tesis - digilib.uin-suka.ac.iddigilib.uin-suka.ac.id/6969/1/bab i dan v.pdf · kunjungannya ke...
TRANSCRIPT
MAKNA ZIARAH DALAM PEMIKIRAN TASAWUF IBN ‘ARABI>< DAN
RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN BERAGAMA MODERN
Oleh:
Ali Usman N I M. 08.212.585
TESIS
Diajukan Kepada Program Pascasarjana
Universitas Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh
Gelar Magister Studi Islam
YOGYAKARTA 2010
v
MOTTO
“Hidup itu seperti seorang di perjalanan yang beristirahat di penginapan: ia berhenti sebentar untuk segera pergi lagi,
tubuhnya beristirahat, tetapi dengan budi ia sudah di tempat lain”. (Gregorius Agung, Moralia)
Ketika kuketuk pintu Tuhan aku menanti dengan kesabaran tidak dengan kegusaran hingga tampaklah oleh mata keagungan wajah-Nya dan datanglah sebuah panggilan padaku, bukan yang lain. Aku melingkupi Wujud dalam ilmu tiada sesuatu pun di hatiku kecuali Dia (Ibn ‘Arabi>, al-Futu>h{a>t al-Makkiyyah)
vi
PERSEMBAHAN
Karya Tulis ini Dipersembahkan Kepada: Istri: Lailiyatis Sa’adah
Orangtua: Abd. Rahiem dan Maswiyatun, Saudara-saudara: Moh. Zeinudin dan
Moh. Imamuddin Baharsyah, “Telah Kutepati Janjiku”
vii
Abstrak
Mencermati pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi>, terutama dalam konteks pengalaman-pengalaman ziarah yang ia jalankan, sungguh terdapat suatu keunikan, khas, dan tampak berbeda dibanding dengan pemikiran tasawuf sufi-sufi lain. Tokoh sufi yang dijuluki al-syaikh al-akbar itu adalah salah satu—untuk tidak mengatakan satu-satunya—seorang sufi berpengaruh yang dalam laku spiritual tasawufnya melakukan perjalanan ziarah, baik kepada guru-gurunya, ke kota suci Mekkah, Madinah, Yerusalem, hingga ziarah ke suatu tempat yang oleh kebanyakan orang (pengertian umum) lazim diidentikkan ke ‘makam’ atau ‘kuburan’ seseorang.
Ibn ‘Arabi> bukanlah tipologi seorang sufi yang cukup mengandalkan hati (al-qalb) untuk berziarah ke suatu tempat. Meskipun hati menurut kaum sufi merupakan organ tubuh yang disiapkan Allah untuk melakukan kontemplasi dan penyatuan dengan Yang Mutlak, sehingga sangat mungkin dalam melakukan ziarah ke mana pun, dapat dijangkau lewat pengalaman mistiknya, namun Ibn ‘Arabi> melampaui persepsi yang demikian. Ia justru selain memang memfungsikan “indera sufistiknya” untuk berkomunikasi langsung dengan Yang Ilahi, tapi juga melakukanya secara fisikli, yaitu menempuh perjalanan ziarah yang sangat jauh, dari waktu dan tempat berbeda.
Atas dasar itulah, penelitian ini berusaha menjawab teka-teki Ibn ‘Arabi> tentang apa sebenarnya makna ziarah baginya; mengapa ia melakukan ziarah; dan dalam konteks kehidupan beragama modern, berusaha mencari nilai relevansi pengalaman ziarah Ibn ‘Arabi> dengan zaman modern sekarang ini. Oleh karenanya, upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, sekaligus pula menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu dapat mengetahui makna ziarah dalam ajaran tasawufnya. Setelah itu, baru mencari nilai relevansinya dengan kehidupan beragama modern berdasarkan pengalaman-pengalaman ziarah menurut setidaknya tiga agama besar dunia: Kristen (Katolik), Yahudi, dan Islam.
Bagi Ibn ‘Arabi>, ziarah mempunyai fungsi yang sangat signifikan untuk meningkatkan kualitas kesufiannya. Di samping ziarah, yang memang identik dengan aktivitas berkunjung kepada seseorang yang telah meninggal atau ke tempat-tempat mulia, ia juga melakukan silaturrahmi kepada teman dan guru-gurunya. Antara ziarah dan silaturrahmi, memang terdapat perbedaan terutama bila dilihat dari objek tujuannya, tapi Ibn ‘Arabi seringkali melakukannya secara serempak atau bersamaan.
Dengan mencermati pengalaman-pengalaman ziarah Ibn ‘Arabi>, tampak adanya dua kategori ziarah yang ia lakukan, yaitu ziarah dalam arti fisik, seperti kunjungannya ke tanah suci Mekkah dan ziarah ke makam/kuburan. Sementara ziarah dalam arti non-fisik atau metafisik, ia lakukan bersama makhluk-makhluk Allah yang gaib, dan termasuk pula saat ia melakukan mi’ra>j menaiki tujuh tingkatan langit. Berdasarkan pengalaman-pengalaman inilah ziarah bagi Ibn ‘Arabi> mempunyai makna setidaknya dua hal, yakni untuk memenuhi panggilan Ilahi, yang menurut pengakuannya, ia mendapat perintah langsung dari-Nya; dan dengan berziarah, menjadikan kualitas kesufian Ibn ‘Arabi> semakin tinggi.
Pengkajian terhadap makna ziarah Ibn ‘Arabi> ini juga memberikan kesadaran bahwa aktivitas ziarah merupakan fakta dan fenomena sosial yang terjadi di semua agama. Ziarah spiritiul Ibn ‘Arabi> membangunkan kesadaran umat
viii
beragama sekarang ini, adanya ziarah yang hanya berorientasi pada bisnis dan pariwisata (tour) semata. Sementara wisata yang lebih berorientasi pada religiusitas dan spiritual, sangatlah minim terjadi.
Hasil pengkajian, sebagaimana dipaparkan di atas, tentu memerlukan ketekunan dalam melakukan analisa. Pelacakan terhadap ajaran-ajaran tasawuf Ibn ‘Arabi> yang berkenaan dengan ziarah, tidaklah mudah dilakukan. Selain karena betapa rumit memahami bahasa yang ia gunakan di beberapa karyanya, juga tidaklah sistematis dan terkesan acak di lembaran-lembaran tulisannya. Untuk mengatasi problem ini, penulis menggunakan perangkat atau unsur-unsur metode: (1) Deskripsi, yakni dengan mengutip langsung pendapat-pendapat Ibn ‘Arabi>, (2) Interpretasi, digunakan untuk menafsir makna dari pendapatnya, dan (3) Komparasi, yang penulis gunakan untuk membandingkan pendapatnya itu dengan tokoh-tokoh sufi lain.
Kemudian agar lebih jauh dalam memahami pemikirannya, penulis menggunakan pendekatan sufistik dan sosio-antropologis. Pendekatan sufistik dimaksudkan untuk menangkap secara empatik maksud dan tujuan filosofi pemikirannya tentang ziarah, yang itu merupakan bagian dari ajaran tasawufnya. Sedangkan pendekatan sosio-antropologis merupakan perangkat analisis yang digunakan penulis untuk mengurai fenomena ziarah sebagai fakta yang terjadi tidak hanya dilakukan oleh Ibn ‘Arabi>, tapi juga oleh masyarakat luas di zaman modern. Penulis sengaja memilih pendekatan sosio-antropologis, karena hasil penjelasan dalam penelitian ini tidak menginginkan suatu uraian bercorak teologis, yang cenderung larut dalam perdebatan fiqhiyah soal boleh tidaknya seseorang melakukan ziarah.
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini
berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan
0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Nama
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
ش
ص
ض
ط
ظ
Alif
ba’
ta’
sa’
jim
ha’
kha
dal
żal
ra’
zai
sin
syin
s ad
dad
ta
za
Tidak dilambangkan
b
t
s
j
h
kh
d
ż
r
z
s
sy
s
d
t
z
Tidak dilambangkan
be
te
es (dengan titik di atas)
je
ha (dengan titik di bawah)
ka dan ha
de
zet (dengan titik di atas)
er
zet
es
es dan ye
es (dengan titik di bawah)
de (dengan titik di bawah)
te (dengan titik di bawah)
zet (dengan titik di bawah)
x
ع
غ
ف
ق
ك
ل
م
ن
و
ه
ء
ي
‘ain
gain
fa
qaf
kaf
lam
mim
nun
waw
ha’
hamzah
ya
‘
g
f
q
k
l
m
n
w
h
'
y
koma terbalik
ge
ef
qi
ka
‘el
‘em
‘en
w
ha
apostrof
ye
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah ditulis Rangkap
ةددعتم
عدة
ditulis
ditulis
Muta'addidah
‘iddah
C. Ta’ marbutah di Akhir Kata ditulis h
ةمكح
ةلع
ءايلوألا ةمارك
رطفلا ةاكز
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
Hikmah
'illah
Karāmah al-auliyā'
Zakāh al-fitri
D. Vokal Pendek
__�___
لعف
fathah
ditulis
ditulis
a
fa'ala
xi
_____
ركذ
_____
بهذي
kasrah
dammah
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
i
żukira
u
yażhabu
E. Vokal Panjang
1
2
3
4
Fath ah + alif
ةيلهاج
Fath ah + ya’ mati
ىسنت
Kasrah + ya’ mati
ميرك
Dammah + wawu mati
ضورف
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ā
jāhiliyyah
ā
tansā
i
karim
ū
furūd
F. Vokal Rangkap
1
2
Fathah + ya’ mati
مكنيب
Fathah + wawu mati
لوق
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ai
bainakum
au
qaul
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata dipisahkan dengan
Apostrof
متناا
اعدت
متركش نئل
ditulis
ditulis
ditulis
a’antum
u’iddat
la’in syakartum
xii
H. Kata Sandang Alif + Lam
Diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan
huruf "al".
