terbaru

44
A. DEFINISI PPOK adalah penyakit yang pada umumnya dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang terus-menerus biasanya progresif dan berhubungan dengan meningkatnya respon saluran napas terhadap inflamasi kronis.. 6,7 B. ETIOLOGI 1. Merokok Pada tahun 1964, the Advisory Committee to the Surgeon General of the United States telah menyimpulkan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama mortilitas pada bronkitis kronis dan emfisema. Studi longitudinal berikutnya menunjukkan penurunan FEV 1 yang cepat dalam hubungan dose-respons terhadap intensitas merokok, yang biasanya dinyatakan sebagai jumlah batang pertahun (rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan lamanya merokok dalam tahun). Hubungan dose-respons ini diantara menurunnya fungsi paru dan intensitas merokok terhadap tingginya prevalensi PPOK dengan bertambahnya usia. 2 Dikatakan perokok ringan apabila angka yang didapat 0-200, dikatakan sedang apabila angka yang didapat 200-600 dan dikatakan berat apabila angkanya >600. 6 Semakin besar angkanya, maka semakin tinggi kemungkinan untuk menderita PPOK. 11

Upload: aditya-ramdanii

Post on 25-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

agqg

TRANSCRIPT

Page 1: terbaru

A. DEFINISI

PPOK adalah penyakit yang pada umumnya dapat dicegah dan

diobati, ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang terus-menerus

biasanya progresif dan berhubungan dengan meningkatnya respon saluran

napas terhadap inflamasi kronis..6,7

B. ETIOLOGI

1. Merokok

Pada tahun 1964, the Advisory Committee to the Surgeon General of

the United States telah menyimpulkan bahwa merokok merupakan faktor

risiko utama mortilitas pada bronkitis kronis dan emfisema. Studi longitudinal

berikutnya menunjukkan penurunan FEV1 yang cepat dalam hubungan dose-

respons terhadap intensitas merokok, yang biasanya dinyatakan sebagai

jumlah batang pertahun (rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap per hari

dikalikan dengan lamanya merokok dalam tahun). Hubungan dose-respons ini

diantara menurunnya fungsi paru dan intensitas merokok terhadap tingginya

prevalensi PPOK dengan bertambahnya usia. 2Dikatakan perokok ringan

apabila angka yang didapat 0-200, dikatakan sedang apabila angka yang

didapat 200-600 dan dikatakan berat apabila angkanya >600. 6Semakin besar

angkanya, maka semakin tinggi kemungkinan untuk menderita PPOK. Secara

histrois, tingginya perokok di kalangan laki-laki adalah penjelasan yang paling

mungkin untuk prevalensi PPOK yang lebih tinggi di kalangan laki-laki,

namun, prevalensi PPOK di kalangan perempuan meningkat sebagai

kesenjangan jenis kelamin dalam angka perokok yang telah berkurang dalam

50 tahun terakhir. Kelainan struktur jaringan berkaitan erat dengan respons

inflamasi ditimbulkan oleh paparan partikel atau gas beracun, tetapi

dinyatakan faktor utama dan paling dominan ialah asap rokok dibanding yang

lain.7

2. Respon saluran napas dan PPOK

11

Page 2: terbaru

Cenderung meningkatkan bronkokonstriksi sebagai respon terhadap

stimulus eksogen, termasuk metakolin dan histamin, adalah salah satu bentuk

melukiskan tentang asma. Namun, banyak pasien dengan PPOK juga

menunjukkan respon saluran napas yang berlebihan. Diantara orang dengan

asma dan orang dengan PPOK terdapat tumpang tindih dalam respon saluran

napas yang berlebihan, obstruksi aliran udara, dan gejala paru yang

menyebabkan terjadinya rumusan hipotesis Belanda. Hal ini menunjukkan

bahwa asma, bronkitis kronis, emfisema adalah variasi dari penyakit dasar

yang sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan dan genetik untuk

menghasilkan kesatuan yang secara patologis berbeda. Hipotesis alternatif

British menyatakan bahwa asma dan PPOK adalah penyakit yang berbeda

secara fundamental: Sebagian besar asma dipandang sebagai fenomena alergi,

sedangkan PPOK hasil dari kerusakan dan inflamasi yang berhubungan

dengan merokok. Penentuan validitas antara hipotesis Belanda dan hipotesis

British menunggu identifikasi faktor predisposisi genetik untuk asma dan /

atau PPOK, serta mendalilkan interaksi antara faktor genetik dan faktor risiko

lingkungan.

