terganggunya keseimbangan pensinyalan angiogenik dan antiangiogenik pada preeklampsia

23

Click here to load reader

Upload: theofilus-ardy

Post on 29-Oct-2015

126 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

Review artikel

Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik

dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

Plasenta memegang peran sentral dalam mengatur sistem sirkulasi lokal yang

memperantarai kondisi ibu dan pertumbuhan janin. Pada tahap awal kehamilan,

plasenta menunjukkan sifat invasi dan neovaskularisasi untuk plasentasi yang

berhasil. Trofoblas invasif ekstravili menggantikan pembuluh darah endometrium

uterus dan membangun jalur pendarahan lokal untuk mendapatkan oksigen dan

nutrisi dari ibu. Pada tahap selanjutnya, plasenta memicu angiogenesis vili dan

pematangan pembuluh darah yang dikendalikan oleh molekul angiogenik dan

antiangiogenik. Di antara beberapa molekul yang terlibat dalam neovaskularisasi

plasenta, reseptor faktor pertumbuhan endotel pembuluh darah / vascular

endothelial growth factor receptors (VEGFR) dan reseptor angiotensin II tipe 1 /

angiotensin II receptor type 1 (AT1) memperantarai jalur sinyal penting bagi

sistem peredaran darah ibu dan pertumbuhan janin. VEGFR1 dan VEGFR2

adalah reseptor fungsional untuk faktor pertumbuhan plasenta / placental growth

factor (PlGF) dan VEGF, dan interaksi PlGF-VEGFR1 dan VEGF-VEGFR2

mengalami gangguan pada banyak pasien preeklampsia dengan produksi berlebih

dari bentuk terlarut dari VEGFR1 (juga disebut sFlt1), suatu antagonis

PlGF/VEGF alami. Penelitian terbaru telah mengungkapkan bahwa berlebihnya

produksi sFlt1 di plasenta dan penyimpangan sinyal AT1 pada ibu berhubungan

erat dengan patologi preeklampsia dan restriksi pertumbuhan intrauterin (IUGR).

Dalam tulisan ini, neovaskularisasi dari plasenta dan kejadian patologis yang

berhubungan dengan gangguan keseimbangan antara sinyal angiogenik dan

antiangiogenik pada preeklampsia akan dibahas.

1. Pendahuluan

Page 2: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

Plasenta adalah organ khusus yang mengatur pertumbuhan janin dan kondisi ibu

selama kehamilan, dan perannya sebagai mediator fetomaternal akan berakhir

segera setelah melahirkan. Kondisi patologis selama kehamilan seperti

preeklampsia dan restriksi pertumbuhan intrauterin (IUGR) terkait erat dengan

disfungsi plasenta. Kondisi preeklampsia sering mengakibatkan IUGR dan

kelahiran prematur, dan banyak studi tentang preeklampsia telah meningkatkan

pemahaman kita mengenai plasentasi abnormal dalam konteks invasi yang

dangkal dan produksi faktor proinflamasi yang merugikan. Pada sirkulasi pasien

preeklampsia, beberapa molekul antiangiogenik yang terdeteksi pada tingkat yang

berlebih [1-3], misalnya, bentuk terlarut dari faktor pertumbuhan endotel vaskular

(VEGF) reseptor 1 (sVEGFR1, yang juga disebut sFlt1) dan bentuk terlarut dari

endoglin (sEng , yang juga disebut sCD105). sFlt1 mensupresi pensinyalan yang

diperantarai VEGF dan yang diperantarai plasenta faktor pertumbuhan (PlGF) ,

dan sEng mengganggu sinyal yang diperantarai transforming growth factor β-

(TGFβ-)[2, 3]. Sitokin antiangiogenik ini diyakini akan dilepaskan dari plasenta

sebagai respon terhadap hipoksia lingkungan mikro. Setelah resistensi pembuluh

darah ibu meningkat, tekanan darah menjadi berpotensi menginduksi disfungsi

lebih lanjut seperti endotheliosis glomerulus dan gangguan sawar darah otak. Oleh

karena itu, kejadian spasiotemporal yang terjadi pada plasenta dan faktor yang

diturunkan plasenta yang menyebabkan disfungsi sistemik pada ibu sangat

penting untuk lebih memahami perjalanan patologis preeklampsia dan manajemen

yang lebih baik untuk kehamilan dengan preeklampsia. Dalam tulisan ini, kami

merangkum pemahaman saat perkembangan plasenta dan patofisiologi plasenta

preeklampsia, dengan perhatian khusus pada jalur sinyal antiangiogenik.

