teror atas nama jihad dalam pandangan civitas …

32
Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil 235 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018 9 TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS PESANTREN MADURA (STUDI KASUS PESANTREN MAMBAUL ULUM BATA-BATA PAMEKASAN DAN PESANTREN AL-AMIEN PRENDUAN SUMENEP) Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil Sekolah Tinggi Al-Falah Pamekasan Perlu diungkap tentang pandangan ulama dan pengasuh pondok pesantren Madura terhadap teror atas nama jihad yang dilakukan oleh pribadi atau kelompok Muslim di Tanah Air. Selain dapat menjawab tuduhan, bahwa pesantren mendorong ideologi terorisme, penelitian ini juga dapat mengungkap apakah civitas pesantren mendukung, menolak, atau tidak mendukung dan tidak menolak aksi-aksi teror atas nama jihad yang dilakukan teroris Muslim Indonesia. Ada dua masalah yang hendak dijawab melalui penelitian ini. Pertama, bagaimana pandangan civitas pesantren Madura terhadap jihad dan terorisme dan hubungan antara keduanya? Kedua, bagaimana pandangan civitas pesantren Madura terhadap faktor-faktor pendorong aksi teror atas nama jihad yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Muslim Indonesia? Selanjutnya, keterlibatan segelintir alumni pesantren membuat pihak Barat dan petinggi negeri ini ‚pernah‛ mencurigai pesantren sebagai ladang subur penyemaian bibit-bibit terorisme. Sempat muncul ide untuk mengawasi pesantren, majelis dakwah, kegiatan Ramadhan, pria berjenggot, pria bersorban, perempuan bercadar, dan orang-orang yang masuk masjid di malam hari. Bahkan, negara adikuasa menawarkan sejumlah dana yang dapat digunakan untuk melakukan penyelidikan terhadap materi yang diajarkan di Pesantren.

Upload: others

Post on 25-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

235 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

9

TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS

PESANTREN MADURA (STUDI KASUS PESANTREN MAMBAUL

ULUM BATA-BATA PAMEKASAN DAN PESANTREN

AL-AMIEN PRENDUAN SUMENEP)

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

Sekolah Tinggi Al-Falah Pamekasan

Perlu diungkap tentang pandangan ulama dan pengasuh

pondok pesantren Madura terhadap teror atas nama jihad yang

dilakukan oleh pribadi atau kelompok Muslim di Tanah Air.

Selain dapat menjawab tuduhan, bahwa pesantren mendorong

ideologi terorisme, penelitian ini juga dapat mengungkap

apakah civitas pesantren mendukung, menolak, atau tidak

mendukung dan tidak menolak aksi-aksi teror atas nama jihad

yang dilakukan teroris Muslim Indonesia. Ada dua masalah

yang hendak dijawab melalui penelitian ini. Pertama,

bagaimana pandangan civitas pesantren Madura terhadap

jihad dan terorisme dan hubungan antara keduanya? Kedua,

bagaimana pandangan civitas pesantren Madura terhadap

faktor-faktor pendorong aksi teror atas nama jihad yang

dilakukan oleh kelompok-kelompok Muslim Indonesia?

Selanjutnya, keterlibatan segelintir alumni pesantren membuat

pihak Barat dan petinggi negeri ini ‚pernah‛ mencurigai

pesantren sebagai ladang subur penyemaian bibit-bibit

terorisme. Sempat muncul ide untuk mengawasi pesantren,

majelis dakwah, kegiatan Ramadhan, pria berjenggot, pria

bersorban, perempuan bercadar, dan orang-orang yang masuk

masjid di malam hari. Bahkan, negara adikuasa menawarkan

sejumlah dana yang dapat digunakan untuk melakukan

penyelidikan terhadap materi yang diajarkan di Pesantren.

Page 2: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

236 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

Akhirnya kitab kuning dijadikan biang kerok dari tuduhan atau

mungkin propaganda itu. Karena dari kitab kuninglah

pemahaman santri dapat terkonstruk. Referensi dasar yang

telah dikaji ratusan tahun lamanya ini tiba-tiba dicurigai

memberikan andil besar bagi pandangan dan pemikiran para

pelaku bom tersebut. Hal itu jelas menimbulkan reaksi dari

banyak kalangan, khususnya para kiai yang berjuang di dunia

pesantren.

Data penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam,

polling, dan dokumentasi. Sebagai informannya adalah para

kiai, ustadz/ustadzah, dan santri Pesantren Mambaul Ulum

Bata-Bata Pamekasan dan Pesantren Al-Amien Prenduan

Sumenep. Polling dilakukan kepada santri Pesantren Mambaul

Ulum Bata-Bata Pamekasan dan Pesantren Al-Amien

Prenduan Sumenep. Sampel yang diambil dari masing-masing

pesantren adalah 200 santri, dengan rincian 100 santri putra

dan 100 santri putri. Dokumentasi digunakan dalam rangka

memperoleh data tertulis, seperti kitab kuning dan buku yang

dijadikan bahan referensi civitas pesantren mengenai jihad atau

terorisme. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara

mendalam dengan tiga tahap: reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan.

Pendahuluan

Dalam tinjauan sejarah teror di Indonesia bukan sesuatu

yang baru. Pada 30 November 1957 terjadi aksi terorisme di

Kompleks Perguruan Cikini, Jakarta. Sasarannya adalah

Presiden Soekarno. Bom itu meledak setelah Presiden

meninggalkan gedung. Ledakan lain terjadi pada Oktober 1976

di Masjid Nurul Iman Padang yang dilakukan oleh Sudirman

Timsar Zubil, salah satu tokoh kelompok komando Jihad.

Timsar divonis hukuman mati. Ledakan di masjid terjadi lagi

pada 19 April 1999, yakni di Masjid Istiqlal Jakarta. Angkatan

Mujahidin Islam Indonesia (AMIN) pimpinan Edy Ranto

Page 3: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

237 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

menjadi tersangka pelaku (Abimanyu, 2005: 82). Tiga peristiwa

pengeboman di atas bermotif politik, sehingga tidak direspons

secara “heboh”. Kehebohan peristiwa pengeboman baru setelah

pasca tragedi WTC 11 September 2001 dan peristiwa Legian Bali

12 Oktober 2002. Menanggapi peristiwa tersebut pemerintah AS

menabuh genderang Global War on Terrorism (GWOT), dengan

memberi dua opsi: You are either with us or with terrorist.

Sedangkan pemerintah Indonesia menerbitkan Perpu No. 1

tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,

yang kemudian ditetapkan sebagai UU No. 15 tahun 2003.

Pemerintah memandang terorisme sebagai kejahatan lintas

negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas sehingga

mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun

internasional, dan sebab itu sangat mendesak untuk diberantas.

Bukan itu saja, negara adikuasa sempat menawarkan

sejumlah dana yang dapat digunakan untuk melakukan

penyelidikan terhadap materi yang diajarkan di pesantren.

Akhirnya kitab kuning dijadikan biang kerok dari tuduhan atau

propaganda itu. Karena dari kitab kuninglah pemahaman santri

dapat terkonstruk. Refensi dasar yang telah dikaji ratusan

lamanya tiba-tiba dicurigai memberikan andil besar bagi

pandangan dan pemikiran para pelaku bom tersbut. Praktis saja

hal ini menimbulkan reaksi dari banyak kalangan, khususnya

para kiai yang sejak lama berjuang di dunia pesantren (Majalah

Aula, Oktober 2009).

