terapi farmakologi tuberkulosis.docx

15
Terapi Farmakologi Tuberkulosis A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan Pengobatan OAT Mekanisme kerja OAT pada umumnya terbagi atas : 1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat 2. Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant) 3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam Dalam pengobatan OAT dikelompokkan dalam 2 jenis yaitu obat-obat primer dan obat-obat sekunder. 1. Obat Primer Obat-obat ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi menimbulkan resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat tunggal. Maka terapi selalu dilakukan dengan kombinasi dari 3-4 obat, karena bakteri yang sekaligus kebal terhadap dua atau lebih jenis obat sangatlah jarang terjadi. Paling sering banyak digunakan adalah kombinasi INH, Rifampisin dan Pirazinamida. Contoh : INH (Isoniazid) Rifampisin Pirazinamida Etambutol. 2. Obat Sekunder Obat ini memiliki kegiatan yang lebih lemah dan bersifat lebih toksik, karena itu hanya digunakan bila terdapat resistensi atau intoleransi terhadap obat primer, atau juga terdapat infeksi MAI pada pasien HIV. Contoh : Streptomisin Kanamisin Asam Aminosalisilat

Upload: lia-layusa-fauziah

Post on 30-Dec-2015

52 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi Farmakologi Tuberkulosis.docx

Terapi Farmakologi Tuberkulosis

A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan Pengobatan OATMekanisme kerja OAT pada umumnya terbagi atas :1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat2. Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas

bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam

Dalam pengobatan OAT dikelompokkan dalam 2 jenis yaitu obat-obat primer dan obat-obat sekunder.1. Obat Primer 

Obat-obat ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi menimbulkan resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat tunggal. Maka terapi selalu dilakukan dengan kombinasi dari 3-4 obat, karena bakteri yang sekaligus kebal terhadap dua atau lebih jenis obat sangatlah jarang terjadi. Paling sering banyak digunakan adalah kombinasi INH, Rifampisin dan Pirazinamida.Contoh :– INH (Isoniazid)– Rifampisin– Pirazinamida– Etambutol.

2. Obat Sekunder Obat ini memiliki kegiatan yang lebih lemah dan bersifat lebih toksik, karena itu hanya digunakan bila terdapat resistensi atau intoleransi terhadap obat primer, atau juga terdapat infeksi MAI pada pasien HIV.Contoh :– Streptomisin– Kanamisin– Asam Aminosalisilat– Etionamid– Sikloserin

(Dipiro, 2008).

B. Jenis ObatObat primer 1. INH ( ISONIAZID )a. Mekanisme kerja

Kerja obat ini adalah dengan menghambat enzim esensial yang penting untuk sintesis asam mikolat dan dinding sel mikobakteri. INH dapat menghambat hampir semua basil tuberkel, dan bersifat bakterisida terutama untuk basil tuberkel yang tumbuh aktif. INH dapat bekerja baik intra maupun ekstraseluler. Aktivitas INH menghambat aksi enoyl – protein pembawa asil dalam bentuk (InhA). InhA merupakan komponen

Page 2: Terapi Farmakologi Tuberkulosis.docx

enzim penting dari sintesis asam lemak kompleks II (FAS-II). FAS-II yang terlibat dalam sintesis rantai panjang asam mycolic. Asam mycolic merupakan komponen struktural penting dari dinding selmiko bakteri dan melekat ke lapisan arabinogalactan. Dosis harian yang dianjurkan adalah 5 mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg\kg BB.

   

b. FarmakokinetikAbsorpsi secara oral. Pada distribusi, obat masuk ke dalam jaringan tubuh dan cairan termasuk CSF(Cerebrospinal Fluid ) juga melintasi plasenta dan muncul dalam ASI, ikatan protein 10% sampai 15%. Metabolisme

Page 3: Terapi Farmakologi Tuberkulosis.docx

oleh hati terhadap isoniasid asetil dengan tingkat kerusakan genetik ditentukan oleh fenotipe asetilasi, mengalami hidrolisis lebih lanjut untuk asam asetil isonikotinik dan hidrazin. Waktu paruh: bisa diperpanjang pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau gangguan ginjal parah. Asetilator cepat: 30-100 menit. Asetilator lambat: 2-5 jam. Waktu puncak konsentrasi serum, secara orald alam 1-2 jam. Eliminasi 75% sampai 95% diekskresikan dalam urin sebagai obat, metabolit jumlah kecil diekskresi dalam tinjadan saliva. Dialisis 50% sampai 100%. 

c. Efek sampingInsiden dan berat ringannya efek non terapi INH berkaitan dengan dosis dan lamanya pemberian. Reaksi alergi obat ini dapat berupa demam, kulit kemerahan, dan hepatitis. Efek toksik ini meliputi neuritis perifer, insomnia, lesu, kedut otot, retensi urin, dan bahkan konvulsi, serta episode psikosis. Kebanyakan efek ini dapat diatasi dengan pemberian piridoksi yang besarnya sesuai dengan jumlah INH yang diberikan. 

d. IndikasiObat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang beresiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan anti tuberkulosis lain.

e. KontraindikasiRiwayat hipersensitifitas atau reaksi adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, kehamilan.