نارقلا
سايقلا
ءامسلا
سمشلا
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
al-Qur’ān
al-Qiyās
al-Samā’
al-Syam
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut penulisannya.
ضورفلا ىوذ
ةنسلا لها
ditulis
ditulis
żawi al-furūd
ahl al-sunnah
xiv
KATA PENGANTAR
Dengan berhasilnya merampungkan tesis ini, merupakan akhir dari cerita
pengembaraan studi S2 yang penulis tempuh secara formal di Program
Pascasajana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Terlalu banyak untuk dikata, terlalu
banyak untuk dikenang, dan terlalu banyak untuk ditulis.
Karya ini termasuk kenangan mengesankan selama masa studi. Pergulatan
batin dan pergolakan pemikiran yang penulis alami, telah tertumpahruah di dalam
karya ini, meski tak sepenuhnya maksimal. Mungkin ini adalah wujud nyata dari
sebuah slogan terkenal, “Aku menulis, maka Aku ada”.
Tentu saja, terselesaikannya skripsi ini tidak bisa menafikan orang-orang
yang secara langsung maupun tidak langsung ikut andil membantu penulis, baik
teknis mapun non-teknis. Karenanya, tidak ada kata yang pantas terucap kecuali
ucapan terima kasih penulis haturkan kepada mereka. Kepada Prof. Dr. H. Amin
Abdullah, selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, salut untuk
progresivitas pemikirannya; Ketua Prodi Agama dan Filsafat, Dr. Alim
Roswantoro, M.Ag, dan Sekretaris Prodi, Dr. Mustaqim, M.A, terima kasih atas
didikannya. Kepada pembimbing, Dr. Syaifan Nur, M.A, terima kasih atas
ketelatennya membimbing penulis, dan kesediannya bertukar pikiran dengan
memberikan kritik dan saran yang mencerahkan. Terima kasih juga kepada Prof.
Dr. H. Fauzan Naif, M.A, atas pertanyaan-pertanyaan kritisnya di ruang ujian.
Kepada keluarga atau orang tua penulis, Abd. Rahiem dan Maswiyatun,
sembah ta’dhim selalu untukmu. Terima kasih atas do’a tulusmu untuk
kesuksesanku; kepada saudara-saudaraku, Moh. Zeinudin dan Moh. Imamuddin
xv
Baharsyah, karena kalianlah penulis tetap tegar, dan bersemangat untuk terus
belajar; kepada semua teman-temanku yang tidak mungkin penulis sebut satu
persatu, kalian semua adalah penyemangatku; dan kepada istri yang selalu setia
menemani, Lailiyatis Sa’adah (dan calon anakku yang masih di kandungan),
engkau selalu ada untukku. Terima kasih atas semuanya.
Kini perasaan gelisah bercampur gundah menancap dalam benak. Seakan
berat, dan tak kuasa menahan sedih bila mengingat sejuta kenangan selama masa
studi.
Kepada Tuhan-lah segalanya berserah diri.
Yogyakarta, 27 Agustus 2010
Ali Usman
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... i
NOTA DINAS PEMBIMBING .................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI ................................................................. iv
MOTTO ......................................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
TRANSLITERASI ........................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... xiii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................ 7
D. Kajian Pustaka ............................................................................................ 7
E. Kerangka Teori ............................................................................................ 14
F. Metode Penelitian ....................................................................................... 18
1. Sumber Data .......................................................................................... 19
2. Metode Analisis Data ............................................................................ 19
3. Pendekatan ............................................................................................. 20
G. Sistematika Pembahasan ............................................................................ 21
xvii
BAB II: BIOGRAFI IBN ‘ARABI<
A. Perjalanan Karir Intelektual Ibn ‘Arabi> ...................................................... 24
B. Karya-karyanya ........................................................................................... 35
C. Pengaruh Pemikirannya ............................................................................... 45
BAB III: PENGALAMAN ZIARAH SPIRITUAL DALAM KERANGKA
PEMIKIRAN TASAWUF IBN ‘ARABI<
A. Interpretasi Terhadap Pengalaman Ziarah Ibn ‘Arabi> ................................. 50
A.1. Pengertian Mendasar antara Ziarah Religius dan Non-Religius ........ 50
A.2. Memadukan Fungsi Ziarah dan Silaturrahmi ...................................... 53
B. Jejak Rekam Ziarah Ibn ‘Arabi> .................................................................. 59
B.1. Ziarah dalam Arti Perjalanan Fisik ...................................................... 59
a. Ziarah ke Kota Suci Mekkah .......................................................... 59
b. Pengalaman Ziarah Kubur .............................................................. 69
B.2. Ziarah dalam Arti Perjalanan Metafisik .............................................. 72
a. Ziarah Bersama Makhluk Allah yang Gaib .................................... 72
b. Ziarah ke Hadapan Ilahi: Pengalaman Mi’ra>j ................................. 77
C. Makna Ziarah Bagi Ibn ‘Arabi> ................................................................... 84
B.1. Memenuhi Panggian Ilahi .................................................................... 84
B.2. Menutup Kewalian Muhammad .......................................................... 88
BAB IV: RELEVANSI PENGALAMAN ZIARAH IBN ‘ARABI< DENGAN
KEHIDUPAN BERAGAMA MODERN
A. Ziarah dalam Lintasan Sejarah Pengalaman Agama-agama ....................... 99
A.1. Pengalaman Kristen ............................................................................ 101
A.2. Pengalaman Yahudi ............................................................................ 107
A.3. Pengalaman Islam ............................................................................... 111
B. Ziarah antara Panggilan Spiritual dan Wisata ............................................. 122
xviii
BAB V: PENUTUP ........................................................................................ 110
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 132
BIODATA PENULIS ...................................................................................... 137
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ziarah adalah aktivitas mengunjungi suatu tempat yang oleh pandangan
umum masyarakat (peziarah) biasanya diyakini mengandung unsur-unsur
keramat, sacral, dan suci.1 Secara leksikal bahasa, kata ziarah diserap dari bahasa
Arab ziya>rah, yang berarti ‘berkunjung atau mengunjungi sesuatu’,2 atau dapat
pula bermakna ‘datang dengan maksud untuk bertemu’.3
Di Eropa, para peziarah disebut “Pilgrim” dalam bahasa Inggris, “Pilger”
dalam bahasa Jerman dan “Pelerin” dalam bahasa Perancis. Semua kata ini berasal
dari bahasa Latin; peregrinus, artinya orang yang kris-kras, silang-menyilang
melintasi ladang dan daerah.4 Dalam pemahaman masyarakat, secara teknis, kata
ziarah ini menunjuk pada aktivitas mengunjungi tempat atau lebih tepatnya
makam tertentu, seperti makam nabi, wali, pahlawan, kerabat keluarga, dan lain-
lain. Di kalangan penganut agama Nasrani, ziarah bermakna kunjungan dari
rumah ke rumah.5
Namun yang pasti, sebagian besar umat beragama di dunia menjalankan
praktik ziarah sebagai bagian dari ungkapan rasa keberagamaan di samping ritus-
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1988), hlm. 1.018. 2 Lihat Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus al-‘Asri, (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, Cet. VIII, tt), hlm. 1028. 3 Louis Ma’luf al-Yassu’i dan Fr. Bernard Tottel al-Yassu’I, Kamus al-Munjid, (Beirut: Dar
El-Machreq Sarl Publishers, 1997), hlm. 310. 4 Lihat Bernhard Kieser, “Berjiwa Ziarah Asli”, dalam Majalah Basis, No. 09-10 Tahun ke-
56, September-Oktober 2007, hlm. 11. 5 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus al-‘Asri…, hlm. 1028.
2
ritus keagamaan yang ada. Para pemeluk agama Buddha, misalnya, meyakini
kesucian tempat kelahiran Sang Buddha di Kapilavastu, tempat Sang Buddha
mencapai pencerahan rohani di Bodh Gaya, tempat Sang Buddha untuk kali
pertama menyampaikan ajaran di Benares, dan tempat Sang Buddha mencapai
Parinirwana di Kusinagara. Di keempat tempat yang dianggap suci itulah umat
Buddha melakukan ziarah.6
Di kalangan umat Katolik, ziarah dilakukan dengan mengunjungi tempat-
tempat suci seperti kelahiran Yesus di Nazaret, Taman Getzemani, Bukit Golgota,
Basilika Santo Petrus, Lourdes, Taizé, Gua Maria di Pohsarang, Kediri dan
Sendangsono. Umat Yahudi atau Yudaisme berziarah ke Yerusalem, sedangkan
umat Islam berziarah ke Mekkah.7 Umat Hindu konon paling banyak memiliki
tempat ziarah, misalnya Allahabad Arunachala, Ayodhya, Chidambaram,
Dakshineshwar, Dharmasthala, Dwarka, Gaya, Guruvayoor, dan Hampi; umat
Bahai berziarah ke Haika. Di Kyoto, Jepang, umat Shinto berziarah ke kuil-kuil
dan doa dipanjatkan dengan menuliskan keinginan yang ingin dikabulkan.
Di luar ziarah keagamaan, ziarah juga dilakukan di tempat orang bersejarah
lahir atau disemayamkan. Mausoleum Lenin di Lapangan Merah Moskow sangat
populer dikunjungi, tidak hanya oleh komunis tetapi juga turis dari manca negara.
