tesis ratmi bab 1-7
DESCRIPTION
assTRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari sistem kesehatan di sebuah
rumah sakit. Untuk mempertahankan eksistensi suatu rumah sakit dalam
persaingan bebas ini adalah dengan cara meningkatkan kepuasan pelanggan dalam
hal ini pasien dan keluarga (Hartanto, 2009). Kepuasan pasien tersebut bisa
dicapai salah satunya dengan meningkatkan kinerja perawat. Masalah umum
yang dihadapi oleh organisasi pelayanan kesehatan saat ini adalah mendapatkan
sumber daya yang mampu memberikan pelayanan yang bermutu. Pada periode
tertentu organisasi mempunyai prestasi baik pada tugas tertentu dan
berpenampilan buruk pada tugas lainnya (Ilyas, 2002). Salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas kinerja SDM keperawatan adalah dengan adanya
penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP). MAKP
menekankan pada kualitas kinerja tenaga keperawatan yang berfokus pada nilai
profesionalisme antara lain melalui penetapan dan fungsi setiap jenjang tenaga
keperawatan, sistem pengambilan keputusan, sistem penugasan dan sistem
penghargaan yang memadai. Rumah Sakit Umum Dr. Soegiri Lamongan
merupakan salah satu rumah sakit yang sudah menerapkan MAKP dengan
menggunakan metode asuhan keperawatan tim sejak tahun 2010, namun belum
berjalan secara optimal. Pada penerapan MAKP tim di RSUD dr. Soegiri
Lamongan belum ada pembagian yang jelas mengenai ketua tim, staf perawat dan
job description yang harus dilakukan. Perawat melakukan tugas berdasarkan
pembagian yang dilakukan oleh kepala ruang. Pada pelaksanaan MAKP
2
berdasarkan observasi perawat melakukan asuhan keperawatan berdasarkan
rutinitas misalnya perawat yang mengerjakan injeksi, perawatan luka dan
sebagainya. Pertimbangan pemilihan metode tim untuk diterapkan di rumah sakit
ini adalah ketersediaaan sumber daya keperawatan dengan pendidikan S1
keperawatan yang masih terbatas dan tidak semua perawat pernah mengikuti
pelatihan tentang MAKP.
RSUD dr. Soegiri Lamongan merupakan rumah sakit daerah tipe B non
pendidikan memiliki perawat sebanyak 212 orang dengan lulusan pendidikan S1
sebanyak 5 orang dan DIII sebanyak 201 SPK sebanyak 6 orang. Penilaian kinerja
perawat setelah setahun penerapan MAKP Tim yang dilakukan oleh bidang
keperawatan tahun 2010 perawat di RSUD. Dr. Soegiri Lamongan menunjukkan
kinerja perawat dengan prosentase 72%. Prosentase ini dinilai kurang jika
menggunakan standar kinerja bersadarkan Pareto yang menetapka kinerja
dianggap baik jika bernilai di atas 80 % . Penilaian kinerja dilakukan dengan
menggunakan instrumen A standar Depkes yaitu mengobservasi dokumentasi
keperawatan mulai dari pengkajian, penegakan diagnosa, perencanaan, tindakan,
evaluasi dan catatan asuhan keperawatan. Penilaian kepuasan pasien tahun 2010
dengan menggunakan instrumen B standar Depkes menunjukkan bahwa 84, 4%
pasien puas. Tetapi berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti masih ada
keluhan pasien mengenai prosedur yang lama dan informasi tentang perawatan
yang akan dilakukan kepada pasien tidak adekuat (Laporan Tahunan RSUD Dr.
Soegiri Lamongan, 2010)
Kinerja perawat merupakan tolok ukur dari kualitas pelayanan suatu
rumah sakit. Kinerja dipengaruhi oleh variabel individu, variabel psikologis dan
3
variabel organisasi. Variabel individu meliputi kemampuan dan ketrampilan,
variabel psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi. Variabel
organisasi diantaranya adalah sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan
desain pekerjaan (Ilyas, 2002). Struktur organisasi dalam pelayanan kesehatan
dapat terlihat dari pembagian kerja tenaga kesehatan. Pembagian kerja pada
perawat akan tampak pada sistem penerapan pemberian asuhan keperawatan.
Penerapan MAKP di suatu rumah sakit dipengaruhi oleh sistem pelayanan yang
diterapkan, kebijakan rumah sakit, persepsi perawat tentang MAKP, persepsi
profesi lain tentang MAKP dan kepuasan pasien. Kebijakan yang ada di suatu
rumah sakit yang akan menerapkan MAKP disesuaikan dengan visi dan misi
institusi, dapat diterapkannya proses keperawatan, efektifitas penggunaan biaya,
terpenuhinya kepuasan pasien dan kepuasan kinerja perawat serta terlaksananya
komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan yang lain (Nursalam,
2007). Penerapan MAKP dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
membutuhkan suatu metoda dan sistem tertentu termasuk sarana Sumber Daya
Manusia (SDM) dan peralatan yang memadai. Misalnya kualifikasi SDM
keperawatan harus ada perawat profesional yaitu perawat yang berkualifikasi
sarjana keperawatan dengan jumlah yang sesuai yaitu minimal 5 orang dalam satu
ruang, peralatan yang sesuai yaitu perbandingan alat dan pasien yang mendekati
standar dan ilmu tentang manajerial yaitu pengetahuan tentang cara penerapan
MAKP bagi jajaran direktur, kepala bidang keperawatan, kepala ruang dan
perawat pelaksana (Pratiwi, 2008). Kepuasan pasien menjadi tolak ukur tingkat
kualitas pelayanan kesehatan. Selain itu, kepuasan pasien merupakan satu elemen
yang penting dalam mengevaluasi kualitas layanan dengan mengukur sejauh mana
4
respon pasien setelah menerima jasa. Perbaikan kualitas jasa pelayanan kesehatan
dapat dimulai dengan mengevaluasi setiap unsur-unsur yang berperan dalam
membentuk kepuasan pasien. Sistem kepedulian kesehatan dapat diperbaiki
melalui jalur klinis, layanan, termasuk perspektif pasien seperti seberapa baik jasa
pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan (Utama, 2003)
Masalah yang dihadapi saat ini adalah belum terbentuknya layanan
keperawatan professional sehingga layanan yang diberikan belum sesuai dengan
tuntutan standar profesi (Utama, 2003). Untuk mengatasi masalah tersebut
diperlukan sistem pemberian asuhan keperawatan, salah satunya melalui
pengembangan Metode Asuhan Keperawatan Profesional. Sistem atau metode
yang dirancang harus merefleksikan falsafah organisasi, struktur, pola ketenagaan
dan populasi klien. Rumah sakit yang akan menerapkan MAKP hendaknya
memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi penerapan MAKP. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penerapan MAKP yaitu dengan
merefresh pengetahuan perawat tentang MAKP Tim yang bisa dilakukan melalui
pelatihan. Pelatihan yang dilakukan diharapkan mampu memberikan perubahan
pada pemahaman perawat tentang MAKP Tim, sehingga perawat mampu
melaksanakan MAKP Tim secara normatif, sesuai dengan teori yang ada. MAKP
diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap kinerja perawat,
kepuasan kerja perawat, kepuasan pasien dan keluarga terhadap pelayanan
keperawatan. Selain itu MAKP juga diharapkan berdampak terhadap kepuasan
kerja profesional lain misalnya dokter, ahli gizi dan fisioterapis yang akan dapat
bekerjasama dengan perawat secara lebih baik jika dibanding pada sistem yang
belum menerapkan MAKP (Pratiwi, 2008)
5
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh pelatihan tentang MAKP Tim terhadap penerapan
MAKP Tim, kinerja perawat dan kepuasan kerja perawat di RSUD. Dr.
Soegiri Lamongan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh pelatihan tentang MAKP Tim terhadap penerapan
MAKP Tim di RSUD r. Soegiri Lamongan
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menganalis penerapan MAKP Tim pada aspek pelaksanaan job
description Kepala Ruang, Ketua Tim dan Anggota tim, pelaksanaan
penerimaan pasien baru, pelaksanaan timbang terima dan pelaksanaan
discharged planning, kinerja perawat dan kepuasan kerja perawat setelah
dilakukan pelatihan tentang MAKP Tim di RSUD Dr. Soegiri Lamongan
2. Menganalisis perubahan kinerja perawat setelah dilakukan pelatihan
tentang MAKP Tim di RSUD Dr. Soegiri Lamongan
3. Menganalisis perubahan kepuasan kerja perawat setelah dilakukan
pelatihan tentang MAKP Tim di RSUD Dr. Soegiri Lamongan
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam bagi
pengembangan teori manajemen keperawatan yang terkait dengan
penerapan suatu model asuhan keperawatan profesional terutama model
6
asuhan keperawatan profesional tim di rumah sakit dalam upaya
peningkatan kinerja dan kepuasan kerja perawat
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi rumah sakit
khususnya RSUD Dr. Soegiri Lamongan dalam mengevaluasi penerapan
model asuhan keperawatan profesional tim sehingga pada pelaksanaanya
dapat berjalan secara optimal sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
Penerapan model asuhan keperawatan profesional yang optimal
diharapkan mampu memberikan motivasi kepada perawat dalam bekerja
sehingga meningkatkan kinerja dan hasil akhirnya adalah kepuasan pasien
selaku konsumen pelayanan keperawatan akan dapat tercapai
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai 1) Konsep Model Asuhan
Keperawatan Profesional, 2) Konsep Kinerja dan 3) Konsep Kepuasan Kerja
Perawat
2.1 Konsep Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
2.1.1 Definisi MAKP
Metode asuhan keperawatan profesional (MAKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan (Sitorus, 2006).
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat
unsur yakni standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan sistem
MAKP (Nursalam, 2007)
Hoffart dan Woods (1996) dalam Yulis (2010) mendefinisikan Metode
Asuhan Keperawatan Profesional sebagai sebuah sistem yang meliputi struktur,
proses dan nilai professional yang memungkinkan perawat professional mengatur
pemberian asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan untuk menunjang
asuhan keperawatan. Sebagai suatu model berarti sebuah ruang rawat dapat
menjadi contoh dalam praktik keperawatan professional di Rumah Sakit.
2.1.2 Tujuan Pengembangan Metode Asuhan Keperawatan Profesional
1) Meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui penataan sistem pemberian
asuhan keperawatan.
8
2) Memberikan kesempatan kepada perawat untuk belajar melaksanakan
keperawatan profesional.
3) Menyediakan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan penelitian
keperawatan.
4) Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.
5) Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan
6) Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
7) Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.
8) Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi
setiap tim keperawatan
2.1.3 Dasar Pertimbangan Pemilihan Metode Asuhan Keperawatan
Profesional
Terdapat enam unsur utama dalam penentuan pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan yaitu sesuai (Nursalam, 2011)
1) Visi-misi Rumah Sakit
2) Dapat diterapkannya proses keperawatan
3) Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya
4) Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat
5) Kepuasan kerja perawat
6) Terlaksananya komunikasi yang adekuat.
2.1.4 Pilar–pilar dalam Metode Asuhan Keperawatan Professional (MAKP)
Dalam metode praktik keperawatan professional menurut Keliat, B (2005)
terdiri dari empat pilar diantaranya adalah
9
1) Pilar I : pendekatan manajemen keperawatan
Dalam model praktik keperawatan mensyaratkaan pendekatan manajemen
sebagai pilar praktik perawatan professional yang pertama. Pada pilar I yaitu
pendekatan manajemen terdiri dari fungsi manajemen itu sendiri. Pendekatan
manajemen meliputi perencanan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan
dan pengendalian.
Perencanaan yang dipakai di ruang MAKP meliputi perumusan visi, misi,
filosofi, kebijakan dan rencana jangka pendek (harian,bulanan dan tahunan).
Pengorganisasian dengan menyusun stuktur organisasi, jadwal dinas dan
daftar alokasi pasien.
Dalam pengarahan terdapat kegiatan delegasi, supervisi, menciptakan iklim
motivasi, manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencangkup pre dan
post conference, dan manajemen konflik
2) Pilar II : sistem penghargaan (reward system)
Manajemen sumber daya manusia di ruang model asuhan keperawatan
professional berfokus pada proses rekruitmen yang tepat, seleksi kerja,
orientasi, penilaian kinerja staf perawat. Proses ini selalu dilakukan sebelum
menentukan ruang yang akan diterapkan MAKP. Penerapan MAKP di
harapkan mampu meningkatkan kepuasan perawat.
3) Pilar III: hubungan professional
Hubungan professional dalam pemberian pelayanan keperawatan (tim
kesehatan) dalam penerima pelayanan keperawatan (klien dan keluarga). Pada
pelaksanaannya hubungan professional ada dua macam yaitu internal dan
eksternal. Secara internal artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk
10
pelayanan kesehatan misalnya antara perawat dengan perawat, perawat
dengan tim kesehatan dan lain – lain. Sedangkan hubungan professional
secara eksternal adalah hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan
kesehatan.
4) Pilar IV : sistem pemberian asuhan keperawatan
Salah satu pilar praktik professional perawatan adalah pelayanan keperawatan
dengan mengunakan manajemen asuhan keperawatan di MAKP tertentu.
Manajemen asuhan keperawatan yang diterapkan di MAKP adalah asuhan
keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan
2.1.5 Metode Asuhan Keperawatan Profesional Tim
1. Definisi
Metode Tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan
dimana seorang perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya
kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984).
Metode tim menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat
ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal
dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu (Nursalam,
2007)
2. Konsep MAKP Tim
Konsep metode ini didasarkan kepada falsafah bawah sekelompok tenaga
keperawatan bekerja secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif
11
sehingga dapat berfungsi secara menyeluruh dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada setiap pasien.
Metode Keperawatan Tim dikembangkan pada tahun 1950-an dalam upaya
untuk mengurangi msasalah yang berkaitan dengan pengaturan fungsional asuhan
pasien. Metode Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga
setiap anggota tim merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam
mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang
bermutu. Potensi setiap anggota tim saling komplementer menjadi satu kekuatan
yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta timbul rasa
kebersamaan dalam setiap upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga dapat
menghasilkan sikap moral yang tinggi.
Pada dasarnya di dalam Metode Tim menurut Neisner & Raymond (2002)
terkandung dua konsep utama yang harus ada, yaitu:
1) Kepemimpinan
Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional
(Registered Nurse) yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk bertanggung
jawab terhadap sekelompok pasien dalam merencanakan asuhan
keperawatan, merencanakan penugasan kepada anggota tim, melakukan
supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan.
2) Komunikasi yang efektif
Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan
asuhan keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan
12
pasien secara individual dan membantunya dalam mengatasi masalah. Proses
komunikasi harus dilakukan secara terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau
post conference atau pembahasan dalam penugasan, pembahasan dalam
merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil
yang telah dicapai. Komunikasi dalam MAKP tim dapat dilakukan melalui
beberapa hal yaitu : 1) Laporan, 2) Penugasan dan konferen, 3) Diskusi
tentang perawatan pasien dan 4) Rencana asuhan keperawatan yang tertulis.
Konferen dalam MAKP tim merupakan suatu hal yang penting. Dalam
konferen ada tiga bagian yaitu : 1) Laporan masing-masing anggota tim
tentang kondisi pasien, 2) Rencana asuhan keperawatan pada pasien baru,
perubahan rencana asuhan keperawatan pada pasien lama sesuai kebutuhan
dan 3) rencana kegiatan pada hari berikutnya.
Dalam keperawatan tim, petugas bekerja sama dalam memberikan asuhan
kepada sekelompok pasien di bawah arahan perawat profesional yang bertindak
sebagai ketua tim. Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan
yang merupakan bagian dari tanggung jawab Ketua Tim dalam pembinaan
anggotanya. Dalam model ini Ketua Tim menetapkan anggota tim yang terbaik
untuk merawat setiap pasien. Dengan cara ini Ketua Tim membantu semua
anggota tim untuk belajar apa yang terbaik untuk pasien yang dirawatnya
berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi pasien. Asuhan
keperawatan yang komprehensif dapat diberikan kepada pasien, melalui
komunikasi tim yang luas, meskipun jumlah staf keperawatan relatif banyak.
Komunikasi ini berlangsung secara informal antara ketua tim dan staf
keperawatan dan secara formal melalui rencana pertemuan tim yang teratur.
13
Sebuah tim harus terdiri atas tidak lebih dari lima orang atau tim tersebut akan
kembali pada urutan organisasi yang lebih fungsional (Marquis & Hudson, 2010).
Dalam pelaksanaan model ini, Ketua Tim dapat memperoleh pengalaman
praktik kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan membina
anggotanya. Pimpinan juga akan belajar bagaimana mempertahankan hubungan
antar manusia dengan baik dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai kegiatan
yang dilakukan dengan beberapa anggota tim secara bersama-sama. Untuk
mencapai kepemimpinan yang efektif setiap anggota tim harus mengetahui prinsip
dasar administrasi, supervisi, bimbingan dan tehnik mengajar agar dapat
dilakukannya dalam bekerjasama dengan anggota tim. Ketua Tim juga harus
mampu mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan. Anggota tim
diberikan otonomi sebanyak mungkin saat mengerjakan tugas yang diberikan,
meskipun tim tersebut berbagi tanggung jawab dan akuntabilitas secara bersama.
