tesis ttg keharaman merokok

101
STUDI ANALITIS TERHADAP KEPUTUSAN IJTIMA’ ULAMA KOMISI FATWA SE INDONESIA III MUI TAHUN 2009 TENTANG HUKUM HARAM MEROKOK DALAM PERSEPEKTIF HUKUM ISLAM “Analytical Study on Ijtima Decision of Indonesian Instruction Commission of MUI III in 2009 about Forbidden of Smoking Based on the Law of Islam” Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam Program Studi Hukum Islam Oleh : AFRIYANA 04421001 PROGRAM STUDI SYARIAH FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2009

Upload: kupretist

Post on 02-Jan-2016

370 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Penelitian tentang haramnya rokok, tidak cuma dipandang dari sisi agama, tapi juga dari sisi medis

TRANSCRIPT

Page 1: Tesis Ttg Keharaman Merokok

STUDI ANALITIS TERHADAP KEPUTUSAN IJTIMA’ ULAMA

KOMISI FATWA SE INDONESIA III MUI TAHUN 2009

TENTANG HUKUM HARAM MEROKOK DALAM

PERSEPEKTIF HUKUM ISLAM

“Analytical Study on Ijtima Decision of Indonesian Instruction Commission of MUI III in 2009 about Forbidden of Smoking Based on the Law of Islam”

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam

Program Studi Hukum Islam

Oleh :

AFRIYANA

04421001

PROGRAM STUDI SYARIAH

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

2009

Page 2: Tesis Ttg Keharaman Merokok

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawan ini; Nama : AFRIYANA Nim : 04421001 Program studi : Ahwal al-Syakhsiyyah Jurusan : Syari’ah Fakultas : Ilmu Agama Islam Judul skripsi : Studi Analitis terhadap Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi

Fatwa Se Indonesia III MUI Tahun 2009 Tentang Hukum Haram Merokok dalam Persepektif Hukum Islam.

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi ini merupakan hasil

karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan tata tertib yang berlaku di Universitas Islam Indonesia.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tidak dipaksakan.

Yogyakarta, 11 Juli 2009 Penulis,

(Afriyana)

Page 3: Tesis Ttg Keharaman Merokok

MOTTO

ORANG BERHASIL MEMBERIKAN BUKTI, ORANG GAGAL MEMBERIKAN

SERIBU ALASAN

HARTA DAN KEKAYAANKU AKAN DIBAWA ANAK DAN KELUARGAKU,

NAMUN SUMBANGANKU PADA ILMU PENGETAHUAN AKAN BERSINAR

BAGAI MUTIARA DI AMBANG PINTU PENGETAHUAN

KEBANYAKAN DARI MANUSIA MENGINGINKAN KESEMPURNAAN, TAPI DIA

TIDAK MENGETAHUI BAHWASANYA KESEMPURNAAN HANYA MILIK

ALLAH SWT

KETERBUKAAN SUDAH PASTI JUJUR, AKAN TETAPI KEJUJURAN BELUM

TENTU AKAN TERBUKA

Page 4: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Karya kecil ini saya persembahkan teruntuk:

1. Keluarga besar H. Simad As’ary

2. Keluarga besar Alm. H. Sanusi

3. Bapak dan Mamahku yang tercinta, yang telah mendo’akan dan

memberikan kasih sayang yang tak terbatas kepada Ananda

4. Kakak dan adik-adikku (Alm. Adnan, Hilda Yulianingsih, Agus Saefullah,

Najmu Naufal Hakim, Ismi Nabila)

5. Seorang wanita yang telah hadir dalam hidupku, yang telah banyak

berkorban selama dalam penyelesaian skripsi ini, engkaulah semangat

hidupku

6. Para sahabat dan teman seperjuangan yang penulis sayangi

7. Teman-teman HMI UII

8. Teruntuk almamaterku Universitas Islam Indonesia Fakultas Ilmu Agama

Islam.

9. Semua pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu persatu, thanks for all

Page 5: Tesis Ttg Keharaman Merokok

ABSTRAK

Penelitian dalam skripsi ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penulis menggunakan teknik pengumpulan data litereir atau library research (study pustaka). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan bahan hukum primer berupa al-Qur’an, Hadits dan Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III Tahun 2009 Tentang Hukum Haram Merokok. Teknik analisis data yang digunakan adalah deduksi dan deskriptif. Sementara pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini ada tiga: pendekatan normatif, filosofis, dan historis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa MUI dalam fatwanya tentang hukum haram merokok bagi anak-anak, wanita hamil, dan di tempat umum. Pro-kontra menyelimuti fatwa kontroversial tersebut, terlebih daerah yang menjadi tempat tembakau berkembang biak dan tempat dimana perusahaan rokok berdiri. Dibalik pro-kontra tersebut, ada fakta yang unik, ternyata sebagian para ulama/kyai dalam MUI sendiri, dulunya adalah para pecandu berat rokok. Bahkan kopi dan rokok masih menjadi “menu utama”. Terkesan, bahwa fatwa yang dikeluarkan merupakan keputusan final, absolut dan tidak menerima tafsir yang lain. Fatwa MUI terjebak dalam “penalaran ekslusif” (exlusionary reasons) sehingga menafikan tafsir lain yang sangat mungkin menyebar di berbagai pemikiran publik. Fatwa haram merokok, akan berimbas pada kian bertambahnya jumlah pengangguran di Negeri Indonesia ini. Sebab, tidak sedikit jumlah masyarakat yang menggantungkan nasibnya pada produksi rokok, seperti buruh pabrik rokok, petani tembakau, dan penjual asongan rokok. Mereka tentu akan menjadi korban paling parah jika ternyata perusahaan-perusahaan rokok terpaksa bangkrut karena fatwa dan larangan merokok.

Berdasarkan penelitian dalam skripsi ini, MUI dalam penetapan fatwa Haram Merokok belum mengutamakan kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan pokoknya dan memenuhi kebutuhan sekunder serta kebutuhan pelengkap mereka. Jadi setiap hukum syara tidak ada tujuan kecuali salah satu dari tiga unsur tersebut, dimana dari tiga unsur tersebut dapat terbukti kemaslahatan manusia. Tahsiniyah tidak berarti dipelihara jika dalam pemeliharaannya itu terdapat kerusakan bagi Hajiyah. Dan Hajiyah, juga Tahsiniyah tidak berarti dipelihara jika dalam pemeliharaan salah satunya terdapat kerusakan bagi Dharuriyah. Bahwa tujuan umum Syari’ dalam mensyariatkan hukum, ialah merealisir kemaslahatan manusia dalam kehidupan ini, menarik keuntungan untuk mereka, dan melenyapkan bahaya dari mereka. Karena kemaslahatan manusia dalam kehidupan ini terdiri dari beberapa hal yang bersifat dharuriyah (kebutuhan pokok) hajiyah (kebutuhan sekunder) dan tahsiniyah (kebutuhan pelengkap). Maka jika dharuriyah, hajiyah dan tahsiniyah mereka telah terpenuhi, berarti telah nyata kemaslahatan mereka.

Page 6: Tesis Ttg Keharaman Merokok

KATA PENGANTAR

حيم الر حمن الر اهللا بسم

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat beraktivitas dengan

baik, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat pada

waktunya meskipun masih terdapat kekurangan-kekurangan. Tak lupa shalawat serta

salam kita haturkan kepada sang Revolusioner Nabi Muhammad Saw yang telah

merubah pola pemikiran manusia dari pemikiran jahiliyyah menuju pemikiran yang

qur’aniyyah dan wahyuniyyah.

Di dalam penyusunan skripsi ini, penyusun menyadari tentang banyaknya

kendala dan rintangan yang dihadapi baik yang bersifat teknis maupun non-teknis.

Namun berkat do’a, motivasi dan kontribusi dari berbagai pihak, maka kendala dan

rintangan yang menghadang tersebut mampu terlewati dan teratasi dengan baik.

Maka pada kesempatan kali ini, penyusun menghaturkan ucapan terima kasih

kepada:

1. Rektor Universitas Islam Indonesia Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M.Ec.

2. Dekan dan para pembantu dekan Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas

Islam Indonesia Yogyakarta (Drs. HM. Fajar Hidayanto, MM., Drs. H.A.F.

Djunaidi, M.Ag) beserta staf.

3. Ketua Jurusan Syari’ah Drs. H. Syarif Zubaidah, M.Ag beserta sekretaris

Jurusan Syari’ah Drs. HM. Sularno, MA.

Page 7: Tesis Ttg Keharaman Merokok

4. Dosen pembimbing, Dr. Drs. H. Dadan Muttaqien, SH, M.Hum. penyelesaian

skripsi ini tentu juga berkat kerja keras beliau, yang telah banyak meluangkan

watunya untuk mendiskusikan beberapa permasalahan yang penulis rasa

penting mendengar pendapat beliau. Oleh karenanya, beliau telah penulis

anggap sebagai bagian tak terpisahkan dari lahirnya skripsi ini.

5. Keluarga besar H. Simad As’ary, tempat yang menjadi rumah dan keluarga

serta telah banyak memberikan dukungan baik berupa moral maupun materil.

Berkat dukungan keluarga besar H.Simad As’ary penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Keluarga besar Alm H. Sanusi, tempat yang menjadi rumah dan keluarga

serta telah banyak memberikan dukungan baik berupa moral maupun materil.

Berkat dukungan keluarga besar Alm. H. Sanusi penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

7. Bapak dan Mamah, yang tanpa diminta senantiasa selalu mendoakan untuk

kesuksesan penulis. Tidak ada bahasa yang tepat untuk menggambarkan

peran yang telah mereka berdua berikan selama ini pada diri penulis. Semoga

Allah selalu memberikan kekuatan, kesehatan, dan kesuksesan pada penulis

untuk membuat mereka tersenyum dan bangga kepada penulis.

8. Kakak dan adik-adikku, Alm. Adnan, Hilda Yulianingsih, Agus Saefullah,

Najmu Naufal Hakim, dan Ismi Nabila. Yang selalu memaksa penulis untuk

pulang ke rumah saat liburan tiba demi bertemu untuk bercengkrama dengan

mereka dan jalan-jalan ke gunung, dan ke pantai. Kalian semua harus lebih

hebat dari kakak kalian.

Page 8: Tesis Ttg Keharaman Merokok

9. Seorang wanita dengan inisial 3493 RF, yang telah memberikan pelajaran

hidup kepada penulis. Dan selalu membangkitkan semangat pada diri penulis

dalam melakukan segala aktivitas. Berkat hadirnya dirimu serta dukungan

moral dan materilmu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Engkaulah

inspirasiku, semangat hidupku.

10. Teman-teman HMI UII, yang siap sedia untuk meluangkan waktunya hanya

untuk berdiskusi dengan penulis.

11. Tinto Wardani, Hendro Iswahyudi. Teman penulis yang telah memberikan

fasilitas berupa laptop, komputer, printer serta kopi dan rokok 234 yang

selalu disediakan setiap penulis menggarap skripsi.

12. Teman-teman rental mobil: Sukendar, Mitro, Enggar, Aying, Soni, Ridho,

dan Iman. Berkat dukungan doa dan materil penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Semoga rental kita tambah sukses, go nasional dan internasional.

13. Teman-teman angkatan 2004 khususnya jurusan Syari’ah, yang telah lulus

duluan semoga sukses selalu dan tidak melupakan persahabatan kita.

14. Staf perpustakaan Fakultas Ilmu Agama Islam dan perpustakaan pusat

Universitas Islam Indonesia atas bantuan kemudahan dalam peminjaman

referensi.

Urutan ucapan terimakasih ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk

memberikan urutan prioritas. Urutan tersebut hanya merupakan persoalan “budaya

ilmiah” yang berlaku sampai saat ini. Bagaimanapun juga semua kalangan di atas

telah memberikan kontribusi kepada penulis,tidak terkecuali dalam proses

penyusunan skripsi ini, sesuai dengan wilayah yang menjadi bagian mereka. Hanya

ucapan terimakasih setidaknya hal terkecil yang bisa penulis berikan kepada mereka

Page 9: Tesis Ttg Keharaman Merokok

di dunia. Sementara apa yang menjadi hak mereka kelak di sisi Allah, penulis hanya

bisa mendoakan semoga Allah membalas segala perbuatanmu dengan sebaik-baiknya

balasan.

Layaknya sebuah karya tulis pada umumnya yang merupakan karya cipta

manusia, di dalam karya ini pasti terdapat berbagai kekurangan. Oleh karenanya,

kritik dan saran tetap penulis butuhkan demi tercapainya sebuah karya yang lebih

baik. Akhirnya penulis hanya bisa berdoa kepada Allah semoga lahirnya karya kecil

ini dapat memperkarya khazanah keilmuan Islam dan tentunya dapat memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat.

Yogyakarta, 11 Juli 2009

Penyusun,

(Afriyana)

Page 10: Tesis Ttg Keharaman Merokok

TRANSLITERASI

1. Konsonan

Di bawah ini daftar huruf arab dan transliterasinya dangan huruf latin

Huruf arab Nama Huruf latin Nama

Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan ا

Ba b be ب

Ta t te ت

Sa s es (dengan titik di atas) ث

Jim j je ج

Ha h ha (dengan titik di bawah) ح

Kha kh ka dan ha خ

Dal d de د

Zal z zet (dengan titik di atas) ذ

Ra r er ر

Zai z zet ز

Sin s es س

Syin sy es dan ye ش

Sad s es (dengan titik di bawah) ص

Dad d de (dengan titik di bawah) ض

Ta t te (dengan titik di bawah) ط

Za z zet (dengan titik di bawah) ظ

ain ‘ koma terbalik (di atas)‘ ع

Gain g ge غ

Fa f ef ف

Qaf q ki ق

Kaf k ka ك

Lam l el ل

Mim m em م

Page 11: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Nun n en ن

Wau w we و

Ha h ha هـ

Hamzah ‘ apostrof ء

Ya y ye ى

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia yang terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

1). Vokal Tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat,

transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

fathah a a

kasrah i i

hammah u u

2). Vokal Rangkap

Vokal rangkap dalam bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan

antara harkat dan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

...ي fathah dan ya ai a dan i

...و fathah dan wau au a dan u

Page 12: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Contoh:

kataba - آتب

fa’ala - فعل

zukira - ذآر

yazhabu - يذهب

سئل - su”ila

kaifa - آيف

haula - هول

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harkat dan huruf Nama Huruf dan tanda Nama

...ى ...ا fathah dan alif atau ya a a dan garis di atas

...ى kasrah dan ya I i dan garis di atas

...و Hammah dan wau u u dan garis di atas

Contoh:

qala - قال

rama - رمى

qila - قيل

yaqulu - يقول

Page 13: Tesis Ttg Keharaman Merokok

4. Ta’marbutah

Transliterasi untuk ta’marbutah adan dua:

1. Ta’marbutah hidup

Ta’marbutah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah,

transliterasinya adalah “t”.

2. Ta’marbutah mati

Ta’marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya dalah

“h”.

3. Kalau pada kat aterakhir denagn ta’marbutah diikuti oleh kata yang

menggunkan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka

ta’marbutah itu ditransliterasikan dengan ha(h).

Contoh:

raudah al-atfal - روضة األ طفال

- raudatul atfal

al-Madinah al-Munawwarah - المدينة المنو رة

- al-Madinatul-Munawwarah

talhah - طلحة

5. Syaddah

Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah

tanda, tanda syaddah atau tasydid, dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut

dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama denganhuruf yang diberi tanda

syaddah itu.

Page 14: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Contoh:

rabbana - ربنا

nazzala - نزل

al-birr - البر

al-hajj - الحج

nu’’ima - نعم

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال, namun

dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh

huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti huruf qamariyah.

1). Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditranslite-rasikan dengan

bunyinya, yaitu huruf /1/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang

langsung mengikuti kata sandang itu.

2). Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditranslite-rasikan sesuai aturan

yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya.

Baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah, kata sandang ditulis

terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang.

Contoh:

ar-rajulu - الرجل

as-sayyidu - السيد

as-syamsu - الشمس

Page 15: Tesis Ttg Keharaman Merokok

al-qalamu - القلم

al-badi’u - البديع

al-jalalu - الجالل

7. Hamzah

Dinyatakan di depan bahwa ditransliterasikan dengan apostrof. Namun, itu hanya

berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan diakhir kata. Bila hamzah itu

terletak diawal kata, isi dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif.

Contoh:

ta’khuzuna - تأخذون

’an-nau - النوء

syai’un - شيئ

inna - إن

umirtu - أمرت

akala - أآل

8. Penulisan Kata

Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun harf ditulis terpisah. Hanya

kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan

dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan maka transliterasi

ini, penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.

Contoh:

Wa innallaha lahuwa khair ar-raziqin وإن اهللا لهو خير الرازقينWa innallaha lahuwa khairraziqin

Page 16: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Fa auf al-kaila wa-almizan وأوفوا الكيل والميزانFa auf al-kaila wal mizan

Ibrahim al-Khalil إبراهيم الخليلIbrahimul-Khalil

Bismillahi majreha wa mursaha بسم اهللا مجراها ومرساها

وهللا على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيال

Walillahi ‘alan-nasi hijju al-baiti manistata’a ilaihi sabila Walillahi ‘alan-nasi hijjul-baiti manistata’a ilaihi sabila

9. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam

transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaanhuruf kapital seperti apa

yang berlaku dalam EYD, di antaranya: Huruf kapital digunakan untuk menuliskan

huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bilamana nama diri itu didahului oleh

kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

terebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Wa ma Muhammadun illa rasl وما محمد إال رسول

إن أول بيت وضع للناس للذى ببكة مبارآا

Inna awwala baitin wudi’a linnasi lallazi bibakkata mubarakan

رمضان الذى أنزل فيه شهر ن~القرا

Syahru Ramadan al-lazi unzila fih al-Qur’anu Syahru Ramadanal-lazi unzila fihl-Qur’anu

Wa laqad ra’ahu bil-ufuq al-mubin ه باألفق المبين~ولقد راWa laqad ra’ahu bil-ufuqil-mubin

Alhamdu lillahi rabbil al-‘alamin هللا رب العالمينالحمد Alhamdu lillahi rabbilil-‘alamin

Page 17: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Penggunaan huruf awal kapital hanya untuk Allah bila dalam tulisan Arabnya

memang lengkap demikian dan kalau tulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga

ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak digunakan.

Contoh:

Nasrun minallahi wa fathun qarib نصر من اهللا وفتح قريب

Lillahi al-amru jami’an هللا األمر جميعاLillahil-amru jami’an

Wallaha bikulli syai’in ‘alim واهللا بكل شيئ عليم

Page 18: Tesis Ttg Keharaman Merokok

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN ................................................................................ ii

NOTA DINAS ................................................................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi

ABSTRAKSI .................................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

TRANSLITERASI .......................................................................................... xii

DAFTAR ISI .................................................................................................. xx

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7

E. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 8

F. Landasan Teori ............................................................................. 9

1. Teori tentang fatwa .................................................................. 9

2. Teori istinbath hukum .............................................................. 10

Page 19: Tesis Ttg Keharaman Merokok

G. Metode Penelitian ......................................................................... 11

1. Jenis penelitian ......................................................................... 11

2. Sifat penelitian ......................................................................... 12

3. Pendekatan masalah ................................................................. 12

4. Sumber data ............................................................................. 12

5. Analisis data ............................................................................. 12

H. Sistematika Pembahasan ............................................................... 13

BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG FATWA MUI

A. Metode istinbath hukum MUI dalam menetapkan fatwa ............... 15

B. Faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya fatwa tentang rokok 16

C. Prosedur penetapan fatwa .............................................................. 19

D. Kedudukan fatwa dalam hukum Islam .......................................... 23

BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG ROKOK

A. Deskripsi umum tentang tembakau................................................ 26

1. Sejarah tembakau ..................................................................... 26

2. Kandungan yang membahayakan dalam tembakau ................. 32

3. Aspek manfaat dari tembakau.................................................. 32

B. Rokok dan permasalahannya ......................................................... 34

1. Sejarah rokok di Indonesia ...................................................... 34

2. Industri rokok dan pengaruhnya terhadap perekonomian........ 38

3. Pengaruh rokok terhadap kesehatan ........................................ 42

C. Rokok dalam pandangan ilmuwan muslim .................................... 45

Page 20: Tesis Ttg Keharaman Merokok

1. Pandangan yang membolehkan ............................................... 45

2. Pandangan yang mengharamkan ............................................. 47

BAB IV FATWA MUI TENTANG ROKOK MENURUT HUKUM ISLAM

A. Aspek metode istinbath hukum .................................................... 49

B. Aspek manfaat dan mudharat merokok ......................................... 61

C. Aspek kaidah hukum Islam dalam menganalisa kontroversi seputar

rokok .............................................................................................. 66

D. Aspek pendapat ilmuwan muslim .................................................. 71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 76

B. Saran .............................................................................................. 77

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: Tesis Ttg Keharaman Merokok

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut sejarah, masyarakat di dunia yang merokok untuk pertama

kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti

memuja dewa atau roh. Pada abad 16, ketika bangsa Eropa menemukan benua

Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut-ikutan mencoba

menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa.1 Kemudian

kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda

dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang

merokok hanya untuk kesenangan semata-mata.

Abad 17 Masehi, para pedagang Spanyol masuk ke Turki, dan pada

saat itu, kebiasaan merokok mulai masuk Negara-negara Islam. Jadi usia rokok

belumlah terlalu lama, sekitar 3 abad lebih.

Dengan demikian, jelas sekali bahwa ketika Rasul Saw dan para

sahabat yang hidup pada abad ke 6-7 Masehi, tidak dikenal dengan adanya

rokok. Itulah sebabnya dalam berbagai sunnah dan sirah Nabi atau sejarah para

sahabat kita tidak menemukan dalil adanya masalah rokok ini. Pro-Kontra

mengenai hukum merokok menyeruak ke publik setelah muncul tuntutan

beberapa kelompok masyarakat yang meminta kejelasan hukum merokok.

Sehingga mengenai boleh tidaknya merokok menimbulkan perdebatan dan beda

pendapat (khilafiah) para ulama Khalaf (kontemporer), ada yang

membolehkannya, memakruhkannya dan ada pula yang mengharamkannya.

Namun kebanyakan para ulama memakruhkannya (yakni bila dikerjakan tidak

berdosa, tetapi jika ditinggalkan mendapat pahala).2

Telah banyak riset membuktikan bahwa rokok dapat menyebabkan

kecanduan. Di samping itu rokok juga dapat menyebabkan banyak tipe kanker,

1 Muhammad Jaya, Pembunuh Berbahaya itu Bernama Rokok, (Yogyakarta: Riz’ma, 2009), hal.

14. 2 Yusuf Al-Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hal. 336.

Page 22: Tesis Ttg Keharaman Merokok

penyakit jantung, penyakit pernapasan, penyakit pencernaan, efek buruk bagi

kelahiran, dan emfisema.

Masyarakat mengakui bahwa industri rokok telah memberikan

manfaat ekonomi dan sosial yang cukup besar. Industri rokok juga telah

memberikan pendapatan yang cukup besar bagi Negara. Bahkan, tembakau

sebagai bahan baku rokok telah menjadi tumpuan ekonomi bagi sebagian petani.

Namun disisi yang lain, merokok dapat membahayakan kesehatan (dharar) serta

terjadinya pemborosan (israf) dan merupakan tindakan tabdzir.3 Secara ekonomi,

penanggulangan bahaya merokok juga cukup besar.

Rokok merupakan penyebab utama penyakit di seluruh dunia yang

sebenarnya dapat dicegah dan mempunyai pengaruh yang sangat berarti terhadap

kesehatan masyarakat.4

Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 zat kimia, 40 diantaranya

merupakan penyebab kanker dan menimbulkan kerusakan fungsi organ, bahkan

menyebabkan kecacatan organ tubuh pada bayi jika sang ibu seorang perokok.

Bahaya rokok tidak hanya menyerang perokok itu sendiri, melainkan juga bagi

perokok pasif, yaitu orang-orang di sekitarnya.5

Dampak negatif rokok bagi kesehatan tubuh tak hanya pada berbagai

jenis kanker, tapi perokok aktif juga berisiko dua kali lipat untuk terkena

sklerosis kompleks (MS), suatu penyakit yang menghancurkan protein (myelin)

yang menyelimuti serabut saraf.6

Penyakit yang paling umum menyerang para perokok, selain masalah

kardiovaskular, adalah serangan jantung, nyeri dada, dan meningkatkan risiko

terkena asma. Menurut para peneliti, rokok menyerang sistem kekebalan dan

membuat manusia rentan terhadap infeksi, terutama yang menyerang

tenggorokan. Inilah yang memicu permasalahan pada sistem saraf.

Bagaimana reaksi anda, manakala rekan sebangku anda di kendaraan

umum, asyik merokok? Apakah anda diam walau hal itu terasa mengganggu?