Demikian pula dengan makam Mao di Lapangan Tiananmen, Cina ramai
dikunjungi turis manca negara. Di Indonesia, makam Bung Karno memiliki
6 Agus Sunyoto, “Ziarah dalam Sufisme Jawa”, dalam Majalah Basis, No. 09-10 Tahun
ke-56, September-Oktober 2007, hlm. 27. 7 Ziarah ke Mekkah dalam tradisi Islam, merupakan rukun iman kelima, yang diatur
secara normatif-teologis—atau yang biasa dikenal dengan istilah “menunaikan haji”.
3
pesona untuk masyarakat Indonesia berziarah; begitu juga dengan makam raja-
raja di Imogiri dan Wali Sanga.8
Dalam agama Islam, ziarah yang berarti mengunjungi pemakaman dapat
dilacak awal mulanya dalam doktrin hadis Nabi, yang menganjurkan umat muslim
untuk berziarah kubur. Oleh Nabi Muhammad, dikatakan dalam hadis itu, tradisi
ziarah kubur mula-mula dilarang karena ia khawatir akan terjadi syirik
(menduakan atau menyekutukan Tuhan). Namun larangan itu berubah statusnya
menjadi anjuran (sunnah), yang bertujuan agar setiap manusia mengingat mati,
sadar diri siapakah kita dan untuk apa hidup di dunia, yang dengannya diharapkan
semakin meningkatkan ibadah kepada Sang Khalik.
Legalitas ziarah dengan maksud tersebut dapat dicermati dari hadis S{ah{i>h{
riwayat Muslim, al-Tirmid{i>, Abu> Da>wu>d dan Ibn Ma>jah. Hadis riwayat Muslim
menyebutkan bahwa Rasulullah bersabda: “Aku (dulu) melarang ziarah kubur,
(sekarang) berziarahlah kalian. Riwayat al-Tirmid{i> menyatakan, “Aku (dulu)
melarang kalian ziarah kubur, dan Muhammad sudah diizinkan menziarahi kubur
ibunya, maka berziarahlah kalian, karena hal tersebut dapat mengingatkan pada
akhirat”. Sedangkan hadis riwayat Abu> Da>wu>d dan Ibn Ma>jah lebih lugas lagi
karena diterangkan bahwa berziarah pada makam orang-orang non muslim juga
diperbolehkan, untuk mengingat orang-orang yang menolak panggilan iman.9
Namun demikian, ziarah sebagai kunjungan ke makam-makam atau ke
tempat-tempat suci—seperti yang terkait dengan para wali—sempat memperoleh
8 Etty Indriati, “Nyekar dan Refleksi Siklus Hayati”, dalam Majalah Basis, No. 09-10 Tahun ke-56, September-Oktober 2007, hlm. 42.
9 Dengan berziarah, setidaknya mengingatkan pada dua hal, yakni kehidupan orang yang diziarahi, dan akibat dari perbuatan yang dilakukan di hari kemudian. Lihat Purwadi, dkk, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual, (Jakarta: Kompas, 2006), hlm. 3.
4
kritik, dan bahkan kecaman dari beberapa pemikir muslim atau ulama. Suara
paling keras dan tajam berasal dari para pengikut Hanbali>. Ibn ‘A<qil (w. 1119),
Ibn Taymiyyah (w.1328), dan Ibn Qoyim al-Jawziyah (w.1350) adalah beberapa
nama yang dapat disebut. Reaksi para pengikut Wahhabi tak kalah kerasnya.
Ketika pasukan tentara di bawah pimpinan putra-putra Muh{ammad bin ‘Abd al-
Wahha>b (w. 1791) dan Muh{ammad bin Su’ud (w.1765), berhasil menguasai
Mekkah dan Madinah serta daerah sekelilingnya, mereka lalu menghancurkan
makam serta segala peninggalan keluarga nabi. Mereka menolak segala bentuk
ziarah dan tindakan ritual yang brhubungan dengannya, karena di mata kelompok
Wahhabi itu, semuanya dapat membawa pada upaya penyekutan (syirk) dan
bid’ah.
Kritik keras beserta kecaman yang dilakukan kelompok Wahhabi tersebut
dalam perjalanannya, bahkan hingga saat sekarang, mendapat reaksi beragam dari
sejumlah kalangan yang pendapat-pendapatnya berseberangan dengan pengikut
Muh{ammad bin ‘Abd al-Wahha>b. Bagi mereka yang keberatan dan tidak setuju
dengan sikap keras kelompok Wahhabi berpendapat, bahwa ziarah sesungguhnya
jauh dari perbuatan syirk dan bid’ah. Sebaliknya, dengan ziarah, merupakan
amaliah yang dengannya seseorang—meminjam pendapat Agus Sunyoto—
mengandung makna rohaniah (untuk) mengingat kembali, memperkuat keyakinan,
menyadari kefanaan hidup di dunia, dan memperoleh berkah keselamatan.10
Bagi masyarakat yang menganut Islam tradisional, fatwa-fatwa kaum
Wahhabi yang melarang ziarah kubur dianggapnya angin berlalu. Banyak di
10 Agus Sunyoto, “Ziarah dalam Sufisme Jawa”…, hlm. 27.
5
antara mereka dengan sangat khusyu’ tetap menjalankan ritual ziarah ke makam-
makam yang dianggap “keramat”, sebagai media untuk mendekatkan diri kepada
Sang Pencipta. Bahkan ada kalanya, tradisi ziarah ke tempat-tempat suci, tidak
lagi sebagai ritual temporal pada waktu-waktu tertentu saja, tapi lebih dari itu,
sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kesehariannya untuk beribadah dan
mengabdi kepada Allah Swt. Sang Pencipta.
Di antara salah seorang yang secara konsisten menjalankan laku ziarah ini
adalah tokoh sufi kenamaan asal Andalusia bernama Ibn ‘Arabi>. Ketokohannya
sebagai guru sufi yang bergelar syaikh al-akbar (guru agung) dibangun atas dasar
spiritualitas yang sangat tinggi dan mengagumkan. Ibn ‘Arabi> merupakan
peziarah yang ulung. Menurut Bagus Laksana, ia gemar melakukan khalwat di
kuburan-kuburan dan perjalanan ziarah dalam proses laku spiritualnya, di mana
dia juga sering mendapatkan pengalaman rohani istimewa, yakni berkomunikasi
intensif dengan orang-orang suci sufi yang telah meninggal.11
Karena itu, dapatlah dimengerti bahwa ketokohan Ibn ‘Arabi> hingga
mendapat gelar syaikh al-akbar dilandasi oleh laku spiritual ziarahnya. Sebab,
lebih dari separuh hidupnya, Ibn ‘Arabi> melakukan perjalanan ziarah menyusuri
jalan dan tempat-tempat suci. Perjalanan ziarahnya itu tidak hanya karena
panggilan rohani, tapi juga dengan ziarah, dapat menginspirasi dirinya untuk
menulis ragam topik keagamaan, yang ia kemukakan dalam banyak karyanya,
seperti al-Futu>h{a>t al-Makkiyah yang ditulis semasa berada di Mekkah.
11 Bagus Laksana, “Ziarah Kasiyo Sarkub”, dalam Majalah Basis, No. 09-10 Tahun ke-
56, September-Oktober 2007, hlm. 16.
6
Sebagaimana yang akan ditunjukkan nanti, Ibn ‘Arabi> tidak hanya
melakukan laku ziarah begitu saja tanpa makna dan alasan-alasan tertentu. Lewat
karya-karyanya yang ia tulis sendiri, Ibn ‘Arabi> mengemukakan sejumlah
argumen dan detail jawaban tentang mengapa ziarah itu ia lakukan. Bagi Ibn
‘Arabi>, ziarah adalah laku spiritual yang mesti dilakukan oleh mereka yang ingin
mengecap indahnya kebersamaan dengan Allah. Ziarah dapat memediasi seorang
hamba untuk melakukan kontak hubungan yang sangat dekat dan intim dengan
Sang Khalik.
Ibn ‘Arabi> tidak membatasi diri pada ziarah ke makam-makam, tapi secara
lebih luas ia melakukan ziarah kepada sejumlah tempat, orang-orang tertentu yang
diyakini sebagai wali dan mempunyai kara>mah, dan bahkan ke makhluk gaib
seperti jin, malaikat hingga Dzat Tuhan ‘Azza Wajalla. Oleh sebagian orang,
pengalaman-pengalaman spiritual semacam ini dikesankan tampak mustahil untuk
dinalar dan dianggap tidak mungkin terjadi. Namun pada diri Ibn ‘Arabi>, kesan-
kesan mustahil itu tidaklah berlaku.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini diwujudkan dalam pertanyaan-
pertanyaan berikut ini:
1. Apa makna ziarah dalam tasawuf Ibn ‘Arabi>?
2. Mengapa Ibn ‘Arabi> melakukan ziarah?
3. Bagaimanakah relevansi tradisi ziarah dalam tasawuf Ibn ‘Arabi> dengan
kehidupan beragama modern?
7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
a. Tujuan
1. Mengetahui makna ziarah dalam tradisi sufisme, dan secara khusus pada
ajaran tasawuf Ibn ‘Arabi>
2. Mengetahui maksud dan tujuan Ibn ‘Arabi> dalam melakukan ziarah
3. Memahamai relevansi laku ziarah yang dipraktikkan Ibn ‘Arabi> dengan
realitas kehidupan beragama modern
b. Kegunaan
1. Memberikan kontribusi pemikiran terhadap perkembangan studi tasawuf
Ibn ‘Arabi>
2. Mengetahui makna dan alasan-alasan seorang sufi melakukan ziarah
dalam praktik tasawufnya
3. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perilaku keberagamaan
masyarakat yang menjalankan laku ziarah di zaman modern sekarang ini
D. Kajian Pustaka
Studi atau kajian tentang makna ziarah dalam tradisi sufisme, atau yang
secara khusus ziarah dalam pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi> tidaklah banyak
dilakukan. Penelitian-penelitian yang sudah ada tentang ‘ziarah’, umumnya
berbicara pada tiga hal, yaitu ulasan tentang ziarah secara general; pembahasan
8
yang difokuskan pada wali dan tempat-tempat suci seperti makam yang menjadi
objek ziarah; dan kalau pun ada yang membahas tentang ziarah Ibn ‘Arabi>
biasanya hanya menjelaskan perjalanan hidupnya dari waktu ke waktu yang
merupakan biografi hidup sang syaikh.
