tesis s2 program magister ilmu biomedik kekhususan anti aging medicine fk-unud

134
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua orang tidak ingin menjadi tua karena penuaan merupakan penurunan kondisi dan ketidakmampuan. Dengan bertambahnya usia makhluk hidup akan diikuti pula dengan proses hilangnya fungsi berbagai jaringan tubuh. Penuaan adalah akumulasi dari perubahan pada organisme dengan berjalannya waktu (Atwood, 2004). Terdapat dua macam penuaan, penuaan kronologis yaitu penuaan berdasarkan perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia dan penuaan biologis yaitu penuaan berdasarkan kondisi sel dan jaringan tubuh yang dimiliki oleh seseorang (Stuart-Hamilton and Ian, 2006). Berbagai teori menjelaskan tentang proses terjadinya penuaan, di antaranya teori radikal bebas, dan teori wear and tear. Menurut teori radikal bebas, suatu organisme menjadi tua karena akumulasi kerusakan oleh

Upload: dian-andriani-ratna-dewi

Post on 13-Jan-2016

1.014 views

Category:

Documents


142 download

DESCRIPTION

PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATE 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB LEBIH MENINGKATKAN HIDRASI KULIT DIBANDINGKAN PELEMBAB BIASA

TRANSCRIPT

Page 1: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua orang tidak ingin menjadi tua karena penuaan merupakan penurunan

kondisi dan ketidakmampuan. Dengan bertambahnya usia makhluk hidup akan

diikuti pula dengan proses hilangnya fungsi berbagai jaringan tubuh. Penuaan

adalah akumulasi dari perubahan pada organisme dengan berjalannya waktu

(Atwood, 2004). Terdapat dua macam penuaan, penuaan kronologis yaitu penuaan

berdasarkan perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai

dengan waktu penghitungan usia dan penuaan biologis yaitu penuaan berdasarkan

kondisi sel dan jaringan tubuh yang dimiliki oleh seseorang (Stuart-Hamilton and

Ian, 2006).

Berbagai teori menjelaskan tentang proses terjadinya penuaan, di antaranya

teori radikal bebas, dan teori wear and tear. Menurut teori radikal bebas, suatu

organisme menjadi tua karena akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel

sepanjang waktu. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik

oleh radikal bebas tersebut, sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan

fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dapat

dirusak oleh radikal bebas adalah deoxy nucleic acid (DNA), lemak dan protein

(Goldman and Klatz, 2007).

Menurut teori wear and tear, yang pertama kali dikenalkan oleh Dr. August

Weismann, seorang ahli biologi dari Jerman pada tahun 1882 menyatakan bahwa

Page 2: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

2

tubuh dan selnya menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan

disalahgunakan. Sel somatik normal mempunyai kemampuan normal untuk

replikasi dan fungsi terbatas (Troy, 1968).

Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan lainnya, menurun karena

toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula,

kafein, alkohol, nikotin, radiasi sinar ultraviolet, stres fisik dan emosional.

Kerusakan tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi di tingkat sel. Teori

ini menyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak

terlambat dapat mengembalikan proses penuaan. Mekanismenya dengan

merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan

organ tubuh dan sel (Pangkahila, 2007).

Proses penuaan mengakibatkan penipisan epidermis, dermis dan lemak

subkutan. Kulit menjadi kering, tipis dan elastisitasnya berkurang sehingga mudah

mengalami kerusakan (Forbes, 2008).

Kekeringan kulit merupakan masalah bagi jutaan orang dan seringkali

menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan stres psikologis. Gejala klinis kulit

kering di antaranya permukaan kulit terasa kencang dan kaku, kasar, kusam,

bersisik, gatal, kemerahan bahkan nyeri. Kulit kering terutama menggambarkan

abnormalitas pada stratum korneum epidermis (Egelrud, 2000). Sebenarnya belum

ada definisi yang dapat diterima secara internasional tentang kulit kering. Karena

kulit kering hanyalah kurangnya air hanya pada 2-3 lapis permukaan stratum

korneum, tetapi pada bagian bawahnya tetap normal (Kligman, 2000).

Page 3: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

3

Pada kondisi normal, stratum korneum mengandung sekitar 30% air. Kulit

kering ditandai dengan menurunnya kapasitas retensi air pada stratum korneum

dengan kandungan air kurang dari 10%, pada keadaan ini fungsi kulit akan

terganggu dan kulit menjadi dehidrasi (Tagami and Yoshikuni, 1985).

Kulit kering bukanlah merupakan diagnosis tunggal karena sering

berhubungan dengan keadaan endogen dan eksogen.

Keadaan endogen yang mempengaruhi di antaranya adalah iktiosis, psoriasis,

dermatitis atopik atau dermatosis endogen yang kronik (Vahlquist, 2000;

Takahashi and Ikezawa, 2000), bertambahnya usia serta perubahan hormonal

(Hashizume, 2004).

Keadaan eksogen yang berpengaruh antara lain cuaca, dermatitis yang dipicu

oleh faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia, kelembaban yang rendah dan

radiasi sinar ultraviolet, iritasi kronik, dermatitis kontak alergik, penuaan kulit

akibat sinar matahari (photoaged) dan lain-lain (Kligman, 2000). Kehidupan

modern seperti halnya penggunaan Air Conditioned (AC), bepergian dengan

pesawat udara juga dapat menyebabkan kulit dehidrasi (Finnegan et al., 1984).

Dengan ekstrapolasi statistik berdasarkan data di Amerika Serikat, United

Kingdom dan Australia, diperkirakan penduduk Indonesia yang menderita

kekeringan kulit sebesar 7.392.041 pada tahun 2004 (Health Grade, 2009).

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah wanita berusia di atas 50

tahun pada tahun 2020 diperkirakan jumlahnya akan meningkat menjadi 30,0 juta

atau 11,5% dari total penduduk (Lembaga Demografi FE-UI. 2009). Keadaan ini

Page 4: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

4

menunjukkan bahwa masalah kekeringan kulit akan semakin bertambah setiap

tahunnya.

Hidrasi kulit menurun akibat menurunnya fungsi sawar stratum korneum dan

meningkatnya kehilangan air secara difusi melalui epidermis atau transepidermal

water loss (TEWL) (Black et al., 2005). Pada orang tua terjadi penurunan

berbagai lipid barrier utama sehingga fungsi barrier juga menurun (Fore, 2009).

Anti-aging medicine menganggap dan memperlakukan penuaan sebagai suatu

penyakit yang dapat dicegah, dihindari dan diobati, sehingga dapat kembali ke

keadaan semula. Dengan demikian manusia tidak lagi harus membiarkan begitu

saja dirinya menjadi tua dengan segala keluhan dan bila perlu mendapatkan

pengobatan atau perawatan yang belum tentu berhasil (Pangkahila, 2007).

Berbagai penelitian dilakukan untuk mendapatkan penatalaksanaan kulit

kering yang optimal. Salah satunya adalah dengan memproduksi pelembab yang

efektif meningkatkan kandungan air dalam stratum korneum dan menghidrasinya.

Bahkan pasar produk pelembab di Amerika Serikat menduduki peringkat

penjualan kosmetik terbesar yaitu sebesar 1 bilyun dollar per tahun (Bauman,

2002a).

Pelembab bekerja dengan komposisi yang bersifat oklusif dan atau humektan

seperti halnya komponen pada Natural Moisturizing Factor (NMF). Komposisi

yang bersifat oklusif secara fisik memblokir kehilangan air dari permukaan kulit

sedangkan komposisi yang bersifat humektan bekerja dengan menarik air ke

dalam kulit. Kulit yang dijaga kelembabannya dapat mempertahankan diri

terhadap kerusakan akibat proses penuaan (Warner and Boissy, 2000).

Page 5: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

5

Dengan berkembangnya peran karbohidrat/Glycosaminoglycans dalam

komunikasi antar dan inter sel, maka berkembanglah cabang ilmu Glycobiology

yang mempelajari struktur, biosintesis, biologi dan evolusi dari saccharides

(rantai gula atau glycan) (Varki and Sharon, 2009).

Pada tahun 2008, industri farmasi Pentapharm di Swiss memproduksi bahan

aktif Saccaride isomerates (SI) yang merupakan kompleks karbohidrat

mukopolisakarida (glycan) yang sama dengan yang terdapat pada stratum

korneum kulit manusia. Sehingga di dalam epidermis akan membentuk hialuronan

atau hyaluronic acid. SI merupakan salah satu jawaban bagi perkembangan

Glycobiology (Pentapharm, 2009).

Sesuai dengan fungsi hialuronan pada epidermis, maka SI dapat berfungsi

mempertahankan kelembaban dengan meningkatkan kandungan air dalam stratum

korneum sekalipun dalam kelembaban udara yang rendah. SI juga dapat berikatan

dengan kulit sekalipun dalam kondisi pH yang sangat rendah (Pentapharm, 2009).

Belum ada penelitian yang dipublikasikan mengenai efek penggunaan SI

pada formulasi pelembab. Penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian dari

pihak produsen produk SI yang menunjukkan SI memiliki kapasitas retensi

kelembaban kulit yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan gliserin

(Pentapharm, 2009).  

Dengan penambahan SI pada formulasi pelembab, maka diharapkan dapat

diperoleh formulasi pelembab yang efektif mengatasi masalah kekeringan kulit.

Sehingga dapat menjadi pelembab ideal yang mampu meremajakan kekeringan

kulit akibat penuaan tanpa menimbulkan efek iritasi.

Page 6: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas, maka

dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi

pelembab dapat meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi dibandingkan

dengan pelembab biasa?

2. Apakah penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi

pelembab dapat mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih tinggi

dibandingkan dengan pelembab biasa setelah pemberiannya dihentikan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui peningkatan hidrasi kulit setelah pemberian formulasi

pelembab yang ditambahkan saccharide isomerates 5% dan mengetahui

perubahan hidrasi kulit setelah penggunaan pelembab dihentikan.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui penggunaan formulasi pelembab yang ditambahkan

saccharide isomerates 5% dapat meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi

dibandingkan dengan pelembab biasa.

2. Mengetahui penggunaan formulasi pelembab yang ditambahkan

saccharide isomerates 5% dapat mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih

tinggi dibandingkan dengan pelembab biasa setelah pemberiannya

dihentikan.

Page 7: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Dari hasil penelitian diharapkan akan diperoleh informasi ilmiah tentang

efektivitas penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab

terhadap hidrasi kulit dibandingkan dengan pelembab biasa. Data ini dapat

menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengatasi

masalah kekeringan kulit dan peremajaan kulit pada penuaan.

Page 8: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kekeringan pada Kulit

Kulit kering ditandai dengan menurunnya kapasitas retensi air pada stratum

korneum dengan kandungan air kurang dari 10% sedangkan pada kondisi normal

mengandung 30% air (Tagami and Yoshikuni, 1985). Kehilangan air terjadi akibat

penurunan fungsi sawar stratum korneum dan peningkatan TEWL (Black et al.,

2005).

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh kondisi kulit kering sangat bervariasi dari

sangat ringan sehingga diabaikan tetapi dapat menjadi sangat berat sehingga

mengakibatkan kulit pecah-pecah dan terinfeksi. Pada umumnya kulit kering

ditandai dengan keadaan kulit yang bersisik dan pecah-pecah, seringkali disertai

rasa gatal (Wildauner et al., 1971).

Kulit kering pada orangtua berhubungan dengan pruritus, gatal yang sering

mengganggu tidur dan penurunan kualitas hidup. Garukan akan merusak struktur

kulit sehingga dapat mengakibatkan infeksi kuman piogenik (Kligman, 2000).

Kulit yang kering dapat menyebabkan masalah yang serius bahkan dapat

menjadi prekursor dekubitus pada pasien rawat inap yang tidak berubah posisi

berbaringnya (Allman et al., 1995)

Kekeringan kulit dapat terjadi pada semua orang dengan berbagai penyebab

baik eksogen maupun endogen dan bukanlah merupakan diagnosis tunggal

(Kligman, 2000).

Page 9: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

9

Stratum korneum berperan sebagai sawar yang memiliki fungsi proteksi.

Sawar kulit mampu melindungi terhadap bahan kimia, fisik dan mekanik, serta

pelindung terhadap infeksi bakteri, jamur, juga sebagai storage untuk obat-obatan

topikal yang bersifat lipofilik. Fungsi proteksi lain adalah melindungi kulit dari

kekeringan (Kligman, 2000).

Pelembaban kulit terjadi karena pada ruang di antara ikatan sel junctional

bridges atau desmosomes dipenuhi oleh substansi yang mengandung lemak lipid

rich. Lemak ini adalah ceramide, kolesterol dan asam lemak berperan sebagai

sawar utama terhadap kehilangan air (water loss). Kulit yang sehat memiliki rasio

lipid rich yang proporsional (Downing and Stewart, 2000).

Perubahan konfigurasi komposisi lipid menyebabkan barrier pada lapisan

terluar menjadi lebih lemah. Kadar ceramide yang tinggi menjaga ikatan antar sel,

sebaliknya kadar ceramide yang rendah menyebabkan kulit menjadi kering dan

bersisik (Downing and Lazo, 2000).

Untuk mengetahui hal yang mendasari terjadinya kulit kering maka perlu

pemahaman tentang struktur dan fungsi stratum korneum (Egelrud, 2000).

2.2 Epidemiologi

Menurut US Census Bureau, Population Estimates 2004, diperkirakan di

Amerika Serikat tahun 2004, terdapat 3,1% atau 8,4 juta penduduk yang

menderita kekeringan kulit. Diperkirakan penduduk Indonesia yang menderita

kekeringan kulit sebesar 7.392.041 pada tahun 2004. Data ini didapat dengan

Page 10: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

10

ekstrapolasi statistik berdasarkan data di Amerika Serikat, United Kingdom, dan

Australia (Health Grade, 2009).

Perubahan hormonal dan penuaan berhubungan erat dengan menopause pada

wanita. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah wanita berusia di atas

50 tahun akan meningkat dua kali lipat menjadi 30,0 juta atau 11,5% dari total

penduduk pada tahun 2020 (Lembaga Demografi FE-UI, 2009). Keadaan ini

menunjukkan bahwa masalah kekeringan kulit akan semakin bertambah setiap

tahunnya.

Sekalipun stratum korneum membentuk lapisan yang mencegah terjadinya

difusi air, tetapi pajanan yang berulang terhadap surfactant dapat menyebabkan

dermatitis kontak iritan yang mengakibatkan kekeringan kulit (Schwindt et al.,

1998).

Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis

kontak dan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 20%. Insiden dermatitis

kontak alergik terjadi pada 3-4% dari populasi penduduk. Bila dibandingkan

dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih

sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya hipersensitif (Sularsito and

Soebaryo, 1994).

Kekeringan kulit didapatkan juga pada penderita psoriasis. Insidens psoriasis

adalah 78.9 per 100,000 pada tahun 2000, jumlah penderita psoriasis sekitar 4,5

juta di Amerika Serikat dan diderita lebih banyak oleh laki-laki dibandingkan

wanita (Icen et al., 2009). Sedangkan Iktiosis vulgaris autosomal dominan dan

Page 11: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

11

iktiosis vulgaris X-linked recessive memiliki frekuensi 1/300 dan 1/2500 dalam

populasi (Traupe, 1989).

2.3 Etiologi Kulit Kering

Etiologi kulit kering didasari oleh berkurang dan atau adanya

ketidakseimbangan lipid termasuk perubahan komposisinya dalam kulit (Schûrer,

2006). Lipid ekstraseluler pada stratum korneum yang berperan sebagai sawar air

disusun oleh >40% ceramide, 25% asam lemak dan 20% kolesterol. Perubahan

kadar komposisinya akan mengakibatkan gangguan fungsi sawar kulit (Laudanska

et al., 2003).

Banyak perubahan yang sangat kompleks yang mendasari terjadinya

kekeringan pada kulit. Faktor yang dapat mempengaruhi komposisi lipid dalam

hidrasi dan sawar kulit adalah:

1. Faktor internal:

a. Genetik:

Ditemukan adanya pewarisan genetik untuk gen yang berpengaruh

terhadap protein filagrin yang unik yang merupakan penentu dominan

apakah seseorang akan menderita kekeringan kulit atau tidak (Scott,

2005).

Pada penderita iktiosis vulgaris terdapat peningkatan produksi

korneosit yang menunjukkan adanya kelambatan proses deskuamasi.

(Simon, 2002). Pada iktiosis vulgaris juga terdapat kekurangan NMF

Page 12: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

12

memberikan gambaran kulit yang kering dan bersisik (Sybert et al.,

1985).

Psoriasis adalah keadaan inflamasi pada kulit akibat adanya defek

pada sistem imun. Kulit akan tumbuh secara cepat, kering dan

mengelupas (Icen et al., 2009).

b. Riwayat atopik :

Dermatitis atopik, merupakan gangguan kulit dengan ciri khas

kekeringan kulit. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada

dermatitis atopik terdapat kekurangan ceramide (Imokawa et al.,

1991). Tetapi pada pasien yang menderita kekeringan kulit dan kadar

air yang sangat menurun dapat saja tanpa disertai penurunan kadar

ceramide (Akimoto et al., 1993). Oleh karena itu diduga bahwa

kekeringan kulit berhubungan dengan struktur lamellar dan lipid

intraseluler dalam stratum korneum (Bauman, 2002a).

c. Jenis Kelamin:

Secara visual kulit pada laki-laki berbeda dibandingkan dengan kulit

wanita. Perbedaan yang utama adalah ketebalannya karena

penyebaran rambut pada laki-laki lebih banyak. Keadaan ini juga

yang menyebabkan kulit laki-laki lebih terlindung dari kerusakan

akibat aktivitas enzim kolagenase dengan adanya radiasi sinar ultra

violet (UV) (Draelos, 2006).

Selain karena kulit wanita lebih tipis, wanita juga lebih sering

mengalami dermatitis kontak alergik maupun iritan akibat seringnya

Page 13: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

13

mengoleskan bahan-bahan iritatif untuk perawatan kulit dibandingkan

laki-laki (Schûrer, 2006).

Wanita lebih sering mengoleskan bahan anti aging topikal yang dapat

menyebabkan kerusakan barier kulit seperti halnya tretinoin, asam

glikolat, asam laktat dan lain-lain. Wanita juga lebih sering menjalani

prosedur perawatan seperti peeling wajah, mikrodermabrasi, spa

treatment dan lain-lain (Draelos, 2006).

Keseimbangan hormon testosteron, estrogen dan progesteron pada

wanita dan laki-laki juga berbeda. Testosteron dan estrogen keduanya

mempengaruhi produksi sebum (Hashizume, 2004).

d. Usia :

Sebelum pubertas produksi sebum dan kelenjar ekrin masih minimal.

Hal ini yang mendasari seringnya terjadi kekeringan kulit dan

dermatitis pada anak-anak. Pada usia pubertas, keluhan alergi dan

kekeringan kulit menurun karena fungsi kelenjar sebasea, dan ekrin

serta apokrin berfungsi dengan baik (Hashizume, 2004).

e. Menopause (hormonal):

Pada wanita usia 40 an, produksi sebum mulai menurun dan lipid

interselular berkurang terutama pada kondisi menopause. Dengan

menurunnya produksi estrogen, maka kualitas kulit juga menurun,

menjadi mudah rusak dan kering karena menurunnya kolagen pada

dermis. Proses keratinisasi melambat, mudah gatal karena pelindung

pada akhiran saraf juga menurun (Hashizume, 2004).

Page 14: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

14

f. Penyakit kronik:

Kondisi kronik yang juga menyebabkan kekeringan kulit di antaranya

adalah Diabetes melitus, penyakit ginjal, uremia, hipotiroidisme,

defisiensi vitamin A, dan keganasan (Health Grade, 2009).

2. Faktor eksternal:

a. Bahan kontak dan iritasi kronik:

Kulit kering dapat disebabkan oleh kerusakan akibat polusi, bahan

kimia dan surfactant. Kulit yang teriritasi fungsinya akan terganggu

sama halnya dengan kondisi penyakit kulit. Sekalipun stratum

korneum membentuk lapisan yang mencegah terjadinya difusi air,

tetapi pajanan yang berulang terhadap surfactant dapat menyebabkan

dermatitis kontak iritan yang mengakibatkan kekeringan kulit

(Pedersen and Jemec, 2006).

b. Cuaca dan iklim:

Perubahan mendadak pada kelembaban udara akan mempengaruhi

kelembaban kulit. Lingkungan dengan kelembaban yang rendah akan

merusak sawar kulit, sehingga terdapat respons peningkatan sintesis

DNA (Deoxyribonucleic acid) epidermis (Denda et al., 1998).

Penelitian terhadap hewan menunjukkan, TEWL menurun sekitar

30% pada hewan yang dipajankan pada udara yang kering (<10%

RH). Hal ini terjadi karena terdapat peningkatan biosintesis lipid,

peningkatan lamellar bodies dan penebalan stratum korneum.

Sedangkan pada hewan yang dipajankan udara yang lembab (80%

Page 15: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

15

RH) akan menginduksi penurunan biosintesis lipid. Setelah

dipindahkan dari lingkungan yang lembab (80% RH) ke lingkungan

yang kering (10%RH), terdapat peningkatan TEWL 6 kali lipat (Sato

et al., 2001).

c. Gaya hidup (Lifestyle):

Sekalipun tanpa memiliki kelainan kulit, kondisi kulit kering dapat

saja terjadi akibat pengaruh lifestyle. Akhir-akhir ini semakin

meningkat dengan kebiasaan mandi dengan shower dan air panas

yang terlalu sering dilakukan atau berendam dalam air yang

ditambahkan bath salt dan busa sabun.

Berbagai kondisi yang dapat mempengaruhi ikatan air dalam stratum

korneum dan menyebabkan kekeringan kulit di antaranya (Bauman,

2002a):

(1) Mandi dengan air panas: berendam dengan air panas dalam

waktu yang lama akan mengakibatkan lipid natural pada kulit

mudah hilang.

(2) Gesekan pakaian

(3) Kebiasaan bepergian dengan pesawat udara

(4) Berada di ruang ber AC dalam waktu lama

d. Photoaged :

Secara garis besar penuaan terbagi atas, penuaan akibat usia dan

photoaging. Penuaan akibat usia hanya disebabkan oleh kondisi yang

dipengaruhi dengan bertambahnya usia saja, sedangkan photoaging

Page 16: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

16

disebabkan oleh pajanan kronik dan kumulatif terhadap sinar ultra

violet (UV). Pada umumnya penuaan terjadi akibat kedua hal di atas.

Photoaged ditandai dengan kondisi kulit yang kasar, kering, berkerut

dan hiperpigmentasi yang tidak beraturan. Kondisi yang lebih berat

dapat disertai kulit yang hipertrofik atau atrofik, purpura, dan lesi

prakanker (Christina et al., 2010).

Perubahan histologis yang terjadi pada photoaged, adalah epidermal

dysplasia dan atypia, meningkatnya jumlah sel Langerhans, dermal

elastosis (deposit serabut elastin yang abnormal) serta menurunnya

respons imunologis dan antiinflamasi (Schûrer, 2006).

2.4 Struktur dan Fungsi Epidermis

Kulit tersusun atas 3 lapisan primer: epidermis, dermis dan subkutan. Tiap

lapisan memiliki karakter dan fungsi masing-masing. Sekalipun merupakan

struktur dan jaringan yang menyatu, epidermis merupakan lapisan terluar dan

sangat penting perannya dalam segi kosmetik, karena memberikan kelembaban

dan tekstur kulit (Bauman, 2002a).

Penelitian tentang struktur dan fungsi epidermis memerlukan pembesaran

dengan mikroskop elektron agar dapat secara jelas mengetahui struktur lamellar

granules pada sel spinosum dan granulosum serta gambaran struktur sel lainnya

(Madison et al., 1987).

Keratinosit atau dikenal dengan korneosit adalah sel utama pada epidermis.

Diproduksi oleh stem cells yang disebut sel basal. Stem cells akan membelah dan

memproduksi sel anakan yang secara perlahan bergerak ke bagian atas epidermis.

Page 17: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

17

Proses maturasi dan pergerakan sel anakan menuju sel di atasnya disebut

keratinisasi (Kimyai-Asadi et al., 2003).

Selama pergerakan, sel akan mengalami perubahan karakteristik. Lapisan

paling bawah adalah sel basal, di atasnya adalah sel spinosum karena memiliki

banyak penghubung sel yang berbentuk seperti duri disebut desmosom.

Desmosom merupakan struktur kompleks adhesi molekul dan protein. Lapisan di

atasnya lagi adalah sel granulosum karena mengandung granula keratohialin, dan

lapisan paling luar adalah sel kornifikasi atau stratum korneum, merupakan massa

sel padat yang sudah kehilangan inti dan granulanya. Stratum korneum dilapisi

material protein yang disebut cell envelope yang mempertahankan kadar air dan

absorpsi (Bauman, 2002a).

2.4.1 Sel basal

Sel basal adalah bagian sel paling bawah yang berfungsi meregenerasi sel

dengan cara membelah (Kimyai-Asadi et al., 2003). Tiap sel saling melekat

karena ada desmosom dan hemidesmosom, sel basal melekat ke dermis dengan

bantuan anchoring fibril (Chu et al., 2003).

2.4.2 Sel spinosum

Merupakan anakan sel dari hasil pembelahan sel basal yang memiliki duri,

saling melekat antar sel dengan diperantarai desmosom (Gambar 2.1) Terdapat

bundle serabut keratin yang menyeberangi tiap sel yang menguatkan perlekatan

desmosom dan nukleus. Bila sel spinosum matur, akan mengakumulasi organel

Page 18: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

18

yang disebut “Oldland bodies”, membrane-coating granule, lamellar bodies dan

lamellar granules (Oldland, 1991).

Gambar 2. 1 Corneodesmosome

Paku yang melekatkan korneosit satu sama lain adalah struktur protein spesial

yang disebut corneodesmosomes. Struktur ini juga merupakan bagian dari analogi

"mortar" pada "brick and mortar" analogy. Corneodesmosomes merupakan

struktur utama yang harus rusak agar kulit dapat mengelupas dalam proses

deskuamasi (Brannon, 2007).

2.4.3 Sel granulosum

Sel ini memiliki granul yang merupakan deposit keratohialin yang dapat

terlihat dengan mikroskop cahaya, berbeda dengan lamellar granule yang hanya

biasa terlihat dengan mikroskop elektron karena ukurannya sangat kecil. Biasanya

terdapat 2-4 lapis sel granulosum dan granula keratohialin ukurannya semakin

bertambah (McGrath et al., 2004).

Page 19: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

19

2.4.4 Sel transisional

Bagian atas sel granulosum menjadi sel mati dan lebih datar, sel transisional

ini secara bertahap kehilangan struktur organ subselulernya termasuk nukleus dan

struktur membran sitoplasma. Selama proses ini granula keratohialin bergabung

dengan bundle filamen keratin sehingga gambaran sel yang bergranul menjadi

hilang. Lamellar granule keluar dari sel dan masuk ke dalam ruang interseluler di

atasnya dengan cara berfusi dengan membran sel, diikuti dengan keluarnya granul

yang mengandung lamellar disk (Gambar 2.2) (Downing and Lazo, 2000).

Gambar 2. 2 Lamellar Bodies

Lamellar bodies dibentuk dalam keratinosit pada stratum spinosum dan stratum

granulosum. Pada saat keratinosit matur, enzim pada stratum korneum akan

merusak bagian luar envelope lamellar bodies dan membebaskan lipid tipe asam

lemak bebas dan ceramides (Brannon, 2007).

Page 20: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

20

2.4.5 Sel kornifikasi

Stratum korneum terdiri atas sel yang tidak memiliki inti dan DNA sehingga

tidak dapat mensintesis apapun, tetapi sel ini ternyata tetap hidup (Steinert and

Freedberg, 1991).

Setelah lamellar granule keluar sampai berada di ruang interseluler, sel

transisional berubah menjadi datar dengan diameter 30 µm dan tebal 0,3 µm.

Proses ini akan menjadikan sel kehilangan organel subselulernya sehingga hanya

memiliki keratin fibril yang tersusun paralel pada panjang sel (Gambar 2.3). Di

antara keratin fibril terdapat matriks keratohialin yang tersisa (McGrath et al.,

2004).

Protein pada matriks ini tampaknya berdegradasi dengan susunan material

yang berat molekulnya rendah, termasuk asam amino. Selama proses kornifikasi,

protein envelope pada korneosit selalu ditambahkan di antara permukaan internal

membran sel dan melekat pada serabut keratin (Polakowska and Goldsmith,

1991).

Page 21: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

21

Gambar 2. 3 Stratum Korneum

Stratum korneum merupakan lapisan terluar dari epidermis. Lapisan pada epidermis

memiliki peran penting dalam fungsi sawar kulit yang vital. Sebelum pertengahan tahun

1970 stratum korneum diduga inert secara biologis seperti lapisan plastik tipis yang

melindungi lapisan di bawahnya yang lebih aktif. Dalam 30 tahun terakhir terutama 5

tahun terakhir para ilmuwan telah menemukan bahwa aktivitas biologis dan kimiawi

stratum korneum sangat kompleks (Brannon, 2007).

