templat tugas akhir s1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran...

67
PRA-PERLAKUAN BAHAN DAN PENCERNAAN CAMPURAN (CO- DIGESTION) JERAMI SORGUM-LUMPUR PADA PRODUKSI BIOGAS AULIA ANGGRAINI DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: ngobao

Post on 13-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

PRA-PERLAKUAN BAHAN DAN PENCERNAAN CAMPURAN (CO-

DIGESTION) JERAMI SORGUM-LUMPUR PADA PRODUKSI BIOGAS

AULIA ANGGRAINI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi
Page 3: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pra-perlakuan Bahan

dan Pencernaan Campuran (Co-digestion) Jerami Sorgum-Lumpur pada Produksi

Biogas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Aulia Anggraini

NIM F34090040

Page 4: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

ABSTRAK

AULIA ANGGRAINI. Pra-perlakuan Bahan dan Pencernaan Campuran (Co-

digestion) Jerami Sorgum-Lumpur pada Produksi Biogas. Dibimbing oleh

MUHAMMAD ROMLI dan SUPRIHATIN.

Jerami sorgum dan lumpur (sludge) merupakan biomassa pertanian yang

potensial untuk diolah menjadi biogas. Pra-perlakuan dan co-digestion digunakan

untuk mendukung peningkatan produksi biogas. Adapun tujuan dari penelitian ini

ialah untuk mengetahui pengaruh pra-perlakuan terhadap jerami sorgum, untuk

mengetahui pengaruh co-digestion jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas,

serta untuk mendapatkan komposisi optimum dari proses co-digestion dilihat dari

total volume gas yang dihasilkan. Komposisi substrat berdasarkan presentase

perbandingan antara jerami sorgum dan lumpur, yaitu 100:0; 80:20; 60:40; dan

40:60 dengan 2 ulangan. Fermentasi dilakukan secara anaerob dan batch selama

102 hari dalam labu erlenmeyer 500 ml dan terendam dalam reaktor berisi air

bersuhu 36oC dengan TS substrat 12%. Analisis penelitian difokuskan pada

pengukuran biogas tiap komposisi substrat dan uji karakterisasi sampel komposisi

60:40 tiap 2 minggu. Hasil pengukuran total volume gas dalam L/kg TS biomassa

yaitu 66.9 komposisi 100:0; 122.3 komposisi 80:20; 115.4 komposisi 60:40; dan

13.4 komposisi 40:60. Berdasarkan hasil pengamatan maka komposisi optimum

pencampuran yaitu 80:20 yang memiliki total volume gas maksimum.

Kata kunci: produksi biogas, jerami sorgum, pra-perlakuan, lumpur, co-digestion

ABSTRACT

AULIA ANGGRAINI. Material Pretreatment and Co-digestion of Sorghum Stalk-

Sludge in Biogas Production. Supervised by MUHAMMAD ROMLI and

SUPRIHATIN

Sorghum stalk and sludge are potential agriculture biomass to be processed

into biogas. Pretreatment and co-digestion are used to support increased of gas

production. The aimed of this study are to determine effect of pretreatment of

sorghum stalk, to determine effect co-digestion of sorghum straw-sludge in biogas

production, and to get optimum composition look from volume total of gas

production. Substrates composition based on percentage comparison between

sorghum stalk and sludge, which is 100:0; 80:20; 60:40; and 40:60 with 2

repetition. Fermentation was conducted in anaerob and batches on 102 days

fermentation at Erlenmeyer flask of 500 ml and submerged in water-filled reactor

on temperature 36oC with initial TS of 12%. Analysis of research focused on

calculate of gas production from each substrate and characterisation sample

composition of 60:40 every 2 weeks. Volume totals of gas in L/kg TS biomass are

66.9 composition of 100:0; 122.3 composition of 80:20; 115.4 composition of

60:40; and 13.4 composition of 40:60. Based on result of observation that

optimum composition of mixing is 80:20 that have a maximum total gas volume.

Keywords : biogas production, sorghum stalk, pretreatment, sludge, co-digestion

Page 5: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

PRA-PERLAKUAN BAHAN DAN PENCERNAAN CAMPURAN (CO-

DIGESTION) JERAMI SORGUM-LUMPUR PADA PRODUKSI BIOGAS

AULIA ANGGRAINI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 6: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi
Page 7: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

Judul Skripsi : Pra-perlakuan Bahan dan Pencernaan Campuran (Co-digestion)

Jerami Sorgum-Lumpur pada Produksi Biogas

Nama : Aulia Anggraini

NIM : F34090040

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. M. Romli, M.Sc.St

Pembimbing Akademik I

Prof. Dr.–Ing. Ir. Suprihatin

Pembimbing Akademik II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 8: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

Judul Skripsi : Pra-perlakuan Bahan dan Pencemaan Campuran (Co-digestion) J erami Sorgum-Lumpur pada Produksi Biogas

Nama Aulia Anggraini NIM : F34090040

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. M. Romli, M.Sc.St Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin

Pembimbing Akademik I Pembimbing Akademik II

astiti Siswi Indrasti a Departemen

Tanggai Lulus:

Page 9: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya

sehingga penyusunan skripsi berjudul “Pra-perlakuan Bahan dan Pencernaan

Campuran (Co-digestion) Jerami Sorgum-Lumpur pada Produksi Biogas” berhasil

diselesaikan. Tema yang diangkat dalam penelitian dilaksanakan selama Februari

sampai September 2013.

Penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa

kepada:

1. Prof. Dr. Ir. M. Romli, M.Sc.St sebagai dosen pembimbing utama.

2. Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin atas saran dan bantuan yang diberikan selaku

dosen pembimbing II.

3. Drs. Purwoko, MSi., atas saran dan bantuan yang diberikan terhadap

penelitian ini.

4. Dr. Ir. Supriyanto yang telah membantu dalam penyediaan bahan utama

berupa batang sorgum di Biotrop, Tajur, Bogor.

5. Rumah Potong Hewan Bogor yang telah membantu dalam penyediaan

bahan utama berupa limbah cair RPH di Bogor.

6. Agroedutourism Fakultas Perternakan (Laboratorium Fakultas Perternakan),

IPB yang telah membantu dalam penyediaan bahan berupa kotoran sapi di

Fakultas Perternakan, IPB, Bogor.

7. Ibunda Nining Prihanekowati beserta keluarga besar atas doa, semangat, dan

kasih sayangnya, serta Ayahanda Suharjono alm. atas inspirasinya.

8. Alfian, Fanty, Fatia, Agus, Nizar, Saibah, serta keluarga besar TIN 46 atas

keceriaan dan kenangan indah tak terlupakan.

9. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan

kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang

teknologi industri pertanian dan pengelolaan industri biogas.

Bogor, November 2013

Aulia Anggraini

Page 10: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Jerami Sorgum 2

Lumpur (Sludge) 3

Biogas 4

Pra-perlakuan (Pretreatment) 9

METODE 10

Waktu dan Tempat Penelitian 10

Bahan 10

Alat 10

Metode Penelitian 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Karakteristik Jerami Sorgum dan Lumpur (Sludge) 13

Proses Pra-perlakuan Pada Jerami Sorgum 15

Co-digestion Jerami Sorgum-Lumpur (Sludge) 20

Kinerja Digester Selama Fermentasi Anaerob 22

Karakteristik Perlakuan Komposisi Jerami Sorgum:Lumpur (Sludge) (60:40) 27

Karakteristik Digestat dan Leachate Seluruh Sampel H-102 32

SIMPULAN DAN SARAN 38

Simpulan 38

Saran 39

Page 11: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 42

RIWAYAT HIDUP 54

Page 12: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

DAFTAR TABEL

1 Produksi biogas dan waktu tinggal dari berbagai bahan 3

2 Komposisi Biogas 4

3 Kondisi pengoperasian proses fermentasi anaerobik 8

4 Karakteristik bahan awal 14

5 Nilai suhu dan pH selama proses pra-perlakuan 16

6 Karakteristik jerami sorgum pra-perlakuan 18

7 Karakteristik substrat H-0 reaktor 21

8 Karakteristik digestat perlakuan komposisi 60:40 27

9 Karakteristik leachate perlakuan komposisi 60:40 28

10 Karakteristik digestat H-102 seluruh perlakuan 32

11 Karakteristik leachate H-102 seluruh perlakuan 35

12 Karakteristik VFA leachate perlakuan komposisi 80:20 H-102 36

13 Karakteristik digestat dan leachate H-102 perlakuan 80:20

beserta standar mutu pupuk organik 37

DAFTAR GAMBAR

1 Reaksi digester anaerobik 4

2 Proses fermentasi anaerobik 5

3 Penanganan awal bahan dan proses pra-perlakuan pada jerami sorgum 11

4 Proses pengkomposisian substrat hingga analisis sampel akhir reaktor 12

5 Proses fermentasi anaerob dalam reaktor shaker 13

6 Batang sorgum 14

7 Pengaruh proses pra-perlakuan 19

8 Reaksi keseluruhan pembentukan biogas 22

9 Grafik total volume gas kumulatif harian rata-rata (L/kg TS biomassa) 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis 42

2 Neraca massa tahap pra-perlakuan 46

3 Neraca massa jumlah substrat perbandingan jerami:sludge (100:0) 46

4 Neraca massa jumlah substrat perbandingan jerami: sludge (80:20) 46

5 Neraca massa jumlah substrat perbandingan jerami: sludge (60:40) 46

6 Neraca massa jumlah substrat Perbandingan jerami: sludge (40:60) 47

7 Neraca massa jumlah substrat perbandingan jerami: sludge (60:40)

basis 60 gram 47

8 Kromatogram uji VFA standar 48

9 Kromatogram uji VFA perlakuan 60:40 H-14 49

10 Kromatogram uji VFA perlakuan 60:40 H-42 50

11 Kromatogram uji VFA perlakuan 60:40 H-102 51

Page 13: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

12 Kromatogram uji VFA perlakuan 80:20 H-102 52

13 Hasil uji logam leachate perlakuan 80:20 53

Page 14: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk dan taraf hidup masyarakat berpengaruh pada

tingkat konsumsi energi yang semakin tinggi sehingga menyebabkan terjadinya

krisis energi, terutama energi berbasis fosil. Secara umum sumber energi dibagi

menjadi dua golongan yaitu sumber energi tidak terbarukan (non renewable

energy source) dan energi terbarukan (renewable energy source). Sumber daya

energi berbasis fosil dapat habis sehingga menimbulkan permasalahan baru,

terutama ekonomi dan lingkungan. Oleh karena itu perlu adanya sumber energi

alternatif terbarukan yang ramah lingkungan. Salah satu sumber energi alternatif

terbarukan adalah biogas. Biogas adalah salah satu energi yang dibuat dengan

memanfaatkan limbah pertanian. Pembuatan biogas dengan mencampurkan

beberapa jenis limbah pertanian dalam satu sistem digester disebut juga co-

digestion. Salah satu limbah pertanian yang dapat digunakan yaitu jerami sorgum

(Sorghum Bicolor L) dan limbah cair rumah pemotongan hewan (RPH) atau

lumpur. Kedua limbah pertanian tersebut memiliki kelebihan berupa kandungan

nutrien yang dibutuhkan dalam produksi biogas.

Prinsip teknologi biogas dengan memanfaatkan proses fermentasi atau

pembusukan dari sampah organik secara anaerobik oleh bakteri metan sehingga

dihasilkan gas metan. Namun, kendala produksi biogas yang berasal dari limbah

padat berupa biomassa pertanian, yaitu rendahnya yield biogas yang dihasilkan

dibandingkan dengan yield biogas yang seharusnya diperoleh secara teoritis.

Menurut Arati (2009), tingkat perolehan (yield) biogas dapat mencapai 180-940 L

per kg bahan kering (TS), sedangkan pada hasil penelitian yang pernah dilakukan,

tingkat perolehan (yield) biogas yang dihasilkan berkisar antara 1.5-4.5 L per kg

bahan kering (TS). Rendahnya yield yang dihasilkan disebabkan karena hanya

sebagian kecil bahan organik biomassa pada limbah padat yang terdegradasi

menjadi biogas, sedangkan sebagian besar masih tertinggal dalam biomassa.

Dekomposisi bahan organik yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin

berlangsung sangat lambat. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pra-

perlakuan pada jerami sorgum untuk meningkatkan bahan organik terlarut dan

reduksi ampas (padatan) yang dihasilkan.

Limbah industri berupa sludge merupakan limbah organik yang selama ini

belum banyak dimanfaatkan secara optimum menjadi suatu produk ekonomis.

Pemanfaatan sludge selama ini hanya sebagai bahan bangunan, seperti batako.

Adapun pemanfaatan lainnya menjadi pupuk organik. Kandungan nutrisi dalam

jerami sorgum dan sludge dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh

mikroba penghasil metan. Menurut Yani dan Darwis (1990), mikroba yang

berperan dalam proses fermentasi anaerob membutuhkan nutrisi berupa sumber

karbon dan sumber nitrogen. Karbon digunakan sebagai energi sedangkan

nitrogen digunakan untuk membangun struktur sel. Dalam hal ini jerami sorgum

berperan sebagai penyedia karbon dan sludge sebagai penyedia nitrogen. Pada

penelitian ini akan dilakukan pencampuran keduanya agar dihasilkan total volume

gas yang optimum.

Page 15: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

2

Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh pra-perlakuan terhadap jerami sorgum terhadap

produksi gas?

2. Bagaimanakah pengaruh co-digestion jerami sorgum-sludge dalam

produksi biogas?

3. Komposisi manakah yang optimum sehingga dapat menghasilkan total

volume gas maksimum?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pengaruh pra-perlakuan

terhadap jerami sorgum, untuk mengetahui pengaruh co-digestion jerami sorgum-

sludge pada produksi biogas, serta untuk mendapatkan komposisi optimum dari

proses co-digestion dilihat dari total volume gas yang dihasilkan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif sediaan sumber

energi yang berasal dari bahan alam yang dapat diperbaharui, sehingga dapat

bermanfaat bagi bidang lingkungan dan energi serta menambah daya guna limbah

pertanian dan industri.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi :

1. Pra-perlakuan pada jerami sorgum.

2. Co-digestion jerami sorgum-sludge dengan komposisi substrat (jerami

sorgum pra-perlakuan:sludge) yaitu 100:0, 80:20, 60:40, dan 40:60.

3. Pengukuran jumlah gas yang terbentuk tiap komposisi substrat dan

analisa uji karakteristik sampel komposisi 60:40 setiap 2 minggu, berupa

pH, kadar air, total solid, kadar abu, volatile solid, Total Kjedahl

Nitrogen (TKN), VFA, COD, dan BOD.

TINJAUAN PUSTAKA

Jerami Sorgum

Pertanian dan industri merupakan salah satu sektor yang turut

menyumbangkan limbah dengan jumlah yang tinggi. Salah satunya yaitu tanaman

sorgum (Sorghum Bicolor L) yang menghasilkan limbah padat berupa jerami.

Jerami sorgum belum banyak dimanfaatkan menjadi suatu produk potensial.

Menurut Febri (2011), dalam penelitiannya mengatakan bahwa jerami merupakan

bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, dan tangkai malai). Jerami

Page 16: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

3

terdiri atas daun, pelepah daun, ruas atau buku. Adapun besarnya potensi produksi

biogas dari berbagai jenis bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi biogas dan waktu tinggal dari berbagai bahan

Bahan Produksi Biogas

(L/kg TS)

Kadar Metana

(%)

Waktu Tinggal

(hari)

Pisang (buah dan daun) 940 53 15

Rumput 450-530 55-57 20

Jagung (batang secara

keseluruhan)

350-500 50 20

Jerami (dicacah) 250-350 58 30

Tanaman rawa 380 56 20

Kotoran ayam 300-450 57-70 20

Kotoran sapi 190-220 68 20

Sampah (fraksi organik) 380 56 25

Sumber : Arati (2009), modifikasi. *)TS= total solids/bahan kering

Menurut Yani dan Darwis (1990), mikroba yang berperan dalam proses

fermentasi anaerob membutuhkan nutrisi berupa sumber karbon dan sumber

nitrogen. Karbon digunakan sebagai energi sedangkan nitrogen digunakan untuk

membangun struktur sel. Dalam hal ini jerami sorgum berperan sebagai penyedia

karbon. Menurut Makarim (2007), setiap kilogram jerami dihasilkan 0.25 m3

gas

metan dan residunya mengandung 38% karbon (C). Unsur N banyak terbentuk

dari protein sedangkan unsur C banyak dibentuk oleh karbohidrat, selulosa,

lemak, asam-asam organik, dan alkohol (Susanto, dkk 1988). Namun dengan

adanya kandungan lignoselulosa tersebut membuat jerami sulit untuk

terdekomposisi. Menurut Makarim (2007), hanya 9-16% dari produksi total,

sehingga untuk mempercepat produksi gas jerami perlu dikomposkan terlebih

dahulu.

Lumpur (sludge)

Limbah cair Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan limbah cair organik

yang berasal dari proses pengolahan air limbah atau Instalasi Penanganan Air

Limbah yang pada umumnya berupa lumpur atau sludge. Penelitian Zakiyah

(2011) melaporkan bahwa sludge merupakan endapan padat yang secara alami

berada di dalam air dan air limbah, atau benda yang bukan endapan padat tetapi

secara pengentalan kimia dan flokulasi biologi dapat mengendap dan dialirkan

dari air tangki pembuangan limbah. Lumpur (sludge) yang dihasilkan dari

pengolahan limbah cair perlu dilakukan pengolahan secara khusus agar sludge

tersebut dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan manusia

(Sugiharto 1987). Sludge RPH Bogor berasal dari rumen, darah, dan sedikit

kotoran sapi sehingga memiliki kandungan protein yang tinggi yang dapat

dijadikan sebagai sumber nitrogen. Menurut Setiawan (1996), sludge memiliki

kelebihan lain yaitu setelah keluar dari digester biasanya sludge telah matang

karena telah mengalami proses penguraian di dalam alat.

Page 17: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

4

Biogas

Menurut Wahyuni 2010, biogas adalah campuran gas yang dihasilkan dari

aktivitas bakteri metanogenik pada kondisi anaerobik atau fermentasi bahan-

bahan orgnanik. Bakteri metanogen bekerja dalam lingkungan yang tidak ada

udara (anaerob), sehingga proses ini disebut juga sebagai pencernaan anaerob

(anaerob digestion). Beberapa alasan yang dipakai untuk penggunaan proses

anaerobik dalam penanganan limbah antara lain tingginya laju reaksi

dibandingkan dengan proses aerobik, kegunaan dari produk akhirnya, stabilisasi

dari komponen organik dan memberikan karakteristik tertentu pada daya ikat air

produk yang menyebabkan produk dapat dikeringkan dengan mudah (Jenie 1993).

