perhitungan material slurry pada penyemenan casing 958 sumur #h03 lapangan y

72
PERHITUNGAN KEBUTUHAN MATERIAL SLURRY PADA PENYEMENAN CASING 9 5 8 " SUMUR #H-03LAPANGAN “Y” TUGAS AKHIR IMAN TAUFIK DARAJAT PROGRAM STUDI D3 TEKNIK PERMINYAKAN DAN GAS BUMI JURUSAN TEKNIK FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PAPUA 2014

Upload: iman

Post on 14-Sep-2015

64 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Tugas Akhir Iman Taufik Darajat, Universitas Negeri Papua

TRANSCRIPT

  • PERHITUNGAN KEBUTUHAN MATERIAL SLURRY

    PADA PENYEMENAN CASING 9 5 8 "

    SUMUR #H-03 LAPANGAN Y

    TUGAS AKHIR

    IMAN TAUFIK DARAJAT

    PROGRAM STUDI D3 TEKNIK PERMINYAKAN DAN GAS BUMI

    JURUSAN TEKNIK

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS NEGERI PAPUA

    2014

  • i

    PERHITUNGAN KEBUTUHAN MATERIAL SLURRY

    PADA PENYEMENAN CASING 9 5 8 "

    SUMUR #H-03 LAPANGAN Y

    IMAN TAUFIK DARAJAT

    Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar Ahli Madya Teknik dari Universitas Negeri Papua

    PROGRAM STUDI D3 TEKNIK PERMINYAKAN DAN GAS BUMI

    JURUSAN TEKNIK

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS NEGERI PAPUA

    2014

  • ii

    ABSTRAK

    Iman Taufik Darajat. Perhitungan Kebutuhan Material Slurry Pada

    Penyemenan Casing 9 5 8 " Sumur #H-03 Lapangan Y. Dibimbing oleh

    Agustinus Denny Unggul Raharjo, ST., MOGE dan Petra Steven Wattimury, ST.

    Penyemenan merupakan faktor yang paling penting dalam operasi

    pemboran sehingga dapat mereduksi kemungkinan-kemungkinan permasalahan

    secara mekanis sewaktu melakukan pemboran pada trayek selanjutnya.

    Penyemenan pada sumur pemboran adalah suatu proses pencampuran (mixing)

    dan pendesakan (displacement) bubur semen (slurry) melalui casing sehingga

    mengalir ke atas melewati annulus di belakang casing sehingga casing terikat ke

    formasi.

    Perhitungan kebutuhan material slurry bertujuan untuk menghitung berapa

    banyak material yang dibutuhkan dalam sebuah proyek penyemenan. Dimana

    material penyemenan terdiri dari semen, air, dan additive.

    Dari hasil perhitungan, didapatkan total volume slurry yang dibutuhkan

    adalah 526,83 cuft atau 93,84 bbl. Dimana slurry dibagi menjadi dua bagian yaitu

    322,78 cuft atau 57,49 bbl untuk lead slurry, dan 204,05 cuft atau 36,34 bbl untuk

    tail slurry. Material penyemenan yang dibutuhkan untuk lead slurry adalah semen

    sebanyak 184 sack. Sedangkan air yang dibutuhkan sebanyak 39,9 bbl. Dan

    additive yang dibutuhkan adalah 259,4 lb BAA-11 (accelerator); 55,2 gal BAE-

    15L (extender); dan 5,5 gal BAF-26L (anti foam). Sedangkan Material

    penyemenan yang dibutuhkan untuk tail slurry adalah semen sebanyak 176 sack.

    Sedangkan air yang dibutuhkan sebanyak 18,6 bbl. Dan additive yang dibutuhkan

    adalah 165,4 lb BAA-11 (accelerator); 26,4 gal BAD-14L (dispersant); 70,4 gal

    BAL-22L (fluid loss control); dan 5,3 gal BAF-26L (anti foam). Dan Total

    displacement volume yang dibutuhkan untuk mendorong semen slurry adalah

    sebanyak 403,9 cuft atau 71,9 bbl lumpur.

    Kata Kunci : Perhitungan penyemenan, Casing 9 5 8 ", Material slurry.

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN

    Judul : Perhitungan Kebutuhan Material Slurry Pada Penyemenan

    Casing 9 5 8 " Sumur #H-03 Lapangan Y

    Nama : Iman Taufik Darajat

    NIM : 2011 41 004

    Jurusan : Teknik

    Program Studi : D3 Perminyakan dan Gas Bumi

    Disetujui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Agustinus D. U. Raharjo, ST., MOGE Petra Steven Wattimury, ST.

    Mengetahui,

    Lakhar Ketua Jurusan Teknik Dekan Fakultas MIPA

    Yulius G. Pangkung, ST., M.Eng Dr. Ir. Ishak Semuel Erari, M.Si

    Tanggal lulus : 16 Juli 2014

  • iv

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Manokwari, pada tanggal 6 Oktober 1993 sebagai

    anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Wawan Darmawan dan

    Ibu Nani Yuliani.

    Penulis mengawali pendidikan formalnya di SD Negeri 1 Rancaloa Kota

    Bandung pada tahun 1999 dan tamat pada tahun 2005, kemudian pada tahun yang

    sama penulis melanjutkan pendidikan pada di SMP Negeri 34 Kota Bandung dan

    lulus pada tahun 2008. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMK

    Negeri 6 Kota Bandung pada tahun 2008 dan pindah ke SMK Negeri 2

    Manokwari pada tahun kedua hingga lulus pada tahun 2011.

    Selanjutnya pada tahun 2011 penulis diterima sebagai Mahasiswa D3

    Perminyakan dan Gas Bumi, Jurusan Teknik, Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Papua.

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    Tugas Akhir dengan judul Perhitungan Kebutuhan Material Slurry Pada

    Penyemenan Casing 9 5 8 " Sumur #H-03 Lapangan Y.

    Tugas Akhir ini disusun untuk menyelesaikan mata kuliah Tugas Akhir

    pada program studi D3 Perminyakan dan Gas Bumi Jurusan Teknik Fakultas

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Papua, serta untuk

    memperoleh gelar Ahli Madya Teknik dari Universitas Negeri Papua.

    Pada kesempatan ini penulis memberikan ucapan terima kasih sebanyak

    banyaknya kepada beberapa pihak yang telah membantu selama proses penulisan

    tugas akhir ini, diantaranya Bapak Nur Prasetyo Ponco Nugroho ST., M.Eng

    selaku Ketua Program Studi D3 Perminyakan dan Gas Bumi, Bapak Agustinus

    Denny Unggul Raharjo ST., MOGE dan Bapak Petra Steven Wattimury selaku

    Dosen Pembimbing dan Staf Dosen pada Program Studi D3 Perminyakan dan Gas

    Bumi, teman teman seperjuangan D3 Teknik Perminyakan dan Gas Bumi,

    kedua orang tua yang telah menyayangi dan telah menyadarkan penulis

    bagaimana arti hidup ini, serta keluarga besar Panghegar yang telah memberikan

    dukungan baik moril maupun materil.

    Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari nilai

    kesempurnaan, karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

    diharapkan oleh penulis.

    Akhir kata, penulis berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat baik bagi

    penulis pribadi, bagi Mahasiswa D3 Teknik Perminyakan dan Gas Bumi maupun

    Mahasiswa Universitas Negeri Papua, dan bagi siapapun yang membacanya.

    Manokwari, Juli 2014

    Penulis

  • vi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

    ABSTRAK ................................................................................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii

    RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ................................................................................. v

    DAFTAR ISI ................................................................................................ vi

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix

    DAFTAR TABEL ........................................................................................ x

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi

    DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN .................................................. xii

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

    1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................... 2

    1.3 Batasan Penulisan .............................................................................. 2

    1.4 Metode Penelitian .............................................................................. 2

    1.5 Sistematika Penulisan ........................................................................ 2

    1.6 Keadaan Umum Lapangan ................................................................. 3

    1.6.1 Sejarah Lapangan ....................................................................... 3

    1.6.2 Letak Geografis .......................................................................... 3

    1.6.3 Geologi Daerah Sangatta ............................................................ 4

    1.6.4 Stratigrafi dan Sedimentasi ........................................................ 6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 9

    2.1 Penyemenan ...................................................................................... 9

    2.2 Jenis Penyemenan ............................................................................. 10

    2.2.1 Primary Cementing .................................................................... 10

    2.2.2 Secondary Cementing ................................................................. 11

  • vii

    2.3 Klasifikasi Semen .............................................................................. 11

    2.4 Sifat Sifat Semen ............................................................................ 13

    2.4.1 Densitas ...................................................................................... 13

    2.4.2 Thickening Time dan Viskositas ................................................. 14

    2.4.3 Water Cement Ratio ................................................................... 15

    2.4.4 Waiting On Cement .................................................................... 16

    2.4.5 Compressive Strength dan Shear Strength ................................. 16

    2.4.6 Filtration Loss ............................................................................ 17

    2.4.7 Permeabilitas Semen .................................................................. 18

    2.5 Additive Semen .................................................................................. 19

    2.5.1 Accelerator ................................................................................. 20

    2.5.2 Retarder ...................................................................................... 20

    2.5.3 Extender ...................................................................................... 20

    2.5.4 Weighting Agent ......................................................................... 21

    2.5.5 Lost Circulation Material ........................................................... 21

    2.5.6 Dispersant .................................................................................. 21

    2.5.7 Fluid Loss Control Agent ........................................................... 21

    2.5.8 Special Additive .......................................................................... 21

    2.6 Peralatan Penyemenan ...................................................................... 22

    2.6.1 Peralatan Atas Permukaan .......................................................... 22

    2.6.2 Peralatan Bawah Permukaan ...................................................... 24

    2.7 Proses Penyemenan Pada Primary Cementing ................................. 28

    2.7.1 Perkinss Cementing System ...................................................... 28

    2.7.2 Poorboys Cementing System ..................................................... 29

    2.7.3 Stage Cementing System ............................................................. 30

    2.8 Perhitungan Pada Penyemenan ......................................................... 32

    2.8.1 Volume Slurry ........................................................................... 32

    2.8.2 Volume Absolute ........................................................................ 33

    2.8.3 Densitas dan Yield Semen .......................................................... 34

    2.8.4 Sacks Of Cement ......................................................................... 34

    2.8.5 Mix Water Required ................................................................... 34

  • viii

    2.8.6 Material Required (Additive) ..................................................... 35

    2.8.7 Displacement Volume ................................................................. 35

    BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 36

    3.1 Hasil .................................................................................................. 36

    3.1.1 Data Sumur #H-03 .............................................................. 36

    3.1.2 Data Densitas dan Yield Semen Slurry .................................... 37

    3.1.3 Data Material Semen ............................................................... 37

    3.1.4 Diagram Sumur #H-03 ......................................................... 38

    3.1.5 Penentuan Panjang Ruang Yang Akan Disemen ..................... 39

    3.1.6 Perhitungan Volume Slurry ..................................................... 39

    3.1.7 PerhitunganVolume Absolute ................................................... 41

    3.1.8 Perhitungan Densitas dan Yield Semen ................................... 44

    3.1.9 Perhitungan Sacks Of Cement .................................................. 44

    3.1.10 Perhitungan Mix Water Required ............................................ 45

    3.1.11 Perhitungan Material Required (Additive) .............................. 45

    3.1.12 Perhitungan Displacement Volume .......................................... 46

    3.2 Pembahasan ........................................................................................ 47

    BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 52

    4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 52

    4.2 Saran .................................................................................................. 52

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 53

    LAMPIRAN ................................................................................................. 55

  • ix

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1.1 Tapal Batas Kegiatan PT Pertamina EP Sangatta Field ............. 4