2. RIFAMPISINa. Mekanisme kerja

Obat ini menghambat sintesis DNA bakteri dengan mengikat β-subunit dari DNA dependent –RNA polimerase sehingga menghambat peningkatan enzim tersebut ke DNA dan menghambat transkripsi messenger RNA (mRNA). Transkrip RNA adalah persyaratan penting untuk sintesis protein. In vitro dan in vivo, obat ini bersifat bakterisid terhadap mikobakterium tuberkulosis, M. bovis, dan M. kansasii baik intra maupun ekstraseluler. Konsentrasi bakterisid berkisar 3-12 μg/ml/obat ini dapat meningkatkan aktivitas streptomisin dan INH, tetapi tidak untuk etambutol, dapat membubuh kuman yang persisten (dortmant) yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Dosis 10 mg\kgBB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

  

Page 4: Terapi Farmakologi Tuberkulosis.docx

  b. Farmakokinetik

Absorpsi secara oral diserap dengan baik.D istribusi, sangat lipofilik melintasi penghalang darah-otak dan didistribusikan secara luas ke dalam jaringan tubuh dan cairan seperti hati, paru-paru, kandung empedu, empedu, air mata, danair susu ibu, mendistribusikan ke CSF ketika meninges meradang. Ikatan protein 80%. Metabolisme, mengalami daur ulang enterohepatik di metabolisme dalam hati menjadi diasetil (aktif). Waktu paruh 3-4 jam, waktu yang berkepanjanganmengakibatkan kerusakan hati. Waktu puncak konsentrasi serum secara oral dalam 2-4 jam. Eliminasi terutama di feses (60%sampai 65%) dan urin (~30%). Dialisis, rifampisin plasma konsentrasi tidak signifikan dipengaruhi oleh hemodialisis ataudialisis peritoneal.

c. Efek sampingKurang dari 4% penderita mengalami efeksamping, seperti demam, kulit kemerahan, mual dan muntah, ikterus, trombositopenia, dan nefritis. Gangguan hati yangterberat terutama terjadi bila rifampisin diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan INH. Gangguan saluran cerna juga sering terjadi, tidak enak di ulu hati, mual dan muntah, kolik, sertadiare yang kadang-kadang memerlukan penghentian obat.

d. IndikasiDiindikasikan untuk obat anti tuberkulosis yang dikombinasikan dengan anti tuberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang.

e. KontraindikasiSindrom syok, anemia hemolitik akut, dan gangguan hati, penderita gangguan ginjal.

3. PIRAZINAMa. Mekanisme kerja

Page 5: Terapi Farmakologi Tuberkulosis.docx

Merupakan pro-drug dan diubah menjadi bentuk aktif (asam pyrazinoic) oleh enzim peroksidasenicotinamidase dikenal sebagai pyrazinamidase (PncA). Asam Pyrazinoic menghambat aksi sintetase asam lemak I (FAS I). FAS I adalah terlibat dalam sintesis asam mycolic rantai pendek merupakan komponen struktural penting dari dinding sel mikobakteri dan melekat ke lapisan arabinogalactan. Obat inibersifat bakterisidal, terutama dalam keadaan asam dan mempunyai aktivitas sterilisasi intraseluler. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg\kg BB.

b. FarmakokinetikAbsorpsi secara oral diserap dengan baik didistribusikan secara luas ke dalam jaringan tubuh dan cairan termasuk paru-paru, hati, CSF. Ikatan protein 50%. Metabolisme dalam hati. Waktu paruh 9-10 jam, waktu yang berkepanjangan menyebabkan fungsi ginjal atau hati berkurang. Waktu puncak konsentrasi serum dalam 2 jam. Eliminasi dalam urin (4%sebagai obat tidak berubah).

c. Efek sampingObat ini bersifat hepatotoksik yang berkaitan dengan dosis pemberian dan dapat menjadi serius. Obat ini sangat efektif terhadap tuberkulosis bila digabungkan denganI NH, tetapi dilaporkan lebih kurang 14% penderita akan mengalami gangguan hati yang berat, serta kematian dapat terjadi karena timbulnya nekrosis. Karena efek hepatotoksik, pemeriksaan uji hati perlu dilakukan sebelum pemberian obat ini. Penggunaan pirazinamid secara rutin menyebabkan hiperuresemia, biasanya asimtomatik. Jika gejala penyakit gouttimbul, dan pengobatan dengan pirazinamid dibutuhkan, penderita sebaiknya juga mendapat alopurinol/probenesid.