Keratin envelope terutama mengandung protein yang membentuk ikatan iso

peptida antara residu glutamine dan lysine. Protein envelope sulit dicernakan oleh

enzim dan substrat dimana lipid eksternal melekat secara kimiawi (Wertz et al.,

1987a).

Keratin merupakan material yang sangat hidrofilik yang dapat mengikat

substansi yang mengandung air. Struktur korneosit yang merupakan sawar kulit

tersusun atas dua komponen utama. Terdapat substansi hidrofobik (water

repellent) merupakan sawar lipid dan komponen hidrofilik (water-attracting)

(Wertz et al., 1989).

Page 22: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

22

Sawar lipid terutama mengandung lipid netral (asam lemak dan kolesterol)

serta ceramides yang berfungsi mengontrol dan membatasi transpor air melalui

kulit (Wertz et al., 1987a). Difusi air melalui keratinosit tidak dapat terjadi secara

bebas karena keratin membatasinya (Bodde et al., 1990).

2.4.6 Struktur lipid pada epidermis

Lipid termasuk dalam struktur anatomi sel epidermis dan memiliki fungsi

serta struktur yang bermakna pada jaringan. Lipid epidermis di antaranya terdapat

pada membran plasma sel, membran sitoplasma internal, retikulum endoplasma,

badan Golgi dan bounding membrane pada lamellar granule serta lipid pada

struktur intercellular lamellae di antara sel kornifikasi (Wertz et al., 1988).

Lipid pada jaringan kulit yang dapat diekstraksi adalah: fosfolipid, kolesterol

dan glycosylceramides, sedikit asam lemak bebas, trigliserida dan ceramide.

Glycosylceramides di dapat dari lamellar granule sel spinosum dan sel

granulosum (Swartzendruber et al., 1988 ; Downing, 1992).

Selama 2-3 minggu pembelahan, sel basal akan kehilangan sel anakan dari

permukaan kulit tetapi komposisi lipid akan tetap konstan. Biosintesis,

transformasi dan translokasi lipid epidermal dalam tiap sel akan terus berlanjut

dan berubah tiap waktu (Wertz and Downing, 1987b ; Downing and Stewart,

2000).

Page 23: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

23

2.4.7 Biosintesis lipid pada sel hidup

Sel basal mengandung sedikit lipid dibandingkan dengan membran sel

permukaan dan sitoplasmanya. Pada membran sel permukaan terutama terdapat

fosfolipid dan kolesterol. Fosfolipid banyak mengandung linoleic acid sehingga

dapat diduga bahwa kulit mendapat lipid dari darah (Monger et al., 1988). Tetapi

terdapat bukti bahwa sel yang telah bermigrasi dari sel basal tidak mampu lagi

mengabsorpsi lipid dari sirkulasi dan harus mensintesisnya sendiri dengan

menggunakan prekursor berat molekul rendah, yaitu glukosa (Doering,et al.,

2002).

Hal di atas menunjukkan bahwa biosintesis epidermis berdiri sendiri dan

tidak bergantung pada glukosa dalam sirkulasi (Feingold and Elias, 2000). Lipid

yang disintesis harus mampu membentuk lamellar granule pada sel spinosum dan

sel granulosum (Robson et al., 1994).

Biosintesis lipid pada epidermis sangat bergantung pada adanya matriks

ekstraseluler hyaluronic acid (HA) yang memegang peranan penting dalam

aktivitas sel. HA merupakan mukopolikasarida yang secara kovalen berikatan

dengan protein. Molekul HA mengikat air dalam jumlah besar sekalipun dalam

konsentrasi yang sangat rendah. HA memiliki viskositas yang sangat tinggi. HA

dalam matriks ekstraseluler dermis berperan mengatur keseimbangan kadar air,

tekanan osmotik, mengatur aliran ion dan sebagai lubrikan pada permukaan sel

(Neudecker et al., 2004). Fungsi dan peran HA akan dijelaskan kemudian.

Page 24: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

24

2.4.8 Transformasi biokimia dan translokasi lipid selama diferensiasi

epidermis

Lamellar granule dikeluarkan dari sel granulosum sebelum sel berubah

menjadi stratum korneum. Sel granulosum hanya mengandung glucosylceramides

sedangkan sel kornifikasi hanya mengandung ceramides. Hal ini menunjukkan

bahwa setelah berdiferensiasi menjadi sel kornifikasi, glucocylceramides

mengalami deglikosilasi dan berubah menjadi ceramides (Lavker, 1970).

Membran akan berikatan melekat dengan lamellar granule dan menjadi

bagian membran sel (Wertz and Downing, 1987b).

2.4.9 Intercellular lamellae

Isi lamellar disk akan keluar dari lamellar granule kemudian terdistribusi ke

dalam ruang interseluler, melekat edge to edge dan bergabung membentuk

intercellular lamellae. Lamellar disk akan membentuk double lipid bilayers

dengan membuat liposome menjadi datar (Downing and Lazo, 2000). Proses

pembentukan double–bilayer tampak pada Gambar 2.4.

Page 25: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

25

Gambar 2. 4 Proses Pembentukan Double–Bilayer

Skema hipotesis formasi double lipid bilayer dalam lamellar disks, lamellar

granules dan intercellular lamellae dari stratum korneum (Downing and Lazo,

2000).

Lamellar bilayer pada stratum korneum membentuk pola yang unik terdiri

atas struktur electron-lucent dan electron-dense yang disebut unit Landmann.

Struktur ini tersusun dalam stratum korneum pada bagian dalam, tengah dan luar

(Gambar 2.5). Unit Landmann bagian tengah dan dalam tidak konstan karena

dipengaruhi oleh usia dan penyakit, sedangkan yang terletak pada stratum

korneum bagian luar sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Warner and

Boissy, 2000).

Pada usia muda struktur unit Landmann tersusun teratur dengan ruang

interseluler yang sempit, sedangkan pada usia di atas 40 tahun struktur ini tidak

penuh lagi dan pada kulit kering susunannya tidak beraturan disertai pelebaran

ruang interseluler (Warner and Boissy, 2000).

Page 26: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

26

Pemakaian sabun yang mengeringkan kulit akan membuat struktur unit

Landmann ini menjadi rusak, dan membaik dengan pemakaian pelembab yang

teratur (Warner and Boissy, 2000).

Gambar 2. 5 Struktur Unit Landmann

(a) Morfologi unit Landmann pada stratum korneum bagian luar tampak teratur

pada kulit wanita 24 tahun yang normal, sedangkan (b) gambaran unit Landmann

yang tidak teratur pada stratum korneum bagian luar disertai material amorf pada

ruang interseluler pada kulit seorang wanita 28 tahun yang kering (Warner and

Boissy, 2000).

2.4.10 Lipid envelope pada korneosit

Bila stratum korneum diekstraksi maka didapatkan 2% ω hydroxyceramides.

Lipid ini cukup untuk membentuk monomolecular layer lipid pada seluruh

permukaan sel kornifikasi (Polakowska and Goldsmith, 1991). Struktur lipid

envelope dapat dilihat pada Gambar 2. 6.

Page 27: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

27

Gambar 2. 6 Cornified Envelope

Tiap korneosit dikelilingi oleh selubung protein yang disebut cell envelope. Cell

envelope tersusun dari terutama 2 protein loricrin dan involucrin. Protein ini

memiliki ikatan yang kuat satu sama lain sehingga membuat cell envelope

menjadi struktur pada korneosit yang paling sulit larut. Sub tipe dari cell envelope

dapat "rigid" atau "fragile" bergantung pada interaksi lamellar bilayer dengan cell

envelope (Brannon, 2007).

2.5 Transformasi Lipid pada Stratum Korneum

Natural Moisturizing Factor (NMF) terdapat dalam stratum korneum

sehingga bersifat humektan (mampu mengikat air) (Gambar 2.7). NMF

merupakan senyawa kimia yang sangat larut dalam air (water soluble), sangat

mudah keluar dari sel bila berkontak dengan air. Itulah sebabnya kontak dengan

air yang berulang justru akan mengeringkan kulit (Bauman, 2002a).

NMF terdiri atas asam amino dan metabolitnya dibebaskan oleh lamellar

granules dengan memecah filagrin. Pada kulit normal apabila sering terpajan

sabun, maka kadar NMF permukaan kulitnya akan menurun dibandingkan dengan

Page 28: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

28

yang tidak sering terpajan sabun. Dengan bertambahnya usia, maka kadar NMF

juga akan menurun (Scott and Harding, 2000).

Gambar 2. 7 Natural Moisturizing Factor (NMF)

Natural moisturizing factor (NMF) merupakan kumpulan substansi water-soluble

yang hanya didapatkan pada stratum korneum, kadarnya sekitar 20-30%. Lapisan

lipid yang mengelilingi korneosit menyelubungi dan mencegah hilangnya NMF

(Brannon, 2007).

2.6 Lipid Epidermal dan Fungsi Barrier

Lipid pada stratum korneum memiliki “melting point” dan polaritas yang

tinggi sehingga dapat membentuk lipid bilayer yang kuat, diperkuat lagi dengan

adanya intercellular lamellae dan corneocyte lipid envelope yang meningkatkan

efektivitas fungsi sawar lipid (Linberg and Forslind, 2000).

Intercellular lamellae adalah barrier terhadap air dan molekul polar lainnya

dengan adanya multiple lipid lamellae dalam tiap intercellular space akan

meningkatkan sawar (Gambar 2. 8) (Guy et al., 1994).

Page 29: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

29

Gambar 2. 8 Intercellular Lipid

Asam lemak bebas dan ceramides yang dibebaskan dari lamellar bodies akan

berfusi bersama dalam stratum korneum untuk membentuk continuous layer

lipids. Karena terdapat dua tipe lipid, maka lapisan ini juga disebut lamellar lipid

bilayer. Lipid bilayer berperan penting dalam memelihara sawar kulit dan analog

dengan "mortar" pada model brick and mortar (Brannon, 2007).

2.6.1 Corneocyte lipid envelope

Corneocyte envelope membentuk bagian yang penting dalam sawar

permeabilitas epidermis. Strukturnya terdiri atas dua bagian: (1) bagian yang tebal

yang melekat pada sitoplasma tersusun oleh protein dan (2) bagian yang tipis

merupakan bagian yang menyusun sisi luar protein yang tersusun dari lipid. Ikatan

lipid pada corneocyte lipid envelope sama dengan lipid pada intercellular

lamellae (Bauman, 2002a).

Corneocyte lipid envelope dapat menahan asam amino dengan berat molekul

rendah dan berperan penting dalam sawar permeabilitas epidermis

(Swartzendruber et al., 1987 ; Lévêque, 2002).

Page 30: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

30

Gambar 2. 9 Cornified Envelope Lipid

Lapisan lipid ceramides melekat pada cell envelope dan menolak air. Karena

lamellar lipid bilayer juga menolak air, maka molekul air akan berada di antara

cell envelope lipid dan lipid bilayer. Ini akan memelihara keseimbangan kadar air

dalam stratum korneum dengan memerangkap molekul air dibandingkan dengan

membiarkannya terabsorpsi ke dalam lapisan epidermis yang lebih dalam

(Brannon, 2007).

2.7 Struktur dan Fungsi Dermis

Dermis terdapat di antara epidermis dan lemak sub kutan dan berperan

terhadap ketebalan kulit. Ketebalan kulit bervariasi pada bagian tubuh yang

berbeda dan dipengaruhi oleh usia. Pada penuaan lapisan basal akan menurun

ketebalan dan kelembabannya (Bauman, 2002b).

Pada dermis terdapat saraf, pembuluh darah, kelenjar keringat dan kolagen.

Pada bagian terluar dermis di bawah epidermis disebut dermis papila dan bagian

bawahnya disebut dermis retikuler. Struktur pada dermis retikuler lebih padat

dibandingkan pada dermis papila. Sel yang dominan pada dermis adalah fibroblas

yang memproduksi kolagen, elastin dan protein matriks lain serta enzim. Bagian

Page 31: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

31

yang terdapat di antara epidermis dan dermis disebut dermal-epidermal junction

(DEJ) (McGrath et al., 2004).

Pada mulanya perhatian terhadap struktur kulit ditujukan pada sel yang

menyusun lapisan epidermis, dermis dan subkutan. Saat ini yang menjadi pusat

perhatian adalah material yang berada di antara sel. Ternyata komponen matriks

ekstraseluler (MES) memiliki peran yang sangat besar terhadap aktivitas sel.

Dengan mikroskop elektron komponen MES ini tampak sebagai massa yang

amorf. Struktur ini terdiri atas glycosaminoglycan (GAG), proteoglycan,

glycoprotein, growth factor peptide dan struktur protein kolagen serta elastin.

Komponen yang paling dominan pada kulit adalah HA (Neudecker et al., 2004).

2.7.1 Kolagen

Kolagen merupakan salah satu dari protein natural yang paling kuat dan

berperan terhadap kekuatan dan kelenturan kulit. Berbagai produk maupun

prosedur peremajaan kulit memiliki target kerja pada kolagen. Seperti halnya

produk kosmetik yang mengandung asam glikolat dan asam askorbat yang

diklaim dapat meningkatkan sintesis kolagen (Bauman, 2002b).

Kolagen merupakan protein kompleks, yang terutama terdapat pada dermis.

Letak serabut kolagen tersusun tegak lurus dengan serabut elastin. Serabut yang

imatur terdapat pada dermis superfisial, sedangkan yang matur terdapat pada

lapisan yang lebih dalam pada dermis (McGrath et al., 2004).

Tiap tipe kolagen tersusun atas 3 rantai. Kolagen disintesis pada fibroblas

dalam bentuk prekursor prokolagen. Residu prolin pada rantai prokolagen berubah

Page 32: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

32

menjadi hidroksiprolin dengan adanya enzim prolyl hydroxylase. Proses ini

membutuhkan Fe ++, vitamin C dan α-ketoglutarate. Demikian juga dengan

residu lisin, berubah menjadi hidroksilisin dengan adanya enzim lysil hydroxylase.

Proses ini juga membutuhkan Fe ++, vitamin C dan α-ketoglutarate. Kekurangan

vitamin C akan menurunkan produksi kolagen (McGrath et al., 2004).

