teori dasar penyemenan 02.pdf

54
BAB III TEORI DASAR PENYEMENAN Penyemenan suatu sumur merupakan salah satu faktor penentu yang juga mendukung keberhasilan suatu operasi pemboran. Pelaksanaan penyemenan yang salah akan dapat menyebabkan terbentuknya channel semen, adanya produksi air/gas yang tidak diinginkan dan korosi pada pipa. Untuk mencegah timbulnya problema tersebut maka diperlukan pengetahuan yang luas tentang prinsip-prinsip dasar dan perhitungan-perhitungan dalam melaksanakan penyemenan. Semen yang digunakan dalam industri perminyakan adalah dalam bentuk material bubuk semen tanpa additives adalah semen portland. Bahan dari semen tersebut adalah limestone, clay dan senyawa besi (Fe 2 O 3 ) ditambah gypsum sejumlah tertentu untuk memperlanbat setting time dan untuk meningkatkan kekerasan semen. Portland Cement adalah semen yang biasa dipakai pada operasi penyemenan sumur dalam industri perminyakan. Portland cement ini akan mengeras bila bertemu dengan air. Semen ini dibuat dari bahan dasar calcareous seperti : limestone, marl, karang-karangan dan argillaceous seperti clay, shale, slate yang diproses pada rotary klin (tempat pembakaran berputar) dengan temperatur 2600 – 2800 0 F. 3.1. Fungsi Semen Cementing atau penyemenan adalah proses pendorongan bubur semen ke dalam casing dan naik ke annulus yang kemudian didiamkan sampai semen tersebut mengeras hingga mempunyai sifat melekat baik terhadap casing maupun formasi. Fungsi semen pemboran dalam suatu pemboran dari sumur adalah : a. Melindungi casing / liner dari tekanan yang datang dari bagian luar casing yang dapat menimbulkan collapse. b. Mencegah adanya migrasi fluida yang tidak diinginkan dari satu formasi ke formasi lain. Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Upload: dominggus-mangalik-rante-lembang

Post on 14-Feb-2015

493 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

BAB III

TEORI DASAR PENYEMENAN

Penyemenan suatu sumur merupakan salah satu faktor penentu yang juga

mendukung keberhasilan suatu operasi pemboran. Pelaksanaan penyemenan yang

salah akan dapat menyebabkan terbentuknya channel semen, adanya produksi

air/gas yang tidak diinginkan dan korosi pada pipa. Untuk mencegah timbulnya

problema tersebut maka diperlukan pengetahuan yang luas tentang prinsip-prinsip

dasar dan perhitungan-perhitungan dalam melaksanakan penyemenan.

Semen yang digunakan dalam industri perminyakan adalah dalam bentuk

material bubuk semen tanpa additives adalah semen portland. Bahan dari semen

tersebut adalah limestone, clay dan senyawa besi (Fe2O3) ditambah gypsum

sejumlah tertentu untuk memperlanbat setting time dan untuk meningkatkan

kekerasan semen.

Portland Cement adalah semen yang biasa dipakai pada operasi

penyemenan sumur dalam industri perminyakan. Portland cement ini akan

mengeras bila bertemu dengan air. Semen ini dibuat dari bahan dasar calcareous

seperti : limestone, marl, karang-karangan dan argillaceous seperti clay, shale,

slate yang diproses pada rotary klin (tempat pembakaran berputar) dengan

temperatur 2600 – 28000F.

3.1. Fungsi Semen

Cementing atau penyemenan adalah proses pendorongan bubur semen ke

dalam casing dan naik ke annulus yang kemudian didiamkan sampai semen

tersebut mengeras hingga mempunyai sifat melekat baik terhadap casing maupun

formasi.

Fungsi semen pemboran dalam suatu pemboran dari sumur adalah :

a. Melindungi casing / liner dari tekanan yang datang dari bagian luar casing

yang dapat menimbulkan collapse.

b. Mencegah adanya migrasi fluida yang tidak diinginkan dari satu formasi ke

formasi lain.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 2: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

c. Melindungi casing terhadap pengaruh cairan formasi yang bersifat korosif.

d. Mengurangi kemungkinan terjadinya semburan liar atau blow out melalui

annulus. lindungi casing terhadap tekanan formasi.

Untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut di atas, maka semen pemboran

harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

a. Semen setelah ditempatkan harus mempunyai kekuatan atau strength yang

cukup besar dalam waktu tertentu.

b. Semen harus memberikan daya ikat casing dengan formasi yang cukup atau

baik.

c. Semen tidak boleh terkontaminasi dengan kotoran (cairan formasi) maupun

cairan pendorong semen.

d. Semen harus stabil atau tidak mudah berubah strength-nya setelah beberapa

waktu dari penempatannya.

e. Semen harus impermeable (permeabilitas nol)

f. Semen harus tahan terhadap sulfate yang sering terdapat dalam cairan formasi.

Prosedur untuk penyemenan dibagi menjadi dua, yaitu primary cementing

dan secondary cementing. Primary cementing adalah proses penyemenan yang

dilakukan segera setelah operasi pemboran selesai. Sedangkan yang dimaksud

secondary cementing adalah proses penyemenan yang dilakukan setelah primary

cementing dengan tujuan :

1. Memperbaiki primary cemanting yang kurang sempurna.

2. Menutup zone yang sudah tidak produktif untuk mencegah terjadinya migrasi

fluida yang tidak diinginkan dari satu formasi ke formasi yang lainnya.

3.2. Komposisi Kimia Semen

Ada empat komponen utama semen yang apabila bereaksi dengan air akan

membentuk struktur yang kaku/keras, yaitu :

a. Tricalcium Silicate (3CaO SiO2)

Dinotasikan sebagai C3S yang dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2 dan

merupakan komponen terbanyak dalam semen portland, sekitar 40 – 45%

untuk semen yang lambat proses pengerasannya dan 60 – 65% untuk semen

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 3: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

yang cepat proses pengerasannya (high-early strength cement). Komponen ini

pada semen memberikan strength yang terbesar pada awal pengerasan.

b. Dicalcium Silicate (2CaO SiO2)

Dinotasikan sebagai C2S yang juga dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2.

Memberikan pengaruh terhadap strength semen akhir. C2S menghidrasi sangat

lambat maka tidak berpengaruh dalam setting time semen, tetapi sangat

berpengaruh dalam kekuatan semen lanjut dan kadarnya dalam semen tidak

lebih dari 20% Rumus kimia Dicalcium Silicate adalah, merupakan komponen

yang memberikan kenaikkan strength yang lambat.

c. Tricalcium Aluminate (3CaO Al2O3)

Dinotasikan sebagai C3A yang terbentuk dari reaksi CaO dan Al2O3. Kadarnya

15% untuk high-early strength dan 3% untuk semen yang tahan terhadap

kandungan sulfate, namun berpengaruh terhadap rheologi suspensi dan

membantu proses pengerasan awal semen.

d. Tetracalcium Aluminoferrite (4CaO Al2O3 Fe2O3)

Dinotasikan sebagai C4AF yang terbentuk dari reaksi CaO.Al2O3 dan Fe2O3.

Kadarnya tidak boleh lebih dari 24% untuk semen yang tahan terhadap

kandungan sulfat tinggi. Penambahan oksida besi yang berlebihan akan

menaikkan kadar C4AF dan menurunkan kadar C3A dan menurunkan panas

hasil reaksi / hidrasi C2S dan C3S.

Semen portland terbuat dari bahan-bahan mentah tertentu, pemilihan

bahan-bahan mentah tersebut sangat berpengaruh terhadap komposisi bubuk

semen yang diinginkan. Ada dua macam bahan mentah yang dibutuhkan dalam

menghasilkan semen portland, yaitu :

1. Material Calcareous

Yang termasuk material calcareous antara lain limestone hasil sedimentasi atau

metamorf, koral (batu karang), batuan yang mengadung fosil-fosil kerang laut

dan “batuan semen” (yang komposisinya sudah sama dengan semen portland

secara alami). Serta material calcareous buatan antara lain endapan calcium

carbonate dan silika hasil pembuangan dari proses pabrik.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 4: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

2. Meterial Argillaceous

Material argillaceous alami yang sering digunakan antara lain clay, shale, marl,

batu lumpur (endapan lumpur), slate, schist, debu vulkanik dan endapan

lumpur alluvial. Ash atau abu dari hasil produksi pembakaran batu bara

merupakan bahan buatan yang cukup penting.

Tabel III-1. Komposisi Kimia Semen. 5)

Cement Class

A B C D,E,F G H Ordinary Type (O)

Magnesium Oxide (MgO), maksimum, % Sulfur trioxide (SO3), maximum, % Loss on ignition, maximum, % Insoluble residu, maximum, % Tricalcium aluminate (3CaO. Al2O3), maximum, %

Moderate Sulfate-Resistant Type (MSR) Magnesium oxide (MgO), maximum, %

Sulfur trioxide (SO3), maximum, % Loss on ignition, maximum, % Insoluble residu, maximum, % Tricalcium Silicate (3CaO. SiO3), maximum, % Tricalcium Silicate (3CaO. SiO3), maximum, % Tricalcium aluminate (3CaO. Al2O3), maximum, % Total alkali content expressed as sodium oxide (Na2O)

equivalent, maximum, %

High Sulfate-Resistant Type (HSR) Magnesium Oxide (MgO), maximum, % Sulfur trioxide (SO3), maximum, % Loss on ignition, maximum, % Insoluble residu, maximum, % Tricalcium Silicate (3CaO. SiO3), maximum, % Tricalcium Silicate (3CaO. SiO3), maximum, % Tricalcium aluminate (3CaO. Al2O3), maximum, % Tetracalcium aluminoferrite (4CaO. Al2O3 . Fe2O3) plus twice the

tricalcium aluminate (3CaO. Al2O3), maximum, % Total alkali content expressed as sodium oxide (Na2O)

equivalent, maximum, %

6.0 3.5 3.0 0.75

6.0 3.0 3.0 0.75 8

6.0 3.0 3.0 0.75 24

6.0 4.5 3.0 0.75 15

6.0 3.5 3.0 0.75 8

6.0 3.5 3.0 0.75 24

6.0 3.0 3.0 0.75 8

6.0 3.0 3.0 0.75 24

6.0 3.0 3.0 0.75 58 48 8 0.75

6.0 3.0 3.0 0.75 65 48 3 24 0.75

6.0 3.0 3.0 0.75 58. 48 8 0.75

6.0 3.0 3.0 0.75 65 48 3 24 0.75

3.3. Klasifikasi Semen

American Petroleum Institute (API) telah melakukan pengklasifikasian

semen ke dalam beberapa kelas guna mempermudah pemilihan dan penggolongan

semen yang akan digunakan. Pengklasikasian ini didasarkan atas kondisi sumur

dan sifat-sifat semen yang disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut. Kondisi