2. Struktur Jaringan Vaskular plasenta

Plasenta aterm manusia secara histologi dibagi menjadi tiga lapisan terutama

(Gambar 1): (1) pelat basal (permukaan ibu) dan vili penyokong (perluasan yang

paling distal dari vili primer) yang berinteraksi langsung dengan endometrium

ibu, (2) Unit vili terminal dimana pertukaran gas dan nutrisi berlangsung secara

Page 3: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

aktif, (3) plat korionik (permukaan sisi janin) dan vili batang yang terdiri dari

jaringan ikat padat yang mengandung pembuluh janin yang lebih besar. Amnion

dan korion menutupi plat korionik, dan tali pusat mengumpulkan arteri dan vena

korionik di plat korionik [4].

Struktur dasar plasenta terbentuk pada paruh pertama kehamilan [5]. Unit

vili terminal (vili tersier yang berasal dari vili sekunder) meliputi kapiler sisi janin

yang dilapisi oleh sel endotel dan dibatasi trofoblas (Gambar 1). Pada tahap awal,

lapisan trofoblas terdiri dari sitotrofoblas (lapisan dalam) dan sinsitiotrofoblas

(lapisan luar). Saat kehamilan berlanjut, lapisan sitotrofoblas menjadi tidak

terdeteksi, dan kapiler janin ditempat bertempat di proksimal dekat dengan

sirkulasi intervili ibu untuk memaksimalkan pertukaran gas. Ruang darah ibu

dibatasi langsung oleh sinsitiotrofoblas terminal yang telah berdiferensiasai dan

bukan oleh sel endotel, yang disebut hemochorial interface [6].

Berat janin meningkat hampir dua kali selama tahap terakhir. Di sisi lain,

berat plasenta tidak meningkat secara signifikan pada tahap selanjutnya [4].

Pembuluh darah vili terminal berdiferensiasi dengan baik dan jaringan vaskuler

meningkatkan kapasitas fungsional pertukaran molekul antara ibu dan janin [4, 5]

(Gambar 1). Dalam plasenta preeklampsoa, bagaimanapun, terminal unit vili

berdiferensiasi dengan kurang baik, dan vili distal akan terpotong/menguncup

(Gambar 1). Perubahan patologis tersebut sering disertai dengan IUGR

3. Pseudovaskulogenesis dan lingkungan mikro lokal

Pembentukan jalur darah sangat penting untuk plasentasi yang sukses. Pada tahap

awal, trofoblas ekstravili menginfiltrasi tempat implantasi uterus dan menjalani

fenotip invasif, remodeling jaringan endometrium. Beberapa trofoblas ini

mengeluarkan senyawa vaskulogenik dan mengganti sel-sel endotel arteri spiralis

uterus (Gambar 1). Proses ini disebut "pseudovaskulogenesis" atau "transformasi

epitel-endotel" [7]. Trofoblas endovaskular invasif membentuk jembatan selular

sementara untuk membatasi overflow darah selama periode awal (6-12 minggu

Page 4: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

usia kehamilan). Mekanisme ini tidak sepenuhnya dipahami dan beberapa

penyelidikan menentang pentingnya jembatan/hubungan ini. Faktor lokal tertentu

seperti tumor necrosis factor α (TNFα) dan TGFβ dapat mempengaruhi sifat

invasif trofoblas ekstravili dan mengubah kerentanan sel penyusun pembuluh

darah terhadap stimulus yang diperantarai trofoblas [8]. Arteri spiralis yang telah

mengalami remodeling menunjukkan fitur karakteristik diameter lumen yang

melebar dan mengalami degenerasi sel-sel otot polos pembuluh darah. Seperti

yang akan kita bahas nanti, kegagalan remodeling vaskular dapat menyebabkan

kondisi preeklampsia pada ibu dan IUGR.

Transformasi trofoblas yang menggantikan arteri spiralis uterus dapat

mengekspresikan penanda endotel seperti CD31, VE-cadherin, molekul adhesi sel

vaskular/ vascular cell adhesion molecule (VCAM) -1 dan αvβ3 integrin [9, 10].

Selain itu, penanda-penanda tersebut berpotensi mengekspresikan endothelial

nitric oxide synthase (eNOS), yang menunjukkan bahwa mereka menyerupai sel

endotel secara morfologis dan fungsional [11]. Transformasi fenotipik tersebut

diamati tidak hanya pada saat plasentasi tetapi juga pada neovaskularisasi tumor.