Sementara argumen-argumen yang menjelaskan mengapa Ibn ‘Arabi>
melakukan ziarah dalam tasawufnya tidaklah banyak diungkap oleh peneliti-
peneliti sebelumnya. Apalagi, upaya untuk mencari relevansi pemikirannya
tentang ziarah yang ia lakukan terhadap situasi kehidupan modern juga sangat
jarang ditemukan di kepustakaan. Tetapi sebagai sebuah perbandingan dan
sumber sekunder dari penulisan penelitian ini, berikut beberapa tulisan yang
terkait dengan ziarah.
Ja’far Subhani menulis buku Tawassul, Tabarruk, Ziarah Kubur, Karamah
Wali, Termasuk Ajaran Islam: Kritik atas Faham Wahhabi,12 yang di dalamnya
melakukan kritik balik kepada kelompok dan pengikut Wahhabi pandangannya
yang membid’ahkan ziarah kubur, tawassul, tabarruk dan karomah wali.
Sayangnya, buku yang diterjemahkan dari bahasa Arab Wahhabiyyah fi> al-Mi>za>n
itu tidak membahas pandangan-pandangan dan laku ziarah yang dijalnakan oleh
Ibn ‘Arabi. Tetapi, buku ini sangat berarti untuk membangun argumen terhadap
penolakan laku ziarah oleh kelompok tertentu, dan termasuk pula dalam penulisan
penelitian ini.
12 Ja’far Subhani, Tawassul, Tabarruk, Ziarah Kubur, karamah Wali, Termasuk Ajaran
islam: Kritik atas Faham Wahhabi. (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1989).
9
Hasil kajian Purwadi, dkk. yang dibukukan berjudul Jejak Para Wali dan
Ziarah Spiritual13 menjelaskan laku ziarah masyarakat Indonesia terhadap
makam-makam para wali (Sunan) yang tersebar di banyak daerah. Pembahasan
yang menyangkut perihal apa arti dan maksud ziarah dikemukakan dalam bab
awal. Tapi di bab-bab berikutnya, Purwadi, dkk. memfokuskan pada ketokohan
dan khrismatik para wali, seperti Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan
Bonang, Sunan Kalijaga, dan lain sebagainya.
Buku-buku lain tentang ziarah dalam arti perjalanan atau semacam catatan
perjalalan ditulis oleh penulis dan pemikir kenamaan A. Sudiarja berjudul
Perjalanan Ziarah: Sebuah Permenungan.14 Dalam buku ini, A. Sudiarja menulis
catatan-catatan permenungannya selama ia berkeliling ke kota-kota di Eropa,
seperti Roma dan Italia. A. Sudiarja mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang
itu erat kaitannya dengan religiusitas dalam tradisi agama Kristen.
Dalam Islam, catatan ziarah suatu perjalanan juga pernah dilakukan oleh
ulama kharismatik Hamka, yang menulis buku Di Bawah Lindungan Ka’bah.15
Dalam buku ini, Hamka menguraikan kisah dramatis pertemuannya dengan
seorang peziarah bernama Hamid, yang melakukan perjalanan jauh dari bumi
Sumatera menuju ke beberapa negara, dan pada akhirnya bermukim di Mekkah.
Sedikit berbeda dengan A. Sudiarja dan Hamka, Nurcholis Madjid pernah
menulis buku Perjalanan Religius ‘Umrah dan Haji.16 Dalam buku ini,
cendekiawan muslim Nurcholis Madjid atau yang biasa dipanggil Cak Nur itu
13 Purwadi, dkk, Jejak Para Wali… 14 A. Sudiarja, Perjalanan Ziarah: Sebuah Permenungan, (Yogyakarta: Kanisius, 1994). 15 Hamka, Di Bawah Lindungan Ka’bah, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 31, 2009). 16 Nurcholis Madjid, Perjalanan Religius: ‘Umrah dan Haji, (Jakarta: Paramadina, Cet.
II, 2000).
10
menjelaskan tema-tema menarik tentang pengalaman-pengalaman ziarahnya lewat
perjalanan religius ke beberapa tempat sewaktu ia (mungkin) menunaikan ibadah
haji. Uraiannya tentang Yerusalem dan Mekkah, ziarah ke makam Rasulullah, dan
lain-lain, sangat relevan untuk dirujuk dalam penelitian ini—meskipun juga tidak
secara spesifik berbicara tentang ziarah dalam tradisi sufi, atau pengamalan
tasawuf Ibn ‘Arabi>.
Dalam buku Claude Addas Ibn ‘Arabi> ou La quete du Soufre, yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Mencari Belerang Merah:
Kisah Hidup Ibn ‘Arabi> 17 menunjukkan bahwa Ibn ‘Arabi> sebagai peziarah yang
sangat bersemangat. Penulisan biografi Ibn ‘Arabi> ini sangatlah kritis dan
komprehensif. Di dalamnya, sangat tampak Ibn ‘Arabi> menjalani ziarah-ziarah ke
banyak tempat suci, dan termasuk pula kepada guru-gurunya. Hanya saja, Claude
Addas mendeskripsikan perjalanan ziarahnya Ibn ‘Arabi> dalam suatu setting
historisnya, dan tidak melakukan analisis secara sistematis mengapa Ibn ‘Arabi>
melakukan hal itu. Namun tidak dapat dipungkiri, kalau kehadiran penelitian atau
buku Claude addas itu sangatlah berarti untuk penulisan penelitian ini.
Buku lain yang mengkaji pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi> dan mendapat
respons positif serta seringkali dirujuk oleh peneliti-peneliti lain adalah karya
William Chittick The Sufi Path of Knowledge: Ibn ‘Arabi>’s Metaphysics of
Imagination;18 Henry Corbin Creative Imagination in the Sufism of Ibn ‘Arabi;19
17 Claude Addas, Mencari Belerang Merah, Kisah Hidup Ibn ‘Arabi>, terj. Zaimul Am,
(Jakarta: Serambi, 2004). 18 William Chittick, The Sufi Path of Knowledge: Ibn al-‘Arabi>’s Metaphisycs of
Imagination, (New York: State University of New York Press, 1989). 19 Henry Corbin, Creative Imagination in the Sufism of Ibn ‘Arabi>, terj. Ralph Manheim,
(New Jersey: Princeton, 1969).
11
A.E. Afifi A Mystical Philosophy of Muhyidin Ibn ‘Arabi>;20 dan Seyyed Hossein
Nasr, Three Muslim Sages: Avicenna, Suhrawardi, Ibn ‘Arabi>;21 Stephen
Hirtenstein, The Unlimited Mercifier: The Spiritual Life and Thought of Ibn
‘Arabi>.22
Kelima peneliti itu mempunyai spesikasi dan fokus penelitian yang berbeda.
William Chittick mengklasifikasi secara tematik dari berbagai persoalan yang
dibahas oleh Ibn ‘Arabi>, terutama di dalam karya magnum opus-nya, al-Futu>h{a>t
al-Makkiyah; Henry Corbin mengkaji persoalan peran imajinasi dalam tasawuf
Ibn ‘Arabi>; A.E. Afifi mengambil langkah serupa dengan Chittick, tetapi
spesifikasinya yang berbeda, yaitu mengkaji dimensi-dimensi epistemologi,
ontologi, dan aksiologi atas pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi>; Seyyed Hossein Nasr
lebih pada ekspolarasi biografi dan beberapa bagian ajaran-ajaran tasawufnya.
Kesemuanya itu tentu saja sangat diperlukan untuk membantu dalam
melakukan analisis persoalan pada penelitian ini; dan tulisan Stephen Hirtenstein
sejalan dengan Claude Addas, yaitu mengeksplorasi ajaran dan perjalanan
kehidupan Ibn ‘Arabi>. Pada tulisan kedua pengkaji tersebut (Stephen maupun
Addas) saling melengkapi satu sama lain, dan karenanya sangat penting dalam
melakukan analisis di penelitian ini.
Di Indonesia, kajian yang cukup komprehensif terhadap salah satu pokok
pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi> adalah dilakukan Kautsar Azhari Noer berjudul Ibn
20 A. E Afifi, Filsafat Mistis Ibn ‘Arabi>, terj. Sjahrir Mawi dan Nandi Rahman, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1989). 21 Seyyed Hossein Nasr, Three Muslim Sages: Avicenna, Suhrawardi, Ibn ‘Arabi>,
(Cambridge: Harvard University Press, 1969). 22 Stephen Hirtenstein, Dari Keragaman ke Kesatuan Wujud, Ajaran dan Kehidupan
Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi>, terj. Tri Wibowo Budi Santoso, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001).
12
‘Arabi>: Wah{dat al-Wuju>d dalam Perdebatan.23 Buku yang pada mulanya hasil
disertasi penulisnya ini merupakan satu-satunya karya tulis tentang konsep
wah{dat al-wuju>d yang ada di Indonesia. Laku spiritual ziarah Ibn ‘Arabi> dapat
ditinjau dalam kerangka wah{dat al-wuju>d-nya, sehingga buku ini tentu sangat
diperlukan untuk kepentingan analisis persoalan yang dikaji.
