tesis te142599 analisis kestabilan transient untuk sistem smart...
TRANSCRIPT
TESIS – TE142599
ANALISIS KESTABILAN TRANSIENT UNTUK
SISTEM SMART GRID BERDASARKAN METODE
LINTASAN KRITIS YANG MEMPERTIMBANGKAN
ALGORITMA PERSAMAAN SIMULTAN
FIRILIA FILIANA
2215201207
DOSEN PEMBIMBING
Dr. Eng. Ardyono Priyadi, S.T., M.Eng.
Prof. Dr. Ir. Mauridhi Hery Purnomo, M.Eng.
PROGRAM MAGISTER
BIDANG KEAHLIAN TEKNIK SISTEM TENAGA
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNOLOGI ELEKTRO
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2017
TESIS – TE142599
ANALISIS KESTABILAN TRANSIENT UNTUK
SISTEM SMART GRID BERDASARKAN METODE
LINTASAN KRITIS YANG MEMPERTIMBANGKAN
PERSAMAAN SIMULTAN
FIRILIA FILIANA
2215201207
DOSEN PEMBIMBING
Dr. Eng. Ardyono Priyadi, S.T., M.Eng.
Prof. Dr. Ir. Mauridhi Hery Purnomo, M.Eng.
PROGRAM MAGISTER
BIDANG KEAHLIAN TEKNIK SISTEM TENAGA
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNOLOGI ELEKTRO
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2017
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Teknik (M.T)
di
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
oleh:
Firilia Filiana
NRP. 2215201207
Tanggal Ujian : 6 Juni 2017
Periode Wisuda : September 2017
Disetujui oleh:
1. Dr. Eng. Ardyono Priyadi, S.T., M.Eng. (Pembimbing I)
NIP: 19730927 199803 1 004
2. Prof. Dr. Ir. Mauridhi Hery Purnomo, M.Eng. (Pembimbing II)
NIP: 19580916 198901 1 001
3. Prof. Dr. Ir. Adi Soeprijanto, M.T. (Penguji)
NIP: 19640405 199002 1 001
4. Dr. Ir. Soedibyo, M.MT. (Penguji)
NIP: 19551207 1980031 004
5. Dedet Candra Riawan, S.T., M.Eng., Ph.D. (Penguji)
NIP: 19731119 200003 1 001
Dekan Fakultas Teknologi Elektro
Dr. Tri Arief Sardjono, S.T., M.T.
NIP. 197002121995121001
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
v
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa isi keseluruhan Tesis saya dengan
judul “ANALISIS KESTABILAN TRANSIENT UNTUK SISTEM SMART
GRID BERDASARKAN METODE LINTASAN KRITIS YANG
MEMPERTIMBANGKAN ALGORITMA PERSAMAAN SIMULTAN”
adalah benar-benar hasil karya intelektual mandiri, diselesaikan tanpa
menggunakan bahan-bahan yang tidak diijinkan dan bukan merupakan karya pihak
lain yang saya akui sebagai karya sendiri.
Semua referensi yang dikutip maupun dirujuk telah ditulis secara lengkap
pada daftar pustaka. Apabila ternyata pernyataan ini tidak benar, saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Surabaya, Juni 2017
Firilia Filiana
NRP. 2215201207
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
vii
ANALISIS KESTABILAN TRANSIENT UNTUK SISTEM
SMART GRID BERDASARKAN METODE LINTASAN KRITIS
YANG MEMPERTIMBANGKAN ALGORITMA PERSAMAAN
SIMULTAN
Nama mahasiswa : Firilia Filiana
NRP : 2215201207
Pembimbing : 1. Dr. Eng. Ardyono Priyadi, S.T., M.Eng.
2. Prof. Dr. Ir. Mauridhi Hery Purnomo, M.Eng.
ABSTRAK
Kestabilan transient terjadi kerena ada gangguan besar pada sistem yang
mempengaruhi generator. Gangguan akan menyebabkan masalah pada kestabilan
sudut rotor generator. Hal ini sangat berbahaya bagi generator dan kestabilan
sistem. Sistem yang dianalisis adalah sistem dengan beberapa generator. Saat
terjadi gangguan, generator yang terkena pengaruh paling besar yang akan
dianalisis atau disebut generator kritis. Karena analisis hanya dilakukan pada satu
generator proses perhitungan akan lebih cepat.
Penelitian ini menggunakan metode metode Lintasan Kritis (critical
trajectory) dimana analisis dilakukan menggunakan lintasan yang menggambarkan
hubungan antara sudut rotor dan kecepatan putar generator. Lintasan ini juga
menggambarkan keadaan saat sistem berada dalam kondisi stabil, tidak stabil dan
kritis. Hasil akhir dari metode ini adalah Critical Clearing Time (CCT) atau waktu
maksimal yang diizinkan saat terjadi gangguan sebelum sistem kehilangan
kestabilan.
Pengujian dilakukan pada beberapa sistem untuk menguji keefektifan
metode. Sistem yang digunakan adalah sistem loop dan radial yang menggunakan
single circuit. Sistem juga diuji pada sistem konvensional dan smart grid. Hasil
simulasi menunjukkan bahwa nilai CCT yang didapat dari metode critical
trajectory akurat dan waktu perhitungannya cepat.
Kata kunci: critical clearing time (CCT), Critical Trajectory, generator kritis,
smart grid
viii
Halaman ini sengaja dikosongkan
ix
TRANSIENT STABILITY ANLYSIS ON SMART GRID
SYSTEM BASED ON CRITICAL TRAJECTORY METHOD
CONSIDERING SIMULATANEOUS EQUATION
ALGORITHM
By : Firilia Filiana
Student Identity Number : 2215201207
Supervisor(s) : 1. Dr. Eng. Ardyono Priyadi, S.T., M.Eng
2. Prof. Dr. Ir. Mauridhi Hery P., M.Eng
ABSTRACT
Transient stability occurs because there is a big disturbance on the system
that affecting generator. Interference will cause problems to the stability of the
generator rotor angle. This is very dangerous for the generator and stability of the
system. The system analyzed is a system with several generators. When fault
occure, the most influenced generator is analyzed and this generator called a critical
generator. Because the analysis is only done on one generator the calculation
process can be faster.
This research used critical trajectory method where analysis is done using
a trajectory that describes the relationship between rotor angle and angular velocity
of generator. This trajectory also describes the situation when the system is stable,
unstable and critical condition. The end process of this method is Critical Clearing
Time (CCT) or the maximum time allowed during interruption before the system
loses stability.
Testing is finished on several systems to prove the effectiveness of the
method. The system was tested on loop and radial system that use a single circuit.
This method has been tried on konventional system and smart grid as well. The
simulation result shows that the CCT value obtained from critical trajectory method
is accurate and the time of calculation is fast.
Key words: critical clearing time (CCT), critical generator, critical trajectory,
smart grid
x
Halaman ini sengaja dikosongkan
xi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Dalam menyelesaikan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang masih memperkenankan kepada penulis kesempatan untuk
menyelesaikan tesis ini.
2. Keluarga yang telah banyak memberikan dorongan dan doa terutama Ayah, Ibu
dan kedua Adik penulis.
3. Bapak Dr. Eng. Ardyono Priyadi, S.T., M.Eng. dan Prof. Dr. Ir. Mauridhi Hery
Purnomo., M.Eng. dan Dosen Pengajar Teknik Elektro untuk segala arahan dan
bimbingannya.
4. Niken, Dini, Trisna dan teman – teman S2 Teknik Elektro ITS Angkatan
2015/2016 Genap yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis
ini.
5. Mba Leli, Yulia, Farida dan teman – teman yang selalu memberikan dukungan
terus – menerus.
6. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.
Adapun saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan,
demi tercapainya kemajuan yang lebih baik dimasa depan. Demikian semoga ini
menjadi manfaat bagi semua.
Surabaya, 6 Juni 2017
Penulis
xii
Halaman ini sengaja dikosongkan
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ..................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xix
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2
1.4 Batasan Masalah ............................................................................... 2
1.5 Kontribusi ......................................................................................... 3
1.6 Metodologi Penelitian....................................................................... 3
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 5
2.1 Kestabilan Sistem Tenaga ................................................................ 5
2.1.1 Kestabilan Sudut Rotor .......................................................... 5
2.1.2 Kestabilan Transient .............................................................. 6
2.2 Metode Analisis Kestabilan Transient ............................................. 8
2.2.1 BCU Shadowing ..................................................................... 8
2.2.2 Metode Lintasan Kritis (Critical Trajectory) ......................... 9
2.3 Critical Clearing Time (CCT) ........................................................ 10
2.4 Sistem Tenaga Listrik ..................................................................... 10
2.4.1 Sistem Tenaga Listrik Konvensional ................................... 10
2.4.2 Sistem Tenaga Listrik Cerdas (Smart Grid)......................... 11
2.5 Damper Winding (Damping) .......................................................... 13
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN................................................................ 15
3.1 Analisis Aliran Daya ...................................................................... 15
3.2 Modifikasi Persamaan Trapezoidal ................................................ 16
3.3 End Point ........................................................................................ 18
xiv
3.4 Metode Newton-Raphson ................................................................ 19
3.4.1 Matriks Jacobian dan Persamaan Simultan.......................... 19
3.5 Diagram Alir ................................................................................... 21
3.6 Permodelan Generator dan Sistem Tenaga ..................................... 22
3.6.1 Sistem Tenaga Terhubung Infinite Bus ................................ 23
3.6.2 Sistem Tenaga Tanpa Infinite Bus ........................................ 25
3.7 Data Sistem Tenaga yang Dianalisis ............................................... 26
3.7.1 Sistem IEEE 9 Bus ............................................................... 26
3.7.2 Sistem IEEE 16 Bus ............................................................. 28
3.7.3 Sistem IEEE 30 Bus ............................................................. 30
3.7.4 Sistem IEEE 57 Bus ............................................................. 34
BAB 4 HASIL PERHITUNGAN CCT ................................................................. 41
4.1 Hasil Perhitungan CCT Saat Sistem Terhubung Infinite Bus ......... 41
4.1.1 Hasil Perhitungan Pada Sistem IEEE 9 Bus ......................... 41
4.1.2 Hasil Perhitungan Pada Sistem IEEE 30 Bus ....................... 45
4.1.3 Hasil Perhitungan Pada Sistem IEEE 57 Bus ....................... 48
4.1.4 Hasil Perhitungan Pada Sistem IEEE 16 Bus ....................... 51
4.2 Hasil Perhitungan CCT Saat Sistem tanpa Infinite Bus .................. 55
4.2.1 Hasil Perhitungan CCT pada Sistem IEEE 9 Bus tanpa
Infinite Bus ............................................................................ 55
4.2.2 Hasil Perhitungan CCT pada Sistem IEEE 30 Bus tanpa
Infinite Bus ............................................................................ 58
4.2.3 Hasil Perhitungan CCT pada Sistem IEEE 57 Bus tanpa
Infinite Bus ............................................................................ 65
4.2.4 Hasil Perhitungan CCT pada Sistem IEEE 16 Bus tanpa
Infinite Bus ............................................................................ 70
72
BAB 5 KESIMPULAN ......................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 77
DAFTAR INDEX .................................................................................................. 81
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................... 85
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem Listrik Sederhana ................................................................ 6
Gambar 2.2 Respon Sudut Rotor Terhadap Gangguan ...................................... 7
Gambar 2.3 Metode Penentuan CUEP dengan Pendekatan Energi .................. 9
Gambar 2.4 Lintasan Single Machine terhubung pada Infinite Bus dengan
Damping ....................................................................................... 10
Gambar 2.5 Damper Winding pada Rotor Menonjol Dua Kutub ..................... 13
Gambar 3.1 Metode Trapezoidal ..................................................................... 17
Gambar 3.2 Konfigurasi dan Dimensi Matriks Jacobian .................................. 20
Gambar 3.3 Diagram Alir Analisis Kestabilan Transient ................................. 22
Gambar 3.4 Model Generator Klasik ................................................................ 23
Gambar 3.5 Sistem IEEE 9 Bus ........................................................................ 26
Gambar 3.6 Sistem IEEE 16 Bus ...................................................................... 28
Gambar 3.7 Sistem IEEE 30 Bus ...................................................................... 30
Gambar 3.8 Sistem IEEE 57 Bus ...................................................................... 34
Gambar 4.1 Sistem IEEE 9 Bus yang Dimodifikasi ......................................... 41
Gambar 4.2 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ dengan
damping ......................................................................................... 44
Gambar 4.3 Kurva kecepatan putar rotor (ω) terhadap waktu (t) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ dengan
damping ......................................................................................... 44
Gambar 4.4 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ dengan damping. ..... 44
Gambar 4.5 Sistem IEEE 30 Bus Terhubung Infinite Bus ................................ 45
Gambar 4.6 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ dengan
damping ......................................................................................... 47
xvi
Gambar 4.7 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabi l sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ dengan
damping ......................................................................................... 47
Gambar 4.8 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ dengan damping....... 47
Gambar 4.9. Sistem IEEE 57 Bus Terhubung Infinite Bus ................................ 48
Gambar 4.10 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ tanpa
damping ......................................................................................... 50
Gambar 4.11 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ tanpa
damping ......................................................................................... 51
Gambar 4.12 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ tanpa damping. ........ 51
Gambar 4.13 Sistem IEEE 16 Bus ...................................................................... 52
Gambar 4.14 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabi l sampai tidak stabil pada titik gangguan ’G’ dengan
damping ......................................................................................... 54
Gambar 4.15 Kurva kecepatan putar rotor (ω) terhadap waktu (t) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’G’ dengan
damping ......................................................................................... 54
Gambar 4.16 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’G’ dengan damping....... 54
Gambar 4.17 Sistem IEEE 9 Bus tanpa Infinite Bus ........................................... 55
Gambar 4.18 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa
damping ......................................................................................... 57
Gambar 4.19 Kurva kecepatan putar rotor (ω) terhadap waktu (t) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa
damping ......................................................................................... 58
Gambar 4.20 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa damping. ......... 58
xvii
Gambar 4.21 Sistem IEEE 30 Bus tanpa Infinite Bus ......................................... 59
Gambar 4.22 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ tanpa
damping ......................................................................................... 61
Gambar 4.23 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabi l sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ tanpa
damping ......................................................................................... 61
Gambar 4.24 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa damping. ........ 62
Gambar 4.25 Sistem IEEE 30 Bus Modifikasi ................................................... 62
Gambar 4.26 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa
damping ......................................................................................... 64
Gambar 4.27 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa
damping ......................................................................................... 65
Gambar 4.28 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa damping. ........ 65
Gambar 4.29 Sistem IEEE 57 Bus tanpa Infinite Bus ......................................... 66
Gambar 4.30 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa
damping ......................................................................................... 69
Gambar 4.31 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa
damping ......................................................................................... 69
Gambar 4.32 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa damping. ........ 69
Gambar 4.33 Sistem IEEE 16 Bus tanpa Infinite Bus ......................................... 70
Gambar 4.34 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabi l sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa
damping ......................................................................................... 72
xviii
Gambar 4.35 Kurva kecepatan putar rotor (ω) terhadap waktu (t) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa
damping ......................................................................................... 72
Gambar 4.36 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa damping. ......... 73
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data Generator pada Sistem IEEE 9 Bus ...................................... 27
Tabel 3.2 Data Daya Pembangkitan dan Beban pada Sistem IEEE 9 Bus.... 27
Tabel 3.3 Data Saluran Sistem IEEE 9 Bus .................................................. 27
Tabel 3.4 Data Generator pada Sistem IEEE 16 Bus .................................... 28
. Tabel 3.5 Data Daya Pembangkitan dan Beban pada Sistem IEEE 16 Bus.. 29
Tabel 3.6 Data Saluran Sistem IEEE 16 Bus ................................................ 29
Tabel 3.7 Data Generator pada Sistem IEEE 30 Bus .................................... 31
Tabel 3.8. Data Daya Pembangkitan dan Beban pada Sistem IEEE 30 Bus.. 31
Tabel 3.9 Data Saluran Sistem IEEE 30 Bus ................................................ 32
Tabel 3.10 Data Generator pada Sistem IEEE 57 Bus .................................... 35
Tabel 3.11 Data Daya Pembangkitan dan Beban pada Sistem IEEE 57 Bus.. 35
Tabel 3.12 Data Saluran Sistem IEEE 57 Bus .............................................. 357
Tabel 4.1 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 9 Bus dengan Infinite Bus ........... 42
Tabel 4.2 Nilai CCT pada Sistem IEEE 9 Bus Tanpa Damping Terhubung
Infinite Bus .................................................................................... 42
Tabel 4.3 Nilai CCT pada Sistem IEEE 9 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping dan Terhubung dengan Infinite Bus .............................. 42
Tabel 4.4. Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 9 Bus yang
Dimodifikasi .................................................................................. 43
Tabel 4.5 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 30 Bus dengan Infinite Bus ......... 45
Tabel 4.6 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus Tanpa Damping Terhubung
Infinite Bus .................................................................................... 46
Tabel 4.7 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping dan Terhubung dengan Infinite Bus .............................. 46
Tabel 4.8 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 30 Bus ................... 46
Tabel 4.9 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 57 Bus Terhubung dengan Infinite
Bus ................................................................................................. 49
Tabel 4.10 Nilai CCT pada Sistem IEEE 57 Bus Tanpa Damping Terhubung
Infinite Bus .................................................................................... 49
xx
Tabel 4.11 Nilai CCT pada Sistem IEEE 57 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping dan Terhubung dengan Infinite Bus ............................... 50
Tabel 4.12 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 57 Bus .................... 50
Tabel 4.13 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 16 Bus dengan Infinite Bus ......... 53
Tabel 4.14 Nilai CCT pada Sistem IEEE 16 Bus Tanpa Damping Terhubung
Infinite Bus ..................................................................................... 53
Tabel 4.15 Nilai CCT pada Sistem IEEE 16 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping dan Terhubung dengan Infinite Bus ............................... 53
Tabel 4.16 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 16 Bus .................... 53
Tabel 4.17 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 9 Bus ............................................ 56
Tabel 4.18 Nilai CCT pada Sistem IEEE 9 Bus Tanpa Damping ................... 56
Tabel 4.19 Nilai CCT pada Sistem IEEE 9 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping ........................................................................................ 57
Tabel 4.20 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 9 Bus tanpa Infinite Bus
....................................................................................................... 57
Tabel 4.21 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 30 Bus .......................................... 59
Tabel 4.22 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus Tanpa Damping ................. 60
Tabel 4.23 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping ........................................................................................ 60
Tabel 4.24 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 30 Bus tanpa Infinite
Bus ................................................................................................. 61
Tabel 4.25 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 30 Bus yang Dimodifikasi ........... 63
Tabel 4.26 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus yang Dimodifikasi Tanpa
Damping ........................................................................................ 63
Tabel 4.27 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus yang Dimodifikasi dengan
Mempertimbangkan Damping ....................................................... 64
Tabel 4.28 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 30 Bus Modifikasi
tanpa Infinite Bus ........................................................................... 64
Tabel 4.29 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 57 Bus .......................................... 67
Tabel 4.30 Nilai CCT pada Sistem IEEE 57 Bus Tanpa Damping ................. 67
Tabel 4.31 Nilai CCT pada Sistem IEEE 57 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping ........................................................................................ 68
xxi
Tabel 4.32 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 57 Bus tanpa Infinite
Bus ................................................................................................. 68
Tabel 4.33 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 16 Bus ......................................... 71
Tabel 4.34 Nilai CCT pada Sistem IEEE 16 Bus Tanpa Damping ................. 71
Tabel 4.35 Nilai CCT pada Sistem IEEE 16 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping ........................................................................................ 71
Tabel 4.36 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 30 Bus Modifikasi
tanpa Infinite Bus........................................................................... 72
xxii
Halaman ini sengaja dikosongkan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengoperasian sistem tenaga listrik saat ini dituntut untuk berada dalam
keadaan optimal. Perancangan dan pengoperasian sistem tenaga yang baik
ditentukan beberapa hal. Pertama sistem harus dapat mengatasi perubahan
permintaan daya pada beban baik daya aktif maupun reaktif. Kemudian sistem
berjalan dengan biaya yang minimum dan menimbulkan efek yang juga minimum
pada lingkungan. Terakhir adalah kualitas dari sumber, misalnya frekuensi dan
tegangan yang konstan dan keandalan yang tinggi [1].