Segelintir alumni yang menjadi teroris dijadikan sebagai

basis argumentasi pemerintah untuk mengaitkan teorisme

dengan pesantren. Tulisan Sidney Jones (2002), Al-Qaeda in

Southeast Asia: the Case of the ‚Ngruki Network‛ in Indonesia, dan

tulisan Dr. Zachary Abuza (2003), Al-Qaeda in Southeast Asia:

Exploring the Lingkages, kemudian menjadi rujukan “ilmiah”

argumentasi itu. Jones dan Abuza sama-sama menyimpulkan

adanya jaringan pesantren dengan Jaringan Islamiyah (JI) dan

Al-Qaeda. Abuza menulis:

Page 4: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

238 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

‚These jihadis returned to Southeast Asia and established a small

network of madrasas, which espoused Wahhabism. The JI directly

owned a number of madrasas, Islamic boarding schools, and was

affiliated with a number of others. The most important madrasa is

the AI-Mukmin School in Solo, Indonesia, but they also include

the AI-Tarbiyah Luqmanul Hakiem School in Johor, Malaysia, the

KMM's Sekolah Menengah Arab Darul Anuar in Kota Baru

Malaysia, Pesentren Hidayatullah in Balikpapan, Kalimantan,

and Pesentren Darul Aman, in Gombara, Ujung Pandang, and

the AI-Islam School (Lamongan, pen.). These schools became the

centers of recruiting, indoctrination and operations for the JI.‛

Secara historis, institusi pendidikan Islam tertua di

nusantara ini sama sekali tidak memiliki budaya anarki apalagi

teror. Konsep jihad tentu saja menjadi kajian di pondok

pesantren. Pembahasan jihad banyak dijumpai di dalam kitab-

kitab kuning, seperti: tasfir Al-Qur’an, hadits, fiqih dan juga

tasawuf. Jihad merupakan salah satu identitas yang melekat

pada diri umat Islam. Banyak teks keislaman yang

mengintrodusir jihad fi sabilillah. Surat al-Hujurat ayat 15,

misalnya, menegaskan bahwa orang-orang mukmin adalah

orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,

kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan

harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Hadits riwayat Abdullah

bin Mas’ud juga menempatkan jihad sebagai amal ibadah paling

utama ketiga setelah shalat tepat waktu dan berbuat baik

kepada kedua orang tua.

Ayat dan hadits tersebut mengingatkan betapa vitalnya

jihad bagi kaum muslim baik secara individual maupun

komunal. Ada kecenderungan, bahwa setiap kali mendengar

kata jihad yang terlintas banyak orang adalah perang di jalan

Allah. Jihad dan perang seolah dua kosa kata yang tak

terpisahkan. Di mana ada jihad di situ ada perang. Sejumlah

pemerhati Islam memahaminya sebagai gerakan perlawanan,

pembebasan dan teror atas nama Islam. H.A.R. Gibb (Esposito,

Page 5: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

239 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

2003) telah mengkonotasikan jihad sebagai holy war (perang

suci) atas nama Tuhan.

It was thus not timidity, but prudence, but counseled restraint –

that same prudence which is shown in the lawbooks by the previso

that the jihad, the Holy War, may not be lawfully be undertaken

unless there is a reasonable prospect of its success.

Relatif sama dengan Gibb, John Esposito (2003) juga

mengkonotasikan jihad sebagai perang suci atas nama Tuhan.

Esposito menyodorkan contoh-contoh jihad perang yang

dilakukan oleh kaum Muslim di Afghanistan, Kashmir,

Chechnya, Philipina Selatan, Bosnia, Kosovo, dan masih banyak

lainnya. Sementara itu, Spencer (2002) sampai pada kesimpulan

bahwa jihad perang dan teror adalah ekspresi dan sublimasi

pemahaman mendalam umat Muslim terhadap teks-teks

keislamannya. Hal semacam ini oleh Hossen Nasr (1994) disebut

sebagai kesalahpahaman para ahli dan pengamat Barat

terhadap jihad.

Dalam pembacaan Gamal al-Banna (2006), jihad perang

terjadi akibat rancunya pemahaman terhadap jihad dan qital

(perang), lantaran keduanya diletakkan dalam satu bingkai

pemahaman. Justru tak jarang perang dikedepankan daripada

jihad, atau bahkan menganggap jihad adalah perang. “Ini jelas

kesalahan fatal,” tegas Gamal. Memang diakui, bahwa ada jihad

yang mesti disertai dengan perang. Namun, banyak jihad yang

dilakukan tanpa menggunakan perang, seperti jihad melawan

hawa nafsu.

Kerancuan itu semakin akut tatkala pemerhati Barat

menggunakan istilah terorist dengan jihadis secara tumpang

tindih. Di tambah pernyataan beberapa teroris Muslim

mengindikasikan bahwa aksi mereka merupakan jihad fi

sabilillah melawan pihak-pihak yang dianggap telah dan sedang

menindas kaum Muslim di mana saja, bukan hanya di

Indonesia, penguasa sah yang dianggap thaghut, serta mereka

yang dikategorikan sebagai sekutu Amerika dan keluar dari

Page 6: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

240 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

ajaran Islam. Hal ini antara lain terlihat dari pernyataan

Syaifudin Zuhri bin Jaelani, “Terus kenapa di Indonesia? Akhi,

yang membantai saudara-saudara kita adalah Amerika, Australia,”

(Metro TV, 2009). Ali Ghufron, salah satu terpidana mati Bom

Bali I juga mengatakan hal serupa:

‚Teroris ada yang terpuji, ada yang terkutuk. Teroris terkutuk ya

Amerika itu. Kalau kami, menurut Al-Qur’an dan sunnah,

teroris yang terpuji.”1

Imam Samudra mengatakan:

“Islam itu balance (seimbang). Islam itu yang paling

adil.Apa adil itu? Adil adalah wad’u syaiin ala makanihi,

menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya.

Artinya seimbang: tidak lebih tidak kurang; tidak naik tidak

turun. Tetapi pas.Kalau mereka berbuat seperti itu ya kita

balas seperti itu.Kalau mereka memukul ya kita pukul

juga.”2

Noam Chomsky (2003) dalam buku Power and Terror: Post-

9/11 Talks and Interviews menjelaskan bahwa sesungguhnya ada

kejahatan teror yang jauh lebih besar daripada tragedi WTC.

Dan teror itu dilakukan oleh AS yang kini melantik dirinya

sendiri sebagai “panglima” pemberantasan terorisme di muka

bumi. Tidak berlebihan apabila Al-Qaeda, sebagaimana dikutip

oleh Bernard Lewis (2004), mengajukan beberapa tuntutan

kepada AS, antara lain: 1). Hentikan penindasan, kebohongan,

kebejatan dan penyimpangan; 2). Hentikan dukungan terhadap

Israel di Palestina, terhadap India di Kashmir, terhadap

pemerintah Manila di Philipina selatan; 3). Bawa pulang barang

milikmu dari tanah kami; 4). Jangan ikut campur urusan politik

dan pendidikan kami; dan 5). Bangunlah hubungan dengan

umat Muslim atas dasar kepentingan dan keuntungan yang

1 Lihat: Youtube, Bali 12 Oktober Untold Story.

2 Lihat: Youtube, Bali 12 Oktober Untold Story.

Page 7: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

241 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

sama, bukan kebijakan penaklukan, perampasan, dan

pendudukan.

Uraian di atas menegaskan tiga hal penting. Pertama, aksi

teror merupakan kejahatan kemanusian yang tidak dapat

dibenarkan oleh akal sehat dan harus diberantas. Kedua, pemicu

utama aksi teror adalah perlakuan Amerika terhadap negara-

negara muslim yang melukai hati umat muslim dunia. Ketiga,

selama perangai buruk Amerika tidak berubah, aksi teror tidak

akan berakhir dan justru akan terus tumbuh.