3 IJMA’ ULAMA, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III, (MUI, 2009), hal. 56.

4 http://www.64.203.71.11/ver1/kesehatan.diakses 01 Juni 2009. 5 A. Setiono Mangoenprasodjo, Sri Nur Hidayati, Hidup Sehat tanpa Rokok (Yogyakarta:

Pradipta Publishing, 2005), hal. 5. 6 http://www.pom.go.id diakses 01 Juni 2009

Page 23: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Ataukah anda menegurnya? Jika anda menegur dan si perokok menghentikan

aktivitasnya, anda patut bersyukur. Sebab, anda terhindar dari berbagai macam

penyakit akibat rokok. Toh, sehat adalah hak anda, karena itu anda patut

menegurnya.7

Pada zaman modern saat ini, rokok bukanlah benda asing lagi. Bagi

mereka yang hidup di kota maupun di desa umumnya mereka sudah mengenal

benda yang bernama rokok ini. Bahkan oleh sebagian orang, rokok sudah

menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam

kehidupan sehari-hari. Tanpa alasan yang jelas seseorang akan merokok, baik

setelah makan, setelah minum kopi atau teh, bahkan sambil bekerja pun

seringkali diselingi dengan merokok.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa rokok adalah

silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi

tergantung Negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun

tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan

dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.8

Meski sudah ribuan artikel ilmiah yang membuktikan bahayanya

merokok. Namun kenyataannya sebagian besar bangsa Indonesia telah menjadi

konsumen aktif rokok. Bagi mereka rokok sudah disetarakan dengan makanan

yang mereka konsumsi sehari-hari, bahkan ada yang menempatkan pada urutan

pertama dalam kebutuhan hidupnya. Gaya hidup yang tidak sehat ini pernah

disinggung oleh seorang penyair, Taufiq Ismail, lewat goresan penanya telah

membuahkan puisi yang diberi judul “Indonesia Keranjang Sampah Nikotin”.9

Ini berarti, bahwa racun “nikotin” yang terkandung dalam rokok telah

menyelimuti kehidupan bangsa Indonesia, mulai dari anak-anak, remaja,

dewasa, dan bahkan bayi yang belum lahir pun sudah terkontaminasi racun yang

berasal dari kepulan asap rokok yang dihisap ibu yang mengandungnya baik

sang ibu sebagai perokok aktif maupun pasif.

7 A. Setiono Mangoenprasodjo, Sri Nur Hidayati, Hidup Sehat tanpa Rokok (Yogyakarta:

Pradipta Publishing, 2005), hal. V. 8 http://www.kelompok-clover.blogspot.com/2007/09/sejarah rokok.html.diakses 01 Juni 2009 9 K.H. Ghufron Maba, Ternyata Rokok Haram (Surabaya: PT Java Pustaka, 2008), hal.1.

Page 24: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Nikotin adalah salah satu racun kimia berbahaya yang terkandung

dalam rokok. Padahal masih ada beribu-ribu racun lagi yang tak kalah

berbahayanya misalnya; dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia

yang sangat membahayakan kesehatan baik bagi perokok aktif maupun pasif.

Ironisnya 43 diantaranya bersifat karsinogen atau racun kimia yang merangsang

tumbuhnya kanker. Mengingat dampak rokok sangat mengancam masa depan

bangsa, maka Organisasi Kesehatan Dunia WHO membuat program tentang

larangan merokok di tempat umum yang sudah diterapkan oleh beberapa Negara

seperti: Singapura, Vietnam, India dan lain-lain. Bahkan di India, DPR-nya

mengeluarkan UU Anti merokok. Negeri ini bukan hanya memberlakukan

larangan merokok di tempat umum, tetapi juga melarang iklan rokok dan

menjual rokok di dekat lembaga pendidikan. Bagaimana dengan negeri kita

tercinta ini ? Alhamdulillah, meski dirasakan sudah agak terlambat, namun

pemimpin negeri ini sudah mulai berpikir ke arah sana sehingga pada tahun

2006 muncul Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan merokok di tempat

umum. Walaupun di Indonesia ini baru ada satu daerah yang mengikuti program

WHO, yaitu Pemerintah daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, yang sudah

mulai memberlakukan Perda tentang larangan merokok di tempat umum sejak 1

Januari 2006.10

Setiap tanggal 31 Mei ditetapkan sebagai World No Tobacco Day.

Berbagai kegiatan dan kampanye tentang bahaya rokok dilaksanakan diseluruh

dunia dalam rangka memperingati hari tersebut.11

Peringatan Hari tanpa rokok sedunia, diharapkan menjadi kesempatan

bagi kita semua untuk berpikir sejenak dan menyadari kembali akan bahaya dan

dampak rokok, baik untuk diri kita sendiri, maupun untuk anggota keluarga dan

masyarakat banyak. Jika kita lihat kondisi Negara kita, jumlah orang yang

merokok semakin bertambah. Salah satunya disebabkan karena semakin

rendahnya usia anak muda yang mulai merokok.

Salah satu hasil konsensus Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia

(KF-MUI) di Padang Panjang akhir Januari 2009 lalu adalah fatwa tentang

10 Ibid, hal. 2 11 http://www.organisasi.org.diakses 02 Juni 2009

Page 25: Tesis Ttg Keharaman Merokok

hukum haramnya merokok bagi anak-anak, wanita hamil, dan di tempat umum.

Pro-kontra menyelimuti fatwa kontroversial tersebut, terlebih daerah yang

menjadi tempat tembakau berkembang biak dan tempat dimana perusahaan

rokok berdiri.12

Dibalik pro-kontra tesebut, ada fakta yang unik, ternyata sebagian para

ulama/ kyai dalam MUI sendiri, dulunya adalah para pecandu berat rokok.

Bahkan kopi dan rokok masih menjadi “menu utama” di berbagai pesantren di

Jawa. Setiap sowan di rumah kyai, pastilah kopi dan rokok menjadi “menu

utama” sang kyai. Tanpa kopi dan rokok, mengaji dan belajar terasa hambar dan

kurang sreg, serta inspirasi berkarya terasa tumpul. Inilah realitas dibalik bilik

pesantren di Jawa. Walaupun tidak semua, tetapi mayoritas mengakui demikian

adanya.13

Terkesan, bahwa fatwa yang dikeluarkan merupakan keputusan final,

absolut, dan tidak menerima tafsir yang lain. Fatwa MUI terjebak

dalam”Penalaran Ekslusif” sehingga menafikkan tafsir lain yang sangat mungkin

menyebar di berbagai pemikiran publik.14 Meminjam bahasa Friedman, tidak ada

“Praduga Epistimologis” dimana MUI sebagai pemegang otoritas fatwa

membagi epistimologi pangetahuan tertentu kepada mereka yang mentaati.

Sehinggga terbuka dialog dan sharing yang saling memberikan kemaslahatan

satu dengan yang lain.

Sikap fatwa MUI inilah, kalau meminjam analisis Kholed M Aboe El-

Fadl dalam “Speaking In God’s Name”, telah terjebak dalam sikap otoriter.

Sikap otoriter yang lama berlangsung menjadi sindrom kuatnya otoriterianisme.

Otoriterianisme selalu bersikap untuk “mengunci” tafsir lain, dan selalu

berkehendak mutlak, final dan absolut. Sikap “mengunci” yang dibarengi

“pengekangan” dan “hegemoni” yang tidak menghendaki tafsir lain bersuara.

12 IJMA’ ULAMA, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III, (MUI, 2009), hal.

57. 13 Muhammad Yunus BS, Kitab Rokok Nikmat & Mudharat Yang menghalalkan atau

Mengharamkan, (Yogyakarta: CV Kutub Wacana, 2009), hal. Vi 14 Ibid, hal. vii 

Page 26: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Ingin menjadi suara tunggal yang ditaati dan dijalankan tanpa

reserve/cadangan.15

Merokok seolah menjadi budaya. Hal ini ditambah dengan gencarnya

iklan-iklan rokok yang mengidentikkan perokok dengan kejantanan, kesegaran,

dan keperkasaan. Bagi pria, semakin muda usia mereka menghisap rokok, maka

semakin tumbuh rasa bangga. Setali tiga uang, bagi kaum wanita, merokok

adalah bagian dari life style modern.16

Namun sebenarnya masyarakat awam pun tahu, dibalik kenikmatan

dan pamor merokok, ada maut yang mengintip. Bukan cuma untuk si perokok,

melainkan juga untuk mereka yang ada di sekitar si perokok.

Demikianlah, rokok memang tak ubahnya pisau bermata dua. Di satu

sisi, jika ia tetap dibiarkan beredar maka dapat menimbulkan ancaman cukup

besar bagi kesehatan manusia, namun di sisi lain jika peredarannya dilarang

maka akibatnya pun akan lebih besar lagi. Maka dengan adanya fatwa haram

merokok yang di keluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia, menimbulkan reaksi

yang beragam dari masyarakat. Di satu sisi ada yang setuju, namun di sisi lain

banyak yang menolak.

Kita semua sudah sama-sama sadar bahwa yang menjadi musuh

bersama adalah kemelaratan dan kesengsaraan. Merokok dapat menimbulkan

kemelaratan dan kesengsaraan. Namun melarang merokok pun juga dapat

menimbulkan kemelaratan dan kesengsaraan. Menurut penulis, jalan mana yang

dianggap dan diyakini paling benar, maka itulah yang mesti kita ambil.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang

menjadi fokus penelitian dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana metode MUI dalam menetapkan fatwa ?

2. Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi lahirnya Keputusan Ijtima’ Ulama

Komisi Fatwa tentang Haram Merokok ?

15 Muhammad Yunus BS, Kitab Rokok Nikmat & Mudharat Yang menghalalkan atau

Mengharamkan, (Yogyakarta: CV Kutub Wacana, 2009), hal.vii 16 http://www.images.google.co.id.diakses 02 Juni 2009

Page 27: Tesis Ttg Keharaman Merokok

3. Bagaimana Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III MUI

tahun 2009 Tentang Hukum Haram Merokok dalam Persepektif Hukum

Islam?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tujuan penulisan skripsi dari hasil Ijtima’ Ulama

Komisi Fatwa se Indonesia III MUI Tahun 2009 Tentang Hukum Haram

Merokok. Maka, dengan memperhatikan rumusan masalah di atas adalah untuk:

1. Metode penetapannya

2. Faktor-faktor yang melatarbelakanginya

3. Dalam Persepektif Hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis (keilmuan)

Manfaat yang utama dalam penyusunan skripsi ini bagi mahasiswa

adalah sebagai syarat untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dan untuk

mendapat gelar kesarjanaan yakni Sarjana Hukum Islam (SHI). Dalam pada

itu hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi aktif bagi para

mahasiswa, khususnya penyusun untuk mengetahui lebih jauh tentang Fatwa

Haram Merokok yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI. Hasil penelitian

ini dapat dijadikan sumber referensi untuk menganalisis fatwa-fatwa yang

dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dari pada itu, hasil

penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi peneliti berikutnya sekaligus dapat

menjadi nilai tambah bagi khazanah perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya pada dataran Hukum Perdata Islam.

2. Manfaat Praktis (bagi masyarakat)

Penelitian yang membahas tentang Hukum Haram Merokok yang

dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI. Diharapkan dapat berguna bagi

masyarakat luas, dan dapat terbaca luas oleh masyarakat serta menjadi bahan

renungan masyarakat. Agar masyarakat mempunyai jiwa yang kritis dan peka

terhadap permasalahan-permasalahan agama yang aktual, karena fatwa-fatwa

Page 28: Tesis Ttg Keharaman Merokok

yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia masih bisa dikritisi bahkan

bisa dibuat konsep tandingannya. Karena Islam dilahirkan untuk

memudahkan umatnya bukan untuk menyulitkan umatnya.

E. Tinjauan Pustaka

Salah satu penelitian yang membahas masalah rokok adalah penelitian

K.H. Ghufron Maba yang berjudul Ternyata Rokok Haram Tekanan pokok dari

penelitian ada tiga hal yaitu: racun-racun yang terdapat pada rokok, berbagai

penyakit yang terkait dengan rokok, dan pandangan Islam tentang rokok.

Mengingat masalah ini berkaitan dengan hukum pada rokok, maka dalam buku

ini kami jelaskan pula berbagai permasalahan tentang hukum Islam dan kaidah-

kaidah hukumnya sehingga dapat diambil istimbath untuk menetapkan sebuah

hukum pada rokok. Di samping itu, kami juga berusaha semaksimal mungkin

untuk menampilkan dalil dan hujjah yang argumentatif yang dapat

dipertanggungjawabkan dalam mengkritisi orang-orang yang masih

mempertahankan rokoknya.

Penelitian yang membahas tentang rokok juga pernah dilakukan oleh

M. Yunus BS yang berjudul Kitab Rokok Nikmat & Mudharat Yang

Menghalalkan atau Mengharamkan tekanan pokok dari penelitian ini tentang

status hukum yang dijelaskan dalam buku ini tergantung atas illatu al-ahkam

(alasan penjatuhan status hukum) dari berbagai kasus yang ada. Baik yang

mengharamkan dan menghalalkan selalu menyertai illat (alasan) hukumnya.

Karakter yang melekat dalam hukum Islam adalah perubahan. Hukum akan

selalu berubah sesuai dengan perubahan waktu, tempat, dan keadaan.

Penelitian yang penulis lakukan dalam skripsi ini tentu memiliki

perbedaan dengan karya-karya di atas. Secara materi, tulisan ini hanya fokus

terhadap fatwa MUI tentang hukum haram merokok. Sementara dari segi teori,

studi ini dimaksudkan untuk menganalisis pemikiran MUI dalam kaitannya

dengan isi maupun cara kerjanya. Yang pertama, untuk membantu menambah

pengetahuan tentang fikih (hukum Islam), dan yang kedua tentang ushul fiqh

(teori hukum Islam), dua pokok penting dalam menerapkan kedudukan

Page 29: Tesis Ttg Keharaman Merokok

pemikiran hukum Islam. Selanjutnya studi ini fokus terhadap bagaimana metode

dalam penetapan fatwa, faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya fatwa, dan

perspektif dalam hukum Islam.

F. Landasan Teori

1. Teori tentang fatwa

Pengertian fatwa keagamaan menurut arti bahasa adalah suatu

jawaban dalam suatu kejadian (memberikan jawaban yang tegas terhadap segala

peristiwa yang terjadi dalam masyarakat). Menurut Imam Zamahsyari dalam

bukunya “Al Kasyaf” pengertian fatwa adalah suatu jalan yang lempang/lurus.

Sedangkan fatwa menurut arti syari’at ialah suatu penjelasan hukum syar’iyah

dalam menjawab suatu perkara yang diajukan oleh seseorang yang bertanya,

baik penjelasan itu jelas/terang atau tidak jelas (ragu-ragu) dan penjelasan itu

mengarah pada dua kepentingan yakni kepentingan pribadi atau kepentingan

masyarakat banyak.17

Sebagaimana uraian terdahulu bahwa Fatwa dan Ijtihad mempunyai

korelasi yang sangat erat, sebab keduanya dihasilkan dan diusahakan oleh para

ahli hukum/mujtahid/mufti. Kalau kita teliti secara jujur bahwa fatwa merupakan

kumpulan nasihat atau jawaban dari para ahli hukum Islam yang dituangkan

dalam rangka menyebarluaskan ajaran Islam kepada masyarakat yang dihasilkan

berdasarkan Ijtihad yang sungguh-sungguh.18

Sebaliknya pemikiran hukum yang khusus dan ekslusif akan kaku dan

salah, dimana pemikiran tersebut tidak dapat diidentikkan dengan hukum Islam.

Sehingga idealnya yang dapat kita namakan sebagai “Islami” adalah bersumber

dari kitab agama Islam dan dijelaskan oleh Nabinya. Seluruh pemikiran hukum

Islam (yang dihasilkan berdasarkan ijtihad yang dituangkan dalam fatwa

keagamaan) dari orang-orang muslim dapat kita katakan sebagai “Islami”, akan

tetapi pencapaian karakter ke Islaman ditetapkan oleh Islam sendiri, yakni

melalui syari’ah.

17 Drs. H. Rohadi Abd. Fatah, Analisa Fatwa Keagamaan dalam Fiqh Islam, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1991), hal. 7 18 Ibid, hal. 49

Page 30: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Dengan membedakan antara syari’ah dengan karya-karya ahli hukum

Islam (mujtahid dan para mufti) kita dapat melihat semangat perkembangan

yang dihasilkan oleh ajaran-ajaran Islam. Salah satu sisi yang dapat

membedakan dan membatasi finalitas yang otoriter hanyalah Al-Qur’an dan As-

Sunnah. Sebab ijtihad hukum Islam yang dituangkan dalam bentuk fatwa

keagamaan tidak akan berhenti, baik sebagai pemikiran tentang implikasi teks

(nash) itu, maupun pemikiran yang berkaitan dengan kejadian-kejadian yang

terjadi ketika absennya teks-teks/tidak ditemuinya secara kongkrit teks-teks

tersebut secara langsung. Dalam konteks ini Prof. Gibb mengatakan19 bahwa: Al-

Qur’an dan Al Hadits, sebagaimana sering kita ucapkan bukanlah dasar

renungan undang-undang Islam akan tetapi hanya sebagai sumbernya saja.

Fondasi yang nyata dapat dilihat dari sikap pemikiran yang menentukan metode

penggunaan sumber tersebut. Fatwa pada zaman modern ini atau fatwa

kontemporer haruslah mempunyai identitas, yaitu :

a. Fatwa hendaklah sebagai hasil suatu pengerahan pengetahuan secara optimal.

b. Tidak boleh memfatwakan hukum yang zhanni sebagai hukum yang qath’i.

c. Fatwa tidak boleh dipengaruhi realita modern.

2. Teori istinbath hukum

Nash yang menjadi dalil hukum Islam baik Al-Qur’an sebagai sumber

hukum pertama maupun Sunnah Nabi Saw sebagai sumber kedua adalah

berbahasa arab. Untuk memahaminya dengan baik membutuhkan kemampuan

memahami bahasa dan ilmu bahasa arab dengan baik pula.20

Seseorang yang ingin mengistinbatkan/mengambil hukum dari

sumber-sumber tersebut harus betul-betul mengetahui bahasa arab dengan seluk

beluknya. Ia harus mengerti betul kehalusan dan kedalaman yang dimaksud oleh

bahasa itu (dalalahnya). Begitu pula harus dipahami tentang cara-cara

mengutarakan sesuatu, apakah dengan bentuk hakekat ataukah dengan bentuk

majaz (qiyasan). Kesemuannya ini harus ada kemampuannya dalam memahami

hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

19 Ibid, hal. 51 20 Drs. H. Kamal Muchtar, dkk, Ushul Fiqh (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1995), hal. 1

Page 31: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Karena itulah ulama ushul menaruh perhatian yang besar sekali agar

nash atau dalil yang berbahasa arab itu dapat dipahami dengan baik dan

sempurna. Untuk itu mereka telah menciptakan beberapa kaidah lughawiyah

untuk dapat memahami nash dan dalil agar hukum-hukum dapat dipetik dari

dalil yang menjadi pegangan hukum tersebut. Seseorang yang ingin

mengistinbatkan hukum dari dalil-dalil harusnya lebih terdahulu mempelajari

apa yang dinamakan methode mengeluarkan hukum dari dalilnya.

Pada tanggal 30 Januari 1986 sebuah buku pedoman terperinci untuk

mengeluarkan fatwa diterbitkan oleh MUI, yang menerangkan bahwa dasar-

dasar untuk mengeluarkan fatwa, menurut urutan tingkatannya adalah: al-

Qur’an, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Hal ini masih harus disusuli dengan

penelitian pendapat para imam madzhab yang ada dan fuqaha yang telah

melakukan penelaahan mendalam tentang masalah serupa.21

G. Metode Penelitian

Dalam melacak, menjelaskan dan menyampaikan obyek penelitian

secara integral dan terarah, maka penyusun menggunakan metode sebagai

berikut :

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah pustaka (library research).22 Yaitu kajian

merujuk pada data-data yang ada pada referensi berupa buku-buku dan kitab-

kitab yang terkait dengan topik penelitian. Dalam kajian pustaka ini,

penyusun berupaya mengumpulkan data mengenai hukum haram merokok

dalam persepektif hukum Islam. Di samping itu, penyusun menggunakan pula

sumber-sumber lain yang berkaitan dengan sumber-sumber primer dan

ditempatkan sebagai sumber sekunder.

2. Sifat penelitian

21 M. Atho Mudzhar, Fatwa, hal. 87 22 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,

2001), hal 113

Page 32: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, yaitu data-data yang ada

disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa.23 Penelitian ini menguraikan dan

menggambarkan Hukum Haram Tentang Merokok dalam Pandangan Hukum

Islam, kemudian menganalisa dan menyimpulkan secukupnya.

3. Pendekatan masalah

Pendekatan ini menggunakan pendekatan normatif, yaitu menganalisa

data dengan menggunakan pendekatan dalil atau kaidah yang menjadi

pedoman perilaku manusia. Selanjutnya menggunakan pendekatan filosofis,

yaitu kajian tentang hukum haram merokok. Selain itu juga menggunakan

pendekatan historis, yaitu mempelajari satu bidang tertentu yang muncul

sepanjang sejarah pada aliran-aliran atau tokoh-tokoh.24

4. Sumber data

Data-data yang penyusun kumpulkan untuk menyusun skripsi ini yaitu

keputusan ijtima komisi fatwa se Indonesia III tahun 2009, kitab-kitab fiqh,

pedoman dasar MUI, buku-buku tentang rokok serta data tambahan yang ada

relevansinya dengan masalah di atas.

5. Analisis data

Deduksi, yaitu metode yang bertitik tolak pada data-data yang

universal (umum), kemudian diaplikasikan ke dalam satuan-satuan yang

singular (khusus/bentuk tunggal) dan mendetail.25 Dalam penelitian ini

menguraikan tentang hukum haram merokok, kemudian mengungkap

pendapat para ulama muslim tentang hukum haram merokok dan penjelasan-

penjelasan yang terkait dengan hal tersebut.

Deskriptif , yaitu penelitian dengan jalan mengumpulkan data,

mengklasifikasikannya, menganalisa dan menginterpretasikannya.26 Dalam

penelitian ini, penyusun mengumpulkan data tentang hukum haram merokok

23 Winarno surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, ( Banndung:

Tarsito, 1980), hal. 140 24 Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hal. 138 25 Ibid, hal. 17 26 Winarno surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, ( Banndung:

Tarsito, 1980), hal. 147

Page 33: Tesis Ttg Keharaman Merokok

dan menjabarkan pendapat-pendapat ulama sebagai bahan analisis.

Diharapkan dapat diketahui unsur-unsur kesamaan dan perbedaan serta

dengan mengqiyaskan hukum yang ada, guna mengambil kesimpulan yang

relevan dan akurat.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan, maka penulisan

skripsi ini menggunakan sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah yang akan

dijawab, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang merupakan arah

penelitian yang dilakukan, tinjauan pustaka sebagai pembanding dan pembeda

dengan penelitian sebelumnya, landasan teori sebagai gambaran alur yang

melandasi penulisan, dan paparan tentang metode penelitian yang digunakan

dalam penulisan skripsi ini.

Bab II Merupakan deskripsi umum tentang fatwa MUI. Pertama,

metode istinbat hukum MUI dalam menetapkan fatwa. Kedua, faktor-faktor

yang melatarbelakangi lahirnya fatwa tentang haram merokok. Ketiga, prosedur

penetapan fatwa. Keempat, kedudukan fatwa dalam hukum Islam.

Bab III Merupakan deskripsi umum tentang rokok. Pertama, deskripsi

umum tentang tembakau terdiri dari sejarah tembakau, kandungan yang

membahayakan dalam tembakau, dan aspek manfaat dari tembakau. Kedua,

rokok dan permasalahannya terdiri dari sejarah rokok di Indonesia, industri

rokok dan pengaruhnya terhadap perekonomian, dan pengaruh rokok terhadap

kesehatan. Ketiga, rokok dalam pandangan ilmuwan muslim terdiri dari

pandangan yang membolehkan dan pandangan yang mengharamkan.

Bab IV Merupakan bab yang berisi paparan untuk menjawab rumusan

masalah. Di dalamnya terdapat paparan tentang aspek metode istinbat hukum,

aspek manfaat dan mudharat merokok, dan aspek pendapat ilmuwan muslim.

Bab V Penutup berisi kesimpulan dari pembahasan tentang rumusan

masalah yang diajukan dengan dilengkapi saran sebagai bahan rekomendasi dari

hasil penelitian penulis.