Henri Chambert-Loir dan Claude Guillot dalam bukunya, Le culte des saints
dans le monde musulman, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
Ziarah dan Wali di Dunia Islam,24 memberikan sumbangsih pemikiran yang
sangat baik untuk kajian-kajian ziarah dalam dunia Islam. Dalam buku ini tampak
layaknya ensiklopedi ziarah ke makam-makam wali di seluruh dunia, dan di
dalamnya juga, antropolog Perancis itu memasukkan salah satu situs makam di
Indonesia ke dalam peta ziarah dan wali di dunia Islam. Fokus tulisan dalam
penelitian ini lebih mengarah pada pengertian ziarah sebagai aktivitas kunjungan
ke makam-makam wali.
Sukidi menulis buku New Age: Wisata Spiritual Lintas Agama,25 yang di
dalamnya menjelaskan tentang fenomena-fenomena model keberagamaan
sebagain masyarakat modern di luar batas-batas “agama formal”. Buku ini dapat
dijadikan rujukan dan pisau analisis untuk melihat lebih jauh tentang fenomena
ziarah yang ada di semua gama-agama dunia. Boleh jadi, fenomena ziarah
tersebut dapat dikategorikan sebagai new age, meskipun masih perlu diteliti lebih
lanjut.
23 Kautsar Azhari Noer, Ibn al-‘Arabi>: Wah{dat al-Wuju>d dalam Perdebatan, (Jakarta: Paramadina, 1995).
24 Henri Chambert-Loir dan Claude Guillot, Ziarah dan Wali di Dunia Islam, terj. Jean Couteau, (Jakarta: Serambi, 2007).
25 Sukidi, New Age: Wisata Spiritual Lintas Agama, (Jakarta: Gramedia, 2001).
13
Sebagai perbandingan dan pengalaman ziarah lintas agama, majalah Basis
edisi September-Oktober 2007 mengangkat tema tentang ziarah.26 Dua tulisan di
dalamnya, berbicara ziarah perspektif sufisme Islam, yaitu tulisan Heru Prakoso,
Jiwa yang Gelisah (Ziarah: Pengenangan dan Permenungan), dan tulisan Agus
Sunyoto, Ziarah dalam Sufisme Jawa. Tulisan-tulisan yang lain berdasarkan
agama Kristen, dan sedikit juga disinggung tentang pengalaman ziarah agama
Yahudi, yaitu tulisan Paul Budi Kleden, Pembelajaran Solidaritas Lewat Ziarah.
Penggambatran fenomena ziarah secara umum ditulis oleh Tom Jacobs, Paradoks
Manusia Peziarah; Berhard Kieser, Berjiwa Ziarah Asli; Bagus Laksana, Ziarah
Kasiyo Sarkub; Etty Indriati, Nyekar dan Refleksi Siklus Hayati.
Sementara studi terhadap pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi> yang lain juga
banyak ditulis oleh para mahasiswa di lingkungan kampus, baik dalam bentuk
skripsi, tesis, dan bahkan disertasi. Tetapi sebagai sebuah catatan, meskipun
kajian terhadap syaikh akbar tersebut banyak dilakukan oleh mahasiswa UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, tidak satu pun ditemukan penelitian yang membahas
tentang tradisi ziarah yang dilakukan oleh Ibn ‘Arabi>. Oleh karenanya, penelitian
tentang makna ziarah dalam pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi> ini diharapkan sebagai
langkah awal untuk menambah khazanah keilmuan, terutama dalam kajian
sufisme Islam.
26 Majalah Basis, Edisi Ziarah, No. 09-10 Tahun ke-56, September-Oktober 2007.
14
E. Keragka Teori
Dalam studi-studi akademis, baik antropologi, teologi, sosiologi agama, dan
sejarah agama-agama (history of religious), fenomena ziarah hampir selalu
dimasukkan ke dalam kategori “agama kerakyatan” (popular religion). Terutama
di masa lalu, kategorisasi ini seringkali mempunyai konotasi negatif karena agama
“kerakyatan” dimengerti sebagai praktik agama yang terlampau sederhana dan
sinkretis sehingga menyimpang dari ajaran resmi agama.27
Dalam Islam, praktik-praktik keagamaan, seperti ziarah yang dijalankan
oleh kelompok “agama kerakyatan” atau “agama tardisional” ditentang keras oleh
gerakan pembaharu berideologi Wahhabi yang mempunyai ambisi besar untuk
menghapus amalan-amalan yang menurut mereka dianggap bid’ah atau
menyimpang dari “agama asli”. Kelompok penentang ini umumnya dikenal nama
Ibn Taymiyyah, seorang ulama yang menganut madzhab Hanbali. Menariknya,
pandangan-pandangannya tersebut masih berpengaruh kuat hingga zaman modern
sekarang ini.
Sementara dalam tradisi teologi Katolik, “agama rakyat” juga sempat
dicurigai oleh para teolog pembebasan di Amerika Latin, seperti Juan Luis
Segundo atau Enrique Dussel, tetapi karena alas an yang bertolak belakang:
“agama rakyat” dianggap stagnan, alienatif, tradisionalis dan kurang revolusioner,
bahkan anti-perubahan. Dalam perspektif ini, “agama rakyat” seringkali
diperlawankan dengan agama murni kaum elite, yakni agama para ulama, ahli
teologi atau petinggi agama lainnya yang mengklaim diri menguasai tradisi agama
27 Ibid.
15
yang benar. Maka kalau melihat sejarah yang lebih panjang, jelaslah bahwa
anggapan seperti ini agak naif, karena banyak tokoh-tokoh agama yang telah
berperan besar dalam tradisi agamanya masing-masing menimba pengalaman
rohani formatif yang kaya dari praktik kerakyatan ini.28
Ziarah merupakan salah satu media untuk mencapai pengalaman rohani
tersebut. Pengalaman ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas keimanan
seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Sang Khaliq (taqarrub ila Allah).
Ziarah tidaklah identik dengan wisata seperti yang terjadi di zaman modern
sekarang ini, yang tampak lebih mengedepankan kesenangan duniawi daripada
ukhrawi>. Hal ini bertolak belakang dengan sejarah ziarah itu sendiri, yang
sesungguhnya mempunyai unsur-unsur religius, sakral, dan bahkan magis.
Ziarah juga tidak sama dengan nyekar yang menjadi tradisi orang Jawa di
makam-makam leluhur. Apalagi bila ziarah itu disandingkan dengan kata wali,
maka pastilah menyandang muatan lain. Bagi orang awam, muatan lain itu
mungkin “hanya” sekadar ngalap berkah, menadah barakah dari wali yang
diziarahi. Padahal ziarah ke makam-makam para wali bisa lebih dari itu,
tergantung tingkat kesadaran yang berziarah dan pengenalannya terhadap sang
wali yang diziarahi.29
Hal tersebut membuktikan, bahwa dalam catatan sejarah atau juga cerita-
cerita masyarakat yang bercorak local history, seringkali menyebut tokoh-tokoh
yang makamnya ramai diziarahi adalah seorang wali, atau juga seorang ulama
yang besar pengaruhnya dalam penyebaran Islam pada masa tertentu. Tidak jarang
28 Ibid. 29 A. Mustofa Bisri, “Ziarah Spiritual Menengok Jejak Para Wali”, dalam Epilog,
Purwadi, dkk, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual, (Jakarta: Kompas, 2006), hlm. 212.
16
juga tokoh tersebut adalah orang yang berkuasa, atau berpengaruh secara politik
pada masa lalu, atau setidak-tidaknya keturunan seorang penguasa.
Dalam sosiologi agama, memang dikenal adanya orang-orang suci,30 dan di
Islam, orang-orang suci itu, dikenal dalam konsep misalnya nabi, wali, dan
ulama.31 Ibn ‘Arabi>-lah yang menyusun suatu sintesis yang dikatakan tuntas
mengenai “kewalian”. Ajarannya sering terlampau disederhanakan, kadang-
kadang bahkan diputarbalikkan, namun dialah yang menelusuri pokok
permasalahan, mendefinisikan konsep-konsep dasar dan menetapkan peristilahan
hagiologis yang kemudian dipakai di seluruh dunia Islam hingga saat ini.32
Singkatnya, orang-orang dianggap suci sampai pada tataran nabi, karena
pada masanya dia adalah tokoh yang menyebarkan ajaran agama dengan
menggunakan kitab suci yang diyakini bersumber langsung dari Tuhan. Orang
suci pada tingkat nabi, diyakini memiliki kemampuan lebih yang bersifat
adikodrati, memiliki mukjizat-mukjizat tertentu sebagai bekal dari Tuhan dalam
rangka menyebarkan ajaran agama Tuhan. Selain itu, legitimasinya berasal dari
Tuhan langsung karena keberadaan nabi adalah mutlak dipilih oleh Tuhan.
Begitulah peran seorang wali atau tokoh-tokoh ulama besar yang
berpengaruh dan tersohor di zamannya, memang mempunyai posisi sentral dalam
setiap aktivitas ziarah. Hal ini biasanya terkait dengan keyakinan dari para
peziarah, bahwa wali (waliyullah) adalah “orang suci”. Karena sebagai “orang
30 Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama: Suatu Pengantar Awal, terj. (Jakarta: Rajawali
Press, Cet. 7, 1996), hlm, 13-19; 35-44. 31 Bryan S. Turner, Sosiologi Islam: Suatu Telaah Analitis atas Tesa Sosiologi Weber,
terj. (Jakarta: Rajawali Press, cet. 4, 1994), hlm. 107-136. 32 Lihat Michel Chodkiewicz, “Konsep Kesucian dan Wali dalam Islam”, dalam Henri
Chambert-Loir dan Claude Guillot (peny.), Ziarah dan Wali di Dunia Islam, terj. Jean Couteau, (Jakarta: Serambi, 2007), hlm. 25.