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 5: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

sumur tersebut meliputi kedalaman dan kandungan yang terdapat dalam fluida

formasi (seperti sulfat dan sebagainya). American Petroleum Institute (API)

menstandardisasikan semen portland berdasarkan pada konsentrasi bahan-bahan

dasar di dalam semen, yaitu sebagai berikut :

a. Klas A : Digunakan dari permukaan sampai kedalaman 6000 ft (1830 meter)

dengan temperatur hingga 800C dan tidak tahan terhadap sulfate. Tersedia

hanya dalam tipe Ordinary (O), digunakan pada kondisi normal. (Setara

dengan ASTM C-150 tipe I).

b. Klas B : Digunakan dari permukaan sampai kedalaman 6000 ft (1830 meter)

dan temperatur hingga 800C dengan kondisi formasi banyak mengandung

sulfate. Tersedia hanya dalam tipe Ordinary (O) dan Moderate Sulfate

Resistent (MSR). (Setara dengan ASTM C-150 tipe II).

c. Klas C : Digunakan dari permukaan sampai kedalaman 6000 ft ft (1830 meter)

dan temperatur hingga 800C pada kondisi dimana diperlukan pengerasan yang

cepat. Tersedia semen tipe Ordinary (O), Moderate Sulfate Resistent (MSR)

dan High Sulfate Resistent (HSR). (Setara dengan ASTM C-150 tipe III).

d. Klas D : Digunakan dari kedalaman 6000 ft (1830 meter) sampai 10.000 ft

(3050 meter) dengan kondisi tekanan formasi dan temperatur agak tinggi

(antara 80 – 1300C). Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR)

dan High Sulfate Resistent (HSR).

e. Klas E : Digunakan dari kedalaman 10.000 ft (3050 meter) sampai 14.000 ft

(4270 meter) dengan kondisi temperatur (130 – 1450C) dan tekanan formasi

tinggi. Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High

Sulfate Resistent (HSR).

f. Klas F : Digunakan dari kedalaman 10.000 ft (3050 meter) sampai 16.000 ft

(4880 meter) dengan kondisi temperatur (130 – 1600C) dan tekanan formasi

yang sangat tinggi. Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR)

dan High Sulfate Resistent (HSR).

g. Klas G : Digunakan sebagai semen dasar untuk penyemenan dengan

kedalaman dari permukaan sampai 8000 ft (2440 meter) dengan temperatur

hingga 900C. Bila ditambah dengan additives, maka semen kelas G ini dapat

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 6: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

digunakan pada tekanan dan temperatur yang lebih tinggi serta kedalaman

yang lebih. sebagai semen dasar dan jika diperlukan dapat ditambah additives

yang sesuai. Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High

Sulfate Resistent (HSR).

h. Klas H : Digunakan sebagai semen dasar untuk penyemenan dengan

kedalaman dari permukaan sampai 8000 ft (2440 meter) dengan temperatur

hingga 950C. Tersedia semen tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan

High Sulfate Resistent (HSR).

Tabel III-2. Klasifikasi Semen Berdasarkan API. 4)

API Mixing Water Slurry Weight Well Depth Static Temperatur

Classification (gal/sk) (lb/gal) (ft) (0F)

A (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170 B (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170 C (high early) 6.3 14.8 0 to 6.000 80 to 170 D (retarded) 4.3 16.4 6.000 to 12.000 170 to 260 E (retarded) 4.3 16.4 6.000 to 14.000 170 to 290 F (retarded) 4.3 16.2 10.000 to 16.000 230 to 320 G (basic) 5.0 15.8 0 to 8.000 80 to 170 H (basic) 4.3 16.4 0 to 8.000 80 to 170

3.4. Additives Semen

Bermacam-macam semen telah dibuat orang untuk memenuhi kebutuhan

bermacam-macam kondisi sumur, seperti kedalaman, temperatur, tekanan dan ini

dapat diubah-ubah densitas dan thickening time-nya dalam batas-batas tertentu

dengan mengubah kadar air. Additives atau zat-zat tambahan adalah material-

material yang ditambahkan pada semen untuk memberikan variasi yang lebih luas

pada sifat-sifat bubur semen agar memenuhi persyaratan yang diinginkan.

Additives ini penting sekali dalam perencanaan bubur semen karena digunakan

untuk :

a. Mempercepat atau memperlambat thickening time.

b. Memperbesar strength.

c. Menaikkan atau menurunkan density bubur semen.

d. Menaikkan volume bubur semen.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 7: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

e. Mencegah lost circulation.

f. Mengurangi fluid loss.

g. Menaikkan sifat tahan lama (durability).

h. Mencegah kontaminasi gas pada semen.

i. Menekan biaya.

3.4.1. Accelerator

Adalah additives yang digunakan untuk mempercepat pengerasan bubur

semen. Penggunaan additives ini terutama untuk penyemenan pada temperatur

dan tekanan rendah (sumur yang dibor masih dangkal) yang umumnya juga

karena jarak untuk mencapai target tidak terlalu panjang. Selain itu juga

mempercepat naiknya strength semen dan mengimbangi additives lain (seperti

dispersant dan fluid loss control agent), agar tidak tertunda proses pengerasan

suspensi semennya. Contoh-contoh additives yang berlaku sebagai accelerator

yang umum digunakan adalah Calcium Chloride, Sodium Chloride, Gypsum,

Sodium Silicate dan Sea Water.

Tabel III-3. Accelerator untuk semen Klas A,B, C, G dan H. 4)

Accelerator Amount Used (wt% of cement)

Calcium chloride (CaCl2) 2 to 4 (flake, powdered, anhydrous) Sodium chloride (salt - NaCl) 3 to 10 * Gypsum - hemyhydrate form 20 to 100 (plaster of Paris) Sodium silicate (Na2SiO2) 1 to 7.5 Cement dispersant 0.5 to 1.0 (with reduced water) Sea water (as mixing water) - * Percent by weight of water

3.4.2. Retarder

Adalah additives yang digunakan untuk memperpanjang waktu

pengerasan. Hal ini biasanya dilakukan pada penyemenan sumur yang dalam,

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 8: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

dimana temperaturnya tinggi. Additives yang berfungsi sebagai retarders antara

lain : Lignosulfonate, Organic Acids, Modified Lignosulfonate, Carboxy Methyl

Hydroxy Ethyl Cellulose.

Tabel III-4 Retarder. 4)

Material Usual Amount Used

Lignin retarder 0.1 to 1.0% * Calcium lignosulfonate, organic acid 0.1 to 2.5% * Carboxymethyl Hidroxythyl Cellulose (CMHEC) 0.1 to 1.5% Saturated salt 14 to 16 lbm/sack of cement Borax 0.1 to 0.5% * * Percent by weight of water

3.4.3. Extenders

Merupakan additives yang digunakan untuk membuat volume bubur

semen menjadi lebih banyak dari setiap sak semenya, karena diperlukan

penambahan air. Dengan demikian extenders berfungsi sebagai additives yang

dapat mengurangi atau menurunkan density bubur semen. yang termasuk

extenders adalah : Bentonite-Attapulgite, Gilsonite, Diatomaceous Earth, Perlite

dan Pozzolans.

Tabel III-5 Extender. 4)

Material Amount Used

Bentonite 2 to 16 wt% of cement Diatomaceous earth 10, 20, 30 or 40 wt% of cement Gilsonite 1 to 50 lb/sk of cement Coal 5 to 50 lb/sk of cement Expanded perlite 5 to 20 lb/sk of cement Nitrogen 0 to 70% Sodium silicate 1 to 1.75 lb/sk of cement

3.4.4. Weighting Agents

Merupakan additives yang digunakan untuk memperbesar density bubur

semen dan biasanya digunakan pada formasi yang bertekanan tinggi yang berguna

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 9: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

mengurangi kemungkinan terjadinya blow out. yang termasuk dalam additives ini

adalah : Hematite, Limenite, Barite dan pasir.

Tabel III-6. Additives Penambah Berat Semen. 4)

Material Amount Used

(wt% of cement)

Hematote 4 to 104 Ilmenite (iron-titanium oxide 5 to 100 Barite 10 to 108 Sand 5 to 25 Salt 5 to 16 Cement with dispersant and reduced water 0.05 to 1.75

3.4.5. Lost Circulation Materials

Seperti halnya dengan sirkulasi lumpur pemboran pada sirkulasi bubur

semen pada penyemenan bisa juga terjadi kehilangan bubur semen. Sehingga di

sini perlu ditambahkan additives untuk menghindari hal tersebut. Gilsonite

dianggap material yang paling baik untuk itu, selain itu juga dapat berfungsi

sebagai extenders. Lost Circulation Materials lainnya : Walnut Hulls, Cellophane

Flakes dan Nylon Fibers.

Tabel III-7. Additives Untuk Semen Loss Circulation.

Type Material Nature of Particles Amount Used Water Required

Additives for Controlling Lost Circulation Granular Gilsonite Graded 1 to 50 lbm/sack 2 gal / 50 lbm Perlite Expanded 1/2 to 1 cuft/sack 4 gal/cuft Walnut shells Graded 1 to 5 lbm/sack 0.85 gal / 50 lbm Lamellted Coal Graded 1 to 10 lbm/sack 2 gal / 50 lbm Fibrous Cellophane Flake 1/8 to 2 lbm/sack None Nylon Short-fibered 1/8 to 1/4 lbm/sack None Formulation of Material for Controlling Lost Circulation Semisolid or flash setting Gypsum cement - - 4.8 gal / 100 lbm Gypsum / portland cement - 10 to 20% gypsum 5.0 gal / 100 lbm Bentonite cement - 10 to 25% gel 12 to 16 gal/sack

Cement + sodium silicate - - (the silicate is mixed with water before adding cement)

Quick gelling Bentonite / diesel oil - - -

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 10: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

3.4.6. Dispersants

Adalah additives yang berfungsi untuk mengurangi viskositas suspensi

semen. Pengurangan viskositas atau friksi terjadi karena dispersant mempunyai

kelakuan sebagai thinner (pengencer). Hal ini menyebabkan suspensi semen

menjadi encer, sehingga dapat mengalir dengan aliran turbulensi walaupun

dipompa dengan laju pemompaan yang rendah. Additives yang dapat digunakan

adalah Organic Acids, Lignosulfonate, Plymers dan Sodium Chloride.

Tabel III-8 Dispersants. 4)

Type of Material Amount Used

(lb/sack of cement)

Polymer : Blend 0.3 to 0.5 Long chain 0.5 to 1.5 Sodium chloride 1 to 16 Calcium lignosulfonate, organic acid (retarder and dispersant) 0.5 to 1.5

3.4.7. Fluid Loss Control Agent

Fluid loss control agent adalah additives yang berfungsi mencegah

hilangnya fasa liquid semen ke dalam formasi, sehingga terjaga kandungan cairan

pada suspensi semen. Additives yang termasuk ke dalam fluid loss control agents

diantaranya polymer, CMHEC dan Latex.