Page 34: Tesis Ttg Keharaman Merokok

BAB II

DESKRIPSI UMUM TENTANG FATWA MUI

A. Metode Istinbath Hukum MUI dalam Menetapkan Fatwa

Pada awal perkembangan Islam, fatwa dikeluarkan oleh ahli fikih

tanpa status resmi, sehingga tidak ada ketetapan prosedur yang baku. Tetapi

dengan perkembangan aparat birokratis berbagai Negara di dunia Islam,

akhirnya sejumlah mufti diangkat sebagai pejabat Negara. Hal ini sudah pernah

terjadi pada masa kerajaan Utsmani.27 Di Indonesia, organisasi mufti tersebut

dideklarasikan dengan nama Majelis Ulama Indonesia. Metode pembuatan fatwa

Majelis Ulama Indonesia pertama kali dibuat pada 1975 dan tampak kemudian

dalam himpunan fatwa MUI 1995 dan 1997. Secara umum, petunjuk prosedur

penetapan fatwa MUI dapat dikemukakan sebagai berikut:28

1. Dasar-dasar fatwa adalah:

a. Al-Qur’an

b. Sunnah (tradisi dan kebiasaan Nabi)

c. Ijma’ (kesepakatan pendapat para ulama)

d. Qiyas (penarikan kesimpulan dengan analogi)

2. Pembahasan masalah yang memerlukan fatwa harus mempertimbangkan:

a. Dasar-dasar fatwa merujuk ke atas.

b. Pendapat para imam madzhab mengenai hukum Islam dan pendapat para

ulama terkemuka diperoleh melalui penelitian terhadap penafsiran al-

Qur’an.

3. Pembahasan yang merujuk ke atas adalah metode untuk menentukan

penafsiran mana yang lebih kuat dan bermanfaat sebagai fatwa bagi

masyarakat Islam.

4. Ketika suatu permasalahan yang memerlukan fatwa tidak dapat dilakukan

seperti prosedur di atas, maka harus ditetapkan dengan penafsiran dan

pertimbangan (Ijtihad).

27 Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,

2002), artikel “Pergolakan Pemikiran Keagamaan”, hal. 125 28 MB. Hooker, Islam, hal. 93

Page 35: Tesis Ttg Keharaman Merokok

5. Mereka yang mempunyai otoritas untuk menangani fatwa adalah sebagai

berikut:

a. MUI berkaitan dengan:

a) Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum dan berkaitan

dengan masyarakat Islam Indonesia secara umum.

b) Masalah-masalah keagamaan yang relevan dengan wilayah tertentu

yang dianggap dapat diterapkan di wilayah lain.

b. MUI tingkat propinsi berkaitan dengan masalah keagamaan yang sifatnya

lokal dan kasus kedaerahan, tetapi setelah berkonsultasi dengan MUI pusat

dan komisi fatwa.

6. Sidang Komisi Fatwa harus dihadiri para Anggota Komisi Fatwa yang telah

diangkat pimpinan pusat MUI dan pimpinan pusat MUI propinsi dengan

kemungkinan mengundang para ahli jika dianggap perlu.

7. Sidang Komisi Fatwa diselenggarakan ketika:

a. Ada permintaan atau kebutuhan yang dianggap MUI memerlukan fatwa.

b. Permintaan atau kebutuhan tersebut bisa dari pemerintah, lembaga-

lembaga sosial, dan masyarakat atau MUI sendiri.

8. Sesuai dengan aturan Sidang Komisi Fatwa, bentuk fatwa yang berkaitan

dengan masalah tertentu harus diserahkan ketua Komisi Fatwa kepada ketua

MUI Nasional dan Propinsi.

9. Pimpinan pusat MUI Nasional/Propinsi akan merumuskan kembali fatwa itu

kedalam bentuk sertifikat keputusan penetapan fatwa.

B. Faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya fatwa tentang rokok

1. Faktor Politik

Sebuah produk keputusan maupun fatwa yang dikeluarkan oleh

lembaga manapun pasti akan sangat terikat dengan setting sosio-kultural dan

sosio-politik yang berada di sekitarnya. Faktor ini pulalah yang menyebabkan

sifat dari sebuah fatwa maupun keputusan sebuah lembaga sangat bersifat

sosiologis. Asumsi ini sebenarnya berawal dari latar belakang Majelis Ulama

Indonesia sendiri yang lahir dari dan untuk dari kepentingan politik. Saat

awal pembentukannya, sebagaimana ditulis Atho Mudhzhar, MUI merupakan

Page 36: Tesis Ttg Keharaman Merokok

lembaga bentukan pemerintah yang diproyeksikan untuk mengendalikan

kaum muslimin melalui keputusan-keputusan politis yang diligitimasi oleh

MUI.29

Fikih adalah pemahaman yang dirancang oleh cerdik, pandai melalui

aktivitas pemikiran atau olah intelektual bersama sejumlah latar belakang

historis dan desakan-desakn sosial, bahkan tidak jarang berada dalam under

attack politik. Artinya fikih tidak hadir dalam ruang sosial yang kosong. Fikih

bukanlah pemikiran murni yang datang dari kehampaan sejarah, melainkan ia

juga merefleksikan selisih-selisih sosial, budaya dan politik.30

Bisa kita pahami bahwa fatwa MUI itu tidak lebih merupakan bagian

dari upaya meminimalisir bahaya yang mengancam masyarakat Indonesia,

terutama bagi mereka yang mengidap penyakit parah yang disebabkan oleh

konsumsi rokok. Hanya yang menjadi persoalan, mengapa harus MUI yang

harus mengeluarkan fatwa haram rokok ? sedangkan pemerintah mempunyai

peraturan tentang rokok (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19

Tahun 2003, Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan Presiden Republik

Indonesia).

Inilah barangkali yang menjadi tanda tanya besar pada sebagian

masyarakat kita saat ini. Sejumlah kalangan menduga, bahwa yang dilakukan

MUI sesungguhnya sarat dengan nuansa politis. Hanya saja tidak ada

keterangan lebih lanjut tentang nuansa politis seperti apa yang dimaksud.

Padahal jika merujuk kepada syariat Islam tidak ada penjelasan yang spesifik

menyinggung masalah rokok, apalagi sampai pada ketentuan hukum

mengharamkannya. Hukum haram tentang merokok justru terdapat di dalam

fiqh, itu pun masih mengandung banyak perdebatan. Ada yang menyatakan

hukumnya haram, makruh, ada yang mubah, bahkan ada pula yang

menyatakan wajib. Ketidakjelasan hukum inilah yang menyebabkan

masyarakat bawah berbeda-beda menanggapi masalah hukum rokok.

29 Atho Mudzhar, Fatwa, hal. 59. Lihat juga Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Taufik Abdullah

(ed, et al), (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), artikel “Pergolakan Pemikiran Keagamaan, al” VI: 126.

30 Team FKI, Esensi Pemikiran Mujtahid: Dekonstruksi dan Rekonstruksi Khasanah Islam, (Kediri: Purna siswa III Aliyah 2003 Ponpes Lirboyo, 2003), hal. xxvi

Page 37: Tesis Ttg Keharaman Merokok

2. Faktor Sosial

Sifat tugas MUI adalah memberi nasihat, karena MUI tidak

dibolehkan melakukan program praktis. Orang pertama yang menyarankan

diadakannya pembatasan demikian adalah presiden Soeharto sendiri. Dalam

pidato pembukaan pada Konferensi Nasional Pertama para ulama pada

tanggal 21 Juli 1975. Presiden secara khusus menyarankan bahwa MUI tidak

boleh terlibat dalam program-program praktis seperti menyelenggarakan

madrasah-madrasah, masjid-masjid atau rumah sakit. Karena kegiatan

semacam itu diperuntukkan bagi organisasi-organisasi Islam lain yang telah

ada. Banyak pertanyaan dari masyarakat terkait dengan masalah strategis

kebangsaan, masalah keagamaan-kontemporer, dan masalah yang terkait

dengan peraturan perundang-undangan. Bahwa pertanyaan-pertanyaan

tersebut mendesak untuk segera dijawab sebagai panduan dan pedoman bagi

si penanya dan masyarakat pada umumnya.31

Dalam Anggaran Dasar MUI dapat dilihat bahwa majelis diharapkan

melaksanakan tugasnya dalam pemberian fatwa-fatwa dan nasihat, baik

kepada pemerintah maupun kepada kaum muslimin mengenai persoalan-

persoalan yang berkaitan dengan keagamaan khususnya dan semua masalah

yang dihadapi bangsa umumnya. MUI juga diharapkan menggalakkan

persatuan di kalangan umat Islam, bertindak selaku penengah antara

pemerintah dan kaum ulama, dan mewakili kaum muslimin dalam

permusyawaratan antar golongan agama. Menurut kata-kata ketua umum

MUI ketiga, Hasan Basri, MUI bertugas “Selaku penjaga agar jangan ada

undang-undang di negeri ini yang bertentangan dengan ajaran Islam”.32

C. Prosedur Penetapan Fatwa

Fatwa merupakan jawaban yang diberikan oleh juru fatwa (mufti)

kepada orang yang pertanyaan akan status hukum. Fatwa mengharuskan adanya

31 Ijma’ Ulama, Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III Tahun 2009, hal. 1 32 K.H. Basri, Wawancara, (Jakarta: 01 Agustus 1988), Tugas “Penjagaan” ini mengingatkan kita

pada majelis penasihat Tentang Ideologi Islam yang diberikan oleh presiden Ayub Khan dari Pakistan, yang dimuat dalam konstitusi Pakistan tahun 1962.

Page 38: Tesis Ttg Keharaman Merokok

proses istifta (pengajuan permohonan atas fatwa) oleh pemohon (mustafti) secara

personal maupun badan hukum kepada mufti.

Dalam pandangan Guru Besar FIAI UII, Amir Mu’allim (Himmah,

Juni, 2008), fatwa itu sama saja dengan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu suatu

perbuatan untuk mengajak kepada kebaikan dan memerangi keburukan.

Perbedaannya terletak pada sifatnya yang khusus. Fatwa secara umum

memberikan pandangan hukum yang nantinya akan diakomodasi oleh publik.

Bila qadhi merupakan kepanjangan tangan negara untuk mengurus

yudikatif, maka mufti menurut Amir lazimnya adalah seorang intelektual

(ulama) independen, tidak berafiliasi dengan kekuatan manapun, termasuk

negara. Fatwa bisa berkembang seiring perkembangan masa, perubahan letak

geografis, peralihan kondisi, dan pergeseran niat. Fatwa mengandaikan adanya

perkembangan baru, persoalan baru atau kebutuhan baru yang secara hukum

belum ada ketetapan hukumnya, atau belum jelas duduk masalahnya.

Menurut Amir, sebuah produk fatwa juga harus melihat dan

memperhitungkan faktor masyarakat umum. Kondisi sebuah obyek fatwa harus

benar-benar bisa dipahami dan diteliti terlebih dahulu. “Jadi fatwa itu betul-betul

yang menjadikan kepercayaan publik dan sesuai dengan kebutuhan publik.

Fatwa juga harus berorientasi pada kearifan dalam memberikan informasi yang

bersifat hukum”.33

MUI mengeluarkan fatwa-fatwa untuk mengumumkan pendirian

akhirnya mengenai persoalan-persoalan tertentu.34 Jika sifat dan cara

pembuatannya adalah menurut garis-garis agama, peranan yang dilakukan fatwa-

fatwa itu bersifat sekuler, fatwa-fatwa itu dimaksudkan untuk mempersatukan

pendapat kaum muslimin dan memberikan nasihat kepada pemerintah tentang

peraturan hukum agama untuk dipertimbangkan dalam menyusun kebijakan

tertentu.

Penyusunan dan pengeluaran fatwa-fatwa dilakukan oleh Komisi

Fatwa MUI. Komisi itu diberi tugas untuk merundingkan dan mengeluarkan

33 Drs. Rohidin, Studi Tentang Paradigma MUI Dalam Mengeluarkan Fatwa Sesat Terhadap Aliran Keagamaan dan Kaitannya dengan Prinsip-Prinsip HAM, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 2009), hal. 70

34 Atho mudzhar, Op. cit. hal. 79

Page 39: Tesis Ttg Keharaman Merokok

fatwa mengenai persoalan-persoalan hukum Islam yang dihadapi masyarakat.

Pada waktu pembentukannya pada tahun 1975, komisi itu mempunyai tujuh

orang anggota, tetapi jumlah itu dapat berubah karena kematian atau

penggantian anggota, setiap lima tahun sekali komisi itu diperbaharui melalui

pengangkatan baru. Ketua Komisi Fatwa secara otomatis bertindak selaku salah

seorang wakil ketua MUI.

Persidangan-persidangan Komisi Fatwa diadakan menurut keperluan

atau bila MUI telah diminta pendapatnya oleh umum atau oleh pemerintah

mengenai persoalan-persoalan tertentu dalam hukum Islam. Persidangan

semacam itu biasanya di samping ketua dan para anggota komisi, juga dihadiri

oleh para undangan dari luar, terdiri dari para ulama bebas dan para ilmuwan

sekuler, yang ada hubungannya dengan masalah yang dibicarakan.35 Untuk

mengeluarkan satu fatwa biasanya diperlukan hanya sekali sidang, tetapi

adakalanya satu fatwa memerlukan hingga enam kali sidang, sebaliknya dalam

sekali persidangan adapula yang dapat menghasilkan beberapa fatwa seperti

dalam masalah vasektomi, tubektomi, dan sumbangan kornea mata. Fatwa-fatwa

itu sendiri adalah berupa pernyataan-pernyataan, diumumkan baik oleh Komisi

Fatwa sendiri atau oleh MUI.

Pada tanggal 30 Januari 1986 sebuah buku pedoman terperinci untuk

mengeluarkan fatwa diterbitkan oleh MUI, yang menerangkan bahwa dasar-

dasar untuk mengeluarkan fatwa, menurut urutan tingkatannya adalah:

1. Al-Qur’an

2. As-Sunnah

3. Ijma

4. Qiyas

5. Harus disusuli dengan penelitian pendapat para imam madzhab yang ada dan

fuqaha yang telah melakukan penelaahan mendalam tentang masalah

serupa.36

35 Basalamah, Perkembangan, hal. 205 36 M. Atho Mudzhar, Fatwa-fatwa MUI, hal. 87

Page 40: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Meski demikian, fatwa sebagaimana ijtihad juga memiliki aturan main

yang harus ditaati. Ada beberapa pedoman dalam berfatwa yang disesuaikan

dengan tuntunan nash. Beberapa larangan bagi pemberi fatwa (mufti) dalam

pedoman tersebut antara lain dijelaskan oleh Musfir bin Ali al-Qahtany dalam

sebuah bukunya “Dlawabit al-Fataya fi al-Nawazil al-Mu’ashiroh” sebagai

berikut:

a. Fanatik terhadap salah satu madzhab, atau pendapat ulama-ulama tertentu.

Pedoman ini sebagaimana juga dikatakan oleh Imam Ahmad, melarang

seorang pemberi fatwa untuk memaksakan madzhab yang dianutnya pada

orang lain, padahal hal itu justru memberatkan bagi orang tersebut.

b. Berpegang hanya pada arti eksplisit nash saja. Larangan ini mengindikasikan

pentingnya pemahaman seorang mufti terhadap makna di balik nash yang

menjadi tujuan syara (maqashid syari’ah). Begitu juga orang yang hanya

mengandalkan Hadis saja untuk menjawab persoalan yang ada tanpa

mempelajari fikih dan ushul fiqh serta perbedaan-perbedaan pendapat di

kalangan ulama. Orang yang demikian, menurut al-Ghazali termasuk

golongan neo-Dhahiriyyah.

c. Tidak menggunakan konsep syaddu al-zari’ah dan terlalu berhati-hati dalam

menyikapai perbedaan ulama. Menurut Ibnu Taymiyah sebagaimana dikutip

Qardawi, melakukan suatu keharaman yang dilarang Allah pasti melalui

perantara (wasilah). Bila tidak menutup perantara tersebut dengan konsep

syaddu al-dzari’ah, berarti mengurangi ketetapan haram dari Allah.

Sementara perbedaan yang terjadi antara para ulama tidak harus disikapi

berlebihan dengan meninggalkan semuanya, namun bisa difatwakan yang

paling unggul (rojih) di antara mereka.

d. Berlebihan dalam menggunakan maslahat dan memaksakan penggunaanya

meskipun bertentangan dengan nash. Hanya Najmuddin al-Thufi yang

meletakkan maslahat sebagai dalil independen yang boleh bertentangan dan

harus didahulukan dari pada nash.

e. Terlalu sering menggunakan rukshsoh dan talfiq antar madzhab.

f. Melakukan hilah dalam perkara-perkara syar’i.

Page 41: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Demikian juga yang dilakukan Yusuf Qardawi dalam salah satu karya

monumentalnya, “Fatwa-Fatwa Kontemporer”. Ia menyebutkan bahwa dalam

fatwa yang ia tulis dan merupakan jawaban atas berbagai persoalan hukum,

terdapat beberapa pedoman yang menjadi pegangan. Secara global dapat

disebutkan sebagai berikut:

a. Tidak fanatik dan tidak taqlid.

b. Mempermudah dan tidak mempersulit.

c. Menjelaskan kepada manusia sesuai dengan bahasa zamannya.

d. Berpaling dari sesuatu yang tidak bermanfaat.

e. Bersikap seimbang antara memperlonggar dan memperketat.

f. Memberikan hak fatwa berupa keterangan dan penjelasan.37

Selain itu, faktor kepentingan pihak manapun, termasuk pribadi

pemberi fatwa harus dihilangkan dari lahirnya sebuah fatwa. Untuk

meminimalisasi adanya kepentingan di balik penetapan fatwa, para ulama

menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi mufti. Imam Ahmad misalnya,

sebagaimana dikutip oleh Ali Hasballah menyatakan bahwa seorang muslim

tidak boleh mengeluarkan fatwa sebelum ia memenuhi lima syarat:

a. Ia harus memiliki niat benar-benar karena Allah Swt.

b. Ia harus memiliki kapabilitas, dan bersikap baik.

c. Ia harus benar-benar ahli dalam bidang yang ia tekuni, sehingga ia tidak

mudah berpaling dari kebenaran.

d. Ia harus orang yang mampu mencukupi diri dan keluarganya, agar terlepas

dari pengaruh orang luar.

e. Mengetahui kondisi sosiologis dan antropologis masyarakat yang diberi

fatwa.38

D. Kedudukan Fatwa dalam Hukum Islam

Berbicara tentang urgensi fatwa keagamaan dalam kehidupan umat

Islam berarti kita tidak terlepas dari samapai seberapa jauh kemanfaatan fatwa

37 Yusuf Qardawi, fatwa-fatwa kontemporer, cet. VII, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal. 21 38 Ali Hasballah, Ushul, hal. 89

Page 42: Tesis Ttg Keharaman Merokok

dalam kehidupan ummat manusia. Ajaran Islam yang berupa Al-Qur’an dan Al-

Hadits pada dasarnya masih banyak yang bersifat global, sehingga adanya

perincian secara analisis, agar umat Islam mengetahui duduk persoalan yang

sebenarnya. Al-Qur’an dan Al-Hadits Rasulullah Saw masih perlu ada

penjabaran secara mendetail terhadap masalah-masalah yang diangkat

sebelumnya, sepanjang masalah itu masih bersifat dzanny.39

Fatwa adalah kata yang sering disalah pahami. Ada yang menyangka,

fatwa adalah sejenis dogma yang memiliki daya ikat kuat seperti halnya al-

Qur’an. Atau seperti konstitusi Negara sehingga bagi yang melanggarnya dapat

dikenakan sanksi hukum. Tentu sangkaan ini keliru sepenuhnya. Sebab, fatwa

pada hakekatnya tidak lebih dari sebuah petuah, nasihat, atau jawaban

pertanyaan hukum dari individu ulama atau institusi keulamaan, yang boleh

diikuti atau justru diabaikan sama sekali. Fatwa seorang mufti tidak mengikat

siapapun, karena betapapun kesungguhannya untuk bersikap obyektif, ia tidak

dapat lepas dari unsur subyektivitas berupa kecenderungan pribadi dan

kemampuan daya nalarnya. Pendeknya, fatwa bersifat ghair mulzim (tidak

mengikat).

Kebenaran fatwa bersifat relatif sehingga selalu dimungkinkan untuk

diubah seiring perubahan ruang, waktu, dan tradisi. Ibnul Qayyim al-Jauziyah

dalam magnum opusnya “I’lam al-Muwaqqi’in” menyatakan tentang adanya

peluang untuk selalu mereformasi dan memperbaiki fatwa dalam satu bahasan;

fashl:fiy taghayyur al-fatwa wa ikhtilafiha bihasabi taghayyur al-azminah wa al-

amkinah wa al-ahwal wa al-niyyat wa al-awaid. Jadi, mengubah teks fatwa

bukanlah perkara tabu.

Menurut Ahmad bin Hanbal, jika sebuah fatwa diduga keras akan

menimbulkan keburukan, maka semestinya mufti dapat menahan diri dan tidak

mengedarkan fatwa tersebut. Fatwa perlu ditinjau kembali, waktu demi waktu,

untuk dilihat apakah ia memberi efek maslahat terhadap umat atau justru

menimbulkan huru-hara di tengah masyarakat. Suatu fatwa tidak bisa dijadikan

sebagai sumber ketetapan hukum. Fatwa merupakan suatu pilihan hukum yang

39 Drs. H. Rohadi Abd. Fatah, Analisa Fatwa Keagamaan dalam Fiqh Islam, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1991), hal. 34

Page 43: Tesis Ttg Keharaman Merokok

bisa diikuti dan bisa saja dikritisi, karena produk hukum hasil fatwa tidak

ubahnya seperti produk hasil ijtihad lainnya yang tidak memiliki nilai kebenaran

mutlak dan nilai kekuatan untuk mengikat.

Fungsi MUI adalah:

1. Sebagai wadah musyawarah para ulama, zuama dan cendikiawan muslim

dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami,

Demokratis, akomodatif, dan Aspiratif.

2. Sebagai wadah silaturrahmi para ulama, zuama dan cendikiwan muslim untuk

mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam dan menggalang ukhuwah

Islamiyah.

3. Sebagai wadah yang mewakili umat Islam dalam hubungan dan konsultasi

antar umat beragama.

4. Sebagai pemberi fatwa kepada umat Islam dan Pemerintah, baik diminta

maupun tidak diminta.40

Karena MUI tidak dibolehkan melakukan program praktis. Dalam

anggaran dasar MUI dapat dilihat bahwa majelis diharapkan melaksanakan

tugasnya dalam pemberian fatwa-fatwa dan nasihat, baik kepada pemerintah

maupun kepada kaum muslimin mengenai persoalan-persolan yang berkaitan

dengan keagamaan khususnya dan semua masalah yang dihadapi bangsa

umumnya. Dalam bahasa Hasan Basri, ketua umum MUI ketiga, MUI bertugas

“Selaku penjaga agar jangan ada undang-undang di negeri ini yang bertentangan

dengan ajaran Islam”.41 Syaikh Mahmoud Syaltout, mantan rektor Universitas

40 MUI, Wawasan dan PD/PRT MUI. 2000

41 K. H. Hasan Basri, wawancara dengan Muhammad Atho Mudzhar, (Jakarta: 1 Agustus 1988). Tugas “penjagaan” ini mengingatkan kita pada Majelis Penasihat Tentang Ideologi Islam yang didirikan oleh Presiden Ayub Khan dari Pakistan, yang dimuat dalam Konstitusi Pakistan tahun 1962. Bagian ke-10 konstitusi tersebut menyebutkan bahwa tugas-tugas Majelis Penasihat Ideologi Islam adalah: 1. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai peraturan-peraturan yang memungkinkan kaum muslimin memperbaiki cara hidupnya menurut ajaran Islam. 2. Memberikan nasihat kepada pemerintah apakah rancangan undang-undang bertentangan dengan Islam. Salah satu di antara perbedaan besar antara MUI dan Majelis Penasihat Pakistan adalah, meskipun yang disebut pertama dibantu pemerintah, tetapi tetap bersifat swasta, sedangkan yang kedua merupakan bagian dari aparat pemerintah. Sampai seberapa jauh perbedaan kedudukan itu mempengaruhi timbulnya perbedaan dalam kebebasan gerakan kedua badan tersebut, merupakan bahan studi sendiri.

Page 44: Tesis Ttg Keharaman Merokok

al-Azhar juga memandang penting adanya lembaga fatwa yang dapat menjadi

tempat bertanya masyarakat dalam masalah agama, demi menjaga kepentingan

umat.42

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

42 ibid

Page 45: Tesis Ttg Keharaman Merokok

BAB III

DESKRIPSI UMUM TENTANG ROKOK

A. Deskripsi Umum Tentang Tembakau

1. Sejarah Tembakau

Awal mula perkenalan dunia pada tembakau dan kebiasaan merokok

tak bisa dilepaskan dari peristiwa penemuan benua Amerika oleh para pelaut

Spanyol di bawah pimpinan Christophorus (Christoper) Columbus (1451-

1506) pada tahun 1942. Setelah melakukan serangkain pendaratan di berbagai

pulau di benua itu, pada 2 November tahun 1942 rombongan Columbus

mendarat di pulau Waitling, dan mereka melihat sebuah perahu lesung orang

Indian yang berisi muatan, diantaranya daun-daun kering yang kelak dikenal

sebagai tembakau.