Kondisi ini tidak selalu terpenuhi karena sistem tenaga listrik akan sering
mengalami gangguan baik besar maupun kecil. Saat mengalami gangguan sistem
akan mengalami masalah kestabilan. Kestabilan sistem tenaga listrik sendiri di
definisikan sebagai kemampuan suatu sistem tenaga dengan kondisi awal tertentu
kemudian mengalami gangguan, dengan banyak variabel yang dibatasi untuk
kembali ke keadaan normal [2]. Kestabilan sistem yang dapat menyebabkan
masalah besar adalah kestabilan transient.
Analisis kestabilan transient dapat dilakukan dengan integrasi numerik
untuk mendapatkan respon dinamis dari gangguan. Cara ini cukup efektif untuk
sistem yang kompleks dan untuk berbagai fenomena tidak linier yang kompleks.
Kelemahan integrasi numerik adalah waktu yang lama dalam prosesnya. Metode
lain diperkenalkan untuk mempercepat proses perhitungan, yaitu metode fungsi
energi. Metode ini menilai kestabilan sistem berdasarkan energi saat waktu
transient. Metode ini menghitung energi kritis dan mengevaluasinya. Hal ini akan
mempengaruhi akurasi analisis kestabilan transient. Walaupun proses
perhitungannya lebih cepat, metode ini tidak dapat menangani masalah transient di
sistem tenaga yang kompleks [3-8].
Sebuah metode baru yaitu metode Critical Trajectory, digunakan untuk
menganalisis kestabilan transient berdasarkan lintasan kritis yang terbentuk mulai
dari terjadi gangguan sampai saat sebelum sistem kehilangan sinkronisasinya atau
2
titik kritis. Titik kritis ini disebut Unstable Equilibrium Point (UEP). Persamaan
Trapezoidal dilakukan untuk perhitungan integrasi numerik dan persamaan
simultan digunakan untuk mempercepat proses perhitungan [8-11].
Metode Lintasan Kritis telah digunakan di beberapa sistem tenaga dengan
konfigurasi loop dengan tingkat kefektifan yang cukup baik. Konfigurasi loop
digunakan di sistem transmisi di Indonesia dan konfigurasi radial berada di sistem
distribusi. Sementara sistem industri dapat menggunakan keduanya baik sistem
loop ataupun radial. Perkembangan sistem tenaga yang terus melesat memunculkan
ide mengenai sistem tenaga pintar (Smart Grid) yang baik, handal dan keunggulan
– keunggulan yang belum dimiliki sistem tenaga konvensional. Smart Grid
dibentuk untuk dapat menghadapi berbagai masalah sistem tenaga listrik. Penelitian
ini akan menganalisis masalah kestabilan transient yang terjadi di Smart Grid
menggunakan metode lintasan kritis.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan utama yang menjadi bahasan pada penelitian ini adalah
mendapatkan nilai CCT menggunakan metode Critical Trajectory dengan
mempertimbangkan critical generator dan sistem satu saluran di Smart Grid.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menerapkan metode Critical Trajectory
untuk mendapatkan nilai CCT secara langsung pada sistem multimesin di Smart
Grid.
1.4 Batasan Masalah
Penelitian ini di lakukan dengan simulasi pada software MATLAB. Sistem
yang digunakan ialah Smart Grid multimesin dengan satu saluran. Metode yang
digunakan untuk menentukan nilai CCT adalah metode Critical Trajectory dengan
mempertimbangkan critical generator.
3
1.5 Kontribusi
Penelitian ini menggunakan metode baru yaitu Critical Trajectory untuk
menentukan nilai CCT secara langsung dan cepat pada analisis kestabilan transient.
Metode dapat digunakan pada Smart Grid secara efektif.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian dimulai dengan mencari bahan dan materi seputar kestabilan
transient. Selanjutnya perancangan model sistem dan pembuatan algoritma untuk
metode Critical Trajectory. Langkah selanjtnya mencari data yang akan digunakan
untuk perhitungan nilai CCT. Metode di awali dengan inisialisasi awal dan
selanjutnya dilakukan iterasi sampai nilai yang di dapatkan akurat. Hasil
perhitungan CCT akan dianalisis dan kemudian membuat kesimpulan dari hasil
analisis.
4
Halaman ini sengaja dikosongkan
5
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kestabilan Sistem Tenaga
Kestabilan sistem tenaga secara umum didefinisikan sebagai bagian dari
sistem tenaga yang mampu mempertahankan operasi sistem dalam batas keadaan
normal dan mendapatkan kembali keadaaan dalam batas normal setelah mengalami
gangguan [2].
Kestabilan adalah kondisi seimbang antara dua hal yang bertentangan.
Dalam kasus ini adalah mekanisme mesin sinkron dalam mempertahankan
sinkronisasinya setelah mengalami gangguan, yang dapat mempercepat atau
memperlambat putaran rotor. Di beberapa situasi, kestabilan sistem tergantung pada
ketersediaan torsi yang cukup untuk memulihkan keadaan [12-14]
2.1.1 Kestabilan Sudut Rotor
Dalam keadaan normal, posisi rotor terhadap medan magnet di stator akan
tetap. Sudut yang terbentuk ini disebut sudut daya. Selama gangguan, kecepatan
rotor akan meningkat atau menurun. Kestabilan sudut rotor adalah kemampuan
mesin sinkron dari sistem tenaga untuk mempertahankan sinkronisasinya. Faktor
dasar dari masalah ini adalah perilaku pada daya keluaran mesin sinkron yang
berubah – ubah seperti osilasi rotornya [12-14].
Pada mesin sinkron, medan stator dan rotor bereaksi satu sama lain dan
torsi elektromagnetik dihasilkan dari kecenderungan medan tersebut untuk saling
meluruskan (sinkron). Pada generator, torsi elektromagnetik berputar berlawanan
dengan rotor. Sehingga prime mover memiliki torsi mekanik untuk
mempertahankan putaran. Torsi elektrik (daya) keluaran generator berubah hanya
jika torsi mekanik masukan prime mover berubah. Efek dari peningkatan torsi
mekanik adalah perubahan rotor ke posisi yang baru sesuai dengan putaran medan
magnet stator. Sebaliknya, mengurangi torsi mekanik akan memperlambat posisi
rotor. Dalam keadaan steady state, medan rotor dan putaran medan medan stator
6
memiliki kecepatan yang sama. Walaupun begitu akan ada perbedaan sudut antara
mereka tergantung pada torsi elektrik (daya) keluaran generator.
Hubungan antara daya dan sudut rotor sangat tidak linier. Sebuah sistem
sederhana diperlihatkan oleh Gambar 2.1. Sistem pada Gambar 2.1 memiliki dua
mesin sinkron yang dihubungkan oleh jaringan transmisi yang memiliki reaktansi
induktif (XL). Diasumsikan mesin 1 mewakili generator yang memberi daya ke
motor sinkron yang di wakili oleh mesin 2. Daya yang disalurkan dari generator ke
motor adalah fungsi beda sudut (δ) antara rotor dari mesin – mesin. Model
sederhana ini berisi tegangan internal (E) dan reaktansi (X) digunakan untuk
mewaliki setiap mesin sinkron [1].
G M
Line Machine 2Machine 1
EG XG EM XMXL
Gambar 2.1Sistem Listrik Sederhana [1]
Daya (P) yang dikirim dari generator ke motor ialah:
𝑃 =𝐸𝐺𝐸𝑀
𝑋𝑇𝑠𝑖𝑛 𝛿
𝑋𝑇 = 𝑋𝐺 + 𝑋𝐿 + 𝑋𝑀
Daya yang disalurkan tergantung pada rekatansi (XT) dan beda sudut antara
dua tegangan. Kurva yang dihasilkan dari persamaan (2.1) di sebut Kurva Sudut
Daya [12-14].
2.1.2 Kestabilan Transient
Kestabilan transient berpusat pada perilaku sistem saat mengalami
gangguan transient. Gangguan dapat berupa gangguan kecil seperti perubahan
beban yang berkelanjutan, gangguan lain seperti hubung singkat di saluran
transmisi, kehilangan beban atau sumber yang sangat besar. Respon dari sistem
akan melibatkan banyak peralatan. Peralatan yang digunakan untuk proteksi dapat
(2.1)
(2.2)
7
merespon kejadian gangguan di sistem dan berefek pada kinerja sistem. Pada
beberapa kejadian, respon dari beberapa peralatan dapat siginifikan. Sehingga
beberapa asumsi dibuat untuk menyederhanakan masalah dan fokus pada faktor
yang mempengaruhi tipe spesifik dari kestabilan transient [1],[12-14].
Menurut [1] kestabilan transient sendiri adalah kemampuan sistem tenaga
untuk mempertahankan sinkronisasinya ketika terjadi gangguan besar. Hal ini akan
mempengaruhi sudut rotor generator dan hubungan sudut rotor dan daya.
Kestabilan tergantung pada keadaan awal sistem dan tingkat keparahan gangguan.
Sistem dapat diubah sehingga setelah gangguan operasi steady state berbeda dari
sebelum gangguan. Gangguan yang terjadi adalah hubung singkat. Gangguan
diasumsikan di saluran dekat bus. Gangguan diasumsikan hilang dengan membuka
circuit breaker yang sesuai untuk mengisolasi bagian yang terganggu.
Pada analisis kestabilan transient, waktu yang diperhatikan biasanya
dibatasi 3 – 5 detik setelah gangguan, walaupun dapat lebih dari 10 detik untuk
sistem yang sangat besar.
Gambar 2.2 mengilustrasikan sifat dari mesin sinkron untuk keadaan stabil
dan tidak stabil. Gambar 2.2 menunjukkan respon sudut rotor untuk satu keadaan
stabil (Case 1) dan dua keadaan tidak stabil (Case 2 dan Case 3). Di Case 1, sudut
rotor meningkat di maksimum, kemudian menurun dan berosilasi dengan
penurunan amplitude sampai mencapai steady state. Pada Case 2, sudut rotor terus
Gambar 2.2 Respon Sudut Rotor Terhadap Gangguan [1]
8
naik sampai hilang sinkron. Bentuk ketidakstabilan ini disebut ketidakstabilan
ayunan pertama disebabkan oleh tidak cukupnya torsi sinkronisasi. Pada Case 3,
sistem stabil di ayunan pertama tetapi menjadi tidak stabil karena hasil dari osilasi
yang terus meningkat di akhir pendekatan.
Di sistem yang besar, kestabilan transient tidak selalu terjadi sebagai
ketidaksetabilan ayunan pertama, juga dapat akibat dari beberapa jenis osilasi yang
menyebabkan penyimpangan besar dari sudut rotor diluar ayunan pertama.
2.2 Metode Analisis Kestabilan Transient
Metode awal yang digunakan untuk analisis kestabilan transient adalah
metode tidak langsung yaitu Time Domain Simulation (TDS). Metode ini disebut
tidak langsung karena metode ini tidak menentukan nilai CCT secara langsung
tetapi perkiraan. Metode ini dapat digunakan untuk sistem dengan kompleksitas
yang tinggi. Perkiraan nilai CCT yang dihasilkan cukup akurat tetapi waktu yang
perlukan untuk menyelesaikan proses analisis cukup lama. Selanjutnya
berkembang metode Energy Function dimana analisis dilakukan berdasarkan
energi yang ada saat gangguan. Metode ini memakan waktu yang lebih cepat
dibanding metode TDS tetapi tingkat keakuratannya kurang. Metode ini disebut
metode langsung karena nilai CCT dapat langsung diketahui pada akhir proses,
tetapi tidak dapat digunakan untuk sistem dengan kompleksitas yang tinggi. Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah metode lintasan kritis. Analisis dilakukan
menggunakan lintasan yang terjadi selama gangguan [3-8].
2.2.1 BCU Shadowing
Penelitian ini menggunakan metode BCU Shadowing untuk menentukan
Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP). CUEP sendiri adalah titik
kestabilan yang paling mendekati lintasan saat terjadi gangguan (fault on
trajectory) yang menyebabkan sistem dalam keadaan kritis atau berada dalam
keadaan antara stabil dan tidak stabil.
Ada suatu daerah kestabilan (𝐴(𝑋𝑆)) dengan batas kestabilan (𝜕𝐴(𝑋𝑆)).
Semua titik dalam batas kestabilan ini (𝑋1, 𝑋2, 𝑋𝑐𝑙), menjadi titik UEP. Titik – titik
9
Gambar 2.3 Metode Penentuan CUEP dengan Pendekatan Energi [5]
yang berada dalam daerah kestabilan misal 𝑋𝑆𝑝𝑟𝑒
menggambarkan keadaan stabil.
Lintasan energi kritis (𝑊𝑆(𝑋𝐶𝑂)) akan terbentuk di batas kestabilan antara titik 𝑋1
dan 𝑋2. Jika terjadi gangguan akan ada lintasan baru yang terbentuk dari titik kritis
(𝑋𝑐 𝑟) sampai titik kestabilan yang baru(𝑋𝑆). Sistem akan stabil karena lintasan
yang terbentuk terdapat dalam daerah kestabilan dan tidak melewati batas
kestabilan (exit point) di titik 𝑋𝑒. Jika gangguan yang terjadi besar akan terbentuk
lintasan energi (𝜕𝑆(𝑉(𝑥𝐶𝑂))). Lintasan ini akan berpotongan dengan lintasan
energi kritis di titik CUEP (𝑋𝐶𝑂). Titik perpotongan ini yang disebut dengan
CUEP[5]. Metode ini digambarkan pada Gambar 2.3.
Metode Energy Function akan digunakan untuk menentukan critical
generator (CG). Energi potensial dalam di setiap generator akan dihitung.
Generator dengan energi potensial terbesar akan menjadi critical generator.