Perlunya ketrampilan komunikasi dan koordinasi yang baik untuk membuat
pelaksanaan keperawatan tim sulit dilakukan dan membutuhkan disiplin diri yang
besar dari anggota tim. Keperawatan tim memungkinkan anggota untuk
melaksanakan ketrampilan dan keahlian yang mereka miliki. Kemudian
sebaliknya, ketua tim menggunakan pengetahuannya mengenai kemampuan setiap
anggota saat membuat penugasan pasien kelolaan. Mengenali kelayakan individu
dari seluruh staf perawat dan memberikan otonomi kepada anggota tim
menimbulkan kepuasan kerja yang tinggi.
14
1) Tanggung Jawab Kepala Ruang
Metode Tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruangan,
yang berperan sebagai menejer di ruangan tersebut, yang bertanggung jawab
dalam:
(1) Perencanaan
a. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar
asuhan keperawatan.
b. Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing
c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien bersama ketua tim:
gawat, transisi dan persiapan pulang
d. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktivitas dan kebutuhan klien, mengatur penugasan / jadwal dinas
e. Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan keperawatan
(2) Pengorganisasian
a. Merumuskan metode penugasan yang digunakan
b. Merumuskan tujuan metode penugasan
c. Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
d. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses
dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari
e. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
f. Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada
ketua tim
g. Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang fungsi model
tim dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
15
(3) Pengarahan
a. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
b. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan
sikap
c. Menginformasikan hal-hal penting yang berhubungan dengan askep
pasien
d. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
e. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya
f. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain
g. Memberikan kesempatan kepada ketua tim untuk mengembangkan
kepemimpinan.
h. Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan.
i. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
(4) Pengawasan
a. Melalui komunikasi ketua tim mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan ketua tim maupun pelaksana tentang asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien
b. Melalui supervisi langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati
sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki
kelemahan – kelemahan yang ada
c. Melalui supervisi tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua tim,
membaca dan memeriksa rencana asuhan keperawatan serta catatan
16
yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan,
mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas
d. Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana
kegiatan yang telah disusun bersama ketua tim
e. Audit keperawatan
2) Tanggung Jawab Ketua Tim
a. Mengkaji setiap pasien dan menetapkan rencana keperawatan.
b. Mengkoordinasi rencana keperawatan dengan tindakan medik.
c. Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota tim dan
memberikan bimbingan melaui pre atau post conference.
d. Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang
diharapkan serta mendokumentasikannya.
3) Tanggung Jawab Anggota Tim
a. Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah
disusun.
b. Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah
diberikan berdasarkan respon pasien.
c. Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk meningkatkan
asuhan keperawatan.
d. Menghargai bantuan dan bimbingan dari ketua tim.
Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku.
Metode tim dapat diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam. Apakah
terdapat 2 atau 3 tim tergantung pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan
17
kualitas tenaga keperawatan. Umumnya satu tim terdiri dari 3-5 orang tenaga
keperawatan untuk 10-20 pasien.
Keuntungan penerapan MAKP tim menurut Marquis dan Huston (2003) :
1) Asuhan keperawatan yang diberikan berkualitas dan komprehensif dapat
diberikan
2) Setiap anggota tim dapat berpartisipasi untuk membuat keputuasan dan
menyelesaikan masalah.
3) Setiap anggota tim dapat berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan
keahlian mereka masing-masing dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien.
4) Meningkatkan kepuasan pasien
5) Pembuatan keputusan terjadi mulai dari level bawah organisasi
6) Efektivitas biaya karena tim bekerja sesuai rasio tenaga profesional dan non
profesional
7) Keperawatan tim merupakan metode yang efektif untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dan telah digunakan pada berbagai tatanan pemberi
layanan kesehatan di negara maju.
8) Beban kerja dapat bagi secara seimbang.
9) MAKP tim memberikan kesempatan pada anggota untuk mengembangkan
kemampuan kepemimpinan
10) Setiap anggota tim memiliki kesempatan untuk belajar dan mengajari sejawat,
18
11) Ada tugas yang berbeda setiap hari
12) Bertukar pengalaman mengenai kesehatan klien dan asuhan keperawatan
yang diberikan mengingkatkan kemampuan membuat keputusan,
13) Klien dapat mengidentifikasi perawat yang bertanggungjawab pada
perawatannya
14) Tim yang merawat pasien tetap sehingga dapat memfasilitasi perawatan
pasien secara kontinyu
15) Barier antara tenaga profesional dan non profesional dapat diabaikan
16) Setiap orang memiliki kesempatan untuk menerapkan rencana asuhan
keperawatan yang dibuat.
Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas
(1984), menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar merupakan
model asuhan keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga
keperawatan yang bervariasi kemampuannya dalam memberikan asuhan
keperawatan. Hal ini berarti bahwa model tim dilaksanakan dengan tepat pada
kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi.
Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan
secara menyeluruh/ total dan tidak dilakukan pre atau post conference dalam
sistem pemberian asuhan keperawatan untuk pemecahan masalah yang dihadapi
pasien dalam penentuan strategi pemenuhan kebutuhan pasien.
Ketua timKetua timKetua tim
Kepala Ruang
19
Gambar 2.1 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan “Team Nursing”
(Marquis & Huston, 1998)
2.1.6 Aplikasi Metode Asuhan Keperawatan Profesional Tim
Aplikasi metode asuhan keperawatan profesional tim meliputi beberapa
pelaksanaan prosedur yaitu pelaksanaan penerimaan pasien baru, timbang terima
dan discharge planning (perencanaan pulang)
1. Pelaksanaan Penerimaan Pasien Baru
Penerimaan pasien baru merupakan salah satu bentuk pelayanan yang
komprehensif melibatkan klien dan keluarga, dimana sangat mempengaruhi mutu
kualitas pelayanan. Pemenuhan tingkat kepuasan pasien dapat dimulai dengan
adanya suatu upaya perencanaan tentang kebutuhan asuhan keperawatan sejak
pasien masuk sampai pasien pulang (Nursalam, 2011)
Tujuan dari dilakukannya penerimaan pasien baru diantaranya :
1) Menerima dan menyambut kedatangan klien dengan hangat dan terapeutik
2) Meningkatkan komunikasi antara perawat dengan klien
3) Mengenalkan fasilitas dan peraturan rumah sakit
4) Menginformasikan tentang sentralisasi obat (jika ada)
5) Menjelaskan tentang medis (dokter yang menangani dan jadwal kunjungan)
6) Menjelaskan tentang tata tertib ruangan
7) Melakukan/melengkapi pengkajian pasien baru
Staf perawat Staf perawatStaf perawat
PasienPasien Pasien
20
Tahap penerimaan pasien baru adalah sebagai berikut :
1) Tahap persiapan penerimaan pasien baru
a. Menyiapkan administrasi
b. Menyiapkan kamar sesuai pesanan
c. Menyiapkan alat kesehatan (nursing kit)
d. Menyiapkan format penerimaan pasien baru
2) Tahap pelaksanaan penerimaan pasien baru
a. Klien datang di ruangan diterima oleh kepala ruangan/ ketua tim/ perawat
yang diberi delegasi.
b. Kepala ruangan memperkenalkan diri kepada klien dan keluarganya.
c. Kepala ruangan mendelegasikan kepada ketua tim atau anggota tim untuk
menunjukkan kamar/ tempat tidur klien dan mengantar ke tempat yang
telah ditetapkan.
d. Ketua tim dan anggota tim mengorientasikan ruangan dan lingkungan
sekitar serta peraturan yang berlaku di rumah sakit. Perawat memberikan
informasi kepada klien dan keluarga tentang :
a) Letak kamar perawat, dokter, kamar mandi/WC dan dapur.
b) Jam berkunjung
c) Persyaratan menunggu apabila diperlukan : penunggu adalah
keluarga yang terdekat dan masing-masing klien hanya boleh satu
penunggu perempuan.
d) Administrasi ruangan yang perlu diketahui misalnya sentralisasi obat
dan tata cara pembayaran jasa Rumah Sakit
21
e) Dokter, nama kepala ruangan, perawat penangggung jawab klien dan
tenaga non keperawatan yang akan berhubungan dengan klien.
f) Menunjukkan alat-alat yang dapat digunakan klien (tempat tidur,
lampu, kipas angin, lemari, meja, kursi, AC).
e. Perawat melakukan pengkajian keperawatan pada klien sesuai format lalu
menentukan daftar masalah.
f. Perawat menanyakan kembali tentang kejelasan informasi yang telah
disampaikan.
g. Apabila klien atau keluarga sudah jelas, maka diminta untuk
menandatangani form penerimaan pasien baru.
h. Perawat mempersilakan anggota keluarga yang lain untuk keluar.
Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan dalam pelaksanaan prosedur penerimaan
pasien baru adalah sebagai berikut :
1) Pelaksanan secara efektif dan efisien
2) Dilakukan oleh kepala ruangan atau ketua tim dan atau anggota tim yang
telah diberi wewenang / delegasi.
3) Saat pelaksanaan tetap menjaga privasi klien.
4) Ajak klien komunikasi yang baik dan beri sentuhan terapeutik.
22
Alur pelaksanaan penerimaan pasien baru :
Ruang Rawat Inap
Persiapan :1. Kamar klien2. Alat kesehatan3. Format
Perencanaan askep pada klien
Klien
IRJ IRD
KRS
KARU
Ketua Tim PA
1. Menyambut kedatangan klien2. Orientasi ruangan, jenis klien, peraturan dan denah ruangan3. Memperkenalkan klien pada teman sekamar, perawat, dokter
dan tenaga kesehatan lain4. Melakukan pengkajian keperawatan
Pelaksanaan askep pada klien
Meninggal Pulang sembuh PP (Pulang Paksa)
23
Gambar 2.2 Alur Penerimaan Pasien Baru (Nursalam, 2011)
2. Pelaksanaan Timbang Terima
Timbang terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima
suatu laporan yang berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima merupakan
kegiatan yang harus dilakukan sebelum pergantian shift. Selain laporan antar shift,
dapat disampaikan juga informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana
kegiatan yang telah atau belum dilaksanakan (Nursalam, 2011)
Timbang terima (operan) atau merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan dan menerima sesuatu (informasi) yang berkaitan dengan keadaan
klien. Timbang terima klien harus dilakukan seefektif mungkin dengan
menjelaskan secara singkat jelas dan komplit tentang tindakan mandiri perawat,
tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum dan perkembangan klien saat
itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan
keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilakukan oleh
ketua tim antar shift secara tulisan dan lisan.
Tujuan timbang terima adalah :
1) Menyampaikan masalah, kondisi dan keadaan klien (data fokus).
2) Menyampaikan hal-hal yang sudah / belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan pada klien.
3) Menyampaikan hal-hal yang penting yang perlu ditindak lanjuti oleh dinas
berikutnya.
Kontrol dokter praktik Kontrol poli bedah
24
4) Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Manfaat timbang terima diantaranya sebagai berikut :
1) Meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat.
2) Menjalin suatu hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antara perawat.
3) Pelaksanaan asuhan keperawatan klien yang berkesinambungan
4) Perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara paripurna.
5) Klien mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.
6) Meningkatkan pelayanan keperawatan kepada klien secara komprehensif
Langkah-langkah timbang terima yaitu :
1) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap
2) Shift yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu mempersiapkan hal-hal
apa yang akan disampaikan.
3) Ketua tim menyampaikan kepada penanggungjawab shift selanjutnya meliputi
:
a. Kondisi atau keadaan klien secara umum.
b. Tindak lanjut atau dinas yang menerima operan.
c. Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan.
4) Penyampaian operan di atas harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-
buru.
5) Ketua tim dan anggota kedua shift dinas bersama-sama secara langsung
melihat keadaan klien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur ini meliputi :
a. Persiapan
1) Kedua kelompok sudah dalam keadaan siap.
25
2) Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.
b. Pelaksanaan
Timbang terima dilaksanakan oleh ketua tim kepada ketua tim yang
mengganti jaga pada shift berikutnya :
1) Timbang terima dilaksanakan setiap pergantin shift atau operan.
2) Di nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang
terima dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan tentang
masalah keperawatan klien, rencana tindakan yang sudah dan belum
dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya yang perlu dilimpahkan.
3) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap
sebaiknya dicatat untuk kemudian diserahterimakan kepada perawat
jaga berikutnya.
4) Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah :
a. Identitas klien dan diagnosa medis.
b. Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul.
c. Data fokus (Keluhan subyektif dan obyektif).
d. Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan .
e. Intervensi kolaboratif dan dependensi.
f. Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam
kegiatan selanjutnya.
5) Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi
tanya jawab terhadap hal-hal yang ditimbang-terimakan dan berhak
menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas.
6) Penyampaian saat timbang terima secara jelas dan singkat.
26
7) Lama timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari 5 menit
kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap
dan rinci.
8) Kepala ruangan dan semua perawat keliling ke tiap klien dan
melakukan validasi data.
9) Pelaporan untuk timbang terima ditulis secara langsung pada buku
laporan ruangan oleh perawat primer.
Alur timbang terima dapat digambarkan dalam diagram berikut :
10)
Gambar 2.3 Alur Timbang Terima (Nursalam, 2011)
3. Pelaksanaan Discharge Planning
Perencanaan pulang atau discharge planning merupakan proses
terintegrasi yang terdiri dari fase-fase yang ditujukan untuk memberikan asuhan
keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft, 1990).
PASIEN
DIAGNOSA MEDIS MASALAH KOLABORATIF
DIAGNOSA KEPERAWATAN (di dukung data)
RENCANA TINDAKAN
TELAH DILAKUKAN BELUM DILAKUKAN
PERKEMBANGAN / KEADAAN PASIEN
MASALAH: TERATASI, BELUM TERATASI, TERATASI
SEBAGIAN DAN MUNCUL MASALAH BARU
27
Menurut Rich O’Boyle (1999) discharge planning terdiri dari :
1) Memastikan klien berada di lokasi yang aman setelah klien pulang
2) Memutuskan perawatan klien lanjut yang dibutuhkan, asisten yang
dibutuhkan atau peralatan spesial yang diperlukan kemudian.
3) Mengatur pelayanan keperawatan di rumah (home care).
4) Memilih tenaga kesehatan atau Puskesmas terdekat yang akan memonitor
kesehatan klien dan keperluan medis lainnya setelah tiba di rumah.
5) Memberi pelajaran singkat kepada keluarga yang akan menjaga klien di
rumah tentang keterampilan yangdiperlukan untuk merawat klien.
Menurut Jipp dan Sirass (1998) discharge planning bertujuan untuk :
1) Menyiapkan klien secara fisik, psikologisdan sosial.
2) Menyiapkan kemandirian klien.
3) Meningkatkan kemandirian yang berkelanjutan pada klien.
4) Membantu rujukan klien pada sistem pelayanan yang lain.
5) Membantu klien dan keluarga agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan
sikap dalam mempertahankan status kesehatan klien.
Jenis pemulangan klien dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
1) Conditional discharge (pulang
sementara untuk cuti)
Keadaan pulang ini dilakukan apabila kondisi klien baik dan tidak terdapat
komplikasi. Klien untuk sementara dirawat di rumah namun harus ada
pengawasan dari pihak rumah sakit atau puskesmas terdekat.
2) Absolute discharge (pulang mutlak atau selamanya).
28
Cara ini merupakan akhir dari hubungan klien dengan rumah sakit, namun
apabila klien perlu dirawat kembali maka prosedur perawatan dapat dilakukan
kembali.
3) Judicial discharge (pulang paksa),.
Kondisi klien ini diperbolehkan pulang walaupun kondisi kesehatan tidak
memungkinkan untuk pulang, tetapi klien harus dekat dipantau dengan
melakukan kerjasama dengan perawat puskesmas terdekat.
Komponen perencanaan pulang meliputi :
1) Perawatan di rumah
Meliputi pemberian pengajaran atau pendidikan kesehatan (health education)
mengenai : diet, mobilisasi, waktu dan tempat kontrol. Pembelajaran
dilaksanakan sesuai dengan tingkat pemahaman klien dan keluarga mengenai
perawatan selama klien di rumah nanti.
2) Obat-obatan yang masih dikonsumsi klien dan dosisnya
Penjelasan mengenai obat-obatan klien yang masih harus diminum, dosis,
cara pemberian dan waktu yang tepat untuk minum obat.
3) Obat-obatan yang dihentikan
Meskipun ada obat-obatan yang tidak diminum lagi oleh klien, obat-obatan
tersebut tetap dibawa oleh klien atau dan ditentukan siapa yang akan
menyimpan obat tersebut.
4) Hasil pemeriksaan
Hasil pemeriksaan luar sebelum MRS dan hasil pemeriksaaan selama MRS
dibawakan ke klien waktu pulang.