    Gambar 1.2 Pembagian Risk Eksplorasi dan Batas WKP ............................ 4

    Gambar 1.3 Cekungan di Kalimantan ........................................................... 5

    Gambar 2.1 Skema Penyemenan ................................................................... 9

    Gambar 2.2 Gambaran Tujuan Primary Cementing ..................................... 10

    Gambar 2.3 Cementing Unit ......................................................................... 23

    Gambar 2.4 Flow Line ................................................................................... 24

    Gambar 2.5 Cementing Head ........................................................................ 24

    Gambar 2.6 Casing ........................................................................................ 25

    Gambar 2.7 Top and Bottom Plug ................................................................. 25

    Gambar 2.8 Float Shoe ................................................................................. 26

    Gambar 2.9 Float Collar ............................................................................... 26

    Gambar 2.10 Centralizer ............................................................................... 27

    Gambar 2.11 Scratcher ................................................................................. 27

    Gambar 2.12 Stage Collar.............................................................................. 28

    Gambar 3.1 Diagram Casing Sumur #H-03 ............................................... 38

  • x

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Klasifikasi Semen Berdasarkan API ........................................... 13

    Tabel 3.1 Data Penyemenan Casing 9 58 " Sumur #H-03 ...................... 36

    Tabel 3.2 Densitas dan Yield Cement Slurry Sumur #H-03.................... 37

    Tabel 3.3 Material Penyemenan Sumur #H-03 ....................................... 37

    Tabel 3.4 Volume Slurry Penyemenan Sumur #H-03 ............................. 48

    Tabel 3.5 Total Additive Penyemenan Sumur #H-03.............................. 50

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran Cementing Proposal For 9 5 8 " Casing ..................................... 55

  • xii

    DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

    Istilah/Singkatan Keterangan Pertama Kali

    Digunakan

    Pada Halaman

    Additive Zat tambahan untuk mendapatkan sifat

    sifat semen yang diinginkan 12

    Annulus Ruang antara dua tubular yang berbeda

    ukuran 1

    API American Petroleum Institute, standar

    pada dunia perminyakan dan gas bumi 11

    Blow out

    Kick yang tidak dapat dikendalikan

    sehingga terjadi semburan liar ke

    permukaan

    21

    Bumping pressure Naiknya tekanan karena aliran fluida

    ditutup 29

    BWOC By Weight On Cement 35

    Caliper log Metode untuk mengukur diameter

    lubang bor 32

    Casing Pipa selubung sebagai pelindung

    lubang bor 1

    Cutting Serpihan dari lubang bor 28

    Deepening Memperdalam lubang bor 48

    Excess Tambahan bubur semen karena safety

    factor 32

    Exist Casing Casing yang akan disemen 32

    Filtrat Fasa cair dari suatu fluida 17

  • xiii

    Flash-set Bubur semen kekurangan air akibat

    banyaknya filtrat yang hilang 17

    Formasi abnormal Formasi yang memiliki tekanan lain

    dari biasanya 10

    HSR High Sulphate Resistance 11

    Lead slurry Bubur semen yang berada di depan

    tail slurry 37

    MSR Moderated Sulphate Resistance 11

    Mud cake Sisa sisa dari lumpur pemboran yang

    menempel di dinding formasi 27

    Open hole Dinding lubang bor yang tidak atau

    belum disemen 32

    Perforated Completion

    Komplesi sumur dengan cara

    perforasi/membuat lubang pada casing

    di zona produktif

    10

    Previous casing Casing yang sudah disemen pada

    trayek sebelumnya 32

    Safety factor Faktor keamanan dalam melaksanakan

    suatu pekerjaan 15

    SG Specific Gravity 37

    Slurry Bubur atau suspensi semen 1

    Spacer Fluida yang berfungsi membatasi

    lumpur dan bubur semen 29

    Strength Kekuatan semen untuk menahan

    tekanan 16

    Tail slurry Bubur semen yang berada di belakang

    lead slurry 37

  • xiv

    Top of cement Puncak dari penyemenan 36

    Top of tail Puncak dari tail slurry 36

    Valve Katup yang berfungsi membuka atau

    menutup aliran fluida 25

    Viskositas Ketahanan suatu fluida terhadap aliran 14

    Yield Semen

    Nilai yang menunjukkan jumlah

    volume slurry dengan komposisi

    tertentu yang dapat dihasilkan dari tiap

    sak semen

    34

    Zona produktif Zona yang terdapat fluida produksi 10

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penyemenan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu proses

    pemboran. Penyemenan pada sumur pemboran adalah suatu proses pencampuran

    (mixing) dan pendesakan (displacement) bubur semen (slurry) melalui casing

    sehingga mengalir ke atas melewati annulus di belakang casing sehingga casing

    terikat ke formasi. Pada umumnya penyemenan bertujuan untuk melekatkan

    casing pada dinding lubang bor, melindungi casing dari masalah-masalah mekanis

    sewaktu pemboran berlangsung, melindungi casing dari fluida formasi yang

    bersifat korosif dan untuk memisahkan zona yang lain di belakang casing.

    Penyemenan merupakan faktor yang paling penting dalam operasi pemboran

    sehingga dapat mereduksi kemungkinan-kemungkinan permasalahan secara

    mekanis sewaktu melakukan pemboran pada trayek selanjutnya.

    Menurut alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi menjadi dua

    yaitu: Primary cementing (penyemenan utama) dan secondary cementing

    (penyemenan yang kedua atau perbaikan). Primary cementing adalah proses

    penyemenan yang dilakukan pertama kali setelah casing diturunkan ke dalam

    lubang bor. Sedangkan secondary cementing adalah penyemenan yang dilakukan

    dikarenakan tidak sempurnanya penyemenan pertama (gagal). Selain itu,

    secondary cementing juga dilakukan jika ingin menutup zona perforasi yang tidak

    lagi digunakan, menutup kebocoran casing dan menutup sumur yang sudah akan

    ditinggalkan.

    Pada proses penyemenan, harus dilakukan perhitungan terlebih dahulu

    terhadap volume dan materialnya sebelum memompakan slurry ke dalam sumur,

    dimana perhitungan tersebut harus dilakukan secara tepat guna mendapatkan hasil

    penyemenan yang baik. Maka dari itu penulis bermaksud untuk membahas

    bagaimana proses perhitungan material kebutuhan slurry pada penyemenan casing

    9 5 8 " Sumur #H-03 Lapangan Y.

  • 2

    1.2 Maksud dan Tujuan

    Adapun maksud dan tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk

    menghitung material slurry yang akan dibutuhkan pada penyemenan casing

    9 5 8 " Sumur #H-03 Lapangan Y, dan untuk memahami bagaimana proses

    perhitungan volume dan material slurry yang dibutuhkan pada suatu penyemenan

    program primary cementing khususnya casing 9 5 8 ".

    1.3 Batasan Penulisan

    Dalam Penulisan Tugas Akhir ini penulis hanya akan melakukan

    perhitungan material slurry dengan menghitung berapa banyak volume dan

    material slurry yang dibutuhkan untuk melakukan penyemenan casing 9 5 8 "

    Sumur #H-03 Lapangan Y.

    1.4 Metode Penelitian

    Metode yang dipakai penulis adalah dengan metode studi pustaka dengan

    mengolah data lapangan.

    1.5 Sistematika Penulisan

    Dalam penulisan Tugas Akhir ini terdapat empat bab dengan perincian

    sebagai berikut :

    Bab I Pendahuluan, dalam bab ini akan diberikan suatu gambaran

    mengenai latar belakang yang mendasari, batasan terhadap ruang lingkup

    dan tujuan yang akan dicapai serta dilanjutkan dengan keadaan umum

    lapangan.

    Bab II Tinjauan Pustaka, dalam bab ini akan diberikan pengetahuan

    umum dan penjelasan mengenai penyemenan.

    Bab III Hasil dan Pembahasan, dalam bab ini terdapat sub-bab hasil yang

    akan menjelaskan proses perhitungan dan sub-bab pembahasan yang akan

    menjelaskan hasil dari perhitungan.

  • 3

    Bab IV Kesimpulan, dalam bab ini akan berisi kesimpulan dari semua

    pembahasan dan perhitungan yang dijelaskan sebelumnya.

    1.6 Keadaan Umum Lapangan

    1.6.1 Sejarah Lapangan

    Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di Sangatta, dimulai pada tahun

    1902 oleh ilmuan geologi Belanda, Muller dan Ulrich yang menemukan daerah

    yang berpotensi terhadap minyak bumi di daerah Sangatta Kalimantan Timur.

    Tahun 1936, BPM melakukan penyelidikan gravitasi terhadap daerah Sangatta.

    Pada tahun 1939, sumur ST-1 mulai dibor sebagai sumur eksplorasi (1384

    m) dan berhasil menemukan cadangan minyak dan gas. Namun kegiatan

    eksplorasi migas di daerah Sangatta sempat terhenti karena terjadi Perang Dunia

    II. Tahun 1949, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dilanjutkan kembali namun

    dihentikan karena tidak ekonomis.

    Tahun 1970, PERTAMINA kembali melakukan kaji ulang dengan

    melakukan penyelidikan geologi dan seismik di area operasi Sangatta. Di tahun

    1972, PERTAMINA merehabilitasi 6 sumur bekas BPM dan dilanjutkan kembali

    dengan pemboran pengembangan tahun 1973.

    Produksi komersil di Sangatta Field dimulai pada tahun 1976 sebesar 5304

    BOPD dan mencapai puncaknya pada tahun 1979 dengan produksi 9125 BOPD.

    Rata-rata produksi di Sangatta Field pada bulan Juni tahun 2007 adalah sebesar

    2150 BOPD.

    1.6.2 Letak Geografis

    Daerah operasi PT. Pertamina EP Region KTI Sangatta Field terletak pada

    lapangan minyak Sangatta dan termasuk dalam Cekungan Kutai. Secara geografis

    terletak pada garis LU 025027 dan garis BT 11728-11730 atau terletak

    kurang lebih 300 km sebelah timur laut Balikpapan. Dengan luas Wilayah Kerja

    Pertambangan Sangatta Bungalun sekitar 6.967 km2 dan Sangatta sekitar 17

    km2.

  • 4

    Gambar 1.1 Tapal Batas Kegiatan

    PT. Pertamina EP Region KTI Sangatta Field

    (Data PT. Pertamina EP Region KTI Sangatta Field, 2006)

    Gambar 1.2 Pembagian Risk Eksplorasi dan Batas WKP

    (Data PT. Pertamina EP Region KTI Sangatta Field, 2006)

    1.6.3 Geologi Daerah Sangatta

    Daerah Sangatta terletak di antara Delta Mahakam dan Tinggian

    Mangkalihat Peninsula serta termasuk dalam Cekungan Kutai bagian utara.

    Berdasarkan hasil analisa Formasi Balikpapan di Lapangan Sangatta disimpulkan

    bahwa sistem delta di Sangatta adalah merupakan perkembangan delta tersendiri

  • 5

    yang berkembang di bagian utara Cekungan Kutai dan terpisah dari Delta

    Mahakam purba di bagian selatan.

