tesis - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/rachmat rifky...

79
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TERHADAP MANAJEMEN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURAL DI SMKN 1 KOTA BENGKULU TESIS Diajukan kepada Program Pasca Sarjana IAIN Bengkulu untuk memenuhi salah satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M.Pd) Oleh : RACHMAT RIFKY SEPTIAN NIM. 217.302.0965 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM PASCA SARJANA (S2) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU TAHUN 2019

Upload: others

Post on 01-Nov-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

TERHADAP MANAJEMEN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BERBASIS MULTIKULTURAL

DI SMKN 1 KOTA BENGKULU

TESIS

Diajukan kepada Program Pasca Sarjana IAIN Bengkulu

untuk memenuhi salah satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister

Pendidikan (M.Pd)

Oleh :

RACHMAT RIFKY SEPTIAN

NIM. 217.302.0965

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM PASCA SARJANA (S2)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) BENGKULU

TAHUN 2019

Page 2: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi
Page 3: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi
Page 4: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi
Page 5: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

MOTTO

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam

keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi

(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-

sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.

(Ali-Imran : 191).

Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu

(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat

dan dia banyak menyebut Allah.

(Al-Ahzab : 21).

Page 6: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah Wasyukurillah, dengan segala kerendahan hati serta lindungan Allah SWT

dengan hormatku tesis ini saya persembahkan untuk :

Kedua orang tuaku, ayahanda Mucshin, S.Ag (Alm) dan ibunda Hj. Lismawati, S.Pd

yang sangat kucinta, yang telah memberikan dukungan dan do’a selama ini semoga tetap

dalam lindungan Allah SWT.

Para guru SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, serta para dewan guru yang lainnya, yang telah

membantu saya dalam pembuatan tesis ini.

Siswa-siswi SMK Negeri 1 Kota Bengkulu. Yang telah banyak membantu dalam

berbagai hal selama saya melakukan penelitian.

Seluruh rekan-rekan Pendidikan Agama Islam (PAI) A angkatan 2017 Pasca Sarjana

IAIN Bengkulu yang telah banyak membantu dalam suka maupun duka.

Seluruh dosen dan karyawan Pascasarjana IAIN Bengkulu yang telah banyak membantu

dalam memberikan banyak sekali pelajaran yang berguna untuk masa depan peneliti

nantinya.

Masa Depan dan Almamaterku.

Page 7: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

ABSTRAK

“IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

TERHADAP MANAJEMEN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BERBASIS MULTIKULTURAL DI SMKN 1 KOTA BENGKULU”

Penulis

RACHMAT RIFKY SEPTIAN

NIM. 217.302.0965

Pembimbing

I: Prof. Dr. H. Rohimin, M. Ag, II ; Dr. ALI AKBAR JONO, S.Ag., M.Pd.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana nilai-nilai dalam pelaksanaan

pendidikan multikultural apa saja di SMKN 1 Kota Bengkulu, Mengetahui strategi dan

model apa saja yang dilakukan oleh guru pendidikan agama islam dalam

menanamkan nilai-nilai multikultural di SMKN 1 Kota Bengkulu. Jenis penelitian ini adalah

penelitian lapangan dengan menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan deskriptif

yaitu memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai dengan data

yang dikumpulkan. Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data-

data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati. Hasil penelitian menunjukan bahwa Implementasi Pendidikan Agama Islam (PAI)

Berwawasan Multikultural di SMK Negeri 1 Kota Bengkulu merupakan sekolah yang

bernuansa multikultural. SMK ini mewadahi siswa dan guru yang memiliki latar belakang

yang heterogen baik dari agama yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, dan

khususnya dalam perbedaan aliran atau kepercayaan yang ada dalam agama Islam itu sendiri,

maka dalam mengimplementasikan PAI berwawasan multikultural di SMK Negeri 1 Kota

Bengkulu dilakukan melaluikegiatan pembelajaran di kelas dan melalui kegiatan sekolah di

luar kelas. Implementasi PAI berwawasan multikultural melaluikegiatan pembelajaran di

kelas, di antaranya: a) Doa pagi bersama, b) Memberi kesempatan kepada semua siswa untuk

mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing, c) Bersikap

universal dan tidak membeda-bedakan siswa; d) Memberi keteladanan, e) Menjunjung sikap

menghormati dan menghargai.

Kata Kunci : Implementasi, Manajemen, Pendidikan Agama Islam, Multikultural.

Page 8: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

ABSTRACT

"IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING LEARNING MODEL ON LEARNING MANAGEMENT

OF ISLAMIC RELIGION BASED ON MULTICULTURAL AT SMK 1 KOTA BENGKULU"

Author

RACHMAT RIFKY LIKE

NIM 217,302.0965

The purpose of this study is to find out how the values in the implementation of any multicultural

education in SMK 1 Bengkulu City, Knowing what strategies and models are carried out by Islamic

religious education teachers in instilling multicultural values in SMKN 1 Bengkulu City. This type of

research is field research using qualitative methods, with a descriptive approach that describes in

depth with what it is objectively in accordance with the data collected. Qualitative method as a

research procedure that produces descriptive data in the form of written or oral words from people

and observed behavior. The results showed that the Implementation of Islamic Religious Education

(PAI) with Multicultural Insights in SMK Negeri 1 Bengkulu City was a multicultural nuanced school.

This Vocational School accommodates students and teachers who have heterogeneous backgrounds

both from the religion that has been set by the Indonesian government, and especially in differences

in the flow or beliefs that exist in the religion of Islam itself, so in implementing multicultural insight

PAI in SMK Negeri 1 Kota Bengkulu is carried out through learning activities in the classroom and

through school activities outside the classroom. The implementation of PAI has a multicultural

insight through classroom learning activities, including: a) Morning prayer together, b) Providing

opportunities for all students to get religious lessons in accordance with their respective beliefs, c)

Being universal and not discriminating between students; d) Give an example, e) Uphold respect and

respect.

Keywords: Implementation, Management, Islamic Religious Education, Multicultural.

Page 9: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

الملخص

" فً الثقافات على القائم الإسلامً الدٌن ةإدار تعلم أجل من التعاونً التعلم نموذج تنفٌذ SMKN 1 KOTA BENGKULU"

المؤلف

بالمث شبٌه راشمات

بنجكولو مدٌنة فً الثقافات متعدد تعلٌم أي تنفٌذ فً القٌم كٌفٌة معرفة هو الدراسة هذه من الغرض SMK 1 هً ما ومعرفة ،

1 بنجكولو مدٌنة فً الثقافات متعددة القٌم غرس فً الإسلامٌة الدٌنٌة التربٌة معلمً قبل من تنفٌذها ٌتم التً والنماذج الاستراتٌجٌات

SMKN. موضوعً هو ما بعمق ٌصف وصفً نهج اتباع مع ، النوعٌة الأسالٌب باستخدام المٌدانً البحث هو البحث من النوع هذا

الأشخاص من شفهٌة أو مكتوبة كلمات شكل فً وصفٌة بٌانات ٌنتج بحثً كإجراء النوعٌة الطرٌقة. جمعها تم التً للبٌانات وفقا

الإسلامٌة الدٌنٌة التربٌة تنفٌذ أن النتائج أظهرت. الملاحظ والسلوك (PAI) مدٌنة فً الثقافات متعددة رؤى مع SMK Negeri 1

سواء متجانسة غٌر خلفٌات لدٌهم الذٌن والمدرسٌن الطلاب المهنٌة المدرسة هذه تستوعب. الثقافات متعددة مدرسة كانت بنجكولو

لذلك ، نفسه الإسلام دٌن فً الموجودة المعتقدات أو التدفق فً الاختلافات فً وخاصة ، الإندونٌسٌة الحكومة وضعته الذي الدٌن من

الثقافات المتعددة البصٌرة تنفٌذ فً PAI ًف SMK Negeri 1 Kota Bengkulu ومن الفصل فً التعلم أنشطة خلال من تنفٌذها ٌتم

تنفٌذ. الفصل خارج المدرسٌة الأنشطة خلال PAI فً بما ، الدراسٌة الفصول فً التعلم أنشطة خلال من الثقافات متعددة رؤٌة له

عالمٌة تكون أن( ج ؛ لمعتقداتهم وفقًا دٌنٌة دروس على للحصول الطلاب لجمٌع الفرص توفٌر( ب ، معًا الصباح صلاة( أ: ذلك

والاحترام الاحترام دعم( هـ ، مثالاً أعط( د ؛ الطلاب بٌن تمٌٌزٌة ولٌس .

الثقافٌة التعددٌة ، الإسلامٌة الدٌنٌة التربٌة ، الإدارة ، التنفٌذ: المفتاحٌة الكلمات .

Page 10: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tesis ini. Shalawat beserta salam semoga Alah

SWT, selalu mencurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah

menegakan kebenaran di muka bumi ini.

Tesis berjudul : “IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN

COOPERATIVE LEARNING TERHADAP MANAJEMEN PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURAL DI SMKN 1 KOTA

BENGKULU”. Tesis ini dibuat bertujuan menyusun Tesis guna memperoleh Gelar Magister

Strata Dua Pada Program Studi Pascasarjana Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam

Negeri IAIN Bengkulu. Untuk itu izinkanlah penulis menghaturkan banyak terima kasih

kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. Sirajuddin M., M.Ag., MH selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri IAIN

Bengkulu yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan koreksi kepada

peneliti sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Dr. Ahmad Suradi, M.Pd, selaku Kaprodi Pasca Sarjana IAIN Bengkulu beserta Stafnya,

yang selalu mendorong keberhasilan penulis.

3. Andang Sunarto, M.Kom Ph.D, selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak

memberikan bimbingan, pengarahan, dan koreksi kepada penulis sehingga tesis ini dapat

diselesaikan.

4. Bapak Pembimbing I dan II Bapak Prof. Dr. H. Rohimin, M.Ag dan Dr. ALI AKBAR

JONO, S.Ag., M.Pd yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan koreksi

kepada peneliti sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Page 11: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

5. Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Kota Bengkulu dan

dewan guru serta seluruh karyanwan yang telah memberikan izin dan informasi kepada

peneliti dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Segenap civitas Akademi Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri IAIN Bengkulu.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini jauh dari kesempurnaan, oleh karana itu penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya bermanfaat bagi kita semua terutama

dapat memberikan kontribusi yang positif dalam mengajar siswa. Aamiin.

Bengkulu, 24 Juli 2019

Saya yang menyatakan

RACHMAT RIFKY SEPTIAN

NIM. 217.302.0965

Page 12: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PENGESAHAN PEMBIMBING.................................................................ii

PERNYATAAN KEASLIAN.......................................................................iii

MOTTO..........................................................................................................iv

PERSEMBAHAN...........................................................................................v

ABSTRAK......................................................................................................vi

ABSTRACT....................................................................................................vi

TAJRID...........................................................................................................vii

KATA PENGANTAR....................................................................................ix

DAFTAR ISI...................................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah....................................................................1

B. Identifikasi Masalah..........................................................................8

C. Batasan Masalah................................................................................8

D. Rumusan Masalah.............................................................................8

E. Tujuan Penelitian...............................................................................9

F. Kegunaan Penelitian..........................................................................9

G. Sistematika Pembahasan..................................................................10

BAB II KERANGKA TEORI

A. Landasan Teori..................................................................................12

B. Penelitian Yang Relevan....................................................................45

C. Kerangka Pikir...................................................................................49

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian..................................................................................51

B. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................52

Page 13: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

C. Responden Penelitian.........................................................................52

D. Setting Penelitian...............................................................................52

E. Teknik Pengumpulan Data.................................................................53

F. Teknik Keabsahan Data.....................................................................56

G. Teknik Analisis Data.........................................................................62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian.................................................................66

B. Pembahasan.......................................................................................88

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................................95

B. Implikasi...................................................................................................96

C. Saran.........................................................................................................97

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I

Page 14: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam adat-istiadat dengan beragam ras, suku

bangsa, agama dan bahasa itulah bangsa indonesia. Indonesia adalah salah satu negara

multikultural terbesar didunia.1 Kekayaan dan keanekaragaman agama, etnik dan

kebudayaan, ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi kekayaan ini merupakan khazanah yang

patut dipelihara dan memberikan nuansa dan dinamika bagi bangsa, dan dapat pula

merupakan titik pangkal perselisihan, konflik vertikal dan horizontal. Krisis multidimensi

yang berawal sejak pertengahan 1997 dan ditandai dengan kehancuran perekonomian

nasional, sulit dijelaskan secara mono-kausal.2 Keragaman ini diakui atau tidak, banyak

menimbulkan berbagai persoalan sebagaimana yang kita lihat saat ini. Kurang

mampunya individu- individu di Indonesia untuk menerima perbedaan itu mengakibatkan

hal yang negatif.

Pemahaman keberagamaan yang multikultural berarti menerima adanya keragaman

ekspresi budaya yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan keindahan. Untuk itu maka

sudah selayaknya wawasan multikulturalsisme dibumikan dalam dunia pendidikan kita.

Wawasan multikulturalisme sangat penting utamanya dalam memupuk rasa persatuan dan

kesatuan bangsa sesuai dengan semangat kemerdekaan RI 1945 sebagai tonggak sejarah

berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan demikian, Indonesia

sebagaimana dikuatkan oleh para ahli yang memiliki perhatian besar terhadap Pendidikan

multi etnik, justru menjadikan multikulturalisme sebagai pembelajaran yang

berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi dan

pengelolaan Bhinneka Tunggal Ika yang kurang tepat di masa lalu berelampak pada berbagai

aspek kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Kurangnya pemahaman multikultural

yang komprehensif justru menyebabkan degradasi moral generasi muda. Sikap dan perilaku

yang muncul seringkali tidak simpatik, bahkan sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai

budaya luhur nenek moyang. Sikap-sikap seperti kebersamaan, penghargaan terhadap orang

lain, kegotongroyongan mulai pudar. Adanya arogansi akibat dominansi kebudayaan

mayoritas menimbulkan kurangnya pemahaman dalam berinteraksi dengan budaya maupun

orang lain.3

Pendidikan multikultural memberikan harapan dalam mengatasi berbagai gejolak

masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini mengingat pendidikan multikultural adalah

pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai, keyakinan, heterogenitas, pluralitas

1 Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural Cross-cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan

(Pilar Media, Yogyakarta: 2005), hal. 3. 2 Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (PT.Gelora Aksara Pratama,

Jakarta: 2005). hal. 21 3Rosita Endang Kusmaryani. Pendidikan Multikultural sebagai Altemati' Penanaman Nilai Moral

dalam Keberagaman. Jurnal Paradigma, edisi. 2. Tahun. 2006. hal. 50 4 Sitti Mania. Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran. Jurnal Lentera

Pendidikan. edisi 13. Tahun. 2010. hal. 83.

1

Page 15: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

dan keragaman, apapun aspek dalam masyarakat.4 Penanaman nilai-nilai multikultur

tersebut harus ditanamkan pada setiap jenjang pendidikan dan harus melibatkan berbagai

tatanan masyarakat dalam membentuk karakter anak didik khususnya dalam memahami dan

saling menghormati antara berbagai suku, sehingga menjadi kontribusi dalam usaha

mentransformasikan nilai dan karakter budaya lokal yang berwawasan nasionalisme.5

Pendapat Kamanto Sunarto, “Pendidikan multikultural biasa diartikan sebagai

pendidikan keragaman budaya dalam masyarakat, dan terkadang juga diartikan sebagai

pendidikan yang menawarkan ragam model untuk keragaman budaya dalam masyarkat, dan

terkadang juga diartikan sebagai pendidikan untuk membina sikap siswa agar menghargai

keragaman budaya dan keislaman di masyarakat”.6

Sementara itu, Calarry Sada dengan mengutip tulisan Sleeter dan Grant, menjelaskan

bahwa pendidikan multikultural memiliki empat makna (model), yakni, (1) pengajaran

tentang keragaman budaya sebuah pendekatan asimilasi kultural, (2) pengajaran tentang

berbagai pendekatan dalam tata hubungan sosial, (3) pengajaran untuk memajukan

pluralisme tanpa membedakan strata sosial dalam masyarakat, dan (4) pengajaran

tentang refleksi keragaman untuk meningkatkan pluralisme dan kesamaan. Pendidikan

mempunyai peran penting dalam membentuk kehidupan publik, selain itu juga diyakini

mampu memainkan peranan yang signifikan dalam membentuk politik dan kultural. Dengan

demikian pendidikan sebagai media untuk menyiapkan dan membentuk kehidupan sosial,

sehingga akan menjadi basis institusi pendidikan yang sarat akan nilai-nilai idealisme.7

Pendidikan agama Islam gagasan multikultural ini dinilai dapat mengakomodir

kesetaraan budaya yang mampu meredam konflik vertikal dan horizontal dalam masyarakat

yang heterogen di mana tuntutan akan pengakuan atas ekstensi dan keunikan budaya,

kelompok, etnis sangat lumrah terjadi. Muaranya adalah tercipta suatu sistem budaya dan

tatanan sosial yang mapan dalam kehidupan masyarakat yang akan menjadi pilar kedamaian

sebuah bangsa. Oleh karena itu seorang guru Pendidikan Agama Islam diharapkan

mampu memahami dan mengimplementasikan serta menanamkan nilai-nilai multikultural

dalam tugasnya sehingga mampu melahirkan peradaban yang toleransi, demokrasi,

tenggang rasa, keadilan, harmonis serta nilai-nilai kemanusiaan lainnya.

5 Muh. Jaelani Al Pansori, dkk. Pendidikan Multikultural DalamBukuSekolahEletronik (BSE) Mata

Pelajaran Bahasa Indonesia Untuk siswa SMP Di Kota Surakarta. Jurnal Pendidikan Bahasa danSastra Pasca UNS, edisi 1. Tahun. 2013. hal. 109

6 Kamanto Sunarto, Multicultural Education in Schools, Challenges in its Implementation, dalam Jurnal Multicultural Education In Indonesia And South East Asia, edisi I, Tahun. 2004. hal. 47.

7 Clarry Sada, Multicultural Education in Kalimantan Barat; an Overview, dalam Jurnal

Multicultural Education in Indonesia and South East Asia, edisi I, tahun 2004, hal. 85.

Page 16: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Dengan demikian, kalau ingin mengatasi segala problematika masyarakat dimulai dari

penataan secara sistemik dan metodologis dalam pendidikan, sebagai salah satu komponen

dalam pembelajaran. Untuk memperbaiki realitas masyarakat, perlu dimulai dari proses

pembelajaran multikultural bisa dibentuk dengan menggunakan pembelajaran berbasis

multikultural. Yaitu Proses pembelajaran yang lebih mengarah pada upaya menghargai

perbedaan diantara sesama manusia sehingga terwujud ketenangan dan ketentraman tatanan

kehidupan masyarakat.

Allah Swt Berfirman dalam Al-Qur`an (Q.S Al-Kahfi:66)

Musa Berkata kepada Khidhr: "Bolehkah Aku mengikutimu supaya kamu

mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang Telah diajarkan

kepadamu?"8

Dalam proses inilah diharapkan nantinya memungkinkan adanya sikap saling

mengenal antar tradisi dari setiap agama yang dipeluk oleh masing-masing anak didik.

