terbaru
DESCRIPTION
agqgTRANSCRIPT
![Page 1: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/1.jpg)
A. DEFINISI
PPOK adalah penyakit yang pada umumnya dapat dicegah dan
diobati, ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang terus-menerus
biasanya progresif dan berhubungan dengan meningkatnya respon saluran
napas terhadap inflamasi kronis..6,7
B. ETIOLOGI
1. Merokok
Pada tahun 1964, the Advisory Committee to the Surgeon General of
the United States telah menyimpulkan bahwa merokok merupakan faktor
risiko utama mortilitas pada bronkitis kronis dan emfisema. Studi longitudinal
berikutnya menunjukkan penurunan FEV1 yang cepat dalam hubungan dose-
respons terhadap intensitas merokok, yang biasanya dinyatakan sebagai
jumlah batang pertahun (rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap per hari
dikalikan dengan lamanya merokok dalam tahun). Hubungan dose-respons ini
diantara menurunnya fungsi paru dan intensitas merokok terhadap tingginya
prevalensi PPOK dengan bertambahnya usia. 2Dikatakan perokok ringan
apabila angka yang didapat 0-200, dikatakan sedang apabila angka yang
didapat 200-600 dan dikatakan berat apabila angkanya >600. 6Semakin besar
angkanya, maka semakin tinggi kemungkinan untuk menderita PPOK. Secara
histrois, tingginya perokok di kalangan laki-laki adalah penjelasan yang paling
mungkin untuk prevalensi PPOK yang lebih tinggi di kalangan laki-laki,
namun, prevalensi PPOK di kalangan perempuan meningkat sebagai
kesenjangan jenis kelamin dalam angka perokok yang telah berkurang dalam
50 tahun terakhir. Kelainan struktur jaringan berkaitan erat dengan respons
inflamasi ditimbulkan oleh paparan partikel atau gas beracun, tetapi
dinyatakan faktor utama dan paling dominan ialah asap rokok dibanding yang
lain.7
2. Respon saluran napas dan PPOK
11
![Page 2: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/2.jpg)
Cenderung meningkatkan bronkokonstriksi sebagai respon terhadap
stimulus eksogen, termasuk metakolin dan histamin, adalah salah satu bentuk
melukiskan tentang asma. Namun, banyak pasien dengan PPOK juga
menunjukkan respon saluran napas yang berlebihan. Diantara orang dengan
asma dan orang dengan PPOK terdapat tumpang tindih dalam respon saluran
napas yang berlebihan, obstruksi aliran udara, dan gejala paru yang
menyebabkan terjadinya rumusan hipotesis Belanda. Hal ini menunjukkan
bahwa asma, bronkitis kronis, emfisema adalah variasi dari penyakit dasar
yang sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan dan genetik untuk
menghasilkan kesatuan yang secara patologis berbeda. Hipotesis alternatif
British menyatakan bahwa asma dan PPOK adalah penyakit yang berbeda
secara fundamental: Sebagian besar asma dipandang sebagai fenomena alergi,
sedangkan PPOK hasil dari kerusakan dan inflamasi yang berhubungan
dengan merokok. Penentuan validitas antara hipotesis Belanda dan hipotesis
British menunggu identifikasi faktor predisposisi genetik untuk asma dan /
atau PPOK, serta mendalilkan interaksi antara faktor genetik dan faktor risiko
lingkungan.
Studi longitudinal membandingkan respon saluran napas yang
berlebihan pada awal penelitian untuk menurunkan fungsi paru yang telah
menunjukkan bahwa respon saluran napas yang berlebihan jelas merupakan
prediktor menurunkan fungsi paru yan signifikan. Dengan demikian, respon
saluran napas yang berlebihan merupakan faktor risiko untuk PPOK.2
3. Infeksi saluran napas
Ini telah di selidiki sebagai faktor resiko yang potensial terhadap
perkembangan dan kemajuan PPOK pada orang dewasa; infeksi saluran napas
pada anak-anak ditaksirkan sebagai faktor predisposisi yang potensial
terhadap perkembangan PPOK. Pengaruh infeksi saluran napas pada orang
dewasa dalam menurunkan fungsi paru masih kontroversial, tetapi penurunan
fungsi paru jangka panjang secara signifikan tidak mengikuti episode bronkitis
12
![Page 3: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/3.jpg)
atau pneumonia. Efek infeksi saluran napas pada anak-anak pada
perkembangan PPOK sulit ditaksirkan akibat kurangnya data longitudinal
yang adekuat. Kemudian, meskipun infeksi saluran napas merupakan
penyebab terpenting eksaserbasi PPOK, hubungan keduanya baik infeksi
saluran napas dewasa dan anak-anak terhadap perkembangan dan kemajuan
PPOK tetap dibuktikan.2
4. Terpajan polusi di tempat kerja
Meningkatnya gejala pada saluran napas dan obstrusi aliran udara
telah dinyatakan sebagai hasil dari terpajannya debu di tempat kerja. Beberapa
pajanan di tepat kerja, meliputi tambang batu bara, tambang emas, dan tekstil
katun, yang telah dinyatakan sebagai faktor resiko obstruksi aliran udaran
kronis. Namun meskipun bukan perokok di tempat kerja menimbulkan
penurunan FEV1, terpajannya debu merupakan faktor resiko PPOK, sedangkan
ketidaktergantungan rokok, tidak terjadi. Setiap pekerja yang terpajan
cadmium (asap bahan kimia), FEV1, FEV1/FVC, dan DLCO secara signifikan
menurun, konsisten dengan obstruksi aliran udara dan emfisema. Meskipun
beberapa debu dan asap tempat kerja merupakan faktor resiko PPOK, efek ini
secara substansi nampak kurang penting daripada efek merokok. 2
5. Polusi udara lingkungan
Beberapa peneliti melaporkan meningkatnya gejala saluran napas di
kota dibandingkan di pedesaan, berhubungan dengan meningkatnya polusi di
kota. Namun, hubungan polusi udara dengan obstuksi saluran napas kronis
tetap tidak terbukti. Terpajan rokok terlalu lama yang dihasilkan oleh
pembakaran biomass juga nampak menjadi faktor resiko PPOK dikalangan
perempuan di pedesaan. Namun, kebanyakan populasi, polusi udara
lingkungan merupakan faktor resiko PPOK yang sedikit daripada merokok.2
6. Terpajan rokok, pasif, atau secara tidak langsung
13
![Page 4: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/4.jpg)
Anak-anak yang terpajan rokok saat kehamilan secara signifikan
pertumbuhan paru menurun. Terpajan rokok dalam kandungan juga
berhubungan dengan menurunnya fungsi paru setelah kelahiran. Meskipun
terpajan rokok pasif dihubungkan dengan menurunnya fungsi paru, faktor
resiko PPOK ini penting dalam menurunkan fungsi paru tetap tidak jelas.2
7. Genetik
Meskipun rokok merupakan faktor resiko lingkungan utama
terjadinya COPD, terjadinya obstruksi aliran udara pada perokok sangat
bervariasi. Defisiensi antitripsin α1 (α1AT) berat merupakan faktor risiko
genetik yang terbukti untuk PPOK, ada peningkatan bukti bahwa faktor
genetik lainnya juga ada.2
8. Defisiensi antitripsin α1
Banyak varian dari lokus inhibitor protease (PI atau SERPINA1)
yang mengkodekan α1AT telah dijelaskan. Umumnya alel M dikaitkan dengan
α1AT normal. Alel S, dikaitkan dengan sedikit berkurangnya α1AT, dan Z
alel, dikaitkan dengan nyata mengurangi α1AT, juga terjadi dengan frekuensi>
1% pada sebagian besar populasi Kaukasia. Individu jarang mewarisi alel nol,
yang menyebabkan tidak adanya produksi α1AT melalui mutasi heterogen.
