala hal yang terpaut dengannya (seperti perang dunia, radiasi, mekanisasi, dan industrialisasi) pada konteks realitas Jepang paska-perang. Dengan penelusuran etnografis yang (sekaligus) menggunakan proyek seni sebagai metode pengumpulan data, penulis menginventarisir ingatan dan siasat-siasat warga "berhadapan" dengan negara dengan cara yang estetis. Data yang terkumpul di lapangan, secara komplementer dilengkapi pula dengan sejumlah data yang diperoleh online, termasuk pendalaman khusus dari dua film dokumenter pendek berjudul "Alone in The Zone" karya sutradara Ivan Kovac & Jeffrey Jousan yang diproduksi oleh Vice Japan (2013), dan "Women of Fukushima" karya Paul Johannessen, Ivan Kovac & Jeffrey (2012). Dalam penelitian ini, praktik antagonisme sejumlah warga yang dengan tegas berseberangan dengan ideologi nuklir negara, ditempatkan dan dibaca pada dimensi "the political" sebagaimana didefinisikan oleh Chantal Mouffe. Secara komplementer, konsep "dissensus" yang digagas Jacques Rancière menjadi perangkat untuk membaca praktik-praktik antagonisme warga yang mengartikulasikan pilihan ideologisnya dengan cara estetis. Suara-suara warga yang tak sejalan dengan negara, menemukan agensinya dalam disensus; ia termanifestasi pada praktik keseharian sebagai sebuah "jalan alternatif". Bisa jadi, "suara-suara menyimpang" tersebut bertentangan dengan hukum, parlemen dan ideologi negara, namun pada saat yang bersamaan, mereka justru sedang mewakili nurani dan panggilan moral kebanyakan warga Jepang yang selama ini luput diakomodir kekuasaan.
Kata kunci: Ingatan, Nuklir, Radiasi, Jepang, The Political, Disensus, Antagonisme
�vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LIVING WITH NUCLEAR RADIATION: JAPANESE PEOPLE STRATEGIES IN MAINTAINING THE MEMORIES
Timoteus Anggawan Kusno
ABSTRACT
Nuclear technology in the form of atomic bomb dropped by the Allies (the United States) greeted Japan in the most evil way at the end of World War II. The tremendous explosion demolishing the cities of Hiroshima and Nagasaki in 1945 marked the end of the Empire of Japan’s series of imperialism and military ambition. By the end of the war, within the paradigm of Atoms for Peace introduced by the United States, Japan rose and revived its economy. In the midst of resource depletion, nuclear has become an answer to the needs of energy in Japan; it even led the country to be one of the world economic giants in the final half of the Cold War. In 2011, Tohoku earthquake whose magnitude was 9 SR struck the eastern coast of Japan. The terrible earthquake led to a series of other hazard: a tsunami and the explosion of Fukushima Daichii Nuclear Power Plant. Three nuclear reactors in Fukushima detonated and caused radiation leakage that brought about long-term, complex ecological and social impacts. The widespread nuclear radiation had effectuated the long-term risks of environmental pollution and deterioration of health condition, among others thyroid cancer. Following the radiation leakage, a number of impacted cities were immediately evacuated; and later on the epic decontamination procedures began right away and are still ongoing hitherto. Japan’s ideology and decision on nuclear technology were (once again) confronted with an essential question. This research traced back on the history of Japan’s dependency on nuclear technology as well as investigated the process of discoursing on nuclear performed by the government of Japan after World War II. By means of the concept of ideology proposed by Louis Althusser, the discoursing on nuclear which served as Japan’s state ideology and its entire apparatuses were re-examined. All at once, this research provided a designated space in recording the antagonism and the strategy of a number of people who lived in the tension generated from their memories about nuclear and all related things (such as world war, radiation, mechanization, and industrialization) within the context of post-war Japan reality. By an ethnographic investigation with an art project as the data collection method, the writer made an inventory of people’s memories and strategies in “confronting” the state in several aesthetic ways. The primary field research data are supported by other complementary data collected online, as well as particular comprehension on two short documentaries titled Alone in the Zone directed by Ivan Kovac & Jeffrey Jousan, produced by Vice Japan (2013) and Women of Fukushima directed by Paul Johannessen, Ivan Kovac, and Jeffrey (2012). In this research, people’s practices of antagonism that firmly withstood the state’s ideology of nuclear were positioned and deciphered in “the political” dimension as what Chantal Mouffe defined. In a complementary manner, the concept of “dissensus” conceived by Jacques Rancière was used as a device to read people’s practices of antagonism that articulated their ideological choices in some aesthetic ways. People’s voices not conforming with the state found their agencies in the dissensus; they were manifestedd in daily practices serving as an “alternative way”. The “deviating voices” might be conflicting with law, the parliament, and the state’s ideology; but at the same time, they were indeed representing most Japan citizens’ conscience and moral calling which had not been accommodated by the authority
Keywords: Memories, Nuclear, Radiation, Japan, The Political, Dissensus, Antagonism
�vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Tanpa saya sadari sebelumnya, proses panjang penelitian ini rupanya telah
sekaligus menjadi sebuah refleksi dan upaya bagi saya melatih kepekaan atas
kehidupan, atas hal sehari-hari yang bisa jadi kerap terlewatkan dalam kecepatan,
sebagai sebuah proses belajar menjadi manusia. Besar terima kasih saya ucapkan
kepada Ryota Tomoshige, Yumiko Fujimoto, Mizuho Ishii, Kaname 'sang Kakek',
Teruaki Yamanoi, keluarga Miyoko-Katsuo Enomoto, Pak Nakata, Yoshinori
Takakura dan keluarga, Shinichi Aida (yang ketika masih menjabat sebagai wali kota
Moriya telah membuka pintu lebar untuk saya bisa mengumpulkan kisah-kisah dalam
penelitian ini), Shihoko Iida, Pak Yakisoba, Akari Yamasaki, Stephanie Bickford-
Smith, Eduardo Cachucho, dan kawan-kawan di Moriya, terutama ARCUS Project.
Merekalah yang telah menjadi keluarga saya selama berada di Jepang. Dari mereka
pula saya mendapatkan banyak kisah, inspirasi, dan pengalaman menggugah yang
akhirnya berhasil saya kembangkan menjadi penelitian dalam tesis ini.
Apresiasi & terima kasih saya haturkan kepada ST Sunardi yang telah begitu
jeli dan tajam membimbing dan membantu saya mengolah gagasan serta pengalaman
dalam penelitian ini, untuk melihat hal-hal yang tersembunyi. Atas kepercayaan dan
dorongan yang penuh semangat, saya haturkan pula terima kasih kepada G. Budi
Subanar, S.J. dan Tri Subagya yang telah sudi menjadi guru sekaligus sahabat. Terima
kasih pula kepada Budi Susanto, S. J., Baskara Wardaya, S.J., Katrin Bandel, A.
Supratiknya, Yustina Devi Ardhiani, Bagus Laksana, S.J., yang melalui diskusi penuh
semangat baik di dalam maupun di luar ruang kelas, serta melalui karya-karyanya
telah memantik gairah saya untuk terus belajar.
Bercangkir-cangkir kopi yang melarutkan serangkaian diskusi, termasuk
segala asam-pedas-manis-nya masukan, kritik dari kawan-kawan IRB 2014
merupakan energi yang punya andil tak sedikit dalam terselesaikannya penelitian ini.
�viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Saya mau berterima kasih kepada Heri Kusuma, Albertus Harimurti, Nurcholis
Kartiman, Yasin Azhari, Malcolm Smith, Andreo Rajagukguk, Benardi Darumukti,
Riston Sihotang, Sektiyono Pinto, Linda Gusnita, Wawan Kurniawan, Frans Awe,
Bayu Rahardja, Topan Akbar, Rahman, Martha Nur Dewati, Wahono, Wisnu Ari
Tjokro. Terima kasih kepada Mbak Desy, Pak Mul, Mbak Dita, yang telah banyak
membantu, juga memberi warna dan keceriaan dalam kehidupan belajar di IRB.
Terima kasih pula kepada Maria Puspitasari Munthe yang telah dengan teliti
menterjemahkan abstraksi penelitian ini, juga kepada Tomomi Yokosuka yang telah
membantu saya menterjemahkan dan membaca kembali data berbahasa Jepang untuk
bisa saya pahami dengan lebih berhati-hati. Terima kasih juga kepada Gardika Gigih,
Deni Yudhistira, Franciscus Apriwan, dan keluarga StudioMahati yang telah menjadi
kawan, kawah, tempat tumbuh dan bergelut, berkembang bersama-sama.
Saya juga hendak berterima kasih kepada kedua orang tua saya, Michael
Suhadi Kusno dan Cornelia Indah Isa Siniwi, untuk segenap kesabaran, kepercayaan,
dan segala kebaikan yang tak tergantikan. Untuk adik-adik saya, Antonius Nurhadi
Kusno, Maria Ines Habsari, dan Maria Diva Rossary, yang selalu menjadi semangat
dan kekuatan dalam saya berkarya. Terima kasih juga untuk Ibu Woro, Bapak Tarjo,
Mbak Ita, Mella, Sora, Yaya, Kinan, dan seluruh keluarga di Candi Gebang yang telah
menjadi rumah kedua bagi saya. Tentu tak lupa untuk Elisabeth Desiana Mayasari,
yang dalam kerendahan hatinya terus memberi kesejukan dan menjadi inspirasi.
Karya ini saya persembahkan kembali kepada para sahabat dan keluarga,
terutama mereka yang telah sudi dan tulus turut membagikan ingatan, kisah dan
pandangan hidup yang kemudian tercatat dan tersulam dalam tulisan ilmiah ini.
Semoga karya ini bisa menjadi berguna pada saatnya, dengan caranya.
�ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman Judul.........................................................................................................i Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing..............................................................ii Halaman Pengesahan..............................................................................................iii Pernyataan Keaslian Karya.....................................................................................iv Lembar Persetujuan Karya Ilmiah..........................................................................v Abstrak....................................................................................................................vi Abstract...................................................................................................................vii Kata Pengantar........................................................................................................viii Daftar Isi.................................................................................................................x Daftar Gambar........................................................................................................xiv Daftar Tabel............................................................................................................xvii Daftar Grafik..........................................................................................................xviii
BAB I Pendahuluan......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tema .................................................................................................... 8
C. Rumusan Masalah ............................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian .................................................................................9
E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 10
F. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 11
G. Kerangka Teoritis ................................................................................ 30
H. Metode Penelitian ................................................................................ 41
I. Sistematika Penulisan ........................................................................... 48
BAB II Setelah Katastrofe: Ambisi Nuklir Damai dan Malapetaka Lainnya................................................52
A. Tinjauan Umum ....................................................................................53
B. Menilik Sejarah Pengembangan Teknologi Nuklir di Jepang...............54
�x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Nuklir dan Pengembangan Teknologi Senjata Pemusnah Masal Jerman -Jepang - Amerika Serikat dalam Perang Dunia ke-2 ............................................................54
2. Hiroshima, Nagasaki, dan Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II ................................................................61
3. Perkembangan Nuklir di Jepang Setelah Bom Atom ...................................................................................74
C. Penguasaan (dan Monopoli) Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Jepang....................................................................................79
1. Kebutuhan Listrik di Jepang ...................................................82
2. PLTN Fukushima Daichii ......................................................88
D. Ikhtisar Krisis Nuklir Fukushima 2011 ..............................................90
1. Linimasa dalam Sembilan Hari Paska Terjadinya Gempa Tohoku 2011 ...........................................................90
2. Peta Sebaran Radiasi dan Dampaknya ...................................95
3. Evakuasi Kota ........................................................................98
4. Pembersihan ...........................................................................101
5. Limbah Radioaktif .................................................................103
BAB III Antara Mengingat-Ingat dan Tidak Mengingat..............................................107
A. Keniscayaan untuk Teringat ..............................................................108
1. Tujuh Puluh Tahun Setelah Pengeboman Hiroshima & Nagasaki ..........................................................109
2. Nuklir dan Ketakutan Masyarakat atas Kemungkinan-kemungkinan Perang......................................119
3. Karaoke, Akhir Pekan, dan Pesta Rakyat: Sebuah Pelepasan yang Ditunda.............................................123
B. Dorongan untuk Mengingat-ingat (atau Tidak Mengingat)................133
�xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Membicarakan yang Tak Terbicarakan Melalui Proyek Seni ........................................................................134
2. Gugusan Ingatan Atas Nuklir Fukushima..............................135
2.1. Menetap Sebagai Sebuah Perlawanan...................136
2.2. Warga Tidak Butuh Nuklir!...................................139
2.3. Radiasi, Rumor, dan Jepang yang Tak Seirama...........................................................146
3. Kenangan Masa Perang yang Kembali Datang.....................150
3.1. Realitas Jepang Paska Perang di Mata Teruaki Yamanoi....................................................150
3.2. Kapsul Waktu Miyoko & Katsuo Enomoto....................................................156
C. Mengingat dengan Cara yang Artistik ..............................................166
1. Foto Tanaman & Koleksi Serangga Pak Nakata: Monumen atas "Hal Tak Terbicarakan"...........................................166
2. Pameran/Proyek Seni Visual....................................170
2.1. Ingatan Perang, Amnesia, dan Sapi-sapi Radiasi dalam "Demarcation" oleh Meiro Koizumi & Akira Takayama...............................................171
BAB IV Merawat Ingatan di Jalan Kesunyian..............................................................178
A. Nuklir Sebagai "Jalan Keselamatan": Sebuah Tragedi......................180
1. Nuklir, Matahari Baru Jepang................................................182
2. Menerawang Ideologi Negara dalam Sejarah Kelekatan Jepang pada Nuklir...............................................188
3. Menganalisis Ilusi "Atoms for Peace", Rezim Kebenaran Baru di Masa Perang Dingin....................196
B. Warga yang Berdaya, Warga yang Menyimpang...............................208
�xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Warga yang Tak Sejalan dengan Negara...............................213
2. Sikap Politis Warga yang Estetis Sebagai Suatu Disensus ....................................................215
BAB V Penutup .............................................................................................................224
A. Kesimpulan.......................................................................................224 B. Saran, Evaluasi, dan Refleksi Penelitian ..............................................................................................234
Daftar Bacaan ...................................................................................................236
Lampiran ..........................................................................................................245
�xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ragam kartu pos yang digunakan sebagai undangan terbuka bagi publik untuk berbagi kisah dalam penelitian ini. (Dok Pribadi)....................44
Gambar 2. Suasana ledakan yang terjadi di Hiroshima dari jendela Matsushige. (Fotografer: Yoshito Matsushige, 6 Agustus 1945)...............................................62
Gambar 3. Sesaat setelah terjadinya ledakan yang terjadi di Hiroshima. (Fotografer: Yoshito Matsushige, 6 Agustus 1945)...............................................64
Gambar 4. Terluka dan tanpa rumah, seorang anak kecil dan seorang perempuan dibawa kepinggiran kota. (Sumber: LIFE Magazine 29 September1952)......................................................65
Gambar 5. Fatman yang meluluhlantakkan sebagian besar Nagasaki. (Sumber: www.historynet.com).............................................................................70
Gambar 6. Seorang gadis keluar di tengah reruntuhan. Ia berhasil menyelamatkan diri dengan masuk ke dalam shelter setelah mendengar peringatan sirene. (Fotografer: Yosuke Yamahata, 10 Agustus 1945).................................................73
Gambar 7. Sejumlah PLTN yang Mengalami Kerusakan Serius Akibat Gempa Tohoku 2011 (Sumber: Greenpeace)......................................................................88
Gambar 8. Ledakan hidrogen kedua paska Gempa Dahsyat Tohoku (2011) terlihat dari reaktor nomor tiga di PLTN Fukushima (Foto: AFP/Getty Images)......................................................................................89
Gambar 9. Kekacauan akibat gempa dahsyat Tohoku yang disusul tsunami (Sumber: Ensiklopedia Britanica)..........................................................................90
Gambar 10. Perempuan meninggalkan Tohoku setelah peristiwa gempa dan tsunami dahsyat 2011 (Foto: Warren Antiola)............................................................................................95
�xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 11. Radius Persebaran Radiocaesium (Cs-134 dan Cs-137) per April 2011 di Area Dataran dalam Jarak 80km dari PLTN Fukushima Daichii (Sumber: the Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology (MEXT) dalam arsip IAEA (International Atomic Energy Agency)......................96
Gambar 12. Area Terdampak Perintah Pengosongan Kota Akibat Radiasi Nuklir Fukushima Daichii (Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup Jepang, 2015).....................................100
Gambar 13. Pekerja melakukan pembersihan atas tanaman dan tanah yang terkontaminasi radioaktif. Limbah-limbah yang dibersihkan kemudian ditampung dalam kantong plastik hitam (Sumber foto: www.voanews.com)......................................................................103
Gambar 14. Kantung plastik hitam yang berisi tanah terkontaminasi radioaktif terendam banjir di Iitate, Prefektur Fukushima (Foto: Associated Press (AP), Sumber: dailymail.co.uk)....................................104
Gambar 15. Kereta JR Joban dari arah Nippori Station, Taito, Tokyo, melintas mengarungi gundukan limbah radioaktif. (Sumber: www.fukushima-diary.com)................................................................105
Gambar 16. Foto Kompleks apartemen yang saya tinggali selama penelitian-residensi di Jepang (dok. pribadi)......................................................111
Gambar 17. Saya memenuhi undangan acara barbekyu bersama wali kota dan istri (dok. pribadi)........................................................................116
Gambar 18. Salah satu karya Tsuyoshi Ozawa dalam pameran bertajuk “The Return of Painter F” (2015)......................................................................118
Gambar 19. Suasana demonstrasi menolak Security Bills (Foto: Japan Times/ Satoko Kawasaki).............................................................122
Gambar 20. Sekelompok pelajar berusia 20-an tahun, generasi baru anti-perang yang ikut turun ke jalan (Foto: Guillaume Bression/The Guardian)........................................................123
�xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 21. Kesibukan kota Tokyo yang tak pernah lelap (dok. Pribadi).......124
Gambar 22. Suasana Bernyanyi bersama di Ruang Karaoke (dok. pribadi)..128
Gambar 23. Yumiko Fujimoto Menyanyikan Lagu Andalannya di Ruang Karaoke.............................................................................................131 Gambar 24. Suasana Karaoke Sambil Minum Sake di Izakaya......................131
Gambar 25. Suasasna Kemeriahan Festival Musim Panas di Tsukuba yang Dimeriahkan Warga..............................................................131
Gambar 26. Panggung Karaoke dalam Festival di Tsukuba ..........................131
Gambar 27. Iklan layanan masyarakat yang ditayangkan paska 3.11 di seluruh stasiun TV di Jepang.......................................................................133
Gambar 28. Pak Katsuo dan Bu Miyoko menunjukkan kartu pos yang dibuat mereka, setelah menceritakan kenangan pahit semasa kecil dalam masa perang pasifik...............................................................................161
Gambar 29-31. Foto-foto dari Pak Nakata......................................................170
Gambar 32. Pameran Demarcation di Ginza Maison Hermès Le Forum.......171
Gambar 33. Peternakan Yoshizawa yang sekarang dinamainya “Ranch of Hope”, terletak di daerah evakuasi bencana nuklir Fukushima Daiichi............................................................................................175
Gambar 34. Tokoh Atom dalam komik Astro boy berlatar Metro City yang diperingati di Jepang pada tahun 2003 (image copyright: Tezuka Productions)............................................................187
Gambar 35. Perangko propaganda Atoms for Peace.......................................189
Gambar 36. Ilusrasi tata ruang dalam brosur resmi pameran nuklir................193
�xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kebutuhan Listrik Jepang dalam Serangkaian Periode (2012-2015) (Sumber: FEPC (Federation of Electrical Power Companies) Jepang)...............83
Tabel 2. Kebutuhan Listrik Industri Besar Jepang berdasarkan Sektor (Periode 2012-2014) (Sumber: FEPC (Federation of Electrical Power Companies) Jepang)...............84
Tabel 3. Informasi Terkait Jumlah Korban Meninggal, Populasi dan Radius Kota Terdampak Akibat Gempa Tohoku dan Meledaknya Reaktor Nuklir Fukushima-1................................................................................99
Tabel 4. Sampel Analisis Teks Pidato "Atoms for Peace" yang Menjadi Dasar Historis atas Gagasan Pemanfaatan Teknologi Nuklir ke Ranah Non-Militer...................................................................................198-201
�xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Skema Konsepsi Tiga-Dimensional Fairclough Sebagai Dasar Proses Pembangunan Wacana. (Sumber: Fairclough, Norman. 1992. "Discourse and Social Change". Polity Press & Blackwell Publishing Ltd. Cambridge & Malden, halaman 73)..........................................................................................................37
Grafik 2. Skema Pengaturan Pasokan Listrik di Jepang. (Sumber: TEPCO)................................................................................................85
Grafik 3. Skema Alur Distribusi Energi Listrik di Jepang. (Sumber gambar: TEPCO)...................................................................................86
Grafik 4. Peta Persebaran PLTN di Jepang. (Sumber: Citizens' Nuclear Information Center [CNIC]).....................................87
�xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumbuh di era 90-an telah menjadikan saya merasa begitu dekat dengan Jepang
—bahkan jauh sebelum menginjakkan kaki di sana. Pengalaman perjumpaan pertama
saya (dengan Jepang) telah dirintis oleh film-film kartun Jepang yang didominasi
dengan tema-tema pahlawan super yang fantastik dan futuristik semasa kecil. Di
bangku Sekolah Dasar pun Jepang dikenalkan pada saya melalui ingatan-ingatan atas
3 tahun pendudukannya di Indonesia (1942-1945), serta ‘penyelesaian’ Perang Dunia
II oleh Sekutu lewat dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Saya
mendapati kehadiran Jepang terasa kian akrab dalam kehidupan sehari-hari; pada
Honda yang ditunggangi ayah untuk mengantar sekolah, pada Polytron yang
dipandangi keluarga di ruang tengah, pada Sanyo yang menghisap air dari sumur dan
mengucurkannya ke bak mandi, pada Kenwood yang memutar keras musik tetangga
sebelah, pada Sharp yang diidam-idamkan ibu untuk bisa menjual es batu di waktu
itu, serta pada segenap kemajuan, kecanggihan, maupun ‘sifat pemalu’ yang kerap
distereotipkan kepada negara itu.
Pada tahun 2015 silam, saya melakukan perjalanan ke Jepang dan tinggal di
sana selama periode akhir musim panas sampai awal musim dingin (110 hari). Saat
�1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
itu saya secara khusus berkesempatan untuk menjalani program residensi seni
ARCUS Project. Saya tinggal penuh dan mendapatkan resident card, atau alien card
—kartu tinggal untuk orang asing, dengan segala hak dan kewajibannya sebagai
warga. Selama berada di sana, Jepang kerap menjumpai saya sebagai sebuah ironi
yang liris. Pengalaman-pengalaman itu justru hadir di remang ruang karaoke yang
mampu menjadikan orang begitu lepas (dan menegasi stereotip tentang ‘rasa malu’
yang kerap disematkan pada orang Jepang), pada laju kereta komuter yang penuh
sesak dan sunyi, atau pada prosesi membuat kopi pagi dengan air yang harus disaring
menggunakan termos khusus demi meminimalisir kandungan radioaktif. Di mata
saya, Jepang seolah mampu mencapai simpangan pendulum kemungkinan pada titik
yang terekstrim, bahkan cenderung kontradiktif. Mulai dari tradisi yang begitu penuh
malu, ketat dan kaku, hingga fantasi-fantasi seks terliar dan kitsch yang mencuri hadir
melalui budaya pop dan gang-gang sempit di Akihabara & Shinjuku, Tokyo.
Sebelum saya berangkat ke Jepang, sejumlah rekan-rekan seniman yang pernah
menjejakkan kaki di sana banyak yang memperingatkan tentang pengaruh radiasi
nuklir paska meledaknya reaktor nuklir Fukushima Daiichi tahun 2011 itu. Dari sana
saya kemudian mulai menelusuri tentang segenap informasi terkait dampak dan
persebaran radiasi nuklir ini. Seiring waktu dan seturut pengalaman saya selama
mengalami keseharian di Jepang, ‘pendaman’ inipun tampaknya tenggelam dalam
kesibukan masyarakat sehari-hari. Orang mengingatnya, tapi tak ada lagi yang (ingin)
�2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membicarakannya. Begitu pula dengan pemerintah Jepang. Di atas permukaan, tak
lagi ada percakapan tentang dampak nuklir dan radiasi. Namun kemudian saya dapati
dalam obrolan-obrolan lebih pribadi dan intens dengan beberapa warga, rupanya
‘pendaman’ ini telah ikut menimbun pula ketakutan yang menghantui masa depan
warga atas Jepang.
Pada tahun 2011, Jepang telah mengalami bencana gempa bumi dahsyat yang
disusul dengan rantaian bencana alam dan sosial lain. Sesaat setelah gempa Tohoku
yang berkekuatan 9 SR, tsunami datang menyusul. Bagai efek domino, tsunami yang
menghajar pesisir timur dari Samudera Pasifik meluluhlantakkan kota, dan
menyebabkan terjadinya kecelakaan nuklir level tujuh di Fukushima Daiichi.
Meledaknya tiga reaktor nuklir telah melepaskan radioaktivitas, serta mengekskalasi
dampak ekologis yang panjang di masa depan. Rantaian bencana radiasi yang
bersahut-sahutan dalam peristiwa gempa Tohoku 2011 juga membawa dampak
kesehatan dan ekonomi yang kompleks. Contoh resiko kesehatan yang mengalami
peningkatan signifikan paska meledaknya reaktor fukushima adalah penyakit kanker.
Menurut World Health Organisation (WHO), peningkatan resiko tersebut meliputi:
kanker menyeluruh (sekitar 4% menyerang perempuan dan anak-anak); kanker
payudara (sekitar 6% menyerang perempuan dan anak-anak); leukemia (sekitar 7%
�3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyerang laki-laki dan anak-anak), dan yang terparah adalah kanker tiroid (lebih
dari 70% menyerang perempuan, anak-anak) . 1
Sekali lagi setelah Hiroshima dan Nagasaki, Jepang harus berurusan dengan
dampak nuklir yang masif. Sebanyak tujuh kota dikosongkan dan warga dievakuasi
karena radiasi. Orang terpaksa mengungsi untuk waktu yang belum ditentukan. Hal 2
tersebut tentu berdampak pada merosotnya aktivitas perekonomian dan kehidupan
masyarakat. Tak berhenti di sana, rupanya debu-debu yang terkontaminasi terbang ke
arah yang lebih jauh, termasuk di Moriya, kota kecil yang saya tinggali. Pemerintah
bertindak cepat melakukan dekontaminasi, menangani persebaran radiasi dengan
mengeruk tanah-tanah lapisan teratas dalam radius tertentu karena terdeteksi
mengandung radioaktif. Belakangan kemudian barulah saya tahu bahwa hasil kerukan
limbah radioaktif tersebut, disimpan dalam sebuah kantong plastik hitam, dan
tertimbun tak lebih dari satu meter di bawah tanah, misalnya saja di bawah lapangan
di depan studio tempat saya bekerja. Hal ini terpaksa dilakukan karena negara
rupanya telah kehabisan ruang buat mengisolasi limbah berbahaya yang jumlahnya
sangat luar biasa ini.
Kedatangan saya ke Jepang sendiri tepat berselang 4 tahun setelah melubernya
radiasi nuklir Fukushima. Awalnya, tak terasa sedikitpun bahwa Jepang pernah
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2013/fukushima_report_20130228/en/ (diakses 23 November 2016)1
http://www.huffingtonpost.com/entry/japan-ends-evacuation-order-fukushima_us_55eaea9fe4b093be51bbaa4a 2
(diakses pada 23 November 2016)
�4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengalami kengerian radiasi yang hebat dan mencemaskan. Tak ada yang
membicarakan, tak ada yang membahas, seolah tak pernah terjadi apa-apa, tidak juga
di media. Kemeriahan justru terasa pada antusiasme pemerintah yang sepertinya
sedang disibukkan dengan wacana persiapan menuju Olimpiade Tokyo 2020, serta
rencana kemungkinan pengiriman tentara pertahanan Jepang ke daerah konflik
bersama negara sekutunya . Kalaupun perkara nuklir tiba-tiba hadir dalam 3
perbincangan formal, topiknya akan berkutik pada optimisme paska bencana.
Misalnya pada pembukaan kembali kota yang sempat ‘mati’ karena para penduduk
dipaksa angkat kaki dengan alasan kandungan radiasi. Pemerintah Jepang pada masa-
masa tersebut sangat gencar menyebarkan propaganda bahwa dampak radiasi nuklir
telah berkurang dan dibersihkan. Kota yang dibuka pertama kali paska pengosongan 4
adalah Naraha, di mana hanya 10% lebih dari populasi saja yang berniat kembali,
itupun didominasi golongan tua, meskipun pemerintah berulang kali meyakinkan 5
publik bahwa peta radiasi nuklir di Jepang telah mengalami penurunan dan
Saat itu parlemen Jepang sedang disibukan dengan sejumlah demonstrasi yang menuntut peninjauan 3
kembali Security Bill, khususnya yang menyangkut kebijakan yang memungkinkan keikutsertaan tentara pertahanan Jepang untuk terjun ke daerah konflik negara sekutu Jepang. Security Bill yang pada akhirnya tetap disahkan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe di tengah penolakan publik Jepang ini dianggapnya sebagai upaya normalisasi kekuatan militer Jepang sebagai dampak dari kekalahan Jepang dalam PD II. (The Guardian, 17 September 2015) [lihat: https://www.theguardian.com/world/2015/sep/17/japan-to-pass-security-bills-despite-protests (diakses 23 November 2016) dan https://www.theguardian.com/world/2015/sep/17/japanese-politicians-brawl-in-parliament-over-bill-to-allow-troops-to-fight-abroad (diakses 23 November 2016)]
Perlu dicatat bahwa demonstrasi besar-besaran yang tak tersorot oleh media arus utama di Jepang ini telah mengingatkan sekelompok warga pada demo besar-besaran yang berujung pengunduran diri Nobusuke Kishi, kakek perdana menteri Shinzo Abe pada 50 tahun silam.
lihat: https://www.aljazeera.com/blogs/asia/2016/07/japan-returning-home-fukushima-nuclear-4
disaster-160717182129794.html (diakses 20 Desember 2017)
http://www.japantimes.co.jp/news/2015/09/09/national/social-issues/radioactive-shadow-fukushima-town-naraha-5
tries-come-back-life/#.WDWfiHdh2Rs (diakses pada 23 November 2016)
�5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menunjukkan angka “aman”. Belakangan diketahui pada tahun 2017, sejumlah 6
pengungsi rupanya telah "dipaksa halus" oleh pemerintah untuk pulang kembali ke
kota yang dulunya mereka tinggalkan. Tanpa pemberitahuan yang terang, pemerintah
hanya mau memberikan subsidi kepada para pengungsi yang mau kembali ke rumah.
Artinya, bagi warga yang tak berani kembali, mereka harus siap menghadapi
kebuntuan ekonomi. Hal ini membuat sejumlah pengungsi tidak punya pilihan. Tanpa
subsidi pemerintah, para pengungsi tak akan mampu bertahan hidup. Namun di sisi
lain, para warga yang memilih untuk mengevakuasi diri ini masih belum bisa
sepenuhnya percaya bahwa kota asal mereka telah sepenuhnya aman. 7
Kesunyian atas perbincangan seputar dampak tragedi nuklir menggoda saya
untuk bisa masuk lebih dalam ke perkara ini. Saya telah menjadi begitu berhasrat
untuk bisa memahami bagaimana orang Jepang mengelola ingatan mereka atas
tragedi yang telah terjadi, atas radiasi yang mau tak mau harus hidup setiap waktu
bersama mereka, bersama anak-anak mereka, juga nantinya anak dari anak mereka.
Benarkah dampak nuklir telah betul-betul lenyap dari perbincangan? Ataukah
sebegitu beratnya ingatan atas ini—mulai dari Hiroshima, Nagasaki, Fukushima—
sehingga seolah tidak lagi perlu dibicarakan?
http://www.asahi.com/ajw/articles/AJ201609050042.html (diakses pada 23 November 2016)6
lihat https://www.theguardian.com/world/2017/mar/10/japan-fukushima-nuclear-disaster-evacuees-forced-return-7
home-radiation (diakses 23 Mei 2018)
�6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kegelisahan inilah yang kemudian menggiring saya untuk membuat sebuah
proyek seni, yang bertujuan mengumpulkan kisah-kisah/ingatan-ingatan yang selama
ini tak bisa dibicarakan (orang) Jepang. Saya menggunakan simulasi atas “karaoke”
sebagai pintu masuk untuk mengumpulkan narasi-narasi/ingatan yang tersembunyi.
Bersamaan dengan proyek seni tersebut, saya juga mengembangkan penelitian
akademis yang nantinya akan saya urai dalam tesis ini secara komplementer, di mana
proyek seni tersebut ditempatkan sebagai salah satu cara dalam saya mengumpulkan
data.
Penelitian ini berusaha untuk melacak dan menguraikan praktik ‘mengingat’
dan ‘melupa’ yang dilakukan masyarakat Jepang terkait pengalaman mereka atas
bencana nuklir yang pernah dialami Jepang. Relasi kuasa yang bekerja dalam
pendisiplinan ingatan dan wacana pelupaan atas fenomena tersebut akan hadir sebagai
konteks besar, namun secara khusus penelitian ini akan lebih mengambil fokus pada
alasan dan siasat warga “mengelola ingatan” traumatik tersebut dalam keseharian
mereka.
�7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Tema
Penelitian ini menelusuri tentang strategi budaya, siasat dan “seni mengelola
ingatan" yang dilakukan orang Jepang atas dampak tragedi nuklir yang hidup bersama
mereka; baik itu pada peristiwa Hiroshima (1945), Nagasaki (1945), maupun
Fukushima (2011).
C. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis mengusung 4 (empat) rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana proses ketergantungan Jepang dengan teknologi nuklir selepas
kekalahannya pada Perang Dunia II?
2. Bagaimana pemerintah Jepang membangun pewacanaan atas pengembangan
teknologi nuklir paska Perang Dunia II ?
3. Siasat seni dan strategi budaya seperti apa yang dipakai warga Jepang sebagai
upaya untuk mengingat (atau melupakan) dampak tragedi nuklir yang niscaya
hidup bersama mereka?
4. Bagaimana irisan antara estetika dan politik dari seni mengelola ingatan
yang dilakukan orang Jepang?
�8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Tujuan Penelitian
1. Penulis menelusuri lika-liku proses ketergantungan Jepang kepada
pengembangan teknologi nuklir paska Perang Dunia II. Penulis menguraikan
seluk beluk kekuasaan dan latar belakang yang pada akhirnya membawa
Jepang pada keputusan pengembangan teknologi nuklir dan segala kemajuan
yang mereka miliki hari ini.
2. Secara komplementer, penulis juga melacak proses pewacanaan yang
dikembangkan Pemerintah Jepang atas pengembangan teknologi nuklir paska
Perang Dunia II, termasuk hubungan kekuasaan yang beroperasi dalam proses
pendisiplinan ingatan atas bencana nuklir yang pernah terjadi di Jepang. Pada
bagian ini penulis melakukan analisis teks dengan pendekatan yang lebih
bersifat sosial-politik. Penulis berusaha melacak kekuatan apa saja, dan
kekuasaan macam apa yang saling berkontestasi dalam melakukan
pewacanaan atas narasi tragedi nuklir di Jepang; baik yang sifatnya top-down
(negara terhadap rakyat) maupun bottom-up (agensi-agensi intelektual yang
bergerak dari masyarakat).
3. Penulis menguraikan sejumlah siasat seni dan strategi budaya yang dipakai
warga Jepang sebagai upaya untuk mengingat (atau melupakan) dampak
tragedi nuklir yang niscaya hidup bersama mereka. Penulis nantinya
�9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melakukan inventarisasi atas bentuk-bentuk seni yang dipilih warga untuk
mememorialisasi ingatan mereka atas hidup bersama narasi bencana nuklir.
4. Penulis melakukan pembacaan atas strategi budaya—terutama dalam bentuk
seni—yang memiliki potensi dalam menghadapi trauma atas dampak tragedi
nuklir yang dihidupi. Analisis tersebut diarahkan untuk mencari dan
membangun argumen atas estetika dari seni mengelola ingatan yang
dilakukan orang-orang Jepang dalam praktik hidup sehari-hari. Selanjutnya,
penulis menguraikan estetika seni mengelola ingatan warga Jepang (yang
mewujud dalam praktik dan pengalaman hidup sehari-hari) sebagai suatu
usaha yang sesungguhnya bergerak dalam ruang politis.
E. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam khasanah penelitian Kajian
Budaya, khususnya pada studi seputar “ingatan kolektif”, dan “seni
mengingat” yang berkaitan dengan bencana nuklir dan seni dalam konteks
menghadapi trauma.
2. Dengan menilik pada kasus bencana nuklir yang dampaknya terus mengikuti
serta berlangsung di masa sekarang dan menghantui masa depan, penelitian
ini diharapkan bisa menyumbangkan sudut pandang alternatif dengan kasus
kontemporer atas tema-tema seputar ingatan kolektif dan agensi masyarakat.
�10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Melalui studi yang bersifat transnasional—khususnya dalam melihat relasi
kuasa yang bekerja dalam operasi pendisiplinan ingatan (atau wacana
pelupaan) dan seni mengingat (atau melupa) di Jepang—diharapkan bisa
memberikan refleksi atas wacana “mengingat” dan “melupa” yang masih
menjadi pekerjaan rumah tersendiri di Indonesia.
4. Dalam konteks wacana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN) di Indonesia yang masih sarat pro-kontra, tentunya penelitian yang
berangkat dari kasus pengalaman warga Jepang ini bisa menjadi rujukan dan
bahan pertimbangan sebelum negara mengambil keputusan teknologi (nuklir)
yang penuh pertaruhan; khususnya dari segi resiko kesehatan, kemerosotan
nilai kemanusiaan dan kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang.
F. Tinjauan Pustaka
Studi tentang ingatan bukanlah perkara yang baru. Paska berakhirnya Perang
Dunia II, sejumlah studi tentang ingatan dan pewacanaan mengingat-melupa kian
intensif, khususnya untuk meninjau peristiwa sejarah traumatik Holocaust di bawah
kekejaman Hitler. Sedangkan untuk kasus Indonesia, paska lengsernya Suharto, telah
merangsang banyak sarjana dan peneliti untuk menggali kembali perkara-perkara
ingatan dan sejarah yang selama 32 tahun terbungkam di bawah rezim; studi seputar
pembantaian 1965 misalnya. Dalam sejumlah penelitian yang mengangkat tema
�11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ingatan tersebut, Maurice Halbwachs sering dipakai menjadi rujukan teoritis. Maka
dari itu, pada tinjauan pustaka ini, penulis juga mengurai sejumlah konsep tentang
ingatan yang dikembangkan oleh Hallbwachs, yang kemudian dirajut dengan
pewacanaan mengingat dan melupa sebagai institusi sosial. Pada bagian selanjutnya,
untuk membaca konteks sosial-politik Jepang yang mendasari serangkaian kebijakan
nasional Paska Perang Dunia II, maka penulis menelusuri Security Bills, ANPO, dan
San Fransisco Treaty yang menunjukkan dominasi dan patronase Amerika Serikat di
Jepang.
Kasus bencana nuklir seperti yang terjadi di Jepang pada tahun 2011
sebenarnya cukup berbeda dengan kasus-kasus tragedi kemanusiaan yang disebut di
atas. Dalam sejumlah studi tentang ingatan yang tersebut di atas, kebanyakan
peristiwa traumatik yang diurai merupakan sesuatu yang telah terjadi di masa lalu, di
mana ia melibatkan ideologi tertentu, kekuasaan, termasuk pula aparatus-aparatusnya.
Ketika membicarakan topik ingatan dalam kasus tragedi nuklir, peristiwa
sesungguhnya berlangsung tak hanya di masa lalu, namun juga pada hari ini, sampai
rentang waktu panjang di masa depan. Baik penguasa maupun warga negara, tak ada
yang mengharapkan terjadinya kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.
Reaktor nuklir Jepang bisa dibilang sudah meledak tahun 2011 silam, namun
konsekuensi radioaktivitas sesungguhnya masih terus berlangsung, termasuk dampak
kesehatan, maupun psikis yang turut menyertainya. Untuk mengejar ekuivalensi
�12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan penelitian yang pernah dilakukan, maka penulis memaparkan penelusuran
atas Voices from Chernobyl: The Oral History of a Nuclear Disaster yang ditulis oleh
Svetlana Alexievich, dan diterjemahkan oleh Keith Gessen sebagai tinjauan pustaka
atas penelitian serupa yang pernah dilakukan terkait bencana Nuklir.
1. Meninjau Sejarah Oral Tragedi Nuklir Chernobyl
1.1. Ledakan di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Chernobyl
Pada 26 April 1986, suatu serial ledakan telah terjadi pada reaktor Pusat
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl. Peristiwa mengerikan tersebut dengan
segera menjalar menjadi buah bibir yang mengejutkan dunia, dan diklaim sebagai
bencana teknologi terbesar di abad 20. Pemerintah Belarus yang dipadati 10 juta jiwa
menetapkan peristiwa tersebut sebagai bencana Nasional. Svetlana Alexievich,
seorang jurnalis yang tinggal di Belarus, kemudian mengembangkan sebuah
penelitian selama 10 tahun. Ia melakukan wawancara kepada kurang-lebih 500 saksi
mata atas tragedi tersebut. Di antara mereka adalah regu pemadam kebakaran, regu
pembersih kontaminasi (liquidators), politisi, fisikawan, dan warga negara biasa.
Hasil penelitiannya tersebut kemudian diterbitkan dalam Voices from Chernobyl: The
Oral History of a Nuclear Disaster (2005), yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris
oleh Keith Gessen, 20 tahun setelah tragedi itu terjadi.
�13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Seperti dijelaskan Alexievich dalam catatan historisnya, peristiwa ini telah
melenyapkan 485 desa dan pemukiman—dia membandingkannya dengan jumlah
desa yang hancur pada masa pendudukan NAZI semasa PD II yang mengenyahkan
619 desa berikut penduduknya di Belarusia (2005:13). Alexievich menjelaskan bahwa
bencana ini menyebabkan (dalam rasio) 1 dari 5 warga Belarusia terpaksa hidup di
tanah yang terkontaminasi.
Pada pengantar awal penelitiannya, Alexievich menjelaskan akibat dari
ledakan reaktor nuklir tersebut ("Chernobyl" dalam Eelaruskaya Entsiklopedia,
dalam Alexievich, 2005: 2) dengan detail sebagai berikut:
“As a result of the accident, 50 million Ci of radionuclides were released into the atmosphere. Seventy percent of these descended on Belarus; fully 23% of its territory is contaminated by cesium-137 radionuclides with a density of over 1 Ci/km2. Ukraine on the other hand has 4.8% of its territory contaminated, and Russia, 0.5%. The area of arable land with a density of more than 1 Ci/km2 is over 18 million hectares; 2.4 thousand hectares have been taken out of the agricultural economy. Belarus is a land of forests. But 26% of all forests and a large part of all marshes near the rivers Pripyat, Dniepr, and Sozh are considered part of the radio-active zone. As a result of the perpetual presence of small doses of radiation, the number of people with cancer, mental retardation, neurological disorders, and genetic mutations increases with each year.”
Alexievich kemudian merujuk pada “The Consequences of the Chernobyl
Accident in Belarus." Minsk, Sakharov International College on Radioecology. Ia
�14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memaparkan sejumlah catatan tentang persebaran radioaktivitas sebagai dampak
Tragedi Chernobyl. Tercatat pada 29 April 1986, radiasi tingkat tinggi dari Chernobyl
telah jauh menyebar pula sampai ke Polandia, Jerman, Austria, dan Romania. Sehari
kemudian, Switzerland dan Italia bagian utara juga terkontaminasi, disusul Prancis,
Belgia, Belanda, Inggris Raya, dan Yunani bagian utara. Pada 3 Mei 1986, tercatat
pula Israel, Kuwait, dan Turki telah ikut menerima radiasi. Tak lebih dari seminggu
kemudian, dampak Chernobyl telah mengitari dan menjadi masalah seluruh dunia.
1.2. Menilik Dampak Setelah 20 tahun Kecelakaan
World Health Organization (WHO) mengungkap skala kecelakaan Chernobyl,
melalui laporan yang dirilis berselang 20 tahun setelah tragedi tersebut. Dalam
laporan itu WHO memaparkan sejumlah temuan penting atas serangkaian studi
terkini tentang Chernobyl antara lain : 8
1. Sekitar 1000 staf yang bekerja di sekitar reaktor, termasuk Tim
Penyelamat, telah terekspos radiasi tingkat tinggi sejak hari pertama
terjadinya kecelakaan. Kemudian lebih dari 200.000 pekerja dalam Regu
Penyelamat dan Pemulihan telah terekspos radiasi dalam periode
1986-1987. Sekitar 2200 kematian yang disebabkan radiasi
memungkinkan terjadi dalam rentang hidup mereka.
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2005/pr38/en/ (diakses pada 6 Desember 2016)8
�15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. WHO mengestimasi, sekitar 5 juta jiwa yang hidup di sekitar Belarus,
Rusia dan Ukrania telah terkontaminasi dalam kecelakaan tersebut.
100.000 jiwa dari jumlah total tersebut hidup dalam area “pengendalian
ketat” (strict control).
3. Telah terjadi sekitar 4000 kasus kanker tiroid yang menyerang anak-anak
dan remaja pada saat terjadinya kecelakaan nuklir. Sebagai akibat
kontaminasi pada saat kecelakaan, setidaknya sembilan anak-anak
meninggal karena kanker tiroid. Namun demikian, angka bertahan hidup
yang merujuk pada pengalaman di Belarus tersebut sangat tinggi, yaitu
99%.
4. Sebagian besar tim penyelamat dan warga masyarakat yang hidup dalam
area yang terkontaminasi relatif menyerap radiasi-seluruh-tubuh dalam
dosis rendah, jika dibandingkan dengan tingkat yang terjadi secara alami.
Sebagai konsekuensinya, tidak ada barang bukti yang mengarahkan pada
menurunnya tingkat kesuburan pada populasi yang terkena efek radiasi.
Demikian halnya juga dalam tingkat kelahiran tidak ditemukan
peningkatan malformasi sebagai akibat dari radiasi.
5. Kemiskinan, dan sejumlah penyakit dan perubahan gaya hidup justru perlu
mendapatkan sorotan lebih karena telah menstimulasi sejumlah gangguan
kejiwaan, terutama di daerah-daerah bekas Uni Soviet.
�16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Relokasi terhadap kurang lebih 350.000 jiwa yang tinggal dalam daerah
yang terkontaminasi telah memberikan “pengalaman traumatis yang
mendalam”. Meski sekitar 116.000 jiwa merupakan gelombang pertama
yang dipindahkan segera dari area yang terkontaminasi tinggi, relokasi
lanjutan hanya berpengaruh sedikit saja dalam mengatasi dampak radiasi.
7. Mitos yang kuat dan persepsi keliru tentang penanganan radiasi telah
menyebabkan “fatalisme yang melumpuhkan” di antara para warga yang
bermukim di daerah yang terkontaminasi.
8. Rehabilitasi yang ambisius, dan program-program sosial yang dijalankan
bekas pemerintahan Uni Soviet, dan dilanjutkan oleh Rusia dan Ukraina,
perlu untuk diformulasi ulang. Hal ini mengingat perubahan pada kondisi
radiasi, lemahnya penargetan dan kurangnya pendanaan.
9. Elemen-elemen struktural dari sarkofagus yang dibangun untuk
menanggulangi resiko reaktor rusak mengalami penurunan. Hal ini bisa
meningkatkan resiko pelepasan debu-debu radioaktif.
10. Perencanaan komprehensif untuk membuang berton-ton limbah
berkandungan radioaktif tinggi di sekitar PLTN Chernobyl harus
ditentukan sesuai standar keamanan terkini.
�17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Mengumpulkan Puing-puing Ingatan atas Chernobyl
Alexievich melakukan penelusuran pada sekitar 500 orang, dan
mengumpulkan ingatan mereka atas peristiwa Chernobyl. Robert Mathews
mengungkapkan pembacaannya atas Alexievich dalam Jurnal Nuclear Medicine. Ia
memaparkan bahwa Alexievich membuka "perjalanan mengingat" ini dengan kisah
yang dituturkan oleh Lyudmilla Ignatenko, istri dari seorang petugas pemadam
kebakaran. Dalam ingatan Lyudmilla Ignatenko, suaminya tak memiliki kesiapan atas
tragedi yang terjadi kala itu. Setelah suara ledakan dan panggilan tugas pemadaman,
suaminya tak menggunakan perangkat dan pakaian yang sesuai standar. Mengira
bahwa itu merupakan gangguan api kecil biasa, sang suami pergi menggunakan baju
lengan pendek. Selanjutnya Lyudmilla menjumpai suaminya di rumah sakit, tanpa ada
satupun orang berbicara tentang radiasi. Tentara-tentara berlalu-lalang mengenakan
masker bedah, dan suaminya diangkut ke rumah sakit khusus korban radiasi di
Moscow. Meski demikian kebanyakan staf tak berani untuk merawatnya, alih-alih
menyebutnya sebagai “reaktor nuklir yang hidup”. Lyudmilla akhirnya merawat
suaminya yang menderita kontaminasi akut radiasi seorang diri. Hingga akhirnya
suaminya meninggal, ia mengeruk lapisan dinding seisi rumah dan menguburkan
suami dalam peti yang dilapisi alumunium, dengan berlapis-lapis beton. Anak mereka
meninggal karena serangkaian gejala yang diduga berasal dari pengaruh radiasi tinggi
yang diderita sang ayah. (dalam Jurnal Nuclear Medicine 2006; 47: 1389-1390).
�18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Alexievich menyajikan segenap kesaksian dan ingatan para penyintas bencana
nuklir dalam format yang dibangun melalui fragmen-fragmen monolog. Alexievich
juga melakukan wawancara pada Zinaida Yevdokimovna Kovalenko, seorang nenek
yang memilih untuk hidup dan berdiam diri di kota yang telah dikosongkan. Dalam
monolognya, nenek itu bercerita bahwa tujuh tahun sudah ia hidup dalam kesendirian
semenjak semua orang meninggalkan kota. Awalnya ia masih berpengharapan bahwa
orang-orang akan kembali lagi. Tidak ada orang yang mengatakan bahwa mereka
akan pergi selamanya. Orang-orang saat itu menyangka bahwa mereka akan pergi
sebentar saja dari kota. Ternyata ia dan mereka semua keliru. Sehari-hari hidupnya
penuh dengan penantian, termasuk saat ini, menanti kematian. Tidak ada orang yang
datang, tidak ada pastur, tidak ada gereja.
Seperti orang-orang kebanyakan, ia dulu mengira bahwa radiasi merupakan
semacam penyakit, dan siapapun yang terjangkit akan segera mati. Ternyata tidak
demikian. Orang bilang padanya bahwa radiasi merupakan sesuatu yang tak tampak;
ia ada di atas tanah, ia ada di dalam tanah. Namun nenek ini menyangkalnya. Ia
meyakinkan bahwa ia telah melihat radiasi, yaitu padatan cesium yang berceceran di
halamannya, berwarna hitam seperti tinta, yang kemudian larut bersama hujan. Ia
mengatakan bahwa ia melihat padatan lain dalam warna biru di kebun miliknya. Ada
pula sebagian yang berwarna merah, katanya. Bersama warga lain, nenek ini
mengklaim bahwa ia sempat melihat ceceran benda padat berwarna janggal yang
�19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyebar di mana-mana sepanjang pemukiman, dan juga di lapangan sesaat setelah
reaktor meledak.
Beberapa saat setelahnya gelombang polisi dan tentara datang membawa
tanda yang menuliskan 70 curie, 60 curie. Petugas menyuruh mereka untuk mencuci 9
semua hal yang melekat pada mereka. Orang-orang menjadi takut, dan mereka mulai
berkemas dan dievakuasi dari kota. Nenek ini memilih tetap di sana, dekat dengan
kuburan suaminya. Sementara itu anak-anaknya berada di kota, dan hubungannya tak
terlalu baik dengan mereka.
Ia melihat banyak pesawat hilir-mudik terbang menuju reaktor ketika orang-
orang sedang dievakuasi. Anak-anak kecil menangis, dan orang-orang panik. Mereka
disuruh pindah, dan ini mengingatkannya pada saat-saat perang. Tak semua orang
awalnya rela (di)pindah(kan). Sebagian dari mereka bersembunyi, namun tentara
memaksa mereka angkat kaki. Sang Nenek ini merupakan warga yang memberontak
dan tak ingin beranjak. Ia menantang prajurit yang memaksanya mengevakuasi diri
untuk mengikat tangan dan kakinya. Para prajurit yang masih terlalu muda itu
akhirnya menyerah dengan keinginan perempuan tua ini. Pada hari-hari berikutnya,
sesekali petugas datang ke desa itu untuk melakukan pengecekan, sekaligus
mengantarkan roti dan makanan untuk Sang Nenek.
Curie (Ci) merupakan unit/satuan yang dipakai untuk menentukan radioaktivitas.9
�20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Di desa yang telah ditinggalkan itu, nenek ini mengurusi hewan-hewan yang
tersisa. Ia memberi makan anjing dan kucing. Ia memperbaiki hal-hal yang rusak
sambil menunggu orang-orang kembali. Dalam kesendiriannya, ia kadang tak bisa
tertidur. Ada kala ia menangis, atau merasakan bosan luar biasa. Ia menghabiskan
waktu kadang dengan berkunjung ke kuburan ibu dan anaknya yang meninggal
semasa perang karena penyakit typhus. Alexieviech menulis bagaimana nenek
Kovalenko kemudian mengenang hari-hari di mana orang-orang berlalu lalang,
berdansa, dan desa terasa begitu hidup; riuh dengan suara harmonika dan gelak tawa.
Nenek Kovalenko mempertanyakan dalam tangisnya, “What radiation? There’s
butterfly flying, and bees are buzzing. And my Vaska’s catching mice.”
2. Dari Security Bills, ANPO, sampai San Fransisco Treaty
Untuk menjawab rumusan masalah di atas, penulis juga merasa perlu untuk
menelusuri konteks aktual dan historis atas pengalaman masyarakat Jepang Paska
Perang Dunia II dalam pendekatan sosial-politik. Penulis menelusuri Security Bills,
ANPO, dan San Fransisco Treaty sebagai titik pijak utama yang bisa dipakai untuk
membaca pergulatan politik dan historis masyarakat Jepang dalam kaitannya dengan
ingatan atas kekalahan Perang Dunia II, yang (secara institusional) menjadi bingkai
narasi penjatuhan bom nuklir Hiroshima & Nagasaki di Jepang (1945), serta
percepatan pembangunan teknologi, industri, dan kebijakan perekonomian Jepang
paska PD II.
�21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Security Bills merupakan sebuah gebrakan revolusioner setelah 70 tahun militer
Jepang dimandulkan paska Perang Dunia II (New York Times, 17 Juli 2015). 10
Security Bills merupakan kebijakan Pemerintah Jepang yang memperkenankan
kekuatan militernya terjun ke daerah konflik bersama negara yang menjadi sekutu,
setelah sebelumnya (militer) hanya berfungsi sebagai alat pertahanan diri. Kebijakan
yang mendapat dukungan dan sambutan baik dari pemerintah Amerika Serikat ini
sesungguhnya cukup kontroversial. Pada kenyataannya, kebijakan ini bukanlah suara
bulat rakyat dan parlemen.
Kebijakan ini memicu serangkaian protes dari masyarakat, terutama karena
telah memunculkan kembali ketakutan warga atas ingatan Perang Dunia II serta
kemungkinan terjadinya konflik militer di masa depan (BBC, 17 September 2015). 11
Menurut John Shotter (dalam David Midddleton & Derek Edwards [ed] 1990:122
&128). Pengalaman mengingat dan melupa merupakan suatu aktivitas kolektif yang
terinstitusikan. Praktik mengingat dan melupa sejatinya merupakan sebuah konstruk
yang dipengaruhi oleh sebaran imaji, maupun representasi atas hal yang memang
disediakan untuk diingat. Shotter merujuk pada Bartlett (1932:296) yang berulangkali
menegaskan bahwa suatu pengorganisasian sosial telah berkontribusi dalam
membentuk pembingkaian dan rincian proses mengingat, dan daripadanya memiliki
http://www.nytimes.com/2015/07/17/world/asia/japans-lower-house-passes-bills-giving-military-freer-hand-to-10
fight.html?_r=0 [diakses 23 November 2016]
http://www.bbc.com/news/world-asia-34275968 [diakses 23 November 2016]11
�22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengaruh kuat dalam aktivitas memanggil ingatan kembali. Ingatan, sebagaimana
perhatian dan persepsi adalah sesuatu yang bersifat selektif. Dalam hal ini, maka
ketakutan masyarakat Jepang atas perang—yang terujuk pada pengalaman atas
kekalahan dalam PD II—telah menjadi suatu ingatan (kolektif) yang telah terinstitusi.
Pengesahan Security Bills oleh PM Jepang Shinzo Abe terjadi pada tahun yang
sama setelah Jepang dan dunia internasional dihebohkan dengan eksekusi jurnalis
Jepang Kenji Goto oleh kelompok Islam ekstrimis ISIS di Syria. NBC News (24
Januari 2015) menulis bahwa ISIS sebelumnya juga telah mengeksekusi Haruna
Yukawa, tawanan ISIS berkebangsaan Jepang yang lain. Melalui video yang dirilis
ISIS, kedua tawanan tersebut dieksekusi setelah permintaan tebusan sebesar 200 juta
dollar Amerika Serikat tak dipenuhi Jepang. Jumlah tebusan yang dituntut ISIS 12
tersebut sama besar dengan bantuan dana non-militer yang dijanjikan Perdana
Menteri Jepang Shinzo Abe untuk negara-negara yang sedang berperang melawan
ISIS (Iraqi News, 18 Januari 2015). 13
Peristiwa yang direkam dan disiarkan melalui media-sosial yang diorganisir
oleh ISIS ini cukup mengejutkan kalangan internasional, apalagi jika dilihat dari
kebijakan politik luar negeri Jepang yang tidak pernah terlibat langsung secara
militeristik di daerah konflik. Seperti pula ditulis George Packer di The Newyorker (3
http://www.nbcnews.com/storyline/isis-terror/isis-claims-it-executed-haruna-yukawa-one-two-japanese-hostages-12
n291926 [diakses 7 April 2015]
http://www.iraqinews.com/arab-world-news/japans-abe-pledges-200-million-mideast-states-battling-isis/ [diakses 7 13
April 2015]
�23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Februari 2015), Jepang bahkan tidak merasa berada dalam pertempuran dengan ISIS.
Menurut pernyataan seorang peneliti politik (yang tidak disebutkan namanya) dari
Universitas Tokyo yang dikutip The Newyorker dari Times, tragedi tersebut telah
membawa Jepang untuk melihat kasarnya realitas baru. Situasi tersebut membuat
warga Jepang melihat bahwa mereka sedang menghadapi bahaya yang sama dengan
negara-negara lain. Jepang menamai tragedi pembunuhan Kenji Goto sebagai 9/11-
nya Jepang. Cara mengingat dengan menempatkan 9/11 sebagai satu kode bagi 14
masyarakat Jepang untuk menandai tewasnya Kenji Goto di Syria menuntut untuk
dibaca dalam relativitasnya dengan peristiwa 9/11 di Amerika Serikat, khususnya pula
pada bagaimana Amerika Serikat ditempatkan sebagai patron. Terkait dengan tragedi
9/11, Žižek (2002:22) mempertanyakan bahwa seberapakah perlu, suatu kenangan
pahit dalam pengalaman sejarah diingat-ingat? Dalam argumennya, alih-alih hanya
memilih “mengingat” atau “melupakan” saja, perlu untuk kita menerima paradox
“mengingat dan melupa”, dalam kaitannya untuk menyelesaikan trauma sejarah. Jika
tidak demikian, yang terjadi bisa saja kita akan “dihantui” (trauma sejarah) dengan
jauh lebih terpaksa. Maka jika menengok kembali pada pembacaan atas kematian
Kenji Goto oleh ISIS yang kemudian diperbandingkan dengan tragedi 9/11, maka
timbullah suatu asumsi bahwa jangan-jangan Jepang sendiri belum selesai dengan
trauma sejarah mereka. Asumsi ini nantinya akan dibuktikan lebih jauh dengan
http://www.newyorker.com/news/daily-comment/isis-murdered-kenji-goto [diakses 7 April 2015]14
�24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
serangkaian data serta pembahasan penelitian ini.