Nama “tembakau” diberikan kepada tanaman beracun ini oleh karena

tembakau sering diisap dengan pipa bercabang yang berbentuk “Y” waktu

mengisapya dua dari cabang pipa ini dimasukkan ke dalam tiap lobang

hidung. Ini membuat pengisap tembakau itu merasa kurang enak, tetapi tetap

mengisapnya juga karena dilakukan dalam suatu upacara tertentu.43

Di lain tempat dua orang utusan yang dikirimkan Columbus ke pantai

Cuba, mereka bertemu banyak orang lelaki yang membawa kayu bakar dan

bungkusan-bungkusan berisi daun pengobatan yang telah dikeringkan. Orang-

orang itu mengisap gulungan daun kering itu sambil menjelaskan jika asap

dari daun kering yang mereka hisap itu bisa mendatangkan kenikmatan pada

tubuh mereka, menciptakan rasa nyaman dan mengurangi kelelahan. Rasa

penat hilang dan muncul rasa santai. Gulungan daun kering itu mereka sebut

tobacco dan orang Indian karibia menyebutnya Tobago.

Perlu waktu sebulan bagi para pelaut Spanyol itu untuk memahami

manfaat daun tembakau. Mereka baru tahu bahwa warga Indian setempat

menggulung dedaunan kering menjadi seperti senapan kuno (musket), yang

43 DR. RA. Nainggolan, Anda Mau Berhenti Merokok Pasti Berhasil, (Bandung: Indonesian

Publishing House, 1990), hal. 11

Page 46: Tesis Ttg Keharaman Merokok

dibakar di salah satu ujungnya dan diisap di ujung yang lain. Itulah daun

tembakau yang mereka jadikan rokok atau cerutu yang kita kenal sekarang

ini. Tiap suku Indian pada waktu itu memakai cara-cara tersendiri dalam

menikmati tembakau. Ada yang dikunyah, ada yang dicium-tembakau cium

ini dikenal dengan nama niopo atau iopo, ada pula dengan dijilat. Tembakau

juga dipakai dalam upacara ritual, bahkan pengobatan.

Kedatangan orang Eropa, ke “Dunia baru” 50 an tahun lalu itu

menjadi awal perkenalan dunia luar Amerika kepada tembakau hingga

banyak pendatang Eropa yang pergi ke sana. Dari Jamestown, seorang

pendatang dari Inggris Jhon Rolfe mengirim daun tembakau Virginia partama

kali pada tahun 1613 ke Eropa. Satu tahun kemudian, tembakau jenis

nicotiana tabacum dan nicotiana rustica dua spesies yang dibudidayakan

orang Indian Amerika dikenal di seluruh dunia.

Rolfe menikahi putri Indian terkenal, Pocahontas, yang merupakan

anak perempuan Powhatan, kaisar merah dari Virginia. Rolfe mengetahui

pembudidayaan tembakau dari putri kaisar Indian itu dan mereka berdua

berhasil menanam tembakau dalam jumlah besar di Varina, dekat Richmond

belakangan menjadi tempat kelahiran rokok modern. Akibatnya, pertanian

tembakau berkembang dan menjadi buruan utama orang Inggris di Amerika,

dan Pocahontas menjadi pasangan terpandang di koloni itu. Sayangnya,

dalam kunjungan ke Inggris pada tahun 1617, sang putri meninggal. Rolfe

memutuskan kembali ke Varina, tapi pada tahun 1662 ia dibunuh oleh

anggota keluarganya sendiri. Usahanya dilanjutkan oleh putranya, Thomas.44

Diperkirakan, dunia mengenal 20 spesies tembakau. Dari 20 spesies

tersebut, tiga di antaranya varieta utama: Nicotiana tabacum (Virginia),

Nicotiana Macrophylla (Maryland), dan Nicotiana rustica (Boeren), yang

semuanya berasal dari Amerika.

Tembakau telah menciptakan keberuntungan kepada benua Amerika

selama beberapa generasi. Dalam hal ini, terutama koloni kecil (Inggris)

44 http://www.detiknews.com/r.diakses pada 18 Juni 2009

Page 47: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Virginia, yang diambil dari nama depan Ratu Elizabeth. Nama tembakau

Virginia inilah yang paling terkenal di seluruh dunia.

Tembakau Virginia ditanam di seluruh dunia, namun dalam

kenyataannya, ada lima wilayah penanaman: Pertama, Asia yang

menghasilkan sekitar 53% panen dunia. Lalu Amerika Selatan 21%, Amerika

Utara 11%, Eropa 8% dan Afrika 7%.45

Banyak orang menyebut Amerika sebagai “tanah air tembakau”,

sementara William Barclay, seorang penulis Inggris, dalam bukunya

Nephentes, or The Vertues of Tobacco (1604) menyebut Amerika sebagai

negeri dimana Tuhan telah memberikan karunia dan memberkatinya dengan

daun pengobat yang membahagiakan dan suci ini.

Penyebaran Tembakau ke Seluruh Dunia

a. Eropa

Dengan mencontoh penduduk pribumi, pada dekade pertama pada

abad ke-16, sejumlah pelaut Spanyol dan Portugis bersama menanam

tembakau di Hindia Barat dan Brasil. Di akhir abad itu, tumbuhan yang

menimbulkan kontroversi ini diperkenalkan di Inggris oleh Sir Jhon

Hawkins, pahlawan bahari imperium Inggris, sepulangnya dalam lawatan

kedua ke Amerika Serikat, pada 20 September tahun 1565. Sedang

penyebaran terjadi sejak tahun 1573, saat Sir Francis Drake membawa

pulang tembakau dari Virginia, koloni Inggris di Amerika. Sejak itulah

kaum bangsawan Inggris mulai mengenal budaya konsumsi tembakau.

Pada tahun 1854, Ratu Elizabeth memberi hak atas Virginia kepada

Sir Walter Raleigh. Melalui orang inilah, tembakau dan kebiasaan

merokok dengan pipa diperkenalkan secara luas. Ratu sendiri malah punya

tongkat berupa pipa rokok. (Bahkan Winston Churcill, Perdana menteri

Inggris tahun 1940-1945 dan tahun 1951-1955, terkenal karena

cangklongnya).46

45 http://www.tempointeraktif.com.diakses pada 18 Juni 2009 46 Suryo Sukendro, Filosofi Rokok, (Yogyakarta: Pinus, 2007), hal.34

Page 48: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Perancis mengenal tembakau lewat Andre Thevet dan Jean Nicot.

Semenjak tahun 1560, penanaman tembakau sudah mulai berkembang di

Perancis. Pada tahun 1573, Nicot dengan beberapa orang sarjana

menerbitkan kitab logat bahasa Perancis-Latin, yang pada halaman 478

dijumpai istilah Nicotiane untuk menyebut jenis tanaman obat (tembakau)

yang dimaksud. Dari sinilah istilah “Nicotiane” kemudian dipakai untuk

menyebut tanaman tembakau obat itu.

Tembakau di Portugis mulai tumbuh pada tahun 1558. Di Spanyol

tanaman tembakau pertama kali masuk sebagai tanaman hias dan

kemudian sebagai tanaman obat. Jenis tembakau yang berkembang di sana

saat itu adalah jenis Nicotiana tabacum. Tembakau masuk Italia pada

tahun 1561, dibawa oleh seorang pendeta bernama Prospero Santa Croce

dari Lisabaon, Portugis, sewaktu jadi duta Sri Paus. Pendeta kedua yang

membawanya adalah Nicolo Tornabuoni, yang juga duta Sri Paus.

Praktek merokok di Belanda berkembang di kalangan mahasiswa

Universitas Leiden. Tembakau di Jerman ditanam pada abad XVI di

daerah sekitar Nurnberg, Saxonia, Thuringen, dan Hessen. Di Rusia,

sekitar tahun 1690-an tembakau telah digunakan secara berlebihan tak

ubahnya brendi dan sering menjadi pemicu pertengkaran. Abad XVIII

orang Rusia mengenal cara baru menikmati tembakau dengan

menggunakan pipa air, yang sebelumnya telah popular di kalangan orang

Turki.47

b. Asia

Tembakau di Jepang diperdagangkan oleh orang-orang Portugis

menjelang akhir abad XVI. Perkebunan tembakau yang pertama adalah di

Nagasaki pada tahun 1605 dan meluas pada akhir abad XVII. Tembakau di

Tiongkok dikenal lewat orang-orang Filipina, mula-mula murni dipakai

untuk obat.

47 Ibid, hal. 35

Page 49: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Tembakau masuk India lewat orang-orang Portugis sekitar tahun

1605. Pada tahun 1610 tembakau telah tumbuh di Sailan dan tahun

berikutnya kebiasaan merokok telah dikenal luas di India.

Dalam Budiman (1978 : 71) jika istilah Cerutu diyakini berasal dari

sebuah kata dalam bahasa Tamil shuruttu atau churuttu dalam bahasa

Malayalam, yang kedua-duanya berarti gulungan tembakau. Dari

perkataan inilah timbul perkataan Portugis charuto dan perkataan cerutu

dalam bahasa kita (baca: Indonesia-red).

c. Awal Tembakau di Indonesia

Jauh sebelum orang Indonesia mengenal tembakau, mereka lebih dulu

mengenal budaya mengunyah buah pinang dan sirih serta mencampurnya

dengan kapur yang terbuat dari kulit tiram, sebagai sebuah kebiasaan

untuk mendapatkan kenikmatan. Namun hingga zaman Majapahit,

kebiasaan makan sirih belum mengenal gambir. Budiman (1987)

menyebut jika gambir baru masuk Indonesia pada awal abad XVI dan

merupakan barang impor. Pemakaian tembakau baru muncul belakangan,

setelah dimasukkan oleh orang Portugis ke tanah air kita pada awal abad

XVII. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama

tembakau sugi. Masyarakat Jawa menyebutnya bako susur.48

Tembakau barulah dikenal belakangan, menurut Thomas Stamford

Raffles dalam bukunya The History of Java, jilid I (1817), orang

Belandalah yang memperkenalkan tembakau sekaligus kebiasaan merokok

pada orang Indonesia dan itu terjadi pada tahun 1601. Namun menurut De

Candolle, yang dikutip dalam Van Der Reijen dalam bukunya Rapport

betreffende Eene Gehouden Enquete Naar De Arbeids Toestanden In De

Industrie Van Strootjes En Inheemsche Sigaretten Op Java, jilid I (1934),

tanaman tembakau telah dibawa ke pulau Jawa sekitar tahun 1600, hanya

saja, menurutnya dibawa oleh orang Portugis.

48 Ibid, hal. 37

Page 50: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Dalam naskah Jawa Babad Ing Sangkala, tembakau dikatakan

masuk Jawa bersamaan dengan mangkatnya pendiri kerajaan Mataram,

Panembahan Senapati Ing Ngalaya-ayah Sultan Agung-pada tahun Saka

1523 (sekitar 1601-1602 Masehi). Sayangnya, tak tercantum di sana

keterangan siapa pembawa tembakau ke pulau Jawa. Barangkali lebih

cenderung untuk menerima pendapat De Candolle yang meyakini jika

orang Portugis sebagai pembawanya kemari. Alasannya, nama tembako

atau bako, yang lazim dipakai orang Jawa, lebih dekat ke istilah tabaco

atau tumbaco dalam bahasa Portugis, ketimbang kata tabak dalam bahasa

Belanda.

Menurut sinolog G. Schlegel dalam Budiman (1987:80), tanaman

tembakau bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Sebagai bukti, ia

menunjuk pemakaian nama tembakau atau yang semacam itu, untuk

menyebut tanaman termaksud di berbagai daerah, yang semuanya berasal

dari perkataan Portugis tabaco atau tumbaco. Berdasarkan kenyataan ini ia

berpendapat jika orang Portugis pastilah orang pertama yang memasukkan

tembakau ke Indonesia. Namun, kebiasaan pemakaian tembakau di daerah-

daerah lain tak banyak diketahui, karena sumber Belanda sangat sedikit

mengungkapnya, setidaknya sampai abad ke-17. Sedang di Deli, Sumatera

Timur, tembakau mulai ditanam pada tahun 1864 oleh orang Belanda

bernama Nienhuys.

Tembakau yang digunakan orang Jawa untuk merokok pada waktu

itu berasal dari Karesidenan Besuki dan dari daerah Kedu-tembakau Kedu

merupakan tembakau terbaik di pualau Jawa pada waktu itu. Orang

Belanda juga memakai tembakau Kedu untuk pipa rokok mereka, selain

kebiasaan mengisap rokok cerutu. Orang Belanda menyebut mengisap

pipa dan cerutu dengan istilah ro’ken. Gericke-Roorda dalam buku kamus

bahasa Jawa-Belanda Javaansch-Nederlandsch Woordenboek jilid I (1901)

halaman 332, menyebutkan jika dari perkataan Belanda ro’ken inilah

muncul perkataan rokok yang dipakai hingga sekarang.49

49 Ibid, hal. 39

Page 51: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Tembakau diperbanyak dengan menyemai bijinya. Setelah biji

disemai di pesemaian, calon pohon tembakau dipindahkan ke bedengan

ketika berusia 38-45 hari. Musim tanamnya tergantung sepesiesnya.

Tembakau Virginia ditanam pada akhir musim hujan, dan dipanen pada

musim hujan pula. Tembakau untuk cerutu ditanam pada musim kemarau,

dan dipanen setelah musim hujan. Tembakau biasanya tumbuh pada tanah

campuran, antara tanah liar dan pasir, dengan kadar humus yang tinggi dan

cukup air. Bila usianya telah mencapai 90-100 hari, sesudah daun

terbawahnya mulai menguning, itulah saatnya panen.50

Di Indonesia, tembakau menjadi tanaman perkebunan. Secara

ekonomi, peranannya cukup besar karena dapat menjadi sumber

pendapatan masyarakat. Jawa timur menjadi penghasil tembakau utama

bagi Indonesia, dan tembakau Deli di Sumatera Timur sebagai jenis yang

paling terkenal di dunia. Daun tembakau yang diekspor adalah yang

khusus untuk bahan cerutu.

2. Kandungan yang Membahayakan dalam Tembakau

Daun tembakau yang batangnya dapat mencapai dua meter,

mengandung alkaloid beracun: nikotin, nikotinin, nikotein, dan nikotelin.

Gejala keracunannya berupa diare, muntah-muntah, kejang-kejang, dan sesak

nafas. Akibat sampingan mengisap asapnya, yakni merokok, berupa batuk

kering, asma dan sukar tidur.51

3. Aspek Manfaat dari Tembakau

Untuk bertahun-tahun lamanya penggunaan tembakau adalah

merupakan masalah kontroversial. Orang-orang Indian di Amerika Serikat

percaya bahwa tembakau itu dapat digunakan sebagai obat. Oleh karena

itulah, pendatang-pendatang ke Amerika Serikat itu membawa tembakau itu

kembali ke Eropa. Bahkan pada abad pertengahan ke 17, seorang dokter di

London menulis sebuah buku yang berjudul Panacea; or the Universal

50 Ibid, hal. 27 51 Ibid, hal. 28

Page 52: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Medicine, Being a Discovery of the Wonderful Virtues of Tobacco; Taken a

Pipe with is operation and use both in Physical and Chyrurgery.

Dokter ini berpendapat bahwa tembakau itu mempunyai khasiat untuk

menyembuhkan tubuh dan untuk pembedahan. Khasiat-khasiat yang terdapat

dalam tembakau menurut dokter ini antara lain, ialah: setetes getah tembakau

dimasukkan ketiap-tiap telinga dapat menyembuhkan ketulian. Untuk

menyembuhkan sakit kepala, daunnya ditempelkan diatas dahi atau kepala.

Untuk membuat wajah berseri-seri kemerahan, digunakanlah getah daun

tembakau itu. Untuk yang sakit gigi, diletakkan daun tembakau itu pada

bagian yang sakit. Serta untuk mengobati batuk, daun tembakau itu direbus

dan airnya diminum. Bahkan, sebelumnyapun dokter-dokter di Eropa

menyatakan bahwa tembakau itu bukan untuk diisap, tetapi hanya digunakan

untuk tujuan pengobatan.52

Daun tembakau dipercayai dapat berkhasiat sebagai obat tradisional.

Air tembakau, misalnya dapat dipakai membersihkan luka yang kotor dan

borok yang membusuk dan berulat. Getah daunnya bisa dipakai untuk

membersihkan kotoran pada luka bernanah-atau sebagai racun yang dioleskan

pada senjata tajam. Daun tembakau dapat pula digunakan sebagai tapal pada

bisul, atau mengobati orang yang perutnya mulas. Rebusan daun keringnya

berkhasiat sebagai obat cacing.

Sebuah hasil penelitian paling baru dari Arief Budi Witarto Meng-

seorang peneliti dari pusat penelitian bioteknologi Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyatakan bahwa ternyata tembakau dapat

pula menghasilkan protein anti-kanker yang berguna bagi penderita kanker.

Proposal penelitian soal inilah yang membawa Doktor Bioteknologi

dari Fakultas Teknik, Tokyo University Of Agriculture And Technology,

Jepang itu meraih penghargaan dari badan Jerman DAAD dan Fraunhofer di

Jakarta, tanaman tembakau ini tidak diambil daun tembakaunya untuk

memproduksi rokok tetapi dimanfaatkan sebagai reaktor penghasil protein

GCSF. Suatu hormone yang menstimulasi produksi darah.

52 R.A. Nainggolan, Anda Mau Berhenti Merokok ? Pasti Berhasil, (Bandung: Indonesia

Publishing House, 1990), hal. 14

Page 53: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Selain untuk protein antikanker, GSCF, ujarnya bisa juga untuk

menstimulasi perbanyakan sel tunas (stemcell) yang bisa dikembangkan

untuk memulihkan jaringan fungsi tubuh yang sudah rusak.53

Tembakau di Tiongkok dikenal lewat orang-orang Filipina. Mula-

mula murni dipakai sebagai obat. Biasanya tembakau digunakan untuk

menyembuhkan penyakit malaria, dan rebusan daun tembakaunya bisa

dipakai untuk membinasakan serangga-serangga dan penyakit kulit yang

bersifat parasit. Olahan daun tembakaunya bisa untuk menghentikan luka

pendarahan.

Pada tahun 1573, dengan bekerjasama dengan beberapa orang sarjana,

Nicot berhasil menerbitkan sebuah kitab logat bahasa Perancis-Latin, yang

sebuah copynya masih tersimpan di perpustakaan Newberry di Chicago. Pada

halaman 478 dari buku bausastra ini kita jumpai perkataan Nicotiane dengan

batasan sebagai berikut: “ini adalah suatu tanaman pengobat dengan sifat

baiknya yang menakjubkan melawan segala macam luka-luka, borok,

penyakit kulit yang sering menyebabkan luka dibagian muka atau penyakit

borok di bagian muka lainnya, penyakit-penyakit yang disebabkan kuman

virus dan penyakit-penyakit lain semacam ini”.

B. Rokok dan Permasalahannya

1. Sejarah Rokok di Indonesia

Industri tembakau di Indonesia dimulai bersamaan dengan

berkuasanya kolonial Belanda di negeri ini. Dimulai dengan penanaman

pertama pada tahun 1609, pada tahun 1650 tembakau dijumpai di banyak

daerah di Nusantara. VOC melakukan penanaman tembakau secara besar-

besaran di daerah Kedu, Bagelen, Malang, dan Priangan. Dari abad ke-17

hingga-19, penanaman tembakau mencapai daerah Deli, Padang, Palembang,

Cirebon, Tegal, Kedu, Bagelen, Banyumas, Semarang, Rembang, Kediri,

53 http://www.antara.co.id.diakses 20 Juni 2009

Page 54: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Besuki, Lumajang, Malang, Surabaya, Pasuruan, bahkan juga di Kalimantan,

Sulawesi, Ambon dan Irian.54

Kisah kretek bermula dari kota Kudus. Menurut Amen Budiman &

Onghokham dalam buku Keretek: Lintasan sejarah dan Artinya Bagi

Pembangunan Bangsa dan Negara (1987), pembuatan rokok keretek di

Indonesia dimulai oleh seorang bernama Haji Jamahri. Awal mulanya,

penduduk asli kota Kudus, pantai utara Jawa, itu telah lama mengidap rasa

nyeri di dadanya. Untuk mengurangi rasa sakit di dadanya itu, ia

mengusapkan dada dan pinggangnya dengan minyak cengkeh, bahkan me-

mamah-mamah cengkeh. Hasilnya, rasa sakitnya kemudian banyak

berkurang.

Lantas timbul gagasan dari Haji Jamahri untuk memakai rempah-

rempah itu sebagai obat dengan cara berbeda. Ia lalu merajang cengkeh

sampai halus, kemudian mencampurnya dengan tembakau, dan dibungkus

dengan daun jagung, dan kemudian dibakar ujungnya. Dengan cara

menghirup asapnya sampai masuk ke paru-paru, ia merasa sakit di dadanya

berangsur-angsur sembuh. Ia memberitahukan perihal penemuan ini kepada

orang-orang dekatnya. Akhirnya berita ini cepat sekali tersiar dan menyebar

luas hingga permintaan rokok obat temuannya ini pun berdatangan. Tak lama

kemudian akhirnya Haji Jamhri membuat industri rokok temuannya itu dalam

skala kecil.55

Awal mulanya, penduduk Kudus menyebut rokok temuan Haji

Jamahri ini rokok cengkeh. Akan tetapi, oleh karena jika dihisap rokok ini

menimbulkan bunyi keretek-keretek seperti bunyi daun dibakar sebagai

akibat pemakaian rajangan cengkeh untuk campuran tembakau isinya, jenis

rokok ini akhirnya disebut orang rokok keretek. Awalnya, keretek ini

dibungkus kelobot atau daun jagung kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat

terdiri dar 10 batang, tanpa selubung kemasan sama sekali. Haji Jamahri

meninggal dunia di Kudus pada tahun 1890 dan dengan demikian lahirnya

54 Suryo Sukendro, Filosofi Rokok, (Yogyakarta: Pinus, 2007), hal. 43 55 Ibid, hal. 44

Page 55: Tesis Ttg Keharaman Merokok

industri keretek di Kudus (juga pertama kalinya di indonesia) telah terjadi

antara tahun 1870 sampai tahun 1880.

Pada tahun-tahun pertama, perdagangan rokok keretek hanya terbatas

di Kudus dan daerah sekitarnya. Namun dalam waktu singkat pemasarannya

meluas hingga merambah berbagai daerah di pulau jawa. Pada awal mulanya,

seluruh perusahaan rokok keretek yang ada di Kudus dikelola oleh para

pribumi, namun kemudian dilakukan pula oleh para pengusaha etnis

Tionghoa. Karena terjadi persaingan tidak sehat antara pengusaha pribumi

dan tionghoa, akhirnya meletuslah kerusuhan hebat di Kudus pada 31

Oktober 1918 yang mengakibatkan banyak jatuh korban dan terbakarnya

beberapa rumah dan beberapa pabrik rokok. Pada tahun-tahun pertama

kelahirannya, industri rokok keretek di Kudus memakai tenaga pelinting

rokok dari daerah di sekitar kota Kudus saja. Karena kebutuhan tenaga yang

lebih banyak dan efisiensi waktu dan biaya, maka digunakan sistem usaha

rumah tangga yang memungkinkan orang yang dari desa yang jauh dari kota

Kudus bisa ikut proses produksi.

Pada tahun 1928, di Kudus mucul papiersigaretten (sigaret keretek),

yakni rokok keretek yang dibuat dengan menggunakan alat pelinting dan

bahan pembungkus dari kertas. Kemudian tercatat perusahaan rokok jenis

sigaret keretek terkenal di luar Kudus yaitu perusahaan rokok Mari Kangen di

Sala dan disusul perusahaan rokok Sampoerna di Surabaya.

Perkembangan Industri Rokok di Daerah Lain

a. Jawa Barat

Pasaran rokok di Jawa Barat awal mulanya lebih didominasi oleh

rokok kawung, yaitu rokok yang pembungkusnya dari daun pohon kawung

yang dikalangan orang Jawa dikenal dengan nama pohon aren. Industri rokok

kawung muncul pertama kalinya di Bandung pada tahun 1905 oleh seorang

pengusaha Tionghoa. Selanjutnya muncul juga di Bogor, Garut, Tasikmalaya,

Purwakarta, Sukabumi, dan Batavia (Jakarta). Karena banyaknya kegagalan

industri rokok di Jawa Barat yang menjual produk rokok keretek, seorang

pengusaha rokok di daerah Cilimus, kabupaten Kuningan, mencoba trik baru

Page 56: Tesis Ttg Keharaman Merokok

dengan membuat rokok keretek (tembakau campur cengkeh) namun dengan

pembungkus daun kawung.56

Rokok jenis kawung meredup ketika rokok keretek Kudus menyusup

melalui Majalengka pada tahun 1930-an, meski sempat muncul pabrik rokok

kawung di Ciledug Wetan.

b. Jawa Tengah

Perkembangan industri rokok selanjutnya mulai merambah di daerah

lainnya, seperti Pati dan karesidenan Rembang. Pada tahun 1933, untuk

pertama kalinya terjadi pemungutan cukai tembakau yang memicu

tumbuhnya beberapa perusahaan rokok kecil di karesidenan Jepara dan

Rembang. Pada tahun 1927 mucul industri rokok di kota Semarang, juga di

Demak. Pada tahun 1930 muncul di karasidenan Pekalongan.

