teori dasar kepemimpinan

40
TEORI DASAR KEPEMIMPINAN Pendekatan-pendekatan untuk mempelajari dan meneliti masalah kepemimpinan telah lama dilakukan orang, para pakar ilmu-ilmu sosial telah berusaha merumuskan teori-teori kepemimpinan berdasarkan hasil penelitian lapangan yang tentu tidak lepas dari konteks budaya masyarakat dan bangsanya sendiri. Kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai inti manajemen, sedangkan manajemen adalah inti administrasi. Hubungan dan persamaanya dapat terungkap dari kalimat pertanyaan tersebut, namun agak sulit untuk membedakan istilah pemimpin, manajer dan administrator; walapun ketiga istilah itu tidak identik, namun hubungan dan persamaannya tampak jelas. Oleh karena itu yang dimaksud kepemimpinan dalam konteks ini adalah kepemimpinan administratif - manajerial, dalam kepustakaan dikenal dengan sebutkan kepemimpinan manajerial, kepemimpinan administratif atau kepemimpinan organisasional. Bermacam-macam rumusan pengertian kepemimpinan yang jumlahnya hampir sebanyak jumlah orang yang telah berusaha mendefinisikannya, namun demikian banyak kesamaannya, sehingga memungkinkan adanya klasifikasi. Mar’at (1982 : 8 – 18) mengemukakan klasifikasi definisi kepemimpinan yang disadur dari buku “HAND BOOK OF LEADERSHIP”, karangan R.M Stogdill sebagai berikut: Kepemimpinan sebagai fokus proses-proses kelompok. Kepemimpinan sebagai suatu kepribadian dan akibatnya. Kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh. Kepemimpinan sebagai tindakan atau tingkah laku. Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi. Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan. Kepemimpinan sebagai alat mencapai tujuan. Kepemimpinan sebagai akibat dari interaksi. Kepemimpinan sebagai perbedaan peran.

Upload: yoxy-gilar-pradana

Post on 08-Feb-2016

239 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Teori Dasar Kepemimpinan menurut psikologi

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Dasar Kepemimpinan

TEORI DASAR KEPEMIMPINAN

Pendekatan-pendekatan untuk mempelajari dan meneliti masalah

kepemimpinan telah lama dilakukan orang, para pakar ilmu-ilmu sosial telah

berusaha merumuskan teori-teori kepemimpinan berdasarkan hasil penelitian

lapangan yang tentu tidak lepas dari konteks budaya masyarakat dan bangsanya

sendiri.

Kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai inti manajemen, sedangkan

manajemen adalah inti administrasi. Hubungan dan persamaanya dapat terungkap

dari kalimat pertanyaan tersebut, namun agak sulit untuk membedakan istilah

pemimpin, manajer dan administrator; walapun ketiga istilah itu tidak identik, namun

hubungan dan persamaannya tampak jelas. Oleh karena itu yang dimaksud

kepemimpinan dalam konteks ini adalah kepemimpinan administratif - manajerial,

dalam kepustakaan dikenal dengan sebutkan kepemimpinan manajerial,

kepemimpinan administratif atau kepemimpinan organisasional.

Bermacam-macam rumusan pengertian kepemimpinan yang jumlahnya hampir

sebanyak jumlah orang yang telah berusaha mendefinisikannya, namun demikian

banyak kesamaannya, sehingga memungkinkan adanya klasifikasi.

Mar’at (1982 : 8 – 18) mengemukakan klasifikasi definisi kepemimpinan yang

disadur dari buku “HAND BOOK OF LEADERSHIP”, karangan R.M Stogdill sebagai berikut:

         Kepemimpinan sebagai fokus proses-proses kelompok.

         Kepemimpinan sebagai suatu kepribadian dan akibatnya.

         Kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain.

         Kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh.

         Kepemimpinan sebagai tindakan atau tingkah laku.

         Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi.

         Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan.

         Kepemimpinan sebagai alat mencapai tujuan.

         Kepemimpinan sebagai akibat dari interaksi.

         Kepemimpinan sebagai perbedaan peran.

         Kepemimpinan sebagai inisiasi struktur.

Pengelompokkan pengertian kepemimpinan sebagaimana tersebut diatas,

menunjukkan bagaimana sudut pandang seorang pakar dalam menpersepsikan

seorang pemimpin. Mereka yang memandang kepemimpinan sebagai pusat dari

perubahan, aktifitas dan proses kelompok. Mereka yang menganggap

Page 2: Teori Dasar Kepemimpinan

kepemimpinan sebagai suatu kepribadian, mencoba menerangkan mengapa

beberapa individu lebih mampu mempraktekkan kepemimpinan daripada individu

yang lain. Mereka mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni untuk mempengaruhi

orang lain, menganggap bahwa pemimpin mempunyai satu kelebihan, sehingga

dapat mempengaruhi orang lain agar berperilaku sesuai dengan yang

diharapkannya. Mereka menganggap bahwa kepemimpinan itu sebagai pemaksa

atau pendesakan secara tidak langsung. Sedangkan mereka yang memandang

kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh, menganggap bahwa pemimpin salah

seorang yang menggunakan pengaruh positifnya untuk menggerakkan orang lain

agar dapat bekerjasama dalam pencapaian tujuan kelompok.

Mereka mendefinisikan kepemimpinan sebagai tindakan atau tingkah laku,

menganggap bahwa karena adanya prilaku pemimpin maka muncullah tindakan

orang lain yang searah dengan keinginannya. Tingkah laku kepemimpinan biasanya

diartikan sebagai suatu tindakan dimana pemimpin mengarahkan dan

mengkoordinasi aktifitas kelompok.

Mereka yang menganggap kepemimpinan sebagai bentuk persuasi, berusaha

untuk menghilangkan adanya kesan paksaan. Pimpinan adalah faktor yang sangat

menentukan dalam hubungan dengan para pengikutnya.

Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan memandang kekuasaan sebagai

suatu bentuk dari hubungan saling pengaruh-mempengaruhi. Pemimpin cenderung

mentransformasikan “leadership opportunity” ke dalam hubungan kekuasaan yang

terbuka.

Mereka yang menganggap kepemimpinan sebagai alat untuk mencapai tujuan,

memandang bahwa kepemimpinan itu mempunyai instrumental. Kepemimpinan

menghasilkan peran-peran tertentu yang harus dimainkan dan dapat dipersatukan

kelompok dalam rangka mencapai tujuan bersama. Jadi kepemimpinan diartikan

sebagai suatu fungsi yang sangat penting dalam suatu kelompok.

Mereka yang memandang kepemimpinan sebagai akibat dari interaksi,

menganggap bahwa kepemimpinan tumbuh dan berkembang sebagai hasil proses

interaksi yang berlangsung dengan sendirinya. Kepemimpinan dapat terjadi bila

dikehendaki dan dipandang perlu oleh para anggota kelompok.

Berdasarkan klasifikasi konsep kepemimpinan diatas, dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang terkandung dalam kepemimpinan adalah :

1.      Adanya seorang yang disebut pemimpin.

2.      Adanya kelompok yang dipimpin.

Page 3: Teori Dasar Kepemimpinan

3.      Adanya suatu tujuan atau sasaran.

4.      Adanya aktifitas.

5.      Adanya interaksi.

6.      Adanya kekuasaan.

Mar’at (1982 : 37) menyebutkan faktor-faktor diatas sebagai variabel-variabel

kepemimpinan yakni : posisi, objek, arah, peranan, hubungan, dan power.

Teori-teori kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi enam teori, yaitu:

1.      Teori orang-orang terkemuka.

2.      Teori lingkungan

3.      Teori situasi personal

4.      Teori interaksi harapan

5.      Teori humanistik

6.      Teori pertukaran

  ad.1 Teori Kelompok Orang-Orang Terkemuka

Teori ini disusun berdasarkan cara induktif dengan mempelajari sifat-sifat yang

menonjol dari pimpinan atas keberhasilan tugas yang dijalankan, terutama

kemampuan untuk memimpin, diasumsikan bahwa pemimpin-pemimpin yang

berhasil memainkan peranan yang memiliki sifat-sifat unik dan kualifikasinya adalah

superior. Teori ini disebut juga dengan teori serba sifat.  Ad.2. Teori Lingkungan

Teori ini menganggap bahwa kepemimpinan didapatkan terutama karena faktor

lingkungan sosial yang merupakan tantangan untuk dapat diatasi. Selain itu seorang

pemimpin tergantung pada zaman dimana ia hidup untuk menyelesaikan masalah-

masalah relevan dengan situasi dewasa ini. Situasi lingkungan sosial merangsang

agar pemimpin melakukan kegiatan-kegiatan yang relevan dengan problema-

problema yang ada pada waktu tertentu, sehingga menghasilkan tipe kepemimpinan

tertentu misalnya : pada masa perang, krisis, reformasi, globalisasi, akan muncul

kepemimpinan yang relevan pada saat itu.

  Ad.3. Teori Situasi Personal

Teori ini menganggap individu memiliki kemampuan-kemampuan tertentu seperti

kemampuan, sikap dan tingkah laku yang dapat mengoperasikan aktivitasnya

berdasarkan kondisi saat itu. Oleh karenanya masalah kepemimpinan ditentukan

juga oleh kepribadian pemimpinnya, kelompok yang dipimpin, kejadian-kejadian

Page 4: Teori Dasar Kepemimpinan

yang timbul saat itu. Interaksi antara pemimpin dengan situasinya membentuk tipe-

tipe kepemimpinan tertentu.

  ad.4. Teori Interaksi Harapan

Teori ini dikemukakan berdasarkan tiga variable, yaitu : aktivitas, interaksi, dan

sentiment. Struktur interaksi akan menentukan arah aktivitas, sehingga pemimpin

harus dapat menciptakan suatu struktur interaksi dimana struktur ini merupakan

stimulasi terciptanya suatu suasana yang relevan dengan harapan-harapan dari

masyarakat.

  ad.5. Teori Humanistik

Teori ini menyatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah mengatur kebebasan

individu untuk dapat merealisasikan motivasi rakyatnya agar dapat bersama-sama

mencapai tujuan. Yang terpenting dalam teori ini adalah unsur organisasi yang baik

dan dapat memperhatikan kebutuhan anggotanya.

  ad. 6. Teori Pertukaran

Teori ini menganggap bahwa interaksi sosial akan menghasilkan bentuk perubahan-

perubahan dimana para pengikutnya akan berpartisipasi aktif. Pemimpin dan

kepemimpinan banyak diharapkan mengadakan interaksi untuk menunjang

keberhasilan dari kepemimpinanya sehingga para anggotnya merasa dihargai dan

adanya kepuasan serta penghargaan  terhadap pimpinan. Dengan demikian akan

terjalin suatu keseimbangan yang positif untuk adanya kebersamaan persepsi

terhadap tujuan yang akan dicapai, sehingga pengikut maupun pimpinan secara

bersama-sama merasakan  kepuasan dalam mencapai harapan-harapannya.