17
suci”, segala tingkah laku lisan maupun perbuatannya, diyakini terjaga dari
amalan-amalan yang dilarang oleh-Nya.
Al-Qut{ub Abu> al-‘Abba>s al-Mursi>, menegaskan dalam kitab yang ditulis
oleh muridnya, Lat{a>if al-Mina>n, karya Ibn ‘At{a>illa>h al-Sakandari>, bahwa
waliyullah itu diliputi oleh ilmu dan makrifat-makrifat, sedangkan wilayah
hakikat senantiasa disaksikan oleh mata hatinya, sehingga ketika ia memberikan
nasihat seakan-akan apa yang dikatakan seperti identik dengan izin Allah. Dan
harus dipahami, bagi siapa yang diizinkan Allah untuk meraih ibarat yang
diucapkan, pasti akan memberikan kepada semua makhluk, sementara isyarat-
isyaratnya menjadi hiasan indah bagi jiwa-jiwa makhluk.33 Itu sebabnya, Allah
menegaskan dalam Q.S Yu>nus: 62-63, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah
itu, tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”.
Kesucian wali tidak hanya diyakini pada waktu ia masih hidup, tapi juga
terbawa hingga mati. Karenanya, tidak mengherankan kalau penghormatan
kepada wali tersebut terus dilakukan di tempat peristirahatannya yang terakhir
atau di makam-makam, tempat mereka dikebumikan. Persepsi dan keyakinan
demikian ini, terus diajarkan kepada anak cucu, sehingga terbangun apa yang
dalam lingkungan masyarakat disebut “tradisi ziarah”.
33 Majdi Muhammad al-Syahwi, Karamah, terj. Hasbiyallah Hesein, (Jakarta: Sahara
Publisher), hlm. 22.
18
F. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (library research), yaitu mengumpulkan data sekaligus meneliti
melalui referensi-referensi yang berkaitan dengan pengalaman ziarah spiritual
dalam pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi>.
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni sumber primer
dan sumber sekunder. Sumber primer yang dimaksud adalah karya Ibn ‘Arabi
sendiri, seperti al-Futu>h{a>t al-Makkiyyah, Muh{a>d{arah al-Abra>r wa Musa>marah al-
Akhbar dan Fus{u>s{ al-H{ikam, dan lain sebagainya. Sedangkan sumber sekunder
adalah data yang diperoleh dari buku, artikel, internet, majalah, jurnal, kamus,
ensiklopedia dan lain sebagainya. Sumber sekunder ini dimaksudkan sebagai data
pendukung dalam melakukan analisis tentang tema yang penulis angkat.
2. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini bertumpu pada pemikiran-
pemikiran Ibn ‘Arabi> sebagai tema sentral dalam membicarakan persoalan ziarah
dalam tasawufnya. Sedangkan di pihak lain, usaha untuk memperkuat
argumentasi, penulis memerlukan pemikiran-pemikiran orang lain, baik melalui
buku-buku maupun wawancara dengan orang yang dianggap mempunyai
perhatian mendalam dan pengetahuan memadai tentang pemikiran tasawuf Ibn
‘Arabi>.
19
Model analisis seperti ini biasa disebut dengan analisis taksonomi,34 yaitu
analisis yang memusatkan penelitian pada domain tertentu dari pemikiran tokoh.
Analisis taksonomi ini berbeda dengan analisis domain yang digunakan untuk
mendapatkan gambaran secara menyeluruh perihal pemikiran tokoh. Artinya
dengan demikian, analisis taksonomi digunakan oleh penulis untuk
menggambarkan pemikiran Ibn ‘Arabi> tentang pengalaman ziarahnya dalam
tasawufnya.
Secara umum, tentu saja pembahasan dalam penelitian ini tetap
mementingkan beberapa unsur metode penelitian. Pertama, unsur deskripsi, yang
penulis aplikasikan dalam biografi dan pengalaman-pengalaman kehidupan Ibn
‘Arabi>. Sebab, untuk menulis biografinya, penulis lebih banyak menyadur dari
beberapa tulisan yang telah ada, ketimbang menganalisis secara mendalam dan
masuk dengan “mengintervensi” pemikirannya.
Kedua, unsur interpretasi, yang penulis aplikasikan terutama di bab-bab
yang memang memerlukan analisis, seperti di III dan IV. Pembahasan dengan
menggunakan interpretatif itu, penulis maksudkan untuk dapat menjawab
permasalahan-permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini.
Ketiga, unsur komparasi, yaitu penulis dalam hal-hal tertentu
membandingkan antara pemikiran Ibn ‘Arabi> dengan tokoh-tokoh sufi maupun
filsuf lainnya, dan bahkan juga pada pengalaman-pengalaman ziarah di dalam
tradisi agama lain.
34 Lihat Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh: Metode Penelitian Mengenai
Tokoh (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005), hlm. 64-67.
20
Karena itu, secara otomatis penelitian ini juga melibatkan unsur-unsur lain,
seperti inventarisasi data, evaluasi kritis dan sintesis. Diharapkan dengan
menggunakan metode seperti itu, pembahasan mengenai makna ziarah dalam
tasawuf Ibn ‘Arabi> serta relevansinya dengan kehidupan modern dapat dijelaskan
dengan baik, sistematis dan komprehensif secara epistemologis.
3. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sufistik dan sosio-
antropologis. Pendekatan sufistik merupakan konsekuensi yang harus ditempuh
untuk melakukan analisis terhadap fokus kajian dalam penelitian ini, yaitu
menjelaskan dimensi-dimensi sufistik dalam pengalaman ziarah Ibn ‘Arabi>.
Sementara Pendekatan sosio-antropologis merupakan dua pendekatan yang
berbeda tapi mempunyai korelasi yang sangat dekat, yaitu sosiologis dan
antropologis. Penggunaan pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat pengalaman
ziarah dalam tradisi agama Islam (terutama dalam tasawuf Ibn ‘Arabi>) yang sudah
menjadi fenomena sosial, dan termasuk pula melihat relevansinya dengan
pengalaman-pengalaman ziarah keagamaan modern.
Dalam pendekatan sosiologis, ada tiga prinsip dasar yang dikembangkan
dalam membaca fenomena sosial, yaitu pertama, individu menyikapi sesuatu yang
ada di lingkungannya berdasarkan makna sesuatu tersebut bagi dirinya. Kedua,
makna tersebut diberikan berdasar interaksi sosial yang dijalin dengan individu
21
lain. Ketiga, makna tersebut dipahami dan dimodifikasi oleh individu melalui
proses interpretatif yang berkaitan dengan hal-hal lain yang dijumpainya.35
Sementara pendekatan antropologis, lebih menekankan pada holisme, yaitu
pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara
esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat
yang sedang diteliti. Di sini, (praktik) agama tidak bisa dilihat sebagai system
otonom yang tidak terpengaruh oleh praktik-praktik sosial lainnya.36
Dengan cara itu, maka diharapkan dapat melahirkan sebuah pengetahuan
yang bersifat heuristik,37 yaitu manemukan jalan baru secara ilmiah untuk
memecahkan masalah. Dengan demikian, di sini tampak jelas bahwa pengalaman-
pengalaman ziarah dalam pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi> menjadi objek
materialnya. Sedangkan objek formalnya adalah pemikiran Ibn ‘Arabi> sendiri.
Selanjutnya, agar tidak berhenti pada penjelasan deskriptif semata, maka penulis
juga melakukan analisis soal implikasi dan relevansinya dengan kehidupan
beragama modern kekinian, yang diuraikan secara memadai, kritis dan
bertanggung jawab.
G. Sistematika Pembahasan
Bab I menjelaskan latar belakang dan alasan-alasan mengapa tema tentang
ziarah dalam pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi> dijadikan pilihan kajian. Bab ini juga
35 Lihat Mochamad Sodik, “Pendekatan Sosiologi”, dalam M. Amin Abdullah, dkk.,
Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm. 81.
36 Lihat David N. Gellner, “Pendektan Antropologis”, dalam Peter Connoly (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, terj. Imam Khoiri, (Yogyakarta: LKiS, Cet. 2, 2009), hlm. 34.
37 Lihat Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 52.
22
menjelaskan rumusan masalah dan perangkat metodologinya, agar analisis yang
diterapkan dalam penelitian ini dapat berjalan dengan baik, sistematis, dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Bab II menjelaskan biografi singkat Ibn ‘Arabi>. Penulisan biografi ini
meliputi perjalanan karir intelektual sang syaikh dan dari masa kecil hingga
dewasa, yang di dalamnya juga disinggung karya-karya, guru, dan pengaruh
pemikirannya. Penjelasan ini sangat penting ditulis sebagai pengantar awal
sebelum masuk pada penjelasan inti tentang pengalaman ziarah Ibn ‘Arabi> dan
relevansinya dengan kehidupan beragama modern.
Bab III merupakan bab inti dari penelitian ini, yaitu melakukan interpretasi
terhadap pengalaman-pengalaman ziarah Ibn ‘Arabi>. Di bab ini juga, dipaparkan
jejak rekam pengalaman ziarah Ibn ‘Arabi>, yang terbagi ke dalam dua pemgertian:
fisik dan non fisik (metafisik). Pengalaman-pengalaman tersebut mempunyai
makna tersendiri bagi Ibn ‘Arabi> dan oleh karenanya, pembahasan tentang
persoalan itu juga dilakukan dalam bab ini.
Bab IV membahas relevansi pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi>, terkait dengan
aktivitas ziarahnya. Uraian-uraian tentang jejak rekam pengalaman ziarah yang
ditulis secara detail di bab III diharapkan menjadi modal untuk menganalisis lebih
lanjut pada bab ini, yaitu analisis tentang relevansi pengalaman ziarahnya dengan
kehidupan beragama modern. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mencari
ruang kontekstualisasi pemikiran tasawufnya.