2.2.2 Metode Lintasan Kritis (Critical Trajectory)
Metode Critical Trajectory menggunakan beberapa lintasan selama proses
analisis. Lintasan suatu sistem tenaga terlihat pada Gambar 2.3. Lintasan 1 adalah
lintasan saat terjadi gangguan. Lintasan 2 adalah lintasan saat keadaan stabil yaitu
gangguan hilang sebelum hilang sinkron dan lintasan ini berosilasi disekitar Stable
Equilibrium Point (SEP). Sementara keadaan tidak stabil digambarkan oleh lintasan
10
1
23
4
xu
ω (
rad
/de
tik
)
δ (rad)
Gambar 2.4 Lintasan Single Machine terhubung pada Infinite Bus dengan Damping [3]
4 yaitu saat gangguan terlambat diatasi. Lintasan 3 menggambarkan keadaan kritis
dan lintasan ini yang disebut lintasan kritis, yang akan mencapai Unstable
Equilibrium Point (UEP). Lintasan kritis diartikan sebagai lintasan mulai dari
terjadi gangguan sampai sesaat sebelum kehilangan sinkronisasi. Metode ini
termasuk metode langsung yang nilai dari CCT akan langsung diketahui pada akhir
proses [8-11].
2.3 Critical Clearing Time (CCT)
Waktu pemutusan kritis atau dikenal dengan istilah Critical Clearing Time
(CCT) adalah waktu maksimum yang diperbolehkan selama gangguan terjadi [2].
Jika gangguan dapat diatasi sebelum CCT maka sistem akan kembali pada keaadaan
stabil. Sebaliknya jika waktu CCT ini terlewati maka sistem akan kehilangan
kestabilannya. Waktu CCT pada sistem berbeda – beda sesuai dengan karakteristik
pada masing – masing sistem.
2.4 Sistem Tenaga Listrik
2.4.1 Sistem Tenaga Listrik Konvensional
Secara tradisional, istilah grid digunakan untuk sistem kelistrikan yang
dapat mendukung semua atau beberapa dari empat komponen sebagai berikut:
11
pembangkit listrik, transmisi listrik, distribusi listrik, dan kontrol listrik [1], [12],
[17].
Sistem tenaga listrik memiliki bentuk dan ukuran yang bemacam – macam
sesuai dengan komponen pendukungnya. Namun, mereka semua memiliki
karakteristik dasar yang sama seperti yang telah dijelaskan pada [12]. Sistem tenaga
terdiri dari sistem ac tiga fasa yang pada dasarnya beroperasi pada tegangan
konstan. Peralatan pembangkit dan transmisi menggunakan tiga fase begitu juga
peralatan industri. Beban dari hunian penduduk dan komersial pada satu fase
didistribusikan secara merata di antara fasa sehingga membentuk sistem fase tiga
secara seimbang. Sistem tenaga menggunakan mesin sinkron untuk pembangkit
listrik. Prime movers atau penggerak generator mengubah sumber energi utama
misalnya hidrolik menjadi energi mekanik yang selanjutnya diubah menjadi energi
listrik oleh generator sinkron. Daya dari pembangkit pada sistem tenaga dikirimkan
dari jarak jauh ke konsumen yang berada di area yang luas. Ini memerlukan sistem
transmisi yang terdiri dari subsistem yang beroperasi pada tingkat tegangan yang
berbeda.
Pembangkit kecil dapat diletakkan dekat beban di daerah subtransmisi atau
distribusi sistem secara langsung. Interkoneksi antara sistem biasanya dilakukan
pada level transmisi. Sistem secara keseluruhan mengandung beberapa sumber
pembangkit dan beberapa tingkat trasmisi. Ini membuat sistem dapat tetap bekerja
walaupun ada komponen dalam sistem yang rusak saat gangguan tanpa
memepengaruhi pelayanan.
2.4.2 Sistem Tenaga Listrik Cerdas (Smart Grid)
Jaringan listrik tradisional umumnya digunakan untuk membawa daya dari
beberapa generator pusat ke sejumlah besar pengguna atau pelanggan. Namun
sekarang telah berkembang sumber energi terbarukan di jaringan. Adanya
pembangkit – pembangkit kecil pada jaringan memerlukan teknologi serta
pengendalian sistem yang berbeda. Smart Grid menggunakan arus listrik dua arah
dan informasi untuk penyaluran energi yang baik dan terdistribusi secara otomatis.
Teknologi Smart Grid adalah kumpulan teknologi yang ada dan berkembang yang
12
kemudian digabungkan bersama. Teknologi ini mampu meningkatkan efisiensi
dalam produksi dan konsumsi listrik dan meningkatkan kehandalan dan integrasi
daya terbarukan ke dalam jaringan [15-20].
Dengan memanfaatkan teknologi informasi modern, Smart Grid mampu
memberikan daya dengan cara yang lebih efisien dan merespons berbagai kondisi
dan kejadian. Secara umum, Smart Grid dapat merespons kejadian dan menerapkan
tindakan yang sesuai untuk setiap kejadian yang terjadi di manapun di grid, seperti
pembangkit listrik, transmisi, distribusi, dan pelanggan. Misalnya, ketika terjadi
peristiwa kegagalan di jaringan distribusi, Smart Grid dapat secara otomatis
mengubah aliran daya dan memulihkan pelayanan.
Smart Grid dianggap sebagai sistem listrik yang menggunakan teknologi
cerdas secara terpadu pada setiap komponen jaringan misalnya pembangkit listrik,
transmisi, gardu induk, distribusi dan konsumsi untuk mencapai sistem yang bersih,
aman, handal, tangguh, efisien, dan berkelanjutan. Dengan luasnya penelitian Smart
Grid, penelitian yang berbeda dapat mengungkapkan pandangan yang berbeda
untuk Smart Grid karena fokus dan sudut pandang yang berbeda. Menurut [17]
secara umum Smart Grid memiliki tiga sistem utama yaitu 1) sistem infrastruktur
energi, informasi, dan komunikasi yang mendukung berbagai komponen dalam
smart grid. 2) Sistem manajemen cerdas yang menyediakan layanan manajemen
dan kontrol lanjutan. 3) Sistem proteksi cerdas yang menyediakan analisis
keandalan jaringan, perlindungan kegagalan sistem, dan layanan keamanan dan
privasi.
Sistem perlindungan yang cerdas di Smart Grid harus mengatasi tidak
hanya masalah infrastruktur jaringan yang tidak disengaja karena misalnya
kesalahan pengguna, kegagalan peralatan, dan bencana alam, namun juga gangguan
yang disengaja, seperti pencurian komponen jaringan. Untuk Smart Grid, satu
pendekatan yang efektif untuk mencegah kegagalan terjadi adalah dengan
memprediksi titik lemah atau daerah rawan gangguan dalam sistem.
13
2.5 Damper Winding (Damping)
Damper winding (belitan peredam) adalah bar khusus yang diletakkan
pada permukaan rotor mesin sinkron dan pada setiap ujungnya dihubungkan
menjadi satu dengan penghubung berbentuk cincin. Pada rotor kutub menonjol ter-
Gambar 2.5 Damper Winding pada Rotor Menonjol Dua Kutub
letak pada permukaan sepatu kutub dan pada rotor kutub dalam terletak pada slot
tempat kumparan rotor. Gambar 2.5 menunjukkan penggambaran damper winding
pada mesin sinkron.
Medan magnet stator berputar pada kecepatan konstan, dan akan berubah
jika frekuensi sistem berubah. Jika putaran rotor sinkron, maka pada damper
winding tidak memiliki tegangan induksi sama sekali. Jika rotor berubah menjadi
lebih lambat dari kecepatan sinkron, maka akan ada pergerakan relatif antara medan
magnet rotor dan medan magnet stator dan akan ada tegangan induksi pada belitan.
Tegangan ini menghasilkan aliran arus, yang kemudian menghasilkan medan
magnet. Interaksi kedua medan magnet tersebut menghasilkan torsi yang cenderung
mempercepat putaran rotor. Namun jika rotor berputar lebih cepat dari medan
magnet stator, torsi yang dihasilkan akan memperlambat putaran rotor. Torsi yang
dihasilkan oleh damper winding dapat membantu mempercepat kestabilan mesin
saat ada gangguan [21].
14
Halaman ini sengaja dikosongkan
15
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Analisis Aliran Daya
Analisis aliran daya digunakan untuk menentukan keadaan awal sistem.
Hasil analisis aliran daya akan digunakan untuk proses analisis selanjutnya. Aliran
daya di awali dengan membentuk matriks 𝑌𝑏𝑢𝑠 sebagai berikut:
𝑌𝑏𝑢𝑠 =
[ 𝑌11 𝑌12 ⋯𝑌21 𝑌22 ⋯
⋮ ⋮
𝑌1𝑖 ⋯ 𝑌1𝑛
𝑌2𝑖 ⋯ 𝑌2𝑛
⋮ ⋮𝑌𝑖1 𝑌𝑖2 ⋯
⋮ ⋮𝑌𝑛1 𝑌𝑛2 ⋯
𝑌𝑖𝑖 ⋯ 𝑌𝑖𝑛
⋮ ⋮𝑌𝑛𝑖 ⋯ 𝑌𝑛𝑛]
𝑌𝑖𝑖 = ∑ 𝑦𝑖𝑗𝑛𝑗=0 ; 𝑗 ≠ 𝑖
𝑌𝑖𝑗 = 𝑌𝑗𝑖 = −𝑦𝑖𝑗
Matriks 𝑌𝑏𝑢𝑠 akan dimasukkan kedalam persamaan umum aliran daya.
Melalui proses aliran daya akan diketahui keadaan steady state dari sistem mulai
dari tegangan dan sudut tegangan, daya aktif dan reaktif yang dibangkitkan
generator dan di serap beban, serta rugi – rugi jaringan. Dalam kasus kestabilan
transient studi aliran daya digunakan untuk inisialisasi keadaan awal. Persamaan
umum aliran daya dituliskan pada persamaan (3.4).
𝑃𝑖 − 𝑗𝑄𝑖 = 𝑉𝑖∗ ∑ 𝑉𝑗𝑌𝑖𝑗
𝑛𝑗=1
Metode yang digunakan untuk proses aliran daya ialah metode Newton
Raphson. Metode Newton Raphson telah lama digunakan untuk menyelesaikan
perhitungan aliran daya. Metode ini akurat dan dapat digunakan pada banyak sistem
sehingga perhitungan aliran daya sampai saat ini masih menggunakan metode
Newton Raphson. Prinsip dari metode Newton Raphson untuk aliran daya adalah
menggunakan power mismatch dimana daya masuk pada bus sama dengan daya
keluar bus seperti pada (3.4).
(3.1)
(3.2)
(3.3)
(3.4)
16
Pada [22] telah di jelaskan pendekatan baru untuk analisis aliran daya
menggunakan metode Newton Raphson. Metode ini dapat digunakan pada sistem
loop dan radial. Metode ini menggunakan current balance di mana arus masuk bus
sama dengan arus keluar bus. Metode ini digambarkan sebagai persamaan (3.5).
0)(1
,,
n
i
ikikdemkgenVYII (3.5)
Penggunaan seimbang arus ini akan menyebabkan perubahan pada
element matriks jacobian seperti yang telah dijelaskan pada [23]. Perubahan ini
menyebabkan perhitungan yang dibutuhkan menjadi lebih cepat dari pada metode
Newton Raphson biasa.
3.2 Modifikasi Persamaan Trapezoidal
Suatu sistem tenaga dianggap beroperasi dalam keadaan normal pada
keadaan stabil di titik 𝑥𝑝𝑟𝑒 dan gangguan terjadi di t = 0 hingga t = τ sehingga sistem
mengalami respon sebagai berikut:
= 𝑓𝐹(𝑥), 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝜏, 𝑥(0) = 𝑥𝑝𝑟𝑒; 𝑥 ∈ 𝑅𝑁 , 𝑡 ∈ 𝑅, 𝑓𝐹 ∶ 𝑅𝑁 → 𝑅𝑁
Dari persamaan 3.6 akan dibentuk kurva saat gangguan (fault-on
trajectory) yang dapat dituliskan seperti persamaan 3.7.
𝑥(𝑡) = 𝑋𝐹(𝑡; 𝑥𝑝𝑟𝑒), 0 ≤ 𝑡 ≤ 𝜏; 𝑋𝐹(𝑡; 𝑥𝑝𝑟𝑒) ∶ 𝑅 → 𝑅𝑁
Keadaan setelah gangguan digambarkan dalam persamaan 3.8
= 𝑓(𝑥), 𝜏 ≤ 𝑡 ≤ ~; 𝑓: 𝑅𝑁 → 𝑅𝑁.
Persamaan 3.8 akan membentuk kurva setelah gangguan yang di tuliskan
seperti persamaan 3.9
𝑥(𝑡) = 𝑋(𝑡; 𝑥0), 𝜏 ≤ 𝑡 ≤ ~; 𝑋(∙; 𝑥0: 𝑅𝑁 → 𝑅𝑁).
Perhitungan numerik diselesakan dengan menggunakan persamaan
Trapeziodal. Persamaan umum Trapezoidal dapat dituliskan seperti persamaan
3.10. 𝑥𝑘 akan menggantikan fungsi waktu 𝑡𝑘. k adalah perpindahan terhadap waktu.
(3.6)
(3.7)
(3.8)
(3.9)
17
Each point is connected by using
Trapezoidal Method
x0 ~ xu : Critical Trajectory
xu
x0
x1
xm
ε
ε
x2ε
ε
ε
ε
x3
Gambar 3.1 Metode Trapezoidal
𝑥𝑘+1 − 𝑥𝑘 =1
2(𝑘+1 + 𝑘)(𝑡𝑘+1 − 𝑡𝑘)
𝑘 = 𝑓(𝑥𝑘).
Lintasan (trajectory) selama gangguan sampai keadaan kritis digambarkan
mulai dari 𝑥0 sampai 𝑥𝑢 pada Gambar 3.1. Jarak antara dua titik di tuliskan sebagai
persamaan 3.12
휀 = |𝑥𝑘+1 − 𝑥𝑘| =1
2|𝑘+1 + 𝑘|(𝑡𝑘+1 − 𝑡𝑘).
Fungsi waktu akan digantikan fungsi jarak seperti pada persamaan 3.13
𝑡𝑘+1 − 𝑡𝑘 =2
|𝑘+1+𝑘|휀.
Persamaan 3.13 di substitusi ke persamaan 3.10 sehingga di dapat
persamaan 3.14
𝑥𝑘+1 − 𝑥𝑘 −𝑘+1+𝑘
|𝑘+1+𝑘|휀 = 0.
Modifikasi ini dilakukan untuk menghindari waktu yang tak terbatas saat
pencarian nilai CCT dilakukan. Secara umum, permasalahan dapat dituliskan
melalui persamaan 3.15 sebagai berikut.
𝐺(𝑥)
𝑥𝑘+1 − 𝑥𝑘 −𝑘+1+𝑘
|𝑘+1+𝑘|휀 = 0
𝑥0 − 𝑋𝐹(𝐶𝐶𝑇; 𝑥𝑝𝑟𝑒) = 0
𝑒𝑛𝑑 𝑝𝑜𝑖𝑛𝑡 (𝑥𝑢)
Variabel yang diperlukan ialah 𝑋 = (𝑥0, 𝑥1, … , 𝑥𝑚, 𝑥𝑚+1, 휀, 𝜏)
(3.12)
(3.13)
(3.14)
(3.15)
(3.10)
(3.11)
18
3.3 End Point
Titik akhir dari pencarian di tentukan dengan menggunakan nilai CUEP
(Controlling Unstable Equilibrium Point) yang di dapat dengan menggunakan
energy function. Fungsi ini akan menentukan nilai energi dari masing – masing
generator. Generator dengan energi terbesar akan menjadi generator kritis.
Generator inilah yang akan di analisis kestabilannya karena di anggap paling mudah
kehilangan sinkronisasi saat terjadi gangguan.
Energi potensial dari setiap generator ditentukan menggunakan persamaan
3.16 dan energi potensial dari sistem dituliskan melalui persamaan 3.17.
𝐸𝑝𝑖 = [𝑃𝑚𝑖 − (𝐸𝑖)2𝐺𝑖𝑖][𝜃𝑖 − 𝜃𝑖
𝑠]
𝐸𝑝 = ∑𝐸𝑝𝑖
𝑖
𝐸𝑖 adalah tegangan konstan generator. 𝐺𝑖𝑖 adalah konduktansi. 𝜃𝑖𝑠 adalah
sudut daya dalam stabil mengarah pada Stable Equalibrium Point (SEP). Generator
dengan nilai Ep yang paling besar akan menjadi generator kritis.
Dengan mempertimbangkan kondisi end point keadaan kritis setelah
gangguan yang telah dituliskan pada persamaan 3.8 dapat diminimisasi menjadi
persaamaan 3.18.
𝑚𝑖𝑛𝑥
∑(𝜇𝑘)′(𝜇𝑘) + (𝜇𝑚+1)′𝑊(𝜇𝑚+1)
𝑚
𝑘=0
Dimana, 𝑋 = (𝑥0, 𝑥1, … , 𝑥𝑚 , 𝑥𝑚+1, 휀, 𝜏), xk ϵ RN, (k=0,…,m), ε ϵ R, τ ϵ R.