Studi longitudinal membandingkan respon saluran napas yang

berlebihan pada awal penelitian untuk menurunkan fungsi paru yang telah

menunjukkan bahwa respon saluran napas yang berlebihan jelas merupakan

prediktor menurunkan fungsi paru yan signifikan. Dengan demikian, respon

saluran napas yang berlebihan merupakan faktor risiko untuk PPOK.2

3. Infeksi saluran napas

Ini telah di selidiki sebagai faktor resiko yang potensial terhadap

perkembangan dan kemajuan PPOK pada orang dewasa; infeksi saluran napas

pada anak-anak ditaksirkan sebagai faktor predisposisi yang potensial

terhadap perkembangan PPOK. Pengaruh infeksi saluran napas pada orang

dewasa dalam menurunkan fungsi paru masih kontroversial, tetapi penurunan

fungsi paru jangka panjang secara signifikan tidak mengikuti episode bronkitis

12

Page 3: terbaru

atau pneumonia. Efek infeksi saluran napas pada anak-anak pada

perkembangan PPOK sulit ditaksirkan akibat kurangnya data longitudinal

yang adekuat. Kemudian, meskipun infeksi saluran napas merupakan

penyebab terpenting eksaserbasi PPOK, hubungan keduanya baik infeksi

saluran napas dewasa dan anak-anak terhadap perkembangan dan kemajuan

PPOK tetap dibuktikan.2

4. Terpajan polusi di tempat kerja

Meningkatnya gejala pada saluran napas dan obstrusi aliran udara

telah dinyatakan sebagai hasil dari terpajannya debu di tempat kerja. Beberapa

pajanan di tepat kerja, meliputi tambang batu bara, tambang emas, dan tekstil

katun, yang telah dinyatakan sebagai faktor resiko obstruksi aliran udaran

kronis. Namun meskipun bukan perokok di tempat kerja menimbulkan

penurunan FEV1, terpajannya debu merupakan faktor resiko PPOK, sedangkan

ketidaktergantungan rokok, tidak terjadi. Setiap pekerja yang terpajan

cadmium (asap bahan kimia), FEV1, FEV1/FVC, dan DLCO secara signifikan

menurun, konsisten dengan obstruksi aliran udara dan emfisema. Meskipun

beberapa debu dan asap tempat kerja merupakan faktor resiko PPOK, efek ini

secara substansi nampak kurang penting daripada efek merokok. 2

5. Polusi udara lingkungan

Beberapa peneliti melaporkan meningkatnya gejala saluran napas di

kota dibandingkan di pedesaan, berhubungan dengan meningkatnya polusi di

kota. Namun, hubungan polusi udara dengan obstuksi saluran napas kronis

tetap tidak terbukti. Terpajan rokok terlalu lama yang dihasilkan oleh

pembakaran biomass juga nampak menjadi faktor resiko PPOK dikalangan

perempuan di pedesaan. Namun, kebanyakan populasi, polusi udara

lingkungan merupakan faktor resiko PPOK yang sedikit daripada merokok.2

6. Terpajan rokok, pasif, atau secara tidak langsung

13

Page 4: terbaru

Anak-anak yang terpajan rokok saat kehamilan secara signifikan

pertumbuhan paru menurun. Terpajan rokok dalam kandungan juga

berhubungan dengan menurunnya fungsi paru setelah kelahiran. Meskipun

terpajan rokok pasif dihubungkan dengan menurunnya fungsi paru, faktor

resiko PPOK ini penting dalam menurunkan fungsi paru tetap tidak jelas.2

7. Genetik

Meskipun rokok merupakan faktor resiko lingkungan utama

terjadinya COPD, terjadinya obstruksi aliran udara pada perokok sangat

bervariasi. Defisiensi antitripsin α1 (α1AT) berat merupakan faktor risiko

genetik yang terbukti untuk PPOK, ada peningkatan bukti bahwa faktor

genetik lainnya juga ada.2

8. Defisiensi antitripsin α1

Banyak varian dari lokus inhibitor protease (PI atau SERPINA1)

yang mengkodekan α1AT telah dijelaskan. Umumnya alel M dikaitkan dengan

α1AT normal. Alel S, dikaitkan dengan sedikit berkurangnya α1AT, dan Z

alel, dikaitkan dengan nyata mengurangi α1AT, juga terjadi dengan frekuensi>

1% pada sebagian besar populasi Kaukasia. Individu jarang mewarisi alel nol,

yang menyebabkan tidak adanya produksi α1AT melalui mutasi heterogen.

Individu dengan dua alel Z atau satu Z dan satu alel nol disebut sebagai Piz,

yang merupakan bentuk paling umum dari defisiensi α1AT berat.

Meskipun hanya 1-2% pasien PPOK ditemukan mengalami

defisiensi α1AT berat sebagai penyebab PPOK, pasien ini menunjukkan

bahwa faktor genetik memiliki pengaruh besar terhadap kerentanan terjadinya

PPOK. Individu Piz sering menjadi PPOK onset dini, tapi memastikannya bias

dalam mengumumkan individu Piz yang biasanya termasuk subyek Piz yang

diuji terhadap defisiensi α1AT karena mereka mengalami PPOK berarti bahwa

fraksi individu Piz yang akan menjadi PPOK dan distribusi usia untuk

terjadinya PPOK pada subyek Piz tetap tidak diketahui. Sekitar 1 dari 3000

14

Page 5: terbaru

orang di Amerika Serikat mewarisi defisiensi α1AT berat, tetapi hanya

sebagian kecil dari individu telah mengakuinya. Uji laboratorium klinis yang

paling sering digunakan untuk menampilkan adanya defisiensi α1AT adalah

pengukuran imunologi α1AT dalam serum.

Sebuah persentase yang signifikan dari variabilitas fungsi paru di

antara individu Piz dijelaskan oleh perokok, perokok dengan defisiensi α1AT

berat lebih mungkin untuk menjadi PPOK pada usia dini. Namun, PPOK pada

subyek Piz, bahkan di kalangan perokok saat ini atau bekas perokok, tidak

pasti. Di antara Piz bukan perokok, variabilitas yang mengesankan telah

dicatat dalam terjadinya obstruksi aliran udara. Faktor genetik dan / atau

lingkungan lainnya mungkin berkontribusi terhadap variabilitas ini.2

C. KLASIFIKASI

Berdasarkan GOLD, PPOK dibagi atas 4 derajat berdasarkan tingkat

keparahannya, yaitu :5

Tabel 1. Kriteria GOLD Untuk Tingkat Keparahan PPOKStadiu

m GOLD

Tingkat Keparahan

Gejala Spirometri

0 Beresiko Batuk kronis , produksi sputum

Normal

I Ringan Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum

FEV1/FVC<0.7 dan FEV1-≥80% terprediksi

IIA Sedang Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum

FEV1/FVC<0.7 dan 50%≤FEV1<80% terprediksi

III Berat Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum

FEV1/FVC<0.7 dan 30%≤FEV1<50% terprediksi

IV Sangat berat Dengan atau tanpa batuk kronis atau produksi sputum

FEV1/FVC<0.7 dan FEV1-<30% terprediksi atau FEV1-<50% terprediksi dengan tanda gagal napas atau gagal jantung kanan

Sumber : Fauci, Anthony S, et al. Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2008; Chapter 254

D. PATOGENESIS

15

Page 6: terbaru

Keterbatasan aliran udara, merupakan perubahan fisiologis utama pada

PPOK, hasil dari baik obstruksi saluran napas kecil dan emfisema.