Penelitian Saiful Mujani dkk (2005) mengenai sikap dan

perilaku Islamis Indonesia terhadap Amerika Serikat, antara

lain, mengungkap beberapa temuan sebagai berikut:

Tabel 1

Sikap Islamis Indonesia terhadap Amerika Serikat

No Perihal Jawaban

1 Serangan AS terhadap

Afghanistan dan Irak

adalah serangan

terhadap Islam

Setuju

(41%)

Tidak

Setuju

(38%)

Tidak

Tahu

(21%)

2 Tindakan anti-AS

harus didukung oleh

umat Islam Indonesia

Setuju 44% Tidak

Setuju 31%

Tidak

Tahu

25%

3 AS banyak melakukan

pelanggaran HAM di

negara-negara lain

Setuju 58% Tidak

Setuju 22%

Tidak

Tahu

20%

4 Kampanye anti-

Terorisme AS adalah

untuk:

Menyerang

Islam

(37%)

Mencegah

Teror

(30%)

Tidak

Tahu

31%

5 Bom Bali sebagai

perlawanan umat

Islam terhadap musuh

Setuju 17% Tidak

Setuju 59%

Tidak

Tahu

31%

Page 8: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

242 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

Amerika dipandang telah menindas kaum Muslim secara

langsung maupun tidak langsung. Kampanye anti-terorisme

lebih bertujuan menyerang umat Islam ketimbang mencegah

terorisme. Meski sebagian besar Islamis tidak setuju terhadap

aksi-aksi pemboman yang dimaksudkan untuk melawan musuh

umat Islam, masih ada sebagian kecil Islamis yang memandang

bahwa apa yang dilakukan oleh Imam Samudra dan kawan-

kawannya merupakan sebuah hasil ijtihad yang posisinya setara

dengan hasil ijtihad lainnya. Hasil ijtihad tidak boleh dianulir

dengan ijtihad lainnya. Aksi semacam itu dapat disetujui dan

merupakan shock terapy bagi Amerika (Mujani, 2005).

Kendati tidak menyetujui aksi teror sebagaimana sebagian

kecil Islamis, ada sebagian sivitas pesantren yang menolak aksi

teror di satu sisi, namun mengagumi pelaku teror di sisi lain.

R.K.H. M. Thohir Zain, Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata,

mengutarakan kekagumannya terhadap keimanan dan

keteguhan hati Imam Samudra dan kawan-kawan terhadap

ajaran Islam, meskipun dia tidak sepakat dengan aksi mereka.

Palaku bom Bali I dipandang sebagai sosok yang berani

mengorbankan jiwa dan raga demi Islam.

Yang patut diajungi jempol dari mereka adalah keyakinan

mereka yang sangat bulat terhadap apa yang mereka pahami

selama ini dari kedua sumber tersebut (Al-Qur’an dan hadits),

sampai-sampai mereka melahirkan tindakan luar biasa dalam

mengorbankan jiwa raganya untuk agama. Kalau dilihat secara

fikih jelas mereka menyalahi aturan perang. Tapi semoga saja

kuatnya kayakinan mereka mudah-mudahan mendapatkan

perhargaan yang spesial dari Allah sebagai Syuhada.3

Sebagai komunitas yang mengkaji, memahami, menghayati

dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan

pentingnya moral religius sebagai pedoman perilaku sehari-hari

(Dhofier, 1982: 3), civitas pesantren tentu memiliki perspektif

3 Wawancara dengan R.K.H. M. Thohir Zain, Pesantren Mambaul

Ulum Bata-Bata, 2013.

Page 9: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

243 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

sendiri terhadap teror atas nama jihad. Sayangnya, perspektif

civitas pesantren tampaknya luput dari perhatian banyak pihak.

Kajian-kajian sebelumnya lebih menekankan pada jaringan

terorisme (Jones, 2002; Abuza, 2003; Abimanyu, 2005), teknik,

aplikasi, dan kronologi teorisme nasional maupun internasional

(Suradji, 2005), dampak kepercayaan masyarakat terhadap

pesantren Ngruki (Tholchah, 2007), jihad dan terorisme dalam

perspektif hukum Islam (Salenda, 2009), terorisme dalam sudut

pandang filsafat bahasa (Hendropriyono, 2009), dan kondisi

kejiwaan teroris atau mantan teroris Muslim (Sarwono, 2012).

Selain alasan-alasan di atas, kajian perspektif civitas

pesantren Madura terhadap teror atas nama jihad ini penting

beberapa hal. Pertama, bagi masyarakat etnik Madura, pesantren

merupakan center of solidarity (Mansurnoor, 1990: 385-7),

terutama karena kharisma dan pengaruh kiai sebagai pengasuh

dan pemilik pesantren. Para Kiai Madura merupakan lapisan

masyarakat atas yang sangat mirip dengan sebuah kasta yang

terjalin menjadi satu melalui pertalian darah dan pernikahan

(Bruinessen, 1999: 327).

Kedua, masyarakat Muslim Madura merupakan basis

Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) yang berpaham Ahlussunnah

Wal Jamaah yang mengedepankan prinsip tasamuh, tawasuth,

tawazun, dan i’tidal. Begitu kentalnya ideologi dan kultur NU di

Madura, sampai-sampai muncul anekdot bahwa “orang

Madura tidak beragama Islam, tapi beragama NU.”

Ketiga, secara kebudayaan, Madura bukan “ekor” atau

variasi kebudayaan Jawa sebagaimana anggapan yang sejak

lama dipegang banyak pihak (Soebahar, 1999: 10). Demikian

juga, Islam Madura berbeda dengan Islam Jawa yang dikenal

mengandung unsur-unsur sinkretik.

Dari deskripsi di atas, perlu diungkap tentang pandangan

civitas pesantren Madura terhadap teror atas nama jihad yang

dilakukan oleh pribadi atau kelompok Muslim di Tanah Air.

Selain dapat menjawab tuduhan, bahwa pesantren mendorong

Page 10: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

244 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

ideologi terorisme, kajian ini juga dapat mengungkap apakah

civitas pesantren mendukung, menolak, atau tidak mendukung

dan tidak menolak aksi-aksi teror atas nama jihad yang

dilakukan teroris Muslim Indonesia.

Profil Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata

Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata didirikan oleh R.KH.

Abd Majid bin Abd Hamid bin R.KH. Itsbat pada tahun 1943.

Kepemimpinan R.K.H. Abd Majid berlangsung selama 14 tahun

terhitung mulai tahun 1943 sampai dengan 1957. Dia Wafat

pada tanggal 6 Syawal 1364 H/ 1957 M dengan jumlah santri

yang telah mencapai 700 orang.

Selama kepemimpinan R.KH. Ahmad Mahfudz, Pesantren

Mambaul Ulum Bata-Bata mengalami perkembangan cukup

pesat, baik jumlah santri maupun pola pengelolaan dan

penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dia mendirikan

Madarasah Ibtidaiyah (MI) pada tahun 1962, Madrasah

Tsanawiyah (MTS) pada tahun 1970, Madarasah Aliyah (MA)

pada tahun 1977 atas prakarsa R.KH. Abd. Hamid.

Kepemimpinan R.KH. Ahmad Mahfudz Zayyadi berlangsung

selama sekitar 26 tahun (1959-1986). Dia wafat pada hari Rabu

tanggal 12 Ramadlan 1407 H/1986 M.

Kepemimpinan berikutnya (1987–sekarang) dilanjutkan

oleh R.KH. Abd Hamid Mahfudz Zayyadi. Sebelum menjadi

pengasuh, dia menimba ilmu di Pesantren Sidogiri, Pasuruan,

dan kemudian melanjutkan ke Mekah selama 12 tahun dibawah

asuhan para ulama besar, antara lain: Sayyid Muhammad Amin

Quthbi, Sayyid Alawi Al-Maliki, Sayyid Muhammad Hasan Al-

Yamani, Sayyid Hasan Al-Masysyath, Syeikh Yasin bin Isa Al-

Padangi, Syeikh Abdullah al-Lahji dan Syeikh Ismail bin Zain

al-Yamani.

