tesis 3

123
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI (COMPETENCE BASE EDUCATION AND TRAINING) DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA Studi Experimen pada Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta AGUS SUTIYONO No. Reg. 7627070790 Disertasi yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar Doktor PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2010

Upload: maryono-eno

Post on 12-Jul-2015

104 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tesis 3

0

PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI (COMPETENCE BASE EDUCATION AND

TRAINING) DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Studi Experimen pada Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta

AGUS SUTIYONO No. Reg. 7627070790

Disertasi yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar Doktor

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2010

Page 2: Tesis 3

1

ABSTRAK Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competence Base Education and Training) dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Studi Experimen pada Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta)

Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikuti model pendidikan dan pelatihan dengan mempertimbangkan motivasi kerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Hasil hipotesis penelitian menunjukkan bahwa: (1) motivasi kerja mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP (2) bentuk Pelatihan CBET mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP. Ini berarti perbedaan bentuk Pelatihan dalam CBET menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP; (3) interaksi antara model pelatihan dan motivasi kerja menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP; (4) terdapat perbedaan antara Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi adalah lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja tinggi.

Penelitian dilakukan pada bulan November 2008 sampai dengan April 2009 di Dinas Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) DKI Jakarta dengan penelitian metode quasi eksperimen. Sampel diambil dengan teknik stratified cluster random sampling. Untuk kelompok pelatihan konvensional dan metode CBET ditentukan sampel sejumlah 40 orang, sehingga total sampel adalah 80 orang responden.

Hasil temuan tentang pengaruh Pelatihan Competence Base Education and Training (CBET) dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja menunjukkan Pertama, bahwa kinerja petugas satpol PP yang diberi pelatihan CBET lebih tinggi daripada kinerja petugas Satpol PP yang diberi pelatihan konvensional, dengan nilai Fhitung sebesar 305,6247 lebih besar dari Ftabel sebesar 7,01 dengan taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 305,6247 > Ftabel

(0,01)(1;76) = 7,01), Kedua, Terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas satpol PP, dengan nilai Fhitung

sebesar 4,3907 lebih besar dari Ftabel sebesar 3,97 dengan taraf signifikansi 0,05 (Fhitung = 4,3907 > Ftabel (0,05)(1;76) = 3,97. Ketiga, Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja tinggi dengan nilai Fhitung sebesar 119,8039 lebih besar dari Ftabel sebesar 7,35 dengan taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 119,8039 > Ftabel

(0,01)(1;38) = 7,35). Keempat, kinerja petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja rendah adalah lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja renda, dengan nilai Fhitung sebesar 105,769 lebih besar dari Ftabel

sebesar 7,35 dengan taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 105,769 > Ftabel (0,01)(1;38) = 7,35)

Page 3: Tesis 3

2

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai dijadikan landasan untuk menyusun konsep dan strategi baru dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan petugas satpol PP guna mempersiapkan personil SDM dengan kompetensi yang memadai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dari petugas Satpol PP.

Page 4: Tesis 3

3

ABSTRACT

THE EFFECT OF COMPETENCE BASED EDUCATION AND TRAINING (CBET) AND WORK MOTIVATION ON CIVIL SERVANTS’ WORKS (An Experimental Study Towards Civil Servants in Jakarta)

Operationally, this research aimed to find out the differences in working of civil servants who join the training and education by considering their work motivation in Jakarta.

The result of this research hypothesis shows that (1) the motivation in working influences the civil servants’ work; (2) the form of CBET training influences the civil servants’ work. It means that there is a different form of training in CBET that can determine variations on civil servants’ work; (3) the interaction between the training model and the work motivation determine variations in civil servants’ work; (4) there are differences between the civil servants who join the CBET training and the civil servants who do not. The civil servants who join the CBET training have higher motivation in working and vise versa.

This reasearch conducted on November 2008 until April 2009 at Dinas Ketentraman dan Ketertiban DKI Jakarta by using quation experiment method. Research samples taken by using stratified cluster random technique. For the members of conventional training and CBET method, 40 people are taken as samples, therefore the total samples are 80 people.

The results finding about Competence Based Education and Training (CBET) and work motivation toward civil servants’ work show first, the work of civil servants that join CBET training are higher than civil servants’s work that join a conventional training, with Fcounting 305,6247, higher than 7,01 Ftable with 0,01 signification (Fcounting = 305,6247 > Ftable (0,01)(1;76) = 7,01). Second, there is an influence between the training model and work motivation towards civil servants’ work with Fcounting 4,3907 which is higher than 3,97 Ftabel with 0,05 signification level (Fcounting= 4,3907 > Ftable (0,05)(1;76) = 3,97. Third, the work of civil servants that join CBET training and have higher motivation in working, are higher than civil servants’s work that join a conventional training with high motivation in working, with Fcounting 119,8039 > Ftablel (0,01)(1;38) = 7,35). Fourth, the work of civil servants who join CBET training and have low motivation in working is still higher than the work of civil servants who join the conventional training with low motivation too, with 105,769 which is higher than 7,35 Ftable with 0,01 signification (Fcounting = 105,769 > Ftable (0,01)(1;38) = 7,35). The result of this research is hoped can be used as a guidence to produce a new concept and strategy in education development and training toward civil servants. This research is also hoped can design human resources with high competency in running their primary duties and functions as civil servants.

Page 5: Tesis 3

4

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada ALLAH yang telah

melimpahkan hamat dan hidayah-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.

Disertasi ditulis sedagai syarat untuk menempuh ujian dan memperoleh gelar

doktor di Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

Sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas selesainya

disertasi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga

kepada Prof. Dr. Made Putrawan, M.Pd selaku promotor utama dalam penulisan

disertasi, beliau telah menginspirasi saya untuk dapat berbuat yang terbaik

dalam displin ilmu yang saya tekuni. Jadilah terus inspirator untuk kesuksesan

dan kebahagiaan orang lain. Kepada Prof. Dr. Bedjo Sujanto, M.Pd, Rektor

Universitas Negeri Jakarta yang bukan hanya menjadi Co promotor dalam

menyelesaikan studi ini tetapi juga motivator dan postur yang membakar

semangat dan antusias saya untuk saya dapat menyelesaikan program S3 ini.

Beliau selalu menjadi penyemangat dalam begitu banyak hal dalam kehidupan

saya. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Djaali, Direktur

PPs UNJ, yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan yang amat

berharga bagi penulis. Kepada Prof. Dr. Mukhlis R. Luddin, MA, penulis

sampaikan terima kasih atas bantuan dan arahannya yang amat berharga dalam

penyelesaian disertasi ini.

Terima kasih kepada Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta

atas kerja samanya sehingga pengambilan data penelitian dapat berjalan

dengan lancar. Kepada segenap pimpinan Satuan Polisi Pamong Praja

Page 6: Tesis 3

5

khususnya kepada bapak H. Harianto Badjoeri, selaku kepala Satpol PP Provinsi

DKI Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melakukan penelitian dijajarannya.

Ayahku (Bapak Karnomo Alm,), Nenek ku (Biyung), Ibu ku, Istriku dan

Anakku yang selalu memberi warna dan jejak yang jelas dalam pengabdian

terbaik untuk masyarakat. Gelar ini penulis dedikasikan untuk perjuangan yang

Nenek/Bapak/Ibu/Istri dan anak yang telah mendukung dengan sabar, tekun

sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan baik. Begitu banyak

teman, sahabat yang terus menginspirasi penulis untuk terus dapat melakukan

yang terbaik dalam perjalanan hidup ini.

Dr.Karnadi, M,Si, Dr.Maruf Akbar, Prof.Dr.Mulyono,M.Pd terima kasih

atas semua support yang Bapak berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan

disertasi ini. Tuhan telah mengirimkan semua orang-orang yang selalu

memberikan penulis semangat untuk memberikan yang terbaik. Kepada semua

pihak yang sangat intens memberikan support penulis sampaikan terima kasih,

ALLAH Maha Penyayang yang akan memberikan dan membalas semua

kebaikan yang telah dilakukan.

Jakarta, Januari 2010

Penulis,

Page 7: Tesis 3

6

DAFTAR ISI

Abstrak 1

Kata Pengantar 4

Daftar Isi 6

Daftar Tabel 8

Daftar Gambar 11

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Identifikasi Masalah

C. Pembatasan Masalah

D. Rumusan Masalah

E. Kegunaan Hasil Penelitian

12

12

18

19

19

20

BAB II ACUAN TEORITIK, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teori

1. Kinerja

22

22

22

2. Pendidikan dan Pelatihan

3. Motivasi Kerja

39

51

B. Hasil Penelitian yang relevan

C. Kerangka Berfikir

60

61

D. Hipotesis Penelitian 65

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

B. Tempat dan Waktu Penelitian

C. Metode dan Desain Penelitian

D. Populasi dan Sample

E. Instrumen Penelitian

F. Ujicoba Instrumen

67

67

68

68

70

71

77

Page 8: Tesis 3

7

G. Teknik Analisis Data

H. Hipotesis Statistik

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

B. Pengujian Persyaratan Analisis Data

C. Pengujian Hipotesa

D. Interpretasi Hasil Penelitian

E. Pembahasan

F. Keterbatasan Penelitian

BAB IV KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Implikasi

C. Saran

Daftar Pustaka

Biografi Penulis

81

81

83

83

96

104

110

110

114

116

116

117

118

119

121

Page 9: Tesis 3

8

DAFTAR TABEL

TABEL KETERANGAN HAL

Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Kinerja 29

Tabel 2.2 Dimensi dan Indikator Motivasi Kinerja 55

Tabel 3.1 Rancangan Faktorial A x B 66

Tabel 3.2. Sampel Penelitian 68

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 71

Tabel 3.4 Skala Likert 73

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Kerja 74

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja 76

Tabel 3.7 Hasil Analisis Reliabilitas 77

Tabel 3.8 Hasil Analisis Reabilitas 78

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi skor Model Competence based

Education and Training petugas satpol PP (A1)

81

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi skor Model Pelatihan

Konvensional petugas satpol PP (A2)

83

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol

PP yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (B1)

84

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas

Satpol PP yang memiliki Motivasi Kerja Rendah

(B2)

86

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan Model Competence based

Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja

87

Page 10: Tesis 3

9

TABEL KETERANGAN HAL

Tinggi (A1B1).

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan Model Competence based

Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja

Rendah (A1B2).

89

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki

Motivasi Kerja Tinggi (A2B1)

90

Tabel 4.8

Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki

Motivasi Kerja Rendah (A2B2)

91

Tabel 4.9

Rekapitulasi Deskripsi Data Rata-Rata Model

Pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja

petugas satuan polisi pamong praja

93

Tabel 4.10

Tests of Normality 96

Tabel 4.11

Rekapitulasi Deskripsi Uji Normalitas Kinerja Petugas Satpol Pp Berdasarkan Model Pelatihan Dan Motivasi Kerja.

97

Tabel 4.12 Test of Homogeneity of Variances

98

Tabel 4.13 ANOVA

98

Tabel 4.14 Test of Homogeneity of Variances 100

Tabel 4.15 ANOVA 100

Tabel 4.16 Test of Homogeneity of Variances 101

Tabel 4.17 ANOVA 101

Page 11: Tesis 3

10

TABEL KETERANGAN HAL

Tabel 4.18 Tests of Between-Subjects Effects 103

Tabel 4.19 Perbandingan Skor Rata-rata Kinerja Petugas Satpol PP

107

Page 12: Tesis 3

11

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Hal

Gambar 2.1 Indikator Kinerja 24

Gambar 4.1 Skor Model Competence based Education and Training

petugas satpol PP (A1)

82

Gambar 4.2 Skor Model Konvensional Petugas Satpol PP (A1) 83

Gambar 4.3 Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP

yang memiliki Motivasi Tinggi (B1)

85

Gambar 4.4 Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP

yang memiliki Motivasi Rendah (B2)

86

Gambar 4.5 Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model

Competence based Education and Training yang memiliki

Motivasi Kerja Tinggi (A1B1)

88

Gambar 4.6

Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti

pelatihan Model Competence based Education and Training

yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

89

Gambar 4.7

Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan

Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).

91

Gambar 4.8 Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan

Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2).

92

Page 13: Tesis 3

12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memasuki era otonomi daerah tahun 2003, terjadi perbagai perubahan

mendasar dalam kehidupan masyarakat. Arus perubahan yang tidak menentu

menjadikan masyarakat kehilangan pijakan, sehingga memunculkan berbagai

kecenderungan pelanggaran tatanan hidup kemasyarakatan. Mengantisipasi hal

tersebut peran tugas dan fungsi lembaga-lembaga pemerintahan khususnya

penatalaksana penegakan hukum dan ketertiban, diharapkan mampu

mengantisipasi perubahan dimaksud sesuai dengan amanat Undang-Undang

Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999, Pasal 120 yang mengatur tentang

keberadaan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).1

Pengarusutamaan Satpol PP ditekankan pada upaya dalam membina

ketenteraman ketertiban masyarakat (tramtibmas), memberi peringatan dini dan

penanggulangan pemeliharaan tramtibmas. penegakan peraturan daerah (perda)

yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural. Upaya ini

diwujudkan dalam bentuk sistem perlindungan masyarakat, dimana kepentingan

masyarakat sebagai hal yang utama. Kepentingan utama dimana pendekatan

pengayoman, pencegahan, pembinaan hingga penindakan atas pelanggaran

peraturan yang berlaku dalam masyarakat.

1 1Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999, (Jakarta: Departemen Dalam

Negeri, 1999), p. 408.

Page 14: Tesis 3

13

Menatalaksanakan tugas-tugas atas kewenangan tersebut, Satpol PP

selalu berpijak pada protab dalam sistem yang telah baku dimana mengikat

keberadaan dari Satpol PP untuk bertindak dalam kerangka kewenangan

prosedural yang harus jelas dan terukur. Kerangka yang menjadi pijakan bagi

petugas untuk mejalankan tugas pelayanan sehari-hari.

Keberadaan Satpol PP di DKI Jakarta, saat ini diperkirakan lebih 8.000

personel terdiri dari laki-laki dan perempuan yang tersebar di lima wilayah yaitu:

Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat2.

Hanya saja yang sudah ditetapkan secara resmi dalam Surat Keputusan

Gubernur DKI Jakarta sampai dengan tahun 2003 belum ada separuhnya,

sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Suatu jumlah yang

sangat tidak memadai untuk melakukan layanan perlindungan dan upaya

penegakan peraturan daerah. Dimana perbandingan idealnya adalah 1:900,

untuk menjangkau luas wilayah DKI 661,260Km2 dengan kuantitas penduduk

diperkirakan 12.000.000 jiwa.3

Memenuhi harapan masyarakat atas upaya perlindungan dan

ketertiban, merupakan tantangan tersendiri bagi kelembagaan Satpol PP,

khususnya aparat/petugas satpol PP itu sendiri dalam memenuhi tugas pokok

dan fungsinya. Dimana perlu didukung oleh kualitas sumber daya optimal,

anggaran operasional dan sarana prasarana aparat Satpol PP yang memadai.

Sumber daya manusia, anggaran operasional dan sarana prasarana

aparat memiliki sisi lemah terutama berkenaan dengan kemampuan skill dan

2 Berita Jakarta.Com, Media On Line DKI Jakarta, Jakarta 26.09.2007, diunduh 15 Maret 2009.

3 Ibid.

Page 15: Tesis 3

14

manajerial khususnya pemahaman, pendalaman pengetahuan indikator aspek

hukum dalam menjalankan tugas-tugas di lapangan. Faktor-faktor penyebab

utamanya adalah minimnya kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh

petugas Satpol PP. Ketersediaan sumber daya manusia yang maksimal belum

dapat dipenuhi dalam sistem perekrutan aparat. Belum adanya standar layanan

minimal sampai dengan saat ini menyulitkan ruang gerak petugas Satpol PP.

Sistem tata kerja kelembagaan yang ada masih belum sinergis dari hulu hingga

hilir, dimana menempatkan petugas Satpol PP sebagai ujung tombak dalam

menyelesaikan suatu permasalahan pada sisi hilirnya, tanpa pelibatan proses

sejak awal.

Kurangnya alokasi rutin yang dianggarkan oleh Anggaran

Pembangunan Belanja daerah (APBD), operasionalisasi kegiatan lebih bersifat

projektif, akibatnya sarana dan prasarana yang bersifat fasilitas keperluan dinas

belum memadai. Petugas Satpol PP pada umumnya memiliki status

kepegawaian yang masih bersifat honorer dengan gaji di bawah Upah Minimum

Regional (UMR) nasional.

Tugas operasional lapangan dan penetapan sanksi masih menjadi

kendala bagi petugas Satpol PP. Hambatan pelaksanaan tugas aparat Satpol PP

di luar anggaran rutin umumnya pada pelaksanaan tugas penertiban, terutama

masih banyaknya oknum tertentu yang melindungi pelaku-pelaku pelanggar

Perda yang kebanyakan pada sektor hiburan malam dan prostitusi. Sementara

itu penerapan sanksi yang bersifat pemaksaan terkendala oleh aturan hukum

akibat otoritas yang terbatas khususnya menyangkut sanksi penangkapan,

penahanan dan kurungan.

Page 16: Tesis 3

15

Berkaitan dengan kesulitan tugas di lapangan, tugas aparat satpol PP

dilapangan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah daerah. Selain

pengetahuan tentang hukum Dinas Tramtib, petugas juga harus dibekali dengan

pengetahuan yang luas tentang masalah kemasyarakatan termasuk di dalamnya

kemampuan penanggulangan penyakit masyarakat (patologi sosial) seperti

masalah alkoholisme, kenakalan remaja, miras, gelandangan, dan pelacuran.

sehingga ungkapan ketidaktahunan tentang berbagai fenomena sosial di dalam

masyarakat terutama di kota yang menjadi wilayah tugasnya dapat dihindari dan

diantisipasi dengan tepat.

Petugas Satpol PP bukan hanya semata merupakan kekuasaan belaka.

Namun lebih sebagai pengayom, pencegah maupun penegak perlindungan dan

ketertiban. Petugas satpol PP dituntut untuk dapat melindungi masyarakat dari

kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM. Tingkat kemajuan masyarakat

yang tinggi diiringi dengan kecenderungan munculnya segala bentuk

ketidakadilan, kesenjangan dan distorsi. Sehingga bila harapan masyarakat tidak

dapat dipenuhi, tersalurkan dan terselesaikan secara memadai, akan dapat

menyebabkan gejolak emosional, kerusuan sosial dan gangguan ketentraman

dan ketertiban masyarakat. Berbagai kecenderungan tersebut memunculkan

krisis kepercayaan dan mengakibatkan menurunnya kewibawaan pemerintah.

Sehingga respon dalam menangkal berbagai friksi sosial yang terjadi di

masyarakat menjadi sangat rendah.

