repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · web viewbab...

204
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam setengah abad terakhir, banyak negara menerapkan kebijakan intervensi dalam penetapan nilai mata uangnya untuk mempertahankan nilai tukar yang menguntungkan bagi pasar domestik dan untuk memperoleh keuntungan dalam perdagangan internasional. Republik Rakyat China (China) merupakan salah satu negara yang dari waktu ke waktu secara konstan terus mengintervensi atau memanipulasi nilai mata uangnya agar tetap bernilai rendah (undervalued) sebagai upaya untuk mempertahankan harga ekspor barang China tetap murah di pasar internasional. Intervensi mata uang juga pernah dilakukan oleh sejumlah negara lainnya, namun tidak berdampak sesignifikan seperti yang diakibatkan oleh kasus intervensi mata uang China. 1 Umumnya, negara-negara yang merasakan pengaruh dari intervensi mata uang China ialah negara yang memiliki pasar konsumer dan merupakan importir berjumlah massal (semisal 1 Wayne Morrison. (2011). China’s Economic Conditions. CRS Report for Congress. Diakses dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33534.pdf , tanggal 14 Februari 2012., hal. 3 1

Upload: vanliem

Post on 17-Mar-2018

222 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam setengah abad terakhir, banyak negara menerapkan kebijakan intervensi

dalam penetapan nilai mata uangnya untuk mempertahankan nilai tukar yang

menguntungkan bagi pasar domestik dan untuk memperoleh keuntungan dalam

perdagangan internasional. Republik Rakyat China (China) merupakan salah satu

negara yang dari waktu ke waktu secara konstan terus mengintervensi atau

memanipulasi nilai mata uangnya agar tetap bernilai rendah (undervalued) sebagai

upaya untuk mempertahankan harga ekspor barang China tetap murah di pasar

internasional. Intervensi mata uang juga pernah dilakukan oleh sejumlah negara lainnya,

namun tidak berdampak sesignifikan seperti yang diakibatkan oleh kasus intervensi

mata uang China.1

Umumnya, negara-negara yang merasakan pengaruh dari intervensi mata uang

China ialah negara yang memiliki pasar konsumer dan merupakan importir berjumlah

massal (semisal Uni Eropa dan Amerika Serikat). Akibat murahnya barang impor dari

China, negara partner dagang China menjadi semakin dependen terhadap barang impor

untuk konsumsi domestik dan harus mereduksi produksi lokal dan barang ekspornya.

negara-negara seperti ini terus melakukan tekanan internasional terhadap kebijakan

penetapan nilai mata uang di China.2 Tekanan yang sama juga dilakukan terhadap

berbagai badan organisasi internasional yang memiliki mandat regulasi perdagangan

1 Wayne Morrison. (2011). China’s Economic Conditions. CRS Report for Congress. Diakses dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33534.pdf, tanggal 14 Februari 2012., hal. 3 2 Ibid

1

Page 2: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

internasional dan stabilisasi moneter internasional agar menciptakan suatu aturan (code

of conduct) terkait praktik ini.3

Banyak pakar yang memandang bahwa intervensi mata uang memiliki

pembenaran yang serupa dengan bentuk subsidi ekspor, sama halnya dengan subsidi

regular yang biasanya diterapkan untuk mendongkrak dan mempertahankan

pertumbuhan pasar.4 Debat mengenai apakah intervensi mata uang memang diperlukan

oleh China masih terus memanas. Upaya untuk menghentikan manipulasi mata uang di

sisi lain dapat membawa suatu negara mengalami resesi dan krisis ekonomi.

Secara sederhana, intervensi atau manipulasi mata uang diartikan sebagai

fenomena dimana suatu pihak (dalam hal ini, negara melalui pemerintah atau bank

sentral) menaikkan atau menurunkan nilai mata uangnya terhadap nilai mata uang

negara lain. Terdapat suatu hubungan yang erat antara kebijakan moneter seperti

intervensi mata uang ini dengan hubungan dagang internasional.5 Stimulus moneter

domestik dapat meningkatkan kesempatan ekspor negara yang bersangkutan terhadap

partner dagang, sama halnya dengan kebijakan kontraksioner dapat melemahkan

kesempatan ini. Intervensi mata uang oleh bank sentral misalnya, dalam keadaan

tertentu, mampu menstimulasi nilai ekspor dan menurunkan impor atau sebaliknya

tergantung dari arah kebijakan intervensi.

Dalam teori, intervensi mata uang dengan membeli suatu mata uang asing dan

menjual mata uang negara sendiri mengakibatkan nilai mata uang yang lebih rendah

sehingga menolong eksportir negara bersangkutan menurunkan harga ekspor atau

mempertahankan harga ekspor untuk keuntungan bersih yang lebih banyak. Kebijakan 3 The G-20 Torronto Summit Declaration. (2010). Point no. 47. Diakses dari http://www.dfat.gov.au/trade/g20/index.html, tanggal 26 September 2011.4 The Economist (2010). The Clock Ticks: Global Rebalancing. Diakses dari: htpp://www.economist.com/node/16379927, tanggal 23 Mei 2011. 5 Robert Staiger dan Alan Saykes. (2008). “CurrencyManipulation” and World Trade. National Bureau of Economic Research (NBER), Working Paper 14600, hal.1-2

2

Page 3: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

ini juga akan membuat harga barang impor menjadi relatif lebih mahal. Harga ekspor

yang rendah dan harga impor yang meninggi akan menciptakan suatu surplus

perdangangan yang pada gilirannya akan berkontribusi dalam peningkatan pertumbuhan

ekonomi.6

Bank sentral dapat mensterilkan sirkulasi kurs dengan menjual surat hutang

secara lokal untuk menjaga suplai kurs tetap konstan. Dalam pemahaman ekonomi,

ketika intervensi tidak disterilisasi, pembelian mata uang asing sama halnya dengan

meningkatkan suplai uang yang beredar karena bila pelaku pasar membeli mata uang

asing melalui eksportir lokal dengan mata uang domestik, mata uang asing ini kemudian

memasuki arus suplai mata uang.7 Namun demikian, dalam praktik nyata, operasi pasar

mata uang dapat mengalami penyimpangan. Secara khusus, hubungan jangka panjang

antara intervensi dan nilai tukar mata sulit untuk dibuktikan secara empiris. Walau

intervensi memiliki efek-efek jangka pendek, efek-efek jangka panjang pada nilai tukar

dan arus perdangangan yang dimilikinya cukup kabur – terutama karena intervensi

biasanya dilakukan dengan melihat arus pasar, kemudian melawan arus ini agar tetap

konstan, namun sama sekali tidak dapat mengubahnya.8

Kebijakan China dalam mengintervensi pasar mata uang dengan menghambat

atau membatasi apresiasi nilai mata uangnya, Renminbi (Renmimbi atau RMB),

terhadap dolar Amerika Serikat (United States Dollar atau USD) dan mata uang lainnya

telah menjadi suatu isu yang hangat dalam pertemuan kongres pemerintahan di Amerika

Serikat. Kritisi menduga kebijakan penetapan nilai mata uang China ditujukan untuk

membuat harga barang-barang ekspor China menjadi sangat murah, dan harga barang

6 Ibid7 Murray Gibbs. (2010) Trade Policy, UN Department for Economic and Social Affairs, hal.35. Diakses dari http://esa.un.org/techcoop/documents/pn_tradepolicynote.pdf, tanggal 26 September 2011.8 Robert Staiger dan Alan Saykes. op.cit., hal. 23

3

Page 4: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

impor ke China menjadi lebih mahal, dibandingkan dengan apabila nilai mata uangnya

dibiarkan mengikuti mekanisme pasar bebas.9 Mereka beranggapan bahwa kebijakan

manipulasi RMB terhadap USD merupakan salah satu kontributor besar terciptanya

defisit tahunan dari perdagangan AS-China yang berujung pada hilangnya lapangan

pekerjaan di berbagai sektor di Amerika Serikat.10

Anggota kongres Amerika Serikat terus mendesak Obama untuk mengambil

tindakan yang lebih agresif dalam menanggapi kebijakan mata uang China, misalnya

dengan memberikan label China sebagai “manipulator mata uang” dalam undang-

undang perdagangan Amerika.11 Beberapa anggota perlemen Amerika lain telah

memperkenalkan beberapa proposal peraturan legislasi untuk menanggulangi dampak

yang diakibatkan oleh kebijakan moneter China terhadap Amerika Serikat. Contohnya,

dalam Kongres ke-112, proposal UU H.R. 639, S. 328, dan S. 1130 menyatakan bahwa

kebijakan mata uang dapat ditindaklanjuti sebagai kebijakan subsidi penghambat

perdagangan.12

Dari bulan Juli 2005 sampai pada Juli 2008, Bank Sentral China melepaskan

RMB untuk terapresiasi terhadap dolar sebesar 21%. Namun demikian terjadi

perubahan kebijakan pada saat dampak krisis ekonomi tahun 2008 mulai terasa. China

kemudian kembali menahan apresiasi RMB untuk membantu industri-industri China

dapat bertahan dalam perdagangan global.13

Dari bulan Juli 2008 sampai pertengahan Juni 2010, China kemudian menahan

nilai tukar RMB secara konstan di angka 6.83 yuan (unit dasar RMB) terhadap dolar.

9 World Trade Talks End in Collapse. (2008). BBC News. Diakses dari: http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/7531099.stm, tanggal 12 Januari 2012.10 World Trade Contracted 12 Percent in 2009: WTO’s Lamy. (2010, 24 Februari) Reuters., hal. 2711 Ibid12 Ibid13 Ibid

4

Page 5: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Pada tanggal 19 Juni 2010, Bank Sentral China kemudian mengumumkan secara publik

bahwa pemerintah China akan melanjutkan apresiasi nilai tukar RMB. Sejak saat itu,

China memperbolehkan nilai tukar RMB-USD meningkat sebesar 6% (Agustus 2011).14

Banyak pakar moneter di AS tetap mengkritisi bahwa angka ini masih terlalu kecil,

terutama jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi China yang sangat signifikan

di beberapa tahun terakhir ini, termasuk dalam sektor perdagangan serta cadangan

devisa yang mencapai angka 3,2 triliun dolar AS per bulan Juni 2011.15

Hal yang serupa dengan intervensi mata uang yang dilakukan oleh China

sekarang juga pernah dilakukan oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1971, ketika

hubungan antara dolar Amerika Serikat dan emas memburuk dan dolar dibiarkan

berfluktuasi dalam batasan tertentu, nilai yen juga mulai terapresiasi. Nilai tukar yen

dan dolar, dimulai sejak masa okupasi AS di Jepang pada tahun 1949, ditetapkan pada

angka 360 yen per dolar untuk kurun waktu selama 22 tahun. Sejak itu, nilai yen

terapresiasi menjadi 105 yen per dolar pada awal tahun 2005, namun pada akhir tahun

2005 nilai tukar yen menurun menjadi 120 yen per dolar sebelum kemudian naik

menguat kembali ke angka 119 yen per dolar pada bulan Maret 2007.16

Pemerintah Jepang melakukan intervensi terhadap nilai mata uangnya dengan

cara membeli dolar atau mata uang asing lainnya di masa ketika yen terapresiasi dengan

kecepatan yang dianggap terlalu signifikan. Jepang juga telah melakukan intervensi

dengan menjual dolar pada saat nilai mata uang dolar terdepresiasi dengan cepat.

Sebagai hasilnya, cadangan devisa Jepang meningkat menjadi sekitar 888 miliar dolar

pada bulan Maret 2007.17

14 Don’t Starve Thy Neighbor. (2011, 9 September). The Economist print edition., hal. 87.15 Ibid16 Dick K. Nanto. (2007). Japan’s Currency Intervention. CRS Report for Congress. Diakses dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33178.pdf, tanggal 14 Februari 2012, hal. 917 Ibid

5

Page 6: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Intervensi Jepang paling signifikan untuk mencegah apresiasi yen terjadi pada

perantara tahun 1976-1978, 1985-1988, 1992-1966, dan 1998-2004. Sejak bulan Maret

2004, pemerintah Jepang tidak lagi mengintervensi pasar mata uangnya secara

signifikan.18 Walaupun intervensi ini dilakukan dengan membeli (atau menjual) dolar

secara besar-besaran, intervensi ini hanya mampu memperlambat perubahan nilai yen

sedangkan dampak jangka panjang yang ditimbulkannya sangatlah minim karena

apresiasi (atau depresiasi) nilai yen akhirnya tetap berlangsung.

Fenomena nilai tukar mata uang Jepang menunjukkan kecenderungan bahwa

kebijakan mata uang hanya bersifat berlawanan arus pasar namun tidak mampu

mengubah arah arus perubahan nilai mata uang itu sendiri. Dalam banyak kasus,

intervensi Jepang hanyalah memperhalus fluktuasi dalam pertukaran mata uang dan

tidak mengubah arah pergerakannya sama sekali. Bisa dikatakan Jepang berhasil

memenangkan pertarungan harian pasar pertukaran, namun kalah dalam keseluruhan

peperangan nilai mata uang.19

Walaupun Jepang telah menginvestasikan ratusan miliar dolar untuk membeli

asset dolar sebagai cadangan devisa, banyak pengamat yang menganggap transaksi

intervensi seperti ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan perputaran mata uang

sehari-hari di Jepang yang dapat mencapai 1,9 triliun dolar AS pada pasar mata uang

tradisional dan mencapai 2,4 triliun dolar AS pada pasar turunan suku bunga dan mata

uang secara langsung. Transaksi mata uang yang terjadi melalui ekspor dan impor,

investasi, remitansi, dan tujuan lain mengecilkan upaya intervensi yang dilakukan oleh

Bank Sentral Jepang.20

18 Robert Staiger dan Alan Saykes. op.cit. hal. 219 Dick K. Nanto. op.cit. hal. 320 Ibid

6

Page 7: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Namun tetap saja, adalah efek intervensi pemerintah secara keseluruhan yang

membuat perbedaan karena impor dan ekspor umumnya mampu mencapai

keseimbangan dalam akumulasi global (teori mengenai keseimbangan global penulis

bahas dalam bab 2 skripsi ini). Pembelian dan penjualan mata uang oleh pemerintah

menjadi tambahan pada atau pengurangan dari akumulasi permintaan dan penawaran

global. Intervensi pemerintah juga dapat menjadi efek sinyal yang kuat bagi pelaku

pasar yang kemudian dapat mengurangi pembelian spekulatif apabila transaksinya

berlawanan dengan arah perilaku transaksi oleh pemerintah.21

Dalam laporan IMF bulan Agustus 2005 mengenai Jepang, dibandingkan

dengan Amerika Serikat dan Eropa, Jepang secara mencolok tampak menggunakan

intervensi pasar pertukaran mata uang sebagai instrumen kebijakan makro ekonominya.

IMF melaporkan bahwa sejak tahun 1991, Bank Jepang telah mengintervensi selama

340 hari, Bank Sentral Eropa sebanyak 4 hari (sejak didirikannya pada tahun 1998), dan

Bank Sentral AS sebanyak 22 hari. Lebih lanjut IMF menyatakan terdapat beragam

bukti bahwa intervensi ini memiliki dampak terhadap pergerakan yen.22

IMF mengutip Takashi Ito, seorang ekonom Jepang, yang menemukan

intervensi sebesar 2,5 triliun yen (sekitar 250 miliar dolar AS) secara rerata mampu

mengubah nilai tukar 1 yen terhadap dolar sebesar 1%.23 Mengikuti tindakan Jepang,

nilai dolar juga meningkat terhadap mata uang Korea, Taiwan, Singapura, dan juga

yuan China. Tindakan Jepang untuk melemahkan nilai yen merupakan suatu tindakan

yang berani, meskipun pemerintah Jepang sangat sadar bahwa kebijakan seperti ini

memiliki rekam sukses yang relatif tidak stabil.24

21 Ibid22 Ibid, hal 4.23 Ibid24 Ibid, hal.4-5, hal.7

7

Page 8: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Studi kasus intervensi serupa juga pernah terjadi di Eropa. Di awal tahun 2010,

Bank Nasional Swiss memulai pembelian besar-besaran terhadap Euro. Tujuannya ialah

untuk menghambat kenaikan besar nilai franc Swiss dan untuk mempertahankan daya

saing ekonomi Swiss.25

Namun demikian, nilai franc terus naik dan pada bulan Juli. Nilai franc bahkan

menyentuh nilai tertinggi terhadap euro dari masa sebelumnya. Sejak saat itu,

pemerintah Swiss semakin gencar melakukan intervensi untuk menekan harga franc.

Bank Sentral Swiss melakukan ini secara sembunyi-sembunyi dan informasi mengenai

besaran intervensi pun cenderung ditutupi. Akibatnya terjadi rumor besar-besaran

terkait nilai franc, dan Bank Nasional Swiss menjadi subyek spekulasi akibat intervensi

yang dilakukannya. Banyak ekonom berpendapat bahwa upaya intervensi ini akhirnya

sia-sia.26

Namun demikian, walaupun banyak skeptisme oleh para pakar ekonomi

mengenai keefektifan kebijakan intervensi mata uang, banyak pembuat kebijakan

melihat tindakan ini sebagai salah satu senjata utama kebijakan moneter yang mampu

melindungi daya saing dalam kompetisi dagang internasional. Dalam beberapa tahun

terakhir ini, banyak negara berkembang seperti Indonesia, Meksiko, Polandia, serta

Rusia yang juga melakukan tindakan-tindakan serupa untuk melindungi nilai mata

uangnya.27 Di tahun terakhir, Rusia diisukan telah menghabiskan sejumlah 210 miliar

dolar untuk mempertahankan rouble pada angka 41 terhadap dolar dan euro. Rouble

kini bernilai 34.86 dan menjadi contoh lain dimana upaya intervensi tidak sanggup

bertahan terus-menerus. Swis dan Rusia merupakan contoh gagal dari intervensi mata

25 Jonathan E. Sanford. (2010). Currency Manipulation: The IMF and WTO. Congressional Research Service. Diakses dari http://www.fas.org/sgp/crs/misc/RS22658.pdf, tanggal 27 September 2011.26 Ibid27 Ibid

8

Page 9: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

uang namun tidak ada yang dapat memprediksikan seberapa kuat nilai franc dan rouble

bila saja kedua pemerintahnya tidak melakukan intervensi sama sekali.28

Salah satu contoh lain kegagalan intervensi terjadi pada tahun 1992, ketika

Inggris berupaya menutupi nilai Deutschmark Jerman. Hanya dalam satu hari, Inggris

mengeluarkan sejumlah miliaran poundsterling untuk mempertahankan nilai pound

terhadap mata uang Jerman. Namun pengamat pasar perdagangan valuta asing tahu

benar bahwa upaya ini tidak ada gunanya dan apresiasi terus terjadi.29

Kembali pada kasus China, pendapat pakar ekonomi mengenai dampak yang

diakibatkan dari kebijakan moneter China terkait nilai tukar mata uangnya terhadap

Amerika Serikat cukup beragam. Nilai RMB yang berada di bawah nilai sebenarnya

dapat dipandang sebagai bentuk subsidi ekspor tak langsung yang mengakibatkan

menurunnya harga produk buatan China dalam pasar Amerika Serikat. Hal ini akan

menguntungkan konsumer di Amerika Serikat dan perusahaan yang menggunakan

komponen barang setengah jadi dari China, namun dapat secara negatif mempengaruhi

perusahaan yang sensitif terhadap keberadaan barang substitusi impor.30

RMB yang berada di bawah nilai tukar sebenarnya juga dapat mengakibatkan

penurunan ekspor AS ke China bila dibandingkan apabila mata uang China berfluktuasi

secara bebas mengikuti mekanisme pasar. Permasalahan ini menjadi semakin kompleks

akibat besarnya pembelin cadangan sekuritas AS oleh China yang mencapai 1,2 trilyun

dolar AS pada akhir tahun 2010.31 Pembelian ini dapat dilakukan oleh China akibat

intervensi mata uang China mengakibatkan akumulasi devisa yang sangat besar bagi

China, terutama dalam bentuk dolar AS. 28 Russel Hotten. (2010). Currency Intervention’s Mixed Record of Success. BBC Business. Diakses dari: http://www.bbc.co.uk/news/business-11311802, tanggal 16 September 2011.29 Ibid 30 Ibid31 Heller & Carrel. (2010). Germany says U.S. Monetary Easing Policy is Wrong. Reuters. Diakses dari: http://www.reuters.com/article/idUSLDE69M02P20101023, tanggal 23 Oktober 2011

9

Page 10: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Surplus devisa China yang menggunung kemudian digunakan untuk membeli

surat hutang AS. Pembelian surat hutang AS oleh China dapat membantu pemerintah

AS mendanai defisit kas negara serta dapat membantu menjaga suku bunga pinjaman

AS tetap rendah. Hal ini menunjukkan bahwa apresiasi nilai RMB mampu memberikan

dampak positif pada beberapa sektor di Amerika Serikat dan di saat bersamaan

memberikan dampak negatif pada sektor lainnya. 32

Efek dari krisis ekonomi global membuat perhatian internasional terfokus pada

bagaimana cara mengurangi ketidakseimbangan global (misalnya yang terjadi dalam

investasi, devisa, dan perdagangan), terutama yang berkaitan dengan hubungan China

dan Amerika Serikat. Banyak ekonom yang berpendapat bahwa China harus mengambil

langkah-langkah untuk dapat mengurangi ketergantungannya terhadap pendapatan hasil

ekspor dan investasi tetap untuk pertumbuhan ekonominya dan beralih pada pendapatan

dari konsumsi domestik. Kebijakan penetapan nilai mata uang yang berdasarkan atas

kinerja pasar bebas merupakan faktor yang penting untuk mencapai tujuan ini.33

Meskipun intervensi mata uang di berbagai negara banyak yang terbukti tidak

berhasil, hasil yang berbeda nampak terjadi di China.34 Intervensi yang secara konsisten

dilakukan selama bertahun-tahun lamanya tampak begitu berhasil dalam menjaga

konstan nilai mata uang China dan membuat negara pesaing dengan pasar yang besar,

seperti Amerika Serikat merasakan dampaknya secara tidak langsung. Keberhasilan

intervensi mata uang China dan besarnya dampak global yang ditimbulkannya, terutama

terhadap AS, membuat fenomena ini sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut.

Perdebatan mengenai efektifitas kebijakan intervensi mata uang masih sangat hangat

dibicarakan oleh pakar politik ekonomi internasional dan belum banyak solusi yang

32 Jonathan E. Sanford. loc. cit.33 Ibid34 Russel Hotten. op. cit. hal. 4-6

10

Page 11: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

dapat ditawarkan oleh badan-badan internasional untuk meregulasi kecenderungan

untuk yang dianggap dapat menghambat praktik pasar bebas ini.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Penelitian ini difokuskan untuk melihat pengaruh politik dan ekonomi

kebijakan intervensi nilai mata uang China terhadap hubungan perekonomian China dan

Amerika Serikat. Walaupun China diduga telah melakukan praktik intervensi mata uang

sebagai bagian dari kebijakan makroekonomi dan moneternya sejak tahun 1994,35

penelitian ini secara khusus akan difokuskan kepada perkembangan kebijakan China

mulai tahun 2005 hingga tahun 2011, dimana intervensi mata uang beberapa kali

dilakukan oleh China sebagai respon untuk mencegah dampak krisis ekonomi global

bagi perdagangan dan pertumbuhan ekonomi domestiknya.36 Di samping itu, skripsi ini

juga akan menguraikan bagaimana kebijakan intervensi nilai mata uang China memiliki

dampak yang signifikan secara global, yang juga secara akumulatif kemudian

memberikan dampak bagi Amerika Serikat serta bagaimana keduanya berinteraksi

sebagai bagian pemain utama perekonomian global dalam kaitannya dengan kebijakan

intervensi mata uang China ini.

Dengan batasan tersebut, berikut merupakan formulasi rumusan masalah yang

dibahas dalam penelitian ini:

1. Apa perspektif China dalam menjustifikasi kebijakan intervensi penetapan

nilai mata uangnya?

2. Bagaimana dampak kebijakan intervensi nilai mata uang China terhadap

hubungan ekonomi dan politik China – Amerika Serikat?

35 Edward Wong. (2009, 25 Januari). China Rejects Currency Manipulation Charge. New York Times, hal. 30.36 The Economist. (2010). The Clock Ticks: Global Rebalancing. [Online]. Diakses dari web: htpp://www.economist.com/node/16379927, tanggal 23 Mei 2011.

11

Page 12: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

3. Bagaimana strategi Amerika Serikat dalam menanggapi dampak yang

dihasilkan oleh kebijakan nilai mata uang China?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menjelaskan perpektif China dalam menjustifikasi

kebijakan intervensi penetapan nilai mata uangnya.

b. Untuk menganalisa dan menjelaskan dampak yang diakibatkan kebijakan

intervensi penetapan nilai mata uang China terhadap hubungan ekonomi dan

politik China – Amerika Serikat.

c. Untuk mengetahui dan menjelaskan strategi Amerika Serikat dalam menanggapi

dampak yang dihasilkan oleh kebijakan intervensi nilai mata uang China.

2. Kegunaan Penelitian

Melalui tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan dapat berguna

sebagai:

a. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan gambaran mengenai kebijakan

intervensi nilai mata uang China dan dampaknya terhadap hubungan

perekonomian China – AS; serta dapat menjadi bahan bacaan bagi peneliti lain

yang tertarik membahas objek yang sama dalam tulisan ini.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan pemerintah

dan lembaga terkait dalam memahami dan menanggapi kebijakan intervensi nilai

mata uang China dan dampaknya terhadap hubungan perekonomian China – AS.

D. Kerangka Konseptual

12

Page 13: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Dalam penilitian ini, penulis menggunakan rasional Ekonomi Politik

Internasional (EPI) dalam menjelaskan fenomena yang terjadi terkait dampak yang

diakibatkan dari intervensi mata uang China. EPI merupakan bidang ilmu yang

menjelaskan pendekatan terhadap perdagangan dan keuangan internasional dalam

pengaruhnya dengan kebijakan negara, seperti kebijakan fiskal dan moneter.37 EPI,

secara sederhana, berbicara mengenai saling keterkaitan aspek ekonomi dan politik

dalam isu-isu internasional. Pertanyaan utama dalam EPI umumnya dirumuskan untuk

menjelaskan kejadian-kejadian isu perekonomian dunia dan hal-hal apa saja yang

mendorong terjadinya hal tersebut.38 Pendekatan ekonomi politik internasional menjadi

acuan pokok kerangka ilmiah penulisan ini.

Menguraikan faktor-faktor yang memengaruhi fenomena dalam ekonomi

politik internasional jauh lebih kompleks dibandingkan dengan ekonomi politik

domestik. Kompleksitas ini umumnya timbul akibat banyaknya aktor yang terlibat,

seperti negara, perusahaan multinasional, yang juga dibentuk oleh beragam norma,

aturan, organisasi bahkan kebiasaan. EPI berupaya melihat apa yang mendorong aksi-

reaksi dari aktor-aktor yang berbeda ini dan bagaimana dampak yang dihasilkannya.39

Terdapat dua paradigma utama yang membentuk ekonomi politik internasional:

liberalism dan merkantilisme. Seberapa jauh peran negara dalam menegaskan pengaruh

dan kontrolnya terhadap aktifitas ekonomi menjadi tolak ukur utama yang membedakan

kedua pendekatan ini.40 Secara sederhana, liberalisme meyakini pasar bebas bersifat

mampu membawa keteraturan sendiri (self-regulatory) dan menginginkan peran negara

37 Joan E. Spero (2002), The Politics of International Economic Relations, 4th ed., hal. 4-5.38 Ibid39 Benjamin J. Cohen. (2007). The Transatlantic Divide: Why are American and British IPE so Different?, Review of International Political Economy, Vol. 14, No. 2., hal. 3140 Ibid, hal. 35

13

Page 14: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

diminimalisir sedangkan merkantilisme menginingkan kontrol negara yang lebih

dominan untuk mengakumulasi kekuatan negara.41

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengkajian dengan menggunakan

sudut pandang paradigma liberal. Paradigma liberal dipandang penulis dapat membantu

menjelaskan seberapa besar dampak intervensi nilai tukar mata uang China terhadap

hubungan ekonomi politik China dengan Amerika Serikat dalam perbandingannya

dengan sistem penetapan nilai mata uang universal yang mengambang bebas (fee

floating) didasarkan atas permintaan dan penawaran global. Perspektif liberalisme juga

membantu menunjukkan dampak intervensi mata uang China ini terhadap ekonomi

global secara lebih luas, yang kemudian dikerucutkan bagaimana fenomena global ini

secara akumulatif memberikan dampak pada Amerika Serikat.

Dalam mempelajari EPI, kebijakan fiskal dan moneter dikenal sebagai

kebijakan utama yang digunakan oleh pemerintah untuk memperoleh situasi

makroekonomi yang positif bagi perkembangan ekonomi dalam negeri. Kebijakan

moneter terkait dengan pengaturan nilai suku bunga (interest rates) dan asset,

sedangkan kebijakan fiskal terkait dengan jumlah pemasukan dan pengeluaran

pemerintah, melalui penyesuaian besaran pajak dan belanja negara. Pengaturan

kebijakan makroekonomi ini dapat bersifat ekspansif maupun kontraksioner bergantung

pada situasi yang ingin dikendalikan oleh pemerintah. Kedua kebijakan ini dapat

berkontribusi secara signikan terhadap nilai mata uang satu negara terhadap nilai mata

uang negara lain.42

Bentuk kebijakan makroekonomi yang akan dibahas dalam tulisan ini ialah

kebijakan intervensi nilai tukar mata uang yang memiliki sifat intrisik yang sangat

41 Ibid42 Sullivan, Arthur, Sheffrin, dan Steven. (2003). Economics: Principles in Action. New Jersey: Pearson Prentice Hall Internaional, Inc., hal. 76.

14

Page 15: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

kompleks, bukan hanya melibatkan kebijakan moneter saja melainkan juga kebijakan

fiskal suatu negara. Intervensi nilai tukar mata uang atau manipulasi kurs merujuk pada

suatu fenomena dimana suatu pihak meningkatkan atau menurunkan nilai satu mata

uang terhadap mata uang lainnya. Dalam konteks ini, pihak yang dimaksud umumnya

melibatkan negara atau bank sentral negara tersebut. 43

Terdapat suatu hubungan yang dekat antara kebijakan moneter dan perdagangan

internasional. Stimulus moneter domestik dapat meningkatkan kesempatan ekspor ke

negara-negara partner dagang, demikian pula kebijakan kontraksioner dapat mengurangi

kesempatan ini. Intervensi bank sentral terhadap pasar mata uang, pada kondisi tertentu,

dapat menstimulasi jumlah ekspor dan menghambat jumlah impor, begitu pula

sebaliknya tergantung dari arah kebijakan intervensi.

Dalam teori, intervensi mata uang melalui pembelian mata uang asing dan

penjualan mata uang lokal dapat mengakibatkan nilai mata uang menjadi lebih murah

yang kemudian dapat membantu eksportir negara tersebut, dengan memungkinkan

mereka untuk menurunkan harga barang ekspor mereka atau mempertahankan harga

barang ekspor untuk mendapat keuntungan yang lebih. Upaya ini juga akan membuat

harga barang impor menjadi lebih murah. Harga ekspor yang lebih murah dan harga

impor yang lebih mahal akan meningkatkan surplus dagang negara, sehingga

meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi.

Bank sentral dapat menjual surat hutang negara untuk menjaga suplai mata uang

lokal tetap konstan. Dalam logika EPI, jika suatu intervensi tidak disterilisasi melalui

penjualan surat hutang, pembelian mata uang asing sama dengan peningkatan suplai

uang. Hal ini dapat dimengerti karena kementerian keuangan membeli mata uang asing

43 Ibid

15

Page 16: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

dari eksportir lokal dengan menggunakan mata uang lokal, yang kemudian memasuki

siklus perputaran uang domestik.

Terakhir, implikasi multinasional yang diakibatkan oleh intervensi kebijakan

mata uang China dianalisa menggunakan konsep ketidakseimbangan global (Global

Imbalances). Konsep ketidakseimbangan global umumnya dipahami sebagai besar

defisit transaksi berjalan dan surplus yang mencerminkan perdagangan dan arus

keuangan dalam skala global, dalam hal ini yakni antara Amerika Serikat (juga negara-

negara importir besar sepeti Uni Eropa dan negara tetangga di Asia Timur) dan China. 44

Isu utama yang menjadi kajian dalam konsep ini mencakup ketidakseimbangan

perdagangan yang dapat membahayakan kesejahteraan global dan karena itu menjadi

tanda akan perlunya pengambilan kebijakan yang tepat untuk memperbaikinya.