Patogenesis emfisema dapat dibagi menjadi 4 peristiwa yang berhubungan :

(1) Terpajan asap rokok yang lama menyebabkan pengumpulan sel inflamasi

dalam paru-paru. (2) Sel-sel inflamasi melepaskan proteinase yang merusak

matriks ekstraseluler paru. (3) Hilangnya sel matriks menyebabkan terjadinya

apoptosis sel-sel paru. (4) perbaikan elastin yang tidak efektif dan mungkin

komponen matriks ekstraseluler lainnya menyebabkan pembesaran celah

udara yang mengidentifikasi emfisema pulmoner.2

Gambar 1. Patogenesis emfisema2

1 .Elastase : Hipotesis antielastase

Elastin, komponen utama serabut elastis, adalah komponen matriks

ekstraseluler yang sangat stabil yang mengintegritas baik saluran napas kecil 16

Page 7: terbaru

dan parenkim paru. Elastase : hipotesis antielastase dikemukakan pada

pertengahan 1960 menyatakan bahwa keseimbangan elastin-degrading

enzyme dan inhibitornya menentukan kerentanan untuk terjadinya

destruemfisema.ksi paru yang menyebabkan pembesaran celah udara. Hingga

hari ini, elastase : hipotesis antielastase merupakan mekanisme utama

terjadinya emifisema.2

2. Proteolisis matriks ekstraseluler dan inflamasi

Makrofag beredar di celah udara bawah dalam kondisi normal. Ketika

terpajan oksidan dari asap rokok, histone deacetylase-2 tidak aktif, perubahan

keseimbangan kromatin longgar atau asetylated, terpajan nuclear factor kB

dan menghasilkan transkripsi matrix metalloproteinase-9, proinflammatory

cytokines interleukin 8 (IL-8), dan tumor necrosis factor α (TNF α); ini

menyebabkan terkumpulnya neutrofil. CD8+ T cell didapatkan dalam respon

terhadap asap rokok dan melepaskan interferon inducible protein-10 (IP-10,

CXCL-7) yang menyebabkan produksi elastase makrofag (matrix

mealloproteinase-12 (MMP-12)). Matrix mealloproteinase dan

serineproteinase, khususnya elastase neutrofil, bekerja bersama-sama

menurunkan inhibitor lainnya, menyebabkan destruksi paru.

Seiring dengan hilangnya silia pada epitelium saluran napas yang

diinduksi asap rokok memberi kecendrungan terjadinya infeksi bakteri dengan

neutrofilia. Anehnya penyakit paru tahap akhir,setelah penghentian rokok

yang lama masih terdapat respon inflamasi yang banyak, menyatakan bahwa

mekanisme inflamasi yang diinduksi asap rokok yang mengawali terjadinya

penyakit yang berbeda dengan mekanisme pertahanan inflamasi setelah

berhenti merokok.

Kolagen yang beredar di PPOK sangat kompleks. Terdapat 3 kolagen

(MMP-1, MMP-8, dan mMP-13) yang mengawali pembelahan kolagen

interstisial yang diinduksi baik oleh sel inflamasi maupun sel struktural di

PPOK. Sementara kolagen dipecah sebagai unit alveolar yang terobliterasi,

17

Page 8: terbaru

secara keseluruhan jaringan meningkatkan kolagen di paru yang mengalami

PPOK, dengan secara jelah terdapat akumulasi di submukosa.2

3. Kematian sel

Pembesaran celah udara dengan hilangnya unit alveolar jelas

membutuhkan keduanya matriks ekstraseluler dan sel yang hilang. Teori

tradisional menunjukkan bahwa proteinase sel inflamasi mendegradasi matriks

ekstraselular paru sebagai peristiwa utama, dengan hilangnya sel mengarah ke

terjadinya apoptosis. Apakah apoptosis adalah peristiwa primer atau sekunder

pada PPOK masih harus ditentukan.2

4. Perbaikan tidak efektif

Kemampuan paru-paru orang dewasa untuk memperbaiki kerusakan

alveoli nampaknya terbatas. Apakah proses septation yang bertanggung jawab

untuk alveogenesis selama pengembangan paru-paru dapat diinisiasi kembali

tidak jelas. Pada model hewan, pengobatan dengan asam trans retinoic telah

menghasilkan beberapa perbaikan. Juga, reseksi paru menghasilkan

pertumbuhan paru terkompensasi yang tersisa pada model hewan. Selain

memulihkan selularitas setelah cedera, tampaknya sulit bagi orang dewasa

untuk sepenuhnya mengembalikan matriks ekstraseluler yang sesuai, terutama

serabut elastis yang fungsional.2

E. DIAGNOSIS

1. Riwayat

Tiga Gejala yang paling utama pada PPOK adalah batuk, produksi

sputum, dan exertional dyspnea. Banyak pasien yang mengalami gejala seperti

ini selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum mencari perhatian

medis. Meskipun proses terjadinya obstruksi aliran udara bertahap, banyak

pasien saat timbulnya penyakit menjadi penyakit akut atau eksaserbasi.

Namun, biasanya menunjukkan adanya gejala sebelum menjadi eksaserbasi

akut. Terjadinya exertional dyspnea, sering digambarkan sebagai peningkatan

18

Page 9: terbaru

upaya untuk bernapas, berat, rasa lapar akan udara, atau terengah-engah, bisa

berbahaya. Ini adalah cara terbaik yang ditimbulkan oleh riwayat yang

dipusatkan pada kegiatan fisik yang khas dan bagaimana kemampuan pasien

untuk melakukan itu telah berubah. Kegiatan tersebut melibatkan kerja lengan

yang signifikan, terutama pada atau di atas bahu, yang sangat sulit terutama

bagi pasien dengan PPOK. Sebaliknya, aktivitas yang memungkinkan pasien

untuk memperkuat lengan dan menggunakan otot bantu pernapasan yang

ditoleransi lebih baik. Contoh kegiatan tersebut meliputi mendorong kereta

belanja, berjalan di treadmill, atau mendorong kursi roda. PPOK fase lanjut,

ciri utamanya adalah sesak yang memburuk saat aktivitas dengan

meningkatnya gangguan untuk melakukan pekerjaan atau hobi. Pada fase

lanjut, pasien terengah-engah melakukan kegiatan biasa sehari-hari. 2,5

Yang mengiringi memburuknya obstruksi aliran udara adalah

peningkatan frekuensi eksaserbasi. Pasien juga mungkin mengalami

hipoksemia saat istirahat dan memerlukan oksigen tambahan.2,5

2. Pemeriksaan Fisik

Pada fase awal PPOK, pasien biasanya mengalami pemeriksaan fisik

yang sepenuhnya normal. Saat ini perokok mungkin memiliki tanda-tanda

merokok aktif, termasuk bau asap rokok atau pewarnaan nikotin pada kuku.

Pada pasien dengan penyakit yang lebih berat, pemeriksaan fisiknya

khususnya adalah fase ekspirasi yang memanjang dan mengi saat ekspirasi.

Selain itu, tanda-tanda hiperinflasi termasuk dada seperti tong dan volume

paru-paru membesar dengan letak diafragma yang rendah yang dinilai dengan

perkusi. Pasien dengan obstruksi aliran udara yang berat mungkin juga

menunjukkan penggunaan otot bantu pernapasan, duduk dalam karakteristik

"tripod" posisi untuk memudahkan menggerakkan sternokleidomastoid, sisi

tak sama panjang, dan otot interkostal. Pasien dapat mengembangkan sianosis,

terlihat di bibir dan kuku tempat tidur.