Masyarakat tidak dapat begitu saja menyerahkan sepenuhnya upaya

pemenuhan keamanan, perlindungan dan ketertiban pada petugas Satpol PP.

Masyarakat juga berkewajiban untuk turut serta secara aktif dalam

Page 17: Tesis 3

16

menyelenggarakan upaya perlindungan dan ketertiban dengan cara mematuhi

segala ketentuan yang ada, memberikan masukan dalam pembuatan kebijakan

dan mengontrol atas pelaksanaan kebijakan tersebut. Karena keamanan dan

ketertiban pada dasarnya adalah merupakan tanggung-jawab bersama antara

masyarakat dan pemerintah.

Kebersamaan yang sinergis antara masyarakat dan pemerintah

menjadikan petugas Satpol PP lebih bersemangat dan bertanggung jawab dalam

penegakan perda. Satpol PP sebagai satuan organisasi perlu memilliki

kemampuan untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan segala daya

dan potensi sumber daya secara optimal. Kemampuan tersebut dapat diperoleh

melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang terfokus pada

peningkatan kompetensi yang semestinya dimiliki oleh setiap petugas untuk

dapat lakukan tugas tanggung jawab dan fungsinya sebagai pengayom

masyarakat. Melalui assesment dari hulu sampai hilir, didukung pendidikan dan

pelatihan yang berbasis kompetensi akan mengarahkan seseorang pada

kemampuan standart, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada persesuaian

kompetensi terhadap kebutuhan pengembangan organisasi.

Kebutuhan akan pengembangan diri dan organisasi dapat dimotivasi

dari diri sendiri, dengan upaya memperoleh kebebasan dan otonomi untuk

menumbuhkan semangat kerja. Pimpinan yang tanggap akan dapat mengetahui

motivasi dari bawahannya, sehingga dapat membuka jalan menuju produktivitas

kerja yang diharapkan organisasi. sehingga akan mendorong motivasi, semangat

kerja dan meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja, serta meningkatkan

antusias kebersamaan dalam menjalankan tugas-tugas perorangan dan

Page 18: Tesis 3

17

kelompok dalam organisasi menurut ukuran atau batasan-batasan yang

ditetapkan.

Motivasi dapat ditempatkan sebagai bagian yang fundamental dari

kegiatan manajemen. Seseorang yang termotivasi dalam melakukan

pekerjaannya, maka dengan sendirinya kinerja seseorang tersebut dengan

sendirinya akan meningkat juga. Memenuhi harapan tersebut, kinerja petugas

satpol PP perlu didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai.

Kualitas sumber daya manusia dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan

pelatihan yang baik. Salah satunya adalah melalui Competency Based Education

and Training (CBET).

Melalui Competency Based Education and Training (CBET) diharapkan

dapat meningkatkan motivasi petugas Satpol PP dan meingkatkan kinerja dalam

menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak perlindungan dan ketertiban.

Motivasi yang ada pada petugas satpol PP harus senantiasa dipacu, karena

tanpa motivasi kerja yang tinggi yang dilakukan oleh organisasi belumlah

optimal. Masih perlu ditingkatkan agar memberikan kinerja yang baik dilapangan.

Kinerja yang baik tentunya harus ditunjang oleh kualitas SDM yang baik.

Sehingga dipandang perlu untuk meningkatkan kompetentisi petugas satpol PP.

Sehingga dapat diketahui sejauhmana Competency Based Education and

Training (CBET) dan motivasi berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.

Sehingga melalui penelitian ini akan menemukan relevansinya.

Page 19: Tesis 3

18

B. Identifikasi Masalah

Mengacu pada konsep otonomi daerah yang diamanatkan Undang

Undang No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah. Pasal 120

menekankan pada keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), yang

bertugas membina ketenteraman ketertiban masyarakat, memberi peringatan

dini, pemeliharaan, penanggulangan, dan penegakan peraturan daerah (perda)

yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural dimana

mengacu pada kepentingan terbaik untuk masyarakat.

Mengacu pada pemahaman diatas, maka penelitian dapat diidentifikasi

sebagai berikut:

1. Bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP?

2. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas

sumber daya petugas Satpol PP?

3. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas

sumber daya petugas Satpol PP?

4. Bagaimana meningkatkan kinerja petugas Satpol PP?

5. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas

kinerja petugas Satpol PP?

6. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas

kinerja petugas Satpol PP?

7. Bagaimana mengembangkan motivasi petugas Satpol PP dalam

melaksanakan tupoksinya?

8. Bagaiman strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan motivasi

petugas Satpol PP dalam melaksanakan tupoksinya?

Page 20: Tesis 3

19

9. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan motivasi

kerja petugas Satpol PP?

10. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training

(CBET) terhadap peningkatan kinerja petugas Satpol PP ?

11. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training

(CBET) terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP ?

12. Bagaimana pengaruh pendekatan Competency-based Education and Training

(CBET) terhadap peningkatan kinerja petugas Satpol PP perempuan ?

13. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training

(CBET) terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP perempuan ?

14. Apakah terdapat korelasi antara pendekatan Competency-based education

and training (CBET), terhadap pengembangan motivasi petugas Satpol PP

perempuan ?

C. Pembatasan masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan tentang pengaruh

motivasi dan pelatihan terhadap kinerja petugas Satpol PP didalam lingkup

Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

D. Perumusan Masalah

Dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka dalam penelitian

ini perumusan masalah dirumuskan sebagai berikut:

Page 21: Tesis 3

20

1. Apakah terdapat perbedaan kinerja antara petugas satpol PP yang mengikuti

model pelatihan Competency Based Education and Training (CBET) dengan

model pelatihan konvensional ?

2. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi

kerja terhadap kinerja petugas satpol PP ?

3. Apakah kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi dan

mengikuti pelatihan model Competency Based Education and Training

(CBET) lebih tinggi dibandingkan kinerja satpol PP yang memiliki motivasi

tinggi dan mengikuti pelatihan konvensional ?

4. Apakah kinerja petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan

mengikuti model pelatihan konvensional lebih tinggi daripada kinerja petugas

satpol PP yang memiliki motivasi rendah dan mengikuti Competency Based

Education and Training (CBET)?

E. Kegunaan hasil penelitian

Penelitian ini baik secara teoritis maupun praktis mempunyai berbagai

manfaat sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritik

Hasil penelitian dapat dijadikan landasan untuk menyusun konsep dan

strategi baru dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan petugas

satpol PP guna mempersiapkan personil SDM yang memadai dalam

menjalankan tugas pokok dan fungsi dari petugas Satpol PP.

Page 22: Tesis 3

21

2. Kegunaan Praktis

Penelitian yang dilakukan di Dinas Satpol PP provinsi DKI ini

diharapkan dapat memberikan masukkan atau rekomendasi khususnya

kepada pihak manajemen dalam peningkatan kompetensi petugas Satpol

PP yang lebih baik di masa yang akan datang dengan mengutamakan

kepentingan terbaik untuk masyarakat.

Page 23: Tesis 3

22

BAB II

KERANGKA TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

Acuan teori yang merupakan landasan konseptual dalam penelitian

menekankan pada kajian tentang kinerja, model pendidikan dan pelatihan, serta

motivasi petugas Satpol PP.

A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Satpol PP merupakan perangkat aparat pelaksana layanan

perlindungan dan penegak hukum dalam konteks institusi ketenteraman

dan ketertiban (tramtib) di lingkungan dimana ditugaskan. Kinerja Satpol PP

mengacu pada tugas pokok dan fungsinya sebagai pembina ketenteraman

ketertiban masyarakat (tramtibmas), pemberi layanan perlindungan,

pemberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan tramtibmas,

dan penegak peraturan daerah (perda). Secara keseluruhan ruang

geraknya dijiwai untuk kepentingan terbaik bagi masyarakat, dan sesuai

dengan tatanan nilai yang berlaku dalam masyarakat secara umum.

Tuntutan tugas aparat Satpol PP yang bagitu luas ini tentu merupakan

suatu beban kerja tersendiri. Kuantitas beban kerja yang demikian berat

tentunya merupakan permasalahan kinerja yan spesifik bagi aparat satpol

PP.

Karena tentunya suatu organisasi, dalam hal ini Satpol PP sangat

menginginkan adanya peningkatan kinerja sesuai dengan standar yang

Page 24: Tesis 3

23

telah ditentukan untuk mencapai tujuan. Mewujudkan pencapaian tujuan

tersebut harus ditopang oleh semangat dan kegairahan kerja pegawai. Oleh

karena itu organisasi atau instansi perlu mengetahui berbagai kelemahan

dan menguatkan kelebihan. Suatu hal yang lumrah mengetahui

kekurangan, hal ini diperlukan guna meningkatkan produktivitas dan

pengembangan pegawai. Menjawab kebutuhan tersebut, perlu dilakukan

kegiatan penilaian kinerja secara periodik yang berorientasi pada masa lalu

atau masa yang akan datang bagi para petugas Satpol PP.

Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun

dengan mengedepankan kapasitas sumber daya. Implementasi kinerja

dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan,

kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai

dan memperlakukan sumberdaya manusianya akan mempengaruhi sikap

dan perilaku sumber daya tersebut dalam menjalankan kinerja.

Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan

kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan, konsumen, dan

memberikan kontribusi pada ekonomi sehingga seseorang berupaya untuk

melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut.

Kinerja harus dapat diejawantahkan sebagai apa yang dikerjakan dan

bagaimana cara mengerjakannya.

Fremont dalam internet Journal (2000) memberikan konsep umum

tentang prestasi adalah kinerja = f (kesanggupan, usaha dan kesempatan).

Persamaan ini menampilkan faktor atau variabel pokok yang menghasilkan

prestasi, mereka adalah masukan (inputs) yang jika digabung, akan

Page 25: Tesis 3

24

menentukan hasil usaha perorangan dan kelompok. Kesanggupan (ability)

adalah fungsi dari pengetahuan dan skill manusia dan kemampuan

teknologi. Ia memberikan indikasi tentang berbagai kemungkinan prestasi.

Usaha (effort) adalah fungsi dari kebutuhan. Sasaran, harapan dan

imbalan. Besar kemampuan terpendam manusia yang dapat direalisir itu

bergantung pada tingkat motivasi individu dan/atau kelompok untuk

mencurahkan usaha fisik dan mentalnya. Tetapi tak akan ada yang terjadi

sebelum manajer memberikan kesempatan (opportunity) kepada

kesanggupan dan usaha individu untuk dipakai dengan cara-cara yang

bermakna. Prestasi organisasi adalah hasil dari sukses individu dan

kelompok dalam mencapai sasaran yang relevan.

Pada organisasi atau unit kerja di mana input dapat teridentifikasi

secara individu dalam bentuk kuantitas misalnya pabrik jamu, indikator

kinerja pekerjaannya dapat diukur dengan mudah, yaitu banyaknya output

yang dicapai dalam kurun waktu tertentu. Namun untuk unit kerja kelompok

atau tim, kinerja tersebut agak sulit, dalam hubungan ini Simamora4 (1995 :

132) mengemukakan bahwa kinerja dapat dilihat dari indiktor-indikator

sebagai berikut : 1) keputusan terhadap segala aturan yang telah

ditetapkan organisasi, 2) Dapat melaksanakan pekerjaan atau tugasnya

tanpa kesalahan (atau dengan tingkat kesalahan yang paling rendah), 3)

Ketepatan dalam menjalankan tugas.

4 Anoraga, Panji dan Sri Suyati. 1995. Perilaku Keorganisasian.Cetakan Pertama. Penerbit Dunia Pustaka

Jaya. Jakarta. Hal. 132

Page 26: Tesis 3

25

Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke

dalam penilaian perilaku secara mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2)

kuantitas kerja; (3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat atau

pernyataan yang disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6)

perencanaan kerja; (7) daerah organisasi kerja.

Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen

karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi.

Sehubungan dengan itu maka upaya untuk mengadakan penilain kinerja

merupakan hal yang sangat penting.

Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah

produktivitas, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana

usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu

organisasi. Jadi untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja seseorang,

maka perlu pengkajian khusus tentang kemampuan dan motivasi. Faktor-

faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan

kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau

sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak

orang mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-

apa.

Senada dengan pemahaman diatas, Mangkunegara berpendapat

bahwa kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance

atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang

Page 27: Tesis 3

26

dicapai seseorang)5. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kinerja karyawan

(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang

dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pendapat serupa juga

disampaikan oleh Irawan yang mengemukakan bahwa kinerja merupakan

satu-satunya petunjuk yang dapat kita percayai untuk menyimpulkan

apakah suatu organisasi, unit atau pegawai sukses atau gagal, berprestasi

atau tidak.6

Menurut Hariandja kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan

oleh pegawai atau perilaku nyata yang dinyatakan sesuai dengan perannya

dalam organisasi atau instansi.7 Sedangkan Husein mendefinisikan kinerja

sebagai hasil kerja yang dicapai seseorang tenaga kerja dalam

melaksanakan tugas dan pekerjaannya yang dibebankan kepadanya.8

Handoko mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai

seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya

yang didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan waktu.9

Sedangkan definisi kinerja menurut Gomes adalah ungkapan seperti out

5 Mangkunegara, Anwar P., Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, (PT. Refika Aditama, Bandung: 2005), hlm. 9.

6 Irawan, Prasetya et.al, Manajemen Sumber Daya Manusia, (STIA-LAN: Jakarta, 2002), hlm. 11.

7Hariandja, Marihot Tua Efendi,Drs.,M.Si., Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai, Edisi I, Cetakan ketiga, (Bumi Aksara, Jakarta: 2005), hlm. 195.

8 Husein, Umar. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Edisi Revisi, (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2002), hlm. 14.

9 Handoko T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (BPFE, Yogyakarta: 2002), hlm. 25.

Page 28: Tesis 3

27

put, efisiensi serta efektivitas dan sering dihubungkan dengan

produktivitas.10

Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

usaha organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan

harus dilakukan orgisasi atau instansi untuk meningkatkannya. Salah satu

diantaranya adalah melalui penilaian kinerja. Menurut Efendi Hariandja

Penilaian kinerja merupakan salah satu proses organisasi atau instansi

dalam menilai kinerja pegawainnya11. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja

secara umum adalah untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam

upaya memperbaiki tampilan kerja dan upaya meningkatkan produktivitas

organisasi. Secara khusus dilakukan dengan berbagai kebijaksanaan

terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan

dan latihan.

Dikemukakan oleh Tika bahwa kinerja adalah hasil-hasil fungsi

pekerjaan (motivasi, kecakapan, persepsi peranan) seseorang dalam suatu

organisasi atau instansi yang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk

mencapai tujuan organisasi atau instansi.12 Berkaitan dengan motivasi

kerja, Victor Vroom yang dikutip dalam Efendi Hariandja tentang teori

motivasi expentansi, mengatakan bahwa salah satu unsur penting dalam

motivasi adalah adanya kemungkinan bahwa seseorang dapat mencapai

kinerja yang diharapkan, yang disebut dengan expectancy, disamping

adanya hubungan yang jelas antara kinerja dengan reward/imbalan yang

10

Mangkunegara, Op Cit, hlm. 9. 11

Hariandja, Op Cit, hlm. 195. 12

Moh. Pabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan (Bumi Aksara, Jakarta: 2005), hlm. 121.

Page 29: Tesis 3

28

didapat (instrumentality), serta imbalan yang akan didapat sesuai dengan

bentuk yang sangat diinginkan saat ini (valens).13

Kinerja di dalam suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumber

daya manusia dalam organisasi atau instansi, baik unsur pimpinan maupun

pekerja. Banyak sekali aspek maupun faktor yang dapat mempengaruhi

sumberdaya manusia dalam menjalankan kinerjanya. Adapun aspek-aspek

standar pekerjaan menurut Mangkunegara14 terdiri dari aspek kuantitatif

dan aspek kualitatif. Aspek kualitatif meliputi: (1) Proses kerja dan kondisi

pekerjaan; (2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan

pekerjaan; (3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan; dan (4)

Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. Sedangkan aspek

kualitatif meliputi: (1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan; (2) Tingkat

kemampuan dalam bekerja; (3) Kemampuan menganalisis data/informasi,

kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan; dan (4)

Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen).

Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pekerjaan dapat ditentukan

dengan tepat dan lengkap, dan diuraikan dalam bentuk perilaku yang dapat

diamati dan diukur secara cermat dan tepat. Sehingga dalam pelaksanaan

pengelolaan kinerja karyawan, hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang (karyawan).

Menurut Robbins yang dikutip oleh Rivai dan Basri mengemukakan

bahwa kinerja adalah sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau

13

Hariandja, Op Cit, hlm. 198. 14

Mangkunegara, Op Cit, hlm. 17-19.

Page 30: Tesis 3

29

Ability (A), motivasi atau Motivation (M) dan kesempatan atau Opportunity

(O), yaitu kinerja = f(A x M x O)”.15 Dengan demikian, kinerja ditentukan

oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan

kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan

fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan yang mengendalikan karyawan itu.

Sedangkan menurut Davis dan Newstrom yang di kutip Husein yang

menyebutkan variabel-variabel yang mampu mempengaruhi tingkat prestasi

dan kinerja (performance) organisasi, yakni : kewenangan organisasi,

kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungan organisasi.16

Sementara menurut Wibowo mengemukakan bahwa faktor yang

dapat mempengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankan kinerjanya,

terdapat faktor yang berasal dari dalam diri sumber daya manusia sendiri

maupun dari luar dirinya antara lain: (1) Kemampuan berdasar pada

pengetahuan dan keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan

pekerjaannya, motivasi kerja dan kepuasan kerja, kepribadian, sikap dan

perilaku; (2) Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam organisasi atau

instansi, yaitu: bagaimana pemimpin menjalin hubungan dengan pegawai,

bagaimana mereka memberi penghargaan kepada pegawai yang

berprestasi, dan bagaimana mereka mengembangkan serta

memberdayakan pegawainya; (3) Sumber dana, bahan, peralatan,

teknologi, dan mekanisme kerja yang berlangsung dalam organisasi; dan

(4) Lingkungan kerja atau situasi kerja yang merupakan faktor lingkungan

15

Veithzel Rivai dan, Ahmad F.M. Basri, Performance Appraisal (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005), hlm. 15.

16 Husein, Op Cit., Hlm. 134.

Page 31: Tesis 3

30

kerja internal organisasi atau instansi, seperti kondisi hubungan

antarmanusia di dalam organisasi, baik antara atasan dengan bawahan

maupun diantara rekan sekerja.17

Berpijak dari berbagai pandangan para pakar di atas terdapat

banyak variabel yang mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi yaitu

faktor kepemimpinan, faktor motivasi, faktor disiplin dan faktor kinerja dari

sumber daya manusia dalam hal ini adalah pegawai.

Menurut Simamora dalam Mangkunegara bahwa upaya

peningkatan kinerja (performance) pegawai dipengaruhi oleh tiga faktor,

diantaranya :

1) Faktor individual, yang berupa kapasitas untuk mengerjakan sesuatu,

terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi.