Lebih lanjut, skripsi ini dielaborasi menggunakan paradigma teori kritis, secara

spesifik yang berhubungan bidang ilmu hubungan internasional. Pemahaman lanjut

mengenai teori kritis dapat menjadi teori utama mengenai dinamika dan struktur sistem

internasional. Teori kritis internasional merupakan suatu upaya untuk merefleksikan

alur kritis fenomena dalam hubungan internasional dan memfokuskan pada baik

kesamaan maupun perbedaan antaranya dengan menaruhnya dalam kerangka kritisisme

yang konstruktif. 45

Teori kritis menawarkan suatu pendekatan isu-isu normatif yang berhubungan

dengan ilmu-ilmu sosial melalui metode yang non-reduktif. Domain teori ini mencakup

pertanyaan terhadap dimensi normatif akifitas sosial secara khusus bagaimana aktor

hubungan internasional mengaplikasikan pengetahuan praktis dan sikap normatif

44 Oliver Blanchard. (2007). Global Imbalances. Diakses dari http://economics.mit.edu/files/762, tanggal 21 Mei 2012.45 Baaz Mikael. Critical Theory as an International Relations Theory. Diakses dari http://asrudiancenter.com/2008/06/25/critical-theory-as-an-international-relations-theory.htm, tanggal 5 November 2011

16

Page 17: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

mereka dari suatu perspektif yang kompleks dalam konteks yang beragam.46 Dalam hal

ini, teori ini menganalisa faktor-faktor relevan yang memengaruhi formulasi kebijakan

dari intervensi nilai tukar mata uang China, dari perspektif tradisional dan ideologi

komunal hingga pada perspektif kontemporer (terkadang dianggap sebagai perspektif

liberalistik) terkait pertumbuhan ekonomi. Teori ini juga dapat membentuk pola pikir

yang menjelaskan dampak-dampak apa saja yang diakibatkannya terhadap negara lain,

secara khusus pada Amerika Serikat, dan bagaimana, pada gilirannya, AS merespon

balik fenomena ini yang terefleksikan dalam formulasi kebijakan luar negerinya.

Dalam kepentingan penulisan skripsi ini, kebijakan luar negeri menjelaskan

bagaimana suatu negara bersikap terhadap negara lain, baik yang terkait isu politik

maupun ekonomi.47 Interaksi ini dievaluasi dan dimonitor untuk memaksimalkan

keuntungan dari kerjasama internasional, baik secara bilateral maupun multilateral.

Karena kepentingan nasional bersifat sangat penting, kebijakan luar negeri didesain oleh

pemerintah melalui suatu proses pengambilan keputusan tingkat tinggi. Pencapaian

kepentingan nasional dapat terjadi sebagai hasil dari penerapan kebijakan luar negeri

secara efektif, baik melalui kerjasama maupun eksploitasi.48

E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Dalam tulisan ini, penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode

ini dilakukan dengan menggambarkan dampak kebijakan penetapan mata uang China

secara ekonomi dan politik terhadap Amerika Serikat. Metode deskriptif digunakan

46 Ibid47 Anissimov Michael. (2011). What is Foreign Policy. Diakses dari htpp://wisegeek.com/what-is-foreign-policy.html, tanggal 5 November 2011.

48 Ibid

17

Page 18: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

dalam menjabarkan dampak ini dimulai dari perspektif dalam justifikasi kebijakan

China sampai pada implikasinya terhadap perekenomian AS dan respon balik AS

terhadap kebijakan ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam tulisan ini, adalah telaah

pustaka (library research), yaitu dengan mengumpulkan berbagai data dari literatur-

literatur seperti jurnal, buku, artikel, dan bahan tertulis lainnya. Serta pemberitaan dari

media elektronik dan cetak yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.

Data-data yang didapat dari berbagai literatur tersebut, digunakan sebagai bahan untuk

membantu menganalisa fenomena yang dibahas dalam penelitian. Adapun tempat yang

menjadi sumber literatur selama pengumpulan data dilakukan yaitu Perpustakaan Pusat

Universitas Hasanuddin di Makassar, Perpustakaan Ali Alatas Kementerian Luar Negeri

Republik Indonesia di Jakarta, City Public Library di Melbourne, serta ditambah

beberapa literatur dari koleksi pribadi penulis serta dari media online dengan sumber

yang telah tervalidasi sebelumya.

3. Jenis Data

Berdasarkan pembahasan yang telah ditentukan maka, jenis data yang digunakan

dalam penelitian ini berupa data teoritis yang berhubungan dengan penelitian yang

ditulis. Data ini diperoleh dari berbagai literatur dan hasil olahan dari berbagai sumber

terkait. Data teoritis inilah yang kemudian dianalisis untuk menjawab permasalahan

yang ditentukan. Di samping itu juga terdapat berbagai data numerik dan statistik, untuk

membantu pembuktian praktis proses analisa kajian skripsi ini.

4. Teknik Analisis Data

18

Page 19: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Teknik analisis data yang digunakan dalam tulisan ini adalah teknik analisis data

kualitatif. Dengan teknik ini, analisis ditekankan pada data kualitatif yang analisisnya

akan diarahkan pada data non-matematis. Namun untuk data pelengkap, juga disertakan

data kuantitatif berupa angka-angka statistik serta bantuan ilustrasi melalui kurva dan

grafik yang memiliki keterkaitan dengan obyek penelitian, yang penekanannya tetap

diarahkan pada interpretasi serta analisa dari data kuantitatif ini.

5. Metode Penulisan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif.

Penulisan dimulai dengan menggambarkan permasalahan secara umum. Kemudian

berdasarkan teori-teori dan data-data yang didapat ditarik kesimpulan yang bersifat

khusus.

BAB II

TELAAH PUSTAKA

Dalam telaah pustaka penulis akan menjabarkan beberapa teori dan konsep yang

menjadi acuan dasar pengembangan pemikiran. Teori yang digunakan ialah teori

ekonomi politik internasional secara khusus mengenai ekonomi liberal dan perdagangan

internasional, sedangkan konsep dasar yang digunakan meliputi konsep mengenai valuta

asing dan kurs, intervensi pemerintah dalam penentuan nilai tukar, dan

ketidakseimbangan global. Berikut, pemaparan dan ulasan telaah pustaka skripsi ini:

19

Page 20: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

A. Ekonomi Politik Internasional

Secara sederhana, ekonomi politik internasional didefinisikan sebagai interaksi

global antara politik dan ekonomi. Robert Gilpin mendefinisikan ekonomi-politik

sebagai:

Dinamika interaksi global antara pengejaran kekuasaan (politik) dan pengejaran kekayaan (ekonomi). Dalam definisi ini terdapat hubungan timbal balik antara politik dan ekonomi.49

Ekonomi politik internasional merupakan studi yang mempelajari saling

keterhubungan antara ekonomi internasional dengan politik internasional, ekonomi

internasional dengan politik internasional yang muncul akibat berkembangnya masalah-

masalah yang terjadi dalam sistem internasional. Dalam mengkaji teori ini dibutuhkan

integrasi antara konsep-konsep ekonomi serta politik, misalnya masalah-masalah dalam

isu perdagangan internasional, moneter, dan pembangunan. Menurut Robert Jackson &

George Sorensen, “...Ekonomi Politik Internasional pada dasarnya membahas tentang

siapa mendapatkan apa dalam sistem ekonomi politik internasional...”.50 Terutama

dalam era globalisasi, pemahaman bahwa terdapat jalinan yang saling tergantung dan

tidak dapat dipisahkan antara faktor ekonomi dan politik, serta antara negara dengan

pasar semakin tak terelakkan.51

Ekonomi politik internasional yang merupakan suatu bagian dari studi hubungan

internasional mempunyai sub-studi dengan penekanan pada analisa kebijakan (politik)

suatu negara dalam menghadapi permasalahan ekonomi internasional. Dapat pula

dinyatakan, bahwa ekopolinter adalah sebuah studi tentang masalah yang terfokus pada

elemen-elemen interdependen kompleks yang sering terjadi pada kehidupan kita sehari-49 Perwira dan Yani. (2005). Pengembangan Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. hal. 75. 50 Ibid. Hal 7651 Hamdy Hady. (2004). Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia, hal.36

20

Page 21: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

hari. Dalam interaksi internasional secara umum terdapat terdapat mekanisme pasar

yang cukup rumit seperti penentuan kurs/valuta asing, faktor produksi, serta fluktuasi

pasar akibat pergerakan dinamis dari permintaan dan penawaran, spekulan-spekulan

pasar dan beberapa kasus internasional menjadi acuan yang penting dalam menentukan

pola-pola interaksi tersebut hingga melahirkan suatu kesepakatan (harga di dalam) pasar

internasional.

Salah satu konsep besar yang paling umum dijadikan sebagai acuan dalam sudut

pandang liberal ekonomi politik internasional ialah perdagangan bebas (free trade).

Dalam perspektif ini, perdagangan bebas, yang juga berkaitan erat dengan konsep

interdependensi, dapat mengoptimalkan perolehan manfaat tiap-tiap negara yang

mampu melakukan efisiensi dalam interaksi ekonominya, serta dianggap sebagai bentuk

paling adil dalam mengatur jalannya mekanisme pasar. Hal ini dapat terjadi akibat

penghilangan hambatan perdagangan seperti tarif (tariffs) dan kuota (quota),

kesepakatan masyarakat internasional dalam perjanjian umum mengenai tariff dan

perdagangan dalam WTO bisa berlangsung dan diterapkan melalui kesepakatan

perdagangan internasional secara multilateral.

Secara khusus dalam tulisan ini, bagian EPI yang menjadi pusat bahasan ialah

sistem moneter internasional dan dampak ekonomi-politik yang ditimbulkannya. Sistem

moneter internasional dapat dipahami mencakup semua fitur utama dari hubungan

moneter lintas batas nasional - proses dan lembaga intermediasi keuangan (mobilisasi

tabungan dan alokasi kredit) serta pembuatan dan pengelolaan uang itu sendiri.

Sebagaimana tulisan Susan Strange: "Struktur keuangan benar-benar memiliki dua

aspek tak terpisahkan. Ini terdiri atas, bukan hanya struktur ekonomi politik di mana

kredit dibuat, tetapi juga sistem moneter atau sistem yang menentukan nilai relatif dari

21

Page 22: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

uang yang berbeda di mana kredit adalah mata uang."52 Kedua aspek tersebut

dipengaruhi oleh distribusi kekuatan di antara aktor.

Dan apa yang dimaksud dengan kekuatan dalam hubungan moneter? Secara

singkat meringkas argumen yang telah dikembangkan kekuatan moneter internasional

dapat dipahami terdiri dari dua dimensi kritis, otonomi dan pengaruh. Dimensi yang

lebih umum didengar adalah dimensi pengaruh, yang didefinisikan sebagai kemampuan

untuk membentuk peristiwa atau hasil. Secara operasional, dimensi ini secara alami

setara dengan kapasitas untuk mengontrol perilaku para aktor - "membiarkan orang lain

melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan aktor lain," cukup serupa dengan definisi

sederhana dari diplomasi.53

Aktor, dalam pengertian ini, bersifat sangat kuat sampai-sampai secara efektif

dapat menekan atau memaksa orang lain. Singkatnya, sejauh itu dapat melaksanakan

suatu perintah atau kewenangan manajerial. Sebagai dimensi kekuasaan, pengaruh

penting adalah sine qua non dari kepemimpinan sistemik.

Dimensi kedua, otonomi, sesuai dengan definisi kamus kekuasaan merupakan

kapasitas untuk bertindak. Seorang aktor juga memiliki kekuatan dimana ia mampu

menggunakan kebebasan operasional – untuk bertindak secara bebas, bebas dari tekanan

luar. Dalam hal ini, kekuasaan tidak berarti mempengaruhi orang lain, melainkan berarti

tidak membiarkan orang lain untuk mempengaruhi seorang aktor – dengan kata lain

membiarkan aktor ini memiliki kebijakan sendiri, walaupun, mungkin, bertentangan

dengan keinginan aktor lainnya.

52 Susan Strange. (2004). States and Markets, 2nd Edition. Diakses dari: http://books.google.co.id/books/about/States_and_Markets.html?id=YkjtEOM5LbkC&redir_esc=y, tanggal 18 Oktober 2011.53 Benjamin Cohen. (2006). The Macrofoundations of Monetary Power, dalam David M. Andrews, ed. International Monetary Power. Ithaca, NY: Cornell University Press. 14:31-50.

22

Page 23: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Untuk aktor negara dalam sistem moneter, kunci otonomi terletak pada distribusi

yang tidak pasti dari beban penyesuaian ketidakseimbangan eksternal. Ekonomi

nasional tak dapat dipungkiri lagi terkait melalui neraca pembayaran internasional.

Risiko ketidakseimbangan pembayaran tidak berkelanjutan merupakan ancaman kuat

bagi kebebasan kebijakan. Ketidakseimbangan yang berlebihan secara otomatis

menghasilkan tekanan saling menyesuaikan, untuk membantu pembayaran bergerak

menyeimbangkan kembali ke kondisi ekuilibrium. Namun penyesuaian dapat berarti

pertentangan atau bahkan dapat berpotensi menciptakan konflik baik secara ekonomi

dan politik.

Pemerintah tidak ada yang menyukai apabila dipaksa untuk berkompromi

dengan tujuan kebijakan utama demi mengembalikan keseimbangan eksternal. Negara,

jika diberi pilihan, akan lebih memilih bukan untuk melihat aktor lain yang membuat

pengorbanan yang diperlukan. Untuk negara, oleh karena itu, dasar dari kekuatan

moneter adalah kapasitas untuk menghindari beban penyesuaian yang diperlukan oleh

ketidakseimbangan pembayaran.

Beban lainnya adalah pengorbanan yang terjadi ketika transisi penyesuaian,

yang didefinisikan sebagai biaya perubahan itu sendiri. Dimana proses penyesuaian

tidak dapat ditunda, kekuatan untuk mengalihkan merupakan kapasitas untuk

menghindari biaya transisi penyesuaian dengan mengalihkan sebanyak mungkin biaya

itu kepada aktor lain. Kekuatan untuk menunda sebagian besar merupakan fungsi dari

posisi likuiditas internasional suatu negara relatif terhadap negara lain, yang terdiri dari

kedua cadangan yang dimiliki dan kapasitas pinjaman. Kekuatan untuk mengalihkan

bersumber pada beberapa variabel struktural mendasar yang menentukan derajat relatif

suatu perekonomian terbuka dan kemampuan beradaptasi.

23

Page 24: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Untuk aktor sosial dalam sistem moneter, kunci otonomi terletak pada hubungan

pasti antara domain pasar yang relevan dan yurisdiksi hukum. Di dunia yang semakin

global, jangkauan pasar keuangan terus menerus berkembang. Namun otoritas politik

tetap berakar pada masing-masing negara, masing-masing memiliki prinsip kedaulatan

dalam batas-batas teritorial sendiri.

Oleh karena ketidaksinkronan yang berlaku antara domain pasar dan yurisdiksi

hukum yang menciptakan banyak ruang untuk perilaku oportunistik oleh perusahaan

atau perorangan. Independensi kebijakan yang sangat dihargai oleh pemerintah

cenderung menciptakan perbedaan kendala pasar dan insentif yang mungkin

dimanfaatkan untuk keuntungan. Sebagai aktor sosial, dasar kekuasaan moneter adalah

kemampuan untuk menavigasi dengan sukses dalam celah antara rezim politik.54

Kedua mode mulai dengan otonomi moneter sebagai syarat dasar dan perlu, dan

dalam kedua kasus aktor lain yang terkait mungkin merasa terdorong untuk

mematuhinya. Tapi dalam eksternalitas mode pasif bersifat insidental dan tak dapat

diduga-duga sebelumnya, sedangkan pada tekanan modus aktif berlaku langsung dan

sengaja. Modus aktif, pada dasarnya, mempolitisasi hubungan, yang bertujuan untuk

menerjemahkan pengaruh pasif ke kontrol praktis melalui penggunaan instrumen

kekuasaan. Dari sudut pandang ekonomi politik, perbedaan antara dua mode sangat

penting.

Fenomena inilah yang sering menimbulkan konflik kepentingan politik dan

ketidakseimbangan global ekonomi, yang menjadi bagian dari fokus skripsi ini. Yang

mana, China sebagai seorang aktor hubungan internasional yang independen dalam

menentukan kebijakannya untuk memperoleh kepentingannya (dalam hal ini,

pengembangan ekonomi) dihadapkan dengan kepentingan negara lain (dalam hal ini,

54 Benjamin Cohen. op. cit., hal. 46

24

Page 25: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Amerika Serikat). Penjabaran teori ekonomi politik internasional yang kompleks ini

diperlukan untuk melihat bagaimana aktor-aktor hubungan internasional

mengimplementasikan kekuasaannya dan saling pengaruh satu sama lain dalam

mencapai kepentingannya masing-masing.

B. Pasar Valuta Asing dan Kurs

1. Pengertian Valuta Asing dan Pasar Valuta Asing

Valuta Asing merupakan mata uang yang bukan merupakan alat pembayaran sah

utama di suatu negara. Contoh Dollar AS di China, walaupun dapat menjadi alat

transaksi, namun tidak dapat diterima di semua tempat transaksi dan harus ditukarkan

terlebih dahulu dengan uang sah di China di pasar valuta asing.

“Valuta asing, dalam referensi keuangan international disebut juga foreign exchange atau foreign currency adalah mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang digunakan dalam transaksi ekonomi internasional berdasarkan kurs resmi yang ditetapkan oleh bank sentral. (Khalwaty, Tajul 2000:172)”55

Dalam keadaan tanpa adanya intervensi, besarnya nilai tukar mata uang suatu

negara terhadap mata uang lainnya biasanya ditentukan oleh keadaan perekonomian

suatu negara. Foreign exchange market ini tidak tetap, melainkan selalu berubah

mengikuti penawaran dan permintaan.

“Pasar valas dapat diartikan sebagai suatu tempat atau wadah atau sistem dimana perorangan, perusahaan dan bank dapat melakukan transaksi keuangan internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan dan penjualan dan penawaran”. (Hady, Hamdy 2001:23)”56

Sementara Levi, Maurice (2006) dalam bukunya “International Finance”

menjelaskan bahwa peran valas yang terwujud dalam pertukaran mata uang dapat

bervariasi di pasar valas internasional. Sebagai konsekuensinya maka diperlukan nilai

tukar yang rasional antara mata uang yang diperdagangkan. Nilai uang yang terbentuk

55Tajul Khalwaty. (2000). Inflasi dan Solusinya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, hal. 23.56 Hamdy Hady. op. cit., hal. 72.

25

Page 26: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

akan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor teknikal, fundamental, psikologis,

dan lain-lain yang terakomodasi dalam periode tertentu. Ketiga faktor tersebut

berimplikasai pada suatu kondisi nilai tukar yang cenderung fluktuatif dan penuh

ketidakpastian dalam suatu perekonomian internasional.57

2. Kurs

Kurs adalah jumlah satuan atau unit dari mata uang tertentu yang diperlukan

untuk memperoleh atau membeli satu unit atau satuan jenis mata uang lainnya. Menurut

Samuelson definisi kurs adalah: the price of one unit foreign is currency in term of

domestic currency is determined, and the price is called the foreign exchange rates.58

Sedangkan menurut Sawaldjo Puspopranoto, definisi kurs adalah harga dimana mata

uang suatu negara dipertukarkan dengan mata uang negara lain disebut nilai tukar

(kurs).59

Dari definisi-definisi tersebut di atas dapatlah disimpulkan secara singkat bahwa

kurs adalah nilai suatu mata uang dibandingkan degan mata uang lainnya. Misalnya

nilai mata uang RMB terhadap Dolar AS. Pemerintah umumnya memiliki

kecenderungan untuk mengambil peran dalam penentuan kurs agar sampai pada tingkat

yang kondusif bagi dunia usaha. Kurs, khususnya nilainya terhadap Dolar AS, sangat

berkaitan erat dan mempengaruhi arus barang dan jasa serta modal dari dalam dan

keluar negara bersangkutan.

3. Jenis Kurs

Terdapat beberapa jenis kurs atau nilai tukar, yaitu:

57 Ibid58 Paul A. Samuelson. (2005). Theoretical Notes on Trade Problems. Review of Economics and Statistics. 46:2., hal. 145–54.59 Sawaldjo Puspopranoto. (2004), Manajemen Bisnis: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit PPM, hal. 212

26

Page 27: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

1. Kurs Beli (bid price) adalah besar satuan mata uang negara lain yang harus

diserahkan untuk membeli tiap unit uang asing kepada Bank atau money changer.

2. Kurs Jual (selling price) adalah besaran satuan mata uang negara lain yang akan

diterima dari bank atau money changer jika kita membeli mata uang asing.

3. Kurs Spot adalah nilai valuta asing yang digunakan untuk transaksi spot di pasar

valuta asing.

4. Kurs Forward, adalah nilai tukar yang berlaku dan digunakan untuk transaksi

forwad di pasar valas.

5. Kurs Silang adalah nilai antara dua valas yang diperoleh dari nilai tukar masing-

masing valuta terhadap valuta lain.

6. Kurs Opsi adalah kurs yang ditetapkan dimuka sesuai dengan pendapat Shapiro

yaitu, “Call option give the customer the right to purchase, but option give the

right to sell the contracted currencies at the expected date”60

4. Penentuan Nilai Tukar atau Kurs

Terdapat tiga jenis sistem nilai tukar, yakni kurs tetap (fixed exchange rate),

kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate), dan kurs mengambang

bebas (free floating rate).61 Kurs tetap merupakan sistem dimana intervensi nilai mata

uang berlaku, dimana pemerintah atau bank sentral menetapkan suatu nilai tetap mata

uangnya terhadap nilai mata uang negara lain, tanpa memperhitungkan aktifitas

penawaran dan permintaan di pasar uang. Dalam kurs mengambang terkendali, hal yang

sama yakni intervensi nilai mata uang juga terjadi namun dalam skali yang lebih kecil,

60 A. C. Saphiro. (2006). Multinational Financial Management. New Jersey: Pearson Prentice Hall International, Inc., hal. 116.61 Kurs Tetap, Kurs Mengambang Bebas, Kurs Mengambang Terkendali dan Penerapannya di Indonesia, (2012). Diakses dari http://economicwatcher.com/2012/06/kurs-tetap-kurs-mengambang-bebas-kurs.html, tanggal 13 September 2012.

27

Page 28: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

dimana nilai mata uang tidak sepenuhnya mengikuti nilai riil dalam pasar bebas

melainkan tetap mendapatkan perlakuan kontrol dari pemerintah dan bank sentral.

Sebaliknya, dalam kurs mengambang bebas, nilai tukar mata uang sepenuhnya

ditentukan dari jumlah penawaran dan permintaan mata uang dalam pasar bebas untuk

mencapai kondisi equilibrium sesuai dengan kondisi eksternal dan internal dengan tidak

melibatkan campur tangan pemerintah.

Pasar valas merupakan sebuah contoh baik dari pasar yang sangat kompetitif. Di

pasar ini ada banyak pembeli dan penjual dari suatu produk yang homogen. Setiap

pembeli dan penjual relatif kecil dibanding seluruh pasar, sehingga tidak ada seorang

pembeli atau penjual pun yang dapat mempengaruhi nilai tukar secara berarti. Pada

sistem nilai tukar ‘mengambang bebas’, pemerintah tidak melakukan intervensi di pasar

valas dan membiarkan nilai tukar dikendalikan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan di

pasar bebas. Di lain pihak, pada sistem nilai tukar ‘mengambang terkendali’, pemerintah

kadang kala melakukan intervensi sebagai upaya untuk mencegah pergerakan nilai tukar

yang dipandang ekstrim atau bertentangan dengan kepentingan nasional.62

Hasil yang diperoleh dari intervensi nilai mata uang umumnya sangat terbatas,

yaitu hanya menahan nilai kurs untuk sementara waktu dan tak mampu menolong kurs

itu sendiri dari keterpurukan. Namun perlu disadari, bahwa dewasa ini walaupun

pemerintah ikut melakukan intervensi, volume dari kegiatan tersebut relatif kecil sekali

terhadap jumlah total kegiatan pihak swasta di pasar valas. Hal ini juga merupakan

fenomena global.

Di dalam rumusan pendekatan Salvatore yang diterjemahkan oleh Drs. Haris

Munandar, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam penentuan nilai tukar

mata uang asing yaitu:

62 Ibid, hal. 219

28

Page 29: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

1. Pendekatan tradisional, yakni pendekatan berdasarkan pada arus perdagangan

dan paritas daya beli (PPP) yang kedudukannya sangat penting untuk

menjelaskan pergerakan kurs jangka panjang.

2. Pendekatan keuangan, yakni pendekatan yang memusatkan perhatiannya pada

pasar modal dan arus permodalan internasional dan berusaha menjelaskan

gejolak kurs jangka pendek yang kecenderungannya mengalami lonjakan-

lonjakan tak terduga.63

C. Ketidakseimbangan Global (Global Imbalances)

Ketidakseimbangan perdagangan yang besar dan terus berlanjut dari berbagai

negara dalam perekonomian dunia telah menyebabkan kekhawatiran di antara

pengambil kebijakan dan kritikus ekonomi politik internasional. Hal ini memancing

tekanan global yang mengarah pada keinginan untuk "penyeimbangan kembali" di mana

negara-negara dengan defisit perdagangan terus-menerus, seperti Amerika Serikat, akan

mengurangi impor bersih, sementara negara-negara dengan surplus perdagangan terus-

menerus, seperti China, akan mengurangi ekspor bersih.64 Isu utama yang menjadi

kajian dalam konsep ini mencakup ketidakseimbangan perdagangan yang dapat

membahayakan kesejahteraan global dan karena itu menjadi tanda bahwa kebijakan

yang tepat diperlukan untuk memperbaikinya.

Konsep mengenai ketidakseimbangan global bukanlah merupakan suatu konsep

yang baru dan merupakan fenomena yang telah ada sejak tahun 1970-an. Konsep ini

kemudian marak dipergunakan kembali saat terjadi krisis finansial global tahun di tahun

2008. Ketidakseimbangan global biasanya dipahami sebagai besar defisit transaksi

63 D. Salvatore. (2007). Ekonomi Internasional. Edisi kelima, Jakarta: Penerbit Erlangga, hal. 84.64 Corden W. Max. (2009). China’s Exchange Rate Policy, Its Current Account Surplus and the Global Imbalances. Dalam Ross Garnaut, Ligang Song dan Wing Thye Woo (Ed). China’s New Place in a World in Crisis. Canberra: Australia National University Press.

29

Page 30: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

berjalan dan surplus yang mencerminkan perdagangan dan arus keuangan dalam skala

global, dalam hal ini yakni antara Amerika Serikat (juga negara-negara importir besar

sepeti Uni Eropa dan negara tetangga di Asia Timur) dan China.

Pemahaman di atas, namun demikian, tidak mencerminkan bagian penting dari

ketidakseimbangan global dan dengan demikian risiko sistemik dan penyimpangan dari

keseimbangan, yaitu intervensi kebijakan tersebut termasuk kegagalan kebijakan ke

dalam perdagangan global dan mekanisme keuangan. Definisi yang lebih tepat

menjelaskan ketidakseimbangan global sebagai "posisi eksternal ekonomi yang secara

sistemik penting dan mencerminkan distorsi atau mengandung resiko bagi

perekonomian global".65 Kondisi ketidakseimbangan global didasarkan atas

perdagangan (current account) dan keuangan (neraca berjalan dan posisi keuangan),

serta kekhawatiran yang dipahami lebih dari sekedar cermin dari satu sama lain

(perdagangan dan globalisasi keuangan keduanya diperhitungkan di sini).66

Dari perspektif perdagangan, ketidakseimbangan perdagangan tidak berarti

menjadi tanda akan adanya suatu disequilibrium. Sebaliknya, hal ini dapat menjadi

suatu tanda yang menunjukkan bahwa memang terjadi perdagangan dalam kurun waktu

dan tempat tertentu. Hal ini diilustrasikan dalam Kurva 2.1. yang menunjukkan teori

perdagangan mengenai kemungkinan jumlah produksi yang berbeda di dua negara, A

dan B, bersama-sama dengan kurva indiferen menunjukkan kesejahteraan yang mereka

dapat capai baik dalam autarki dan dengan perdagangan bebas. Namun demikian, kurva

ini tidak menampilkan jumlah dari dua barang yang berbeda pada titik waktu yang

sama, melainkan menunjukkan barang yang sama namun pada waktu yang berbeda.

65 Pavel Hnat. (2009). Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3%A1t_stockholm_final.pdf, tanggal 2 Juli 2012.66 Goldstein, Morris dan Nicholas R. Lardy. (2009). The Future of China’s Exchange Rate Policy. Washington DC: Peterson Institute for International Economics, hal. 125.

30

Page 31: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Yakni, bahwa Negara A relatif lebih baik pada, dan demikian memiliki keuntungan

komparatif dalam, memproduksi barang pada masa sekarang, sedangkan kemungkinan

produksi barang Negara B cenderung lebih baik hanya di masa yang akan datang.67

Dari kurva 2.1., perbedaan keduanya direfleksikan dalam harga relatif yang

lebih rendah di masa kini dibandingkan dengan di masa depan pada Negara A dan

dengan di Negara B. Hal ini juga dapat dikorespondensikan dengan suku bunga riil yang

lebih rendah di Negara A dibandingkan dengan di Negara B. Dalam perdagangan bebas,

ditunjukkan oleh garis harga melengkung yang serupa yang berarti tingkat suku bunga

bernilai sama, Negara A mengekspansi produksi di masa kini, mengekspor kelebihan

produk ke Negara B, sedangkan Negara B melakukan hal sebaliknya. Di masa kini,

berlaku bahwa Negara A memproduksi barang lebih dari jumlah yang dikonsumsinya

dan dengan demikian mengalami surplus perdangan, sedangkan Negara B mengalami

defisit.68

Kurva 2.1. Perdagangan Bebas Temporal dengan Preferensi Identik

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3%A1t_stockholm_final.pdf

Tentu saja setiap negara memperoleh dan mengeksploitasi keuntungan

komparatif inter temporal dari situasi ini. Keduanya bahkan akan mampu mencapai

67 Ibid68 Ibid

31

Page 32: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

kurva indiferens yang lebih tinggi, mewakili kesejahteraan yang lebih tinggi. Tidak

akan terjadi masalah jika ekonomi internasional mengikuti keadaan ini.69

Namun apabila diperhatikan lebih dekat dari apa yang membedakan kedua

negara, Negara A memiliki keuntungan komparatif dalam produksi masa kini,

sedangkan Negara B memiliki keuntungan komparatif untuk produksi masa depan.

Perbedaan dua kemungkinan kurva produksi ini berarti bahwa rasio output riil di masa

depan, dibandingkan dengan masa sekarang, lebih besar di Negara B dibandingkan

dengan di Negara A, atau dengan kata lain output riil bertumbuh dengan lebih cepat,

dari waktu ke waktu, di Negara B. Hal ini menjelaskan mengapa konsumen di Negara B

mengalami defisit harus melakukan perubahan jumlah konsumsi dari waktu ke waktu.70

Namun jika ingin mencocokkan skenario teori ini dengan kenyataan yang

sedang terjadi, terdapat suatu masalah. Negara yang mengalami surplus perdagangan

yang sangat besar secara mengejutkan ialah negara berkembang China, bukan Amerika

Serikat yang mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. Sehingga jika dicocokkan

antara Negara A dan Negara B dengan situasi nyata, Amerika Serikat identik dengan

Negara A, sedangkan China identik dengan Negara B. Teori akan berbicara bahwa AS

seharusnya mengalami suplus sedangkan China seharusnya sedang mengalami defisit

perdagangan.