    Gambar 1.3 Cekungan di Kalimantan

    (Data PT. Pertamina EP Region KTI Sangatta Field, 2006)

    Sistem delta yang berada di Sangatta ini terbentuk bersamaan dengan

    proto Delta Mahakam yang diperkirakan mulai berlangsung sejak Miosen Awal.

    Penurunan dasar cekungan selama kala Eosen hingga Oligosen awal

    menyebabkan terjadinya transgresi regional yang berlangsung dari timur sampai

    barat.

    Pengangkatan Tinggian Kuching pada kala Oligosen Akhir mengubah arah

    umum sedimentasi di Cekungan Kutai dengan dimulainya fase regresi utama dari

    barat ke timur. Sedimentasi delta mencapai puncak perkembangannya pada kala

    Miosen Akhir hingga Pliosen. Akibat dari kegiatan tektonik Oligosen Akhir

    tersebut di daerah Sangatta tidak begitu nyata. Kemungkinan daerah Mangkupa

    sebelah utara Sungai Bungalun terangkat dan daerah lainnya termasuk Sangatta

    masih berada dalam fase transgresi. Sedimentasi dan tektonik daerah Sangatta

    Bungalun telah berjalan secara sinkron.

    Pengangkatan yang diikuti erosi sebelah barat menyebabkan sedimentasi

    di daerah timur (sekitar daerah Sangatta), sebaliknya bila intensitas pengangkatan

    berkurang, transgresi dari timur berlangsung ke arah barat.

    Di kawasan Sangatta Bungalun pengendapan delta yang cepat pada

    TARAKAN

    BASIN

    KUTAI

    BASIN

    BARITO

    BASIN

    ASEM

    BASIN

  • 6

    Miosen Tengah mulai membebani endapan lempung tebal berumur tersier dan

    mengkibatkan masa lempung yang belum mampat (kompak) itu menjadi labil.

    Akibatnya masa lempung mencuat, berdiapirik menerus sedimen regresif di

    atasnya membentuk struktur antiklin yang sempit ini dipisahkan oleh sinklin

    sinklin yang lebar, berlangsung setahap demi setahap beruntun bersamaan dengan

    progradasi pengendapan delta.

    1.6.4 Stratigrafi dan Sedimentasi

    Penyebaran foraminifera secara vertikal yang meliputi jumlah kelimpahan

    dan keregangan genus atau spesies di daerah Sangatta menunjukkan adanya

    perubahan lingkungan pengendapan yang jelas mulai dari batial neritik luar

    pada bagian bawah dan berturut turut ke arah yang lebih mudah berubah

    menjadi neritik tengah, neritik pinggir, lagoon dan fluvial delta plain. Kemudian

    berubah lagi menjadi neritik pinggir berselang seling dengan fluvial delta

    plain sampai sedimen yang termuda.

    Perubahan lingkungan pengendapan tersebut ditunjang pula oleh

    paleogeografi daerah Sangatta yang bentuk topografinya sangat landai. Adanya

    fluktuasi permukan air laut yang berubah ubah dari fase transgresi menjadi fase

    regresi dan sebaliknya akan membentuk sifat sedimen yang khusus di daerah

    Sangatta yaitu merupakan selang seling batu pasir, batu lempung dan batubara

    dengan ketebalan berkisar dari 2 meter s/d 10 meter berulang secara periodik, dari

    bawah ke atas dan monoton tanpa adanya perubahan lingkungan pengendapan

    yang mencolok. Hal ini dapat dilihat dari pencerminan bentuk kurva log GR/SP

    dan resistivity di setiap sumur Lapangan Sangatta yang bentuknya monoton dari

    bawah keatas dan tidak memperlihatkan perubahan bentuk kurva yang mencolok.

    Dilihat dari posisi stratigrafi, daerah Sangatta didominasi oleh litologi dari

    Formasi Balikpapan yang terdiri dari variasi perselingan antara batu pasir, batu

    lempung, batubara dan lensa lensa batu gamping yang mencapai ketebalan

    2100 meter.

    Sedimentasi yang diawali oleh fase transgresi (Eosen-Oligosen), kondisi

    transgresi maksimum (Oligosen-Miosen) dan diakhiri oleh suatu tahap regresi

  • 7

    mulai dari Miosen Tengah sampai Pliosen. Walaupun demikian, dalam kenyataan

    sepanjang fase regresi telah pula berlangsung beberapa siklus transgresi-regresi

    kecil.

    Pada kala Miosen Bawah daerah ini, Mangkupa yang berada di sebelah

    barat laut Sungai Bungalun diduga mengalami pengangkatan dan sekitarnya

    diendapkan lempung pasir, lanau dan batu gamping dalam lingkungan laut neritik.

    Ke timur pengendapan telah berlangsung dalam kondisi laut yang lebih dalam,

    dibuktikan oleh pemboran sumur miang 1, dimana batuan berumur Miosen

    Bawah menunjukkan lingkungan batial.

    Stratigrafi daerah Sangatta, berdasarkan data log, data geologi dan data fosil

    diwakili oleh tiga formasi batuan, yaitu berturut turut dari bawah ke atas:

    1. Formasi Pamaluan

    Litologi terdiri dari batu lempung dan lanau berwarna kelabu hingga kelabu

    kehitaman selang seling dengan batu pasir mulai dari kedalaman 3000 m

    sampai 3141 m. Di Sangatta litologi tersebut merupakan bagian atas dari

    Formasi Pamaluan dengan umur Miosen Bawah dan diendapkan pada

    lingkungan laut neritik.

    2. Formasi Palubalang

    Formasi ini dari kedalaman 2166 m hingga 3000 m. Litologinya berupa

    perselingan antara batu pasir dengan batu lempung, kadang kadang

    terdapat sisipan batu gamping yang banyak mengandung fosil. Umur dari

    formasi ini adalah Miosen Tengah dan diendapkan pada lingkungan neritik

    tengah neritik dalam.

    3. Formasi Balikpapan

    Formasi ini dari permukaan hingga kedalaman 2166 m. Susunan litologi

    berupa perselingan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batubara.

    Umur dari lapisan ini adalah Miosen Tengah bagian atas dan diendapkan

    pada lingkungan neritik dalam, hingga transisi dengan model pengendapan

    selang seling antara kondisi fluvial dan kondisi delta.

  • 8

    Dari ketiga formasi di atas mempunyai petroleum system yang berbeda

    beda, Formasi Balikpapan adalah formasi yang sangat komplek karena bisa

    menjadi source rock, reservoir, seal rock dan juga trap. Untuk formasi yang lain

    hanya mempunyai sifat yang sedikit dibanding dengan Formasi Balikpapan.

    Lapangan Sangatta merupakan bagian dari komplek Delta Mahakam

    sebagai produk dari sedimentasi. Sungai Mahakam telah ada sejak zaman Miosen

    Tengah. Delta Mahakam sebelah utara dibatasi oleh Tinggian Mangkalihat,

    sebelah barat oleh Dataran Tinggi Meratus.

    Gambaran secara regional struktur bawah permukaan daerah Sangatta

    merupakan sebuah antiklin memanjang dari selatan ke arah utara dengan sudut

    kemiringan di kedua sayapnya berkisar antara 6 8, dan dengan beberapa blok

    patahan. Patahan pada umumnya merupakan patahan normal yang melintang di

    bagian tengah, sedang di ujung selatan ada patahan pergeseran ke samping

    (tranversal fault) diikuti dengan potongan kecil yang membelok ke arah timur

    selatan. Luas lapisan antiklin produktif 18 km2 dengan panjang 6 km dan lebar 3

    km dengan kemiringan 6 8 pada kedua sayapnya.

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Penyemenan

    Penyemenan merupakan suatu proses pendorongan sejumlah slurry ke

    dalam casing, kemudian melalui bagian bawah sepatu casing mengalir naik ke

    annulus antara casing dan formasi. Kemudian slurry ini akan mengeras sehingga

    mengikat antara casing dan formasi atau casing dengan casing. Skema

    penyemenan dapat dilihat pada gambar 2.1.

    Tujuan penyemenan adalah untuk melekatkan casing pada dinding lubang

    sumur untuk melindungi casing dari masalah masalah mekanis sewaktu operasi

    pemboran berlangsung dan melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat

    korosi dan untuk memisahkan zona yang satu dengan zona yang lain di belakang

    casing. Menurut alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi dua yaitu

    primary cementing (penyemenan utama) dan secondary cementing (penyemenan

    kedua).

    Gambar 2.1 Skema Penyemenan

    (George O. Suman, 1977)

  • 10

    2.2 Jenis Penyemenan

    2.2.1 Primary Cementing

    Pada primary cementing, penyemenan casing pada dinding lubang sumur

    dipengaruhi oleh jenis casing yang akan disemen.

    Penyemenan conductor casing bertujuan untuk mencegah terjadinya

    kontaminasi fluida pemboran (lumpur pemboran) terhadap lapisan tanah

    permukaan.

    Penyemenan surface casing bertujuan untuk melindungi air tanah agar

    tidak tercemar dari fluida pemboran, memperkuat kedudukan surface casing

    sebagai tempat dipasangnya alat BOP (Blow Out Preventer), untuk menahan

    beban casing yang terdapat di bawahnya dan untuk mencegah terjadinya aliran

    fluida pemboran atau fluida formasi yang akan melalui surface casing.

    Penyemenan intermediate casing bertujuan untuk menutup tekanan

    formasi abnormal atau untuk mengisolasi daerah lost circulation.

    Penyemenan production casing bertujuan untuk mencegah terjadinya

    aliran antar formasi ataupun aliran fluida formasi yang tidak diinginkan yang akan

    memasuki sumur. Selain itu, penyemenan production casing bertujuan untuk

    mengisolasi zona produktif yang akan diproduksikan fluida formasi (perforated

    completion) dan juga untuk mencegah terjadinya korosi pada casing yang

    disebabkan oleh material material korosif.

    Gambar 2.2 Gambaran Tujuan Primary Cementing

    (Anonimous, Teori Dasar Penyemenan)

  • 11

    2.2.2 Secondary Cementing

    Setelah operasi khusus penyemenan dilakukan, seperti Cement Bond

    Logging (CBL) dan Variable Densitas Logging (VDL), kemudian didapati kurang

    sempurnanya atau terdapat kerusakan pada primary cementing. Maka

    dilakukanlah secondary cementing. Secondary cementing dilakukan juga apabila

    pengeboran gagal mendapat minyak dan menutup kembali zona produksi yang

    diperforasi.

    Ada beberapa pekerjaan secondary cementing yaitu di antaranya squeeze

    cementing, re-cementing, dan plugback cementing.

    2.3 Klasifikasi Semen

    American Petroleum Institute (API) telah melakukan pengklasifikasian

    semen ke dalam beberapa kelas guna mempermudah pemilihan dan penggolongan

    semen yang akan digunakan. Pengklasifikasian ini didasarkan atas kondisi sumur

    dan sifat-sifat semen yang disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut. Kondisi

    sumur tersebut meliputi kedalaman dan kandungan yang terdapat dalam fluida

    formasi (seperti Sulphate dan sebagainya). American Petroleum Institute (API)

    menstandarisasikan semen portland berdasarkan pada konsentrasi bahan-bahan

    dasar di dalam semen, yaitu sebagai berikut :

    a. Kelas A : Digunakan dari permukaan sampai kedalaman 6000 ft (1830 meter)

    dengan temperatur hingga 800C dan tidak tahan terhadap Sulphate. Tersedia

    hanya dalam tipe Ordinary (O), digunakan pada kondisi normal.

    b. Kelas B : Digunakan dari permukaan sampai kedalaman 6000 ft (1830 meter)

    dan temperatur hingga 800C dengan kondisi formasi banyak mengandung

    Sulphate. Tersedia hanya dalam tipe Ordinary (O) dan Moderate Sulphate

    Resistant (MSR).

    c. Kelas C : Digunakan dari permukaan sampai kedalaman 6000 ft ft (1830

    meter) dan temperatur hingga 800C pada kondisi dimana diperlukan

    pengerasan yang cepat. Tersedia semen tipe Ordinary (O), Moderate Sulphate

    Resistant (MSR) dan High Sulphate Resistant (HSR).