Sehingga bentuk-bentuk masalah dapat diminimalkan, bahkan kalau mungkin dapat dibuang

jauh-jauh9 Dari uraian di atas dapat dipahami bawha sekolah adalah epitome (skala kecil)

dari masyarakat, salah satu bentuk pendidikan dalam masyarakat adalah pendidikan formal

(sekolah). Sekolah inilah yang menjadi salah satu media pemahaman tentang menanamkan

nilai-nilai multikultural tersebut. Oleh karena itu proses Pendidikan di sekolah pun harus

menanamkan nilai-nilai multikultural. Asumsi di atas sangat dibutuhkan termasuk guru PAI

yang berperan sebagai mediator untuk memotivasi semangat belajar peserta didik.

Sebab guru dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui kondisi belajar dan juga

permasalahan belajar yang dihadapi oleh anak didik. Guru yang kreatif selalu mencari

bagaimana caranya agar proses belajar mengajar mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan

yang direncanakan.

SMKN 1 Kota Bengkulu, sebagai salah satu sekolah favorit baik dalam prestasi

akademik maupun non akademik, juga sekolah di bawah naungan Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaaan, di dalamnya terdapat keberagaman dan sangat heterogen.

Selama ini sekolah tersebut aman-aman saja tidak ada problem, proses belajar mengajarpun

berjalan lancar. Melalui pembelajaran PAI dan pembelajaran secara intrakurikuler

maupun ekstrakurikuler. Maka salah satu strategi guru pendidikan agama islam mampu

terlaksanakan. Sehingga pada kenyataannya sekolah tersebut mampu menanamkan nilai-

nilai multikultural di sekolah seperti belajar hidup dalam perbedaan, membangun saling

8 Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen Agama, Semarang: Toha Putera, 1989.

9 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Cet 2 (RajaGrafindo Jakarta: 2002), hal.21

Page 17: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

percaya, memelihara saling pengertian, menjunjung sikap saling menghargai, terbuka dalam

berpikir, apresiasi dan interdepedensi.

Berdasarkan hasil Pengamatan awal yang dilakukan pada tanggal 10 November 2018

di SMKN 1 Kota Bengkulu bahwa Model Pembelajaran PAI di SMKN 1 kota Bengkulu

sudah berjalan dan terlaksana akan tetapi masih ada kendala dan persoalan yang terjadi

seperti Kesalahan dalam memilih Model Pembelajaran, Berkurangnya motivasi para peserta

didik untuk belajar atau berpartisipasi di dalam belajar, Semakin banyak siswa yang

membolos pada saat jam pelajaran di mulai, Pada zaman yang berkembang ini juga banyak

sekali perkelahian muncul di kalangan antar Siswa, Prestasi siswa yang semakin rendah dan

mengalami kemerosotan nilai serta Semakin menipisnya etika dan kesopanan di dalam

belajar.

Kurangnya Manajemen Pendidikan yang baik menjadi faktor Masalah seperti Filosofi

Tujuan Pendidikan masih semu, Pola fikir tenaga Kependidikan Cenderung Financial

Oriented, Paradigma Peserta didik yang sertificate Oriented, Manajemen Pendidikan di

Indonesia tak berbasis kompetensi Sebenarnya, kurikulum yang gemuk dan Tidak berbasis

kompetensi dan pendidik serta Tenaga Kependidikan kurang Inovatif.

Tercerna dari beberapa Pendapat siswa itu sendiri yang masih rendah dalam memahami

Pembelajaran PAI berbasis Multilkultural sebagai nilai yang harus dipakai dalam kehidupan

sehari-sehari sebagai contoh siswa yang diwawancarai oleh peneliti sendiri di SMKN 1 Kota

Bengkulu dalam memahami persoalan Toleransi Perbedaan masih ada siswa yang belum

memahami akan hal itu dikarenakan kurangnya pemahaman dari guru PAI tentang Persoalan

Toleransi serta sopan santun terhadap guru dan sesama teman.

SMKN 1 Kota Bengkulu, yang letaknya cukup strategis karena berada pada lokasi Pusat Kota

Bengkulu. Posisi sekolah yang berada di jantung perkotaan, sangat perlu adanya

pengembangan program-program keagamaan dalam mengimbangi akan rawannya pengaruh

negatif yang berdampak kehancuran moral, maka lembaga sekolah sangat perperan penting

sebagai proses penyadaran diri siswa siswi.

Berkaitan dengan masalah ini, merupakan sebuah tantangan dan pengalaman bagi

guru PAI SMKN 1 Kota Bengkulu dalam menumbuhkan nilai-nilai multikultural dan

semangat toleransi kebersamaan, tanggung jawab, dan persudaraan sehingga mampu

menerapkan nilai multikultural di lembaga pendidikan sekolah tersebut. Karena keragaman

yang ada dengan sikap tetap menghargai dan menghormati inilah yang menjadi ketertarikan

peneliti, berangkat dari latar belakang masalah tersebut, peneliti mengangkat judul:

“Implementasi Model Pembelajaran Cooperative learning pada manajemen pembelajaran

PAI Berbasis Multikultural di SMKN 1 Kota Bengkulu”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang bahwa Identifikasi Masalah penilitian ini adalah:

Page 18: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

1. Guru Pendidikan Agama Islam belum memahami maksud dan tujuan Pendidikan Agama

Islam Berbasis Multikultural.

2. Guru Pendidikan Agama Islam belum meengetahui Fungsi dari Pendidikan Agama Islam

Berbasis Multikultural.

3. Siswa Belajar Pendidikan Agama Islam belum maksimal menjalankan Nilai Multikultural di

Sekolah.

4. Siswa Belajar Pendidikan Agama Islam belum pernah Mengikuti Seminar dan Pelatihan yang

membahas tentang Multikultural.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan Identifikasi Masalah diatas, Batasan Masalah adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui nilai-nilai dalam pelaksanaan pendidikan multikultural apa saja di SMKN 1 Kota

Bengkulu.

2. Mengetahui strategi dan model apa saja yang dilakukan oleh guru pendidikan

agama islam dalam menanamkan nilai-nilai multikultural di SMKN 1 Kota Bengkulu.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan Masalah diatas, penelitian ini menghasilkan rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana Penerapan model Pembelajaran Cooverative Learning pada Pembelajaran PAI di

SMKN 1 Kota Bengkulu?

2. Bagaimana Implementasi Manajemen Pembelajaran PAI di SMKN 1 Kota Bengkulu?

3. Bagaimana Pelaksanaan Pembelajaran PAI berbasis Multikultural di SMKN 1 Kota

Bengkulu?

E. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang tersebut maka tujuan penelitian adalah untuk melihat sejauh

mana Model cooveratie Learning digunakan pada Manajemen Pembelajaran PAI Berbasis

Multikultural di SMKN 1 Kota Bengkulu.

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini diantaranya adalah :

1. Manfaat Teoritis

Page 19: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Hasil penelitian dapat menambah khazanah keilmuan dan wawasan pengetahuan dalam

bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan dan di harapkan mampu memberikan

kontribusi positif terhadap perkembangan pendidikan Islam yang multikultur.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini, berguna juga bagi pengajar atau guru pendidikan agama Islam sebagai

acuan pertimbangan dalam usahanya untuk menerapkan pendidikan yang multikultural.

Hasil penelitian ini memungkinkan untuk tindak lanjut yang mendalam dalam

pengembangan pendidikan multikultural pada SMKN 1 Kota Bengkulu.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan dalam memperoleh gambaran singkat tentang isi Tesis, dipaparkan

secara rinci alur pembahasan sebagai berikut :

Bab I, Pendahuluan

Bab ini tentang konteks penelitian, Masalah Penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, definisi istilah, originalitas penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II, Kerangka teori

Bab ini berisi sebagai acuan teoritik dalam melakuan penelitian. Pada bab ini di jelaskan

tentang strategi guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai multikultural di SMKN 1 Kota

Bengkulu.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini Mengemukakan metodelogi penelitian, yang berisi tentang pendekatan dan jenis

penelitian, lokasi penelitian, kehadiran peneliti, data dan sumber data, analisis data,

pengecekan keabsahan temuan.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini menyajikan deskripsi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan hasil

penelitian.

Bab V Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran bagi yang membutuhkan untuk digunakan

sebagai bahan referensi yang juga bertujuan untuk perbaikan di masa mendatang.

Page 20: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Landasan Teori

1. Pengertian Cooperative Learning

Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap

atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur

kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Dimana pada

tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat kemampuan, melakukan

berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran

yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya

belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga bersama-sama

mencapai keberhasilan. Semua Siswa berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil

memahami dan melengkapinya.

Dalam proses belajar mengajar dikenal metode cooperative learning atau pembelajaran

gotong royong. Cooperative learning terdiri dari dua kata yaitu Cooperative dan Learning.10

Cooperative berarti “acting together with a common purpose”. Yakni, kooperatif atau

kerjasama ialah cara individu mengadakan relasi dan bekerjasama dengan individu lain untuk

mencapai tujuan bersama, Sedangkan learning adalah “the process through which experience

causes permanent change in knowledge and behavior” yakni proses melalui pengalaman yang

menyebabkan perubahan permanent dalam pengetahuan dan perilaku

Inti dari cooperative learning ini adalah konsep synergy, yakni energi atau tenaga yang

terhimpun melalui kerjasama sebagai salah satu fenomena kehidupan masyarakat.

Penerapannya beranjak dari konsep Dewey yang dikutip oleh Yurnetti bahwa “classroom

should mirror the large society and be a laboratory for real life learning”. Terjemahan

bebasnya bahwa kelas seharusnya mencerminkan keadaan masyarakat luas dan menjadi

laboratorium untuk belajar kehidupan nyata. Jadi cooperative learning dirancang untuk

memanfaatkan fenomena kerjasama/gotong royong dalam pembelajaran yang menekankan

terbentuknya hubungan antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya, terbentuknya

sikap dan perilaku yang demokratis serta tumbuhnya produktivitas kegiatan belajar peserta

didik.11

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan

pembelajaran yaitu Hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan

pengembangan keterampilan sosial.12

10

Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara (2000), Hal. 148.

12 11

Syahraini Tambak, Metode Cooperative Learning dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam UIR Riau, hal. 2.

12 Emy Muryani, Pendidikan Surya Edukasi (JPSE), Volume: 3, Nomor: 1, Juni 2017 hal. 67.

Page 21: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Prinsip model pembelajaran kooperatif yaitu:

1. Saling ketergantungan positif.

Elemen Pembelajaran untuk Menumbuhkan Ketergantungan Positif dapat muncul dan

terbentuk di pembelajaran guru yang mengacu pada model pembelajaran kooperatif. Berikut

adalah beberapa elemen pembelajaran yang dapat dirancang untuk memunculkan dan

membentuk ketergangantungan positif antar anggota kelompok kooperatif:

Tujuan produk. Gunakan tujuan pembelajaran produk yang membutuhkan kontribusi

dari seluruh anggota kelompok. Contohnya: bertanya kepada suatu kelompok siswa melalui

pertanyaan yang memerlukan kesepakatan bersama untuk menjawabnya, kemudian lanjutkan

dengan sebuah tujuan pemecahan masalah pada akhir pembelajaran, atau minta mereka untuk

membuat sebuah paragraf tentang hal tersebut.

Penghargaan (reward). Penghargaan dapat dirancang untuk diberikan ketika mereka

berhasil menyelesaikan tugas secara bersama-sama. Cara yang dapat dilakukan oleh guru

misalnya selain ada skor individual untuk skor ulangan/latihan, siswa dapat memperoleh skor

tertentu bila semua anggota kelompok dapat mencapai batas skor tertentu yang telah

ditentukan oleh guru.

Bahan ajar. Bahan ajar dapat dijadikan sarana untuk memicu muncul dan

terbentuknya ketergantungan positif bila setiap siswa mempelajari/mempunyai bahan ajar

yang spesifik (berbeda) yang dibutuhkan untuk kesuksesan kelompok.

Peran. Peran setiap anggota di dalam kelompok dapat memicu dan membentuk

ketergantungan positif antar anggota kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan pembagian

tugas dan fungsi (misalnya, ada yang berperan sebagai pencatat data, pengamat waktu pada

stopwatch, juru bicara, dsb.). Pastikan bahwa setiap anggota kelompok mendapatkan peran

yang layak. Pemberian tugas yang kompleks dan harus dibagi-bagi untuk melakukannya akan

menciptakan akuntabilitas setiap anggota kelompok dalam melaksanakan tugas belajar. Peran

dapat dirolling untuk memberikan kesempatan dan pengalaman berbeda kepada setiap

anggota kelompok.

Tugas atau bagian tugas. Tugas atau bagian-bagian tugas dapat dirancang oleh guru

sehingga dalam penyelesaiannya memerlukan saling ketergantungan positif antar anggota

kelompok. Misalnya, pengambilan sampel air kolam dilakukan oleh 2orang siswa, sementara

2 orang siswa lainnya bertugas mempelajari bagaimana cara pengambilan air sampel kolam

melalui studi pustaka.

2. tanggung jawab perseorangan.

Beberapa cara menumbuhkan tanggung jawab perseorangan adalah;

a. kelompok belajar jangan terlalu besar

b. melakukan assessment terhadap setiap siswa

Page 22: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

c. memberi tugas kepada siswa, yang dipilih secara random untuk mempresentasikan hasil

kelompoknya kepada guru maupun kepada seluruh peserta didik di depn kelas

d. mengamati setiap kelompok dan mencatat frekuensi individu dalam membantu kelompok

e. menugasi seorang peserta didik untuk berperan sebagai pemeriksa di kelompoknya

f. menugasi peserta didik mengajar temannya.

3. Interaksi Promotif.

Ciri-ciri interaksi promotif adalah;

a. saling membantu secara efektif dan efisien.

b. saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan.

c. memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien.

d. saling mengingatkan.

e. saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan

kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi.

f. saling percaya.

g. saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

4. Komunikasi antar anggota.

Untuk mengoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan maka peserta didik

harus:

a. saling mengenal dan memercayai

b. mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius

c. saling menerima dan saling mendukung

d. mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

5. Pemrosesan Kelompok.

Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari

urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara

anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan

pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan

kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Model

pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi

akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

Page 23: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Manfaat dari Cooperative Learning antara lain: meningkatkan aktivitas belajar siswa dan

prestasi akademiknya, membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi

secara lisan, mengembangkan keterampilan sosial siswa, meningkatkan rasa percaya diri

siswa, membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.

Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori

pembelajaran sosial. Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada apa yang

dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama aktivitas

belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja oleh guru

kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk berinteraksi dengan

peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia

mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dalam model pembelajaran kooperatif, guru

berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi peserta didik, pembimbing peserta

didik dalam belajar kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam memecahkan masalah,

dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan kooperatif.

b) Pengelolaan Kelas Menurut Model Cooperative Learning

1. Pengelompokan

a. Kelompok homogen (Ability grouping) adalah praktik memasukkan beberapa siswa

dengankemampuan yang setara dalam kelompok yang sama.

b. Pengelompokan heterogenitas (kemacam-ragaman),dibentuk dengan memperhatikan

keanekaragaman gender, latar belakang sosioekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis.

2. Semangat gotong-royong

Dalam proses pembelajaran ini, agar berjalan secara efektif maka semua anggota

kelompok hendaknya mempunyai semangat bergotong royong yaitu dengan cara membina

niat dan semangat dalam bekerja sama yaitu dengan beberapa cara: a. Kesamaan Kelompok.

b. Identitas Kelompok c. Sapaan dan Sorak Kelompok.

3. Penataan ruang kelas

Dalam hal ini keputusan guru dalam penataan ruang disesuaikan dengan kondisi dan

situasi ruang kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah: a)

Ukuran ruang kelas, b) Jumlah siswa, c) Tingkat kedewasaan siswa, f) Pengalaman guru dan

siswa dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong royong.

c) Model Evaluasi belajar Cooperative Learning

Dalam model pembelajaran cooperative learning terdapat tiga model evaluasi, ketiga model

evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Model Evaluasi Kompetisi

Page 24: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Pada sistem peringkat jelas menanamkan jiwa kompetitif, karena sejak masa awal

pendidikan formal, siswa dipacu agar bisa menjadi lebih baik dari teman-teman sekelas,

sehingga siswa yang jauh melebihi kebanyakan siswa yang dianggap berprestasi, yang

kemampuannya berada di bawah rata-rata kelas dianggap gagal atau tidak berprestasi.

2. Model Evaluasi Individual

Dalam sistem ini, sistem siswa belajar dengan pendekatan dan kecepatan yang sesuai

dengan kemampuan mereka sendiri. Anak didik tak bersaing dengan siapa-siapa, kecuali

bersaing dengan diri mereka sendiri. Teman-teman satu kelas dianggap tidak ada karena

jarang interaksi antar siswa di kelas. Berbeda dengan sistem penilaian peringkat, dalam

penyajian individual guru menetapkan standar untuk setiap murid.

3. Model Evaluasi Cooperative Learning

Sistem ini menganut pemahaman homohomini soclus. Falsafah ini menekankan saling

ketergantungan antar makhluk hidup. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting

artinya bagi kelangsungan hidup. Prosedur sistem penilaian Cooperative Learning

diantaranya adalah tanggung jawab pribadi dan kelompok. Jadi siswa mendapat nilai pribadi

dan nilai kelompok.

2. Pengertian Manajemen Pembelajaran

Makna manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan

profesional. Manajemen diartikan sebagai ilmu karena merupakan suatu bidang

pengetahuan yang secara sistematis berusaha memahami mengapa dan bagaimana

orang bekerja sama. Manajemen diartikan sebagai kiat karena manajemen mencapai

sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas.

Adapun manajemen diartikan sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh

keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntut

oleh suatu kode etik.13

Untuk mengetahui istilah manajemen, pendekatan yang digunakan adalah

berdasarkan pengalaman manajer. Manajemen sebagai suatu sistem yang setiap

komponennya menampilkan sesuatu unstuk memenuhi kebutuhan. Dengan

demikian maka manajemen merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan

organisasi secara efektif dan efisien. Pencapaian tujuan-tujuan organisasi

dilaksanakan dengan pengelolaan fungsi-fungsi perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian

(staffing),pengarahan dan kepemimpinan (learding), dan pengawasan (controlling).

Menurut Terry yang dikutip Syafaruddin, menyatakan bahwa manajemen

merupakan proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,

13

Nanang Fattah,Landasan Manajemen Pendidikan.(Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1999), h.1 2Ibid, h. 3.

Page 25: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang masing-masing bidang tersebut

digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian dan yang diikuti secara

berurutan dalam rangka usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan semula.

Adapun bermacam-macam defenisi tentang manajemen, dan tergantung

dari sudut pandang, keyakinan, dan komprehensi dari pada pendefinisi, antara lain:

kekuatan menjalankan sebuah perusahaan dan bertanggung jawab atas sukses atau

kegagalannya.Ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa, manajemen adalah tindakan

memikirkan dan mencapai hasil-hasil yang diinginkan melalui usaha-usaha kelompok

yang terdiri dari tindakan mendayagunakan bakat-bakat manusia dan sumber daya

secara singkat orang pernah menyatakan tindakan manajemen adalah sebagai tindakan

merencanakan dan mengimplementasikannya.

Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya

manusia dan sumber-sumber lain secara efektif dan efesien untuk mencapai satu

tujuan. Manajemen merupakan sebuah proses kerjasama untuk mencapai tujuan

bersama. Walaupun Al-Quran secara khusus tidak menyebutkan istilah manajemen,

akan tetapi menyingung istilah manajemen dengan menggunakan kalimat yudabbirua,

mengandung arti mengarahkan, melaksanakan, menjalankan, mengendalikan,

mengatur, mengurus dengan baik, mengkoordinasikan, membuat rencana yang telah

ditetapkan. Thoha, berpendapat bahwa manajemen diartikan sebagai “suatu proses

pencapaian tujuan organisasi lewat usaha orang lain”. senada dikemukakan oleh

Nawawi, yaitu: “Manajemen adalah kegiatan yang memerlukan kerjasama orang lain

untuk mencapai tujuan”.

Pendapat kedua pakar tersebut diatas, dapat disimpulkan, bahwa manajemen

merupakan proses kerjasama antara duaorang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih lanjut, pengertian manajemen dinyatakan oleh Martayo, bahwa “manajemen

adalah usaha untuk menentukan, menginteraksikan dan mencapai tujuan-

tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan,

pengorganisasian, penyusunan personalia atau kepegawaian, pengarahan dan

kepemimpinan serta pengawasan.

Untuk menjamin keberhasilan sebuah usaha maka manajemen haruslah

dilaksanakan berdasarkan dalil-dalil umum manajemen atau yang lebih dikenal

sebagai prinsip-prinsip manajemen. Dari sekian banyak prinsip manajemen yang

dapat diajarkan dan dipelajarioleh seorang calon manajer, diantaranya yang terpenting

adalah:

a.Prinsip Pembagian Kerja,

b.Prinsip wewenang dan tanggung jawab,

c.Prinsip Tertip dan Disiplin,

d.Prinsip Kesatuan Komando dan Semangat Kesatuan,

Page 26: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

e.Prinsip Keadilan dan Kejujuran.

Sekarang belum ada kesempatan baik diantara para praktisi maupun para teoritisi

mengenai apa saja yang menjadi fungsi-fungsi atau tugas-tugas manajemen. Untuk

pembahasan konsep paling sederhana bahwa fungsi manajemen meliputi 4 buah

fungsi yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan (pergerakan), pengawasan

dan evaluasi.

1. Perencanaan (Planning)Secara sederhana perencanaan dapat dirumuskan sebagai

penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkan.

Dalam pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan

(PAKEM)perencanaan berkaitan dengan tujuan pembelajaran sesuai dengan visi

danmisi madrasah khususnya pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan

menyenangkan (PAKEM).

2. Pengorganisasian (organizing) Fungsi pengorganisasian merupakan proses yang

menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam

perencanaan didesain dalam sebuah organisasi yang tepat dan tangguh, sistem

dan organisasi yang kondusif, dan dapatmemastikan bahwa semua pihak dalam

organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan untuk

mengatur dan menghubungkan sumber-sumber belajar, sehingga dapat

mewujudkan tujuan belajar dengan cara yang lebih efektif, efisien, dan ekonomis

dalam pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM).

3. Pergerakan (Actuating)Fungsi penggerakan dalam suatu organisasi adalah

usaha atau tindakan dari pimpinan dalam rangka menimbulkan kemauan dan

membuat bawahan tahu pekerjaannya sehingga dengan sadar menjalankan

tugasnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Mengevaluasi dalam pembelajaran dapat dijadikan motivator dan

menstimulasasikan guru dan santri sehingga dapat mewujudkan tujuan prestasi

belajar yang baik.

Page 27: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

5. Pengawasan (controling) Pengawasan adalah fungsi atau tugas dari pimpinan

untuk melihat sejauhmana program atau rencana yang telah ditetapkan

dilaksanakan dan mengambil sikap tegas dalam pelaksanaan program selanjutnya.

Prosedur dan Tahapan dalam Implementasi Manajemen PembelajaranSebagai

paradigma pendidikan yang baru maka dalam implementasi Manajemen Berbasis

sekolah melalui beberapa tahapan. tahapan implementasi tersebut dibagi

menjadi tiga, yaitu tahapan sosialisasi, tahapan piloting, dan tahapan

diseminasi. adapun penjabarannya sebagai berikut:

1. Tahap Sosialisasi Tahap sosialisasi merupakan tahapan yang penting

mengingat luasnya daerah yang ada terutama daerah yang sulit dijangkau

serta kebiasaan masyarakat yang umumnya tidak mudah menerima perubahan

karena perubahan yang bersifat personal maupun organisasional

memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang baru. Dengan adanya sosialisasi

ini maka akan mengefektifkan pencapaian implementasi Manajemen Berbasis

Sekolah baik menyangkut aspek proses maupun pengembangannya di sekolah.

2. Tahap Piloting Tahapan piloting yaitu merupakan tahapan uji coba agar

penerapan tidak mengandung resiko. Efektivitas model uji coba memerlukan

persyaratan dasar yaitu akseptabilitas, akuntabilitas, reflikabilitas, dan

sustainabilitas.

3. Tahap Diseminasi Tahapan desiminasi merupakan tahapan memasyarakatkan

model Manajemen Berbasis Sekolah yang telah diujicobakan ke berbagai

sekolah agar dapat mengimlementasikannya secara efektif dan efisien.

Peran Guru dalam Manajemen PembelajaranGuru memiliki peran sebagai salah

satu unsur pengelola pendidikan pada suatu lembaga pendidikan yang terlihat langsung

dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa, harus mampu mengelola kelasnya,

merumuskan tujuan pembelajaran secara opersional, menentukan materi pembelajaran,

menetapkan metode yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, melaksanakan

kegiatan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar dan kemampuan profesional guru

lainnya, agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak

Page 28: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

dicapai. Peran dan fungsi guru berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di

sekolah. Di antara peran dan fungsi guru tersebut adalah sebagai berikut:

1. Guru sebagai Pendidik Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan

identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru

harus memilki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab,

wibawa, mandiri, dan disiplin.

2. Guru sebagai PengajarKegiatan belajar peserta didik dipengaruhin oleh berbagai

faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan

guru,kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru

dalam ber komunukasi. Jika faktor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui

pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha

membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam

memecahkan masalah.Ada beberapahal yang harus dilakukan oleh seorang guru

dalam pembelajaran,yaitu: Membuat ilustrasi, Mendefenisikan, Menganalisis,

Pandangan yang bervariasi, Menyediakan media untuk mengkaji materi standar,

Menyesuaikan metode pembelajaran, Memberikan nada perasaan. Agar

pembelajaran memilki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus senantiasa

berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang telah

dimilikinya ketika mempelajari materi standar.

3. Guru sebagai Pembimbing Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing

perjalanan, yang berdasarkanpengetahuan dan pengalamanya bertanggungjawab

atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya

menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan

spiritual yang lebih dalam dan kompleks.Sebagai pembimbing perjalanan, guru

memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut:

Page 29: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

a. Guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak

dicapai.

b. Guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang

paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya

secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlihat secara psikologis.

c. Guru harus memaknai kegiatan belajar.

d. Guru harus melaksanakan penilaian.

4. Guru sebagai Pelatih Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan

latihan keterampilan,baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru

untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum

2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan tidak akan mampu

menunjukkan penguasaan kompetensi dasar dan tidak akan mahir dalam berbagai

keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar.

5. Guru sebagai Penasehat Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga

bagi orang tua, meskipun mereka tidak memilki latihan khusus sebagai penasehatdan

dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang.Peserta didik

senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan dan dalam

prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya

sebagaiorang kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus

memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.

6. Guru sebagai Pembaharu (Inovator) Guru menerjemahkan pengalaman yang

telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi pesertadidik. Dalam hal

ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang

lain, demikian halnya pengalamanorang tua memilki arti lebih banyak daripada nenek

kitea. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari

Page 30: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam

pendidikan.Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang

berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh peserta

didik. Sebagai jembatanantar generasi tua dan generasi muda, yang juga penerjemah

pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik.

7. Guru sebagai Model dan TeladanGuru merupakan model atau teladan bagi peserta

didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat

kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untu

ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teldan. Tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan

guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar

lingkungannyayang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa

hal yang harus diperhatikan oleh guru: sikap dasar, bicara dan gaya bicara,

kebiasaan bekerja, sikap melalui pengalaman dan kesalahan, pakaian, hubungan

kemanusiaan, proses berfikir, perilaku neurotis, selera, keputusan, kesehatan gaya

hidup secara umum. Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik harus

berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri. Guru yang baik adalah yang

menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada

padadirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan

harus dikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.

8. Guru sebagai Pribadi Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan

seorang pendidik. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa

digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang

disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau

diteladani.Jika ada nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya, maka

dengan cara yang tepat disikapi sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan

Page 31: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

masyarakat yang berakibat tergangunya proses pendidikan bagi peserta didik.

Guru perlu juga memilki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat

melaluin kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olahraga, keagamaan

dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimilki, sebab kalau tidak

pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa

diterima oleh masyarakat.

9. Guru sebagaiPenelitiPembelajaran merupakan seni, yang dalam

pelaksanaanya memerlukan penyesuain-penyesuain dengan kondisi lingkungan.

Untuk itu perlukan berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh

karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Menyadari akan

kekurangannya guru berusaha mencari apa yang belum diketahuaiuntuk

meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Sebagai orang yang

telah mengenal metodologi tentunya ia tahu pula apa yang harus dikerjakan,

yakni penelitian.

10. Guru sebagai Pendorong KreatifitasKreatifitas merupakan hal yang sangat penting

dalam pembelajaran dan guru dituntut untuk mendeakan monstrasikan dan

menunjukkan kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat

universal dan merupakan ciri aspek dunia disekitar kita. Kreatifitas ditandai oleh

adanya kegiatan menciptakan sesuatu yangsebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan

oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu.Akibat

dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan carayang lebih baik

dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilainya bahwa ia

memangkreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreatifitas

menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari

yang telah dikerjakan sebelumnya.

Page 32: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

11. Guru sebagai pembangkit pandanganDunia ini panggung sandiwara, yang penuh

dengan berbagai kisah dan peristiwa, mulai dari kisahnyata sampai yang

direkayasa. Dalam hal ini guru dituntut untuk memberikan dan memelihara

pandangan tentang keagungan kepada peserta didiknya. Mengembangkan fungsi ini

guru harus terampil dalam berkomunikasi dikelolanya dilaksanakan untuk

menunjang fungsi ini.

12. Guru sebagai Pekerja RutinGuru bekerja dengan ketrampilan dan kebiasaan

tertentu,serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan.

Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau

merusak keefektifan guru pada semua peranannya.

13. Guru sebagai Pemindah kemahHidup ini selalu berubah dan guru adalah seorang

pemindah kemah, yang suka memindah–mindahkan dan membantu peserta

didik dalam meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka

alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan dan

kebiasaaan yang menghalangi kemajuan serta membantu menjauhi dan

meninggalkannya untuk mendapatkannya untuk mendapatkan cara-cara baru yang

lebih sesuai. Guru harus memahami hal yang bermanfaat dan tidak bermanfaat

bagi peserta didiknya.

14. Guru sebagai Pembawa CeritaSudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri

dan menanyakan keberadaanny serta bagaimana berhubungan dengan

keberadaaanya itu. Tidak mungkin bagi manusia hanya muncul dalam

lingkungannya dan berhubungan dengan lingkungan, tanpa mengetahui asal usulnya.

Semua itu diperoleh melalui cerita. Guru tidak takut menjadi alat menyampaikan

cerita-cerita tentang kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu

sangat bermanfaat bagi manusia. Cerita ini adalah cermin yang bagus dan merupakan

Page 33: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

tongkat pengukur. Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan

masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan

kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa disesuaikan

dengan kehidupan mereka. Guru berusaha mencari cerita untuk membangkitkan

gagasan kehidupan di masa mendatang.

15. Guru sebagai Aktor Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak terbatas

pada materi yang harus ditransferkan, melainkan juga tentang kepribadian

manusia sehingga mampu memahami respon-respon pendengarnya, dan

merencanakan kembali pekerjaannya sehingga dapat dikontrol.Sebagai aktor, guru

berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan

mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun sang aktor berusaha mengurangi

respon bosan dan berusaha meningkatkan minat para pendengar.

16. Guru sebagai Emansipator Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami

potensi peserta didik, menghormatisetiap insan menyadari bahwa kebanyakan

insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa

pengalaman, pengakuandan dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari

“self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak

dan rendah diri.Guru telah melaksanakan peran sebagai emansipator ketika

peserta didik yang dicampakan secara moril dan mengalami berbagai

kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri.

17. Guru sebagai EvaluatorEvaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran

yang paling kompleks, karena melibatkanbanyak latar belakang dan hubungan,

serta varible lain yang mempunyai arti apabila berhubungan konteks yang hampir

tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Teknik apapun

yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang

Page 34: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut serta penilaian

harus adil dan objektif.

18. Guru sebagai PengawetSalah satu tugas guru adalah mewariskan kebudayaan dari

generasi ke generasi berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak

yang bermakna bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa depan.

Sarana pengawet terhadap apa yang telah dicapaimanusia terdahulu adalah kurikulum.

Guru juga harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang akan awetkan.

19. Guru sebagai KulminatorGuru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara

bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik

akan melewati tahap kulminasi,suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta

didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator terpadu

dengan peran sebagai evaluator. Begitu Banyak peran yang harus diemban oleh

seorang guru. Peran yang begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak

menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus

menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari bahwa di

masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Kemampuan mengajar guru

sebenarnya merupakan pecerminan keahlian dan kepandaian serta penguasaan

guru atas kompetensinya.

10 kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh guru, yaitu:

1.menguasai bahan;

2.menguasai landasan pendidikan;

3.menyusun program pengajaran;

4.melaksanakan program pengajaran;

5.menilai proses dan hasil belajar;

6.menyelenggarakan program bimbingan dan penyuluhan;

7.menyelenggarakan kepribadian;

Page 35: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

8.mengembangkan kepribadian;

9.berinteraksi dengan teman sejawat dan masyarakat;

10.menyelenggarakan penelitian sederhana untuk kepentingan mengajarnya.

Kemudian sesuai dengan hasil lokakarya kurikulum pendidikan yang di prakarsai oleh

P3G (Proyek Pengembangan Pendidikan Guru), telah pula dirumuskan sejumlah

kemampuan dasar yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru yang bekerja atau

melaksanakan tugasnya di muka kelas. Kemampuan –kemampuan dasar tersebut meliputi:

1. Menguasai bahan: menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah,

menguasai bahan pengajaran sebagai penunjang bidang studi.

2. Mengelola program belajar-mengajar: merumuskan tujuan instuksional yang

tepat, melaksanakan program mengajar dan belajar, mengenal kemampuan

anak didik, menyesuaikan rencana dengan situasi kelas, merencanakan dan

melaksanakan pengajaran remedial, dan mengevaluasi hasil belajar.

3. .Mengelola kelas: mengatur tat ruang kelas dalam rangka student active

learning, dan menciptakan ikli pelajar yang serasi.

4. Menggunakan media: memilih dan menggunakan media, membuat alat-alat

bantu belajar, mengembangkan laboratorium, dan mengunakan

perpustakaan di dalam proses belajar mengajar.

5. Menguasai landasan-landasan kependidikan.

6. Merencanakan program pengajaran.

7. Mengelola kelas.

8. Mengelola interaksi belajar-mengajar.

9. Mengusai macam-macam metode mengajar.

10. Menilai kemampuan prestasi siswauntuk kepentingan pengajaran.

11. Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.

12. Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah.

Page 36: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

13. Mampu memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan

yang sederhana guna mengembangkan kemampuan pengajaran.

Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan

kemudahan belajarbagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan

potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional dan

menyenangkan, dengan memposisikan pada posisi yang benar. Hal ini diposisikan

sebagaimana tersebut dibawah ini:

1. Orang tua, yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.

2. Teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.

3. Fasilitator, yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta

didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.

4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui

permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.

5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.

6. Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang lain secara

wajar.

7. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain,

dan lingkungannya.

8. Mengembangkan Kreativitas.

9. Menjadi pembantu ketika diperlukan.

Demikian beberapa peran yang harus dijalani seorang guru dalam

mengoptimalkan potensi yang dimilki oleh para siswanya.

3. Pengertian Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama islam, yaitu

bimbingan dan berupa asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selasai dari

pendidikan dapat memahami, mengahayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam

Page 37: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup dunia maupun

akhirat kelak.14

Muhibin mendefinisikan tentang pendidikan adalah tahapan kegiatan yang bersifat

kelembagaan yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam

menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya.15

Kemudian pengertian pendidikan islam secara kenegaraan didukung dalam Undang-undang

Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 1 Ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar

dan terencanauntuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agarpeserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinyadan masyarakat, bangsa dan Negara.16

Jadi dari beberapa definisi yang di utarakan di atas, bahwa pengertian Pendidikan Islam ialah

suatu usaha yang dilakukan dengan penuh rasa sadar oleh orang dewasa baik melalui tranfer

ilmu pengetahuan dan penanaman nilai kedalam jiwa peserta didik, asuhan dan bimbingan

sehingga dapat terbinanya manusia berwawasan luas,cerdas, berkepribadian, berpikir spritual

dan berakhlak al karimah serta memiliki kreatifitas keterampilan dalam menunjang

kehidupan baik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta beriman dan bertakwa pada

Allah.

2. Ciri-ciri (Karakteristik) Pendidikan Agama Islam

Ciri pendidikan dalam makna luas belum mempunyai sistem, tetapi pendidik tentu saja

memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan warna yang islami pada lingkungannya.

Jadi dapat disimpulkan hahwa ciri (karakteristik) pendidikan sebagai berikut :17

1) Pendidikan berlangsung sepanjang hayat.

2) Lingkungan pendidikan adalah semua yang berada di luar peserta didik.

3) Bentuk kegiatan dimulai dari yang tdak disengaja sampai kepada yang

terprogram.

4) Tujuan pendidikan berkaitan dengan setiap pengalaman belajar.

5) Tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam

14

Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam Cet. VI. (Bumi Aksara, Jakarta: 2006). hal. 68. 15

Muhibin Syah. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Remaja Rosadakarya. Bandung:2008). hal. 11.

16 Muhaimin. Rekontruksi Pendidikan Islam, (Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2009). hal. 309.

17 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,,,,, hal. 18.

Page 38: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Tujuan pendidikan Islam adalah sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka

membangun kerajaan dunia yang makmur,dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana

diisyaratkan oleh allah. Dengan demikian pendidikan islam mestinya adalah pendidikan

yangpaling ideal, karena kita hanya berwawasan kehidupan secara utuh dan multi dimension.

Dengan mengajarkan bahwa dunia sebagai ladang, sekaligus sebagai ujian untuk dapat lebih

baik diakhirat. Secara umum tujuan pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan

keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang ajaran agama

Islam, sehinga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT,

serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa dan bernegara”.18

Jadi dapat disimpulkan tercapainya tujuan pendidikan adalah proses pelaksanaan pendidikan

haruslah bertolak dari landasan, mengindahkan asas-asas, dan prinsip tertentu. Hal ini

menjadi penting karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia

dan masyarakat suatu bangsa tertentu.