Menilik sejenak ke belakang pada tahun 1960, sebagai kelanjutan atas San
Fransisco Treaty, Jepang telah menandatangani The Treaty of Mutual Cooperation
and Security between the United States and Japan atau yang dikenal orang Jepang
dengan istilah ANPO. Perjanjian tersebut menegaskan persetujuan dan dukungan
Jepang atas Amerika Serikat untuk mengambil peran dalam menjaga perdamaian di
Asia Timur. Dalam praktiknya, perjanjian ini telah memberikan kesempatan bagi
Amerika Serikat untuk membangun basis pertahanan dan pos militernya di dalam
teritorial Jepang.
San Fransisco Treaty sendiri merupakan sebuah perjanjian damai yang
membahas pertanggungjawaban Jepang terhadap ulahnya selama PD II. Menurut
Kurosawa (2015:1-19), pada awalnya ada ide dasar bahwa perjanjian ini berupaya
untuk menekan tingkat perekonomian Jepang agar tidak menjadi ancaman bagi Asia
pada periode paska Perang Dunia kedua dengan cara menjadikan standar hidup orang
Jepang setara dengan negara bekas pendudukannya di Asia Tenggara. Namun karena
gejolak perang dingin, Amerika merubah pikirannya dengan justru mendukung
kekuatan nasional Jepang untuk bisa menghadang gempuran kekuatan komunisme di
Asia. Hegemoni dan intervensi Amerika Serikat sebagai negara pemenang perang
telah merasuk sendi-sendi politis, sosial-ekonomi, dan kultural pada masyarakat
Jepang paska perang dunia II.
�25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Dari yang Pribadi Menuju yang Historis
3.1. Ingatan Personal
Ingatan personal, atau dalam istilah Halbwachs disebut sebagai ingatan
autobiografis, merupakan ingatan atas peristiwa yang dialami seseorang di masa lalu.
Ingatan ini menopang keterikatan tiap aktor-aktor yang terlibat dalam peristiwa
tertentu. Menurut Halbwachs, ingatan yang semacam ini memiliki kecenderungan
untuk memudar bersama waktu, kecuali ia secara khusus dikenang dengan orang lain
yang mengalami peristiwa tersebut bersama-sama di masa lalu. Dalam jangka waktu
panjang, ingatan semacam ini sangat rentan untuk kemudian dengan sendirinya
terlupakan. Cara untuk mengelola ingatan ini adalah dengan mengajak orang lain
untuk mengenangnya bersama, karena dalam kebanyakan kasus, ia mengakar pula
dalam benak orang lain. Hanya sekelompok orang yang mengingat, dan jika tidak
dibagikan bersama, maka ia akan punah (Coser 1992:24).
Menurut Zurbuchen (2005:7), narasi personal yang dibawa ke ruang publik
bisa merubah orang lain (transform others), bahkan terkadang membawa hasil yang
mengejutkan. Zurbuchen melihat bahwa ingatan personal penting untuk membentuk
dan merubah pengalaman masa lalu, di mana fungsinya berjalan dengan problematis.
Zurbuchen mengambil contoh pada orang-orang yang berhasil selamat dari
pengalaman traumatik. Orang-orang macam ini, biasanya memiliki kesulitan, atau
enggan untuk mengekspresikan diri mereka. Zurbuchen mengutip pada Sebald yang
�26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjelaskan konteks paska perang di Jerman, “the need to know was at odds with a
desire to close down senses” (Sebald 2003:23 dalam Zurbuchen 2005:8).
3.2. Ingatan Kolektif
Halbwachs menunjukkan bahwa ingatan kolektif bukanlah sesuatu yang
diterima begitu saja tanpa syarat-prasyarat. Ingatan kolektif merupakan suatu ide
dalam masyarakat yang dikonstruksi secara sosial (Coser 1992:22). Lebih detailnya,
Coser mengutip Halbwachs, “While the collective memory endures and draw strength
from its base in a coherent body of people, it is individuals as group members who
remember" (Halbwachs 1950:48, dalam Coser 1992:22). Halbwachs juga meyakini
bahwa tiap kelompok masyarakat menjadi sangat mungkin untuk memiliki ragam
ingatan bersama yang bisa dikenang oleh kelompok tersebut. Ingatan bersama yang
hidup pada kelompok-kelompok tersebut dibangun dari waktu ke waktu, dan bekerja
sampai sendi-sendi yang paling personal, yakni pada tiap-tiap subjek. Halbwachs
beranggapan bahwa ingatan kolektif/bersama, membutuhkan kelompok sosial, dalam
batasan konteks waktu dan ruang tertentu.
Konsep dari ingatan kolektif atau ingatan sosial perlu berfokus pada
bagaimana suatu kelompok mengelola ‘sense of the past’, dan bagaimana sensibilitas
tersebut menurunkan informasi atas politik, agama, seni, dan kehidupan sosial secara
umum (Roth dan Salas 2001:1 dalam Zurbuchen 2005:6-7).
�27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.3. Ingatan Historis
Ingatan kolektif pada tingkatan selanjutnya bisa menjadi ingatan historis.
Untuk bisa masuk ke tataran ini, perlu ada institusi sosial yang berfungsi untuk
merumuskan masalalu, dan menghadirkannya kembali melalui serangkaian ritual atau
praktik-praktik mengingat yang melibatkan subjek. Meski demikian, menurut
Halbwachs, ingatan historis tidak bisa dikenang secara langsung oleh subjek. Oleh
karenanya subjek perlu dipancing secara tak langsung dengan praktik membaca,
mendengarkan, maupun peringatan-peringatan tertentu yang bersifat lebih
seremonial. Ingatan kolektif tak bisa menjadi penyangga sejarah manakala
menempatkan masalalu sebagai sesuatu yang asing. Ingatan kolektif harus memiliki
aspek kumulatif dan kekinian pada saat yang bersamaan. Setidaknya ia harus
memiliki kesinambungan, termasuk pembacaan baru atas masa lalu dalam kaitannya
dengan masa kini. Dalam ingatan historis ini, masa lalu ditempatkan dan
diinterpretasikan oleh institusi sosial. Melalui masa lalu yang terkonstruksi ini,
masyarakat pada masa sekarang membangun kesadaran historisnya (Coser
1992:24-26).
Terminologi “sejarah” (history) dan “ingatan” (memory) merupakan
perbincangan yang belakangan coba dibedah dalam ketegangan yang lebih kreatif di
lingkungan para sarjana belakangan ini, khususnya dalam paradigma posmodern
(termasuk juga poskolonial, dan posstrukturalis). Cara pandang metodologis yang
�28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih dikedepankan adalah dengan mencurigai kebenaran, dan merayakan ambiguitas.
(Roth and Salas 2001:3 dalam Zurbuchen 2005:5). Ingatan historis memberikan
pengetahuan yang berkelindan---dan pada saat bersamaan memiliki aspek yang tak
berkesinambungan---dengan proses sosial maupun individu dalam membentuk
representasi masa lalu di masa kini. Dalam kasus Jepang, misalnya saja dalam buku
sejarah nasional mereka tertulis tentang representasi peran Jepang semasa Perang
Dunia ke-2, yang menggambarkan relasinya dengan negara-negara tetangganya di
Asia. Namun jika narasi dalam buku sejarah tersebut saling diperbandingkan---antara
ingatan historis Jepang dan negara tetangganya--- akan ditemui ‘kebenaran’ yang bisa
jadi saling bertolakbelakang. Cakupan ingatan historis tak hanya menjangkau teks
atau ‘situs ingatan’ semata. Ingatan historis juga mencakup proses dalam
pembentukan ingatan dan peristiwa di mana masa lalu bisa direkayasa dengan hasil
akhir yang jelas dan tegas (Zurbuchen 2005:7-8).
3.4. Mengingat dan Melupa Sebagai Institusi Sosial
Dalam menjabarkan proses institusionalisasi ingatan, John Shotter mengutip
Bartlett, ia menulis: “Social organization gives a persistent framework into which all
detailed recall must fit, and it very powerfully influences both the manner and matter
of recall" (Bartlett 1932:296 dalam Middleton & Eddwards 1990:128). Ingatan,
seperti halnya perhatian dan persepsi, merupakan hal yang terseleksi. Prinsip-prinsip
�29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seleksi dan penempatan atas ingatan ini ada dalam aktivitas sosial sehari-hari.
Mengingat merupakan proses penting yang menjadi bagian dari keseharian.
Kesinambungan atas kerangka ingatan ini dikelola oleh aktor-aktor yang terlibat
dalam peristiwa tersebut.
Menurut Shotter yang melakukan pembacaan atas Bartlett, kehidupan sosial
penuh dengan kecenderungan konflik yang berpotensi untuk mengganggu
(mengaburkan, atau membelokkan) ingatan. Namun pada akhirnya, masyarakat perlu
bernegosiasi dengan konflik---karena di sanalah pula ruang aktivitas sosial. Dalam
konflik tersebut bisa ditemukan bagaimana institusionalisasi praktik mengingat dan
melupa distrategikan dalam masyarakat; melalui cerita rakyat misalnya.
G. Kerangka Teoritis
Sebagai upaya menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, secara runut
ada beberapa konsep yang menjadi landasan pemikiran pokok. Pertama, konsep yang
dikembangkan Althusser tentang ideologi dan serangkaian aparatusnya (RSA-ISA).
Konsep ini penting untuk menempatkan posisi negara dan warga negara dalam sebuah
relasi struktural; untuk kemudian menilik lika-liku proses pewacanaan nuklir sebagai
ideologi negara Jepang pada periode paska PD II, termasuk dalam upaya membaca
usaha keras negara mengajak warganya terlibat pada "perayaan" teknologi nuklir.
�30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kedua, untuk memeriksa asal-usul pewacanaan nuklir di Jepang, perlu
tentunya mengurai praktik diskursif yang memegang peranan kunci dalam perkenalan
gagasan pemanfaatan atom untuk perdamaian (Atoms for Peace) paska PD II oleh
Amerika Serikat (sebagai 'pemenang' perang). Analisis wacana dalam pendekatan
Foucault memberi perhatian khusus pada konteks sosio-historis atas suatu wacana
(discursive formations, atau discourse), serta sistem/tatanan atur yang memungkinkan
suatu "pernyataan tertentu" (alih-alih pernyataan lainnya) hadir pada waktu, tempat,
dan institusi tertentu.
Ketiga, pembedaan konsep politics dan the political yang dikembangkan
Mouffe akan menjadi landasan penting dalam menghantar kita menengok
antagonisme dan agensi warga masyarakat yang berjuang menolak ideologi nuklir
Jepang nantinya. Konsep ini diperlukan dalam mengurai dinamika konflik/
pertarungan ideologi nuklir yang bergerak di luar ruang konservatisme institusi
politik Jepang.
Keempat, konsep "disensus" yang dikembangkan Rancière. Ada sebuah
kebutuhan untuk menempatkan dan membingkai suara-suara warga yang berbeda
jalan dengan negara, khususnya pada cara pandang atas nuklir dalam laku hidup
sehari-hari. "Disensus" merupakan konsep yang diperlukan untuk membingkai
pembacaan atas respon-respon warga yang berseberangan dengan pemerintah, yang
bisa jadi dalam kacamata tatanan formal negara dikategorikan sebagai "subversif".
�31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebagai catatan penting, dalam konteks ironi "limbo" nuklir Jepang, respon-respon
warga yang melenceng dari haluan ideologi negara (atas nuklir) pada titik tertentu
justru meresonansikan pengharapan, kebaikan & kesejahteraan bersama (the common
good) yang dibayangkan oleh sebagian warga. Di sinilah keberpihakan dan penelitian
ini ditempatkan.
Repressive State Apparatuses (RSA) & Ideological State Apparatuses (ISA)
Dalam Lenin and Philosophy and Other Essays yang diterbitkan Monthly
Review Press (1971), Althusser menjabarkan bahwa negara dideterminasi dari
segenap moda produksi kapitalis dan serangkaian mekanisme untuk melindungi
segenap kepentingannya. Negara merupakan suatu formasi pemerintahan yang
tumbuh dan berkembang bersama kapitalisme. Althusser menekankan bahwa negara
(the state) membutuhkan aparatus represif (RSA/repressive state apparatuses), dan
aparatus ideologis (ISA/ideological state apparatuses) untuk bisa mendisiplinkan
manusia yang hidup di dalamnya. RSA merupakan instrumen yang dimiliki negara
untuk melakukan represi, dan secara fisik menindak serta menertibkan warga negara
dengan segera. RSA ini mewujud dalam lembaga publik seperti kepolisian, militer,
intelijen, polisi pamong praja, penjara, pengadilan. Sedangkan ISA merupakan
mekanisme institusional, yang bergerak dengan lebih halus, berfungsi untuk
mendisiplinkan dan menginternalisasi ideologi ke tiap-tiap orang melalui cara yang
�32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih laten dan subtil. ISA mewujud dalam lembaga keluarga, politik, kesenian,
agama, sekolah, media, olah raga dan lain sebagainya.
Menurut pemikir strukturalis-Marxist dari Prancis ini, ideologi merupakan
pembayangan individu atas relasi mereka dengan realitas yang mereka hadapi (atau
hidupi). Dengan kata lain, ideologi merupakan sebentuk ilusi yang memantul dari
realitas. Pembacaan Althusser ini berangkat dari pemikiran Marx-Engels dalam The
German Ideology (1932). Althusser menekankan dua hal penting; bahwa ideologi
merupakan suatu angan-angan yang diciptakan oleh mereka yang mengerti benar
kekuasaan, dan bahwa ideologi tidak memiliki kesejarahan. Dalam kasus Jepang
paska Perang Dunia ke-2, penyajian wacana teknologi nuklir sebagai sebuah "tawaran
jalan keselamatan" bagi masa depan negara ini merupakan hasil ramuan para
penguasa, dalam hal ini pemerintah Jepang (the state) yang menjadi komprador dari
Amerika Serikat. Posisi ideologis baru atas pengembangan teknologi nuklir yang
ditempatkan sebagai pengharapan---tepatnya untuk "perdamaian" alih-alih perang
(Atoms for Peace)---tidak memiliki sejarah dalam realitas Jepang, atau bahkan
seluruh dunia pada saat itu! Ironisnya dalam sejarah, Jepang justru telah menjadi
preseden bagi dunia, mengecap nuklir sebagai sebuah pengalaman kehancuran luar
biasa pada tahun 1945.
Dalam pendekatan Marxist, ideologi ditempatkan sebagai bagian dari
suprastruktur. Ideologi diperlukan untuk mengamankan dan menjamin
�33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keberlangsungan produksi dan relasi produksi. Althusser kemudian mengembangkan
dan mengkaitkan pendekatannya atas ideologi ini dengan konsep ketidaksadaran yang
dikembangkan Lacan dari Freud. Menurut Althusser, dalam ruang bawah sadar
(unconscious) ideologi terkonstruksi: sebagai suatu struktur yang "tak berkesudahan"
dan tanpa sejarah. Sebagaimana bahasa, ideologi bekerja dalam tataran mental.
Ideologi sebagai suatu struktur dan sistem, telah memberikan ruang bagi manusia
untuk mengambil peranan, menjadikan individu sebagai subjek.
Premis Althusser tentang ketiadaan sejarah dalam ideologi merupakan pijakan
penting untuk menelusuri proses menubuhnya ideologi ini dalam individu---yang
kemudian akan menjadikan tiap-tiap individu sebagai subjek. Dalam pandangan
Marxist, kesejarahan hadir dalam dialektika pergerakan sosial, dalam perjuangan
kelas, dalam dimensi materiil (kondisi yang nyata). Pantulan/bayangan bersifat
negatif, meski ia datang dari kondisi yang nyata (positif). Dalam wilayah imajiner 15
itulah ideologi hidup dan beranakpinak. Ideologi membuat manusia mengenali diri
dan keberadaannya, membuat seseorang mampu melihat diri dan menempatkan
dirinya sebagai bagian bersama yang lain, dalam gerak laju kehidupan sehari-hari,
pun dalam sejarah. Persepsi tersebut tidaklah berangkat dari ruang hampa, namun
merupakan jawaban mental (pantulan) atas realitas yang dihidupi seseorang. Ideologi
menjadikan seseorang memiliki pilihan, memiliki cara pandang, sikap, bahkan
Pantulan / bayangan selalu bersifat negatif---atau dalam bahasa fotografi, orang lebih akrab dengan istilah 15
‘klise’ (gambar negatif pada film potret).
�34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sekedar untuk bersepakat atau berseberangan pendapat atas apa yang ditawarkan
kehidupan. Namun, dalam seseorang memaknai kediriannya pada apa yang terpantul,
dengan sendirinya ia telah ‘salah mengenali’ (misrecognition), dan demikianlah
ideologi membawa manusia dalam kelekatannya.
Jika Aristoteles melihat manusia sebagai binatang yang politis (Political
Animal), Althusser menerobos ke dalam dimensi mentalnya (beyond): manusia
merupakan binatang ideologis (Man is an ideological animal by nature). Ideologi
menjadikan individu sebagai subjek. Di dalam alam bawah sadar ideologi bersarang.
Bagi Freud, alam bawah sadar merupakan sangkar keabadian, maka demikian pula
ideologi dalam bacaan Althusser: abadi, tanpa awalan-tanpa akhiran! Bahkan manusia
telah menjadi subjek sejak sebelum ia dilahirkan. Proses interpelasi merupakan
istilah yang dipakai Althusser untuk menggambarkan bagaimana manusia menerima
panggilan (ideologis)-nya; menjadikan dirinya subjek. Ideologi, sebagai representasi
mental atas relasi seseorang dengan kondisi nyata (kehidupan), memiliki sifat
spesifik: memberi ruang bagi tiap-tiap individu unik, atas nama dirinya sendiri
(specifically addressed). Dalam kerangka pemikiran Althusser, proses interpelasi
harus ditempatkan dalam konteks operasi ISA (Ideological State Apparatus); di dalam
struktur, pada dimensi reproduksi ideologi. Bagi Althusser, ideologi merupakan
penggambaran ulang atas relasi imajiner antara seseorang dengan kondisi hidup
mereka yang sesungguhnya.
�35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Analisis Wacana
Menurut Norman Fairclough dalam tafsirnya atas Foucault, praktik analisis
wacana adalah sebuah usaha untuk membongkar dan menganalisis suatu pernyataan.
Dalam penelitian ini, yang kelak akan dianalisis adalah pernyataan yang dikeluarkan
Amerika Serikat sebagai patron Jepang dalam konteks wacana "Atoms for
Peace" (pada awal pengenalan kembali "atom" ke dalam kehidupan Jepang, kali ini
dengan wajah baru), maupun respon dan sejumlah pernyataan dari elit politik dan
pemerintah Jepang yang mendukung pengembangan teknologi nuklir nantinya---
sebagai sumber pembangkit listrik.
Suatu pernyataan dibangun dari serangkaian aturan main (rules of formation).
Serangkaian peraturan tersebut dirumuskan sebagai: (1) tatanan yang membentuk
'objek' (formation of 'objects'), (2) tatanan yang membentuk suatu modalitas
penuturan (enunciative modalities) dan posisi subjek terhadap wacana (subject
positions), (3) tatanan yang membentuk konsep (formation of 'concepts'), serta (4)
tatanan yang membentuk strategi (formation of 'strategies) [Foucault 1972: 31-9,
dalam Fairclough 1992:40]. Menurut Fairclough, segenap tatanan/peraturan
pembentuk ini dibangun dari serangkaian kombinasi atas elemen-elemen diskursif
dan non-diskursif, di mana dalam proses artikulasinya menjadikan suatu wacana
sebagai praktik sosial (discursive practice).
�36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Wacana memiliki kaitan yang aktif dan erat dengan realitas, di mana bahasa
menandainya melalui serangkaian makna yang terbangun (Fairclough 1992, 41-42).
Bahasa membangun suatu realitas tertentu; ia membentuk objek yang menanggung
ide tertentu. Fairclough menggunakan skema konsepsi tiga-dimensional, yang
mendasari proses pembangunan suatu wacana (Fairclough 1992, 72-73), yang
meliputi: (1) Teks (linguistik), realitas bahasa ini bisa diselidiki pada tataran
gramatikal, (2) Praktik diskursif (produksi, distribusi, konsumsi), yang menyelidiki
siapa dan dengan cara bagaimana sebuah ide dituturkan, serta (3) Praktik Sosial,
yang bisa diselidiki dengan menengok kepentingan-kepentingan tersembunyi dari
balik pembahasaan suatu ide tertentu.
Grafik 1. Skema Konsepsi Tiga-Dimensional Fairclough Sebagai Dasar Proses Pembangunan Wacana. (Sumber: Fairclough, Norman. 1992. "Discourse and Social Change". Polity Press & Blackwell Publishing Ltd. Cambridge & Malden, hal. 73).
�37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Antara Politics dan The Political
Mouffe memisahkan pengertian politics dan the political, yang dalam tulisan
ini tetap dipertahankan dalam istilah asingnya dengan cetak miring, untuk
mengurangi potensi pergeseran makna yang terlalu jauh. Dalam kaca mata Mouffe,
politics mengacu pada beragam organ, elemen, bentuk dan aspek politik secara
konvensional); sementara 'the politics' mengacu pada pertanyaan seputar bagaimana
masyarakat terinstitusikan . Mouffe berpandangan bahwa "the political" merupakan 16
ruang bagi kekuasaan, konflik, dan antagonisme. Mouffe menjelaskan perbedaannya
dengan lebih rinci demikian (Mouffe, 2005: 8-9):
"More precisely this is how I distinguish between 'the political' and 'politics': by 'the political' I mean the dimension of antagonism which I take to be constitutive of human societies, while by 'politics' I mean the set of practices and institutions through which an order is created, organizing human coexistence in the context of conflictuality provided by the political."
Dalam bahasa lain, yang dimaksud Mouffe dengan the political adalah ruang
di mana antagonisme menjadi bagian dalam lingkup masyarakat. Sementara itu,
politics punya artian sebagai serangkaian praktik dan institusi di mana tatanan
diciptakan, manusia diorganisir untuk bisa hidup berdampingan belaka. Pemikiran
Mouffe ini secara komplementer sejalan dengan gagasan Rancière, yang menjelaskan
bahwa istilah politik sesungguhnya menanggung makna ganda, yaitu politik sebagai
Gagasan ini dikembangkan Mouffe, merujuk pada Heidegger yang memaknai "politics" dalam dua tataran: 16
politics dalam artian ontic dan the politics dalam makna ontologisnya.
�38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
suatu kekuatan yang mengatur masyarakat (politics as police), dan pada saat yang
bersamaan bisa dimaknai sebagai kekuatan masyarakat/subjektifitas agen-agen dalam
melakukan pertentangan terhadap tatanan masyarakat yang mengatur ('political
subjectivization'). Antagonisme (dalam konteks the political) ini diaktivasi oleh
subjek-subjek yang hadir dan menuntut peran di ruang public (public sphere), berdiri
berhadapan dengan tatanan politik kaku, yang melulu merujuk pada hal-hal yang
sifatnya administratif, pada institusionalisasi politik yang memelihara stabilitas
belaka (politics as police). 17
Disensus
Menurut Jacques Rancière dalam The Thinking of Dissensus: Politics and
Aesthetics (2011), pada tataran pemikiran yang paling abstrak, disensus bisa diartikan
sebagai: suatu perbedaan dalam persamaan, dan persamaan dalam perbedaan.
Perbedaan-persamaan yang dimaksudnya ini bergumul dalam konteks politik. Politik
terjadi karena ada kepentingan yang saling berbeda dan terpecah-pecah dalam
komunitas/relasi sosial antara manusia satu dan lain. Politik berpijak pada
kemampuan manusia dalam mengungkapkan sesuatu dan berdiskusi. Rancière
memberi penekanan bahwa, kapasitas (politik) manusia---khususnya pada
lihat tulisan Robert Porter yang berjudul "Distribution of the Sensible" (2007), sebagai resensinya atas karya 17
Jacques Rancière "The Future of the Image" (diterjemahkan oleh Gregory Elliott, Verso, 2007)
�39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kemampuan menyuarakan sesuatu---pada dasarnya sudah terpisah dan berbeda sejak
awal. 18
Bagi Rancière (2011:1-17), politik terjadi karena adanya perbedaan
kemampuan bersuara. Disensus politik bukanlah suatu diskusi yang terjadi antara
orang yang berbicara dengan orang lain yang bisa saja mengkonfrontasi kepentingan
dan nilai-nilai yang terbicarakan. Namun lebih kompleks dari itu, disensus politik
merupakan suatu konflik yang terjadi antara mereka yang mampu berbicara dan
menyuarakan, dengan mereka yang tak mampu berbicara dan menyuarakan; tentang
apa yang harus didengarkan sebagai suara penderitaan, dan mana yang harus
didengarkan sebagai suatu argumen atas keadilan.
Dalam konteks kesunyian pembicaraan dalam realitas hidup bersama radiasi
nuklir di Jepang, konsep disensus bisa menjadi bingkai untuk mendeteksi
ketimpangan-ketimpangan kapasitas pada unit-unit politik dalam kemampuannya
berbicara dan menyuarakan sesuatu, termasuk pula menilik pembicaraan dan
bagaimana sesuatu dibicarakan.
Gagasan ini merupakan respons sekaligus negasi Rancière atas pemikiran dasar Aristotelian yang mendefinisikan 18
political animal sebagai speaking animal, di mana Aristoteles berangkat dari kapasitas satwa untuk bisa bersuara: mengekspresikan kenikmatan dan kesakitan.
�40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H. Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
Penelitian ini bersifat post-factum, di mana data awal telah terkumpul sebelum
proposal penelitian ini terselesaikan. Data tersebut telah dikumpulkan dengan asumsi
awal untuk dikembangkan sebagai proyek penelitian akademik yang ditawarkan di
sini. Pada tahapan analisis data, penulis akan menggunakan beberapa kombinasi
metode berupa analisis wacana, yang kemudian dilengkapi dengan pemaparan secara
etnografis. Penelitian ini tentu tidak bisa tidak akan membawa subjektifitas penulis,
serta orientasi ideologis dalam disiplin Kajian Budaya yang dihidupi penulis.
Pengumpulan data dilakukan melalui tiga cara, antara lain:
(a) sejumlah arsip / dokumen resmi yang dirilis pemerintah Jepang, baik itu
dalam bentuk teks yang tersimpan secara online maupun fisik, serta
sejumlah dokumen visual dan audio-visual terkait.
Dari dokumen ini, peneliti melakukan serangkaian analisis wacana, untuk
bisa melacak relasi kuasa, maupun proses pewacanaan yang
diselenggarakan pemerintah terkait tragedi nuklir.
(b) Penulis telah melakukan in-depth interview kepada sejumlah informan.
Wawancara mendalam ini terekam melalui tulisan, dan atau audio / video.
(c) Penulis telah melakukan focus group discussion bersama beberapa
informan untuk menggali informasi secara kolektif.
�41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(d) Penulis telah dan akan mengembangkan pengumpulan dokumentasi
bentuk-bentuk memorialisasi yang berhubungan dengan perawatan
maupun penghindaran atas ingatan tentang bencana nuklir, baik yang
bersifat artefak (material), teks, maupun ritual.
Dalam proses pengumpulan data penulis dibantu oleh beberapa asisten yang bertugas
sebagai penerjemah dwi-bahasa: Inggris-Jepang dan sebaliknya.
2. Proyek Seni sebagai Moda Pengumpulan Data
Seperti yang telah dijelaskan dalam bagian latar belakang, penulis telah
melakukan pengumpulan data melalui proyek seni yang dilakukan di Jepang pada
tahun 2015 silam. Dalam proyek yang berjudul I Forgot What I Remember tersebut
penulis telah melakukan serangkaian pengumpulan narasi atas ingatan-ingatan yang
tabu untuk dibicarakan di ruang publik dengan metode sebagai berikut:
• Penulis membuat undangan terbuka yang mengajak orang untuk membagikan
narasi-narasi, maupun pertanyaan-pertanyaan rahasia yang tak bisa
dibicarakan dalam masyarakat Jepang secara blak-blak-an. Undangan terbuka
ini ditransmisikan selama 14 hari pada Agustus-September 2015
menggunakan ragam media berupa surat kabar, pamflet selebaran, dan sosial
media institusial berbahasa Jepang (Arcus Project). Dalam undangan ini,
penulis mengajak warga untuk membagikan ingatan melalui media-media
�42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tertentu (akan dijabarkan pada poin berikutnya). Dengan pertimbangan etis,
dalam undangan ini penulis tidak membingkai secara lugas dan khusus pada
peristiwa Hiroshima-Nagasaki-Fukushima. Alih-alih menggunakan bahasa
verbal, penulis menggunakan pendekatan visual untuk menggiring arah narasi
calon informan dengan cara menggunakan gambar-gambar tangan penulis
yang berhubungan dengan tragedi nuklir, misalnya:
(1) kantong plastik hitam penyimpan limbah radioaktif di Jepang.
Penggambaran ini terasosiasi dengan bencana nuklir paling aktual di
Jepang.
(2) gambar bakekujira, mahluk mitologis para pelaut Jepang yang
berfungsi sebagai memento mori para nelayan. Penggambaran figur ini
diasosiasikan penulis dengan Little boy (bom atom yang jatuh di
Hiroshima) melalui struktur bentuknya
(3) gambar kappa, mahluk mitologis yang populer hidup di sungai-
sungai Jepang. Penggambaran figur ini diasosiasikan dengan Fatman
(bom atom yang jatuh di Nagasaki).
�43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 1. Ragam kartu pos yang digunakan sebagai undangan terbuka bagi publik untuk berbagi kisah dalam penelitian ini. (Dok. Pribadi)
Catatan: Metode pembingkaian dan penggiringan narasi dengan gambar
yang cenderung tidak verbal dan indirect semacam ini dimaksudkan untuk
menstimulasi asosiasi bebas dari para calon informan. Kekurangan dari
pendekatan ini adalah kemungkinan multi-interpretasi yang berpotensi
memperlebar fokus narasi yang dibagikan infroman. Namun perlu
digarisbawahi bahwa tingkat kesuksesan metode ini bersifat kualitatif,
yaitu pada kualitas dan tingkat kedalaman narasi yang diperoleh, bukan
dari jumlah narasi yang didapat.
• Dikarenakan pertimbangan etis, juga pada banyaknya informan yang tidak
merasa nyaman untuk menggunakan identitas asli, maka penulis menyediakan
fasilitas pseudonym dan anonym bagi informan untuk bisa membagikan kisah-
kisah tersebut.
• Media yang ditawarkan untuk bisa digunakan informan untuk berbagi cerita
adalah:
�44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
o surat, kartu pos, foto yang bisa dikirim dengan alamat studio/kantor
penulis.
o in-depth-interview, wawancara dengan rekaman video, wawancara
dengan rekaman audio, wawancara dengan rekaman tulis yang bisa
dilakukan di studio/kantor penulis, maupun dengan pembuatan janji
untuk bisa dilangsungkan di kediaman informan.
o Yang dimaksud studio/kantor penulis selama proses pengumpulan
data-data tersebut adalah Lost and Found and Lost and What
Department, yaitu sebuah institusi rekaan yang merupakan karya seni
yang dibuat penulis dalam rangka mengumpulkan data, sekaligus
ruang bertemu bagi para informan. Lost and Found and Lost and What
Department menyajikan fasilitas Karaoke, yang bertujuan membuat
informan nyaman dalam berbagi cerita. Lost and Found and Lost and
What Department mengambil tempat fisik di sebuah bangunan bekas
sekolah dasar yang dijadikan sebagai fasilitas publik, sekaligus berada
tepat di sebelah ruang kantor ARCUS Project.
• Untuk membingkai proses aktivitas mengingat di Lost and Found and Lost
and What Department, seturut dengan rujukan teoritis tentang mengingat dan
melupa sebagai institusi sosial, penulis menampilkan di dinding; segenap
gambar-gambar, data-data, artefak, dan cerita-cerita tentang bencana nuklir
�45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hiroshima-Nagasaki-Fukushima sebagai bingkai aktivitas penyeleksian
ingatan.
• Segenap data yang terkumpul dan dianonimkan kemudian dipajang di dinding
ruangan Lost and Found and Lost and What Department supaya bisa dibaca
dan menstimulus informan lain untuk membagikan data dengan lebih lepas.
• Dalam proses pengumpulan data, penulis dibantu oleh seorang interpreter dari
ARCUS Project, yang bertugas menterjemahkan baik tulisan maupun lisan
dari dua bahasa: Inggris-Jepang dan sebaliknya.
3. Etnografi
Penelitian ini bersifat etnografis, bergerak menyusupi 'ruang antara' dengan
menelusuri suara-suara subjek dalam beragam dilema pewacanaan nuklir. Data yang
terkumpul dalam penelitian ini diolah dan diinterpretasi oleh penulis dengan
pendekatan hermeneutik, yang berkomitmen untuk melihat beragam realitas
(polivocality) dan sisi pengalaman hidup warga Jepang (lived experience) dengan
sudut pandang mereka sendiri---pada tegangannya dengan wacana nuklir negara
dalam konteks politik, sosial, dan sejarah yang melingkupinya.
Validitas dialogis digunakan dalam penelitian etnografis ini, di mana beragam
ingatan dan sudut pandang subjek-subjek dikedepankan. Pada saat bersamaan,
peneliti tetap menyadari adanya latar belakang, bangunan keilmuan dan paradigma
�46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebagai prakondisi yang telah membentuk peneliti dalam membingkai dan
menyajikan penelitian ini (termasuk ketika melakukan pengamatan dan keterlibatan
selama menjadi bagian dari komunitas warga di Moriya, Ibaraki). Dalam upaya
membedah sejarah pewacanaan nuklir di Jepang, peneliti menggunakan validitas
dekonstruktif. Validitas dekonstruktif dengan pendekatan historisitas genealogis yang
dikembangkan Foucault digunakan oleh peneliti khusunya untuk mengolah data dan
menjawab pertanyaan penelitian pertama dan kedua. Hal ini ditempuh dalam rangka
melacak dan melihat dengan kritis rezim kebenaran yang bernaung dalam ideologi
nuklir Jepang, termasuk agenda politik yang membungkusnya dalam perjalanan
sejarah. Secara komplementer, validitas kontekstual digunakan untuk membingkai
analisis tentang pewacanaan nuklir di Jepang. Peneliti menelusuri proses pewacanaan
nuklir dan agenda liberalisme ekonomi di Jepang dalam tautannya dengan konstelasi
relasi kekuasaan global pada konteks Paska Perang Dunia II (PD II). Proses
pewacanaan nuklir di Jepang diperiksa dan ditempatkan dalam irisannya dengan
konteks rivalitas ideologi dan kepentingan atas penguasaan teknologi nuklir global
pada periode Perang Dingin oleh kekuatan-kekuatan besar pemenang PD II.
Serangkaian strategi dalam metodologi pada penelitian etnografis ini dibangun
sebagai upaya menyuguhkan relativitas atas realitas dan pengalaman hidup subjek.
(Saukko, 2003: 19-20 & 55-56)
�47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Keterbatasan Metodologi
Karena terpaut jarak geografis yang jauh, serta kecil kemungkinan bagi penulis
untuk bisa kembali ke Jepang dalam rangka pengembangan pengumpulan data
lapangan, maka penulis melengkapi data dengan cara sebagai berikut:
1) Korespondensi melalui surat elektronik, sosial-media, atau video call.
2) Pengumpulan data yang tersedia dalam jaringan internet
I. Sistematika Penulisan
BAB 1 tesis diperangkati dengan sejumlah deskripsi berupa latar belakang
penelitian, dan pembeberan atas peristiwa meledaknya reaktor Fukushima Daiichi.
Aspek yang ditekankan terutama pada dampak ekologis yang kemudian menghantui
masyarakat, serta bagaimana pemerintah Jepang dan masyarakat bersikap atasnya.
Tinjauan pustaka dengan pendekatan sosial-politik dan historis diraba dalam
kepentingan membangun konteks peristiwa, juga untuk mempersiapkan landasan
perspektif tentang hubungan kekuasaan yang diurai pada bab selanjutnya. Bab 1 yang
diberi judul sebagai Pendahuluan ini berisi: (1) Latar Belakang, (2) Tema, (3)
Rumusan Masalah, (4) Tujuan Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kajian Pustaka,
(7) Kerangka Teoritis, (8) Metode Penelitian, (9) Sistematika Penulisan.
�48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada BAB 2, penulis memasuki dimensi yang lebih detail tentang peristiwa
meledaknya reaktor Fukushima Daiichi, dengan mengumpulkan beragam sumber
media yang mencatat peristiwa tersebut. Bagaimana peristiwa ini diceritakan dalam
versi resmi oleh pemerintah Jepang, dan bagaimana cara penceritaan tersebut
memiliki keterkaitan dengan kepentingan ekonomi-politik yang berlapis, dalam
konteks perencanaan strategis Jepang pada saat itu. Bersamaan dengan itu penulis
juga mengumpulkan dokumen-dokumen, representasi artefak, ritual, atau teks yang
bisa ditemukan di internet tentang bagaimana masyarakat menceritakan kembali
peristiwa tersebut dari kacamata warga. Penulis juga menginventarisir dan membuat
kategori dari data yang telah ditemukan di lapangan bersamaan dengan temuan dari
internet.
Pada BAB 3, penulis melakukan pembahasan yang dibangun dari pokok-
pokok penting sebagai berikut:
(1) Pokok pertama, Keniscayaan untuk Teringat. pada bagian ini, penulis
memaparkan segenap pengalaman hidup sehari-hari bersama warga Jepang,
menelusuri lapisan kulit pada hal-hal yang bisa jadi "remeh-temeh" dan
cenderung tampak sebagai sebuah "kebiasaan". Pengalaman keseharian ini
merupakan data-data yang penting untuk membuka jalan pada penelusuran
kepada lapisan yang lebih dalam, pada ingatan-ingatan yang akan ditelusuri
selanjutnya. Secara simultan, dalam seberangannya, pada bagian ini penulis
�49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
juga menjelajahi bagaimana kekuasaan dominan mengingat; bagaimana
negara atau para pemilik kepentingan menunjukkan “kegelisahannya” atas
bencana nuklir---atau pada hal lain yang justru mengalihkan dari
pembicaraan nuklir. Moda apa saja yang diorganisir dalam
merepresentasikan ingatan atau pelupaan atas bencana ini.
(2) Pokok kedua akan berfokus pada Dorongan untuk Mengingat-ingat (atau
Tidak Mengingat). Di bagian ini, penulis memberikan ruang bagi ingatan
warga. Penulis menggali informasi, melakukan pencatatan dan kemudian
menjahit data yang ditemui di lapangan. Penulis melengkapi temuan data di
lapangan dengan dua film dokumenter terkait pengalaman warga dengan
radiasi nuklir di Jepang, yaitu: “Alone in The Zone” (diproduksi oleh Vice
Japan, 2013) dan “Women of Fukushima” (disutradarai oleh Paul
Johannessen, 2012).
(3) Pokok ketiga, Mengingat dengan Cara yang Artistik. Bagian ini
menelusuri secara etnografis bagaimana warga bersiasat mengingat atau coba
bernegosiasi dengan trauma lewat “melupa”. Penulis melacak dan melakukan
pembacaan mendalam atas bentuk-bentuk upaya warga dalam mengingat/
melupa dari bahaya nuklir di tengah pewacanaan kekuasaan dominan/negara.
Data yang dikumpulkan banyak berupa narasi-narasi yang termanifestasi
�50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lewat artefak-artefak memorialisasi yang dibuat oleh warga; misalnya seperti
kartu pos, video, surat, atau time capsule.
Bab 4 berupa analisis lebih mendalam atas sejumlah data yang telah
terkumpul tersebut. Pada bagian ini pula, dengan melakukan pembacaan ulang atas
sejarah Jepang pada periode sebelum dan sesudah PD II dengan pendekatan ekonomi-
politik, penulis menelusuri hubungan kekuasaan yang bekerja dalam pewacanaan
nuklir di Jepang. Pada bab ini penulis juga melakukan analisis teks untuk
membongkar kuasa pengetahuan yang memayungi keputusan pemerintah Jepang atas
teknologi nuklir. Dalam paralelitasnya, di bagian ini penulis juga membaca agensi
dan laku para warga yang berseberangan dengan kehendak negara, khususnya pada
penyikapan atas topik nuklir dalam pewacanaan Jepang. Memorialisasi, termasuk aksi
para "warga yang menyimpang" sebagai "cara terakhir" mengelola ingatan---dan
keberpihakan pada hati nurani---dibaca dan ditempatkan dalam dimensi politik yang
estetis, pada antagonismenya dengan formalisme politik negara.
Bab 5 merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan. Pada bagian ini
penulis memberikan rangkuman dan jawaban atas pertanyaan penelitian yang
diajukan dalam rumusan masalah. Pada bagian terakhir ini, penulis menentukan pula
bagaimana "seni mengelola ingatan" sebagai suatu cara ungkap yang estetis dalam
konteks hidup bersama radiasi nuklir memiliki dimensi politisnya, terutama sebagai
sebuah disensus.
�51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
SETELAH KATASTROFE:
AMBISI NUKLIR DAMAI DAN MALAPETAKA LAINNYA
Bagian ini mengurai gambaran umum tentang Jepang, baik secara geografis
maupun politis, khususnya dalam konteks kesejarahan persinggungan Jepang dengan
pengembangan teknologi nuklir; baik untuk kepentingan militer (pada periode Perang
Dunia II), maupun sumber energi (paska Perang Dunia II). Sebagai pijakan dalam
mendapatkan gambaran besar tentang kebutuhan energi Jepang yang bertumpu pada
pemanfaatan teknologi nuklir, maka seluk beluk pengelolaan dan pemenuhan
kebutuhan listrik Jepang penting pula untuk ditelusuri pula pada bagian ini.
Dalam bab ini, penelusuran atas sejarah pengembangan teknologi nuklir di
Jepang ditempatkan dalam dua periode. Pertama, pada periode Perang Dunia II,
dimana pengembangan nuklir berada dalam konteks kontestasi persenjataan
pembunuh massal, yang berujung dalam penjatuhan bom di Hiroshima-Nagasaki
oleh Amerika Serikat (Blok Sekutu) [1945]. Kedua, pada periode paska perang, di
mana nuklir menjadi sumber pemasok energi utama yang mengiringi pertumbuhan
perekonomian di Jepang, yang pada akhirnya menggiring Jepang pada petaka
kebocoran radiasi dari peristiwa meledaknya reaktor PLTN Fukushima Daiichi akibat
gempa Tohoku (2011).
�52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Tinjauan Umum
Jepang merupakan sebuah negara kepulauan yang berada di daerah Asia
Timur. Negara ini terdiri dari 6852 pulau kecil dan besar, dengan area total
378.000km2. Jepang memiliki 4 pulau utama antara lain: Honshu, Hokkaido,
Shikoku, dan Kyushu. 70 persen dataran Jepang terdiri dari hutan dan sungai, serta
30% dari total area yang tidak bisa ditinggali. Per Juli 2013, total populasi Jepang
mencapai 127 juta jiwa. Jepang memiliki 3 musim dengan temperatur bisa mencapai
27.4 derajat Celcius di bulan Agustus (untuk daerah Tokyo), dan 6.1 derajat Celcius
pada bulan Januari (1981-2010). Konsumsi listrik di Jepang berada pada puncaknya
pada periode Juli-September, lalu disusul bulan Desember-Januari. Pada bulan
Oktober, konsumsi listrik Jepang pada titik terendah, yaitu sebesar 60% saja.
(Hatamura, Abe, Fuchigami, Kasahara, Iino, 2015: 1).
Pada 11 Maret 2011, sebuah serial gempa dan tsunami menyerang area
Tohoku di Jepang. Akibat berantai dari bencana ini adalah meledaknya reaktor nuklir
Fukushima Daiichi. Sebagai perbandingan, kecelakaan Chernobyl (1986) berada
pada level 7 dengan terjadinya kerusakan reaktor tunggal, sedangkan pada kecelakaan
nuklir Fukushima telah merusak 3 reaktor secara bersamaan. Peristiwa ini berbuntut
pada kebocoran radiasi dan evakuasi masif pada sejumlah kota. Pembersihan/
dekontaminasi maupun pengelolaan limbah terus dilakukan sampai hari ini dan
menemui banyak kendala di lapangan, serta memakan dana yang luar biasa.
�53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada bagian ini, penulis akan membahas sejarah perkembangan nuklir di
Jepang sejak jaman Perang Dunia ke-2, serta tragedi nuklir dahsyat yang pernah
terjadi dalam konteks perang—di mana peristiwa ini menyisakan trauma kolektif dan
membawa perubahan sejarah besar bagi Jepang. Penulis juga memaparkan lika-liku
kebutuhan energi di Jepang, serta keberadaan PLTN sebagai respon atas “Atoms for
Peace” dan ketiadaan sumber energi fosil di Jepang untuk mencukupi kebutuhan
industri. Pada bagian akhir bab ini penulis memaparkan ikhtisar tentang bencana
gempa bumi dahsyat Tohoku serta meledaknya reaktor Fukushima berikut dampak
sosial dan ekologis yang menyertainya.
B. Menilik Sejarah Pengembangan Teknologi Nuklir di Jepang
1. Nuklir dan Pengembangan Teknologi Senjata Pemusnah Massal
Jerman- Jepang-Amerika Serikat dalam Perang Dunia II
Pada tahun 1940, tepatnya setelah mengklaim diri untuk bergabung
dalam Perang Dunia II, pemerintah Amerika Serikat (AS)
menggelontorkan dana besar untuk mengembangkan sebuah proyek
persenjataan nuklir di bawah tanggungjawab Office of Scientific Research
and Development and the War Department. Sekelompok ilmuan Amerika
Serikat yang sebagian besar merupakan pengungsi dari rezim fasis di
Eropa, mulai menggelisahkan serangkaian penelitian senjata nuklir yang
�54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sedang dikembangkan NAZI di Jerman pada masa itu. Proyek yang
dirahasiakan ini dinamai The Manhattan Project.
Menurut catatan The Manhattan Project: Making the Atomic Bomb
yang dirilis United States Department of Energy (edisi 1999),
pengembangan penelitian ini salah satunya dipicu oleh surat dari Albert
Einstein pada Agustus 1939. Einstein menulis pada Presiden AS kala itu,
F.D. Roosevelt, tentang penelitiannya yang menemukan adanya reaksi
berantai pada pemanfaatan uranium yang memungkinkan menghasilkan
tenaga dahsyat, yang bisa dikembangkan untuk menjadi bom dengan
kekuatan luar biasa ekstrim. 19
Einstein meyakini bahwa pemerintah Jerman sedang mengembangkan
penelitian tentang hal tersebut, dan ia menyarankan supaya pemerintah AS
mengembangkan penelitian serupa. Einstein kala itu dibantu Leo Szilard,
salah satu fisikawan Hungaria yang mengungsi dari kepungan fasis NAZI
di Eropa. Szilard kemudian menjadi salah satu agen yang paling vokal
dalam melakukan advokasi atas pengembangan program bom atom. (US
Departement of Energy, 1999: iv)
Sejumlah ilmuwan dalam proyek rahasia The Manhattan Project
memproduksi material kunci untuk memisahkan nuklir dari senyawa
Lihat: Surat Einstein yang dicetak ulang dalam Vincent C. Jones, Mahattan: The Army and The Atomic Bomb 19
(Washington, D.C.: U.S. Government Printing Office, 1985), 609-10
�55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
uranium-235 dan plutonium (Pu-239). Mereka kemudian mengirimkannya
ke Los Alamos, New Mexico, di mana sebuah tim di bawah J. Robert
Oppenheimer bekerja untuk mengolah material ini menjadi bom atom.
Upaya ini dinyatakan lulus uji coba bom plutonium, di suatu pagi pada 16
Juli 1945 area test Trinity di Alamogordo, New Mexico. 20
Amerika Serikat saat itu sesungguhnya tengah berpacu dengan NAZI
—yang juga menjadi Jepang—dalam Perang Dunia II. The Manhattan
Project memang merencanakan untuk menyelesaikan penelitian atom ini
pada awal tahun 1945, setelah pada pertengahan 1943 mereka
memprediksi bahwa rangkaian penelitian pemisahan inti atom yang telah
dimulai Jerman sejak 1939 akan selesai pada sekitar November - Januari.
Pada pertengahan 1943, Jerman telah tampak kian melemah dan kian
depresif dalam menghadapi perang. Hal inilah yang justru makin
menggelisahkan sejumlah ilmuan atas kemungkinan-kemungkinan yang
luar biasa tak terduga yang bisa terjadi setelahnya. Hal ini tampak dalam
memorandum 21 Agustus yang ditulis Hans Bethe & Edward Teller
kepada Oppenheimer (Rhodes, 2012: 511-512):
“Recent reports both through the newspapers and through secret service, have given indications that the Germans may be in possession of a powerful new weapon which is expected to be ready between November and January. There seems to be a
http://www.history.com/topics/world-war-ii/bombing-of-hiroshima-and-nagasaki [diakses 10 Desember 2016]20
�56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
considerable probability that this new weapon is tubealloy [i.e., uranium]. It is not necessary to describe the probable consequences which would result if this proves to be the case.
It is possible that Germans will have, by the end of this year, enough material accumulated to make a large number of gadgets which they will release at the same time on England, Russia, and this country. In this case there would be little hope for any counter-action. However it is also possible that they will have a production, let us say, of two gadgets a month. This would place particularly Britain in an extremely serious position but there would be hope for counter-action from our side before the war is lost, provided our own tubealloy program is drastically accelerated in the new few weeks.”
Sementara itu secara diam-diam, Jepang sendiri pun sebenarnya
tengah mengembangkan penelitian tentang nuklir sebagai senjata
pemusnah massal. Hal ini diawali oleh Yoshio Nishina, yang mempelajari
teori relativitas Dirac tentang elektron bersama Oskar Klein. Yoshio
Nishina merupakan fisikawan pionir Jepang yang mempelajari dan
melakukan eksperimen fisika nuklir semasa perang. Ia melakukan
penelitian panjang di Eropa, dan kemudian kembali ke Riken (Rikagaku
Kenkyûjo—Institut Penelitian Fisika dan Kimia) pada Desember 1928.
Nishina memulai studinya dan eksperimennya di Cavendish Laboratory di
bawah Ernerst Rutherford pada 1921, kemudian pada 1923 belajar di Niels
Bohr Institute di Kopenhagen. Ceramah sistematis pertama tentang
kuantum mekanik diperkenalkan secara berkala oleh Nishina dalam serial
pengajarannya di Kyoto Imperial University. Kelas tersebut dihadiri
�57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hideki Yukawa dan Shinichiro Tomonaga, yang kelak akan memenangkan
Penghargaan Nobel dalam bidang Fisika. Nishina membuka
laboratoriumnya sendiri di Riken pada 1931, dan memulai penelitian
tentang fisika nuklir dan cosmic rays. (Walter E. Grunden, Secret Weapons
and World War Two: Japan in the Shadow of Big Science dalam Lawrence,
Kans. 2005; dalam Grunden, Walker, Yamazaki, 2005: 110).
Selain Riken, Jepang memiliki dua pusat penelitian nuklir penting lain
yang bertempat di Kyoto dan Osaka. Pada tahun 1934, angkatan laut
jepang telah mendanai sebuah studi tentang nuklir yang berangkat dari
eksperimen seorang fisikawan Italia, Enrico Fermi, untuk membuat
“senjata super”. Hasil studi tersebut negatif. Meski kelompok militer
penasaran dengan potensi dari energi nuklir, Jepang sendiri tidak
menempatkan studi nuklir dalam prioritas mereka. Hal tersebut secara
paradoks membuat penelitian nuklir di Jepang berjalan lamban, karena
sesungguhnya Jepang sendiri tidak merasakan ada nilai urgensi pada
penelitian ini.
Di suatu musim panas 1940, Letnan Jenderal Takeo Yusada, seorang
insinyur bidang kelistrikan, sekaligus direktur Army Aeronautics
Department’s Technical Research Institute dalam sebuah kesempatan
berjumpa dengan Yoshio Nishina dan beberapa kolega di sebuah kereta di
�58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tokyo. Mereka bertiga mendiskusikan tentang riset pemisahan inti atom.
Nishina mengatakan bahwa ia bisa memulai sebuah riset eksperimen
untuk membuat senjata nuklir. Yasuda kemudian memerintahkan
bawahannya, Letnan Kolonel Tatsusaburo Suzuki untuk menginvestigasi
potensi pengembangan senjata yang dimaksud. Suzuki kemudian
mempersembahkan kepada Yasuda, 20 halaman laporan yang menyatakan
bahwa Jepang tidak memiliki deposit uranium yang dibutuhkan untuk
memproduksi bom atom. (Grunden, Walker, Yamazaki, 2005: 115-116).
Pada saat-saat akhir Perang Pasifik dalam serial PD II, barulah Jepang
mulai merasa butuh dan bergegas untuk mengembangkan penelitian nuklir
dengan lebih serius demi kepentingan perang. Namun laboratorium di
bawah penanganan militer tidak mampu bekerja dengan sempurna, karena
militer telah gagal melakukan modernisasi pada tahun 1930an. Militer
Jepang kemudian menyerahkan penelitian tersebut kepada Nishina. Hal ini
merupakan langkah yang revolusioner, karena jarang sekali sebelumnya
terjadi kerjasama antara ilmuan sipil dari universitas dengan militer. Pihak
militer tak menaruh kepercayaan kepada ilmuwan sipil, karena
kebanyakan dari mereka belajar dari Barat, dan mengusung ide-ide
progresif yang justru menolak imperialisme Jepang di Asia. Namun seperti
dijelaskan Grunden, terlepas dari ketidakpercayaan tersebut, fisikawan di
�59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jepang mengembangkan risetnya terlepas dari ideologi rasial—jika
dibandingkan dengan fisikawan ras Arya yang bekerja di Jerman. (Gordin,
Grunden, Walker, Wang, 2002:35-65, dalam Grunden, Walker, Yamazaki,
2005 2005: 111).
Pada September 1943, militer Jepang kembali menggelontorkan dana
besar untuk riset nuklir yang dilakukan Nishina. Proyek ini dilakukan
dengan tingkat kerahasiaan tinggi. Namun kekurangan sumber utama
uranium menjadi kendala besar dalam riset tersebut. Pada Februari 1945,
tim yang dikembangkan Nishina mengira bahwa mereka telah siap untuk
melakukan pengembangan pada tahap akhir, hingga akhirnya melakukan
pengeboman pada area yang sangat dekat dengan laboratorium. Insiden
tersebut memporakporandakan seluruh proses dan temuan yang hampir
“selesai”. Peristiwa itu akhirnya mengacaukan seluruh jadwal dan
persiapan, serta meluluhlantakkan pengharapan pihak militer Jepang untuk
bisa membangun bom atom tepat waktu. Pada bulan Juni 1945, pihak
militer menghentikan proyek ini. (Grunden, Walker, Yamazaki, 2005:
120-121).
�60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Hiroshima, Nagasaki, dan Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II
6 Agustus 1945, langit Hiroshima begitu cerah di bawah naungan
musim panas. Di suatu pagi pukul 8 lebih 16 menit, pesawat pengebom
B-29 yang dinamai Enola Gay menjatuhkan bom atom pertama di dunia,
di atas kota yang cukup sibuk tersebut. Bom yang dinamai Little Boy
tersebut meledak 43 detik setelah meninggalkan Enola Gay, 1900 kaki di
atas halaman Rumah Sakit Shima, melenceng dari target utamanya
(Jembatan Aioi), dengan kekuatan setara 12,500 ton TNT. (Rhodes, 2012:
711).
Little boy diterjunkan dengan parasut, ketika dua dari tiga
detonatornya telah diaktifkan. Target utama bom ini adalah Jembatan Aioi,
yang terletak tepat di tengah kota. Detonator ketiga aktif setelah parasut
mencapai ketinggian 1903 kaki di atas tanah. Bom yang langsung meledak
di kota ini membunuh lebih dari 70.000 jiwa, dengan cahaya kilat yang
membutakan serta panas yang mematikan; menjalar pesat ke seluruh kota.
Sersan George Caron, salah satu kru dari balik Enola Guy merekam
ingatan tersebut dari balik jendela pesawat. Dia melihat awan api raksasa,
dan kepulan asap yang menghunus langit dengan begitu lekas dari tanah
Hiroshima. Tumbuhlah ledakan itu dengan segera menjadi awan raksasa
berbentuk jamur, mengoyak cakrawala; dengan pusat yang penuh api,
�61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang tumbuh dan menyebar sejauh dua mil. Enola Gay yang kian terbang
menjauhi ledakan, saat itu telah berada di luar jangkauan bom. Caron
mendapati pesawat mereka pun tak ayal dilewati berkas cahaya yang
terang-benderang, menandai ledakan Little Boy. (Poolos, 2008: 95)
Rhodes memaparkan bahwa gelombang ledakan menjalar dengan
kecepatan yang dahsyat; menyebar ratusan yard dari titik ledakan utama /
ground zero, dengan kecepatan 2 mil per detik, dan melambat menuju
kecepatan suara, sekitar 1100 kaki per detik, dengan membawa serta awan
berisi asap dan debu.
Gambar 2. Suasana ledakan yang terjadi di Hiroshima dari jendela Matsushige. (Fotografer: Yoshito Matsushige, 6 Agustus 1945) �
�62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Prosesi ledakan dahsyat tersebut melahirkan kebingungan sekaligus
menorehkan trauma yang luar-biasa. Perubahan alam, cuaca, dan
lingkungan yang terjadi dengan sangat sekejap memberikan shock luar
biasa yang tak pernah terduga dan dialami siapapun sebelumnya. Rhodes
mengutip Yoko Ota, seorang penulis yang ikut memberikan kesaksian
(2012: 717):
“I just could not understand why our surroundings had changed so greatly in one instant… I thought it might have been something which had nothing to do with the war, the collapse of the earth which it was said would take place at the end of the world.”
Berdasarkan penuturan saksi mata, ledakan ditandai dengan kilatan
cahaya yang membutakan, lalu disusul gemuruh yang memekakan telinga.
Menurut Hachiya seperti yang ditulis oleh Rhodes (2012: 717), langit
tampak seolah dilukis dengan tinta sumi tipis. Orang yang mengalami
ledakan di dalam kota menamainyua pika, atau kilatan, dan mereka yang
mengalaminya dalam jarak yang lebih jauh menamainya pika-don,
ledakan-kilat.
�63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
#
Gambar 3. Sesaat setelah terjadinya ledakan yang terjadi di Hiroshima. (Fotografer: Yoshito Matsushige, 6 Agustus 1945)
Rhodes mengutip kesaksian dari seorang penyintas yang kala tragedi
itu berlangsung masih berada di kelas 4 SD. Ia mengutip gambaran
setelah terjadinya ledakan dahsyat: seketika segalanya menjadi gelap,
kemudian perlahan-lahan cahaya mulai hadir dan terang mulai datang,
namun yang tampak hanya awan-awan debu, dan setelah segalanya
tersibak, kota yang sebelumnya hidup dan berwarna telah menjadi
reruntuhan kelam. Semua terjadi dalam sekejap.
�64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4. Terluka dan tanpa rumah, seorang anak kecil dan seorang perempuan dibawa kepinggiran kota. (Sumber: LIFE Magazine 29 September 1952)
Keganasan bom atom yang meledak di Hiroshima coba digambarkan
pula Pater Klaus Luhmer, yang pagi itu sedang berdoa di taman biara
Jesuit di Hiroshima, yang berjarak sekitar 4 kilometer dari pusat
ledakan : 21
http://www.dw.com/id/kisah-saksi-bom-atom-hiroshima/a-5872851 [diakses 13 Desember 2016]21
�65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
"Pukul 8.14 saya mendengar ada ledakan. Kemudian muncul sesuatu yang tidak saya pahami. Tampak sesuatu yang lebih silau daripada matahari. Seperti setengah bulatan. Insting saya mengatakan, bahwa yang meledak itu adalah bom perusak yang meledak di balik bukit.“
Saat itu Pater segera berlindung di ruangan bawah tanah untuk
menyelamatkan diri. Pada awalnya ia mengira bahwa itu adalah bom
perusak biasa. Sama seperti dirinya, warga Hiroshima tak mengetahui hal
yang tengah terjadi. Ketika Pater melihat kilauan itu, tiba-tiba muncul
gelombang yang amat panas. Ia mendapati bangunan-bangunan bergetar.