Di karesidenan Banyumas, rokok klembak merupakan jenis rokok

favorit dan industrinya mucul pada tahun 1925 di Gombong. Di daerah

Temanggung muncul pula jenis rokok yang lebih tua usianya dari rokok

kelembak dan dinamai rokok Kedu yang isinya terdiri dari tembakau Kedu,

tanpa menggunakan campuran apapun. Pada tahun 1890, seorang mantra

Keraton Solo bernama Mas Ngabehi Irodiko membuat rokok dengan

menambahkan bahan campuran ke dalam tembakau, yang oleh masyarakat

Jawa diberi nama wur atau uwur. Campuran ini terdiri dari kelembak,

kemenyan, kemuskus, kayu manis, adas, pulasari, pucuk, cendana, ganti,

tegari, meyosi, waron, kelabat, dupa, dan lain-lain. Rokok jenis ini kemudian

terkenal dengan nama rokok diko, sesuai nama penemunya. Industri rokok

jenis ini kemudian muncul di Keraton Solo dan menyusul pula di Keraton

Yogyakarta.57

c. Jawa Timur

Di Jawa Timur, pusat industri rokok waktu itu adalah di segi tiga

Blitar, Kediri dan Tulungagung. Industri rokok di Kediri baru lahir pada

56 Ibid, hal. 53 57 Ibid, hal.51

Page 57: Tesis Ttg Keharaman Merokok

tahun 1911, di Blitar pada tahun 1909, dan di Tulungagung baru pada tahun

1922. Industri rokok di Jawa Timur mulai menunjukkan giginya pada tahun

1928 dan tahun 1929. Ini akibat dari menurunnya mutu rokok keretek buatan

Kudus akibat dari kenaikan harga cengkeh sehingga pengusaha rokok keretek

di Kudus dengan sengaja mengurangi mutu dan bahan bakunya.

Di karesidenan Surabaya, pembuatan rokok dalam kerajinan rumah

tangga telah ada sejak tahun 1900, dan pada tahun 1910 muncul industri

rokok yang dimulai dari kelas rumah tangga dengan nama PT. HM

Sampoerna. Namun untuk kelas pabrik dengan tenaga buruh barulah lama

setelah itu, yaitu pada tahun 1928. Pada tahun 1914 sudah ada pabrik besar

milik orang tionghoa, namun untuk pembuatan sigaret keretek. Di daerah

Sidoarjo muncul pada tahun 1924 dan Mojokerto pada tahun 1927. Tonggak

perkembangan rokok keretek dimulai ketika pabrik-pabrik besar

menggunakan mesin pelinting. Tercatat PT. Bentoel di Malang yang berdiri

pada tahun 1931 yang pertama memakai mesin pada tahun 1968, mampu

menghasilkan 6000 batang rokok per menit. PT. Gudang Garam, Kediri dan

PT. HM Sampoerna tidak mau ketinggalan, begitu juga dengan PT. Djarum,

Djamboe Bol, Nojorono dan Sukun di Kudus.58

Industri rokok di karasidenan Malang mengalami puncak-puncaknya

pada tahun 1933, namun setelahnya mengalami penurunan tajam dalam

jumlah perusahaan, tapi secara hasil produksi malah mengalami kenaikan.

2. Industri Rokok dan Pengaruhnya terhadap Perekonomian

Pemasukan Negara dari industri rokok dapat berupa pajak dan cukai.

Pada tahun 1989 pemasukan negara dari cukai rokok sebesar Rp 1,3 triliun.

Pada tahun 1990 cukai rokok Indonesia Rp 2,6 triliun. Sedangkan tahun 1998

pendapatan meningkat menjadi Rp 6,9 triliun (Mangku Sitepoe, 2000).

58 Ibid, hal. 52

Page 58: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Di tahun 2001 cukai rokok naik 30% melalui keputusan Menkeu

Nomor 597/KMK.04/2001 tanggal 23 November 2001 yang berlaku mulai 1

Desember 2001 (Jawa Pos, 23 Oktober 2002).59

Bagi pemerintah, industri rokok keretek merupakan sumber

pendapatan yang sangat penting artinya. Tak terhitung berapa banyak

sumbangan finansial yang masuk ke kas Negara dari bisnis yang satu ini.

a. Bidang Ekonomi

1) Lapangan pekerjaan yang besar

Sejarah mencatat pada tahun 1938 saja perusahaan rokok cap Bal Tiga

milik Nitisemito mampu menyerap 10.000 pekerja dan memproduksi 10 juta

batang rokok per hari. Dalam Subangun (1993: XXVI) tercatat pada tahun

1991 saja perusahaan rokok di Indonesia telah mempekerjakan sekitar 148

ribu orang karyawan. Pada tahun 2006 tenaga kerja dari hulu sampai ke hilir

mencapai sekitar 10 juta tenaga kerja. (Sumber: Suara Surabaya. Net,/7 Juni

2007).

Belum lagi instansi dan perusahaan (di luar perusahaan rokok) yang

berhubungan dengan kinerja mereka, seperti jasa angkutan dan distrbusi. Ini

masih pula ditambah dengan orang yang menggantungkan hidup dari

distribusi rokok langsung ke konsumen, seperti toko, warung-warung, hingga

para pengecer rokok asongan.60

2) Cukai tembakau sebagai pemasukan kas Negara

Cukai tembakau dikenal di Indonesia sejak tahun 1933 dan merupakan

tiang penyangga kas pemerintah Hindia-Belanda pada waktu itu. Pada era

pasca perang kemerdekaan di mana keadaan ekonomi sangat buruk hingga

pada tahun 1950 pemerintah Indonesia mengadakan devaluasi, cukai

tembakau punya andil besar dalam mempertahankan kelangsungan

perekonomian pemerintah Indonesia. Dari tahun itu hingga tahun-tahun

59 Umi Istiqomah, S.Sos, Upaya Menuju Generasi Tanpa Rokok, (Surakarta: Setia Aji, 2003),

hal. 71 60 Suryo Sukendro, Filosofi Rokok, (Yogyakarta: Pinus, 2007), hal. 60

Page 59: Tesis Ttg Keharaman Merokok

selanjutnya, pemasukan cukai tembakau terus beranjak naik, bahkan melesat

terus diikuti bertambahnya jumlah produksi.

Perlu diketahui, dalam ketentuan cukai dari Menkeu No

449/KMK.04/2002 disebutkan, tarif cukai jenis rokok keretek mesin dan

rokok putih adalah 26 sampai 40% dari harga jual eceran dan tarif cukai

rokok keretek tangan adalah 4-22%. Itu masih ditambah dengan Pajak

Pertambahan Nilai (Ppn) sebesar 8,4% berarti pemerintah bisa menerima

48,4% dari hasil penjualan rokok.

Dalam Budiman (1987, hal: 179) tercatat pada tahun 1951 pemasukan

cukai tembakau sebesar Rp 46.920.000,00. Pada tahun 1962 menjadi Rp

920.050.000,00 yang merupakan 21,70% dari jumlah pemasukan berbagai

macam pajak dan bea di tanah air. Dalam Subangun (1993: XXVII) cukai

tembakau mencapai 2,1 triliun rupiah yang ternyata memiliki proporsi lebih

dari 90% dari total masuk cukai yang masuk ke kas Negara.61

Informasi terakhir dari Departemen Keuangan RI, pada tahun 2003,

volume produksi rokok sebesar 192,33 miliar batang dengan penerimaan

cukai Rp 26,30 triliun. Pada tahun 2004, volume produksi rokok naik menjadi

203,87 miliar batang dengan penerimaan cukai Rp 29,17 triliun. Sedang pada

tahun 2005 menjadi 220 miliar batang dengan realisasi cukai rokok Rp 32,6

triliun.

Dilansir dari Kompas Cyber Media, 20 November tahun 2006,

penerimaan cukai pada tahun 2007 ditargetkan Rp 42 triliun atau meningkat

dibandingkan pada tahun 2006 yang sebesar Rp 38,4 triliun. Bisa

dibayangkan berapa banyak bidang yang bisa didanai pemerintah dari

pemasukan cukai tembakau itu.

3) Devisa ekspor

Dalam Subangun (1993:XVII), disebutkan jika devisa ekspor yang

disetorkan industri rokok nasional tahun 1991 mencapai 88,1 juta US$ atau

sekitar 176,1 miliar rupiah (dalam kurs mata uang dolar pada waktu itu).

61 Ibid, hal. 61

Page 60: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Sedangkan pajak tak langsung yang disetorkan industri rokok nasional pada

tahun 1989 saja mencapai 1,9 miliar rupiah. Dari data Depperind, devisa

ekspor yang disetorkan industri rokok nasional pada tahun 2006 sejumlah 1,9

triliun. Kesemuanya itu adalah angka yang cukup signifikan bagi biaya

pembangunan Indonesia.

4) Tingkat kesejahteraan petani

Pengusaha perkebunan tembakau juga memberikan kemungkinan

cukup tinggi bagi peningkatan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan para

petani, sekalipun kesemuanya itu masih tergantung pada perkembangan harga

yang diterima petani dari konsumennya, baik industri rokok maupun para

eksportir tembakau. Data dari Depperind, harga tembakau kualitas terbaik

pada tahun 2004 hingga tahun 2005 masih sekitar Rp 60.000-Rp 70.000 per

kilogram. Sementara itu, untuk kualitas menengah Rp 25.000-Rp 30.000 per

kilogram. Pada tahun 2006 naik menjadi Rp 300.000 per kilogram untuk

kualitas terbaik (kelas I). adapun tembakau tingkat menengah atau kelas A

sampai D antara Rp 30.000 dan Rp 40.000 per kilogram.

b. Bidang Pendidikan

Perusahaan-perusahaan rokok terbesar di Indonesia menyediakan

sejumlah anggaran tertentu untuk penyediaan sarana dan prasarana

pendidikan, seni dan budaya.

Banyaknya penelitian dan pengembangan dalam iptek yang disponsori

dan didanai oleh beberapa perusahaan rokok besar di Indonesia.

Tak sedikit beasiswa ataupun bantuan belajar yang diberikan oleh

perusahaan rokok kepada pelajar berprestasi ataupun yang tak mampu hingga

mereka bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.62

62 Ibid, hal. 63

Page 61: Tesis Ttg Keharaman Merokok

c. Bidang Sarana dan Prasarana Fisik

Perusahaan-perusahaan rokok besar di Indonesia juga menyediakan

anggaran dana yang termanifestasikan dalam pembangunan sarana olahraga,

gedung kesenian, pengaspalan jalan, sampai pembangunan tempat ibadah.

d. Bidang Kesejahteraan Sosial

Perusahaan rokok besar di Indonesia menyediakan anggaran dana

yang termanifestasikan (sebagai contoh) dalam rehabilitasi Rumah Sakit

Umum dan penghijauan kota.

3. Pengaruh Rokok terhadap Kesehatan

Bahaya merokok bagi kesehatan telah dibicarakan dan diakui secara

luas. Penelitian yang dilakukan para ahli memberikan bukti nyata adanya

bahaya merokok bagi kesehatan si perokok dan bahkan pada orang

disekitarnya.

Para ahli dari WHO menyatakan bahwa di Negara dengan kebiasaan

merokok yang telah meluas, maka kebiasaan itu mengakibatkan terjadinya

80%-90% kematian akibat kanker paru di seluruh Negara itu, 75% dari akibat

kematian bronkitis, 40% kematian akibat kanker kandung kencing dan 25%

kematian akibat penyakit jantung iskemik serta 18% kematian pada stroke.

Menurut data WHO satu juta orang per tahun di dunia meninggal karena

merokok dan 95% diantaranya oleh karena kanker paru-paru. Kematian

karena kanker paru-paru bisa terjadi pada perokok pasif, yaitu janin dalam

kandungan ibu perokok, anak-anak dari orang tua perokok dan orang dewasa

bukan perokok yang berada dalam lingkungan perokok.63

Dunia kesehatan menyatakan bahwa kebiasaan merokok telah terbukti

berhubungan dengan sedikitnya 25 jenis penyakit dari berbagai alat tubuh

manusia, seperti kanker paru, bronkitis kronik, emfisema, dan berbagai

penyakit paru lainnya. Selain itu adalah kanker mulut, tenggorokan, pancreas

dan kandung kencing, penyakit pembuluh darah ulkus peptikum dan lain-lain.

63 Tjandra Yoga Aditama, Rokok dan Kesehatan, (Jakarta: UI Press, 1992), hal. 18

Page 62: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Satu-satunya penyakit yang menunjukkan asosiasi negatif dengan kebiasaan

merokok adalah kematian akibat penyakit Parkinson.

Doll dan Hill, dua orang peneliti terkenal dari Inggris membagi

hubungan antara penyakit dan kebiasaan merokok sebagai berikut: (a) yang

disebabkan oleh merokok yaitu kanker paru, kanker kerongkongan, kanker

saluran nafas lainnya, bronkitis kronik, emfisema. (b) mungkin seluruhnya

atau sebagian disebabkan oleh merokok yaitu penyakit jantung iskemik,

aneurisma/pelebaran aorta, kerusakan miokard jantung, thrombosis pembuluh

darah otak, arteriosklerosis, pneumonia, ulkus peptikum, hernia dan kanker

kandung kemih.

Hammond dan Horn, dua peneliti Eropa lainnya juga membagi

hubungan antara penyakit dan kebiasaan merokok sebagai berikut: (a)

hubungan erat luar biasa mengakibatkan kanker paru, kanker tenggorok,

kanker kerongkongan, dan ulkus peptikum. (b) hubungan sangat erat

mengakibatkan pneumonia, ulkus duodenum, aneurisma aorta. (c) hubungan

erat dapat menyebabkan penyakit jantung koroner (d) hubungan sedang

mengakibatkan penyakit pembuluh darah otak.

Dari tinjauan medis dan beberapa fakta yang terkait di dalamnya,

setidaknya ini akan memberikan sejumlah gambaran bagi kaum perokok

perihal persekutuannya bersama sesuatu benda yang menjadi kawan setia

kemanapun serta. Persoalan apakah di kemudian hari seorang perokok

menaruh pikiran lain terhadap persekutuannya bersama dengan sebatang

lintingan tembakau kawan setianya itu dikembalikan pada sikap masing-

masing individu (personal).

Adapun bukti-bukti yang menunjukkan bahwa rokok merusak

kesehatan adalah:

a. Kandungan rokok

Menurut ilmu kedoteran, rokok mengandung lebih kurang 4000 bahan

kimia, diantaranya nikotin, tar, karbon monoksida dan hydrogen sianida.

Nikotin dijumpai secara alami di dalam batang dan daun tembakau yang

mengandung nikotin paling tinggi, atau sebanyak 5% dari berat tembakau.

Nikotin merupakan racun saraf manjur (potent nerve poison) dan digunakan

Page 63: Tesis Ttg Keharaman Merokok

sebagai racun serangga. Pada suhu rendah, bahan ini bertindak sebagai

perangsang dan adalah salah satu sebab utama mengapa merokok digemari

dan dijadikan sebagai tabiat.

Selain tembakau, nikotin juga ditemui di dalam tumbuhan family

Solanaceae termasuk tomat, terung ungu, kentang dan lada hijau. Nikotin

dapat merangsang dan meningkatkan aktivitas, kewaspadaan atau refleksi,

kecerdasan serta daya ingat. Namun di sisi lain, nikotin adalah racun yang

dapat menangkal dan menghilangkan pengaruh berbagai macam obat,

misalnya: antibiotik yang digunakan sebagai obat penangkal terhadap kuman,

kadang antibiotik tersebut gagal memberi kesan yang diharapkan, disebabkan

oleh nikotin.

Kuinin, digunakan sebagai obat malaria, namun dengan banyaknya

nikotin di dalam tubuh akan mempercepat penyingkiran obat kuinin tersebut

dari tubuh. Teofilin sebagai obat pereda sesak nafas, yang menurut hasil

penelitian, pada sebagian besar perokok akan lebih cepat menyingkirkan

teofilin dibanding pasien yang tidak merokok. Benzodiazepine adalah sejenis

obat tidur yang berdosis sangat tinggi, namun pengaruh obat ini akan

berkurang jika si peminum obat tersebut adalah perokok.

b. Proses kimiawi

Proses pembakaran rokok tidaklah berbeda dengan proses pembakaran

bahan-bahan padat lainnya. Rokok yang terbuat dari daun tembakau kering,

kertas, zat perasa yang dapat dibentuk oleh elemen Karbon (C), elemen

Hidrogen (H), elemen Oksigen (O), elemen Nitrogen (N), elemen Sulfur (S)

dan elemen-elemen lain yang berjumlah kecil. Rokok secara keseluruhan

dapat diformulasikan secara kimia yaitu sebagai (CvHwOtNySzSi). Dua

reaksi yang mungkin terjadi dalam proses merokok. Pertama adalah reaksi

rokok dengan oksigen yang membentuk senyawa-senyawa seperti CO2, H2O,

NOx, dan CO. Reaksi ini disebut reaksi pembakaran yang terjadi pada

temperatur tinggi yaitu diatas 800 derajat Celcius. Selain reaksi kimia, juga

terjadi proses penguapan uap air dan nikotin yang berlangsung pada

temperatur 100-400 derajat celcius.

Page 64: Tesis Ttg Keharaman Merokok

c. Kandungan racun pada rokok

Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-

bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Kandungan racun pada

rokok itu antara lain:

1. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan mengiritasi

paru-paru.

2. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi sistem syaraf dan peredaran

darah karena darah lebih mudah membeku serta merusak jaringan otak dan

mengeraskan dinding arteri.

3. Karbon monoksida adalah gas yang terdapat pada asap rokok yang

mengikat hemoglobin dalam darah, sehingga membuat darah tidak mampu

mengikat gas oksigen yang sangat diperlukan sel-sel tubuh dalam proses

respirasi.

4. Acatona yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai penghapus cat.

5. Hydrogen Cyanide yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai racun untuk

hukuman mati.

6. Ammonia yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai pembersih lantai.

7. Methanol yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai bahan bakar roket.

8. Toluene yaitu bahan kimia yang digunakan sebagagai bahan pelarut

industri.

9. Arsenic yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai racun tikus putih.

10. Butane yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai bahan bakar korek api.64

C. Rokok dalam pandangan ilmuwan muslim

1. Pandangan yang membolehkan

Golongan yang memperbolehkan merokok ini berpegang pada kaidah

bahwa asal segala sesuatu itu boleh, sedangkan anggapan bahwa rokok itu

memabukkan atau menjadikan lemah itu tidak benar. Iskar (memabukkan),

menurut mereka, berarti hilangnya akal tetapi badan masih dapat bergerak,

dan takhdir ialah hilangnya akal disertai keadaan badan yang lemah atau

64 K.H. Ghufron Maba, Ternyata Rokok Haram, (Surabaya: PT Java Pustaka) 2008, hal. 38

Page 65: Tesis Ttg Keharaman Merokok

loyo. Sedangkan kedua hal ini tidak terjadi pada orang yang merokok.

Memang benar orang yang tidak biasa merokok akan merasakan mual bila ia

pertama kali melakukannya, tetapi hal ini tidak menjadikan haram. Jika orang

menganggap merokok sebagai perbuatan israf, maka hal ini tidak hanya

terdapat pada rokok. Inilah pendapat Al-Allamah Syekh Abdul Ghani An-

Nabilisi.65

Syekh Musthafa As Suyuthi Ar Rabbani, pensyarah kitab Ghayatul

Muntaha fi Fiqhil Hanabilah berkata:

“Setiap orang yang mengerti dan ahli tahqiq, yang mengerti tentang

pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, yang mau bersikap obyektif,

apabila sekarang ia ditanya tentang hukum merokok setelah rokok dikenal

banyak orang serta banyaknya anggapan yang mengatakan bahwa rokok

dapat membahayakan akal dan badan nicaya ia akan memperbolehkannya.

Sebab asal segala sesuatu yang tidak membahayakan dan tidak ada nash yang

mengharamkannya adalah halal dan mubah, sehingga ada dalil syara yang

mengharamkannya. Para muhaqqiq yang telah sepakat berhukum kepada akal

dan pendapat tanpa sandaran syara adalah batal.”

Inilah pendapat yang dikemukakan Syekh Mushthafa yang didasarkan

pada kenyataan yang terjadi pada zaman beliau. Seandainya beliau

mengetahui bahaya yang ditimbulkannya seperti yang tampak pada hari ini,

niscaya dengan penuh keyakinan beliau akan mengubah pendapatnya.

Meski banyak ulama yang tegas menyatakan bahwa rokok hukumnya

haram, namun ada juga sebagian ulama yang membolehkan. Diantaranya

adalah Imam Abdul Ghani An-Nabilisi, ulama dari madzhab Hanafi.

Ulasannya mengenai hukum rokok dapat dilihat dalam karya monumentalnya

Ash-Shulh Baina al-Ikhwan Fi Hukmi Ibahah Syarb ad-Dukhon. Dalam kitab

tersebut beliau menyatakan bahwa keterangan mengenai halalnya rokok

adalah benar, tidak perlu dipersalahkan. Beliau menyatakan:

“Wahai umat Muhammad yang berilmu dan mengamalkannya, lalu

menyangka bahwa rokok itu haram. Anda keliru menyangka salah

65 Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995),

hal.827

Page 66: Tesis Ttg Keharaman Merokok

pernyataanku. Sebab, pernyataan tidak pernah bohong. Anda mengharamkan

rokok tidak pernah dilandasi ilmu dan tidak pernah pula dengan esksperimen

yang benar. Eksperimen adakalanya penuh dengan kebodohan dan kesalahan.

Bukankah dikatakan, bahwa rokok bisa memberi kehangatan pada badan

meski juga bisa membahayakan akal. Maka berfatwalah berdasar dua sifat

yang dikandungnya itu. Katakan bahwa merokok bisa jadi suatu kejahatan

disamping juga ibadah. Mereka yang hanya menganggap jelek pada rokok

dan mengharamkannya adalah suatu penipuan besar. Pada mulanya rokok

memang berbahaya, namun setelah dijemur ia menjadi boleh dikonsumsi.”66

Ulama lainnya adalah Imam Ali Asy-Syabramalisi dan Sultan Al-

Halabi. Berdasarkan keterangan Abdul Ghani An-Nabilisi, dua ulama tersebut

juga memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda dengan ulama-ulama

lainnya yang menghalalkan rokok. Bahkan lanjutnya, penjelasan keduanya

lebih jelas dan lebih logis dibanding ulama-ulama lainnya. Syaikh Al-Babili

adalah salah satu tokoh yang juga tak kalah provoaktifnya menfatwakan

halalnya mengkonsumsi rokok. “merokok itu hukumnya halal, dan zatnya pun

sama sekali tidak haram”, demikian pernyataan beliau yang pernah dikutip

Syaikh Al-Barmawi. Namun, lebih jauh beliau menjelaskan, bahwa yang

dimaksud tidak haram (halal) di sini adalah bagi pengkonsumsi yang tidak

mengalami dampak buruk (mudharat) dari rokok tersebut.67

2. Pandangan yang mengharamkan

Hukum rokok masih diwarnai perdebatan panjang semenjak dahulu.

Ada yang mengharamkan namun adapula yang membolehkan. Dan diantara

ulama yang ikut mengharamkan rokok yaitu:

a. As-Syihab al-Qulyubi

Dalam khasyiahnya atas kitab al-jalal al-mahalli karya Imam

Jamal (syarah kitab al-Minhaj karya imam An-Nawawi), pada bab tentang

66 Muhammad Yunus BS, Kitab Rokok Nikmat&Mudharat yang Menghalalkan atau

Mengharamkan (Yogyakarta: CV Kutub Wacana, 2009), hal. 61 67 Ibid, hal. 63

Page 67: Tesis Ttg Keharaman Merokok

najis ia menyatakan bahwa setiap sesuatu memabukkan mesti bersifat cair,

seperti khamar dan yang sebangsanya. Sesuatu yang cair itu, termasuk

bahan-bahan ekstasi atau pembius dan hal-hal lainnya yang dapat merusak

akal. Bahan-bahan tersebut pada dasarnya suci meski haram untuk

dikonsumsi karena pengaruhnya yang dapat merusak akal.68

Menurut sebagian ulama, diantara sesuatu yang dapat membius dan

merusak akal itu adalah rokok. Rokok bisa merusak pertahanan tubuh dan

mendatangkan penyakit yang sangat berbahaya. Melemahkan urat syaraf,

merusak pori-pori, bahkan dapat memusingkan kepala.

b. Ibrahim Al-Laqani

Mengutip dari pendapat Imam Al-Jamal dalam hasyiah kitab Al-

Minhaj, Al-Laqani menyatakan bahwa diantara bahan-bahan yang dapat

membius itu adalah ganja, buah pala, minyak ambar dan zakfaron, serta

bahan-bahan lainnya yang dapat mempengaruhi dan merusak akal. Lebih

jauh Al-Laqani menyatakan:

Imam At-Tarabisy adalah termasuk orang yang sependapat dengan

Al-Ajhuri. Dalam kitabnya yang berjudul tabshirah al-ikhwan, pada bab

pembahasan mengenai dampak negaif yang ditimbulkan tembakau atau

rokok, ia menyatakan bahwa berdasarkan kesepakatan ulama telah dibuat

suatu ketetapan hukum bahwa rokok termasuk bahan konsumsi yang

diharamkan karena dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap

kesehatan badan. Akan halnya segala sesuatu yang memiliki kadar

pengaruh yang sama dengan rokok juga haram untuk dikonsumsi.69

68 Ibid, hal. 50 69 Ibid, hal. 51

Page 68: Tesis Ttg Keharaman Merokok

BAB IV

FATWA MUI TENTANG ROKOK MENURUT HUKUM ISLAM

A. Aspek Metode Istinbath Hukum

Sebagaimana telah disepakati oleh ulama, meskipun mereka berlainan

mazhab, bahwa segala ucapan dan perbuatan yang timbul dari manusia, baik

berupa ibadah, muamalah, pidana, perdata, atau berbagai macam perjanjian, atau

pembelanjaan, maka semua itu mempunyai hukum di dalam syariat Islam.