Keenam teori kepemimpinan diatas dapat dirangkum menjadi tiga teori atau

pendekatan utama, yaitu:

1)    Pendekatan sifat-sifat kepribadian pemimpin

2)    Pendekatan prilaku pemimpin dalam kelompok atau organisasi

3)    Pendekatan kontingensi atau situasional

Ad.1.   Pendekatan Sifat-Sifat Kepribadian

Studi tentang kepemimpinan yang dipusatkan pada identifikasi sifat-sifat

kepribadian yang sekiranya dapat membedakan pemimpin dan bukan pimpinan,

telah lama dilakukan orang. Pertanyaan penting harus dicari jawabannya dalam

pendekatan ini ialah sifat-sifat apakah yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin,

sehingga dapat dibedakan dengan yang bukan pemimpin. Pendekatan ini

Page 5: Teori Dasar Kepemimpinan

menyarankan bahwa terdapat sifat-sifat atau keramahan yang esensial bagi

kepemimpinan yang efektif. Sifat-sifat pribadi yang tak terpisahkan ini seperti

intelegensi, yang dianggap bisa dialihkan dari situasi yang lain. Karena tidak semua

orang memiliki sifat-sifat ini, maka hanya merekalah yang memilikinya bisa

dipertimbangkan untuk menempati kedudukan-kedudukan kepemimpinan.

Namun kelemahan pendekatan ini ialah sulit untuk mendapatkan generalisasi

sifat-sifat kepemimpinan yang dapat ditemui padaorang lain. Namun demikian

ternyata terdapat pula sifat-sifat kepribadian pemimpin yang dianggap berhasil itu

yang saling bertentangan. Misalnya : ramah tapi tegas, suka merenung – tetapi aktif,

stabil – tapi fleksibel, keras hati – tapi kooperatif.

Pendekatan ini sering disebut orang-orang besar yang menyatakan bahwa

pemimpin besar yang terkenal. Namun demikian dapat diakui bahwa tidak semua

sifat kepemimpinan itu dilahirkan. Sebagian dapat dicapai melalui pendidikan.

Stogdill yang mempelajari 124 studi kepemimpinan, menarik kesimpulan

bahwa :”Seseorang tidak menjadi pemimpin dikarenakan memiliki kombinasi sifat-sifat kepribadiaan, tetapi pola-pola sifat pribadi pemimpin itu mesti menunjukkan hubungan tertentu dengan sifat kegiatan dan tujuan dari para pengikutnya”.

Walau pendekatan ini banyak mendapat kritikan dan sulit untuk diterapkan dalam

setiap situasi organisasi, namun dapat diakui bahwa pendekatan ini telah

meletakkan dasar untuk munculnya pendekatan lain, seperti pendekatan yang

berpusat pada prilaku pemimpin dalam interaksinya dengan orang lain pada

kelompok atau organisasi.

Ad. 2.  Pendekatan Keprilakuan

Pendekatan keprilakuan memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari

pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat pemimpin. Studi ini melihat dan

mengidentifikasi prilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya untuk

mempengaruhi anggota-anggota kelompok atau pengikutnya. Prilaku pemimpin ini

dapat berorientasi pada tugas keorganisasian ataupun pada hubungan dengan

anggota kelompoknya. Pendekatan ini menitik beratkan pandangannya pada dua

aspek prilaku kepemimpinan, yaitu “Fungsi dan Gaya Kepemimpinan” (Stoner,

1982 : 472)

Gaya kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai gaya yang berorientasi pada

hubungan dengan bawahannya. Dengan istilah “Gaya”(Style) dimaksudkan suatu

cara berprilaku yang khas dari seorang pemimpin terhadap para anggotanya. Jadi

Page 6: Teori Dasar Kepemimpinan

apa yang dipilih pemimpin untuk dikerjakan, kapan ia mengerjakannya, bagaimana

caranya ia bertindak akan membantu gaya kepemimpinannya.

Terdapat lima gaya kepemimpinan yang merupakan kombinasi antara dimensi

produksi dan dimensi orang. Gaya kepemimpinan pertama disebut

“IMPROVERISHED”, artinya : pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit

untuk menyelesaikan tugas tertentu, dan hal ini dianggap cukup untuk

mempertahankan organisasi. Gaya kepemimpinan yang kedua disebut “COUNTRY

CLUB”. Artinya kepemimpinan yang berdasarkan pada hubungan informal antara

individu, keramah-tamahan dan kegembiraan. Tekanan terletak pada pengarahan

kepada hubungan kemanusian secara maksimal. Gaya kepemimpinan ketiga adalah

“TASK”, artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai faktor utama untuk

keberhasilan organisasi. Yang ditekankan disini ialah penampilan individu dalam

organisasi.

Gaya yang keempat disebut “MIDDLE OF THE ROAD” artinya tengah-tengah.

Yang menjadi tekanan pada gaya ini ialah pada keseimbangan ynag optimal antara

tugas dan hubungan manusiawi. Gaya kepemimpinan yang kelima disebut “TEAM”

yang berati keberhasilan suatu organisasi tergantung pada hasil kerjasama sejumlah

individu yang penuh pengabdian. Tekanan utama terletak pada kepemimpinan

kelompok yang satu sama lain saling memerlukan. Dasar dari kepemimpinan

kelompok ini adalah kepercayaan dan penghargaan sesama anggota kelompok.

Teori kepemimpinan berdasarkan dinamika kelompok, dikembangkan oleh

Dorwin Cartwrigh dan Alvin Zander. Mereka mengemukakan bahwa tujuan kelompok

dapat digolongkan kedalam dua kategori.

1.   Pencapaian tujuan itu sendiri dengan memberikan arah kepada bawahan untuk

mencapai tujuan.

2.   Pemeliharaan integritas kelompok itu sendiri dengan memperbaiki hubungan

diantara para anggota kelompok.

Selanjutnya Rensis Likert, mengembangkan teori kepemimpinan yang

berdasarkan pula pada dua dimensi, yaitu: orientasi tugas dan orientasi bawahan,

yang dijabarkan menjadi empat tingkat model efektivitas manajemen berdasarkan

berbedaan orang yang dipimpinnya, yang paling ketat sampai kepada yang paling

longgar atau bergerak dari sistem I menuju sistem IV, menurut teori ini sistem

kepemipinan terdiri dari empat sistem, yaitu:

1.   EXPLOITATIVE AUTHORITATIVE

2.   BENEVOLENT AUTHORITATIVE

Page 7: Teori Dasar Kepemimpinan

3.   CONSULTATIVE

4.   PARTICIPATIVE

1.   EXPLOITATIVE AUTHORITATIVE

Sistem ini bercirikan tidak ada kepercayaan kepada bawahan. Ancaman dan

hukuman merupakan alat utama untuk memaksa bawahan untuk melakukan

tugasnya dan berkomunikasi satu arah dari atas kebawah, tertutup, formal dan

instruktif.

2.   RENEVOLENT AUTHORITATIVE

Sistem ini bercirikan adanya kepercayaan sedikit tetapi kepercayaan itu sifatnya

seperti tuan kepada hamba. Penghargaan digunakan untuk memotivasi bawahan,

tetapi juga hukuman dan ancaman terus dipergunakan sebagai pendorong untuk

melakukan tugas. Komunikasi sedikit terbuka tetapi berdasarkan ketidak percayaan.

3.   CONSULTATIVE

Sistem ini bercirikan adanya kepercayaan kepada bawahan tetapi tidak penuh.

Partisipasi dari bawah terbuka untuk level bawah, demikian pula halnya untuk

proses pengambilan keputusan dimana hal yang penting tetapi berada di tangan

pimpinan. Komunikasi terbuka walaupun masih ada pembatasan, tetapi

kepercayaan sudah merupakan dasar komunikasi.

4.   PARTICIPATIVE

Sistem ini merupakan sistem ideal, kepercayaan dari atasan penuh, partisipasi

juga penuh, penghargaan merupakan faktor penting. Percaya kepada diri sendiri dan

kreativitas merupakan unsur pertama. Komunikasi terbuka seluruhnya, hubungan

antara individu informal dan suasana organisasi segar dan sehat.

Ad. 3.   Pendekatan Kontigensi

Pendekatan kontigensi dan situasional sebenarnya masih tergolong dalam

pendekatan keprilakuan karena yang disoroti adalah prilaku kepemimpinan dalam

situasi tertentu. Beberapa teori yang tergolong pendekatan ini akan dijelaskan

sebagai berikut.

a)      Teori Tannenbuan dan SchmidtRobbert Tannenbuan dan Warrant A. Schmidt, mengemukakan bermacam-

macam gaya kepemimpinan yang dapat dilukiskan sebagai suatu kontinuan. Teori

ini merupakan salah satu pendekatan kepemimpinan situasional yang terkenal.

Dalam kontinuan tersebut, pada satu ujung pemimpin yang bersifat otokratis dan

pada ujung yang lain bergaya demokratis. Prilaku pemimpin bergayaotoriter

Page 8: Teori Dasar Kepemimpinan

berpusat pada pemimpin, sedangkan pada ujung yang lain yaitu gaya demokratis

berpusat pada bawahan.

Prilaku pemimpin yang berpusat pada atasan menekankan pada hak dan

kekuasaan atasan dalam pembuatan keputusan. Sedangkan prilaku yang berpusat

pada bawahan menekankan pada kebebasan bawahan untuk memutuskan suatu

masalah didalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh atasan.

Diantara kedua ekstrim ini ada banyak kombinasi kekuasaan yang manajerial

dan kebebasan bawahan yang tersedia bagi pemimpin. Ia memiliki fleksibilitas

sebayak yang ia ingini dalam memilih gaya kepemimpinan yang cocok untuk

digunakan dalam situasi tertentu.

Ada tujuh model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin. Ketujuh

model ini masih dalam kerangka dua gaya otokratis dan demokratis diatas.

Ketujuh model pengambilan keputusan pimpinan diantara lain:

1)   Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya.

Model ini terlihat bahwa otoritas yang digunakan atasan terlalu banyak sedangkan

daerah kebebasan bawahan sempit sekali.

2)  Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin terlihat masih banyak

menggunakan otoritas yang ada padanya sehingga sama dengan yang model

pertama. Bawahan disini masih belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.

3)        Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang

pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjuk kemajuan.

Dibatasinya penggunaan otoritasnya dan bawahan diberikan kesempatan untuk

mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam rangka

pembuatan keputusan.

4)   Pemimpin memberi keputusan yang bersifat sementara, yang memungkinkan dapat

berubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan

keputusan, sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi penggunaanya.

5)     Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan membuat keputusan.

Model ini sudah jelas, otoritas pimpinan digunakan sedikit mungkin. Sebaliknya

kebebasan bawahan dalam partisipasi membuat keputusan sudah banyak

dipergunakan.

6)     Pemimpin merumuskan batas-batasnya dalam meminta kelompok bawahan

membuat keputusan. Patisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar

dibandingkan dengan model kelima diatas.

Page 9: Teori Dasar Kepemimpinan

7)    Pemimpin mengijinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas

yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrim

penggunaan otoritas pada model nomor satu (1) diatas.

Untuk memilih gaya kepemimpinan yang paling efektif bagi suatu situasi

tertentu, mereka menyarankan bahwa pemimpin harus mempertimbangkan tiga

variabel, yaitu:

1.      Kekuatan-kekuatan dalam dirinya.

2.      Kekuatan-kekuatan para bawahan.

3.      Kekuatan-kekuatan dalam situasi.

Pendekatan kepemimpinan yang disarankan menekankan fleksibilitas dan

meniadakan pandangan yang salah, bahwa hanya satu cara memimpin yang paling

baik.

b)      Model Kepemimpinan KontigensiFiedler dan Chemers mengembangkan teori kepemimpinan yang disebut model

kepemimpinan kontigensi. Menurut pendekatan ini, ada tiga faktor atau variabel

yang menentukan apakah suatu situasi “FAVORABLE” bagi pemimpin, yaitu :

1.   Hubungan antara Pemimpin dengan yang Dipimpin, merupakan variabel terpenting

sebab akan menentukan kekuasaan dan pengaruh pemimpin itu. Otoritas pemimpin

tergantung pada diterima atau tidaknya pemimpin itu oleh anggota kelompokknya.