2.7.2 Tipe kolagen pada dermis

Kolagen tipe I merupakan tipe kolagen yang terbanyak dan 80-85% terdapat

pada dermis, berpengaruh pada kekuatan dan kelenturan dermis. Jumlah kolagen

tipe I menurun pada photoaged dan merupakan kolagen yang sangat

mempengaruhi penuaan kulit (Kimyai-Asadi et al., 2003).

Kolagen tipe III terdapat pada matriks dermis 10-15%, diameternya lebih

kecil dibandingkan kolagen tipe I. Dikenal juga dengan istilah “fetal collagen”,

karena ditemukan terbanyak pada masa embrional. Terutama didapatkan di sekitar

pembuluh darah di bawah epidermis (Kimyai-Asadi et al., 2003).

Kolagen tipe IV terdapat pada basement membrane zone. Kolagen tipe V

tersebar secara difus pada dermis sekitar 4-5%. Tipe VII membentuk anchoring

fibril pada DEJ. Sedangkan kolagen tipe XII terdapat pada hemidesmosom

(Kimyai-Asadi et al., 2003).

Page 33: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

33

2.7.3 Elastin

Serabut elastin terdapat di perifer serabut kolagen, tersusun dalam bentuk

mikrofibril yang merupakan gabungan fibrilin. Fibrilin merupakan tempat elastin

dideposit. Bila sering terpajan sinar matahari elastin menjadi substansi yang amorf

pada dermis dan rusak (Kimyai-Asadi et al., 2003).

2.7.4 Glycosaminoglycans

Glycosaminoglycans (GAG) adalah rantai polisakarida yang tersusun oleh

unit disakarida yang berulang dan berikatan secara kovalen dengan protein inti.

GAG merupakan senyawa yang mampu mengikat air dan berperanan dalam

pelembaban kulit (Jung et al., 1997).

Proteoglycans merupakan makromolekul kompleks yang terdiri atas protein

utama dan satu atau lebih rantai GAG yang terikat secara kovalen. GAG terutama

didapatkan dalam matriks ekstraseluler tetapi terutama disintesis oleh apparatus

Golgi yang terdapat dalam sel (Jung et al., 1997).

Bagian utama dari GAG adalah gula yang berupa konjugat molekul kompleks

yang disebut glycan. Glycan terdapat dalam berbagai bentuk dan ukuran dari

rantai linier (polisakarida) sampai molekul dengan banyak cabang. Glycan

merupakan bagian terbesar yang menempati ekstraselular matriks dan berperan

penting dalam transmisi sinyal biokimia ke dalam dan antar sel (Tzellos et al.,

2009).

Dermatan sulfate adalah GAG yang terutama didapat dalam kulit tetapi juga

pada pembuluh darah, katup jantung, tendon dan paru. Dermatan sulfate berperan

Page 34: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

34

dalam koagulasi, penyakit jantung, karsinogenesis, infeksi, penyembuhan luka

dan fibrosis (Tzellos et al., 2009).

Chondroitin sulfate adalah GAG yang tersulfatasi tersusun atas rantai gula

((N-acetyl-galactosamine dan glucuronic acid). Biasanya melekat pada

proteoglycan. Rantai chondroitin dapat memiliki 100 gula dalam berbagai variasi

posisi dan jumlah. Chondroitin sulfate merupakan struktur komponen utama dari

kartilago dan berfungsi melindungi dari regangan dan benturan (Bertozzi and

Rabuka, 2009).

Struktur kompleks molekul gula dari glycan, disajikan pada Gambar 2.10

yang menggambarkan permukaan sel dan matriks ekstraseluler di antara sel.

Page 35: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

35

Gambar 2.10 Kompleks Molekul Gula dari GlycanMerupakan diversi dari struktur yang membentuk permukaan sel dan matriks

ekstraseluler yang berada di antara sel. Polisakarida ini tampak tersusun seperti

manik-manik yang berwarna-warni yang melekat pada protein (berwarna biru)

dengan ikatan kovalen. Glycan dapat merupakan rantai linier (GAG) atau

memiliki cabang molekul gula. Glycan dibentuk dalam Golgi. Terdapat vesikel

lipid yang mengangkut glycan yang sudah dimodifikasi menjadi protein ke

permukaan sel (Bertozzi and Rabuka, 2009).

Page 36: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

36

Perkembangan teknologi terbaru untuk mengeksplorasi struktur rantai gula

dipelajari dalam cabang ilmu yang disebut Glycobiology. Istilah ini pertamakali

dikenalkan oleh Rademacher, Parekh, dan Dwek pada tahun 1988 untuk

menunjukkan pengetahuan modern tentang kimia karbohidrat dan biokimia serta

biologi molekuler dari glycan. Sampai saat ini istilah tersebut tetap digunakan

(Rademacher et al., 1988).

Ilmu ini terutama mempelajari tentang struktur, biosintesis dan biologi dari

saccharide (rantai gula atau glycan). Saat ini merupakan dasar ilmu bagi

perkembangan bioteknologi, farmasi dan laboratorium. Glycobiology sangat

bergantung pada disiplin ilmu genetika molekuler, biologi sel, fisiologi dan kimia

protein (Bertozzi and Rabuka, 2009).

Dalam perkembangan Glycobiology akan dibahas lebih jauh tentang peran

utama molekul kompleks karbohidrat dalam komunikasi sel. Paradigma sentral

dari biologi molekuler modern adalah tentang alur informasi dari DNA ke RNA.

Konsep utama dari informasi ini bukan hanya presisi dalam template-driven tetapi

juga kemampuan memanipulasi tiap kelas molekul berdasarkan pengetahuan

tentang pola urutan homologi dan hubungannya dengan fungsi dan evolusi.

Dengan selesainya urutan genom manusia (human genom project) dan

pengetahuan berbagai model organisme akan menjadi salah satu pengetahuan

yang sangat berharga bagi perkembangan sistem biologi (Bertozzi and Rabuka,

2009).

Page 37: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

37

2.11 Jalur Komunikasi Glycan

Merupakan petunjuk komunikasi yang penting bagi perkembangan sel

dan jaringan serta fungsi fisiologisnya (Bertozzi and Rabuka, 2009)

Untuk menunjukkan peran glycan dalam komunikasi sel dapat digambarkan

dengan salah satu contoh sebagai berikut. Salah satu interaksi protein dan GAG

adalah fibroblast growth factor akan menerima sinyal dari GAG sehingga

fibroblast growth factor dapat berinteraksi dengan reseptornya pada permukaan

sel. Pengikatan growth factor pada reseptornya merupakan gerakan akibat sinyal

kaskade yang berakhir dalam nukleus sel dan memicu gen yang memodulasi

proliferasi sel. Untuk mempercepat sinyal bertingkat ini reseptor pada permukaan

sel harus berubah struktur yaitu dengan melekat pada reseptor kedua (glycan)

secara simultan (Esko and Linhardt, 2009). Jenis GAG yang terbanyak pada

dermis adalah hyaluronic acid (HA) atau hyaluronan (Gambar 2.12) (Varki, et al.

2009).

Volume HA yang besar berhubungan dengan kandungan air dan hidrasi kulit,

kemampuan memelihara kegiatan sel. Kadarnya meningkat pada aktivitas

proliferasi, regenerasi dan penyembuhan luka (wound healing). Dengan demikian

Page 38: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

38

HA memiliki potensial sebagai anti penuaan. HA terutama diproduksi dalam

mesenkim jaringan konektif dan paling banyak oleh fibroblas. Dapat mencapai

sirkulasi darah melalui saluran limfatik (Neudecker et al., 2004).

Gambar 2. 12 Biosintesis HA

Biosintesis HA oleh HA synthase (HAS) terjadi dengan penambahan gula (N-

acetyl-glucosamine/GLcN and glucuronic acid/GlcA) pada akhir polimer. M++

adalah metal ion cofactor, UDP= Uridine Diphosphat (Varki and Sharon, 2009).

HA terdiri atas disakarida yang berulang yang disusun oleh N-

acetylglucosamine (GlcN) dan glucuronic acid (GlcA) dan membentuk matriks

yang menghidrasi. Berperan pada pertumbuhan sel, berfungsi sebagai reseptor

membran dan adhesi sel. Dalam produk kosmetik, HA berfungsi sebagai

humektan (Neudecker et al., 2004).

HA terutama terdapat ekstraselular pada lapisan stratum spinosum dan

stratum granulosum. Sedangkan pada lapisan basal HA didapatkan terutama

Page 39: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

39

intraselular (Tammi et al., 1991). HA pada dermis lebih banyak dibandingkan

dengan pada epidermis. HA total terutama didapatkan pada kulit sekitar 50 %.

Kadarnya lebih banyak pada dermis papila dibandingkan pada dermis retikuler

(Neudecker et al., 2004).

Perkembangan genetika molekuler dan kemajuan dalam human genom

project disempurnakan dengan pengetahuan tentang metabolisme HA. HA

disintesis oleh HA syntases (HAS), sedangkan enzim yang memiliki peran dalam

reaksi katabolik adalah hyaluronidase. HA memiliki reseptor yang mengontrol

sintesis HA, deposisi, menyusun sel dan protein tertentu dan kemudian

mendegradasinya (Varki and Sharon, 2009).

2.8 Filagrin dan Kulit Kering

Di luar mekanisme kompleks yang disebutkan di atas, terdapat beberapa

orang yang menderita kekeringan kulit sekalipun terlepas dari pengaruh stres

lingkungan, udara dingin, kering, angin, kerusakan akibat detergen dan lain-lain.

Hal ini menunjukkan terdapat juga peranan intrinsik dalam menentukan terjadinya

kekeringan kulit (Irvine and Mc Lean, 2006).

Filagrin merupakan protein yang penting dalam kulit dan mempunyai efek

dominan terhadap resistensi stres. Kadar filagrin dalam kulit menjadi penentu

terjadinya kekeringan kulit.

Page 40: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

40

2.8.1 Genotip filagrin sebagai penentu utama kecenderungan kulit kering

Filagrin dikode oleh gen profilagrin yang terletak pada kompleks diferensiasi

epidermal lokus 1q21 pada kromosom 1 bersama dengan gen yang terlibat dalam

proses diferensiasi epidermal lainnya. Gen ini mengkode sejumlah protein

prekursor yang disebut profilagrin terdiri atas 10-12 protein filagrin yang

bergabung dengan ikatan peptida (Scott, 2005).

Profilagrin disintesis dalam jumlah besar pada permukaan luar epidermis,

33% diproduksi dalam stratum granulosum. Filagrin memiliki komposisi asam

amino histidin dan arginin. Profilagrin berkumpul di dalam sel membentuk granul

keratohialin dan merupakan salah satu protein yang sensitif terhadap protease

(Irvine and Mc Lean, 2006).

2.8.2 Filagrin dan Natural Moisturizing Factor

Pada saat stratum korneum bergerak ke permukaan kulit, maka akan terpajan

dengan kondisi yang kering. Aktivitas air akan menurun di bawah 95%. Pada saat

ini protease dalam stratum korneum menjadi aktif dan secara lengkap akan

mendegradasi filagrin menjadi asam amino individual. Proses ini dipicu oleh

peningkatan konsentrasi ion karena sel kehilangan air. Asam amino bebas hasil

pembongkaran filagrin akan mengalami berbagai perubahan. Glutamine akan

kehilangan ammonia dan berubah menjadi pyrrolidone carboxylic acid melalui

reaksi non enzimatik, histidine kehilangan ammonia akibat pengaruh enzim

histidine ammonia lyase kemudian akan memproduksi urocanic acid (Scott,

2005).

Page 41: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

41

Proses ini sangat penting bagi stratum korneum, pyrolidone carboxylic acid

bersifat sangat higroskopik sehingga dapat menarik air dalam kondisi kering

sekalipun. Pembentukan kompleks asam amino yang disebut sebagai NMF ini

membuat stratum korneum tetap terhidrasi (Irvine and Mc Lean, 2006).

2.8.3 Fungsi filagrin

Dalam proses keratinisasi, filagrin mempunyai fungsi (Irvine and Mc Lean,

2006) :

a. Mengagregasi keratin sehingga menjadi struktur matriks yang close-

packed

b. Mengkatalisa ikatan disulfida di antara keratin

c. Membentuk NMF

d. Membentuk acid mantle kulit

e. Memproduksi urocanic acid yang berperan dalam imunomodulator

dan sebagai tabir surya

Page 42: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

42

Gambar 2. 13 Filagrin

Akibat mutasi homozigot, kulit tidak memiliki filagrin. Immunostaining dengan

filaggrin repeat domain mAb 15C10 (Novocastra, Newcastle upon Tyne, United

Kingdom) menunjukkan granula keratohialin pada kulit normal (kiri) berbeda

kontras dengan hilangnya lapisan granulosum pada individu homozigot yang

kehilangan filagrin (kanan). Pasien remaja ini menderita iktiosis vulgaris dan

dermatitis atopik yang sedang sampai berat sejak bayi (Irvine and Mc Lean,

2006).

2.9 Proses Deskuamasi

Proses deskuamasi yang normal merupakan hal yang penting dalam menjaga

fungsi stratum korneum yang normal, kohesi stratum korneum dan peran enzim

proteolitik mempengaruhi proses ini (Chu et al., 2003).

Bagian yang mengendalikan proses deskuamasi adalah intercellular space

dari stratum korneum karena didalamnya mengandung campuran lipid complex

yang menyusun struktur protein, enzim, dan nonstructural protein, substansi

Page 43: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

43

dengan berat molekul rendah dan berbagai derajat hidrofilik yang berinteraksi

dengan rendahnya kadar air (Egelrud, 2000).

Pada kondisi menurunnya kadar air dalam stratum korneum, maka enzim

yang merusak desmosom menurun sehingga proses deskuamasi terganggu.

Permukaan kulit akan tampak kasar dan dan kering (Orth and Appa, 2000).

Desmosom memperantarai kontak antar sel stratum korneum bentuknya bulat

oval dengan diameter 0,2 – 1 mm. Berikatan dengan intracellular keratin filament

dan glycoprotein. Corneodesmosome berikatan dengan intercellular keratin

filament yang lebih padat, degradasi corneodesmosome akibat reaksi enzim

proteolitik stratum corneum chymotriptyc enzyme (SCCE) akan menyebabkan

terjadinya proses deskuamasi karena menurunkan kohesi stratum korneum (Simon

et al., 2002).

Kegagalan desmosom menyelesaikan program self destruction pada proses

deskuamasi akan mengakibatkan kulit bersisik. Bila stratum korneum mengalami

penurunan water-binding capacity, maka elastisitas kulit akan menurun (Scott,

2005).

Page 44: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

44

Gambar 2. 14 Proses Deskuamasi.