Bagaimana kita menjelaskan, dalam konteks model ini, karena kenyataannya

ialah bahwa secara spesifik dalam kasus China-Amerika Serikat, keduanya justru

mengalami hal sebaliknya? Salah satu kemungkinannya ialah dengan membiarkan

kedua negara ini memiliki preferensi yang berbeda. Diandaikan apabila Negara A

69 Huang, Yiping dan Kunyu Tao. (2010). Causes and Remedies of China’s Current Account Surpluses. CCER Working Paper 2010002, 25 February. Beijing: China Center for Economic Research. Diakses dari http://en.ccer.edu.cn/ReadNews.asp?NewsID=6802, tanggal 12 Oktober 2011.70 Yiping Huang. (2010). Krugman’s Chinese Renminbi Fallacy. VoxEU.org. Diakses dari http://www.voxeu.org/article/china-us-and-renminbi-rejoinder-krugman, tanggal 26 Maret 2012.

32

Page 33: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

memili preferensi lebih besar terhadap konsumsi di masa sekarang dibandingkan dengan

kemampuan untuk memproduksi di masa sekarang, sedangkan Negara B memiliki

preferensi ekstrim yang serupa mengenai tingkat konsumsi di masa yang akan datang.

Kurva 2.2 memberikan ilustrasi terkait dalam kondisi equilibrum pada perdagangan

bebas.

Kurva 2.2. Perdagangan Bebas Temporal dengan Preferensi Non-identik

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3%A1t_stockholm_final.pdf

Kurva di atas merupakan kurva yang mengilustrasikan perdagangan temporal

dengan preferensi non-identik, dimana Negara A memiliki preferensi atas konsumsi

masa sekarang sedangkan Negara B memilih konsumsi masa depan. Kurva ini

menunjukkan bahwa kedua negara memperoleh keuntungan dari perdangan

intertemporal, yang dimotivasi oleh perbedaan dalam preferensi ketimbang perbedaan

dalam kapasitas produksi.

Apakah Kurva 2.2 telah mampu menggambarkan apa yang terjadi dalam

fenomena nyata? Tampaknya demikian, memang benar bahwa banyak dari penduduk di

AS, bertindak seolah-olah cenderung memiliki preferensi konsumsi untuk masa

33

Page 34: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

sekarang dibanding dengan untuk masa yang akan datang, dan tingkat simpanan

(savings) di China dan negara berkembang lainnya menunjukkan preferensi yang

berlawanan. Namun demikian, hal ini belum dapat merefleksikan keseluruhan fenomena

yang terjadi.71

Jika gambar pada Kurva 2.2 merupakan refleksi utuh, maka diharapkan nilai suku

bunga riil di AS lebih tinggi dibandingkan dengan di China, kecuali bahwa perdagangan

dan / atau arus modal memiliki tingkat bunga yang saling menyamakan kedudukan

secara internasional. Hal demikian tidak terjadi. Dan dalam hal apapun, mengandalkan

penjelasan tentang perilaku yang bertumpu terlalu banyak perbedaan pada preferensi

memiliki tingkat realibilitas yang rendah.

Teori keseimbangan global menyediakan alternatif melalui kebijakan yang dapat

mengintervensi perdagangan inter-temporal bebas dalam Kurva 2.1. di atas yang dapat

memengaruhi output akhir. Dalam teori perdagangan, umumnya dipertimbangkan

hambatan perdagangan seperti tarif, tetapi ini tidak akan membantu dalam kasus ini.

Hambatan perdagangan hanya akan mendorong ketidakseimbangan perdagangan

menjadi nol, bukan membalikkan mereka. Apa yang dibutuhkan adalah kebijakan yang

merangsang secara artifisial perdagangan melebihi keunggulan komparatif. Secara

sederhana, diumpamakan bahwa suatu negara menerapkan kebijakan subsidi, atau

mendukung kebijakan serupa untuk ekspor barang yang merupakan bagian dari

kerugian komparatif (atau impor dari negara lain).72

Secara khusus, teori ini berasumsi bahwa Negara A mensubsidi ekspor barang

untuk masa yang akan datang sedangkan Negara B mensubsidi ekspor barang di masa

kini. Hasil dari sepasang kebijakan ini ditunjukkan dalam Kurva 2.3. dimana

71 Ibid72 Ibid

34

Page 35: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

perdagangan ditunjukkan melalui garis putus-putus indikator harga. Karena subsidi

ekspor untuk barang di masa datang oleh Negara A, harga relatifnya lebih mahal di

dalam pasar domestik, baik bagi produser maupun konsumen, dibanding dengan harga

dalam pasar dunia. Hal sebaliknya berlaku bagi Negara B. Dan di kedua negara,

anggaran konsumen dengan harga dalam negeri berkurang di bawah nilai produksi oleh

kebutuhan untuk memungut pajak dengan tujuan membiayai subsidi.

Kurva 2.3. Perdagangan Bebas Temporal dengan Distorsi Kebijakan Subsidi

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3%A1t_stockholm_final.pdf

Hasil yang ditunjukkan pada Kurva 2.3. mengilustrasikan kesejahteraan kedua

negara menurun dibawah tingkat autarki. Hal ini tidaklah selalu demikian, karena cukup

mungkin bagi suatu negara untuk memperoleh keuntungan jika subsidi yang diterapkan

bernilai lebih kecil dibandingkan dengan lainnya. Namun rugi bersih dalam lingkaran

perdagangan internasional secara keseluruhan, dibandingkan dengan autarki, adalah

perlu, karena dengan perdagangan bertentangan dengan keunggulan komparatif,

perdagangan internasional mengalami inefisiensi.

Kurva 2.3. menunjukkan suatu kisah dramatis mengenai seberapa buruknya

akibat dari ketidakseimbangan yang timbul dari kebijakan yang meningkatkan

35

Page 36: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

perdagangan inter-temporal yang tidak sesuai dengan keuntungan komparatif.73 Fakta

bahwa beberapa ekonomi dunia yang sedang bertumbuh pesat seperti China mengalami

surplus perdagangan sedangkan ekonomi yang sedang melambat seperti AS mengalami

defisit menunjukkan adanya kemungkinan bahwa asumsi teori ketidakseimbangan

global sedang berlangsung. Meskipun semua konsepsi ini terlihat agak asing, hal ini

hanyalah analog ekspor subsidi dengan tarif impor, yang juga dapat diidentikkan dengan

kebijakan intervensi nilai tukar mata uang yang serupa dengan subsidi perdagangan.74

Dalam kasus pemerintah China, kebijakan subsidi dalam bentuk intervensi nilai

tukar mata uang ini terlihat sangat jelas. Dalam jangka waktu bertahun-tahun,

pemerintah China telah mengakumulasikan aset luar negeri sebagai salah satu produk

sampingan dari intervensi pasar pertukaran mata uang ini. Sebagai hasilnya, China

mampu menyediakan pinjaman secara besar-besaran kepada banyak negara lain di

dunia.

Hasil kebijakan ini kurang lebih serupa dengan hasil yang dapat diraih suatu

negara melalui subsidi ekspor barang produksi masa kini. Di Amerika Serikat, tidak

begitu nampak suatu kebijakan yang dapat diidentikkan sebagai bentuk subsidi ekspor

barang untuk masa yang akan datang maupun untuk impor barang di masa sekarang.

Namun demikian, keadaan kebijakan moneter dan fiskal terlihat cenderung mendukung

konsumsi untuk masa kini dibanding untuk konsumsi di masa depan, dan dengan

demikian terdapat nilai simpanan yang rendah.

Interpretasi dari ketidakseimbangan global ini, dari perspektif teori perdagangan,

menunjukkan adanya kecenderungan yang dapat membahayakan stabilitas ekonomi

73 Ibid74 Yu Yongding. (2007). Global Imbalances and China. Australian Economic Review 40(1):1-33. Diakses dari http://www.gibs.ac.za/SiteResources/Uploads/ABN_Uploads/9785_Cap_markets_Africa07.pdf, tanggal 25 Februari 2012.

36

Page 37: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

global serta taraf kesejahteraan secara luas. Hal ini tidak secara tepat sesuai dengan

penggambaran dalam teori ketidakseimbangan global ini, namun nampaknya memiliki

efek yang cukup serupa75. Hal inilah yang juga akan dikaji lebih lanjut di dalam bab-bab

selanjutnya dari skripsi ini.

BAB III

GAMBARAN UMUM ASPEK-ASPEK EKONOMI-POLITIK PENDORONG

KEBIJAKAN PENETAPAN NILAI MATA UANG RRC

A. Kebijakan Penetapan Nilai Mata Uang RRC

Kebijakan pemerintah China untuk membatasi apresiasi nilai tukar mata

uangnya, Renminbi (RMB), atau yuan, terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) dan

mata uang asing lainnya telah menjadi sumber ketegangan hubungan politik ekonomi

internasional antara China dengan partner dagangnya, utamanya Amerika Serikat.76

Beberapa analis menduga bahwa China dengan sengaja “memanipulasi” nilai mata

uangnya untuk memperoleh keuntungan dari partner dagangnya. Lebih lanjut, mereka

berpendapat bahwa nilai mata uang China yang dijaga tetap konstan merupakan

penyebab utama terjadinya defisit dagang tahunan Amerika Serikat terhadap China

dalam jumlah yang sangat besar sehingga menyebabkan hilangnya lapangan pekerjaan

juga secara besar-besaran di Amerika Serikat, terutama dalam industri manufaktur.

Pada bulan Februari 2010, Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama,

menyatakan bahwa intervensi nilai mata uang China telah menempatkan perusahaan-

perusahaan Amerika Serikat pada keadaan “kerugian kompetitif (competitive

75 Justin Yifu. (2010). Dealing with Global Imbalances, presentation at the KDI/IMF conference. Reconstructing the World Economy. Seoul, Korea, 25 Februari.76 Nama resmi mata uang China ialah renminbi (RMB), yang didenominasikan dalam unit yuan. Baik RMB maupun yuan sering digunakan secara bergantian untuk mangacu pada unit mata uang China.

37

Page 38: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

disadvantage) yang besar”. Lebih lanjut Obama menegaskan akan menanggapi

kebijakan mata uang China ini sebagai salah satu prioritas utamanya.77 Dalam suatu

konferensi berita di bulan November 2011, Presiden Obama juga menyatakan bahwa

China perlu untuk “maju selangkah menuju sistem pasar besar dalam menentukan nilai

tukar mata uangnya” dan Amerika Serikat dan negara lainnya telah merasa bahwa

kebijakan intervensi ini telah “cukup berbahaya”.78

Beberapa rancangan undang-undang telah diperkenalkan untuk menanggulangi

dampak akibat nilai mata uang China pada kongres AS yang ke 112. Termasuk di

dalamnya S.1619, yang disahkan oleh Senat pada tanggal 11 Oktober 2011.79 Rancangn

undang-undang ini akan menerapkan beberapa tindakan bagi negara-negara yang

dianggap memiliki nilai mata uang yang telah diintervensi.

Nilai RMB telah terapresiasi sebesar 30.4% terhadap dolar Amerika Serikat di

antara bulan Juli 2005 (ketika reformasi siginifikan nilai kurs China diterapkan) sampai

pada tanggal 30 November 2011. Namun demikian, apresiasi ini dilaksanakan dengan

sangat perlahan dan bertahap, dan di beberapa masa tertentu, tetap bernilai konstan.

Tingkat apresiasi RMB dikritisi oleh banyak partner dagang China, termasuk oleh

Amerika Serikat, karena dinilai terlalu lambat, dan banyak analis yang berargumentasi

bahwa nilai mata uang China masih tetap di bawah nilai sebenarnya.

Walaupun terdapat pertentangan di antara para analis ekonomi politik

internasional mengenai dampak ekonomi yang diakibatkan oleh intervensi nilai mata

uang China terhadap Amerika Serikat (banyak yang menyatakan dampak positif juga

77 Paul Krugman. (2010). Taking on China. The New York Times. 14 Maret. Diakses dari http://www.nytimes.com/2010/03/15/opinion/15krugman.html?_r=1 tanggal 15 April 2012. 78 The White House, News Conference by President Obama, 14 November 2011. Diakses dari http://www.whitehouse.gov/briefing-room/press-briefings, tanggal 17 Maret 2012.79Wayne M. Morrison dan Marc Labonte. (2011). China’s Holdings of U.S. Securities: Implications for the U.S. Economy. CRS Report for Congress, RL34314, 26 September. Diakses dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL34314.pdf, tanggal 3 Juli 2012.

38

Page 39: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

negatif), kebanyakan dari analis ini setuju bahwa fleksibilitas mata uang menjadi salah

satu faktor utama untuk mengurangi ketidakseimbangan global, yang diyakini menjadi

kontributor utama yang mengakibatkan krisis finansial global dan melambatnya

perekonomian dunia. Lebih lanjut, mereka berpendapat bahwa reformasi kurs China

merupakan salah satu bagian dari kepentingan nasional China sendiri. China telah

sepakat untuk melanjutkan reformasi nilai kurs China menjadi lebih fleksibel, namun di

saat yang bersamaan menyatakan kekhawatirannya bahwa apresiasi China yang terlalu

cepat akan mengakibatkan hilangnya lapangan pekerjaan (utamanya di sektor ekspor

China), yang kemudian dapat membahayakan laju ekonomi domestik.

Beberapa ekonom mempertanyakan apakah apresiasi RMB akan menghasilkan

keuntungan signifikan bagi ekonomi AS. Mereka berpendapat bahwa harga produk

China akan meningkat tajam sehingga akan merugikan konsumer AS dan perusahaan

AS yang menggunakan komponen produksi asal China. Selain itu, apresiasi RMB dapat

mengurangi kebutuhan pemerintah China untuk membeli sekuritas AS, yang dapat

mempengaruhi nilai suku bunga AS.

Lebih lanjut dikatakan bahwa mata uang yang menguat tidak akan mendorong

relokasi aktifitas industri manufaktur yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan

investasi asing (termasuk perusahaan-perusahaan AS) di China ke Amerika Serikat.

Sebaliknya, perusahaan tersebut kemungkinan akan mengalihkan produksi ke negara-

negara murah lainnya Asia Timur. Di samping itu, apresiasi RMB diduga dapat

meningkatkan jumlah ekspor AS ke China, tetapi efek dari penurunan harga produk AS

di China bisa dinegasikan melalui kebijakan hambatan dagang dan diinvestasi yang juga

diterapkan China.

39

Page 40: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Para analis melihat bahwa reformasi kebijakan intervensi mata uang sebagai

salah satu bagian dari tujuan yang sesuai dengan kebijakan dagang AS. Tujuan-tujuan

ini mencakup bahwa China perlu untuk:

a. Menyeimbangkan ekonominya dengan cara menjadikan permintaan

konsumen, bukan investasi tetap dan ekspor, sebagai sumber utama

pertumbuhan ekonomi China;

b. Mengeliminasi kebijakan-kebijakan industri yang ingin mempromosikan dan

melindungi perusahaan-perusahaan China (khususnya perusahaan milik

negara);

c. Mengurangi rintangan-rintangan perdagangan dan investasi; dan

d. Menjamin perlindungan terhadap hal kekayaan intelektual barang produksi

AS.80

Sebelum tahun 1994, China mempertahankan sistem tukar ganda. Sistem ini

terdiri atas sistem tukar resmi (yang digunakan oleh pemerintah), dan sistem tukar yang

sedikit lebih dekat dengan nilai tukar asli berdasarkan sistem pasar, yang digunakan

oleh importir dan eksportir dalam “pasar tukar” (swap market).81 Walaupun demikian,

akses untuk tukar menukar mata uang asing sangatlah terbatas dengan tujuan untuk

membatasi impor. Hal ini kemudian mendorong maraknya pasar gelap untuk transaksi

penukaran mata uang.

Kedua jenis nilai tukar mata uang di China pada masa itu memiliki perbedaan

yang cukup signifikan. Nilai tukar mata uang resmi dengan USD pada tahun 1993

berada pada angka 5.77 yuan sedangkan nilai tukar dengan USD pada pasar tukar pada

angka 8.70. Sistem nilai tukar ganda China beserta kebijakan dagang lainnya menuai

80 Ibid81 Ibid

40

Page 41: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

kritik dari Amerika Serikat karena dipandang sebagai kebijakan yang sangat membatasi

(restrictionist) impor dari luar negeri.82

Pada tahun 1994, pemerintah China menyatukan nilai tukar mata uangnya

dengan nilai awal pada angka 8.70 yuan terhadap Amerika Serikat. Angka ini kemudian

diapresiasi menjadi 8.28 pada tahun 1997 dan kemudian dijaga terus konstan sampai

pada Juli 2005.83 RMB kemudian menjadi lebih mudah untuk didapatkan dan ditukar

melalui kegiatan perdagangan internasional, namun tidak dalam bentuk modal, yang

berarti bahwa yuan masih sulit untuk didapatkan untuk tujuan investasi di masa itu.

Pada tahun 1994 sampai pada Juli 2005, China mempertahankan suatu kebijakan

mematok (pegging) RMB terhadap USD pada angka kurang lebih 8.28 yuan per satu

USD. Standar patok ini dijustifikasi oleh pemerintah China untuk menjaga kestabilan

lingkungan bagi perdagangan asing dan investasi di China (karena kebijakan ini dapat

mencegah pergeseran besar dalam nilai tukar mata uang). Kebijakan yang serupa

umumnya diterapkan oleh banyak negara di masa awal perkembangannya.84

Bank sentral China mempertahankan nilai patok ini dengan cara membeli (atau

menjual) aset-aset dengan denominasi dalam USD dan ditukarkan dengan pencetakan

baru mata uang yuan sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah kelebihan permintaan

(atau penawaran) terhadap yuan. Sebagai hasilnya, nilai tukar mata uang antara yuan

dan dolar relatif konstan, meskipun banyak faktor ekonomi lain yang terjadi yang dapat

mengakibatkan nilai tukar RMB terapresiasi (atau depresiasi) relatif terhadap dolar.

Dalam sistem nilai tukar mengambang yang dipakai secara universal dalam

82 Edward Wong. (2009). China Rejects Currency Manipulation Charge. The New York Times, 24 Januari. Diakses dari http://www.nytimes.com/2009/01/25/world/asia/25beijing.html, tanggal 25 Januari 2012.83 Ibid84 Ibid

41

Page 42: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

perdagangan bebas, permintaan relatif terhadap produk dan aset kedua negara menjadi

penentu nilai tukar mata uang RMB terhadap USD.85

1. 2005: Reformasi Rezim Mata Uang RRC

Pemerintah China memodifikasi kebijakan terkait mata uangnya pada tanggal 21

Juli 2005. Seperti yang dipublikasikan, nilai tukar mata uang China akan “disesuaikan,

berdasarkan permintaan dan penawaran dengan referensi pergerakan nilai kurs yang

ada,”86 dan bahwa nilai tukar USD terhadap RMB akan disesuaikan dari 8.28 yuan

menjadi 8.11, terapresiasi sebesar 2.1%. Namun tidak persis halnya dengan sistem nilai

tukar mengambang, RMB hanya diperbolehkan untuk berfluktuasi dalam rentang 0.3%

(kemudian diubah menjadi 0.5%) setiap harinya terhadap nilai kurs yang ada.87

Setelah bulan Juli 2005, China memperbolehkan RMB untuk terapresiasi secara

berangsur-angsur, dengan sangat perlahan. Dari tanggal 21 Juli 2005 sampai pada

tanggal 21 Juli 2008 nilai tukar USD-RMB berubah dari 8.11 menjadi 6.83, terapresiasi

sebesar 18.7% (atau sebesar 20.8% jika apresiasi awal sebesar 2.1% dimasukkan dalam

perhitungan). 88 Situasi hasil kebijakan pada waktu tersebut dapat dikatakan sebagai

“sistem mengambang yang terkontrol”—kekuatan pasar menentukan arah umum

pergerakan RMB, namun pemerintah menahan nilai apresiasinya melalui intervensi

pasar valas.

2. 2008: Penghentian Apresiasi RMB

85 Ibid86 Baru kemudian diumumkan bahwa komposisi nilai kurs yang dimasukkan merujuk pada dolar, yen, euro, dan beberapa kurs lainnya, akan tetapi komposisi nonimal yang sebenarnya tidak pernah dipublikasikan. Jika nilai yuan memang ditentukan berdasarkan sekolompok nilai kurs lainnya, nilai yuan tidak akan sebegitu stabilnya terhadap dolar pada pertengahan tahun 2008 sampai pada pertengahan tahun 2010, kecuali apabila nilai yuan memang sengaja dibuat demikian terhadap nilai dolar.87 Jonathan E. Sanford. op. cit. hal. 2-6.88 Ibid

42

Page 43: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

China menghentikan apresiasi nilai mata uangnya sekitar pertengahan tahun

2008 (lihat Grafik 3.1.). Justifikasi pegging ini utamanya karena penurunan permintaan

global terhadap produk ekspor China akibat dari krisis finansial global. Pada tahun

2009, ekspor dan impor China menurun sebesar 15,9% dan sebesar 11,3% dibandingkan

level pada tahun 2008.89

Grafik 3.1. Nominal Nilai Tukar RMB-Dolar: Januari 2008 - Mei 2010(yuan per U.S. dolar [rerata per bulan])

Sumber: Global Insight.Catatan: Grafik dibalik secara vertikal untuk tujuan ilustratif. Garis yang menukik naik

menunjukkan apresiasi nilai RMB terhadap USD dan garis menurun menunjukkan depresiasi.

Pemerintah China melaporkan bahwa ribuan pabrik berbasis ekspor terpaksa

ditutup dan lebih dari 20 juta pekerja imigran kehilangan mata pencahariannya di tahun

2009 karena terkena efek langsung dari dampak penurunan pertumbuhan ekonomi

global. Nilai tukar mata uang RMB/USD ditahan konstan pada angka 6.83. Situasi ini

terus berlanjut sampai pada sekitar pertengahan Juni 2010.90

89 Kathryn. (2003). Foreign Exchange Intervention: Did it Work in the 1990s? Dalam Fred B. & John W. (ed.). Dollar Overvaluation and the World Economy. Washington: Institute for International Economics, hal. 217-24590 Ibid

43

Page 44: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

3. 2010: Pelanjutan Apresiasi RMB

Berikut merupakan grafik nilai tukar RMB terhadap USD pada bulan Juni 2010

sampai pada November 2011:

Grafik 3.2. Rerata Bulanan Nilai Tukar RMB-USD: Juni 2010-November 2011(yuan per dolar AS)

Sumber: China Money and Global Insight.Catatan: Grafik diputar secara vertikal dengan tujuan ilustratif untuk menunjukkan apresiasi

dan depresiasi nilai tukar RMB terhadap Dolar.

Pada tanggal 19 Juni 2010, bank sentral China, the People’s Bank of China

(PBC), berdasarkan pada situasi ekonomi saat itu, memutuskan untuk “meneruskan

lebih lanjut inisiatif reformasi nilai tukar RMB dan meningkatkan fleksibilitas nilai

tukar mata uangnya”. Namun ini bukan berarti terjadi revaluasi besar-besaran dalam

sekejap, dengan alasan bahwa “penting untuk menghindari fluktuasi tajam dan besar-

besaran dari nilai tukar RMB”. Dengan demikian, korporasi korporasi China dapat lebih

mudah menyesuaikan dengan apresiasi nilai tukar yuan.

44

Page 45: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Banyak pengamat berpendapat bahwa pengaturan waktu dimana kebijakan ini

diambil dan dipublikasikan ialah dimaksudkan untuk mencegah nilai tukar RMB

menjadi fokus utama dalam pertemuan G-20 di Toronto pada bulan Juni 2010. Seperti

yang diilustrasikan dalam Grafik 3.2., nilai tukar RMB terhadap dolar mengalami

perubahan naik dan turun semenjak kebijakan apresiasi RMB dilanjutkan. Secara garis

besar, nilai RMB terus meningkat.91 Dari tanggal 19 Juni 2010 (ketika apresiasi mata

uang dilanjutkan) sampai pada tanggal 3 November 2011, nilai tukar RMB-USD

meningkat dari angka 6.83 ke angka 6.35, terapresiasi sebesar 7.6%.92

B. Perspektif dan Justifikasi RRC dalam Kebijakan Penentuan Nilai Mata Uang

Pemerintah China berargumentasi bahwa kebijakan intervensi nilai mata uang

China tidak dimaksudkan untuk meningkatkan ekspor agar melebihi impor, namun

untuk menjaga stabilitas ekonomi melalui stabilitas nilai mata uang. Kebijakan ini

merefleksikan tujuan pemerintah dalam memanfaatkan ekspor untuk membuka

lapangan pekerjaan bagi penduduk China dan menarik investasi asing untuk

memperoleh akses teknologi dan pengetahuan. Pemerintah China telah menyatakan

dalam berbagai kesempatan bahwa reformasi nilai mata uang China merupakan salah

satu tujuan jangka panjang pemerintah yang akan dicapai secara bertahap. Para anggota

pemerintah secara tegas mengutuk tekanan internasional yang terus mendesak China

untuk mengapresiasi mata uangnya, dengan alasan bahwa tekanan ini sama saja dengan

91 Fakta bahwa nilai mata uang China terapreasiasi dalam kurun waktu tertentu dan terdepresiasi dalam kurun waktu lainnya menimbulkan pertanyaan akan seberapa jauh Bank Sentral China akan memperbolehkan nilai RMB terapresiasi dari waktu ke waktu. Banyak pengamat yang menyimpulkan bahwa hal ini merupakan indikasi bahwa apreasiasi RMB akan terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang, namun dengan metode yang tidak dapat diprediksi sebagai upaya untuk membatasi spekulasi terhadap RMB dan aliran masuk “uang panas” yang justru dapat mengganggu stabilitas ekonomi China.92 B. Amy. (2011). Will Currency Manipulation Bill Ignite Trade War with China? ABC News. Diakses dari: http://abcnews.go.com/politics/2011/10/will-currency-manipulation-bill-trade-war-with-China/, tanggal 11 Oktober 2011.

45

Page 46: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

pelanggaran “kedaulatan” China dalam memberlakukan kebijakan ekonomi

domestiknya sendiri.

Pada bulan Desember 2009, media China melaporkan bahwa anggota

pemerintah, yang namanya tak ingin disebut, menyatakan bahwa “sangatlah sulit untuk

mengharapkan adanya apresiasi langsung nilai RMB di suatu negara dimana 40 juta

penduduknya hidup dengan penghasilan di bawah 1 dolar AS per harinya.”93 Media ini

juga melaporkan Perdana Menteri China Wen Jiabao menyatakan bahwa “beberapa

negara menginginkan apreasiasi nilai yuan, di saat yang bersamaan juga menerapkan

berbagai macam kebijakan proteksi pasar terhadap China. Hal ini tidak adil dan

sebenarnya membatasi perkembangan China.”94

Walaupun memang terdapat beberapa langkah yang diambil pemerintah terkait

reformasi nilai mata uang, langkah ini diambil dengan sangat berhati-hati. Pemerintah

China memandang pertumbuhan ekonomi sangatlah kritis untuk mempertahankan

kestabilan politik, dan oleh karenanya menjadi acu untuk menerapkan kebijakan yang

dapat menimbulkan gangguan perekonomian dan menciptakan pengangguran secara

meluas yang dapat mengarah pada aksi protes massa.95 Selain itu, anggota pemerintah

China menolak pernyataan dari berbagai ekonom bahwa kebijakan rezim nilai kurs

China telah melemahkan ekonomi global atau bahwa apresiasi RMB diperlukan untuk

mendorong perbaikan ekonomi global. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa

pertumbuhan ekonomi yang drastis merupakan bagian dari kebijakan yang dapat

93 Liu Wei. (2008). The Exchange Rate Adjustment Should be Based on the Judgment of Major Domestic Contradiction. China Center for National Accounting and Economic Growth, Peking University. Diakses dari: http://www.nepku.com/read.asp? id=461, tanggal 26 September 2011.94 Ibid 95 Telah terdapat banyak laporan akan adanya protest massa di berbagai kawasan di China, sebagian besar mengenai isu upah buruh. Pemerintah China mengkhawatirkan bahwa apresiasi nilai mata uang China memberikan alasan bagi eksportir China untuk menahan upah buruh seminimal mungkin atau bahkan terpaksa untuk memecat karyawannya, sehingga dapat mengakibatkan lebih banyak pengangguran dan ketidakstabilan sosial.

46

Page 47: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

diambil China untuk membantu memulihkan kondisi ekonomi global. Mereka mencatat

bahwa impor China telah meningkat secara drastis di tahun-tahun belakangan ini

sebesar 38.8% di 2010 (dibandingkan tahun sebelumnya) dan sebesar 28.7% selama 10

bulan pertama di tahun 2011 (basis tahun per tahun) (lihat Grafik 3.3).

Pejabat China berpendapat bahwa pertumbuhan yang cepat jumlah impor

membuktikan bahwa kebijakan mata uang tidak membatasi perdagangan atau

meningkatkan pertumbuhan ekonomi China dengan mengorbankan negara-negara lain.

Selain itu, mereka mencatat, barang surplus perdagangan China turun pada tahun 2009

dan 2010, dan berdasarkan data Januari-Oktober 2011, kemungkinan akan menurun

pada tahun 2011. Surplus perdagangan China menurun dari puncaknya sebesar $297

miliar pada tahun 2008 menjadi $198 miliar pada tahun 2009 dan menjadi $185 miliar

pada tahun 2010.

Grafik 3.3. Arus Perdagangan Bulanan China: Januari 2008-Oktober 2011(dalam $ juta dolar)

Sumber: Global Trade Atlas menggunakan statistik resmi China.

Surplus perdagangan China juga menurun pada 10 bulan pertama tahun 2011

sebesar 15,4%, yang mengindikasikan bahwa surplus perdagangan China dalam setahun

47

Page 48: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

kini berada dia angka $156 miliar. Kritik menyanggah dalih ini dengan argumentasi

bahwa ekspor China telah berkembang dengan pesat sejak awal 2009 dan telah

melampaui tingkat sebelum krisis, sedangkan pertumbuhan PDB riil China selama dua

tahun terakhir ini merupakan yang tertinggi (sebesar 9,2% pada tahun 2009 dan 10,3%

pada tahun 2010) dibandingkan ekonomi negara besar lainnya. Akibatnya, kritikus

berpendapat, upaya China untuk menekan nilai mata uangnya tidak dapat dibenarkan

karena alasan ekonomi.96

C. Hubungan Ekonomi Politik RRC – Amerika Serikat

1. Hubungan Ekonomi RRC – Amerika Serikat

Terdapat suatu implikasi kritis yang dimiliki oleh pertumbuhan ekonomi China

dan liberalisasi gradual ekonominya terhadap perekonomian dan kepentingan strategis

AS. Pertumbuhan ekonomi China yang luar biasa pesat ini juga berjalan seiring dengan

pengaruhnya secara politis terhadap dunia internasional. Untuk memenuhi

kebutuhannya yang besar akan sumber daya, modal, dan teknologi, China dengan

sukses telah mulai menjalin kerjasama dagang, menyepakati kontak minyak bumi dan

gas, perjanjian kerjasama teknologi dan ilmu pengetahuan, dan perjanjian pertahanan

keamanan secara multilateral dengan berbagai negara lain, baik dengan negara tetangga,

maupun dengan negara-negara lain di berbagai penjuru dunia. Pengaruh ini bahkan telah

dipenetrasi hingga ke wilayah-wilayah dimana AS juga memiliki kepentingan dan

pengaruh yang sebelumnya tidak tertandingi oleh negara manapun.

Seusai reformasi dan liberalisasi perekonomian China, neraca dagang China

yang pada mulanya mengalami defisit mulai mengalami peningkatan pesat hingga

mencapai surplus yang dari tahun ke tahun terus meningkat secara fantastis. Pada tahun

96 Liu Wei. loc. cit.

48

Page 49: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

2010, surplus perdagangan China mencapai US$ 184,5 miliar. China mengalami surplus

umumnya dengan negara-negara industri maju dan cenderung mengalami defisit dengan

negara-negara berkembang. Namun dengan besarnya volume perdagangan China

dengan negara-negara maju, neraca dagang China secara akumulatif tetap bernilai

positif.