2) Faktor psikologis, berupa persepsi, attitude, personality, pembelajaran

dan motivasi, yang dapat membentuk keinginan mencapai sesuatu.

3) Faktor organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat

sesuatu. Terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan

(imbalan), struktur dan job design.18

Memahami hal tersebut, kinerja pegawai akan tercipta bila di

dukung oleh adanya kesiapan yang dimiliki karyawan itu sendiri baik secara

kemampuan, mental (psikologis) dan adanya dukungan dari organisasi

berupa kesempatan. Karena acapkali terjadi, meski seorang individu

17

Wibowo, Manajemen Kinerja, (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005), hal.65-66. 18

Mangkunegara, Op Cit., hlm. 14.

Page 32: Tesis 3

31

bersedia dan mampu, tetapi bisa saja ada rintangan yang ada dapat

menjadi penghambat yang cukup berarti.

Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja,

antara lain dikemukakan Amstrong dan Baron (1998,16) yang dikutip oleh

Wibowo yaitu, sebagai berikut :

a) Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan kompetensi

yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

b) Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan

dukungan yang dilakukan pimpinan dan team leader.

c) Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh

rekan sekerja.

d) System factors, ditunjukkan oleh system kerja dan fasilitas yang

diberikan organisasi.

e) Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat

tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.19

Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

baik yang bersumber dari pegawai sendiri maupun yang bersumber dari

organisasi. Dari pegawai sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau

kompetensinya. Sementara itu, dari segi organisasi atau instansi

dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan pegawainya,

bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pegawai, dan

19

Wibowo, Op Cit., hlm. 74-75.

Page 33: Tesis 3

32

bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pegawai

melalui coaching, mentoring dan counselling.20

Indikator kinerja atau performance indikators kadang-kadang

dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance

measures), tetapi banyak pula yang membedakannya. Pengukuran kinerja

berkaitan dengan hasil yang dikuantitatifkan dan mengusahakan data

setelah kejadian. Sementara itu, indikator kinerja dipakai untuk aktivitas

yang hanya dapat ditetapkan secara kualitatif atas dasar perilaku yang

dapat diamati. Menurut Hersey, Blanchard, dan Jhonson yang di kutip oleh

Nengah21, terdapat tujuh indikator kinerja, yang digambarkan sebagai

berikut:

20

Ibid, hlm. 76. 21

Wibowo, Op Ciit, hlm.386.

Page 34: Tesis 3

33

Gambar 1: Indikator Kinerja

Gambar ketujuh indikator kinerja diatas dapat dijelaskan, sebagai

berikut:

1) Goals (tujuan) merupakan suatu keadaan yang lebih baik yang ingin

dicapai dimasa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan merupakan

arah ke mana kinerja harus dilakuakan. Kinerja individu maupun

organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

2) Standard (standar) merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang

dinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan

suatu tujuan dapat tercapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil

apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati

bersama antara atasan dan bawahan.

3) Feedback (umpan balik) merupakan masukan yang dipergunakan untuk

mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan.

Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai

hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja. Masukan berupa feedback

motive goals

means

opportunity

standard

competenc

e feedback

Page 35: Tesis 3

34

ini dapat berasal dari dalam dan luar organisasi. Umpan balik dari

dalam organisasi merupakan evaluasi yang dilakukan secara bersama

atau melalui tim khusus yang dibentuk untuk memberikan masukan

terhadap sebuah pencapaian tujuan organisasi. Umpan balik dari luar

organisasi dapat dilihat dari respon masyarakat (pengguna) dari produk

maupun jasa yang di hasilkan oleh organisasi.

4) Means (alat atau sarana) merupakan sumber daya yang dapat

dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses.

Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan.

5) Competence (kompetensi) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh

seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya

dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan

tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan.

6) Motive (motif) merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk

melakukan sesuatu. Pimpinan memfasilitasi motivasi kepada karyawan

dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan

tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan

balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu

melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan

menghapuskan tindakan yang mengakibatkan disintesif.

7) Opportunity (peluang) merupakan peluang untuk menunjukkan prestasi

kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan adanya

Page 36: Tesis 3

35

kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu

dan kemampuan untuk memenuhi syarat.22

Kinerja amat bergantung sejauh mana upaya seseorang untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Tujuan yang telah

ditetapkan ini merupakan tujuan yang terukur dan dapat diobservasi oleh

seluruh anggota organisasi sehingga tujuan merupakan sesuatu yang

konkrit dan nyata bukan merupakan hal yang abstrak dan mengawang jauh

dari kenyaataan. Kemampuan organisasi untuk meramu bentuk dari tujuan

yang ingin dicapai menjadi amat penting, karena hal itu dapat memberikan

kejelasan kepada anggota organisasi untuk mencapai target tujuan yang

hendak dicapai.

Sarana dan kompetensi merupakan faktor pendukung yang penting

yang diperlukan oleh setiap anggota untuk mencapai tujuan organisasi.

Sarana dan kompetensi memungkinkan seorang anggota organisasi dapat

mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan.

Motif yang dimiliki seorang anggota organisasi merupakan hal yang

cukup penting dalam usaha mendorong seorang anggota organisasi untuk

mencapai tujuan organisasi. Kemampuan seorang pemimpin untuk

memfasilitasi motif dari setiap anggotanya menjadi faktor kunci bagi

kelancaran pergerakan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Peluang yang diperoleh oleh seorang anggota organisasi juga

memegang peranan penting bagi anggota untuk turut andil mencapai tujuan

22

Wibowo, Op Cit., hlm. 77-80.

Page 37: Tesis 3

36

organisasi. Ketersedian waktu yang dimiliki oleh seorang anggota

organisasi memegang peranan penting guna menunjukkan prestasi

kerjanya secara optimal sesuai dengan kebutuhan upaya untuk mencapai

tujuan organisasi. Prestasi kerja seorang anggota organisasi perlu ditunjang

oleh kemampuan untuk memenuhi syarat yang ditetapkan oleh organisasi

untuk melakukan suatu pekerjaan.

Beberapa penjabaran di dapat dirangkumkan kedalam beberapa

kata kunci untuk menunjukkan kinerja seorang anggota satpol PP yaitu:

Hasil pekerjaan, insentif dan produktifitas. Hasil pekerjaan hasil pekerjaan

yang dicapai oleh individu dan terkait pada tujuan organisasi yang telah

ditetapkan oleh organisasi dan tunjang oleh sistem, kepemimpinan, sarana,

dan dukungan organisasi yang diberikan oleh organisasi. Sedangkan

insentif merupakan hal-hal yang berkaitan dengan motif dan kebutuhan

yang ada dalam diri individu. Dan produktifitas berkaitan dengan

kemampuan seorang anggota organisasi untuk menghasikan jumlah

pekerjaan sesuai dengan kompetensi dan peluang yang dimiliki oleh

seorang anggota organisasi menyelesaikan pekerjaannya.

Berdasarkan penjabaran konsep di atas maka kinerja yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah perbuatan seseorang dalam

melaksanakan pekerjaan untuk mencapai hasil tertentu. Perbuatan tersebut

mencakup hasil, insentif dan produktifitas yang hasilkan melalui proses

yang terfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya

standar pelaksanaan dan kualitas yang diharapkan.

Page 38: Tesis 3

37

2. Dimensi dan Indikator Kerja

Sebagaimana definisi kinerja yang dirumuskan di atas, maka dalam

mengukur kinerja terdapat beberapa faktor atau dimensi yang harus

terpenuhi yaitu kualitas kerja, kunatitas kerja, pengetahuan, keandalan,

kehadiran dan kerjasama. Masing-masing faktor tersebut dijabarkan dalam

beberapa indikator sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut :

Page 39: Tesis 3

38

Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Kinerja

No Dimensi Indikator

1 Kualitas Kerja - Ketelitian bekerja

- Ketepatan dalam berkerja

- Kerapian bekerja

- Keterampilan dan kecakapan kerja

- Empati dalam bereja bersama dengan masyarakat

2 Kuantitas kerja - Jumlah hasil kerja yang telah dicapai

- Kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan

- Menurunnya kecenderungan penyimpangan dan

pelanggaran dalam masyarakat

3 Pengetahuan - Pemahaman terhadap tugas yang dikerjakan

- Etika bekerja bersama masyarakat sipil

4 Keandalan - Mengikuti instruksi pimpinan

- Memiliki inisiatif

- Disiplin dalam kerja

- Memiliki empati dalam bekerja

5 Kehadiran - Hadir dalam rapat rutin

- Aktif dalam setiap rapat

- Aktif melaksanakan tugas piket harian dan lapangan

- Aktif melakukan patroli keliling

- Aktif melakukan penjangkauan masyarakat yang

bermasalah

6 Kerjasama - Kemampuan bekerjasama dengan teman seprofesi

- Kemampuan bekerjsama dengan atasan

- Kemampuan dalam melaksanakan fungsi referal

- Kemampuan dalam menjalin jejaring kemasyarakatan

khususnya bidang layanan perlindungan dan

penegakan ketertiban

- Kemampuan penguatan masyarakat untuk secara

Page 40: Tesis 3

39

No Dimensi Indikator

madani menyelenggarakan sistem kontrol sosial

untuk mnegakkan perlindungan dan ketertiban

bermasyarakat

- Kemampuan menjadikan dirinya petugas Satpol PP

yang ramah terhadap lingkungan dimana bekerja.

B. Pendidikan dan Pelatihan

1. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan Pelatihan (Education and Training) atau biasa

disingkat Diklat adalah bagian yang tak terpisahkan dan terpenting dalam

peningkatan kinerja. Mengacu dalam bahasa inggris, education

(pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi

peningkatan.23 Dalam pengertian sempit, McLeod mendefinisikan

pendidikan sebagai perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh

pengetahuan.24 Tardif yang dikutip Syah mendefisikan pendidikan sebagai

seluruh tahapan pengembangan kemampuan dan perilaku manusia dan

proses penggunaan pengalaman kehidupan.25 Nedle dalam Tilaar

mengartikan pendidikan adalah proses belajar mempersiapkan individu

untuk pekerjaan yang berbeda pada masa yang akan datang.26

M. Chabib Thoha menyatakan bahwa untuk memahami pengertia

npendidikan dengan benar, pendidikan perlu dibedakan menjadi dua 23

John M. Echols dan Hassan Shadily Kamus Inggris Indoensia (Jakarta: PT Gramedia, 2005), h. 205 24

William T McLoad, (edt.), The New Collins Dictionary and Thesaurus ( Glasgow: William Collins Sons and Co.Ltd., 1989). 25

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Rosdakaya, 2008), h.10 26

Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasioanl (Bandung: Rosadakarya, 2001) h.202

Page 41: Tesis 3

40

pengertian yaitu pengertian yang bersifat teoritis dan pengertian pendidikan

dalam arti praktis.27 Menururtnya, pendidikan dalam arti pertama adalah

pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk

memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada

pemikiran normative spekulatif rasional empirik, rasional filosofik maupun

historic filoisofik.28

Pendidikan dalam arti praktis para ahli pendidikan merumuskan

secara bervariasi.

a. Menurut Goerge F. Kneller.

“Education is the Process of self realization. In which the self

realizesand develops all its parentialitles.”29 Artinya : “Pendidikan dalam

realisasi diri dimana (pribadi Individu) merealisasikan dan

mengembangkan semua potensi-potensinya”.

b. Menururt Frederick J. McDonald

“Education is a process aran activity which is directed at

producing desirable changes in the behavior of human being.” Artinya:

pendidikan adalah suatu prosews atau aktivitas yang secara langsung

diharapkan dapat menghasilkan bisa menghasilkan perubahan tingkah

laku.30

27

Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 98. 28 Ibid, hlm. 23 29

Goerge F. Kneller, Logic and Language Of Education John And Willey Ine, (New York, 1996), hlm. 14-15. 30

Frederick J. Mc Donald, Educational Pshycology Wods Worrth Publishing Company Inc, (San Francisc, 1999), hlm. 4.

Page 42: Tesis 3

41

c. Menurut John Dewey

“Etimologycall the world education means just a proccess of

leading or bringing of. When we have the out come of the process in

mind we speakz of education as shaping, forming, molding activity that

is, a shaping into the standart from of social activity.”31 Artinya, secara

etimologi, kata pendidikan hanya berarti suatu proses memimpin atau

mengasuh, jika kita telah menghsilkan proses kejiwaan, kita katakan

bahwa pendidikan adalah proses pembentukan pembinaan, dan

percetakan aktivitas, yakni pembentukan ke dalam bentuk standar dari

aktivitas sosial.

Menurut Chabib Thoha, Pendidikan dalam arti praktek atau

“suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan

potensi-potensi yang dimiliki subjek didik untuk mencapai

perkembangan secara optimal serta membudayakan manusia melalui

proses tranformasi nilai-nilai yang utama.”32

Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa pendidikan merupakan suatu proses pengembangan pribadi

dalam semua aspek-aspeknya. Atau dapat juga diartikan sebagai suatu

proses pengembangan pribadi dalam semua aspek-aspeknya untuk

merealisasikan manusia yang berbudi luhur.

31 John Dewey, Democratic And Education, (New York: The Macmillian

Company, 1964), hlm. 10 32

Chabib Thoha, Op.cit., hlm. 99.

Page 43: Tesis 3

42

Pelatihan adalah suatau kegiatan untuk memperbaiki kemampuan

kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas tertentu.33 Dessler

mengartikan pelatihan sebagai proses pembelajaran.34 Donaldson dan

Scannel memaknai pelatihan sebagai upaya perubahan perilaku. 35

menurutnya pendikan dan pelatihan harus diorganisir agar dapat

mengantarkan perubahan perilaku peserta pelatihan.

Jucius dalam Bernardin menyatakan bahwa pendidikan dan

pelatihan digunakan untuk menunjukkan setiap proses, dimana bakat,

kecakapan dan kemampuan para pegawai dikembangkan agar mereka

dapat menyelsaikan pekerjaan tertentu. Kemudian Bernardin menyebutkan

secara ideal bahwa pelatihan harus disesuaikan dengan keinginan

mewujudkan dan mencapai tujuan organisasi.36

Pelatihan bagi Bosker adalah suatu kegiatan pembelajaran yang

terprogram dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan

keterampilan peserta.37 Makna kemampuan dan keterampilan di sini tidak

hanya sekadar ranah psikomotorik, namum juga meliputi aspek

kemampuan dan keterampilan yang utuh. Termasuk dalam makna

kemampuan di sini adalah kecerdasan majemuk (multiple intelegencies)

dan aspek-aspek psikologis lain, seperti motivasi kerja, kecerdasan sosial,

kecerdasan emosional, dan sebagainya yang dapat dikembangkan melalui

pelatihan.

33

Ranupanjoyo dan Husnan, Manajemen Personalia (Yogyakarta: BPFE, 1995), h.77 34

Gary Deseler, Personal Management, Ter. Agung Dharma (Jakarta: Erlangga, 1997), h.266 35

Donaldson dan Scannel, Human Resources Development, terj.Ya’kub (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1993), h.7 36

Bernardin, Human Resources Management (Jakarta: Mc. Graw-Hill Inc., 1993), h.297 37

J. Bosker, Training effectiveness, New York, Pergamon, 1997, P: 3

Page 44: Tesis 3

43

Menurut Brown, pelatihan merupakan salah satu kegiatan pokok

dalam pengembangan sumberdaya manusia.38 Hal ini karena kondisi dan

tuntutan lingkungan yang selalu berubah, serta perkembangan ilmu dan

teknologi, menyebabkan organisasi atau lembaga harus selalu

menyesuaikan diri. Untuk itu sumberdaya manusia yang ada dalam

organisasi harus selalu ditingkatkan kemampuannya. Sebagian besar

kegiatan pengembangan sumberdaya manusia dilakukan melalui program

pelatihan.

Pelatihan menurut Wexley dan Yukl adalah suatu proses di mana

pegawai mempelajari keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang

diperlukan guna melaksanakan pekerjaannya secara efektif.39 Sementara

menurut Amstrong, pelatihan adalah kegiatan untuk mengisi kesenjangan

antara apa yang dapat dikerjakan seseorang dan siapa yang seharusnya

mampu mengerjakannya, agar secepat mungkin pegawai dapat mencapai

suatu tingkat kemampuan kerja dalam jabatan mereka, dan menambah

keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk memperbaiki prestasi

dalam jabatan yang sekarang atau mengembangkan potensinya untuk

masa yang akan datang.40

Berpijak pada beberapa pengertian di atas, maka pengertian

pendidikan dan pelatihan dalam penelitian ini adalah kegiatan yang

dilakukakan untuk membina kepribadian, meningkatkan dan

38

M. J. Brown, The Effectiveness Of Organization, (California, Fearon, Belmont California, 1999), p: 26 39

Kenneth Wexley dan Gary A Yukl, Organizational Behavior and personal Psychology, (Ontorio, Richard D. Irwan. Inc, 1997), p: 301 40

Michael Amstrong, Manajemen Sumber daya Manusia, Terjemahan Sofyan Cikman dan Hariyanto, (Jakarta, Elex Media Kompotindo, 1990), p. 120

Page 45: Tesis 3

44

mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan karyawan dalam

bekerja.

Pelaksanaan diklat sangat beragam jenis program dan model yang

digunakan. Berikut adalah dua model diklat yang biasa dilakukakan dalam

berbagai kegiatan.

2. Competence Based Education and Training (CBET)

Competence Based Education Training (Pendidikan dan Pelatihan

Berbasis Kompetensi) merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan

yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan

secara khusus, untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja

(performance target) yang telah ditetapkan. Target kinerja yang dimaksud

adalah kompetensi. Artinya, pendidikan dan pelatihan yang diperuntukkan

bagi sumberdaya bukan sekedar membentuk kompetensi, tetapi

kompetensi tersebut harus relevan dengan tugas dan jabatannya. Dengan

kata lain, kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam

melaksanakan tugas sehari-hari dari sumber daya tersebut.

Makna kompetensi secara umum menurut Anderson adalah

sebagai sebagai karakteristik dasar yang terdiri dari kemampuan (skill),

pengetahuan (knowledge) serta atribut lainnya yang mampu membedakan

seseorang yang perform dan tidak perform. Berdasarkan pengertian

tersebut diatas, kompetensi dipandang sebagai alat penentu untuk

memprediksi keberhasilan kerja seseorang.

Page 46: Tesis 3

45

Senada dengan pengertian tersebut, Mulyasa41 menjelaskan bahwa

kompetensi merupakan indikator yang menunjuk pada perbuatan yang bisa

diamati dan sebagai konsep yang mencakup aspek–aspek pengetahuan,

keterampilan, nilai dan sikap serta tahap–tahap pelaksanaannya secara

utuh.