Multikulturalisme adalah salah satu upaya penyelenggaran atas keragaman, baik dalam

pendidikan sekolah maupun pendidikan diluar sekolah serta dengan seminar, diskusi, budaya

dan juga agama, sebagai kekuatan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang damai,

tanpa konflik-konflik yang berarti. Pada lingkungan sekolah pun dalam Proses pembelajaran

semangat multikulturalisme atau kemampuan belajar hidup bersama di tengah perbedaan

dapat dibentuk, dipupuk, dan atau dikembangkan dengan kegiatan, keberanian, dan

kegemaran melakukan perantauan budaya, pemahaman lintas budaya, dan pembelajaran

lintas budaya.19

Meski beragam dan berbeda-beda dari kalangan etnis, budaya, rasdan agama tetapi

pendidikan multikultur tetap menekankan pada kesetaraan dan kesejajaran manusia dalam

pendidikan di sekolah-sekolah. sebagai dasar dalam menciptakan pengormatan dan

penghargaan bahkan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan aliran agama

merupakan sifat yang sangat urgen dalam multikultural. Kondisi ini menjadi tantangan bagi

dunia pendidikan untuk lebih mengorientasikan pada pemahaman multikultural. Sekolah

yang memiliki peran strategis dalam penanaman nilai-nilai moral bangsa memiliki

bertanggung jawab akan upaya tersebut. Sekolah melalui proses pengajaran perlu

menekankan dan menanamkan bahwa keberagaman sebagai kekayaan bangsa yang pantas

untuk dipahami secara komprehensif. Adanya keberagaman perlu ditanamkan sejak dini agar

generasi muda mampu memiliki paradigma berpikir yang lebih positif dalam memandang

sesuatu yang "berbeda" dengan dirinya. Harapannya adalah terbangunnya sikap dan perilaku

moral yang simpatik. Pendidikan multikultural diharapkan menjadi solusi bagi permasalahan

degradasimoral bangsa.

Sejalan dengan itu Hilda Hernandez, mengartikan pendidikan multikultural sebagai perspektif

yang diakui realitas politik, sosial, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu

dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan merefleksikan

18

Muhaimin, et. Al. Paradigma Pendidikan Islam,,, hal. 78. 19

Rasiyo, Berjuang Membangun Pendidikan Bangsa, (Pustaka Kayutangan, Malang; 2005) hal. 62-63.

Page 39: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

pentingnya budaya, ras, sexualitas dan gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi dan

pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan atau dengan kata lain, bahwa ruang

pendidikan sebagai media transformasi ilmu pengetahuan hendaknya mampu memberikan

nilai-nilai multikultural dengan cara saling menghargai dan mengormati atas realitas yang

beragam, baik latar belakang maupun basis sosio budaya yang melingkupinya.20

Jadi dapat dipahami inti masyarakat adalah kumpulan besar individu yang hidup dan bekerja

sama dalam masa relatif lama, individu-individu dapat memenuhi kebutuhan mereka dan

menyerap watak sosial. Kondisi itu selanjutnya membuat sebagian mereka menjadi

komunitas terorganisir yang berpikir tentang dirinya dan membedakan ekstensinya dari

ekstensi komunitas. Dari sisi lain, apabila kehidupan didalam masyarakat berarti interaksi

antara individu dan lingkungan sosialnya. Maka yang menjadikan pembentukan individu

tersebut adalah pendidikan atau dengan istilah lain masyarakat pendidik.

Untuk mewujudkan budaya keberagaman perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Proses Pengembangan Diri Sebagai Wujud Keragaman

Pengembangan merupakan sebuah proses yang berusaha meningkatkan sesuatu yang sejak

awal sebelumnya sudah ada. Pengembangan ini dimaknai sebagai proses, sebab tidak dibatasi

oleh ruang, waktu, subyek, obyek dan relasinya. Proses ini dilakukan dimana saja, kapan saja,

oleh siapa saja, untuk apa saja dan terkai tdengan apa saja. Dengan demikian pendidikan

multikultur tidak mengenal batasan atau sekat-sekat sempit yang sering menjadi tembok tebal

bagi interaksi sesama manusia.21

Pendidikan pada dasarnya merupakan proses

pengembangan seluruh potensi manusia. Potensi-potensi yang ada sebelumnya atau sejak

awal sudah ada dalam diri manusia adalah potensi intelektual, sosial, moral, religius,

ekonomi, teknis, kesopanan dan budaya. Potensi ini diharapkan dapat dikembangkan secara

seimbang.22

2. Pendidikan Yang Mengahargai Pluralitas Dan Heterogenitas Pluralitas dan heterogenitas

dalam masyarakat merupakan sebuah keniscayaan. Pluralitas bagi masyarakat sekarang ini

seakan-akan menjadi harga yang mahal dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bisa dikatakan

mustahil jika sebuah negara atau wilayah tidak mengalami proses pluralitas dan heterogenitas

dalam masyarakatnya. Pluralitas dan heterogenitas bukan hanya sekedar keragaman etnis atau

suku akan tetapi dipahami sebagai keragaman pemikiran, paradigma, pahamkebijakan model

ekonomi, aspirasi politik dan yang terutama pada khususnya kalangan pendidikan.

Jadi pluralitas dan heterogenitas dalam arti di atas memberi kesempatan bagi masing-

masing pihak untuk mengklaim bahwa kelompok pemikiran, paradigma, paham kebijakan

model ekonomi, aspirasi politik dan sebagainya menjadi panutan bagi pihak lain. Dalam

kondisi yang plural ini meskipun berbagai keragaman tersebut tetap mendapatkan

20

Choirul Mahfud. Pendidikan Multikultural,,, hal. 176. 21

Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultur….. hal. 67-69. 22

Ibid,,,

Page 40: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

penghargaan masing-masing. Koleksitas keragaman masing-masing dipahami sebagai potensi

tinggi tanpa menghilangkan hak dan harkat masing-masing.23

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dipandang sebagai pintu gerbang untuk

melaksanakan tugas perkembangan budaya bagi peserta didik. Sebagai pintu gerbang, maka

sekolah harus memiliki kekuatan strategis untuk menciptakan budaya positif sesuai dengan

falsafah masyarakat. Untuk mendukung strategi dasar di atas maka dibutuhkan teknis yang

mantap dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan yang multikultural.

Secara teknis antara lain melaksanakan kurikulum pendidikan multikultural sekaligus

mengembangkan kurikulum, implementasi, dan evaluasi. Maka strategi dan rancangan

bangunan untuk melaksanakan pendidikan multikultural sebagai berikut :24

1) Reformasi Kurikulum.

2) Mengajarkan prinsip-prinsip keadilan sosial.

3) Mengembangkan kompetensi kurikulum.

4) Melaksanakan paedagogik kesetaraan.

Disisi lain pendidikan yang berbasis multikultural maka dalam proses pelaksanaan

pendidikan baik dalam pengajaran maupun dalam pembelajaran dibutuhkan strategi guru

dalam pengembangan paradigma baru yakni pendidikan multikultural. Pendidikan

berparadigma multikultural tersebut penting, sebab akan mengarahkan anak didik untuk

bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam,

baik dalam hal budaya, suku, ras, etnis maupun agama. Paradigma ini dimaksudkan bahwa,

kita hendaknya apresiasi terhadap budaya orang lain, perbedaan dan keberagaman merupakan

kekayaan dan khasanah bangsa kita. Dengan demikian setiap individu merasa dihargai

sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Multikultural juga

mengandung arti keragaman kebudayaan, aneka kesopanan, atau banyak pemeliharaan.25

a. Pendekatan-pendekatan pendidikan multikultural Dalam upaya untuk mencapai tujuan

pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan memerlukan pendekatan-pendekatan sebagai

berikut :

1) Pendekatan Pedagogis yaitu: pendekatan ini bertitik tolak dari pandangan bahwa anak

akan dibesarkan menjadi orang dewasa melalui pendidikan.

2) Pendekatan Filosofis yaitu: pandangan ini bertitik tolak pada dari pertentangan

mengenai hakekat manusia dan hakekat anak, anak memiliki hakekatnya sendiri dan

demikianjuga dengan orang dewasa. Anak bukanlah orang dewasa dalambentuknya

23

Ibid,,, hal. 67-69. 24

H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme Tantangan-tantangan ….. hal. 171-172. 25

Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultur, hal. 47.

Page 41: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

yang kecil. Anak mempunyai nilai sendiri-sendiri yangakan berkembang menuju pada

nilai-nilai seperti orang dewasa.

3) Pendekatan Religius yaitu: pendekatan ini memandang manusia sebagai mahkluk

religius, dengan demikian hakekatnya adalah ; membawa peserta didik menjadi

manusia yang religius. Sebagai makhluk ciptaan tuhan peserta didik harus

dipersiapakan untuk hidup sesuai dengan harkatnya untuk ber-Tuhan.

4) Pendekatan Psikologis yaitu: pandangan ini lebih memacu pada masuknya psikologi

ke dalam bidang ilmu pendidikan. Oleh karena itu, pendekatan ini cenderung

mereduksi ilmu pendidikan menjadi ilmu proses belajar mengajar.

5) Pendekatan Negatifis yaitu: pendekatan ini menyatakan Tugas pendidik adalah

menjaga pertumbuhan anak yaitu, Dalam pertumbuhan tersebut perlu disingkirkan

hal-hal yang dapat merusak atau sifatnya negatif terhadap pertumbuhan ini,

Pendidikan sebagai usaha mengembangkan kepribadian peserta didik atau

membudayakan individu.

6) Pendekatan Sosiologis yaitu: pendekatan ini meletakkan hakekat pendidikan pada

keperluan hidup bersama dalam masyarakat. Yakni mempriritaskan masyarakat dalam

meletakkan pertumbuhan individu dalam masyarakat.

Dapat dipahami bahwa melalui berbagai pendekatan pendekatan diatas dapat

mengakomodir tercapainya tujuan pendidikan, sehingga dapat membentuk karakter-

karakter akan menghargai keragaman budaya yang ada.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian terdahulu menguraikan letak perbedaan bidang kajian yang diteliti

dengan peneliti-peneliti sebelumnya. Untuk mengindari adanya pengulangan kajian

terhadap hal-hal yang sama. Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan

penelitian ini yakni sebagai berikut :

1. Agus Moh. Najib, Ahmad Baidowi, Zainuddin. Multikulturalisme Dalam

Pendidikan Islam (Studi terhadap UIN Yogyakarta, IAIN Banjarmasin, dan STAIN

Surakarta). Tesis Program Pascasarjana UIN Yogyakarta 2005. Penelitian ketiga

PTAI UIN Sunan Kalijaga, IAIN Antasari Banjarmasin dan STAIN Surakarta, maka

menemukan UIN Sunan Kalijaga, secara kelembagaan, menjadi model perwujudan

Page 42: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

semangat multikultural dengan adanya berbagai lembaga atau pusat studi, baik di

tingkat Universitas maupun di tingkat fakultas yang mendialogkan islam sebagai

budaya dan isu lokal, nasional dan regional maupun global yang berkembang.

Secara akademik IAIN Antasari menjadi model pembelajaran dan mendialogkan

islam dengan realitas sosial budaya serta apreseasi positif lembaga pendidikan islam

terhadap budaya lokal, sementara itu, dalam program pengabdian kepada masyarakat,

STAIN Surakarta menjadi terdepan dalam penerapan Model KKN menerapkan PAR

dan PRA sebagai ikhtiar memberdayakan masyarakat.26

2. Azanuddin. Pengembangan Budaya Toleransi Beragama Melalui

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Berbasis Multikultural di SMA Negeri

1 Amlapura-Bali. Tesis Program Pasca sarjana UIN Maliki Malang 2010. Penelitian

ini adalah penelitian tindakan, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian

ini menghasilkan temuan tesis, yaitu : Pembelajaran PAI berbasis multikultural dalam

mengembangkan budaya toleransi beragama di SMA Negeri 1 Amlapura telah

berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan (1) Adanya perencanaan

pembelajaran PAI berbasis multikultural diawali dengan pembuatan model

pengembangan silabus PAI berbasis multikultural dengan cara memasukkan nilai-

nilai multikultural pada indikator silabus PAI (2) Proses Pelaksanaan pembelajaran

PAI berbasis multikultural sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan rencana.

Hal ini didukung dengan data perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran seperti

kemampuan mengemukakan pendapat, dorongan dalam pembelajaran, interaksi

siswa dan partisipasi dalam pembelajaran PAI berbasis multikultural yaitu 76,33%

yang menunjukkan baik dan data motivasi siswa seperti minat, perhatian dan disiplin

dengan rerata 77% yang menunjukkan baik. (3) Hasil penilaian PAI berbasis

multikultural sudah menunjukkan baik didukung data yaitu rerata tugas 87% dan

rerata tes 87%. Begitu juga tanggapan siswa terhadap pembelajaran PAI

berbasis multikultural sangat positif yaitu berada pada sekala sangat setuju.

3. Dwi Puji Lestari. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis

multikultural SMAN 1 Wonosari Gunung Kidul. Tesis Program Pasca Sarjana,

UIN Sunan Kalijaga 2012. Temuan hasil penelitiannya adalah (1). SMAN 1 Wonosari

telah menerapkan model pendidikan Agama Islam berbasis multikultural dengan

mengunakan pendekatan problem solving dan basic experience dalam rangka

membentuk akhlak peserta didik baik itu akhlak dengan sesama manusia maupun

dengan Allah. (2). Rencana pelaksanaan pembelajaran mengambarkan suasana

pendidikan yang dialogis sehingga mampu membentuk karakter toleransi, kritis dan

demokratis dalam diri siswa. (3). Proses pembelajarannya mengambarkan suasana

pembelajaran yang dialogis dan berpusat pada peserta didik atau subject oriented. (4).

Evaluasinya berorientasi pada proses yang meliputi keaktifan siswa dan kekritisan

dalam menyikapi masalah yang diajukan guru serta sikap-sikap siswa dalam

26

Agus Moh. Najib, Ahmad Baidowi, Zainuddin. Multikulturalisme Dalam Pendidikan Islam (Studi terhadap UIN Yogyakarta, IAIN Banjarmasin, dan STAIN Surakarta). Tesis tidak diterbitkan, Program Pascasarjana UIN Yogyakarta 2005.

Page 43: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

lingkungan sekolah.27

Bagian ini menyajikan perbedaan dan persamaan bidang kajian

yang diteliti antara peneliti dan penelitian-penelitian sebelumnya. Untuk menghindari

adanya pengulangan kajian terhadap hal-hal yang sama.

4. Arifinur. Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multikultural di SMA selamat pagi Indonesia Kota Batu Tesis Tahun

2010. Hasil Penelitian ini diantaranya (1) Perencanaan Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam berwawasan Mutikultural di SMA Selamat Pagi Indonesia Kota Batu

menekankan Integrasi Nilai-nilai Mutikultural, yaitu, Adil, Bertanggung Jawab,

Religius, Kesadaran hak dan kewajiban, persamaan, Toleransi, Menghargai

Keberagaman, Jujur, Disiplin, yang termuat dalam Rencana Program Pembelajaran

(RPP) maupun Silabus. (2) Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multikultural di SMA Selamat Pagi Indonesia Kota Batu diberikan

Melalui Pendekatan Sosiologis, Baik di sekolah maupun di Asrama.

5. Abdullah Aly. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren (Telaah terhadap

kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Surakarta) Tahun 2011. Hasil

Penelitiannya sebagai berikut: 1). Perencanaan Kurikulum PPMI Assalam dilakukan

dua tahap: penyusunan Draft dan Pembahasan. Penyusunan Draft Pelaksanaan

dilakukan dalam diskusi kelompok, sedangkan pembahasan Draft dilakukan dalam

Workshop. Dalam Penyusunan ini terdapat dua Nilai Multikultural, yaitu Demokrasi

dan Keadilan terdapat pada segi prosesnya. Dalam kegiatan ini, setiap peserta

memiliki hak yang sama dalam berpendapat sehingga tercipta suasana yang

Demokratis Adil dan Terbuka. 2). Implementasi Kurikulum PPMI Assalam

menggunakan model kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dari Implementasi

kurikulum ini terdapat di dalamnya nilai-nilai Multikultural, dan disisi lainnya

terdapat juga nilai kontraproduktif terhadap nilai-nilai Multikultural.

C. Kerangka Pikir

Keberagaman suku bangsa, bahasa, etnis, ras, bahasa, agama, adat

istiadat, terbentang dari pulau Sumatra hingga Papua merupakan anugrah bangsa

Indonesia sebagai kekayaan budaya yang tidak dimiliki negara lain. Namun, jika

hal tersebuttidak dikelola dengan baik dapatmenyebabkan perselisihan dan

konflik yang disebabkan perbedaan kebudayaan yang ada. Diperlukan upaya

meminimalisir terjadinya konflik akibat perbedaan kebudayaan yang akhir-akhir

ini terjadi di Indonesia, salah satunya melalui penanaman nilai-nilai keberagaman.

Keberagaman budaya yang ada di dalam masyarakat, juga tergambar pada

lingkungan sekolah. Siswa dari berbagai latar belakang yang berbeda (etnis,

budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, ras) berkumpul

bersama dalam lingkungan sekolah. Keberagaman tersebut memunculkan gagasan

mengenai pendidikan multikultural guna meminimalisir perselisihan akibat perbedaan

budaya dan sosial.

27

Dwi Puji Lestari. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis multikultural SMA N 1Wonosari Gunung Kidul. Tesis Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga 2012.

Page 44: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Penananman nilai-nilai keberagaman di sekolah sebaiknya dilakukan sedini

mungkin pada jenjang sekolah Menengah Atas. Hal ini bertujuan agar pendidikan

multikultural benar-benar tertanam kuat dalam diri individu, sehingga kelak

mereka dewasa, keberagaman di lingkungan mereka tidak menjadi masalah dan

dapat disikapi dengan bijak. Pendidikan multikultural pada pelaksanaannya

memerlukan pengembangan lebih lanjut dengan memperhatikan faktor pendukung

dan penghambat terlaksananya penanaman nilai-nilai keberagaman tersebut. Peneliti

dalam hal ini akan mengkaji lebih dalam mengenai sosialisasi nilai-nilai

keberagaman di SMKN 1 Kota Bengkulu serta faktor pendukung dan penghambat.

Page 45: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Untuk mengetahui Implementasi model Cooveratie Learning pada Manajemen Pendidikan

Agama Islam Berbasis Multikultural di SMKN 1 Kota Bengkulu. dalam penelitian ini,

menggunakan penelitian kualitatif dan pendekatan Deskriptif. Artinya data yang

dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari hasil naskah

wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi.

Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan

realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu

penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara

realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif.

Menurut Keirl dan Miller dalam Moleong yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah

tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan pada manusia pada kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang

tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.28

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari 12 Juni 2019 sampai dengan 1 Agustus 2019. Penelitian ini

dilaksanakan di (SMKN 1 Kota Bengkulu), letak lokasi sekolah berada di jalan Jati

Kecamatan Ratu Samban Kota Bengkulu. yang letaknya cukup strategis karena berada pada

lokasi kawasan kota Bengkulu berdekatan dengan Kantor Satker PJN Wil 1 Prov.Bengkulu.

Posisi sekolah yang berada di jantung perkotaan. Dipilih tempat ini karena disana tempat

Pusat Pendidikan SMK Rujukan di Provinsi Bengkulu.

C. Responden Penelitian

Responden adalah seseorang yang memberikan kontribusi berupa berita-berita dan

Komentar-komentar dalam suatu penelitian. Responden yang diambil dalam penelitian ini

adalah terdiri dari Kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru PAI SMKN 1 Kota Bengkulu

yang berjumlah 5 orang, dan Siswa yang keseluruhannya berjumlah 10 orang.

28

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Remaja Rosdakarya, Bandung: 2005), hal. 4.