Beberapa ahli menyatakan bahwa peningkatan keterlibatan hubungan

internasional China meningkatkan adanya persaingan yang kuat antara China dan AS

atas penguasaan sumber daya, kekuatan dan pengaruh. Republik Rakyat China

merupakan partner dagang ketiga terbesar Amerika Serikat, dengan total nilai dagang

sebesar AS$ 285 miliar pada tahun 2005.97 Isu-isu yang sedang marak antara hubungan

perekonomian AS dan China, mencakup meningkatnya defisit dagang AS terhadap

China (sebesar AS$ 202 miliar pada tahun 2005), kegagalan China melindungi hak cipta

dan hak kekayaan intelektual inovasi dari AS, pemberlakuan kebijakan yang

menghalangi pasar bebas, seperti subsidi serta kebijakan intervensi nilai mata uangnya

itu sendiri, serta upaya pemerintah China dalam membeli kepemilikan surat hutang

AS.98

Para kritisi AS menganggap bahwa intervensi nilai mata uang China menjadi

kontributor besar defisit perdagangan AS terhadap China dan dengan demikian

menginginkan China untuk segera melakukan penyesuaian. Penyesuaian ini, oleh

pemerintah AS, diharapkan dengan segera mampu merefleksikan harga mata uang

China yang sebenarnya berdasarkan sistem pasar bebas. Pemerintah AS secara proaktif

menyuarakan kekhawatirannya melalui berbagai forum internasional.

97 Ibid98 Ibid

49

Page 50: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Pada bulan Juli 2005, pemerintah China merespon kekhawatiran pemerintah AS

dengan mengumumkan bahwa nilai mata uang China akan disesuaikan terhadap

beberapa nilai mata uang partner dagang utamanya, termasuk dolar Amerika Serikat.

Namun demikian, proses apreasiasi yang lambat dan dengan nilai yang tidak begitu

signifikan ini rupanya tidak cukup untuk menahan kekhawatiran AS dan Senator AS

Charles Schumer dan Lindsay Graham untuk memperkenalkan rancangan undang-

undang (S. 295) yang, apabila disahkan, akan menaikkan tariff AS terhadap barang-

barang impor asal China sebesar 27.5% kecuali apabila nilai mata uang China

diapresiasi secara signifikan.

2. Hubungan Politik RRC – Amerika Serikat

Meningkatnya intensitas perdagangan antara China dan Amerika Serikat juga

memberikan arti penting peningkatan interaksi politik antar kedua negara. Pada tanggal

7 Desember 2005, Wakil Sekretaris Negara AS Robert Zoellick dan Wakil Menteri Luar

Negeri China Dai Bingguo melaksanakan pertemuan bilateral Dialog Senior yang kedua

di Washington untuk membahas kerangka konsep dan strategis hubungan China-AS

serta membahas isu-isu lainnya.99 Ide penyelenggaraan pertemuan bilateral ini awalnya

diusulkan oleh Presiden China Hu Jintao pada saat bertemu dengan Presiden AS Bush

pada bulan November 2004 dalam pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation

(APEC) di Chili. Amerika Serikat secara politis memandang China memiliki arti yang

sangat penting utamanya sebagai pemain utama politik internasional secara khusus di

Asia dan secara umum pada skala global, sekaligus sebagai salah satu pemegang hak

veto dalam Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa.

99 Ibid

50

Page 51: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Dengan dikembangkannya kerangka kerjasama bilateral antara AS dan China,

pemerintah AS secara proaktif terus melakukan upaya untuk membentuk kerangka

diplomasi yang sesuai dengan kebutuhan kedua negara. Amerika Serikat lebih

menekankan pada peran serta China untuk menjadi “aktor bertanggungjawab” dalam

konstalasi politik internasional—agar tidak hanya sekedar berkepentingan untuk

memperoleh keuntungan ekonomi, namun juga mulai memegang peran tanggung jawab

terhadap perekonomian global dan diplomasi politik. Zoellick menyatakan bahwa AS

siap untuk menjalin kerjasama bilateral yang lebih erat dengan pemerintahan China

yang masih berlandaskan atas ideologi komunis, di saat bersamaan tetap mengharapkan

adanya peningkatan nilai-nilai demokrasi oleh pemerintah China.

Perubahan situasi ekonomi China secara drastis tidak lepas dari adanya

perselisihan antara berbagai kelompok sosial di China. Para petani di wilayah pedesaan

China pada mulanya harus menanggung bebas pajak yang sangat besar sehingga terjadi

kesenjangan pendapatan antara masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan dan yang

tinggal di daerah pedesaan. Beberapa lahan petani bahkan disita oleh pemerintah untuk

dijadikan wilayah pembangunan industri, dengan memberikan kompensasi yang sangat

minim. Salah satu kasus penahanan lahan pertanian oleh angkatan bersenjata China

terjadi pada tanggal 6 Desember 2005 di kota Dongzhou (Shanwei), ketika pemerintah

China ingin membangun konstruksi sumber energi di wilayah pertanian, yang kemudian

mengakibatkan beberapa rakyat sipil meninggal akibat bentrok antar sipil dan militer

yang mencoba mangambil alih kepemilikan lahan tersebut.

Dalam upaya menanggapi keluhan masyarakat di wilayah pinggiran China,

pemerintah China mengusulkan suatu mekanisme baru di awal tahun 2005 untuk

mengurangi pajak petani pedesaan, meningkatkan subsidi pertanian, dan berupaya

51

Page 52: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

menutupi kesenjangan pendapatan antara masyarakat wilayah perkotaan dan pedesaan

China. Meningkatnya demonstrasi dan protes buruh, terutama di wilayah utara dan

sebelah dalam China menjadi sumber kekhawatiran tersendiri bagi rezim politik China

yang dibangun atas dasar semangat komunisme yang memprioritaskan kepentingan

kaum buruh. Meningkatnya aktifitas protes ini memberikan tekanan yang lebih besar

bagi pemerintah China utamanya melalui satu-satunya organisasi buruh yang sah di

China, yakni All-China Federation of Trade Unions (ACFTU).100

Keberhasilan ekonomi China membuat negara ini mampu memperluas

pengaruhnya ke berbagai negara. Namun, berbeda halnya dengan AS, cara yang

dilakukan oleh China dalam memberikan bantuan sama sekali tidak terkait dengan

berbagai prasyarat demokratisasi dan pasar bebas. Bantuan China ke berbagai negara

dijadikan China semata-mata sebagai diplomasi perdagangan, dimana bantuan tersebut

membantu China mendapatkan kontrak ekonomi di berbagai negara. Bagi China,

kondisi dalam negeri suatu negara tidak menjadi persoalan dalam melakukan kerjasama

ekonomi, karena menurutnya hal tersebut merupakan urusan dalam negeri suatu negara

yang tidak bisa dicampuri oleh negara lain.

Berkat pola pendekatannya yang berbeda dengan Amerika Serikat, China

dipercaya kini lebih disenangi oleh negara-negara berkembang yang berada di Afrika

dan Amerika Latin, khususnya negara-negara yang anti Amerika Serikat. Makin

besarnya pengaruh China di berbagai kawasan, perlahan menggeser posisi Amerika

Serikat yang selama ini mendominasi perpolitikan internasional. Pemberlakuan sistem

komunisme berkarakteristik China, yang berhasil mengubah China menjadi pemain

utama dalam dunia internasional juga menjadi tantangan bagi sistem liberalisme dan

100 All China Federation of Trade Unions. (2007). A Brief Introduction of the All-China Federation of Trade Unions (ACFTU). Diakses dari http://english.acftu.org/template/10002/file.jsp?cid=63&aid=156, tanggal 17 Maret 2012.

52

Page 53: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

demokratisasi yang dijalankan Amerika Serikat yang sealma ini dianggap sistem terbaik

dalam menjalankan suatu negara. Sampai sekarang Amerika Serikat masih menjadi

nomor satu dalam perpolitikan internasional, namun, dengan keberadaan China,

Amerika Serikat tidak lagi menjadi satu-satunya pemain utama. Amerika Serikat bahkan

akan memikirkan reaksi China dalam pengambilan keputusannya ataupun kebijakannya

baik dalam negeri maupun luar negeri yang terkait dengan China.

53

Page 54: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

BAB IV

PENGARUH KEBIJAKAN PENETAPAN NILAI TUKAR MATA UANG RRC

TERHADAP HUBUNGAN EKONOMI POLITIK RRC – AMERIKA SERIKAT

A. Dampak Kebijakan Nilai Tukar terhadap RRC

Pada tahun 2004, sebagai bentuk respon terhadap perdebatan internasional,

Perdana Menteri China Wen Jiabao mengumumkan bahwa China akan mengambil

langkah yang lebih lanjut terkait reformasinya dan membentuk mekanisme yang lebih

fleksibel yang mampu beradaptasi dengan perubahan permintaan dan penawaran

internasional. Ia mengakui bahwa reformasi ini merupakan suatu proyek sistematis

yang melibatkan banyak aspek yang perlu dipertimbangkan.101 Sepanjang masa

reformasi ini, pemerintah China mempertimbangkan banyak faktor, termasuk

keberlangsungan makroekonomi China, perkembangan sosial, pemasukan dan

pengeluaran internasional, kemajuan reformasi perbankan, pertumbuhan ekonomi,

lapangan pekerjaan, tingkat regulasi finansial, ketahanan perusahaan-perusahaan dan

efek dari perdagangan asing, dan situasi keuangan dan perekonomian dunia.

Kemudian, Wen juga menambahkan bahwa China harus menegakkan prinsip-

prinsip inisiatif independen, pengendalian, dan kemajuan bertahap saat melakukan

reformasi nilai tukar RMB. Prinsip ini diharapkan bergerak menuju rezim yang lebih

101 Guo, Kai, dan N’Diaye. (2009). Is China’s Export-Oriented Growth Sustainable. IMF Working Paper, Agustus. Diakses dari http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2009/wp09172.pdf, tanggal 21 Maret 2012.

54

Page 55: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

berorientasi pasar dan fleksibel.102 Keputusan pengambil kebijakan pemerintah China

tidak dipengaruhi hanya oleh tekanan eksternal saja karena pemerintah China menganut

prinsip kemandirian yang memperhitungkan kepentingan-kepentingan nasional.103

Apresiasi sejumlah 2,1% pada tanggal 21 Juli 2005 dapat dilihat sebagai

keputusan yang diambil setelah menimbang secara cermat pro dan kontra dari apresiasi

itu sendiri, dan dampak yang dapat dihasilkannya pada kepentingan ekonomi, sosial,

dan politik China.104 Kekhawatiran akan konsekuensi negatif yang ditimbulkan dari

perubahan drastis rezim nilai tukar mata uang China telah membawa para pemimpin

China untuk mengambil pendekatan yang gradual. Berikut merupakan penjabaran

dampak-dampak yang dapat dihasilkan dari inisiasi reformasi nilai tukar mata uang

China sejak tahun 2005.

1. Dampak terhadap Ekspor RRC

Para pemimpin China sangat khawatir mengenai kemungkinan bahwa revaluasi

nilai tukar RMB dapat membawa dampak buruk terhadap ekspor dan pertumbuhan

ekonomi China, terutama karena adanya kasus negatif yang sama yang terjadi pada

Jepang di pertengahan tahun 1980-an. Di tahun 1985, dalam upaya untuk menekan

ekspor Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara industrialis lainnya memaksa

Jepang untuk menandatangani Perjanjian Plaza (Plaza Accord) dimana yen direvaluasi

sebanyak 30%.

Perjanjian ini dianggap sebagai salah satu penyebab utama resesi ekonomi yang

terjadi setelahnya di Jepang pada tahun 1990-an. Setelah revaluasi awal yen, industri

ekspor Jepang kehilangan seluruh keuntungan komparatif harganya dan juga harus 102 China to Improve RMB Exchange Rate System. (2004). Xinhua. Diakses dari http://www.Chinadaily.com.cn/english/doc/2004-09/29/content_378700.htm, tanggal 26 September 2011.103 Premier Wen on Principles for RMB Exchange Rate Reform. (2005, 27 Juni) Renmin ribao. Diakses dari http://english.people.com.cn/200506/27/eng20050627_192511.html, tanggal 26 September 2011.104 Ibid

55

Page 56: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

memindahkan basis manufakturnya ke negara Asia Timur lain. Ekonomi Jepang, yang

pada saat itu sedang berada pada puncaknya, tiba-tiba kehilangan daya saing dan

dengan demikian masuk pada “dekade kehilangan” (lost decade). Hal yang serupa

merupakan hal yang mungkin terjadi bahwa revaluasi RMB memiliki dampak yang

negatif terhadap ekspor China, menaikkan harga barang setelah dikonversi ke mata

uang asing dan dengan demikian akan menurunkan permintaan. Karena margin

keuntungan yang sangat sempit, hal ini akan membawa tekanan yang berat terhadap

eksportir China untuk menyesuaikan produksi mereka untuk memastikan

keberlangsungan usaha mereka di pasar internasional yang menjadi lebih kompetitif.

Yu Yongding (余永定) berpendapat bahwa karena ekspor China, sebagian besar

berkaitan dengan kegiatan pemrosesan dan kegiatan manufaktur yang sangat mudah

mengalami penyesuaian, situasi perdagangan China tidak akan mendapatkan pengaruh

yang fundamental apabila nilai RMB meningkat dalam jumlah margin yang kecil.105

Namun demikian, apresiasi RMB yang terus berlangsung sejak tahun 2005, ketika

China mulai meninggalkan nilai patok RMB terhadap USD, dapat menjadi tantangan

bagi adaptabilitas perdagangan tersebut. Walaupun pergerakan reformasi dan apresiasi

RMB yang lambat dan dilakukan secara bertahap menyediakan ruang bagi para

eksportir untuk menyesuaikan pada perubahan, dalam jangka panjang apresiasi RMB

akan mengurangi kemampuan eksportir ini untuk menghasilkan produk yang memiliki

daya saing yang lebih nyata (terutama dari segi kualitas barang dan bukan harga).

Revaluasi RMB juga dapat membawa dampak positif bagi kualitas eksport

China karena tekanan kompetisi pasar memberikan insentif bagi para pengusaha untuk

105 Yu Yongding. (2011). What If the RMB Chooses Appreciation. Ershiyi shiji jingji baodao. Diakses dari http://www.nanfangdaily.com.cn/southnews/zt/2004nztk/jj/jr/200412290065.htm, tanggal 23 Maret 2012. Yu Yongding adalah seorang pakar ekonomi dari Institute of World Economics and Politics, Chinese Academy of Social Sciences.

56

Page 57: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

meningkatkan produksi dan efisiensi mereka. Yu Yongding meyakini bahwa apresiasi

dapat mendorong (atau memaksa) eksportir dengan efisiensi rendah untuk keluar dari

industri dan memberikan keleluasaan bagi kompetisi pasar internasional yang begitu

keras. Rekonstruksi sektor perdagangan akan memberikan ruang efisiensi bagi eksportir

agar dapat bertahan dan dengan demikian kualitas barang ekspor di masa yang akan

datang akan meningkat. Sebagai hasilnya, diiringi dengan perbaikan dari segi

perdagangan, surplus China akan tetap meningkat. Lebih lagi, perusahaan-perusahaan

China termotivasi untuk mengembangkan daya saing dengan memajukan efisiensi

operasional dan tidak bergantung semata-mata terhadap pekerja murah.

Singkatnya, revaluasi akan membawa dampak negatif jangka pendek terhadap

ekspor China. Akan tetapi, hal ini dapat memperbaiki dan mengoptimalisasi struktur

dagang China, mengurangi perdagangan sektor pemrosesan, mengembangkan

teknologi, dan merelokasikan sumber daya pada sektor non-dagang dalam jangka

panjang. Hal ini dapat lebih memajukan perkembangan sektor jasa dan mendorong

permintaan domestik sebagai dukungan sumber pertumbuhan ekonomi China,

mengurangi ketergantungannya terhadap permintaan eksternal.

2. Dampak terhadap Investasi Luar Negeri oleh dan ke RRC

Investasi asing menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangan ekonomi

China. Sektor ini telah berkontribusi secara luar biasa besar terhadap kesuksesan

reformasi pasar China, terutama terkait kebijakan China untuk menjadi lebih terbuka

terhadap pasar asing untuk manggalakkan pertumbuhan ekonomi. Akibat yang dapat

dihasilkan dari perubahan rezim mata uang China terhadap investasi asing juga menjadi

sumber kekhawatiran pemerintah China. Hal ini bersifat paradoks: di satu sisi revaluasi

dapat menaikkan biaya investasi bagi perusahaan asing dan dengan demikian

57

Page 58: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

menghalangi keinginan untuk berinvestasi, namun di sisi lain dapat meningkatkan

keuntungan dengan cara menaikkan pemasukan. Dampak offset akumulatifnya

kemudian akan bersifat netral.

Dua faktor yang memiliki daya tarik paling besar bagi investor asing ialah

pekerja murah dan potensi pasar yang sangat besar di China. Pertama, Biaya upah

pekerja di China cukup rendah bila dibandingkan dengan di negara lain, hal ini

memberikan kontribusi kepada daya saing internasional China. Untuk alasan ini,

ditambah dengan harga yang murah untuk barang mentah impor, revaluasi RMB tidak

memiliki dampak yang begitu signifikan dalam mengubah keuntungan kompetitif harga

di pasar internasional dari perusahaan-perusahaan yang menerima pendanaan asing.

Rerata selisih keuntungan yang didapatkan perusahaan-perusahaan asing di China

berkisar sekitar 13%, sehingga tingkat sederhana apresiasi tahunan RMB terhadap USD

(sebesar 3.2% di tahun 2006 dan 6.5% di tahun 2007) tidak akan memengaruhi sebagian

besar keputusan investor asing.106

Kedua, salah satu jenis inflow modal asing ialah FDI (Foreign Direct

Investment), dan yang menjadi daya tarik masuknya FDI ialah potensi pasar China yang

begitu besar. Dengan daya tarik yang demikian, revaluasi RMB akan memiliki dampak

yang sangat kecil bagi masuknya modal asing ini. Jenis lain dari inflow modal asing

berasal dari dana spekulasi (speculative money). Revaluasi RMB akan secara langsung

memberikan keuntungan bagi spekulan di balik pemasukan dana dan dengan demikian

terus mendorong masuknya dana spekulasi, yang akan terus memenuhi lingkaran

ekspektasi revaluasi RMB. Selain itu, kebanyakan dari uang panas (hot money) ini

dipercaya telah memasuki sektor perumahan (real estate) atau sektor investasi domestik

lainnya yang menyebabkan harga domestik meningkat secara cepat dan dapat mengarah

106 Ibid

58

Page 59: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

pada pemanasan (overheat) ekonomi.

Seorang ekonomis Liu Manping (劉滿平) memperkirakan bahwa lebih dari 70

miliar dolar AS dana spekulasi mengalir ke pasar perumahan di tahun 2004 dan figur ini

diperkirakan meningkat secara signifikan di tahun 2005.107 FDI untuk perumahan di

China mendapatkan legalitas pada tahun 2002. Sejak tahun tersebut, investor asing

menaruh fokus pada pasar perumahan yang sangat menguntungkan di wilayah

perkotaan dan memetik keuntungan yang luar biasa besar. Hal ini terlihat dari nominal

jumlah transaksi perumahan yang diperoleh Macquarie Bank, Goldman Sachs, dan

Morgan Stanley di Shanghai pada tahun 2005. Konsekuensinya, dalam jangka pendek,

revaluasi RMB hanya akan memengaruhi kualitas tinggi perumahan di kota-kota besar

China, dan sebagian kecil, memengaruhi keputusan transaksi dalam pasar menengah

dan menengah ke bawah.

Akan tetapi, ekspektasi pasar akan revaluasi RMB melemah di akhir tahun 2005.

Stephen Green menyimpulkan bahwa nilai suku bunga AS yang lebih tinggi di tahun

2005 dan pasar properti yang melemah telah menurunkan arus masuk modal.108 Selain

itu, terdapat tanda akan terjadinya depresiasi RMB dalam jangka waktu menengah,

sebagai reaksi perubahan fundamental ekonomi. Hal ini ditulis dalam laporan resmi oleh

Xia Bin ( 夏 斌 ) dan Chen Daofu ( 陳 道 富 ), yang dipublikasikan pada tanggal 15

December 2005.109 Laporan Green menunjukkan bahwa China memiliki celah dana

lebih dari 2.000 miliar yuan dana jaminan sosial, lebih dari 1.000 miliar yuan dari kredit

bermasalah (NPL) di bank BUMN, dan utang pemerintah daerah yang besar.110 Data 107 Liu Manping. (2011, 22 Agustus). After the RMB Appreciation What Will Be the Impacts of Foreign Capital on the Chinese Real Estate Markets?. Zhongguo jingji ribao (Chinese Economic Times).108 Stephen Green. (2006, 16 Januari). China's Foreign Exchange Reserves Soar to $819bn. Financial Times. Diakses dari http://news.ft.com/cms/s/f9d7a456-85fe-11da-bee0-0000779e2340.html, tanggal 27 September 2011. Stephen Green adalah seorang ekonom dari Standard Chartered di Shanghai.109 Xia Bin dan Chen Daofu. (2011, 15 Desember). Zhongguo huilu zhidu baogao 2005 (Report on China's exchange rate system 2005). Diyi caijing ribao (China Business News).110 Ibid

59

Page 60: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

transaksi RMB juga menunjukkan bahwa apresiasi RMB melambat di pasar, seperti

yang digambarkan oleh Grafik 4.1.

Grafik 4.1. Transaksi RMB Tingkat Menengah Tahun 2005-2007Yuan per U.S. dolar 8.4

Source: Administrasi Negara China untuk Devisa, 2008. Diakses dari http://news.ft.com/cms/s/f9d7a456-85fe-11da-bee0-0000779e2340.html.

Hanya pada pergerakan awal pada bulan Juli 2005, terakumulasi suatu kekuatan

pasar yang kuat mendorong RMB. Mulai dari bulan September 2005, tren kenaikan

RMB melemah dan pada akhir tahun itu telah berubah menjadi cenderung stabil.

Namun demikian, data ini menunjukkan bahwa pada tahun 2006-07 terdapat suatu

ekspektasi pasar bahwa RMB akan terus mengalami apresiasi walaupun ekspektasi akan

apreasiasi dan perubahan drastis cukup rendah. RMB kemudian mulai terapresiasi

terhadap dolar AS jauh lebih cepat dari sebelumnya.

3. Dampak terhadap Lapangan Pekerjaan di RRC

Pemerintah China mengkhawatirkan bahwa penurunan di sektor ekspor akan

memperparah masalah pengangguran, seperti yang dapat terlihat di Propinsi Zhejiang

(浙江省) pada kurun waktu dimana Amerika Serikat dan Uni Eropa memotong kuota

60

Page 61: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

impor produk tekstil dari China. Akan tetapi, jika revaluasi RMB mendorong

rekonstruksi sektor ekspor, ini dapat meningkatkan efisiensi sektor tersebut dan kualitas

ekspornya di masa depan. Permintaan eksternal untuk ekspor kemudian akan meningkat

di masa depan.

Pengangguran dapat menjadi fenomena ekonomi sementara dalam masa transisi

China. Efisiensi dan permintaan yang meningkat akan membantu menambah

pendapatan negara serta meningkatkan lapangan pekerjaan. Yu Yongding juga

berpendapat bahwa efisiensi investasi yang terjadi akibat mersotnya surplus

perdagangan akan membantu perkembangan ekonomi dan lapangan pekerjaan di masa

yang akan datang. Kondisi Amerika Serikat di akhir tahun 1990-an merupakan contoh

yang mendukung hipotesis Yu ini.

Untuk meredakan masalah lapangan pekerjaan, pemerintah China harus

mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada level yang tinggi, yang akan berpengaruh

menimbulkan apresiasi nilai tukar RMB. Liu Wei (劉偉) mengestimasikan bahwa setiap

1 persen pertumbuhan PDB (Pertumbuhan Domestik Bruto) dapat menyediakan 1,7 juta

kesempatan lapangan pekerjaan di China.111 Liu menyarankan bahwa dalam konteks ini,

China harus tetap mengimplementasikan kebijakan bertahapnya dalam mempertahankan

kestabilan nilai RMB untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan.

4. Dampak terhadap Sektor Pertanian RRC

Pemerintah China telah menjadikan wilayah pedesaan mereka sebagai salah satu

prioritas utama. Pemerintah China, khawatir akan revaluasi nilai RMB dapat berdampak

buruk terhadap sektor pertanian, berupaya menghindari goncangan yang dapat

membahayakan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosialnya. Sektor pertanian China

belum diindustrialisasi dan produknya tidak memiliki keuntungan kompetitif di pasar 111 Liu Wei. loc. cit.

61

Page 62: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

internasional. Kebanyakan hasil pertanian China dikonsumsi dalam pasar domestik dan

sebagian besar tidak dikomersialisasikan secara besar-besaran.

Jika nilai RMB meningkat secara drastis, harga produk impor pertanian akan

merosot tajam di pasar internasional dan permintaan akan produk pertanian impor akan

meningkat. Dengan demikian, permintaan akan produk pertanian domestik akan

menurun begitu pula dengan harganya. Sektor pertanian yang menjadi lapangan

pekerjaan dari 60 persen penduduk China akan semakin melemah. Seorang ekonom

China, Tao Dong (陶冬), menyarankan di tahun 2005 agar China harus tetap bertahan

pada strategi apresiasi gradual RMB seperti di masa sekarang untuk mempertahankan

pendapatan, stabiltas sosial, dan keamanan wilayah pedesaan China.112

Dalam pandangan Perdana Menteri Wen Jiabao, reformasi nilai tukar harus

dilakukan dengan membangun suatu sistem tukar yang berdasarkan atas mekanisme

pasar dan mengambang secara terkendali serta menjaga nilai tukar RMB tetap stabil

dan berada pada nilai yang masuk akal.113 Tak diragukan lagi, China harus melanjutkan

upaya reformasi nilai tukar mata uangnya dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip

inisiatif yang independen, terkontrol, dan dilakukan melalui proses yang bertahap.

Namun demikian, perubahan apapun yang terjadi tetap ditargetkan pada upaya menjaga

pertumbuhan dan stabilitas ekonomi dan sistem finansial China.

Wen telah mengakui bahwa China butuh mengintensifkan reformasi nilai tukar

mata uangnya dan mengembangkan layanan pada sektor terkait, termasuk

mengembangkan pasar tukar asing dan menyediakan lebih banyak layanan finansial

kepada perusahaan-perusahaan agar memberikan ruang manajemen resiko,

112 Tao Dong, (2005, 15 Agustus). There Will Be Further RMB Appreciation in the Coming Two Years, USD/RMB Could Be 1:5 in Ten Years. Xin caifu (New Fortune).113 RMB Exchange Rate Reform Gradual Process. (2005). Xinhua. Diakses dari http://news.xinhuanet.com/english/2005-10/14/content_3617557.htm, tanggal 26 September 2011.

62

Page 63: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

mengembangkan mekanisme pengaturan nilai tukar RMB, dan mengintensifkan

pengawasan aliran modal antar negara untuk memastikan kelancaran mekanisme nilai

tukar mata uang yang baru. Li Deshui ( 李德水 ), seorang anggota Komite Kebijkan

Moneter (Monetary Policy Committee) Bank Sentral China, telah mengindikasikan

bahwa China tidak akan membiarkan pergerakan bebas nilai RMB dalam kurun waktu

lima tahun ke depan karena situasi pasar finansial yang sangat riskan.114

Dengan melihat kecenderungan besarnya dampak negatif yang dapat terjadi

pada ekonomi China, revaluasi besar-besaran nilai tukar RMB tidak akan menjadi

bagian dari kepentingan China, dimana suatu pengaturan bertahap kursnya akan

menjadi lebih menguntungkan. Tao Dong telah mengungkapkan bahwa apreasiasi RMB

secara pesat dan besar-besaran akan merugikan bukan hanya eksportir China namun

juga konsumer asing.115 Dalam opini ini, memperluas kisaran nilai mengambang RMB

dan terus mengapresiasi nilainya menjadi dua kondisi yang berbeda. Kondisi pertama

bergantung pada volume dagang jangka pendek sedangkan kondisi kedua merefleksikan

perubahan pada kondisi dasar makroekonomi jangka panjang. Tao percaya bahwa

penyesuaian pada nilai RMB harus mengikuti proses yang bertahap dan hati-hati,

dengan melihat dampak yang dapat diakibatkannya terhadap ekonomi nasional dan

penghidupan penduduk, khususnya lapangan pekerjaan.

Sejak diberlakukannnya apresiasi pada bulan Juli 2005, RMB terus menghadapi

tekanan untuk revaluasi akibat surplus dan cadangan devisa China yang sangat besar.

Pada tahun 2007, surplus dagang China meningkat menjadi US$ 262,2 triliun dan

cadangan devisa mencapai US$ 1.528,2 triliun.116 Secara khusus, kenaikan mendadak

114 Ibid115 The U.S. Trade Deficit with China Continues to Enlarge, Urging on Appreciation Increases Again. (2005, 15 November). Jingji zoushi genzong (The Pursuit of Economic Trends), 87., hal. 62.116 Ibid

63

Page 64: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

dan cepat dalam nilai cadangan devisa ini mengakibatkan isu pengelolaan cadangan

berlebihan telah menjadi fokus dari kebijakan nilai tukar China dalam beberapa tahun

terakhir.

Sejak tahun 2004, sumber cadangan devisa China dengan pertumbuhan paling

pesat berasal dari “transaksi kredit”—pinjaman luar negeri dolar Amerika oleh

perusahaan-perusahaan China dan bank-bank asing yang dikonversikan ke RMB di

China.117 Pinjaman ini didorong sama kuatnya oleh spekulasi akan adanya kemungkinan

revaluasi RMB dengan kesempatan investasi dalam ekonomi China yang sangat

dinamis. Pada tahun 2005, pemerintah China menguatkan kendali pinjaman asing,

terutama oleh bank-bank asing.

Aliran yang kuat akan mempertahankan tekanan terhadap China untuk membuat

RMB menjadi lebih fleksibel dan responsif terhadap kekuatan pasar di saat yang

bersamaan juga tetap dapat berfokus pada bagaimana China menginvestasikan

tumpukan cadangan devisanya. Dengan pemikiran ini, pemerintah China memusatkan

perhatian pada kebijakan nilai tukar mereka pada tiga hal berikut pada tahun 2006:

pertama, menjaga tingkat nilai tukar RMB stabil dan lancar, sedang tetap

memungkinkan untuk peningkatan yang penting dalam fleksibilitas; kedua,

mempromosikan neraca pembayaran internasional; dan ketiga, mengelola pertukaran

cadangan devisa besar China untuk mempertahankan fungsi efektif dari kebijakan

moneter.118 Kelebihan cadangan devisa dapat menyebabkan kesulitan dalam manajemen

aset asing dan kekayaan asing China dapat menyusut, akibat dari apresiasi RMB terus

menerus. Zhang Bin (張斌) menyarankan bahwa membalikkan tren pertumbuhan yang

117 Ibid118 Statistical Data Shows That up to the End of Last Year Official Foreign Reserve Balance Reached $818.9bn. (2006). Xinhua. Diakses dari http://news.xinhuanet.com/fortune/2006-01/15/content_4053666.htm, tanggal 26 September 2011.

64

Page 65: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

cepat dalam cadangan devisa harus menjadi prioritas dalam manajemen cadangan

China.119

Metode yang berguna untuk melakukan hal ini meliputi peningkatan permintaan

domestik, modernisasi sistem keuangan, mengurangi kebutuhan simpanan, dan

memungkinkan RMB terapresiasi. Dalam jangka panjang, mengoptimalkan struktur

ekonomi akan menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan tersebut. Badan regulator

devisa China—the State Administration for Foreign Exchange (SAFE)—

mengindikasikan pada tanggal 6 Januari 2006, bahwa China akan mulai

mendiversifikasikan devisanya yang terus bertumbuh dari dolar Amerika dan surat

hutang negara.120

Pergeseran semacam ini memiliki implikasi signifikan bagi pasar keuangan dan

komoditas global. SAFE mengumumkan bahwa mereka menghendaki optimasi struktur

keuangan dan aset devisa China untuk meningkatkan hasil investasi secara aktif. 121

Langkah baru ini konsisten dengan tujuan pemerintah China mengelola cadangan devisa

dengan secara efektif mendukung strategi nasional untuk menciptakan ekonomi terbuka

dan melakukan penyesuaian makroekonomi.