Bagi Spencer dan Spencer kompetensi adalah karakteristik yang

mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu

dalam pekerjaannnya.42 Kompentensi seorang individu merupakan sesuatu

yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi

tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep

diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompentensi

individu yang berupa kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan

melalui pendidikan dan pelatihan.

Selanjutnya menurut Spencer dan Spencer kompetensi dapat

dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu threshold competencies dan differentiating

compentencies. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang

harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya.

Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-

rata. Sedangkan differentiating competiencie adalah factor-faktor yang

membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.43 Misalnya

seorang dosen harus mempunyai kemampuan utama mengajar, itu berarti

41

E. Mulyasa, Dr., M.Pd., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya, 2007), h. 88 42

M.Lyle Spencer and M.Signe Spencer , Competence at Work:Models for Superrior Performance (New York: John Wily & Son,Inc,New York,1993), h.120 43

Ibid., h.122

Page 47: Tesis 3

46

pada tataran threshold competencies, selanjutnya apabila dosen dapat

mengajar dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisanya

tajam sehingga dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah

masuk kategori differentiating competencies.

Mengacu pada berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa kompetensi yang dimaksud adalah kompetesi yang mencakup

tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh seseorang

untuk dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai tugas pokok dan fungsi

sumber daya tersebut.

Kompetensi seseorang dapat berkembang atau meningkat melalui

beberapa cara, seperti melalui pengalaman, belajar sendiri, pendidikan

formal maupun melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) tertentu. Masing-

masing pola perkembangan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan,

namun sebaiknya diperoleh melalui perpaduan dari semua cara tersebut.

Merujuk pada aspek teoritis dan praktis perkembangan kompetensi

yang diperoleh melalui Diklat dapat dikatakan lebih lengkap dan mendalam

dari pada melewati pengalaman. Hal ini karena pada pelaksanaan diklat

dirancang berdasarkan sistem belajar yang terstruktrur yang dibimbing oleh

banyak fasilitator dan penyelenggara. Lain halnya dengan perkembangan

kompetensi yang diperoleh melalui pengalaman, dimana lebih banyak

didasarkan pada kegiatan praktek langsung sebagai respon dari kebutuhan

hidup dimana selama ini sumber daya tersebut tinggal dan bermukim.

Competency Based Education and Training (CBET) merupakan

salah satu pendekatan dalam pengembangan kompetensi sumber daya

Page 48: Tesis 3

47

manusia yang berfokus pada hasil akhir (outcome). Competency Based

Education and Training (CBET) sangat fleksibel dalam proses kesempatan

untuk memperoleh kompetensi dengan berbagai cara. Hasil Competency

Based Education and Training (CBET) menuntut persyaratan dan

karakteristik tersendiri, khususnya bila diterapkan untuk diakui secara

nasional. Hal ini berbeda dengan pendidikan dan pelatihan yang pada

umumnya dilakukan (tradisional) yang berfokus pada masukan (input),

proses, dan keluaran (output) yang sangat bervariasi dan bisa jadi tidak

sesuai dengan standar kebutuhan pekerjaan / tugas.

Tujuan Competency Based Education and Training (CBET) adalah

agar peserta didik dan latih mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Secara khusus, tujuan utama

Competency Based Education and Training (CBET) adalah menghasilkan

kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk

pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam

berbagai pekerjaan dan jabatan.

Penelusuran (penilaian) kompetensi yang telah dicapai dan

sertifiikasi. Hasil Competency Based Education and Training (CBET)

hendaknya dihubungkan dengan standar kompetensi yang akan diberikan.

Program pendidikan dan pelatihan didasarkan atas uraian kerja Kebutuhan

multi – skilling Alur karir (career path). Menurut Rylatt 44, terdapat 9 prinsip

yang harus diperhatikan dalam Competency Based Education and Training

(CBET):

44

Rylatt , Op. Cit ,1993, p.88-89

Page 49: Tesis 3

48

a) Bermakna.

Praktek terbaik Kompetensi harus merefleksikan kebutuhan utama

bisnis, yang didasarkan atas standar industri / kejuruan yang terbaik.

b) Hasil pembelajaran

Competency Based Education and Training (CBET) lebih difokuskan

pada hasil pembelajaran, bukan pada penyampaian pendidikan dan

pelatihan.

c) Fleksibel

Competency Based Education and Training (CBET) dapat dilakukan

dengan berbagai cara dan metode, baik yang bersifat formal maupun

informal.

d) Mengakui pengalaman belajar sebelumnya.

Competency Based Education and Training (CBET) mengakui

pengalaman belajar yang dimiliki oleh peserta, sehingga mereka tidak

dituntut harus mengikuti pendidikan dan pelatihan sampai akhir. Bila

kemudian peserta mengikuti ujian dan lulus ujian kompetensi maka

mereka berhak memperoleh kelulusan dan kualifikasi.

e) Tidak didasarkan atas waktu.

Competency Based Education and Training (CBET) tidak dibatasi oleh

waktu. Perbedaan kemampuan setiap peserta akan menentukan

lamanya proses pendidikan dan pelatihan

Page 50: Tesis 3

49

f) Penilaian yang diperlukan.

Competency Based Education and Training (CBET) sangat

memperhatikan kemampuan memperagakan kompetensi sehingga

setiap orang perlu untuk dnilai tingkat kompetensinya.

g) Monitoring dan evaluasi.

Proses ini mutlak diperlukan mulai dari masukan, proses sampai pada

keluaran.

h) Konsistensi secara nasional.

Competency Based Education and Training (CBET) berlandaskan pada

penampilan kompetensi yang secara nasional konsisten dengan

kebutuhan industri sehingga hasilnya seseorang karyawan dapat

dterima di tempat lain dan dapat dipekerjakan secara nasional.

i) Akredetasi pembelajaran

Kurikulum yang digunakan dalam Competency Based Education and

Training (CBET)harus memperoleh pengakuan dari badan / instansi

yang berkompeten.

Sistem Competency Based Education and Training (CBET) dapat

dilakukan dengan berbagai model, salah satu diantaranya adalah Model

Sistem Strategik Competency Based Education and Training (CBET) pada

perusahaan yang dilakukan melalui 5 tahap. Menurut Dubois45, tahap-tahap

tersebut adalah Analisis kebutuhan penilaian dan perencanaan,

Pengembangan Model Kompetensi, Perencanaan Kurikulum, Perancangan

dan Pengembangan Intervensi Pembelajaran, dan Evaluasi.

45

Dubois, Op.Cit, 88

Page 51: Tesis 3

50

3. Pelatihan Konvensional

Pelatihan konvensional adalah kegiatan pelatihan yang lebih

banyak menekankan pada input (masukan berupa misalnya materi, kriteria

peserta dan lain lain) dan proses serta produk yang banyak variasi dalam

upaya meningkatkan kinerja peserta. Model pelatihan ini karena terlalu

banyak variasi kadang-kadang output yang ingin dicapai menjadi tidak

terukur.

Memperhatikan pelatihan model konvensional, kriteria keberhasilan

selalu ditentukan oleh pihak penyelenggara. Peserta latih hanya menjadi

objek pelatihan yang tidak dapat menentukan kehendak yang ingin

dicapainya sendiri sebagaimana dalam Competency Based Education and

Training (CBET).

Pemahaman yang dimaksud model pelatihan konvensional dalam

peneltian ini adalah segala kegiatan pendidikan dan pelatihan yang lebih

menekakan kepada variasi input, proses dan produk (lulusan) dalam

mencapai peningkatan kinerja. Atau dengan kata lain, model pelatihan

konvensional adalah model pendidikan dan pelatihan yang tidak berbasis

kompetensi.

Page 52: Tesis 3

51

B. Motivasi Kerja Kerja

1. Pengertian Motivasi Kerja

Tindakan seseorang dalam kontek apapun termasuk dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya diawali oleh adanya tenaga

dorongan dari dalam dirinya serta rangsangan yang berasal dari

lingkungannya. Dorongan dari dalam dirinya berkaitan erat dengan

kebutuhannya, sedangkan rangsangan dari luar berkaitan erat dengan cita-

cita dan harapannya seperti status sosial, uang, jabatan dan lain-lain.

Menurut Danim, motivasi (motivation) diartikan sebagai kekuatan,

dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan atau mekanisme psikologi yang

mendorong seseorang atau kelompok orang untuk mencapai prestasi

tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya.46 Terkait arti kognitif,

motivasi diasumsikan sebagai aktivitas individu untuk menentukan

kerangka dasar tujuan dan penentuan perilaku untuk mencapai tujuan.

Menekankan pada arti afeksi, motivasi bermakna sikap dan nilai dasar yang

dianut oleh seseorang atau sekelompok orang untuk bertindak atau tidak

bertindak.

Menurut Hasibuan, motivasi adalah daya penggerak yang

menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama,

bekerja efektif dan terintegerasi dengan segala upaya-upayanya untuk

46

Sudarwan Danim, Prof.,Dr., Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok, (PT. Rineka Cipta, Jakarta: 2004), hlm. 2.

Page 53: Tesis 3

52

mencapai kepuasan.47 Selanjutnya menurut Hasibuan ada hal-hal yang

dapat memotivasi bawahan, yaitu:

1) Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang

yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab,

kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya

penagkuan atas semuanya itu.

2) Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang

bersifat embel-embel pada pekerjaan, tunjangan, sebutan jabatan, hak,

gaji, dan lain-lain.

3) Karyawan kecewa jika peluang untuk berprestasi terbatas, mereka

akan sensitif pada lingkungannya serta mencari-cari kesalahan.

Sedangkan Akitson dan Hilgard yang dikutip Hariandja motivasi

diartikan sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku

atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan

dalam usaha yang keras atau lemah.48

Bila apa yang merupakan kebutuhan pegawai itu sudah dapat

diketahui dan dirumuskan dengan pasti, maka selanjutnya perlu

direncanakan cara-cara memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan perkataan

lain harus ditemukan pula metode-metode, alat dan sarana-sarana yang

cocok untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Maslow seperti dikutip oleh Husein berhasil mengembangkan suatu

teori tentang adanya tingkat kebutuhan manusia :

47

Hasibuan, Malayu H.SP, Organisasi dan Motivasi Peningkatan Produktivitas, Bumi Aksara, Jakarta, 2003), hlm. 97.

48 Hariandja,Op Cit, hlm. 321.

Page 54: Tesis 3

53

1) Kebutuhan fisik (the physiological needs)

2) Kebutuhan akan rasa aman (the safety needs)

3) Kebutuhan untuk dicintai (the love needs)

4) Kebutuhan untuk dihargai (the esteem needs)

5) Kebutuhan untuk aktualitas diri (the needs for self-actualization)49

Teori Maslow mengenai motivasi didasarkan kepada adanya

tingkat-tingkat kebutuhan dan perubahan daya dorongnya. Perubahan daya

dorong dalam istilah Maslow disebut prepotency berarti bahwa apabila

semua tingkat kebutuhan manusia tidak dapat dipenuhi, maka kebutuhan-

kebutuhan dasar yang bersifat fisik seperti sandang, pangan, papan akan

merupakan kebutuhan yang dominan. Apabila kebutuhan tingkat awal

sudah dapat terpenuhi akan mendorong manusia untuk mencapai tingkat

berikutnya dan seterusnya.

Implikasi manajerial teori Maslow disini adalah bagaimana

memotivasi pegawai atau mengaktifkan, menggerakan perilaku kerja

pegawai kearah peningkatan efektivitas organisasi. Sesuai dengan teori ini,

seorang pegawai tidak akan termotivasi untuk bekerja dengan baik

bilamana pelaksanaan pekerjaan tidak dapat memenuhi kebutuhannya.

Gaji, upah atau uang merupakan sarana yang sangat pentinguntuk

memenuhi kebutuhan fisik. Oleh karena itu, memberikan gaji yang layak

kepada karyawan menjadi factor motivasional yang penting untuk

memenuhi kebutuhan tingkat pertama, meskipun gaji dapat juga menjadi

sarana untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Sesuai dengan teori diatas

49

Husein, Op Cit, hlm. 36.

Page 55: Tesis 3

54

juga, bilamana kebutuhan fisik terpenuhi, kebutuhan rasa aman akan

meningkat intensitasnya. Program seperti tunjangan kesehatan, pension,

asuransi dan keselamatan kerja merupakan faktor motivasional yang

sangat penting. Penyediaan sarana ibadat, olahraga, dan berbagai kegiatan

yang bersifat social yang memungkinkan terjadinya interaksi intensif

diantara karyawan juga merupakan faktor motivasional untuk memenuhi

kebutuhan tingkat ketiga. Kesempatan mengembangkan diri melalui

program pendidikan merupakan faktor motivasional untuk memenuhi

kebutuhan tingkat yang lebih tinggi, meskipun tidak semua pegawai

memiliki intensitas kebutuhan untuk ini.

Kemudian Randall S. Schuler dalam Husein menerangkan kaitan

antara motivasi dengan perilaku pegawai atau individu dalam suatu

organisasi memotivasi pegawai berarti upaya mendapatkan pegawai

dengan cara terus menerus berusaha menghilangkan prilaku yang tidak

dikehendaki oleh organisasi.50 Perilaku yang tidak dikehendaki oleh

organisasi adalah rendahnya kinerja pegawai, tingginya tingkat

ketidakhadiran pegawai, tingkat keluar masuknya pegawai dan perilaku

pegawai yang menghindari tugas dan tanggung jawab. Sedangkan perilaku

yang diinginkan oleh organisasi adalah, kinerja, kehadiran, keterikatan

pegawai pada organisasi dan budaya kerja.

Teori tentang motivasi selanjutnya dijelaskan oleh Sudarwan

Danim melalui teori Pengharapan (Expectancy theory) tentang motivasi

dibangun atas pendekatan kognitif. Ada tiga konsep esensial yang

50

Ibid, hlm. 32.

Page 56: Tesis 3

55

mendasari motivasi manusia, yaitu pengharapan, nilai dan penghargaan.51

Melalui teori Pengharapan (Expectancy theory) menerangkan bahwa

manusia dalam pekerjaannya biasanya mempunyai beberapa alternatif-

alternatif untuk dipilih. Dan dia harus memilih satu diantara alternatif-

alternatif tersebut berdasarkan pengharapannya. Dengan perkataan lain,

alternatif yang dipilih haruslah alternatif yang memberi imbalan yang sesuai

dengan prestasi kerja yang dicapai pegawai bersangkutan. Nilai sendiri

adalah tingkatan kesenangan atau kesukaan yang ada di dalam diri individu

untuk mendapatkan sejumlah keuntungan. Nilai yang dimaksud di sini

seperti insentif atau uang, prestasi yang dicapai, kondisi kerja yang baik,

kesempatan untuk meningkatkan karier, dan lain-lain. Karena itu nilai juga

dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mereka harapkan dari

pekerjaan yang dilakukannya. Sedangkan penghargaan adalah

kepercayaan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu adalah esensial

dalam kerangka pemerolehan keuntungan atau kepuasan atas nilai itu.

Menurut Porter dan Miles yang dikutip Sudarwan Danim yang

merupakan pengembangan teori pengharapan, mengemukakan bahwa ada

tiga variabel yang mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja, yaitu:

1) Sifat-sifat individual pekerja, antara lain meliputi kepentingan setiap

individu, sikap, kebutuhan, atau harapan yang berbeda dari setiap

individu.

51

Sudarwan damin, Op Cit., hlm. 34.

Page 57: Tesis 3

56

2) Sifat-sifat pekerjaan, antara lain mencakup tugas-tugas yang harus

dilaksanakan, tanggung jawab yang diemban dan kepuasan yang

muncul.

3) Lingkungan kerja dan situasi kerja karyawan. Pola interaksi antar

karyawan sangat mempengaruhi aktivitasnya dalam bekerja. Dia dapat

dimotivator oleh rekan kerja. Penghargaan atasan dan manfaat

organisasi menentukan motivasi bekerja seseorang.52

Jelas terlihat bahwa maka motivasi memiliki peran penting bagi

organisasi untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan segala

daya dan potensi tenaga kerja yang ada kearah pemanfaatan yang optimal

sesuai dengan batas-batas kemampuan manusia dengan didukung sarana

dan prasarana. Jelas terlihat bahwa motivasi berperan sebagai pendorong

kemauan dan keinginan untuk melaksanakan tugas menurut ukuran dan

batasan yang telah ditentukan. Adanya motivasi yang tinggi dari para

sumber daya akan terdorong untuk bekerja keras dengan memanfaatkan

kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam melaksanakan tugas

pekerjaan yang dibebankannya.

Pengertian motivasi kerja menurut Liang Gie yang dikutip

Samsudin, motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manjer dalam

memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam

hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu.53

Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang atau

52

Ibid, hlm. 34-35. 53

Sadili, Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan kesatu, (CV. Pustaka, Bandung: 2006), hlm. 281-282.

Page 58: Tesis 3

57

karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil yang

dikehendaki orang-orang tersebut. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang

menimbulkan dorongan atau semangat kerja karena dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain: atasan, kolega, sarana fisik, kebijaksanaan,

peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan.

Selain itu juga dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan kebutuhannya

masing-masing.

Menurut teori Modern tentang motivasi kerja antara lain

dikembangkan Douglas McGregor yang dikutip Sudarwan Danim yang

disebut Teori Y. Menekankan pada asumsi bahwa motivasi manusia akan

terdorong jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada

tantangan-tantangan.54 Teori ini menggariskan bahwa didalam kerjasama

antar-manusia organisasional, faktor lingkungan memberi pengaruh yang

signifikan atau tidak sedikit. Menurut teori ini juga, manusia modern bekerja

semata-mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas

imbalan saja. Ada beberapa hal alasan manusia bekerja, yaitu:

1) Adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak

2) Tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja dan menjadikan

ukuran keberhasilannya.

3) Dorongan untuk berprestasi

4) Rasa ingin mencapai tujuan secara cepat atau kesadaran akan

tujuannya, didasari oleh: pertama, memiliki kesediaan dan kesadaran

yang tinggi untuk menerima ide dan memecahkan masalah-masalah

54

Sudarwan Danim, Op Cit., hlm. 36.

Page 59: Tesis 3

58

bersama secara inovatif. Kedua, berani mengemukakan pendapat dan

mempertanggungjawabkan demi kemajuan organisasi. Ketiga,

menghargai dunia organisasi dan kepemimpinan orang lain. Keempat,

rasa hrga diri yang tinggi, dan tidak terjebak dalam fanatisme sempit.

Kelima, menghargai data statistik sebagai hasil dari pengamatan

langsung, menghargai prestasi diri sendiri dan orang lain secara wajar.

Keenam, memeiliki antisipasi atau berpikir ke depan dengan

memperhatikan masa sekarang dan kearifan masa lalu. Dan ketujuh,

memperhatikan kepentingan umum di samping kebutuhan individu.