29
5) Surat-surat seperti: surat keterangan sakit, surat kontrol, dll
Tindakan keperawatan pada waktu perencanaan pulang diantaranya :
1) Mengkaji kebutuhan klien (fisiologis, psikologis, sosial dan kultural)
2) Mengembangkan rencana keperawatan yang sudah ditrapkan dan
mendokumentasikan strategi discharge
3) Memberi pendidikan kepada keluarga dan klien (Patrice.1999)
Peran perawat dalam discharge planning meliputi :
1) Kepala ruangan
a. Membuka acara discharge planning kepada pasien
b. Menyetujui dan menandatangani format discharge planning
2) Ketua Tim
a. Membuat rencana discharge planning
b. Membuat leaflet dan kartu discharge planning
c. Memberikan konseling
d. Memberikan pendidikan kesehatan
e. Menyediakan format discharge planning
f. Mendokumentasikan discharge planning
g. Melaksanakan agenda discharge planning (pada awal perawatan sampai
dengan akhir perawatan)
3) Anggota Tim
Ikut membantu melaksanakan discharge planning yang telah direncanakan
oleh ketua tim
30
Alur pelaksanaan discharge planning dapat digambarkan melalui diagram
sebagai berikut :
Gambar 2.4 Alur pelaksanaan discharge planning (Nursalam, 2011)
2.2 Konsep Kinerja
2.2.1 Pengertian Kinerja
Pasien masuk 1. Menyambut kedatangan pasien2. Orientasi ruangan, jenis pasien,
peraturan dan denah ruangan3. Memperkenalkan pasien pada
teman sekamar, perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain
4. Melakukan pengkajian keperawatan
1. Pemeriksaan klinis dan penunjang yang lain
2. Melakukan asuhan keperawatan3. Penyuluhan kesehatan : penyakit,
perawatan, pengobatan, diet, aktivitas, kontrol
- Perawat- Dokter- Tim kesehatan
lain
Pasien selama dirawat
Pasien keluarPerencanaan pulang
Penyelesaian administrasi
Lain-lain
Program HE :1. Pengobatan/ control2. Kebutuhan nutrisi3. Aktivitas dan istirahat4. Perawatan di rumah
Monitoring oleh petugas kesehatan dan keluarga
31
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun
kualitas dalam suatu organisasi (Ilyas, 2002). Kinerja dapat merupakan
penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya
tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun
struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.
Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui
perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono, 2009). Menurut Oxford
Dictionary kinerja (performance) merupakan suatu tindakan proses atau cara
bertindak atau melakukan fungsi organisasi sedangkan menurut Robbins kinerja
merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, maka pengertian
atau definisi kinerja atau performance dapat disimpulkan sebagai hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik
secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas
tanggung jawab masing – masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral
maupun etika (Moeheriono, 2009)
2.2.2 Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja (performance measurement) mempunyai pengertian
suatu proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran
dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa,
32
termasuk informasi atas efisiensi serta efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan
organisasi (Moeheriono, 2009).
Penilaian Kinerja (performance appraisal) adalah evaluasi seberapa baik
karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set
standar, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan (Mathis
dan Jackson, 2002).
Penilaian kinerja adalah proses formal yang dilakukan untuk mengevaluasi
tingkat pelaksanaan pekerjaan atau unjuk kerja (performance appraisal) seotang
personel dan memberikan umpan balik untuk kesesuaian tingkat kinerja (Ilyas,
2002)
Beberapa aspek yang mendasar dan paling pokok dari pengukuran kinerja,
yaitu sebagai berikut ;
1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi, dengan menetapkan
secara umum apa yang diinginkan oleh organisasi sesuai dengan tujuan, visi
dan misinya.
2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang mengacu pada
penilaian kinerja secara langsung, sedangkan indikator kinerja mengacu pada
pengukuran kinerja secara langsung yang berbentuk keberhasilan utama
(critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance
indicator)
3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi, menganalisis hasil
pengukuran kinerja yang dapat diimplementasikan dengan membandingkan
tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi.
33
4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan organisasi dan pengambilan
keputusan yang berkualitas, memberikan gambaran atau hasil kepada
organisasi seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut dan mengevaluasi
langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya.
Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor antara lain:
1. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang
ditentukan oleh sistem pekerjaan
2. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel
dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel
tersebut.
3. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi
kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan
kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.
2.2.3 Tujuan Penilain Kinerja
Menurut Ilyas (2002) penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua
tujuan utama yaitu :
1. Penilaian kemampuan personel
Merupakan tujuan mendasar dalam rangka penilaian personel secara
individual, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian
efektivitas manajemen sumber daya manusia
2. Pengembangan personel
34
Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan dalam upaya pengembangan
personel seperti : promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian
kompensasi
Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan antara lain :
1) Mengenali sumber daya manusia yang perlu dilakukan pembinaan
2) Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi
3) Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan
4) Bahan perencanaan manajemen program SDM masa datang
5) Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi personel.
2.2.4 Persyaratan Penilaian Kinerja
Dalam syarat – syarat penilaian kinerja ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan oleh penilai karena persyaratan tersebut sangat menentukan hasil
penilaian kinerja selanjutnya. Adapun persyaratan yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut (Ilyas, 2002):
1. Input (Potensi)
Agar penilaian kinerja tidak membias dan tercapai sasaran sesuai dengan
yang dikehendaki organisasi, maka perlu ditetapkan, disepakati dan
diketahui aspek-aspek yang akan dinilai atau dievaluasi. Ruang lingkup
penilaian juga harus jelas meliputi siapa yang akan dinilai, apa yang harus
dinilai, mengapa penilaian kinerja harus dilakukan, kapan waktu
pelaksanaan penilaian dilakukan, dimanakah penilaian dilakukan dan
bagaimana penilaian tersebut dilakukan.
2. Proses
35
Pada fase pelaksanaan ini, proses komunikasi dan konsultasi antara individu
dan kelompok harus dilakukan sesering mungkin supaya dapat menjaminn
seluruh aspek dari sistem penilain kinerja secara menyeluruh dari pokok-
pokok yang berhubungan dengan praktik. Proses tersebut dapat dilakukan
dengan memberikan briefing dan pelatihan agar memberikan dampak yang
baik dan lebih efektif daripada wawancara biasa saja.
3. Output
Perlu ada kejelasan hasil penilaian dari atasan seperti manfaat, dampak dan
resiko serta tindak lanjut dari rekomendasi penilaian. Selain itu, perlu
diketahui pula apakah hasil penilaian tersebut berhasil meningkatkan
kualitas kerja, motivasi kerja, etos kerja dan kepuasan kerja karyawan yang
akhirnya nanti akan direfleksikan pada peningkatan kinerja perusahaan.
2.2.5 Indikator Kinerja
Pada umumnya, ukuran indikator kinerja dapat dikelompokkan ke dalam
enam kategori berikut ini :
1. Efektif
Indikator ini mengukur derajat kesesuaian output yang dihasilkan dalam
mencapai sesuatu yang diinginkan. Indikator mengenai efektifitas ini
menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu yang sudah
benar (are we doing the right things?)
2. Efisien
36
Indikator ini mengukur derajat kesesuaian proses menghasilkan output dengan
menggunakan biaya serendah mungkin. Indikator mengenai efektivitas
menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu dengan benar
(are we doing things right?)
3. Kualitas
Indikator ini mengukur derajat kesesuaian antara kualitas produk atau jasa yang
dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan konsumen
4. Ketepatan Waktu
Indikator ini mengukur apakah pekerjaan telah diselesaikan secara benar dan
tepat waktu. Untuk itu, perlu ditentukan kriteria yang dapat mengukur berapa
lama waktu yang seharusnya diperlukan untuk menghasilkan suatu produk.
Kriteria ini biasanya didasarkan pada harapan konsumen.
5. Produktivitas
Indikator ini mengukur tingkat produktifitas suatu organisasi. Dalam bentuk
ilmiah, indikator ini mengukur nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu proses
dibandingkan dengan nilai yang dikonsumsi untuk biaya modal dan tenaga
kerja.
6. Keselamatan
Indikator ini mengukur kesehatan organisasi secara keseluruhan serta
lingkungan kerja para pegawainya ditinjau dari aspek keselamatan.
2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
37
Perilaku yang berhubungan dengan kinerja dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu faktor individu dan faktor lingkungan.
1. Faktor individu
1) Pendidikan
Yang dimaksud pendidikan disini adalah pendidikan formal di sekolah-
sekolah ataupun kursus. Didalam bekerja seringkali faktor pendidikan
merupakan syarat paling pokok untuk fungsi-fungsi tertentu sehingga dapat
tercapainya kesuksesan dalam bekerja. Dengan demikian pada pekerjaan
tertentu, pendidikan akademis sudah tercukupi, akan tetapi pada pekerjaan
lainnya menurut jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga jenjang
pendidikan seseorang harus sesuai dengan jabatan yang dipegang. Pendidikan
adalah proses penyampaian informasi kepada seseorang untuk mendapatkan
perubahan perilaku (Notoatmojo, 2002).
2) Pengalaman / masa kerja
Melalui pengalaman kerja, pekerjaan mengembangkan sikap mengenai
tinjauan prestasi, kemampuan memimpin, rancangan kerja dan aviliasi
kelompok kerja. Penalaman terdahulu menyebabkan beberapa sikap individu
terhadap kinerja, loyalitas dan komitmen terhadap pekerjaannya.
3) Sikap
Sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu
dipersiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan
pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek dan keadaan.
Setiap individu mempunyai sikap terhadap sejumlah topik mengenai serikat
pekerja, latihan, tujuan, karier dan hubungan teman. Teori lain tentang sikap
38
menyatakan bahwa seorang yang mempunyai sikap terstruktur merupakan
gabungan dari komponen efektif, kognitif dan perilaku yang saling
berhubungan, bila terjadi perubahn pada satu komponen maka akan terjadi
perubahan yang cepat pada komponen yang lainnya. Jadi afeksi, kognisi dan
perilaku menentukan sikap dan sebaliknya sikap dapat membentuk afeksi,
kognisi dan perilaku individu.
4) Kemampuan dan keterampilan
Kemampuan adalah sifat biologis yang bias dipelajari dan memungkinkan
seseorang melakukan sesuatu yang baik, yang bersifat fisik maupun mental.
Secara psikologis, kemampuan (ability) seseorang terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan realitas (knowledge dan skill), artinya bahwa
seseorang yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka
ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan (Mangkunegara. A.A,
2001).
5) Persepsi
Persepsi adalah seseorang dalam memahami lingkungannya yang
melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu
pengalaman psikologis. Dengan kata lain, persepsi berperan dalam
penerimaan rangsangan, mengaturnya dan menerjemahkan atau
menginterprestasikan rangsangan yang teratur untuk mempengaruhi perilaku
dan membentuk sikap. Oleh karena persepsi berperan dalam cara memperoleh
pengetahuan khusus tentang objek atau kejadian pada saat tertentu maka
persepsi terjadi ketika rangsangan mengaktifkan indera. Karena melibatkan
39
pengetahuan, ini termasuk interprestasi obyek, simbol-simbol. Dan orang-
orang dengan pengalaman yang relevan.
6) Usia, Jenis kelamin dan Keragaman Ras
Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada
pegawai yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang
tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan
sedang pegawai yang lebih muda biasanya memiliki harapan yang lebih ideal
tentang dunia kerjanya, sehingga apabila harapannya dengan realita kerja
terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka
tidak puas (Mangkunegara, 2001).
Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin pria dan wanita
adalah sama dalam hal kemampuan belajar, daya ingat, kemampuan
penalaran, kreatifitas dan kecerdasan. Namun demikian masih ada yang
memperdebatkan antara pria dan wanita mengenai prestasi dalam pekerjaan,
absensi dan tingkat pergantian. Wanita mempunyai tingkat absensi lebih tinggi
dari pada pria di sebabkan karena adanya peran sebagai ibu rumah tangga
dalam keluarga (mengasuh anak, orang tua dan pasangan).
7) Keragaman
Keragaman adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan mutu
manusia seperti ras, etnis yang berbeda dari kelompok sendiri dan kelompok
diluar dari tempat mereka berbeda, yang mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda dalam bekerja.
8) Pembelajaran dan kepribadian individu
40
Pada pekerjaan-pekerjaan tertentu, sifat kepribadian seseorang sangat
berhubungan dengan kesuksesan dalam bekerja. Kepribadian adalah
karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan
perbedaan dari perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh keturunan, budaya,
dan faktor sosial.
Menurut Super dan Crites pengukuran kepribadian didalam bimbingan
jabatan karyawan berguna bagi maksud maksud sebagai berikut : bagi mereka
yang mempunyai kepribadian tidak baik, mungkin akan mengalami kesukaran
penyesuaian diri didalam training maupun dalam situasi kerja, bagi mereka
yang mempunyai sifat kepribadian yang mengganggu penyesuaian diri dengan
kondisi dan posisi kerja bias dilakukan upaya yaitu : penempatan posisi kerja
sesuai kepribadiannya (M. As’ad, 2001).
2. Faktor lingkungan
1) Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat terjadi diluar konteks organisasi dan didefinisikan
sebagai proses menggerakkan satu atau beberapa kelompok dalam
beberapa arahan tanpa melalui tekanan (Marquis, Bassie, 2010).
2) Deskripsi jabatan
Menurut Sutrisno Hadi dalam bukunya berjudul Psikologi Industri,
diskripsi dapat bermacam-macam bentuknya tergantung pada tujuan
pembuatanya. Setiap deskripsi jabatan ada tiga hal yang harus
dicantumkan yaitu ringkasan jabatan, syarat-syarat kerja, luas lingkup
tugas.
3) Struktur organisasi
41
Struktur organisasi adalah pola formal aktifitas dan hubungan antar
berbagai sub unit organisasi. Dua aspek yang termasuk dalam struktur
organisasi adalah desain pekerjaan, desain organisasi. Desain pekerjaan
dihubungkan dengan proses dimana manager menspesifikkan isi, metode
dan hubungan pekerjaan untuk memenuhi kepentingan organisasi dan
individu serta harus bias menjelaskan isi dan tugas serta posisi pimpinan
unit serta hubungan posisi masing-masing anggota timnya. Sedangkan
desain organisasi berkaitan dengan struktur organisasi secara menyeluruh
dan berencana merubah filosofi dan orientasi tim yang dapat
meningkatkan kinerja anggota timnya (Gibson, 1996 dikutib Agustinus
GA, 2008).
4) Norma aturan
Norma aturan umumnya merupakan standar yang disepakati individu dan
perilaku kelompok yang dikembangkan sebagai akibat interaksi anggota
setiap saat. Norma prestasi berkaitam erat dengan evaluasi prestasi kerja
yang memuaskan (Gibson,1996 dikutib Agustinus GA 2008).
2.2.7 Konsep Aplikasi Kinerja Perawat
Menurut Swanburg (2000), penilaian kinerja adalah alat yang paling dapat
dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan
produktifitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam
mengerjakan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan
dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan
proses appraisal kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, bimbingan
42
perencanaan karir, serta pemberian penghargaan pada personal perawat yang
kompeten.
Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat guna
mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat.
Melalui evaluasi regular dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manajer dapat
mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu kepuasan perawat
dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahukan perawat yang
bekerja tidak memuaskan bahwa pelaksanaan kerja mereka kurang serta
menganjurkan perbaikannya, mengidentifikasi pegawai yang layak menerima
promosi atau kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan
khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahannya serta
menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan
bimbingan khusus.
Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan
standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan adalah norma
atau penegasan tentang mutu pekaryaan seorang perawat yang dianggap baik,
tepat, dan benar yang dirumuskan sebagai pedoman pemberian asuhan
keperawatan serta merupakan tolak ukur dalam penilaian penampilan kerja
seorang perawat. Standar penilaian praktik keperawatan merupakan standar
penilaian kinerja perawat dalam memberikan asuhan perawat (Nursalam, 2007).
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit
telah di susun standar praktik keperawatan telah disahkan oleh Menkes. RI dalam
SK No.660/Menkes/SK/IX/1987 yang kemudian diperbaharui dan disahkan
43
berdasarkan SK Dirjen Yanmed. Depkes RI No. YM.00.03.2.6.7637, tanggal 18
Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996, Dewan Pimpinan Pusat PPNI
menyusun standar praktik keperawatan yang mengacu dalam tahapan proses
keperawatan, yang meliputi Pengkajian, Diagnosis keperawatan, Perencanaan,
Implementasi, Evaluasi dan Dokumentasi.
Standar pelayanan dan standar asuhan keperawatan tersebut berfungsi
sebagai alat ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan apakah
pelayanan/asuhan keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit sudah
mengikuti dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam standar
tersebut. Bila pelayanannya sudah mengikuti dan sesuai dengan persyaratan-
persyaratan maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan paling sedikit sudah dapat
dipertanggungjawabkan termasuk mutunya. Bila mutu pelayanan dapat
dipertanggungjawabkan maka dapat dikatakan bahwa mutu pelayanannya juga
harus dianggap baik.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan standar asuhan
keperawatan perlu dilakukan penilaian secara objektif dengan menggunakan
metode dan instrumen penilaian yang baku. Instrumen evaluasi penerapan standar
asuhan keperawatan terdiri dari 1) pedoman studi dokumentasi asuhan
keperawatan yang selanjutnya disebut sebagai instrumen A, 2) Angket yang
ditujukan kepada pasien dan keluarga untuk memperoleh gambaran tentang
persepsi pasien terhadap mutu asuhan keperawatan yang selanjutnya disebut
instrumen B, 3) Pedoman observasi pelaksanaan tindakan keperawatan yang
selanjutnya disebut instrumen C. Ketiga jenis instrumen ini satu sama lain saling
44
terkait. Instrumen penilaian ini dapat digunakan di semua rumah sakit, yaitu di RS
Khusus dan RSU klas A, B dan C baik RS pemerinatah maupun swasta.
