teori plogiston

4
TEORI PLOGISTON Teori ini sebagian hanyalah usaha ahli kimia dalam lingkungan pencerahan yang menyanjung rasionalisme, percobaan dan kemajuan sambil mengutuk mitos. Walau begitu, juga jelas kalau beberapa gagasan utama alkimia (termasuk transmutasi logam) tidak pernah ditunjukkan. Di tahun 1667, Johann Joachim Becher menerbitkan Physical Education yang menyebutkan teori phlogiston pertama kalinya. Dalam bukunya, Becher menyusun unsur menjadi air dan tiga jenis tanah: terra lapidea, terra fluida dan terra pinguis. Terra pinguis adalah unsur yang memiliki sifat berminyak, belerang atau mudah terbakar. Becher percaya kalau terra pinguis adalah ciri utama pembakaran dan terlepas saat zat yang dapat dibakar terbakar. Salah satu penerus teori ini adalah dokter dan kimiawan Jerman, Georg Ernst Stahl, yang menyerang alkimia dengan ganas (setelah merasa tertipu dengannya) dan mengajukan teori kimia baru yang luas. Stahl menemukan kesejajaran antara pembakaran bahan yang dapat terbakar dan pengkapuran logam – pengubahan logam menjadi kalx nya atau oksidanya. Ia menyarankan kalau kedua proses ini terdiri dari hilangnya cairan material, yang dimiliki setiap zat yang bisa terbakar, yang ia sebut phlogiston Phlogiston kemudian menjadi pusat teori luas yang mendominasi kimia abad ke-18. Singkatnya, phlogiston adalah zat material yang menentukan keterbakaran. Saat sebuah besi logam menjadi merah, ia kehilangan phlogistonnya, sama halnya dengan kayu saat ia terbakar. Debu kayu dan abu karat merah (kalx) besi tidak dapat lagi terbakar karena ia tidak lagi mengandung prinsip keterbakaran, atau phlogiston. Namun kalx besi dapat diubah kembali menjadi logam bila ia dipanaskan dengan kuat dalam zat yang kaya phlogiston seperti arang. Arang menyumbangkan phlogistonnya (dan menjadi abu), saat kalx berubah menjadi besi logam cair. Jadi, reduksi biji logam dapat juga dipahami dengan

Upload: novita-kumala-sari

Post on 24-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KIMDAS

TRANSCRIPT

Page 1: TEORI PLOGISTON

TEORI PLOGISTON

Teori ini sebagian hanyalah usaha ahli kimia dalam lingkungan pencerahan yang menyanjung rasionalisme, percobaan dan kemajuan sambil mengutuk mitos. Walau begitu, juga jelas kalau beberapa gagasan utama alkimia (termasuk transmutasi logam) tidak pernah ditunjukkan. Di tahun 1667, Johann Joachim Becher menerbitkan Physical Education yang menyebutkan teori phlogiston pertama kalinya. Dalam bukunya, Becher menyusun unsur menjadi air dan tiga jenis tanah: terra lapidea, terra fluida dan terra pinguis. Terra pinguis adalah unsur yang memiliki sifat berminyak, belerang atau mudah terbakar. Becher percaya kalau terra pinguis adalah ciri utama pembakaran dan terlepas saat zat yang dapat dibakar terbakar.

Salah satu penerus teori ini adalah dokter dan kimiawan Jerman, Georg Ernst Stahl, yang menyerang alkimia dengan ganas (setelah merasa tertipu dengannya) dan mengajukan teori kimia baru yang luas. Stahl menemukan kesejajaran antara pembakaran bahan yang dapat terbakar dan pengkapuran logam – pengubahan logam menjadi kalx nya atau oksidanya. Ia menyarankan kalau kedua proses ini terdiri dari hilangnya cairan material, yang dimiliki setiap zat yang bisa terbakar, yang ia sebut phlogiston

Phlogiston kemudian menjadi pusat teori luas yang mendominasi kimia abad ke-18. Singkatnya, phlogiston adalah zat material yang menentukan keterbakaran. Saat sebuah besi logam menjadi merah, ia kehilangan phlogistonnya, sama halnya dengan kayu saat ia terbakar. Debu kayu dan abu karat merah (kalx) besi tidak dapat lagi terbakar karena ia tidak lagi mengandung prinsip keterbakaran, atau phlogiston. Namun kalx besi dapat diubah kembali menjadi logam bila ia dipanaskan dengan kuat dalam zat yang kaya phlogiston seperti arang. Arang menyumbangkan phlogistonnya (dan menjadi abu), saat kalx berubah menjadi besi logam cair. Jadi, reduksi biji logam dapat juga dipahami dengan teori phlogiston. Ahli phlogiston kemudian menambahkan respirasi pada jumlah fenomena yang dapat dijelaskan teori ini. Hewan bernapas dengan udara, menyebarkan phlogiston dalam analogi seperti memperlambat api, yang disulut oleh makanan kaya phlogiston yang ia makan. Atmosfer bumi menghindari kelebihan penumpukan phlogiston karena tanaman menggunakannya dalam jaringan tanaman yang dapat dimakan oleh hewan. Pembakaran, kalsinasi atau respirasi dapat lenyap dalam ruang tertutup karena udara memiliki kapasitas terbatas untuk menyerap phlogiston yang dipancarkan dari entitas yang terbakar, mengkalsinasi atau bernapas.