Page 11: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

245 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

1. Keadaan Santri dan Alumni

Santri Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata berasal dari

seluruh penjuru Tanah Air, dari ras yang berbeda dan latar

belakang ekonomi yang bereda pula. Mereka menyatu dalam

tempat, peraturan, kultur dan pola hidup yang sama. Yang satu

menghormati yang lainnya walaupun strata ekonomi dan ras

mereka berbeda, karena mereka yakin bahwa tujuan utama

mereka adalah mendapatkan pemahaman tentang ilmu agama

dan ilmu pengetahuan lainnya. Berikut ini adalah rekapitulasi

jumlah santri sampai tahun 2012, yang dikutip dari Bagian

Kesiswaan Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata:

Tabel 3

Rekapitulasi Santri Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata

No Tahun Jumlah

Putera Puteri

1 2007 1035 955

2 2008 1431 1317

3 2009 1913 1438

4 2010 2475 1579

5 2011 3105 1689

6 2012 3457 2242

Ahmad Rofiq, salah satu Pengurus Pesantren Mambaul

Ulum Bata-Bata, menjelaskan bahwa guna menerapkan teori-

teori yang telah didapat di bangku sekolah maka lulusan MA

diutus ke daerah-daerah untuk membantu lembaga binaan

dalam mengelola pendidikan di daerah tersebut. Setiap tahun,

melalui Dewan Taudhifiyah, Pesantren Mambaul Ulum Bata-

Bata mengutus sekitar 500 santri ke berbagai daerah di

Indonesia, antara lain: Pamekasan, Sumenep, Sampang,

Bangkalan, Surabaya, Probolinggo, Bondowoso, Jember,

Banyuwangi, Lumajang, Kalimantan, Bandung, dan Jakarta.

Page 12: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

246 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

Pendelegasian itu diharapkan agar Pesantren Mambaul Ulum

Bata-Bata berperan aktif dalam pendidikan Islam di pelosok

desa di Indonesia.4

Alumni Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata mulai dari

pengasuh pertama hingga pengasuh yang sekarang sudah

tersebar diberbagai wilayah yang ada di Indonesia. Banyak dari

mereka yang menempatkan diri sesuai dengan tugas dan

fungsinya: sebagai penerus perjuangan Rasulullah saw. dan

meneruskan cita-cita luhur Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata.

Untuk mengkoordinasi dan mengakomodasi seluruh alumni

yang mencapai dua puluh ribuan orang, maka pada tahun 2005

dibentuklah sebuah organisai khusus untuk alumni, yaitu

Ikatan Alumni Bata-Bata (IKABA). Berikut ini gambaran sekilas

tentang data alumni Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata:

Tabel 4

Data alumni Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata

No Uraian Prosentase Jumlah

Total

1 Alumni yang berdakwah 17, 33%

24.578

Orang

2 Alumni sebagai pegawai 5 %

3 Alumni sebagai dosen 5,27%

4 Alumni sebagai birokrat 8,4%

5 Alumni penasehat

hukum/pengacara 3%

6 Alumni yang bergerak

disektor usaha 36%

7 Alumni sebagai mahasiswa 23%

8 Alumni TKI 2%

Sumber: Dokumentasi Pesantren Mambaul Ulum Bata-bata

4 Wawancara dengan Ahmad Rofiq, salah satu Pengurus Pesantren

Mambaul Ulum Bata-Bata, 17/12/2013.

Page 13: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

247 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

2. Aktivitas Pendidikan Pesantren

a. Program Pembelajaran Kitab Kuning

Pembelajaran kitab ini bersifat turun temurun dan

tidak mengalami perubahan. Pembelajaran materi ini

diasuh langsung oleh Pengasuh Pesantren Mambaul Ulum

Bata-Bata, KH.R. Abd. Hamid AM. Kajian ini diikuti oleh

seluruh santri dari semua tingkatan dan jenjang

pendidikan. Akan tetapi, saat ini untuk sementara waktu

diganti oleh putranya R.H. Tohir Zain. Materi pembelajaran

tersebut adalah kitab Tafsir al-Jalalain dilakukan sebelum

maghrib, selanjutnya kitab Alifiyah ibn Malik yang

membahas grammatical Bahasa Arab dan Jami’ al-Shaghir

yang berisi tentang hadits. Pembelajaran kedua kitab

kuning itu dilaksanakan setelah shalat maghrib.

Pembelajaran kitab kuning yang juga diikuti oleh santri

yang berdasarkan jenjang tingkat MI, MTS, dan MA. kajian

kitab kuning juga dilakukan pada liburan Ramadhan. Hal

ini bertujuan untuk memberikan pendidikan yang lebih

intensif bagi sebagian santri yang tidak pulang dari

pesantren atau santri-santri dari pesantren lain yang

menginginkan pendalaman pada berbagai bidang yang

dikelola oleh Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata.

b. Program Pendidikan Asrama

Selain kegiatan belajar yang dilaksanakan secara umum

di mushallah Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, juga ada

kegiatan yang dilaksanakan di daerah atau asrama santri.

Kajian tersebut terdiri yaitu: Kajian Tindak Lanjut Ilmu

Nahwu, Halaqah Tadarus Kitabiyah, dan Bina Tajwid dan

Tartil.

Profil Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan

Pada tanggal 10 November 1952 yang bertepatan dengan 09

Dzulhijjah 1371 H. KH. Djauhari meresmikan Pesantren dengan

Page 14: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

248 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

nama Pondok Tegal. Pondok Tegal kemudian berkembang

tanpa putus hingga saat ini dan menjadi Pesantren Al-Amin

seperti yang kita kenal sekarang ini. Tanggal peresmiannya

disepakati sebagai tanggal berdirinya Pesantren Al-Amien

Prenduan.

Awal-awal berdirinya, pengajarannya lebih ditekankan

pada penanaman akidah, akhlak tasawuf, Nahwu dan Shorrof.

Pada tahun 1958 Departemen Agama membuka Madrasah

Wajib Belajar (MWB) secara resmi dengan masa belajar 8 tahun.

KH. Djauhari sangat tertarik dengan sistem madrasah ini,

karena selain pelajaran agama dan umum juga diajarkan

pelajaran keterampilan dan kerajinan tangan. Maka pada

pertengahan tahun 1959 dia membuka MWB di Pondok Tegal.

Selain mengembangkan Pondok Tegal pada tahun 1973

juga dibuka Pondok Putri I di atas tanah milik kiai Abdul Kafi

dan istrinya Nyai Siddiqoh, keponakan KH. Djauhari yang

memang dikader secara khusus olehnya. Pendirian Pondok

Putri I ini sendiri diawali oleh datangnya beberapa remaja putri

Prenduan kepada Nyai Siddiqoh untuk mondok dan belajar

secara khusus kepada dia. Kedatangan remaja putri lainnya pun

berulang di beberapa waktu setelahnya. Hal inilah yang

mendorong dia untuk membangun lokasi khusus untuk

penginapan dan pemondokan mereka. Sehingga sejak tahun

1986 secara resmi Pondok Putri I berdiri dan sejak itu dikenal

dengan Pondok Putri Al-Amien I atau Mitri I. Beberapa

pengembangan pun dilakukan untuk memajukan Pondok Putri

I sebagaimana halnya Pondok Tegal.