51

Page 46: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Responden tersebut dimintai berbagai keterangan dengan melalui metode wawancara, guna

mencari informasi yang berkaitan dengan tema penelitian, yakni tentang Implementasi Model

Cooperative Learning pada Manajemen Pembelajaran PAI Berbasis Multikultural di SMKN

1 Kota Bengkulu

D. Setting Penelitian

Data merupakan hal yang akurat untuk mengungkap suatu permasalahan data juga sangat

diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Cara untuk memperolehnya, maka

dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu : Pertama, data primer yaitu data yang langsung

dikumpulkan peneliti (dari petugas-petugasnya) atau sumber pertama.29

Yang kedua data

sekunder, yaitu : data yang biasanya telah disusun dalam bentuk dokumen-dokumen.

Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat di bawah ini:

a. Data Primer

Data yang dikumpulkan langsung dari informen (obyek) melalui wawancara langsung, yang

telah memberikan informasi tentang dirinya dan pengetahuannya. Orang-orang yang masuk

dalam kategori ini adalah mereka yang mengetahui tentang Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam Berbasis Multikultural di SMKN 1 Kota Bengkulu, dan Implementasi Model

Pembelajaran Cooverative Learning.

b. Data Skunder

Data yang diperoleh peneliti dengan bantuan bermacam-macam tulisan dan bahan-bahan

dokumen. dan dokumen dapat memberikan banyak informasi tentang Pelaksanaan Model

Pembelajaran Cooverative Learning Pada Manajemen Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam Berbasis Multikultural di SMKN 1 Kota Bengkulu.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menentukan data yang akan dipergunakan, maka dibutuhkan teknik pengumpulan data

agar bukti-bukti dan fakta-fakta yang diperoleh berfungsi sebagai data objektif.

Adapaun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga yakni:

observasi, wawancara, dan dokumentasi.

a. Observasi

Observasi adalah merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan

mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi dapat

dilakukan secara partisipatif atau non partisipatif. Dalam observasi partisipatif, pengamat ikut

29

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1998). hal. 22.

Page 47: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Sedangkan dalam observasi nonpartisipatif,

pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya berperan mengamati kegiatan.30

Hal-hal

yang di obsevasi adalah Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural.

Dengan bertujuan untuk memperoleh data riil tentang lokasi penelitian, lingkungan sekolah,

sarana dan prasarana. Juga peneliti akan memperoleh sebuah data-data konkrit seperti profil

umum, sejarahnya, tujuan yang ingin dicapai, keadaan guru, tenaga pengajar, keadaan siswa,

dan sarana prasarana.

b. Wawancara

Menurut kontjaraningrat,31

Teknik wawancara secara umum dapat dibagi ke dalam dua

golongan besar, yaitu wawancara berencana dan wawancara tak berencana.

1. Wawancara berencana atau berstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan

didasarkan pada suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun

sebelumnya, dengan cara terjuan ke lapangan dengan berpedoman pada sebuah

interview guide sebagai alat bantu. Wawancara yang memuat unsur-unsur pokok yang

ditelusuri, padaperanan pendidikan Islam.32

Yakni khususnya guru sebagai

pelaksanaan pendidikan islam. sehingga data diperoleh secara lisan dari guru-guruatau

narasumber terkait, siswa-siswa dan semua informen dalam kepentingan penelitian ini.

2. Wawancara tak berencana atau bebas dan mendalam adalah wawancara yang

dilakukan dengan tak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dengan suatu daftar

pertanyaan susunan kata dan tata urut tetap yang harus dipatuhi oleh peneliti secara

ketat, atau dengan kata lain proses wawancara dibiarkan mengalir asalkan memenuhi

tujuan penelitian. Cara ini dianggap bermanfaat di dalam menelusuri permasalahan

lebih mendalam. Untuk lebih mempertajam analisis terhadap data saat dilakukan

penelusuran di lapangan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara

tak berencana atau bebas dan mendalam, alasan penggunaan teknik wawancara ini

30

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 220.

31 Kontjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Cet: III. Jakarta, Gramedia. 1991).

hal.138-139. 32

Kerhaigar FN, Azas-azas Penelitian Behavioral (Cet. I; Gajah Mada University Press, 1992), hal.767.

Page 48: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

adalah untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang strategi guru

pendidikan islam dalam menanamkan nilai-nilai multikultural, maka dengan demikian,

melalui wawancara tak berencana atau bebas dan mendalam diharapkan dapat benar-

benar menggali informasi akan di teliti.

c. Dokumentasi

Dalam menggunakan teknik ini, penelitian yang dilakukan oleh peneliti

dimungkinkan memperoleh beragam sumber data tertulis atau dokumen, baik melalui

literatur, jurnal, maupun dokumen resmi dari narasumber yang berkaitan dengan

penelitian. Walaupun demikian bahan dokumen juga perlu mendapat perhatian karena

hal tersebut memberikan manfaat tesendiri seperti: sumber-sumber dan jurnal yang

terkait dalam pengembangan penelitian sehingga berimplikasi pada peranan

Pendidikan Islam dalam menanamkan nilai-nilai multikultural di sekolah SMKN 1

Kota Bengkulu.

F. Teknik Keabsahan Data

Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya, selain digunakan

untuk menyanggah balik yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang

mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak

terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif.

Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian yang

dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah sekaligus untuk menguji data

yang diperoleh. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji,

credibility, transferability, dependability, dan confirmability.

Agar data dalam penelitian kualitatif dapat dipertanggungjawabkan

sebagai penelitian ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun uji

keabsahan data yang dapat dilaksanakan.

1.Credibility

Uji credibility(kredibilitas) atau uji kepercayaan terhadap data hasil penelitian

yang disajikan oleh peneliti agar hasil penelitian yang dilakukan tidak meragukan

sebagai sebuah karya ilmiah dilakukan.

a. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan dapat meningkatkan kredibilitas/kepercayaan

data. Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,

melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang ditemui

maupun sumber data yang lebih baru. Perpanjangan pengamatan berarti

hubungan antara peneliti dengan sumber akan semakin terjalin, semakin akrab,

semakin terbuka, saling timbul kepercayaan, sehingga informasi yang diperoleh

semakin banyak dan lengkap.Perpanjangan pengamatan untuk menguji

Page 49: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

kredibilitas data penelitian difokuskan pada pengujian terhadap data yang

telah diperoleh. Data yang diperoleh setelah dicek kembali ke lapangan benar

atau tidak, ada perubahan atau masih tetap. Setelah dicek kembali ke

lapangan data yang telah diperoleh sudah dapat

dipertanggungjawabkan/benar berarti kredibel, maka perpanjangan pengamatan

perlu diakhiri

b. Meningkatkan kecermatan dalam penelitian

Meningkatkan kecermatan atau ketekunan secara berkelanjutan maka

kepastian data dan urutan kronologis peristiwa dapat dicatat atau direkam dengan

baik, sistematis. Meningkatkan kecermatan merupakan salah satu cara

mengontrol/mengecek pekerjaan apakah data yang telah dikumpulkan, dibuat,

dan disajikan sudah benar atau belum.

Untuk meningkatkan ketekunan peneliti dapat dilakukan dengan cara

membaca berbagai referensi, buku, hasil penelitian terdahulu, dan dokumen-dokumen

terkait dengan membandingkan hasil penelitian yang telah diperoleh. Dengan

cara demikian, maka peneliti akan semakin cermat dalam membuat laporan yang

pada akhirnya laporan yang dibuat akan smakin berkualitas.

c. Triangulasi

Wiliam Wiersma (1986) mengatakan triangulasi dalam pengujian kredibilitas

diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai waktu.

Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data,

dan waktu.

1) Triangulasi Sumber

Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data

yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dianalisis oleh

peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan

kesepakatan (member check) dengan tiga sumber data.

2) Triangulasi Teknik

Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data

kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya untuk

mengecek data bisamelalui wawancara, observasi, dokumentasi. Bila dengan

teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda,

maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang

bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar.

3) Triangulasi Waktu

Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat

narasumber masih segar, akan memberikan data lebih valid sehingga lebih

kredibel. Selanjutnya dapat dilakukan dengan pengecekan dengan wawancara,

observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji

Page 50: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga

sampai ditemukan kepastian datanya.

d. Analisis Kasus Negatif

Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang

berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila

tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti

masih mendapatkan data-data yang bertentangan dengan data yang

ditemukan, maka peneliti mungkin akan mengubah temuannya.

e.Menggunakan Bahan Referensi

Yang dimaksud referensi adalah pendukung untuk membuktikan data yang

telah ditemukan oleh peneliti. Dalam laporan penelitian, sebaiknya data-data

yang dikemukakan perlu dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen autentik,

sehingga menjadi lebih dapat dipercaya.

f. Mengadakan Membercheck

Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang

diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi tujuan

membercheckadalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam

penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.

3. Transferability

Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif.

Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil

penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil.

Pertanyaan yang berkaitan dengan nilai transfer sampai saat ini masih

dapat diterapkan/dipakai dalam situasi lain. Bagi peneliti nilai transfer sangat

bergantung pada si pemakai, sehingga ketika penelitian dapat digunakan dalam

konteks yang berbeda di situasi sosial yang berbeda validitas nilai transfer masih

dapat dipertanggungjawabkan.

4. Dependability

Reliabilitas atau penelitian yang dapat dipercaya, dengan kata lain

beberapa percobaan yang dilakukan selalu mendapatkan hasil yang sama.

Penelitian yang dependabilityatau reliabilitas adalah penelitian apabila penelitian

yang dilakukan oleh orang lain dengan proses penelitian yang sama akan

memperoleh hasil yang sama pula.Pengujian dependabilitydilakukan dengan cara

melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Dengan cara auditor

yang independen atau pembimbing yang independen mengaudit keseluruhan

aktivitas yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Misalnya

bisa dimulai ketika bagaimana peneliti mulai menentukan masalah, terjun ke

Page 51: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

lapangan, memilih sumber data, melaksanakan analisis data, melakukan uji keabsahan

data, sampai pada pembuatan laporan hasil pengamatan.

5. Confirmability

Objektivitas pengujian kualitatif disebut juga dengan uji

confirmability penelitian. Penelitian bisa dikatakan objektif apabila hasil

penelitian telah disepakati oleh lebih banyak orang. Penelitian kualitatif uji

confirmabilityberarti menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang

telah dilakukan. Apabila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian

yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar

confirmability.Validitas atau keabsahan data adalah data yang tidak berbeda antara

data yang diperoleh oleh peneliti dengan data yang terjadi sesungguhnya pada

objek penelitian sehingga keabsahan data yang telah disajikan dapat

dipertanggungjawabkan.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah sebuah proses yang dilakukan melalui pencatatan,

penyusunan, pengolahan dan penafsiran serta menghubungkan makna data yang ada

dalam kaitannya dengan masalah penelitian.33

Data yang telah diperoleh melalui

wawancara, observasi dan dokumentasi maka peneliti melakukan analisis melalui

pemaknaan atau proses interprestasi terhadap data-data yang telah diperolehnya.

Analisis yang dimaksud merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis

catatan hasilobservasi, wawancara dan dokumentasi untuk meningkatkan pemahaman

peneliti tentang persoalan yang diteliti dan menyajikan sebagai temuanlapangan bagi

orang lain.

Teknik analisis ini bertujuan untuk menetapkan data secara sistematis,catatan

hasil observasi, wawancara dan lain-lainya berfungsi untuk meningkatkan pemahaman

tentang kasus yang diteliti yang menyajikannya,sebagai temuan bagi orang lain.

Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu di lanjutkan dengan

berupaya mencari makna.34

Analisis data ini meliputi kegiatan pengurutan dan pengorganisasian data,

pemilihan menjadi satuan-satuan tertentu, sintesis data, pelacakan pola serta penentuan

apa yang harus dikemukakan pada orang lain

Proses analisis data disini peneliti membagi menjadi tiga komponen, antara lain

sebagai berikut :

1. Reduksi data

33

Nana Sudjana & Awal Kusumah, Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi, (Bandung: PT Sinar Baru Algensindo, 2000), hal. 89.

34 Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Rake Sarasen, Yogyakarta: 1996), hal.104.

Page 52: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

membuang yang tak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga

diperoleh kesimpulan akhir dan diverivikasi. Laporan-laporan direduksi, dirangkum,

dipilih hal-hal pokok, difokuskan. Mana yang penting dicari tema atau polanya dan

disusun lebih sistematis.

Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung. Peneliti

mengumpulkan semua hasil penelitian yang berupa wawancara, foto-foto, dokumen-

dokumen sekolah serta catatan penting lainya yang berkaitan dengan strategi guru

PAI dalam menanamkan nilai-nilai multikultural melalui PAI di SMKN 1 Kota

Bengkulu. Selanjutnya, peneliti memilih data-data yang penting dan menyusunnya

secara sistematis dan disederhanakan.

Miles dan Huberman mengatakan bahwa penyajian data dimaksudkan untuk

menemukan pola-pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dalam penelitian ini

dimaksudkan untuk menemukan suatu makna dari data data yang sudah diperoleh,

kemudian disusun secara sistematis dari bentuk informasi yang kompleks menjadi

sederhana tetapi selektif. Data yang sudah disederhanakan selanjutnya disajikan

dengan cara mendikripsikan dalam bentuk paparan data secara Naratif. Dengan

demikian di dapatkan kesimpulan sementara yang berupa temuan penelitian yakni

berupa indikator-indikator strategi guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai

multikultural melalui PAI di SMKN 1 Kota Bengkulu.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau

menyajikan data. Dengan mendisplaykan data atau menyajikan data, maka akan

memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan

Menarik kesimpulan selalu harus mendasarkan diri atas semua data yang

diperoleh dalam kegiatan penelitian. Dengan kata lain, penarikan kesimpulan harus di

dasarkan atas data, bukan atas angan-angan atau keinginan peneliti. Kesimpulan

dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung, yaitu pada

awal peneliti mengadakan penelitian di SMKN 1 Kota Bengkulu dan selama proses

pengumpulan data. Dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus

menerus akan diperoleh kesimpulan yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian,

peneliti melakukan kesimpulan secara terus menerus akan diperoleh kesimpulan yang

bersifat menyeluruh. Dengan demikian, peneliti melakukan kesimpulan secara terus-

menerus selama penelitian berlangsung.

BAB IV

Page 53: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Sejarah Singkat SMKN 1 Kota Bengkulu

SMKN 1 Kota Bengkulu adalah SMK pertama di Provinsi Bengkulu yang telah

memenuhi syarat untuk menjadi sekolah rujukan. Untuk itu berharap nantinya bisa

ditetapkan menjadi SMK rujukan. Untuk Syarat tersebut diantaranya adalah memiliki

siswa lebih dari seribu orang, kemudian jumlah guru produktif lebih dari 75 orang, lahan

yang siap dikembangkan seluas lebih dari 5.000 meter persegi, serta memiliki jaringan

kerjasama dengan seratus industri. Syarat berikutnya adalah fasilitas sarana pembelajaran

yang baik, letak sekolah strategis, kinerja baik termasuk di ujian nasional (unas), dan

menguasi dua bahasa asing.

SMKN 1 Kota Bengkulu resmi menjadi SMK Rujukan setelah diresmikan oleh

Gubernur Bengkulu, Dr. H. Ridwan Mukti, MH bertempat di SMKN 1 Kota Bengkulu,

Jum’at (26/02/2016). Dalam peresmian ini dihadiri Direktur Pembinaan SMK, Dr.

Mustafirin, Wakil Walikota Bengkulu, Ir. Patriana Sosialinda dan Kepala Sekolah SMK

Se-Provinsi Bengkulu.

Dalam sambutanya Direktur Pembinaan SMK, Dr.Mustagfirin mengatakan sekolah-

sekolah yang ditetapkan menjadi SMK rujukan ini nantinya tidak hanya mencerdaskan

siswanya sendiri. Tentunya yang perlu mereka tuntut adalah untuk memiliki lima sampai

enam unit SMK aliansi. Sekolah-sekolah aliansi itu boleh memanfaatkan sumberdaya yang

ada di SMK

rujukan induknya, Selain itu, “Peresmian SMKN 1 Kota Bengkulu menjadi sekolah

rujukan ini tentunya mempunyai harapan yang kuat untuk dapat menciptakan SDM yang

berkualitas dan berkarakter”, ungkap Kepala Sekolah SMKN 1 Kota Bengkulu.

Page 54: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

2. Profil SMKN 1 Kota Bengkulu

1) Nama Sekolah : Sekolah Menengah Atas Negeri (SMKN 1 Kota

Bengkulu)

2) Nama Kepala Sekolah : Dra. Hj. Evriza, M.Pd

3) NPSN : 10702433

4) Sertifikat Mutu : ISO 9001:2015

5) Sebutan Sekolah : SMK Rujukan

SMK REVITAL

6) Alamat : Jl. Jati No.41 Kel Padang Jati Bengkulu.

3. Visi dan Misi

1.) Visi

Menjadi SMK Berkarakter dan Unggul di Tingkat Nasional Tahun 2020.

2.) Misi

1. Mengembangkan sekolah yang religius dan berkarakter.

2. Meningkatkan etos kerja guru dan staf

3. Mengembangkan Pendidikan berwawasan Lingkungan

4. Meningkatkan kerjasama dengan dunia usaha dan Industri

5. Membudayakan komunikasi yang santun

6. Mengembangkan pembelajaran berbasis teknonologi

7. Mengembangkan pendidikan dan keterampilan berwirausaha

8. Meningkatkan dan mengembangkan sistem manajemen

9. Meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan Kependidikan.

10. Mengembangkan kurikulum berbasis Kompetensi

11. Mengembangkan sarana dan Prsarana sekolah

12. Meningkatkan mutu layanan diklat kejuruan

Page 55: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

13. Memperbaiki penampilan fisik sekolah.

4. Tujuan

Tujuan SMKN 1 Kota Bengkulu

1. Terlaksananya pembelajaran dengan pendekatan IPTEK berlandaskan IMTAQ.

2. Terlaksananya budaya sekolah yang berwawasan lingkungan

3. Terwujudnya sekolah yang bebas rokok. Narkoba, Minuman keras, dan kekerasan.

4. Terwujudnya kerjasama dengan Dunia usaha/Industri.

5. Terwujudnya budaya komunikasi yang santun

6. Terselenggaranya pendidikan dan keterampilan/berwirausaha.

7. Terselenggaranya pengembangan sistem Manajemen berbasis mutu.

8. Terselenggaranya etos kerja yang tinggi bagi guru dan Pegawai.

9. Terlaksananya peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan.

10. Terlaksananya pengembangan kurikulum, pendidikan dan latihan berbasis

kompetensi.

11. Terpenuhinya sarana dan prasarana serta perbaikan penampilan fisik sekolah.

5. Sumber Daya Manusia

Adapun rincian Jumlah Sumber Daya Manusia SMKN 1 kota Bengkulu dapat dilihat

sebagai berikut:

1. Guru : 96 orang

2. Tenaga TU : 33 orang

3. Siswa : 1.335 Siswa

6. Sarana dan Prasarana

Dilihat dari Sarana dan prasarana yang ada di SMKN 1 kota Bengkulu sedikit

banyak telah mengalami Kemajuan. Dengan tenaga pengajar yang cukup dan

didukung oleh fasilitas ruang belajar sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini

Page 56: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

telah memungkinkan terselenggaranya proses Pendidikan yang berjalan dengan cukup

baik. Untuk lebih jelas maka dapat dilihat dibawah ini :

1. Luas Bangunan : 8.200 M

2. Luas Halaman/Taman : 1.200 M

3. Lapangan Olahraga : 8.500 M

4. Lain-lain : 875 M

5. Luas Tanah Bersertifikat : 11.775 M

6. Daya Listrik Kapasitas : 66.000 WATT

2. Hasil Penelitian

1. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural

Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural di SMKN 1 Kota

Bengkulu maka kita harus memahamai beberapa aspek yang termasuk dalam

Multikultural seperti:

Memilih Model Pembelajaran.