5) Suasana atau iklim lingkungan kerja yang sehat

6) Terpenuhinya kebutuhan pribadi, seperti rasa ingin tumbuh dan

berkembang dalam hal rasa ingin berprestasi, keinginan menerima

tanggungjawab, harga diri, kebutuhan biologis, dan penghargaan hasil

yang dicapai.

Mengacu pada berbagai pandangan diatas, dapat disimpulkan

bahwa motivasi kerja merupakan dorongan dari dalam atau luar diri

seseorang untuk bekerja dengan tekun dan fokus agar dapat mencapai

tujuan perusahaan maupun tujuan pribadinya sehingga akan meningkatkan

kinerja pegawai dalam suatu organisasi. Dengan termotivasinya pegawai

didalam melakukan pekerjaannya maka dengan sendirinya kinerja pegawai

akan meningkat juga.

Page 60: Tesis 3

59

2. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja

Berpijak dari berbagai konsep teori motivasi yang dideskripsikan

diatas, indikator motivasi kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah

didasari oleh teori pengharapan menurut Porter dan Miles yang dikutip

Danim yang merupakan pengembangan teori tersebut, mengemukakan

bahwa ada tiga variabel yang mempengaruhi motivasi individu dalam

bekerja, antara lain sifat-sifat individual pekerja, sifat-sifat pekerjaan, dan

lingkungan kerja serta situasi kerja karyawan.55

Selain itu, juga terkait teori modern tentang motivasi kerja yang

dikembangkan Douglas McGregor sebagaimana dikutip Danim yang

disebut dengan Teori Y dengan asumsi bahwa motivasi manusia akan

terdorong jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada

tantangan-tantangan”.56 Teori ini menggariskan bahwa didalam kerjasama

antar-manusia organisasional, faktor lingkungan memberi pengaruh yang

signifikan atau tidak sedikit. Menurut teori ini juga, manusia modern bekerja

semata-mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas

imbalan saja. Ada beberapa alasan manusia bekerja, antara lain: adanya

kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak, tugas pokok dan fungsinya

menuntut dia bekerja, dorongan untuk berprestasi, rasa ingin mencapai

tujuan secara cepat dengan kesadaran akan tujuan, suasana atau iklim

lingkungan kerja yang sehat, dan terpenuhinya kebutuhan pribadi.

55

Ibid, hlm. 34-35. 56

Ibid, hlm. 36.

Page 61: Tesis 3

60

Berdasarkan penjabaran di atas maka dimensi dalam motivasi kerja

terdiri atas motif, harapan dan komitmen. Masing-masing dimensi

dijabarkan dalam beberapa indikator sebagaimana disebutkan dalam tabel

berikut:

Tabel 2.2. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja

Dimensi Indikator

Motif

Segenap kemampuan dan tenaga

Kepuasan dari pekerjaan

Hasrat yang kuat dalam bekerja

Mencari tantangan baru

Kemampuan bekerja

Pekerjaan menantang.

Harapan

Membuat jadwal

Menerapkan program

Memiliki jalur karir yang baik

Menunjukkan loyalitas

Adanya penerapan sanksi yang adil

Komitmen

Termotivasi dalam segala hal

Adanya kesempatan untuk maju

Kebebasan menjalankan ibadah

Tanggung jawab

D. Hasil penelitian yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Seger57 menganalisa tentang

hubungan antara motivasi, diklat dalam kaitannya dengan disiplin kerja

pegawai di lingkungan Badan Diklat Keuangan Departemen Keuangan.

Penelitian ini membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara

variabel diklat dan motivasi terhadap disiplin pegawai. Artinya dengan

57

Seger, Analisis Hubungan Motivasi, Pendidikan dan Pelatihan dan Kepuasan Kerja Terhadap Disipli Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan. Tesis Program Pascasarjana. (Magister Manajemen. Universitas Bhayangkara. Jakarta: 2005), hlm. 15.

Page 62: Tesis 3

61

disiplin yang dimiliki oleh pegawai maka akan memudahkan para pimpinan

membina bawahannya. Disiplin terkait dengan pemberian motivasi,

pemberian pendidikan dan pelatihan, dan kepuasan kerja pegawai dan

dengan disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab

seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

Penelitian yang dilakukan oleh Sahlan58 menganalisa tentang

pengaruh disiplin dan insentif terhadap prestasi kerja karyawan pada PT.

Rapico Busana Permata Indah membuktikan bahwa keduanya (disiplin dan

insentif) mempunyai hubungan yang signifikan secara bersama-sama.

Artinya pula apabila antara keduanya maka disiplin mempunyai pengaruh

terhadap prestasi karyawan sedangkan insentif juga mempunyai pengaruh

terhadap prestasi karyawan.

Penelitian tersebut mendorong penulis untuk melakukan analisis

yang sama pada satuan Petugas Satpol PP dengan mengembangkan

hasil-hasil yang diperoleh pada penelitian sebelumnya melalui desain yang

berbeda dengan variabel bebas yaitu model pelatihan, motivasi, dan

variabel terikat yaitu kinerja pegawai.

E. Kerangka Berfikir

Setiap petugas Satpol PP dituntut untuk memiliki pengetahuan,

keterampilan, dan kecakapan dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan

peraturan yaitu membina ketenteraman ketertiban masyarakat

58

Sahlan, Pengaruh Disiplin dan Insentif Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada PT. Rapico Busana Permata Indah. Tesis Program Pascasarjana Magister Manajemen, (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia, Jakarta: 2007), hlm. 102.

Page 63: Tesis 3

62

(tramtibmas), memberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan

tramtibmas dan penegakan peraturan daerah (perda) yang harus ditaati

oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural. Tugas dan fungsi yang

luas ini menuntut kinerja yang baik dari setiap personil satpol PP, untuk itu

pendidikan dan pelatihan melalui pendekatan Competency Based

Education and Training (CBET) perlu dilakukan.

Pendidikan dan Pelatihan pada dasarnya mampu meningkatkan

berbagai pengetahuan dan ketrampilan serta usaha untuk memberikan

kemungkinan perubahan sikap yang dilandasi oleh motivasi untuk

berpartisipasi, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara tidak

langsung pendidikan dan pelatihan menggunakan pendekatan Competency

Based Education and Training (CBET) dan motivasi adalah faktor

penunjang peningkatan kinerja petugas Satpol PP.

Motivasi kerja merupakan suatu hal yang terkait erat dengan kinerja

petugas satpol PP, kualitas sumber daya manusia yang baik sangatlah

dipengaruhi oleh motivasi yang positif sehingga pada akhirnya akan

meningkatkan kinerja petugas Satpol PP tersebut. Termotivasinya petugas

Satpol PP didalam melakukan pekerjaannya maka dengan sendirinya

kinerja petugas Satpol PP akan meningkat juga.

Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan

atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan. Kinerja yang baik dapat

diketahui dari produktivitas dan kepuasan dalam bekerja. Dan kinerja

petugas Satpol PP sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

Page 64: Tesis 3

63

kemampuan, ketrampilan fisik tingkat pengetahuan lingkungan dimana

petugas Satpol PP bertugas serta sarana penunjang lainnya termasuk

latihan, bimbingan atau pengaruh dari pimpinan. Tanpa pendekatan

pendidikan dan pelatihan yang baik, sulit bagi organisasi dinas tramtib dan

linmas DKI Jakarta mencapai hasil yang optimal. Pendekatan Strategis

Competency-Based Education and Training (CBET) ini berfokus pada

peningkatan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan

untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam

berbagai pekerjaan dan jabatan petugas Satpol PP. Hal ini mendorong

gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan organisasi, pimpinan

dan petugas Satpol PP itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut maka kerangka berpikir dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kinerja petugas Satpol PP yang mengikuti model

Competency Based Education and Training (CBET) dengan kinerja

petugas yang mengikuti model pelatihan konvensional.

Kerangka ini berdasarkan uraian di atas bahwa pelatihan berbasis

kompetensi lebih baik dibandingkan model pelatihan lain. Hal ini

dikarenakan dalam Competency Based Education and Training (CBET),

seorang sumber daya dituntut untuk dapat menentukan kompetesi yang

diinginkan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan dalam suatu organisasi.

Competency Based Education and Training (CBET) lebih fleksibel dalam

penentuan kompetensi tersebut. Dalam Competency Based Education and

Page 65: Tesis 3

64

Training (CBET), diberlakukan penilaian autentik dimana peserta sendiri

yang menilai dirinya apakah ia sudah mampu mengusai kompetensi yang

dimaksudkan atau tidak.

Berbeda dengan model pelatihan biasa yang cenderung menuntut

kompetensi tertentu baik dalam hal input peserta, proses yang harus

dilakukan dan lain sebagainya sehingga kadang-kadang pelatihan yang

diadakan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta. Akhirnya tujuan pelatihan

untuk meningkatkan kinerja karyawan justru tidak tercapai secara

maksimal. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa kinerja petugas satpol PP

yang mengikuti model Competency Based Education and Training (CBET)

pada lebih tinggi dibandingkan kinerja petugas Satpol PP yang mengikuti

model pelatihan konvensinal.

2. Terdapat Pengaruh Interkasi antara model Pelatihan dengan motivasi

kerja terhadap kinerja petugas Satpol PP

Salah satu faktor utama dalam kinerja adalah motivasi seseorang.

Sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan di atas, motivasi kerja

seseorang sangat mempengaruhi kinerjanya. Orang yang memiliki motivasi

kerja tinggi cenderung melakukan berbagai aktifitas tertentu yang dapat

mendukung dalam meningkatkan kinerjanya. Salah satu aktifitas yang

dapat ia lakukan adalah mengikuti berbagai pelatihan yang

diselenggarakan.

Pelatihan yang baik adalah pelatihan yang mampu mengarahkan

peserta latihan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan dan

Page 66: Tesis 3

65

Pelatihan harus mampu melihat karakteristik peserta latih sebagai acuan

dalam proses dan pendekatan yang digunakan dalam pendidikan dan

pelatihan. Salah satu karakterstik peserta yang harus diperhatikan dan

menjadi landasan adalah motivasi kerja para peserta. Oleh karena itu,

dapat diduga bahwa terdapat pengaruh interaksi model pelatihan dengan

motivasi kerja terhadap kinerja sseorang.

Pendidikan dan pelatihan yang mendasarkan diri pada penilaian

autentik sangat sesuai dengan tipe peserta yang memiliki motibasi kerja

yang tinggi. Sebaliknya model pelatihan yang konvensional bersesuaian

dengan peserta yang memiliki motivasi rendah. Oleh karena itu, dalam

pengaruh interaksi ini, terdapat dua dugaan yaitu, pertama, bahwa kinerja

petugas satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model

Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi

dibandingkan kinerja peserta yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti

pelatihan konvensioal. Dugaan kedua adalah kinerja petugas Satpol PP

yang memiliki motivasi rendah dan mengikuti pelatihan konvensional lebih

tinggi dibandingkan dengan petugas satpol PP yang memiliki motivasi

rendah dan mengikuti Competency Based Education and Training (CBET).

F. Hipotesis penelitian

Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berfikir di atas, maka

diajukan hipotesis sebagai berikut:

1) Terdapat perbedaan kinerja antara petugas satpol PP yang mengikuti

Competency Based Education and Training (CBET) dan pelatihan

konvesional. Kinerja petugas satpol PP yang mengikuti model

Page 67: Tesis 3

66

Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi

dibandingkan dengan petugas yang mengikuti model pelatihan

konvensional.

2) Terdapat pengaruh interaksi kinerja antara model pelatihan dengan

motivasi kerja petugas Satpol PP.

3) Kinerja satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi dan mengikuti

Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi daripada

kinerja satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan

konvensional.

4) Kinerja satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti

pelatihan konvensional lebih tinggi daripada kinerja satpol PP yang

memiliki motivasi rendah dan mengikuti pelatihan Competency Based

Education and Training (CBET).

Page 68: Tesis 3

67

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan penelitian

Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan

kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikuti model pendidikan dan pelatihan

dengan mempertimbangkan motivasi kerja. Secara rinci, tujuan penelitian

operasional penelitian ini adalah untuk mengetahui:

3. Perbedaan kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikut model

Competency Based Education and Training (CBET) dan pelatihan

konvensional.

4. Pengaruh interaksi model pendidikan dan pelatihan dengan motivasi kerja

terhadap kinerja petugas Satpol PP.

5. Kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model

Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari

dibandingkan kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti

model pelatihan konvensional.

6. Kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti model

pelatihan konvensional lebih tinggi dibandingkan kinerja petugas Satpol PP

yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti pelatihan konvensional.

Page 69: Tesis 3

68

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib)

DKI Jakarta. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa Dinas

Tramtib Provinsi DKI Jakarta merupakan institusi yang membawahi petugas

Satpol PP di tingkat provinsi. Dinas tramtib Provinsi DKI Jakarta adalah pusat

komado bagi petugas Satpol PP di provinsi DKI jakarta.

Adapun waktu penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, terhitung bulan

November 2008 sampai dengan April 2009.

C. Metode dan desain penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian quasi eksperimen karena penelitian ini

menguraikan hubungan antara suatu perlakuan varaibel dengan variabel lain

dimana perlakukan tersebut adalah peristiwa yang telah terjadi sebelumnya.

Artinya perlakuan tersebut terjadi bukan disebabkan oleh peneliti.

Variabel penelitian terdiri dari: (1) variabel perlakuan (bebas), (2)

variabel atribut dan (3) variabel terikat. Variabel perlakuan adalah model

pelatihan, variabel atribut adalah motivasi kerja, dan variabel terikat atau varibel

kriteria adalah kinerja petugas Satpol PP. Varibel model pelatihan terdiri dari

model Competence Based Education and Training, dan model pelatihan

konvensional, variabel motivasi kerja terdiri dari tinggi dan rendah.

Disain yang digunakan adalah factorial group design dengan rancangan

A x B . Konstalasi variabel tersebut di atas, dapat dilihat dalam disain penelitian

seperti pada tabel 1 di bawah ini.

Page 70: Tesis 3

69

Tabel 3.1. Rancangan Faktorial A x B

Motivasi

Kerja

(B)

Model Pelatihan

(A)

Competency Based Education and

Training (CBET) (A1)

Konvensional ( A2 )

Tinggi (B1) A1B1 A2B1

Rendah

( B2 ) A1B2 A2B2

Keterangan:

A1 = Model Competence based Education and Training

A2 = Model Pelatihan Konvensional

B1 = Motivasi kerja tinggi

B2 = Motivasi kerja rendah

A1B1 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model

Competency Based Education and Training (CBET) dan

memiliki motivasi kerja tinggi

A1B2 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model

Competency Based Education and Training (CBET) dan

memiliki motivasi kerja rendah

A2B1 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model pelatihan

konvensional dan memiliki motivasi tinggi

A2B2 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model pelatihan

konvensional dan memiliki motivasi rendah

Page 71: Tesis 3

70

D. Populasi, sample dan teknik sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas Satpol PP di

Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta sebagai populasi target. Dipilihnya

petugas satpol PP dari Dinas Tramtib DKI Jakarta karena petugas dari

Dinas Trambib Provinsi DKI Jakarta merupakan petugas Satpol PP

dengan jangkaun tugas paling luas, khusus di Provinsi DKI Jakarta

mencakup seluruh Kotamadya di seluruh wilayah DKI Jakarta. Petugas

satpol PP berjumlah 8000 personel.

2. Sampel Penelitian

Dari jumlah populasi terjangkau di atas, maka dilakukan penarikan

sampel dengan teknik random klaster berstrata (stratified cluster random

sampling). Pengambilan sampel dilakukan melalui prosedur sebagai

berikut:

a. Menentukan instansi dinas tramtib yang akan menjadi kerangka

sampel. Dalam penelitian ini, ditentukan Dinas Tramtib Provinsi DKI

Jakarta menjadi kerangka sampel.

b. Menghitung jumlah seluruh petugas tramtib dari Dinas Tramtib

Provinsi DKI Jakarta. Dari seluruh petugas Satuan Polisi Pamong

Praja yang telah mengikuti pelatihan konvensional dan CBET maka,

kemudian ditentukan jumlah sampel petugas satpol PP yang akan

telah mengikuti pelatihan konvensional maupun pelatihan CBET pada

tahun anggaran 2008 sebanyak 80 petugas Satpol PP sebagai

responden dan 20 petugas satpol PP sebagai sampel uji coba untuk

Page 72: Tesis 3

71

menguji validitas dan reliabilitas angket yang dipergunakan sebagai

alat ukur motivasi dan kinerja petugas satpol PP.

c. Untuk masing-masing kelompok baik untuk kelompok pelatihan

konvensional dan metode CBET ditentukan sampel sejumlah 40

orang, sehingga total sampel adalah 80 orang.

d. Dari masing-masing kelompok pelatihan dibagi lagi menjadi dua yaitu

20 orang untuk motivasi tinggi dan 20 orang untuk motivasi rendah.

Dengan demikian, komposisi masing-masing subjek sebagai sampel

penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Sampel Penelitian

Motivasi

Model Pelatihan

Jumlah Competency Base Education And Training (CBET)

Konvensional

Tinggi 20 20 20

Rendah

20 20 20

Jumlah 40 40 80

E. Instrumen penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data jenis

kelamin, data motivasi dan data kinerja petugas Satpol PP Dinas Provinsi DKI

Jakarta. Data jenis kelamin diperoleh melalui teknik dokumentasi, sehingga

dalam penelitian ini tidak dilakukan pengembangan instrumen dan uji coba

Page 73: Tesis 3

72

terhadap data tersebut. Data motivasi dan kinerja petugas satpol PP

diperoleh dengan mengembangkan instrumen kedua variabel tersebut.

Page 74: Tesis 3

73

1. Instrumen Motivasi Kerja

a. Definisi Konseptual

Motivasi pada dasarnya merupakan motif atau dorongan dari dalam

atau luar diri seseorang untuk bekerja dengan tekun dan fokus agar

dapat mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan pribadinya

sehingga akan meningkatkan kinerja pegawai dalam suatu organisasi.

Motivasi manusia akan terdorong jika dia diberi tanggung jawab dan

dihadapkan kepada tantangan-tantangan. manusia bekerja semata-

mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas

imbalan saja. Ada beberapa alasan manusia bekerja, antara lain:

adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak, adanya komitmen

dalam bentuk tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja,

dorongan untuk berprestasi, dan adanya harapan serta rasa ingin

mencapai tujuan secara cepat dengan kesadaran akan tujuan.

b. Definisi Operasional

Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional motivasi

dapat didefinisikan sebagai penilaian terhadap motif, harapan, dan

komitmen. Dalam upaya untuk mengukur tingkat motivasi petugas

Satpol PP maka peneliti menggunakan angket yang terdiri atas 15 item

pernyataan dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1 (sangat tidak

setuju) hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).