Individu dengan dua alel Z atau satu Z dan satu alel nol disebut sebagai Piz,
yang merupakan bentuk paling umum dari defisiensi α1AT berat.
Meskipun hanya 1-2% pasien PPOK ditemukan mengalami
defisiensi α1AT berat sebagai penyebab PPOK, pasien ini menunjukkan
bahwa faktor genetik memiliki pengaruh besar terhadap kerentanan terjadinya
PPOK. Individu Piz sering menjadi PPOK onset dini, tapi memastikannya bias
dalam mengumumkan individu Piz yang biasanya termasuk subyek Piz yang
diuji terhadap defisiensi α1AT karena mereka mengalami PPOK berarti bahwa
fraksi individu Piz yang akan menjadi PPOK dan distribusi usia untuk
terjadinya PPOK pada subyek Piz tetap tidak diketahui. Sekitar 1 dari 3000
14
![Page 5: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/5.jpg)
orang di Amerika Serikat mewarisi defisiensi α1AT berat, tetapi hanya
sebagian kecil dari individu telah mengakuinya. Uji laboratorium klinis yang
paling sering digunakan untuk menampilkan adanya defisiensi α1AT adalah
pengukuran imunologi α1AT dalam serum.
Sebuah persentase yang signifikan dari variabilitas fungsi paru di
antara individu Piz dijelaskan oleh perokok, perokok dengan defisiensi α1AT
berat lebih mungkin untuk menjadi PPOK pada usia dini. Namun, PPOK pada
subyek Piz, bahkan di kalangan perokok saat ini atau bekas perokok, tidak
pasti. Di antara Piz bukan perokok, variabilitas yang mengesankan telah
dicatat dalam terjadinya obstruksi aliran udara. Faktor genetik dan / atau
lingkungan lainnya mungkin berkontribusi terhadap variabilitas ini.2
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan GOLD, PPOK dibagi atas 4 derajat berdasarkan tingkat
keparahannya, yaitu :5
Tabel 1. Kriteria GOLD Untuk Tingkat Keparahan PPOKStadiu
m GOLD
Tingkat Keparahan
Gejala Spirometri
0 Beresiko Batuk kronis , produksi sputum
Normal
I Ringan Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum
FEV1/FVC<0.7 dan FEV1-≥80% terprediksi
IIA Sedang Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum
FEV1/FVC<0.7 dan 50%≤FEV1<80% terprediksi
III Berat Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum
FEV1/FVC<0.7 dan 30%≤FEV1<50% terprediksi
IV Sangat berat Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum
FEV1/FVC<0.7 dan FEV1-<30% terprediksi atau FEV1-<50% terprediksi dengan tanda gagal napas atau gagal jantung kanan
Sumber : Fauci, Anthony S, et al. Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2008; Chapter 254
D. PATOGENESIS
15
![Page 6: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/6.jpg)
Keterbatasan aliran udara, merupakan perubahan fisiologis utama pada
PPOK, hasil dari baik obstruksi saluran napas kecil dan emfisema.
Patogenesis emfisema dapat dibagi menjadi 4 peristiwa yang berhubungan :
(1) Terpajan asap rokok yang lama menyebabkan pengumpulan sel inflamasi
dalam paru-paru. (2) Sel-sel inflamasi melepaskan proteinase yang merusak
matriks ekstraseluler paru. (3) Hilangnya sel matriks menyebabkan terjadinya
apoptosis sel-sel paru. (4) perbaikan elastin yang tidak efektif dan mungkin
komponen matriks ekstraseluler lainnya menyebabkan pembesaran celah
udara yang mengidentifikasi emfisema pulmoner.2
Gambar 1. Patogenesis emfisema2
1 .Elastase : Hipotesis antielastase
Elastin, komponen utama serabut elastis, adalah komponen matriks
ekstraseluler yang sangat stabil yang mengintegritas baik saluran napas kecil 16
![Page 7: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/7.jpg)
dan parenkim paru. Elastase : hipotesis antielastase dikemukakan pada
pertengahan 1960 menyatakan bahwa keseimbangan elastin-degrading
enzyme dan inhibitornya menentukan kerentanan untuk terjadinya
destruemfisema.ksi paru yang menyebabkan pembesaran celah udara. Hingga
hari ini, elastase : hipotesis antielastase merupakan mekanisme utama
terjadinya emifisema.2
2. Proteolisis matriks ekstraseluler dan inflamasi
Makrofag beredar di celah udara bawah dalam kondisi normal. Ketika
terpajan oksidan dari asap rokok, histone deacetylase-2 tidak aktif, perubahan
keseimbangan kromatin longgar atau asetylated, terpajan nuclear factor kB
dan menghasilkan transkripsi matrix metalloproteinase-9, proinflammatory
cytokines interleukin 8 (IL-8), dan tumor necrosis factor α (TNF α); ini
menyebabkan terkumpulnya neutrofil. CD8+ T cell didapatkan dalam respon
terhadap asap rokok dan melepaskan interferon inducible protein-10 (IP-10,
CXCL-7) yang menyebabkan produksi elastase makrofag (matrix
mealloproteinase-12 (MMP-12)). Matrix mealloproteinase dan
serineproteinase, khususnya elastase neutrofil, bekerja bersama-sama
menurunkan inhibitor lainnya, menyebabkan destruksi paru.