Pengembangan pertama yang dilakukan adalah Pendirian

Ma’had Tahfidh Al-Qur’an (MTA). Pendirian MTA ini didasari

pada obsesi lama untuk mencetak generasi Hafadzah Al-Qur’an

yang mampu menjawab tantangan zaman dan tuntutan umat.

Maka pada tahun 1990 pendirian MTA dimulai dengan

membuka kembali program Jamaah Tahfidz di kalangan santri

senior TMI. Kemudian pada pertengahan bulan Sya’ban 1411 /

Page 15: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

249 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

Februari 1991 KH. Muhammad Idris Jauhari bersama KH. Ainul

Had dan KH. Zainullah Rais berkeliling ke beberapa Ma’had

Tahfidzil Qur’an di Jawa Timur, Yogyakarta hingga ke Jawa

Tengah untuk studi banding dan mencari pola serta sistem yang

paling representatif bagi Ma’had Tahfidzil Qur’an Al-Amien.

Setelah 18 tahun berjuang mengembangkan Al-Amien

Prenduan, pada tanggal 15 Ramadhan 1428 KH. Moh. Tidjani

Djauhari, MA. wafat dan meninggalkan amanah pengembangan

Al-Amien Prenduan kepada KH. Muhammad Idris Jauhari, kiai-

kiai, dan guru-guru lainnya. KH. Muhammad Idris Jauhari

kemudian wafat pada hari Kamis, 08 Sya’ban 1433 H/28 Juni

2012 Pukul 06.55 WIB pada usia ke-60. Kepemimpinan

kemudian diserahkan kepada adiknya, yaitu KH. Maktum

Jauhari, MA.

Aktivitas Pendidikan Pesantren Al-Amien Prenduan

Pesantren Al-Amien Prenduan sampai saat ini telah

memiliki 12 macam model lembaga pendidikan formal dari

tingkat TK (Taman Kanak-kanak) sampai Perguruan Tinggi

(PT). Kedua belas lembaga pendidikan formal tersebut tersebar

pada 8 ma’ahid atau sentra pendidikan, (4 lokasi khusus putra).

Selain TK, MI, MTs, dan MA yang mengikuti standar nasional

pendidikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemdikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag), ada

beberapa lembaga pendidikan di lingkungan Pesantren Al-

Amien Prenduan adalah sebagai berikut:

a. SMP Tahfidh

Lembaga pendidikan SMP Tahfidh sebenarnya

merupakan bentuk formal kegiatan pendidikan yang

terbentuk dari obsesi awal pendirian Ma’had Tahfidh Al-

Qur’an (MTA) di Pesantren Al-Amien Prenduan. Sekolah

formal yang ada di MTA ini berbentuk SMP dan SMA

dengan model dan sistem serta kurikulum pendidikan

Page 16: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

250 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

sesuai dengan apa yang dikembangkan oleh Kemdikbud,

tetapi dikembangkan dan dikolaborasikan sesuai dengan

kondisi MTA Al-Amien Prenduan.

b. SMA Tahfidh

SMA Tahfidh merupakan jenjang studi kelanjutan dari

SMP Tahfidh di atas. Dengan demikian, sistem dan

kurikulum pendidikan di lembaga ini sama-sama mengacu

pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh Departemen

Pendidikan Nasional (DIKNAS) yang dikembangkan dalam

bentuk dan orientasi pendidikan yang juga sama.

c. MAK Tahfidh

Lembaga MAK Tahfidh adalah merupakan bentuk

formal lain sekolah tingkat menengah yang ada di MTA

(Ma’had Tahfidh Al-Qur’an) selain SMA Tahfidh di atas.

d. Madrasah Diniyah Awwaliyah

Madrasah Diniyah (MD) Awwaliyah merupakan salah

satu bagian dari lembaga pendidikan keagamaan yang ada

di lingkungan Pondok Tegal Al-Amien Prenduan, yaitu

Mathlabul Ulum Diniyah (MUD). MUD ini adalah lembaga

pendidikan tertua yang berada di lingkungan Pondok

Pesantren Al-Amien Prenduan.

e. Madrasah Diniyah Wustha

Madrasah Diniyah (MD) Wustha merupakan

kelanjutan studi dari MD Awwaliyah bagi santri putra.

Sedangkan kelanjutan studi dari TIBDA (khusus putri)

masih belum ada. Ketiga lembaga ini, yaitu MD

Awwaliyah, Wustha, dan TIBDA merupakan bagian dari

MUD sebagaimana disebutkan di atas. Ketiga lembaga ini,

kegiatan pendidikannya hanya berlangsung pada sore hari

dimulai jam 15.30–17.00 WIB. Lembaga-lembaga ini

Page 17: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

251 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

memiliki orientasi dan spesifikasi khusus untuk

pendalaman ilmu-ilmu keislaman (keagamaan).

f. TMI (Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah)

TMI adalah lembaga pendidikan lanjutan tingkat

pertama dan menengah yang berbasis, berbentuk dan

berjiwa pondok pesantren. TMI menggunakan kurikulum

pendidikan yang disusun sendiri dan murni berbasis nilai-

nilai pesantren sebagai dasar pengembangan

kelembagaannya.

g. Ma’had ‘Aly (Pesantren Tinggi)

Ma’had ‘Aly sebenarnya merupakan salah satu program

pendidikan dari IDIA. Program PTA (Pesantren Tinggi Al-

Amien) ini bisa dikatakan sebagai program intensif khusus,

yaitu bagi mahasiswa intensif yang memiliki dasar

pengetahuan Bahasa Arab yang cukup luas dan lulus ujian

masuk. Program kepesantrenannya untuk pagi hari

mengacu pada kurikulum Timur Tengah, sedangkan sore

harinya mereka mengikuti program kuliah S1.

h. IDIA (Institut Dirasat Islamiyah Al-Amien) Prenduan

IDIA (Institut Dirasat Islamiyah Al-Amien) Prenduan

merupakan pendidikan tinggi yang dikelola oleh Pondok

Pesantren Al-Amien Prenduan dengan berbasis tafaqquh fi

al-din (memperdalam agama), dan berorientasi pada

mundhir al-qawm (perekat umat). Selain IDIA, juga

mempunyai banyak program pendidikan sebagai program

tambahan, untuk menunjang proses perkuliahan di

kampus, mulai dari program plus,5 program intensif (full

5 Program yang secara khusus disediakan untuk alumni TMI Al-

Amien Prenduan atau sederajat dengan kualifikasi penguasaan Bahasa

Arab dan Inggris aktif.

Page 18: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

252 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

day education program),6 program regular,7 program ekslusif,8

dan program D2 (PGSD/PGMI).

Yang tidak kalah pentingnya dikemukakan di sini

adalah bahwa Pesantren Al-Amien merupakan lembaga

pendidikan yang menekankan pembinaan bahasa sejak

dini, sehingga diharapkan semua alumni yang sudah lulus

dari lembaga ini mampu berbicara dengan bahasa Arab

atau Inggris dengan baik. Untuk itu, bahasa pengantar yang

digunakan sehari-hari oleh seluruh mahasiswa tanpa

terkecuali, baik di kelas maupun di luar kelas adalah bahasa

Arab dan Inggris. Bagi mahasiswa baru yang belum bisa

berbicara dengan bahasa Arab atau Inggris diberi

kesempatan untuk mempergunakan bahasa Indonesia

hanya selama tiga bulan pertama saja. Selebihnya mereka

harus dapat menggunakan bahasa Arab atau Inggris.

