teori reseptor

6
TEORI RESEPTOR Mekanisme kerja obat pada umumnya melalui interaksi dengan reseptor pada sel organisme. Reseptor obat pada umumnya merupakan suatu makromolekul fungsional, yang pada umumnya juga bekerja sebagai suatu reseptor fisiologis bagi ligan-ligan endogen (semisal: hormon dan neurtransmiter). Interaksi obat dengan reseptor pada tubuh dapat mengubah kecepatan kegiatan fisiologis, namun tidak dapat menimbulkan fungsi faali yang baru. Terdapat bermacam-macam reseptor dalam tubuh kita, misalnya reseptor hormon, faktor pertumbuhan, faktor transkripsi, neurotransmitter, enzim metabolik dan regulator (seperti dihidrofolat reduktase, asetilkolinesterase). Namun demikian, reseptor untuk obat pada umumnya merupakan reseptor yang berfungsi bagi ligan endogen (hormone dan neurotransmitter). 2 Reseptor bagi ligan endogen seperti ini pada umumnya sangat spesifik (hanya mengenali satu struktur tertentu sebagai ligan). Obat-obatan yang berinteraksi dengan reseptor fisiologis dan melakukan efek regulator seperti sinyal endogen ini dinamakan agonis Ada obat yang juga berikatan dengan reseptor fisioloigs namun tanpa menghasilkan efek regulator dan menghambat kerja agonis (terjadi persaingan untuk menduduki situs agonis) disebut dengan istilah antagonis, atau disebut juga dengan bloker. Obat yang berikatan dengan reseptor dan hanya menimbulkan efek agonis

Upload: dora-rosalina

Post on 10-Jul-2016

20 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: TEORI RESEPTOR

TEORI RESEPTOR

Mekanisme kerja obat pada umumnya melalui interaksi dengan reseptor pada sel

organisme. Reseptor obat pada umumnya merupakan suatu makromolekul fungsional, yang pada

umumnya juga bekerja sebagai suatu reseptor fisiologis bagi ligan-ligan endogen (semisal:

hormon dan neurtransmiter). Interaksi obat dengan reseptor pada tubuh dapat mengubah

kecepatan kegiatan fisiologis, namun tidak dapat menimbulkan fungsi faali yang baru.

            Terdapat bermacam-macam reseptor dalam tubuh kita, misalnya reseptor hormon, faktor

pertumbuhan, faktor transkripsi, neurotransmitter, enzim metabolik dan regulator (seperti

dihidrofolat  reduktase, asetilkolinesterase). Namun demikian, reseptor untuk obat pada

umumnya merupakan reseptor yang berfungsi bagi ligan endogen (hormone dan

neurotransmitter). 2 Reseptor   bagi   ligan endogen   seperti ini  pada   umumnya sangat spesifik

(hanya mengenali satu struktur tertentu sebagai ligan).                 

                Obat-obatan yang berinteraksi dengan reseptor fisiologis dan  melakukan efek

regulator   seperti sinyal endogen ini dinamakan  agonis Ada obat   yang juga   berikatan  

dengan   reseptor   fisioloigs   namun   tanpa   menghasilkan   efek   regulator   dan  

menghambat   kerja agonis (terjadi persaingan untuk menduduki situs agonis) disebut dengan

istilah antagonis, atau disebut juga dengan  bloker.   Obat yang   berikatan  dengan   reseptor  

dan   hanya   menimbulkan   efek   agonis   sebagian   tanpa memedulikan   jumlah   dan  

konsentrasi   substrat   disebut  agonis   parsial.  Obat   agonis-parsial   bermanfaat   untuk

mengurangi efek   maksimal agonis  penuh, oleh  karena   itu   disebut   pula   dengan    istilah

antagonis parsial Sebaliknya, obat yang menempel dengan reseptor fisiologik dan justru

menghasilkan efek berlawanan dengan agonis disebut agonis negatif.