W adalah matriks pembobot dengan nilai yang besar untuk generator kritis dan
untuk generator lainnya bernilai nol.
𝜇𝑘 = 𝑥𝑘+1 − 𝑥𝑘 −𝑘+1 + 𝑘
|𝑘+1 + 𝑘|휀
𝑘 = 𝑓(𝑥𝑘)
Kondisi batasan ditulis pada persamaan 3.21 dan 3.22 sebagai berikut.
𝑥0 = 𝑋𝐹(𝜏; 𝑥𝑝𝑟𝑒)
𝜇𝑚 = 𝑥𝑚+1 − 𝑥𝑢
(3.16)
(3.17)
(3.18)
(3.19)
(3.20)
(3.21)
(3.22)
19
3.4 Metode Newton-Raphson
Metode Newton-Raphson menggunakan nilai awal yang kemudian akan
dibandingkan dengan hasil dari iterasi pertama. Jika nilai error yang didapatkan
sudah sesuai maka proses iterasi akan dihentikan. Pada perhitungan untuk
penelitian ini Xs diaumsikan sebagai solusi dari G(x). Xs didapatkan melalui
persamaan 3.23.
𝑋𝑠 = 𝑋0 + ∆𝑋
X0 adalah inisialisasi awal dan ΔX adalah nilai error. Dengan
menggunakan Deret Tylor tingkat dua didapat nilai G(X) seperti pada persamaan
3.24.
𝐺(𝑋0 + ∆𝑋) ≅ 𝐺(𝑋0) + [𝜕𝐺(𝑋0)
𝜕𝑋]∆𝑋
Jika nilai error yang didapatkan mendekati nol, persamaan 3.23 dapat
ditulis ulang menjadi persaman 3.25 dengan matriks Jacobian dirumuskan pada
persamaan 3.26.
𝐺(𝑋0) + 𝐽∆𝑋 ≅ 0
𝐽 =𝜕𝐺(𝑋)
𝜕𝑋
3.4.1 Matriks Jacobian dan Persamaan Simultan
Variabel dari persamaan Trapezoidal dan parameter seperti daya aktif,
sudut daya dan tegangan pada setiap generator akan dicari menggunakan matriks
Jacobian. Matriks Jacobian akan diiterasi dengan metode Newton Raphson.
Gambar 3.2 memperlihatkan dimensi dari matriks Jacobian awal. Sementara
persamaan 3.27. memperlihatkan variavel dari matriks Jacobian awal yang
digunakan.
Jumlah variabel dan jumlah persamaan yang dicari ialah NODE × NG ×
(m + 2) + 2 dan NODE × NG × (m + 2). End point yang akan dimasukkan ke
Matriks Jacobian ditulis dalam persamaan 3.30 dan 3.31.
Karena generator yang di amati adalah generator kritis, maka matriks
jacobian baru hanya memiliki masing – masing satu untuk kecepatan sudut (ω) dan
(3.23)
(3.24)
(3.25)
(3.26)
20
sudut daya (θ). Hal ini menyebabkan dimensi dari matriks Jacobian berubah
menjadi NODE × NG × (m + 2) + 2. Matriks Jacobian dengan kondisi end point
dituliskan dalam persamaan 3.32. Jumlah variabel dan jumlah persamaan menjadi
sama yaitu sebanyak NODE × NG × (m + 2) + 2 sehingga akan mempercepat
perhitungan dan disebut persamaan simultan.
NODE = Jumlah Persamaan Diferensial dari parameter yang dicari
NG = Jumlah Generator
Jacobian Matriks
NG x (m+2) NG x (m+2) NG x (m+2) NG x (m+2)
NG
x (
m+
1)
NG
x (
m+
1)
NG
x (
m+
1)
NG
x (
m+
1)
NO
DE
x N
G
Gambar 3.2 Konfigurasi dan Dimensi Matriks Jacobian
21
t
f
P
f
t
f
E
f
t
ff
t
ff
P
g
P
g
P
g
P
g
P
g
E
g
E
g
E
g
E
g
E
g
ggggg
ggggg
J
mi
i
i
i
k
mi
k
i
k
mi
k
Pmi
k
mi
k
Ei
k
mi
k
i
k
mi
k
i
k
i
k
i
k
i
k
Pmi
k
i
k
Ei
k
i
k
i
k
i
k
i
k
i
k
i
k
i
k
Pmi
k
i
k
Ei
k
i
k
i
k
i
k
i
k
i
k
i
k
Pmi
k
i
k
Ei
k
i
k
i
k
i
k
i
0000
0000
0000
0000~
0
0
0
0~~~~
0
0
0
0
~
~
~
~
Dimana
);(0
~
preFi
Pmi
Ei
i
i
ixCCTXx
f
f
f
f
f
k
i
k
i
k
i
k
ik
i
k
i
Pmi
Ei
i
i
i
xx
xxxx
g
g
g
g
g
1
1
1
~
111
1
1
m
CUEP
i
m
i
JJ
1~2~~2
1
1
m
CUEP
i
m
i
JJ
1
1
~2
1
m
mNEW
J
JJ
J
3.5 Diagram Alir
Analisis kestabilan transient yang dilakukan selama penelitian
diperlihatkan oleh diagram alir pada Gambar 3.1. Analisis dilakukan mulai dari
mempersiapkan data awal, pembentukkan lintasan sampai perhitungan nilai CCT.
(3.27)
(3.32)
(3.28)
(3.29)
(3.30)
(3.31)
22
START
Metode BCU Shadowing untuk
menentukan UEP dan Critical
Generator (CG)
Input Data
Aliran Daya
Koreksi Data
Reduksi Matriks
Runge-Kutta ke-4 untuk
Lintasan Saat Gangguan
Inisiasi X0 – Xm+1
Iterasi Newton Raphson
Menghitung Matriks Jacobian
Persamaan Simultan
Error
Plotting
STOP
YES
NO
Gambar 3.3 Diagram Alir Analisis Kestabilan Transient
3.6 Permodelan Generator dan Sistem Tenaga
Generator yang digunakan pada simulasi adalah generator model klasik.
Generator ini adalah generator dengan model paling sederhana dimana
digambarkan sebagi sumber tegangan dan reaktansi (Xd’) seperti pada Gambar 3.4.
Dimana E adalah tegangan dalam generator dan Vt adalah tegangan
terminal generator.
23
AC
+
Vt
-
E
Xd
Gambar 3.4. Model Generator Klasik
Sistem yang akan diuji adalah sistem dengan lebih dari satu generator atau
multimesin. Beberapa sistem menggunakan konfigurasi loop dan lainnya radial.
Sistem terdiri dari sumber, saluran dan beban. Saluran yang digunakan adalah
single circuit. Saat terjadi gangguan, sistem dengan single circuit tidak akan bisa
mengalirkan daya. Hal ini berbeda dengan sistem loop dimana jika salah satu
saluran terkena gangguan, saluran lain masih bisa bekerja. Hal ini menyebabkan
nilai reaktansi dari sistem dengan double circuit dan single circuit pada setiap
keadaan baik sebelum, saat dan sesudah gangguan berbeda. Nilai reaktansi yang
berbeda juga akan menyebabkan nilai arus yang berbeda dan pada akhirnya
memberikan respon kestabilan sistem juga berbeda. Gangguan yang terjadi adalah
gangguan tiga fasa ke tanah.
3.6.1 Sistem Tenaga Terhubung Infinite Bus
Sistem pada awalnya dihubungkan dengan infinite bus baik saat
menggunakan konfigurasi loop maupun radial. Analisis kestabilan menggunakan
first swing equation (persamaan ayunan pertama) seperti pada persamaan 3.33.
𝐽𝑚 = 𝑇𝑎 = 𝑇𝑚 − 𝑇𝑒
Dimana
J : Momen kelembaman total dari massa rotor (kg-m2)
θm : Pergeseran sudut rotor terhadap suatu sumbu yang diam (stationary) (rad)
Ta : Torsi percepatan (Nm)
(3.33)
24
Tm : Torsi putar mekanis pada poros (penggerak) yang diberikan oleh penggerak
mula (Nm)
Te : Torsi putar elektris (Nm)
Jika menggunakan referensi kecepatan sinkron, θm dapat dituliskan
kembali seperti persamaan 3.34.
𝜃𝑚 = 𝜔𝑠𝑚𝑡 + 𝛿𝑚
Dimana
ωsm : Kecepatan putar sinkron mekanik (rad/s)
δm : Pergeseran sudut rotor terhadap referensi putaran sinkron (rad)
Karena 𝑚 = 𝑚, persamaan ayunan dapat dirumuskan seperti 3.35
𝐽𝑚 = 𝐽𝑚 = 𝑇𝑎
Dimana ωm adalah kecepatan sudut rotor dalam rad/s. Dengan mengalikan
kedua sisi persamaan tersebut dengan ωm dapat diperoleh persamaan 3.36 dan 3.37.
𝐽𝜔𝑚𝑚 = 𝐽𝜔𝑚𝑚 = 𝜔𝑚𝑇𝑎 = 𝜔𝑚𝑇𝑚 − 𝜔𝑚𝑇𝑒
𝐽𝜔𝑚𝑚 = 𝐽𝜔𝑚𝑚 = 𝑃𝑚 − 𝑃𝑒
dimana :
Pm : daya mekanik generator
Pe : daya elektris generator
Jika 𝐽𝜔𝑚 dinotasikan sebagai M atau konstanta inersia, persamaan ayunan
dapat dituliskan menjadi persamaan 3.38
𝑀 = 𝑃𝑚 − 𝑃𝑒
Bila memperhatikan torsi yang diberikan damper winding (damping),
maka persamaan ayunan menjadi persamaan 3.39.
𝑀 = 𝑃𝑚 − 𝑃𝑒 − 𝐾𝐷 . 𝜔𝑚
Dimana 𝐾𝐷 adalah koefisien damping dalam torsi pu. Torsi base sendiri
dirumuskan seperti pada persamaan 3.40.
(3.34)
(3.35)
(3.36)
(3.37)
(3.38)
(3.39)
25
𝑇𝐵 =𝑆𝐵𝑎𝑠𝑒
𝜔𝑚 𝐵𝑎𝑠𝑒
Dimana 𝜔𝑚 𝐵𝑎𝑠𝑒 = 𝜔𝑠𝑚.
3.6.2 Sistem Tenaga Tanpa Infinite Bus
Saat sistem dilepas dari infinite bus, sistem hanya bergantung dengan
sumber dari generator. Generator yang digunakan terdiri dari generator kecil dan
merupakan generator tersebar (distributed generator). Penggunaan distributed
generator adalah salah satu ciri dari Smart Grid.
Kestabilan sistem digambarkan dengan persamaan ayunan menggunakan
referensi Center Of Inertia (COI) yang dirumuskan pada persamaan 3.41. COI
menggunakan konsep titik berat untuk menentukan referensi sudut dan kecepatan
putar generator.
𝑀𝑇 . 0 = ∑𝑀𝑖 . 𝑖
𝑛
𝑖=1
= 𝑃𝐶𝑂𝐼
Dimana:
𝑀𝑖 : Konstanta Inersia dari generator i
𝑖 : Kecepatan putar generator i
0 : Referensi kecepatan putar COI
𝑃𝐶𝑂𝐼 : Total daya mekanik semua generator.
Referensi COI di dapat dari persamaan 3.42, dan kecepatan putar dan sudut
rotor yang baru dapat dilihat pada persamaan 3.43 dan 3.44. Sementara persamaan
ayunan dengan menggunakan referensi COI dapat dituliskan pada persamaan 3.45.
0 =1
𝑀𝑇𝑃𝐶𝑂𝐼
𝑖 = 𝜔𝑖 − 𝜔0
𝑖 = 𝜃𝑖 − 𝜃0
𝑀𝑖. 𝑖 = 𝑃𝑚𝑖 − 𝑃𝑒𝑖 −𝑀𝑖
𝑀𝑇𝑃𝐶𝑂𝐼 − 𝐾𝐷𝑖. 𝑚𝑖
(3.41)
(3.42)
(3.43)
(3.44)
(3.45)
(3.40)
26
3.7 Data Sistem Tenaga yang Dianalisis
Sistem tenaga yang akan dianalisis adalah sistem IEEE yang telah
dimodifikasi dengan mengganti generator menjadi distributed generator dan
kapasitas genarator dan beban dibatasi sampai 50 MW. Data sistem yang
dibutuhkan adalah data resistansi dan reaktansi saluran, daya pembangkitan dan
beban. Parameter generator yang diperlukan untuk analisis kestabilan transient
adalah reaktansi transient generator (Xd’) dan konstanta inersia generator (M).
3.7.1 Sistem IEEE 9 Bus
Sistem IEEE 9 Bus yang akan dianalisis dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Data dari sistem ini dapat dilihat pada Tabel 3.1, 3.2 dan 3.3. Base untuk sistem
ialah sebagai berikut:
MVA Base : 100 MVA
KV Base : 6 KV
I Base : 9,6225 kA
Z Base : 0,36 Ω
T Base : 0,53 N.m (ω=750 rpm)
2
1
3
4
5
7
8
9
6
G2
G1
G3
Gambar 3.5 Sistem IEEE 9 Bus
27
Tabel 3.1 Data Generator pada Sistem IEEE 9 Bus
ID Generator Xd' (pu) M KD (pu)
G1 0,0608 0,1245 0,01
G2 0,1198 0,034 0,01
G3 0,1813 0,016 0,01
Tabel 3.2. Data Daya Pembangkitan dan Beban pada Sistem IEEE 9 Bus
No.
Bus
Tegangan
Bus (pu)
Daya Pembangkitan Daya Beban
P (MW) Q (MVar) P (MW) Q (MVar)
1 1,04 2 0 0 0
2 1,025 16,3 6 0 0
3 1,025 0,85 6 0 0
4 1 0 0 0 0
5 1 0 0 12,5 5
6 1 0 0 9 3
7 1 0 0 0 0
8 1 0 0 10 3,5
9 1 0 0 0 0
Tabel 3.3 Data Saluran Sistem IEEE 9 Bus
No. Bus Awal Bus Akhir R (pu) X (pu)
1 1 4 0 0,00576
2 2 7 0 0,00625
3 3 9 0 0,00586
4 4 5 0,001 0,0085
5 4 6 0,0017 0,0092
6 5 7 0,0032 0,0161
7 6 9 0,0039 0,017
8 7 8 0,00085 0,0072
9 8 9 0,00119 0,01008
28
3.7.2 Sistem IEEE 16 Bus
Sistem IEEE 16 Bus adalah sistem distribusi dengan tiga generator seperti
pada Gambar 3.6 dengan data jaringan dan generator seperti pada Tabel 3.4, 3.5
dan 3.6. Base sistem ialah sebagai berikut:
MVA Base : 100 MVA
KV Base : 6 KV
I Base : 9,6225 kA
Z Base : 0,36 Ω
T Base : 0,53 N.m (ω=750 rpm)
G2
1
4
6
7
2
8
9
12
3
13
15
16
5 1110 14
G1G3
Gambar 3.6 Sistem IEEE 16 Bus
Tabel 3.4 Data Generator pada Sistem IEEE 16 Bus
ID Generator Xd' (pu) M KD
G1 0,0608 0,125 0,01
G2 0,1198 0,034 0,01
G3 0,1813 0,016 0,01
29
. Tabel 3.5 Data Daya Pembangkitan dan Beban pada Sistem IEEE 16 Bus
No.
Bus
Tegangan
Bus (pu)
Daya Pembangkitan Daya Beban
P (MW) Q (MVar) P (MW) Q (MVar)
1 1,025 10 5 0 0
2 1,03 20 15 0 0
3 1,025 10 5 0 0
4 1 0 0 2 1,6
5 1 0 0 3 1,5
6 1 0 0 2 0,8
7 1 0 0 1,5 1,2
8 1 0 0 4 2,7
9 1 0 0 5 3
10 1 0 0 1 0,9
11 1 0 0 0,6 0,1
12 1 0 0 4,5 2
13 1 0 0 1 0,9
14 1 0 0 1 0,7
15 1 0 0 1 0,9
16 1 0 0 2,1 1
Tabel 3.6 Data Saluran Sistem IEEE 16 Bus
No. Bus Awal Bus Akhir R (pu) X (pu)
1 1 8 0,075 0,1
2 2 4 0,11 0,11
3 3 13 0,11 0,11
4 4 5 0,08 0,11
5 4 6 0,09 0,18
6 5 11 0,04 0,04
7 6 7 0,04 0,04
8 8 9 0,08 0,11
30
Tabel 3.6 Data Saluran Sistem IEEE 16 Bus Lanjutan
No. Bus Awal Bus Akhir R (pu) X (pu)
9 8 10 0,11 0,11
10 9 11 0,11 0,11
11 9 12 0,08 0,11
12 10 14 0,04 0,04
13 13 14 0,09 0,12
14 13 15 0,08 0,11
15 15 16 0,04 0,04
3.7.3 Sistem IEEE 30 Bus
Data Sistem IEEE 30 Bus terdapat pada Tabel 3.7, 3.8 dan 3.9 dengan
konfigurasi seperti pada Gambar 3.7. Base sistem sebagai berikut:
MVA Base : 100 MVA
KV Base : 6 KV
I Base : 9,6225 kA
Z Base : 0,36 Ω
T Base : 0,3 N.m (ω = 1000 rpm)
30
1
2
3 4
5 7
6
8
9
10
11
1213
14 15 18 19 20
16 17
21 22
23 24 25 26
27
28
29
G6
G5
G4G3G2
G1
Gambar 3.7 Sistem IEEE 30 Bus
31
Tabel 3.7 Data Generator pada Sistem IEEE 30 Bus
ID Generator Xd' (pu) M KD
G1 0,324 0,026 0,01
G2 0,232 0,0048 0,01
G3 0,232 0,0048 0,01
G4 0,174 0,0032 0,01
G5 0,174 0,0032 0,01
G6 0,174 0,0032 0,01
Tabel 3.8 Data Daya Pembangkitan dan Beban pada Sistem IEEE 30 Bus
No.