19

Page 10: terbaru

Meskipun pengajaran sebelumnya bahwa pasien dengan emfisema

dominan, disebut "pink puffers," kurus dan tidak sianosis saat istirahat dan

menggunakan otot bantu, dan pasien dengan bronkitis kronis lebih cenderung

menjadi gemuk dan sianosis ("blue bloaters"), saat ini bukti menunjukkan

bahwa sebagian besar pasien memiliki elemen dari keduanya baik bronkitis

dan emfisema dan pemeriksaan fisik tidak dapat dipercaya dapat membedakan

dua kesatuan.

Penyakit fase lanjut dapat disertai dengan gejala sisa sistemik, dengan

kehilangan berat badan yang signifikan, gejala sisa bitemporal, dan

kehilangan difus jaringan adiposa subkutan. Sindrom ini telah dikaitkan

dengan keduanya asupan oral yang tidak adekuat dan peningkatan kadar

sitokin inflamasi (TNF-α). Sisa-sisa tersebut merupakan faktor prognosis

buruk yang independen pada PPOK. Beberapa pasien dengan penyakit fase

lanjut mengalami gerakan tulang rusuk ke arah dalam yang paradoksal dengan

inspirasi (tanda Hoover), hasil perubahan vektor dari kontraksi diafragma pada

tulang rusuk akibat hiperinflasi kronis.

Tanda-tanda gagal jantung kanan yang jelas, yang disebut cor

pulmonale, relatif jarang terjadi sejak munculnya terapi oksigen tambahan.

Clubbing finger bukanlah tanda PPOK, dan kehadirannya harus

diwaspadai oleh dokter untuk memulai investigasi penyebab clubbing. Pada

populasi ini, terjadinya kanker paru adalah penjelasan yang paling mungkin

untuk terjadinya clubbing baru-baru ini.2,4,5

3. Pemeriksaan Laboratorium

Tanda khas PPOK adalah obstruksi aliran udara. Uji fungsi paru

menunjukkan obstruksi aliran udara dengan penurunan FEV1 dan FEV1/FVC.

Dengan memburuknya tingkat keparahan penyakit, volume paru dapat

meningkat, menyebabkan meningkatnya kapasitas total paru, kapasitas residu

fungsional, dan volume residu. Pada pasien dengan emfisema, kapasitas difus

20

Page 11: terbaru

menurun, menggambarkan karakteristik penyakit berupa destruksi parenkim.

Derajat obstruksi aliran udara merupakan faktor prognostik penting pada

PPOK dan merupakan dasar untuk klasifikasi penyakit menurut GOLD. Baru-

baru ini telah menunjukkan bahwa indeks multifaktorial memasukkan

obstruksi aliran udara, latihan, dyspnea, dan indeks massa tubuh sebagai

prediktor mortalitas yang lebih baik daripada fungsi paru saja.

Walaupun analisa gas darah dan oksimetri tidak sensitif, mereka dapat

menunjukkan hipoksemia saat istirahat dan aktivitas. Analisa gas darah

memberikan informasi mengenai peredaran alveolus dan asam-basa dengan

mengukur PCO2 dan pH. Perubahan pada pH dengan PCO2 adalah 0,08 unit/10

mmHg akut dan 0,03 unit/10 mmHg kronis. Gagal ventilasi didefinisikan

PCO2>45 mmHg, kondisi akut atau kronis. Analisa gas darah merupakan

komponen penting untuk mengevaluasi gejala eksaserbasi. Peningkatan

hematokrit memberikan kesan adanya hipoksemia kronis, seperti tanda

hipertrofi ventrikel kanan.

Tabel 2 . Indikator Utama Mempertimbangkan Diagnosis PPOK

Mempertimbangkan PPOK, dan melakukan spirometri, jika semua indikator ada pada individu >40 tahun. Indikator ini meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk menegakkan diagnosis PPOK.

Dispnue : Progresif (memburuk setiap waktu)Secara karakteristik memburuk saat aktivitasPersisten

Batuk kronis : Mungkin intermiten dan mungkin tidak produktifProduksi sputum kronisRiwayat terpajan faktor resiko : Rokok

Asap dari dapur dan gasAsap dan bahan kimia ditempat kerja

Riwayat keluarga dengan PPOKSumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013

F. DIAGNOSIS BANDING

Tabel 3. Diagnosis banding PPOK

21

Page 12: terbaru

Diagnosis Bentuk KlinisPPOK Onset paruh baya

Gejala progresif lambatRiwayat merokok atau terpajan asap lainnya

Asma Onset dini (sering pada masa kanak-kanak)Gejala bervariasi dari hari ke hariGejala memburuk pada malam hari/dini hariAlergi, rhinitis, dan/atau ekzema juga adaRiwayat keluarga mengalami asma

Gagal jantung kongestif

X-ray dada menunjukkan jantung berdilatasi, edema paruUji fungsi paru mengindikasikan restriksi volume, bukan keterbatasan aliran udara

Bronkiektasis Jumlah sputum purulen banyakPaling sering dihubungkan dengan infeksi bakteriX-ray dada/CT scan menunjukkan dilatasi bronkus atau penebalan dinding bronkus

Tuberkulosis Onset semua umurX-ray dada menunjukkan infiltrat pada paruPrevalensi TB lokal yang tinggiKonfirmasi dengan mikrobiologi

Obliterative bronchiolitis

Onset usia muda dan bukan perokokRiwayat rematoid artritis atau terpapar asapNampak setelah transplantasi paru atau sumsum tulangCT Scan pada saat ekspirasi menunjukkan area hipodens.