Islam Melarang Terorisme

Terorisme adalah setiap tindakan atau ancaman kekerasan

yang dapat mengganggu keamanan orang banyak baik jiwa,

harta, maupun fasilitas, baik yang dilakukan oleh individu

maupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan politik

6 Program khusus untuk para alumni SLTA dan sederajat, yang

berkenan untuk belajar (menjadi santri) sekaligus kuliah.Mahasiswa

program ini diwajibkan untuk mukim (tinggal) di dalam komplek kampus

IDIA, serta mengikuti program-program pondok mahasiswa yang

dikelolah oleh pimpinan IDIA ataupun kegiatan-kegiatan yang dikelolah

oleh BEM IDIA Prenduan.

7 Program perkuliahan bagi mahasiswa tamatan SLTA yang

berkehendak mengikuti program perkuliahan an sich, dan tidak berkenan

mukim di dalam komplek kampus IDIA Prenduan.

8 Program perkuliahan bagi anggota FORSIKA P-3M (Forum

Silaturrahim Kiai-kiai Pengasuh Pondok, Madrasah, Masjid dan Musalla

Forum Silaturrahim Kiai-kiai Pengasuh Pondok, Madrasah, Masjid dan

Musalla) yang tamat SLTA yang berkehendak mengikuti program

perkuliahan.

Page 19: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

253 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

maupun sosial. Islam tidak mengajarkan kekerasan, dan

kekerasan itu sendiri bukan bagian integral dari Islam.

Sebaliknya, Islam mewajibkan kepada semua umat Muslim

untuk menciptakan perdamaian di dalam masyarakat. Berdasar

pengertian ini, dapat ditegaskan bahwa terorisme bertentangan

dengan nilai-nilai dasar Islam. Seorang Muslim adalah orang

yang tunduk pada kehendak Allah dan menciptakan

perdamaian. Islam berarti menciptakan perdamaian. Sedangkan

Muslim berarti orang yang menciptakan perdamaian melalui

aksi dan perbuatannya (Singh, 2003: 31).

Allah Swt. berfirman:

‚Dan hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha

Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi

dengan renah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,

mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung kedamaian‛.9

Nabi Muhammad saw. bersabda:

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar bahwa Rasul pernah

mengatakan bahwa ‚seorang Muslim yang benar adalah orang

yang orang lain mendapatkan rasa aman dari lidah dan

tangannya, dan seorang mujahid yang sempurna adalah orang

yang menghentikan semua kajahatannya yang dilarah oleh

Allah‛.10

Hamzah Haz (2005: 9) menegaskan bahwa Islam menyeru

kepada umatnya untuk senantiasa berlaku adil dan salah satu

inti dari ajaran luhur Islam. Dengan keyakinan terhadap ajaran

Islam itulah, dia menolak mengaitkan terorisme dengan ajaran

Islam dan kaum Muslimin. Menurutnya, bagaimana mungkin

ajaran luhur yang membawa misi rahmat bagi alam semesta ini

menaburkan teror di muka buni ini?

9 QS. Al-Furqan/25: 63.

10 H.R. Bukhari.

Page 20: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

254 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

Islam melarang umatnya melakukan segala bentuk teror,

apalagi sampai menghilangkan nyawa seseorang dengan tanpa

alasan yang dibenarkan (haq). Seseorang menghilangan nyawa

orang lain dengan tanpa dasar yang dibenarkan oleh syariat,

maka dia sama dengan membunuh seluruh manusia di muka

bumi. Ini membuktikan bahwa Islam sangat menghargai nyawa

manusia, dan karenanya tidak membenarkan segala aksi yang

dapat menghilangkan nyawa manusia secara sewenang-

wenang.

‚Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya) kecuali dengan suatu (sebab) yang benar.‛11

‚Sesungguhnya barang siapa yang membunuh seorang manusia,

bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan

karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia

telah membunuh manusia seluruhnya‛.12

Civitas Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata dan Pesantren

Al-Amien Prenduan menolak aksi terorisme. Ketika santri

ditanya “Apakah setuju atau tidak setuju terhadap jihad dengan

mengebom kedutaan besar negara asing atau rumah ibadah

agama lain?” Sebanyak 90-91% santri menjawab tidak setuju,

dan “hanya” 8-10% menjawab setuju. Santri juga tidak setuju

terhadap aksi bom bunuh diri atas nama jihad fi sabilillah.

11 Q.S. al-An’am/6:151.

12 Q.S. al-Maidah/5:32.

Page 21: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

255 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

0

20

40

60

80

100

Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

10

90

0 8

91

1

Mambaul Ulum P.Al-Amin

0

20

40

60

80

100

Setuju Tidak Setuju

15

85

10

90

Mambaul Ulum P.Al-Amin

Grafik 4

Jihad dengan Aksi Pemboman Kedutaan Besar dan

Hotel Asing (%)

Grafik 5

Model Jihad Amrozi dkk. (%)

Page 22: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

256 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

0

50

100

Iya Tidak

15

85

7

93

Mambaul Ulum P.Al-Amin

Grafik 6

Bangga atau Tidak Bangga terhadap Amrozi dkk. (%)

Sebagian besar santri mengaku pernah mendengar atau

membaca berita tentang Amrozi, Imam Samudra dkk.,

namun 85-90% mereka tidak setuju terhadap model jihad

mereka, dan hanya 10-15% yang menyetujuinya. Demikian

halnya, 85-90% santri tidak bangga kepada mereka, dan

hanya 10-15% yang bangga. Santri yakin betul bahwa

tindakan perusakan atau pemboman fasilitas umum dilarang

di dalam ajaran Islam, lebih-lebih pemboman rumah ibadah.

Para pelakunya tidak perlu dibanggakan. Bangga terhadap

mereka sama dengan bangga terhadap kezaliman dan

kemunkaran.

Hal serupa ditegaskan R.KH. M. Thohir Zain, dari

Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Menurutnya, sangat

keliru melakukan pengeboman di sejumlah tempat seperti

hotel, masjid, atau kedutaan asing. Para ulama mazhab telah

sepakat bahwa orang yang boleh diperangi hanya kafir harbi

(orang kafir yang menentang dan memusuhi umat Islam),

bukan kafir dhimmi (orang kafir yang berdamai dengan umat

Page 23: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

257 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

Islam). Selain itu, perang hanya dapat dimulai jika berada di

dar al-harb (negara kafir). Jika salah satu syarat ini tidak

terpenuhi, maka jihad dalam arti perang tidak dibenarkan.

Dengan geram dia menyatakan:

“Aksi pengeboman di sejumlah tempat itu sangat tidak dapat

dibenarkan apalagi korbannya juga orang Islam. Semua aksi-aksi

teror itu dapat dikategorikan sebagai tindakan memerangi Allah

dan rasul-Nya yang harus diberi hukuman setimpal”.13

Islam melarang perusakan tempat ibadah, dalam suasana

perang sekali pun. Semua tempat ibadah, gereja, sinagog,

masjid dan semacamnya, harus dijaga oleh umat Islam.

“...Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian

manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah

dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-

rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di

dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah

pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.

Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha

perkasa”.14

Tinginya perhatian Islam terhadap keamanan, kedamaian,

dan kenyamanan, Islam melarang menimbulkan kecemasan dan

rasa tidak nyaman pada orang lain, walaupun sekedar untuk

bercanda, dalam sebuah riwayat Amir bin Rabiah, suatu ketika

ada seseoang yang mengambil sandal orang lain dengan

maksud bercanda. Setelah peristiwa itu dilaporkan kepada

Rasulullah, beliau bersabda, “Jangan membuat seorang Muslim

cemas, sebab membuat seorang Muslim cemas adalah sebuah

kezaliman yang luar biasa”15

13 Wawancara dengan R.KH. M. Thohir Zain, dari Pesantren

Mambaul Ulum Bata-Bata, 17/12/2013.