Apabila karena kepribadiannya pemimpin itu disenangi oleh anggotanya, pemimpin

tersebut tidak begitu memerlukan sokongan dari organisasi melalui struktur tugas

atau kekusaan karena kedudukan (Positioning Power).

2.   Struktur Tugas

Yaitu sejauh mana tugas-tugas diperinci. Ini sejauhmana pemimpin dapat

memberikan instruksi dan mengadakan pembinaan terhadap anggota stafnya. Makin

terinci tugas tersebut, makin besar dukungan organisasi kepada pemimpin itu

karena ia makin sukar ditantang.

Pada tugas yang tidak berstruktur pemimpin harus mengetahui masalahnya labih

banyak dibanding dengan anggota stafnya.

3.   Kekusaan Kedudukan

Yaitu kekuasaan yang dimiliki pemimpin karena kedudukannya. Kombinasinya

menghasilkan delapan kepemimpinan.

c)      Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi

Page 10: Teori Dasar Kepemimpinan

William J. Reddin (1970) mengemukakan teori tiga dimensi, yaitu : penambahan

komponen efektifitas pada dua dimensi kepemimpinan yang sudah ada (prilaku

tugas dan prilaku hubungan). Teori ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang

efektif hanya dapat dipahami dalam konteks situasi kepemimpinan. Maksudnya ialah

setiap gaya dari keempat gaya dasar kepemipinan dapat efektif atau tidak efektif

tergantung pada situasi. Empat gaya dasar ini akan menjadi delapan gaya

kepemimpinan. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

1.   Gaya Dasar “INTEGRATED”(Tugas tinggi dan hubungan tinggi). Akan menjadi gaya“EXECUTIVE” bila

diekspresikan dalam situasi yang efektif. Tandanya ialah memenuhi kebutuhan

kelompok dalam menetapkan tujuan dan bagaimana mencapainya, tetapi juga

sangat memperhatikan hubungan dalam kelompok. Kelompok menjadi kohesif dan

bekerja keras. Bila tidak efektif, maka akan menjadi gaya “COMPROMISER” yang

ditandai dengan selalu memecahkan masalah dengan mengadakan kompromi

antara tugas dan hubungan sehingga tidak berorientasi pada hasil yang akan

dicapai.

2.   Gaya Dasar “RELATED”(Hubungan tinggi dan tugas rendah). Bila efektif akan menjadi gaya

“DEVELOPER”. Yakni percaya kepdaa anggota staf-nya dan memberikan

kemudahan untuk berkembang pada anggota staf-nya dan memberikan

kemudahanuntuk berkembang pada anggotas staf-nya dalam usaha mencapai

tujuan organisasi. Apabila tidak efektif akan menjadi gaya “MISSIONARI”, yaitu

hanya tertarik pada adanya harmoni dan kadang-kadang tidak bersedia

mengorbankan hubungan meskipun tujuan tidak tercapai.

3.   Gaya Dasar “SEPARATED”(Hubungan rendah dan tugas rendah). Bila efektif akan menjadi gaya

“BUREUCRAT”, yakni mendelegasikan wewenang pada bawahan untuk mengambil

keputusan tentang apa yang perlu dikerjakan. Bila tidak efektif akan menjadi gaya

“DISERTER”, Yakni tidak memberikan struktur yang jelas dan dukungan moral pada

waktu diperlukan.

4.   Gaya Dasar “ DEDICATED”(Tugas tinggi dan hubungan rendah). Bila efektif akan menjadi gaya

“BENEVOLENT AUTOCRAT”, yakni mempunyai tata kerja yang sangat berstruktur

tapi jelas untuk anggota-anggota staf-nya. Bila tidak efektif akan menjadi gaya

Page 11: Teori Dasar Kepemimpinan

“AUTOCRAT”, yakni semua kebijakan ditetapkan sendiri tanpa memperdulikan

anggota staf.

d)      Model Jalur TujuanTeori ini penting karena merupakan satu-satunya yang menekankan

kepemimpinan dari pandangan “para pengikut” dan bagaimana prilaku pemimpin

dilihat dari persepsi dan perasan mereka. Model ini menggunakan kerangka teori

motivasi kerja disatu pihak, dan dilain pihak berhubungan dengan kekuasaan.

Martin Evans dan Robert House secara terpisah menulis karangan dalam pokok

yang sama “Path-Goal Theory of Leadership” (1968 dan 1971) dan merekalah yang

mengembangkan teori ini secara modern. Pada prinsipnya teori ini berusaha untuk

menjelaskan pengaruh prilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan

penampilan kerja bawahannya. Teori ini dinamakan jalur-tujuan, karena dipusatkan

pada cara pemimpin mempengaruhi persepsi anggotanya tentang tujuan pekerjaan,

tujuan pengembangan diri sendiri, dan jalur untuk mencapai tujuan tersebut.

Dasar model jalur-tujuan adalah teori motivasi harapan. Secara singkat teori

harapan menyatakan bahwa sikap orang, kepuasan kerja, prilaku dan usahanya

dalam pekerjaan dapat diramalkan dari : (1) Sampai seberapa jauh pekerjaan atau

prilaku itu dilihat dapat menghasilkan berbagai macam perolehan (harapan), dan (2)

Kesenangan akan perolehan ini (valensi). Jadi, teori ini menyatakan bahwa orang

akan merasa puas dengan pekerjaannya jika ia berpendapat bahwa pekerjaan itu

akan menghasilkan perolehan yang diinginkan. Implikasi dari asumsi ini bagi

kepemimpinan adalah bahwa bawahan dimotivasi oleh gaya pemimpin atau

prilakunya sejauh gaya itu mempengaruhi harapan (jalan menuju tujuan) dan valensi

atau daya tarik tujuan (Gibson, Ivancevich, Donnelly, 1984 : 301)

Pemimpin akan bekerja efektif dengan memberikan imbalan yang tersedia bagi

bawahan dan menguntungkan imbalan ini terhadap pencapaian bawahan akan

tujuan tertentu. Bagian yang paling penting dari pekerjaan pemimpin ialah

menjelaskan kepada bawahan tentang prilaku apa yang paling mungkin dapat

mencapai tujuan. Kegiatan ini disebut penjelasan jalur.

Teori jalur-tujuan ini bergantung pada tiga konsep utama, yaitu : (1) valensi, (2)

ekspektansi, dan (3) instrumentalitas (Evans, 1968). Kemudian ditambah lagi dua

faktor, yakni peranan manajer dan bawahan serta situasi, sehingga teori ini disebut

juga sebagai teori lima dimensi.

Cribbin (1982 : 21- 22) mengemukakan teori lima dimensi ini sebagai berikut:

Page 12: Teori Dasar Kepemimpinan

(1)       Valensi (valence). Manusia cukup logis berfikir mereka hanya akan melakukan

sesuatu dengan baik jika dengan perbuatannya itu mereka akan memperoleh

imbalan yang bermutu. Karena itu, imbalan dan insentif yang diberikan oleh

pemimpin harus menarik bagi mereka.

(2)     Harapan (expectancy). Manusia karena cukup main siasat. Mereka secara subjektif

memperkirakan kemampuannya untuk berprestasi sebagaimana yang diharuskan

dan memperkirakan kemungkinan bahwa mereka akan menerima hasil yang mereka

hargai jika mereka berprestasi dengan baik.

(3)         Alat Perangsang (instrumentality). Imbalan berprestasi tinggi bukan merupakan

tujuan satu-satunya. Orang melihat imbalan seperti kenaikan gaji atau kenaikan

pangkat sebagai cara untuk mencapai tujuan yang lebih penting, misalnya gaya

hidup yang lebih baik atau pendidikan yang lebih baik bagi anak-anaknya. Jadi, hasil

pada tingkat pertama merupakan alat bantu untuk mencapai tujuan pada tingkat

kedua.

(4)   Peranan Manajer. Merupakan dimensi keempat dalam teori ini. Pemimpin

menggunakan empat tipe atau gaya perilaku yang tergantung pada situasi, yakni

prilaku instrumental atau direktif, prilaku suportif, prilaku partisipatif, dan prilaku yang

berorientasikan prestasi. Prilaku instrumental meliputi organisasi arus kerja, menjaga

supaya bawahan tahu apa yang diharapkan dari mereka. Prilaku suportif atau

konsiderasi meliputi pembentukan suasana yang hangat dan membantu,

menyingirkan halangan-halangan terhadap pelaksanaan kerja dan memudahkan

bawahan untuk berkarya. Prilaku partisifatif mencakup konsultasi dengan bawahan,

memberitahu mereka berbagai perkembangan, memberikan umpan balik, dan

menggunakan pendekatan kelompok terhadap pemecahan masalah dan

pengambilan keputusan jika sesuai. Sedangkan prilaku yang berorientasi prestasi

menentukan sasaran yang memberikan tantangan dan yang berarti seraya percaya

pada kemampuan bawahan untuk mencapainya.

(5)         Bawahan dan situasi.  Merupakan dimensi kelima. Terdapat banyak jalan kecil

(jalur) yang dapat ditempuh untuk mencapai prestasi dan kepuasan karyawan.

Tugas yang sangat berstruktur yang kecepatannya ditentukan oleh mesin dan

bersifat selalu kurang sama dan dapat membosankan, memerlukan prilaku-prilaku

yang ramah, interaktif dan menyokong secara sosial, misalnya pujian, interaksi,

keramahtamahan, bahkan kelakar yang mengurangi ketegangan. Sebaliknya, tugas

yang berlebihan atau mengandung resiko tinggi memerlukan pendekatan yang lebih

bersifat mengarahkan.

Page 13: Teori Dasar Kepemimpinan

Tipe-tipe prilaku atau gaya kepemimpinan seperti yang telah disebutkan itu dapat

terjadi dan dipergunakan senyatanya oleh pemimpin yang sama dalam situasi yang

berbeda.Proposisi dari teori lajur tujuan ini adalah :

(1)   Prilaku pemimpin dapat diterima dan memuaskan sejauh bawahan menganggap

prilaku semacam itu merupakan sumber langsung dari kepuasan atau sebagai alat

untuk mendapatkan kepuasan di waktu yang akan datang.

(2) Prilaku pemimpin dapat memotivasi bawahan sampai sejauh prilaku itu memuaskan

kebutuhan bawahan yang digantungkan pada hasil karya yang efektif dan prilaku

tersebut melengkapi lingkungan bawahan dengan memberikan bimbingan, kejelasan

pengarahan, dan imbalan yang perlu bagi hasil karya yang efektif.

Dua jenis variabel situasional atau kontingensi, yaitu : (1) Karakteristik personal

bawahan, dan (2) Tekanan serta tuntutan lingkungan yang harus dihadapi bawahan

agar dapat mencapai tujuan pekerjaan dan kepuasan.