Obat harus berintekasi dengan target aksi obat (salah satunya adalah reseptor) untuk

dapat menimbulkan efek. Interaksi obat dan reseptor dapat membentuk komplek obat-reseptor

Page 2: TEORI RESEPTOR

yang merangsang timbulnya respon biologis, baik respon antagonis maupun agonis. Mekanisme

timbulnya respon biologis dapat dijelaskan dengan teori obat reseptor.

Ada beberapa teori interaksi obat reseptor, antara lain yaitu teori klasik, teori pendudukan, dan

teori kecepatan.

Teori Klasik

         Crum dan Brown dan Fraser (1869), mengaktakan bahwa aktivitas biologis suatu senyawa

merupakan fungsi dari struktur kimianya dan tempat obat berinteraksi pada sistem biologis

mempunyai sifat karakteristik.

         Langley (1878), dalam studi efek antagonis dari atropin dan pilokarpin, memperkenalkan

konsep reseptor yang pertama kali, kemudian dikembangkan oleh Ehrlich.

         Ehrlich (1907), memperkenalkan istilah reseptor dan membuat konsep sederhana tentang

interaksi obat reseptor  yaitu corpora non agunt nisi fixate atau obat tidak dapat menimbulkan

efek tanpa mengikat reseptor. Reseptor biologis timbul bila ada interaksi antara tempat dan

struktur dalam tubuh yang karakteristik atau sisi reseptor, dengan molekul asing yang sesuai atau

obat, yang satu sama yang lainnya merupakan stuktur yang saling mengisi.Reseptor obat

digambarkan seperti permukaan logam yang halus dan mirip dengan struktur molekul obat

Teori Pendudukan

         Clark (1926) memperkirakan bahwa satu molekul obat akan menempati sati sisi reseptor dan

obat harus  diberikan dalam jumlah yang berlebihan agar tetap efektif selama proses

pembentukan kompleks 

Besarnya efek biologis yang dihasilkan secara langsung sesuai dengan jumlah reseptor khas yang

diduduki molekul obat. Clark hanya meninjau  dari segi agonis saja yang kemudian dilengkapi

oleh Gaddum (1937), yang meninjau dari sisi antagonis.

Jadi respons biologis yang terjadi setelah pengikatan obat-reseptor dapat berupa :

1. rangsangan aktivitas (efek agonis )

2. pengurangan aktivitas (efek antagonis )

Page 3: TEORI RESEPTOR

Ariens (1954) dan Stephenson (1959), memodifikasi dan membagi interaksi obat-reseptor

menjadi dua tahap yaitu :

1. Pembentukan komplek obat-reseptor

2. Menghasilkan respon biologis

Setiap struktur  molekul obat harus mengandung bagian yang secara bebas  dapat menunjang

afinitas interaksi obat reseptor dan memiliki efisiensi untuk menimbulkan respon biologis

sebagai akibat pembentukan komplek. Proses interaksinya adalah sebagai berikut:

Afinitas

O + R  < ==========>        komplek OR → respon biologis

Afinitas merupakan ukuran kemampuan obat untuk mengikat reseptor. Afinitas sangat

bergantung dari struktur molekul obat dan sisi reseptor.

Efikasi (aktivitas instrinsik) adalah ukuran kemampuan obat untuk memulai timbulnya respon

biologis.

O + R < =====> O-R → respon (+) :  senyawa agonis (afinitas besar dan aktivitas instrinsik =1)

O + R < ===> O-R → respon (-) : senyawa antagonis (afinitas besar dan aktivitas instrinsik = 0)

Teori Kecepatan

         Croxatto dan Huidobro (1956) memberikan postulat bahwa obat hanya efisien pada saat

berinteraksi dengan reseptor.