Seiring dengan hilangnya silia pada epitelium saluran napas yang
diinduksi asap rokok memberi kecendrungan terjadinya infeksi bakteri dengan
neutrofilia. Anehnya penyakit paru tahap akhir,setelah penghentian rokok
yang lama masih terdapat respon inflamasi yang banyak, menyatakan bahwa
mekanisme inflamasi yang diinduksi asap rokok yang mengawali terjadinya
penyakit yang berbeda dengan mekanisme pertahanan inflamasi setelah
berhenti merokok.
Kolagen yang beredar di PPOK sangat kompleks. Terdapat 3 kolagen
(MMP-1, MMP-8, dan mMP-13) yang mengawali pembelahan kolagen
interstisial yang diinduksi baik oleh sel inflamasi maupun sel struktural di
PPOK. Sementara kolagen dipecah sebagai unit alveolar yang terobliterasi,
17
![Page 8: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/8.jpg)
secara keseluruhan jaringan meningkatkan kolagen di paru yang mengalami
PPOK, dengan secara jelah terdapat akumulasi di submukosa.2
3. Kematian sel
Pembesaran celah udara dengan hilangnya unit alveolar jelas
membutuhkan keduanya matriks ekstraseluler dan sel yang hilang. Teori
tradisional menunjukkan bahwa proteinase sel inflamasi mendegradasi matriks
ekstraselular paru sebagai peristiwa utama, dengan hilangnya sel mengarah ke
terjadinya apoptosis. Apakah apoptosis adalah peristiwa primer atau sekunder
pada PPOK masih harus ditentukan.2
4. Perbaikan tidak efektif
Kemampuan paru-paru orang dewasa untuk memperbaiki kerusakan
alveoli nampaknya terbatas. Apakah proses septation yang bertanggung jawab
untuk alveogenesis selama pengembangan paru-paru dapat diinisiasi kembali
tidak jelas. Pada model hewan, pengobatan dengan asam trans retinoic telah
menghasilkan beberapa perbaikan. Juga, reseksi paru menghasilkan
pertumbuhan paru terkompensasi yang tersisa pada model hewan. Selain
memulihkan selularitas setelah cedera, tampaknya sulit bagi orang dewasa
untuk sepenuhnya mengembalikan matriks ekstraseluler yang sesuai, terutama
serabut elastis yang fungsional.2
E. DIAGNOSIS
1. Riwayat
Tiga Gejala yang paling utama pada PPOK adalah batuk, produksi
sputum, dan exertional dyspnea. Banyak pasien yang mengalami gejala seperti
ini selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum mencari perhatian
medis. Meskipun proses terjadinya obstruksi aliran udara bertahap, banyak
pasien saat timbulnya penyakit menjadi penyakit akut atau eksaserbasi.
Namun, biasanya menunjukkan adanya gejala sebelum menjadi eksaserbasi
akut. Terjadinya exertional dyspnea, sering digambarkan sebagai peningkatan
18
![Page 9: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/9.jpg)
upaya untuk bernapas, berat, rasa lapar akan udara, atau terengah-engah, bisa
berbahaya. Ini adalah cara terbaik yang ditimbulkan oleh riwayat yang
dipusatkan pada kegiatan fisik yang khas dan bagaimana kemampuan pasien
untuk melakukan itu telah berubah. Kegiatan tersebut melibatkan kerja lengan
yang signifikan, terutama pada atau di atas bahu, yang sangat sulit terutama
bagi pasien dengan PPOK. Sebaliknya, aktivitas yang memungkinkan pasien
untuk memperkuat lengan dan menggunakan otot bantu pernapasan yang
ditoleransi lebih baik. Contoh kegiatan tersebut meliputi mendorong kereta
belanja, berjalan di treadmill, atau mendorong kursi roda. PPOK fase lanjut,
ciri utamanya adalah sesak yang memburuk saat aktivitas dengan
meningkatnya gangguan untuk melakukan pekerjaan atau hobi. Pada fase
lanjut, pasien terengah-engah melakukan kegiatan biasa sehari-hari. 2,5
Yang mengiringi memburuknya obstruksi aliran udara adalah
peningkatan frekuensi eksaserbasi. Pasien juga mungkin mengalami
hipoksemia saat istirahat dan memerlukan oksigen tambahan.2,5
2. Pemeriksaan Fisik
Pada fase awal PPOK, pasien biasanya mengalami pemeriksaan fisik
yang sepenuhnya normal. Saat ini perokok mungkin memiliki tanda-tanda
merokok aktif, termasuk bau asap rokok atau pewarnaan nikotin pada kuku.
Pada pasien dengan penyakit yang lebih berat, pemeriksaan fisiknya
khususnya adalah fase ekspirasi yang memanjang dan mengi saat ekspirasi.
Selain itu, tanda-tanda hiperinflasi termasuk dada seperti tong dan volume
paru-paru membesar dengan letak diafragma yang rendah yang dinilai dengan
perkusi. Pasien dengan obstruksi aliran udara yang berat mungkin juga
menunjukkan penggunaan otot bantu pernapasan, duduk dalam karakteristik
"tripod" posisi untuk memudahkan menggerakkan sternokleidomastoid, sisi
tak sama panjang, dan otot interkostal. Pasien dapat mengembangkan sianosis,
terlihat di bibir dan kuku tempat tidur.
19
![Page 10: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/10.jpg)
Meskipun pengajaran sebelumnya bahwa pasien dengan emfisema
dominan, disebut "pink puffers," kurus dan tidak sianosis saat istirahat dan
menggunakan otot bantu, dan pasien dengan bronkitis kronis lebih cenderung
menjadi gemuk dan sianosis ("blue bloaters"), saat ini bukti menunjukkan
bahwa sebagian besar pasien memiliki elemen dari keduanya baik bronkitis
dan emfisema dan pemeriksaan fisik tidak dapat dipercaya dapat membedakan
dua kesatuan.