Memberikan Motivasi kepada peserta didik untuk belajar PAI Multikultural.

Membina akhlak Karimah.

Menanamkan Sikap Toleransi.

2. Hasil wawancara dan Observasi kepala SMK Negeri 1 Kota Bengkulu

Hasil wawancara dengan kepala sekolah SMK Negeri 1 Kota Bengkulu yaitu, Bagaimana

peran kepala sekolah terhadap pendidikan agama berwawasan multikultural di SMK

Negeri 1 Kota Bengkulu?

Karena di SMK Negeri 1 ini sekolah negeri, sekolah negeri yang mewadahi

keberagaman termasuk keberagaman agama kan begitu ya. Di sini ada agama Hindu,

Kristen ada, Katolik ada, Budha ada, agama Islam mayoritas. Nah sekarang

keterkaitannya dengan pembelajaran agama berwawasan multikultural, intinya

adalah bagaimana menanamkan kepada pengajar, kepada pendidik bahwa

keberagaman agama itu adalah kekayaan bangsa. Kalau itu sebuah kekayaan, maka

harus dijaga agar kekayaan itu tidak luntur. Oleh karenanya, implementasinya adalah

saling menghargai. Toleransi agama di sekolah ini saya pandang cukup bagus. Di

sini diterapkan pagi membaca surat al-Qur’an, yang ayat pendek-pendek

diterapkan..35

35

Wawancara Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 14 Juni 2019

Page 57: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Peneliti kembali menggali lebih dalam lagi untuk mencari keakuratan data, dari hasil

pengamatan peneliti, kembali wawancara dengan kepala sekolah Bagaimana

langkah-langkah sekolah dalam mengimplementasikan PAI berwawasan

multikultural dalam kegiatan pembelajaran?

Multikultur ini kan keberagaman budaya. Nah, keberagaman budaya itu memang

bisa dikaitkan dengan keberagaman agama. Misalnya ada jarak-jarak tertentu yang

mayoritas agamanya Kristen atau mayoritas agamanya Islam, atau Katolik dan

sebagainya. Tetapi, ada kaitannya dengan multi, dan multi itu memadukan

keberagaman itu menjadi sebuah komunitas yang saling menghargai. Nah,

langkahnya bagaimana? Kami di sini antara guru agama yang Islam, guru agama

Kristen, guru agama Katolik, itu dipadukan menjadi satu rumpun mata pelajaran

sebagai koordinatornya guru agama Islam. Dan nanti kalau ada kegiatan-kegiatan

berkaitan dengan peningkatan mutu pembelajaran dan sebagainya itu saya

menugaskannya kepada guru agama Islam ini dan melibatkan kepada guru agama

lain selain Islam. Itu berarti sudah mewadahi, menyiapkan pendidikan multikultur

khususnya di bidang agama. Kemudian berikutnya, implementasinya ketika guru

agama Islam sebagai koordinator itu ada sesuatu yang sifatnya berkaitan dengan

pembelajaran, berkaitan dengan guru, dan sebagainya, maka guru agama Islam ini

tadi yang mengelola guru agama lain. Nah dari sini mau tidak mau terjadi proses

interaksi, adaptasi, saling menghargai.Tentu di dalam melaksanakan kegiatan

semacam ini, pasti ada perencanaan. Karena ini berkaitan dengan dunia pendidikan,

dunia pendidikan itu di dalamnya ada guru. Tugas guru itu adalah membimbing,

mendidik, mengajar dan lain sebagainya, maka guru itu perlu ada persiapan. Nah

persiapan itu dalam bentuk perangkat mengajar. Lewat perangkat mengajar inilah,

persiapan dalam mengimplementasikan nilai-nilai multikultur, walaupun tidak

secara tersurat itu ada titipan tentang multikultur. Tetapi di dalam kesehariannya di

sini memang sudah terekspresinya itu multikultur. Kayak tadi pagi ada doa bersama

dipandu dari agama Islam, anak-anak menyesuaikan diruangnya, memang kebetulan

disini saling menghargai tidak ada namanya saling beda pendapat, memperdebatkan

tentang akidah-akidah agama tidak ada di sini, jadi saling jalan sebagai kekayaan

tadi.36

Peneliti kembali menggali lebih dalam lagi untuk mencari keakuratan data, dari hasil

pengamatan peneliti, kembali wawancara dengan kepala sekolah, apakah nilai-nilai

multikultural juga diimplementasikan ke dalam kegiatan-kegiatan yang ada di SMK

Negeri 1 Kota Bengkulu?

Bentuk kegiatannya di sini ada hari-hari besar agama. Hari-hari besar agama itu

sarana untuk multikultur. Jadi, yang beragama Islam itu ada kegiatan di Masjid,

yang beragama non-Islam itu dengan guru sesuai dengan agamanya masing-masing.

Kalau misalnya ada pemantapan akidah, maka pemantapan akidahnya tidak hanya

agama Islam saja yang ditangani sekolah tapi juga yang non-Islam tentunya

melibatkan guru agama yang sejenis. Jadi, kalau misalnya anak-anak Islam itu di

sekolah atau bakti sosial yang diadakan di lokasi Kota Bengkulu, Jadi, di sekolah

siswa mempunyai wadahnya masing-masing tapi yang mengkoordinir agama Islam.

Karena apa? Agama Islam kan mayoritas, kita ikut saja organisasi yang ada di

sekolah, dan gak ada masalah. Tapi yang sangat spesifik, misalnya Maulud Nabi kan

gak mungkin yang agama non-Islam mengikuti tata upacaranya, maka untuk

36

Wawancara Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 14 Juni 2019

Page 58: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

merayakan hal demikian, di kegiatan-kegiatan yang besar, misalnya Paskah,

Natalan, anak-anak yang beragama Nasrani ini punya kegiatan yang setara dengan

peningkatan akidah kepada anak-anak agama Islam.37

Peneliti kembali menggali lebih dalam lagi untuk mencari keakuratan data, dari hasil

pengamatan peneliti, kembali wawancara dengan kepala sekolah, Faktor pendukung

dan penghambat apa saja dalam mengimplementasikan PAI berwawasan

multikultural?

Kalau pendukungnya itu memang kesadaran yang tumbuh itu sudah menjadi

budaya sekolah, menjadi kultur. Kesadaran warga sekolah baik itu orang tua,

guru, komite, ya stake holder yang ada itu memang sudah menjadi sebuah

budaya sehingga saya rasakan hingga saat ini gak ada kendala. Penghambatnya

itu sangat tidak berarti sehingga saya katakan tidak ada, yaitu dengan saling

menghargai tadi.

Peneliti kembali menggali lebih dalam lagi untuk mencari keakuratan data,

dari hasil pengamatan peneliti, Kegiatan apa saja yang diadakan sekolah dalam

membangun toleransi beragama di SMK Negeri 1 Kota Bengkulu?

Bakti social bareng-bareng, kemudian kalau kegiatan hari-hari besar

agamasaya minta semuanya untuk datang.

Bagaimana dampak kegiatan-kegiatan tersebut terhadap toleransi beragama di SMK

Negeri 1 Kota Bengkulu?

Yang jelas, jalannya roda persekolahan itu nyaman, aman, tidak pernah ada

perselisihan, khususnya yang dipicu oleh perbedaan agama. Kita saling

menghargaitata upacaranya, misalnya tata upacaranya agama Katolik seperti

apa, tata cara upacaranya Kristen, teman-teman sekedar mengetahui saja.

Seperti saya lihat sendiri tata cara upacaranya agama Islam seperti apa, saya

tau semuanya, ya sudah kita tau mana yang boleh kita lakukan, mana yang

tidak, kita harus paham semua.

Sebagai pendidik, guru tidak hanya bertugas memberi dan menyampaikan materi

mata pelajaran saja, melainkan harus dapat membimbing, mengarahkan dan

memberi teladan yang baik untuk siswanya sehingga dapat membantu

menumbuhkan dan mengembangkan perilaku yang baik bagi semua siswanya. Guru

harus menjadi panutan dan dihormati oleh semua siswanya, untuk itu guru harus

mampu memberikan dan menunjukkan contoh perilaku yang baik dalam setiap

kesempatan, baik di lingkungan maupun di luar sekolah. Selain itu. guru menjadi

peranan penting untuk membuat para siswanya memiliki sikap multikulturalis

danrasa toleransi beragama. Agar sikap tersebut melekat dalam diri mereka, maka

disela mengajarnya seorang guru harus memberikan informasi dan mengarahkan

para siswanya tentang wawasan saling menghargai dan menghormati antar sesama.

Guru PAI menjelaskan bahwa dalam konteks PAI, keberhasilan pendidikan

multikultural ini dapat dilihat ketika siswa mampu memahami perbedaan yang

37

Wawancara Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 14 Juni 2019

Page 59: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

terjadi di kalangan umat Islam itu sendiri, seperti perbedaan madzhab, aliran, bahkan

teologinya. Pemahaman siswa terhadap kemajemukan di dalam Islam itu sendiri,

akan mendorong mereka saling menghargai dan menghormati pendapat orang lain

serta tidak memaksakan pendapatnya atau madzhabnya kepada yang lainnya.

Apabila hal ini sudah menjadi suatu kebiasaan pada diri siswa, maka ketika mereka

hidup bermasyarakat di luar lingkungan sekolah, akan tumbuh sikap toleransibukan

hanya antar sesama muslimsaja, akan tetapi sikap toleransi tersebut akan terjadi

padaantar sesama pemeluk agama lain.

3. Hasil wawancara Wakil kepala SMK Negeri 1 Kota Bengkulu

Bagaimana langkah Bapak dalam mewujudkan PAI berwawasan multikultural di SMK

Negeri 1 Kota Bengkulu?

Sekolah kita ini adalah sekolah Negeri, bukan Aliyah, bukan Pondok Pesantren.

Oleh karena itu, latar belakang anak-anak kami itu adalah sangat heterogen.

Pengertian heterogen di sini: (1) berbagai macam paham aliran keagamaan, (2)

kedalaman keberagaman ilmu agama mereka juga sangat heterogen, (3) budaya

merekapun juga sangat heterogen. Karena heterogen iniheterogenitas dari pada anak-

anak kami, maka cara kami menyikapi mereka itupun juga dengan cara menyikapi

yang bijak tidak ada pemaksaan, tidak ada hal-hal yang sifatnya doktrinal. Tapi

untuk masalah-masalah yang prinsip itu memang tidak kita doktrinkan. Tapi untuk

masalah-masalah yang sifatnya tidak prinsip, maka itu kami sangat memahami

keheterogenan dari pada anak-anak kami. Sebagai contoh, kami sangat memahami

kalau anak-anak kami itu ada yang pahamnya, misalnya paham Syafi’iyyah, paham

Hanafiyah, maka itu bisa kami pahami. Kami tidak mengarahkan kepada anak-anak

paham-paham tertentu. Misalnya lagi di sini ada berbagai macam kegiatan, kegiatan

kesenian, baik itu kesenian agama, maupun keseniannon-agama itu juga memotivasi

anak-anak, silahkan mereka itu mengikuti asalkan norma-norma keagamaan masih

mereka pegang. Nah itu yang kami lakukan bagaimana caranya memahami anak-

anak yang kulturnya bermacam-macam. Nah itu yang kami lakukan bagaimana

caranya memahami anak-anak yang kulturnya bermacam-macam.38

Peneliti kembali menggali lebih dalam lagi untuk mencari keakuratan data, dari hasil

pengamatan peneliti, kembali wawancara dengan Wakil kepala sekolah, Apa saja nilai-

nilai multikultural yang ditanamkan kedalam proses pembelajaran?

Nilai multikultural yang ditanamkan adalah tentu saja kultur yang bernafaskan

Islam, yang Islami karena mata pelajarannya kan mata pelajaran Pendidikan Agama

ya, yang Islami akan tetapi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi itu yang

paling utama. Jadi, nilai-nilai kultural yang Islami tetapi masih menjunjung tinggi

toleransi. Misalnya, ketika kita memulai pelajaran, kalau toh misalnya pada awal

pelajaran itu sudah ada doa bersama yang dibimbing dari pusat, tapi karena pada

waktu itu pelajaran agama Islam, maka akan kita bimbing anak-anak membaca doa

dengan doa Islam, kemudian nanti pada akhir juga begitu akan kita tutup dengan

kehidupan yang Islami, nilai-nilai kultur yang Islami. Kultur-kultur Islami yang

38

Wawancara Wakil Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 17 Juni 2019

Page 60: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

seperti itu yang kita tanamkan kepada siswa. Cara bicaranya, sopan santunnya, itu

contoh yang kita tanamkan.39

Peneliti kembali menggali lebih dalam lagi untuk mencari keakuratan data, dari hasil

pengamatan peneliti, kembali wawancara dengan Wakil kepala sekolah, Pendekatan

apakah yang Bapakgunakandalam proses pembelajaran PAI berwawasan multikultural?

Intinya adalah kita kalau mendidik anak-anak pendekatannyaya mesti pendekatan

uswah hasanah. Jadi keteladanan yang utama ke anak-anak kita. Sebab menurut saya

pendidikan agama Islam yang paling berkenan di mata peserta didik itu adalah

keteladanan. Pendekatan sosiologis, hubungan kita dengan mereka adalah hubungan

bukan hubungan antara atasan dan bawahan, akan tetapi hubungan seakan-akan

seperti hubungan sebaya, hubungan keluarga.

Peneliti kembali menggali lebih dalam lagi untuk mencari keakuratan data, dari hasil

pengamatan peneliti, kembali wawancara dengan Wakil kepala sekolah, agaimana upaya

Bapak dalam menghadapi kondisi siswa yang berbeda-beda?

Secara umum tidak ada masalah, yang kita berikan itu hal-hal yang sifatnya

universal. Universal itu artinya menyeluruh, global, itu bisa diterima oleh berbagai

macam budaya, artinya bisa diterima oleh anak laki-laki, bisa diterima anak

perempuan, karena yang kita berikan memang sifatnya universal, sifatnya umumdan

tidak terlalu dominan dalam budaya tertentu atau dalam paham-paham tertentu.

Istilah-istilah yang menurut saya itu tidak dipahami oleh semua anak, maka nanti

saya carikan jalan keluar yaitu menjelaskan maksudnya itu begini.

Peneliti kembali menggali lebih dalam lagi untuk mencari keakuratan data, dari hasil

pengamatan peneliti, kembali wawancara dengan Wakil kepala sekolah, Apakah kendala

yang dihadapi Bapak dalam proses pembelajaranPAI?

Kendala secara umum ini begini mbak: pertama, kemampuan membaca al-Qur’an

anak-anak yang sangat heterogen dan rata-rata di bawah standart anak SMK itu, ada

yang bagus, bagusnya bagus tapi tidak banyak satu dua, tapi semua anak bisa

membaca al-Qur’an hanya itu tadi rata-rata di bawah standart; kedua, bagroundanak-

anak, kemampuan agamanyaitu juga bermacam-macam. Anak-anak kami di SMK

ini ada yang keluaran MTS, ada yang keluaran Pondok Pesantren, ada yang keluaran

SMP Negeri, tapi ada juga yang keluaran SMP Kristen meskipun agamanya Islam,

nah itu kadang-kadang yang sedikit ada kendala dalam penyampaian pendidikan

agama Islam.40

Bagaimana dampak implemtasi tersebut terhadap toleransi beragama di SMK Negeri 1

Kota Bengkulu?

Yang saya ketahui, anak-anak semakin luas pikirannya, tidak gampang menyalahkan

orang lain, tidak gampang mengklaim dirinya paling benar, itu kan merupakan suatu

dampak dari didikan toleransi ya, tidak suka menyalahkan orang lain, tidak merasa

dirinya paling benar, pandai menghargai orang lain, meskipun beda. Kalau dalam

pembelajaran, intinya anak-anak semakin luas pikirannya, tidak gampang mencela

39

Wawancara Wakil Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 17 Juni 2019 40

Wawancara Wakil Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 17 Juni 2019

Page 61: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

orang meskipun berbeda, mereka bisa memahami budaya yang dimiliki orang lain.

Mereka sangat memahami bahwa orang lain boleh berbeda itu ditunjukkan dari

sikap, cara bicara mereka. Misalnya anak yang pakai jilbab tidak memandang aneh

bagi yang lain yang tidak memakai jilbab.

Apakah pernah ada konflik antara siswa atau antara guru dan siswa? Kalau ada,

bagaimana cara mengatasinya?

Yang jelas, kalau yang dikatakan konflik disini tidak ada mbak, tapi kalau sedikit

tentang ada masalah gitu ya itu memang wajar. Tapi masalahnya, itu bukan masalah

karena intoleransi. Tapi ya karena hal biasa-biasa, misalnya hal biasa itu ya antara

siswa kecewa dengan guru, guru kecewa dengan siswa, antara siswa dengan yang

lain dengan masalah-masalah yang sedikit tadi itu, tapi tidak ada hubungannya

dengan masalah intoleransi, yaitu tidak pernah ada masalah.

4. Hasil wawancara Guru PAI SMK Negeri 1 Kota Bengkulu

Peneliti kembali menggali lebih dalam lagi untuk mencari keakuratan data, dari hasil

wawancara peneliti,

Apakah model Cooperative Learning tepat digunakan saat Pembelajaran PAI Berbasis

Multikultural berlangsung?

Iya, karena model pembelajaran Cooperative Learning adalah Strategi Belajar Mengajar yang

menekankan pada sikap dan prilaku bersama dalam bekerja dan membantu diantara sesama

dalam struktur kerjasama yang teratur di dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau

lebih sehingga akan timbul nilai Tanggung Jawab dan Nilai Toleransi yang kuat antar sesama

siswa.41

Bagaimana Manajemen Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural

yang baik?

Manajemen itu kan sama dengan Pengaturan, jadi Manajemen Pembelajaran PAI

Multikultural yang baik itu adalah perencanaannya yang sesuai dengan aturan

dimulai dari penyusunan Rancangan Pembelajaran RPP yang memuatkan PAI

Multikultural dan Silabus yang memiliki muatan PAI Multikultural serta ketika

Pelaksanaan Pembelajaran sedang berlangsung dan Evaluasi Pembelajaran.42

Pertanyaan Bagaimana proses pembelajaran PAI Multikultural di kelas?

Karena siswa kami ini beragam bukan hanya Islam saja, maka ketika pelajaran PAI

berlangsung siswa yang Islam menetap di kelas, sedangkan yang beragama non-

Islam keluar menuju kelas agamanya juga.

Pertanyaan Pendekatan apakah yang Bapak gunakan dalam proses pembelajaran PAI

berwawasan multikultural?

41

Wawancara Guru PAI SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 17 Juni 2019 42

Wawancara Guru PAI SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 17 Juni 2019

Page 62: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Intinya adalah kita kalau mendidik anak-anak pendekatannya ya mesti pendekatan

uswatun hasanah. Jadi keteladanan yang utama ke anak-anak kita. Sebab

menurutsaya pendidikan agama Islam yang paling berkenan di mata peserta didik itu

adalah keteladanan. Pendekatan sosiologis, hubungan kita dengan mereka adalah

hubungan bukan hubungan antara atasan dan bawahan, akan tetapi hubungan

seakan-akan seperti hubungan sebaya, hubungan keluarga.