Diffuse panbronchiolitis

Sebagian besar nampak pada keturunan AsiaBanyak pada laki-laki dan bukan perokokHampir semua yang mengalami sinusitis kronisX-ray dada dan HCT menunjukkan opasitas bernodul kecil difusa di centrilobular dan hiperinflasi

Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013

G. PENILAIAN PPOK

22

Page 13: terbaru

Tujuan penilaian PPOK adalah untuk menentukan tingkat keparahan

penyakit. Hal ini berpengaruh pada status kesehatan pasien, dan resiko di masa

depan (eksaserbasi, rawat inap, kematian) agar mengendalikan terapi. Secara

terpisah, menilai aspek-aspek penyakit dibawah ini :

H. GEJALA

Kuesioner yang sah seperti COPD Assessment Test (CAT), Modified

British Medical Research Council (MRC) Breathlessness Scale, atau Clinical

COPD Questionnaire (CCQ) yang harus digunakan untuk menilai

gejala.5,9,10,11

Tabel 4. Modified British Medical Research Council (MRC) Breathlessness ScaleSkal

aDerajat Sesak Berkaitan dengan Aktivitas

1 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat 2 Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik bukit kecil 3 Berjalan lebih lambat dari kebanyakan orang, berhenti setelah 1 mil,

atau berhenti setelah 15 menit berjalan.4 Berhenti untuk bernapas setelah berjalan sekitar 100 meter atau

setelah beberapa menit 5 Sangat sesak bila meninggalkan rumah atau ketika berpakaian atau

tidak berpakaian. Sumber : Fletcher CM, Elmes PC, Fairbairn MB et al. (1959) The significance of respiratory systems and the diagnosis of chronic bronchitis in a working population. British Medical Journal 2:257-66.

Tabel 5. COPD Assessment Test (CAT)

23

Page 14: terbaru

Aku tidak pernah batuk

0 1 2 3 4 5 Aku batuk setiap saat

Aku tidak berdahak (mukus) di dada

0 1 2 3 4 5 Di dadaku penuh dahak (mukus)

Dadaku tidak terasa sempit

0 1 2 3 4 5 Dadaku terasa sangat sempit

Ketika aku naik ke sebuah bukit atau tangga 1 tingkat, aku tidak sesak

0 1 2 3 4 5 Ketika aku naik ke sebuah bukit atau tangga 1 tingkat, aku sangat sesak

Aku merasa tidak terbatas dalam melakukan aktivitas di rumah

0 1 2 3 4 5 Aku merasa sangat terbatas dalam melakukan aktivitas di rumah

Aku percaya diri meninggalkan rumahku disamping kondisi paru-paruku

0 1 2 3 4 5 Aku tidak percaya diri meninggalkan rumahku karena kondisi paru-paruku

Aku dapat tidur 0 1 2 3 4 5 Aku tidak dapat tidur karena kondisi paru-paruku

Aku memiliki banyak energi

0 1 2 3 4 5 Aku tidakmemiliki banyak energi

Sumber : P.W. Jones, G. Harding, P. Berry, I. Wiklund, W-H. Chen and N. Kline Leidy. Development and first validation of the COPD Assessment Test. Eur Respir J 2009, 34: 648–654. 

I. Derajat keterbatasan aliran udara (menggunakan spirometri)

Tabel 7. Klasifikasi Tingkat Keparahan Keterbatasan Aliran Udara pada PPOK (Berdasarkan FEV1 Post Bronkodilator)

Pada pasien dengan FEV1/FVC<0.70GOLD 1 Ringan FEV1≥80% terprediksiGOLD 2 Sedang 50%≤FEV1<80% terprediksiGOLD 3 Berat 30%≤FEV1<50% terprediksiGOLD 4 Sangat berat FEV1<30% terprediksi Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013

I. RESIKO EKSASERBASI

24

Page 15: terbaru

PPOK eksaserbasi adalah peristiwa akut yang dikarakteristikkan

dengan memburuknya gejala respirasi pasien dimana bervariasi melewati

normal dari hari ke hari dan menyebabkan perubahan terapi. Prediktor terbaik

yang seringkali eksaserbasi (2 atau lebih per tahun) adalah riwayat pengobatan

sebelumnya; resiko eksasebasi juga meningkat selama memburuknya

keterbatasan aliran udara.5

J. KOMORBIDITAS

Penyakit kardiovaskular, osteoporosis, depresi dan cemas, disfungsi

otot rangka, sindrom metabolik, dan kanker paru diantara penyakit lainnya

sering terjadi pada pasien PPOK. Kondisi komorbiditas ini mempengaruhi

mortalitas dan rawat inap, dan harus diamati secara rutin dan diobati

sewajarnya.5

Mengkombinasikan penilaian PPOK gunanya untuk memperbaiki managemen

PPOK,

Gejala

Gejalanya sedikit (mMRC 0-1 atau CAT<10) : pasien A atau C

Gejalanya banyak (mMRC≥2 atau CAT≥10) : pasien B atau D

Keterbatasn aliran udara

Resiko rendah (GOLD 1 atau 2) : pasien A atau B

Resiko tinggi (GOLD 3 atau 4) : : pasien C atau D

Eksaserbasi

Resiko rendah (≤1 per tahun) : pasien A atau B

Resiko tinggi (≥2 per tahun) : : pasien C atau D

Tabel 8. Kombinasi Penilaian PPOK

25

Page 16: terbaru

Pasien

KarakteristikKlasifikasi Spirometri

Eksaserbasi per tahun

mMRC CAT

A Resiko rendahGejalanya sedikit

GOLD 1-2 ≤1 0-1 <10

B Resiko rendahGejalanya banyak

GOLD 1-2 ≤1 ≥2 ≥10

C Resiko tinggiGejalanya sedikit

GOLD 3-4 ≥2 0-1 <10

D Resiko tinggiGejalanya banyak

GOLD 3-4 ≥2 ≥2 ≥10

Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013

K. PENGOBATAN

1. Terapi Non Farmakologi PPOK

Berhenti merokok merupakan jumlah yang paling banyak

mempengaruhi riwayat PPOK. Para ahli kesehatan menganjurkan semua

pasien untuk berhenti merokok.5

Konseling yang disampaikan oleh dokter dan ahli kesehatan lainnya yang

secara signifikan meningkatkan angka penghentian dengan strategi yang

lebih diinisiasi oleh dirinya sendiri. Bahkan keterangan waktu konseling (3

menit) mendorong perokok untuk berhenti menghasilkan angka berhenti

merokok sebesar 5-10%.

26

Gejala

Skor mMRC atau CAT

mMRC ≥2

CAT ≥10

mMRC 0-1

CAT <10

A

C

B1

0

D

2

1

≥2

Res

iko

Kla

sifi

kasi

kee

rbat

asan

ala

ian

u

dar

a

4

3 Resik

o

Riw

ayat eksaserbasi

Page 17: terbaru

Terapi pengganti nikotin (permen karet nikotin, inhaler, alat semprot

hidung, transdermal patch, obat tablet dibawah lidah, atau obat batuk

tablet) seperti halnya farmakoterapi dengan vareniklin, bupropin, atau

nortriptilin dapat dipercaya meningkatkan angka pemantangan merokok

jangka panjang dan pengobatan ini secara signifikan lebih efektif daripada

placebo.