Teori phlogiston menjadi populer karena berhasil menjelaskan fenomena dan juga memandu penyelidikan lebih jauh. Ia juga populer karena beberapa predileksi pencerahan untuk teori fisika materialistik (cairan panas menjadi kalori, dan juga ada cairan listrik, cairan cahaya dan sebagainya). Trend materialis-mekanis ini juga karena pengaruh kuat dari Newton dan Rene Descartes pada ahli kimia abad ke-18. Ahli kimia pencerahan mendirikan masyarakat-masyarakat ilmiah khusus dengan disiplin ilmu yang jelas (yang berhubungan dekat dengan kedokteran) di negara-negara besar Eropa. Bengkel atau laboratorium (istilah abad pencerahan

Page 2: TEORI PLOGISTON

untuk bengkel kerja kimia itu sendiri) menjadi tempat sehari-hari ilmuan dan standar operasinya di buat.

Walau begitu, masih ada banyak isu dasar terkait komposisi kimia. Bagi seorang phlogistonis, kalx logam adalah unsur, dan logamnya adalah senyawa antara kalx dan phlogiston. Hal ini membingungkan, karena logam memperoleh berat bukannya kehilangan berat pada saat ia seharusnya kehilangan phlogiston untuk menjadi kalx. Isu ini dipertajam pada tahun 1770an, saat kimiawan Inggris (dan seorang pendeta Unitarian) Joseph Priestley, menemukan sebuah gas baru dengan cara memanaskan mineral tertentu. Sebuah lilin dibakar dalam gas ini dengan suhu tinggi dan dalam ruangan tertutup. Seekor tikus dimasukkan ke dalamnya. Ternyata tikus tersebut mampu bertahan lebih lama daripada di udara biasa. Penjelasan Priestley sendiri adalah bahwa gas baru ini sangat kehilangan phlogiston dan karenanya, memiliki kapasitas lebih besar dari pada udara biasa dalam menyerap phlogiston.

Sesungguhnya, gas (yang kita sebut udara sekarang) adalah objek yang relatif baru bagi kimia. Di Skotlandia tahun 1756, Joseph Black mempelajari gas yang dihasilkan dalam pernapasan dan pembakaran, mencirikannya secara kimia dan mengamatinya dalam reaksi kimia tertentu. (Black, seorang dokter, mengajar kimia sebagai cabang kedokteran, sama halnya dengan sebagian besar ahli kimia akademis di masanya). Ia menyebut gas tersebut “udara tetap”, karena ia juga ditemukan “tetap” dalam mineral tertentu seperti limestone. Penemuannya kalau gas ini adalah komponen normal udara biasa (dalam pecahan satu persen) adalah indikasi nyata pertama kalau udara di atmosfer sesungguhnya campuran bukannya unsur yang homogen. Dalam seperempat abad kemudian, banyak gas baru ditemukan dan dipelajari, oleh para ilmuan seperti Priestley, fisikawan dan kimiawan Inggris, Henry Cavendish, dan ahli farmasi Swedia, Carl Scheele.

Pada tahun 1967, George Ernst Stahl mengajukan Teori Phogiston mengenai pembakaran. Berdasarkan ide dariJ.J Becher, teori phlogiston menyatakan bahwa ketika membakar substansi, substansi tersebut akan kehilangan phlogiston yang merupakan bahan tak terlihat dan akan bercampur di udara. Ketika sebuah lilin menyala dan ditutupi dengan tabung kaca terbalik, api perlahan-lahan mati dan keluar sebagai udara yang jenuh dengan phlogiston. Masalah utama dari teori ini merupakan kenaikan masa logam setelah dibakar yang menyebabkan gugurnya teori ini. Teori ini mendominasi ilmu kimia selama 80 tahun lebih yang kemudian digantikan dengan Teori Antonie Lavoisier. 

Teori Phlogiston tetap dominan sampai Antoine-Laurent Lavoisier menunjukkan bahwa pembakaran memerlukan gas yang memiliki berat badan ( oksigen ) dan dapat diukur dengan cara menimbang pembuluh tertutup. Penggunaan pembuluh tertutup juga menegasikan daya apung yang menyamar berat dari gas pembakaran. Observasi ini memecahkan paradoks berat badan dan mengatur panggung untuk baru teori kalori pembakaran.