Puing-puing berhamburan, genteng dan kaca jatuh dan pecah. Segera
setelahnya, ia naik ke atas bukit. Langit yang terang menyajikan kota
Hiroshima yang terbakar. Lalu berangsur-angsur awan hitam tampak di
atas langit, dan menurunkan hujan yang hitam pula.
Yosaku Mikami, seorang anggota dari regu pemadam kebakaran,
saat peristiwa terjadi sedang berada dalam perjalanan pulang. Ia baru saja
menyelesaikan piketnya selama 24 jam penuh untuk menangani kasus-
kasus ledakan bom di kota. Begitu peristiwa ledakan itu terjadi, ia segera
bergegas kerja kembali. Poolos mengutip kesaksian Mikami yang saat itu
berusia 32 tahun (2008: 98), yang mengenang bahwa ketika bom meledak,
segera ia mencari korban yang berjatuhan. Ketika Mikami berusaha
�66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membuka mata korban-korban yang terluka, banyak yang sesungguhnya
berhasil ditemukan masih hidup. Bersama tim penyelamat, ia berusaha
untuk membopong mereka, memindahkan ke atas truk pemadam
kebakaran. Namun baginya itu bukan perkara mudah, sebagian besar dari
korban mengalami luka bakar yang teramat parah. Kulit-kulit mereka telah
mengelupas.
Belum tuntas duka dan kengerian atas Hiroshima, tepat 3 hari
setelahnya (9 Agustus 1945), Jepang kembali diguncang bom yang
dijatuhkan Amerika Serikat. Pesawat AS yang bertolak dari pangkalan
Pulau Tinian, kali ini menyasar kota Nagasaki. Saat itu warga Nagasaki
masih belum begitu jelas atas peristiwa yang menimpa Hiroshima. Paul
Ham menulis bahwa surat kabar Nippon Times telah memberi peringatan
melalui headline, “Suatu Kemarahan Moral Melawan Kemanusiaan” dari
hadirnya “jenis bom baru”. Musuh berniat untuk membunuh dan melukai
sebanyak mungkin warga tak bersalah untuk mengakhiri perang dengan
segera. Amerika Serikat sendiri menurunkan selebaran yang
“mempermainkan” Haiku (jenis puisi tradisional Jepang). “Haiku”
Amerika Serikat yang penuh ejekan itu berbunyi: “In April Nagasaki was
all flowers. In August it will be flame showers.” Amerika Serikat juga
�67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjatuhkan selebaran dari udara di beberapa kota di Jepang, sehari
sebelum mereka menjatuhkan bom, yang bunyinya (2014:359-360):
“ATTENTION JAPANESE PEOPLE – EVACUATE YOUR CITIES Because your military leaders have rejected the thirteen-part surrender declaration, two momentous events have occurred in the last few days. The Soviet Union…has declared war on your nation. Thus all powerful countries in the world are now at war against you…”
Sebelum pengeboman terjadi, Laurence, satu-satunya jurnalis yang
hadir sempat menorehkan catatan yang akan mengawali pembantaian
bersejarah—yang akhirnya kelak akan mengakhiri Perang Dunia II yang
bersejarah (Ham, 2014:363). Berikut terjemahan bebas dari tulisannya:
“Di balik pegunungan dan awan putih yang membentang dalam sejauh pandang, di sanalah Jepang, tanah musuh kami. Tak lebih dari empat jam dari sekarang, kota-kota yang telah menciptakan senjata untuk melawan kami, akan tersapu dari peta, oleh senjata termutakhir yang dibuat tangan manusia. Dalam sekejap, angin akan berpusar dari langit, dan melenyapkan puluhan ribu manusia. Tidakkah ada mereka merasakan kasihan, demi iblis-iblis, atas kemusnahan yang segera di depan mata? Tentulah tidak, ketika kita teringat pada Pearl Harbor atau pawai kematian Bataan.”
Pesawat B-29 yang dinamai ‘Bockscar’ mengarungi langit menuju
Nagasaki dengan mengusung bom yang dijuluki ‘Fatman’. Jika Little Boy
yang membakar habis Hiroshima merupakan reaksi dari uranium, maka
Fatman yang saat itu sedang menjemput nasib Nagasaki telah diperangkati
dengan 64 detonator, yang siap menggerakan plutonium menjadi belahan
�68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
massa yang kritis dan begitu membahayakan. Fatman berbobot sekitar
10,000 lbs dengan panjang 10 kaki 8 inci. Ledakan dari bom ini bisa setara
20.000 ton peledak tingkat tinggi.
Hari itu langit Nagasaki berawan. Hal itu menyulitkan pilot pesawat
untuk mendapat citra visual yang akurat. Saat itu pilot diperintahkan
untuk menggunakan pandangan langsung alih-alih radar. Cuaca yang tak
bersahabat pada pilot akhirnya memaksa mereka menembus awan, dan
menargetkan kejatuhan bom di sebuah lintasan lari dari ketinggian 28.900
kaki.
Fatman merupakan bom yang sangat efektif. Ia memiliki ledakan lebih
besar ketimbang Little Boy. Namun pada kenyataannya, dampak ledakan
dari bom ini tak sebesar yang terjadi di Hiroshima. Nagasaki mengalami
dampak lebih kecil dibanding Hiroshima karena topografi kota itu. Area
seluas 2,3 mil x 1,9 mil hancur, namun bagian sisanya terselamatkan dari
ledakan. Api yang menjalar juga terhalang dari sejumlah aliran air yang
tersebar di Nagasaki.
�69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
# Gambar 5. Fatman yang meluluhlantakkan sebagian besar Nagasaki. (Sumber: www.historynet.com ) 22
Warga Nagasaki sebelumnya telah sadar jika mereka ditargetkan,
sehingga mereka memiliki kesiapan lebih dalam menghadapi serangan
udara. Nagasaki telah diperangkati sirene yang menjadi tanda bagi warga
untuk segera mengevakuasi diri. Mereka memiliki banyak shelter
perlindungan dari bom. Jika saja mereka lebih waspada dengan suara
sirene yang meraung menandai adanya serangan udara, mungkin akan
lebih banyak lagi jumlah orang yang selamat. Bukit-bukit yang
mengelilingi kota menjadi tempat persembunyian yang efektif. 23
http://www.historynet.com/michie-hattori-eyewitness-to-the-nagasaki-atomic-bomb-blast.htm 22
[diakses 16 Desember 2016]
http://www.historylearningsite.co.uk/world-war-two/the-pacific-war-1941-to-1945/the-bombing-of-nagasaki/ 23
[diakses 12 Desember 2016]
�70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam pengantar Nagasaki: Life After Nuclear War, Southard
menceritakan kembali kesaksian Taniguchi, salah seorang penyintas
tragedi tersebut. Saat itu sekitar pukul 11:02, pada 9 Agustus 1945,
Taniguchi yang masih berusia 16 tahun sedang mengendarai sepedanya
untuk mengantarkan surat. Sementara ia sedang mengayuh pedal, sebuah
bom plutonium tengah menghujam turun dari langit Nagasaki yang
dipadati sekitar 30 ribu jiwa. Dalam kilat yang sekejap, ledakan terjadi. Ia
terpelanting dari sepeda, dan tanah bergetar seperti terjadi gempa bumi.
Gelombang panas yang menjalar dari ledakan merengkuh pundaknya.
Setelah beberapa saat, ia melihat anak-anak kecil yang sedang bermain
sebelumnya kini telah kehilangan nyawa. Southard menulis bahwa lebih
dari 200 ribu jiwa tewas dalam tragedi Hiroshima dan Nagasaki. Jumlah
itu termasuk pula mereka yang mengalami dampak radiasi sampai
terhitung 5 bulan setelah peristiwa. Pada tahun-tahun selanjutnya, puluhan
ribu disinyalir menderita sejumlah gangguan dan penyakit yang
disebabkan karena radiasi. Setikar 192.000 hibakusha (orang yang terkena
dampak bom atom) masih hidup terhitung sampai Southard menuliskan
bukunya. Anak-anak yang terkena radiasi pada era tersebut saat ini berusia
sekitar 70-an.(2016 : xv- xvii). Bom yang jatuh di dua kota industri:
Hiroshima dan Nagasaki, telah menjadi pukulan yang luar biasa hebat bagi
�71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jepang. Tragedi tersebut menorehkan luka dan keruntuhan mental yang
mendalam bagi segenap warga. Berselang tak lebih dari seminggu sejak
pengeboman di Nagasaki, tepatnya pada 14 Agustus 1945, Jepang
menyatakan diri menyerah kepada Sekutu. Hal tersebut sekaligus
menandai berakhirnya Perang Dunia II, dan mengawali babak baru dalam
sejarah Jepang.
�72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 6. Seorang gadis keluar di tengah reruntuhan. Ia berhasil menyelamatkan diri dengan masuk ke dalam shelter setelah mendengar peringatan sirene. (Fotografer: Yosuke Yamahata, 10 Agustus 1945)
�73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Perkembangan Nuklir di Jepang Setelah Bom Atom
Akira Omoto, seorang Project Professor di Tokyo Institute of
Technology, sekaligus komisioner Atomic Energy Commission,
menjelaskan bahwa sebuah surat “Top Secret” dari Washington DC yang
ditujukan kepada General Head Quarter Tokyo pada tanggal 31 Oktober
1945 telah memerintahkan bahwa paska berakhirnya Perang Dunia II,
seluruh fasilitas riset untuk energi atom, termasuk pula seluruh pihak yang
terlibat dalam penelitian tersebut [nuklir] berada di bawah pengawasan
[Amerika Serikat]. Sebagai konsekuensinya, cyclotron (akselerator
partikel yang menggunakan medan magnet statis, dan frekuensi radio
medan listrik) yang dikembangkan di Riken dan beberapa universitas
harus dimusnahkan, dan ditenggelamkan ke laut [di bawah pengawasan
Sekutu] melalui General Head Quarter. 24
Pada rapat pleno Majelis Umum PBB 8 Desember 1953, Presiden
Amerika Serikat menyampaikan sebuah pidato yang berjudul “Atoms for
Peace”. Amerika Serikat Dwight D. Eisenhower menawarkan sebuah
proyeksi baru untuk menamai arah pengembangan teknologi nuklir paska
PD II. Sesuai judul pidatonya, istilah tersebut adalah “Atoms for Peace”
http://www.aec.go.jp/jicst/NC/about/kettei/12-7-IAEAOmoto-1.pdf [Diakses 12 Desember 2016]24
�74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
atau dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan penulis sebagai Atom untuk
Perdamaian . 25
Dalam pidato tersebut, Eisenhower, yang mengatasnamakan sekaligus
mewakili dirinya sebagai rakyat Amerika mengatakan bahwa manakala
bahaya mengancam dunia, maka ancaman tersebut ditujukan dan
dibagikan bersama bagi semua dengan setara. Eisenhower menghadirkan
sebuah bahasa baru yang disebutnya Atomic warfare, atau “Perang Atom”.
Eisenhower menjelaskan, bahwa untuk memperangkati usaha cerdas
pencarian perdamaian, mereka orang haruslah mempersenjatai diri dengan
fakta-fakta signifikan yang eksis di hari ini. Demikian potongan pidatonya
tentang har tersebut:
“I feel impelled to speak today in a language that in a sense is new, one which I, who have spent so much of my life in the military profession, would have preferred never to use. That new language is the language of atomic warfare.
The atomic age has moved forward at such a pace that every citizen of the world should have some comprehension, at least in comparative terms, of the extent of this development, of the utmost significance to every one of us. Clearly, if the peoples of the world are to conduct an intelligent search for peace, they must be armed with the significant facts of today's existence.”
Dalam pidatonya, Eisenhower memberikan sebuah pengakuan bahwa
Amerika Serikat telah melakukan 42 uji coba nuklir terhitung sejak 1945.
Arsip digital dari draft pidato bisa dilihat di: https://www.eisenhower.archives.gov/research/online_documents/25
atoms_for_peace/Atoms_for_Peace_Draft.pdf [diakses 14 Desember 2016]
�75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ia mengatakan bahwa AS memiliki cadangan persenjataan atom dalam
jumlah banyak, yang terus ditingkatkan dari hari ke hari. Namun secara
paradox ia membagikan ketakutan ini bagi seluruh dunia. Ia mengatakan
bahwa rahasia dari teknologi mematikan atom telah dimiliki oleh negara-
negara lain (yang ikut memenangkan PD II) pula. Dalam konteks perang
dingin, ancaman yang ditakutkan adalah perang nuklir.
Chernus menganalisis bahasa-bahasa politik yang dikumandangkan
Eisenhower dalam sejumlah kesempatan. Dalam bacaannya atas pidato
Eisenhower, sesungguhnya konsep dari “perdamaian” yang digaungkan
merupakan sebuah retorika. Amerika Serikat mengejar “perdamaian”
dunia dengan memposisikan diri dalam kekuatan, keamanan, dan
persatuan dari negara-negara bebas. Perdamaian baginya tak bisa
dipertahankan oleh mereka yang lemah. Perdamaian menuntut kekuatan.
(Chernus, 2002:15)
Ketika membicarakan “perdamaian”, sesungguhnya Amerika Serikat
sedang merujuk pada ide tentang “keamanan”. Di akhir 1952, diskusi
tentang keamanan nasional Amerika Serikat akan melibatkan ketakutan
mereka atas bom yang dikembangkan Uni Soviet—yang dianggap cukup
untuk menghancurkan peradaban Amerika Serikat, terlepas dari jumlah
bom yang dimiliki AS sendiri (Chernus, 2002:16). Ketakutan atas perang
�76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nuklir yang apokaliptik menggiring kompetisi atas nuklir dalam tajuk
“perdamaian”.
Dalam pidato “Atom for Peace”, Eisenhower mengungkapkan bahwa
perkembangan teknologi atom memiliki tanggungjawab pula untuk
melayani kebutuhan kemanusiaan secara damai. Para ahli akan
mengaplikasikan energi atom untuk pertanian, pengobatan dan kegiatan
damai lainnya. Tujuan khusus yang sangat mungkin untuk dikelola
terutama untuk memenuhi kebutuhan energi kelistrikan di daerah minim
energi di seluruh pelosok dunia. Amerika menyatakan diri akan sangat
memberi dukungan bagi seluruh pihak yang “secara prinsip terlibat” untuk
mengembangkan rencana dalam penggunaan atom untuk damai. Dalam
pidato tersebut, Eisenhower sesungguhnya secara khusus mengajak Uni
Soviet untuk ikut bersama “secara prinsip terlibat”. Dalam pidatonya,
Eisenhower juga mengusulkan suatu bentuk kerjasama atas pengadaan
material uranium yang dikelola di bawah PBB:
“The governments principally involved, to the extent permitted by elementary prudence, should begin now and continue to make joint contributions from their stockpiles of normal uranium and fissionable materials to an international atomic energy agency. We would expect that such an agency would be set up under the aegis of the United Nations. The ratios of contributions, the procedures and other details would properly be within the scope of the "private conversations" I referred to earlier.”
�77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bagi Jepang, seruan Eisenhower tersebut diinterpretasi sebagai sebuah
era baru untuk menuju pengembangan teknologi nuklir yang kelak akan
berkembang dengan pesat di negara yang rawan gempa ini. Tak berselang
lama setelah pidato tersebut, menurut Omoto, Jepang menggelontorkan biaya
235 juta Yen untuk memulai (kembali) riset nuklir dalam bingkai “Atom untuk
Perdamaian”. ‘Pertemuan kembali’ Jepang dengan nuklir paska PD II ini 26
berada pada tahun yang sama dengan pemberlakukan the Atomic Energy Act
of 1954 oleh Amerika Serikat, yang menggantikan peraturan tahun 1946 yang
dibuat setelah A.S. menjatuhkan bom di Hiroshima-Nagasaki. Dalam masa
awal pembangunan teknologi nuklir, Jepang bekerja sama dengan Inggris.
Reaktor nuklir Jepang pertama yang dinamai Tokai 1 merupakan hasil desain
Magnox, Inggris dengan kemampuan menghasilkan daya sampai 166 Mega
Watt. Konstruksi yang dimulai 1961 berhasil diselesaikan pada tahun 1965.
Sumber bahan bakar reaktor ini adalah uranium, yang beroperasi sampai
Maret 1998. Teknologi nuklir Magnox kemudian tampaknya mengalami jalan
buntu, sehingga Jepang beralih kepada light water reactors yang didesain
Amerika Serikat. Fukushima Daiichi 1 merupakan salah satu contoh dari hasil
kerjasama ini. 27
Dalam panduan presentasi Omoto, IAEA NMS, Juni 201226
http://www.powermag.com/blog/a-short-history-of-nuclear-power-in-japan/ [diakses 14 Desember 2016]27
�78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Penguasaan (dan Monopoli) Pembagkit Listrik Tenaga Nuklir di Jepang
Proyek pengembangan tenaga Nuklir di Jepang dikembangkan oleh sektor
swasta dengan dukungan dari pemerintah. Seperti yang ditulis dalam situs
resmi TEPCO (The Tokyo Electric Power Company) , bisnis pemasokan 28
tenaga listrik di Jepang sebelumnya dikendalikan secara monopoli. Kebijakan
ini direvisi dalam Electric Utilities Industry Law yang dijalankan pada tahun
1995, dan mengalami dua kali revisi setelahnya. Liberalisasi bisnis pasokan
tenaga listrik tersebut akhirnya menggiring perubahan signifikan dalam
penjualan retail listrik Jepang.
Industri pemasokan listrik di Jepang dikelola dalam monopoli yang
bersifat regional. Situasi demikian memaksa pelanggan (warga) untuk tidak
memiliki alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik mereka. Hal
ini berimbas pada ketiadaan pilihan untuk memanfaatkan energi yang lebih
murah. TEPCO merupakan konglomerat di balik pengembangan PLTN 29
Jepang. Perusahaan (swasta) ini memiliki anak-anak perusahaan yang
mengoperasikan PLTN di Jepang. Sebagai perusahaan yang dikategorikan
sebagai General Electric Utility , TEPCO memiliki hak penuh untuk 30
http://www.tepco.co.jp/en/corpinfo/ir/kojin/jigyou-e.html [diakses 15 Desember 2016]28
http://www.nippon.com/en/currents/d00029/ [diakses 15 Desember 2016]29
DiJepang,perusahaanyangbergerakdalambidangkelistrikandibagidalambeberapakategori,antaralain:General30
ElectricUtilities,WholesaleElectricUtilities,IndependentPowerProducers(IPP),PowerProducersandSuppliers,danSpeci;iedElectricUtilities.
�79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memasok kebutuhan listrik warga yang meliputi pengadaan, transmisi, hingga
distribusi. Jepang memiliki 10 perusahaan energi yang berada dalam kategori
ini, dan TEPCO merupakan salah satunya, sekaligus yang terbesar. Perusahan
ini pula yang berada di balik pengembangan nuklir Fukushima. TEPCO
merupakan perusahaan listrik terbesar di Asia, dan ke-4 di seluruh dunia.
Perusahaan ini mengoperasikan 17 reaktor nuklir, dan menyuplai sepertiga
pasokan listrik di Jepang. Perusahaan ini memiliki rekam jejak panjang
tentang sejumlah pengaburan fakta atas dampak fatal dan keselamatan atas
pengembangan nuklir, termasuk pelaporan palsu tentang sejumlah kesalahan
yang terdeteksi pada reaktor nomor 1,2,3,4, dan 5 pada tahun 1993. 31
TEPCO didirikan pada 1 Mei 1951, dengan kapital sebesar 1.460 juta yen.
Pada awalnya TEPCO mengelola Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Ushioda yang memiliki kapasitas daya 55 Mega Watt. TEPCO memulai
fasilitas pembangkit tenaga nuklir pada 26 Maret 1971, yaitu Fukushima
Daiichi Nuclear Power Station yang mengoperasikan reaktor No. 1 dengan
kapasitas daya 460 MW. 32
TEPCO didukung oleh Liberal Democratic Party [LDP], yang ‘diam-
diam’ telah menguasai Jepang sejak 1955. Sejumlah pengelabuan atas
informasi tentang kecelakaan nuklir mulai terkuak pada tahun 1995. Saat itu
https://www.wsws.org/en/articles/2011/03/tepc-m17.html [diakses 15 Desember 2016]31
http://www.tepco.co.jp/en/corpinfo/overview/history-e.html [diakses 15 Desember 2016]32
�80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
publik dikagetkan dengan adanya kebocoran sodium dan kebakaran yang
terjadi di reaktor Monju. Saat itu terkuak bahwa PNC (Power Reactor and
Nuclear Fuel Development Corporation), sebagai agen yang beroperasi di
Monju, memiliki versi pelaporan berbeda, melalui rekaman video yang diedit.
Setelah sejumlah proses hukum, akhirnya pemerintah mengijinkan reaktor
tersebut beroperasi kembali. Pada tahun 1999, kecelakaan nuklir yang parah
terjadi pula pada pemrosesan uranium Tokaimura yang berjarak 120km dari
Tokyo. Reaksi berantai yang tak terkendali telah terjadi, sehingga
mengakibatkan 2 pekerja kehilangan nyawa, dan mengakibatkan kebocoran
radioaktivitas yang menyebar sampai pedesaan. 55 pekerja dinyatakan terkena
radiasi, dan 300.000 orang diperintahkan untuk tidak mengeluarkan ruangan
setelah penanganan sesuai standard keamanan dilakukan. 33
ibid.33
�81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Kebutuhan Listrik di Jepang
Deregulasi pada era 1990an telah mengundang sejumlah perusahaan
swasta untuk bisa mengelola dan menyuplai kebutuhan listrik di Jepang yang
pada akhirnya dikuasai 10 perusahaan. Kebutuhan Jepang atas pembangkit
listrik tenaga nuklir telah dimulai sejak tahun 1970. Sumber listrik tenaga
nuklir merupakan pilihan yang paling efisien, sekaligus untuk mengurangi
dampak pembakaran seperti CO2, yang berpotensi menyebabkan efek rumah
kaca. Di samping hal tersebut, hal ini dikarenakan pula alasan bahwa Jepang
tidak memiliki sumber energi fosil untuk mencukupi kebutuhannya. Jepang
benar-benar perlu bergantung dari import untuk mencukupi kebutuhan bahan
bakar fosil. (Hatamura, Abe, Fuchigami, Kasahara, Iino, 2015: 1)
Pada tahun fiskal 2015, diukur dari total penjualan pasokan listrik yang
disuplai 10 perusahaan listrik di Jepang, kebutuhan listrik mencapai angka
797,1 bilyun kWh. Berikut adalah uraian kebutuhan listrik tahunan dari
tahun ke tahun di Jepang per setengah tahun penggunaan:
�82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
#
Tabel 1. Kebutuhan Listrik Jepang dalam Serangkaian Periode (2012-2015) Sumber: FEPC (Federation of Electrical Power Companies) Jepang 34
Dari tabel tersebut, bisa dilihat bahwa industri besar memiliki
kebutuhan listrik rata-rata lebih dari seperempat dari kuota pasokan yang
tersedia di seluruh Jepang.
http://www.fepc.or.jp/english/news/demand/1999.html [diakses 14 Desember 2016]34
�83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berikut merupakan gambaran atas persentase kebutuhan listrik dalam
unit Giga Watt per jam untuk kategori industri besar yang beroperasi di
Jepang. Dalam tabel di bawah bisa dilihat bahwa secara berurutan di mana
industri pengolahan mesin, besi, kimia serta logam yang tak mengandung
unsur besi (non-ferrous metals) berada dalam jajaran urutan teratas dalam
konsumsi listrik di Jepang (per 2014).
#
Tabel 2. Kebutuhan Listrik Industri Besar Jepang berdasarkan Sektor (Periode 2012-2014). [Sumber: FEPC (Federation of Electrical Power Companies) Jepang ] 35
Dalam tabel di bawah ini diuraikan tentang skema pengaturan pemasokan
kebutuhan listrik di Jepang. Sebelum tahun 2016, pelanggan berskala kecil
(konsumsi listrik <50 kW) yang terdiri dari perkantoran bisnis, toko, toko
kelontong, dan kebutuhan rumah tangga tidak memiliki pilihan untuk menentukan
ibid.35
�84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sumber energi mereka. Pemasokan listrik diatur dalam regulasi yang bersifat
monopoli. Sedangkan industri besar yang terdiri dari pabrik-pabrik dan manufaktur
besar, hotel, bangunan perkantoran, serta pusat perbelanjaan memiliki keleluasaan
lebih besar untuk memilih perusahaan pemasok listrik untuk mencukupi kebutuhan
listrik mereka.
#
Grafik 2. Skema Pengaturan Pasokan Listrik di Jepang. (Sumber: TEPCO ) 36
http://www.tepco.co.jp/en/corpinfo/ir/kojin/images/jiyuka_zoom02.gif[Diakses16Desember2016]36
�85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan ilustrasi di bawah ini, pasokan listrik di Jepang yang
disuplai TEPCO bersumber dari panas bumi (275.000-500.000 volt), nuklir
(275.000-500.000 volt), dan hidroelektrik (275.000-500.000 volt). Tenaga
tersebut diprioritaskan untuk menyuplai kebutuhan pabrik-pabrik besar
(66.000 volt – 154.000volt), dan stasiun kereta (66.000 volt-154.000 volt).
Setelah itu, barulah ia didistribusikan untuk pabrik-pabrik besar yang
membutuhkan tegangan lebih kecil (22.000 volt) dan bangunan-bangunan
tinggi dengan transmisi bawah tanah bertegangan 22.000 volt. Kemudian
listrik didistribusikan untuk bangunan dan pabrik berskala menengah (6.600
volt), bangunan-bangunan berskala menengah (6.600 volt), dan yang
terakhir pada industri-industri kecil, rumah-rumah, dan toko-toko yang
membutuhkan tegangan 110-220 volt.
!
Grafik 3. Skema Alur Distribusi Energi Listrik di Jepang. (Sumber gambar: TEPCO ) 37
http://www.tepco.co.jp/en/corpinfo/ir/kojin/setsubiindex-e.html[diakses15Desember2016]37
�86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Di bawah ini merupakan peta persebaran Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga
Nuklir yang beroperasi di seluruh Jepang:
!
Grafik 4. Peta Persebaran PLTN di Jepang. (Sumber: Citizens' Nuclear Information Center [CNIC])
�87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. PLTN Fukushima Daiichi
PLTN yang dikelola TEPCO ini terletak di kota Okuma dan Futaba di Futaba
Distrik, Prefektur Fukushima, Jepang. Proyek ini dijalankan pada tahun 1971 dengan
pembangkit listrik yang berisi 6 buah boiling water reactors (BWR). Reaktor-reaktor
ini memiliki daya 4,7 GW. Fukushima Daiichi merupakan salah satu dari 15 PLTN
terbesar di seluruh dunia. Di bawah ini adalah lokasi PLTN Fukushima, bersama
beberapa PLTN lain yang diklaim Greenpeace mengalami kerusakan serius paska
gempa Tohoku 2011.
#
Gambar 7. Sejumlah PLTN yang Mengalami Kerusakan Serius Akibat Gempa Tohoku 2011. (Sumber: Greenpeace ) 38
http://www.greenpeace.org/international/Global/international/artwork/nuclear/2011/japan-map.jpg[diakses1638
Desember2016]
�88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pembangkit listrik Fukushima Daiichi berada 25m di atas permukaan air laut.
Pada akhir tahun 2002 hingga 2005, reaktor PLTN ini dihentikan sementara untuk
dilakukan pemeriksaan, setelah disinyalir terjadi skandal penyalahan data dari
TEPCO (Stephanie, 2009:388). Pada 28 Februari 2011, TEPCO mengakui kesalahan
ini kepada Japanese Nuclear and Industrial Safety Agency bahwa sebelumnya
perusahaan ini telah memberikan laporan inspeksi dan perbaikan yang palsu. Laporan
itu mengungkapkan kegagalan TEPCO dalam menginspeksi lebih dari 30 komponen
teknis dari 6 reaktor, power boards untuk mengendalikan saluran kontrol tempratur,
termasuk pula komponen sistem pendingin.
Tahun 2008, IAEA memperingatkan Jepang bahwa Fukushima dibangun dengan
standar keamanan yang sudah usang. Peringatan tersebut menjelaskan pula bahwa
Fukushima Daiichi berpotensi untuk menjadi masalah serius manakala terjadi gempa
bumi besar. 39
Gambar 8. Ledakan hidrogen kedua paska Gempa Dahsyat Tohoku (2011) terlihat dari reaktor nomor tiga di PLTN Fukushima (Foto: AFP/Getty Images)�
http://archive.indianexpress.com/news/iaea-warned-japan-over-nuclear-quake-risk-wikileaks/763709/[diakses1639
Desember2016]
�89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Ikhtisar Krisis Nuklir Fukushima 2011
!
Gambar 9. Kekacauan akibat gempa dahsyat Tohoku yang disusul tsunami. (Sumber: Ensiklopedia Britanica)
1. Linimasa dalam Sembilan hari Paska Terjadinya Gempa Tohoku 2011
Berikut adalah rangkaian kejadian paska gempa dahsyat Tohoku dalam
rentang 9 hari pertama. Catatan ini disarikan dari The Great East Japan
Earthquake and Tsunami (2011):
�90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jumat, 11 Maret 2011
• Sekitar pukul 14.46 : Gempa bumi berkekuatan 9SR terjadi di Samudera
Pasifik, tepatnya di sebelah Timur Laut dari Jepang. Di kota Kuruhara,
gempa tercatat berkekuatan 7 SR
• Pukul 14.49 : Badan meteorologi Jepang mengumumkan potensi tsunami
masif akan menghantam dari arah Samudera Pasifik menuju Iwate,
Miyagi, Fukushima, Aomori, Ibaraki, dan Chiba.
• Pukul 15.00 : Sebelas fasilitas tenaga nuklir mati secara otomatis,
termasuk milik TEPCO yang berlokasi di Fukushima dan Onagawa
• Pukul 15:04 : Bandar udara Sendai menghentikan semua pendaratan
maupun tinggal landas pesawat. Kereta peluru yang beroperasi di sebelah
timur Jepang juga dihentikan. Listrik yang memasok 6 prefektur di
wilayah Tohoku terhenti.
• Pukul 15.15: Terjadi gempa susulan dengan kekuatan 7.4 SR di pesisir
Ibaraki
• Pukul 15.50: Tsunami setinggi 7.3m menghantam kota Soma, dan
setinggi 23.6m di kota Ofunato.
• Pukul 16.36: Generator cadangan mati dan berhenti memasok listrik
untuk menjalankan sistem pendingin reaktor No.1 dan No.2 di PLTN
Fukushima Daiichi.
�91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Pukul 19.03: Fukushima Daiichi diumumkan berada dalam kondisi kritis
dan berbahaya
• Pukul 20.00: Terjadi ledakan stasiun bahan bakar di Pelabuhan Sendai
• Pukul 21.23: Perdana Mentri menginstruksi evakuasi dalam radius 3km
dari PLTN Fukushima Daiichi, dan menyuruh warga dalam radius 10km
untuk tetap berada di dalam rumah. Seiring meningkatnya radiasi, radius
evakuasi diperlebar menjadi 20km. Pada hari berikutnya, pemerintah
Jepang melarang seluruh ekspor atas produk pertanian dari Prefektur
Fukushima.
Sabtu, 12 Maret 2011
• Pukul 14.00: Elemen radioaktif Cesium terdeteksi di sejumlah area sekitar
Fukushima Daiichi.
• Pukul 15.36: Terjadi ledakan hidrogen di reaktor no.1 Fukushima Daiichi.
4 pekerja mengalami luka-luka.
Minggu, 13 Maret 2011
• Pukul 06.00: Sekitar 20.000 warga dari prefektur Miyagi terkatung-
katung. Jumlah total pengungsi diperkirakan mencapai 450.000 jiwa.
• Pukul 13.00: Gubernur Prefektur Miyagi, Yoshihiro Murai
mengumumkan bahwa total korban yang kehilangan nyawa mencapai
�92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
angka sekitar 10 ribu jiwa. Sekitar 84 siswa dan pekerja dari SD Okawa di
Ishinomaki juga dikabarkan hilang.
Senin, 14 Maret 2011
• Pukul 11.01: 11 pekerja mengalami luka-luka karena ledakan hidrogen di
Reaktor No.3 PLTN Fukushima Daiichi.
• Pukul 16.34: TEPCO menginjeksi air laut untuk merespon naiknya
ketinggian air di reaktor No.2.
• Pukul 17.00: TEPCO melakukan pemadaman berkala di sebagian wilayah
Prefektur Ibaraki, Chiba, Yamagata dan Shizuoka.
• Pukul 19.55: TEPCO mengumumkan bahwa reaktor No.1 dan No.2
sepenuhnya telah terdedah.
Selasa 15 Maret 2011
• Pukul 06.15: Sebuah ledakan merusak elemen vital pada reaktor No.2
Fukushima Daiichi.
• Pukul 09.40: Terjadi kebakaran pada elemen struktur reaktor No.4
Fukushima Daiichi. Reaktor ini berada dalam kondisi kritis.
• Bursa saham yang tercatat di Tokyo mengalami anjlok.
Rabu, 16 Maret 2011
• Pukul 10.40: Tingkat radiasi di gerbang utama Fukushima Daiichi
tercatat 10mili-sieverts per jam.
�93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kamis, 17 Maret 2011
• Pukul 09.00: Sistem komputer di Mizuho Bank mengalami kegagalan
dan tak berfungsi selama 3 hari kerja.
• Pukul 09.48: Tentara pertahanan menggunakan upaya udara untuk
mengeluarkan air dari Reaktor Fukushima Daiichi yang rusak.
Jumat, 18 Maret 2011
• Pukul 21.00: Kepolisian Nasional mengumumkan bahwa 12 prefektur di
Jepang terkena dampak atas bencana ini. 6.911 jiwa dinyatakan
meninggal. Angka ini melebihi jumlah korban dalam gempa besar
Hanshin yang merenggut 6.434 jiwa. Jumlah ini menandai angka korban
terbesar sepanjang sejarah Jepang paska Perang Dunia II.
Sabtu, 19 Maret 2011
• Pukul 11.50: Pembangunan konstruksi rumah sementara dilaksanakan di
kota Rikuzen-Takata.
�94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
#
Gambar 10. Perempuan meninggalkan Tohoku setelah peristiwa gempa dan tsunami dahsyat 2011. (Foto: Warren Antiola)
2. Peta Sebaran Radiasi & Dampaknya
Peta di bawah merupakan gambaran radius persebaran radiocaesium
(Cs-134 dan Cs-137) per April 2011 di area dataran dalam jarak 80km
dari PLTN Fukushima Daiichi. Peta di bawah merupakan peta yang dirilis
otoritas Japan, the Ministry of Education, Culture, Sports, Science and
Technology (MEXT) dalam arsip IAEA (International Atomic Energy
Agency). Peta di bawah diproduksi menggunakan pengindraan udara yang
�95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dilakukan bersama Amerika Serikat di bawah United States Department of
Energy. : 40
!
Gambar 11. Radius Persebaran Radiocaesium (Cs-134 dan Cs-137) per April 2011 di Area Dataran dalam Jarak 80km dari PLTN Fukushima Daiichi. (Sumber: the Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology (MEXT) dalam arsip IAEA (International Atomic Energy Agency)
https://www.iaea.org/newscenter/news/fukushima-nuclear-accident-update-log-31 [diakses 17 Desember 2016]40
�96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan peta tersebut, area berwarna hijau menunjukkan
kandungan radionuklida dari Cs-134 & Cs-137 dalam kisaran 0.6- 1 41
MBq/m2. Area yang berwarna kuning mengindikasikan kandungan antara
1 – 3 MBq/m2. Dan area yang berwarna merah mengindikasikan
kandungan antara 3-30 MBq/m2. Pemerintah Jepang mengklaim telah
melakukan normalisasi pada 29 April 2011.
Dalam Fukushima Nuclear Accident Update Log yang dirilis
IAEA , Pada 1 April 2011, pemerintah melakukan pelarangan untuk 42
mengkonsumsi air yang mengandung I-131 (terutama bagi anak-anak).
Hal ini dilakukan setelah pengukuran radiasi awal pada lokasi di sekitar
Prefektur Fukushima. Kemudian terhitung dari 12 hingga 18 Mei, Ministry
of Health, Labour, and Welfare melaporkan hasil kandungan radioaktivitas
dalam makanan. Berdasarkan pemantauan, pemerintah menemukan
sebanyak 503 sampel makanan dari 15 prefektur telah dilaporkan. Dari
pelaporan ini, sebagian besar terkonsentrasi di area Prefektur Fukushima
(39%). 28 dari 503 sampel terbukti mengandung radioaktivitas di atas
regulasi yang ditoleransi Jepang untuk radiocaesium. Sampel-sampel ini
dikumpulkan dari Prefektur Fukushima, Ibaraki dan Kanagawa.
Radionuklida adalah sebuah atom dengan inti yang tak stabil. Radionuklida merupakan isotop dari radioaktif, 41
memiliki kelebihan energi dan mampu memancarkan radiasi.
https://www.iaea.org/newscenter/news/fukushima-nuclear-accident-update-log-31 [Diakses 17 Desember 2016]42
�97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Di Prefektur Kanagawa, 18% sampel makanan diklaim melebihi batas
regulasi pemerintah untuk kandungan radiasi Cs-134/Cs-137. Termasuk
dalam sampel tersebut adalah daun teh yang belum diproses. Di Prefektur
Ibaraki, 4% sampel dinyatakan melebihi batas Cs-134/Cs-137 yang
ditoleransi pemerintah Jepang. Termasuk dalam sampel tersebut adalah
daun teh yang belum diproses.
Sejumlah jenis ikan di Fukushima dilarang untuk didistribusikan dan
dikonsumsi. Di beberapa area yang lebih spesifik di Fukushima, dilarang
pula distribusi dan konsumsi sejumlah produk makanan seperti susu,
lobak, rebung, pakis, jamur shiitake. Pemerintah juga membatasi distribusi
dan konsumsi bayam dan kubis, termasuk pula kembang kol. Pembatasan
ini kemudian juga berimbas sampai ke Prefektur Ibaraki. Dalam
pemantauan kelautan ditemukan pula laporan adanya peningkatan
radioaktivitas tingkat tinggi dari Fukushima Daiichi.
4.3. Evakuasi Kota
Sebagai dampak gempa, tsunami, dan meledaknya reaktor nuklir,
pemerintah pusat melakukan evakuasi dan pengosongan atas sejumlah kota
dalam radius 20-30km dari reaktor nuklir Fukushima. Berikut detailnya
seperti dalam tabel yang dikutip dari The 2011 Fukushima Nuclear Power
�98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Plant Acciedent : How and Why it Happened (Hatamura, Abe, Fuchigami,
Kasahara, Iino, 2015: 4):
#
Tabel 3. Informasi Terkait Jumlah Korban Meninggal, Populasi dan Radius Kota Terdampak Akibat Gempa Tohoku dan Meledaknya Reaktor Nuklir Fukushima-1
Di bawah ini adalah peta evakuasi, dan perkembangan statusnya per
Oktober tahun 2014. Dari peta di bawah bisa dilihat bahwa perintah
evakuasi awalnya diumumkan di beberapa kota, antara lain: (1)
Minamisoma, (2)Iitate, (3)Kawamata, (4)Katsurao, (5)Namie, (6)Futaba,
(7)Okuma, (8) Tamura, (9) Kawauchi, (10) Naraha. Per Oktober tahun
�99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2014, beberapa kota seperti Namie, Futaba, Okuma masih ditutup
sepenuhnya karena terkontaminasi radiasi tingkat tinggi. Kota ini masih
berbahaya untuk didatangi. Sementara kota seperti Iitate, Minamisoma,
dan Tomioka juga masih belum diperbolehkan untuk ditinggali. Meski
demikian, persiapan penghapusan perintah evakuasi untuk kota Naraha
dan Katsurao sedang dalam proses. Untuk kota Tamura dan Kawauchi,
perintah evakuasi telah dihapuskan.
#
Gambar 12. Area Terdampak Perintah Pengosongan Kota Akibat Radiasi Nuklir Fukushima Daiichi (Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup Jepang, 2015) 43
https://www.stuk.fi/documents/12547/273805/fukushima-progress-on-cleanup-efforts-japan.pdf/43
b297d4b3-6830-4788-bc44-2f0c73e89ab9 [Diakses 18 Desember 2016]
�100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Pembersihan
Menurut laporan American Nuclear Society (ANS) yang dirilis secara
terbuka dalam situs resmi mereka , kecelakaan yang terjadi di PLTN 44
Fukushima Daiichi menuntut perhatian khusus terutama pada pembersihan
dan pengelolaan limbah. Hal ini meliputi pemrosesan air yang
terkontaminasi, puing-puing, tanah, limbah sekunder, dan sejumlah
elemen lain yang terkait.
Isu yang akan menjadi tantangan tersendiri terutama pada pengelolaan
limbah. TEPCO sendiri telah membuat rute jalan untuk mengelola proses
pembersihan dan pengelolaan limbah tersebut. Perhatian khusus perlu
diberikan kepada (1) air yang terkontaminasi, dan pengelolaan limbah dari
alat saring serta peralatan lain; (2) penyimpanan dan pemusnahan limbah
sekunder, tanah yang terkontaminasi, vegatasi, dan puing-puing; (3) proses
dekontaminasi yang terkait struktur dan instalasi sejumlah sistem
pendingin dan gas, (4) instalasi struktur-struktur baru dan peralatan untuk
penanganan material.
Pemerintah telah menginstruksikan TEPCO untuk membuat
perencanaan panjang dalam menangani reaktor Fukushima Daiichi yang
rusak. Proses yang nantinya akan dijalankan dalam skema 2-10 tahun ini
http://fukushima.ans.org/report/cleanup [Diakses 16 Desember 2016]44
�101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diestimasi akan memakan dana 15 miliar dolar. Japan Atomic Energy
Commission mengatakan bahwa proses pembongkaran reaktor akan
membutuhkan waktu lebih dari 30 tahun.
Untuk menanggapi penyebaran radiasi dari Fukushima Daiichi,
pemerintah membuat suatu “peraturan dasar”, yaitu pembersihan daerah-
daerah yang terkontaminasi. Hal ini dijalankan berdasarkan rekomendasi
tahun 2007 yang disusun International Commission on Radiological
Protection. Proses dekontaminasi ini rupanya cukup problematis dan sukar
untuk diimplementasikan.
Proses pembersihan dilakukan secara masif. Di area PLTN Fukushima
Daiichi, pembersihan dilakukan dengan sejumlah peralatan yang bisa
dikendalikan dari jarak jauh; termasuk backhoes, bulldozer, dan truk
pembuangan. Sedangkan di daerah-daerah pada ring lebih jauh,
pembersihan dilakukan oleh pekerja bayaran hanya dengan perangkat
pengaman standard seperti helm, boot, sarung tangan, masker.
�102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
!
Gambar 13. Pekerja melakukan pembersihan atas tanaman dan tanah yang terkontaminasi radioaktif. Limbah-limbah yang dibersihkan kemudian ditampung dalam kantong plastik hitam. (Sumber foto: www.voanews.com ) 45
4.5. Limbah Radioaktif
Sebagai akibat dari bocornya radiasi dari ledakan reaktor nuklir
Fukushima Daiichi, kini pemerintah Jepang harus berurusan dengan
550.000 ton limbah nuklir, di mana sebanyak 150.000 ton di antaranya
tidak terkelola dengan baik sesuai pengarahan Kementrian Lingkungan. 36
wilayah pemerintahan di Prefektur Fukushima telah menyatakan
memberikan tempat penampungan sementara atas limbah-limbah tersebut.
Dari 372 lokasi, hanya 139 (37 persen) yang telah berjalan. Dari 36
wilayah yang menampung, hanya 13 lokasi yang berhasil mengamankan
daerah yang akan dipakai sebagai tempat penyimpanan sementara limbah
http://gdb.voanews.com/F6E4B939-EEAB-45C1-A9BF-391F6049D06F_cx0_cy10_cw0_mw1024_mh1024_s.jpg 45
[diakses 17 Desember 2017]
�103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
radioaktif. 150.000 ton yang tidak terolah dengan baik hanya teronggok di
luar begitu saja. Limbah-limbah yang belum terestorasi dengan layak 46
tersebut sebagian besar berupa hasil kerukan tanah, material organik, dan
puing-puing yang terkumpul dalam proyek pembersihan paska
meledaknya reaktor.
#
Gambar 14. Kantung plastik hitam yang berisi tanah terkontaminasi radioaktif terendam banjir di Iitate, Prefektur Fukushima. [Foto: Associated Press (AP), Sumber: dailymail.co.uk ] 47
Pengolahan atas limbah nuklir yang berbahaya bukan pula perkara
yang mudah dan murah, apalagi dengan jumlah sebegitu besar. Bloomberg
pernah menulis bahwa NUMO, sebuah organisasi yang mengelola limbah
http://japandailypress.com/150000-tons-of-radioactive-fukushima-waste-left-in-the-open-away-from-46
storage-1635936/ (18 Desember 2016)
http://www.dailymail.co.uk/travel/travel_news/article-3345692/Disaster-tourists-snap-haunting-photos-Japanese-47
region-destroyed-earthquake-tsunami.html (18 Desember 2016)
�104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nuklir di Jepang telah melakukan pencarian ruang untuk menyimpan
limbah-limbah nuklir ini sejak lama. Mereka mengajukan proposal pada
sejumlah daerah untuk bisa menjadi “tuan rumah” bagi penyimpanan
limbah. Pada tahun 2007 (sebelum terjadinya gempa Tohoku) proposal itu
sempat diterima oleh wali kota Toyo. Namun meski begitu, rakyat Toyo
menolak, dan kemudian melakukan voting untuk mendepaknya dari Balai
Kota. Penggantinya kemudian membatalkan rencana tersebut. 48
#
Gambar 15. Kereta JR Joban dari arah Nippori Station, Taito, Tokyo, melintas mengarungi gundukan limbah radioaktif. (Sumber: www.fukushima-diary.com ) 49
https://www.bloomberg.com/news/articles/2015-07-10/japan-s-17-000-tons-of-nuclear-waste-in-search-of-a-home [ 48
diakses 18 Desember 2016]
http://fukushima-diary.com/2014/07/jr-joban-train-line-runs-among-heaps-contaminated-soil-bags-49
decontamination-photo/ [diakses 18 Desember 2016]
�105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Paska ledakan reaktor nuklir Fukushima, Jepang kian memiliki urgensi
untuk bisa segela merelokasi tumpukan limbah radioaktif yang
menggungung. Penampungan limbah radiasi ini merupakan kepentingan
nasional, Takao Kinoshita, pejabat dari NUMO mengatakan “we should
feel grateful for the community that’s doing something for the benefit of
the whole country and respect their bravery” . 50
Sementara itu, seperti yang sempat diulas The Guardian, limbah
radioaktif cair yang saat ini masih disimpan dalam bejana, telah terdeteksi
mengandung tritium, suatu isotop hidrogen dengan dua neutron. Tritium
ini merupakan hasil dari reaksi nuklir yang sulit dan terlalu mahal untuk
dihilangkan dari air. Terkait dengan hal tersebut, otoritas regulasi nuklir
Jepang (NRA) sedang melakukan pendekatan dan kampanye untuk bisa
membuang 800.000 ton limbah berupa air yang terkontaminasi tersebut ke
Samudera Pasifik. Ia meyakinkan bahwa tindakan ini merupakan hal yang
aman dan bertanggung jawab, namun ditanggapi dengan skeptis oleh
dunia internasional. 51
ibid.50
https://www.theguardian.com/environment/2016/apr/13/is-it-safe-to-dump-fukushima-waste-into-the-sea (18 51
Desember 2016)
�106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
ANTARA MENGINGAT-INGAT DAN TIDAK MENGINGAT
Paska melepasnya radioaktif sebagai efek berantai gempa Tohoku yang diikuti
meledaknya reaktor nuklir di Fukushima Daiichi, masyarakat Jepang (khususnya
yang berada dalam radius persebaran radiasi) mulai mengalami krisis kepercayaan
terhadap pemerintah dan perusahaan listrik Jepang. Dalam lapisan yang lain,
sebagian masyarakat masih dihantui oleh pengalaman atas pengeboman selama
Perang Dunia II, serta ketakutan akan terjadinya perang nuklir.
Masyarakat yang bersuara kebanyakan adalah mereka yang paling merasakan
pukulan atas peristiwa ini. Dengan sejumlah cara, kelompok masyarakat yang
merasakan dampak, sekaligus yang memiliki solidaritas atas tragedi ini, berusaha
untuk melakukan sejumlah advokasi, dan melakukan perlawanan simbolik melalui
jalur-jalur kesenian termasuk dalam keseharian mereka. Secara personal, sebagian
orang mengelola ingatan dengan caranya masing-masing, ketika negara tak lagi
(ingin) memperbincangkan (bahaya) nuklir.
Pada bab ini, penulis akan memaparkan tiga hal utama yang meliputi: (1)
Keniscayaan untuk Teringat, di mana penulis akan memaparkan pengalaman
kehidupan sehari-hari di Jepang, termasuk “kebiasaan” dan hal-hal yang tampak
(biasa) di permukaan. (2) Dorongan untuk Mengingat-ingat (atau Tidak Mengingat);
bersama para warga (sebagai informan dalam penelitian ini), penulis menggali,
�107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mencatat, dan merajut pendaman-pendaman yang selama ini bersemayam dalam
diam. Melalui data dari observasi lapangan, sejumlah wawancara mendalam dalam
payung proyek seni yang diselenggarakan ARCUS Project (2015), yang kemudian
secara komplementer dilengkapi dengan dua film dokumenter, yaitu: “Alone in The
Zone” (diproduksi oleh Vice Japan, 2013) dan “Women of Fukushima” (disutradarai
oleh Paul Johannessen, 2012), saya masuk ke dalam konteks substansial yang
berangkat dari kegelisahan (kolektif) masyarakat Jepang yang hidup di tengah radiasi
nuklir (baik dari pengalaman bom atom Perang Dunia II dan Bencana PLTN
Fukushima Daiichi. (3) Mengingat dengan Cara yang Artistik; pada bagian ini penulis
secara khusus menyoroti produk-produk seni, maupun bentuk-bentuk yang dipilih
warga Jepang untuk melakukan aktivitas “mengingat”. Penulis menelusuri
serangkaian ragam upaya masyarakat Jepang dalam membangun “memorial” atau
monumen-monumen kecil mereka. Pada bagian ini penulis mengambil sample dari
praktik artistik warga sebagai upaya mengelola ingatan. Sejumlah bentuk dan pilihan
estetika ini akan dianalisis dalam bab selanjutnya.
A. Keniscayaan untuk Teringat
Dalam menjalani dan mengamati keseharian hidup bersama warga Jepang di
tengah radiasi, saya mencatat sejumlah pengalaman yang seolah tersaji sebagai
“kulit” Jepang. Dalam penelitian ini, pengalaman keseharian merupakan data yang
�108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penting sebagai pintu masuk ke dalam lapisan-lapisan ingatan warga yang akan
ditelusuri pada sub-bab selanjutnya. Justru dari temuan melalui keseharian yang
bersifat permukaan, ditemukan gejala-gejala yang hadir berulang, memberikan jalan
untuk masuk dan menyelami hal yang selama ini tersembunyi.
1. Tujuh Puluh Tahun Setelah Pengeboman Hiroshima & Nagasaki
Dari suasana kemeriahan hari ulang tahun Indonesia yang terasa betul di
Jakarta, saya bertolak ke Jepang. Kedatangan saya di Narita pada 17 Agustus 2015
silam bertepatan dengan peringatan Proklamasi Indonesia. Tepat 70 tahun yang lalu,
Indonesia menyatakan diri sebagai negara merdeka, lepas dari pendudukan Jepang.
Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Soekarno-Hatta pada 17
Agustus 1945 berselang hanya dua hari setelah Kaisar Hirohito mengumumkan
kekalahan Jepang dalam Perang Dunia ke-2.
Saya sampai di Bandara Internasional Narita di pagi hari. Sesampainya di loket
imigrasi, seorang perempuan bermasker mengarahkan saya untuk masuk dalam
ruangan khusus, menjauhi antrean panjang pemeriksaan reguler. Prosedur ini
dilakukan karena visa yang tertempel di paspor saya bertajuk cultural activities. Di
ruangan sepi itu saya diharuskan mengisi sebuah formulir yang menyatakan alamat
saya tinggal serta detil-detil lain seputar tujuan kedatangan saya. Setelah proses yang
berlangsung cepat, seorang petugas laki-laki (yang juga menggunakan masker)
�109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memindai sidik jari, lalu mengambil pas foto saya. Tak berselang lama ia
menyerahkan sebuah kartu resident card, yang bisa berfungsi sebagai pengganti
paspor selama saya tinggal di Jepang.
Jepang memiliki peraturan ketat tentang membawa/mengeluarkan benda-benda
organik dari negara ini. Namun untunglah memang tak ada benda organik yang saya
bawa dari Indonesia, selain dalam rupa olahan tembakau berwujud satu slop rokok
kretek. Setelah pemindaian akhir bagasi, saya berjalan keluar ke terminal kedatangan.
Di depan rupanya saya telah ditunggu oleh seorang supir pegawai pemerintah
prefektur Ibaraki dan Ryota Tomoshige, koordinator dari ARCUS Project . Kedua 52
orang ini tampak tak saling bicara banyak.
Sebelum berangkat ke Moriya, kota tinggal saya nantinya, Ryota mengajak
kami untuk memesan kopi di kios Starbucks di dalam bandara. Setelah mengambil
pesanan kopi, saya mohon ijin untuk menghisap sebatang rokok, menendang sedikit
rasa lelah dan membiasakan diri dengan suasana baru ini. Bersama Ryota, saya
merokok di sebuah ruang sempit di luar bandara sambil menikmati secangkir kopi.
Kesunyian ruang merokok yang penuh sesak itu pecah dalam obrolan perkenalan
kami. Di hari-hari selanjutnya, ngopi dan merokok ini akan menjadi ‘ritual’ saya
bersama Ryota dan Mizuho Ishii, seorang perempuan yang juga merupakan
koordinator ARCUS, dalam menghabiskan jam-jam istirahat dan saat-saat lembur di
Sebagai sebuah institusi penyelenggara residensi seni, ARCUS digawangi oleh 3 orang koordinator yang bersifat 52setara.
�110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
luar gedung studio. Di saat-saat santai sambil menikmati rokok semacam inilah kelak
banyak hal terceritakan.
Perjalanan dari Bandara Narita menuju Moriya yang berjarak sekitar 69 km
kami tempuh dalam waktu kurang lebih 60 menit melalui jalan tol. Perjalanan yang
nyaris tanpa percakapan tersebut diwarnai dengan kekaguman saya pada sebuah
patung Buddha tinggi yang tampak menjulang di kejauhan. Patung Buddha tersebut
segera mengingatkan saya pada Candi Prambanan yang tampak begitu megah dari
pinggiran jalan Solo yang sibuk. Patung yang dinamai “Ushiku Daibutsu" (The Great
Buddha) tersebut merupakan patung setinggi 120 meter. Pada saat proyek patung
tersebut selesai pada tahun 1995, ia merupakan patung tertinggi di dunia. Kini patung
ini berada pada urutan tertinggi ketiga setelah “Spring Temple Buddha” di China dan
Patung Buddha “Laykyun Setkyar” di Myanmar. 53
Gambar 16. Foto Kompleks apartemen yang saya tinggali selama penelitian-residensi di Jepang. (dok. pribadi)
https://en.japantravel.com/ibaraki/ushiku-daibutsu/3720 (diakses 19 Maret 2017)53
�111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Setibanya saya di Moriya, saya disambut oleh Yumiko Fujimoto, seorang
koordinator ARCUS yang lain. Yumiko baru saja selesai menyiapkan apartemen yang
akan menjadi rumah saya sampai hampir empat bulan ke depan. Apartemen yang saya
tinggali berada dalam sebuah komplek pemukiman penduduk yang sebagian besar
bekerja di Tokyo. Pemukiman tersebut selalu terasa begitu sepi, bahkan di akhir
pekan. Apartemen saya merupakan sebuah ruang dari bangunan dua lantai yang berisi
sekitar 20 kamar modular, dan berhadapan langsung dengan area parkir aspal tanpa
atap seluas bangunan secara keseluruhan.
Ruang yang saya tinggali sudah dilengkapi dengan segenap perabotan,
termasuk kamar tidur tanpa ranjang, satu kamar mandi kecil, ruang cuci, dan dapur
yang begitu sempit. Tempat yang saya tinggali ini merupakan tipikal apartemen para
pekerja pada umumnya. Sebuah apartemen yang tidak terlalu luas, seperti indekos
kebanyakan mahasiswa di Yogyakarta. Ruang yang saya tinggali ini berbentuk
memanjang ke belakang dengan luasan sekitar 4 x 10 meter. Sekat antara ruang satu
dan lain (termasuk kamar tetangga) begitu tipis, tanpa dinding beton. Di bangunan
tipis dan rapat ini, suara langkah kaki di malam hari, tetangga yang batuk, atau
televisi yang terlalu keras akan terdengar jelas. Dinding-dinding tipis ini nanti akan
selalu ikut bergoyang bersama gempa-gempa kecil yang kelak akan terasa sebagai hal
biasa—bersama bunyi serentak nyaring alarm peringatan gempa, yang tertanam pada
tiap ponsel warga Jepang.
�112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hari-hari awal kedatangan saya dipenuhi dengan serangkaian kegiatan
administratif dan seremonial. Setelah meletakkan koper, saya segera dibawa menuju
Balai Kota untuk mendapatkan cap resmi pada resident card yang saya terima dari
imigrasi bandara. Pada pagi selanjutnya saya dijemput oleh para koordinator ARCUS
untuk menghadap wali kota. Sudah menjadi tradisi bahwa para seniman residensi
“diwajibkan” membawa bingkisan sebagai hadiah untuk “perkenalan” dengan wali
kota. Ketika jauh hari mendapatkan email dari ARCUS untuk menyiapkan
“bingkisan”, saya memilih untuk membawa kopi bubuk dan selendang batik cap yang
saya beli dari Pasar Bringharjo.
Pagi itu saya menghadap Shinichi Aiida, wali kota Moriya bersama para
koordinator ARCUS dan sejumlah pegawai pemerintahan dalam sebuah pertemuan
formal di ruang tamu balai kota. Mizuho sudah menjelaskan kepada saya bahwa
tradisi ini sudah berlangsung sejak residensi ARCUS Project dimulai sejak
pertengahan tahun 1990an. Sebelumnya dalam perjalanan Mizuho sempat sedikit
berkelakar sambil memaparkan runtutan “prosesi” silaturahmi yang sudah ada di luar
kepalanya. Shinichi Aiida, seperti kecenderungan sejumlah pemimpin pemerintahan
di beberapa tempat di Jepang, merupakan pemimpin yang memegang kekuasaan
sampai pensiun (kelak). Selama lebih dari 20 tahun, Shinichi Aiida selalu
memenangkan pemilu dan melulu terpilih untuk memimpin kota Moriya. Hal ini pula
yang terjadi pada atasannya, gubernur Ibaraki, Hasharu Hashimoto, yang sejak 1993
�113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
selalu memenangkan pemilu dan memimpin Prefektur Ibaraki. Berdasarkan
penuturan para koordinator ARCUS, hubungan Wali Kota Shinichi dan Gubernur
Hasharu sudah begitu dekat dan seperti keluarga sendiri. Di bawah tangan mereka
pula ARCUS Project lahir dan mapan sebagai institusi residensi seni tertua di Jepang,
yang dijalankan dari dana pemerintah, dibiayai dari pajak warga. Dalam beberapa
kesempatan kelak, saya merasakan ada kekhawatiran dari para koordinator ARCUS,
apabila para pejabat ini pensiun, akan ikut membawa pengaruh pada kelangsungan
program dan pendanaan residensi. Oleh karena hal itulah ARCUS sendiri mulai
membenahi diri dengan mencoba tidak lagi bergantung pada pemerintah sepenuhnya.
Di tahun-tahun ini mereka mulai membangun jejaring pendanaan dan aktivitas
kesenian mereka sendiri.