Suatu penelitian menemukan bahwa apabila struktur tugas (pekerjaan yang

berulang-ulang atau yang rutin) itu tinggi, maka prilaku pemimpin yang direktif itu

mempunyai hubungan yang negatif dengan kepuasan; apabila struktur tugas itu

rendah, maka prilaku pemimpin yang direktif mempunyai hubungan yang positif

dengan kepuasan. Demikian juga apabila struktur tugas itu tinggi, maka

kepemipinan yang suportif mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan,

sedangkan pada struktur tugas yang rendah tidak ada sesuatu hubungan antara

prilaku pemimpin yang suportif dengan kepuasan (Gibson, 1984 : 303).

e)   Model Kepemimpinan dari Vroom dan YettonVroom dan Yetton (1977) mengemukakan model kepemimpinan yang

memusatkan perhatiannya pada cara pengambilan keputusan dan cara

pelaksanaannya. Mereka telah mengembangkan model pengambilan keputusan

kepemimpinan yang menunjukkan macam-macam situasi dimana berbagai macam

tingkat pengambilan keputusan yang partisipatif dapat cocok. Berbeda dengan

Fiedler, mereka berusaha memberikan model normatif yang dapat digunakan oleh

pemimpin dalam pengambilan keputusan. Mereka mengasumsikan bahwa tidak ada

gaya ideal dan cocok bagi setiap situasi. Pemimpin harus cukup fleksibel untuk

merubah gaya kepemimpinan supaya cocok dengan situasi. Fiedler berpendirian

bahwa situasilah yang harus dirubah supaya cocok dengan gaya kepemimpinan

yanag cukup keras dan sukar dirubah.

Page 14: Teori Dasar Kepemimpinan

Cribbin (1982 : 24) mengemukakan kriteria pengambilan keputusan

kepemimpinan sebagaiman yang dirumuskan oleh Vroom dan Yetton dalam bentuk

pertanyaan, yaitu : (1) apakah ada persyaratan mutu ? (2) Apakah masalah itu

berstruktur ? (3) apa saya cukup mempunyai infomasi? (4) apakah penerimaan oleh

bawahan penting ? (5) jika saya mengambil keputusan, apakah saya cukup yakin

bahwa bawahan akan menerimanya ? (6) apakah bawahan ikut mencapai tujuan

organisasi dalam memecahkan masalah? (7) apa ada kemungkinan terjadi

perselisihan mengenai penyelesaian yang lebih disukai.

Dalam menggunakan kriteria ini, ada tiga strategi bagi manajer. Strategi otokratis

menyangkut pemecahan masalah oleh manajer sendiri dengan mempergunakan

informasi apapun yang tersedia, atau mendapatkan data tertentu dari orang-orang

sebelum mengambil keputusan. Strategi konsultatif menyangkut pembebanan

masalah itu kepada orang-orang yang relevan dan mengumpulkan usul-usul dan

gagasan mereka sebelum mengambil keputusan atau menggunakan cara

berkonsultasi dalam lingkungan kelompok. Akhirnya, proseskelompok menyangkut

fungsi kasalitator sehingga kelompok mencapai konsensus. Ada dua syarat sebagai

pelengkap ketujuh kriteria tersebut diatas. Jika faktor waktu penting sekali, maka

pendekatan yang paling otokratis mungkin paling baik. Ini berlaku untuk keadaan

darurat dan keadaan yang memerlukan efektivitas waktu dipandang dari segi satu

jam kerja untuk satu orang yang disediakan untuk satu proses. Jika pengembangan

bawahan merupakan masalah yang kritis, maka lebih layak dipergunakan

pendekatan partisipatif seperti yang dikatakan oleh Vroom dan Yetton, “Manajer

bukan semata-mata otokratis atau partisipatif belaka, tetapi dapat mempergunakan

pendekatan mana saja sebagai jawaban atas tuntutan situasi sesuai dengan

persepsinya”.

f)     Pendekatan “Social Learning” dalam Kepemimpinan“Sosial Learning” merupakan suatu teori yang dapat memberikan suatu model

yang menjamin kelangsungan interaksi timbal balik antara pemimpin, model yang

menjamin kelangsungan interaksi timbal balik antara pemimpin, lingkungan dan

prilakunya sendiri. Nampaknya teori ini agak komprehensif dan memberikan dasar-

dasar teori yang jelas dalam rangka memahami kepemimpinan. (M. Thoha, 1983 :

48)

Penekanan pendekatan ini ialah terletak pada peranan prilaku kepemimpinan,

kelangsungan dan interaksi timbal balik diantara semua variable yang ada. Dapat

dikatakan bahwa bawahan secara aktif ikut terlibat dalam proses kegiatan organisasi

Page 15: Teori Dasar Kepemimpinan

dan bersama-sama dengan pimpinan memusatkan pada prilakunya sendiri dan

prilaku lainnya, serta memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan lingkungan dan

kognisi-kognisi yang bisa memperantarakan.

Pada prinsipnya pendekatan ini menganggap bahwa :

(1)   Pemimpin menjadi lebih mengetahui dengan variabel-variabel mikro dan makro

yang mengendalikan prilakunya.

(2)   Pemimpin bekerja bersama-sama dengan bawahannya untuk menentukan

serangkaian prilaku kontigen yang berkepribadiaan dan yang dapat mengatur prilaku

bawahan.

(3)   Pemimpin bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang

dapat dipergunakan untuk mengatur prilaku individu guna menghasilkan hasil-hasil

yang produktif yang lebih bisa menguatkan bersama organisasi.

Dengan demikian, dalam pendekatan “social learning” ini antara pemimpin dan

bawahan mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan semua perkara

yang timbul. Keduanya mempunyai hubungan interaksi yang hidup dan mempunyai

kesadaran untuk menemukan bagaimana caranya menyempurnakan prilaku masing-

masing dengan memberikan penghargaan-penghargaan yang diinginkan.

g)        Teori Kepemimpinan SitusionalTeori kepemimpinan situsional dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth H.

Blanchard yang mereka anggap sebagai “Life Cycle Theory of Leadership” (1977 :

160)

Teori ini merupakan pengembangan yang mutakhir dari teori kepemimpinan dan

merupakan hasil baru dari model keefektifan pemimpin tiga dimensi. Model

kepemimpinan ini didasarkan pada hubungan garis lengkung diantara (1) Kadar

bimbingan dan arahan (prilaku tugas) yang diberikan pemimpin; (2) Kadar dukungan

sosio-emosional (prilaku hubungan) yang disediakan pemimpin; dan (3) level

kesiapan (kamatangan) yang diperlihatkan pengikut dalam pelaksanaan tugas,

fungsi atau tujuan tertentu. Konsep ini dikembangkan untuk membantu orang-orang

yang melakukan proses kepemimpinan, tanpa mempersoalkan peranan mereka,

agar lebih efektif dalam hubungan mereka sehari-hari dengan orang lain. Konsep ini

menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan level

kematangan para pengikut, bagi para pemimpin (Hersey & Blanchard, 1986 : 178)

Walaupun diakui bahwa semua variabel situasi yakni pemimpin, pengikut,

atasan, sejawat, organisasi, desakan pekerjaan dan waktu adalah penting, namun

dalam kepemimpinan situasional penekanan diletakkan pada prilaku pemimpin

Page 16: Teori Dasar Kepemimpinan

dalam hubungannya dengan pengikut. Hubungan ini tidak semata-mata hubungan

vertikal, tetapi juga secara horizontal. Jadi bagaimana peran pemimpin dalam

mempengaruhi prilaku bawahan, atasan, sejawat, teman, peserta didik atau anggota

keluarga.

Dalam teori ini, kematangan diartikan sebagai kemampuan dan kemauan para

pengikut untuk bertanggung jawab dan mengarahkan prilaku mereka sendiri.

Kematangan disini hendaknya diartikan hanya dalam hubungan dengan tugas-tugas

spesifik yang akan dilakukan seseorang. Sebab tidak dapat dikatakan bahwa

seseorang itu sangat matang atau tidak matang dalam arti semua pekerjaan

(menyeluruh). Semua orang cenderung lebih atau kurang matang dalam hubungan

dengan tugas, fungsi atau sasaran spesifik yang diupayakan pemimpin untuk

mereka selesaikan.

Teori kepemimpinan situasional mengatakan bahwa tidak ada satu pun cara

terbaik untuk menpengaruhi prilaku orang lain. Gaya kepemimpinn yang mana yang

harus diterapkan seseorang terhadap orang lain tergantung pada level kematangan

dari orang-orang yang akan dipengaruhi pemimpin.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam  menentukan komponen

kematangan adalah:

(1)   Orang yang mempunyai motif berprestasi memiliki karakteristik umum tertentu,

termasuk kemampuan merumuskan dan dapat mencapai tujuan-tujuan yang tinggi,

mempunyai perhatian pada prestasi pribadi.

(2)   Berkaitan dengan istilah tanggung jawab yang dapat dilihat dari dua konsep, yaitu :

kemauan (motivasi) dan kemampuan (kompetensi). Kombinasi dari kedua faktor

tersebut adalah : (a) individu yang tidak mampu bertanggung jawab, (b) individu

yang mau tetapi tidak mampu bertanggung jawab, (c) individu yang mampu tetapi

tidak mau bertanggung jawab, dan (d) individu yang mau dan mampu bertanggung

jawab.

(3)   Berkaitan dengan pendidikan dan atau pengalaman.

(4)   Berkatian dengan kematangan melakukan tugas relevan ini, terdapat dua faktor : (a)

kematangan kerja yaitu kemampuan dan pengetahuan teknis untuk melakukan

tugas, dan (b) kematangan psikologis yaitu suatu perasaan percaya diri dan harga

diri tentang diri sendiri sebagai seorang individu.

(5)   Berkaitan dengan variabel-variabel  situasional lain, misalnya gaya atasan

memimpin, komitmen dalam waktu dan hakekat kerja.

Page 17: Teori Dasar Kepemimpinan

Menurut teori kepemimpinana situasional, taraf kematangan para pengikat

secara kontinyu meningkat dalam hal melaksanakan tugas spesifik. Pemimpin

handaknya mulai mengurangi “prilaku tugas mereka dan meningkatkan prilaku hubungan” sampai individu atau kelompok mencapai taraf kematangan moderat.

Pada saat seorang atau kelompok bergerak dalam mencapai tingkat rata-rata

kematangan, pemimpin hendaknya mengurangi baik orientasi hubungan maupun

orientasi tugasnya. Keadaan ini berlangsung sampai pengikut mencapai tingkat

kematangan penuh dimana mereka sudah dapat mandiri baik dilihat dari

kematangan kerjanya ataupun kematangan psikologisnya. Pengawasan yang ketat

tidak lagi diperlukan dan pemimpin sudah dapat mendelegasikan wewenangnya

kepada bawahan. Jadi teori ini menekankan pada kesesuaian antara gaya

kepemimpinan dengan tingkat kematangan para pengikut.

Empat gaya kepemimpinan menurut teori ini adalah :

(1)   “Memberitahukan” (Telling). Perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan hubungan

rendah. Gaya ini mempunyai ciri komunikasi satu arah. Pemimpin mengatakan apa,

bagaimana, kapan dan dimana tugas pekerjaan dilakukan. Pemimpin memberikan

intruksi spesifikasi dan mensuvervisi pelaksanaan pekerjaan secara ketat. Gaya ini

sesuai dengan level kematangan yang rendah (M1).

(2)   “Menjajakan” (Selling).   Perilaku tugas tinggi dan hubungan tinggi. Gaya ini ditandai

dengan pengarahan yang masih tinggi dari pimpinan, tetapi sudah mengadakan

komunikasi dua arah dengan dukungan sosio-emosional untuk menjajakan

keputusan. Gaya ini sesuai dengan kematangan rendah ke sedang (M2), disini

menjelaskan orang-orang yang tidak mampu tetapi mau memikul tanggung jawab

untuk melaksanakan suatu tugas.