Penyakit fase lanjut dapat disertai dengan gejala sisa sistemik, dengan
kehilangan berat badan yang signifikan, gejala sisa bitemporal, dan
kehilangan difus jaringan adiposa subkutan. Sindrom ini telah dikaitkan
dengan keduanya asupan oral yang tidak adekuat dan peningkatan kadar
sitokin inflamasi (TNF-α). Sisa-sisa tersebut merupakan faktor prognosis
buruk yang independen pada PPOK. Beberapa pasien dengan penyakit fase
lanjut mengalami gerakan tulang rusuk ke arah dalam yang paradoksal dengan
inspirasi (tanda Hoover), hasil perubahan vektor dari kontraksi diafragma pada
tulang rusuk akibat hiperinflasi kronis.
Tanda-tanda gagal jantung kanan yang jelas, yang disebut cor
pulmonale, relatif jarang terjadi sejak munculnya terapi oksigen tambahan.
Clubbing finger bukanlah tanda PPOK, dan kehadirannya harus
diwaspadai oleh dokter untuk memulai investigasi penyebab clubbing. Pada
populasi ini, terjadinya kanker paru adalah penjelasan yang paling mungkin
untuk terjadinya clubbing baru-baru ini.2,4,5
3. Pemeriksaan Laboratorium
Tanda khas PPOK adalah obstruksi aliran udara. Uji fungsi paru
menunjukkan obstruksi aliran udara dengan penurunan FEV1 dan FEV1/FVC.
Dengan memburuknya tingkat keparahan penyakit, volume paru dapat
meningkat, menyebabkan meningkatnya kapasitas total paru, kapasitas residu
fungsional, dan volume residu. Pada pasien dengan emfisema, kapasitas difus
20
![Page 11: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/11.jpg)
menurun, menggambarkan karakteristik penyakit berupa destruksi parenkim.
Derajat obstruksi aliran udara merupakan faktor prognostik penting pada
PPOK dan merupakan dasar untuk klasifikasi penyakit menurut GOLD. Baru-
baru ini telah menunjukkan bahwa indeks multifaktorial memasukkan
obstruksi aliran udara, latihan, dyspnea, dan indeks massa tubuh sebagai
prediktor mortalitas yang lebih baik daripada fungsi paru saja.
Walaupun analisa gas darah dan oksimetri tidak sensitif, mereka dapat
menunjukkan hipoksemia saat istirahat dan aktivitas. Analisa gas darah
memberikan informasi mengenai peredaran alveolus dan asam-basa dengan
mengukur PCO2 dan pH. Perubahan pada pH dengan PCO2 adalah 0,08 unit/10
mmHg akut dan 0,03 unit/10 mmHg kronis. Gagal ventilasi didefinisikan
PCO2>45 mmHg, kondisi akut atau kronis. Analisa gas darah merupakan
komponen penting untuk mengevaluasi gejala eksaserbasi. Peningkatan
hematokrit memberikan kesan adanya hipoksemia kronis, seperti tanda
hipertrofi ventrikel kanan.
Tabel 2 . Indikator Utama Mempertimbangkan Diagnosis PPOK
Mempertimbangkan PPOK, dan melakukan spirometri, jika semua indikator ada pada individu >40 tahun. Indikator ini meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk menegakkan diagnosis PPOK.
Dispnue : Progresif (memburuk setiap waktu)Secara karakteristik memburuk saat aktivitasPersisten
Batuk kronis : Mungkin intermiten dan mungkin tidak produktifProduksi sputum kronisRiwayat terpajan faktor resiko : Rokok
Asap dari dapur dan gasAsap dan bahan kimia ditempat kerja
Riwayat keluarga dengan PPOKSumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013
F. DIAGNOSIS BANDING
Tabel 3. Diagnosis banding PPOK
21
![Page 12: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/12.jpg)
Diagnosis Bentuk KlinisPPOK Onset paruh baya
Gejala progresif lambatRiwayat merokok atau terpajan asap lainnya
Asma Onset dini (sering pada masa kanak-kanak)Gejala bervariasi dari hari ke hariGejala memburuk pada malam hari/dini hariAlergi, rhinitis, dan/atau ekzema juga adaRiwayat keluarga mengalami asma
Gagal jantung kongestif
X-ray dada menunjukkan jantung berdilatasi, edema paruUji fungsi paru mengindikasikan restriksi volume, bukan keterbatasan aliran udara
Bronkiektasis Jumlah sputum purulen banyakPaling sering dihubungkan dengan infeksi bakteriX-ray dada/CT scan menunjukkan dilatasi bronkus atau penebalan dinding bronkus
Tuberkulosis Onset semua umurX-ray dada menunjukkan infiltrat pada paruPrevalensi TB lokal yang tinggiKonfirmasi dengan mikrobiologi
Obliterative bronchiolitis
Onset usia muda dan bukan perokokRiwayat rematoid artritis atau terpapar asapNampak setelah transplantasi paru atau sumsum tulangCT Scan pada saat ekspirasi menunjukkan area hipodens.
Diffuse panbronchiolitis
Sebagian besar nampak pada keturunan AsiaBanyak pada laki-laki dan bukan perokokHampir semua yang mengalami sinusitis kronisX-ray dada dan HCT menunjukkan opasitas bernodul kecil difusa di centrilobular dan hiperinflasi
Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013
G. PENILAIAN PPOK
22
![Page 13: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/13.jpg)
Tujuan penilaian PPOK adalah untuk menentukan tingkat keparahan
penyakit. Hal ini berpengaruh pada status kesehatan pasien, dan resiko di masa
depan (eksaserbasi, rawat inap, kematian) agar mengendalikan terapi. Secara
terpisah, menilai aspek-aspek penyakit dibawah ini :
H. GEJALA
Kuesioner yang sah seperti COPD Assessment Test (CAT), Modified
British Medical Research Council (MRC) Breathlessness Scale, atau Clinical
COPD Questionnaire (CCQ) yang harus digunakan untuk menilai
gejala.5,9,10,11
Tabel 4. Modified British Medical Research Council (MRC) Breathlessness ScaleSkal
aDerajat Sesak Berkaitan dengan Aktivitas
1 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat 2 Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik bukit kecil 3 Berjalan lebih lambat dari kebanyakan orang, berhenti setelah 1 mil,
atau berhenti setelah 15 menit berjalan.4 Berhenti untuk bernapas setelah berjalan sekitar 100 meter atau
setelah beberapa menit 5 Sangat sesak bila meninggalkan rumah atau ketika berpakaian atau
tidak berpakaian. Sumber : Fletcher CM, Elmes PC, Fairbairn MB et al. (1959) The significance of respiratory systems and the diagnosis of chronic bronchitis in a working population. British Medical Journal 2:257-66.