Pertemuan dengan wali kota berjalan cukup lancar. Bingkisan selendang batik
yang saya hadiahkan dalam pertemuan pertama kami ini diterimanya dengan penuh
suka cita dan antusiasme. Selendang itu mengingatkannya akan ayahnya yang
bertugas sebagai tentara di Jawa pada masa Perang Pasifik. Dalam rasa terima
kasihnya, ia memanggil saya “Ang-chan”, sebuah sebutan akrab untuk memanggil
nama (anak) kecil. Panggilan yang dianggap para staf lain sebagai suatu tanda
keakraban itu segera memecah kekakuan dan “formalitas” yang normatif. Wali kota
Shinichi bercerita bahwa selendang batik itu akan dipersembahkannya di sudut doa
dalam rumahnya, untuk menghormati mendiang ayahnya yang pernah menjejakkan
�114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kaki di Jawa. Di akhir pertemuan itu, wali kota Shinichi mengundang saya secara
khusus untuk ikut berpesta barbekyu di rumahnya pada akhir pekan, sebuah
kelangkaan lain yang mengejutkan para koordinator ARCUS.
Dalam acara barbekyu yang diadakan di halaman belakang rumah, wali kota
Shinichi mengajak serta keluarganya dan segenap pejabat dan staf pemerintahan kota
Moriya. Beragam hidangan tersedia tak ada habisnya, dan sebuah dispenser besar
bertuliskan “Asahi”, sebuah pabrik bir yang berpusat di Moriya, mengucurkan
minuman untuk semua orang. Acara dimulai sejak sore hari, dalam suasana yang
santai dan begitu cair. Namun meski demikian, tampak para pegawai dan pejabat
pemerintahan yang ia undang tetap bersikap penuh hormat dan mencoba
menyenangkannya. Setelah sedikit mabuk, wali kota kemudian mengeluarkan sake
berkualitas baik yang disimpanannya untuk acara spesial. Ia mengajak saya
bersulang, dan setelah kami mulai mabuk ia mempersilahkan saya memanggilnya
“Shin-chan”, sebuah nama akrab masa kecilnya. Saat itu istri Pak Wali Kota ikut
tersenyum senang sambil menepuk bahu saya. Belakangan saya tahu bahwa hal ini
(mempersilahkan saya memanggil “nama kecil” Pak Wali Kota) sebenarnya cukup
mengagetkan orang-orang yang hadir. Dalam pertemuan itu, Pak Wali Kota kembali
menyinggung tentang ayahnya yang dulu pernah pergi ke Jawa, Indonesia. Pada
kesempatan lain pertemuan santai kami di rumahnya, saya sempat mencoba bertanya
lebih jauh tentang apa yang ia ingat dari cerita sang ayah yang pernah menginjakkan
�115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kaki di Jawa. Sayangnya, wali kota Shinichi sendiri mengaku bahwa ayahnya tak
pernah bercerita banyak, apalagi secara mendetail tentang apa yang pernah dialami di
Jawa. Shinichi melanjutkan cerita bahwa ia memiliki rencana untuk pergi ke Jawa
setelah ia pensiun menjadi wali kota.
Gambar 17. Saya memenuhi undangan acara barbekyu bersama wali kota dan istri. (dok. pribadi)
Pada hari-hari biasa di awal masa tinggal saya, udara lembab dan sengatan
matahari musim panas terasa menafikan suasana dingin Jepang dalam menyambut
komemorasi berakhirnya Perang Dunia ke-2. Melalui katalog pameran yang
bertumpuk-tumpuk di studio (yang bersebelahan dengan kantor ARCUS), saya
�116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mendapati bahwa hanya ada beberapa gelintir perhelatan saja yang mengusung tema
berakhirnya PDII (misalnya saja sebuah pameran tunggal Tsuyoshi Ozawa yang
bertajuk “The Return of Painter F”, diselenggarakan di Shiseido Gallery, Ginza,
Tokyo [23 Oktober-27 Desember 2015]). Dalam pameran ini Ozawa menciptakan
sebuah karakter fiktif bernama Painter F. Painter F diceritakan sebagai pelukis militer
Jepang pada masa Perang Pasifik. Painter F bertugas di Indonesia pada masa
pendudukan Jepang. Dalam proyek ini, Ozawa melakukan serangkaian riset di
Indonesia terlebih dahulu. Dalam proses risetnya di Indonesia, ia mengklaim banyak
berkolaborasi dengan sejumlah sejarawan, musisi, dan seniman untuk membangun
narasi tentang karakter Painter F yang dipresentasikan kemudian dalam wujud
lukisan, video, dan instalasi. Dalam karya itu, nantinya saya mendapati Indonesia
yang digambarkan eksotik, dengan lansekap dan arsitekturnya yang bercorak Hindu
Bali, dan suasana tradisi yang membuat sang pelukis jatuh hati. Karya Ozawa
mengkisahkan pergolakan batin sang pelukis yang merasakan ‘displacement’.
Kehidupan Painter F berpusar di kalangan elit, dan tidak metampakkan narasi atau
adegan-adegan kengerian seputar pendudukan Jepang / persinggungannya dengan
rakyat kebanyakan dalam lukisan itu.
Menurut Kurosawa (2015:1-19), anggapan yang berkembang di tengah warga
Jepang tentang periode pendudukan Jepang di Indonesia terjadi dalam rangka
pembebasan negara-negara Asia Tenggara dari kolonialisme barat. Menurut
�117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kurosawa, pertanyaan bahwa apakah Indonesia saat itu dianggap ikut berperang atau
tidak masih menjadi isu besar. Dalam penelusuran saya dengan sejumlah informan
nantinya, selain popularitas Dewi Sukarno (istri Sukarno yang berkebangsaan Jepang
yang kini terkenal sebagai selebritis), kemahsyuran Bali sebagai tempat pariwisata
tropis yang murah-meriah, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu negara di
kawasan Asia Tenggara yang “dibebaskan” dan dibantu oleh Jepang dalam
mendapatkan kemerdekaannya dari cengkraman penjajahan Barat.
Gambar 18. Salah satu karya Tsuyoshi Ozawa dalam pameran bertajuk “The Return of Painter F” (2015). 54
Sumber gambar: https://www.kanazawa21.jp/data_list.php?g=81&d=155&lng=e (diakses 14 Februari 2017)54
�118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Anggapan tersebut tentunya berseberangan dengan penulisan sejarah di
Indonesia tentang periode masa pendudukan Jepang, dan tentu saja kedua klaim
tersebut bisa saling diperdebatkan. Tapi yang jelas, dalam pertemuan San Fransisco
Treaty yang dimulai pada tahun 1951 untuk menegosiasikan pampasan perang secara
bilateral, pihak Indonesia mencatat bahwa 4 juta nyawa orang hilang dalam masa
pendudukan Jepang, terutama para romusha/pekerja paksa (Merdeka, 24 Desember
1951 dalam Kurosawa 2015:5). Meski pada akhirnya pemerintah Jepang tetap
menyetujui secara prinsip pembayaran pampasan perang kepada negeri-negeri yang
pernah diduduki, Kurosawa juga mencatat bahwa ada suatu keengganan untuk
membayar pampasan perang itu, bahkan di dalam kalangan Kementrian Luar Negeri
(MOFA) sendiri (2015:8-9).
2. Nuklir dan Ketakutan Masyarakat atas Kemungkinan-Kemungkinan Perang
Pada setiap pagi di kantor ARCUS, para staf biasanya membuka hari dengan
menyeduh secangkir kopi panas. Seorang koordinator ARCUS bernama Yumiko
Fujimoto biasanya akan mengambil air dari keran tempat pencucian piring. Sebelum
dituang ke dalam mesin pembuat kopi, air dari keran tersebut akan ditampung terlebih
dahulu dalam sebuah bejana seperti termos. Mizuho menceritakan bahwa bejana
(serupa termos) itu merupakan sebuah alat untuk menyaring kandungan radiasi yang
ada di dalam air yang kami konsumsi.
�119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Esoknya, saya membuatkan kopi Bengkulu dan menawarkannya kepada teman-
teman staf dan koordinator. Setelah kopi saya seduh, saya pergi keluar studio untuk
melengkapinya dengan sebatang rokok. Ryota dan Mizuho menyusul di belakang
saya sambil menenteng segelas kopi. Dari obrolan pagi yang diawali dari topik
seputar kopi hangat kami, berangsur-angsur saya terlibat dalam sebuah percakapan
tentang isu Security Bills yang sedang hangat diperdebatkan sosial media di Jepang.
Ryota Tomoshige yang juga mantan seorang aktivis baru saja mengikuti sebuah
demonstrasi bersama aktivis anti-perang lainnya.
Saat itu parlemen Jepang sedang disibukkan dengan sejumlah demonstrasi yang
menuntut peninjauan kembali Security Bill. Security Bill yang tengah hangat dalam
perbincangan ini merupakan sebuah kebijakan yang memungkinkan keikutsertaan
tentara pertahanan Jepang untuk terjun ke daerah konflik negara sekutu Jepang.
Security Bill yang pada akhirnya tetap disahkan oleh Perdana Menteri Abe di tengah
penolakan publik Jepang ini dianggapnya sebagai upaya normalisasi kekuatan militer
Jepang sebagai dampak dari kekalahan Jepang dalam PD II. (The Guardian, 17
September 2015).
Demonstrasi besar-besaran dengan tuntutan penolakan revisi nota kerjasama
militer AS-Jepang tersebut dilakukan setiap hari Jumat oleh sekelompok aktivis sayap
kiri dan gabungan mahasiswa di depan parlemen (The Guardian, 17 September
2015). Demonstrasi tersebut mengingatkan sekelompok warga pada demo besar-
�120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
besaran yang berujung pengunduran diri Nobusuke Kishi, kakek perdana menteri
Shinzo Abe pada 55 tahun silam (Japan Times, 16 September 2015).
Dalam demonstrasi penolakan Security Bills pada Agustus 2015, para warga
dan aktivis anti-perang kerap menghubungkan aksi mereka dengan ingatan dan
kengerian pada masa Perang Dunia ke-2. Menurut para pendemo, demonstrasi yang
merespon revisi nota kerjasama militer AS-Jepang itu dihadiri oleh 120 ribu orang,
dengan 200 titik mobilisasi yang bergerak serentak secara nasional. Sementara itu
pihak kepolisian mengestimasi hanya ada 30 ribu orang saja yang berkumpul di depan
gedung parlemen (Japan Times, 30 Agustus 2015).
Kengerian yang menguak ingatan atas Perang Dunia II misalnya diutarakan
oleh salah satu demonstran bernama Michio Yamada (75 Tahun). Michio berjuang
untuk menolak Security Bills karena tidak menginginkan Jepang terlibat kembali ke
dalam perang demi lima cucu-cucunya. Yamada merupakan salah satu saksi hidup
yang mengalami serangan pengeboman dahsyat di Tokyo pada tahun 1945. Ia
mengakui masih dihantui oleh peristiwa menakutkan tersebut. Ketika pengeboman
dahsyat (dikenal sebagai Great Tokyo Air Raid) terjadi, ia menyelamatkan diri dari
pemukimannya di daerah Ryogoku dengan melompat ke Sungai Sumida dalam
keputusasaan. Menurutnya, teknologi yang telah sebegitu majunya hari ini membuat
perang menjadi kian tak terbayangkan dan lebih mematikan. Yamada mengatakan,
“Di era persenjataan nuklir ini kau tidak akan pernah tau betapa dahsyat kematian
�121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang mungkin terjadi. Bahayanya akan jauh lebih besar dari yang pernah terjadi. Kita
tidak seharusnya membiarkan itu terjadi lagi”. Salah satu demonstran lain yang
bernama Naoko (38 tahun) tidak bisa membayangkan tentang hal yang akan terjadi
pada anak-anaknya jika kebijakan tersebut disahkan (Japan Times, 30 Agustus 2015).
#
Gambar 19. Suasana demonstrasi menolak Security Bills. (Foto: Japan Times/ Satoko Kawasaki ) 55
sumber: http://www.japantimes.co.jp/news/2015/08/30/national/thousands-protest-abe-security-bills-diet-rally/55
#.WM7Hshhh2Rs (diakses 19 Maret 2017)
�122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
#
Gambar 20. Sekelompok pelajar berusia 20-an tahun, generasi baru anti-perang yang ikut turun ke jalan. (Foto: Guillaume Bression/The Guardian ) 56
3. Karaoke, Akhir Pekan, dan Pesta Rakyat : Sebuah Pelepasan yang Ditunda
Pada suatu akhir pekan di akhir musim panas, saya menghabiskan waktu
bersama teman-teman di sebuah izakaya di pinggiran stasiun Tokyo. Obrolan ringan 57
saya dengan bergelas-gelas bir dan sake bersama beberapa teman-teman di Jepang
berlanjut ke ruang karaoke. Di kota yang tak pernah lelap ini, akhir pekan terasa betul
sebagai masa pelepasan atas segala pendisiplinan dan ketegangan kerja yang terjadi
sumber: https://www.theguardian.com/world/2015/sep/16/japanese-anti-war-protesters-challenge-shinzo-abe 56
(diakses 19 Maret 2017)
semacam bar/pub khas Jepang, di mana biasanya orang berkumpul secara kasual, makan-makan, dan 57menikmati minuman beralkohol sehabis kerja. Dalam sejarahnya, izakaya merupakan tempat orang-orang bisa nongkrong sambil minum sake. Izakaya merupakan kombinasi dari kata “I” yang berarti tinggal, dan “sakaya” yang berarti toko sake. Hiroshi Kondō (1984:112)
�123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sehari-hari. Aroma alkohol meski lamat-lamat tercium pula di dalam kereta, orang-
orang berjalan sedikit lunglai atau berkelakar dengan suara yang lebih lepas; izakaya
dan tempat-tempat karaoke penuh antrian. Kadang pula selepas tengah malam,
tampak pemuda-pemuda dalam setelan pakaian kerja terkapar mabuk di depan toko
yang sudah tutup, tertidur pulas bersandarkan tas. Pada akhir pekan macam ini, kereta
tampak lebih berantakan dari biasanya. Beberapa kali saya mendapati kaleng bir
tersangkut di pegangan kereta, atau terserak di pinggiran jalan. Yang membuatnya tak
kalah menarik, tak jarang juga saya melihat orang lain lah yang justru memungut dan
membereskannya, membuang ke tempat yang semestinya.
Gambar 21. Kesibukan kota Tokyo yang tak pernah lelap (dok. Pribadi, Agustus 2015)
Hal tersebut terasa begitu kontras jika dibandingkan pada hari-hari kerja biasa,
di mana kereta umumnya penuh sesak dengan pekerja yang jarang berinteraksi
dengan sekitarnya; orang-orang sibuk dengan gawainya masing-masing, dalam
kesunyian mereka menyaksikan rekaman tayangan baseball atau acara televisi di
�124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
youtube, bermain game on-line atau sekedar menyaksikan ulasan game terbaru,
sementara sebagian yang lain tampak lelah tertidur sambil menunggu stasiun tujuan.
Salah seorang informan saya yang berusia paruh baya menegaskan bahwa begitulah
Tokyo, seperti tipikal kota-kota metropolitan lainnya, begitu cepat dan dingin. Pria itu
menyarankan saya untuk pergi ke kota-kota yang lebih kecil dan terpencil, di sana
suasananya lebih “Jepang”. Begitulah caranya mengimajinasikan “Jepang”, dan
caranya menjaga ingatannya tentang “Jepang”; dengan berpergian ke kota-kota kecil
atau pedesaan, menjauh dari keramaian Tokyo. Pada kesempatan lain ketika saya
menyempatkan diri pergi ke kota-kota kecil atau pedesaan seperti Daigo, di sana saya
mendapati sebuah kecenderungan umum di mana kebanyakan kota kecil mengalami
kekurangan penduduk. Populasi di kota-kota kecil, desa dan daerah pinggiran justru
didominasi oleh orang-orang tua, dikarenakan sebagian besar anak-anak muda
memilih untuk melakukan urbanisasi ke kota-kota yang lebih besar seperti Tokyo,
Yokohama, Osaka, Nagoya.
Saya melanjutkan malam di ruang karaoke di pinggiran kota Tokyo. Ruang itu
berukuran kurang lebih 6m x 6m, dihiasi dengan perangkat lampu yang keredupan
dan warnanya bisa diatur sesuai selera, dengan mesin pemutar karaoke yang
terhubung online dengan satelit, sehingga bisa menampung hampir semua lagu yang
ada. Saya menghabiskan malam Sabtu itu bersama 7 orang kawan-kawan dari Jepang
yang sebagian bekerja di institusi seni dan kebudayaan, penulis lepas, dan seorang
�125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lagi yang bekerja di stasiun radio. Kami memilih lagu yang sekiranya menarik untuk
dinyanyikan sendiri pada awalnya, dan berangsur-angsur lagu yang dipilih menjadi
lebih acak, yang penting bisa dinyanyikan meski dengan serampangan. Sebagian
besar lagu yang bisa kami nyanyikan bersama-sama dalam keterbatasan bahasa
adalah lagu-lagu barat yang cukup populer, misalnya saja lagu-lagu yang
dipopulerkan David Bowie dan The Beatles. Sedangkan satu-satunya lagu populer
Jepang yang bisa saya nyanyikan bersama mereka adalah Ue o Muite Arukou, atau
yang terkenal juga dengan judul Sukiyaki, dinyanyikan oleh Kyu Sakamoto---yang
dalam versi bahasa Indonesia pernah dipopulerkan sebagai lagu parodi oleh grup
lawak Dono Kasino Indro (Warkop DKI) dengan judul Nyanyian Kode (1980). Lagu
Sukiyaki ini merupakan lagu yang sangat populer di Jepang, dan merupakan satu-
satunya lagu berbahasa asing (Jepang) yang berhasil menduduki peringkat pertama di
Billboard charts Amerika Serikat selama tiga minggu pada Juni 1963. Sampai hari ini
pula, lagu ini terhitung sebagai satu dari sedikit lagu berbahasa asing yang berhasil
masuk dalam peringkat teratas untuk pendengar di Amerika Serikat. Menurut Ian
Condry, pengajar Budaya Jepang di MIT, meledaknya popularitas atas lagu ini
menyimbolkan “kembalinya” Jepang dalam kancah dunia internasional paska
kehancuran dari Perang Dunia II. Lagu ini juga merupakan metafora menarik dari
ekspansi global Jepang dalam kancah dunia, mengingat pula pada 1964 —tepat
setahun setelah lagu ini boom—Tokyo Olympics diselenggarakan. Lagu yang ditulis
�126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
oleh Rokusuke Ei ini ditulis sebagai ungkapan frustasi dan kesedihan atas gagalnya
pergerakan di Jepang dalam protes atas ANPO yang memperpanjang dan makin
membuka akses pada Amerika Serikat untuk membangun basis pertahanan militer di
Jepang pada periode akhir 50’an-awal 60’an. 58
Malam itu, bagi seorang gaikukojin (orang asing) yang tak bisa berbahasa
Jepang seperti saya, lagu-lagu (Jepang) yang dinyanyikan di ruang karaoke malam itu
hanya bisa saya nikmati terbatas pada musikalitasnya. Akhirnya saya terlibat sebuah
permainan bersama kawan-kawan untuk menebak mood lagu-lagu Jepang yang
dipilih. Dari alunan musik dan melodi, saya coba menerka-nerka mood lagu tersebut.
Misalnya saja lagu Sukiyaki versi asli Kyu Sakamoto yang kami nyanyikan bersama-
sama dengan penuh semangat dan tawa ceria di ruang karaoke. Awalnya saya
menyangka Sukiyaki merupakan lagu yang “bahagia”. Saya cukup terkejut setelah
salah satu kawan Jepang saya menceritakan, betapa sedih dan pilu sebenarnya lirik
yang dinyanyikan dalam lagu itu. Sebuah kontras jika dibandingkan dengan melodi
bernuansa mayor yang dipakai dalam lagu yang umumnya diaplikasikan untuk
mengekspresikan perasaan “gembira”. Beberapa kali saya salah menebak mood lagu
yang dinyanyikan teman-teman.
http://www.npr.org/2013/06/28/196618792/bittersweet-at-no-1-how-a-japanese-song-topped-the-charts-in-1963 58[diakses 26 Januari 2016]
�127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 22. Suasana Bernyanyi bersama di Ruang Karaoke (dok. pribadi, Agustus 2015)
Ruang karaoke ini ibarat sebuah arena pertarungan aktivitas mengingat dan
melupa sekaligus. Karaoke menjadi ruang pembebasan atas segala kepenatan kerja
dan kehidupan masyarakat urban. Di dalam ruang kotak ini siapapun bisa berteriak,
dan minum sepuasnya, sepanjang ia mampu membayar sewa. Bersama hasrat untuk
melupa dan melakukan pelepasan tersebut, di ruang karaoke berukuran kecil tersebut
orang juga dihadapkan pada sebuah ketegangan lain: memilih lagu. Betapa memilih
lagu terkadang menjadi sesuatu yang sangat personal dan intim. Bagi sebagian orang,
memilih lagu untuk dinyanyikan di tengah orang-orang lain bukan perkara gampang.
Lagu yang dipilih di ruang karaoke merupakan sebuah signifier, di mana tiap-tiap
orang bebas memaknai lagu tersebut dengan cara masing-masing. Dalam karaoke
�128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
malam itu, teman saya memilih sebuah lagu yang baginya merupakan lagu
pernikahannya, sementara bagi teman yang lain, lagu pop Jepang tua tersebut
merupakan penanda yang mengingatkannya pada pengalaman bersama kakeknya
semasa kecil. Meski sedemikian otentik sesorang bisa menandai sebuah lagu dalam
pengalaman pribadinya, umumnya suatu lagu juga menandakan sebuah generasi. Ada
ingatan bersama yang bersembunyi di balik suatu lagu. Teman-teman yang tumbuh di
era 90’an misalnya, sontak bernyanyi bersama ketika salah satu dari kami memilih
lagu latar film Sailormoon . 59
Selain di izakaya atau ruang karaoke komersial, saya kerap menjumpai pula
panggung-panggung partisipatif untuk benyanyi bersama pada festival rakyat yang
diselenggarakan secara terbuka. Pada festival musim panas di Tsukuba, misalnya;
tepat di tengah taman kota, sekelompok warga menggelar sebuah truk khusus untuk
mereka bisa bernyanyi dan menikmati hiburan musim panas yang berlangsung sehari
penuh di suatu akhir pekan pada bulan Agustus. Bersama keluarga mereka menikmati
festival musim panas yang dirayakan seluruh kota, lengkap dengan tenda-tenda
penjual makanan, pawai lampion, tari-tari tradisi dan ‘bedug' khas Jepang.
Antusiasme warga dan turis asing dalam menyambut festival ini juga terasa sekali.
Dalam perjalanan dari Moriya menggunakan kereta ekspres, saya mendapati banyak
merupakan shojo manga (komik khas Jepang yang ditujukan untuk target pembaca perempuan usia remaja) 59yang dibuat oleh Naoko Takeuchi. Serial ini dipublikasikan dan ditayangkan dalam stasiun televisi di Jepang (dan di Indonesia), populer pada periode 1991-1997.
�129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
warga dari luar kota datang bersama keluarga dengan mengenakan yucata (pakaian
tradisional khas Jepang untuk musim panas). Tradisi pesta rakyat yang
diselenggarakan pemerintah dan warga kota ini melibatkan masyarakat untuk bisa
berpartisipasi dalam pawai bersama. Jalan-jalan protokol ditutup, disulap menjadi
“panggung” bagi warga berpesta dan berkarnaval. Dalam festival semacam ini,
panggung karaoke telah menjadi bagian kecil yang kerap hadir, menyempil di sudut-
sudut teduh, memiliki massa-nya sendiri; orang-orang yang saling menikmati dan
bergantian menyanyi dalam suasana intim dan hangat. Dalam festival musim panas di
Tsukuba, panggung karaoke rakyat ini didominasi para generasi tua. Para warga yang
duduk santai mengelilingi panggung saling bergiliran bernyanyi, bernostalgia
menyanyikan lagu-lagu pop Jepang lama, sementara yang lain akan bertepuk tangan
atau ikut bernyanyi, mengingat-ingat lirik dan nada dari lagu yang menandai generasi
mereka.
�130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perkara ingatan bersama yang bersemayam dalam suatu lagu secara tidak
sengaja pernah pula dituturkan oleh kawan saya Tomoko Higuchi (25 tahun). Tomoko
hidup di Kashiwa, Chiba. Daerah tempat tinggal Tomoko berjarak sekitar 47km dari
Tokyo. Daerah ini tidak mengalami dampak fisik yang parah selama gempa Tohoku.
Paska terjadinya gempa dan menjalarnya radiasi, pemerintah “mencoba
menenangkan” warga dengan memutar berulang-ulang iklan layanan masyarakat di
Gambar 23. Kiri Atas: Yumiko Fujimoto Menyanyikan Lagu Andalannya di Ruang Karaoke Gambar 24. Kanan Atas: Suasana Karaoke Sambil Minum Sake di Izakaya Gambar 25. Kiri Bawah: Suasasna kemeriahan Festival Musim Panas di Tsukuba yang
Dimeriahkan Warga Gambar 26. Kanan Bawah: Panggung Karaoke dalam Festival di Tsukuba
(sumber: dok. pribadi, Agustus 2015)
�
�131
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seluruh stasiun televisi secara berkala. Iklan yang berbentuk animasi sepanjang 30
detik tersebut menampilkan figur-figur kartun yang saling bertegur sapa
mengucapkan selamat pagi (ohayou), siang (konichiwa), sore (konbawa), dan saling
berterima kasih (arigatou). Namun iklan yang penuh warna ini justru merupakan
penanda yang membangkitkan rasa ngeri di kemudian hari bagi sejumlah orang.
Tomoko menceritakan bahwa lagu tersebut membuatnya mual,
mengingatkannya pada tragedi 3.11 (Gempa Dahsyat Tohoku) dan rentetan lain
(meledaknya PLTN dan kebocoran radiasi nuklir) yang mengikutinya. Tak hanya
Tomoko, belakangan saya mendapati bahwa Mizuho, dan beberapa warga Moriya lain
juga memiliki kenangan buruk dan kengerian pada lagu dan animasi yang terkesan
lucu tersebut. Lagu yang menjadi latar iklan tersebut membawa ingatan mereka
kembali kepada pengalaman pedih gempa Tohoku.
Ketakutan yang tersimpan dalam lagu tersebut justru menjalar di tengah warga
yang berada di luar radius kerusakan parah gempa dahsyat Tohoku. Hal itu
dimungkinkan karena pada paska terjadinya gempa, akses komunikasi dan listrik di
radius yang mengalami kerusakan parah justru terputus. Iklan kartun ini lebih banyak
disaksikan oleh warga yang berada di luar daerah kerusakan utama, yang saat itu
begitu intensif mengikuti siaran berita tentang bencana. Tanpa disadari, lagu ikut
berperan dalam membangun imajinasi orang-orang di daerah lain dalam
membayangkan “Jepang”. Bagi mereka yang menonton tayangan tersebut, lagu ini
�132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mampu mengembalikan ingatan dan pengalaman traumatis gempa dan tsunami
Tohoku sampai sekarang.
Gambar 27. Iklan layanan masyarakat yang ditayangkan paska 3.11 di seluruh stasiun TV di Jepang. Iklan ini menimbulkan ingatan ngeri di benak sebagian orang, karena mengenangkan mereka akan tragedi Gempa Tohoku dan meledaknya reaktor nuklir Fukushima Daiichi.
B. Dorongan untuk Mengingat-ingat (atau Tidak Mengingat)
Setelah menjamah kerak terluar keseharian masyarakat Jepang di Ibaraki, saya
tergerak untuk menggali lapisan kegelisahan yang lebih dalam dengan membuka
kemungkinan partisipatif warga. Bersama-sama mereka, saya mencatat perasaan-
perasaan tersembunyi melalui sebuah proyek seni yang dirancang intim dan hangat—
seperti halnya panggung karaoke pada pesta rakyat musim panas di Tsukuba. Melalui
undangan terbuka yang dipublikasikan lewat media-media lokal dan ARCUS Project,
saya mengajak sejumlah warga untuk berbagi kisah, berdialog, serta membicarakan
hal-hal yang lazimnya tak terungkapkan di tengah kesibukan sehari-hari.
�133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Membicarakan yang Tak Terbicarakan Melalui Proyek Seni
Dalam proses residensi, saya merasakan adanya tantangan tersendiri untuk
mengajak orang Jepang mengutarakan pandangan pribadinya atas sesuatu. Akhirnya
dari sana tercetuslah sebuah ide untuk mengumpulkan kisah-kisah yang sukar
dibicarakan melalui sebuah proyek seni. Saya membuat sebuah iklan di koran lokal,
juga "selebaran" yang tersalurkan dalam komunitas warga Moriya, termasuk dalam
versi sosial media yang disebarkan lewat akun ARCUS Project.
Saya mengundang segenap orang untuk bisa membagikan hal-hal yang selama ini
tak bisa dibicarakan, atau tak terungkapkan. Orang-orang yang tertarik bisa
menghubungi saya secara langsung di ARCUS, atau mengirimi saya kartu pos, surat,
menelpon, termasuk mengundang saya untuk datang ke rumah, atau cara apapun yang
nyaman bagi mereka untuk bisa berbagi tentang sesuatu yang “dipendam”. Saya
memberikan keleluasaan bagi informan yang tertarik untuk bisa menggunakan nama
samaran, atau berbagi dalam anonimitas. Selama “selebaran” ini digulirkan, banyak
yang berminat dan menghubungi saya, termasuk para staff, volunteer, dan koordinator
ARCUS sendiri. Saya pun memulai proses penggalian informasi dan pencatatan dari
lingkaran paling dekat; teman-teman dan sukarelawan di sekitar lingkungan ARCUS.
Temuan di lapangan tersebut, secara komplementer saya lengkapi dengan data dari
dua film dokumenter yang menurut saya sangat relevan untuk membangun gambaran
utuh atas permasalahan dalam penelitian ini: Alone in The Zone (disutradarai oleh
�134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ivan Kovac & Jousan Jeffrey, 2013) dan Woman from Fukushima (disutradarai oleh
Paul Johannessen, Ivan Kovac & Jousan Jeffrey, 2012). Secara umum, dalam
penggalian data terkait proses “mengingat-ingat” ini, saya mendapati ada dua
gugusan besar ingatan bersama yang kerap muncul, antara lain:
A. Warga yang berusia muda lebih banyak mengaitkan kegelisahan dan ingatan
atas nuklir dengan pengalaman meledaknya reaktor nuklir Fukushima (3.11).
B. Warga yang berusia tua (rata-rata di atas 60 tahun) cenderung menjangkarkan
ingatan kepada kenangan pahit selama Perang Pasifik, atau isu seputar nuklir
pada periode tersebut.
2. Gugusan Ingatan atas Nuklir Fukushima
Pada sub-bagian ini, saya mencatat kesaksian & pengalaman warga Jepang yang
hidup berdampingan langsung dengan radiasi nuklir. Kisah-kisah yang dipaparkan
dalam bagian ini terpetakan berdasarkan pilihan sikap dan cara pandang informan
sebagai reaksi ideologis atas bocornya radiasi nuklir Fukushima Daiichi. Sub-bagian
ini berkeduduan penting untuk menengok dinamika masyarakat Jepang paska
bencana nuklir 3.11 dari kaca mata warga yang mengalami / terkena dampak
langsung atas tragedi tersebut.
�135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.1. Menetap Sebagai Sebuah Perlawanan
Dalam sebuah wawancara untuk berita feature “Alone in The Zone” dengan
VICE International (2013), Naoto Matsumura (53 tahun) memiliki kesaksian
sekaligus pendaman kemarahan yang justru membuat ia mengambil pilihan untuk
tetap tinggal di Tomioka sebatang kara paska melepasnya radiasi Fukushima.
Tomioka terletak dalam radius 20km dari reaktor Fukushima Daiichi. Kota yang
sebelumnya berpopulasi 15.500 jiwa ini kini tak lagi dihuni, pemerintah telah
mengevakuasi seluruh penduduk. Naoto Matsumura adalah seorang petani yang
mengambil pilihan ekstrim: ia kembali ke Tomioka dan memilih untuk hidup dan
tinggal di sana, mengurus ternak-ternak yang kelaparan di kota mati itu. Demikian
Naoto menceritakan kesepiannya yang tak terjelaskan di hari-hari pertamanya tinggal
kembali di kota yang telah hancur tersebut:
“Tempat ini begitu sepi. Malam-malam terasa begitu hening dan mematikan. Begitu banyak bangunan, namun tak ada manusia. Awalnya kesunyian ini membuatku gila. Tidak ada cahaya, tidak ada suara. Minggu-minggu awal terasa begitu berat, terlalu sunyi. Kini aku memang telah terbiasa, namun pengalaman mendapati bahwa aku hanya di sini sendirian, sungguh tak terjelaskan. Kata “kesepian” tak bisa mewakili perasaan yang kualami. Ini adalah hal terberat yang pernah kurasakan sepanjang hidup. Pada awalnya aku memang tidak ingin tinggal.”
Awalnya, Naoto mengajak keluarganya melarikan diri ke daerah selatan, ke
tempat yang dianggap lebih aman dari bahaya radiasi. Sayangnya, keluarganya
menolak menerima kehadirannya. Adik perempuannya menganggap Naoto dan
�136
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keluarganya telah tercemar dan dianggap sebagai pembawa radiasi. Naoto dan
keluarganya bahkan tidak dibukakan pintu oleh adik perempuannya sendiri. Naoto
kemudian membawa keluarganya ke daerah pengungsian, namun tempat itu telah
penuh sesak. Ia kembali “diusir”. Pada akhirnya ia memilih untuk kembali seorang
diri, dan menyadari bahwa ternak-ternak dan hewan-hewan di kota ini menunggu
untuk diberi makan. Ia tak memiliki pilihan lain selain tetap tinggal. Ia tak bisa
meninggalkan ternak-ternak itu mati kelaparan.
Naoto menceritakan bahwa tak ada orang yang mau membeli hasil ternak dan
beras dari kota itu lagi. Para tetangga menitipkan ladang dan sawah mereka kepada
Naoto. Mereka telah memutuskan untuk tak lagi menanam padi. Naoto merawat
ladang dan ternak-ternak itu, mengawasi hewan-hewan supaya tidak dibantai
pemerintah. Paska terkontaminasinya sejumlah ladang dan peternakan, pemerintah
menjalankan operasi pembantaian hewan-hewan malang tersebut. Naoto menentang
keras pembantaian tersebut. Menurutnya, jika memang hewan-hewan ini harus mati
untuk dikonsumsi, maka ia tak ambil pusing. Menyaksikan sapi-sapi dibantai tanpa
alasan membuat dia marah. Bagi Naoto, hewan dan manusia adalah setara.
Naoto melakukan pemeriksaan kesehatan rutin di Universitas Tokyo. Awalnya
ia khawatir akan menderita leukimia dalam 5-10 tahun ke depan. Saat ini tak ada lagi
yang membuatnya cemas. Naoto tertawa ketika para ahli mengklaim bahwa ia adalah
manusia dengan kandungan radiasi tertinggi di Jepang. Menurutnya, ia tak akan
�137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengalami sakit dalam rentang 30-40 tahun ke depan. Naoto tertawa, menjelaskan
bahwa mungkin saja ia sudah mati ketika resiko radiasi mulai bekerja menggerogoti
hidupnya.
Sikap Naoto yang pada awalnya dilandasi oleh ketiadaan pilihan lain,
sebenarnya mirip dengan yang dialami Mizuho di Moriya, Ibaraki. Mizuho awalnya
bercerita pada saya bahwa keputusannya untuk tetap tinggal, karena ia merasa tak
punya uang, tak punya ruang lain untuk hidup selain di kota kelahirannya ini.
Awalnya ia melihat bahwa tinggal di Moriya adalah satu-satunya pilihan. Mizuho
merasa bahwa tanah kelahiran, dan tempatnya tumbuh dewasa ini telah sebegitu lekat
dengan dirinya. Namun pandangannya (untuk tinggal) telah beralih menjadi sebuah
sikap ideologis, ketika justru Mizuho merasa terpanggil untuk menjaga ingatan atas
situasi yang telah terjadi. Mizuho merasa bahwa ia harus “menceritakan hal yang
sebenarnya” kepada generasi yang lebih muda. Misalnya saja ketika Mizuho masih
bekerja di restoran, biasanya para pelanggan wajib disuguhi air putih gratis sebelum
mereka memesan makanan. Mizuho merasa berkewajiban unutk memastikan bahwa
tidak ada anak-anak yang mendapatkan air minum dari Ibaraki yang menurutnya telah
tercemar. Contoh lain adalah ketika orang tua Mizuho, yang berprofesi sebagai petani,
membagikan hasil bumi mereka kepada kawan-kawannya. Mizuho akan diam-diam
tidak mendistribusikan hasil bumi tersebut, karena menurutnya proses dekontaminasi
pertanian belum sempurna.
�138
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.2. Warga Tidak Butuh Nuklir!
Yoshinori Takakura (berusia paruh 30-an), seorang staf ARCUS yang
sekaligus merupakan seorang pelukis dan dosen di Tokyo University of The Arts,
Toride, datang menghampiri saya di studio pada suatu sore. Yoshi ingin membagikan
kisahnya terkait ketakutannya atas radiasi nuklir. Yoshi berkisah bahwa pada saat
bencana 3.11 terjadi, pacarnya sedang mengandung anak mereka, sebelum akhirnya ia
dan pacar memutuskan menikah. Informasi dan ketakutan tentang dampak radiasi
membuat ia harus angkat kaki dari kota itu, segera setelah menyelesaikan
disertasinya. Yoshi dan keluarga terpaksa pindah ke Saitama untuk berlindung dari
radiasi. Setelah anaknya lahir dan betul-betul yakin bahwa anaknya terbebas dari
resiko kesehatan akibat radiasi, kecemasan lain muncul pada saat harus memberi
makan. Setiap ia pergi ke restoran ataupun supermarket, Yoshi dan istrinya akan
selalu memeriksa sumber sayuran atau buah-buahan yang akan mereka beli. Pasangan
muda ini harus sangat jeli memilih makanan; tidak membeli bahan makanan yang
dihasilkan dari tempat yang dekat dengan daerah yang tercemar radioaktif.
Yoshi yang berkali-kali menarik nafas panjang dan kadang terhenti sejenak
dalam menceritakan kisahnya, mengaku bahwa pada akhirnya ia memilih pergi keluar
dari Jepang, menjaga jarak dengan negara ini. Yoshi merasa bahwa gempa besar yang
terjadi pada 2011 telah menggiring dia pada pilihan berat itu. Yoshi dan keluarga
“lari” dari Jepang dengan mengambil beasiswa di Lebanon. Setahun kemudian,
�139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kegagalan untuk memperpanjang beasiswa membuatnya tak punya pilihan lain selain
kembali ke Jepang. Pada periode awal kepulangannya, Yoshi berkali-kali memeriksa
apartemen dan sudut-sudut bangunan dengan Geiger Counter (alat pengukur radiasi).
Yoshi mengaku bahwa semua tempat yang ia datangi diperiksanya terlebih dahulu
dengan alat tersebut.
Gempa bumi Tohoku yang disusul pencemaran radiasi telah memberikan
pukulan hebat baginya. Menurut Yoshi, semua orang Jepang ingin hidup sehat;
mendapatkan makanan dan air yang baik bagi kehidupan mereka. Namun apalah
daya, menurutnya, semua yang tampak “baik-baik saja” mungkin saja telah
terkontaminasi radiasi nuklir. Yoshi dengan tegas mengungkapkan bahwa Jepang
tanpa nuklir sesungguhnya tetap akan baik-baik saja. Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir merupakan pilihan sepihak dari pemerintah. Pemerintah selalu mencari cara
untuk mengatakan bahwa nuklir dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan warga
masyarakat. Yoshi dengan mantap mengatakan demikian sebagai penutup obrolan
kami:
“Nuklir bukanlah untuk warga Jepang. Nuklir tidak cocok untuk orang-orang Jepang. Toh, keuntungan atasnya selalu mengalir ke kantong orang-orang kaya. Warga hanya dibutuhkan sebagai pemilih dalam pemilu. Sejauh yang kutahu, bahkan sebelum terjadinya gempa bumi, tidak ada tetangga maupun teman-temanku yang setuju dengan keputusan pemerintah melanjutkan PLTN. Energi yang diproduksi sesungguhnya hanya dinikmati tentara dan orang-orang di Tokyo….um….hmmm…aku tidak peduli dengan senjata nuklir. Aku tidak mengerti. Tidak seorangpun. (tertawa)”
�140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada sebuah kesempatan lain, Ryota yang selalu datang lebih awal di kantor
dengan sepeda (meski rumahnya merupakan yang terjauh dari kantor), mengutarakan
hal yang hampir sama dengan Yoshi. Secara pribadi ia memandang bahwa warga
Moriya tidak membutuhkan pembangkit listrik tenaga nuklir. Suplai listrik besar yang
disalurkan oleh PLTN, menurutnya, sesungguhnya hanya dinikmati oleh industri-
industri dan gemerlap Tokyo. Daerah-daerah kecil dan pinggiran tidak
mengkonsumsi listrik sebesar itu, namun pemerintah membuat seolah warga tak
memiliki pilihan hingga harus bergantung pada PLTN.
Seperti halnya Yoshi dan Ryota, Naoto memiliki kekecewaan,
ketidakpercayaan pada Pembangkit Tenaga Listrik di Jepang. Dalam wawancara
dengan Vice, Naoto mengungkapkannya dengan lebih sinis bercampur marah:
“Setelah terjadinya ledakan, aku berlari ke rumah. Sepupuku bekerja untuk perusahaan listrik Tepco. Aku dan tetangga lain melihat ia pulang ke rumah. Aku bertanya apa yang dilakukannya. Ia menjawab bahwa ia sedang berkemas. Ia menyuruhku mengevakuasi diri. Aku menolaknya. Lalu ia membungkuk dan memohon maaf. Kutanyakan padanya, apakah semua baik-baik saja. Ia menjawab bahwa segalanya akan kembali seperti normal dalam beberapa hari. Ahhh dasar pembual besar! Setelah berhasil menyelamatkan keluarganya sendiri! Mengerikan, bukan? Ia telah menipu habis-habisan! Begitulah para pegawai Tepco. Otak mereka telah dicuci. Mereka menjadi pemuja yang berlebihan. Orang-orang itu percaya bahwa PLTN sepenuhnya aman dan anti-celaka. Bahkan ketika ledakan terjadi, mereka mengira itu berasal dari misil yang diluncurkan Korea Utara. Buat mereka PLTN tak bisa meledak!
Dalam wawancara dengan Vice, Hasegawa Kenji juga menuturkan
kemarahannya terhadap pemerintah yang menyebarkan informasi palsu tentang
�141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLTN. Kenji adalah seorang petani dari Iitate, sebuah desa yang berjarak 45km dari
PLTN yang kini tak berpenghuni akibat radiasi Fukushima Daiichi. Kenji berang, ia
mengenang upaya wali kota mencoba “menenangkan” warga yang cemas.
Menurutnya wali kota membuat sebuah keputusan keliru; alih-alih mendengarkan
saran para ilmuwan tentang bahaya dan resiko nuklir, sang pemimpin malah
membawa para ahli yang justru mengafirmasi keamanan (palsu) nuklir. Ia merasakan
kekecewaan atas keputusan luar biasa salah dari wali kota:
“Ini adalah kota kelahiranku. Semua sawah telah mengering. Radiasi di sini bisa setinggi 8 atau 9 microsieverts. Desa ini bernama Iitate. Aku hidup bersama keluargaku, kami semua 8 orang. Aku dulu selalu mengira bahwa desa ini adalah desa yang hebat. Jaraknya hanya 45km dari PLTN. Kami tak pernah memimpikan bahwa radiasi bisa menyebar sejauh ini. Kalau kukenang kembali, wali kota kami telah membuat sebuah kesalahan yang luar biasa besar. Sebagai kepala desa, ia membuat keputusan yang sangat keliru. Wali kota menutup telinga dari ilmuwan yang mengatakan bahwa Iitate merupakan daerah yang berbahaya (karena kehadiran PLTN). Alih-alih, ia justru mengumpulkan para ahli dari seluruh negeri untuk meyakinkan kami bahwa tempat ini amatlah aman. Mereka bilang tak ada yang perlu dikhawatirkan. Merekat terus mengajak kami untuk ‘santai saja’. Wali kota menolak ide untuk evakuasi. Tidak ada orang yang pergi dari tempat ini, meski radiasi saat itu berada di angka tinggi.”
Perempuan dari Fukushima Melawan Nuklir / Women from Fukushima Aginst
Nukes / Genptasu iranai Fukushima kara no onnatachi merupakan sebuah gerakan
yang digawangi para ibu-ibu dalam menyuarakan penolakan atas nuklir/PLTN di
Jepang. Gerakan ini bergema panjang paska meledaknya radiasi nuklir Fukushima.
�142
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam kebanyakan protesnya, para ibu-ibu ini berbicara lantang menentang kebijakan
pemerintah dan kepentingan korporat. Mereka bersuara demi melindungi anak-anak
dan keluarga. Menurut David Slatter, mereka digerakkan oleh sesuatu yang lebih
fundamental ketimbang akumulasi modal, sesuatu yang lebih penting ketimbang
perlindungan korporasi pada masa paska-perang. Ibu ini memprotes keras
kontaminasi nuklir sebagai konsekuensi atas industri listrik. Dibandingkan dengan
“memberi makan” pada kebutuhan energi (nuklir) pada masyarakat perkotaan, ibu-ibu
ini memperjuangkan tentang lebih pentingnya makanan yang sehat kepada anak
anak. 60
Para ibu-ibu ini melakukan apa yang tidak bisa dilakukan laki-laki di Jepang.
Mereka mengekspresikan ketakutan (atas nuklir), rasa frustasi (karena tidak adanya
perhatian negara dan korporasi), serta kelelahan (hidup dalam ketidakpastian). Para
perempuan ini merespon situasi, dan bergerak atas pengalaman mereka sebagai ibu,
dan bagaimana menjadi ibu dalam kondisi yang tak bisa ditoleransi. Reaksi mereka
makin beralasan, ketika menilik kembali hasil studi yang menunjukkan bahwa
perempuan dan anak-anak menanggung resiko kanker yang lebih tinggi (sebagai
dampak radiasi) ketimbang laki-laki. Menurut studi US National Academy of
http://fpif.org/fukushima_women_against_nuclear_power_Qinding_a_voice_from_tohoku/[diakses2260
Maret]
�143
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sciences, perempuan menderita ancaman dampak radiasi 50% lebih besar ketimbang
laki-laki. 61
Dalam film dokumenter berjudul “Women of Fukushima”(2012), ibu-ibu dari
Fukushima yang mengalami krisis kepercayaan pada pemerintah ini menceritakan
keresahan dan ketidaksetujuan mereka atas Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di
Jepang. Digambarkan dalam dokumenter tersebut, Setsuko Kida, salah satu ibu-ibu
yang menjadi aktivis berorasi di atas podium:
“Dunia ini, Jepang ini, kitalah yang menciptakannya. Kita yang berusia di atas 50 tahun, bertanggungjawab atasnya. Wahai para generasi muda, kami sangat meminta maaf pada kalian. Para generasi yang berusia di atas 50 tahun, yang ada di sini, juga para kakek yang berusia 70 tahun, 80 tahun, kami merasakan hal yang sama, dan sedang bekerja keras. Kami akan mengatasi kekacauan ini. Sebagai gantinya, kalian yang berusia 20an tahun, tak boleh memperkenankan pemerintah melakukan apa yang mereka suka setelah kami-kami ini mati. Politik Jepang dan perkembangan dahsyat energi nuklir adalah suatu kesalahan besar!”
Setsuko Kida merasakan kesedihan luar biasa atas situasi tak menentu, ia
menuturkan pengalamannya awal-awal mengungsi dari rumahnya:
“Di malam-malam ketika aku tak bisa tertidur, aku akan membayangkan pulang mengendarai mobilku. Bang! Aku menabrak barikade. Aku pulang dan sampai ke depan rumahku. Ah, rumah kesayanganku…Itulah gambar rumahku. Aku keluar dari mobil dan berfikir, “Aku melupakan kunci rumah, apa yang harus kulakukan?” Tapi itu kan hanya mimpi, jadi aku akan tetap masuk ke dalam rumah. Meja makan, di atas meja makan…dapur; dapur yang kotor. Lalu aku akan naik ke lantai atas. Tempat itu
ibid.61
�144
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dulu ruangan kami; berantakan. Ruang tidur anak kami. Aku pergi ke kamar anak perempuanku, dan barang-barang kesayangannya ada di sana. Lalu aku kembali. Pergi kesana, aku bisa mengingat jalanan yang kulalui. Tapi dalam perjalanan pulang, aku hanya membayangkan menyetir mobil, lalu tertidur. Kemudian aku terbangun dan menatap langit-langit, “Ah, aku tak terbiasa dengan langit-langait ini. Ini adalah tempat tinggal sementara kami di Mito.” Pada awalnya, aku cuma bisa menangis mengalami ini semua. Ketika aku sulit tidur, aku akan berfikir, “Aku akan pulang ke rumah juga”. Sekarang hal ini telah menjadi kebiasaanku. Ketika aku tak bisa tertidur di malam hari, aku akan berkata pada diriku sendiri, “Aku akan pulang ke rumah, Aku akan membayangkan pulang ke rumah”.
Dalam wawancaranya, Setsuko Kida juga mengkritik bagaimana orang Jepang
digambarkan sopan, dan tertib. Kida menjelaskan dengan sinis betapa pemerintah
Jepang hanya ingin mengatakan hal-hal yang indah semata: semua orang mengantri
dengan tertib, tidak ada yang menyerobot, baik di toko bahkan di kereta. Pada
kenyataannya, bahkan pada malam setelah bencana, penjarahan terjadi di toko-toko.
Ia mengenal baik salah satu pemilik toko di kampung halamannya, di mana toko
kelontongnya habis terjarah. Namun baginya, yang lebih buruk dari pada pencuri-
pencuri itu adalah para politisi, perusahaan listrik, dan orang-orang yang mengatakan
bahwa rakyat Jepang membutuhkan PLTN. Menurutnya negara memanipulasi
informasi, dan membohongi rakyat.
Para perempuan pemberani ini mendobrak kesenyapan di Jepang yang
patriarkis dan maskulin. Setsuko Kuroda, salah satu aktivis “Women of Fukushima”
mengkritik bagaimana selama ini Jepang mencitrakan dirinya, dan Jepang yang ia
�145
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
alami. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak membutuhkan PLTN. Kuroda memandang
bahwa selama ini negara, media, perusahaan listrik, semua saling terkoneksi dan
bersekongkol. Karena aktivitas perjuangan anti-nuklir ini, pernah ia sampai merasa
disadap, dan rumahnya digeledah tanpa sepengetahuannya:
“Media Jepang tidak menuliskan kebenaran. Mereka semua terhubung di balik layar: pemerintah Jepang, korporasi-korporasi media besar, perusahaan listrik, mereka semua. Kami yang memilih para politisi, tiap warga negara, itulah masalahnya. Jika kita tidak berubah, para politisi pun tak akan berubah. Bahkan jika kita melakukan pemilu, kalau kita tetap memilih para politisi yang serupa, kita akan terjebak pada masalah yang sama. Hal yang terpenting dalam kehidupan adalah kesehatan, dan merawat anak-anak yang sehat. Kita tidak membutuhkan nuklir untuk ini semua. Kita bertarung untuk menunjukkan hal yang lebih penting dari pada uang. Polisi-polisi Jepang, mereka adalah polisi yang “baik”. Seluruh warga bisa diawasi oleh mereka. Aku merasa ponselku disadap, dan ketika aku pergi keluar rumah, tampaknya seseorang telah masuk diam-diam ke dalam rumahku. Aku tidak akan mengampuni pemerintah. Apa yang mereka pikir tentang hidup para warganya? Kita harus menurunkan pemerintahan ini sesegera mungkin. Jika kita bisa menendang dan menggantikan mereka (PLTN), pastilah kehidupan akan menjadi lebih baik dari sekarang. Mungkin tidak akan sempurna, tapi kita harus menghentikan PLTN!”
2.3. Radiasi, Rumor, dan Jepang yang Tak Seirama
Dalam suatu istirahat makan siang di awal musim gugur, Mizuho yang berusia
hampir 40 tahun, menceritakan pada saya tentang radiasi nuklir yang menyebar di
Ibaraki paska gempa Tohoku. Setelah menyalakan sebatang Marlboro Putih, Mizuho
membuka iPhone 4s nya. Ia menunjukkan foto-foto tentang pendaman kantong hitam
�146
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berisi limbah radioaktif yang ditanam tepat di lapangan kami berdiri, tertimbun hanya
sekitar 40-50cm di dalam tanah. Ia bercerita bahwa rekaman foto-foto dalam ponsel
itu adalah sesuatu yang tak bakal dihapusnya. Foto- foto itu menjadi catatan
hariannya atas hal yang tak mungkin dilupakannya sepanjang hidup.
Mizuho berkisah bahwa tragedi nuklir Fukushima adalah peristiwa yang
paling menyedihkan bagi Jepang. Tragedi tersebut tak mungkin bisa dilupakan
mereka yang hidup di abad ini, juga di masa mendatang. Jepang harus
menanggungnya hingga generasi berikutnya. Mizuho menjelaskan bahwa ia memilih
untuk mengenangnya, meski sesungguhnya tak ada yang menginginkannya. Menurut
Mizuho, ketika semua orang berfokus ke daerah Fukushima, Miyagi, atau daerah
yang mengalami kerusakan berat karena tsunami, orang telah lupa bahwa Ibaraki juga
mengalami dampak dan pengaruh yang buruk. Hal ini terutama dirasakan para petani
yang bergantung sepenuhnya dari tanah. Awalnya Mizuho berusaha tak ambil pusing,
tak mau peduli, dan memilih untuk melupakan tragedi itu. Tapi kemanapun ia pergi,
ia merasa dihantui kenyataan atas radiasi yang tak tampak itu, terlebih ketika melihat
orang tuanya sedang bercocoktanam.
Ketakutan Mizuho senada dengan Tatsuko Okawara, salah satu aktifis
“Women of Fukushima”. Okawara mengakui bahwa kesadaran atas resiko PLTN ini
sesungguhnya sudah dimulai paska terjadinya kecelakan nuklir Chernobyl.
Perempuan-perempuan ini sudah menentang kehadiran PLTN. Dalam sikap hidup
�147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sehari-hari, penolakannya ini mewujud pada bagaimana ia mengolah tanah; tak
menggunakan pestisida, ataupun bahan kimia. Dengan sinis ia kini berterima kasih
atas apa yang telah terjadi. Sekarang ia cukup pesimistis dengan kemungkinan untuk
mengolah sayuran-sayuran yang sehat, setelah radiasi mencemari lingkungan mereka
dengan sebegitu hebatnya. Mengabaikan situasi ini tak akan membuat situasi menjadi
lebih baik. Masalah tidak akan pergi hanya dengan mengacuhkan perkara ini.
Hal “tak kelihatan” lain yang sama mengerikan (selain radiasi) adalah rumor
negatif yang berkembang. Bisnis para petani hancur karena mereka menghadapi
rumor seputar radiasi. Orang-orang tak mau lagi membeli sayuran dan ikan-ikan dari
daerah yang tercemar radiasi. Pada awalnya, ekonomi para nelayan dan petani hancur
karena rumor. Hal ini yang menurut Mizuho kadang tak disadari orang ketika berkaca
kembali pada tragedi 3.11. Baginya, Miyagi dan Iwate mungkin mengalami dampak
yang tampak mata, dari puing-puing hancurnya bangunan. Tapi di tempat lain seperti
Ibaraki, dampaknya “tidak terlihat”. Kehancuran bukan hanya dikarenakan radiasi,
tetapi juga rumor negatif yang tersebar dan ikut mencemari.
Tentang “rumor” ini merupakan hal yang ikut disinggung juga oleh Setsuko
Kida dalam dokumenter “Women of Fukushima”. Tak hanya radiasi, tapi rumor juga
ikut menyudutkan dan menghalangi pergerakannya. Sebagai warga Fukushima, Kida
mengakui bahwa warga memang mendapat uang karena tinggal di daerah dekat
PLTN. Jumlah yang diterima penduduk di Tomioka, menurutnya berkisar kurang
�148
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih 100 dolar Amerika, atau tak lebih dari 1,5 juta rupiah per tahun. Namun meski
demikian, ia merasa sangat jengkel dengan suara-suara dari orang lain (rumor) yang
mengatakan bahwa seharusnya ia tak berhak protes (karena dianggap sudah menerima
kompensasi). Namun meski tak bisa membuktikan, Kida memiliki kecurigaan bahwa
wali kota dan gubernur menerima keuntungan yang jauh lebih besar atas dibangunnya
PLTN di dekat kampung halaman mereka.
Mirip dengan Setsuko Kida, Aki Hashimoto juga merasakan kemarahan
ketika orang lain justru menyalahkan ia karena tinggal di Fukushima adalah
pilihannya. Ia merasa “sendirian”, dan dianggap tak layak mempertanyakan, karena
ia menerima uang dari PLTN. Menurutnya, perasaan ini bahkan telah melampaui
kemarahan. Orang-orang di Fukushima sampai-sampai memiliki istilah khusus, yaitu
“gosei yakeru” untuk bentuk perasaan (kemarahan terpendam) macam ini. Seorang
warga Fukushima lain, Kazue Morizono, merasa bahwa ia telah ditinggalkan, justru
pada saat membutuhkan dukungan dari warga Tokyo. Awalnya ia mengira bahwa
warga Tokyo—yang menikmati pasokan aliran listrik dari PLTN paling banyak—
akan ikut berdiri bersama mereka (perempuan-perempuan Fukushima). Pada
kenyataannya, tidak banyak warga Tokyo yang peduli. Hal ini mengejutkan
Morizono, yang justru membuatnya merasa malu sebagai manusia.
�149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Kenangan Masa Perang yang Kembali Datang
Ketika memperbincangkan kisah-kisah tentang pengalaman hidup di tengah
radiasi, selain pengalaman dalam konteks teraktual (paska gempa Tohoku), tak sedikit
pula saya mendapati sejumlah narasi yang justru makin melompat jauh ke belakang:
ingatan pada masa Perang Pasifik / Perang Dunia II. Semua cerita yang melompat
pada ingatan perang ini bisa dipastikan terlontar dari informan yang berusia di atas 50
tahun. Selain menuturkan ingatan ini dalam wawancara, sejumlah informan
menunjukkan pada saya “artefak” atau representasi atas ingatan mereka. Para
pencerita ini mengekspresikan pengalaman mereka melalui praktik-praktik estetik;
yang sengaja dibuat, pertama-tama untuk diri mereka sendiri atau keluarga terdekat.
Misalnya saja Teruaki Yamanoi, yang menuliskan ingatan dan rasa sinisnya pada
Jepang dalam puisi-puisi yang tidak pernah dipublikasikan. Ada pula Miyoko
Enomoto yang menyimpan ingatannya dalam nyanyian populer, gerakan-gerakan,
serta time capsule, berupa surat bergambar dan kartu-kartu pos di atas washii paper.
3.1. Realitas Jepang Paska Perang di mata Teruaki Yamanoi
Teruaki Yamanoi adalah seorang pria berusia 50-an awal. Ia hidup sendiri di
kota Joso, 20 menit dari studio ARCUS. Dulu ia bekerja untuk pemerintah sebagai
seorang pegawai, sampai akhirnya ia memutuskan keluar karena mengalami depresi.
Kami mulai akrab setelah tanpa sengaja terlibat perbincangan seru tentang The Doors,
�150
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pink Floyd dan Rolling Stones. Teru adalah penggila musik yang tumbuh pada
generasi bunga. Bermain gitar adalah caranya buat menenangkan diri, selain menulis
puisi.
Awalnya ia tampak merasa canggung, namun lambat laun kami sering
menghabiskan waktu bermain gitar-harmonika, atau merokok dan minum kopi di
lapangan depan studio. Sahabat saya ini menceritakan bahwa ia baru saja selesai dari
rehabilitasi dalam rangka pengobatan untuk masalah depresi yang ia alami. Ia
menemukan semangat kembali setelah menjadi sukarelawan di ARCUS Project; entah
sekedar melipat kertas atau menempel poster. Ia mengaku senang bisa mempraktikan
Bahasa Inggris yang menurutnya belum lama berhasil ia kuasai setelah ia berhenti
bekerja.
Setelah mengetahui tentang selebaran saya, Teru membagikan pengalaman
dan perasaannya yang dulu pernah ditulisnya dalam puisi berbahasa Jepang. Lalu
berselang 2 hari setelahnya, tiba-tiba di suatu sore ia menyodori saya sebuah kertas.