  • 12

    d. Kelas D : Digunakan dari kedalaman 6000 ft (1830 meter) sampai 10.000 ft

    (3050 meter) dengan kondisi tekanan formasi dan temperatur agak tinggi

    (antara 80 1300C). Tersedia semen tipe Moderate Sulphate Resistant (MSR)

    dan High Sulphate Resistant (HSR).

    e. Kelas E : Digunakan dari kedalaman 10.000 ft (3050 meter) sampai 14.000 ft

    (4270 meter) dengan kondisi temperatur (130 1450C) dan tekanan formasi

    tinggi. Tersedia semen tipe Moderate Sulphate Resistant (MSR) dan High

    Sulphate Resistant (HSR).

    f. Kelas F : Digunakan dari kedalaman 10.000 ft (3050 meter) sampai 16.000 ft

    (4880 meter) dengan kondisi temperatur (130 1600C) dan tekanan formasi

    yang sangat tinggi. Tersedia semen tipe Moderate Sulphate Resistant (MSR)

    dan High Sulphate Resistant (HSR).

    g. Kelas G : Digunakan sebagai semen dasar untuk penyemenan dengan

    kedalaman dari permukaan sampai 8000 ft (2440 meter) dengan temperatur

    hingga 900C. Bila ditambah dengan additives, maka semen kelas G ini dapat

    digunakan pada tekanan dan temperatur yang lebih tinggi serta kedalaman

    yang lebih. sebagai semen dasar dan jika diperlukan dapat ditambah additives

    yang sesuai. Tersedia semen tipe Moderate Sulphate Resistant (MSR) dan

    High Sulphate Resistant (HSR).

    h. Kelas H : Digunakan sebagai semen dasar untuk penyemenan dengan

    kedalaman dari permukaan sampai 8000 ft (2440 meter) dengan temperatur

    hingga 950C. Tersedia semen tipe Moderate Sulphate Resistant (MSR) dan

    High Sulphate Resistant (HSR).

  • 13

    Tabel 2.1 Klasifikasi Semen Berdasarkan API

    (Dwight K. Smith, 1990)

    API

    Mixing

    Water Slurry Weight Well Depth

    Static

    Temperatur

    Classification (gal/sk) (lb/gal) (ft) (0F)

    A (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170

    B (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170

    C (high early) 6.3 14.8 0 to 6.000 80 to 170

    D (retarded) 4.3 16.4 6.000 to

    12.000 170 to 260

    E (retarded) 4.3 16.4 6.000 to

    14.000 170 to 290

    F (retarded) 4.3 16.2 10.000 to

    16.000 230 to 320

    G (basic) 5.0 15.8 0 to 8.000 80 to 170

    H (basic) 4.3 16.4 0 to 8.000 80 to 170

    2.4 Sifat Sifat Semen

    Bubur semen yang dibuat harus disesuaikan sifat-sifatnya dengan keadaan

    formasi yang akan disemen. Sifat-sifat bubur semen yang dimaksud adalah

    sebagai berikut : Densitas, thickening time, strength, sifat filtrasi, permeabilitas

    semen, Water Cement Ratio, dan Waiting On Cement.

    2.4.1 Densitas

    Densitas suspensi semen dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara

    jumlah berat bubuk semen, air pencampur, dan additive terhadap jumlah volume

    bubuk semen, air pencampur, dan additive. Densitas ini dapat dihitung dengan

    menggunakan rumus :

    VaVwVbk

    GaGwGbkDbs

    (2.1)

  • 14

    dimana :Dbs : Densitas suspensi semen, lb/gal.

    Gbk : Berat bubuk semen, lb.

    Gw : Berat air, lb.

    Ga : Berat additive, lb.

    Vbk : Volume bubuk semen, gal.

    Vw : Volume air, gal.

    Va : Volume additive, gal.

    Densitas suspensi semen sangat berpengaruh terhadap tekanan hidrostatis

    suspensi semen di dalam lubang sumur. Bila formasi tidak sanggup menahan

    tekanan suspensi semen, maka akan menyebabkan formasi pecah, sehingga terjadi

    lost circulation. Untuk mengurangi densitas suspensi semen dapat ditambahkan

    clay, zat-zat kimia silikat jenis extender atau bahan-bahan yang dapat

    memperbesar volume suspensi semen seperti pozzolan. Untuk memperbesar

    densitas suspensi semen dapat ditambahkan pasir atau material-material pemberat

    ke dalam suspensi semen seperti barite.

    2.4.2 Thickening Time Dan Viskositas

    Bubur semen harus tetap dalam keadaan cair agar dapat dipompakan ke

    tempat dimana semen harus mengeras dalam waktu tertentu. Thickening time

    adalah waktu yang dibutuhkan bubur semen untuk mencapai konsistensi 100 UC

    (Unit of Consistency). Harga 100 UC ini merupakan batas bubur semen masih

    dapat dipompakan. Dalam hidrasinya semen makin lama makin mengeras dan

    naik viskositasnya. Viskositas pada semen disebut konsistensi karena untuk

    membedakan viskositas yang digunakan pada penyemenan dan pada pemboran

    terhadap istilah viskositas fluida newtonian. Untuk memperpanjang atau

    memperpendek thickening time adalah dengan menambahkan additives ke bubur

    semen.

    Besarnya thickening time yang diperlukan adalah tergantung dari

    kedalaman penyemenan, volume bubur semen yang akan dipompakan serta jenis

    penyemenan. Umumnya thickening time adalah 3 3,5 jam untuk penyemenan

    dengan kedalaman 6.000 18.000 ft. Waktu tersebut termasuk waktu pembuatan

  • 15

    bubur semen sampai penempatan semen di belakang casing ditambah dengan

    harga safety factor, sedangkan pada penyemenan yang lebih dalam dimana

    tekanan dan temperatur akan semakin tinggi sehingga diperlukan additive untuk

    memperlambat pengerasan (thickening time).

    Untuk memperpanjang thickening time perlu ditambahkan retarder ke

    dalam suspensi semen, seperti kalsium lignosulfonat, carboxymethil retarder

    cellulose dan senyawa-senyawa asam organik. Untuk memperpendek thickening

    time dapat ditambahkan accelerator ke dalam suspensi semen seperti kalsium

    klorida, sodium klorida, gypsum, sodium silikat, air laut dan additive yang

    tergolong dispersant.

    Bila semen mengeras di dalam casing merupakan problema yang fatal bagi

    operasi pemboran selanjutnya. Waktu pemompaan yang maksimum umumnya

    disamakan dengan thickening time dengan pertimbangan faktor keamanan. Waktu

    pemompaan yang diperlukan dipengaruhi oleh tinggi kolom dan volume suspensi

    semen yang harus dipompakan, kecepatan laju alir pemompaan dan temperatur

    operasi sumur tersebut.

    2.4.3 Water Cement Ratio (WCR)

    Water cement ratio adalah perbandingan antara volume air dan semen

    yang dicampurkan untuk mendapatkan sifat-sifat bubur semen yang diinginkan.

    Air yang dicampurkan tidak boleh terlalu banyak ataupun kurang, karena akan

    mempengaruhi baik-buruknya ikatan semen nantinya. Batasannya diberikan

    dalam bentuk kadar maksimum dan minimum air. Kadar air minimum adalah

    jumlah air yang dicampurkan tanpa menyebabkan konsistensi suspensi semen

    lebih dari 30 UC. Bila air yang ditambahkan lebih kecil dari kadar minimumnya

    maka akan menaikkan densitas suspensi semen yang akan menimbulkan gesekan

    (friksi) yang cukup besar di annulus sewaktu suspensi semen dipompakan yang

    akhirnya akan menaikkan tekanan di annulus.

    Kadar air maksimum ditunjukkan oleh adanya kandungan air yang bebas

    (free water) yang dapat dicari dengan mengambil suspensi semen sebanyak

    250 ml, kemudian didiamkan selama 2 jam sehingga akan terjadi air bebas pada

  • 16

    bagian atas tabung. Untuk semen kelas G air bebas yang terjadi tidak boleh lebih

    dari 3,5 ml (1.4%). Bila air bebas yang terjadi melebihi 3,5 ml maka akan terjadi

    pori-pori pada semen. Dan ini akan mengakibatkan semen mempunyai

    permeabilitas yang besar.

    2.4.4 Waiting On Cement (WOC)

    Waiting on cement atau waktu menunggu pengerasan semen adalah waktu

    yang dihitung saat menunggu pengerasan suspensi semen setelah semen selesai

    ditempatkan. WOC ditentukan oleh faktor-faktor seperti tekanan dan temperatur

    sumur, WCR, compressive strength dan additive yang dicampurkan ke dalam

    suspensi semen (seperti accelerator atau retarder). WOC berdasarkan API adalah

    jika compressive strength mencapai 1000 psi.

    2.4.5 Compressive Strength Dan Shear Strength

    Strength pada semen terbagi menjadi dua yaitu compressive strength dan

    shear strength. Compressive strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam

    menahan tekanan-tekanan yang berasal dari formasi maupun dari casing,

    sedangkan shear strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam menahan

    berat casing. Jadi compressive strength menahan tekanan-tekanan dalam arah

    horisontal dan shear strength menahan tekanan-tekanan pada arah vertikal.

    Compressive strength dipengaruhi oleh besarnya kandungan air dalam

    suspensi semen dan lamanya waktu pengkondisian (curing time). Dalam

    mengukur strength semen seringkali yang diukur adalah compressive strength,

    sedang shear strength kurang diperhatikan. Umumnya compressive strength

    mempunyai harga 8 10 kali lebih dari harga shear strength. Pengujian

    compressive strength di laboratorium dilakukan dengan menggunakan alat

    Curing Chamber dan water curing bath, untuk kemudian diuji kekerasannya

    dengan menggunakan hydraulic chamber. Curing chamber dapat mensimulasikan

    kondisi semen untuk tekanan dan temperatur tinggi sesuai dengan temperatur dan

    tekanan formasi. Hydraulic chamber merupakan mesin pemecah semen yang

    sudah mengeras dalam curing chamber. Compressive strength minimum

  • 17

    direkomendasikan oleh API untuk dapat melanjutkan operasi pemboran adalah

    500 psi. Sedang shear strength yang baik tidak kurang dari 100 psi, sehingga

    casing dapat terikat dengan kokoh. Dalam keadaan ini pemboran sudah dapat

    dilanjutkan. Dari segi teknis, strength semen diharuskan memenuhi persyaratan

    sebagai berikut :

    a. Kuat menahan pipa selubung.

    b. Mengisolasi zona-zona permeabel.

    c. Menahan goncangan-goncangan pemboran dan tidak pecah karena perforasi.

    d. Mencegah terjadinya kontak antara casing dengan fluida formasi.