Hukum-hukum ini sebagian telah dijelaskan oleh berbagai nash yang ada di

dalam Al-Qur’an dan As Sunnah, dan sebagian lagi belum dijelaskan oleh nash

dalam Al-Qur’an dan As Sunnah, akan tetapi syari’at telah menegakkan dalil

dan mendirikan tanda-tanda bagi hukum itu, dimana dengan perantaraan dalil

dan tanda itu seorang mujtahid mampu mencapai hukum itu dan

menjelaskannya.

Dari kumpulan hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan

ucapan dan perbuatan yang timbul dari manusia, baik yang diambil dari nash

dalam berbagai kasus yang ada nashnya, maupun yang diistimbatkan dari

berbagai dalil syar’i lainnya dalam kasus-kasus yang tidak ada nashnya,

terbentuklah fiqh.70 Berdasarkan penelitian diperoleh ketetapan di kalangan

ulama, bahwa dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum syar’iyyah mengenai

perbuatan manusia kembali kepada empat sumber, yaitu: Al-Qur’an, As Sunnah,

Ijma, dan Qiyas. Sedangkan asas dalil-dalil ini dan sumber syari’at Islam yang

pertama adalah Al-Qur’an kemudian As Sunnah yang menafsirkan terhadap

kemujmalan Al-Qur’an, mengkhususkan keumumannya, dan membatasi

kemutlakannya. As Sunnah merupakan penjelas dan penyempurnaan terhadap

Al-Qur’an.

Kaidah-kaidah pembentukan hukum Islam ini, oleh ulama Ushul

diambil berdasarkan penelitian terhadap hukum-hukum syara, illat-illatnya, dan

hikmah (filsafat) pembentukannya. Diantara nash-nash itu pula ada yang

menetapkan dasar-dasar pembentukan hukum secara umum, dan pokok-pokok

70 Prof. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Toha Putra Group, 1994), hal. 1

Page 69: Tesis Ttg Keharaman Merokok

pembentukannya secara keseluruhan. Seperti juga halnya wajib memelihara

dasar-dasar dan pokok-pokok itu dalam mengistimbath hukum dari nash-

nashnya, maka wajib pula memelihara dasar-dasar dan pokok-pokok itu dalam

hal yang tidak ada nashnya, supaya pembentukan hukum itu dapat merealisir apa

yang menjadi tujuan pembentukan hukum itu, dan dapat mengantarkan kepada

merealisir kemaslahatan manusia serta menegakkan keadilan di antara mereka.71

Tujuan Syar’i dalam pembentukan hukumnya, yaitu merealisir

kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan pokoknya dan memenuhi

kebutuhan sekunder serta kebutuhan pelengkap mereka. Jadi setiap hukum syara

tidak ada tujuan kecuali salah satu dari tiga unsur tersebut, dimana dari tiga

unsur tersebut dapat terbukti kemaslahatan manusia. Tahsiniyah tidak berarti

dipelihara jika dalam pemeliharaannya itu terdapat kerusakan bagi Hajiyah. Dan

Hajiyah, juga Tahsiniyah tidak berarti dipelihara jika dalam pemeliharaan salah

satunya terdapat kerusakan bagi Dharuriyah.

Kaedah pertama ini menjelaskan tujuan umum Syari’ dalam

pembentukan hukum syara. Baik hukum itu bersifat taklifi (pembebanan yang

wajib) atau wadhi’i (positif buat manusia). Dan menjelaskan juga tingkatan-

tingkatan hukum menurut tujuannya. Mengetahui tujuan umum syari’ dalam

pembentukan hukumnya adalah termasuk sesuatu yang amat penting untuk

dijadikan alat penolong mengetahui dengan jelas nash-nash pembentukan hukum

itu. Dan untuk menerapkan nash-nash itu terhadap berbagai peristiwa. Di

samping itu juga untuk mengistimbath hukum dalam peristiwa yang tidak ada

nashnya.

Karena isyarat lafal dan ungkapan pada makna itu terkandung

mengandung beberapa segi, maka yang dapat menguatkan salah satu di antara

beberapa segi ini ialah memperhatikan tujuan Syari’. Dan kerena sebagian nash

itu terkadang lahirnya saling kontradiksi, maka yang dapat menghilangkan

kontradiksi ini, dan dapat mengkompromikan nash-nash itu, atau menguatkan

salah satunya, adalah memperhatikan tujuan Syari’. Dan karena kebanyakan

peristiwa yang timbul itu terkadang tidak dijangkau oleh ungkapan nash.

71 Prof. Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1989), hal.

329

Page 70: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Sedangkan mengetahui hukum peristiwa itu dengan dalil syara apa saja, sangat

diperlukan. Maka yang dapat memberi petunjuk dalam menentukan dalil ini

(umpamanya) adalah mengetahui tujuan Syari’.72

Karena itu, para penguasa hukum di pemerintahan sekarang,

meletakkan catatan-catatan yang berupa penafsiran yang dapat menjelaskan

tujuan pembuatan undang-undang secara umum. Dan dapat menjelaskan tujuan

khusus dari setiap pasalnya. Catatan-catatan yang bersifat penafsiran dan semua

pembahasan serta penelitian yang terjadi di tengah-tengah menghadirkan

undang-undang dan melaksanakannya adalah bantuan penguasa hukum untuk

memahami undang-undang dan menerapkannya bersama teksnya, jiwanya, dan

pengertiannya.

Begitu juga, nash-nash hukum Syara itu tidak dapat dimengerti

menurut jalannya yang benar kecuali apabila telah diketahui tujuan Syari’ dalam

mensyariatkan hukum-hukum itu. Juga telah diketahui bagian-bagian peristiwa

yang lantaran itu diturunkanlah hukum-hukum yang ada di dalam al-Qur’an,

atau yang dengan itu datanglah as-Sunnah. Baik berupa ucapan atau perbuatan.

Kaidah ushuliyyah itu: Bahwa tujuan umum Syari’ dalam

mensyariatkan hukum, ialah merealisir kemaslahatan manusia dalam kehidupan

ini, menarik keuntungan untuk mereka, dan melenyapkan bahaya dari mereka.

Karena kemaslahatan manusia dalam kehidupan ini terdiri dari beberapa hal

yang bersifat dharuriyah (kebutuhan pokok) hajiyah (kebutuhan sekunder) dan

tahsiniyah (kebutuhan pelengkap). Maka jika dharuriyah, hajiyah dan

tahsiniyah mereka telah terpenuhi, berarti telah nyata kemaslahatan mereka.

Seorang ahli hukum (syari’) yang muslim, tentunya mensyariatkan hukum dalam

berbagai sektor kegiatan manusia untuk merealisir pokok-pokok dharuriyah,

hajiyah dan tahsiniyah bagi perorangan dan masyarakat. Dia tidak akan

membiarkan dharuriyah, hajiyah dan tahsiniyah dengan tanpa mensyariatkan

hukum untuk merealisir dan memelihara dharuriyah, hajiyah dan tahsiniyah itu.

Dia juga tidak mensyariatkan hukum kecuali untuk mewujudkan atau

memelihara salah satu di antara tiga hal itu. Jadi, dia tidak mensyariatkan hukum

72 Ibid, hal. 330

Page 71: Tesis Ttg Keharaman Merokok

kecuali untuk merealisir kemaslahatan manusia. Dan dia tidak membiarkan

maslahatan yang dikehendaki oleh kondisi manusia dengan tidak mensyariatkan

hukum demi maslahat itu.73

Adapun bukti bahwa kemaslahatan manusia itu tidak melampaui tiga

hal tersebut, ialah perasaan dan kenyataan. Karena setiap individu atau

masyarakat itu, kepentingannya terdiri dari hal-hal yang bersifat primer,

sekunder, dan pelengkap. Contoh: keperluan pokok bagi tempat tinggal manusia,

adalah tempat yang dapat melindungi dari terik matahari, dan cekaman

kedinginan, sekalipun terjadi di gunung. Kebutuhan sekunder, yaitu apabila

tempat tinggal itu memberi kenyamanan untuk ditempati, seperti jika tempat

tinggal itu mempunyai jendela yang bisa dibuka dan ditutup menurut kebutuhan.

Sedangkan kebutuhan pelengkap yaitu apabila tempat tinggal itu diperindah dan

dilengkapi dengan perkakas serta sarana-sarana peristirahatan. Apabila tempat

tinggal itu telah terpenuhi dengan semua itu, berarti telah terlaksana keperluan

(maslahat) manusia dalam soal papannya. Demikian pula dalam hal pangan dan

sandangnya. Juga hal yang menyangkut keperluan hidupnya. Kebutuhannya itu

telah terbukti nyata. Lantaran telah terpenuhinya tiga faktor itu padanya begitu

pula dengan masyarakat. Apabila telah terpenuhi bagi individu-individunya, hal-

hal yang memberi jaminan akan wujud dan terpeliharanya kebutuhan pokok,

sekunder, dan pelengkapnya, berarti telah terpenuhi bagi mereka, hal-hal yang

memberi jaminan kemaslahatannya.

Adapun dalil bahwa setiap hukum Islam itu hanya disyariatkan untuk

mewujudkan salah satu di antara tiga faktor tersebut diatas (yakni kebutuhan

primer, sekunder, dan pelengkap) dan memeliharanya, ialah hasil research

terhadap hukum-hukum syara yang bersifat keseluruhan (global) dan bagian-

bagian dalam berbagai peristiwa. Juga hasil research terhadap beberapa illat

(alasan) dan filsafat pembentukan hukum yang boleh Syari’ dibarengi dengan

berbagai hukum.

Adapun hal yang besifat dharuri, yaitu sesuatu yang menjadi pokok

kebutuhan kehidupan manusia, dan wajib adanya untuk menegakkan

73 Ibid, hal. 331

Page 72: Tesis Ttg Keharaman Merokok

kemaslahatan bagi manusia itu (primer). Apabila tanpa adanya sesuatu itu, maka

akan terganggu keharmonisan kehidupan manusia, dan tidak akan tegak

kemaslahatan-kemaslahatan mereka. Serta terjadilah kehancuran dan kerusakan

bagi mereka. Hal-hal yang bersifat primer bagi manusia dalam pengertian ini

berpangkal kepada memelihara lima perkara: agama, jiwa, akal, kehormatan dan

harta. Jadi memelihara salah satu di antara lima perkara itu, adalah merupakan

kepentingan yang bersifat primer bagi manusia.74

Sedangkan yang bersifar haji (sekunder), ialah sesuatu yang

diperlukan oleh manusia dengan maksud untuk membuat ringan dan lapang.

Juga untuk menanggulangi kesulitan-kesulitan beban yang harus dipikul, dan

kepayahan-kepayahan dalam mengarungi kehidupan. Apabila hal itu tidak

terpenuhi, tidak berarti dapat merusak keharmonisan kehidupan manusia dan

tidak akan ditimpa oleh kehancuran. Seperti jika kebutuhan dharuriyah tidak

dapat terpenuhi. Hanya saja manusia akan menerima kepayahan dan kesulitan.

Faktor-faktor luar bagi manusia dalam pengertian ini berpangkal kepada tujuan

menghilangkan kepayahan mereka, meringankan dalam menanggulangi

kesulitan-kesulitan beban hidup. Dan mudahlah bagi mereka menempuh cara-

cara pergaulan, pergantian, dan jalan-jalan menempuh kehidupan.

Dan Tahsini, yaitu sesuatu yang di tuntut oleh norma dan tatanan

hidup, serta berperilaku menurut jalan yang lurus. Apabila hal itu tidak ada,

tidak berarti merusak keharmonisan kehidupan manusia seperti ketika tidak

adanya hal yang bersifat dharuriyah. Juga tidak ditimpa kepayahan seperti ketika

tidak adanya hal yang bersifat hajiyah. Hanya saja kehidupan mereka

bertentangan dengan akal sehat dan naluri yang suci. Hal-hal yang bersifat

membuat elok manusia (tahsini) dalam pengertian ini adalah berpangkal kepada

akhlak mulia, tradisi yang baik dan segala tujuan perikehidupan manusia

menurut jalan yang paling baik.

Memberi fatwa lebih khusus dibanding ijtihad. Sebab ijtihad adalah

kegiatan istinbath hukum, baik karena ada pertanyaan/persoalan atau tidak,

seperti yang dilakukan Abu Hanifah dalam kegiatan pengkajiannya ketika

74 Ibid, hal. 333

Page 73: Tesis Ttg Keharaman Merokok

mencoba meneliti persoalan-persoalan furu yang beraneka ragam, dan berhasil

menelorkan kewajiban-kewajiban yang banyak . kegiatan itu dilakukan untuk

menguji qiyas-qiyas yang illatnya akan dipakai beristinbath, dan untuk diketahui

kelayakan illat-illat tersebut guna menyusun kerangka qiyas. Sedangkan ifta

hanya dilakukan ketika ada kejadian nyata, dan seorang ahli fiqh berusaha

mengetahui hukumnya. Fatwa yang baik dari seorang mujtahid, di samping

harus memenuhi semua persyaratan ijtihad, harus memenuhi pula beberapa

persyaratan yang lain, yaitu mengetahui secara persis kasus yang diminta

fatwanya, mempelajari psikologi peminta fatwa dan masyarakat lingkungannya,

agar dapat diketahui dampak dari pada fatwa tersebut, dari segi positif dan

negatifnya, sehingga tidak membuat agama Allah menjadi bahan tertawaan dan

permainan.

Oleh karena itu, para ulama sangat memperketat persyaratan mufti.

Diceritakan dari Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa ia mengemukakan beberapa

syarat bagi mufti, yaitu:

“Seseorang seyogianya tidak mengeluarkan fatwa sebelum memenuhi

lima hal: Pertama, memasang niat. Jika tidak disertai niat, maka ia serta

ucapannya tidak mendapat nur (pencerahan). Kedua, bertindak atas dasar ilmu,

penuh santun, wibawa dan ketenangan. Ketiga, mempunyai kekuatan untuk

menghadapi dan mengetahui persoalan yang akan dikeluarkan fatwanya.

Keempat, memiliki ilmu yang cukup. Sebab jika tidak didukung dengan ilmu

yang memadai, maka ia akan dilecehkan dan menjadi bahan gunjingan orang.

Kelima, mengetahui kondisi sosiologis masyarakat. ”

Dari keterangan tersebut, nampaknya Imam Ahmad bin Hanbal

memperhatikan psikologi (kesiapan jiwa) mufti, kerabatnya, serta kehormatan

masyarakat, sebagaimana halnya ia harus mempunyai kemampuan melihat

pengaruh/dampak fatwanya serta tersebarnya fatwa tersebut di tengah

masyarakat. Jika ia melihat akan berpengaruh buruk, maka ia harus menahan diri

dari mengeluarkan fatwa. Jika ia melihat tidak akan membawa dampak buruk,

maka silahkan ia berbicara (berfatwa).

Page 74: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Seorang mufti harus menyadari bahwa dirinya adalah pemberi

petunjuk dan pembimbing umat. Fatwanya harus berorientasi untuk kepentingan

kemaslahatan masyarakat. Dalam hal ini Imam as-Syatiby berkata:

“Mufti yang mencapai tingkat tinggi adalah mufti yang memberikan

fatwa dengan pendapat tengah-tengah yang dapat diterima mayoritas

masyarakat. Maka, ia tidak menawarkan madzhab dengan pendapat yang berat

dan tidak pula turun kepada pendapat yang ringan.”

As-Syatiby memberikan alasan, bahwa mengambil salah satu dari dua

sudut pendapat yang ekstrem akan keluar dari konteks keadilan, menyimpang ke

arah kelaliman. Ia menegaskan, segi yang memberatkan mendatangkan kepada

kerusakan, sedang segi toleransi yang mutlak akan mendatangkan kepada

kelemahan.

Pintu rukhshah (kemurahan) terbuka lebar di depan seoarang mufti.

Dengan rukhshah ia hadir mengobati kondisi masyarakat (penyakit sosial),

apabila ia melihat bahwa menerapkan azimah (hukum asal) akan mendatangkan

kesulitan dan kesusahan. Sesunguhnya Allah suka bila dijalankan rukhshah-

rukhshah nya. Sebagaimana halnya suka bila dilaksanakan azimah-azimah nya.

Dalam keadaan dimana azimah menimbulkan kesusahan, maka rukhshah lebih

disukai Allah daripada azimah. Sebab Allah menginginkan hambanya

memperoleh kemudahan, tidak menginginkan tertimpa kesusahan.

Apabila seorang mufti tidak mencapai derajat ijtihad semisal belum

memenuhi semua persyaratan ijtihad, maka apakah diperbolehkan memilih

pendapat dari madzhab yang paling mudah (ringan) untuk dijalankan

masyarakat? perbedaan pendapat sahabat terbukti telah berhasil menghilangkan

kesempitan yang dihadapi masyarakat, sebagaimana dikatakan oleh Umar bin

Abdul Aziz:

“Sungguh berkat perbedaan pendapat sahabat Rasulullah saw,

persoalan keledai menjadi mudah bagiku. Seandainya hanya ada satu pendapat,

niscaya masyarakat akan mengalami kesulitan.”

Tidak diragukan lagi, bahwa seorang mufti apabila telah mempunyai

kemampuan berijtihad dimana ia mampu menilai kekuatan diantara dalil-dalil

yang digunakan dan mampu menyeleksi pendapat dari berbagai madzhab yang

Page 75: Tesis Ttg Keharaman Merokok

berbeda-beda atas dasar istidlal, maka dalam berfatwa ia boleh memilih salah

satu pendapat dari berbagai madzhab. Dalam menetapkan pilihannya ia harus

berpegang pada tiga hal:

Pertama, tidak memilih pendapat yang masih simpang siur dalilnya.

Sekiranya orang yang mengeluarkan pendapat itu menyaksikan dalil-dalil yang

dipakai ulama lain, pastilah ia mencabut kembali pendapatnya.

Kedua, fatwanya membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas. Ia

harus membimbing masyarakat dengan mengambil jalan tengah, tidak

mengambil pendapat yang paling berat, tidak pula mengambil pendapat yang

paling ringan.

Ketiga, dalam memilih pendapat, ia harus punya niat dan tujuan yang

baik. Karena itu, ia tidak boleh memilih pendapat demi untuk menyenangkan

pemerintah atau memenuhi keinginan (selera) masyarakat, sementara ia tidak

memperdulikan amarah dan ridha Allah swt. Hendaknya ia jangan sampai

seperti para mufti yang berusaha mengetahui/menangkap keinginan pemerintah

sebelum mengeluarkan fatwanya. Mereka memberi fatwa demi kepentingan

pemerintah, bukan demi kebenaran. Mereka itulah kaum yang bejat. Sungguh

masyarakat menyaksikan sebagian mufti memberi peluang kemudahan kepada

pemerintah dan dirinya, dan melemparkan hal-hal yang berat kepada masyarakat

luas. Ia memilih untuk dirinya pendapat yang paling ringan, dan memilih dari

sekian pendapat madzhabnya yang hendak difatwakan untuk orang lain pendapat

yang paling berat.

Imam as-Syatiby bercerita tentang seorang ahli fiqh yang memberi

fatwa di Andalusia, lalu diskors lantaran beberapa hal yang dianggap melanggar

kode etik. Ia terus diskors sampai datang suatu kejadian dimana ia mengeluarkan

sebuah fatwa yang menguntungkan pemerintah. Ringkas cerita, tepat

bersebelahan di istana an-Nasr, Gubernur (Amir) Andalus, terdapat tanah wakaf

yang merusak pemandangan. Sebab tanah wakaf itu terletak berhadapan dengan

taman, tempat Gubernur bersantai. Lebih-lebih, tanah wakaf itu sangat

mengganggu pemandangan jika dilihat dari atas istananya.

Gubernur menawarkan untuk memberi ganti rugi tanah itu dan

bermaksud menggabungkannya ke dalam tamannya. Ide atau keinginan ini

Page 76: Tesis Ttg Keharaman Merokok

disampaikan kepada Baqiy bin Mukhallid, seorang ulama dan mufti terkemuka

di negeri itu. Ia lalu mengumpulkan semua ulama guna memperoleh kesepakatan

pendapat. Ternyata mereka sepakat melarang penjualan tanah wakaf, sejalan

dengan pendapat madzhab malik. Nampaknya mereka menyembunyikan sesuatu

dibalik fatwanya. Yaitu, mereka bermaksud mengekang keinginan hawa nafsu

sang Amir, sehingga mereka sampai mengeluarkan pendapat yang tidak sejalan

dengan keinginan pemerintah. Akibatnya, tatkala fatwa hasil penemuan ulama

itu diumumkan, sang Amir merasa kurang berkenan, meski ia tetap

mematuhinya.

Muhammad bin Yahya bin Lubabah, ahli fiqh yang terkena skorsing

diatas, mengetahui peristiwa tersebut, lantas berkirim surat kepada sang Amir

yang isinya memperbolehkan apa yang menjadi keinginannya (membayar ganti

rugi tanah wakaf). Dalam memberi fatwa, ia mengambil madzhab Abu Hanifah

yang menegaskan bahwa benda wakaf tidak permanen. Ia bisa diwariskan dan

tidak lagi menjadi benda wakaf sepeninggal pewakaf.

Setelah menerima surat itu, sang Amir segera mempertemukan ahli

fiqh itu dengan ulama-ulama di negerinya untuk berdialog. Para ulama tetap

bersikukuh dengan pendapatnya. Lantas ahli fiqh yang terkena skorsing (al-

mahjur alaih) dari menjalankan tugas di pengadilan tersebut berkata kepada para

ulama yang hadir: “aku bersumpah kepada Allah! Apakah kalian akan merasa

keberatan seandainya dalam kasus tanah wakaf aku mengambil pendapat selain

Malik untuk ku fatwakan khusus untuk diri kalian. Adakah kalian dengan senang

hati akan mengambil rukhshah tersebut ?” para ulama itu dengan serentak

menjawab: ya benar…..” kalau begitu, kata ahli fiqh tadi, lebih-lebih Amirul

Mu’minin. Maka, ambillah pendapat untuk Amirul Mu’minin pendapat yang

kalian juga bekenan mengambilnya dan berpeganglah kepada pendapat ulama

yang sesuai dengan harapannya. Sebab semua ulama mujtahid adalah panutan.

Para ulama yang hadir hanya bisa diam.

Usai pertemuan, si qadhi segera membuat laporan jalannya

persidangan untuk disampaikan kepada si Amir. Selanjutnya, Amirul Mu’minin

mengambil fatwa ahli fiqh tersebut dan memberikan ganti rugi tanah wakaf

dengan harga yang berlipat ganda.

Page 77: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Wajib bagi ulama yang hendak memilih satu pendapat dari madzhab-

madzhab yang ada untuk memperhatikan tiga hal sebagai berikut:

Pertama, mengikuti pendapat madzhab karena pertimbangan dalilnya.

Sehingga ia tidak memilih satu pendapat dari pendapat-pendapat dalam

madzhab, yang paling lemah dalilnya. Namun sebaiknya, ia memilih pendapat

yang paling kuat dalilnya, dan tidak mengikuti fatwa yang syadz (aneh). Selain

itu, ia harus menguasai metodologi dari madzhab yang dipilihnya. Ini berarti

menghendaki ulama yang bersangkutan adalah seorang mujtahid yang dengan

kemampuannya menyeleksi dalil tingkatan ijtihadnya tidak turun ke tingkatan

taqlid. Termasuk ke dalam kategori ini, adalah Ibnu Taimiyah. Ia banyak

melakukan seleksi-seleksi terhadap pendapat-pendapat madzhab. Jika yang

bersangkutan tidak memiliki kemampuan tersebut, maka alangkah baiknya

membatasi diri saja dengan mengambil madzhab yang diketahuinya, jika

memang ia telah mencapai derajat mufti.