Beberapa jenis sel tumor memiliki fitur mirip sel endotel dan membentuk jaringan

pembuluh darah parologis dimana tidak terdapat lapisan endotel, yang dikenal

sebagai “mimikri vaskulogenik tumor” [12, 13]. Sel-sel tumor khusus ini juga

mengekspresikan beberapa penanda endotel dan molekul terkait vaskulogenesis

seperti VE-cadherin, CD34 dan CD105 [13, 14]. Invasi tumor menjadi tidak

teratur sedangkan invasi trofoblas dikendalikan oleh reaksi silang antara

komponen endometrium dan trofoblas ekstravili. Jika endometrium mengalami

ulserasi akibat aborsi atau inflamasi, sistem imun lokal tidak bekerja dengan benar

dan terjadi penyimpangan trofoblas sehingga menyerang lapisan dalam otot polos

uterus. Kondisi seperti ini disebut akreta, inkreta dan perkreta.

Lingkunga mikro proinflamasi spesifik jaringan sangat penting untuk

plasentasi yang tepat. Sel-sel uterine natural killer (UNK) merupakan mediator

imun host lokal utama yang ditandai dengan CD45+ CD69+ CD56bright dan CD16-

[15-17]. Sel UNK diperkirakan memainkan peran penting dalam reaksi desidua,

Page 5: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

remodeling arteri spiral, dan regulasi sifat invasif trofoblas [16, 18]. Trofoblas

invasif mengeluarkan repertoar antigen leukosit manusia (HLA)-C, HLA-E dan

HLA-G [16, 17, 19, 20]. Molekul MHC kelas I klasik HLA-A dan HLA-B yang

memiliki polimorfisme untuk penolakan allograft tidak diekspresikan dalam

trofoblas ekstravili. [16]. Sel UNK memiliki reseptor permukan inhiborik dan

stimulatorik untuk mengatur invasi trofoblas [15, 19]. Misalnya, HLA-E dalam

trofoblas berinteraksi dengan NKG2 (CD94) dalam sel UNK [19], dan

melemahkan sitotoksisitas sel UNK terhadap invasi trofoblas. HLA-C pada

trofoblas berinteraksi dengan keluarga killer-cell immunoglobulin-like receptor

(KIR) di sel UNK, dan kombinasi spesifik dari KIR ibu dan HLAC janin yang

memberikan kontribusi untuk plasentasi yang berhasil [21], meskipun mekanisme

yang sebenarnya masih harus diselidiki lebih lanjut [ 22]. Hiperaktivasi sel UNK

yang dapat menghasilkan sejumlah besar faktor sitotoksik yang merugikan seperti

granulysin dan menghambat invasi trofoblas dengan menginduksi apoptosis [23].

Selain sel UNK, makrofag CD14+ CD68+ juga berpartisipasi dalam reaksi silang

proinflamasi antara arteri spiralis dan trofoblas ekstravili. Pada plat basal,

makrofag lokal memproduksi TNFα yang berpotensi menginduksi apoptosis

trofoblas [24]. Jika sitokin sitotoksik diproduksi berlebih oleh sel-sel imun sisi

ibu, kasus ini dapat menyebabkan keguguran atau invasi yang dangkal.

4. Faktor Predisposisi Preeklampsia

Onset preeklampsia mungkin tidak hanya tergantung pada satu atau beberapa

kejadian patologis. Tampaknya hal ini dipicu oleh beban dari berbagai faktor

predisposisi yang menyebabkan gangguan peredaran darah [25]. Setelah

terjadinya hipertensi, stress pada dinding pembuluh darah dapat menyebabkan

kerusakan lebih lanjut untuk kondisi fetomaternal. Berkaitan dengan predisposisi

genetik maternal, pola khusus varian gen angiotensinogen dan sifat kuantitatif

lokus / quantitative trait loci (QTL) pada beberapa kromosom seperti AGT,

STOX1, 5q, 10q dan 13q QTL telah dilaporkan [26-29]. KIR-AA maternal dan

HLA-C2 janin, tapi tidak dengan HLA-C1 janin, menyebabkan peningkatan risiko

Page 6: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

preeklampsia [21]. Meskipun latar belakang dan pola perkembangan preeklampsia

dapat bervariasi antarkasus, pendapat bahwa plasentasi yang buruk di tahap awal

kehamilan adalah kondisi predisposisi penting untuk perkembangan penyakit telah

diterima secara luas. Pembuluh darah yang menyempit karena remodeling arteri

cukup untuk mengakibatkan hipoksia plasenta, dan sebagai respon, serangkaian

faktor proinflamasi yang dilepaskan dari plasenta akan merusak sistem peredaran

darah ibu. Proses ini terdiri dari dua tahap, yaitu, plasentasi yang buruk periode

kehamilan awal (stadium I) dan disfungsi sistemik ibu pada periode berikutnya

(tahap II) [25]