         Paton (1961) mengatakan bahwa efek biologis obat setara dengan kecepatan kombinasi obat-

reseptor dan bukan jumlah reseptor yang didudukinya.Di sini, tipe kerja obat ditentukan oleh

kecepatan penggabungan (asosiasi) dan peruraian (disosiasi) komplek obat-reseptor dan bukan

dari pembentukan komplek obat-reseptor yang stabil.

Asosiasi                                  dissolusi

O + R  < =========> komplek (OR) ——————–> respon biologis

Senyawa dikatakan agonis jika memiliki kecepatan asosiasi  (mengikat reseptor ) dan dissolusi

yang besar. Senyawa dikatakan antagonis jika memiliki kecepatan asosiasi (mengikat reseptor)

Page 4: TEORI RESEPTOR

dan dissolusi kecil. Di sini, pendudukan reseptor tidak efektif karena menghalangi asosiasi

senyawa agonis yang produktif.

Senyawa dikatakan agonis parsial jika kecepatan asosiasi dan dissolusinya tidak maksimal.

Konsep di atas ditunjang oleh fakta bahwa banyak senyawa antagonis menunjukkan efek

rangsangan singkat sebelum menunjukkan efek pemblokiran.

Pada permulaan kontak obat-reseptor, jumlah reseptor yang diduduki oleh molekul obat masih

relatif sedikit, kecepatan penggabungan obat-reseptor maksimal sehingga timbul efek rangsangan

yang singkat. Bila jumlah reseptor yang diduduki molekul obat cukup banyak, maka kecepatan

penggabungan obat-reseptor akan turun sampai di bawah kadar yang diperlukan untuk

menimbulkan respon biologis sehingga terjadi efek pemblokiran.

Pembagian Reseptor Fisiologik

1.      Reseptor enzim – mengandung protein permukaan kinase yang memfosforilasi protein efektor

di  membran plasma. Fosforilasi mengubah aktivitas biokimia protein tersebut. Selain kinase,

siklase juga dapat mengubah aktivitas biokimia efektor. Tirosin kinase, tirosin fosfatase,

serin/treonin kinase, dan  guanil siklase berfungsi sebagai situs katalitik, dan berperan layaknya

suatu enzim. Contoh ligan untuk reseptor ini: insulin, epidergmal growth factor (EGF), platelet-

derived growth   factor (PDGF), atrial natriuretic factor (ANF), tra nsforming growth factor-beta

(TGF-ß), dan sitokin.

2.      Reseptor kanal ion – reseptor bagi beberapa neurotransmitter, sering disebut dengan istilah

ligand-gated ion channels atau receptor operated channels. Sinyal mengubah potensial membran

sel dan komposisi ionik instraselular dan ekstraselular sekitar.

Contoh ligan untuk reseptor ini: nikotinik, ?-aminobutirat tipe A (GABA  ), glutamat, aspartat,

dan A glisin.

Page 5: TEORI RESEPTOR

3.      Reseptor tekait Protein G – Protein G merupakan suatu protein regulator pengikatan GTP

berbentuk heterotrimer.   Protein   G   adalah   penghantar   sinyal   dari   reseptor   di  

permukaan   sel   ke   protein   efektor.  Protein efektor Protein G antara lain adenilat siklase,

fosfolipase C dan A2, fosfodiesterase, dan kanal ion yang terletak di membran plasma yang

selektif untuk ion Ca2+  dan K  . Obat selain antibiotik pada umumnya bekerja dengan

mekanisme ini.

Contoh ligan untuk reseptor ini: amina biogenik, eikosanoid, dan hormon-hormon peptida lain.

4.      Reseptor  faktor  transkripsi   – mengatur transkripsi gen tertentu. Terdapat daerah pengikatan

dengan DNA  (DNA  binding  domain) yang  berinteraski  secara  spesifik  pada  genom 

tertentu  untuk mengaktifkan atau menghambat transkripsi.

Contoh ligan: hormon steroid, hormon tiroid, vitamin D, dan retinoid.