Instrumen A digunakan untuk mengumpulkan data agar dapat menilai
kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan pendokumentasian
yang ditemukan dalam rekam medis pasien dengan pendokumentasian yang
ditentukan dalam standar asuhan keperawatan. Aspek yang dinilai dalam
instrumen ini adalah Pengkajian Keperawatab, Diagnosa keperawatan,
Perencanaan Keperawatan, Tindakan Keperawatan, Evaluasi Keperawatan dan
Catatan Asuhan Keperawatan
1. Standar I : Pengkajian Keperawatan
Asuhan keperawatan memerlukan data yang lengkap dan dikumpulkan
secara terus menerus, tentang keadaan untuk menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan. Data kesehatan harus bermanfaat bagi semua anggota tim kesehatan.
Komponen Pengkajian Keperawatan meliputi:
1) Pengumpulan Data
Kriteria:
(1) Menggunakan format yang baku
(2) Sistimatis
(3) Diisi sesuai item yang tersedia
(4) Aktual (baru)
(5) Absah (valid)
2) Pengelompokan Data
45
Kriteria:
(1) Data biologis
(2) Data psikologis
(3) Data sosial
(4) Data spiritual
3) Perumusan Masalah
Kriteria :
(1) Kesenjangan antara status kesehatan dan norma dan pola fungsi
kehidupan.
(2) Perumusan masalah ditinjau oleh data yang telah dikumpulkan.
2. Standar II : Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data, status kesehatan
pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan pasien.
Kriteria :
1) Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan
pemenuhan kebutuhan pasien dibuat sesuai dengan wewenang perawat.
2) Komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan gejala (PES) atau terdiri
dari masalah dan penyebab (PE).
3) Bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terjadi. Bersifat
potensial apabila masalah kesehatan pasien, kemungkinan besar akan terjadi.
4) Dapat ditanggulangi oleh perawat.
3. Standar III : Perencanaan keperawatan
46
Perencanaan Keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan.
Komponen perencanaan meliputi :
1) Prioritas masalah
Kriteria :
(1) Masalah-masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas utama.
(2) Masalah-masalah yang mengancam kesehatan seseorang adalah prioritas
kedua.
(3) Masalah-masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan prioritas
ketiga.
2) Tujuan asuhan keperawatan
Kriteria :
(1) Spesifik
(2) Bisa diukur
(3) Realistik
(4) Bisa dicapai
(5) Ada batas waktu
3) Rencana Tindakan
(1) Disusun berdasarkan asuhan keperawatan
(2) Melibatkan pasien dan keluarga
(3) Mempertimbangkan latar belakang budaya pasin/keluarga
(4) Menentukan alternative tindakan
(5) Mempertindakan kebijakan dan peraturan yang berlaku, lingkungan,
sumber daya fasilitas yang ada
(6) Menjamin rasa aman dan nyaman
47
(7) Kalimat instruksi, ringkas, tegas dan bahasanya mudah dimengerti
4. Standar IV : Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan adalah pelaksanakan rencana tindakan yang
ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang
mencakup aspek peningkatan, pencegahan, memeliharaan, serta pemulihan
kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan keluarganya. Kriteria :
1) Dilaksanakan sesuai rencana keperawatan
2) Menyangkut keadaan bio, psiko-sosio, dan spiritual pasien
3) Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
pasien/keluarganya
4) Sesuai dengan waktu yang ditentukan dan menggunakan SDM yang ada
5) Menetapkan sistim aseptik dan antiseptik
6) Menerapkan aman, nyaman, ekonomis, privasi dan mengutamakan pasien
7) Melaksanakan kebaikan tindakan sesuai dengan respon pasien
8) Merujuk dengan segera bila ada masalah yang telah mengancam keselamatan
pasien
9) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan
10) Merapikan pasien, alat, setelah melakukan tindakan
11) Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis yang
telah ditentukan.
5. Standar V : Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana
untuk menilai perkembangan pasien.
Kriteria :
48
1) Setiap tindakan keperawatan, dilakukan evaluasi
2) Evaluasi hasil menggunakan yang ada pada rumusan tujuan
3) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan
4) Evalusi melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya
5) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
6. Standar VI : Catatan Asuhan Keperawatan
Catatan asuhan keperawatan dicatat secara individu
Kriteria :
1) Dilakukan pasien selama menginap dan rawat jalan
2) Dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan
3) Dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan
4) Penulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang baku
5) Sesuai dengan proses pelaksanaan keperawatan
6) Pencatatanya harus mencantumkan inisial/paraf/nama perawat yang
melaksanakan tindakan dan waktunya.
Pengisian instrumen dilakukan oleh perawat dengan kriteria sebagai
berikut :
1. Perawat terpilih dari ruangan tempat dilakukan evaluasi
2. Perawat yang telah menguasai/memahami proses keperawatan
3. Telah mengikuti pelatihan penerapan standr asuhan keperawatan di RS
Rekam medik pasien yang dinilai harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Rekam medis pasien yang telah pulang dan telah dirawat minimal 3 (tiga)
hari di ruangan yang bersangkutan
49
2. Data dikumpulkan sebelum berkas rekam medis pasien dikembalikan pada
bagian Medical Record RS.
3. Khusus untuk kamar Operasi dan IGD, penilaian dilakukan setelah pasien
dipindahkan ke ruang lain/pulang.
4. Rekam medis pasien yang memenuhi kriteria selama periode evaluasi
berjumlah 20 unit untuk setiap ruangan.
Bentuk instrumen A terdiri dari :
1. Kolom 1 : No urut yang dinilai
2. Kolom 2 : Aspek yang dinilai
3. Kolom 3 : No. Kode rekam medik yang dinilai
4. Kolom 4 : Keterangan
Adapun cara pengisian instrumen A adalah sebagai berikut :
1. Perawat penilai mengisi kolom no 3 dan 4
2. Kolom 3 terdiri dari 10 sub kolom yang diisi dengan kode berkas pasien (1,2,
3 ...dst) sesuai dengan urutan waktu pulang, pada periode evaluasi
Tiap sub kolom hanya digunakan untuk mengisi hasil penilaian rekam medik
Contoh : sub kolom 01 digunakan untuk mengisi hasil penilaian rekam medik
dengan kode berkas 01.
Rekam medik yang telah digunakan untuk penilaian harus diberi tanda
dengan kode berkas agar tidak dinilai ulang
3. Pada tiap sub kolom diisi dengan tanda “V” bila aspek yang dinilai ditemukan
dan tanda “O” bila aspek yang dinilai tidak ditemukan pada rekam medik
pasien yang bersangkutan
50
4. Kolom keterangan diisi bila penilai menganggap perlu mencantumkan
penjelasan atau bila ada keraguan penilaian
5. Sub total diisi sesuai dengan hasil penjumlahan jawaban nilai “V” yang
ditemukan pada masing-masing kolom.
6. Total diisi dengan hasil penjumlahan sub total, 01 + 02 + 03...dst
7. Tiap variabel dihitung prosentasinya dengan cara...
Pada akhir penilaian dibuat rekapitulasinya baik di ruangan yang
dilakukan evaluasi maupun ditingkat rumah sakit. Rekapitulasi ini merupakan
laporan hasil pelaksanaan evaluasi
Tabel 2.1 Intrumen Studi Dokumentasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan
NO Aspek yang dinilai Kode Berkas Rekam Medik Pasien
KET
A Pengkajian1 Mencatat data yang dikaji sesuai dengan
pedoman pengakajian2 Data dikelompokkan3 Data dikaji sejak pasien masuk dan setiap ada
perubahan4 Masalah dirumuskan berdasarkan
kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan
B Diagnosa 5 Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah
yang telah dirumuskan
Prosentase :Total
Jumlah berkas x jumlah aspek yang dinilaix 100 %
51
6 Diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES
7 Merumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial
C Perencanaan 8 Berdasarkan diagnosa keperawatan9 Disusun menurut urutan prioritas10 Rumusan tujuan mengandung komponen
pasien/subjek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan atau kriteria
11 Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah/terinci dan jelas serta melibatkan pasien/keluarga
12 Rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga
13 Rencana tindakan menggambarkan kerjasama dengan tim kesehatan lain
D Tindakan 14 Tindakan dilaksanakan mengacu pada
rencana keperawatan15 Perawat mengobservasi respon pasien
terhadap tindakan keperawatan16 Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi17 Semua tindakan yang telah dilaksanakan
dicatat ringkas dan jelasE Evaluasi18 Evaluasi mengacu pada tujuan19 Perawat mengevaluasi perkembangan pasien20 Hasil evaluasi dicatat selanjutnyaF Catatan Asuhan Keperawatan 21 Menulis pada format yang baku22 Pencatatan dilakukan sesuai tindakan yang
dilaksanakan23 Pencatatan ditulis dengan jelas, ringkas,
istilah yang baku dan benar24 Setiap selesai melakukan tindakan/kegiatan
perawat mencantumkan paraf nama jelas dan tanggal, jam dilakukannya tindakan
25 Berkas catatan keperawatan disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlakuJUMLAH
52
PROSENTASE
2.3 Konsep Kepuasan Kerja Perawat
Menurut Philips Kotler (1997) kepuasan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap
kinerja (atau hasil) suatu produk dengan harapan-harapannya. Penjelasan dari
definisi tersebut adalah bahwa kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan
harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja
memenuhi harapan, pelanggan puas. Dan jika kinerja berada di atas harapan,
pelanggan akan sangat puas.
2.3.1 Teori Kepuasan
Abraham Maslow mengemukakan bahwa manusia dimotivasi oleh
keinginan untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang ada dalam dirinya. Teori
Maslow ini didasarkan pada tiga asumsi dasar, antara lain bahwa kebutuhan
manusia tersusun dalam suatu hirarki, mulai dari hirarki kebutuhan yang paling
dasar hingga kebutuhan yang paling kompleks atau paling tinggi tingkatannya.
Asumsi kedua adalah bahwa keinginan untuk memenuhi kebutuhan dapat
mempengaruhi perilaku seseorang, di mana hanya kebutuhan yang belum
terpuaskan yang dapat menggerakkan perilaku. Kebutuhan yang telah terpuaskan
tidak dapat berfungsi sebagai motivator. Asumsi terakhir adalah bahwa kebutuhan
yang lebih tinggi berfungsi sebagai motivator apabila kebutuhan yang hirarkinya
lebih rendah telah terpenuhi atau terpuaskan secara minimal.
2.3.2 Kepuasan Kerja
Handoko (2000) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu
keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para
53
karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Menurut Robbin (2005) kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan individu
terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja terjadi bila ada kesesuaian antara
karakteristik pekerjaan dan keinginan karyawan. Kepuasan kerja mengekspresikan
sejumlah kesesuaian antara harapan tentang pekerjaannya dan imbalan yang
diberikan atas pekerjaan tersebut.
Maslow membagi kebutuhan dasar manusia secara berturut-turut mulai
yang paling dasar hingga yang paling tinggi, jika kebutuhan mendasar manusia ini
terpenuhi karena pekerjaannya maka kepuasan kerja akan dirasakan. Adapun
tingkatan kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan yang paling dasar, yang
meliputi kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, bernafas, tidur,
kebutuhan seksual, dan lain sebagainya
2. Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan rasa aman (security need) akan menjadi motivator jika kebutuhan
fisiologis telah terpenuhi. Kebutuhan rasa aman ini meliputi keamanan dan
perlindungan dari bahaya kecelakaan, infeksi, trauma, dan termasuk pula
jaminan hari tua.
3. Kebutuhan sosial
54
Kebutuhan sosial ini meliputi kebutuhan persahabatan, kebutuhan kasih
sayang, kebutuhan interaksi dengan orang lain. Kebutuhan komunikasi
termasuk salah satu kebutuhan sosial ini.
4. Kebutuhan penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan atau harga diri (self-esteem) meliputi kebutuhan
untuk dihormati, dihargai atas prestasi yang telah diraihnya.
5. Kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang paling tinggi
hirarkinya. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk menunjukkan
kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Aktualisasi diri
merupakan proses yang berlangsung terus-menerus dan tidak pernah
terpuaskan. Kebutuhan ini ada kecenderungan potensinya makin meningkat,
karena orang mengaktualisasikan perilakunya.
2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar
tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya
dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan kerja.
2. Atasan (Supervisor), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur
ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya.
55
3. Teman sekerja (Workers). Teman sekerja merupakan faktor yang
berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan
dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis
pekerjaannya. Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau
prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja
juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai
rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan
kerja yang meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga merupakan determinan
utama dari kepuasan
4. Promosi (Promotion). Promosi merupakan faktor yang berhubungan
dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier
selama bekerja.
5. Gaji/Upah (Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai
yang dianggap layak atau tidak
6. Kondisi kerja yang mendukung. Karyawan peduli akan lingkungan kerja
baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan
tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai
keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur
(suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak
esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
7. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Pada hakikatnya orang yang
tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan
yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai
56
bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan
mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil
pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian
yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja
mereka
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Faktor Organisasi :1. Visi misi2. Kepemimpinan3. Komunikasi efektif4. Dapat diterapkan
proses keperawatan5. Cost effective6. Perawat :
a. Pengetahuan perawat
b. Jumlah perawatc. Kemampuan
Perawat7. Dokter
a. Persepsi tentang MAKP
INPUT PROSES OUTPUT
Penerapan MAKP Tim : pelaksanaan Job description Karu, Katim dan Anggota tim
Intervensi : Pelatihan MAKP Tim
Kinerja Perawat :1. Instrumen A (Standar
Asuhan Keperawatan)2. Pelaksanaan Standar
Operasional Prosedur :a. Penerimaan Pasien
Barub. Timbang Terimac. Discharge Planning
3. Instrumen B (Kepuasan Pasien)
4. Instrumen C (Pelaksanaan Tindakan Keperawatan)
57
Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim di
sebuah rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya faktor organisasi
rumah sakit, faktor pasien dan faktor metode. Faktor organisasi tersebut adalah
visi dan misi organisasi, kepemimpian, kemungkinan dapat diterapkan proses
keperawatan, cost effective dan dapat terjalin komunikasi efektif, sumber daya
keperawatan yang lebih spesifik kepada bagaimana persepsi perawat tentang
MAKP Tim, jumlah perawat dan kemampuan perawat. Tenaga kesehatan lain
yang berpengaruh terhadap penerapan MAKP Tim adalah dokter yang
mempunyai persepsi tersendiri tentang pelayanan. Faktor lain adalah faktor pasien
meliputi jumlah pasien, karakteristik dan tingkat ketergantungan pasien. Selain
Faktor Pasien :1. Jumlah pasien2. Karakteristik pasien3. Tingkat
ketergantungan pasien
Keterangan
= diteliti
= tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Pelatihan MAKP Tim Terhadap Penerapan MAKP Tim Di RSUD dr. Soegiri Lamongan Tahun 2011
Pilar penerapan MAKP :1. Pendekatan
manajemen keperawatan
2. Reward systeme3. Hubungan
profesional4. Sistem pemberian
asuhan keperawatan
Kepuasan Kerja Perawat
58
faktor-faktor tersebut, penerapan MAKP juga dipengaruhi oleh beberapa pilar
yaitu pendekatan manajemen keperawatan, Reward systeme, hubungan
profesional, sistem pemberian asuhan keperawatan. Upaya untuk optimalisasi
penerapan MAKP Tim yaitu dengan peningkatan pengetahuan perawat mengenai
konsep MAKP Tim yang dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan tentang
konsep MAKP Tim. Penerapan MAKP Tim yang optimal diharapkan dapat
meningkatkan kinerja perawat dan kepuasan kerja perawat. Kinerja perawat dapat
diukur melalui instrumen evaluasi yang ditentukan oleh Depkes (instrumen A, B
dan C) dan melaui evaluasi pelaksanaan standar operasional prosedur pelaksanaan
penerimaan pasien baru, timbang terima dan discharge planning.
3.2 Hipotesis Penelitian
H1 : Ada pengaruh Pelatihan MAKP Tim Terhadap Penerapan MAKP Tim,
Kinerja perawat dan kepuasan kerja perawat di RSUD Dr. Soegiri Lamongan
BAB 4
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas tentang 1) Desain penelitian, 2) Populasi,
Sampel dan Sampling, 3) Identifikasi variabel dan definisi operasional, 4)
Instrumen Penelitian, 5) Lokasi dan Waktu Penelitian 6) Prosedur Pengumpulan,
7) Kerangka kerja, 8) Analisis Data dan 9) Etik Penelitian
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan Quasy eksperimen, penelitian dengan
pendekatan percobaan atau eksperimental yang dimaksudkan untuk menyelidiki
kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara mengekspos satu atau lebih
59
kondisi eksperimen dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih
kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan atau treatment (Danim, 2003).
Penelitian ini mengambil data primer melalui survey dengan menilai kinerja
perawat melalui observasi dokumentasi keperawatan yang dilakukan perawat di
Ruang Teratai (Paviliun Kelas III), Ruang Bougenville (Ruang Bedah) dan Ruang
Dahlia (Ruang Penyakit Dalam) RSUD dr. Soegiri Lamongan.