Tabel III-9 Filtration Control Additives. 4)

Type and Fuction of Additives Recommended

Amount Types of Cement How Handled Organic polymer (cellulose) to form micellers 0.5 to 1.5% All API classes Dry mixed Organic polymers (dispersants) to improve praticle-size distribution and form micelles in the filter cake 0.5 to 1.25% All API classes (densified) Dry mixed or with mixing water Carboxymethyl hydroyethyl cellulose to form Micelles 0.3 to 1.0% All API classes Dry mixed Latex additive to form films 1.0 gal/sack All API classes Dry mixed or with mixing water Bentonite cement with dispersant to improve

particle-size distribution 12 to 16% gel, 0.7 to 1.0% dispersant API class A, G, or H Batch mixed

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 11: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

3.4.8. Special Additives

Ada bermacam-macam additives lainnya yang dikelompokkan sebagai

specially additives, diantaranya adalah silika, mud kill, radioactive tracers, fibers,

antifoam agent.

a. Mud Decontaminant

Berfungsi sebagai additives yang menetralisir bubur semen terhadap zat-zat

kimia dalam lumpur pemboran. Contoh mud kill adalah paraformaldehyde.

Mud kill juga memberi keuntungan seperti memperkuat ikatan semen dan

memperbesar strength semen.

b. Radioactive Tracers

Radioactive tracers ditambahkan ke dalam suspensi semen supaya

memudahkan operasi logging dalam menentukan posisi semen dan mengetahui

kualitas ikatan semen.

c. Antifoam Agents

Adanya foam (busa) dalam suspensi semen sering menyebabkan hilangnya

tekanan pemompaan, maka untuk mencegahnya ditambahkan antifoam agent.

Polypropylene Glycol adalah contoh antifoam agent yang sering digunakan,

karena selain efektif juga harganya murah.

Tabel III-10 Special Additives Untuk Semen. 5)

Additives Recommended Quantity

Mud decontaminants 1.0% * Silica flour 30 to 40% * Radioactive tracers Variable Dyes 0.1 to 1.0% * Hydrazine 6 gal / 1.000 bbls mud Fibers 0.125 to 0.5% * Gypsum 4 to 10% * * Percent by weight of cement

3.5. Semen-Semen Khusus

Semen khusus mempunyai keistimewaan jika dibandingkan dengan

semen-semen yang telah dijelaskan sebelumnya. Harganya lebih mahal karena itu

semen khusus baru digunakan apabila penyemenan dengan semen lain gagal.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 12: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

3.5.1. Diesel Oil Cement (DOC)

DOC adalah bubur semen yang dibuat dari campuran bubur semen dengan

minyak diesel (kerosen) dan surface active agent. Bubur semen yang terjadi tidak

bersifat menyemen dan tidak mengeras bila tidak bertemu dengan air. Semen ini

dipakai untuk daerah hilang sirkulasi dimana dua aliran yaitu aliran semen dan

aliran air dipertemukan di depan zona yang bersangkutan.

3.5.2. Resin Cement

Merupakan pencampuran bubur semen dengan resin atau damar dengan

air. Keistimewaan semen ini adalah bubur semen dapat menembus mud cake

sehingga ikatan semen dengan formasi sangat baik. Semen ini baik untuk menutup

formasi gas atau air dimana semen jenis lain mengalami kegagalan.

3.5.3. High Temperatur Cement

Semen ini baik digunakan untuk penyemenan formasi yang mempunyai

temperatur tinggi. Dimana pada temperatur 4000F, masih memberikan strength

yang baik, semen yang lain untuk temperatur 3500F ke atas akan mengalami

penurunan strength semen.

3.5.4. Quick Setting Cement

Merupakan semen yang cepat mengeras, dibuat dari campuran semen

dengan plaster of paris (CaSO4 ½ H2O) dengan perbandingan 1 : 1. Semen ini

baik digunakan untuk menutup formasi ysng menimbulkan blow out dan lost

circulation. Keistimewaan lain adalah semen ini mempunyai kekerasan awal

(early strength) yang tinggi pada temperatur 4000F. Kekurangan semen ini adalah

hanya dapat digunakan untuk menyemen formasi yang dangkal.

3.5.5. Gypsum Cement

Merupakan semen yang dibuat dari pencampuran gypsum (CaSO4 2H2O)

dengan bubur semen. Semen ini mempunyai sifat cepat mengeras dan

mengembang setelas ditempatkan, oleh karena itu semen ini baik untuk menutup

daerah blow out dan lost circulation.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 13: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

3.6. Sifat-Sifat Semen

Bubur semen yang dibuat harus disesuaikan sifat-sifatnya dengan keadaan

formasi yang akan disemen. Sifat-sifat bubur semen yang di maksud adalah

sebagai berikut : density, thickening time, strength, sifat filtrasi, permeabilitas

semen, kualitas perforasi, ketahanan korosi dan pengaruh tekanan serta

temperatur.

3.6.1. Density

Penambahan air dan additives akan berpengaruh pada density bubur

semen. Pada umumnya density bubur semen dibuat lebih besar dari density

lumpur, hal ini mengingat bahwa kontaminasi lumpur akan meningkat dengan

density yang relatif sama. Penentuan density bubur semen tergantung dari faktor

berat jenis bubuk semen dan air. Density ini dapat dihitung dengan menggunakan

rumus :

VaVwVbkGaGwGbkDbs

……………… (3.1)

dimana :

Dbs : Densitas suspensi semen, ppg.

Gbk : Berat bubuk semen, lb.

Gw : Berat air, lb.

Ga : Berat additives, lb.

Vbk : Volume bubuk semen, gal.

Vw : Volume air, gal.

Va : Volume additives, gal.

Densitas suspensi semen sangat berpengaruh terhadap tekanan hidrostatis

suspensi semen di dalam lubang sumur. Bila formasi tidak sanggup menahan

tekanan suspensi semen, maka akan menyebabkan formasi pecah, sehingga terjadi

lost circulation. Untuk mengurangi densitas suspensi semen dapat ditambahkan

clay, zat-zat kimia silikat jenis jenis extender atau bahan-bahan yang dapat

memperbesar volume suspensi semen seperti pozzolan. Untuk memperbesar

densitas suspensi semen dapat ditambahkan pasir atau material-material pemberat

ke dalam suspensi semen seperti barite.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 14: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Pengukuran densitas di laboratorium berdasarkan dari data berat dan

volume tiap komponen yang ada di dalam suspensi semen, sedangkan di lapangan

menggunakan alat “Pressurized Mud Balance”.

Gambar 3.1. Pressurized Mud Balance. 5)

3.6.2. Thickening Time Dan Viscositas

Bubur semen harus tetap dalam keadaan cair agar dapat dipompakan ke

tempat dimana semen harus mengeras dalam waktu tertentu. Thickening Time

(pumpability) adalah waktu yang dibutuhkan bubur semen untuk mencapai

konsistensi 100 poise. Harga 100 poise ini merupakan batas bubur semen masih

dapat dipompakan. Dalam hidrasinya semen makin lama makin mengeras dan

naik viskositasnya. Viskositas pada semen disebut konsistensi karena semen

merupakan fluida yang Non-Newtonian dan ini untuk membedakan terhadap

istilah viskositas fluida newtonian. Untuk memperpanjang atau memperpendek

thickening time adalah dengan menambahkan additives-additives ke bubur semen.

Besarnya thickening time yang diperlukan adalah tergantung dari

kedalaman penyemenan, volume bubur semen yang akan dipompakan serta jenis

penyemenan. Umumnya thickening time adalah 3 – 3,5 jam untuk penyemenan

dengan kedalaman 6.000 – 18.000 ft. Waktu tersebut termasuk waktu pembuatan

bubur semen sampai penempatan semen di belakang casing ditambah dengan

harga safety faktor, sedangkan pada penyemenan yang lebih dalam dimana

tekanan dan temperatur akan semakin tinggi sehingga diperlukan additives-

additives untuk memperlambat pengerasan (thickening time).

Untuk memperpanjang thickening time perlu ditambahkan retarder ke

dalam suspensi semen, seperti kalsium lignosulfonat, carboxymethil retarder

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 15: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

cellulose dan senyawa-senyawa asam organik. Untuk memperpendek thickening

time dapat ditambahkan accelerator ke dalam suspensi semen seperti kalsium

klorida, sodium klorida, gypsum, sodium silikat, air laut dan additives yang

tergolong dispersant.

Bila semen mengeras di dalam casing merupakan problema yang fatal bagi

operasi pemboran selanjutnya. Waktu pemompaan (pumpability time) yang

maksimum umumnya disamakan dengan thickening time dengan pertimbangan

faktor keamanan. Waktu pemompaan yang diperlukan dipengaruhi oleh tinggi

kolom dan volume suspensi semen yang harus dipompakan, kecepatan laju alir

pemompaan dan temperatur operasi sumur tersebut.

3.6.3. Water Cement Ratio (WCR)

Water cement ratio adalah perbandingan antara volume air dan semen

yang dicampurkan untuk mendapatkan sifat-sifat bubur semen yang diinginkan.

Air yang dicampurkan tidak boleh terlalu banyak ataupun kurang, karena akan

mempengaruhi baik-buruknya ikatan semen nantinya. Batasannya diberikan

dalam bentuk kadar maksimum dan minimum air. Kadar air minimum adalah

jumlah air yang dicampurkan tanpa menyebabkan konsistensi suspensi semen

lebih dari 30 Uc. Bila air yang ditambahkan lebih kecil dari kadar minimumnya

maka akan menaikkan densitas suspensi semen yang akan menimbulkan gesekan

(friksi) yang cukup besar di annulus sewaktu suspensi semen dipompakan yang

akhirnya akan menaikkan tekanan di annulus.

Kadar air maksimum ditunjukkan oleh adanya kandungan air yang bebas

(free water) yang dapat dicari dengan mengambil suspensi semen sebanyak

250 ml, kemudian didiamkan selama 2 jam sehingga akan terjadi air bebas pada

bagian atas tabung. Untuk semen kelas G air bebas yang terjadi tidak boleh lebih

dari 3,5 ml (1.4%). Bila air bebas yang terjadi melebihi 3,5 ml maka akan terjadi

pori-pori pada semen. Dan ini akan mengakibatkan semen mempunyai

permeabilitas yang besar. Kandungan air normal dalam suspensi semen yang

direkomendasikan oleh API dapat dilihat pada tabel III-11.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 16: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Tabel III-11 Kandungan Air Normal Pada Suspensi Semen.

PROPERTIS OF NEAT CEMENT SLURRIES Class Slurry Weight Gallon Mixing Cuft Slurry Percent Mixing

lb/gal water / sak sk. Cement water

A 15.6 5.2 1.18 46 B 15.6 5.2 1.18 46 C 15.8 6.32 1.32 56 D 16.46 4.29 1.05 38 G 15.8 4.97 1.15 44 H 16.46 4.29 1.05 38

3.6.4. Waiting On Cement (WOC)

Waiting on cement atau waktu menunggu pengerasan semen adalah waktu

yang dihitung saat menunggu pengerasan suspensi semen setelah semen selesai

ditempatkan. WOC ditentukan oleh faktor-faktor seperti tekanan dan temperatur

sumur, WCR, compressive strength dan additives-additives yang dicampurkan ke

dalam suspensi semen (seperti accelerator atau retarder). WOC berdasarkan API

adalah jika compressive strength mencapai 1000 psi (7 Mpa).