5. Molekul Kunci yang Terlibat dalam Patofisiologi Preeklampsia

Ada berbagai faktor yang berpotensi merusak pembuluh darah ibu. Neurokinin-B,

jenis peptida tachykinin, telah diusulkan untuk menjadi molekul yang

bertanggung jawab yang akan menyebabkan preeklampsia [30]. Walaupun

penelitian terbaru tidak sepenuhnya menyetujui gagasan ini [31], sebuah studi

menunjukkan bahwa neurokinin-B, dengan bantuan molekul seperti-tromboksan

A2 (TXA2), mensupresi aktivitas angiogenik secara in vitro dengan menurunkan

VEGF, VEGFR1 dan VEGFR2 dalam kultur sel endotel [32]. Studi kumulatif

pada preeklampsia telah menjelaskan pensinyalan silang antara PlGF/VEGF,

RAS, dan eikosanoid klasik seperti prostasiklin dan TXA2. Dalam tulisan ini,

kami berfokus pada beberapa faktor terlarut yang diduga membawa sifat

antiangiogenik dalam sirkulasi pasien preeklampsia.

5.1. Bentuk terlarut VEGFR1 (sVEGFR1, sFlt1).

sFlt1 merupakan faktor terlarut alami, dan merupakan versi truncated dari

VEGFR1 yang tidak memiliki transmembran dan domain intraseluler sinyal [33].

sFlt1 umumnya menghambat jalur sinyal angiogenesis dengan cara mengikat

bentuk bebas dari VEGF dan PlGF [33, 34]. Berkenaan dengan kondisi fisiologis

dan patologis in vivo, sFlt1 diketahui penting untuk avaskularitas fisiologis pada

kornea [35]. sFlt1 juga diproduksi dalam beberapa jenis jaringan tumor seperti

Page 7: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

kolorektal dan kanker payudara [36, 37]. Pada studi klinis tumor ini, tingkat

ekspresi sFlt1 berkorelasi dengan prognosis yang menguntungkan, mungkin

karena kemampuan antiangiogeniknya.

Pada masa pertengahan kehamilan, tingkat VEGF bebas dan PlGF dalam

sirkulasi ibu akan meningkat pada kehamilan normal, tapi tidak pada kasus

preeklampsia. Di sisi lain, tingkat sirkulasi sFlt1 pada wanita preeklampsia secara

abnormal lebih tinggi dibandingkan kontrol normal [38-40]. Dominasi sFlt1

menyebabkan disfungsi vaskular sistemik dengan mengganggu aktivitas

homeostatis VEGF dan PlGF [33, 41-43]. Berlebihnya jumlah sFlt1 diproduksi

terutama oleh trofoblas vili yang distimulasi oleh serum pasien preeklampsia,

yang menunjukkan bahwa beberapa faktor sisi ibu seperti antibodi autoimun

agonistik terhadap reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) menginduksi sinyal

antiangiogenik di sinsitiotrofoblas. Baru-baru ini, keterlibatan dari varian lain

sFlt1 telah dilaporkan [44, 45]. Sela et al menamakannya sFlt1-14 [45] dan

menyebutkan bahwa varian alternatif ini mungkin merupakan inhibitor dominan

VEGF. Meskipun kontribusi sFlt1-14 dalam mengatur pensinyalan yang

diperantarai PlGF adalah subjek untuk studi di masa depan, studi menunjukkan

bahwa didapatkan lebih dari satu faktor terlarut yang dapat mempengaruhi sifat

VEGFR pada plasenta preeklampsia.

5.2. PlGF dan VEGFR1.

Embrio heterozigot VEGF +/- mati karena defek pembuluh darah [46], sedangkan

tikus dengan defisiensi PlGF bersifat fertil dengan tampilan klinis normal. Oleh

karena itu, peran PlGF tidak sepenuhnya dipahami dan molekul ini dianggap

dikesampingkan untuk pengembangan pembuluh darah embrio, berbeda dengan

VEGF [47]. PlGF mengikat VEGFR1 tetapi tidak dengan VEGFR2 [48, 49], dan

tikus VEGFR1-/ - meninggal dalam kandungan dengan pertumbuhan berlebih dari

sel abnormal menyerupai sel endotel [50]. Karena aktivitas kinase dari VEGFR2

adalah sekitar sepuluh kali lipat lebih tinggi dari VEGFR1 [51], peran aktual dari

aksis PlGF-VEGFR1 tampaknya cukup kompleks. Dengan mengumpulkan

berbagai penelitian tentang penyakit vaskular termasuk angiogenesis tumor,

Page 8: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

muncul kemungkinan bahwa PlGF memiliki baik sifat angiogenik maupun

antiangiogenik tergantung pada kondisi patofisiologis. PlGF dapat menggantikan

VEGF dari VEGFR1 dan VEGF langsung terhadap VEGFR2, mempercepat

angiogenesis [48]. Di sisi lain,PlGF/VEGF heterodimer berpotensi mensupresi

angiogenesis yang diinduksi oleh VEGF homodimer [52-54].