Page 75: Tesis 3

74

2. Instrumen Kinerja

a. Definisi Konseptual

Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang petugas Satpol PP

dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan

kepadanya. Adapun peningkatan kinerja dapat diidentifikasi melalui

hasil kerja yang sebesar-besarnya dari pekerjaan tersebut.

Peningkatan kinerja suatu petugas Satpol PP dapat ditingkatkan salah

satunya dengan pemberian insentif dan penghargaan terhadap

produktivitas kerjanya.

b. Definisi Operasional

Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional kinerja

dapat didefinisikan sebagai penilaian terhadap hasil, insentif, dan

produktifitas. untuk mengukur tingkat kinerja petugas satpol PP maka

peneliti menggunakan angket yang terdiri atas 15 item pernyataan

dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1 (sangat tidak setuju)

hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).

Page 76: Tesis 3

75

3. Kisi-kisi Instrumen

a. Kisi-kisi instrumen

Dalam rangka pengukuran keseluruhan variabel penelitian terdiri atas

15 item digunakan skala ordinal dengan rentang skala 1 (satu) hingga

5 (lima). Adapun kisi-kisi keempat variabel pertanyaan dalam

penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Variabel Dimensi Indikator Nomor Butir

Jumlah Jawaban

Motivasi

Motif

Segenap kemampuan dan

tenaga

1,2,3,4,5,6

6

Sangat Setuju

Setuju

Cukup

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju.

Kepuasan dari pekerjaan

Hasrat yang kuat dalam

bekerja

Mencari tantangan baru

Mampu bekerja

Pekerjaan menantang.

Harapan

Membuat jadwal

7,8,9,10,11

5

Menerapkan program

Memiliki jalur karir yang

baik

Menunjukkan loyalitas

Adanya penerapan sanksi

yang adil

Komitmen

Termotivasi dalam segala

hal

12,13,14,15

4

Adanya kesempatan untuk

maju

Page 77: Tesis 3

76

Variabel Dimensi Indikator Nomor Butir

Jumlah Jawaban

Kebebasan menjalankan

ibadah

Tanggung jawab

Kinerja

Hasil

Puas dengan pekerjaan

1,2,3,4,5

5

Sangat Setuju

Setuju

Cukup

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju.

(Y) Pekerjaan tepat waktu

Menyelesaikan pekerjaan

Keyakinan bekerja

Inovasi baru dalam

pekerjaan

Insentif

Pemberian bomus 6,7

2

Menyelesaikan pekerjaan

tenang

Produktif

Mebutuhkan kemampuan 8,9,10,11,12,13,14,15

8

Bangga terhadap

pekerjaan

Tenang dan nyaman

Hasl pekerjaan

Mendalami pengetahuan

tugas

Menjaga kesehatan

Mengabdikan diri dan

pikiran

b. Pembobotan

Perhitungan pembobotan menggunakan skala Likert untuk

pertanyaan yang diberikan pilihan yang ditentukan berdasarkan skala

Likert, seperti terlihat pada Tabel 2.

Page 78: Tesis 3

77

Tabel 3.4. Skala Likert dalam Lembar Kuesioner/Angket

Jawaban Skor Nilai

Sangat Setuju 5

Setuju 4

Cukup 3

Tidak Setuju 2

SangatTidakSetuju 1

Sumber: Sugiyono, (2002 ; 74)

Jawaban yang telah diberi diisi oleh responden, kemudian dijumlahkan

untuk dijadikan skor penelitian terhadap variabel-variabel yang diteliti.

Data dari kuesioner disebut dengan data primer.

F. Uji coba instrumen

1) Pengujian Validitas Instrumen

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

antara butir satu dengan yang lain dari variable A atau B, apakah ada

keselarasan antara butir. Selanjutnya, butir tersebut valid atau tidak

dapat diketahui dengan cara mengkorelasikan antara skor butir dengan

skor total. Bila harga korelasi di bawah 0,361 maka dapat disimpulkan

bahwa butir instrument tersebut tidak valid sehingga perlu diperbaiki atau

dibuang karena tidak selaras dengan butir yang lain. Dan sebaliknya jika

harga korelasi di atas 0,361 maka butir instrument tersebut valid.59

Dari hasil uji coba perhitungan validitas dilakukan terhadap

jawaban 30 reponden dan kemudian mereduksi item-item yang tidak

59

Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. (Alfabete:IKAPI. Bandung, 2002), hlm. 287.

Page 79: Tesis 3

78

valid. Nilai α (tingkat kepercayaan) yang digunakan untuk uji validitas

dan uji reabilitas adalah 0,05 dengan derajat bebas N-2 sehingga sampel

30 responden didapatkan nilai r-tabel 0,361. Dan hasil perhitungan

dengan menggunakan program SPSS.v.17, dihasilkan validitas data

sebagai berikut :

Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Kerja

Item-Total Statistics

Perny

ataan Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

X_1 35.10 91.059 .532 .904

X_2 36.17 81.385 .814 .893

X_3 34.90 90.369 .415 .910

X_4 36.23 85.220 .727 .897

Perny

ataan Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

X_6 35.87 93.568 .470 .906

X_8 35.83 85.868 .646 .900

X_9 35.43 90.944 .567 .903

X_10 36.40 83.145 .861 .892

X_11 35.23 90.323 .594 .902

X_12 36.30 85.666 .728 .897

X_15 35.67 93.057 .474 .906

X_16 35.40 91.145 .468 .906

X_18 35.70 91.666 .565 .903

X_19 36.20 85.338 .648 .900

X_20 35.30 91.872 .474 .906

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan 1 sampai dengan

pertanyaan 15 dinyatakan valid karena nilai korelasinya lebih 0,361. Jadi

kesimpulannya bahwa secara keseluruhan pertanyaan yang ada dalam

Page 80: Tesis 3

79

kuesioner motivasi tersebut dapat digunakan untuk menganalisis

penelitian tersebut.

Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja

Item-Total Statistics

Pernyataan

Scale Mean if Item

Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Y_1 32.67 87.678 .448 .884

Y_2 32.50 81.845 .606 .878

Y_3 32.73 85.444 .481 .883

Pernyataan

Scale Mean if Item

Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Y_4 33.67 83.954 .603 .878

Y_5 32.77 85.702 .529 .881

Y_6 32.47 84.257 .430 .887

Y_7 33.53 83.430 .552 .880

Y_8 33.60 87.007 .512 .882

Y_10 33.60 84.041 .646 .877

Y_11 33.43 79.702 .770 .871

Y_12 33.53 79.913 .722 .873

Y_13 33.47 81.913 .775 .872

Y_16 33.27 84.616 .397 .889

Y_17 33.23 82.392 .508 .883

Y_18 32.07 85.995 .438 .885

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan 1 sampai dengan

pertanyaan 15 dinyatakan valid karena nilai korelasinya lebih 0,361. Jadi

kesimpulannya bahwa secara keseluruhan pertanyaan yang ada dalam kuesioner

kinerja tersebut dapat digunakan untuk menganalisis penelitian tersebut.

Page 81: Tesis 3

80

2) Pengujian Reliabilitas Instrumen

Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur derajat

ketepatan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Pada tahap ini

pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik alpha Cronbach. Untuk

keperluan tersebut maka butir-butir instrument penelitian yang telah valid

dibelah menjadi dua kelompok yaitu bagian genap dan bagian ganjil.

Pengujian variabel dengan menggunakan program SPSS versi 12. for

windows. Hasil perhitungan reliabilitas kemudian dikonsultasikan dengan

tabel interpretasi nilai reliabilitas di bawah ini.

Tabel Interpretasi Nilai Reliabilitas60

NILAI ALPA KRITERIA

Alpha < 0.7 kurang meyakinkan (inadequate)

Alpha > 0.7 baik (good)

Alpha > 0.8 istimewa (excellent)

Tabel 3.7. Hasil Analisis Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.908 15

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS v.17

Berdasarkan pengujian tersebut, 15 pernyataan tentang motivasi

dinyatakan realibel karena memililiki r hitung (α) sebesar = 0,908 (nilai

alpha). Dengan nilai r hitung (α) sebesar = 0,908 maka relaibilitas

60

Nunnally, Jum C., psychometrics 2nd edition,, (New york: Mc Graw Hill, 2002) h, 245

Page 82: Tesis 3

81

instrumen motivasi kerja satpol PP memiliki kriteria reliabilitas yang

sangat tinggi.

Tabel 3.8. Hasil Analisis Reabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.887 15

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS v.17

Berdasarkan pengujian tersebut, 15 pernyataan tentang kinerja

dinyatakan realibel karena memililiki r hitung (α) sebesar = 0,887 (nilai

alpha). Dengan nilai r hitung (α) sebesar = 0,887 maka relaibilitas

instrumen Kinerja Petugas Satpol PP memiliki kriteria reliabilitas yang

sangat tinggi.

G. Analisis data

Data yang sudah diperoleh dianalisis secara deskriptif dan

inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk menyajikan data dalam

bentuk histogram, grafik, perhitungan mean, median, modus, simpangan

baku, dan rentang teoritik masing-masing variabel.

Selanjutnya dilakukan analisis inferensial untuk menguji hipotesis

melalui analisis varian (anava) dengan dua faktor. Anava yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah menguji hipotesis (1) main effect yaitu efek A

dan B, (2) interaction effect yakni efek interaksi A-B dan (3) simple effect.

Page 83: Tesis 3

82

Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka perlu diuji persyaratan

analisis data, yaitu uji normalitas dan homogenitas. Uji normalitas

dilaksanakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari

populasi yang berdistribusi normal, sedangkan uji homogenitas

dilaksanakan untuk mengetahui apakah data penelitian yang telah

dikumpulkan berasal dari populasi yang homogen. Untuk menguji

normalitas data digunakan rumus uji Lilliefors, dan untuk menguji

homogenitas data digunakan rumus uji Barlett.

H. hipotesis statistik

1. Main effect :

H0 : μA1 = μA2

H1 : μA1 > μA2

2. Interaction effect

H0 : μA-B = μA-B

H1 : μA-B > μA-B

3. Simple Effect :

1) H0 : μA1B1 = μA2B1

H1 : μA1B1 μA2B1

2) H0 : μA1B2 = μA2B2

H1 : μA1B2 μA2B2

Page 84: Tesis 3

83

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Sebaran Skor Model Competence based Education and Training

petugas satpol PP (A1)

Hasil analisis data 40 orang petugas satpol PP yang

menggunakan Model Competence based Education and Training

menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150,

sedangkan rentangan empiriknya dari 78 sampai 134. Harga rerata

(mean) sebesar 105,08; simpangan baku (standar deviation) sebesar

17,433 median sebesar 102,5 dan modus sebesar 122.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Model

Competence based Education and Training petugas satpol PP.

Tabel 4.1: Distribusi frekuensi skor Model Competence based Education

and Training petugas satpol PP (A1)

No Nilai f. Absolut f. Relatif f. Kumulatif

(%)

1 78,5 - 87,5 7 17,5 17,5

2 87,5 - 96,5 10 25 42,5

3 96,5 - 105,5 4 10 52,5

4 105,5 - 114,5 3 7,5 60

5 114,5 - 123,5 10 25 85

6 123,5 – 134 6 15 100

Jumlah 40 100

Gambar 4.1:

Skor Model Competence based Education and Training petugas satpol PP (A1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Page 85: Tesis 3

84

2. Sebaran Skor Model Pelatihan Konvensional Petugas Satpol PP

(A2)

Hasil analisis data 40 orang petugas satpol PP yang

menggunakan model pelatihan konvensional menunjukkan bahwa

rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan

empiriknya dari 61 sampai 112. Harga rerata (mean) sebesar 75,5;

simpangan baku (standar deviation) sebesar 14,245 median sebesar

71 dan modus sebesar 67.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor model

pelatihan konvensional petugas satpol PP.

0

2

4

6

8

10

12

78,5 - 87,5 87,5 - 96,5 96,5 - 105,5 105,5 -114,5

114,5 -123,5

123,5 - 134

Page 86: Tesis 3

85

Tabel 4.2:

Distribusi frekuensi skor Model Pelatihan Konvensional petugas satpol PP (A2)

No Nilai f.

Absolut f. Relatif

f. Kumulatif (%)

1 61,5 - 70 20 50 50

2 70 - 78,5 10 25 75

3 78,5 - 87 4 10 85

4 87 - 95,5 1 2,5 87,5

5 95,5 - 104 1 2,5 90

6 104 - 112,5 4 10 100

Jumlah 40 100

Gambar 4.2: Skor Model Konvensional Petugas Satpol PP (A2)

3. Sebaran Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki

Motivasi Kerja Tinggi (B1).

Hasil analisis data motivasi kerja 40 orang petugas satpol PP

yang memiliki motivasi kerja tinggi menunjukkan bahwa rentangan

0

5

10

15

20

25

61,5 - 70 70 - 78,5 78,5 - 87 87 - 95,5 95,5 - 104 104 - 112,5

Page 87: Tesis 3

86

teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya

dari 74 sampai 134. Harga rerata (mean) sebesar 103,3; simpangan

baku (standar deviation) sebesar 20,817 median sebesar 109,5 dan

modus sebesar 76.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor motivasi

kerja petugas satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi.

Tabel 4.3: Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP

yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (B1)

No Nilai f. Absolut f. Relatif f. Kumulatif

(%)

1 74,5 - 84,5 13 32,5 32,5

2 84,5 - 94,5 1 2,5 35

3 94,5 - 104,5 3 7,5 42,5

4 104,5 - 114,5 7 17,5 60

5 114,5 - 124,5 10 25 85

6 124,5 - 134,5 6 15 100

Jumlah 40 100

Page 88: Tesis 3

87

Gambar 4.3: Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP

yang memiliki Motivasi Tinggi (B1)

4. Sebaran Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP yang memiliki

Motivasi Kerja rendah (B2).

Hasil analisis data motivasi kerja 40 orang petugas satpol PP

yang memiliki motivasi kerja rendah menunjukkan bahwa rentangan

teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya

dari 61 sampai 103. Harga rerata (mean) sebesar 77,25; simpangan

baku (standar deviation) sebesar 13,167 median sebesar 73 dan

modus sebesar 67.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor motivasi

kerja petugas satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah.

0

2

4

6

8

10

12

14

74,5 - 84,5 84,5 - 94,5 94,5 -104,5

104,5 -114,5

114,5 -124,5

124,5 -134,5

Series1

Page 89: Tesis 3

88

Tabel 4.4: Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP

yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (B2)

No Nilai f. Absolut f. Relatif f. Kumulatif

(%)

1 61,5 - 68,5 20 50 50

2 68,5 - 75,5 0 0 50

3 75,5 - 82,5 3 7,5 57,5

4 82,5 - 88,5 6 15 72,5

5 88,5 - 95,5 8 20 92,5

6 95,5 - 103 3 7,5 100

Jumlah 40 100

Gambar 4.4: Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP

yang memiliki Motivasi Rendah (B2)

5. Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model

Competence based Education and Training yang memiliki

Motivasi Kerja Tinggi (A1B1).

Hasil analisis data 20 orang petugas satpol PP yang mengikuti

pelatihan Model Competence based Education and Training yang

0

5

10

15

20

25

61,5 - 68,5 68,5 - 75,5 75,5 - 82,5 82,5 - 88,5 88,5 - 95,5 95,5 - 103

Page 90: Tesis 3

89

memiliki motivasi kerja tinggi menunjukkan bahwa rentangan teoritik

skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari

102 sampai 134. Harga rerata (mean) sebesar 120,85; simpangan

baku (standar deviation) sebesar 7,435 median sebesar 122 dan

modus sebesar 122.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. petugas

satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based

Education and Training yang memiliki motivasi kerja tinggi.

Tabel 4.5: Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti

pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A1B1).

No Nilai f. Absolut f. Relatif f. Kumulatif

(%)

1 102,5 - 107,5 1 5 5

2 107,5 - 112,5 2 10 15

3 112,5 - 117,5 2 10 25

4 117,5 - 122,5 7 35 60

5 122,5 - 127,5 4 20 80

6 127,5 - 134,5 4 20 100

Jumlah 20 100

Page 91: Tesis 3

90

Gambar 4.5: Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model

Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A1B1).

6. Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model

Competence based Education and Training yang memiliki

Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang petugas satpol PP

yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and

Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah menunjukkan bahwa

rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan

empiriknya dari 78 sampai 103. Harga rerata (mean) sebesar 89,3;

simpangan baku (standar deviation) sebesar 6,681 median sebesar 90

dan modus sebesar 90.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

102,5 -107,5

107,5 -112,5

112,5 -117,5

117,5 -122,5

122,5 -127,5

127,5 -134,5

Page 92: Tesis 3

91

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Petugas

Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based

Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah.

Tabel 4.6: Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti

pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

Gambar 4.6: Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model

Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

7. Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan

Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).

0

1

2

3

4

5

6

7

8

78,5 - 82,5 82,5 - 86,5 86,5 - 90,5 90,5 - 94,5 94,5 - 98,5 98,5 - 103,5

No Nilai f. Absolut f. Relatif f. Kumulatif

(%)

1 78,5 - 82,5 3 15 15

2 82,5 - 86,5 3 15 30

3 86,5 - 90,5 7 35 65

4 90,5 - 94,5 3 15 80

5 94,5 - 98,5 2 10 90

6 98,5 - 103,5 2 10 100

Jumlah 20 100

Page 93: Tesis 3

92

Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang petugas satpol PP

yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja

Tinggi menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai

150, sedangkan rentangan empiriknya dari 74 sampai 112. Harga

rerata (mean) sebesar 85,8; simpangan baku (standar deviation)

sebesar 1,369 median sebesar 77,5 dan modus sebesar 76.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Petugas

Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki

Motivasi Kerja Tinggi.

Tabel 4.7: Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi

(A2B1).

No Nilai f. Absolut f. Relatif f. Kumulatif

(%)

1 74,5 - 80,5 11 55 55

2 80,5 - 86,5 3 15 70

3 86,5 - 92,5 0 0 70

4 92,5 - 98,5 2 10 80

5 98,5 - 104,5 0 0 80

6 104,5 - 112,5 4 20 100

Jumlah 20 100

Page 94: Tesis 3

93

Gambar 4.7: Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional

yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).

8. Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan

Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2).

Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang petugas satpol PP

yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja

Rendah menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0

sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari 61 sampai 68.

Harga rerata (mean) sebesar 65,2; simpangan baku (standar

deviation) sebesar 2,353 median sebesar 66 dan modus sebesar 67.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor petugas

Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki

Motivasi Kerja Rendah.

0

2

4

6

8

10

12

74,5 - 80,5 80,5 - 86,5 86,5 - 92,5 92,5 - 98,5 98,5 - 104,5 104,5 - 112,5

Page 95: Tesis 3

94

Tabel 4.8: Distribusi Frekuensi Skor Petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2).