3.6.5. Compressive Strength Dan Shear Strength

Strength pada semen terbagi menjadi dua yaitu compressive strength dan

shear stregth. Compressive strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam

menahan tekanan-tekanan yang berasal dari formasi maupun dari casing,

sedangkan shear strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam menahan

berat casing. Jadi compressive strength menahan tekanan-tekanan dalam arah

horisontal dan shear strength menahan tekanan-tekanan pada arah vertikal.

Compressive strength dipengaruhi oleh besarnya kandungan air dalam

suspensi semen dan lamanya waktu pengkondisian (curing time). Dalam

mengukur strength semen seringkali yang diukur adalah compressive strength,

sedang shear strength kurang diperhatikan. Umumnya compressive strength

mempunyai harga 8 – 10 kali lebih dari harga shear strength. Pengujian

compressive strength di laboratorium dilakukan dengan menggunakan alat

“Curing Chamber” dan water curing bath, untuk kemudian diuji kekerasannya

dengan menggunakan hydraulic chamber. Curing chamber dapat mensimulasikan

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 17: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

kondisi semen untuk tekanan dan temperatur tinggi sesuai dengan temperatur dan

tekanan formasi. Hydraulic chamber merupakan mesin pemecah semen yang

sudah mengeras dalam curing chamber. Compressive strength minimum

dirokemendasikan oleh API untuk dapat melanjutkan operasi pemboran adalah

500 psi. Sedang shear strength yang baik tidak kurang dari 100 psi, sehingga

casing dapat terikat dengan kokoh. Dalam keadaan ini pemboran sudah dapat

dilanjutkan. Dari segi teknis, strength semen diharuskan memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

a. Kuat menahan pipa selubung.

b. Mengisolasi zona-zona permeabel.

c. Menahan goncangan-goncangan pemboran dan tidak pecah karena perforasi.

d. Mencegah terjadinya kontak antara casing dengan fluida formasi.

Kapasitas daya dukung semen terhadap casing di dalm lubang bor, dinyatakan :

HdScF 969.0 ……..……… (3-2)

dimana :

F : Daya dukung semen atau beban rekah, lb.

Sc : Compressive strength, psi.

d : Diameter luar casing, in.

H : Tinggi kolom semen, ft.

3.6.6. Filtration Loss

Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dalam suspensi semen ke

dalam formasi permeabel yang dilaluinya. Cairan atau umumnya air yang masuk

ini disebut dengan filtrat. Filtrat yang hilang tidak boleh terlalu banyak, karena

akan membuat suspensi semen kekurangan air yang disebut dengan flash-set. Bila

suspensi semen mengalami flash-set, maka akibatnya akan sama jika air yang

dicampurkan dalam bubur semen yang jumlahnya lebih kecil dari kadar

minimumnya. Akibatnya friksi pada annulus akan naik, pressure loss naik dan

tekanan bubur semen di annulus juga naik. Bila hal ini terjadi, maka formasi akan

rekah. Jadi dapat disimpulkan, bila formasi yang akan dilalui bubur semen

merupakan formasi yang porous dan permeabel, maka perlu penambahan

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 18: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

additives yang sesuai sebelum bubur semen dipompakan. Filtration loss yang

direkomendasikan oleh API adalah :

- Untuk formasi permeabel dengan zona gas, dimana migrasi gas mudah terjadi

maka semen dianjurkan memiliki semen fluid loss antara 20 – 40 ml / 30 menit.

- Untuk semen densitas tinggi dengan pengurangan kadar air yang dapat

menimbulkan gangguan pada operasi pemompaan semen terutama pada

pemompaan yang rendah API fluid lossnya adalah kurang dari 50 ml / 30 menit.

- Dan untuk semen casing produksi API fluid lossnya kurang dari 100 ml / 30

menit.

Pengujian filtration loss di laboratorium menggunakan alat filter press

pada kondisi temperatur sirkulasi dengan tekanan 1000 psi. Namun filter loss

mempunyai kelemahan yaitu temperatur maksimum yang dapat digunakan hanya

sampai 900F (1940C). Filtration loss diketahui dari volume filtrat yang ditampung

dalam sebuah tabung atau gelas ukur selama 30 menit masa pengujian. Bila waktu

pengujian tidak sampai 30 menit maka besarnya filtration loss dapat diketahui

dengan rumus :

t

FF t477.5

30 ………….... (3-3)

dimana :

F30 : Filtrat pada 30 menit.

Ft : Filtrat pada t menit.

t : Waktu pengukur, menit.

3.6.7. Permeabilitas Semen

Permeabilitas diukur pada semen yang mengeras dan bermakna sama

dengan permeabilitas pada batuan formasi yang berarti sebagai kemampuan untuk

mengalirkan fluida. Semakin besar permeabilitas semen maka semakin banyak

fluida yang dapat melalui semen tersebut dan begitu pula sebaliknya.

Semen diinginkan tidak mempunyai permeabilitas. Karena jika semen

mempunyai permeabilitas besar akan menyebabkan terjadinya kontak fluida

antara formasi dengan annulus dan juga strength semen berkurang. Permeabilitas

semen dapat naik karena air yang dicampurkan dalam bentuk bubur semen terlalu

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 19: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

banyak. Tetapi permeabilitas semen dapat juga meningkat karena terlalu

berlebihan dalam penambahan additives.

Perhitungan permeabilitas semen di laboratorium dapat dilakukan dengan

menggunakan “Cement Permeameter” dengan menggunakan sampel semen.

Permeabilitas diukur dengan menggunakan laju alir air yang melalui luas

permukaan sampel yang diberi perbedaan tekanan sepanjang sampel tersebut.

Perhitungan permeabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus darcy

sebagai berikut :

PA

LQK

…………………… (3.4)

dimana :

K : Permeabilitas, mD.

Q : Laju alir, ml/s.

: Viscositas, cp.

L : Panjang sampel, cm.

A : Luas permukaan sampel, cm2.

P : Perbedaan tekanan, psi.

Harga permeabilitas maksimum yang direkomendasikan oleh API adalah

tidak lebih dari 0,1 mD. Permeabilitas semen erat kaitannya dengan kekuatan

semen. Harga permeabilitas yang kecil akan menyebabkan harga strength yang

besar begitupun sebaliknya.

3.6.8. Kualitas Perforasi

Semen yang keras atau dengan kata lain semen yang mempunyai strength

besar tidak baik diperforasi karena semen akan hancur. Sehingga dianjurkan untuk

melakukan perforasi di saat semen belum keras betul.

Jika semen yang diperforasi pecah atau hancur maka pada daerah batas

minyak dengan air atau batas minyak dengan gas akan terproduksikan fluida yang

tidak diharapkan yang umum adalah cepat terproduksinya air. Agar semen tidak

mempunyai strength awal yang tinggi dapat ditambahkan addives yang sesuai.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 20: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

3.6.9. Pengaruh Tekanan dan Temperatur Tinggi

Meningkatnya tekanan dan temperatur di atas kondisi tekanan atmosfer

akan menghasilkan penurunan thickening time terhadap sebagian semen sumur

minyak. Meningkatnya tekanan di bawah kondisi isothermal akan meningkatkan

compressive strength. Pengaruh peningkatan temperatur akan semakin

mempersulit keadaan. Compressive strength sebagian besar semen akan

meningkatkan kerapatan sampai mencapai tempertur kristis, biasanya antara

2000F sampai 2400F. Di atas harga ini maka compressive strength akan menurun.

Pengaruh temperatur dan tekanan terhadap sifat semen dapat dilihat Tabel III-12.

Tabel III-12 Pengaruh Temperatur dan Tekanan Terhadap Sifat Semen. 2)

Well-Depth API Casing Cementing Conditions *

Temperatur Pumpability Time *

Static

Cementing Portland

Cement Water 5.2 gal/sk

Slow–Set Cement Water 4.5 gal/sk

2.000 ft 4.000 ft 6.000 ft 8.000 ft 10.000 ft 12.000 ft 14.000 ft

1100F 1400F 1700F 2000F 2300F 2600F 2900F

910F 10.30F 11.30F 1250F 1440F 1720F 2060F

6 : 00 + 6 : 12 3 : 22 2 : 07 1 : 34 1 : 07 1 : 00

- - -

6 : 00 + 4 : 09 2 : 55 2 : 15

* API Testing Code RP-10 B.

3.6.10. Daya Tahan Korosi

Adakalanya formasi mengandung cairan-cairan yang merusak sifat semen

seperti Na2SO4, MgSO4 dan MgCl2. Hal ini menyebabkan semen akan lunak bila

kena cairan tersebut. Hal ini mengakibatkan semen tidak berfungsi dalam hal

menahan cairan formasi menuju casing, sehingga casing akan berkarat. Untuk

menghindari pelunakan semen karena hal tersebut maka dipilih semen yang tahan

terhadap cairan-cairan tersebut. Cairan garam sulfat ataupun MgCl2 tidak

melunakkan semen untuk temperatur dangkal. Melunaknya semen dikarenakan

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 21: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

cairan garam tersebut bereaksi dengan lime dan senyawa alumina. Karena itu

Tricalcium Aluminate di dalam semen tidak boleh lebih dari 3 %.

3.7. Perencanaan Pekerjaan Primary Cementing

3.7.1. Fluida Dalam Sumur

Fluida dalam sumur, baik berupa air maupun lumpur yang digunakan pada

waktu pekerjaan pemboran. Hal ini sangat penting karena apabila lubang sumur

masih ada fluida yang tidak diinginkan maka akan dapat mengganggu kesuksesan

dalam penyemenan.

3.7.2. Desain Bubur Semen

Dalam mendesain bubur semen untuk operasi penyemenan ada beberapa

faktor yang harus dipertimbangkan.

3.7.2.1. Suhu dan Tekanan

Dalam melaksanakan operasi penyemenan, pengaruh suhu dan tekanan

harus diperhatikan. Sebab suhu dan tekanan akan mempengaruhi terhadap

penempatan dan thickening time dari pada bubur semen. Tekanan penyemenan

juga akan menpengaruhi bubur semen.

Suhu yang dijumpai dalam penyemenan dapat tinggi dikarenakan sumur

belum dilakukan sirkulasi dengan air ataupun lumpur yang menyebabkan

terjadinya penurunan suhu dasar sumur. Perlu diketahui bahwa bubur semen harus

tetap dalam keadaan cair dalam waktu yang cukup lama. Jadi tidak hanya untuk

ditempatkan dengan tepat tetapi juga untuk mencapai tekanan dan pengeluaran

bubur semen yang berlebihan.