Bagaimana upaya Bapak dalam menghadapi kondisi siswa yang berbeda-beda?

Secara umum tidak ada masalah, yang kita berikan itu hal-hal yang sifatnya

universal. Universal itu artinya menyeluruh, global, itu bisa diterima oleh berbagai

macam budaya, artinya bisa diterima oleh anak laki-laki, bisa diterima anak

perempuan, bisa diterima oleh anak Bengkulu, bisa diterima oleh anak luar

Bengkulu, karena yang kita berikan memang sifatnya universal, sifatnya umum dan

tidak terlalu dominan dalam budaya tertentu atau dalam paham-paham tertentu.

Kalau toh saya pada waktu menerangkan, kadang-kadang menerangkan istilah-

istilah Jawa itu selalu saya tambahi dengan keterangan Indonesia. Istilah-istilah yang

menurut saya itu tidak dipahami oleh semua anak, maka nanti saya carikan jalan

keluar yaitu menjelaskan maksudnya itu begini.43

Apakah kendala yang dihadapi Bapak dalam proses pembelajaran PAI?

Kendala secara umum ini begini dinda: pertama, kemampuan membaca al-Qur’an

anak-anak yang sangat heterogen dan rata-rata di bawah standart anak SMK itu, ada

yang bagus, bagusnya bagus tapi tidak banyak satu dua, tapi semua anak bisa

membaca al-Qur’an hanya itu tadi rata-rata di bawah standart; kedua, bagroundanak-

anak, kemampuan agamanyaitu juga bermacam-macam. Anak-anak kami di SMK

iniada yang keluaran MTS, ada yang keluaran Pondok Pesantren, ada yang keluaran

SMP Negeri, tapi ada juga yang keluaran SMP Kristen meskipun agamanya Islam,

nah itu kadang-kadang yang sedikit ada kendala dalam penyampaian pendidikan

agama Islam.44

PertanyaanApa upaya Bapak dalam membangun toleransi beragama siswa/guru?

Upaya yang bisa kita berikan kepada anak, namanya guru, ya tentu saja dengan (1)

pemahaman yang dimulai dari amar ma’ruf nahi munkar kan gitu. Guru itu apa sih

tugasnya, ya amar ma’rufnya itu tadi, mengajak anak-anak supaya melakukan yang

baikdan mencegah anak anak untuk menghindari yang tidak baik; (2) keteladanan

dari perilaku guru, itu yang menurut saya dua hal ini yang paling ditekankan.

PertanyaanPembiasaan-pembiasaan apa saja yang dilakukan Bapak terkait dalam

membangun toleransi beragama?

Ya menghormati orang lain, tidak berpaham ekstrim itu yang kita tanamkan kepada

anak-anak. Pandai memahami kalau orang lain itu tidak harus sama dengan kita,

43

Wawancara Guru PAI SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 17 Juni 2019 44

Wawancara Guru PAI SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 18 Juni 2019

Page 63: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

pandai memahami kalau orang lain itu boleh berbeda dengan kita. Penanaman-

penanaman seperti itu yang kita tanamkan.

Pertanyaan Kegiatan apa saja yang diadakan sekolah dalam membangun toleransi

beragama sesama siswa, antara siswa dan guru,dan sesama guru?

Kegiatannya misalnya ibadah bersama, misalnya shalat Jum’at, yang beragama lain

kan ada kegiatan lain gitu, dankegiatan-kegiatan yang sifatnya sosial, anak-anak

yang beragama Islam itu ada semacam dana yang mereka kumpulkan, yang

beragama lain itu ada dana yang mereka kumpulkan, ini mereka sangat toleran

dalam rangka menumbuhkan toleransi.45

Menurut Bapak apa yang dimaksud dengan toleransi beragama?

Toleransi menurut sayaitu adalah sikap memahami orang lain boleh berbeda dengan

kita. Jadi sikap memahami orang lain itu boleh berbeda dengan kita, tidak harus

sama dengan kita, dan kita memahami kebenaran yang mereka miliki meskipun

kebenaran itu menurut kita adalah salah. Jadi menghormati kebenaran yang dimiliki

oleh orang lain, menghargai pendapat yang diberikan oleh orang lain meskipun kita

tidak sependapat dengan pendapat dia. Menurut saya itu inti toleransi itu.

Bagaimana dampak implemtasi tersebut terhadap toleransi beragama di SMK Negeri 1

Kota Bengkulu?

Yang saya ketahui, anak-anak semakin luas pikirannya, tidak gampang menyalahkan

orang lain, tidak gampang mengklaim dirinya paling benar, itu kan merupakan suatu

dampak dari didikan toleransi ya, tidak suka menyalahkan orang lain, tidak merasa

dirinya paling benar, pandai menghargai orang lain, meskipun beda. Kalau dalam

pembelajaran, intinya anak-anak semakin luas pikirannya, tidak gampang mencela

orang meskipun berbeda, mereka bisa memahami budaya yang dimiliki orang lain.

Mereka sangat memahami bahwa orang lain boleh berbeda itu ditunjukkan dari

sikap, cara bicara mereka. Misalnya anak yang pakai jilbab tidak memandang aneh

bagi yang lain yang tidak memakai jilbab.

Pertanyaan Apakah pernah ada konflik antara siswa atau antara guru dan siswa? Kalau

ada, bagaimana cara mengatasinya?

Yang jelas, kalau yang dikatakan konflik disini tidak ada mbak, tapi kalau sedikit

tentang ada masalah gitu ya itu memang wajar. Tapi masalahnya, itu bukan masalah

karena intoleransi. Tapi ya karena hal biasa-biasa, misalnya hal biasa itu ya antara

siswa kecewa dengan guru, guru kecewa dengan siswa, antara siswa dengan yang

lain dengan masalah-masalah yang sedikit tadi itu, tapi tidak ada hubungannya

dengan masalah intoleransi, yaitu tidak pernah ada masalah.

5. Hasil wawancara Siswa SMK Negeri 1 Kota Bengkulu

a. Informan (Nelly Puspita sari)

Bagaimana proses pembelajaran PAI yang dilaksanakan oleh guru?

45

Wawancara Guru PAI SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 18 Juni 2019

Page 64: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Kalau ada pembelajaran agama Islam, jadi yang non-Muslim ada pelajaran agama di

ruangan yang lain, di ruangan agama mereka sendiri. Jadi yang agama Islam tetap di

kelas, gurunya Islam ya di kelas, yang agama non-Islam di ruangannya dengan

gurunya masing- masing.

Bagaimana latar belakang teman-teman di kelas baik dari daerah, agama, maupun

pendidikannya sebelum di SMK Negeri 1 Kota Bengkulu?

Di kelas ada yang non-Islam, seperti Kristen, ada yang Katolik kalau gak salah , ada

yang satu itu Hindu. tapi kayaknya juga ada yang dari Pondok.

Bagaimana perlakuan guru PAI terhadap siswa putri dan putra atau siswa yang berasal dari

berbagai macam kultur? Adakah pembedaan?

Sama pak, guru itu tidak membeda-bedakan mana yang NU, mana yang

Muhammadiyah dan sebagainya. Beliau mengajarkan apa yang beliau tau dan secara

umum, tidak menuntut ini NU, ini Muhammadiyah.

Kegiatan apa sajakah yang diadakan di sekolah dalam rangka membangun toleransi

beragama?

Biasanya ESQ (Emosional Spiritual Quantum), itu bentuk kegiatan anak BDI, ESQ

itu bentuk kegiatan seperti mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa,

menanamkan keteguhan hati supaya tidak melenceng ke mana-mana, spiritualnya

juga dimaksimalkan, kan kita masih masa remaja, belum tahu bagaimana cara

mengendalikan emosi atau spiritual kita. Dari ESQ itu kita belajar bagaimana cara

kita bisa akrab tapi tidak membeda-bedakan dari agama lain, dari situ nanti kita

dikasih tau, di situ kita nanti boleh tanya biar kita tidak membeda-bedakan atau

rasis.

Menurut Adik apa yang dimaksud dengan toleransi beragama?

Bagaimana kita menghormati antar agama lain, seperti teman biasa tidak membeda-

bedakan kalian itu agama Islam atau non-Islam.

Apakah pernah ada konflik antara sesama siswa atau antara siswa dan guru? Kalau ada,

bagaimana cara mengatasinya?

Seingat saya gak pernah. Karena negara kita demokrasi, maka dari itu kita juga

demokrasi. Jadi, biasanya anak-anak dikumpulkan di aula beserta kepala sekolah,

komite, waka, semua orang-orang yang berkepentingan itu diundang. Jika ada

masalah dibicarakan kepada kepala, ntar kepala sekolah bisa menjawab dan itu

musyawarah.

Bagaimana dampak kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan tersebut terhadap toleransi

beragama di SMK Negeri 1 Kota Bengkulu?

Dengan adanya kegiatan seperti itu ya kita bisa akrab walaupun satu kelas beda-

beda, ya seperti teman sendiri, akrab tidak membeda-bedakan kamu dari golongan

mana, jadi kita sifatnya netral.

Disamping itu, berdasarkan observasi lapangan, bahwa kondisi keberagaman para guru

di SMKN 1 Kota Bengkulu adalah selalu memperhatikan tentang ibadah solat, dan

Page 65: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

meskipun dipenuhi dengan kesibukan pekerjaan masing-masing, namun mereka tidak

lupa terhadap ibadah solat, menyempatkan diri membaca Al-quran46

b. Informan (Gita Putriyani Nasution)

Nilai-nilaiapa saja yang Adik dapatkan dalam pembelajaran PAI?

Nilai moral. Nilai moral saya otomatis meningkat selama pelajaran agama. Trus

toleransi antar sesama agama dan beda agama juga.Misalnya kalau ada orang

Kristen meninggal jangan membacakan Yasin karena beda agama,maka cukup

mendoakan semoga dia tenang disisinya.

Bagaimana perlakuan guru PAI terhadap siswa putri dan putra? Adakah pembedaan?

Tidak ada perbedaan mbak, dimata guru semuanya sama.

Menurut Adik apa yang dimaksud dengan toleransi beragama?

Rasa saling memaklumi itu pak, berbeda agama saling memaklumi, trus saling

menghargai.

Bagaimana pergaulan teman-teman yang berbeda kultur dan berbeda agama?

Pergaulannya masih bagus pak, tidak mengenal perbedaan agama atau ras. Disini

kebetulan ada yang dari Irian Jaya tuh ya cukup betah disini mbak, jadi disini tidak

mengenal ras, semua berteman.

Apakah pernah ada konflik antara sesama siswa atau antara siswa dan guru? Kalau ada,

bagaimana cara mengatasinya?

Kalau dari faktor agama antara siswadenganguru itu tidak ada. Kalauantara siswa

dengan siswa sering, kayak perkelahian disebabkan dengan perempuan,

kalaukaitannya dengan agama gak ada mbak.

c. Informan (Resha Febrina)

Bagaimana proses pembelajaran PAI yang dilaksanakan di SMK Negeri 1 Kota Bengkulu?

Kalau untuk pelajaran agama, yang beragama Islam dan non-Islam dibedakan,

mereka punya ruang sendiri. Jadi,yang Islam khususnya itu di kelas, biasanya kan

yang mayoritas Islam, Islam yang di kelas, yang lainnya punya kelas sendiri.

Nilai-nilaiapa saja yang Adik dapatkan dalam pembelajaran PAI?

Kerja sama dengan teman, terus menghargai guru menerangkan, ya seperti itu.

46

Observasi, tanggal 15 Juni 2019

Page 66: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Kegiatan apa sajakah yang diadakan di sekolah dalam rangka membangun toleransi

beragama?

Eskul BDI (Badan Dakwah Islam), trus acara-acara seperti Maulid Nabidan lainnya.

Bagaimana perlakuan guru PAI terhadap siswa putri dan putraatau siswa yang berasal dari

berbagai macam kultur? Adakah pembedaan?

Sama saja sih, laki perempuan gak dibedakan, terus di kelas juga banyak yang dari

luar kota, ada yang dari Madura, Kalimantan, Lampung kayak gitu, tapi tetap aja

sama. Di kelas sendiri ada yang dari Luar Bengkulu, dan tempat tinggalnya ngekos

anaknya, ada yang di rumah.

Pertanyaan Bagaimana pergaulan teman-teman yang berbeda kultur dan berbeda agama?

Ya saling toleransi, kan agamanya dia gitu tapi enak aja sih kan juga gak mau ikut

campur sama agamanya gitu.

Bagaimana dampakkegiatan-kegiatan yang diselenggarakan tersebut terhadap toleransi

beragama di SMK Negeri 1 Kota Bengkulu?

Ya ada, kan gak rasis gitu,rasis membedakan suku, ras, agama.

d. Informan (Febrianti falentina)

Nilai-nilaiapa saja yang Adik dapatkan dalam pembelajaran PAI?

Guru juga sering menanamkan rasa saling menghargai. Beliau sering bilang

pokoknya kepada siapapun itu harus menghargai orang lain dan bagaimanapun

orang itu kita harus menghargai kalau kita ingin dihargai.

Bagaimana perlakuan guru PAI terhadap siswa putri dan putra atau siswa yang berasal dari

berbagai macam kultur? Adakah pembedaan?

Disamakan. Jadi kita gak pernah dibeda-bedain mana yang lebih pinter, mana yang

attitudenya baik atau gak itu kita tetap disamakan.

Kegiatan apa sajakah yang diadakan disekolah dalam rangka membangun toleransi

beragama?

Kalau buat Islam itu ada BDI, trus Lumos untuk yang Katolik. BDI bisa

menumbuhkan toleransinya mungkin dari ceramah-ceramahnya. Anak BDI kan

biasanya bikin acara misalnya Maulitan, Idul Adha, shalat Tarawih di Pondok

Rhamadlan, dan pastinya mereka juga menyisipkan ceramah atau rasa toleransi

Page 67: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

agama lain ditiap ceramahnya. Ketika kegiatan itu berlangsung, kalau yang non-

Islam, mereka punya kegiatan sendiri mbak, jadi sama-sama punya kegiatan.

Menurut Adik apa yang dimaksud dengan toleransi beragama?

Menghargai dan menghormati agama lain, tapi bukan berarti kita bisa ikut agama

lain. Misalnya kalau agama lain Natalan dan sebagainya ya kita cuma bisa

menghargai, mereka lagi Natalan kita harus menghormati, harus sopan, gak

mengganggu tanpa perlu mengucapkan selamat atau gimana, soalnya agama lain

juga pasti menghormati diri kita. Kalau mengucapkan selamat kan memang dilarang

oleh agama.

Bagaimana pergaulan teman-teman yang berbeda kultur dan berbeda agama?

Sama ya mbak, saya berteman dengan semua orangwalaupun dia beragama Islam

atau beragama lain, itu tetap saja, yang penting kita gak menyinggung agamanya dan

kita gak mengganggu agamanya. Mereka juga menghormati kita kalau misal kita

mau shalat dulu

baru kita main.

PertanyaanApakah pernah ada konflik antara sesama siswa atau antara siswa dan guru?

Kalau ada, bagaimana cara mengatasinya?

Alhamdulillah, menurut saya gak ada.

PertanyaanBagaimana dampak kegiatan-kegiatan tersebut terhadap toleransi beragama di

SMK Negeri 1 Kota Bengkulu?

Mungkin kita gak ada yang namanya membeda-bedakan. Jadi, kayak disini kita

teman, jadi jangan sampai menyinggung tentang privasi mereka.

e. Informan (Saudara Dzaky Aufarkan)

Bagaimana latar belakang agama teman sekelas Adik? Mengapa Adik memilih SMK N 1

Kota Bengkulu?

Di kelas ada yang non-Islam, Katolik, Kristen. Saya memilih sekolah ini soalnya

ikut program SMK Bisa, jadi dites kemudian dikirim ke sini. Awalnya gak tau

sekolahnya di mana tapi milih Kota Bengkulu.47

Nilai-nilaiapa saja yang Adik dapatkan dalam pembelajaran agama?

Kerja sama, tanggung jawab, bebas berpendapatdan masih banyak lagi.

47

Wawancara Dzaky Aufarkan siswa SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, tanggal 17 Juni 2019.

Page 68: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Bagaimana perlakuan guru terhadap siswa putri dan putra atau siswa yang berasal dari

berbagai macam kultur? Adakah pembedaan?

Kalau guru sihmereka perhatian, soalnya sering nanya kesulitannya itu di mana trus

gimana proses pembelajarannya. Jadi, sering nanya-nanya keadaan di sini.

Kegiatan apa sajakah yang diadakan di sekolah dalam rangka membangun toleransi

beragama?

Biasanya hari Jum’at itu ada pramuka, ada kegiatan-kelompok-kelompok kayak buat

kerajinan. Biasanya yang cowok shalat Jum’atan dan yang cewek kumpul-kumpul

biasanya buat bros, kemudian yang selain Islam, non-Islam biasanya ada kumpul

sama kakak kelas XI dan XII. Biasanya kalau tiap kali liburan, seperti Idul Adha, itu

kan yang Islam disuruh di sekolah buat shalat bersama ya, yang Kristen disuruh

rekreasi kayak ke Batu secara berkelompok organisasi Kristen, yang Islam tetap di

sekolah.

Menurut Adik apa yang dimaksud dengan toleransi beragama?

Bebas beragama, memeluk agamanya masing-masing.

Bagaimana keadaan/kondisi toleransi beragama yang ada di SMK Negeri 1 Kota Bengkulu?

Kalau toleransi disekolah sini sih sudah bagus. Soalnya kalau berteman tuh sudah

menghargai sesama, trus membangun toleransi beragama di SMK Negeri 1Kota

Bengkulu saling mengingatkan, jamnya agama Islam atau jamnya agama Kristen

saling mengingatkan.

Bagaimana pergaulan teman-teman yang berbeda agama dan berbeda kultur?

Kalau sesama teman sih enak, suka cerita-cerita pengalaman di luar Bengkulu sama

disini. Kalau pergaulannya sihbaik-baik, soalnya kalau teman di sini kan

ngomongnya lembut-lembut. Jadi kalau berteman tuh enak.

Bagaimana dampak kegiatan-kegiatan tersebut terhadap toleransi beragama di SMK

Negeri 1Kota Bengkulu?

Jadi kalau pas interaksi dengan teman itu lebih enak, gak sungkan-sungkan, trus gak

minder. Jadi bisa berteman dengan semua

f. Informan (Dasa Fitri)

Bagaimana pendekatanguru PAI terhadap siswa-siswi di dalam kelas?

Page 69: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Yang pertama pasti komunikasi. Namun kalau komunikasi itu kurang, mungkin guru

akan menambah dengan sesuatu game atau permainan agar mereka nyaman di kelas.

Kegiatan ekstrakurikuler apa saja yang diadakan dalam rangka membangun toleransi

beragama?

Kalau untuk agama bisa menyalurkannya lewat Nasyid. Kalau untuk Banjari itu kita kan

juga menyerukan kayak shalawat-shalawat Nabi, dan yang mengikuti dari teman-teman

tanpa memandang budaya, semuanya bebas sesuai dengan minatnya. Dalam toleransinya

terutama yang Nasyid, Banjari kan untuk lagunya sendiri banyak di Arabnya. Kalau

Nasyid itu, kata-katanya itu tidak hanya untuk Islam saja tapi universal.