No Nilai f. Absolut f. Relatif f. Kumulatif

(%)

1 61,5 - 62,5 3 15 15

2 62,5 - 63,5 1 5 20

3 63,5 - 64,5 4 20 40

4 64,5 - 65,5 1 5 45

5 65,5 - 66,5 3 15 60

6 66,5 - 68,5 8 40 100

Jumlah 20 100

Gambar 4.8: Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional

yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2).

Apabila hasil-hasil keseluruhan deskripsi data tersebut di atas dinyatakan

dalam bentuk tabel, maka diperoleh data-data sebagai berikut:

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

61,5 - 62,5 62,5 - 63,5 63,5 - 64,5 64,5 - 65,5 65,5 - 66,5 66,5 - 68,5

Page 96: Tesis 3

95

Tabel 4.9: Rekapitulasi deskripsi data rata-rata model pelatihan dan

Motivasi kerja terhadap kinerja petugas satuan polisi pamong praja

NO Kelompok N

Skor Hasil Belajar Mean SD Me Mo

Max Min

1

Sebaran Skor Model

Competence based

Education and Training

petugas satpol PP (A1)

40 134 78 105,0

8 17,43

3 102,

5 122

2

Sebaran Skor Model Pelatihan Konvensional Petugas Satpol PP (A2)

40 112 61 75,5 14,24

5 71 67

3

Sebaran Skor Motivasi

Kerja Petugas Satpol PP

yang memiliki Motivasi

Kerja Tinggi (B1).

40 134 74 103,3 20,81

7 109,

5 76

4

Sebaran Skor Motivasi

Kerja Petugas Satpol PP

yang memiliki Motivasi

Kerja rendah (B2).

40 103 61 77,25 13,16

7 73 67

5

Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Com- petence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A1B1).

20 134 102 120,8

5 7,435 122 122

Page 97: Tesis 3

96

NO Kelompok N

Skor Hasil Belajar Mean SD Me Mo

Max Min

6

Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Com- petence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

20 103 78 89,3 6,681 90 90

7

Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional ya- ng memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1)

20

112 74 85,8 1,369 77,5 76

8

Sebaran Skor Petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Konvensional ya- ng memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2).

20 68 61 65,2 2,353 66 67

B. Pengujian Persyaratan Analisis Data

Pengujian atau uji hipotesis dengan analisis varian dua jalan (Two-way

ANOVA) memerlukan persyaratan analisis data: (1) sampel diambil secara

acak; (2) ukuran sampel minimum dipenuhi; (3) data sampel masing-masing

variabel berdistribusi normal dan homogen.

Persyaratan pertama dan kedua telah dipenuhi sebab sampel penelitian

diambil secara acak dengan ukuran sampel 80 orang (>30 kasus).61 Pengujian

persyaratan ketiga yaitu bahwa sebaran data penelitian berdistribusi normal.

Masing-masing untuk variabel Y, X1 dan X2 melalui piranti lunak SPSS diuji

normalitas dan homogenitasnya.62

61

Masri Singarimbun, dkk. 1989, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, p. 171. 62

Singgih Santoso, 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Multivarian, Jakarta: Elexmedia Komputindo.

Page 98: Tesis 3

97

1. Uji Normalitas

Uji normalitas terhadap sebaran data di atas, yaitu data kinerja petugas

Satpol PP berdasarkan pemberian model pelatihan dan Motivasi kerja petugas

satpol PP (data kelompok A1B1, A2B1, A1B2 dan A2B2 sebagai mana dibahas

pada deskripsi data di awal Bab 4 ini). Secara manual uji normalitas dapat

dilakukan dengan uji Lilliefors atau dapat juga dengan Chi-square,63 dari hasil

perhitungan menggunakan uji Lilliefors skor petugas Satpol PP yang mengikuti

pelatihan Model Competence based Education and Training dan metode

konvensional yang dikelompokkan berdasarkan motivasi kerja yang dimiliki.

Adapun kriteria pengujiannya adalah jika Lhitung > Ltabel maka data berdistribusi

normal dan jika Lhitung < Ltabel maka data tidak berdistribusi normal.

Hasil perhitungan uji Lilliefors Skor petugas Satpol PP yang mengikuti

pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki

motivasi tinggi (A1B1) diperoleh Lhitung sebesar 0,1438. Untuk Ltabel dengan α

sebesar 0,05 pada tabel Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan Lhitung

(0,1438) > Ltabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor petugas

Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and

Training yang memiliki motivasi tinggi (A1B1) adalah berdistribusi normal.

Sedangkan untuk hasil perhitungan uji Lilliefors Skor petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan Model Competence based Education and Training yang

memiliki motivasi rendah (A1B2) diperoleh Lhitung sebesar 0,1102. Untuk Ltabel

dengan α sebesar 0,05 pada tabel Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan

63

H.R. Santosa Nurwani, 1999, Statistika Terapan (Teknik Analisa Data), Jakarta: Program Pasca Sarjana UHAMKA, p. 18-20.

Page 99: Tesis 3

98

Lhitung (0,1102) > Ltabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor

petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan Model Competence based

Education and Training yang memiliki motivasi rendah (A1B2) adalah

berdistribusi normal.

Untuk hasil perhitungan uji Lilliefors Skor petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan model konvensional yang memiliki motivasi tinggi (A2B1)

diperoleh Lhitung sebesar 0,1706. Untuk Ltabel dengan α sebesar 0,05 pada tabel

Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan Lhitung (0,1706) > Ltabel (0,1900),

maka dapat disimpulkan bahwa data Skor petugas Satpol PP yang mengikuti

pelatihan model konvensional yang memiliki motivasi rendah (A2B1) adalah

berdistribusi normal. Sedangkan untuk hasil perhitungan uji Lilliefors Skor

petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan model konvensional yang memiliki

motivasi rendah (A2B2) diperoleh Lhitung sebesar 0,1517. Untuk Ltabel dengan α

sebesar 0,05 pada tabel Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan Lhitung

(0,1517) > Ltabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor petugas

Satpol PP yang mengikuti pelatihan model konvensional yang memiliki motivasi

rendah (A2B2) adala berdistribusi normal.

Dari perhitungan uji normalitas dengan menggunakan Uji Liliefors

keempat kelompok data di atas, maka dapat dirangkumkan dalam tabel di

bawah ini:

Page 100: Tesis 3

99

Tabel Tabel 4.10:

Tabel Pengujian Normalitas

Sumber Data

Lhitung Ltabel Kesimpulan

A1B1 0,1438 0,1900 Data Berdistribusi Normal

A1B2 0,1102 0,1900 Data Berdistribusi Normal

A2B1 0,1706 0,1900 Data Berdistribusi Normal

A2B2 0,1517 0,1900 Data Berdistribusi Normal

2. Uji Homogenitas Variansi

Uji homogenitas variansi dimaksudkan untuk menguji homogenitas varian

antar kelompok-kelompok skor Y yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan

nilai X. Pengujian homogenitas dilakukan dengan menggunakan Uji F. Yakni

menghitung rasio antara varians terbesar dengan varians terkecil dari kelompok

yang diuji. Hasilnya adalah sebagai berikut:

a. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A2B1

Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi motivasi bekerja

kelompok data A1B1 atas kelompok data A2B1 diperoleh output SPSS

sebagai berikut:

Tabel 4.12:

Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.328a 11 63 .230

Page 101: Tesis 3

100

Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.328a 11 63 .230

Tabel 4.13:

ANOVA

A1B1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 548.750 13 42.212 .505 .858

Within Groups 501.800 6 83.633

Total 1050.550 19

Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai

berikut:

a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca:

probabilitas signifikasi) baik pada tabel Test of Homogenity of

Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.

b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik pada

tabel Test of Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di

atas lebih kecil dari 0, 05.64

Dengan memperhatikan nilai Sig. pada tabel Test of Homogenity of

Variances sebesar 0, 230 dan pada tabel ANOVA sebesar 0,858, maka

dinyatakan bahwa homogenitas variansi A1B1 atas A2B1 terpenuhi.

64

Santoso.2002., Loc.Cit.

Page 102: Tesis 3

101

b. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A1B2

Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi hasil belajar

Bahasa Indonesia kelompok data A1B1 atas kelompok data A1B2

diperoleh output SPSS sebagai berikut:

Page 103: Tesis 3

102

Tabel 4.14:

Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.299a 10 63 .251

Tabel 4.15:

ANOVA

A1B1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 761.800 14 54.414 .942 .578

Within Groups 288.750 5 57.750

Total 1050.550 19

Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai berikut:

a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca: probabilitas

signifikansi) baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun

tabel ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.

b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik tabel Test of

Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih kecil dari 0,

05.65

Dengan memperhatikan nilai Sig. pada tabel Test of Homogenity of

Variances sebesar 0, 251 dan pada tabel ANOVA sebesar 0,578; maka

dinyatakan bahwa homogenitas variansi A1B1 atas A1B2 terpenuhi.

65

Ibid.

Page 104: Tesis 3

103

c. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A2B2

Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi hasil belajar

Bahasa Indonesia kelompok A1B1 atas kelompok data A2B2 diperoleh

output SPSS sebagai berikut:

Tabel 4.16: Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.761 4 13 .569

Tabel 4.17:

ANOVA

A1B1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 457.417 6 76.236 1.671 .206

Within Groups 593.133 13 45.626

Total 1050.550 19

Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai berikut:

a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca: probabilitas

signifikansi) baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun

tabel ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.

b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik pada tabel

Test of Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih kecil

dari 0, 05.66

66

Ibid.

Page 105: Tesis 3

104

Dengan memperhatikan nilai Sig. (dibaca: probabilitas signifikansi)

pada tabel Test of Homogenity of Variances sebesar 0,569 dan pada tabel

ANOVA sebesar 0,206; maka dinyatakan bahwa homogenitas variansi A1B1

atas A2B2 terpenuhi.

Dengan terpenuhinya normalitas dan homogenitas data, maka

penelitian korelasional ini dapat dilakukan dengan menggunakan data

mentah (raw score) dari keempat kelompok data kinerja Petugas Satpol PP

tersebut.

C. Pengujian Hipotesa

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan teknik Analisis Variansi

(ANAVA) dua jalan. Tujuan ANAVA dua jalan adalah menyelidiki dua pengaruh

utama dan satu pengaruh interaksi. Pengaruh utama dibedakan atas model

Pelatihan dan motivasi kerja petugas satpol PP. Hasil perhitungan ANAVA dua

jalan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.18 Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:kinerja_Petugas

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F

Corrected Model 31691.238a 3 10563.746 144.159

Model_pelatihan 17493.613 1 17493.613 238.728

motivasi_kerja 13598.113 1 13598.113 185.568

Model_pelatihan *

motivasi_kerja 599.512 1 599.512 8.181

Total 689407.000 80

Corrected Total 37260.388 79

Page 106: Tesis 3

105

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:kinerja_Petugas

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F

Corrected Model 31691.238a 3 10563.746 144.159

Model_pelatihan 17493.613 1 17493.613 238.728

motivasi_kerja 13598.113 1 13598.113 185.568

Model_pelatihan *

motivasi_kerja 599.512 1 599.512 8.181

Total 689407.000 80

a. R Squared = ,851 (Adjusted R Squared =

,845)

1. Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi Model Pelatihan CBET lebih besar

dari pada Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi Model Pelatihan

Konvensional.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas pada bagian atau kolom source baris

kedua tertulis model pelatihan dan kolom terkanan atau kolom F (dibaca:

Fhitung) pada baris yang sama tertulis 238.728 lebih besar dari Ftabel = 4,88

untuk taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 238,728 > Ftabel = 4,88). Hal ini berarti

bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian hal ini menunjukkan

bahwa bentuk Pelatihan CBET mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP. Ini

berarti perbedaan bentuk Pelatihan dalam CBET menentukan variasi atau

keberagaman kinerja petugas Satpol PP. Dengan demikian, hipotesis yang

menyatakan, ”Rata-rata kinerja petugas satpol PP yang diberi pelatihan CBET

lebih tinggi daripada kinerja petugas Satpol PP yang diberi pelatihan

konvensional”, diterima dan teruji kebenarannya.

Page 107: Tesis 3

106

2. Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan

memiliki motivasi kerja tinggi adalah lebih tinggi dari pada kinerja

petugas satpol PP yang diberi model pelatihan konvensional dan

memiliki motivasi kerja tinggi.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas bagian atau kolom source baris

ketiga tertulis motivasi kerja dan kolom F (dibaca: Fhitung) pada baris yang

sama tertulis 158,568 lebih besar dari Ftabel = 4,88 untuk taraf signifikansi 0,01

(Fhitung = 158,568 > Ftabel = 4,88). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima.

Dengan demikian bahwa motivasi kerja mempengaruhi kinerja petugas Satpol

PP. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan, ”Rata-rata Kinerja Petugas

Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi

lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi model pelatihan

konvensional dan memiliki motivasi kerja tinggi”, diterima. Kesimpulannya

kedua jenis model pelatihan memberikan kinerja yang berbeda pada petugas

Satpol PP.

3. Kinerja Petugas Satpol PP yang diberi Model Pelatihan CBET dan

memiliki Motivasi Kerja Rendah adalah lebih tinggi dari pada Kinerja

Petugas Satpol PP yang diberi Model Pelatihan Konvensional dan

memiliki Motivasi Kerja Rendah.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas bagian atau kolom source baris

ketiga tertulis motivasi kerja dan kolom F (dibaca: Fhitung) pada baris yang

sama tertulis 158,568 lebih besar dari Ftabel = 4,88 untuk taraf signifikansi 0,01

(Fhitung = 158,568 > Ftabel = 4,88). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Hal

Page 108: Tesis 3

107

ini menunjukkan bahwa motivasi kerja mempengaruhi kinerja petugas Satpol

PP. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan, ”Rata-rata kinerja petugas

Satpol PP yang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja

rendah adalah lebih tinggi dari pada kinerja petugas satpol PP yang diberi

model pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja rendah.”, diterima.

Kesimpulannya kedua jenis model pelatihan memberikan memberikan kinerja

yang berbeda pada petugas Satpol PP.

4. Terdapat pengaruh interaksi antara Model Pelatihan dengan Motivasi

Kerja terhadap Kinerja Petugas Satpol PP.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas pada bagian atau kolom source baris

keempat tertulis Model Pelatihan*Motivasi kerja dan kolom F (dibaca: Fhitung)

pada baris yang sama tertulis 8,181 lebih besar dari Ftabel = 4,88 untuk taraf

signifikansi 0,01 (Fhitung = 8,181 > Ftabel = 4,88). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1

diterima. menunjukkan bahwa Ho : μA-B = μA-B ditolak. Ini berarti interaksi antara

model pelatihan dan motivasi kerja menentukan variasi atau keberagaman

kinerja petugas Satpol PP. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan,

”Terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja

terhadap kinerja petugas satpol PP”, diterima dan teruji kebenarannya.

Secara umum analisa ini lazimnya dilanjutkan lagi untuk mengetahui

atau mengindikasikan rata-rata kinerja petugas Satpol PP tersebut di atas

yang berbeda satu dari lainnya, atau mencari mana diantara A1B1, A2B1 dan

A1B2 dan A2B2 yang paling tinggi.

Page 109: Tesis 3

108

Analisis biasanya dilanjutkan dengan uji Turkey67 karena dalam hal ini

jumlah data setiap kelompok sama banyaknya yaitu n = 40. Perhitungan uji

Turkey melalui piranti lunak SPSS hanya dapat dilakukan bila setiap variabel

bebas yang diteliti dibedakan atas 3 level atau lebih. Variabel Model pelatihan

dan motivasi kerja petugas satpol PP dalam penelitian ini hanya dibedakan

atas 2 level bentuk model pelatihan (CBET dan konvensional), dan 2 level tipe

motivasi kerja (Tinggi dan Rendah).

Dengan kata lain, untuk mengetahui interaksi mana yang paling

berpengaruh mengakibatkan kinerja petugas Satpol PP mencapai skor yang

maksimal dapat dilakukan cukup dengan hanya melihat skor rata-rata dari 4

kelompok data (A1B1, A2B1, A1B2 dan A2B2) tersebut. Hasilnya adalah

sebagai berikut:

67

Ibid.

Page 110: Tesis 3

109

Tabel 4.19 Perbandingan Skor Rata-rata

Kinerja Petugas Satpol PP

No.

Kelompok Data

Petugas Satpol

PP

Rata-rata Kinerja

Petugas Satpol PP

Peringkat Rata-rata Ki-

nerja Petugas Satpol

PP

1 A1B1 120,85 1

2 A1B2 89,3 2

3 A2B1 85,8 3

4 A2B2 65,2 4

Berdasarkan Tabel 4.20 di atas dapat dinyatakan dua hal sebagai berikut:

a. Interaksi antara Model Pelatihan dan motivasi kerja mengakibatkan kinerja

petugas Satpol PP dapat mencapai skor yang maksimal. Sebaliknya, skor

terburuk atau paling rendah dari kinerja petugas satpol PP diakibatkan

oleh interaksi model Pelatihan konvensional dengan petugas yang

memiliki motivasi kerja rendah

b. Interaksi A1B1 dan A1B2 yang kontradiktif, artinya dengan bentuk model

pelatihan yang sama (model CBET) namun petugasnya berada dalam dua

kelompok motivasi yang berbeda mengakibatkan kinerja mereka juga

berbeda justru menunjukkan adanya interaksi yang signifikan antara

model pelatihan dan motivasi yang dimiliki petugas Satpol PP.

Page 111: Tesis 3

110

D. Interpretasi Hasil Penelitian

Hipotesis penelitian pertama yang menyatakan, “tidak terdapat

perbedaan rata-rata kinerja petugas Satpol PP yang mengikuti model

pelatihan CBET dan yang mengikuti model pelatihan konvensional” tidak

dapat diterima. Sehingga hipotesis yang diterima adalah hipotesis alternatif

yang menyatakan bahwa ”Rata-rata kinerja petugas Satpol PP yang

mengikuti model pelatihan CBET lebih tinggi daripada petugas yang diberi

model pelatihan konvensional”, diterima dan teruji kebenarannya. Hal itu

selanjutnya membuktikan bahwa kinerja petugas Satpol PP yang memiliki

motivasi kerja tinggi dan diberi model pelatihan CBET lebih tinggi daripada

petugas yang memiliki motivasi kerja rendah dan diberi model pelatihan

konvensional.

Hipotesis penelitian keempat yang menyatakan, ”Terdapat pengaruh

interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja

petugas Satpol PP”, diterima dan teruji kebenarannya. Hal itu selanjutnya

membuktikan bahwa petugas yang mengikuti model pelatihan yang tidak

sama dan motivasi kerjanya juga berbeda, kinerja satu dengan lainnya

berbeda pula.

E. Pembahasan

Penelitian ini mengungkapkan bahwa Model Pelatihan dan motivasi

kerja secara signifikan mempengaruhi variasi kinerja petugas Satpol PP.