Deskuamasi atau eksfoliasi merupakan proses pada stratum korneum yang sangat

kompleks dan sampai saat ini baru sebagian yang terungkap. Telah diketahui

beberapa enzim yang merusak corneodesmosomes dengan pola spesifik, tetapi

belum diketahui sifat alami dari enzim ini dan bagaimana mulai mengaktivasi

proses eksfoliasi ini sekalipun diketahui bahwa air dan pH berperan penting

terhadap aktivitas enzim ini (Brannon, 2007).

2.10 Kadar Air Pada Stratum Korneum dan Hidrasi Kulit

Pengukuran hidrasi stratum korneum untuk meneliti biofisik dan fungsi sawar

kulit sangatlah penting artinya. Dengan memonitor parameter ini dapat secara

efisien menjadi dasar dalam mencegah kambuhnya penyakit kulit dan membantu

mengevaluasi efektivitas pengobatan kulit (Primavera et al., 2005).

Page 45: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

45

2.10.1 Hidrasi kulit

Selain sebagai sawar yang melindungi dari pengaruh luar, stratum korneum

juga mencegah hilangnya molekul endogen termasuk kehilangan air dari lapisan

dalam epidermis. Kulit kering tidak berarti berlawanan dengan kulit berminyak,

lawan dari kulit kering adalah kulit yang tidak kering sedangkan kulit berminyak

lawannya adalah kulit yang tidak berminyak, sehingga pengukuran produksi

sebum tidak dapat mengukur kekeringan kulit (Kligman, 2000).

Sejak tahun 1980 dikenal alat korneometer yang dapat mengukur kadar air

dalam kulit. Prinsip pengukuran korneometer berdasarkan kapasitans dari media

dielektrik. Setiap perubahan pada dielektrik yang diakibatkan variasi hidrasi kulit

akan mengubah kapasitans pada kapasitor pengukur. Keunggulan prinsip

pengukuran ini adalah tidak dipengaruhi oleh kondisi permukaan kulit di luar

hidrasi kulit, dan dapat mengukur perubahan tingkat hidrasi kulit serta hanya

membutuhkan waktu yang singkat dalam pengukuran. Pengukuran ini secara tidak

langsung mengukur fungsi sawar kulit (Heinrich et al., 2003)

Kulit yang menua ditandai dengan perubahan histopatologi dan biologi. Hal

yang mempengaruhi keadaan ini adalah peningkatan ukuran korneosit,

peningkatan ketebalan stratum korneum akibat akumulasi korneosit yang

disebabkan gangguan deskuamasi. Dengan bertambahnya usia, berbagai lipid

barrier utama menurun sehingga fungsi sawar kulit juga menurun dan terjadilah

kekeringan kulit (Fore, 2009).

Page 46: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

46

Gambar 2. 15 Pengukuran Hidrasi Kulit dengan Korneometer

Probe yang digunakan merupakan bahan elektronik yang berkualitas dan stabil

terhadap perubahan temperatur serta tidak dipengaruhi oleh fluktuasi sumber

listrik. Adanya pegas pada probe membuat penekanan pada permukaan kulit tetap

konstan. Luas permukaan probe 49 mm2 memudahkan pengukuran pada semua

bagian tubuh dan mudah dibersihkan. Seluruh kaliberasi data ada pada probe

(Heinrich et al., 2003).

Hidrasi kulit dan TEWL merupakan pengukuran non invasif yang penting

dalam dermatologi dan kosmetologi karena nilai pengukuran TEWL dan kadar air

stratum korneum dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan efikasi

berbagai produk yang dioleskan pada kulit terutama pelembab (Pedersen and

Jemec, 2006). Pengukuran kelembaban kulit dengan korneometri lebih mudah dan

lebih reliabel dibandingkan dengan pengukuran TEWL (Heinrich et al., 2003).

Page 47: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

47

2.10.2. Transepidermal water loss (TEWL)

TEWL mencerminkan penguapan dari permukaan kulit. Salah satu

karakteristik kulit yang sehat adalah perbandingan yang proporsional antara

TEWL dan hidrasi kulit (Primavera et al., 2005).

Pengukuran TEWL hanya valid di dalam batas lapisan yang mengalami difusi

pada tubuh manusia yang kedalamannya sekitar 10 -30 µm pada kondisi normal.

Sensitivitas instrumen juga dapat mengganggu hasil pengukuran TEWL (Black et

al., 2005).

Usia tidak terlalu banyak mempengaruh TEWL, tetapi pada periode

kehidupan tertentu dapat terjadi perubahan yang bermakna, misalnya pada bayi

prematur dengan kehamilan kurang dari 30 minggu akan mengalami gangguan

sawar epidermal tetapi dalam beberapa hari setelah kelahiran akan terjadi maturasi

sawar kulit (Primavera et al., 2005).

Pengukuran TEWL menggunakan evaporimeter. Alat ini mempunyai probe

yang mengukur tekanan penguapan air parsial pada dua lokasi di atas permukaan

kulit, 3 mm dan 9 mm dengan bantuan dua pasang humidity transducer dan

thermistor. Perbedaan tekanan penguapan air parsial pada kedua lokasi tersebut

kemudian dikalkulasi dan dinyatakan sebagai gr/m2 per jam. Nilai TEWL normal

adalah antara 2-5 gr/m2 per jam. Nilainya dapat mencapai 90-100 gr/m2/ jam

setelah stripping kulit atau pada keadaan adanya lesi dermatitis atopik (Black et

al., 2005).

Page 48: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

48

2.11 Penuaan pada kulit

2.11.1 Perubahan struktur pada penuaan kulit

Proses penuaan akan berlangsung heterogen pada tingkat struktur jaringan,

sel dan subseluler. Penuaan secara global terjadi pada seluruh tubuh dimulai pada

usia 30-45 tahun. Terdapat berbagai variasi regional dalam seluruh tubuh.

Berbagai organ akan menunjukkan manifestasi penuaan yang berbeda

tingkatannya. (Gerald et al., 2010)

Perubahan ketebalan dan karakteristik lain pada kulit tampak pada gambar di

bawah ini.

Gambar 2.16 Perubahan Ketebalan Kulit pada Penuaan (Farage et al., 2007)

Kulit dewasa akan menipis secara progresif dengan berjalannya waktu. Kulit

yang tidak terpajan sinar matahari akan menipis sampai 50% antara usia 30-80

tahun. Tetapi yang paling mencolok adalah penipisan kulit pada area yang

terpajan yaitu, pada wajah, leher, bagian atas dada, tangan dan lengan. Penipisan

Page 49: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

49

epidermis terjadi 6,4% per 10 tahun. Penipisan kulit lebih cepat terjadi pada

wanita dibandingkan pria (Farage et al., 2010).

Penipisan vaskuler dan seluler lapisan dermis juga berlangsung sesuai usia.

Penurunan lapisan kolagen dan elastin adalah hal yang paling utama menipiskan

kulit secara total. Pada postmenopause penipisan ketebalan kulit terjadi 1,1 % per

tahun paralel dengan penurunan kolagen 2% per tahun. Sedangkan pada membran

basal justru akan meningkat dengan penuaan (Vázquez et al., 1996).

1. Epidermis

Jumlah sel epidermis dan turn over epidermal rate akan menurun.

Perubahan karakteristik akan terjadi pada setiap tipe sel epidermis. Sel

basal ukurannya menjadi hampir tidak sama sekalipun rata-rata ukuran sel

justru meningkat. Keratinosit menjadi lebih pendek dan datar, korneosit

menjadi lebih besar akibat penurunan turn over epidermal (Brégégère et

al., 2003). Berbagai perubahan yang terjadi pada struktur kulit yang menua

ditampilkan pada tabel 2.1 (Farage et al., 2010)

Page 50: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

50

Tabel 2.1 Perubahan pada Struktur Kulit Menua

Lapisan kulit Efek pada kulit yang menua

Penurunan kadar lipid

Epidermis Pendataran dermal-epidermal junction

Jumlah melanosit yang aktif secara enzimatik menurun 8-20% per 10 tahun

Penurunan jumlah sel Langerhans

Penurunan kapasitas reepitelisasi

Peningkatan jumlah pori-pori

Dermis Atrofi (penipisan kulit)

Penurunan vaskularitas dan elastisitas

Penurunan sintesis kolagen

Degenerasi korpuskulum Meissner dan Paccini

Perubahan struktur kelenjar keringat dan jumlah kelenjar yang berfungsi menurun

Penurunan serabut elastin

Penurunan jumlah pembuluh darah

Penurunan jumlah akhiran syaraf

Hipodermis Perubahan distribusi lemak subkutan

Penurunan volume secara keseluruhan

Lain-lain Penurunan pigmen rambut

Penipisan rambut

Penurunan kelenjar minyak

Abnormalitas kuku

Produksi sebum menurun

(Sumber: Farage at al,. 2010)

Page 51: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

51

Sel Langerhans menjadi heterogen dan jumlah serta dendritnya berkurang

sehingga imunitas kulit berkurang. Sekalipun jumlah kelenjar sebasea

tidak berkurang tetapi produksi sebum menurun. Dengan demikian maka

kadar air dalam stratum korneum kulit menua akan lebih rendah

dibandingkan kulit yang muda. Sesuai dengan bertambahnya usia maka

komposisi asam amino juga berubah dan mengakibatkan NMF berkurang

disertai penurunan water binding capacity. Keadaan inilah yang juga

memperlambat terjadinya proses deskuamasi dan menyebabkan

permukaan kulit menjadi kering dan kasar. Sawar kulit sangat bergantung

pada kandungan dan susunan lipid pada stratum korneum. Total lipid akan

berkurang sampai 65% pada kulit yang menua. Kadar ceramide terutama

linoleat sangat menurun. Demikian juga sterol ester pada lipid kulit.

Karena kadar air yang menurun pada stratum korneum maka TEWL juga

ikut menurun (Gunin et al., 2010)

2. Dermis

Komponen utama dermis adalah komponen ekstraseluler berupa kolagen,

elastin dan asam hialuronat. Kolagen akan menurun kadarnya seiring

dengan meningkatnya enzim metalloproteinase yang menghancurkan

kolagen. Sintesis kolagen dan enzim yang mensintesis kolagen akan

menurun. Susunan kolagen menjadi tidak beraturan dan elastin mengalami

kalsifikasi. Komposisi GAG menurun sehingga water binding capacity

juga menurun. Jumlah sel mast dan fibroblas yang menurun

mengakibatkan penyembuhan luka terhambat (Farage et al., 2010).

Page 52: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

52

3. Subkutan

Secara umum volume lemak subkutan menurun dengan penuaan sekalipun

proporsi lemak subkutan pada bagian tubuh tertentu meningkat sampai

usia 70 tahun. Distribusi lemak menurun pada wajah, tangan dan kaki

sedangkan pada paha perut dan pinggang relatif meningkat. Secara

fisiologis fungsi termoregulasi pada organ internal akan meningkat

(Farage et al., 2010).

2.11.2 Perubahan Fisiologis

Secara fisiologis terdapat berbagai perubahan pada kulit yang menua sebagai

berikut:

1. Perubahan biokimia

Sintesis vitamin D berkurang akibat berkurangnya sintesis prekursor 7-

dehydrocholesterol menurun. Kondisi pH kulit tetap konstan 5,5 sampai

usia 70 tahun kemudian meningkat dengan menurunnya sirkuasi darah

(Tuohimaa, 2009). Keadaan pH yang asam akan mencegah kolonisasi

bakteri. Peningkatan pH kulit meningkatkan risiko infeksi, alergi dan

iritasi (Gerber et al., 1979).

Penuaan intrinsik sangat dipengaruhi oleh kadar berbagai hormon. Pada

klimakterium dan awal timbulnya penuaan intrinsik berjalan seiring

dengan menurunnya kadar estrogen (Hashizume, 2004).

Page 53: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

53

Peningkatan radiasi UV akibat penipisan lapisan ozon dapat meningkatkan

risiko kerusakan fotooksidatif yang diinduksi oleh Reactive Oxygen

Species (Tetrahedron, 2010).

Gambar 2.17 UVA Menginduksi Stres Oksidatif dan Kerusakan Kulit

Eritema solaris, fotodermatitis, fotoaging dan kanker kulit merupakan efek

dari radiasi sinar UV. WHO memperkirakan antara 2-3 juta kanker kulit

non melanoma dan 130.000 melanoma maligna terjadi setiap tahunnya

(WHO, 2008).

Radiasi UV merupakan generator dari ROS dan reactive nitrogen species

(RNS) yang memegang peranan dalam menimbulkan efek biologis.

Page 54: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

54

Dibawah kontrol antioksidan endogen, spesies ini akan terlibat dalan

pengaturan redox dependent metabolism dalam sel akibat stress UV, tetapi

tidak seimbang sehingga akan menginduksi kerusakan oksidatif yang

terakumulasi dan merupakan faktor risiko fotoaging, fotoimunosupresi dan

fotokarsinogenesis (Setlow et al., 1993).

Yang pertama kali terlibat dalam produksi ROS adalah singlet oxygen

(1O2), superoxide anion (O2•¯) dan hydrogen peroxide (H2O2). singlet

oxygen memegang peranan penting pada jalur ini dan jumlahnya akan

meningkat dalam kulit akibat radiasi UVA. Oksigen ini akan semakin

banyak dengan transfer fotoenergi dari lO2 ( Wood et al., 2006).

Modifikasi akibat ROS dan RNS akan menghasikan mutasi gen dan

perubahan membran sehingga akan menunjukkan ekspresi dari tumor

suppressor gene p53 dan pembebasan ceramide (Grether-Beck et al.,

2000).

2. Permeabilitas

Permeabilitas akan menurun diikuti dengan penurunan absorpsi stratum

korneum pada epidermis dan papilla dermis. Hal ini terjadi akibat

penurunan kadar lipid dan mikrosirkulasi (Davis et al., 1997).

Kemampuan absorpsi perkutan berhubungan dengan komponen hidrofobik

relatif dari lipid kulit sehingga bahan yang bersifat hidrofobik lebih mudah

diabsorpsi dengan kadar lipid kulit yang tinggi. Sebagai contoh, wajah

memiliki kadar lipid kulit 12-15% akan mudah menerima komponen

hidrofobik. Sedangkan telapak kaki memiliki kadar lipid kulit 1-2%

Page 55: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

55

sehingga lebih mudah mengabsorpsi bahan hidrofilik (Wohlrab et al.,

2010).