    2.4.6 Filtration Loss

    Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dalam suspensi semen ke

    dalam formasi permeabel yang dilaluinya. Cairan atau umumnya air yang masuk

    ini disebut dengan filtrat. Filtrat yang hilang tidak boleh terlalu banyak, karena

    akan membuat suspensi semen kekurangan air yang disebut dengan flash-set. Bila

    suspensi semen mengalami flash-set, maka akibatnya akan sama jika air yang

    dicampurkan dalam bubur semen yang jumlahnya lebih kecil dari kadar

    minimumnya. Akibatnya friksi pada annulus akan naik, pressure loss naik dan

    tekanan bubur semen di annulus juga naik. Bila hal ini terjadi, maka formasi akan

    rekah. Jadi dapat disimpulkan, bila formasi yang akan dilalui bubur semen

    merupakan formasi yang porous dan permeabel, maka perlu penambahan additive

    yang sesuai sebelum bubur semen dipompakan. Filtration loss yang

    direkomendasikan oleh API adalah :

    - Untuk formasi permeabel dengan zona gas, dimana migrasi gas mudah

    terjadi maka semen dianjurkan memiliki semen fluid loss antara 20 40

    ml / 30 menit.

    - Untuk semen densitas tinggi dengan pengurangan kadar air yang dapat

    menimbulkan gangguan pada operasi pemompaan semen terutama pada

    pemompaan yang rendah API fluid lossnya adalah kurang dari 50 ml / 30

    menit.

  • 18

    - Dan untuk semen casing produksi API fluid lossnya kurang dari 100 ml /

    30 menit.

    Pengujian filtration loss di laboratorium menggunakan alat filter press

    pada kondisi temperatur sirkulasi dengan tekanan 1000 psi. Namun filter loss

    mempunyai kelemahan yaitu temperatur maksimum yang dapat digunakan hanya

    sampai 900F (32,220C). Filtration loss diketahui dari volume filtrat yang

    ditampung dalam sebuah tabung atau gelas ukur selama 30 menit masa pengujian.

    Bila waktu pengujian tidak sampai 30 menit maka besarnya Filtration loss dapat

    diketahui dengan rumus :

    tFF t

    477.530

    .... (2.3)

    dimana :

    F30 : Filtrat pada 30 menit.

    Ft : Filtrat pada t menit.

    t : Waktu pengukur, menit.

    2.4.7 Permeabilitas Semen

    Permeabilitas diukur pada semen yang mengeras dan bermakna sama

    dengan permeabilitas pada batuan formasi yang berarti sebagai kemampuan untuk

    mengalirkan fluida. Semakin besar permeabilitas semen maka semakin banyak

    fluida yang dapat melalui semen tersebut dan begitu pula sebaliknya.

    Semen diinginkan tidak mempunyai permeabilitas. Karena jika semen

    mempunyai permeabilitas besar akan menyebabkan terjadinya kontak fluida

    antara formasi dengan annulus dan juga strength semen berkurang. Permeabilitas

    semen dapat naik karena air yang dicampurkan dalam bentuk bubur semen terlalu

    banyak. Tetapi permeabilitas semen dapat juga meningkat karena terlalu

    berlebihan dalam penambahan additive.

    Perhitungan permeabilitas semen di laboratorium dapat dilakukan dengan

    menggunakan Cement Permeameter dengan menggunakan sampel semen.

    Permeabilitas diukur dengan menggunakan laju alir air yang melalui luas

    permukaan sampel yang diberi perbedaan tekanan sepanjang sampel tersebut.

  • 19

    Perhitungan permeabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus darcy

    sebagai berikut :

    PA

    LQK

    (2.4)

    dimana :

    K : Permeabilitas, mD.

    Q : Laju alir, ml/s.

    : Viskositas, cp.

    L : Panjang sampel, cm.

    A : Luas permukaan sampel, cm2.

    P : Perbedaan tekanan, psi.

    Harga permeabilitas maksimum yang direkomendasikan oleh API adalah

    tidak lebih dari 0,1 mD. Permeabilitas semen erat kaitannya dengan kekuatan

    semen. Harga permeabilitas yang kecil akan menyebabkan harga strength yang

    besar begitupun sebaliknya.

    2.5 Additive Semen

    Bermacam-macam semen telah dibuat orang untuk memenuhi kebutuhan

    bermacam-macam kondisi sumur, seperti kedalaman, temperatur, tekanan dan ini

    dapat diubah-ubah densitas dan thickening time-nya dalam batas-batas tertentu

    dengan mengubah kadar air. Additive atau zat-zat tambahan adalah material-

    material yang ditambahkan pada semen untuk memberikan variasi yang lebih luas

    pada sifat-sifat bubur semen agar memenuhi persyaratan yang diinginkan.

    Additive ini penting sekali dalam perencanaan bubur semen karena digunakan

    untuk :

    a. Mempercepat atau memperlambat thickening time.

    b. Memperbesar strength.

    c. Menaikkan atau menurunkan densitas bubur semen.

    d. Menaikkan volume bubur semen.

    e. Mencegah lost circulation.

    f. Mengurangi fluid loss.

  • 20

    g. Menaikkan sifat tahan lama (durability).

    h. Mencegah kontaminasi gas pada semen.

    i. Menekan biaya.

    2.5.1 Accelerator

    Adalah additive yang digunakan untuk mempercepat pengerasan bubur

    semen. Penggunaan additive ini terutama untuk penyemenan pada temperatur dan

    tekanan rendah (sumur yang dibor masih dangkal) yang umumnya juga karena

    jarak untuk mencapai target tidak terlalu panjang. Selain itu juga mempercepat

    naiknya strength semen dan mengimbangi additive lain (seperti dispersant dan

    fluid loss control agent), agar tidak tertunda proses pengerasan suspensi

    semennya. Contoh-contoh additive yang berlaku sebagai accelerator yang umum

    digunakan adalah Calcium Chloride, Sodium Chloride, Gypsum, Sodium Silicate

    dan Sea Water.

    2.5.2 Retarder

    Adalah additive yang digunakan untuk memperpanjang waktu pengerasan.

    Hal ini biasanya dilakukan pada penyemenan sumur yang dalam, dimana

    temperaturnya tinggi. Additive yang berfungsi sebagai retarder antara lain :

    Lignosulfonate, Organic Acids, Modified Lignosulfonate, Carboxy Methyl

    Hydroxy Ethyl Cellulose.

    2.5.3 Extender

    Merupakan additive yang digunakan untuk membuat volume bubur semen

    menjadi lebih banyak dari setiap sak semennya, karena diperlukan penambahan

    air. Dengan demikian extenders berfungsi sebagai additive yang dapat

    mengurangi atau menurunkan densitas bubur semen. yang termasuk extenders

    adalah : Bentonite-Attapulgite, Gilsonite, Diatomaceous Earth, Perlite dan

    Pozzolans.

  • 21

    2.5.4 Weighting Agents

    Merupakan additive yang digunakan untuk memperbesar densitas bubur

    semen dan biasanya digunakan pada formasi yang bertekanan tinggi yang berguna

    mengurangi kemungkinan terjadinya blow out. yang termasuk dalam additive ini

    adalah : Hematite, Ilmenite, Barite dan pasir.

    2.5.5 Lost Circulation Materials

    Lost Circulation Material adalah additive yang mengontrol hilangnya

    suspensi semen ke dalam formasi yang lemah atau bergoa. Biasanya Lost

    Circulation Material yang dipakai pada lumpur pemboran digunakan pula dalam

    suspensi semen. Additive yang termasuk dalam Lost Circulation Material adalah

    antara lain gilsonite, cellophane flakes, gipsum, bentonite dan nut shell.

    2.5.6 Dispersants

    Adalah additive yang berfungsi untuk mengurangi viskositas suspensi

    semen. Pengurangan viskositas atau friksi terjadi karena dispersant mempunyai

    kelakuan sebagai thinner (pengencer). Hal ini menyebabkan suspensi semen

    menjadi encer, sehingga dapat mengalir dengan aliran turbulensi walaupun

    dipompa dengan laju pemompaan yang rendah. Additive yang dapat digunakan

    adalah Organic Acids, Lignosulfonate, Polymers dan Sodium Chloride.

    2.5.7 Fluid Loss Control Agent

    Fluid loss control agent adalah additive yang berfungsi mencegah

    hilangnya fasa liquid semen ke dalam formasi, sehingga terjaga kandungan cairan

    pada suspensi semen. Additive yang termasuk ke dalam fluid loss control agents

    diantaranya polymer, CMHEC dan Latex.

    2.5.8 Special Additive

    Ada bermacam-macam additive lainnya yang dikelompokkan sebagai

    special additive, diantaranya adalah silika, mud kill, radioactive tracers, antifoam

    agent dan lainnya.

  • 22

    a. Silika

    Bubuk Silika atau tepung silika umumnya digunakan sebagai additive dalam

    operasi penyemenan supaya strength semen tidak hilang pada temperatur

    tinggi.

    b. Mud Kill

    Berfungsi sebagai additive yang menetralisir bubur semen terhadap zat-zat

    kimia dalam lumpur pemboran. Contoh mud kill adalah paraformaldehyde.

    Mud kill juga memberi keuntungan seperti memperkuat ikatan semen dan

    memperbesar strength semen.

    c. Radioactive Tracers

    Radioactive tracers ditambahkan ke dalam suspensi semen supaya

    memudahkan operasi logging dalam menentukan posisi semen dan

    mengetahui kualitas ikatan semen.

    d. Antifoam Agents

    Adanya foam (busa) dalam suspensi semen sering menyebabkan hilangnya

    tekanan pemompaan, maka untuk mencegahnya ditambahkan antifoam agent.

    Polypropylene Glycol adalah contoh antifoam agent yang sering digunakan,

    karena selain efektif juga harganya murah.

    2.6 Peralatan Penyemenan

    2.6.1 Peralatan Atas Permukaan

    Peralatan di permukaan yang diperlukan dalam penyemenan, terdiri dari

    cementing unit, flow line, dan cementing head.

    a. Cementing Unit

    Cementing Unit merupakan suatu unit pompa yang berguna untuk

    memompakan bubur semen dan lumpur pendorong dalam proses penyemenan.

    Pada dasarnya Cementing Unit merupakan kumpulan dari berbagai peralatan yang

    diperlukan dalam proses penyemenan yaitu :

    Pump Skid

    Pump skid merupakan pompa yang berfungsi untuk memompakan bubur

    semen dan lumpur pendorong. Di samping itu pompa ini juga digunakan

  • 23

    untuk menekan bubur semen agar masuk ke dalam formasi melalui lubang

    perforasi. Tekanan yang digunakan untuk memasukkan bubur semen

    tersebut disebut tekanan squeeze.

    Jet Mixer

    Jet mixer berfungsi untuk mencampur semen kering dengan air sehingga

    mengahasilkan bubur semen yang homogen.

    Mixing Tub

    Mixing tub adalah suatu alat yang berfungsi untuk menampung bubur semen

    yang telah dihasilkan oleh jet mixer, bubur semen yang tertampung

    selanjutnya dihisap oleh pump skid untuk diteruskan ke dalam sumur.

    Bulk Cement

    Bulk cement adalah suatu alat yang berfungsi untuk menyimpan atau

    menampung semen kering.

    Gambar 2.3 Cementing Unit

    (Schlumberger, 2004)

    b. Flow Line

    Flow line merupakan rangkaian pipa yang berfungsi untuk mengalirkan

    bubur semen atau sebagai media untuk mengalirkan fluida pendorong dari

    Cementing Unit ke cementing head.

