iii. metode penelitian iii.1 waktu dan tempatdigilib.unila.ac.id/6969/15/16 bab iii.pdfmembuat pola...
TRANSCRIPT
37
III. METODE PENELITIAN
III.1 Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:
1. Proses pembuatan abu sekam di Politeknik Negeri Lampung pada tanggal
11 Desember hingga 12 Desember 2012.
2. Proses pembuatan cetakan pasir dan pengecoran aluminium dilakukan di
PT. Tanjung, Tanjung Bintang, Lampung Selatan pada tanggal 13
Desember hingga 15 Desember 2012.
3. Pengujian Kekerasan (Brinell Hardness Test) dan Pengujian Struktur
Mikro dilakukan di Laboratorium Material Teknik, Universitas Lampung,
pada tanggal 17 Desember hingga 28 Desember 2012.
III.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Alat pengukur kekerasan yaitu mesin uji Brineell.
Gambar 8. Mesin Uji Brinell
38
2. Alat foto struktur mikro yaitu mikroskop.
Gambar 9. Mikroskop
3. Neraca timbang; digunakan untuk menimbang campuran
4. Mixer; digunakan untuk mencampur antara pasir, bentonit, air.
5. Sand rammer; digunakan untuk membuat atau membentuk spesimen.
6. Tungku pembakaran; digunakan untuk melebur logam.
7. Tempat penampung campuran yang akan dipergunakan untuk bahan
percobaan.
Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan cetakan pasir adalah
sebagai berikut :
1. Pasir Silika
Gambar 10. Pasir silica.
39
2. Bentonit.
Gambar 11. Bentonit.
3. Air.
4. Sekam Padi.
Gambar 12. Sekam Padi.
5. Aluminium AA 1100 (3-5 Kg).
Gambar 13. Aluminium AA 1100.
40
6. Solar
7. Etsa untuk aluminium
Gambar 14. Larutan etsa
8. Autosol dan amplas tahan air dengan ukuran kekasaran 80, 400, 800, 1000,
1200, dan 1500.
9. Bahan pendukung lainnya.
III.3 Prosedur percobaan
Obyek dalam penelitian ini adalah benda uji berupa aluminium AA 1100 hasil
pengecoran yang dicetak mengunakan cetakan pasir. Pembentukan cetakan
pasir terbentuk dari dua proses pencampuran komponen cetakan pasir yang
terdiri dari pasir cetak, silica, bentonit, air dan abu sekam.
Tahap pertama proses pencampuran bertujuan menentukan persentase
kebutuhan bentonit maximum yang dihubungkan dengan nilai kekerasan hasil
coran Almunium AA 1100. Total campuran berjumlah 300 gram dengan
persentase pasir cetak dan pasir silica tetap, sedangkan bentonit dan abu
sekam divariatifkan secara bersamaan dengan nilai 6%, 8%, 10%, 12%, dan
41
14% sedangkan nilai persentase bentonit turun dari 14%, 12%, 10%, 8% dan
6%.
Tabel 3. Komposisi cetakan pasir dengan perbandingan abu sekam dan
bentonit.
Tahap kedua proses pencampuran untuk menentukan nilai optimum akan
kebutuhan abu sekam yang dapat memberikan dampak perbaikann sifat
mekanik (nilai kekerasan) almunium AA 1100. Pada tahapan ini, persentase
bentonit terbaik dengan jumlah 10% dari total keseluruhan campuran
dipertahankan tetap dan variasi dilakukan pada abu sekam, dimana variasi abu
sekam diawali dari yang terendah hingga yang tertinggi yaitu: 6%, 8%, 10%,
12%, dan 14%.
Tabel 4. Komposisi cetakan pasir dengan 10% bentonit dan variasi
perbandingan abu sekam.
.