Menurut Indartono (2006), teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan

proses pencernaan yang dilakukan oleh bakteri metanogen yang produknya berupa

gas metan (CH4). Pambudi (2008) menyebutkan bahwa energi yang terkandung

dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Kandungan metana yang

tinggi mempunyai energi (nilai kalor) yang besar, sedangkan kandungan metana

yang rendah mempunyai energi (nilai kalor) yang rendah. Penjelasan mengenai

komposisi biogas ditunjukkan oleh Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Biogas

Komponen Jumlah

Metana (CH4) 55-75%

Karbon dioksida (CO2) 25-45%

Karbon monoksida (CO) 0-0.3%

Nitrogen (N) 1-5%

Hidrogen (H) 0-3%

Hidrogen sulfida (H2S) 0.1-0.5%

Oksigen (O2) Sedikit

Sumber: Karellas et.al (2010)

Penggunaan bahan baku berupa bahan organik yang berfungsi sebagai

sumber karbon dan nitrogen merupakan sumber kegiatan dan pertumbuhan

mikroorganisme (Noegroho 1980). Proses produksi biogas merupakan proses

biologis karena adanya proses pendegradasian substrat organik sebagai sumber

karbon yang merupakan sumber aktivitas dan pertumbuhan bakteri. Substrat

organik akan mengalami perombakan oleh bakteri metan pada tahap fermentasi

anaerob dan kemudian menghasilkan campuran gas berupa gas metan (CH4),

CO2, H2S, H2, dan N2. Secara sederhana keseluruhan reaksi penguraian senyawa

organik secara anaerob dapat dilihat pada Gambar 1.

anaerob

Bahan organik CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2S

mikroorganisme

Gambar 1. Reaksi digester anaerobik

Page 18: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

5

Namun secara kompleks tahap digester anaerobik pada proses fermentasi

anaerobik dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses fermentasi anaerobik

Sumber : De Wilde dan Vanhille (1985)

Menurut Haq dan Soedjono (2009), penguraian bahan-bahan organik

menjadi biogas dibagi menjadi 4 tahap yaitu hidrolisis, asidogenensis,

asetogenesis, dan metanogenesis yang berlangsung terus secara berantai sampai

pada suatu keadaan dimana tidak ada lagi bahan organik yang dapat dihidrolisa.

1. Hidrolisis

Menurut Barnett et al. (1978), pada tahap ini terjadi pelarutan bahan-

bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik kompleks menjadi

kompoen monomer atau dimerik yang dapat larut dalam air. Pemecahan

molekul-molekul organik kompleks tersebut dilakukan oleh enzim

ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri selulolitik, proteolitik, dan lipolitik.

Bakteri selulolitik memecah selulosa menjadi glukosa, bakteri proteolitik

memecah protein rantai panjang menjadi protein sedehana, serta bakteri

lipolitik memecah lemak menjadi asam lemak. Produk dari tahap hidrolisis

berupa molekul sederhana berfungsi mendukung proses reduksi limbah total,

menstabilkan, serta merupakan sumber energi penting bagi komponen sel

bakteri.

2. Asidogenesis

Pada tahap asidogenesis, bakteri asedogenik mengubah produk dari tahap

hidrolisis menjadi asam lemak mudah menguap, yang mengandung banyak

asam asetat dan sedikit asam butirat, propionat, serta laktat. Menurut Bryant

(1987) bakteri yang berperan dalam tahap asidogenesis adalah bakteri

asedogenik seperti Syntrophoma nas wolfei. Tahap asidogenik menghasilkan

produk berupa alkohol, karbondioksida (CO2), hidrogen, dan amoniak.

Terbentuknya produk berupa asam asetat dan hidrogen tersebut menyebabkan

terjadinya penurunan pH pada proses awal tahap asidogenesis. Menurut

Sathianathan (1975), jika bakteri terus aktif maka akan terjadi penimbunan

Page 19: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

6

asam asetat dan hidrogen sehingga menimbulkan penurunan pH yang

mengakibatkan penghambatan pertumbuhan mikroba.

3. Asetogenesis

Produk yang terbentuk pada tahap asidogenesis berupa etanol dan

hidrogen tidak dapat langsung digunakan sebagai substrat dalam pembentukan

gas metan. Oleh karena itu etanol membutuhkan proses oksidasi terlebih

dahulu agar dapat diolah menjadi substrat pembentuk gas metan. Menurut

Weismann (1991), pada tahap ini asam lemak akan menguap untuk digunakan

sebagai energi oleh beberapa bakteri obligat anaerobik, tetapi bakeri-bakteri

tersebut hanya mampu mendegradasi asam lemak menjadi asam asetat. Bakteri

yang berperan pada tahap asetogenis ialah bakteri asetogenik yaitu

Acetobacterium woodii dan Syntrophobacter wolnii. Produk utama yang

dihasilkan pada tahap ini yaitu asam asetat, hidrogen, dan karbondiooksida.

4. Metanogenesis

Metanogenesis merupakan tahap akhir dalam keseluruhan proses

konversi anaerobik yaitu penguraian dan perombakan bahan organik menjadi

gas metan. Produk samping dari tahap ini yaitu karbondiooksida, air serta

beberapa jumlah kecil senyawa gas lainnya. Menurut Yani dan Darwis (1990),

kelompok bakteri penghasil metana dinamakan bakteri metanogen. Adapun

bakteri metanogen tersebut diantaranya, Methanobacterium, Methanosarcina,

Methanococcus. Bakteri metanogenik mensintesis senyawa dengan berat

molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi, misalnya

bakteri ini menggunakan hidrogen, CO2, dan asam asetat untuk membentuk

metana dan CO2 (Amaru, 2004). Bakteri metanogen secara alami dapat

diperoleh dari air bersih, endapan air laut, sapi, kambing, lumpur (sludge)

kotoran anaerob ataupun TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Proses produksi biogas sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan

diantaranya parameter fisik maupun kimia. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi biogas meliputi:

1. Starter

Starter yang mengandung bakteri metana diperlukan untuk mempercepat

proses fermentasi anaerob. Beberapa jenis starter antara lain:

Starter alami, yaitu lumpur aktif sebagai lumpur kolam ikan, air

comberan atau cairan septic tank, sludge, timbunan kotoran, dan

timbunan sampah organik.

Starter semi buatan, yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif.

Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara laboratoriun dengan

media buatan.

2. Komposisi nutrien

Menurut Hartono (2009), parameter penting pada proses anaerobik

adalah total bahan organik yang merupakan ukuran suatu material seperti

karbohidrat, protein, dan lemak. Seluruh substrat itu dapat dikonversi menjadi

asam-asam teruapkan dan metan. Ketersediaan nutrisi yang cukup berpengaruh

pada gas metan yang akan dihasilkan.

3. Ukuran bahan

Peningkatan laju produksi biogas dapat ditingkatkan melalui pemberian

perlakuan pendahuluan atau pretreatment bagi bahan yang akan dijadikan

substrat. Salah satu proses pretreatment pada bahan yaitu dengan pengecilan

Page 20: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

7

ukuran bahan atau pemotongan dan pencacahan. Proses pengecilan bahan

bertujuan untuk menghancurkan struktur organik kompleks menjadi molekul

sederhana sehingga mikroorganisme lebih mudah mendegradasi bahan. Bahan

dengan ukuran yang lebih kecil akan lebih cepat terdekomposisi dibanding

bahan dengan ukuran yang lebih besar. Sulaeman (2007), menjelaskan bahwa

bahan dengan ukuran lebih kecil memiliki luas kontak permukaan yang lebih

besar dibandingkan bahan berukuran besar. Selain itu Wahyuni (2009)

menerangkan bahwa degradasi dan potensi produksi biogas dari limbah

berserat dapat secara signifikan meningkat dengan perlakuan awal yaitu

memperkecil ukuran partikel.

4. Rasio C/N

Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat pada bahan

organik dinyatakan dalam rasio karon/nitrogen (C/N). Apabila rasio C/N sangat

tinggi, nitrogen akan dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metan sampai batas

persyaratan protein dan tidak lama bereaksi ke arah kiri pada kandungan

karbon dalam bahan. Sebagai akibatnya produksi metan akan menjadi rendah,

sebaliknya apabila rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan bebas dan akan

terakumulasi dalam bentuk amonia (NH4) yang berdampak pada

meningkatanya pH pada digester (Wahyuni, 2009).

Ketersediaan nutrisi yang cukup berpengaruh pada gas metan yang akan

dihasilkan. Syarat ideal C/N untuk proses digesti sebesar 25–30. Oleh karena

itu, untuk mendapatkan produksi biogas yang tinggi, maka penambangan

bahan yang mengandung karbon (C) seperti jerami atau N (misalnya urea)

perlu dilakukan untuk mencapai rasio C/N tersebut. Dalam sistem biodigesti

yang bekerja dengan baik, karbon adalah satu-satunya unsur yang hilang dalam

jumlah besar. Nitrogen dan fosfor akan tersisa dalam jumlah yang sama tapi

dalam konsentrasi yang lebih tinggi.

5. Temperatur

Hartono (2009) menyatakan bahwa berdasarkan temperatur operasinya,

proses anaerob secara garis besar diklasifikasikan menjadi tiga yaitu psycrofil,

mesofil, dan termofil. Pada umumnya digester anaerob beroperasi pada

temperatur mesofil yaitu 20-45°C. Kondisi ini dipilih karena mikroba-mikroba

di alam lebih banyak yang bersifat mesofil daripada psychrofil dan termofil.

Selain itu, sludge retention time (SRT) dalam digester mesofil (4-6 minggu)

juga lebih pendek daripada dalam digester psychrofil (12 minggu) dengan suhu

5-25°C, sedangkan temperatur termofil yaitu 50-70°C. Laju degradasi bahan

organik pada temperatur termofil lebih cepat daripada sistem psychrofil dan

mesofil. Oleh karena itu SRT termofil juga sangat singkat, namun pengendalian

temperatur termofil lebih sulit dan mahal daripada mesofil dan psycrhofil.

Kondisi pengoperasian proses fermentasi anaerobik dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 21: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

8

Tabel 3. Kondisi pengoperasian proses fermentasi anaerobik

Parameter Nilai

Suhu

Mesoilik 35oC

Termofilik 54oC

pH 7 – 8

Waktu retensi 10-30 hari

Laju pembebanan 0.07 - 0.16 kg.VS/m3/hari

Hasil biogas 0.28 - 0.69 m3/kg.VS

Kandungan metana 60 - 70%

Sumber: Engler et.al (2000)

6. Nilai pH

Pertumbuhan mikroorganisme selama proses fermentasi anaerob sangat

dipengaruhi oleh perubahan nilai pH. Apabila senyawa yang bersifat asam

mudah menguap diproduksi dalam laju yang cepat melebihi kebutuhan, maka

fermentasi akan tidak stabil. Menurut Buren (1979), kestabilan pH fermentasi

dapat dijaga dengan menggunakan kapasitas penyangga (buffer capacity).

Menurut Yani dan Darwis (1990), nilai pH terbaik untuk suatu digester yaitu

sekitar 7.0. Bila pH di bawah 6.5 maka aktivitas akan menurun, sedangkan

nilai pH di bawah 5.0 fermentasi akan terhenti.

7. Kadar air

Menurut Haq dan Soedjono (2009), dekomposisi bahan organik oleh

mikroorganisme tergantung kadar air. Kelembaban 36-99% akan menaikkan

produksi gas 67%. Kenaikan tersebut dicatat pada rentang kelembaban 60-78%

dan cenderung sama pada kelembaban yang lebih tinggi. Sisa kelembaban

dapat menghambat aktivitas methanogen. Menurut Triyanto (1992), bahan

umpan yang baik mempunyai kandungan padatan 7-9%. Selain itu Rahman

(2007) mengatakan bahwa mikroorganisme pembusuk akan tumbuh subur pada

bahan yang memiliki kadar air sekitar 90%. Hal ini menunjukkan bahwa bahan

sangat mudah mengalami proses pembusukkan atau pendegradasian secara

mikrobiologi.

8. Inhibitor

Menurut Wahyuni (2009), ion mineral, logam berat, dan detergen

merupakan beberapa material racun yang memengaruhi pertumbuhan bakteri.

Bakteri metanogen lebih sensitif terhadap racun daripada bakteri penghasil

asam. Amonia (NH4) pada konsentrasi 50-200 mg/l dapat merangsang

pertumbuhan mikroba. Namun apabila konsentrasinya diatas 1500 mg/l akan

mengakibatkan keracunan.

9. Pengadukan

Proses pengadukan pada saat tahap pencampuran substrat yang akan

masuk ke dalam proses fermentasi anaerob bertujuan untuk mendapatkan

homogenitas yang tepat bagi campuran substrat sehingga bakteri anaerobik

dapat melakukan proses penguraian bahan organik dengan merata. Selain itu

pengadukan berfungsi untuk memberikan kondisi berupa temperatur dan pH

yang seragam bagi proses fermentasi anaerob.

Page 22: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

9

10. Waktu tinggal di dalam digester

Nur Zakiyah (2011) melaporkan bahwa waktu tinggal di dalam digester

adalah rata-rata periode waktu input masih berada dalam digester dan proses

fermentasi oleh bakteri metanogen. Menurut Wahyuni (2009), waktu tinggal

juga dipengaruhi oleh suhu. Suhu di atas 35oC mengakibatkan produksi gas

menjadi rendah. Selain itu Anonim (2006) menyebutkan bahwa pada

umumnya biogas masing-masing variasi mulai terbentuk pada hari pertama

setelah pengisian dan terus meningkat secara signifikan hingga akhirnya

mencapai kondisi statis. Pengetahuan mengenai waktu pencapaian kondisi

statis berimplikasi pada pengetahuan waktu tinggalnya (HRT). Hal ini

berfungsi sebagai jadwal pengisian substrat jika akan diaplikasikan di

lapangan.

Pra-perlakuan

Dekomposisi bahan organik yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan

lignin berlangsung sangat lambat. Taherzadeh dan Karimi (2008) menyatakan

untuk mempercepat proses degradasi bahan organik mengandung lignoselulosa

perlu dilakukan pra-perlakuan bahan baku. Pra-perlakuan merupakan suatu

perlakuan khusus terhadap biomassa yang memiliki banyak selulosa, lignin, dan

hemiselulosa. Pra-perlakuan bertujuan untuk menghilangkan lignin dan

hemiselulosa, serta mengurangi kritalinitas selulosa. Beragamnya bahan

lignoselulosa membuat tidak ada satupun metode perlakuan pendahuluan yang

berlaku secara umum karena berbeda bahan baku akan memerlukan perlakuan

pendahuluan yang berbeda pula (Samsuri, 2007). Pra-perlakuan yang dipilih pada

penelitian ini adalah pencacahan dan pengomposan parsial (biooksidasi parsial).

Menurut Soepardi (1983), proses dekomposisi bahan organik sangat tergantung

oleh faktor lingkungan, temperatur lingkungan dan kelembaban dapat merangsang

kegiatan metabolisme mikroorganisme sehingga mempercepat laju mineralisasi

(perombakan bahan organik menjadi CO2, air, dan nutrien). Selama proses

pengomposan terjadi kehilangan CO2 dan H2O cukup banyak sehingga mengalami

penyusutan jumlah bahan (bobot) bahan dan kehilangan tersebut dapat mencapai

20-40% dari bobot semula karena terjadi perombakan bahan organik dan

penguapan dan mungkin juga akan kehilangan sebanyak 50% bila bahan organik

tersebut telah mengalami dekomposisi.

Pengomposan dapat berlangsung dalam kondisi aerob dan anaerob, dan dari

temperatur mesofilik ke temperatur thermofilik tergantung pada mikroorganisme

yang terlibat, aerasi dan tingkat kelembaban lingkungan serta bahan baku kompos.

Pengomposan secara anaerob menghasilkan gas metan (CH4), CO2, dan senyawa

asam organik dengan berat molekul rendah (asam asetat, asam propionat, asam

butirat, dan asam laktat). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses

pengomposan antara lain aerasi, kadar air bahan, suhu, rasio C/N, dan mikroba

perombak (Gaur, 1983).

Page 23: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

10

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 dan selesai pada akhir

September 2013. Penelitian ini sendiri dilaksanakan di Laboratorium Bioindustri

dan Laboratorium Teknologi Manajemen Lingkungan (TML), Departemen

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah padat

pertanian berupa jerami sorgum dari Biotrop di daerah Tajur, Bogor, dan limbah

cair RPH atau sludge yang diambil dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

RPH Bogor, serta kotoran sapi yang diambil dari Fakultas Perternakan IPB.

Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan adalah larutan inokulum Biofarm,

larutan trace elements, larutan P (KH2PO4), gas nitrogen, H2SO4 0.02 N, NaOH 6

N, Asam Borat 2%, H2SO4 pekat, larutan K2Cr2O7 0.0167 M, reagen H2SO4 (asam

COD), larutan FAS 0.1 M, seed, Alkali Iodjida, MnSO4, Na2SO3, indikator

amilum, indikator ferroin, indikator mengsell dan aquades.

Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi alat yang

digunakan dalam proses pra-perlakuan, fermentasi anaerob, serta uji analisis. Alat

yang digunakan dalam proses pra-perlakuan yaitu bin (wadah berlubang banyak)

dan baskom, gunting, sekop, plastik, gelas ukur 10 ml, termometer, kertas pH dan

timbangan analitik. Alat pendukung proses fermentasi anaerob yaitu baskom,

gelas ukur 50 ml, Erlenmeyer 100 ml, Elenmeyer 500 ml, selang plastik, leher

angsa, dan shaker. Sedangkan alat untuk uji analisis yaitu oven, labu takar 50 ml,

labu takar 1 liter, pH meter, kertas pH, gelas ukur 500 ml, labu kjedahl, botol

winkler, destilator, pipet serologi, cawan porselen, kertas saring milliopore 0.45 µ,

kertas saring milliopore 0.2 µ, deksikator, tanur, dan GC.

Metode Penelitian

Tahap pertama pada penelitian ini adalah uji karakterisasi bahan awal.

Analisis awal dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan yang digunakan

yaitu jerami sorgum dan sludge. Uji karakterisasi tersebut terdiri atas uji pH,

kadar air, TS (Total Solids), VS (Volatile Solids), kadar abu, dan Total Kjedahl

Nitrogen (TKN) yang bertujuan untuk menentukan variasi komposisi substrat

yang akan masuk dalam proses fermentasi anaerob. Prosedur analisis yang

diujikan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun diagram proses pra-

perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 24: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

11

Gambar 3. Penanganan awal bahan dan proses pra-perlakuan pada jerami sorgum

Tahap selanjutnya yaitu proses pra-perlakuan yang diawali dengan

pencacahan jerami sorgum hingga berukuran 1 cm, kemudian cacahan jerami

sorgum tersebut dikeringkan dalam oven. Pengeringan bertujuan hanya untuk

meningkatkan daya simpan jerami sorgum. Pada penelitan ini digunakan jerami

sorgum kering sebanyak 550 gram sehingga ketika ingin dilakukan proses pra-

perlakuan, jerami sorgum terlebih dahulu direndam selama 30 menit dalam air

sebanyak 7 liter yang sebelumnya telah dibungkus dengan kain. Perendaman di

dalam air berfungsi agar tercipta kondisi yang lembab saat dilakukan pra-

perlakuan pada jerami sorgum, sebab jerami sorgum merupakan limbah padat

pertanian yang tergolong kering karena hanya mengandung 27.40% kadar air.