Bus
Tegangan
Bus (pu)
Daya Pembangkitan Daya Beban
P (MW) Q (MVar) P (MW) Q (MVar)
1 1,06 26,02 0 0 0
2 1,045 4 5 2,17 1,27
3 1 0 0 0,24 0,12
4 1 0 0 0,76 0,16
5 1,01 1 3,7 9,42 1,9
6 1 0 0 0 0
7 1 0 0 2,28 1,09
8 1,01 1 3,73 3 3
9 1 0 0 0 0
10 1 0 0 0,58 0,2
11 1,082 1 1,62 0 0
12 1 0 0 1,12 0,75
13 1,071 1 1,06 0 0
14 1 0 0 0,62 0,16
15 1 0 0 0,82 0,25
16 1 0 0 0,35 0,18
17 1 0 0 0,9 0,58
18 1 0 0 0,32 0,09
32
Tabel 3.8 Data Daya Pembangkitan dan Beban pada Sistem IEEE 30 Bus
Lanjutan
No.
Bus
Tegangan
Bus (pu)
Daya Pembangkitan Daya Beban
P (MW) Q (MVar) P (MW) Q (MVar)
19 1 0 0 0,95 0,34
20 1 0 0 0,22 0,07
21 1 0 0 1,75 1,12
22 1 0 0 0 0
23 1 0 0 0,32 0,16
24 1 0 0 0,87 0,67
25 1 0 0 0 0
26 1 0 0 0,35 0,23
27 1 0 0 0 0
28 1 0 0 0 0
29 1 0 0 0,24 0,09
30 1 0 0 1,06 0,19
Tabel 3.9 Data Saluran Sistem IEEE 30 Bus
No. Bus Awal Bus Akhir R (pu) X (pu)
1 1 2 0,0192 0,0575
2 1 3 0,0452 0,1852
3 2 4 0,057 0,1737
4 3 4 0,0132 0,0379
5 2 5 0,0472 0,1983
6 2 6 0,0581 0,1763
7 4 6 0,0119 0,0414
8 5 7 0,046 0,116
9 6 7 0,0267 0,082
10 6 8 0,012 0,042
11 6 9 0 0,208
12 6 10 0 0,556
33
Tabel 3.9 Data Saluran Sistem IEEE 30 Bus Lanjutan
No. Bus Awal Bus Akhir R (pu) X (pu)
13 9 11 0 0,208
14 4 12 0 0,256
15 12 13 0 0,14
16 12 14 0,1231 0,2559
17 12 15 0,0662 0,1304
18 12 16 0,0945 0,1987
19 14 15 0,221 0,1997
20 16 17 0,0824 0,1923
21 15 18 0,107 0,2185
22 18 19 0,0639 0,1292
23 19 20 0,034 0,068
24 10 20 0,0936 0,209
25 10 17 0,0324 0,0845
26 10 21 0,0348 0,0749
27 10 22 0,0727 0,1499
28 21 22 0,0116 0,0236
29 15 23 0,1 0,202
30 22 24 0,115 0,179
31 23 24 0,132 0,27
32 24 25 0,1885 0,3292
33 25 26 0,2544 0,38
34 25 27 0,1093 0,2087
35 27 28 0 0,396
36 27 29 0,2198 0,4153
37 27 30 0,3202 0,6027
38 29 30 0,2399 0,4533
39 8 28 0,0636 0,2
40 6 28 0,0169 0,0599
41 9 10 0 0,11
34
3.7.4 Sistem IEEE 57 Bus
Sistem IEEE 57 Bus memiliki 7 generator seperti Gambar 3.8. Data yang
digunakan ada pada Tabel 3.10, 3.11 dan 3.12. Base sistem sebagai berikut:
MVA Base : 100 MVA
KV Base : 6 KV
I Base : 9,6225 kA
Z Base : 0,36 Ω
T Base : 0,3 N.m (ω = 1000 rpm)
123
4
5
6
78
9
10
11
1213
14
15
17 16
18
19
20
21
22
23
24
25
31 32 33
26
27
28
29
30
3435
36
37
38
39
39 41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54 55
56
57
G1G2G3
G4
G5
G6
G7
Gambar 3.8 Sistem IEEE 57 Bus
35
Tabel 3.10 Data Generator pada Sistem IEEE 57 Bus
ID Generator Xd' (pu) M KD
G1 0,324 0,026 0,01
G2 0,232 0,0048 0,01
G3 0,232 0,0048 0,01
G4 0,174 0,0032 0,01
G5 0,174 0,0032 0,01
G6 0,174 0,0032 0,01
G7 0,174 0,0032 0,01
Tabel 3.11 Data Daya Pembangkitan dan Beban pada Sistem IEEE 57 Bus
No.
Bus
Tegangan
Bus (pu)
Daya Pembangkitan Daya Beban
P (MW) Q (MVar) P (MW) Q (MVar)
1 1,04 3 0 0 0
2 1,01 8 0,08 0,3 8,8
3 0,985 8 0 4,1 2,1
4 1 0 0 0 0
5 1 0 0 1,3 0,4
6 0,98 8 0,08 7,5 0,2
7 1 0 0 0 0
8 1,005 17 6,21 15 2,2
9 0,98 21 0,22 12,1 2,6
10 1 0 0 0,5 0,2
11 1 0 0 0 0
12 1,015 43 12,85 37,7 2,4
13 1 0 0 1,8 0,23
14 1 0 0 1,05 0,53
15 1 0 0 2,2 0,5
16 1 0 0 4,3 0,3
17 1 0 0 4,2 0,8
36
Tabel 3.11 Data Daya Pembangkitan dan Beban pada Sistem IEEE 57 Bus
Lanjutan
No.
Bus
Tegangan
Bus (pu)
Daya Pembangkitan Daya Beban
P (MW) Q (MVar) P (MW) Q (MVar)
18 1 0 0 2,72 0,98
19 1 0 0 0,33 0,06
20 1 0 0 0,23 0,1
21 1 0 0 0 0
22 1 0 0 0 0
23 1 0 0 0,63 0,21
24 1 0 0 0 0
25 1 0 0 0,63 0,32
26 1 0 0 0 0
27 1 0 0 0,93 0,05
28 1 0 0 0,46 0,23
29 1 0 0 1,7 0,26
30 1 0 0 0,36 0,18
31 1 0 0 0,58 0,29
32 1 0 0 0,16 0,08
33 1 0 0 0,38 0,19
34 1 0 0 0 0
35 1 0 0 0,6 0,3
36 1 0 0 0 0
37 1 0 0 0 0
38 1 0 0 1,4 0,7
39 1 0 0 0 0
40 1 0 0 0 0
41 1 0 0 0,63 0,3
42 1 0 0 0,71 0,44
43 1 0 0 0,2 0,1
44 1 0 0 1,2 0,18
37
Tabel 3.11 Data Daya Pembangkitan dan Beban pada Sistem IEEE 57 Bus
Lanjutan 1
No.
Bus
Tegangan
Bus (pu)
Daya Pembangkitan Daya Beban
P (MW) Q (MVar) P (MW) Q (MVar)
45 1 0 0 0 0
46 1 0 0 0 0
47 1 0 0 2,97 1,16
48 1 0 0 0 0
49 1 0 0 1,8 0,85
50 1 0 0 2,1 1,05
51 1 0 0 1,8 0,53
52 1 0 0 0,49 0,22
53 1 0 0 2 1
54 1 0 0 0,41 0,14
55 1 0 0 0,68 0,34
56 1 0 0 0,76 0,22
57 1 0 0 0,67 0,2
Tabel 3.12 Data Saluran Sistem IEEE 57 Bus
No. Bus Awal Bus Akhir R (pu) X (pu)
1 1 2 0,0083 0,028
2 2 3 0,0298 0,085
3 3 4 0,0112 0,0366
4 4 5 0,0625 0,132
5 4 6 0,043 0,148
6 6 7 0,02 0,102
7 6 8 0,0339 0,173
8 8 9 0,0099 0,0505
9 9 10 0,0369 0,1679
10 9 11 0,0258 0,0848
38
Tabel 3.12 Data Saluran Sistem IEEE 57 Bus Lanjutan 1
No. Bus Awal Bus Akhir R (pu) X (pu)
11 9 12 0,0648 0,295
12 9 13 0,0481 0,158
13 13 14 0,0132 0,0434
14 13 15 0,0269 0,0869
15 1 15 0,0178 0,091
16 1 16 0,0454 0,206
17 1 17 0,0238 0,108
18 3 15 0,0162 0,053
19 4 18 0 0,2423
20 5 6 0,0302 0,0641
21 7 8 0,0139 0,0712
22 10 12 0,0277 0,1262
23 11 13 0,0223 0,0732
24 12 13 0,0178 0,058
25 12 16 0,018 0,0813
26 12 17 0,0397 0,179
27 14 15 0,0171 0,0547
28 18 19 0,461 0,685
29 19 20 0,283 0,434
30 20 21 0 0,7767
31 21 22 0,0736 0,117
32 22 23 0,0099 0,0152
33 23 24 0,166 0,256
34 24 25 0 0,6028
35 24 26 0 0,0473
36 26 27 0,165 0,254
37 27 28 0,0618 0,0954
38 28 29 0,0418 0,0587
39
Tabel 3.12 Data Saluran Sistem IEEE 57 Bus Lanjutan 2
No. Bus Awal Bus Akhir R (pu) X (pu)
39 7 29 0 0,0648
40 25 30 0,135 0,202
41 30 31 0,326 0,497
42 31 32 0,507 0,755
43 32 33 0,0392 0,036
44 32 34 0 0,953
45 34 35 0,052 0,078
46 35 36 0,043 0,0537
47 36 37 0,029 0,0366
48 37 38 0,0651 0,1009
49 37 39 0,0239 0,0379
50 36 40 0,03 0,0466
51 22 38 0,0192 0,0295
52 11 41 0 0,749
53 41 42 0,207 0,352
54 41 43 0 0,412
55 38 44 0,0289 0,0585
56 15 45 0 0,1042
57 14 46 0 0,0735
58 46 47 0,023 0,068
59 47 48 0,0182 0,0233
60 48 49 0,0834 0,129
61 49 50 0,0801 0,128
62 50 51 0,1386 0,22
63 10 51 0 0,0712
64 13 49 0 0,191
65 29 52 0,1442 0,187
66 52 53 0,0762 0,0984
40
Tabel 3.12 Data Saluran Sistem IEEE 57 Bus Lanjutan 3
No. Bus Awal Bus Akhir R (pu) X (pu)
67 53 54 0,1878 0,232
68 54 55 0,1732 0,2265
69 11 43 0 0,153
70 44 45 0,0624 0,1242
71 40 56 0 1,195
72 41 56 0,553 0,549
73 42 56 0,2125 0,354
74 39 57 0 1,355
75 56 57 0,174 0,26
76 38 49 0,115 0,177
77 38 48 0,0312 0,0482
41
BAB 4
HASIL PERHITUNGAN CCT
Pengujian dilakukan pada beberapa sistem untuk menguji keefektifan
metode. Sistem yang digunakan adalah sistem multimesin, yaitu IEEE 9 Bus, IEEE
30 Bus, IEEE 57 Bus dan IEEE 16 Bus. Gangguan yang terjadi adalah gangguan 3
fasa pada saluran, dimana lokasi gangguan dekat dengan bus. Saluran pada sistem
adalah single circuit, dimana jika terjadi gangguan Circuit Breaker (CB) pada ujung
– ujung saluran akan terbuka dan menyebabkan saluran lepas dari bus. Akibat
pembukaan CB ini gangguan akan hilang.
Perhitungan dilakukan menggunakan program yang dijalankan pada
komputer dengan processor Intel® Core ™ i5-7200U CPU 2.71Ghz, RAM sebesar
4.00 GB dan Windows 10 Education sebagai sistem operasi. Waktu yang
dibutuhkan untuk menjalankan program akan berbeda jika menggunakan komputer
dengan spesifikasi yang berbeda.
4.1 Hasil Perhitungan CCT Saat Sistem Terhubung Infinite Bus
4.1.1 Hasil Perhitungan Pada Sistem IEEE 9 Bus
Sistem IEEE 9 Bus dimodifikasi dengan menghubungkan bus 1 pada
Infinite Bus seperti pada Gambar 4.1.
2 D
C
A B
1
3
4
5
7
8
9
6
F
EG2 G3
Gambar 4.1. Sistem IEEE 9 Bus yang Dimodifikasi
42
Tabel 4.1 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 9 Bus dengan Infinite Bus
Fault Open Nilai CUEP CG
Point Line Grid G2 G3
A 4 – 5 0 0,0671 3,1153 G3
B 4 – 6 0 0,0521 3,1136 G3
C 7 – 5 0 3,1945 0,0724 G2
D 7 – 8 0 3,1696 0,0088 G2
E 9 – 6 0 0,0529 3,1715 G3
F 9 – 8 0 0,0165 3,1737 G3
Tabel 4.2 Nilai CCT pada Sistem IEEE 9 Bus Tanpa Damping Terhubung Infinite
Bus
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
A 4 – 5 1,7322 G3 0,2725 1,5-1,8 6,927
B 4 – 6 1,7907 G3 0,1731 1,75-1,8 8,532
C 7 – 5 1,081 G2 0,1306 1,05-1,1 6,945
D 7 – 8 1,0793 G2 0,132 1,05-1,1 6,891
E 9 – 6 1,0345 G3 0,1666 1,03-1,04 4,653
F 9 – 8 1,0364 G3 0,1603 1,0-1,04 8,592
Tabel 4.3 Nilai CCT pada Sistem IEEE 9 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping dan Terhubung dengan Infinite Bus
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
A 4 – 5 2,1958 G3 0,1817 2-2,2 7,28
B 4 – 6 2,0661 G3 0,1093 2-2,1 7,034
C 7 – 5 1,1499 G2 0,1262 1,1-1,2 6,909
D 7 – 8 1,1478 G2 0,1198 1,1-1,2 7,016
E 9 – 6 1,1741 G3 0,1245 1,2-1,2 4,927
F 9 – 8 1,1762 G3 0,1185 1,2-1,2 6,972
43
Tabel 4.4. Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 9 Bus yang Dimodifikasi
ID Sumber V (pu) P (pu)
Grid 1,0400 + 0,0000i 0,067
G2 1,0391 + 0,0018i 0,163
G3 1,0391 + 0,0010i 0,085
Sistem IEEE 9 Bus modifikasi memiliki 2 pembangkit dan satu sumber
dari infinite bus. Nilai CUEP pada masing – masing generator ada pada Tabel 4.1.
Setelah parameter awal didapatkan, dilakukan perhitungan CCT menggunakan
metode critical trajectory dengan hasil pada Tabel 4.2 dan 4.3. Hasil perhitungan
dengan metode TDS juga dilakukan sebagai pembanding dari metode critical
trajectory. Tabel 4.2 merupakan hasil perhitungan dengan mengabaikan faktor
redaman dari damper winding. Jika faktor redaman sebesar 1 % dimasukkan ke
dalam persamaan ayunan yang dijadikan dasar analisis, akan menghasilkan nilai
seperti pada Tabel 4.3. Nilai tegangan terminal dan daya dari setiap sumber terlihat
pada Tabel 4.4.
Nilai CCT yang didapat dari metode critical trajectory pada semua titik
gangguan yang diuji, berada dalam rentang waktu hasil perhitungan metode TDS.
Penambahan damping juga dapat menaikkan nilai CCT pada semua titik gangguan.
Gambar 4.2, 4.3 dan 4.4 menggambarkan generator dalam waktu stabil (biru)
sampai kritis (hijau) dan kemudian tidak stabil (merah). Waktu yang dibutuhkan
untuk perhitungan CCT dengan menggunakan metode critical trajectory lebih cepat
dibandingkan dengan metode TDS.
44
Gambar 4.2 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari keadaan
stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ dengan damping
Gambar 4.3 Kurva kecepatan putar rotor (ω) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan
stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ dengan damping
Gambar 4.4 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ dengan damping.