3.7.2.2. Jenis Semen

Sebagian besar semen API klas A, G atau H digunakan dalam operasi

penyemenan. Semen klasA digunakan untuk kondisi sumur sampai kedalaman

6000 ft sedangkan klas G ini digunakan untuk kondisi sumur sampai kedalaman

800 ft dan suhu statik dasar lubang tidak melebihi 1700F.

Untuk sumur lebih dalam klas G atau H ini dapat ditambahkan dengan

additive-additive tertentu yang disesuaikan dengan kondisi formasi, sehingga

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 22: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

bubur semen dapat digunakan untuk pekerjaan primary cementing berdasarkan

waktu yang diperlukan bubur semen untuk operasi penyemenan di samping

memberikan penutupan yang baik.

3.7.2.3. Kontrol Filtrasi

Filtrasi sangat penting dalam pendesainan semen untuk pekerjaan primary

cementing. Bila semen di desak masuk terhadap media permeabel maka

perbedaan tekanan akan memaksa air dari dalam solid semen membentuk filter

cake. Cake ini akan lunak dan dapat dikeluarkan dengan jetting tetapi cake ini

tidak dapat dipompakan. Ketebalan filter cake tergantung pad permeabilitas cake

tersebut atau permeabilitas formasi, sifat fluid loss bubur semen, perbedaan

tekanan squeeze dan waktu pemompan.

API filter loss dari semen dasar berkisar antara 600 – 2500 cc dalam

30 menit tetapi kenyataannya dehidrasi terjadi demikian cepat sehingga sukar

untuk mengukurnya. Filter loss dapat diperkecil sampai 25 – 100 cc dalam

30 menit yaitu dengan cara menambahkan bentonite dan menyebar agent-agent

atau polymer-polymer.

Tabel III-13 Perbandingan Bubur Semen Filtration Loss, Permeabilitas

Filter Cake dan Waktu Membentuk Filter Cake. 4)

API Filtration Loss Pada 1000 psi (cc/30 menit)

Permeabilitas Filter Cake Pada 1000 psi (md)

Waktu Membentuk Cake 2-in menit

1200 300 100 50

5.00 0.54 0.09

0.009

0.2 3.4 30.0

100.0

3.7.3. Volume Bubur Semen

Kualitas bubur semen yang digunakan dalam operasi penyemenan dapat

berkisar dari beberapa sak sampai ratusan sak. Volume rata-rata berkisar 100 –

200 sak. Namum demikian jumlah semen yang tertentu akan tergantung dari

tujuan operasi penyemenan. Volume bubur semen untuk keperluan penyemenan

tidak dapat dikontrol dengan tepat sehingga untuk menentukan jumlah sak semen

yang akan dipakai adalah berdasarkan pengalaman daerah tersebut.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 23: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

3.7.4. Tekanan Pemompaan

Pemilihan tekanan pemompaan dalam operasi penyemenan sangat penting

karena tekanan pemompaan akan menentukan pola aliran dalam proses

pendorongan bubur semen ke dalam sumur, apakah berbentuk laminar ataukah

turbulent.

3.7.5. Waktu Pemompaan

Waktu pemompaan yang cukup adalah waktu yang dihendaki agar sisa

semen dapat dikeluarkan dari sumur. Penentuan waktu pemompaan lebih dari

1.5 jam cenderung memboroskan biaya pemboran apabila waktu tersebut hanya

digunakan untuk mendapatkan strength semen cepat terbentuk.

3.7.6. Kekuatan Semen

Kekuatan semen menunjukkan besarnya gaya yang dapat ditahan oleh

ikatan semen. Gaya-gaya yang bekerja pada ikatan semen tersebut terdiri dari

gaya horisontal dan vertikal.

Kekuatan semen akan terbentuk ketika semen mulai hidrasi dan kekuatan

semen tersebut terus meningkat untuk beberapa waktu, kemudian kekuatan ini

akan konstan. Bertambahnya tekanan dan suhu akan mengakibatkan kenaikkan

kekuatan semen, tetapi pada suhu di atas 2300F, kekuatan semen akan menurun.

Besarnya penurunan kekuatan semen ini tergantung dari komposisi semen itu

sendiri.

Pada semen dasar dan semen lainnya adalah semakin besar suhu dan

semakin lama curing time-nya (waktu semen didiamkan) maka compressive

strength dari semen semakin kuat tetapi apabila ditambah retarder, compressive

strength akan menurun kekuatannya

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 24: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

3.8. Teknik Penyemenan Liner Produksi

3.8.1. Tujuan Penyemenan Liner Produksi

Untuk sumur-sumur yang dalam sering digunakan liner sebagai pengganti

casing. Liner ini di pasang dengan cara menggantungkannya pada casing

sebelumnya. Tujuan pemasangan liner ini adalah untuk penghematan casing di

samping itu untuk mengurangi beban menara bor.

Gambar 3.2. memperlihatkan pemasangan casing liner. Pemakaian liner

produksi ini bertujuan :

a. Menutup zona open hole di bawah intermediate casing dari guguran formasi.

b. Lebih ekonomis bila dibanding dengan pemakaian production casing biasa.

Gambar 3.2. Casing Liner. 9)

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 25: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Production liner di pasang dari trayek casing sebelumnya sampai pada

kedalaman terakhir dan berfungsi sebagai casing produksi, dimana biasanya

overlap antara liner dengan casing sebelumnya ini sekitar 150 meter. Overlap

antara liner dengan casing sebelumnya ini, ditentukan dengan melihat pada

kekuatan (kekompakan) formasi atau batuannya.

3.8.2. Peralatan Penyemenan Liner Produksi

3.8.2.1. Peralatan di Permukaan

Peralatan di permukaan yang diperlukan dalam penyemenan liner

produksi, terdiri dari :

1. Cemnting Unit

Cementing unit merupakan suatu unit pompa yang berguna untuk

memompakan bubur semen dan lumpur pendorong dalam proses penyemenan.

Pada dasarnya cementing unit merupakan kumpulan dari berbagai peralatan

yang diperlukan dalam proses penyemenan yaitu :

a. Pump Skid

Pump skid merupakan pompa yang berfungsi untuk memompakan bubur

semen dan lumpur pendorong. Di samping itu pompa ini juga digunakan

untuk menekan bubur semen agar masuk ke dalam formasi melalui lubang

perforasi. Tekanan yang digunakan untuk memasukkan bubur semen

tersebut disebut tekanan squeeze.

b. Jet Mixer

Jet mixer berfungsi untuk mencampur semen kering dengan air sehingga

mengahsilkan bubur semen yang homogen.

c. Mixing Tub

Mixing tub adalah suatu alat yang berfungsi untuk menampung bubur

semen yang telah dihasilkan oleh jet mixer, bubur semen yang tertampung

selanjutnya dihisap oleh pump skid untuk diteruskan ke dalam sumur.

d. Bulk Cement

Bulk cement adalah suatu alat yang berfungsi untuk menyimpan atau

menampung semen kering.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 26: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Gambar 3.3 Cementing Unit. 5)

2. Flow Line

Flow line merupakan rangkaian pipa yang berfungsi untuk mengalirkan bubur

semen atau sebagai media untuk mengalirkan fluida pendorong dari cementing

unit ke cementing head.

3. Cementing Head

a. Liner Cementing Head

Merupakan ujung dari flow line yang mempunyai fungsi untuk

memasukkan bubur semen ke dalam sumur.

b. Plug Dropping Head

Merupakan tempat top plug yang akan diluncurkan untuk mendorong

bubur semen dan juga tempat memasukkan bola besi untuk pengesetan

hydraulic liner hanger (Gambar 3.4).

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 27: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Gambar 3.4. Plug Dropping Head. 3)

3.8.2.2. Peralatan Bawah Permukaan

1. Liner Hanger

Tempat menggantungkan liner yang diset pada casing sebelumnya. Liner

hanger mempunyai dua tipe yaitu diset secara mechanical dan hydraulic.

2. Female Plug (Liner Wiper Plug)

Plug yang diset pada ujung tubing/drill pipe yang terletak dalam liner.

3. Male Plug (Drill Pipe Wiper Plug)

Plug yang berfungsi untuk mendorong bubur semen melalui tubing/drill pipe

yang telah ditempatkan pada plug dropping head.

4. Landing Collar

Tempat untuk mendaratnya setting ball untuk keperluan pengesetan hydraulic

hanger dan juga tempat pendukung plug.

5. DSCC (Dual Stage Cementing Collar)

Digunakan pada penyemenan bertahap / bertingkat, sebagai tempat keluarnya

semen dari casing ke annulus setelah tahap pertama dan sebelumnya.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 28: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

6. Float Shoe

Peralatan yang terletak paling ujung dari rangkaian liner. Float shoe

dilengkapi dengan valve yang berfungsi untuk mencegah terjadinya aliran

balik bubur semen dari annulus ke dalam liner (Gambar 3.5).

7. Float Collar

Adalah Collar yang mempunyai valve yang berfungsi untuk mencegah aliran

balik bubur semen dari annulus ke dalam liner bila folat shoe tidak berfungsi

sempurna (Gambar 3.5).

Gambar 3.5. Float Equipment. 3)

8. Scratcher

Digunakan untuk membersihkan dinding lubang bor dari mud cake sehingga

semen akan melekat dengan baik pada formasi.

9. Centrallizer

Digunakan untuk menempatkan liner agar berada di tengah-tengah lubang bor

sehingga akan didapatkan cincin semen yang merata.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 29: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Gambar 3.6. Centralizer. 3)

3.8.3. Operasi Penyemenan Liner Produksi

Untuk pelaksanaan penyemenan liner produksi setelah liner hanger diset

pada intermediate casing adalah sebagai berikut :

1. Adakan sirkulasi terlebih dahulu dengan lumpur untk membersihkan kotoran

yang masih ada, kemudian pompakan spacer dan selanjutnya bubur semen

sebanyak yang diperlukan (Gambar 3.7a.).

2. Masukkan male plug ke dalam drill pipe melalui plug dropping head untuk

mendorong bubur semen (Gambar 3.7b.).

3. Pompakan lumpur pendorong hingga male plug bertemu dengan female plug

yang telah diset pada ujung setting tool (Gambar 3.7d.).

4. Gerakan male dan female plug yang turun ke bawah akan berhenti pada float

collar. Setting tool dan rangkaian drill pipe kemudian diangkat ke permukaan

(Gambar 3.7d dan e).

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 30: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Gambar 3.7. memperlihatkan pekerjaan penyemenan liner produksi.