Teru dengan sukarela menterjemahkan puisinya dalam Bahasa Inggris—yang
diakuinya jauh dari sempurna. Demikian salah satu puisi Teru yang kemudian saya
terjemahkan dalam Bahasa Indonesia:
�151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Perjalanan Hari Ini”
Pada suatu pagi Tertib menunggu, mengantre masuk gedung Segera kutuju meja kerja, kumasukkan identitas dan kata sandi Kehadiranku telah sah terdaftar Saatnya menjadi subjek, subordinat dari serangkaian nomor Untuk patuh, hanya pada hal yang harus kau kerjakan Bahkan pemain baseball terkenal pun punya nomor seragam Tanpa nomor-nomor Tiada hal pernah bermula
Kepada sahabat dan keluarga Kita mengirim surat elektronik, karena kita butuh bukti Data digital dari yang Gotik adalah bukti segalanya Percakapan mudah tersalahpahami Laporan wajib berwujud dokumen Sebuah kebiasaan bisnis yang berlangsung sejak lama Kini laporan dan pencapaian terarsipkan dalam data digital Dibangun dari (kode) 0 dan 1 Pada layar komputer, ikon-ikon cantik bertebaran klik dan double click Merekalah aliran luar biasa yang dibangun dari (kode) 0 dan 1 “Hanya kecepatan yang bisa dipercaya”
Tiap hal digantikan sosok Untuk sebuah capaian penjualan Proses tak lagi penting Hanya hasil yang mampu merubah skor Gajimu tlah ditentukan Istri atau suami, anak atau orang tua Sesungguhnya ini semua buatmu Tunjangan keluarga sudah otomatis terkalkulasi
Cakram padat dalam gemerlap tujuh warna Di dalamnya tersebar lubang-lubang kecil Kita dengarkan musik yang tercincang dalam notasi biner Jauh pada waktu yang lampau dalam komposisi musik, teknologi numerik telah lama digunakan
�152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kini metronom berwujud elektronik Kini, lagi dan lagi, kita dengarkan musik yang kian kram
Data manusia, dari manusia-manusia ternomorkan Hadir dalam kota maya sebagai ‘dedemit’ Aku melihat film science-fiction Tiap data haruslah bernomor Jika kau tak beridentitas Maka tak pantas kau jadi “dedemit”
Pergi berlibur, terbang ke luar negeri Orang-orang melihat pemandangan, selayaknya termpampang dalam buku tuntunan perjalanan Kita tak lagi punya banyak ingatan, Kita potong pemandangan dalam foto-foto Kita jadikan bukti, kita pernah jejakkan kaki Kadang orang lain yang ambilkan potret Foto yang digital Gambar yang mutakhir, dari gugusan titik-titik kecil Titik-titik kecil yang jadi angka
Belajar Bahasa Inggris, pergi ke Amerika di Bourbon Street, New Orleans Ketika kuminum di sudut bar Seseorang menyapaku: “Aku tahu bahasa Jepang ‘chinkou’ dan ‘mankou’ Apakah barusan aku menulisnya dalam Bahasa Inggris? Aku membayangkan, Bahasa Inggris, disusun dari kemungkinan 24 huruf Tentulah mudah ia jadi digital
Misil-misil terbang di atas kita Itulah kali pertama kita sadar hadirnya bangsa lain Dalam tur wisata atau melancong sendiri Pakai paspor kita jadi orang Jepang Kita punya nomor ID
Dalam sendiri, wajib punya nomor pribadi Dengan ‘The Way of Walking on Earth’ atau ‘Lonely Planet’
�153
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebagai pelancong pengembara, berpergian mudah dan murah Dalam cuti kerja, kita pergi lebih lama Tapi benarkah kita telah terbebaskan?
Dan buku tuntutan perjalanan tak (pernah) sekalipun bilang: “Throw away your passport and just hit the road”
Puisi Teru tersebut merupakan sebuah refleksi atas perasaan terasing, yang
berangkat dari pengalaman pribadinya hidup dan menjadi bagian dari
“Jepang” (Paska Perang). Pada suatu petang, setelah kami kian akrab dan sering
menghabiskan waktu untuk jamming musik bersama di studio, Teru menyodorkan
sebuah surat tentang kisah kedua orang tuanya. Teru mengatakan bahwa kisah ini
adalah hal lain yang ingin ia bagikan bersama dengan puisi yang pernah ia berikan
sebelumnya. Teru mengatakan bahwa orang-orang menyebutnya sebagai seorang
anak yang istimewa karena kisah tersebut. Surat yang ditulis dalam huruf kanji itu
saya terjemahkan ke dalam Bahasa Inggris bersama staf ARCUS, yang kemudian
saya alihbahasakan lagi dalam Bahasa Indonesia demikian:
“Kisah Ayahku”
“Selepas Perang Dunia ke-2, ayahku dijebloskan ke dalam penjara di Rusia. Ayahku sangat gelisah. Beliau tidak punya bayangan akan diperlakukan seperti apa oleh para tentara Rusia. Yang saat itu diinginkan ayah hanyalah bisa pulang dan bertemu kembali dengan istri dan anaknya. Kemudian ayah mencuri pistol dan kuda dari tentara Rusia. Ia melarikan diri dari penjara bersama dua sahabat lain. Dari belakang, mereka diberondong dengan senapan mesin, namun untung saja berhasil lolos.
�154
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam perjalanan kembali ke rumah, mereka saling berpamitan, dan ayah memberikan kuda itu kepada kawannya. Mereka berpisah, dan ayah melanjutkan perjalanan, mencari istri dan anaknya di Manchuria. Untuk bisa mencapai rumah, ia harus menyeberangi sungai yang cukup deras. “Ouryokkou” nama sungai itu. Saat itu jembatan telah dipenuhi oleh tentara Rusia yang terus mengawasi tiap-tiap orang yang menyeberang jembatan.
Untunglah ayahku bisa berbahasa Cina sedikit. Ia masuk ke dalam sebuah rumah milik orang Cina, dan meminjam kostum mereka. Ia menyamar menjadi seorang Cina untuk bisa menyeberangi jembatan itu. Setelah berjalan berhari-hari melewati bekas medan pertempuran yang penuh mayat, ia akhirnya berhasil kembali ke Manchuria, bertemu dengan istri dan anaknya.
“Kisah Ibuku”
Beberapa hari setelah Perang Dunia 2 berakhir, ibu sedang menyiapkan anak-anaknya untuk berangkat ke sekolah lokal di Manchuria. Ibu dan kawan- kawannya mengalami kebingungan luar biasa tentang hal yang akan terjadi setelah ini. Beragam rumor berterbangan, suasana terasa begitu kacau. Dalam kesemrawutan itu, ia takut dijadikan tahanan oleh Cina atau Uni Sovyet. Akhirnya dalam keputusasaan dan kebingungan karena Jepang kalah perang, ia dan perempuan-perempuan lain memutuskan untuk melakukan bunuh diri bersama, atau “Gyokusai”.
Serigala mengaum dari kejauhan. Ia berjalan bersiap pergi ke sekolah. Ketika menuruni tangga, ia melihat banyak bom telah dipasang. Ia dan kakakku segera naik ke atas, mereka melihat beberapa keluarga telah siap melakukan “Gyokusai”. Ibuku melihat kawannya meminumkan sianida kepada anak-anak mereka. Ibu kemudian membujuk kakak perempuanku untuk meminum sianida, sambil menjelaskan, “Setelah ini, Kereta Bunga akan datang dan membawa kita ke tempat ayah.”
Sumbu bom kemudian dinyalakan. Tapi pada saat yang sama, seorang prajurit Jepang datang dan menghentikan mereka bunuh diri. Prajurit itu mengajak mereka pulang kembali ke Jepang, dan menaikkan mereka yang
�155
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masih hidup ke atas jip, termasuk ibuku. Dengan kakinya, prajurit itu mematikan sumbu bom yang menyala.
Ibuku berhasil selamat dari “Gyokusai”, tepat pada hari di mana ayahku berhasil melarikan diri dari penjara di Rusia.
Aku lahir setelah mereka bertemu kembali. Orang-orang menyebutku ‘anak yang istimewa’.”
3.2. Kapsul Waktu Miyoko & Katsuo Enomoto
Hampir sama dengan Teru, Miyoko Enomoto menghubungi saya karena
melihat pengumuman yang saya bagikan di koran lokal. Miyoko yang berusia
menginjak 90 tahun menghubungi kantor ARCUS dari rumahnya. Miyoko yang tidak
bisa mengendarai mobil mengundang saya untuk mendengarkan kisahnya langsung di
rumahnya. Yumiko Fujimoto membantu saya dalam berkorespondensi dan
menterjemahkan pembicaraan kami. Akhirnya di suatu Sabtu siang, saya dan Yumiko
membuat janji untuk berkunjung di rumah keluarga Enomoto yang berjarak hanya 15
menit dari apartemen saya.
Sebelum berkunjung, saya menyempatkan diri untuk membeli manisan khas
Jepang sebagai oleh-oleh. Hal ini membuat kami terpaksa sedikit terlambat, maka
Yumiko dengan penuh permohonan maaf menelpon Miyoko atas keterlambatan 5
menit kami—yang baginya merupakan perkara yang agak serius. Setelah itu
berangkatlah kami menuju Rumah Keluarga Enomoto.
�156
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rumah Keluarga Enomoto terletak di sebuah kawasan pemukiman yang mirip
dengan area apartemen yang saya tinggali. Baik dari penataan, lebar jalan, dan
sepinya orang-orang. Halaman rumah keluarga Enomoto berukuran sekitar lapangan
badminton, ditumbuhi tanaman dan kebun yang dikelola sendiri untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Setelah memarkir mobil, kami melangkah masuk ke teras dan menekan bel.
Yumiko memperkenalkan diri lewat intercom yang terletak tepat di bawah bel. Tak
berselang lama Miyoko keluar menyambut kami. Dalam usianya yang hampir 90,
Miyoko masih tampak begitu segar dan penuh energi. Bicaranya jelas dan bertenaga.
Ia mempersilahkan kami masuk, melepas sepatu dan mengenakan sandal tamu untuk
di dalam rumah.
Di balik pintu utama, saya melihat sebuah layang-layang raksasa berbentuk
serupa burung tergantung rapi di dinding. Kami dihantar di ruang makan, melewati
gantungan layang-layang lain yang berbagai bentuk. Sebelum dipersilahkan duduk,
Yumiko menyerahkan oleh-oleh yang sebelumnya kami beli. Miyoko menerima
dengan senyuman dan rasa terima kasih, lalu ia memanggil dan memperkenalkan
suaminya, Katsuo Enomoto.
Pak Katsuo datang dengan membawa tas plastik di tangannya, berisi ubi yang
baru saja dicabut dari ladang. Di dadanya tersemat kartu identitas. Ia
menunjukkannya sambil bercerita bahwa kartu itu adalah tanda bahwa ia anggota dari
�157
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
komunitas layang-layang di Jepang. Katsuo merupakan pembuat layang-layang, dan
telah memenangkan sejumlah perlombaan layang-layang dari bambu dan kertas
washii. Miyoko bercerita bahwa di rumah ini ia tinggal bersama satu puterinya yang
belum menikah, berusia hampir 30 tahun, dan saat ini sedang bekerja sebagai pegawai
di supermarket.
Dengan ramah Miyoko lalu menghidangkan teh, dan cemilan kepada kami,
sambil ia menyiapkan bubur dan merebus ubi yang kelak akan menjadi makan siang
kami bersama di rumahnya yang hangat, di penghujung musim gugur yang mulai
terasa dingin. Miyoko yang penuh semangat mengawali obrolan kami, bahwa ada hal
yang sangat ingin diceritakannya, hal yang tak bisa ia bagi kepada anaknya, karena
kesibukan mereka (anak-anak) jaman sekarang. Menurutnya anak jaman sekarang
sudah tidak mau lagi mendengarkan cerita ini. Yumiko duduk di sebelah saya,
meminta ijin dan menjelaskan bahwa pembicaraan ini akan direkam video. Pasangan
sepuh itu mempersilahkan dengan senang hati. Pak Katsuo lalu mengambil tempat,
duduk di sebelah Bu Miyoko.
Pak Katsuo kemudian bercerita tentang masa kecilnya. Waktu itu ia masih
duduk di bangku kelas 5 SD. Ia tinggal bersama orang tuanya di pinggir pantai. Pak
Katsuo bercerita tentang serangan udara yang menembaki jalanan dan sekolahan.
Mereka menyebut pesawat itu Grumman. Pada waktu itu tentara angkatan darat
Jepang tinggal di rumah Pak Katsuo, karena rumahnya besar, dan sekaligus
�158
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
merupakan sebuah penginapan. Tentara-tentara Jepang tinggal di rumahnya untuk
menjaga garis pantai. Saat itu nelayan-nelayan juga diwajibkan menjadi tentara,
sehingga perahu-perahu tak lagi bertuan di pinggiran pantai. Pada saat yang
bersamaan, para tentara kadang berlayar juga (menjadi nelayan) karena mereka
mengalami kekurangan pangan. Pak Katsuo memperagakan bahwa mereka pernah
menyelamatkan tentara Amerika (yang saat itu merupakan musuh Jepang). Tentara itu
hanya memakai celana dan kaos, ia terdampar di pantai dengan perahu karet, sambil
berteriak minta tolong.
Bu Miyoko, istri Pak Katsuo juga menceritakan kisah yang disimpannya
bertahun-tahun. Saat itu tanggal 1 Agustus 1945, bu Miyoko berusia 11 tahun, duduk
di bangku kelas 5 SD. Kejadian itu berlangsung pada malam hari. Pesawat B29
terbang berdatangan, menyerang pemukiman habis-habisan. Seminggu sebelumnya,
di atas kota telah dijatuhkan selebaran dari pesawat. Kertas itu bertuliskan, “Kami
akan menyerang daerah ini, maka mengungsilah sebelumnya”. Saat itu tidak ada
orang yang percaya. Warga masih yakin bahwa Jepang akan menang, tidak mungkin
kalah. Tidak ada warga yang mengungsi. Namun terlambatlah sudah, rupanya
pesawat B29 betul-betul datang dan mengebom kota. Malam itu tiba-tiba terasa
seperti siang hari. Orang-orang tercerai-berai. Warga berlarian tunggang-langgang
masuk ke dalam gua pengungsian. Namun Bu Miyoko dan keluarganya tidak
mendapatkan ruang di sana, gua pengungsian sudah terlampau penuh sesak. Mereka
�159
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kemudian berlari menuju sungai. Miyoko kecil terpisah dari anggota keluarganya
yang lain. Saat itu ia hanya berdua saja bersama adik perempuannya.
Sepanjang malam Miyoko kecil duduk berdua di dalam sungai bersama sang
adik. Keesokan harinya, saat langit telah terang, mereka keluar dari sungai dan
bergegas pulang menuju rumah. Mereka hanya memakai sepatu kain, sementara tanah
terasa begitu panas. Sepanjang jalan Miyoko kecil melihat kota yang telah rata
dengan tanah, hangus terbakar api. Rumah mereka terletak agak jauh dari stasiun
Mito, dan saat itu mereka sampai-sampai bisa melihat stasiun tersebut, karena hampir
setiap bangunan telah runtuh. Setibanya di rumah, Miyoko bertemu ibu, adik dan
kakaknya yang selamat semua.
Selama perang mereka telah menderita kekurangan pangan. Setiap rumah
memiliki persediaan kentang, yang kadang separuh gosong atau telah menjadi arang.
Keluarga Miyoko membuat pondokan sementara dari reruntuhan seng. Saat hujan,
bangunan itu bocor, dan demikianlah Miyoko dan tetangga-tetangga lain harus hidup
sampai beberapa tahun ke depan. Tahun 1947, Miyoko kecil berjumpa dengan ayah
yang pulang dari medan perang. Setelah ayah Miyoko pulang, kehidupan menjadi
lebih baik dan mapan. Semenjak keluarga bersatu lagi, hidup mereka kembali menjadi
“normal” dengan perlahan.
Baik Pak Katsuo maupun Bu Miyoko, keduanya terkenang akan ketakutan
luar biasa semasa kecil mereka. Ingatan akan kelaparan membekas begitu kuat dalam
�160
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
benak mereka masing-masing. Bu Miyoko sempat memakan rerumputan di sekitar
rumah hanya untuk bertahan hidup. Setelah situasi sedikit membaik, ia hanya
memakan gandum bercampur lobak sebagai pengganti nasi.
Menurut Pak Katsuo, pada masa itu semuanya harus dialami “demi negara”.
Rakyat menderita kelaparan, dan tak sedikit pula tentara yang kesulitan pangan.
Namun meski begitu, orang-orang berpangkat tinggi selalu berkecukupan pangan,
mereka selalu mendapat jatah banyak. Hal itu sangat berbeda dengan tentara baru
yang tidak memiliki makanan sama sekali. Sistem kelas terasa sangat kuat dan
berpengaruh. Meskipun Pak Katsuo masih kecil, ia sudah bisa menyadari hal yang
tengah terjadi. Ia juga teringat bahwa segala hal yang ia lihat dan dengar, “tak boleh"
dibicarakan kepada siapa-siapa.
Gambar 28. Pak Katsuo dan Bu Miyoko menunjukkan kartu pos yang dibuat mereka, setelah menceritakan kenangan pahit semasa kecil dalam masa perang pasifik. (dok. pribadi, November 2015)
�161
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Di akhir penceritaan kisah mereka, Bu Miyoko kemudian beranjak berdiri. Ia
mengatakan bahwa segala hal yang telah diceritakannya ini dituliskannya dalam
sebuah “surat wasiat” yang disebutnya sebagai Kapsul Waktu. Hari itu Miyoko tak
menunjukkan surat itu kepada kami. Meski demikian, Miyoko juga bercerita bahwa
di saat yang lain, ia membuat kartu pos, dan mengajari anak-anak kecil untuk
membuat kartu pos. Menggambar kartu pos merupakan caranya untuk “mensyukuri”
hal yang ia miliki setelah semua penderitaan tersebut. Ia kemudian mengambil kartu-
kartu pos tersebut. Kartu-kartu itu bergambar buah-buahan, dan bunga-bungaan.
Tidak ada kisah tentang perang dan semua penderitaan yang tadi baru saja
diceritakannya. Lalu sembari saya dan Yumiko melihat-lihat lukisan kartu pos yang
dibuatnya, Bu Miyoko kembali menyela dalam bahasa Jepang. “Aku bisa bercerita
lebih baik melalui tarian dan nyanyian”, katanya. Yumiko menterjemahkan, lalu saya
mengarahkan kamera padanya, lantas mulailah Bu Miyoko menari dan menyanyi. Bu
Miyoko menyanyikan lagu Kyu Sakamoto dengan gerakan tanpa malu-malu. Bagi
saya, lagu itu terasa indah dan merdu, namun miris pada saat yang bersamaan. Saya
sendiri tak mengerti lirik lagu tersebut. Akan tetapi, saya menemukan impresi yang
menggerus perasaan pada cara Bu Miyoko menyanyikan lagu itu, mungkin karena
nada-nada yang dilantunkan bernuansa minor dan terasa sedih. Setelah kami pulang
nantinya, Yumiko menjelaskan bahwa itu adalah “lagu yang bahagia” dan positif.
�162
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Demikian lirik lagu Kyu Sakamoto ���'*(/2�-�1 ��� yang
dalam Bahasa Indonesia bisa diartikan dengan “Lihatlah Bintang-Bintang di Langit
Malam”. Demikian lirik lagu yang dilantunkan Miyoko, yang telah saya terjemahkan
ke dalam Bahasa Indonesia:
Lihatlah,
Bintang-bintang di langit malam
Seperti kita,
Bintang-bintang tak bernama
Mereka bernyanyi tentang kebahagiaan yang sederhana
Lihatlah,
Bintang-bintang di langit malam,
Seperti kita
Bintang-bintang tak bernama
Mereka mendoakan kebahagiaan yang sederhana
Gandengkanlah tanganmu bersamaku
Mengejar mimpi
Tiada hal yang susah, manakala kita berdua
Lihatlah,
Bintang-bintang pada langit malam
Bintang kecil, dengan sinar yang kecil
Mereka mendoakan kebahagiaan yang sederhana
�163
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selepas bercerita panjang lebar, Bu Miyoko yang perlahan tampak mulai
lelah, menyuguhkan hidangan makan siang bagi kami semua. Setelah itu ia masuk ke
dalam kamar lagi, mengambil bingkisan, lalu memberikannya kepada saya dan
Yumiko. Bu Miyoko menghadiahi saya dua buah kerang terbungkus kain yang
dibuatnya sendiri. Kami lalu saling membungkuk memberikan tanda hormat. Kami
lalu mohon pamit dengan Pak Katsuo dan Bu Miyoko. Belum sampai pula di pintu
keluar, rupanya buru-buru Bu Miyoko menghampiri kami dan membawakan sebuah
bingkisan berisi buah kesemak, buah khas musim gugur Jepang yang ia petik dari
halamannya pagi ini. Kami pun berpamitan. Secara mengejutkan di tengah perjalanan
Yumiko berlinang air mata. Ia merasa begitu tersentuh dengan kisah yang diceritakan
Bu Miyoko. Setelah menyeka air mata, Yumiko menyanyikan lagu yang dibawakan
oleh Bu Miyoko. Yumiko segera teringat pada kakeknya di Hiroshima.
Berselang sebulan kemudian, Bu Miyoko dan Pak Katsuo tiba-tiba secara
mengejutkan hadir dan berkunjung ke studio. Mereka datang membawa bingkisan
berupa buah-buahan, dan sebuah gulungan kertas. Dengan penuh sukacita saya
sambut mereka. Yumiko kemudian ikut hadir di tengah-tengah kami, kembali
membantu menterjemahkan percakapan. Setelah menyajikan segelas teh hangat, kami
berbincang-bincang. Secara spontan terbesit ide saya untuk mengajak mereka melihat
hasil rekaman wawancara yang kami lakukan sebelumnya di rumah mereka.
�164
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Suasana kemudian menjadi hening. Pak Katsuo dan Bu Miyoko tampak begitu
fokus menyaksikan rekaman wawancara kami. Setelah menonton hasil wawancara
tersebut, tiba-tiba Pak Katsuo mendekatkan bibirnya ke telinga saya. Ia berbisik
dalam bahasa Jepang. Segera saya mengajak Yumiko turut serta, membantu
menterjemahkan. Pak Katsuo lalu berbicara lebih keras untuk kami berdua, yang
kemudian bisa diterjemahkan demikian:
“Menurut saya sekarang, memang ada untungnya, bahwa dijatuhkannya bom(atom) Amerika (Serikat) di Hiroshima telah sekaligus memutus penderitaan kami pada waktu itu yang hidup begitu sulit pada masa perang (Pasifik).”
Bu Miyoko kemudian menyerahkan pada saya sebuah gulungan kertas washii
yang bergambar buah-buahan. Ia menceritakan bahwa ini adalah kapsul waktu
miliknya, yang tidak ia perlihatkan kepada saya sebelumnya. Kertas itu adalah surat
yang ia buat untuk dirinya sendiri, agar selalu teringat masa-masa sulit itu, dan
mensyukuri hal yang ada saat ini. Bu Miyoko meminjamkannya kepada saya, entah
untuk apa, ia berharap bisa berguna. Gulungan kertas yang begitu berharga tersebut
berkisah hal yang sama dengan yang dibagikannya dalam wawancara kami. Gulungan
itu kemudian saya kembalikan pada saat berpamitan, sehari sebelum saya terbang
kembali ke Indonesia. Pada saat itulah Pak Katsuo menghadiahkan kepada saya
sebuah layang-layang berbentuk persegi yang bertuliskan nama keluarga Enomoto.
Yumiko menterjemahkan, bahwa ia memberikan layang-layang tersebut, berharap
�165
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
agar pertemuan istimewa ini tidak terlupakan sekembalinya saya ke Indonesia. Saya
membungkuk hormat, lalu memeluk mereka.
C. Mengingat dengan Cara yang Artistik
Sub-bagian ini akan menyelidiki bagaimana masyarakat Jepang
mememorialisasi atau membangun monumen-monumen kecil atas “ingatan
bersama” (khususnya yang terkait dengan topik radiasi nuklir) dalam medium artistik.
“Ingatan bersama" yang dimaksud di sini adalah topik ingatan sebagaimana berhasil
terkategorikan dalam sub-bab sebelumnya, antara lain: (1) Nuklir pada masa perang,
dan; (2) Nuklir pada paska perang. Pada titik tertentu, ingatan dan pengalaman hidup
bersama radiasi nuklir dalam periode dan konteks yang terpaut jauh terebut (Perang
Pasifik & Fukushima Daiichi) justru saling berkelindan, dan memantulkan satu sama
lain.
1. Foto Tanaman & Koleksi Serangga Pak Nakata:
Monumen atas "Hal Tak Terbicarakan"
Suatu pagi yang lain di akhir pekan, seseorang berkunjung ke studio saya
karena pengumuman yang dibaca di koran lokal. Pak Nakata namanya. Usianya
hampir menginjak 50 tahun. Beliau adalah seorang pegawai swasta yang gemar
memotret, dan mengkoleksi serangga-serangga yang kemudian disimpan dalam
�166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
wadah plastik. Ketika berkunjung ke studio, seperti kebanyakan informan lain, ia
melihat dan membaca dengan seksama tiap detil surat-surat, kartu pos, dan foto-foto
yang berhasil saya kumpulkan selama observasi ini.
Dari kumpulan kisah tersebut, Pak Nakata mencoba menyimpulkan sesuatu.
Dalam Bahasa Inggris, tiba-tiba ia mengatakan bahwa kisah-kisah yang terkumpul ini
sesungguhnya merupakan Jepang yang sesungguhnya. Saya terkejut mendengarnya.
Pak Nakata berpendapat bahwa narasi-narasi tersebut merupakan sejarah Jepang yang
selama ini tidak pernah dibicarakan, apalagi ketika negara membahas nuklir, ataupun
perang. Ia mengaku memiliki pengalaman pula terkait hal yang baru saja ia baca
dengan seksama. Terkait "hal yang tak dibicarakan" itu, Ia menjanjikan untuk
membagi beberapa foto-foto koleksi miliknya, sebagai caranya “mengingat”. Saat itu
saya menduga ia memiliki arsip-arsip langka.
Berselang tak lebih dari seminggu, saya mendapat sebuah parsel berisi surat
bertuliskan kanji, foto-foto, dan sebuah serangga yang disimpan dalam wadah plastik.
Parsel yang dikirim oleh Pak Nakata untuk menggenapi janjinya tersebut rupanya
cukup mengagetkan saya. Dugaan saya keliru. Alih-alih foto berupa arsip-arsip
langka seperti yang saya bayangkan, Pak Nakata rupanya memberikan saya sebuah
foto bunga-bungaan dengan kontras dan saturasi warna tinggi, dan seekor serangga
�167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang telah diawetkan & diletakkan di dalam wadah plastik kedap . Foto-foto tersebut 62
tampak diambil dengan lensa mikro manual yang ditancapkan dalam kamera digital.
Melalui surat yang menyertai foto-foto itu, ia bercerita bahwa tanaman-tanaman itu
adalah satu dari sekian foto yang diabadikannya tiap hari. Setiap pagi Pak Nakata
berjalan-jalan dengan anjing kesayangannya. Di sela-sela jalan pagi itu, ia biasa
mengambil foto bunga-bungaan yang hampir bangun, atau baru saja mekar,
bermandikan embun. Sesekali pula ia menemukan serangga-serangga musim panas,
atau kumbang-kumbang yang berkilauan. Ia gemar mengkoleksi kumbang-kumbang
yang berwarna-warni.
Bingkisan Pak Nakata (foto-foto bunga yang bermekaran dan koleksi
serangga yang diawetkan) mengingatkan saya pada cara Katsuo dan Miyoko
Enomoto "mengawetkan" ingatan mereka melalui gambar buah-buahan di Kapsul
Waktu. Gambar dan ingatan yang seolah tak berhubungan satu dan lainnya, tampak
bukan sebagai penyangkalan, namun terasa lebih sebagai suatu olah pengalaman yang
estetis; menciptakan ruang untuk menjembatani hal yang tak bisa lagi dikatakan,
sesuatu yang tak lagi bisa diungkap dengan segera.
Koleksi serangga yang telah ia awetkan (yang menyertai foto-foto tersebut) terpaksa tinggal di ARCUS. Sejak 62
awal imigrasi Jepang mengingatkan untuk tidak membawa benda organik keluar dari negaranya tanpa pemberitahuan khusus.
�168
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
�169
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Pameran / Proyek Seni Visual
Dari sejumlah pameran maupun acara seni yang berlangsung pada rentang
Agustus – Desember 2015, saya memilih “Demarcation” sebagai pameran yang saya
rasa sangat menarik untuk dibahas dalam penelitian ini. Pameran ini memfokuskan
diri membicarakan radiasi dan dampak nuklir paska gempa Tohoku. “Demarcation”
merupakan pameran duo antara seniman konseptual Jepang Meiro Koizumi dan
sutradara teater Akira Takayama. Pameran ini dikuratori oleh Fumihiko Sumitomo,
Gambar 29-31. Foto-foto dari Pak Nakata. Tiga gambar di atas merupakan beberapa contoh foto yang dikirimkan Pak Nakata kepada saya, sebagai "caranya mengingat". Foto-foto tersebut diabadikan Pak Nakata menggunakan lensa kamera manual yang telah berusia puluhan tahun. Menurutnya, lensa-lensa tua tersebut menyimpan ingatannya sendiri setelah puluhan tahun "bersentuhan" dengan banyak momen, termasuk ketika ia mengambil foto-foto bunga tersebut.
�170
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
direktur dari Japan’s Maebashi Art Center. Pameran dua seniman ampuh Jepang ini
diadakan di Ginza Maison Hermès Le Forum. Ginza sendiri merupakan sebuah
kawasan pusat fashion kelas atas di Tokyo.
2.1. Ingatan Perang, Amnesia, dan Sapi-sapi Radiasi dalam
“Demarcation” oleh Meiro Koizumi dan Akira Takayama
Gambar 32. Pameran Demarcation di Ginza Maison Hermès Le Forum, 31 Juli-12 Oktober 2015. Kiri: instalasi video "Happy Island: The Messianic Banquet of the Righteous", karya Akira Takayama (2015) (sumber: http://www.maisonhermes.jp/en/ginza/le-forum/archives/731943/) Kanan: salah satu frame dalam video "In the State of Amnesia", karya Meiro Koizumi (2015) (sumber: http://artists-guild.net/en/project/354/)
Selasa pagi itu saya sudah meniatkan diri untuk pergi menonton pameran
bertajuk Demarcation. Saya cukup mengikuti karya Meiro Koizumi, salah satu
seniman yang berpameran. Meiro Koizumi memiliki reputasi dan kekaryaan yang
cukup baik. Sangat sulit dulu bagi saya bisa mengapresiasi karya video art, hingga
akhirnya berjumpa dengan karya video Meiro Koizumi. Meiro Koizumi merupakan
salah satu seniman yang juga pernah menjalankan residensi di ARCUS pada periode
�171
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
awal berjalannya institusi itu. Ia juga menjadi salah satu seniman yang diundang dan
mendapat high-light pada Jakarta Biennale 2015 silam.
Saya berangkat pada pukul 8.30, dan perjalanan dari apartemen saya di
Moriya menuju Ginza memakan waktu total 90 menit, mulai dari menggunakan bis
angkutan kota Moriya, Tsukuba express, dan metro dalam kota Tokyo. Stasiun
perhentian saya di Ginza tepat berada di bawah bangunan Sony Building. Segera
setelah keluar dari stasiun, saya menuju ke sebuah toko fashion Hermès yang cukup
mentereng tepat di seberang. Di lantai bawah toko ini saya disambut oleh seorang pria
dengan setelan lengkap dan rapi. Pramuniaga yang berusia muda itu membukakan
pintu bagi setiap pelanggan yang masuk. Pagi itu saya melihat ada sekitar 5 orang
pelanggan sedang melihat barang-barang yang ditawarkan di dalam toko mewah ini.
Seorang perempuan muda dalam pakaian formal dan rapi bernuansa gelap
kemudian mendatangi saya dengan ramah. Pramuniaga ini menanyakan apa yang bisa
dibantunya untuk saya dalam Bahasa Inggris. Setelah menanyakan lokasi galeri, ia
mengantar saya ke sebuah lift yang terletak di belakang, menekan angka (lantai) 8,
lalu mempersilahkan saya masuk.
Sesampainya di lantai delapan, saya disambut oleh sebuah ruangan yang
terang, dengan dinding yang disusun dari balok-balok kaca yang terasa mewah.
Ruang pamer galeri ini terasa modern dan steril. Sebelum menikmati karya, saya
melakukan scanning dengan cepat. Saya membiasakan diri dengan ruang, lalu
�172
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menikmati penataan karya secara umum. Sejumlah TV berukuran besar dengan
kualitas Ultra HD 4K berdiri di lantai, berhadapan dengan digital frame yang
memainkan denting-denting piano yang tak begitu piawai. Saya memposisikan diri
berada tepat di tengah, di antara TV dan bocoran suara piano itu. Perlahan-lahan saya
menapaki pengalaman memasuki karya.
Lima buah Ultra HD 4K TV bergambar tajam dan berukuran besar itu (antara
50 – 60 inchi) memutarkan gambar sapi-sapi di peternakan yang luas. Sapi-sapi itu
sedang mengunyah rerumputan, lengkap dengan suara soundscape: suara rumput
yang dimamah, dikunyah, sapi yang bernafas, sesekali bersuara. Situasi ini menyedot
saya pada pengalaman yang janggal, terlebih di belakang tubuh saya berdenting
permainan piano yang terasa terbata-bata, seperti orang berlatih. Close-up sapi-sapi
yang memakan rerumputan terasa begitu intens, dan justru perulangan dan
pelipatgandaan itu menghadirkan pengalaman yang seolah menyedot, menghipnotis,
pada sesuatu yang ambang, pada sebuah limbo. Pengalaman ini terlebih lagi didukung
oleh ruangan yang dikelilingi balok-balok kaca, begitu terang dan putih, bersih.
Instalasi video tersebut merupakan karya Akira Takayama yang diberi judul
Happy Island. Dari informasi tentang karya yang saya baca kemudian, baru saya tahu
bahwa judul ini merupakan terjemahan literal dari “Fukushima”. Sapi-sapi tersebut
direkamnya dari sebuah ladang yang bernama Farm of Hope, di sebuah kawasan
peternakan yang terletak di Namie, daerah Fukushima. Kota Namie ini sekarang telah
�173
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjadi kota mati, karena mengandung konsentrasi radiasi nuklir yang tinggi, dan
telah ditinggalkan oleh penduduknya paska meledaknya reaktor TEPCO di
Fukushima.
Ladang tersebut dimiliki oleh Masami Yoshizawa, seorang petani yang
menolak untuk berhenti berladang. Masami Yoshizawa berladang sebagai wujud
protes kepada pemerintah dan perusahaan listrik TEPCO. Sama seperti Naoto di
Tomioka, Yoshizawa memilih kembali ke rumahnya dan mengurusi ternak-ternak
yang ditinggalkan. Yoshizawa menyadari bahwa ia tak mungkin bisa menjual ternak-
ternaknya, namun meski demikian ia menolak untuk dievakuasi dan membangun
hidup baru. Menurut Yoshizawa (59 tahun), sapi-sapi ini merupakan sebuah kesaksian
yang hidup tentang Fukushima. Yoshizawa menuturkan bahwa pemerintah ingin
membunuh sapi-sapi ini, berharap menghapus apa yang telah terjadi di sini.
Yoshizawa berjuang, memasang badan, tidak memperkenankan pemerintah
membunuh sapi-sapi ini. Di pintu gerbang peternakan ini, tertancap sebuah
pernyataan “Nuclear Rebellion!”, ditorehkan dalam warna kuning di atas tulang-
tulang sapi.
Sebelum bencana terjadi, Yoshizawa beternak sapi untuk disembelih.
Menurutnya, membunuh sapi untuk makanan manusia, dan membunuhnya karena
kontaminasi nuklir adalah hal yang berbeda. Yoshizawa melihat sapi-sapi ini, sama
�174
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seperti 83000 manusia lain yang dipaksa meninggalkan rumah mereka di daerah
evakuasi hingga 2,5 tahun sebagai korban.
Yoshizawa mencemaskan kesehatannya, tapi baginya yang lebih
mencemaskan dan menakutkan lagi adalah negara yang siap untuk melupakan
bencana nuklir tersebut, yang saat ini justru sedang bersiap untuk Olympics 2020.
Yoshizawa menegaskan, “Jika pemerintah mengatakan bunuh sapi-sapi itu, maka saya
akan menyelesaikannya dengan melakukan yang berkebalikan; membiarkan sapi-sapi
itu tetap hidup, menyelamatkan mereka” (New York Times, 11 Januari 2014).
Gambar 33. Peternakan Yoshizawa yang sekarang dinamainya “Ranch of Hope”, terletak di daerah evakuasi bencana nuklir Fukushima Daiichi. 63
Sedangkan dalam karya Takayama, denting piano yang menyelinap masuk ke
“peternakan” tersebut dimainkan oleh seorang siswa sekolah lokal. Lagu yang
dimainkan berjudul Sheep May Safely Gaze. Kehadiran dua elemen kuat ini
https://www.nytimes.com/2014/01/12/world/asia/defying-japan-rancher-saves-fukushimas-63
radioactive-cows.html[diakses22Maret2017]
�175
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyajikan suatu ironi, sebuah drama dan seolah sedang menyatakan perasaan yang
“melampaui kemarahan”, atau dalam bahasa Fukushima disebut dengan gosei yakeru.
Video Yoshizawa lainnya menggambarkan sang seniman, dalam topeng
monyet, sedang berjalan menuntun sapi menyusuri kota Namie yang tak lagi
berpenghuni. Yoshizawa meletakkan kamera di punuk sapi, menunjukkan seolah sapi
itu yang justru menuntun pengunjung yang menonton.
Pada sisi lain dari ruangan ini, Meiro Koizumi menghadirkan pula karya
berupa instalasi video. Meiro Koizumi mengintervensi ingatan "sang informan",
mengajaknya membayangkan diri menjadi sang pelaku, lalu membalik pengalaman
tersebut. Karya Koizumi mengajak penonton untuk berdialog tentang amnesia. 64
Video dengan dialog yang dramatis tersebut menghadirkan sebuah interview
antara sang seniman dengan Nobuhiro Tanaka. Nobuhiro Tanaka adalah seorang
warga Jepang yang mengalami kerusakan otak dalam sebuah kecelakaan saat berusia
21 tahun. Kecelakaan tersebut membuat Nobuhiro Tanaka mengalami gangguan
ingatan. Dalam karya ini, Koizumi mengajak Tanaka untuk mengingat sebuah
kesaksian traumatik dari seorang tentara Jepang yang bertugas di Cina semasa Perang
Dunia II.
Dalam video tersebut, dibawah instruksi Koizumi sebagai seniman, Nobuhiro
Tanaka menceritakan sebuah pengakuan traumatik (tentara Jepang) yang dinarasikan
http://en.fondationdentreprisehermes.org/Know-how-and-creativity/Exhibitions-by-the-Foundation/64
Akira-Takayama-and-Meiro-Koizumi-at-the-Forum?force=true[diakses22Maret2017]
�176
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam sudut pandang orang pertama, seolah-olah ingatan itu milik Nobuhiro Tanaka
sendiri. Dalam "pengakuannya", Nobuhiro Tanaka menceritakan peristiwa ketika
"dirinya" terpaksa mendorong seorang anak kecil dari ketinggian di sebuah bangunan,
dalam sebuah misi rahasia semasa Perang Dunia II di Cina.
Kesaksian Nobuhiro Tanaka dalam video tersebut merupakan narasi yang
sesungguhnya telah dihapalkan selama dua hari proses pengambilan gambar. Namun
dikarenakan gangguan ingatan yang dideritanya, Nobuhiro Tanaka terbata-bata
mengingat tiap kata-kata yang "(di)masuk(kan)" ke dalam kepalanya. Dalam video
tersebut tampak ia berjuang begitu keras dan bahkan kerap mengalami momen
kehilangan ingatan dalam upayanya memanggil kisah yang sebelumnya telah dia
hapalkan. Makin ia mengingat, makin kabur dan berat kerut wajah dan ekspresinya,
bercampur pilu dan putus asa yang datang berkali-kali dengan nyaris---seolah kisah
sang prajurit hadir sebagai kisahnya sendiri. Pada akhirnya, tiada satupun kata terucap
dari bibir Nobuhiro Tanaka. Semua ingatan seolah lenyap, lari dari kepalanya,
menyisakan kesunyian belaka. 65
http://meirokoizumi.com/framepage13.html [diakses 29 Juni 2018]65
�177
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
MERAWAT INGATAN DI JALAN KESUNYIAN
Melihat pada paparan bab sebelumnya, tampaklah kesenjangan nalar dan
sikap antara penguasa dengan rakyat Jepang terkait keputusan atas pengembangan
teknologi nuklir. Di satu sisi, pemerintah dan pemilik modal menunjukkan sikap
begitu optimis dan penuh percaya diri dengan pengembangan teknologi nuklir, seolah
mengingkari pengalaman apokaliptik yang terjadi di Hiroshima (1945) dan
Fukushima (2011) . Sementara itu, pada simpang pendulum yang lain, rakyat 66
mengalami trauma luar biasa atasnya.
Fenomena warga Jepang yang bereaksi keras (maupun lembut) atas nuklir
sejatinya perlu disorot dan dibaca pula dalam tarikannya pada lansekap imajinasi
(ekonomi-politik) pemerintah Jepang atas teknologi dan kemajuan. Konsep
Ideological State Apparatus yang dikembangkan Althusser akan mendasari
penelusuran saya atas reproduksi ide dan kegilaan Jepang terhadap teknologi nuklir.
Dengan meminjam instrumen dari Foucault, saya akan melacak wacana yang
dibangun negara atas teknologi nuklir, terutama pada bagaimana gagasan atas nuklir
Untuk menghindari kebingungan atas penggunaan istilah "nuklir" atau "atom", sebagai gambaran, bom atom 66
yang dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima & Nagasaki pada tahun 1945 masuk dalam kategori bom nuklir. Ada dua jenis bom nuklir; pertama yang menggantungkan pada pemisahan (fission) atom dan yang menggantungkan pada penggabungan (fusion) seperti bom hidrogen---sebuah teknologi militer yang dikembangkan AS untuk mengimbangi kekuatan Uni Soviet pada periode perang dingin. Kekuatan energi nuklir dari bom hidrogen yang dikembangkan AS memiliki potensi kehancuran jauh lebih dahsyat dari bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Dengan kata lain, teknologi atom merupakan bagian dari teknologi nuklir.
�178
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dirombak ulang oleh negara. Hal ini penting untuk melihat kesenjangan imajinasi
atas 'the common good' (kebaikan bersama) yang dibayangkan negara (yang
terimplementasikan dalam kebijakan ekonomi-politiknya terkait teknologi nuklir),
dan yang dibutuhkan secara riil oleh warga.
Lubang yang menganga antara pilihan pemerintah Jepang atas teknologi
nuklir dengan trauma masyarakat Jepang, perlu dibaca dan ditelusuri sebagai pijakan
awal untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Strategi dan manuver
warga yang hadir merespon isu nuklir di Jepang tersebut akan saya baca dalam
pendekatan demokrasi radikal yang ditawarkan Chantal Mouffe. Partisipasi
masyarakat dalam mengambil keputusan (atau merespon keputusan) atas isu nuklir
yang kemudian tampak sebagai pilihan 'mentok dalam ketidakberdayaan' tersebut
perlu dibaca pula dalam kerangka pengalaman yang estetis sekaligus politis. Dengan
demikian, praktik-praktik artistik yang seolah tampak sebagai hal yang sehari-hari
(warga yang berkaraoke, Miyoko yang membuat kartu pos, Teru yang menulis puisi),
atau bahkan seni kontemporer yang hadir di galeri-galeri, termasuk pula respon-
respon lantang dan ekstrim (ibu-ibu dari Fukushima, Naoto yang memberi makan
ternak di kota mati dalam paparan radiasi tinggi)---bisa dicatat sebagai sebuah sikap
politis. Untuk melengkapi bab ini, saya akan meminjam perkakas Rancière dalam
membaca aspek politis dari estetika-estetika yang hadir membicarakan trauma nuklir
yang tak mampu lagi dibahasakan. Dengan demikian, praktik-praktik tersebut mampu
�179
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dibingkai dan diwacanakan sebagai bentuk siasat seni dan strategi budaya masyarakat
Jepang untuk mengingat.
A. Nuklir Sebagai "Jalan Keselamatan": Sebuah Tragedi
Bagaimana bisa pemerintah Jepang tergila-gila kepada teknologi nuklir, yang
dalam sejarahnya sendiri pernah meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki?
Pertanyaan tersebut justru memang tak bisa dilepaskan dari sejarah kejayaan militer
dan serial ekspansi Jepang ke Asia pada awal abad 20, yang kemudian ditutup
dengan episode katastrofi kekalahannya pada Perang Dunia ke-2.
Setelah Jepang resmi menyerah kepada Sekutu, ia menanggung tak hanya
kehancurannya sendiri, namun juga biaya reparasi atas segala kerusakan dan
penderitaan yang dialami Sekutu selama perang berlangsung (Artikel 14 dalam San
Fransisco Peace Treaty 1951). Dalam situasi terpuruk tersebut, kekuasaan politik
Kekaisaran Jepang termasuk kekuatan militer ikut dilucuti dan tergantikan dengan
hegemoni Amerika Serikat sebagai patron atas ekses kemenangan Sekutu.
Tanggungan Jepang yang luar biasa besar tentu menuntut percepatan pertumbuhan
ekonomi yang juga tak kalah luar biasa, yang mau-tak-mau harus melibatkan
campur tangan dari Amerika Serikat.
�180
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Paska Bom Hiroshima dan Nagasaki, percakapan tentang nuklir di Jepang
sangat dibatasi dan dikontrol oleh Amerika Serikat. Perbincangan tentang nuklir 67
kembali muncul dengan wajahnya yang baru dari corong Amerika Serikat pada 1953.
Dalam retorika Eisenhower atas "Atoms for Peace", Amerika Serikat
mempropagandakan pengembangan teknologi atom untuk melayani kebutuhan
kemanusiaan secara damai. Jepang kemudian menggelontorkan biaya 235 juta Yen
untuk melakukan riset pengembangan teknologi "Atom untuk Perdamaian" pada
tahun yang sama dengan diberlakukannya the Atomic Energy Act of 1954 oleh
Amerika Serikat. Sebagai hasil dari riset tersebut, Jepang akhirnya berhasil
mengawali pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pertamanya pada tahun
1961, yang beroperasi pada tahun 1965, dengan sistem pemasokan listrik yang
dikuasai negara secara monopoli (sampai tahun 1995). Kehadiran teknologi nuklir ini
ibarat titik terang bagi kebangkitan perekonomian dan industri Jepang, mengingat
bahwa negara ini tidak memiliki sumber daya alam yang memadahi untuk memenuhi
kebutuhan energi untuk perindustrian yang kian meningkat.
baca http://theconversation.com/the-little-known-history-of-secrecy-and-censorship-in-wake-of-atomic-67
bombings-45213 (diakses 19 April 2018)
�181
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Nuklir, Matahari Baru Jepang
Mengapa ideologi dibutuhkan manusia? Pendekatan Marxist berkali-kali
menggarisbawahi tentang adanya keterpisahan (alienasi) material dalam masyarakat
kapitalis, antara manusia dengan kondisi riil mereka. Ideologi menjanjikan individu
suatu panggilan dengan cara yang paling personal, untuk manusia memiliki tempat,
peranan dan keberadaan dalam realitas. Dalam konteks penelitian ini, pengembangan
teknologi nuklir dibaca sebagai ideologi dalam kemampuannya memberikan ruang
bagi individu-individu Jepang sebagai "subjek". Gambaran utopia atas kemajuan
Jepang yang berpijak pada pengembangan teknologi nuklir merupakan sebuah
pembayangan mental yang berangkat dari realitas Jepang paska-perang dunia. Para
warga ikut menjadi bagian, merayakan, serta melihat nuklir sebagai bagian dari
realitas (termasuk masa depan) mereka di Jepang. Nuklir adalah sebuah pengharapan
bagi Jepang (sebagai bangsa), untuk bisa mengentaskan diri dari keterpurukan,
kekalahan, dan kehancuran paska PD II. Nuklir adalah jalan bagi Jepang untuk
merengkuh kemajuan dan masa depan, untuk bisa berjaya kembali, seperti yang
pernah mereka alami di masa lalu. Para warga yang turut menghidupi dan bersepakat
paham atas pemanfaatan teknologi ini, ibarat mengecapnya sebagai sebuah "jalan
keselamatan dan hidup", selayaknya ditawarkan oleh para penguasa dan
dipropagandakan Amerika Serikat.
�182
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gagasan interpelasi yang dikembangkan Althusser merupakan olah
pemikirannya atas pembacaan konsep psikoanalisis Lacan. Proses terbentuknya
subjek melalui interpelasi dalam pendekatan Althusser terjadi dalam fase cermin
Lacan di tataran imajiner. Pada fase cermin, individu pertama kali mengalami dirinya
sendiri dan bisa melihat liyan, meski itu pantulan dirinya. Ideologi ibarat cermin,
bersifat imajiner. Di sinilah individu mengidentifikasi dirinya sebagai subjek,
membuat orang mengenali dirinya---meskipun pengenalan yang ditangkap itu keliru
(misrecognition). Kita telah menjadi subjek melalui proses menghasrati apa yang
dihasrati liyan atas kita. Tepat dalam skema pemikiran Lacan, ideologi pada konteks
politik menempati singgasana yang sama dengan fantasi.
Dalam kasus pengembangan teknologi nuklir Jepang, proses interpelasi
tampak dari beberapa pernyataan warga yang menunjukkan dukungan atas hadirnya
gagasan Atoms for Peace. Pada paruh akhir 50'an, pemerintah Jepang mengklaim
berhasil mengubah persepsi masyarakat Jepang tentang nuklir melalui film, ruang
kelas, dan sejumlah artikel. Opini masyarakat yang awalnya masih mengalami
histeria kini perlahan telah terpulihkan dan akhirnya mampu perlahan menerima
pemanfaatan nuklir untuk perdamaian (Kuznick, 2011). Selain itu, berhasilnya
kampanye "Atom untuk Perdamaian" juga merupakan buah dari interpelasi yang
terjadi pada aktor-aktor yang ikut memegang peran kunci, yaitu para hibakusha.
Hibakusha adalah sebuah komunitas yang terdiri dari para penyintas bencana bom
�183
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nuklir 1945. Meski menjadi saksi mata dan mengalami langsung bencana kehancuran
yang diakibatkan bom nuklir, rupanya orang-orang di dalamnya tidak satu suara
tentang gagasan Atoms for Peace. Sekelompok hibakusha yang bersepakat dengan
gagasan pengembangan teknologi nuklir untuk kebaikan dan perdamaian telah
menjadi salah satu organ vital, aparatus ideologis bagi penancapan proyek
pengembangan teknologi nuklir di Jepang. Hidankyo adalah sebuah organisasi yang
terdiri dari para hibakusha yang dengan gencar mendukung pemanfaatan energi
nuklir bagi kebaikan. Zwigenberg mengutip kata-kata Moritaki Ichiro (yang
kemudian menyesali pernyataannya sendiri, dan kemudian beralih haluan menjadi
aktivis anti-nuklir), yang sempat berpendapat bahwa kekuatan atom harus bisa
sepenuhnya melayani kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia. Menurut Ichiro,
inilah gairah kehidupan yang harus diperjuangkan selama ia masih hidup (Hidankyo,
dalam "Message to The World, 10 Agustus 1956, dan Tanaka, dalam Zwigenberg
2012).
Dalam konteks hari ini, keragaman pandangan ideologis warga terhadap
teknologi nuklir juga bisa dibaca dari absennya suara warga Tokyo dalam kasus
kebocoran nuklir Fukushima. Hal ini seperti kekecewaan yang dituturkan Kazue
Morizono, salah satu aktivis dalam Women from Fukushima:
�184
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“…Saya benar-benar marah! Awalnya saya pikir Tokyo akan menjadi daerah yang pertama berdiri untuk Fukushima. Saya sebelumnya percaya, Tokyo akan bersama kami, orang-orang Fukushima. Tapi kenyataannya, kami, orang-orang Fukushima, harus melakukan segalanya sendirian dari awal sampai akhir! Mulanya, saya terkejut luar biasa. Saya benar-benar berharap mereka akan bergabung bersama kami dan berkata, 'Mari bangkit bersama, karena kamilah yang merasakan kenikmatan tenaga listrik itu.'
Saya sempat terbuai dengan harapan dan angan-angan.
Namun semua yang terjadi membuat saya benar-benar terpukul secara mental. Saya benar-benar merasa malu sebagai manusia. Ini bukanlah yang pertama kali. Ini tidak terjadi kali ini saja. Hal ini telah tertanam dalam DNA orang Jepang. Lama, sangat-sangat lama, sebelum hal menjadi separah ini.
Masalah utamanya adalah para birokrat di tahun-tahun 40an dan 50an. Apa yang seharusnya kita lakukan terhadap mereka? Lambat laun, para perempuan Tokyo, para perempuan muda, akan mulai berbicara. Sekarang kami telah berjalan setahun dan empat bulan, terpapar radiasi nuklir. Mereka melulu terpapar radiasi, dan saya ingin orang tahu bahwa Jepang adalah negara yang menarik. Setelah orang terpilih dalam pemilu, mereka menjadi sama semua. Cara pikir dan kelakuan mereka menjadi serupa."
Dalam dimensi lain, interpelasi bisa dideteksi dari sejumlah produk budaya
pop Jepang, yang dalam narasinya justru ikut merayakan kemajuan teknologi dan
fantasi Jepang yang futuristik. Fantasi futuristik Jepang yang hadir dalam budaya pop
merupakan salah satu wujud imajinasi yang bisa dibayangkan dari kemungkinan
penggunaan energi dalam kerangka Atoms for Peace.
Menurut Craig Nelson, dukungan dan penerimaan masyarakat Jepang yang
kian bertumbuh atas gagasan nuklir ini terpantul pada fiksi populer karya Osamu
Tezuka. Komik Tezuka yang terkenal pula di luar Jepang dikenal dalam tajuk Astro
�185
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Boy, memiliki judul dalam bahasa Jepang Tetsuwan Atomu, yang artinya "Atom
berperisai besi". Di Jepang sendiri, Osamu Tezuka dikenal sebagai The God of 68
Manga. Japan Times mencatatnya sebagai seorang pahlawan, seorang pionir dari
Jepang yang akhirnya bisa berdiri sejajar dengan ilustrator dan animator hebat dunia
seperti Walt Disney. Tezuka mengalami masa kecil semasa Perang Dunia kedua di
Jepang. Ia mengalami langsung peristiwa pengeboman Osaka pada masa Perang
Dunia kedua. Sebelum menerbitkan Astro Boy, Tezuka menulis komik strip yang 69
berjudul Ambassador Atom (di mana tokoh Atom menjadi karakter kedua) pada tahun
1951-1952. Serial komik pendek ini diterbitkan di Shonen Magazine. 70
Komik Astro Boy karya Tezuka yang terbit pertama kali pada 1952 (dan untuk
seterusnya, serialnya secara berkesinambungan terbit seiring kemajuan pembangunan
ekonomi dan teknologi Jepang) menggambarkan sebuah dunia fantasi nan futuristik
yang dibangun dari pemanfaatan energi nuklir. Dalam komik ini, masa depan
dibangun dari pemanfaatan nuklir untuk pembangunan infrastruktur; fasilitas publik,
teknologi untuk kehidupan, alih-alih untuk persenjataan. Dalam karya Tezuka yang
amat digandrungi pembaca Jepang itu, tersebutlah karakter utama bernama Atom.
Atom hidup dalam Keluarga Nuklir, dengan saudara perempuan bernama Uran, atau
yang berarti uranium dalam bahasa Jepang, dan seorang saudara laki-laki bernama
lihat http://origins.osu.edu/article/energy-bright-tomorrow-rise-nuclear-power-japan (diakses 26 Januari 2018)68
lihat: https://www.japantimes.co.jp/culture/2016/08/06/books/book-reviews/life-japans-god-manga/69
#.Wm85RCOB1TY (diakses pada 28 Januari 2018)
lihat: http://tezukaosamu.net/en/manga/13.html (diakses pada 28 Januari 2018)70
�186
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Cobalt, unsur penting lain dalam fisika nuklir. Menurut Nelson, tenaga nuklir telah
berkontribusi dalam membangun utopia masa depan Jepang. Gagasan Tezuka dalam
komik itu secara tidak langsung memiliki irisan kuat dengan propaganda Atoms for
Peace yang digadang-gadang Eisenhower. 71
Gambar 34. Tokoh Atom dalam komik Astro boy berlatar Metro City yang diperingati di Jepang pada tahun 2003. (image copyright: Tezuka Productions)
Jika boleh kita mengkombinasikan dengan merujuk kembali pada Setsuko
Kida, aktivis Woman from Fukushima dalam pengakuannya pada bab sebelumnya,
maka terasa bahwa pemerintah hendak menginterpelasi dengan ideologi ke-Jepang-an
yang memantulkan ilusi atas kemutakhiran teknologi & peradaban; dengan Jepang
lihat http://origins.osu.edu/article/energy-bright-tomorrow-rise-nuclear-power-japan (diakses 26 Januari 2018)71
�187
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang sangat disiplin, sopan, tertib. Meski ironisnya, sisi lain Jepang justru hadir di
jalanan Tokyo dan ruang karaoke pada akhir pekan; ketika frustasi termuntahkan di
gang-gang sempit, kesedihan bersembunyi di balik nada-nada bahagia, kemabukan
dalam compang-camping jas dan baju kerja seorang salary-man yang tertidur
kelelahan di emperan pesing toko-toko yang sudah tutup.
2. Menerawang Ideologi Negara dalam Sejarah Kelekatan Jepang pada Nuklir
Sebagai satu-satunya negara yang pernah mengalami keganasan bom atom,
pilihan pemerintah Jepang pada pengembangan teknologi nuklir bukanlah sebuah
keputusan mudah. Hingga saat ini, Jepang merupakan negara yang paling
bersemangat dalam menyuarakan gagasan pelucutan senjata nuklir di seluruh dunia.
Menurut data yang dipaparkan Kazutoshi Aikawa yang mewakili Direktorat Jenderal
urusan Pelucutan, Non-Proliferasi dan Departemen Ilmu Pengetahuan Kementrian
Luar Negeri Jepang, pemerintah telah memainkan peranan penting dalam
mengkampanyekan gagasan "a world free of nuclear weapons", dengan
mengedepankan prinsip-prinsip: pelucutan senjata nuklir, menghentikan
pengembangbiakan nuklir, penggunaan nuklir untuk perdamaian, dan keamanan
nuklir. Ambivalensi pemerintah Jepang atas teknologi nuklir ini menyiratkan posisi 72
yang sesungguhnya dilematis.
lihat: https://www.jaea.go.jp/04/iscn/activity/2016-11-29/2016-11-29-02.pdf (diakses 7 April 2018)72
�188
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sementara itu, di bawah bayang-bayang Amerika Serikat, kebangkitan Jepang
berhasil ditempuh dengan liberalisasi ekonomi dan ekspansi pasar yang kian terasa
betul pada sektor industri. Situasi ini selayaknya perjanjian iblis yang menuntut
energi besar, dengan pengharapan dan iman pada "teknologi nuklir untuk kepentingan
perdamaian". Pilihan ini bukannya tanpa tumbal, karena penggunaan teknologi
tersebut (untuk perdamaian sekalipun) tetap mengandung konsekuensi atas bencana
nuklir, seperti yang masih kerap menghantui masyarakat Jepang atas pengalaman
pahit tahun 1945 di Hiroshima. Namun, dengan ideologi "Atom untuk Perdamaian"
yang dipropagandakan Amerika Serikat, pemerintah Jepang menggerakkan segenap
aparatusnya untuk melegitimasi dan mempropagandakan "kebaikan" nuklir. Bersama
Amerika Serikat, pemerintah Jepang merubah cara pandang masyarakatnya atas
nuklir; dari momok menjadi jalan keselamatan.
Gambar 35. Perangko propaganda Atoms for Peace
�189
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Aparatus-aparatus ideologis (kolaborasi Jepang-Amerika Serikat) atas ilusi
tentang nuklir sebagai jalan keselamatan termanifestasi melalu segenap institusi dan
media-media pro-pemerintah. Hal ini tepat seperti yang dilontarkan Kuroda, seorang
ibu dari Fukushima dalam bab sebelumnya:
“Media Jepang tidak menuliskan kebenaran. Mereka semua terhubung di balik layar: pemerintah Jepang, korporasi-korporasi media besar, perusahaan listrik, mereka semua. Kami yang memilih para politisi, tiap warga negara, itulah masalahnya. Jika kita tidak berubah, para politisi pun tak akan berubah. Bahkan jika kita melakukan pemilu, kalau kita tetap memilih para politisi yang serupa, kita akan terjebak pada masalah yang sama."