Tabel 5. COPD Assessment Test (CAT)
23
![Page 14: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/14.jpg)
Aku tidak pernah batuk
0 1 2 3 4 5 Aku batuk setiap saat
Aku tidak berdahak (mukus) di dada
0 1 2 3 4 5 Di dadaku penuh dahak (mukus)
Dadaku tidak terasa sempit
0 1 2 3 4 5 Dadaku terasa sangat sempit
Ketika aku naik ke sebuah bukit atau tangga 1 tingkat, aku tidak sesak
0 1 2 3 4 5 Ketika aku naik ke sebuah bukit atau tangga 1 tingkat, aku sangat sesak
Aku merasa tidak terbatas dalam melakukan aktivitas di rumah
0 1 2 3 4 5 Aku merasa sangat terbatas dalam melakukan aktivitas di rumah
Aku percaya diri meninggalkan rumahku disamping kondisi paru-paruku
0 1 2 3 4 5 Aku tidak percaya diri meninggalkan rumahku karena kondisi paru-paruku
Aku dapat tidur 0 1 2 3 4 5 Aku tidak dapat tidur karena kondisi paru-paruku
Aku memiliki banyak energi
0 1 2 3 4 5 Aku tidakmemiliki banyak energi
Sumber : P.W. Jones, G. Harding, P. Berry, I. Wiklund, W-H. Chen and N. Kline Leidy. Development and first validation of the COPD Assessment Test. Eur Respir J 2009, 34: 648–654.
I. Derajat keterbatasan aliran udara (menggunakan spirometri)
Tabel 7. Klasifikasi Tingkat Keparahan Keterbatasan Aliran Udara pada PPOK (Berdasarkan FEV1 Post Bronkodilator)
Pada pasien dengan FEV1/FVC<0.70GOLD 1 Ringan FEV1≥80% terprediksiGOLD 2 Sedang 50%≤FEV1<80% terprediksiGOLD 3 Berat 30%≤FEV1<50% terprediksiGOLD 4 Sangat berat FEV1<30% terprediksi Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013
I. RESIKO EKSASERBASI
24
![Page 15: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/15.jpg)
PPOK eksaserbasi adalah peristiwa akut yang dikarakteristikkan
dengan memburuknya gejala respirasi pasien dimana bervariasi melewati
normal dari hari ke hari dan menyebabkan perubahan terapi. Prediktor terbaik
yang seringkali eksaserbasi (2 atau lebih per tahun) adalah riwayat pengobatan
sebelumnya; resiko eksasebasi juga meningkat selama memburuknya
keterbatasan aliran udara.5
J. KOMORBIDITAS
Penyakit kardiovaskular, osteoporosis, depresi dan cemas, disfungsi
otot rangka, sindrom metabolik, dan kanker paru diantara penyakit lainnya
sering terjadi pada pasien PPOK. Kondisi komorbiditas ini mempengaruhi
mortalitas dan rawat inap, dan harus diamati secara rutin dan diobati
sewajarnya.5
Mengkombinasikan penilaian PPOK gunanya untuk memperbaiki managemen
PPOK,
Gejala
Gejalanya sedikit (mMRC 0-1 atau CAT<10) : pasien A atau C
Gejalanya banyak (mMRC≥2 atau CAT≥10) : pasien B atau D
Keterbatasn aliran udara
Resiko rendah (GOLD 1 atau 2) : pasien A atau B
Resiko tinggi (GOLD 3 atau 4) : : pasien C atau D
Eksaserbasi
Resiko rendah (≤1 per tahun) : pasien A atau B
Resiko tinggi (≥2 per tahun) : : pasien C atau D
Tabel 8. Kombinasi Penilaian PPOK
25
![Page 16: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/16.jpg)
Pasien
KarakteristikKlasifikasi Spirometri
Eksaserbasi per tahun
mMRC CAT
A Resiko rendahGejalanya sedikit
GOLD 1-2 ≤1 0-1 <10
B Resiko rendahGejalanya banyak
GOLD 1-2 ≤1 ≥2 ≥10
C Resiko tinggiGejalanya sedikit
GOLD 3-4 ≥2 0-1 <10
D Resiko tinggiGejalanya banyak
GOLD 3-4 ≥2 ≥2 ≥10
Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013
K. PENGOBATAN
1. Terapi Non Farmakologi PPOK
Berhenti merokok merupakan jumlah yang paling banyak
mempengaruhi riwayat PPOK. Para ahli kesehatan menganjurkan semua
pasien untuk berhenti merokok.5
Konseling yang disampaikan oleh dokter dan ahli kesehatan lainnya yang
secara signifikan meningkatkan angka penghentian dengan strategi yang
lebih diinisiasi oleh dirinya sendiri. Bahkan keterangan waktu konseling (3
menit) mendorong perokok untuk berhenti menghasilkan angka berhenti
merokok sebesar 5-10%.
26
Gejala
Skor mMRC atau CAT
mMRC ≥2
CAT ≥10
mMRC 0-1
CAT <10
A
C
B1
0
D
2
1
≥2
Res
iko
Kla
sifi
kasi
kee
rbat
asan
ala
ian
u
dar
a
4
3 Resik
o
Riw
ayat eksaserbasi
![Page 17: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/17.jpg)
Terapi pengganti nikotin (permen karet nikotin, inhaler, alat semprot
hidung, transdermal patch, obat tablet dibawah lidah, atau obat batuk
tablet) seperti halnya farmakoterapi dengan vareniklin, bupropin, atau
nortriptilin dapat dipercaya meningkatkan angka pemantangan merokok
jangka panjang dan pengobatan ini secara signifikan lebih efektif daripada
placebo.
Pencegahan merokok : menganjurkan polisi mengendalikan tembakau
secara komprehensif dan program pemberitahuan tidak merokok harus jelas,
konsisten da berulang kali. Bekerjasama dengan pemerintah dalam
memperkenankan undang-undang untuk mendirikan sekolah, fasilitas umum,
dan lingkungan kerja bebas rokok dan menganjukan pasien untuk menjaga
rumah bebas rokok.