-10 -8 -6 -4 -2 0 2-30
-20
-10
0
10
20
30
delta [rad]
om
ega [
rad/s
]
simulation method
proposed method
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3-30
-20
-10
0
10
20
30
t [s]
om
ega [
rad]
simulation method
proposed method
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3-10
-8
-6
-4
-2
0
2
t [s]
delta [
rad]
simulation method
proposed method
t=2.00 (s) , keadaan stabil
t=2.0661 (s) , keadaan kritis
t=2.10 (s) , keadaan tidak stabil
t=2.00 (s) , keadaan stabil
t=2.0661 (s) , keadaan kritis
t=2.10 (s) , keadaan tidak stabil
t=2.00 (s) , keadaan stabil
t=2.0661 (s) , keadaan kritis
t=2.10 (s) , keadaan tidak stabil
45
4.1.2 Hasil Perhitungan Pada Sistem IEEE 30 Bus
Sistem IEEE 30 Bus dengan empat generator dihubungkan pada infinite
bus di bus 1 kemudian dihitung nilai CCT dari titik gangguan yang telah ditentukan.
Sebelum itu nilai CUEP dan generator kritis harus dicari terlebih dahulu untuk data
awal seperti pada Tabel 4.5. Hasil perhitungan CCT pada Tabel 4.6 dan 4.7
memperlihatkan bahwa saat tidak menggunakan damping nilai CCT dari metode
critical trajectory sesuai dengan metode TDS. Saat menggunakan damping terdapat
error sebesar 14 % dari titik gangguan ‘F’. Untuk nilai tegangan dan daya sumber
dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Gambar 4.6, 4.7 dan 4.8 memperlihatkan keadaan dari generator G2 saat
dalam kondisi stabil atau gangguan dihilangkan sebelum generator kehilangan
sinkronisasi, kritis atau saat generator berada di kondisi sesaat sebelum kehilangan
sinkronisasinya dan tidak stabil atau kondisi saat gangguan terlambat dihilangkan.
Keadaan stabil dan tidak stabil didapat dari metode TDS dan keadaan kritis dari
metode critical trajectory.
30
1
2
3 4
5 7
6
8
9
10
11
1213
14 15 18 19 20
16 17
21 22
23 24 25 26
27
28
29
D
E F G
G2 G3 G4
G5
G6
Gambar 4.5. Sistem IEEE 30 Bus Terhubung Infinite Bus
Tabel 4.5 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 30 Bus dengan Infinite Bus
46
Fault Open Nilai CUEP CG
Point Line G1 G2 G3 G4 G5 G6
D 2 - 5 0 3,1695 0,0242 0,0005 0,0316 0,0028 G2
F 8 - 6 0 0,0465 0,1026 0,0956 0,0801 0,1136 G6
Tabel 4.6 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus Tanpa Damping Terhubung
Infinite Bus
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
D 2 - 5 0,4446 G2 0,444 0,42-0,45 2,352
F 8 - 6 0,3358 G6 0,2564 0,27-0,35 2,414
Tabel 4.7 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping dan Terhubung dengan Infinite Bus
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
D 2 - 5 0,5301 G2 0,2674 0,5-0,55 2,416
F 8 - 6 0,4918 G6 0,452 0,40-0,43 2,305
Tabel 4.8 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 30 Bus
ID Sumber V (pu) P (pu)
Grid 1,0514 - 0,0185i 0,025
G2 1,0461 - 0,0249i 0,1333
G3 1,0509 - 0,0214i 0,371
G4 1,0490 - 0,0241i 0,524
G5 1,0503 - 0,0225i 0,1605
G6 1,0487 - 0,0268i 0,2764
47
Gambar 4.6 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ dengan damping
Gambar 4.7 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabi l sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ dengan damping
Gambar 4.8 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ dengan damping.
-2 0 2 4 6 8 10-60
-40
-20
0
20
40
60
delta [rad]
om
ega [
rad/s
]
simulation method
proposed method
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1-60
-40
-20
0
20
40
60
t [s]
om
ega [
rad]
simulation method
proposed method
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1-2
0
2
4
6
8
10
t [s]
delta [
rad]
simulation method
proposed method
t=0.50 (s) , keadaan stabil
t=0.53 (s) , keadaan kritis
t=0.55 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.50 (s) , keadaan stabil
t=0.53 (s) , keadaan kritis
t=0.55 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.50 (s) , keadaan stabil
t=0.53 (s) , keadaan kritis
t=0.55 (s) , keadaan tidak stabil
48
4.1.3 Hasil Perhitungan Pada Sistem IEEE 57 Bus
Sama seperti pada Sistem IEEE 30 Bus, Sistem IEEE 57 Bus juga
dihubungkan ke infinite bus melalui bus 1. Sistem IEEE 57 Bus memiliki tujuh
sumber berupa 1 grid dan 6 generator seperti pada Gambar 4.9.
A 123
4
5
6
78
9
10
11
1213
14
15
17 16
18
19
20
21
22
23
24
25
31 32 33
26
27
28
29
30
3435
36
37
38
39
39 41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54 55
56
57
BC
DE
F
G
H
I
JK
G2G3
G4
G5
G6
G7
Gambar 4.9. Sistem IEEE 57 Bus Terhubung Infinite Bus
49
Nilai CUEP dan generator kritis dituliskan pada Tabel 4.9. Pertama, CCT
dihitung dengan mengabaikan damper winding dengan hasil seperti pada Tabel
4.10. Kemudian nilai damper winding sebesar 1 % dimasukkan dalam perhitungan
dan menghasilkan nilai CCT seperti pada Tabel 4.11. Pada Tabel 4.10 dan Tabel
4.11 juga dapat dilihat perbandingan hasil perhitungan CCT saat menggunakan
metode TDS dan saat menggunakan metode critical trajectory. Nilai CCT yang
didapatkan dari metode critical trajectory berada dalam rentang waktu dari metode
TDS pada semua titik gangguan yang diamati. Waktu yang dibutuhkan oleh metode
critical trajectory juga lebih cepat dibandingkan dengan metode TDS. Tabel 4.12
memperlihatkan nilai tegangan terminal dan daya dari setiap sumber.
Keadaan sudut rotor dan kecepatan putar dari generator yang diamati
terlihat pada Gambar 4.10, 4.11 dan 4.12. Ketiga gambar tersebut menggambarkan
keadaan generator kritis saat terjadi gangguan dengan tiga kemungkinan
penanganan. Jika gangguan dihilangkan sebelum nilai CCT terpenuhi maka gene-
Tabel 4.9 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 57 Bus Terhubung dengan Infinite Bus
Fault Open Nilai CUEP CG
Point Line G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7
D 3 – 15 0,0003 0,0262 3,1604 0,0911 0,1427 0,0451 0,0421 G3
E 4 – 5 0,0002 0,0255 0,1549 3,1597 0,1131 0,0571 0,0555 G4
F 6 – 5 0,0001 0,0313 0,1109 0,1687 0,3072 3,0825 0,0514 G6
G 6 – 8 0,0002 0,0147 0,0705 0,0958 0,2861 3,2631 0,1767 G6
Tabel 4.10 Nilai CCT pada Sistem IEEE 57 Bus Tanpa Damping Terhubung
Infinite Bus
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
D 3 - 15 0,2689 G3 0,4171 0,25-0,4 2,471
E 4 - 5 0,1432 G4 0,4176 0,13-0,15 2,466
F 6 - 5 0,1773 G6 0,4014 0,15-0,2 5,081
G 6 - 8 0,1821 G6 0,3515 0,15-0,2 2,538
50
Tabel 4.11 Nilai CCT pada Sistem IEEE 57 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping dan Terhubung dengan Infinite Bus
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
D 3 - 15 0,2691 G3 0,5225 0,25-0,3 2,499
E 4 - 5 0,183 G4 0,5204 0,14-0,19 2,484
F 6 - 5 0,2011 G6 0,5707 0,16-0,25 5,174
G 6 - 8 0,1819 G6 0,4895 0,18-0,2 2,409
Tabel 4.12 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 57 Bus
ID Sumber V (pu) P (pu)
Grid 1,0400 + 0,0000i 0,2931
G2 1,0433 - 0,0036i 0,0408
G3 1,0522 - 0,0145i 0,2508
G4 1,0543 - 0,0173i 0,6136
G5 1,0560 - 0,0199i 1,6942
G6 1,0562 - 0,0199i 0,2357
G7 1,0550 - 0,0177i 0,3739
Gambar 4.10 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ tanpa damping
-5 0 5 10 15 20 25 30-60
-40
-20
0
20
40
60
80
delta [rad]
om
ega [
rad/s
]
simulation method
proposed method
t=0.30 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.2691 (s) , keadaan kritis
t=0.25 (s) , keadaan stabil
51
Gambar 4.11 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ tanpa damping
Gambar 4.12 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ tanpa damping.
rator akan stabil seperti pada grafik warna biru. Jika gangguan terlambat diatasi
maka generator akan kehilanga sinkronisasi seperti grafik warna merah. Keadaan
saat generator berada diantara stabil dan tidak stabil ditandai dengan grafik warna
hijau yang didapatkan dari metode critical trajectory.
4.1.4 Hasil Perhitungan Pada Sistem IEEE 16 Bus
Sistem IEEE 16 Bus memiliki 16 bus dengan 3 sumber yang
memngalirkan daya listrik, yaitu dua generator dan satu grid Grid yang
dihubungkan ke sistem pada bus 1. Pertama dilakukan perhitungan CUEP untuk
mencari generator kritis antara 2 generator yang dapat dilihat pada Tabel 4.13.
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1-60
-40
-20
0
20
40
60
80
t [s]
om
ega [
rad]
simulation method
proposed method
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1-5
0
5
10
15
20
25
30
t [s]
delta [
rad]
simulation method
proposed method
t=0.30 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.2691 (s) , keadaan kritis
t=0.25 (s) , keadaan stabil
t=0.30 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.2691 (s) , keadaan kritis
t=0.25 (s) , keadaan stabil
52
Selanjutnya dilakukan perhitungan menggunakan metode TDS untuk menentukan
keadaan stabil dan tidak stabil dari generator kritis. Kemudian keadaan saat
generator kritis dicari menggunakan metode critical trajectory. Dari Tabel 4.14 dan
Tabel 4.15 terlihat bahwa nilai CCT dari metode critical trajectory berada pada
rentang waktu dari hasil perhitungan metode TDS pada titik – titik gangguan yang
diuji. Tabel 4.14 adalah nilai CCT tanpa memperhatikan damper winding,
sedangkan Tabel 4.15 memperlihatkan nilai CCT dengan memperhatikan koefisien
damper winding sebesar 1 %. Untuk nilai tegangan dan daya dari setiap sumber
dituliskan pada Tabel 4.16.
Gambar 4.14 memperlihatkan grafik sudut rotor terhadap kecepatan putar
dari generator kritis. Gambar 4.15 dan Gambar 4.16 masing – masing
memperlihatkan kecepatan putar dan sudut daya generator terhadap waktu. Gambar
4.14, Gambar 4.15 dan Gambar 4.16 memperlihatkan keadaan generator berdarkan
tiga kondisi pada masing – masing gambar. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi
saat gangguan ditangani sebelum nilai CCT nya terpenuhi, kondisi saat nilai CCT
terpenuhi tetapi gangguan belum hilang dan saat kondisi kritis atau nilai CCT itu
sendiri.
G2
1
4
6
7
2
8
9
12
3
13
15
16
5 1110 14
G3
B
C
E
F
G
Gambar 4.13. Sistem IEEE 16 Bus
53
Tabel 4.13 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 16 Bus dengan Infinite Bus
Fault Open Nilai CUEP CG
Point Line G1 G2 G3
B 4-6 0 2,1064 0,256 G2
C 6-7 0 2,0983 0,2554 G2
G 15-16 0 0,23 2,1124 G3
Tabel 4.14 Nilai CCT pada Sistem IEEE 16 Bus Tanpa Damping Terhubung
Infinite Bus
Fault Open Proposed Method Simulation
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
B 4-6 0,1489 G2 0,1246 0,14-0,15 4,77
C 6-7 0,3493 G2 0,179 0,32-0,36 4,684
G 15-16 0,229 G3 0,1206 0,22-0,23 4,602
Tabel 4.15 Nilai CCT pada Sistem IEEE 16 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping dan Terhubung dengan Infinite Bus
Fault Open Proposed Method Simulation
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
B 4-6 0,1561 G2 0,1334 0,15-0,16 4,791
C 6-7 0,3757 G2 0,1081 0,37-0,38 7,112
G 15-16 0,2462 G3 0,1218 0,24-0,25 4,922
Tabel 4.16 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 16 Bus
ID Sumber V (pu) P (pu)
Grid 1,0250 + 0,0000i 0,001
G2 1,0251 + 0,0899i 0,2
G3 1,0173 + 0,0470i 0,1
54
Gambar 4.14 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari keadaan
stabi l sampai tidak stabil pada titik gangguan ’G’ dengan damping
Gambar 4.15 Kurva kecepatan putar rotor (ω) terhadap waktu (t) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’G’ dengan damping
Gambar 4.16 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’G’ dengan damping.
-60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
delta [rad]
om
ega [
rad/s
]
simulation method
proposed method
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
t [s]
om
ega [
rad]
simulation method
proposed method
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
t [s]
delta [
rad]
simulation method
proposed method
t=0.24 (s) , keadaan stabil
t=0.2462 (s) , keadaan kritis
t=0.25 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.24 (s) , keadaan stabil
t=0.2462 (s) , keadaan kritis
t=0.25 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.24 (s) , keadaan stabil
t=0.2462 (s) , keadaan kritis
t=0.25 (s) , keadaan tidak stabil
55
4.2 Hasil Perhitungan CCT Saat Sistem tanpa Infinite Bus
Pada awalnya sistem memiliki dua jenis sumber yang menghasilkan daya
listrik yaitu infinite bus dan generator. Saat infinite bus terlepas dari sistem maka
sistem hanya didukung oleh generator tersebar yang ada di jaringan. Bus 1 yang
pada awalnya terhubung infinite bus dimasukkan generator yang akan berfungsi
sebagai generator swing.
Perhitungan dilakukan dengan kondisi sama seperti saat sistem terhubung
infinite bus, dimana gangguan terjadi pada saluran dekat bus tertentu, yang
kemudian diatasi dengan melepas CB pada kedua ujung saluran. Gangguan yang
terjadi adalah gangguan tiga fasa ke tanah. Saluran yang digunakan adalah single
circuit.
4.2.1 Hasil Perhitungan CCT pada Sistem IEEE 9 Bus tanpa Infinite Bus
Sistem IEEE 9 Bus memiliki 3 generator dengan 1 generator swing pada
bus 1. Pada sistem ini terdapat 6 titik gangguan yang diperlihatkan pada Gambar
4.17. Sebelum mulai perhitungan dengan metode critical trajectory, dibutuhkan
data CUEP untuk menentukan generator kritis seperti pada Tabel 4.17.
Perhitungan dilakukan menggunakan dua metode yaitu metode TDS dan
metode critical trajectory. Hasil perbandingan kedua metode dapat dilihat pada
Tabel 4.18 dan 4.19. Tabel 4.18 memperlihatkan nilai CCT tanpa memperhatikan
2 D
C
A B
1
3
4
5
7
8
9
6
F
EG2
G1
G3
Gambar 4.17 Sistem IEEE 9 Bus tanpa Infinite Bus
56
damper winding pada perhitungannya. Sedangkan Tabel 4.19 adalah nilai CCT
dengan memperhatikan koefisien damper winding sebesar 1 % di perhitungannya.
Dari tabel 4.18 dan 4.19 terlihat bahwa damper winding dapat meningkatkan nilai
CCT karena dapat meredam osilasi saat gangguan. Nilai tegangan terminal dan
daya dari generator diperlihatkan pada Tabel 4.20.
Nilai CCT dari dari metode critical trajectory berada pada rentang waktu
dari nilai CCT pada metode TDS. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 4.18, Gambar
4.19, dan Gambar 4.20 yang menggambarkan kecepatan rotor dan sudut daya dari
generator kritis. Dari gambar terlihat bahwa nilai dari metode critical trajectory
berada diantara nilai dari metode TDS. Nilai CCT juga diketahui langsung pada
metode critical trajectory.