3. Vaskularisasi dan termoregulasi

Kapiler dan pembuluh darah kecil pada kulit menua mulai kurang

beraturan dan berkurang jumlahnya sehingga reaksi vasokonstriksi otonom

akan menurun. Kemampuan berkeringatpun akan berkurang. Suhu pada

wajah akan lebih rendah dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya

(Farage et al., 2008).

4. Respons terhadap bahan iritan

Respons inflamasi terhadap bahan eksogen menurun pada usia di atas 70

tahun, oleh sebab itu kerusakan kulit dapat terjadi tanpa tanda-tanda klinis

yang jelas. Bahkan tes sensitisasi alergik dapat tidak berarti. Manifestasi

iritasi kulit menurun, uji tempel akan menghasilkan tanda eritematosa,

vesikel, pustul dan edema yang menurun di samping penurunan TEWL

(Farage et al., 2008).

5. Respons imun

Respons imun pada penuaan menurun, jumlah sel Langerhans pada

epidermis menurun 50% pada usia 25-70 tahun. Limfosit total yang

bersirkulasi menurun baik limfosit T maupun limfosit B sehingga

kapasitas fungsionalnyapun menurun. Reaksi terhadap berbagai tes alergi

menurun. Kadar autoantibodi yang bersirkulasi justru akan meningkat

(Sunderkötter et al., 1997).

Page 56: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

56

6. Kapasitas regenerasi dan respons terhadap luka

Pada kulit sehat, satu lapis korneosit akan mengalami deskuamasi setiap

hari. Artinya seluruh stratum korneum akan berganti dalam 2 minggu.

Pada penuaan akan membutuhkan waktu 2 kali lipat. Reaksi perbaikan

memerlukan komposisi 3 lipid kulit utama dengan kadar yang

proporsional. Selain reaksi yang lebih lambat, penyembuhan luka juga

berlangsung dalam waktu yang lebih panjang. Misalnya luka berukuran 40

cm2 pada usia 20 tahun akan menurun dalam waktu 40 hari sedangkan

pada usia 80 tahun akan menyembuh dalam waktu 2 kali lipatnya.

(Worley, 2006).

Penyembuhan luka operasi meningkat 600% pada usia 80 tahun

dibandingkan usia 30 tahun. Hasil penyembuhan luka juga kehilangan

elastisitasnya pada usia di atas 70 tahun. Proses yang menurun pada

penyembuhan luka adalah: remodeling kolagen, proliferasi sel dan

metabolisme sel (Farage et al., 2010).

7. Persepsi neurosensor

Gatal dilaporkan lebih sering dikeluhkan oleh orangtua, sedangkan

persepsi nyeri dan tekanan menurun pada usia lebih dari 50 tahun. Oleh

sebab itu risiko terjadinya luka pada jaringan akan meningkat, karena

sinyal peringatan untuk terjadinya luka adalah nyeri, eritema dan edema

berjalan lambat. Hal tersebut dapat mengakibatkan meningkatnya

morbiditas pada kulit yang menua (Farage et al., 2008).

Page 57: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

57

Berbagai perubahan fisiologis pada kulit yang menua dapat dilihat pada

Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perubahan Fisiologis pada Kulit Menua

Fungsi Perubahan

Sawar kulit TEWL menurun

Persepsi nyeri dan perabaan

Menurunnya sensitivitas sampai usia 50 tahun

Mudah gatal-gatal

Termoregulasi Penurunan kelenjar keringat

Respons terhadap trauma

Repons inflamasi menurun (edema dan eritema)

Penurunan penyembuhan luka

Penurunan reepitelisasi

Mudah terjadi trauma

Permeabilitas Penurunan absorpsi perkutan

Penuruan kelenjar minyak

Penurunan vaskularisasi

Penurunan chemical clearance

Fungsi imun Penurunan jumlah thymus-derived lymphocyte yang bersirkulasi

Penurunan risiko terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat

Lain-lain Penurunan produksi vitamin D

Penurunan elastisitas

(Sumber: Farage et al., 2010)

Page 58: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

58

2.12 Pelembab

Menurut Gabard (1994), pelembab adalah emulsi yang mengandung substansi

aktif yang dioleskan pada kulit dengan tujuan untuk rehidrasi atau regenerasi kulit

kering, kasar dan bersisik akibat xerosis, iritasi atau oleh sebab lain. Sediaan

pelembab adalah, lotion, krim, salep dan bath oil. Pelembab bekerja dengan

komposisi yang bersifat oklusif dan atau humektan seperti halnya komponen pada

NMF.

Komposisi yang bersifat oklusif secara fisik memblokir kehilangan air dari

permukaan kulit (Hannon and Maibach, 2005).

a. Substansi hidrofobik ini akan membentuk lapisan oklusif pada kulit yang

akan menurunkan TEWL dengan mencegah penguapan air.

b. Menjaga kadar lipid barrier kulit.

c. Contoh : petrolatum, beeswax, lanolin.

Komposisi yang bersifat humektan bekerja dengan menarik air ke dalam kulit

(Hannon and Maibach, 2005).

a. Air yang diambil untuk mempertahankan kelembaban kulit berasal dari

lapisan epidermis yang lebih dalam, jarang dari lingkungan.

b. Hidrasi stratum korneum akan menormalkan lipid interselular dan proses

deskuamasi alami

c. Kulit menjadi lebih resisten terhadap kondisi kekeringan.

d. Humektan akan berperan seperti halnya natural hydrophilic humectants

dalam stratum korneum.

Page 59: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

59

e. Yang termasuk humektan antara lain: asam amino, asam laktat, alpha

hydroxy acids, propylene glycol, glycerine dan urea.

f. Beberapa substansi di atas merupakan komponen NMF.

Selain komponen oklusif dan humektan, pelembab juga dapat mengandung:

a. Komposisi bahan aktif lain yang dapat memperbaiki kelembutan kulit

dengan melubrikasi dan mengisi celah antar sel di antara sel yang kering,

yaitu bahan yang bersifat emolien (Simion and Story, 2005).

b. Bahan inaktif yang membantu melarutkan, menstabilkan, mengemulsi

sehingga didapatkan bentuk produk yang nyaman dipakai (Black, et al.

2005).

c. Pada umumnya pelembab mengandung 65-85% air dalam lotion. Air

berfungsi sebagai pelarut bagi bahan aktif dan inaktif. Banyaknya kadar

air juga memudahkan absorpsi dan evaporasi beberapa komponen

pelembab di samping berperan sebagai hydrating agent (Simion and Story,

2005).

d. Pelembab yang berbentuk krim mengandung sedikit air dan lebih banyak

minyak atau bahan oklusif (Black et al., 2005).

e. Salep dengan bahan dasar minyak kadar airnya yang sangat kecil atau

tidak ada akan sangat berlemak dan oklusif (Black et al., 2005).

Dengan mengoreksi rasio 3 komponen utama lipid interseluler (ceramides,

kolesterol, dan asam lemak) pada kulit akan memperbaiki kekeringan. Perlu

penelitian yang lebih lanjut untuk menetapkan rasio yang tepat. Pada kulit yang

Page 60: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

60

menua, terdapat defisiensi kolesterol sehingga perlu formulasi kolesterol yang

lebih banyak untuk formula pelembab pada orangtua (Warner and Boissy, 2000).

Hidrasi yang adekuat bergantung pada adanya campuran intrinsic

hydroscopic water soluble material atau NMF (Irvine and Mc Lean, 2006).

2.11.1 Bahan-Bahan Pelembab

Bahan-bahan dalam formulasi pelembab antara lain:

a. Vaselin: berfungsi oklusif dan emolien, tidak bersifat komedogenik, jarang

menyebabkan alergi, tetapi bila digunakan tanpa campuran akan terasa

lengket, sehingga sebaiknya dicampur dengan bahan lain (Black et al.,

2005).

b. Lanolin: bekerja baik dengan lipid stratum korneum, karena lanolin

mengandung kolesterol yang merupakan bahan penting untuk

pembentukan lipid stratum korneum serta keduanya dapat bergabung pada

suhu kamar. Dapat terjadi sensitisasi terhadap lanolin (Black et al., 2005).

c. Gliserin: bersifat humektan kuat, mempunyai kemampuan menyerap air

(NMF), terbuat dari asam amino, berfungsi menstabilkan dan memberi air

pada membran sel (Black et al., 2005).

d. Urea : Termasuk humektan, mempunyai efek antipruritus ringan, dengan

kadar 3% dan 10% dalam bentuk krim. Sering digunakan dalam terapi

topikal pada penyakit kulit lain misalnya psoriasis, iktiosis, dan dermatitis

atopik. Terdapat efek samping berupa kemerahan, rasa tersengat dan rasa

terbakar terutama pada lesi ekskoriasi yang baru (Black et al., 2005).

Page 61: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

61

e. Propilenglikol : sebagai humektan dan bahan oklusif, tidak berbau,

berbentuk cairan, serta larut dalam air, alkohol dan minyak, mempunyai

efek keratolitik, antimikrobial, dan meningkatkan penetrasi. Efek samping

berupa terjadi dermatitis alergi, iritasi dan rasa terbakar (Yu and Van

Scott, 2005).

f. Kolagen dan Polipeptida lain : kolagen yang mampu melakukan penetrasi

ke dalam stratum korneum adalah kolagen yang mempunyai berat molekul

< 5000 dalton, yang akan melekat pada permukaan kulit sehingga

permukaan menjadi lebih rata dan halus, dan setelah kering akan

memberikan efek mengencangkan kulit yang bersifat sementara (Yu and

Van Scott, 2005).

g. Asam hidroksi alfa maupun beta dapat memudahkan pengelupasan kulit.

Asam alfa hidroksi membantu sintesis lipid interselular terutama sintesis

ceramide (Yu and Van Scott, 2005).

2.11.2 Mekanisme Aksi Pelembab

Pelembab bekerja pada berbagai lokasi pada epidermis, dengan pengolesan

moisturizer akan meningkatkan kandungan air karena terjadi peningkatan absorpsi

per kutan terhadap air. Peningkatan ini terjadi karena adanya substansi yang

mampu menahan air (humektan) sehingga konsentrasi air pada permukaan kulit

meningkat (Johnson and Anthony, 2005).

Page 62: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

62

Gambar 2.18 Hidrasi Kulit Sangat Dipengaruhi oleh Kadar GAG dan Proteoglycans Proteoglycans, Glycoproteins dan Glycosaminoglycans merupakan regulator yang mengaktifkan fungsi sel. Berinteraksi dengan matriks ekstrasel dan memiliki peran biologi yang penting dalam proliferasi (Kligman, 2000).

Mekanisme pelembaban kulit tidak terlepas dari sinyal kaskade yang

memerlukan HA sebagai salah satu reseptor untuk membawa sinyal pada

permukaan kulit agar mempertahankan kelembaban kulit (Bertozzi and Rabuka,

2009).

Page 63: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

63

Pelembab digunakan untuk melembabkan kulit sehingga gejala dan tanda

kekeringan kulit, bersisik, permukaan yang kasar menjadi lembut dan halus.

Pelembab berbeda dengan “barrier cream” yang digunakan untuk melindungi

pajanan bahan kontak yang menyebabkan dermatosis (Kligman, 2000).

Pelembab memiliki manfaat yang tidak saja melembabkan kulit, tetapi juga

dapat mengobati dermatosis kronik seperti dermatitis atopik dan psoriasis karena

dapat memperbaiki kerusakan sawar kulit. Pelembab sering digunakan sebagai

antiinflamasi pada pasien yang diterapi dengan psoralen yang dikombinasi dengan

UVA (PUVA) (Kligman, 2000). Pelembab yang digunakan selama lebih dari 6

bulan sangat efektif untuk mengurangi photodamaged pada kulit wajah (Johnson

and Anthony, 2005).

2.12 Saccharide Isomerates (SI)

SI diproduksi sebagai salah satu jawaban dari perkembangan Glycobiology

untuk mendapatkan mekanisme pelembaban kulit yang efektif. SI merupakan

molekul gula yang dibentuk sedemikian rupa agar menyamai kondisi glycan pada

kulit.

Untuk mendapatkan efek pelembaban kulit yang optimal dengan

menggunakan bahan pelembab topikal, maka barrier-repairing yang dikandung

dalam lipid pada pelembab diupayakan sama dengan lipid intraseluler pada kulit.

Kombinasi asam lemak, ceramide dan kolesterol pada pelembab dapat

memperbaiki kerusakan lipid bilayers akibat sabun, cairan yang iritatif, kondisi

lingkungan yang sangat kering, cuaca dingin dengan mengganti komponen lipid

yang berpengaruh (Warner and Boissy, 2000).

Page 64: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

64

SI merupakan kompleks karbohidrat yang sama dengan yang ada pada

stratum korneum kulit manusia. Berfungsi mempertahankan kelembaban

sekalipun dalam kelembaban udara yang rendah. SI dapat berikatan dengan kulit

sekalipun dalam kondisi pH yang sangat rendah sehingga sangat ideal bila

digunakan bersama dengan bahan pelembab yang mengandung Alpha hydroxy

acid (AHA) (Pentapharm, 2009).   Rumus bangun molekul disaccharide

isomerate disajikan pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19 Rumus Bangun dari Disaccharide Isomerates

Komposisi SI yang sesuai dengan HA berperan sebagai pelembab yang

efektif mengendalikan kelembaban kulit dengan berikatan pada grup asam amino

lisin yang ada pada keratin stratum korneum. Karena ikatannya sangat kuat, maka

akan tetap efektif sekalipun berada pada udara yang kering dan kelembabannya

rendah. SI memiliki ikatan yang kuat dengan stratum korneum yang hanya bisa

terlepas dengan proses deskuamasi, oleh karena itu sangat efektif melembabkan

kulit, di samping itu juga dapat membuat kulit menjadi lebih halus dan tidak gatal

(Pentapharm, 2009).

Page 65: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

65

SI dapat bersifat sebagai komponen oklusif dan humektan. Dalam bahan

pelembab juga dapat mengandung bahan aktif lain yang dapat memperbaiki

kelembutan kulit dengan melubrikasi dan mengisi celah antar sel di antara sel

yang kering, yaitu bahan yang bersifat emolien (Simion and Story, 2005).

Kombinasi SI dan berbagai bahan pelembab berperan mengefektifkan

kelembaban kulit dengan berikatan pada grup asam amino lisin yang ada pada

keratin stratum korneum. Karena ikatannya sangat kuat, maka akan tetap efektif

sekalipun berada pada udara yang kering dan kelembabannya rendah

(Pentapharm, 2009).