Terpajan polusi kerja : menegaskan pencegahan primer, dimana
merupakan pencapaian yang terbaik dengan mengeliminasi atau menurunkan
terpajannya substansi yang bermacam-macam di tempat kerja. Pencegahan
sekunder, dicapai melalui pengawasan dan deteksi dini, juga penting.
Polusi udara di dalam dan di luar ruangan: peralatan mengukur
gunanya menurunkan atau mencegah polusi udara di dalam ruangan dari
bahan bakar boimass untuk memasak dan pemanas di tempat tinggal yang
berventilasi buruk. Menyarankan pasien untuk memonitor publik dengan
memberitahu kualitas udara dan, tergantung tingkat keparahan penyakit,
mencegah dengan giat latihan di luar ruangan atau tinggal didalam ruangan
selama episode polusi.
Aktivitas fisik : semua pasien PPOK memperoleh manfaat dari
aktivitas fisik teratur dan harus berulang kali dianjurkan untuk tetap aktif.
2. Terapi Farmakologi PPOK5
27
![Page 18: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/18.jpg)
1) Bronkodilator
Terapi inhalasi yang paling disukai
Pilihannya antara β2 agonis, antikolinergik, teofilin atau terapi kombinasi
tergantung pada tersedianya pengobatan dan setiap respon individu dalam
meringankan gejala dan efek samping.
Bronkodilator diberikan jika diperlukan atau dasarnya untuk mencegah
atau mengurangi gejala.
Bronkodilator inhalasi jangka panjang cocok dan lebih efektif
menringankan gejala daripada bronkodilator jangka pendek.
Bronkodilator inhalasi jangka panjang menurunkan eksaserbasi dan
berkaitan dengan rawat inap dan memperbaiki gejala dan status kesehatan,
tiotropium meningkatkan keefektifan rehabilitasi pulmoner
2) Kortikosteroid inhalasi
Pada PPOK dengan FEV1 <60% terprediksi, pengobatan teratur
dengan kortikosteroid inhalasi memperbaiki gejala, fungsi paru dan kualitas
hidup, dan menurunka frekuensi eksaserbasi. Terapi kortikoseroid inhalasi
dihubungkan dengan meningkatnya resiko pneumonia. Penarikan dari
pengobatan dengan kortikosteroid inhalasi menyebabkan eksaserbasi pada
beberapa pasien. Monoterapi jangka panjang dengan kortikosteroid inhalasi
tidak direkomendasikan.
3) Kombinasi kortikosteroid inhalasi/bronkodilator
Kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan β2 agonis lebih efektif
dalam memperbaiki fungsi paru dan status kesehatan dan mengurangi
eksaserbasi pada PPOK sedang hingga sangat berat. Terapi kombinasi
dihubungkan dengan meningkatnya resiko pneumonia. β2 agonis jangka
panjang/glukokortikosteroi inhalasi ditambah tiotropium nampaknya
memberikan manfaat tambahan.28
![Page 19: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/19.jpg)
4) Kortikosteroid oral
Pengobatan dengan kortikosteroid oral jangka panjang tidak
direkomendasikan.
5) Phosphodiesterase-4 inhibitor (PDE-4)
Pada GOLD 3 dan 4 dengan riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronis,
PDE-4 roflumilast mengurangi eksaserbasi jika diterapi dengan kortikosteroid
oral. Efek ini juga terjadi jika roflumilast ditambahkan bronkodilator jangka
panjang; tidak ada studi yang membandingkan jika di beri dengan
kortikosteriod inhalasi.
6) Methylxanthine
Methylxanthine kurang efektif dan kurang ditoleransi daripada
bronkodilator inhalasi jangka panjang dan tidak direkomendasikan jika obat
ini tersedia dan dihasilkan. Ada bukti mengenai efek sederhana bronkodilator
dan beberapa manfaat simptomatis dari pengobatan ini dibandingkan dengan
placebo pada PPOK stabil. Teofilin ditambah salmeterol menyebabkan
meningkatnya FEV1 dan mengurangi sesak daripada hanya salmeterol saja.
Teofilin dosis rendah mengurangi eksaserbasi tapi tidak memperbaiki fungsi
paru post bronkodilator.
7) Vaksinasi
Vaksinasi influenza dapat menurunkan penyakit berbahaya dan
kematian pada PPOK. Vaksinasi mengandung virus mati atau hidup, virus
yang tidak aktif yang direkomendasikan, harus diberikan setiap tahun.
Pneumococcal polysaccharide vaccine direkomendasikan untuk pasien PPOK
berusia 65 tahun dan menunjukkan berkurangnya community-acquired
pneumonia (CAP) pada pasien berumur dibawah 65 tahun dengan FEV1<40%
terprediksi.
8) α-1 Antitrypsin Augmentation therapy
29
![Page 20: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/20.jpg)
Tidak direkomendasikan pada pasien PPOK yang tidak dihubungan
dengan defisiensi α-1 Antitrypsin
9) Antibiotik
Tidak direkomendasikan kecuali untuk pengobatan eksaserbasi akibat
infeksi dan infeksi bakteri lainnya.