  • 24

    Gambar 2.4 Flow Line

    (Clark Kent, 2006)

    c. Cementing Head

    Liner Cementing Head

    Merupakan ujung dari flow line yang mempunyai fungsi untuk memasukkan

    bubur semen ke dalam sumur.

    Plug Dropping Head

    Merupakan tempat plug yang akan diluncurkan untuk mendorong bubur

    semen dan juga tempat memasukkan bola besi untuk pengesetan hydraulic

    liner hanger.

    Gambar 2.5 Cementing Head

    (Schlumberger, 2004)

    2.6.2 Peralatan Bawah Permukaan

    Peralatan di bawah permukaan yang diperlukan dalam penyemenan antara

    lain casing, top dan bottom plug, float shoe, float collar, landing collar,

    centralizer, scratcher, dan dual stage cementing collar.

    a. Casing

    Casing menurut fungsi dibagi menjadi : conductor casing, surface casing,

    intermediate casing dan production casing / liner casing. Apabila casing hanya

  • 25

    dipasang pada zona produktif disebut open hole completion tetapi bila dipasang

    dari atas hingga lapisan produktif disebut perforated casing completion.

    Gambar 2.6 Casing

    (Achmad Mudofir, 2002)

    b. Top Plug

    Top Plug adalah plug yang berfungsi untuk mendorong bubur semen

    melalui casing atau drill pipe yang telah ditempatkan pada plug dropping head.

    c. Bottom Plug

    Bottom Plug adalah plug yang berfungsi untuk meminimalkan kontaminasi

    antara semen dengan lumpur.

    Gambar 2.7 Top and Bottom

    (Schlumberger, 2004)

    d. Float Shoe

    Float Shoe adalah peralatan yang terletak paling ujung dari rangkaian

    casing. Float shoe dilengkapi dengan valve yang berfungsi mencegah aliran balik

    suspensi semen dari annulus ke dalam casing.

  • 26

    Gambar 2.8 Float Shoe

    (Clark Kent, 2006)

    e. Float Collar

    Float Collar adalah collar yang mempunyai valve dan mempunyai fungsi

    untuk mencegah aliran balik bubur semen dari annulus ke dalam casing.

    Gambar 2.9 Float Collar

    (Clark Kent, 2006)

    f. Landing Collar

    Landing Collar adalah tempat mendaratnya setting ball untuk keperluan

    pengesetan hydroulic hanger dan juga tempat duduknya plug.

    g. Centralizer

    Centralizer dipergunakan untuk menempatkan casing supaya berada

    ditengah-tengah lubang bor sehingga didapatkan cincin semen yang merata. Alat

    ini penting karena ikut menentukan tingkat keberhasilan penyemenan casing.

    Jarang sekali casing kedapatan pada posisi lurus, pada beberapa tempat akan

    kontak dengan dinding lubang bor, kemungkinan ini semakin besar pada sumur

    directional.

  • 27

    Gambar 2.10 Centralizer

    (Clark Kent, 2006)

    h. Scratcher

    Scratcher digunakan untuk membersihkan dinding lubang bor dari mud

    cake, sehingga semen akan melekat dengan baik terhadap formasi.

    Gambar 2.11 Scratcher

    (Clark Kent, 2006)

    i. DSCC (Dual Stage Cementing Collar)

    DSCC (Dual Stage Cementing Collar) digunakan pada penyemenan

    bertahap atau bertingkat, sebagai tempat keluarnya semen dari casing ke annulus

    setelah tahap pertama dan sebelumnya selesai.

  • 28

    Gambar 2.12 Stage Collar

    (Clark Kent, 2006)

    2.7 Proses Penyemenan Pada Primary Cementing

    Dalam Proses Penyemenan Primary Cementing terdapat tiga teknik atau

    metode, yaitu perkins cementing system, poorboys cementing system, dan stage

    cementing system.

    2.7.1 Perkins Cementing System

    1. Lakukan test line. Sirkulasikan lumpur untuk membersihkan lubang dari

    cuttings dan mud cake. Sebelumnya saluran lumpur pada cementing head

    dibuka. Lumpur bersirkulasi melalui cementing line, masuk ke saluran

    lumpur, terus ke dalam casing menuju dasar melalui casing collar , shoe

    track, casing shoe. Dari dasar lubang membawa cuttings yang masih ada

    di annulus dan mud cake hasil kikisan scratcher dan centralizer. Sirkulasi

    lumpur dihentikan setelah lubang bersih, dimana tidak ada lagi padatan

    yang tersaring di shale shaker.

    2. Cabut pin penahan bottom plug, tutup saluran lumpur, buka saluran bubur

    semen. Pompakan bubur semen sejumlah yang diperlukan. Bubur semen

    akan mendorong bottom plug, bottom plug mendorong lumpur dalam

    rangkaian casing ke bawah.

    3. Setelah selesai memompakan bubur semen, cabut menahan pin penahan

    top plug, tutup saluran bubur semen, buka saluran fluida pendorong;

  • 29

    pompakan fluida pendorong. Lumpur pendorong masuk ke dalam saluran

    lumpur pendorong. Lumpur mendorong top plug, dan top plug menorong

    bubur semen, bubur semen mendorong bottom plug, dan bottom plug

    mendorong lumpur .

    4. Saat bottom plug duduk di casing collar terjadi bumping pressure.

    Tekanan pemompaan naik secara mendadak.

    5. Pompa terus lumpur pendorong sampai diafragma bottom plug pecah.

    Indikasinya tekanan turun. Bubur semen masuk lubang bottom plug terus

    ke shoe track, masuk casing shoe dan keluar ke annulus, dan naik menuju

    permukaan. Top plug mendorong bubur semen, Setelah duduk diatas

    bottom plug terjadi lagi bumping pressure. Pendorongan lumpur

    dihentikan dan diharapkan bubur sudah mengisi annulus sesuai dengan

    yang direncanakan.

    2.7.2 Poorboys Cementing System

    1. Dilakukan test line untuk memeriksa sambuangan cementing line.

    2. Sirkulasi lumpur, membersihkan lubang dari cutting yang tersisa, dan mud

    cake yang terkelupas.

    3. Pompakan spacer (chemical wash). Spacer merupakan fluida yang

    membatasi lumpur di dalam lubang dengan bubur semen. Spacer harus

    tidak merusak bubur semen dan lumpur.

    4. Pompakan bubur semen sesuai dengan volume yang diperlukan. Volume

    bubur semen yang diperlukan pada Poorboys Cementing System adalah :

    - Volume untuk mengisi annulus.

    - Volume untuk mengisi 2 sampai 3 joint tubing/drill pipe.

    - Volume untuk mengisi pocket (extra hole).

    5. Pompakan spacer, Setelah bubur semen selesai dipompakan, ikuti dengan

    pemompaan spacer.

    6. Pompakan fluida pendorong (displacement fluid). Pemompaan Lumpur

    Pendorong fluida pendorong mendorong spacer, spacer mendorong bubur

    semen, dan bubur semen mendorong lumpur. Volume lumpur pendorong

  • 30

    yang dipompakan harus dihitung dengan cermat. Saat akhir pendorongan,

    minimum dua joint tubing/drill pipe terbawah masih berisi bubur semen.

    Jangan sampai bubur semen yang paling belakang sampai masuk ke

    annulus di belakang casing shoe.

    7. Angkat dua sampai tiga joint drill pipe, keluarkan bubur semen yang

    tersisa di dalam drill pipe. Yang lebih baik adalah dengan melakukan

    sirkulasi balik (reverse circulation).

    8. Penyemenan selesai.

    2.7.3 Stage Cementing System

    Pada Stage Cementing System, terdapat dua tahap proses penyemenannya.

    Tahap pertama yaitu tidak jauh berbeda dengan Perkins Cementing System, tetapi

    pada tahap kedua berbeda karena adanya sistem buka dan tutup cementing port.

    Langkah langkah tersebut yaitu :

    a. Penyemenan Tingkat Pertama.

    Penyemenan untuk tingkat pertama tidak jauh berbeda dengan Perkins

    Cementing System. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

    1. Lakukan test line.

    2. Lakukan sirkulasi lumpur

    3. Pompakan spacer. Spacer adalah sebagai pengganti bottom plug, yang

    membatasi bubur semen dengan lumpur yang terdapat di dalam rangkaian

    casing.

    4. Pompakan bubur semen tingkat pertama sesuai dengan volume yang telah

    diperhitungkan.

    5. Drop first stage plug.

    6. Pompakan lumpur pendorong.

    Lumpur pendorong akan mendorong first stage plug . First stage plug akan

    mendorong bubur semen, bubur semen akan mendorong spacer, dan spacer

    akan mendorong lumpur yang terdapat di dalam casing.

    Pendorong dilanjutkan terus sampai first stage plug duduk diatas seal off

    plate pada float collar.

  • 31

    Kondisi ini ditandai dengan terjadinya bumping pressure, dimana lubang

    sel off plate sudah disumbat oleh first stage plug.

    7. Periksa apakah float collar berfungsi atau tidak. Kalau berfungsi dengan

    baik , penyemenan tingkat pertama selesai.

    b. Langkah-langkah Penyemenan Tingkat Kedua

    1. Turunkan opening plug ( cementing bomb). Dengan beratnya sendiri

    opening plug meluncur turun ke dalam casing.

    2. Pompakan lumpur, lumpur akan mendorong opening plug. Opening plug

    dapat melewati upper inner sleeve, tetapi tersangkut pada lower inner

    sleeve. Sebagai indikasinya tekanan pemompaan naik tiba-tiba.

    3. Pompakan lumpur terus, sehingga opening plug menekan lower inner

    sleeve, dan shear pin penahannya patah. Lower inner sleeve bergeser ke

    bawah dan cementing port terbuka, Lumpur masuk ke dalam cementing

    port menuju annulus. Sebagai indikasinya tekanan pompa turun.

    4. Pompakan bubur semen untuk tingkat kedua. Bubur semen tingkat kedua

    ini keluar ke annulus melalui cementing port. Volume lumpur sesuai

    dengan yang sudah diperhitungkan.

    5. Turunkan closing plug.

    6. Pompakan lumpur pendorong. Lumpur pendorong mendorong closing

    plug, closing plug mendorong bubur semen, dan bubur semen

    mendorong lumpur di depannya.

    7. Closing plug tersangkut pada upper inner sleeve. Indikasinya adalah

    tekanan pemompaan naik.

    8. Patahkan shear pin penahan upper inner sleeve dengan cara pompakan

    terus lumpur pendorong sampai shear pin penahan upper inner sleeve

    patah. Upper inner sleeve akan bergeser ke bawah menutup cementing

    port kembali.

    9. Penyemenan selesai.

  • 32

    2.8 Perhitungan Pada Penyemenan

    Keberhasilan dari suatu penyemenan juga sangat ditentukan oleh

    perhitungan-perhitungan dalam perencanaan penyemenan, disamping untuk

    mengetahui kebutuhan semen yang akan digunakan, rencana pemakaian bahan

    additive, thickening time bubur semen dan operating time-nya. Banyaknya

    volume bubur semen yang di butuhkan pada penyemenan casing dapat dihitung

    dengan menggunakan data Caliper log atau Ukuran pahat yang di gunakan.