(3)   “Mengikut sertakan (Participating).   Perilaku hubungan tinggi dan tugas rendah.

Pemimpin dan pengikut sama-sama memberikan andil dalam keputusan melalui

komunikasi dua arah. Gaya ini sesuai dengan tingkat kematangan sedang ke tinggi

(M3), disini menjelaskan orang-orang yang mampu tetapi tidak mau melakukan hal-

hal yang diinginkan pemimpin. Ketidak mampuan mereka sering kali karena kurang

yakin atau merasa tidak aman.

(4)   “Mendelegasikan” (Delegating). Perilaku hubungan rendah dan tugas rendah. Gaya

ini melibatkan yang dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka sendiri melalui

pendelegasian dan supervisi yang bersifat umum. Sesuai bagi tingkat kematangan

tinggi (M4). Orang-orang yang mampu, dan mau, atau yakin untuk memikul

Page 18: Teori Dasar Kepemimpinan

tanggung jawab. Mereka adalah orang yang matang melakukan tugas dan matang

pula secara psikologis.

Model kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard tersebut telah

mengalami perbaikan dan perubahan yang dilakukan oleh Kenneth Blanchard

bersama Patricia Zigarmi (1985), yang mereka sebut dengan Kepemimpinan

Situasional II, 

2.2. Keempat gaya kepemimpinannya adalah sebagai berikut:

Gaya 1    : Mengarahkan (Directing). Pemeimpin memberikan petunjuk yang spesifik dan

mengawasi secara ketat penyelesaian tugas.

Gaya2  :Melatih (Coasching). Pemimpin terus mengarahkan dan mengawasi secara ketat

penyelesaian tugas, tetapi juga menjelaskan keputusan, meminta saran dan

mendukung kemajuan.

Gaya 3   : Mendukung (Supporting). Pemimpin memberikan fasilitas dan mendukung usaha

bawahan kea rah penyelesaian tugas dan membagi tanggung jawab untuk membuat

keputusan dengan mereka.

Gaya 4  : Mendelegasikan (Delegating). Pemimpin menyerahkan tanggung jawab untuk

mengambil keputusan dan pemecahan masalah kepada bawahan (Blanchard,

Zigarmi, 1986 : 30).

Gaya kepemimpinan adalah bagimana pemimpin berprilaku ketika hendak

mencoba mempengaruhi prestasi para pengikut. Gaya kepemimpinan merupakan

kombinasi antara perilaku direktif dan perilaku suportif. Perilaku direktif meliputi :

mengatakan secara jelas kepada seseorang apa yang dikerjakan, bagimana

mengerjakannya, dimana melakukannya, bilamana mengerjakannya; dan kemudian

mengawasi dengan seksama pelaksanaannya. Sedangkan perilaku suportif

meliputi : mendegarkan orang lain, memberikan dukungan dan semangat atas usaha

mereka, dan kemudian membantu keterlibatan mereka dalam pemecahan persoalan

dalam pengambilan keputusan. Walaupun ada empat gaya kepemimpinan, tetapi

tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang terbaik.

Tingkat kematangan para pengikut, di dalam model Kepemimpinan Situasional II

dikenal dengan sebutan “Tingkat Pengembangan” yang berupa kombinasi antara

kompetensi dan komitmen. Kompetensi merupakan fungsi dari pengetahuan dan

keterampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan, pelatihan dan atau pengalaman.

Komitmen merupakan gabungan antara rasa percaya diri dengan motivasi.

Page 19: Teori Dasar Kepemimpinan

Rasa percaya diri adalah ukuran dari keyakinan diri seseorang, perasaan bahwa

ia mampu melakukan suatu tugas dengan baik tanpa banyak pengawasan.

Sedangkan motivasi adalah minat dan semangat seseorang untuk melakukan tugas

dengan baik.

Page 20: Teori Dasar Kepemimpinan

Definisi Kepemimpinan Dan Macam-Macam Gaya KepemimpinanDefinisi Kepimpinan

Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia. Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.Pengertian Kepemimpinan Menurut Para ahli

Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.

Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok

Macam-Macam Gaya Kepemimpinan

1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian

Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.

3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire

Page 21: Teori Dasar Kepemimpinan

Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.

EMPAT GAYA KEPEMIMPINAN DARI EMPAT MACAM KEPRIBADIAN

Keempat gaya kepemimpinan berdasarkan kepribadian adalah :

1. Gaya Kepemimpinan Karismatis

2. Gaya Kepemimpinan Diplomatis

3. Gaya Kepemimpinan Otoriter

4. Gaya Kepemimpinan Moralis

GAYA KEPEMIMPINAN KARISMATIS

Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan gaya kepribadian ini visionaris. Mereka sangat menyenangi perubahan dan tantangan.

Mungkin, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa di analogikan dengan peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya. Mereka mampu menarik orang untuk datang kepada mereka. Setelah beberapa lama, orang – orang yang datang ini akan kecewa karena ketidak-konsisten-an. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan, permintaan maaf, dan janji.

GAYA KEPEMIPINAN DIPLOMATIS

Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan perspektifnya. Banyak orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari sisi keuntungan lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan jelas! Apa yang menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan lawannya.

Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya diplomatis ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima tekanan. Namun kesabarannya ini bisa sangat keterlaluan. Mereka bisa menerima perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak. Dan seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya meninggalkan si pemimpin.

GAYA KEPEMIMPINAN OTORITER

Page 22: Teori Dasar Kepemimpinan

Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah – langkahnya penuh perhitungan dan sistematis.

Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya.

GAYA KEPEMIMPINAN MORALIS

Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah umumnya Mereka hangat dan sopan kepada semua orang. Mereka memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan para bawahannya, juga sabar, murah hati Segala bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini. Orang – orang yang datang karena kehangatannya terlepas dari segala kekurangannya.

Kelemahan dari pemimpinan seperti ini adalah emosinya. Rata orang seperti ini sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat.

Jika saya menjadi pemimpin, Saya akan lebih memilih gaya kepemimpinan demokratis.Karena melalui gaya kepemimpinan seperti ini semua permasalahan dapat di selesaikan dengan kerjasama antara atasan dan bawahan. Sehingga hubungan atasan dan bawahan bisa terjalin dengan baik.

Page 23: Teori Dasar Kepemimpinan

Tipe atau Macam KepemimpinanOleh Daqoiqul Misbah**Mahasiswa UIN Syahid Jakarta

Tipe atau macam kepemimpinan sangatlah unik untuk dibicarakan, karena dari sini kita bisa menelisik lebih jauh tipe kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin. Ada banyak sekali tipe kepemimpinan yang saya sebutkan. Untuk lebih jelasnya simaklah keterangan di bawah ini.

Secara UmumSecara umum tipe kepemimpinan dapat digolongkan menjadi tipe,yaitu :

a.       Tipe OtoriterTipe kepemimpinan yang berpusat pada pekerjaan tanpa menghiraukan kepentingan anggota kelompok sama sekali. Keputusan senantiasa berada ditangan pemimpin, anggota kelompok cederung dijadikan sebagai alat untuk mengekploitir tujuan kelompok semata, sehingga tipe ini mempunyai kekuasaan absolute.

b.      Tipe Laizess FaireTipe Laizess faire ini memberikan kebebasan yang terlalu luas bagi anggota kelompok, sehingga kelompok seolah-olah  tidak mempunyai seorang pemimpin, sehingga anggota kelompok cenderung memperlihatkan perilaku agresif yang tinggi.

c.       Tipe DemokratisTipe demokratis merupakan pola kepemimpinan yang sama mementingkan tercapainya tujuan kelompok seoptimal ,mungkin dengan mengikuti sertakan seluruh partisipasi anggota, daya dan segenap kemampuan tanggung jawab bersama. Itulah sebabnya ciri utama gaya kepemimpinan ini adalah pendistribusian wewenang dan tanggung jawab pemimpin pada sejumlah anggota, tanpa mengurangi partisipasi dan tanggung jawab terhadap kelompok secara keseluruhan.

Tipe Kepemimpinan Menurut Blake dan MoutonBlake dan Mouton mengemukakan lima tipe pemimpin, yaitu.

1. Tipe Improverished

Page 24: Teori Dasar Kepemimpinan

Merupakan perilaku kepemimpinan dengan segala tindakannya yang kurang berkualitas baik ditinjau dari segi kerjsamanya dengan anggota kelompok maupun dari segi pencapaian tujuan kelompok itu sendiri. Kepemimpinan seperti ini dapat disebut sebagai kepemimpinan plinplan.2. Tipe Ujung tombak KelompokKepemimpinan yang menganggap faktor manusia sebagai robot pekerja tujuan kelompok. Ciri-cirinya adalah kejam, mengeksplottir anggota kelompok, tidak manusiawi, menstruktur batas waktu kerja tak terbatas, memberikan sangsi beret terhadap kegagalan dan kelalaian, bertipe hubungan impersonal.3. Tipe ManusiawiMerupakan pemimpin yang sangat mementingkan keharmonisan hubungan antar pribadi sesama anggota dan mengesampingkan tujuan utama kelompok. Cirinya adalah sangat menghargai eksis-tensi individu sebagai pribadi bersikap lunak, rumah dan penuh kesopanan, penampilan sebagai manusia (penyayang manusia), rela berkorban demi kepentingan anggota, punya tenggang rasa yang tinggi.4. Tipe Team BuilderTipe ini sangat mementingkan tujuan dan keharmonisan hubungan sosial anggota kelompok. Target tujuannya harus tercapai dan hubungan sosial tetap terbina, harmonis dan penuh keakraban. Tipe ini adalah yang paling baik dan tidak perlu disangsikan lagi efektivitasnya, apalagi bila digabungkan dengan pola pendekatan situasional.

5. Tipe The Middle of the RoaderTipe ini membuat perilaku perimbangan antara tujuan dan hubungan sosial anggota kelompok. Keduanya sama dianggap penting dan perlu dicapai secara bersamaan. Tipe ini tidak jauh berbeda dengan gaya kepemimpinan demokratis kalau tidak boleh dikatakan identik.

Tipe kepemimpinan menurut Sahertian1. Tipe Nomothetic’sTipe ini, pemimpin sangat menekankan pada persyaratan institusi yang ada dan konformitas kelakuannay sesuai dengan yang diharapkan. Kalau perlu mengorbankan kepentingan lainnya demi tujuan institusi yang bersangkutan. Pemimpin seperti ini memegang teguh wewenangnya sebagai pemimpin dan kalau perlu memaksakan sangsi yang ekstrinsik sifat-sifatnya.2.Tipe IdeoghraphisTipe ini perhatian pemimpin terhadap individu lebih besar dibandingkan dengan tuntutan organisasi. Wewenangn yang dimiliki oleh pemimpin dilihat sebagai yang didelegasikan dan hubungannya anggota dijalin dengan orientasi terhadap kebutuhan anggota lain.3.Tipe TransaksionalMerupakan kombinasi antara gaya kepemimpina di atas. Pemimpin menekankan pentingnya tujuan institusi dan pada saat yang bersamaan berharap pula kepribadian tidak akan diperkosa dalam usaha mencapai tujuan tersebut.

Tipe kepepimpinan menurut Max Weber1.Tipe KharismatikPemimpin diangkat berdasarkan atas suatu kepercayaan bahwa dia dapat memberikan berkat ilmu gaib yang dimilikinya, untuk keselamatan masyarakat. Keberhasilan dan prestasi yang dimilikinya menimbulkan orang lain kagum dan terpesona, sehingga dia dianggap orang yang berilmu gaib.

Page 25: Teori Dasar Kepemimpinan

Charisma yang dimiliki oleh pemimpin itu sebenarnya merupakan factor raditas yang dibawa sejak lahir.

2. Tipe TradisionalTipe ini, merupakan kepemimpinan yang diterima secara warisan dan dipercayai sepenuhnya

oleh masyarakat. Misalnya kepemimpinan dalam masyarakat "keraton Jawa, ninik mamak dalarn masyarakat Minangkabau, ketua marga di Batak, dll. Pemilihan pemimpin pada umumaya tidak mempertimbangkan syarat yang harus dipenuhi sebagaimana layaknya, akan tetapi yang paling penting adalah menjaga kelestarian budaya masyarakat. Mengangkat pemimpin baru menurut alur budaya setempat merupakan suatu bentuk pelanggaran adat istiadat yang pada umumnya orang tidak berani melanggarnya.

3. Tipe Rasional-LegalTipe ini, pemimpin yang dipilih berdasarkan pada dua prinsip, yaitu secara rasional dan legal.

Rasional, karena pemimpin dipilih berdasarkan kriteria tertentu, misalnya tingkat pendidikan, kecakapan dan pengalaman, serta syarat lainnya.

Tipe Kepemimpinan Menurut Martin Conwav1. Tipe Crowd-Compeller

Kepemimpinan yang muncul atas panggilan kewajiban. sehingga dengan tanggung jawab moral seseorang menimbulkan sebagai pemegang amanah dan golongan yang tertindas. Misalnya, pejuang kemerdekaan, para kiyai dengan dorongan penyebaran agama dan sejenis lainnya. Oleh karena sifatnya yang menyentuh aspirasi segenap lapisan masa, maka dia sangat ampuh menggerakkan. massa tanpa memperhitungkan akibatnya terlebih dahulu.2. Tipe Crowd Representative

Pemimpin dipilih oleh golongan  atau  kelompok tertentu yang dijadikan sebagai ketua mereka. Kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi dalam kelompoknya,   hanya sepanjang dan  selama didukung oleh golongan atau kelompoknya.3. Tipe Crowd Exponent

Pemimpin seperti ini pada saat yang tepat dan muncul pada waktu yang sangat diperlukan mampu menggerakkan masa yang sangat hebatnya dan diarahkannya untuk mencapai sasaran dan maksud tertentu. Biasanya pemimpin seperti ini banyak ditemui dalam keadaan posisi terjepit, merasa ditindas dan dirugikan, sehingga semua mereka nekad bertindak sesuai yang diinstruksikan oleh pemimpin mereka. Pemimpin merupakan kunci pembuka hati yang tertekan, tertutup dan tertindas, sehingga bila kunci itu sudah terbuka akan menimbulkan suatu tenaga yang sangat besar dan tangguh.

Tipe-Tipe PemimpinSondang P. Siagian membedakan tipe pemimpin sebagai berikut: 

a)      Tipe Aristokrat;b)      Tipe Militeristis;c)      Tipe Paternalistis;d)     Tipe Kharismatis;e)      Tipe Demokratis.

a.       Tipe Aristokrat

Page 26: Teori Dasar Kepemimpinan

Seorang pemimpin yang bertipe aristokratis adalah pemimpin yang1. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi;2. Mengidentikan tujuan pribadi menjadi tujuan organisasi;3. Menganggap bawahan sebagai alat semata;4. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; .5. Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya;6. Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan punishtif (bersifat menghukum).

Sifat-sifat tersebut di atas jelas terlihat, bahwa tipe pemimpin itu kurang tepat untuk suatu organisasi modern, di mana hak-hak manusia itu harus dihormati.

b.      Tipe MiliteristisTipe seorang pemimpin militeristis berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang

pemimpin yang bertipe militeristis adalah seorang yang memiliki sifat:1. Dalam menggerakkan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan;2. Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatan;3. Senang kepada formalitas yang berlebihan;4. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;5. Menggemari upacara untuk berbagai keadaan.

Disini juga terlihat, bahwa pemimpin yang bertipe militeristis ini juga merupakan bukan tipe pemimpin ideal.

c.       Tipe PaternalistisSeorang pemimpin yang bertipe patnerlistis adalah seorang yang :

1.      menganggap bawahannya sebagai orang yang belum dewasa2.      bersikap terlalu melindungi;3.      jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif;4.      jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk     mengembangkan daya kreasi dan

fantasi;5.      sering bersikap maha tahu.

Hendaknya diakui, bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin yang bertipe ini sangat diperlukan, tetapi sifat negatifnya mengalahkan sifat positif.

d.      Tipe Kharismatis,Sampai saat ini para ahli belum berhasil menemukan penyebab mengapa seorang pemimpin

memiliki kharisma. Namun yang diketahui hanyalah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar. Meskipun para pengikutnya sering tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin tersebut.

Kurang pengetahuan tentang penyebab yang menjadikan pemimpin kharismatis, sehingga sering hanya dikatakan pemimpin tersebut diberkahi kekuatan gaib (supernatural  power).  Kekayaan,  umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk kharisma. Misalnya Mahatma Gandhi, Iskandar Zulkarnin bukanlah seorang yang mempunyai fisik sehat; John F. Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki kharisma, meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.

Page 27: Teori Dasar Kepemimpinan

e.       Tipe Demokratis,1.      dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat, bahwa manusia itu adalah

makhluk termulia di atas dunia ;2.      selalu berusaha mensikronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan

tujuan pribadi dari bawahannya;3.      senang menerima saran,  pendapat dan bahkan  kritik dari bawahannya;4.      selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan team work dalam usaha mencapai tujuan;5.      dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat

kesalahan yang kemudian dibandingkan dan diperbaiki agar bawahan tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain;

6.      selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses darinya;7.      berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin (Syahriman Dkk., 1991:105-

108).

Kemudian Bogardus (1918) mengajukan empat tipe pemimpin, yaitu:1.      Tipe Otokratik, adalah orang yang berkuasa dalam organisasi yang kuat;2.      Tipe Demokratik, adalah yang melambangkan interse dan kelompok;3.      Tipe Eksekutif, adalah yang memperoleh kepemimpinnya, karena segala hal dapat terlaksana;4.      Tipe cerminan intelektual, adalah yang mendapat kesukaran dalam merebut banyak pengikut.

Berbeda derigan yang disampaikan di atas, ternyata Sanderson dan Nafe (1929) dalam(Syahriman Dkk., 1991:108). mengajukan empat tipe pemimpin, yaitu:1. Pemimpin Statis, merupakan orang yang profesional atau cendikiawan yang bermartabat tinggi yang kerjanya mempengaruhi pikiran orang lain;2. Pemimpin Eksekutif, melaksanakan kontrol melalui otoritas dan kekuasaan dari posisi yang didudukinya;3. Pemimpin Profesional, berfungsi untuk merangsang para pengikutnya untuk mengernbangkan dan menggunakan kemampuannya masing-masing.4. Pemimpin Kelompok, bekerja demi kepentingan anggota kelompok.

Setelah itu Levine (1949) dalam (Syahriman Dkk., 1991:108) menyebutkan empat tipe pemimpin, yaitu:

1.      Pemimpin Kharismatik, sangat membantu kelompok dalam hal mendapat dukungan dalam pencapaian tujuan bersama;

2.      Pemimpin Organisational, menitik beratkan kepada tindakan yang efektif dan cenderung mendorong anggota kelompok;

3.      Pemimpin Intelektual, biasanya kurang terampil dalam menarik simpati anggota kelompok;4.      Pemimpin Informal, cenderung ingin menyesuaikan gaya penampilan yang sesuai dengan kebutuhan

kelompok.

C. Teori KepemimpinanKonsep teori kepemimpinan dilandasi oleh tiga pendapatyang satu dengan yang lainnya

saling berbeda. Pendapat kuno mengatakan bahwa pemimpin itu sebenarnya dilahirkan dan bukan dibentuk oleh sistem sosial masyarakat (the leader were born not made). Kemudian muncul pendapat

Page 28: Teori Dasar Kepemimpinan

yang menyanggah bahwa pemimpin itu bukan dilahirkan tetapi sengaja terlahir dari interaksi sistem sosial ditempat di hidup (the leader are made not born). Akhirnya muncul lagi pendekatan ekologis yang menyatakan bahwa munculnya seorang pemimpin karena adanya bakat kepemimpinan yang dibawa semenjak dia lahir dan kemudian bakat tersebut sempat berkembang dalam masyarakat berkat pengalaman dan pendidikan yang sudah ditempuhnya serta sesuai pula dengan tuntutan masyarakat(Syahriman Dkk., 1991:133)

Pendekatan yang mangatakan the leaders were born disebut pendekatan genetis, karena sifatnya diturunkan dari gen orang tua. Pendekatan the leaders are made disebut sebagai pendekatan sosial, karena pemimpin itu lahir dari masyarakat. Pendekatan ekologis yaitu berusaha mensintesiskan dua pendapatan di atas. Pendekatan ekologis ini sering diberi nama dengan pendekatan situasional. Pendekatan situasional mengatakan munculnya kepemimpinan seseorang hanya pada situasi tertentu.Mar'at pakar Psikologi lebih mendistribusikan teori kepemimpinannya menurut kategori tertentu, sehingga dapat membedakan antara pendapat dengan lainnya. Pendapat tersebut dijelaskannya secara rinci (Syahriman Dkk., 1991:133) sebagai berikut:

1.      Teori Orang TerkemukaInti pokok teori ini, menyebutkan bahwa seorang pemimpin tersebut munculnya karena faktor keturunan yaitu dari gen keturunannya. Pengaruh warisan memang diterima secara biokogis dari orang tuanya. Pengaruh ini telah dikemukakan oleh Wiggams (1931) dalam penelitiannya yang menyatakan perkawinan campuran terjadi antara keturunan kerabat raja dengan golongan orang biasa menghasilkan kelas aristokrasi yang secara biologis berbeda dengan kelas yang lebih rendah. Jadi pemimpin superior sangat bergantung pada keturunannya. Penelitian ini didukungoleh penelitian Galton (1879); Cariile (1841); Woods (1913); Bernard (1926); Bingham (1927) dan Kilbourne (1935) dalam (Syahriman Dkk., 1991:134).

2.      Teori LingkunganKemunculan para pemimpin besar, merupakan hasil dari waktu, tempat dan situasi sesaat. Pernyataan ini merupakan landasan berfikir teori lingkungan. Mumford (1909) menyatakan bahwa lahirnya seorang pemimpin karena kemampuan dan keterampilannya memecahkan masalah sosial sewaktu masyarakat dalam keadaan tertekan oleh perubahan dan adaptasi. Kepemimpinan merupakan sesuatu yang "inner dan menjadi modal dasar bagi kekuatan sosial yang dimilikinya. Kemudian Scheider (1937) menemukan bahwa jumlah para pemimpin militer di Ingris sebanding dengan banyaknya konflik yang muncul pada bangsa tersebut. Jadi situasi kultural erat kaitannya dengan prestasi seorang pemimpin. Selain itu Murphy (1947) menyatakan bahwa kepemimpinan itu bukan terletak dalam diri seseorang melainkan merupakan fungsi dari suatu peristiwa. Teori Lingkungan Mumford (1909) kelihatannya lebih luas dari Scheider dan Murphy (1937, 1941) yang menekankan pada faktor "innate" saja. Namun hal ini bukan beitentangan, tetapi saling melengkapai karena keduanya sama-sania  memberi penekanan khusus pada peristiwa sosial itu sendiri (Syahriman Dkk., 1991:134).