Menurut Nursalam (2008) dalam rancangan ini kelompok diberi perlakuan
sedangkan kelompok kontrol tidak. Pada kedua kelompok perlakuan diawali
dengan pre-tes dan setelah pemberian perlakuan diadakan pengukuran kembali
(post-tes ). Penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dalam skema berikut :
Keterangan :
1. O1 : Observasi penerapan MAKP Tim sebelum dilakukan pelatihan
2. O2 : Observasi penerapan MAKP Tim sebelum dilakukan pelatihan
3. Tx : Perlakuan yaitu Pelatihan MAKP Tim
Pre PostPerlakuan /Treatment (Tx)
Kelp Tx :1. R. Bougenville2. R. Teratai
Tx :Pelatihan Materi
MAKP Tim
Kelp Tx :1. R. Bougenville2. R. Teratai
O1 O2Tx
Kelp Non Tx :R. Dahlia
O1 O2Tx (-)
Kelp Non Tx :R. Dahlia
60
4. Tx (-) : Tanpa Perlakuan
5. O1 dan O2 dilakukan 3 kali observasi pada shift pagi, sore dan malam dengan
asumsi pelaksanaan SOP terdapat perbedaan kondisi kerja pada tiap shift
6. Hasil yang ditampilkan pada analisa hasil penelitian adalah nilai rata-rata
4.2 Populasi Sampel dan Sampling
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di Ruang Dahlia,
Ruang Bougenvil dan Ruang Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan sebanyak 47
perawat. Ruang Dahlia, Ruang Bougenvil dan Ruang Teratai dipilih karena
mempunyai karakteristik pasien yang hampir sama, yaitu ruang rawat inap pasien
dewasa
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai
subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Sampel dalam penelitian
ini adalah sebagian perawat di Ruang Bougenville, Ruang Teratai dan Ruang
Dahlia RSUD dr. Soegiri Lamongan. Besar sampel sebanyak 47 perawat.
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2008). Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Pendidikan minimal DIII keperawatan
2. Bersedia diteliti
Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi kriteria
inklusi dari studi karena pelbagai sebab (Nursalam, 2008). Kriteria eksklusi pada
penelitian ini adalah perawat yang sedang cuti
61
4.2.3 Teknik sampling
Penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu teknik
penetapan sampel dengan menyeleksi setiap elemen secara random (Nursalam,
2008).
4.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
4.3.1 Identifikasi Variabel
1. Variabel Independen
Variabel independen adalah dalam penelitian ini adalah penyegaran
materi tentang MAKP Tim
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Penerapan MAKP
Tim, kinerja perawat dan kepuasan kerja perawat
4.3.2 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Definisi Operasional Pengaruh Penyegaran materi tentang MAKP Tim Terhadap Penerapan MAKP Di RSUD dr. Soegiri Lamongan
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur
Skala Data
Skor
Variabel Independen :
1. Pelatihan MAKP Tim
Pemberian materi tentang konsep MAKP Tim kepada perawat
Sosialisasi Konsep Dasar MAKP Tim
Lembar Observasi
- -
Variabel dependen : 1. Penerapan
MAKP Tim
Model pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat professional memimpin tim tenaga
Tim:1. Pelaksanaan
Penerimaan pasien baru
2. Pelaksanaan timbang
Lembar Observasi
Ordinal Ya : 1Tidak : 0
Baik : 75-100 %Cukup : 51-74
62
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien.
terima3. Pelaksanaan
discharge planning
%Kurang : ≤50 %
2. Job description perawat dalam MAKP Tim
Pembagian tugas masing-masing perawat sesuai dengan perannya sebagai kepala ruang, ketua tim dan anggota tim
Pelaksanaan Tugas Pokok : 1. Kepala Ruang2. Ketua Tim3. Anggota Tim
Lembar observasi
Ordinal Ya : 1Tidak : 0Baik : 75-100 %Cukup : 51-74 %Kurang : ≤50 %
3. Kinerja Perawat
Gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan
Penilaian proses keperawatan:1. Pengkajian2. Diagnosa 3. Perencanaan4. Tindakan5. Evaluasi6. Catatan Askep
Instrumen A
Ordinal Dilakukan : 1Tidak Dilakukan : 0Baik : ≥ 80%Kurang : < 80%
4. Kepuasan Kerja Perawat
Respons emosional yang menunjukkan perasaan seseorang berkaitan dengan pekerjaannya
Teori Hierarki kebutuhan A. Maslow :1.Fisiologis 2.Rasa Aman3.Kasih Sayang4.Harga Diri 5.Aktualisasi Diri
Kuesioner Nominal Sangat puas : 80-100%Puas : 66-79%Cukup puas : 51-65%Kurang puas : < 50%
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi pelaksanaan MAKP,
lembar observasi kinerja perawat, dan lembar kuesioner kepuasan pasien
4.4.1 Observasi pelaksanaan MAKP menggunakan Lembar observasi dari
RSUD Dr. Soegiri Lamongan mengenai tugas pokok masing – masing
perawat sebagai kepala ruang, ketua tim dan anggota tim.
4.4.2 Penilaian kinerja perawat menggunakan instrumen A dari Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2004) dan Standar Operasional Prosedur
(SOP) Penerimaan Pasien Baru, Timbang Terima dan Discharge
Planning. Instrumen A terdiri dari enam aspek penilaian yaitu Pengkajian,
63
Diagnosa, Perencanaan, Tindakan, Evaluasi dan Catatan Asuhan
Keperawatan.
4.4.3 Kepuasan Kerja Perawat diukur dengan menggunakan kuesioner kepuasan
kerja berdasarkan aplikasi teori hierarki kebutuhan menurut A. Maslow
dalam Nursalam (2007) yaitu terdiri dari kebutuhan fisiologis, rasa aman,
kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri.
4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah RSUD Dr. Soegiri Lamongan pada Ruang Teratai
yang merupakan ruang paviliun kelas III, Ruang Dahlia adalah ruang untuk pasien
dengan penyakit dalam dan Ruang Bougenville adalah ruang untuk pasien dengan
penyakit bedah.
Penelitian dilakukan mulai dari penyusunan proposal bulan januari dan
pelaksanaan penelitian pada 25 April - 10 Juni 2011.
4.6 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
4.6.1 Prosedur pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan terlebih dahulu
memohon rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Surabaya khususnya pihak pendidikan Program Studi Magister
Keperawatan
4.6.2 Selanjutnya peneliti mengajukan permohonan ijin kepada Badan
Kesbangpol dan Linmas Kabupaten Lamongan dan Direktur RSUD Dr.
Soegiri Lamongan.
4.6.3 Peneliti melakukan penilaian kinerja perawat dengan studi dokumentasi
asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Studi dokumentasi
64
dilakukan dengan menilai rekam medik pasien dari sisi dokumentasi
keperawatan mulai dari pengkajian, analisis data, penegakan diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Rekam medik yang dinilai adalah
rekam medik pasien yang telah dirawat minimal 3 hari dari Ruang Teratai,
Ruang Bougenville dan Ruang Dahlia. Kinerja di nilai pre dan post
intervensi
4.6.4 Variabel kepuasan kerja perawat, peneliti memberikan kuesioner kepada
perawat di Ruang Teratai, Ruang Bougenville dan Ruang Dahlia.
Kepuasan kerja perawat dinilai berdasarkan teori hierarki kebutuhan
menurut Abraham Maslow. Kepuasan kerja perawat dinilai pre dan post
intervensi
4.6.5 Peneliti berkoordinasi dengan kepala bidang perawatan RSUD Dr. Soegiri
Lamongan melakukan peningkatan pengetahuan tentang MAKP Tim
kepada perawat Ruang Teratai dan Ruang Bougenville melalui pelatihan
yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan perawat mengenai
MAKP Tim dengan diskusi mengenai tugas dan tanggung jawab perawat
dalam MAKP Tim serta sosialisasi standar operasional prosedur
penerimaan pasien baru, timbang terima dan discharge planning.
4.6.6 Penerapan MAKP diobservasi selama 3 minggu dalam hal pelaksanaan job
description kepala ruang, ketua tim dan anggota tim serta pelaksanaan
standar operasional prosedur penerimaan pasien baru, timbang terima dan
discharge planning. Observasi dilakukan masing-masing 3 kali sebelum
dan sesudah pelatihan MAKP Tim
4.7 Kerangka Kerja
Pengumpulan Data :1. Model pelayanan
RS2. MAKP yang
diterapkan
65
4.8 Analisis Data
Analisa data merupakan proses penataan secara sistematis atau transkrip
wawancara, data hasil observasi, data dan daftar isian serta materi lain untuk
selanjutnya diberi makna, baik makna secara tunggal maupun stimulan
(Nursalam, 2003). Analisa data pada penelitian ini menggunakan bantuan
Statistical Product And Service Solution (SPSS) 16.
Variabel Penerapan MAKP Tim (Pelaksanaan SOP Penerimaan pasien
baru, timbang terima dan discharge planning), kinerja perawat dan Kepuasan
Kerja perawat menggunakan Uji Chi Square (X2). Dengan taraf signifikan 0.05,
jika didapatkan p < 0.05 maka Ho ditolak artinya terdapat pengaruh antara
variabel independen dengan variabel dependen atau berarti Hı diterima.
4.9 Etik Penelitian
4.9.1 Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Lembar persetujuan menjadi responden diberikan pada perawat di ruang
Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan yang memenuhi
Identifikasi masalah :1. Faktor Tenaga2. Faktor Metode
Pelatihan MAKP Tim
Penerapan MAKP
1. Penilaian kinerja perawat2. kepuasan kerja perawat
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Pengaruh Pelatihan tentang MAKP Tim Terhadap Penerapan MAKP Tim Di RSUD Dr. Soegiri Lamongan
Focus Group Discussion tentang MAKP
66
kriteria inklusi sebelum penelitian dilaksanakan. Apabila calon responden
menolak peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.
4.9.2 Confidentially (Kerahasiaan)
Semua informasi yang telah diberikan oleh responden dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang berhubungan dengan penelitian
ini dilaporkan pada hasil penelitian.
4.9.3 Anonimity (Tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas, nama responden tidak dicantumkan pada
lembaran pengumpulan data. Lembar tersebut hanya diberikan kode tertentu
BAB 5
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian meliputi 1) Gambaran
Umum Lokasi Penelitian, 2) Karakteristik Data Umum dan 3) Data Khusus
5.1 Gambaran umum lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soegiri
Lamongan, khususnya di Ruang Rawat Inap Bougenville, Teratai dan Dahlia.
RSUD Dr. Soegiri Lamongan merupakan rumah sakit milik daerah Kabupaten
Lamongan yang melayani pelayanan kesehatan baik rawat inap maupun rawat
jalan bagi masyarakat Lamongan secara umum (biaya sendiri), ASKES maupun
67
JAMKESMAS. RSUD Dr. Soegiri Lamongan merupakan rumah sakit umum tipe
B, milik Pemerintah Kabupaten Lamongan sesuai dengan SK Menteri Kesehatan
RI Nomor : 970/Men.kes/SK IX/2008. RSUD Dr. Soegiri Lamongan berdiri sejak
tanggal 12 Agustus 1986. Letaknya di Jl. Kusumabangsa No. 7 Lamongan dengan
menempati lahan seluas + 4 ha. Rumah sakit tersebut memenuhi akreditasi 16
pokja pelayanan sehingga sering digunakan sebagai rumah sakit pendidikan dan
penelitian. Batas-batas wilayah RSUD Dr. Soegiri Lamongan adalah sebagai
berikut :
Utara : Gedung KORPRI dan gedung farmasi
Selatan : AKPER Pemkab Lamongan
Timur : Perumahan Muhammadiyah
Barat : Kantor Palang Merah Indonesia (PMI)
RSUD Dr. Soegiri Lamongan mempunyai visi yaitu “Mewujudkan rumah
sakit sebagai pilihan utama pelayanan kesehatan dan rujukan bagi masyarakat”.
Sedangkan misi rumah sakit adalah (1) Meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit, (2) Meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan sumber daya
rumah sakit, baik medis, paramedis dan nonmedis, (3) Meningkatnya kualitas dan
kuantitas sarana dan prasarana rumah sakit.
Ruang Bougenville merupakan ruang rawat inap untuk kasus bedah
dengan kapasitas 27 tempat tidur. Sedangkan ruang Teratai merupakan ruang
rawat inap kelas III untuk penyakit non infeksi dengan kapasitas 30 tempat tidur.
Ruang Dahlia adalah ruang rawat inap khusus penyakit dalam dengan kapasitas
25 tempat tidur.
5.2 Karakteristik Data Umum
68
5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Umur R. Bougenville R. Teratai R. Dahlian % n % n %
20-30 tahun31-40 tahun>40 tahun
752
503614
771
46,746,76,6
752
503614
Jumlah 14 100 15 100 14 100
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa umur perawat di Ruang
Bougenville sebagian berumur 20-30 tahun yaitu sebanyak 7 orang (50%) dan
sebagian kecil berumur lebih dari 40 tahun yaitu 2 orang (14%). Sedangkan di
Ruang Teratai hampir sebagian perawat berumur 20-30 tahun yaitu 7 orang
(46,7%) dan sebagian kecil berumur lebih dari 40 tahun yaitu 1orang (6,6%). Pada
Ruang Dahlia sebagian perawat berumur 20-30 tahun sebanyak 7 orang (50%)
dan sebagian kecil berumur lebih dari 40 tahun yaitu 2 orang (14%)
5.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2 Tabel Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Jenis Kelamin R. Bougenville R. Teratai R. Dahlian % n % n %
Laki – LakiPerempuan
59
3664
78
4753
95
6436
Jumlah 14 100 15 100 14 100
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa perawat di Ruang Bougenville
sebagian besar perempuan yaitu sebanyak 9 orang (64%) dan sebagian kecil laki-
laki yaitu 1 orang (36%). Di Ruang Teratai sebagian besar perawat berjenis
69
kelamin perempuan yaitu sebanyak 8 orang (53%) dan hampir sebagian laki-laki
yaitu 7 orang (47%). Pada Ruang Dahlia Bougenville sebagian besar perawat
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 9 orang (64%) dan sebagian kecil
perempuan yaitu 1 orang (36%).
5.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Pendidikan Perawat R. Bougenville R. Teratai R. Dahlian % n % n %
SPKDIII KeperawatanS1 Keperawatan
0141
093,36,7
0151
093,756,25
2 121
13,3806,7
Jumlah 14 100 15 100 14 100
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa pendidikan perawat di Ruang Bougenville
sebagian besar DIII Keperawatan yaitu sebanyak 13 orang (93,3 %) dan sebagian
kecil berpendidikan S1 Keperawatan yaitu 1 orang (6,7 %). Di Ruang Teratai
sebagian besar perawat berpendidikan DIII Keperawatan yaitu sebanyak 14 orang
(93,75%) dan sebagian kecil berpendidikan S1 Keperawatan yaitu 1 orang (6,25
%). Pada Ruang Dahlia sebagian besar perawat berpendidikan DIII Keperawatan
yaitu sebanyak 13 orang (80%) dan sebagian kecil berpendidikan S1 Keperawatan
yaitu 1 orang (6,7 %).
5.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepegawaian
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepegawaian di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Status Kepegawaian
R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia n % n % n %
70
PNSKontrakMagang
1022
71,4414,2814, 28
915
606,7
33,33
932
63,2822,4414,28
Jumlah 14 100 15 100 14 100
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pada ruang Bougenville sebagian
besar perawat berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) yaitu masing-masing
sebanyak 10 orang (71,44 %) dan masing-masing 2 orang berstatus pegawai
kontrak dan magang (14,28%). Di Ruang Teratai sebagian besar perawat
merupakan PNS yaitu 9 orang (60%) dan sebagian kecil pegawai kontrak yaitu 1
orang (6,7%). Sedangkan di Ruang Dahlia sebagian besar berstatus PNS sebanyak
9 orang (63,28%) dan sebagian kecil pegawai magang yaitu 2 orang (14,28%)
5.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja
Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Lama Bekerja R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia
n % n % N %
1-5 tahun5-10 tahun> 10 tahun
761
5042,867,14
1122
73,3413.3313,33
752
5035,7114,29
Jumlah 14 100 15 100 14 100
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat sudah bekerja
selama 1-5 tahun yaitu masing-masing sebanyak 7 orang (50%) di Ruang
Bougenville, 11 orang (73,34%) di Ruang Teratai dan 7 orang (50%) di Ruang
Dahlia. Sedangkan sebagian kecil perawat bekerja lebih dari 10 tahun masing-
masing sebanyak 1 orang (7,14%) di Ruang Bougenville, 2 orang (13,33%) di
Ruang Teratai dan 2 orang (14,29 %) di Ruang Dahlia.
71
5.3 Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional Tim
5.3.1 Pelaksanaan Job Description Kepala Ruang, Ketua Tim dan Anggota
Tim
Tabel 5.6 Pelaksanaan Job Description Kepala Ruang, Ketua Tim dan Anggota tim pre-post intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Jabatan R.Bougenville R. Teratai R. Dahlia
Pre (%) Post (%) Pre (%) Post (%) Pre (%) Post (%)
Kepala Ruang(29 uraian tugas)Ketua Tim (5 uraian tugas)Anggota Tim(3 uraian tugas)
51,72
40
100
62,06
60
100
55,17
40
100
68,96
60
100
51,72
40
100
51,72
40
100
Tabel 5.6 memberikan gambaran tentang prosentase pelaksanaan job
description masing-masing perawat dalam MAKP tim. Susunan organisasi dalam
suatu ruang terdiri dari 1 kepala ruang, 1 ketua tim dan 12-13 anggota tim.