Gambar 3.7. Liner Cementing Job. 3)

Rangkaian liner seperti yang disebutkan di atas, dimasukkan ke dalam

lubang bor dengan perantaraan setting tool yang disambung pada ujung rangkaian

drill pipe (Gambar 3.8). Pada ujung setting tool ini dilengkapi dengan female plug

yang berlubang.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 31: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Gambar 3.8. Liner Setting Tool. 3)

3.9. Hidrolika Penyemenan

Sifat atau pola aliran suspensi semen yang diterapkan delam operasi

penyemenan primer merupakan salah satu faktor penting untuk keberhasilan

penyemenan. Suspensi semen dan lumpur pemboran merupakan fluida non-

Newtonian, yaitu fluida yang tidak bersifat adanya perbandingan tetap antara

shear stress dan shear rate yang umumnya dianggap sebagai fluida bingham

plastic. Fluida yang termasuk bingham plastic adalah fluida yang untuk terjadinya

aliran harus ada minimum shear stress yang melebihi suatu harga minimum

Ty (yield point). Setelah yield point dilampaui maka penambahan shear sterss

lebih lanjut akan menghasilkan shear rate yang sebanding dengan p (plastic

viscositas) dari bingham plastic.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 32: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Fluida non-Newtonian, dimana sifat rheologinya dapat diukur dengan

Fann VG Meter. Seperti juga halnya pada lumpur, bubur semen juga mempunyai

tiga macam pola aliran, yaitu : Plug flow, Laminer flow dan Turbulent flow.

3.9.1. Aliran Plug

Aliran dimana gesekan (shear) terjadi di dekat dinding pipa dan di tengah-

tengah aliran terdapat suatu aliran tanpa gesekan seperti suatu sumbat. Pada aliran

plug ini (Gambar 3.9) kecepatan aliran di annulus tidak melebihi 90 ft/menit.

Gambar 3.9. Pola Aliran Plug. 5)

Pada aliran ini baik sekali digunakan terhadap lubang “washout” atau daerah

bahaya kehancuran formasi dimana pola aliran turbulent tidak dapat digunakan

karena dikawatirkan akan terjadi pecah formasi. Apabila kecepatan aliran di

annulus melebihi 90 ft/menit, dapat terjadi perembesan atau “by pass” suspensi

semen ke lumpur terutama di daerah “washout” sehingga semen dapat mengalami

kontaminasi. Kemungkinan lain aliran beralih ke pola aliran laminer yang tidak

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 33: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

dikehendaki. Kecepatan pompa maksimum yang diijinkan supaya kecepatan

suspensi semen di annulus tidak melebihi 90 ft/menit dapat dihitung dengan

persamaan :

220874.0 dcdhQ ……….……. (3-5)

dimana :

Q : Laju pemompaan maksimum, bbl/menit (BPM).

dh : Diameter lubang bor, in.

dc : Diameter casing, in.

Sedangkan kecepatan aliran fluida di annulus ditentukan dengan

persamaan :

fps

dcdhQV ,15.17

22

…………… (3-6)

sedangkan laju pemompaan aliran plug yang didasarkan atas bilangan

reynold (Nre) = 2000, didapatkan dari persamaan :

222 8.9292.15

dcdhTyppdcdhQp

(3-7)

dimana :

V : Kecepatan aliran di annulus, fps.

Qp : Laju pemompaan aliran plug, bpm.

: Berat jenis fluida, ppg.

p : Viscositas plastic, cps.

Ty : Yield point, lb/100 sqft.

Besar bilanga Reynold (Nre) menurut bingham plastic :

pVdcdhN /5.296Re ……... (3-8)

3.9.2. Aliran Laminer

Aliran laminer adalah gerak aliran fluida yang teratur dan arahnya sejajar

dengan aliran atau dinding pada Gambar 3.10).

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 34: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Gambar 3.10. Pola Aliran Laminer. 5)

Pada aliran laminer distribusi kecepatan berbentuk parabola, dimana

kecepatan maksimum di tengah-tengah dan kecepatan minimum pada dinding

pipa atau lubang. Jadi karena distribusi kecepatan aliran laminer dimana

kecepatan pada dinding nol dan semakin ke tengah semakin besar menyebabkan

semen melampaui lumpur (lumpur tertinggal di dalam semen) sehingga akan

mempengaruhi kualitas ikatan semen. Hal ini tidak diingingkan dalam operasi

penyemenan. Pada aliran laminer berlaku 90 < V < Vc dan Nre < 3000 dimana V

adalah kecepatan fluida dan Vc adalah kecepatan kritis.

3.9.3. Aliran Turbulent

Pola aliran turbulent lebih efektif mengikis lumpur yang melekat pada

dinding lubang maupun pada casing yang akan di semen. Pada aliran turbulent

fluida bergerak dengan kecepatan besar (V > Vc) dan partikel fluida bergerak

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 35: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

pada garis-garis yang tak teratur sehingga terdapat aliran berputar (pusaran –

Eddie current) ke semua arah. Gesekan yang terjadi juga tidak teratur, Nre > 3000

(Gambar 3.11).

Gambar 3.11. Pola Aliran Turbulent. 5)

3.9.3.1. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran harus cukup besar untu memungkinkan tercapainya atau

terlampauinya kecepatan kritsi (vc) yang dihitung dengan persamaan :

dcdh

TydcdhppVc

22 20.862.162.1 (3-9)

Untuk mendapatkan laju pemompaan kritis pada aliran turbulent (pump rate

yang diperlukan untuk memperoleh aliran turbulent) didasarkan atas bilangan

Reynold (Nre) = 3000 dengan persamaan :

TydcdhppdcdhQc

22 20.8

62.10 (3-10)

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 36: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

3.9.3.2. Waktu Persentuhan (Contact Time)

Waktu persentuhan atau contact time adalah lamanya suatu titik tertentu dalam

annulus berhubungan dengan suspensi semen yang didorong dengan aliran

turbulent. Contact time ini dapat dihitung dengan persamaan :

QcVtt / ……………. (3-11)

dimana :

t : Waktu persentuhan, menit.

Vt : Volume suspensi semen, bbl.

Qc : Laju pemompaan kristis aliran turbulent, BPM.

Banyak faktor yang mempengaruhi aliran fluida di annulus pada saat

pendorongan suspensi semen seperti : tidak sentrisnya casing pada lubang bor

(terutama pada deviated hole), mud cake pada dinding lubang maupun pada

casing. Stand Off adalah faktor menyandarnya casing pada dinding lubang yang

mengakibatkan letak casing tidak sentris di tengah-tengah lubang bor sebagai

prosentase “Stand Off” yang ditunjukkan dengan persamaan :

rerw

WnOffdS

100%tan ……………. (3-12)

dimana :

Wn : Jarak terdekat antara casing dinding lubang, in.

rw : Jari-jari lubang bor, in.

re : Jari-jari casing, in.

Kolom lumpur yang berkontaminasi terhadap semen akan mengakibatkan

ikatan semen kurang baik, juga akan menyebabkan terjadinya chanelling sehingga

terjadi hubungan vertikal antara lapisan produksi dengan lapisan di atas atau di

bawahnya.

3.10. Perhitungan Penyemenan

3.10.1. Perhitungan Volume Annulus

Volume annulus dihitung untuk menentukan jumlah semen yang

diperlukan operasi penyemenan. Perhitungan ini juga diperlukan untuk

menentukan total waktu yang diperlukan untuk mencampur dan memompakan

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 37: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

semen, serta mendorong ke annulus. Untuk perhitungan ini juga diperlukan

caliper log untuk menyesuaikan volume semen dengan ukuran lubang yang

sebenarnya. Dari perhitungan tersebut berarti diperlukan sejumlah volume

tambahan (excess) dari perhitungan yang berdasarkan ukuran bit. Setelah itu

biasanya volume ditambah 10 – 15% (berdasarkan pengalaman lapangan) untuk

mengisi daerah-daerah kritis, juga kemungkinan pembesaran lubang karena cabut

rangkaian bor.

3.10.2. Perhitungan Densitas, Yierld dan Air Pencampur

Densitas Suspensi atau slurry semen dan yield dihitung sebagai berikut :

lb semen + lb air + lb additives Densitas = -------------------------------------------- ……... (3-13)

gal semen + gal air + gal addives

Dalam perhitungan pembuatan bubur semen (slurry) dianggap bahwa :

a. Seluruh konsentrasi additives kecuali garam, prosentasenya berdasarkan prosen

berat semen. Sedangkan additives garam berdasarkan prosen berat air

b. Additives seperti retarder, metasilicate, garam, dispersant, CaCl2 dan lain

sebagainya yang prosentasenya lebih kecil dari 5 % dianggap tidak

berpengaruh dalam perhitungan.

c. Additives seperti barite, silicate sand, hematite, bentonite, gilsonite dan garam

dengan prosentase lebih dari 5 % dimasukkan dalam perhitungan.

Untuk perhitungan yield bubur semen adalah sebagai berikut :

gal semen + gal water + gal additves Yield slurry = ------------------------------------------------- ……... (3-14)

7.48 cuft/gal

Perhitungan total volume air sangat penting, yaitu untuk mencampur semen,

sebagai spacer dan preflush, air cadangan dalam tangki serta air untuk

displacement.

3.10.3. Perhitungan Fill Up Dan Volume Pendorong Bubur Semen

Perhitungan fill up adalah tinggi kolom semen yang harus diisikan di

annulus. Agar penentuan bubur semen yang diperlukan lebih teliti maka

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 38: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

sebelumnya diadakan survey caliper log. Dari volume yield yang telah dihitung

maka dapat ditentukan banyaknya sak semen yang dibutuhkan yaitu :

Volume yang diperlukan (cuft) - Sak semen = ----------------------------------------- ….….. (3-15)

Yield semen (cuft/sak)

- Volume air = Total sak semen Air yang dibutuhkan ……... (3-16)

- Volume pendorong (bbl) = Volume drill pipe Voleme liner ……... (3-17)

3.10.4. Tekanan Pendorong Untuk Plug

Tekanan pompa yang diperlukan untuk mendorong plug berbeda dengan

tekanan hidrostatik fluida dalam annulus dan pipa. Berdasarkan laju pemompaan,

tambahan tekanan pompa yang diperlukan untuk mengatasi beban gesek yang

terjadi. Tekanan dihitung untuk menentukan tipe pompa yang diperlukan untuk

menyakinkan cementing head cukup mendapat daya dorong dan tidak terjadi

bahaya bursting casing.

3.10.5. Perhitungan Tekanan

1. Tekanan Hidrostatik

Ph = 0.052 x densitas (ppg) x kedalaman (ft) …………. (3-18)

2. Tekanan Rekah formasi

DP

vv

DP

DSF

1 …………. (3-19)

DFPfr ……..……… (3-20)

dimana :

F : Gradient rekah formasi, psi/ft.

S : Overburden stress, psi.

V : Poisson ratio’s.

F : Tekanan formasi, psi.

D : Kedalaman, ft.

Pfr : Tekanan rekah formasi, psi.

3. Tekanan Permukaan Maksimum Yang Diijinkan (MASP) :

SFPDGMSAP hf ……………. (3-21)

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 39: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

dimana :

Gf : Gradient rekah formasi, psi.

D : Kedalaman, ft.

Ph : Tekanan hidrostatik fluida, pdi.

SF : Safety factor.

4. Volume bubur semen yang dibutuhkan untuk mengisi tinggi kolom semen di

dalam casing :

VLVolume ……………. (3-22)

dimana :

L : Panjang kolom casing yang akan disemen, ft.