Hal tersebut tentunya bukan perkara baru. Di awal "pertemuan kembali"
Jepang dan nuklir pada pertengahan 50-an, Surat kabar Yomiuri Shimbun dan Nippon
TV Network dengan gencar mempromosikan keunggulan penggunaan "Atom untuk
Perdamaian". Shoriki Matsuatro, seorang anti-komunis yang menjabat presiden dari
kedua media tersebut kemudian terpilih sebagai anggota dari parlemen dalam
panggung legislatif Jepang pada tahun 1955. Ia kemudian diangkat menjadi Menteri
yang menangani energi nuklir dalam kabinet Hatoyama. Profil yang dimiliki Shoriki
sangat cocok dan kuat untuk menyokong agenda nuklir dan strategi perang dingin
Amerika Serikat di Jepang. Shoriki kemudian menjabat sebagai direktur dari sebuah
departemen untuk IPTEK yang dengan begitu penuh gairah mempromosikan energi
nuklir di Jepang, berkolaborasi dengan para politisi pro-nuklir. Ironisnya, propaganda
media atas keselamatan nuklir yang digawangi Shoriki Matsutaro pada tahun 1955
�190
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sesungguhnya bersamaan dengan merebaknya sentimen dan protes anti-nuklir besar-
besaran oleh masyarakat Jepang (Tanaka, 2011).
Pemerintah Jepang, dengan dukungan Amerika Serikat juga menggunakan
kanal-kanal kebudayaan sebagai aparatus ideologis mereka atas ideologi
"Pemanfaatan Energi Nuklir untuk Perdamaian". Dengan dukungan pemerintah
Amerika Serikat, Shoriki mengorganisir sebuah rangkaian pameran berjalan yang
mampir di sejumlah kota di Jepang, salah satunya Hiroshima pada Mei-Juni 1956.
Menurut Tanaka, pameran yang diselenggarakan di Hiroshima sendiri disaksikan 110
ribu orang yang kebanyakan adalah anak-anak. Zwigenberg (2012) menjelaskan
bahwa pameran Atoms for Peace yang diselenggarakan 27 Mei 1956 di Hiroshima
merupakan salah satu komponen kunci dalam rencana Amerika Serikat untuk
menghadirkan kembali atom di Jepang, kali ini dengan proyeksi untuk percepatan
kemajuan (perekonomian) dan menyembuhkan Jepang dari "alergi nuklir". Pameran
ini merupakan upaya strategis untuk melegitimasi pengembangan masa depan energi
atom, mengingat bahwa Jepang terlampau tergantung dengan impor sumber energi
minyak bumi dan gas alam. Hal ini telak seperti ditegaskan Ran Zwigenberg dalam
tulisannnya 'The Coming of a Second Sun: The 1956 Atoms for Peace Exhibit in
Hiroshima and Japan's Embrace of Nuclear Power �.%�)-� 55!$
"#�-���������+��-���� ( 2012):
�191
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
"The exhibit was instrumental in solidifying the dominant Japanese view that atomic energy was a legitimate, indeed essential, source of energy in a Japan that relied heavily on imported oil and natural gas."
Menurut Kuznick, klaim pemerintah---pasca kampanye pemanfaatan Atoms
for Peace---yang menyatakan bahwa telah banyak warga Jepang yang pulih dari
trauma atom sesungguhnya merupakan anggapan yang terlalu terburu-buru. Kuznick
mencatat bahwa pada kenyataannya sejumlah kelompok sayap kiri dan serikat buruh
bereaksi bersama masyarakat. Kuznick juga mencatat bahwa pada April 1956, masih
ada 60% penduduk Jepang yang tetap meyakini bahwa energi nuklir akan lebih
banyak membawa petaka ketimbang faedah (Kuznick, 2011).
Reproduksi ideologi berjalan dalam tubuh institusi pemerintahan di Jepang,
dan hal ini erat pula kaitannya dengan kepemimpinan dan ketokohan yang
berkelindan dengan tradisi kepatuhan dan hirarkis khas elit Jepang. Seperti yang
telah saya paparkan pada bab sebelumnya, dalam pengamatan saya selama berada di
Jepang, fenomena eksekutif yang menduduki jabatan publik hingga pensiun
merupakan hal yang jamak terjadi. Seperti halnya Shinichi Aida yang menjabat wali
kota Moriya hingga pensiun, Masaru Hashimoto, mantan Gubernur Ibaraki, juga
menjabat hingga pensiun sepanjang 6 periode. Di mata warga Moriya, kedekatan
relasi wali kota Moriya dengan gubernur prefektur diibaratkan selayaknya relasi
keluarga.
�192
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 36. Ilusrasi tata ruang dalam brosur resmi pameran nuklir. Tampak dalam penataan yang sangat dipertimbangkan dengan hati-hati tersebut, pengunjung bisa menelusuri sebuah pameran futuristik, dan melihat segenap kemungkinan dari pemanfaatan atom untuk pertanian, obat-obatan, ekspedisi ruang angkasa, dan bidang-bidang lain. Imajinasi atas pemanfaatan atom yang tergambar dalam brosur ini agaknya mengingatkan kita kembali pada citraan yang kerap hadir pula dalam panel-panel komik Astro Boy karya Tezuka.
Sumber gambar: Genshiryoku heiwa ryo no shiori (Tokyo: USIS, 1955, dalam Zwigenberg, 2012)
Sebagai tambahan, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, yang menjabat sejak
2012 hingga hari ini, juga merupakan cucu dari Nobusuke Kishi, Perdana Menteri
Jepang yang memperjuangkan perjanjian kerjasama kontroversial di bidang
�193
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keamanan antara Amerika-Jepang (Security Bills)---ironisnya, Nobusuke Kishi
sebelumnya dicatat Amerika Serikat sebagai penjahat perang kelas A pada paska PD
II. Semasa masih hidup, Nobusuke Kishi juga menjabat pada dua periode
kepemimpinan. Iklim suksesi kekuasaan yang demikian berlangsung di tengah 73
sistem demokrasi Jepang yang tertib menyelenggarakan pemilu setiap 4 tahun sekali.
Paska kasus kebocoran reaktor PLTN Fukushima 2011, aparatus ideologis
juga bergerak dan memainkan peran penting dalam mempertahankan utopia masa
depan nuklir Jepang. Hal ini seperti yang dijelaskan Hasegawa Kenji pada bab
sebelumnya, ketika ia melihat bagaimana kepala daerah justru mendatangkan para
ahli untuk menenangkan warga yang cemas dengan resiko nuklir:
"Kalau kukenang kembali, wali kota kami telah membuat sebuah kesalahan yang luar biasa besar. Sebagai kepala desa, ia membuat keputusan yang sangat keliru. Wali kota menutup telinga dari ilmuan yang mengatakan bahwa Iitate merupakan daerah yang berbahaya (karena kehadiran PLTN). Alih-alih, ia justru mengumpulkan para ahli dari seluruh negeri untuk meyakinkan kami bahwa tempat ini amatlah aman. Mereka bilang tak ada yang perlu dikhawatirkan. Merekat terus mengajak kami untuk ‘santai saja’. Wali kota menolak ide untuk evakuasi. Tidak ada orang yang pergi dari tempat ini, meski radiasi saat itu berada di angka tinggi.”
Sejajar dengan kekecewaan Kenji, kemarahan Naoto pada sepupunya sendiri
yang bekerja di PLTN TEPCO meresonansikan bagaimana interpelasi atas ide "Atoms
for Peace" ini telah mengakar dalam dan kuat. Kekuatiran pertama atas bencana
lihat: http://www.nytimes.com/1987/08/08/obituaries/nobusuke-kishi-ex-tokyo-leader.html (diakses 26 Januari 73
2018)
�194
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang mungkin terjadi di tengah mereka, justru dibayangkan bersumber pada senjata
nuklir Korea Utara, alih-alih dari PLTN Jepang:
"... Begitulah para pegawai Tepco. Otak mereka telah dicuci. Mereka menjadi pemuja yang berlebihan. Orang-orang itu percaya bahwa PLTN sepenuhnya aman dan anti-celaka. Bahkan ketika ledakan terjadi, mereka mengira itu berasal dari misil yang diluncurkan Korea Utara. Buat mereka PLTN tak bisa meledak!
Jalinan relasi kekuasaan pemerintah dan media sebagai aparatus ideologis
tampaknya menjadi formulasi yang repetitif. Di tengah kemelut panik kebocoran
nuklir Fukushima saat itu, Pemerintah Jepang melalui seluruh media nasional justru
menginterpelasi warga melalui iklan layanan masyarakat dengan karakter-karakter
kartun lucu yang mengajak audiens untuk tetap selalu ramah pada tetangganya. Iklan
dengan karakter monster-monster penuh warna yang imut-imut itu mengajak
masyarakat untuk selalu menjaga sopan santun dengan tak lupa menyapa selamat pagi
(ohayou), selamat siang (konichiwa), selamat petang (konbawa), serta untuk tak
pernah lupa berterima kasih (arigatou). Imajinasi atas Jepang yang "santun" seolah
dipaparkan terus-menerus untuk menghadapi tragedi ini.
Ironisnya, seperti yang dipaparkan dalam bab sebelumnya; alih-alih
menenangkan, iklan yang diputar berulang-ulang ini justru menjadi penanda
kengerian di benak masyarakat Jepang. Tomoko, salah seorang informan saya
mengalami sebuah gejala psikosomatik. Ia merasa mual manakala ia menyaksikan
kembali iklan tersebut.
�195
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Menganalisis Ilusi "Atoms for Peace", Rezim Kebenaran Baru di Masa Perang Dingin
"Atoms for Peace" merupakan sebuah wacana yang akan diperiksa ulang
dalam bagian ini. Gagasan "Atoms for Peace" (Atom untuk Perdamaian) yang
diperkenalkan Eisenhower dan diafirmasi oleh Jepang bisa dinyatakan sebagai
suksesi atas gagasan atom yang sebelumnya menjadi pengalaman traumatik
masyarakat Jepang; pengalaman atom sebagai sebuah pengalaman kehancuran, atom
sebagai sumber malapetaka. Oleh Amerika Serikat, wacana "Perdamaian"
dihadirkan sebagai sebuah konsep baru paska Perang Dunia II, sebagai suatu "objek"
yang melekat dalam pewacanaan teknologi pengembangan atom. Konsep ini tidak
bisa berdiri sendiri, ia perlu dibangun dan didukung oleh serangkaian wacana dan
perangkat pengetahuan.
Dalam kasus Jepang pada pertengahan-akhir '50an, melalui konsep "Atoms for
Peace", kenangan lama dan pemaknaan masyarakat atas nuklir dirombak ulang oleh
pemerintah dan digunakan dengan cara yang baru, sebagai sebuah konsep baru;
mengubah posisi atom dari momok menjadi pengharapan. Dalam konteks tersebut,
konsep "Perdamaian" bergerak bersama "Atom" menjadi suatu rezim kebenaran baru.
Sebagai langkah awal, pembahasan akan berfokus pada bagaimana "Perdamaian" dan
"Atom" dibicarakan, dibahasakan dalam praktik diskursif.
�196
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pidato yang bertajuk Atoms for Peace (the 470th Plenary Meeting of the
United Nations General Assembly, Selasa, 8 Desember 1953, 14:45 [bisa dilihat pada
bagian lampiran]) yang ditawarkan oleh Eisenhower---perlu dibaca sebagai sebuah
praktik diskursif, di mana pidato ini telah menjadi pijakan krusial atas serangkaian
kebijakan internasional (yang didukung oleh PBB) dalam mewacanakan pemanfaatan
teknologi atom untuk kepentingan non-militer sejak periode perang dingin.
Pidato dan gagasan "Atoms for Peace" telah menjadi dasar historis atas
penciptaan realitas baru dari pemanfaatan teknologi nuklir ke ranah non-militer.
Sebagai gambaran untuk melakukan kodifikasi, dalam praktik diskursif tersebut kata
"Peace" disebutkan sebanyak 26 kali, di mana sebanyak 13 kali bernaung dalam
"Peaceful", sedangkan kata "Atom" dihadirkan sebanyak 32 kali. Berikut adalah
sampel dan kodifikasi yang telah dipilih dengan hati-hati, diikuti dengan analisis teks
yang merepresentasikan corpus gagasan "Atoms for Peace" dari pidato Eisenhower
tersebut:
�197
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kata Kalimat & Analisis Teks
Peace "Thisweshalldointheconvic3onthatyouwillprovideagreatshareofthewisdom,ofthecourageandofthefaithwhichcanbringtothisworldlas3ngpeaceforallna3ons,andhappinessandwell-beingforallmen.
Eisenhower menggunakan elas;sitas kata "we" (kami) untuk membawa
persoalan nuklir menjadi masalah "bersama", yaitu pertama-tama pada
segenap negara par;sipan konferensi, dan lebih umumnya kepada seluruh
dunia. Dan pada tataran tertentu mengambil jarak dengan menggunakan
kata "we" (kami), "I" (saya),maupun "United States" untukmemposisikan
"Amerika Serikat" dalam kuasanyamembedakan diri dengan "you"(kamu),
yaitu negara par;sipan/audiens dalam pidatonya yangmenjadi objek atas
pernyataan/instruksi.
�198
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
"Somycountry'spurpose is tohelpus tomoveoutofthedarkchamberofhorrorsintothelight,tofindawaybywhichthemindsofmen,thehopesofmen,thesoulsofmeneverywhere, canmove forward towardspeaceandhappinessandwell-being."
Dalam kalimat yang sarat metafora tersebut, Amerika Serikat diposisikan
sebagai subjek dalam struktur (kalimat). Kata "to help"merepresentasikan
posisi (subjek) dan kemampuan serta kekuasaan Amerika Serikat untuk
menyelamatkan"dunia"(us/kitasemuasebagaiobjek),yangdalamretorika
tersebut digambarkan "sedang terperosok dalam kegelapan dan
memerlukanjalankeluar"(tomoveoutofthedarkchamberofhorrorsinto
the light), memerlukan harapan dan memerlukan pertolongan untuk bisa
bergerak menuju "kedamaian" dan "kebahagiaan". Amerika Serikat ibarat
sedangmemposisikandiri sebagai pemimpin kawananatau "pack leader"
dari"domba-dombatersesat",dalamnuansadanrasakalimatyang"religius"
dan"padatmoral".
�199
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
"The United States would seek more than the merereduc3onorelimina3onofatomicmaterialsformilitarypurposes. It is not enough to take thisweaponout ofthehandsofthesoldiers.Itmustbeputintothehandsofthosewhowillknowhowtostrip itsmilitarycasingandadaptittotheartsofpeace."
AmerikaSerikat(Subjekkalimat)---dalamrelasinyadenganposisiyangtelah
dibangun sebelumnya (interteks), yaitu sebagai "pemimpin kawanan"---
memposisikan diri bertanggungjawab untuk mengawal proses pelucutan /
eliminasi material atom untuk kepen;ngan militer. Pada saat yang
bersamaan, membuat sebuah retorika yang bersifat instruksi (dengan
menggunakan kata "must be"), untuk memberikan material atom kepada
pihak (negara) yang mampu mengendalikan ambisi militernya dan
menggunakannyauntukkepen;nganperdamaian.
Atom / Atomic
"Myrecitalofatomicdangerandpower isnecessarilystated in United States terms, for these are the onlyincontrover3ble facts that I know, I need hardly pointout to this Assembly, however, that this subject isglobal,notmerelyna3onalincharacter."
Eisenhower memberikan penegasan bahwa standar-standar pengendalian
teknologi nuklir yang dia pakai dalam prak;k diskursif ini menggunakan
paradigmaAmerikaSerikat,dimanapernyataaniniditujukansecaraglobal,
yaitukepadanegaraselainAmerikaSerikatsebagaiobjekpernyataan.
�200
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 4. Sampel Analisis Teks Pidato "Atoms for Peace" yang Menjadi Dasar Historis atas Gagasan Pemanfaatan Teknologi Nuklir ke Ranah Non-Militer.
"Butthedreadsecretandthefearfulenginesofatomicmightarenotoursalone."
PadapotonganpernyataaninikembaliditekankanolehEisenhower(Amerika
Serikat),[subjek pernyataan], bahwa "rahasia atom sebagai sebuah mesin
mema;kan" merupakan tanggungjawab bersama [objek] (ours / Amerika
Serikatdanseluruhpar;sipanyanghadirdalampidato).
"To the making of these fateful decisions, the UnitedStates pledges before you, and therefore before theworld, its determina3on to help solve the fearfulatomicdilemma-todevoteitsen3reheartandmindtofindingthewaybywhichthemiraculousinven3venessof man shall not be dedicated to his death, butconsecratedtohislife."
Disematkanlahdalamkalimatpenutuppidato ini, perananAmerika Serikat
[subjek], dalam posisi hirarkisnya terhadap negara par;sipan konfrensi
(before you), dan terhadap seluruh dunia (before the world), sebuah
peranan ak;f (mengulangi kalimat pembuka pidatonya) untuk
menyelamatkan (dunia) dari ketakutan dilema;s atas (teknologi) atom.
Dalam nuansa kalimat yang relijius, Amerika Serikat memposisikan diri
sebagai juru selamat yang siap "mendevosikan" ha; dan pikirannya (bagi
seluruh dunia) untuk mengawal pemanfaatan teknologi nuklir kepada
kehidupanalih-alihkema;an.
�201
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam pidato tersebut tampak jelas sudah bagaimana Amerika Serikat
memposisikan diri dalam proposalnya atas wacana "Atoms for Peace" yang ditujukan
bagi seluruh dunia, dan bagi "kemanusiaan" dalam perspektif Amerika Serikat. Secara
spesifik Eisenhower juga menjabarkan tentang penggunaan teknologi atom untuk
keperluan non-militer (termasuk sebagai suplai bagi kebutuhan tenaga listrik)
sebagaimana tersemat dalam potongan pidatonya:
"[...] The more important responsibility of this atomic energy agency would be to devise methods whereby this fissionable material would be allocated to serve the peaceful pursuits of mankind. Experts would be mobilized to apply atomic energy to the needs of agriculture, medicine and other peaceful activities. A special purpose would be to provide abundant electrical energy in the power-starved areas of the world.
Thus the contributing Powers would be dedicating some of their strength to serve the needs rather than the fears of mankind.
The United States would be more than willing - it would be proud to take up with others "principally involved" the development of plans whereby such peaceful use of atomic energy would be expedited."
Dalam konteks sosial (pada ranah global) perjumpaan kembali Jepang dengan
sang nuklir, "Perdamaian" (Peace) dihadirkan dalam konteks sosiohistoris yang
spesifik; Peace yang ditawarkan Amerika Serikat dan diamini oleh Jepang, tidak
hanya dimaknai sebagai situasi ketiadaan perang semata. Gagasan "Perdamaian" yang
ditawarkan Amerika Serikat dalam konteks Perang Dingin mengandung pula
pembayangan atas realitas yang sarat dengan agenda politik kekuasaan pemenang
�202
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perang Dunia II tersebut saat itu, yaitu: "propaganda anti-komunisme" dan
"penyebaran ide kapitalisme & ekonomi liberal". Misalnya bisa dilihat dari potongan
kutipan Eisenhower pada bagian lain dari pidatonya yang sama:
"We never have, and never will, propose or suggest that the Soviet Union surrender what rightly belongs to it. We will never say that the peoples of the USSR are an enemy with whom we have no desire ever to deal or mingle in friendly and fruitful relationship."
Ada suatu teks tersembunyi, di mana Amerika Serikat ingin
"menyeimbangkan" kekuatan pengembangan teknologi nuklir yang diberdayakan Uni
Soviet, musuh ideologisnya, dengan mengajak sejumlah negara sekutunya untuk ikut
membudidayakan teknologi ini, mengurangi kadar ancaman yang memungkinkan
dalam ketegangan perang dingin. Kemajuan dan pemberdayaan nuklir untuk industri
pertanian, kesehatan, dan pembangkit listrik yang dinyatakan Eisenhower dalam
konteks sosio-politik saat itu berarti merujuk pada suatu tatanan ekonomi liberal yang
berjejaring dengan patronase Amerika Serikat yang digdaya.
Sebagai "objek wacana", "Perdamaian" kembali hadir dalam sejumlah retorika
yang diartikulasikan oleh otoritas Jepang. Foucault menegaskan bahwa pewacanaan
juga harus melibatkan wilayah ingatan (field of memory), serangkaian pijakan masa
lalu yang bisa memperkuat kehadirannya dalam penggunaannya sekarang. Aspek ini
hadir awalnya dalam retorika Thomas E. Murray, mewakili Atomic Energy
Commission (AEC) dalam pernyataannya pada Oktober 1954. Seperti dikutip
�203
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Zwigenberg (2012) dari Times Magazines terbitan Oktober 1954, Murray
mengatakan bahwa Jepang adalah satu-satunya tanah yang tersapu oleh kobaran api
putih sang atom. Dalam patri kenangan Hiroshima dan Nagasaki yang begitu jelas,
pembangunan sumber energi atom di Jepang tentulah akan menjadi suatu langkah
dramatis, namun sekaligus bersifat Kristiani . Ia ibarat sebuah monumen bagi 74
teknologi manusia, juga segala niatan baik. Pembangunan sumber energi atom ini
akan menjadi penegas bagi dunia yang terbelah, bahwa kegairahan pada energi nuklir
bukanlah semata-mata untuk persenjataan saja. Sebuah pernyataan otoritas
Hiroshima pada pertengahan 1950-an yang dimoncongi oleh Walikota Hamai Shinzo,
kiranya bisa dilihat pula kemudian sebagai upaya pewacanaan baru atas nuklir yang
melandaskan pijak pada ingatan. Hal ini kian tampak ketika Hiroshima sempat
dikandidatkan untuk menjadi daerah pertama bagi konstruksi pembangkit tenaga
nuklir pertama di Jepang (meski proposal itu kemudian ditolak oleh administrasi
Eisenhower). Wali kota Shinzo mengatakan bahwa kenyataan manakala Hiroshima
kelak menjadi kota bertenaga nuklir pertama, diklaim akan memberikan ketenangan
bagi jiwa-jiwa mereka yang telah tiada. Menurut Shinzo, rakyat akan melihat
bagaimana kematian digantikan dengan kehidupan. (Hiroshima Shi dalam
Zwigenberg, 2012).
nuansa "religius" ini menemui paralelitasnya dengan istilah "devosi" yang dipakai Eisenhower dalam pidato 74
"Atoms for Peace" untuk mendudukan Amerika Serikat sebagai "sang juruselamat", "sang penolong", atau "pembawa terang" bagi dunia yang baginya sedang berada dalam kegelapan.
�204
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Paska melubernya radiasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
Fukushima, "Perdamaian" sebagai "objek" juga masih tetap dipakai PM Jepang
Shinzo Abe dalam pidatonya di PBB pada tahun 2013. Dalam pidato untuk sesi
pembukaan High-Level Meeting of General Assembly on Nuclear Disarment pada 26
September 2013 di New York tersebut, Abe kerap merujuk kembali pada kenangan
atas Hiroshima, dengan tanpa sama sekali menyinggung tentang tragedi nuklir
Fukushima yang masih berlangsung. Dalam pidato tersebut, Abe menggunakan
retorika lama Eisenhower tentang "Perdamaian", dan menegaskan agenda Jepang
yang saat ini berfokus pada masa depan, pada laju persiapan penyelenggaraan
Olimpiade 2020. Berikut pernyataan Shinzo Abe yang dikutip dari penghujung
pidatonya : 75
"[...] Symbolically, Hiroshima and Nagasaki will commemorate the 70th anniversary of those tragic events in 2015 when the next NPT Review Conference will be held. I would like to appeal to all of you present here today that your political leadership is indispensable for pushing forward nuclear disarmament. In addition, the date of the 2020 Summer Olympic and Paralympic Games in Tokyo, which was recently decided, coincides with the annual memorial ceremonies in Hiroshima and Nagasaki. I would like to make the Tokyo Olympic and Paralympic Games a sports festival where we think of peace together with citizens around the world. To conclude my statement, I would like to stress that the time has come for both nuclear-weapon states and non-nuclear-weapon states to overcome their differences and unite in their efforts as a whole to achieve the total elimination of nuclear weapons."
lihat: http://www.un.org/en/ga/68/meetings/nucleardisarmament/pdf/JP_opening_en.pdf (diakses 28 Januari 75
2018)
�205
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam memetakan relasi antara subjek dan pernyataan, Foucault menjelaskan
bahwa subjek sosial yang memproduksi suatu pernyataan bukanlah entitas yang
berdiri di luar pewacanaan itu sendiri. Sebagai sumber pernyataan, subjek berdiri
dalam fungsi kontra dari pernyataannya sendiri. Oleh karenanya, suatu pernyataan
sesungguhnya melingkupi dan tertuju pula untuk subjek penutur (produsen
pernyataan), dalam tataran tertentu. Fairclough memberi penekanan, bahwa untuk
menganalisis relasi antara subyek (penutur) dan wacana, kita perlu melihat dengan
kritis: posisi apa yang akan diperoleh suatu individu ketika ia menjadi subjek atas
wacana yang dituturkannya (Foucault 1972, 95-6, dalam Fairclough 1992, 43).
Pidato "Atoms for Peace" Eisenhower dalam the 470th Plenary Meeting of the
United Nations General Assembly pada Selasa, 8 Desember 1953 bisa diletakkan
sebagai suatu praktik diskursif. Dalam suatu praktik diskursif, subjek (penutur)---
dalam hubungannya dengan wacana tertentu, memiliki sumbangsih dalam
membentuk rezim. Aktivitas diskursif ini mengambil bentuk dalam praktik
menjelaskan sesuatu, membentuk hipotesa, merumuskan peraturan, pengajaran, dan
lain-lain. Jika Fairclough memberi contoh berupa suatu praktik pengajaran (ada
subjek yang berperan sebagai "guru" dan "murid", dan ada "objek" yang dihadirkan
dalam relasi yang berlangsung pada praktik diskursif tersebut), maka Amerika Serikat
yang diwakili Presiden Eisenhower berdiri sebagai subjek, dalam payung institusi
PBB, menghadirkan objek "Perdamaian" kepada "seluruh dunia"---yang diamini
�206
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jepang---melalui pengembangan teknologi atom. Amerika Serikat sebagai produsen
atas gagasan tersebut berdiri dalam fungsi kontra dari pernyataannya sendiri. Pada
dirinya sendiri, faktanya Amerika Serikat memiliki seluruh teknologi dan potensi
untuk menjadikan Atom sebagai sarana "Persenjataan Perang" alih-alih "Perdamaian".
Hal ini bisa dilihat pada makna tersembunyi dari penghujung Pidato Eisenhower
dalam kutipan berikut:
"[...] Against the dark background of the atomic bomb, the United States does not wish merely to present strength, but also the desire and the hope for peace.The coming months will be fraught with fateful decisions. In this Assembly, in the capitals and military headquarters of the world, in the hearts of men everywhere, be they governed or governors, may they be the decisions which will lead this world out of fear and into peace."
Menurut Kuznick dalam Bulletin of the Atomic Scientist (2011), di bawah
selimut "Atom untuk Perdamaian", Eisonhower telah melangsungkan percepatan dan
pengembangan sembrono teknologi nuklir dalam sejarah umat manusia. Semasa
kepemimpinannya, gudang persenjataan Amerika Serikat telah mengekskalasi
persenjataan nuklir dari angka 1000 menjadi 22000. Tak berhenti di situ, paska
selesainya kepemimpinan Eisenhower, senjata nuklir pemusnah masal Amerika
Serikat tercatat tumbuh hingga angka 30000 pada masa kepemimpinan Presiden
Kennedy. Menurut Kuznick, kekuatan dan potensi penghancuran yang dimiliki
�207
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Amerika Serikat pada 1961 dengan senjata nuklir telah setara dengan 1.360.000 bom
yang pernah meledak di Hiroshima. 76
Untuk menghadirkan gagasan tentang "atom" dalam wajah baru yang lebih
berpengharapan, dibutuhkanlah serangkaian perangkat institusional dan otoritas yang
bisa memperkuat kehadirannya. Otoritas (dalam hal ini adalah persekutuan antara
Pemerintah Jepang dan Pemerintah Amerika Serikat, serta PBB) berposisi sebagai
subjek yang berperan besar dalam pembentukan wacana nuklir di Jepang. Kampanye
Atoms for Peace tahun 1955 di Jepang misalnya, didukung oleh mentri Ishibazi
Tanzan, dengan dibuka oleh sang perdana menteri saat itu, Hatoyama Ichiro. Seperti
yang sebelumnya telah dipaparkan, gagasan ini diamplifikasi oleh media cetak dan
televisi nasional maupun regional, dengan kolaborasi strategis bersama pemerintah,
menjangkau 2,5 juta khalayak.
B. Warga yang Berdaya, Warga yang "Menyimpang"
Sesungguhnya di balik kemenangan pewacanaan Atoms for Peace yang
memiliki konsekuensi pengembangangan teknologi nuklir di Jepang secara besar-
besaran sejak paruh abad 20, tak sedikit warga yang telah bersuara dan menyatakan
sikap penolakannya---bahkan sejak awal pengembangan teknologi ini digagas. Pada
periode yang sama dengan ramainya polemik atas atom untuk perdamaian di Jepang,
lihat: https://thebulletin.org/japans-nuclear-history-perspective-eisenhower-and-atoms-war-and-peace-0 (diakses 76
pada 25 Januari 2017)
�208
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada bulan Maret 1954 telah terjadi sebuah kecelakaan akibat uji-coba energi nuklir
dalam wujud bom hidrogen yang tengah dikembangkan oleh Amerika Serikat. Uji
coba senjata yang dilakukan Amerika Serikat di Bikini Atoll meleset sejauh 85 mil,
dan akhirnya berimbas pada terkontaminasinya 236 warga Pulau Marshall dan 23
nelayan Jepang yang tengah melaut di atas kapal sipil pencari ikan Daigo Fukuryu
Maru atau Lucky Dragon no. 5 (Kuznick 2012). Kejadian tersebut memantik protes
anti-nuklir besar-besaran di Jepang. Ironisnya, di saat yang sama Amerika Serikat
sedang melakukan persiapan program "pemanfaatan energi nuklir untuk perdamaian"
di Jepang. Dalam catatan Yuki Tanaka & Peter Kuznick (2012), tragedi yang
menimpa Daigo Fukuryu Maru telah memantik ledakan protes anti-nuklir pada tahun
1955, ditandai dengan terkumpulnya 32 juta tanda tangan petisi di negara itu, di mana
1 juta tanda tangan sendiri terkumpul dari Prefektur Hiroshima.
Namun memang pada pertengahan 1950an, kondisi Jepang yang
mengidamkan kemajuan gaya Barat (dalam kondisi kekurangan sumber energi dan
bergantung besar pada impor minyak dan gas alam), ditambah lagi ketegangan Perang
Dingin dan patronase kuat Amerika Serikat, gambaran jalan keselamatan melalui
nuklir seolah hadir sebagai jalan satu-satunya yang menggoda untuk ditempuh.
Pemerintah mensirkulasikan ideologi barunya atas nuklir dengan jalur-jalur
kebudayaan (dari atas), merubah cara orang melihat masa depan dan masa lalu
dengan melibatkan teknologi atom dalam keseharian hidup orang Jepang. Di tengah
�209
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
situasi yang tampak seolah penuh harapan tersebut, pengambilan keputusan atas
teknologi cenderung tidak melibatkan rakyat. Rakyat hanya bisa bereaksi atas
keputusan-keputusan pemerintah, namun tidak bisa merubah apapun. Sementara itu,
pemerintah dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terus menggerogoti kesadaran
dan menginterpelasi para warga Jepang, mengajak warga melihat diri mereka sebagai
bagian dari kemajuan dan kebangkitan kembali, dengan teknologi nuklir sebagai jalan
terang pengharapan menuju utopia masa depan Jepang.
Tak bisa dipungkiri, pengembangan teknologi nuklir yang niscaya, telah
mengentaskan Jepang dari keterpurukan. Dengan nuklir sebagai sumber energi,
perekonomian Jepang mampu tumbuh pesat. Jepang segera bangkit, melaju menjadi
negara maju. Akan tetapi, kemajuan ini agaknya perlu dilihat pula dengan lebih kritis.
Adakah efek samping sosial dari kemajuan Jepang? Benarkah ini kemajuan yang
diidam-idamkan warganya? Chantal Mouffe setidaknya mengingatkan tentang
modernitas sebagai sebuah proyek politis yang bersamanya menyimpan kerancuan
terhadap konsep "liberalisme" yang mengikutsertakan kapitalisme dan demokrasi.
Inilah sekiranya kegagapan yang bisa jadi diderita Jepang. Mouffe menegaskan
bahwa penting untuk melakukan pembedaan atas tradisi liberal dan demokrasi.
Mouffe memberikan penekanan bahwa perlu untuk melakukan pembedaan atas
demokrasi dan liberalisme, termasuk antara liberalisme politik dan liberalisme
�210
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ekonomi. Mouffe mengingatkan akan kesalahan yang kerap terjadi; antara 77
kebingungan atas "modernitas politik" dan "modernitas sosial" yang mau tak mau
diusung melalui pertumbuhan dari hubungan produksi yang kapitalistik (Mouffe,
1993: 10-11).
Catatan Mouffe tersebut penting untuk memeriksa ideologi pemerintah Jepang
dalam pengambilan keputusan atas pengembangan teknologi nuklir. Gagasan
modernitas yang diusung pemerintah Jepang di bawah patronase Amerika Serikat
merupakan kerancuan yang diwaspadai Mouffe. Pemerintah Jepang agaknya melahap
gagasan modernitas semata-mata dengan pijakan liberalisme ekonomi yang
kapitalistik, tanpa melibatkan suara masyarakat, menjadikannya cacat dalam
perspektif demokrasi dan liberalisme politik. Alih-alih memberikan ruang negosiasi
dalam pengambilan keputusan, Jepang bersama Amerika Serikat menerapkan
kebijakan secara top-down, nyaris tanpa ruang kritik. Menarik kemudian untuk
mengaitkan dan membayangkan agensi warga dalam ruang sosial tersebut, terutama
ketika selama ini Jepang kerap digambarkan sebagai negara yang berhasil
mengawinkan modernitas dan tradisi. Dalam pengamatan dan pengalaman saya,
hirarki sosial dan pola relasi yang bersifat patron-klien justru merupakan sesuatu yang
inheren dalam tradisi (sosial-politik) Jepang. Maka bisa dibayangkan bentuk-bentuk
Mouffe sepakat dengan Macpherson yang menunjukkan bahwa keadaan tersebut terartikulasikan hanya pada 77
abad 19, dan dalam kelanjutannya hal ini tak pernah lagi berelasi.
�211
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kepatuhan dan relasi "tradisional" yang kaku, yang justru terjadi dalam
pengorganisasian "modern" dalam kapitalisme di Jepang.
Gempa besar tahun 2011 sempat meruntuhkan pengharapan masa depan yang
dijanjikan teknologi nuklir. Rentetan serial bencana alam yang disusul meledaknya
reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Fukushima mau tak mau kembali
mengingatkan Jepang akan mimpi buruk hidup bersama radiasi atom. Kemarahan
rakyat akhirnya kembali meletup, dan suara-suara "yang hilang" mulai muncul lagi ke
permukaan. Reaksi warga yang bersikap menolak keras teknologi atom menggaung
kian keras.
Tapi, seperti halnya radiasi, sikap pemerintah Jepang yang dingin dan terkesan
menanggapi sambil lalu hadir sebagai lagu lama. Setidaknya demikianlah yang
tampak dari kesaksian sejumlah warga seperti yang terpaparkan dalam bab
sebelumnya. Pembersihan limbah radioaktif dengan penimbunan sampah-sampah
organik yang dibungkus dengan material khusus di dalam tanah akhirnya terbaca
sebagai sebuah upaya sia-sia; hal yang (paling tidak) "bisa dilakukan" dalam
ketiadaan solusi, sebuah upaya yang lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa.
Dalam situasi tersebut warga Jepang mengambil sikap dan bereaksi dengan
caranya sendiri, bahkan pada titik tertentu siap memasang badan, berhadapan dengan
negara. Sikap sejumlah warga justru mampu melampaui ide modernitas yang selama
ini diamini penguasa Jepang dengan sembrono---yang secara sempit
�212
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengartikulasikannya dalam bingkai kemajuan ekonomi yang kapitalistik semata.
Sikap para warga yang demikian, dengan meminjam pendekatan Mouffe, justru
menjadi cerminan modernitas warga dalam level politik, ketika relasi sosial
mengambil bentuk dan tertata secara simbolis.
1. Warga yang Tak Sejalan dengan Negara
Suara-suara warga (yang punya seberangan cara pandang) atas teknologi
nuklir kerap hanyut begitu saja, seolah lolos dari pendengaran dan pandangan
pemerintah. Tak melulu aksi demonstrasi yang hadir di jalanan, namun praktik hidup
sehari-hari warga yang tak sejalan (dengan ideologi negara atas nuklir) sesungguhnya
juga layak dibaca sebagai sebuah sikap politis. Namun lebih jauhnya, politis dalam
artian bagaimana? Dalam situasi yang sarat ketidakberdayaan tersebut, lantas di
manakah posisi warga Jepang? Bagaimana pula membaca dan menempatkan sikap
warga yang menolak kebebalan pemerintah dalam proyeksi "sepihaknya" atas
kemajuan dan modernitas melalui pengembangan teknologi nuklir? Di sinilah kita
perlu menelusurinya dengan menengok lebih jauh pada pemisahan konsep politics
dan the political yang dibedakan oleh Chantal Mouffe.
Pada konsep "the political" yang ditawarkan Mouffe, praktik-praktik warga
yang berdaya terutama dalam kemampuan mereka bersuara dan menegaskan sikap
politik mereka atas nuklir bisa ditempatkan untuk dibaca lebih jauh. Para warga yang
�213
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menolak ideologi negara atas nuklir, pada saat yang bersamaan telah mengambil jarak
bersebrangan dengan politik parlemen, dengan kebijakan pemerintah. Dalam
kacamata "politics" (as police), bisa jadi orang-orang ini merupakan kelompok
masyarakat yang "subversif", namun di saat bersamaan tindakan ideologis mereka
bisa diterima dalam perspektif "the political".
Warga yang mengambil sikap anti-nuklir bisa dibilang telah melakukan
"penyimpangan" terhadap ideologi negara. Warga-warga tersebut memposiskan diri
dalam antagonisme dan konflik terhadap ideologi negara. Seperti yang dipaparkan
dalam bab sebelumnya, hal inilah yang dilakukan para perempuan yang
mengorganisir diri dalam Women from Fukushima, Naoto Matsumura yang memilih
menetap sebatang kara di Tomioka yang berselubung radiasi tingkat tinggi, Miyoko
Enomoto yang membuat kartu pos untuk menjaga ingatannya, Teruaki Yamanoi yang
membuat puisi untuk dirinya sendiri, ataupun Mizuho yang tak pernah lelah berkisah
tentang "rahasia" pendaman sampah radioaktif di depan kantornya. Mereka inilah
yang dikategorikan Mouffe sebagai the political.
Di satu sisi, ada para ibu-ibu aktivis berani merobek kesenyapan tentang
nuklir dengan mengorganisir diri sebagai Women from Fukushima. Ibu-ibu ini berani
turun ke jalan, mendobrak maskulinitas Jepang dan menghadapi langsung negara dan
kerumunan yang terinterpelasi. Mereka naik ke panggung, begitu lantang
meneriakkan yel-yel dan melakukan advokasi dengan semangat menolak teknologi
�214
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nuklir. Lantas pertanyaannya kemudian, bagaimana kita bisa membaca aspek-aspek
politis (the political) dari "penyimpangan"---atau ketidaksetujuan (disagreement)
warga (terhadap ideologi negara atas nuklir), yang merespon dengan lembut (tak
berhadapan langsung dengan negara) dan cenderung "tak terdengar"? Bagaimana kita
membaca Teru yang diam-diam menulis puisi, Miyoko yang membuat kartu pos tanpa
pernah dikirimkan pada siapapun, Naoto yang menyendiri bersama ternak dan radiasi
di kota yang telah mati, atau video art kerumunan sapi-sapi yang terkontaminasi
radioaktif di tengah ruang galeri? Untuk membaca aspek politis dari praktik-praktik
estetis yang demikian, saya akan meminjam perangkat analisis yang dikembangkan
Rancière, serta menempatkan "praktik-praktik menyimpang" itu dalam perspektif
disensus pada sub-bab di bawah ini.
2. Sikap Politis Warga yang Estetis sebagai suatu Disensus
Dengan meminjam konsep yang dikembangan Jacques Rancière, respon para
warga penolak nuklir yang terartikulasikan dalam estetika atas praktik keseharian
(sebagai The Political) akan saya tempatkan sebagai suatu disensus. Disensus, pada
tataran abstrak, menurut Rancière bisa diartikan sebagai perbedaan dalam persamaan,
atau persamaan dalam persebrangan. Rancière mengamini bahwa politik ada karena
perbedaan, atau pembelahan. Disensus politik adalah konflik tentang siapa yang
berbicara, dan siapa yang tidak berbicara, tentang apa yang harus didengarkan
�215
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebagai suara penderitaan, dan apa yang harus didengarkan sebagai argumen atas
keadilan. Rancière kemudian melanjutkan dengan melakukan tafsir atas "perjuangan
kelas", yaitu alih-alih konflik antara kelompok yang memiliki kepentingan ekonomi
berbeda, melainkan konflik tentang apakah "kepentingan" itu, perjuangan antara
mereka yang mengatur kepentingan sosial dan mereka yang seharusnya hanya bisa
mereproduksi kehidupannya semata. Metode dan teori yang diolah Rancière berbasis
pada apa yang disebutnya sebagai ketidaksetujuan (disagreement) [Rancière 2011: 2].
Rancière mengemukakan bahwa politik bisa diperiksa dari bagaimana nilai-
nilai rasional untuk kebaikan bersama terdistribusi (the distribution of the sensible).
Bagaimana nilai tersebut bisa diamini oleh seseorang, dan pada saat bersamaan
berlaku, serta bisa dibagikan dalam tatanan hidup bersama----seturut pada porsinya
masing-masing pada tiap subjek. Pembagian porsi dan posisi ini berdasar pada
tempat, waktu, dan bentuk aktivitas yang menuntut keterlibatan dari tiap-tiap
individu. Untuk memperjelas argumennya, Rancière meminjam pernyataan dari
Aristoteles yang menyatakan bahwa warga adalah seorang yang mengambil bagian
dalam memerintah dan diperintah (act of governing and being governed). Kemudian
beranjak ke gagasan tentang estetika, Rancière merujuk pada pengertian dalam
pendekatan Kantian---yang diperiksa ulang oleh Foucault---yaitu sebagai suatu sistem
bentuk a priori yang dalam dirinya dihadirkanlah rasa atas suatu pengalaman. Di sini
�216
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ruang dan waktu dibatasi oleh apa yang tampak dan tidak tampak; suatu ungkapan
atau hanya suara-suara tak berarti.
Lantas di manakah irisan antara politik (the political) dan estetika? Di sinilah
politik ditentukan sebagai suatu bentuk pengalaman secara simultan. Politik bergerak
di seputaran 'apa yang tampak' dan 'apa yang bisa dibahas atasnya', tentang siapa yang
memiliki kemampuan melihat dan berbicara, tentang kepemilikan ruang dan
kemungkinan atas waktu. Inilah yang menurut Rancière menjadi dasar dari estetika,
yang bisa digunakan untuk mempertanyakan bentuk-bentuk 'praktik estetis'. Bentuk-
bentuk yang tampak itu bisa ditelusuri dari hal yang bisa ditemukan di sekitar. Praktik
artistik adalah "cara untuk melakukan dan membuat" sesuatu, yang mengintervensi
relasi dan kebiasaan dalam menghadirkan "apa yang terlihat", yang telah berjalan
dalam keseharian. Menurutnya, ada tiga cara dalam pendistribusian nilai rasional
untuk kebaikan bersama, yang di sana terbangunlah suatu sikap, di mana akhirnya
karya (seni) bisa ditempatkan tak hanya sebagai bentuk seni, namun juga sebagai
perwujudan atas rasa dalam suatu komunitas. Tiga hal tersebut antara lain: (1) Apa
yang tampak di permukaan, (2) Realitas terbelah dari teater, dan (3) Ritme dari
paduan suara yang menari. Bentuk-bentuk ini menentukan cara bagaimana suatu
karya seni atau aksi, atau pertunjukan "terlibat dalam politik". Entah ia sebagai suatu
panduan, cara sang seniman untuk bisa terlibat dan menjadi bagian, atau bahkan
sebagai sebuah sikap yang merefleksikan struktur sosial atau pergerakan tertentu.
�217
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Praktik estetis sebagai sikap politis tampak halus dalam puisi Teruaki
Yamanoi, meski refleksinya ini tidak pernah dipublikasikan di manapun. Praktik
estetis yang dilakukan Teru melalui puisinya merupakan pantulan atas struktur sosial
dan caranya mengecap realitas Jepang, termasuk ideologi yang ditawarkan penguasa.
Praktik estetis Teru ini dengan sendirinya bersikap politis. Hal ini juga berlaku untuk
membaca praktik yang dilakukan Miyoko Enomoto dalam menjaga ingatannya
melalui kartu pos.
Dengan praktik estetisnya yang menyatakan ketidaksetujuan atas
pendisiplinan---melalui refleksi yang dituangkan dalam puisi---secara subtil Teru
telah "terlibat dalam politik", sebagai apa yang disebut Mouffe dengan the political.
Sebagaimana dalam sub-bab sebelumnya telah dibahas perihal ideologi ke-jepang-an
yang digunakan pemerintah untuk menginterpelasi warganya, hal tersebut hadir pula
dalam bait-bait puisi Teru, misalnya:
... Pada suatu pagi Tertib menunggu, mengantre masuk gedung Segera kutuju meja kerja, kumasukkan identitas dan kata sandi Kehadiranku telah sah terdaftar Saatnya menjadi subjek, subordinat dari serangkaian nomor Untuk patuh, hanya pada hal yang harus kau kerjakan Bahkan pemain baseball terkenal pun punya nomor seragam Tanpa nomor-nomor Tiada hal pernah bermula ...
�218
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perihal "ketertiban mengantri dan kepatuhan" hadir dalam bait pertama puisi
Teru yang berjudul "Perjalanan Hari Ini". Kegelisahan Teru ini senada dengan kritik
Setsuko Kida:
"... pemerintah hanya ingin menunjukkan yang indah-indah: semua orang mengantri dengan tertib, tidak ada yang menyerobot, baik di toko bahkan di kereta. Pada kenyataannya, bahkan pada malam setelah bencana, penjarahan terjadi di toko-toko. Aku mengenal baik pemilik toko di kampungku itu. Toko itu habis dijarah."
Dalam puisi Teru, sarat terpantul sebuah realitas pendisiplinan Jepang yang
mekanistik. Puisi Teru sedang menggambarkan relasi sosial yang diatur dalam
pengorganisasian sosial, sebagai mana yang disebut Rancière dengan politics as
police. Pada saat bersamaan, puisi Teru juga menghadirkan kegetiran modernisme
Jepang yang dingin dan mengingkari "manusia", yang bergerak dalam logika pasar,
seperti tersurat pada bait-bait berikut:
... Tiap hal digantikan sosok Untuk sebuah capaian penjualan Proses tak lagi penting Hanya hasil yang mampu merubah skor Gajimu tlah ditentukan Istri atau suami, anak atau orang tua Sesungguhnya ini semua buatmu Tunjangan keluarga sudah otomatis terkalkulasi ...
�219
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
...
Data manusia, dari manusia-manusia ternomorkan Hadir dalam kota maya sebagai ‘dedemit’ Aku melihat film science-fiction Tiap data haruslah bernomor Jika kau tak beridentitas Maka tak pantas kau jadi “dedemit” ...
Dalam "politik" yang estetis, ada logika tertentu yang melandasi, dan
demikian mereka mengambil bagian dalam konteks tertentu. Di sini pula bisa
dijumpai sebuah model yang tak linier; ada jarak antara yang tampak dan yang
terkatakan. Politik memainkan dirinya dalam pardigma yang teatrikal, sebagai suatu
relasi antara panggung dan penonton, sebagaimana makna dihasilkan dari tubuh sang
aktor, ada jarak dan kedekatan yang dipermainkan. Hal inilah yang terasa dalam
menengok lukisan-lukisan kartu pos Miyoko yang bergambar tanaman beraneka
warna. Justru dalam realitasnya hidup bersama ingatan atas persebaran radiasi nuklir
Fukushima dan trauma serangkaian pengeboman di perkampungannya semasa perang
dunia, ia metampakkan warna-warni tanaman dan buah-buahan indah dan segar pada
kartu pos dan kapsul waktunya. Pengalaman rasa yang dihadirkan Miyoko dengan
keindahan taman bunga dan buah ini justru menyajikan puncak ironi, selayaknya
surat cinta pada kasih yang tak sampai.
Dalam pendekatan Rancière, politik dibayangkan sebagai suatu
pemanggungan. Dalam konteks ini kita menempatkan pijak pembahasan pada
�220
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
gagasan the political. Aksi politik terletak pada cara menampilkan apa yang
dipandang sebagai sesuatu yang 'bersifat sosial', 'bersifat ekonomi", atau 'domestik'
sebagai sesuatu yang politis. Pemanggungan ini mengaburkan batas-batas (Rancière,
2011: 4). Dalam nalar penempatan politik pada skema panggung ini, estetika dari
karya-karya Meiro Koizumi dan Akira Takayama bisa pula dibaca. Dalam pameran
Koizumi dan Takayama yang bertajuk Demarcation, mereka berhasil
memanggungkan "sapi-sapi yang terkontaminasi" dan suatu "amnesia" dalam
kelindan yang liris. Dalam konteks the political, pameran ini mengajak publik untuk
berdialog tentang sesuatu yang secara resmi "tak boleh" atau tabu untuk dibicarakan.
Dua seniman ini menghadirkan pilin-pilin pengalaman atas lupa yang bergandengan
tangan dengan realitas radiasi nuklir yang niscaya. Ada unsur teatrikal dalam dialog
tersebut, di mana penonton yang berada dalam jarak, sesungguhnya melihat diri
mereka sendiri di atas panggung, karena radiasi dan pelupaan sejatinya telah menjadi
konsekuensi tak mengenakkan dari kehidupan modern Jepang.
Dari seberang panggung, dari kursi penonton, kita juga bisa "menyaksikan"
Naoto Matsumura sedang menghadirkan sebuah kegetiran dan kengerian, suatu
distopia. Pilihan Naoto Matsumura untuk menetap di kota Tomioka bisa dibilang
sebagai suatu aksi estetis. Yang dilakukan Naoto adalah sebuah performans yang telah
mampu melampaui bahasa, bermain di tataran rasa atas suatu pengalaman bersama;
pada apa yang tak mampu lagi terkatakan dalam realitas dan sejarah apokaliptik
�221
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jepang atas pengalamannya dengan nuklir. Aksi radikal Naoto yang menghidupi
kesehariannya dengan hidup dan memberi makan ternak yang terpapar radiasi ---dan
dianggap tidak "produktif" dalam nalar kapitalisme---merupakan sebuah pilihan dan
sikap politis pada saat bersamaan. Naoto mengambil sikap dalam kesadarannya
sebagai warga, berhadapan dengan negara yang justru memilih untuk kian melaju
memberi makan liberalisme ekonomi yang elitis. Hal yang dilakukan Naoto
sesungguhnya bukanlah sesuatu yang asing dari praktik keseharian. Orang-orang
Tomioka sebelumnya memang berladang dan beternak, dan itulah yang terlihat tetap
dilakukan Naoto. Namun dalam konteks ini, juxtaposisi ruang dan waktu telah
menjadikan sikap Naoto sebagai sebuah intervensi, yang bertolakbelakang dengan
logika dan ideologi ekonomi yang diimani negara. Rancière menyadari bahwa suatu
komunitas tidaklah didesain secara estetis, namun di situlah letak pertanyaannya---
pada hubungan antara estetika dan politiknya. Komunitas berpegang pada
serangkaian nilai dan akal sehat yang dibatasi pada apa yang wajar dalam bentuk-
bentuk yang terlihat, juga pengorganisasiannya. Di sinilah sudut pandang yang
memungkinkan untuk kita berkaca pada intervensi politis seniman: pada
"penyimpangannya", pada disensus.
Bisa jadi, Naoto adalah personifikasi dari apa yang disebut Rancière dengan
disensus. Laku Naoto telah memantik suatu refleksi yang mendalam. Naoto mungkin
saja mewakili nurani warga; atas kerinduan pada "rumah", atas ketidakberdayaan dan
�222
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keberdayaan sekaligus terhadap sejarah, terhadap nuklir, terhadap negara. Pilihan
sikap Naoto, dilihat dari sisi politik dan kemanusiaan, menggiring orang pada titik
ambang dan situasi antara: antara setuju dan tidak setuju pada saat yang bersamaan.
�223
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jepang merupakan satu-satunya negara di dunia yang pernah mengalami
kehebatan daya rusak bom nuklir. Pada penghujung perang pasifik, Amerika Serikat
menjatuhkan bom nuklir (dengan metode pemisahan/fission atom), mengakibatkan
kematian dan kehancuran tak terbayangkan di Hiroshima & Nagasaki, sebuah tragedi
yang akhirnya menandai berakhirnya PD II. Luluhlantaknya Hiroshima & Nagasaki
yang diikuti kekalahan Jepang membawa keterpurukan ekonomi dan kehancuran
mental yang tak kalah luar biasa setelahnya. Barulah pada tahun 1955-1990, Jepang
yang tak memiliki banyak alternatif sumber energi, mengalami lompatan
eksponensial yang mencengangkan di bidang ekonomi. Sepanjang periode perang
dingin, Jepang menjadi raksasa ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika
Serikat. Masa yang gemilang ini kerap disebut sebagai Keajaiban Ekonomi Jepang
(Japan's Economic Miracle). Ironisnya, tumpuan kekuatan ekonomi dan industri 78
Jepang didominasi oleh sumber daya energi nuklir, teknologi yang pernah hadir
dalam wujud yang paling jahanam dalam sejarah umat manusia. Pada awal 90-an,
pertumbuhan ekonomi Jepang dengan mengejutkan ikut tenggelam dan surut
Robert J. Crawford. "Reinterpreting the Japanese Economic Miracle". Harvard Business Review. January-78
February 1998 issue
�224
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bersamaan dengan berakhirnya perang dingin. Jepang mengalami resesi terberat sejak
Perang Dunia II di masa itu. 79
Teknologi mutakhir nuklir ibarat pedang bermata dua; bersamanya tersaji
kenangan pahit katastrofe dan "pengharapan" akan hari depan sekaligus; di satu sisi ia
menjadi pemasok utama dalam mencukupi kebutuhan energi listrik perindustrian (dan
pemukiman) di Jepang, di sisi lain ia telah menjadi malapetaka yang hidup, dengan
dampak radiasi yang terus membuntuti kehidupan warga hingga masa yang akan
datang. Mimpi buruk atas dilema pemanfaatan teknologi nuklir akhirnya berjumpa
kembali dalam wujud yang nyata, ketika gempa & tsunami dahsyat Tohoku pada
tahun 2011 memicu terjadinya ledakan reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir
Fukushima Daiichi, melepaskan radiasi yang berpengaruh buruk bagi kelangsungan
mahluk hidup. Kebocoran radiasi dari ledakan reaktor nuklir Fukushima tercatat telah
memicu sejumlah kasus kanker tyroid dan gangguan kesehatan lain pada warga yang
terkontaminasi. Bencana ini sesungguhnya bukanlah sesuatu yang tak terprediksi;
pada dasarnya reaktor nuklir sangat sensitif dengan getaran, terlebih Jepang sendiri
merupakan kawasan yang memiliki frekuensi gempa cukup tinggi. Ketakutan atas
dampak pemanfaatan teknologi nuklir bukannya tak disuarakan oleh warga. Pada
pertengahan 50-an bahkan pemerintah Jepang telah diingatkan oleh warganya melalui
demonstrasi anti-nuklir besar-besaran (ditandai dengan terkumpulnya 32 juta tanda
ibid79
�225
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tangan petisi) sebagai respon atas terkontaminasinya 236 warga Pulau Marshall dan
23 nelayan Jepang di atas kapal sipil pencari ikan Daigo Fukuryu Maru akibat
melesetnya uji coba senjata nuklir (dalam wujud bom hidrogen) yang dikembangkan
Amerika Serikat. 80
Penelitian ini menelusuri kompleksitas keputusan pemerintah dan ideologi
negara Jepang atas pengembangan teknologi nuklir yang sesungguhnya dilematis dan
sarat pertentangan dengan warganya. Untuk membaca seluk-beluk ketergantungan
Jepang atas nuklir, kita harus melompat ke belakang dan melihat bagaimana dampak
kekalahan Jepang pada Perang Dunia II telah meremukkan mental dan fantasi
kedigdayaan Jepang, menyeret negara dalam keterpurukan ekonomi dan hutang
perang, sekaligus membawa konsekuensi pada keniscayaan dominasi & intervensi
Sekutu (Amerika Serikat) atas negara ini. Paska perang dunia, Jepang harus melucuti
segala kekuatan militernya, mengebiri semua potensi ekspansinya, memisahkan
negara dan kekaisaran---sebagaimana ia pernah berjaya di masa lalu. Di tengah semua
kehancuran ekonomi dan mental paska perang, Jepang membutuhkan suatu "jalan
keselamatan", yang akhirnya hadir dalam wujud ironis: Amerika Serikat dan
teknologi nuklir. Dalam perkembangannya kemudian, konstelasi politik dan
ketegangan Perang Dingin, serta liberalisme (ekonomi) sebagai konter-propaganda
atas pengaruh komunisme ikut menjadi pelumas bagi perayaan atas teknologi nuklir
Yuki Tanaka and Peter Kuznick, “Japan, the Atomic Bomb, and the ‘Peaceful Uses of Nuclear Power’”, The Asia- 80
Pacific Journal vol. 9, iss. 18, no. 1, 2011
�226
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
di bawah retorika Atoms for Peace yang diperkenalkan Eissenhower dan diamini
Jepang. Atoms for Peace telah menjadi landasan paradigma bagi pengembangan
teknologi nuklir dalam banyak dimensi dan fantasi kehidupan orang Jepang; mulai
dari pembangkit listrik, teknologi pertanian, obat-obatan, ekspedisi ruang angkasa,
dan gambaran-gambaran Jepang atas masa depan.
Di bawah hegemoni Amerika Serikat, pemerintah Jepang pada pertengahan
abad 20 melihat pengembangan teknologi nuklir untuk perdamaian sebagai
"matahari" baru bagi kebangkitan perekonomian negara ini. Sementara itu,
masyarakat belum sembuh betul dari kengerian atas kehancuran Hiroshima-Nagasaki.
Proses "pembaharuan" cara pandang dan ideologi negara di atas trauma nuklir Jepang
merupakan sebuah proyek politik dan kebudayaan panjang, yang akhirnya ikut
membentuk identitas kontemporer Jepang---simultan dengan representasi kekukuhan
(dan kekakuan) Jepang kepada tradisi. Hal ini terasa dalam paradox kegemerlapan
futuristik Jepang yang bersanding dengan citra warisan tradisi yang sama kuatnya.
Tegangan ini bisa ditilik pula dalam iklim perayaan demokrasi di Jepang, di mana
regenerasi kekuasaan bisa berjalan begitu lamban, dengan kultur hirarkis yang ketat
dalam tubuh institusi politik Jepang.