Menurut Xia Bin dan Chen Daofu, proses memajukan kebijakan nilai tukar

China dalam dua tahun berikut dapat digambarkan sebagai "terukur dan mudah

beradaptasi."122 Bank sentral mampu menjaga stabilitas nilai tukar RMB dalam

sekelompok kecil fluktuasi, meskipun RMB terapresiasi secara perlahan. Hal ini

119 The Accumulation of Foreign Reserves Increased Again at the Year, Expert: $7.4bn is Suspected to Be Hot Money. (2006). Xinhua. Diakses dari http://news.xinhuanet.com/fortune/ 2006-01/16/content_4057667.htm, tanggal 26 September 2011. Zhang Bin adalah seorang ekonomi dari Institute of World Economics and Politics, Chinese Academy of Social Sciences.120 Questions Grow over China's Foreign Exchange Strategy. (2006, 6 Januari) Financial Times. Diakses dari http://news.ft.com/cms/s/5413c5d6-7ee7-11da-a6a2-0000779e2340.html, tanggal 26 September 2011.121 Ibid122 Ibid

65

Page 66: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

menunjukkan bahwa dalam jangka menengah dan panjang, masih ada kemungkinan

bahwa RMB terdepresiasi, tergantung pada proses reformasi ekonomi China dan

keadaan keuangan internasional. Dengan revaluasi kecil RMB sebesar 2,1 persen

terhadap dolar AS dan apresiasi yang sederhana lebih lanjut sejak itu, Bank Sentral

menunjukkan bahwa mereka mampu bertahan dengan kebijakan independen sambil

mengelola tekanan internal dan eksternal.

Dalam beberapa dekade terakhir, China telah memperoleh manfaat yang sangat

besar dengan mengadopsi pendekatan bertahap reformasi, baik itu dalam bidang

ekonomi atau politik. China mungkin akan terus mereformasi nilai tukar dengan cara

bertahap. Sementara tekanan eksternal untuk reformasi terus meninggi, kapasitas China

untuk melawan tekanan seperti ini juga diperkuat dengan pertumbuhan ekonominya.

Merupakan kepentingan China sendiri untuk mereformasi nilai tukarnya, dan

China kemungkinan akan melakukan hal ini sesuai dengan perencanaan domestiknya.

Faktor eksternal tentu akan menjadi penting ketika merumuskan rencana ini, dengan

melihat fakta bahwa China sekarang merupakan bagian penting dari ekonomi global.

Namun demikian, yang lebih penting adalah persepsi kepemimpinan China terhadap

prioritas domestik dan kemampuannya untuk mengatasi masalah yang lebih mendesak

di dalam negeri. Inilah yang dimaksud Wen Jiabao ketika ia berulang kali menekankan

bahwa reformasi nilai tukar merupakan bagian dari "kedaulatan” China.

Reformasi radikal tidak mungkin dilakukan, tetapi masuk akal untuk

mengharapkan bahwa transparansi operasi di bawah rezim nilai tukar yang baru akan

meningkat dan rentang di mana RMB akan berfluktuasi meluas dari waktu ke waktu.

Suatu rezim nilai tukar fleksibel merupakan bagian dari tujuan jangka panjang China

dan rezim ini akan mendorong pembangunan ekonomi China di masa depan. Namun,

66

Page 67: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

akan membutuhkan waktu lama bagi pemerintah China untuk mencapai target ini jika,

seperti yang diperkirakan, pemerintah China harus melakukan pendekatan gradualis.

B. Dampak Kebijakan Nilai Tukar RRC terhadap Amerika Serikat

1. Dampak Ekonomi Politik Internasional terhadap Perdagangan Global

Pertumbuhan ekspor China yang luar biasa menjadi bahan diskusi yang sangat

hangat dibicarakan oleh para pakar ekonomi politik internasional, terutama akibar

kecurigaan bahwa pertumbuhan ini terjadi dengan mengorbankan pertumbuhan

ekonomi negara lain. Pertanyaan mendasar yang perlu dijabarkan melalui skripsi ini

ialah apakah ledakan ekspor China ke negara lain dapat terjelaskan melalui kebijakan

nilai tukar mata uang China. Untuk melihat apakah suatu mata uang bernilai sesuai

dengan seharusnya cukup sulit dilakukan secara matematis namun dengan melihat

peran China yang sangat penting dalam rantai suplai perekonomian global, hal ini

menjadi semakin penting.

Pada kenyataannya, kebijakan China mengenai nilai tukar mata uang China

bukan hanya penting secara global melainkan juga terhubung secara erat dengan rantai

produksi banyak negara lain, terutama partner dagang China (AS dan Eropa) serta

negara-negara tetangga China di wilayah Asia Timur. Seperti yang dapat dilihat dari

Grafik 4.2 (halaman 72)., China telah menjadi tujuan ekspor utama banyak negara Asia

Timur. Sebagai salah satu contoh paling dramatis, dari seluruh jumlah ekspor Korea

seperempatnya pertama-tama ditujukan ke China, baik itu kepada pasar domestik China

maupun seringkali juga ditujukan pada sektor pengolahan untuk kemudian dikirim lagi

ke negara tujuan lain.

1.1. Peran China dalam Rantai Suplai Global

67

Page 68: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Isu mengenai dampak nilai tukar menjadi semakin kompleks oleh fakta bahwa

China merupakan suatu pusat perkumpulan perusahaan-perusahaan asing terkemuka.

Banyak analis berpendapat bahwa peningkatan yang tajam pada impor AS dari China

dalam beberapa tahun terakhir ini (dan dengan demikian menumbuhkan

ketidakseimbangan perdagangan) utamanya merupakan hasil dari perpindahan fasilitas

produksi dari negara lain (utamanya di Asia) ke China. Ini berarti, berbagai macam

produk yang dulunya disusun atau dirakit di tempat-tempat lain, seperti Jepang,

Taiwan, Hong Kong, dan lainnya, sebelum kemudian diekspor ke AS kini dibuat di

China (dalam banyak kasus, oleh perusahaan AS sendiri maupun perusahaan asing

lainnya yang berlokasi di China) lalu kemudian diekspor di China.

Berdasarkan data milik China, perusahaan dengan investasi asing di China

terhitung sebesar lebih dari separuh dari total aliran dagang di China (baik ekspor

maupun impor). Perusahaan-perusahaan ini mengimpor bahan-bahan mentah, bahan

setengah jadi (seperti komponen), dan mesin-mesin produksi ke China. Salah satu studi

dengan iPod milik Apple Inc. menemukan bahwa produk ini sendiri diproduksi di

China di dalam pabrik yang dimiliki oleh perusahaan China dengan menggunakan

komponen-komponen yang diproduksi dari berbagai perusahaan asing lainnya. Jumlah

nilai tambah yang dihasilkan oleh pekerja China yang merakit iPod ini diperkirakan

lebih kecil dibandingkan total biaya yang diperlukan untuk memproduksi tiap unitnya

(berkisar 3%), dan lebih kecil lagi dibandingkan dengan harga jual tiap unitnya di

Amerika Serikat.123

Beberapa analis berpendapat bahwa, karena tingginya jumlah produk impor

yang diperlukan untuk menyusun produk ekspor China, nilai RMB yang terapresiasi

123Greg Linden. (2009). Who Captures Value in a Global Innovation Network? The Case of Apple’s iPod, March 2009. Communication of the ACM, Maret 52:3. Diakses dari http://pcic.merage.uci.edu/papers/2008/WhoCapturesValue.pdf, tanggal 15 Januari 2012., hal. 4-5.

68

Page 69: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

akan memiliki dampak yang sangat kecil terhadap harga produk ekspor China, dan

dengan demikian juga memiliki efek yang minim terhadap arus dagang bilateralnya.

Analis lain berpendapat bahwa, walaupun perusahaan-perusahaan bermodal asing di

China mengalami kenaikan biaya akibat nilai RMB yang terapresiasi, mereka akan

berpindah ke negara berbiaya rendah lain. Dengan demikian, walaupun defisit

perdagangan AS terhadap China akan menurun, defisit dagang AS terhadap negara lain

sebaliknya akan meningkat.

Pada riset terkini,124 dapat disusun suatu analisa secara empiris bagaimana nilai

tukar China mempengaruhi perdagangan luar negerinya. Dapat dipastikan bahwa hasil

yang diduga terjadi ialah menurunnya kuantitas ekspor akibat apreasiasi nilai mata uang

China, barang-barang impor ke China tenyata juga bereaksi secara tak terduga;

kuantitas impor juga menurun akibat apresiasi ini. Sebagaimana yang akan terlihat

dengan mengestimasikan persamaan impor bilateral bagi partner dagang utama China,

hal ini dijelaskan oleh peran kunci China sebagai importir suku cadang dan komponen

dari negara-negara Asia Timur.

Bahkan, penurunan ekspor China akibat apresiasi nilai tukar juga menyiratkan

penurunan impor China dari barang-barang investasi serta bagian dan komponen untuk

sektor ekspor. Selain itu, tidak dapat ditemukan bukti bahwa negara-negara Asia Timur

bisa mengimbangi dampak negatif dari apresiasi renminbi pada ekspor mereka dengan

meningkatkan ekspor ke negara lain. Ini berarti bahwa keputusan China mengenai nilai

tukarnya memiliki dampak besar pada perekonomian lain di wilayah tersebut. Secara

akumulatif hal ini juga membawa dampak berlipat kali ganda terhadap perekonomian

Amerika Serikat sebagai bahan pembicaraan utama dalam skripsi ini.

124 Garcia-Herrero, Alicia dan Tuuli Koivu. (2008). China’s exchange rate policy and Asian trade. Economie Internationale, 116:53-92

69

Page 70: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Beberapa studi terkini telah menganalisa faktor-faktor di balik perdagangan

asing China.125 Berdasarkan penelitian-penelitian ini, ekspor China secara hampir

menyeluruh utamanya karena terdorong oleh permintaan, secara khusus setelah China

menjadi anggoa WTO pada bulan Desember 2001 (Tabel 4.1.). Penelitian tersebut juga

memberikan afirmasi bahwa ekspor China memiliki elastisitas harga; apreasiasi dari

nilai RMB akan berpengaruh pada penurunan ekspor.

Tabel 4.1. Dampak Jangka Panjang Nilai Tukar Mata Uang Riil dan Permintaan Pasar Dunia terhadap Ekspor dan Impor China

Ekspor komoditas

biasa

Ekspor komoditas

proses

Impor komoditas

biasa

Impor komoditas

prosesDampak 10% apresiasi

RMB -13% -11% -17% -6%

Dampak 1% peningkatan permintaan global +1.6% +1.5% +1.9% +0.3

Sumber: Garcia-Herrero dan Koivu (2008). Diakses dari http://news.ft.com/cms/s/f9d7a456-85fe-11da-bee0-0000779e2340.html.

Akan tetapi dengan cukup mengejutkan, beberapa penelitian menunjukkan

bahwa impor ke dalam China juga akan menurun – bukan meningkat seperti yang

dihipotesiskan sebelumnya – ketika nilai tukar efektif RMB diapresiasi. Sebagai

contohnya, Garcia-Herrero dan Koivu (2010) menemukan bahwa 10% apreasiasi RMB

akan menyebabkan penurunan sebesar 6% dari kuantitas impor di sektor prosesing.

Impor di sektor lain dapat menurun dengan presentasi yang bahkan lebih besar lagi. 126

Tabel 4.2. Dampak Jangka Panjang Nilai Tukar Mata Uang Bilateral dan Permintaan terhadap Impor China oleh Mitra Dagang Utamanya

Impor China dari:Australia Jerman Jepang Korea Malaysia Thailand AS

Dampak 10% apresiasi RMB (0%) 6% (-1%) -4% (2%) -6% (-16%)Dampak 1% (0.4%) (0.9%) 1% 0.4% (-1%) (0.2%) 0.6%

125 Ibid126 Ibid

70

Page 71: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

peningkatan permintaan

China

Catatan : Nilai di dalam kurung tidak begitu signifikan secara statistikSumber : Garcia-Herrero dan Koivu (2008). Diakses dari http://news.ft.com/cms/s/f9d7a456-

85fe-11da-bee0-0000779e2340.html.

Ketika melihat pada besaran impor lebih dekat, dapat diketahui bahwa impor

dari negara-negara Asia Timur yang akan menurun ketika RMB terapreasiasi (Tabel

4.2). Penemuan yang tidak sesuai dugaan ini merujuk pada pentingnya berada pada

posisi kunci dalam rantai produksi global. Pada kenyataannya, apresiasi kurs yang

menyebabkan penurunan pada daya saing ekspor China juga menyebabkan penurunan

pada permintaan akan barang-barang investasi, bahan-bahan dan komponen-komponen

impor dari sektor tersebut. Hal ini juga mengakibatkan suatu implikasi yang perlu

diperhatikan, bahwa barang-barang ekspor China cenderung lebih menjadi barang

komplementer bagi ekonomi negara-negara Asia dan bukan barang substitusi.

Dari hasil studi yang ada tergambarkan bahwa kebangkitan China menjadi efek

crowding out127 pada ekspor dari negara yang lain. Hal ini terjadi walaupun, di Asia

khususnya, dampak negatif dari kebangkitan China sebagai ekonomi ekspor utama

telah diimbangi sebagian besar oleh impor China yang meningkat dari daerah

terdekat.128 Impor China meningkat mencerminkan sebagian fakta bahwa dalam waktu

yang relatif singkat China telah menjadi platform utama bagi ekspor barang yang

dihasilkan tidak hanya di China daratan tetapi juga melalui rantai produksi

internasional. Hal ini tercermin melalui dualisme neraca perdagangan bilateral China;

surplus terhadap ekonomi maju - sebagian besar negara Eropa dan AS - dan defisit

terhadap hampir semua negara Asia (Grafik 4.2).127 Offset dalam permintaan agregat yang terjadi ketika kebijakan fiskal ekspansif menaikkan tingkat bunga dan dengan demikian mengurangi pengeluaran investasi. Termwiki. Diakses dari http://id.termwiki.com/ID:crowding-out_effect, tanggal 25 Juni 2012.128 Greenaway, David, Mahabir, dan Chris Milner. (2008). Has China displaced other Asian countries’ exports?. China Economic Review, 19:152-169.

71

Page 72: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Grafik 4.2. Neraca Perdagangan Beberapa Negara terhadap China (dalam %PDB)

Sumber : IMF Direction of Trade, CEIC. Diakses dari http://www.ceicdata.com/WorldTrend/CeicData/WorldTrend.pdf

Penemuan empiris beberapa penelitian menunjukkan bahwa apresiasi riil RMB,

yang dapat menurunkan baik ekspor maupun impor China, mengharuskan negara-

negara Asia untuk berkompetisi secara langsung dengan China pada pasar ketiga

dengan melewatkan China sebagai negara perantara atau negara pengolah. Di sisi lain,

beberapa penelitian lain tidak sejalan dengan penemuan ini (Garcia-Herrero dan Koivu

2008 dan 2010). Sebenarnya tampaknya apresiasi renminbi efektif riil akan

mengakibatkan penurunan total ekspor dari banyak negara Asia Timur (Tabel 4.3).

Dengan kata lain, ekspor dari negara-negara Asia lain tampaknya lebih bersifat

komplementer dan bukan pengganti untuk produk-produk China.

Tabel 4.3. Dampak Jangka Panjang Nilai Tukar Mata Uang China Riil, Nilai Tukar Mata Uang Riil dan Permintaan terhadap Total Ekspor Negara-negara

Asia Timur

Negara Eksporter:Jepang Korea Malaysia Filipina Singapura Thailand

Dampak 10% apresiasi RMB -9% -6% -8% -15% -17% -7%Dampak 10%

apreasiasi kurs negara masing-masing

-4% (-2%) (-6%) +17% 12% +6%

72

Page 73: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Dampak 1% peningkatan

permintaan global+0.8% +0.8% +0.9% (0.0%) -0.5% 0.8%

Catatan : Nilai di dalam kurung tidak begitu signifikan secara statistikSumber : Garcia-Herrero dan Koivu (2008). Diakses dari http://news.ft.com/cms/s/f9d7a456-

85fe-11da-bee0-0000779e2340.html.

Akibat dari rantai produksi yang ketat di Asia Timur, apresiasi RMB yang

mengurangi impor dari negara Asia lain ke dalam China menjadi suatu kekhawatiran

yang besar bagi banyak negara Asia lain. Fakta bahwa ekspor dari negara Asia Timur

lebih bersifat komplementer dan bukan substitusi produk China sangat berkaitan

dengan meningkatnya nilai penting China dalam rantai perdagangan global di masa ini.

Dengan kata lain, China dapat mengontrol pembelian yang mengurangi kemungkinan

bahwa negara lain tidak akan melangkahi China sebagai negara perantara.

Akhirnya, fakta bahwa impor China bisa mengalami penurunan - bukan

kenaikan - akibat apresiasi nilai tukar juga memiliki konsekuensi penting. Meskipun

apresiasi renminbi akan mengurangi ekspor China, dampak pada surplus perdagangan

China terbatas karena impor ke China juga akan menurun. Penurunan impor ini

memiliki konsekuensi yang besar bagi lebih banyak negara karena impor utama China

yang berasal dari wilayah Asia Timur ini akan menurun. Dengan alasan ini, kebijakan

nilai tukar China bukan hanya relevan bagi negara-negara Barat, namun juga bagi

negara-negara di kawasan Asia. Hasil ini sesuai dengan kekhawatiran banyak negara

Asia yang disuarakan melalui berbagai forum internasional – bahwa China harus terus

mengimplemetasikan kebijakan nilai tukar mata uangnya melalui pendekatan yang

sangat hati-hati.

1.2. Akselerasi Ketidakseimbangan Makroekonomi Global

Secara perhitungan, defisit perdagangan secara keseluruhan adalah sama dengan

selisih antara simpanan domestik dan investasi, sementara surplus perdagangan secara

73

Page 74: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

keseluruhan adalah sama dengan surplus simpanan domestik relatif terhadap investasi.

Selama bertahun-tahun, China merupakan negara dengan jumlah simpanan yang sangat

tinggi dan secara keseluruhan mengalami surplus perdagangan. Sebaliknya, Amerika

Serikat merupakan negara dengan tingkat simpanan yang rendah dan secara

keseluruhan mengalami defisit perdagangan. Pemakaian patok terhadap nilai tukar mata

uang dan kontrol modal oleh China merupakan salah satu kontributor terhadap tingkat

simpanannya yang besar ini, namun demikian perubahan rezim nilai tukar mata uang

China bukan berarti dapat mengeliminasi kesenjangan yang besar terkait tingkat

simpanan AS dan China.

Dengan demikian, sangatlah mungkin bahwa Amerika Serikat akan terus

menjadi negara penghutang dan China akan terus menjadi negara kreditor (pemberi

pinjaman) bahkan apabila nilai RMB meningkat. Jika begitu, konsep mengenai

ketidakseimbangan perdagangan bilateral akan terus berlanjut. Ketidakseimbangan

perdagangan China-AS ini juga dapat tergantikan dalam bentuk ketidakseimbangan

perdagangan dengan negara ketiga lainnya.

2. Dampak Akumulatif terhadap Perekonomian di Amerika Serikat

Banyak pengambil kebijakan AS menduga bahwa apabila China mengapresiasi

nilai mata uangnya secara signifikan, kondisi ekonomi AS akan membaik. Ekspor AS

ke China akan meningkat, impor dari China ke AS akan menurun, dan defisit

perdagangan AS terhadap China akan menurun dalam jangka waktu yang relatif

pendek. Sebagai contoh, C. Fred Bergsten berpendapat bahwa apabila RMB memiliki

74

Page 75: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

nilai yang reflektif terhadap kondisi pasar, hal ini akan menurunkan defisit tahunan

neraca perdagangan AS antara $100 triliun sampai $150 triliun.129

Namun efek yang dapat ditimbulkan dari apreasiasi RMB terhadap

perekonomian AS sangatlah kompleks. Hal ini dikarenakan dampak yang terjadi dapat

dibedakan ke dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang, dan bahwa nilai tukar

hanyalah merupakan satu dari sekian banyak faktor yang memengaruhi arus

perdagangan. Faktor-faktor lain yang juga akan memainkan peran penting akan dibahas

dalam analisa berikut.

2.1.........Pertumbuhan Defisit Bilateral AS-China selama Periode Apreasiasi RMB

Sebelumnya

Untuk mengilustrasikan bahwa nilai tukar hanyalah salah satu faktor yang

menetukan arus perdagangan, dapat dilihat dari efek yang ditimbulkan oleh apreasiasi

21% RMB terhadap dolar pada bulan Juli 2005 sampai pada bukan Juli 2008 terhadap

aliran dagang AS-China. Di satu sisi, selama periode ini impor barang AS dari China

meningkat sebesar 39%, dibandingkan dengan kenaikan sebesar 92% dari tahun 2001-

2004 (ketika nilai tukar RMB ditahan pada nilai konstan).130 Di sisi lain, ekspor barang

AS ke China pada periode 2005-2008 tidak bertumbuh secepat pada periode 2001-2004

(masing-masing bernilai 71% dan 81%).131

Walaupun terjadi apreasiasi nilai tukar RMB di tahun 2005-2008, defisit neraca

perdagangan AS tetap bertumbuh sebesar 30.1% (walaupun defisit neraca perdagangan

129 Fred Bergsten. (2010). Correcting the Chinese Exchange Rate: An Action Plan, Peterson Institute for International Economics, Testimony before the Committee on Ways and Means, U.S. House of Representatives. Diakses dari http://www.iie.com/publications/testimony/bergsten20100915.pdf., tanggal 16 April 2012.130 Bloomberg News. (2012). China Plans Lower Budget Deficit for This Year as Economic Growth Cools. Diakses dari http://www.bloomberg.com/news/2012-03-05/china-plans-lower-budget-deficit-for-this-year-as-economic-growth-cools.html, tanggal 30 April 2012. 131 Ibid

75

Page 76: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

AS secara keseluruhan menurun sebesar hampir 6%).132 Dengan demikian, Apreasiasi

RMB cenderung terlihat memiliki efek yang sangat minim terhadap keseimbangan

perdagangan antara China dan AS pada tahun 2005-2008. Pada masa ini, surplus

dagang China meningkat dari $102 triliun hingga $297 triliun, suatu peningkatan

sebesar 191%, dan surplus neraca serta akumulasi devisa China dalam periode ini

keduanya meningkat sebesar 165%.133

2.2.....................................Akumulasi Dampak terhadap Ekonomi Amerika Serikat

Para ekonom umumnya menolak kebijakan (seperti subsidi dan perlindungan

dagang) yang dapat melemahkan kekuatan pasar dan mengganggu distribusi sumber

daya yang paling efisien ini. Nilai tukar yang terpatok maupun terkontrol dimana level

naik turunya tidak sesuai dengan kondisi nyata perubahan ekonomi dipandang sebagai

suatu gangguan. Dengan demikian, dari perspektif ekonomi, mengadopsi nilai tukar

mata uang berdasarkan atas mekanisme pasar merupakan suatu solusi menang-menang

(win-win solution) baik bagi China, Amerika Serikat, maupun bagi ekonomi global

secara menyeluruh. Dalam perspektif ini, mekanisme pasar akan mengarah pada suatu

bentuk alokasi sumber daya yang efisien di kedua negara (namun bukan berarti

berpengaruh serupa terhadap tingkat pengangguran, dan sebagainya).

Dari sudut pandang kebijakan, dapat dikatakan bahwa kebijakan nilai tukar

China yang sekarang menghasilkan “sisi menang dan kalah” di kedua negara, dengan

demikian suatu penyesuaian terhadap kebijakan ini hanya akan membentuk perubahan

“menang-kalah” dari sisi lain. Walaupun terdapat berbagai macam faktor yang

memengaruhi pertumbuhan ekonomi global dan aliran dagang, apreasiasi nilai mata

uang (terutama RMB) memainkan peran yang sangat signifikan dalam arus

132 Ibid133 Ibid

76

Page 77: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

perdagangan ini. Pertanyaan yang kemudian muncul: apa dampak yang akan

ditimbulkannya terhadap situasi di Amerika Serikat?

Setidaknya dampak yang diakibatkan kebijakan intervensi mata uang China

dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni: dampak terhadap eksportir dan

kompetitor importir AS, dampak terhadap konsumer dan beberapa produsen AS, dan

dampak terhadap debitor AS. Dampak pada kelompok pertama, ketika kebijakan nilai

tukar membuat nilai RMB menjadi lebih murah dari kondisi ketika nilainya ditentukan

oleh permintaan dan penawaran, hal ini menyebabkan ekspor China menjadi tidak

mahal dan ekspor AS ke China menjadi relatif mahal. Sebagai hasilnya, barang dan jasa

ekspor dan kegiatan produksi AS yang berkompetisi dengan impor China menurun,

dalam jangka waktu pendek.

Banyak dari perusahaan-perusahaan yang mendapatkan imbasnya berada pada

sektor manufaktur. Buruh yang bekerja pada sektor manufaktur AS menurun dari 31.8% pada

tahun 1960, menjadi 22.4% di 1980, dan menjadi 13.1% di tahun 2000, dan 8.9% di tahun

2010.134 Hal ini mengakibatkan defisit perdagangan meningkat dan menurunkan

permintaan agregat dalam jangka waktu pendek, hal lainnya cenderung relatif tetap

stabil seperti sedia kala. Kebijakan yang didasarkan atas mekanisme pasar dapat

membangkitkan ekspor AS dan menyediakan ruang bagi perusahaan AS untuk

berkompetisi secara langsung dan secara adil dengan perusahaan China.

Kedua, berdasarkan teori ekonomi, kesejahteraan ekonomi masyarakat tidak

diukur dari seberapa banyak mereka dapat memproduksi, melainkan dari seberapa

banyak mereka mengkonsumsi. Nilai RMB dimanipulasi yang menyebabkan harga

yang lebih murah untuk impor dari China mengakibatkan penduduk AS dapat

134 Bureau of Labor Statistics. (2012). Workforce Statistics. United States Department of Labor. Diakses dari http://www.bls.gov/iag/tgs/iag31-33.htm, tanggal 5 Mei 2012.

77

Page 78: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

mengkonsumsi lebih banyak. Karena perubahan dalam agregat pengeluaran hanya

bersifat sementara, dari perspektif jangka panjang, dampak berkelanjutan dari

manipulasi nilai RMB mengakibatkan meningkatkan daya beli (purchasing power)

konsumen AS.

Barang impor dari China tidak hanya terbatas dalam bentuk barang-barang

konsumsi. Perusahaan-perusahaan AS juga mengimpor alat-alat modal dan barang

input dari China untuk memproduksi barang jadi. Nilai RMB yang dimanipulasi

menurunkan biaya yang dibutuhkan untuk perusahaan ini, dengan demikian

menurunkan harga jual, meningkatkan intensitas output, dan menambah daya saing

produknya pada pasar internasional. Apresiasi nilai mata uang China dapat

meningkatkan harga produk bagi konsumen AS, menyebabkan turunnya kesejahteraan

ekonomi, sehingga mengakibatkan semakin sedikit barang dan jasa yang dapat dibeli

oleh penduduk AS. Selain itu, perusahaan-perusahaan AS yang menggunakan produk

impor asal China akan menghadapi biaya produksi yang lebih tinggi, sehingga

menurunkan daya saing produk mereka.

Ketiga, nilai RMB yang dimanipulasi juga memiliki dampak bagi peminjam

(borrower) di AS. Ketika AS mengalami defisit perdagangan terhadap China, sejumlah

dana yang sama mengalir dari China ke AS, seperti yang terlihat dari neraca

pembayaran AS. Hal ini timbul karena Bank Sentral China atau penduduk China

berinvestasi dalam aset AS, yang mengakibatkan lebih banyak dana investasi untuk

pabrik dan peralatan AS dibandingkan jika nilai RMB tidak termanipulasi. Investasi

modal meningkat karena permintaan yang lebih besar akan aset AS menekan nilai suku

bunga AS, sehingga perusahaan-perusahaan kini ingin melakukan investasi yang

dahulunya tidak membawa keuntungan.

78

Page 79: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Aliran ini kemudian mendorong kenaikan dalam belanja agregat dalam jangka

pendek. Hal ini juga meningkatkan ukuran ekonomi AS dalam jangka panjang dengan

meningkatkan modal saham. Efek yang ditimbulkan terhadap tingkat suku bunga

menjadi lebih besar pada masa pertumbuhan ekonomi yang pesat, ketika permintaan

investasi menguat, dibandingkan ketika ekonomi AS melemah.

Bukan hanya perusahaan-perusahaan swasta yang menjadi penerima nilai suku

bunga rendah akibat arus masuk modal (defisit perdagangan) dari China. Bentuk

pengeluaran rumah tangga yang sensitif bunga, seperti kebutuhan tahan lama dan

perumahan, juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi apabila modal tidak

mengalir dari China ke Amerika Serikat. Lebih lanjut, sejumlah besar aset-aset AS

yang dibeli oleh China, utamanya oleh Bank Sentral, ialah sekuritas atau surat obligasi

negara, yang membiayai defisit Negara AS. Menurut Department Keuangan AS, China

memiliki sedikitnya $1.15 triliun dalam surat obligasi AS per September 2011,

membuat China sebagai pemegang asing surat hutang terbesar sebesar 24.6% dari total

pemegang asing.135

Defisit anggaran pemerintah federal AS telah meningkat pesat sejak tahun

anggaran 2008, menyebabkan peningkatan tajam dalam jumlah surat obligasi yang

harus dijual. Sementara Pemerintahan Obama terus mendorong China untuk

mengapresiasi mata uangnya, Obama juga mendorong China untuk terus membeli surat

berharga AS. Beberapa analis berpendapat bahwa, meskipun apresiasi mata uang China

dapat membantu meningkatkan ekspor AS ke China, hal ini juga bisa mengurangi

kebutuhan China untuk membeli surat berharga AS, yang bisa mendorong kenaikan

suku bunga AS. Dalam skenario kasus terburuk, jika China berhenti membeli surat

135 Wayne M. Morrison dan Marc Labonte. (2011). China’s Holdings of U.S. Securities: Implications for the U.S. Economy. CRS Report for Congress, RL34314, 26 September. Diakses dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL34314.pdf, tanggal 3 Juli 2012.

79

Page 80: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

berharga pada saat AS mengalami defisit anggaran yang luar biasa tinggi, hal ini dapat

mengguncang pasar keuangan dengan meningkatnya keraguan akan kemampuan

pemerintah AS dalam mempertahankan kebijakan fiskal saat ini.

Dalam jangka menengah, menurut teori ekonomi, nilai RMB yang rendah tidak

meningkatkan atau menurunkan permintaan agregat di Amerika Serikat. Sebaliknya,

hal tersebut menyebabkan pergeseran komposisi dalam produksi AS, dari perusahaan

sektor impor-impor AS menjadi perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari arus

modal China. Dengan demikian, nilai RMB diharapkan tidak membawa pengaruh

jangka panjang atau menengah terhadap lapangan kerja agregat di AS ataupun

pengangguran.

Sebagai bukti, dapat dianggap bahwa sejak 1980-an, defisit perdagangan AS

cenderung naik ketika pengangguran jatuh (dan ekonomi tumbuh) dan jatuh ketika

pengangguran meningkat (dan ekonomi melambat). Misalnya, defisit neraca transaksi

berjalan AS mencapai puncaknya pada 6,0% dari PDB pada 2006, ketika tingkat

pengangguran sebesar 4,6%, dan turun menjadi 2,7% dari PDB pada 2009, ketika

tingkat pengangguran mencapai 9,3%.136 Namun, keuntungan dan kerugian dalam

pekerjaan dan produksi yang disebabkan oleh defisit perdagangan tidak akan terdispersi

secara merata di seluruh daerah dan sektor ekonomi: secara seimbang, beberapa daerah

akan memperoleh keuntungan sementara yang lain akan mengalami kerugian. Dan

dengan mengubah komposisi output AS ke basis modal yang lebih tinggi, ukuran

ekonomi AS akan menjadi lebih besar dalam jangka panjang sebagai akibat dari defisit

arus masuk / perdagangan modal (meskipun keuntungan dari modal asing tidak akan

mengalir ke Amerika).