Pada kehamilan, konsentrasi plasma PlGF meningkat secara eksponensial

selama tahap pertengahan (100-1000 pg / mL). Tingkat sFlt1 juga meningkat

seiring dengan PlGF [40], sedangkan tingkat VEGF sekitar 5-10 pg / mL [55].

Perbedaan tingkat ekspresi rata-rata antara PlGF dan VEGF menunjukkan PlGF

yang mungkin memainkan peran utama dalam pengembangan fetoplasenta, dan

tingkat PlGF yang bersirkulasi mungkin mencerminkan kondisi patologis

kehamilan sebagai suatu penanda sensitif [40, 55]. Tayade et al menyebutkan

bahwa PlGF lokal mungkin mempercepat pematangan fungsional sel UNK untuk

proses invasi trofoblas. Pada tikus dengan defisiensi PlGF, sel UNK binukleat

abnormal akan meningkat jumlahnya, dan lapisan otot polos arteri spiralis

menebal, yang menunjukkan bahwa proses remodeling vaskuler terganggu dalam

beberapa tingkat [56]. Meskipun gejala preeklampsia tidak dilaporkan pada tikus

dengan defisiensi PlGF, dalam penelitian prospektif pada manusia, PlGF

tersupresi pada trimester pertama sebelum gejala klinis nampak jelas [57, 58].

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan PlGF mungkin dihambat oleh

beberapa faktor predisposisi pada tahap awal, dan lingkungan rendah PlGF

memberikan kontribusi untuk berkembangnya preeklampsia secara dini bukan

sebagai konsekuensi dari tahap-tahap selanjutnya

5.3. Bentuk terlarut dari endoglin (sCD105, sEng) dan faktor terlarut lainnya.

Konsentrasi sEng (sCD105) secara signifikan meningkat pada pasien

preeklampsia, terutama pada kasus yang berat bernama sindrom HELLP

(Hemolisis, peningkatan enzim hepar, sindrom penurunan trombosit) [3]. CD105

adalah reseptor tambahan untuk TGFβ1 dan TGFβ3, dan diekspresikan dalam

berbagai jenis sel termasuk sel-sel endotel, sel otot polos pembuluh darah, dan

sebagainya [3, 59, 60]. Embrio tikus dengan defisiensi CD105 akan mati di

Page 9: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

pertengahan kehamilan karena kurangnya perkembangan vaskular otot polos [61].

Dalam penelitian in vitro menggunakan kultur sel endotel, diketahui sEng

(sCD105) dapat menghambat pembentukan tabung kapiler dan melemahkan

vasodilatasi yang diinduksi oleh TGFβ1 dan TGFβ3 [3]. Pada tikus yang diobati

dengan sEng adenovirus, sinyal yang diperantarai oleh TGFβ akan disupresi,

berakibat pada reduksi eNOS dan gangguan vasodilatasi pembuluh darah mikro di

ginjal. Hasil ini mendukung gagasan bahwa CD105 sangat diperlukan untuk

neovaskularisasi embrio dan sEng menghambat aktivitas vaskular yang diperantai

TGFβ. Di sisi lain, pada trofoblas manusia, aksis TGFβ-CD105 tampaknya

mengatur aktivitas selular [62]. Tingkat ekspresi HIF-1α dan TGFβ3 akan

dinaikkan pada keadaan hipoksia pada tahap awal kehamilan, yang melemahkan

kemampuan invasif trofoblas [63]. Sinyal ini tampaknya menjelaskan sebagian

invasi dangkal yang mengarah pada kondisi preeklampsia di kemudian hari.

Meskipun model-model eksperimental dan metode penelitian berbeda, harus

dipertimbangkan dengan teliti peran CD105 dan sEng dalam kondisi fisiologis

dan patologis kehamilan dalam konteks tahap-tahap kehamilan. Tingkat ekspresi

trofoblas dari TGFβ3, CD105 dan bentuk terlarutnya mungkin jauh berbeda

tergantung pada periode kehamilan [63, 64]. Keseimbangan induksi sinyal

angiogenik dan antiangiogenik yang baik pada titik waktu yang tepat tampaknya

sangat penting untuk fungsi normal plasenta.