Pencegahan merokok : menganjurkan polisi mengendalikan tembakau

secara komprehensif dan program pemberitahuan tidak merokok harus jelas,

konsisten da berulang kali. Bekerjasama dengan pemerintah dalam

memperkenankan undang-undang untuk mendirikan sekolah, fasilitas umum,

dan lingkungan kerja bebas rokok dan menganjukan pasien untuk menjaga

rumah bebas rokok.

Terpajan polusi kerja : menegaskan pencegahan primer, dimana

merupakan pencapaian yang terbaik dengan mengeliminasi atau menurunkan

terpajannya substansi yang bermacam-macam di tempat kerja. Pencegahan

sekunder, dicapai melalui pengawasan dan deteksi dini, juga penting.

Polusi udara di dalam dan di luar ruangan: peralatan mengukur

gunanya menurunkan atau mencegah polusi udara di dalam ruangan dari

bahan bakar boimass untuk memasak dan pemanas di tempat tinggal yang

berventilasi buruk. Menyarankan pasien untuk memonitor publik dengan

memberitahu kualitas udara dan, tergantung tingkat keparahan penyakit,

mencegah dengan giat latihan di luar ruangan atau tinggal didalam ruangan

selama episode polusi.

Aktivitas fisik : semua pasien PPOK memperoleh manfaat dari

aktivitas fisik teratur dan harus berulang kali dianjurkan untuk tetap aktif.

2. Terapi Farmakologi PPOK5

27

Page 18: terbaru

1) Bronkodilator

Terapi inhalasi yang paling disukai

Pilihannya antara β2 agonis, antikolinergik, teofilin atau terapi kombinasi

tergantung pada tersedianya pengobatan dan setiap respon individu dalam

meringankan gejala dan efek samping.

Bronkodilator diberikan jika diperlukan atau dasarnya untuk mencegah

atau mengurangi gejala.

Bronkodilator inhalasi jangka panjang cocok dan lebih efektif

menringankan gejala daripada bronkodilator jangka pendek.

Bronkodilator inhalasi jangka panjang menurunkan eksaserbasi dan

berkaitan dengan rawat inap dan memperbaiki gejala dan status kesehatan,

tiotropium meningkatkan keefektifan rehabilitasi pulmoner

2) Kortikosteroid inhalasi

Pada PPOK dengan FEV1 <60% terprediksi, pengobatan teratur

dengan kortikosteroid inhalasi memperbaiki gejala, fungsi paru dan kualitas

hidup, dan menurunka frekuensi eksaserbasi. Terapi kortikoseroid inhalasi

dihubungkan dengan meningkatnya resiko pneumonia. Penarikan dari

pengobatan dengan kortikosteroid inhalasi menyebabkan eksaserbasi pada

beberapa pasien. Monoterapi jangka panjang dengan kortikosteroid inhalasi

tidak direkomendasikan.

3) Kombinasi kortikosteroid inhalasi/bronkodilator

Kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan β2 agonis lebih efektif

dalam memperbaiki fungsi paru dan status kesehatan dan mengurangi

eksaserbasi pada PPOK sedang hingga sangat berat. Terapi kombinasi

dihubungkan dengan meningkatnya resiko pneumonia. β2 agonis jangka

panjang/glukokortikosteroi inhalasi ditambah tiotropium nampaknya

memberikan manfaat tambahan.28

Page 19: terbaru

4) Kortikosteroid oral

Pengobatan dengan kortikosteroid oral jangka panjang tidak

direkomendasikan.

5) Phosphodiesterase-4 inhibitor (PDE-4)

Pada GOLD 3 dan 4 dengan riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronis,

PDE-4 roflumilast mengurangi eksaserbasi jika diterapi dengan kortikosteroid

oral. Efek ini juga terjadi jika roflumilast ditambahkan bronkodilator jangka

panjang; tidak ada studi yang membandingkan jika di beri dengan

kortikosteriod inhalasi.

6) Methylxanthine

Methylxanthine kurang efektif dan kurang ditoleransi daripada

bronkodilator inhalasi jangka panjang dan tidak direkomendasikan jika obat

ini tersedia dan dihasilkan. Ada bukti mengenai efek sederhana bronkodilator

dan beberapa manfaat simptomatis dari pengobatan ini dibandingkan dengan

placebo pada PPOK stabil. Teofilin ditambah salmeterol menyebabkan

meningkatnya FEV1 dan mengurangi sesak daripada hanya salmeterol saja.

Teofilin dosis rendah mengurangi eksaserbasi tapi tidak memperbaiki fungsi

paru post bronkodilator.

7) Vaksinasi

Vaksinasi influenza dapat menurunkan penyakit berbahaya dan

kematian pada PPOK. Vaksinasi mengandung virus mati atau hidup, virus

yang tidak aktif yang direkomendasikan, harus diberikan setiap tahun.

Pneumococcal polysaccharide vaccine direkomendasikan untuk pasien PPOK

berusia 65 tahun dan menunjukkan berkurangnya community-acquired

pneumonia (CAP) pada pasien berumur dibawah 65 tahun dengan FEV1<40%

terprediksi.

8) α-1 Antitrypsin Augmentation therapy

29

Page 20: terbaru

Tidak direkomendasikan pada pasien PPOK yang tidak dihubungan

dengan defisiensi α-1 Antitrypsin

9) Antibiotik

Tidak direkomendasikan kecuali untuk pengobatan eksaserbasi akibat

infeksi dan infeksi bakteri lainnya.