V : Kapasitas lubang, cuft/ft.

5. Tinggi balance kolom semen sebelum pengangkatan tubing :

volume bubur semen (cuft) H (ft) = --------------------------------------------------------------- (3.23)

volume annulus (cuft/ft) + volume tubing (cuft/ft)

3.11. Analisa Kualitas Hasil Operasi Penyemenan

3.11.1. Logging Yang Digunakan

Setelah pelaksanaan penyemenan selesai maka untuk mengetahui

keberhasilan operasi penyemenan perlu dilakukan analisa untuk mengetahui

kualitas hasil pelaksanaan penyemenan dengan menggunakan kombinasi dari

peralatan Cement Bond Log (CBL) dan Variable Density Log (VDL). Dari

kombinasi peralatan tersebut, analisa kualitas hasil penyemenan dapat dilakukan

secara kualitatip maupun kuantitatip.

3.11.2. Prinsip Dasar Pengukuran CBL, VDL dan CET

Diantara beberapa faktor yang mempengaruhi sifat akustik dari casing

yang tersemen terutama adalah kualitas ikatan antara semen dengan casing.

Apabila kualitas ikatan semen tersebut baik, maka gelombang akustik yang

merambat sepanjang casing akan menjadi lemah akibat dari hilangnya energi di

sekitar daerah yang tersemen tersebut.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 40: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

3.11.2.1. Cement Bond Log

Peralatan Cement Bond Log (CBL) adalah suatu log yang bekerja

berdasarkan cepat rambat gelombang suara sebagai prinsip dasarnya. Dalam hal

ini transmitter mengirimkan signal akustik yang telah diketahui bentuknya,

kemudian dicatat responnya oleh masing-masing receiver setelah melewati casing,

semen dan formasi yang tersemen.

Gambar 3.12. Perangkat CBL – VDL. 11)

Pada dasarnya peralatan ini terdiri dari dua bagian utama yaitu peralatan

akustik dan elektronik. Peralatan akustuk ini terdiri dari sebuah transmiter dan

sebuah receiver. Peralatan CBL akan mengukur amplitudo dari signal-signal

gelombang akustik. Prinsip kerja dari peralatan CBL adalah pencatatan terhadap

terjadinya pengurangan gelombang suara yang terukur antara transmitter dan

receiver. Receiver ini biasanya diletakkan 3 ft dari transmitter. Amplitudo akan

maksimum pada formasi yang tidak tersemen dan amplitudo minimum terjadi

pada casing yang tersemen dengan baik pada formasi.

Pada umumnya gelombang akustik merambat sepanjang casing dan yang

pertama kali diterima oleh receiver 3 ft akan menggambarkan bentuk tiga puncak

gelombang, yang masing-masing diberi label E1, E2 dan E3. Apabila terdapat

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 41: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

ikatan semen yang baik antara semen dengan casing, maka amplitudo E1, E2 dan

E3 akan mengecil seperti terlihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13 Skema Bentuk Sinyal di Receiver pada CBL. 12)

Besarnya amplitudo berbanding terbalik dengan besarnya laju peredaman sinyal

(attenuation rate, db/ft). apabila ikatan yang baik antara semen dengan casing,

maka laju peredaman sinyal tergantung pada kekuatan kompresi semen dan

persentase circumference bonded.

Cement Bond Log (CBL) mengukur dua parameter yaitu :

- Transit time yaitu waktu yang diperlukan E1 untuk mencapai receiver.

- Amplitudo.

a. Pengukuran Transit Time

Pada saat pulsa akustik dipancarkan maka pencatat waktu elektronik mulai

menghitung waktu yang diperlukan E1 untuk mencapai penerima. Dengan

mengatur detection level, maka E1 akan terdeteksi sewaktu mencapai penerima

dan pencatat waktu berhenti menghitung. Pada CBL terlihat bahwa transit time

terlihat selalu merupakan garis lurus dan membentuk huruf (dilihat dari sisi kiri).

Disetiap casing collar, kecuali pada good bond atau eccentering tool akan

merupakan garis bergelombang. Apabila terdapat ikatan yang baik antara semen,

maka pengukuran ini memperlihatkan dua karakteristik khusus yaitu terbentuknya

stretching atau cycle skkiping.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 42: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Stretching adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan transit time kecil

(kurang dari 15 us) akibat adanya ikatan semen yang baik. Sedangkan cycle

skipping adalah suatu keadaan dimana peningkatan transit time yang terjadi cukup

besar (lebih dari 15 us) akibat adanya ikatan semen yang sangat baik.

Tabel III-14. CBL Interpretation Guide. 12)

Casing Size

WT

Travel Time u-sec

Free Pipe Signal

Class H Cement

Interval For Isolation 3000 Psi 100

% Cement 60% Bond

Cut-off

4 ½” 9.5 11.6 13.5

254

81 mV

0.2 mV 0.6 mV 1.0 mV

2.3 mV 4.6 mV 7.9 mV

5 ft

5” 15.0 18.0 21.0

258

76 mV

0.9 mV 2.2 mV 3.6 mV

5.5 mV 10.0 mV 15.0 mV

5 feet

5 ½” 15.5 17.0 20.0 23.0

269

72 mV

0.7 mV 1.0 mV 2.1 mV 3.5 mV

4.8 mV 6.0 mV 9.0 mV

13.0 mV

6 feet

7”

23.0 26.0 29.0 32.0 35.0 38.0 40.0

289

62 mV

1.0 mV 1.7 mV 2.4 mV 3.3 mV 4.0 mV 5.0 mV 6.0 mV

5.5 mV 7.5 mV 9.3 mV

13.0 mV 14.0 mV 15 mV

17.0 mV

11 feet

7 5/8” 26.4 29.7 33.7 39.0

302

59 mV

1.1 mV 1.8 mV 2.6 mV 3.5 mV

5.5 mV 7.5 mV

10.0 mV 13.0 mV

12 feet

9 5/8” 40.0 43.5 47.0 53.5

332

51 mV

1.8 mV 2.2 mV 2.7 mV 4.0 mV

6.8 mV 8.5 mV 9.0 mV

12.0 mV

15 feet

10 ¾”

40.5 45.5 48.0 51.0 54.0 55.5

352

48 mV

1.2 mV 1.8 mV 2.1 mV 2.5 mV 2.7 mV 2.8 mV

5.1 mV 6.5 mV 7.6 mV 8.0 mV 8.4 mV 8.8 mV

18 feet

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 43: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

b. Pengukuran Amplitudo

Untuk mengatur amplitudo maka elektronik gate yang terdapat pada alat

CBL akan terbuka untuk beberapa saat dan sinyal terbesar yang diterimanya akan

terekam. Besarnya harga amplitudo untuk kondisi free pipe atau good bond

tergantung pada ukuran casing serta berat nominalnya.

c. Eccentering Effect Pada CBL

Pengaruh alat CBL yang tidak terpusat di tengah lubang akan

menyebabkan tersebarnya sinyal di receiver sehingga menghasilkan pembacaan

amplitudo yang invalid. Pada Gambar 3.14 memperlihakan pengaruh eccentering

terhadap sinyal akustik di receiver.

Gambar 3.14. Pengaruh Eccentering Terhadap Sinyal Akustik di Receiver. 12)

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa jika alat CBL tidak terletak

di tengah lubang maka akan menyebabkan terjadinya dua hal, yaitu : transit time

menurun dan amplitudo E1 menurun (1/2” accentering dapat menyebabkan

penurunan amplitudo E1 lebih dari 50%).

Sedangkan Gambar 3.15, memperlihatkan pengaruh eccentering pada log

CBL. Pada kurva tersebut terlihat bahwa pada eccentering penurunan amplitudo

selalu disertai dengan penurunan kurva transit time.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 44: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Gambar 3.15 Pengaruh Eccentering Pada CBL. 12)

Peralatan CBL harus diletakkan ditengah-tengah lubang bor (dalam

casing) sehingga pengukuran akan lebih akurat. Peralatan CBL secara umum

digunakan untuk :

a. Menentukan puncak kedalaman semen.

b. Menentukan kualitas ikatan antara semen dengan casing.

c. Memeriksa kembali keefektifan penginjeksian semen.

d. Mengevaluasi beberapa teknik penyemenan yang berbeda.

3.11.2.2. Variable Density Log (VDL)

Peralatan Variable Density Log (VDL) mempunyai receiver yang biasanya

diletakkan sejauh 5 ft dari transmitter. VDL ini mengevaluasi ikatan antara semen

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 45: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

dengan formasi dan semen dengan casing. VDL mencatat amplitudo gelombang

suara dan biasanya berpasangan dengan CBL. Pencatatan dilakukan pada receiver

yang terletak 5 ft dari sonic transmitter. Perubahan amplitudo dari gelombang

suara menunjukkan variasi dari penembusan yang terekam pada log. Warna gelap

atau terang dan bergelombang menunjukkan evaluasi dari VDL. Dalam casing

yang tersemen ada empat kemungkinan gelombang yang terekam dari transmitter

ke receiver yaitu :

a. Di sepanjang casing.

b. Disepanjang semen di belakang casing.

c. Melewati formasi.

d. Melewati lumpur.

Gambar 16.

Prinsip Dasar VDL. 12)

Identitas bentuk sinyal yang diperlihatkan oleh VDL adalah :

- Casing arrival ditunjukkan oleh bentuk strip yang beraturan.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 46: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

- Formation arrival ditunjukkan oleh bentuk strip yang beraturan.

Apabila terdapat ikatan yang baik antar casing dengan semen dan antara semen

dengan formasi, maka depleksi kurva VDL adalah sebagai berikut :

- Casing arrival lemah atau tidak kelihatan.

- Formation arrival kuat.

3.11.2.3. Cement Evaluation Tool (CET)

Untuk mengatasi kekurangan dan keterbatasan yang ada pada CBL – VDL

diperlukan Cement Evaluation Tool (CET). Jika CBL mengukur ikatan semen

dengan casing dan formasi maka CET akan mendeteksi adanya microannulus dan

channeling serta mengukur besarnya compressive strength.

CET menggunakan perangkat ultarsonic berfrekuensi tinggi dengan

pemusatan 8 transducer untuk mendeteksi kedelapan bagian azimuth dari casing

dan setiap transducer berlaku sebagai pemancar dan penerima. Dari cement map

yang terdapat pada lajur 3 maka dengan mudah dapat dilihat distribusi semen

yang terdapat di annulus. Bayangan yang terjadi pada cement map sebanding

dengan kekuatan kompresi semen dari putih yang menunjukkan free pipe ke hitam

yang menunjukkan ikatan semen yang baik.