Ada beberapa faktor penting selain sFlt1 dan sEng yang berperan dalam

antiangiogenesis pada preeklampsia, dan beberapa dari senyawa tersebut mungkin

berfungsi dengan jalur sinyal yang diperantarai VEGFRs dan AT1. Studi serologis

pada preeklampsia telah menjelaskan keterlibatan beberapa bentuk terlarut dari

molekul adhesi yang berhubungan dengan eksploitasi leukosit. Molekul-molekul

ini meliputi sVCAM-1 (bentuk terlarut VCAM-1, yang juga disebut sCD106), sE-

selectin (sCD62E), sP-selectin (sCD62P) dan sICAM-1 (juga disebut sCD54).

Kebanyakan dari senyawa ini dilaporkan meningkat pada preeklampsia , tetapi

hasilnya tidak selalu seperti itu[65-67], yang dapat dijelaskan oleh periode

kehamilan yang berbeda untuk analisis. Pada pasien kanker payudara yang diobati

dengan VEGF inhibitor, kadar plasma dari sVCAM-1 dilaporkan meningkat [68].

Page 10: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

Karena pasien preeklampsia dan mereka yang menerima inhibitor VEGF berada

dalam kondisi angiogenesis fisiologis yang terganggu, faktor-faktor terlarut

cenderung mencerminkan disfungsi endotel. Sel endotel sisi ibu pada plat basal

mengekspresikan E-selectin dan P-selectin, dan trofoblas invasif mengekspresikan

ligan yang mirip dari selectins ini [69]. Jika peningkatan sE-selectin dan SP-

selectin mengganggu interaksi seluler pada plat basal, senyawa terssebut dapat

menyebabkan melemahnya perlekatan plasenta ke dinding uterus. Penyelidikan

lebih lanjut diperlukan untuk memahami mekanisme dari faktor-faktor terlarut

yang berpotensi memperburuk kondisi fetomaternal.

6. Peran Sistem Renin-Angiotensin (RAS)

RAS adalah pengatur utama dalam pengendalian tekanan darah. Selain itu, RAS

berperan dalam berbagai aktivitas biologis seperti remodeling vaskuler, inflamasi

dan perkembangan tumor [70-73]. AT1 adalah G protein-coupled reseptor

(GPCR) utama untuk angiotensin II, dan sinyal AT1 menyebabkan kontraksi

pembuluh darah yang kuat dengan mengaktifkan beberapa jalur termasuk ERK

dan kalsineurin [74, 75], dan aktivasi ini menginduksi hipertensi, edema,

proteinuria dan sebagainya [25].

Angiotensin II tidak meningkat pada wanita preeklampsia, sehingga RAS

pernah dianggap tidak berhubungan dengan patogenesis preeklampsia pada

manusia. Kemudian suatu penelitian mengungkapkan penyimpangan aktivasi dari

pensinyalan yang diperantarai AT1 pada pasien preeklampsia [76, 77]. Dalam

kehamilan normal, tingkat renin dan angiotensin II dalam sirkulasi ibu meningkat,

namun hipertensi tidak terjadi karena berkurangnya sensitivitas AT1 terhadap

RAS [78]. Di sisi lain, pada preeklampsia, angiotensin II tidak meningkat tetapi

jalur sinyal yang diperantari AT1 akan diaktifkan secara menyimpang.

Tampaknya terdapat setidaknya dua mekanisme yang mempercepat pensinyalan

AT1, yaitu, pembentukan heterodimer B2 AT1-bradikinin [76], dan antibodi

autoimun agonistik terhadap AT1 (AT1-AA) [77]. Sebagaimana telah kita bahas,

kelebihan sFlt1 diyakini menyebabkan disfungsi endotel ibu secara masif dengan

Page 11: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

mengganggu aktivitas PlGF dan VEGF fisiologis. Penelitian terbaru telah

menunjukkan hubungan erat antara sinyal AT1 yang dipercepat dan produksi

sFlt1 [79, 80]. Stimulasi reseptor AT1 dari kultur trofoblast menggunakan IgG

dari wanita preeklampsia mengakibatkan elevasi sFlt1 in vitro [81]. Model tikus

preeklampsia dengan peningkatan RAS menunjukkan peningkatan kadar sFlt1

plasma pada ibu in vivo [80].