3.      Teori Personal SituasionalPada dasarnya teori ini ingin memperlihatkan proses interaktif dalam diri seorang "innate" dengan situasi sosial kelompoknya. Para ahli melihat adanya faktor yang terlupakan oleh kedua teori di atas, yaitu efek interaksi antara faktor individu dengan faktor situasi. Jadi, kehendak seorang pemimpin itu,

Page 29: Teori Dasar Kepemimpinan

karena kejelian persepsinya terhadap analisis situasi yang membuat dia lebih dari orang lain, sehingga pandangannya itu meberikan pengaruh luas terhadap anggota kelompoknya. Cattel (1951) mengajukan pendapat bahwa ada dua fungsi primer tentang kepemimpinan, yaitu: Pertama, membantu kelompok dalam menemukan arti tujuan yang telah ditetapkan bersama dan Kedua, membantu kelompok dalam menemukan tujuan tersebut. Jelas bahwa kelebihan persepsi pemimpin memberikan nilai yang lebih berarti bagi anggota kelompok. Oleh sebab itu, terkadang seorang pemimpin diberi semacam hak istimewa oleh anggota kelompok, sedikitnya menyimpang dari norma kelompok asal, kemudian memberikan manfaat terhadap kelompok (Wahjosumidjo, 1994: 99-107).

4.      Teori Interaksi HarapanSetiap anggota kelompok memiliki peran-peran tertentu. Struktur peran mencerminkan perbedaan harapan perilaku yang ditampilkannya untuk kepentingan kelompok dan anggotanya. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam kelompok, semakin besar pula perilaku yang diharapkan orang lain terhadap dirinya. Pemimpin merupakan orang yang paling tinggi statusnya dalam kelompok, maka harapan para anggota juga amat besar terhadap dirinya sehingga tingginya harapan inilah yang membedakannya dengan yang lainnya dalam (Syahriman Dkk., 1991:135)..

5.      Teori HumanistikTeori Humanistik dikemukakan oleh Argyris (1957;1962;1964); Mc-Gregor (1960;1966); Likert

(1961; 1967); Black dan Mauton (1964). Mar'at menyatakan, bahwa semua teori tersebut berhubungan dengan perkembangan kepemimpinan yang efektif dan kohesif. Secara alamiah manusia merupakan motivated organism. Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi kepemimpinan adalah modifikasi organisasi supaya individu bebas merealisasikan potensi motivasinya dalam memenuhi kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok.

Teori Humanistik ini, menjelaskan bahwa martabat tndividu setiagai persona! benar-benar dihargai. Setiap individu niemiiiki motivasi- motivasi tertentu sebagai alasannya vuituk memasuki kelompok. Tujuan kelompok merupakan bagian dari tujuaannya. Untuk itu dia harus dibebaskan tnengenibangkan motivasinya dan oleh sebab itu pemimpin hai-us berusaha menyediakan fasilitas berkembangnya motivasi itu disalurkan ke arah tujuan kelompok. Jadi kelebihan pemimpin disini adalah dalam strateginya memilih saluran yang lebih tepat dan sesuai dengan motivasi para anggotanya sehingga motivasinya tersebut dapat berkembang secara optimal yang tetap menunjang pada tercapainya tujuan kelompok dalam (Syahriman Dkk., 1991:136).

6.      Teori PertukaranInteraksi sosial mengentengahkan bentuk pertukaran dan diantara anggota kelompok

berlangsung proses saling memberi dan menerima (Mar'at, 1983). Kelanjutan interaksi terjadi karena para anggota mendapatkan pertukaran yang berimbang. Artinya ysng dikeluarkan sebanding dengan yang diperoleh. Dalam akhir tulisannya mengatakan bahwa bila peran harus dimainkan telah diketahui bersama, maka setiap orang dapat memuaskan harapan yang diidamkannya secara merata. Sayang hanya berhenti sampai disana dan belum mengungkapkan cara lahirnya para pemimpin menurut teori ini.

Sebenarnya masyarakat selalu terlibat dalam proses memberi dan menerima (Cost snd reward). Namun dengan cost dan reward saja belum dapat menerangkan munculnya stuktur sosial secara lebih sempurna, misalnya pola pertukaran langsung dalam kelompok duaan (dyad). Kemudian Levi Strauss (1969) menjc-laskan bahwa pola pertukaran langsung cenderung menekankan pada

Page 30: Teori Dasar Kepemimpinan

keseimbangan atau persamaan dan sering berlarut dengan keterlibatan emosional yang mendalam antara kedua belah pihak (Johnson (1986:57). Teori pertukaran secara langsung belum mampu memperlihatkan siapa pemimpin dari dua orang yang terlibat dalam transaksi sosial tersebut, karena dihalangi oleh faktor keseimbangan bersama dan peng'aruh emosional.

Memang disini baru dilihat munculnya kepemimpinan itu dari teori pertukaran yang dikembangkan Homans pada tahun 1974. Homans (1974) menjelaskan bahwa orang-orang dalam kelompok bekerja sama menerima social approval (dukungan sosial, yakni reward yang diberikan anggota karena sumbangannya terhadap tujuan kelompok. Orang yang sumbangannya sangat bernilai dan sifatnya jarang diperoleh, akan dibiayai sangat tinggi atau lebih tinggi dari tingkat social approval pada umumnya (Johnson, 1986:69). Orang yang berjasa terhadap kelompok inilah kemudian yang tampil sebagai pimpinan kelompok dalam (Syahriman Dkk., 1991:134-137).

7. Teori Path-GoalMelengkapi teori-teori yang dikemukakan oleh yang diajukan Mar'at, ada baiknya dicantumkan

juga satu teori lagi. Mar'at memang pernah menyinggungnya tetapi hanya dalam empat baris saja dalam (Syahriman Dkk., 1991:138).Pada hal menurut Evans (1970) bahwa teori Path Goal merupakan teori kepemimpinan sendiri pula, sebab banyak ahli lain yang menggolongkannya ke dalam teori yang tergolong "grand" pula. Setelah diamati memang tepat juga digolongkan ke dalam teori interaksi harapan, karena pada dasarnya teori tersebut juga memperlihatkan kelebihan seorang pemimpin itu dari yang lainnya tentang pemilihan cara yang tepat untuk mencapai tujuan, sehingga dia menjadi orangyang diharapkan.

Teori Path Goal menitik beratkan perhatiannya pada cara pemimpin dalam mepengaruhi persepsi Jawabannya yang menyangkut dengan tujuan pekerjaan, tujuan pribadi dan jalan (path) untuk mencapai tujuan tersebut (Soejono Trimo, 1986). Akar teori ini adalah teori ekspektasi (expectancy theory). Orang akan puas dengan hasil pekerjaannya bila membuahkan sesuatu yang berarti bagi dirinya (uang, kedudukan, pangkat, jabatan dan status sosial). Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori pertukaran, karena itu keduanya sangat mengharapkan reward setelah memberikan sejumlah Costtertentu. Bahkan Evans sendiri sebagai pakar Teori Path Goal menyebutkan bahwa kepemimpinan yang efektif melalui dua cara. Pertama, menyediakan sistem reward terhadap bawahannya. Kedua, mengakaitkan sistem reward tersebut dengan tujuan pribadi bawahannya dalam (Syahriman Dkk., 1991:138).

Perbedaan nyata antara teori Path-Goal dengan terori pertukaran terletak pada penekanan cara (path) daiam mencapai tujuan. Menurut teori ekspektasi ini seorang pemimpin itu adalah orang yang ahli mentabulasikan berbagai cara merain tujuan yang diinginkan. Setiap cara mengandung probabilitas efektivitas terhadap tujuan. Pemilihan yang tepat akan membantu kelompok dan para anggotanya daiam marealisasikan kebutuhannya. Hal ini dis-ebabkan karena kelebihan anggota kelompok memilihnya sebagai seorang pemimpin. Tipe kepemimpinan semacam ini lebih cocok diterapkan dalam kelompok-kelomgok tugas, tetapi belum tentu dapat dijamin"berhasil dalam kelompok sosil" dalam (Syahriman Dkk., 1991:138).

8. Teori TraitsTeori ini dikemukakan oleh Barnard, Ordway Tead, Millet, Stogdill, Keith Davis, George Terry.

Seandainya diteliti pendapat mereka satu persatu, dapat disimpulkan bahwa diantara mereka sendiri tidak ada kesatuan pendapat tentang ciri yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Untuk melihat kebenaran tentang ketidak sepakatan mereka, ada baiknya dijelaskan berikut ini. Menurut Millet (Wahjosumidjo, 1994: 45) yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah:

Page 31: Teori Dasar Kepemimpinan

1. Kemampuan untuk melihat oragnisasi atau kelompok sebagai satu keseluruhan;2. Kemampuan dalam mengambil keputusan;3. Kemampuan untuk melimpahkan atau mendelegasikan wewenang;4. Kemampuan rnenanamkan kesetiaan terhadap bawahan atau anggota kelompok.

Sementara Barnard berpendapat, bahwa harus ada dua sifat pribadi yang dimiliki oleh seorang pemimpin (Wahjusumidjo, 1994: 46), yaitu:

1.      Sifat pribadi yang meliputi kelebihan fisik, kecakapan, teknologi, daya tanggap, pengetahuan, daya ingat dan imajinasi.

2.      Sifat pribadi yang mempunyai watak lebih subyektif, seperti keunggulan pemimpin dalam hal: keyakinan, ketekunan, daya tahan dan keberanian.

Lain pula yang disampaikar. Davis (1972) bahwa ada em pat faktor yang mengantarkan kesuksesan seseorang dalam memimpin kelompok atau organisasi (Wahjosumidjo, 1994: 46), yaitu:a. IntelligencyPada umumnya para peneliti menunjukkan hasil penelitiannya bahwa para pemimpin itu mempunyai kecerdasan yang lebih tinggi dari pengikutnya.b. Social Maturity' and BreadthKematangan dan keluasan pandangan sosial. Pada umumnya para pemimpin memiliki kestabilan emosi, keluasan pandangan dan ak-tifitasnya.c. Inner Motivation and Achievement DrivesMempunyai motivasi dan keinginan berprestasi yang datang dari dalam dirinya sendiri.d. Humaa Relations AttitudeMempunyai sikap dalam membina relasi sosial. Kesuksesan para pemimpin merupakan sikapnya yang menghargai martabat para pengikutnya serta kemampuan beretnpati dengan mereka.

Ketiga pendapat di atas menyatakan bahwa memang rupanya tidak terdapat kesepakatan dikalangan para ahli teori kepemimpinan. Namun yang penting adalah bahwa asumsi dasar teori ini bertitik tolak dari keberhasilan seseorang dalam memimpin kelom-pok tergantung kepada sifat yang dimilikinya, baik sifat dasar maupun sifat yang dikembangkannya dalarn bentuk prosocial be-havior. Pendapat ini tidak begitu banyak lagi dipakai saat ini, karena hasil penelitian yang dilakukan oleh Byrd (1940) tehadap 20 sifat kepemimpinan. Tidak satupun diantaranj-a yang menunjukkan bahwa salah satu sifat tersebut selalu ada pada setiap pemimpin yangditelitinya. Penelitian Jenkins juga mendukungnya yang men-gatakan bahwa "no single trait or group of characteristics has been isolated which sets off the leader from the members of the group" dalam (Syahriman Dkk., 1991:140).