Berdasarkan tabel diatas didapatkan data bahwa di ruang Bougenville Kepala
Ruang mampu melaksanakan 15 aspek (51,72%) dari 29 tugas pokok yang harus
dilakukan, sedangkan di Ruang Teratai sebesar 16 aspek (55,17%) dan Ruang
Dahlia sebesar 15 aspek (51,72%). Ketua tim hanya mampu melakukan tugasnya
masing-masing 2 aspek (40%) dari 5 tugas pokok yang seharusnya dilakukan.
Anggota tim sudah melakukan tugasnya dengan baik yaitu semua tugas pokok
mampu dilakukan.
Pelaksanaan tugas kepala ruang masih dalam kategori cukup di ketiga
ruang ditunjukkan dengan dilakukannya tugas pokok dari kepala ruang dalam hal
mengikuti timbang terima, mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan
membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain-lain. Namun
ada tugas yang disetiap ruang tidak dilakukan oleh kepala ruang yaitu
mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien bersama ketua tim dan
72
mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan
kebutuhan klien bersama-sama ketua tim , mengatur penugasan/penjadwalan.
Ketua tim sebagai motor penggerak pelaksanaan MAKP Tim justru
performa kerja dalam kategori kurang dalam pelaksanaan tugas baik di ruang
Bougenville, Teratai maupun Dahlia. Tugas yang sudah dilakukan oleh ketua tim
adalah membuat perencanaan dan mengenal / mengetahui kondisi pasien dan
dapat menilai tingkat kebutuhan pasien. Ketua tim belum melaksanakan tugas
membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi serta mengembangkan kemampuan
anggota dan menyelenggarakan konferensi.
Anggota tim di ketiga ruang baik ruang Bougenville, Teratai maupun
Dahlia sudah melakukan tugasnya dengan baik yaitu memberikan asuhan
keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya kerjasama dengan anggota
tim dan antar tim dan memberikan laporan.
Setelah dilakukan intervensi berupa pelatihan pada kepala ruang dan ketua
tim didapatkan di ruang Bougenville Kepala Ruang mampu melaksanakan tugas
pokok cukup baik yaitu 18 aspek (62,06%) dari 29 tugas pokok yang harus
dilakukan, sedangkan di Ruang Teratai sebesar 20 aspek (68,96%) dan Ruang
Dahlia sebesar 15 aspek (51,72%). Ketua tim mampu di ruang Bougenville dan
Teratai mampu melakukan tugasnya dengan cukup baik masing-masing 3 aspek
(60%) dari 5 tugas pokok yang seharusnya dilakukan, sedangkan di ruang Dahlia
masih ketua tim melakukan tugas kurang baik yaitu 2 tugas pokok (40%) dari
yang seharusnya dilakukan. Anggota tim sudah melakukan tugasnya dengan baik
yaitu semua tugas pokok mampu dilakukan.
73
Tugas kepala ruang termasuk dalam kategori cukup baik di Ruang
Bougenville, Teratai maupun Dahlia. Di ruang Boigenville ada peningkatan skor
yang di dapatkan yang awalnya 15 menjadi 18 tupoksi yang mampu dilakukan
oleh kepala ruang. Di ruang teratai Tugas ada peningkatan skor yang di lakukan
awalnya 16 menjadi 20 tupoksi yang mampu dilakukan oleh kepala ruang. Sedang
di Ruang Dahlia tidak ada perubahan pelaksanaan tugas tetap 15 tupoksi yang
dilakukan.
Pelaksanaan tugas ketua tim di ruang Bougenville dan Teratai setelah
dilakukan pelatihan ada peningkatan yaitu sebanyak 3 tugas sudah dilakukan dari
5 tugas yang menjadi kwajibannya. Tugas yang sudah dilakukan oleh ketua tim di
di ruang Bougenville dan Teratai adalah membuat perencanaan dan mengenal /
mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien serta
melaksanakan tugas membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi. Ketua tim
belum serta mengembangkan kemampuan anggota dan menyelenggarakan
konferensi. Di ruang Dahlia sebagai ruang kontrol tidak ada perubahan
pelaksanaan tugas oleh ketua tim
Anggota tim di ketiga ruang baik ruang Bougenville, Teratai maupun
Dahlia sudah melakukan tugasnya dengan baik yaitu memberikan asuhan
keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya kerjasama dengan anggota
tim dan antar tim dan memberikan laporan.
74
5.3.2 Penerapan Standar Operasional Prosedur Penerimaan Pasien Baru,
Timbang Terima dan Discharge Planning Pre dan Post Intervensi
1. Pelaksanaan Penerimaan Pasien Baru
Tabel 5.7 Penerapan Standar Operasional Prosedur Penerimaan Pasien Baru, Pre-Post Intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Kegiatan Bougenville Teratai Dahlia
Pre(%)
Post(%)
Pre (%)
Post (%)
Pre(%)
Post (%)
1. KARU memberitahu KATIM bahwa akan ada pasien baru
100 100 100 100 100 100
2. KATIM menyiapkan hal-hal yang diperlukan dalam penerimaan pasien baru:a. Lembar pasien masuk RSb. Lembar pengkajian, c. Lembar informed consent, d. Status pasiene. Nursing kit, f. Lembar tata-tertib pasien
10066,766,71000
66,7
10010010010033,366,7
10066,710010033,366,7
10066,710010033,3100
10033,366,71000
33,3
10033,3
66,7
1000
66,7
3. KATIM meminta bantuan PP untuk mempersiapkan tempat tidur pasien baru
100 100 100 100 100 100
4. KARU menanyakan kembali pada KATIM tentang kelengkapan untuk penerimaan pasien baru
33,3 33,3 33,3 33 0 0
5. KATIM menyebutkan hal-hal yang telah dipersiapkan 0 0 0 0 0 06. KARU dan KATIM menyambut pasien dan keluarga
dengan memberi salam serta memperkenalkan diri dan 33,3 33,3 33,3 66,7 33,3 33,
3
75
KATIM pada klien/keluarga7. KATIM menunjukkan / mengorientasikan tempat dan
fasilitas yang ada di ruangan, kemudian KATIM mengisi lembar pasien masuk serta menjelaskan mengenai beberapa hal yang tercantum dalam lembar penerimaan pasien baru.
0 66,7 0 66,7 0 33,3
8. Di tempat tidur pasien, KATIM melakukan anamnesa dengan dibantu oleh PA
0 0 0 0 0 0
9. Menanyakan kembali pada pasien dan keluarga mengenai hal-hal yang belum dimengerti
0 33,3 0 33,3 0 33,3
10. KATIM, pasien dan keluarga menandatangani lembar penerimaan pasien baru
33,3 66,7 33,3 100 0 0
11. KARU memberikan reward pada KATIM dan PP 0 0 0 0 0 012. KATIM merencanakan intervensi keperawatan 0 33,3 33,3 66,7 0 0
Rata-rata (%) 39,21 62, 7 47,05 62,74 33,33 39,2
Dari tabel 5.7 diketahui bahwa pelaksanaan penerimaan pasien baru pre
intervensi dalam 3 kali observasi di ruang Bougenville hanya 39,21% kegiatan yang
dilakukan, di ruang Teratai 47,05% dan 33,33 % di ruang Dahlia. Dari hasil observasi
dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penerimaan pasien baru di ruang Bougenville,
Teratai dan Dahlia di kategorikan pelaksanaan penerimaan pasien baru masih kurang.
Aspek penerimaan pasien baru yang sudah dilakukan di ketiga adalah KARU
memberitahu KATIM bahwa akan ada pasien baru, katim menyiapkan Lembar pasien
masuk RS dan Lembar informed consent. Yang belum sama sekali dilakukan adalah
anamnesa di tempat tidur oleh katim, orientasi ruangan dan katim tidak menanyakan
kembali hal yang belum dimengerti oleh pasien.
Pelaksanaan penerimaan pasien baru setelah dilakukan pelatihan kemudian
di observasi sebanyak 3 kali didapatkan di ruang Bougenville 62,74 % kegiatan
yang dilakukan, di ruang Teratai 62,74% dan 39,21% di ruang Dahlia. Ruang
Bougenville dan Ruang Teratai termasuk dalam kategori cukup sedang ruang Dahlia
sebagai ruang kontrol termasuk dalam kategori kurang. Aspek penerimaan pasien baru
Ket : Setiap kegiatan diobservasi 3 kali0 : Tidak Dilakukan 1 : Dilakukan sekali dari 3 x observasi2 : Dilakukan dua kali dari 3 x observasi3 : Dilakukan 3 kali dari 3 x observasi
Nilai Rata –Rata : Point yang diperoleh Nilai Maks x ∑ pengamatan∑ item : 17∑ pengamatan : 3 kali Nilai minimal : 0Nilai maksimal : 3 x 17 =51
x 100%
76
yang sudah dilakukan di ketiga adalah KARU memberitahu KATIM bahwa akan ada
pasien baru, katim menyiapkan lembar pasien masuk RS dan Lembar informed consent
serta lembar tata tertib pasien. Sedangkan prosedur yang belum sama sekali dilakukan
adalah anamnesa di tempat tidur oleh katim dan pemberian reward oleh karu kepada
katim
2. Pelaksanaan Timbang Terima
Tabel 5.8 Penerapan Standar Operasional Prosedur Timbang Terima Pre – Post Intervensi di Ruang Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Kegiatan Bougenville Teratai Dahlia Pre(%)
Post(%)
Pre (%)
Post(%)
Pre(%)
Post (%)
1. Kedua kelompok dinas sudah siap dan berkumpul di Nurse Station
100 100 100 100 100 100
2. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan catatan. KATIM yang akan mengoperkan menyiapkan Lembar timbang terima
100 100 100 100 100 100
3. Kepala ruang membuka acara timbang terima dan doa bersama
33,3 100 66,7 100 33,3 100
4. KATIM dinas saat ini melakukan timbang terima pada KATIM dinas berikutnya, hal-hal yang perlu disampaikan saat timbang terima a Identitas klien dan diagnosis medisb Masalah keperawatan yang muncul.c Data Fokus (Data subyektif dan obyektif)d Rencana keperawatan yang sudah/belum
dilaksanakan.e Tindakan kolaboratif.f Persiapan rencana umum yang perlu
dilakukan (persiapan operasi, pemeriksaan penunjang, konsul, prosedur tindakan tertentu), perlu disampaikan untuk ditindak lanjuti.
100000
33,3100
100000
100100
1000
33,30
33,3100
1000
33,30
100100
100000
33,3100
100000
10066,7
77
5. KATIM dinas berikutnya melakukan klarifikasi terhadap data yang disampaikan.
66,7 100 66,7 100 33,3 100
6. Mengupayakan penyampaian yang jelas, singkat dan padat
100 100 100 100 100 100
7. Lama timbang terima setiap pasien kurang lebih 5 menit, kecuali kondisi khusus yang memerlukan keterangan lebih rinci
100 100 100 100 100 100
8. Karu diikuti semua perawat keliling ke tiap klien. KATIM dinas sore melakukan validasi data.
33,3 33,3 33,3 33,3 33,3 33,3
9. Perawat kembali ke Nurse Station diskusi tentang hasil validasi.
0 33,3 0 33,3 0 0
10. KATIM menandatangani laporan timbang terima diketahui oleh Karu.
0 33,3 33,3 33,3 0 0
11. Karu menutup timbang terima, Karu memberikan reward kepada KATIM dinas pagi dan mengucapkan selamat bekerja kepada KATIM dinas berikutnya
33,3 66,7 33,3 100 33,3 33,3
Rata – rata (%) 45,83 60,74 52,08 58,82 41,67 50,98
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa dari 3 kali observasi didapatkan
pelaksanaan timbang terima di Ruang Bougenville sebesar 45,83% prosedur yang
seharusnya dilaksanakan dan termasuk kategori kurang, di ruang Teratai
pelaksanaan timbang kategori cukup dengan 52,08% kegiatan sudah dilakukan,
Dahlia sebesar 41,67% dan termasuk kategori kurang. Prosedur yang sudah
dilakukan dengan baik di ketiga ruangan yaitu persiapan kedua shift dinas, buku
timbang terima tersedia, penyebutan identitas dan diagnosa medis pasien, rencana
umum, penyampaian padat, jelas dan singkat serta timbang terima tidak lebih dari
5 menit setiap pasien kecuali pasien dengan kondisi khusus. Prosedur yang belum
dilakukan di semua ruang adalah penyampaian masalah keperawatan, rencana
keperawatan yang sudah dan belum dilakukan serta diskusi dan validasi setelah
keliling ke pasien.
Setelah dilakukan pelatihan tentang MAKP Tim kemudian 3 kali observasi
didapatkan ada peningkatan dalam pelaksanaan timbang terima baik di kelompok
Ket : Setiap kegiatan diobservasi 3 kali0 : Tidak Dilakukan 1 : Dilakukan sekali dari 3 x observasi2 : Dilakukan dua kali dari 3 x observasi3 : Dilakukan 3 kali dari 3 x observasi
Nilai Rata –Rata : Point yang diperoleh Nilai Maks x ∑ pengamatan∑ item : 16∑ pengamatan : 3 kali Nilai minimal : 0Nilai maksimal : 3 x 16 =48
x 100%
78
perlakuan (Ruang Bougenville dan Teratai) maupun kelompok kontrol (Ruang
Dahlia). Hal ini ditunjukkan dengan data bahwa di ruang Bougenville sebesar
60,74 % prosedur yang dilaksanakan, di ruang Teratai 58,82% dan Dahlia
50,98%. Prosedur yang sudah dilakukan dengan baik di ketiga ruangan yaitu
persiapan kedua shift dinas, buku timbang terima tersedia, penyebutan identitas
dan diagnosa medis pasien, tindakan kolaboratif, rencana umum, penyampaian
padat, jelas dan singkat serta timbang terima tidak lebih dari 5 menit setiap pasien
kecuali pasien dengan kondisi khusus.
3. Pelaksanaan Discharge Planning
Tabel 5.9 Penerapan Standar Operasional Prosedur Discharge Planning Pre - Post Intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Kegiatan Bougenville Teratai Dahlia
Pre(%)
Post(%)
Pre(%)
Post(%)
Pre(%)
Post(%)
1. KATIM melaporkan ke karu tentang perencanaan discharge planning
100 100 100 100 100 100
2. KATIM menyiapkan status klien dan format discharge planning
66,7 66,7 66,7 66,7 66,7 66,7
3. Menyebutkan masalah klien 0 33,3 0 33,3 0 04. Kepala ruang menanyakan kepada
KATIM hal-hal yang akan diajarkan pada klien dan keluarga
0 0 0 33,3 0 0
5. Kepala ruangan memeriksa kelengkapan administrasi
33,3 66,7 33,3 33,3 33,3 33,3
6. Karu membuka acara discharge planning 0 0 33,3 66,7 0 07. KATIM dan PA mengucapkan salam
pada klien dan keluarga dengan ramah 33,3 66,7 33,3 66,7 33,3 33,3
8. KATIM dibantu PA menyampaikan pendidikan kesehatan tentanga Aturan diet yang dibutuhkan, b Tanggal dan tempat kontrol,c Aktivitas dan istirahatd Perawatan diri.
10010066,7
0
10010066,7
0
100100100
0
10010010033,3
10010066,7
0
10010066,7
09. KATIM DAN PP melakukan demonstrasi
dan redemonstrasi jenis makanan yang diperbolehkan dikonsumsi oleh pasien
0 0 0 33,3 0 0
79
menggunakan food model10. KATIM menanyakan kembali pada
pasien tentang materi yang telah disampaikan
0 0 0 0 0 0
11. KATIM memberi reinforcement kepada klien
0 33,3 0 33,3 0 33,3
12. KATIM mengucapkan terimakasih 66,7 100 100 100 66,7 66,713. Pendokumentasian 100 100 100 100 100 10014. Karu memberikan reward kepada
KATIM dan PP0 0 0 0 0 0
Rerata 39,21
49,01
45,09
58,82
39,21
41,17
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa dari 3 kali observasi prosedur
pelaksanaan discharge planning yang dilakukan sebesar 39,21% di ruang
Bougenville, di Ruang Teratai 45,09% dan 39,21% di Ruang Dahlia. Prosedur
yang sudah dilakukan dengan baik ketiga ruang yaitu pelaporan katim bahwa ada
pasien pulang, katim memberikan penjelasan kepada pasien berupa aturan diet,
tempat kontrol serta aktivitas dan istirahat. Sedang prosedur yang belum
dilakukan sama sekali di ketiga ruang adalah penggunaan food model ketika
penjelasan tentang diet, perawatan diri di rumah, klarifikasi oleh perawat apakah
pasien mengerti, serta reinforcement perawat kepada pasien.
Setelah dilakukan pelatihan kemudian observasi sebanyak 3 kali
didapatkan data bahwa prosedur pelaksanaan discharge planning di ruang
Bougenville sebesar 49,01% prosedur sudah dilakukan, ada peningkatan dari pada
sebelum pelatihan namun masih dalam kategori kurang. Di Ruang Teratai ada
peningkatan dari kategori kurang menjadi kategori cukup yaitu sebesar 58,82%
Ket : Setiap kegiatan diobservasi 3 kali0 : Tidak Dilakukan 1 : Dilakukan sekali dari 3 x observasi2 : Dilakukan dua kali dari 3 x observasi3 : Dilakukan 3 kali dari 3 x observasi
Nilai Rata –Rata : Point yang diperoleh Nilai Maks x ∑ pengamatan∑ item : 17∑ pengamatan : 3 kali Nilai minimal : 0Nilai maksimal : 3 x 17 =51
x 100%
80
prosedur sudah dilakukan. Di Ruang Dahlia sebesar 41,17% prosedur dan
termasuk kategori kurang.