Kedua, berijtihad sesuai dengan kemampuannya dengan tidak

meninggalkan pendapat yang telah disepakati (mujma’ alaih) untuk mengambil

pendapat yang masih diperselisihkan (mukhalaf fih). Misalnya, apabila seorang

mufti yang telah menguasai dengan baik madzhab-madzhab Islamiyah, ditanya

tentang kebolehan seorang wanita menjadi wali untuk dirinya sendiri dalam akad

pernikahan, maka hendaknya ia tidak berfatwa dengan menggunakan pendapat

Abu Hanifah yang sendirian. Meski demikian, tidak ada salahnya seandainya ia

menjelaskan kepada penanya mengenai pendapat Abu Hanifah yang tidak

dipakai, sekaligus menjelaskan alasan mengapa ia memilih pendapat jumhur.

Disebutkan misalnya, masalah ini adalah masalah pelik yang menyangkut

hukum haram dan halal. Pendapat Jumhur diambil semata-mata karena kehati-

hatian (ikhtiyath).

Jika masalahnya menyangkut masalah khilafiyah, hendaklah seorang

mufti berhati-hati demi kepentingan syara’ dan orang yang meminta fatwa,

dengan tidak mengambil pendapat yang syadz dan yang keluar dari rel syara’.

Misalnya, jika ia ditanya oleh seorang lelaki yang bermaksud mengawini

seorang wanita yang pernah menyusu dari ibu lelaki itu hanya satu kali isapan,

maka hendaknya ia berfatwa dengan madzhab Abu Hanifah dan Malik yang

Page 78: Tesis Ttg Keharaman Merokok

menganggap bahwa menyusu meskipun hanya sedikit (satu atau dua kali isapan)

mengakibatkan terjadinya hubungan mahram. Akan tetapi, jika si penanya telah

terlanjur mengawini perempuan yang punya hubungan persusuan yang tidak

mencapai lima kali isapan dan kejadian itu baru diketahui setelah beranak pinak,

maka demi kepentingan anak-anak diperkenankan berfatwa dengan mengambil

pendapat yang menghalalkan. Dengan syarat, hal itu semua telah ditinjau ulang

seluruh dalil yang berhubungan dengan kasus yang dihadapi dan tidak

ditemukan satu dalil pun yang qath’iy.

Ketiga, tidak mengikuti selera masyarakat. Tapi, ia harus

mengutamakan kemaslahatan dalil. Maslahat yang mu’tabar adalah

kemaslahatan umum. Jangan sampai fatwa yang dikeluarkan menghalalkan yang

haram dan mengharamkan yang halal. Maka, seorang ahli fiqh yang memilih

pendapat madzhab Hanafi yang memperbolehkan menjual benda wakaf demi

memenuhi keinginan Amir (penguasa) yang merasa terganggu pemandangannya

karena adanya tanah wakaf di depan tamannya, sebaiknya menyarankan kepada

sang Amir agar memperbaiki tanah wakaf itu sehingga pemandangannya

menjadi indah, daripada harus memenuhi selera tingginya.

Para ulama telah sepakat bahwa seorang mufti harus mengamalkan

apa yang telah difatwakan kepada masyarakat. Seandainya ia mengambil

pendapat yang ringan untuk dirinya, sementara melarang untuk diamalkan

masyarakat luas, berarti ia berlaku tidak adil, kecuali karena ada alasan

kebutuhan yang beresifat pribadi. Kalau saja hal serupa dihadapi oleh orang lain,

niscaya ia juga berfatwa dengan hukum yang ringan seperti yang ia terapkan

untuk dirinya.

Dalam memecahkan suatu masalah, seorang mufti harus bekerja

pelan-pelan, tidak boleh tergesa-gesa. Ia harus memikirkan dan mendalami betul

kasusnya, dampak dari fatwanya, serta kondisi orang yang meminta fatwa. Cara

kerjanya yang pelan-pelan itu tidak akan mengurangi kredibilitasnya sebagai

mufti sepanjang dalam rangka menemukan kebenaran. Pemecahan suatu kasus

tidak ada hubungannya dengan kecepatan dan keterlambatan.

Imam “bumi hijrah” Malik bin Anas tergolong lamban (berhati-hati)

dalam memberikan fatwa. Sehingga untuk memecahkan satu masalah, ia

Page 79: Tesis Ttg Keharaman Merokok

memerlukan waktu sampai beberapa hari. Ia berkata: “Terkadang satu masalah

yang kuhadapi memaksaku lupa makan, minum dan tidur.” Ada yang berkata

kepadanya: “Wahai Abu Abdillah (nama julukan Imam Malik)! Demi Allah,

ucapanmu di tengah-tengah masyarakat bagaikan ukiran di atas batu. Tidak

sekali-kali engkau mengeluarkan pendapat kecuali seluruh masyarakat

menerimanya.” Imam Malik menjawab singkat: “Hal itu adalah wajar.”

Maksudnya, masyarakat dapat menerima dengan baik pendapat-pendapatnya,

karena mereka melihat cara kerjanya yang penuh kehati-hatian dan tidak

ngawur.

Yang pasti, seorang mufti yang benar berperan seperti peran yang

dimainkan para nabi. Sebagaimana diketahui, para nabi bertugas menjelaskan

perkara yang halal dan haram kepada manusia. Dengan demikian, ia bertugas

menyampaikan syari’at yang dibawa nabi kepada masyarakat. Ia adalah

pengganti kedudukan dan pewaris nabi dalam menjelaskan syari’at agama

kepada masyarakat umum. Karena itu, tiada tempat baginya untuk memenuhi

hawa nafsunya, berhenti tatkala melangkah terlalu maju dan berbicara demi

kebenaran jika telah didukung oleh bukti-bukti yang kuat serta tidak takut akan

cercaan orang dalam membela agama Allah.

Buku pedoman terperinci untuk mengeluarkan fatwa diterbitkan oleh

MUI, yang menerangkan bahwa dasar-dasar untuk mengeluarkan fatwa, menurut

urutan tingkatannya adalah: al-Qur’an, Sunnah, Ijma, dan Qiyas. Hal ini harus

disusuli dengan penelitian pendapat para imam madzhab yang ada dan fuqaha

yang telah melakukan penelaahan mendalam tentang masalah serupa.75

Jadi, dalam penyusunan dan pengeluaran fatwa-fatwa dilakukan oleh

komisi fatwa MUI. Komisi itu bertugas untuk merundingkan dan mengeluarkan

fatwa mengenai persoalan-persoalan hukum Islam yang dihadapi masyarakat.

Persidangan-persidangan Komisi Fatwa diadakan menurut keperluan atau bila

MUI telah diminta pendapatnya oleh umum atau oleh pemerintah mengenai

persoalan-persoalan tertentu dalam hukum Islam. Persidangan semacam ini, di

samping ketua dan para anggota komisi, juga dihadiri oleh undangan dari luar,

75 Robitul Firdaus, skripsi, UII: FIAI, 2008, hal. 67

Page 80: Tesis Ttg Keharaman Merokok

terdiri dari para ulama bebas dan para ilmuwan sekular, yang ada hubungannya

dengan masalah yang dibicarakan.76

B. Aspek Manfaat dan Mudharat Merokok

Keberadaan rokok bagi setiap perokok terutama bagi kaum perokok

aktif tentunya adalah sebuah benda yang wajib ada dan dibawa kemana serta.

Sama halnya dengan rasi bintang di langit bagi seorang petualang rimba raya ia

adalah kawan setia, teman berbagi, sekaligus kompas penunjuk jalan.

Namun jika sebuah pertanyaan, apa sih yang terkandung dalam setiap

batang rokok ? itu diajukan kepada mereka, barang kali hanya segelintir orang

saja yang bisa mengemukakan argument dengan referensi yang kuat beserta

dengan data-data yang akurat. Ini adalah fakta yang menggelikan sekaligus

ironis, bahwasanya mereka (kaum perokok) seolah telah menjalin sebuah

persekutuan dengan sesuatu yang tak mereka ketahui asal-usulnya, seperti

berpetualang dalam sebuah perjalanan tanpa peta.77

Merokok dalam wacana keseharian adalah suatu perbuatan yang

terlanjur mendapatkan stigma buruk di masyarakat. Pun tak bisa dipungkiri,

bagaimanapun juga, merokok dalam kajian medis adalah tindakan yang

merugikan kesehatan, baik bagi perokok pasif maupun perokok aktif. Tulisan ini

sama sekali bukan suatu propaganda ataupun pernyataan sepihak bahwasanya

merokok itu sama sekali tak beresiko, tak ada efek samping penggunaannya

ataupun sama sekali tak merugikan kesehatan. Ini bukan pula suatu common

sense pembelaan perihal pembelaan kaum perokok akan kebiasaannya

menghisap tembakau yang menjurus ke sesat pikir. Pada dasarnya, memang

secara medis konsumsi rokok dalam jumlah dan jangka waktu tertentu dapat

membahayakan kesehatan.

Akan tetapi, ada banyak fakta dan studi kasus yang memberikan

penilaian ataupun rujukan bahwa merokok pun mempunyai sisi baik, baik dari

tinjauan psikologis, sosiologis bahkan sekalipun dalam kacamata kesehatan.

76 Basalamah, perkembangan, hal. 205 77 Suryo Sukendro, “Filosofi Rokok” Sehat, Tanpa Berhenti Merokok, (Yogyakarta: Pinus,

2007), hal. 79

Page 81: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Tulisan ini bermaksud menguak sisi dan fakta-fakta tersembunyi dari kebiasaan

merokok yang selama ini mendapatkan stigma buruk di masyarakat. Sisi dan

fakta yang tersembunyi yang akan dibahas, bukanlah hal yang tabu seperti

halnya membicarakan perihal seks, bahkan dalam berbagai kajian yang tabu.

Namun lebih merujuk pada fakta konkret, dengan data yang tersajikan dalam

uraian, perihal sisi baik pada rokok.78

Tulisan ini memberikan sebilah catatan bahwasanya pada kasus-kasus

tertentu, dengan dosis dan takaran tertentu, merokok adalah mempunyai sisi

manfaat (baik). Bahwa awal mula penemuan penggunaan daun tembakau di

dunia ini adalah untuk pengobatan. Ini tak bisa disangkal dan sejarah telah

mencatat bahwasanya awal penemuan penggunaan tembakau oleh para

penduduk asli Amerika (baca: Indian) adalah bagian terpenting dalam ritual

pengobatan dan upacara.

Rombongan para pelaut Spanyol dibawah pimpinan Cristophorus

(Cristopher) Columbus. (1451-1506) menemukan benua Amerika pada 1492.

Setelah melakukan serangkaian pendaratan di berbagai pulau di benua itu, pada

2 November 1492 rombongan Columbus mendarat di pulau Waitling, dan

mereka melihat sebuah perahu lesung orang Indian yang berisi muatan, di

antaranya daun-daun kering yang kelak dikenal sebagai tembakau. Orang Indian

memakainya sebagai tembakau cium, dan sebagian dirokok yang kesemuanya

itu berkhasiat sebagai obat.

Menurut Harrison (Budiman, 1987 : 20), pada 1573 telah terjadi

pengambilalihan adat kebiasaan merokok daun pengobat orang Indian yang

disebut “tabaco” dengan menggunakan alat seperti mangkuk kecil. Dengan cara

seperti ini asap rokok bisa masuk dari mulut kedalam perut dan kepala.

Perbuatan ini banyak dilakukan di Inggris untuk melawan penyakit encok dan

beberapa macam penyakit lainnya yang telah berurat, berakar di dalam paru-paru

dan bagian-bagian di dalam perut dan bukannya tanpa efek.

Perihal awal mula penemuan rokok keretek di Indonesia pun

ditengarai berawal dari kisah “ketidaksengajaan” untuk mencari obat penyembuh

78 Ibid, hal. 20

Page 82: Tesis Ttg Keharaman Merokok

sakit napas. (Budiman, 1987), pembuatan rokok di Indonesia dimulai oleh

seorang bernama Haji Jamahri. Awal mulanya, penduduk asli kota Kudus, pantai

utara Jawa, itu telah lama mengidap rasa nyeri di dadanya. Untuk mengurangi

rasa sakitnya itu, ia mengusapkan dada dan pinggangnya dengan minyak

cengkeh, bahkan memamah-mamah cengkeh. Hasilnya, rasa sakitnya kemudian

banyak berkurang.

Lantas timbul gagasan dari Haji Jamahri untuk memakai rempah-

rempah itu sebagai obat dengan cara berbeda. Ia lalu merajang cengkeh sampai

halus, kemudian mencampurnya dengan tembakau, dan dibungkus dengan daun

jagung dan kemudian dibakar ujungnya. Dengan cara menghirup asapnya

sampai masuk ke paru-paru, ia merasa sakit di dadanya berangsur-angsur

sembuh.79

Namun seperti dalam karangan Berthold Laufer, Tobacco And It’s Use

In Asia (1924), ia mengutip keterangan seorang penulis Tionghoa kontemporer

yang tidak disebutkan namanya, yang menyatakan, perintah kaisar ini dengan

segera telah dibatalkan, oleh karena tidak ada obat yang lebih mujarab untuk

menyembuhkan penyakit pilek di kalangan ketentaraan selain tembakau (yang

dirokok).80

Ternyata rokok juga mempunyai manfaat baik dari sisi medis

kesehatan, psikis, maupun sosiologis.

Secara Kesehatan

Ternyata rokok juga bisa membantu mengurangi risiko Parkinson.

Parkinson adalah hilangnya sel-sel otak yang memunculkan zat kimia dopamine,

sehingga berdampak gemetar, dingin, gerak lambat dan bermasalah dengan

keseimbangan tubuh.

Laborat di Amerika mempelajari 210 pria dan wanita pengidap

Parkinson dan 310 orang sehat. Hasilnya, perokok memiliki risiko lebih rendah

79 Amen Budiman, Onghokham, Rokok Keretek: Lintasan Sejarah dan Artinya Bagi

Pembangunan Bangsa dan Negara, (Kudus: PT Djarum, 1987), hal. 4 80 Suryo Sukendro, “Filosofi Rokok” Sehat, Tanpa Berhenti Merokok, (Yogyakarta: Pinus,

2007), hal. 22

Page 83: Tesis Ttg Keharaman Merokok

sampai 50% terkena penyakit Parkinson. Bahkan, perokok berat 70% lebih

rendah terkena penyakit itu.

Para peneliti juga menyatakan, peminum teh dan cola memiliki faktor

pengurang risiko Parkinson ketimbang mereka yang hanya mengkonsumsi air

putih. Racun yang ada pada teh atau cola, memungkinkan menghambat

perjalanan enzim penyebab Parkinson. Begitu juga dengan nikotin, sehingga

lepas dari perbincangan kanker atau batuk, rokok memiliki kekuatan

menghambat atau membunuh zat kimia penyebab Parkinson yang masuk ke sel

otak.81 Kesimpulannya, nikotin bisa membantu melindungi sel-sel otak.

Manfaat Psikologis

Rokok memang sangat berpengaruh terhadap psikis seseorang.

Banyak temuan fakta perihal banyaknya perokok yang merasakan peningkatan

kondisi, mood, kemampuan belajar, mengurangi stress dan lelah, serta

kemampuan memecahkan masalah saat mengisap sebatang rokok.

“Merokok dapat menghilangkan kecemasan atau stress” anggapan ini

diperkuat oleh dukungan para dokter pada masa itu sehingga fungsi rokok

dikenal secara luas sebagai penenang. Orang-orang yang dilanda kebingungan

karena suatu masalah pelariannya adalah rokok. Di Amerika Serikat sendiri,

karena penduduknya banyak yang mengalami kecemasan atau stress, jumlah

orang yang mengisap rokok di negeri Paman Sam itu berkembang sangat pesat.

Bayangkan saja, pada tahun 1910 ditemukan seorang yang berumur delapan

belas tahun ke atas menghabiskan 144 batang rokok dalam setahun. Pada tahun

1963 angka ini meningkat menjadi 4346 batang yang dihisap setiap orang dalam

setahun.82

Manfaat Secara Sosiologis

Bahwasanya rokok telah menjadi semacam perantara dan kemudian

dianggap telah menjadi bagian dari kebiasaan dalam masyarakat dalam sebuah

komunikasi formal maupun informal antara dua orang atau lebih. Rokok telah

81 http://www.minggupagi.com.diakses 20 Juni 2009 82 K.H. Ghufron Maba, Ternyata Rokok Haram, (Surabya: PT Java Pustaka, 2008), hal. 12

Page 84: Tesis Ttg Keharaman Merokok

biasa dicatut sebagai pencair suasana dalam kelas obrolan ringan hingga

negosiasi penting. Dalam kalimat lain “sebatang rokok adalah negosiator terbaik

kedua di dunia”.83

“Merokok sebagai sarana persahabatan”. Untuk menjalin tali

persahabatan rokok merupakan sarana yang tepat. Karena rokok mudah dibawa

kemana saja, di rumah-rumah disediakan rokok untuk menghormati tamu,

demikian pula di warung-warung kopi disediakan rokok dari berbagai merek

untuk memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Kadangkala di kantor-kantor

juga disediakan rokok tidak peduli apakah di ruangan itu telah dipasang AC atau

kipas angin. Orang lebih enjoy bila ditemani rokok. Di pesta-pesta atau acara-

acara lain orang-orang senantiasa saling menawarkan rokok. Bahkan orang yang

biasanya tidak merokok ikut-ikutan merokok demi menghormati sahabatnya.84

“Merokok Dapat Meningkatkan Etos Kerja” orang yang sudah

terbiasa bekerja sambil merokok akan kelihatan kurang bersemangat jika

ditangannya tidak ada sebatangpun rokok untuk dihisap. Perhatikan saja

bagaimana etos kerja para pegawai atau buruh di negeri ini. Kebanyakan mereka

selalu merokok di waktu kerja, kuli bangunan bekerja sambil merokok. Nelayan

merokok di atas perahunya yang kadangkala asap rokok itu telah bercampur

dengan udara yang sudah dikotori oleh asap mesin. Pegawai merokok di ruang

kerja yang ber AC. Begitu pula dosen, guru, bahkan kyai mengajar sambil

merokok. Alasan mereka sama, “tidak semangat kalau tidak merokok”. Alas an

ini terus saja dipertahankan sehingga rokok menjadi kebutuhan primer,

konsumen rokok menjadi semakin meningkat. Sementara kebutuhan primer

seperti makanan pokok, susu, sayur, dan buah kurang terpenuhi bahkan

terabaikan sama sekali. Padahal tubuh manusia setiap hari memerlukan asupan

makanan yang bergizi untuk mempertahankan dirinya dari serangan suatu

penyakit.

83 Suryo Sukendro, “Filosofi Rokok” Sehat, Tanpa Berhenti Merokok, (Yogyakarta: Pinus,

2007), hal. 88 84 K.H. Ghufron Maba, Ternyata Rokok Haram, (Surabya: PT Java Pustaka, 2008), hal.13

Page 85: Tesis Ttg Keharaman Merokok

C. Aspek Kaidah Hukum Islam dalam Menganalisa Kontroversi Seputar

Rokok

Sampai kapanpun hukum rokok dalam Al-Qur’an atau al-Hadits tidak

secara jelas ada karena benda tersebut memang belum ada di jaman Rasulullah

saw. Untuk itu, dalam menganalisa hukum rokok kita dipersilahkan

menggunakan jalan ijtihad yang merupakan salah satu cara yang utuh dalam

menetapkan hukum rokok. Ada beberapa kaidah untuk menjembatani masalah

ini:

1. Menggunakan Kaidah Qiyas dalam Menetapkan Hukum Rokok

Hukum rokok bisa kita qiyaskan (analogikan) dengan ayat:

....التهلكة وال تلقوا بأيدآم إلى“dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam

kebinasaan”.85

Orang yang merokok disamakan dengan orang yang menjatuhkan

dirinya ke dalam kebinasaan. Karena di dalam rokok mengandung banyak

racun yang berbahaya yang memicu timbulnya berbagai macam penyakit

seperti serangan hipertensi, jantung, stroke, bahkan yang lebih

membahayakan lagi seperti kanker paru-paru. Berapa banyak jiwa yang tidak

bisa diselamatkan setelah dirinya menderita penyakit tersebut. Oleh sebab itu,

jauh-jauh hari Rasulullah saw memberi peringatan bahaya racun sebagaimana

sabdanya:

.ومن شرب سما فقتل فهو يتحساه فى نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا“dan barangsiapa minum racun lalu mati, maka dia akan

merasakan (sakitnya) racun tersebut di neraka jahannam dalam keadaan

kekal selamanya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Hukum rokok bisa kita qiyaskan dengan ayat: 85 Q.S. Al-Baqarah (2): 195

Page 86: Tesis Ttg Keharaman Merokok

مكتوبا عندهم فى التورة , الذين يتبعون الرسول النبى األمى الذى يجدونه

هم الطيبت ويحرم واإلنجيل يأمرهم بالمعروف وينههم عن المنكر ويحل ل

.عليهم الخبئث

“(yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang

(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi

mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang

mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka

segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.”86

Kata al-khaba’its seperti dalam ayat tersebut adalah bentuk plural

dari kata al-khabaits yang menurut Kamus Arab Indonesia yang disusun oleh

Prof. DR. H. Irfan Zidny, M.A., dkk. Memberikan arti: yang keji, yang

menyakitkan, yang merugikan, yang tidak enak, yang berbau busuk, yang

najis, dan segala sesuatu yang haram.

Dengan demikian, rokok dapat disamakan dengan sesuatu yang

khabaits. Karena, rokok selain merugikan diri si perokok juga merugikan

orang lain. Jenis-jenis sesuatu yang masuk dalam kategori khabaits ini wajib

dihindari sejauh mungkin dari kehidupan ini sehingga yang tampak hanyalah

segala yang baik. Dalam hal ini Allah berfirman:

...والتقربوا الفواحش ما ظهر منها وما بطن

“dan janganlah kamu mendekati pebuatan-perbuatan yang keji,

baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi.”87

86 Q.S. Al-A’raf (7) : 157 87 Q.S. Al-An’am (6) : 151

Page 87: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Menurut nash Al-quran, dalam khamar terdapat dosa yang besar

dan beberapa manfaat. Beberapa manfaat yang terdapat dalam khamar adalah

manfaat secara ekonomi, dari segi perdagangan dan keuntungannya di

beberapa daerah. Mereka menanam keuntungan berjuta-juta. Manfaat inilah

yang banyak menggiurkan kebanyakan manusia pada zaman sekarang untuk

merusaha menjualbelikan khamar. Mereka menduga, sesungguhnya khamar

itu, mereka mendapat uang. Inilah suatu manfaat yang penting.

Tetapi, syara yang lurus menghilangkan manfaat ini dan Islam

tidak memberi pertimbangan karena di belakang khamar terdapat dosa yang

besar dan mudarat. Mudaratnya bagi seseorang, bagi keluarga, dan bagi

masyarakat umum.

Oleh karena itu, para pemabuk tidak ada nilainya, tidak bisa

bertahan di medan tempur, tidak bisa memukul musuh, tidak mempunyai

semangat untuk mengibarkan panji-panji Islam. Dengan demikian, bahaya

khamar kepada pribadi seseorang, kepada keluarga, dan kepada jemaah

adalah bahaya yang tidak diragukan lagi.

Kaidah Islam yang diperoleh dari ayat yang mulia ini adalah,

sesungguhnya, setiap perkara yang keadaan bahayanya lebih besar daripada

manfaatnya, maka perkara itu haram. Islam hanya menyuruh melakukan

perkara yang manfaatnya lebih besar daripada bahayanya. Islam

mengharamkan perkara yang bahayanya murni atau lebih besar daripada

manfaatnya.

Adapun mengenai kapan khamar itu diharamkan, diketahui bahwa

diharamkannya khamar itu secara berangsur, sebagai berikut:

Ayat yang pertama diturunkan mengenai khamar adalah firman

Allah swt.,

يسألونك عن الخمر والميسر قل فيهما إثم آبير ومنافع للناس وإثمهما أآبر

.من نفعهما

Page 88: Tesis Ttg Keharaman Merokok

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.

Katakanlah, pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat

bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.”88

Kemudian, firman Allah swt. Dalam surat An Nisa

ة وأنتم سكارىال تقربوا الصال“janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk.”89

Kemudian khamar diharamkan dengan qhat’i (pasti) dalam surat Al

Maaidah.

يأيها الذين امنوا انما الخمر والميسر واالنصاب واالزالم رجس من عمل

لشيطان ان يوقع بينكم العداوة الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون انما يريد ا

والبغضاء فى الخمر والميسر ويصدآم عن ذآر اهللا وعن الصالة فهل أنتم

. منتهون“hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi,

berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan

keji dan termasuk perbuatan setan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu

agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya, setan itu bermaksud

hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran

khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan

sembahyang. Maka, berhentilah kamu dari mengerjakan perkara itu.”90

2. Menggunakan Kaidah Istishab dalam Menetapkan Hukum Rokok

Istishab menurut ulama usul fikih ialah melanjutkan berlakunya

hukum yang telah ada dan yang telah ditetapkan karena suatu dalil sampai

ditemukan dalil lain yang menunjukkan hukum itu tidak berlaku lagi atau

mengubah hukum-hukum itu.