Kelemahan yang dimiliki teori ini adalah:a.       Teori sifat tidak memiliki standar }'ang baku. sehingga suiit bagi peneliti dalam memformulasikan

indikator penelitiannya yang diakui tingkat validitasnya.b.      Lebih cenderung bersifat deskriptif dan kurang analisis, sehingga bentuk penelitiannya pun lebih

cenderung pada bentuk penelitian kualitatif deskriptif.c.       Ternyata tidak semua sifat itu terdapat pada setiap pemimpin yang dianggap paling efektif.d.      Sulit mencari alat ukur yang valid untuk mengetahui batasan kriteria dari masing-masing

sifat. Misalnya ukuran keyakinan, ketekunan dan keberanian seseorang.Hal yang tidak dapat dipungkiri adalah kharisma seseorang, tingkat kecerdasan dan dorongan dari dalam diri seseorang merupakan sumbangannya yang sangat berharga bagi perkembangan teori kepemimpinan sampai sekarang.

Page 32: Teori Dasar Kepemimpinan

9. Teori Kepemimpinan SituasionlTeori situasioaal ini berasumsi bahwa sukses tidaknya.kepemimpinan seseorang tergantung

pada situasi yang mendukungnya. Oleh sebab itu banyak faktor yang memainkan peranan, agar seseorang bisa sukses dalam karir kepemirnpinannya. Filley dan House (Wahjosumidjo, 1994:99-107) rnenyimpulkan bahwa ada 12 faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memimpin, yaitu:a. Sejarah organisasi;b. Lamanya masa jabatan pemimpin;c. Umur jabatan pemimpin yang sekarang dan pengalaman pada masa lalu;d. Masyarakat tempat organisasi itu berada;e. Persyaratan khusus dari kerja kelompok yang dipimpin;.f. Suasana psikologis kelompok yang dipimpinnya;g. Jenis pekerjaan yang dipegang oleh pemimpin;h. Tingkat kerja sama anggota yang diperlukan;i. Ukuran kelompok yang dipimpin;j. Kultur harapan bawahan;k. Kepribadian anggota kelompok;1. Waktu yang diperlukan untuk mengambil keputusan.

Ada hubungan antara teori kepemimpinan situasional dengan teori kepemimpinan behavior. Menurut SoejonoTrimo (1986: 41-46) para behaviorist telah memperoleh sejumlah variabel yang dapat mempengaruhi perilaku dan perfoman pemimpin dalam melaksanakan peranannya. Masalah yang muncul adalah variabel-variabel manakah diantara variabel tersebut yang paling menentukan keberhasilan seorang pemimpin, serta gaya kepemimpinan yang manakah yang cocok dipakai dalam situasi itu. Kedua masalah itu berkaitan dengari statemen Edgar H. Schein yaitu: setiap pemimpin atau manajer itu haruslah seorang ahli diagnostik dan sekaligus berjiwa peneliti. Oleh sebab itu dituntut pula tingkat kedewasaan dalam memimpin. Tingkat kedewasaan ini maksudnya ada dua yaitu pertama, tingkat kedewasaan tekhnis yaitu kematangan dalam bekerja; kedua, tingkat kedewasaan psikologis mencakup rasa percaya diri sendiri dan harga diri pemimpin bersangkutan dalam (Syahriman Dkk., 1991:141)..

Bila dihubungkan kedua belas faktor yang mempengaruhi pola kepemimpinan seseorang di atas (filley dan house) dengan konsep kematangan tadi (maturity levels) maka paling tidak ada tiga hal pokok yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin, yaitu:

a.        Kemampuan menganalisis situasi, baik situasi kelompok maupun situasi sosialnya;b.       Kemampuan menyesuaiakan diri dengan sikap yang dimiliki oleh setiap individu anggota kelompok

serta harapannya;c.        Kemampuan menyelaraskan perkembangan kelompok sesuai dengan irama perkembangan situasi

sosial yang lebih luas dan kornpleks.

10 Terori Perilaku KepemimpinanInti teori ini dalam batas-batas tertentu inner personality seseorang pada dasarnya

mempunyai kemampuan dalam mengembangkan kebiasaan perilakunya yang dapat mengoptimalkan pengaruhnya terhadap orang lain dalam (Syahriman Dkk., 1991:141). Setiap inner personality individu tersebut merupakan potensi dasar yang dapat dikembangkan seoptimal mungkin dengan cara menerapkannya melalui latihan “mempengaruhi orang lain” secara kontinue. Setiap perilaku pemimpin mempunya kualitas pegnaruh yang berbeda terhdap bawahan atau anggota kelompoknya.

Page 33: Teori Dasar Kepemimpinan

Tujuh perilaku kepemimpinan1.      Perilaku pemimpin otoritas adalah merupakan segala keputusan berada di tangan pemimin dan para

anggota kelompok hanya sebagai penerima saja.2.      Perilaku pemimpin sedikit memberikan tenggan rasa dalam mengambil keputusan, tetapi final

keputusan tetap berada ditangannya. Perkataan lain, suara anggota kelompok sedikit sudah mendapat perhatian.

3.      Dalam tipe ketiga ini, perilaklu pemimpin sudah agak membuka diri denga membentangkan gagasan dan para anggota diberi kesempatan untuk menanggapinya.

4.      Tipe keempat merupakan perilaku yang berada ekstrin kiri dan kanan. Keputusan pemimin sudah bersifat tentative dan bisa mengalami perubahan atas saran dari anggota kelompok.

5.      Tipe kelima pemimpin mengajukan berbagai masalah yang sedang dihadapi sehingga dia memberikan dorongan terhadap bawahan untuk sama-sama memikirkannya.

6.      Pemimpin sudah memberikan batasan keputusan yang patut diambilnya dan disamping itu kelompok secara nyata turut mempunyai andil dalam keputusan kelompok teresebut.

7.      pemimpin mendelegasikan terhadap para bawahannya yang superior dalam mengambil keputusan kelompok. Jadi dalam tipe ekstrim kanan ini pemimpin seolah-olah hanya sebagai simbol saja, segala keputusan berada ditangan orang yang dipercayai dalam(Syahriman Dkk., 1991:143).

Tingkatan kepemimpinan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :1.      Kategori Top Kelompok, ketua dan wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Dikatakan top Kelompok

adalah karena keempat jenis peranan inilah yang dianggap paling berpengaruh dalam melaksanakan kegiatan kelompok. Golongan ini biasa juga disebut sebagai pengurus inti dalam perkumpulan social masyarkat.

2.      Kategori orang kebanyakan tetapi mampu mengambil inisiatif. Dalam istilah managemen kategori orang yang seperti ini disebut lower management atau operasional management yang biasanya ditunjuk ketua pelaksana pekerja dilapangan.

3.      Follower yaitu pengikut biasa. Kategori ini merupakan para anggota kelompok biasa dan mereka inilah yang sebenarnya orang yang dipimpin dan digerakan untuk didaya gunakan.

D. Studi-studi KepemirnpinanPembahasan selanjutnva lebih dititik beratkan pada studi kepemimpinan yang pernah

dilakukan. Ada 8 (delapan) studi kepemimpinan yang akan dijelaskan dalam tulisan ini.

1. Studi Kepemimpinan /OU'AStudi ini dilakukan pada tahun 1930 oleh Ronald Lippit dan Ralph K. White di bawah

bimbingan Kuit Lewin salah seorang ahli teori Cognitif di Universitas IOWA. Para ahli kemudian lebih mengenal Kurt Lewin .sebagai bapak "Dinamika Kelompok" disamping ahli teori "psikologi kognitif.

Mereka ingin melihat produktivitas kelompok melalui tiga tipe kepemimpinan, yaitu otoriter, demokratis_dan laissez faire. Ketiga gaya kepemimpinan ini diterapkan dalam kelompok anak yang berumur sekitar 10 tahun. Hasil penelitiannva menunjukkan (Syahriman Dkk., 1991:147), bahwa:

a.       Pemimpin Otoriter, ternyata tidak memperoleh paitipasi dari anggota kelompok. karena dia menuntut perhatian anggota yang teiialu besar, sementara dia sendiri tidak memberikan perhatian terhadap kelompok. Perilaku anggota kelompok terpola menjadi dua bagian, yaitu agi-esif, apatis, sehingga cenderung menim-bulkan reaksi frustasi yang melanda anggota kelompok.

Page 34: Teori Dasar Kepemimpinan

b.      Pemimpin Demokratis, lebih cenderung berdiskusi dengan anggota kelompok dalam mengambil keputusannya. pemimpin berusaha lebih bersikap objektif mau merierima pujian serta tidak menolak bila dikritik-dan suasana ini merupakan salah satu bentuk spirit dari kelompok. Sedangkan perbedaan antara democracies leader dengan autocratics leader ditunjukkan sebagai 'The democaraticallyled group fell between the one extremely aggresive group and the four aphatic groups under the autocratic leaders".

c.       Kepemimpinan Laisezz faire, memberi kebebasan luas terhadap kelompok yang secara esensial kelihatan sebagai kelompok yang tidak mempunyai kepemimpinan. Dalam kelompok yang diteliti, tipe kepemimpinan sepeiti ini menghasilkan tindakan agresif paling besar dari kelompok (the laisezz faire leadership climate actually produced the greatest number of aggresive acts from the group).

2. Studi Kepemimpinan IOWA StateStudi ini diiakukan oleh Biro Penelitian Universitas IOWA State, yang staf ahlinya terdiri dari

ahli: psikologi, sosiologi dan ekonpmi. Mereka menganalisis kepemimpinan dari berbagai kelompok dengan situasi yang berbeda, melalui kuisioner. Premis penelitiannya berbunyi: tak satupun definisi kepemimpinan yang memuaskan (no satisfactory definition of leadership existed). Mereka menolak pendapatyang mengatakan bahwa jenis kepemimpinan tertentu adalah tepat digunakan untuk kelompok teilentu. Mereka mengakui apapun gaya kepemimpinan, adalah ingin meiihat efektif atau tidaknya suatu gaya kepemimpinan (Syahriman Dkk., 1991:148).

Dari kuisioner LBDQ (leader behavior description quistioner.) yang disebarkan, diperoleh keterangan bahwa terdapat dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu consideration dan initiating structure. Kedua faktor ini diperoleh dari berbagai penelitian dan posisi kepemimpinan. Selain itu menemui adanya dua dimensi perilaku kepemimpinan juga menyebutkan bahwa kedua bentuk dimensi itu adalah saiing terpisah dan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya (Syahriman Dkk., 1991:148). Hasil empiris mem-buktikan bahwa premis dan hipotesis yang mereka rumuskan ter-nyata ditolak.

Refrensi:

http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli/#ixzz1ijX4CPTU

http://organisasi.org/jenis_dan_macam_gaya_kepemimpinan_pemimpin_klasik_otoriter_demokratis_dan_bebas_manajemen_sumber_daya_manusia

http://wapannuri.com/a.kepemimpinan/kepemimpinan_efektif.htmlhttp://felixdeny.wordpress.com/2012/01/07/definisi-kepemimpinan-dan-macam-macam-gaya-

kepemimpinan/