Cetakan
Pasir
Pasir Cetak
(gr)
Silika
(gr)
Bentonit
(gr)
Abu sekam
(gr)
I 216 24 42 18
II 216 24 36 24
III 216 24 30 30
IV 216 24 24 36
V 216 24 18 42
Cetakan
Pasir
Pasir Cetak
(gr)
Silika
(gr)
Bentonit
(gr)
Abu sekam
(gr)
I 226,8 25,2 30 18
II 221,4 24,6 30 24
III 216 24 30 30
IV 210,6 23,4 30 36
V 205,2 22,8 30 42
42
Prosedur eksperimen ini dilakukan oleh peneliti dengan alat dan bahan yang
telah ditentukan di atas, langkah-langkah yang dilakukan dalam eksperimen
ini adalah :
1. Membuat abu sekam dari sekam padi di bengkel Politeknik Negeri
Lampung dengan cara membakar sekam padi di dalam tong (gambar 15).
Gambar 15. Proses pembakaran abu sekam
2. Mengayak abu sekam untuk mendapatkan partikel abu sekam dengan
ukuran 200 mesh.
3. Membuat rangka cetakan menggunakan kayu dengan ketebalan 12 mm,
dengan dimensi panjang 132 mm dan lebar 130 mm, 98 mm (gambar 16).
Gambar 16. Rangka cetakan pasir
43
4. Membuat pola (gambar menggunakan kayu dengan assumsi akan
terjadinya penyusutan saat proses pendinginan almunium cair di dalam
cetakan pasir, maka ukuran pola di tambah 4 mm dari ukuran sepesimen
coran allmunium AA 1100 yang ingin di capai. Pada gambar 17
menunjukan ukuran dan bentuk pola dan gambar 18 bentuk dan ukuran
Spesimen Coran Aluminium AA 1100 yang ingin di capai.
Gambar 17. Ukuran pola
Gambar 18. Bentuk dan ukuran Spesimen Coran Aluminium
44
5. Menimbang komposisi cetakan pasir, bentonit dan abu sekam dan
mencampurkan dengan ukuran yang telah ditentukan.
(a) (b)
Gambar 19. (a) Proses menimbang komposisi cetakan pasir,
(b) Proses pencampuran komposisi cetakan
6. Mengisi rangka cetakan dengan campuran pasir cetak, bentonit dan abu
sekam sampai padat dengan variasi komposisi yang telah ditentukan dan di
campur sehingga terbentuk pola ukuran aluminium yang akan dicor.
Gambar 20. Proses pembentukan cetakan pasir dengan
pola yang telah ditentukan.
7. Mecairkan lembaran aluminium dengan tungku pembakaran hingga cair,
dimana temperature peleburan aluminium berkisar antara 500-550ºC
(gambar 21).
45
Gambar 21. Proses peleburan almunium AA 1100
pada tungku pembakaran.
8. Mengisi cetakan pasir yang telah dibuat dengan cairan aluminium yang
telah dipanakan sampai cair denga alat tuang (gambar 22).
Gambar 22. Proses penuangan logam cair ke dalam cetakan pasir
9. Membongkar cetakan pasir setelah dingin, lalu membersihkan kotoran
yang menempel pada sepesimen hasil coran. setelah itu hasil coran
disiapkan untuk proses pengujian specimen (gambar 23).
46
Gambar 23. Spesimen hasil coran yang telah siap dilakukan
proses pengujian
10. Pengujian kekerasan dilakukan dengan alat uji uji kekerasan (Brinell
Hardness Test) di mana alat yang digunakan ditunjukan pada gambar 24.
Gambar 24. Gambar alat uji kekerasan Brinell
Perlakuan awal sebelum proses pengujian sepesimen menggunakan alat uji
kekerasan, terlebih dahulu sepesimen dilakukan perlakuan awal dengan
cara pemotongan ukuran yang dibutuhkan,setelah itu tindakan lanjutan
meratakan permukaan sepecimen dengan pengamplasant (gambar 25).
Gambar 25. Proses pengamplasan.
47
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji
kekerasan logam dengan metode Brinell, yaitu :
1. Memeriksa dan mempersiapkan specimen sehingga siap untuk diuji.
2. Memeriksa dan mempersiapkan mesin yang akan dipakai untuk
menguji.
3. Melakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola baja yang
digunakan, dan alat pengukur waktu.
4. Membebaskan beban tekan dan mengeluarkan bola dari lekukan lalu
memasang alat optis untuk melihat bekas yang kemudian mengukur
diameter secara teliti dengan mikrometer pada mikroskop. Kemudian
dimasukkan ke dalam rumus Brinell untuk memperoleh hasil kekerasan
Brinell-nya (HB).
5. Melakukan proses pengujian sebanyak lima titik sehingga diperoleh
nilai rata-rata dari uji kekerasan Brinell tersebu (gambar 26).
Gambar 26. Proses pengambilan 5 titik sampel nilai
kekerasan.Menguji Struktur Mikro menggunakan alat mikroskop dan
kamera digital.Untuk Pengujian Struktur Mikro dilakukan dengan
beberapa tahap yaitu;
48
- Pemotongan benda uji dimana pada proses ini dilakukan pemotongan pada
benda uji sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (gambar 27).
Gambar 27. Proses pemotongan specimen
- Proses mounting merupakan proses untuk mempermudah dalam proses
grinding dan polishing (gambar 28).
Gambar 28. Proses mouting
- Proses grinding di mana pada proses ini diamplas secara berurutan dari
yang kasar sampai yang halus dalam proses grinding harus selalu dialiri air
bersih untuk menghindari timbulnya panas pada permukaan benda uji yang
kontak langsung dengan amplas.
- Polishing, dalam memoles digunakan kain beludru dan mesin poles
dimana kain beludru ditempelkan pada piringan yang berputar pada mesin
poles. Kemudian kain diberikan pasta alumina berupa partikel abrasive
49
yang sangat halus. Selama pemolesan benda uji digerakkan kecepantan, ke
belakang dan berputar agar partikel-partikel abrasif dapat terdistribusi
dengan merata di atas piringan pemoles.
- Etsa di mana setelah pemberian larutan etsa (gambar 29), specimen
dibersihkan dengan alkohol dan air 97% kemudian dikeringkan dengan
udara hangat, agar terhindar dari oksidasi udara sekitar.
Gambar 29, Larutan etsa yang digunakan
- Untuk melihat struktur mikro yang ada pada spesimen/benda uji dilakukan
secara bertahap diawali menggunakan perbesaran 25X, 50X, 200X dan
500X. Kamera digital beresolusi 16 M dipersiapkan untuk mengambil
gambar saat titik focus struktur mikro di bawah lensa mikroskop di dapat
(gambar 30).
Gambar 30. Proses pengambilan gambar struktur mikro
menggunakan mikroskop
50
Mulai
Selesai
III.4 Diagram alir penelitian
Gambar 32. Skema penelitian
Persiapan alat dan bahan yang
digunakan dalam penelitian
Peleburan Aluminium
Pengujian Kekerasan Pengujian Struktur
Mikro
Kesimpulan
Pembuatan cetakan
Penuangan
Aluminium
Pembongkaran
Cetakan
Analisa data dan pembahasan
51
III.5 Pengambilan Data
Alat pengumpul data merupakan alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan
data, alat ini bisa berupa perangkat kertas dan perangkat lunak. Dimana untuk
perangkat keras antara lain, alat-alat pembuatan spesimen dan alat ukur yang
digunakan. Sedangkan alat-alat perangkat lunak adalah alat tulis dan lembar
pengamatan untuk mendapatkan data.
Tabel 5. Lembar Pengamatan Uji Kekerasan
Tabel 6. Lembar Pengamatan Struktur Mikro
no Campuran kadar abu sekam dan bentonit
bentonit14% +
abu sekam 6%
bentonit 12% +
abu sekam 8%
bentonit 10% +
abu sekam 10%
bentonit 8% +
abu sekam 12%
bentonit 6% +
abu sekam 14%
1
2
3
4
5
Rata-
rata
Campuran Kadar Abu Sekam
No. 8% 10% . 12% 14% 16%
1.
2.
3.
4
5
Rata-rata