14 Q.S. Al-Hajj/22: 40.

15 H.R. Tabrani.

Page 24: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

258 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

Teroris Muslim Merusak Citra Islam

Bangsa Indonesia dikenal bangsa yang ramah, santun,

lemah lembut, dan bersahabat. Namun, citra itu hilang seketika

setelah peristiwa radikalisme dan terorisme. Stigma seperti itu

harus dipikul oleh umat Muslim pasca ledakan bom Bali 12

Oktober 2002 dan rangkaian bom dan aksi teror lainnya yang

terjadi di sejumlah tempat. Hamzah Haz (2005: 8), Wakil

Presiden RI 2001-2004, menjelaskan bahwa multiplier effect dari

isu terorisme yang menempatkan Islam sebagai tertuduh juga

telah menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

penduduk Muslim terbesar untuk diwaspadai serta menjadi

perhatian Amerika dan sekutunya. Indonesia dituduh sebagai

salah satu sarang teroris. Gelombang radikalisme dan

ekstrimisme seakan tumbuh bersamaan dengan dibukanya

keran demokrasi. Ini telah melahirkan pandangan keagamaan

yang menolak keragaman, kesetaraan, dan kedamaian.

Pengalaman di dunia Islam lainnya, pandangan yang dilahirkan

kalangan ekstremis berakhir dengan pemasungan atas

kebebasan berpikir, bahkan seringkali berakhir dengan tindak

kekerasan (Misrawi, 2010: 103-4).

Konsekuensinya, agama rahmatan lil alamin yang dibawa

Nabi Muhammad pada 610 M. terkena imbas akibat rangkaian

teror di Tanah Air. Menurut Machasin (2012: 211), bahkan

terorisme telah memberi cap yang tidak baik bagi umat Islam.

Seakan-akan penggunaan kekerasan untuk menakut-nakuti

orang dalam rangka mencapai tujuan tertentu merupakan satu

hal yang lekat dengan Islam. Dalam hal ini, John L. Esposito

menyatakan:

“Meskipun terorisme global tidak memiliki lokasi dan sumber

tunggal, pada saat ini ia telah terasosiasi dengan Islam dan jihad‛

(Esposito, 2003: 189).

‚Kemanapun seseorang menoleh, citra dan kata-kata Osama bin

Laden tampaknya merupakan perwujudan jihad. Dia berdiri di

depan kita dengan Al-Qur’an di satu tangan dan senapan

Page 25: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

259 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

Kalashnikov pada tangan lainnya, dikeliling oleh para

pengikutnya yang setia. Meskipun demikian, Osama bin Laden

adalah gejala dari sebuah fenomena yang lebih luas. Walaupun

dia menghilang dari pandangan, tidak akan menghapuskan

bahaya terorisme Islam global‛ (Esposito, 2003: 85).

R.KH. M. Thohir Zain, dari Pesantren Mambaul Ulum Bata-

Bata, mengaku prihatin dan jengkel terjadap aksi-aksi terorisme

atas nama jihad. Dia memandang aksi-aksi terorisme bukannya

mengangkat martabat agama Islam, melainkan semakin

membuka peluang bagi negara Barat untuk melakukan

pembalasan dan memberi sanksi yang lebih besar mudarat-nya

bagi umat Islam, khususnya umat Islam Indonesia. Dia

menambahkan:

‛Aksi-aksi terorisme yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia

tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan kerusakan sarana fisik,

tetapi juga rusaknya citra bangsa dan umat Islam Indonesia‛.16

Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I., seorang ustadz di Pesantren Al-

Amien Prenduan, mengatakan:

“Mereka yang tidak menyukai Islam semakin keras

menyuarakan kebencian dan stigmatisasi bahwa Islam adalah

agama teroris. Lebih dari itu, mereka yang tidak memahami

Islam di Indonesia dengan mudah menuduh lembaga-lembaga

pendidikan Islam, khususnya pesantren dan madrasah sebagai

sarang teroris. Beberapa pelaku yang terbukti terlibat baik

langsung maupun tidak langsung dalam aksi-aksi terorisme

memang pernah belajar di pesantren tertentu. Dengan alasan

itulah, muncul kesimpulan yang bias bahwa pesantren adalah

sarang teroris. Kesimpulan semacam ini jelas menunjukkan

kurangnya pemahaman tentang Islam Indonesia dan lebih jauh

16 Wawancara dengan R.KH. M. Thohir Zain, dari Pesantren

Mambaul Ulum Bata-Bata, 17/12/2013.

Page 26: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

260 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

lagi melukai perasaan seluruh umat Islam terutama kalangan

pesantren”.17

Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I. menambahkan, terorisme dan

segala bentuk kekerasan bukan wajah Islam Indonesia. Sejak

awal, Islam Indonesia hadir dengan cara damai dan tersebar

dengan damai pula. Belum tercatat dalam sejarah Islam

Indonesia bahwa ada orang yang memeluk Islam karena

todongan senjata. Penduduk nusantara yang sebelumnya telah

menganut agama Hindu, Budha, animisme, dinanisme, dan

keyakinan-keyakinan lokal lainnya menerima Islam secara suka

rela. Satu-satunya kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam

Indonesia adalah pada saat mereka mempertahankan Tanah Air

ini dari kolonialisme Belanda dan Jepang. Itulah perang

membela harkat dan martabat diri sebagai manusia yang tidak

boleh dijajah oleh siapa pun.18

Dosen Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien (IDIA) ini

merasa heran dan sedih terhadap aksi-aksi teror yang terus

menghantui negeri ini sejak millinium ke-21. Menurutnya, aksi

teror itu sama sekali bukan jihad.

“Teror adalah teror. Jangan dicampur aduk dengan jihad.

Jika aksi teror itu diklaim atau diyakini sebagai jihad, itu jelas

pandangan yang keliru. Para teroris itu meyakini bahwa

perbuatan mereka adalah untuk menegakkan agama Allah,

agama Islam. Itu keyakinan keliru. Mereka tidak sadar bahwa

perbuatan mereka justru melanggar syariat Islam. Mereka justru

merusak image Islam sebagai agama rahmatanlil alamin. Pihak

Barat yang sejak dulu benci pada Islam sangat senang terhadap

perbuatan mereka. Barat memiliki amunisi untuk mengatakan

bahwa Islam adalah agama kekerasan dan agama teror, persis

17 Wawancara dengan Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I., seorang ustadz di

Pesantren Al-Amien Prenduan, 30/11/2013.

18 Wawancara dengan Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I., seorang ustadz di

Pesantren Al-Amien Prenduan, 30/11/2013.

Page 27: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

261 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

seperti kampanye-kampanye mereka sebelumnya bahwa Islam

disebarkan dengan pedang”.19

Bagi KH. Hasan Mutawakkil Alallah, Ketua PWNU Jawa

Timur, umat Islam dirugikan dengan aksi teror yang dilakukan

oleh segelintir orang yang mengatasnamakan Islam. Sebaliknya,

aksi teror itu akan dijadikan legitimasi untuk menyudutkan

agama dan umat Islam.

“Umat Islam merasa dirugikan dengan adanya aksi

pengeboman yang mengatasnamakan agama. Sebab, hal itu

akan membuka kesempatan kepada orang-orang yang tidak

suka untuk mengambinghitamkan Islam. Islam akhirnya

diidentikkan dengan agama kekerasan”.20

Terlihat jelas bahwa civitas pesantren memandang

terorisme sebagai perbuatan yang kontraproduktif terhadap

pengembangan Islam Indonesia yang damai, santun, dan

humanis. Teror dan segala macam kekerasan jelas bertentangan

dengan nilai-nilai Islam dan budaya luhur bangsa Indonesia.

Panji-panji Islam tidak akan bisa dikibarkan dengan terorisme.