Tabel 9. Formulasi dan Dosis Pengobatan PPOK
ObatInhalasi (mcg)
Larutan untuk
Nebulizer (mg/ml)
Oral
Vial untuk injeksi (mg)
Lama kerja (jam)
β2 agonisJangka pendek
Fenoterol 100-200 (MDI)
1 0,05% (sirup) 4-6
Levolbuterol 45-90 (MDI) 0,21-0,42 6-8Salbutamol (abluterol)
100,200 (MDI&DPI)
5 5mg(pil), 0,024% (sirup)
0,1-0,5 4-6
Terbutalin 400,500 (DPI) 0,0 12Jangka panjang
Formoterol 4,5-12 (MDI&DPI)
0,01 12
Arfrmoterol 0,0075 12Indacaterol 75-300 (DPI) 24Salmeterol 25-50
(MDI&DPI)12
Tulobuterol 2 mg (transdermal)
24
AntikolinergikJangka Pendek
Ipratropium bromide
20,40 (MDI) 0,24-0,5 6-8
Oxitropium bromide
100 (MDI) 1,5 7-9
Jangka PanjangAclidinium bromide
322 (DPI) 12
Glyopyrronnium bromide
44 (DPI) 24
Tiotropium 18 (DPI), 5 (SMI)
24
Kombinasi β2 agonis jangka pendek dan antikolinergik (salah satu inhalasi)Fenoterol/ Ipratropium
200/80 (MDI) 1,25/0,5 6-8
Salbutamol/ Ipratropium
75/15 (MDI) 0,75/0,5 12 6-8
MethylxanthineAminofilin 200-600mg 240 Variasi,
30
![Page 21: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/21.jpg)
(Pil) hingga 24
Teofilin 100-600 mg (Pil)
Variasi, hingga 24
Kortikosteroid inhalasiBedometason 50-400
(MDI&DPI)0,2-0,4
Budesonide 100,200,400 (DPI)
0,2;0,25; 0,5
Fluticasone 50-500 (MDI&DPI)
Kombinasi β2 agonis jangka panjang dan kortikosteroid (salah satu inhalasi)Formeterol/ Budesonide
4,5/160 (MDI)9/320 (DPI)
Formeterol/ Mometasone
10/200, 10/400 (MDI)
Salmeterol/ Fluticasone
50/100, 250, 500 (DPI)25/50, 125, 250 (MDI)
Kortikosteroid sistemikPrednison 5-60mg (Pil)Metilprednisolon
4,8,16mg (Pil)
PhosphodiesteraseRoflumilast 500mcg (Pil) 24MDI : metered dose inhaler, DPI :dry powder inhaler, SMI : soft mist inhalerSumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013
10) Mukolitik
Mukolitik (contoh carbocysteine) bermanfaat jika diberi pada pasien
dengan sputum yang kental, tapi secara keseluruhan manfaatnya sangat
sedikit.
11) Antitusif
Tidak direkomendasikan
12) Vasodilator
31
![Page 22: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/22.jpg)
Nitric oxide kontraindikasi pada PPOK stabil. Penggunaan
endothelium-modulating agent untuk pengobatan hipertensi pulmoner yag
dihubungkan degan PPOK tidak direkomendasikan.
3. Pengobatan Lainnya5
1) Rehabilitasi
Program pelatihan aktivitas bermanfaat pada semua tingkatan PPOK,
memperbaiki toleransi terhadap aktivitas dan gejala sesak dan kelelahan.
Manfaat terus menerus terjadi bahkan setelah program rehabilitasi pulmoner
pertama. Lama minimum yang efektif dari program rehabilitasi adalah 16
minggu; lebih lama, terus menerus, hasilnya lebih efektif. Manfaat
nyaberkurang setelah program rehabilitasi berakhir, tapi jika program
pelatihan aktivitas dipertahankan dirumah, status kesehatan masih diatas
angka pre-rehabilitasi.
2) Terapi Oksigen
Pemberian oksigen jangka panjang (>15 jam/hari) pada pasien dengan
gagal napas kronis menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup padan
pasien penyakit berat, hipoxemia saat istirahat. Terapi oksigen jangka panjang
diindikasikan untuk pasien yang mengalami :
PaCO2≤7,3 kPa (55mmHg) atau SaO2≤88% dengan atau tanpa
hiperkapnia yang dikonfirmasi 2 kali >3 tahun; atau
PaCO2 antara 7,3 kPa (55mmHg) dan 8 kPa (60mmHg), atau SaO2 88%,
jika ada bukti hipertensi pulmoner, edema perifer yang memberi kesan
adanya gagal jantung kongestif, atau polisitemia (hematokrit >55%)
3) Ventilasi
32
![Page 23: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/23.jpg)
Kombinasi ventilasi non invasif dengan terapi oksgen jangka panjang
mungkin bermanfaat pada beberapa pasien, terutama pada pasien hiperkapni.
Hal itu mungkin memperbaiki kelangsungan hidup tapi tidak memperbaiki
kualitas hidup.
4. Managemen PPOK stabil5
PPOK yang pernah terdiagnosis, managemen efektif harus didasarkan
pada penilaian gejala sekarang dan resiko di masa depan :
i. Mengurangi gejala
ii. Memperbaiki toleransi terhadap aktivitas
iii. Memperbaiki status kesehatan
iv. Mencegah progresifitas penyakit
v. Mencegah dan mengobati eksaserbasi
vi. Menurunkan mortilitas
5. Mangemen Non Farmakologi PPOK stabil5
Tabel 10. Managemen Non Farmakologi PPOK stabil
Grup Utama RekomendasiTergantung pada Pedoman Lokal
A Berhenti merokok (dapat termasuk terapi farmakologi)
Aktivitas fisik Vaksinasi fluVaksinasi pneumokokus
B,C,D
Berhenti merokok (dapat termasuk terapi farmakologi)Rehabilitasi pulmoner
Aktivitas fisik Vaksinasi fluVaksinasi pneumokokus
Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013
6. Managemen Farmakologi PPOK stabil5
33
Mengurangi Gejala
Mengurangi resiko
![Page 24: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/24.jpg)
Tabel 11. Managemen Farmakologi PPOK stabilGrou
pPilihan utama yang
direkomendasiPilihan Alternatif
Pengobatan mungkin lainnya
A SA antikolinergik prnAtauSA β2 agonis prn
LA antikolinergikAtauLA β2 agonisAtauSA β2 agonisSA antikolinergik
Therapyline
B LA antikolinergikAtauLA β2 agonis
LA antikolinergik dan LA β2 agonis
SA β2 agonis dan / atau SA antikolinergikTherapyline
C ICS + LA β2 agonis AtauLA antikolinergik
LA antikolinergik dan LA β2 agonisAtauLA antikolinergik dan PDE-4 inhibitorAtauLA β2 agonis dan PDE-4 inhibitor
SA β2 agonis dan / atau SA antikolinergikTherapyline
D ICS + LA β2 agonis Dan / atauLA antikolinergik
ICS + LA β2 agonis dan LA antikolinergikAtau ICS + LA β2 agonis dan PDE-4 inhibitorAtau LA antikolinergik dan LA β2 agonisAtauLA antikolinergik dan PDE-4 inhibitor
CarbocysteineSA β2 agonis dan / atau SA antikolinergikTherapyline
SA : jangka pendek, LA : jangka panjang, ICS : Kortikosteriod inhalasi, PDE-4 : fosfodiesterase -4, Prn : jika perlu.Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013
L. MANAGEMEN EKSASERBASI
34
![Page 25: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/25.jpg)
PPOK eksaserbasi adalah adalah peristiwa akut yang
dikarakteristikkan dengan memburuknya gejala respirasi pasien dimana
bervariasi melewati normal dari hari ke hari dan menyebabkan perubahan
terapi.5
PPOK dikatakan eksaserbasi atau serangan akut (serangan dadakan)
apabila gejala menununjukkan fase perburukan dimana keluhan sesak napas
bertambah berat walaupun diberi obat yang lazim dipergunakan sehari-hari
dapat menolong, dahak semakin banyak, kekuningan bahkan sampai
kehijauan. 4
Penyebab yang paling utama nampaknya adalah infeksi saluran napas (virus
atau bakteri).