    Diameter lubang yang diambil dari caliper log umumnya lebih mendekati

    keadaan lubang yang sebenarnya, sehingga perhitungan dapat lebih teliti

    dibandingkan dengan perhitungan yang menggunakan diameter ukuran pahat,

    sebab permukaan lubang bor tidak rata dan umumnya terjadi runtuhan dinding

    lubang. Akan lebih teliti lagi, bila diameter lubang yang di ambil dari caliper log

    dirata-ratakan per-interval kedalaman. Semakin kecil interval kedalaman yang di

    ambil, harganya semaking baik. walaupun demikian dalam menghitung volume

    bubur semen yang diperlukan, masih di gunakan safety yang disebut excess.

    Untuk diameter lubang yang diambil dari diameter pahat, besar excess-nya antara

    50% sampai 100%, sedangkan yang diambil dari hasil caliper log antara 10%

    sampai 30%.

    Pada Primary Cementing, perhitungan yang dilakukan diantaranya adalah

    perhitungan banyaknya volume slurry, volume absolute densitas dan yield semen,

    sack of cement, mix water required, material additive required, dan displacement

    volume.

    2.8.1 Volume Slurry

    Jumlah dari volume slurry semen yang akan digunakan ditentukan dengan

    menghitung volume annulus antara exist casing dan previous casing (casing-

    casing). Lalu ditambah dengan volume annulus antara exist casing dan open hole

    (casing-OH) ditambah dengan excess. Lalu ditambah dengan volume di dalam

    shoe track. Dan terakhir ditambah dengan volume di dalam pocket.

    Volume slurry (bbl) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

  • 33

    Volume casing-casing

    [(ID1)2 (OD2)2] x 0,000971 x L ; bbl .................................. (2.5)

    [(ID1)2 (OD2)2] x 0,005454 x L; cuft .................................. (2.6)

    Volume casing-OH

    [(OH)2 (OD2)2] x 0,000971 x L x (%excess+1) ; bbl ......... (2.7)

    [(OH)2 (OD2)2] x 0,005454 x L x (%excess+1); cuft ........ (2.8)

    Volume Shoe Track

    (ID2)2 x 0,000971 x L ; bbl .................................................... (2.9)

    (ID2)2 x 0,005454 x L; cuft .................................................. (2.10)

    Volume Pocket

    (OH)2 x 0,000971 x L x (%excess+1) ; bbl ........................... (2.11)

    (OH)2 x 0,005454 x L x (%excess+1); cuft .......................... (2.12)

    Total Volume Slurry

    Volume casing-casing + Volume casing-OH + Volume

    Shoe Track + Volume Pocket ................................................ (2.13)

    Dimana : ID1 : Diameter dalam previous casing, inch

    ID2 : Diameter dalam exist casing, inch

    OD2 : Diameter luar exist casing, inch

    OH : Diameter open hole, inch

    L : Panjang annulus yang akan disemen, ft

    %excess+1 : persentase excess ditambah 1

    2.8.2 Volume Absolute

    Volume absolute suatu material adalah suatu material yang mencukupi

    hanya material itu sendiri (tidak termasuk volume udara yang terdapat di

    sekeliling partikel). Volume absolute dapat dihitung dengan rumus :

    Volume absolute = 1

    8,34 .............................. (2.14)

    Dimana : Volume absolute : Volume Absolute gal/lb

    SG : Specific Gravity

    8,34 : ketentuan, lb/gal

  • 34

    2.8.3 Densitas dan Yield Semen

    Densitas semen didefinisikan sebagai perbandingan antara berat suspesi

    semen terhadap volume suspensi semen yang dirumuskan sebagai berikut :

    Dbs = (++)

    (++) .................................................................... (2.15)

    Dimana : Dbs : Densitas suspensi semen, lb/gal

    Gbk : Berat bubuk semen, lb

    Gw : Berat water, lb

    Ga : Berat additive, lb

    Vbk : Volume bubuk semen, gal

    Vw : Volume water, gal

    Va : Volume additive, gal

    Yield =

    7,48 .................................................................................... (2.16)

    Dimana : Yield : Yield, cuft/sack

    7,48 : Ketentuan, gal/sack

    Vs : Volume yang mencakup satu unit semen ditambah semua

    additive dan air pencampur, gal/cuft

    2.8.4 Sacks Of Cement

    Banyaknya sacks yang dibutuhkan dalam penyemenan dapat dihitung

    dengan rumus sebagai berikut :

    Sacks Of Cement =

    .................................. (2.17)

    Dimana : Sacks of cement : banyak sack yang dibutuhkan, sack

    Total volume slurry: Total volume slurry, cuft

    Yield slurry : Yield slurry, cuft/sack

    2.8.5 Mix Water Required

    Banyaknya air yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus sebagai

    berikut :

  • 35

    Mix Water Required =

    42 ......... (2.18)

    Dimana : Mix Water Required : Air yang dibutuhkan,bbl

    Konsentrasi : konsentrasi air, gal/sack

    Sacks Of Cement : Total sacks semen yang digunakan, sack

    42 : ketentuan, gal/bbl

    2.8.6 Material Required (Additive)

    Total material (additive) yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus

    sebagai berikut :

    Additive Bubuk = %BWOC x berat semen x Sacks Of Cement (2.19)

    Dimana : Material Additive Bubuk : Total material additive bubuk, lb

    %BWOC : By Weight Of Cement (Konsentrasi), %

    berat semen : berat semen/sack, lb/sack

    Sacks Of Cement : Total sacks semen yang digunakan, sack

    Additive Cair = konsentrasi additive cair x Sacks Of Cement ..... (2.20)

    Dimana : Material Additive Cair : Total material additive cair, gal

    Konsentrasi additive cair : konsentrasi additive cair, gal/sack

    Sacks Of Cement : Total sacks semen yang digunakan, sack

    2.8.7 Displacement Volume

    Total Displacement Volume adalah total volume lumpur yang akan

    digunakan untuk mendorong plug. Displacement Volume dapat dihitung dengan

    rumus sebagai berikut :

    Displacement Volume = (ID2)2 x 0,000971 x L ; bbl ....................... (2.21)

    Displacement Volume = (ID2)2 x 0,005454 x L ; cuft ....................... (2.22)

    Dimana : Displacement Volume : volume pendorong plug, bbl, cuft

    ID2 : Diameter dalam exist casing, inch

    L : Panjang dari permukaan ke float collar, ft

  • 36

    BAB III

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1 Hasil

    3.1.1 Data Sumur

    Tabel 3.1 Data Penyemenan Casing " Sumur #H-03

    Data Satuan

    Total Depth 307 m

    Previous Casing,

    13 3 8

    OD 13,375 inch

    ID 12,615 inch

    Nominal Weight 54,5 lb/ft

    Length 75 m

    Exist Casing,

    9 5 8

    OD 9,625 inch

    ID 8,755 inch

    Nominal Weight 43,5 lb/ft

    Length 304,9 m

    Open Hole, 12 1 4 12,25 inch

    Float Shoe 304,9 m

    Float Collar 294,5 m

    Top Of Cement 0 m

    Top Of Tail 204,9 m

    Excess 75 %

  • 37

    3.1.2 Data Densitas dan Yield Cement Slurry

    Tabel 3.2 Densitas dan Yield Cement Slurry Sumur #H-03

    Lead

    SG Cement Lead Slurry 1,60 SG

    Densitas Cement Lead Slurry 13,36 lb/gal

    Yield Cement Lead Slurry 1,75 cuft/sack

    Tail

    SG Cement Tail Slurry 1,90 SG

    Densitas Cement Tail Slurry 15,8 lb/gal

    Yield Cement Tail Slurry 1,16 cuft/sack

    3.1.3 Data Material Penyemenan

    Tabel 3.3 Material Penyemenan Sumur #H-03

    Lead

    Material Konsentrasi SG

    Cement Neat 94 lb/sack 3,14

    BAA-11 (Lead) 1,50 %BWOC 1,96

    BAE-15L (Lead) 0,30 gal/sack 1,45

    BAF-26L (Lead) 0,03 gal/sack 0,90

    Water 9,11 gal/sack 1

    Tail

    Material Konsentrasi SG

    Cement Neat 94 lb/sack 3,14

    BAA-11 (Tail) 1,00 %BWOC 1,96

    BAD-14L (Tail) 0,15 gal/sack 1,04

    BAL-22L (Tail) 0,40 gal/sack 1,02

    BAF-26L (Tail) 0,03 gal/sack 0,90

    Water 4,45 gal/sack 1

  • 38

    3.1.4 Diagram Casing Sumur #H-03

    Gambar 3.1 Diagram Casing Sumur #H-03

    TOP OF CMT

    0 MTR.

    13-3/8" SHOE

    MTR.

    O.H

    MTR.

    o

    o

    MTR. DEPTH

    TOP OF TAIL

    204,9

    307,0

    75

    12-1/4"

    VOLUMECASING- CASING

    (LEAD)

    VOLUMECASING- OPENHOLE

    (LEAD)

    VOLUMECASING-OPENHOLE

    (TAIL)

    VOLUMEPOCKET

    VOLUMESHOE TRACK

    294,5 MTR. 9-5/8" FLOAT COLLAR

    304,9 MTR. 9-5/8" FLOAT SHOE

  • 39

    3.1.5 Penentuan Panjang Ruang Yang Akan Disemen

    Panjang Casing Casing (Lead) = length previous casing

    = 75 m

    = 75 m x 3,28084 ft/m

    = 246,06 ft

    Panjang Casing OH (Lead) = top of tail length previous casing

    = 204,9 m 75 m

    = 130 m

    = 130 m x 3,28084 ft/m

    = 426,12 ft

    Panjang Casing OH (Tail) = length exist casing top of tail

    = 304,9 m 204,9 m

    = 100 m

    = 100 m x 3,28084 ft/m

    = 328,15 ft

    Panjang Shoe Track (Tail) = float shoe float collar

    = 304,9 m 294,5 m

    = 10,4 m

    = 10,4 x 3,28084 ft/m

    = 34,06 ft

    Panjang Pocket (Tail) = total depth float shoe

    = 307 m 304,9 m

    = 2,1 m

    = 2,1 m x 3,28084 ft/m

    = 6,96 ft

    3.1.6 Perhitungan Volume Slurry

    Volume casing-casing (Lead)

    Menggunakan Persamaan 2.6

    Vcas-cas (L) = [(ID1)2 (OD2)2] x 0,005454 x L

  • 40

    = [(12,615 inch)2 (9,625 inch)2] x 0,005454 x 246,06 ft

    = 89,24 cuft

    Volume casing-OH (Lead)

    Menggunakan Persamaan 2.8

    Vcas-OH (L) = [(OH)2 (OD2)2] x 0,005454 x L x (%excess+1)

    = [(12,25 inch)2 (9,625 inch)2] x 0,005454 x 426,12 ft x 1,75

    = 233,54 cuft

    Volume casing-OH (Tail)

    Menggunakan Persamaan 2.8

    Vcas-OH (T) = [(OH)2 (OD2)2] x 0,005454 x L x (%excess+1)

    = [(12,25 inch)2 (9,625 inch)2] x 0,005454 x 328,15 ft x 1,75

    = 179,85 cuft

    Volume Shoe Track (Tail)

    Menggunakan Persamaan 2.10

    Vshoetrack(T)= (ID2)2 x 0,005454 x L

    = (8,755 inch)2 x 0,005454 x 34,06

    = 14,24 cuft

    Volume Pocket (Tail)

    Menggunakan Persamaan 2.12

    Vpocket (T) = (OH)2 x 0,005454 x L x (%excess+1)

    = (12,25 inch)2 x 0,005454 x 6,96 ft x 1,75

    = 9,96 cuft

    Total Volume Lead Slurry

    Menggunakan Persamaan 2.13

    Total Vslurry = Vcasing-casing (L) + Vcasing-OH (L)