Page 6: Terapi Farmakologi Tuberkulosis.docx

  d. Indikasi

Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti tuberkulosis lain.

e. KontraindikasiKontraindikasi terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, Hipersensitivitas.

4. ETAMBUTOLa. Mekanisme kerja

Obat ini menghambat sintesis metabolisme sel sehingga menyebabkan kematian sel. EMB menghambat aksi arabinosyl (EmbB). EmbB adalah enzim membran terkait yang terlibat dalam sintesis arabinogalaktan. Arabinogalactan merupakan komponen struktural penting dari dinding selmikobakteri. Hampir sama strain M. tuberculosis, M. bovis, dan kebanyakan M. kansasii rentan terhadap obat ini. Obat ini bersifat bakteriostatik dan bekerja baik intra maupun ekstraseluler. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg Bb sedangkan untuk pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg\kg BB.

  b. Farmakokinetik

Absorpsi 80%. Pendistribusian ke seluruh tubuh dengan konsentrasi tinggi di ginjal, paru-paru, saliva, dan sel darah merah; konsentrasi dalam CSF rendah; melintasi plasenta; diekskresikan ke dalam ASI. Ikatan protein: 20% sampai 30%. Metabolisme 20% oleh hati untuk metabolit aktif. Waktu paruh 2,5-3,6 jam (hingga 7 jam atau lebih dengan gangguan

Page 7: Terapi Farmakologi Tuberkulosis.docx

ginjal). Waktu puncak konsentrasi serum dalam waktu 2-4 jam. Eliminasi 50% dalam urin dan 20% diekskresi dalam tinja sebagai obat yang tidak berubah. Dialisis 5% sampai 20%.

c. Efek sampingEtambutol jarang menimbulkan efek samping bila diberikan dengan dosis harian biasa dan efek toksik minimal. Efek nonterapi yang berat dan berkaitan dengan dosis, yaitu efektoksik di okular. Gangguan di mata biasanya bersifat bilateral, yaitu berupa neuritis optik dengan gejala penurunan ketajaman penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna merahdengan hijau, lapangan pandangan mata menyempit, dan dapat terjadi skotoma perifer ataupun sentral. Gangguan ini biasanya bersifat reversibel. Karena itu, sebelum etambutol diberikan, uji ketajaman penglihatan dan uji buta warna sebaiknya dilakukan.

d. IndikasiEtambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual.

e. KontraindikasiHipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optik.

(Syarif, 1987).Obat Sekunder 

1. STREPTOMISINa. Mekanisme kerja

Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis protein pada ribosom mikrobakterium dan bersifat bakterisid, terutama terhadap basil tuberkel ekstraseluler, dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg BB, sedangkan pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr\hari, sedangkan untuk umur sampai 60 tahun lebih dosisnya 0,50 gr\hari.

Page 8: Terapi Farmakologi Tuberkulosis.docx

  b. Farmakokinetik

Pendistribusian ke dalam jaringan tubuh dan cairan kecuali otak, jumlah kecil masuk kedalam CSF hanya dengan meninges meradang, melintasi plasenta dan sejumlah kecil muncul di ASI. Ikatan protein 34%. Waktu paruh bagi bayi baru lahir 4-10 jam, dewasa 2- 4,7 jam bila berkepanjangan menyebabkan kerusakan ginjal. Waktu puncak konsentrasi serum, secara im dalam 1-2 jam. Eliminasi30% sampai 90% dari dosis diekskresikan sebagai obat tidak berubah dalam urin, dengan jumlah kecil (1%) diekskresikan dalam empedu, saliva, keringat, dan air mata.

c. Efek sampingSakit kepala atau lesu biasanya terjadi setelah penyuntikan dan umumnya bersifat sementara. Reaksi hipersensitivitas sering terjadi pada minggu pertama pengobatandan biasanya lebih ringan dibandingkan INH. Obat ini bersifatototoksik menimbulkan gangguan pendengaran dan keseimbangan dengan gejala vertigo, mual, dan muntah. Selain itu, obat ini juga bersifat nefrotoksik.

d. IndikasiSebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontraindikasi dengan 2 atau lebih obat kombinasi tersebut.

e. KontraindikasiHipersensitivitas terhadap streptomisin sulfatatau aminoglikosida lain.