Prosedur yang sudah dilakukan dengan baik ketiga ruang yaitu pelaporan
katim bahwa ada pasien pulang, katim memberikan penjelasan kepada pasien
berupa aturan diet, tempat kontrol serta aktivitas dan istirahat. Di ruang Teratai
ada peningkatan yang awalnya penjelasan perawatan diri tidak ada menjadi ada
setelah pelatihan.
Sedang prosedur yang belum dilakukan sama sekali di ketiga ruang adalah
penggunaan food model ketika penjelasan tentang diet, perawatan diri di rumah,
klarifikasi oleh perawat apakah pasien mengerti, serta reinforcement perawat
kepada pasien.
5.4 Kinerja Perawat
5.4.1 Kinerja Perawat Pre dan Post Intervensi
Tabel 5.10 Kinerja perawat pre dan post intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Aspek Kinerja R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia
Pre (%) Post (%) Pre(%) Post (%) Pre (%) Post (%)PengkajianDiagnosaPerencanaan TindakanEvaluasiCatatan Askep
2579,16
7543,7541,6782,5
35,4177,592,7
64,0543,7592,5
13,6168,5175,9248,61
5088,88
44,4485,1884,2563,8861,11100
26,5668,5170,8351,5641,1686,66
35,4170,570,8351,5643,7586,66
Penilaian kerja dinilai melalui studi dokumentasi yang merupakan hasil
kerja dari tim perawat. Berdasarkan tabel 5.10 didapatkan ada beberapa hal yang
sering tidak dilakukan oleh perawat yaitu pengkajian pada aspek pengelompokan
data dan pengkajian sejak pasien masuk dan setiap ada perubahan. Perawat
melakukan pengkajian pada awal pasien masuk ruangan, setelah data didapatkan
81
perawat tidak melakukan pengelompokan data apakah data tersebut merupakan
data objektif atau data subjektif sehingga tidak ada proses analisa data untuk
mendapatkan suatu masalah keperawatan. Begitu juga jika ada perubahan pada
kondisi pasien belum ada pendokumentasian perubahan pasien yang terjadi
sehingga tidak diketahui adanya perubahan diagnosa keperawatan pasien dari
waktu ke waktu.
Pada aspek diagnosa dan perencanaan perawat sudah melaksanakannya
dengan baik. Perawat sudah menyusun diagnosa keperawatan yang mencerminkan
masalah dan etiologi (PE). Pada perencanaan perawat membuatnya berdasarkan
diagnosa, menurut urutan prioritas, mengacu pada tujuan dan menggambarkan
keterlibatan keluarga serta menunjukkan adanya kolaborasi perawat dan dokter
serta disiplin ilmu yang lain (ahli gizi dan fisioterapis). Aspek tindakan perawat
seringkali tidak melakukan tindakan sesuai dengan yang telah direncanakan. Pada
catatan keperawatan ditulis rutinitas yang dilakukan oleh pasien. Begitu juga pada
aspek evaluasi. Perawat tidak melakukan evaluasi pada setiap shift tapi sehari
sekali yaitu pada akhir shift dinas malam. Sehingga tidak bisa diketahui dengan
jelas bagaimana kondisi pasien pada akhir shift pagi dan sore.
Aspek catatan keperawatan sudah dilakukan dengan baik ditulis pada
format yang baku, sesuai dengan yang dilakukan, ringkas dan jelas, ada tanda
tangan namun sering kali nama jelas tidak dicantumkan. Rekam medis pasien
yang telah pulang di simpan dengan baik di bagian rekam medis.
Tabel 5.11 Perubahan Kinerja perawat pre dan post intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Kinerja R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia
82
Pre(%)
Post (%)
Pre (%)
Post (%) Pre (%)
Post (%)
BaikKurang
6,2593,75
31.2568,75
16,67 83,33
33,33 66,67
6,2593,75
6,2593,75
Wilcoxon Signed Rank Test p=0,001 p=0,001 p=157
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa kinerja perawat sebelum
dilakukan pelatihan pada kepala ruang dan ketua tim di Ruang Bougenville
sebagian besar perawat mempunyai kinerja buruk sebesar 93,75% dan yang
mempunyai kinerja baik sebesar 6,25%. Di Ruang Teratai sebagian besar perawat
mempunyai kinerja buruk sebesar 83,33% dan yang mempunyai kinerja baik
sebesar 16,67 %. Di ruang Dahlia sebagian besar perawat mempunyai kinerja
buruk sebesar 93,75% dan yang mempunyai kinerja baik sebesar 6,25%.
Setelah dilakukan penyegaran materi MAKP Tim menunjukkan bahwa
kinerja pada kepala ruang dan ketua tim di Ruang Bougenville sebagian besar
perawat mempunyai kinerja buruk sebesar 68,75% dan yang mempunyai kinerja
baik sebesar 31,25%. Di Ruang Teratai sebagian besar perawat mempunyai
kinerja buruk sebesar 66,67% dan yang mempunyai kinerja baik sebesar 33,33%.
Di ruang Dahlia sebagian besar perawat mempunyai kinerja buruk sebesar 93,75%
dan yang mempunyai kinerja baik sebesar 6,25%.
Berdasar tabel 5.11 pada Ruang Bougenville hasil uji Wilcoxon sig.(2-
tailed) p 0,001 < 0,05 dan pada Ruang Teratai hasil uji Wilcoxon sig.(2-tailed)
0,001 < 0,05 berarti Ho ditolak, ada perubahan kinerja sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi. Hasil uji Wilcoxon sig.(2-tailed) p 0,157 > 0,05 pada ruang
Dahlia berarti Ho diterima
Tabel 5.12 Analisis Mann Whitney Kinerja perawat Post Intervensi Di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
83
Ruang Selisih Hasil Uji Mann WhitneyZ P
R. Bougenville dan R. Dahlia 5 -2,104 0,035R. Teratai dan R. Dahlia 6,5 -2,482 0,013R. Bougenville dan R. Teratai 1,18 -,405 0,686
Berdasar tabel 5.12 bahwa ada perbedaan kinerja perawat antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol ditunjukkan dengan hasil uji Mann Whitney
antara ruang Bougenville dan Dahlia p = 0,035 < 0,05 dan antara ruang Teratai
dan dan ruang Dahlia p = 0,013 < 0,05 artinya H0 ditolak. Ada kecenderungan
perubahan kinerja dari buruk menjadi baik pada kelompok perlakuan.
5.4.2 Kepuasan Kerja Perawat
5.5 Kepuasan Perawat Pre-Post Intervensi
Tabel 5.13 Kepuasan Perawat setelah penerapan MAKP Tim Di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Aspek Kepuasan Kerja Perawat
R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia
Pre (%) Post (%) Pre(%) Post (%) Pre (%) Post (%)Fisiologis Rasa amanKasih sayang Harga diriAktualisasi diri
65,6265,1857,1461,662,5
66,0766,0764,7364,2966,96
72,7668,7569,1966,5272,32
74,1274,5568,7587,0573,66
65,6262,563,8463,8466,52
66,5162,9460,2666,0768,75
Kepuasan kerja perawat dinilai dengan memberikan kuesioner kepusan
kerja berdasar hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow. Tabel 5.13
menunjukkan bahwa perawat merasa cukup puas dengan pekerjaan mereka.
Setelah dilakukan pelatihan, pada Ruang Bougenville tingkat kepuasan kerja
perawat tiap aspek memiliki prosentase yang hampir sama yaitu cukup puas
dengan rata-rata kepuasan 65,65%. Hal yang sama terjadi di Ruang Teratai
dengan rata-rata kepuasan kerja perawat pada semua aspek 69,08%. pada ruang
Teratai ada satu aspek yang tingkat kepuasan perawat sangat puas yaitu aspek
84
terpenuhinya kebutuhan harga diri sebesar 87,05%. Pada ruang Dahlia rata-rata
kepuasan kerja perawat pada semua aspek 64,91%.
Tabel 5.14 Perubahan Kepuasan kerja perawat pre dan post intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Kepuasan Kerja R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia
Pre (%)
Post (%)
Pre (%)
Post (%)
Pre (%)
Post (%)
Sangat PuasPuasCukup PuasKurang Puas
7,1750
28,5714,26
7,1764, 2628,57
0
13,3346,6733,336,57
13,3453,3333,33
0
14, 2650
21,4814,26
14, 2657, 1421,487,17
Wilcoxon Signed Rank Test p=0,042 p=0,058 p=687Berdasar tabel di atas kepuasan perawat pada penerapan MAKP sebelum
dilakukan pelatihan di Ruang Bougenville sebagian responden puas dalam
bekerja dengan prosentase 50%, di Ruang Teratai hampir sebagian puas yaitu
sebesar 46, 67% dan sebagian responden puas dalam bekerja dengan prosentase
50% di Ruang Dahlia.
Setelah dilakukan pelatihan diketahui bahwa kepuasan perawat pada
penerapan MAKP cenderung ada peningkatan kepuasan perawat di Ruang
Bougenville sebagian responden puas dalam bekerja dengan prosentase 64,26 %,
di Ruang Teratai sebagian besar puas yaitu sebesar 53,33% dan sebagian
responden puas dalam bekerja dengan prosentase 57,14 % di Ruang Dahlia.
Berdasar tabel 5.11 pada Ruang Bougenville hasil uji Wilcoxon sig.(2-
tailed) p 0,042 < 0,05 artinya Ho ditolak, ada perubahan kepuasan sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi. Pada Ruang Teratai hasil uji Wilcoxon sig.(2-
tailed) 0,058 > 0,05 berarti Ho diterima, tidak ada perubahan kepuasan sebelum
85
dan sesudah dilakukan intervensi. Hasil uji Wilcoxon sig.(2-tailed) p 0,687 > 0,05
pada ruang Dahlia artinya Ho diterima.
Tabel 5.15 Analisis Mann Whitney Kepuasan kerja perawat Post Intervensi Di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011
Ruang selisih Hasil Uji Mann WhitneyZ P
R. Bougenville dan R. Dahlia 0,35 -,121 0.903R. Teratai dan R. Dahlia 0,35 -,121 0.903R. Bougenville dan R. Teratai 0 -,405 0,686
Berdasar tabel 5.14 bahwa tidak ada perbedaan perubahan kepuasan kerja
perawat antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol ditunjukkan dengan
hasil uji Mann Whitney antara ruang Bougenville dan Dahlia p = 0,903 < 0,05 dan
antara ruang Teratai dan dan ruang Dahlia p = 0,903 < 0,05 artinya H1 ditolak.
86
BAB 6
PEMBAHASAN
5.6 Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional Tim Di Ruang
Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD dr. Soegiri Lamongan
Metode asuhan keperawatan profesional (MAKP) tim yang diterapkan di
RSUD dr. Soegiri Lamongan dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu pelaksanaan
job description masing-masing perawat (kepala ruang, ketua tim dan anggota tim),
pelaksanaan standar operasional prosedur penerimaan pasien baru, timbang terima
dan discharge planning. Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini berupa
penyegaran materi tentang MAKP Tim kepada perawat pada kelompok perlakuan
yaitu Ruang Bougenville dan Ruang Teratai.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebelum dilakukan pelatihan
kepala ruang (karu) di masing-masing ruangan melaksanakan tugas pokok cukup
baik. Setelah dilakukan pelatihan menunjukkan ada perubahan prosentase
87
pelaksanaan tugas pokok kepala ruang di Ruang Bougenville dan Teratai
meskipun masih dalam kategori cukup baik. Pada Ruang Dahlia tidak ada
perubahan prosentase pelaksanaan tugas kepala ruang.
Pelaksanaan tugas ketua tim sebagai inti dari pelaksana MAKP Tim,
sebelum pelatihan di ketiga ruang termasuk dalam kategori kurang baik. Setelah
pelatihan ada peningkatan pelaksanaan tugas ketua di tim di ruang Bougenville
dan Teratai. Di ruang Dahlia tidak ada perubahan prosentase pelaksanaan tugas
ketua tim. Anggota tim sebelum dan sesudah pelatihan sudah berjalan dengan
baik. Dilihat dari semua tugas pokok anggota tim sudah dilakukan.
Setiap perawat baik kepala ruang, ketua tim dan anggota tim (perawat
pelaksana) diharapkan dapat berperan sesuai dengan job description masing-
masing pada pelaksanaan MAKP Tim. Menurut Sitorus (2006) bahwa dalam
metode tim setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan
dan memberikan asuhan keperawatan sehingga pada perawat timbul motivasi dan
rasa tanggung jawab yang tinggi. Zakaria (2003) menyatakan bahwa dalam
organisasi seseorang harus memainkan peranan sesuai dengan tugasnya, seorang
pemimpin harus menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dan lainnya memainkan
peran sebagai pengikut.
Kepala ruang sebagai manajer diharapkan mampu mengkoordinasikan
seluruh elemen organisasi untuk mengelola secara bersama-sama, dengan harapan
dapat meningkatkan kinerja perawat di ruangan tersebut (Moeheriono, 2010).
Dalam penerapan MAKP tim kepala ruang diharapkan mampu berperan dalam hal
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Tugas perencanaan
sebagian sudah mampu dilakukan oleh kepala ruang baik di Ruang Bougenville
88
maupun Teratai. Namun, ada beberapa yang belum dilakukan yiatu
mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien bersama dengan ketua tim.
Keterbatasan jumlah perawat merupakan kendala dalam hal ini. Kepala ruang
tidak membuat rentang kendali yaitu kepala ruangan membawahi 2 ketua tim dan
ketua tim membawahi 2-3 perawat. Pada faktanya dalam satu ruangan hanya ada
seorang ketua tim yang membawahi 12-13 perawat dan merawat 25-27 pasien.
Pasien belum dikelompokkan berdasar tingkat ketergantungan untuk
menyesuaikan kebutuhan tenaga.
Aspek lain yang diobservasi dalam penerapan MAKP Tim adalah
pelaksanaan standar operasional prosedur (SOP) penerimaan pasien baru, timbang
terima dan discharge planning. Dari hasil observasi yang dilakukan didapatkan
bahwa ada perubahan prosentase prosedur yang dilakukan pada penerimaan
pasien baru di Ruang Bougenville dan Teratai. Pelaksanaan prosedur penerimaan
pasien baru di Ruang Bougenville dan Teratai yang sebelumnya termasuk dalam
kategori kurang menjadi kategori cukup baik (62%) pada kelompok perlakuan.
Sedang pada ruang Dahlia 39%. Prosedur yang belum dilakukan oleh perawat
pada saat penerimaan pasien baru adalah anamnesa pasien ketika pasien baru
datang, kepala ruang tidak melakukan pengecekan persiapan penerimaan pasien
baru dan tidak memberikan reward kepada perawat setelah tindakan dilakukan. Di
Ruang Dahlia sebagai kelompok kontrol termasuk dalam kategori kurang.
Penerimaan pasien baru merupakan suatu prosedur yang dilakukan oleh
perawat pada pasien yang baru di rawat di ruang rawat inap. Melalui penerimaan
pasien baru diharapkan terjalin suatu hubungan saling percaya antara perawat,
pasien dan keluarga. Penerimaan pasien baru merupakan tahap pengenalan baik
89
bagi pasien maupun perawat sendiri (Nursalam, 2011). Pelaksanaan penerimaan
pasien baru yang sesuai dengan prosedur diharapkan kepuasan pasien terhadap
pelayanan keperawatan menjadi lebih baik. Pelaksanaan penerimaan pasien baru
di ruang Bougenville dan Teratai sudah berjalan cukup baik, namun perlu ada
peningkatan sehingga pelaksanaan penerimaan pasien baru menjadi optimal.
Pelaksanaan prosedur timbang terima di ruang Bougenville sebelum
dilakukan pelatihan termasuk dalam kategori kurang, di ruang Teratai kategori
cukup dan Ruang Dahlia kurang. Setelah dilakukan pelatihan pada ruang
Bougenville dan Teratai pelaksanaan timbang terima di ketiga ruang mengalami
perubahan prosentase namun masih dalam kategori cukup. Pelaksanaan timbang
terima di Ruang Bougenville dan Teratai setelah dilakukan pelatihan termasuk
dalam kategori cukup yaitu sebesar 59%. Sedangkan pada Ruang Dahlia kategori
kurang (50%).