Meledaknya reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi pada
2011 telah melepaskan radiasi yang berdampak besar pada kesehatan masyarakat
untuk jangka waktu yang teramat panjang. Sebagai akibat dari petaka ini, sejumlah
�227
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kota dalam radius berbahaya dari Fukushima terpaksa dikosongkan, dengan seluruh
penduduk dievakuasi. Bencana ini mengingatkan dunia pada musibah yang pernah
terjadi pada Chernobyl, Uni Soviet pada paruh akhir tahun 80an. Pemerintah segera
mengambil langkah cepat dengan membuang dan melokalisir sampah-sampah
organik yang terkontaminasi. Sayangnya, dampak luar biasa dan radius persebaran
yang luas, serta minimnya lahan untuk mengelola sampah-sampah berisi kandungan
material radioaktif justru menimbulkan masalah baru. Pemerintah yang kewalahan
dan mengalami kesulitan untuk "membuang" sampah-sampah radioaktif tersebut
mau tak mau, tanpa banyak pilihan, mengambil keputusan untuk memendam sebagian
besar sampah yang mengandung material radioaktif di bawah tanah, tak jarang juga
dengan lokasi yang berdekatan dengan area pemukiman warga. Tak berselang lama,
pemerintah Jepang yang begitu tergantung dengan pasokan sumber energi nuklir
akhirnya (seolah tak punya pilihan lain) kembali menghidupkan sejumlah reaktor
pembangkit listrik tenaga nuklir yang sempat diistirahatkan sebagai dampak gempa
Tohoku. Seiring berjalannya waktu, pembicaraan atas nuklir ikut terpendam bersama
sampah-sampah radioaktif. Pemerintah "memanggil" warga untuk kembali ke kota
yang sempat ditinggalkan, meski sebagian besar berujung pada penolakan dan
ketidakpercayaan. Bagi pemerintah, kehidupan dibayangkan kembali berjalan seperti
biasa, dan kini pemerintah Jepang tengah menfokuskan diri menuju Olimpiade
Musim Panas 2020, meninggalkan radiasi di masa lalu.
�228
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Namun bagi sejumlah warga terdampak, sesungguhnya kehidupan telah
berubah begitu dramatis dan tidak lagi sama. Air, tanaman, tanah, meski "tampak
normal", sesungguhnya tak lagi sama: air tak lagi bisa diminum begitu saja karena
tercemar radiasi, tanah tak bisa ditanami lagi, sayuran dari ladang sendiri tak bisa lagi
dikonsumsi---apalagi dijual! Berseberangan dengan ideologi negara (yang lagi-lagi
kembali berpihak pada teknologi nuklir), sejumlah warga (baik yang mengorganisir
kelompoknya, maupun yang bergerak atas inisiatif pribadi) bersiasat mengelola
ingatan mereka dalam praktik hidup sehari-hari, dalam kesenyapan perbincangan atas
nuklir.
Lika-liku siasat warga terdampak radiasi dalam mengelola ingatan yang
mewujud dalam keseharian (lived experience) bisa jadi tampak begitu sederhana dan
"seolah tak memiliki" kekuatan politis. Sementara negara dengan tekun mengajak
masyarakat untuk menatap masa depan yang berpengharapan bersama teknologi
nuklir, Miyoko dan suaminya justru membuat surat-surat dan kartu pos bergambar
buah dan sayuran segar. Kartu pos dan surat bergambar yang tak akan dikirimkan
bagi siapapun, kecuali untuk mereka tengok lagi sesekali di kemudian hari.
Sementara negara bergegas menuju Olimpiade 2020, Teru di balik pintu yang
tertutup, menggoreskan kegelisahan dan kegetirannya dalam puisi-puisi yang
ditujukan bagi dirinya sendiri pula; puisi-puisi yang menggambarkan keletihannya
menghadapi relasi sosial dan masyarakat Jepang yang baginya terlampau mekanistik.
�229
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sementara negara menghidupkan kembali PLTN, Mizuho menyeduh kopi dari air
yang disaring alat khusus untuk mengurangi kontaminasi, sambil ia menceritakan
pada tamu-tamunya, bahwa tepat beberapa meter di seberang kantornya pernah
dipendam ratusan karung sampah organik dengan kandungan radiasi tinggi.
Sementara masalah lokalisir sampah radiasi mulai tersingkir dari percakapan para elit
dalam konservatisme politik khas Jepang, Naoto Matsumura, seorang petani, memilih
tinggal sebatang kara di Tomioka, kota yang telah ditinggalkan penghuninya karena
radiasi nuklir, mempersembahkan sisa usianya untuk memberi makan ternak-ternak
yang terkontaminasi, membiarkan dirinya menjadi "manusia dengan tingkat radiasi
paling tinggi di Jepang". Naoto bisa jadi melenceng secara hukum. Dengan memilih 81
untuk tinggal di zona radiasi tinggi, ia telah menyalahi aturan yang ditentukan
pemerintah.
Segenap laku tersebut bisa jadi sulit dipahami, dan 'esensi perlawanannya' bisa
jadi bersifat tidak segera dan sangat personal. Dalam penelitian ini, praktik demikian
dibaca dalam bingkai estetika, dan pada saat bersamaan agensi-agensi warga tersebut
ditempatkan dalam wilayah politis (the political), di mana jalan antagonisme yang
ditempuh---sekalipun bertentangan dengan haluan politik negara maupun parlemen---
bergerak dalam ruang politis dalam dimensi ontologis; pada dinamika perbedaan,
pembelahan, disensus di tengah masyarakat, di luar organ politik konvensional.
sebuah kelakar atas situasi Naoto Matsumura yang ditanggapinya dengan santai, ketika ia sempat melakukan 81
pemeriksaan medis paska keputusannya untuk tetap tinggal di Tomioka, kota kecil yang berjarak kurang dari 6 mil dari PLTN Fukushima Daiichi.
�230
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Akhirnya melalui penelitian ini, bisa kita tengok betapa disensus bisa menjadi
"jalan alternatif". Disensus bisa jadi cara mengungkapkan sesuatu, yang mungkin
secara politis sulit diterima---karena bisa jadi menyalahi "hukum"---namun pada saat
yang bersamaan "masuk akal" dan sulit ditolak secara moral dan hati nurani. Disensus
adalah jalan pinggir untuk bersuara di perbatasan.
Di sisi lain, topik seputar nuklir menjadi kian relevan dibicarakan, dan
pengalaman Jepang bisa ditempatkan sebagai sebuah pengalaman reflektif dalam
wacana hari ini, khususnya pada konteks pengambilan keputusan atas teknologi.
Ketergantungan dunia pada sumber energi fosil niscaya akan menemui titik batasnya.
Energi nuklir masih menjadi alternatif utama yang dianggap bisa menjawab
kebutuhan krisis energi global, bersanding dengan energi terbarukan semacam surya
(solar) dan angin. Namun bisakah energi nuklir benar-benar layak untuk menopang
masa depan manusia dan kemanusiaan? Tentunya kasus Jepang bisa menjadi sebuah
pelajaran bersama untuk menilik kembali keputusan atas pengelolaan energi ini,
terlebih pada konsekuensi kesehatan jangka panjang sebagai resiko yang hadir
inheren bersama potensi pemanfaatan energi nuklir.
Tak kalah penting pula untuk memeriksa kembali dengan lebih kritis retorika
"atom untuk perdamaian (Atoms for Peace)" yang rupa-rupanya hingga hari ini masih
memiliki tempat yang elastis dalam panggung politik global, setelah diperkenalkan
Eisenhower ke seluruh dunia melalui PBB pada tahun 1953. Sebagaimana telah
�231
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dibahas pada bab sebelumnya, Atoms for Peace telah menjadi payung wacana bagi
kuasa Amerika Serikat untuk "mengontrol" perkembangan teknologi nuklir global,
termasuk dalam perjalanannya, melucuti nuklir dari kantong-kantong militer di luar
dirinya. Jika dibaca dengan lebih berhati-hati, kuasa ini rupanya telah jauh lama
bersembunyi dalam teks, pada retorika Eisenhower lebih dari setengah abad yang
lalu : 82
"The United States would seek more than the mere reduction or elimination of atomic materials for military purposes. It is not enough to take this weapon out of the hands of the soldiers. It must be put into the hands of those who will know how to strip its military casing and adapt it to the arts of peace."
Resonansi pernyataan tersebut hadir pada masa administrasi AS di bawah
kabinet Presiden George W. Bush. Pada masa pemerintahannya, Amerika Serikat
mengklaim bahwa Irak tengah mengembangkan persenjataan nuklir rahasia. Klaim 83
tersebut pada akhirnya memberikan jalan bagi AS untuk melakukan penyerangan ke
Irak pada tahun 2003, berujung pada runtuhnya rezim Saddam Husein. Pada
kenyataannya, sepanjang November 2002 hingga September 2004, dari peninjauan
terhadap hampir 1700 situs, dengan 1625 orang ahli gabungan dari AS dan PBB dan
biaya kira-kira 1 milyar dolar, klaim AS atas kepemilikan senjata pemusnah massal
dikutip dari https://www.iaea.org/about/history/atoms-for-peace-speech (diakses 27 Januari 2018) 82
lihat https://www.washingtonpost.com/archive/politics/2003/01/24/us-claim-on-iraqi-nuclear-program-is-called-83
into-question/cd9efcb2-841c-4b33-acfe-fa89d033bb6b/?utm_term=.92945c522e3d (diakses pada 16 Mei 2018)
�232
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Irak tidak berhasil dibuktikan. 15 tahun setelah perang di Irak, pada awal Mei 2018 84
lalu, Donald Trump mengeluarkan sebuah pernyataan dan langkah politik yang
mengejutkan. Trump menarik diri dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA)
atau lebih dikenal dengan persetujuan nuklir Iran, yang dibangun bertahun-tahun oleh
sejumlah diplomat Inggris, Prancis, Cina, Rusia dan Jerman di bawah PBB.
Perjanjian ini bertujuan memberikan pengawasan serta pembatasan ketat yang
memastikan bahwa Iran tidak akan mengembangkan persenjataan nuklir, atau dengan
kata lain, Iran hanya boleh mengembangkan nuklir untuk perdamaian alih-alih
persenjataan. Menurut Bernie Sanders, Keputusan Trump ini memiliki konsekuensi
mengerikan bagi keamanan global. Sementara sebelumnya, pada Maret 2018 silam, 85
Presiden Rusia Vladimir Putin---yang memiliki hubungan baik dengan rezim
pemerintahan di Iran---memamerkan pengembangan persenjataan nuklirnya yang
diklaim "terlalu kuat untuk dikalahkan", dan "bisa menjangkau segala tempat di
seluruh dunia". Dalam salah satu simulasi yang dipresentasikan melalui video
animasi, digambarkan misil-misil milik Rusia jatuh menghujani Florida, Amerika
Serikat. Putin menjelaskan bahwa teknologi persenjataan Rusia ini merupakan respon
atas segenap pengembangan pertahanan misil yang dimiliki AS. Meski tak bisa 86
dikatakan sama, situasi ini agaknya memberikan gambaran betapa ancaman (termasuk
lihat https://www.theguardian.com/world/2004/oct/07/usa.iraq1 (diakses pada 16 Mei 2018)84
lihat https://www.theguardian.com/commentisfree/2018/may/14/nuclear-deal-trump-america-war (diakses 16 Mei 85
2018)
lihat http://www.bbc.com/news/world-europe-43239331 (diakses pada 16 Mei 2018)86
�233
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
komodifikasi politik) atas isu nuklir masih menghantui dan mengancam dunia,
bahkan 27 tahun selepas berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan keruntuhan
Uni Soviet.
B. Saran, Evaluasi, Refleksi Penelitian
Dalam melangsungkan penelitian ini, tembok bahasa merupakan sekat utama
yang (tak bisa dipungkiri) menjadikan ruang gerak saya terbatas untuk bisa masuk ke
dalam aspek-aspek yang lebih dalam. Proses kerja yang melulu membutuhkan dan
melibatkan pihak ketiga dalam menjembatani komunikasi (Bahasa Jepang - Bahasa
Inggris; Bahasa Inggris - Bahasa Jepang) harus diakui ikut memberikan lapisan
tambahan dalam interpretasi data primer, meski dalam praktiknya saya telah
melibatkan lebih dari satu interpreter dan penerjemah untuk bisa melakukan alih
bahasa dan olah data. Keterbatasan waktu di lapangan agaknya juga menjadi catatan
yang perlu digarisbawahi dalam penelitian semacam ini. 110 hari tentu saja masih
tergolong singkat, untuk bisa menjamah kompleksitas sejarah nuklir Jepang yang
berjalan lebih dari separuh abad.
Namun pada saat bersamaan, penelitian ini, dalam segenap keterbatasan dan
tantangannya, telah menorehkan pula sebuah refleksi yang mendalam. Sebagai anak
generasi yang tumbuh dan dimanjakan oleh "keajaiban" teknologi Jepang, rupanya di
balik segala "kemajuan", "kecepatan" dan keriuhan teknologi yang kita konsumsi hari
�234
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ini, ada "harga" terlampau mahal yang harus kita bayar dalam suatu ironi. Untuk
sesuatu yang disebut "pertumbuhan (konsumsi)", tanpa sadar kita meletakkan masa
depan kemanusiaan dam kualitas kehidupan manusia yang paling hakiki di atas meja
pertaruhan.
�235
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR BACAAN
Adams, Hazards (ed) & Searle, Leroy (ed). 1992. Critical Theory Since 1965. Florida: University Presses of Florida
Alexievich, Svetlana. 2005. Voices from Chernobyl: The Oral History of a Nuclear Disaster. London: Dalkey Archive Press
Althusser, Louis. 1971. Ideology and Ideological State Apparatuses. dalam Lenin and Philosophy and other Essays. New York: Monthly Review Press.
Benedict, Ruth. 1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni: Pola-pola Kebudayaan Jepang. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan
Chernus, Ira. 2002. Eisenhower's Atoms for Peace. 2002. Texas: Texas A&M University Press
Chomsky, Noam. 1999. Profit Over People. New York: Seven Stories Press
Fairclough, Norman. 1992. Discourse and Social Change. Cambridge: Polity Press in association with Blackwell Publishing Ltd.
Foucault, Michel & Sheridan Smith A.M. (transl). 1972. Archaeology of Knowledge and The Discourse on Language. New York: Pantheon Books
Gosling, Francis G & U.S. Department of Energy. 1999. Manhattan Project: Making the Atomic Bomb (National Security History Series).
United States Department of Energy
Halbwachs, Maurice & Coser, Lewis A. (ed.). 1992. On Collective Memory. Chicago: University of Chicago Press
Jones, Vincent C. 1985. Manhattan: The Army and The Atomic Bomb. Washington D.C.: United States Goverment Printing Office
�236
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kurosawa, Aiko. 2015. Peristiwa 1965: Persepsi dan Sikap Jepang. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Middleton, David & Edwards, Derek (Ed). 1991. Collective Remembering. London: Sage Publications
Mouffe, Chantal. 2005. On the Political. London & Newyork: Routledge
_______________. 1993. The Return of the Political. London & Newyork: Verso
Poolos, J. 2008. The Atomic Bombings of Hiroshima and Nagasaki. New York: Chelsea House
Rancière, Jacques. 2011. The Thinking of Dissensus: Politics and Aesthetics. dalam Paul Bowman, Richard Stamp (eds), Reading Rancière. New York: Continuum
Rancière, Jacques & Paul, Zakir (transl.). 2011. Aisthesis: Scenes from the Aesthetic Regime of Art. London & New York: Verso
Rancière, Jacques & Rockchill, Gabriel (transl.). 2004. The Politics of Aesthetics: The Distribution of the Sensible. New York: Continuum
Rhodes, Richard. 2012. The Making of the Atomic Bomb. New York: Simon and Schuster
_______________. 1995. Dark Sun: The Making of the Hydrogen Bomb. New York: Simon and Schuster
Saukko, Paula. 2003. Doing Research in Cultural Studies. London: Sage Publications
Southard, Susan. 2015. Nagasaki: Life After Nuclear War. New York: Viking
Takumi Hayasaka (au.), Yukio Sasaki (ed.), Saburo Tsuchida (trans.). 2011 A Time of Disaster -The Great East Japan Earthquake and Tsunami.
Tazekawa, Shoichiro & Barton, Polly (transl.). 2016. The Aftermath of The 2011 East Japan Earthquake and Tsunami: Living Among the Rubble. New York: Lexington Books
�237
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yotaro Hatamura, Seiji Abe, Masao Fuchigami, Naoto Kasahara & Kenji Iino(trans.). 2015. The 2011 Fukushima Nuclear Power Plant Accident: How and Why it Happened. Cambridge: Woodhead Publishing
Žižek, Slavoj. 2002. Welcome to The Desert of The Real: Five Essays on September 11 and Related Dates. New York: Verso
Zurbuchen, Marry S. (ed). 2005. Beginning to Remember: The Past in Indonesian Present. Singapore University Press & University of Washington Press
JURNAL
Mathews, Robert. SNMMI | Society of Nuclear Medicine and Molecular Imaging. Reston, VA. The Journal of Nuclear Medicine. 47, 2006.
Zwigenberg, Ran. “The Coming of a Second Sun”: The 1956 Atoms for Peace Exhibit in Hiroshima and Japan’s Embrace of Nuclear Power�.%�)-� 55!$"#�-���������+��-����. dalam The Asia-Pacific Journal | Japan Focus. Volume 10, Issue 6, No. 1, Feb 04, 2012
Tanaka, Yuki & Kuznick, Peter J. Japan, the Atomic Bomb, and the “Peaceful Uses of Nuclear Power” ���������-���� dalam The Asia-Pacific Journal | Japan Focus. Volume 9, Issue 18, No. 1, May 02, 2011
Walter E. Grunden , Mark Walker , and Masakatsu Yamazaki , "Wartime Nuclear Weapons Research in Germany and Japan," Osiris 20 (2005): 107-130.
�238
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DOKUMENTER
Kovac, Ivan & Jousan Jeffrey (director & producer). 2013. �62034��,�&0 - Alone in the Zone [video file]. Vice Japan. bisa dilihat di: https:/www.youtube.com/watch?v=llM9MIM_9U4
Paul Johannessen, Jeffrey Jousan & Ivan Kovac (directors). 2012. Women of Fukushima [video]. Chamber and The Archive of Nuclear Harm
ARTIKEL DARI INTERNET
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2013/fukushima_report_20130228/en/ (diakses 23 November 2016)
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2005/pr38/en/ (diakses pada 6 Desember 2016)
http://www.huffingtonpost.com/entry/japan-ends-evacuation-order-fukushima_us_55eaea9fe4b093be51bbaa4a (diakses pada 23 November 2016)
https://www.aljazeera.com/blogs/asia/2016/07/japan-returning-home-fukushima-nuclear-disaster-160717182129794.html (diakses 20 Desember 2017)
https://www.theguardian.com/world/2015/sep/17/japanese-politicians-brawl-in-parliament-over-bill-to-allow-troops-to-fight-abroad (diakses 23 November 2016)
https://www.theguardian.com/world/2015/sep/17/japan-to-pass-security-bills-despite-protests (diakses 23 November 2016)
http://www.japantimes.co.jp/news/2015/09/09/national/social-issues/radioactive-shadow-fukushima-town-naraha-tries-come-back-life/#.WDWfiHdh2Rs (diakses pada 23 November 2016)
http://www.asahi.com/ajw/articles/AJ201609050042.html (diakses pada 23 November 2016)
�239
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lihat https://www.theguardian.com/world/2017/mar/10/japan-fukushima-nuclear-disaster-evacuees-forced-return-home-radiation (diakses 23 Mei 2018)
http://www.nytimes.com/2015/07/17/world/asia/japans-lower-house-passes-bills-giving-military-freer-hand-to-fight.html?_r=0 [diakses 23 November 2016
http://www.bbc.com/news/world-asia-34275968 [diakses 23 November 2016]
http://www.nbcnews.com/storyline/isis-terror/isis-claims-it-executed-haruna-yukawa-one-two-japanese-hostages-n291926 [diakses 7 April 2015]
http://www.iraqinews.com/arab-world-news/japans-abe-pledges-200-million-mideast-states-battling-isis/ [diakses 7 April 2015
http://www.newyorker.com/news/daily-comment/isis-murdered-kenji-goto [diakses 7 April 2015]
http://www.history.com/topics/world-war-ii/bombing-of-hiroshima-and-nagasaki [diakses 10 Desember 2016]
http://www.dw.com/id/kisah-saksi-bom-atom-hiroshima/a-5872851 [diakses 13 Desember 2016]
http://www.historynet.com/michie-hattori-eyewitness-to-the-nagasaki-atomic-bomb-blast.htm [diakses 16 Desember 2016]
http://www.historylearningsite.co.uk/world-war-two/the-pacific-war-1941-to-1945/the-bombing-of-nagasaki/ [diakses 12 Desember 2016]
http://www.aec.go.jp/jicst/NC/about/kettei/12-7-IAEAOmoto-1.pdf [Diakses 12 Desember 2016]
https://www.eisenhower.archives.gov/research/online_documents/atoms_for_peace/Atoms_for_Peace_Draft.pdf [diakses 14 Desember 2016]
http://www.powermag.com/blog/a-short-history-of-nuclear-power-in-japan/ [diakses 14 Desember 2016]
�240
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
http://www.tepco.co.jp/en/corpinfo/ir/kojin/jigyou-e.html [diakses 15 Desember 2016]
http://www.nippon.com/en/currents/d00029/ [diakses 15 Desember 2016]
https://www.wsws.org/en/articles/2011/03/tepc-m17.html [diakses 15 Desember 2016]
http://www.tepco.co.jp/en/corpinfo/overview/history-e.html [diakses 15 Desember 2016]
http://www.fepc.or.jp/english/news/demand/1999.html [diakses 14 Desember 2016]
http://www.tepco.co.jp/en/corpinfo/ir/kojin/images/jiyuka_zoom02.gif [Diakses 16 Desember 2016]
http://www.tepco.co.jp/en/corpinfo/ir/kojin/setsubiindex-e.html [diakses 15 Desember 2016]
http://www.greenpeace.org/international/Global/international/artwork/nuclear/2011/japan-map.jpg [diakses 16 Desember 2016]
http://archive.indianexpress.com/news/iaea-warned-japan-over-nuclear-quake-risk-wikileaks/763709/ [diakses 16 Desember 2016]
https://www.theguardian.com/world/gallery/2011/mar/15/japan-nuclear-plant-fukushima [diakses 18 Desember 2016]
https://www.iaea.org/newscenter/news/fukushima-nuclear-accident-update-log-31 [diakses 17 Desember 2016]
https://www.iaea.org/newscenter/news/fukushima-nuclear-accident-update-log-31 [Diakses 17 Desember 2016]
https://www.stuk.fi/documents/12547/273805/fukushima-progress-on-cleanup-efforts-japan.pdf/b297d4b3-6830-4788-bc44-2f0c73e89ab9 [Diakses 18 Desember 2016]
�241
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
http://fukushima.ans.org/report/cleanup [Diakses 16 Desember 2016]
http://gdb.voanews.com/F6E4B939-EEAB-45C1-A9BF-391F6049D06F_cx0_cy10_cw0_mw1024_mh1024_s.jpg [diakses 17 Desember 2017]
http://japandailypress.com/150000-tons-of-radioactive-fukushima-waste-left-in-the-open-away-from-storage-1635936/ (18 Desember 2016)
https://www.bloomberg.com/news/articles/2015-07-10/japan-s-17-000-tons-of-nuclear-waste-in-search-of-a-home [ diakses 18 Desember 2016]
https://www.theguardian.com/environment/2016/apr/13/is-it-safe-to-dump-fukushima-waste-into-the-sea (18 Desember 2016)
http://www.dailymail.co.uk/travel/travel_news/article-3345692/Disaster-tourists-snap-haunting-photos-Japanese-region-destroyed-earthquake-tsunami.html (18 Desember 2016)
http://fukushima-diary.com/2014/07/jr-joban-train-line-runs-among-heaps-contaminated-soil-bags-decontamination-photo/ [diakses 18 Desember 2016]
https://en.japantravel.com/ibaraki/ushiku-daibutsu/3720 (diakses 19 Maret 2017)
https://www.kanazawa21.jp/data_list.php?g=81&d=155&lng=e
http://www.japantimes.co.jp/news/2015/08/30/national/thousands-protest-abe-security-bills-diet-rally/#.WM7Hshhh2Rs (diakses 19 Maret 2017)
https://www.theguardian.com/world/2015/sep/16/japanese-anti-war-protesters-challenge-shinzo-abe (diakses 19 Maret 2017)
http://www.npr.org/2013/06/28/196618792/bittersweet-at-no-1-how-a-japanese-song-topped-the-charts-in-1963 [diakses 26 Januari 2016]
http://fpif.org/fukushima_women_against_nuclear_power_finding_a_voice_from_tohoku/ [diakses 22 Maret]
�242
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
https://www.nytimes.com/2014/01/12/world/asia/defying-japan-rancher-saves-fukushimas-radioactive-cows.html [diakses 22 Maret 2017]
http://en.fondationdentreprisehermes.org/Know-how-and-creativity/Exhibitions-by-the-Foundation/Akira-Takayama-and-Meiro-Koizumi-at-the-Forum?force=true [diakses 22 Maret 2017]
http://meirokoizumi.com/framepage13.html [diakses 29 Juni 2018]
http://theconversation.com/the-little-known-history-of-secrecy-and-censorship-in-wake-of-atomic-bombings-45213 (diakses 19 April 2018)
http://origins.osu.edu/article/energy-bright-tomorrow-rise-nuclear-power-japan (diakses 26 Januari 2018)
https://www.japantimes.co.jp/culture/2016/08/06/books/book-reviews/life-japans-god-manga/#.Wm85RCOB1TY (diakses pada 28 Januari 2018)
http://tezukaosamu.net/en/manga/13.html (diakses pada 28 Januari 2018)
http://origins.osu.edu/article/energy-bright-tomorrow-rise-nuclear-power-japan (diakses 26 Januari 2018)
https://www.jaea.go.jp/04/iscn/activity/2016-11-29/2016-11-29-02.pdf (diakses 7 April 2018)
lihat: http://www.nytimes.com/1987/08/08/obituaries/nobusuke-kishi-ex-tokyo-leader.html (diakses 26 Januari 2018)
lihat: http://www.un.org/en/ga/68/meetings/nucleardisarmament/pdf/JP_opening_en.pdf (diakses 28 Januari 2018)
lihat: https://thebulletin.org/japans-nuclear-history-perspective-eisenhower-and-atoms-war-and-peace-0 (diakses pada 25 Januari 2017)
https://www.iaea.org/about/history/atoms-for-peace-speech (diakses 27 Januari 2018)
�243
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
https://www.washingtonpost.com/archive/politics/2003/01/24/us-claim-on-iraqi-nuclear-program-is-called-into-question/cd9efcb2-841c-4b33-acfe-fa89d033bb6b/?utm_term=.92945c522e3d (diakses pada 16 Mei 2018)
https://www.theguardian.com/world/2004/oct/07/usa.iraq1 (diakses pada 16 Mei 2018)
https://www.theguardian.com/commentisfree/2018/may/14/nuclear-deal-trump-america-war (diakses 16 Mei 2018)
http://www.bbc.com/news/world-europe-43239331 (diakses pada 16 Mei 2018)
�244
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
�245
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 1
Transkripsi pidato Dwight D. Eisenhower (selaku Presiden AS pada tahun 1953) yang
bertajuk "Atoms for Peace" di bawah, dikutip dari situs resmi International Atomic
Energy Agency (IAEA), sebuah organisasi multinasional dalam tubuh PBB yang
secara khusus mengawal gagasan "Atoms for Peace" lebih dari setengah abad . 87
Address by Mr. Dwight D. Eisenhower, President of the United States of America, to the 470th Plenary Meeting of the United Nations General Assembly
Tuesday, 8 December 1953, 2:45 p.m.
General Assembly President: Mrs. Vijaya Lakshmi Pandit (India)
Madam President and Members of the General Assembly,
When Secretary General Hammarskjold's invitation to address the General Assembly reached me in Bermuda, I was just beginning a series of conferences with the prime Ministers and Foreign Ministers of the United Kingdom and France. Our subject was some of the problems that beset our world. During the remainder of the Bermuda Conference, I had constantly in mind that ahead of me lay a great honour. That honour is mine today as I stand here, privileged to address the General Assembly of the United Nations.
At the same time that I appreciate the distinction of addressing you, I have a sense of exhilaration as I look upon this Assembly. Never before in history has
dikutip dari https://www.iaea.org/about/history/atoms-for-peace-speech (diakses 27 87
Januari 2018)
�246
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
so much hope for so many people been gathered together in a single organization. Your deliberations and decisions during these sombre years have already realized part of those hopes.
But the great tests and the great accomplishments still lie ahead. And in the confident expectation of those accomplishments, I would use the office which, for the time being, I hold, to assure you that the Government of the United States will remain steadfast in its support of this body. This we shall do in the conviction that you will provide a great share of the wisdom, of the courage and of the faith which can bring to this world lasting peace for all nations, and happiness and well-being for all men.
Clearly, it would not be fitting for me to take this occasion to present to you a unilateral American report on Bermuda. Nevertheless, I assure you that in our deliberations on that lovely island we sought to invoke those same great concepts of universal peace and human dignity which are so clearly etched in your Charter. Neither would it be a measure of this great opportunity to recite, however hopefully, pious platitudes. I therefore decided that this occasion warranted my saying to you some of the things that have been on the minds and hearts of my legislative and executive associates, and on mine, for a great many months: thoughts I had originally planned to say primarily to the American people.
I know that the American people share my deep belief that if a danger exists in the world, it is a danger shared by all; and equally, that if hope exists in the mind of one nation, that hope should be shared by all. Finally, if there is to be advanced any proposal designed to ease even by the smallest measure the tensions of today's world, what more appropriate audience could there be than the members of the General Assembly of the United Nations.
I feel impelled to speak today in a language that in a sense is new, one which I, who have spent so much of my life in the military profession, would have preferred never to use. That new language is the language of atomic warfare. The atomic age has moved forward at such a pace that every citizen of the world should have some comprehension, at least in comparative terms, of the extent of this development, of the utmost significance to every one of us.Clearly, if the peoples of the world are to conduct an intelligent search for peace, they must be armed with the significant facts of today's existence.
�247
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
My recital of atomic danger and power is necessarily stated in United States terms, for these are the only incontrovertible facts that I know, I need hardly point out to this Assembly, however, that this subject is global, not merely national in character. On 16 July 1945, the United States set off the world's biggest atomic explosion. Since that date in 1945, the United States of America has conducted forty-two test explosions. Atomic bombs are more than twenty-five times as powerful as the weapons with which the atomic age dawned, while hydrogen weapons are in the ranges of millions of tons of TNT equivalent.
Today, the United States stockpile of atomic weapons, which, of course,increases daily, exceeds by many times the total equivalent of the total of all bombs and all shells that came from every plane and every gun in every theatre of war in all the years of the Second World War. A single air group whether afloat or land based, can now deliver to any reachable target a destructive cargo exceeding in power all the bombs that fell on Britain in all the Second World War.
In size and variety, the development of atomic weapons has been no less remarkable. The development has been such that atomic weapons have virtually achieved conventional status within our armed services. In the United States,the Army, the Navy, the Air Force and the Marine Corps are all capable of putting this weapon to military use.
But the dread secret and the fearful engines of atomic might are not ours alone. In the first place, the secret is possessed by our friends and allies, the United Kingdom and Canada, whose scientific genius made a tremendous contribution to our original discoveries and the designs of atomic bombs.
The secret is also known by the Soviet Union. The Soviet Union has informed us that, over recent years, it has devoted extensive resources to atomic weapons. During this period the Soviet Union has exploded a series of atomic devices, including at least one involving thermo-nuclear reactions.
If at one time the United States possessed what might have been called a monopoly of atomic power, that monopoly ceased to exist several years ago.Therefore, although our earlier start has permitted us to accumulate what is today a great quantitative advantage, the atomic realities of today comprehend two facts of even greater significance. First, the knowledge now
�248
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
possessed by several nations will eventually be shared by others, possibly all others.
Second, even a vast superiority in numbers of weapons, and a consequent capability of devastating retaliation, is no preventive, of itself, against the fearful material damage and toll of human lives that would be inflicted by surprise aggression.
The free world, at least dimly aware of these facts, has naturally embarked on a large programme of warning and defence systems. That programme will be accelerated and extended. But let no one think that the expenditure of vast sums for weapons and systems of defence can guarantee absolute safety for the cities and citizens of any nation. The awful arithmetic of the atomic bomb doesn't permit of any such easy solution. Even against the most powerful defence,an aggressor in possession of the effective minimum number of atomic bombs fora surprise attack could probably place a sufficient number of his bombs on the chosen targets to cause hideous damage. Should such an atomic attack be launched against the United States, our reactions would be swift and resolute. But for me to say that the defence capabilities of the United States are such that they could inflict terrible losses upon an aggressor, for me to say that the retaliation capabilities of the United States are so great that such an aggressor's land would be laid waste, all this, while fact, is not the true expression of the purpose and the hopes of the United States.
To pause there would be to confirm the hopeless finality of a belief that two atomic colossi are doomed malevolently to eye each other indefinitely across a trembling world. To stop there would be to accept helplessly the probability of civilization destroyed, the annihilation of the irreplaceable heritage of mankind handed down to us from generation to generation, and the condemnation of mankind to begin all over again the age-old struggle upward from savagery towards decency, and right, and justice. Surely no sane member of the human race could discover victory in such desolation. Could anyone wish his name to be coupled by history with such human degradation and destruction?Occasional pages of history do record the faces of the "great destroyers", but the whole book of history reveals mankind's never-ending quest for peace and mankind's God-given capacity to build.
�249
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
It is with the book of history, and not with isolated pages, that the United States will ever wish to be identified. My country wants to be constructive,not destructive. It wants agreements, not wars, among nations. It wants itself to live in freedom and in the confidence that the peoples of every other nation enjoy equally the right of choosing their own way of life.
So my country's purpose is to help us to move out of the dark chamber of horrors into the light, to find a way by which the minds of men, the hopes of men, the souls of men everywhere, can move forward towards peace and happiness and well-being.
In this quest, I know that we must not lack patience. I know that in a world divided, such as ours today, salvation cannot be attained by one dramatic act.I know that many steps will have to be taken over many months before the world can look at itself one day and truly realize that a new climate of mutually peaceful confidence is abroad in the world. But I know, above all else, that we must start to take these steps - now.
The United States and its allies, the United Kingdom and France, have over the past months tried to take some of these steps. Let no one say that we shun the conference table. On the record has long stood the request of the United States, the United Kingdom and France to negotiate with the Soviet Union the problems of a divided Germany. On that record has long stood the request of the same three nations to negotiate an Austrian peace treaty. On the same record still stands the request of the United Nations to negotiate the problems of Korea.
Most recently we have received from the Soviet Union what is in effect an expression of willingness to hold a four-Power meeting. Along with our allies,the United Kingdom and France, we were pleased to see that this note did not contain the unacceptable pre-conditions previously put forward. As you already know from our joint Bermuda communique, the United States, the United Kingdom and France have agreed promptly to meet with the Soviet Union.
The Government of the United States approaches this conference with hopeful sincerity. We will bend every effort of our minds to the single purpose of emerging from that conference with tangible results towards peace, the only true way of lessening international tension.
�250
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
We never have, and never will, propose or suggest that the Soviet Union surrender what rightly belongs to it. We will never say that the peoples of the USSR are an enemy with whom we have no desire ever to deal or mingle in friendly and fruitful relationship.
On the contrary, we hope that this coming conference may initiate a relationship with the Soviet Union which will eventually bring about a freer mingling of the peoples of the East and of the West - the one sure, human way of developing the understanding required for confident and peaceful relations.
Instead of the discontent which is now settling upon Eastern Germany,occupied Austria and the countries of Eastern Europe, we seek a harmonious family of free European nations, with none a threat to the other, and least of all a threat to the peoples of the USSR. Beyond the turmoil and strife and misery of Asis, we seek peaceful opportunity for these peoples to develop their natural resources and to elevate their lot.
These are not idle words or shallow visions. Behind them lies a story of nations lately come to independence, not as a result of war, but through free grant or peaceful negotiation. There is a record already written of assistance gladly given by nations of the West to needy peoples and to those suffering the temporary effects of famine, drought and natural disaster. These are deeds of peace. They speak more loudly than promises or protestations of peaceful intent.
But I do not wish to rest either upon the reiteration of past proposals or the restatement of past deeds. The gravity of the time is such that every new avenue of peace, no matter how dimly discernible, should be explored.
There is at least one new avenue of peace which has not been well explored -an avenue now laid out by the General Assembly of the United Nations. In its resolution of 28 November 1953 (resolution 715 (VIII)) this General Assembly suggested: "that the Disarmament Commission study the desirability of establishing a sub-committee consisting of representatives of the Powers principally involved, which should seek in private an acceptable solution and report...on such a solution to the General Assembly and to the Security Council not later than 1 September 1954.
�251
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
The United States, heeding the suggestion of the General Assembly of the United Nations, is instantly prepared to meet privately with such other countries as may be "principally involved", to seek "an acceptable solution" to the atomic armaments race which overshadows not only the peace, but the very life, of the world. We shall carry into these private or diplomatic talks a new conception. The United States would seek more than the mere reduction or elimination of atomic materials for military purposes. It is not enough to take this weapon out of the hands of the soldiers. It must be put into the hands of those who will know how to strip its military casing and adapt it to the arts of peace.
The United States knows that if the fearful trend of atomic military build-up can be reversed, this greatest of destructive forces can be developed into a great boon, for the benefit of all mankind. The United States knows that peaceful power from atomic energy is no dream of the future. The capability,already proved, is here today. Who can doubt that, if the entire body of the world's scientists and engineers had adequate amounts of fissionable material with which to test and develop their ideas, this capability would rapidly be transformed into universal, efficient and economic usage?
To hasten the day when fear of the atom will begin to disappear from the minds the people and the governments of the East and West, there are certain steps that can be taken now.
I therefore make the following proposal.
The governments principally involved, to the extent permitted by elementary prudence, should begin now and continue to make joint contributions from their stockpiles of normal uranium and fissionable materials to an international atomic energy agency. We would expect that such an agency would be set up under the aegis of the United Nations. The ratios of contributions, the procedures and other details would properly be within the scope of the "private conversations" I referred to earlier.
The United States is prepared to undertake these explorations in good faith.Any partner of the United States acting in the same good faith will find the United States a not unreasonable or ungenerous associate.
�252
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Undoubtedly, initial and early contributions to this plan would be small in quantity. However, the proposal has the great virtue that it can be undertaken without the irritations and mutual suspicions incident to any attempt to set up a completely acceptable system of world-wide inspection and control.
The atomic energy agency could be made responsible for the impounding,storage and protection of the contributed fissionable and other materials. The ingenuity of our scientists will provide special safe conditions under which such a bank of fissionable material can be made essentially immune to surprise seizure.
The more important responsibility of this atomic energy agency would be to devise methods whereby this fissionable material would be allocated to serve the peaceful pursuits of mankind. Experts would be mobilized to apply atomic energy to the needs of agriculture, medicine and other peaceful activities. A special purpose would be to provide abundant electrical energy in the power-starved areas of the world. Thus the contributing Powers would be dedicating some of their strength to serve the needs rather than the fears of mankind.
The United States would be more than willing - it would be proud to take up with others "principally involved" the development of plans whereby such peaceful use of atomic energy would be expedited.
Of those "principally involved" the Soviet Union must, of course, be one. I would be prepared to submit to the Congress of the United States, and with every expectation of approval, any such plan that would, first, encourage world-wide investigation into the most effective peacetime uses of fissionable material, and with the certainty that the investigators had all the material needed for the conducting of all experiments that were appropriate; second,begin to diminish the potential destructive power of the world's atomic stockpiles; third, allow all peoples of all nations to see that, in this enlightened age, the great Powers of the earth, both of the East and of the West, are interested in human aspirations first rather than in building up the armaments of war; fourth, open up a new channel for peaceful discussion and initiative at least a new approach to the many difficult problems that must be solved in both private and public conversations if the world is to shake off the inertia imposed by fear and is to make positive progress towards peace.
�253
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Against the dark background of the atomic bomb, the United States does not wish merely to present strength, but also the desire and the hope for peace.The coming months will be fraught with fateful decisions. In this Assembly, in the capitals and military headquarters of the world, in the hearts of men everywhere, be they governed or governors, may they be the decisions which will lead this world out of fear and into peace.
To the making of these fateful decisions, the United States pledges before you, and therefore before the world, its determination to help solve the fearful atomic dilemma - to devote its entire heart and mind to finding the way by which the miraculous inventiveness of man shall not be dedicated to his death, but consecrated to his life. I again thank representatives for the great honour they have done me in inviting me to appear before them and in listening to me so graciously.
�254
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 2
TRANSKRIPNarasumber :MizuhoIshii(usiaparuh30-an)TempatWawancara :ArcusProject,Moriya,IbarakiWaktuWawancara :19September2015
“ThisisanunforgettablememoryforJapanesewho’slivinginthiscentury,and
alsofuture…wehavetobringthisuntilfuture,untilnextgeneration,untilanother
generationsomehow.Idon’tthinkitwillbebetterthanbeforeMarch11(Gempa
Tohoku-red.).Ichoosetoremember,neverforget.Itwasthesaddestmomentforus.
Wehavetolivetogether,Ihavenoplacetomove.Eventhoughmanypeoplefocuses
onFukushima,orMiyagi,orotherTsunamihugedamagearea,thatIbarakiisalso
we’vegotalotofbadin;luence,youknow.Thepeoplewhodependsonagriculture
area, they have to face huge bad rumors and then damages in business. Many
peoplehurted,sohurted.StillnowIreallyconcernandworryabouttheradiation
materials,becausewe’relivingtogether.It’sjustthere,infrontofourof;ice.There,
itwas0.5microsieverts,andthenoverthere,itwas1microsievert.It’squitehigher
andalmostsameastheFukushimaarea.It’ssoscary!
Ihavenomoney,Ihavenospacetolivewithoutthisarea.Ihavenochoice,but
longing to this hometown. I was growing up here. Yeah, similar with people in
Fukushima.They’rewanttocomebackintheirownhometown,buttheycan’t.The
government avoid them to come back, because it’s dangerous. Not only for this
generation but the future family.We’re afraid that it will be like Chernobyl.We
don’tknowafter30yearswhat’sgoingon.Wemustremember.
ThewayIremember istotell thepeopleandalsoI’mkeepingthenewspaper
thatdays.Ineverforgetthatday,Ineedtogotocityhalltosendsomepapers.But
onthenews,theywerebroadcastingthe(nuclearpower-plant)blastontheTV,on
aLiveReport.Iwatcheditathome,thenIcalledthecityhall,askingthemifIcan
goout.Theywerewelcomingmetocityhall.Itwas14ofMarch.SoMarch14was
averycloudyday,andtheradiationmaterialsweremovebythecloudtothesouth
�255
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ofIbaraki.Onthesky,somanyradiationmovefromFukushima.Noonecanseeit.
Itlookslikeanormalsky.
Iwearedamask,andmovedinfear.It’sinvisible,onlytherumorsspread,and
Moriya,thisareaseemsverydangerousbecauseoftheradiationlevel.It’snotlike
atomic bomb. The atomic bomb, as I taught, it has strong light, and then huge
blast, and pressure frome the bomb. But here everythingwas look as normal as
cloudyday.Itwassocold,andeveryonesawtheTVlive,andtheysawtheblastof
thenuclearpowerplant.
I triedto forget, I triednottocare,butwheneverIgo it followedme. I’mnot
supposedtofrighteningpeople,butwheneverforeignartistcome,IfeellikeIhave
totellthereality.Evennowyouseethereinfrontofyou,it’salreadycoveredbythe
green grasses. But once you dig it 40-50cms, you’ll ;ind that blag plastic bag. I
recordedit,youknow.ItookthepictureIwillnevererasethedetail.
ThenIreallycareaboutofhavingachildornot.I’mold,andI’mbitscaredifI
deliverastrangebabyorsomethingin;luencedbytheradiationmaterial.Also,we
hadalotofbadrumors,youknow.WhentheladyinFukushimaispregnant,that
moment,andeveryonescares that thebabymightbe in;luencedbytheradiation
materials.Wedon’tknowtheresultofradiationmaterials. Itmightbeappear in
20or30yearsmaybe,likeChernobylmaybe.Themotherswereveryfreigntenedby
theradiationmaterials.
There was a moment I am working at the restaurant. Whenever the guest
visited toeat,before theyorder, weused to serve thewater.Butwhen there’sa
smallkidentertherestaurant,wedidn'tgivethem.Youknow,ifyouboilthewater,
perhapsthewaterwiththeradiationmaterialwillbecomemorestronger.Ialways
suggesttheyoungeronenottodrinkthatwater.Well,butI’mdrinkingitbecause
I’m older. Not to say that I’m giving up, the rumour said that young people are
easiertobein;luenced.Atsomepoint, Ibelieveinthat.Isuggestthemnottotake
vegetablesoranyorganicthingsfromIbaraki.
�256
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
My parents do the farming, and they still cultivate some vegetable, and
sometimes they were worying Yumiko as she is young and is living alone.
Sometimestheygivemethefreshvegetable,andaskmetopassittoYumiko.But
actuallyIalwaysworry,andnevergiveittoYumiko.Ithinkthede-contamination
isnotperfectyet.
Youknow,thatkindbadin;luence,asbadrumors,it’sallspreadingouttothe
farmers in Ibaraki.Noonewants tobuyvegetables, even ;ish.The ;ishermengot
the huge damage as well. It’s totally collapsing their economy. Now it’s getting
better.Everybodyweresonervousaboutwhicharea,whichvegetablesaresalein
thesupermarket.Somanysupermarketshowingthatthisvegetablesarenotfrom
Ibaraki, nor fromFukushima.Farmersand ;ishermenare thosewhoalsosuffers
becauseofthis.
Sometimes I ironically say, because Miyagi, Iwate, and that other tsunami
damagedareaasobviouslyyoucanseethecondition,thedamage.ButinIbaraki,
youcannotseethedamage,butit’sthere.Wealsogettheworstrumoursbecause
of the radiation materials. Ibaraki is so pity, you know…get the invisible bad
in;luence.Notsomuchyouseethedamageoftsunami.Youcanseethedamage(of
tsunami) inthenorthernpart,buttheongoingdamageis invisible.Ourarea,the
southernpartofIbarakiarevery-verydamageinvisibly.Someareawhichalready
plannedtobedevelopednowarebeingpost-phoned.
Ourmayorwereworkso fast.Mayordecided todecontaminateall thepublic
area. Every public area. He started the decontamination so fast. But the state,
they’re now busy for the Olympic. So much money goes to develop the
infrastructurefortheOlympicinsteadofthedisastrousarea.Whoevercometothe
studio, Iwill always acknowledge themabout the truth of this radiation. I don't
wanttocheatpeople. Idon'twanttotella lie.This is thereality.There’sablack
plasticbagundertheground.”
�257
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 3
TRANSKRIPNarasumber :YoshinoriTakakura(usiaparuh30-an)TempatWawancara :ArcusProject,Moriya,IbarakiWaktuWawancara :18September2015
“At the time IwasaPhD student inmyuniversity.Theearthquakealmostkilledme.ThenIwassurprisedandgetnervoussoIhadtocallmywife.Atthetimeshewas
notmywifeyetbutafterwehadahugeearthquake,mywifegotpregnant,andthen
we decided to be marry. An then, since we had the earthquake, and my wife get
pregnant,sotheradiationwastooserious.Soserious(concern)forus.Atthetimewe
wereliveinToridecity,butsoonasI;inishedthePhD,wemovedtoSaitamadistrictto
keep away from radiation, because I heard that Toride and Moriya had high
precentage of radiation. Thenmywifewent back to her parents’ housewhichwere
located in KanagawaPrefecture,whichwe feltweremuch safer than here (Moriya)
andalsoTokyo.But fortunatelymy sonwasbornwithhealthybody. I’mpreety sure
thatnowwehadnoserious in;luencefromtheradiation,but…hmmmm……wecan’t
forgetwhatwehadin2011,andthenitalwaysremindmewhenwe’reinsupermarket,
whenwehadtogotorestaurant,whenwearewherever inthisareawecan’t forget
aboutit.Andthentherewerenoproofwhatwe’regoingtohappen,whatwillbegoing
formyson,Imeanlikemysonnew-bornbabyorsomething,so…hummhhhh..mmmmI
can’t say thatwewill stay in thisarea for long,but..ummmmmuntil…ssshhh. Idon’t
know…ummm…whatwe can do is to take care or to be serious aboutwhatwe eat,
then..mmhhmm…..(menariknafas) ..I’mnotsurewhatwecandofornowon.But…mmhhh..whenIwasinPhDcourse,whichwerein2011,Ihadsomechoice,whatwillIdoafterI;inishmyPhD,soafterthe
earthquake,Idecidedtogotoforeigncountry,andkeepawayfromJapan.Atthattime
it was the best choice. The motivation was not just to go to foreign country, but
actually theearthquakemademetohavethatchoice.So Imadeaproposal togeta
scholarship.Then Iwent toLebanon forayear.When Iwas inLebanon, thatwasso
many pleasure and that was a great choice for me. Especially for my paintings.
Hmmmhh…hmmm..whenIwasinLebanonIwasalsommmmgoodorimportant…that
�258
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
wasalsoanimportanttimetothinkaboutwhatwehadinJapan.SoafterIcameback
Iwas..WhatIhaddecidedwasIhavetotakecareasmuchasIcanformysonorforthe
youngergeneration.Butstill it’stoohardtokeepthatmotivationforalongtime.So
some ofmy part is trying to forgetwhatwe had in 2011, but some other part just
have..just..hm….issame..justtellmedon’tforgetaboutit….
Themotivationthatmademecomebackto Japanwas…becauseIhadnochoice.
BecauseIwastryingtoextendmyscholarship,butIfailed.AndalsoinLebanonthere
was a serious situation if I stay longer. Then I came back, but once I came back to
JapanIalsocheckedmyapartmentwiththeGeigerCounter(Alatpengukurradiasi),
then I checkedmostof theplacesand it said it stay safeat the time, so therewasa
huge..hmmmm…hmmm. Thatwas…thatwas the thing thatmademe to stay at that
house. If the counter tellsmeabouthighprecentages, Iwill,wewouldn’t stayat the
house.
…Hmmm….I don't know what is the best choice but, if we could have some
opportunity togo to foreigncountries, itmightbebetter togoout,mmmm….hmm…
andthenalsothesouthernpartofJapanmightbeoneofthechoices..but..hmm..wow….I
havesonssoIcan’tsaythis is thebestchoicetostand inthisareabecauseeveryone
knowsthatwehavehighprecentageofradiationinsomepart.
Thebestchoiceformeandmysonistoremember,evenwhenitshard,becausewe
can’tforget,it’sjusthappen,sothere’snochoicetoforgetaboutit…hm…ya…andthen
ah,likejustwehadahugeearthquakeat2011,mywifetoldmetogooutandthenwe
have somany arguments about that to going out or to stay in Japan.We discussed
aboutit.It’ssohard.
Hmmmm…Wehad huge earthquake at 2011, and also at the same timewe had
huge accident from Nuclear plant, and then at the time and there was so many
arguments about staying in Tokyo or leave Japan. Almost everybody were talking
abouthowtoprotecttheirhealth,Imeanhowtokeepawayfromradiation.Andthen
oneofourchoicewastostayinTokyoorIbarakiPrefecture.Andhowtopreventthe
radiationandhowtogetafood,water,andeverythingthatwecoulddeal,butwedon't
have any proof. I don't know whats going to happen in the future. We might have
somethingbutwemightnothave…wedon'thaveanything..Thereisnoproof.Hmmm…
mmmmmm…ouh…and then also..I’m not sure, I don't know, I’m not sure because its
becauseofearthquakeor is itbecauseofsomething,butI’malwaystryingtotellmy
�259
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sonthatIlovehim,soI’mjusttell,IwilljustsimplytellwhatwehaveandIdon'tknow
howwillheanswer.
Wearetotally;ineummmm..Imeanwithoutusingnuclearpower,wearetotally
;ine.Sotouseortohavenuclearplantarejustthedecisionfromgovernment.Butfrom
thegovernmentthey’realwaystryingtosaythatthisisforyou,thisisforcitizen.But
that’snotforcitizen,that'snotforpeoplewholivesinJapan.…..thebene;itisalwaysgo
to thewealthy people, for them. The citizen or the people just used by them as the
voters.
Theenergy,istohavepowerforthearmyandthepeopleinTokyo…AsIknow,not
oneofmyfriendsnorneighboursareagreetocontinuethenuclearpowerplant.The
peoplethatIknow,oranyonearesayingthattheydon'tneedthenuclearpowerplant.
Everybody. No one. I don't know…Even before the earthquake..I don't know…I don't
know.Evenbefore,Idon'thave,Idon'tcareaboutnuclearweaponsomuch.So,that's
whybut..thesedays…Idon'tknow..Nobody.Hmmmmm…Hmmm…(Tertawa)”
�260
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 4
TRANSKRIPSumber :AloneinTheZoneKategori :VideoDokumenterSutradara&Produser :Kovac,Ivan&JousanJeffreyProduksi :ViceInternationalJapanDiproduksitahun :2013Dirilistahun :2015Tautanon-line :htps:/www.youtube.com/watch?v=llM9MIM_9U4
VICEINTERNATIONALJAPAN
AloneinTheZone(2015)
ThetownofTomioka,locatedwithina20kmradiusoftheFukushimaDaiichiNuclear
Reactor,
isnowadesignatedevacuatedzone.
Whilethecity’snearly15,500citizensstillliveasevacuees,onemancontinuestolive
aloneinhis
hometown.
NaotoMatsumura,aged53(N)
N:It’ssoquiethere.Atnightit’sdeadsilent.Therearebuildingsbutnocarsorpeople.
Itwascrazyat;irst.Nolights,nosound.The;irstweek,Iwasuneasy.Itwastooquiet.
I’musedtoitnow,buttheemotionIfeltwhenIrealizedIwasaloneisindescribable.
‘Loneliness’ doesn’t quite capture it. Thatwas the toughest thing togetused to. You
couldprobablyridethese(Sambilmenjulurkantangankehewanemu,bermain-main
dengan hewan ini). With training, you could bridle them and ride them to town.
(Sambilmenggigit rokok yang belum dinyalakan).Would they consider that animal
abuse?(menyalakanrokok)
�261
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Reporter:Canherideoneforus?
Fixer:Canyoushowus?
N:(Mencobamenaikitapihewanemujustruberlarimenjauh).Ididn’tmeantostayat
;irst(sambilmemelukemu).Weranforitwhenreactorunit4exploded.Ithoughtall
thereactorsweregoingtoblow.Afterreactor4,Iknewitwasn’tsafehere. Igrabbed
myfamilyandescaped. SoIdidleaveonce.Weheadedsouthasitwassafer.Mydad
suggestedthat.Wegotohislittlesister’splacedownsouth.Butshewouldn’tevenlet
usin.Shesaidwewerecontaminatedbyradiation.Sowewenttotheevacueeshelters
but theywere full, and turnedus away. Itwas such a hassle that I decided to come
back. That’swhen I realized that our animalswere still waiting to be fed. I had no
choicebuttostay.Icouldn’tleavetheanimalsbehind.Theyneedtobefed.
HasegawaKenji,Farmer(H):Thisisatemporaryhousingunit.IarrivedonAugust3,
2011. Which poses the greater risk, radiation or evacuation? We were told that
evacuatingposesagreaterriskthantheradiation.Sothisismyhometown.Theseare
rice paddies. All dried up. All of it. Radiation here can be as high as 8 or 9
microsieverts. Thatsmyhouse. This ismyhome.The village is called Iitate. I built a
houseandsomecattlesheds,andlivedherewithmyfamilyof8.Ialwaysthoughtthat
thiswasagreatvillage.It’s45kmfromthenuclearpowerplant. Weneverdreamed
thattheradiationcouldspreadthisfar.Lookingback,Ithinkthemayorcommitteda
terriblemistake here. As the village head, hemade thewrong decisions. Evenwhen
scientisttoldthemayorthatIitatewasdangerousheignoredthemall. Hebroughtin
expertsfromaroundthecountry,whopreachedabouthowsafeitwashere.Theysaid
wehadnothingtoworryabout. Theykepttellingusthat.Eventuallythevillagersfell
for it andbegan to relax.And themayor rejected the ideaof evacuating evenmore.
That’swhynobodyleft,eventhoughtheradiationlevelsweresohigh.
Koide Hiroaki (Professor of Nuclear Physycs): Radioactive substances leaked by the
TokyoElectricPowerCompany (Tepco)havecontaminated the soil.YetTepcoclaims
that the radioactive fallout is bona vacantia, an ownerless object, so they’re not
responsibleforcleaningitup.Tepcoisanembarrassmenttoallofus.
�262
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
N:Aftertheexplosion,Iranhome.MycousinworksforTepco.We’reneighborssoIsaw
himcomehome. Iaskedwhathewasdoing.Hesaidhewaspickingupsomeclothes.
He asked if I’m evacuating, so I said no. Then he bowed and apologized. I asked if
everythingwasokay.“It’llbe;ineinacoupleofdays.” Whataliar!Aftermakinghis
ownfamily;lee!Horrible,right?Heliedrighttotheend.That’showbrainwashedthe
Tepcostaffare.Justlikeacult.They’rebrainwashed.Theybelievethatnuclearpower
plants are completely safe and accident-proof. When that explosion happened the
Tepcoguys;ledtothequake-prooftower.Afterawhilethere,theyheardaloudBOOM!
Afterwards, Iaskedthemwhattheythought itwas.Theyall thought itwasamissile
fromNorthKorea,becausenuclearpowerplantsaren’tmeanttoexplode.
KoideHiroaki (ProfessorofNuclearPhysycs) :Onceyouentera radiationcontrolled
area, you aren’t supposed to drink water, let alone eat anything. The idea that
somebodyislivinginaplacelikethatisunimaginable.
N: The cows in the barns died. Over a thousand. Hundreds of thousands of caged
chickensdiedtoo.Thisismyfarm.Highcesiumhere.6microsieverts.BeforeIcamein,
the entireareawasovergrown.Theowner’s ricepaddies.Now,noonewill everbuy
ricefromhere.Theowner’sdecidednevertogrowriceagain.Heleftthepaddiestome.
I let the cows roam free so theywill eat theweeds. I put some fences and freed the
cows. My feelingshave changed in the2 years that I’vebeenhere.At ;irst, I let the
animalsfendforthemselves.ButnowIwanttotakecareofthem.Otherwisethey’dbe
slaughtered.I’mopposedtokillingofftheanimalsinthezone.somanyoftheirfellow
cattle died in pain. These are happy and healthy, yet the government wants them
slaughtered. If there’s a purpose, if they’re for human consumption, Iwouldn’t care.
That’s justhow life is. Butwhyslaughter them fornoreason?Whybury them? Just
because they’rehere. I’magainst that.Tome,animalsandpeopleareequal.Would
theykillpeoplejustasindiscreetly?
At;irstwewerelivingoffthiswater.We’dcollectitlikethis.It’sclean. Iwentupthe
mountain,dugahole,andstuckahosein.Mushroomsarecontaminated.I’dpickthem
anyway.Andstashthem.(Tertawa)
�263
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Reporter:Andthen?
N:I’lleatthemeventually.
NiheiMasahiko(Radiationtestingclinicdirector):Radiationexposurecausescellular
damage.But the cellswill eventually return tonormal. In rarae instances, cellsmay
reamaindamaged,posingtheriskofcancer.Dosageisirrelevant.Regardlessofwether
it’s100millisievertsor1millisievert, if cesiumenters thebody therewillbe cellular
damage.Weaskourpatientstoavoidingestinganythingthatcouldbecontaminated.
N:At;itst,Iwasworriedaboutgettingcancerorleukimiain5or10years.NowIdon’t
worry.IgotacheckupattheUniversityofTokyo.Theyhadthisthingthatlookedlikea
cremator.Ilaydownonit.Theyshutthedoor.Iwasintherefor18mins.18minslater
theyopenedthedoor,andIwasletout.Thedoctorwasstaringatme,soIaskedhim
howitwas.HesaidIhadthehighesradiation level in Japan.ButthatIwouldn’tget
sickfor30or40years.I’llbedeadbythenanyway.(tertawa)
H:Mygrandkidsalwaysdroppedbyontheirwaytopreschool.They’dwatchthecattle,
takeawalkaround,andheadtoschool.Everyday.Theylovedthecows.IalmostwishI
could forget.Mywifeand I tookcareof thecattleover theyears. If thecattlearen’t
milkedthey’dgetill,sowe’dmilkthemandthrowitout.Wedidthatforalongtime.
Thesearethenumbersweassignedtoallofourcattle.Alloftheirindividualnumbers.
Theonesmarkedredare thecattlewhowerehereuntil theend.Theblacknumbers
showtheordermysondecidedthecattleshouldbeslaughtered.Westartedwiththe
worst.Intheend,wehadnochoicebuttodisposeofthemall.Everyoneviewsallcattle
asthesame.Butthat’snottrueatall.