Banyaknya jumlah air yang terserap oleh jerami sorgum adalah sebanyak 3 liter.

Setelah itu jerami sorgum cacah kering dicampur dengan inokulum Biofarm

dengan perbandingan antara larutan inokulum : bahan : air adalah 1 liter untuk 1

ton bahan dengan penambahan air sebanyak 20 liter. Proses perhitungan

banyaknya inokulum yang ditambahkan untuk proses pra-perlakuan disajikan

pada Lampiran 2. Perhitungan dilakukan menggunakan basis bahan 550 gram

(jerami sorgum kering) sehingga yang digunakan ialah 0.55 ml larutan inokulum

Biofarm dengan penambahan air 11 ml. Adanya perendaman dan penambahan

inokulum Biofarm menyebabkan peningkatan bobot jerami sorgum menjadi

11750.84 gram dan merupakan bobot jerami sorgum H-0 pra-perlakuan. Proses

pra-perlakuan dilakukan di dalam bin berlubang selama 9 hari dan disimpan di

dalam ruangan tertutup. Selama proses pra-perlakuan berlangsung dilakukan uji

suhu dan pH setiap harinya.

Tahap selanjutnya yaitu proses persiapan substrat yang akan difermentasi

secara anaerob. Proses pencampuran jerami sorgum produk proses pra-perlakuan

dan sludge dengan perbandingan jerami:sludge 100:0, 80:20, 60:40, dan 40:60

kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml. Basis substrat yang

Page 25: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

12

digunakan adalah 300 gram. Perhitungan banyaknya jerami sorgum dan sludge

yang akan dimasukkan pada masing-masing komposisi dapat dilihat di Lampiran

3, 4, 5, 6 dan 7. Setiap perlakuan dilakukan dengan dua kali pengulangan. Namun

khusus untuk perlakuan 60:40 dibuat dalam basis 60 gram dalam labu erlenmeyer

100 ml sebanyak 4 buah dan akan dianalisis tiap dua minggu. Adapun diagram

proses pengkomposisian dan fermentasi anaerob dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Proses pengkomposisian substrat hingga analisis sampel akhir reaktor

Setiap komposisi perlakuan dilakukan dengan pengulangan dua kali

sehingga hasil total volume gas kumulatifnya dapat dirata-rata dan diperoleh total

volume gas yang mewakili tiap perlakuan. Oleh karena itu dalam grafik total

volume dan laju produksi gas terdapat error bars dengan menggunakan standar

deviasi. Error bars tiap data gas semua perlakuan dihitung standar deviasi dari

tiap rata-rata total volume gas perharinya kemudian diplotkan bersama data gas

pada grafik kumulatif gas tersebut. Error bars (standar deviasi) yang digunakan

pada tiap grafik sampel perlakuan menunjukkan besarnya variasi dari data-data

hasil pembentukan gas yang dilakukan sebanyak dua ulangan tersebut. Apabila

besarnya error bars semakin kecil, maka besarnya variasi data pun semakin kecil.

Begitu pula apabila error bars semakin besar, maka besarnya variasi data juga

semakin besar.

Proses fermentasi anaerob substrat dilakukan secara batch selama 102 hari

dalam labu erlenmeyer 500 ml dan 100 ml dan dibuat terendam dalam reaktor

shaker berisi air bersuhu 36oC. Setelah itu dilakukan pengukuran jumlah gas yang

Page 26: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

13

dihasilkan oleh setiap perlakuan hingga H-102 fermentasi. Selanjutnya tahap

ketiga yaitu melakukan uji karakteristik sampel perlakuan 60:40 tiap dua minggu

dan uji karakteristik seluruh sampel pada H-102. Proses fermentasi anaerob dalam

reaktor shaker disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Proses fermentasi anaerob dalam reaktor shaker

Adapun sampel yang diujikan pada H-102 fermentasi serta sampel

perlakuan komposisi 60:40 tiap dua minggu analisis terdiri dari digestat dan

leachate. Beberapa jenis parameter analisis yang diujikan terhadap digestat

substrat yaitu pH, kadar air, padatan total, padatan organik, kadar abu, dan total

kjedahl nitrogen. Sedangkan khusus untuk perlakuan yang memiliki total volume

gas terbaik di akhir fermentasi akan dilakukan uji analisis logam dan VFA

(Volatile Fatty Acid) terhadap leachatenya.

Jenis parameter analisis yang diujikan terhadap leachate substrat yaitu VFA,

COD, BOD dan TKN. Sampel analisis digestat mewakili sampel analisis substrat,

karena digestat yang diujikan berasal dari substrat dalam erlenmeyer tanpa ada

proses pemisahan spesifik. Sedangkan sampel analisis leachate berasal dari lindi

yang sebelumnya telah diambil dari dalam substrat erlenmeyer tanpa ada proses

pemisahan spesifik. Setelah itu leachate dilakukan proses penyaringan sesuai

dengan uji analisis yang akan dilakukan. Analisis uji VFA digunakan leachate

hasil dari penyaringan dengan menggunakan kertas saring milliopore 0.2 µ dan

untuk uji analisis COD dan BOD menggunakan kertas milliopore 0.45 µ. Analisis

BOD dilakukan khusus pada seluruh perlakuan pada H-102. Penggunaan kertas

millioprore 0.2 µ dalam penyaringan sampel leachate uji VFA bertujuan agar

tidak adanya mikroorganisme yang ikut tersaring ke dalam sampel karna dapat

mempengaruhi dan mengganggu proses analisis VFA yang dilakukan

menggunakan GC. Sedangkan penyaringan menggunakan kertas saring 0.45 µ

untuk uji COD dan BOD bertujuan agar diperoleh sampel yang jernih dan hasil

COD yang teliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Jerami Sorgum dan Lumpur (Sludge)

Pada penelitian digunakan bahan utama limbah padat pertanian berupa

jerami sorgum dan sludge. Kedua bahan tersebut dipilih karena jumlahnya yang

Page 27: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

14

melimpah dan belum termanfaatkannya dengan baik menjadi produk potensial.

Jerami sorgum diperoleh dari Biotrop di daerah Tajur, Bogor. Jerami sorgum ini

dipanen selama 70 hari dari yang semestinya 3 bulan atau 90 hari. Pada awalnya

batang sorgum dipotong menjadi batang sorgum tipis kemudian dicacah hingga

berukuran ±1 cm. Setelah itu batang sorgum dikeringkan dalam oven selama 3

hari hingga kadar air tertentu. Pengeringan bertujuan untuk meningkatkan daya

simpan jerami sorgum. Batang sorgum dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Batang sorgum

Bahan utama lainnya yaitu sludge diperoleh dari Instalasi Pengolahan Air

Limbah (IPAL) RPH Bogor dan diambil dalam keadaan IPAL tidak sedang

beroperasi. Pada penelitian ini juga digunakan penambahan kotoran sapi yang

diperoleh dari Fakultas Perternakan IPB. Kotoran sapi digunakan sebagai

inokulum yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan mikroorganisme

pengurai di dalam substrat karena banyak mengandung bakteri pembentuk asam

dan metan. Hal ini disebabkan karena kotoran sapi telah teraklimatisasi sehingga

kandungan dan keadaan yang ada di dalam kotoran sapi telah disesuaikan terlebih

dahulu selama di proses dalam perut sapi. Oleh karena itu kondisi dan kandungan

dari kotoran sapi tersebut sesuai dengan proses anaerobik. Hal ini yang menjadi

dasar banyaknya penggunaan inokulum kotoran sapi sebagai inokulum dalam

pembuatan biogas fermentasi anaerob.

Analisis karakteristik bahan baku terdiri dari kadar air, padatan total,

padatan organik, kadar abu, dan total kjedahl nitrogen. Hasil analisis karakteristik

tersebut dapat menunjukkan kandungan bahan organik yang ada pada tiap bahan.

Selain itu hasil analisis karakteristik berupa kadar air dan padatan total bahan akan

digunakan dalam perhitungan besarnya tiap bahan yang akan masuk dalam

pengkomposisian antara jerami sorgum dan sludge di proses fermentasi anaerob.

Hasil analisis karakteristik bahan awal dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik bahan awal

Bahan

Parameter analisis (%wb)

Kadar

air

TS Kadar

abu

VS TKN

Jerami Sorgum 27.40 ±

0.10

72.60 ±

0.10

2.97 ±

0.27

69.63

± 0.17

0.12 ±

0.02

Sludge 87.43 ±

0.02

12.57 ±

0.02

9.58 ±

0.26

2.99 ±

0.25

0.21 ±

0.01

Page 28: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

15

Analisis kadar air bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan air yang

ada di dalam bahan. Berdasarkan hasil terlihat bahwa jerami sorgum dan sludge

memiliki kadar air (wb) yaitu 27.40% dan 87.43%, sehingga %TS dari jerami

sorgum dan sludge yaitu 72.60%. dan 12.57%. Besarnya kandungan air dan

padatan total pada jerami sorgum dan sludge akan berpengaruh pada perhitungan

banyaknya bahan yang akan masuk ke reaktor.

Tingginya presentase padatan total dari jerami sorgum menunjukkan bahwa

jerami sorgum memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Hal ini disebabkan

karena sebagian kandungan dari padatan total ialah volatile solid. Pada produksi

biogas volatile solid inilah yang akan digunakan oleh mikroorganisme sebagai

bahan makanan pada proses penguraian bahan organik menjadi metan. Oleh

karena itu sesuai dengan hasil pada tabel 4, nilai volatile solid yang tinggi pada

jerami sorgum yaitu 69.63% (wb) menunjukkan besarnya kandungan bahan

organik pada jerami sorgum atau 96% besarnya kandungan volatile solid pada

padatan total. Sedangkan kandungan volatile solid pada sludge hanya 24% dari

padatan totalnya. Bahan organik merupakan zat yang akan dirombak oleh

mikroorganisme penghasil metan menjadi biogas. Tingginya nilai bahan organik

mengidentifikasikan bahwa jerami sorgum dapat menjadi sumber karbon potensial

pada proses produksi biogas.

Bahan utama lainnya yaitu sludge memiliki nilai kadar abu yang tinggi yaitu

9.58% atau 76% dari padatan totalnya, dan sisanya sebesar 24% adalah bahan

organik yang terkandung di dalam sludge. Selain tingginya nilai kadar abu,

adanya kandungan nitrogen yang tinggi pada sludge yaitu 0.21% (wb) atau 1.67%

(db). Besarnya kandungan nitrogen pada sludge lebih besar dibandingkan dengan

kandungan pada jerami sorgum yang hanya 0.17% (db). Oleh karena itu tingginya

kandungan nitrogen pada sludge akan digunakan sebagai salah satu sumber nutrisi

untuk mendukung aktifitas metabolisme mikroorganisme dalam mengurai dan

mendegradasi bahan organik selama fermentasi.

Adanya pencampuran (co-digestion) jerami sorgum dan sludge akan

berpengaruh pada total volume dan laju produksi gas yang dihasilkan. Dengan

kata lain bahan organik yang terkandung di dalam jerami sorgum akan menjadi

bahan makanan yang akan dikonsumsi oleh mikroorganisme dan kemudian

dikonversi menjadi gas metan, sedangkan adanya kandungan nitrogen dalam

sludge akan mempercepat proses laju pembentukan gas metan. Oleh karena itu

kedua limbah pertanian ini berpotensial untuk dikonversi menjadi biogas.

Proses Pra-perlakuan Pada Jerami Sorgum

Jerami sorgum merupakan limbah padat pertanian yang mengandung bahan

organik yang cukup tinggi yaitu 69.63% (wb). Menurut Samsuri (2007),

beragamnya bahan lignoselulosa membuat tidak ada satupun metode perlakuan

awal yang berlaku secara umum, karena berbeda bahan baku akan memerlukan

perlakuan yang berbeda pula

Menurut Makarim (2007), jerami sulit untuk terdekomposisi sehingga untuk

mempercepat produksi gas dari jerami perlu dilakukan pengomposan terlebih

dahulu. Proses pendekomposisian bahan organik yang mengandung selulosa,

hemiselulosa, dan lignin berlangsung sangat lambat. Menurut Taherzadeh dan

Page 29: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

16

Karimi (2008), bahwa untuk mempercepat proses degrdasi bahan organik

mengandung lignoselulosa perlu dilakukan pretratment bahan baku. Selama

proses pra-perlakuan berlangsung jerami sorgum mengalami penguraian bahan

organik yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. . Oleh karena jerami

sorgum mengandung lignoselulosa maka dilakukan pra-perlakuan yang diawali

dengan proses pengecilan ukuran bahan kemudian pretreatment selama 9 hari.

Proses pra-perlakuan diawali dengan tahap pencacahan dan pengeringan

batang sorgum hingga menjadi jerami sorgum kering. Proses pencacahan batang

sorgum hingga ±1 cm bertujuan agar jerami sorgum lebih memiliki luas kontak

permukaan yang lebih besar sehingga lebih mudah bagi mikroorganisme dalam

mendekomposisi bahan organik pada saat proses pra-perlakuan. Sedangkan proses

pengeringan berfungsi untuk meningkatkan umur simpan jerami sorgum.

Pada penelitan ini digunakan jerami sorgum kering sebanyak 550 gram

sehingga ketika ingin dilakukan proses pra-perlakuan, jerami sorgum terlebih

dahulu direndam selama 30 menit dalam air sebanyak 7 liter yang sebelumnya

telah dibungkus dengan kain. Perendaman di dalam ini berfungsi agar tercipta

kondisi yang lembab saat dilakukan proses pra-perlakuan pada jerami sorgum,

sebab jerami sorgum merupakan limbah padat pertanian yang tergolong kering

karena hanya mengandung 27.40% kadar air. Banyaknya jumlah air yang terserap

oleh jerami sorgum adalah sebanyak 3 liter. Setelah itu jerami sorgum cacah

kering dicampur dengan inokulum Biofarm dengan perbandingan antara larutan

inokulum : bahan : air adalah 1 liter untuk 1 ton bahan dengan penambahan air

sebanyak 20 liter. Perhitungan dilakukan menggunakan basis bahan 550 gram

(jerami sorgum kering) maka digunakan 0,55 ml larutan inokulum Biofarm dan

penambahan air 11 ml. Adanya perendaman dan penambahan inokulum Biofarm

menyebabkan peningkatan bobot jerami sorgum menjadi 11750.84 gram dan

merupakan bobot jerami sorgum H-0 pra-perlakuan.

Proses pra-perlakuan dilakukan selama 9 hari dalam bin berlubang yang

diwadahi dengan baskom dan ditutup dengan plastik berlubang-lubang, kemudian

disimpan dalam lemari. Penambahan inokulum Biofarm bertujuan untuk

meningkatkan keragaman mikroorganisme pendegradasi. Adanya mikroorganisme

pendegradasi berfungsi dalam proses delignifikasi, menurunkan derajat

polimerisasi selulosa, serta hidrolisis hemiselulosa menjadi senyawa organik

sederhana. Penambahan inokulum Biofarm pada proses pra-perlakuan dapat

mempercepat aktifitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan lignoselulosa

pada jerami sorgum menjadi senyawa yang dibutuhkan oleh mikroorganisme

penghasil metan dalam proses fermentasi anaerob.

Adanya aktifitas metabolisme mikroorganisme selama pra-perlakuan

membuat terjadinya perubahan kondisi di dalam jerami sorgum. Salah satu

parameter yang mengalami perubahan selama proses pra-perlakuan yaitu nilai

suhu dan pH. Menurut Soepardi (1983), proses dekomposisi bahan organik sangat

tergantung oleh faktor lingkungan, temperatur lingkungan dan kelembaban dapat

merangsang kegiatan metabolisme mikroorganisme sehingga mempercepat laju

demineralisasi (perombakan bahan organik menjadi CO2, air, dan nutrient).

Adapun besarnya nilai suhu dan pH selama proses pra-perlakuan berlangsung

dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 30: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

17

Tabel 5. Nilai suhu dan pH selama proses pra-perlakuan

Hari ke- Parameter

Suhu pH

0 28.0 6

1 29.0 4.5

2 30.5 4.5

3 29.0 5

4 28.0 6

5 29.0 7

6 29.0 6.5

7 30.5 6

8 29.0 6

9 29.0 6.5

Pada Tabel 5 terlihat bahwa besarnya perubahan nilai suhu dan pH selama

pra-perlakuan cenderung fluktuatif. Adanya peningkatan suhu bahan dari 28oC

menjadi 30.5oC dan penurunan pH dari 6 menjadi 4.5 pada awal proses pra-

perlakuan menunjukkan adanya proses biooksidasi parsial. Hal ini disebabkan

karena perubahan kedua nilai parameter hanya terjadi secara parsial, berbeda

halnya dengan proses pengomposan sempurna. Pemakaian inokulum Biofarm

pada proses pra-perlakuan cukup efektif dalam memicu terjadinya proses

biooksidasi parsial pada bahan yang diindikasikan dengan adanya peningkatan

suhu dan penurunan nilai pH pada masa awal proses pra-perlakuan meskipun

kedua paramater tersebut kembali ke kondisi awal pada akhir masa pra-perlakuan.

Selama proses pra-perlakuan terdapat dua fase aktifitas mikroorganisme

dalam proses pendegradasian yaitu fase mesofilik (23-45oC) dan fase termofilik

(45-65oC). Kisaran temperatur ideal pada bahan yang dipra-perlakuan adalah 55-

65oC. Pada temperatur tersebut, mikroorganisme dapat berkembangbiak secara

optimum sehingga menghasilkan enzim untuk menguraikan bahan organik paling

efektif daya urainya. Pada saat fase mesofilik, fungi dan bakteri pembentuk asam

mengubah bahan makanan yang tersedia di dalam jerami sorgum menjadi asam

amino, gula, dan asam lemak. Hal inilah yang menyebabkan pH jerami sorgum

pada awal proses pra-perlakuan menjadi menurun.

Aktifitas mikroorganisme ini menghasilkan panas dan mengawali fase

termofilik di dalam tumpukan jerami sorgum yang dipra-perlakuan. Oleh karena

itu suhu pada awal proses pra-perlakuan menjadi meningkat. Namun peningkatan

suhu pada fase ini hanya sampai 30.5oC yang menandakan proses pra-perlakuan

yang terjadi hanya parsial. Pada fase ini bakteri termofilik mulai berperan dalam

merombak protein dan karbohidrat nonselulosa seperti hemiselulosa. Bakteri

Thermofilik actinomycetes mulai tumbuh dan jumlahnya terus bertambah karena

bakteri ini tahan terhadap panas. Sebagian dari bakteri ini mampu merombak

selulosa, tetapi jamur ini akan merombak hemiselulosa dan selulosa (Nan

Djuarnani, 2004). Penurunan suhu disebabkan karena pada akhir reaksi dihasilkan

air. Faktor lain yang mempengaruhi besarnya kedua parameter tersebut sehingga

bernilai fluktuatif yaitu karena terlalu lamanya proses pra-perlakuan ini

berlangsung yaitu selama 9 hari.

Page 31: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

18

Proses biooksidasi parsial selama tahap pra-perlakuan berpengaruh pada

adanya perubahan karakteristik pada jerami sorgum. Reaksi yang terjadi selama

proses pra-perlakuan adalah sebagai berikut:

Hasil karakteristik jerami sorgum pada awal dan setelah pra-perlakuan

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik jerami sorgum pra-perlakuan

Bahan

Parameter analisis (%wb)

Kadar air TS Kadar abu VS TKN

Jerami sorgum H-0 75.36 ±

0.00

24.64 ±

0.00

1.72 ±

0.00

22.91 ±

0.00

0.05 ±

0.02

Jerami sorgum H-9 77.58 ±

0.00

22.42 ±

0.00

1.08 ±

0.06

21.34 ±

2.24

0.02 ±

0.00

Selama proses pra-perlakuan berlangsung, terjadi penurunan bobot jerami

sorgum yang dipra-perlakuan secara drastis yaitu 11750.84 gram pada H-0

menjadi 1691.55 gram pada H-9. Adanya penurunan bobot tersebut disebabkan

karena adanya aktifitas mikroorganisme dalam pendegradasian bahan organik

yang terdapat di dalam jerami sorgum sehingga membuat berkurangnya volatile

solid pada jerami sorgum dan padatan total sehingga berpengaruh dengan

berkurangnya bobot jerami sorgum setelah pra-perlakuan H-9.

Berdasarkan hasil analisis karakteristik pada Tabel 6 terlihat bahwa terjadi

peningkatan kandungan air pada H-0 ke H-9 (wb) yaitu 75.36% menjadi 77.58%.

Peningkatan nilai kadar air ini disebabkan karena adanya air yang dihasilkan

sebagai hasil utama pada reaksi yang terjadi selama proses pra-perlakuan

berlangsung. Peningkatan kadar air sebesar 2.95% ini juga disebabkan karena

terlalu lamanya waktu pra-perlakuan yaitu selama 9 hari sehingga membuat

jerami sorgum yang dipra-perlakuan menghasilkan H2O cukup banyak.

Menurut Sun dan Cheng (2002) dalam Harmsen et al. (2010), tujuan dari

proses pra-perlakuan adalah untuk memecah lignin, memecah struktur kristal

selulosa, meningkatkan porositas bahan, memecah hemiselulosa, dan

depolimerisasi hemiselulosa. Pada penelitian ini perlakuan biooksidasi parsial

sengaja diberikan pada jerami sorgum agar kandungan bahan organik (VS) pada

bahan tidak terlalu banyak yang hilang karena terurai oleh bakteri pengurai. Jika

terjadi maka dapat berpengaruh pada produksi biogas saat fermentasi anaerob.

Hasil pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa proses biooksidasi parsial pada tahap

Page 32: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

19

pra-perlakuan tidak menurunkan bahan organik (volatile solid) jerami sorgum

secara signifikan karena hanya menurunkan volatile solid dari 22.91% (wb) pada

H-0 menjadi 21.34% (wb) pada H-9 atau jika dilihat berdasarkan TS/VS maka

92.98% pada H-0 menjadi 88.73% pada H-9 atau hanya sebesar 6.85% selama 9

hari pra-perlakuan.

Penurunan volatile solid yang tidak terlalu signifikan tersebut disebabkan

karena pra-perlakuan yang diberikan pada jerami sorgum hanya terjadi secara

parsial. Dengan kata lain hanya menyebabkan struktur lignoselulosa jerami

sorgum lebih terbuka serta meningkatnya tingkat porositas lignoselulosa pada

jerami sorgum. Adanya peningkatan tingkat porositas lignoselulosa akan lebih

memudahkan mikroorganisme penghasil metan untuk mendegradasi bahan

organik hasil pendegradasian pra-perlakuan tersebut saat proses fermentasi

anaerobik. Ini akan berpengaruh dalam mempersingkat fase lag dan meningkatkan

fase eksponensial dalam produksi biogas selama fermentasi sehingga dapat

meningkatkan total volume gas yang dihasilkan. Ilustrasi pengaruh pra-perlakuan

disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengaruh proses pra-perlakuan

Sumber : Jaka Abdillah dan Gawa R. Mahadin (2011)

Selain itu hasil pada tabel di atas memperlihatkan bahwa terjadi penurunan

nilai kadar abu dari 1.72% (wb) atau 7.1% (db) pada H-0 menjadi 1.08% (wb)

atau 4.7% (db) setelah 9 hari pra-perlakuan dengan tingkat penurunan kandungan

abu sebesar 37.21%. Proses penyisihan mineral ini disebut demineralisasi.

Kandungan mineral (abu) sangat menentukan terhadap kualitas produk hasil pra-

perlakuan, apabila tingkat penyisihan mineral (demineralisasi) tinggi maka

kandungan mineral pada produk pra-perlakuan semakin kecil sehingga kualitas

produk pra-perlakuan yang akan dijadikan umpan pada tahap fermentasi anaerob

semakin baik. Proses demineralisasi dalam proses pra-perlakuan memanfaatkan

kemampuan mikroba dalam mendegradasi mineral pada jerami sorgum.

Penurunan kandungan abu dalam bahan tersebut sebagai hasil reaksi antara asam

dengan mineral yang ada di jerami sorgum. Penurunan kandungan abu terjadi

seiring dengan meningkatnya kandungan asam yang diproduksi oleh bakteri pada

fase mesofilik dalam jerami sorgum pra-perlakuan.

Hasil pada Tabel 6 memperlihatkan adanya penurunan nilai total nitrogen

dari H-0 sebesar 0.05% (wb) atau 0.22% (db) menjadi 0.02% (wb) atau 0.08%

(db) pada H-9. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan nilai nitrogen

Page 33: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

20

mengindikasikan adanya penggunaan nitrogen sebagai salah satu nutrisi dalam

aktifitas metabolisme bakteri untuk mendegradasi bahan organik. Selama proses

penguraian tahap pra-perlakuan, mikroorganisme menggunakan nitrogen sebagai

sumber nutrisi atau sebagai zat pembangun sel mikroorganisme dan sintesis

protein. Oleh karena itu penggunaan nitrogen oleh mikroorganisme menyebabkan

penurunan jumlah nitrogen di dalam bahan. Sedangkan adanya penurunan nilai

kadar nitrogen pada jerami sorgum segar ke jerami sorgum H-0 pra-perlakuan dari

0.12% (wb) atau 1.67% (db) menjadi 0.05% (wb) atau 0.22% (db) menandakan

bahwa sudah adanya proses penguraian bahan organik pada jerami sorgum dengan

adanya penambahan inokulum biofarm yang mengandung nitrogen pada hari ke-0

atau saat ditambahkannya inokulum Biofarm. Inokulum biofarm ini bermanfaat

dalam menambahkan nutrien ke dalam jerami sorgum sehingga berfungsi dalam

mempercepat aktifitas mikroorganisme pengurai dalam proses biooksidasi parsial.

Co-digestion Jerami Sorgum-Lumpur (Sludge)

Produksi biogas menggunakan campuran dua bahan atau lebih (co-

digestion) dapat menghasilkan total produksi gas yang bervariasi. Pencampuran

bahan-bahan tersebut harus sesuai dengan beberapa persyaratan produksi gas atau

pertumbuhan normal bakteri metan yang sesuai. Co-digestion merupakan salah

satu cara untuk meningkatkan produksi biogas karena dapat menciptakan

kandungan nutrisi yang optimum pada susbtrat sehingga dapat mendukung

aktifitas metabolismenya mikroorganisme selama fermentasi. Pada penelitian ini

substrat berasal dari pencampuran dua bahan yaitu sludge dan jerami sorgum

setelah pra-perlakuan.

Pencampuran sludge dengan jerami sorgum hasil pra-perlakuan

mempengaruhi total volume dan laju produksi gas yang dihasilkan. Hal ini

dipengaruhi oleh kandungan kandungan karbon dalam jerami sorgum dan nitrogen

dalam sludge. Menurut Yani dan Darwis (1990), mikroba yang berperan dalam

proses fermentasi anaerob membutuhkan nutrisi berupa sumber karbon dan

sumber nitrogen. Unsur N banyak terbentuk dari protein sedangkan unsur C

banyak dibentuk oleh karbohidrat, selulosa, lemak, asam-asam organik, dan

alkohol (Susanto, dkk 1988). Karbon akan menjadi sumber makanan dan energi

bagi mikroorganisme dalam pembentukan gas metan, sedangkan adanya

kandungan nitrogen dalam sludge akan mempercepat laju pengkonversian

senyawa organik sederhana menjadi gas metan.

Pengkomposisian substrat yang berasal dari co-digestion jerami sorgum

hasil pra-perlakuan dengan sludge berdasarkan perbandingan jerami

sorgum:sludge, diantaranya komposisi 100:0; 80:20; 60:40: dan 40:60. Dengan

demikian tingkat rasio pencampuran antara jerami sorgum:sludge akan

mempengaruhi tingkat aktifitas metabolisme bakteri anaerobik selama proses

fermentasi anaerob sehingga akan berpengaruh pada kinerja digester dalam

produksi biogas. Pencampuran jerami sorgum-sludge bertujuan agar diperoleh

komposisi optimum yang menghasilkan jumlah gas maksimum. Adapun hasil

karakteristik dari tiap komposisi pada H-0 reaktor ada pada Tabel 7.

Page 34: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

21

Tabel 7. Karakteristik substrat H-0 reaktor

Bahan Parameter analisis (%wb)

pH Kadar air TS Kadar abu VS TKN

100/0 7.2 85.02 ±

0.00

14.98 ±

0.00

0.98 ±

0.00

13.99 ±

0.00

0.04 ±

0.02

80/20 7.3 85.82 ±

0.00

14.18 ±

0.00

1.97 ±

0.00

12.22 ±

0.00

0.04 ±

0.01

60/40 7.3 86.05 ±

0.00

13.95 ±

0.00

3.39 ±

0.00

10.55 ±

0.00

0.05 ±

0.00

40/60 7.2 85.97 ±

0.00

14.03 ±

0.00

3.83 ±

0.45

10.19 ±

0.27

0.05 ±

0.00

Hasil analisis karakteristik tersebut menggambarkan kondisi yang

diberikan terhadap substrat yang akan dilakukan proses fermentasi anaerob. Nilai

pH yang relatif netral bertujuan agar mikroorganisme dapat tumbuh optimum.

Menurut Yani dan Darwis (1990), nilai pH terbaik untuk suatu digester yaitu

sekitar 7.0. Pada Tabel 7 terlihat bahwa semua perlakuan komposisi masih berada

dalam pH netral sehingga kondisi ini dapat mendukung aktifitas bakteri anaerob

selama proses fermentasi.

Kondisi lain yang diinginkan yaitu presentase padatan total sebesar 12%.

Menurut Van Buren (1979), agar dapat beraktifitas normal, bakteri penghasil

biogas memerlukan substrat dengan kadar air 90% dan kadar padatan 8-10%.

Menurut Romli (2013), nilai TS umpan dibawah 10% dikategorikan sebagai

fermentasi basah, sedangkan diatas 20% dikategorikan sebagai fermentasi kering.

Tingginya kadar air pada fermentasi basah menjamin terjadinya kontak interaksi

antara mikroorganisme dengan substrat, sedangkan rendahnya kadar air pada

fermentasi kering membuat rendahnya kontak antara bakteri dengan substrat. Oleh

karena itu besarnya jumlah bahan yang akan dicampurkan menjadi substrat akan

dihitung berdasarkan presentase kadar air dan padatan total masing-masing bahan

yang kemudian disesuaikan dengan presentase padatan total yang diinginkan yaitu

12%. Nilai TS tersebut memberikan kondisi semi kering pada saat fermentasi

anaerob. Kondisi ini diberikan agar susbtrat tidak mengalami kelebihan atau

kekurangan kandungan air. Selain itu agar intensitas kontak antara bakteri anaerob

dengan substrat tetap terjamin sedangkan ukuran volume reaktor yang digunakan

masih dalam skala yang tidak perlu terlalu besar.

Pada Tabel 7 terlihat bahwa besarnya nilai bahan organik dan total

nitrogen tergantung pada banyaknya jerami sorgum atau sludge yang

ditambahkan. Peningkatan nilai kandungan nitrogen seiring dengan semakin

besarnya jumlah sludge yang ditambahkan. Semakin besar nilai bahan organik

menunjukkan semakin besar presentase jerami sorgum yang digunakan. Adapun

besarnya kandungan volatile solid tiap perlakuan dalam (db) ialah 93.43% untuk

komposisi 100:0; 86.13% untuk komposisi 80:20; 75.65% untuk komposisi 60:40;

dan 72.66% untuk komposisi 40:60. Besarnya jumlah jerami sorgum dan sludge

yang ditambahkan berpengaruh pada jumlah nutrien yang akan digunakan

mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik selama proses fermentasi

anaerob. Jumlah bahan yang akan digunakan dari tiap masing-masing sampel

dapat dilihat pada lampiran 3-7.

Page 35: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

22

Kinerja Digester Selama Fermentasi Anaerob

Pada proses fermentasi anaerob, senyawa organik dari jerami sorgum hasil

pretreatment yang telah mengalami biooksidasi parsial akan didekomposisi

menjadi gas metan oleh adanya aktifitas mikroorganisme penghasil biogas. Reaksi

dekomposisi ini memiliki jalur metabolik yang cukup kompleks. Secara umum

reaksi dekomposisi anaerobik digolongkan menjadi empat tahapan, yaitu tahap

hidrolisis, tahap pembentukan asam (asidogenesis), tahap pembentukan asetat

(asetogenesis) dan tahap pembentukan metana (metanogenesis) (Gijzen, 1987).

Menurut Kadir (1987), komponen utama biogas adalah CH4 (55-65%), CO2 (36-

45%), N2 (0-3%), H2 (0-1%), O2 (0-1%), dan H2S (0-1%). Adapun reaksi

keseluruhan ada di Gambar 7.

Gambar 8. Reaksi keseluruhan pembentukan biogas

Perlakuan komposisi substrat 100:0; 80:20; 60:40; dan 40:60 dilakukan

dengan pengulangan dua kali sehingga hasil total volume gas kumulatifnya dapat

dirata-rata dan diperoleh total volume gas yang mewakili tiap perlakuan. Oleh

karena itu dalam grafik total volume dan laju produksi gas terdapat error bars

dengan menggunakan standar deviasi. Error bars tiap data gas semua perlakuan

dihitung standar deviasi dari tiap rata-rata total volume gas perharinya kemudian

diplotkan bersama data gas pada grafik kumulatif gas tersebut. Error bars (standar

deviasi) yang digunakan pada tiap grafik sampel perlakuan menunjukkan besarnya

variasi dari data-data hasil pembentukan gas yang dilakukan sebanyak dua

ulangan tersebut. Apabila besarnya error bars semakin kecil, maka besarnya

variasi data pun semakin kecil. Begitu pula apabila error bars semakin besar,

maka besarnya variasi data juga semakin besar. Adapun grafik total volume dan

laju pembentukan gas disajikan pada Gambar 8.

Gambar 9. Grafik total volume gas kumulatif harian rata-rata (L/kg TS biomassa)

Page 36: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

23

Berdasarkan grafik pada Gambar 8, total volume gas rata-rata tiap sampel

komposisi dalam L/kg TS biomassa secara berurutan yaitu 66.9 untuk komposisi

100:0; 122.3 untuk komposisi 80:20; 115.4 untuk komposisi 60:40; dan 13.4

untuk komposisi 40:60. Grafik tersebut memeperlihatkan bahwa semakin lama

proses fermentasi anaerob berpengaruh pada produksi gas kumulatif yang semakin

meningkat. Selain itu grafik memperlihatkan bahwa gas sudah mulai dihasilkan

pada H-0 pada semua sampel komposisi. Namun, produksi gas yang besar pada

awal proses bukan bearti memiliki kandungan metan (CH4) yang besar, karena

bisa jadi gas yang dihasilkan adalah CO2 dan H2S. Menurut Care (2011), gas yang

pertama terbentuk belum bisa dimanfaatkan karena didominasi oleh CO2,

selanjutnya biogas terbentuk pada hari ke 4-5 sesudah biodigester terisi penuh dan

mencapai puncak pada hari ke 20-25.

Perlakuan susbtrat komposisi 100:0 menunjukkan bahwa telah terjadi fase

lag yang cukup lama yaitu lebih dari 1 bulan karena total volume gas yang

dihasilkan hanya 6.4 L/kg TS biomassa dengan laju produksi gas 0.21 L/hari.

Setelah itu fase eksponensial yang ditandai dengan adanya peningkatan total

volume gas yang terjadi pada hari ke-30 hingga hari terakhir fermentasi hari ke-

102 yaitu 66.9 L/kg TS biomassa dengan laju produksi gas 0.89 L/hari.

Berdasarkan hasil tersebut maka terlihat bahwa laju proses pembentukan gas

perlakuan 100:0 berjalan secara lambat, walaupun besarnya total volume

pembentukan gas terus mengalami peningkatan hingga hari terakhir fermentasi.

Hal ini disebabkan karena pada perlakuan ini besarnya umpan yang dimasukkan

sebagai substrat adalah 100% jerami sorgum sehingga menyebabkan besarnya

kadar volatile solid substrat tinggi. Tingginya jumlah bahan organik menunjukkan

bahwa semakin banyak pula bahan organik yang akan dikonversi oleh

mikroorganisme anaerob menjadi metan sehingga total volume gas yang terbentuk

hingga hari terakhir fermentasi akan semakin bertambah. Namun tidak adanya

penambahan sludge pada substrat jerami sorgum ini menyebabkan tingkat laju

pembentukan gas perlakuan ini cenderung lambat. Perlakuan komposisi 100:0

merupakan salah satu dari dua perlakuan yang memiliki error bars yang besar.

Hal ini terlihat pada grafik Gambar 8 yang memperlihatkan bahwa besarnya error

bars pada perlakuan ini mulai meningkat setelah hari ke-27. Besarnya error bars

ini menunjukkan cukup besarnya variasi data yang dihasilkan oleh perlakuan

100:0.

Perlakuan susbtrat komposisi 80:20 memperlihatkan bahwa telah terjadi

fase lag hanya selama 2 minggu dan menghasilkan total volume produksi gas 7.2

L/kg TS biomassa dengan besarnya laju produksi gas 0.51 L/hari. Total volume

dan laju produksi gas perlakuan 80:20 selama fase lag merupakan yang terbesar

dibanding dengan perlakuan lainnya. Selain itu lamanya fase lag berlangsung

secara singkat dan cenderung tidak berbeda dengan perlakuan 60:40 yang hanya 2

minggu. Setelah itu total volume produksi gas meningkat dengan tajam pada fase

eksponensial hingga hari ke-81 yaitu menjadi 117.4 L/kg TS biomassa dengan

laju produksi sebesar 1.65 L/hari. Laju produksi gas perlakuan ini selama fase

eksponensial masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan 60:40.