Justru sebaliknya, terorisme telah dan akan terus mencabik-

cabik bendera agung agama Islam, karena Islam yang damai,

santun, dan humanis berubah menjadi Islam yang brutal,

angkuh, dan anarkis.

Kesimpulan

Uraian di atas dapat disimpulkan dengan sekema sebagai

berikut:

1. Civitas Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan

dan Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep memahami

jihad fi sabilillah dalam arti luas dan sempit. Jihad dalam arti

19 Wawancara dengan Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I., seorang ustadz di

Pesantren Al-Amien Prenduan, 30/11/2013.

20 Pernyataan KH. Hasan Mutawakkil Alallah, Ketua PWNU Jawa

Timur yang dimuat dalam Majalah Aula, Oktober 2009: 20.

Page 28: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

262 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

luas dimaknai sebagai segala usaha sungguh-sungguh

untuk melakukan dan meraih yang terbaik dalam bidang

ekonomi, politik, pendidikan, dan lain sebagainya.

Sementara itu, jihad dalam arti sempit adalah perang

melawan orang kafir yang memerangi negara atau umat

Muslim. Jihad yang berkonotasi perang ini bersifat defensif

dan bukan ofensif. Negara atau umat Muslim hanya dapat

berperang jika dijajah atau diserang oleh pihak lain, dan

bukan sebaliknya. Civitas pesantren menolak keras

terorisme dan segala bentuk kekerasan lainnya. Mereka

meyakini bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin

yang tidak mengumbar kekerasan. Kekerasan hanya boleh

dilakukan dalam keadaan terpaksa. Sebanyak 90% santri

menolak aksi-aksi pemboman tempat-tempat umum,

tempat pihak asing, dan apalagi rumah ibadah. Civitas

pesantren tidak setuju terhadap jihad model Amrozi, Imam

Samudra, dan teroris Muslim lainnya. Mereka juga tidak

merasa bangga terhadap teroris-teroris itu karena diyakini

telah menyelewengkan ajaran Islam. Islam melarang keras

berbuat kerusakan di muka bumi dan juga melarang

membunuh siapa pun kecuali dengan alasan yang haq, yaitu

alasan syar’i yang ditetapkan penguasa Muslim.

Khusus dalam konteks Indonesia, civitas pesantren

memandang terorisme sebagai perbuatan yang

kontraproduktif terhadap pengembangan Islam Indonesia

yang damai, santun, dan humanis. Teror dan segala macam

kekerasan jelas bertentangan dengan nilai-nilai agung

agama Islam dan budaya luhur bangsa Indonesia. Panji-

panji Islam tidak akan bisa dikibarkan dengan terorisme.

Justru sebaliknya, terorisme telah dan akan terus mencabik-

cabik bendera agung agama Islam, karena Islam yang

damai, santun, dan humanis berubah menjadi Islam yang

brutal, angkuh, dan anarkis.

2. Sivitas Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan dan

Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep mengajukan

Page 29: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

263 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

beberapa faktor penting pendorong terjadinya aksi-aksi

teror oleh individu atau kelompok Muslim Indonesia, yaitu:

a. Penindasan yang dilakukan oleh Amerika, Isarel, dan

sekutunya terhadap negara-negara mayoritas

berpenduduk Muslim, seperti Irak, Afghanistan, dan

Palestina. Sebanyak 72,5% santri menyebut Amerika

dan 25% menyebut Israel sebagai negara yang

memusuhi negara atau umat Muslim. Permusuhan dan

penjajahan yang dilakukan oleh Amerika dkk.

dianggap sebagai permusuhan dam penjajahan

terhadap seluruh umat Muslim. Ini berangkat dari

keyakinan bahwa seorang Muslim merupakan saudara

dari Muslim lainnya, al-Islam akh al-Muslim. Spirit

ukhuwah Islamiyah inilah yang mendorong sejumlah

individu atau kelompok Muslim untuk melancarkan

aksi-aksi terornya sebagai wujud pembalasan dan

perlawanan terhadap Amerika dkk;

b. Ideologi fundamentalisme, radikalisme, dan

ekstremisme yang terus merambah berbagai dunia

Muslim, tak terkecuali negara Indonesia. Ciri yang

paling menonjol dari ideologi tersebut adalah sikap

eksklusif; menolak sistem demokrasi; formalisasi

syari’at Islam; keyakinan terhadap kebenaran tunggal

pada kelompoknya (truth claim); cenderung

mengafirkan kelompok lain; dan menghalkan

perusakan tempat-tempat yang didalamnya diyakini

terdapat orang kafir dan sekaligus menghalalkan

pembunuhan terhadap siapa saja yang dianggap

murtad. Ideologi yang sama sekali tidak memiliki akar

sejarah dalam kultur Muslim Indonesia ini yang

mengilhami aksi-aksi teror di Indonesia.

c. Propaganda Barat melalui media massa. Media Barat

tidak menyuguhkan informasi yang obyektif dan

faktual. Setiap terjadi aksi terjadi aksi teror, Islam dan

Page 30: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

264 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

Muslim selalu menjadi pihak tertuduh. Jika terbukti

pelakunya adalah orang Muslim, maka hal itu akan di-

blow up dan didramatisasi sedemikian rupa untuk

memojokkan Islam sebagai agama teroris. Sebaliknya,

jika terbukti pelakunya adalah non-Muslim (baca:

Kristen), Media Barat tidak menyebutnya sebagai

teroris melainkan hanya “pembunuh” biasa, dengan

tanpa mengaikan si pembunuh dengan agama Kristen.

Media massa Indonesia terkadang juga berlebihan

dalam menginformasikan terorisme, antara lain,

hampir selalu mengaitkannya dengan Islam dan

mengulang-ulangi informasi yang sama. Akibatnya,

citra agama Islam dan umat Muslim semakin jatuh. Hal

semacam ini semakin memperkuat kebencian teroris

terhadap Barat, merangsang mereka untuk terus

melancarkan aksi-aksinya, dan sekaligus mendorong

lahirnya teroris-teroris baru.

Page 31: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Zainal Abidin, Ahmad Fauzi, Moh. Afandi, Hermanto Halil

265 ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018

DAFTAR PUSTAKA

Buku, Majalah, dan Jurnal

Al-Qur’an Al-Karim.

Hadits Nabi.

Noam Chomsky (2003), Power and Terror: Post-9/11 Talks and

Interviews.

Majalah Aula, Edisi Oktober 2009.

Sidney Jones (2002), Al-Qaeda in Southeast Asia: the Case of the

‚Ngruki Network‛ in Indonesia.

Dr. Zachary Abuza (2003), Al-Qaeda in Southeast Asia: Exploring

the Lingkages.

Wawancara Tokoh

Wawancara dengan R.KH. M. Thohir Zain, dari Pesantren

Mambaul Ulum Bata-Bata, 17/12/2013.

Wawancara dengan Dr. Musleh Wahid, M.Pd.I., seorang ustadz

di Pesantren Al-Amien Prenduan, 30/11/2013.

Wawancara dengan Ahmad Rofiq, salah satu Pengurus

Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, 17/12/2013.

Pernyataan KH. Hasan Mutawakkil Alallah, Ketua PWNU Jawa

Timur yang dimuat dalam Majalah Aula, Oktober 2009: 20.

Media Online

Youtube, Bali 12 Oktober Untold Story.

Youtube, Bali 12 Oktober Untold Story.

Metro TV, 2009.

Page 32: TEROR ATAS NAMA JIHAD DALAM PANDANGAN CIVITAS …

Teror atas Nama Jihad dalam Pandangan Civitas Pesantren Madura ...,

266 I ISTIQRO’ Volume 16, Nomor 01, 2018