Myfavoritememory?Idon’thaveanyanymore.
[SpecialSecurityZoneNoIllegalDumping]
N:Theyalldied. Itstillsmellsabit. Itwaspurehell.Somehaddiedandotherswere
stilllivingamongstthedead.Theyallstarvedtodeath.Wehaddogsheretoo.WhenI
�264
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
wasfeedingthedogsIcouldseethedeadcattle.Butamotherandcalfwerestillalive.
Both skin and bones. They hadn’t had food or water for a month. The calf was so
hungry itkept tryingtonurse from itsmother.But themotherknewshedidn’thave
anymilktogive,soshekickeditaway.Butthecalfreturned,andgotkickedagain.But
itdidn’tgiveup.After3kicks,thecalfgotthemessage.Therewassomeropehanging
fromthewallofthepen.Theendoftheropemusthavelookedlikeateat,becauseit
wentoverand tried tonurse from it. I couldn’tbare towatch.Theybothdieda few
dayslater.Thatsortofthinghappenedindroveshere.Therewasnowaywecouldsave
themall.Ijusthopedtheywouldn’tsufferlong.Theywereatthepointofnoreturn.
Natureisamazingwhenyou’reakid.There’srivers,oceans,mountains.Youhave;ish
in the riversandoceans, andwildplants in themountains.There’s food tobe found
everywhere.That’showweenjoyednature.Butwe’velostitall.There’snotellinghow
longitwilltaketorecover.I’venochoicebuttodieinTomioka.Istillhave30yearsor
so.
Reporter:You’restillgoingstrong.
N:That’sright.I’mnotgoingtodie.
Reporter:Youdon’tseemlikeyou’dgodowneasily.
�265
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 5
TRANSKRIPSumber :WomenofFukushimaKategori :VideoDokumenterSutradara :PaulJohannessen,JeffreyJousan&IvanKovacDiproduksitahun :2012Arsip :ChamberandTheArchiveofNuclearHarm
WomenofFukushima
1:Nobody lives here anymore. There are dead cows here and there, and the pets…thedogs and the cats, have starved to death. Weeds are covering everything. We builtsomething terrible, we humans.We dug something out of the earth that we shouldhaveleftsleeping.
2:Aftertheplantblewup,wetsnowfellonKoriyama.Ilookedoutsideandsawthesnowturntheyardwhite.Ithought“ThisistheendofFukushima”,andIcried.
3:ThemostfrustatingthingaboutthisisIneverimaginedanaccidentwouldhappeninFukushima.
SetsukoKida:TheonlyoneinourfamilywhowasinFukushimawasmyson.Heworksatacompanythat isaf;iliatedwiththeFuukshimaDai-Niplant.Mysonmumbledsomethingwhenhe was here last summer, “When we were evacuating the plant before the tsunamicame,a(high-radiation)alarmwentoff.”Afterhemumbledthat,Ithought,“Beforethetsunamicame,analarmwentoff…”“Hmm…whatdoesthatmean?”
Aftertheearthquake,thereweremanypeople,engulfedinthetsunami,whocouldhavebeensaved.Butyoucouldn’tgonearplant.Onthe12th,the;irstreactorexplodedandthe rescue crews were afraid of the radiation. No one would go near the plant, sohundreds of people in Fukushimawere left to die. They could hear the ;iremen overpeople’smoan,“It’sdarknow,butwe’llbebacktosaveyoutomorrow.”Inthedarknesstheyyelled“Bestrong,we’llbebacktomorrow!”Thenextday,theradiationspreadandeveryone got kicked out of the area. But peoplewere stuck in their cars and buriedunder their houses from the tsunami. I don’t know howmany people died thinking“Why don’t they come and save us?” They knew that no one could live there so thethieveshada;ieldday.Theconveniencestoreswerelooted.
�266
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ThemediareportedthatJapanesepeoplewerewellmannered,didn’tthey?Everythingstandinginlineattheconveniencestores.Noonecuttinginline,notevenfortrains…that’s what they said. The Japanese government says only beautiful things…but thelootinghappenedevenonthenightofthedisaster.Whenwewenttoourhomeforatemporary visit, the local convenience store was gutted. I knew the owner of theconveniencestorequitewell,itwastrashed,everythingwasstolen.
But evenworse than the thieves, are the politicians, the electric companies, and thepeoplewhosaytheJapaneseeconomyneedsnuclearpowerplants.Thethievesarebadbuttheseothersareworse.Theymanipulatetheinformation.TheJapanesehavebeenliedtoo.
TheDai-IchiplanttothenorthandtheDai-Niplanttothesouth.Ididn’t realizethiswhenwebuiltourhousethere20yearsago.hmmmm..Ifyoulivealoneoryouhaveafamilyoften,eachhouseholdinTomiokareceives11,196yen(US$100)peryear.That’stheamountpeoplereceiveforlivingneara.nuclearpowerplant.Sowhenpeoplesay“Youarereceivingmoney”,wehave,butIthinkthattheprefecturemusthavereceivedalotmore.
There’snoproof,buteversinceIlivedthere,therealwaysbeenrumorsthatthemayorsandgovernorswerereceivingkickbacks.I’mnotsureifit’strueornot,becauseIdidn’twitnessitandthere’snoevidence.But,themayorsofthetownswithnuclearplantsallbecomerichforsomereason.
…
diataspodiumdemo:
“Thisworld, this Japan,wascreatedbyus, it is theresponsibilityofallofusovertheage of 50. Young people, we are very sorry. The over-50s who are here and thegrandparents in their70sand80s feel thesameandareworkinghard.Wewill takecare of thismess. In exchange, all of you in your 20s cannot let the government dowhateveritpleasesafterwedie.Japanesepoliticsandnuclearenergyproliferationarebigmistakes.
…
Atnight,whenIcan’tsleep…IfIcan’tsleep,Iimaginegoinghomebycar.Bang!Ibreakthroughthebarricades.ThenImakeittothefrontofmyhouse.Ah,I’mhome…That’sapictureofmyhouse.Igetoutofmycarandthink,“Iforgotmykeys,whatshouldIdo?”But it’s just a dream. So I just slip in and I’m inside. Thedining table, on top of thetable…thekitchen;it’sdirty.ThenIgoupstairs.Thiswasourroom;it’smessy.Ourson’sroom…Igotoourdaughter’sroomandthestuffedanimalsshelovedarethere.ThenIcome back. Going there, I can remember the way, but on the way back I just thinkaboutdrivingandfallasleep.ThenIwakeupandseetheceiling,“Ah..I’mnotusedtothisceiling.”“Ah…thisisourtemporaryhouseinMito.”WhenI;irstexperiencedthis,Icried.SonowwhenIcan’tsleep,Ithink,“I’llgohometodaytoo”.Nowit’sahabit,whenIcan’tsleepatnight,Isay,“I’llgohome”andIimaginegoinghome.
�267
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Totheheadsofthepowercompanies,goandlivenexttotheplants!Buildahouseonthegroundsandlivethere.Bringyourchildrenandyourgrandchildrenwithyou.
YukikoTakahashi:Myparentswerelivingabout40kmfromtheplant.Atthetime,itwasn’tclearhowtheradiationwouldspread.Theyreallywantedtobe fartherawayfromtheplantthanIwakisotheyevacuatedtoFukushimacity.Afterwardsthey;inallyfoundouthowtheradioactiveelementswerebeingdispersed.Theyhadevacuatedtoanareaofhigherradiation.Whatwasthatallabout?!Therewerealotofpeoplethatthishappenedto.
Ifyouact,youwillchange.
TatsukoOkawara:EversincetheChernobylAccident,wehavebeenagainsttheuseofnuclear power. I mean, even if we wanted to raise healthy vegetables withoutpesticides or chemicals, thanks to whats happened. It’s impossible, right? We can’traisetrulyhealthyvegetablesanymore.
Thereareafewyoungpeoplewhodon’tcareatallaboutthesituation,buteveryone,almosteveryone, feelssomeanxiety intheirhearts. “Itmightmakeyousick.”“Maybeyou can’t eat that.” “You might get cancer.” “Is your thyroid OK?” They hear thiseveryday.Theydon’twanttohearanythingthatwillmakethemanymoreanxious,butjustignoringthesituationwon’tmakeanyoftheseproblemsgoaway.
SowegiveoutpamphletseveryMondayinthecityofKoriyama.Wetrytoexplaintoapathetic people that they need to keep on ;ighting against nukes. There are lots ofdifferentpeople,somewhoreadthemandotherswhocrumplethemup.InFukushima,peoplearestartingtolistenalittle.
Whenthedemocraticpartyof Japantookpower, theywereanti-nuke!Everyonehadsomehope for theDPJ. Suddenly theyare saying that restartsarenecessaryand theJapaneseeconomyneedsnuclearpower.That’scrazy.PrimeMinisterNodaandonlyahandfulofthepoliticianswhosupportedtheOinuclearpowerplantrestartshavebeento Fukushima. Noda came recently for a fewmoments but I think that was just aludicrous performance. If theywant to knowwhat people in Fukushima are feeling,they need to come more often and meet with people in temporary housing, peopleworkingatthenuclearpowerplants,peoplewhocan’tfarmtheirland, orthepeoplewhoharvest their cropsonly to ;ind thebecquerel levelsareoff thecharts.Wewantthemtohearthefeelingsofthesepeoplebeforetheydecideonpolicy.Butheyhaven’tevenseenit,Nodaandhissupporters.
Wewillelectpeoplewhogenuinelywantanuclearfreecountryasourpoliticians.
KazueMorizono: From the endofApril, I startedgetting really sick. I hadall thesedifferentsymptoms.Terriblediarrhea,skinspots,vomiting,jointpain,cankersoresinmy mouth. Through April, May, and June, it was a recurring cycle of sleeping andwakingup.…. It’s infuriating! I thought that Tokyo would be the ;irst place to stand up forFukushima.IbelievedthatTokyowouldstandupforFukushima.Buttherealityisthat
�268
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Fukushima has to do everything from beginning to end. In the beginning, itwas anincredible shock. I hoped that they would rally with us and say, “Let’s stand uptogether,theelectricitywasforus.”Iwas;illedwithexpectationsandhope.
Everythingthathashappenedhasbeensoagonizing.Itmakesmefeelashamedtobeahumanbeing.
Thisdidn’t just startnow, it’sbeen in the JapaneseDNA fora long, long timebeforeblossomingintothecurrentsituation.
The big problem is the bureaucrats in their 40s and 50s, what shouldwe do aboutthem?Littleby littleTokyowomen, youngerwomen,are starting to speakup. IthastakenayearandfourmonthsandthechildrenofFukushimacontinuetobeexposedtoradiation. They continue to be exposed, I want people to know this. Japan is aninterestingcountry.Afterpeoplegetelected,theyallbecomethesame. Theirthinkingandmethodsbecomethesame.
Intreeof;iveyears,whatisgoingtohappeninFukushima?Therearepeoplewhohavethisinformation.Sotellus,whatisgoingtohappen?
Setsuko Kuroda: The media does not write the truth…the Japanese media. It’sapparentthattheyareallconnectedbehindthescenes…Thegovernmentof;icials,themajormedia corporations, and the electric companies, all of them.We are the oneswhoelectedthepoliticians,eachoneofus, that’s theproblem.Unlesswechange, thepoliticianswon’t. Even ifwehaveageneral election, ifwe choose the samekinds ofpoliticians…we’llbeinthesamespot.
Themostimportantthingsarelife,healthandraisinghealthychildren.Wedon’tneednuclearpower for this.We’re ;ighting to show that therearemore important thingsthanmoney.
TheJapanesepolice,inthissense,areverygood.Everyonecouldbewatched.Ithinkmyphoneisbugged,andwhenI’moutIthinksomeonemightbeenteringmyhouse.
I will never forgive this government. What do they think about the lives of theircitizens?Weneed to take thisgovernmentdownas soonaspossible. Ifwe can take themout(PLTN)andreplacethem,itwillbebetterthanitisnow.Itmaynotbeperfectbutweneedtogetthenuclearpowerplantsstopped.
Recently,youngpeople,mostlyinTokyo,havebeencomingout.Thisisreallyamazingifyouthinkabouthowithasbeenuptothispoint.Itmakesmethink“Idon;tneedtogive up.” TEPCO is unforgivable, but I ;ind strength in 150,000 or 200,000 peoplecomingtogether.
Themostimportantthingistoevacuateallthechildren.Immediately.
AkiHashimoto : Iwas just bornand raised inFukushima.Yet people say, “It’s yourownfault.”“Youreceivedmoneysoyoucan’tcomplain.”WhenIhearthatitmakesme
�269
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
angry.InFukushima,thereisasaying-‘goseiyakeru’-whichmeans,beyondangry.It’sfallenoutofusebutmeandmyfriendhavebeensayingthisa lot lately - thatwe’rebeyondangry.
Weallcriedalotlastyear.Ifpeoplealloverthecountryreallyunderstandhowwefeel,then justasourgroup iscalledtheWomenofFukushima, theWomenof Ibaraki, theWomenofChibaandtheWomenofTokyoshouldallraisetheirvoices.
Rightnowtheevacuationareaisstillverysmallandthepeoplelocatedthereonlygetasmallamountofsupport.Weneedtomakethearealargerbecausethedangerzoneismuch larger. Weneedtochangethe lawto1millisievert/yearas theupper limit,otherwisepeoplewon’tbeabletomove.That’swhatwearestartingtodonow,togetthismade into law. It’s 5 to 6millisieverts, ormaybe even up to 10 in some places.Peoplemustbeevacuatedfromtheseareas.Theremsutbeguaranteesforresidentsinareas over1millisievert. Thatswhatwehavebeen sayingall along.ThatwaswhattheydidafterChernobyl.
Iwantthegovernmenttostartthinkingseriouslyaboutthechildren.
�270
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ĪĭİıĘĤĬĥĘħĭIJĬĥĘĤĬĥĘĪĭİıĘĤĬĥĘĴĨĤıĘĥĦĮıĘĝĘĠĞğġ
ğĢĜİĵĸĜğġ
MO
RIYA
, IBA
RAKI
ĩĬħĭįīĤĬİ
KAT
SU
O E
NO
MO
TO [S
UA
MI]
&
MIY
OK
O E
NO
MO
TO [I
STR
I]ĩĬıĦįijĩĦĴĦį
TIM
OTE
US
AN
GG
AWA
N K
US
NO
ĩĬıĦįĮįĦıĦįĘęğ
YU
MIK
O F
UJI
MO
TOĩĬıĦįĮįĦıĦįĘęĠ
TOM
OM
I YO
KO
SU
KA
TIM
EJE
PANG
âBA
HASA
INDO
NESI
A0:06
Menyanyi
Mia
gete
gor
anß�ʼnřŋŰŷ
Liha
t lah
, 0:09
Yoru
-no
hosh
i-wo
DŠ�Ŷ
Bint
ang-
bint
ang
di la
ngit
mal
am0:15
Bok
ura-
no y
o-ni
ƋżŰŠůĿŞ
Sepe
rti k
ita0:20
Nam
o na
i hos
hi-g
a1Ūŝľ�Ń
Bint
ang-
Bint
ang
tak
bern
ama
0:26
Sas
ayak
ana
shi-a
-was
e-w
oŌŌŬłŝ`őŶ
tent
ang
keba
hagi
aan
yang
sed
erha
na0:34
Uta
tteru
�ŖřŲ
mer
eka
bern
yany
i
0:47
�����
��
onaj
i tok
i-ni O
oara
i ni i
ta, d
an-n
a sa
man
o ke
iken
wa
don-
na d
esuk
a?0Ŏ�ŞF¡ƘŁŁĽŰľƙŞľœ�÷�ŠÉēš
ŜŷŝŚŏłƝ
Baga
iman
a pe
ngal
aman
sua
mi a
nda
yang
sed
ang
bera
da d
i Ooa
rai s
aat i
tu?
0:55
istri
syu-
jin w
a O
oara
i ni i
tano
de,
wat
ashi
-no
keik
en to
wa
tigai
,��šF¡ŞľœŠŚĹÊÉēśšôľĹ
Kare
na d
ia d
i Ooa
rai,
peng
alam
anny
a be
rbed
a de
ngan
say
a
Knp
o-sy
agek
i ga
sugo
katta
so-
desu
.ÓÀSyŃŏŋłŖœŒĿŚŏĺ
Kata
nya
tem
baka
n m
eria
m d
ari k
apal
per
angn
ya s
anga
t ke
ras
1:02
�����
��
Knp
o-sy
agek
i?ÓÀSyƝ
Tem
baka
n m
eria
m?
1:05
istri
Ana
ta, k
an-k
isen
maw
ashi
ta?
ĽŝœĹx�t7ōœƝ
"Say
ang,
men
yala
kan
kipas
ven
tilasi?
"suami
Maw
ashi
tayo
.7ōœůĺ
"Iya"
1:10
ŹƕƄƊƑ
ŸƖ
Kik
aset
e m
orae
mas
uka?
ÎłőřŪŰŀŧŏłƝ
Bole
h di
cerit
akan
tent
ang
itu?
1:13
istri
Osh
iete
age
te, O
oara
i-no
Kan
po-
syag
eki n
o ko
to.
}ŀřĽʼnřĹF¡ŠÓÀSyŠ�ĺ
Cerit
akan
lah
tent
ang
tem
baka
n m
eria
m d
i Ooa
rai
1:19
suami
Ibar
aki n
iwa
gunj
i-koj
yo g
a at
ta-n
de
su.
Ö;ƘľŢŰńƙŞšé�[=ŃĽŖœŷŚŏĺ
Ada
pabr
ik pe
rang
di k
abup
aten
Ibar
aki
Hita
chi t
o M
ito n
i.�ÅƘţœŕƙś�qƘŨśƙŞĺ
Di k
ota
Hita
chi d
an M
ito1:32
Sok
o-ga
ner
awar
eta-
n de
su.
ŒŊѵŵųœŷŚŏĺ
Itu y
ang
men
jadi
sas
aran
1:39
Hita
chio
-no
atar
i-ga
syag
eki s
aret
eta
toki
wa,
toku
de k
amin
ari-g
a na
tteru
yo
-des
ihta
.�ÅŠĽœűŃÀyŌųřœ�šĹõņŚĈŃĕŖ
řŲůĿŚōœĺ
Saat
Hita
chi d
isera
ng d
item
bak,
kam
i den
gar s
eper
ti gu
ntur
da
ri ja
uh
152
istri
Fune
-no
naka
kar
a su
runo
yone
? K
anpo
-sya
geki
tte.
ÒŠ�łŰŏŲŠůşĹÓÀSyŖřĺ
Tem
baka
n m
eria
m it
u da
ri ka
pal p
eran
g 'ka
n?
suami
So-
dayo
.ŒĿŔůĺ
Betu
l
�1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
istri
Rik
uchi
kar
a jy
a na
ino.
Kan
po-
syag
eki w
a fu
ne-n
o na
kaka
ra y
aru-
n de
su.
ā9łŰŎūŝľŠĺÓÀSyšÒŠ�łŰŬŲ
ŷŚŏĺ
Buka
n da
ri da
rata
n, ta
pi d
item
bak
deng
an m
eria
m d
ari k
apal
203
suami
sono
to-ji
no n
ihon
-no
koku
ryok
u-w
a so
reku
rai,
ochi
te it
atte
kot
o na
n-de
su,
ŒŠe�Š��Š8$šŒųņŰľƘÓÀSyŌ
ųŲņŰľƙ×ŕřľœŖř�ŝŷŚŏĺ
Artin
ya s
aat i
tu k
ekua
tan
(per
ang)
neg
ara
Jepa
ng b
egitu
m
eros
ot
(hin
gga
kapa
l mus
uh d
apat
men
deka
ti un
tuk
men
yera
ng)
219
cyo-
do s
ono-
toki
, wat
ashi
-wa
syo-
gakk
ou g
onen
-se
desh
ita.
ŕŮĿŜŒŠ�ĹÚTL�ġ_¶Śōœĺ
Saat
itu,
usia
say
a ke
las
5 SD
233
Kna
po-s
yage
ki n
an-te
dar
emo
sirim
asen
des
hita
.ÓÀSyŝŷřäŪ¾űŧőŷŚōœĺ
Kam
i tid
ak ta
hu s
oal t
emba
kan
mer
iam
sam
a se
kali
238
Hita
chi-n
o ho
-ga
Kna
posy
agek
i uk
eter
u-tte
kot
o-w
a, s
hiba
raku
sh
iteka
ra w
akar
imas
hita
.�ÅŠ�ŃÓÀSy-ňřŲŖř�šĹōŢŰņō
řłŰŵłűŧōœĺ
Sete
lah
bebe
rapa
sel
isih
wakt
u, b
aru
ada
kaba
r
bahw
a Hi
tach
i dise
rang
tem
baka
n m
eria
m
246
Son
ouch
i-ni,
kond
o-w
a at
aman
o-ue
-w
o ho
-dan
-ga
hyur
u hy
uru-
tte to
n-de
ki
tan-
desu
.ŒŠĿŕŞĹ aščŠ�ŶÀdŃţŭŲţŭŲ
ƠŖřĎŷŚńœŷŚŏĺ
Lalu
ber
ikutn
ya m
eria
m it
u m
elew
ati d
i ata
s te
mpa
t kam
i
258
So-
itta
omoi
de-g
a ar
imas
u. A
to-w
a ka
igan
-chi
ta d
eshi
taka
ra,
ŒĿľŖœkľ�ŃĽűŧŏ弜šĹ¤Y9]Ś
ōœłŰ
Kena
ngan
say
a se
perti
itu.
Jug
a te
mpa
t kam
i di p
ingg
ir pa
ntai
305
Ano
to-ji
, gur
aman
-to-iu
sen
to-k
i-ga
amer
ika
gun-
niw
a ar
imas
ita.
ĽŠe�ĹŽƒƌƕśľĿpþ�ŃŸƎƓźéŞš
Ľűŧōœĺ
Pada
mas
a itu
tent
ara
Amer
ika m
emilik
i pes
awat
per
ang
Kan
saik
i des
u.Óê�Śŏĺ
bern
ama
Gru
mm
an, p
esaw
at le
pas
land
as d
ari k
apal
per
ang
314
Ke-
kai-k
eiho
-ga
natte
ru to
ki-n
iwa,
su
deni
kus
yu s
aret
e m
ashi
ta.
åoå<ŃĕŖřŲśńŞšĹŏŚŞÄÞŌųřŧ
ōœĺ
Saat
ala
rm b
erbu
nyi,
kam
i tel
ah d
isera
ng d
ari u
dara
322
Gak
ko-d
emo,
gak
ko-k
ara
kaer
u to
ki-
mo.
L�ŚŪĹL�łŰ^Ų�Ūĺ
Saat
di s
ekol
ah, m
aupu
n di
jala
n pu
lang
dar
i sek
olah
,
327
Syo
ccyu
sor
akar
a-no
hog
eki-n
i atte
m
ashi
ta.
ōŮŖŕŭĿijۊSyŞĽŖřŧōœĺ
sela
lu d
item
bak
dari
udar
a
343
To-ji
nio
n-rik
u-gu
n-no
hito
tach
i-ga,
e���āéŠ�œŕŃĹ
Pada
wak
tu it
u, te
ntar
a an
gkat
an d
arat
Jep
ang
351
Jikk
a-ga
ook
ina
tate
mon
o de
shita
-no
de, s
oko-
ni it
an-d
esu.
NOŃFńŝb³ŚōœŠŚĹŒŊŞľœŷŚŏĺ
tingg
al d
i rum
ah s
aya
kare
na ru
mah
say
a be
sar
401
Kar
era-
wa
ryo-
wo
shite
mas
hita
,fŰš¦ŶōřŧōœĹ
Mer
eka
serin
g ne
laya
n,S
yoku
ryo-
ga n
aino
de.
ď~ŃŝľŠŚĺ
kare
na k
ekur
anga
n pa
gan
416
Ryo
shi-w
a m
in-n
a he
itai-n
i mot
te
kare
te s
him
atte
,¦\šº�ĂŞvŖřłųřōŧŖřě
Nela
yan
asli s
etem
pat s
emua
nya
diwa
jibka
n m
enja
di te
ntar
a
Fune
dake
-ga
noko
tteru
-n d
esu.
ÒŔňŃ�ŖřŲŷŚŏĺ
Jadi
han
ya te
rting
gal p
erah
unya
mer
eka
427
Fune
-no
kika
nshi
-wa
mod
osar
ete,
fu
ne-w
o ug
okas
itari
shite
mas
hita
.ÒŠ�ý@šrŌųřĹÒŶ&łōœűōřŧō
œĺ
Tekn
isi k
apal
disu
ruh
balik
, dan
mer
eka
yang
m
engo
pera
sikan
kap
al
�2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
435
Dem
o, n
otte
ru-n
owa
heita
i des
hita
.ŚŪĹ�ŖřŲŠš�ĂŚōœĺ
Teta
pi y
ang
diba
wa k
apal
itu
tent
ara-
tent
ara
443
Hei
tai-t
achi
-ga,
�ĂóŃĹ
Para
tent
ara
ituW
atas
hi-n
o ie
-no
nika
i-ni z
utto
irun
-de
su.
ÊOŠĠăŞŐŖśľŲŷŚŏĺ
tingg
al d
i lant
ai 2
di r
umah
say
a
455
istri
Jikk
a-ga
ryok
an y
atte
tand
esu.
Ě�÷ŠƙNOŃ�đŬŖřœŷŚŏĺ
Kare
na ru
mah
sua
mi s
aya
wakt
u itu
pen
gina
pan
Dak
ara
soko
-ni h
eita
i-san
-ga
taku
san
itand
esuy
o.ŔłŰŒŊŞ�ĂŌŷŃ�XľœŷŚŏůĺ
mak
a di
situ
ban
yak
tent
ara
tingg
al
510
�����
��
Tank
i-de
soko
-ni i
tan-
desu
ka?
¿�ŚŒŊŞľœŷŚŏłƝ
Untu
k ja
ngka
wak
tu y
ang
pend
ek?
515
istri
So-
datta
no?
ŒĿŔŖœŠƝ
Begi
tuka
h?H
eita
i-san
-wa
nan-
de a
n-ta
-no
ie-n
i ita
no?
�ĂŌŷš�ŚĽŷœŠOŞľœŠƝ
Men
gapa
tent
ara-
tent
ara
itu ti
ngga
l di r
umah
mu?
520
suami
Maz
u da
i ich
i-ni k
aiga
n-no
kei
bi-n
o ta
me-
ni it
an-d
esu.
ŧŐÆ�ޤYŠå�ŠœũŞľœŷŚŏĺ
Teru
tam
a un
tuk
mem
jaga
gar
is pa
ntai
,
530
Itu jy
o-rik
u sh
iteku
ruka
w
akar
anak
atta
kar
ades
yo.
ľŗ�āōřņŲłŵłŰŝłŖœłŰŚōŮĿĺ
kare
na m
usuh
bisa
men
dara
t dar
i pan
tai s
etia
p sa
at
537
Bi-n
jyu-
kyu-
ga to
kyo
tona
i-ya,
m
aeba
shi-n
o ho
-wo
baku
geki
sh
iteki
ta to
kini
-wa,
ƞƚƜŃ��ù�ŬĹ#�Š�Ŷ±yōřńœ�Ş
šĹ
Saat
B29
men
yera
ng k
ota
Toky
o ju
ga d
aera
h de
kat
Mae
bash
i,547
Hid
an-s
hita
hik
o-ki
-ga,
ÛdōœĎÚ�ŃĹ
terli
hat p
esaw
at y
ang
terte
mba
k te
rbak
arM
oena
gara
, kai
gan-
no h
o-ni
ch
ikaz
uite
kur
u-n-
desu
.°ŀŝŃŰŤYŠ�ŞìŘľřņŲŷŚŏĺ
terb
ang
men
uju
ke a
rah
pant
ai
557
Sos
hite
, kai
gan
chik
aku-
de ts
uira
ku
suru
-n-d
esu.
Œōř¤YìņŚ>×ŏŲŷŚŏĺ
Lalu
jatu
h m
eled
ak d
i dek
at p
anta
i
601
istri
Sor
e-w
a am
erik
a-no
hik
o-ki
des
yo?ŒųšŸƎƓźŠĎÚ�ŚōŮƝ
Itu y
ang
pesa
wat A
mer
ika 'k
an?
suami
So,
am
erik
a-no
hik
o-ki
.ŒĿĹŸƎƓźŠĎÚ�ĺ
Iya,
pes
awat
mus
uh te
ntar
a Am
erika
.
605
Jyo-
mu-
in-w
o ky
u-sy
utsu
su
ruta
men
i, ch
ikak
umad
e se
nsui
-ka
n-ga
kite
ru,
�'6Ŷ|�ŏŲœũŞĹìņŧŚ¨�ÓŃ�ř
ŲĹ
Untu
k m
enye
lam
atka
n pi
lotn
ya,
To-i-
u ha
nash
i des
hita
.śľĿãŚōœĺ
kata
nya
kapa
l sel
am p
un m
ende
kati
pant
ai621
Dar
emo
mita
hito
-wa
inai
-des
u.äŪßœ�šľŝľŚŏĺ
Teta
pi ti
dak
ada
oran
g ya
ng m
elih
atny
a621
istri
Aa,
so?
ĽĽĹŒĿƝ
Oh
iya?
Dar
emo
mita
hito
-wa
inai
?äŪßœ�šľŝľƝ
Tida
k ad
a ya
ng m
elih
atny
a?suami
Mita
hito
-wa
inai
.ßœ�šľŝľĺ
Tida
k ad
a627
istri
Han
ashi
dak
e-de
?ãŔňŚƝ
Hany
a ka
bar a
ngin
saj
a?
suami
So.
Tad
a, s
eizo
-n s
hita
am
erik
a he
-w
a m
itako
to-g
a ar
imas
u.
ŒĿĺœŔŶKōœŸƎƓź�šßœŊśŃĽűŧ
ŏĺ
Iya.
Tet
api s
aya
pern
ah m
elih
at te
ntar
a Am
erika
yan
g se
lam
at635
Son
o hi
to-w
a ta
suke
rare
mas
hita
.ŒŠ�š%ňŰųŧōœĺ
Dia
dise
lam
atka
n ol
eh k
ami
641
Had
aka
do-z
en-n
an-d
esu,
mah
uyu-
no s
anak
a-ni
.Ý0¬ŝŷŚŏĹ¼�ŠŌŝłŞĺ
Dia
ham
pir t
idak
pak
ai b
aju
pada
hal d
i ten
gah
mus
im d
ingi
n
646
Tabu
n, h
iko-
ki n
ai-w
a at
taka
kat
tan-
desy
o.C�ĹĎÚ��šĽŖœłłŖœŷŚōŮĿĺ
Mun
gkin
kar
ena
dala
m p
esaw
atny
a cu
kup
hang
at
�3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
650
Pan
tsu-
to s
yatu
dak
e na
n-de
su.
ƉƕƆśƀƐƆŔňŝŷŚŏĺ
Dia
hany
a m
emak
ai c
eran
a da
n ka
os
657
Gom
u-bo
-to-d
e ki
shi m
ade
kite
,"hel
p" tt
e itt
e-ru
-n-d
esu.
ſƍƋƖƇŚYŧŚ�řĻĶĵķĸƗļŖřáŖřŲŷŚ
ŏĺ
Dan
men
deka
ti ke
pan
tai d
enga
n pe
rahu
kar
et s
ambi
l ter
iak
"Hel
p!"
710
So-
iu-n
o-w
a m
imas
hita
. Ked
o so
re-
ijyo-
no k
oto-
wa
wak
arim
asen
.ŒĿľĿŠšßŧōœĺňŜŒų��Š�š�łű
ŧőŷĺ
Saya
mel
ihat
itu,
teta
pi s
elan
jutn
ya ti
dak
tahu
bag
aim
ana,
716
Sug
u-ni
kak
ari-n
o hi
tota
chi-g
a ki
te,
tsur
ete
itte
shim
aim
ashi
taka
ra.
ŏŇŞ�űŠ�óŃ�řĹðųřľŖřōŧľŧō
œłŰĺ
kare
na la
ngsu
ng d
atan
g pe
tuga
s da
n m
emba
wa d
ia p
ergi
727
So-
iu s
enso
taik
en-g
a ar
imas
u.ŒĿľĿp��ēŃĽűŧŏĺ
Sepe
rti it
u la
h pe
ngal
aman
per
ang
saya
731
Ato
-wa,
wat
ashi
-no
baai
-wa
mito
-to
chig
atte
, kog
atak
i-no
ko-g
eki-w
o uk
emas
hita
.ĽśšĹÊ=/š�qśôŖřĹT:�Š{y
Ŷ-ňŧōœĺ
Sela
in it
u, te
mpa
t say
a di
sera
ng p
esaw
at y
ang
kecil
. Be
rbed
a de
ngan
Mito
743
Bi-n
jyu-
kyu-
dew
a na
ku, p
i san
jyu-
ni
datta
kan
a.ƞƚƜŚŝņĹƟƛƚŔŖœłŝĺ
Itu b
ukan
B29
teta
pi m
ungk
in P
32
754
So-
hats
u-no
hik
o-ki
des
hita
.+¹ŠĎÚ�Śōœĺ
Pesa
wat b
erm
esin
gan
da (b
isa b
awa
dua
bom
?)
758
So-
iu h
iko-
ki-g
a to
n-de
kite
, fun
e-w
o ko
-gek
i shi
tem
ashi
ta.
ŒĿľĿĎÚ�ŃĎŷŚńřĹÒŶ{yōřŧō
œĺ
Pesa
wat s
eper
ti itu
yan
g da
tang
dan
men
yera
ng k
apal
Je
pang
810
istri
Syo
u-w
a ni
jyu-
nen
hach
igat
su, t
sui-
tach
i.�5ĠĞ_ģ�ğ�ĺ
Tgl.1
Agu
stus
194
5
Wat
ashi
-wa
syo-
gakk
o go
-nen
-sei
, jy
u-i-s
sai d
eshi
ta.
ÚTL�ġ_¶Ĺğğ�Śōœĺ
Usia
say
a 11
tahu
n, k
elas
5 S
D
818
Yoru
, nan
-ji-g
oro
datta
kan
a.DĹ��ČŔŖœłŝĺ
Pada
mal
am h
ari,
saya
tida
k in
gat j
amny
a,
822
Bi-n
jyu-
kyu-
dew
a-ga
ton-
deki
te,
baku
geki
, mon
osug
oi b
akug
eki-n
i ai
mah
ita.
ƞƚƜŃĎŷŚńřűyĹŪŠŏŋľ±yŞĽľ
ŧōœĺ
B29
terb
ang
berd
atan
gan
dan
kam
i dise
rang
, dise
rang
ha
bis-
habi
san
829
Son
o i-s
yu-k
an-m
ae n
imo
Bi-n
jyu-
kyu-
ga to
nde-
kite
ŒŠğñü#ŞŪƞƚƜŃĎŷŚńř
Sem
ingg
u se
belu
m it
u ju
ga B
29 d
atan
g, la
lu m
enye
bark
an
kerta
s te
rtulis
835
"Bak
ugek
i sur
ukar
a, m
in-n
a hi
na-n
sh
iteku
dasa
i"to-
i-u b
ira-w
o m
aita
-n-
desu
.Ļ±yŏŲłŰĹŨŷŝöĆōřņŔŌľļśľĿƊƒ
ŶzľœŷŚŏĺ
"Kam
i aka
n m
enye
rang
dae
rah
ini,
mak
a m
engu
ngsil
ah
sebe
lum
nya.
"
841
Dem
o, d
arem
o sh
inyo
-shi
mas
en
desh
ita.
ŚŪĹäŪ�·ōŧőŷŚōœĺ
Teta
pi ti
dak
ada
yang
per
caya
844
"Nih
on-w
a ze
ttai k
atsu
. Mak
eru
hazu
-ga
nai"
to,
Ļ��šÊR(ŗĺçňŲšŐŃŝľļśĹ
"Jep
ang
past
i aka
n m
erai
h ke
men
anga
n. T
idak
mun
gkin
ka
lah"
Dar
e-m
o hi
na-n
shi
naka
tta-n
-des
u.äŪöĆōŝłŖœŷŚŏĺ
Tida
k ad
a ya
ng m
au m
engu
ngsi
851
dem
o B
i-njy
u-ky
u-ga
kite
, bak
udan
-w
o ot
oshi
ta-n
-des
u.ŚŪƞƚƜŃ�řűdŶלōœŷŚŏĺ
Teta
pi b
etul
B29
dat
ang
dan
men
yera
ng m
embo
m k
ami
856
Son
o m
ae-n
i syo
-me-
da-n
-wo
otos
are
mas
hita
.ŒŠ#Ş®�dŶלŌųŧōœĺ
Sebe
lum
nya
mer
eka
men
jatu
hkan
sua
r
Pa-
tto a
karu
ku n
atte
, mar
ude
hiru
ma-
no y
o-de
shita
.ƉƅƖś�ŲņŝŖřĹŧŲŚ�üŠůĿŚōœĺ
Tiba
-tiba
men
jadi
tera
ng s
eper
ti sia
ng h
ari
909
"Kor
e-w
a ta
ihe-
n da
. Min
-na
bo-k
u-go
-e h
ina-
n sh
iro" t
o, b
o-ku
-go-
ni
ikim
ashi
ta.
ĻŊųšFAŔĺŨŷŝÿÄ?ŤöĆōŴļśÿÄ
?ŞÚńŧōœĺ
"Gaw
at s
ekal
i. Ayo
sem
uany
a m
asuk
dal
am g
ua u
ngsi"
�4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
916
Shi
kash
i, bo
-ku-
go-n
o na
ka-w
a at
suku
te a
tsuk
ute,
tote
mo
naka
ni-w
a ira
rem
asen
desh
ita.
ōłōĹÿÄ?Š�š�ņř�ņřĹśřŪ�Şšľ
ŰųŧőŷŚōœĺ
Teta
pi k
ami t
idak
bisa
ber
taha
n la
ma
kare
na d
alam
gua
un
gsi t
erla
lu p
anas
920
Chi
kaku
-ni k
awa-
ga a
rimas
hita
-no
de,
ìņŞZŃĽűŧōœŠŚĹ
Di d
ekat
dar
i rum
ah a
da s
unga
i,S
ono
kaw
a-ni
min
-na-
de
nige
mas
hita
.ŒŠZŞŨŷŝŚîʼnŧōœĺ
mak
a ka
mi la
ri m
enuj
u ke
sun
gai
928
Wat
ashi
-wa
imo-
to-to
hut
arik
kiri-
ni
natte
shi
mai
mas
hita
. Hah
a ta
chi-w
a be
tsu-
de k
awa-
ni n
iget
a-n
desu
.ÚHś�ŖńűŞŝŖřōŧľŧōœĺ�œŕ
š ŚZŞîʼnœŷŚŏĺ
Saya
han
ya b
erdu
a sa
ma
adik
pere
mpu
an s
aya,
terp
isah
dari
ibu
dan
kelu
arga
lain
935
Kaw
a-no
nak
a-de
zut
to u
zuku
mat
te
mas
hita
.ZŠ�ŚŐŖśĿŐņŧŖřŧōœĺ
Kam
i ter
us d
uduk
di d
alam
sun
gai
940
Hito
ba-n
-jyu
kaw
a-no
nak
a-ni
ita-
n-de
su.
���ZŠ�ŞľœŷŚŏĺ
Sepa
ngja
ng m
alam
kam
i ada
di d
alam
sun
gai
944
Yoru
to it
tem
o sy
o-m
e-da
-n-g
a ot
osar
ete
iruno
de, h
irum
a-no
yo-
ni
akar
uku,
DśáŖřŪ®�dŃלŌųřľŲŠŚĹ�üŠ
ůĿŞ�ŲņĹ
Itu m
alam
har
i tet
api t
eran
g se
kelili
ng s
eper
ti sia
ng k
aren
a su
ar
951
Sak
ana-
wa
min
-na
kaw
a-ni
uki
agat
te
mas
hita
.ĔšŨŷŝZŞ£ń�ŃŖřŧōœĺ
Terli
hat i
kan-
ikan
mat
i dan
men
gapu
ng d
i per
muk
aan
956
Kaw
a-no
miz
umo
oyun
o yo
-ni a
ttaka
ka
ttade
su.
ZŠ�ŪŁ¥ŠůĿŞĽŖœłłŖœŚŏĺ
Air s
unga
i pun
han
gat s
eper
ti di
pem
andi
an
1001
Hot
o ba
-n-jy
u so
no k
awa-
no n
aka-
ni
imas
hita
.���ŒŠZŠ�Şľŧōœĺ
Sepa
njan
g m
alam
kam
i dud
uk d
i dal
am s
unga
i itu
1005
Tsug
i-no-
hi, a
karu
ku n
atte
kara
kaw
a-w
o de
te, j
ibu-
n-no
i-e-
ni k
aero
-to
shim
ashi
ta.
�Š�ĹĽłŲņŝŖřłŰZŶ�řĹÐ�ŠOŞ
^ŴĿśōŧōœĺ
Esok
har
inya
, set
elah
sud
ah te
rang
, kam
i kel
uar d
ari s
unga
i da
n m
au p
ulan
g ke
rum
ah
1011
Zukk
u gu
tsu-
wo
haite
itan
odes
uga,
jim
en-g
a at
suku
te a
tsuk
ute,
aru
kena
i ho
do d
esita
.ƃƅżĊŶWľřľœŠŚŏŃĹ9ĉŃ¯ņř¯ņ
řĹ�ňŝľŦŜŚōœĺ
Kam
i mem
akai
sep
atu
kain
, tet
api s
ulit
berja
lan
kare
na
tana
hnya
san
gat p
anas
1017
Sor
edem
o, is
syo-
kenm
ei a
ruite
jibu
-n-
no i-
e-ni
muk
aim
ashi
ta.
ŒųŚŪĹ�¶n4�ľřÐ�ŠOŞ2łľŧō
œĺ
Wal
au b
egitu
, kam
i ber
usah
a ke
ras
untu
k ja
lan
kaki
men
uju
ke ru
mah
1022
Ichi
me-
n-no
yak
e-no
hara
-des
u.�ĉŠňú*Śŏĺ
Sepa
njan
g ja
lan
kota
men
jadi
dat
ar d
an h
angu
s
1025
Wat
ashi
-no
i-e-to
mito
-eki
-wa
so-to
ha
nare
te ir
un-d
esug
a,ÊOś�qĒš»eąųřľŲŷŚŏŃĹ
Rum
ah s
aya
terle
tak
lum
ayan
jauh
dar
i sta
siun
Mito
,
1030
Mito
-eki
mad
e m
ito-s
eru
kura
i, ic
him
en-n
o ya
ke-n
ohar
a-ga
, zu-
tto
tsuz
uite
mas
hita
.�qĒŧŚßïőŲņŰľĹ�ĉŠňú*ŃĹŐ
ƠƠƠŖśËľřŧōœĺ
teta
pi s
aat i
tu k
ami b
isa m
elih
at s
tasiu
n M
ito k
aren
a se
mua
nya
men
jadi
dat
ar h
angu
s1038
Yatto
jibu
-n-n
o ie
-ni t
suik
imas
hita
.ŬŖśÐ�ŠO޽ńŧōœĺ
Akhi
rnya
kam
i sam
pai d
i rum
ahH
aha
tach
i-mo
imo-
to ta
chi-m
o an
e-m
o m
in-n
a bu
ji-de
sok
o-ni
imas
hita
.�óŪHœŕŪIŪºª�ŚŒŊŞľŧōœĺ
Ibu
dan
adik-
adikk
u se
rta k
akak
ku s
emua
nya
sela
mat
dan
ad
a di
rum
ah
1049
Sen
so-c
yu-w
a na
n-ni
mo
tabe
mon
o-ga
nak
atta
-no
desu
ga,
p��šŝŷŞŪďť³ŃŝłŖœŠŚŏŃĹ
Sela
ma
pera
ng m
eman
g ka
mi k
ekur
ang
paga
n,D
okon
o ie
-mo
jyag
aim
o da
ke-w
a bi
chik
u sh
iteta
n-de
su.
ŜŊŠOŪƁƐŻŹƏŔňš�ØōřœŷŚŏĺ
teta
pi s
etia
p ru
mah
mem
iliki p
erse
diaa
n ke
ntan
g
�5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1057
Nan
o-de
, han
bun
kura
i kog
eta
mak
kuro
-na
jyag
aim
o-w
o,ŝŠŚĹ)�ņŰľ«ʼnœ¼ŖėŝŎūŃľŶĹ
Kam
i san
gat l
apar
dan
mem
akan
ken
tang
K
u-hu
ku n
anod
e, m
in-n
a-de
sor
e-w
o ta
bem
ashi
ta.
ÄÏŝŠŚĹŨŷŝŚŒųŶďťŧōœĺ
yang
set
enga
h go
song
dan
men
jadi
are
ng
1108
"Aaa
aa...
Sug
oina
... K
orek
ara
do-
yatte
sei
kats
u su
runo
kan
a"ĻĽĽĽĽĺĺĺĺŏŋľŝĺĺĺŊųłŰŜĿŬŖř
¶¢ŏŲŠłŝļ
"Waa
ah...
Kok
men
jadi
beg
ini..
. Bag
aim
ana
hidu
p ka
mi
seka
rang
?"K
odom
o go
koro
nim
o om
oi m
ashi
ta.J�iŞŪkľŧōœĺ
Saya
pun
terp
ikir s
eper
ti itu
wal
aupu
n m
asih
kec
il1115
So-
iu s
eika
tsu-
ga ts
uzuk
i mas
hita
.ŒĿľĿ¶¢ŃËńŧōœĺ
Kehi
dupa
nnya
sep
erti
itu s
elam
a be
bera
pa ta
hun
1118
Ie-g
a na
i-nod
e, y
ake
noko
tta to
tan-
dake
-de
ie-w
o ta
te m
ashi
ta.
OŃŝľŠŚĹň�ŖœƇƄƕŔňŚOŶbřŧ
ōœĺ
Kare
na ru
mah
tela
h ha
ngus
, kam
i mem
buat
pon
dok
deng
an
sen
yang
ters
isa1125
Am
e-ga
hur
u-to
,ćŃĀŲśĹ
Kala
u sa
at h
ujia
n,
Tota
n-no
yan
e ka
ra, b
atta
bat
ta
batta
-toƇƄƕŠV�łŰĹŢŖœŢŖœŢŖœś
dari
atap
sen
itu
boco
r air
huja
n sa
ngat
der
as
1134
Yake
nok
otta
a na
be-y
a ba
kets
u-w
o m
otte
kite
mo
man
i aw
anai
hod
o-no
ň�ŖœûŬƈžƆŶvŖřńřŪüŞ/ŵŝ
ľŦŜŠ
sam
pai t
idak
cuk
up p
anci
atau
em
ber y
ang
ters
isa d
ari
keba
kara
n.A
mam
ori-g
a te
njyo
-kar
a su
run-
desu
.ć§űŃGłŰŏŲŷŚŏĺ
1143
Shi
tani
mo
tota
n-w
o hi
-te m
asun
-de,
to
nari-
no ie
-de
toire
-ni o
kiru
to,
�ŞŪƇƄƕŶţľřŧŏŠŚĹĄűŠOŚƇŹƔŞ
èńŲś
Lant
ai p
un k
ami m
emak
ai s
en
Gat
ta g
atta
gat
ta g
atta
oto
-ga
shite
,ŃŖœŃŖœŃŖœŃŖœċŃōř
Jadi
kal
au te
tang
ga b
angu
n te
ngah
mal
am d
an m
au k
elua
r pi
pis,
1150
Uru
saku
te n
eter
are
nain
-des
u. S
o-iu
jy
o-ky
o-ga
,ĿŲŌņřQřŰųŝľŷŚŏĺŒĿľĿ´ Ń
buny
i sen
itu
sang
at k
eras
sam
pai k
ami t
idak
bisa
tidu
r
Nan
-nen
-ka
tsuz
uki m
ashi
ta.
�_łËńŧōœĺ
Kond
isi s
eper
ti itu
teru
s be
rlang
sung
sel
ama
berta
hun-
tahu
n1159
Sor
ekar
a na
n-ne
n ho
do ta
tta-k
a yo
ku o
boet
e na
ides
uga,
ŒųłŰ�_ŦŜœŖœłůņàŀřŝľŚŏŃĹ
Saya
tida
k ta
hu p
ersis
ber
apa
tahu
n ke
mud
ian,
1205
Chi
hi-g
a ni
jyu-
ni-n
e-n-
ni, h
ikia
gete
ki
te, s
enso
-kar
a ka
ette
kita
-n-d
esu.
²ŃĠĠ_ŞĹcń�ʼnřńřp�łŰ^Ŗřńœ
ŷŚŏĺ
teta
pi p
ada
tahu
n 19
47 a
yahk
u pu
lang
ke
rum
ah d
ari m
edan
pe
rang
1212
Chi
chi-g
a ka
ette
kite
kara
, w
atas
hita
chi-n
o se
-kat
su-w
a ga
ratto
yu
-huk
u-ni
nar
imas
hita
.²Ń^ŖřńřłŰĹÃœŕŠ¶¢šŃŰŖśÜÂ
Şŝűŧōœĺ
Sete
lah
ayah
ada
di r
umah
, keh
idup
an k
ami m
enja
di le
bih
baik
dan
map
an
1218
Sor
ekar
a-w
a hu
tsu-
no s
eika
tsu-
ni
mod
orim
ashi
ta.
ŒųłŰš�¢Şrűŧōœĺ
Bisa
dib
ilang
bal
ik m
enja
di n
orm
al s
emua
nya
1221
So-
iu ta
ike-
n-w
o sh
iteki
mas
hita
, w
atas
hiw
a.ŒĿľĿ�ēŶōřńŧōœĹÚĺ
Peng
alam
an s
aya
sepe
rti it
u
1227
Kyo
hu. W
atas
hi-n
iwa
kyoh
u-sh
i-n
shik
a ar
imas
e-n-
desh
ita.
ljĺÃŞšljiōłĽűŧőŷŚōœĺ
Keta
kuka
n. S
aya
hany
a m
eras
a ke
taku
tan
yang
bes
ar
1232
Kow
ai, t
oshi
ka o
moi
mas
e-n
desh
ita.
Kod
omo
goko
ro-n
i.jľĹśōłkľŧőŷŚōœĺJ�iŞĺ
Di h
ati s
aya
yang
mas
ih k
ecil w
aktu
itu,
han
ya a
da
keta
kuta
n...
1238
Son
o ko
ro-w
a yo
kuw
a w
akat
te
naiw
ayon
e, m
ada
jyus
sai
soko
soko
...ŒŠČšůņšŵłŖřŝľŵůşĹŧŔğĞ�ŒŊ
ŒŊĺĺĺ
Saat
itu
saya
bel
um p
aham
ban
yak
hal..
. Bar
u 10
tahu
n ...
�6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1243
suami
So-
dane
.ŒĿŔşĺ
Iya,
bet
ulA
noko
ro-w
a su
bete
"Oku
-ni-n
o ta
me"
dak
aran
e.ĽŠŊŴšĹŏťřĻŁ8ŠœũļŔłŰşĺ
Pada
mas
a itu
, sem
uany
a "D
emi n
egar
a"
1249
Kok
umi-n
ze-
n-i-n
-ga.
8��6Ńĺ
Sem
ua w
arga
Jep
ang
begi
tu1253
Kod
omon
o ko
ro-n
o om
oide
-wa
J�ŠČŠkľ�š
Kena
ngan
pal
ing
besa
r pad
a m
asa
kecil
say
a
1301
Ona
ka-g
a su
iteta
koto
. Sor
e-ga
dai
ic
hi-n
o he
-n-ji
des
u.ŁÏŃÄľřœŊśĺŒųŃÆ�Ší�Śŏĺ
adal
ah s
elal
u la
par..
. Itu
yan
g ja
waba
n ut
ama
saya
1309
istri
Son
o he
-n-n
i ha-
e-te
ru y
omog
i nad
o-w
o to
tte k
ite ta
bete
mas
hita
ŒŠë޶ŀřŲůŪŅŝŜŶ,Ŗřńřďťřŧ
ōœĺ
Kam
i mem
akan
reru
mpu
tan
yang
ada
di s
ekita
r rum
ah
1320
Suk
oshi
yok
u na
tte k
ita to
kini
-wa,
m
ugi-n
o na
ka-n
i dai
ko-n
-wo
tada
ki
za-n
-de
ireta
UōÔņŝŖřńœśńšĹĖŠ�ŞF�ŶœŔ"
ŷŚľųœ
Sete
lah
situa
si se
dikit
mem
baik,
mem
akan
gan
dum
cam
pur
loba
k1327
Dai
ko-n
-mes
hi-w
o ta
bete
mas
hita
.F�ĐŶďťřŧōœĺ
seba
gai p
enga
ntin
ya n
asi
1233
Sor
ekar
a da
-n d
a-n
yoku
nari,
sui
to-
n-m
o ta
bere
ru ji
dai-n
i nat
te
kim
ashi
ta.
ŒųłŰŔŷŔŷÔņŝűĹƂŹƇƕŪďťųŲ��
ŞŝŖřńŧōœĺ
Saat
situ
asi m
akin
mem
baik,
kam
i pun
bisa
mak
an s
up p
akai
ba
kso/
mi t
erig
u
1339
Hon
to-n
i na-
n-ni
mo
na-i
jidai
tte-
i-u-
now
a,�eŞŝŷŞŪªľ��ŖřľĿŠšĹ
Jika
dita
nya
apa
yang
kam
i mak
an s
aat b
etul
-bet
ul ti
dak
ada
paga
n,N
a-ni
tabe
teta
no?
to k
ikar
etem
o,
hakk
iri to
-wa.
..�ďťřœŠƝśÎłųřŪĹšŖńűśšĺĺĺ
kam
i pun
tida
k in
gat d
enga
n je
las.
..
1345
suami
Hak
kiri
to-w
a ko
ta-e
rare
nai
-ne.
šŖńűśšÇŀŰųŝľşĺ
Iya,
tida
k bi
sa ja
wab
deng
an je
las
ya...
istri
So-
ne.
ŒĿşĺ
Iya,
beg
itu...
1350
suami
Uch
i-ni-w
a rik
u-gu
n-bu
tai-g
a im
ashi
ta-g
a,ĿચāéøĂŃľŧōœŃĹ
Di ru
mah
say
a ad
a te
ntar
a an
gkat
an d
arat
,
1400
Shi
-ka-
n-ijy
o-no
hito
tach
i-wa
ho-h
u-ni
tabe
rare
te m
ashi
ta.
�M��Š�œŕšď�šæPŞďťŰųřŧō
œĺ
oran
g-or
ang
pang
kat d
apat
mak
an y
ang
cuku
p ba
nyak
1407
Ichi
ba-n
kaw
a-i-s
o-na
no-w
a si
-n-p
ei-
san.
Nyu
-tai s
hite
mam
onak
uno.
�¸łŵľŒĿŝŠš��Ōŷĺ�ĂōřŧŪŝņ
Šĺ
Yang
pal
ing
kasih
an it
u te
ntar
a ba
ru, y
ang
belu
m la
ma
berg
asun
g
1415
So-
i-u h
itota
chi-w
a, is
syo-
ni ir
u w
atas
hita
ci k
ara
mite
mo
kaw
aiso
-de
shita
.ŒĿľĿ�œŕšĹ�ÌŞľŲÃœŕłŰßřŪł
ŵľŒĿŚōœĺ
Dilih
at d
ari k
ami p
un m
erek
a sa
ngat
kas
ihan
,
1420
Tabe
rum
ono-
ga n
akut
e.ďťŲŪŠŃŝņřĺ
tidak
ada
mak
anan
bua
t mer
eka
1428
Ato
-wa,
yam
a-ni
heb
i-ga
ita-n
-de
suga
,ĽśšĹXŞÙŃľœŷŚŏŃĹ
Juga
di g
unun
g di
dae
rah
saya
ada
ban
yak
ular
1437
Son
o he
bi-w
o ts
ukam
aete
kite
, goh
a-n-
no n
aka-
ni ir
emas
hita
.ŒŠÙŶwŧŀřńřĹŋĐŠ�Şľųŧōœĺ
Kam
i per
gi ta
ngka
p ul
ar d
an m
asak
den
gan
nasi
1448
So-
suru
-to "
Sug
goku
ois
hii"t
te
tabe
te m
ashi
ta.
ŒĿŏŲśĻŏŖŋņÍ3ōľļŖřďťřŧōœĺ
Mer
eka
bila
ng "E
nak
seka
li!" s
aat m
emak
anny
a,
�7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1453
Tada
, cyo
tto n
amag
usak
atta
so-
desu
.œŔĹŕŮŖś¶ÑłŖœŒĿŚŏĺ
wala
upun
sed
ikit a
mis
kata
nya
1511
Gun
-tai-w
a ka
ikyu
-ni y
otte
ze-
n-ze
-n
taig
u-ga
chi
gatte
mas
hita
.éĂšăÈŞůŖř�¬gòŃôŖřŧōœĺ
Dala
m te
ntar
a, m
erek
a da
pat k
ondi
si ya
ng s
ama
seka
li be
rbed
a te
rgan
tung
pan
gkat
1518
Sai
jigo-
no y
o-na
ano
bas
yo-d
e©�hŠůĿŝĽŠ=sŚĹ
Di te
mpa
t yan
g se
perti
pas
ca b
enca
na b
esar
,
1522
Itsu
niho
n-ga
mak
etem
o on
ashi
ku
naiy
o-na
jyo-
tai-d
emo
ľŗ��ŃçňřŪŁłōņŝľůĿŝ´mŚŪĹ
juga
dal
am s
ituas
i yan
g ke
kala
han
Jepa
ng m
akin
men
deka
ti,
1528
Kai
kyu-
se-d
o-to
i-u-
no-w
a, iz
e-n-
to-
shite
nok
otte
imas
hita
.ăÈ!aśľĿŠšĹ�¬śōř�Ŗřľŧōœĺ
siste
m k
elas
mas
ih s
anga
t kua
t dan
ber
peng
aruh
1534
Kod
omo
goko
ro n
imo
sore
-wa
wak
arim
ashi
ta.
J�iŞŪŒųšŵłűŧōœĺ
Wal
aupu
n an
ak k
ecil,
saya
mer
asa
itu
1543
Mik
iki s
hita
kot
o-w
a, z
etta
i ko-
gai-
shite
-wa
iken
akat
tano
desu
.ßÎńōœŊśšĹÊRŞ.BōřšľňŝłŖœ
ŠŚŏĺ
Apa
yang
kam
i mel
ihat
dan
men
deng
ar, t
idak
bol
eh
dibi
cara
kan
kepa
da s
iapa
-sia
pa
1553
Menyanyi
Mia
gete
gor
anß�ʼnřŋŰŷ
Liha
t lah
, 1558
Yoru
no
hosh
i-wo
DŠ�Ŷ
Bint
ang-
bint
ang
di la
ngit
mal
am1604
Bok
ura
no y
o-ni
ƋżŰŠůĿŞ
sepe
rti k
ita1611
Nam
o na
i hos
hi-g
a1Ūŝľ�Ń
Bint
ang-
Bint
ang
tak
bern
ama
1617
Sas
ayak
ana
shi-a
-was
e-w
oŌŌŬłŝ`őŶ
keba
hagi
aan
yang
sed
erha
na1625
I-not
teru
ÁŖřŲ
mer
eka
men
doak
an
1631
Te-w
o ts
unag
ouŶŗŝŋĿ
Berg
ande
ngan
lah
tang
anm
u sa
ma
aku
Bok
u-to
Ƌżś
1638
Oik
akey
oŁľłňůĿ
Men
gjar
mim
piYu
me-
wo
EŶ
1644
Hut
ari-n
ara
�ŝŰ
Kala
u be
rdua
tida
k ad
a ya
ng s
usah
1648
Kur
ushi
ku n
a-n-
ka n
aisa
ÕōņŝŷłŝľŌ
1657
Mia
gete
gor
anß�ʼnřŋŰŷ
Liha
tlah
1702
Yoru
-no
hosh
i-wo
DŠ�Ŷ
Bint
ang-
bint
ang
di la
ngit
mal
am1708
Chi
-san
a ho
shi-n
oTŌŝ�Š
Bint
ang
kecil
1715
Chi
-san
a hi
kari-
gaTŌŝ�Ń
yang
sin
ar p
un k
ecil
1721
Sas
ayak
ana
shi-a
-was
e-w
oŌŌŬłŝ`őŶ
mer
eka
men
doak
an1729
I-not
teru
ÁŖřŲ
keba
hagi
aan
yang
sed
erha
na
�8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI