tesis ratmi bab 1-7

156
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari sistem kesehatan di sebuah rumah sakit. Untuk mempertahankan eksistensi suatu rumah sakit dalam persaingan bebas ini adalah dengan cara meningkatkan kepuasan pelanggan dalam hal ini pasien dan keluarga (Hartanto, 2009). Kepuasan pasien tersebut bisa dicapai salah satunya dengan meningkatkan kinerja perawat. Masalah umum yang dihadapi oleh organisasi pelayanan kesehatan saat ini adalah mendapatkan sumber daya yang mampu memberikan pelayanan yang bermutu. Pada periode tertentu organisasi mempunyai prestasi baik pada tugas tertentu dan berpenampilan buruk pada tugas lainnya (Ilyas, 2002). Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas kinerja SDM keperawatan adalah dengan adanya penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP). MAKP menekankan pada kualitas kinerja tenaga keperawatan yang berfokus pada nilai profesionalisme antara lain

Upload: wilda-jaya-abadi

Post on 12-Aug-2015

207 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

ass

TRANSCRIPT

Page 1: Tesis Ratmi Bab 1-7

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari sistem kesehatan di sebuah

rumah sakit. Untuk mempertahankan eksistensi suatu rumah sakit dalam

persaingan bebas ini adalah dengan cara meningkatkan kepuasan pelanggan dalam

hal ini pasien dan keluarga (Hartanto, 2009). Kepuasan pasien tersebut bisa

dicapai salah satunya dengan meningkatkan kinerja perawat. Masalah umum

yang dihadapi oleh organisasi pelayanan kesehatan saat ini adalah mendapatkan

sumber daya yang mampu memberikan pelayanan yang bermutu. Pada periode

tertentu organisasi mempunyai prestasi baik pada tugas tertentu dan

berpenampilan buruk pada tugas lainnya (Ilyas, 2002). Salah satu upaya untuk

meningkatkan kualitas kinerja SDM keperawatan adalah dengan adanya

penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP). MAKP

menekankan pada kualitas kinerja tenaga keperawatan yang berfokus pada nilai

profesionalisme antara lain melalui penetapan dan fungsi setiap jenjang tenaga

keperawatan, sistem pengambilan keputusan, sistem penugasan dan sistem

penghargaan yang memadai. Rumah Sakit Umum Dr. Soegiri Lamongan

merupakan salah satu rumah sakit yang sudah menerapkan MAKP dengan

menggunakan metode asuhan keperawatan tim sejak tahun 2010, namun belum

berjalan secara optimal. Pada penerapan MAKP tim di RSUD dr. Soegiri

Lamongan belum ada pembagian yang jelas mengenai ketua tim, staf perawat dan

job description yang harus dilakukan. Perawat melakukan tugas berdasarkan

pembagian yang dilakukan oleh kepala ruang. Pada pelaksanaan MAKP

Page 2: Tesis Ratmi Bab 1-7

2

berdasarkan observasi perawat melakukan asuhan keperawatan berdasarkan

rutinitas misalnya perawat yang mengerjakan injeksi, perawatan luka dan

sebagainya. Pertimbangan pemilihan metode tim untuk diterapkan di rumah sakit

ini adalah ketersediaaan sumber daya keperawatan dengan pendidikan S1

keperawatan yang masih terbatas dan tidak semua perawat pernah mengikuti

pelatihan tentang MAKP.

RSUD dr. Soegiri Lamongan merupakan rumah sakit daerah tipe B non

pendidikan memiliki perawat sebanyak 212 orang dengan lulusan pendidikan S1

sebanyak 5 orang dan DIII sebanyak 201 SPK sebanyak 6 orang. Penilaian kinerja

perawat setelah setahun penerapan MAKP Tim yang dilakukan oleh bidang

keperawatan tahun 2010 perawat di RSUD. Dr. Soegiri Lamongan menunjukkan

kinerja perawat dengan prosentase 72%. Prosentase ini dinilai kurang jika

menggunakan standar kinerja bersadarkan Pareto yang menetapka kinerja

dianggap baik jika bernilai di atas 80 % . Penilaian kinerja dilakukan dengan

menggunakan instrumen A standar Depkes yaitu mengobservasi dokumentasi

keperawatan mulai dari pengkajian, penegakan diagnosa, perencanaan, tindakan,

evaluasi dan catatan asuhan keperawatan. Penilaian kepuasan pasien tahun 2010

dengan menggunakan instrumen B standar Depkes menunjukkan bahwa 84, 4%

pasien puas. Tetapi berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti masih ada

keluhan pasien mengenai prosedur yang lama dan informasi tentang perawatan

yang akan dilakukan kepada pasien tidak adekuat (Laporan Tahunan RSUD Dr.

Soegiri Lamongan, 2010)

Kinerja perawat merupakan tolok ukur dari kualitas pelayanan suatu

rumah sakit. Kinerja dipengaruhi oleh variabel individu, variabel psikologis dan

Page 3: Tesis Ratmi Bab 1-7

3

variabel organisasi. Variabel individu meliputi kemampuan dan ketrampilan,

variabel psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi. Variabel

organisasi diantaranya adalah sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan

desain pekerjaan (Ilyas, 2002). Struktur organisasi dalam pelayanan kesehatan

dapat terlihat dari pembagian kerja tenaga kesehatan. Pembagian kerja pada

perawat akan tampak pada sistem penerapan pemberian asuhan keperawatan.

Penerapan MAKP di suatu rumah sakit dipengaruhi oleh sistem pelayanan yang

diterapkan, kebijakan rumah sakit, persepsi perawat tentang MAKP, persepsi

profesi lain tentang MAKP dan kepuasan pasien. Kebijakan yang ada di suatu

rumah sakit yang akan menerapkan MAKP disesuaikan dengan visi dan misi

institusi, dapat diterapkannya proses keperawatan, efektifitas penggunaan biaya,

terpenuhinya kepuasan pasien dan kepuasan kinerja perawat serta terlaksananya

komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan yang lain (Nursalam,

2007). Penerapan MAKP dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien

membutuhkan suatu metoda dan sistem tertentu termasuk sarana Sumber Daya

Manusia (SDM) dan peralatan yang memadai. Misalnya kualifikasi SDM

keperawatan harus ada perawat profesional yaitu perawat yang berkualifikasi

sarjana keperawatan dengan jumlah yang sesuai yaitu minimal 5 orang dalam satu

ruang, peralatan yang sesuai yaitu perbandingan alat dan pasien yang mendekati

standar dan ilmu tentang manajerial yaitu pengetahuan tentang cara penerapan

MAKP bagi jajaran direktur, kepala bidang keperawatan, kepala ruang dan

perawat pelaksana (Pratiwi, 2008). Kepuasan pasien menjadi tolak ukur tingkat

kualitas pelayanan kesehatan. Selain itu, kepuasan pasien merupakan satu elemen

yang penting dalam mengevaluasi kualitas layanan dengan mengukur sejauh mana

Page 4: Tesis Ratmi Bab 1-7

4

respon pasien setelah menerima jasa. Perbaikan kualitas jasa pelayanan kesehatan

dapat dimulai dengan mengevaluasi setiap unsur-unsur yang berperan dalam

membentuk kepuasan pasien. Sistem kepedulian kesehatan dapat diperbaiki

melalui jalur klinis, layanan, termasuk perspektif pasien seperti seberapa baik jasa

pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan (Utama, 2003)

Masalah yang dihadapi saat ini adalah belum terbentuknya layanan

keperawatan professional sehingga layanan yang diberikan belum sesuai dengan

tuntutan standar profesi (Utama, 2003). Untuk mengatasi masalah tersebut

diperlukan sistem pemberian asuhan keperawatan, salah satunya melalui

pengembangan Metode Asuhan Keperawatan Profesional. Sistem atau metode

yang dirancang harus merefleksikan falsafah organisasi, struktur, pola ketenagaan

dan populasi klien. Rumah sakit yang akan menerapkan MAKP hendaknya

memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi penerapan MAKP. Salah satu upaya

yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penerapan MAKP yaitu dengan

merefresh pengetahuan perawat tentang MAKP Tim yang bisa dilakukan melalui

pelatihan. Pelatihan yang dilakukan diharapkan mampu memberikan perubahan

pada pemahaman perawat tentang MAKP Tim, sehingga perawat mampu

melaksanakan MAKP Tim secara normatif, sesuai dengan teori yang ada. MAKP

diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap kinerja perawat,

kepuasan kerja perawat, kepuasan pasien dan keluarga terhadap pelayanan

keperawatan. Selain itu MAKP juga diharapkan berdampak terhadap kepuasan

kerja profesional lain misalnya dokter, ahli gizi dan fisioterapis yang akan dapat

bekerjasama dengan perawat secara lebih baik jika dibanding pada sistem yang

belum menerapkan MAKP (Pratiwi, 2008)

Page 5: Tesis Ratmi Bab 1-7

5

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh pelatihan tentang MAKP Tim terhadap penerapan

MAKP Tim, kinerja perawat dan kepuasan kerja perawat di RSUD. Dr.

Soegiri Lamongan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh pelatihan tentang MAKP Tim terhadap penerapan

MAKP Tim di RSUD r. Soegiri Lamongan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalis penerapan MAKP Tim pada aspek pelaksanaan job

description Kepala Ruang, Ketua Tim dan Anggota tim, pelaksanaan

penerimaan pasien baru, pelaksanaan timbang terima dan pelaksanaan

discharged planning, kinerja perawat dan kepuasan kerja perawat setelah

dilakukan pelatihan tentang MAKP Tim di RSUD Dr. Soegiri Lamongan

2. Menganalisis perubahan kinerja perawat setelah dilakukan pelatihan

tentang MAKP Tim di RSUD Dr. Soegiri Lamongan

3. Menganalisis perubahan kepuasan kerja perawat setelah dilakukan

pelatihan tentang MAKP Tim di RSUD Dr. Soegiri Lamongan

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam bagi

pengembangan teori manajemen keperawatan yang terkait dengan

penerapan suatu model asuhan keperawatan profesional terutama model

Page 6: Tesis Ratmi Bab 1-7

6

asuhan keperawatan profesional tim di rumah sakit dalam upaya

peningkatan kinerja dan kepuasan kerja perawat

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi rumah sakit

khususnya RSUD Dr. Soegiri Lamongan dalam mengevaluasi penerapan

model asuhan keperawatan profesional tim sehingga pada pelaksanaanya

dapat berjalan secara optimal sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.

Penerapan model asuhan keperawatan profesional yang optimal

diharapkan mampu memberikan motivasi kepada perawat dalam bekerja

sehingga meningkatkan kinerja dan hasil akhirnya adalah kepuasan pasien

selaku konsumen pelayanan keperawatan akan dapat tercapai

Page 7: Tesis Ratmi Bab 1-7

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai 1) Konsep Model Asuhan

Keperawatan Profesional, 2) Konsep Kinerja dan 3) Konsep Kepuasan Kerja

Perawat

2.1 Konsep Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

2.1.1 Definisi MAKP

Metode asuhan keperawatan profesional (MAKP) adalah suatu sistem

(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat

profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan

tempat asuhan tersebut diberikan (Sitorus, 2006).

Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat

unsur yakni standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan sistem

MAKP (Nursalam, 2007)

Hoffart dan Woods (1996) dalam Yulis (2010) mendefinisikan Metode

Asuhan Keperawatan Profesional sebagai sebuah sistem yang meliputi struktur,

proses dan nilai professional yang memungkinkan perawat professional mengatur

pemberian asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan untuk menunjang

asuhan keperawatan. Sebagai suatu model berarti sebuah ruang rawat dapat

menjadi contoh dalam praktik keperawatan professional di Rumah Sakit.

2.1.2 Tujuan Pengembangan Metode Asuhan Keperawatan Profesional

1) Meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui penataan sistem pemberian

asuhan keperawatan.

Page 8: Tesis Ratmi Bab 1-7

8

2) Memberikan kesempatan kepada perawat untuk belajar melaksanakan

keperawatan profesional.

3) Menyediakan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan penelitian

keperawatan.

4) Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.

5) Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan asuhan

keperawatan oleh tim keperawatan

6) Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.

7) Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.

8) Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi

setiap tim keperawatan

2.1.3 Dasar Pertimbangan Pemilihan Metode Asuhan Keperawatan

Profesional

Terdapat enam unsur utama dalam penentuan pemilihan metode

pemberian asuhan keperawatan yaitu sesuai (Nursalam, 2011)

1) Visi-misi Rumah Sakit

2) Dapat diterapkannya proses keperawatan

3) Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya

4) Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat

5) Kepuasan kerja perawat

6) Terlaksananya komunikasi yang adekuat.

2.1.4 Pilar–pilar dalam Metode Asuhan Keperawatan Professional (MAKP)

Dalam metode praktik keperawatan professional menurut Keliat, B (2005)

terdiri dari empat pilar diantaranya adalah

Page 9: Tesis Ratmi Bab 1-7

9

1) Pilar I : pendekatan manajemen keperawatan

Dalam model praktik keperawatan mensyaratkaan pendekatan manajemen

sebagai pilar praktik perawatan professional yang pertama. Pada pilar I yaitu

pendekatan manajemen terdiri dari fungsi manajemen itu sendiri. Pendekatan

manajemen meliputi perencanan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan

dan pengendalian.

Perencanaan yang dipakai di ruang MAKP meliputi perumusan visi, misi,

filosofi, kebijakan dan rencana jangka pendek (harian,bulanan dan tahunan).

Pengorganisasian dengan menyusun stuktur organisasi, jadwal dinas dan

daftar alokasi pasien.

Dalam pengarahan terdapat kegiatan delegasi, supervisi, menciptakan iklim

motivasi, manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencangkup pre dan

post conference, dan manajemen konflik

2) Pilar II : sistem penghargaan (reward system)

Manajemen sumber daya manusia di ruang model asuhan keperawatan

professional berfokus pada proses rekruitmen yang tepat, seleksi kerja,

orientasi, penilaian kinerja staf perawat. Proses ini selalu dilakukan sebelum

menentukan ruang yang akan diterapkan MAKP. Penerapan MAKP di

harapkan mampu meningkatkan kepuasan perawat.

3) Pilar III: hubungan professional

Hubungan professional dalam pemberian pelayanan keperawatan (tim

kesehatan) dalam penerima pelayanan keperawatan (klien dan keluarga). Pada

pelaksanaannya hubungan professional ada dua macam yaitu internal dan

eksternal. Secara internal artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk

Page 10: Tesis Ratmi Bab 1-7

10

pelayanan kesehatan misalnya antara perawat dengan perawat, perawat

dengan tim kesehatan dan lain – lain. Sedangkan hubungan professional

secara eksternal adalah hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan

kesehatan.

4) Pilar IV : sistem pemberian asuhan keperawatan

Salah satu pilar praktik professional perawatan adalah pelayanan keperawatan

dengan mengunakan manajemen asuhan keperawatan di MAKP tertentu.

Manajemen asuhan keperawatan yang diterapkan di MAKP adalah asuhan

keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan

2.1.5 Metode Asuhan Keperawatan Profesional Tim

1. Definisi

Metode Tim  merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan

dimana seorang perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan

dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya

kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984).

Metode tim menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda

dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat

ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal

dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu (Nursalam,

2007)

2. Konsep MAKP Tim

Konsep metode ini didasarkan kepada  falsafah bawah sekelompok tenaga

keperawatan bekerja secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif

Page 11: Tesis Ratmi Bab 1-7

11

sehingga dapat berfungsi secara menyeluruh dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada setiap pasien.

Metode Keperawatan Tim dikembangkan pada tahun 1950-an dalam upaya

untuk mengurangi msasalah yang berkaitan dengan pengaturan fungsional asuhan

pasien. Metode Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok

mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan

sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi,  sehingga

setiap anggota tim merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam

mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang

bermutu.  Potensi setiap anggota tim saling komplementer menjadi satu kekuatan

yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta timbul rasa

kebersamaan dalam setiap upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga dapat

menghasilkan sikap moral yang tinggi.

Pada dasarnya di dalam Metode Tim menurut Neisner & Raymond (2002)

terkandung dua konsep utama yang harus ada, yaitu:

1) Kepemimpinan

Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional

(Registered Nurse) yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk bertanggung

jawab terhadap sekelompok pasien  dalam merencanakan asuhan

keperawatan, merencanakan penugasan kepada anggota tim, melakukan

supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan.

2) Komunikasi yang efektif

Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan

asuhan keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan

Page 12: Tesis Ratmi Bab 1-7

12

pasien secara individual dan membantunya dalam mengatasi masalah.  Proses

komunikasi harus dilakukan secara terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau

post conference atau pembahasan dalam penugasan, pembahasan dalam

merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil

yang telah dicapai. Komunikasi dalam MAKP tim dapat dilakukan melalui

beberapa hal yaitu : 1) Laporan, 2) Penugasan dan konferen, 3) Diskusi

tentang perawatan pasien dan 4) Rencana asuhan keperawatan yang tertulis.

Konferen dalam MAKP tim merupakan suatu hal yang penting. Dalam

konferen ada tiga bagian yaitu : 1) Laporan masing-masing anggota tim

tentang kondisi pasien, 2) Rencana asuhan keperawatan pada pasien baru,

perubahan rencana asuhan keperawatan pada pasien lama sesuai kebutuhan

dan 3) rencana kegiatan pada hari berikutnya.

Dalam keperawatan tim, petugas bekerja sama dalam memberikan asuhan

kepada sekelompok pasien di bawah arahan perawat profesional yang bertindak

sebagai ketua tim. Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan

yang merupakan bagian dari tanggung jawab Ketua Tim dalam pembinaan

anggotanya.  Dalam model ini Ketua Tim menetapkan anggota tim yang terbaik

untuk merawat setiap pasien.  Dengan cara ini Ketua Tim membantu semua

anggota tim untuk belajar apa yang terbaik untuk pasien yang dirawatnya

berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi pasien. Asuhan

keperawatan yang komprehensif dapat diberikan kepada pasien, melalui

komunikasi tim yang luas, meskipun jumlah staf keperawatan relatif banyak.

Komunikasi ini berlangsung secara informal antara ketua tim dan staf

keperawatan dan secara formal melalui rencana pertemuan tim yang teratur.

Page 13: Tesis Ratmi Bab 1-7

13

Sebuah tim harus terdiri atas tidak lebih dari lima orang atau tim tersebut akan

kembali pada urutan organisasi yang lebih fungsional (Marquis & Hudson, 2010).

Dalam pelaksanaan model ini, Ketua Tim dapat memperoleh pengalaman

praktik kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan membina

anggotanya.  Pimpinan juga akan belajar bagaimana mempertahankan hubungan

antar manusia dengan baik dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai kegiatan

yang dilakukan dengan beberapa anggota tim secara bersama-sama.  Untuk

mencapai kepemimpinan yang efektif setiap anggota tim harus mengetahui prinsip

dasar administrasi, supervisi, bimbingan dan tehnik mengajar agar dapat

dilakukannya dalam bekerjasama dengan anggota tim.  Ketua Tim juga harus

mampu mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan. Anggota tim

diberikan otonomi sebanyak mungkin saat mengerjakan tugas yang diberikan,

meskipun tim tersebut berbagi tanggung jawab dan akuntabilitas secara bersama.

Perlunya ketrampilan komunikasi dan koordinasi yang baik untuk membuat

pelaksanaan keperawatan tim sulit dilakukan dan membutuhkan disiplin diri yang

besar dari anggota tim. Keperawatan tim memungkinkan anggota untuk

melaksanakan ketrampilan dan keahlian yang mereka miliki. Kemudian

sebaliknya, ketua tim menggunakan pengetahuannya mengenai kemampuan setiap

anggota saat membuat penugasan pasien kelolaan. Mengenali kelayakan individu

dari seluruh staf perawat dan memberikan otonomi kepada anggota tim

menimbulkan kepuasan kerja yang tinggi.

Page 14: Tesis Ratmi Bab 1-7

14

1) Tanggung Jawab Kepala Ruang

Metode Tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruangan,

yang berperan sebagai menejer di ruangan tersebut, yang bertanggung jawab

dalam:

(1) Perencanaan

a. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar

asuhan keperawatan.

b. Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing

c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien bersama ketua tim:

gawat, transisi dan persiapan pulang

d. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan

aktivitas dan kebutuhan klien, mengatur penugasan / jadwal dinas

e. Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan keperawatan

(2) Pengorganisasian

a. Merumuskan metode penugasan yang digunakan

b. Merumuskan tujuan metode penugasan

c. Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas

d. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses

dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari

e. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan

f. Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada

ketua tim

g. Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang fungsi model

tim dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.

Page 15: Tesis Ratmi Bab 1-7

15

(3) Pengarahan

a. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim

b. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan

sikap

c. Menginformasikan hal-hal penting yang berhubungan dengan askep

pasien

d. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan

e. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam

melaksanakan tugasnya

f. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain

g. Memberikan kesempatan kepada ketua tim untuk mengembangkan

kepemimpinan.

h. Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset

keperawatan.

i. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.

(4) Pengawasan

a. Melalui komunikasi ketua tim mengawasi dan berkomunikasi langsung

dengan ketua tim maupun pelaksana tentang asuhan keperawatan yang

diberikan kepada pasien

b. Melalui supervisi langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati

sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki

kelemahan – kelemahan yang ada

c. Melalui supervisi tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua tim,

membaca dan memeriksa rencana asuhan keperawatan serta catatan

Page 16: Tesis Ratmi Bab 1-7

16

yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan,

mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas

d. Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana

kegiatan yang telah disusun bersama ketua tim

e. Audit keperawatan

2) Tanggung Jawab Ketua Tim

a. Mengkaji setiap pasien dan menetapkan rencana keperawatan.

b. Mengkoordinasi rencana keperawatan dengan tindakan medik.

c. Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota tim dan

memberikan bimbingan melaui pre atau post conference.

d. Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang

diharapkan serta mendokumentasikannya.

3) Tanggung Jawab Anggota Tim

a. Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah

disusun.

b. Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah

diberikan berdasarkan respon pasien.

c. Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk meningkatkan

asuhan keperawatan.

d. Menghargai bantuan dan bimbingan dari ketua tim.

Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. 

Metode tim dapat diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam.  Apakah

terdapat 2 atau 3 tim tergantung pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan

Page 17: Tesis Ratmi Bab 1-7

17

kualitas tenaga keperawatan.  Umumnya satu tim terdiri dari 3-5 orang tenaga

keperawatan untuk 10-20 pasien.

Keuntungan penerapan MAKP tim menurut Marquis dan Huston (2003) :

1) Asuhan keperawatan yang diberikan berkualitas dan komprehensif dapat

diberikan

2) Setiap anggota tim dapat berpartisipasi untuk membuat keputuasan dan

menyelesaikan masalah.

3) Setiap anggota tim dapat berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan

keahlian mereka masing-masing dalam memberikan asuhan keperawatan

pada pasien.

4) Meningkatkan kepuasan pasien

5) Pembuatan keputusan terjadi mulai dari level bawah organisasi

6) Efektivitas biaya karena tim bekerja sesuai rasio tenaga profesional dan non

profesional

7) Keperawatan tim merupakan metode yang efektif untuk memberikan asuhan

keperawatan kepada klien dan telah digunakan pada berbagai tatanan pemberi

layanan kesehatan di negara maju.

8) Beban kerja dapat bagi secara seimbang.

9) MAKP tim memberikan kesempatan pada anggota untuk mengembangkan

kemampuan kepemimpinan

10) Setiap anggota tim memiliki kesempatan untuk belajar dan mengajari sejawat,

Page 18: Tesis Ratmi Bab 1-7

18

11) Ada tugas yang berbeda setiap hari

12) Bertukar pengalaman mengenai kesehatan klien dan asuhan keperawatan

yang diberikan mengingkatkan kemampuan membuat keputusan,

13) Klien dapat mengidentifikasi perawat yang bertanggungjawab pada

perawatannya

14) Tim yang merawat pasien tetap sehingga dapat memfasilitasi perawatan

pasien secara kontinyu

15) Barier antara tenaga profesional dan non profesional dapat diabaikan

16) Setiap orang memiliki kesempatan untuk menerapkan rencana asuhan

keperawatan yang dibuat.

Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas

(1984), menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar merupakan

model asuhan keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga

keperawatan yang bervariasi kemampuannya dalam memberikan asuhan

keperawatan.  Hal ini berarti bahwa model tim dilaksanakan dengan tepat pada

kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi.

Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan

secara menyeluruh/ total dan tidak dilakukan pre atau post conference dalam

sistem pemberian asuhan keperawatan untuk pemecahan masalah yang dihadapi

pasien dalam penentuan strategi pemenuhan kebutuhan pasien.

Ketua timKetua timKetua tim

Kepala Ruang

Page 19: Tesis Ratmi Bab 1-7

19

Gambar 2.1 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan “Team Nursing”

(Marquis & Huston, 1998)

2.1.6 Aplikasi Metode Asuhan Keperawatan Profesional Tim

Aplikasi metode asuhan keperawatan profesional tim meliputi beberapa

pelaksanaan prosedur yaitu pelaksanaan penerimaan pasien baru, timbang terima

dan discharge planning (perencanaan pulang)

1. Pelaksanaan Penerimaan Pasien Baru

Penerimaan pasien baru merupakan salah satu bentuk pelayanan yang

komprehensif melibatkan klien dan keluarga, dimana sangat mempengaruhi mutu

kualitas pelayanan. Pemenuhan tingkat kepuasan pasien dapat dimulai dengan

adanya suatu upaya perencanaan tentang kebutuhan asuhan keperawatan sejak

pasien masuk sampai pasien pulang (Nursalam, 2011)

Tujuan dari dilakukannya penerimaan pasien baru diantaranya :

1) Menerima dan menyambut kedatangan klien dengan hangat dan terapeutik

2) Meningkatkan komunikasi antara perawat dengan klien

3) Mengenalkan fasilitas dan peraturan rumah sakit

4) Menginformasikan tentang sentralisasi obat (jika ada)

5) Menjelaskan tentang medis (dokter yang menangani dan jadwal kunjungan)

6) Menjelaskan tentang tata tertib ruangan

7) Melakukan/melengkapi pengkajian pasien baru

Staf perawat Staf perawatStaf perawat

PasienPasien Pasien

Page 20: Tesis Ratmi Bab 1-7

20

Tahap penerimaan pasien baru adalah sebagai berikut :

1) Tahap persiapan penerimaan pasien baru

a. Menyiapkan administrasi

b. Menyiapkan kamar sesuai pesanan

c. Menyiapkan alat kesehatan (nursing kit)

d. Menyiapkan format penerimaan pasien baru

2) Tahap pelaksanaan penerimaan pasien baru

a. Klien datang di ruangan diterima oleh kepala ruangan/ ketua tim/ perawat

yang diberi delegasi.

b. Kepala ruangan memperkenalkan diri kepada klien dan keluarganya.

c. Kepala ruangan mendelegasikan kepada ketua tim atau anggota tim untuk

menunjukkan kamar/ tempat tidur klien dan mengantar ke tempat yang

telah ditetapkan.

d. Ketua tim dan anggota tim mengorientasikan ruangan dan lingkungan

sekitar serta peraturan yang berlaku di rumah sakit. Perawat memberikan

informasi kepada klien dan keluarga tentang :

a) Letak kamar perawat, dokter, kamar mandi/WC dan dapur.

b) Jam berkunjung

c) Persyaratan menunggu apabila diperlukan : penunggu adalah

keluarga yang terdekat dan masing-masing klien hanya boleh satu

penunggu perempuan.

d) Administrasi ruangan yang perlu diketahui misalnya sentralisasi obat

dan tata cara pembayaran jasa Rumah Sakit

Page 21: Tesis Ratmi Bab 1-7

21

e) Dokter, nama kepala ruangan, perawat penangggung jawab klien dan

tenaga non keperawatan yang akan berhubungan dengan klien.

f) Menunjukkan alat-alat yang dapat digunakan klien (tempat tidur,

lampu, kipas angin, lemari, meja, kursi, AC).

e. Perawat melakukan pengkajian keperawatan pada klien sesuai format lalu

menentukan daftar masalah.

f. Perawat menanyakan kembali tentang kejelasan informasi yang telah

disampaikan.

g. Apabila klien atau keluarga sudah jelas, maka diminta untuk

menandatangani form penerimaan pasien baru.

h. Perawat mempersilakan anggota keluarga yang lain untuk keluar.

Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan dalam pelaksanaan prosedur penerimaan

pasien baru adalah sebagai berikut :

1) Pelaksanan secara efektif dan efisien

2) Dilakukan oleh kepala ruangan atau ketua tim dan atau anggota tim yang

telah diberi wewenang / delegasi.

3) Saat pelaksanaan tetap menjaga privasi klien.

4) Ajak klien komunikasi yang baik dan beri sentuhan terapeutik.

Page 22: Tesis Ratmi Bab 1-7

22

Alur pelaksanaan penerimaan pasien baru :

Ruang Rawat Inap

Persiapan :1. Kamar klien2. Alat kesehatan3. Format

Perencanaan askep pada klien

Klien

IRJ IRD

KRS

KARU

Ketua Tim PA

1. Menyambut kedatangan klien2. Orientasi ruangan, jenis klien, peraturan dan denah ruangan3. Memperkenalkan klien pada teman sekamar, perawat, dokter

dan tenaga kesehatan lain4. Melakukan pengkajian keperawatan

Pelaksanaan askep pada klien

Meninggal Pulang sembuh PP (Pulang Paksa)

Page 23: Tesis Ratmi Bab 1-7

23

Gambar 2.2 Alur Penerimaan Pasien Baru (Nursalam, 2011)

2. Pelaksanaan Timbang Terima

Timbang terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima

suatu laporan yang berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima merupakan

kegiatan yang harus dilakukan sebelum pergantian shift. Selain laporan antar shift,

dapat disampaikan juga informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana

kegiatan yang telah atau belum dilaksanakan (Nursalam, 2011)

Timbang terima (operan) atau merupakan teknik atau cara untuk

menyampaikan dan menerima sesuatu (informasi) yang berkaitan dengan keadaan

klien. Timbang terima klien harus dilakukan seefektif mungkin dengan

menjelaskan secara singkat jelas dan komplit tentang tindakan mandiri perawat,

tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum dan perkembangan klien saat

itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan

keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilakukan oleh

ketua tim antar shift secara tulisan dan lisan.

Tujuan timbang terima adalah :

1) Menyampaikan masalah, kondisi dan keadaan klien (data fokus).

2) Menyampaikan hal-hal yang sudah / belum dilakukan dalam asuhan

keperawatan pada klien.

3) Menyampaikan hal-hal yang penting yang perlu ditindak lanjuti oleh dinas

berikutnya.

Kontrol dokter praktik Kontrol poli bedah

Page 24: Tesis Ratmi Bab 1-7

24

4) Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.

Manfaat timbang terima diantaranya sebagai berikut :

1) Meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat.

2) Menjalin suatu hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antara perawat.

3) Pelaksanaan asuhan keperawatan klien yang berkesinambungan

4) Perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara paripurna.

5) Klien mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.

6) Meningkatkan pelayanan keperawatan kepada klien secara komprehensif

Langkah-langkah timbang terima yaitu :

1) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap

2) Shift yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu mempersiapkan hal-hal

apa yang akan disampaikan.

3) Ketua tim menyampaikan kepada penanggungjawab shift selanjutnya meliputi

:

a. Kondisi atau keadaan klien secara umum.

b. Tindak lanjut atau dinas yang menerima operan.

c. Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan.

4) Penyampaian operan di atas harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-

buru.

5) Ketua tim dan anggota kedua shift dinas bersama-sama secara langsung

melihat keadaan klien.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur ini meliputi :

a. Persiapan

1) Kedua kelompok sudah dalam keadaan siap.

Page 25: Tesis Ratmi Bab 1-7

25

2) Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.

b. Pelaksanaan

Timbang terima dilaksanakan oleh ketua tim kepada ketua tim yang

mengganti jaga pada shift berikutnya :

1) Timbang terima dilaksanakan setiap pergantin shift atau operan.

2) Di nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang

terima dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan tentang

masalah keperawatan klien, rencana tindakan yang sudah dan belum

dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya yang perlu dilimpahkan.

3) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap

sebaiknya dicatat untuk kemudian diserahterimakan kepada perawat

jaga berikutnya.

4) Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah :

a. Identitas klien dan diagnosa medis.

b. Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul.

c. Data fokus (Keluhan subyektif dan obyektif).

d. Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan .

e. Intervensi kolaboratif dan dependensi.

f. Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam

kegiatan selanjutnya.

5) Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi

tanya jawab terhadap hal-hal yang ditimbang-terimakan dan berhak

menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas.

6) Penyampaian saat timbang terima secara jelas dan singkat.

Page 26: Tesis Ratmi Bab 1-7

26

7) Lama timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari 5 menit

kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap

dan rinci.

8) Kepala ruangan dan semua perawat keliling ke tiap klien dan

melakukan validasi data.

9) Pelaporan untuk timbang terima ditulis secara langsung pada buku

laporan ruangan oleh perawat primer.

Alur timbang terima dapat digambarkan dalam diagram berikut :

10)

Gambar 2.3 Alur Timbang Terima (Nursalam, 2011)

3. Pelaksanaan Discharge Planning

Perencanaan pulang atau discharge planning merupakan proses

terintegrasi yang terdiri dari fase-fase yang ditujukan untuk memberikan asuhan

keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft, 1990).

PASIEN

DIAGNOSA MEDIS MASALAH KOLABORATIF

DIAGNOSA KEPERAWATAN (di dukung data)

RENCANA TINDAKAN

TELAH DILAKUKAN BELUM DILAKUKAN

PERKEMBANGAN / KEADAAN PASIEN

MASALAH: TERATASI, BELUM TERATASI, TERATASI

SEBAGIAN DAN MUNCUL MASALAH BARU

Page 27: Tesis Ratmi Bab 1-7

27

Menurut Rich O’Boyle (1999) discharge planning terdiri dari :

1) Memastikan klien berada di lokasi yang aman setelah klien pulang

2) Memutuskan perawatan klien lanjut yang dibutuhkan, asisten yang

dibutuhkan atau peralatan spesial yang diperlukan kemudian.

3) Mengatur pelayanan keperawatan di rumah (home care).

4) Memilih tenaga kesehatan atau Puskesmas terdekat yang akan memonitor

kesehatan klien dan keperluan medis lainnya setelah tiba di rumah.

5) Memberi pelajaran singkat kepada keluarga yang akan menjaga klien di

rumah tentang keterampilan yangdiperlukan untuk merawat klien.

Menurut Jipp dan Sirass (1998) discharge planning bertujuan untuk :

1) Menyiapkan klien secara fisik, psikologisdan sosial.

2) Menyiapkan kemandirian klien.

3) Meningkatkan kemandirian yang berkelanjutan pada klien.

4) Membantu rujukan klien pada sistem pelayanan yang lain.

5) Membantu klien dan keluarga agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan

sikap dalam mempertahankan status kesehatan klien.

Jenis pemulangan klien dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

1) Conditional discharge (pulang

sementara untuk cuti)

Keadaan pulang ini dilakukan apabila kondisi klien baik dan tidak terdapat

komplikasi. Klien untuk sementara dirawat di rumah namun harus ada

pengawasan dari pihak rumah sakit atau puskesmas terdekat.

2) Absolute discharge (pulang mutlak atau selamanya).

Page 28: Tesis Ratmi Bab 1-7

28

Cara ini merupakan akhir dari hubungan klien dengan rumah sakit, namun

apabila klien perlu dirawat kembali maka prosedur perawatan dapat dilakukan

kembali.

3) Judicial discharge (pulang paksa),.

Kondisi klien ini diperbolehkan pulang walaupun kondisi kesehatan tidak

memungkinkan untuk pulang, tetapi klien harus dekat dipantau dengan

melakukan kerjasama dengan perawat puskesmas terdekat.

Komponen perencanaan pulang meliputi :

1) Perawatan di rumah

Meliputi pemberian pengajaran atau pendidikan kesehatan (health education)

mengenai : diet, mobilisasi, waktu dan tempat kontrol. Pembelajaran

dilaksanakan sesuai dengan tingkat pemahaman klien dan keluarga mengenai

perawatan selama klien di rumah nanti.

2) Obat-obatan yang masih dikonsumsi klien dan dosisnya

Penjelasan mengenai obat-obatan klien yang masih harus diminum, dosis,

cara pemberian dan waktu yang tepat untuk minum obat.

3) Obat-obatan yang dihentikan

Meskipun ada obat-obatan yang tidak diminum lagi oleh klien, obat-obatan

tersebut tetap dibawa oleh klien atau dan ditentukan siapa yang akan

menyimpan obat tersebut.

4) Hasil pemeriksaan

Hasil pemeriksaan luar sebelum MRS dan hasil pemeriksaaan selama MRS

dibawakan ke klien waktu pulang.

Page 29: Tesis Ratmi Bab 1-7

29

5) Surat-surat seperti: surat keterangan sakit, surat kontrol, dll

Tindakan keperawatan pada waktu perencanaan pulang diantaranya :

1) Mengkaji kebutuhan klien (fisiologis, psikologis, sosial dan kultural)

2) Mengembangkan rencana keperawatan yang sudah ditrapkan dan

mendokumentasikan strategi discharge

3) Memberi pendidikan kepada keluarga dan klien (Patrice.1999)

Peran perawat dalam discharge planning meliputi :

1) Kepala ruangan

a. Membuka acara discharge planning kepada pasien

b. Menyetujui dan menandatangani format discharge planning

2) Ketua Tim

a. Membuat rencana discharge planning

b. Membuat leaflet dan kartu discharge planning

c. Memberikan konseling

d. Memberikan pendidikan kesehatan

e. Menyediakan format discharge planning

f. Mendokumentasikan discharge planning

g. Melaksanakan agenda discharge planning (pada awal perawatan sampai

dengan akhir perawatan)

3) Anggota Tim

Ikut membantu melaksanakan discharge planning yang telah direncanakan

oleh ketua tim

Page 30: Tesis Ratmi Bab 1-7

30

Alur pelaksanaan discharge planning dapat digambarkan melalui diagram

sebagai berikut :

Gambar 2.4 Alur pelaksanaan discharge planning (Nursalam, 2011)

2.2 Konsep Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Pasien masuk 1. Menyambut kedatangan pasien2. Orientasi ruangan, jenis pasien,

peraturan dan denah ruangan3. Memperkenalkan pasien pada

teman sekamar, perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain

4. Melakukan pengkajian keperawatan

1. Pemeriksaan klinis dan penunjang yang lain

2. Melakukan asuhan keperawatan3. Penyuluhan kesehatan : penyakit,

perawatan, pengobatan, diet, aktivitas, kontrol

- Perawat- Dokter- Tim kesehatan

lain

Pasien selama dirawat

Pasien keluarPerencanaan pulang

Penyelesaian administrasi

Lain-lain

Program HE :1. Pengobatan/ control2. Kebutuhan nutrisi3. Aktivitas dan istirahat4. Perawatan di rumah

Monitoring oleh petugas kesehatan dan keluarga

Page 31: Tesis Ratmi Bab 1-7

31

Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun

kualitas dalam suatu organisasi (Ilyas, 2002). Kinerja dapat merupakan

penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya

tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun

struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.

Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat

pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui

perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono, 2009). Menurut Oxford

Dictionary kinerja (performance) merupakan suatu tindakan proses atau cara

bertindak atau melakukan fungsi organisasi sedangkan menurut Robbins kinerja

merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, maka pengertian

atau definisi kinerja atau performance dapat disimpulkan sebagai hasil kerja yang

dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik

secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas

tanggung jawab masing – masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral

maupun etika (Moeheriono, 2009)

2.2.2 Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja (performance measurement) mempunyai pengertian

suatu proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran

dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa,

Page 32: Tesis Ratmi Bab 1-7

32

termasuk informasi atas efisiensi serta efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan

organisasi (Moeheriono, 2009).

Penilaian Kinerja (performance appraisal) adalah evaluasi seberapa baik

karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set

standar, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan (Mathis

dan Jackson, 2002).

Penilaian kinerja adalah proses formal yang dilakukan untuk mengevaluasi

tingkat pelaksanaan pekerjaan atau unjuk kerja (performance appraisal) seotang

personel dan memberikan umpan balik untuk kesesuaian tingkat kinerja (Ilyas,

2002)

Beberapa aspek yang mendasar dan paling pokok dari pengukuran kinerja,

yaitu sebagai berikut ;

1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi, dengan menetapkan

secara umum apa yang diinginkan oleh organisasi sesuai dengan tujuan, visi

dan misinya.

2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang mengacu pada

penilaian kinerja secara langsung, sedangkan indikator kinerja mengacu pada

pengukuran kinerja secara langsung yang berbentuk keberhasilan utama

(critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance

indicator)

3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi, menganalisis hasil

pengukuran kinerja yang dapat diimplementasikan dengan membandingkan

tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi.

Page 33: Tesis Ratmi Bab 1-7

33

4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan organisasi dan pengambilan

keputusan yang berkualitas, memberikan gambaran atau hasil kepada

organisasi seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut dan mengevaluasi

langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya.

Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor antara lain:

1. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang

ditentukan oleh sistem pekerjaan

2. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel

dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel

tersebut.

3. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi

kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan

kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.

2.2.3 Tujuan Penilain Kinerja

Menurut Ilyas (2002) penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua

tujuan utama yaitu :

1. Penilaian kemampuan personel

Merupakan tujuan mendasar dalam rangka penilaian personel secara

individual, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian

efektivitas manajemen sumber daya manusia

2. Pengembangan personel

Page 34: Tesis Ratmi Bab 1-7

34

Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan dalam upaya pengembangan

personel seperti : promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian

kompensasi

Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan antara lain :

1) Mengenali sumber daya manusia yang perlu dilakukan pembinaan

2) Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi

3) Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan

4) Bahan perencanaan manajemen program SDM masa datang

5) Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi personel.

2.2.4 Persyaratan Penilaian Kinerja

Dalam syarat – syarat penilaian kinerja ada beberapa aspek yang harus

diperhatikan oleh penilai karena persyaratan tersebut sangat menentukan hasil

penilaian kinerja selanjutnya. Adapun persyaratan yang harus diperhatikan adalah

sebagai berikut (Ilyas, 2002):

1. Input (Potensi)

Agar penilaian kinerja tidak membias dan tercapai sasaran sesuai dengan

yang dikehendaki organisasi, maka perlu ditetapkan, disepakati dan

diketahui aspek-aspek yang akan dinilai atau dievaluasi. Ruang lingkup

penilaian juga harus jelas meliputi siapa yang akan dinilai, apa yang harus

dinilai, mengapa penilaian kinerja harus dilakukan, kapan waktu

pelaksanaan penilaian dilakukan, dimanakah penilaian dilakukan dan

bagaimana penilaian tersebut dilakukan.

2. Proses

Page 35: Tesis Ratmi Bab 1-7

35

Pada fase pelaksanaan ini, proses komunikasi dan konsultasi antara individu

dan kelompok harus dilakukan sesering mungkin supaya dapat menjaminn

seluruh aspek dari sistem penilain kinerja secara menyeluruh dari pokok-

pokok yang berhubungan dengan praktik. Proses tersebut dapat dilakukan

dengan memberikan briefing dan pelatihan agar memberikan dampak yang

baik dan lebih efektif daripada wawancara biasa saja.

3. Output

Perlu ada kejelasan hasil penilaian dari atasan seperti manfaat, dampak dan

resiko serta tindak lanjut dari rekomendasi penilaian. Selain itu, perlu

diketahui pula apakah hasil penilaian tersebut berhasil meningkatkan

kualitas kerja, motivasi kerja, etos kerja dan kepuasan kerja karyawan yang

akhirnya nanti akan direfleksikan pada peningkatan kinerja perusahaan.

2.2.5 Indikator Kinerja

Pada umumnya, ukuran indikator kinerja dapat dikelompokkan ke dalam

enam kategori berikut ini :

1. Efektif

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian output yang dihasilkan dalam

mencapai sesuatu yang diinginkan. Indikator mengenai efektifitas ini

menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu yang sudah

benar (are we doing the right things?)

2. Efisien

Page 36: Tesis Ratmi Bab 1-7

36

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian proses menghasilkan output dengan

menggunakan biaya serendah mungkin. Indikator mengenai efektivitas

menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu dengan benar

(are we doing things right?)

3. Kualitas

Indikator ini mengukur derajat kesesuaian antara kualitas produk atau jasa yang

dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan konsumen

4. Ketepatan Waktu

Indikator ini mengukur apakah pekerjaan telah diselesaikan secara benar dan

tepat waktu. Untuk itu, perlu ditentukan kriteria yang dapat mengukur berapa

lama waktu yang seharusnya diperlukan untuk menghasilkan suatu produk.

Kriteria ini biasanya didasarkan pada harapan konsumen.

5. Produktivitas

Indikator ini mengukur tingkat produktifitas suatu organisasi. Dalam bentuk

ilmiah, indikator ini mengukur nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu proses

dibandingkan dengan nilai yang dikonsumsi untuk biaya modal dan tenaga

kerja.

6. Keselamatan

Indikator ini mengukur kesehatan organisasi secara keseluruhan serta

lingkungan kerja para pegawainya ditinjau dari aspek keselamatan.

2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Page 37: Tesis Ratmi Bab 1-7

37

Perilaku yang berhubungan dengan kinerja dipengaruhi oleh dua faktor,

yaitu faktor individu dan faktor lingkungan.

1. Faktor individu

1) Pendidikan

Yang dimaksud pendidikan disini adalah pendidikan formal di sekolah-

sekolah ataupun kursus. Didalam bekerja seringkali faktor pendidikan

merupakan syarat paling pokok untuk fungsi-fungsi tertentu sehingga dapat

tercapainya kesuksesan dalam bekerja. Dengan demikian pada pekerjaan

tertentu, pendidikan akademis sudah tercukupi, akan tetapi pada pekerjaan

lainnya menurut jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga jenjang

pendidikan seseorang harus sesuai dengan jabatan yang dipegang. Pendidikan

adalah proses penyampaian informasi kepada seseorang untuk mendapatkan

perubahan perilaku (Notoatmojo, 2002).

2) Pengalaman / masa kerja

Melalui pengalaman kerja, pekerjaan mengembangkan sikap mengenai

tinjauan prestasi, kemampuan memimpin, rancangan kerja dan aviliasi

kelompok kerja. Penalaman terdahulu menyebabkan beberapa sikap individu

terhadap kinerja, loyalitas dan komitmen terhadap pekerjaannya.

3) Sikap

Sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu

dipersiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan

pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek dan keadaan.

Setiap individu mempunyai sikap terhadap sejumlah topik mengenai serikat

pekerja, latihan, tujuan, karier dan hubungan teman. Teori lain tentang sikap

Page 38: Tesis Ratmi Bab 1-7

38

menyatakan bahwa seorang yang mempunyai sikap terstruktur merupakan

gabungan dari komponen efektif, kognitif dan perilaku yang saling

berhubungan, bila terjadi perubahn pada satu komponen maka akan terjadi

perubahan yang cepat pada komponen yang lainnya. Jadi afeksi, kognisi dan

perilaku menentukan sikap dan sebaliknya sikap dapat membentuk afeksi,

kognisi dan perilaku individu.

4) Kemampuan dan keterampilan

Kemampuan adalah sifat biologis yang bias dipelajari dan memungkinkan

seseorang melakukan sesuatu yang baik, yang bersifat fisik maupun mental.

Secara psikologis, kemampuan (ability) seseorang terdiri dari kemampuan

potensi (IQ) dan kemampuan realitas (knowledge dan skill), artinya bahwa

seseorang yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai

untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka

ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan (Mangkunegara. A.A,

2001).

5) Persepsi

Persepsi adalah seseorang dalam memahami lingkungannya yang

melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu

pengalaman psikologis. Dengan kata lain, persepsi berperan dalam

penerimaan rangsangan, mengaturnya dan menerjemahkan atau

menginterprestasikan rangsangan yang teratur untuk mempengaruhi perilaku

dan membentuk sikap. Oleh karena persepsi berperan dalam cara memperoleh

pengetahuan khusus tentang objek atau kejadian pada saat tertentu maka

persepsi terjadi ketika rangsangan mengaktifkan indera. Karena melibatkan

Page 39: Tesis Ratmi Bab 1-7

39

pengetahuan, ini termasuk interprestasi obyek, simbol-simbol. Dan orang-

orang dengan pengalaman yang relevan.

6) Usia, Jenis kelamin dan Keragaman Ras

Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada

pegawai yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang

tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan

sedang pegawai yang lebih muda biasanya memiliki harapan yang lebih ideal

tentang dunia kerjanya, sehingga apabila harapannya dengan realita kerja

terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka

tidak puas (Mangkunegara, 2001).

Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin pria dan wanita

adalah sama dalam hal kemampuan belajar, daya ingat, kemampuan

penalaran, kreatifitas dan kecerdasan. Namun demikian masih ada yang

memperdebatkan antara pria dan wanita mengenai prestasi dalam pekerjaan,

absensi dan tingkat pergantian. Wanita mempunyai tingkat absensi lebih tinggi

dari pada pria di sebabkan karena adanya peran sebagai ibu rumah tangga

dalam keluarga (mengasuh anak, orang tua dan pasangan).

7) Keragaman

Keragaman adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan mutu

manusia seperti ras, etnis yang berbeda dari kelompok sendiri dan kelompok

diluar dari tempat mereka berbeda, yang mempunyai kemampuan yang

berbeda-beda dalam bekerja.

8) Pembelajaran dan kepribadian individu

Page 40: Tesis Ratmi Bab 1-7

40

Pada pekerjaan-pekerjaan tertentu, sifat kepribadian seseorang sangat

berhubungan dengan kesuksesan dalam bekerja. Kepribadian adalah

karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan

perbedaan dari perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh keturunan, budaya,

dan faktor sosial.

Menurut Super dan Crites pengukuran kepribadian didalam bimbingan

jabatan karyawan berguna bagi maksud maksud sebagai berikut : bagi mereka

yang mempunyai kepribadian tidak baik, mungkin akan mengalami kesukaran

penyesuaian diri didalam training maupun dalam situasi kerja, bagi mereka

yang mempunyai sifat kepribadian yang mengganggu penyesuaian diri dengan

kondisi dan posisi kerja bias dilakukan upaya yaitu : penempatan posisi kerja

sesuai kepribadiannya (M. As’ad, 2001).

2. Faktor lingkungan

1) Kepemimpinan

Kepemimpinan dapat terjadi diluar konteks organisasi dan didefinisikan

sebagai proses menggerakkan satu atau beberapa kelompok dalam

beberapa arahan tanpa melalui tekanan (Marquis, Bassie, 2010).

2) Deskripsi jabatan

Menurut Sutrisno Hadi dalam bukunya berjudul Psikologi Industri,

diskripsi dapat bermacam-macam bentuknya tergantung pada tujuan

pembuatanya. Setiap deskripsi jabatan ada tiga hal yang harus

dicantumkan yaitu ringkasan jabatan, syarat-syarat kerja, luas lingkup

tugas.

3) Struktur organisasi

Page 41: Tesis Ratmi Bab 1-7

41

Struktur organisasi adalah pola formal aktifitas dan hubungan antar

berbagai sub unit organisasi. Dua aspek yang termasuk dalam struktur

organisasi adalah desain pekerjaan, desain organisasi. Desain pekerjaan

dihubungkan dengan proses dimana manager menspesifikkan isi, metode

dan hubungan pekerjaan untuk memenuhi kepentingan organisasi dan

individu serta harus bias menjelaskan isi dan tugas serta posisi pimpinan

unit serta hubungan posisi masing-masing anggota timnya. Sedangkan

desain organisasi berkaitan dengan struktur organisasi secara menyeluruh

dan berencana merubah filosofi dan orientasi tim yang dapat

meningkatkan kinerja anggota timnya (Gibson, 1996 dikutib Agustinus

GA, 2008).

4) Norma aturan

Norma aturan umumnya merupakan standar yang disepakati individu dan

perilaku kelompok yang dikembangkan sebagai akibat interaksi anggota

setiap saat. Norma prestasi berkaitam erat dengan evaluasi prestasi kerja

yang memuaskan (Gibson,1996 dikutib Agustinus GA 2008).

2.2.7 Konsep Aplikasi Kinerja Perawat

Menurut Swanburg (2000), penilaian kinerja adalah alat yang paling dapat

dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan

produktifitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam

mengerjakan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan

dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan

proses appraisal kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, bimbingan

Page 42: Tesis Ratmi Bab 1-7

42

perencanaan karir, serta pemberian penghargaan pada personal perawat yang

kompeten.

Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat guna

mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat.

Melalui evaluasi regular dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manajer dapat

mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu kepuasan perawat

dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahukan perawat yang

bekerja tidak memuaskan bahwa pelaksanaan kerja mereka kurang serta

menganjurkan perbaikannya, mengidentifikasi pegawai yang layak menerima

promosi atau kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan

khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahannya serta

menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan

bimbingan khusus.

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan

standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan adalah norma

atau penegasan tentang mutu pekaryaan seorang perawat yang dianggap baik,

tepat, dan benar yang dirumuskan sebagai pedoman pemberian asuhan

keperawatan serta merupakan tolak ukur dalam penilaian penampilan kerja

seorang perawat. Standar penilaian praktik keperawatan merupakan standar

penilaian kinerja perawat dalam memberikan asuhan perawat (Nursalam, 2007).

Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit

telah di susun standar praktik keperawatan telah disahkan oleh Menkes. RI dalam

SK No.660/Menkes/SK/IX/1987 yang kemudian diperbaharui dan disahkan

Page 43: Tesis Ratmi Bab 1-7

43

berdasarkan SK Dirjen Yanmed. Depkes RI No. YM.00.03.2.6.7637, tanggal 18

Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996, Dewan Pimpinan Pusat PPNI

menyusun standar praktik keperawatan yang mengacu dalam tahapan proses

keperawatan, yang meliputi Pengkajian, Diagnosis keperawatan, Perencanaan,

Implementasi, Evaluasi dan Dokumentasi.

Standar pelayanan dan standar asuhan keperawatan tersebut berfungsi

sebagai alat ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan apakah

pelayanan/asuhan keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit sudah

mengikuti dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam standar

tersebut. Bila pelayanannya sudah mengikuti dan sesuai dengan persyaratan-

persyaratan maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan paling sedikit sudah dapat

dipertanggungjawabkan termasuk mutunya. Bila mutu pelayanan dapat

dipertanggungjawabkan maka dapat dikatakan bahwa mutu pelayanannya juga

harus dianggap baik.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan standar asuhan

keperawatan perlu dilakukan penilaian secara objektif dengan menggunakan

metode dan instrumen penilaian yang baku. Instrumen evaluasi penerapan standar

asuhan keperawatan terdiri dari 1) pedoman studi dokumentasi asuhan

keperawatan yang selanjutnya disebut sebagai instrumen A, 2) Angket yang

ditujukan kepada pasien dan keluarga untuk memperoleh gambaran tentang

persepsi pasien terhadap mutu asuhan keperawatan yang selanjutnya disebut

instrumen B, 3) Pedoman observasi pelaksanaan tindakan keperawatan yang

selanjutnya disebut instrumen C. Ketiga jenis instrumen ini satu sama lain saling

Page 44: Tesis Ratmi Bab 1-7

44

terkait. Instrumen penilaian ini dapat digunakan di semua rumah sakit, yaitu di RS

Khusus dan RSU klas A, B dan C baik RS pemerinatah maupun swasta.

Instrumen A digunakan untuk mengumpulkan data agar dapat menilai

kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan oleh

perawat. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan pendokumentasian

yang ditemukan dalam rekam medis pasien dengan pendokumentasian yang

ditentukan dalam standar asuhan keperawatan. Aspek yang dinilai dalam

instrumen ini adalah Pengkajian Keperawatab, Diagnosa keperawatan,

Perencanaan Keperawatan, Tindakan Keperawatan, Evaluasi Keperawatan dan

Catatan Asuhan Keperawatan

1. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Asuhan keperawatan memerlukan data yang lengkap dan dikumpulkan

secara terus menerus, tentang keadaan untuk menentukan kebutuhan asuhan

keperawatan. Data kesehatan harus bermanfaat bagi semua anggota tim kesehatan.

Komponen Pengkajian Keperawatan meliputi:

1) Pengumpulan Data

Kriteria:

(1) Menggunakan format yang baku

(2) Sistimatis

(3) Diisi sesuai item yang tersedia

(4) Aktual (baru)

(5) Absah (valid)

2) Pengelompokan Data

Page 45: Tesis Ratmi Bab 1-7

45

Kriteria:

(1) Data biologis

(2) Data psikologis

(3) Data sosial

(4) Data spiritual

3) Perumusan Masalah

Kriteria :

(1) Kesenjangan antara status kesehatan dan norma dan pola fungsi

kehidupan.

(2) Perumusan masalah ditinjau oleh data yang telah dikumpulkan.

2. Standar II : Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data, status kesehatan

pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan pasien.

Kriteria :

1) Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan

pemenuhan kebutuhan pasien dibuat sesuai dengan wewenang perawat.

2) Komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan gejala (PES) atau terdiri

dari masalah dan penyebab (PE).

3) Bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terjadi. Bersifat

potensial apabila masalah kesehatan pasien, kemungkinan besar akan terjadi.

4) Dapat ditanggulangi oleh perawat.

3. Standar III : Perencanaan keperawatan

Page 46: Tesis Ratmi Bab 1-7

46

Perencanaan Keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan.

Komponen perencanaan meliputi :

1) Prioritas masalah

Kriteria :

(1) Masalah-masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas utama.

(2) Masalah-masalah yang mengancam kesehatan seseorang adalah prioritas

kedua.

(3) Masalah-masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan prioritas

ketiga.

2) Tujuan asuhan keperawatan

Kriteria :

(1) Spesifik

(2) Bisa diukur

(3) Realistik

(4) Bisa dicapai

(5) Ada batas waktu

3) Rencana Tindakan

(1) Disusun berdasarkan asuhan keperawatan

(2) Melibatkan pasien dan keluarga

(3) Mempertimbangkan latar belakang budaya pasin/keluarga

(4) Menentukan alternative tindakan

(5) Mempertindakan kebijakan dan peraturan yang berlaku, lingkungan,

sumber daya fasilitas yang ada

(6) Menjamin rasa aman dan nyaman

Page 47: Tesis Ratmi Bab 1-7

47

(7) Kalimat instruksi, ringkas, tegas dan bahasanya mudah dimengerti

4. Standar IV : Tindakan keperawatan

Tindakan keperawatan adalah pelaksanakan rencana tindakan yang

ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang

mencakup aspek peningkatan, pencegahan, memeliharaan, serta pemulihan

kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan keluarganya. Kriteria :

1) Dilaksanakan sesuai rencana keperawatan

2) Menyangkut keadaan bio, psiko-sosio, dan spiritual pasien

3) Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan

pasien/keluarganya

4) Sesuai dengan waktu yang ditentukan dan menggunakan SDM yang ada

5) Menetapkan sistim aseptik dan antiseptik

6) Menerapkan aman, nyaman, ekonomis, privasi dan mengutamakan pasien

7) Melaksanakan kebaikan tindakan sesuai dengan respon pasien

8) Merujuk dengan segera bila ada masalah yang telah mengancam keselamatan

pasien

9) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan

10) Merapikan pasien, alat, setelah melakukan tindakan

11) Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis yang

telah ditentukan.

5. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana

untuk menilai perkembangan pasien.

Kriteria :

Page 48: Tesis Ratmi Bab 1-7

48

1) Setiap tindakan keperawatan, dilakukan evaluasi

2) Evaluasi hasil menggunakan yang ada pada rumusan tujuan

3) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan

4) Evalusi melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya

5) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar

6. Standar VI : Catatan Asuhan Keperawatan

Catatan asuhan keperawatan dicatat secara individu

Kriteria :

1) Dilakukan pasien selama menginap dan rawat jalan

2) Dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan

3) Dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan

4) Penulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang baku

5) Sesuai dengan proses pelaksanaan keperawatan

6) Pencatatanya harus mencantumkan inisial/paraf/nama perawat yang

melaksanakan tindakan dan waktunya.

Pengisian instrumen dilakukan oleh perawat dengan kriteria sebagai

berikut :

1. Perawat terpilih dari ruangan tempat dilakukan evaluasi

2. Perawat yang telah menguasai/memahami proses keperawatan

3. Telah mengikuti pelatihan penerapan standr asuhan keperawatan di RS

Rekam medik pasien yang dinilai harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Rekam medis pasien yang telah pulang dan telah dirawat minimal 3 (tiga)

hari di ruangan yang bersangkutan

Page 49: Tesis Ratmi Bab 1-7

49

2. Data dikumpulkan sebelum berkas rekam medis pasien dikembalikan pada

bagian Medical Record RS.

3. Khusus untuk kamar Operasi dan IGD, penilaian dilakukan setelah pasien

dipindahkan ke ruang lain/pulang.

4. Rekam medis pasien yang memenuhi kriteria selama periode evaluasi

berjumlah 20 unit untuk setiap ruangan.

Bentuk instrumen A terdiri dari :

1. Kolom 1 : No urut yang dinilai

2. Kolom 2 : Aspek yang dinilai

3. Kolom 3 : No. Kode rekam medik yang dinilai

4. Kolom 4 : Keterangan

Adapun cara pengisian instrumen A adalah sebagai berikut :

1. Perawat penilai mengisi kolom no 3 dan 4

2. Kolom 3 terdiri dari 10 sub kolom yang diisi dengan kode berkas pasien (1,2,

3 ...dst) sesuai dengan urutan waktu pulang, pada periode evaluasi

Tiap sub kolom hanya digunakan untuk mengisi hasil penilaian rekam medik

Contoh : sub kolom 01 digunakan untuk mengisi hasil penilaian rekam medik

dengan kode berkas 01.

Rekam medik yang telah digunakan untuk penilaian harus diberi tanda

dengan kode berkas agar tidak dinilai ulang

3. Pada tiap sub kolom diisi dengan tanda “V” bila aspek yang dinilai ditemukan

dan tanda “O” bila aspek yang dinilai tidak ditemukan pada rekam medik

pasien yang bersangkutan

Page 50: Tesis Ratmi Bab 1-7

50

4. Kolom keterangan diisi bila penilai menganggap perlu mencantumkan

penjelasan atau bila ada keraguan penilaian

5. Sub total diisi sesuai dengan hasil penjumlahan jawaban nilai “V” yang

ditemukan pada masing-masing kolom.

6. Total diisi dengan hasil penjumlahan sub total, 01 + 02 + 03...dst

7. Tiap variabel dihitung prosentasinya dengan cara...

Pada akhir penilaian dibuat rekapitulasinya baik di ruangan yang

dilakukan evaluasi maupun ditingkat rumah sakit. Rekapitulasi ini merupakan

laporan hasil pelaksanaan evaluasi

Tabel 2.1 Intrumen Studi Dokumentasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan

NO Aspek yang dinilai Kode Berkas Rekam Medik Pasien

KET

A Pengkajian1 Mencatat data yang dikaji sesuai dengan

pedoman pengakajian2 Data dikelompokkan3 Data dikaji sejak pasien masuk dan setiap ada

perubahan4 Masalah dirumuskan berdasarkan

kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan

B Diagnosa 5 Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah

yang telah dirumuskan

Prosentase :Total

Jumlah berkas x jumlah aspek yang dinilaix 100 %

Page 51: Tesis Ratmi Bab 1-7

51

6 Diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES

7 Merumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial

C Perencanaan 8 Berdasarkan diagnosa keperawatan9 Disusun menurut urutan prioritas10 Rumusan tujuan mengandung komponen

pasien/subjek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan atau kriteria

11 Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah/terinci dan jelas serta melibatkan pasien/keluarga

12 Rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga

13 Rencana tindakan menggambarkan kerjasama dengan tim kesehatan lain

D Tindakan 14 Tindakan dilaksanakan mengacu pada

rencana keperawatan15 Perawat mengobservasi respon pasien

terhadap tindakan keperawatan16 Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi17 Semua tindakan yang telah dilaksanakan

dicatat ringkas dan jelasE Evaluasi18 Evaluasi mengacu pada tujuan19 Perawat mengevaluasi perkembangan pasien20 Hasil evaluasi dicatat selanjutnyaF Catatan Asuhan Keperawatan 21 Menulis pada format yang baku22 Pencatatan dilakukan sesuai tindakan yang

dilaksanakan23 Pencatatan ditulis dengan jelas, ringkas,

istilah yang baku dan benar24 Setiap selesai melakukan tindakan/kegiatan

perawat mencantumkan paraf nama jelas dan tanggal, jam dilakukannya tindakan

25 Berkas catatan keperawatan disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlakuJUMLAH

Page 52: Tesis Ratmi Bab 1-7

52

PROSENTASE

2.3 Konsep Kepuasan Kerja Perawat

Menurut Philips Kotler (1997) kepuasan adalah perasaan senang atau

kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap

kinerja (atau hasil) suatu produk dengan harapan-harapannya. Penjelasan dari

definisi tersebut adalah bahwa kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan

harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja

memenuhi harapan, pelanggan puas. Dan jika kinerja berada di atas harapan,

pelanggan akan sangat puas.

2.3.1 Teori Kepuasan

Abraham Maslow mengemukakan bahwa manusia dimotivasi oleh

keinginan untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang ada dalam dirinya. Teori

Maslow ini didasarkan pada tiga asumsi dasar, antara lain bahwa kebutuhan

manusia tersusun dalam suatu hirarki, mulai dari hirarki kebutuhan yang paling

dasar hingga kebutuhan yang paling kompleks atau paling tinggi tingkatannya.

Asumsi kedua adalah bahwa keinginan untuk memenuhi kebutuhan dapat

mempengaruhi perilaku seseorang, di mana hanya kebutuhan yang belum

terpuaskan yang dapat menggerakkan perilaku. Kebutuhan yang telah terpuaskan

tidak dapat berfungsi sebagai motivator. Asumsi terakhir adalah bahwa kebutuhan

yang lebih tinggi berfungsi sebagai motivator apabila kebutuhan yang hirarkinya

lebih rendah telah terpenuhi atau terpuaskan secara minimal.

2.3.2 Kepuasan Kerja

Handoko (2000) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu

keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para

Page 53: Tesis Ratmi Bab 1-7

53

karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan

seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan

terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.

Menurut Robbin (2005) kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan individu

terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja terjadi bila ada kesesuaian antara

karakteristik pekerjaan dan keinginan karyawan. Kepuasan kerja mengekspresikan

sejumlah kesesuaian antara harapan tentang pekerjaannya dan imbalan yang

diberikan atas pekerjaan tersebut.

Maslow membagi kebutuhan dasar manusia secara berturut-turut mulai

yang paling dasar hingga yang paling tinggi, jika kebutuhan mendasar manusia ini

terpenuhi karena pekerjaannya maka kepuasan kerja akan dirasakan. Adapun

tingkatan kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan yang paling dasar, yang

meliputi kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, bernafas, tidur,

kebutuhan seksual, dan lain sebagainya

2. Kebutuhan rasa aman

Kebutuhan rasa aman (security need) akan menjadi motivator jika kebutuhan

fisiologis telah terpenuhi. Kebutuhan rasa aman ini meliputi keamanan dan

perlindungan dari bahaya kecelakaan, infeksi, trauma, dan termasuk pula

jaminan hari tua.

3. Kebutuhan sosial

Page 54: Tesis Ratmi Bab 1-7

54

Kebutuhan sosial ini meliputi kebutuhan persahabatan, kebutuhan kasih

sayang, kebutuhan interaksi dengan orang lain. Kebutuhan komunikasi

termasuk salah satu kebutuhan sosial ini.

4. Kebutuhan penghargaan

Kebutuhan akan penghargaan atau harga diri (self-esteem) meliputi kebutuhan

untuk dihormati, dihargai atas prestasi yang telah diraihnya.

5. Kebutuhan aktualisasi diri.

Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang paling tinggi

hirarkinya. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk menunjukkan

kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Aktualisasi diri

merupakan proses yang berlangsung terus-menerus dan tidak pernah

terpuaskan. Kebutuhan ini ada kecenderungan potensinya makin meningkat,

karena orang mengaktualisasikan perilakunya.

2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu

keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar

tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya

dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau

mengurangi kepuasan kerja.

2. Atasan (Supervisor), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan

bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur

ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya.

Page 55: Tesis Ratmi Bab 1-7

55

3. Teman sekerja (Workers). Teman sekerja merupakan faktor yang

berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan

dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis

pekerjaannya. Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau

prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja

juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai

rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan

kerja yang meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga merupakan determinan

utama dari kepuasan

4. Promosi (Promotion). Promosi merupakan faktor yang berhubungan

dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier

selama bekerja.

5. Gaji/Upah (Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai

yang dianggap layak atau tidak

6. Kondisi kerja yang mendukung. Karyawan peduli akan lingkungan kerja

baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan

tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai

keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur

(suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak

esktrem (terlalu banyak atau sedikit).

7. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Pada hakikatnya orang yang

tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan

yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai

Page 56: Tesis Ratmi Bab 1-7

56

bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan

mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil

pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian

yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja

mereka

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Faktor Organisasi :1. Visi misi2. Kepemimpinan3. Komunikasi efektif4. Dapat diterapkan

proses keperawatan5. Cost effective6. Perawat :

a. Pengetahuan perawat

b. Jumlah perawatc. Kemampuan

Perawat7. Dokter

a. Persepsi tentang MAKP

INPUT PROSES OUTPUT

Penerapan MAKP Tim : pelaksanaan Job description Karu, Katim dan Anggota tim

Intervensi : Pelatihan MAKP Tim

Kinerja Perawat :1. Instrumen A (Standar

Asuhan Keperawatan)2. Pelaksanaan Standar

Operasional Prosedur :a. Penerimaan Pasien

Barub. Timbang Terimac. Discharge Planning

3. Instrumen B (Kepuasan Pasien)

4. Instrumen C (Pelaksanaan Tindakan Keperawatan)

Page 57: Tesis Ratmi Bab 1-7

57

Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim di

sebuah rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya faktor organisasi

rumah sakit, faktor pasien dan faktor metode. Faktor organisasi tersebut adalah

visi dan misi organisasi, kepemimpian, kemungkinan dapat diterapkan proses

keperawatan, cost effective dan dapat terjalin komunikasi efektif, sumber daya

keperawatan yang lebih spesifik kepada bagaimana persepsi perawat tentang

MAKP Tim, jumlah perawat dan kemampuan perawat. Tenaga kesehatan lain

yang berpengaruh terhadap penerapan MAKP Tim adalah dokter yang

mempunyai persepsi tersendiri tentang pelayanan. Faktor lain adalah faktor pasien

meliputi jumlah pasien, karakteristik dan tingkat ketergantungan pasien. Selain

Faktor Pasien :1. Jumlah pasien2. Karakteristik pasien3. Tingkat

ketergantungan pasien

Keterangan

= diteliti

= tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Pelatihan MAKP Tim Terhadap Penerapan MAKP Tim Di RSUD dr. Soegiri Lamongan Tahun 2011

Pilar penerapan MAKP :1. Pendekatan

manajemen keperawatan

2. Reward systeme3. Hubungan

profesional4. Sistem pemberian

asuhan keperawatan

Kepuasan Kerja Perawat

Page 58: Tesis Ratmi Bab 1-7

58

faktor-faktor tersebut, penerapan MAKP juga dipengaruhi oleh beberapa pilar

yaitu pendekatan manajemen keperawatan, Reward systeme, hubungan

profesional, sistem pemberian asuhan keperawatan. Upaya untuk optimalisasi

penerapan MAKP Tim yaitu dengan peningkatan pengetahuan perawat mengenai

konsep MAKP Tim yang dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan tentang

konsep MAKP Tim. Penerapan MAKP Tim yang optimal diharapkan dapat

meningkatkan kinerja perawat dan kepuasan kerja perawat. Kinerja perawat dapat

diukur melalui instrumen evaluasi yang ditentukan oleh Depkes (instrumen A, B

dan C) dan melaui evaluasi pelaksanaan standar operasional prosedur pelaksanaan

penerimaan pasien baru, timbang terima dan discharge planning.

3.2 Hipotesis Penelitian

H1 : Ada pengaruh Pelatihan MAKP Tim Terhadap Penerapan MAKP Tim,

Kinerja perawat dan kepuasan kerja perawat di RSUD Dr. Soegiri Lamongan

BAB 4

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas tentang 1) Desain penelitian, 2) Populasi,

Sampel dan Sampling, 3) Identifikasi variabel dan definisi operasional, 4)

Instrumen Penelitian, 5) Lokasi dan Waktu Penelitian 6) Prosedur Pengumpulan,

7) Kerangka kerja, 8) Analisis Data dan 9) Etik Penelitian

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan Quasy eksperimen, penelitian dengan

pendekatan percobaan atau eksperimental yang dimaksudkan untuk menyelidiki

kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara mengekspos satu atau lebih

Page 59: Tesis Ratmi Bab 1-7

59

kondisi eksperimen dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih

kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan atau treatment (Danim, 2003).

Penelitian ini mengambil data primer melalui survey dengan menilai kinerja

perawat melalui observasi dokumentasi keperawatan yang dilakukan perawat di

Ruang Teratai (Paviliun Kelas III), Ruang Bougenville (Ruang Bedah) dan Ruang

Dahlia (Ruang Penyakit Dalam) RSUD dr. Soegiri Lamongan.

Menurut Nursalam (2008) dalam rancangan ini kelompok diberi perlakuan

sedangkan kelompok kontrol tidak. Pada kedua kelompok perlakuan diawali

dengan pre-tes dan setelah pemberian perlakuan diadakan pengukuran kembali

(post-tes ). Penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dalam skema berikut :

Keterangan :

1. O1 : Observasi penerapan MAKP Tim sebelum dilakukan pelatihan

2. O2 : Observasi penerapan MAKP Tim sebelum dilakukan pelatihan

3. Tx : Perlakuan yaitu Pelatihan MAKP Tim

Pre PostPerlakuan /Treatment (Tx)

Kelp Tx :1. R. Bougenville2. R. Teratai

Tx :Pelatihan Materi

MAKP Tim

Kelp Tx :1. R. Bougenville2. R. Teratai

O1 O2Tx

Kelp Non Tx :R. Dahlia

O1 O2Tx (-)

Kelp Non Tx :R. Dahlia

Page 60: Tesis Ratmi Bab 1-7

60

4. Tx (-) : Tanpa Perlakuan

5. O1 dan O2 dilakukan 3 kali observasi pada shift pagi, sore dan malam dengan

asumsi pelaksanaan SOP terdapat perbedaan kondisi kerja pada tiap shift

6. Hasil yang ditampilkan pada analisa hasil penelitian adalah nilai rata-rata

4.2 Populasi Sampel dan Sampling

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di Ruang Dahlia,

Ruang Bougenvil dan Ruang Teratai RSUD dr. Soegiri Lamongan sebanyak 47

perawat. Ruang Dahlia, Ruang Bougenvil dan Ruang Teratai dipilih karena

mempunyai karakteristik pasien yang hampir sama, yaitu ruang rawat inap pasien

dewasa

4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai

subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Sampel dalam penelitian

ini adalah sebagian perawat di Ruang Bougenville, Ruang Teratai dan Ruang

Dahlia RSUD dr. Soegiri Lamongan. Besar sampel sebanyak 47 perawat.

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2008). Kriteria

inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Pendidikan minimal DIII keperawatan

2. Bersedia diteliti

Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi kriteria

inklusi dari studi karena pelbagai sebab (Nursalam, 2008). Kriteria eksklusi pada

penelitian ini adalah perawat yang sedang cuti

Page 61: Tesis Ratmi Bab 1-7

61

4.2.3 Teknik sampling

Penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu teknik

penetapan sampel dengan menyeleksi setiap elemen secara random (Nursalam,

2008).

4.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

4.3.1 Identifikasi Variabel

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah dalam penelitian ini adalah penyegaran

materi tentang MAKP Tim

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Penerapan MAKP

Tim, kinerja perawat dan kepuasan kerja perawat

4.3.2 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional Pengaruh Penyegaran materi tentang MAKP Tim Terhadap Penerapan MAKP Di RSUD dr. Soegiri Lamongan

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur

Skala Data

Skor

Variabel Independen :

1. Pelatihan MAKP Tim

Pemberian materi tentang konsep MAKP Tim kepada perawat

Sosialisasi Konsep Dasar MAKP Tim

Lembar Observasi

- -

Variabel dependen : 1. Penerapan

MAKP Tim

Model pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat professional memimpin tim tenaga

Tim:1. Pelaksanaan

Penerimaan pasien baru

2. Pelaksanaan timbang

Lembar Observasi

Ordinal Ya : 1Tidak : 0

Baik : 75-100 %Cukup : 51-74

Page 62: Tesis Ratmi Bab 1-7

62

keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien.

terima3. Pelaksanaan

discharge planning

%Kurang : ≤50 %

2. Job description perawat dalam MAKP Tim

Pembagian tugas masing-masing perawat sesuai dengan perannya sebagai kepala ruang, ketua tim dan anggota tim

Pelaksanaan Tugas Pokok : 1. Kepala Ruang2. Ketua Tim3. Anggota Tim

Lembar observasi

Ordinal Ya : 1Tidak : 0Baik : 75-100 %Cukup : 51-74 %Kurang : ≤50 %

3. Kinerja Perawat

Gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan

Penilaian proses keperawatan:1. Pengkajian2. Diagnosa 3. Perencanaan4. Tindakan5. Evaluasi6. Catatan Askep

Instrumen A

Ordinal Dilakukan : 1Tidak Dilakukan : 0Baik : ≥ 80%Kurang : < 80%

4. Kepuasan Kerja Perawat

Respons emosional yang menunjukkan perasaan seseorang berkaitan dengan pekerjaannya

Teori Hierarki kebutuhan A. Maslow :1.Fisiologis 2.Rasa Aman3.Kasih Sayang4.Harga Diri 5.Aktualisasi Diri

Kuesioner Nominal Sangat puas : 80-100%Puas : 66-79%Cukup puas : 51-65%Kurang puas : < 50%

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi pelaksanaan MAKP,

lembar observasi kinerja perawat, dan lembar kuesioner kepuasan pasien

4.4.1 Observasi pelaksanaan MAKP menggunakan Lembar observasi dari

RSUD Dr. Soegiri Lamongan mengenai tugas pokok masing – masing

perawat sebagai kepala ruang, ketua tim dan anggota tim.

4.4.2 Penilaian kinerja perawat menggunakan instrumen A dari Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (2004) dan Standar Operasional Prosedur

(SOP) Penerimaan Pasien Baru, Timbang Terima dan Discharge

Planning. Instrumen A terdiri dari enam aspek penilaian yaitu Pengkajian,

Page 63: Tesis Ratmi Bab 1-7

63

Diagnosa, Perencanaan, Tindakan, Evaluasi dan Catatan Asuhan

Keperawatan.

4.4.3 Kepuasan Kerja Perawat diukur dengan menggunakan kuesioner kepuasan

kerja berdasarkan aplikasi teori hierarki kebutuhan menurut A. Maslow

dalam Nursalam (2007) yaitu terdiri dari kebutuhan fisiologis, rasa aman,

kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah RSUD Dr. Soegiri Lamongan pada Ruang Teratai

yang merupakan ruang paviliun kelas III, Ruang Dahlia adalah ruang untuk pasien

dengan penyakit dalam dan Ruang Bougenville adalah ruang untuk pasien dengan

penyakit bedah.

Penelitian dilakukan mulai dari penyusunan proposal bulan januari dan

pelaksanaan penelitian pada 25 April - 10 Juni 2011.

4.6 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

4.6.1 Prosedur pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan terlebih dahulu

memohon rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

Surabaya khususnya pihak pendidikan Program Studi Magister

Keperawatan

4.6.2 Selanjutnya peneliti mengajukan permohonan ijin kepada Badan

Kesbangpol dan Linmas Kabupaten Lamongan dan Direktur RSUD Dr.

Soegiri Lamongan.

4.6.3 Peneliti melakukan penilaian kinerja perawat dengan studi dokumentasi

asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Studi dokumentasi

Page 64: Tesis Ratmi Bab 1-7

64

dilakukan dengan menilai rekam medik pasien dari sisi dokumentasi

keperawatan mulai dari pengkajian, analisis data, penegakan diagnosa,

perencanaan, implementasi dan evaluasi. Rekam medik yang dinilai adalah

rekam medik pasien yang telah dirawat minimal 3 hari dari Ruang Teratai,

Ruang Bougenville dan Ruang Dahlia. Kinerja di nilai pre dan post

intervensi

4.6.4 Variabel kepuasan kerja perawat, peneliti memberikan kuesioner kepada

perawat di Ruang Teratai, Ruang Bougenville dan Ruang Dahlia.

Kepuasan kerja perawat dinilai berdasarkan teori hierarki kebutuhan

menurut Abraham Maslow. Kepuasan kerja perawat dinilai pre dan post

intervensi

4.6.5 Peneliti berkoordinasi dengan kepala bidang perawatan RSUD Dr. Soegiri

Lamongan melakukan peningkatan pengetahuan tentang MAKP Tim

kepada perawat Ruang Teratai dan Ruang Bougenville melalui pelatihan

yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan perawat mengenai

MAKP Tim dengan diskusi mengenai tugas dan tanggung jawab perawat

dalam MAKP Tim serta sosialisasi standar operasional prosedur

penerimaan pasien baru, timbang terima dan discharge planning.

4.6.6 Penerapan MAKP diobservasi selama 3 minggu dalam hal pelaksanaan job

description kepala ruang, ketua tim dan anggota tim serta pelaksanaan

standar operasional prosedur penerimaan pasien baru, timbang terima dan

discharge planning. Observasi dilakukan masing-masing 3 kali sebelum

dan sesudah pelatihan MAKP Tim

4.7 Kerangka Kerja

Pengumpulan Data :1. Model pelayanan

RS2. MAKP yang

diterapkan

Page 65: Tesis Ratmi Bab 1-7

65

4.8 Analisis Data

Analisa data merupakan proses penataan secara sistematis atau transkrip

wawancara, data hasil observasi, data dan daftar isian serta materi lain untuk

selanjutnya diberi makna, baik makna secara tunggal maupun stimulan

(Nursalam, 2003). Analisa data pada penelitian ini menggunakan bantuan

Statistical Product And Service Solution (SPSS) 16.

Variabel Penerapan MAKP Tim (Pelaksanaan SOP Penerimaan pasien

baru, timbang terima dan discharge planning), kinerja perawat dan Kepuasan

Kerja perawat menggunakan Uji Chi Square (X2). Dengan taraf signifikan 0.05,

jika didapatkan p < 0.05 maka Ho ditolak artinya terdapat pengaruh antara

variabel independen dengan variabel dependen atau berarti Hı diterima.

4.9 Etik Penelitian

4.9.1 Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Lembar persetujuan menjadi responden diberikan pada perawat di ruang

Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan yang memenuhi

Identifikasi masalah :1. Faktor Tenaga2. Faktor Metode

Pelatihan MAKP Tim

Penerapan MAKP

1. Penilaian kinerja perawat2. kepuasan kerja perawat

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Pengaruh Pelatihan tentang MAKP Tim Terhadap Penerapan MAKP Tim Di RSUD Dr. Soegiri Lamongan

Focus Group Discussion tentang MAKP

Page 66: Tesis Ratmi Bab 1-7

66

kriteria inklusi sebelum penelitian dilaksanakan. Apabila calon responden

menolak peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

4.9.2 Confidentially (Kerahasiaan)

Semua informasi yang telah diberikan oleh responden dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang berhubungan dengan penelitian

ini dilaporkan pada hasil penelitian.

4.9.3 Anonimity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas, nama responden tidak dicantumkan pada

lembaran pengumpulan data. Lembar tersebut hanya diberikan kode tertentu

BAB 5

ANALISIS HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian meliputi 1) Gambaran

Umum Lokasi Penelitian, 2) Karakteristik Data Umum dan 3) Data Khusus

5.1 Gambaran umum lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soegiri

Lamongan, khususnya di Ruang Rawat Inap Bougenville, Teratai dan Dahlia.

RSUD Dr. Soegiri Lamongan merupakan rumah sakit milik daerah Kabupaten

Lamongan yang melayani pelayanan kesehatan baik rawat inap maupun rawat

jalan bagi masyarakat Lamongan secara umum (biaya sendiri), ASKES maupun

Page 67: Tesis Ratmi Bab 1-7

67

JAMKESMAS. RSUD Dr. Soegiri Lamongan merupakan rumah sakit umum tipe

B, milik Pemerintah Kabupaten Lamongan sesuai dengan SK Menteri Kesehatan

RI Nomor : 970/Men.kes/SK IX/2008. RSUD Dr. Soegiri Lamongan berdiri sejak

tanggal 12 Agustus 1986. Letaknya di Jl. Kusumabangsa No. 7 Lamongan dengan

menempati lahan seluas + 4 ha. Rumah sakit tersebut memenuhi akreditasi 16

pokja pelayanan sehingga sering digunakan sebagai rumah sakit pendidikan dan

penelitian. Batas-batas wilayah RSUD Dr. Soegiri Lamongan adalah sebagai

berikut :

Utara : Gedung KORPRI dan gedung farmasi

Selatan : AKPER Pemkab Lamongan

Timur : Perumahan Muhammadiyah

Barat : Kantor Palang Merah Indonesia (PMI)

RSUD Dr. Soegiri Lamongan mempunyai visi yaitu “Mewujudkan rumah

sakit sebagai pilihan utama pelayanan kesehatan dan rujukan bagi masyarakat”.

Sedangkan misi rumah sakit adalah (1) Meningkatkan mutu pelayanan rumah

sakit, (2) Meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan sumber daya

rumah sakit, baik medis, paramedis dan nonmedis, (3) Meningkatnya kualitas dan

kuantitas sarana dan prasarana rumah sakit.

Ruang Bougenville merupakan ruang rawat inap untuk kasus bedah

dengan kapasitas 27 tempat tidur. Sedangkan ruang Teratai merupakan ruang

rawat inap kelas III untuk penyakit non infeksi dengan kapasitas 30 tempat tidur.

Ruang Dahlia adalah ruang rawat inap khusus penyakit dalam dengan kapasitas

25 tempat tidur.

5.2 Karakteristik Data Umum

Page 68: Tesis Ratmi Bab 1-7

68

5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Umur R. Bougenville R. Teratai R. Dahlian % n % n %

20-30 tahun31-40 tahun>40 tahun

752

503614

771

46,746,76,6

752

503614

Jumlah 14 100 15 100 14 100

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa umur perawat di Ruang

Bougenville sebagian berumur 20-30 tahun yaitu sebanyak 7 orang (50%) dan

sebagian kecil berumur lebih dari 40 tahun yaitu 2 orang (14%). Sedangkan di

Ruang Teratai hampir sebagian perawat berumur 20-30 tahun yaitu 7 orang

(46,7%) dan sebagian kecil berumur lebih dari 40 tahun yaitu 1orang (6,6%). Pada

Ruang Dahlia sebagian perawat berumur 20-30 tahun sebanyak 7 orang (50%)

dan sebagian kecil berumur lebih dari 40 tahun yaitu 2 orang (14%)

5.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.2 Tabel Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Jenis Kelamin R. Bougenville R. Teratai R. Dahlian % n % n %

Laki – LakiPerempuan

59

3664

78

4753

95

6436

Jumlah 14 100 15 100 14 100

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa perawat di Ruang Bougenville

sebagian besar perempuan yaitu sebanyak 9 orang (64%) dan sebagian kecil laki-

laki yaitu 1 orang (36%). Di Ruang Teratai sebagian besar perawat berjenis

Page 69: Tesis Ratmi Bab 1-7

69

kelamin perempuan yaitu sebanyak 8 orang (53%) dan hampir sebagian laki-laki

yaitu 7 orang (47%). Pada Ruang Dahlia Bougenville sebagian besar perawat

berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 9 orang (64%) dan sebagian kecil

perempuan yaitu 1 orang (36%).

5.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Pendidikan Perawat R. Bougenville R. Teratai R. Dahlian % n % n %

SPKDIII KeperawatanS1 Keperawatan

0141

093,36,7

0151

093,756,25

2 121

13,3806,7

Jumlah 14 100 15 100 14 100

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa pendidikan perawat di Ruang Bougenville

sebagian besar DIII Keperawatan yaitu sebanyak 13 orang (93,3 %) dan sebagian

kecil berpendidikan S1 Keperawatan yaitu 1 orang (6,7 %). Di Ruang Teratai

sebagian besar perawat berpendidikan DIII Keperawatan yaitu sebanyak 14 orang

(93,75%) dan sebagian kecil berpendidikan S1 Keperawatan yaitu 1 orang (6,25

%). Pada Ruang Dahlia sebagian besar perawat berpendidikan DIII Keperawatan

yaitu sebanyak 13 orang (80%) dan sebagian kecil berpendidikan S1 Keperawatan

yaitu 1 orang (6,7 %).

5.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepegawaian

Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepegawaian di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Status Kepegawaian

R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia n % n % n %

Page 70: Tesis Ratmi Bab 1-7

70

PNSKontrakMagang

1022

71,4414,2814, 28

915

606,7

33,33

932

63,2822,4414,28

Jumlah 14 100 15 100 14 100

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pada ruang Bougenville sebagian

besar perawat berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) yaitu masing-masing

sebanyak 10 orang (71,44 %) dan masing-masing 2 orang berstatus pegawai

kontrak dan magang (14,28%). Di Ruang Teratai sebagian besar perawat

merupakan PNS yaitu 9 orang (60%) dan sebagian kecil pegawai kontrak yaitu 1

orang (6,7%). Sedangkan di Ruang Dahlia sebagian besar berstatus PNS sebanyak

9 orang (63,28%) dan sebagian kecil pegawai magang yaitu 2 orang (14,28%)

5.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Lama Bekerja R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia

n % n % N %

1-5 tahun5-10 tahun> 10 tahun

761

5042,867,14

1122

73,3413.3313,33

752

5035,7114,29

Jumlah 14 100 15 100 14 100

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat sudah bekerja

selama 1-5 tahun yaitu masing-masing sebanyak 7 orang (50%) di Ruang

Bougenville, 11 orang (73,34%) di Ruang Teratai dan 7 orang (50%) di Ruang

Dahlia. Sedangkan sebagian kecil perawat bekerja lebih dari 10 tahun masing-

masing sebanyak 1 orang (7,14%) di Ruang Bougenville, 2 orang (13,33%) di

Ruang Teratai dan 2 orang (14,29 %) di Ruang Dahlia.

Page 71: Tesis Ratmi Bab 1-7

71

5.3 Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional Tim

5.3.1 Pelaksanaan Job Description Kepala Ruang, Ketua Tim dan Anggota

Tim

Tabel 5.6 Pelaksanaan Job Description Kepala Ruang, Ketua Tim dan Anggota tim pre-post intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Jabatan R.Bougenville R. Teratai R. Dahlia

Pre (%) Post (%) Pre (%) Post (%) Pre (%) Post (%)

Kepala Ruang(29 uraian tugas)Ketua Tim (5 uraian tugas)Anggota Tim(3 uraian tugas)

51,72

40

100

62,06

60

100

55,17

40

100

68,96

60

100

51,72

40

100

51,72

40

100

Tabel 5.6 memberikan gambaran tentang prosentase pelaksanaan job

description masing-masing perawat dalam MAKP tim. Susunan organisasi dalam

suatu ruang terdiri dari 1 kepala ruang, 1 ketua tim dan 12-13 anggota tim.

Berdasarkan tabel diatas didapatkan data bahwa di ruang Bougenville Kepala

Ruang mampu melaksanakan 15 aspek (51,72%) dari 29 tugas pokok yang harus

dilakukan, sedangkan di Ruang Teratai sebesar 16 aspek (55,17%) dan Ruang

Dahlia sebesar 15 aspek (51,72%). Ketua tim hanya mampu melakukan tugasnya

masing-masing 2 aspek (40%) dari 5 tugas pokok yang seharusnya dilakukan.

Anggota tim sudah melakukan tugasnya dengan baik yaitu semua tugas pokok

mampu dilakukan.

Pelaksanaan tugas kepala ruang masih dalam kategori cukup di ketiga

ruang ditunjukkan dengan dilakukannya tugas pokok dari kepala ruang dalam hal

mengikuti timbang terima, mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan

membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain-lain. Namun

ada tugas yang disetiap ruang tidak dilakukan oleh kepala ruang yaitu

mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien bersama ketua tim dan

Page 72: Tesis Ratmi Bab 1-7

72

mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan

kebutuhan klien bersama-sama ketua tim , mengatur penugasan/penjadwalan.

Ketua tim sebagai motor penggerak pelaksanaan MAKP Tim justru

performa kerja dalam kategori kurang dalam pelaksanaan tugas baik di ruang

Bougenville, Teratai maupun Dahlia. Tugas yang sudah dilakukan oleh ketua tim

adalah membuat perencanaan dan mengenal / mengetahui kondisi pasien dan

dapat menilai tingkat kebutuhan pasien. Ketua tim belum melaksanakan tugas

membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi serta mengembangkan kemampuan

anggota dan menyelenggarakan konferensi.

Anggota tim di ketiga ruang baik ruang Bougenville, Teratai maupun

Dahlia sudah melakukan tugasnya dengan baik yaitu memberikan asuhan

keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya kerjasama dengan anggota

tim dan antar tim dan memberikan laporan.

Setelah dilakukan intervensi berupa pelatihan pada kepala ruang dan ketua

tim didapatkan di ruang Bougenville Kepala Ruang mampu melaksanakan tugas

pokok cukup baik yaitu 18 aspek (62,06%) dari 29 tugas pokok yang harus

dilakukan, sedangkan di Ruang Teratai sebesar 20 aspek (68,96%) dan Ruang

Dahlia sebesar 15 aspek (51,72%). Ketua tim mampu di ruang Bougenville dan

Teratai mampu melakukan tugasnya dengan cukup baik masing-masing 3 aspek

(60%) dari 5 tugas pokok yang seharusnya dilakukan, sedangkan di ruang Dahlia

masih ketua tim melakukan tugas kurang baik yaitu 2 tugas pokok (40%) dari

yang seharusnya dilakukan. Anggota tim sudah melakukan tugasnya dengan baik

yaitu semua tugas pokok mampu dilakukan.

Page 73: Tesis Ratmi Bab 1-7

73

Tugas kepala ruang termasuk dalam kategori cukup baik di Ruang

Bougenville, Teratai maupun Dahlia. Di ruang Boigenville ada peningkatan skor

yang di dapatkan yang awalnya 15 menjadi 18 tupoksi yang mampu dilakukan

oleh kepala ruang. Di ruang teratai Tugas ada peningkatan skor yang di lakukan

awalnya 16 menjadi 20 tupoksi yang mampu dilakukan oleh kepala ruang. Sedang

di Ruang Dahlia tidak ada perubahan pelaksanaan tugas tetap 15 tupoksi yang

dilakukan.

Pelaksanaan tugas ketua tim di ruang Bougenville dan Teratai setelah

dilakukan pelatihan ada peningkatan yaitu sebanyak 3 tugas sudah dilakukan dari

5 tugas yang menjadi kwajibannya. Tugas yang sudah dilakukan oleh ketua tim di

di ruang Bougenville dan Teratai adalah membuat perencanaan dan mengenal /

mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien serta

melaksanakan tugas membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi. Ketua tim

belum serta mengembangkan kemampuan anggota dan menyelenggarakan

konferensi. Di ruang Dahlia sebagai ruang kontrol tidak ada perubahan

pelaksanaan tugas oleh ketua tim

Anggota tim di ketiga ruang baik ruang Bougenville, Teratai maupun

Dahlia sudah melakukan tugasnya dengan baik yaitu memberikan asuhan

keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya kerjasama dengan anggota

tim dan antar tim dan memberikan laporan.

Page 74: Tesis Ratmi Bab 1-7

74

5.3.2 Penerapan Standar Operasional Prosedur Penerimaan Pasien Baru,

Timbang Terima dan Discharge Planning Pre dan Post Intervensi

1. Pelaksanaan Penerimaan Pasien Baru

Tabel 5.7 Penerapan Standar Operasional Prosedur Penerimaan Pasien Baru, Pre-Post Intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Kegiatan Bougenville Teratai Dahlia

Pre(%)

Post(%)

Pre (%)

Post (%)

Pre(%)

Post (%)

1. KARU memberitahu KATIM bahwa akan ada pasien baru

100 100 100 100 100 100

2. KATIM menyiapkan hal-hal yang diperlukan dalam penerimaan pasien baru:a. Lembar pasien masuk RSb. Lembar pengkajian, c. Lembar informed consent, d. Status pasiene. Nursing kit, f. Lembar tata-tertib pasien

10066,766,71000

66,7

10010010010033,366,7

10066,710010033,366,7

10066,710010033,3100

10033,366,71000

33,3

10033,3

66,7

1000

66,7

3. KATIM meminta bantuan PP untuk mempersiapkan tempat tidur pasien baru

100 100 100 100 100 100

4. KARU menanyakan kembali pada KATIM tentang kelengkapan untuk penerimaan pasien baru

33,3 33,3 33,3 33 0 0

5. KATIM menyebutkan hal-hal yang telah dipersiapkan 0 0 0 0 0 06. KARU dan KATIM menyambut pasien dan keluarga

dengan memberi salam serta memperkenalkan diri dan 33,3 33,3 33,3 66,7 33,3 33,

3

Page 75: Tesis Ratmi Bab 1-7

75

KATIM pada klien/keluarga7. KATIM menunjukkan / mengorientasikan tempat dan

fasilitas yang ada di ruangan, kemudian KATIM mengisi lembar pasien masuk serta menjelaskan mengenai beberapa hal yang tercantum dalam lembar penerimaan pasien baru.

0 66,7 0 66,7 0 33,3

8. Di tempat tidur pasien, KATIM melakukan anamnesa dengan dibantu oleh PA

0 0 0 0 0 0

9. Menanyakan kembali pada pasien dan keluarga mengenai hal-hal yang belum dimengerti

0 33,3 0 33,3 0 33,3

10. KATIM, pasien dan keluarga menandatangani lembar penerimaan pasien baru

33,3 66,7 33,3 100 0 0

11. KARU memberikan reward pada KATIM dan PP 0 0 0 0 0 012. KATIM merencanakan intervensi keperawatan 0 33,3 33,3 66,7 0 0

Rata-rata (%) 39,21 62, 7 47,05 62,74 33,33 39,2

Dari tabel 5.7 diketahui bahwa pelaksanaan penerimaan pasien baru pre

intervensi dalam 3 kali observasi di ruang Bougenville hanya 39,21% kegiatan yang

dilakukan, di ruang Teratai 47,05% dan 33,33 % di ruang Dahlia. Dari hasil observasi

dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penerimaan pasien baru di ruang Bougenville,

Teratai dan Dahlia di kategorikan pelaksanaan penerimaan pasien baru masih kurang.

Aspek penerimaan pasien baru yang sudah dilakukan di ketiga adalah KARU

memberitahu KATIM bahwa akan ada pasien baru, katim menyiapkan Lembar pasien

masuk RS dan Lembar informed consent. Yang belum sama sekali dilakukan adalah

anamnesa di tempat tidur oleh katim, orientasi ruangan dan katim tidak menanyakan

kembali hal yang belum dimengerti oleh pasien.

Pelaksanaan penerimaan pasien baru setelah dilakukan pelatihan kemudian

di observasi sebanyak 3 kali didapatkan di ruang Bougenville 62,74 % kegiatan

yang dilakukan, di ruang Teratai 62,74% dan 39,21% di ruang Dahlia. Ruang

Bougenville dan Ruang Teratai termasuk dalam kategori cukup sedang ruang Dahlia

sebagai ruang kontrol termasuk dalam kategori kurang. Aspek penerimaan pasien baru

Ket : Setiap kegiatan diobservasi 3 kali0 : Tidak Dilakukan 1 : Dilakukan sekali dari 3 x observasi2 : Dilakukan dua kali dari 3 x observasi3 : Dilakukan 3 kali dari 3 x observasi

Nilai Rata –Rata : Point yang diperoleh Nilai Maks x ∑ pengamatan∑ item : 17∑ pengamatan : 3 kali Nilai minimal : 0Nilai maksimal : 3 x 17 =51

x 100%

Page 76: Tesis Ratmi Bab 1-7

76

yang sudah dilakukan di ketiga adalah KARU memberitahu KATIM bahwa akan ada

pasien baru, katim menyiapkan lembar pasien masuk RS dan Lembar informed consent

serta lembar tata tertib pasien. Sedangkan prosedur yang belum sama sekali dilakukan

adalah anamnesa di tempat tidur oleh katim dan pemberian reward oleh karu kepada

katim

2. Pelaksanaan Timbang Terima

Tabel 5.8 Penerapan Standar Operasional Prosedur Timbang Terima Pre – Post Intervensi di Ruang Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Kegiatan Bougenville Teratai Dahlia Pre(%)

Post(%)

Pre (%)

Post(%)

Pre(%)

Post (%)

1. Kedua kelompok dinas sudah siap dan berkumpul di Nurse Station

100 100 100 100 100 100

2. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan catatan. KATIM yang akan mengoperkan menyiapkan Lembar timbang terima

100 100 100 100 100 100

3. Kepala ruang membuka acara timbang terima dan doa bersama

33,3 100 66,7 100 33,3 100

4. KATIM dinas saat ini melakukan timbang terima pada KATIM dinas berikutnya, hal-hal yang perlu disampaikan saat timbang terima a Identitas klien dan diagnosis medisb Masalah keperawatan yang muncul.c Data Fokus (Data subyektif dan obyektif)d Rencana keperawatan yang sudah/belum

dilaksanakan.e Tindakan kolaboratif.f Persiapan rencana umum yang perlu

dilakukan (persiapan operasi, pemeriksaan penunjang, konsul, prosedur tindakan tertentu), perlu disampaikan untuk ditindak lanjuti.

100000

33,3100

100000

100100

1000

33,30

33,3100

1000

33,30

100100

100000

33,3100

100000

10066,7

Page 77: Tesis Ratmi Bab 1-7

77

5. KATIM dinas berikutnya melakukan klarifikasi terhadap data yang disampaikan.

66,7 100 66,7 100 33,3 100

6. Mengupayakan penyampaian yang jelas, singkat dan padat

100 100 100 100 100 100

7. Lama timbang terima setiap pasien kurang lebih 5 menit, kecuali kondisi khusus yang memerlukan keterangan lebih rinci

100 100 100 100 100 100

8. Karu diikuti semua perawat keliling ke tiap klien. KATIM dinas sore melakukan validasi data.

33,3 33,3 33,3 33,3 33,3 33,3

9. Perawat kembali ke Nurse Station diskusi tentang hasil validasi.

0 33,3 0 33,3 0 0

10. KATIM menandatangani laporan timbang terima diketahui oleh Karu.

0 33,3 33,3 33,3 0 0

11. Karu menutup timbang terima, Karu memberikan reward kepada KATIM dinas pagi dan mengucapkan selamat bekerja kepada KATIM dinas berikutnya

33,3 66,7 33,3 100 33,3 33,3

Rata – rata (%) 45,83 60,74 52,08 58,82 41,67 50,98

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa dari 3 kali observasi didapatkan

pelaksanaan timbang terima di Ruang Bougenville sebesar 45,83% prosedur yang

seharusnya dilaksanakan dan termasuk kategori kurang, di ruang Teratai

pelaksanaan timbang kategori cukup dengan 52,08% kegiatan sudah dilakukan,

Dahlia sebesar 41,67% dan termasuk kategori kurang. Prosedur yang sudah

dilakukan dengan baik di ketiga ruangan yaitu persiapan kedua shift dinas, buku

timbang terima tersedia, penyebutan identitas dan diagnosa medis pasien, rencana

umum, penyampaian padat, jelas dan singkat serta timbang terima tidak lebih dari

5 menit setiap pasien kecuali pasien dengan kondisi khusus. Prosedur yang belum

dilakukan di semua ruang adalah penyampaian masalah keperawatan, rencana

keperawatan yang sudah dan belum dilakukan serta diskusi dan validasi setelah

keliling ke pasien.

Setelah dilakukan pelatihan tentang MAKP Tim kemudian 3 kali observasi

didapatkan ada peningkatan dalam pelaksanaan timbang terima baik di kelompok

Ket : Setiap kegiatan diobservasi 3 kali0 : Tidak Dilakukan 1 : Dilakukan sekali dari 3 x observasi2 : Dilakukan dua kali dari 3 x observasi3 : Dilakukan 3 kali dari 3 x observasi

Nilai Rata –Rata : Point yang diperoleh Nilai Maks x ∑ pengamatan∑ item : 16∑ pengamatan : 3 kali Nilai minimal : 0Nilai maksimal : 3 x 16 =48

x 100%

Page 78: Tesis Ratmi Bab 1-7

78

perlakuan (Ruang Bougenville dan Teratai) maupun kelompok kontrol (Ruang

Dahlia). Hal ini ditunjukkan dengan data bahwa di ruang Bougenville sebesar

60,74 % prosedur yang dilaksanakan, di ruang Teratai 58,82% dan Dahlia

50,98%. Prosedur yang sudah dilakukan dengan baik di ketiga ruangan yaitu

persiapan kedua shift dinas, buku timbang terima tersedia, penyebutan identitas

dan diagnosa medis pasien, tindakan kolaboratif, rencana umum, penyampaian

padat, jelas dan singkat serta timbang terima tidak lebih dari 5 menit setiap pasien

kecuali pasien dengan kondisi khusus.

3. Pelaksanaan Discharge Planning

Tabel 5.9 Penerapan Standar Operasional Prosedur Discharge Planning Pre - Post Intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Kegiatan Bougenville Teratai Dahlia

Pre(%)

Post(%)

Pre(%)

Post(%)

Pre(%)

Post(%)

1. KATIM melaporkan ke karu tentang perencanaan discharge planning

100 100 100 100 100 100

2. KATIM menyiapkan status klien dan format discharge planning

66,7 66,7 66,7 66,7 66,7 66,7

3. Menyebutkan masalah klien 0 33,3 0 33,3 0 04. Kepala ruang menanyakan kepada

KATIM hal-hal yang akan diajarkan pada klien dan keluarga

0 0 0 33,3 0 0

5. Kepala ruangan memeriksa kelengkapan administrasi

33,3 66,7 33,3 33,3 33,3 33,3

6. Karu membuka acara discharge planning 0 0 33,3 66,7 0 07. KATIM dan PA mengucapkan salam

pada klien dan keluarga dengan ramah 33,3 66,7 33,3 66,7 33,3 33,3

8. KATIM dibantu PA menyampaikan pendidikan kesehatan tentanga Aturan diet yang dibutuhkan, b Tanggal dan tempat kontrol,c Aktivitas dan istirahatd Perawatan diri.

10010066,7

0

10010066,7

0

100100100

0

10010010033,3

10010066,7

0

10010066,7

09. KATIM DAN PP melakukan demonstrasi

dan redemonstrasi jenis makanan yang diperbolehkan dikonsumsi oleh pasien

0 0 0 33,3 0 0

Page 79: Tesis Ratmi Bab 1-7

79

menggunakan food model10. KATIM menanyakan kembali pada

pasien tentang materi yang telah disampaikan

0 0 0 0 0 0

11. KATIM memberi reinforcement kepada klien

0 33,3 0 33,3 0 33,3

12. KATIM mengucapkan terimakasih 66,7 100 100 100 66,7 66,713. Pendokumentasian 100 100 100 100 100 10014. Karu memberikan reward kepada

KATIM dan PP0 0 0 0 0 0

Rerata 39,21

49,01

45,09

58,82

39,21

41,17

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa dari 3 kali observasi prosedur

pelaksanaan discharge planning yang dilakukan sebesar 39,21% di ruang

Bougenville, di Ruang Teratai 45,09% dan 39,21% di Ruang Dahlia. Prosedur

yang sudah dilakukan dengan baik ketiga ruang yaitu pelaporan katim bahwa ada

pasien pulang, katim memberikan penjelasan kepada pasien berupa aturan diet,

tempat kontrol serta aktivitas dan istirahat. Sedang prosedur yang belum

dilakukan sama sekali di ketiga ruang adalah penggunaan food model ketika

penjelasan tentang diet, perawatan diri di rumah, klarifikasi oleh perawat apakah

pasien mengerti, serta reinforcement perawat kepada pasien.

Setelah dilakukan pelatihan kemudian observasi sebanyak 3 kali

didapatkan data bahwa prosedur pelaksanaan discharge planning di ruang

Bougenville sebesar 49,01% prosedur sudah dilakukan, ada peningkatan dari pada

sebelum pelatihan namun masih dalam kategori kurang. Di Ruang Teratai ada

peningkatan dari kategori kurang menjadi kategori cukup yaitu sebesar 58,82%

Ket : Setiap kegiatan diobservasi 3 kali0 : Tidak Dilakukan 1 : Dilakukan sekali dari 3 x observasi2 : Dilakukan dua kali dari 3 x observasi3 : Dilakukan 3 kali dari 3 x observasi

Nilai Rata –Rata : Point yang diperoleh Nilai Maks x ∑ pengamatan∑ item : 17∑ pengamatan : 3 kali Nilai minimal : 0Nilai maksimal : 3 x 17 =51

x 100%

Page 80: Tesis Ratmi Bab 1-7

80

prosedur sudah dilakukan. Di Ruang Dahlia sebesar 41,17% prosedur dan

termasuk kategori kurang.

Prosedur yang sudah dilakukan dengan baik ketiga ruang yaitu pelaporan

katim bahwa ada pasien pulang, katim memberikan penjelasan kepada pasien

berupa aturan diet, tempat kontrol serta aktivitas dan istirahat. Di ruang Teratai

ada peningkatan yang awalnya penjelasan perawatan diri tidak ada menjadi ada

setelah pelatihan.

Sedang prosedur yang belum dilakukan sama sekali di ketiga ruang adalah

penggunaan food model ketika penjelasan tentang diet, perawatan diri di rumah,

klarifikasi oleh perawat apakah pasien mengerti, serta reinforcement perawat

kepada pasien.

5.4 Kinerja Perawat

5.4.1 Kinerja Perawat Pre dan Post Intervensi

Tabel 5.10 Kinerja perawat pre dan post intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Aspek Kinerja R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia

Pre (%) Post (%) Pre(%) Post (%) Pre (%) Post (%)PengkajianDiagnosaPerencanaan TindakanEvaluasiCatatan Askep

2579,16

7543,7541,6782,5

35,4177,592,7

64,0543,7592,5

13,6168,5175,9248,61

5088,88

44,4485,1884,2563,8861,11100

26,5668,5170,8351,5641,1686,66

35,4170,570,8351,5643,7586,66

Penilaian kerja dinilai melalui studi dokumentasi yang merupakan hasil

kerja dari tim perawat. Berdasarkan tabel 5.10 didapatkan ada beberapa hal yang

sering tidak dilakukan oleh perawat yaitu pengkajian pada aspek pengelompokan

data dan pengkajian sejak pasien masuk dan setiap ada perubahan. Perawat

melakukan pengkajian pada awal pasien masuk ruangan, setelah data didapatkan

Page 81: Tesis Ratmi Bab 1-7

81

perawat tidak melakukan pengelompokan data apakah data tersebut merupakan

data objektif atau data subjektif sehingga tidak ada proses analisa data untuk

mendapatkan suatu masalah keperawatan. Begitu juga jika ada perubahan pada

kondisi pasien belum ada pendokumentasian perubahan pasien yang terjadi

sehingga tidak diketahui adanya perubahan diagnosa keperawatan pasien dari

waktu ke waktu.

Pada aspek diagnosa dan perencanaan perawat sudah melaksanakannya

dengan baik. Perawat sudah menyusun diagnosa keperawatan yang mencerminkan

masalah dan etiologi (PE). Pada perencanaan perawat membuatnya berdasarkan

diagnosa, menurut urutan prioritas, mengacu pada tujuan dan menggambarkan

keterlibatan keluarga serta menunjukkan adanya kolaborasi perawat dan dokter

serta disiplin ilmu yang lain (ahli gizi dan fisioterapis). Aspek tindakan perawat

seringkali tidak melakukan tindakan sesuai dengan yang telah direncanakan. Pada

catatan keperawatan ditulis rutinitas yang dilakukan oleh pasien. Begitu juga pada

aspek evaluasi. Perawat tidak melakukan evaluasi pada setiap shift tapi sehari

sekali yaitu pada akhir shift dinas malam. Sehingga tidak bisa diketahui dengan

jelas bagaimana kondisi pasien pada akhir shift pagi dan sore.

Aspek catatan keperawatan sudah dilakukan dengan baik ditulis pada

format yang baku, sesuai dengan yang dilakukan, ringkas dan jelas, ada tanda

tangan namun sering kali nama jelas tidak dicantumkan. Rekam medis pasien

yang telah pulang di simpan dengan baik di bagian rekam medis.

Tabel 5.11 Perubahan Kinerja perawat pre dan post intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Kinerja R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia

Page 82: Tesis Ratmi Bab 1-7

82

Pre(%)

Post (%)

Pre (%)

Post (%) Pre (%)

Post (%)

BaikKurang

6,2593,75

31.2568,75

16,67 83,33

33,33 66,67

6,2593,75

6,2593,75

Wilcoxon Signed Rank Test p=0,001 p=0,001 p=157

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa kinerja perawat sebelum

dilakukan pelatihan pada kepala ruang dan ketua tim di Ruang Bougenville

sebagian besar perawat mempunyai kinerja buruk sebesar 93,75% dan yang

mempunyai kinerja baik sebesar 6,25%. Di Ruang Teratai sebagian besar perawat

mempunyai kinerja buruk sebesar 83,33% dan yang mempunyai kinerja baik

sebesar 16,67 %. Di ruang Dahlia sebagian besar perawat mempunyai kinerja

buruk sebesar 93,75% dan yang mempunyai kinerja baik sebesar 6,25%.

Setelah dilakukan penyegaran materi MAKP Tim menunjukkan bahwa

kinerja pada kepala ruang dan ketua tim di Ruang Bougenville sebagian besar

perawat mempunyai kinerja buruk sebesar 68,75% dan yang mempunyai kinerja

baik sebesar 31,25%. Di Ruang Teratai sebagian besar perawat mempunyai

kinerja buruk sebesar 66,67% dan yang mempunyai kinerja baik sebesar 33,33%.

Di ruang Dahlia sebagian besar perawat mempunyai kinerja buruk sebesar 93,75%

dan yang mempunyai kinerja baik sebesar 6,25%.

Berdasar tabel 5.11 pada Ruang Bougenville hasil uji Wilcoxon sig.(2-

tailed) p 0,001 < 0,05 dan pada Ruang Teratai hasil uji Wilcoxon sig.(2-tailed)

0,001 < 0,05 berarti Ho ditolak, ada perubahan kinerja sebelum dan sesudah

dilakukan intervensi. Hasil uji Wilcoxon sig.(2-tailed) p 0,157 > 0,05 pada ruang

Dahlia berarti Ho diterima

Tabel 5.12 Analisis Mann Whitney Kinerja perawat Post Intervensi Di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Page 83: Tesis Ratmi Bab 1-7

83

Ruang Selisih Hasil Uji Mann WhitneyZ P

R. Bougenville dan R. Dahlia 5 -2,104 0,035R. Teratai dan R. Dahlia 6,5 -2,482 0,013R. Bougenville dan R. Teratai 1,18 -,405 0,686

Berdasar tabel 5.12 bahwa ada perbedaan kinerja perawat antara kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol ditunjukkan dengan hasil uji Mann Whitney

antara ruang Bougenville dan Dahlia p = 0,035 < 0,05 dan antara ruang Teratai

dan dan ruang Dahlia p = 0,013 < 0,05 artinya H0 ditolak. Ada kecenderungan

perubahan kinerja dari buruk menjadi baik pada kelompok perlakuan.

5.4.2 Kepuasan Kerja Perawat

5.5 Kepuasan Perawat Pre-Post Intervensi

Tabel 5.13 Kepuasan Perawat setelah penerapan MAKP Tim Di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Aspek Kepuasan Kerja Perawat

R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia

Pre (%) Post (%) Pre(%) Post (%) Pre (%) Post (%)Fisiologis Rasa amanKasih sayang Harga diriAktualisasi diri

65,6265,1857,1461,662,5

66,0766,0764,7364,2966,96

72,7668,7569,1966,5272,32

74,1274,5568,7587,0573,66

65,6262,563,8463,8466,52

66,5162,9460,2666,0768,75

Kepuasan kerja perawat dinilai dengan memberikan kuesioner kepusan

kerja berdasar hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow. Tabel 5.13

menunjukkan bahwa perawat merasa cukup puas dengan pekerjaan mereka.

Setelah dilakukan pelatihan, pada Ruang Bougenville tingkat kepuasan kerja

perawat tiap aspek memiliki prosentase yang hampir sama yaitu cukup puas

dengan rata-rata kepuasan 65,65%. Hal yang sama terjadi di Ruang Teratai

dengan rata-rata kepuasan kerja perawat pada semua aspek 69,08%. pada ruang

Teratai ada satu aspek yang tingkat kepuasan perawat sangat puas yaitu aspek

Page 84: Tesis Ratmi Bab 1-7

84

terpenuhinya kebutuhan harga diri sebesar 87,05%. Pada ruang Dahlia rata-rata

kepuasan kerja perawat pada semua aspek 64,91%.

Tabel 5.14 Perubahan Kepuasan kerja perawat pre dan post intervensi di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Kepuasan Kerja R. Bougenville R. Teratai R. Dahlia

Pre (%)

Post (%)

Pre (%)

Post (%)

Pre (%)

Post (%)

Sangat PuasPuasCukup PuasKurang Puas

7,1750

28,5714,26

7,1764, 2628,57

0

13,3346,6733,336,57

13,3453,3333,33

0

14, 2650

21,4814,26

14, 2657, 1421,487,17

Wilcoxon Signed Rank Test p=0,042 p=0,058 p=687Berdasar tabel di atas kepuasan perawat pada penerapan MAKP sebelum

dilakukan pelatihan di Ruang Bougenville sebagian responden puas dalam

bekerja dengan prosentase 50%, di Ruang Teratai hampir sebagian puas yaitu

sebesar 46, 67% dan sebagian responden puas dalam bekerja dengan prosentase

50% di Ruang Dahlia.

Setelah dilakukan pelatihan diketahui bahwa kepuasan perawat pada

penerapan MAKP cenderung ada peningkatan kepuasan perawat di Ruang

Bougenville sebagian responden puas dalam bekerja dengan prosentase 64,26 %,

di Ruang Teratai sebagian besar puas yaitu sebesar 53,33% dan sebagian

responden puas dalam bekerja dengan prosentase 57,14 % di Ruang Dahlia.

Berdasar tabel 5.11 pada Ruang Bougenville hasil uji Wilcoxon sig.(2-

tailed) p 0,042 < 0,05 artinya Ho ditolak, ada perubahan kepuasan sebelum dan

sesudah dilakukan intervensi. Pada Ruang Teratai hasil uji Wilcoxon sig.(2-

tailed) 0,058 > 0,05 berarti Ho diterima, tidak ada perubahan kepuasan sebelum

Page 85: Tesis Ratmi Bab 1-7

85

dan sesudah dilakukan intervensi. Hasil uji Wilcoxon sig.(2-tailed) p 0,687 > 0,05

pada ruang Dahlia artinya Ho diterima.

Tabel 5.15 Analisis Mann Whitney Kepuasan kerja perawat Post Intervensi Di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD Dr. Soegiri Lamongan Pada Tanggal 25 April – 10 Juni 2011

Ruang selisih Hasil Uji Mann WhitneyZ P

R. Bougenville dan R. Dahlia 0,35 -,121 0.903R. Teratai dan R. Dahlia 0,35 -,121 0.903R. Bougenville dan R. Teratai 0 -,405 0,686

Berdasar tabel 5.14 bahwa tidak ada perbedaan perubahan kepuasan kerja

perawat antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol ditunjukkan dengan

hasil uji Mann Whitney antara ruang Bougenville dan Dahlia p = 0,903 < 0,05 dan

antara ruang Teratai dan dan ruang Dahlia p = 0,903 < 0,05 artinya H1 ditolak.

Page 86: Tesis Ratmi Bab 1-7

86

BAB 6

PEMBAHASAN

5.6 Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional Tim Di Ruang

Bougenville, Teratai dan Dahlia RSUD dr. Soegiri Lamongan

Metode asuhan keperawatan profesional (MAKP) tim yang diterapkan di

RSUD dr. Soegiri Lamongan dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu pelaksanaan

job description masing-masing perawat (kepala ruang, ketua tim dan anggota tim),

pelaksanaan standar operasional prosedur penerimaan pasien baru, timbang terima

dan discharge planning. Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini berupa

penyegaran materi tentang MAKP Tim kepada perawat pada kelompok perlakuan

yaitu Ruang Bougenville dan Ruang Teratai.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebelum dilakukan pelatihan

kepala ruang (karu) di masing-masing ruangan melaksanakan tugas pokok cukup

baik. Setelah dilakukan pelatihan menunjukkan ada perubahan prosentase

Page 87: Tesis Ratmi Bab 1-7

87

pelaksanaan tugas pokok kepala ruang di Ruang Bougenville dan Teratai

meskipun masih dalam kategori cukup baik. Pada Ruang Dahlia tidak ada

perubahan prosentase pelaksanaan tugas kepala ruang.

Pelaksanaan tugas ketua tim sebagai inti dari pelaksana MAKP Tim,

sebelum pelatihan di ketiga ruang termasuk dalam kategori kurang baik. Setelah

pelatihan ada peningkatan pelaksanaan tugas ketua di tim di ruang Bougenville

dan Teratai. Di ruang Dahlia tidak ada perubahan prosentase pelaksanaan tugas

ketua tim. Anggota tim sebelum dan sesudah pelatihan sudah berjalan dengan

baik. Dilihat dari semua tugas pokok anggota tim sudah dilakukan.

Setiap perawat baik kepala ruang, ketua tim dan anggota tim (perawat

pelaksana) diharapkan dapat berperan sesuai dengan job description masing-

masing pada pelaksanaan MAKP Tim. Menurut Sitorus (2006) bahwa dalam

metode tim setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan

dan memberikan asuhan keperawatan sehingga pada perawat timbul motivasi dan

rasa tanggung jawab yang tinggi. Zakaria (2003) menyatakan bahwa dalam

organisasi seseorang harus memainkan peranan sesuai dengan tugasnya, seorang

pemimpin harus menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dan lainnya memainkan

peran sebagai pengikut.

Kepala ruang sebagai manajer diharapkan mampu mengkoordinasikan

seluruh elemen organisasi untuk mengelola secara bersama-sama, dengan harapan

dapat meningkatkan kinerja perawat di ruangan tersebut (Moeheriono, 2010).

Dalam penerapan MAKP tim kepala ruang diharapkan mampu berperan dalam hal

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Tugas perencanaan

sebagian sudah mampu dilakukan oleh kepala ruang baik di Ruang Bougenville

Page 88: Tesis Ratmi Bab 1-7

88

maupun Teratai. Namun, ada beberapa yang belum dilakukan yiatu

mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien bersama dengan ketua tim.

Keterbatasan jumlah perawat merupakan kendala dalam hal ini. Kepala ruang

tidak membuat rentang kendali yaitu kepala ruangan membawahi 2 ketua tim dan

ketua tim membawahi 2-3 perawat. Pada faktanya dalam satu ruangan hanya ada

seorang ketua tim yang membawahi 12-13 perawat dan merawat 25-27 pasien.

Pasien belum dikelompokkan berdasar tingkat ketergantungan untuk

menyesuaikan kebutuhan tenaga.

Aspek lain yang diobservasi dalam penerapan MAKP Tim adalah

pelaksanaan standar operasional prosedur (SOP) penerimaan pasien baru, timbang

terima dan discharge planning. Dari hasil observasi yang dilakukan didapatkan

bahwa ada perubahan prosentase prosedur yang dilakukan pada penerimaan

pasien baru di Ruang Bougenville dan Teratai. Pelaksanaan prosedur penerimaan

pasien baru di Ruang Bougenville dan Teratai yang sebelumnya termasuk dalam

kategori kurang menjadi kategori cukup baik (62%) pada kelompok perlakuan.

Sedang pada ruang Dahlia 39%. Prosedur yang belum dilakukan oleh perawat

pada saat penerimaan pasien baru adalah anamnesa pasien ketika pasien baru

datang, kepala ruang tidak melakukan pengecekan persiapan penerimaan pasien

baru dan tidak memberikan reward kepada perawat setelah tindakan dilakukan. Di

Ruang Dahlia sebagai kelompok kontrol termasuk dalam kategori kurang.

Penerimaan pasien baru merupakan suatu prosedur yang dilakukan oleh

perawat pada pasien yang baru di rawat di ruang rawat inap. Melalui penerimaan

pasien baru diharapkan terjalin suatu hubungan saling percaya antara perawat,

pasien dan keluarga. Penerimaan pasien baru merupakan tahap pengenalan baik

Page 89: Tesis Ratmi Bab 1-7

89

bagi pasien maupun perawat sendiri (Nursalam, 2011). Pelaksanaan penerimaan

pasien baru yang sesuai dengan prosedur diharapkan kepuasan pasien terhadap

pelayanan keperawatan menjadi lebih baik. Pelaksanaan penerimaan pasien baru

di ruang Bougenville dan Teratai sudah berjalan cukup baik, namun perlu ada

peningkatan sehingga pelaksanaan penerimaan pasien baru menjadi optimal.

Pelaksanaan prosedur timbang terima di ruang Bougenville sebelum

dilakukan pelatihan termasuk dalam kategori kurang, di ruang Teratai kategori

cukup dan Ruang Dahlia kurang. Setelah dilakukan pelatihan pada ruang

Bougenville dan Teratai pelaksanaan timbang terima di ketiga ruang mengalami

perubahan prosentase namun masih dalam kategori cukup. Pelaksanaan timbang

terima di Ruang Bougenville dan Teratai setelah dilakukan pelatihan termasuk

dalam kategori cukup yaitu sebesar 59%. Sedangkan pada Ruang Dahlia kategori

kurang (50%).

Timbang terima merupakan suatu sarana untuk mencapai komunikasi antar

perawat dan tim kesehatan lain jika dilakukan dengan profesional. Timbang

terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima suatu laporan yang

berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima merupakan kegiatan yang harus

dilakukan sebelum pergantian shift. Selain laporan antar shift, dapat disampaikan

juga informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang telah atau

belum dilaksanakan. Timbang terima dilakukan pada setiap pergantian shift yaitu

shift pagi ke shift sore, shift sore kepada shift malam, dan shift malam kepada

shift pagi (Nursalam, 2011). Beberapa prosedur yang tidak pernah dilakukan saat

timbang terima yaitu mengenai penyampaian masalah keperawatan, rencana

keperawatan yang sudah dan belum dilakukan serta diskusi dan validasi setelah

Page 90: Tesis Ratmi Bab 1-7

90

keliling ke pasien. Hal-hal yang terkait dengan keperawatan yang tidak pernah

dilakukan ini seharusnya menjadi perhatian penting, perawat seharusnya

membiasakan diri menuliskan masalah keperawatan dalam dokumentasi

keperawatan. Komunikasi antar perawat saat timbang terima selalu menyertakan

masalah keperawatan dan rencana intervensi keperawatan yang akan dilakukan

tanpa melupakan masalah kolaboratif dengan tim kesehatan yang lain

Pelaksanaan discharge planning di Ruang Bougenville, Teratai dan Dahlia

sebelum dilakukan pelatihan termasuk dalam kategori kurang. Setelah dilakukan

pelatihan pada Ruang Bougenville masih dalam kategori kurang namun ada

kenaikan prosentase (49%). Pada Ruang Teratai kategori cukup baik (58%).

Sedangkan di Ruang Dahlia masih dalam kategori kurang (41%).

Perencanaan pulang (Discharge planning) merupakan perencanaan

perawatan pasien pasca di rawat di rumah sakit, dapat dimulai pada saat pasien

masuk rumah sakit hingga pasien akan pulang. Discharge planning merupakan

proses terintegrasi yang terdiri dari fase-fase yang ditujukan untuk memberikan

asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam Nursalam,

2011). Discharged planning merupakan proses yang menggambarkan kerjasama

antar tim kesehatan, keluarga dan klien (Nursalam, 2011). Discharge planning

bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan klien secara signifikan dan

menurunkan biaya-biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi lanjut, dengan adanya

discharge planning klien dapat mempertahankan kesehatannya dan membantu

klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka sendiri.

Pelaksanaan discharge planning yang sesuai dengan prosedur akan meningkatkan

Page 91: Tesis Ratmi Bab 1-7

91

derajat kesehatan pasien, dalam discharge planning pasien dipersiapkan

bagaimana perawatan pasien di rumah melalui pendidikan kesehatan.

Penerapan MAKP Tim adalah sesuatu yang baru bagi perawat, selain itu

latar pendidikan sebagian besar perawat DIII Keperawatan dan belum

mendapatkan pelatihan tentang MAKP merupakan hambatan tersendiri bagi

terlaksananya MAKP Tim secara optimal. Penyegaran konsep MAKP Tim

meningkatkan pemahaman perawat tentang MAKP Tim sehingga perawat

melaksanakan MAKP Tim lebih baik dari sebelumnya.

5.7 Kinerja Perawat Setelah Pelatihan Tentang MAKP Tm Di RSUD dr.

Soegiri Lamongan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kinerja perawat

sebelum maupun sesudah dilakukan pelatihan tentang MAKP Tim pada Ruang

Bougenville dan Teratai meskipun pada kedua ruang tersebut kinerja perawat

sebagian besar dalam kategori kinerja buruk, begitu juga di Ruang Dahlia. Hasil

uji statistik dengan Wilcoxon Signed Rank Test (2-tailed) menunjukkan bahwa

penerapan MAKP tim di kedua ruang tersebut memberikan pengaruh pada kinerja

perawat di ruang Bougenville dan Teratai yaitu dengan p 0,001 < 0,05 berarti

hipotesis penelitian diterima. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan adanya

perbedaan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan hasil p 0,035

< 0,05 uji antara ruang Bougenville dan Ruang Dahlia, p = 0,013 < 0,05 antara

ruang Teratai dan Ruang Dahli. Hasil observasi dengan observasi instrumen A

menunjukkan ada kecenderungan perubahan kinerja dari kinerja buruk menjadi

kinerja baik. Pada kelompok perlakuan menunjukkan perubahan nilai pada studi

Page 92: Tesis Ratmi Bab 1-7

92

dokumentasi post intervensi meskipun secara kategori sebagian besar perawat

mempunyai kinerja buruk.

Soeprihanto (2001) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja

karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan kemungkinan misalnya

standart, target / sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan

telah disepakati bersama. Sedangkan menurut Ilyas (2002) kinerja merupakan

hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi.

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan standar

praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan

asuhan keperawatan (Nursalam, 2011)

Peneliti melakukan observasi kinerja perawat melalui studi dokumentasi

asuhan keperawatan yaitu dengan melakukan observasi pada rekam medik pasien

dengan kriteria pasien telah pulang dan di rawat di ruang rawat inap lebih dari 3

hari. Studi dokumentasi rekam medis dilakukan untuk melihat proses keperawatan

yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien. Proses keperawatan ini meliputi

pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, evaluasi dan catatan asuhan

keperawatan (Depkes RI, 1994). Aspek yang tidak didokumentasikan oleh

perawat yaitu pengelompokan data dan pengkajian ulang data pasien sejak masuk

dan setiap ada perubahan tidak ditulis di catatan keperawatan pada rekam medis.

Menurut Ilyas (2002) kinerja perawat dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya karakteristik pribadi (umur, jenis kelamin, pengalaman dan

komunikasi), motivasi, jenjang karir, pendapatan dan supervisi. Selain itu,

variabel psikologik juga berpengaruh terhadap kinerja seseorang, variabel

psikologik tersebut diantaranya persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi dimana

Page 93: Tesis Ratmi Bab 1-7

93

sub-sub variabel ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial pengalaman kerja.

Variabel organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan,

struktur dan desain pekerjaan berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja

individu (Gibson dalam Ilyas, 2002). Kopelmen (dalam dalam Ilyas, 2002)

menyatakan bahwa sub variabel imbalan akan berpengaruh untuk meningkatkan

motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja

individu.

Beberapa hal yang menyebabkan kinerja perawat sebagian besar masih

dalam kategori buruk adalah dari sisi umur sebagian perawat berumur 20-30 tahun

dengan masa kerja antara 1-5 tahun. Hal ini mempengaruhi pengetahuan dan

pengalaman kerja yang dimiliki oleh tiap perawat. Disamping itu juga kesadaran

akan pentingnya penulisan dokumentasi keperawatan yang benar masih rendah.

Peran kepala ruang dalam melakukan kontrol terhadap penulisan dokumentasi

keperawatan juga menjadi faktor penting dalam terwujudnya kinerja perawat yang

baik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan MAKP tim setelah

dilakukan pelatihan MAKP Tim mempengaruhi kinerja perawat. Penerapan

MAKP tim menuntut perawat untuk memahami peran masing-masing dan mampu

bekerja sama antar tim. Antar satu perawat dengan yang lainnya diharapkan

mampu melakukan proses keperawatan dengan baik yang salah satunya dengan

penulisan dokumentasi keperawatan.

5.8 Kepuasan Kerja Perawat Setelah Pelatihan Tentang MAKP Tm Di

RSUD dr. Soegiri Lamongan

Page 94: Tesis Ratmi Bab 1-7

94

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tidak ada pengaruh penerapan

MAKP Tim terhadap kepuasan kerja perawat. Analisis statistik dengan uji

statistik Wilcoxon signed rank test menunjukkan bahwa pelatihan tentang MAKP

tim di Ruang Bougenville memberikan pengaruh pada kepuasan kerja perawat

dengan p 0,042 > 0,05 artinya H0 ditolak. Pada Ruang Teratai uji statistik

Wilcoxon signed rank test menunjukkan p = 0,058 artinya H0 diterima, tidak ada

pengaruh pelatihan pada kepuasan kerja perawat

Hasil uji Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan antara

kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol yaitu hasil uji antara ruang

Bougenville dan ruang Dahlia dengan p 0,903 > 0,05 dan uji antara ruang Teratai

dan ruang Dahlia p 0,903 > 0,05 artinya H1 ditolak. Berdasarkan kuesioner yang

telah diberikan kepada perawat menunjukkan tidak ada perubahan kepuasan kerja

perawat pada kelompok perlakuan maupun kontrol. Aspek kepuasan kerja dengan

nilai terendah yaitu pada aspek pemberian insentif tambahan atas suatu prestasi

atau kerja ekstra. Perawat merasa bahwa tidak ada intensif tambahan ketika kerja

ekstra, kalaupun ada dengan jumlah minim.

Blum (dalam As’ad, 2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan

suatu sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap

faktor-faktor pekerjaan, karakteristik individual, serta hubungan kelompok di luar

pekerjaan itu sendiri. Kepuasan kerja juga berhubungan dengan sikap dari

karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan

dan sesama pimpinan dan sesama karyawan. Herzberg membagi situasi yang

mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok

yaitu kelompok satisfiers dan kelompok dissatisfiers.

Page 95: Tesis Ratmi Bab 1-7

95

Kelompok satifiers atau motivator adalah faktor-faktor atau situasi yang

merupakan sumber kepuasan kerja. Kelompok satifiers terdiri dari, pekerjaan

yang menarik, pekerjaan yang menantang, kesempatan untuk berprestasi,

kesempatan untuk memperoleh penghargaan, dan promosi. Apabila faktor

satifiers ini terpenuhi maka akan menimbulkan kepuasan, dan apabila faktor

satifiers ini tidak terpenuhi maka tidak selalu menimbulkan ketidakpuasan (Rifai,

2005).

Penerapan MAKP Tim menimbulkan perubahan dalam pekerjaan perawat

sebagai sesuatu yang relatif baru, memberikan tantangan dan menarik untuk

dilaksanakan. Hal ini seharusnya memberikan kepuasan bagi perawat yang senang

terhadap pekerjaan yang menantang dan senang mencoba hal yang baru. Namun

ketika penerapan MAKP Tim dirasa sebagai beban maka kepuasan kerja akan

menurun karena perawat merasa tidak mendapatkan sesuatu yang berbeda dari

penerapan metode asuhan keperawatan yang baru tersebut.

Berdasarkan hierarki kebutuhan A. Maslow seseorang akan mencapai

kepuasan kerja jika kebutuhan fisiologis dasar, kebutuhan akan rasa aman dan

tentram, kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, kebutuhan untuk dihargai,

kebutuhan untuk aktualisasi diri terpenuhi (Nursalam, 2011). Penerapan MAKP

Tim dalam beberapa hal akan membuat seseorang terpenuhi salah satu

kebutuhannya tapi kebutuhan yang lain tidak tercapai. Misal dalam hal kebutuhan

untuk dihargai dan aktuliasasi diri. Penerapan MAKP menuntut perawat mampu

melakukan asuhan keperawatan pada pasien kelolaan karena diberi tanggung

jawab yang jelas harus merawat pasien yang mana. Namun dari sisi salary setelah

penerapan MAKP tim tidak ada perubahan nilai imbalan yang diberikan kepada

Page 96: Tesis Ratmi Bab 1-7

96

perawat. Begitu juga dengan kebutuhan akan rasa aman dari sarana prasarana dan

jaminan yang diberikan instansi tetap seperti sebelum penerapan MAKP Tim. Jika

kebutuhan mendasar bagi perawat belum terpenuhi maka kepuasan kerja perawat

tidak akan tercapai.

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya dan pembahasan hasil

penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran dari penelitian

yang telah dilakukan sebagai berikut

7.1 Kesimpulan

1. Penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) RSUD dr.

Soegiri Lamongan setelah pelatihan tentang MAKP Tim pada aspek

pelaksanaan job description masing-masing perawat sesuai dengan peran

dan tugasnya sebagai kepala ruang dilakukan cukup baik, ketua tim cukup

baik dan anggota tim baik. Ada perbedaan penerapan MAKP Tim, Kinerja

perawat dan kepuasan kerja perawat antara kelompok perlakuan (Ruang

Bougenville dan Ruang Teratai) dan kelompok kontrol (Ruang Dahlia)

2. Kinerja perawat setelah dilakukan pelatihan MAKP Tim sebagian besar

dalam katergori kinerja kurang namun secara prosentase ada perubahan.

3. Kepuasan kerja perawat setelah dilakukan pelatihan tentang MAKP Tim

sebagian besar merasa cukup puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan

Page 97: Tesis Ratmi Bab 1-7

97

7.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat kami berikan saran sebagai

berikut, untuk:

7.2.1 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soegiri Lamongan

1. Mengoptimalkan penerapan MAKP tim untuk meningkatkan kinerja

dan kepuasan kerja sumber daya keperawatan

2. Meningkatkan kualitas SDM keperawatan utamanya perawat yang

berperan sebagai ketua tim melalui pendidikan dan pelatihan terutama

yang berkaitan dengan MAKP

3. Melakukan evaluasi penerapan MAKP Tim secara berkesinambungan

dan terjadwal.

7.2.2 Perawat

1. Perawat di ruang MAKP diharapkan mempunyai kemauan untuk

meningkatkan pengetahuan melalui pelatihan dan peningkatan

pendidikan berkelanjutan terutama bagi ketua tentang kepemimpinan,

komunikasi efektif, spesialisasi dalam bidangnya dan inovasi dalam

memberikan pelayanan kepada pasien.

7.2.3 Peneliti selanjutnya

Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang pengaruh penerapan

MAKP Tim terhdap kinerja dan kepuasan kerja perawat. Penilaian kinerja tidak

hanya dilakukan dengan studi dokumentasi saja melainkan dengan observasi

kegiatan sehari-hari yang dilakukan perawat.

Page 98: Tesis Ratmi Bab 1-7

98

DAFTAR PUSTAKA

Adikoesoemo ( 1997 ). Manajemen rumah sakit . Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Anitawati, H (1995). Manajemen Pemasaran. Jakarta : Salemba Empat.

Arwani (2002). Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.

As’ad, Muh (2001). Seri Sumber Daya Manusia: Psikologi Industri

Depkes RI (1995). Instrumen A,B,C. Jakarta. Depkes RI.

Depkes RI (2001). Petunjuk pelaksanaan indikator mutu pelayanan rumah sakit.Jakarta : Depkes RI

Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan (2008). Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan . Jakarta : Dirjen Bina Pelayanan Medik Depkes RI.

Direktorat Bina Pelayanan Medik (2008). Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI.

Djuhaeni, H (2009). Manajemen Pelayanan Medik Di Rumah Sakit. pustaka.unpad.ac.id/wp.../manajemen_pelayanan_medik_di_rs.pdf. diunduh tanggal 15 Januari 2011

Douglas, L.M (1992). The Effective Nurse Leader and Manager. 4 th Ed. Philadelphia : WB.Saunders

Gilles, D.A. (1996). Nursing management, 2nd Ed. New York : WB Saunders.

Hasnita, E (2005). Ciri-ciri, Iklim Organisasi dan Kinerja Tenaga Perawat di Instalasi Rawat Inap RS. Dr. Achmad Moechtar Bukit Tinggi Tahun 2005. http://lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/no.1_Evi_Hasnita_04_06. pdf. diunduh tanggal 11 Januari 2011

Page 99: Tesis Ratmi Bab 1-7

99

Ilyas, Y (2002). Kinerja: Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta : Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Hasan, M (2000). Teknik Sampling. http : //home.unpar.ac.id/hasan/ sampling .doc. diunduh tanggal 1 Februari 2011

Handoko, T Hani, Prof (2001). Manajemen Personalia dan SDM. Jakarta : BPFE

Joynt, J (2008) Innovative Care Delivery Models: Identifying New Models that Effectively Leverage Nurses. http : //inovativecaremodel.com diunduh tanggal 1 Januari 2011

Keliat, Budiana (2005). Modul MPKP Keperawatan Jiwa. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian, Jilid 1. Jakarta: PT. Prenhallindo

Nasution, R (2003). Teknik Sampling. http : //library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rozaini.pdf. diunduh tanggal 1 februari 2011

Neisner, J & Raymond, B (2002). Nurse Staffing and Care Delivery Modells : a Review Of The Evidence. http://www.kp.org. Diunduh tanggal 2 Januari 2011

Notoatmodjo S (2002). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta

Nurcahyo, B (2009). Metode Penelitian. http://www. bagus.staff.gunadarma.ac.id. diunduh tanggal 5 Januari 2011

Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam (2011). Manajemen Keperawatan aplikasi dan praktik keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medika.

Marquis, B.L. & Huston, C.J (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan : Teori dan Aplikasi. Edisi 4. Alih bahasa : Widyawati, dkk. Jakarta : EGC

Marquis, B.L., and Huston., C.J., (1998), Leadership Roles and Management Fungtions in Nursing: Theory and Application, Philadelphia: Lippincot.

Moeheriono (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Jakarta : Ghalia Indonesia

Pratiwi, A (2008). Kajian penerapan model praktik keperawatan profesional (MPKP) dalam pemberian asuhan keperawatan di Rumah Sakit. http: eprints.ums.ac.id/1446. Diunduh tanggal 10 Desember 2010

Page 100: Tesis Ratmi Bab 1-7

100

Rakhmawati, W (2007). Metode Penugasan Tim Dalam Asuhan Keperawatan. www.pustaka.unpad.ac.id. Diunduh tanggal 10 Januari 2011

Rusdi, I. (2008). Model Pemberian Asuhan Keperawatan. http://ibnurusdi.wordpress.com/2008/04/06/ model-pemberian-asuhan- keperawatan/. Diunduh tanggal 10 Januari 2011

Sitorus, R. (2002). Panduan Implementasi Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit. Jakarta : EGC.

Sitorus, R. (2002). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit.Jakarta : EGC.

Suarli, S(2002). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis.Jakarta : Penerbit Erlangga.

Sudarman, D (2003). Riset Keperawatan. Jakarta : EGC.

Sullivan & Decker (1989). Effective management in nursing. California : Addison Welsley Publishing Company.

Russel, S.C, (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC

Utama, S (2003). Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit. http : //www.digilib.usu.ac.id. diunduh tanggal 11 Januari 2011

Wijono, Dj (1999). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya : Airlangga University Press.

Yulis, I (2010). Manajemen Keperawatan. http://www.yulisiip.blogspot.com. Diunduh tanggal 10 Januari 2011