Timbang terima merupakan suatu sarana untuk mencapai komunikasi antar
perawat dan tim kesehatan lain jika dilakukan dengan profesional. Timbang
terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima suatu laporan yang
berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima merupakan kegiatan yang harus
dilakukan sebelum pergantian shift. Selain laporan antar shift, dapat disampaikan
juga informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang telah atau
belum dilaksanakan. Timbang terima dilakukan pada setiap pergantian shift yaitu
shift pagi ke shift sore, shift sore kepada shift malam, dan shift malam kepada
shift pagi (Nursalam, 2011). Beberapa prosedur yang tidak pernah dilakukan saat
timbang terima yaitu mengenai penyampaian masalah keperawatan, rencana
keperawatan yang sudah dan belum dilakukan serta diskusi dan validasi setelah
90
keliling ke pasien. Hal-hal yang terkait dengan keperawatan yang tidak pernah
dilakukan ini seharusnya menjadi perhatian penting, perawat seharusnya
membiasakan diri menuliskan masalah keperawatan dalam dokumentasi
keperawatan. Komunikasi antar perawat saat timbang terima selalu menyertakan
masalah keperawatan dan rencana intervensi keperawatan yang akan dilakukan
tanpa melupakan masalah kolaboratif dengan tim kesehatan yang lain
Pelaksanaan discharge planning di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia
sebelum dilakukan pelatihan termasuk dalam kategori kurang. Setelah dilakukan
pelatihan pada Ruang Bougenville masih dalam kategori kurang namun ada
kenaikan prosentase (49%). Pada Ruang Teratai kategori cukup baik (58%).
Sedangkan di Ruang Dahlia masih dalam kategori kurang (41%).
Perencanaan pulang (Discharge planning) merupakan perencanaan
perawatan pasien pasca di rawat di rumah sakit, dapat dimulai pada saat pasien
masuk rumah sakit hingga pasien akan pulang. Discharge planning merupakan
proses terintegrasi yang terdiri dari fase-fase yang ditujukan untuk memberikan
asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam Nursalam,
2011). Discharged planning merupakan proses yang menggambarkan kerjasama
antar tim kesehatan, keluarga dan klien (Nursalam, 2011). Discharge planning
bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan klien secara signifikan dan
menurunkan biaya-biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi lanjut, dengan adanya
discharge planning klien dapat mempertahankan kesehatannya dan membantu
klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka sendiri.
Pelaksanaan discharge planning yang sesuai dengan prosedur akan meningkatkan
91
derajat kesehatan pasien, dalam discharge planning pasien dipersiapkan
bagaimana perawatan pasien di rumah melalui pendidikan kesehatan.
Penerapan MAKP Tim adalah sesuatu yang baru bagi perawat, selain itu
latar pendidikan sebagian besar perawat DIII Keperawatan dan belum
mendapatkan pelatihan tentang MAKP merupakan hambatan tersendiri bagi
terlaksananya MAKP Tim secara optimal. Penyegaran konsep MAKP Tim
meningkatkan pemahaman perawat tentang MAKP Tim sehingga perawat
melaksanakan MAKP Tim lebih baik dari sebelumnya.
5.7 Kinerja Perawat Setelah Pelatihan Tentang MAKP Tm Di RSUD dr.
Soegiri Lamongan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kinerja perawat
sebelum maupun sesudah dilakukan pelatihan tentang MAKP Tim pada Ruang
Bougenville dan Teratai meskipun pada kedua ruang tersebut kinerja perawat
sebagian besar dalam kategori kinerja buruk, begitu juga di Ruang Dahlia. Hasil
uji statistik dengan Wilcoxon Signed Rank Test (2-tailed) menunjukkan bahwa
penerapan MAKP tim di kedua ruang tersebut memberikan pengaruh pada kinerja
perawat di ruang Bougenville dan Teratai yaitu dengan p 0,001 < 0,05 berarti
hipotesis penelitian diterima. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan adanya
perbedaan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan hasil p 0,035
< 0,05 uji antara ruang Bougenville dan Ruang Dahlia, p = 0,013 < 0,05 antara
ruang Teratai dan Ruang Dahli. Hasil observasi dengan observasi instrumen A
menunjukkan ada kecenderungan perubahan kinerja dari kinerja buruk menjadi
kinerja baik. Pada kelompok perlakuan menunjukkan perubahan nilai pada studi
92
dokumentasi post intervensi meskipun secara kategori sebagian besar perawat
mempunyai kinerja buruk.
Soeprihanto (2001) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja
karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan kemungkinan misalnya
standart, target / sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
telah disepakati bersama. Sedangkan menurut Ilyas (2002) kinerja merupakan
hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi.
Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan standar
praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan (Nursalam, 2011)
Peneliti melakukan observasi kinerja perawat melalui studi dokumentasi
asuhan keperawatan yaitu dengan melakukan observasi pada rekam medik pasien
dengan kriteria pasien telah pulang dan di rawat di ruang rawat inap lebih dari 3
hari. Studi dokumentasi rekam medis dilakukan untuk melihat proses keperawatan
yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien. Proses keperawatan ini meliputi
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, evaluasi dan catatan asuhan
keperawatan (Depkes RI, 1994). Aspek yang tidak didokumentasikan oleh
perawat yaitu pengelompokan data dan pengkajian ulang data pasien sejak masuk
dan setiap ada perubahan tidak ditulis di catatan keperawatan pada rekam medis.
Menurut Ilyas (2002) kinerja perawat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya karakteristik pribadi (umur, jenis kelamin, pengalaman dan
komunikasi), motivasi, jenjang karir, pendapatan dan supervisi. Selain itu,
variabel psikologik juga berpengaruh terhadap kinerja seseorang, variabel
psikologik tersebut diantaranya persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi dimana
93
sub-sub variabel ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial pengalaman kerja.
Variabel organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan,
struktur dan desain pekerjaan berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja
individu (Gibson dalam Ilyas, 2002). Kopelmen (dalam dalam Ilyas, 2002)
menyatakan bahwa sub variabel imbalan akan berpengaruh untuk meningkatkan
motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja
individu.
Beberapa hal yang menyebabkan kinerja perawat sebagian besar masih
dalam kategori buruk adalah dari sisi umur sebagian perawat berumur 20-30 tahun
dengan masa kerja antara 1-5 tahun. Hal ini mempengaruhi pengetahuan dan
pengalaman kerja yang dimiliki oleh tiap perawat. Disamping itu juga kesadaran
akan pentingnya penulisan dokumentasi keperawatan yang benar masih rendah.
Peran kepala ruang dalam melakukan kontrol terhadap penulisan dokumentasi
keperawatan juga menjadi faktor penting dalam terwujudnya kinerja perawat yang
baik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan MAKP tim setelah
dilakukan pelatihan MAKP Tim mempengaruhi kinerja perawat. Penerapan
MAKP tim menuntut perawat untuk memahami peran masing-masing dan mampu
bekerja sama antar tim. Antar satu perawat dengan yang lainnya diharapkan
mampu melakukan proses keperawatan dengan baik yang salah satunya dengan
penulisan dokumentasi keperawatan.
5.8 Kepuasan Kerja Perawat Setelah Pelatihan Tentang MAKP Tm Di
RSUD dr. Soegiri Lamongan
94
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tidak ada pengaruh penerapan
MAKP Tim terhadap kepuasan kerja perawat. Analisis statistik dengan uji
statistik Wilcoxon signed rank test menunjukkan bahwa pelatihan tentang MAKP
tim di Ruang Bougenville memberikan pengaruh pada kepuasan kerja perawat
dengan p 0,042 > 0,05 artinya H0 ditolak. Pada Ruang Teratai uji statistik
Wilcoxon signed rank test menunjukkan p = 0,058 artinya H0 diterima, tidak ada
pengaruh pelatihan pada kepuasan kerja perawat
Hasil uji Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan antara
kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol yaitu hasil uji antara ruang
Bougenville dan ruang Dahlia dengan p 0,903 > 0,05 dan uji antara ruang Teratai
dan ruang Dahlia p 0,903 > 0,05 artinya H1 ditolak. Berdasarkan kuesioner yang
telah diberikan kepada perawat menunjukkan tidak ada perubahan kepuasan kerja
perawat pada kelompok perlakuan maupun kontrol. Aspek kepuasan kerja dengan
nilai terendah yaitu pada aspek pemberian insentif tambahan atas suatu prestasi
atau kerja ekstra. Perawat merasa bahwa tidak ada intensif tambahan ketika kerja
ekstra, kalaupun ada dengan jumlah minim.
Blum (dalam As’ad, 2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan
suatu sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap
faktor-faktor pekerjaan, karakteristik individual, serta hubungan kelompok di luar
pekerjaan itu sendiri. Kepuasan kerja juga berhubungan dengan sikap dari
karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan
dan sesama pimpinan dan sesama karyawan. Herzberg membagi situasi yang
mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok
yaitu kelompok satisfiers dan kelompok dissatisfiers.
95
Kelompok satifiers atau motivator adalah faktor-faktor atau situasi yang
merupakan sumber kepuasan kerja. Kelompok satifiers terdiri dari, pekerjaan
yang menarik, pekerjaan yang menantang, kesempatan untuk berprestasi,
kesempatan untuk memperoleh penghargaan, dan promosi. Apabila faktor
satifiers ini terpenuhi maka akan menimbulkan kepuasan, dan apabila faktor
satifiers ini tidak terpenuhi maka tidak selalu menimbulkan ketidakpuasan (Rifai,
2005).
Penerapan MAKP Tim menimbulkan perubahan dalam pekerjaan perawat
sebagai sesuatu yang relatif baru, memberikan tantangan dan menarik untuk
dilaksanakan. Hal ini seharusnya memberikan kepuasan bagi perawat yang senang
terhadap pekerjaan yang menantang dan senang mencoba hal yang baru. Namun
ketika penerapan MAKP Tim dirasa sebagai beban maka kepuasan kerja akan
menurun karena perawat merasa tidak mendapatkan sesuatu yang berbeda dari
penerapan metode asuhan keperawatan yang baru tersebut.
Berdasarkan hierarki kebutuhan A. Maslow seseorang akan mencapai
kepuasan kerja jika kebutuhan fisiologis dasar, kebutuhan akan rasa aman dan
tentram, kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, kebutuhan untuk dihargai,
kebutuhan untuk aktualisasi diri terpenuhi (Nursalam, 2011). Penerapan MAKP
Tim dalam beberapa hal akan membuat seseorang terpenuhi salah satu
kebutuhannya tapi kebutuhan yang lain tidak tercapai. Misal dalam hal kebutuhan
untuk dihargai dan aktuliasasi diri. Penerapan MAKP menuntut perawat mampu
melakukan asuhan keperawatan pada pasien kelolaan karena diberi tanggung
jawab yang jelas harus merawat pasien yang mana. Namun dari sisi salary setelah
penerapan MAKP tim tidak ada perubahan nilai imbalan yang diberikan kepada
96
perawat. Begitu juga dengan kebutuhan akan rasa aman dari sarana prasarana dan
jaminan yang diberikan instansi tetap seperti sebelum penerapan MAKP Tim. Jika
kebutuhan mendasar bagi perawat belum terpenuhi maka kepuasan kerja perawat
tidak akan tercapai.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya dan pembahasan hasil
penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran dari penelitian
yang telah dilakukan sebagai berikut
7.1 Kesimpulan
1. Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) RSUD dr.
Soegiri Lamongan setelah pelatihan tentang MAKP Tim pada aspek
pelaksanaan job description masing-masing perawat sesuai dengan peran
dan tugasnya sebagai kepala ruang dilakukan cukup baik, ketua tim cukup
baik dan anggota tim baik. Ada perbedaan penerapan MAKP Tim, Kinerja
perawat dan kepuasan kerja perawat antara kelompok perlakuan (Ruang
Bougenville dan Ruang Teratai) dan kelompok kontrol (Ruang Dahlia)
2. Kinerja perawat setelah dilakukan pelatihan MAKP Tim sebagian besar
dalam katergori kinerja kurang namun secara prosentase ada perubahan.
3. Kepuasan kerja perawat setelah dilakukan pelatihan tentang MAKP Tim
sebagian besar merasa cukup puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan
97
7.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat kami berikan saran sebagai
berikut, untuk:
7.2.1 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soegiri Lamongan
1. Mengoptimalkan penerapan MAKP tim untuk meningkatkan kinerja
dan kepuasan kerja sumber daya keperawatan
2. Meningkatkan kualitas SDM keperawatan utamanya perawat yang
berperan sebagai ketua tim melalui pendidikan dan pelatihan terutama
yang berkaitan dengan MAKP
3. Melakukan evaluasi penerapan MAKP Tim secara berkesinambungan
dan terjadwal.
7.2.2 Perawat
1. Perawat di ruang MAKP diharapkan mempunyai kemauan untuk
meningkatkan pengetahuan melalui pelatihan dan peningkatan
pendidikan berkelanjutan terutama bagi ketua tentang kepemimpinan,
komunikasi efektif, spesialisasi dalam bidangnya dan inovasi dalam
memberikan pelayanan kepada pasien.
7.2.3 Peneliti selanjutnya
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang pengaruh penerapan
MAKP Tim terhdap kinerja dan kepuasan kerja perawat. Penilaian kinerja tidak
hanya dilakukan dengan studi dokumentasi saja melainkan dengan observasi
kegiatan sehari-hari yang dilakukan perawat.
98
DAFTAR PUSTAKA
Adikoesoemo ( 1997 ). Manajemen rumah sakit . Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Anitawati, H (1995). Manajemen Pemasaran. Jakarta : Salemba Empat.
Arwani (2002). Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.
As’ad, Muh (2001). Seri Sumber Daya Manusia: Psikologi Industri
Depkes RI (1995). Instrumen A,B,C. Jakarta. Depkes RI.
Depkes RI (2001). Petunjuk pelaksanaan indikator mutu pelayanan rumah sakit.Jakarta : Depkes RI
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan (2008). Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan . Jakarta : Dirjen Bina Pelayanan Medik Depkes RI.
Direktorat Bina Pelayanan Medik (2008). Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI.
Djuhaeni, H (2009). Manajemen Pelayanan Medik Di Rumah Sakit. pustaka.unpad.ac.id/wp.../manajemen_pelayanan_medik_di_rs.pdf. diunduh tanggal 15 Januari 2011
Douglas, L.M (1992). The Effective Nurse Leader and Manager. 4 th Ed. Philadelphia : WB.Saunders
Gilles, D.A. (1996). Nursing management, 2nd Ed. New York : WB Saunders.
Hasnita, E (2005). Ciri-ciri, Iklim Organisasi dan Kinerja Tenaga Perawat di Instalasi Rawat Inap RS. Dr. Achmad Moechtar Bukit Tinggi Tahun 2005. http://lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/no.1_Evi_Hasnita_04_06. pdf. diunduh tanggal 11 Januari 2011
99
Ilyas, Y (2002). Kinerja: Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta : Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Hasan, M (2000). Teknik Sampling. http : //home.unpar.ac.id/hasan/ sampling .doc. diunduh tanggal 1 Februari 2011
Handoko, T Hani, Prof (2001). Manajemen Personalia dan SDM. Jakarta : BPFE
Joynt, J (2008) Innovative Care Delivery Models: Identifying New Models that Effectively Leverage Nurses. http : //inovativecaremodel.com diunduh tanggal 1 Januari 2011
Keliat, Budiana (2005). Modul MPKP Keperawatan Jiwa. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian, Jilid 1. Jakarta: PT. Prenhallindo
Nasution, R (2003). Teknik Sampling. http : //library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rozaini.pdf. diunduh tanggal 1 februari 2011
Neisner, J & Raymond, B (2002). Nurse Staffing and Care Delivery Modells : a Review Of The Evidence. http://www.kp.org. Diunduh tanggal 2 Januari 2011
Notoatmodjo S (2002). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Nurcahyo, B (2009). Metode Penelitian. http://www. bagus.staff.gunadarma.ac.id. diunduh tanggal 5 Januari 2011
Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam (2011). Manajemen Keperawatan aplikasi dan praktik keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medika.
Marquis, B.L. & Huston, C.J (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan : Teori dan Aplikasi. Edisi 4. Alih bahasa : Widyawati, dkk. Jakarta : EGC
Marquis, B.L., and Huston., C.J., (1998), Leadership Roles and Management Fungtions in Nursing: Theory and Application, Philadelphia: Lippincot.
Moeheriono (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Jakarta : Ghalia Indonesia
Pratiwi, A (2008). Kajian penerapan model praktik keperawatan profesional (MPKP) dalam pemberian asuhan keperawatan di Rumah Sakit. http: eprints.ums.ac.id/1446. Diunduh tanggal 10 Desember 2010
100
Rakhmawati, W (2007). Metode Penugasan Tim Dalam Asuhan Keperawatan. www.pustaka.unpad.ac.id. Diunduh tanggal 10 Januari 2011
Rusdi, I. (2008). Model Pemberian Asuhan Keperawatan. http://ibnurusdi.wordpress.com/2008/04/06/ model-pemberian-asuhan- keperawatan/. Diunduh tanggal 10 Januari 2011
Sitorus, R. (2002). Panduan Implementasi Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit. Jakarta : EGC.
Sitorus, R. (2002). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit.Jakarta : EGC.
Suarli, S(2002). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis.Jakarta : Penerbit Erlangga.
Sudarman, D (2003). Riset Keperawatan. Jakarta : EGC.
Sullivan & Decker (1989). Effective management in nursing. California : Addison Welsley Publishing Company.
Russel, S.C, (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC
Utama, S (2003). Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit. http : //www.digilib.usu.ac.id. diunduh tanggal 11 Januari 2011
Wijono, Dj (1999). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya : Airlangga University Press.
Yulis, I (2010). Manajemen Keperawatan. http://www.yulisiip.blogspot.com. Diunduh tanggal 10 Januari 2011