    = 89,24 cuft + 233,54 cuft

    = 322,78 cuft

    Total Volume Tail Slurry

    Menggunakan Persamaan 2.13

  • 41

    Total Vslurry = Vcasing-OH (T) + Vshoetrack (T) + Vpocket (T)

    = 179,85 cuft + 14,24 cuft + 9,96 cuft

    = 204,05 cuft

    Total Volume Slurry

    Menggunakan Persamaan 2.13

    Total Vslurry = Vcasing-casing (L) + Vcasing-OH (L) + Vcasing-OH (T)

    + Vshoetrack (T) + Vpocket (T)

    = 89,24 cuft + 233,54 cuft + 179,85 cuft + 14,24 cuft

    + 9,96 cuft

    = 526,83 cuft

    3.1.7 Perhitungan Volume Absolute

    a. Volume Absolute Material Lead

    Cement Neat

    Menggunakan persamaan 2.14

    Volume absolute = 1

    8,34

    = 1

    8,34 / 3,14

    = 0,038 gal/lb

    BAA-11

    Menggunakan persamaan 2.14

    Volume absolute = 1

    8,34

    = 1

    8,34 / 1,96

    = 0,061 gal/lb

    BAE-15L

    Menggunakan persamaan 2.14

    Volume absolute = 1

    8,34

  • 42

    = 1

    8,34 / 1,45

    = 0,083 gal/lb

    BAF-26L

    Menggunakan persamaan 2.14

    Volume absolute = 1

    8,34

    = 1

    8,34 / 0,90

    = 0,133 gal/lb

    Water

    Menggunakan persamaan 2.14

    Volume absolute = 1

    8,34

    = 1

    8,34 / 1

    = 0,120 gal/lb

    b. Volume Absolute Material Tail

    Cement Neat

    Menggunakan persamaan 2.14

    Volume absolute = 1

    8,34

    = 1

    8,34 / 3,14

    = 0,038 gal/lb

    BAA-11

    Menggunakan persamaan 2.14

    Volume absolute = 1

    8,34

    = 1

    8,34 / 1,96

  • 43

    = 0,061 gal/lb

    BAD-14L

    Menggunakan persamaan 2.14

    Volume absolute = 1

    8,34

    = 1

    8,34 / 1,04

    = 0,116 gal/lb

    BAL-22L

    Menggunakan persamaan 2.14

    Volume absolute = 1

    8,34

    = 1

    8,34 / 1,02

    = 0,118 gal/lb

    BAF-26L

    Menggunakan persamaan 2.14

    Volume absolute = 1

    8,34

    = 1

    8,34 / 0,90

    = 0,133 gal/lb

    Water

    Menggunakan persamaan 2.14

    Volume absolute = 1

    8,34

    = 1

    8,34 / 1

    = 0,120 gal/lb

  • 44

    3.1.8 Perhitungan Densitas dan Yield Semen

    Perhitungan harga densitas dan yield semen slurry sudah ditentukan di

    dalam data lapangan. Karena mengingat faktor perhitungan yang harus dilakukan

    di laboratorium, maka dari itu densitas dan yield semen sudah ditentukan di

    laboratorium dimana diperoleh :

    a. Lead Slurry

    SG Semen Lead Slurry = 1,60

    Densitas Semen Lead Slurry = 13,36 lb/gal

    Yield Semen Lead Slurry = 1,75 cuft/sack

    b. Tail Slurry

    SG Semen Tail Slurry = 1,90

    Densitas Semen Tail Slurry = 15,8 lb/gal

    Yield Semen Tail Slurry = 1,16 cuft/sack

    3.1.9 Perhitungan Sacks Of Cement

    a. Sacks Of Cement Lead Slurry

    Menggunakan persamaan 2.17

    Sacks Of Cement =

    = 322,78

    1,75 /

    = 184 sack

    b. Sack Of Cement Tail Slurry

    Menggunakan persamaan 2.17

    Sacks Of Cement =

    = 204,05

    1,16 /

    = 176 sack

  • 45

    3.1.10 Perhitungan Mix Water Required

    a. Mix Water Required Lead Slurry

    Menggunakan persamaan 2.18

    Mix Water Required =

    42

    = 9,11 / 184

    42 /

    = 39,9 bbl

    b. Mix Water Required Tail Slurry

    Menggunakan persamaan 2.18

    Mix Water Required =

    42

    = 4,45 / 176

    42 /

    = 18,6 bbl

    3.1.11 Perhitungan Material Required (Additive)

    a. Material Lead Slurry

    BAA-11

    Menggunakan persamaan 2.19

    Total Material = %BWOC x berat semen/sack x sacks of cement

    = 1,5% x 94 lb/sack x 184 sack

    = 259,4 lb

    BAE-15L

    Menggunakan persamaan 2.20

    Total Material = konsentrasi additive x sacks of cement

    = 0,30 gal/sack x 184 sack

    = 55,2 gal

    BAF-26 L

    Menggunakan persamaan 2.20

    Total Material = konsentrasi additive x sacks of cement

  • 46

    = 0,03 gal/sack x 184 sack

    = 5,5 gal

    b. Material Tail Slurry

    BAA-11

    Menggunakan persamaan 2.19

    Total Material = %BWOC x berat semen/sack x sacks of cement

    = 1,00% x 94 lb/sack x 176 sack

    = 165,4 lb

    BAD-14L

    Menggunakan persamaan 2.20

    Total Material = konsentrasi additive x sacks of cement

    = 0,15 gal/sack x 176 sack

    = 26,4 gal

    BAL-22 L

    Menggunakan persamaan 2.20

    Total Material = konsentrasi additive x sacks of cement

    = 0,40 gal/sack x 176 sack

    = 70,4 gal

    BAF-26 L

    Menggunakan persamaan 2.20

    Total Material = konsentrasi additive x sacks of cement

    = 0,03 gal/sack x 176 sack

    = 5,3 gal

    3.1.12 Perhitungan Displacement Volume

    Menggunakan persamaan 2.21

    Displacement Volume = (ID2)2 x 0,005454 x L x 3,281

    = (8,755 inch)2 x 0,005454 x 294,5 m x 3,281 ft/m

    = 403,9 cuft

    = 403,9 cuft x 0,178108 bbl/cuft

    = 71,9 bbl

  • 47

    3.2 Pembahasan

    Kebutuhan material slurry pada penyemenan casing 9 5 8 " Sumur #H-

    03 Lapangan Y terdiri dari semen, air, dan addtitive. Dimana slurry

    penyemenan pada casing 9 5 8 " ini dibagi menjadi dua bagian yaitu lead dan juga

    tail.

    Pada perhitungan material slurry casing 9 5 8 " Sumur #H-03 Lapangan

    Y, lead dan tail sudah ditentukan oleh hasil uji laboratorium di perusahaan.

    Pada data penyemenan casing 9 5 8 " Sumur #H-03 Lapangan Y yang ada,

    lead slurry memiliki panjang interval dari top of cement = 0 meter (permukaan)

    hingga top of tail = 204,9 meter. Dan lead slurry memiliki panjang interval dari

    top of tail = 204,9 meter hingga total depth = 307 meter (dasar sumur).

    Pada perhitungan penyemenan casing 9 5 8 " Sumur #H-03 Lapangan

    Y, excesss yang digunakan 75%. Dimana excess sudah ditentukan oleh engineer

    perusahaan terkait.

    Pada perhitungan penyemenan casing 9 5 8 " Sumur #H-03 Lapangan

    Y, hal yang pertama dihitung adalah menghitung volume yang akan disemen.

    Dimana pada perhitungannya dibagi menjadi lima volume. Yang pertama adalah

    volume antara casing casing (lead). Yaitu volume yang berada di antara

    previous casing (13 3 8 ") dan exist casing (95

    8 ") yang akan disemen dengan

    lead slurry. Yang kedua adalah volume casing open hole (lead). Yaitu volume

    yang berada di antara open hole dan exist casing (9 5 8 ") yang akan disemen

    dengan lead slurry. Yang ketiga adalah volume casing open hole (tail). Yaitu

    volume yang berada di antara open hole dan exist casing (9 5 8 ") yang akan

    disemen dengan tail slurry. Yang keempat adalah volume shoe track (tail). Yaitu

    volume yang berada di antara float shoe dan float collar yang akan disemen

    dengan tail slurry. Sebenarnya volume ini tidaklah begitu penting pada tujuannya,

    karena setelah proses penyemenan selesai volume tersebut akan dibor untuk

    melanjutkan ke trayek selanjutnya, tetapi volume ini sangat berpengaruh untuk

  • 48

    menahan bubur semen selama proses pengerasan agar tidak terjadi sirkulasi balik

    dari annulus. Dan yang kelima adalah volume pocket (tail). Yaitu volume yang

    berada di antara float shoe dan total depth yang akan disemen dengan tail slurry.

    Volume ini cukup penting karena berfungsi untuk mensirkulasikan semen slurry

    dari dalam casing ke annulus. Karena jika tidak menggunakan pocket harus

    dilakukan deepening atau dengan pengangkatan casing untuk mensirkulasikan

    semen slurry dari dalam casing ke annulus. Pada perhitungan volume casing

    9 5 8 " Sumur #H-03 Lapangan Y, sesuai perhitungan yang sudah diuraikan

    di atas didapatkan volume sebagai berikut.

    Tabel 3.4 Volume Slurry Penyemenan Sumur #H-03

    Keterangan Volume

    (cuft)

    Volume

    (bbl)

    Casing Casing (lead) 89,24 15,89

    Casing open hole (lead) 233,54 41,60

    Casing open hole (tail) 179,85 32,03

    Shoe track (tail) 14,24 2,54

    Volume pocket (tail) 9,96 1,77

    Total Volume (lead) 322,78 57,49

    Total Volume (tail) 204,05 36,34

    Total Volume Slurry 526,83 93,84

    Pada perhitungan material slurry penyemenan casing 9 5 8 " Sumur #H-

    03 Lapangan Y, densitas dan yield semen slurry sudah ditentukan oleh hasil uji

    laboratorium. Hal ini karena dalam perhitungan densitas dan yield semen harus

    langsung dilakukan pengetesan di laboratorium selama perhitungannya. Selain itu,

    tidak adanya data massa berat dari beberapa additive yang ditambahkan membuat

    penulis tidak dapat memuat perhitungan densitas dan yield semen slurry.

  • 49

    Berdasarkan perhitungan yang sudah ditulis di atas, banyaknya semen

    yang dibutuhkan pada perhitungan material slurry penyemenan casing 9 5 8 "

    Sumur #H-03 Lapangan Y didapatkan harga sacks of cement sebanyak 184

    sack untuk lead slurry, dan 176 sack untuk tail slurry. Harga ini didapatkan dari

    hasil pembagian antara volume slurry dibagi dengan yield semen. Sehingga total

    banyaknya semen yang dibutuhkan untuk seluruh slurry adalah 360 sack.

    Sedangkan semen yang digunakan pada penyemenan ini adalah semen kelas G.

    Digunakan semen kelas G karena semen ini merupakan semen basic atau murni.

    Sehingga jika ditambahkan additive, hanya akan dipengaruhi dan akan

    mendapatkan sifat yang diinginkan tanpa mempengaruhi sifat sifat yang lainnya.

    Sedangkan banyaknya air yang dibutuhkan untuk penyemenan casing

    9 5 8 " Sumur #H-03 Lapangan Y