Tabel 4.17 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 9 Bus
Fault Open Nilai CUEP CG
Point Line G1 G2 G3
A 4 – 5 0,8941 2,2477 2,231 G2
B 4 – 6 0,8925 2,1749 2,3736 G3
C 7 – 5 0,6234 2,5475 0,5278 G2
D 7 – 8 0,6064 2,5296 0,6228 G2
E 9 – 6 0,2996 0,2424 2,863 G3
F 9 – 8 0,2889 0,2836 2,8668 G3
Tabel 4.18. Nilai CCT pada Sistem IEEE 9 Bus Tanpa Damping
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
A 4 – 5 1,5855 G2 0,626 1,55-1,60 6,295
B 4 – 6 1,5883 G3 0,2269 1,58-1,59 6,015
C 7 – 5 0,8459 G2 0,1315 0,84-0,85 5,981
D 7 – 8 0,8429 G2 0,2765 0,84-0,85 2,895
E 9 – 6 0,8178 G3 0,1281 0,8-0,85 2,885
F 9 – 8 0,8161 G3 0,2526 0,80-0,82 6,075
57
Tabel 4.19. Nilai CCT pada Sistem IEEE 9 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
B 4 - 6 1,9351 G3 0,2604 1,7-2,0 5,951
C 7 - 5 0,8868 G2 0,3158 0,85-0,9 6,339
D 7 - 8 0,8756 G2 0,2447 0,87-0,89 2,855
E 9 - 6 0,8963 G3 0,2561 0,88-0,9 6,166
F 9 - 8 0,8955 G3 0,2614 0,85,0,95 3,099
Tabel 4.20 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 9 Bus tanpa Infinite Bus
ID Sumber V (pu) P (pu)
G1 1,0400 + 0,0000i 0,067
G2 1,0391 + 0,0018i 0,163
G3 1,0391 + 0,0010i 0,085
Gambar 4.18. Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa damping
-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10-30
-20
-10
0
10
20
30
delta [rad]
om
ega [
rad/s
]
simulation method
proposed method
t=1.58 (s) , keadaan stabil
t=1.5883 (s) , keadaan kritis
t=1.59 (s) , keadaan tidak stabil
58
Gambar 4.19 Kurva kecepatan putar rotor (ω) terhadap waktu (t) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa damping
Gambar 4.20 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa damping.
4.2.2 Hasil Perhitungan CCT pada Sistem IEEE 30 Bus tanpa Infinite Bus
Sistem IEEE 30 bus memiliki 1 generator swing pada bus 1 dan 5 generator
lainnya. Hal pertama yang dilakukan adalah mencari nilai CUEP untuk menentukan
end point seperti pada Tabel 4.21. Hasil perhitungan menggunakan metode critical
trajectory dan metode TDS ada pada Tabel 4.22 dan 4.23. Dari kedua tabel terlihat
bahwa nilai CCT dari metode critical trajectory sesuai dengan nilai CCT dari
metode TDS pada semua titik yang diuji.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4-30
-20
-10
0
10
20
30
t [s]
om
ega [
rad]
simulation method
proposed method
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
t [s]
delta [
rad]
simulation method
proposed method
t=1.58 (s) , keadaan stabil
t=1.5883 (s) , keadaan kritis
t=1.59 (s) , keadaan tidak stabil
t=1.58 (s) , keadaan stabil
t=1.5883 (s) , keadaan kritis
t=1.59 (s) , keadaan tidak stabil
59
30
1
2
3 4
5 7
6
8
9
10
11
1213
14 15 18 19 20
16 17
21 22
23 24 25 26
27
28
29
A
B
C
D
E F G
G6
G5
G4G3G2
G1
Gambar 4.21. Sistem IEEE 30 Bus tanpa Infinite Bus
Tabel 4.21 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 30 Bus
Fault Open Nilai CUEP CG
Point Line G1 G2 G3 G4 G5 G6
A 1 - 2 1,2607 1,6998 1,7457 1,7172 1,6826 1,6753 G3
B 1 - 3 1,2879 1,6623 1,7795 1,7832 1,7558 1,7624 G4
C 2 - 4 1,2909 1,6767 1,7884 1,781 1,7537 1,7562 G3
D 2 - 5 1,2958 1,6537 1,8461 1,781 1,7502 1,7473 G3
E 2 - 6 1,2915 1,6703 1,7891 1,7873 1,7603 1,7565 G3
F 8 - 6 0,0574 0,4603 0,5517 3,0076 0,501 0,5221 G4
G 8 - 28 0,0536 0,4451 0,5876 2,8547 0,4059 0,4641 G4
Tabel 4,22 merupakan hasil perhitungan tanpa memperhatikan nilai faktor
peredam sedangkan Tabel 4.23 adalah hasil dari perhitungan dengan
memperhatikan koefisien damper winding sebesar 1 %. Penambahan redaman ini
akan membantu generator pulih dengan lebih cepat sehingga nilai CCT akan naik.
60
Dari kedua tabel juga terlihat bahwa waktu yang dibutuhkan metode critical
trajectory lebih cepat dbanding metode TDS. Gambaran mengenai keadaan
generator saat gangguan diperlihatkan pada Gambar 4.22, 4.23 dan 4.24. Ketiga
gambar tersebut memperlihatkan keadaan generator kritis saat gangguan diatasi
sebelum waktu CCT nya terpenuhi, keadaan saat gangguan terlambat diatasi dan
saat keadaan kritis.
Tabel 4.22 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus Tanpa Damping
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
A 1 – 2 0,1752 G3 0,3104 0,16-0,19 1,674
B 1 – 3 0,1885 G4 0,1986 0,17-0,20 1,547
C 2 – 4 0,2128 G3 0,2838 0,20-0,22 1,573
D 2 – 5 0,2031 G3 0,2407 0,19-0,22 1,46
E 2 – 6 0,2127 G3 0,2676 0,20-0,22 1,476
F 8 – 6 0,641 G4 0,2708 0,4-0,7 1,588
G 8 – 28 0,6307 G4 0,1908 0,5-0,7 1,437
Tabel 4.23 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
A 1 – 2 0,2271 G3 0,4345 0,18-025 0,1587
B 1 – 3 0,2141 G4 0,4335 0,2-0,25 0,1551
C 2 – 4 0,245 G3 0,2406 0,2-0,3 0,1578
D 2 – 5 0,2373 G3 0,2653 0,2-0,25 0,1622
E 2 – 6 0,2447 G3 0,2343 0,2-0,27 0,1613
F 8 – 6 0,9256 G4 0,3077 0,9-1 0,3178
G 8 – 28 0,8987 G4 0,2351 0,85-0,95 0,3201
61
Tabel 4.24 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 30 Bus tanpa Infinite Bus
ID Sumber V (pu) P (pu)
Grid 1,0500 + 0,0000i 0,2452
G2 1,0509 - 0,0103i 0,0183
G3 1,0521 - 0,0156i 0,0942
G4 1,0514 - 0,0185i 0,03
G5 1,0461 - 0,0249i 0
G6 1,0509 - 0,0214i 0
Gambar 4.22 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ tanpa damping
Gambar 4.23 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabi l sampai tidak stabil pada titik gangguan ’D’ tanpa damping
-12 -10 -8 -6 -4 -2 0 2-40
-30
-20
-10
0
10
20
delta [rad]
om
ega [
rad/s
]
simulation method
proposed method
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1-40
-30
-20
-10
0
10
20
t [s]
om
ega [
rad]
simulation method
proposed method
t=0.19 (s) , keadaan stabil
t=0.2031 (s) , keadaan kritis
t=0.22 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.19 (s) , keadaan stabil
t=0.2031 (s) , keadaan kritis
t=0.22 (s) , keadaan tidak stabil
62
Gambar 4.24 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa damping.
4.2.2.1 Hasil Perhitungan CCT pada Sistem IEEE 30 Bus Modifikasi tanpa
Infinite Bus
Sistem IEEE 30 Bus yang awalnya memiliki konfigurasi loop di
rekonfigurasi menjadi sistem dengan konfigurasi radial dengan cara melepas
beberapa saluran.
30
1
2
3 4
5 7
6
8
9
10
11
1213
14 15 18 19 20
16 17
21 22
23 24 25 26
27
28
29
C
BD
A
Saluran yang
dihapusG2 G3 G4
G6
G1
G5
Gambar 4.25 Sistem IEEE 30 Bus Modifikasi
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
t [s]
delta [
rad]
simulation method
proposed method
t=0.19 (s) , keadaan stabil
t=0.2031 (s) , keadaan kritis
t=0.22 (s) , keadaan tidak stabil
63
Hasil perhitungan CUEP dan generator kritis di tampilkan pada Tabel
4.25. Sementara hasil perhitungan metode ditampilkan pada Tabel 4.26 dan 4.27.
Kedua tabel memperlihatkan nilai CCT dari kedua metode sudah sesuai pada semua
titik gangguan yang diuji. Waktu perhitungan dari metode critical trajectory lebih
cepat dibandingkan metode TDS. Penambahan damper winding juga
mempengaruhi perhitungan dimana nilai CCT menjadi lebih lama. Nilai tegangan
dan daya dari setiap generator dapat dilihat pada dilihat pada Tabel 4.28.
Gambar 4.26, 4.27 dan 4.28 memperlihatkan kondisi generator kritis saat
terkena gangguan. Gambar mewakili 3 keadaan, yaitu saat stabil yang diwakili
dengan grafik warna biru, tidak stabil dengan grafik warna merah dan kritis yang
digambarkan dengan grafik warna hijau. Dua keadaan pertama di dapat dari metode
TDS dan keadaan terakhir dari metode critical trajectory.
Tabel 4.25 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 30 Bus yang Dimodifikasi
Fault Open Nilai CUEP CG
Point Line G1 G2 G3 G4 G5 G6
A 8-28 0,5219 0,002 2,8516 0,0593 0,0531 0,0404 G3
B 10-17 0,1615 0,3095 0,3092 0,2996 2,9371 0,3973 G5
C 12-15 0,1692 0,2937 0,3194 0,2912 0,307 2,8929 G6
D 12-16 0,1263 0,3156 0,3506 0,3286 0,5286 2,8829 G6
Tabel 4.26 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus yang Dimodifikasi Tanpa
Damping
Fault Open Proposed Method Simulation
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
A 8-28 0,3887 G3 0,2833 0,3-0,4 1,504
B 10-17 0,7795 G5 0,2323 0,77-0,80 3,289
C 12-15 0,7875 G6 0,4631 0,75-0,80 3,11
D 12-16 0,7934 G6 0,4571 0,75-0,80 3,024
64
Tabel 4.27 Nilai CCT pada Sistem IEEE 30 Bus yang Dimodifikasi dengan
Mempertimbangkan Damping
Fault Open Proposed Method Simulation
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
B 10-17 1,3066 G5 0,2323 1,3-1,35 3,053
C 12-15 1,3372 G6 0,4398 1,33-1,34 3,064
D 12-16 1,4484 G6 0,2426 1,3-1,5 3,147
Tabel 4.28 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 30 Bus Modifikasi tanpa
Infinite Bus
ID Sumber V (pu) P (pu)
Grid 1,0500 + 0,0000i 0,0125
G2 1,0447 - 0,0248i 0,0388
G3 1,0484 - 0,0220i 0,4948
G4 1,0467 - 0,0261i 0,5545
G5 1,0363 - 0,0267i 0,0801
G6 1,0452 - 0,0284i 0,3176
Gambar 4.26 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa damping
-12 -10 -8 -6 -4 -2 0 2-40
-30
-20
-10
0
10
20
delta [rad]
om
ega [
rad/s
]
simulation method
proposed method
t=0.30 (s) , keadaan stabil
t=0.3887 (s) , keadaan kritis
t=0.40 (s) , keadaan tidak stabil
65
Gambar 4.27 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa damping
Gambar 4.28 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa damping.
4.2.3 Hasil Perhitungan CCT pada Sistem IEEE 57 Bus tanpa Infinite Bus
Gambar 4.29 adalah gambar Sistem IEEE 57 Bus yang tidak terhubung
infinite bus. Nilai CUEP dari masing – masing generator dan generator kritis dapat
dilihat pada Tabel 4.29. Sementara Tabel 4.30 dan 4.31 memperlihatkan
perbandingan dua metode. Dari kedua tabel terlihat bahwa saat tidak menambahkan
damper winding kedua metode menghasilkan nilai CCT yang sesuai. Namun saat
penambahan damping terdapat error pada titik ’F’, ’G’, ’J’ dan ’K’ dengan rata –
rata sebesar 15.2 %. Penambahan ini juga berakibat pada nilai CCT yang lebih
tinggi. Kedua tabel juga memperlihatkan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1-40
-30
-20
-10
0
10
20
t [s]
om
ega [
rad]
simulation method
proposed method
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
t [s]
delta [
rad]
simulation method
proposed method
t=0.30 (s) , keadaan stabil
t=0.3887 (s) , keadaan kritis
t=0.40 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.30 (s) , keadaan stabil
t=0.3887 (s) , keadaan kritis
t=0.40 (s) , keadaan tidak stabil
66
metode critical trajectory lebih cepat dibandingkan metode TDS. Sementara nilai
tegangan dan daya generator dituliskan pada Tabel 4.32.
Gambar 4.30, 4.31 dan 4.32 memperlihatkan keadaan dari generator G5
saat terjadi gangguan di ’H’. Keadaan saat stabil dan tidak stabil diperoleh dari
metode TDS. Sementara keadaan kritis diperoleh dari metode critical trajectory.
A 123
4
5
6
78
9
10
11
1213
14
15
17 16
18
19
20
21
22
23
24
25
31 32 33
26
27
28
29
30
3435
36
37
38
39
39 41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54 55
56
57
BC
DE
F
G
H
I
JK
G1G2G3
G4
G5
G6
G7
Gambar 4.29 Sistem IEEE 57 Bus tanpa Infinite Bus
67
Tabel 4.29 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 57 Bus
Fault Open Nilai CUEP CG
Point Line G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7
A 1 - 2 1,354 1,6191 1,6059 1,64 1,5605 1,6383 1,6072 G6
B 1 - 15 1,3572 1,5469 1,6218 1,6633 1,5885 1,6669 1,6385 G6
C 2 - 3 1,3613 1,5532 1,6337 1,6664 1,5895 1,6669 1,6407 G6
D 3 - 15 1,3606 1,5749 1,6238 1,6609 1,583 1,6608 1,6354 G4
E 4 - 5 1,3605 1,5755 1,6148 1,662 1,586 1,6643 1,64 G6
F 6 - 5 0,0721 0,0772 0,0871 0,1136 0,0362 0,1117 0,103 G4
G 6 - 8 0,0721 0,0773 0,0877 0,1162 0,0341 0,1104 0,1025 G4
H 8 - 9 0,023 0,4035 0,4186 0,3791 2,7952 0,512 0,4791 G5
I 12 - 10 1,3603 1,5749 1,6158 1,6612 1,5863 1,6655 1,6366 G6
J 12 - 13 1,3604 1,5759 1,6157 1,6601 1,5844 1,6633 1,6412 G6
K 14 - 15 1,3601 1,5734 1,6133 1,6606 1,5862 1,6655 1,6417 G6
Tabel 4.30 Nilai CCT pada Sistem IEEE 57 Bus Tanpa Damping
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
A 1 - 2 0,2078 G6 0,3451 0,18-0,22 1,537
B 1 - 15 0,21 G6 0,337 0,18-0,22 1,513
C 2 - 3 0,1964 G6 0,3567 0,15-0,2 1,544
D 3 - 15 0,1796 G4 0,4766 0,15-0,19 1,594
E 4 - 5 0,2986 G6 0,2985 0,25-0,32 1,559
F 6 – 5 0,3094 G4 0,5273 0,30-0,35 1,473
G 6 – 8 0,4148 G4 0,521 0,45-0,7 1,528
H 8 – 9 0,3933 G5 0,2318 0,35-0,45 1,583
I 12 - 10 0,3167 G6 0,525 0,20-0,35 1,539
J 12 - 13 0,3268 G6 0,5456 0,20-0,35 1,525
K 14 - 15 0,2854 G6 0,5636 0,25-0,30 3,749
68
Tabel 4.31 Nilai CCT pada Sistem IEEE 57 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping
Fault Open Metode Critical Trajectory Metode TDS
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
A 1 – 2 0,2073 G6 0,2791 0,18-0,22 1,604
B 1 - 15 0,2097 G6 0,2646 0,18-0,22 1,504
C 2 – 3 0,1962 G6 0,2481 0,15-0,2 1,536
D 3 - 15 0,1793 G4 0,2439 0,15-0,19 1,581
E 4 – 5 0,2981 G6 0,2443 0,25-0,32 1,593
F 6 – 5 0,561 G4 0,5191 0,3-0,5 3,223
G 6 – 8 0,2724 G4 0,524 0,3-0,4 1,504
H 8 – 9 0,3933 G5 0,2157 0,35-0,45 1,49
I 12 - 10 0,3167 G6 0,5656 0,20-0,35 1,472
J 12 - 13 0,4388 G6 0,5187 0,20-0,35 1,523
K 14 - 15 0,3541 G6 0,5253 0,25-0,30 1,468
Tabel 4.32 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 57 Bus tanpa Infinite Bus
ID Sumber V (pu) P (pu)
Grid 1,0400 + 0,0000i 0,1485
G2 1,0433 - 0,0036i 0,077
G3 1,0522 - 0,0145i 0,039
G4 1,0543 - 0,0173i 0,005
G5 1,0560 - 0,0199i 0,02
G6 1,0562 - 0,0199i 0,089
G7 1,0550 - 0,0177i 0,053
69
Gambar 4.30 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa damping
Gambar 4.31 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa damping
Gambar 4.32 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa damping.