Pelembab juga ditambahkan bahan yang mengandung bahan inaktif yang

membantu melarutkan, menstabilkan, mengemulsi sehingga didapatkan bentuk

produk yang nyaman dipakai (Warner and Boissy, 2000).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan produsen Saccharide Isomerate,

sebelum dipasarkan, didapatkan hasil bahwa ikatan SI dengan dengan stratum

korneum. Oleh karena itu hanya bisa terlepas dengan proses deskuamasi, oleh

karena itu sangat efektif melembabkan kulit, di samping itu juga dapat membuat

kulit menjadi lebih halus dan tidak gatal (Pentapharm, 2009).  

Page 66: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

66

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka berpikir

Seiring dengan proses penuaan akan terjadi penipisan epidermis, dermis dan

lemak subkutan. Kulit menjadi kering, dan elastisitasnya berkurang sehingga

mudah mengalami kerusakan, bersisik, gatal dan pecah-pecah (Forbes, 2008).

Etiologi kulit kering didasari oleh berkurang dan atau adanya

ketidakseimbangan lipid termasuk perubahan komposisinya dalam kulit (Schûrer,

2006). Lipid ekstraseluler pada stratum korneum yang berperan sebagai sawar air

disusun oleh >40% ceramide, 25% asam lemak dan 20% kolesterol (Laudanska et

al., 2003).

Kekeringan kulit merupakan masalah bagi jutaan orang dan seringkali

menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan stres psikologis (Egelrud, 2000).

Penderita kulit kering akan bertambah dari waktu ke waktu (Health Grade, 2009).

Faktor yang dapat mempengaruhi komposisi lipid dalam hidrasi dan sawar

kulit adalah:

1. Faktor internal:

a. Genetik: kekurangan protein filagrin menentukan apakah seseorang

akan menderita kekeringan kulit atau tidak (Scott, 2005). Kondisi

lainnya adalah iktiosis vulgaris dan psoriasis (Sybert et al., 1985).

Page 67: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

67

b. Riwayat atopik : Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada

dermatitis atopik terdapat kekurangan ceramide (Imokawa et al.,

1991).

c. Jenis Kelamin: Perbedaan yang utama antara kulit pada pria dan

wanita adalah ketebalannya karena penyebaran rambut pada laki-laki

lebih banyak. Keadaan ini juga yang menyebabkan kulit laki-laki

lebih terlindung dari kerusakan akibat aktivitas enzim kolagenase

dengan adanya radiasi sinar ultra violet (UV) (Draelos, 2006). Kadar

hormon testosteron, estrogen dan progesteron pada wanita dan laki-

laki juga berbeda. Testosteron dan estrogen keduanya

mempengaruhi produksi sebum (Hashizume, 2004).

d. Usia : Sebelum pubertas produksi sebum dan kelenjar ekrin masih

minimal. Hal ini yang mendasari seringnya terjadi kekeringan kulit dan

dermatitis pada anak-anak. Kulit mulai menjadi kering sering dengan

berjalannya proses penuaan (Hashizume, 2004).

e. Menopause (hormonal): Pada usia 40 an, produksi sebum mulai

menurun dan lipid interselular berkurang terutama pada kondisi

menopause. Estrogen yang menurun akan menurunkan kualitas kulit,

menjadi mudah rusak dan kering (Hashizume, 2004).

f. Penyakit kronik: kondisi kronik yang juga menyebabkan kekeringan

kulit di antaranya adalah Diabetes Melitus, penyakit ginjal, uremia,

hipotiroidisme, defisiensi vitamin A, dan keganasan (Health Grade,

2009).

Page 68: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

68

2. Faktor eksternal:

a. Bahan kontak dan iritasi kronik:

Kulit kering dapat disebabkan oleh kerusakan akibat polusi, bahan

kimia dan surfactant. Kulit yang teriritasi fungsinya akan terganggu

sama halnya dengan kondisi penyakit kulit. (Pedersen and Jemec,

2006).

b. Cuaca dan iklim:

Perubahan mendadak pada kelembaban udara akan mempengaruhi

kelembaban kulit (Denda et al., 1998).

c. Gaya hidup (Lifestyle):

Sekalipun tanpa memiliki kelainan kulit, kondisi kulit kering dapat

saja terjadi akibat pengaruh lifestyle. Akhir-akhir ini semakin

meningkat dengan kebiasaan mandi dengan shower dan air panas

yang terlalu sering dilakukan atau berendam dalam air yang

ditambahkan bath salt dan busa sabun. Kondisi lainnya akibat:

gesekan pakaian, kebiasaan bepergian dengan pesawat udara atau

berada di ruang ber AC dalam waktu lama

d. Photoaged :`

Penuaan akibat usia hanya disebabkan oleh kondisi yang

dipengaruhi dengan bertambahnya usia saja, sedangkan photoaging

Page 69: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

69

disebabkan oleh pajanan kronik dan kumulatif terhadap sinar ultra

violet (UV) (Christina et al., 2010).

e. Kebiasaan merawat kulit: kulit yang dijaga kelembabannya dapat

mempertahankan diri terhadap kerusakan akibat proses penuaan

dibandingkan dengan kulit yang kering

Penggunaan pelembab merupakan salah satu upaya untuk menjaga

kelembaban kulit dan mencegah serta mengobati penuaan kulit. Penggunaan

pelembab yang mengandung bahan aktif SI yang merupakan kompleks

karbohidrat mukopolisakarida yang sama dengan hialuronan atau hyaluronic acid

yang ada pada stratum korneum kulit manusia (Pentapharm, 2009). Oleh karena

itu diharapkan dapat memperbaiki kekeringan kulit lebih baik dibandingkan

dengan pelembab biasa.

Page 70: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

70

3.2 Kerangka Konsep

Berdasar rumusan masalah dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun

kerangka konsep sebagai berikut. Hidrasi kulit dipengaruhi oleh faktor internal

dan eksternal. Faktor internal meliputi genetik, riwayat atopik, usia, menopause

(hormonal), penyakit kronik. Faktor eksternal meliputi iklim dan cuaca, suhu,

kelembaban udara, bahan kontak dan iritasi kronik, lifestyle, photoaged, dan

penggunaan pelembab dalam perawatan kulit.

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Internal :- Genetik- Riwayat atopik- Usia- Menopause (hormonal)- Penyakit kronik

Faktor Eksternal :- Iklim dan cuaca- Suhu- Kelembaban udara- Bahan kontak dan Iritasi

kronik- Lifestyle- Photoaged

AGING SKIN

KULIT KERING

PELEMBABdengan :

saccharide isomerates 5 %

HIDRASI KULIT

Page 71: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

71

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan Kerangka Konsep penelitian di atas ditetapkan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

1. Penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab

meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi dibandingkan dengan pelembab

biasa.

2. Penggunaan formulasi pelembab yang ditambahkan saccharide isomerates

5% dapat mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih tinggi dibandingkan

dengan pelembab biasa setelah pemberiannya dihentikan.

Page 72: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

72

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode True experimental dengan

menggunakan rancangan “Pretest-posttest Control Group Design” Campbell &

Stanley, 1963 (Hammersley, 1991).

P0

P1

Gambar 3.2 Disain penelitian

Pada subyek penelitian yang telah dilakukan pembagian sampel secara random menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara double blind. O1 : Pengamatan kelompok kontrol setelah dibebaskan dari pemberian lotion

apapun selama 1 mingguO2 : Pengamatan kelompok kontrol setelah menggunakan lotion pelembab

biasa selama 2 minggu dan setelah bebas 1 minggu O3 : Pengamatan kelompok perlakuan setelah dibebaskan dari pemberian

lotion apapun selama 1 mingguO4 : Pengamatan kelompok perlakuan setelah menggunakan lotion

pelembab dengan SI 5% selama 2 minggu dan setelah bebas 1 mingguP0 : Kelompok kontrol (lotion pelembab biasa)P1 : Kelompok perlakuan (lotion pelembab dengan SI 5%)

Populasi Sampel

O1

O3

O2

O4

Random

Page 73: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

73

Bentuk dan ukuran kemasan lotion sama dengan penjelasan cara pemakaian

yang sama. Pengukuran hidrasi kulit dilakukan sebelum penggunaan pelembab

dan selama pemakaian pelembab. Pengukuran dilakukan 3 kali seminggu.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat penelitian

RS Tk. II Moh. Ridwan Meuraksa,

Jln. Kramat Raya 174, Jakarta.

b. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus-Oktober 2010.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi penelitian

Karyawan wanita RS Moh. Ridwan Meuraksa (MRM), Jakarta yang berusia

30-45 tahun.

Populasi karyawan di RS MRM memiliki kesamaan dalam jadual kerja dan

kegiatan sehari-hari selama menjalankan pekerjaan. Dengan demikian diharapkan

adanya kondisi yang sama pada pemukaan kulit yang akan diteliti.

Page 74: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

74

4.3.2 Kriteria subyek

Karyawan wanita RS Tk. II MRM, Jakarta yang berusia 30-45 tahun, yang

memenuhi kriteria inklusi.

4.3.2.1 Kriteria inklusi

a. Karyawan wanita RS Tk. II MRM, Jakarta berusia 30-45 tahun dan

belum menopause.

b. Memiliki kulit yang sehat, tidak sedang menderita dermatitis.

c. Tidak menderita penyakit kronis.

d. Bersedia mengikuti penelitian sampai selesai dan bersedia dilakukan

pengukuran hidrasi kulit selama penelitian berlangsung serta

menandatangani persetujuan tindakan medik.

4.3.2.2 Kriteria drop out

a. Terjadi efek-efek yang tidak diinginkan seperti alergi terhadap bahan

yang dioleskan.

b. Tidak dapat melanjutkan prosedur penelitian karena sakit atau

berbagai alasan yang lain.

4.4. Penentuan Besar dan Cara Pengambilan Sampel

4.4.1 Penentuan besar sampel minimal :

Penentuan besar sampel minimal subyek penelitian dengan menggunakan

rumus Pocock (2008) :

n= 2σ 2

(μ2−μ1)2 x f (α , β )

Page 75: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

75

n = Besar sampel

μ1 = Rerata hasil pada kelompok kontrol

μ2 = Rerata hasil pada kelompok perlakuan

s = Simpang baku

α = Tingkat kesalahan I (α=0,05)

β = Tingkat kesalahan II (β=0,1)

Sehingga f (αβ) = 10,5 (Tabel 9.1)

Telah dilakukan penelitian pendahuluan pada 10 orang subyek penelitian

(Dewi, 2009).

Pada penelitian pendahuluan ini didapatkan hasil rerata hidrasi kulit pada

kelompok kontrol sebelum menggunakan pelembab (μ1) dan rerata hidrasi kulit

pada kelompok SI 5% sesudah seminggu menggunakan pelembab (μ2) sebagai

berikut:

μ1 = 28,7

μ2 = 40,2

s = 8,6

2(8,6)2

n = __________ x 10,5

(40,2-28,7)2

n = 11,74

Berdasarkan rumus di atas didapatkan sampel minimal tiap kelompok sebesar

11,74. Untuk antisipasi adanya sampel drop out maka ditambahkan 20%,

sehingga jumlah sampel 14,10 masing-masing kelompok. Dengan demikian

sampel minimal adalah 15 orang per kelompok

Page 76: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

76

4.4.2 Cara pengambilan sampel

Sampel diambil dari populasi total yang memenuhi kriteria penerimaan

subyek penelitian.

4.5. Variabel

4.5.1 Identifikasi

1. Variabel internal : Genetik, Riwayat atopik

2. Variabel eksternal : Perawatan kulit, Gaya hidup

4.5.2 Klasifikasi

1. Variabel bebas : Pemberian pelembab dengan saccharide isomerate 5%

2. Variabel tergantung: Peningkatan hidrasi kulit

3. Variabel kendali : Genetik, riwayat atopik, gaya hidup, perawatan kulit

4.5.3 Hubungan antar variabel

(variabel kendali)

Peningkatan Hidrasi Kulit

(Variabel tergantung)

Pelembab dengan SI 5%

(variabel bebas)

Internal

Genetik

Riwayat atopik

Eksternal

Perawatan kulit

Gaya hidup

Page 77: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

77

4.5.4 Definisi operasional

a. Pelembab dengan saccaride isomerates 5% : lotion pelembab yang

mengandung saccharide isomerates 5% diproduksi oleh PT. DCM,

Bekasi.

b. Pelembab biasa: lotion pelembab tanpa penambahan SI 5% diproduksi

oleh PT. DCM, Bekasi.

c. Kulit kering : ditandai dengan menurunnya kandungan air kurang dari

10% pada stratum korneum. Bila di ukur dengan Multi skin test center

MC 750, Germany, maka kriteria kulit kering disesuaikan dengan

petunjuk manual alat ukur, satuannya adalah persen (%).

d. Hidrasi atau kelembaban kulit: kandungan air dalam stratum korneum

yang diukur dengan alat Multi skin test center MC 750, Germany

satuannya adalah persen (%).

e. Tinggi badan : ukuran tinggi badan dalam centimeter dengan pengukur

tinggi badan Microtoise Staturmeter 200 cm.

f. Berat badan : ukuran berat badan dalam kilogram dengan timbangan

berat badan digital merk Camry EB 9005.

g. Usia: masa hidup mulai dari tanggal lahir dengan pembulatan ke atas

bila melebihi 6 bulan, sesuai dengan yang tertulis pada Kartu Tanda

Penduduk.

h. Menopause: tidak adanya menstruasi selama lebih dari 1 tahun tanpa

adanya kelainan biologi dan fisiologi.

Page 78: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

78

i. Genetik : Kondisi genetik yang mempengaruhi kekeringan kulit seperti

halnya iktiosis, psoriasis, dermatitis atopik dan lain-lain.

j. Kelembaban udara: persentase kandungan uap air dalam udara diukur

dengan alat higrometer dengan satuan RH %.

k. Suhu : suhu ruangan tempat bekerja diukur dengan thermometer suhu

ruangan.

l. Cuaca dan iklim: cuaca adalah kondisi sesaat dari keadaan atmosfer,

pengamatan secara rutin jangka panjang, menghasilkan suatu seri data

cuaca yang disebut iklim. Cuaca meliputi penerimaan radiasi matahari

dan lama penyinarannya, suhu serta curah hujan yang mempengaruhi

kekeringan kulit.

m. Riwayat atopik : riwayat atopik pada diri subyek penelitian dan

keluarganya yang ditandai dengan adanya dermatitis atopik, rhinitis

alergik atau asma bronkiale.

Page 79: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

79

n. Perawatan kulit: kebiasaan rutin merawat kulit memakai pelembab.

o. Penyakit kronis : adanya penyakit yang menetap pada diri subyek

penelitian dalam jangka waktu lama dan dapat memburuk dengan

berjalannya waktu (Diabetes Melitus, hipertensi, dan lain-lain).