136 Ibid

80

Page 81: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Meskipun pergeseran komposisi dalam output tidak berpengaruh negatif pada

output agregat AS dan kesempatan kerja dalam jangka panjang, namun terdapat

konsekuensi negatif jangka pendek. Jika output AS di sektor perdagangan jatuh lebih

cepat dari peningkatan output dari penerima modal China di AS, agregat belanja AS

dan lapangan kerja bisa menurun sementara waktu. Hal ini lebih mungkin menjadi

perhatian jika perekonomian sedang lamban dibandingkan bila perekonomian sedang

berada pada kondisi dimana lapangan kerja tercukupi. Jika tidak, ada kemungkinan

bahwa kebijakan penyesuaian makroekonomi dan kekuatan pasar dapat

mengkompensasi penurunan output di sektor perdagangan dengan memperluas elemen

lain dari permintaan agregat. Defisit perdagangan AS dengan China (atau dengan pasar

dunia secara keseluruhan) tidak dapat mencegah ekonomi AS mengalami pertumbuhan

tingkat tinggi di masa lalu.

Sebuah studi Yale University memperkirakan bahwa 25% dari apresiasi RMB

awalnya akan mengurangi impor AS dari China dan menyebabkan produksi dalam

negeri lebih besar di Amerika Serikat dan peningkatan ekspor ke China. Namun,

penelitian ini memperkirakan bahwa manfaat terhadap ekonomi AS akan diimbangi

oleh penurunan pertumbuhan ekonomi China (karena penurunan ekspor), yang akan

mengurangi permintaan untuk impor, termasuk dari Amerika Serikat. Selain itu,

apresiasi RMB akan meningkatkan biaya AS untuk produk impor dari China

(menurunkan kekayaan riil dan upah riil), dan menyebabkan suku bunga jangka pendek

AS menjadi lebih tinggi. Akibatnya, efek akumulasi dari apresiasi RMB sebesar 25%

diperkirakan berdampak negatif pada permintaan AS dan output agregat dan

81

Page 82: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

mengakibatkan hilangnya 57.100 pekerjaan AS-kurang dari sepersepuluh dari 1% dari

jumlah total tenaga kerja AS.137

Analisis oleh IMF menunjukkan bahwa apresiasi mata uang saja oleh China

akan menghasilkan manfaat yang terbatas untuk ekonomi global (termasuk ekonomi

AS) kecuali apabila apreasiasi ini disertai dengan peningkatan konsumsi China dan

ekspansi sektor jasa. Diperkirakan bahwa apresiasi RMB 20% akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi AS sebesar antara 0,05% hingga 0,07%, sementara apresiasi

RMB 20% ditambah reformasi lainnya untuk menyeimbangkan kembali perekonomian

China akan meningkatkan pertumbuhan AS lebih dari 0,15%.138 Penelitian yang sama

juga memperkirakan bahwa apresiasi RMB 20% saja bisa mengurangi pertumbuhan

ekonomi China sebesar 2,0% hingga 8,8%, sedangkan menggabungkan apresiasi RMB

dengan reformasi untuk penyeimbangan kembali bisa meningkatkan pertumbuhan

hingga 1%.139

2.3. Kekhawatiran Amerika Serikat akan Kebijakan Mata Uang China: Defisit

Perdagangan dan Lapangan Pekerjaan

Walaupun pendapat para ahli cukup beragam dalam memandang fenomena

intervensi nilai mata uang China, pemerintah AS telah menyatakan posisi dan

kekhawatiran mereka sendiri terkait isu ini. Banyak pengambil kebijakan AS dan

beberapa kelompok bisnis dan pekerja AS menuduh bahwa China dengan sengaja

memanipulasi nilai mata uangnya terhadap dolar AS dengan tujuan agar harga ekspor

China yang masuk ke AS menjadi lebih murah dibandingkan harga pasar sebenarnya.140

137 Ray C. Fair. (2010). Estimated Macroeconomic Effects Of A Chinese Yuan Appreciation, Cowles Foundation Discussion Paper 1755.138 International Monetary Fund. (2011). People’s Republic of China, 2011 Article IV Consultation, hal. 36.139 Ray C. Fair. loc. cit.140 Pada umumnya, perusahaan-perusahaan AS di China tidak sebegitu khawatirnya terhadap nilai tukar mata uang China jika dibandingkan dengan kekhawatiran perusahaan-perusahaan yang sensitif terhadap sektor impor yang berkompetisi langsung dengan produk China dengan harga murah.

82

Page 83: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Lebih jauh lagi, kelompok kepentingan ini berargumentasi bahwa nilai patok kurs mata

uang China dapat ditolerir hanya pada masa awal perkembangan ekonomi China. Di

masa sekarang, melihat betapa besarnya ukuran ekonomi, arus perdagangan keluar-

masuk di China, serta besaran surplus tahunan yang diperoleh China, serta dampak

yang diakibatkannya terhadap ekonomi global, kebijakan China seperti ini tidak dapat

lagi dibenarkan.

Para kritisi lebih lanjut berpendapat bahwa mata uang China yang bernilai

rendah telah menjadi faktor utama di balik defisit perdagangan AS dengan China yang

sedang berkembang, yang melonjak dari $ 10 miliar pada 1990 menjadi $ 273 miliar

pada tahun 2010, dan diproyeksikan akan mencapai sekitar $ 295 miliar pada tahun

2011. Faktor lain yang dipandang oleh beberapa sebagai bukti manipulasi mata uang

China ialah akumulasi cadangan devisa China yang, berdasarkan perhitungan akhir

tahun, tumbuh dari $403 miliar di tahun 2003 menjadi $2.85 triliun di tahun 2010, serta

surplus tahunan, yang bertumbhuh dari $46 milliyar di tahun 2003 menjadi $412 miliar

di tahun 2008, (lihat Grafik 4.3.).141 Dalam laporan tahun 2010, International Monetary

Fund (IMF) memperingatkan bahwa, dalam jangka waktu menengah, akan terdapat

potensi pertumbuhan yang lebih besar terhadap surplus perdagangan China akibat

kebijakan stimulus yang berkurang dan membaiknya kondisi perekonomian global.142

Grafik 4.3. Neraca Perdagangan China dan Perubahan Tahunan Cadangan Devisa: 2001-2010(dalam miliar dolar)

141 International Monetary Fund (2010). People’s Republic of China: 2010 Article IV Consulatation—Staff Report. In Staff Statement; Public Information Notice on the Executive Board Discussion, Juli 2010, hal. 1. 142 Surplus ekonomi China dalam persentasi PDB saat ini diprediksikan oleh IMF akan meningkat dari 5,2% pada tahun 2010 menjadi 7,8% pada tahun 2016. Sumber IMF, World Economic Outlook Database, April 2011. Diakses dari http://www.worldtradelaw.net/articles/ahnimf.pdf, tanggal 10 Maret 2012.

83

Page 84: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Sumber: Economist Intelligence Unit, IMF, dan Chinese State Administration of Foreign Exchange. Diakses dari http://fpc.state.gov/documents/organization/154184.pdf

Laporan World Economic Outlook terbitan IMF pada bulan September 2011

memperkirakan bahwa neraca keuangan China akan meningkat dari $305 miliar di

tahun 2010 menjadi $361 miliar di tahun 2011, dan diproyeksikan menjadi $852 miliar

pada tahun 2016.143 Global Insight memprediksikan bahwa cadangan devisa China akan

meningkat mencapai besaran $4.6 trilyun pada tahun 2014, yang berarti peningkatan

sebesar $1.7 triliun dari jumlah pada tahun 2010.144

Jumlah pengangguran yang sangat tinggi di Amerika Serikat saat ini

dikhawatirkan merupakan salah satu output tidak langsung dari kebijakan manipulasi

mata uang China terhadap perekonomian AS. Banyak pakar ekonomi yang

beranggapan bahwa apresiasi nilai RMB akan memompa tingkat ketersediaan lapanga

143 Ibid144 IHS Global Insight, China, Interim Forecast, Juni 2011. Diakses dari http://www.ihs.com/products/global-insight/index.aspx, tanggal 23 September 2011.

84

Page 85: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

pekerjaan di Amerika Serikat. Beberapa ekonom berpendapat bahwa terdapat korelasi

langsung antara defisit perdagangan AS dengan tingkat pengagguran di AS.

Penelitian yang dilakukan oleh Institusi Kebijakan Ekonomi (Economic Policy

Institute (EPI)) mengklaim bahwa defisit perdagangan AS dengan China (yang

menurut klaim EPI juga diakibatkan oleh kebijakan mata uang China) mengakibatkan

dipecatnya 2.8 juta pekerja (69% pada sektor manufaktur) antara tahun 2001 dan

2008.145 Laporan EPI mencatat bahwa, walaupun ekspor AS ke China menciptakan

lapangan kerja bagi penduduk AS, impor AS dari China “menggantikan kesempatan

penduduk AS yang berpeluang dipekerjakan dalam pembuatan produk tersebut bila tak

harus diimpor dari China.”146 Hasil penelitian EPI ini, seringkali disebut-sebut sebagai

referensi oleh para anggota Senat dalam pembuatan rancangan Undang-undang S.1619

(dibahas selanjutnya).

Beberapa analis berpendapat bahwa kebijakan mata uang China menyebabkan

ekonomi Asia Timur lainnya melakukan intervensi di pasar mata uang dan menjaga

mata uang mereka lemah terhadap dolar sehingga mereka dapat bersaing dengan

produk asal China. Hal ini dianggap mencegah penyusutan lebih lanjut dari dolar relatif

terhadap mata uang Asia lainnya, dan dengan demikian mengurangi ekspor AS di

seluruh Asia. Berdasarkan asumsi bahwa nilai mata uang China tertahan sebesar 40%

dari nilai sebenarnya terhadap dolar dan 25% dari nilai pasar sesungguhnya, C. Fred

Bergsten dari Peterson Institute for International Economics memperkirakan nilai mata

uang China yang berdasarkan atas nilai pasar akan menyebabkan apresiasi nilai RMB

145 Economic Policy Institute. (2010). Unfair hina Trade Costs Local Jobs 2.4 Million Jobs Lost, Thousands Displaced in Every U.S. Congressional District, Briefing Paper #260. Diakses dari http://epi3.cdn.net/91b2eeeffce66c1a10_v5m6beqhi.pdf, tanggal 23 Maret 2012. Sebagai catatan, beberapa analis mengkritisi metodologi yang digunakan dalam laporan ini, yang secara langsung mengasumsikan bahwa defisit perdagangan AS (dimana impor AS lebih besar dari ekspornya) memiliki efek langsung terhadap jumlah lapangan pekerjaan di AS. 146 Ibid.

85

Page 86: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

dan nilai mata uang negara Asia lainnya (atau dengan kata lain depresiasi nilai USD

terhadap kurs negara-negara Asia), yang kemudian dapat mendorong ekspor AS dan

menciptakan sekitar 600.000 hingga 1,2 juta lapangan pekerjaan di Amerika Serikat.147

Ekonom AS, Paul Krugman, berargumen bahwa nilai termanipulasi RMB telah

menjadi faktor pencegah yang signifikan terhadap proses pemulihan krisis ekonomi

global. Krugman memperkirakan bahwa kebijakan China telah menyebabkan

penurunan angka PDB global sebesar 1,4% dan secara khusus menimbulkan kerugian

bagi negara-negara berkembang.148 Klaim mengenai dampak negatif dari nilai tukar

RMB terhadap lapangan pekerjaan serta perdagangan AS seringkali diampuradukkan

dengan observasi bahwa ekonomi China telah bertumbuh dengan luar biasa pesar dalam

lima tahun terakhir (PDB riil bertumbuh pada nilai rerata 10 persen dari tahun 2008-

2010 bahkan pada saat krisis ekonomi terjadi), di saat negara lainnya tengah mengalami

pertumbuh yang stagnan bahkan negatif. Hal ini memancing kecurigaan bahwa

kebijakan mata uang China mengandung prinsip kebijakan “mengemis pada sesamamu

- beggar thy neighbor” (dimana pertumbuhan ekonomi China terjadi dengan

konsekuensi yang mengakibatkan kerugian bagi negara-negara lain) terutama pada saat

krisis ekonomi global. 149

Beberapa analis lain berpendapat bahwa apresiasi nilai RMB secara signifikan

akan mengurangi ketidakseimbangan perdagangan antara China dan Amerika Serikat.

Misalnya, suatu laporan oleh Bloomberg, diperkirakan bahwa apresiasi tahunan nilai

RMB sebesar 7% terhadap dolar akan memotong separuh dari defisit perdagangan AS

147 Fred Bergsten. (2010). Peterson Institute for International Economics, Testimony before the Committee on Ways and Means, U.S. House of Representatives, March 24, 2010. Diakses dari http://www.iie.com/publications/testimony/bergsten20100915.pdf., tanggal 16 April 2012. 148 New York Times, 14 Maret 2010 dan 31 Desember 2009. Krugman juga mengestimasikan bahwa kebijakan mata uang China telah menyebabkan hilangnya 1,4 juta lapangan pekerjaan di Amerika Serikat.149 Ibid

86

Page 87: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

dengan China di tahun 2014.150 Penelitian ini juga menunjukkan bahwa apresiasi nilai

RMB akan membawa efek domino terhadap apresiasi nilai mata uang negara-negara

Asia lainnya, yang pada gilirannya akan menurunkan secara signifikan defisit

perdagangan AS yang sebelumnya berkisar $368 miliar pada tahun 2011 menjadi $59

miliar di tahun 2014. Akibat dari faktor-faktor ini, beberapa anggota legislatif AS

berpendapat bahwa China harus diposisikan oleh Kementerian Keuangan sebagai

negara yang telah memanipulasi nilai mata uangnya untuk memperoleh keuntungan

dagang secara tidak wajar. Dengan demikian, AS dapat melakukan pembenaran

terhadap legislasi untuk membalas perlakuan kebijakan China melalui kebijakan

domestik dan internasionalnya.

C. Strategi Amerika Serikat dalam Menanggulangi Dampak Kebijakan Nilai

Tukar RRC

Banyak rancangan undang-undang telah diperkenalkan di Kongres selama

beberapa tahun terakhir yang ditujukan untuk mendorong China (dan negara lain)

mereformasi kebijakan mata uangnya atau untuk mengatasi efek yang dirasakan oleh

kebijakan terkait terhadap ekonomi AS. Sebagai contoh, salah satu rancangan undang-

undang yang diperkenalkan oleh Senator Schumer pada Kongres AS ke-108 (S. 1586).

Undang-undang ini menginginkan tambahan pajak sebesar 27.5% pada barang-barang

produk impor China kecuali apabila China memutuskan untuk mengapresiasi nilai tukar

mata uangnya menyamai nilai pasar sesungguhnya.151

Selama beberapa tahun terakhir, beberapa usulan legislatif telah berupaya

menerapkan langkah-langkah penanggulangan anti-dumping dan countervailing (anti-

150 Bloomberg Government. (2011). A Higher Yuan Would Half the U.S.-China Trade Deficit, hal. 53151 Sandar Levin dan Sherrod Brown. (2011). Currency Reform for Fair Trade Act. Diakses dari http://waysandmeans.house.gov/media/pdf/111/hr2378_one-pager.pdf, tanggal 15 April 2012.

87

Page 88: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

subsidi) AS untuk mengatasi efek dari manipulasi nilai mata uang China. Usulan ini

meliputi langkah dimana produk kebijakan nilai mata uang China dianggap sebagai

bentuk sebagai subsidi ekspor (langkah-langkah countervailing) atau sebagai faktor

yang disertakan dalam penentuan anti-dumping. Pasca diberlakukan, usulan ini akan

memperbolehkan penaikkan harga barang-barang impor China melalui sistem

perpajakan anti-dumping.

Salah satu pertentangan paling sengit terkait usulan peraturan ini adalah apakah

tindakan tersebut akan konsisten dengan kewajiban AS di WTO. Sebagian berpendapat

bahwa WTO memungkinkan negara (dalam kondisi tertentu) negara anggotanya untuk

mengelola regulasi pemulihan perdagangan mereka sendiri, dan dengan demikian

mereka berpendapat bahwa kebijakan manipulasi nilai mata uang China dapat dijadikan

alasan dalam menentukan prasyarat kebijakan countervailing atau anti-dumping

sehingga akan konsisten dengan aturan WTO. Kritik terhadap usulan ini menegasikan

pernyataan tersebut dengan argumen bahwa aturan WTO tidak secara spesifik

menyertakan manipulasi mata uang sebagai faktor yang dapat digunakan untuk

melaksanakan tindakan pemulihan perdagangan, dan dengan demikian, usulan tersebut,

jika diberlakukan, dapat ditantang oleh China (dan mungkin oleh anggota WTO

lainnya) sebagai tindak pelanggaran aturan WTO.152

Tujuan utama lain dari berbagai rancangan undang-undang terkait di AS ialah

untuk menghapus ketentuan dalam undang-undang perdagangan AS yang

mensyaratkan Departemen Keuangan dalam mengidentifikasi negara-negara yang

sengaja "memanipulasi" mata uangnya. Kementerian Keuangan belum pernah

mengidentifikasi negara manapun yang memanipulasi nilai mata uangnya sejak tahun

152 Business Groups Letter Proposing China Currency Legislation. (2011). Diakses dari http://businessroundtable.org/news-center/business-groups-letteropposing-China-currency-legislation, tanggal 15 April 2012.

88

Page 89: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

1994. Beberapa rancangan undang-undang telah berupaya untuk merancang suatu

mekanisme dan proses dimana Kementerian Keuangan dapat mengidentifkasi negara-

negara dengan kebijakan manipulasi nilai mata uang (berdasarkan kriteria tertentu),

terlepas dari maksud kebijakan terkait. Rancangan undang-undang tersebut menyusun

beberapa tindakan (beberapa diantaranya bersifat hukuman) yang akan diambil oleh

Amerika Serikat untuk memberikan respon nyata terhadap negara-negara tertentu.

Beberapa pendukung dari legislasi yang ditujukan untuk China berharap bahwa

dengan adanya tindakan nyata ini akan mendorong China untuk mengapresiasi kursnya

dengan lebih cepat. Kritik dari rancangan undang-undang ini berpendapat bahwa

tindakan AS dapat menimbulkan kebencian dari pihak China dan membuat kebijakan

apresiasi menjadi lebih lama. Kekhawatiran lainnya berupa ketakutan bahwa China

membalas kembali kebijakan ini dengan melakukan pelarangan yang sama terhadap

ekspor AS ke China apabila rancangan ini disahkan menjadi undang-undang.

1. Legislasi Kongres Amerika ke-112

Hingga pada akhir tahun 2011, telah terdapat 5 rancangan undang-undang yang

telah diperkenalkan dalam Kongres AS ke-112, yakni H.R. 639, S. 328, S. 1130, S.

1238, S. 1619 (yang berhasil disahkan oleh Senat pada bulan Oktober 2011).153 Berikut

merupakan penjabarannya masing-masing:

1.1. H.R. 639/S. 328

H.R. 639 (Sander Levin) dan S. 328 (Sherrod Brown), Undang-undang

Reformasi Kurs untuk Perdagangan yang Adil (Currency Reform for Fair Trade Act),

diperkenalkan pada tanggal 14 Februari 2011. Rancangan undang-undang ini cukup

identik dengan rancangan H.R. 2378 yang disahkan oleh DPR AS dalam Kongres ke-

153 Sandar Levin dan Sherrod Brown. loc. cit.

89

Page 90: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

111.154 Rancangan undang-undang ini ingin mengklarifikasikan beberapa ketentuan

mengenai hukum bea cukai (terkait subsidi ekspor pemerintah asing) yang

memperbolehkan Department Perdagangan untuk memperbolehkan kebijakan

manipulasi nilai tukar mata uang sebagai suatu bentuk subsidi yang perlu diberikan

penanganan khusus.155

Sebagai contoh, undang-undang ini akan mengklarifikasi bahwa kurs yang

termanipulasi secara signifikan dianggap oleh Badan Perdagangan sebagai suatu bentuk

keuntungan yang diraih oleh pemerintah asing melalui ekspornya. Lebih lanjut, RUU

ini juga ingin mengklarifikasi bahwa bentuk subsidi (termasuk di dalamnya yang

bersangkutan dengan nilai mata uang) juga dapat menguntungkan perusahaan-

perusahaan non-ekspor (selain perusahaan ekspor itu sendiri). Dengan alasan itu saja,

bukan berarti bahwa kebijakan manipulasi mata uang bukanlah merupakan bentuk

subsidi yang tidak perlu ditangani di dalam undang-undang bea cukai. Dengan kata

lain, interpretasi intervensi nilai tukar mata uang dapat dilakukan dengan melihat

kinerja ekspor suatu negara.

RUU ini akan mengarahkan Departemen Perdagangan untuk menggunakan,

apabila dimungkinkan, data dan metodologi yang digunakan oleh International

Monetary Fund (IMF) dalam memperkirakan besaran manipulasi nilai suatu mata uang.

Faktor-faktor yang akan digunakan oleh Department Perdagangan untuk menentukan

nilai mata uang ini untuk pengukuran dalam undang-undang bea cukai termasuk, antara

lain:

154 Ibid.155 Department of Commerce, International Trade Administration. (2010). Aluminum Extrusions from the People’s Republic of China: Initiation of Countervailing Duty Investigation, Federal Register, 75:80. Diakses dari https://www.federalregister.gov/articles/2010/09/07/2010-22204/aluminum-extrusions-from-the-peoples-republic-of-china-preliminary-affirmative-countervailing-duty, tanggal 15 April 2012.

90

Page 91: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

(1) intervensi mata uang besar-besaran pada pasar kurs dalam jangka waktu

yang lama;

(2) kisaran besaran intervensi nilai tukar mata uang sebesar 5%; dan

(3) cadangan devisa dan aset negara yang bersangkutan melebihi:

i. jumlah yang diperlukan negara tersebut untuk membayar kembali surat

berharga di tahun yang akan datang;

ii. 20% dari keseluruhan persediaan uang dalam negeri;

iii. Nilai impor negara yang bersangkutan dalam kurun waktu 4 bulan

terakhir.156

RUU ini mengarahkan Departemen Perdagangan untuk memperkirakan subsidi

dalam bentuk manipulasi nilai tukar mata uang asing dengan tujuan untuk mengenakan

pajak tambahan, yang kemudian didefinisikan sebagai selisih antara nilai tukar riil dan

equilibriumnya (disesuaikan dengan tingkat inflasi negara bersangkutan). RUU ini,

lebih lanjut, mengarahkan Badan Perdagangan untuk menggunakan rerata sederhana

dalam metodologi yang digunakan IMF dalam penentuan nilai tukar. Jika data yang

diperlukan ini tidak dapat diperoleh dari IMF, Badan Perdagangan akan diperbolehkan

untuk menggunakan teknik ekonometrik dan metodologi umum ekonomi untuk

mengukur nilai manipulasi mata uang.

1.2. S. 1619

S. 1619 (Sherrod Brown) merupakan RUU Reformasi Pengawasan Nilai Tukar

Mata Uang (Currency Exchange Rate Oversight Reform Act) tahun 2011, yang

diperkenalkan pada tanggal 22 September 2011, dan diloloskan oleh Senat pada tanggal

11 Oktober 2011. RUU ini menyediakan sistem untuk identifikasi mata uang

dimanipulasi dan menginginkan tindakan untuk menanggulangi kebijakan pemerintah

156 Ibid

91

Page 92: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

asing ini. RUU ini menginginkan Departement Perdagangan untuk mengeluarkan

laporan untuk Kongres sebanyak dua kali dalam setahun terkait kebijakan moneter

internasional dan nilai tukar mata uang, sebagai tambahan dari beberapa ketentuan yang

telah ada dalam UU yang telah berlaku.157 Laporan ini meliputi, antara lain sebagai

berikut:

(1) Deskripsi bentuk intervensi mata uang yang dilakukan baik oleh AS sendiri

maupun oleh negara-negara partner dagang AS, atau bentuk tindakan lain

yang dilakukan untuk menyesuaikan nilai tukar mata uang negara lain

relatif terhadap dolar AS;

(2) Evaluasi faktor-faktor global dan domestik yang menjadi dasar kondisi

pasar kurs;

(3) Terkait dengan negara-negara yang menjadi partner dagang AS maupun

negara-negara yang memainkan peranan penting dalam ekonomi global,

suatu ketentuan oleh Department Keuangan mengenai apakah nilai mata

uang mereka dimanipulasi atau tidak;

(4) Suatu daftar nilai mata uang yang menjadi fokus perhatian utama (priority

action);

(5) Suatu identifikasi akan nilai nominal nilai tukar equilibrium jangka

menengah relatif terhadap dolar bagi tiap-tiap mata uang yang berada dalam

daftar perhatian utama; dan

(6) Suatu deskripsi dari setiap konsultasi, termasuk tindakan yang diambil

untuk melenyapkan manipulasi mata uang. Departement Keuangan

157 Sherrod Brown. (2011). 3004 of Omnibus Trade and Competitiveness Act of 1988 (22 U.S.C 5305). Diakses dari http://www.usitc.gov/publications/docs/tata/hts/bychapter/1000htsa.pdf, tanggal 17 Maret 2012.

92

Page 93: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

diharapkan untuk melakukan negosiasi dengan negara-negara yang berada

dalam daftar perhatian utama.158

Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan negara yang menjadi perhatian

utama, termasuk antara lain:

(1) Terlibat dalam intervensi pasar mata uang secara besar-besaran, terkhusus

apabila tindakan ini disertai dengan ukuran-ukuran sterilisasi tertentu;

(2) Terlibat dalam akumulasi devisa untuk menyeimbangkan neraca

pembayaran secara besar-besaran dan dalam jangka waktu yang lama;

(3) Memperkenalkan atau memodifikasi batasan atau insentif (untuk tujuan

neraca pembayaran) terhadap arus modal masuk dan keluar, yang tidak

konsisten dengan tujuan pencapaian konvertibilitas mata uang secara

menyeluruh; dan

(4) Memberlakukan bentuk-bentuk kebijakan atau tindakan lain yang dianggap

oleh Department Keuangan memenuhi prasyarat untuk dimasukkan dalam

daftar negara yang harus mendapatkan perhatian utama.159

Apabila suatu negara tergolong ke dalam daftar perhatian utama ini tidak

melakukan tindakan untuk memperbaiki kondisi kebijakan manipulasi nilai tukar mata

uangnya terhadap dolar Amerika Serikat dalam kurun waktu 90 hari, tindakan-tindakan

sebagai berikut akan dikenakan:

(1) Suatu investigasi pajak anti-dumping, Department Pedagangan akan

diarahkan untuk memperkirakan taraf intervensi yang tengah diberlakukan

pada saat membandingkan harga barang import dengan nilai normalnya

158 Ibid159 Ibid

93

Page 94: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

(yakni harga barang bersangkutan di dalam negeri asal importir) ketika

ingin menentukan kebijakan anti-dumping yang tepat;

(2) Presiden diharapkan untuk melarang pembelian barang maupun jasa oleh

pemerintah pusat dari suatu negara kecuali apabila negara tersebut

merupakan anggota dari World Trade Organization (WTP) Government

Procurement Agreement (GPA). Walaupun China kini tengah

menegosiasikan keanggotannya dalam GPA, China belum menjadi anggota.

(3) The Overseas Private Investment Corporation (OPIC) dilarang menyetujui

segala bentuk pembiayaan (termasuk asuransi, re-asuransi, atau

penjaminan) yang terkait dengan proyek berlokasi di negara bersangkutan.

Ketentuan ini tidak akan memengaruhi China karena OPIC sendiri sudah

dilarang beroperasi di China dalam UU AS.

(4) Direktur Eksekutif AS pada bank multilateral akan diarahkan untuk

menolak persetujuan segala bentuk pembiayaan pemerintah untuk negara,

atau proyek yang berlokasi di negara bersangkutan;

(5) Amerika Serikat akan meminta kepada IMF untuk memberikan konsultasi

khusus kepada negara tersebut sehubungan dengan upaya untuk

menghapuskan manipulasi mata uang. 160

Jika negara yang berada pada daftar perhatian utama gagal untuk mengambil

langkah yang diharapkan dalam mengurangi intervensi selang 360 hari setelah

penetapannya oleh Kementerian Keuangan, hal-hal sebagai berikut akan ditindak-

lanjuti:

160 Ibid

94

Page 95: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

(1) Perwakilan Dagang AS akan diminta untuk melakukan konsultasi dengan

WTO dengan negara terkait konsistensi negara yang bersangkutan dengan

kewajibannya dalam WTO;

(2) Sekretaris Kementerian Keuangan akan diminta untuk berkonsultasi dengan

Kepala Sistem Bank Federal untuk mengambil tindakan-tindakan intervensi

perbaikan terhadap pasar kurs internasional sebagai tanggapan terhadap

kebijakan intervensi mata uang dan mengkoordinasikan upaya intervensi ini

dengan otoritas moneter lainnya serta IMF 161

S. 1619 juga akan mengubah hukum bea cukai AS untuk mensyaratkan

Department Perdagangan memulai suatu investigasi untuk menentukan apakah suatu

bentuk kebijakan intervensi nilai mata uang perlu ditanggapi, baik secara langsung

maupun tidak langsung, dengan tanggapan pada bentuk subsidi countervailing apabila

suatu petisi diajukan oleh pihak terkait dan disertai dengan informasi yang mendukung

tuduhan terkait. RUU ini juga akan mengklarifikasi, fakta terkait subsidi yang

berhubungan intervensi nilai mata uang, fakta bahwa suatu subsidi (yakni nilai mata

uang termanipulasi) juga dapat menguntungkan perusahaan dari sektor non-ekspor, dan

karena alasan ini saja, berarti bahwa subsidi ini tidak dapat dianggap memiliki kaitan

dengan perkembangan besaran ekspor. RUU ini mencakup ketentuan pengecualian

terhadap negara dalam daftar prioritas utama dan proses dimana Kongres dapat tidak

menyutujui pengecualian ini. S. 1619 juga akan menambah ketentuan terhadap hukum

anti-dumping AS yang akan mensyaratkan Department Perdagangan untuk

memasukkan negara dalam daftar perhatian utama sebagai salah satu faktor untuk

dipertimbangkan selama peninjauan kembali dilakuakan untuk menentukan apakah

161 Ibid

95

Page 96: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

perubahan terkait ekonomi negara berbasis non-pasar menjadi ekonomi negara berbasis

pasar.

Untuk tujuan mengukur keuntungan yang diperoleh dari intervensi nilai tukar

mata uang dalam kasus bea cukai pada umumnya, pihak Perdagangan akan diarahkan

untuk membandingkan rerata sederhana dari tingkat nilai tukar nyata dari penerapan

pendekatan nilai tukar riil equilibrium dan pendekatan keseimbangan makroekonomi

terhadap nilai tukar sehari-hari yang resmi. Metode ini akan berdasarkan pada data IMF

dan Bank Dunia, jika tersedia, atau pada organisasi internasional dan pemerintah

lainnya jika data yang dibutuhkan tidak tersedia. Untuk kasus yang melibatkan negara

dengan manipulasi nilai mata uang dalam daftar perhatian khusus, S. 1619 akan

memberikan arahan terhadap pihak Perdagangan untuk mengkalkulasikan keuntungan

dari manipulasi nilai mata uang dengan membandingkan nilai nominal diasosiaikan

dengan sistem nilai tukar seimbang dari mata uang negara eksportir terhadap nilai tukar

resmi dalam keseharian.

Untuk tujuan kasus pajak anti-dumping bagi negara di dalam daftar perhatian

utama, S. 1619 akan mengarahkan Departement Perdagangan untuk menyesuaikan

harga sesuai dengan harga ekspor atau harga ekspor nyata untuk merefleksikan besaran

manipulasi nilai mata uang negara eksportir. Manipulasi mata uang didefinisikan

sebagai suatu pengurngan nilai mata uang secara signifikan dan berkelanjutan dari nilai

mata uang efektif riil yang sebenarnya, disesuaikan dengan faktor-faktor transisi dan

berulang, dari nilai seimbang jangka menengahnya. Istilah manipulasi mata uang dan

ukuran manipulasi ini dalam H.R. 639/S. 328 dam S. 1619 nampaknya dirancang

sebagian besar dari Keputusan atas Pengawasan Bilateral Kebijakan Anggota (Decision

on Bilateral Surveillance over Members’ Policies) IMF pada tahun 2007.