Bagaimana menilai tingkat keparahan eksaserbasi :
Analisis gas darah : PaO2<8 kPa (60mmHg) dengan atau tanpa
PaCO2>6,7 kPa (50mmHg) mengindikasikan gagal napas
Radiografi dada berguna untuk diagnosis alternatif
EKG bertujuan dalam mendiagnosis masalah jantung
Laboratorium lainnya :
Whole blood count dapat mengidentifikasi adanya polisitemia atau
perdarahan
Sputum purulen selama eksaserbasi cukup mengindikasikan untuk
memulai pengobatan antibiotik yang empiris.
Kimia darah dapat membantu mendeteksi adanya gangguan elektrolit,
diabetes dan nutrisi yang buruk.
Uji spirometri tidak dapat direkomendasikan selama eksaserbasi karena mereka
sulit dilakukan dan diukur, menunjukkan tidak cukup akurat.
35
![Page 26: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/26.jpg)
1. Pengobatan lainnya
1) Oksigen
Pemberian oksigen harus dititrasi untuk memperbaiki hipoksemia dengan
target saturasi 88-92%.
2) Bronkodilator
β2-agonis jangka pendek inhalasi dengan atau tanpa antikolinergik jangka
pendek adalah bronkodilator yang lebih disukai untuk pengobata eksaserbasi
3) Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik memilik waktu pemulihan yang singkat, memperbaiki
fungsi paru (FEV1) dan hipoksemi arterial (PaCO2)dan menurunkan resiko
kambuh lebih awal, pengobatan yang gagal, dan lama tinggal di rumah sakit.
Dosis rekomendasi prednisolon 30-40mg/hari selama 10-14 hari.
4) Antibiotik
Diberikan pada pasien :
1. Dengan 3 gejala kardinal : meningkatnya dispnu, meningkatnya volume
sputum, meningkatnya sputum purulen
2.Dengan meningkatnya gejala kardinal lainnnya
3. Yang memerlukan ventilasi mekanis
5) Terapi tambahan
Tergantung pada kondisi klinis pasien, balans cairan sebagai perhatian khusus
terhadap pemberian diuretik, antikoagulan, pengobatan komorbiditas, nutrisi
harusdipertimbangkan.
Tabel 12. Indikasi penilaian atau rawat inap di rumah sakit Ditandai dengan meningkatnya intensitas gejala PPOK berat
36
![Page 27: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/27.jpg)
Onset baru Eksaserbasi yang gagal respon terhadap managemen Terdapat komorbiditas yang berbahaya Sering eksaserbasi Usia tua Alat bantu di rumah tidak memadaiSumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013
M. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik,
gagal napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor
pulmonale. Gagal napas kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah
berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat normal.
Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan
atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan
kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan
menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi
berulang. Selain itu, pada kondisi kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih
rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor
pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat
disertai gagal jantung kanan.4
N. PROGNOSIS
Beberapa pasien mungkin hidup lebih lama dengan eksaserbasi, namun
tetap dengan bantuan dari ventilasi mekanik sebelum meninggal akibat
penyakit ini. Banyak kematian dari PPOK disebabkan oleh komplikasi
sistem pernapasan, berhubungan dengan kondisi lain yang sebenarnya
memiliki angka kematian yang rendah apabila tidak terjadi bersamaan
dengan PPOK.
PPOK sering berdampingan dengan penyakit lain (komorbiditas) yang
mempengaruhi prognosis, seperti halnya osteoporosis dan kecemasan/depresi
37
![Page 28: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/28.jpg)
merupakan komorbiditas utama PPOK yang dihubungkan dengan status kesehatan
dan prognosis yang buruk. Kanker paru sering namapk pada pasien dengan PPOK
dan ditemukan lebih sering menyebabkan kematian pada PPOK ringan.5
DAFTAR PUSTAKA
38
![Page 29: terbaru](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022032705/55cf92c3550346f57b99581f/html5/thumbnails/29.jpg)
1. Celli, Bartolome R. Update on the Management of COPD. United States of America: American College of Chest Physicians; 2008; p1451-1462
2. Fauci, Anthony S, et al. Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2008; Chapter 254.
3. Soemantri S, Budiarso RL, Suhardi, Sarimawar, Bachroen C. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT). Jakarta: Depkes RI; 1995.96-125
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik), pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia; 2003.
5. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013
6. Suradi. Pengaruh Rokok Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Tinjauan Patogenesis, Klinis Dan Sosial. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta; 2007
7. Russell Richard E.K., Culpitt Sarah V., DeMatos Carmen., Donnelly Louise., Smith Michael., Wiggins John., Barnes Peter J. 2002. Release and Activity of Matrix Metalloproteinase-9 and Tissue Inhibitor of Metalloproteinase-1 by Alveolar Macrophages from Patients with Chronic Obtructive Pulmonary Disease. Am.J.Respir.Cell.Mol.Biol; 26 : 602-609.
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 nd ed. Jakarta : EGC, 2007.
9. Fletcher CM, Elmes PC, Fairbairn MB et al. (1959) The significance of respiratory systems and the diagnosis of chronic bronchitis in a working population. British Medical Journal 2:257-66.
10. P.W. Jones, G. Harding, P. Berry, I. Wiklund, W-H. Chen and N. Kline Leidy. Development and first validation of the COPD Assessment Test. Eur Respir J 2009, 34: 648–654.
11. Van der Molen T, Juniper EF, Schokker S, ter Steege MDJ, Postma DS .How can we measure COPD Symptom Control? The development of a COPD Symptom Control Questionnaire. Am J Resp Crit Care Med 1999; 159:A832.
39