Tabel 9. Formulasi dan Dosis Pengobatan PPOK

ObatInhalasi (mcg)

Larutan untuk

Nebulizer (mg/ml)

Oral

Vial untuk injeksi (mg)

Lama kerja (jam)

β2 agonisJangka pendek

Fenoterol 100-200 (MDI)

1 0,05% (sirup) 4-6

Levolbuterol 45-90 (MDI) 0,21-0,42 6-8Salbutamol (abluterol)

100,200 (MDI&DPI)

5 5mg(pil), 0,024% (sirup)

0,1-0,5 4-6

Terbutalin 400,500 (DPI) 0,0 12Jangka panjang

Formoterol 4,5-12 (MDI&DPI)

0,01 12

Arfrmoterol 0,0075 12Indacaterol 75-300 (DPI) 24Salmeterol 25-50

(MDI&DPI)12

Tulobuterol 2 mg (transdermal)

24

AntikolinergikJangka Pendek

Ipratropium bromide

20,40 (MDI) 0,24-0,5 6-8

Oxitropium bromide

100 (MDI) 1,5 7-9

Jangka PanjangAclidinium bromide

322 (DPI) 12

Glyopyrronnium bromide

44 (DPI) 24

Tiotropium 18 (DPI), 5 (SMI)

24

Kombinasi β2 agonis jangka pendek dan antikolinergik (salah satu inhalasi)Fenoterol/ Ipratropium

200/80 (MDI) 1,25/0,5 6-8

Salbutamol/ Ipratropium

75/15 (MDI) 0,75/0,5 12 6-8

MethylxanthineAminofilin 200-600mg 240 Variasi,

30

Page 21: terbaru

(Pil) hingga 24

Teofilin 100-600 mg (Pil)

Variasi, hingga 24

Kortikosteroid inhalasiBedometason 50-400

(MDI&DPI)0,2-0,4

Budesonide 100,200,400 (DPI)

0,2;0,25; 0,5

Fluticasone 50-500 (MDI&DPI)

Kombinasi β2 agonis jangka panjang dan kortikosteroid (salah satu inhalasi)Formeterol/ Budesonide

4,5/160 (MDI)9/320 (DPI)

Formeterol/ Mometasone

10/200, 10/400 (MDI)

Salmeterol/ Fluticasone

50/100, 250, 500 (DPI)25/50, 125, 250 (MDI)

Kortikosteroid sistemikPrednison 5-60mg (Pil)Metilprednisolon

4,8,16mg (Pil)

PhosphodiesteraseRoflumilast 500mcg (Pil) 24MDI : metered dose inhaler, DPI :dry powder inhaler, SMI : soft mist inhalerSumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013

10) Mukolitik

Mukolitik (contoh carbocysteine) bermanfaat jika diberi pada pasien

dengan sputum yang kental, tapi secara keseluruhan manfaatnya sangat

sedikit.

11) Antitusif

Tidak direkomendasikan

12) Vasodilator

31

Page 22: terbaru

Nitric oxide kontraindikasi pada PPOK stabil. Penggunaan

endothelium-modulating agent untuk pengobatan hipertensi pulmoner yag

dihubungkan degan PPOK tidak direkomendasikan.

3. Pengobatan Lainnya5

1) Rehabilitasi

Program pelatihan aktivitas bermanfaat pada semua tingkatan PPOK,

memperbaiki toleransi terhadap aktivitas dan gejala sesak dan kelelahan.

Manfaat terus menerus terjadi bahkan setelah program rehabilitasi pulmoner

pertama. Lama minimum yang efektif dari program rehabilitasi adalah 16

minggu; lebih lama, terus menerus, hasilnya lebih efektif. Manfaat

nyaberkurang setelah program rehabilitasi berakhir, tapi jika program

pelatihan aktivitas dipertahankan dirumah, status kesehatan masih diatas

angka pre-rehabilitasi.

2) Terapi Oksigen

Pemberian oksigen jangka panjang (>15 jam/hari) pada pasien dengan

gagal napas kronis menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup padan

pasien penyakit berat, hipoxemia saat istirahat. Terapi oksigen jangka panjang

diindikasikan untuk pasien yang mengalami :

PaCO2≤7,3 kPa (55mmHg) atau SaO2≤88% dengan atau tanpa

hiperkapnia yang dikonfirmasi 2 kali >3 tahun; atau

PaCO2 antara 7,3 kPa (55mmHg) dan 8 kPa (60mmHg), atau SaO2 88%,

jika ada bukti hipertensi pulmoner, edema perifer yang memberi kesan

adanya gagal jantung kongestif, atau polisitemia (hematokrit >55%)

3) Ventilasi

32

Page 23: terbaru

Kombinasi ventilasi non invasif dengan terapi oksgen jangka panjang

mungkin bermanfaat pada beberapa pasien, terutama pada pasien hiperkapni.

Hal itu mungkin memperbaiki kelangsungan hidup tapi tidak memperbaiki

kualitas hidup.

4. Managemen PPOK stabil5

PPOK yang pernah terdiagnosis, managemen efektif harus didasarkan

pada penilaian gejala sekarang dan resiko di masa depan :

i. Mengurangi gejala

ii. Memperbaiki toleransi terhadap aktivitas

iii. Memperbaiki status kesehatan

iv. Mencegah progresifitas penyakit

v. Mencegah dan mengobati eksaserbasi

vi. Menurunkan mortilitas

5. Mangemen Non Farmakologi PPOK stabil5

Tabel 10. Managemen Non Farmakologi PPOK stabil

Grup Utama RekomendasiTergantung pada Pedoman Lokal

A Berhenti merokok (dapat termasuk terapi farmakologi)

Aktivitas fisik Vaksinasi fluVaksinasi pneumokokus

B,C,D

Berhenti merokok (dapat termasuk terapi farmakologi)Rehabilitasi pulmoner

Aktivitas fisik Vaksinasi fluVaksinasi pneumokokus

Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013

6. Managemen Farmakologi PPOK stabil5

33

Mengurangi Gejala

Mengurangi resiko

Page 24: terbaru

Tabel 11. Managemen Farmakologi PPOK stabilGrou

pPilihan utama yang

direkomendasiPilihan Alternatif

Pengobatan mungkin lainnya

A SA antikolinergik prnAtauSA β2 agonis prn

LA antikolinergikAtauLA β2 agonisAtauSA β2 agonisSA antikolinergik

Therapyline

B LA antikolinergikAtauLA β2 agonis

LA antikolinergik dan LA β2 agonis

SA β2 agonis dan / atau SA antikolinergikTherapyline

C ICS + LA β2 agonis AtauLA antikolinergik

LA antikolinergik dan LA β2 agonisAtauLA antikolinergik dan PDE-4 inhibitorAtauLA β2 agonis dan PDE-4 inhibitor

SA β2 agonis dan / atau SA antikolinergikTherapyline

D ICS + LA β2 agonis Dan / atauLA antikolinergik

ICS + LA β2 agonis dan LA antikolinergikAtau ICS + LA β2 agonis dan PDE-4 inhibitorAtau LA antikolinergik dan LA β2 agonisAtauLA antikolinergik dan PDE-4 inhibitor

CarbocysteineSA β2 agonis dan / atau SA antikolinergikTherapyline

SA : jangka pendek, LA : jangka panjang, ICS : Kortikosteriod inhalasi, PDE-4 : fosfodiesterase -4, Prn : jika perlu.Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013

L. MANAGEMEN EKSASERBASI

34

Page 25: terbaru

PPOK eksaserbasi adalah adalah peristiwa akut yang

dikarakteristikkan dengan memburuknya gejala respirasi pasien dimana

bervariasi melewati normal dari hari ke hari dan menyebabkan perubahan

terapi.5

PPOK dikatakan eksaserbasi atau serangan akut (serangan dadakan)

apabila gejala menununjukkan fase perburukan dimana keluhan sesak napas

bertambah berat walaupun diberi obat yang lazim dipergunakan sehari-hari

dapat menolong, dahak semakin banyak, kekuningan bahkan sampai

kehijauan. 4

Penyebab yang paling utama nampaknya adalah infeksi saluran napas (virus

atau bakteri).