96

Page 97: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

1.3. S. 1130

S. 1130 dan S. 1267 (John Rockefeller) akan, antara lain, memperlakukan

“manipulasi nilai tukar mata uang” sebagai subsidi yang dapat ditindaklanjuti di bawah

undang-undang bea cukai AS. Manipulasi nilai tukar mata uang dideginisikan sebagai

intervensi besar-besaran dalam kurun waktu yang panjang untuk mengurangi nilai mata

uang suatu negara di pasar pertukaran. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk

mencegah pencegahan efektif neraca pembayaran atau memperoleh keuntungan

sepihak dari negara lainnya.162

1.4. S. 1238

S. 1238 (Olympia Snowe) menginginkan, sebelum Kongres menyutujui

rancangan UU manapun yang menerapkan perjanjian perdagangan bebas atau

memperluas status hubungan dagang permanen terhadap negara lain; Presiden harus

pertama-tama mengakui bahwa pemerintah yang bersangkutan memiliki potensi

sebagai partner dagang namun dalam kurun 10 tahun setelah pengakuan tetap

melakukan intervensi nilai mata uang dengan tujuan memperoleh keuntungan dari

partner dagangnya melalui pasar internasional. Sebagai tambahan, Senat akan menahan

pertimbangan mengenai perjanjian perdagangan apabila suatu peryataan klarifikasi

dikeluarkan oleh anggota senat siapapun dan tidak disertai dengan persetujuan

Presiden.

Sponsor dari rancangan undang-undang ini menginginkan suatu model yang

memberikan insentif bagi negara-negara lain agar tetap mampu bersaing dengan produk

ekspor China dengan harga yang rendah. Rancangan undang-undang ini, seperti yang

dikutip melalui pernyataan Senator Olympia, “intended to send the message that a key

162 Senator John Rockefeller, Press Release, 21 Juni 2011. Diakses dari http://www.whitehouse.gov/briefing-room/press-briefings, tanggal 17 Maret 2012.

97

Page 98: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

precondition to entering into any trade agreement with the U.S. should be the clear

absence of any governmental currency intervention or manipulation.”163 Dengan

demikian, seluruh barang impor yang masuk ke dalam Amerika Serikat hanyalah

barang yang bebas dari segala bentuk intervensi dan manipulasi nilai tukar mata uang.

2. Posisi Pemerintahan Obama dan Respon Kebijakan Amerika Serikat

Presiden Obama menyatakan pada bulan Februari 2010 bahwa nilai mata uang

China yang dimanipulasi menempatkan perusahaan-perusahaan AS pada posisi yang

tidak menguntungkan. Presiden Obama menyatakan akan menjadikan fenomena ini

sebagai salah satu prioritas kebijakan moneternya.164 Dalam suatu konferensi berita

pada bulan November 2011, Obama juga menyatakan bahwa China perlu untuk

meneruskan inisiatif untuk bergerak ke arah sistem dimana nilai mata uangnya

ditentukan berdasarkan kondisi pasar dan bahwa AS dan negara-negara lain merasa

bahwa kebijakan seperti ini harus segera dihentikan.165

Pemerintah AS menyambut keterlibatan Kongres dalam menanggapi kebijakan

moneter China sepanjang proposal legislasi yang diajukan tidak bertentangan dengan

kewajiban AS dalam keanggotaan WTO dan tidak mempersulit negosiasi AS-China,

baik secara bilateral maupun multilateral terkait isu manipulasi ini. Pemerintah

eksekutif AS tidak mengindikasikan secara publik bahwa mereka mendukung atau

menolak RUU DPR yang disahkan H.R. 2378 dalam Kongres ke-111. Pada masa

pertimbangan RUU S. 1619 oleh Senat pada bulan Oktober 2011, salah seorang

perwakilan eksekutif AS menyatakan bahwa “kami memiliki kesamaan tujuan dengan

163 Senator Olympia Snowe, Press Release, 21 Juni 2011. Diakses dari http://www.whitehouse.gov/briefing-room/press-briefings, tanggal 17 Maret 2012.164 The White House, Remarks by the President at the Senate Democratic Policy Committee Issues Conference, 3 Februari 2010. Diakses dari http://www.whitehouse.gov/briefing-room/statements-and-releases, tanggal 17 Maret 2012.165 The White House, News Conference by President Obama, 14 November 2011. Diakses dari http://www.whitehouse.gov/briefing-room/statements-and-releases, tanggal 17 Maret 2012.

98

Page 99: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

legislasi yang sedang dibahas dalam mengambil tindakan untuk memastikan bahwa

pekerja dan perusahaan AS bersaing secara adil dengan China, termasuk terkait

manipulasi nilai mata uang China, isu yang telah kami bicarakan, serta Sekretaris

Geithner dan lainnya telah bicarakan sebelumnya. Aspek-aspek dalam legislasi, seperti

yang saya maksudkan sebelumnya, mengangkat kekhawatiran mengenai konsistensi AS

dengan kewajiban internasionalnya, yang menyebabkan mengapa kami masih sedang

berada dalam proses mendiskusikannya dengan Kongres. Apabila RUU ini disahkan,

kami berharap kekhawatiran ini terselesaikan.”166

Pemerintah Obama telah mengupayakan negosiasi langsung dengan pihak

China terkait isu ini melalui Dialog Ekonomi dan Strategis (Strategic & Economic

Dialogue (S&ED)) dam Komisi Gabungan Perdagangan (Joint Commission on

Commerce and Trade (JCCT)).167 Pada akhir sesi S&ED pada bulan Mei 2011,

Sekretaris Keuangan Tim Geithner menyatakan: “Kami berharap bahwa China bergerak

ke arah dimana nilai tukar mata uangnya diapresiasikan secara meluas terhadap nilai

mata uang partner dagangnya. Dan penyesuaian ini, tentunya, sangat kritis bukan hanya

bagi upaya China yang sedang berlangsung melainkan juga untuk menahan tekanan

inflasi dan untuk mengatur risiko yang dibawa oleh arus modal masuk terhadap pasar

aset dan kredit, serta untuk mendorong pergesaran besar ini terhadap suatu strategi

pertumbuhan yang dipimpin berdasarkan permintaan domestik.”168

Sebagai tambahan, AS juga berupaya menggunakan jalur multilateral, seperti

Group of 20 (G-20) negara-negara ekonomi maju dan berkembang serta IMF, sebagai

cara untuk mendorong kerjasama internasional terkait neraca eksternal dan kebijakan 166 The White House, Press Briefing by Press Secretary Jay Carney, 12 Oktober 2011. Diakses dari http://www.whitehouse.gov/briefing-room/press-briefings, tanggal 17 Maret 2012.167 Isu nilai tukar mata uang China juga merupakan salah satu topic utama dalam China-AS Strategic Economic Dialogue (SED) yang dimulai sejak pemerintahan Bush tahun 2006. 168 U.S. Department of State, Joint Closing Remarks for the Strategic and Economic Dialogue, 10 Mei 2011, diakses dari http://www.state.gov/secretary/rm/2011/05/162969.htm tanggal 26 September 2011.

99

Page 100: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

nilai tukar dan untuk membawa lebih banyak tekanan terhadap China untuk

mengapresiasi mata uangnya. Sebagai contoh, pada tanggal 20 Oktober 2010 Sekretaris

Geithner mengeluarkan proposal yang ditujukan terhadap pertemuan G-20 antara

menteri keuangan dan gubernur bank sentral pada tanggal 23 Oktober 2010. Proposal

ini memuat setidaknya tiga poin utama:169

(1) Negara-negara G-20 harus berkomitmen untuk mengambil langkah-

langkah untuk mengurangi ketidakseimbangan eksternal (surplus dan

defisit) dibawah porsi khusus dari PDBnya dalam beberapa tahun ke depan.

(2) Negara-negara G-20 harus berkomitmen untuk tidak melakukan kebijakan

yang sengaja dibuat untuk memperoleh keuntungan sepihak, baik dengan

cara melemahkan nilai mata uang sendiri atau dengan mencegah apresiasi

nilai mata uangnya sendiri. Negara-negara berkembang G-20 dengan nilai

mata uang yang dimanipulasi (dengan jumlah devisa yang cukup) perlu

untuk membiarkan nilai tukarnya menyesuaikan diri dari waktu ke waktu

sesuai dengan kondisi ekonomi. Negara-negara maju G-20 harus bekerja

sama untuk memastikan pencegahan volatilitas berlebihan dan pergerakan

tak teratur dari nilai tukar mata uang.

(3) G-20 perlu menyerukan agar IMF mengambil peran khusus dalam

memonitor perkembangan komitmen-komitmen terkait dan perlu untuk

mengeluarkan laporan semi tahunan yang mengavaluasi perkembangan

negara-negara G-20 dalam pencapaian tujuan ini. China dan beberapa

negara anggota G-20, walaupun menyatakan persetujuannya akan upaya

169 United States Department of Treasury. (2010). Dear G-20 Colleagues Letter, 20 Oktober. Diakses dari http://www.thechicagocouncil.org/UserFiles/File/GlobalAgDevelopment/Newsletter/Letter%20to%20G20%20Food%20Security%20October%2018.pdf, tanggal 17 Maret 2012.

100

Page 101: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

menyeimbangkan perekonomian global, menolak untuk sepakat dalam

penentuan target matematis.

Banyak pakar ekonomi AS berpendapat bahwa nilai mata uang China yang

ditahan di bawah nilai sesungguhnya menimbulkan dampak global yang mencegah

keseimbangan makroekonomi global. Bagian akhir skripsi ini akan memaparkan analisa

mengenai opsi kebijakan yang tersedia bagi AS; dimana kebijakan melalui jalur

multilateral dianggap berjalan lebih lamban, namun opsi ini memiliki kecenderungan

yang lebih minim dalam memprovokasi repson politik yang negatif. Namun demikian,

hal pertama yang perlu dilakukan oleh AS ialah menentukan prinsip yang kuat dalam

mengambil sikap.

Dalam dinamika politik Amerika Serikiat yang semakin memanas terkait

kebijakan nilai mata uang China, terdapat berbagai macam desakan agar AS segera

mengambil tindakan. Namun setidaknya, sebelum AS benar-benar mengambil

kebijakan respon untuk China, harus dipertimbangkan terlebih dahulu tindakan seperti

apa yang AS inginkan agar dilakukan oleh China. AS harus dengan hati-hati melihat

dampak yang akan ditimbulkan oleh kebijakan tertentu dan bagaiman reaksi balik

China terhadap kebijakan tersebut.

Terdapat suatu opini publik yang kuat di AS bahwa nilai tukar mata uang China

telah secara signifikan membawa kerugian bagi kestabilan situasi ekonomi global. Bagi

mereka yang percaya akan pandangan ini, mereka beranggapan bahwa nilai patok mata

uang yang diberlakukan China tidak dapat ditolerir. Lalu, kebijakan seperti apa yang

dapat diterima oleh AS? Dan bagaimana seharusnya sikap terbaik AS dalam

menanggapi isu ini?

101

Page 102: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Dalam upaya untuk menjawab pertanyaan analisa di atas, dapat

dipertimbangkan beberapa kemungkinan skenario. Pertama ialah bahwa China dapat

melanjutkan kebijakan apresiasi yang diberlakukan pada tahun 2005-2008, pada

besaran rata-rata 6% setiap tahun. Kebijakan seperti ini mungkin tidak akan memiliki

dampak yang signifikan terhadap AS dalam jangka waktu menengah. Dengan merujuk

pada sejarah, kebijakan apresiasi sejarah justru mendorong pertumbuhan surplus dan

cadangan devisa China.

Kemungkinan kedua ialah apresiasi besar-besaran yang dilakukan “sekaligus”.

Namun dengan besaran total nilai RMB yang dimanipulasi berkisar antara 25% sampai

40%, apreasiasi besar-besaran seperti ini akan menimbulkan ancaman pergeseran dalam

perekonomian China, yang kemudian akan lepas kendali nantinya.170 Lebih lanjut,

kebijakan ekstrim seperti ini tidak akan menstimulasi konsumsi China, setidaknya

bukan dalam jangka waktu menengah.

Kemungkinan ketiga ialah bahwa China dapat menghindari pertanyaan

mengenai seberapa cepat China harus mengapresiasi nilai dolar dengan membiarkannya

mengambang sesuai dengan situasi pasar sekarang. Hal ini dapat membuka kesempatan

dimana RMB dapat diperjual belikan secara lebih bebas. Namun demikian, hal ini juga

hanya akan menambah ketidakpastian yang dapat menyebabkan kejutan ekonomi

terhadap China dan belum begitu pasti bahwa nilai mata uang China akan tetap

terapresiasi sesuai dengan harapan melalui metode seperti ini. Apabila nasabah China

bebas memutuskan dimana mereka ingin menyimpan uangnya di mana pun di dunia ini,

akan terdapat arus modal keluar RMB secara besar-besaran terhadap mata uang lain

sehingga menimbulkan depresiasi.

170 Wayne M. Morisson dan Marc Labonte. (2011). op. cit. hal. 6.

102

Page 103: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Permasalahan utama dari kebijakan AS ialah sulitnya mengadakan perbedaan

antara tindakan China yang seperti apa yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.

Pada saat AS menempatkan dirinya pada posisi sebagai pihak yang mengeluarkan

peringatan, AS harus mengetahui bagaimana membedakan respon China yang sesuai

dengan harapan dan yang tidak. Apakah 1% tingkat apresiasi tahunan cukup?

Bagaimana dengan persentase tingkat pertumbuhan? Apakah penerimaan terhadap

sikap China ditentukan dari persentasi apreasiasi nilai tukar mata uangnya? Tidak ada

jawaban yang mudah atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas.

Tanpa suatu basis prinsip sikap, kebijakan AS akan terlihat semena-mena saja.

Dengan tidak adanya tolak ukur standar respon yang jelas, pendekatan yang paling

masuk akal saat ini ialah bekerja sama dengan negara lain dengan posisi yang sama

dalam mengklarifikasi aturan-aturan internasional terkait. Merupakan hal yang umum

bagi para politisi China untuk menjadikan dua hal berikut sebagai sumber legitimasi

kebijakan: kinerja ekonomi dan nasionalisme (Shirk 2007).171 Pemerintah China harus

mengendalikan situasi yang sulit antara inflasi yang timbul akibat adanya kelebihan

suplai uang dalam negeri dan pengagguran yang dapat timbul dari kebijakan apresiasi

mata uang. Posisi China yang cenderung menunda-nunda dalam menentukan sikap

membuat pilihan antara kedua opsi ini menjadi semakin sulit untuk diambil.

Kendala sentimen nasionalis yang melekat di China seringkali tidak begitu

nyata dan seingkali dihubungkan dengan trauma masa lalu dalam sejarah China.

Trauma ini memang nyata dan spesifik, seperti perang antara China dan Jepang, atau

berhubungan dengan masa-masa suram bagi ekonomi China yang ditandai dengan

istilah “abad memalukan - century of humiliation" yang terjadi pada masa perang

171 Susan Shirk. (2007). Fragile Superpower: How China’s Internal Politics Could Derail Its Peaceful Rise. Oxford: Oxford University Press.

103

Page 104: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

opium di pertengahan abad ke-19. Masa-masa dikenal sebagai masa awal upaya

membuka perdagangan China ke dunia luar.

Implikasi praktis dari nasionalisme China dalam konteks ini adalah bahwa

masih ada kepekaan bangsa China terhadap penghinaan di panggung internasional.

Pejabat pemerintah dapat merasa dibatasi dalam tindakan mereka dan mungkin hal ini

semakin mempertebal rasa sentimen nasionalis China. Bukan hanya karena

keberhasilan ekonomi China tahun terakhir yang membuat pemimpin China menjadi

lebih berani bersikap menentang tuntutan internasional, tetapi karena meningkatnya

persaingan politik dalam negeri membuat pemerintah berupaya sekeras mungkin agar

tidak terlihat lemah di depan publik.172

Dalam konteks apresiasi mata uang China, pemimpin China kemungkinan akan

mempertimbangkan tidak hanya implikasi ekonomi namun juga dampak politik dalam

negeri apabila pemerintah China tunduk terhadap ancaman atau tuntutan asing. Dari

perspektif kepemimpinan itu, hasil terburuk yang mungkin akan menjadi konsesi

kebijakan yang mengkombinasikan risiko gejolak ekonomi dengan kehilangan muka

akibat tunduk terhadap tekanan Barat. Hal ini cukup dipahami, terutama karena

pemerintahan China masih bersifat sangat sentralistis.

3. Opsi-opsi Kebijakan Alternatif

Sampai pada masa ini, dua gelombang pemerintahan terakhir telah berupaya

untuk merumuskan strategi diplomasi diam yang memiliki catatan kesuksesan yang

tidak selalu berhasil. China terpaksa mengapresiasi nilai mata uangnya sebesar 20%

172 Michael Wines. (2010). China Blames US for Strained Relations. New York Times, 7Maret.

104

Page 105: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

pada tahun 2005-2008. Di luar periode ini, namun demikian, nilai RMB tetap konstan

terhadap nilai dolar AS.173

Kebijakan-kebijakan alternatif dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan

besar, yakni pendekatan unilateral dan multilateral. Pendekatan ini bukan berdasarkan

atas otoritas mana yang akan mengajukan komplain terhadap China, namun semata-

mata berdasarkan kondisi apakah AS perlu melakukan tekanan sendiri atau bersama-

sama dengan negara lain. Ketika AS melakukan tekanan ini sendiri, kemungkinan

respon balasan politik dari pemerintah China cenderung bersifat negatif, demikian

sebaliknya.

3.1. Opsi kebijakan unilateral

3.1.1. Label manipulasi mata uang

Kementerian Keuangan menunda keputusan mengenai apakah China telah

memanipulasi nilai mata uangnya, namun pada akhirnya harus mengambil keputusan

terkait. Memberikan label yang bersifat peyoratif kepada China akan membuat kondisi

politik yang semakin sulit bagi China untuk memaksa mengubah kebijakannya. Namun

demikian, juga diperlukan langkah-langkah tambahan yang akan memberikan

konsekuensi secara ekonomi bagi China bila perubahan substansial memang sangat

diperlukan.

3.1.2. Subsidi countervailing

Salah satu ide yang paling terkemuka berkenaan dengan tindakan yang dapat

diambil oleh AS ialah dengan memperlakukan manipulasi nilai mata uang China

sebagai tindakan subsidi perdagangan yang perlu ditindaklanjuti. Akan tetapi, terdapat

tiga masalah dengan pendekatan ini. Pertama, kasus pemberlakuan bea cukai subsidi

pedagangan memiliki cakupan yang sempit dan sulit untuk disimpulkan. Hal ini

173 Wayne M. Morrison dan Marc Labonte. (2009). op. cit. hal. 11.

105

Page 106: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

membatasi dampak ekonomi yang diharapkan baik terhadap China maupun terhadap

melambatnya perekonomian global dunia.

Kedua, cukup diragukan bahwa kebijakan ini sejalan dengan ketentuan WTO.

Gary Hufbauer dari Peterson Institute berpendapat bahwa bea cukai subsidi

perdagangan harus melibatkan kontribusi finansial pemerintah dan bersifat spesifik,

bukan general seperti dalam kebijakan manipulasi perdagangan. Kebijakan manipulasi

perdagangan berlaku umum, dan bukan khusus ditujukan kepada industri tertentu, dan

belum ada kasus pendahulu dimana kebijakan ini dianggap sebagai pemberian

kontribusi finansial. Terakhir, keputusan pemberlakuan bea cukai subsidi perdagangan

akan mengusik China namun tidak akan cukup kuat dalam memberikan alasan bagi

China untuk menjadikannya landasan perubahan kebijakan. 174

3.1.3. Gugatan World Trade Organization (WTO)

Ide opsi kebijakan ketiga ialah dengan menggugat kasus China sebagai bentuk

pelanggaran ketentuan dalam pasal XV WTO.175 Pasal ini menyebutkan, seperti berikut:

"Angota WTO tidak diperbolehkan, melalui metode pertukaran, menggagalkan tujuan

yang dibangun dalam perjanjian ini." Apabila panel tim penyelesaian masalah WTO

memutuskan memihak terhadap gugatan AS dengan landasan komplain terhadap

pelanggaran Pasal XV, AS akan diperbolehkan untuk meningkatkan tarif tambahan

terhadap produk China apabila China menolak untuk mengubah kebijakannya. Akan

tetapi, juga terdapat dua permasalahan utama dengan pendekatan ini. Pertama, upaya

penyelesaian sengketa dagang oleh WTO dapat memakan waktu selama bertahun-

174 Gary Hufbauer. (2007). The US Congress and the Chinese Yuan. Paper presented at the conference on China’s Exchange Rate Policy, Peterson Institute for International Economics, Washington DC, 19 Oktober.

175 International Monetary Fund. (2006). Agreement Between the International Monetary Fund and the World Trade Organization. Diakses dari http://www.worldtradelaw.net/articles/ahnimf.pdf, tanggal 10 Maret 2012.

106

Page 107: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

tahun; dengan demikian hasil yang diinginkan tidak akan didapatkan dalam waktu

dekat ini.

Kedua, tidak terdapat metode pendahulu tentang bagaimana cara

menginterpretasi Pasal XV WTO, juga tidak terdapat bahasa negosiasi maupun

panduan yang akan dijadikan acuan oleh panel penyelesaian sengketa dagang WTO

dalam menetapkan keputusan sejauh mana kebijakan China dianggap sebagai bentuk

pelanggaran terhadap ketentuan ini. Dengan demikian, panel penyelesaian sengketa

dagang AS mungkin tidak akan mengabulkan gugatan AS, atau mengabulkannya atas

dasar prinsip-prinsip yang kabur. Walaupun AS seringkali menentang tindakan

keputusan panel WTO atas prinsip demikian, keputusan panel yang mendukung

gugatan AS hanya bisa dilakukan dengan cara tersebut.

3.1.4. Tarif Sepihak

Tindakan unilateral paling tegas yang dapat diambil oleh AS ialah dengan

menggunakan tarif lintas sektor yang baru-baru ini sering diadvokasikan oleh Paul

Krugman.176 Berbeda dengan tindakan lainnya, kebijakan ini akan mengakibatkan

kerugian ekonomi langsung bagi China, namun di saat yang bersamaan akan

memaksimalkan kemungkinan penghindaran konflik politik di dalam pemerintahan

China terkait nasionalisme yang menyebabkan China dipandang tidak diperbolehkan

untuk menurut terhadap tuntutan negara-negara barat. Akan tetapi, dengan terang-

terangan melanggar komitmen AS di bawah WTO, tarif sepihak akan melakukan

kerusakan permanen pada sistem berbasis ekonomi multilateral. Ini bisa menjadi

bencana bagi ekonomi AS yang terintegrasi ke dalam ekonomi dunia dan cenderung

menjadi lebih bergantung pada ekspor untuk pertumbuhannya. Selain itu gangguan

176 Paul Krugman. (2010). Capital Export, Elasticity Pessimism, and the Renminbi (Wonkish), The Conscience of a Liberal. New York Times, 16 Maret.

107

Page 108: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

dalam kerja sama dan hubungan akan tidak akan terbatas hanya pada batas-batas sempit

hubungan perdagangan dan mata uang.

Pendukung pemberlakuan tarif sepihak tidak begitu memerdulikan adanya

konsekuensi jangka panjang ini selama bahwa tarif sepihak dapat segera membantu

mencapai tujuan jangka pendek AS terlepas dari keinginan China untuk turut

memperbaiki kebijakannya atau tidak. Hal ini sangat mengkhawatirkan. Tindakan

bilateral demikian dapat segera dielakkan oleh penataan kembali arus perdagangan

dunia, secara efektif membalikkan pergeseran pola perdagangan yang mengiringi

kenaikan perekonomian China.

Bagi banyak produsen barang China dengan harga yang sangat murah, pesaing

utama produk mereka bukanlah perusahaan AS melainkan perusahaan-perusahaan dari

negara-negara berkembang. Meskipun jika AS ingin masuk dalam jalur bisnis dimana

China menjadi kurang diuntungkan, penyesuaian tersebut membutuhkan waktu.

Dengan demikian, hanya ada sedikit peluang dimana keuntungan jangka pendek dapat

mengimbangi biaya jangka panjang yang nantinya lebih mengejutkan. Pada

kesimpulannya, setiap pendekatan sepihak akan menghadapi ketegangan bilateral yang

tak terhindarkan akan selalu menyertainya dan oleh sulitnya menetapkan aturan global

tanpa sebuah konsensus yang lebih luas, terutama dengan tidak adanya jawaban teknis

yang jelas.

3.2. Pendekatan Multilateral

Pendekatan multilateral akan mampu menghindari dampak politis yang lebih

negatif. Namun demikian, pendekatan multilateral memiliki tantangannya sendiri.

Mengkoordinasi tindakan secara multilateral membutuhkan waktu yang panjang

sehingga dapat memperlambat pencapaian kepentingan AS dalam hal ini. Namun

108

Page 109: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

demikian, perlu diketahui opsi-opsi apa saja yang dimiliki oleh dalam jalur

penyelesaian isu ini secara multilateral.

3.2.1. Peran World Trade Organization (WTO)

Aaditya Mattoo dan Arvind Subramanian (2008) pernah mengajukan suatu

aturan baru dan lebih jelas di bawah WTO mengenai sikap terhadap penentuan nilai

tukar mata uang.177 Yurisdiksi dari WTO ialah untuk memberikan pengawasan dan

memberlakukan ketentuan segala hal yang berkaitan dengan kegiatan perdagangan

antar negara, maupun hal-hal yang dapat berpotensi menghambat kegiatan perdagangan

tersebut. Mattoo dan Subramanian menyatakan terdapat keterbatasan kompetensi oleh

sekretariat WTO terkait kasus manipulasi keuangan, namun demikian WTO dapat

menjalin kolaborasi dengan IMF.178

Namun demikian, terdapat tantangan yang besar bagi kemungkinan

keberhasilan WTO dalam mengadopsi peraturan demikian. Metode utama untuk

mengadopsi perubahan peraturan dalam Doha Development Agenda, mengalami

kendala. Ada pun segala bentuk perubahan peraturan atau pemberlakuan peraturan

baru, memerlukan konsensus dari seluruh anggota WTO, termasuk China sendiri.

3.2.2. Peran International Monetary Funds (IMF)

Direktur Manager IMF telah menyatakan pandangan IMF bahwa nilai tukar

RMB memang mengalami ketidaksesuaian harga (Wall Street Journal 2010).179

Manipulasi nilai tukar merupakan subyek dimana IMF memiliki keahlian dan

pengetahuan yang cukup dan sesuai dengan mandat pendirian perjanjian dan penetapan

perannya yang disetujui oleh negara-negara anggotanya untuk memperbaiki kondisi 177 Aaditya Mattoo dan Arvind Subramanian. (2008). Currency Undervaluation and Sovereign Wealth Funds: A New Role for the World Trade Organization. Peterson Institute Working Paper WP 08-2, January.178 Ibid179 Nicholas Winning. (2010). IMF Strauss-Kahn: China’s Currency Is Undervalued. PEDaily. Diakses dari http://www.pedaily.cn/Item.aspx?id=189323, tanggal 17 Maret 2012.

109

Page 110: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

terkait. Tapi daya kerja IMF untuk memberlakukan suatu tindakan pada negara anggota

umumnya terbatas pada kondisi persyaratan pinjaman. Ini hanya bekerja jika negara

berusaha untuk meminjam dan memiliki relevansi ketika negara seperti China terlibat

dalam pinjaman yang berlebihan. Dengan mengesampingkan masalah penegakan, IMF

akan menjadi lembaga yang tepat di mana untuk menetapkan norma-norma baru untuk

perilaku keuangan internasional, jika kesepakatan tentang norma-norma ini dapat

terbangun.

3.2.3. Kesepakatan Norma Internasional

Jika ternyata bahwa kesepakatan mengenai norma-norma baru tidak bisa

dibangun di bawah naungan IMF, alternatifnya adalah dengan mendorong kesepakatan

mengenai prinsip-prinsip yang diinginkan melalui organisasi kelompok seperti G7 atau

G20. Sementara G20 menawarkan legitimasi yang lebih tinggi dengan memasukkan

negara-negara seperti Brazil, China, dan India, tentu membuat konsensus lebih sulit

untuk dicapai. Kembalinya pengelompokan yang lebih kecil dapat memfasilitasi

konsensus dan memudahkan pengambilan tindakan dan keputusan.

Tak satu pun dari pendekatan multilateral menawarkan jalan pintas yang cepat

atau mudah dalam meluluskan suatu kepentingan. Pendekatan ini, bagaimanapun,

menawarkan kemungkinan pengembangan seperangkat aturan untuk perilaku keuangan

internasional yang bisa mengatur ekonomi internasional selama bertahun-tahun yang

akan datang. Selanjutnya, dengan menghindari antagonisme konflik bilateral,

pendekatan multilateral bisa membuat kondisi secara politis menjadi lebih mudah bagi

China untuk menyetujui aturan baru.

110

Page 111: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Kemungkinan terakhir adalah bahwa pemerintah AS menunjukkan kesabaran

dan menunggu ruang bagi tekanan domestik China sendiri untuk pemberlakuan

revaluasi di China. Inilah yang pemerintahan Obama tampaknya inginkn dengan

keputusannya untuk menunda laporannya mengenai manipulator mata uang. Jika

harapan ini tercapai dan China dengan cepat melonggarkan patokan nilai mata uangnya,

tekanan internasional diharapkan terus berkurang. Jika China melakukan tindakan

penundaan lebih lanjut, seruan keras akan kembali disuarakan dengan tekanan yang

lebih besar.

3.3. Opsi Kombinasi Kebijakan Unilateral dan Multilateral

Inisiatif untuk peningkatan substansial dalam nilai renminbi demikian jelas dan

cukup terlihat. Beberapa pengamat percaya bahwa China sebenarnya mempersiapkan

untuk segera memperbaharui apresiasi bertahap nilai tukar RMB seperti pada

pertengahan tahun 2005 sampai pertengahan 2008 (5% sampai 7% per tahun) atau

bahkan akan melakukan (5% sampai 10%) revaluasi sekali secara cukup dramatis

(dengan atau tanpa upaya melanjutkannya secara lebih perlahan sesudahnya).180 Di sisi

lain, Perdana Menteri Wen Jiabao baru-baru ini membantah bahwa renminbi mereka

kurang terapresiasi sama sekali dan menuduh negara-negara lain berusaha untuk

memperluas ekspor dan menciptakan lapangan kerja secara tidak adil melalui depresiasi

nilai tukar mereka.

Sayangnya, dua strategi yang lebih disukai untuk mendorong tindakan China -

alasan manis dan pelaksanaan peraturan multilateral, terutama di IMF – memiliki

rekam keberhasilan yang belum cukup memuaskan. Kedua upaya harus terus berlanjut,

bagaimanapun, dan ini sangat penting bahwa setiap inisiatif desakan terhadap China

180 Ibid

111

Page 112: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

dilakukan secara multilateral. China jauh lebih mungkin untuk merespon secara positif

terhadap suatu koalisi multilateral dibandingkan terhadap tekanan bilateral dari AS,

terutama jika koalisi tersebut berisi sejumlah pasar berkembang dan negara

berkembang dimana China senantiasa mengklaim sebagai pemimpin. Selain itu, upaya

multilateral yang tersedia harus lebih dioptimalkan lagi dan ini secara khusus menjadi

sangat penting bagi AS untuk mengupayakan segala bentuk pendekatan multilateral

terlebih dahulu sebelum berpikir untuk mengambil langkah-langkah sepihak yang lebih

tegas.

Sebagian besar kesalahan atas kegagalan kebijakan sampai saat ini jatuh pada

Pemerintah AS, yang belum bersedia untuk memberi label China sebagai manipulator

mata uang yang telah begitu jelas berlangsung selama beberapa tahun. Keengganan AS

untuk menerapkan bahasa sederhana dari Undang-Undang Perdagangan Tahun 1988

telah secara substansial menurunkan kredibilitasnya dalam mencari aksi internasional

melawan China di IMF, WTO, G20, atau di tempat lain. Sebuah strategi yang masuk

akal dan efektif harus dimulai dengan membalikkan posisi tidak berdaya ini.

Berikut direkomendasikan agar pemerintah AS membentuk suatu strategi tiga

lapis untuk mendorong apreasiasi substansial yang lebih cepat dari nilai RMB:

(1) Memberikan label China sebagai negara "manipulator nilai mata uang"

dalam laporan nilai tukar berikutnya pada tanggal 15 April di Kongres,

seperti yang diisyaratkan dalam undang-undang, dan mamasukkannya ke

dalam negosiasi dengan China agar menyelesaikan permasalahan terkait

mata uang ini.