Namun peningkatan total volume gas setelah hari ke-81 mulai melambat hingga

hari ke-102 dan mencapai 122.3 L/kg TS biomassa.

Perlakuan komposisi 80:20 menghasilkan laju produksi gas yang lebih cepat

dan pada akhirnya menghasilkan total volume gas kumulatif yang paling besar

Page 37: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

24

dibandingkan dengan perlakuan komposisi lainnya. Total volume dan laju

pembentukan gas yang optimum ini disebakan karena terpenuhinya nutrisi

optimum yang dibutuhkan mikroorganisme anaerob selama proses fermentasi.

Oleh karena itu komposisi substrat yang terdiri dari 80% jerami sorgum dan 20%

sludge merupakan komposisi ideal subtrat yang dimasukkan ke dalam reaktor. Hal

ini menandakan bahwa besarnya jumlah bahan organik jerami sorgum pada

substrat diimbangi dengan adanya penambahan sludge yang sesuai. Dengan kata

lain adanya penambahan sludge dengan jumlah ideal menyebabkan kandungan

nitrogen di dalamnya berpengaruh pada aktifitas metabolisme mikroorganisme

anaerob yang secara optimum mempercepat pendegradasian bahan organik. Selain

perlakuan komposisi 100:0, perlakuan komposisi 80:20 juga memiliki error bars

yang besar. Hal ini dapat terlihat pada grafik yang menunjukkan bahwa semakin

setelah hari ke-30 maka besarnya error bars perlakuan 100:0 semakin besar,

sedangkan pada awal waktu fermentasi hingga hari ke-30 besarnya error bars

masih kecil. Dengan demikian besarnya variasi data pada perlakuan ini meningkat

seiring dengan lamanya waktu fermentasi.

Perlakuan substrat komposisi 60:40 menghasilkan laju produksi gas yang

cenderung tidak berbeda dengan perlakuan komposisi 80:20. Hal ini dikarenakan

grafik pembentukan gas 60:40 masih dalam range error bars (standar deviasi)

perlakuan 80:20. Selain itu jika dilihat pada Gambar 8, grafik pembentukan gas

perlakuan 60:40 cenderung tidak berbeda dengan perlakuan 80:20. Grafik

perlakuan 60:40 menunjukkan variasi data yang cukup kecil sesuai dengan error

bars yang diperlihatkan pada gambar di atas. Tingkat variasi data yang rendah

sudah terlihat sejak awal waktu fermentasi hingga akhir waktu fermentasi. Pada

perlakuan komposisi 60:40, fase lag perlakuan komposisi ini terjadi selama 2

minggu dan memiliki total volume gas kumulatif yang berada di bawah perlakuan

komposisi 100:0 yaitu hanya 1.9 L/kg TS biomassa dengan besarnya laju produksi

gas 0.14 L/hari. Besarnya laju produksi gas selama fase lag tersebut lebih rendah

dibanding dengan perlakuan 80:20. Namun setelah minggu ke-2 total volume

produksi gas meningkat tajam pada fase eksponensial hingga hari ke-55 yang

mencapai 104.6 L/kg TS biomassa dengan laju produksi gas sebesar 2.89 L/hari.

Besarnya laju produksi gas perlakuan 80:20 selama fase eksponensial adalah yang

terbesar dibanding dengan perlakuan lainnya. Selain itu total volume gas pada

fase eksponensial perlakuan 60:40 sempat lebih besar dibandingkan dengan

perlakuan 80:20 yaitu pada hari ke-28 hingga hari ke-55.

Peningkatan laju dan total volume pembentukan gas perlakuan 60:40

disebabkan karena jumlah penambahan sludge pada substrat jerami sorgum

sebesar 40% dari komposisi substrat, jumlah tersebut lebih besar dibanding

dengan perlakuan 80:20 yang hanya 20% dari komposisi substrat. Oleh karena itu

tingginya jumlah nitrogen yang terkandung di dalam substrat perlakuan 60:40

membuat laju pendegradasian bahan organik menjadi lebih cepat. Tingginya laju

pembentukan gas ini membuat total volume gas yang terbentuk juga meningkat.

Namun setelah hari ke-71 laju produksi gas semakin lambat hingga hari ke-91

yang mencapai 115.3 L/kg TS biomassa. Hal ini menandakan bahwa telah

banyaknya bahan organik yang terdegradasi oleh mikroorganisme menjadi gas.

Besarnya total volume gas yang terbentuk masih di bawah perlakuan komposisi

80:20. Penurunan laju dan total volume pembentukan gas ini disebabkan karena

komposisi substrat 60:40 ini sudah tidak ideal bagi aktifitas metabolisme

Page 38: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

25

mikroorganisme. Selain itu banyaknya bahan organik yang telah terdegradasi di

awal fermentasi membuat susbtrat minim bahan organik. Oleh karena itu pada

grafik terlihat bahwa setelah hari ke-91 terjadi fase stationer hingga hari ke-102

laju produksi gas kumulatif melambat dan hanya mencapai 115.4 L/kg TS

biomassa.

Perlakuan substrat komposisi 40:60 menghasilkan laju dan total produksi

gas terkecil. Hal ini terlihat pada grafik di atas yang menunjukkan bahwa fase lag

terpanjang dimiliki oleh perlakuan yaitu selama 38 hari yang hanya menghasilkan

total volume gas sebesar 1.8 L/kg TS biomassa dengan laju produksi gas 0.05

L/hari. Setelah itu fase eksponensial hanya terjadi dari hari ke-39 ke hari ke-66

yang hanya mencapai 12.6 L/kg TS biomassa dengan besarnya laju produksi gas

0.35 L/hari. Besarnya laju dam total volume produksi gas perlakuan 40:60 baik

pada fase lag maupun fase stasioner merupakan yang terendah dibandingkan

dengan perlakuan lainnya. Selain itu perlakuan komposisi ini memiliki fase

stationer terpanjang yang terjadi setelah hari ke-66 hingga akhir fermentasi pada

hari ke-102 dengan total volume gas kumulatif hanya 13.4 L/kg TS biomassa.

Rendahnya laju dan total volume pembentukan gas ini disebabkan karena substrat

yang dimasukkan hanya terdiri dari 40% jerami sorgum, sedangkan penambahan

sludge sangat tinggi yaitu 60% dari komposisi substrat. Rendahnya kandungan

bahan organik pada substrat menyebabkan rendahnya kandungan bahan organik

yang akan didegradasi oleh mikroorganisme anaerob sehingga berpengaruh pada

rendahnya total volume gas yang dihasilkan. Hal tersebut diperparah dengan

tingginya kandungan nitrogen pada substrat yang berasal dari sludge sehingga

menyebabkan adanya kelebihan kandungan nitrogen pada substrat.

Kelebihan kandungan nitrogen dapat menjadi inhibitor bagi aktifitas

metabolisme mikroorganisme selama proses fermentasi. Adanya kelebihan

kandungan nitrogen ini dapat menyebabkan inhibisi amonia atau proses dimana

nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk ammonium (CH4+) dan

ammonia bebas (NH3), yang dimana NH3 dapat menjadi inhibitor selama proses

fermentasi karena bersifat permeabel dan toksik sehingga dapat menyebabkan

peningkatan pH. Jika pH lebih tinggi dari 8,5 maka akan mengakibatkan pengaruh

yang negatif pada populasi bakteri metanogen sehingga akan mempengaruhi laju

pembentukan biogas dalam reaktor. Selain itu senyawa NH3 dapat berdifusi ke

dalam sel mikroorganisme sehingga menyebabkan ketidakseimbangan proton

serta defisiensi kalium. Selain itu jika konsentrasinya sudah mencapai 1.7-14 g/L

maka Total Ammonia Nitrogen (TAN) dapat mengakibatkan penurunan produksi

metan hingga 50% (Anonim, 2013). Oleh karena itu pada grafik di atas

menunjukkan bahwa hasil total volume dan laju pembentukan gas perlakuan

40:60 sangat rendah. Selain itu grafik pembentukan gas perlakuan 40:60

menunjukkan variasi data yang cukup kecil sesuai dengan error bars yang

diperlihatkan pada gambar di atas. Tingkat variasi data yang rendah sudah terlihat

sejak awal waktu fermentasi hingga akhir waktu fermentasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas terlihat bahwa co-

digestion jerami sorgum yang telah mengalami pra-perlakuan dengan sludge dapat

mempengaruhi total volume dan laju pembentukan gas yang dihasilkan.

Walaupun besarnya total volume dan laju pembentukan gas tiap perlakuan

komposisi tidak serupa. Pengaruh pencampuran kedua bahan ini menyebabkan

adanya kandungan mikro nutrien yang dibutuhkan bakteri dalam mengoksidasi

Page 39: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

26

material organik serta adanya transformasi nutrisi sehingga sangat baik jika

digunakan sebagai material bibit pada proses fermentasi anaerob dalam produksi

biogas. Selain itu menurut Setiawan (1996), sludge memiliki kelebihan lain yaitu

setelah keluar dari digester biasanya sludge telah matang karena telah mengalami

proses penguraian di dalam alat. Adapun bakteri yang umum dijumpai adalah

Zooglea, Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, Bacillus, Achromobacter,

Corynebacterium, Comomonas, Brevibacterium, dan Acinetobacter. Banyaknya

kandungan bakteri yang berperan dalam oksidasi material organik dan

transformasi nutrisi membuat sludge sangat baik jika digunakan sebagai material

bibit pada proses fermentasi anaerob dalam produksi biogas.

Pencampuran jerami sorgum-sludge dengan komposisi pencampuran 80:20

dan 60:40 berpengaruh positif terhadap kinerja digester dalam mempersingkat

fase lag, mempercepat laju pembentukan biogas, serta meningkatkan yield biogas

umpan. Pengaruh positif dengan adanya pencampuran jerami sorgum-sludge ini

lebih disebabkan karena adanya keseimbangan komposisi substrat dalam umpan,

terutama komposisi antara karbon dan nitorgen. Oleh karena itu rasio C/N substrat

merupakan faktor penting yang berpengaruh pada aktifitas metabolisme

mikroorganisme dalam produksi gas.

Pencampuran antara 20% sludge ke dalam 80% jerami sorgum setelah pra-

perlakuan dengan basis 300 gram memiliki laju produksi optimum sehingga

menghasilkan total volume gas kumulatif maksimum. Dengan demikian perlakuan

komposisi jerami sorgum:sludge 80:20 memiliki jumlah nutrisi optimum yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk aktifitas metabolisme pertumbuhannya

dalam mendegradasi bahan organik sehingga mendukung terbentuknya total

volume dan laju produksi gas secara maksimal. Namun jika komposisi optimum

tersebut tidak terpenuhi lagi maka akan berpengaruh negatif terhadap kinerja

digester dalam proses pembentukan gas. Oleh karena itu komposisi 60:40 tidak

lagi ideal sehingga menyebabkan total volume dan laju pembentukan gas

cenderung menurun dan rendah. Hal ini disebabkan karena banyaknya bahan

organik yang telah terdegradasi di awal fermentasi sehingga membuat susbtrat

minim bahan organik. Sama halnya dengan komposisi 60:40, total volume dan

laju produksi gas pada sampel komposisi 100:0 dan 40:60 berada di bawah sampel

komposisi optimum. Adanya kelebihan atau kekurangan salah satu dari kedua

nutrisi tersebut sangat berpengaruh pada total volume dan laju produksi gas yang

dihasilkan

Apabila kandungan nilai karbon terlalu tinggi dibanding nitrogen maka

nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi

kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon,

akibatnya gas yang dihasilkan menjadi rendah. Sebaliknya jika nitrogen terlalu

besar maka dapat terjadi inhibisi ammonia yang dapat menjadi inhibitor bagi

aktifitas metabolisme mikroorganisme selama proses fermentasi anaerob.

Rendahnya total gas dan laju produksi gas yang dihasilkan dipengaruhi oleh

beberapa faktor perlakuan awal bahan yang digunakan, diantaranya kondisi sludge

yang sedang tidak beroperasi di dalam unit pengelolaan limbah sehingga tidak

terlalu banyak mengandung zat pengurai yang baik untuk menghidrolisis bahan

yang masih baru dan jerami sorgum yang hanya dipanen selama 70 hari dari yang

semestinya 3 bulan atau 90 hari sehingga lebih berair dan berpengaruh pada

produksi gas.

Page 40: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

27

Karakteristik Perlakuan Komposisi Jerami Sorgum:Lumpur (60:40)

Pertumbuhan gas akan optimum jika substrat yang dimasukkan memiliki

nutrisi yang optimum. Oleh karena itu pada awal penelitian difokuskan bahwa

sampel dengan komposisi 60:40 karena dianggap memiliki perbandingan yang

cukup ekstrim sehingga dianalisis tiap 2 minggu, dimulai dari hari ke-0 (H-0);

minggu ke-2 (H-14); minggu ke-4 (H-28); minggu ke-6 (H-42); minggu ke-12 (H-

84) dan hari ke-102 (H-102). Karakteristik dilakukan terhadap digestat dan

leachate dari substrat. yang dilakukan terhadap digestat berupa kadar air, %TS,

%VS, kadar abu, dan TKN, sedangkan karakteristik terhadap leachate berupa

COD dan VFA.

Adanya karakteristik pada sampel 60:40 tiap dua minggu ini menunjukkan

reaksi yang terjadi selama proses fermentasi anaerob dalam reaktor. Selain itu

karakteristik ini dapat menerangkan proses pembentukan gas metan yang berasal

dari proses pendegradasian bahan organik oleh mikroorganisme. Dengan kata lain

hasil karakteristik sampel komposisi 60:40 tiap dua minggu ini dapat menjadi

parameter pertumbuhan gas metan dan aktifitas metabolisme mikroorganisme

selama proses fermentasi anaerob di reaktor sehingga menyebabkan adanya

perubahan kondisi dan kinerja substrat ketika dalam reaktor anaerobik. Hasil

karakteristik digestat perlakuan komposisi 60:40 disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Karakteristik digestat perlakuan komposisi 60:40

Bahan

Parameter analisis (%wb)

pH Kadar air TS Kadar abu VS TKN

H-0 7.3 86.05 ±

0.00

13.95 ±

0.00

3.39 ±

0.00

10.55 ±

0.00

0.05 ±

0.00

H-14 7 86.44 ±

0.03

13.56 ±

0.03

3.23 ±

0.36

10.33 ±

0.32

0.05 ±

0.00

H-28 8 86.45 ±

0,01

13.55 ±

0.01

3.25 ±

0.21

10.30 ±

0.21

0.05 ±

0.00

H-42 8 86.46 ±

0,01

13.54 ±

0.01

3.33 ±

0,17

10.20 ±

0.16

0.06 ±

0.00

H-84 8 87.94 ±

0.35

12.06 ±

0.35

2.43 ±

1.28

9.63 ±

1.63

0.07 ±

0,00

H-102 8 91.74 ±

0.04

8.26 ±

0.04

2.06 ±

0.27

6.21 ±

0.23

0.09 ±

0.01

Sedangkan hasil karakteristik leachate perlakuan komposisi 60:40 disajikan

pada Tabel 9.

Page 41: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

28

Tabel 9. Karakteristik leachate perlakuan komposisi 60:40

Parameter

Nilai (mg/L)

Hari

ke-0

Hari

ke-14

Hari

ke-28

Hari

ke-42

Hari

ke-84

Hari

ke-102

80:20

Hari

ke-102

COD - 9509 1132 5077 2587 1947 4552

VFA - 599.6 - 1130 - 182.1 108.5

Asetat - 299.1 - 305.3 - 107.6 53.2

Propionat - 116 - 633.4 - 58.1 41.7

iso-Butirat - 20.3 - 13.9 - 1.0 0.7

n-Butirat - 65.6 - 62.2 - 3.5 4.8

iso-Valerat - 36.3 - 64.9 - 5.9 4.3

n-Valerat - 62.3 - 50.3 - 6.0 3.9

Hasil karakteristik pada Tabel 8 memperlihatkan bahwa adanya reaksi yang

terjadi selama fermentasi anaerob sehingga menyebabkan terjadinya perubahan

kondisi dan nilai karakteristik substrat pada beberapa parameter. Pada tabel

terlihat bahwa nilai pH substrat cenderung menurun pada dua minggu awal yaitu

dari 7,3 menjadi 7. Menurut Buyukkamaci dan Fillibeli (2004), nilai pH pada

awal perlakuan menunjukkan proses pengasaman dan perubahan bahan organik.

Penurunan pH substrat menjadi asam menunjukkan bahwa fermentasi masih

berada dalam tahap asidifikasi, dimana bakteri asedogenik mendekomposisi bahan

menjadi asam-asam lemak yang mudah menguap yang mengandung banyak asam

asetat dan sedikit asam butirat, propionat, serta laktat. Selain itu pembentukan

asam laktat oleh bakteri asetogenik di tahap asetogenesis penting untuk kelanjutan

produksi gas metana pada tahap metanogenesis. Banyaknya pembentukan asam

organik ini belum dapat diimbangi oleh kinerja bakteri metanogen dalam

mengkonsumsi asam organik menyebabkan adanya akumulasi VFA (Volatile

Fatty Acid). Perubahan nilai pH memiliki korelasi dengan perubahan total VFA

substrat. VFA merupakan parameter untuk membuktikan terjadinya perombakan

selama proses pembentukan biogas. Analisis VFA dilakukan pada awal fermentasi

(hari ke-14), tengah fermentasi (hari ke-42), dan akhir fermentasi (hari ke-102)

yang bertujuan untuk mengetahui penurunan dan kenaikan nilai VFA substrat.

Hasil pada Tabel 9 memperlihatkan total VFA pada hari ke-14 adalah 599.6

mg/L. Kandungan VFA yang paling dominan adalah asam asetat sebesar 299.1

mg/L dan sisanya adalah asam propionat, iso-Butirat, n-Butirat, n-Valerat, dan

iso-Valerat. Total VFA meningkat pada hari ke-42 menjadi 1130 mg/L, begitu

pula dengan nilai asam asetat yang turut meningkat menjadi 305.3 mg/L walaupun

asam organik yang dominan adalah asam propionat sebesar 633.4 mg/L.

Peningkatan total VFA ini menyebabkan penurunan nilai pH yang

menunjukkan bahwa adanya akumulasi pembentukan asam organik yang belum

terdekomposisi oleh bakteri anaerobik menjadi gas metan. Sebagaimana telah

dinyatakan oleh Romli (2013) bahwa bakteri asidogen memiliki laju pertumbuhan

yang lebih tinggi dibanding dengan bakteri metanogen. Angga (2011) melaporkan

bahwa ketika pH turun akibat akumulasi VFA, maka alkalinitas yang ada dalam

Page 42: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

29

sistem akan menetralkan asam dan menghambat penurunan pH lebih lanjut. Selain

itu Romli (2010) menerangkan bahwa sistem penanganan anaerobik memiliki

kapasitas untuk menyangga pH karena adanya alkalinitas yang dihasilkan oleh

kesetimbangan karbon dioksida dan ion karbonat dengan ion ammonium sebagai

kation utamanya. Dalam reaktor, karbon dioksida ada dalam kesetimbangan

dengan asam karbonat, yang terdisosiasi memberikan hidrogen dan ion karbonat.