(Syarif, 1987).

2. KANAMISINTermasuk golongan aminoglikosida dan bersifat bakteriosid dengan menghambat sintesis protein mikroba. Efeknya terhadap M. tuberculosis hanyalah bersifat supresif. Pada pemberian IM obat ini diserap dengan cepat dan sempurna, kanamisin sukar masuk kedalam CBF. Metabolismenya dapat diabaikan, ekskresinya melalui ginjal kira-kira 90% dan dalam bentuk utuh. Masa paruh obat ini sekitar 2 Jam.

3. ASAM AMINOSALISILATKarena kurang dapat diterima penderita, asam aminosalisilat sekarang sudah jarang digunakan. Obat ini bersifat bakteriostatik yang bekerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap asam p-aminobenzoat (PABA) dalam biosintesis folat.

4. ETIONAMIDAnalog struktural isoniazid ini diperkirakan bekerja dengan mekanisme yang lain. Etionamid efektif pada pemberian per oral dan distribusikan secara luas keseluruh tubuh, termasuk cairan serebrospinalis. Metabolismenya hebat. Etionamid dengan menghambat asetilasi isoniazid. Air kemih adalah tempat ekskresinya yang utama. Efek samping yang membatasi penggunaannya meliputi iritasi lambung, hepatotoksisitas, neuropati perifer dan neuritis optikus.

Page 9: Terapi Farmakologi Tuberkulosis.docx

5. SIKLOSERINObat tuberkolostatik yang efektif per oral ini tampaknya mengantagonis langkah-langkah sintesis dinding sel bakteri yang melibatkan D-alanine. Distribusi seluruh tubuh termasuk cairan serebrospinalis baik. Sikloserin mengalami metabolisme, dan obat induk serta metabolitnya diekskresikan melalui urine. Pada insufiensi ginjal akan terjadi akumulasi obat. Efe samping : melibatkan gangguan saraf pusat , dapat mencetuskan aktivitas kejang epilepsi. Neuropati perifer juga merupakan suatu masalah dengan sikloserin.

(DepKes RI, 2002).

C. PongabatanTujuan pengobatan kombinasi :– Mencegah resistensi– Praktis karena dapat diberikan sebagai dosis tunggal.– Mengurangi efek samping.–Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu :1. Fase intensif (2-3 bulan)

Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obatyang bersifat bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis.Pasien yang infeksi menjadi non infeksi dalam waktu 2 minggu.Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadinegatif dalam waktu 2 bulan.

Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.Rejimen pengobatan TB mompunyai kode standar yanq menunjukkan tahap dan lama pengobatan. Jenis OAT cara pemberian (harian atau selang) dan kombinasi OAT dengan dosis tetap contoh :2HR2E/4H3R3 atau 2HRZES/5HRE.

Kode huruf tersebut adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni: H = Isoniazid, R = Rifampisin Z = Pirazinamid, E = Etambutol, S = Streptomisin. Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau frekwensi. Angka 2 didepan seperti pada 2HRZE, artinya digunakan selama 2 bulan, tiap hari satu kombinasi tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang huruf, seperti pada "4H3R3" artinya dipakai 3 kali seminggu ( selama 4 bulan). Sebagai contoh, untuk TB kategori Idipakai 2HRZE/ 4H3R3, artinya : Tahap awal/intensif adalah 2HRZE: Lama pengobatan 2 bulan. Masing-masing OAT (HRZE) diberikansetiap hari Tahap lanjutan adalah 4H3R3: Lama pengobatan 4 bulan.masing masing OAT (HR) diberikan 3 kali seminggu.

2. Fase lanjutan (4-7 bulan).

Page 10: Terapi Farmakologi Tuberkulosis.docx

Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktuyang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obatselama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH. Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan haruslah yang masih efektif.

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2010)

DAPUSDepartemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberculosis, cetakan ke-7. Jakarta

Syarif, Amir. 1987. Farmakologi dan Terapi Edisi 3. Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2010. Tuberkulosis - Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006.ISBN 979-96614-7-1

Dipiro, Joseph., Talbert, Robert L., Yee, Gary C., Matzke, Gary R., Wells, Barbara G., Posey, L. Michael. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. New York, Chicago, San Francisco, Lisbon, London, Madrid, Mexico City, Milan, New Delhi San Juan, Seoul, Singapore, Sydney, Toronto. The McGraw-Hill Companies