Bab V merupakan bab kesimpulan dan penutup, yang di dalamnya berisi
tentang hasil temuan dan jawaban dari rumusan masalah yang telah dianalisis
23
dalam penelitian ini. Di bab ini juga penulis membuka ruang saran dan kritik dari
pembaca agar di kemudian hari ada perbaikan serta pengembangan kajian lebih
lanjut.
129
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makna ziarah dalam pemikiran tasawuf Ibn ‘Arabi> memberikan kontribuasi
yang sangat besar terhadap studi pemikiran Islam kontemporer, baik dari aspek
teologis, budaya, sosiologi, dan antropologi. Pengalaman ziarah yang dilakukan
Ibn ‘Arabi> tampak ‘unik’, dan memiliki karakteristik yang khas dibanding dengan
pemikiran tasawuf sufi-sufi lain. Ibn ‘Arabi> adalah seorang peziarah ulung dan
sejati, yang dengannya, memiliki makna yang sangat berarti bagi dirinya maupun
bagi para pengkajinya.
Pertama, dengan mengamati pengalaman-pengalaman ziarah Ibn ‘Arabi>,
sungguh ia melampaui definisi dan makna ziarah dalam pengertian umum, yang
hanya diidentikkan dengan suatu aktivitas mengunjungi ke suatu tempat dan
makam atau kuburan. Ibn ‘Arabi> tampak memadukan antara fungsi ziarah dan
silaturahmi—walaupun keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Ziarah
identik dengan aktivitas berkunjung kepada sutau tempat yang dianggap
suci/mulia atau orang-orang yang telah meninggal, sementara silaturahmi
sebaliknya, yaitu berkunjung kepada orang-orang yang masih hidup. Oleh Ibn
‘Arabi>, aktivitas keduanya seringkali dilakukan secara serentak.
Makna ziarah bagi Ibn ‘Arabi> terbagi ke dalam dua pemahaman, yaitu
ziarah dalam arti fisik dan non-fisik (metafisik). Dalam arti fisik, ziarah menurut
pengalamannya, tidak hanya semata-mata identik dengan kunjungan seseorang ke
kuburan, tapi juga termasuk ke tempat-tempat suci dan orang-orang yang ahli
130
agama, seperti wali dan guru sufi. Sementara ziarah dalam pengertian non-fisik,
ditunjukkan oleh Ibn ‘Arabi> dengan mengacu pada pengalaman spiritualnya yang
ia melakukan mi’ra>j ke hadapan Allah, dan di lain waktu, ia juga dalam perjlanan
ziarahnya ditemani oleh ‘makhluk gaib’.
Kedua, perjalanan ziarah yang dilakukan Ibn ‘Arabi> tidaklah hampa makna,
sebab ia mempunyai alasan-alasan yang sangat mendasar. Dengan berziarah, bagi
Ibn ‘Arabi justru semakian mematangkan tingkat kesufiannya. Setidaknya ada dua
alasan utama mengapa ia melakukan ziarah ke banyak tempat, yang tidak terbatas
ruang dan waktunya. Alasan pertama menurut pengakuannya adalah memenuhi
panggilan Ilahi, yang ia diperintah untuk mengajak orang lain yang ia temui
selama di perjalanan agar mengikat kuat keimanan mereka kepada Allah. Alasan
kedua menyangkut tingkat kesufiannya, sebab dengan ziarah itu, ia mendapat
‘gelar’ wali, dan bahkan menutup kewalian Nabi Muhammad Saw.
Ketiga, pengalaman ziarah Ibn ‘Arabi> mempunyai relevansi dan korelasi—
walau tidak secara langsung—dengan kehidupan beragama modern. Setidaknya,
ada tiga agama besar dunia yang mempunyai tradisi ziarah yang sama, yaitu
Kristen, Yahudi, dan Islam. Dari tiga agama tersebut, hanya agama Yahudilah
yang mewajibkan setiap umatnya untuk melakukan ziarah ke Yerusalem,
sedangkan dua agama lainnya (Kristen dan Islam) hanya sebatas anjuran atau
dalam bahasa fiqih disebut sunnah. Menariknya, kota Yerusalem sama-sama
dianggap mempunyai kedudukan yang sangat ‘sakral’, sehingga diyakini sebagai
“kota suci” oleh ketiga agama itu, dan karenanya sama-sama diperintahkan untuk
melakukan ziarah ke tempat ini.
131
Dalam konteks Indonesia, perjalanan ziarah juga mempunyai relevansi dan
korelasi positif dengan pengalaman ziarah umat muslim ke makam-makam Wali
Sanga di tanah Jawa, dan begitu pula ziarah umat Kristen (Katolik) ke
Sendangsono. Hanya saja, perjalanan ziarah modern sekarang ini dilingkupi oleh
dilema kepentingan, antara wisata dan spiritualitas. Hal semacam ini jika
dibandingkan dengan pengalaman ziarah Ibn ‘Arabi> jelas tampak kontras.
B. Saran
Terselesaikannya penelitian ini jelas tidak bisa menafikan adanya banyak
kekurangan dan kelemahan, baik pada aspek data maupun analisis. Atas dasar itu,
penulis membuka ruang saran dan kritik konstrruktif untuk perbaikan di kemudian
hari.
Pertama, penyajian data yang penulis kutip langsung dari karya-karya Ibn
‘Arabi> perlu untuk dicek kembali kebenarannya, terutama pada aspek terjemahan
atau kebahasaan.
Kedua, setiap analisis yang dibangun untuk menjelaskan makna dan maksud
pengalaman ziarah dari pemikiran Ibn ‘Arabi> juga masih sangat memerlukan
intrepretasi yang lebih luas, kompleks, dan memadai.
Ketiga, kekurangan-kekurungan itu diharapkan dapat dikembangkan lebih
lanjut pada penelitian-penelitian berikutnya. Hal ini penting dilakukan, agar ke
depan, studi pemikiran keislaman, terutama dalam bidang tasawuf, tetap terjaga
dan terus dikembangkan.
132
DAFTAR PUSTAKA
‘Arabi>, Ibn. al-Futu>h}a>t al-Makkiyah. Jld. 1-4. Cairo: Da>r S{adir, tt
-------------. Fus}u>s} al-H{ikam. Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1980
-------------. Tarjuma>n al-Asywa>q. Beirut: Da>r S{a>dir. Cet. 3, 2003
-------------. Muhad{arah al-Abra>r wa al-Musa>marah al-Akhya>r, Jld. 1-2. Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Ilmiah, tt
-------------. Risalah Kemesraan, terj. Hodri Ariev. Jakarta: Serambi, 2005
Al-Gaza >li>, Ih{ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n, Jld III. Mesir: Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1939
Addas, Claude. Mencari Belerang Merah, Kisah Hidup Ibn ‘Arabi>, terj. Zaimul Am. Jakarta: Serambi, 2004
Afifi, A. E. Filsafat Mistis Ibn ‘Arabi>, terj. Sjahrir Mawi dan Nandi Rahman. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1989
Al-Syahwi, Majdi Muhammad. Karamah, terj. Hasbiyallah Hesein. Jakarta: Sahara Publisher, 2003
Austin, Ralph. “Kehidupan dan Karya Muhyi ad-Di>n Ibn ‘Arabi>”, dalam Pengantar Fus}u>s} al-H{ikam: Mutiara Hikmah 27 Nabi, terj. Ahmad Sahidah dan Nurjannah Arianti. Yogyakarta: Islamika, 2004
Almirzanah, Syafa’atun. When Mystic Masters Meet: Paradigma Baru dalam Relasi Umat Kristiani-Muslim. Jakarta: Gramedia, 2009
Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. Kamus al-‘Asri. Yogyakarta: Multi Karya Grafika, Cet. VIII, tt
Al-Yassu’i, Louis Ma’luf dan Fr. Bernard Tottel al-Yassu’i. Kamus al-Munjid. Beirut: Dar El-Machreq Sarl Publishers, 1997
Axford, Barie. The Global System: Economic, Politic and Culture. Cambridge: Polity Press, 1995
133
Bakker, Anton dan Achmad Charris Zubair. Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1990
Bisri, A. Mustofa. “Ziarah Spiritual Menengok Jejak Para Wali”, dalam Epilog, Purwadi, dkk. Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual. Jakarta: Kompas, 2006
Chittick, William. The Sufi Path of Knowledge: Ibn al-‘Arabi>’s Metaphisycs of Imagination. New York: State University of New York Press, 1989
-------------. Imaginal Worlds, Ibn ‘Arabi> and the Problem of Religious Diversity. New York: SUNY Press, 1994
-----------. “Ibn ‘Arabi> dan Mazhabnya”, dalam Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi, terj. Tim Penerjemah Mizan. Bandung: Mizan, 2003
-----------. “Ibn ‘Arabi>”, dalam Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.). Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Bandung: Mizan, 2003
-----------. “Madzhab Ibn ‘Arabi>”, dalam Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.). Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Bandung: Mizan, 2003
Corbin, Henry. Creative Imagination in the Sufism of Ibn ‘Arabi>, terj. Ralph Manheim. New Jersey: Princeton, 1969
Chodkiewicz, Michel. “Konsep Kesucian dan Wali dalam Islam”, dalam Henri Chambert-Loir dan Claude Guillot (peny.). Ziarah dan Wali di Dunia Islam, terj. Jean Couteau. Jakarta: Serambi, 2007