Proses anaerobik juga mengandung sistem penyangga berbasis asam-asam lemah

lainnya, ammonia dan asam-asam ortofosfat serta asam-asam mudah menguap,

tetapi sistem asam karbonat adalah yang memiliki peranan paling penting (Romli,

2010).

Jika hasil pada Tabel 8 dan 9 dihubungkan dengan grafik Gambar 8 maka

terlihat saat memasuki hari ke-21 hingga hari ke-102 terjadi penurunan total

volume dan laju produksi gas serta diikuti penurunan total kandungan asam

organik pada perlakuan 60:40 pada H-102 sebesar 182.1 mg/L dengan kandungan

asam organik dominan berupa asam asetat yaitu 107.6 mg/L. Penurunan nilai

VFA yang terjadi pada perlakuan komposisi 60:40 serupa dengan yang terjadi

pada perlakuan komposisi 80:20. Jika dibandingkan dengan perlakuan komposisi

60:40 maka komposisi 80:20 memiliki jumlah VFA yang lebih rendah. Besarnya

jumlah VFA pada perlakuan komposisi 80:20 ialah 108.5 mg/L dengan jenis asam

organik dominan yaitu asam asetat sebesar 50.3. mg/L. Adanya penurunan nilai

VFA menandakan bahwa sebagian asam asetat telah terkonversi oleh bakteri

metanogen menjadi metan. Sedangkan sisanya masih akan diproses kembali

menjadi asam asetat sehingga memungkinkan perlakuan komposisi 80:20 dan

60:40 masih akan mengalami pembentukan gas walaupun secara lambat. Selain

itu lebih rendahnya nilai VFA perlakuan 80:20 dibanding 60:40 menunjukkan

bahwa jumlah asam asetat yang terdapat dalam perlakuan 80:20 lebih banyak

yang telah dikonversi oleh bakteri metanogen menjadi metan dibandingkan

dengan perlakuan 60:40. Oleh karena itu jika dilihat pada grafik pertumbuhan gas

maka total volume yang dihasilkan pada perlakuan 80:20 lebih tinggi

dibandingkan perlakuan 60:40.

Seiring dengan adanya penurunan nilai VFA terjadi peningkatan nilai pH

menjadi basa pada perlakuan 60:40 yaitu 8. Peningkatan nilai pH ini karena

adanya aktifitas bakteri metanogen dalam merombak asam asetat, CO2, dan

hidrogen pada proses metagonesis untuk menghasilkan metana sehingga nilai

keasaman berangsur-angsur akan menuju pH yang lebih basa. Perubahan pH

menjadi 8 masih dalam optimum produksi biogas, karena menurut Buyukkamaci

dan filibeli 2004, bakteri metanogen bisa tumbuh pada pH 6.5-8.5.

Menurut Van Buren (1979), agar dapat beraktifitas normal, bakteri

penghasil biogas memerlukan substrat dengan kadar air 90% dan kadar padatan 8-

10%. Oleh karena kondisi awal padatan total yang diinginkan yaitu 12% maka

besarnya nilai kadar air awal berkisar pada 88%. Pengaturan padatan total tersebut

bertujuan agar selama proses fermentasi anaerob berlangsung tidak terjadi

kekurangan atau kelebihan air pada substrat yang dapat mengakibatkan aktifitas

metabolisme bakteri metan terganggu. Hasil analisis pada Tabel 8 menunjukkan

bahwa besarnya kadar air perlakuan 60:40 mengalami peningkatan (wb) yaitu dari

86.05% pada H-0 menjadi 86.44 pada H-14; 86.45% pada H-28; 86.46% pada H-

42; 87.94% pada H-84; dan 91.74% pada H-102. Peningkatan kadar air

berbanding terbalik dengan nilai padatan total yang kian menurun (wb) yaitu dari

Page 43: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

30

13.95% pada H-0 menjadi 13.56 pada H-14; 13.55% pada H-28; 13.54% pada H-

42; 12.06% pada H-84; dan 8.26% pada H-102.

Besarnya presentase penurunan nilai padatan total perlakuan 60:40 selama

102 fermentasi hari yaitu sebesar 40.79%, sedangkan besarnya nilai presentase

peningkatan kadar air hanya 6.61%. Penurunan nilai padatan total dan

peningkatan kadar air menunjukkan adanya aktifitas metabolisme mikroorganisme

dalam mendegradasi senyawa organik makro menjadi mikro molekul yang lebih

sederhana. Pada proses hidrolisis terdapat perombakan protein menjadi asam-

asam amino, karbohidrat menjadi glukosa, serta lemak menjadi asam lemak.

Senyawa mikro molekul tersebut kemudian akan melalui proses pengasaman

hingga menghasilkan asam asetat lalu akan dikonversi oleh bakteri metan hingga

menghasilkan metan dan hasil samping berupa uap air.

Penurunan nilai padatan total mengindikasikan terjadinya penurunan

kandungan volatile solid. Produksi gas yang dihasilkan semakin lama semakin

meningkat hingga akhirnya akan kembali menurun. Penurunan produksi gas

menunjukkan bahwa bahan organik yang ada pada substrat telah sebagian

didegradasi oleh bakteri. Sebagian besar padatan total akan digunakan oleh bakteri

untuk berkembangbiak. Padatan yang digunakan disebut juga volatile solid atau

padatan organik. Volatile solid berasal dari kandungan organik bahan. Volatile

Solid (VS) merupakan bahan makanan untuk proses hidrolisis dan pembentukan

asam secara anaerob (Hartono 2009). Hasil pada tabel 7 menunjukkan adanya

penurunan nilai VS dari mulai H-0 hingga H-102 yaitu dari 10.55% (wb) atau

75.65% (db) menjadi 6.21% atau 58.53% (db). Besarnya penurunan nilai padatan

organik selama 102 hari fermentasi mencapai 41.14%. Presentase nilai penurunan

volatile solid tersebut cenderung masih rendah jika dibandingkan dengan

penurunan kandungan bahan organik sempurna yaitu 100%. Adapun menurut

Romli (2013), efisiensi penyisihan bahan organik dalam digester dipengaruhi oleh

banyak faktor. Selain terkait dengan kualitas umpan, desain dan kondisi operasi

digester juga sangat berpengaruh terhadap efisiensi penyisihan. Rendahnya

efisiensi penurunan volatile solid pada penelitian ini dimungkinkan disebabkan

oleh desain digester yang tidak berpengaduk ketika di dalam reaktor fermentasi

dan tidak adanya resirkulasi lindi yang dapat menghasilkan efek pengadukan.

Penurunan volatile solid menunjukkan adanya bahan organik yang terurai

oleh aktivitas metabolisme bakteri selama proses fermentasi anaerob. Penurunan

nilai VS ini berhubungan dengan produksi gas pada suatu unit digester. Pada

Gambar 8 terlihat bahwa saat perlakuan 60:40 memasuki H-21, H-42, H-84, dan

H-102 grafik produksi gas terus mengalami peningkatan. Dengan kata lain

semakin meningkatnya total volume dan laju produksi gas maka VS akan semakin

menurun.

Menurut Wahyuni (2010) dalam Haryati (2006), bakteri yang terlibat dalam

proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen yang sesuai dengan kebutuhan

organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi lingkungan yang optimum.

Aktivitas mikroorganisme membutuhkan nutrisi berupa karbon sebagai penyedia

energi untuk pertumbuhan dan nitrogen sebagai zat pembangun sel

mikroorganisme dan sintesis protein. Karbon yang terdapat dalam bahan organik

akan didegradasi oleh mikroorganisme anaerob menjadi metan, sedangkan

nitrogen berpengaruh pada laju pembentukan gas. Berdasarkan hasil analisis

selama fermentasi kandungan karbon organik berkurang dan nitrogen organik

Page 44: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

31

relatif tetap. Penurunan nilai volatile solid mengidentifikasikan penurunan jumlah

karbon organik. Sedangkan untuk mengetahui kandungan nitrogen organik dalam

bahan digunakan metode Total Kjedahl Nitrogen (TKN). Berdasarkan Tabel 8,

hasil total nitrogen substrat cenderung meningkat berturut-turut yaitu 0.05% (wb)

atau 0.36% (db) di H-14; 0.05% (wb) atau 0.38 (db) di H-28; 0.06% (wb) atau

0.42% (db) di H-42; 0.07% (wb) atau 0.61% (db) di H-84; serta 0.09% di H-102.

selama 102 hari yaitu sebesar 106.52% dari total nitrogen H-0 reaktor. Nilai N

total yang semakin meningkat ini seiring dengan lamanya waktu fermentasi, hal

ini berbanding terbalik dengan kandungan C atau nilai VS.

Namun secara keseluruhan selama fermentasi terjadi penurunan total

nitrogen pada H-0 ke H-102 yaitu 0.05% (wb) atau 3.38% (db) di H-0 menjadi

0.61% (db) di H-84; serta 0.09% di H-102. Nitrogen digunakan oleh bakteri

metan sebagai nutrisi dalam proses pendegradasian bahan organik. Oleh karena itu

peningkatan total nitrogen selama fermentasi terjadi secara tidak signifikan.

Penyebabnya karena bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih

cepat dibandingkan nitrogen. Oleh karena itu unsur N cenderung tertahan dalam

tumpukan fermentasi dan selama proses dekomposisi unsur N yang hilang hanya

5% sedangkan unsur C yang hilang sebanyak 50% (Alexander, 1977).

Semakin lama proses fermentasi semakin banyak pula bahan organik yang

dikonversi menjadi metan. Namun dalam prosesnya unsur nitrogen yang terdapat

di dalam substrat tidak semuanya digunakan sebagai sumber nutrisi. Dengan kata

lain penggunaan unsur nitrogen sebagai nutrisi oleh mikroorganisme dalam proses

fermentasi anaerob tidak sebanyak penggunaan karbon organik. Oleh karena itu

menyebabkan unsur N banyak yang tertumpuk di dalam substrat sehingga

terakumulasi dan menjadi tinggi jumlahnya sedangkan nilai bahan organik terus

menurun.

Proses pendegradasian substrat yang mengandung bahan organik oleh

mikroba dengan menggunakan nitrogen selama fermentasi menyebabkan adanya

perubahan terhadap jumlah COD pada leachate substrat. Nilai COD menunjukkan

banyaknya bahan organik terlarut yang terkandung dalam leachate substrat.

Tingginya nilai COD pada minggu ke-2 yaitu sebesar 9509 mg/L disebabkan

karena adanya kandungan senyawa terlarut hasil dari proses hidrolisis pada

substrat, seperti glukosa, asam amino, dan asam lemak. Senyawa terlarut tersebut

akan menjadi umpan pada tahap asetogenik untuk menghasilkan produk berupa

asam organik dan alkohol. Adanya kandungan asam organik tersebut

menyebabkan adanya kandungan VFA pada leachate substrat. Nilai VFA dan

COD berperan dalam menggambarkan proses pembentukan biogas.

Berdasarkan hasil yang telah diuraikan pada Tabel 9, besarnya nilai VFA

pada minggu ke-2 yaitu 599.6 mg/L belum terlalu tinggi jika dibandingkan

dengan minggu ke-6 yaitu 1130 mg/L. Hal disebabkan karena masih adanya

sebagian asam organik dan alkohol yang belum dikonversi menjadi VFA. Namun

asam organik dan alkohol tersebut tidak dapat langsung dikonversi menjadi

metana. Oleh karena itu asam lemak akan didegradasi menjadi asam asetat,

sedangkan alkohol akan diooksidatif menjadi asam asetat. Pembentukan asam

asetat tersebut menyebabkan meningkatnya nilai asam asetat dalam VFA pada

minggu ke-6 yaitu menjadi 305.3 mg/L sehingga berpengaruh pada peningkatan

nilai VFA di minggu ke-6. Adanya peningkatan nilai VFA seiring dengan adanya

Page 45: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

32

peningkatan nilai COD dari minggu ke-4 ke minggu ke-6 yaitu menjadi 5077

mg/L.

Peningkatan kedua parameter tersebut menandakan bahwa semakin

tingginya jumlah padatan organik terlarut yang terdapat di dalam leachate

substrat. Menurut Triyanto (1992), kenaikan nilai COD bukan disebabkan oleh

hadirnya senyawa-senyawa organik sederhana akibat hidrolisis polimer organik

tetapi senyawa tersebut belum dirombak lebih lanjut oleh bakteri menjadi biogas.

Oleh karena itu peningkatan nilai COD pada substrat ini mengindikasikan adanya

penambahan kandungan senyawa organik yang baru terdegradasi pada proses

asetogenik. Selain itu dengan adanya kenaikan nilai COD substrat bukan berarti

konsumsi senyawa organik oleh mikroorganisme berhenti, namun laju penguraian

senyawa organik kompleks menjadi senyawa sederhana lebih cepat dibanding

konsumsi substrat oleh mikroorganisme.

Asam asetat yang telah terbentuk akan dikonversi menjadi metan dan

karbondiooksida sehingga menyebabkan terjadinya penurunan nilai VFA menjadi

182.1 mg/L dan nilai COD menjadi 1947 mg/L pada hari H-102 fermentasi. Oleh

karena itu jika dilihat pada Tabel 9 maka secara keseluruhan terjadi penurunan

nilai COD dan VFA selama proses fermentasi anaerob walaupun besarnya

penurunan nilai COD dan VFA relatif fluktuatif dari awal fermentasi anaerob

hingga akhir proses fermentasi anaerob (H-102). Penurunan kedua nilai parameter

tersebut disebabkan adanya penurunan jumlah bahan organik terlarut di dalam

leachate substrat akibat adanya aktifitas bakteri metanogen dalam merombak

bahan organik terlarut berupa VFA menjadi metan dan karbondiooksida.

Karakterisitik Digestat dan Leachate Seluruh Sampel H-102

Romli (2010), digestat merupakan lumpur yang terdiri dari padatan tak

tercerna, massa sel, nutrient terlarut, bahan inert, dan air. Digestat dengan kualitas

baik dapat digunakan untuk perbaikan struktur tanah dan yang kurang baik dapat

digunakan untuk landfilling atau bioremediasi tanah. Lindi adalah larutan dari

hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari tanaman, kotoran

hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Hasil

karakteristik yang terjadi pada digestat H-102 seluruh sampel perlakuan dapat

dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik digestat H-102 seluruh perlakuan

Bahan

Parameter analisis (%wb)

pH Kadar air TS Kadar

abu

VS TKN

100/0 8 87.06 ±

0.44

12.94 ±

0.44

1.20 ±

0.46

11.74

± 0.03

0.14 ±

0.01

80/20 7.5 89.22 ±

1.28

10.78 ±

1.27

1.49 ±

0.14

9.29 ±

1.12

0.11 ±

0.01

60/40 8 91.74 ±

0.04

8.26 ±

0.04

2.06 ±

0.27

6.21 ±

0.23

0.09 ±

0.01

40/60 7.5 88.14 ±

0.11

11.87 ±

0.11

3.19 ±

0.38

8.66 ±

0.46

0.11 ±

0.01

Page 46: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

33

Hasil pada Tabel 10 memperlihatkan adanya aktifitas mikroorganisme

selama fermentasi berlangsung yang menyebabkan adanya perubahan kondisi

nilai karakteristik awal substrat pada beberapa parameter. Nilai pH seluruh sampel

perlakuan pada H-102 cenderung meningkat yaitu dari 7,2 menjadi 8 untuk

komposisi 100:0; 7.3 menjadi 7.5 untuk komposisi 80:20; 7.3 menjadi 8 untuk

komposisi 60:40; dan 7.2 menjadi 7.5 untuk komposisi 40:60. Hal tersebut

menunjukkan adanya aktifitas metabolisme bakteri metanogen dalam merombak

asam asetat, CO2, dan hidrogen dalam tahap metanogenesis untuk menghasilkan

metana sehingga nilai keasaman berangsur-angsur akan menuju pH yang lebih

basa. Perubahan pH menjadi 8 masih dalam optimum produksi biogas, karena

menurut Buyukkamaci dan filibeli (2004), bakteri metanogen bisa tumbuh pada

pH 6.5-8.5.

Adanya aktifitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik

selama proses fermentasi menyebabkan adanya peningkatan kadar air dan

penurunan padatan total dari H-0 hingga H-102. Besarnya presentase peningkatan

kadar air selama 102 hari fermentasi untuk setiap perlakuan yaitu hanya sebesar

2.40% untuk komposisi 100:0; 3.96% untuk komposisi 80:20; 6.61% untuk

komposisi 60:40; dan 2.52% untuk komposisi 40:60. Peningkatan kadar air ini

berhubungan dengan adanya penurunan padatan total. Hal ini disebabkan sebagian

dari padatan total merupakan bahan organik yang akan didegradasi oleh

mikroorganisme untuk menjadi metan. Adapun besarnya presentase penurunan

padatan total seluruh sampel perlakuan selama 102 hari fermentasi yaitu sebesar

13.62% untuk komposisi 100:0; 23.98% untuk komposisi 80:20; 40.79% untuk

komposisi 60:40; dan 15.40% untuk komposisi 40:60.

Berdasarkan besarnya nilai presentase yang telah diuraikan di atas maka

perlakuan komposisi 80:20 dan 60:40 memiliki nilai peningkatan kadar air dan

penurunan padatan total yang tinggi. Hal ini menunjukkan mikroorganisme telah

berkembangbiak dengan baik sehingga dapat mendegradasi sebagian padatan total

yang berupa bahan organik secara maksimal. Proses pendegradasian tersebut

menghasilkan hasil samping berupa air sehingga menyebabkan kandungan air

dalam digestat meningkat. Adanya peningkatan nilai kadar air dan penurunan nilai

padatan total substrat mengindikasikan terjadinya produksi gas.

Penurunan padatan total tersebut menunjukkan bahwa adanya penurunan

bahan organik. Hal tersebut disebabkan karena sebagian dari total padatan adalah

bahan organik atau volatile solid yang merupakan bahan yang akan dikonversi

oleh mikroorganisme menjadi metan. Volatile Solid (VS) merupakan bahan

makanan untuk proses hidrolisis dan pembentukan asam secara anaerob (Hartono

2009). Selain itu di dalam VS juga terkandung bahan organik karbon. Adapun

penurunan kandungan volatile solid pada H-0 ke H-102 dalam (db) ialah 93.43%

menjadi 78.97% untuk komposisi 100:0; 86.13% menjadi 68.91% untuk

komposisi 80:20; 75.65% menjadi 58.53% untuk komposisi 60:40; dan 72.66%

menjadi 63.93% untuk komposisi 40:60.