Seperti halnya pada CBL maka peranan posisi alat di dalam lubang sangat

penting. Apalagi transducer menggeser dari pusat lubang, maka pancaran sinar

ultrasonic ke dinding casing menjadi tidak normal (tegak) sehingga sinyal tersebut

dipantulkan kembali menjauhi transducer. Besarnya harga yang dapat diterima

pada sonde eccentering adalah 4 mm untuk casing 7” dan 5 mm untuk casing

9 5/8”. Penyimpangan yang lebih besar dari harga yang telah ditentukan akan

mengakibatkan analisa yang invalid (tidak akurat).

3.11.3. Analisa Kualitas Hasil Penyemenan

3.11.3.1. Analisa Kualitas Ikatan Semen Terhadap Casing

Dalam menganalisa kualitas ikatan semen terhadap casing adalah dengan

jalan mengamati karakteristik dari gelombang suara yang melalui casing. Sumber

suara yang berasal dari transmitter melewati lumpur dan casing kemudian

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 47: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

diterima oleh receiver. Besar kecilnya gelombang suara yang ditangkap receiver

tergantung pada beberapa faktor antara lain :

a. Besar kecilnya gelombang suara yang dikirim.

b. Diamater dalam casing.

c. Jenis fluida di dalam sumur.

d. Ketebalan casing.

e. Jumlah semen yang melekat pada casing.

f. Compressive strength dari semern yang melekat pada casing.

Dari keenam faktor tersebut di atas yang dapat digunakan untuk

menentukan kualitas ikatan semen terhadap casing adalah jumlah semen yang

melekat pada casing dan compressive strength semen yang melekat pada casing.

Jika jumlah semen yang melakat pada casing bertambah atau compressive

strengthnya bertambah maka akan terjadi pengurangan signal suara yang diterima

oleh receiver yang disebabkan karena keduanya akan menghalangi penerimaan

signal suara. Maka dapat disimulkan bahwa kualitas ikatan semen terhadap casing

akan bertambah apabila besarnya amplitudo yang diterima semakin kecil.

Terdapat dua metode untuk mengevaluasi kualitas ikatan semen terhadap casing

yaitu :

A. Metode Bond Index

Bond Index (BI) secara matematis didefinisikan sebagai berikut :

Attenuasi di zona interest (db/ft) BI = --------------------------------------------------------------- …….. (3.24)

Attenuasi pada zona yang tersemen 100 % (db/ft)

Attenuasi didefinisikan sebagai pengurangan harga dalam decible per-foot (db/ft)

dari signal yang diterima dan diukur dalam millivolt maka harga attenuasi akan

semakin kecil.

Untuk menghitung harga BI dari CBL adalah dengan mengambil harga

minimal dari amplitudo yang terbaca pada log dan harga tersebut dianggap

sebagai harga casing yang tersemen 100 %. Dengan batuan nomogram

Gambar 3.17. Besarnya amplitudo minimal dimasukkan dalam satuan millivolt.

Kemudian tarik miring ke atas sejajar sambil memotong garis vertikal yang

mewakili diameter luar dari casing (OD) yang digunakan. Dari titik tersebut

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 48: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

ditarik grais horisontal ke kanan sampai memotong garis tepi dari skala yang

terdapat pada attenuasi dalam satuan db/ft. dan Harga tersebut merupakan

harga BI = 1

Gambar 3.17.

CBL Interpretation Chart. 12)

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 49: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Berdasarkan data pengamatan lapangan diputuskan bahwa harga BI = 0.6

sudah dapat dikatakan baik atau “good bond”, untuk memperoleh harga BI = 0.6

(good bond cut-off) adalah dengan mengalikan harga attenuasi untuk 100 %

(BI = 1) dengan 0.6. Masukkan harga attenuasi dalam db/ft dalam kolom sebelah

kanan dan tarik horisontal ke kiri sampai memotong garis vertikal yang mewakili

OD casing kemudian sejajar dengan gais miring tersebut sampai terbaca harga

millivoltnya.

Harga ini merupakan harga baru yang disebut good bond cuf-off. Apabila

ada harga yang lebih besar dari harga tersebut di atas dikatakan “poor bond” yaitu

ikatan semen terhadap casing jelak. Sedangkan apabila harganya lebih kecil dari

harga good bond cuf-offnya maka dikatan “good bond” yang menandakan kualitas

ikatan semen terhadap casing adalah baik.

B. Metode Compressive Strength

Dari analisa lebih jauh menunjukkan bahwa attenuasi rate dari CBL

mempunyai hubungan dengan compressive strength dari semen dan ketebalan

casing. Karena ada hubungan tersebut maka di buat nomogram yang dapat

membantu untuk menentukan harga dari comnpressive strength semen

berdasarkan harga CBL amplitudo dalam millivolt untuk berbagai ukuran casing

yang digunakan.

Dalam menentukan harga compressive strength adalah sebagai berikut :

masukkan harga dari amplitudo CBL dalam millivolt kemudian ikuti garis miring

ke atas sampai memotong garis vertikal yang mewakili dari diameter luar casing

yang digunakan. Setelah itu ditarik horisontal ke arah kanan sampai memotong

diagonal yang mewakili tebal casing. Dari titik tersebut tarik ke bawah secara

vertikal maka akan diperoleh harga compressive strengthnya.

Apabila harga compressive strengthnya rendah maka ikatan semen

terhadap casing adalah jelak dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kemungkinan tidak adanya semen atau

tidak tersemen, semen yang melekat pada casing tipis, semen tidak penuh, semen

terkontaminasi, kemungkinan adanya channel dan kemungkinan adanya

mikroannulus.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 50: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

3.11.3.2. Analisa Kualitas Ikatan Semen Terhadap Formasi

Dalam menganalisa kualitas ikatan semen terhadap formasi selain

menggunakan CBL juga digunakan seismic spectogram atau VDL yang terletak

pada bagian kanan dari CBL log. Untuk mengevaluasi ikatan semen terhadap

formasi maka perlu diketahui karakteristik dari CBL – VDL yang terdapat pada

casing, fluida dan formasi yaitu :

1. Karakteristik dari casing signal :

a. Waktunya relatif konstan.

b. Pada collar terdapat chevron patterns (seperti w).

c. Signalnya berulang.

d. Waktunya tidak diperkirakan.

2. Karakteristik dari fluid signal :

a. Waktunya relatif konstan.

b. Signalnya berulang.

c. Normally weak signal.

d. Waktunya dapat diperkirakan (200 transmitter receiver spacing).

3. Karakteristik dari formation signal :

a. Menerus secara vertikal.

b. Berubah terhadap waktu.

c. Dibantu dengan open-hole log/sonic dalam menentukan kedalamannya.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 51: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

Dalam perhitungan digunakan suatu pendekatan dengan asumsi bahwa

bubur semen merupakan power law fluid yang penentuannya sebagai berikut :

2. Tentukan karakteristik aliran dengan menggunakan Fann VG Meter maka akan

didapat hasil pembacaan pada 300 dan 600 RPM.

- Menentukan indeks kelakuan aliran (n’) dengan :

Pembacaan 600 RPM n’ = 3.23 (log --------------------------------- ) atau Pembacaan 300 RPM

2 PV YP n’ = 3.23 log ------------------- …………….… (3.9)

PV YP

- Menentukan indek consistenency fluida (K’) :

N (Pembacaan 300 RPM) 1.066 K’ = --------------------------------------------------- atau

100 (511)n’

N (PV YP) 1.066 K’ = --------------------------------------- ……………… (3.10)

100 (511)n’

dimana :

N = Range extension faktor dari spring.

3. Menentukan tekanan gesekan/friksi dengan menghitung Reynold Number

(NRe) dengan rumus :

- Untuk casing :

(1.86) (V)2 – n’ () NRe = ---------------------------- ……..….…… (3.11)

K’ (96/di) n’

- Untuk annulus :

(1.86) (V)2 – n’ () NRe = ---------------------------- ……..….…… (3.12)

K’ (96) / (dw - do) n’

dimana :

NRe = Reynold Number, dimensionless.

Q = Rate fluida, bbl/menit.

= Density dalam casing, ppg.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 52: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

di = Diameter dalam casing, in.

do = Diameter luar casing, in.

dw = Diameter lubang bor, in.

Tekanan pada setiap titik di lubang bor adalah sama dengan jumlah tekanan

hidrostatik kolom semen ditambah tekanan akibat adanya gesekan (friksi)

yaitu :

P = Ph Pf ……………….……. (3.13)

dimana :

P = Total tekanan pada setiap titik, psi.

Ph = Tekanan hidrostatik kolom semen, psi

= 0.052 L

L = Tinggi kolom fulida, ft.

= Densitas fluida, ppg.

Pf = Tekanan akibat adanya friksi, psi.

4. Tentukan besarnya Fanning Friction Factor.

5. Tentukan tekanan friksinya (Pf) dengan rumus :

- Untuk casing :

(11.5) (L) () (Q2) (f) Pfc = -------------------------------- ……………... (3.14)

di5

- Untuk annulus :

(11.5) (L) () (Q2) (f) Pfa = -------------------------------- ……………... (3.15)

(dw – do) (dw2 – do

2) 2

dimana :

Pfc = Tekanan gesekan di casing, psi.

Pfa = Tekanan gesekan di annulus, psi.

f = Faktor gesekan, dimensionless.

6. Tentukan tekanan di permukaan dan di dasar sumur dengan memakai

rumus :

Ps = Pf Pa Pc ……………... (3.16)

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 53: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

PB = Pfa Pa ……………... (3.17)

dimana :

Ps = Tekanan pompa di permukaan, psi.

PB = Tekanan sirkulasi di dasr sumur, psi.

Pa = Tekanan hidrostatik total di annulus, psi.

Pc = Tekanan hidrostatik total di casing, psi.

Pf = Tekanan gesekan total, psi.

Aliran Turbulent

Teknik pendorongan atau penempatan bubur semen dengan aliran

turbulent adalah sangat efektif. Karena pendesakan bubur semen akan lebih baik

sehingga diperoleh hasil ikatan semen yang baik. Untuk memperoleh aliran

turbulent tersebut maka besarnya rate pompa dapat ditentukan dengan cara

sebagai berikut :

- Tentukan harga n’ dan K’ dari bubur semen.

- Tentukan harga NRe di atas daerah kristis untuk aliran turbulent, dimana

aliran akan mulai turbulent pada harga NRe lebih dari 2100, sedangkan

yang baik sekitar 3000. Rate aliran (Q) minimum agar diperoleh aliran

turbulent, dihitung dahulu kecepatan aliran dengan rumus :

NRe K (96/di)n’

V2-n’ = ---------------------- atau 1.86

NRe K (96/di)n’ 1/(2-N’) V = ------------------------ ……………... (3.18)

1.86

Kemudian baru dihitung rate aliran (Q) minimum aliran turbulent dengan

rumus sebagai berikut :

V (dw2 - do

2) Q = ---------------------- ……………... (3.19)

17.157

dimana :

Q = Rate aliran, BPM.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Page 54: Teori Dasar Penyemenan 02.pdf

V = Kecepatan aliran, ft/sec.

dw = Diameter lubang sumur, in.

do = Diamater luar casing, in.

Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer (http://www.novapdf.com)