-----------. “Al-Futu>h}a>t Al-Makkiyah dan Para Komentatornya: Sejumlah Teka-Teki Tak Terpecahkan”, dalam Seyyed Hossein Nasr, dkk. Warisan Sufi: Warisan Sufisme Persia Abad pertengahan (1150-1500), terj. Ade Alimah, dkk. Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003
Chambert-Loir, Henri dan Claude Guillot. “Indonesia”, dalam Ziarah dan Wali di Dunia Islam, terj. Jean Couteau. Jakarta: Serambi, 2007
Cox, Harvey. Religion in The Secular City. New York: Simon and Schuster, 1984
Dimont, Max I. Dilema Yahudi, atau Suratan Nasib? Drama Eksistensialis dalam 4.000 Tahun Sejarah Dunia, terj. Al-Taro. Jakarta: al-Muhallil, 2010
134
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988
Furchan, Arief dan Agus Maimun, Studi Tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005
Faqihsutan, Nurasiah. Meraih Hakikat Melalui Syariat: Telaah Pemikiran Syekh al-Akbar Ibn ‘Arabi. Bandung: Mizan, 2005
Fattah, Munawir Abdul. Tradisi Orang-orang NU. Yogyakarta: LKiS, 2006
Gellner, David N. “Pendektan Antropologis”, dalam Peter Connoly (ed). Aneka Pendekatan Studi Agama, terj. Imam Khoiri. Yogyakarta: LKiS, Cet. 2, 2009
Hamka, Di Bawah Lindungan Ka’bah. Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 31, 2009
Hirtenstein, Stephen. Dari Keragaman ke Kesatuan Wujud, Ajaran dan Kehidupan Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi>, terj. Tri Wibowo Budi Santoso. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001
Indriati, Etty. “Nyekar dan Refleksi Siklus Hayati”, dalam Majalah Basis. No. 09-10 Tahun ke-56, September-Oktober 2007
Jacobs, Tom. “Paradoks Manusia Peziarah”, dalam Majalah Basis. No. 09-10 Tahun ke-56, September-Oktober 2007
Kartanegara, Mulyadhi. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta: Erlangga, 2006
Kieser, Bernhard. “Berjiwa Ziarah Asli”, dalam Majalah Basis. No. 09-10 Tahun ke-56, September-Oktober 2007
Kleden, Paul Budi. “Pembelajaran Solidaritas Lewat Ziarah”, dalam Majalah Basis, No. 09-10 Tahun ke-56, September-Oktober 2007
Laksana, Bagus. “Ziarah Kasiyo Sarkub”, dalam Majalah Basis., No. 09-10 Tahun ke-56, September-Oktober 2007
Lochran, John. Lourdes, Sumber Air Kehidupan: Peziarahan Iman Bersama Bernadette, terj. Ig. Binartoto, dkk. Yogyakarta: Kanisius, 1999
Madjid, Nurcholis. Perjalanan Religius: ‘Umrah dan Haji. Jakarta: Paramadina, Cet. II, 2000
135
Maemunah, Siti. “Masuknya Islam ke Nusantara”, dalam Mundzirin Yusuf, dkk (ed). Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Pustaka, 2006
Murata, Sachiko. The Tao of Islam, Kitab Rujukan tentang Relasi Gender dalam Kosmologi dan Teologi Islam, terj. Rahmani Astuti dan M. S. Nasrullah. Bandung: Mizan, Cet. VIII, 2000
Nasr, Seyyed Hossein. Three Muslim Sages: Avicenna, Suhrawardi, Ibn ‘Arabi>. Cambridge: Harvard University Press, 1969
Noer, Kautsar Azhari. Ibn al-‘Arabi>: Wah{dat al-Wuju>d dalam Perdebatan. Jakarta: Paramadina, 1995
O’Dea, Thomas F. Sosiologi Agama: Suatu Pengantar Awal, terj. Jakarta: Rajawali Press, Cet. 7, 1996
Purwadi, dkk. Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual. Jakarta: Kompas, 2006
Prakosa, Heru. “Jiwa yang Gelisah, Ziarah: Pengenangan dan Permenungan”, dalam Majalah Basis. No. 09-10 Tahun ke-56, September-Oktober 2007
Rakhmat, Jalaluddin. Meraih Cinta Ilahi, Pencerahan Sufistik, Cet. VI. (Bandung: Rosdakarya, CET. VI, 2000
Ruslan dan Arifin Suryo Nugroho. Ziarah Wali: Wisata Spiritual Sepanjang Masa. Yogyakarta: Pustaka Timur, 2007
Sunyoto, Agus. “Ziarah dalam Sufisme Jawa”, dalam Majalah Basis. No. 09-10 Tahun ke-56, September-Oktober 2007
Subhani, Ja’far. Tawassul, Tabarruk, Ziarah Kubur, karamah Wali, Termasuk Ajaran islam: Kritik atas Faham Wahhabi, terj. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1989
Sudiarja, A. Perjalanan Ziarah: Sebuah Permenungan. Yogyakarta: Kanisius, 1994
Sukidi. New Age: Wisata Spiritual Lintas Agama. Jakarta: Gramedia, 2001
136
Sodik, Mochamad. “Pendekatan Sosiologi”, dalam M. Amin Abdullah, dkk. Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2006
Shah, Idries. Jalan Sufi, Reportase Dunia Ma’rifat, terj. Joko S. Kahhar dan Ita Masyita. Surabaya: Risalah Gusti, 1999
Siregar, A. Rivey. Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. Jakarta: Rajawali Press, 2000
Suyanto, Ig. Joko. Berziarah Bersama Allah Menuju Allah. Yogyakarta: Kanisus, 2006
Sindhunata. Mengasih Maria: 11 Tahun Sendangsono. Yogyakarta: Kanisius, 2004
Suyono, Capt. R.P. Dunia Mistik Orang Jawa: Roh, Ritual, Benda Magis. Yogyakarta: LKiS, 2007
Sells, Michael A. Terbakar Cinta Tuhan, Kajian Eksklusif Spiritualitas Islam Awal, terj. Alfatri. Bandung: Mizan, 2004
Turner, Bryan S. Sosiologi Islam: Suatu Telaah Analitis atas Tesa Sosiologi Weber, terj. Jakarta: Rajawali Press, cet. 4, 1994
Usman, Ali. “Gus Dur dan Karamah Kewalian”, dalam SOLOPOS, edisi 8 Februari 2010
Zaid, Nas}r Hami>d Abu> . Hakaz}a Takallam Ibn ‘Arabi>. Beirut: ad-Da>r al-Baid}a’, 2004
137
CURRICULUM VITAE
Nama : Ali Usman
TTL : Sumenep, 20 April 1984
Alamat asal : Jl. Langsar Sebelah Barat SDN Kebun Dadap Barat Saronggi-
Sumenep Madura
Alamat Jogja : Jl. Pringmayang Gg. Mayang II/16a Rt 10/Rw 44 Pringgolayan Banguntapan-Bantul Jogjakarta
Pendidikan :
• SDN Kebun Dadap Barat Saronggi-Sumenep Madura 1993
• SMPN I Saronggi-Sumenep Madura 1999
• MAK “al-Ittihad al-Islami” Camplong-Sampang Madura 2003
• SI Jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2003-2007
• S2 Filsafat Islam Program Pascasarjanana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2008-2010)
Pengalaman :
• Juara II Lomba Karya Tulis Tingkat Nasional Perkoperasian 2006 dan 2007.
• Juara II Lomba Karya Tulis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2005 dan 2007.
• Juara II Penulisan Cerpen oleh Bank Indonesia 2009.
• Juara I Lomba Karya Tulis oleh DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
• Juara III Lomba Karya Tulis Tingkat Nasional Kementerian Pendidikan Nasional 2010.
• Wisudawan terbaik dan tercepat program S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2007.
• Peraih Ushuluddin Award sebagai Mahasiswa Berprestasi 2006.
• Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Yogyakarta.
• Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Yogyakarta 2005.
• Ketua BEM Jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2005-2006.
138
• Dewan Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Humaniush Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2004-2006.
• Dewan Redaksi Majalah Gerbong Gerakan Rakyat (GeGeR) Yogyakarta.
• Aktif menulis esai/opini/resensi buku di berbagai media lokal maupun nasional seperti: Kompas, Jawa Pos, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Tempo, Bisnis Indonesia, Kontan, Republika, Sinar Harapan, Suara Karya, Pikiran Rakyat, Surya, Suara Merdeka, Solopos, Bernas, Kedaulatan Rakyat, Surabaya Post, Kaltim Post, Banjarmasin Post, Bali Post, GATRA, Suara Muhammadiyah, Jurnal STF Driyarkara, Majalah Prisma, dan di beberapa jurnal serta majalah di lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
• Kontributor sekaligus sebagai editor pada buku berjudul “Kebebasan, dalam Perbincangan Filsafat, Pendidikan dan Agama” (Pilar Media Yogyakarta, 2006).
• Kontributor pada buku Prof. Dr. Amin Abdullah, dkk, Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi (Suka-Press, 2007).
• Kontributor pada buku YB. Margantoro, Masyarakat Berkomunikasi (Yayasan Pustaka Nusatama, 2008).
• Editor buku Menegakkan Pluralisme: Fundementalisme-Konservatif di Tubuh Muhammadiyah (Ar-Ruzz Media, 2008).
• Kontributor pada buku Fauzi (ed.), Renaisance Indonesia (STAIN Purwokerto, 2009).
• Kontributor pada buku M. Dawam Raharjo, Satu Abad Muhammadiyah: Mengkaji Ulang Arah Pembaruan (Paramadina, 2010).
• Editor buku Gus Dur dan Pancasila (Tanah Air, 2010)
• Penulis buku Menjadi Santri (Pustaka Pesantren LKiS, akan terbit 2011)
• Dan lain sebagainya
HP : 085228248027 / 081999400875
Email : [email protected]