Besarnya penurunan jumlah kandungan volatile solid dalam substrat selama

102 hari fermentasi sebesar 16.08% untuk komposisi 100:0; 23.98% untuk

komposisi 80:20; 41.14% untuk komposisi 60:40; dan 15.01% untuk komposisi

40:60. Presentase nilai penurunan volatile solid tersebut cenderung masih rendah

jika dibandingkan dengan penurunan kandungan bahan organik sempurna yaitu

100%. Adapun menurut Romli (2013), efisiensi penyisihan bahan organik dalam

Page 47: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

34

digester dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain terkait dengan kualitas umpan,

desain dan kondisi operasi digester juga sangat berpengaruh terhadap efisiensi

penyisihan. Rendahnya efisiensi penurunan volatile solid pada penelitian ini

dimungkinkan disebabkan oleh desain digester yang tidak berpengaduk ketika di

dalam reaktor fermentasi dan tidak adanya resirkulasi lindi yang dapat

menghasilkan efek pengadukan.

Penurunan nilai VS ini berhubungan dengan produksi gas pada suatu unit

digester. Tingginya penurunan VS pada seluruh perlakuan mempengaruhi total

volume dan laju produksi gas seluruh perlakuan tersebut. Jika besarnya presentase

penurunan nilai VS di atas dihubungkan dengan grafik pada Gambar 8 maka

perlakuan 80:20 dan 60:40 memiliki total volume dan laju produksi gas terbesar

dengan presentase penurunan VS yang besar pula. Perlakuan 80:20 memiliki

komposisi nutrisi optimum karena tingginya jumlah bahan organik dalam substrat

diimbangi dengan banyaknya nitrogen dari sludge yang ditambahkan ke dalam

substrat sehingga laju pendegradasian bahan organik berjalan secara optimum.

Sedangkan total volume gas perlakuan 60:40 masih berada di bawah perlakuan

komposisi 80:20, walaupun laju dan total volume gas perlakuan 60:40 sempat

lebih cepat dan lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena komposisi substrat 60:40

sudah tidak ideal bagi aktifitas metabolisme mikroorganisme sehingga

menunrunkan laju dan total volume produksi gas. Tingginya jumlah suldge yang

dimasukkan ke dalam substrat membuat perlakuan 60:40 memiliki laju

pendegradasian bahan organik yang cepat sehingga membuat banyaknya bahan

organik yang terdegradasi. Oleh karena banyaknya bahan organik yang telah

terdegradasi di awal fermentasi membuat susbtrat perlakuan 60:40 minim bahan

organik.

Tidak adanya penambahan sludge pada perlakuan 100:0 membuat

lambatnya proses penurunan VS sehingga berpengaruh rendahnya total volume

dan laju gas yang dihasilkan. Namun karena tingginya kandungan bahan organik

pada perlakuan 100:0 menyebabkan total volume dan laju produksi gas perlakuan

ini mengalami peningkatan walaupun secara lambat. Hal ini hampir serupa dengan

perlakuan 40:60 yang memiliki penurunan bahan organik yang rendah sehingga

berpengaruh pada total volume dan laju produksi gas yang rendah pula.

Rendahnya bahan organik yang terkandung di dalam substrat tidak diimbangi

dengan tingginya jumlah sludge yang ditambahkan ke umpan. Tingginya jumlah

sludge hanya menjadi inhibitor karena dapat menyebabkan inhibisi amonia pada

substrat sehingga berpengaruh pada rendah dan lambatnya total dan laju produksi

gas yang kecil.

Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa semakin lama waktu tinggal digester

dalam reaktor fermentasi anaerob menyebabkan nilai VS semakin menurun

sehingga berpengaruh pada meningkatnya total volume dan laju produksi gas

yang dihasilkan. Penurunan nilai volatile solid tersebut mengindikasikan bahan

organik dalam substrat dapat terdegradasi dengan baik oleh mikroorganisme

sehingga berpotensi menghasilkan biogas. Dengan demikian kandungan padatan

organik dalam substrat mengalami proses pendegradasian menjadi senyawa

volatile fatty acid, alkohol, CO2 dan H2 pada tahap asidogenesis, yang kemudian

ketiga produk hasil tahap asidogenesis tersebut akan terlebih dahulu didegradasi

menjadi asam asetat pada tahap asetogenesis dan kemudian akan dikonversi

menjadi CH4 dan CO2 oleh bakteri metanogen pada tahap metanogenesis. Oleh

Page 48: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

35

karena itu, penurunan nilai VS ini menunjukkan adanya aktifitas mikroorganisme

selama fermentasi anaerob.

Aktivitas mikroorganisme membutuhkan nutrisi berupa karbon sebagai

penyedia energi dan nitrogen sebagai zat pembangun sel mikroorganisme. Selama

proses fermentasi anaerob terjadi perubahan kandungan jumlah nitrogen dalam

digester. Proses fermentasi menyebabkan kandungan karbon organik berkurang

dan nitrogen organik relatif tetap. Oleh karena itu untuk mengetahui kandungan

nitrogen organik dalam bahan digunakan metode Total Kjedahl Nitrogen (TKN)

pada digestat dan leachate substrat tiap sampel. Berdasarkan Tabel 10 total

nitrogen seluruh perlakuan substrat cenderung meningkat pada H-102. Adapun

besarnya presentase peningkatan total nitrogen pada digestat seluruh sampel

perlakuan selama 102 hari fermentasi yaitu sebesar 348.28% untuk komposisi

100:0; 169.23% untuk komposisi 80:20; 106.52% untuk komposisi 60:40; dan

129.17% untuk komposisi 40:60. Sedangkan berdasarkan Tabel 11, kandungan

total nitrogen pada leachate untuk semua perlakuan (wb) secara berturut-turut

pada ulangan 1 dan 2 yaitu 0.13 dan 0.15 untuk perlakuan 100:0; 0.08 dan 0.08

untuk perlakuan 80:20; 0.09 dan 0.05 untuk perlakuan 60:40; serta 1.19 dan 1

untuk perlakuan 40:60.

Semakin lama proses fermentasi semakin banyak pula bahan organik yang

dikonversi menjadi metan. Namun dalam prosesnya unsur nitrogen yang terdapat

di dalam substrat tidak semuanya digunakan sebagai sumber nutrisi. Nilai N total

yang semakin meningkat ini seiring dengan lamanya waktu fermentasi, hal ini

berbanding terbalik dengan C atau nilai VS yang cenderung menurun. Unsur N

banyak yang tertumpuk di dalam substrat sehingga terakumulasi dan menjadi

tinggi jumlahnya sedangkan nilai bahan organik terus menurun. Penyebabnya

karena unsur N cenderung tertahan dalam tumpukan fermentasi dan selama proses

dekomposisi unsur N yang hilang hanya 5% sedangkan unsur C yang hilang

sebanyak 50% (Alexander, 1977). Hal ini disebabkan karena bakteri anaerob

mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih cepat dibandingkan nitrogen. Hasil

karakteristik leachate dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil karakteristik VFA pada

leachate khusus untuk perlakuan komposisi 80:20 disajikan pada Tabel 12.

Tabel 11. Karakteristik leachate H-102 seluruh perlakuan

Bahan TKN (mg/L) COD (mg/L) BOD (mg/L)

100:0 (1) 130 8129 4995

100:0 (2) 150 7080 6993

80:20 (1) 80 4049 2997

80:20 (2) 80 4552 666

60:40 (1) 80 1427 1332

60:40 (2) 20 1941 1665

40:60 (1) 90 1710 1332

40:60 (2) 50 1563 999

Page 49: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

36

Tabel 12. Karakteristik VFA leachate perlakuan komposisi 80:20 H-102

Parameter (mg/L)

VFA 108.5

Asetat 53.2

Propionat 41.7

iso-Butirat 0.7

n-Butirat 4.8

iso-Valerat 4.3

n-Valerat 3.9

Proses pendegradasian substrat oleh mikroba selama fermentasi

menyebabkan penurunan jumlah kandungan bahan organik, sehingga berpengaruh

juga pada nilai COD dan BOD. Kedua parameter tersebut menunjukkan jumlah

padatan organik yang terdapat di dalam substrat sehingga dapat mengetahui

jumlah oksigen kimia dan oksigen biologi yang dibutuhkan dalam mendegradasi

bahan organik di lingkungan. Nilai COD dan BOD berperan dalam

menggambarkan pembentukan biogas. Hasil pada tabel 11 memperlihatkan bahwa

adanya penurunan tehadap nilai COD. Besar kecilnya nilai COD dan BOD pada

H-102 berpengaruh pada laju produksi gas yang ada pada setiap perlakuan

sehingga berpengaruh pada produksi gas yang telah dihasilkan.

Berdasarkan hasil pada Tabel 11 terlihat bahwa pada perlakuan 100:0

ulangan 1 dan 2 serta perlakuan 80:20 ulangan 1 dan 2 memiliki nilai COD dan

BOD yang tinggi hingga H-102. Jika dihubungkan dengan grafik pada Gambar 8

di atas maka keempat sampel tersebut memiliki laju pertumbuhan gas yang sedang

meningkat hingga H-102. Namun khusus untuk perlakuan komposisi 80:20 jika

dilihat dari jumlah VFA pada Tabel 12 maka hanya sebesar 108.5 mg/L yang

menandakan bahwa jumlah asam organik pada perlakuan tersebut rendah. Hal

inilah yang akan berpengaruh pada laju pembentukan gas perlakuan 80:20 yang

mulai lambat dan stationer. Hal ini berbeda dengan laju pembentukan gas pada

perlakuan komposisi 100:0 yang semakin meningkat.

Tingginya nilai COD dan BOD keempat sampel perlakuan 100:0 ulangan 1

dan 2 serta perlakuan 80:20 ulangan 1 dan 2 menandakan bahwa masih banyaknya

senyawa kimia dan biologi organik yang belum dirombak oleh mikroorganisme

untuk dikonversi menjadi biogas. Di lain hal tingginya nilai COD dan BOD pada

substrat ini mengindikasikan adanya penambahan kandungan senyawa organik

yang berasal dari tahap awal perlakuan anaerob yang belum dirombak menjadi

metan. Oleh karena itu keempat sampel tersebut masih dapat menghasilkan

produksi gas yang lebih besar lagi. Sedangkan rendahnya nilai COD dan BOD

pada perlakuan 60:40 ulangan 1 dan 2 serta perlakuan 40:60 ulangan 1 dan 2

menunjukkan bahwa bakteri pengurai mulai berkembang biak dan banyak

menggunakan oksigen dalam merombak senyawa-senyawa organik, sehingga

penurunan nilai COD dan BOD bergantung pada besarnya bahan organik yang

telah terdekomposisi. Hal ini berpengaruh pada total volume dan laju produksi

biogas yang dihasilkan. Oleh karena itu sampel perlakuan 60:40 ulangan 1 dan 2

memiliki laju produksi gas yang mulai lambat pada H-71 dan mulai stasioner pada

H-91 hingga H-102. Sedangkan perlakuan 40:60 ulangan 1 dan 2 mulai memasuki

tahap stasioner pada H-66 hingga H-102. Selain itu rendahnya nilai COD dan

Page 50: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

37

BOD pada perlakuan 40:60 disebabkan karena rendahnya bahan organik yang

terdapat dala substrat perlakuan tersebut.

Selain menghasilkan sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui,

teknologi biogas juga memberikan keuntungan lain berupa digestat dan lumpur

atau leachate yang dihasilkan pada effluent biogas yang dapat dimanfaatkan

sebagai pupuk organik. Lamanya proses fermentasi anaerob berpengaruh pada

kandungan logam mineral yang terkandung di dalam substrat. Adanya kandungan

nitrogen pada digestat dan logam mineral pada leachate substrat dapat

dimanfaatkan sebagai nutrisi dalam pupuk organik. Pupuk organik dapat

mendukung penyuplaian unsur hara atau nutrisi yang dibutuhkan saat tumbuh

kembang tanaman pada tanah. Sebagian dari unsur hara atau nutrisi yang

dibutuhkan terdiri dari unsur-unsur esensial, yang meliputi unsur makro dan

mikro. Unsur makro terdiri dari nitrogen (N), phosfor (P), kalium (K), sulfur (S),

kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Sedangkan unsur mikro terdiri dari besi (Fe),

boron (B), tembaga (Cu), mangan (Mn), seng (Zn), dan molibedenum (Mo).

Adanya penyediaan nutrisi berpartisipasi aktif dalam menunjang

produkstifitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produktifitas yang baik bagi

tanaman. Berdasarkan Angga (2011) yang melaporkan bahwa unsur N berguna

untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman yang kekurangan N akan terus mengecil,

bahkan secara tepat berubah menjadi kuning karena N yang tersedia tidak cukup

untuk membentuk protein klorofil. Selain nitrogen unsur penting lain yang

berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman ialah fosfat (P). Unsur P berfungsi

sebagai pemindah energi yang tidak dapat diganti dengan unsur hara lain.

Kekurangan unsur P akan menyebabkan tanaman tidak tumbuh maksimal atau

tidak akan mampu menyempurnakan proses reproduksi yang normal. Namun

pemanfaatan digestat dan leachate sebagai pupuk organik dapat terjadi jika jumlah

kandungan beberapa unsurnya sesuai dengan standar pupuk cair organik. Adapun

hasil karakteristik digestat dan leachate H-102 perlakuan 80:20 beserta standar

mutu pupuk organik disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Karakteristik leachate H-102 perlakuan 80:20 beserta standar mutu

pupuk organik

Parameter Satuan Leachate

sampel

Permentan No.

28/Permentan/OT.140/2/2009

pH 7.5 4-8

Nitrat mg/L 37,76 -

Nitrit mg/L 0,312 -

Ammoniak mg/L 15,96 -

Nitrogen mg/L 8121.735 <20000

Seng mg/L 0,016 min 0, maks 5000

Tembaga mg/L 0,064 min 0, maks 5000

Mangan mg/L <0,017 min 0, maks 5000

Cobalt mg/L 0,060 min 0, maks 20

Boron mg/L <0,020 min 0, maks 2500

Molybdinum mg/L <0,020 min 0, maks 10

Besi mg/L 4,84 min 0, maks 8000

Phosfor mg/L 2,78 <20000

Kalium mg/L 58,1 <20000

Page 51: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

38

Berdasarkan hasil karakteristik logam organik pada Tabel 13 menunjukkan

bahwa beberapa parameter karakteristik pada lindi perlakuan 80:20 sudah

mendekati standar mutu pupuk cair organik yang diberikan oleh Permentan No.

28/Permentan/OT.140/2/2009. Nilai total nitrogen yang ada pada leachate

memenuhi standar mutu yang ada. Selain itu besarnya nilai phosfor dan kalium

masih juga memenuhi syarat standar mutu yang ada walaupun besarnya nilai

kedua unsur tersebut masih terlalu rendah. Berdasarkan hasil tersebut maka

leachate hasil fermentasi anaerob ini sudah cukup memenuhi baku mutu yang

ditetapkan oleh standar mutu pupuk cair organik dari Permentan

No.28/Permentan/OT.140/2/2009. Oleh karena itu digestat hasil effluent digester

ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik. Namun jika ingin

menghasilkan nilai yang sempurna agar tepat dan sesuai dengan standar baku

mutu yang ada maka dapat dilakukan proses composting lanjutan.

Selain itu berdasarkan data pada Tabel 10 maka secara berturut-turut total

nitrogen pada digestat setiap perlakuan dalam (mg/L) diantaranya 130 untuk

100:0 (1); 150 untuk 100:0 (2); 80 untuk 80:20 (1); 80 untuk 80:20 (2); 80 untuk

60:40 (1); 20 untuk 60:40 (2); 90 untuk 40:60 (1); dan 50 untuk 40:60 (2). Total

nitrogen yang dimiliki digestat seluruh perlakuan masih dalam standar mutu yang

ada sehingga digestat hasil effluent fermentasi tersebut dapat dimanfaatkan

sebagai pupuk organik. Namun jika unsur N pada digestat ingin ditingkatkan

maka dapat dilakukan proses composting lanjutan agar mengalami proses

dekomposisi lanjutan pada bahan organik yang ada pada digestat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pra-perlakuan pada jerami sorgum hanya menyebabkan penurunan volatile

solid secara parsial karena hanya menyebabkan struktur lignoselulosa lebih

terbuka dan meningkatnya tingkat porositas lignoselulosa pada jerami sorgum.

sehingga memudahkan mikroorganisme penghasil metan untuk mendegradasi

bahan organik saat proses fermentasi anaerobik. Pengaruhnya dalam

mempersingkat fase lag dan meningkatkan fase eksponensial produksi biogas

sehingga dapat meningkatkan total volume gas yang dihasilkan.

Co-digestion jerami sorgum-sludge berpengaruh positif pada kinerja

digester selama fermentasi anaerob berupa total volume dan laju produksi gas

yang dihasilkan. Hasil fermentasi anaerob selama 102 hari menunjukkan bahwa

pada sampel perlakuan 100:0; 80:20; 60:40; dan 40:60 terjadi produksi gas

walaupun besarnya laju dan total volume produksi gas tidak serupa antar

perlakuan. Sampel perlakuan 80:20 dan 60:40 cenderung tidak berbeda dan

memiliki fase lag yang lebih singkat serta laju dan total volume produksi gas yang

tinggi. Total volume gas optimum dimiliki oleh sampel perlakuan 80:20 yaitu

122.3 L/kg TS biomassa, sedangkan produksi gas sampel perlakuan 60:40 hanya

115.4 L/kg TS biomassa. Hasil perlakuan 60:40 tidak lagi ideal karena komposisi

nutrisi yang tidak optimum. Total volume produksi gas perlakuan 100:0 yaitu 66.9

Page 52: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

39

L/kg TS biomassa. Total volume dan laju produksi gas terendah dimiliki oleh

perlakuan 40:60 yaitu 13.4 L/kg TS biomassa.

Peningkatan total volume dan laju produksi gas dengan sistem co-digesion

merupakan pengaruh dari penambahan sludge sebagai penyedia nitrogen ke dalam

jerami sorgum pra-perlakuan sebagai penyedia bahan organik dan karbon. Dengan

demikian sampel komposisi perlakuan 80:20 memiliki jumlah nutrisi optimum

yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk proses pendegradasian, sehingga

mendukung terbentuknya total volume dan laju produksi gas secara maksimal.

Adanya pembentukan total volume dan laju produksi gas tiap perlakuan

menunjukkan adanya aktifitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan

organik selama fermentasi yang berpengaruh pada adanya perubahan terhadap

nilai pH, kadar air, dan TKN yang menjadi meningkat. Sebaliknya nilai %TS,

%VS, VFA dan COD semakin menurun.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai produksi biogas dengan

desain digester yang berpengaduk ketika di dalam reaktor fermentasi sehingga

memungkinkan adanya resirkulasi digester yang dapat meningkatkan efisiensi

pendegradasian bahan organik didalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2013. Inhibitor pada Proses Anaerob dalam

http://www.airlimbah.com/2012/09/28/inhibitor-pada-proses-anaerob/.