Bagaimana menilai tingkat keparahan eksaserbasi :

Analisis gas darah : PaO2<8 kPa (60mmHg) dengan atau tanpa

PaCO2>6,7 kPa (50mmHg) mengindikasikan gagal napas

Radiografi dada berguna untuk diagnosis alternatif

EKG bertujuan dalam mendiagnosis masalah jantung

Laboratorium lainnya :

Whole blood count dapat mengidentifikasi adanya polisitemia atau

perdarahan

Sputum purulen selama eksaserbasi cukup mengindikasikan untuk

memulai pengobatan antibiotik yang empiris.

Kimia darah dapat membantu mendeteksi adanya gangguan elektrolit,

diabetes dan nutrisi yang buruk.

Uji spirometri tidak dapat direkomendasikan selama eksaserbasi karena mereka

sulit dilakukan dan diukur, menunjukkan tidak cukup akurat.

35

Page 26: terbaru

1. Pengobatan lainnya

1) Oksigen

Pemberian oksigen harus dititrasi untuk memperbaiki hipoksemia dengan

target saturasi 88-92%.

2) Bronkodilator

β2-agonis jangka pendek inhalasi dengan atau tanpa antikolinergik jangka

pendek adalah bronkodilator yang lebih disukai untuk pengobata eksaserbasi

3) Kortikosteroid sistemik

Kortikosteroid sistemik memilik waktu pemulihan yang singkat, memperbaiki

fungsi paru (FEV1) dan hipoksemi arterial (PaCO2)dan menurunkan resiko

kambuh lebih awal, pengobatan yang gagal, dan lama tinggal di rumah sakit.

Dosis rekomendasi prednisolon 30-40mg/hari selama 10-14 hari.

4) Antibiotik

Diberikan pada pasien :

1. Dengan 3 gejala kardinal : meningkatnya dispnu, meningkatnya volume

sputum, meningkatnya sputum purulen

2.Dengan meningkatnya gejala kardinal lainnnya

3. Yang memerlukan ventilasi mekanis

5) Terapi tambahan

Tergantung pada kondisi klinis pasien, balans cairan sebagai perhatian khusus

terhadap pemberian diuretik, antikoagulan, pengobatan komorbiditas, nutrisi

harusdipertimbangkan.

Tabel 12. Indikasi penilaian atau rawat inap di rumah sakit Ditandai dengan meningkatnya intensitas gejala PPOK berat

36

Page 27: terbaru

Onset baru Eksaserbasi yang gagal respon terhadap managemen Terdapat komorbiditas yang berbahaya Sering eksaserbasi Usia tua Alat bantu di rumah tidak memadaiSumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013

M. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik,

gagal napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor

pulmonale. Gagal napas kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah

berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat normal.

Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan

atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan

kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan

menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi

berulang. Selain itu, pada kondisi kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih

rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor

pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat

disertai gagal jantung kanan.4

N. PROGNOSIS

Beberapa pasien mungkin hidup lebih lama dengan eksaserbasi, namun

tetap dengan bantuan dari ventilasi mekanik sebelum meninggal akibat

penyakit ini. Banyak kematian dari PPOK disebabkan oleh komplikasi

sistem pernapasan, berhubungan dengan kondisi lain yang sebenarnya

memiliki angka kematian yang rendah apabila tidak terjadi bersamaan

dengan PPOK.

PPOK sering berdampingan dengan penyakit lain (komorbiditas) yang

mempengaruhi prognosis, seperti halnya osteoporosis dan kecemasan/depresi

37

Page 28: terbaru

merupakan komorbiditas utama PPOK yang dihubungkan dengan status kesehatan

dan prognosis yang buruk. Kanker paru sering namapk pada pasien dengan PPOK

dan ditemukan lebih sering menyebabkan kematian pada PPOK ringan.5

DAFTAR PUSTAKA

38

Page 29: terbaru

1. Celli, Bartolome R. Update on the Management of COPD. United States of America: American College of Chest Physicians; 2008; p1451-1462

2. Fauci, Anthony S, et al. Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2008; Chapter 254.

3. Soemantri S, Budiarso RL, Suhardi, Sarimawar, Bachroen C. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT). Jakarta: Depkes RI; 1995.96-125

4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik), pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia; 2003.

5. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2013

6. Suradi. Pengaruh Rokok Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Tinjauan Patogenesis, Klinis Dan Sosial. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta; 2007

7. Russell Richard E.K., Culpitt Sarah V., DeMatos Carmen., Donnelly Louise., Smith Michael., Wiggins John., Barnes Peter J. 2002. Release and Activity of Matrix Metalloproteinase-9 and Tissue Inhibitor of Metalloproteinase-1 by Alveolar Macrophages from Patients with Chronic Obtructive Pulmonary Disease. Am.J.Respir.Cell.Mol.Biol; 26 : 602-609.

8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 nd ed. Jakarta : EGC, 2007.

9. Fletcher CM, Elmes PC, Fairbairn MB et al. (1959) The significance of respiratory systems and the diagnosis of chronic bronchitis in a working population. British Medical Journal 2:257-66.

10. P.W. Jones, G. Harding, P. Berry, I. Wiklund, W-H. Chen and N. Kline Leidy. Development and first validation of the COPD Assessment Test. Eur Respir J 2009, 34: 648–654. 

11. Van der Molen T, Juniper EF, Schokker S, ter Steege MDJ, Postma DS .How can we measure COPD Symptom Control? The development of a COPD Symptom Control Questionnaire. Am J Resp Crit Care Med 1999; 159:A832.

39