Menurut US National center for Health Statistic kurang lebih 3 bulan.

p. Photoaged: penuaan yang disebabkan oleh faktor eksternal akibat

sinar matahari. Ditandai dengan kondisi kulit yang kasar, kering,

berkerut dan hiperpigmentasi yang tidak beraturan. Kondisi yang

lebih berat dapat disertai kulit yang hipertrofik atau atrofik, purpura,

dan lesi prakanker

q. Gaya hidup : kebiasaan yang menjadi gaya hidup dan dapat

mengeringkan kulit seperti : merokok, mengkonsumsi kopi, alkohol,

sering berada di ruang ber AC, berjemur di pantai, melakukan

aktivitas di udara terbuka, sering bepergian dengan pesawat udara,

mandi dengan air panas, dan lain-lain.

r. Iritasi kronik: bahan kontak iritan yang dapat menyebabkan

kekeringan kulit karena berkontak secara terus-menerus.

Page 80: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

80

4.6 Bahan Penelitian

Bahan Penelitian adalah:

Kelompok perlakuan : Pelembab dengan saccharide isomerates 5%

Kelompok kontrol : Pelembab biasa (tanpa saccharide isomerates 5%)

Saccharide isomerate yang dipakai adalah :

Nama Dagang : Pentavitin

Kode Produksi : 180-01

Nama Kimia : Aqueous solution of carbohydrates

INCI name : Saccharide isomerates

EU-Labelling name: Saccharide isomerates

Produksi : Pentapharm Ltd, Engelgasse 109, Switzerland

Bentuk fisik : Cairan jernih, kekuningan hampir kecoklatan dan agak

kental

pH :4,0-5,0

Kedaluwarsa : 3 (tiga) tahun

Komposisi :

a. Solvent: air

b. Buffer: citric acid

c. Preservative: none

d. Pewarna/antioksidan: none

Konsentrasi SI yang direkomendasi adalah 3-6% dan penelitian yang

dilakukan produsen menggunakan SI 5%, maka pada penelitian ini juga

menggunakan konsentrasi yang sama.

Page 81: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

81

Pelembab yang dipakai merupakan produksi dari PT. DCM dengan

komposisi: campuran bahan I dan bahan II dikombinasi dengan SI 5%.

Tabel 4. 1

Komposisi Bahan I pada Pembuatan Lotion Pelembab

No. Bahan Baku % Kadar (gram)

ParafPenimbangan Produksi

Fase I

1 Lipowax 3,5 175

2 Emulium Delta 3,5 175

3 Isostearyl Isostearate 3 150

4 DC 200 0,6 30

5 Nipasin 0,16 8

6 Nipasol 0,08 4

7 Octyl

methoxycinnamate

5 250

8 Cetyl Alcohol 4 200

9 Benzphenon 0,5 25

10 TZ 0,38 24

Fase II :

1 Propylene Glycol 3 150

2 Gylcerin 1 50

3 Aqua DM 75,1

8

3759

Page 82: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

82

Tabel 4. 2

Komposisi Bahan II pada Pembuatan Lotion Pelembab

No. Bahan Baku % Kadar (gram)

ParafPenimbangan Produksi

Fase I

1 Lipowax 6 300

2 Cetyl Alcohol 3 150

3 White Oil 3 150

Fase II

1 Natrosol 0,04 2

2 Propylene Glycol 3 150

3 Uniphen 0,5 25

4 Aquadest 75,36 3.768

Fase II

1 DC 200 1 50

2 DC 345 1 50

3 Polyquarternium 39 1 50

4 Vit E 0,1 5

5 Lactic Acid 4 200

6 Glycolic Acid 2 100

Tabel 4. 3

Formulasi Pelembab dengan SI 5% pada Pembuatan Lotion Pelembab

No. Bahan Baku % Kadar (gram)

ParafPenimbangan Produksi

1 Bahan I 20 1000

2 Bahan II 40 2000

3 Aquadest 33,

6

1680

4 Parfum White Musk 0,4 20

5 Aloe Vera 1 50

6 Pentavitin

(saccharide

5 250

Page 83: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

83

Isomerates)

Tabel 4. 4

Pelembab biasa (pelembab tanpa campuran SI 5%)

pada Pembuatan Lotion Pelembab

No. Bahan Baku % Kadar (gram)

ParafPenimbangan Produksi

1 Bahan I 20 1000

2 Bahan II 40 2000

3 Aquadest 38,6 1930

4 Parfum White Musk 0,4 20

5 Aloe Vera 1 50

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur hidrasi kulit adalah

Multi Skin Test Center® MC 750 buatan Jerman. Alat ini dapat mengukur hidrasi

kulit secara non-invasif.

Page 84: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

84

Gambar 4.1 Multi Skin Test Center® MC 750

Instrumen penelitian buatan Jerman yang digunakan pada penelitian ini.

Prinsip kerja alat ini adalah: pengukuran korneometer berdasarkan kapasitans

dari media dielektrik. Setiap perubahan pada dielektrik yang diakibatkan variasi

hidrasi kulit akan mengubah kapasitans pada kapasitor pengukur. Keunggulan

prinsip pengukuran ini adalah tidak dipengaruhi oleh kondisi permukaan kulit di

luar hidrasi kulit, dan dapat mengukur perubahan tingkat hidrasi kulit serta hanya

membutuhkan waktu yang singkat dalam pengukuran. Pengukuran ini secara tidak

langsung mengukur fungsi sawar kulit (Heinrich et al., 2003)

Gambar 4.2 Cara penggunaan alat Multi Skin Test Center® MC 750

Cara penggunaan alat Multi Skin Test Center® MC 750:

a. Disiapkan ruangan untuk melakukan pengukuran yang dilengkapi dengan

AC dengan suhu optimum 20 ̊C untuk mencegah penguapan air dari

Page 85: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

85

permukaan kulit (TEWL) yang berlebihan. Kelembaban udara diupayakan

agar selalu sama dengan melakukan pengukuran pada waktu yang sama.

b. Subyek penelitian yang akan diukur hidrasi kulitnya, berkumpul di

ruangan ini setelah melaksanakan apel pagi. Beristirahat dalam ruangan

selama 5-10 menit sebelum pengukuran.

c. Pengukuran tidak dilakukan di bawah sinar lampu secara langsung.

d. Alat dihubungkan dengan komputer/Laptop dengan meng “install” driver

yang ada.

e. Pengukuran hidrasi kulit dilakukan dengan menggunakan probe

korneometer berukuran 49 mm2. Probe diletakkan pada bagian kulit yang

akan diukur hidrasinya. Selama pengukuran probe tidak boleh bergerak.

Penekanan pada permukaan kulit juga harus sama karena terdapat pegas

yang akan berpengaruh pada hasil pengukuran bila ditekan terlalu dalam.

Sekalipun probe yang digunakan merupakan bahan elektronik yang

berkualitas dan stabil terhadap perubahan temperatur serta tidak

dipengaruhi oleh fluktuasi sumber listrik. Seluruh kaliberasi data ada pada

probe.

f. Permukaan probe selalu dijaga agar tetap kering dan bebas dari kotoran,

air maupun alkohol.

g. Pengukuran diulang-ulang pada tiap lokasi pengukuran dengan jarak 5

detik. Pembacaan hasil akan tertera pada monitor komputer dalam 15 detik

h. Interpretasi hasil pengukuran menyesuaikan dengan petunjuk manual

(Courage and Richter, 2005). Tetapi hasilnyapun dapat bervariasi.

Page 86: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

86

Tabel 4.5 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Hidrasi Kulit Berdasarkan Petunjuk

Manual Multi Skin Test Center® MC 750:

Kriteria Dahi, kulit kepala, pipi, kelopak mata, sudut bibir, bagian tubuh atas, punggung, leher

Lengan, tangan, tungkai, siku

Sangat kering < 50 <35

Kering 50-60 35-50

Lembab >60 >50

(Sumber: Courage and Richter, 2005)

4.8 Prosedur Penelitian

a. Mengumpulkan populasi sampel penelitian

Populasi sampel adalah karyawan wanita RS Tk. Moh. Ridwan

Meuraksa (MRM), Jakarta yang berusia 30-45 tahun dan belum

menopause. Subyek penelitian dipilih dari populasi sampel penelitian

yang memenuhi kriteria inklusi. Diberikan penjelasan kepada populasi

sampel penelitian tentang prosedur pelaksanaan penelitian.

b. Pengisian persetujuan tindak medis

Populasi sampel penelitian yang bersedia mengikuti penelitian

diminta untuk menandatangani informed concent. Persetujuan tindak

medis (informed concent) merupakan pernyataan persetujuan subyek

untuk ikut serta dalam penelitian setelah diterangkan maksud, tujuan,

cara, keuntungan, dan kemungkinan kerugian bila subyek ikut dalam

penelitian. Tindak medis yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik,

Page 87: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

87

pemakaian lotion pelembab setiap hari sampai penelitian berakhir dan

pengukuran hidrasi kulit dengan instrument multi skin test center MC

750.

c. Pengisian status penelitian

Status penelitian meliputi: anamnesis, pemeriksaan fisis, diagnosis:

Anamnesis meliputi :

1) Identitas :

(a) Nama :

(b) Tempat/tanggal lahir :

(c) Alamat :

(d) No. telp : Rumah : HP :

(e) Status perkawinan :

(f) Suku :

(g) Jenis pekerjaan :

2) Anamnesis tentang :

(a) Ada tidaknya keluhan kekeringan kulit

(b) Kebiasaan merawat kulit: penggunaan pelembab, sabun

mandi, dan lain-lain.

(c) Riwayat pajanan dengan bahan iritan: sabun cuci,

alkohol, bahan kontak lain.

(d) Ada tidaknya gejala klinis kekeringan kulit

(e) Riwayat Penyakit Dahulu : Kekeringan kulit, gatal-gatal

yang sering berulang, status atopikus : Dermatitis

Page 88: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

88

atopik, Rhinitis alergik, Asma bronkiale, Diabetes

melitus, Hipertensi, kelainan kelenjar tiroid dan lain-

lain.

(f) Riwayat Penyakit Keluarga : Status Atopikus:

Dermatitis atopik, Rhinitis alergik, Asma bronkiale,

Diabetes melitus, Hipertensi dan lain-lain

3) Pemeriksaan :

a) Status Generalis

b) Status Dermatologikus

4) Diagnosis :

(a) Apakah didapatkan kekeringan kulit

(b) Apakah didapatkan diagnosis penyakit kulit yang lain

5) Subyek penelitian yang menderita penyakit kulit diobati terlebih

dahulu hingga menyembuh baru diikutkan dalam penelitian.

d. Pengambilan foto dokumentasi.

e. Pengukuran hidrasi kulit sebelum pemakaian pelembab setelah

seminggu sebelumnya tidak mengoleskan bahan apapun pada kulit dan

menggunakan sabun mandi yang telah diberikan serta mandi dengan air

dingin.

f. Pemberian pelembab kepada subyek penelitian

1) Kelompok penelitian : mendapat lotion pelembab dengan

saccharide isomerate 5%.

2) Kelompok kontrol : mendapat lotion pelembab biasa.

Page 89: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

89

3) Cara pemakaian: pelembab dioleskan ke permukaan kulit lengan

dan tungkai dua kali sehari setiap habis mandi secara merata

selama 14 hari.

4) Pemeriksaan hidrasi kulit dilakukan 3 kali seminggu di ruang

Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Tk. II MRM. Lokasi pengukuran

hidrasi kulit adalah lengan atas, lengan bawah, tungkai atas dan

tungkai bawah.

g. Penghentian pemberian pelembab

Pemberian pelembab pada kedua kelompok dihentikan dan tetap

dilakukan pengukuran hidrasi kulit pada keempat lokasi pengukuran

selama 3 kali dalam seminggu.

h. Analisis data penelitian

Dilakukan analisis data hasil pengukuran hidrasi kulit sebelum

pemberian pelembab, pada saat pemberian pelembab selama 2 minggu

dan pada saat pemberian pelembab dihentikan.

Page 90: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

90

4.9. Alur Penelitian

Gambar 4.3 Gambar Alur Penelitian

Pengukuran hidrasi kulit selama tanpa pelembab 3x seminggu dalam 7 hari

Pelembab biasa (-) Pelembab dengan SI 5% (-)

Karyawan wanita RS Tk. II MRM

(30-45 tahun)

Data

Pengukuran hidrasi kulit selama pemakaian pelembab 3x seminggu dalam 14 hari

Penentuan subyek penelitian

Pelembab biasa (+)

Mengisi informed consent Mengisi data penelitian

AnamnesisPemeriksaan fisis

Diagnosis

Pelembab dengan SI 5% (+)

Analisis

Data

Pengukuran hidrasi kulit sebelum penelitian

Page 91: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

91

4.10 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Analisis deskriptif untuk data karakteristik dasar subyek penelitian yng

meliputi umur, berat badan, tinggi badan.

b. Dari anamnesis subyek penelitian didapatkan faktor internal yang

mempengaruhi kelembaban kulit adalah kondisi atopik dan faktor

eksternal yang berpengaruh adalah kebiasaan merawat kulit. Dilakukan uji

Chi-Square (tabulasi silang 2x2) agar dapat diketahui perbedaan

penyebarannya pada masing-masing kelompok.

c. Dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap data hasil pengukuran

hidrasi kulit dan didapatkan data berdistribusi normal (p>0,05).

d. Dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji Levene’s test terhadap

data hasil pengukuran hidrasi kulit pada kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan. Hasilnya menunjukkan data homogen (p > 0,05).

e. Untuk mengetahui apakah terdapat efek penggunaan pelembab pada

keempat lokasi pengukuran terhadap hidrasi kulit pada masing-masing

kelompok, dilakukan uji komparatif dengan paired-sample t test.

f. Untuk uji hipotesis, dilakukan uji komparatif dengan independent-sample t

test terhadap persentase hidrasi kulit kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan.

g. Dari hasil pengukuran hidrasi kulit pada keempat lokasi pengukuran

didapatkan perbedaan sejak awal penelitian. Untuk itu dilakukan analisis

kemaknaan dengan uji One Way Anova untuk membandingkan persentase

Page 92: TESIS S2 PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK KEKHUSUSAN ANTI AGING MEDICINE FK-UNUD

92

hidrasi kulit pada keempat lokasi pengukuran tersebut. Analisis dilakukan

baik pada kelompok kontrol maupun kelompok SI 5%.

h. Data diolah dengan Program Statistic Base SPSS 13.0 for Windows

(Trihendadi, 2005)