Kegiatan apa sajakah yang diadakan di sekolah dalam rangka membangun toleransi

beragama?

Kalau menurut saya doa pagi bersama. Doa bersama sebelum memulai pelajaran, itu

dibimbing dari waka Humas. Kalau bakti sosial itu juga sama, kita gakmungkin

cuma yang Islam saja, yang Islam kan bertoleransi kesemuanya.

Menurut Adik apa yang dimaksud dengan toleransi beragama?

Kalau menurut saya,toleransi beragama itu rasa menghormati agama lainuntuk tidak

ikut campur dalam urusan pribadi dan urusan agamanya.

Bagaimana keadaan toleransi beragama yang terjalin di SMK Negeri 1Kota Bengkulu?

Di sini banyak budaya, ada anak dari Papua juga, ada anak dari agama lain, menurut

saya sendiri toleransinya kita di sini itu sudah baik ketimbang kayak di sekolah lain

soalnya kalau di sini itu untuk acara agama sendiri itu tidak bentrok dengan yang

lain. Kalau menurut saya, untuk anak-anak sendiri atau siswa sudah menghargai

agama mereka masing-masing dan mereka juga sudah mengamalkan toleransinya.

Keadaan toleransi lebih baik dari sekolah lain ini bisa dilihat dari

pertemanannya,karena kalau dilihat di sekolah Kristen menurut saya (mohon maaf

ya, ini menyebutkan instansi) hanya anak-anak Kristennya yang ditemani tapi kalau

bagi orang Islam sendiri itu jarang, saya jarang melihat. Kalau di sini menurut saya,

teman-teman saya sendiri banyak yang dari anak agama lain. Jadi, pertemannya juga

enak. Terus menurut saya di sini lebih baik.

Bagaimana dampak implementasi PAI berwawasan multikultural dalam proses

pembelajaran?

Dalam proses pembelajaran di dalam kelas saya masih nyaman-nyaman saja

meskipun banyak teman-teman dari non-Islam di luar kelas.

Bagaimana dampak kegiatan-kegiatanyang diselenggarakantersebut terhadap toleransi

beragama di SMK Negeri 1Kota Bengkulu?

Yang pasti pertemanan itu saling menghormati. Kita bisa terus saling toleransi, trus

kita bisa bekerja sama kemudian tidak membeda-bedakan kita dengan yang lain.

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa implementasi dari PAI berwawasan

multikultural dalam membangun toleransi beragama di SMK Negeri 1 Kota Bengkulu

yakni terciptanya akvifitas sekolah yang lancar, nyaman, saling memahami dan

Page 70: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

mengetahui perbedaan keyakinan dengan rutinitasnya masing-masing. Bahkan beberapa

siswa berpendapat bahwa perbedaan yang ada membuat mereka lebih kaya akan

pengetahuan dan dapat pula memper dalam keimanan mereka, siswa bisa saling

berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik dengan warga sekolah.

B. Pembahasan

1. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural pada SMKN 1 Kota

Bengkulu

Setelah menganalisa temuan hasil penelitian, penulis mengedepankan empat

persoalan dalam penelitian ini. Pertama mengenai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

yang dibuat oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Berbagai hal yang tercakup dalam

RPP seperti pengembangan indikator, pengembangan materi, pemilihan metode, media

dan alat evaluasi pembelajaran sudah cukup baik dilaksanakan oleh guru pada saat

memulai pembelajaran dari awal sampai berakhirnya jam pelajaran. Meskipun pada

pengembangan skenario pembelajaran yang ditulis dalam RPP tidak secara rinci

dijabarkan, hal tersebut tidak menjadikan guru gagal dalam menjalankan kegiatan

pembelajarannya bersama siswa. Guru sudah terampil dalam menggunakan strategi

pembelajaran kooperatif dalam hal ini penggunaan model jigsaw yang diterapkan guru

pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah.

Kedua, suasana tempat pembelajaran saat jam pelajaran berlangsung cukup

tenang dan sesekali ramai ketika di awal-awal pembelajaran. Tempat duduk untuk

belajar tiap siswa memiliki satu kursi dan meja. Dengan kata lain, tiap siswa duduk

sendiri-sendiri pada tempat yang telah disediakan. Jumlah siswa pun tidak terlalu

banyak sehingga cukup efektif dalam menjalankan pembelajaran. Pada saat penerapan

pembelajaran kooperatif model jigsaw diadakan di aula, sebab dikelas ruangannya tidak

memungkinkan untuk merubah-ubah tempat duduk menjadi beberapa bagian dan proses

tersebut hanya menyita waktu. Oleh karena itu, pembelajaran diadakan di aula yang

tertutup dan luas, guna mencari suasana baru agar siswa tidak bosan dan rencana

pembelajaran dapat berjalan lancar. Di dalam aula tersebut tidak ada kursi maupun

meja hanya terdapat papan tulis, dan pengeras suara. keadaan aula yang banyak

terdapat ventilasi udara membuat suasana ruangan menjadi tidak terasa panas serta

terhindar dari kebisingan di luar.

Ketiga, mengenai proses pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung pada saat

menggunakan pembelajaran kooperatif. Penulis melihat bahwa proses pembelajaran

yang dilakukan sudah cukup efektif dan bisa dikatakan berhasil. Hal tersebut terlihat

dari penerapan model jigsaw yang dilakukan sudah sesuai dengan unsur-unsur dasar

dalam pembelajaran kooperatif seperti, saling ketergantungan positif, tanggung jawab

perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

Pada saat diskusi kelompok siswa tidak merasa terbebani dengan tugas yang diberikan

karena mereka bekerja barsama-sama dan saling berinteraksi kepada anggota

kelompoknya. Antar anggota kelompok saling membantu apabila ada anggota yang

belum mengerti.

Page 71: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Kelompok kooperatif mempunyai tanggung jawab yang sama dalam

menyelesaikan tugas kelompok, karena kalau salah satu bersikap cuek terhadap tugas

yang diberikan maka hal tersebut sangat mempengaruhi pada anggota kelompoknya.

Dengan kata lain pembagian tugas yang diberikan pada masing-masing anggota

kelompok harus dikuasai guna saling bertukar informasi mengenai materi yang ia

pelajari agar semua materi dapat dipahamai secara utuh oleh semua anggota kelompok,

akan tetapi kalau salah satu anggota kelompok tidak menguasai materi yang ditetapkan

maka kelompok tersebut tidak akan mengerti dan tidak mampu mempresentasikan

tugas yang diberikan dengan baik sehingga hal itu berpengaruh juga pada perolehan

nilai kelompok.

Siswa terlihat enjoy dan fokus saat proses pembelajaran, walaupun guru tidak

ikut terlibat secara penuh pada kegiatan pembelajaran khususnya pada saat diskusi

kelompok akan tetapi siswa sudah memiliki tanggung jawab atas kelompoknya itu.

Dengan pembelajaran kooperatif setiap siswa menjadi lebih aktif dan berani dalam

berbicara ataupun mengungkapkan pendapat kepada teman satu kelompoknya. Karena

Pembelajan kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi

siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat

keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk

berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya, jadi

dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun

sebagai guru. Dengan berkerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan

bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan hubungan dengan sesama

manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Keempat, mengenai kesan siswa setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama

Islam (PAI). Menurut yang penulis amati, pembelajaran kooperatif yang berlangsung di

kelas sudah efektif. Hal tersebut diperkuat dengan ungkapan siswa setelah mengikuti

pelajaran PAI. Mereka merasa senang dan lebih memahami materi pelajaran, serta

mengetahui materi agama jadi lebih dekat kepada Allah SWT. Dan mereka bangga

mendapatkan hasil yang terbaik. Tetapi ada siswa yang mengatakan senang dengan

pembelajaran yang dilakukan dengan metode kooperatif meskipun agak sulit sedikit.

Siswa beranggapan demikian sebab ia dihadapkan pada situasi yang tidak biasanya,

karena metode pembelajaran yang dilakukan sebelumnya bersifat tradisional, jadi siswa

lebih banyak menerima informasi atau ilmu dari sang guru, siswa tidak mempelajari

dan memahami sendiri suatu materi pelajaran. Pada pembelajaran kooperatif siswa

dibimbing agar mempunyai sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab penuh atas

apa yang ditugaskan oleh guru agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai

dengan baik.

Adapun Nilai yang dibangun dalam model pembelajaran Cooeperatie Learning

pada pelajaran PAI Berbasis Multikultural yaitu:

1. Nilai Toleransi

2. Nilai Kerukunan

3. Nilai Persamaan

4. Nilai Tanggung Jawab

Page 72: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

2. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMKN 1 Kota

Bengkulu

Guru mempunyai beban yang sangat berat dalam memberikan dan menanamkan

pendidikan Keagamaan Multikultural pada anak didiknya, dalam kontek Pendidikan di

SMKN 1 Kota Bengkulu diberikan bimbingan dan Langkah-langkah Penting antara lain

berupa keteladanan, nasehat, hukuman, cerita dan Pujian.

Bila pendidikan anak jauh daripada akidah Islam, terlepas dari ranah Religius dan tidak

berhubungan dengan Allah, maka tidak diragukan lagi anak akan tumbuh besar atas dasar

kefasikan penyimpangan dan kesesatan

Dengan demikian, peranan keluarga adalah usaha-usaha orangtua dalam mendidik anak atau

pelaksanaan tanggung jawab sebagai Pendidik, pengasuh, yang merupakan tugas wajib yang

telah ditetapkan oleh ajaran agama. Guru dalam memberikan pendidikan anak didiknya,

hendaknya berlandaskan dasar pendidikan yang telah diungkapkan di atas, karena anak

merupakan amanat dan rahmat yang perlu dijaga masa depannya, sehingga tidak melenceng

dari tujuan yang hendak dicapai.

3. Upaya Mengatasi kendala Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam berbasis

Multikultural

Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural di SMKN 1 Kota Bengkulu,

menunjukan hal yang positif. Hal ini terlihat dari perilaku sehari-hari didalam lingkungan

sekitar, mereka bersosialisasi dan bersahabat dengan masyarakat yang ada

dilingkungannya.

Upaya mengatasi permasalahan dalam mendidik Agama Islam Multikultural

terhadap anak Remaja SMK adalah memberikan contoh tauladan yang dapat dijadikan

panutan, guru berusaha menjauhkan diri dari perbuatan tercela, berusaha sabar dalam

menghadapi siswa dalam membina dan membimbing mereka. Hal ini dilaksanakan

supaya mereka dapat mencontoh perbuatan tersebut

Dari hasil penelitian, bahwa pendidikan Multikultural oleh guru terhadap anak didik

di SMKN 1 Kota Bengkulu sudah baik. Dilihat dari perbuatan guru mereka yang menghindari

perbuatan yang tercela, sabar dalam membina dan mendidik anak-anak mereka. Upaya

pendidikan Agama Islam Multikultural terhadap anak Remaja adalah:

a. Kesopanan dan kesederhanaan, dalam hal ini dianjurkan kesopanan dalam perbuatan

dan Tingkah laku.

Page 73: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

b. Kedisiplinan untuk menghindari perbuatan yang tidak pantas dipandang umum dan

pembiasaan anak untuk berbuat hal-hal yang patut sesuai dengan norma-norma aagama

yang berlaku

c. Latihan beribadah dan mempelajari syariat agama Islam sejak awal agar guru

memberikan pembiasaan dsan latihan beribadah, seperti bersuci sholat, berdoa dll.

Guru mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam memberikan pendidikan

keagamaan Multikultural pada anak didiknya adalah deengan bentuk keteladanan yang dapat

ditiru oleh anak didiknya seperti Toleransi terhadap sesama dan sikap saling menghargai

dalam Perbedaan.

Page 74: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian diatas,maka peneliti menyimpulkan bahwa implementasi pendidikan

agama Islam (PAI) berwawasan multikultural dalam membangun toleransi beragama di

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Bengkulu adalah sebagai berikut:

1. Implementasi Pendidikan Agama Islam (PAI) Berwawasan Multikultural di SMK Negeri

1 Kota Bengkulu merupakan sekolah yang bernuansa multikultural. SMK ini mewadahi

siswa dan guru yang memiliki latar belakang yang heterogen baik dari agama yang telah

ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, dan khususnya dalam perbedaan aliran atau

kepercayaan yang ada dalam agama Islam itu sendiri, maka dalam mengimplementasikan

PAI berwawasan multikultural di SMK Negeri 1 Kota Bengkulu dilakukan

melaluikegiatan pembelajaran di kelas dan melalui kegiatan sekolah di luar kelas.

Implementasi PAI berwawasan multikultural melaluikegiatan pembelajaran di kelas, di

antaranya: a) Doa pagi bersama, b) Memberi kesempatan kepada semua siswa untuk

mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing, c) Bersikap

universal dan tidak membeda-bedakan siswa; d) Memberi keteladanan, e) Menjunjung

sikap menghormati dan menghargai. Implementasi PAI berwawasan multikultural melalui

kegiatan sekolah di luar kelas, di antaranya: a) Kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, yang

dilakukan pada saat kegiatan dan peringatan hari besar Islam, sertashalat Jum’atdan

keputrian, b) Kegiatan yang bersifat sosial. Dampak Pendidikan Agama Islam (PAI)

Berwawasan Multikultural dalam Membangun Toleransi Beragama di SMK Negeri 1

Kota Bengkulu Dampak dari implementasi pendidikan agama Islam (PAI) berwawasan

multikultural dalam membangun toleransi beragama di SMK Negeri 1 Kota Bengkulu, di

antaranya: a) Terciptanya suasana belajar yang nyaman dan kondusif; b)Aktivitas

sekolahberjalanlancar dan mempunyai toleransi yang tinggi; c)Terwujudnya kerukunan

Page 75: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

hidup beragama dan keharmonisan dalam perbedaan; d) Menghindari terjadinya konflik

dan perpecahan, e) Terciptanya budayasaling menghormati, menghargaidan menerima

perbedaan.

B. Implikasi

Dari simpulan yang diperoleh dalam penelitian, maka beberapa implikasi dari

temuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Mengingat latar belakang pengelolaan

pendidikan multikultural sangat menyeluruh dan komprehensif, sehingga menjadikan

kebijakan sekolah tersebut sebagai kebijakan yang bernilai subtansial, kontekstual, bernilai

guna, dan visioner, serta memberikan wadah untuk pengelolaan pendidikan

multikultural yang sudah terbukti selama dua tahun, begitu juga dari temuan sangat

efektifnya pelaksanaan program pengelolaan pendidikan multikultural baik ditinjau dari

aspek latar, masukan, proses, maupun hasil, maka sangat penting untuk melanjutkan

program pengelolaan pendidikan multikultural. Walaupun pelaksanaan program

pengelolaan pendidikan multikultural sangat efektif, namun masih banyak kendala yang

dihadapi, untuk itu program ini mesti melakukan perbaikan-perbaikan guna

pencapaian hasil yang lebih optimal. Perbaikan yang dapat dilakukan baik dalam

tingkat perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam monitoring dan evaluasi. Perbaikan

yang dilakukan menuntut kerja keras dan kerja sama semua komponen dari program mulai

dari kepala sekolah sebagai penanggungjawab, guru, pegawai, siswa, komite, orang tua,

masyarakat, dunia usaha dan pemerintah lintas sektoral.

C. Saran

1. Sekolah seharusnya memfasilitasi dengan baik segala kegiatan yang berkaitan dengan

pelaksanaan hari-hari besar semua agama yang dianut oleh warga sekolah khususnya hari-

hari besar agama Islam, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keimanan siswa.

2. Dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMK

Negeri 1 Kota Bengkulu sebaiknya guru PAI terus memperdalam Islam secara

menyeluruh, mempelajari berbagai isu dan wacana modern, serta terus memberikan

pemahaman tentang keniscayaan perbedaan dengan memberikan contoh kongkrit cara

bersikap yang arif dan bijak di tengah keberagaman ituserta memberikan gambaran dan

wawasan menyeluruh terkait nilai-nilai multikultural.

Page 76: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

3. Para siswa harus selalu menghormati, menghargai dan tidak boleh membeda-bedakan

teman baik yang seagama maupun berlainan agama dalam pergaulan sehari-hari, harus

selalu berpartisipasi dalam segala kegiatan yang diadakan di sekolah. Para siswa

diharapkan lebih baik lagi dalam berbudi pekerti khususnya terhadap sikap toleransi antar

umat beragama, taat dan patuh terhadap nasehat dari para guru, serta lebih memperhatikan

guru saat pelajaran berlangsung.

Page 77: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

DAFTAR PUSTAKA

Al-Fandi, Haryanto. Desain Pembelajaran yang Demokratis

& Humanis. Ar-Ruzz Media. Jogyakarta: 2011.

Baidhawy Zakiyuddin, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural PT.Gelora

Aksara Pratama, Jakarta: 2005.

Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam Cet. VI. Bumi Aksara, Jakarta: 2006.

Haditono. S.R. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: 2002.

Kusmaryani, Endang, Rosita. Pendidikan Multikultural sebagai Alternatif

Penanaman Nilai Moral dalam Keberagaman. Jurnal Paradigma,

edisi. 2. Tahun. 2006.

Kontjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat.

Cet: III. Jakarta, Gramedia. 1991.

Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultur, STAIN Salatiga

Jawa Tengah JP BOOKS, 2007.

Mania, Sitti . Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran.

Jurnal Lentera Pendidikan. edisi 13. Tahun. 2010.

Muryani, Emy, Pendidikan Surya Edukasi (JPSE), Volume: 3, Nomor:

1, Juni 2017.

Muhaimin. Rekontruksi Pendidikan Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2009

Moleong, J, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif,

Remaja Rosdakarya, Bandung: 2005.

Page 78: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Cet 2 Raja Grafindo

Jakarta: 2002.

Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.

Jakarta: Bumi Aksara 2000.

Pansori, Jaelani, Pendidikan Multikultural Dalam Buku SekolahEletronik (BSE)

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Untuk siswa SMP Di Kota Surakarta.

Jurnal Pendidikan Bahasa danSastra Pasca UNS, edisi 1. Tahun. 2013.

Rasiyo, Berjuang Membangun Pendidikan Bangsa,

Sada, Clarry, Multicultural Education in Kalimantan Barat; an Overview,

dalam Jurnal Multicultural Education in Indonesia and South East Asia, edisi I,

tahun 2004.

Sunarto, Kamanto, Multicultural Education in Schools, Challenges in its

Implementation, dalam Jurnal Multicultural Education In Indonesia

And South East Asia, edisi I, Tahun. 2004.

Syah, Muhibin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,

Remaja Rosadakarya. Bandung:2008.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian,

Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1998.

Sukmadinata, Syaodih, Nana, Metode Penelitian Pendidikan,

Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.

Tambak, Syahraini, Metode Cooperative Learning dalam Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam, Fakultas Agama Islam UIR Riau.

Tilaar, H.A.R, Kekuasaan dan Pendidikan, Indonesia Tera. Magelang : 2003.

Page 79: TESIS - repository.iainbengkulu.ac.idrepository.iainbengkulu.ac.id/4214/1/RACHMAT RIFKY SEPTIAN.pdf · berbasis bhineka tunggal ika, dominansi kebudayaan mayoritas, warisan dari persepsi

Yaqin, Ainul, Pendidikan Multural; Cross-Cultural Understanding untuk

`Demokrasi dan keadilan Pilar Media, Yogyakarta: 2005.