(2) Diharapkan melalui dukungan dari negara-negara Eropa, dan sebanyak

mungkin negara dengan pertumbuhan ekonomi yang stagnan maupun

112

Page 113: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

negara berkembang, untuk berkonsultasi dengan keputusan IMF (melalui

pengambilan keputusan 51% mayoritas suara voting negara anggota) untuk

membentuk suatu badan konsultasi “spesial” atau “ad hoc” untuk mendesak

China dalam penerapan apreasiasi nilai mata uangnya dan perbaikan situasi

yang telah diakibatkan kebijakannya. Jika upaya konsultasi ini tidak

membuahkan hasil, AS perlu meminta Badan Eksekutif IMF untuk

memutuskan (melalui 70% suara mayoritas) untuk menerbitkan suatu

laporan yang mengkritisi kebijakan penetuan nilai tukar mata uang

China.181

(3) Diharapkan dengan koalisi besar-besaran, AS dapat mempergunakan

haknya untuk meminta WTO menyusun suatu badan koalisi yang berfungsi

untuk mengukur apakah China telah melanggar ketentuan dalam Pasal XV

(“gangguan secara sengaja terhadap mekanisme pasar melalui kegiatan

tukar-menukar”) yang telah disetujui China di dalam Deklarasi

pembentukan WTO, serta mewajibkan China untuk mengambil langkah-

langkah tertentu dengan tujuan mengurangi dampak negatif dari intervensi

nilai mata uangnya ini.

Suatu inisiatif dengan tiga lapisan kebijakan ini akan memfokuskan perhatian

dunia global terhadap ketidaksesuain nilai mata uang China dan keengganannya dalam

mengambil tindakan untuk memperbaikinya hingga sampai pada masa ini. Upaya ini

akan membuahkan hasil yang optimum apabila dilakukan secara simultan oleh negara-

negara yang memiliki kepentingan serupa, karena besaran ekonomi dan bagiannya

dalam ekonomi global yang serupa, baik itu negara berkembang maupun negara maju

181 International Monetary Fund. (2006). Agreement Between the International Monetary Fund and the World Trade Organization. Diakses dari http://www.worldtradelaw.net/articles/ahnimf.pdf, tanggal 10 Maret 2012.

113

Page 114: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

seperti Eropa dan negara berpendapatan tinggi lainnya. Negara-negara Asia, seperti

Jepang dan India juga mengalami hantaman yang kuat akibat ketidaksesuaian nilai mata

uang China ini, juga diharapkan untuk turut serta menyuarakan desakan yang sama

untuk menumbuhkan koalisi dan dengan demikian menambah ukuran tekanan

internasional yang diarahkan ke China.

Tujuan dari desakan ini tentu saja untuk membujuk China ke dalam tindakan

korektif. Sayangnya, IMF tidak memiliki sanksi yang dapat digunakan terhadap tindak

penyimpangan seperti ini (kecuali dalam bentuk prasyarat pinjaman, seperti austerity

measures yang diberlakukan pada Italia). Oleh karena itu WTO, yang dapat

mengotorisasi sanksi perdagangan terhadap kasus pelanggaran anggaran dasar, perlu

dilibatkan. Sayangnya, ada masalah teknis dan hukum dengan aturan WTO (seperti

aturan IMF) sehingga aturan dasar WTO juga mungkin perlu diubah untuk tujuan masa

depan.

AS tentu saja dapat meningkatkan inisiatif dengan mengambil tindakan sepihak

terhadap perdagangan China. Misalnya, pemerintah dapat memutuskan bahwa

penurunan nilai dari RMB merupakan sebuah bentuk subsidi ekspor dalam menentukan

apakah akan menerapkan bea masuk countervailing terhadap impor dari China.

Kongres bisa mengubah undang-undang kewajiban countervailing saat ini untuk

membuat jelas bahwa penentuan tersebut telah sesuai dengan hukum. Dalam kedua

kasus, China bisa mengajukan banding ke WTO dan AS harus membela tindakannya

menurut pedoman penerapan subsidi (melalui WTO Dispute Settlement Mechanism).

Bea masuk countervailing duties dan langkah-langkah spesifik terhadap produk

atau sektor khusus dari impor China bukanlah suatu langkah yang akan membuahkan

hasil yang diinginkan, karena sifatnya yang hanya akan mengaburkan penyimpangan

114

Page 115: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

kebijakan China. Kebijakan ini hanya akan berlaku pada sektor maupun produk spesifik

dan tidak akan memengaruhi ekonomi secara menyuruh namun justru akan

menimbulkan implikasi politik yang buruk. Seperti yang telah dianalisa sebelumnya,

suatu kebijakan peyimpangan nilai mata uang merepresentasikan bentuk subsidi ke

segala sektor ekspor dan bentuk tarif ke segala sektor impor. Dengan demikian,

diperlukan respon yang komprehensif pula melalui malalui pengaturan rezim nilai tukar

itu sendiri. Kombinasi upaya AS yang mencakup upaya unilateral dalam pelabelan

negara manipulator mata uang, serta upaya multilateral melalui IMF dan WTO

nampaknya akan menjadi solusi serta strategi ekonomi politik internasional yang paling

efektif untuk kondisi sekarang ini.

115

Page 116: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya,

kesimpulan yang dapat ditarik sebagai berikut:

1. Perspektif utama China dalam menjustifikasi kebijakan intervensi mata uangnya

umumnya berasal dari sudut pandang ekonomi, yakni untuk mempertahankan

pertumbuhan ekonomi, melalui: ekspor, investasi asing, lapangan pekerjaan, dan

sektor pertanian. Perkembangan ekonomi China ini juga berkaitan sangat erat

dengan aspek sosial serta politik dalam negeri. Dalam aspek sosial, kegagalan

pemerintah dalam menyediakan kebutuhan ekonomi masyarakatnya dapat

mendorong terjadinya ketidakpuasan sosial-ekonomi dan menyebabkan

terjadinya masalah-masalah sosial-ekonomi yang dapat berujung pada

instabilitas dalam negeri. Pemerintahan China yang masih bersifat sangat

sentralistis juga membuat pemerintah China berupaya untuk mempertahankan

kebijakannya yang ekstrim, terlepas dari tekanan luar negeri yang terus

ditujukan kepada China.

116

Page 117: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

2. Hubungan ekonomi-politik antara China dan Amerika Serikat seringkali

digambarkan sebagai hubungan internasional yang bipolar dan sensitif.

Kebijakan intervensi mata uang China diduga telah menjadi salah satu penyebab

utama terus meningkatnya defisit perdagangan dan angka pengangguran di

Amerika Serikat, yang memperlambat upaya perbaikan ekonomi AS.

Ketidaksesuaian nilai mata uang China juga diduga mendorong negara-negara

Asia lainnya untuk mengambil kebijakan yang serupa, sehingga menimbulkan

distorsi perdagangan bebas secara global, terkhusus mematikan industri ekspor

Amerika Serikat. Akan tetapi, beberapa analis lain mengemukakan bahwa

perubahan kebijakan mata uang China tidak akan membawa pengaruh positif

terhadap ekonomi AS, sebaliknya akan menurunkan produktifitas industri AS

yang berbasis komponen import China serta menekan daya beli masyarakat AS.

3. Pemerintah China beberapa kali telah mereformasi rezim mata uangnya dan

memperbolehkan nilai RMB terapreasiasi secara perlahan. Namun demikian,

tingkat apresiasi ini, oleh beberapa pihak, dianggap terlalu lambat dan belum

sesuai dengan refleksi nilai RMB riil dalam pasar bebas. Sejauh ini, belum ada

kebijakan dalam bentuk kebijakan eksplisit yang dilakukan oleh pemerintah AS

untuk menanggulangi dampak akibat ketidaksesuaian nilai mata uang China.

Namun demikian, berbagai tekanan internasional terus dilancarkan oleh AS

melalui pidato-pidato kenegaraan maupun pernyataan di berbagai forum

internasional, seperti dalam G-20 Summit, pertemuan WTO maupun IMF.

Kongres AS juga berulangkali mengajukan rancangan undang-undang, dimana

kementerian perdagangan dan keuangan AS dapat mengambil tindakan tegas

secara konstitusional untuk menyesuaikan harga jual produk impor negara-

117

Page 118: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

negara dengan kebijakan intervensi mata uang. Upaya lain juga secara

multilateral melalui negosiasi dalam organisasi internasional terkait, seperti

WTO dan IMF untuk mengambil tindakan tegas terhadap China. Akan tetapi,

belum ada tindak lanjut dari upaya-upaya ini.

B. Saran-Saran

1. Penggunaan kebijakan unilateral saja oleh AS sama sekali tidak disarankan

dalam menyikapi kebijakan intervensi mata uang China. Kebijakan unilateral

dapat meretakkan hubungan ekonomi-politik AS-China, dan dapat menjadi

sangat riskan bagi AS apabila China merespon balik kebijakan ini secara negatif.

2. Berbagai opsi alternatif kebijakan mulatilateral dapat menjadi pilihan yang lebih

aman bagi percaturan ekonomi politik internasional AS. Kebijakan multilateral,

seperti adjudikasi melalui IMF dan WTO dapat menciptakan desakan secara

kolektif bagi China untuk menyesuaikan nilai mata uangnya, tanpa harus

menargetkan suatu kebijakan respon balik terhadap Amerika Serikat.

3. Dengan melihat angka surplus perdagangan dan pertumbuhan PDB tahunan

China, sudah saatnya China untuk lebih terbuka dalam mengatur nilai mata

uangnya agar lebih reflektif terhadap kondisi pasar yang sebenarnya. Peran

China yang sangat signifikan dalam perdagangan internasional menyebabkan

perekonomian dunia sangat bergantung pada kebijakan ekonomi politik yang

diambil oleh China. Akan tetapi, perubahan nilai mata uang yang drastis juga

akan berakibat pada spekulasi besar-besaran dan instabilitas perekonomian

118

Page 119: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

global. Dengan demikian, pemerintah China diharapkan dapat melanjutkan

pendekatan gradual penyesuaian nilai mata uangnya secara lebih terbuka.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Cooley, John. (2008). Currency Wars: How Forged Money is the New Weapon of Mass Destruction. New York: Skyhorse Publishing.

Dharmawan, Bagus. (ed.). (2006). Cermin dari China: Geliat Sang Naga di Era Globalisasi. Jakarta: Kompas.

Friedman, Michael Jay (ed.) (2009). Outline of the U.S. Economy. Washington: Bureau of International Information Programs United States Department of State.

Goldstein, Morris dan Nicholas Lardy. (2009). The Future of China’s Exchange Rate Policy. Washington DC: Peterson Institute for International Economics.

Hady, Hamdy. (2004). Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Haryono, Endi dan Ilkodar, Saptopo B. (2005). Menulis Skripsi: Panduan untuk Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tajul Khalwaty. (2000). Inflasi dan Solusinya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Kathryn, M.D. (2003). Foreign Exchange Intervention: Did it Work in the 1990s? In: Fred B. & John W. (ed.). Dollar Overvaluation and the World Economy. Washington: Institute for International Economics.

119

Page 120: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Lin, Yifu, dan Li Zhou. (2005). The China Miracle: Development Strategy and Economic Reform. Hong Kong: The Chinese University of Hong Kong Press.

Ma, Guonan dan Haiwen Zhou (2009). China’s Increasing External Wealth. Dalam Ross Garnaut, Ligang Song dan Wing Thye Woo (Ed.). China’s New Place in a World in Crisis. Canberra: Australia National University Press.

Mas’oed, Mohtar. (1990). Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Yogyakarta: LP3ES.

Max, Corden. (2009). China’s Exchange Rate Policy, Its Current Account Surplus and the Global Imbalances. Dalam Ross Garnaut, Ligang Song dan Wing Thye Woo (Ed). China’s New Place in a World in Crisis. Canberra: Australia National University Press.

Naisbitt, John dan Naisbitt, Doris. (2010). China’s Megatrends: 8 Pilar yang Membuat Dahsyat China. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nolan, Cathal J. (2002). The Greenwood Encyclopedia of International Relations A-E, 1, 331.

Park dan Charles Wyplosz. (2010). Monetary and Financial Integration in East Asia: The Relevance of European Experience. Oxford: Oxford University Press.

Perwira dan Yani. (2005). Pengembangan Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rickards, James. (2011). Currency Wars: the Making of the Next Global Crisis. New York: Penguin Group, Inc.

Salvatore, D. (2007). Ekonomi Internasional, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Shapiro, A.C. (2006). Multinational Financial Management. New Jersey: Pearson Prentice Hall International, Inc.

Shirk, Susan. (2007). Fragile Superpower: How China’s Internal Politics Could Derail Its Peaceful Rise. Oxford: Oxford University Press.

Strange, Susan. (2004). States and Markets. London: Continuum. Diakses dari: http://books.google.co.id/books/about/States_and_Markets.html?id=YkjtEOM5LbkC&redir_esc=y, tanggal 18 Oktober 2011.

Sullivan, Arthur, Sheffrin, dan Steven. (2003). Economics: Principles in action. New Jersey: Pearson Prentice Hall Internaional, Inc.

120

Page 121: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Jurnal

Chang dan Raymond Yip. (2006). Impact of Exchange Rate Movements on the Chinese Economy. Hong Kong Monetary Authority, Juli 2010, 3/06.

Chang, Shu dan Raymond Yip. (2006). Impact of Exchange Rate Movements on the Chinese Economy. Hong Kong Monetary Authority, Number 3/06.

Clark, Ian. (2011). China and the United States: A Succession of Hegemonies?. International Affair,s 87 (1), 13–28. Diakses dari http://www.chathamhouse.org/sites/default/files/public/International%20Affairs/2011/87_1clark.pdf, tanggal 30 Desember 2011.

Cohen, Benjamin J. (2006). The Macrofoundations of Monetary Power, alam David M. Andrews, ed. International Monetary Power. Ithaca, NY: Cornell University Press. 14:31-50.

________________ (2007). The transatlantic divide: Why are American and British IPE so different?. Review of International Political Economy, Vol. 14, No. 2

Eichengreen, B., Yeongseop Rhee, dan Hui Tong. (2007). China and the Exports of Other Asian Countries. Review of World Economics, 143:201-226.

Eichengreen, Barry. (2012). When Currencies Collapse. Foreign Affairs, the Clash of Ideas, 91:117-134.

Garcia-Herrero, Alicia dan Tuuli Koivu. (2008). China’s exchange rate policy and Asian trade. Economie Internationale, 116:53-92

Greenaway, David, Mahabir, dan Chris Milner. (2008). Has China displaced other Asian countries’ exports?. China Economic Review, 19:152-169.

Linden, Greg. (2009). Who Captures Value in a Global Innovation Network? The Case of Apple’s iPod, March 2009. Communication of the ACM, Maret 52:3. Diakses dari http://pcic.merage.uci.edu/papers/2008/WhoCapturesValue.pdf, tanggal 15 Januari 2012.

Mallaby and Wethington. (2012). The Future of Yuan. Foreign Affairs, the Clash of Ideas, 91:135-146.

Marquez, Jaime dan John Schindler. (2006). Exchange-Rate Effects on China’s Trade: An Interim Report. Board of Governors of the Federal

121

Page 122: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Reserve System, International Finance Discussion Papers No. 861.

Puspopranoto, Sawaldjo. (2004), Manajemen Bisnis: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit PPM.

Samuelson, Paul A. (1964). Theoretical Notes on Trade Problems. Review of Economics and Statistics. 46:2.

Thorbecke, Willem dan Gordon Smith. (2009). How Would an Appreciation of the Renminbi and Other East Asian Currencies Affect China’s Exports. Review of International Economics, 18:95-108.

Woo, Wing Thye. (2006). The Structural Nature of Internal and External Imbalances in China. Journal of Chinese Economic and Business Studies, 4(1): 1- 19.

Wu, Zhonmg, Karp, Phil, dan Wang. (2010). China’s International Poverty Reduction Center a Platform for South-South Learning. Development Outreach, Oktober 2010, 32-34.

Yongding, Yu. (2007). Global Imbalances and China. Australian Economic Review 40(1):1-33. Diakses dari http://www.gibs.ac.za/SiteResources/Uploads/ABN_Uploads/9785_Cap_markets_Africa07.pdf, tanggal 25 Februari 2012.

Dokumen

Aziz, Jahangir, dan Xiangming Li. (2007). China’s Changing Trade Elasticities. IMF Working Paper 07/266. Diakses dari http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2007/wp07266.pdf, tanggal 17 Desember 2011.

Bank Indonesia. (2011). Perkembangan Ekonomi dan Kebijakan Moneter: Perkembangan Ekonomi Dunia. Tinjauan Kebijakan Moneter: Ekonomi, Moneter, dan Perbankan, 2011 (5). Diakses dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/4A917924-52DD-4D5C-B376-D7ADECEA4A8D/23095/zTKMMei2012.pdf, tanggal 5 Januari 2012.

Cheung, Yin-Wong, Menzie D Chinn, dan Eiji Fujii. (2008). China’s Current Account and Exchange Rate. NBER Working Paper 14673. Diakses dari http://www.ssc.wisc.edu/~mchinn/NBER_China.pdf, tanggal 26 September 2011

122

Page 123: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Gibbs, Murray. (2010) Trade Policy, UN Department for Economic and Social Affairs, hal.35. Diakses dari http://esa.un.org/techcoop/documents/pn_tradepolicynote.pdf, tanggal 26 September 2012.

Guo, Kai, dan N’Diaye. (2009). Is China’s Export-Oriented Growth Sustainable. IMF Working Paper, Agustus. Diakses dari http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2009/wp09172.pdf, tanggal 21 Maret 2012.

IMF Resident Representative Office People’s Republic of China. (2012). China Economic Outlook, 6 Feberuari, hal. 1. Diakses dari http://www.imf.org/external/country/CHN/rr/2012/020612.pdf, tanggal 10 Maret 2012.

International Monetary Fund. (2006). Agreement Between the International Monetary Fund and the World Trade Organization. Diakses dari http://www.worldtradelaw.net/articles/ahnimf.pdf, tanggal 10 Maret 2012.

International Monetary Fund. (2010). People’s Republic of China: 2010 Article IV Consulatation—Staff Report. In Staff Statement; Public Information Notice on the Executive Board Discussion, Juli 2010. Diakses dari http://www.imf.org/external/pubs/ft/scr/2010/cr10238.pdf, tanggal 10 Maret 2012.

Mattoo, Aaditya dan Arvind Subramanian. (2008). Currency Undervaluation and Sovereign Wealth Funds: A New Role for the World Trade Organization. Peterson Institute Working Paper WP 08-2, January. Diakses dari http://petersoninstitute.org/publications/wp/wp08-2.pdf, tanggal 27 September 2011.

Morrison, Wayne. (2011). China’s Economic Conditions. CRS Report for Congress, 24 Juni. Diakses dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33534.pdf, tanggal 14 Februari 2012.

Morrison, Wayne M dan Marc Labonte. (2009). China’s Currency: A Summary of the Economic Issues. CRS Report for Congress, RS 1625, 17 Juni. Diakses dari http://fpc.state.gov/documents/organization/125960.pdf, tanggal 26 September 2011.

Morrison, Wayne M dan Marc Labonte. (2011). China’s Holdings of U.S. Securities: Implications for the U.S. Economy. CRS Report for Congress, RL34314, 26 September. Diakses dari

123

Page 124: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL34314.pdf, tanggal 3 Juli 2012.

Nanto, Dick K. (2007). Japan’s Currency Intervention. CRS Report for Congress. Diakses dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33178.pdf, tanggal 14 Februari 2012.

Sanford, Jonathan E. (2010). Currency Manipulation: The IMF and WTO. Congressional Research Service. Diakses dari http://www.fas.org/sgp/crs/misc/RS22658.pdf, tanggal 27 September 2011.

Staiger, Robert dan Sykes. (2008). Currency Manipulation and World Trade. National Bureau of Economic Research (NBER), Working Paper 14600. Diakses dari http://www.nber.org/papers/w14600.pdf?new_window=1, tanggal 15 April 2012.

The G-20 Torronto Summit Declaration. (2010). Point no. 47. Diakses dari http://www.dfat.gov.au/trade/g20/index.html, tanggal 26 September 2011.

Majalah

Bin, Xia dan Chen Daofu. (2011, 15 Desember). Zhongguo Huilu Zhidu Baogao 2005 (Report on China's exchange rate system 2005). Diyi caijing ribao (China Business News).

Bloomberg Government. (2011, Desember). A Higher Yuan Would Half the U.S.-China Trade Deficit.

China, Interim Forecast. (2011, Juni). IHS Global Insight.

Don’t Starve Thy Neighbor. (2011, 9 September). The Economist Print Edition.

Dong, Tao. (2005, 15 Agustus). There Will Be Further RMB Appreciation in the Coming Two Years, USD/RMB Could Be 1:5 in Ten Years. Xin caifu (New Fortune).

Manping, Liu. (2011, 22 Agustus). After the RMB Appreciation What Will Be the Impacts of Foreign Capital on the Chinese Real Estate Markets?. Zhongguo jingji ribao (Chinese Economic Times).

The Economist (2010). The Clock Ticks: Global Rebalancing. [Online]. Diakses dari web: htpp://www.economist.com/node/16379927, tanggal 23 Mei 2011.

124

Page 125: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

The U.S. Trade Deficit with China Continues to Enlarge, Urging on Appreciation Increases Again. (2005, 15 November). Jingji zoushi genzong (The Pursuit of Economic Trends), no. 87.

World Trade Contracted 12 Percent in 2009: WTO’s Lamy. (2010, 24 Februari) Reuters.

Koran

Capital Export, Elasticity Pessimism, and the Renminbi: The Conscience of a Liberal Krugman, Paul. (2010). New York Times, 16 Maret, hal. 18

China Bisa Bantu Ekonomi Dunia. (2011). Kompas, 6 September, hal. 10.

China Rejects Currency Manipulation Charge. (2009). New York Times. 25 Januari.

China resmi Salib Jepang. (2010). Kompas, 18 Agustus, hal. 9.

China: Nasionalisme di Balik Visi Pembangunan. (2010). Kompas, 27 September, hal. 11.

Chinese New Year. (2010). New York Times, 1 Januari.

Negara-negara Pemberi Utang Kepada AS. (2011). Kompas, 11 Januari.

Perang Dagang: AS-China Saling Serang. (2010). Kompas, 1 Oktober, hal. 9.

Taking on China. (2010). NewYork Times, 14 Maret.

Wines, Michael. (2010). China Blames US for Strained Relations. New York Times, 7 Maret.

Internet

All China Federation of Trade Unions. (2007). A Brief Introduction of the All-China Federation of Trade Unions (ACFTU). Diakses dari http://english.acftu.org/template/10002/file.jsp?cid=63&aid=156, tanggal 17 Maret 2012.

Amy, B. (2011). Will Currency Manipulation Bill Ignite Trade War with China? ABC News. Diakses dari: http://abcnews.go.com/politics/2011/10/will-currency-manipulation-bill-trade-war-with-China/, tanggal 11 Oktober 2011.

Bergsten, Fred. (2010). Correcting the Chinese Exchange Rate: An Action Plan, Peterson Institute for International Economics, Testimony before the Committee on Ways and Means, U.S. House of Representatives. Diakses dari

125

Page 126: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

http://www.iie.com/publications/testimony/bergsten20100915.pdf., tanggal 16 April 2012.

Bednarz, Ann. (2012). U.S. Losing High-TechJjobs, R&D Dominance to Asia. Diakses dari http://www.networkworld.com/news/2012/011912-science-tech-jobs-255072.html, tanggal 3 Maret 2012.

Blanchard, Oliver. (2007). Global Imbalances. Diakses dari http://economics.mit.edu/files/762, tanggal 21 Mei 2012.

Bloomberg News. (2012). China Plans Lower Budget Deficit for This Year as Economic Growth Cools. Diakses dari http://www.bloomberg.com/news/2012-03-05/china-plans-lower-budget-deficit-for-this-year-as-economic-growth-cools.html, tanggal 30 April 2012.

Brookes, Adam. (2011). US Watches China Warily. BBC, 12 Maret. Diakses dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/4342527.stm, tanggal 27 Oktober 2011.

Bureau of Labor Statistics. (2012). Workforce Statistics. United States Department of Labor. Diakses dari http://www.bls.gov/iag/tgs/iag31-33.htm, tanggal 5 Mei 2012.

China Finance / Banking. (2012). Diakses dari http://www.chinatoday.com/fin/a.htm, tanggal 20 Februari 2012.

China GDP Annual Growth Rate. (2012). Diakses dari http://www.tradingeconomics.com/china/gdp-growth-annual, tanggal 14 Februari 2012.

China to Improve RMB Exchange Rate System. (2004). Xinhua. Diakses dari http://www.Chinadaily.com.cn/english/doc/2004-09/29/content_378700.htm, tanggal 26 September 2011.

Ching, Pao Yu. (2012). American Imperialism and its Domination over Asia Refuting The Myth That China is Becoming an Economic Super Power. Diakses dari www.globalresearch.ca/index.php?context=va&aid=4999, tanggal 18 Maret 2012.

Department of Commerce, International Trade Administration. (2010). Aluminum Extrusions from the People’s Republic of China: Initiation of Countervailing Duty Investigation, Federal Register, 75:80. Diakses dari https://www.federalregister.gov/articles/2010/09/07/2010-22204/aluminum-extrusions-from-the-peoples-republic-of-china-preliminary-affirmative-countervailing-duty, tanggal 15 April 2012.

Economic Policy Institute. (2010). Unfair China Trade Costs Local Jobs 2.4 Million Jobs Lost, Thousands Displaced in Every U.S.

126

Page 127: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

Congressional District. Briefing Paper #260. Diakses dari: http://epi3.cdn.net/91b2eeeffce66c1a10_v5m6beqhi.pdf, tanggal 23 Maret 2012.

Efek Crowding Out. (2011). Term Wiki. Diakses dari http://id.termwiki.com/ID:crowding-out_effect, tanggal 25 Juni 2012.

Green, Stephen. (2006, 16 Januari). China's Foreign Exchange Reserves Soar to $819bn. Financial Times. Diakses dari http://news.ft.com/cms/s/f9d7a456-85fe-11da-bee0-0000779e2340.html, tanggal 27 September 2011.

Heller G., Carrel P. (2010). Germany says U.S. monetary easing policy is wrong. Reuters. Diakses dari: http://www.reuters.com/article/idUSLDE69M02P20101023, tanggal 23 Oktober 2011

Hnat, Pavel. (2009). Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3%A1t_stockholm_final.pdf, tanggal 2 Juli 2012.

Hotten, Russel. (2010). Currency intervention’s mixed record of success. BBC Business. Diakses dari: http://www.bbc.co.uk/news/business-11311802, tanggal 16 September 2011.

Huang, Yiping. (2010). Krugman’s Chinese Renminbi Fallacy. VoxEU.org. Diakses dari http://www.voxeu.org/article/china-us-and-renminbi-rejoinder-krugman, tanggal 26 Maret 2012.

Huang, Yiping dan Kunyu Tao. (2010). Causes and Remedies of China’s Current Account Surpluses. Beijing: China Center for Economic Research. Diakses dari http://en.ccer.edu.cn/ReadNews.asp?NewsID=6802, tanggal 12 Oktober 2011.

Kementerian Keuangan RI. (2011). Kinerja Perekonomian 2010 dan Proyeksi 2011. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok kebijakan Fiskal 2012, 2012, hal. 10. Diakses dari http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/adoku/2011/KEM_PPKF_2012.pdf, tanggal 4 Desember 2011.

Krugman, Paul. (2010). Taking on China. The New York Times. 14 Maret. Diakses dari http://www.nytimes.com/2010/03/15/opinion/15krugman.html?_r=1 tanggal 15 April 2012.

Kurs Tetap, Kurs Mengambang Bebas, Kurs Mengambang Terkendali dan Penerapannya di Indonesia, (2012). Diakses dari

127

Page 128: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

http://economicwatcher.com/2012/06/kurs-tetap-kurs-mengambang-bebas-kurs.html, tanggal 13 September 2012.

Marshall, Tyler. (2006). China Poised to Dominate Influence in Asia. Diakses dari http://pulitzercenter.org/articles/china-poised-dominate-influence-asia, tanggal 26 Oktober 2011.

Michael, Anissimov. (2011). What is Foreign Policy. Diakses dari htpp://wisegeek.com/what-is-foreign-policy.html, tanggal 5 November 2011 .

Mikael, Baaz. (2005). Critical Theory as an International Relations Theory. Diakses dari http://asrudiancenter.com/2008/06/25/critical-theory-as-an-international-relations-theory.htm, tanggal 5 November 2011

Prasad, Eswar. (2011). The U.S.-China Economic Relationship: Shifts and Twists in the Balance of Power. Diakses dari http://www.brookings.edu/testimony/2010/0225_us_china_debt_prasad.aspx, tanggal 27 Oktober 2011.

President Barrack Obama’s Administration Pess Briefings. (2012). The White House. Diakses dari http://www.whitehouse.gov/briefing-room/press-briefings, tanggal 21 Mei 2012.

President Barrack Obama’s Administration Statements and Releases. (2012). The White House. Diakses dari: http://www.whitehouse.gov/briefing-room/statements-and-releases, tanggal 21 Mei 2012.

Tim Riset Global Future Institute. (2009Premier Wen on Principles for RMB Exchange Rate Reform. (2005, 27 Juni) Renmin ribao. Diakses dari http://english.people.com.cn/200506/27/eng20050627_192511.html, tanggal 26 September 2011.

Questions Grow over China's Foreign Exchange Strategy. (2006, 6 Januari) Financial Times. Diakses dari http://news.ft.com/cms/s/5413c5d6-7ee7-11da-a6a2-0000779e2340.html, tanggal 26 September 2011.

Rosdiansyah. (2011). IMF Ungkap Pertumbuhan Ekonomi BRICs 2011. Diakses dari http://www.lensaindonesia.com/2011/09/21/imf-ungkap-pertumbuhan-ekonomi-brics-2011.html, tanggal 7 Desember 2011.

Statistical Data Shows That up to the End of Last Year Official Foreign Reserve Balance Reached $818.9bn. (2006). Xinhua. Diakses dari

128

Page 129: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4214/[3... · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam setengah abad terakhir, banyak negara

http://news.xinhuanet.com/fortune/2006-01/15/content_4053666.htm, tanggal 26 September 2011.

The Accumulation of Foreign Reserves Increased Again at the Year, Expert: $7.4bn is Suspected to Be Hot Money. (2006). Xinhua. Diakses dari http://news.xinhuanet.com/fortune/ 2006-01/16/content_4057667.htm, tanggal 26 September 2011.

The Clock Ticks. Global Rebalancing. (2010, 17 Juni). (The) Economist. Diakses dari http://www.economist.com/node/16379927, tanggal 26 September 2011

U.S. Department of State. (2011). Joint Closing Remarks for the Strategic and Economic Dialogue. Diakses dari http://www.state.gov/secretary/rm/2011/05/162969.htm, tanggal 10 November 2011.

U.S. International Reserve Position. (2012). Diakses dari http://www.treasury.gov/resource-center/data-chart-center/IR-Position/Pages/2102012.aspx, tanggal 21 Februari 2012.

Wei, Liu. (2008). The Exchange Rate Adjustment Should be Based on the Judgment of Major Domestic Contradiction. China Center for National Accounting and Economic Growth, Peking University. Diakses dari: http://www.nepku.com/read.asp? id=461, tanggal 26 September 2011.

RMB Exchange Rate Reform Gradual Process. (2005). Xinhua. Diakses dari http://news.xinhuanet.com/english/2005-10/14/content_3617557.htm, tanggal 26 September 2011.

What If the RMB Chooses Appreciation. (2011). Ershiyi shiji jingji baodao. Diakses dari http://www.nanfangdaily.com.cn/southnews/zt/2004nztk/jj/jr/200412290065.htm, tanggal 23 Maret 2012.

Winning, Nicholas. (2010). IMF Strauss-Kahn: China’s Currency Is Undervalued. PEDaily. Diakses dari http://www.pedaily.cn/Item.aspx?id=189323, tanggal 17 Maret 2012.

Wong, Edward. (2009). China Rejects Currency Manipulation Charge. The New York Times, 25 Januari. Diakses dari http://www.nytimes.com/2009/01/25/world/asia/25beijing.html, tanggal 25 Januari 2012.

World Bank. (2011). GDP per capita growth (annual%). Diakses dari, http://search.worldbank.org/quickview?view_url=http%3A%2F%2Fdatabanksearch.worldbank.org

129