-2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8-60
-40
-20
0
20
40
60
delta [rad]
om
ega [
rad/s
]
simulation method
proposed method
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1-60
-40
-20
0
20
40
60
t [s]
om
ega [
rad]
simulation method
proposed method
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
t [s]
delta [
rad]
simulation method
proposed method
t=0.45 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.3933 (s) , keadaan kritis
t=0.45 (s) , keadaan stabil
t=0.45 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.3933 (s) , keadaan kritis
t=0.45 (s) , keadaan stabil
t=0.45 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.3933 (s) , keadaan kritis
t=0.45 (s) , keadaan stabil
70
4.2.4 Hasil Perhitungan CCT pada Sistem IEEE 16 Bus tanpa Infinite Bus
Sebelum perhitungan CCT dilakukan, nilai CUEP harus cari terlebih
dahulu. Nilai CUEP dan generator kritis pada sistem ini dapat dilihat pada Tabel
4.33. Perhitungan CCT pada sistem IEEE 16 bus menggunakan metode critical
trajectory dan metode TDS ada pada Tabel 4.34 dan 4.35. Dari kedua tabel tersebut
terlihat bahwa dari titik gangguan yang dihitung, hasil metode critical trajectory
sama dengan metode TDS. Waktu yang dibutuhkan untuk perhitungan dengan
metode critical trajectory juga lebih singkat dibandingkan dengan metode TDS.
Tabel 4.34 adalah perhitungan tanpa mempertimbangkan damper winding,
sedangkan Tabel 4.35 memperhatikan damper winding dengan koefisien sebesar 1
%. Penambahan ini akan menaikkan nilai CCT.
Gambar 4.34, 4.35 dan 4.36 menggambarkan kondisi generator saat sistem
terkena gangguan. Setiap gambar memperlihatkan keadaan saat generator stabil,
kritis, dan tidak stabil. Gambar juga memperlihatkan perbandingan antara metode
critical trajectory dan metode TDS.
G2
1
4
6
7
2
8
9
12
3
13
15
16
5 1110 14
G1G3
B
C
E
F
G
Gambar 4.33 Sistem IEEE 16 Bus tanpa Infinite Bus
71
Tabel 4.33 Nilai CUEP pada Sistem IEEE 16 Bus
Fault Open Nilai CUEP CG
Point Line G1 G2 G3
B 4-6 0,5077 2,0398 0,3558 G2
C 6-7 0,5065 2,0349 0,3548 G2
E 9-12 0,5048 2,0288 0,3553 G2
F 13-15 0,1781 0,3326 2,1028 G3
G 15-16 0,1779 0,3324 2,1007 G3
Tabel 4.34 Nilai CCT pada Sistem IEEE 16 Bus Tanpa Damping
Fault Open Proposed Method Simulation
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
B 4-6 0,2145 G2 0,1618 0,21-0,22 4,714
C 6-7 0,5515 G2 0,1257 0,50-0,60 2,966
E 9-12 0,5525 G2 0,2122 0,5-0,6 4,597
F 13-15 0,1758 G3 0,1372 0,17-0,18 3,103
G 15-16 0,2758 G3 0,177 0,25-0,28 3,074
Tabel 4.35 Nilai CCT pada Sistem IEEE 16 Bus dengan Mempertimbangkan
Damping
Fault Open Proposed Method Simulation
Point Line CCT (s) CG CPU(s) CCT (s) CPU (S)
B 4-6 0,2223 G2 0,1746 0,22-0,23 4,614
C 6-7 0,566 G2 0,2612 0,55-0,60 2,957
E 9-12 0,574 G2 0,2751 0,55-0,6 4,984
F 13-15 0,1855 G3 0,1282 0,18-0,19 3,024
G 15-16 0,2976 G3 0,1318 0,29-0,3 3,197
72
Tabel 4.36 Nilai Tegangan dan Daya pada Sistem IEEE 30 Bus Modifikasi tanpa
Infinite Bus
ID Sumber V (pu) P (pu)
G1 1,0000 + 0,0000i 0,001
G2 1,0251 + 0,0899i 0,2
G3 1,0173 + 0,0470i 0,1
Gambar 4.34 Kurva sudut daya (θ) dan kecepatan putar rotor (ω) mulai dari
keadaan stabi l sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa damping
Gambar 4.35 Kurva kecepatan putar rotor (ω) terhadap waktu (t) mulai dari
keadaan stabil sampai tidak stabil pada titik gangguan ’A’ tanpa damping
-50 -40 -30 -20 -10 0 10-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
delta [rad]
om
ega [
rad/s
]
simulation method
proposed method
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
t [s]
om
ega [
rad]
simulation method
proposed method
t=0.21 (s) , keadaan stabil
t=0.2145 (s) , keadaan kritis
t=0.22 (s) , keadaan tidak stabil
t=0.21 (s) , keadaan stabil
t=0.2145 (s) , keadaan kritis
t=0.22 (s) , keadaan tidak stabil
73
Gambar 4.36 Kurva sudut daya (θ) terhadap waktu (t) mulai dari keadaan stabil
sampai tidak stabil pada titik gangguan ’B’ tanpa damping.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-50
-40
-30
-20
-10
0
10
t [s]
delta [
rad]
simulation method
proposed method
t=0.21 (s) , keadaan stabil
t=0.2145 (s) , keadaan kritis
t=0.22 (s) , keadaan tidak stabil
74
Halaman ini sengaja dikosongkan
75
BAB 5
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan di peroleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Metode Critical Trajectory dapat digunakan untuk menentukan nilai CCT saat
terjadi gangguan pada sistem single circuit baik untuk konfigurasi loop
ataupun radial. Metode juga dapat digunakan saat sistem didukung oleh grid
maupun saat sistem dikondisikan sebagai smart grid.
2. Metode yang digunakan juga dapat menentukan nilai CCT langsung secara
tepat dengan perbandingan metode TDS. Metode Critical Trajectory juga
membutuhkan waktu perhitungan yang lebih cepat.
3. Penentuan generator kritis menggunakan metode BCU Shadowing
menyebabkan waktu perhitungan CCT lebih cepat.
4. Persamaan simultan juga dapat tercapai menggunakan end point dari BCU
Shadowing
5. Metode Critical Trajectory efektif untuk penentuan nilai CCT dengan rata –
rata error sebesar 1.496 % dari total pengujian yag telah dilakukan.
76
Halaman ini sengaja dikosongkan
77
DAFTAR PUSTAKA
[1] H. Saadat, Power System Analysis, New York: Mc Graw-Hill, Inc, 1999,
Ch.1 & 6,
[2] IEEE/CIGRE Joint Task Force on Stability Terms and Definitions,
“Definition and Classification of Power System Stability,” IEEE Transaction
on Power System, Vol. 19, No. 2, pp. 1388-1396, May 2004.
[3] T. Athay, R. Podmore, and S. Virmani, “A Practical Method for The Direct
Analysis of Transient Stability,” IEEE Transaction On Power Apparatus and
System, Vol.PAS-98, No 2, pp. 573-579, March/April 1979.
[4] G.D. Irisarri, G.C. Ejebe, J.G. Waight and W.F. Tinney, “Efficient Solution
for Equilibrium Points in Transient Energy Function Analysis,” IEEE
Transaction on Power System, Vol. 9, No. 2, pp. 693-696, May 1994
[5] H.D. Chiang, F.F. Wu and P.P. Varaiya, “Method for Direct Analysis of
Power System Transient Stability,” IEEE Transaction on Power System, Vol.
9, No. 3, pp 1194-1197, August 1994.
[6] R.T. Treinen, V. Vittal, and W. Kliemann, “An Improved Technique to
Determine the Controlling Unstable Equilibrium Point in a Power System,”
IEEE Transaction on Circuits and Systems-I: Fundamental Theory and
Applications, Vol. 43, No. 4, pp 321-322, April 1996.
[7] Y. Zou, M.H. Yin, and H.D. Chiang, “Theoretical Foundation of the
Controlling UEP Method for Direct Transient Stability Analysis of Network
– Preserving Power System Models,” IEEE Transaction On Circuit and
System-I: Fundamental Theory and Applications, Vol. 50, No. 10, pp. 1324-
1335, October 2003.
[8] N. Yorino, A. Priyadi, R.A. Mutalib, Y. Sasaki, Y. Zoka and H. Sugihara,
“A Novel Method for Direct Computation CCT for TSA Using Critical
Generator Conditions,” TENCON 2010 - 2010 IEEE Region 10 Conference,
pp. 533-538, 2010.
78
[9] N. Yorino, A. Priyadi, H. Kakui, and M. Takeshita, “A New Method for
Obtaining Critical Clearing Time for Transient Stability,” IEEE Transaction
on Power System, Vol. 25, No. 3, pp. 1620-1626, August 2010.
[10] A. Priyadi, N. Yorino, O.A. Qudsi and M. H. Purnomo, “CCT Computation
Method Based on Critical Trajectory Using Simultaneous Equation for
Transient Stability Analysis,” 6th International Conference on Information
and Electrical Engineering (ICITEE), 2014.
[11] I.B. Sulistiawati, A. Priyadi, O.A. Qudsi, A. Soeprijanto and N. Yorino,
“Critical Clearing Time Prediction within Various Loads for Transient
Stability Assessment bu Means of the Extreme Learning Machine,”
International Journal of Electrical Power & Energy Systems, Vol 77, pp 345-
352, May 2016.
[12] P. Kundur, Power System Stability and Control, New York: McGraw-Hill,
Inc, 1994, Ch. 3, pp. 128-136.
[13] J.J. Grainger and W.D. Stevenson, Jr. Power System Analysis, New York:
Mc Graw-Hill, Inc, 1994, Ch. 16, pp. 695-746.
[14] P.M. Anderson and A.A. Fouad, Power System Control and Stability, United
States: A John Wiley & Sons, Inc, 2003, Ch. 2, pp. 13-52.
[15] Stephens. Jennie C., Elizabeth J Wilson dan Tarla R. Peterson, Smart Grid
Revolution, New York : Cambridge University Press, 2015, pp 1-2
[16] Zhu,.Jizhong, Optimization of Power System Operation 2nd Edition, New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc, 2015, pp.6-7
[17] X. Fang, S. Misra, G. Xue and D. Yang, “Smart Grid – The New and
Improved Power Grid: A Survey,” IEEE Communications Surveys &
Tutorials, Vol 14, pp 1-31, September 2011.
[18] H. E. Baitie and T. Selmi, “Review of Smart Grid Systems' Requirements,”
Tenth International Conference on Ecological Vehicles and Renewable
Energies (EVER), pp 1-6, 2015.
[19] J. Liu, Y. Xiao and J. Gao, “Achieving Accountability in Smart Grid,” IEEE
Systems Journal, Vol. 8, No. 2, pp 493 – 507, June 2014.
79
[20] T. Strasser, F. Andrén, J. Kathan, C. Cecati, C. Buccella, P. Siano, P. Leitão,
G. Zhabelova, V. Vyatkin, P. Vrba and V. Marík, “A Review of
Architectures and Concepts for Intelligence in Future Electric Energy
Systems,” IEEE Transactions On Industrial Electronics, Vol. 62, No. 4, pp
2424 – 2434, April 2015.
[21] S. J. Chapman, Electrical Machinery Fundamental 4th Edition, New York:
Mc Graw-Hill, Inc, 2005, Ch 5 - 6.
[22] U. Thongkrajay, N. Poolsawat, T. Ratniyomchai and T.
Kulworawanichpong, “Alternative Newton-Raphson Power Flow
Calculation in Unbalanced Three-Phase Power Distribution Systems,” 5th
WSEAS International Conference on Applications of Electrical Engineering,
pp. 24-29, March 2006.
[23] T. Kulworawanichpong, “Simplified Newton-Raphson Power-Flow Solution
Method,” International Journal of Electrical Power and Energy System, Vol
32, pp. 551-558, November 2009.
80
Halaman ini sengaja dikosongkan
81
DAFTAR INDEX
BCU = Boundary of stability region-based Controlling Unstable
equilibrium point
CCT = Critical Clearing Time
cg = critical generator
CUEP = Controlling Unstable Equilibrium Point
SEP = Stable Equilibrium Point
TDS = Time Domain Simulation
UEP = Unstable Equilibrium Point
𝐴 = turunan fungsi 𝐺(𝑋) terhadap 𝜔
𝐴 (𝑋𝑆) = daerah kestabilan
𝜕𝐴(𝑋𝑆) = batas kestabilan
𝜕𝐴(𝑉(𝑥𝑐𝑜)) = lintasan energi
𝑏 = error
𝑐 = konstanta
∆𝑐(0) = selisih nilai konstanta dengan nilai awal fungsi
E = tegangan dalam generator
EG = tegangan dalam generator
EM = tegangan dalam motor
𝐸𝑖0 = tegangan dalam awal generator i
𝐸𝑖𝑘 = tegangan dalam generator i terhadap perpindahan waktu
𝑓 = fungsi lintasan
𝑓(𝑥(0)) = fungsi dari nilai awal dari 𝑥
𝑓𝐹(𝑥) = fungsi lintasan sebelum gangguan
𝐺(𝑋) = minimisasi persamaan simultan
𝐺𝑘 = fungsi 𝐺(𝑋) terhadap perpindahan waktu
gi = fungsi 𝐺(𝑋) generator i
g i~ = fungsi kecepatan sudut generator i terhadap perpindahan waktu
gθi = fungsi sudut rotor generator i terhadap perpindahan waktu
gPmi = fungsi daya mekanik generator i terhadap perpindahan waktu
k
k
k
82
gEi = fungsi tegangan dalam generator i terhadap perpindahan waktu
𝐽0 = matiks Jacobian awal
𝐽 = matiks Jacobian setelah penambahan pembobot
𝑘 = perpindahan terhadap waktu
N = bilangan nyata
P = daya aktif
𝑃𝑖 = daya aktif pada bus 𝑖
𝑃𝑚𝑖0 = daya awal generator i
𝑃𝑚𝑖𝑘 = daya generator i terhadap perpindahan waktu
𝑄𝑖 = daya reaktif pada bus 𝑖
𝑅 = bilangan nyata
𝑅𝑁 = bilangan nyata kelipatan N
𝑡 = waktu
𝑉𝑖 = tegangan pada bus 𝑖
𝑉𝑗 = tegangan pada bus 𝑗
𝑊𝑆(𝑋𝐶𝑂) = lintasan energi kritis
XL = reaktansi induktif saluran
XG = reaktansi indukttif generator
XM = reaktansi induktif motor
XT = reaktansi induktif total
𝑋𝑒 = exit point
𝑋1 = titik UEP
𝑋2 = titik UEP
𝑋𝑐𝑜 = titik CUEP
𝑋𝑐𝑙 = titik UEP
𝑋𝑆 = titik kestabilan setelah gangguan
𝑋𝑐𝑟 = titik kritis
𝑋𝑆𝑝𝑟𝑒
= titik kestabilan awal
𝑥0 = titik 𝑥 awal
𝑥𝑘 = titik 𝑥 terhadap perpindahan waktu
𝑥𝑘+1 = titik 𝑥 terhadap perpindahan waktu selanjutnya
k
83
𝑥1 = titik 𝑥 pertama
𝑥2 = titik 𝑥 kedua
𝑥3 = titik 𝑥 ketiga
𝑥𝑚 = titik 𝑥 ke-m (m = titik terakhir sebelum titik kritis)
𝑋𝐹 = titik saat gangguan terjadi
𝑥𝑝𝑟𝑒 = titik sebelum gangguan terjadi
𝑋(𝑡; 𝑥0) = fungsi lintasan setelah gangguan dari t sampai titik awal
𝑥(0) = nilai awal dari 𝑥
∆𝑥(0) = nilai error yang diperbolehkan
𝑥(1) = nilai 𝑥 pada iterasi pertama
𝑌𝑏𝑢𝑠 = matriks impedansi saluran
𝑌𝑖𝑖 = jumlah admitansi yang terhubung pada bus 𝑖
𝑦𝑖𝑗 = admitansi saluran antara bus 𝑖 dan 𝑗
𝑌𝑖𝑗 = negatif dari admitansi saluran antara bus 𝑖 dan 𝑗
𝑌𝑛 = admitansi bus ke 𝑛
δ = penyimpangan sudut generator
θi = sudut rotor generator i terhadap perpindahan waktu
ω = kecepatan rotor (rad/detik)
𝜔𝑘 = kecepatan rotor terhadap fungsi waktu (rad/detik)
𝜔𝑘+1 = kecepatan rotor terhadap fungsi waktu selanjutnya (rad/detik)
𝑖𝑘 = kecepatan rotor generator i (rad/detik)
𝜏 = waktu CCT
𝑥𝑢 = titik kritis
휀 = jarak antara titik pada persamaan Trapezoidal
∆휀 = batasan error
k
84
Halaman ini sengaja dikosongkan
85
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Firilia Filiana. Penulis
lahir pada tanggal 2 April 1994 di Lamongan. Penulis
mulai menempuh pendidikan formal di TK Merak
Samboja. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di
Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur sampai lulus dari
sekolah menengah atas tahun 2010. Penulis melanjutkan
pendidikan di D3 Teknik Elektro dengan bidang studi
Elektro Industri. Penulis mendapatkan gelar sarjana dari Teknik Elektro ITS pada
tahun 2015 dengan mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga.
Saat ini penulis menyelesaikan pendidikan pascasarjana di Departemen
Teknik Elektro, bidang keahlian Tenik Sistem Tenaga. Penulis mengambil
konsentrasi penelitian pada kestabilan transient sistem tenaga dan dapat dihubungi
melalui email [email protected]
86
Halaman ini sengaja dikosongkan