Kalsineurin adalah kalsium/kalmodulin-dependen serin / treonin protein

fosfatase, dan mengaktifkan faktor transkripsi bernama nuclear factor of activated

T cells (NFAT). Aktivitas NFAT-luciferase secara signifikan dipercepat dalam sel

ovarium hamster Cina (CHO) yang distimulasi oleh IgG dari pasien preeklampsia

[81]. Kelebihan sFlt1 berhasil disupresi oleh kalsineurin inhibitor FK506 atau

kalsineurin siRNA dalam sel trofoblas manusia yang hidup [81]. Studi ini

menunjukkan bahwa AT1-AA dalam sirkulasi ibu berpotensi memicu aktivitas

transkripsional kalsineurin-NFAT melalui AT1, dan bahwa GPCR sinyal yang

diperantarai AT1 dapat mengganggu sinyal reseptor tirosin kinase (RTK) yang

diperantarai VEGFR melalui kalsineurin-NFAT pada preeklampsia. Temuan

menjelaskan kaskade sinyal dari aktivasi AT1 menjadi supresi VEGF pada

preeklampsia. Asosiasi spasiotemporal kaskade ini dengan plasentasi yang buruk

adalah subjek untuk studi di masa depan. Sebuah studi terbaru menunjukkan

bahwa lebih AT1-AA yang terdeteksi dalam darah tali pusat janin dari kehamilan

preeklampsia, menunjukkan bahwa AT1-AA dalam sirkulasi darah ibu mungkin

juga berfungsi sebagai penanda sisi fetal untuk mengevaluasi IUGR dan kondisi

janin lainnya [82].

7. Manifestasi Klinis

Ketidakseimbangan molekul angiogenik dan antiangiogenik dan penyimpangan

sinyal kaskade mengacaukan sistem peredaran darah ibu dan kemudian

mendorong karakteristik gejala klinis meliputi hipertensi dan proteinuria. Kami

membahas manifestasi klinis yang khas, dan memperkenalkan beberapa model

tikus yang menyebabkan gejala terkait preeklampsia

Page 12: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

7.1. Hipertensi dan proteinuria.

Walaupun pasien preeklampsia menunjukkan gejala yang heterogen dalam

konteks onset penyakit, tingkat keparahan, tingkat pertumbuhan janin dan lain-

lain, hipertensi dan proteinuria adalah fenomena penting dari penyakit ini.

Mekanisme peningkatan resistensi pembuluh darah dan hipertensi dijelaskan oleh

kurangnya produksi nitrat oksida (NO) dan prostasiklin (PGI2). NO bekerja

sebagai vasodilator kuat, dan inhibitor angiogenik seperti sFlt1 dan sEng yang

menekan ekspresi eNOS, yang dapat mengurangi produksi NO dan meningkatkan

resistensi pembuluh darah [83, 84]. PGI2, anggota eicosanoid klasik, merupakan

vasodilator lain yang efektif. Hal ini diketahui bahwa TXA2 eicosanoid lain yang

menyebabkan vasokonstriksi diekspresikan secara berlebih pada pasien

preeklampsia [85] dan ketidakseimbangan PGI2 / TXA2 berkontribusi untuk

pengembangan preeklampsia [86,87]. Kerusakan kardiomiosit pada preeklampsia

manusia diperkirakan terutama melalui analisis fungsional, dan informasi

histologis masih sangat terbatas. Studi model hewan yang informatif untuk

analisis organ-organ ini yang tidak tersedia pada pasien manusia. Dalam sebuah

studi tikus preeklampsia yang diinduksi RAS, bernama tikus hipertensi yang

berhubungan dengan kehamlan/ pregnancy associated hipertension (PAH),

jaringan jantung menunjukkan kerusakan kardiomiosit yang berat seperti fibrosis

dan apoptosis selain hipertrofi [88]. Meskipun penyimpangan RAS dalam model

ini tidak mungkin terjadi pada preeklampsia manusia, peningkatan sFlt1 dalam

darah ibu karena percepatan sinyal yang diperantarai AT1 [80] adalah gambaran

umum baik dalam model ini dan preeklampsia manusia [89].

Proteinuria dapat dipicu tidak hanya oleh peningkatan tekanan darah tetapi

juga oleh gangguan permeabilitas pembuluh darah fisiologis. Dalam kondisi

fisiologis, permeabilitas kapiler bervariasi antara organ dan jaringan. Sebagai

contoh, kapiler otak sangat impermeabel, yaitu sistem sawar darah otak. Di sisi

lain, kapiler sel endotel glomeruli ginjal berciri fenestrata untuk pengontrolan

cairan dan molekul. Penipisan VEGF dari podosit dalam model tikus

menyebabkan proteinuria dan hipertensi [90].

Page 13: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

Dalam model tersebut , glomeruli ginjal rusak oleh deposit fibrin dan

endotheliosis, yang menunjukkan bahwa efusi lokal dari VEGF fisiologis dari

podosit menuju sel-sel endotel sangat diperlukan untuk menjaga struktur

fenestrata dari glomerulus pembuluh darah [90]. Tikus hamil yang diberi

adenovirus sFlt1 akan mengalami endotheliosis glomerulus [3]. Kerusakan seperti

ini juga yang terdeteksi pada ginjal dari pasien preeklampsia. Biopsi ginjal dari

pasien preeklampsia berat menunjukkan endotheliosis glomerulus difus,

penebalan dinding kapiler dan perubahan sklerotik fokal (gambar 2 (a) dan 2 (b)).

Mikroskop Elektron memperlihatkan edema subendothelial di glomerular kapiler

(Gambar 2 (c)).

7.2. Sindrom Leukoensefalopati Posterior Reversibel/ Reversible Posterior

Leukoencephalopathy Syndrome (RPL)

Komplikasi lain yang mengancam jiwa dari sisi maternal misalnya sindrom

HELLP, edema paru dan eklampsia. Reversible Posterior Leukoencephalopathy

Syndrome (RPL, yang juga bernama posterior reversible encephalopathy

syndrome) adalah gangguan dari sistem saraf pusat terkait dengan disfungsi

endotel pada sawar darah otak selama dan setelah kehamilan. Gamabran klinis

dan radiologis dari RPL pertama kali dilaporkan oleh Hinchey et al. pada tahun

1996 [91]. Penyebab yang paling sering dari RPL diyakini adalah hipertensi, dan

istilah ini digunakan tidak hanya untuk kondisi eklampsia tetapi juga untuk

disfungsi endotel lain yang dipicu oleh hipertensi idiopatik, toksisitas obat, lupus

eritematosus sistemik (SLE), dan lain-lain. Manifestasi umum dari RPL

diantaranya sakit kepala, gangguan visual dan kejang [92]. Lesinya dengan jelas

dapat terdeteksi oleh MRI kepala (Gambar 2 (d), kiri). RPL pada dasarnya dapat

disembuhkan tanpa komplikasi setelahnya jika ditangani dengan benar dengan

obat antikonvulsan dan pengontrolan tekanan darah setelah melahirkan (Gambar 2

(d), kanan). Meskipun banyak gejala dari eklampsia yang tumpang tindih dengan

RPL, beberapa kasus dari RPL yang dipicu kehamilan tanpa preeklampsia telah

dilaporkan [93, 94]. Sebuah model hewan dapat diandalkan untuk menganalisis

Page 14: Terganggunya Keseimbangan Pensinyalan Angiogenik Dan Antiangiogenik Pada Preeklampsia

RPL terkait preeklampsia belum dilaporkan, meskipun tikus PAH dilaporkan

menyebabkan kejang [95].

8. Ringkasan

Kita telah membahas patofisiologi preeklampsia dari titik jalur pensinyalan

antiangiogenik. Kerentanan ibu terhadap sitokin proinflamasi yang tidak

menguntungkan bervariasi antarkasus, namun, baik faktor patogenetik yang

diproduksi oleh plasenta dan kejadian responsif dalam sirkulasi ibu secara

bersamaan mengembangkan gangguan fetomaternal dan dapat menyebabkan

kondisi yang mengancam jiwa (Gambar 3). Terlepas dari studi tentang disfungsi

sistemik ibu yang telah dilakukan, informasi yang tersedia tentang peristiwa

patologis di sisi fetoplasenta sangat terbatas, terutama selama setengah akhir dari

kehamilan saat janin diperkirajab bertumbuh secara eksponensial. Informasi klinis

diperoleh pada sebagian besar kasus dari data patologis ibu, dan evaluasi klinis

status janin bergantung sebagian besar pada ultrasonografi dan tokokardiografi

eksternal seperti uji stress kontraksi dan uji non-stress. Informasi lebih lanjut

mengenai keamanan dan efek terapi pada seluruh tubuh dalam prognosis jangka

panjang diperlukan. Untuk tujuan ini, diperlukan studi menggunakan model

hewan. Meskipun model hewan preeklampsia mungkin tidak menyerupai

patogenesis preeklampsia pada manusia, analisis perjalanan waktu dari tubuh

janin dan plasenta akan memberikan informasi penting mengenai dampak

patologis pada kesejahteraan janin. Pemahaman yang lebih baik mengenai reaksi

silang seluler dan molekuler, mikro proinflamasi dan efek molekul antiangiogenik

akan memberikan kontribusi pada perbaikan terapi yang efektif dan aman untuk

pasien preeklampsia dan bagi mereka yang menderita penyakit pembuluh darah.