Kaidah usul itu berbunyi:

88 Q.S. Al-Baqarah (2) : 219 89 Q.S. An-Nisa (4) : 43 90 Q.S. Al-Maaidah (5) : 90-91

Page 89: Tesis Ttg Keharaman Merokok

اال صل فى األشياء اإلباحة

Maksud dari kaidah ini adalah, bahwa hukum asal dari sesuatu

yang bermanfaat adalah mubah (boleh dipergunakan) dan hukum asal dari

sesuatu yang memudharatkan adalah haram. Melalui kaidah ini seluruh

hukum dianggap berlaku sampai ada dalil lain yang mengubahnya. Maka

berkaitan dengan rokok yang sudah dianggap sebagai sesuatu yang memu-

dharatkan maka hukumnya tidak boleh dipergunakan sampai ada bukti yang

menunjukkan bahwa rokok bermanfaat bagi kesehatan.

3. Menggunakan Kaidah Maslahah Mursalah dalam Menetapkan Hukum

Rokok

Maslahah mursalah menurut ulama usul fikih ialah prinsip

kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan dalam menetapkan hukum suatu

masalah. Atau perbuatan yang bermanfaat dalam upaya memelihara tujuan-

tujuan syariat, yaitu menolak mudharat dan meraih manfaat.

Kaidah usul berbunyi:

درأ المفاسد مقدم على جلب المصالح

Maksud kaidah ini ialah menghindari kerusakan harus didahulukan

daripada mengambil manfaat. Dengan demikian, seandainya ada yang berkata

bahwa rokok ada manfaatnya, maka harus ditimbang masak-masak mana

yang lebih besar manfaat atau mudharatnya. Tentu saja, dalam kasus seperti

ini harus ada pembuktian yang kuat. Pembuktian yang dimaksud adalah

mengacu pada penelitian ilmiah tentang rokok dari sudut pandang medis.

Oleh sebab itu, berdasarkan kaidah maslahah mursalah kita

berupaya semaksimal mungkin menolak rokok dalam arti yang lebih luas,

yaitu tidak mengkonsumsi rokok, tidak menjual atau membuatnya atau

bahkan memberikan sanksi hukum yang seberat-beratnya terkait dengan

rokok seperti yang telah diterapkan pada kasus khamr dan narkoba.

Page 90: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Andaikan saja rokok dan mudharatnya sudah dikenal di jaman

Rasulullah SAW, maka beliau sudah pasti mengambil tindakan yang lebih

tegas lagi sebagaimana masalah khamr yang semula belum ada ketetapan

hukum sehingga setiap orang boleh menikmatinya.

D. Aspek Pendapat Ilmuwan Muslim

Nahdhatul Ulama

Nahdhatul Ulama (NU) sejak dulu menganggap merokok masih

tergolong makruh. Kalau dari dulu di NU hukumnya makruh tidak sampai

haram. Karena itu berdasarkan tingkat bahayanya yang relatif. Jadi tidak sampai

haram, ujar ketua umum Pengurus Besar NU Hasyim Muzadi.

Menurut Hasyim, merokok beda dengan minuman keras yang

hukumnya memang signifikan haram. Orang merokok punya relativitas, ada

yang kuat dan ada yang tidak kuat. Ada relativitas dari perokok dan pada

bahayanya. (Sumber: Setelah diringkas, Tribun Kaltim, 27 Januari 2009).

Fatwa MUI haram merokok yang dikeluarkan Majelis Ulama

Indonesia harus disikapi dengan sangat hati-hati oleh pemerintah. Fatwa itu

dianggap mengancam industri rokok yang saat ini masih menghidupi jutaan

tenaga kerja.

Badan Penagawas Obat dan Makanan (BPOM) juga diminta untuk

tidak memberi label haram pada rokok. Bila ada label haram, maka yang dituai

justru jutaan tenaga kerja akan menganggur.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)

Djimanto menjelaskan, industri rokok di Indonesia hingga hulu ke hilir telah

menyerap tenaga kerja sebanyak 12 juta orang. Dan yang paling terancam adalah

pada tingkat petani tembakau dan produsen rokok yang juga melibatkan jutaan

tenaga kerja.

MUI dalam sidang tahunan di Padang, Sumatera Barat (25 Januari

2009) mengeluarkan fatwa untuk kegiatan merokok pada anak-anak, pengurus

MUI, perempuan hamil, dan merokok di tempat umum. MUI juga

mengharamkan yoga yang mengndung ritual agama tertentu, dan Golongan

Putih (golput: yakni orang yang tidak ikut memilih ketikaPemilu).

Page 91: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Selain itu, Djimanto juga meminta agar MUI dan Depnakertrans turut

bertanggung jawab terhadap efek dari fatwa tersebut. Bila MUI memberi fatwa

haram, maka mereka juga harus ikut bertanggung jawab bila ada banyak

pengangguran karena PHK dari perusahaan rokok. Setidaknya sejak sekarang

sudah ada antisipasi untuk mencarikan lahan pekerjaan yang lain.91

Muhammadiyah

Secara resmi, Muhammadiyah belum membahas fatwa MUI itu, tapi

sesuai metodologi hukum dalam Muhammadiyah, ya akan kesana (haram) juga,

“kata Koordinator Majelis Tarjih, Tajdid dan Tabligh PWM Jawa Timur Saad

Ibrahim di Surabaya,(Rabu 28 Januari 2009)”.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi rencana MUI mengeluarkan

fatwa haram merokok bagi anak-anak, remaja, dan wanita hamil. Menurut Saad

Ibrahim, Al-Qur’an dan Hadits Nabi memang tidak secara langsung menyebut

rokok dan menghukuminya dengan haram, namun para ulama mempunyai

metodologi “nisbat” (turunan/rujukan) dalam menentukan hukum sesuai ajaran

agama.

Al-Qur’an memang hanya melarang judi dan khamar (alkohol), tapi

Al-Qur’an menyebutkan alasan hukum haram untuk judi dan khamar yakni

segala hal yang mudharatnya lebih besar dari manfaatnya adalah haram, jelas

Saad.

Dengan nisbat (merujuk) pada alasan itu, hukum yang sama juga dapat

diterapkan untuk kasus lain seperti rokok. Jadi, kalau mudharat dari merokok itu

lebih besar, maka merokok adalah haram.

Namun, katanya, Muhammadiyah berbeda dengan MUI, karena

Muhammadiyah menilai hukum haram merokok itu bersifat umum, bukan

seperti MUI yang mengkhususkan kepada anak kecil, remaja, wanita hamil, dan

merokok di tempat umum.

Bagi Muhammadiyah, hukum merokok itu haram, sedangkan hukum

merokok untuk anak kecil, remaja, wanita hamil, dan merokok di tempat umum

91 http://www.organisasi.org.diakses 25 Juni 2009

Page 92: Tesis Ttg Keharaman Merokok

itu lebih haram lagi. Karena mudharatnya lebih meningkat lagi. Jadi merokok di

rumah juga tetap haram.

Selain itu, Muhammadiyah juga berbeda dengan MUI untuk orang-

orang tertentu. Hukum haram itu akan berubah menjadi sebaliknya (halal) bagi

orang-orang tertentu yang dapat membuktikan secara ilmiah bahwa dirinya tidak

mudharat bila merokok.

Itu sama dengan PSK (pekerja seks komersial), apakah PSK itu boleh

berzina dengan alasan untuk menghidupi anak-anaknya. Jadi, apa yang sudah

dihukumi haram itu tetap haram, tapi pemerintah perlu menyiapkan solusi secara

bertahap. Ia menambahkan pemerintah perlu menyiapkan pabrik lain yang dapat

menyerap tenaga kerja cukup banyak. Kalau tanaman opium saja dapat diubah,

masa mengalihkan pabrik rokok ke pabrik lain tidak bisa.92

Ahmad Rofik

Guru besar hukum Islam IAIN Wali Songo Semarang-Ahmad Rofik-

memandang, dalam mengeluarkan fawa haram rokok, Majelis Ulama Indonesia

(MUI) harus mempertimbangkan berbagai hal dan melakukan kajian mendalam

serta matang.

Guru besar hukum Islam itu mengatakan, status hukum rokok

memang tidak memiliki dasar yang pasti, baik di al-Qur’an maupun as-Sunnah.

Namun selama ini, kebanyakan ulama menyepakati hukum rokok adalah

makruh.

Memang sudah pernah dilakukan kampanye anti rokok, itu pun hanya

di ruangan ber AC. Bahkan kampanye dalam bungkus rokok juga dilakukan, tapi

hasilnya tidak efektif, ungkap Ahmad Rofik usai mengikuti acara Ijtimaul

Ummah di Wisma Pangeran, Jalan KH Ahmad Dahlan, Kota Padang Panjang,

Sumatera Barat, Sabtu (24 01 2009).

Dalam permasalahan rokok, permasalahannya seperti lingkaran setan

yang saling interpendensi. Diantaranya ada perusahaan rokok, karyawan,

pemerintah, iklan, beasiswa, dan lingkungan sosial, ungkap guru besar ini.

92 http://www.muhammadiyah.id.com.diakses 25 Juni 2009

Page 93: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Dia menyebutkan sebagai bahan perbandingan, PT Djarum Kudus

mampu menampung tenaga kerja sebanyak 77.000 orang dan menyumbangkan

dana lewat cukai setiap hari sebesar Rp 27 miliar. Nah jika dihitung dalam angka

waktu setahun terkumpul Rp 9,4 triliun, ini baru dari cukainya.

Untuk tahun 2006/2007, sambung Ahmad Rofik, PT Djarum

menyumbang 2,7 persen dari total domestik bruto APBN. Bahkan upah buruh

rokok per tahun itu mencapai Rp 450 miliar. Jumlah itu lebih besar dari belanja

pemerintah Kudus yang hanya Rp 350 miliar, bebernya.

Jika dilihat secara nasional, dana APBN yang diterima dari cukai

rokok mencapai Rp 52 triliun per tahun. Jumlah ini juga tidak bisa tertandingi

dengan penerimaan royalti PT Freeport yang hanya Rp 15 triliun per tahun.

Oleh sebab itu, MUI dalam memfatwakan haram rokok setidaknya

mempertimbangkan nasib para buruh dan karyawan pabrik rokok. Jadi harus

diperhatikan, karena akan berdampak timbulnya masalah sosial ke depan.

KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA93

Hukum merokok tidak disebutkan secara jelas dan tegas oleh Al-

Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, fuqaha mencari solusinya melalui ijtihad.

Sebagaimana layaknya masalah yang hukumnya digali lewat ijtihad, hukum

merokok diperselisihkan oleh fuqaha.

Pendapat ini disampaikan oleh Sayyid Alawi bin Sayyid Ahmad as-

Saqqaf tanpa menyebutkan siapa ulamanya.

Bisa haram merokok apabila membahayakan kondisi ekonomi atau

kesehatan seseorang. Ia tak punya duit, makan saja susah. Dalam kondisi

semacam ini bisa haram. Demikian seseorang yang kesehatannya akan

terganggu karena merokok. Baginya bisa dihukumi haram. Bisa makruh apabila

efek negatifnya tidak fatal. Bisa mubah bagi seseorang yang sehat, banyak uang,

sehingga dengan merokok, ekonomi dan kesehatannya tidak akan terganggu.

Bisa sunat atau wajib sesuai dengan illat yang melingkupinya.

93 Anggota Komisi Fatwa MUI, Pembantu Rektor I IIQ Jakarta, Pimpinan Pesantren Nurul Zahro

Depok Jawa Barat.

Page 94: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Ada seseorang yang kalau merokok ia mendapatkan inspirasi dan kuat

dalam menulis karya ilmiah. Tetapi tanpa merokok penanya menjadi tumpul dan

semangatnya menjadi mundur. Dalam kasus semacam ini tentu bisa wajib atau

sunat tergantung tingkat kebutuhannya.

Seorang ulama guru penulis pernah bercerita bahwa (alm) Syekh

Yasin al-Fadani, seorang ulama besar Indonesia asal Padang yang mukim di

Makkah kalau mengarang kitab selalu dengan merokok. Kenapa demikian?

Karena dengan merokok akan mendapatkan inspirasi dan semangat. Nah orang

semacam ini tentu bisa wajib dan minimal sunat. Dengan merokok beliau tidak

terganggu kesehatan dan kantongnya. Tetapi bagi orang yang sampai kecanduan

atau israf dalam merokok, misalnya sehari habis sekian bungkus, tentu bisa

menjadi haram.

Argumentasi kelompok ini adalah paduan dari dua kaidah:

واألصل فى األشياء اإلباحة -

.الحكم يدور مع علته وجوبا و عدما -Sebagaimana layaknya hasil ijtihad semua pendapat di atas statusnya

dhanni sebab adillah yang dipergunakan oleh masing-masing pihak dilalahnya

tidak ada yang qath’i. dalam hal ini berlaku prinsip :

رأينا صواب يحتمل الخطأ ورأي غيرنا خطأ يحتمل الصوابDan Kaidah:

اإلجتهاد ال ينقض باإلجتهاد

Masing-masing argumentasi yang mereka pergunakan mengandung

kelemahan. Lebih dari itu, tidak tepat kalau dalam hal ini digeneralisasi. Sebab

kondisi seseorang tidaklah sama. Dengan demikian pendapat keempat layak

dipertimbangkan. Untuk itu fatwa yang menyatakan haram mutlak atau mubah

mutlak tidaklah tepat.

Sisi lain yang perlu kita pertimbangkan adalah terjadinya polarisasi di

masyarakat antara yang menghendaki diharamkan dan sebaliknya. Hal ini perlu

Page 95: Tesis Ttg Keharaman Merokok

menjadi pertimbangan tersendiri. Demikian juga seandainya kita mengambil

pendapat yang menyatakan haram mutlak ada yang perlu kita pertimbangkan.

Pertama, akan efektifkah fatwa itu atau hanya akan menjadi fatwa yang mubazir.

Kedua, seandainya benar-benar dipatuhi bagaimana nasib sekian banyak

karyawan pabrik rokok yang harus ditutup karena mematuhi fatwa MUI?

Bagaimana nasib sekian banyak petani tembakau yang kebanyakan muslim?

Sisi lain yang menjadi bahan pertimbangan ialah kendati merokok itu

jelas mengganggu dan membahayakan kesehatan tetapi kita tidak pernah

mengetahui secara pasti apakah seseorang itu meninggal gara-gara rokok atau

karena faktor yang lain. Kyai-kyai kita banyak yang menjadi perokok berat,

tetapi kok sehat-sehat saja dan umurnya juga panjang. Demikian juga kendati

merokok itu mengandung aspek negatif terkait dengan ekonomi dan keuangan,

tetapi kita belum pernah mendengar ada orang jatuh miskin gara-gara rokok.

Yang jelas, rokok mengandung nikotin yang membahayakan

kesehatan. Dan perokok tanpa disadari telah membakar sekian fulusnya secara

sia-sia. Pabrik rokok membuka lapangan pekerjaan dan cukai yang cukup besar.

Rokok dan merokok memang ada manfaat dan mafsadatnya. Mana yang lebih

besar di antara keduanya perlu diadakan penelitian, agar ijtihad untuk

menentukan hukumnya mendekati kebenaran.

Bahwa rokok banyak mengandung mudharat baik terkait dengan

kesehatan atau keuangan banyak diakui oleh banyak pihak. Tetapi memastikan

bahwa hukumnya haram untuk semua orang memang aplikasinya bisa menjadi

sulit. Apalagi dalil yang dijadkan landasan bagi mereka yang menyatakan haram

tetap mengandung sisi-sisi kelemahan dalam istidlal.

Demikian juga menyatakan secara pasti hukumnya mubah atau

makruh bagi setiap orang juga sulit dalam aplikasinya, mengingat kondisi

seseorang tidak selalu sama, sehingga hukum yang akan dikenakan kepadanya

pun tidak dapat disamakan. Apalagi hal ini merupakan hasil ijtihad yang

statusnya tetap dhanni. Sisi lain dari segi argumentasi juga mengandung

kelemahan. Untuk itu menurut hemat penulis pendapat keempat lebih bisa kita

terima. Dari sinilah maka masalah rokok menurut hemat penulis tidak perlu

difatwakan. Akan lebih bagi kalau Ulil Amri/Pemerintah yang mengaturnya agar

Page 96: Tesis Ttg Keharaman Merokok

dampak negatifnya bagi kepentingan umum dapat dihindarkan, paling tidak

diminimalisir. Untuk itu Pemda yang telah memiliki Perda tentang rokok, seperti

DKI perlu diefektifkan dan bagi Pemda yang belum mempunyai dihimbau agar

segera memiliki Perda tentang aturan merokok dan dilaksanakannya secara

konsisten serta konsekuen.

Page 97: Tesis Ttg Keharaman Merokok

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis lakukan di atas, maka

penulis dapat menyimpulkan beberapa hal:

1. MUI dalam mengeluarkan fatwa hukum haram merokok menggunakan dasar-

dasar hukum yaitu; Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Dan disusuli dengan

penelitian pendapat para imam madzhab dan fuqaha yang telah melakukan

penelaahan mendalam tentang masalah serupa.

2. Faktor yang melatarbelakangi lahirnya fatwa tentang hukum haram merokok

yaitu: faktor sosial dan faktor politik. Faktor sosial yaitu Dalam Anggaran

Dasar MUI dapat dilihat bahwa majelis diharapkan melaksanakan tugasnya

dalam pemberian fatwa-fatwa dan nasihat, baik kepada pemerintah maupun

kepada kaum muslimin mengenai persoalan-persoalan yang berkaitan dengan

keagamaan khususnya dan semua masalah yang dihadapi bangsa umumnya.

MUI juga diharapkan menggalakkan persatuan di kalangan umat Islam,

bertindak selaku penengah antara pemerintah dan kaum ulama, dan mewakili

kaum muslimin dalam permusyawaratan antar golongan agama. Faktor politik

yaitu Sebuah produk keputusan maupun fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga

manapun pasti akan sangat terikat dengan setting sosio-kultural dan sosio-

politik yang berada di sekitarnya. Faktor ini pulalah yang menyebabkan sifat

dari sebuah fatwa maupun keputusan sebuah lembaga sangat bersifat

sosiologis. Asumsi ini sebenarnya berawal dari latar belakang Majelis Ulama

Indonesia sendiri yang lahir dari dan untuk kepentingan politik.

3. MUI mengeluarkan fatwa tentang haram merokok bagi: anak-anak, wanita

hamil, dan di tempat umum. Berdasarkan ijtihadnya dengan menggunakan

metode Qiyas.

Page 98: Tesis Ttg Keharaman Merokok

B. Saran

1. MUI dalam mengeluarkan produk fatwa hendaknya harus melihat dan

memperhitungkan faktor masyarakat umum. Kondisi sebuah obyek fatwa

harus benar-benar bisa dipahami dan diteliti terlebih dahulu. Jadi fatwa itu

yang betul-betul menjadikan kepercayaan publik dan sesuai keperluan publik.

Fatwa juga harus berorientasi pada kearifan dalam memberikan informasi

yang bersifat hukum. Oleh sebab itu, bila sebuah fatwa diduga akan

menimbulkan keburukan, maka semestinya si mufti atau pemberi fatwa

menahan diri untuk tidak mengedarkan fatwanya tersebut. Fatwa perlu

ditinjau kembali untuk dilihat masalah dan mudharatnya di tengah

masyarakat.

2. MUI jangan terjebak dengan politik praktis untuk mengeluarkan sebuah

fatwa, karena MUI berperan sebagai pemberi fatwa bagi umat Islam baik

diminta maupun tidak diminta. Sebagai lembaga pemberi fatwa Majelis

Ulama Indonesia harus mengakomodasi dan menyalurkan aspirasi umat Islam

Indonesia yang sangat beragam aliran paham dan pemikiran.

3. Bahwa tujuan umum syar’i dalam mensyariatkan hukum ialah merealisir

kemaslahatan manusia dalam kehidupan ini, menarik keuntungan dari mereka

dan melenyapkan bahaya dari mereka. Jadi, seorang ahli hukum muslim tidak

mensyariatkan hukum kecuali untuk merealisir kemaslahatan manusia. Dan

dia tidak membiarkan maslahatan yang dikehendaki oleh kondisi manusia

dengan tidak mensyariatkan hukum demi maslahat itu.

Page 99: Tesis Ttg Keharaman Merokok

DAFTAR PUSTAKA Abu Zahrah, Muhammad. 2005. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus. Atho Mudzhar, Muhammad. 1993. Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: INIS. Aditama, Tjandra Yoga. 1992. Rokok dan Kesehatan. Jakarta: UI Press. Abd. Fatah, Rohadi. 1991. Analisa Fatwa Keagamaan dalam Fiqh Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Djauharudin. 1994. Madzhab-madzhab dalam Islam. Bandung: Fakultas Syariah IAIN Sunan Gunung Jati. Daud Ali, Mohammad. 2004. Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Eriyanto. 2003. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKIS. Firdaus, Robitul. 2008. Menggagas Konsep Maslahat Ala Indonesia. Skripsi Sarjana. Yogyakarta: Falultas Ilmu Agama Islam UII. Dahlan, Zaini. 1999. Qur’an Karim dan terjemahan. Yogyakarta: UII Press. Istoqomah, Umi. 2003. Upaya Menuju Generasi tanpa Merokok. Surakarta: CV Setia Aji. Jaya, Muhammad. 2009. Pembunuh Berbahaya itu Bernama Rokok. Yogyakarta: Riz’ma. Khan, Elayne dan A. Ruanitsky, David. 1996. 1001 Cara Mengungkap Kepribadian. Jakarta: Dahara Prize.

Maba, K.H. Ghufron. 2008. Ternyata Rokok Haram. Surabaya: PT Java Pustaka. Mangoenprasodjo, A. Setiono dan Hidayati, Sri Nur. 2005. Hidup Sehat Tanpa Rokok. Yogyakarta: Pradipta Publishing. Muhammad, Abu. 1998. Rokok Haramkah Hukumnya. Jakarta: Gema Insani. Muchtar, Kamal dkk. 1995. Ushul Fiqh II. Yogyakarta: Dhana Bakti Wakaf. Nainggolan. 1990. Anda Mau Berhenti Merokok? Pasti Berhasil. Bandung: Indonesia Publishing House.

Page 100: Tesis Ttg Keharaman Merokok

Rohidin. 2009. Studi tentang Paradigma MUI dalam Mengeluarkan Fatwa Sesat terhadap Aliran Keagamaan dan Kaitannya dengan Prinsip-prinsip HAM. Yogyakarta: DPPM UII. Schacht, Joseph. 2003. Pengantar Hukum Islam. Yogyakarta: Islamika. Sukendro, Suryo. 2007. Filosofi Rokok. Yogyakarta: Pinus. Wahab Khallaf, Abdul. 1994. Ilmu Ushhul Fiqh. Semarang: Dina Utama. Wahab Khallaf, Abdul. 1985. Kaidah-kaidah Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Press. Yunus BS, Muhammad. 2009. Kitab Rokok “Nikmat dan Mudharat yang Menghalalkan atau Mengharamkan. Yogyakarta: CV. Kutub Wacana. Qardawi, Yusuf. 1996. Problematika Islam Masa Kini. Bandung: Trigenda Karya. . 1995. Fatwa-fatwa Kontemporer. Jilid I. Jakarta: Gema Insani Press. . 1995. Ijtihad Kontemporer Kode Etik dan Berbagai Penyimpangan. Surabaya: Risalah Gusi. Data Software, Internet, Dan Majalah MUI. 2000. Wawasan dan PD/PRT Majelis Ulama Indonesia. MUI. 2009. Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III http://www.akibatmerokok.com.diakses 1 Juni 2009 http://www.antara.co.id.diakses 1 Juni 2009 http://www.cerminduniakedokteran.com.diakses 3 Juni 2009 http://www.bpkp.go.id.diakses 1 Juni 2009 http://www.detiknews.com.diakses 3 Juni 2009 http://www.depkes.com.diakses 3 Juni 2009 http://www.halalguide.info.diakses 3 Juni 2009 http://www.images.google.co.id.diakses 5 Juni 2009 http://www.keluarga.com.diakses 5 Juni 2009 http://www.kesehatan.com.diakses 9 Juni 2009

Page 101: Tesis Ttg Keharaman Merokok

http://www.MUI.com.diakses 9 Juni 2009 http://www.news.okezone.com.diakses 9 Juni 2009 http://www.organisasi.org.diakses 9 Juni 2009 http://www.pikiranrakyat.com.diakses 9 Juni 2009 http://www.sejarahrokok.html.diakses.10 Juni 2009 http://www.suarapembaruan.com.diakses 12 Juni 2009 http://www.tempointeraktif.com.diakses 15 Juni 2009 http://www.van.9f.com/hukum-rokok.htm.diakses 15 Juni 2009