Kinerja petugas Satpol PP yang diberi Pelatihan CBET lebih tinggi dari pada

kinerja petugas Satpol PP yang diberi pelatihan konvensional. Seperti terlihat

Page 112: Tesis 3

111

pada tabel 4.1 dan tabel 4.2, dari kedua tabel tersebut terlihat bahwa kinerja

petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan CBET memiliki variasi sebaran

skor pada 87,5 – 96,5 dan 114,5 – 123,5 (lihat tabel 4.1). Sebaran skor pada

rentang ini merupakan sebaran skor yang tinggi jika dibandingkan dengan

sebaran skor kinerja petugas Satpol PP yang mengikuti pelatihan

konvensional yang sebagian besar berada pada rentangan skor 61,5 – 70 dan

70 78,5 (lihat tabel 4.2). dari perbedaan rentang skor ini dapat dikatakan

bahwa model pelatihan yang diberikan kepada petugas Satpol PP

memberikan dampak pada peningkatan skor kinerja petugas Satpol PP.

Kinerja petugas Satpol PP yang diberi pelatihan CBET lebih tinggi karena

dengan menggunakan pelatihan CBET seorang petugas satpol PP latih untuk

mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan. Pelatihan ini dilaksanakan melalui proses pelatihan yang

bermakna dimana kompetensi di refleksikan kepada kebutuhan utama dalam

menjalankan tugas Satpol PP, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Hasil pelatihan CBET berupa kinerja merupakan fokus dari hasil pelatihan

CBET. Model pelatihan CBET mengakui pengalaman belajar petugas satpol

PP sebelumnya, sehingga petugas satpol PP dalam pelatihan tidak dituntut

untuk mengikuti proses pelatihan sampai akhir akan tetapi jika petugas satpol

PP lulus mengikuti ujian kompetensi maka mereka memperoleh kelulusan.

CBET merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan

kompetensi sumber daya manusia yang berfokus pada hasil akhir (outcome).

CBET sangat fleksibel dalam proses kesempatan untuk memperoleh

kompetensi dengan berbagai cara. Hasil CBET menuntut persyaratan dan

Page 113: Tesis 3

112

karakteristik tersendiri, khususnya bila diterapkan untuk diakui secara

nasional. Hal ini berbeda dengan pendidikan dan pelatihan yang pada

umumnya dilakukan (tradisional) yang berfokus pada masukan (input), proses,

dan keluaran (output) yang sangat bervariasi dan bisa jadi tidak sesuai

dengan standar kebutuhan pekerjaan / tugas.

Tujuan CBET adalah agar peserta didik dan latih mampu mengerjakan

tugas dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Secara

khusus, tujuan utama CBET adalah menghasilkan kompetensi dalam

menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian standar pada

suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan jabatan.

Aplikasi metode pelatihan CBET memerlukan perancangan yang matang dan

sesuai dengan kondisi dari peserta didik. Petugas satpol PP menjalankan

tugas yang begitu variatif dan memiliki resiko perkerjaan yang tinggi, dimana

petugas Satpol PP harus berhadapan dengan masyarakat, khususnya ketika

berhadapan dengan masyarakat yang melanggar ketetapan Pemerintah

Daerah Prov. DKI Jakarta. Di sisi lain petugas Satpol PP merupakan pelayan

masyarakat untuk menjaga ketertiban, maka seorang petugas Satpol PP

dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Beban pekerjaan seorang petugas Satpol PP yang cukup tinggi ini tentunya

harus diimbangi dengan kemampuan kompetensi yang tinggi yang harus

dimiliki oleh seorang petugas Satpol PP. Kesadaran akan kebutuhan

kompetensi yang tinggi ini telah nampak pada petugas Satpol PP yang

mengikuti pelatihan CBET, hal ini dapat dilihat dari skor petugas Satpol PP

Page 114: Tesis 3

113

yang mengikuti model pelatihan model CBET yang memiliki motivasi kerja

tinggi (lihat gambar 4.5).

Pelatihan konvensional berbeda dengan pelatihan CBET, dimana

kegiatan pelatihan yang lebih banyak menekankan pada input (masukan

berupa misalnya materi, kriteria peserta dan lain lain) dan proses serta produk

yang banyak variasi dalam upaya meningkatkan kinerja peserta. Model

pelatihan ini karena terlalu banyak variasi kadang-kadang output yang ingin

dicapai menjadi tidak terukur. Banyaknya variasi dari hasil (produk) yang

dicapai dalam pelatihan konvensional ini menyebabkan peserta pelatihan

kurang termotivasi untuk mengikuti pelatihan. Karena perbadaan pencapaian

hasil pelatihan pada setiap peserta pelatihan merupakan hal yang wajar,

sehingga peserta kurang termotivasi untuk meraih suatu kondisi tertentu

sebagai capaian hasil pelatihan. Hal inilah yang kemudian dapat berakibat

pada motivasi peserta pelatihan. Seperti terlihat pada tabel 4.7, bahwa

sebagian besar (55%) petugas satpol PP yang mengikuti pelatihan

konvensional yang memiliki motivasi kerja tinggi berada pada rentangan skor

terendah dalam rentangan skor motivasi tinggi.

Memperhatikan pelatihan model konvensional, kriteria keberhasilan

selalu ditentukan oleh pihak penyelenggara. Peserta latih hanya menjadi objek

pelatihan yang tidak dapat menentukan kehendak yang ingin dicapainya

sendiri sebagaimana dalam CBET.

Secara kualitatif dengan memperhatikan hasil analisis variasi dua arah

(Two-way ANOVA) pada Tabel 4.18 di atas khususnya nilai F hitung kekuatan

pengaruh model pelatihan lebih besar daripada motivasi kerja petugas satpol

Page 115: Tesis 3

114

PP serta interaksi antar keduanya terhadap kinerja petugas satpol PP. Hal ini

dapat dipahami, mengingat motivasi dapat timbul dari dalam (intrinsik) dan

luar diri individu (ekstrinsik). Model pelatihan yang diberikan kepada anggota

Satpol PP merupakan suatu kondisi lingkungan yang dapat merangsang

motivasi ekstrinsik seorang petugas satpol PP. Pelatihan CBET merupakan

pelatihan yang lebih menekankan seseorang untuk menguasai bidang

kompentesi dalam tugas pekerjaannya. Sehingga, ketika seorang petugas

Satpol PP mengikuti pelatihan ini, ia akan termotivasi untuk dapat mengusai

kompetensi yang menjadi tuntutan dalam pekerjaannya. Hal ini yang

memungkinkan metode pelatihan CBET ini dapat merangsang petugas Satpol

PP untuk meningkatkan kinerjanya.

F. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini membuktikan bahwa model pelatihan dan motivasi kerja

memberi pengaruh yang signifikan terhadap variasi kinerja petugas Satpol PP.

Ditemukan pula bahwa adanya interaksi antara model pelatihan dengan

motivasi kerja petugas satpol PP yang diberikan model pelatihan CBET dan

memiliki motivasi kerja tinggi memiliki potensi kinerja yang lebih berkualitas

daripada lainnya. Namun demikian, bagaimanapun terdapat beberapa

keterbatasan penelitian sebagai berikut:

1. Dipahami bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya faktor-faktor lain

disamping model pelatihan dan motivasi kerja, yang mempengaruhi

variasi kinerja petugas satpol PP. Misalnya, pada kondisi (iklim kerja) yang

berbeda, juga terdapat faktor lain yang lebih dominan berpengaruh

Page 116: Tesis 3

115

terhadap variasi kualitas kinerja petugas Satpol PP dibandingkan dengan

model pelatihan dan motivasi kerja. Hal ini luput dari penelitian ini dan

menjadikannya sebagai suatu keterbatasan.

2. Ditinjau dari sisi jumlah cakupan sampel, sangat mungkin dengan

cakupan sampel lebih luas, namun penelitian ini tentu akan berbeda pula.

Artinya, dengan jumlah responden yang lebih besar ada kemungkinan

hasil penelitiannya berbeda. Hal inilah yang menjadikan hasil penelitian ini

menjadi terbatas referensinya.

Page 117: Tesis 3

116

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh beberapa temuan

penelitian sebagai berikut:

Pertama, Secara keseluruhan kinerja petugas Satpol PP yang

diberikan model pelatihan Competence Based Education and Training

(CBET) lebih tinggi daripada kelompok petugas Satpol PP yang diberikan

model pelatihan Konvensional. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja

petugas satpol PP, diperlukan pemberian model pelatihan Competence

Based Education and Training (CBET).

Kedua, Bagi petugas satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi,

kinerja petugas Satpol PP yang diberikan model pelatihan Competence

Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari pada petugas Satpol

PP yang diberi model pelatihan konvensional. Dengan demikian, untuk

meningkatkan kinerja petugas Sapol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi

perlu diberikan model pelatihan Competence Based Education and Training

(CBET).

Ketiga, Bagi petugas Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah,

kinerja petugas Satpol PP yang diberikan model pelatihan Competence

Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari pada petugas Satpol

PP yang diberi model pelatihan konvensional. Dengan demikian, untuk

meningkatkan kinerja petugas Sapol PP yang memiliki motivasi kerja rendah

Page 118: Tesis 3

117

juga perlu diberikan model pelatihan Competence Based Education and

Training (CBET).

Dari hasil temuan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

peningkatan kinerja petugas Satpol PP dapat dilakukan melalui kegiatan

penerapan model pelatihan Competence Based Education and Training

(CBET) dengan mempertimbangkan motivasi kerja Petugas satpol PP.

B. Implikasi

Dari hasil analisis data yang dihasilkan dalam penenlitian ini telah

terbukti bahwa model pelatihan Competence Based Education Training

(CBET) dapat meningkatkan kinerja dan motivasi Petugas Satpol PP di

Provinsi DKI Jakarta sehingga secara statistik dapat dikatakan hubungan yang

signifikan dan bersifat positif. Implikasi dari pelatihan Competence Based

Education Training (CBET) adalah dengan memberikan sertifikasi kepada

petugas satpol PP yang telah memiliki kemampuan dan sikap yang sesuai

dengan standar dalam menerapkan tugas pokok dan fungsinya kedalam

kegiatan area tugas di lapangan. Sertifikasi ini merupakan alat yang

digunakan untuk menunjukkan bahwa seorang petugas satpol PP yang telah

mengikuti proses sertifikasi dapat menunjukkan bahwa ia memiliki

kemampuan yang baik dan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Proses sertifikasi ini hendaknya dilaksanakan melalui program pelatihan yang

selanjutnya diadakan penilaian (assessment). Hasil penilaian dari proses

sertifikasi ini adalah diketahuinya level kompetensi dari setiap petugas satpol

PP.

Page 119: Tesis 3

118

C. Saran

1. Dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lingkungan

satpol PP Provinsi DKI Jakarta sebaiknya menggunakan metode

Pelatihan Comptence Based Education Learning (CBET) karena sudah

terbukti dapat meningkatkan kinerja dan motivasi karyawan secara

signifikan.

2. Model Pelatihan Competence Based Education Learning (CBET)

dilakakukan dalam berbagai level untuk mendapatkan hasil yang

maksimal dalam mengembangkan sumber daya manusia di satpol PP

Provinsi DKI Jakarta.

3. Melakukan pelatihan untuk Instruktur Model Pelatihan Competence

Based Education Learning (CBET) kepada pegawai terseleksi

sehingga dapat melakukan pelatihan secara internal. Hal ini penting

mengingat bahwa jumlah pegawai di satpol PP Provinsi DKI Jakarta

berjumlah ribuan orang, sehingga diperlukan percepatan dalam

mengembangkan potensi sumber daya manusia di satpol PP.

4. Melakukan program sertifikasi bagi petugas satpol PP. Sehingga

melalui program ini dapat merangsang petugas satpol PP untuk

meningkatkan kualitas dirinya sendiri. Sertifikasi ini mengacu kepada

pelaksanaan tugas dan fungsi pokok dari petugas satpol PP.

Page 120: Tesis 3

119

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Michael. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terj. Sofyan Cikman dan Hariyanto. Jakarta: Elex Media Kompotindo, 199P0.

Berita Jakarta.Com, Media On Line DKI Jakarta, Jakarta 26.09.2007, diunduh 15 Maret 2009.

Bernardin. Human Resources Management. Jakarta: Mc. Graw-Hill Inc., 1993.

Bosker, J. Training effectiveness. New York: Pergamon, 1997.

Brown, M. J. The Effectiveness of Organization. California: Fearon, Belmont California, 1999.

Danim, Sudarwan. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Deseler, Gary. Personal Management, ter. Agung Dharma. Jakarta: Erlangga, 1997.

Donaldson dan Scannel. Human Resources Development. terj.Ya’kub. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1993.

Handoko T. Hani. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE, 2002.

Hariandja, Marihot Tua Efendi. Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Hasibuan, Malayu H. Organisasi dan Motivasi Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Husein, Umar. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Irawan, Prasetya et.al. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: STIA-LAN, 2002

John M. Echols dan Hassan Shadily Kamus Inggris Indoensia. Jakarta: Gramedia, 2005

Mangkunegara, Anwar P. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung: Refika Aditama, 2005.

Moh. Pabundu Tika. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Page 121: Tesis 3

120

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakaya, 2008.

Mulyasa, E, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 26

Ranupanjoyo dan Husnan. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE, 1995.

Sadili, Samsudin. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV. Pustaka, 2006.

Sahlan, Pengaruh Disiplin dan Insentif Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada PT. Rapico Busana Permata Indah. Jakarta: Tesis Program Pascasarjana Magister Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia, 2007.

Sidney Siegel, Statistik Nonparamatrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: Gramedia, 1992.

Seger, Analisis Hubungan Motivasi, Pendidikan dan Pelatihan dan Kepuasan Kerja Terhadap Disipli Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan. Yakarta: Tesis Program Pascasarjana Magister Manajemen. Universitas Bhayangkara, 2005.

Sugiyono, Statistik Nonparametrik, Bandung: CV. ALFABETA, 2004.

Spencer, M. Lyle and M. Signe Spencer. Competence at Work: Models for Superrior Performance. New York: John Wily & Son, 1993.

Tilaar, H.A.R. Manajemen Pendidikan Nasional Bandung: Rosadakarya, 2001.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

Veithzel Rivai dan Ahmad F.M. Basri. Performance Appraisal. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Wexley, Kenneth dan Gary A Yukl. Organizational Behavior and Personal Psychology. Ontorio: Richard D. Irwan. Inc, 1997.

Wibowo. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

William T McLoad, (edt.). The New Collins Dictionary and Thesaurus. Glasgow: William Collins Sons and Co.Ltd., 1989.

Page 122: Tesis 3

121

BIOGRAFI PENULIS

AGUS SUTIYONO, lahir di Solo, tanggal 10 februari 1968, bergama islam. Alamat rumah pesona anggrek harapan C3.no. 15 Bekasi 17124 Jl. Kaliabang Raya Bekasi Utara.

Pendidikan formal SD Negeri 06 Cilandak lulus 1983, SMP Negeri 41 Ragunan, lulus tahun 1986, SMA Negeri 60 mampang, lulus 1989 IKIP Jakarta, Lulus 1994, Program Magister Manajemen IPMI Jakarta spesialisasi program Manajemen Sumber Daya

Manusia 1996, Indonesia-Australia Specialist Project II, Human Rights Program - University Of Sydney (UTS) – Australia 2003.

Pendidikan Non Formal : Sumber Daya Manusia, Prasetya Mulya 1993, Successful Selling Skill, LPM Jakarta 1994, Management People, Prasetya Mulya 1994, Custumer Service , LPM 1993, Mercuri International (Internal Development) NLP At Work (Metamind) 2005, Hypnotherapi-THII-2008,Workload Analisis Program-HRD Forum 2010, Turbo Hypnosis-Tranzwork-2010, Pernah bekerja sebagai Program Manager & Penyiar Radio Ros Jakarta, Consultan Trainer La Rose Foundations, Jl. Tebet Barat Raya 19 Jakarta Selatan (1990-1994), Penyiar Berita TVRI Jl. Gerbang Pemuda Senayan No.1 Jakarta Selatan (1993-2001); Coorporate Public Relations PT. Rainbow Cipta Utama Advertising, jl. Tomang raya 49 fgh Jakarta Barat (1994 – 1996); Consultant & Trainer Mercuri International (1996 – 1999); PT.Elnusa Petrofin Jl. TB Simatupang Kav.1b Jakarta 12560 (1999 – 2002), dan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Negeri Jakarta, Kepala Pusat Afiliasi Pengembangan Wilayah Dan Alumni (Desember 2001 – 2006), Sekretrais Jurusan Pendidikan Luar Sekolah-Fakultas Ilmu Pendidikan-Universitas Negeri Jakarta – sampai sekarang.

Aktifitas Pekerjaan Consultant/Trainer PT Interbat (2000-sekarang); Consultant/Trainer PT Indofarma (2003-2004); Consultant/Trainer PT.Mandira Era Wisata (2002-sekarang); Consultant/Trainer PT.Patrakom (2003); Consultant/Trainer PT. Indosat (2000-2003); Consultant/Tariner PT.Pertamina (2000-2003); Consultant/Trainer Badan Pemberdayaan Masyarakat Propinsi DKI Jakarta (2002-sekarang); Consultant/Tenaga Ahli Dinas Trantib DKI Jakarta (2002-sekarang); Tenaga Ahli Dirjen Ham Departemen Kehakiman Dan Ham (2003-sekarang); Trainer & Motivator Pengembangan Sat-Pol PP DKI Jakarta 2004-sekarang, Ketua Tim pengkajian dan pengumpulan data Bidang Mutu Pendidikan Mendiknas 2008, Consultant/Trainer- Pengembangan Sumber Daya Manusia Dirjen Cipta Karya-Departemen pekerjaan Umum 2006-sekarang, Hypnotherapist Register International 2010

Aktif dalam organisasi yaitu, Purna Prakarya Muda Indonesia, Alumni Pertukaran Pemuda Antar Propinsi (Tahun 1987 – sekarang); Ikatan Abang None Jakarta, Alumni atau Purna Program Abang None Jakarta (Tahun 1990 – sekarang); MPPI (Majelis Pembimbing Purna Paskibraka Indonesia) Purna Program Paskibraka (Tahun 1994 – 1996); Ketua Kerjasama Antar Lembaga Senat Mahasiswa IKIP Jakarta (Tahun 1993 – 1994); Ikatan Ulumni Orientasi Kewaspaas Nasional, Bakortanasda; Pembantu Andalan Nasional Gerakan Pramuka Kwartir Nasional Bidang Kehumasan (Tahun 1998 – 2003); Ketua

Page 123: Tesis 3

122

Pokja Ham Alumni Program IASTP, Indonesia dan Australia (Tahun 2003 – 2005) Sekeretaris Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta 2007- sekarang, Humas BK3S DKI Jakarta-2010-2015, Dewan Penasehat GEPAK (Gerakan Pemuda Anti Korupsi) DKI Jakarta periode 2010-2015.