Diakses 31 Oktober 2013.

Agung, Pambudi. 2008. Pemanfaatan Biogas sebagai Energi Alternatif.

Universitas Surakarta.

Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. Second Edition. Jhon

Willey and Sons, New York.

Amaru K. 2004. Rancang bangun dan uji kinerja bioreaktor plastik polyethilene

skala kecil (Studi Kasus Ds. Cidatar Kec. Cisurupan Kab. Garut).

[Skripsi]. Universitas Padjajaran, Bandung. Tidak Diterbitkan.

Angga, Y., A. 2011. Desain Proses Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah

Pasar dengan Sistem Fermentasi Media Padat [tesis]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Arati J. M. 2009. Evaluating The Economic Feasibility Of Anaerobik Digestion

Of Kawangware Market Waste [tesis]. Manhattan: Kansas State

University.

Barnett, A., L. Pyle and S. K. Subramanian. 1978. Biogas Technology in The

Third World: A Multidisciplinary Review. International Development

Research Centre. Ottawa.

Buren, A. V. 1979. A Chinese Biogas Manual. Intermediate Technology

Publication Ltd. London.

Page 53: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

40

Buyukkamaci N, Fillibeli A. 2004. Volatile fatty acid formation in an anaerobic

hybrid reactor. Process Biochemistry 39: 1040-1047.

Bryant, M.P. 1987. Microbial Methane Production, Theoritical Aspects.J. Am.Sci.

Care K. 2011. Cara Mudah Membuat Digester Biogas.

De Wilde B, S.Vanhille. 1985. Research and Development of Rural Energy in

Indonesia. Bogor: ATA-251.

Djuarnani, N. 2004. Cara Cepat Membuat Kompos. P.T. Agromedia Pustaka,

Jakarta.

Engler CR, M.J. MC. Farland, dan RD. Lacewell. 2000. Economic and

Environmental Impact of Biogas Production and Use.

http://dallas.edu/biogas/eaei.html. (20 Sepetember 2013). Gaur, A.C. 1983. A Manual of Rural Composting. Food and Agricultural

Organization, Rome.

Gijzen, H. J. 1987. Anaerobic Digestion of Cellulosic Waste by Rumen-Derived

Process. Koninklijke Bibliotheek. Den Haag.

Harmsen, P., Huijgen W., Bermundez, L., and Bakker, R. 2010. Literature Review

of Physical and Chemical Pra-perlakuan Processes for Lignocellulosic

Biomass. Wageningen UR Food & Biobased Research, 1184.

Haq PS dan Soedjono ES. 2009. Potensi lumpur tinja manusia sebagai penghasil

biogas. Jurusan Teknik Lingkungan. FTSP-ITS, Surabaya.

Hartono R dan T Kurniawan. 2009. Produksi Biogas dari Jerami Padi dengan

Penambahan Kotoran Kerbau. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia

Indonesia; Bandung, 19-20 Okt 2009. ISBN 978-979-98300-1-2. Haryati T. 2006. Biogas : Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber Energi

Alternatif. J Wartazoa 16:160 – 169. Indartono, Y. S. 2006. Reaktor Biogas Skala Kecil/Menengah. http: //www.indeni.

org/content/view/63/48/. [8 September 2013]

Jaka A dan Gawa RM. 2011. Natrium Hidroksida (NaOH) sebagai Hidrolisa Basa

dalam Pretreatment Produksi Biogas dengan Bahan Baku Eceng Gondok

(Eichornia Crassipes). ITS-Undergraduate-3100012045672.

Jenie BSL. dan W.P. Rahayu. 1991. Penanganan Limbah Industri Pangan. PT.

Trubus Agriwidya, Ungaran.

Kadir, A. 1987. Energi. Universitas Indonesia-Press. Jakarta.

Karellas SB. 2010. Development of an investment decision tool for biogas

production from agricultural waste. Jurnal Renewable and Sustainable

Energy Reviews 14 : 1273-1282.

Makarim. 2007. Jerami Padi : Pengelolaan dan Pemanfaatan. Bogor: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Noegroho Hadi Hs., 1980, Teknologi Gas Bio sebagai Sumber Energi danPengembangan

Desa , LPL, No. IV tahun XIII, LEMIGAS, Jakarta

Prajayana, F. I. 2011. Kajian Konversi Limbah Padat Jerami Padi Menjadi Biogas.

[Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Rahman AN. 2007. Pembuatan Biogas dari Sampah Buah-buahan melalui

Fermentasi Aerobik dan Anaerobik. [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Reith, J. H., H. Den Uil, H. Van Veen, W. T. A. M. De Laat, J. J. Niessem, E. De

Jong, H. W. Elbersen, R. EUSTHUIS, J. P. Van Dikjen and L.

Raamsdonk. 2003. Coproduction of Bio-ethanol, Electricity and Heat from

Page 54: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

41

Biomass Residues. Proceedings of the 12th European Conference on

Biomass and Energy. Industry and Climate Protection, 17-21 June 2002,

Amsterdam, The Netherlands : 1118-1123.

Romli M. 2010. Teknologi Penanganan Limbah Anaerobik. Bogor: TML

Publikasi.

Romli. M. 2013. Co-Digestion Jerami Sorgum-Sludge untuk Produksi Biogas.

[Jurnal]. Bogor.

Samsuri, M., M. Gozan, R. Mardias, M. Baiquni, H. Hermansyah, A. Wijanarko,

B. Prasetya, dan M. Nasikin. 2007. Pemanfaatan selulosa bagas untuk

produksi etanol melalui sakarifikasi dan fermentasi serentak dengan enzim

xylanase. Makara Teknologi 11(1): 17−24. Sathianathan, M. A. 1975. Biogas Echiefemens and Challanges. Di dalam Triyanto.

1992. Mempelajari Cara Pembuatan Biogas Melalui Proses ’Rumen Derived

anaerobic Digestion’ (RURAD). Skripsi. Departemen Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press, Jakarta.

Sulaeman D. 2007. Pengomposan: salah satu alternatif pengolahan sampah

organik dalam http://agribisnis.Deptan.go.id/Pustaka/dede. (Diakses 20

Oktober 2013)

Susanto, Joko P dan Hendra Tjahjono. 1988. Penelitian pembuatan biogas dari

batang pisang. Majalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi No.

XXIX.

Taherzadeh, M. J. and Karimi, K. 2008. Pra-perlakuan of Lignocellulosic Wastes

to Improve Ethanol and Biogas : A Review, International Journal of

Molecular Sci , 9, 1621-1651.

Triyanto. 1992. Mempelajari Cara Pembuatan Biogas Melalui Proses Rumen

Derived Anaerobic Digestion (RUDAD) [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Wahyuni. 2009. Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya.

Wahyuni S. 2010. Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya.

Weismann U. 1991. Anaerobic Tratment of Industrial Wastewater. Institut fur

Verhahrentechnik, Berlin.

Yani M, Darwis A. A. 1990. Diktat Teknologi Biogas. Bogor : Pusat Antar

Universitas Bioteknologi-IPB.

Zakiyah, N. 2011. Pengaruh Penambahan Sludge pada Konversi Jerami Padi

Menjadi Biogas [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 55: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

42

Lampiran 1. Prosedur analisis

A. Kadar Air (SNI 01-2891-1992)

Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang di dalam cawan alumunium kering

yang telah diketahui beratnya. Kemudian dipanaskan di dalam oven pada

suhu 105˚C sampai kering (3-5 jam). Setelah kering, cawan berisi sampel

kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin, cawan berisi

sampel yang telah kering ditimbang beberapa kali ulangan hingga diperoleh

bonot tetap. Perhitungan kadar air sebagai berikut:

Kadar air dalam basis basah :

Kadar air (%) = W- (W1-W2) x 100%

W

Total Soilid (%) = W1-W2 x 100%

W

Dimana W adalah bobot contoh sebelum dikeringkan. W1 adalah bobot

contoh dan cawan setelah dikeringkan, sedangkan W2 adalah bobot cawan

kosong.

B. Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

Sampel sebanyak 2–3 gram ditimbang dalam cawan porselen yang kering

dan telah diketahui beratnya. Sampel kemudian dipijarkan di dalam tanur

pada suhu 550oC sampai diperoleh warna abu keputih-putihan. Selanjutnya

sampel didinginkan pada desikator lalu ditimbang.

Kadar Abu (%) = W3 x 100%

(W1-W2)

TVS (%) = (W1-W2)-(W3) x 100%

(W1-W2)

Keterangan :

W1 = bobot contoh dan cawan kosong (g)

W2 = bobot cawan kosong (g)

W3 = bobot hasil tanur (abu) (g)

Atau Total Padatan Organik (TVS) = 100 - (kadar air + kadar abu)

C. pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dan kertas pH.

D. COD terlarut (APHA, 2005)

Metode pengukuran COD yaitu sebanyak 1-2 ml sampel dipipet ke dalam

tabung reaksi yang berisi 1.5 ml pereaksi K2Cr2O7 dan 3.5 larutan asam tutup

tabung, kemudian aduk dengan cara membalikkan tabung. Tabung

dimasukkan ke dalam COD reaktor selama 2 jam pada suhu 150oC. Tabung

didinginkan dan isi tabung dituang ke dalam erlenmeyer 100 ml dan bilas

dengan aquades. Kemudian titrasi dengan larutan FAS 0.01 M dengan 1-2

Page 56: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

43

tetes indikator ferroin. Catat jumlah FAS yang digunakan dan kadar COD

dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar COD = (ml blanko-ml sampel) x M FAS x 8000 x P

ml sampel

Keterangan : P = Pengenceran

Sebelum digunakan untuk titrasi, larutan FAS perlu distandarisasi.

Standarisasi dilakukan sama seperti langkah-langkah penentuan COD, namun

sampelnya adalah akuades serta tanpa adanya pemanasan.

E. BOD5 (APHA, 2005)

Metode pengukuran BOD yaitu sampel yang telah diencerkan kemudian

ditambah larutan buffer 1 ml, FeCl3 1 ml, CaCl2 1 ml, MgSO4 1 ml dan seed 1

ml. Selanjutnya dimasukkan ke dalam botol winkler dan ditutup. Kemudian

tutup winkler dibuka dan ditambah MnSO4 1 ml dan alkali ajida 1 ml

selanjutnya ditutup lagi dan dikocok. Hasil pencampuran tadi dituang ke

erlenmeyer 500 ml untuk yang jernih dan endapannya tetap di tabung winkler

dan dimasukkan H2SO4 pekat 1 ml. Endapan tadi dimasukkan ke erlenmeyer

500 ml tadi, dikocok dan ditetesi 3 tetes larutan kanji kemudian dititrasi

dengan larutan tiosulfat hingga berwarna jernih. Pengukuran tadi dilakukan

untuk H0 dan H5. Sampel H5 diinkubasi pada lemari pendingin 20˚C.

Blanko, sampel diganti dengan aquades.

Kadar BOD (mg/l) = ((DO0-DO5) - (DO0 blanko-DO5blanko) x (1-P))

P

Keterangan:

DO = (ml tio x 8000 x 0,25)

ml sampel

P = Faktor pengenceran = (1/pengenceran)

F. Kadar Nitrogen (AOAC 1984)

Sebanyak 0.1-0.5 g sampel dimasukan ke dalam labu Kjeldahl kemudian

ditambahkan 2,5 ml H2SO4 pekat dan 1 g katalis CuSO4.NaSO4. Larutan

tersebut kemudian didestruksi hingga jernih. Hasil destruksi ditambahkan

dilarutkan dengan akuades <25 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung

destilasi. Pasang tabung destilasi dan labu Erlenmeyer pada alat semi destilasi.

Atur waktu destilasi selama 4 menit (7 menit pada awal running). Atur proses

destilasi secara otomatis dengan menekan tombol auto sehingga proses

destilasi otomatis beralan sesuai dengan urutan pengeluaran NaOH 6 N ke

dalam tabung destilasi dan pengeluaran asam borat 2% ke dalam labu

Erlenmeyer. Biarkan proses destilasi berlangsung hingga warna asam borat

2% dalam labu Erlenmeyer berubah dari ungu menjadi hijau muda. Larutan

hasil destilasi dititrasi dengan larutan H2SO4 0.02 N terstandarisasi. Hitung

volume H2SO4 yang digunakan untuk titrasi. Lakukan prosedur yang sama

pada blanko. Kadar nitrogen dihitung dengan rumus :

Page 57: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

44

%N = (titrasi sampel – titrasi blanko) x 14 x N H2SO4 x 100

mg sampel

G. VFA (Volatile Fatty Acid)

Analisis VFA dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengenmbangan

Perternakan (PUSLITBANGNAK) Bogor. VFA (Volatile Fatty Acid)

merupakan hasil fermentasi karbohidrat atau protein oleh mikroba dalam

rumen yang terdiri dari asam astetat, asam propionat, asam iso propionat,

asam butirat, asam iso butirat, asam valirat, dan asam iso valirat. Senyawa ini

dapat dianalisi dengan menggunakan alat gas kromatografi (GC). Sistem

pemisahan ini berdasarkan sifat partisi dan absorpsi zat terhadap dua fasa

yang berbeda, yaitu fase diam (kolom) dan fase bergerak (gas). Adanya

perbedaan partisi atau absoprsi pada kedua fase tersebut memunculkan peak

(puncak) pada layar monitor. Dengan membaca kromatogram standar VFA

yang konsentrasinya sudah diketahui maka konsentrasi VFA sampel dapat

diukur.

Adapun status dan kondisi alat yang digunakan yaitu:

Gas Chromatogrraphy Chrompack 9002

GC merek : Buker

Column Capilary : WCOT fused silica 25 m x 0.32 mm ID Coating

FFAP-CB for free fatty acid

Detektor merek: : FiD

Suhu kolumn : 115oC

Suhu injektor : 270oC

Suhu detektor : 270oC

Sedangkan bahan dan kondisi saat digunakan dalam proses uji VFA ini

yaitu:

Standar : VFA rumen standar (Supelco)

Fase gerak (gas pembawa)

Laju alir N2 : 30 ml/menit

Laju alir H2 : 40 ml/menit

Laju alir O2 : 250 ml/menit

Fase diam

saat running sampel : BR-Wax Fame product Bruker berbentuk

capillary colom

saat preparasi sampel : Asam sulfo-5- salisiliat dihidrat

Cara Kerja :

Larutan contoh atau rumen dipipet sebanyak 1 ml ke dalam tabung

eppendorf

Ditambahkan kira-kira 30 mg asam sulfo- 5- sallisilat dihidrat

kemudian dikocok

Selanjutnya disentrifuse selama 10 menit pada 12000 rpmdengan

suhu 7o C

Sebelum injeksi larutan contoh atau rumen terlebih dahulu di

injeksikan larutan standarVFA rumen

Page 58: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

45

Larutan contoh atau rumen yang telah jernih di injeksikan 1µl ke

dalam Gas Chromatografi.

Rumus perhitungan:

VFA (mM) = Luas area VFA contoh x Konsentrasi standar VFA

Luas area standar VFA x BM

Dimana:

VFA = Terdiri dari Asam asetat, propionat, n-butirat, iso-butirat, n-

Valerat dan iso-valerat

BM = Berat Molekul VFA parsial

Konsentrasi VFA standar 1 mg/ml = 1000 µg/ml

Page 59: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

46

Lampiran 2. Neraca massa tahap pretreatment

Tahap Pratreatment

Jumlah penambahan air untuk perendaman jerami sorgum kering: 1,7 liter

Jumlah penambahan zat kimia:

Basis 550 gram

Larutan komposting 0.550 ml

Air 11 ml

Jumlah Penambahan Inokulum 11.550 ml

Lampiran 3. Neraca massa jumlah substrat perbandingan jerami:sludge (100:0)

Jumlah zat kimia yang ditambahkan:

Basis 300 gram

trace elements 6 ml

P (KH2PO4) 5 ml

Jumlah jerami sorgum dan sludge yang masuk ke dalam reaktor:

Jerami 149,69 gram

sludge 0 gram

air 150,31 gram

Lampiran 4. Neraca massa jumlah substrat perbandingan jerami:sludge (80:20)

Jumlah zat kimia yang ditambahkan:

Basis 300 gram

trace elements 6 ml

P (KH2PO4) 5 ml

Jumlah jerami sorgum dan sludge yang masuk ke dalam reaktor:

Jerami 132.42 gram

sludge 33.10 gram

air 134.48 gram

Lampiran 5. Neraca massa jumlah substrat perbandingan jerami:sludge (60:40)

Jumlah zat kimia yang ditambahkan:

Basis 300 gram

trace elements 6 ml

P (KH2PO4) 5 ml

Jumlah jerami sorgum dan sludge yang masuk ke dalam reaktor:

Jerami 110.99 gram

sludge 74.00 gram

air 115.01 gram

Page 60: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

47

Lampiran 6. Neraca massa jumlah substrat perbandingan jerami:sludge (40:60)

Jumlah zat kimia yang ditambahkan:

Basis 300 gram

trace elements 6 ml

P (KH2PO4) 5 ml

Jumlah jerami sorgum dan sludge yang masuk ke dalam reaktor:

Jerami 83.92 gram

sludge 125.87 gram

air 90.21 gram

Lampiran 7. Neraca massa jumlah substrat perbandingan jerami: sludge (60:40)

basis 60 gram

Jumlah zat kimia yang ditambahkan:

Basis 60 gram

trace elements 6 ml

P (KH2PO4) 5 ml

Jumlah jerami sorgum dan sludge yang masuk ke dalam reaktor:

Jerami 22.19 gram

sludge 14.80 gram

air 23.01 gram

Page 61: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

48

Lampiran 8. Kromatogram uji VFA standar

Page 62: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

49

Lampiran 9. Kromatogram uji VFA perlakuan 60:40 H-14

Page 63: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

50

Lampiran 10. Kromatogram uji VFA perlakuan 60:40 H-42

Page 64: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

51

Lampiran 11. Kromatogram uji VFA perlakuan 60:40 H-102

Page 65: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

52

Lampiran 12. Kromatogram uji VFA perlakuan 80:20 H-102

Page 66: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

53

Lampiran 13. Hasil uji logam leachate perlakuan 80:20

Page 67: Templat tugas akhir S1 - repository.ipb.ac.id · pra-perlakuan bahan dan pencernaan campuran (co-digestion) jerami sorgum-lumpur pada produksi biogas aulia anggraini departemen teknologi

54

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 November 1991 dari ayah

Soehardjono dan ibu Nining Prihanekowati. Penulis adalah putri kedua dari tiga

bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 97 Jakarta dan pada tahun

yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui

jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata

kuliah Bioindustri 2012-2013. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik

Lapangan di PT Fajar Surya Wisesa Tbk dengan judul Mempelajari dan

Mengamati Teknologi Proses Pengolahan Limbah Cair PT. Fajar Surya Wisesa

Tbk. Penulis juga menjadi panitia sekaligus anggota Forum Bioremediasi

Nasional 2013.